penting2

19
12 Universitas Indonesia BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori dan Konsep Tentang Menopause 2.1.1 Pengertian Menopause. Menopause dapat didefinisikan secara fisiologis maupun biokultural (Fairlie & Barbieri, 2007). Definisi fisiologis adalah berhentinya menstruasi, merupakan masa berakhirnya kemampuan reproduksi wanita (Ladewig, London, & Davidson, 2006). Sedangkan biokultural didefinisikan sebagai perubahan siklus hidup seorang wanita memasuki kedewasaan (Fairlie & Barbieri, 2007). Istilah menopause sebenarnya kurang tepat, karena menopause merupakan kejadian sesaat yaitu perdarahan haid yang terakhir. Istilah yang paling tepat adalah klimakterik atau klimakterium, yaitu fase peralihan antara pramenopause dan paska menopause. Klimakterium dibagi dalam beberapa fase (Baziad, 2003; Pillitteri, 2003; Wong, Perry, & Hockenberry, 2002), yaitu: a). Premenopause, adalah masa sekitar usia 40 tahun dengan dimulainya siklus haid yang tidak teratur, memanjang, sedikit atau banyak, kadang-kadang disertai nyeri. Pada analisa hormonal ditemukan kadar Folicel Stimulating Hormon (FSH) dan estrogen yang tinggi, atau normal sedangkan fase luteal stabil. b). Perimenopause, adalah fase peralihan antara pramenopause dan paska menopause. WHO (1996) dan North American Menopause Society (2000) mendefinisikan perimenopause sebagai dua hingga delapan tahun sebelum menopause dan satu tahun setelah menstruasi yang terakhir (Cheung, et al., 2004). Fase ini ditandai dengan siklus haid yang tidak Pengaruh Sosial…, Sari Sudarmiati, FIK UI, 2009

Transcript of penting2

Page 1: penting2

 

12 

Universitas Indonesia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori dan Konsep Tentang Menopause

2.1.1 Pengertian Menopause.

Menopause dapat didefinisikan secara fisiologis maupun biokultural

(Fairlie & Barbieri, 2007). Definisi fisiologis adalah berhentinya

menstruasi, merupakan masa berakhirnya kemampuan reproduksi wanita

(Ladewig, London, & Davidson, 2006). Sedangkan biokultural

didefinisikan sebagai perubahan siklus hidup seorang wanita memasuki

kedewasaan (Fairlie & Barbieri, 2007). Istilah menopause sebenarnya

kurang tepat, karena menopause merupakan kejadian sesaat yaitu

perdarahan haid yang terakhir. Istilah yang paling tepat adalah

klimakterik atau klimakterium, yaitu fase peralihan antara pramenopause

dan paska menopause.

Klimakterium dibagi dalam beberapa fase (Baziad, 2003; Pillitteri, 2003;

Wong, Perry, & Hockenberry, 2002), yaitu: a). Premenopause, adalah

masa sekitar usia 40 tahun dengan dimulainya siklus haid yang tidak

teratur, memanjang, sedikit atau banyak, kadang-kadang disertai nyeri.

Pada analisa hormonal ditemukan kadar Folicel Stimulating Hormon

(FSH) dan estrogen yang tinggi, atau normal sedangkan fase luteal stabil.

b). Perimenopause, adalah fase peralihan antara pramenopause dan paska

menopause. WHO (1996) dan North American Menopause Society

(2000) mendefinisikan perimenopause sebagai dua hingga delapan tahun

sebelum menopause dan satu tahun setelah menstruasi yang terakhir

(Cheung, et al., 2004). Fase ini ditandai dengan siklus haid yang tidak

Pengaruh Sosial…, Sari Sudarmiati, FIK UI, 2009

Page 2: penting2

13 

 

Menopause

 

 

 

 

40 45 50 51 65

teratur. Sebagian besar wanita mengalami siklus haid lebih dari 38 hari,

yang lain siklus haidnya kurang dari 18 hari. Kadar FSH, LH, dan

estrogen sangat bervariasi (normal, tinggi, atau rendah). c). Menopause.

Bila seorang wanita tidak haid selama 12 bulan dan kadar FSH darah >35

mIU/ml dan kadar estradiol < 30 pg/ml maka wanita tersebut telah

mengalami menopause. d). Paska menopause, masa setelah menopause

sampai dengan senium yang dimulai setelah 12 bulan amenorea. Kadar

FSH dan LH sangat tinggi (> 35 mIU/ml), dan kadar estradiol sangat

rendah (< 30 pg/ml). Fase klimakterik dapat dilihat dalam gambar

dibawah ini:

