PENINGKATAN KEBERANIAN BERBICARA MELALUI … · materi cerita anak siswa kelas v sd negeri...
Transcript of PENINGKATAN KEBERANIAN BERBICARA MELALUI … · materi cerita anak siswa kelas v sd negeri...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENINGKATAN KEBERANIAN BERBICARA MELALUI METODE
BERCERITA BERPASANGAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
MATERI CERITA ANAK SISWA KELAS V SD NEGERI JLAMPRANG
BAWANG BATANG TAHUN AJARAN 2011/2012
SKRIPSI
Oleh:
WERGU WERGIASIH
K7108012
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Juli 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENINGKATAN KEBERANIAN BERBICARA MELALUI METODE
BERCERITA BERPASANGAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
MATERI CERITA ANAK SISWA KELAS V SD NEGERI JLAMPRANG
BAWANG BATANG TAHUN AJARAN 2011/2012
Oleh:
WERGU WERGIASIH
K7108012
Skripsi
diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Juli 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
MOTTO
“Bahwa kebesaran seseorang terlihat ketika dia mampu berdiri di antara banyak
dera dan tak ragu akan kekuatannya”
(Reni Teratai Air)
“Bila kegagalan itu bagai hujan dan keberhasilan bagaikan matahari, maka
butuh keduanya untuk melihat pelangi”
(Wergu Wergiasih)
“Menulislah sebelum dilupakan sejarah”
(Chairil Anwar)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
PERSEMBAHAN
Dengan Menyebut Nama Allah SWT serta teriring doa dan ungkapan syukur
Alhamdulilah, kupersembahkan karya kecil ini kepada:
Harta Terindah dalam Hidupku, Mamak dan Bapak tercinta
Untuk setiap tetes peluh bercucuran yang kalian korbankan, tanpa lelah dan cela
membimbing langkahku, mengasihi dan menyayangiku tanpa batas dan tanpa
balas, selalu menyertaiku dengan doa-doa yang tiada pernah terputus dalam
setiap sujud. Semua itu membuatku tetap berdiri tegar hingga saat ini dan saat
nanti.
Muhammad Dzikry, S.E, M.M
Untuk setiap detik yang kau relakan di saat langkahku kian luruh
merapuh, menggenggam jemariku saat tak kuasa lagi mengapit pena,
menemani hari-hariku yang sepi menjadi lebih ceria. Hadirmu
menguatkanku dan mewarnai hari-hariku.
Almamaterku Tercinta, PGSD FKIP UNS
Untuk setiap jiwa dan raga yang berada di dalamnya yang telah
membantu dan membimbingku meraih cita.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
ABSTRAK
Wergu Wergiasih. PENINGKATAN KEBERANIAN BERBICARA
MELALUI METODE BERCERITA BERPASANGAN PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA MATERI CERITA ANAK SISWA KELAS V SD
NEGERI JLAMPRANG BAWANG, BATANG TAHUN AJARAN
2011/2012. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
Maret. Juli 2012.
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keberanian berbicara
melalui metode bercerita berpasangan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
materi cerita anak.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian
dilaksanakan dalam dua siklus, dengan tiap siklus terdiri dari dua perencanaan,
pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas
V SD Negeri Jlamprang yang berjumlah 20 orang. Teknik pengumpulan data
menggunakan wawancara, observasi dan tes. Validitas data menggunakan teknik
triangulasi sumber dan metode. Teknik analisis data menggunakan analisis
interaktif yang merupakan interaksi dari empat komponen. Empat komponen
tersebut terdiri dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui penerapan metode bercerita
berpasangan dapat meningkatkan keberanian berbicara siswa dari sebelum
diterapkannya metode bercerita berpasangan, siklus I dan siklus II. Sebelum
diterapkan metode bercerita berpasangan guru hanya menggunakan metode
ceramah sehingga siswa pasif dan tidak terlatih untuk bercerita. Hal ini
menyebabkan siswa tidak berani untuk maju bercerita di depan kelas. Peningkatan
terjadi pada siklus I dan II. Pada siklus I keberanian berbicara siswa meningkat
menjadi 70% siswa yang dapat mencapai kategori berani atau sangat berani
dengan rata-rata 72. Pada siklus II meningkat menjadi 100% siswa yang mencapai
kategori berani atau sangat berani dengan rata-rata 81.
Simpulan penelitian ini adalah penerapan metode bercerita berpasangan
dapat meningkatkan keberanian berbicara siswa pembelajaran Bahasa Indonesia
materi cerita anak siswa kelas V SD Negeri Jlamprang, Bawang, Batang Tahun
Ajaran 2011/2012.
Kata kunci: keberanian berbicara, metode bercerita berpasangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
ABSTRACT
Wergu Wergiasih. INCREASING COURAGE OF SPEAKING WITH
PAIRED STORY TELLING METHOD IN BAHASA INDONESIA
LEARNING OF CHILDREN’S STORY SUBJECT MATTER ON THE
FIVE GRADE STUDENT STATE ELEMENTARY SCHOOL
JLAMPRANG, BAWANG, BATANG IN THE YEARS 2011/2012.
Minithesis. Surakarta: The Faculty of Education and Teacher Training Sebelas
Maret University July 2012.
The purpose of the research for increasing courage of speaking with
paired story telling method in Bahasa Indonesia learning of children’s story
subject matter.
The research is classroom action research. The research conducted two
cycles that each cycle consist of planning, acting, observating and reflecting. The
subject of the research is the five grade students state elementary school
Jlamprang consist of 20 students. The source of data is from teacher and students.
Data collecting technique is observation, interview and test. Data validity uses
triangulation technique of data source and method. Data analysis uses interactive
analysis which consist interaction of four component. They are data collecting,
data reducting, data displaying and verificating.
The result of research show that application of paired story telling
method can increase the student’s courage of speaking from before it, cycle I and
cycle II. Before aplicated paired story telling, teacher only so us speech method
that students is passive and unskilled to tell. This matter cause student is not brave
to go forward to tell in front of class. Increasing happen I and II cycle. In the cycle
I student’s courage of speaking increase to be 70% of students who can reach
brave or vey brave category with average 72. In the cycle I student’s courage of
speaking increase to be 100% of students who can reach brave or vey brave
category with average 81.
The research conclution is application paired story telling can increase
student’s courage of speaking in Bahasa Indonesia learning of children’s story
subject matter on the five grade student state Elementary School Jlamprang,
Bawang, Batang in the years 2011/2012.
Keywords: courage of speaking, paired story telling method
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang
memberi ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendak-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “PENINGKATAN KEBERANIAN
BERBICARA MELALUI METODE BERCERITA BERPASANGAN
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA MATERI CERITA ANAK
SISWA KELAS V SD NEGERI JLAMPRANG BAWANG, BATANG
TAHUN AJARAN 2011/2012”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk
mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Guru
Sekolah Dasar (PGSD), Jurusan Ilmu Pendidikan. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa
selama penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan
pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih
kepada:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ketua Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Drs, Kartono, M.Pd., selaku pembimbing I dan Joko Daryanto, S.Sn, M.Sn,
selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan dan
dorongan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan dengan
lancar.
5. Dra. MG. Dwijiastuti, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan arahan dan bimbingan selama menjadi mahasiswa di Program
Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP UNS.
6. Kepala Sekolah SD Negeri Jlamprang, Bawang, Batang yang telah memberi
izin penulis untuk melaksanakan observasi dan penelitian.
7. Faisal Sani, S.Pd., selaku Guru kelas V SD Negeri Jlamprang, Bawang,
Batang yang telah memberi bimbingan dan bantuan dalam penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
8. Keluarga besar SD Negeri Jlamprang, Bawang, Batang yang telah memberi
motivasi dan bantuan.
9. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini yang tidak
mungkin penulis sebutkan satu persatu.
Penulis juga menyadari bahwa dalam skripsi ini masih jauh dari harapan
dan kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat kepada penulis khususnya dan bagi
para pembaca umumnya.
Surakarta, Juli 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR ISI
JUDUL ...................................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN................................................... ii
PENGAJUAN ............................................................................................ iii
PERSETUJUAN ........................................................................................ iv
PENGESAHAN ......................................................................................... v
MOTTO..................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ...................................................................................... vii
ABSTRAK ................................................................................................ viii
ABSTRACT .............................................................................................. ix
KATA PENGANTAR ............................................................................... x
DAFTAR ISI ............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian .................................................................... 5
BAB II LANDASAN TEORI .................................................................... 6
A. Tinjauan Pustaka
1. Hakikat Keberanian Berbicara ............................................. 6
2. Hakikat Metode Bercerita Berpasangan ............................... 16
B. Penelitian yang Relevan............................................................ 20
C. Kerangka Berpikir .................................................................... 21
D. Hipotesis .................................................................................. 23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.................................................... 24
A. Setting dan Jadwal Penelitian.................................................... 24
B. Subjek Penelitian ...................................................................... 25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
C. Bentuk Penelitian ..................................................................... 25
D. Sumber Data ............................................................................. 25
E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 26
F. Teknik Validitas ....................................................................... 26
G. Teknik Analisis Data ................................................................ 27
H. Indikator Kinerja ...................................................................... 29
I. Prosedur Penelitian ................................................................... 29
BAB IV HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN ............................... 34
A. Deskripsi Pra Siklus.................................................................. 34
B. Deskripsi Hasil Tindakan Tiap Siklus ....................................... 36
C. Perbandingan antar siklus ......................................................... 73
D. Pembahasan .............................................................................. 76
BAB V SIMPULAN, IMPIKLASI DAN SARAN ..................................... 78
A. Simpulan .................................................................................. 78
B. Implikasi .................................................................................. 78
C. Saran ........................................................................................ 79
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 81
LAMPIRAN .............................................................................................. 83
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Berpikir ............................................................................... 23
2. Komponen-komponen Analisis Data ................................................... 28
3. Model PTK ......................................................................................... 30
4. Grafik Nilai Tes Keberanian Berbicara Pra Siklus ............................... 35
5. Grafik Hasil Rekapitulasi Nilai Tes Keberanian Berbicara Siklus I...... 49
6. Grafik Hasil Rekapitulasi Nilai Proses Kegiatan Bercerita...................
Berpasangan Siklus I ........................................................................... 50
7. Grafik Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Afektif Siklus I ........................ 51
8. Grafik Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Psikomotorik Siklus I .............. 52
9. Grafik Hasil Rekapitulasi Nilai Tes Keberanian Berbicara Siklus II .... 68
10. Grafik Hasil Rekapitulasi Nilai Kompetensi Proses Kegiatan ..............
Bercerita Berpasangan II ..................................................................... 69
11. Grafik Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Afektif Siklus II ...................... 70
12. Grafik Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Psikomotorik Siklus II ............. 71
13. Grafik Perbandingan Hasil Nilai Rata-rata Tes Keberanian ................
Berbicara Siklus I dan Siklus II ........................................................... 74
14. Grafik Persentase Keberanian Berbicara Siswa Siklus I dan ................
Siklus II .............................................................................................. 74
15. Grafik Perbandingan Hasil Kompetensi Proses, Aspek Afektif ............
dan Aspek Psikomotorik ..................................................................... 75
16. Grafik Peningkatan Kemampuan Guru Mengajar ................................. 76
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
Gambar Halaman
1. Perbedaan Emosi Pada Anak dan Orang Dewasa ................................. 11
2. Jadwal Penelitian ................................................................................ 24
3. Distribusi Frekuensi Nilai Tes Keberanian Berbicara Sebelum ............
Diterapkan Tindakan Metode Bercerita Berpasangan .......................... 35
4. Daftar Kelompok Bercerita Berpasangan Siklus I Pertemuan ke-1 ...... 39
5. Distribusi Frekuensi Hasil Rekapitulasi Nilai Tes Keberanian .............
Berbicara Siklus I ............................................................................... 48
6. Distribusi Frekuensi Hasil Rekapitulasi Nilai Proses Kegiatan ............
Bercerita Berpasangan Siklus I ............................................................ 49
7. Distribusi Frekuensi Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Afektif Siklus I .. 50
8. Distribusi Frekuensi Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Psikomotorik ......
Siklus I................................................................................................ 51
9. Distribusi Frekuensi Hasil Rekapitulasi Nilai Tes Keberanian .............
Berbicara Siklus II .............................................................................. 67
10. Distribusi Frekuensi Hasil Rekapitulasi Nilai Kompetensi Proses ........
Kegiatan Bercerita Berpasangan Siklus II............................................ 68
11. Distribusi Frekuensi Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Afektif ...............
Siklus II .............................................................................................. 69
12. Distribusi Frekuensi Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Psikomotorik ......
Siklus I................................................................................................ 70
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Pedoman dan Hasil Wawancara Guru Sebelum Penerapan Metode .....
Bercerita Berpasangan ........................................................................ 83
2. Hasil Nilai Tes Keberanian Berbicara Sebelum Diterapkan .................
Metode Bercerita Berpasangan ............................................................ 86
3. Silabus ................................................................................................ 88
4. RPP Siklus I ........................................................................................ 91
5. Materi Cerita Anak Siklus I Pertemuan ke-1 ....................................... 102
6. Langkah-langkah Bercerita Berpasangan dan Petunjuk .......................
Mencari Kata Kunci Siklus I Pertemuan ke-1 ...................................... 104
7. Soal Tes Keberanian Berbicara Siklus I Pertemuan ke-1 ..................... 110
8. Materi Cerita Anak Siklus I Pertemuan ke-2 ....................................... 111
9. Langkah-langkah Bercerita Berpasangan dan Petunjuk .......................
Mencari Kata Kunci Siklus I Pertemuan ke-1 ...................................... 113
10. Soal Tes Keberanian Berbicara Siklus I Pertemuan ke-2 ..................... 118
11. RPP Siklus II ...................................................................................... 119
12. Materi Cerita Anak Siklus II Pertemuan Ke-1 ..................................... 130
13. Langkah-langkah Bercerita Berpasangan dan Petunjuk .......................
Mencari Kata Kunci Siklus II Pertemuan ke-1 ..................................... 132
14. Soal Tes Keberanian Berbicara Siklus II Pertemuan ke-1 .................... 135
15. Materi Cerita Anak Siklus II Pertemuan Ke-2 ..................................... 136
16. Langkah-langkah Bercerita Berpasangan dan Petunjuk .......................
Mencari Kata Kunci Siklus II Pertemuan ke-2 ..................................... 137
17. Soal Tes Keberanian Berbicara Siklus II Pertemuan ke-1 .................... 139
18. Lembar Penilaian Keberanian Berbicara.............................................. 140
19. Pedoman Penilaian Tes Keberanian Berbicara ..................................... 142
20. Rekapitulasi Nilai Keberanian Berbicara Siklus I ................................ 146
21. Rekapitulasi Nilai Keberanian Berbicara Siklus II ............................... 148
22. Lembar Pengamatan Proses Kegiatan Bercerita Berpasangan .............. 150
23. Pedoman Pengamatan Proses Bercerita Berpasangan .......................... 151
24. Hasil Rekapitulasi Nilai Pengamatan Proses Kegiatan .........................
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
Bercerita Berpasangan Siklus I ........................................................... 153
25. Hasil Rekapitulasi Nilai Pengamatan Proses Kegiatan .........................
Bercerita Berpasangan Siklus II .......................................................... 155
26. Lembar Pengamatan Aspek Afektif ..................................................... 157
27. Pedoman Pengamatan Aspek Afektif .................................................. 159
28. Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Afektif Siklus I ................................... 162
29. Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Afektif Siklus II ................................. 164
30. Lembar Pengamatan Aspek Psikomotorik .......................................... 166
31. Pedoman Pengamatan Aspek Psikomotorik ......................................... 167
32. Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Psikomotorik Siklus I ......................... 169
33. Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Psikomotorik Siklus II ........................ 171
34. Lembar Observasi Guru (APKG) ........................................................ 173
35. Pedoman Observasi Guru .................................................................... 175
36. Hasil Observasi Guru Siklus I dan Siklus II ......................................... 179
37. Pedoman dan Hasil Wawancara Siswa Setelah Penerapan Metode ......
Bercerita Berpasangan ........................................................................ 180
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan karakter saat ini tengah digalakkan pada siswa baik usia dini,
Sekolah Dasar, SMP hingga SMA sehingga, guru dituntut untuk mampu
menerapkan pembelajaran yang berbasis pendidikan karakter. Ada 4 pilar yang
diharapkan ditegakkan dalam implementasi pendidikan di seluruh dunia yang
meliputi learning to know, learning to do, learning to be dan learning to live
together. Dua pilar terakhir learning to be dan learning to live together pada
hakikatnya adalah implementasi dari pendidikan karakter.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan karakter dewasa ini semakin
penting dan mendesak karena berbagai situasi yang dihadapi bangsa dan negara.
Pengaruh globalisasi yang menawarkan sesuatu yang baik seperti keunggulan dan
kemandirian juga memberikan banyak dampak negatif. Banyaknya perbuatan
moral yang semakin merosot seperti mencontek, tawuran, bolos sekolah,
berbohong pada orang tua dan guru, minum-minuman keras, narkoba dan seks
bebas. Semua itu adalah sederetan sikap yang membuktikan bahwa moral anak
bangsa yang merosot sehingga perlu digalakkannya pendidikan karakter dalam
pembelajaran.
Pendidikan karakter harus diterapkan dalam semua mata pelajaran baik
eksak dan non eksak. Begitu pula dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Pada
mata pelajaran bahasa Indonesia anak akan belajar mengenai bahasa yang sesuai
pada perkembangannya. Perkembangan bahasa pada anak usia SD meliputi
mendengar atau menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Sedangkan
berbicara merupakan keterampilan kedua setelah menyimak. Jadi, anak harus
dapat menyimak dulu baru kemudian bisa berbicara.
Ellis (1991: 46) mengemukakan adanya tiga cara untuk mengembangkan
secara vertikal dalam meningkatakn kemampuan berbicara:
1. Menirukan pembicaraan orang lain (khususnya guru)
2. Mengembangkan bentuk-bentuk ujaran yang telah dikuasai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
3. Mendekatkan atau menyejajarkan dua bentuk ujaran, yaitu bentuk ujaran
sendiri yang belum benar dan ujaran orang dewasa (terutama guru) yang
sudah benar.
Tompkins dan Hoskisson, (1995: 120-147) menyatakan bahwa berbicara
meliputi berbagai jenis kegiatan, yaitu percakapan, berbicara estetik atau
mendongeng, berbicara untuk menyampaikan informasi atau mempengaruhi dan
kegiatan dramatik.
Berdasarkan data yang diperoleh peneliti bersumber dari guru kelas V SD
Negeri Jlamprang tentang nilai keterampilan berbicara termasuk dalam kategori
rendah. Nilai rata-rata 62,05 dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar
66. Hal ini ditunjukkan dari 20 siswa, hanya sebesar 10 siswa (50 %) yang
nilainya memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal. Fakta tersebut merupakan
sebuah indikasi bahwa proses pembelajaran yang telah dilaksanakan kurang
berhasil dalam pembelajaran keterampilan berbicara.
Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada guru kelas V SD
Negeri Jlamprang, faktor yang mendasar yang menyebabkan rendahnya
kemampuan berbicara dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah metode
pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
khususnya pembelajaran berbicara masih konvensional. Guru hanya
menggunakan metode ceramah, sedangkan siswa kurang dilibatkan dalam proses
pembelajaran sehingga mengakibatkan pembelajaran menjadi pasif. Hal ini
menyebabkan hasil pembelajaran dalam keterampilan berbicara termasuk dalam
kategori rendah, terutama pada aspek penampilan yang meliputi keluwesan,
keberanian dan kesopanan.
