Pentingnya Standarisasi Kurikulum Pesantren
-
Upload
nadzier-wiriadinata -
Category
Documents
-
view
391 -
download
10
description
Transcript of Pentingnya Standarisasi Kurikulum Pesantren
PENTINGNYA STANDARISASI KURIKULUM PESANTREN
Oleh : H. E. Nadzier Wiriadinata
Beberapa waktu yang lalu para pejabat dilingkungan Kantor Kementerian Agama pada
level Kabupaten/Kota agak kebingungan ketika banyak didatangi alumni pesantren untuk
meminta surat keterangan yang isinya menyatakan bahwa mereka pernah nyantri atau bahkan
lulusan sebuah pesantren. Alasannya adalah bahwa sertifikat/surat keterangan yang
dikeluarkan pesantren tidak diakui. Mereka sangat membutuhkan surat keterangan tersebut
karena akan dipergunakan untuk berbagai kepentingan, diantaranya untuk memenuhi
persyaratan pencalonan Kepala Desa, Calon Legislatif dan sebagainya. Permasalahan muncul
saat menentukan jenjang apa (SD/MI, MTS/SMP atau Aliyah/SMA) yang telah ditempuh
oleh santri pada pesantren tersebut. Memang ada Edaran Dirjen Pendis yang mengatur
tentang hal itu hanya sayangnya tidak tidak ada sinkronisasi antara materi kurikulum yang
tertuang dalam edaran yang dikeluarkan Dirjen Pendis dengan kenyataan kurikulum yang
berlaku di pesantren yang bersangkutan. Akhirnya semua bingung. Itu adalah sekelumit
ilustrasi dari realitas sosial yang dihadapi dunia pesantren di era globalisasi ini.
Maraknya Pendirian Sekolah Formal di Lingkungan Pesantren
Jika kita berbicara tentang peningkatan mutu pendidikan Islam tanpa melibatkan
pembahasan tentang pesantren, maka tentunya tidak akan pernah lengkap karena pesantren
adalah bagian yang tak terpisahkan dari sejarah pendidikan Islam itu sendiri. Sejarah
mencatat betapa pesantren dengan multi fungsi tradisionalnya telah mampu melahirkan anak-
anak bangsa yang dapat dibanggakan. Tetapi belakangan peran pesantren dengan multi
fungsi tradisionalnya tersebut mulai goyah dan dipertanyakan.
Ada kesan tertangkap oleh para pengamat pendidikan bahwa telah terjadi dis-orientasi
pada lembaga pondok pesantren . Salah satu indikator ketidak-jelasan arah/orientasi tersebut
adalah nampak pada fenomena begitu maraknya sekolah-sekolah umum formal didirikan
dilingkungan pondok pesantren sementara peningkatan kualitas pada aspek kurikulum
kesalafiyahannya malah terabaikan. Fenomena semacam itu mencemaskan kita selaku
Ummat Islam. Tentunya kita tidak menutup mata bahwa tidak sedikit pesantren salafiyah bisa
tetap berdiri dan terus berkibar karena mendirikan sekolah-sekolah formal. Yang menjadikan
kekhawatiran kita adalah kalau fenomena tersebut dibiarkan tanpa kendali justru
dikhawatirkan kelak akan mengikis secara perlahan peran pesantren yang handal sebagai
lembaga tafaqquh fiddin.
Bila kita kaji alasan atau penyebab fenomena maraknya sekolah-sekolah formal didirikan
didalam lingkungan pesantren, maka akan kita dapatkan sebuah jawaban yang membuat kita
terpaksa harus memakluminya. Pendirian sekolah-sekolah formal merupakan tindakan
pragmatis yang dilakukan para pimpinan pondok pesantren terhadap problematika yang
mereka alami. Ada dua penyebab fundamental kenapa para pimpinan pondok pesantren
melakukan langkah semacam itu : Pertama, Pesantren tidak memberikan sertifikat kelulusan
bagi para santrinya, kalaupun diberikan, sertifikat itu tidak diakui oleh pemerintah. Kedua,
bagian dari upaya untuk menarik minat masyarakat agar mau masuk pesantren.
Tidak ada yang salah dengan tindakan pragmatis yang dilakukan para pimpinan pondok
pesantren tersebut. Yang harus kita ingatkan kepada mereka adalah agar mereka jangan
pernah lupa akar historis pesantren sebagai lembaga pencetak kader ulama. Pesantren
bagaimanapun adalah aset bangsa yang tidak boleh kita biarkan tenggelam dalam ketidak-
jelasan orientasi. Pemerintah sepertinya sangat menyadari hal ini karena bagaimanapun
dalam perspektif pendidikan nasional, pendidikan pondok pesantren tradisional merupakan
bagian tak terpisahkan dari pendidikan nasional yang memberikan pencerahan bagi peserta
didik/santri secara integral, baik kognitif (knowlagde), afektif (atttitude) maupun
psikomotorik (skill).. Terbukti beberapa tahun belakangan ini pemerintah menampakkan
perhatian yang lebih apresiatif terhadap pesantren . Perhatian tersebut diwujudkan melalui
Undang-Undang Sisdiknas No 20 tahun 2003 yang kemudian ditindaklanjuti dengan lahirnya
PP 55 Tahun 2007.
