PENINGKATAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS XI-IIA3 SMA NEGERI 4 PALANGKA RAYA MELALU METODE...

6
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 secara jelas menyebutkan bahwa Pembelajaran yang ideal adalah pembelajaran yang berorientasi pada siswa (student centered), siswa akan berusaha mengkonstruksi sendiri pengetahuannya dan terlibat aktif dalam mencari informasi. Hal berarti bahwa siswa dituntut untuk mandiri dan peran guru bergeser dari sumber informasi satu-satunya menjadi fasilitator dan motivator pembelajaran. Kemandirian siswa terutama bagi siswa usia remaja menjadi isu sentral karena esensi dari kemandirian adalah kecakapan dalam mengambil keputusan dan bertanggung jawab (Erikson dalam Hurlock, 1994). Secara rinci Busnawir (2006) berpendapat bahwa seseorang dikatakan mandiri bila: 1) ia dapat bekerja sendiri secara fisik; 2) ia dapat berpikir sendiri atau berpindah dari suatu tingkatan abstraksi ke abstraksi berikut; 3) ia dapat menyusun dan mengekspresikan gagasan sehingga dapat dimengerti orang lain; dan 4) ia dapat mengerjakan sesuatu tanpa menyandarkan diri pada orang lain. Namun demikian, kemandirian belajar bukanlah belajar individualistik tetapi justru kolaboratif. Memupuk kemandirian dilakukan melalui pembinaan untuk belajar kelompok dan setiap siswa menjadi partner sesamanya (Holstein,1987). 1

description

Penelitian ini dilakukan oleh esty havani, guru mata pelajaran pendidikan agama kristen sman 4 palangka raya

Transcript of PENINGKATAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS XI-IIA3 SMA NEGERI 4 PALANGKA RAYA MELALU METODE...

Page 1: PENINGKATAN KEMANDIRIAN BELAJAR   SISWA KELAS XI-IIA3   SMA NEGERI 4 PALANGKA RAYA  MELALU METODE THINK, PAIR AND SHARE

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 secara jelas menyebutkan bahwa

Pembelajaran yang ideal adalah pembelajaran yang berorientasi pada siswa

(student centered), siswa akan berusaha mengkonstruksi sendiri pengetahuannya

dan terlibat aktif dalam mencari informasi. Hal berarti bahwa siswa dituntut untuk

mandiri dan peran guru bergeser dari sumber informasi satu-satunya menjadi

fasilitator dan motivator pembelajaran. Kemandirian siswa terutama bagi siswa

usia remaja menjadi isu sentral karena esensi dari kemandirian adalah kecakapan

dalam mengambil keputusan dan bertanggung jawab (Erikson dalam Hurlock,

1994).

Secara rinci Busnawir (2006) berpendapat bahwa seseorang dikatakan

mandiri bila: 1) ia dapat bekerja sendiri secara fisik; 2) ia dapat berpikir sendiri

atau berpindah dari suatu tingkatan abstraksi ke abstraksi berikut; 3) ia dapat

menyusun dan mengekspresikan gagasan sehingga dapat dimengerti orang lain;

dan 4) ia dapat mengerjakan sesuatu tanpa menyandarkan diri pada orang lain.

Namun demikian, kemandirian belajar bukanlah belajar individualistik tetapi

justru kolaboratif. Memupuk kemandirian dilakukan melalui pembinaan untuk

belajar kelompok dan setiap siswa menjadi partner sesamanya (Holstein,1987).

Sehubungan dengan kemandirian, berdasarkan pengamatan pada

pembelajaran Pendidikan Agama Kristen di kelas XI-A2 3 perilaku siswa

umumnya kurang menunjukkan kemandirian. Siswa terlihat lebih senang bekerja

dalam kelompok dari pada individu. Namun, hal itu sayangnya bukan sepenuhnya

karena adanya semangat untuk belajar bersama tetapi cenderung lebih kepada cara

menghindari tugas secara individu bagi siswa tertentu. Sebagian besar siswa

mengakui bahwa mereka dapat menghindari tugas untuk tampil di depan kelas

melalui kerja kelompok sebab tugas itu biasanya akan dibebankan kepada ketua

kelompok. Di samping itu, memang penugasan berkelompok cukup sering

diberikan guru dalam pembelajaran Pendidikan Agama Kristen di kelas XI-A2 3.

Dan salah satu kelemahan pemberian tugas kelompok yang diselenggarakan

secara konvensional adalah tidak meratanya tanggung jawab di antara anggota

1

Page 2: PENINGKATAN KEMANDIRIAN BELAJAR   SISWA KELAS XI-IIA3   SMA NEGERI 4 PALANGKA RAYA  MELALU METODE THINK, PAIR AND SHARE

kelompok. Hanya anggota kelompok tertentu yang serius melaksanakan tanggung

jawab kelompok, sementara anggota lainnya “menumpang nama” saja. Hal ini

tentu saja membuat kesenjangan semakin lebar antara siswa yang mempunyai

kemampuan akademik tinggi dengan yang kemampuan akademiknya rendah.

