penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

104
TESIS PENURUNAN KADAR SUPEROKSIDA DISMUTASE LENSA BERHUBUNGAN DENGAN PENINGKATAN DERAJAT KEKERUHAN LENSA PADA KATARAK SENILIS (7,6 I PUTU RUSTAMA PUTRA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014

Transcript of penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Page 1: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

TESIS

PENURUNAN KADAR SUPEROKSIDA DISMUTASE

LENSA BERHUBUNGAN DENGAN

PENINGKATAN DERAJAT KEKERUHAN LENSA

PADA KATARAK SENILIS

(7,6

I PUTU RUSTAMA PUTRA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 2: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

TESIS

PENURUNAN KADAR SUPEROKSIDA DISMUTASE

LENSA BERHUBUNGAN DENGAN

PENINGKATAN DERAJAT KEKERUHAN LENSA

PADA KATARAK SENILIS

(7,6

I PUTU RUSTAMA PUTRA

NIM : 0914128203

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 3: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

PENURUNAN KADAR SUPEROKSIDA DISMUTASE

LENSA BERHUBUNGAN DENGAN

PENINGKATAN DERAJAT KEKERUHAN LENSA

PADA KATARAK SENILIS

Tesis Ini Untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik (Combined Degree)

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

I PUTU RUSTAMA PUTRA

NIM : 0914128203

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

Page 4: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL : 18 JUNI 2014

Pembimbing I, Pembimbing II,

dr. W. G. Jayanegara, SpM(K) dr. AAA. Sukartini Djelantik, SpM(K)

NIP. 19640229 1991031002 NIP. 19560420 1982122001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur,

Program Pascasarjana Program Pascasarjana

Universitas Udayana Universitas Udayana

Prof.Dr.dr.Wimpie,I.Pangkahila,SpAnd,FAACS Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi,SpS(K)

NIP. 19461213 1971071001 NIP. 19590215 1985102001

Page 5: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Tesis Ini Telah Diuji Pada

Tanggal 18 Juni 2014

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Direktur Program Pascasarjana

Universitas Udayana No: 1658/UN14.4/HK/2014 , Tanggal 10 Juni 2014

Ketua : dr. I W.Gede Jayanegara, Sp.M(K)

Sekretaris : dr. A.A.A. Sukartini Djelantik, Sp.M(K)

1. Prof. Dr. dr. N. Adiputra, M.OH

2. Prof. dr. N.K. Niti Susila,Sp.M(K)

3. dr. Made Agus Kusumadjaja. Sp.M(K)

Page 6: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...
Page 7: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan

Yang Maha Esa, atas berkah-Nya, sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Penulis

menyadari sepenuhnya tesis ini tidak mungkin dapat selesai tanpa bantuan dari berbagai

pihak. Pada kesempatan ini, izinkan penulis dengan setulus hati menghaturkan rasa

terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD dan Dekan

Fakultas Kedokteran Udayana, Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT(K), M.Kes yang

telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti dan menyelesaikan

Program Magister Pascasarjana dan Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 di

Universitas Udayana.

2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. AA Raka

Sudewi, SpS(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan sebagai mahasiswa

Program Pascasarjana Universitas Udayana.

3. Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Combined Degree, Prof. Dr. dr. Wimpie, I.

Pangkahila, SpAnd., FAACS yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti

pendidikan Program Studi Ilmu Biomedik combined degree.

4. Direktur RSUP Sanglah Denpasar, dr. Anak Ayu Sri Saraswati, M.kes atas

kesempatan dan fasilitas yang diberikan dalam menjalani Program Pendidikan

Dokter Spesialis 1 di Bagian Ilmu Kesehatan Mata.

5. Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, dr.

Putu Budhiastra, SpM (K) yang telah memberikan kesempatan mengikuti program

Page 8: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

pendidikan spesialisasi dan memberikan bimbingan selama menjalani pendidikan

spesialisasi.

6. Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana, dr. AAA Sukartini Djelantik, SpM(K) yang telah memberikan

kesempatan mengikuti program pendidikan spesialisasi, memberi petunjuk, serta

bimbingan selama menjalani pendidikan spesialisasi.

7. dr. W. G. Jayanegara, SpM(K), sebagai pembimbing I yang telah meluangkan

waktu, memberikan petunjuk dan pengarahan, sejak awal penulisan sampai dapat

menyelesaikan tesis ini.

8. dr. AAA Sukartini Djelantik, SpM(K) selaku pembimbing II yang selalu

memberikan bimbingan dan pengarahan hingga terselesaikannya tesis ini.

9. Prof. Dr. dr. N. Adiputra, M.OH, Prof. N.K. Niti Susila, Sp.M(K) dan dr. Made

Agus Kusumadjaja, Sp.M(K) selaku penguji atas semua masukan, koreksi dan

saran dalam penyelesaian tesis ini.

10. Direktur RS Indera Denpasar atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk

melaksanakan penelitian di RS Indera Denpasar.

11. Dr. I G.N. Made Sugiana SpM, sebagai Kepala SMF Mata RS Indera Denpasar,

yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian di RS Indera

Denpasar.

12. Prof. DR. Ir. I.B. Putra Manuaba, M.Phil atas bantuan dan kerjasamanya dalam

pemeriksaan sampel penelitian serta memberikan masukan mengenai statistik

penelitian.

Page 9: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

13. Seluruh Konsulen Ilmu Kesehatan Mata serta dosen Pascasarjana Program Studi

Ilmu Biomedik Combined Degree atas segala bimbingannya.

14. Seluruh teman sejawat residen di Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana atas bantuan dan kerjasamanya selama ini

15. Seluruh paramedik di Poliklinik Mata dan IBS RSUP Sanglah atas bantuan dan

kerjasamanya dalam pengumpulan sampel penelitian.

16. Seluruh paramedik di Poliklinik Mata dan Ruang Operasi RS Indera Denpasar atas

kerjasamanya dalam pengumpulan sampel penelitian.

Rasa syukur dan sujud kepada Ayahanda dan Ibunda kami I Nengah Sumatra,

Ama.Pd. dan Ni Putu Rusmawati, yang telah memberikan doa, kasih-sayang, motivasi

dan semangat kepada penulis. Ayahanda dan Ibunda Mertua I Ketut Nilawarsa dan Ni

Nyoman Tunas, terimakasih atas dorongannya selama ini. Akhirnya kepada istri tercinta

Ni Luh Made Cintia Dewi dan Ananda tersayang I Putu Prema Khamahitha dan I Made

Raktha Anantanaya atas doa, dorongan semangat, dan pengertian selama penulis

menyelesaikan pendidikan dan penelitian ini.

Semoga tesis ini memberikan manfaat dan sumbangan yang berguna bagi

perkembangan pelayanan kesehatan mata serta bagi pendidikan IImu Kesehatan Mata.

Terakhir, semoga Sang Hyang Widhi Wasa – Tuhan Yang Maha Esa, selalu

melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.

Denpasar, 18 Juni 2014

Penulis

Page 10: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

ABSTRAK

PENURUNAN KADAR SUPEROKSIDA DISMUTASE LENSA

BERHUBUNGAN DENGAN

PENINGKATAN DERAJAT KEKERUHAN LENSA

PADA KATARAK SENILIS

Katarak senilis merupakan penyakit multifaktorial dan salah satu faktornya

adalah stres oksidatif. Superoksida dismutase adalah satu antioksidan enzimatik lensa

yang melindungi mata dari stres oksidatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

hubungan antara penurunan kadar superoksida dismutase (SOD) dengan peningkatan

derajat kekeruhan lensa pada katarak senilis. Penelitian ini merupakan penelitian potong

lintang analitik yang dilakukan di poliklinik Mata RSUP Sanglah dan RS Indera,

Denpasar, Bali, mulai bulan Januari 2014 sampai bulan Mei 2014. Pasien katarak senilis

dikelompokkan menjadi 4 kelompok berdasarkan derajat kekeruhan lensa menurut

Burrato. Sampel diambil dengan teknik consecutive sampling dan dioperasi atas indikasi

visual. Lensa yang diekstraksi diperiksa kadar SOD-nya. Jumlah sampel yang diperiksa

sebanyak 52 lensa. Rerata kadar SOD lensa pada Derajat 2 sebesar 21,147±1,603 µg/g

protein, Derajat 3 sebesar 16,653±0,991 µg/g protein, Derajat 4 sebesar 13,920±1,374

µg/g protein dan Derajat 5 sebesar 11,668±1,496 µg/g protein. Hubungan kadar SOD

lensa derajat kekeruhan lensa dianalisis dengan uji Spearman dan didapatkan hubungan

negatif yang sangat kuat (r= - 0,9) dan bermakna secara statistik (p=0,001). Berdasarkan

hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penurunan kadar superoksida

dismutase lensa berhubungan dengan peningkatan derajat kekeruhan lensa pada katarak

senilis. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mencari faktor-faktor lain yang ikut

berperan dalam etiopatogenesis katarak senilis selain SOD.

Kata kunci : katarak senilis, derajat kekeruhan lensa, kadar superoksida dismutase

lensa

Page 11: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

ABSTRACT

DECREASED OF LENS SUPEROXIDE DISMUTASE LEVEL CORRELATED

WITH INCREASED OF LENS OPACIFICATION GRADE

IN SENILE CATARACT

Senile cataract is a multifactorial disease including oxidative stress. Superoxide

dismutase (SOD) is one of the enzymatic antioxidant lenses that protect the lens from

oxidative stress. The aim of this study was to determine the correlation between the

levels of lens superoxide dismutase and the grade of opacification of the lens in senile

cataract. This study was an analytic cross-sectional observasional study conducted in

Eye clinic Sanglah Hospital and Indera Hospital, Denpasar, Bali, starting in January

2014 until May 2014. Senile cataract patients classified into 4 groups based on the grade

of lens opacification according Burrato criteria. Samples were taken with consecutive

sampling technique and operation on visual indication. The extracted lens were

examined for SOD level. A total of 52 patients were included in this study. The mean

level of lens SOD were 21.147±1.603 µg/g protein in grade 2, 16.653±0.991 µg/g

protein in grade 3, 13.920±1.374 µg/g protein in grade 4 and 11.668±1.496 µg/g protein

in grade 5. Spearman's correlation test showed that was a very strong negative

correlation between lens SOD level and grade of lens opacification in senile cataract

(r= -0.9) and statistically significant (p=0.001). The conclusion was the decreased of

lens SOD level correlated with increased of lens opacification grade in senile cataract.

Further research is needed to look for other factors that play a role in the

aetiopathogenesis senile cataract in addition to SOD.

Keywords : senile cataract, lens opacification grade, lens superoxide dismutase level

Page 12: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………………………………………………………

PRASYARAT GELAR……………………………………………………

LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………….

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ……………………………………...

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT……………………………

UCAPAN TERIMA KASIH……………………………………………..

ABSTRAK………………………………………………………………..

ABSTRACT……………………………………………………………….

i

ii

iii

iv

v

vi

ix

x

DAFTAR ISI………………………………………………………………

DAFTAR TABEL…………………………………………………………

xi

xiv

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………... xv

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG…………………………….. xvi

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……………………………………………………. 1

1.2 Rumusan Masalah………………………………………………… 7

1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………. 7

1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………...… 8

1.4.1 Manfaat teoritis ..………………………………………...… 8

1.4.2 Manfaat praktis…………………………………….....……..

8

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Lensa………………........................................................................ 9

2.1.1 Anatomi dan histologi lensa ................................................... 9

2.1.2 Biokimia lensa ........................................................................ 11

2.1.3 Fisiologi lensa .…………………………………….....…….. 13

2.2 Katarak Senilis................................................................................. 15

Page 13: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

2.2.1 Definisi dan epidemiologi katarak ..............……….....…….. 15

2.2.2 Etiologi dan patofisiologi katarak senilis .......……......…….. 16

2.2.3 Derajat kekeruhan lensa katarak senilis ....…………….........

2.2.4 Indikasi bedah pada katarak senilis………………………..

18

18

2.3 Radikal bebas dan Stres Oksidatif................................................... 19

2.3.1 Radikal bebas……...………………………………………... 19

2.3.2 Stres oksidatif……………………......................................... 21

2.3.3 Antioksidan……………. ....................................................... 22

2.3.4 Superoksida dismutase…………….....…………………....... 24

2.3.5 Stres oksidatif pada katarak senilis…………………………. 26

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir .………………………………………………. 30

3.2 Konsep Penelitian…………...........………………………………. 31

3.3 Hipotesis Penelitian ………….………………………………...... 31

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian……………………………………………... 32

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian……………………………………... 32

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian……........………………………... 33

4.3.1 Populasi penelitian........…………………………………….. 33

4.3.2 Sampel penelitian ……………………………………......... 33

4.3.2.1 Kriteria inklusi dan eksklusi penelitian ...................... 33

4.3.2.2 Besar sampel...…………………………………....…. 34

4.3.2.3 Cara pemilihan sampel…..................………………... 35

4.4 Variabel Penelitian………………………………………………... 35

4.4.1 Klasifikasi dan identifikasi variabel……………………........ 35

4.4.2 Definisi operasional variabel……………………………….. 36

4.5 Instrumen Penelitian......................................................................... 37

4.6 Prosedur Penelitian........................................................................... 37

4.6.1 Tahap persiapan...................................................................... 37

Page 14: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

4.6.2 Pelaksanaan penelitian............................................................ 38

4.7 Alur Penelitian ................................................................................ 40

4.8 Analisis Data .......………………………………………….……... 41

BAB V HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Subjek Penelitian…………………………………

42

5.2 Perbedaan Kadar SOD Lensa pada Masing-Masing Derajat

Kekeruhan Lensa………………………………………………..

43

5.3 Hubungan Kadar SOD Lensa dengan Derajat Kekeruhan Lensa… 45

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Subjek Penelitian………………………………………………… 46

6.2 Kadar SOD Lensa pada Katarak Senilis………………………… 50

6.3 Hubungan antara Kadar SOD Lensa dengan Derajat Kekeruhan

Lensa pada Katarak senilis………………………………………

56

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan…………………………………………………………. 64

7.2 Saran……………………………………………………………… 64

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………....…….

65

LAMPIRAN-LAMPIRAN ....................................................................... 72

Page 15: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

DAFTAR TABEL

5.1 Karakteristik Subjek Penelitian ……………………………………………

43

5.2 Perbedaan Kadar SOD Lensa pada Masing-Masing Derajat

Kekeruhan Lensa…………………………………………………………..

44

5.3 Hubungan antara Kadar SOD Lensa dengan Derajat Kekeruhan Lensa….. 45

Page 16: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Anatomi Lensa ...................................................................................... 10

2.2 Mekanisme Terjadinya ROS……..........………................................ 21

2.3 Mekanisme Aktivitas ROS dan Antioksidan pada Lensa..................... 28

3.1 Bagan Konsep Penelitian ...................................................................... 31

4.1 Rancangan Penelitian ............................................................................ 32

4.2 Skema Hubungan Antar Variabel ........................................................ 35

4.3 Skema Alur Penelitian ........................................................................... 40

5.1 Grafik Kadar SOD lensa pada Masing-Masing Derajat Kekeruhan

Lensa……………………………………………………………………

44

Page 17: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

ATP

AINS

DNA

HCl

HMP

H2O2

GSH

GPX

GSP

GSSG

HMP

LOOH

MDA

NADPH

Na-K-ATPase

O2-

OH-

PNS

RNA

ROS

SD

SMP

SMA

SOD

SICS

WHO

= Adenosine Triphosphate

= Anti inflamasi non steroid

= Deoxyribosa Nucleic Acid

= Hidrogen Chlorida

= Hexose Monophosphate

= Hidrogen Peroksida

= Glutation

= Glutation Peroxidase

= Glutation S-Transferase

= Glutation Disulfida

= Hexose Monophosphat

= Lipid Peroksida

= Malondialdehyde

= Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate

= Natrium-Kalium-Adenosine Triphosphatease

= Superoksida

= Hidroksil

= Pegawai Negeri Sipil

= Ribonucleic Acid

= Reactive Oxygen Species

= Sekolah Dasar

= Sekolah Menengah Pertama

= Sekolah Menengah Atas

= Superoxide Dismutase

= Small Incision Cataract Surgery

= World Health Organization

Page 18: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Keterangan Kelaikan Penelitian……….. 72

Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian di RSUP Sanglah………… 73

Lampiran 3 Surat Ijin Penelitian di RS Indera……………… 74

Lampiran 4 Penjelasan Penelitian………………………….. 75

Lampiran 5 Lembar Persetujuan ...................................... 77

Lampiran 6 Kuisioner Penelitian……………………………. 78

Page 19: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

BAB I

PENDAHULUAN

Lampiran 7 Hasil Pemeriksaan Kadar SOD Lensa…………. 80

Lampiran 8 Tabel Induk Penelitian…................................ 82

Lampiran 9 Out Put SPSS………………………………….. 83

Page 20: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

1.1 Latar Belakang

Katarak merupakan penyebab kebutaan yang terbanyak di dunia sampai saat ini

bila dibandingkan dengan penyakit mata lainnya. Katarak pada umumnya adalah

penyakit degeneratif yang terjadi pada usia lanjut. Katarak dapat terjadi tanpa keluhan

atau dengan keluhan berupa gangguan penglihatan dari derajat ringan sampai berat

bahkan berakhir dengan kebutaan. Kebutaan karena katarak di Indonesia maupun di

negara berkembang lainnya akan terus menjadi masalah kesehatan masyarakat.

Menurut World Health Organization (WHO), di dunia pada saat ini jumlah

penderita dengan tajam penglihatan terganggu sebanyak 180 juta, dan 37 juta orang di

antaranya mengalami kebutaan serta diperkirakan akan meningkat menjadi dua kali lipat

pada tahun 2020 (American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012a). Survei

kesehatan indera penglihatan di Indonesia tahun 1993-1996 menunjukkan angka

kebutaan 1,47% dari total jumlah penduduk. Penyebab utama kebutaan di Indonesia,

yaitu katarak (1,02%), glaukoma (0,16%), kelainan refraksi (0,14%), kelainan retina

0,09%, dan kelainan kornea 0,06% (Depkes RI, 2009).

Katarak senilis merupakan hampir 90% dari seluruh kasus katarak. (American

Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012a). Katarak senilis adalah kekeruhan lensa

yang menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang berkaitan dengan proses

degenerasi lensa yang berusia lanjut, yaitu di atas 40 tahun (Gondhowiardjo dan

Simanjuntak, 2006; Ilyas, 2008). Jumlah penderita katarak di Indonesia saat ini

berbanding lurus dengan jumlah penduduk usia lanjut, yang pada tahun 2000

diperkirakan mencapai 15,3 juta dan cenderung bertambah besar pada tahun 2025 akan

mengalami peningkatan sebesar 414 % dibandingkan dengan keadaan pada tahun 1990

Page 21: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

(Depkes RI, 2009). Katarak senilis menjadi masalah yang serius di bidang kesehatan

(Brian dan Taylor, 2001; Chang dkk., 2008). Jumlah pasien katarak senilis di Bali

kemungkinan besar akan meningkat pula dengan bertambahnya jumlah penduduk usia

tua.

