PENIMBUNAN BARANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM … · Secara ekonomi penjualan bahan pokok makanan yang...
-
Upload
phungtuyen -
Category
Documents
-
view
235 -
download
0
Transcript of PENIMBUNAN BARANG DALAM PERSPEKTIF HUKUM … · Secara ekonomi penjualan bahan pokok makanan yang...
PENIMBUNAN BARANG DALAM PERSPEKTIF
untuk Memperoleh pada Jurusan
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
ENIMBUNAN BARANG DALAM PERSPEKTIF
HUKUM EKONOMI ISLAM
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SE.I
pada Jurusan Muamalah Ekonomi Perbankan IslamFakultas Syariah dan Ekonomi Islam
Oleh:
RIKA ARISKA NIM. 14112220188
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATICIREBON
2015 M /1436 H
ENIMBUNAN BARANG DALAM PERSPEKTIF
Ekonomi Islam (SE.I) Muamalah Ekonomi Perbankan Islam
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
i
PENIMBUNAN BARANG DALAM PERSPEKTIF
HUKUM EKONOMI ISLAM
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SE.I)
pada Jurusan Muamalah Ekonomi Perbankan Islam Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam
Oleh:
RIKA ARISKA NIM. 14112220188
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATICIREBON
2015 M /1436 H
ii
ABSTRAK
RIKA ARISKA. NIM. 14112220188: Penimbunan Barang Dalam Perspektif Hukum Ekonomi Islam.
Dunia berkepanjangan ini masalah yang sering terjadi dalam jual-beli yaitu masalah yang menyangkut tentang etika dalam berdagang yang mana sepantasnya penjual berlaku adil pada para pembeli atau konsumennya. Perdagangan yang baik dan benar merupakan bentuk mendapatkan rizki yang berdasarkan ridha sang pemberi rizki dan sudah seharusnya manut pada-Nya. Mu’amalah memang salah satu pekerjaan yang mulia, salah satunya yaitu jual-beli/ berdagang. akan tetapi, tidak semua orang yang melakukan perdagangan dengan cara yang baik. Dapat diketahui penimbunan merupakan salah satu bentuk bagian dalam perdagangan yang tak lain ialah penimbunan barang jual, yang mana si penjual melakukan penimbunan berdasarkan tujuannya masing-masing, salah satunya yaitu demi mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda, si penjual rela menunggu barang jualannya di jual ketika harga pasaran naik. Hal tersebut merupakan bagian jual beli yang dilarang disebabkan merugikan orang lain dan hanya menguntungkan diri sendiri saja. Kata lain disebutkan sebagai Ihtikâr atau monopoli. Maka dari itu, dalam menjalankan bisnis perdagangan atau pun segala urusan mencari rizki lainnya harus menjalankannya dengan adil tidak dengan cara yang merugikan sepihak atau menguntungkan sepihak melainkan berdasarkan dengan cara yang di ridha Allah SWT.
Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu mengenai bagaimana pengaruh penimbunan barang terhadap stabilitas ekonomi. apakah terdapat faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penimbunan barang (Ihtikâr). Serta bagaimana konsep dasar penimbunan barang (Ihtikâr). Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui mengetahui pengaruh penimbunan barang terhadap stabilitas ekonomi. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya penimbunan barang (Ihtikâr). Serta untuk mengetahui bagaimana konsep dasar penimbunan barang (Ihtikâr) secara umum. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif normatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara dokumentasi. Kepustakaan yang mencari sumber referensi dari sumber buku, jurnal, artikel terkait, kitab-kitab, undang-undang tentang penimbunan, dan berbagai sumber lainnya yang dapat dijadikan sumber referensi penelitian.