Demikian halnya jika di adakan diskusi, siswa yang sudah terbiasa berbicara akan

mendominasi jalannya diskusi. Siswa lain terutama yang pemalu dan pendiam

tidak akan menggunakan kesempatan berbicara mereka.

Berdasarkan kondisi ini, dapat dikatakan bahwa tingkat kemandirian siswa

kelas XI-A3 rendah. Jika kondisi ini berlanjut maka esensi bekerja sama dalam

kelompok menjadi tidak tercapai. Padahal kemandirian merupakan bagian

sekaligus manifestasi keberhasilan seseorang (Kartadinata :1988). Dengan kata

lain, berhasil atau tidaknya seorang siswa dalam bidang akademiknya dapat dilihat

pada kemandirian belajarnya. Oleh karena itu, guru perlu mencari strategi atau

metode yang dapat mendorong siswa mandiri dan mengakomodasi kebutuhan

akan tanggung jawab pribadi dan kelompok.

Think, Pair and Share atau TPS adalah salah satu model

pembelajaran kooperatif yang menuntut anak untuk terlibat

saling bertukar pikiran, berkolaborasi dan berkomunikasi untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan sehingga siswa

mampu mengembangkan kemampuan berkomunikasi (Arends:

2001). Metode inilah yang dipilih guru untuk mendukung anak

untuk menerapkan kemandirian dalam belajarnya. Materi

pembelajaran yang menjadi bahan pembahasan siswa salam TPS

adalah IPTEK dan Penyalahgunaannya serta Sikap Kristen

terhadap IPTEK.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas dapat

diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Kemandirian belajar siswa rendah;

2. Pembelajaran dengan penugasan kelompok secara konvensional justru

mengkondisikan siswa untuk tergantung kepada siswa yang

2

Page 3: PENINGKATAN KEMANDIRIAN BELAJAR   SISWA KELAS XI-IIA3   SMA NEGERI 4 PALANGKA RAYA  MELALU METODE THINK, PAIR AND SHARE

berkemampuan akademik tinggi, membuat kesenjangan di antara siswa

dan membuat dominasi siswa yang terbiasa berbicara semakin kuat;

3. Rendahnya kemandirian belajar dalam pembelajaran Pendidikan Agama

Kristen memerlukan adanya upaya berupa aktivitas belajar yang

mendorong siswa mandiri dengan meningkatkan kemandirian belajar

mereka.

C. Rumusan Masalah

Bagaimanakah cara meningkatkan kemandirian belajar siswa Kelas XI IPA 3

pada pembelajaran materi IPTEK dan Penyalahgunaannya serta

Sikap Kristen terhadap IPTEK pada Mata Pendidikan Agama Kristen?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah:

1. Meningkatkan kemandirian belajar siswa pada mata pelajaran

Pendidikan Agama Kristen pada materi IPTEK dan

Penyalahgunaannya serta Sikap Kristen terhadap IPTEK.

2. Meningkatkan keterampilan guru dalam meningkatkan kemampuan

berargumentasi siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Kristen

pada materi IPTEK dan Penyalahgunaannya serta Sikap Kristen

terhadap IPTEK.

.

E. Manfaat Hasil Penelitian

1. Bagi siswa

untuk mendorong siswa yang kurang mandiri dalam belajar pada

pembelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk lebih meningkatkan

semangat, ketekunan, kemandirian, dan keterampilan dalam mengelola

waktu ketika menyelesaikan tugas individu maupun kelompok serta

meningkatkan keyakinan mereka terhadap hasil pekerjaan mereka.

2. Bagi guru

Pengalaman menggunakan metode TPS dalam pembelajaran menjadi

bahan kajian dan acuan dalam meningkatkan kemandirian belajar pada

Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen.

3

Page 4: PENINGKATAN KEMANDIRIAN BELAJAR   SISWA KELAS XI-IIA3   SMA NEGERI 4 PALANGKA RAYA  MELALU METODE THINK, PAIR AND SHARE

4

Page 5: PENINGKATAN KEMANDIRIAN BELAJAR   SISWA KELAS XI-IIA3   SMA NEGERI 4 PALANGKA RAYA  MELALU METODE THINK, PAIR AND SHARE

3. Bagi sekolah

sebagai masukan untuk memperbaiki proses pembelajaran Mata

Pelajaran Pendidikan Agama Kristen dan dapat dikembangkan dalam

pembelajaran pada mata pelajaran yang lain, sebagai acuan dalam

peningkatan dan perbaikan pembelajaran.

F. Cara Pemecahan Masalah

Agar terjadi perubahan perilaku siswa Kelas XI-IIA 3, peneliti menerapkan

metode TPS dimana ada proses berpikir dan menjawab secara mandiri dalam

tahap Think, ada proses bertukar pikiran dengan pasangan pada Tahap Pair

dengan membawa jawaban dari tahap Think, dan bertukar pikiran dan berbagi

informasi/hasil kerja pada tahap Share. Dalam tiap tahapan TPS ini, kolabor

melakukan pengamatan terhadap perilaku siswa dengan fokus aspek-aspek

kemandirian belajar. Metode ini dilaksanakan sebanyak dua siklus yang masing-

masing siklus terdiri dari 2 pertemuan.

5