Gambar 2.1. Fase Klimakterium Sumber: Baziad, 2003

Klimakterik/klimakterium

Perimenopause

Paskamenopause Premenopause

2.1.2 Jenis Menopause

Menopause dibedakan menjadi menopause alami dan menopause

prematur (premature menopause/premature ovarian failure

(POF)/menopause awal/menopause prekok). Menopause alami

disebabkan karena atresia oosit dalam ovarium yang mengakibatkan

Universitas Indonesia

Pengaruh Sosial…, Sari Sudarmiati, FIK UI, 2009

Page 3: penting2

14 

 

peningkatan FSH dan LH, dan berdampak terhadap penurunan estrogen

(May & Mahlmeister, 2000). Menopause prematur adalah terjadinya

menopause sebelum usia 40 tahun (NAMS, 2004). Penyebab timbulnya

menopause prematur diantaranya adalah penggunaan obat diet,

pengangkatan kedua ovarium, penyinaran terhadap kedua ovarium, efek

samping kemoterapi, penyakit-penyakit autoimun, aberasi kromosom, dan

lain-lain (Baziad, 2003).

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Usia Menopause

Usia menopause pada setiap wanita berbeda-beda. Pillitteri, 2003 dan

WHO, 1996 mengatakan bahwa wanita umumnya memasuki menopause

pada usia 45 hingga 55 tahun. Wanita di Barat rata-rata memasuki

menopause pada umur 51 tahun. Wanita di Amerika rata-rata mengalami

menopause umur 50,5 tahun (Nichols, et.al., 2006). Jacobsen, Heuch, dan

Kvale (2002) mengatakan bahwa wanita Norwegia rata-rata mengalami

menopause pada umur 48,4 tahun. Sebanyak 2,8% wanita Norwegia

mengalami menopause sebelum berumur 40 tahun, dan 1,6% setelah

berumur 55 tahun. Wanita Italia mengalami menopause rata-rata pada

umur 50,9 tahun (Mechia, et.al, 2000), sedangkan wanita Singapura rata-

rata pada umur 49,1 tahun (Chim, et. al, 2002). Usia menopause alami

dipengaruhi oleh kombinasi genetik, reproduksi, dan gaya hidup

(Henderson, et al. 2008). Hasil penelitian lain juga menyatakan bahwa

usia menopause berhubungan dengan usia menarke, BMI, status

perkawinan dan jumlah anak, penggunaan kontrasepsi oral, usia ibu dan

saudara perempuan saat menopause, merokok, status sosial ekonomi

(Melby, Lock, & Kaufert, 2005; Palmer, Rosenberg, Wise, Horton,

Lucile, & Campbell, 2003; Jugqe, 2008).

Universitas Indonesia

Pengaruh Sosial…, Sari Sudarmiati, FIK UI, 2009

Page 4: penting2

15 

 

2.1.4 Dampak Menopause

Keluhan yang dialami oleh wanita menopause yaitu keluhan vasomotorik

(hot flushes), keluhan somatik (sakit pinggang, nyeri tulang dan otot,

nyeri pada daerah kemaluan), keluhan psikis (stres dan depresi),

gangguan tidur, penurunan fungsi kognitif dan sensorik, penurunan

libido, demensia, dan lain-lain (Baziad, 2003). Keluhan fisik dan

psikologis sebagian besar terjadi pada masa perimenopause dimana

wanita perimenopause melaporkan lebih banyak keluhan sakit kepala,

gangguan tidur, sakit punggung, nyeri persendian, lelah, hot flushes, dan

kejadian depresi yang lebih tinggi dibandingkan wanita premenopause

dan paska menopause (Bosworth, 2005; Bromberger, Meyer, et.al., 2001;

Brown, Mishra, & Dobson, 2002; Tam, Stucky, Hanson, & Perry, 2000;

Torpy, Writer, & Lynm, 2003; Utian, 2005).

Australasian Menopause Society (2008) menggambarkan bahwa

penurunan estrogen memiliki dampak atau pengaruh jangka pendek dan

jangka panjang pada wanita menopause. Efek jangka pendek meliputi:

2.1.4.1 Hot flushes

Yaitu semburan panas yang berawal dari dada kemudian

menjalar kedaerah wajah dan leher. Rata-rata wanita mengalami

hot flushes 4.6 kali dan night sweat 1.9 kali perhari (Reed, et.al.,

2007).

2.1.4.2 Night sweat yaitu hot flushes yang terjadi ketika tidur di malam

hari.

2.1.4.3 Gangguan tidur

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Reed et.al., (2007)

menyatakan bahwa 43% dari 341 wanita mengalami gangguan

tidur yang parah.

Universitas Indonesia

Pengaruh Sosial…, Sari Sudarmiati, FIK UI, 2009

Page 5: penting2

16 

 

2.1.4.4 Perubahan mood, seperti irritability, cemas, mood swings.

2.1.4.5 Perubahan sex drive

2.1.4.6 Perubahan vagina, yang menjadi tipis, berkurangnya lubrikasi

dan elastisitas.