Hal yang paling mempengaruhi keterampilan berbicara adalah keberanian.
Keberanian dapat mempengaruhi segala aspek dalam keterampilan berbicara
karena perkembangan emosi anak yang masih labil. Seperti yang dinyatakan oleh
Elizabeth B. Hurlock (1991: 211) bahwa emosi mengganggu aktivitas mental
karena kegiatan mental seperti konsentrasi, pengingatan, penalaran, dan lain-lain,
sangat mudah dipengaruhi oleh emosi yang kuat, anak-anak menghasilkan prestasi
di bawah kemampuan intelektual mereka apabila emosi mereka terganggu. Hal ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
dapat dibuktikan dengan hasil tes keberanian berbicara siswa sebelum diterapkan
metode bercerita berpasangan hanya 10 siswa (50%) yang dapat mencapai
kategori berani atau sangat berani dengan rata-rata 66 dari jumlah siswa secara
keseluruhan. Sedangkan 10 siswa (50%) lainnya mencapai kategori cukup berani
dan kurang berani (lihat lampiran 2).
Keberanian berbicara tidak hanya dibutuhkan dalam pembelajaran saja,
tetapi juga dalam kegiatan apapun dan di manapun karena manusia harus
berkomunikasi dalam menjalin hubungan sosial antara manusia yang satu dengan
yang lainnya. Tanpa keterampilan berbicara yang baik, pesan tidak dapat
disampaikan sesuai dengan maksud yang diinginkan. Keberanian diperlukan
dalam keterampilan berbicara agar terlihat percaya diri sehingga isi atau pesan
yang disampaikan dapat diterima oleh penerima pesan dengan baik. Oleh karena
itu, dibutuhkan sebuah solusi untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satu solusi
alternatif agar kemampuan berbicara siswa meningkat, yaitu dengan
menggunakan metode pembelajaran yang menarik dan menyenangkan sehingga
siswa dapat menghilangkan rasa takut saat tampil di depan kelas untuk bercerita.
Metode pembelajaran dalam rangka meningkatkan kemampuan berbicara
salah satunya dengan menggunakan metode bercerita berpasangan. Metode
bercerita berpasangan merupakan salah satu metode yang termasuk dalam tipe
struktural pada pembelajaran kooperatif. Tipe struktural menekankan pada
struktur-struktur khusus yang mempengaruhi pola-pola interaksi antar siswa.
Begitu pula dengan metode bercerita berpasangan, metode ini menekankan pada
interaksi antara guru, siswa dan bahan pelajaran. Metode bercerita berpasangan
dilakukan dengan cara siswa berpasang-pasangan dalam menggali informasi
bahan pembelajaran. Metode ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berlatih bercerita dengan teman pasangannya.
Pada awal pembelajaran guru memberikan sebuah gagasan atau tema cerita
yang ditujukan untuk curah gagasan. Curah gagasan ini dilakukan guru untuk
mengaktifkan skemata siswa agar lebih siap menghadapi bahan pembelajaran
yang baru. Guru perlu menekankan bahwa siswa memberikan jawaban atau
gagasan yang benar bukanlah tujuannya dalam kegiatan ini. Guru menekankan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
yang lebih penting adalah kesiapan siswa dalam mengantisipasi bahan pelajaran.
Setelah skemata siswa aktif baru dipasangkan dengan siswa yang lain.
Guru membagi bahan menjadi dua. Bagian pertama diberikan kepada siswa
pertama dan bagian kedua diberikan kepada siswa kedua. Masing-masing siswa
membaca bagian masing-masing. Setelah itu, setiap masing-masing siswa
menuliskan kata-kata kunci tentang bagian yang telah dibaca dan ditukar kepada
pasangannya. Masing-masing siswa berusaha menebak bagian milik pasangannya
yang berkaitan dengan bagiannya sendiri melalui kata-kata kunci yang telah
diberikan. Tujuan kegiatan ini bukan untuk mendapatkan jawaban dengan benar
melainkan untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Metode bercerita berpasangan sangat cocok digunakan dalam pembelajaran
bahasa baik dalam keterampilan menyimak, berbicara, membaca maupun menulis.
Hal ini dijadikan salah satu alasan oleh peneliti untuk menggunakannya dalam
pembelajaran berbicara. Selain itu, metode bercerita berpasangan memberikan
keefektifan guru dalam mengatur waktu pembelajaran. Penilaian keterampilan
berbicara pada umumnya, siswa maju satu per satu, tetapi dalam metode bercerita
berpasangan siswa maju dengan pasangannya kemudian berbicara secara
bergantian. Penilaian di depan kelas secara berpasangan ini juga dapat memotivasi
siswa dan memberikan rasa percaya diri pada mereka saat berbicara. Dengan
demikian, siswa tidak lagi takut, grogi, malu atau bahkan lupa materi yang akan
diceritakan saat tampil berbicara.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti menarik kesimpulan untuk
melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (Clasroom Action Research) tentang
“Peningkatan Keberanian Berbicara Melalui Metode Bercerita Berpasangan
Pembelajaran Bahasa Indonesia Materi Cerita Anak Siswa Kelas V SD
Negeri Jlamprang, Bawang, Batang Tahun Ajaran 2011 / 2012”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang dikemukakan di
atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Apakah penerapan
metode bercerita berpasangan dapat meningkatkan keberanian berbicara dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
pembelajaran Bahasa Indonesia materi cerita anak siswa kelas V SD Negeri
Jlamprang, Bawang, Batang Tahun Ajaran 2011 / 2012?”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas dapat ditetapkan tujuan masalah
sebagai berikut: “Meningkatkan keberanian berbicara dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia materi cerita anak melalui metode bercerita berpasangan siswa SD
Negeri Jlamprang, Bawang, Batang Tahun Ajaran 2011 / 2012”.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu
contoh penerapan metode struktural tipe bercerita berpasangan di lapangan.
Hasil dari penelitian ini juga dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian
lebih lanjut mengenai penerapan metode yang inovatif dalam kegiatan
pembelajaran di kelas.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
1) Meningkatnya keberanian berbicara siswa dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia khusunya materi cerita anak.
2) Meningkatnya hasil belajar siswa.
b. Bagi Guru
1) Memperoleh keterampilan baru yaitu menerapkan metode bercerita
berpasangan khususnya dalam pembelajaran berbicara siswa kelas V
SD Negeri Jlamprang.
c. Bagi Sekolah
1) Meningkatnya kinerja sekolah dengan optimalnya kinerja guru.
2) Terwujudnya pembelajaran efektif di sekolah.
3) Memberikan inspirasi guru lain untuk melakukan penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Hakikat Keberanian Berbicara
a. Pengertian Keberanian
Pada umumnya, jika orang mendengar kata berani akan
mengaitkannya dengan ketakutan. Begitu pula dengan Andrew Jackson
(2011: 3) menyatakan bahwa keberanian adalah berani melakukan yang
benar tanpa rasa ketakutan, kesulitan atau konsekuensinya. Keberanian
yang dimaksud di sini adalah berani dalam melakukan sesuatu yang benar.
Kata berani dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 119),
berani adalah mempunyai hati yang mantap dan rasa percaya diri yang
besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan dsb; tidak takut (gentar, kecut).
Sedangkan keberanian itu sendiri berasal dari kata berani yang
mendapatkan imbuhan ke-an. Imbuhan ini pada kata keberanian
mempunyai makna keadaan berani. Keadaan berani ini menunjukkan suatu
keadaan yang dapat dilihat dengan panca indera sehingga kata keberanian
ini digunakan untuk lebih mengacu pada tindakan secara nyata. Lopez,
Koetting, O’Byrne and Peterson (2003: 264) menilai aspek fisik
keberanian dengan mendefinisikan keberanian sehubungan dengan
kemampuan orang, setelah menilai situasi sebagai potensi yang berbahaya
atau fatal, mengatasi ketakutan dan melanjutkanya dalam bentuk tugas.
Senada dengan pendapat di atas, Chaterine M. Perme (2010: 3)
menyatakan bahwa keberanian adalah kemauan untuk mengambil tindakan
dalam menghadapi rasa takut atau putus asa dalam rangka meningkatkan
perkembangan manusia.
Pada beberapa pendapat sebelumnya menyatakan keberanian
sebagai suatu sikap berani dalam melakukan sesuatu, kemampuan atau
kemampaun, tapi hal tersebut tetap berorientasi pada tindakan. F. Drucker
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
(2011: 104) berpendapat bahwa keberanian adalah bertindak
berlandaskan kepercayaan yang benar tanpa merasa takut terhadap akibat
perbuatannya.
Selain itu, tindakan yang merupakan perwujudan dari keberanian
ini juga didasari oleh keyakinan terhadap suatu kebenaran. Walter Jenkins
(2011: 107), menyatakan bahwa keberanian adalah yakin untuk berkata
atau berbuat apa yang saya anggap betul, benar dan adil. Senada dengan
pendapat tersebut, Kementerian Pendidikan Nasional (2011: 119),
berpendapat bahwa keberanian memiliki makna tetap teguh memegang
kebenaran, tidak peduli pada tekanan negatif, tidak takut gagal, tidak takut
menyuarakan isi hati, berani berbuat karena merasa benar.
Dari pendapat-pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
keberanian adalah bertindak atau melakukan sesuatu perbuatan yang
diyakini kebenarannya tanpa rasa takut dan mampu menghadapi kesulitan
maupun bahaya yang menghalanginya.
b. Pengertian Berbicara
Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa dari tiga
keterampilan berbahasa lainnya yaitu keterampilan menyimak, membaca
dan menulis. Seperti yang diungkapkan oleh Henry Guntur Tarigan (2008:
3), berbicara adalah keterampilan berbahasa yang berkembang pada
kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak, dan
pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari.
Berbicara merupakan sebuah kegiatan mengungkapkan isi pikiran
ataupun perasaan. Berbicara (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007: 165)
adalah bercakap, berbahasa, mengutarakan isi pikiran, melisankan sesuatu
yang dimaksudkan. Senada dengan arti dalam KBBI, Henry Guntur
Tarigan (2008: 16) menyatakan bahwa berbicara adalah mengucapkan
bunyi-bunyian artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan pesan, pikiran dan gagasan dan perasaan.
Pada kegiatan berbicara dibutuhkan kemampuan komunikasi yang
baik agar pesan yang disampaikan dari komunikator atau pembicara dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
dipahami oleh komunikan (penerima pesan). Oleh karena itu, dibutuhkan
pula penguasaan-penguasaan aspek kebahasaan yang baik. Hal ini, dilihat
dari pendapat Burhan Nurgiyantoro (2010: 399), yang menyatakan bahwa
berbicara adalah aktivitas berbahasa yang kedua yang dilakukan manusia
dalam kehidupan bahasa setelah mendengarkan. Untuk dapat berbicara
dalam suatu bahasa secara baik, pembicara harus menguasai lafal, struktur
dan kosakata yang bersangkutan. Di samping itu, diperlukan juga
penguasaan masalah dan atau gagasan yang akan disampaikan, serta
kemampuan memahami bahasa lawan bicara.
Sedangkan, Mudini dan Salamat Purba (2009: 9) mengungkapkan
bahwa berbicara pada hakikatnya merupakan ungkapan pikiran dan
perasaan seseorang dalam bentuk bunyi-bunyi bahasa yang diungkapkan
pada pendengar. Pendengar menerima pesan atau informasi melalui
rangkaian nada, tekanan dan penempatan persendian. Jika berkomunikasi
berlangsung secara tatap muka, maka berbicara itu dapat dibantu dengan
mimik dan pantomimik.
Mulgrave (1954: 3-4), mengungkapkan bahwa “That conserving
more than just uttering of voices or words. The conserving is an
appliance to communicate the idea compiled and also developed as
according to requirement of the listener or audience. The converse is
the speaker comprehend or do not, its discussion material goodness
and also all audience; what is he take coolly adaptable and or not,
at the time of the communicate its ideas, and what is alert
enthusiastic and or not.”
Pendapat Mulgrave (1954: 3-4) memiliki arti bahwa berbicara itu
lebih daripada hanya sekedar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata.
Berbicara adalah suatu alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan
yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan
sang pendengar atau penyimak. Berbicara merupakan instrumen yang
mengungkapkan kepada penyimak hampir secara langsung apakah sang
pembicara memahami atau tidak, baik bahan pembicaranya maupun para
penyimaknya; apakah dia bersikap tenang serta dapat menyesuaikan diri
atau tidak, pada saat mengkomunikasikan gagasan-gagasannya; dan
apakah dia waspada serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
untuk menyampaikan pesan. Pendapat ini secara jelas menyatakan bahwa
berbicara merupakan suatu alat. Alat ini digunakan untuk
mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa
berbicara adalah kegiatan yang merupakan suatu alat untuk
mengungkapkan pikiran, gagasan dan perasaan seseorang dalam bentuk
bunyi-bunyi bahasa dari pembicara ke pendengar sehingga diperlukan
kemampuan berbahasa yang baik agar pesan dapat diterima dengan baik
oleh pendengar.
c. Pengertian Keberanian Berbicara
Dari uraian pengertian keberanian dan pengertian berbicara dapat
disimpulkan bahwa keberanian berbicara adalah tindakan berani untuk
mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam bentuk bunyi-bunyi bahasa
baik di depan umum (banyak orang) maupun di depan individu seperti
bercerita, berpidato, berdiskusi, seminar dan menyampaikan pendapat atau
memberikan tanggapan pada seseorang dengan tenang (tidak malu, grogi
ataupun takut) dan komunikatif.
d. Faktor-faktor Penunjang Keefektivan Berbicara
Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat
berkomunikasi secara baik, pembicara harus mempunyai kemampuan
berbicara yang baik pula.
Gorys Keraf (2001: 320-321) menyatakan tujuan berbicara antara
lain: 1) mendorong, yaitu pembicara berusaha memberi semangat serta
menunjukkan rasa hormat dan pengabdian, 2) meyakinkan, yaitu
pembicara ingin meyakinkan sikap, mental dan intelektual kepada para
pendengarnya, 3) bertindak, berbuat, menggerakkan, yaitu pembicara
menghendaki adanya tindakan atau reaksi fisik dari pendengar, dan 4)
menyenangkan atau menghibur. Dapat disimpulkan dari berbagai macam
tujuan berbicara di atas bahwa pada dasarnya berbicara merupakan
kegiatan menyampaikan ide atau gagasan secara lisan, sehingga pembicara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
harus mampu menyampaikan isi pembicaraan secara komunikatif dan
efektif sehingga pendengar dapat menerima pesan dan memahami makna
pesan yang disampaikan.
Sebagaimana diungkapkan oleh Maidar G. Arsjad dan Mukti U.
S. (1991: 87) bahwa keefektifan berbicara, pembicara perlu
memperhatikan aspek kebahasaan dan nonkebahasaan.Aspek kebahasaan,
antara lain (1) ketepatan ucapan (meliputi ketepatan pengucapan vocal dan
konsonan), (2) penempatan tekanan, (3) penempatan persendian, (4)
penggunaan nada/irama, (5) pilihan kata, (pilihan ungkapan), (7) variasi
kata, (8) tata bentukan, (9) struktur kalimat, (10) ragam kalimat.
Sedangkan aspek nonkebahasaan, meliputi: (1) keberanian / semangat, (2)
kelancaran, (3) kenyaringan suara, (4) pandangan mata, (5) gerak-gerik
dan mimik, (6) keterbukaan, (7) penalaran, dan (8) penguasaan topik.
Aspek-aspek kebahasaan dan nonkebahasaan di atas diarahkan pada
pemakaian bahasa yang baik dan benar.
Sedangkan Brooks (1964: 252) menyatakan bahwa faktor-faktor
yang perlu diperhatikan dalam berbicara ada lima faktor, yaitu sebagai
berikut:
1) Apakah bunyi-bunyi tersendiri (vokal dan konsonan) diucapkan
dengan tepat.
2) Apakah pola-pola intonasi, naik dan turunnya suara, serta tekanan
suku kata, memuaskan?
3) Apakah ketetapan dan ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sebagai
pembicara tanpa referensi internal memahami bahasa yang
digunakannya?
4) Apakah kata-kata yang diucapkan itu dalam bentuk dan urutan yang
tepat?
5) Sejauh manakah kewajaran atau kelancaran ataupun ke-native-
speaker-an yang tercermin jika seseorang berbicara?
Hal-hal tersebut kita kemukakan, sebab adalah merupakan suatu
kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa “kemampuan berbicara secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
efektif merupakan suatu unsur penting terhadap keberhasilan kita dalam
semua bidang”. (Albert, 1961: 39). Selanjutnya faktor-faktor tersebut
menjadi sebuah pedoman dalam mengevaluasi pada pembelajaran berbicara.
e. Karakteristik Keberanian Anak Sekolah Dasar
Keberanian pada anak sangat erat kaitannya dengan perkembangan
emosi anak, terutama sangat erat kaitannya dengan rasa takut. Winarno
Surakhmad dan Anwar Syah (1977: 91) menyatakan bahwa emosi pada
anak-anak berbeda dengan emosi pada orang dewasa. Perbedaan emosi pada
anak dan orang dewasa dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini:
Tabel 1. Perbedaan Emosi Pada Anak dan Orang Dewasa
No. Emosi Pada Anak Emosi Pada Orang Dewasa
1 Berlangsung singkat dan
berakhir dengan tiba-tiba.
Berlangsung lebih lama dan
lebih lambat.
2. Terlihat lebih kuat/hebat. Tidak terlihat lebih kuat/hebat.
3. Bersifat sementara atau
dangkal.
Lebih mendalam.
4. Lebih sering dapat terjadi. Tidak begitu sering terjadi.
5. Dapat diketahui dari tingkah
lakunya.
Sukar diketahui karena lebih
pandai menyembunyikannya.
Dari tabel di atas terlihat jelas bahwa emosi pada anak masih
cenderung labil, berlangsung singkat dan bersifat sementara. Emosi ini
dapat terjadi dengan tiba-tiba dan mudah diketahui dari tingkah laku yang
dilakukan oleh anak. Reaksi emosi yang terjadi lebih sering tejadi daripada
emosi yang terjadi pada orang dewasa.
Keberanian pada dasarnya adalah wujud dari sebuah sikap berani
yang dituangkan dalam sebuah tindakan atau perbuatan. Tindakan yang
dilakukan merupakan bentuk dari usaha untuk mengatasi ketakutan dan
kesulitan yang menghalanginya walaupun hal tersebut masih tetap dirasakan
oleh anak. Elizabeth B. Hurlock (1991: 218) menyatakan bahwa reaksi takut
pada anak usia anak Sekolah Dasar adalah reaksi takut yang dikekang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
karena adanya tekanan sosial. Reaksi menangis tidak ada lagi, walaupun
reaksi wajah yang takut tetap ada dan mereka menghindar dari obyek yang
ditakuti. Beberapa contoh reaksi ketakutan yang ada pada anak antara lain:
1) mundur dan menarik diri, 2) sakit yang dikhayalkan atau keluhan palsu
dan 3) gemetar.
Selain itu, tanda-tanda yang ditunjukkan pada anak yang ketakutan
dapat diketahui oleh perubahan kondisi pada fisik mereka. Richard C.
Woolfsoon (2005: 22) menyatakan bahwa tanda-tanda ketakutan tidak selalu
terlihat jelas dan mungkin mencakup salah satu tingkah laku di bawah ini:
1) Seorang anak yang biasanya berbicara lancar, tiba-tiba terbata-bata.
2) Ia menjadi malas-malasan dan tidak mau bermain dengan temannya.
