PENYAKIT KUSTA ATAU LEPRA.docx
-
Upload
alviantiaulia -
Category
Documents
-
view
25 -
download
0
Transcript of PENYAKIT KUSTA ATAU LEPRA.docx
AULIA ALVIANTI AKBAR04011181320003
PSPD A 2013
PENYAKIT KUSTA ATAU LEPRA
Epidemiologi
Cara penularan kuman kusta sampai saat ini masih bersifat misterius, yang
diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh penderita, yakni selaput lendir
hidung.
Penularan penyakit kusta tergantung dari 2 (hal):
a. Jumlah dan keganasan Mycobacterium Leprae
b. Daya tahan tubuh penderita
Di samping itu faktor yang berperan dalam hal penularan adalah:
a. Usia
Anak-anak lebih peka di banding dengan orang dewasa perbandingan 3:2
b. Jenis kelamin
Laki-laki lebih banyak di jangkiti oleh penyakit kusta dibanding wanita (karena kontak
lebih banyak pada laki-laki)
c. Ras
Bangsa-bangsa di Asia dan Afrika lebih banyak dijangkiti oleh penyakit kusta
dibanding dengan Eropa
d. Keadaan sosial ekonomi
Umumnya negara-negara endemis kusta adalah negara-negara yang tingkat sosial
ekonominya rendah
e. Lingkungan
Fisik, biologis, sosial yang kurang sehat.
Masa tunasnya (inkubasi) penyakit kusta sangat lama. Umumnya berkisar antara 2
sampai 5 tahun, tetapi bisa mencapai puluhan tahun.
2. Etiologi
Kuman penyebab adalah Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh G.A.
HANSEN pada tahun 1874 di Norwegia, yang sampai bekarang belum juga dapat
dibiakkan dalam media artifisial. M. leprae berbentuk basil dengan ukuran 3-8 Um
x 0,5 Um, tahan asam dan alkohol serta Gram positif (Djuanda A, 2007:74).
3. Tanda dan gejala kusta
A. Menurut (Dep Kes RI. Dirjen PP& PL, 2007). Tanda-tanda utama atau Cardinal
Sign penyakit kusta, yaitu:
1. Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa
Kelainan kulit/lesi dapat berbentuk bercak keputih-putihan (hypopigmentasi) atau
kemerah-merahan (erithematous) yang mati rasa (anaesthesi).
2. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf. Gangguan fungsi
saraf ini merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi (neuritis perifer).
Gangguan fungsi saraf ini bisa berupa :
a. Gangguan fungsi sensori : mati rasa
b. Gangguan fungsi motoris : kelemahan otot (parese) atau kelumpuhan (paralise)
c. Gangguan fungsi otonom : kulit kering dan retak-retak.
3. Adanya bakteri tahan asam (BTA) didalam kerokan jaringan kulit (BTA positif)
Seseorang dinyatakan sebagai penderita kusta apabila di temukan satu atau lebih
dari tanda-tanda utama diatas. Pada dasarnya sebagian besar penderita dapat
didiagnosis dengan pemeriksaan klinis. Namun demikian pada penderita yang
meragukan dapat dilakukan pemeriksaan kerokan kulit. Apabila hanya ditemukan
cardinal sign kedua perlu dirujuk kepada wasor atau ahli kusta, jika masih ragu
orang tersebut dianggap sebagai penderita yang dicurigai.
B. Tanda-tanda tersangka kusta (suspek)
1. Tanda-tanda pada kulit
a. Bercak/kelainan kulit yang merah atau putih dibagian tubuh
b. Bercak yang tidak gatal dan Kulit mengkilap
c. Adanya bagian tubuh yang tidak berkeringat atau tidak berambut
d. Lepuh tidak nyeri.
2. Tanda-tanda pada saraf
a. Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota badan atau muka
b. Gangguan gerak anggota badan atau bagian muka
c. Adanya cacat (deformitas) dan luka (ulkus) yang tidak mau sembuh.
4. Derajat Cacat Kusta
Menurut Djuanda, A, 2007 membagi cacat kusta menjadi 2 tingkat kecacatan, yaitu:
a. Cacat pada tangan dan kaki
1. Tingkat 0 : tidak ada gangguan sensibilitas, tidak ada kerusakan atau deformitas
yang terlihat.
2.  + Tingkat 1 : ada gangguan sensibilitas, tanpa kerusakan atau deformitas
yang terlihat.
3. Tingkat 2 : terdapat kerusakan atau deformitas.
b. Cacat pada mata
1. Tingkat 0 : tidak ada gangguan pada mata akibat kusta; tidak ada gangguan
penglihatan.
2. Tingkat 1 : ada gangguan pada mata akibat kusta; tidak ada gangguan yang
berat pada penglihatan. Visus 6/60 atau lebih baik (dapat menghitung jari pada jarak
6 meter).