2.1.4.7 Perubahan kulit, dimana kulit menjadi kering, tipis, dan

berkurang keelastisitasannya

2.1.4.8 Perubahan urinary, yaitu hilangnya tonus otot bladder sehingga

mengakibatkan terjadinya inkontinensia stress pada wanita.

Selain hal tersebut, saluran perkemihan lebih rentan terhadap

infeksi.

2.1.4.9 Perubahan lainnya seperti sakit kepala, dada berdebar-debar,

peningkatan jumlah rambut pada wajah, penurunan konsentrasi

dan daya ingat.

Menopause juga mengakibatkan efek jangka panjang terhadap kesehatan

wanita yaitu osteoporosis dan penyakit jantung koroner. Penelitian yang

dilakukan oleh Jacobsen, et.al. (2003) menyatakan bahwa penyebab

kematian utama pada wanita Norwegia yang menopause adalah penyakit

jantung iskemik (18%), stroke (19,2%), kanker (5,7%), penyebab lain

(42,2%), violent death (3,2%), dan tidak diketahui (0,8%).

Selain mempunyai dampak terhadap kesehatan wanita itu sendiri,

perubahan mood pada wanita menopause dapat mempengaruhi hubungan

antara wanita dengan keluarga ataupun wanita dengan lingkungan di

sekitarnya (Ladewig, London, & Davidson, 2006; Svenson 2005).

Perubahan mood tersebut disebabkan karena penurunan estrogen.

Penurunan estrogen pada wanita menopause mengakibatkan penurunan

sintesis serotonin yang menyebabkan terjadinya depresi, cemas,

gangguan tidur, irritability, dan peningkatan sensitifitas nyeri. Selain itu,

Universitas Indonesia

Pengaruh Sosial…, Sari Sudarmiati, FIK UI, 2009

Page 6: penting2

17 

 

penurunan estrogen juga mengakibatkan penurunan endorphine,

merupakan pencetus terjadinya perubahan mood dan depresi (Reeder,

Martin & Griffin, 1997). Depresi yang terjadi pada wanita menopause

dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu: riwayat depresi, kurangnya

support sosial, hilangnya kemampuan reproduksi, kekerasan dalam rumah

tangga, penyalahgunaan obat-obatan atau alkohol, dan sumber stres dalam

kehidupan (American Menopause Society, 2008).

Pada dasarnya keluhan yang dialami oleh wanita menopause sangat

bervariasi, salah satunya ditentukan oleh budaya. Penelitian yang

dilakukan pada wanita di India, Indonesia, Hongkong, Jepang, Singapura,

Cina, Korea, Thailand, Malaysia, dan wanita Afrika yang tinggal di Israel

dan Taiwan menunjukkan bahwa mereka menyatakan keluhan hot flushes

dan night sweat yang lebih rendah bila dibandingkan dengan wanita di

Eropa dan Amerika Utara (Melby, et.al, 2005).

Hasil penelitian yang lain pada wanita menopause di Cina menyatakan

bahwa gejala yang umum dialami oleh wanita Cina adalah hot flushes,

osteoporosis, dan kulit kering, sedangkan keluhan depresi sangat jarang

terjadi (Zhao, 2003). Wanita Kaukasia lebih sering mengalami keluhan

psikosomatik dan wanita Afrika-Amerika lebih banyak mengalami

keluhan vasomotor (NAMS, 2004).

2.2 Gambaran Umum Respon Psikologis Terhadap Menopause

Respon psikologis wanita terhadap menopause bervariasi, tergantung dengan

budaya tempat dimana wanita tersebut tinggal (Hall, 2007) dan jenis menopause

(Liao, Wood, & Conway, 2000). Penelitian pada wanita pedesaan di Irish

menunjukkan bahwa menopause merupakan suatu hal yang alami dari proses

penuaan, perasaan puas telah berhasil mengantarkan keluarganya pada masa

Universitas Indonesia

Pengaruh Sosial…, Sari Sudarmiati, FIK UI, 2009

Page 7: penting2

18 

 

dewasa, dan tidak diikuti oleh kesakitan (Carolan, 2006). Reynold (2000)

menggambarkan bahwa wanita yang bekerja merasakan malu, kacau, perasaan

tenggelam di tempat bekerja karena hot flushes yang dialami, perasaan tersebut

terutama dirasakan pada suasana formal (meeting) dan didepan kolega pria. Hal

ini disebabkan wanita beranggapan pria memiliki persepsi negatif terhadap

wanita menopause.

Penelitian yang dilakukan oleh Bromberger, et.al. (2003) menyatakan wanita

menopause mengalami gejala mood (gampang marah, sedih, dan gelisah),

dimana gejala mood tersebut ditemukan lebih tinggi pada wanita bukan ras

Hispanik Kaukasia dibandingkan dengan wanita Afrika-Amerika, Jepang-

Amerika, dan Cina-Amerika. Selain mengalami gejala mood diatas, wanita

menopause di Kota Puebla, Meksiko juga merasakan perasaan tidak menarik,

yang lain mengatakan merasa lengkap, penting, dan berhasil (Sievert &

Hernandez, 2003).

