Penyakit paru

27

Click here to load reader

Transcript of Penyakit paru

Page 1: Penyakit paru

PENYAKIT PARU KARENA PEKERJAAN(OCCUPATIONAL LUNG DISEASE)

1. PENGERTIAN

Yang dimaksud dengan penyakit paru karena pekerjaan adalah perubahan-

perubahan patologis paru yang disebabkan oleh substansi yang merusak terserap

selama melakukan pekerjaan.

2. ETIOLOGI

Penyebab yang merusak paru karena pekerjaan tersebut secara garis besar dibagi

dalam :

a. Gas dan asap.

b. Debu mineral.

c. Debu organic.

Debu dibagi atas 3 macam :

Hard wek dust

Seperti : Debu silicon.

Metalic dust

Misalnya : Nikel, tembaga, Ag.

Dari tumbuh-tumbuhan atau hewan

Seperti : Ampas tebu, bulu hewan.

Menurut besar kecilnya penampang debu terbagi atas :

Sama atau lebih besar 10 mikron.

5 – 10 mikron, dapat merusak ke traktur respiratorius dan alveoli.

1

Page 2: Penyakit paru

< 3 mikron sering masuk alveoli.

< 1 mikron bergerak menurut gerak Brown, tidak dapat melekat pada

alveoli dan hanya keluar masuk paru.

3. MACAM-MACAM PNEUMOCONIASIS

Pneumoconiasis adalah sekumpulan penyakit paru karena debu dalam

pekerjaan sehari-hari.

Pneumoconiasis yang paling umum adalah Silicosis, Asbestosis dan

pneumoconiosis pekerja tambang batubara (Antracosis).

A. SILIKOSIS.

Adalah penyakit paru kronis yang disebabkan menghirup debu silica

(partikel silicon dioksida). Pemajanan terhadap silicon dan silikat terjadi

pada hampir semua kegiatan pertambangan, penggalian dan pengeboran.

Pemotongan batu, pabrik pengamplas dan bahan tembikar serta pengecoran

logam adalah pekerjaan lain dengan pemajanan bahaya.

PATOFISIOLOGI

Jika partikel silica yang mempunyai sifat fibrogenik terhirup, akan dibentuk

lesi nodular diseluruh paru. Dengan berjalannya waktu dan pemajanan lebih

lanjut nodulus membesar dan bersatu. Masa padat terbentuk pada bagian atas

paru-paru, mengakibatkan penurunan volume paru. Penyakit paru restriktif

(ketidakmampuan paru-paru untuk mengembang dengan sempurna) dan

terjadi penyakit paru obstruktif yang sekunder emfisema. Rongga dapat

terbentuk sebagai akibat tuberculosis yang memburuk. Biasanya dibutuhkan

2

Page 3: Penyakit paru

pemajanan selama 10 – 20 tahun sebelum penyakit terjadi dan sesak napas

muncul. Destruksi fibrotik jaringan paru dapat mengarah pada emfisema,

hipertensi paru dan kor pulmonal.

MANIFESTASI KLINIS

Paru pasien dapat mengalami gejala-gejala indikatif hipoksemia, obstruksi

jalan napas yang berat, gagal jantung sebelah kanan. Edema dapat terjadi

karena gagal jantung.

PENATALAKSANAAN MEDIS

Tidak terdapat pengobatan pesifik untuk silicosis. Terapi diarahkan pada

penanganan komplikasi dan pencegahan infeksi. Pemeriksaan dilakukan

untuk menyingkirkan tuberculosis. Jika terdapat tuberculosis, diatasi secara

agresif. Terapi tambahan dapat mencakup oksigen, diuretic -antagonis dan

terapi bronkodilator (teofilin dan ipratropium bromida).

B. ASBESTOSIS

Adalah penyakit yang ditandai oleh fibrosis paru difus akibat inhalasi debu

asbestos. Hukum telah membatasi penggunaan asbestos tetapi banyak

industri pada masa lalu menggunakannya sehingga pemajanan terjadi pada

berbagai pekerjaan, termasuk pertambangan dan pabrik asbestos, pekerjaan

pembongkaran bangunan, serta pemasangan atap rumah atau bangunan.