3. Tingkat 2 : gangguan penglihatan berat (visus kurang dari 6/60; tidak dapat
menghitung jari pada jarak 6 meter).
c. Jenis-jenis cacat kusta
Menurut Djuanda A, 1997, jenis dari cacat kusta dikelompokkan menjadi dua
kelompok yaitu:
a. Cacat primer
Adalah kelompok cacat yang disebabkan langsung oleh aktivitas penyakit, terutama
kerusakan akibat respon jaringan terhadap mycobacterium leprae.
Yang termasuk kedalam cacat primer adalah :
1. Cacat pada fungsi saraf
a) Fungsi saraf sensorik misalnya : anestesi
b) Fungsi saraf motorik misalnya : daw hand, wist drop, fot drop, clow tes, lagoptalmus
c) Fungsi saraf otonom dapat menyebabkan kulit menjadi kering dan elastisitas kulit
berkurang, serta gangguan reflek vasodilatasi.
2. Inflamasi kuman pada kulit dan jaringan subkutan menyebabkan kulit berkerut dan
berlipat-lipat
3. Cacat pada jaringan lain akibat infiltrasi kuman kusta dapat terjadi pada tendon,
ligamen, tulang rawan, testis, dan bola mata.
b. Cacat sekunder
1. Cacat ini terjadi akibat cacat primer, terutama adanya kerusakan saraf sensorik,
motorik, dan otonom
2. Kelumpuhan motorik menyebabkan kontraktur, sehingga terjadi gangguan berjalan
dan mudah terjadinya luka
3. Lagoptalmus menyebabkan kornea menjadi kering dan memudahkan terjadinya
kreatitis
4. Kelumpuhan saraf otonom menjadikan kulit kering dan berkurangnya elastisitas
akibat kulit mudah retak dan terjadi infeksi skunder.
1. Klasifikasi Kusta
1Tujuan klasifikasi
1. Untuk menentukan rejimen pengobatan, prognosis, dan komplikasi.
2. Untuk merencanakan operasional, misalnya menemukan pasien-pasien yang
menular yang mempunyai nilai epidemiologis tinggi sebagai target utama
pengobatan.
3. Untuk identifikasi pasien yang kemungkinan besar akan menderita cacat.
2Jenis klasifikasi yang umum
A. Klasifikasi Internasional: Klasifikasi Madrid (1953)
- Indeterminate (I)
- Tuberkuloid (T)
- Boderline-Dimorphous (B)
- Lepromatosa (L)
B. Klasifikasi untuk kepentingan riset: Klasifikasi Ridley-Jopling (1962)
- Tuberkoloid (TT)
- Borderline tuberculoid (BT)
- Mid-Borderline (BB)
- Borderline Lepromatous (BL)
- Lepromatosa (LL)
C. Klasifikasi untuk kepentingan program kusta: klasifikasi WHO (1981) dan modifikasi
WHO (1988):
a. Pausibasilar (PB)
Hanya kusta tipe I. TT dan sebagian besar BT dengan BTA negatif menurut kriteria
Ridley dan Jopling atau tipe I dan T menurut klasifikasi Madrid.
b. Multibasilar (MB)
Termasuk kusta tipe LL, BL, BB dan sebagian BT menurut kriteria Ridley dan Jnpling
atau B dan L menurut kriteria Madrid dan semua tipe kusta dengan BTA positif.
2. Reaksi kusta
Reaksi kusta atau reaksi lepra adalah suatu episode akut dalam perjalanan
kronis penyakit kusta yang merupakan reaksi kekebalan (respon selular) atau reaksi
antigen-antibodi dengan akibat merugikan pasien.
Reaksi ini dapat terjadi pada pasien sebelum mendapat pengobatan, selama
pengobatan dan sesudah pengobatan. Namun sering terjadi pada 6 bulan sampai
setahun sesudah mulai pengobatan.
Jenis reaksi kusta di bagi menjadi 2 tipe, yaitu
1. Reaksi tipe I
Terjadi pada pasien borderline, disebabkan meningkatnya kekebalan selular
secara cepat. Pada reaksi ini terjadi pergeseran tipe kusta kearah PB. Faktor
pencetusnya tidak diketahui secara pasti tapi diperkirakan ada hubungan dengan
reaksi hipersensivitas tapi lambat.
Gejala klinis tipe I berupa perubahan lesi kulit, neuritis (nyeri tekan pada saraf),
dan/atau gangguan keadaan umum pasie (gejala konsitusi).
2. Reaksi tipe
Reaksi ini terjadi pada pasien tipe MB dan merupakan reaksi humoral, dimana
basil kusta yang utuh maupun tak utuh menjadi antigen. Tubuh akan membentuk
antibodi dan komplemen sebagai respons adanya antigen. Reaksi kompleks imun
terjadi antara antigen, antibodi, dan komplemen. Kompleks imun ini dapat
mengendap antara lain dikulit berbentuk nodul yang dikenal sebagai Eritema
Nodusum Leprosum (ENL), mata (iridosiklitis), sendi (atritis), dan saraf (neurutis)
dengan disertai gejala konsitusi seperti demam dan malaise, serta komplikasi pada
organ tubuh lainnya.