Penelitian lain pada wanita di Australia menyatakan bahwa wanita Australia

mengalami kesulitan dalam proses penuaan, dimana wanita mengalami depresi,

ketakutan menjadi tua, tidak bahagia, mood swings, kesepian, kehilangan rasa

hormat, harga diri, dan kebanggaan (Berger & Wenzel, 2001). Wanita Hispanik

juga mengalami depresi dan perasaan sedih saat menopause, hal ini disebabkan

karena wanita memiliki self image untuk “melayani” keluarganya tanpa boleh

mengeluh mengenai gejala menopause (Peapack, 2003). Masyarakat Asia juga

menganggap mengeluh saat menopause merupakan sesuatu yang negatif (Papini,

et.al., 2002).

Pada wanita yang mengalami menopause sebelum berumur 40 tahun dilaporkan

memiliki tingkat stress dan depresi yang lebih tinggi, harga diri yang rendah, dan

kepuasan hidup yang lebih rendah bila dibandingkan dengan wanita yang

Universitas Indonesia

Pengaruh Sosial…, Sari Sudarmiati, FIK UI, 2009

Page 8: penting2

19 

 

mengalami menopause alami (American Nurses Association, 2001). Wanita yang

mengalami menopause karena operasi memiliki perilaku lebih negatif

dibandingkan dengan wanita perimenopause dan wanita paska menopause

(Papini, et.al., 2002).

Sulit tidaknya wanita memasuki masa transisi perimenopausal ditentukan oleh

sistem suport sosial, budaya, harapan, perilaku wanita (terutama self image),

pendidikan, keyakinan (Sievert & Hernandez, 2003). Wanita yang memiliki

keyakinan religius dan spiritual yang negatif memiliki risiko lebih besar untuk

terjadinya depresi (Herrera, et.al, 2002).

Masa transisi menopause dipengaruhi oleh harapan dan pengalaman keluarga

(Mansfield & Voda, 1993). Wanita belajar dari pengalaman ibunya terhadap

menopause. Bila ibu tidak mengalami keluhan, maka wanita beranggapan bahwa

dirinya demikian pula (Dillaway, 2007).

2.3 Gambaran Umum Koping Wanita Yang Mengalami Menopause

Terjadinya distress pada wanita menopause dihubungkan dengan mekanisme

koping yang tidak adekuat (Becker, et.al., 2001). Koping adalah setiap upaya

yang diarahkan pada pelaksanaan stres termasuk upaya dan mekanisme

pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri dari masalah (Stuart &

Sundeen, 2005). Menurut Keliat (1999), koping adalah cara yang dilakukan

individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan,

serta respon terhadap situasi yang mengancam. Lazarus (2000) mendefinisikan

koping sebagai perubahan kognitif dan perilaku secara tetap untuk mengatasi

tuntutan internal ataupun ekternal yang melebihi sumber individu. Dari definisi

tersebut maka yang disebut koping adalah suatu cara yang digunakan individu

untuk menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi

secara kognitif dan perilaku.

Universitas Indonesia

Pengaruh Sosial…, Sari Sudarmiati, FIK UI, 2009

Page 9: penting2

20 

 

Koping tidak selalu berarti reaksi dalam menyelesaikan masalah. Namun juga

meliputi upaya menghindari, mentoleransi, meminimalkan atau menerima

kondisi yang penuh dengan tekanan tersebut. Koping dibagi menjadi dua yaitu

mekanisme koping adaptif dan maladaptif (Kozier,et.al, 2004). Koping adaptif

adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan,

belajar dan mencapai tujuan (Stuart & Sundeen, 2005), seperti relaksasi,

berbicara dengan orang lain, latihan dan aktifitas yang konstruktif, dan

memecahkan masalah secara efektif. Koping ini berfokus pada masalah dan

bersifat aktif (Lazarus, 2000). Koping maladaptif adalah mekanisme koping yang

menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan

cenderung menguasai lingkungan. Yang termasuk koping maladaptif yaitu tidak

makan ataupun makan berlebihan, menghindar, bekerja berlebihan. Koping

maladaptif yang dilakukan wanita menopause dapat membawa dampak yang

cukup serius seperti terjadinya stres dan depresi pada wanita.