Bahan-bahan seperti sirap, semen, ubin, asbes vinil, cat dan pakaian tahan

api, pelapis rem mobil dan filter semuanya mengandung asbestos pada waktu

itu.

3

Page 4: Penyakit paru

PATOFISIOLOGI

Serat asbestos, jika terhirup memasuki alveoli, yang pada akhirnya

terobliterasi oleh jaringan fibrosis yang mengelilingi partikel asbestos.

Perubahan fibrosis juga mempengaruhi pleura, yang menebal dan menjadi

plak. Akibat dari perubahan fisiologis ini adalah penyakit paru restriktif,

dengan penurunan dalam volume paru, menghilangkan pertukaran oksigen

dan karbondioksida serta hipoksemia.

MANIFESTASI KLINIS

Pasien mengalami dispnea, yang menjadi buruk secara progresif, nyeri dada

ringan sampai sedang, anoreksia dan penurunan berat badan. Kor pulmonal

dan gagal napas terjadi sejalan kemajuan penyakit. Proporsi kerja yang

cukup tinggi yang telah terpajan terhadap debu asbestos akan mati akibat

kanker paru terutama mereka yang merokok. Kanker juga dapat terjadi pada

jaringan lain.

PENATALAKSANAAN MEDIS

Tidak terdapat pengobatan efektif untuk asbestosis. Penatalaksanaan

diarahkan pada pengendalian infeksi dan mengobati penyakit paru. Bila

pertukaran oksigen-karbon dioksida menjadi sangat terganggu, terapi

oksigen kontinu dapat membantu memperbaiki toleransi aktivitas.

Pemajanan terhadap asbestos harus dihindari dan pekerja harus

diinstruksikan untuk berhenti merokok.

4

Page 5: Penyakit paru

C. PNEOMOCONIOSIS PEKERJA TAMBANG BATUBARA (ANTRACOSIS)

Pneomoconiosis pekerja tambang batubara (antracosis atau penyakit paru

hitam) termasuk berbagai penyakit pernapasan yang ditemukan pada pekerja

tambang batubara selama bertahun-tahun. Penambang batubara terpajan

terhadap debu yang merupakan campuran dari batubara, kaolin, mika dan

silica.

PATOFISIOLOGI.

Bila debu batubara tertumpuk dalam alveoli dan bronkiolus, pernapasan,

makrofag menelan partikel (dengan fagositosis) dan membawanya ke

bronkiolus terminalis tempat mereka akan dibuang melalui aksi mukosiliaris.

Pada waktunya, mekanisme klirens tidak mampu mengatasi beban debu yang

berlebihan dan agregat makrofag dalam bronkiolus dan alveoli. Timbul

fibroblas dan jaringan retikulin diletakkan mengelilingi makrofag yang

membungkus debu. Bronkiolus dan alveoli dipenuhi oleh debu batu bara,

makrofag yang mati dan fibrobalas yang mengarah pada pembentukan

macula batubara, lesi primer dari gangguan ini. (Makula tampak sebagai titik

kehitaman pada paru-paru). Dengan membesarnya macula, bronkiolus yang

melemah berdilatasi dengan terjadinya emfisema setempat sebagai

akibatnya.

Pasien dengan pneumoconiosis pekerja tambang batubara mengalami lesi

paru massif dengan jaringan fibrotik padat mengandung material hitam.

Masa ini pada akhirnya merusak pembuluh darah dan bronki dari lobus yang

terkena.

5

Page 6: Penyakit paru

MANIFESTASI KLINIS

Tanda pertama adalah batuk kronik dan pembentukan sputum, serupa dengan

tanda-tanda yang ditemukan pada bronchitis kronis. Dengan perjalanan

penyakit, pasien mengalami dispnea dan membatukkan sejumlah besar

sputum dengan beragam jumlah cairan hitam (melanoptisis), terutama jika

individu adalah perokok. Pada akhirnya terjadi kor pulmonal dan gagal

napas. Pengobatannya adalah simptomatik.