Hal-hal yang mempermudahterjadinya reaksi kusta adalah stress fisik (kondisi
lemah, menstruasi, hamil, setelah melahirkan, pembedahan, sesudah mendapat
imunisasi, dan malaria) dan stress mental. Perjalanan reaksi dapat berlangsung
sampai 3 minggu. Kadang-kadang timbul berulang-ulang dan berlangsung lama.
3. $3B Penatalaksanaan
a. Perawatan luka
Prinsip dari perawatan luka adalah imobilisasi dengan mengistirahatkan kaki
yang luka ( misalnya : tongkat, bidai ), merawat luka setiap hari dengan
membersihkannya, membuang jaringan mati, dan menipiskan penebalan kulit yang
selanjutnya di kompres.
a. Perawatan mata yang tidak tertutup rapat (lagoptalmus)
1. Gunakan cermin setiap hari untuk melihat apakah ada mata merah, bila ada segera
laporan ke petugas puskesmas.
2. Tariklah kulit di sudut mata ke arah luar dengan jari tangan sebanyak 10 kali setiap
latihan, lakukan 3 kali sehari.
3. Lindungi mata dari sinar matahari, debu dan angin.
b. Perawatan tangan yang mati rasa (anestesi)1. Lindungilah tangan yang mati rasa dari panas, benda kasar dan tajam untuk
mencegah luka.
2. Rendamlah tangan setiap hari dengan air bersih dalam baskom selama 30 menit
untuk menjadikan kulit lembab.
3. Setelah di rendam gosok kulit menebal dengan batu apung untuk menjadikan kulit
melembut.
4. Olesi dengan minyak kelapa bersih dalam keadaan lembab.
c. Perawatan tangan yang bengkok ( kontraktur )
1. Latih jari tangan yang bengkok 3 kali sehari, supaya jari-jari tangan tidak menjadi
kaku.
2. Rendamlah tangan 3 kali sehari dengan air bersih selama 30 menit dan olesi
tangan yang bengkok dengan minyak kelapa bersih dalam keadaan basah.
3. Luruskan jari-jari tangan yang bengkok dengan tangan yang lain sebanyak 20 kali
setiap latihan, lakukan 3 kali sehari.
4. Taruh tangan di atas paha, dan luruskan jari-jari tangan sebanyak 20 kali setiap kali
latihan, lakukan 3 kali sehari.
d. Pencegah luka
1. Selalu memakai alas kaki.
2. Jangan berjalan terlalu lama.
3. Berhati-hati terhadap api, air panas, dll.
4. Berhati-hati saat duduk bersila.
5. Memeriksa keadaan kaki dan kulit, apakah ada tanda-tanda kemerahan atau
melepuh.
e. Perawatan tangan dan luka
1. Kurangi tekanan pada tangan yang luka.
2. Luka harus selalu bersih, bila luka panas, bau dan bengkak segera ke puskesmas.
3. Rendamlah setiap hari tangan dengan air bersih selama 30 menit.
4. Balut luka dengan air bersih.
Untuk kepentingan pengobatan pada tahun 1987 telah terjadi perubahan.
Yang dimaksud dengan kusta PB adalah kusta dengan BTA negatif pada
pemeriksaan kerokan kulit, yaitu tipe-tipe I, TT dan BT menurut klasifikais Ridely
dan Jopling. Bila pada tipes-tipe tersebut disertai BTA positif, maka akan
dimasukkan ke dalam kusta MB. Sedangkan kusta MB adalah semua penderita
kusta tipe BB, BL, dan LL atau apapun klasifikasi klinisnya dangan BTA positif,
harus diobati dengan rejimen MDT-MB. Hal ini tercantum pada tabel berikut.
5. Pengobatan
Obat antikusta yang paling banyak dipakai pada saat ini adalah DDS
(diaminodifenil sulfon) kemudian klofazimin, dan rifampisin. DDS mulai dipakai
sejak 1948 dan di Indonesia digunakan pada tahun 1952. Klofazimin dipakai sejak
1962 oleh Brown dan Hogerzeil, dan rifampisin sejak tahun 1970. Pada tahun 1998
WHO menambahkan 3 obat antibiotik lain untuk pengobatan altematif, yaitu
ofloksasin, minosiklin dan klaritromisin.
Sejak tahun 1951 pengobatan tuberkulosis dengan obat kombinasi ditujukan
untuk mencegah kemungkinan resistensi obat, sedangkan multi drug treatment
(MDT) untuk kusta baru dimulai pada tahun 1971.
Pada saat ini ada berbagai macam dan cara MDT dan yang , dilaksanakan di
Indonesia sesuai rekomendasi WHO, dengan obat alternatif sejalan dengan
kebutuhan dan kemampuan. Yang paling dirisaukan ialah resistensi terhadap DDS;
karena DDS adalah obat antikusta yang paling banyak dipakai dan paling murah.
Obat ini sesuai dengan para penderita yang ada di negara berkernbang dengan
sosial ekonomi rendah.