Terdapat beberapa sumber koping pada wanita menopause (Kozier, et.al, 2004)

yaitu: internal dan eksternal. Sumber internal dipengaruhi oleh karakter

seseorang, meliputi kesehatan dan energi, sistem kepercayaan, komitmen atau

tujuan hidup, dan perasaan seseorang seperti: harga diri, pengetahuan,

keterampilan pemecahan masalah, dan keterampilan sosial. Sumber ekternal

meliputi tiga kategori yaitu: kategori informasi yang membuat orang percaya

bahwa dirinya diperhatikan atau dicintai (dukungan emosional); kategori

informasi yan membuat seseorang merasa bahwa dirinya dianggap atau dihargai

(dukungan harga diri); dan kategori informasi yang membuat seseorang merasa

bahwa dirinya merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan saling

ketergantungan.

Universitas Indonesia

Pengaruh Sosial…, Sari Sudarmiati, FIK UI, 2009

Page 10: penting2

21 

 

Cara untuk mengatasi gangguan emosional saat menopause (depresi, takut, mood

swing) adalah dengan mencari aktifitas yang menenangkan diri seperti meditasi,

yoga, nafas pelan/dalam, mencari jalan keluar yang membantu, berhubungan

dengan keluarga dan komunitas, dan memelihara hubungan pertemanan

(Thacker, 2007, ¶ 4, http://www. womenshealthcenter.clevelandclinic.org.com,

diperoleh tanggal 20 Pebruari 2009). Fiset (2006) dan Rees (2006), mengatakan

bahwa hipnosis, akupuntur, akupresure, hidroterapi, aromaterapi, terapi cahaya,

terapi musik, massage, support group, dapat digunakan sebagai cara dalam

mengatasi gangguan emosional saat menopause.

Gangguan atau keluhan fisik yang timbul saat menopause dapat dikurangi

dengan berbagai cara seperti self help, terapi komplementer ataupun pengobatan

medis (terapi sulih hormon) (Stoppard, 2002). National Institute of Health (2005)

dan Stoppard (2002) menyatakan bahwa hot flushes dapat dikurangi dengan

menggunakan pakaian yang berwarna terang dan berbahan katun, menggunakan

kipas angin, diet, latihan secara teratur, konsumsi vitamin E, relaksasi. Gangguan

tidur dapat dikurangi dengan mandi air hangat, minum susu sebelum tidur,

menggunakan baju tidur dari katun, latihan setiap hari. Pencegahan osteoporosis

dapat dilakukan dengan olahraga, konsumsi vit D dan kalsium, diet yang tepat.

Sedangkan untuk mencegah penyakit jantung dapat dilakukan dengan diet,

olahraga, konsumsi vitamin E dan C, menghindari rokok, dan mempertahankan

berat badan agar stabil. Penggunaan lotion berbahan dasar air dapat mengurangi

nyeri saat intercourse (Leventhal, 2000).

Penelitian yang dilakukan oleh Reynold tahun 2000 menyatakan bahwa wanita

bekerja mengenakan pakaian yang terang dan berlapis, berbicara dengan teman,

dan membawa kipas angin mini dalam tasnya sebagai cara mengatasi keluhan hot

flushes. Wanita Cina menggunakan pengobatan herbal untuk mengontrol keluhan

Universitas Indonesia

Pengaruh Sosial…, Sari Sudarmiati, FIK UI, 2009

Page 11: penting2

22 

 

yang dialami saat menopause (Zhao, 2003). Pengobatan herbal dilakukan juga

oleh wanita Q’eqchi Maya (Michel, et al. 2007) .

Zhao (2003) menemukan bahwa wanita Cina mengunjungi dokter dikarenakan

mereka tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya ketika menopause bukan

dikarenakan karena mengalami keluhan yang berat. Penelitian lain yang

dilakukan oleh Nagata (2004), menyatakan bahwa konsumsi kacang-kacangan

atau phytoestrogen dapat mengurangi keluhan saat menopause.

2.4 Penelitian Terkait Sosial Budaya Pada Wanita Menopause

Persepsi dan pengalaman seseorang terhadap menopause dipengaruhi oleh sosial

budaya dimana wanita tersebut tinggal (Ojanlatva, et.al, 2006; Mahadeen, et.al,

2008; Shiu Yun, 2003). Koentjaraningrat (2002) menggambarkan budaya sebagai

seluruh dari pikiran, karya, dan hasil karya manusia yang tidak berakar kepada

nalurinya, dan hanya bisa dicetuskan oleh manusia sesudah proses belajar.

Budaya menggambarkan sifat non fisik, seperti nilai, keyakinan, sikap atau adat

istiadat yang diikuti oleh sekelompok masyarakat dan diwariskan dari satu

generasi ke generasi berikutnya.

Budaya diartikan sebagai way of life (modern, tradisional, ataupun warga

pendatang) (Hall, 2007; Callister, et.al., 2005). Leinenger (2002) dalam Tomey

& Alligood (2006) membagi dimensi sosial budaya menjadi 7 faktor, yaitu:

2.4.1 Faktor teknologi

Persepsi dan motivasi wanita dan keluarga tentang penggunaan dan

pemanfaatan teknologi kesehatan yang digunakan atau dipilih untuk

mengatasi keluhan saat menopause. Terapi sulih hormon dapat digunakan

oleh wanita untuk mengurangi keluhan saat menopause (Pines, et.al, 2008).