3) Ia menjadi suka mengganggu.
4) Ia mulai banyak berkeringat.
Seringkali anak merasa takut terhadap sesuatu yang tidak biasa atau
sesuatu yang dapat menimbulkan rasa malu, canggung, khawatir dan cemas.
Elizabeth B. Hurlock (1991: 218-221) mengungkapkan bahwa ada sejumlah
pola emosi yang berkaitan dengan rasa takut dalam arti bahwa yang paling
berpengaruh dalam pola ini adalah rasa takut. Yang paling penting di
antaranya ialah rasa malu, rasa canggung, rasa khawatir dan rasa cemas.
Setiap pola emosi tersebut akan diterangkan sebagai berikut:
1) Rasa malu
Rasa malu pada anak sering dialami anak ketika bertemu dengan
tamu di rumah, di hadapan orang yang belum pernah bertemu
sebelumnya atau di hadapan guru baru. Mereka juga mungkin merasa
malu ketika orang tua atau teman sebaya mereka menonton mereka
menyanyi, mengikuti karnaval, bermain drama di sekolah atau kegiatan
yang menampilkan diri di depan kelas atau orang banyak. Rasa malu
mereka timbul dari keragu-raguan tentang orang lain terhadap mereka,
atau takut kalau-kalau orang lain menertawakan mereka.
Anak-anak yang lebih tua (usia anak sekolah kelas 4-6 sekolah
dasar) menunjukkan rasa malu dengan muka memerah, dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
menggagap, dengan berbicara sesedikit mungkin, dengan tingkah laku
yang gugup seperti menarik-narik baju, dengan menolehkan wajah ke
arah lain dan kemudian mengangkatnya dengan tersipu-sipu untuk
menatap wajah orang yang tidak dikenal itu.
2) Rasa canggung
Seperti halnya rasa malu, rasa canggung adalah reaksi takut
terhadap manusia, bukan pada obyek atau situasi. Rasa canggung berbeda
dari masa lalu. Rasa canggung disebabkan oleh keragu-raguan tentang
penilaian orang lain terhadap perilaku atau diri seseorang. Oleh karena
itu, rasa canggung merupakan keadaan khawatir yang menyangkut
kesadaran diri (self conscious distress).
Semakin meningkatnya usia anak, semakin bertambah pula rasa
canggung karena mengingat pengalaman pada saat mereka di bawah
standar tuntutan sosial. Hal ini mengakibatkan mereka membesar-
besarkan ketakutan pada penilaian orang di kemudian hari.
Reaksi dari rasa canggung sama dengan reaksi rasa malu seperti,
muka yang memerah, tingkah laku yang gugup, bicara menggagap dan
menghindarkan diri dari situasi yang semula membangkitkan emosi. Oleh
karena itu, tidak selalu mudah dalam mengenal apakah perilaku
seseorang merupakan indikasi rasa malu atau indikasi rasa canggung.
3) Rasa khawatir
Rasa khawatir biasanya dijelaskan sebagai khayalan ketakutan
atau gelisah tanpa alasan. Tidak seperti ketakutan yang nyata, rasa
khawatir tidak langung ditimbulkan oleh rangsangan dalam lingkungan
tetapi merupakan produk pikiran anak itu sendiri. Rasa khawatir timbul
karena membayangkan situasi yang berbahaya dan mungkin akan
meningkat. Kekhawatiran adalah normal pada masa kanak-kanak, bahkan
pada anak-anak yang penyesuaiannya baik sekalipun.
Cara anak mengekspresikan kekhawatiran bergantung pada pola
kepribadian masing-masing. Namun, seiring makin bertambahnya usia,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
anak akan menyadari bahwa kekhawatiran bukanlah pola emosi yang
dapat diterima secara sosial, sehingga mereka akan berusaha
menyembunyikan ekspresi wajah mereka. Meskipun demikian, ada anak-
anak yang sengaja agar tampak khawatir sehingga memperoleh perhatian
dan simpati.
4) Rasa cemas
Rasa cemas ialah keadaan mental yang mengancam atau tidak
enak yang berkenaan dengan sakit yang mengancam atau yang
dibayangkan. Hampir sama dengan rasa khawatir, rasa cemas disebabkan
oleh sebab yang dibayangkan, bukan oleh sebab yang nyata. Meskipun
demikian, rasa cemas berbeda dengan rasa khawatir dalam dua segi.
Pertama, rasa khawatir berkaitan dengan situasi khusus, seperti pesta,
ujian atau masalah keuangan, sedangkan rasa cemas adalah emosi yang
bersifat umum. Kedua, rasa khawatir disebabkan oleh masalah obyektif,
sedangkan rasa cemas disebabkan oleh masalah subyektif.
Rasa cemas diekspresikan dalam perilaku mudah dikenal, seperti
murung, gugup, mudah tersinggung, tidur yang tidak nyenyak, seperti
marah dan kepekaan yang luar biasa terhadap perkataan dan perbuatan
orang lain. Anak-anak yang cemas merasa tidak bahagia karena tidak
merasa tenteram. Mereka mungkin mempersalahkan diri sendiri karena
merasa bersalah atas ketidakmampuan mereka memenuhi harapan orang
tua, guru, dan teman sebaya dan sering merasa kesepian dan
disalahmengertikan. Ketidakpuasan diri yang mereka alami tidak terbatas
pada situasi spesifik, tetapi bahkan meluas.
Berbagai ciri-ciri emosi anak yang telah dibahas di atas
merupakan gambaran dari tanda-tanda anak yang mengalami ketakutan
serta pola-pola emosi yang menyertainya. Hal ini digunakan sebagai
jembatan untuk merumuskan karakteristik keberanian pada anak,
sehingga diperoleh kesimpulan bahwa anak-anak yang berani memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
1) Berani maju ke depan kelas ketika diminta guru untuk memberikan
pendapat, bercerita, deklamasi, memperagakan sesuatu, bermain
drama atau kegiatan lainnya yang memerlukan penampilan di depan
orang banyak atau teman-teman sebaya.
2) Menunjukkan rasa percaya diri yang tinggi, hal ini terlihat dari sikap
tubuh yang baik yaitu posisi badan tegap dengan bahu diangkat tegap
dan rileks.
3) Tangan rileks, posisinya berada di samping badan atau memperagakan
sesuatu yang dibicarakan atau yang perlu digambarkan menggunakan
peragaan tangan. Tangan tidak kaku dan tidak digunakan untuk
memilin-milin, menarik-narik atau memainkan pakaian yang
dipakainya.
4) Menunjukkan kondisi fisik yang normal, tidak gemetaran atau tiba-
tiba mengeluh sakit dan tidak berkeringat yang terlalu berlebihan.
5) Dapat berbicara lancar, tidak terbata-bata atau gagap.
6) Dapat banyak berbicara dalam arti dapat berbicara sesuai dengan
kebutuhan, tidak hanya berbicara sedikit atau bahkan diam saja.
7) Arah pandangan ke depan atau ke arah lawan bicara, tidak
menolehkan mukanya ke lain arah serta tidak menundukkan wajah ke
bawah.
8) Warna rona wajah normal yaitu berona cerah, tidak kemerah-merahan
(memerah karena tersipu malu) dan tidak mendadak menjadi pucat.
f. Kriteria Penilaian Keberanian Berbicara
Kriteria penilaian berbicara ini didasarkan pada karakteristik
keberanian anak dan aspek-aspek bahasa yang dapat dipengaruhi oleh
emosi anak, terutama emosi yang berkaitan erat dengan keberanian. Ada
dua alasan aspek-aspek bahasa tetap dimasukkan dalam penilaian.
Pertama, keberanian berbicara tidak bisa lepas kaitannya dengan berbicara
itu sendiri. Kedua, kemampuan berbicara pada anak dipengaruhi oleh
perkembangan emosi serta pola emosi yang mengikutinya, sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
keberanian anak juga dapat dilihat dari performance berbicara yang
ditampilkan oleh anak.
Adapun aspek-aspek yang dijadikan pedoman penilaian keberanian
berbicara sebagai berikut:
1) Keberanian untuk tampil di depan kelas.
2) Sikap dan kondisi tubuh. Sikap tubuh ini terbagi menjadi beberapa
bagian antara lain sikap tubuh secara keseluruhan, (tegap atau tidak
tegap dan rileks atau tidak rileks) dan sikap tangan (berada di samping
tubuh atau memainkan baju). Kondisi tubuh terlihat rileks dan
menunjukkan kondisi yang sewajarnya, tidak gemetaran, menunjukkan
fisik yang sehat dan tidak tiba-tiba mengeluh sakit, tidak berkeringat
yang berlebih. Arah pandangan tertuju ke arah depan atau menatap
lawan bicara, tidak menoleh ke arah lain dan tidak menundukkan wajah.
3) Kelancaran berbicara. Bicaranya lancar, tidak terlalu cepat dan tidak
terlalu lambat.
4) Kesesuaian dengan alur cerita. Kesesuaian dengan alur cerita ini
berkaitan dengan penuturan cerita dengan menggunakan bahasa yang
dapat menggambarkan isi cerita, sesuai dengan jalan cerita yang ada
dan kata-kata yang dikeluarkan banyak, tidak hanya singkat saja atau
sambil lalu.
5) Lafal. Lafal yang dimaksud disini yaitu pengucapan yang tepat dan
jelas.
6) Tata bahasa. Penilaian pada aspek ini meliputi penggunaan tata bahasa
yang dapat dipahami oleh pendengar. Penyusunan kata-katanya dalam
satu kalimat dapat dimengerti dan tidak membuat orang lain bingung.
2. Hakikat Metode Bercerita Berpasangan
Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa metode antara lain: (1)
STAD, (2) Jigsaw, (3) GI dan (4) Struktural. Metode strukutral terdiri dari
berbagai macam tipe (1) Mencari Pasangan, (2) Bertukar Pasangan, (3)
Berkirim Salam dan Soal, (4) Bercerita Berpasangan, (5) Dua Tinggal Dua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Tamu, (6) Keliling Kelompok, (7) Kancing Gemerincing, (8) Teknik Tebak
Pelajaran dan (9) Teknik Team Quiz. Metode bercerita berpasangan
merupakan salah satu jenis metode yang termasuk dalam pembelajaran
kooperatif tipe struktural.
a. Pembelajaran Kooperatif
Sugiyanto (2009: 37) mengemukakan bahwa pembelajaran
kooperatif (cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang
berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama
dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Sedangkan Anita Lie (1999:12) pembelajaran kooperatif merupakan
sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan pada anak untuk
bekerja sama dengan tugas-tugas terstruktur.
Elemen-elemen pembelajaaran kooperatif menurut Anita Lie
(2007: 40) adalah (1) saling ketergantungan positif; (2) interaksi tatap
muka; (3) akuntabilitas individual; (4) keterampilan untuk menjalin
hubungan antarpribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja
diajarkan.
(1) Saling ketergantungan positif
Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana
yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan
yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling
ketergantungan positif.
Saling ketergantungan dapat dicapai melalui: (a) saling
ketergantungan mencapai tujuan, (b) saling ketergantungan
menyelesaikan tugas, (c) saling ketergantungan bahan atau sumber,
(d) saling ketergantungan peran, (e) saling ketergantungan hadiah.
(2) Interaksi tatap muka
Interaksi tatap muka akan memaksa siswa saling tatap muka
dalam kelompok sehingga mereka dapat berdialog. Dialog tidak hanya
dilakukan dengan guru. Interaksi semacam itu sangat penting karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
siswa merasa lebih mudah belajar dari sesamanya. Ini juga
mengajarkan konsep pengajaran teman sebaya.
(3) Akuntabilitas individual
Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam
pembelajaran kelompok. Penilaian ditujukan untuk mengetahui
penguasaa siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil
penilaian individual selanjutnya disampaikan oleh guru kepada
kelompok agar semua anggota kelompok mengerti siapa anggota
kelompok yang memerlukan bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas
rata-rata belajar semua anggotanya, karena itu tiap anggota kelompok
harus memberikan sumbangan demi kemajuan kelompok yang
didasarkan atas rata-rata penguasaan semua anggota kelompok secara
individual ini yang dimaksud akuntabilitas individual.
(4) Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi
Keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan
terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani
mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain,
mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin
hubungan antar pribadi (interpersonal relationship) tidak hanya
diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak
menjalin hubungan antar pribadi akan memperoleh teguran dari guru
juga dari sesame siswa.
b. Konsep Dasar Metode Bercerita Berpasangan
Roestiyah (1998: 1), berpendapat bahwa metode merupakan teknik
atau cara yang harus dilalui untuk melakukan pekerjaan dalam rangka
mencapai suatu tujuan. Sedangkan menurut Saliwangi (1994: 4), metode
adalah cara yang dipilih untuk mencapai tujuan tertentu. Sehubungan
dengan hal tersebut Sunaryo, menyatakan bahwa metode adalah cara-cara
yang ditempuh untuk mencapai hasil yang memuaskan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Jadi dari pendapat-pendpat di atas, dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan metode adalah cara yang dianggap efisien yang
digunakan untuk dapat mencapai hasil secara optimal.
Metode Bercerita Berpasangan merupakan salah satu tipe dari
pmebelajaran kooperatif. Tipe bercerita berpasangan berbeda dari yang
lainnya karena pada tipe bercerita berpasangan, guru memperhatikan
skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu
mengaktifkan skemata ini agar pembelajaran lebih bermakna.
Anita Lie (Anita Lie 2005: 71) mengungkapkan bahwa metode
bercerita berpasangan dikembangkan sebagai pendekatan interaktif antar
siswa, guru dan bahan pengajaran.
Guru yang menggunakan metode ini harus memperhatikan skemata
atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan
skemata ini agar bahan pembelajaran menjadi lebih bermakna,
sebagaimana tujuan bercerita berpasangan yaitu untuk membantu siswa
untuk mengaktifkan skemata kebudayaan yang sesuai (Anita Lie, 2005: 3)
c. Kelebihan Metode Bercerita Berpasangan
Anita Lie (2005: 46) menjelaskan kelebihan metode bercerita
berpasangan antara lain: 1) meningkatkan partisipasi siswa dalam proses
pembelajaran; 2) kelompok model ini cocok untuk tugas sederhana; 3)
setiap siswa memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk berkontribusi
dalam kelompoknya; 4) interaksi dalam kelompok mudah dilakukan; 5)
pembentukan kelompok menjadi lebih cepat dan mudah.
d. Langkah-langkah Metode Bercerita Berpasangan
Langkah-langkah metode bercerita berpasangan antara lain:
1) Guru memberikan pengenalan yang akan dibahas dalam bahan
pelajaran untuk satu hari. Kegiatan brainstorming ini dimaksudkan
untuk mengaktifkan skemata siswa agar lebih siap menghadapi bahan
pembelajaran yang baru. Dalam kegiatan ini, guru perlu menekankan
bahwa kesiapan mereka dalam mengantisipasi bahan pelajaran yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
akan diberikan pada hari itu dan keharusan bekerja sama dalam
kelompok.
2) Siswa dikelompokkan secara berpasangan.
3) Guru membagi bahan pembelajaran yang akan diberikan menjadi dua
bagian.
4) Bagian pertama diberikan kepada siswa yang pertama, sedangkan
bagian kedua diberikan kepada siswa yang kedua.
5) Siswa diminta melakukan kegiatan bersama-sama dengan
pasangannya, seperti mencatat dan mendaftar beberapa kata atau frasa
kunci yang ada dalam bagian masing-masing. Pada kegiatan
pembelajaran berbicara ini, maka kegiatan menulis atau mencatat frasa
atau kata kunci dilakukan dengan dilisankan. Namun, siswa tetap
diperbolehkan untuk mencatatnya agar mudah mengingatnya.
6) Masing-masing siswa menuliskannya menjadi cerita sesuai dengan
bagiannya masing-masing, kemudian berdiskusi untuk saling
melengkapi isi ceritanya. Dalam pembelajaran berbicara ini siswa
mencoba menebak cerita dari kata kunci yang telah diberikan oleh
pasangan masing-masing dengan cara menceritakannya secara lisan.
7) Versi karangan sendiri ini tidak harus sama dengan bahan yang
sebenarnya.
Tujuan kegiatan ini bukan untuk mendapatkan jawaban yang benar,
melainkan untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan belajar-
mengajar. Setelah selesai menuliskan ceritanya, masing-masing kelompok
siswa diminta untuk menceritakan di depan teman-temannya.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain:
1. Ari Lidyana, dalam skripsinya dengan judul, “Peningkatan Keterampilan
Berbicara dengan Metode Kooperatif Jigsaw pada Kelas III SDN 02
Wonosaren Surakarta Tahun Ajaran 2008/2009”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa metode Kooperatif Jigsaw
dapat meningkatkan keterampilan berbicara. Hal tersebut dapat dilihat dari
hasil penelitian sebagai berikut:
a. Siswa menjadi lebih aktif dalan pembelajaran berbicara.
b. Siswa menjadi lebih bertanggung jawab dalam melaksanakan
pembelajaran.
c. Melatih kekompakan siswa dalam proses belajar.
d. Siswa lebih termotivasi untuk belajar.
e. Siswa mampu mengungkapkan ide atau pendapat menggunakan kata-kata
sendiri.
f. Siswa lebih mudah memahami bahan ajar karena didiskusikan secara
berkelompok.
Penelitian ini dengan penelitian yang akan peneliti laksanakan persamaanya
adalah mengkaji tentang pembelajaran berbicara. Perbedaannya pada penelitian
ini menggunakan metode Kooperatif Jigsaw, sedangkan pada penelitian yang akan
dilakukan peneliti menggunakan Metode Bercerita Berpasangan.
2. Isah Cahyani dalam skripsinya yang berjudul “Penerapan Teknik Bercerita
Berpasangan dalam Pembelajaran Menulis Karangan Narasi” pada Siswa Kelas
X SMA Negeri 14 Bandung Tahun Pelajaran 2009/2010. Kesimpulan dari
penelitian ini yaitu teknik bercerita berpasangan efektif dalam meningkatakn
kemampuan menulis narasi siswa kelas X SMA Negeri 14 Bandung. Hal ini
terbukti dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji t untuk menguji
hipotesis ternyata diperoleh t hitung = 9,72 dan t tabel 2,75 pada taraf
kepercayaan 95 %. Perhitungan tersebut membuktikan bahwa t hitung > t tabel
maka hipotesis kerja diterima. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang
akan peneliti lakukan adalah menggunakan metode bercerita berpasangan
untuk mencapai target tujuan penelitian. Sedangkan perbedaannya, penelitian
ini menggunakan metode eksperimental semu dengan model eksperimen semu,
katergori prates dan pascates dalam kelompok tunggal.
3. Neni Suhaeni dalam skripsinya yang berjudul “Meningkatkan Keberanian
dalam Aspek Berbicara Melalaui Boneka Jari di Kelas I Sekolah Dasar”. Hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
dari penelitian ini adalah keberanian siswa meningkat setelah dilaksanakannya
pembelajaran dengan menggunakan media boneka jari. Penelitian ini terdiri
dari dua siklus. Peningkatan keberanian siswa dalam aspek berbicara dari
siklus I ke siklus II sebanyak 13,5 %. Pada penelitian ini persamaannya pada
variabel terikat yaitu peningkatan keberanian berbicara, sedangkan
perbedaannya adalah pada variabel bebas yaitu melalui boneka jari.
C. Kerangka Berpikir
Kondisi keberanian berbicara siswa kelas V SDN Jlamprang masih rendah.
