Penyusunan Rencana Pemanenan Hasil Hutan (Sri Utami,NIM 6609)

download Penyusunan Rencana Pemanenan Hasil Hutan (Sri Utami,NIM 6609)

of 5

Transcript of Penyusunan Rencana Pemanenan Hasil Hutan (Sri Utami,NIM 6609)

Penyusunan Rencana Pemanenan Hasil Hutan Ramah LingkunganIndonesia merupakan salah satu negara dengan luasan hutan yang tertinggi, yakni seluas 133,7 juta hektar (Ha) (Departemen Kehutanan, 2008). Luasan ini merupakan urutan kedua setelah Brazil, utnuk kawasan hutan tropis. Hutan di Indonesia juga terkenal dengan tingkat keanekaragaman hayatinya yang tinggi. Dari total luasan 133,7 juta Ha ini, berdasarkan fungsinya hutan dibagi-bagi lagi menjadi 6 status kawasan yakni fungsi suaka alam dan pelestarian hutan (14,89 %), hutan lindung (23,64 %), hutan produksi terbatas (16,83%), hutan produksi (27,41%), hutan produksi konversi (17,05%) dan taman buru (0,17%). Dari pembagian hutan berdasarkan fungsinya ini, maka kegiatan pemanenan dapat dilakukan di kawasan hutan produksi dan hutan produksi terbatas. Pemanfaatan lain yang dapat dilakukan di hutan produksi selain di panen kayunya adalah fungsi penyangga ekosistem kehidupan, fungsi jasa lingkungan, dan hasil hutan non kayu lainnya. Dewasa ini pengelolaan hutan diarahkan kepada pengelolaan berbasis kelestarian hasil dan kelestarian fungsi lingkungan dari hutan itu sendiri. Secara garis besar pengelolaan hutan meliputi 7 kegiatan pokok, yaitu perencanaan, pembukaan wilayah hutan, penanaman, pemeliharaan, perlindungan, pemanenan dan pemasaran hasil hutan. Salah satu kegiatan yang penting dalam pengelolaan hutan adalah pemanenan hasil hutan. Pemanenan hasil hutan merupakan salah satu komponen silvikultur, pemanenan hasil hutan juga dapat dipandang sebagao langkah awal dalam pemanfaatan hasil hutan, karena pada tahap inilah hasil hutan dikeluarkan dari dalam hutan hingga sampai ke konsumen. Dahulu pemanenan hasil hutan identik dengan pengrusakan dan eksploitasi hutan secara brutal, pemanfaatan hutan hanya dipandang dari sisi kayu atau dengan kata lain penambangan kayu ( timber minning). Kebutuhan akan kayu juga semakin meningkat dari waktu ke waktu tanpa ada pengimbangan dari penambahan luasan hutan. Lama-kelamaan hutan terus menurun luasannya dan kehilangan fungsinya, hingga muncul suatu konsep pemanenan dengan prinsip ramah lingkungan (reduce impact logging). Dengan adanya kesadaran mengenai pemanenan hasil hutan yang baik dan berprinsip lestari, maka pemanenan hasil hutan saat ini harus disusun dan direncanakan sedemikian rupa sebelum kegiatan pemanenan itu dilakukan. Secara garis besar, Conway (1982) dalam Haryanto (2009) menyebutkan bahwa komponen kegiatan pemanenan terdiri