PENCEGAHAN

Perawat kesehatan okupasi harus bertindak sebagai penasihat pekerja,

membuat setiap upaya untuk meningkatkan tindakan yang mengurangi

pemajanan pekerja pada produk industrial. Hukum mengharuskan bahwa

lingkungan kerja harus mempunyai ventilasi yang sesuai untuk membuang

setiap bahan yang mengandung racun.

Pengendalian debu dapat mencegah banyak pneumokoniasis dan termasuk

ventilasi, menyemprot area dengan air untuk mengendalikan pelepasan debu

dan pembersihan lantai yang efektif dan sering. Sampel udara harus

dipantau. Bahan-bahan beracun harus dibungkus dan diletakkan pada area

yang khusus. Pekerja harus mengenakan masker dan alat pelindung (masker

wajah, pelindung kepala, respirator industrial) untuk memberikan suplai

udara yang aman bila terdapat elemen beracun. Pekerja yang beresiko harus

dengan cermat diperiksa dan diikuti perkembangannya. Terdapat resiko

terjadinya penyakit serius yang berkaitan dengan merokok (kanker) dalam

industri di mana terdapat tingkat tidak aman dari gas, debu, asap, cairan dan

6

Page 7: Penyakit paru

substansi tertentu. Program penyuluhan yang berkelanjutan harus

mengajarkan pekerja untuk mengambil tanggung jawab bagi kesehatan

mereka sendiri dan untuk berhenti merokok serta mendapatkan vaksinasi

influenza.

Hukum right to know (hak unutk mengetahui) menyebutkan bahwa pekerja

harus diinformasikan tentang semua bahaya dan bahan-bahan beracun dalam

tempat pekerjaannya. Secara spesifik, mereka harus dididik tentang setiap

bahaya atau bahan beracun yang menjadi bagian dari pekerjaan mereka, apa

efek yang ditimbulkan dari bahan beracun ini pada kesehatan mereka dan

tindakan perlindungan yang dapat mereka lakukan untuk melindungi diri

mereka.

4. PENGKAJIAN

Pengkajian mencakup pengumpulan informasi tentang gejala-gejala terakhir

juga manifestasi penyakit sebelumnya.

Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan sebagai pedoman

untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit :

Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan ?

Apakah aktivitas meningkatkan dispnea. ? jenis aktivitas apa ?

Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas ?

Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas ?

Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh ?

Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya ?

7

Page 8: Penyakit paru

Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan, pertanyaan

yang patut dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk :

Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien ?

Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya ?

Apakah pasien mengkonstraksi otot-otot abdomen selama inspirasi ?

Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori pernapasan selama

pernapasan ?

Apakah tampak sianosis ?

Apakah vena leher pasien tampak membesar ?

Apakah pasien mengalami edema perifer ?

Apakah pasien batuk ?

Apa warna, jumlah, dan konsistensi sputum pasien ?

Bagaimana status sensorium pasien ?

Apakah terdapat peningkatan stupor ? kegelisahan ?

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Sinar x dada .

Dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru, mendatarnya diafragma,

peningkatan area udara retrosternal, penurunan tanda vaskularisasi/bula

(emfisema).

Tes fungsi paru

Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah

fungsi abnormal adalah obstruksi atau retriksi, untuk memperkirakan derajat

disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, missal : bronkodilator.

8

Page 9: Penyakit paru

TLC.

Kapasitas inspirasi.

Volume residu.

GDA

Memperkirakan progresi proses penyakit kronik.

Bronkogram.

Dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kolaps brokhial

pada ekspirasi kuat.

JDL dan diferensial.

Kimia darah.

Sputum

Kultur untuk menetukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen,

pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi..

EKG latihan, test stress.