Hal ini disebabkan oleh metode guru mengajar yang hanya menggunakan metode
ceramah. Metode ceramah tidak mampu untuk menjadi alat bagi siswa dalam
membiasakan diri bercerita di depan siswa-siswa yang lain. Hal ini
mengakibatkan siswa kurang berani pada saat berbicara atau bercerita di depan
siswa-siswa yang lain.
Permasalahan tersebut membutuhkan sebuah solusi untuk mengatasinya.
Solusi yang menjadi alternatif pemecahan masalah yaitu metode bercerita
berpasangan. Metode ini digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut
karena menurut peneliti metode tersebut yang paling sesuai untuk pembelajaran
berbicara. Hal ini dikarenakan metode bercerita berpasangan menekankan
interaksi antar siswa, guru dan bahan pelajaran. Selain itu, metode bercerita
berpasangan juga dapat digunakan baik dalam pembelajaran membaca, menulis
maupun berbicara. Penelitian ini direncanakan dengan target ketercapaian 70 %
siswa secara klasikal mampu memenuhi kategori minimal kategori berani, yaitu
antara rentang nilai 70-79 dan maksimal kategori sangat berani, yaitu rentang nilai
80-100. Apabila pada siklus I belum dapat mencapai target 70 % keberanian siswa
secara klasikal, maka akan dilanjutkan siklus II. Begitu pula jika pada siklus II
masih gagal, maka akan dilanjutkan ke siklus III dan seterusnya hingga tercapai
70 % keberanian siswa meningkat dari jumlah siswa secara klasikal. Namun, jika
pada siklus I telah mencapai 70 % siswa meningkat keberaniannya, maka peneliti
tetap mengadakan refleksi untuk memperbaiki kekurangan yang ada pada siklus I
agar hasil penelitian yang didapatkan lebih kuat dan valid.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Pada akhirnya, penggunaan metode bercerita berpasangan diharapkan
dapat meningkatakan keberanian berbicara siswa kelas V SDN Jlamprang.
Adapun alur kerangka pemikiran yang ditujukan untuk mengarahkan
jalannya penelitian agar tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalahan, maka
kerangka pemikiran dilukiskan dalam sebuah gambar skema agar penelitian
mempunyai gambaran yang jelas dalam melakukan penelitian. Skema kerangka
pemikiran tersebut dapat dilihat pada gambar 1 sebagai berikut:
Gambar 1. Kerangka Berpikir
D. Hipotesis
Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir yang telah diungkap,
maka hipotesis penelitian ini adalah “Penerapan metode bercerita berpasangan
dapat meningkatkan keberanian siswa kelas V SDN Jlamprang Kecamatan
Bawang, Batang”.
Kondisi
Awal
Belum
menggunakan
metode bercerita
berpasangan
Keberanian
berbicara rendah
Tindakan
Pembelajaran
berbicara pokok
bahasan cerita
anak menggunakan
metode bercerita
berpasangan.
Siklus I
Siklus II
Kondisi
Akhir
Keberanian
berbicara siswa
kelas V SDN 01
Jlamprang dapat
ditingkatkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Setting dan Jadwal Penelitian
1. Setting Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas V SD Negeri Jlamprang semester
genap Tahun Ajaran 2011/2012 yang beralamat di Desa Jlamprang, Kecamatan
Bawang, Kabupaten Batang. Tempat penelitian ini dipilih dengan beberapa
pertimbangan antara lain: 1) sekolah tersebut belum pernah digunakan sebagai
objek penelitian yang sejenis, sehingga terhindar dari kemungkinan adanya
penelitian ulang; 2) peneliti sudah cukup mengenal dan memiliki hubungan
baik dengan pihak sekolah.
2. Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu tahap
persiapan hingga pelaporan hasil penelitian yang dilakukan selama 5 bulan,
yakni mulai bulan Febuari sampai dengan Juni. Adapun rincian jadwal
penelitian ada pada tabel 2 sebagai berikut :
Tabel 2. Jadwal Penelitian
No Kegiatan
Bulan
Feb
2010
Mar
2010
Apr
2011
Mei
2011
Juni
2011
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Penyusunan dan
pengajuan
proposal
X X X X
2. Mengurus izin
penelitian X X
3. Persiapan
Penelitian X X X
4. Pelaksanaan
Siklus I X X X
5. Pelaksanaan
Siklus II X X
6. Analisis Data X
7. Penyusunan dan
pelaporan X X X X X X
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian dari penelitian yang telah dilaksanakan ini adalah siswa
kelas V SD Negeri Jlamprang, Bawang, Batang Tahun Pelajaran 2011/2012,
berjumlah 20 siswa, yang terdiri dari 6 laki-laki dan 14 perempuan.
C. Bentuk Penelitian
Penelitian ini berbentuk Penelitian Tindakan Kelas (Clasroom Action
Research). Rochiati Wiriaatmadja (2008: 13) menayatakan bahwa penelitian
tindakan kelas adalah bagaimana sekelompok guru dapat mengorganisasikan
kondisi praktek pembelajaran mereka sendiri. Mereka dapat mencobakan suatu
gagasan perbaikan dalam praktek pembelajaran mereka, dan melihat pengaruh
nyata itu.
Penelitian tindakan kelas termasuk penelitian yang reflektif. Kegiatan
penelitian dimulai dari permasalahan riil yang dihadapi oleh guru kelas V SD
Negeri Jlamprang dalam proses pembelajaran, kemudian direfleksikan alternatif
pemecahan masalah tersebut. Alternatif pemecahan masalah dalam penelitian ini
yaitu dengan menerapkan metode bercerita berpasangan. Setelah itu, pemecahan
masalah tersebut ditindaklanjuti dengan tindakan-tindakan terencana dan terukur.
Oleh karena itu, penelitian tindakan kelas membutuhkan kerjasama antara peneliti,
guru kelas V, dan siswa kelas V SD Negeri Jlamprang, Bawang, Batang agar
tercipta suatu kinerja yang lebih baik.
D. Sumber Data
1. Peristiwa, yaitu kegiatan pembelajaran berbicara yang berlangsung di dalam
kelas dengan penerapan metode bercerita berpasangan.
2. Informan, dalam penelitian ini menggunakan informan guru dan siswa kelas V
SD Negeri Jlamprang, Bawang, Batang.
3. Dokumen yang berupa catatan wawancara dengan guru dan siswa mengenai
pembelajaran keterampilan berbicara, hasil tes siswa, rancangan pedoman
pembelajaran yang dibuat guru, silabus yang ditetapkan oleh pihak sekolah
serta hasil angket yang telah diisi siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara
Wawancara dilakukan terhadap guru kelas V SD Negeri Jlamprang
yang bertujuan menggali informasi untuk memperoleh data yang berkaitan
dengan pelaksanaan pembelajaran dan keberanian berbicara dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya pokok bahasan cerita anak pada
siswa kelas V SD Negeri 01 Jlamprang sebelum dan sesudah penerapan
metode bercerita berpasangan.
2. Observasi
Observasi dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung pada
setiap siklus. Observasi akan dilakukan pada siswa dan guru. Observasi yang
dilakukan pada siswa digunakan untuk mengetahui kegiatan siswa dalam
proses pembelajaran. Observasi yang dilakukan pada guru untuk mengetahui
kinerja guru dalam mempersiapkan dan melaksanakan proses pembelajaran.
3. Tes
Teknik pengumpulan data berupa tes praktik berbicara digunakan untuk
mengetahui perkembangan atau keberhasilan pelaksanaan tindakan yang akan
dilakukan peneliti. Di dalam penelitian ini guru memberikan tes berbicara
lisan pada siswa di depan kelas.
F. Teknik Validitas
Suatu informasi yang akan dijadikan data penelitian perlu diperiksa
validitasnya, sehingga data tersebut bisa dipertanggungjawabkan dan dapat
dijadikan sebagai dasar yang kuat dalam menarik kesimpulan. Teknik yang
digunakan untuk memeriksa validitas dalam penelitian ini adalah teknik
triangulasi.
Triangulasi merupakan teknik yang didasari pola pikir fenomenologi yang
bersifat multiperspektif. Artinya, untuk menarik simpulan yang mantap dan bisa
diterima kebenarannya, peneliti perlu mengkajinya dari berbagai sudut pandang
(Sutopo, H. B., 2002: 78). Adapun teknik-teknik uji validitas yang dilakukan
peneliti adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
1. Triangulasi sumber data, teknik ini digunakan untuk menguji kebenaran data
yang diperoleh dari suatu informan dengan informan yang lain. Informan
dalam penelitian ini yaitu, guru dan siswa SD Negeri Jlamprang. Data yang
diperoleh dari guru dan siswa kemudian dicocokkan untuk diuji kebenarannya.
Data yang bersumber dari siswa dan guru meliputi pembelajaran berbicara
yang dilakukan guru dengan siswa mengenai kondisi pembelajaran berbicara
yang telah dilaksanakan selama ini, metode yang digunakan guru, contoh yang
dilakukan guru dalam bercerita atau keterampilan berbicara yang lainnya,
keberanian siswa dalam berbicara di depan kelas, cara guru mengevaluasi dan
kegiatan siswa saat pembelajaran berbicara. Data yang bersumber dari guru
dan siswa kemudian dibandingkan untuk diuji kebenarannya.
2. Triangulasi metode, teknik ini dilakukan dengan peneliti menguji data yang
sama dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda. Dari
beberapa data yang diperoleh lewat teknik pengumpulan data yang berbeda
tersebut hasilnya dibandingkan dan dapat ditarik kesimpulan agar diperoleh
data yang lebih kuat validitasnya. Pada penelitian ini teknik pengumpulan data
yang digunakan yaitu wawancara, observasi dan tes. Peneliti membandingkan
aktivitas siswa dari observasi dan wawancara dengan guru.
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
model interaktif yang merupakan interaksi dari empat komponen, yaitu: (1)
pengumpulan data, (2) reduksi, (3) penyajian data ( display data ) dan, (4)
penarikan kesimpulan. Secara sederhana interaksi keempat komponen tersebut
dapat digambarkan pada gambar 2 sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Gambar 2. Komponen-komponen Analisis Data
(Sumber : Miles & Huberman, 1992: 20)
Miles dan Huberman (2009: 19) mengemukakan bahwa tiga komponen
tersebut sebagai sesuatu yang jalin menjalin pada saat sebelum, selama, dan
sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar, untuk membangun
wawasan umum yang disebut analisis. Reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan menjadi gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai
rangkaian kegiatan analisis yang saling susul menyusul. Secara singkat, tiga
komponen tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari
catatan-catatan tertulis di lapangan. Data-data penelitian yang telah
dikumpulkan selanjutnya direduksi. Reduksi dalam penelitian ini dilakukan
dengan pemilihan dan penyederhanaan data kasar yang didapat oleh peneliti.
2. Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Hasil
dari data-data penelitian selanjutnya digabungkan dan disimpulkan. Penyajian
data yang telah direduksi, kemudian disusun dan didisplay dalam bentuk tabel,
grafik, dan dinarasikan dalam pembahasan penelitian.
3. Penarikan Kesimpulan (Verification)
Reduksi
Data
Pengumpu
lan Data
Penyajian
Data
Penarikan
Kesimpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Kegiatan ini dilakukan untuk memantapkan kesimpulan dari tampilan
data agar benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Seluruh hasil analisis
yang terdapat dalam reduksi data maupun penyajian data diambil suatu
kesimpulan. Penarikan kesimpulan tentang peningkatan yang terjadi
dilaksanakan secara bertahap mulai dari kesimpulan sementara, kesimpulan
yang ditarik pada akhir siklus I, dan kesimpulan terakhir pada akhir siklus II.
Kesimpulan yang pertama sampai dengan yang terakhir harus terkait. Setiap
kesimpulan yang ditarik pada akhir siklus dilakukan refleksi untuk menentukan
atau menyusun rencana tindakan berikutnya. Setelah semua data disajikan
dalam laporan, peneliti menarik kesimpulan yang merupakan jawaban dari
hipotesis penelitian.
H. Indikator Kinerja
Indikator kinerja merupakan rumusan kinerja yang dijadikan acuan atau
tolak ukur dalam menentukan keberhasilan atau keefektifan penelitian (Sarwiji
Suwandi, 2008: 70). Indikator kinerja yang ingin dicapai dalam penelitian
tindakan kelas ini adalah meningkatnya keberanian berbicara pada siswa kelas V
SD Negeri Jlamprang dengan menerapkan metode bercerita berpasangan.
Indikator penelitian ini berupa kategori nilai keberanian berbicara, yaitu siswa
dapat mencapai kategori minimal nilai berani dan atau maksimal sangat berani
sebanyak 70% siswa secara klasikal.
Pada siklus I pembelajaran telah mencapai indikator kinerja, siswa yang
dapat mencapai kategori berani atau sangat berani sebanyak 14 siswa atau 70%
dari jumlah siswa secara keseluruhan. Pada siklus II siswa yang dapat mencapai
kategori berani atau sangat berani sebanyak 20 siswa atau 100% dari jumlah siswa
secara keseluruhan.
I. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian adalah sebuah rangkaian tahap penelitian dari awal
hingga akhir. Indikator yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
meningkatnya keberanian berbicara pada siswa kelas V SD Negeri Jlamprang
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia tentang pokok bahasan cerita anak melalui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
penerapan metode bercerita berpasangan. Untuk memperoleh indikator yang ingin
dicapai, prosedur penelitian ini mencakup beberapa tindakan. Setiap tindakan
tersebut dirancang dalam satu unit sebagai satu siklus. Setiap siklus terdiri dari
empat tahap sebagai berikut: 1) perencanaan (planning); 2) pelaksanaan tindakan
(action); 3) observasi dan evaluasi tindakan (observation and evaluation); dan 4)
refleksi tindakan (reflecting). Menurut Suharsimi Arikunto, dkk (2010:16),
prosedur penelitian diatas dapat divisualisasikan pada gambar 3.
Gambar 3. Model PTK (Suharsimi Arikunto, dkk, 2010: 16)
Penelitian ini akan dilaksanakan dalam dua siklus, dengan dua pertemuan di
setiap siklusnya. Secara rinci, tiap siklus dipaparkan sebagai berikut:
1. Siklus Pertama
a. Perencanaan
Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1) Menentukan pokok bahasan, yaitu Cerita Anak.
2) Menyiapkan sumber bahan berbicara, yaitu sebuah bacaan “Kancil dan
Siput”.
3) Membuat Rencana Pelaksanaan Penelitian dengan menggunakan
metode bercerita berpasangan.
4) Menyusun lembar observasi guru dan siswa
5) Menyiapkan format evaluasi pembelajaran.
Perencanaan
Siklus I Refleksi Pelaksanaan
Pengamatan
Perencanaan
Siklus II Refleksi Pelaksanaan
Pengamatan
?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
b. Tindakan
Tindakan pada siklus I ini dilaksanakan dalam 2 x pertemuan,
yakni pertemuan pertama menceritakan kembali isi cerita anak yang telah
dibaca dan pertemuan kedua yaitu mengomentari permasalahan faktual
yag ada dalam cerita. Adapun langkah-langkah yang dilakukan, yaitu:
1) Guru mengajak siswa curah gagasan. Guru menyampaikan satu pokok
bahasan dan siswa diminta untuk menyampaikan gagasannya sesuai
dengan pengalaman yang telah dialaminya. Di sini guru menekankan
bahwa yang dipentingkan adalah kesiapan siswa dalam menghadapi
pokok bahasan baru.
2) Siswa dipasangkan dengan teman sebangku.
3) Guru membagi bahan pelajaran yang akan diberikan menjadi dua
bagian.
4) Bagian pertama diberikan kepada siswa pertama dan bagian kedua
diberikan kepada siswa kedua.
5) Siswa terlebih dahulu membaca bagiannya masing-masing.
6) Masing-masing siswa memberikan kata kunci mengenai bacaan yang
telah dibaca dengan dilisankan, siswa yang mendengarkan boleh
mencatat boleh tidak.
7) Masing-masing siswa mencoba menerka isi bagian yang hilang, boleh
dengan ditulis terlebih dahulu, setelah itu baru dilisankan kepada
pasangannya.
8) Masing pasangan berdiskusi untuk melengkapi isi ceritanya dan amanah
yang bisa diambil dari cerita.
9) Versi karangan sendiri ini tidak harus sama dengan karangan yang
sebenarnya.
10) Setelah itu masing masing kelompok atau pasangan menceritakan
karangannya didepan kelas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
c. Pengamatan / Observasi
Melakukan pengamatan/observasi terhadap guru, siswa, dan
penerapan metode bercerita berpasangan. Pengamatan yang dilakukan
yaitu terhadap proses bercerita berpasangan yang dilakukan oleh siswa.
Pengamatan juga dilakukan pada saat evaluasi individu di akhir tiap
pertemuan.
d. Tahap Refleksi
Refleksi berarti penilaian dan pengkajian terhadap semua hasil
evaluasi data kaitannya dengan indikator kinerja siklus I. Peneliti akan
menganalisis keberanian berbicara siswa sesuai dengan nilai saat evaluasi
dan hasil observasi saat pembelajaran. Hasil penelitian pada siklus I yaitu
sebanyak 14 siswa yang dapat mencapai kategori berani atau sangat berani
atau sebanyak 70% dari jumlah siswa secara keseluruhan, maka dapat
disimpulkan bahwa penerapan metode bercerita berpasangan dapat
meningkatkan keberanian berbicara siswa kelas V SD Negeri Jlamprang.
Namun, untuk memperbaiki kekurangan yang ada pada siklus I dan untuk
menguatkan hasil didapatkan maka penelitian ini dilanjutkan ke siklus II.
1. Siklus Kedua
a. Perencanaan
Perencanaan pada siklus II meliputi rencana perbaikan pembelajaran
dan penerapan metode bercerita berpasangan yang didasarkan pada hasil
refleksi pada siklus I. Rencana perbaikan pada siklus II ini dilaksanakan
untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
Adapun langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah:
1) Identifikasi masalah pada siklus I dan penetapan alternatif pemecahan
masalah atau perbaikan pada Siklus II.
2) Membuat Rencana Pelaksanaan Penelitian dengan menggunakan
metode bercerita berpasangan.
3) Menyusun lembar observasi guru dan siswa
4) Menyiapkan format evaluasi pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
b. Tindakan
Pada dasarnya tindakan yang dilaksanakan pada siklus II ini
hampir sama dengan siklus I, yakni pembelajaran berbicara dengan
menerapkan metode bercerita berpasangan. Pelaksanaan tindakan siklus II
ini terbagi dalam 2 x pertemuan dengan materi cerita anak yang berbeda.
Pada pertemuan pertama materi yang digunakan untuk bercerita
berpasangan berjudul “Kancil dan Buaya”, sedangkan pada pertemuan
kedua menggunakan cerita “Moni yang Baik Hati”.
c. Pengamatan / Observasi
Melakukan pengamatan/observasi terhadap guru, siswa, dan
penerapan metode bercerita berpasangan. Pengamatan yang dilakukan
yaitu terhadap proses bercerita berpasangan yang dilakukan oleh siswa.