Penelitian epidemiologi di India melaporkan terjadi peningkatan prevalensi katarak

senilis dari 3,44% pada usia di bawah 50 tahun menjadi 60,91% pada penduduk usia 50-

60 tahun (Purushottam, 2009). Katarak umumnya terjadi pada usia lanjut, namun 16%

katarak di Indonesia terjadi pada usia produktif (40-45 tahun) (Depkes RI, 2009).

Masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat

dibandingkan penderita di daerah subtropik. Peningkatan maturitas atau kekeruhan

katarak senilis tentunya diikuti pula dengan semakin berkurangnya tajam penglihatan

pasien yang pada akhirnya akan menimbulkan beban baik bagi pasien maupun

keluarganya (Soehardjo, 2004).

Sampai sekarang tidak terdapat penanganan medis untuk katarak senilis kecuali

pembedahan. Peningkatan maturitas juga berpengaruh pada semakin tingginya kejadian

komplikasi baik sebelum maupun pada saat dilakukan tindakan pembedahan katarak

(Soehardjo, 2004). Pembedahan katarak masih sulit dijangkau oleh sebagian besar

masyarakat akibat kurangnya fasilitas kesehatan, sumber daya manusia belum memadai,

besarnya biaya yang diperlukan untuk operasi, sehingga angka backlog katarak di

Indonesia masih tinggi. Demikian pula hasil akhir operasi terkadang tidak sesuai

harapan (Brain dan Taylor, 2001). Oleh karena itu diperlukan pemahaman yang

mendalam tentang etiopatogenesis katarak senilis, sehingga dapat dikembangkan

strategi dalam usaha memperlambat perkembangan maturitas katarak senilis (Delcourt

Page 22: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

dkk., 2003; Tabin dkk., 2008; Chang dkk., 2013). Proses terjadinya katarak senilis

memang tidak dapat dicegah namun usaha untuk menunda onset terjadinya atau

menghambat progresivitas katarak dapat mengurangi jumlah operasi katarak (Taylor,

2000). Bila onset terjadinya katarak dapat ditunda sampai 10 tahun, kebutuhan operasi

dapat diturunkan sampai setengah dari jumlah keseluruhan penderita yang memerlukan

operasi (Brian dan Taylor, 2001; Virgolici dkk., 2009).

Etiopatogenesis katarak bersifat multifaktorial dan sampai saat ini belum

sepenuhnya diketahui secara pasti (Beebe dkk., 2010; American Academy of

Ophthalmology Staff, 2011-2012a). Salah satu teori tentang etiopatogenesis katarak

yang banyak berkembang belakangan ini adalah mekanisme stres oksidatif. Stres

oksidatif adalah suatu keadaan ketidakseimbangan antara radikal bebas dengan

antioksidan (Palmiere dan Sblendario, 2006; Winarsi, 2007). Stres oksidatif yang terjadi

terus-menerus merupakan mekanisme penting yang berpengaruh pada proses terjadinya

katarak. Lensa mata sangat sensitif terhadap stres oksidatif. Lensa berada dalam

lingkungan endogen yang kaya dengan radikal bebas yang diproduksi oleh konsentrasi

oksigen lokal yang tinggi, paparan sinar ultraviolet yang lama dan aktivitas sel-sel

epitelial lensa yang patologis (Virgolici dkk., 2009). Lensa mata normal dilengkapi

perlindungan dan sistem antioksidan untuk melawan stres oksidatif. Seiring

bertambahnya usia dan adanya paparan yang terus-menerus oleh agen dari luar,

sehingga terjadi akumulasi radikal bebas yang berlebihan dan akan menyebabkan

gangguan mekanisme proteksi antioksidan lensa mata (Cekic dkk., 2010; American

Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012a). Hasil akumulasi dari stres oksidatif

menyebabkan gangguan fungsi metabolisme lensa, agregasi protein lensa, peningkatan

Page 23: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

protein tidak larut air (water insoluble protein), sehingga menyebabkan gangguan

transparansi lensa dan terjadi katarak (El-Ghaffar dkk., 2007; American Academy of

Ophthalmology Staff, 2011-2012a; Kisic dkk., 2012).

Radikal bebas mempunyai sifat sangat reaktif dan dapat mengubah molekul

menjadi radikal. Radikal bebas atau Reaktive Oxygen Species (ROS) merupakan suatu

bentukan yang dihasilkan oleh pernapasan secara aerob dan reaksi metabolik yang

menggunakan oksigen. Oksigen selama proses oksidasi akan dikonversi menjadi air,

tetapi 1-2% akan menjadi oksigen reaktif terutama superoksida (O2-), hidroksil (OH

•)

dan hidroperoksida (H2O2). Superoksida ini sangatlah reaktif dan membutuhkan

antioksidan untuk menetralisirnya (William, 2006; Ates dkk., 2010). Radikal bebas ini

akan merusak membran sel yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi

peroksida lipid. Peroksida lipid sebagai radikal bebas yang sangat toksik beredar di

seluruh tubuh dan akan merusak membran sel yang merupakan awal dari pembentukan

katarak. (Vinson, 2006; Winarsi, 2007).

Antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal dampak negatif radikal

bebas. Superoksida dismutase (SOD) merupakan salah satu enzim antioksidan penting

yang berasal dari tubuh sendiri, berefek sangat kuat dan merupakan pertahanan tubuh

garis pertama dalam mengatasi stres oksidatif (Rajkumar dkk., 2008). SOD merupakan

antioksidan pencegah yang dapat menghambat sebelum anion superoksida

menyebabkan kerusakan. Cara kerja SOD adalah dengan mengkonversi anion

superoksida (O2-) menjadi komponen lain yang kurang berbahaya, yaitu hidrogen

peroksida (H2O2) yang selanjutnya dengan bantuan katalase diubah menjadi air (H2O)

(Behndig dkk., 1998; Li, 2003). Kadar radikal bebas yang tinggi di dalam tubuh dapat

Page 24: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

ditunjukkan oleh rendahnya kadar aktivitas enzim antioksidan dan tingginya kadar

malondialdehid (MDA) pada plasma (Winarsi, 2007; American Academy of

Ophthalmology Staff, 2011-2012a). Priyanti (2013), melaporkan kadar MDA pada

katarak senilis matur lebih tinggi daripada katarak senilis imatur.

Beberapa penelitian menyebutkan SOD adalah biomarker yang amat penting

untuk mengetahui kapasitas antioksidan dalam patogenesis terjadinya katarak senilis

namun hasilnya masih bervariasi (Chakraborty dkk., 2007; Rajkumar dkk., 2008).

Penelitian Kaur dkk. (2012) di India, menemukan SOD serum pasien katarak senilis

(2,0-3,3unit/ml) lebih rendah daripada orang tanpa katarak senilis(2,8-66,6 unit/ml).

Deepa dkk. (2011) yang melakukan penelitian di India menemukan aktivitas

antioksidan lensa pada katarak senilis matur (0,765±0,059 unit/ml) lebih rendah

daripada katarak senilis imatur (0,886±0,069 unit/ml). Chakraborty dkk. (2007)

menemukan bahwa terjadi penurunan SOD dalam serum pasien katarak senilis

(3,28±0,32 unit/ml) bila dibandingkan dengan kontrol (4,06±0,26 unit/ml) yang

merupakan pasien tanpa katarak senilis. Demikian juga penelitian di China yang

dilakukan oleh Chang dkk. (2013) menemukan bahwa kadar SOD serum pada pasien

katarak senilis (97,26±13,56 unit/ml) lebih rendah daripada orang normal

(103,47±18,97 unit/ml). Hasil yang berbeda diperoleh pada penelitian POLA bahwa

peningkatan kadar SOD eritrosit dengan peningkatan risiko katarak senilis tipe nuklear

(Delcourt dkk., 2003). Nourmohammadi dkk. (2001) pada penelitian di Iran

menemukan peningkatan aktivitas SOD eritrosit pada pasien katarak dibandingkan

dengan pasien tanpa katarak.

Page 25: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Telah diketahui bahwa hampir setiap sel tubuh manusia menghasilkan SOD

yang berfungsi melindungi sel selama metabolisme tubuh yang menggunakan oksigen

dengan menangkap radikal bebas dan mengubahnya menjadi bentuk yang kurang

berbahaya. SOD bekerja di seluruh organ bahkan di setiap sel demikian pula sel-sel

lensa mata. Lensa adalah organ yang spesifik,yaitu avaskular dan seluruh

metabolismenya didukung oleh humor akuos. Aktivitas SOD pada lensa mata berbeda

dengan organ atau jaringan lainnya (American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-

2012a; Kisic dkk., 2012). Selama ini telah banyak penelitian mengenai aktivitas SOD

secara sistemik yang diukur dari sampel serum darah dan eritrosit sedangkan penelitian

aktivitas atau kadar SOD pada lensa mata masih sedikit. Penelitian ini mengukur kadar

SOD pada lensa pasien katarak yang telah menjalani operasi katarak dengan indikasi

visual dan diharapkan dapat diketahui kadar SOD langsung pada target organ yang

mengalami stres oksidatif.

Penelitian mengenai hubungan kadar SOD lensa dengan derajat kekeruhan lensa

pada pasien katarak senilis belum pernah dilakukan sampai saat ini di Bali bahkan di

Indonesia. Penduduk pulau Bali umumnya termasuk ras melayu, tinggal di daerah tropis

dengan paparan sinar ultra violet yang banyak, umumnya bekerja sebagai petani, tingkat

pendidikan yang relatif rendah, dan nutrisi yang tentunya berbeda dibandingkan dengan

penelitian sebelumnya yang dilakukan di negara lain tentunya akan memberikan hasil

penelitian yang berbeda. Wawasan tentang etiopatogenesis katarak senilis dalam

hubungannya dengan stres oksidatif melalui pemeriksaan SOD, diharapkan dapat

memberikan masukan dalam pengembangan strategi untuk menunda onset terjadinya

katarak senilis.

Page 26: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

1.2 Rumusan Masalah

Apakah penurunan kadar SOD lensa berhubungan dengan peningkatan derajat

kekeruhan lensa pada katarak senilis?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan antara penurunan kadar SOD lensa dengan

peningkatan derajat kekeruhan lensa pada katarak senilis.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

1. Menambah pengetahuan dan pemahaman tentang etiopatogenesis katarak

senilis dalam hubungannya dengan stres oksidatif.

2. Menambah pengetahuan dan pemahaman tentang kadar SOD lensa pada

masing-masing derajat kekeruhan lensa katarak senilis.

1.4.2 Manfaat praktis

1. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan, peran SOD dalam menilai

dan memprediksi derajat kekeruhan lensa katarak senilis.

2. Dapat digunakan sebagai awal dari sebuah pohon penelitian, sehingga

nantinya dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan

strategi dalam memperlambat onset terjadinya katarak senilis.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Page 27: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

2.1. Lensa

2.1.1 Anatomi dan histologi lensa

Lensa adalah struktur kristalin berbentuk bikonveks dan transparan. Lensa

adalah salah satu dari media refraktif terpenting yang berfungsi memfokuskan cahaya

masuk ke mata agar tepat jatuh di retina. Lensa memiliki dua permukaan, yaitu

permukaan anterior dan posterior. Permukaan posterior lebih cembung daripada

permukaan anterior. Lensa bersama dengan iris membentuk diafragma optikal yang

memisahkan bilik anterior dan posterior bola mata. Lensa tidak memiliki serabut saraf,

pembuluh darah, dan jaringan ikat (Lang, 2000; American Academy of Ophthalmology

Staff, 2011-2012b).

Secara histologis, lensa memiliki empat komponen utama, yaitu kapsul lensa,

epitelial subkapsular, korteks , dan nukleus. Kapsul lensa terdiri dari kapsul anterior dan

kapsul posterior. Kapsul ini merupakan suatu membran basalis dan terutama terdiri atas

kolagen tipe IV, beberapa serat kolagen lain dan komponen matriks ekstraselular,

seperti glikosaminoglikan, laminin, fibronektin, dan proteoglikan (Sihota dan Tandan,

2007; American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012b). Epitelial subkapsular

terdiri atas sel epitel kuboid yang hanya terdapat pada permukaan anterior lensa.

Epitelial subkapsular yang berbentuk kuboid akan berubah menjadi kolumnar di bagian

ekuator dan akan terus memanjang dan membentuk serat lensa. Lensa bertambah besar

dan tumbuh seumur hidup dengan terbentuknya serat lensa baru dari sel-sel yang

terdapat di ekuator lensa. (Kanski, 2003; American Academy of Ophthalmology Staff,

2011-2012b).

Page 28: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Nukleus merupakan serat massa lensa yang terbentuk sejak lahir sedangkan

korteks merupakan serat yang terbentuk setelah lahir. Nukleus lensa lebih keras

daripada korteks. Serat lensa tersusun memanjang dan tampak sebagai struktur tipis dan

gepeng. Serat ini merupakan sel-sel yang sangat terdiferensiasi dan berasal dari sel-sel

subkapsular. Serat lensa akhirnya kehilangan inti serta organelnya dan menjadi sangat

panjang. Sesuai dengan bertambahnya umur, lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar

dan kurang elastis. Sel-sel ini berisikan sekelompok protein yang disebut kristalin.

Nukleus dan korteks terbentuk dari lamella konsentris yang panjang. Lensa ditahan di

tempatnya oleh sekelompok serat yang tersusun radial yang disebut zonula, yang satu

sisinya tertanam di kapsul lensa dan sisi lainnya pada badan siliar (Sihota dan Tandan,

2007; American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012b).

Gambar 2.1 Anatomi lensa

(American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012b)

2.1.2 Biokimia lensa

Page 29: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Lensa manusia mempunyai konsentrasi protein 33% dari berat keringnya, 2 kali

lebih besar daripada di jaringan lainnya. Protein lensa dibagi ke dalam dua kelompok

berdasarkan kelarutannya di dalam air, yaitu fraksi yang larut dalam air dan fraksi yang

tidak larut dalam air. Fraksi yang larut di dalam air berjumlah sekitar 80% dari protein

lensa dan terdiri dari sekelompok protein yang disebut kristalin. Kristalin merupakan

protein intraselular yang tersusun di dalam epitelial dan membran plasma dari serat

lensa. Kristalin dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu: alfa, beta, dan gamma. Fraksi

yang tidak larut di dalam air dibagi lagi menjadi dua fraksi, yaitu yang larut dan tidak

larut di dalam urea. Fraksi yang larut dalam urea terdiri dari protein sitoskeletal yang

menjadi penyusun struktur sel lensa. Fraksi yang tidak larut di dalam urea menyusun

membran plasma serat lensa (Lang, 2006; American Academy of Ophthalmology Staff,

2011-2012a). Lensa membutuhkan suplai energi dalam bentuk adenisine triphosphate

(ATP) yang terus-menerus untuk transport aktif ion dan asam amino, mempertahankan

keadaan dehidrasi lensa, untuk sintesis protein dan glutation (GSH) secara terus-

menerus. Kebanyakan energi yang dihasilkan dipakai oleh sel-sel epitelial sebagai

tempat utama proses transpor aktif. Hanya sekitar 10-20% ATP yang digunakan untuk

sintesis protein (Kanski, 2003; American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-

2012a).

Produksi energi sangat bergantung pada metabolisme glukosa. Glukosa

memasuki lensa dari humor akuos secara difusi, baik yang sederhana maupun yang

terfasilitasi. Metabolisme glukosa pada lensa, 78% dimetabolisme secara anaerob oleh

jalur glikolisis, 5% oleh hexose monophosphate (HMP) shunt dan sebagian kecil

melalui siklus Krebs (Vavvas dkk., 2002; American Academy of Ophthalmology Staff,

Page 30: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

2011-2012a). Kebanyakan glukosa yang ditransport ke dalam lensa difosforilasi

menjadi glukosa-6-fosfat (G6P) oleh enzim heksokinase. Kemudian G6P akan

memasuki dua jalur metabolisme, yaitu glikolosis anaerob dan HMP shunt (Kanski,

2003; American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012a).

Jalur yang paling aktif adalah glikolosis anaerob, yang menyediakan ATP dalam

jumlah yang banyak yang dibutuhkan untuk metabolisme lensa. Jalur glikolisis anaerob

kurang efektif dibandingkan glikolisis aerob karena hanya menghasilkan 2 molekul

ATP dari 1 molekul glukosa sedangkan glikolisis aerob menghasilkan 36 ATP.

Rendahnya tekanan oksigen di dalam lensa menyebabkan hanya sekitar 3% dari glukosa

lensa yang melalui jalur siklus Krebs untuk menghasilkan energi (Lang, 2006;

American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012a).

Jalur yang kurang aktif dalam menggunakan G6P di dalam lensa adalah HMP

shunt atau yang biasa dikenal sebagai jalur pentosa fosfat. Aktivitas HMP shunt di

dalam lensa lebih tinggi daripada jaringan tubuh lainnya. Aktivitas HMP shunt

menghasilkan nicotinamide adenine dinucleotide phosphate (NADPH) untuk biosintesis

asam lemak dan biosintesis ribosa nukleotida. NADPH juga yang sangat penting untuk

glutation reduktase dan untuk aktivitas aldose reduktase di dalam lensa. Produk

karbohidrat dari HMP shunt memasuki jalur glikolisis dan dimetabolisme menjadi laktat

(Kanski, 2003; American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012a).

Jalur sorbitol relatif tidak tetap pada lensa normal tetapi jalur ini berperan

penting dalam terjadinya katarak pada pasien diabetes dan galaktosemia. Aldose

reduktase merupakan enzim kunci dalam jalur sorbitol. Ketika terjadi peningkatan kadar

glukosa di dalam lensa, seperti yang terjadi pada keadaan hiperglikemia, jalur sorbitol

Page 31: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

lebih diaktifkan daripada jalur glikolisis dan sorbitol terakumulasi. Sorbitol

dimetabolisme menjadi fruktosa oleh enzim polyol dehidrogenase. Sebagian kecil

glukosa akan mengalami metabolisme aerob melalui siklus Krebs. Metabolisme aerob

ini dapat menghasilkan radikal bebas yang dapat mengganggu fisiologi lensa (Vavvas

dkk., 2002; Berthoud dan Beyer, 2009; American Academy of Ophthalmology Staff,

2011-2012a).

2.2.3 Fisiologi Lensa

Epitelial merupakan bagian lensa dengan tingkat metabolisme paling tinggi.

Pada epitelial lensa terjadinya aktivitas metabolisme dan transport aktif yang membawa

keluar seluruh hasil aktivitas sel normal termasuk deoxyribonucleic acid (DNA),

ribonucleic acid (RNA), protein, sintesis lipid, dan ATP. ATP dibutuhkan untuk

transportasi nutrisi, memelihara pertumbuhan sel, dan transparansi lensa. Lensa bersifat

avaskular, sehingga humor akuos berfungsi sebagai sumber nutrisi dan mengeluarkan

produk sisa metabolik lensa (Vavvas dkk., 2002).