Akupuntur dapat digunakan untuk mengatasi hot flushes (Kim, 2008).

Penelitian yang dilakukan oleh Jassim (2009) menyatakan bahwa wanita

Universitas Indonesia

Pengaruh Sosial…, Sari Sudarmiati, FIK UI, 2009

Page 12: penting2

23 

 

Bahraini yang menggunakan terapi sulih hormon masih terbatas. Hal ini

dipengaruhi oleh minimnya pengetahuan wanita tersebut mengenai manfaat

terapi sulih hormon.

2.4.2 Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors)

Agama yang dianut, keyakinan dan kebiasaan yang dilakukan berkaitan

dengan agama dan budaya yang diyakini terkait dengan menopause.

Menopause dapat dipandang atau diartikan sebagai proses alami ataupun

sebagai suatu hal yang membutuhkan penanganan medis (Richters, 2000).

2.4.3 Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)

Partisipasi dan peran wanita dalam keluarga dan masyarakat. Status

pernikahan, peran wanita, hubungan dengan partner intim/suami, dan

suport sosial memberikan makna dan arti berbeda terhadap transisi

menopause (Avis, et.al., 2004; Richters, 2000; Melby, Lock & Kaufert,

2005). Wanita yang tidak menikah cenderung lebih mudah menerima

menopause (Olaoroyun & Lawoyin, 2008). Pada wanita yang memiliki

fokus peran pada keluarga, kepergian anak dapat mengakibatkan perasaan

tidak berguna dan kesepian (Nosek, 2008).

Wanita yang memiliki masalah dengan partnernya, beresiko memiliki

keluhan mood saat menopause (Jean Hailes Foundations, ¶ 14,

http://www.managingmenopause.org.au/content/view/68/57/, diperoleh

tanggal 25 Pebruari 2009). Hal ini disebabkan karena interaksi dalam

keluarga merupakan konstruksi pendukung yang dominan saat menopause.

Wanita yang memiliki interaksi negatif dalam keluarga cenderung lebih

banyak memiliki keluhan saat menopause dan membutuhkan penanganan

medis. Sebaliknya wanita dengan interaksi positif di keluarga memandang

suami sebagai pendukung (Dilaway, 2008).

Universitas Indonesia

Pengaruh Sosial…, Sari Sudarmiati, FIK UI, 2009

Page 13: penting2

24 

 

2.4.4 Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)

Pandangan wanita dan masyarakat dilihat dari nilai budaya yang

mendukung ataupun yang kurang mendukung terhadap wanita menopause.

Masyarakat dapat menganggap wanita menopause sebagai orang yang

harus dihormati dan dihargai ataupun orang yang dianggap tidak berguna

dan diremehkan (Braun, K, 2006, ¶ 4, http://www.womhealth.org.au,

diambil tanggal 1 Maret 2009. Pandangan masyarakat yang menganggap

tubuh sebagai simbol feminitas dapat membuat wanita merasa sulit

melewati masa transisi menopause (Berger & Wenzel, 2001). Gaya hidup

dapat mempengaruhi keluhan yang dirasakan ketika menopause. Diet dapat

mengurangi terjadinya hot flushes (Dormire & Howharn, 2007). Wanita

yang merokok dilaporkan mengalami keluhan yang lebih banyak saat

menopause dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok (Gold, Block,

et.al, 2004; Gold, Strenfeld, et.al, 2000).

2.4.5 Faktor politik dan hukum (political and legal factors)

Kondisi politik dalam masyarakat yang dapat mempengaruhi kesehatan

wanita menopause. Misalnya program pemerintah berkaitan dengan

kesehatan wanita menopause, program posyandu lansia.

2.4.6 Faktor ekonomi (economical factors)

Tingkat sosial ekonomi dapat mempengaruhi keluhan yang dirasakan

wanita saat menopause. Wanita yang mengalami kesulitan dalam

memenuhi kebutuhan dasarnya (sosial ekonomi rendah) dilaporkan lebih

banyak mengalami keluhan saat menopause (Gold, Strenfeld et.al, 2000).

2.4.7 Faktor pendidikan (educational factors)

Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi penerimaan terhadap menopause.

Wanita yang memiliki pendidikan formal yang rendah cenderung lebih

Universitas Indonesia

Pengaruh Sosial…, Sari Sudarmiati, FIK UI, 2009

Page 14: penting2

25 

 

menerima menopause dibandingkan dengan wanita yang memiliki

pekerjaan profesional, dan menggunakan kontrasepsi oral (Olaoroyun &

Lawoyin, 2008).