Pengamatan juga dilakukan pada saat evaluasi individu di akhir tiap
pertemuan.
d. Tahap Refleksi
Refleksi berarti penilaian dan pengkajian terhadap semua hasil
evaluasi data kaitannya dengan indikator kinerja siklus I. Peneliti
menganalisis keberanian berbicara siswa sesuai dengan nilai saat evaluasi
dan hasil observasi saat pembelajaran. Setelah refleksi yang dilakukan
pada siklus I didapatkan hasil pada siklus II keberanian siswa meningkat
dari 14 siswa yang mencapai kategori berani atau sangat berani atau 70%
menjadi 20 siswa yang mencapai kategori berani atau sangat berani atau
100% dari jumlah siswa secara keseluruhan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
BAB IV
HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Pra Siklus
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas V SD Negeri Jlamprang
yang telah dilakukan peneliti pada pembelajaran berbicara pada mata pelajaran
Bahasa Indonesia, khususnya materi cerita anak diperoleh hasil bahwa
pembelajaran berbicara yang dilakukan masih konvensional. Guru hanya
menggunakan metode ceramah saja dan siswa hanya disuruh untuk mendengarkan
dan memperhatikan secara pasif. Selain itu, pembelajaran yang dilakukan tidak
menggunakan media yang menarik peserta didik. Guru hanya menggunakan
gambar yang ada pada teks bacaan atau yang berada pada buku cerita.
Pembelajaran yang hanya menggunakan metode ceramah membuat siswa kurang
pasif dalam pembelajaran sehingga menyebabkan siswa tidak terlatih dan terbiasa
untuk berbicara di depan teman-temannya. Kondisi ini menyebabkan siswa
merasa tidak berani jika harus berbicara di depan kelas, khususnya bercerita
dalam penelitian ini. Siswa menjadi takut, was-was atau khawatir jika mereka
tidak bisa bercerita di depan kelas karena merasa grogi dan tidak siap.
Hal ini dapat dibuktikan dari tes keberanian berbicara yang didapatkan
dari hasil pembelajaran berbicara materi cerita anak yang dilakukan sebelum
tindakan penerapan metode bercerita berpasangan. Berdasarkan nilai keberanian
berbicara (lihat lampiran 2) dapat disajikan distribusi frekuensi seperti pada tabel
3 sebagai berikut:
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Nilai Tes Keberanian Berbicara Sebelum Diterapkan
Tindakan Metode Bercerita Berpasangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Berdasarkan distribusi frekuensi pada tabel 3 maka dapat disajikan dalam grafik
pada gambar 4 sebagai berikut:
Gambar 4. Grafik Nilai Tes Keberanian Berbicara Pra Siklus
Berdasarkan gambar 4 di atas menunjukkan bahwa siswa yang termasuk
dalam kategori kurang berani (KB) sebanyak 6 siswa atau 30%. Siswa yang
termasuk dalam kategori cukup berani (CB) sebanyak 4 siswa atau 20%. Siswa
yang termasuk dalam kategori berani (B) sebanyak 9 siswa atau 45%. Siswa yang
termasuk dalam kategori sangat berani (SB) sebanyak 1 siswa atau 5%.
0
6
30%
20%
45%
0
2
4
6
8
10
TB KB CB B SB
Fre
kuen
si
Kategori
Banyak Siswa
Kategori Frekuensi
%
Relative Kumulatif
TB 0 0 0
KB 6 30 30
CB 4 20 50
B 9 45 95
SB 1 5 5
20 100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
B. Deskripsi Hasil Tindakan Tiap Siklus
Penelitian ini dilaksanakan selama dua siklus pada tanggal 23 April 2012
sampai 19 Mei 2012. Adapun rinciannya sebagai berikut:
1. Siklus I
Tindakan siklus I dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan. Tiap
pertemuan terdiri dari tiga jam pelajaran (3 x 35 menit) yang dilaksanakan
selama 23 April sampai 1 Mei 2012. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan
sebagai berikut:
a. Perencanaan
Perencanaan tindakan siklus I dilaksanakan pada hari Senin, 23
April 2012. Kegiatan perencanaan dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh
guru kelas V SD Negeri Jlamprang. Peneliti dan guru kelas V
mendiskusikan rencana tindakan yang akan dilakukan dalam proses
penelitian ini. Selanjutnya disepakati bahwa pelaksanaan tindakan pada
siklus I dilaksanakan pada Senin, 30 April 2012 dan Selasa, 1 Mei 2012.
Adapun deskripsi perencanaan siklus I sebagai berikut:
1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) beserta
instrumennya dan perangkat lainnya.
Peneliti dan guru kelas menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) Bahasa Indonesia untuk dua kali pertemuan
dengan alokasi waktu 3 x 35 menit tiap kali pertemuannya. RPP yang
disusun meliputi: standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator,
tujuan pembelajaran, dampak pengiring, materi pembelajaran, metode
dan model pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, sumber dan
media pembelajaran, dan penilaian.
Selain itu peneliti juga menyiapkan instrumen pembelajaran
meliputi Petunjuk/Langkah-langkah Kegiatan Bercerita Berpasangan,
Materi Cerita Anak dan Lembar penilaian dan Lembar Pengamatan.
Lembar Kerja Kelompok yang disiapkan peneliti meliputi Petunjuk
dan Langkah-langkah Bercerita Berpasangan dan Petunjuk
Menemukan Kata Kunci sesuai dengan bagian cerita masing-masing.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Cerita yang digunakan dalam siklus I yaitu Cerita Kancil dan Siput.
Tetapi, pada pertemuan ke-2 diadakan perubahan cerita. Hal ini sesuai
dengan karakteristik metode bercerita berpasangan yang dimaksudkan
untuk melatih siswa agar siap terhadap bahan pembelajaran yang baru.
Sedangkan, Lembar Penilaian yang digunakan disesuaikan dengan
kriteria penilaian yang telah dibuat oleh peneliti. Lembar penilaian ini
digunakan untuk menilai tes individu keberanian berbicara siswa.
Sedangkan Lembar Pengamatan digunakan untuk merekam segala
aktivitas siswa dan guru selama berlangsungnya proses pembelajaran.
2) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung
Fasilitas dan sarana yang dipersiapkan untuk pelaksanaan
pembelajaran:
a) Ruang kelas didesain seperti biasa, yaitu secara klasikal. Pada saat
diskusi kelompok ruang kelas tidak diubah karena kelompok
terdiri dari dua orang berpasangan yang duduk sebangku.
b) Menyiapkan media boneka tangan siput dan kancil. Selain itu,
disiapkan hp sebagai alat perekam gambar dan video.
b. Tindakan
Pelaksanajaan tindakan dalam penelitian ini, peneliti bertindak
sebagai pengajar dan dibantu oleh guru kelas V SD Negeri Jlamprang yang
bertindak sebagai observer.
1) Pertemuan ke-1
Pertemuan ke-1 dilaksanakan pada hari Senin, 30 April 2012. Materi
yang menjadi bahan pembelajaran dengan menggunakan metode
bercerita berpasangan pada pertemuan ini adalah cerita Kancil dan
Siput. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
a) Pra Kegiatan
Pra kegiatan dilakukan dengan mengabsen siswa dan
mengkondisikan kelas. Pengkondisiian kelas dilakukan dengan
mengecek kesiapan siswa.
b) Kegiatan Pendahuluan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Kegiatan pendahuluan dilakukan dengan kegiatan
apersepsi yang dilakukan dengan cara Guru mengajak siswa
mengingat cerita yang di serialkan di televisi yaitu “Shaun The
Sheep”. Guru mengadakan Tanya jawab dengan siswa tentang
tokoh, karakter dan cerita yang ada di dalam serial “Shaun The
Seep” sehingga secara tidak langsung memancing siswa untuk
bercerita secara sekilas. Serial “Saun The Seep” guru pilih karena
tayangan di televisi tersebut sangat familiar di kalangan siswa saat
ini sehingga lebih mudah memancing siswa untuk bercerita sekilas
mengenai seria tersebut.
Setelah apersepsi dilanjutkan dengan penjelasan guru
mengenai kegiatan yang akan dilakukan dan tujuan pembelajaran
yang akan dicapai. Guru menjelaskan kegiatan pembelajaran yang
akan dilakukan adalah pembelajaran bercerita menggunakan
metode bercerita berpasangan. Guru juga menjelaskan bahwa
setelah kegiatan pembelajaran bercerita dengan menggunakan
metode bercerita berpasangan diharapkan siswa dapat lebih berani
tampil bercerita karena telah berlatih pada saat melakukan bercerita
berpasangan. Oleh karena itu, siswa menjadi lebih siap sehingga
berani tampil bercerita di depan kelas.
c) Kegiatan Inti
(1) Eksplorasi
Kegiatan eksplorasi dilakukan dengan melakukan
curah gagasan mengenai binatang yang menjadi tokoh utama
dalam cerita. Guru menggunakan boneka tangan untuk
menarik perhatian siswa sebelum mengadakan curah gagasan.
Boneka tangan yang digunakan kali iniadalah boneka tangan
kancil dan siput. Setelah itu, guru meminta siswa untuk
memberikan gagasannya masing-masing mengenai tokoh
binatang yang ditunjukkan guru. Gagasan yang dilontarkan
siswa tidak harus sama dengan siswa lainnya, tetapi sesuai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
dengan pengalaman dan pengetahuam yang siswa miliki.
Gagasan yang diberikan siswa boleh mengenai watak,
kebiasaan atau keseharian, habitat dan bentuk fisik.
(2) Elaborasi
Pada awal elaborasi guru terlebih dahulu membagi
siswa ke dalam 10 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri
dari dua orang siswa atau dua pasang siswa. Guru membagi
kelompok siswa sesuai dengan teman duduk siswa. Hal ini
dilakukan demi efisiensi waktu dan tenaga. Adapun pembagian
kelompoknya dapat dilihat paa tabel 4 sebagai berikut:
Tabel 4. Daftar Kelompok Bercerita Berpasangan Siklus I
Pertemuan Ke-1
Kelompok Nama Siswa
Siswa I Siswa II
1 Ririn Kusniawati Ida Nurdalila
2 Ahmad Khoirul Huda M. Irfandi
3 Nariyah Mustikawati
4 Azkia Iqtalaqilma Eva Wijayanti
5 Viki Nala Sofia Zia Ainun Ni’mah
6 Renita Irani Sukmawati
7 Jesica Tri Oktaviani Lindriyani
8 Asfiyani Silviatul Khasanah
9 M. Zana Khoirun
Zahwan
M. Saefullah
Bahaudin 10 Wisnu Defani M. Adiyat Thariq
Setelah pembagian kelompok dilakukan, guru
menjelaskan kegiatan bercerita berpasangan secara rinci tiap
langkah. Selain itu, siswa diberi lembar petunjuk langkah-
langkah metode bercerita berpasangan. Tiap langkah yang
dilakukan siswa dalam kegiatan bercerita berpasangan
dilakukan secara serempak dengan dipandu dan dibimbing
oleh guru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Pertama, guru memberikan cerita kepada masing-
masing kelompok yang telah dibagi menjadi dua bagian. Tiap
anggota kelompok akan menerima satu bagian cerita yang
merupakan bagian awal yang hilang atau lanjutan dari bagian
cerita anggota kelompok lainnya. Pada pertemuan kali ini guru
memberikan cerita berjudul “Kancil dan Siput”. Siswa satu
menerima cerita Kancil dan Siput bagian 1 dan siswa dua
menerima cerita Kancal dan Siput bagian 2. Selain
memberikan cerita, guru juga memberikan lembar lengkah-
langkah bercerita berpasangan dan petunjuk mencari kata
kunci. Sehingga siswa akan lebih mudah dan tidak bingung
dalam melaksanakan kegiatan bercerita berpasangan. Setelah
masing-masing siswa menerima bagian ceritanya, siswa
membaca cerita tersebut sesuai dengan waktu yang telah
diberikan oleh guru.
Selanjutnya siswa menentukan kata kunci dari cerita
yang telah dibaca. Kata kunci diberikan kepada teman
pasangan atau anggota kelompok dengan cara melisankan kata
kunci tersebut. Siswa boleh mencatat kata kunci yang
diberikan oleh teman pasangannya untuk mempermudah dalam
mengingat. Kegiatan ini dilakukan secara bergantian, siswa
satu memberikan kata kunci kepada siswa dua dan sebaliknya,
siswa dua memberikan kata kunci kepada siswa satu.
Setelah itu, siswa mencoba menebak bagian cerita yang
tidak ada dalam cerita yang dimiliki berdasarkan kata kunci
yang telah diberikan oleh teman pasangan atau angota
kelompok. Kegiatan ini dilakukan bergantian, dimulai dari
siswa dua menebak cerita Kancil dan Siput Bagian 1 dan
dilanjutkan siswa satu untuk menebak cerita Kancil dan Siput
Bagian 2 agar membentuk suatu cerita yang berurutan. Kalimat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
yang dibuat siswa dalam menebak cerita tidak harus sama
dengan yang ada di cerita. Kegiatan ini bertujuan untuk
meningkatkan partisipasi siswa belajar, bukan untuk
mendapatkan jawaban yang benar.
Setelah masing-masing siswa menebak bagian cerita,
kemudian didiskusikan untuk mengetahui bagian cerita secara
keseluruhan sehingga siswa bisa saling melengkapi.
(3) Konfirmasi
Konfirmasi dilakukan dengan mempresentasikan hasil
kerja kelompok dari kegiatan bercerita berpasangan. Tiap
kelompok maju ke depan satu per satu. Tiap anggota kelompok
membawakan bagian cerita yang ditebak pada saat kegiatan
bercerita berpasangan sehingga kedua-duanya berpartisipasi
aktif dalam kegiatan mempresentasikan hasil kerja kelompok.
Ketika kelompok sedang mempresentasikan, kelompok lain
mendengarkan dan memperhatikan. Ketika presentasi selesai
kelompok lain boleh menanggapi hasil kerja kelompok yang
telah dipresentasikan. Guru menegaskan dan meluruskan hasil
kerja kelompok yang telah dipresentasikan setelah semua
kelompok maju mempresentasikan hasil kerjanya.
d) Kegiatan Akhir
Kegiatan akhir dilakukan dengan membuat kesimpulan dari
pembelajaran yang telah dilakukan. Guru bersama siswa membuat
kesimpulan mengenai pelajaran yang dapat dipetik dari cerita yang
telah menjadi bahan pembelajaran.
Setelah itu, guru mengadakan evaluasi yang berupa tes
keberanian berbicara. Tes keberanian berbicara dilakukan dengan
siswa maju satu per satu untuk bercerita di depan kelas.
e) Pasca Kegiatan
Kegiatan pasca kegiatan dilakukan dengan menasehati
siswa dan berdoa sebelum pulang sekolah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
2) Pertemuan ke-2
Pertemuan ke-2 dilaksanakan pada hari Selasa, 1 Mei 2012.
Materi cerita anak yang digunakan masih cerita Kancil dan Siput
tetapi ada beberapa perubahan. Hal ini sesuai dengan karakteristik
bercerita berpasangan yang membuat siswa siap dengan bahan
pembelajaran yang baru. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
a) Pra Kegiatan
Pra kegiatan dilakukan dengan mengabsen siswa dan
mengkondisikan kelas. Pengkondisiian kelas dilakukan dengan
mengecek kesiapan siswa.
b) Kegiatan Pendahuluan
Kegiatan pendahuluan dilakukan dengan kegiatan apersepsi,
guru mengajak siswa menyanyikan lagu Si Kancil Anak Nakal.
Lirik lagunya sebagai berikut:
Si kancil anak nakal
Suka mencuri ketimun
Ayo lekas dikurung
Jangan diberi ampun
Guru mengajak siswa untuk menilai isi dari lagu yang telah
dinyanyikan mengenai sifat kancil yang ada dalam lagu. Setelah
itu, guru memulai untuk memancing siswa agar menceritakan
sekilas mengenai pengalamannya tentang dongeng Kancil Mencuri
Ketimun.
Setelah apersepsi dilanjutkan dengan penjelasan guru
mengenai kegiatan yang akan dilakukan dan tujuan pembelajaran
yang akan dicapai. Guru menjelaskan kegiatan pembelajaran yang
akan dilakukan adalah pembelajaran bercerita menggunakan
metode bercerita berpasangan. Guru juga menjelaskan bahwa
setelah kegiatan pembelajaran bercerita dengan menggunakan
metode bercerita berpasangan diharapkan siswa dapat lebih berani
tampil bercerita karena telah berlatih pada saat melakukan bercerita
2 x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
berpasangan. Oleh karena itu, siswa diharapkan menjadi lebih siap
sehingga berani tampil bercerita di depan kelas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
c) Kegiatan Inti
(1) Eksplorasi
Kegiatan eksplorasi dilakukan dengan melakukan curah
gagasan mengenai binatang yang menjadi tokoh utama dalam
cerita. Pada pertemuan ke-2 guru melakukan kegiatan
eksplorasi masih menggunakan kegiantan curah gagasan.
Namun, curah gagasan kali ini sedikit berbeda karena teknik
yang digunakan yaitu teknik bercerita estafet. Kegiatan ini
mula-mula dilakukan dengan guru memberikan satu kata
kepada siswa yang duduk paling depan dan paling pojok
kanan, dalam pertemuan ini guru memberikan kata kancil.
Selanjutnya, siswa bertugas untuk melanjutkan kata tesebut
boleh dengan kata atau frasa atau kalimat sehingga kata itu
menjadi serangkaian makna. siswa melanjutkan kata-kata
tersebut dengan melisankannya saja. Begitu seterusnya hingga
siswa sudah benar-benar melanjutkannya. Setelah itu, guru
kembali memberikan satu kata lagi, agar tidak monoton guru
memberikan kata kepada siswa yang duduk di bangku palung
belakang sebelah pojok kiri. Kata kedua yang diberikan guru
yaitu kata ketimun dan begitu seterusnya hingga siswa benar-
benar tidak mampu lagi meneruskannya.
Pada kegiatan bercerita estafet ini siswa dibebaskan
untuk melanjutkannya dengan kata, frasa atau kalimat agar
siswa lebih leluasa dalam menentukan apa yang akan dijadikan
olehnya untuk melanjutkan cerita yang ada.
(2) Elaborasi
Pada awal elaborasi guru terlebih dahulu membagi siswa
ke dalam 10 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari
dua orang siswa atau dua pasang siswa. Guru membagi
kelompok siswa sesuai dengan teman duduk siswa. Hal ini
dilakukan demi efisiensi waktu dan tenaga. Kelompok pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
pertemuan ke-2 masih sama dengan kelompok pertemuan ke-1.
Perbedaannya terletak pada urutan maju tiap kelompok dibalik,
jika pada pertemuan ke-1 kelompok tersebut maju teraakhir
maka pada pertemuan ke-2 maju pertama. Jika pada pertemuan
ke-1 maju urutan ke-9 maka pada pertemuan ke-2 maju kedua.
Setelah pembagian kelompok dilakukan, guru
menjelaskan kegiatan bercerita berpasangan secara rinci tiap
langkah. Selain itu, siswa diberi lembar petunjuk langkah-
langkah metode bercerita berpasangan. Tiap langkah yang
dilakukan siswa dalam kegiatan bercerita berpasangan
dilakukan secara serempak dengan dipandu dan dibimbing
oleh guru.
Pertama, guru memberikan cerita kepada masing-masing
kelompok yang telah dibagi menjadi dua bagian. Tiap anggota
kelompok akan menerima satu bagian cerita yang merupakan
bagian awal yang hilang atau lanjutan dari bagian cerita
anggota kelompok lainnya. Pada pertemuan kali ini guru
memberikan cerita berjudul “Kancil dan Siput”. Siswa satu
menerima cerita Kancil dan Siput bagian 1 dan siswa dua
menerima cerita Kancal dan Siput bagian 2. Selain
memberikan cerita, guru juga memberikan lembar lengkah-
langkah bercerita berpasangan dan petunjuk mencari kata
kunci. Sehingga siswa akan lebih mudah dan tidak bingung
dalam melaksanakan kegiatan bercerita berpasangan. Setelah
masing-masing siswa menerima bagian ceritanya, siswa
membaca cerita tersebut sesuai dengan waktu yang telah
diberikan oleh guru.