Aspek fisiologi yang terpenting dalam menjaga ketransparanan lensa adalah

pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit. Ketransparanan lensa sangat bergantung

pada komponen struktural, makromolekular dan hidrasi lensa Lensa mempunyai kadar

kalium dan asam amino yang tinggi dibandingkan humor akuos dan korpus vitreus

tetapi memiliki kadar natrium dan klorida yang lebih rendah dibandingkan sekitarnya.

Keseimbangan elektrolit diatur oleh permeabilitas membran dan pompa natrium dan

enzim Na-K-ATPase. Pompa ini berfungsi memompa natrium keluar dan memompa

kalium untuk masuk. Kalium dan asam amino ditransportasikan ke dalam lensa secara

aktif ke anterior lensa melalui epitelial. Lalu kalium dan asam amino akan berdifusi

Page 32: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

melalui bagian posterior lensa sedangkan natrium masuk ke dalam lensa di bagian

posterior lensa secara difusi dan keluar melalui bagian anterior lensa secara aktif

(American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012a).

Kadar natrium di dalam lensa sekitar 20 mM dan kadar kalium sekitar 120 mM.

Kadar natrium dan kalium di sekitar humor akuos dan korpus vitreus sedikit berbeda.

Natrium lebih tinggi sekitar 150 mM sedangkan kalium sekitar 5 mM. Pompa natrium

berfungsi memompa ion natrium keluar sedangkan ion kalium masuk. Mekanisme

pompa natrium bergantung pada pemecahan ATP dan diatur oleh enzim Na-K-ATPase.

Adanya hambatan pada enzim Na-K-ATPase menyebabkan kehilangan keseimbangan

kation dan peningkatan air di dalam lensa (Vavvas dkk., 2002 ).

2.2. Katarak Senilis

2.2.1 Definisi dan epidemiologi katarak senilis

Katarak merupakan kekeruhan pada serabut lensa atau bahan lensa mata di dalam

kapsul lensa yang diakibatkan hidrasi cairan lensa, denaturasi protein lensa, dan

gangguan metabolisme lensa (Ilyas, 2008). Katarak senilis merupakan jenis katarak

yang paling banyak ditemukan. Pasien katarak senilis diperkirakan mencapai 90% dari

seluruh kasus katarak (American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012a).

Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terjadi karena proses degenerasi dan

biasanya mulai timbul pada usia diatas 40 tahun (Gondhowiardjo dan Simanjuntak,

2006; Ilyas, 2008).

World Health Organization (WHO) melaporkan kurang lebih 37 juta penduduk

dunia mengalami kebutaan dan 47,8% dari jumlah tersebut disebabkan oleh katarak

(Tabin dkk., 2008; American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012a;).

Page 33: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Berdasarkan survei nasional pada tahun 1993-1996, angka kebutaan di Indonesia

mencapai 1,47% dari total jumlah penduduk dan merupakan angka kebutaan tertinggi di

Asia Tenggara. Dari hasil survei tersebut, katarak merupakan penyebab kebutaan yang

terbanyak di Indonesia, yaitu sebanyak 1.02 % (Gsianturi, 2004; Depkes RI, 2009).

Kejadian katarak senilis sangat erat kaitannya dengan umur, hal ini sesuai

dengan hasil penelitian dari berbagai ras (Congdon dkk., 200l). Penelitian oleh Leske

dkk. (2002) pada Barbados Eye Studies Group menunjukkan bahwa kelompok umur 50-

59 tahun mempunyai angka risiko relatif 11 kali dibanding kelompok umur 40-49 tahun

dan angka risiko relatif akan terus meningkat dengan bertambahnya umur. Penelitian

oleh Eye Diseases Prevalence Research Group di Amerika Serikat tentang prevalensi

katarak menunjukkan bahwa prevalensi katarak pada kelompok umur 40-49 tahun 2,5%,

meningkat menjadi 25% pada kelompok umur 65-69 tahun dan 68,3% pada kelompok

diatas 80 tahun (Friedman dkk., 2004).

2.2.2 Etiopatogenesis katarak senilis

Telah banyak informasi yang diperoleh sehubungan dengan mekanisme biokimia

dan metabolism lensa normal maupun katarak pada berbagai binatang percobaan.

Informasi sangat membantu menjelaskan perubahan fisik dan kimia yang terjadi akibat

radiasi, trauma fisik, obat-obatan, kekurangan nutrisi, katarak pada diabetes. Timbulnya

katarak senilis merupakan yang proses yang disebabkan oleh berbagai faktor yang

meliputi faktor ekternal dan internal yang terjadi secara akumulasi. Faktor-faktor

tersebut mempengaruhi secara berulang-ulang melalui berbagai reaksi kimia, sehingga

merusak kejernihan lensa (Li, 2003; Vinson, 2006). Namun untuk menjelaskan proses

kataraktogenesis sebagai proses sebab dan akibat pada katarak senilis secara pasti belum

Page 34: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

ditemukan. Berbagai penelitian meliputi studi epidemiologi, histologis, analisis

biokimia, beberapa faktor risiko kataraktogenesis sudah dan terus berlangsung sampai

sekarang. Lensa katarak mempunyai tanda karakteristik berupa degenerasi hidrofik,

denaturasi protein, nekrosis, dan gangguan susunan serabut lensa (Vaughan dkk., 2002).

Penambahan umur akan mengakibatkan lensa menjadi lebih berat dan lebih tebal,

lapisan baru serabut lensa membentuk korteks dan akhirnya nukleus menjadi tertekan

kemudian mengeras. Melalui mekanisme kimia, kristalin mengalami agregasi dan berat

molekulnya meningkat. Hasil agregasi protein mengakibatkan penurunan kecerahan,

perubahan indeks refraksi lensa serta penyebaran sinar (American Academy of

Ophthalmology Staff, 2011-2012a). Perubahan kimiawi protein nukleus lensa

menghasilkan pigmen yang berlebihan, sehingga warna menjadi kuning atau abu-abu.

Pada lensa juga mengalami penurunan kadar glutation dan kalium, peningkatan kadar

natrium dan kalsium serta peningkatan hidrasi. Konsumsi antioksidan yang kurang juga

dapat dikaitkan dengan berbagai bentuk katarak senilis (Michael dan Bron, 2011).

Aktivitas sistem antioksidan enzimatik (SOD, glutation peroksidase, katalase) dan

antioksidan nonenzimatik (vitamin C, glutation, sistein) yang menurun pada lensa,

humor akuos dan proses penuaan sangat mempengaruhi perkembangan katarak senilis

(Ozmen dkk., 2000).

Mengingat penyebab terjadinya katarak senilis bersifat multifaktorial dan belum

diketahui secara pasti, maka guna mendapatkan strategi pengendalian perlu dicari

beberapa faktor risiko. Berbagai faktor risiko yang dianggap berhubungan dengan

terjadinya katarak senilis antara lain diabetes mellitus, hipertensi, paparan sinar ultra

violet B, obesitas, merokok, tingkat pendidikan, kekurangan vitamin E serum,

Page 35: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

peningkatan asam urat serum, kekurangan riboflavin, myopia, warna iris yang gelap,

dan lain-lain (Leske dkk.,2002; Zoric dkk., 2008).

Dewasa ini salah satu teori tentang etiologi katarak senilis yang banyak

berkembang adalah mekanisme stres oksidatif. Lensa mata sangat sensitif terhadap

terjadinya stres oksidatif. Seiring bertambahnya umur dan adanya paparan yang terus-

menerus oleh agen dari luar, akan menyebabkan gangguan mekanisme proteksi

antioksidan lensa mata. Hasil akumulasi dari stres oksidatif menyebabkan gangguan

fungsi metabolisme lensa, agregasi protein lensa, peningkatan protein tidak larut air

(water insoluble protein), sehingga menyebabkan gangguan transparansi lensa dan

terjadi katarak (El-Ghaffar dkk., 2007; Cekic dkk., 2010; American Academy of

Ophthalmology Staff, 2011-2012a). Secara pasti belum bisa ditentukan pada umur

berapa mulai timbulnya katarak dalam hubungannya dengan stres oksidatif karena

banyak faktor yang berpengaruh dan berbeda-beda pada masing-masing individu

(Spector, 1995; Ates dkk., 2010; Cekic dkk., 2010).

2.2.3 Derajat kekeruhan lensa katarak senilis

Derajat kekeruhan lensa pada katarak senilis dapat dibagi menjadi lima derajat

berdasarkan klasifikasi Buratto. Derajat 1 biasanya ditandai dengan visus yang masih

lebih baik dari 6/12, lensa tampak sedikit keruh dengan warna agak keputihan dan

refleks fundus masih dengan mudah dapat dilihat. Derajat 2 ditandai dengan nukleus

yang mulai sedikit berwarna kekuningan, visus antara 6/12 sampai 6/30 dan refleks

fundus juga masih mudah diperoleh. Derajat 3 ditandai dengan nukleus berwarna

kuning dan korteks yang berwarna keabu-abuan dan visus antara 3/60 sampai 6/30.

Derajat 4 ditandai dengan nukleus yang sudah berwarna kuning kecoklatan dengan usia

Page 36: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

pasien biasanya sudah lebih dari 65 tahun dan visus biasanya antara 3/60 sampai 1/60.

Derajat 5 ditandai dengan nukleus berwarna coklat hingga kehitaman dan visus

biasanya 1/60 atau lebih jelek (Sihota dan Tandan, 2007; Ilyas 2008).

2.2.4 Indikasi bedah pada katarak senilis

Indikasi utama bedah pada katarak senilis adalah keinginan pasien untuk

meningkatkan tajam penglihatannya. Indikasi bedah katarak lainnya meliputi indikasi

medik dan kosmetik. Indikasi medik dilakukan pada pasien glaukoma fakolitik,

glaukoma fakomorfik, uveitis fakoantigenik, dislokasi lensa ke bilik mata depan, dan

beberapa indikasi tambahan sehubungan dengan katarak yang mengganggu tindakan

medik di belakang lensa, misalnya laser pada retina, diagnosis retina, dan vitrektomi

(Soehardjo, 2004; American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012a).

2.3 Radikal Bebas dan Stres Oksidatif

2.3.1 Radikal bebas

Dewasa ini, dunia kedokteran dan kesehatan banyak membahas tentang radikal

bebas dan antioksidan. Hal ini karena sebagian besar penyakit diawali oleh adanya

reaksi oksidasi yang berlebihan di dalam tubuh. Tampaknya oksigen merupakan sesuatu

yang paradoksial dalam kehidupan. Molekul ini sangat dibutuhkan oleh organisme

aerob karena memberi energi pada proses metabolisme dan respirasi, namun pada

kondisi tertentu keberadaannya dapat berimplikasi pada berbagai penyakit (Vinson,

2006; Winarsi, 2007).

Radikal bebas merupakan spesies kimiawi dengan satu elektron yang tak

berpasangan di orbit terluar. Keadaan kimiawi tersebut sangat tidak stabil dan mudah

bereaksi dengan zat kimia organik atau anorganik. Saat dibentuk di dalam sel, radikal

Page 37: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

bebas segera menyerang dan mendegradasi asam nukleat dan berbagai molekul

membran sel. Selain itu radikal bebas menginisasi reaksi autokatalitik, sehingga

semakin memperbanyak rantai kerusakan (Mitchel dan Contran, 2008). Target utama

radikal bebas adalah protein, asam lemak tak jenuh, lipoprotein, karbohidrat, RNA, dan

DNA (Valko dkk., 2005; Winarsi, 2007). Radikal bebas terbentuk dari metabolisme

normal sel-sel tubuh, fagositosis sebagai bagian dari reaksi inflamasi, radiasi, polusi,

merokok, dan lain-lain. Radikal bebas juga dapat terbentuk dari senyawa lain yang

sebenarnya bukan radikal bebas tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas, misalnya

hidrogen peroksida, ozon, dan lain-lain. Kedua kelompok senyawa tersebut sering

disebut sebagai senyawa reaktif oksigen atau Reaktive Oxigen Species (ROS). Telah

dikenal tiga jenis ROS, yaitu superoksida (O2-), hidrogen peroksida (H2O2) dan

hidroksil (OH•) (Winarsi, 2007).

Reaktive Oxigen Species juga dapat diproduksi oleh sel dalam kondisi stres

maupun tidak stres. Pada kondisi tidak stres, terdapat keseimbangan antara proses

pembentukan dan pemusnahan ROS. Sementara pada keadaan stres, pembentukan ROS

lebih tinggi dibandingkan dengan pemusnahannya. Akibatnya sistem pertahanan tubuh

terpacu untuk bekerja keras memusnahkan ROS. Antioksidan enzimatis dan

nonenzimatis adalah sistem pertahanan yang bekerja menekan ROS yang berlebihan

(Mitchel dan Contran, 2008).

Reaktive Oxigen Species adalah produk normal dari metabolisme seluler. ROS

memiliki efek menguntungkan dan efek merugikan. Efek menguntungkan ROS terjadi

pada konsentrasi rendah hingga sedang yang merupakan proses fisiologis dalam respon

seluler terhadap bahan-bahan yang merugikan, seperti dalam pertahanan diri terhadap

Page 38: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

infeksi, dalam sejumlah fungsi sistem sinyal seluler, dan induksi respon mitogenik

(Valko dkk., 2006). ROS dapat terjadi melalui beberapa mekanisme yang berbeda,

seperti reperfusi-iskemia, aktivasi neutrofil dan makrofag, kimia Fenton, endothelial

cell xanthine oxidase, metabolisme asam lemak bebas dan prostaglandin, dan hipoksia

seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.2 (Kohen dan Nyska, 2002; Winarsi, 2007;

Hiromichi dkk., 2008).

Gambar 2.2 Mekanisme terjadinya ROS

(Hiromichi dkk., 2008).

2.3.2 Stres oksidatif

Stres oksidatif didefinisikan sebagai gangguan keseimbangan antara produksi

radikal bebas dengan antioksidan yang menyebabkan kerusakan jaringan. Stres oksidatif

Page 39: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

dapat diakibatkan oleh pengurangan level antioksidan dan peningkatan produksi radikal

bebas ( Winarsi, 2007).

Organisme harus menghadapi dan mengontrol adanya ROS dan antioksidan

secara terus-menerus. Keseimbangan kedua faktor ini yang dikenal dengan nama redoks

potensial yang bersifat spesifik untuk tiap organel dan lokasi biologis. Hal-hal yang

mempengaruhi keseimbangan ke arah manapun menimbulkan efek buruk terhadap sel

dan organisme. Perubahan keseimbangan kearah peningkatan ROS yang disebut stres

oksidatif akan menyebabkan kerusakan oksidatif. Perubahan keseimbangan kearah

peningkatan kekuatan reduksi atau antioksidan juga akan menimbulkan kerusakan yang

disebut stres reduktif (Kohen dan Nyska, 2002). Stres oksidatif terjadi akibat reaksi

metabolik yang menggunakan oksigen dan menunjukkan gangguan keseimbangan status

reaksi oksidan dan antioksidan pada makhluk hidup. ROS yang berlebihan akan

merusak lipid seluler, protein maupun DNA dan menghambat fungsi normal sel

(Kovacic dan Jacintho, 2001).

2.3.3 Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang dapat memberikan elektron (electron donors)

atau reduktan. Antioksidan mampu menangkal atau meredam dampak negatif radikal

bebas dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya

kepada senyawa yang bersifat radikal bebas, sehingga aktivitas senyawa tersebut bisa

dihambat. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil tetapi mampu menginaktivasi

berkembangnya reaksi oksidasi dengan cara mencegah terbentuknya radikal bebas.

Antioksidan juga dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan

molekul yang sangat reaktif, sehingga kerusakan sel akan dihambat (Winarsi, 2007).

Page 40: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Berkaitan dengan reaksi oksidasi di dalam tubuh, status antioksidan merupakan

parameter penting untuk memantau kesehatan seseorang. Tubuh memiliki sistem

antioksidan untuk menangkal reaktivitas radikal bebas yang secara kontinu dibentuk

sendiri oleh tubuh. Bila jumlah ROS ini melebihi jumlah antioksidan dalam tubuh,

kelebihannya akan menyerang komponen lipid, protein, maupun DNA, sehingga

mengakibatkan kerusakan-kerusakan yang disebut stress oksidatif. Reaktivitas radikal

bebas dapat dihambat melalui 3 cara, yaitu mencegah atau menghambat pembentukan

radikal bebas baru, menginaktivasi atau menangkap radikal bebas dan memotong

propagasi (pemutusan rantai), dan memperbaiki kerusakan karena radikal bebas

(Winarsi, 2007).

Secara umum antioksidan dikelompokkan menjadi 2, antioksidan enzimatis dan

antioksidan nonenzimatis. Antioksidan enzimatik, misalnya SOD, katalase, dan

glutation peroksidase. Antioksidan nonenzimatik, misalnya vitamin C, E, karotenoid,

flavonoid, quinon, bilirubin, asam urat, dan lain-lain. Berdasarkan mekanisme kerjanya,

antioksidan dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu:

1. Antioksidan Primer (Endogen)

Bekerja dengan cara mencegah pembentukan radikal bebas yang baru serta

mengubah radikal bebas menjadi molekul yang tidak berbahaya. Termasuk di

dalamnya adalah SOD, glutation peroksidase dan katalase. Antioksidan primer sering

juga disebut antioksidant enzimatis.

2. Antioksidan Sekunder (Eksogen)

Page 41: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Berguna untuk menangkap radikal dan mencegah terjadinya reaksi berantai.

Termasuk di dalamnya adalah vitamin E (α-tokoferol), vitamin C, β karoten, asam

urat, bilirubin dan albumin.

3. Antioksidan Tersier

Berguna untuk memperbaiki kerusakan biomolekuler yang disebabkan oleh radikal

bebas. Termasuk didalamnya adalah DNA repair enzyme dan metionin sulfoksida

reduktase (Winarsi, 2007).

2.3.4 Superoksida dismutase

Superoksida dismutase merupakan enzim yang mengkatalisis radikal superoksid

menjadi hidrogen peroksida dan oksigen. Enzim yang sebenarnya telah ada dalam tubuh

tetapi memerlukan bantuan zat-zat gizi mineral, seperti mangan (Mn), seng (Zn) dan

tembaga (Cu) (Winarsi, 2007; Pavani dkk., 2012). Terdapat beberapa jenis SOD, seperti

Copper-Zinc-SOD (Cu-Zn-SOD) yang terdapat di dalam sitosol terutama di lisosom dan

nukleus, manganese-SOD (Mn-SOD) yang terdapat di dalam mitokondria, ekstraseluler

SOD (EC-SOD) dan besi-SOD (Fe-SOD) yang hanya ditemukan pada tumbuhan

(Chakraborty dkk., 2007; Cemelli dkk., 2009).

Enzim SOD terdapat dalam semua organisme aerob dan sebagian besar berada

dalam tingkat subseluler (intraseluler). Organisme aerob selalu membutuhkan oksigen

untuk hidupnya, namun dalam setiap aktivitasnya dapat menimbulkan senyawa oksigen

reaktif atau ROS. SOD merupakan enzim antioksidan pencegah, yang merupakan suatu

antioksidan metalloenzim. SOD berefek sangat kuat dan merupakan pertahanan tubuh

pertama dalam menghadapi serangan radikal bebas. SOD adalah enzim antioksidan

intraseluler utama yang dapat digunakan untuk menetralisir aktivitas O2-. Secara umum

Page 42: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

semua SOD, ion metal mengkatalisa dismutasi O2- melalui mekanisme oksidasi reduksi.