dari perencanaan, penebangan dan pembagian hutan, penyaradan, pemuatan, pembongkaran dan pembuatan jalan. Rencana pemanenan merupakan rencana operasional atau rencana taktis yang didasarkan pada data dan informasi yang ada mengenai hutan yang akan dipanen, data dan informasi biasanya berasal dari hasil inventarisasi sebelum penebangan atau pedoman pengelolaan jangka panjang. Jadi perencaan pemanenan itu sendiri merupakan proses yang tidak boleh dilewatkan ketika akan melakukan kegiatan pemanenan. Penyusunan rencana pemanenan hasil hutan harus memperhatikan berbagai faktor yang akan mempengaruhi jalannya kegiatan pemanenan nantinya, mulai dari faktor teknis, sosial, lingkungan, ekonomi,dan lain-lain. Faktor teknis yang harus diperhatikan adalah lokasi penebangan, waktu pemanenan, kegiatan pemanenan, pelaksana dan teknik pelaksanaannya. Banyak sekali komponen yang harus diperhatikan dalam hal teknis, penentuan lokasi dan waktu pemanenan harus didasarkan pada data hasil invetarisasi hutan sebelum penebangan (ITSP), dalam hal kegiatan pemanenan harus merencanakan pemilihan sistem pemanenan dan pemilihan sistem kerja, dan lain-lain. Faktor sosial yang mempengaruhi penyusunan rencana antara lain keterlibatan masyarakat sekitar hutan, pengaruh pemanenan terhadap matapencarian masyarakat, dampak pemanenan hasil hutan secara ekonomi dan faktor-faktor penggunaan hutan secara tradisional atau turun menurun oleh masyarakat sekita hutan. Lalu, hal lain yang harus diperhatikan adalah faktor lingkungan. Seperti yang sudah dituliskan diatas, kegiatan pemanenan identik dengan pengrusakan dan eksploitasi. Serinci apapun perencanaannya, pemanenan tetap akan menghasilkan efek negatif terhadap lingkungan, oleh karena itu dalam penyusunannya harus memikirkan aspek lingkungan sehingga dampak buruk pemanenan dapat dikurangi. Khusus utnuk aspek lingkungan, saat ini telah berkembang prinsip pemanenan ramah lingkungan (reduce impact logging), dimana dalam proses pemanenan harus memperhatikan dampak terhadap lingkungan dengan seksama. Saat ini sudah muncul beberapa standarisasi kayu yang diperoleh dari pemanenan yang ramah lingkungan, yang diterbitkan oleh berbagai badan yang berwenang dalam hal kehutanan, salah satu contohnya adalah sertifikasi Smartwood dari Forest Stewardship Council (FSC). Selain itu banyak organsisasi terkait kehutanan yang mengeluarkan standarisari pemanenan hasil hutan yang ramah lingkungan (reduce impact logging), beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain pergerakan yang seminimal mungkin dalam proses pemanenan, jalan sarad yang pendek, pengaruh terhadap kepadatan tanah, proses penyaradan yang tidak merusak tegakan tinggal, dan lain-lain. Hal-hal lain yang harus diperhatikan adalah hilangnya habitat bagi keanekaragaman hayati, penurunan kualitas

air, produktivitas tanah yang terganggu, manajemen material keras yang melewati hutan dan material sisa pemanenan yang tertinggal dalam hutan serta kerusakan secara visual. Aspek selanjutnya yang mempengaruhi perencanaan pemanenan adalah ekonomi perusahaan. Dalam pengelolaan hutan, tentu saja tidak akan ada pengelola yang menginginkan kerugian, pasti semua pengusahaan hutan bertujuan untuk memperoleh keuntungan, maka dari itu dalam perencanaannya, pemanenan hasil hutan haruslah disusun sedemikian rupa sehingga menghasilkan keuntungan bagi perusahaan tanpa

mengesampingkan fungsi ekologis dari hutan itu sendiri. Hutan memang merupakan sumberdaya yang dapat diperbaharui, namun apabila dieksploitasi secara terus menerus tanpa langkah perbaikan maka hutan akan mengalami kerusakan, penurunan fungsi atau bahkan hilang sama sekali. Setelah semua faktor-faktor yang akan mempengaruhi jalannya pemanenan hasil hutan di konsep sedemikian rupa sehingga akan menghasilkan suatu proses pemanenan yang ramah lingkungan, berfungsi secara ekonomi bagi perusahaan dan juga bagi masyarakat sekitar hutan, maka selanjutnya dalam merencanakan pemanenan hasil hutan dibutuhkan beberapa data pendukung. Data yang diperlukan dalam perencanaan pemanenan hasil hutan adalah data keadaan tegakan (jumlah batang, volume dan persebaran pohon), kondisi topografi, data jalan sarad, keberadaan hasil hutan non kayu, keberadaan satwa dan flora yang dilindungi, data peralatan yang dibutuhkan, data tenaga kerja, data biaya pemanenan dan data iklim serta cuaca. Data-data ini diperoleh dari hasil ITSP, beberapa data didapat setelah ditetapkan sistem pemanenan dan sistem kerja yang akan dipakai. Dalam penentuan pemilihan sistem pemanenan harus didasarkan oleh beberapa faktor, antara lain ukuran produk, volume tegakan per luasan, target produksi, ketersediaan tenaga kerja, jangka waktu operasi pemanenan, tujuan pemanfaatan produk, sarana dan prasaran yang tersedia, peraturan yang ada, topografi, kondisi tanah, iklim, cuaca dan biaya. Keseluruhan faktor inilah yang dibagi menjadi 3 aspek yang telah disebutkan, yaitu aspek teknis, finansial dan sosial lingkungan. Keseluruhan faktor ini tidak berdiri sendiri, melainkan saling terkait satu sama lain. Dalam penentuan sistem pemanenan haruslah direncanakan secara terpadu. Langkah pertama penentuan sistem adalah aspek teknis, suatu metode dipilih ketika layak secara teknis, artinya dapat diterapkan atau dioperasikan dilapangan. Contohnya, secara teknis penyaradan dengan menggunakan sapi atau tenaga manusia mungkin dilakukan, namun ketika lapangan yang dihadapi curam, maka cara ini akan sangat beresiko mengalami kecelakaan kerja atau bahkan tidak mungkin dapat dilaksanakan dilapangan.