9

Page 10: Penyakit paru

PATOFISIOLOGI DAN PENYIMPANGAN KDM

ANTRACOSIS ASBESTOSIS SILIKOSIS

Debu batubara Serat asbestos Partikel silika Tertumpuk dalam alveoli Terhirup dan memasuki Terhirup ke paruDan bronkiolus terminalis alveoli Terbentuk lesi Dibuang melalui aksi Terobliterasi oleh nodular diseluruhMukosiliaris jaringan fisbrosis Paru Mekanisme klirens Pleura menebal dan Nodulus membesarTidak mampu menga- menjadi plak dan bersatuTasi beban debu berlebihan Terbentuk masa Fibrobals & jaringan Padat Retikulin Makula batubara Bronkiolus berdilatasi Penyakit paru restriktif

Penurunan volume paru H I P O K S E M I A

Beban kerja pernapasan O tdk efektif ke- jaringan Ancaman Napas cepat dan dangkal Metabolisme Kelelahan Kesehatan (Dispnoe) anaerob NYERI AKTIVITY

KECEMASAN Kelemahan POLA NAPAS TDK INTOLERAN EFEKTIF NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN

10

Page 11: Penyakit paru

5. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Pola napas ridak efektif berhubungan dengan beban kerja pernapasan

meningkat.

TUJUAN : Tidak terjadi kesulitan pernapasan.

INTERVENSI :

a. Kaji/pantau frekuensi pernapasan. Catat rasio inspirasi/ekspirasi.

RASIONAL :

Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada

penerimaan atau selama stress atau adanya proses infeksi akut.

Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang

disbanding inspirasi.

b. Beri posisi yang nyaman kepada pasien, misalnya : dengan peninggian

kepala tempat tidur, atau duduk pada sandaran tempat tidur.

RASIONAL :

Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan

menggunakan gravitasi. Namun pasien dengan stress berat akan mencari

posisi yang paling mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki, bantal

dll membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai alat

ekspansi dada.

c. Dorong/Bantu latihan napas abdomen atau bibir

RASIONAL :

Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol

dispnea.

11

Page 12: Penyakit paru

d. Kolaborasi dengan tim medis pemberian oksigen.

RASIONAL :

Untuk memperbanyak suplai oksigen yang bersirkulasi.

2. Nyeri berhubungan dengan metabolisme anaerob

TUJUAN : Nyeri reda atau penurunan intensitas nyeri.

INTERVENSI :

a. Kaji dan catat nyeri dan karakteristiknya : lokasi, kualitas, frekuensi dan

durasi.

RASIONAL :

Data membantu mengevaluasi nyeri dan peredaan nyeri serta

mengidentifikasi sumber-sumber multiple dan jenis nyeri.

b. Identifikasi dan dorong pasien untuk menggunakan strategi yang

menunjukkan keberhasilan pada nyeri sebelumnya.

RASIONAL :

Mendorong penggunaan strategi peredaan nyeri yang familiar dan dapat

diterima oleh pasien.

c. Ajarkan pada strategi tambahan untuk meredakan nyeri dan

ketidaknyamanan.

RASIONAL :

Menggunakan strategi ini sejalan dengan analgesia dapat menghasilkan

peredaan yang lebih efektif.

12

Page 13: Penyakit paru

d. Berikan analgesik sesuai yang diresepkan

RASIONAL :

Untuk meningkatkan peredaan nyeri yang optimal dan analgesik lebih

efektif bila diberikan pada awal siklus nyeri.

3. Nurisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelemahan

TUJUAN : Memperoleh/mempertahankan nutrisi yang adekuat.

INTERVENSI :

a. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini,. Catat derajat kesulitan

makan.

RASIONAL :

Pasien distress pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea dll.

Selain itu banyak pasien mempunyai kebiasaan makan buruk, meskipun

kegagalan pernapasan membuat status hipermetabolik dengan

peningkatan kebutuhan kalori.

b. Berikan perawatan oral sesering mungkin.

RASIONAL :

Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap

nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan

kesulitan napas.