Superoksida dismutase menetralisir O2- menjadi oksigen dan hidrogen peroksida (H2O2).

Selanjutnya H2O2 diubah menjadi molekul air (H2O) oleh enzim katalase dan glutation

peroksidase (Winarsi, 2007):

2O2- + 2H

+ O2 + H2O2 (oleh superoksida dismutase)

2H2O2 2H2O + O2 (oleh katalase)

2GSH + H2O2 GSSG + 2H2 (oleh glutation peroksidase).

Menurut Fujiwara dkk. (1992) aktivitas SOD pada lensa mata manusia dominan

terlokalisir pada epitelial kapsul lensa, korteks bagian luar dan sedikit ditemukan pada

nukleus. Aktivitas SOD sangat penting sebagai barier fotooksidasi. SOD dan GSH

menurun secara signifikan pada lensa katarak senilis matur. SOD adalah enzim yang

mampu mencegah awal terjadinya katarak (Kisic dkk., 2012). SOD adalah antioksidan

yang amat penting bila dibandingkan dengan antioksidan enzimatik lainnya karena

merupakan pertahanan pertama dalam melawan radikal bebas (Rajkumar dkk., 2008).

Semua bentuk enzim SOD memiliki inti dan argetnya adalah kompartemen

subseluler pada ujung terminal amino. Masing-masing isoenzim SOD diatur secara

independen oleh derajat stres oksidatif pada kompartemen subselular. Aktivitas SOD

dapat dilihat dari banyaknya produk peroksidasi lipid dari setiap organel. Tingginya

aktivitas SOD dapat tergambarkan oleh rendahnya produk oksidasi lipid (Winarsi,

2007). SOD adalah salah satu biomarker yang baik untuk menilai tingkat stress oksidatif

pada katarak (Pavani dkk., 2012). Penurunan kadar SOD berimplikasi pada beberapa

kondisi dan penyakit, seperti reumatoid artritis, anemia Fanconi, infeksi saluran nafas,

katarak, dan infertil (Winarsi, 2007). Aktivitas SOD dapat diukur dengan beberapa cara,

Page 43: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

namun sebagian besar pengukurannya dilakukan secara tidak langsung. Salah satu cara

adalah dengan menggunakan sistem yang menghasikan superoksida dan indikator.

Selanjutnya, indikator akan bereaksi dengan anion superoksida. Warna yang terbentuk

diukur dengan menggunakan spektrofotometer (Winarsi, 2007; Rajkumar dkk., 2008)

2.3.5 Stres oksidatif pada katarak senilis

Radikal bebas pada lensa dihasilkan oleh proses metabolisme sel dan dapat juga

akibat pengaruh luar, misalnya akibat radiasi. Radikal bebas terbentuk secara terus-

menerus dan akan semakin meningkat dengan bertambahnya usia. Struktur dan

komposisi biokimiawi lensa mampu menyerap sinar ultraviolet yang bersifat sitotoksis.

Keseimbangan antara ketersediaan antioksidan dan terbentuknya radikal bebas

mempunyai arti penting dalam menjaga lingkungan di dalam sel. Apabila ketersediaan

antioksidan tidak mampu menetralisir radikal bebas, akan timbul stress oksidatif yang

berujung pada kerusakan membran sel, lisosom, mitokondria, DNA, maupun serabut

lensa. Stress oksidatif diyakini merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

terjadinya katarak (Pavani dkk., 2012).

Peroksidasi lipid membran plasma serabut lensa dianggap sebagai faktor yang

berperan timbulnya katarak. Pada proses peroksidasi lipid, bahan teroksidasi akan

mengambil atom hidrogen dari asam lemak tidak jenuh, sehingga terbentuk radikal

asam lemak dan seterusnya dengan oksigen akan terbentuk radikal peroksi lipid. Reaksi

ini dapat memperbanyak rantai, yang menyebabkan pembentukan lipid peroksida

(LOOH) serta akhirnya terjadi hasil utama pemecahan berupa MDA. Malondialdehida

dihipotesiskan mampu bereaksi silang dengan lipid membran maupun protein membran,

Page 44: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

yang akhirnya fungsi normal membran terganggu (Cabrera dan Chihuailaf, 2011;

American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012a).

Tekanan oksigen dalam lensa relatif rendah, dengan demikian reaksi radikal

bebas mungkin tidak melibatkan molekul oksigen. Radikal bebas dapat bereaksi

langsung dengan molekul-molekul DNA dan menimbulkan kerusakan. Kerusakan

tersebut sebagian dapat diperbaiki tetapi sebagian bersifat permanen. Radikal bebas

dapat juga merusak protein maupun lipid membran sel pada korteks lensa. Kerusakan

dalam serabut lensa mengakibatkan polimerisasi dan ikatan silang antara lipid dan

protein, serta akhirnya terjadi peningkatan jumlah protein lensa yang tidak larut air

(American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012a). Beberapa peneliti meyakini

perkembangan maturitas katarak senilis dipengaruhi oleh stres oksidatif (Spector, 1995;

Zoric dkk., 2008; Ates dkk., 2010). Mekanisme perbaikan dan regenerasi sebagai akibat

radikal bebas dikatakan aktif terjadi pada epitel lensa dan korteks superfisial, namun

mekanisme tersebut hampir tidak ditemukan pada korteks lensa bagian dalam dan pada

nukleus. Hal inilah yang menyebabkan kerusakan pada protein lensa dan membran lipid

bersifat ireversibel (American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012b).Lensa

mempunyai beberapa enzim yang berfungsi untuk melindungi lensa dari kerusakan

akibat radikal bebas atau oksigen. Enzim-enzim ini termasuk SOD, glutation

peroksidase dan katalase. SOD mengkatalisis superoksida (O2-) dan menghasilkan

hidrogen peroksida: 2O2-

+ 2H+

→ H2O2 + O2. Katalase dapat memecah peroksida

dengan reaksi: 2H2O2 → 2H2O + O2. Glutation peroksidase mengkatalisis reaksi: 2GSH

+ LOOH → GSSG + LOH + H2O. Glutation disulfida (GSSG) kemudian dikonversi

kembali menjadi glutation (GSH) oleh glutation reduktase dengan menggunakan

Page 45: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

nukleotida piridin NADPH yang disediakan oleh HMP shunt sebagai agen pereduksi:

GSSG + NADPH + H+

→ 2GSH + NADP+.

Gambar 2.3 Skema aktivitas ROS dan antioksidan pada lensa

(Berthoud dan Beyer, 2009)

Oleh karena itu, SOD sangat berperan dalam mekanisme pertahanan terhadap

stres oksidatif. SOD merupakan pertahanan garis pertama dalam melawan ROS.

Vitamin E dan asam askorbat juga banyak ditemukan di dalam lensa. Kedua substansi

ini dapat bekerjasama sebagai pemecah radikal bebas dan melindungi lensa dari

kerusakan oksidatif (Rajkumar dkk., 2008; American Academy of Ophthalmology Staff,

2011-2012b). Antioksidan enzimatik, nonenzimatik, dan aktivitas sistem perbaikan

menurun pada lensa lensa dan humor akuos selama proses pada proses perkembangan

atau maturitas katarak senilis (Ozmen dkk., 2000).

Telah dilakukan beberapa penelitian yang mendukung peranan penting stres

oksidatif khususnya SOD dalam patogenesis katarak senilis. Kisic dkk. (2012)

menemukan kadar SOD lensa pada katarak senilis insipien (4,13±2,14 kU/g protein)

lebih tinggi daripada katarak senilis matur (2,14±0,91 kU/g protein). Deepa dkk. (2011)

Page 46: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

menemukan kadar aktivitas antioksidan lensa imatur (1,320±0,208 mg/mg protein) lebih

tinggi daripada katarak senilis matur (0,820±0.085 mg/mg protein). Ohrloff dan

Hockwin (1984) menyatakan tidak menemukan aktivitas SOD lensa katarak senilis

matur (0,0 U/mg protein) sedangkan SOD pada lensa normal tanpa katarak rata-ratanya

sebesar 0,20±0,05 U/mg protein. Chang dkk. (2013) menemukan kadar serum SOD

pada pasien katarak senilis (97,26 ±13,56 U/ml) lebih rendah daripada pasien normal

tanpa katarak senilis (103,47±18,97 U/mg). Sepanjang pengetahuan peneliti, di Bali dan

bahkan di Indonesia sampai saat ini belum pernah diteliti mengenai kadar SOD lensa

pada lensa normal maupun pada lensa katarak senilis, sehingga belum ada data

mengenai kadar SOD lensa normal pada populasi normal maupun hubungan kadar

SOD lensa dengan derajat kekeruhan lensa katarak senilis.

Page 47: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Katarak senilis merupakan penyakit multifaktorial yang etiopatogenesisnya

belum diketahui secara pasti. Salah satu teori tentang etiopatogenesis katarak senilis

yang banyak berkembang adalah stres oksidatif. Stres oksidatif adalah suatu keadaan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dengan antioksidan. Stres oksidatif dapat

timbul apabila pembentukan radikal bebas terjadi berlebihan disertai berkurang atau

menetapnya sistem pertahanan antioksidan.

Salah satu anti oksidan alami berupa enzim yang terdapat dalam tubuh adalah

SOD. SOD mempunyai efek sangat kuat dan merupakan pertahanan tubuh pertama

terhadap serangan radikal bebas. SOD mampu mengubah radikal bebas paling reaktif

dan paling berbahaya, yaitu superoksida menjadi hidrogen peroksida. Kadar SOD

mempengaruhi progresivitas atau derajat kekeruhan lensa pada katarak senilis. Seiring

bertambahnya umur, akan terjadi gangguan atau penurunan mekanisme proteksi SOD

lensa mata, sehingga terjadi akumulasi radikal bebas yang berlebihan. Kekeruhan lensa

juga cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya umur.

Beberapa peneliti juga menduga stres oksidatif berperan dalam etiopatogenesis

katarak senilis. Kadar SOD dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor

internal, antara lain adalah umur dan genetik sedangkan yang termasuk faktor eksternal,

antara lain paparan sinar ultraviolet, penyakit sistemik kronis, merokok, penggunaan

Page 48: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

obat anti inflamasi nonsteroid (AINS), obat kortikosteroid atau obat imunosupresan,

vitamin antioksidan, infeksi intraokular, aktivitas fisik, dan stres psikologis.

3.2 Konsep Penelitian

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir yang telah dikaji, selanjutnya

dapat disusun konsep penelitian sebagai berikut (Gambar 3.1):

Gambar 3.1 Bagan Konsep Penelitian

3.3 Hipotesis Penelitian

Penurunan kadar SOD lensa berhubungan dengan peningkatan derajat

kekeruhan lensa pada katarak senilis.

Kadar SOD lensa

pada masing-masing

derajat kekeruhan

lensa pada katarak

senilis

Faktor Eksternal

1. Paparan sinar

ultraviolet

2. Penyakit sistemik,

kronis

3. Merokok

4. Obat anti inflamasi

non steroid (AINS),

obat kortikosteroid

atau obat

imunosupresan

5. Vitamin antioksidan

6. Infeksi intraokular

7. Aktivitas fisik

8. Stres psikologis

Faktor Internal

1. Umur

2. Genetik

Page 49: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu penelitian observasional analitik dengan

pendekatan studi potong lintang (cross-sectional) (Fleiss, 1981) untuk mengetahui

hubungan antara penurunan kadar SOD lensa dengan peningkatan derajat kekeruhan

lensa pada katarak senilis.

Rancangan penelitian dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut:

Gambar 4.1 Rancangan Penelitian

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Mata RSUP Sanglah, Denpasar; RS Indera,

Propinsi Bali dan UPT. Laboratorium Kimia Analitik Universitas Udayana, mulai bulan

Januari 2014 sampai bulan Mei 2014.

Kadar SOD

lensa

Kekeruhan

lensa Derajat 2

Kekeruhan

lensa Derajat 3

Kekeruhan

lensa Derajat 4

Kekeruhan

lensa Derajat 5

Kadar SOD

lensa

Kadar SOD

lensa

Kadar SOD

lensa

Kadar SOD

lensa

Populasi

Samp

el

Page 50: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi penelitian

Populasi target penelitian adalah semua pasien katarak senilis. Populasi

terjangkau penelitian adalah semua pasien katarak senilis yang datang berobat ke

Poliklinik Mata RSUP Sanglah dan RS Indera, Denpasar periode bulan Januari 2014

sampai Mei 2014.

4.3.2 Sampel penelitian

Sampel penelitian adalah semua pasien katarak senilis yang datang berobat

Poliklinik Mata RSUP Sanglah, Denpasar dan RS Indera, Propinsi Bali periode bulan

Januari 2014 sampai Mei 2014 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

4.3.2.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi Penelitian

4.3.2.1.1 Kriteria inklusi

Pasien katarak senilis laki-laki atau wanita yang berumur di atas 40 tahun

dengan derajat kekeruhan lensa 2, 3, 4, dan 5 dan bersedia dioperasi.

4.3.2.1.2 Kriteria eksklusi

a. Subjek sedang menderita penyakit sistemik yang kronis, seperti diabetes melitus,

hipertensi, penyakit kardiovaskular dan penyakit keganasan.

b. Subjek sedang mendapat pengobatan antiinflamasi nonsteroid, kortikosteroid atau

obat imunosupresan lainnya dalam satu bulan terakhir.

c. Subjek sedang mengkonsumsi vitamin antioksidan (vitamin A, C, dan E) dalam

satu bulan terakhir.

d. Subjek yang merokok dalam satu bulan terakhir.

Page 51: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

e. Subjek dengan infeksi intraokular pada segmen anterior dan atau segmen posterior

bola mata, antara lain konjungtivitis, keratitis, ulkus kornea, uveitis anterior dan

posterior.

f. Subjek dengan riwayat atau sedang mengalami kelainan pada segmen posterior

mata berupa kelainan vitreus, retinopati, ablasio retina, dan kelainan makula.

g. Subjek dengan riwayat operasi intraokular.

h. Katarak senilis dengan komplikasi berupa tekanan intraokular >21 mmHg atau

dengan glaukoma sekunder dan uveitis.

4.3.2.2 Besar sampel

Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut (Dahlan, 2009):

Zα + Zβ 2

1+ r

n = 0,5 ln + 3

1 - r

1. Tingkat kemaknaan yang dikehendaki sebesar 95%, yaitu α = 0,05 dan

dipakai Zα = 1,64

2. Power penelitian yang direncanakan sebesar 90%, yaitu β = 0,10 dan Zβ =

1.28

3. Koefisien korelasi (r) = 0,4 (dikutip dari kepustakaan Chakraborty dkk.,

2007)

Page 52: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

1,64 + 1,28 2

1+ 0,4

n = 0,5 ln + 3

1 - 0,4

= 52 sampel (mata)

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas, diperoleh besar

sampel penelitian adalah 52 subjek (mata).

4.3.2.3 Cara pemilihan sampel

Sampel dipilih dengan teknik consecutive sampling dari populasi terjangkau.

Sampel yang dipilih adalah pasien katarak senilis yang bersedia menjalani operasi

katarak small incision cataract surgery (SICS) dengan persetujuan tertulis dan

dilakukan atas indikasi visual.

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Klasifikasi dan identifikasi variabel

1. Variabel bebas adalah kadar SOD lensa katarak senilis.

2. Variabel tergantung adalah derajat kekeruhan lensa katarak senilis.

3. Variabel kendali adalah umur.

Gambar 4.2 Skema Hubungan antar Variabel

Variabel Bebas

Kadar SOD lensa

katarak senilis

Variabel Tergantung

Derajat kekeruhan lensa

katarak senilis

Variabel Kendali

Umur

Page 53: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

4.4.2 Definisi operasional variabel

1. Katarak senilis adalah kekeruhan pada lensa yang terjadi pada usia di atas 40 tahun

(Gondhowiardjo dan Simanjuntak 2006; Ilyas, 2008).

2. Kadar SOD lensa pada katarak senilis adalah kadar SOD yang diperiksa dengan

metode spektrofotometer dari bahan sampel lensa dalam satuan unit/ml dan

pemeriksaan dikerjakan di Laboratorium terpusat yang sudah terakreditasi, yaitu

UPT. Laboratorium Kimia Analitik Universitas Udayana di Bukit Jimbaran.

3. Derajat kekeruhan katarak senilis adalah derajat kekeruhan katarak senilis derajat 2-

5 berdasarkan klasifikasi Buratto (Sihota dan Tandan, 2007; Ilyas, 2008):

Derajat 2 ditandai dengan nukleus yang mulai sedikit berwarna kekuningan,

visus antara 6/12 sampai 6/30, dan refleks fundus juga masih mudah

diperoleh.

Derajat 3 ditandai dengan nukleus berwarna kuning dan korteks yang

berwarna keabu-abuan, visus antara 3/60 sampai 6/30.

Derajat 4 ditandai dengan nukleus yang sudah berwarna kuning kecoklatan,

dengan usia pasien biasanya sudah lebih dari 65 tahun dan visus biasanya

antara 3/60 sampai 1/60.

Derajat 5 ditandai dengan nukleus berwarna coklat hingga kehitaman dan

visus biasanya 1/60 atau lebih jelek.

4. Umur adalah umur ditentukan dari tanggal kelahiran sampai datang ke rumah sakit

berdasarkan kartu tanda penduduk atau kartu keluarga.

Page 54: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

5. Pendidikan adalah pendidikan terakhir yang pernah ditempuh oleh subjek

penelitian, yang dibagi menjadi tidak sekolah, Sekolah Dasar (SD), Sekolah

Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Perguruan Tinggi.

6. Pekerjaan adalah pekerjaan utama yang ditekuni oleh subjek penelitian sekurang-

kurangnya dalam 10 tahun terakhir, antara lain petani, ibu rumah tangga (IRT),

pegawai swasta, dan pegawai negeri sipil (PNS) atau pensiunan.

4.5 Instrumen Penelitian

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan oftalmologi, dan pengambilan sampel lensa. Untuk menegakkan diagnosis

katarak senilis dan menentukan derajat kekeruhan lensanya, digunakan lembar

pemeriksaan status oftalmologis dan lembar kuisioner penelitian, E chart atau snellen

chart, tonometri schiotz, funduskopi atau lensa 78, slit lamp, anestesi topikal (pantocain

0,5%), dan sikloplegik (mydriatil 0,5%). Spesimen lensa ditampung dengan kontener

kecil dan dimasukkan lagi ke dalam kontener yang lebih besar yang berisi es dengan

temperatur - 4˚C.

4.6 Prosedur Penelitian

4.6.1 Tahap persiapan

Sampel penelitian diseleksi di poliklinik mata RSUP Sanglah dan RS Indera

Denpasar. Wawancara dan pemeriksaan mata dilakukan oleh peneliti. Sampel yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi diberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan

penelitian dan kemudian menandatangani informed consent. Selanjutnya dilakukan

identifikasi tentang karakteristik sampel penelitian.