Dari hasil penelitian, penimbunan barang jual dalam perspektif hukum ekonomi islam yang dilarang ialah berupa penimbunan bahan pokok makanan. Secara ekonomi penjualan bahan pokok makanan yang ditimbun oleh si penjual yaitu berupa sembako, yang dapat mengakibatkan terjadinya inflasi, kenaikan harga pada pasaran yang mengakibatkan pembeli pun merasa kesulitan untuk mendapatkan barang tersebut tak lain merupakan kebutuhan pangan tiap harinya. Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya kelaparan yang berawal dari tidak mampunya membeli barang tersebut atau karena kelangkaan barang yang dibutuhkan. Maka dari itu berdagang pun haruslah bersifat adil. Kata Kunci: Penimbunan Barang, Ihtikar, Hukum Ekonomi Islam.
iii
ABSTRACT
RIKA ARISKA. NIM. 14112220188: Hoarding Goods in the Perspective of Economic Law of Islam.
The prolonged world problems that often occur in the sale is a problem that concerns about the ethics of trade which justly deserved seller on the buyer or its customers. Trade is good and right is a form of getting rizki which is based on the pleasure-giver should rizki and obedient to Him. Mu'amalah is one of the noble work one of which is the sale / trade. however, not all those who trade in a good way. It can be seen hoarding is one form of inner trade hoarding is none other than the sale of goods, which the seller did hoarding based on their stated objectives, one of which is for profit doubled, the sellers are willing to wait wares on sale when prices the market rose. It is part of buying and selling is prohibited caused harm to others and only benefit yourself only. In other words mentioned as Ihtikâr or monopoly. Therefore, in running a business or trade affairs should be looking for more good luck does not run fairly one-sided manner detrimental or beneficial unilaterally but by the way in the pleasure of Allah SWT.
The formulation of the issues raised in this study is about how the influence of hoarding goods to economic stability. whether there are factors that lead to hoarding goods (Ihtikâr). And how the basic concept of hoarding goods. The aim of this study is to determine To know the effect of hoarding goods to economic stability. To determine what factors are causing the accumulation of goods. And to know how the basic concept of hoarding goods in general. The methodology used in this study used a qualitative approach normative. Data collection is done by means of documentation. Literature search for the source of the source reference books, journals, related articles, books, law on hoarding, and various other sources that can be used as a reference source of research.
From the research, hoarding of goods sold in the perspective of Islamic law which prohibited economy is in the form of hoarding staple foods. Economically sale of staple food stockpiled by the seller in the form of groceries may result in inflation, the rise in prices on the market resulting in buyers also feel difficulty to get the goods is nothing but a daily food needs. This can lead to famine which originated from the inability to buy goods or because of the scarcity of items needed. Therefore trade must also be fair. Keywords: Stockpiling Goods, Ihtikar, Islamic Economic Law.
iv
ارصتخا
ريكا أريسكا
14112220188
شريعة اإلقتصادية اإلسالمية الاإلحتكار على وجهة
املشكالت اليت طلعت يف البيع و الشراء هي املشكلة عن األخالق يف التجارة الذي جيب
. التجارة الصحة هي الوسيلة لنيل الرزق طلبا لرضاء اهللا تعاىل. للبائع أن يكون عادال إيل املشرتي
و . بل ليس لكل أشخاص يتجرون بالتجارة الصحة. عاملة هي عملية كرمية، أحدها التجارةامل
أينما كان التجار حيتكرون لقصد أنفسهم، . نستطيع أن نعرف أن اإلحتكار بعض من التجارة
ع و ذلك ممنو . أحدها لنيل األرباح املرجوة، البائع يرغب يف انتظار لبيع بضائعه مىت كان مثنها ترتفع
و لذلك علينا أن نكون عادال عند كل . عند التجارة ألنه خيسر شخصا آخر و يربح نفس البائع
.عمل إما هو التجارة أو العمل األخر طلبا لرضاء اهللا عز و جل