Permasalahan Yang Dihadapi Pesantren
Untuk bisa meningkatkan kualitas pendidikan dilingkungan pondok pesantren pertama-
tama tentunya kita harus terlebih dahulu mengetahui kelemahan-kelemahan apa yang saat ini
dihadapi oleh pondok pesantren. Hemat penulis ada beberapa kelemahan ataupun
permasalahan yang dihadapi pondok pesantren saat ini yang harus menjadi bahan pemikiran
kita : (1) Sistem Pengelolaan belum mengacu kepada Sisdiknas dan SNP (2) Belum menjadi
pilihan utama (3) Kurangnya SDM yang memenuhi standar qualifikasi (4) Mutu dan
ketersediaan sarana dan prasarana yang masih terbatas (5) Adanya penurunan tingkat
kemandirian (6) Daya saing yang lemah (7) Layanan pendidikan kurang berjalan optimal,
termasuk didalamnya menyangkut kurikulum (8) Belum ada pengakuan legalitas terhadap
sertifikat yang dikeluarkan pesantren
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk menutupi kelemahan tersebut
memalui berbagai pendekatan (bantuan untuk bangunan fisik, beasiswa, pelatihan/lifeskill
dan sebagainya) tetapi itupun baru bisa dirasakan sebahagian kecil pesantren karena
keterbatasan anggaran pemerintah. Namun ada satu upaya yang belakangan ini sedang gencar
didengungkan ke seantero penjuru nusantara oleh pemerintah melalui Kementerian Agama
RI, yaitu program standarisasi kurikulum pondok pesantren.
Memang PMA (Peraturan Menteri Agama) sebagai penjabaran detail dari PP 55 2007
belum diterbitkan, namun demikian, Pemerintah melalui Kementrian Agama RI baru-baru ini
telah menerbitkan sebuah buku yang bejudul Pedoman Pengembangan Kurikulum Pesantren.
Ini tentunya merupakan sebuah terobosan kebijakan cerdas yang patut kita acungi jempol.
Pentingnya Standarisasi Kurikulum Pondok Pesantren
Salah satu aspek terpenting yang harus diprioritaskan dalam dunia pendidikan
dilingkungan pesantren saat ini memang kurikulum. Kurikulum merupakan salah satu
komponen penting dalam sistem pendidikan. Seperti kita ketahui, kurikulum memiliki 3
fungsi : (1) disamping sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan pada pondok pesantren
dan untuk memungkinkan pencapaian tujuan pendidikan pondok pesantren tersebut, (2) juga
bisa sebagai batasan dari suatu program kegiatan (bahan pengajaran) yang akan dijalankan
pada suatu semester, kelas, maupun pada tingkat/jenjang pendidikan tertentu. (3) dan sebagai
pedoman kyai/ustadz dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar, sehingga kegiatan
yang dilakukan Kyai/ustadz dan santri terarah pada tujuan yang telah ditentukan.
Standarisasi kurikulum adalah hal yang sangat mendesak dan rasional untuk segera
dilakukan pondok pesantren karena sangat bersentuhan langsung dengan kepentingan santri
dan pondok pesantren itu sendiri sebagai bagian upaya peningkatan kualitas pendidikan,
relevansi serta daya saing pondok pesantren. Disamping juga tuntutan dari Peraturan
Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Mengingat
pentingnya aspek kurikulum ini, maka sudah saatnya para pimpinan pondok pesantren lebih
memusatkan perhatian pada upaya pembenahan aspek vital tersebut.
Dalam kerangka inilah sebenarnya kehadiran buku Pedoman Pengembangan Kurikulum
Pesantren kita apresiasi. Buku pedoman tersebut bisa dijadikan rujukan baik oleh pejabat
dilingkungan Kementerian Agama Kabupaten/Kota maupun para pengelola pondok
pesantren.
Buku ini, seperti diakui oleh penerbitnya (Kementerian Agama RI), tidak dimaksudkan
sebagai upaya intervensi terhadap kemandirian lembaga-lembaga pendidikan keagamaan,
dalam hal ini pesantren, melainkan hanya sebagai rambu-rambu operasional yang bisa
dipedomani bagi pesantren yang ingin meningkatkan kualitas pendidikannya.
Buku Pedoman Pengembangan Kurikulum Pesantren sudah digulirkan oleh pemerintah.
Tinggal sekarang bagaimana respons para pimpinan pondok pesantren.
.
.