4.6.2 Pelaksanaan penelitian

Page 55: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Adapun urutan pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Anamnesis meliputi nama, umur, jenis kelamin, dan pekerjaan berdasarkan lembar

kuisioner penelitian. Data kemudian dicatat dalam bentuk tabel induk

2. Diagnosis dan stadium katarak senilis

Diagnosis dan stadium katarak senilis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan dengan menggunakan slit lamp dan funduskopi. Pemeriksaan

dilakukan pada kedua mata. Pertama dilakukan pemeriksaan visus dengan

menggunakan E chart atau snellen chart, kemudian dilakukan pemeriksaan tekanan

intraokular dengan tonometri schiotz dan bila hasilnya kurang dari 21 mmHg, pupil

pasien kemudian dilebarkan dengan sikloplegik (mydriatil 0,5%). Setelah pupil

lebar dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan slit lamp untuk mengevaluasi

kelainan pada segmen anterior, dilanjutkan dengan menggunakan lensa 78D dan

funduskopi untuk mengevaluasi kelainan pada segmen posterior. Derajat kekeruhan

katarak senilis ditentukan oleh seorang dokter Spesialis Mata Divisi Korneo-lensa

(JN) berdasarkan kriteria Burrato. Sampel penelitian kemudian dibagi ke dalam 4

kelompok, yaitu kekeruhan Derajat 2, Derajat 3, Derajat 4 dan Derajat 5.

3. Pengambilan spesimen lensa

Spesimen lensa adalah bagian kapsul anterior yang diambil saat kapsulotomi

kapsul anterior lensa dan nukleus lensa manusia yang didapat melalui tindakan

operasi katarak SICS. Sampel katarak senilis dengan derajat kekeruhan 2, 3, 4 dan 5

yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi, serta bersedia menandatangani

informed consent, selanjutnya dilakukan ekstraksi lensa dengan teknik SICS di IBS

RSUP Sanglah dan IBS RS Indera dengan operator dokter spesialis mata, residen

Page 56: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

mata ataupun peneliti yang didampingi dokter spesialis mata. Spesimen lensa

tersebut, selanjutnya dimasukkan ke dalam kontainer dan ditampung dalam suatu

kontener yang lebih besar yang berisi es yang bertemperatur – 4˚C. Masing- masing

spesimen diberi label sesuai dengan nomor urut kelompok katarak senilis derajat

kekeruhan 2, 3, 4, dan 5 kemudian dikirim ke Laboratorium Analitik Universitas

Udayana di Bukit Jimbaran untuk pemeneriksaan SOD lensa.

4. Pemeriksaan SOD lensa

Di Laboratorium Analitik Universitas Udayana di Bukit Jimbaran setiap spesimen

lensa kemudian digerus dan dihomogenisasikan dengan 1 ml larutan dapar 0,1M

Tris/HCl pH 7,2 yang mengandung 154 mM NaCl dalam temperatur 4˚C.

Selanjutnya dilakukan pemusingan dengan 3000 x G selama 20 menit dalam suhu

4˚C, bagian supernaktan/larutannya dipisahkan untuk dianalisis atau kembali

dibekukan pada temperatur -20˚C. Aktivitas SOD ditentukan secara biokimia, yaitu

menggunakan kit RanSOD®. Aktivitas SOD total ditetapkan dari derajat

penghambatan pembentukan warna formazan ini diukur dengan spektofotometer

A505 nm. Reagen-reagen pada pada kit ini terdiri dari campuran substrat yang

mengandung xantin, buffer fosfat, xantin oksidase dan larutan standar untuk

membuat kurva standar.

Page 57: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

4.7 Alur Penelitian

Untuk lebih mempermudah dalam pelaksanaan penelitian, maka dibuat alur

penelitian yang ditunjukkan dengan bagan alur penelitian (Gambar 4.3).

Gambar 4.3 Skema Alur Penelitian

Sampel Penelitian

Kriteria Inklusi

Kriteria Eksklusi

Analisis Data

Semua penderita katarak senilis Semua penderita katarak senilis yang

datang berobat ke poliklinik Mata RSUP

Sanglah dan RS Indera, Denpasar periode

bulan Januari 2014 - Mei 2014

Derajat Kekeruhan

Katarak Senilis

Informed Consent

Eligible Subject

Kadar SOD lensa

Page 58: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

4.8 Analisis Data

Data dimasukkan ke dalam formulir penelitian kemudian direkam dalam tabel

induk. Untuk menjawab permasalahan penelitian dilakukan serangkaian tahapan analisis

data:

1. Seleksi data yaitu editing, coding dan tabulasi dimasukkan pada file navigator

program Stastical Package for The Social Sciences (SPSS).

2. Analisis statistik deskriptif

Untuk menggambarkan karakteristik umum dan distribusi berbagai variabel.

Data berskala kategorik dideskripsikan dalam bentuk frekuensi dan persentase

sedangkan untuk data berskala numerik dalam bentuk rerata dan standar deviasi.

3. Uji normalitas Shapiro-Wilk

Mengingat jumlah sampel kurang dari 30 pada masing-masing kelompok, maka

digunakan uji ini untuk menguji apakah data-data penelitian berdistribusi normal

atau tidak.

4. Analisis perbedaan

Untuk mengetahui perbedaan kadar SOD lensa pada masing-masing derajat

kekeruhan lensa, digunakan analisis uji Kruskal-Wallis karena salah satu data

tidak berdistribusi normal.

5. Hubungan antara kadar SOD lensa dengan derajat kekeruhan lensa dianalisis

dengan uji korelasi Spearman dan tingkat kemaknaan ditetapkan pada p < 0,05.

Page 59: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Subjek penelitian dipilih secara konsekutif dari populasi terjangkau, yaitu pasien

katarak senilis yang datang ke RSUP Sanglah, Denpasar dan RS Indera, Propinsi Bali

selama periode 1 Januari 2014–30 April 2014. Lima puluh dua orang terkumpul yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, telah diberi informed consent, dan bersedia

mengikuti penelitian dengan menandatangani surat persetujuan. Subjek penelitian

kemudian menjalani operasi katarak teknik SICS sesuai jadwal. Kapsul anterior dan

nukleus lensa yang telah diekstraksi dikumpulkan dan diperiksa kadar SOD-nya.

Karakteristik subjek penelitian ditampilkan pada Tabel 5.1, yang meliputi jenis

kelamin, umur, pendidikan, dan pekerjaan. Subjek penelitian berjenis kelamin laki-laki

sebanyak 22 (42,3%) dan wanita sebanyak 30 (57,7%). Pada variabel umur, rerata

umur pasien 69±9,86 tahun. Pada variabel status pendidikan didapatkan tidak

bersekolah sebanyak 28,8%, Sekolah Dasar ditemukan sebanyak 57,7%, SMP sebanyak

3,85%, SMU sebanyak 5,77%, dan paling sedikit Perguruan Tinggi sebanyak 3,85%.

Pada variabel pekerjaan petani merupakan jenis pekerjaan yang paling banyak, yaitu

59,62%, disusul oleh ibu rumah tangga sebanyak 19,23%, wiraswasta sebanyak 17,31%,

dan Pegawai Negeri Sipil paling sedikit sebanyak 3,85%.

Page 60: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Tabel 5.1

Karakteristik Subjek Penelitian

Variabel

Deskriptif

Jenis kelamin {n (%)} Laki-laki

Wanita

Umur {(tahun)(rerata±SD)} Pendidikan {n (%)}

Tidak bersekolah

SD

SMP

SMU

Perguruan Tinggi

Pekerjaan {n (%)} Petani

Ibu rumah tangga

Wiraswasta

PNS

22 (42,3)

30 (57,7)

69,2 ± 9,9

15 (28,8)

30 (57,7)

2 (3,85)

3 (5,77)

2 (3,85)

31(59,62)

10 (19,23)

9 (17,31)

2 (3,85)

5.2 Perbedaan Kadar SOD Lensa pada Masing-Masing Derajat Kekeruhan

Lensa

Tabel 5.2 terlihat bahwa derajat kekeruhan lensa pasien terbanyak adalah

Derajat 5 sebesar 36,54% dan paling sedikit Derajat 2 sebesar 17,31%. Kadar SOD

minimum didapatkan sebesar 9,062 µg/g protein dan maksimum sebesar 22,855 µg/g

protein. Rerata kadar SOD lensa pada Derajat 2 sebesar 21,147±1,603 µg/g protein,

Derajat 3 sebesar 16,653±0,991 µg/g protein, Derajat 4 sebesar 13,920±1,374 µg/g

protein dan Derajat 5 sebesar 11,668±1,496 µg/g protein. Data ini menunjukkan kadar

SOD yang paling rendah pada derajat kekeruhan lensa yang paling tinggi. Hasil analisis

perbedaan kadar SOD lensa pada masing-masing kekeruhan lensa bermakna secara

statistik (p=0,001).

Tabel 5.2

Page 61: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Perbedaan Kadar SOD Lensa padaMasing-Masing Derajat Kekeruhan

Lensa

Derajat

Jumlah

%

SOD (µg/g protein)

Minimal Maksimal rerata±SD

2

3

4

5

9

10

14

19

17,31

19,23

26,92

36,54

17,375

15,687

12,042

9,062

22,855

18,673

16,089

14,025

21,147±1,603

16,653±0,991

13,920±1,374

11,668±1,496

Total 52 100 9,062 22,855 14,873±3,673

Uji Kruskal-Wallis (p=0,001)

Pada Gambar 5.1 terlihat rerata kadar SOD lensa pada masing-masing derajat

kekeruhan lensa dan terdapat kecendrungan bahwa semakin tinggi derajat kekeruhan

lensa, maka kadar SOD lensanya semakin rendah.

Gambar 5.1 Grafik Rerata Kadar SOD Lensa pada Masing-Masing Derajat

Kekeruhan Lensa

5.3 Hubungan antara Kadar SOD Lensa dengan Derajat Kekeruhan Lensa

Page 62: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Hubungan kadar SOD lensa dengan derajat kekeruhan lensa dianalisis dengan uji

Spearman. Pada Tabel 5.3 ditampilkan kadar SOD lensa berkorelasi negatif dengan

derajat kekeruhan lensa. Koefisien korelasi (r) didapatkan - 0,90 dan bermakna secara

statistik (p=0,001).

Tabel 5.3

Hubungan antara Kadar SOD Lensa dengan Derajat Kekeruhan Lensa pada Katarak

Senilis

Variabel Koefisien korelasi Nilai p

Kadar SOD lensa dengan

Derajat kekeruhan lensa

- 0,90 0,001*

*Uji Spearman

Page 63: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Subjek Penelitian

Penelitian ini melibatkan 52 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi

dan eksklusi kemudian dikelompokkan menjadi katarak senilis kekeruhan lensa Derajat

2, 3, 4, dan 5. Subjek penelitian kemudian dilakukan ekstraksi lensa dengan indikasi

visual dan dilakukan pemeriksaan kadar SOD pada spesimen lensanya.

Berdasarkan umur, pada penelitian ini didapatkan rerata umur pasien katarak

senilis adalah 69,2±9,86 tahun. Penelitian di Amerika Serikat menemukan prevalensi

katarak senilis meningkat 5% pada umur 65 tahun dan 50% pada umur 70 tahun ke atas

(Beebe dkk., 2010; Goyal dkk., 2010). Di India ditemukan rerata umur pasien katarak

senilis adalah 65,8±1,7 tahun (Moyong dkk., 2012). Di Cina dilaporkan rerata umur

pasien katarak senilis adalah 61±10,3 tahun (Chang dkk., 2013). Umur merupakan

faktor risiko terpenting untuk terjadinya katarak senilis. Katarak senilis umumnya mulai

terjadi pada umur di atas 40 tahun dan terdapat kecenderungan peningkatan umur diikuti

pula dengan peningkatan maturitas atau derajat kekeruhan lensa katarak senilis (Ilyas,

2008; Kaur dkk., 2012). Lensa mata mengalami perubahan sesuai dengan peningkatan

umur. Lensa akan terjadi mekanisme kompleks yang menyebabkan perubahan formasi

serat lensa dan lensa juga akan lebih rentan mengalami stres oksidatif, sehingga

kejernihan lensa menurun dan terjadi katarak senilis (Kisic dkk., 2012; Cekic dkk.,

2010; American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012a). Seiring bertambahnya

usia dan adanya paparan yang terus-menerus oleh agen dari luar, sehingga terjadi

akumulasi radikal bebas yang berlebihan dan akan menyebabkan gangguan mekanisme

Page 64: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

proteksi antioksidan lensa mata (Cekic dkk., 2010; American Academy of

Ophthalmology Staff, 2011-2012a).

Pada penelitian ini didapatkan pasien laki-laki katarak senilis sebesar 42,3% dan

wanita sebesar 57,7%. Penelitian-penelitian lain yang dilakukan di berbagai negara

mendapatkan hasil yang berbeda-beda mengenai predileksi jenis kelamin pada pasien

katarak senilis. Penelitian di Amerika Serikat menemukan kelompok wanita menderita

lebih banyak katarak senilis daripada laki-laki secara signifikan (Friedman dkk., 2004).

Penelitian di Jepang menemukan ratio laki-laki dan wanita menderita katarak senilis

adalah 1: 8 dan pasien katarak senilis yang telah menjalani operasi didominasi oleh

wanita berumur di atas 65 tahun (Nishikiori dan Yamamoto, 1987). Pada penelitian ini

didapatkan pasien katarak senilis lebih banyak terjadi pada jenis kelamin wanita. Hal ini

kemungkinan disebabkan karena wanita pada umur di atas 45 tahun sudah mengalami

menopause dan telah dibuktikan bahwa wanita yang mendapatkan terapi hormon

estrogen pada masa menopause terhindar dari katarak nuklearis. Menopause adalah

salah satu faktor risiko terjadinya katarak senilis (Leske dkk., 2002). Katarak senilis

lebih banyak diderita oleh wanita karena adanya angka harapan hidup wanita yang

tinggi di beberapa negara dibandingan laki-laki (Suhardjo, 2004). Beberapa penelitian

lain melaporkan bahwa laki-laki lebih banyak menderita katarak senilis daripada wanita

(Ates dkk., 2010; Miric dkk., 2012). Hal ini kemungkinan disebabkan karena laki-laki

lebih banyak melakukan aktivitas di luar ruangan. Aktivitas di luar ruangan

dihubungkan dengan banyaknya paparan sinar ultraviolet yang dialami seseorang,

terutama di daerah tropis dengan intensitas paparan sinar matahari yang tinggi (Valero

dkk., 2007).

Page 65: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Pada penelitian ini didapatkan sebagian besar pasien pada kelompok katarak

senilis memiliki status pendidikan Sekolah Dasar, yaitu sebesar 57,7% dan tidak

bersekolah diurutan kedua, yaitu sebesar 28,8%. Hasil ini didukung penelitian di

Singapura dan Malaysia yang menemukan katarak senilis lebih banyak ditemukan pada

pasien dengan tingkat pendidikan primer (Sekolah Dasar) atau lebih rendah, yaitu

sebesar 74,4% (Sabanayagam dkk., 2011). Penelitian di Malaysia menemukan sebagian

besar pasien katarak senilis memiliki tingkat pendidikan rendah, yaitu sebesar 63,5%

(Noran dkk., 2007). Beberapa peneliti menghubungkan tingkat pendidikan pasien

katarak senilis dengan pemahaman pasien tentang penyakitnya, pengobatan yang dicari,

higienitas, gaya hidup, status sosial ekonomi, dan yang terpenting adalah status nutrisi

(Leske dkk., 2002; Lindblad, 2008; Wu dkk. 2010). Tingkat pendidikan dapat

dihubungkan dengan kecepatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Pasien dengan

tingkat pendidikan tinggi biasanya lebih cepat mencari pelayanan kesehatan, sehingga

katarak senilis lebih banyak ditemukan pada stadium yang lebih awal. Pasien dengan

tingkat pendidikan rendah sebagian besar katarak senilis ditemukan sudah dalam

stadium matur, sehingga lebih berisiko untuk terjadi komplikasi baik sebelum maupun

pada saat dilakukan tindakan pembedahan katarak (Tabin dkk., 2008; Kisic dkk., 2012).

Rendahnya asupan nutrisi seperti vitamin C, E, A, riboflavin, dan β karoten atau

terjadinya defisiensi nutrisi pada periode kehidupan dapat memicu timbulnya katarak

senilis yang lebih cepat dan juga dapat mempercepat progresivitas maturitas katarak

senilis (Nirmalan dkk., 2004; Noran dkk., 2007; Lindblad, 2008).

Pada penelitian ini didapatkan sebagian besar pekerjaan pasien adalah petani

yaitu, sebesar 59,62% pada katarak senilis. Penelitian di India menemukan 90% pasien

Page 66: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

dengan katarak senilis bekerja di bidang pertanian oleh (Nirmalan dkk., 2004).

Beberapa peneliti berpendapat bahwa pekerjaan pokok yang nonprofesional

berhubungan dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Orang dengan tingkat sosial

ekonomi yang rendah lebih mudah terkena katarak (Leske dkk., 2002). Kasus katarak

senilis di Kalimantan Timur meningkat pada pasien dengan aktivitas di luar ruangan

lebih dari 5 jam perhari dalam 10 tahun terakhir (Ziaulhak, 2007). Negara tropis dengan

karakteristik intensitas paparan sinar matahari yang lebih tinggi dan aktivitas di luar

ruangan dihubungkan dengan besarnya paparan sinar ultraviolet yang dialami. Semakin

lama aktivitas di luar ruangan akan menyebabkan semakin besar paparan sinar

ultraviolet yang didapat (Katoh dkk., 2001; Valero dkk., 2007). Beberapa peneliti

menghubungkan pekerjaan dengan lamanya pasien melakukan aktivitas di luar ruangan

yang selanjutnya dihubungkan dengan lamanya paparan sinar ultraviolet yang dialami

(Valero dkk., 2007). Paparan sinar ultraviolet pada lensa akan mencetuskan reaksi

oksidatif yang menghasilkan radikal bebas berlebihan. Radikal bebas yang tidak dapat

dikompensasi oleh sistem antioksidan dalam lensa, baik secara langsung maupun tidak

langsung akan menyebabkan kerusakan komponen lensa, sehingga kejernihan lensa

menurun dan terjadi katarak (Cekic dkk., 2010; American Academy of Ophthalmology

Staff, 2011-2012a). Umur juga dikatakan memiliki pengaruh pada sensitivitas lensa

terhadap paparan sinar ultraviolet. Paparan sinar ultraviolet yang reguler selama

aktivitas pekerjaan akan dapat memicu terjadinya stres oksidatif yang dapat

menyebabkan berbagai macam penyakit termasuk katarak senilis (Nirmalan dkk., 2004;

Valero dkk., 2007).