Selanjutnya siswa menentukan kata kunci dari cerita
yang telah dibaca. Kata kunci diberikan kepada teman
pasangan atau anggota kelompok dengan cara melisankan kata
kunci tersebut. Siswa boleh mencatat kata kunci yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
diberikan oleh teman pasangannya untuk mempermudah dalam
mengingat. Kegiatan ini dilakukan secara bergantian, siswa
satu memberikan kata kunci kepada siswa dua dan sebaliknya,
siswa dua memberikan kata kunci kepada siswa satu.
Setelah itu, siswa mencoba menebak bagian cerita yang
tidak ada dalam cerita yang dimiliki berdasarkan kata kunci
yang telah diberikan oleh teman pasangan atau angota
kelompok. Kegiatan ini dilakukan bergantian, dimulai dari
siswa dua menebak cerita Kancil dan Siput Bagian 1 dan
dilanjutkan siswa satu untuk menebak cerita Kancil dan Siput
Bagian 2 agar membentuk suatu cerita yang berurutan. Kalimat
yang dibuat siswa dalam menebak cerita tidak harus sama
dengan yang ada di cerita. Kegiatan ini bertujuan untuk
meningkatkan partisipasi siswa belajar, bukan untuk
mendapatkan jawaban yang benar.
Setelah masing-masing siswa menebak bagian cerita,
kemudian didiskusikan untuk mengetahui bagian cerita secara
keseluruhan sehingga siswa bisa saling melengkapi.
(3) Konfirmasi
Konfirmasi dilakukan dengan mempresentasikan hasil
kerja kelompok dari kegiatan bercerita berpasangan. Tiap
kelompok maju ke depan satu per satu. Tiap anggota kelompok
membawakan bagian cerita yang ditebak pada saat kegiatan
bercerita berpasangan sehingga kedua-duanya berpartisipasi
aktif dalam kegiatan mempresentasikan hasil kerja kelompok.
Ketika kelompok sedang mempresentasikan, kelompok lain
mendengarkan dan memperhatikan. Ketika presentasi selesai
kelompok lain boleh menanggapi hasil kerja kelompok yang
telah dipresentasikan. Guru menegaskan dan meluruskan hasil
kerja kelompok yang telah dipresentasikan setelah semua
kelompok maju mempresentasikan hasil kerjanya. Guru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
memberikan hadiah kepada kelompok yang berhasil
menyelesaikan tugas dan telah mempresentasikan hasil
kerjanya dengan baik.
d) Kegiatan Akhir
Kegiatan akhir dilakukan dengan membuat kesimpulan dari
pembelajaran yang telah dilakukan. Guru bersama siswa membuat
kesimpulan mengenai pelajaran yang dapat dipetik dari cerita yang
telah menjadi bahan pembelajaran.
Setelah itu, guru mengadakan evaluasi yang berupa tes
keberanian berbicara. Tes keberanian berbicara dilakukan dengan
siswa maju satu per satu untuk bercerita di depan kelas.
e) Pasca Kegiatan
Kegiatan pasca kegiatan dilakukan dengan menasehati siswa
dan berdoa sebelum pulang sekolah.
c. Observasi
Observasi atau pengamatan dilakukan oleh guru kelas V SD Negeri
Jlamprang selama proses pembelajaran berbicara materi cerita anak
berlangsung dengan menggunakan lembar observasi. Observasi yang
dilakukan meliputi observasi guru atau pengajar dan aktivitas peserta didik
selama pembelajaran berlangsung.
Observasi guru atau pengajar dilakukan untuk mengetahui kinerja
guru dalam mengajar dan dapat dijadikan dasar perbaikan guru atau
pengajar dalam pelaksanaan pembelajaran selanjutnya. Observasi siswa
dibagi menjadi tiga pengamatan yaitu observasi kelompok yaitu selama
proses bercerita berpasangan berlangsung, observasi afektif dan observasi
psikomotorik.
Berdasarkan hasil observasi selama pembelajaran berbicara materi
cerita anak berlangsung, dipeoleh gambaran tentang aktivitas siswa dalam
pembelajaran dengan rincian sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
1) Aspek Kognitif
Aspek kognitif yang diukur meliputi kompetensi produk dan
kompetensi proses. Kompetensi produk yang diamati didapatkan dari
hasil tes keberanian berbicara siswa dalam bercerita di depan kelas
secara individu. Sedangkan kompetensi proses didapatkan dari
pengamatan atau observasi pada saat kelompok melakukan kegiatan
bercerita berpasangan.
(1) Kompetensi Produk
Kompetensi produk mengacu pada hasil tes keberanian
berbicara siswa dalam bercerita di depan kelas secara individu
pada siklus I.
Berdasarkan hasil rekapitulasi nilai keberanian berbicara
siklus I (lihat lampiran 20), dapat dibuat distribusi frekuensi pada
tabel 5 sebagai berikut:
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Hasil Rekapitulasi Nilai Tes
Keberanian Berbicara Siklus I
Kategori Frekuensi %
Relative Kumulatif
TB 0 0 0
KB 1 5 5
CB 5 25 30
B 10 50 80
SB 4 20 100
20 100
Berdasarkan tabel 5 di atas maka dapat disajikan dalam grafik
pada gambar 5 sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Gambar 5. Grafik Hasil Rekapitulasi Nilai Tes Keberanian
Berbicara Siklus I
Berdasarkan gambar 5 di atas menunjukkan bahwa siswa yang termasuk
kategori kurang berani (40-59) sebanyak 1 siswa atau 5%. Siswa yang termasuk
kategori cukup berani (60-69) sebanyak 5 siswa atau 25%. Siswa yang termasuk
kategori berani (70-79) sebanyak 10 siswa atau 50%. Siswa yang termasuk
kategori sangat berani (80-100) sebanyak 4 siswa atau 20%.
(2) Kompetensi Proses
Kompetensi proses mengacu pada penilaian siswa pada saat
melakukan kegiatan bercerita berpasangan secara berkelompok.
Berdasarkan hasil rekapitulasi kompetensi proses kegiatan bercerita
berpasangan (lihat lampiran 22) dapat dibuat distribusi frekuensi pada
tabel 6 sebagai berikut:
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Hasil Rekapitulasi Nilai Proses Kegiatan
Bercerita Berpasangan Siklus I
Kategori Frekuensi %
Relatif Kumulatif
D 3 15 15
C 5 25 40
B 8 40 80
A 4 20 100
20 100
01
5%
25%
50%
0
2
4
6
8
10
12
TB KB CB B SB
Fre
kue
nsi
Kategori
Banyak Siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Berdasarkan tabel 6 di atas maka dapat disajikan dalam grafik pada
gambar 6 sebagai berikut:
Gambar 6. Grafik Hasil Rekapitulasi Nilai Proses Kegiatan Bercerita
Berpasangan Siklus I
Berdasarkan grafik hasil rekapitulasi nilai proses kegiatan
bercerita berpasangan siklus I pada gambar 6 menunjukkan bahwa
siswa yang termasuk kategori D atau kurang baik (<60) sebanyak 3
siswa atau 15%. Siswa yang termasuk dalam kategori cukup sebanyak
5 siswa atau 25%. Siswa yang termasuk dalam kategori baik sebanyak
8 siswa atau 40%. Siswa yang termasuk dalam kategori sangat baik
sebanyak 4 siswa atau 20%.
2) Aspek Afektif
Aspek afektif yang diamati dalam penelitian siklus I pertemuan
ke-1 dan pertemuan ke-2 meliputi: (a) berani bertanya, (b) berani
menyampaikan pendapat, (3) menghargai pendapat orang lain, (4)
bekerja sama, (5) disiplin, (6) tanggung jawab. Berdasarkan hasil
rekapitulasi nilai aspek afektif (lihat lampiran 26) dapat dibuat
distribusi frekuensi pada tabel 7 sebagai berikut:
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Afektif
Siklus I
15
25
40
20
0123456789
D C B A
Fre
kue
nsi
Kategori
Banyak Siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Kategori Frekuensi %
Relatif Kumulatif
D 3 15 15
C 5 25 40
B 8 40 80
A 4 20 100
20 100
Berdasarkan tabel 7 di atas maka dapat disajikan dalam grafik
pada gambar 7 sebagai berikut:
Gambar 7. Grafik Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Afektif Siklus I
Berdasarkan gambar grafik 7 di atas menunjukkan bahwa siswa
yang termasuk dalam kategori D atau kurang (<60) sebanyak 3 siswa
atau 15%. Siswa yang termasuk kategori C atau cukup (60-69)
sebanyak 5 siswa atau 25%. Siswa yang termasuk dalam kategori B
atau baik (70-79) sebanyak 8 siswa atau 40%. Siswa yang termasuk
kategori A atau sangat baik (≥80) sebanyak 4 siswa atau 20%.
3) Aspek Psikomotorik
Aspek psikomotorik yang diamati pada siklus I pertemuan ke-1
dan pertemuan ke-2 meliputi: (1) penggunaan boneka tangan, (2)
0123456789
D C B A
Fre
kuen
si
Kategori
Banyak Siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
eksprsi dan penghayatan, (3) artikulasi dan kerasnya suara. Berdasarkan
hasil rekapitulasi nilai aspek psikomotorik siklus I (lihat lampiran 30),
dapat dibuat distribusi frekuensi pada tabel 8 sebagai berikut:
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Rekapitulasi Hasil Nilai Aspek
Psikomotorik Siklus I
Kategori Frekuensi %
Relatif Kumulatif
D 6 30 30
C 9 45 75
B 3 15 90
A 2 10 100
20 100
Berdasarkan tabel 8 di atas maka dapat disajikan dalam grafik
pada gambar 8 sebagai berikut:
Gambar 8. Grafik Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Psikomotorik Siklus I
Berdasarkan grafik pada gambar 8 di atas menunjukkan bahwa
siswa yang termasuk kategori D atau kurang (<60) sebanyak 30 siswa.
Siswa yang termasuk kategori C atau cukup (60-69) sebanyak 9 siswa
atau 45%. Siswa yang termasuk kategori B atau baik (70-70) sebanyak
0123456789
10
D C B A
Fre
kuen
si
Kategori
Banyak Siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
3 siswa atau 15%. Siswa yang termasuk kategori sangat baik (≥80)
sebanyak 2 siswa atau 10%.
4) Observasi Guru
Pada siklus observasi yang dilakukan terhadap guru pada
waktu mengajar mendapatkan hasil sebesar 3,4 (lihat lampiran 34) dan
termasuk dalam kategori baik/B.
Adapun keterampilan mengajar yang diobservasi meliputi: 1)
persiapan pembelajaran, 2) membuka pembelajaran, 3) kejelasan dan
sistematika penyampaian materi, 4) ketepatan strategi pembelajaran, 5)
ketepatan dan daya tarik media, 6) kemampuan menggunakan media, 7)
melibatkan peserta didik dalam memanfaatkan media, 8) menumbuhkan
partisipasi aktif dan antusiasme, 9) memantau kemajuan belajar selama
proses, 10) melakukan penilaian/evaluasi, 11) menggunakan bahasa
lisan dan tulis secara jelas, lancar baik dan benar dan 12) menutup
pembelajaran.
Guru sudah mempersiapkan pembelajaran dengan baik. Hal ini
terbukti dari guru sudah mempersiapkan RPP sebelum pembelajaran
dan sarana pembelajaran relevan dengan materi yang digunakan. Guru
juga sudah mengkondisikan siswa agar siap melakukan pembelajaran.
Pada awal pembelajaran guru membuka pembelajaran yang
meliputi melakukan absensi dengan mengecek siswa yang tidak
berangkat, menyampaikan tujuan dan kegiatan pembelajaran yang akan
dilakukan. Pada siklus I pertemuan ke-1 kegiatan apersepsi dilakukan
dengan memancing siswa untuk bercerita secara spontan mengenai
serial televisi Shaun The Sheep. pada siklus I pertemuan ke-2, apersepsi
dilakukan dengan menyanyikan lagu Si Kancil Anak Nakal.
Sebelum kegiatan bercerita berpasangan dimulai, guru terlebih
dahulu menjelaskan gambaran kegiatan bercerita berpasangan beserta
langkah-langkahnya. Guru juga menjelaskan materi cerita anak yang
akan digunakan di dalam kegiatan bercerita berpasangan. Sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
kejelasan sitem dan penyampaian materi dapat dipahami dan
dilaksanakan dengan baik oleh siswa.
Kegiatan metode bercerita berpasangan merupakan kegiatan
pembelajaran yang menekankan pada interaksi antar siswa, siswa
dengan guru dan siswa. Sehingga strategi yang digunakan dalam
pembelajaran sudah sesuai antara pembelajaran yang dilaksanakan
dengan kompetensi yang akan dicapai. Pada siklus I pertemuan ke-1
guru lupa belum membagi siswa menjadi kelompok berpasangan
sebelum dilakukannya kegiatan bercerita berpasangan. Namun, siswa
sudah menempatkan diri untuk berpasangan dengan teman
sebangkunya. Pada pertemuan ke-2 guru membagi siswa terlebih
dahulu ke dalam kelompok berpasangan dengan teman sebangkunya
masing-masing sekaligus mengundi kelompok mana yang maju terlebih
dahulu.
Pemilihan media pada siklus I sudah tepat yaitu menggunakan
boneka tangan. Namun, pemakaiannya masih kurang yaitu hanya
sebentar pada saat siswa melakukan kegiatan berpasangan karena harus
bergantian dengan teman yang lainnya. Hal ini menyebabkan ada anak
yang tidak mendapatkan kesempatan untuk menggunakan boneka
tangan. Selain itu kondisi ini juga menyebabkan kegaduhan di dalam
kelas. Secara keseluruhan media boneka tangan sudah mampu menarik
perhatian siswa.
Partisipasi aktif yang berusaha diciptakan guru dalam
pembelajaran sudah dapat menumbuhkan suasana yang menyenangkan
dalam pembelajaran. Hal ini terlihat dari partisipasi anak yang aktif
dalam pembelajaran yang ditunjukkan anak pada saat berinteraksi baik
dengan guru maupun dengan siswa lain.
Selama proses pembelajaran guru memantau siswa dengan
telaten. Guru menjelaskan langkah-langkah kegiatan pembelajaran
secara perlahan sambil menanyakan apakah siswa sudah paham dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
yang ibu guru jelaskan. Pada saat siswa melakukan kegiatan
berpasangan guru memandu langkah demi langkah secara serempak
agar memudahkan guru dalam mengecek kegiatan yang siswa lakukan
sudah dilakukan dengan baik dan benar. Selain itu, guru sebisa
mungkin menyesuaikan bahasa yang mudah dimengerti oleh siswa.
Penilaian yang dilakukan oleh guru sudah sesuai dengan
kompetensi yang telah ditetapkan. Penilaian ini meliputi penilaian
keberanian berbicara itu sendiri, penilaian proses, penilaian aspek
afektif dan penilaian aspek psikomotorik.
Guru sudah menggunakan bahasa lisan dan tulisan yang mudah
dipahami, tetapi karena masih awal pembelajaran siswa masih sedikit
tegang.
Keterampilan menutup pembelajaran guru sudah cukup baik.
Hal ini terlihat dari guru mellibatkan peserta didik dalam membuat
kesimpulan yaitu berupa amanah atau pelajaran yang bisa diambil dari
cerita anak.
d. Refleksi
Data yang diperoleh dari hasil penilaian tes keberanian berbicara
siklus I menunjukkan siswa yang dapt mencapai kategori berani dan sangat
berani sebesar 70% siswa atau sebanyak 14 siswa dan siswa yang belum
dapt mencapai baik kategori sangat berani maupun berani sebanyak 30%
siswa atau sebanyak 6 siswa. Pada pertemuan ke-1 mapun pertemuan ke-2
nilai keberanian siswa pada aspek keberanian tampil secara umum sudah
baik. Beberapa siswa sudah berani maju tanpa ditunjuk guru dan
selebihnya maju dengan dipanggil namanya terlebih dulu.
Tetapi, pada pertemuan ke-2, salah satu siswa ada yang tidak mau
maju bercerita. Setelah diberikan motivasi oleh guru tetap tidak mau.
Setelah dibujuk lama oleh guru, akhirnya siswa mau bercerita, tetapi
hasilnya sangat minim sehingga nilai akhir yang didapatkan sangat sedikit.
Setelah ditelusuri lebih dalam, siswa tersebut memiliki latar belakang
keluarga yang tidak harmonis dan pada dasarnya karakteristik siswa dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
awal memang pendiam. Hal ini menyebabkan siswa tidak mudah bergaul
dengan teman, tidak percaya diri dan berkecil hati. Perasaan siswa yang
dialami saat berada di depan orang banyak atau melakukan sesuatu yang
diketahui banyak orang adalah takut ditertawakan, digunjingkan dan
diperolok. Oleh karena itu, guru memotivasi siswa secara lebih intensif
lagi.
Pada aspek kelancaran, siswa masih banyak yang bercerita dengan
terputus-putus, gagap dan terlalu lama berhenti. Hal ini juga berpengaruh
pada lafal yang di ucapkan siswa yaitu banyak siswa yang belum jelas
pelafalannya. Selain itu ada beberapa siswa yang lafalnya terpengaruh
dengan penggunaan bahasa daerah. Selain itu, pada aspek tata bahasa
siswa yang masih menggunakan kalimat yang belum sempurna dan hanya
sekadarnya saja.
Nilai kompetensi proses yang didapatkan siswa menunjukkan 75%
siswa mencapai nilai ≥70. Kaitannya dengan aspek kognitif pada
kompetensi proses, hasil yang didapatkan siswa dari pertemuan ke-1 ke
pertemuan ke-2 meningkat sehingga antara proses dalam kegiatan bercerita
berpasangan yang dilakukan siswa dengan hasil tes keberanian berbicara
secara individu menunjukkan peningkatan yang sejalan. Hal ini
menandakan bahwa proses kegiatan bercerita berpasangan yang dilakukan
siswa sudah terlaksana dengan baik.
Sedangkan pada nilai aspek afektif hasil yang didapatkan sebesar
60% siswa mendapatkan nilai ≥70 atau sebanyak 12 siswa dan 40% siswa
mendapatkan nilai ≤70 atau sebanyak 8 siswa. Pada penilaian berani
bertanya dan berani berpendapat masih sangat banyak siswa yang belum
aktif bertanya dan berpendapat dan hanya beberapa saja yang sktif
bertanya dan berpendapat. Sedangkan untuk aspek lain secara keseluruhan
siswa sudah bersikap dengan baik.
Sedangkan pada nilai aspek psikomotorik, hasil yang didapatkan
sebesar 75% siswa mendapatkan nilai ≥70 atau sebanyak 15 siswa dan
25% siswa mendapatkan nilai ≤70. Pada aspek psikomotorik ini, sebagian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
besar siswa sangat sedikit mendapatkan nilai pada aspek penggunaan
boneka tangan dan artikulasi dan kerasnya suara. Siswa hanya
mengunakan boneka tangan sebisanya, belum bisa menggunakan dengan
benar dan maksimal. Penggunaannya masih sangat terbatas, hanya
bergantian dari kelompok satu ke kelompok lainnya pada saat melakukan
kegiatan bercerita berpasangan. Selain itu, pada aspek penilaian artikulasi
dan kerasnya suara menununjukkan sangat banyak siswa yang suaranya
pelan sehingga tidak terdengar jelas.