13

Page 14: Penyakit paru

c. Dororng periode istirahat selama 1 jam sebelum dan sesudah makan.

RASIONAL :

Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan

memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.

d. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.

RASIONAL :

Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu napas,

abdomen dan gerakan diafragma dan dapat meningkatkan dispnea.

e. Timbang berat badan sesuai indikasi.

RASIONAL :

Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat

badan dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.

4. Activity intoleran berhubungan dengan kelelahan.

TUJUAN ; Mampu melakukan aktivitas perawatan diri.

INTERVENSI :

a. Kaji respon pasien terhadap aktivitas, perhatikan frekuensi nadi,

peningkatan tekanan darah yang nyata selama atau sesudah aktivitas,

dispnea, keletihan dan kelemahan yang berlebihan.

RASIONAL :

Menyebutkan parameter membantu dalam respon fisiologis terhadap

stress aktivitas dan bila ada merupakan indicator dari kelebihan kerja

yang berkaitan dengan tingkat aktivitas.

14

Page 15: Penyakit paru

b. Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi. Selingi

periode aktivitas dengan periode istirahat.

RASIONAL :

Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi

kebutuhan oksigen berlebihan.

c. Instruksikan pasien tentang tehnik penghematan energi, misal :

menggunakan kursi saat mandi dll. Melakukan aktivitas dengan perlahan.

RASIONAL :

Tehnik pengurangan energi mengurangi penggunaan energi, juga

membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

d. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas perawatan diri bertahap jika

dapat ditoleransi.

RASIONAL :

Kemajuan aktivitas bertahap dapat membantu pasien untuk memenuhi

kebutuhannya tanpa harus tergantung orang lain, dan harus disesuaikan

dengan keadaannya.

5. Kecemasan berhubungan dengan ancaman kesehatan.

TUJUAN : Penurunan kecemasan.

INTERVENSI :

a. Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman situasi.

Dorong mengekspresikan dan jangan menolak perasaan marah,

kehilangan, takut dll.

15

Page 16: Penyakit paru

RASIONAL :

Koping terhadap dispnoe dan nyeri sulit. Pasien dapat takut mati atau

cemas tentang lingkungan. Semua berkelanjutan dan masih tak teratasi,

mungkin terjadi dalam berbagai derajat selama beberapa waktu dan

adaptasi dimanifestasi oleh gejala depresi.

b. Kaji tanda verbal/non verbal kecemasan. Lakukan tindakan bila pasien

menunjukkan perilaku marah

RASIONAL :

Pasien mungkin tidak menunjukkan masalah secara langsung, tetapi

kata-kata/tindakan dapat menunjukkan rasa agitasi, marah dan gelisah.

Intervensi dapat membantu pasien meningkatkan kontrol terhadap

perilakunya sendiri.

c. Orientasikan pasien/orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas

yang diharapkan. Tingkatkan partisipasi bila mungkin.

RASIONAL :

Informasi yang adekuat dapat menurunkan kecemasan pasien.

d. Jawab semua pertanyaan secara nyata. Berikan informasi konsisten,

ulangi sesuai indikasi.

RASIONAL :

Informasi yang tepat tentang situasi menurunkan rasa takut, hubungan

asing perawat – pasien, dan membantu pasien/orang terdekat untuk

menerima situasi secara nyata. Pengulangan informasi membantu

penyimpanan informasi.

16

Page 17: Penyakit paru

e. Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.

RASIONAL :

Memungkinkan waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan

cemas dan perilaku adaptasi.

f. Dorong keputusan tentang harapan setelah pulang.

RASIONAL :

Membantu pasien/orang terdekat untuk mengidentifikasi tugas nyata,

juga menurunkan resiko kegagalan menghadapi kenyataan adanya

keterbatasan kondisi/memacu penyembuhan.

17

Page 18: Penyakit paru

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1,

Halaman : 626 – 628, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta , 2002

Marilyn E. Doenges, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler, Rencana

Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,

2002.

Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit), Edisi 4, Buku 1, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2000.

18