Page 67: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Pada penelitian ini didapatkan pasien katarak senilis yang dilakukan tindakan

pembedahan paling banyak pada Derajat 5 (36,54%) disusul Derajat 4 (26,92%),

Derajat 3(19,23%), dan Derajat 2 (17,31%). Hal ini kemungkinan disebabkan pasien

dengan Derajat 5 visusnya sangat buruk dan sangat mengganggu aktivitas sehari-

harinya, sehingga datang ke tempat pelayanan kesehatan dan bersedia untuk dioperasi.

Pasien dengan derajat kekeruhan yang lebih baik biasanya lebih memilih menunda

operasinya karena visus belum begitu mengganggu aktivitasnya. Indikasi operasi

katarak senilis yang paling utama adalah keinginan pasien untuk meningkatkan visusnya

dan keputusan untuk operasi tidak semata-mata berdasarkan tingkat visus tertentu

(American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012a). Adanya kesalahan konsep

penanganan katarak di masyarakat bahwa katarak senilis baru boleh dioperasi bila telah

stadium matur, sehingga pasien yang datang minta operasi adalah pasien katarak

stadium matur yang tentunya akan meningkatkan komplikasi operasinya (Brian dan

Taylor, 2001).

6.2 Kadar SOD Lensa pada Katarak Senilis

Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa stres oksidatif berperan amat

besar dalam patogenesis katarak senilis. Stres oksidatif adalah suatu keadaan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dengan antioksidan (Palmiere dan Sblendario,

2006; Winarsi, 2007). Radikal bebas akan menyebabkan kerusakan terutama pada

membran sel dan DNA. Stres oksidatif yang terjadi terus-menerus merupakan

mekanisme penting yang berpengaruh pada proses terjadinya katarak. Lensa mata

sangat sensitif terhadap stres oksidatif (Cekic dkk., 2010; American Academy of

Ophthalmology Staff, 2011-2012a). Hasil akumulasi dari stres oksidatif menyebabkan

Page 68: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

gangguan fungsi metabolisme lensa, agregasi protein lensa, peningkatan protein tidak

larut air (water insoluble protein), sehingga menyebabkan gangguan transparansi lensa

dan terjadi katarak (El-Ghaffar dkk., 2007; American Academy of Ophthalmology

Staff, 2011-2012a; Kisic dkk., 2012). Pengukuran stres oksidatif secara langsung

adalah sangat sulit, maka stres oksidatif dapat diukur secara tidak langsung, yaitu

dengan mengukur kadar antioksidan baik di serum, eritrosit maupun jaringan seperti

lensa (Chandrasena dkk., 2006; Kisic dkk., 2012). Selain itu stres oksidatif juga dapat

diukur dari produk yang dihasilkan stres oksidatif tersebut berupa produk degenerasi

lipid, antara lain MDA, hidrokarbon, etina dan etilen (Winarsi, 2007).

Lensa mata normal dilengkapi perlindungan dan sistem antioksidan untuk

melawan stres oksidatif. Antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal dampak

negatif radikal bebas. Secara umum antioksidan dikelompokkan menjadi dua, yaitu

antioksidan enzimatis dan antioksidan nonenzimatis. Antioksidan enzimatik terdiri dari

SOD, katalase, dan GPX yang bertugas mencegah atau menghambat pembentukan

radikal bebas baru. Antioksidan nonenzimatis terdiri dari vitamin C, E, karotenoid,

flavonoid, quinon, bilirubin, asam urat, dan lain-lain yang berfungsi menginaktivasi atau

menangkap dan memotong propagasi radikal bebas (Winarsi, 2007). SOD merupakan

salah satu enzim antioksidan penting yang berasal dari tubuh sendiri, berefek sangat

kuat dan merupakan pertahanan tubuh garis pertama dalam mengatasi stres oksidatif

(Rajkumar dkk., 2008). SOD adalah antioksidan pencegah yang dapat menghambat

sebelum anion superoksida menyebabkan kerusakan. Antioksidan enzimatik,

nonenzimatis, dan aktivitas sistem perbaikan menurun pada lensa lensa dan humor

akuos selama proses perkembangan atau maturitas katarak senilis (Ozmen dkk., 2000).

Page 69: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Penelitian ini mengukur kadar SOD lensa pasien katarak yang diekstraksi atas

indikasi visual dan didapatkan rerata kadar SOD lensa pada Derajat 2 sebesar

21,147±1,60 µg/g protein, Derajat 3 sebesar 16,653±0,99 µg/g protein, Derajat 4

sebesar 13,920±1,37 µg/g protein, dan Derajat 5 sebesar 11,668±1,50 µg/g protein.

Terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi derajat kekeruhan, maka semakin

rendah kadar SOD lensanya dan perbedaan kadar SOD lensa antar derajat kekeruhan

lensa yang bermakna secara statistik (p= 0,001). Hasil ini didukung oleh penelitian

Kisic dkk. (2012) di Serbia yang menemukan kadar SOD lensa pada katarak senilis

insipien (4,13±2,14 kU/g protein) lebih tinggi daripada katarak senilis matur (2,14±0,91

kU/g protein). Hasil yang hampir sama dibuktikan oleh Ohrloff dan Hockwin (1984)

yang menyatakan tidak menemukan aktivitas SOD lensa katarak senilis matur bila

dibandingkan dengan lensa tanpa katarak.

Sepanjang pengetahuan peneliti, studi tentang SOD lensa masih sedikit. Pada

penelitian ini menggunakan lensa sebagai sampel penelitian disebabkan oleh beberapa

pertimbangan. Lensa adalah jaringan sensitif terhadap keadaan stres oksidatif. Lensa

adalah jaringan yang spesifik, yaitu avaskular dan seluruh metabolismenya didukung

oleh humor akuos. Lensa terdiri dari kapsul, epitelial, korteks, dan nukleus. Kapsul

lensa anterior mempunyai lapisan epitelial yang mempunyai mampu memproduksi SOD

dan tempat pertama terjadinya stress oksidatif sebelum merusak lensa secara

keseluruhan. Bisa dikatakan bahwa lensa jaringan yang terisolir dari jaringan atau organ

tubuh lainnya. Aktivitas SOD pada lensa mata berbeda dengan organ atau jaringan

lainnya. Penelitian sebelumnya lebih banyak meneliti kadar SOD sistemik

menggunakan spesimen penelitian berupa serum, plasma, eritrosit, leukosit, epitelial

Page 70: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

kapsul lensa, dan humor akuos. Kekurangan penelitian ini bahwa tidak bisa menilai

kadar SOD lensa pada pasien tanpa katarak, sehingga tidak dapat dibandingkan antara

kadar SOD lensa pada katarak senilis dengan kadar SOD lensa tanpa katarak. Peneliti-

peneliti yang lain dengan pertimbangan tersebut, lebih banyak meneliti kadar SOD pada

serum, plasma, eritrosit, leukosit, epitelial kapsul lensa, dan humor akuos, namun

hasilnya bervariasi.

Pada plasma pasien katarak senilis ditemukan penurunan kadar SOD disertai

penurunan kadar Zn dan peningkatan MDA (Chakraborty dkk., 2007). Pada eritrosit

didapatkan peningkatan kadar SOD yang meningkatan risiko katarak senilis tipe nuklear

(Delcourt dkk., 2003). Adanya peningkatan aktivitas SOD eritrosit pada pasien katarak

senilis dibandingkan dengan pasien tanpa katarak senilis (Nourmohammadi dkk.,2001).

Tidak terdapat peningkatan aktivitas SOD eritrosit yang signifikan pada pasien katarak

senilis (Jacques dkk.,1988). Pada serum didapatkan kadar SOD dan katalase serum

pasien katarak senilis lebih rendah dibandingkan dengan orang normal dan tidak

berbeda bermakna dengan pasien katarak diabetika (Artunay dkk., 2009). Kadar serum

SOD pada pasien katarak senilis lebih rendah daripada pasien normal tanpa katarak

senilis (Chang dkk., 2013). Penurunan kadar SOD serum pada pasien katarak bila

dibandingkan dengan kontrol (Moyong dkk., 2012). Kadar SOD dan GPX serum

menurun pada pasien katarak senilis bila dibandingkan kontrol (Kaur dkk., 2012). Pada

leukosit pasien katarak senilis ditemukan peningkatan kadar SOD yang dibandingkan

dengan kontrol (Saraymen dkk., 2003). Pada humor akuos ditemukan korelasi yang

signifikan antara peningkatan aktivitas SOD dan protein total dengan tingkat keparahan

atau progresivitas katarak yang terjadi diperkirakan karena adanya kebocoran kapsul

Page 71: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

lensa (Sawada dkk., 2009). Pada epitelial kapsul lensa katarak senilis yang disertai

sindroma pseudoekspoliasi ditemukan peningkatan kadar SOD dan peningkatan SOD

tersebut diduga merupakan suatu mekanisme kompensasi terhadap stres oksidatif

(Uçakahn dkk., 2006). Pada penelitian lain ditemukan penurunan aktivitas isoenzim

SOD pada sel epitelial lensa katarak senilis sesuai dengan peningkatan umur dan

berbeda pada tiap tipe kataraknya (Rajkumar dkk., 2008).

Radikal bebas dapat juga merusak protein maupun lipid membran sel pada

korteks lensa. Kerusakan dalam serabut lensa mengakibatkan polimerisasi dan ikatan

silang antara lipid dan protein, serta akhirnya terjadi peningkatan jumlah protein lensa

yang tidak larut air. Kerusakan tersebut sebagian dapat diperbaiki tetapi sebagian

bersifat permanen (American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012a).

Beberapa peneliti meyakini perkembangan maturitas katarak senilis dipengaruhi oleh

stres oksidatif (Spector, 1995; Zoric dkk., 2008; Ates dkk., 2010). Mekanisme

perbaikan dan regenerasi sebagai akibat radikal bebas dikatakan aktif terjadi terutama

pada epitelial lensa dan korteks superfisial tetapi tidak terjadi pada nukleus. Hal inilah

yang menyebabkan kerusakan pada protein lensa dan membran lipid bersifat ireversibel

(American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-2012b).

Penurunan aktivitas SOD melawan ROS dapat disebabkan oleh penurunan

kadar vitamin E, vitamin A, dan vitamin C dalam jaringan. Beberapa faktor lingkungan

seperti nutrisi, konsumsi alkohol berlebihan, dan polusi juga berpengaruh terhadap

penurunan vitamin antioksidan tersebut (Cakraborthy dkk., 2007). Antioksidan

enzimatis dan nonenzimatis (vitamin antioksidan) bersinergi yang melindungi sel

Page 72: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

terhadap stres oksidatif, sehingga penurunan aktivitas antioksidan nonenzimatis dapat

merangsang produksi antioksidan enzimatis (Nourmohammadi dkk., 2001).

Aktivitas SOD sangat penting sebagai barier fotooksidasi. SOD dan GSH

menurun secara signifikan pada lensa katarak senilis matur. SOD adalah enzim yang

mampu mencegah awal terjadinya katarak (Kisic dkk., 2012). SOD adalah antioksidan

yang amat penting bila dibandingkan dengan antioksidan enzimatik lainnya karena

merupakan pertahanan pertama dalam melawan radikal bebas (Rajkumar dkk., 2008).

Aktivitas SOD dapat dilihat dari banyaknya produk peroksidasi lipid dari setiap organel.

Tingginya aktivitas SOD dapat tergambarkan oleh rendahnya produk oksidasi lipid

(Winarsi, 2007). SOD adalah salah satu biomarker yang baik untuk menilai tingkat

stress oksidatif pada katarak (Pavani dkk., 2012). Aktivitas SOD dapat diukur dengan

beberapa cara, namun sebagian besar pengukurannya dilakukan secara tidak langsung.

Salah satu caranya adalah dengan menggunakan sistem yang menghasilkan superoksida

dan indikator. Selanjutnya, indikator akan bereaksi dengan anion superoksida. Warna

yang terbentuk diukur dengan menggunakan spektrofotometer (Winarsi, 2007;

Rajkumar dkk., 2008).

6.3 Hubungan antara Kadar SOD Lensa dengan Derajat Kekeruhan Lensa

Kejernihan lensa akan terjaga bila tetap berada dalam kondisi keseimbangan

redoks. Anti oksidan baik enzimatik dan nonenzimatik memegang peran amat vital

dalam melawan ROS endogen dan eksogen. Telah diyakini oleh banyak peneliti bahwa

ROS mampu merusak berbagai komponen sel, mengganggu fungsi fisiologis, dan

mempercepat proses penuaan. Stres oksidatif bertanggung jawab pada berbagai

Page 73: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

penyakit, antara lain kanker, penyakit jantung dan vaskular, degenerasi saraf, degenerasi

makular, dan katarak (Artunay dkk., 2009).

Kekeruhan lensa katarak menurut kriteria Buratto dibagi menjadi 5, yaitu derajat

1, 2, 3, 4, dan 5 yang didasarkan pada kekeruhan nukleus lensa dan tajam penglihatan.

Pada penelitian ini menggunakan spesimen lensa dengan derajat kekeruhan 2, 3, 4, dan

5 karena tajam penglihatan pasien katarak terganggu pada derajat kekeruhan lensa

tersebut dan datang ke rumah sakit untuk minta pertolongan. Pemeriksaannya sederhana

tanpa alat-alat yang canggih. Bisa dengan senter pada keadaan pupil lebar. Kriteria

Burrato masih menjadi pemeriksaan standar untuk pasien katarak di RSUP Sanglah

Denpasar dan RS Indera Propinsi Bali. Kriteria Burrato juga praktis digunakan untuk

kegiatan di lapangan atau di luar rumah sakit terutama kegiatan skrining pasien katarak.

Pada studi-studi sebelumnya hanya membandingkan kadar SOD pasien katarak

senilis matur dengan imatur, pasien katarak senilis dengan pasien tanpa katarak senilis

sedangkan penelitian ini mencari hubungan atau korelasi antara kadar SOD dengan

derajat kekeruhan lensa. Penelitian ini memperoleh hasil seperti yang diharapkan, yaitu

adanya korelasi negatif yang sangat kuat (r= - 0,9) antara kadar SOD lensa dengan

derajat kekeruhan lensa yang bermakna secara statistik (p= 0,001). Hal ini membuktikan

fakta bahwa adanya penurunan aktivitas antioksidan (SOD) yang bertanggung jawab

terhadap ketidakseimbangan sistem redoks lensa yang mengarah kepada stres oksidatif

yang turut berperan dalam pembentukan katarak. Hasil ini didukung oleh penelitian

sebelumnya yang menyebutkan adanya penurunan aktivitas antioksidan pada pasien

katarak senilis bila dibandingkan dengan orang normal (Chakraborty dkk., 2007; Chang

dkk., 2013). Demikian juga terdapat perbedaan kadar antioksidan yang bermakna antara

Page 74: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

derajat kekeruhan lensa. Semakin keruh lensa, maka kadar antioksidannya akan semakin

menurun (Kisic dkk., 2012).

Hasil yang berbeda juga didapatkan oleh beberapa penelitian sebelumnya.

Adanya peningkatan kadar SOD eritrosit dapat meningkatan risiko katarak senilis tipe

nuklear (Delcourt dkk., 2003). Penelitian di Iran menemukan peningkatan aktivitas

SOD eritrosit pada pasien katarak dibandingkan dengan pasien tanpa katarak

(Nourmohammadi dkk., 2001). Hal tersebut dapat terjadi karena adanya respon

pertahanan tubuh terhadap serangan ROS, sehingga meningkatkan aktivitas antioksidan.

Adanya kerjasama antara antioksidan enzimatis dan nonenzimatis dalam melawan ROS.

Penurunan antioksidan nonenzimatis dapat memicu peningkatan antioksidan enzimatis,

sehingga dapat meminimalkan kerusakkan yang disebabkan oleh ROS (Chandrasena

dkk., 2006).

Proses terbentuknya katarak ditandai dengan terjadinya hidrasi akibat perubahan

tekanan osmotik atau perubahan permeabilitas kapsul lensa serta denaturasi protein

yang ditandai dengan peningkatan protein tidak larut air, sehingga terjadi kekeruhan

lensa (Sihota dan Tandan, 2007). Lensa katarak mempunyai tanda karakteristik berupa

degenerasi hidrofik, denaturasi protein, nekrosis, dan gangguan susunan serabut lensa

(Vaughan dkk., 2002).

Aktivitas SOD dapat dilihat dari banyaknya produk peroksidasi lipid dari setiap

organel. Tingginya aktivitas SOD dapat tergambarkan oleh rendahnya produk

peroksidasi lipid (Winarsi, 2007). Hasil akumulasi dari stres oksidatif menyebabkan

gangguan fungsi metabolisme lensa, agregasi protein lensa, peningkatan protein tidak

larut air (water insoluble protein), sehingga menyebabkan gangguan transparansi lensa

Page 75: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

dan terjadi katarak (El-Ghaffar dkk., 2007). Peran peroksidasi lipid dalam progresivitas

maturitas katarak senilis masih menjadi perdebatan (Kisic dkk., 2012; Miric dkk.,

2012). Komposisi lipid lensa berubah secara dramatis sesuai dengan peningkatan umur

akibat terjadinya stres oksidatif (American Academy of Ophthalmology Staff, 2011-

2012b). Proses peroksidasi lipid terjadi apabila senyawa radikal bebas bereaksi dengan

senyawa asam lemak tak jenuh ganda. Bentuk produk dari proses peroksidasi lipid ini

antara lain diena terkonjugasi, hidroperoksida dan senyawa-senyawa aldehida yang

salah satunya adalah MDA. MDA merupakan produk akhir dari peroksidasi lipid dalam

tubuh. Konsentrasi MDA yang tinggi menunjukkan adanya proses oksidasi pada

membran sel serta status antioksidan yang rendah (Winarsi, 2007; Kisic dkk., 2012).

Penurunan kadar SOD pada lensa katarak senilis disebabkan oleh beberapa hal,

yaitu secara alami dengan proses penuaan produksi SOD sudah menurun, pemakaian

SOD yang meningkat karena mengkonversikan radikal superoksida menjadi hidrogen

peroksida dan selanjutnya hidrogen peroksida sendiri akan menghambat aktivitas SOD

(Moyong dkk., 2012; Kaur dkk., 2014). Penurunan kadar SOD pada katarak senilis

mungkin juga disebabkan oleh denaturasi molekul enzim dan atau penurunan sintesis

enzim. Penurunan aktivitas SOD akan menyebabkan peningkatan konsentrasi H2O2

yang mengakibatkan pembentukan radikal hidroksil dari reaksi Fenton’s dan kemudian

akan membentuk radikal superoksida yang menginisiasi proses lipid peroksidasi di lensa

(Kisic dkk., 2012).

Penyebab yang tepat mengenai penurunan SOD pada katarak senilis belum

diketahui, kemungkinan disebabkan oleh penurunan ion logam penyusun SOD, seperti

Cu, Zn, dan Mn. Kemungkinan yang lain adalah bahwa dengan bertambahnya umur,

Page 76: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

kerentanan sel epitelial kapsul lensa meningkat terhadap stress oksidatif sebagai akibat

penurunan densitas sel oleh nekrosis dan apoptosis. Telah dibuktikan pula bahwa

lapisan sel epitelial pasien katarak yang berumur lebih dari 50 tahun lebih tipis daripada

pasien yang lebih muda. Dengan demikian diperkirakan bahwa sel epitelial dengan

densitas yang sudah menurun gagal melawan stres oksidatif karena tidak bisa

memproduksi antioksidan enzimatik secara memadai. Namun masih belum jelas apakah

penurunan aktivitas SOD tersebut adalah murni karena proses penuaan atau suatu

kondisi patologis (Rajkumar dkk., 2008).