هل هناك العوامل . و املشكالت هلذا البحث هي ما تأثري اإلحتكار إىل استقرار اإلقتصادية
و أما اهلدف هلذا البحث ملعرفة تأثري . ما املفهوم األساسي لإلحتكار. اخلاصة اليت تسبب اإلحتكار
اإلحتكار إىل استقرار اإلقتصادية، ملعرفة العوامل اخلاصة اليت تسبب اإلحتكار، ملعرفة املفهوم
الطريقة اليت إستعملتها الباحثة يف هذا البحث طريقة النوعي و. األساسي لإلحتكار عموما
ة مجع البيانات هي التوثيق، و مجع البيانات من املكتبة و ا�االت أو املقالة أو و تقني. املعياري
.القانون اإلحتكار أو من أي مصادر اليت تستطيع أن جنعلها املراجع
من نتيجة البحث، إحتكار البضائع على وجهة شريعة اإلقتصادية اإلسالمية امللعون هو
. قتصادية أن بيع إحتكار املواد الغدائية سوف يؤثر التضخممن الناحية اإل. إحتكار املواد الغدائية
و احلالة املذكوة تستطيع . إرتفاع الثمن يف األسواق يسبب البائع يشعر بالعسر لنيل البضائع اليومية
و لذلك ينبغي . أن جتعل اجلوع املؤول من عدم القدرة لشراء البضائع بسبب فقدها يف األسواق
.لكل التجارة العدالة
اإلسالمي االقتصادي القانون ،اإلحتكاراإلحتكار، : كلمة الدالة
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i ABSTRAK ii ABSTRACT iii
ارصتخا iv
LEMBAR PENGESAHAN v LEMBAR PERSETUJUAN vi NOTA DINAS vii PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI viii DAFTAR RIWAYAT HIDUP ix PERSEMBAHAN x MOTTO xi KATA PENGANTAR xii DAFTAR ISI xiv PEDOMAN TRANSLITASI ARAB LATIN xvi BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1 B. Rumusan Masalah 7 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 8 D. Penelitian Terdahulu 9 E. Metodologi Penelitian 15 F. Sistematika Penulisan 17
BAB II KONSEP PENIMBUNAN SECARA UMUM
A. Pengertian Penimbunan Barang 18 B. Aspek Larangan Menimbun Barang (Ihtikâr) 21 C. Dasar Hukum Menimbun Barang (Ihtikâr) 26
BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADI
NYA PENIMBUNAN A. Kriteria Penimbunan Dalam Islam 35 B. Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Penimbunan
Barang (Ihtikâr) 38 C. Ancaman Bagi Penimbun Barang (Muhtakir) 42
BAB IV PENGARUH PENIMBUNAN TERHADAP STABILITAS
EKONOMI A. Ekonomi Mikro 48 B. Ekonomi Makro 52 C. Peran Pemerintah Terhadap Penimbunan (Ihtikâr) 55
xvi
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi dimaksudkan sebagai pengalihan huruf dari abjad yang satu
ke abjad yang lain. Transliterasi Arab-Latin di sini ialah penyalinan huruf-huruf
Arab dengan huruf-huruf latin beserta perangkatnya. Menurut Kamus Besar
Indonesia, transliterasi atau alih huruf adalah penggantian huruf dari huruf abjad
yang satu ke abjad yang lain (terlepas dari lafal bunyi kata yang sebenarnya).
Berdasarkan SKB Menteri Agama dan Menteri P & K RI No. 158/1987 dan No.
0543 b/U/1987 tertanggal 22 Januari 1988.
A. Konsonan Tunggal Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan
Alif - tidak dilambangkan ا - bā’ B ب - tā’ T ت ṡā’ ṡ s dengan satu titik di atas ث - Jīm J ج ḥā’ ḥ h dengan satu titik di bawah ح - khā’ Kh خ - Dāl D د Żāl Ż z dengan satu titik di atas ذ - rā’ R ر - Zāi Z ز - Sīn S س - Syīn Sy ش ṣād ṣ s dengan satu titik di bawah ص ḍād ḍ d dengan satu titik di bawah ض ṭā’ ṭ t dengan satu titik di bawah ط ẓā’ ẓ z dengan satu titik di bawah ظ ʿain ʿ koma terbalik ع
- Gain G غ - fā’ F ف - Qāf Q ق - Kāf K ك - Lām L ل - Mīm M م - Nūn N ن - hā’ H ه - Wāwu W و
hamzah ءtidak
dilambangkan atau ’
apostrof, tetapi lambang ini tidak dipergunakan untuk hamzah di
awal kata
xvii
- yā’ Y ي
B. Konsonan Rangkap
Konsonan rangkap, termasuk tanda syaddah, ditulis rangkap. Contoh:
Ditulis Rabbanâ ربنا
ب Ditulis Qarraba قر
Ditulis al-ḥaddu الحد
C. Tā’ Marbūṭah di akhir kata
Transliterasinya menggunakan :
1. Tā’ Marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun,
transliterasinya h, kecuali untuk kata-kata Arab yang sudah terserap
menjadi bahasa Indonesia, seperti salat, zakat, dan sebagainya. Contoh:
Ditulis ṭalhah طلحة
وبةالت Ditulis al-taubah
Ditulis Fātimah فاطمة
2. Pada kata yang terakhir dengan Tā’ Marbūṭah diikuti oleh kata yang
menggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah,
maka tā’ marbūṭah itu ditransliterasikan dengan h.