Masyarakat sosial umumnya jarang memandang menopause sebagai sesuatu

yang positif. Menopause merupakan hal yang tabu sehingga jarang dibicarakan

serta dipandang sebagai hal yang negatif serta diremehkan. Berger dan Wenzel

(2001) mengungkapkan bahwa budaya barat memandang menopause sebagai

suatu kondisi yang membutuhkan pengobatan medis, akhir dari kemudaan dan

feminitas serta dimulainya penurunan seksual. Pendapat serupa juga

dikemukakan oleh Avis, et.al (2004) yang mengatakan bahwa menopause

merupakan suatu jalan ke tahap kehidupan selanjutnya, diikuti dengan hilangnya

keaktifan seksual, feminitas, penurunan produktifitas dan status sosial. Pada

masyarakat Amerika, orang menyangkal penuaan dan memandang penampilan

wanita sebagai identitas personal (Avis, et. al., 2004).

Persepsi sosial budaya memberikan arti terhadap pengalaman wanita mengenai

menopause (Richters, 2000). Budaya dan perilaku juga membedakan pengalaman

wanita terhadap menopause (Melby, Lock, & Kaufert, 2005). Perilaku positif dan

optimis terhadap menopause membuat wanita mengalami keluhan yang lebih

sedikit saat menopause. Sebagai contoh, wanita di Sub Sahara Afrika

memandang menopause sebagai sesuatu yang positif. Masyarakat sosial

menganggap menjadi tua merupakan hal yang alami, dikaitkan dengan

penghormatan dan menjadi lebih bijaksana. Hal ini berdampak pada minimnya

keluhan yang dilaporkan oleh wanita di Sub Sahara Afrika (Cohen & Menken,

2005).

Variasi budaya menentukan respon dan koping wanita menopause. Bagi wanita

Muslim Arab, menopause diartikan sebagai hilangnya keinginan seksual dan

ketidakmampuan untuk memiliki anak. Wanita Yahudi khawatir kehilangan

Universitas Indonesia

Pengaruh Sosial…, Sari Sudarmiati, FIK UI, 2009

Page 15: penting2

26 

 

kesehatan fisik, sedangkan wanita Eropa takut terhadap kesehatan mental

(Vanda, 2008, ¶ 12, http://www. health.discovery.com). Hal tersebut membuat

wanita mengalami perasaan takut terhadap menopause.

Budaya Barat, khususnya Amerika yang memuja kemudaan, seksualitas,

keaktifan, dansebagainya membuat wanita merasa takut menjadi tua, mengalami

kecemasan, frustasi, dan depresi saat mengalami menopause (Avis, 2004 ; Agee,

2000). Agee (2000) mengemukakan bahwa wanita Amerika menggunakan terapi

sulih hormon untuk mengurangi keluhan menopause dan sebagai upaya untuk

mempertahankan kecantikan dan kemudaan.

Berbeda dengan budaya barat, budaya timur (Asia dan Jepang) menganggap

menopause merupakan hal yang alami. Penting bagi masyarakat Asia dan Jepang

untuk menghormati orang yang lebih tua, menempatkan mereka pada tempat

yang terhormat. Hal ini membuat masa transisi menopause menjadi jauh lebih

mudah dan nyaman pada wanita (Vanda, 2008, ¶ 2, http://www.

health.discovery.com).

Di Indonesia sendiri, menopause merupakan suatu hal yang alami, merupakan

bagian dari proses penuaan, sehingga hal ini berdampak terhadap minimnya

keluhan yang dirasakan saat menopause (Wagiyo, 2005). Hal serupa juga

ditemukan pada masyarakat tradisional, dimana menopause dapat memberikan

status baru, power, dan prestise (Stoppard, 2002). Menurut Stoppard (2002,

hlm.26) “wanita menopause di Afrika memiliki status yang lebih tinggi, dimana

mereka dapat membantu kelahiran cucunya. Menopause bagi wanita Bostwana

berarti saat kebebasan seksual. Wanita di Cina memandang menopause sebagai

proses yang natural. Wanita Jepang memiliki keluhan menopause yang sedikit,

hal ini disebabkan karena budaya Jepang membuat seorang wanita menekan

keluhan yang dialaminya. Di Rajahstan, India, wanita paska menopause memiliki

peranan penting dalam pengambilan keputusan di keluarganya, Di Indonesia

Universitas Indonesia

Pengaruh Sosial…, Sari Sudarmiati, FIK UI, 2009

Page 16: penting2

27 

 

sendiri, kematangan umur dan bertambah tua dapat berarti dimuliakan dan

dihormati oleh orang yang lebih muda”.