Peningkatan MDA serum dan penurunan SOD plasma disertai penurunan Zn

serum pada pasien katarak senilis. Penurunan SOD mungkin disebabkan oleh penurunan

mRNA yang mengkodekan enzim SOD, perubahan atau modifikasi enzim SOD karena

stres oksidatif, dan lain sebagainya. Pada proses penuaan, ROS juga bisa merangsang

produksi antioksidan enzimatik sebagai suatu respon adaptasi sel terhadap stres

oksidatif. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pasien yang berhasil beradaptasi

dengan kondisi stres oksidatif akan terbentuk SOD serum yang cukup tinggi yang

melindunginya dari katarak senilis. Sebaliknya pasien yang tidak mampu beradaptasi

akan menderita katarak dan SOD serumnya akan rendah. Kemampuan adaptasi

seseorang sangat dipengaruhi oleh genetik dan lingkungannya.

Peningkatan umur akan berpengaruh pada penurunan produksi SOD dan di lain

pihak peningkatan produksi ROS, maka semakin banyak pula SOD yang terpakai untuk

menetralkan ROS. Lensa dengan tingkat kekeruhan yang rendah mencerminkan

aktivitas SOD yang cukup tinggi, sehingga mampu menangkal ROS dan kekeruhan

lensa dapat dihambat (Kaur dkk., 2014). Peneliti lain juga mempercayai bahwa semakin

Page 77: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

meningkatnya proses peroksidasi lipid yang ditandai dengan tingginya kadar MDA

berhubungan dengan peningkatan derajat kekeruhan lensa katarak senilis (Gupta dkk.,

2003; Artunay dkk., 2009).

Paparan stres oksidatif yang khronis dikatakan pula dapat mempercepat

maturitas katarak senilis. Lensa yang keruh menunjukkan adanya stress oksidatif yang

tinggi. Semakin keruh lensa, maka semakin tinggi stres oksidatifnya (Kaur dkk., 2012;

Miric dkk., 2012). Katarak mungkin dapat dicegah atau diperlambat dengan

menghambat akumulasi peroksidasi lipid di dalam lensa dan mempertahankan level

GSH dan fungsi GPX dan GST yang adekuat (Kisic dkk., 2012). Onset dan

progresivitas katarak senilis dapat diperlambat dengan pemberian asupan antioksidan.

Masyarakat sebaiknya dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan kaya SOD, seperti

rumput gandum, brokoli, melon, kubis, dan berbagai buah-buahan segar (Kaur dkk.,

2014).

Nilai aplikatif yang bisa diambil dari penelitian ini, yaitu dengan derajat

kekeruhan lensa katarak senilis dapat digunakan untuk memperkirakan kadar SOD

lensanya meskipun belum bisa digeneralisir pada populasi. Semakin tinggi derajat

kekeruhan lensanya, maka kadar SOD lensanya semakin rendah. Stres oksidatif

berperan dalam patogenesis katarak senilis dan SOD sangat berpengaruh dalam

progresivitas atau maturitas katarak senilis. Kadar SOD harus tetap dijaga agar tetap

optimal untuk melawan ROS, sehingga stres oksidatif dapat dihambat. Adanya

keseimbangan antioksidan dan ROS, maka kerusakan sel lensa dapat dihambat dan

terjadinya katarak senilis dapat dicegah atau ditunda onsetnya. Kadar SOD lensa dapat

Page 78: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

digunakan untuk menilai atau memperkirakan tingkat stres oksidatif di lensa, yaitu

makin tinggi kadar SOD lensa, maka akan makin rendah tingkat stres oksidatif di lensa.

Salah satu strategi dalam memperlambat onset katarak senilis adalah dengan

penggunaan antioksidan. Antioksidan dipertimbangkan pemberiannya pada pasien

berumur 40 tahun ke atas, diharapkan katarak senilis dapat dicegah atau setidaknya

memperlambat onset timbulnya katarak senilis. Beberapa peneliti mempercayai

pemberian atau asupan antioksidan diduga dapat memperlambat memperlambat onset

terjadinya katarak senilis (Artunay dkk., 2009; Kisic dkk., 2012). Konsumsi antioksidan

yang kurang juga dapat dikaitkan dengan berbagai bentuk katarak senilis (Michael dan

Bron, 2011). Pemberian antioksidan pada pasien katarak senilis sudah banyak

dipaparkan oleh peneliti. Pemberian asupan lutein/zeaxanthin dan vitamin E yang tinggi

dari makanan dan suplemen pada 35.551 orang wanita pegawai kesehatan profesional

menurunkan risiko katarak secara bermakna (Christen dkk., 2008). Pemberian vitamin

C dikombinasi dengan β karoten dan zinc dapat memberikan proteksi jangka panjang

terhadap terjadinya katarak dan juga dapat memperlambat progresivitas katarak senilis

terutama tipe nuklear. Antioksidan sendiri tidak harus selalu diperoleh dari obat-obatan.

Bahan makanan yang mengandung vitamin A, C, E, dan β karoten juga dapat bertindak

sebagai antioksidan non enzimatis, seperti buah-buahan, biji-bijian, dan kacang-

kacangan (Tan dkk., 2008). Aktivitas SOD eritrosit pada kaum pria yang diberi jus

tomat selama seminggu meningkat secara bermakna. Peningkatan SOD ini disebabkan

oleh kandungan antioksidan likopen dalam tomat dapat menghambat terjadinya reaksi

oksidasi (Bub dkk., 2000). Penemuan tersebut membuktikan bahwa aktivitas

antioksidan enzimatis sangat dipengaruhi asupan antioksidan nonenzimatis. Dalam hal

Page 79: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

ini, penting untuk memberikan edukasi kepada pasien mengenai pola makan, status

nutrisi dan gaya hidup untuk meningkatkan asupan antioksidan yang selanjutnya dapat

memberikan proteksi terhadap stres oksidatif, sehingga nantinya dapat melindungi

tubuh dari penyakit-penyakit degeneratif termasuk katarak senilis. Pemberian

antioksidan ditujukan utamanya untuk mencegah atau menunda onset terjadinya

katarak senilis, sehingga tindakan pembedahan katarak dapat dikurangi.

Pada penelitian ini terungkap bahwa oksidatif stres berperan dalam patogenesis

katarak. SOD sebagai salah satu antioksidan yang berperan melawan oksidatif stres

yang kadarnya semakin menurun signifikan seiring dengan bertambahnya kekeruhan

lensa. Mengingat katarak senilis adalah penyakit multifaktorial, maka diperlukan

penelitian lanjutan mengenai faktor- faktor lain yang turut berpengaruh dalam

patogenesis katarak senilis. Penelitian lebih lanjut juga diperlukan untuk mengetahui

peranan antioksidan enzimatis yang lain dan antioksidan nonenzimatis dalam

patofisiologi katarak senilis. SOD selain dapat diperoleh dari makanan, dapat juga

diperoleh dari sediaan langsung berupa kapsul. Bahkan dapat dilakukan suatu

penelitian uji klinis untuk meneliti efektivitas SOD dalam mencegah katarak senilis.

Dari hasil penelitian ini dapat dinyatakan bahwa adanya penurunan kadar SOD lensa

dapat dijadikan biomarker stres oksidatif pada katarak senilis.

Page 80: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

penurunan kadar SOD lensa berhubungan dengan peningkatan derajat kekeruhan lensa

pada katarak senilis.

7.2 Saran

Mengingat katarak senilis adalah penyakit multifaktorial, maka diperlukan

penelitian lebih lanjut untuk mencari faktor-faktor lain yang ikut berperan dalam

etiopatogenesis katarak senilis selain SOD.

Page 81: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophthalmology Staff. 2011-2012a. Lens and Cataract. United

State of America: American Academy of Ophthalmology. p. 5-74

American Academy of Ophthalmology Staff. 2011-2012b. Fundamental and Principles

of Ophthalmology. United State of America: American Academy of

Ophthalmology. p. 273-318

Artunay O., Uslu E., Unal M., Aydin S., Devranoglu K., dan Bahcecioglu H. 2009. Role

of Anti-Oxidant System and Lipid Peroxidation in the Development of Age-

Related and Diabetic Cataract. Glo Kat, 4:221-225

Ates O., Hamit H., Kocer I., Baykal O., dan Salman I.A. 2010. Oxidative DNA Damage

in Patients with Cataract. Acta Ophthalmologica, 88:891-895

Beebe D.C., Shui Y.B., dan Holekamp N.M. 2010. Biochemical Mechanism of Age-

Related Cataract. In: Levin L.A., Albert D.M. editors. Ocular Disease

Mechanisms and Management. Philadelphia: Saunders.p. 231-237

Behndig A., Svensson B., Marklund S.T., dan Karisson K. 1998. Superoxide Dismutase

in Human eye. Invest Ophthalmol Vis Sci, 39(3): 471-475

Berthoud V.M. dan Beyer E.C. 2009. Oxidative Stress, Lens Gap Junction and Cataract.

Antioxid Redox Signal, 11 (2): 339-353

Brian G. dan Taylor H. 2001. Cataract blindness challenges for 21st century. Bull of

World Health Organization, 79: 249-256

Bub A., Watzl B., Abrahamse L., Delince´ H., Adam S., Wever J., Muller H., dan

Rechkemmer G. 2000. Moderate Intervention with Carotenoid-Rich Vegetable

Products Reduces Lipid Peroxidation in Men. Journal of Nutrition, 130: 2200-

2206

Cabrera M.P. dan Chihuailaf R.H. 2011. Antioxidant and the Integrity of Ocular

Tissue. Veterinary Medicine International, 2011: 1-8

Cemelli, E., Baumgatner, A., dan Anderson, D. 2009, Antioxidant and The Commet

Assay. Mutation Research, 681: 51-67

Cekic S., Zlatanovic G., Cvetkovic T., dan Petrovic B. 2010. Oxidative Stress in

Cataractogenesis. Bosnian Journal of Basic Medical Sciences, 3: 265-269

Chakraborty I., Kunti S., Bandyopadhyay M., Dasgupta A., Chattopadhyay G.D., dan

Chakraborty S. 2007. Indian Journal of Clinical Biochemestry, 22(2): 109-113

Page 82: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Chandrasena L.G., Chackrewarthy S., Perera T.M., dan Silva D. 2006. Erythrocyte

Antioxidant Enzyme in Patient with Cataract. Annal of Clinical and Laboratory

Science, 36 (2): 201-204

Chang D., Zhang X., Rong S., Sha Q., Liu P., Han T., dan Pan H. 2013. Serum

Oxidative Enzyme Level and Oxidative Stress Product in Age-Related Cataract

Patients. Oxidative Medicine and Cellular Longevity, 2013: 1-7

Christen W.G., Liu S., Glynn R.J., Gaziano J. M., dan Buring J.E. 2008. Dietary

Carotinoids, Vitamin C and E, and Risk of Cataract in Women. Arch

Ophthalmol, 126(1): 102-109

Congdon N., West S.K., dan Buhrmann R.R., 200l. Prevalence of the differenttypes of

age–related cataract in an African population. Invest Ophthalmol Vis Sci 42:

2478-2482

Dahlan M.S. 2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Edisi ke-2. Jakarta:

Salemba Medika. p.17-21

Deepa K., Goud M., Nandini M., Kamoth A., Sudhir, dan Nayol B. 2011. Oxidative

Stress and Calcium Levels in Senile ang Type 2 Diabetic Cataract Patient.

Biochemistry, 2: 109-115

Delcourt C., Carriere I., Delage M., Descomps B., Cristol J.P., dan Papoz L. 2003.

Association of Cataract with Antioxidant Enzymes and Other Risk Factors.

Ophthalmology, 110: 2318-2326

Departemen Kesehatan RI. 2009. Data Penduduk Sasaran Program Pembangunan

Kesehatan 2007-2011. Pusat Data dan Informasi Departemen Kesehatan RI. p.

26

El-Ghaffar A.A., Aziz M.A., Mahmoud A.M., dan Al-Balkini S.M. 2007. Elevation of

Plasma Nitrate and Malondialdehyde in Patient with Age-Related cataract.

Middle East Journal of Ophthalmology, 14: 13-15

Fleiss J.L. 1981. Statistical Methods for Rates and Proportions. Second edition. New

York: John Wiley. p. 100-110

Friedman D.S., Congdon N.G., dan Kempen J.H., 2004. Prevalence of cataract and

Pseudophakia/Aphakia Among Adults in the United States. Arch Ophthalmol,

122: 487-494

Fujiwara H., Takigawa Y., Suzuki T., dan Nakata K. 1992. Superoxide dismutase

activity in cataractous lenses. Japanese Journal of Ophthalmology, 36(3): 273-

280

Gondhowiardjo T.D. dan Simanjuntak G.W.S. 2006. Panduan Manajemen Klinis

Perdami. Cetakan pertama. Jakarta: PP Perdami. p. 51-55

Page 83: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Goyal M.M., Vishwajeet P., Mittal R., dan Sune P. 2010. A Potential Correlation

between Systemic Oxidative Stress and Intracellular Ambiance of the Lens

Epithelia in Patients with Cataract. Journal of Clinical and Diagnostic Research,

4: 2061-2067

Gsianturi. 2004. Angka Kebutaan di Indonesia Tertinggi di Asia Tenggara. Available

from: http://www.AngkakebutaandiIndonesiatertinggidiAsia Tenggara.htm. Last

update: 15 Mei 2004

Gupta S.K., Trivedi D., Srivastava S., Joshi S., Halder N., dan Verma S.D. 2003.

Lycopene Attenuates Oxidative Stress Induced Experimental Cataract

Development: An In Vitro and In Vivo Study. Nutrition, 19: 794-799

Hiromichi, S., Yuichiro, Y., dan Berthold, K. 2008. Oxidative Stress and Antioxidants

in The Perinatal Period. In : Packer, L. and Helmut, S., editors. Oxidative Stress

and Inflammatory Mechanism in Obesity, Diabetes, and The Metabolic

Syndrome. London : CRC Press Taylor & Francis Group. p. 71-85

Ilyas S. 2008. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai penerbit FKUI. p. 212-

214

Jacques P.K., Chylack L.T., McGandy R.B., dan Hatz S.C. 1988. Antioxidant status in

person with and without Senile Cataract. Archive of Ophthalmology, 106(3):

337-340

Kanski J.J. 2003 Clinical Ophthalmology. 5th Edition. Windsor: Butterworth

Heinemann. p. 695-700

Katoh N., Jonasson F., Sasaki H., Kojima M., Ono M., Takahashi N., dan Sasaki K.

2001. Cortical lens Opacification in Iceland. Acta Ophthalmol Scand, 79: 154-

159

Kaur J., Kukreja S., Kaur A., Malhotra N., dan Kaur R. 2012. The Oxidative Stress in

Cataract Patiens. Journal of Clinical and Diagnostic Research, 6(10): 1629-

1632

Kaur S., Gujral U., dan Singh P. 2014. Research Article: Role of Superoxide Dismutase

in Cataract Patients. International Journal of Recent Scientific Research, 5(3):

669-672

Kisic B., Miric D., Zoric L., dan Ilic A. 2012. Role of Lipid Peroxidation in the

Pathologenesis of Age-Related Cataract. Intech, 21: 457-482

Kohen, R., dan Nyska, A. 2002. Oxidation of Biological System: Oxidative Stress

Phenomen, Antioxidants, Redox Reactions, and Methods for Their

Quantification. Toxicology Pathology. 30(6): 620-650

Page 84: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Kovacic P. dan Jacintho J.D. 2001. Mechanisms of Carcinogenesis: Focus On Oxidative

Stress and Electron Tranfer. Curr.Med.Chem, 8: 773-796

Lang G. 2006. Ophthalmology: A Pocket Texbook Atlas. Second Edition. Stuttgut, New

York: Thieme. p. 169-189

Leske M.C., Wu S.Y., dan Nemesure B. 2002. Risk Factors for Incidence Nuclear

Opacities. Ophthalmology, 109: 1303-1308.

Li H. 2003. Free Radical and Cataract. Free Radical in Biology and Medicine, 77(222):

1-23

Lindblad B.E. 2008. “Risk Factors for Age-Related Cataract a Prospective Cohort

Study” (thesis). Stockholm, Sweden: Karolinska Institutet

Michael R. dan Bron A.J. 2011.The ageing lens and cataract: a model of normal and

pathological ageing. Phil. Trans. R. Soc. B, 366: 1278-1292

Miric D., Kisic B., Zoric L., Dolicanin Z., Mitic R., dan Miric M. 2012. The Impact of

senile Cataract Maturity on Blood Oxidative Stress Markers and Glutathione-

Dependent Antioxidant: Relations with Lens Variables. J Med Biochem, 31:

164-92

Mitchell R.N. dan Contran R.S. 2008. Cell Injury, Cell Death, and Adaptations. In:

Kumar, Abas, Fausto, Mitchell, editors. Basic Pathology. Ed.8th

. Philadelphia:

Elsevier Saunders. p.1-30

Moyong K., Kawanpure H., Kamble P., Kaleon T., dan Padmanabha B.V. 2012. Study

on Oxidative Stress in Senile Cataract. International Journal of Health Sciences

and Research, 2(4): 8-12

Nishikiori T. dan Yamamoto K. 1987. Epidemiology of cataracts. Dev Ophthalmol,15:

24-27

Nirmalan P.K., Robin A.L., Katz J., Tielsch J.M., Thulasiraj R.D., Krisnadas R., dan

Ramakrishnan R. 2004. Risk Factors for Age Related Cataract in a Rural

Population of Southern India: The Aravind Comprehensive Eye Study. Br J

Ophthalmol, 88: 989-994

Noran N.H., Nooriah S., dan Mimiwati Z. 2007. The Association between Body Mass

Index and Age Related Cataract. Med J Malaysia, 62: 49-52

Nourmohammadi I., Gohari L., Moddares M., dan Ghayoumi-Javinani A. 2001.