Dari uraian di atas, maka peneliti mengambil kesimpulan sebagai
refleksi terhadap tindakan penelitian pada siklus I yang telah dilaksanakan
antara lain:
1) Guru memberikan peraturan pada siklus II mengenai aturan selama
proses pembelajaran berlangsung, khususnya pada saat
seorang/kelompok sedang bercerita atau mempresentasikan di depan
kelas. Aturan tersebut sebagai berikut:
a) Dilarang menertawakan, mengolok-olok, menyoraki ataupun
sejenisnya ketika seorang siswa atau kelompok sedang bercerita di
depan kelas.
b) Dilarang mebuat kegaduhan atau berbicara sendiri.
c) Apabila siswa melanggar maka nilai yang didapatkan akan
dikurangi satu poin.
2) Guru memberikan contoh bagaimana membuat dan merangkai kalimat
yang baik dan benar. Guru memberi tahu bahwa penggunaan kata
kemudian yang berlebihan dan terus menerus membuat cerita
membosankan dan tidak enak untuk didengar.
3) Guru menjelaskan secara rinci sikap yang baik saat melakukan kegiatan
bercerita berpasangan, seperti: (a) duduknya berhadapan, (b) saling
bergantian saat bercerita dan saling mendengarkan, (c) perlu adanya
kerja sama saat melakukan kegiatan berkelompok tersebut.
4) Guru merancang pembelajaran yang lebih interaktif lagi agar siswa
mempunyai kesempatan untuk bertanya dan memberikan pendapat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
5) Guru mencontohkan penggunaan boneka tangan yang benar dan siswa
menggunakannya pada saat mempresentasikan hasil bercerita
berpasangannya secara berkelompok sehingga penggunaannya lebih
maksimal.
6) Guru memotivasi siswa agar suaranya lebih keras.
2. Siklus II
Tindakan siklus I dilaksanakan sebanyak dua kali pertemuan. Tiap
pertemuan terdiri dari tiga jam pelajaran (3 x 35 menit) yang dilaksanakan
selama 7 Mei sampai 15 Mei 2012. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan
sebagai berikut:
a. Perencanaan
Perencanaan tindakan siklus I dilaksanakan pada hari Senin, 7 Mei
2012. Kegiatan perencanaan dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh guru
kelas V SD Negeri Jlamprang. Peneliti dan guru kelas V mendiskusikan
rencana tindakan yang akan dilakukan dalam proses penelitian siklus II.
Perencanaan yang dilakukan berdasarkan hasil refleksi pada pelaksanaan
penelitian siklus I. Selanjutnya disepakati bahwa pelaksanaan tindakan
pada siklus I dilaksanakan pada Senin,14 Mei 2012 dan Selasa, 15 Mei
2012. Adapun deskripsi perencanaan siklus I sebagai berikut:
1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) beserta
instrumennya dan perangkat lainnya.
Peneliti dan guru kelas menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) Bahasa Indonesia untuk dua kali pertemuan
dengan alokasi waktu 3 x 35 menit tiap kali pertemuannya. RPP yang
disusun meliputi: standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator,
tujuan pembelajaran, dampak pengiring, materi pembelajaran, metode
dan model pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, sumber dan
media pembelajaran, dan penilaian. RPP yang digunakan pada siklus
II memiliki perbedaan pada materi cerita anak dan kegiatan apersepsi
yang digunakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Selain itu peneliti juga menyiapkan instrumen pembelajaran
meliputi Lembar Kerja Kelompok, Materi Cerita Anak dan Lembar
penilaian dan Lembar Pengamatan. Lembar Kerja Kelompok yang
disiapkan peneliti meliputi Petunjuk dan Langkah-langkah Bercerita
Berpasangan dan Petunjuk Menemukan Kata Kunci sesuai dengan
bagian cerita masing-masing. Cerita yang digunakan dalam siklus II
yaitu Cerita Kancil dan Buaya dan dilakukan peringkasan lagi tanpa
mengubah jalan cerita agar anak lebih mudah dalam bercerita. Pada
pertemuan ke-2 cerita yang digunakan yaitu cerita Moni yang Baik
Hati. Sedangkan, Lembar Penilaian yang digunakan disesuaikan
dengan kriteria penilaian yang telah dibuat oleh peneliti. Lembar
penilaian ini digunakan untuk menilai tes individu keberanian
berbicara siswa. Sedangkan Lembar Pengamatan digunakan untuk
merekam segala aktivitas siswa dan guru selama berlangsungnya
proses pembelajaran.
2) Mempersiapkan Fasilitas dan Sarana Pendukung
Fasilitas dan sarana yang dipersiapkan untuk pelaksanaan
pembelajaran:
a) Ruang kelas didesain seperti biasa, yaitu secara klasikal. Pada saat
diskusi kelompok ruang kelas tidak diubah karena kelompok
terdiri dari dua orang berpasangan yang duduk sebangku.
b) Menyiapkan media boneka tangan siput dan kancil. Selain itu,
disiapkan hp sebagai alat perekam gambar dan video.
b. Tindakan
Pelaksanajaan tindakan dalam penelitian ini, peneliti bertindak
sebagai pengajar dan dibantu oleh guru kelas V SD Negeri Jlamprang
yang bertindak sebagai observer.
1) Pertemuan ke-1
Pertemuan ke-1 dilaksanakan pada hari Senin, 30 April 2012.
Materi yang menjadi bahan pembelajaran dengan menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
metode bercerita berpasangan pada pertemuan ini adalah cerita Kancil
dan Siput. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
a) Pra Kegiatan
Pra kegiatan dilakukan dengan mengabsen siswa dan
mengkondisikan kelas. Pengkondisian kelas dilakukan dengan
mengecek kesiapan siswa.
b) Kegiatan Pendahuluan
Kegiatan pendahuluan dilakukan dengan kegiatan apersepsi
yang dilakukan dengan cara. Guru mengajak siswa melakukan
permainan kata. Guru telah menyiapkan lembar penugasan untuk
melakukan permainan kata. Permainan ini juga dimaksudkan agar
siswa lebih bisa memahami dalam membuat kalimat dan
menggunakannya untuk bercerita.
Setelah apersepsi dilanjutkan dengan penjelasan guru
mengenai kegiatan yang akan dilakukan dan tujuan pembelajaran
yang akan dicapai. Guru menjelaskan kegiatan pembelajaran yang
akan dilakukan adalah pembelajaran bercerita menggunakan
metode bercerita berpasangan. Guru juga menjelaskan bahwa
setelah kegiatan pembelajaran bercerita dengan menggunakan
metode bercerita berpasangan diharapkan siswa dapat lebih berani
tampil bercerita karena telah berlatih pada saat melakukan bercerita
berpasangan. Oleh karena itu, siswa menjadi lebih siap sehingga
berani tampil bercerita di depan kelas.
c) Kegiatan Inti
(1) Eksplorasi
Kegiatan eksplorasi dilakukan dengan melakukan curah
gagasan mengenai binatang yang menjadi tokoh utama dalam
cerita. Guru menggunakan boneka tangan untuk menarik
perhatian siswa sebelum mengadakan curah gagasan. Boneka
tangan yang digunakan kali iniadalah boneka tangan kancil dan
buaya. Setelah itu, guru meminta siswa untuk memberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
gagasannya masing-masing mengenai tokoh binatang yang
ditunjukkan guru. Gagasan yang dilontarkan siswa tidak harus
sama dengan siswa lainnya, tetapi sesuai dengan pengalaman
dan pengetahuam yang siswa miliki. Gagasan yang diberikan
siswa boleh mengenai watak, kebiasaan atau keseharian,
habitat dan bentuk fisik.
(2) Elaborasi
Pada awal elaborasi guru terlebih dahulu membagi
siswa ke dalam 10 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri
dari dua orang siswa atau dua pasang siswa. Guru membagi
kelompok siswa sesuai dengan teman duduk siswa.
Setelah pembagian kelompok dilakukan, guru
menjelaskan kegiatan bercerita berpasangan secara rinci tiap
langkah. Selain itu, siswa diberi lembar petunjuk langkah-
langkah metode bercerita berpasangan. Tiap langkah yang
dilakukan siswa dalam kegiatan bercerita berpasangan
dilakukan secara serempak dengan dipandu dan dibimbing
oleh guru.
Pertama, guru memberikan cerita kepada masing-
masing kelompok yang telah dibagi menjadi dua bagian. Tiap
anggota kelompok akan menerima satu bagian cerita yang
merupakan bagian awal yang hilang atau lanjutan dari bagian
cerita anggota kelompok lainnya. Pada pertemuan kali ini guru
memberikan cerita berjudul “Kancil dan Buaya”. Siswa satu
menerima cerita Kancil dan Buaya bagian 1 dan siswa dua
menerima cerita Kancal dan Buaya bagian 2. Selain
memberikan cerita, guru juga memberikan lembar lengkah-
langkah bercerita berpasangan dan petunjuk mencari kata
kunci. Sehingga siswa akan lebih mudah dan tidak bingung
dalam melaksanakan kegiatan bercerita berpasangan. Setelah
masing-masing siswa menerima bagian ceritanya, siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
membaca cerita tersebut sesuai dengan waktu yang telah
diberikan oleh guru.
Selanjutnya siswa menentukan kata kunci dari cerita
yang telah dibaca. Kata kunci diberikan kepada teman
pasangan atau anggota kelompok dengan cara melisankan kata
kunci tersebut. Siswa boleh mencatat kata kunci yang
diberikan oleh teman pasangannya untuk mempermudah dalam
mengingat. Kegiatan ini dilakukan secara bergantian, siswa
satu memberikan kata kunci kepada siswa dua dan sebaliknya,
siswa dua memberikan kata kunci kepada siswa satu.
Setelah itu, siswa mencoba menebak bagian cerita yang
tidak ada dalam cerita yang dimiliki berdasarkan kata kunci
yang telah diberikan oleh teman pasangan atau angota
kelompok. Kegiatan ini dilakukan bergantian, dimulai dari
siswa dua menebak cerita Kancil dan Buaya Bagian 1 dan
dilanjutkan siswa satu untuk menebak cerita Kancil dan Buaya
Bagian 2 agar membentuk suatu cerita yang berurutan. Kalimat
yang dibuat siswa dalam menebak cerita tidak harus sama
dengan yang ada di cerita. Kegiatan ini bertujuan untuk
meningkatkan partisipasi siswa belajar, bukan untuk
mendapatkan jawaban yang benar.
Setelah masing-masing siswa menebak bagian cerita,
kemudian didiskusikan untuk mengetahui bagian cerita secara
keseluruhan sehingga siswa bisa saling melengkapi.
(3) Konfirmasi
Konfirmasi dilakukan dengan mempresentasikan hasil
kerja kelompok dari kegiatan bercerita berpasangan. Tiap
kelompok maju ke depan satu per satu. Tiap anggota kelompok
membawakan bagian cerita yang ditebak pada saat kegiatan
bercerita berpasangan sehingga kedua-duanya berpartisipasi
aktif dalam kegiatan mempresentasikan hasil kerja kelompok.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Ketika kelompok sedang mempresentasikan, kelompok lain
mendengarkan dan memperhatikan. Ketika presentasi selesai
kelompok lain boleh menanggapi hasil kerja kelompok yang
telah dipresentasikan. Guru menegaskan dan meluruskan hasil
kerja kelompok yang telah dipresentasikan setelah semua
kelompok maju mempresentasikan hasil kerjanya.
d) Kegiatan Akhir
Kegiatan akhir dilakukan dengan membuat kesimpulan dari
pembelajaran yang telah dilakukan. Guru bersama siswa membuat
kesimpulan mengenai pelajaran yang dapat dipetik dari cerita yang
telah menjadi bahan pembelajaran.
Setelah itu, guru mengadakan evaluasi yang berupa tes
keberanian berbicara. Tes keberanian berbicara dilakukan dengan
siswa maju satu per satu untuk bercerita di depan kelas.
e) Pasca Kegiatan
Kegiatan pasca kegiatan dilakukan dengan menasehati
siswa dan berdoa sebelum pulang sekolah.
2) Pertemuan ke-2
Pertemuan ke-2 dilaksanakan pada hari Selasa, 15 Mei 2012.
Materi cerita anak yang digunakan Moni yang Baik Hati. Adapun
langkah-langkahnya sebagai berikut:
a) Pra Kegiatan
Pra kegiatan dilakukan dengan mengabsen siswa dan
mengkondisikan kelas. Pengkondisiian kelas dilakukan dengan
mengecek kesiapan siswa.
b) Kegiatan Pendahuluan
Kegiatan pendahuluan dilakukan dengan kegiatan apersepsi.
Guru mengajak siswa melakukan kegiatan permainan kata
misterius. Permainan ini dilakukan dengan guru memberikan satu
kata kunci yang berkaitan dengan kata misterius tersebut. Kata
kunci yang diberikan guru dijadikan acuan siswa untuk menebak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
kata misterius tersebut. Siswa menebak dengan cara mengajukan
pertanyaan kepada guru dan guru hanya menjawabnya ya atau
tidak/bukan.
Setelah apersepsi dilanjutkan dengan penjelasan guru
mengenai kegiatan yang akan dilakukan dan tujuan pembelajaran
yang akan dicapai. Guru menjelaskan kegiatan pembelajaran yang
akan dilakukan adalah pembelajaran bercerita menggunakan
metode bercerita berpasangan. Guru juga menjelaskan bahwa
setelah kegiatan pembelajaran bercerita dengan menggunakan
metode bercerita berpasangan diharapkan siswa dapat lebih berani
tampil bercerita karena telah berlatih pada saat melakukan bercerita
berpasangan. Oleh karena itu, siswa diharapkan menjadi lebih siap
sehingga berani tampil bercerita di depan kelas.
c) Kegiatan Inti
(1) Eksplorasi
Kegiatan eksplorasi dilakukan dengan melakukan curah
gagasan mengenai binatang yang menjadi tokoh utama dalam
cerita. Curah gagasan yang dilakukan menggunakan boneka
tangan yaitu boneka tangan monyet dan harimau. Guru
melakukan curah gagasan mengenai sifat atau watak kebiasaan
dan habitat hewan yang menjadi tokoh yaitu monyet dan
harimau.
(2) Elaborasi
Pada awal elaborasi guru terlebih dahulu membagi
siswa ke dalam 10 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri
dari dua orang siswa atau dua pasang siswa. Guru membagi
kelompok siswa sesuai dengan teman duduk siswa. Guru
memberikan nama kepada kelompok agar lebih menarik siswa.
Setelah pembagian kelompok dilakukan, guru
menjelaskan kegiatan bercerita berpasangan secara rinci tiap
langkah. Selain itu, siswa diberi lembar petunjuk langkah-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
langkah metode bercerita berpasangan. Tiap langkah yang
dilakukan siswa dalam kegiatan bercerita berpasangan
dilakukan secara serempak dengan dipandu dan dibimbing
oleh guru.
Pertama, guru memberikan cerita kepada masing-
masing kelompok yang telah dibagi menjadi dua bagian. Tiap
anggota kelompok akan menerima satu bagian cerita yang
merupakan bagian awal yang hilang atau lanjutan dari bagian
cerita anggota kelompok lainnya. Pada pertemuan kali ini guru
memberikan cerita berjudul “Moni yang Baik Hati”. Siswa
satu menerima cerita Moni yang Baik Hati bagian 1 dan siswa
dua menerima cerita Moni yang Baik Hati bagian 2. Selain
memberikan cerita, guru juga memberikan lembar lengkah-
langkah bercerita berpasangan dan petunjuk mencari kata
kunci. Sehingga siswa akan lebih mudah dan tidak bingung
dalam melaksanakan kegiatan bercerita berpasangan. Setelah
masing-masing siswa menerima bagian ceritanya, siswa
membaca cerita tersebut sesuai dengan waktu yang telah
diberikan oleh guru.
Selanjutnya siswa menentukan kata kunci dari cerita
yang telah dibaca. Kata kunci diberikan kepada teman
pasangan atau anggota kelompok dengan cara melisankan kata
kunci tersebut. Siswa boleh mencatat kata kunci yang
diberikan oleh teman pasangannya untuk mempermudah dalam
mengingat. Kegiatan ini dilakukan secara bergantian, siswa
satu memberikan kata kunci kepada siswa dua dan sebaliknya,
siswa dua memberikan kata kunci kepada siswa satu.
Setelah itu, siswa mencoba menebak bagian cerita yang
tidak ada dalam cerita yang dimiliki berdasarkan kata kunci
yang telah diberikan oleh teman pasangan atau angota
kelompok. Kegiatan ini dilakukan bergantian, dimulai dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
siswa dua menebak cerita Moni yang Baik Hati Bagian 1 dan
dilanjutkan siswa satu untuk menebak cerita Moni yang Baik
Hati Bagian 2 agar membentuk suatu cerita yang berurutan.
Kalimat yang dibuat siswa dalam menebak cerita tidak harus
sama dengan yang ada di cerita. Kegiatan ini bertujuan untuk
meningkatkan partisipasi siswa belajar, bukan untuk
mendapatkan jawaban yang benar.
Setelah masing-masing siswa menebak bagian cerita,
kemudian didiskusikan untuk mengetahui bagian cerita secara
keseluruhan sehingga siswa bisa saling melengkapi.
(3) Konfirmasi
Konfirmasi dilakukan dengan mempresentasikan hasil
kerja kelompok dari kegiatan bercerita berpasangan. Tiap
kelompok maju ke depan satu per satu. Tiap anggota kelompok
membawakan bagian cerita yang ditebak pada saat kegiatan
bercerita berpasangan sehingga kedua-duanya berpartisipasi
aktif dalam kegiatan mempresentasikan hasil kerja kelompok.