2.5 Peran Perawat Maternitas Dalam Meningkatkan Mekanisme Koping

Wanita Yang Mengalami Menopause

Perawat bertanggung jawab dalam meningkatkan kesehatan, keselamatan dan

kesejahteraan ibu dan keluarga berupa kesejahteraan fisik dan psikososial (Gorrie,

Mc Kinney, & Murray, 2003). Hal ini berarti bahwa Perawat maternitas

mempunyai tanggung jawab membantu wanita melewati masa transisi menopause

sehingga wanita dapat mengalami kesejahteraan emosional dan fisik yang optimal

saat menopause. Untuk mewujudkan hal tersebut, Perawat maternitas harus

memahami sosial budaya wanita yang mengalami menopause sehingga dapat

menentukan intervensi yang tepat bagi klien. Salah satu hal yang dapat dilakukan

oleh perawat meternitas adalah membantu ibu menemukan koping yang adekuat.

Peran perawat secara spesifik dijelaskan berikut ini (Bobak, 2005; Pillitteri,

2003):

2.5.1 Peran sebagai pendidik (educator)

Perawat harus meningkatkan pengetahuan ibu dan keluarga mengenai

menopause, khususnya mengenai tanda dan gejala, keluhan, cara yang

dapat dilakukan individu untuk mengurangi keluhan tersebut, dan

sebagainya. Hal ini dapat dilakukan melalui pendidikan kesehatan

sehingga ibu dan keluarga mampu memahami apa yang terjadi pada

wanita menopause, bagaimana sosial budaya mempengaruhi arti

menopause terhadap wanita, dan mampu mengambil keputusan

mengenai koping yang tepat untuk dirinya dan keluarga.

2.5.2 Peran sebagai pemberi konseling (counselor)

Sebagai konselor, perawat maternitas harus memberikan konseling pada

ibu yang akan melakukan terapi sulih hormon atau terapi lainnya sebagai

Universitas Indonesia

Pengaruh Sosial…, Sari Sudarmiati, FIK UI, 2009

Page 17: penting2

28 

 

mekanisme koping yang digunakan oleh wanita. Melalui konseling,

perawat dapat mengidentifikasi masalah pada ibu dan dapat memberikan

jalan keluar dengan memfasilitasi ibu untuk mengidentifikasi serta

menggunakan koping yang adaptif. Perawat maternitas juga dapat

membantu mengembangkan persepsi publik bahwa menopause

merupakan suatu hal yang alami, tidak perlu ditakutkan, dengan

pengetahuan dan persiapan yang cukup dapat meminimalkan keluhan saat

menopause.

2.5.3 Peran sebagai pemberi pelayanan keperawatan (caregiver)

Peran perawat maternitas sebagai pemberi pelayanan keperawatan adalah

memberikan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian hingga

pemberian intervensi dan evaluasi (Pilliteri, 2003). Perawat harus secara

cepat dan tepat mengidentifikasi masalah yang dialami wanita

menopause, menentukan apakah wanita tersebut membutuhkan

penanganan medis ataupun terapi khusus.

2.5.4 Peran sebagai penemu kasus dan peneliti (case finder researcher)

Sebagai peneliti, perawat maternitas berkewajiban meningkatkan

pengetahuan mengenai pengaruh sosial budaya pada respon dan

mekanisme koping wanita yang mengalami menopause, dengan

melakukan penelitian sebagai landasan ilmiah untuk melakukan asuhan

keperawatan khususnya pada wanita menopause.

2.5.5 Peran sebagai pembela (advocate)

Sebagai advokat, perawat harus senantiasa mengutamakan keselamatan

ibu sebagai klien. Perawat harus membela ibu dalam pilihan manajemen

terapetik pada wanita menopause.

Universitas Indonesia

Pengaruh Sosial…, Sari Sudarmiati, FIK UI, 2009

Page 18: penting2

29 

 

2.6 l Kerangka Teori Penelitian

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan kerangka penelitian sebagai berikut:

• Penggunaan obat diet • ooforektomi bilateral • efek samping kemoterapi • dsb

Menopause Alami

• Pre Menopause • Perimenopause • Menopause • Paska Menopause

Penurunan estrogen

 

 

Premature menopause (POF) /menopause prekok

 

 

 

 

 

 

 

RESPON

Masalah Fisik Masalah Psikis

 

 

 

 

 

 

Depresi, Masalah kesehatan lanjut akibat menopause (Stroke, osteoporosis, dsb)

Maladaptif Adaptif 

KOPING

SOSIAL BUDAYA

Menurunkan kualitas hidup wanita

Kesejahteraan emosi dan fisik

PERAN PERAWAT

 

Universitas Indonesia

Pengaruh Sosial…, Sari Sudarmiati, FIK UI, 2009

Page 19: penting2

30 

 

 

 

Sumber: Avis, et.al, 2004; Baziad, 2003; Lazarus, 2000; Pillitteri, 2003; Stoppard, 2002).

Universitas Indonesia

Pengaruh Sosial…, Sari Sudarmiati, FIK UI, 2009