Evaluation of Erythrocyte Glutation Peroxidase, Superoxide Dismutase and

Total Antioxidants in Cataract Patiens. Archives of Iran Medicine, 4(3): 123-126

Ohrloff C. dan Hockwin O.1984. Superoxide dismutase (SOD) in normal and

cataractous human lenses. Graefe’s Ach Clin Exp ophthalmol, 222: 79-81

Page 85: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Ozmen D., Ozmen B., Erkin E., Guner I., Habil S., dan Bayindir O. 2000. Lens

Superoxide Dismutase and Catalase Activities in Diabetic Cataract. Turkish

Journal of Endocrinology and Metaboilsm, 1: 1-4

Palmiere B. dan Sblendorio V. 2006. Oxidative Stress Detection: What For?. European

Review for Medical and Pharmacological Sciences, 10: 291-317

Pavani B.Ch., Kumar S.V., Ramarao J., Rau B.R., dan Mohanty S. 2012. Role of

Biochemical Marker for Evaluation of Oxidative Stress in Cataract. Int J Pharm

Bio Sci, 2(2): 178-184

Priyanti N.P.D.R. 2013. “Kadar Malondialdehyde Serum Pasien Katarak Senilis Matur

Lebih Tinggi daripada Katarak Senilis Imatur” (Tesis). Denpasar: Universitas

Udayana

Purushottam K. 2009. Cataract A Pilot Study. Indian J Ophthalmol, 55: 355-359

Rajkumar S., Praveen M.R., Gajjar D., Vasawada A.R., Alapure B., Patel D., dan Kapur

S. 2008. Activitas of superoxide dismutase isoenzymes in epithel cells derived from

different types of age-related cataract. J Cataract Refrat Surg, 34: 470-474

Sabanayagam C., Wang J.J., Mitchell P., Tan A.G., Tai E.S., Aung T., Saw S.M., dan

Wong T.Y. 2011. Metabolic Syndrome Components and Age-Related Cataract:

The Singapore Malay Eye Study. Invest Ophthalmol Vis Sci, 52: 2397-2404

Saraymen R., Kilic E., Yasar S., dan Cetin M. 2003. Influence sex and age on the

activity of antioxidant enzymes of polymorphonuclear leukocytes in healthy

subjects, Yosei Med J, 44: 9-14

Sawada H., Fukuchi T., dan Abe H. 2009. Oxidative stress marker in aqueous humor of

patients with senile cataracts. Curr Eye Res, 34: 36-41

Sihota R. dan Tandan R. 2007. Parson’s Diseases of The Eye. Indian: Elsevier. p. 247-

269

Spector A. 1995. Oxidative Stress-Induced Cataract: Mechanism of Action. FASEB J,

9:1173-1182

Soehardjo. 2004. “Kebutaan Katarak: Faktor-Faktor Risiko, Penanganan Klinis, dan

Pengendalian” (disertasi). Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Tabin G., Chen M., dan Espandar L. 2008. Cataract Surgery for the Developing World.

Curr Opin Ophthalmol, 19: 55-59

Tan A.G., Mitchell P., Flood V.M., Burlutsky G., Rochtchina E., Cumming R.G., dan

Wang J.J. 2008. Antioxidant nutrient intake and the long-term incidence of age-

related cataract: the Blue Mountains Eye Study. Am J Clin Nutr, 87: 1899-1904

Page 86: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Taylor H. 2000. Cataract: How much surgery do we have to do?. Br J Ophthalmol, 84:

1-2

Uçakahn O.O., Karel F., Kanpolat A., Devrim E., dan Durak I. 2006. Superoxide

dismutase activity in lens capsule of patients with pseudoexpoliation syndrome

and cataract. J Cataract Refract Surg, 22: 618-622

Valko, M., Rhodes,C.J., Moncol, J., Izakovic, M., dan Mazur, M. 2005. Free Radicals,

Metals and Antioxidant in Oxidative Stress-Induced Cancer, Chem. Biol.

Interact, 160: 1-40.

Valero M.P., Fletcher A.E., Stavola B.L., dan Alepúz V.C. 2007. Years of Sunlight

Exposure and Cataract: a Case-Control Study in a Mediterranean population.

BMC Ophthalmology, 7: 1-8

Vaughan D., Asbury T., dan Riordan-Eva P. 2002. General Ophthalmology. 14th

Edition. London: Pretice Hall Inc. p. 169-178

Vavvas D., Azar N.F., dan Azar D.T. 2002. Mechanism of disease: cataracts.

Ophthamol Clin N Am, 15: 49-60

Vinson J.A. 2006. Review: Oxidative stress in cataract. Pathophysiology, 13: 151-162

Virgolici B., Stoian I., Muskurel C., Maracine M., Popescu L., Moraru C., dan Dinu V.

2009. Systemic Redox Modification in Senile Cataract. Rom J Intern Med,

47(3): 279-287

William D.L. 2006. Oxidation, Antioxidants and Cataract Formation: A Literature

Review. Veterinary Ophthalmology, 9 (5): 292-298

Winarsi H. 2007. Antioksidan alami dan radikal bebas. Cetakan ke-2. Yogyakarta:

Kanisnus. p. 11-121

Wu R., Wang J.J., Mitchell P., Lamoureux E.L., Zheng Y., Rochtchina E., Tan A.G.,

dan Wong T.Y. 2010. Smoking, Sosioeconomic Factors, and Age-related

Cataract. Arch Ophthalmol, 128 (8): 1029-1035

Ziaulhak S.R. 2007. “Profil Penderita Katarak dan Pterigium di Kalimantan Timur

Analisis Faktor Resiko Paparan Sinar Ultraviolet” (tesis). Jakarta: Universitas

Indonesia

Zoric L., Elek-Vlajic S., Jovanovic M., Kisic B., Djokic O., Canadanovic V., Cosic V.,

dan Jaksic V. 2008. Oxidative stress intensity in lens and aqueous depending on

age-related cataract type and brunescense. European Journal of Ophthalmology,

18(5): 669-674

Page 87: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...
Page 88: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...
Page 89: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...
Page 90: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...
Page 91: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Lampiran 4. Penjelasan Penelitian

INFORMASI YANG DIBERIKAN KEPADA SUBYEK PENELITIAN

Penurunan Kadar Superoksida Dismutase Lensa Berhubungan dengan

Peningkatan Derajat Kekeruhan Lensa pada Katarak Senilis

Bapak dan ibu Yth,

Katarak senilis merupakan penyakit multifaktorial yang etiopatogenesisnya

belum diketahui secara pasti. Salah satu teori tentang etiopatogenesis katarak senilis

yang banyak berkembang adalah stres oksidatif. Stres oksidatif adalah suatu keadaan

ketidakseimbangan antara radikal bebas dengan antioksidan. Stres oksidatif dapat

timbul apabila pembentukan radikal bebas terjadi berlebihan disertai berkurang atau

menetapnya sistem pertahanan antioksidan. Seiring bertambahnya usia, akan

menyebabkan gangguan mekanisme proteksi antioksidan lensa mata sehingga terjadi

akumulasi radikal bebas yang berlebihan.

Salah satu anti oksidan alami berupa enzim yang terdapat dalam tubuh adalah SOD.

SOD mempunyai efek sangat kuat dan merupakan pertahanan tubuh pertama terhadap

serangan radikal bebas. SOD mampu mengubah radikal bebas paling reaktif dan paling

berbahaya, yaitu superoksida menjadi ion-ion tidak berbahaya. Kadar SOD lensa diduga

berhubungan erat dengan derajat kekeruhan lensa katarak senilis.

Kami akan melakukan penelitian apakah penurunan kadar SOD lensa berhubungan

dengan derajat kekeruhan lensa pada pasien katarak senilis. Bila Bapak/Ibu bersedia

menjadi sampel penelitian, kami akan mengambil lensa Bapak/Ibu yang telah dioperasi

untuk diperiksa kadar SOD-nya di Laboratorium Analitik Universitas Udayana di Bukit

Page 92: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Jimbaran. Biaya yang diperlukan untuk pemeriksaan akan ditanggung oleh peneliti. Jika

hasil pemeriksaan (kadar SOD) telah diketahui, maka hasil pemeriksaan tersebut akan

kami sampaikan kepada Bapak/Ibu. Hasil pemeriksaan akan dianalisis sesuai dengan

tujuan penelitian seperti yang dimaksud diatas. Dengan ikut serta dalam penelitian ini,

berarti Bapak/Ibu ikut berperan serta dalam pengembangan ilmu pengetahuan

khususnya etiopatogenesis dan perkembangan maturitas katarak senilis. Data mengenai

Bapak/Ibu akan kami rahasiakan.

Demikian penjelasan ini kami sampaikan, dan atas kesediaan Bapak/Ibu ikut serta

menjadi sampel atau koresponden dalam penelitian ini, kami sampaikan banyak terima

kasih. Bila ada hal-hal yang belum jelas, Bapak/Ibu dapat menghubungi peneliti dr. I

Putu Rustama Putra di nomor HP 08124611358.

Peneliti,

dr. I Putu Rustama Putra

Page 93: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Lampiran 5. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Umur :

Alamat :

Telepon :

Setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap mengenai maksud, tujuan dan manfaat

penelitian ini, maka menyatakan setuju dan bersedia ikut serta dalam penelitian ini.

Saya bersedia mentaati semua peraturan yang diberikan. Saya mempunyai hak untuk

mengundurkan diri dari penelitian ini bila saya menginginkan dan tidak akan merusak

hubungan dokter-pasien dengan saya.

Denpasar, ............................. 2013

Tanda tangan pasien Peneliti,

..................................... dr. I Putu Rustama Putra

Saksi

....................................

Page 94: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Lampiran 6. Kuisioner Penelitian

1. No Sampel :

2. No CM :

3. Tgl pemeriksaan :

4. Nama :

5. Umur :

6. Jenis Kelamin :

7. Pekerjaan :

8. Pendidikan :

9. Alamat :

( Tlp / HP: )

10. Riwayat merokok : merokok / tidak; jumlah ...... ; lama .......

11. Riwayat penyakit lain :

a. DM : Ada / tidak; lama ......

b. Hipertensi : Ada / tidak; lama ......

c. Jantung : Ada / tidak

d. Keganasan : Ada / tidak; jenis .......

12. Riwayat terapi :

a. AISN : Ada / tidak; lama ......

b. Kortikosteroid : Ada / tidak; lama ......

c. Imunosupresan : Ada / tidak; lama ......

d. Antioksidan (vitamin A & E) : Ada / tidak; lama ......

13. Vital sign : TD: ............ mmHg; N: ........ X/mnt; R: ........ X/mnt;

t: .........°C

14. Status General :

Page 95: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

15. Status oftalmologi

OD OS

Derajat.........................

VA

PH

Palpebra

Konjungtiva

Kornea

COA

Iris/Pupil

Lensa

Vitreus

Fundus

Derajat......................

16. Diagnosis :

17. Kadar SOD :

Page 96: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS UDAYANA

UPT. LAB. ANALITIK

Kampus Bukit Jimbaran, Telp. 0361701954, HP.082341777050

Nomor

Hal

: 091/UN14.24/UPTLA/2014

: Hasil Laboratorium

No. Pasien Identitas Derajat

Kekeruhan Lensa SOD (g/g

protein)

1 MTD 2 21,354

2 IWP 2 20,644

3 NNB 2 21,047

4 IWK 2 20,946

5 NKB 2 21,805

6 KTR 2 22,706

7 GNN 2 21,591

8 IKB 2 22,855

9 NWB 2 17,375

10 IWN 3 18,673

11 IKL 3 17,807

12 NKL 3 16,772

13 NKK 3 17,064

14 IWC 3 16,072

15 NWS 3 15,806

16 NNT 3 15,771

17 WYA 3 15,687

18 NKR 3 16,877

19 WCT 3 15,997

20 GMA 4 16,089

21 IWP 4 14,993

22 IKR 4 15,876

23 IKW 4 14,952

24 NWS 4 14,081

25 NNS 4 14,556

26 INS 4 14,883

27 NWN 4 13,775

28 DWK 4 13,681

KEPADA YTH:

dr. I P. Rustama Putra

di tempat

Page 97: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

29 MDK 4 12,906

30 GPY 4 12,881

31 IBK 4 12,094

32 IKS 4 12,074

33 IWM 4 12,042

34 NMT 5 13,768

35 KTS 5 14,025

36 SGR 5 12,869

37 NKD 5 11,973

38 NKP 5 12,806

39 INW 5 12,861

40 IKM 5 13,082

41 NWY 5 12,684

42 NNY 5 10,061

43 IKL 5 11,899

44 NSG 5 12,864

45 KST 5 11,841

46 NWR 5 10,662

47 WTJ 5 10,839

48 IMO 5 9,062

49 MRD 5 10,178

50 NMT 5 9,857

51 NKM 5 10,687

52 SKS 5 9,671

Bukit Jimbaran, 10 April 2014

Kepala UPT Laboratorium Kimia Analitik Unud

(Prof.Dr. Ir. Ida Bagus Putra Manuaba, MPhil)

Page 98: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Lampiran 8.

TABEL INDUK PENELITIAN

NO NAMA UMUR

JENIS

KELAMIN PENDIDIKAN PEKERJAAN DERAJAT

KEKERUHAN LENSA

KADAR SOD

1 NMT 62 W SD PETANI 5 13,678

2 GMA 68 W TIDAK WIRASWASTA 4 16,089

3 IWN 72 L SD PETANI 3 18,673

4 NWB 66 W TIDAK PETANI 2 17,375

5 IKR 71 L TIDAK PETANI 4 15,876

6 KTS 58 W SD PETANI 5 14,025

7 IKL 82 L TIDAK PETANI 3 17,807

8 MTD 72 L PT PNS 2 21,354

9 SGR 72 W SD IRT 5 12,869

10 NKD 82 W TIDAK PETANI 5 11,973

11 IWP 67 L SMP PETANI 4 14,993

12 NKP 60 W SD IRT 5 12,806

13 IKW 83 L SD PETANI 4 14,952

14 IWP 41 L SMU WIRASWASTA 2 20,644

15 NWS 64 W SD PETANI 4 14,081

16 NKL 67 W SMU WIRASWASTA 3 16,772

17 NKK 75 W SD IRT 3 17,064

18 NNS 54 W SD WIRASWASTA 4 14,556

19 NNB 63 W SD WIRASWASTA 2 21,047

20 INS 77 L SD WIRASWASTA 4 14,883

21 IWK 74 L SD PETANI 2 20,946

22 INW 75 W TIDAK PETANI 5 12,861

23 IKM 63 W SD IRT 5 13,082

24 IWC 69 L SD PETANI 3 16,072

25 NWS 57 W SD WIRASWASTA 3 15,806

26 NWN 69 W TIDAK IRT 4 13,775

27 NWY 65 W TIDAK PETANI 5 12,684

28 NNT 64 W SD PETANI 3 15,771

29 NKB 71 W SD IRT 2 21,805

30 NNY 79 W TIDAK PETANI 5 10,061

31 IKL 61 L SMP PETANI 5 11,899

32 NSG 90 L TIDAK PETANI 5 12,864

33 KST 88 W TIDAK PETANI 5 11,841

34 DWK 79 W PT PNS 4 13,681

35 MDK 78 W SMU IRT 4 12,906

36 NWR 67 W TIDAK PETANI 5 10,662

37 WTJ 85 L TIDAK PETANI 5 10,839

38 GPY 89 L SD PETANI 4 12,881

39 WYA 70 W TIDAK IRT 3 15,687

40 IBK 53 L SD WIRASWASTA 4 12,094

41 KTR 57 L SD PETANI 2 22,706

42 GNN 76 L SD PETANI 2 21,591

43 IMO 57 L SD PETANI 5 9,062

44 MRD 64 W SD WIRASWASTA 5 10,178

45 NMT 62 W SD PETANI 5 9,867

46 NKM 63 W SD IRT 5 10,687

47 IKS 71 L TIDAK PETANI 4 12,074

48 NKR 61 W SD IRT 3 16,877

49 WCT 69 L SD PETANI 3 15,997

50 IKB 67 L SD PETANI 2 22,855

51 IWM 78 L SD PETANI 4 12,042

52 SKS 70 W SD PETANI 5 9,671

Page 99: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Lampiran 9. OUT PUT SPSS

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid laki-laki 22 42.3 42.3 42.3

wanita 30 57.7 57.7 100.0

Total 52 100.0 100.0

Umur

N Valid 52

Missing 0

Mean 69.1731

Std. Error of Mean 1.36668

Median 69.0000

Mode 67.00

Std. Deviation 9.85527

Variance 97.126

Skewness -.038

Std. Error of Skewness .330

Kurtosis .375

Std. Error of Kurtosis .650

Range 49.00

Minimum 41.00

Maximum 90.00

Page 100: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak Bersekolah 15 28.8 28.8 28.8

SD 30 57.7 57.7 86.5

SMP 2 3.8 3.8 90.4

SMU 3 5.8 5.8 96.2

Perguruan Tinggi 2 3.8 3.8 100.0

Total 52 100.0 100.0

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Petani 31 59.6 59.6 59.6

Ibu Rumah Tangga 10 19.2 19.2 78.8

Wiraswasta 9 17.3 17.3 96.2

PNS 2 3.8 3.8 100.0

Total 52 100.0 100.0

Derajat Kekeruhan Lensa

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 2 9 17.3 17.3 17.3

3 10 19.2 19.2 36.5

4 14 26.9 26.9 63.5

5 19 36.5 36.5 100.0

Total 52 100.0 100.0

Page 101: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Kadar SOD Lensa pada Masing-Masing Derajat Kekeruhan Lensa

Derajat Statistic Std. Error

sod 2 Mean 21.14700 .534271

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 19.91497

Upper Bound 22.37903

5% Trimmed Mean 21.26167

Median 21.35400

Variance 2.569

Std. Deviation 1.602813

Minimum 17.375

Maximum 22.855

Range 5.480

Interquartile Range 1.460

Skewness -1.743 .717

Kurtosis 4.242 1.400

3 Mean 16.65260 .313435

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 15.94356

Upper Bound 17.36164

5% Trimmed Mean 16.59400

Median 16.42200

Variance .982

Std. Deviation .991170

Minimum 15.687

Maximum 18.673

Range 2.986

Interquartile Range 1.452

Skewness 1.027 .687

Kurtosis .354 1.334

Page 102: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

4 Mean 13.92021 .367344

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 13.12662

Upper Bound 14.71381

5% Trimmed Mean 13.90407

Median 13.92800

Variance 1.889

Std. Deviation 1.374475

Minimum 12.042

Maximum 16.089

Range 4.047

Interquartile Range 2.278

Skewness .000 .597

Kurtosis -1.178 1.154

5 Mean 11.66784 .343220

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 10.94676

Upper Bound 12.38892

5% Trimmed Mean 11.68166

Median 11.89900

Variance 2.238

Std. Deviation 1.496063

Minimum 9.062

Maximum 14.025

Range 4.963

Interquartile Range 2.686

Skewness -.161 .524

Kurtosis -1.249 1.014

Page 103: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Tests of Normality

derajat

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

sod 2 .266 9 .066 .825 9 .039

3 .221 10 .182 .880 10 .129

4 .127 14 .200* .934 14 .345

5 .173 19 .139 .939 19 .249

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Ranks

derajat N Mean Rank

sod 2 9 47.78

3 10 37.90

4 14 24.71

5 19 11.74

Total 52

Test Statisticsa,b

sod

Chi-Square 41.626

df 3

Asymp. Sig. .000

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable:

derajat

Page 104: penurunan kadar superoksida dismutase lensa berhubungan ...

Hubungan Kadar SOD lensa dengan Derajat Kekeruhan Lensa

(Uji Spearman)

Correlations

derajat sod

Spearman's rho Derajat Correlation Coefficient 1.000 -.900**

Sig. (2-tailed) . .000

N 52 52

Sod Correlation Coefficient -.900** 1.000

Sig. (2-tailed) .000 .

N 52 52

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).