Selanjutnya perlu dipertimbangkan aspek finansial, walaupun suatu metode secara teknis mungkin dilakukan tetapi apabila biayanya besar dan tidak memberikan keuntungan bagi pengusahaan hutan, maka metode tersebut tidak bisa diterapkan. Misalnya, pada lahan yang datar, tanahnya stabil dan tenaga kerja yang tersedia terbatas, berbagai cara penyaradan mungkin sekali dilakukan, mulai dari skidder, forwarder, traktor, buldozer, sapi, helikopter ataupun kabel. Masing-masing cara penyaradan diperhitungkan biayanya dan kemudian dipilih yang paling ekonomis dengan prestasi kerja yang baik. Aspek terakhir adalah aspek sosial lingkungan, metode yang dipilih harus sesuai dengan peraturan yang berlaku, efek pengrusakannya terhadap lingkungan kecil dan tidak menimbulkan konflik di masyarakat. Contohnya, kita lebih memilih menggunakan forwarder dalam penyaradan karena penggunaan forwarder akan mengurangi pengrusakan tanah dan tegakan tinggal, hal ini karena kayu disarad tanpa bersentuhan langsung dengan tanah sehingga meminimalisir kerusakan tanah dan tegakan tinggal. Dalam faktanya dilapangan, sangat sulit menentukan metode yang mencakup seluruh aspek dengan baik, pasti ada salah satu aspek yang dikorbankan, dan seringkali adalah aspek sosial lingkungan. Karena aspek ini yang paling mungkin tidak akan membuat pengusaha rugi secara finansial, karena memang finasiallah tujuan utama pengusahaan hutan saat ini. Jika hutan yang dimiliki merupakan lahan pribadi atau hutan rakyat, dalam sistem pengerjaannya dapat dikerjakan sendiri atau borongan. Penentuan sistem pengerjaan ini harus melalui berbagai pertimbangan dari pemilik, misalnya luasan lahan yang akan dipanen, perhitungan keuntungan, perkiraan pasar, kebutuhan, dan lain-lain. Dalam sistem pengerjaan ada berbagai macam jenis, antara lain penjualan batang, kontrak lahan, penjualan secara borongan dan penjualan kayu jadi (log dan potongan). Secara keseluruhan, perencanaan pemanenan hasi hutan haruslah merujuk pada pengelolaan hutan berkelanjutan (sustainable forest management). Kelestarian ini tidak hanya mencakup kelestarian perusahaan, tetapi meliputi kelestarian sumberdaya, produksi, fungsi lingkungan dan fungsi sosial. Tak bisa dipungkiri bahwa kita membutuhkan kayu dari hutan, sehingga yang dapat kita lakukan adalah mengurangi dampak negatif dari pemanenan hasil hutan. Perencanaan pemanenan hasil hutan yang baik merupakan langkah awal yang sangat penting dalam proses menuju pemanenan ramah lingkungan, dengan perencanaan yang baik diharapkan laju kerusakan hutan dapat dikurangi. Jadi, rencanakan pemanenan dengan baik maka kita dapat terus memanen dan tetap memperoleh fungsi lingkungan dari hutan.

Referensi:

Departemen Kehutanan. 2008. Ekskutif Data Strategis 2008. Departemen Kehutanan, Jakarta. Endom, Wasman dan Sukanda. 2009. Standarisasi Penebangan, Penyaradan dan Pengangkutan Kayu dari Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor. IFC (International Finance Organitation) .2007. Environmental, Health, and Safety Guidelines for Forest Harvesting Operations. Environmental, Health, and Safety Guidelines, World Bank Group. Muhdi.2008. Dampak Pemanenan Kayu dengan Sistem Reduced Impact Logging Terhadap Pemadatan Tanah di Kalimantan Barat. RIMBA Kalimantan Fakultas Kehutanan Unmul, Juni 2008, hlm. 42 45 Suriyatno, Nunuk dan Haryanto.2009. Pemanenan Hasil Hutan. Laboratorium Pemanenan Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. Wesman Endom, Sukanda dan Dulsalam. 2006. Efisiensi dan Efektivitas Pemanenan Kayu Hutan Rakyat di Daerah Curam. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor. http://www.ilo.org/public/english/protection/safework/cops/english/index.htm diakses tanggal 12 November 2011, pukul 14.20 WIB. http://www.isai.or.id/?q=node/10 , diakses tanggal 13 November 2011, pukul 22.30 WIB. http://www.edis.ifas.ufl.edu/pdffiles/fr/fr04200.pdf , diakses tanggal 16 November 2011, pukul 20.40 WIB. http://www.thecanadianencyclopedia.com/index.cfm?PgNm=TCE&Params=A1AR TA0002906 , diakses tanggal 16 November 2011, pukul 21.00 WIB