Ketika kelompok sedang mempresentasikan, kelompok lain
mendengarkan dan memperhatikan. Ketika presentasi selesai
kelompok lain boleh menanggapi hasil kerja kelompok yang
telah dipresentasikan. Guru menegaskan dan meluruskan hasil
kerja kelompok yang telah dipresentasikan setelah semua
kelompok maju mempresentasikan hasil kerjanya. Guru
memberikan hadiah kepada kelompok yang berhasil
menyelesaikan tugas dan telah mempresentasikan hasil
kerjanya dengan baik.
d) Kegiatan Akhir
Kegiatan akhir dilakukan dengan membuat kesimpulan dari
pembelajaran yang telah dilakukan. Guru bersama siswa membuat
kesimpulan mengenai pelajaran yang dapat dipetik dari cerita yang
telah menjadi bahan pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Setelah itu, guru mengadakan evaluasi yang berupa tes
keberanian berbicara. Tes keberanian berbicara dilakukan dengan
siswa maju satu per satu untuk bercerita di depan kelas.
e) Pasca Kegiatan
Kegiatan pasca kegiatan dilakukan dengan menasehati
siswa dan berdoa sebelum pulang sekolah.
c. Observasi
1) Aspek Kognitif
Aspek kognitif yang diukur meliputi kompetensi produk dan
kompetensi proses. Kompetensi produk yang diamati didapatkan dari
hasil tes keberanian berbicara siswa dalam bercerita di depan kelas
secara individu. Sedangkan kompetensi proses didapatkan dari
pengamatan atau observasi pada saat kelompok melakukan kegiatan
bercerita berpasangan.
a) Kompetensi Produk
Kompetensi produk mengacu pada hasil tes keberanian
berbicara siswa dalam bercerita di depan kelas secara individu
pada siklus II. Berdasarkan hasil rekapitulasi nilai tes keberanian
berbicara siklus II (lihat lampiran 21) dapat dibuat distribusi
frekuensi sebagai berikut:
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Hasil Rekapitulasi Nilai Tes
Keberanian Berbicara Siklus II
Kategori Frekuensi %
Relatif Kumulatif
TB 0 0 0
KB 0 0 0
CB 0 0 0
B 7 35 35
SB 13 65 100
20 100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Berdasarkan tabel 9 di atas maka dapat disajikan dalam
grafik pada gambar 9 sebagai berikut:
Gambar 9. Grafik Hasil Rekapitulasi Nilai Tes Keberanian
Berbicara Siklus II
Berdasarkan grafik pada gambar 9 menunjukkan bahwa
siswa yang termasuk kategori B atau berani (70-79) sebanyak 7
siswa atau 35%. Siswa yang termasuk kategori SB atau sangat
berani (≥80) sebanyak 13 siswa atau 65%.
b) Kompetensi Proses
Kompetensi proses mengacu pada penilaian siswa pada
saat melakukan kegiatan bercerita berpasangan secara
berkelompok. Berdasarkan hasil rekapitulasi nilai kompetensi
proses siklus II (lihat lampiran 23), dapat dibuat distribusi
frekuensi pada tabel 10 sebagai berikut:
Tabel 10. Distribusi Frekuensi Hasil Rekapitulasi Nilai
Kompetensi Proses Kegiatan Bercerita Berpasangan
Siklus II
No. Urut Frekuensi %
Relatif Kumulatif
D 0 0 0
C 4 20 20
B 2 10 30
A 14 70 100
20 100
02468
101214
TB KB CB B SB
Fre
kue
nsi
Kategori
Banyak Siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi pada tabel 10 di atas
maka dapat disajikan dalam grafik pada gambar 10 sebagai
berikut:
Gambar 10. Grafik Hasil Rekapitulasi Nilai Kompetensi Proses
Siklus II
Berdasarkan grafik pada gambar 10 di atas menunjukkan
bahwa siswa yang termasuk kategori kurang baik atau D tidak
ada. Siswa yang termasuk kategori cukup atau C sebanyak 4
siswa atau 20%. Siswa yang termasuk kategori baik atau B
sebanyak 2 siswa atau 10%. Siswa yang termasuk kategori A atau
sangat baik sebanyak 14 siswa.
2) Aspek Afektif
Berdasarkan hasil rekapitulasi nilai aspek afektif siklus II
(lihat lampiran 27), dapat dibuat distribusi frekuensi seperti pada
table 11 sebagai berikut:
Tabel 11. Distribusi Frekuensi Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek
Afektif Siklus II
Kategori Frekuensi %
Relatif Kumulatif
D 0 0 0
C 2 10 10
B 9 45 55
A 9 45 100
20 100
02468
10121416
D C B A
Fre
kue
nsi
Kategori
Banyak Siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Berdasarkan tabel 11 di atas maka dapat disajikan dalam
gragik pada gambar 11 sebagai berikut:
Gambar 11. Grafik Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Afektif Siklus II
Berdasarkan grafik pada gambar 11 menunjukkan bahwa
siswa yang termasuk kategori C/cukup (60-69) sebanyak 2 siswa
atau 10%. Siswa yang termasuk kategori B/baik (70-79) sebanyak 9
siswa atau 45%. Siswa yang termasuk kaegori A/sangat baik (≥80)
sebanyak 9 siswa atau 45%.
3) Aspek Psikomotorik
Berdasarkan hasil rekapitulasi nilai aspek psikomotorik siklus
II (lihat lampiran 31) dapat dibuat tabel 12 sebagai berikut:
Tabel 12. Distribusi Frekuensi Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek
Psikomotorik Siklus II
Kategori Ferkuensi %
Relatif Kumulatif
D 1 5 5
C 9 45 50
B 5 25 75
A 5 25 100
20 100
Berdasarkan tabel 12 maka dapat disajikan dalam grafik pada
gambar 12 sebagai berikut:
0
2
4
6
8
10
D C B A
Fre
kuen
si
Kategori
Banyak Siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Gambar 12. Hasil Rekapitulasi Nilai Aspek Psikomotorik Siklus II
Berdasarkan grafik pada gambar 12 menunjukkan bahwa
siswa yang termasuk kategori D/kurang sebanyak 1 siswa ata 5%.
Siwa yang termasuk kategori C/cukup (60-69) sebanyak 2 siswa atau
10%. Siswa yang termasuk kategori B/baik (70-79) sebanyak 9 siswa
atau 45%. Siswa yang termasuk kaegori A/sangat baik (≥80)
sebanyak 9 siswa atau 45%.
4) Observasi Guru
Pada siklus II guru mendapatkan nilai ketermapilan
mengajar sebesar 3,7 (lihat lampiran 34) dan termasuk dalam
kategori A. Hasil yang diperoleh merupakan perbaikan dari refleksi
yang dilakukan pada siklus II. Refleksi pada siklus I dijadikan dasar
oleh guru untuk merencanakan tindakan pada siklus II. Sehingga
perencanaan dan tindakan yang dilakukan oleh guru sudah baik dan
benar.
Guru melakukan persiapan dengan sangat matang. Hal ini
dapat dibuktikan dengan persiapan yang dilakukan guru dengan
membuat RPP, mempersiapkan materi pembelajaran dengan baik
dan mempersiapkan segala peralatan dan bahan ajar dengan
semaksimal mungkin.
Guru membuka pembelajaran dengan melakukan beberapa
variasi yaitu mengkondisikan siswa dengan melakukan permainan
0
2
4
6
8
10
D C B A
Fre
kue
nsi
Kategori
Banyak …
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
terlebih dahulu. Setelah itu, guru baru menjelaskan tujuan
pembelajaran dan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan.
Sebelum siswa melakukan kegiatan bercerita berpasangan,
guru terlebih dahulu menjelaskan kembali kegiatan bercerita
berpasangan agar siswa tidak bingung dalam melakukan kegiatan
pembelajaran.
Pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan kompetensi yang
telah ditetapkan oleh guru. Selain itu, guru cukup bisa menguasai
kelas baik dalam menyampaikan penjelasan maupun dalam
pelaksanaan kegiatan bercerita berpasangan.
Media yang disiapkan pada siklus II oleh guru masih
menggunakan boneka tangan. Boneka tangan yang digunakan
disesuaikan dengan kebutuhan dan materi cerita anak yaitu boneka
Kancil dan Buaya pada siklus I dan Monyet dan Harimau pada siklus
II. Siswa terlihat sangat tertarik ketika menggunakannya untuk
bercerita.
Sebelum siswa maju bercerita di depan kelas, guru
mencontohkan bercerita dengan menggunakan media boneka tangan.
Pada saat siswa akan bercerita secara berpasangan di depan kelas,
guru memberikan contoh dan membantu siswa menggunakan boneka
tangan dengan baik dan benar.
Pada awalnya siswa merasa sungkan dan kikuk dalam
menggunakan media boneka tangan sambil bercerita di depan kelas.
Tetapi, lama kelamaan siswa merasa asyik dan senang menggunakan
media boneka tangan dalam bercerita berpasangan.
Selama pembelajaran berbicara dengan menerapkan metode
bercerita berpasangan ini, guru sebisa mungkin menumbuhkan
suasana yang menyenangkan sehingga siswa dapat aktif dan antusias
dalam mengikuti pembelajaran.
Guru selalu memantau kemajuan belajar selama proses
pembelajaran berlangsung. Kemajuan belajar siswa tampak dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
keaktifan dan keantusiasan siswa dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran yang cukup menunjukkan ke arah yang jauh lebih baik
daripada siklus I.
Guru melakukan penilaian selama proses pembelajaran
berlangsung bukan hanya pada saat tes akhir saja. Instrument yang
disiapkan guru sesuai dengan kompetensi yang telah ditetapkan.
Bahasa yang digunakan oleh guru mudah dipahami siswa
dan penyampaian pesan yang menarik perhatian siswa. Oleh karena
itu, siswa menjadi antusias dalam melakukan kegiatan pembelajaran.
Guru menutup pembelajaran dengan melakukan kegiatan
membuat kesimpulan. Kegiatan membuat kesimpulan dilakukan
dengan melibatkan seluruh siswa sehingga siswa mampu
berpartisipasi aktif dalam membuat kesimpulan dari kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukan.
d. Refleksi
Secara keseluruhan penelitian pada siklus II sudah berjalan
dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil yang telah diperoleh baik dari
nilai aspek kognitif yang meliputi kompetensi produk dan kompetensi
proses, aspek afektif dan aspek psikomotorik.
Nilai tes keberanian berbicara pada siklus II mencapai rata-rata
klasikal 82 dan 100% siswa dapat mencapai kategori berani atau sangat
berani. Hal ini menunjukkan indikator kinerja telah tercapai dengan baik.
Hasil yang telah tercapai membuktikan bahwa metode bercerita
berpasangan dapat meningkatkan keberanian berbicara siswa. SD Negeri
1 Jlamprang.
C. Perbandingan Antar Siklus
Berdasarkan deskripsi hasil penelitian didapatkan hasil nilai tes keberanian
berbicara yang meningkat dari siklus I hingga siklus II. Adapun hasil
perbandingannya dapat dilihat dalam grafik pada gambar 13 sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Gambar 13. Grafik Perbandingan Hasil Nilai Rata-rata Tes Keberanian
Berbicara Siklus I dan Siklus II
Berdasarkan grafik pada gambar 13 di atas menunjukkan bahwa nilai rata-
rata tes keberanian berbicara meningkat dari 66 menjadi 73 pada siklus I, dan
meningkat menjadi 82 pada siklus II. Sedangkan persentase keberanian yang
dicapai dapat dilihat pada gambar 14 sebagai berikut:
Gambar 14. Grafik Persentase Keberanian Berbicara Siswa Siklus I dan Siklus II
Pada pra siklus pembelajaran yang dilaksanakan belum menerapkan
metode bercerita berpasangan, jumlah siswa yang dapat mencapai kategori berani
atau sangat berani sebanyak 50% dari 20 jumlah siswa secara keseluruhan.
Pada siklus I jumlah siswa yang dapat mencapai kategori berani atau
sangat berani sebanyak 70% dari 20 jumlah siswa secara keseluruhan. Hal ini
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Pra I II
Nila
i Rat
a-r
ata
Siklus
Nilai Rata-rata
0
20
40
60
80
100
120
Pra I II
Pe
rse
nta
se K
ela
s
Siklus
Nilai Rata-rata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
membuktikan bahwa hasil penelitian pada siklus I dapat mencapai indikator
ketercapaian yaitu 70% dari 20 jumlah siswa secara keseluruhan. Sedangkan
siklus II siswa yang dapat mencapai kategori berani atau sangat berani sebanyak
100% dari 20 jumlah siswa secara keseluruhan.
Selain peningkatan keberanian siswa, aktivitas siswa juga mengalami
peningkatan baik meliputi proses, aspek afektif dan aspek psikomotorik. Adapun
peningkatan aktivitas siswa dari siklus I hingga siklus II dapat dilihat dalam grafik
pada gambar 15 sebagai berikut:
Gambar 15. Grafik Perbandingan Hasil Kompetensi Proses, Aspek Afektif dan
Aspek Psikomotorik Siklus I dan SIklus II
Bardasarkan grafik pada gambar 15 di atas menunjukkan bahwa nilai
kompetensi proses meningkat dari 71 pada siklus I menjadi 82 pada siklus II.
Nilai aspek afektif meningkat dari 71 pada siklus I menjadi 79 pada siklus II. Nilai
aspek psikomotorik meningkat dari 63 pada siklus I menjadi 72 pada siklus II.
Adapun peningkatan kemampuan guru mengajar dapat dilihat pada gambar
16 sebagai berikut:
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Siklus I Siklus II
Nilai Tiap Siklus
Kompetensi Proses
Aspek Afektif
Aspek Psikomotorik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Gambar 16. Grafik Peningkatan Kemampuan Guru Mengajar
Berdasarkan gambar 16 di atas kemampuan guru mengajar meningkat dari
3,4 pada siklus I menjadi 3,7 pada siklus II. Peningkatan ini dapat terjadi setelah
diadakan refleksi pada siklus I. Refleksi ini sebagai dasar perencanaan dari
pelaksananaan tindakan selanjutnya, yaitu siklus II.
D. Pembahasan
Setelah hasil penelitian dideskripsikan hasilnya tiap siklus dan
dibandingkan antar siklus, kemudian hasil penelitian yang di dapatkan dianalisis
berdasarkan indikator ketercapaian yang telah ditetapkan.
Hasil tes keberanin pada siklus I telah mencapai indikator ketercapaian
yaitu 70% siswa dapat memenuhi kategori minimal kategori berani, yaitu antara
rentang nilai 70-79 dan maksimal kategori sangat berani, yaitu rentang nilai 80-
100. Hal ini ditunjukkan dengan ketuntasan kategori yang telah dicapai yaitu
sebanyak 70% dari jumlah siswa secara klasikal mampu memenuhi kategori
berani dan sangat berani dengan nilai rata-rata 73. Selebihnya 30% siswa tidak
dapat memenuhi kategori baik berani maupun sangat berani karena beberapa
faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberanian siswa pada siklus I
adalah faktor intern siswa. Karakter siswa yang pendiam membuat siswa tidak
percaya diri saat bercerita di depan kelas. Selain itu, kemampuan berbahasa,
khususnya dalam penggunaan tata bahasa yang diungkakan dalam kalimat dan
rangkaian kalimat. Hal tersebut kemudian dapat di atasi peneliti dan pada siklus
ke-II dengan menggunakan permainan kata pada kegiatan curah gagasan agar
3.25
3.3
3.35
3.4
3.453.5
3.55
3.6
3.65
3.7
3.75
I II
Nila
i A
PK
G
Siklus
Nilai Rata-rata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
siswa lebih mudah dalam merangkai kalimat dalam bercerita. Hal ini terbukti pada
siklus II keberanian siswa meningkat dari 70% menjadi 100% dengan rata-rata
nilai 82.
Berkaitan dengan proses pembelajaran yang telah dilaksanakan, guru juga
melakukan penilaian terhadap aspek-aspek lainnya selam proses pembelajaran
berlangsung. Seiring dengan meningkatnya keberanian siswa, kualitas proses juga
mengalami peningkatan. Hal ini terbukti dari nilai rata-rata yang didapatkan siswa
pada kompetensi proses meningkat dari 71 pada siklus I menjadi 82 pada siklus II.
Aspek afektif siswa juga mengalami peningkatan dari 71 pada siklus I menjadi
meningkat menjadi siklus 79 pada siklus II. Selain aspek afektif, aspek
psikomotorik juga mengalami peningkatan dengan nilai rata-rata 63 menjadi 72.
Peningkatan aspek ini membuktikan bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan
materi dan menilai hasil atau produknya saja. Peneliti tetap memperhatikan aspek-
aspek lain agar penilaian yang dilaksanakan tidak hanya sekedar mendapatkan
hasil yang asal bagus saja.
Aspek-aspek lain yang terlihat dalam aktifitas siswa meliputi kompetensi
proses, aspek afektif dan aspek psikomotorik memiliki hubungan yang selaras
dengan hasil yang didapatkan siswa yaitu berupa keberanian berbicara dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia materi cerita anak. Keberanian siswa yang
meningkat diimbangi dan dihasilkan pula oleh proses pembelajaran yang baik.
Selain itu, hasil penelitian yang didapatkan dipengaruhi pula oleh kemampuan
guru mengajar. Kemampuan guru mengajar meningkat dari 3,4 pada siklus I dan
3,7 pada siklus II.
Secara keseluruhan, antara hasil yang berupa peningkatan keberanian
siswa, aktivitas siswa dan kemampuan mengajar guru memiliki peningkatan yang
sejalan dan saling mempengaruhi. Tanpa adanya proses yang baik tidak akan
dapat menghasilkan hasil yang baik pula.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dalam dua siklus
dengan menerapkan metode bercerita berpasangan untuk meningkatkan keberanian
berbicara siswa kelas V SD Negeri Jlamprang pembelajaran Bahasa Indonesia materi
cerita anak berhasil. Peningkatan tersebut dapat dibuktikan dengan meningkatnya
hasil tes keberanian berbicara dari pra siklus, siklus I dan siklus II. Pada pra siklus
siswa yang dapat mencapai kategori berani atau sangat berani hanya sebanyak 50%
dari jumlah siswa secara keseluruhan. Pada siklus I siswa yang dapat mencapai
kategori berani dan sangat berani sebanyak 70%. Pada siklus II siswa yang dapat
mencapai kategori berani dan sangat berani sebanyak 100%. Sesuai dengan indikator
kinerja yang telah ditetapkan yaitu 70% siswa dapat mencapai kategori berani atau
sangat berani, penelitian ini dinyatakan berhasil. Oleh karena itu, penerapan metode
bercerita berpasangan cocok untuk meningkatkan keberanian berbicara pembelajaran
bahasa Indonesia materi cerita anak siswa kelas V SD Negeri Jlamprang, Bawang,
Batang tahun ajaran 2011/2012.
B. Implikasi
Berdasarkan simpulan penelitian di atas, maka dapat diketahui bahwa
penerapan metode bercerita berpasangan dapat meningkatkan keberanian berbicara
pembelajaran bahasa inonesia materi cerita anak siswa kelas V SD Negeri
Jlamprang, sehingga diperoleh implikasi:
1. Penerapan metode bercerita berpasangan dapat meningkatkan keberanian
berbicara pada pembelajaran bahasa Indonesia materi cerita anak siswa kelas V
SD Negeri Jlamprang.
2. Penerapan metode bercerita berpasangan melatih siswa bercerita secara mandiri
sehingga siswa akan lebih siap dalam melakukan tes keberanian berbicara di
depan kelas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
3. Penerapan metode bercerita berpasangan memberi kesempatan siswa untuk
berinteraksi antar siswa, guru dan bahan ajar lebih leluasa.
4. Penerapan metode bercerita berpasangan dapat meningkatkan keaktifan siswa
dalam pembelajaran.
5. Penerapan metode bercerita berpasangan dapat mengaktifkan skemata siswa
sehingga siswa dapat melakukan curah gagasan sesuai dengan pengalaman siswa.
6. Penggunaan media boneka tangan dapat menarik siswa dalam bercerita sehingga
siswa lebih antusias dalam melakukan kegiatan bercerita berpasangan.
C. Saran
Berdasarkan simpulan dan implikasi di atas, peneliti dapat memberikan
saran-saran berikut ini:
1. Bagi Sekolah
Sebagai bahan masukan bagi sekolah untuk menerapkan metode bercerita
berpasangan dalam pembelajaran yang sesuai dengan metode bercerita
berpasangan baik Bahasa Indonesia maupun mata pelajaran lainnya yang sehingga
keberanian siswa meningkat bukan hanya pada satu aspek saja, tetapi menyeluruh.
2. Bagi guru
Guru perlu memilih dan menerapkan metode pembelajaran yang tepat untuk
meningkatkan keberanian berbicara siswa dengan menerapkan metode bercerita
berpasangan.
3. Bagi siswa
Siswa hendaknya sering berlatih bercerita menggunakan metode bercerita
berpasangan untuk meningkatkan keterampilan berbicara sehingga siswa siap dan
berani ketika maju bercerita di depan kelas.
4. Bagi peneliti lain
Bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian sejenis, hendakanya dalam
melakukan kegiatan bercerita berpasangan lebih menggunakan variasi cerita yang
lebih menarik dan familiar bagi anak-anak. Selain itu, perlu dibuat kegiatan
apersepsi, brainstorming dan pengelompokan yang lebih menarik sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
menggugah semangat anak-anak untuk mengikuti kegiatan pembelajaran
berbicara dengan menggunakan metode bercerita berpasangan.