Ditulis rauḍah al-aṭfāl روضة االطفال
3. Bila dihidupkan ditulis t.
Ditulis rauḍatul aṭfāl روضة االطفال
Huruf ta marbuthah di akhir kata dapat dialihaksarakan
sebagai t atau dialihbunyikan sebagai h (pada pembacaan waqaf/
berhenti). Bahasa Indonesia dapat menyerap salah satu atau kedua kata
tersebut.
D. Vokal Pendek
Fathah Ditulis A كسر Ditulis Kasara
Kasrah Ditulis I یضرب Ditulis yaḍribu
Dammah Ditulis U سئل Ditulis su’ila
xviii
E. Vokal Panjang
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan
huruf/transliterasinya berupa huruf dan tanda.Vocal panjang ditulis, masing-
masing dengan tanda hubung (-) diatasnya atau biasa ditulis dengan tanda
caron seperti (â, î, û). Contoh:
Ditulis Qâla قال
Ditulis Qîla قیل
Ditulis Yaqûlu یقول
F. Vokal Rangkap
1. Fathah + yā’ tanpa dua titik yang dimatikan ditulis ai (أي). Contoh:
ف كی Ditulis Kaifa
2. Fathah + wāwu mati ditulis au (او). Contoh:
Ditulis Haula ھول
G. Vokal-vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata
Vokal-vokal pendek yang berurutan dalam satu kata, dipisahkan
dengan apostrop (’) apabila ia terletak di tengah atau akhir kata. Apabila
terletak di awal kata, transliterasinya seperti huruf alif, tidak dilambangkan.
Contoh:
Ditulis ta’khużûna تأخذون
Ditulis tu’maruna تؤمرن
Ditulis syai’un شيء
H. Kata Sandang Alif + Lam (ال)
Transliterasi kata sandang dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1. Kata sandang diikuti huruf syamsiah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiah ditransliterasikan
sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang
langsung mengikuti kata sandang itu atau huruf lam diganti dengan huruf
yang mengikutinya. Contoh:
xix
حیم Ditulis ar-Rahîmu الر
Ditulis ar-rijâl الـرجـال
Ditulis as-syamsu الشمس
2. Kata sandang diikuti huruf qamariah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariah ditulis al-. Contoh:
Ditulis al-Maliku الملك Ditulis al-kâfirûn الـكافـرون
لقلم ا Ditulis al-qalamu
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama Islam memang menganjurkan umatnya mencari rizki melalui
berbagai usaha yang halal seperti bertani, berdagang atau jual-beli. Namun
tentu saja sebagai orang yang beriman diwajibkan menjalankan usaha
perdagangan secara Islami, yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits1.
1 Perdagangan yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits seperti dalam melakukan transaksi
perdagangan Allah memerintahkan agar manusia melakukannya dengan jujur dan adil. Seperti tercantum dalam QS. Al-Baqarah/ 2 ayat 282 dan HR. Tirmidzi 1130:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikitpun daripadanya. Jika orang yang berutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah (keadaannya), atau tidak mampu mendiktekan sendiri maka hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki diantara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh) dua orang laki-laki dan dua orang perempuan diantara orang-orang yang kamu sukai daripada saksi (yang ada), agar jika yang seorang lupa, maka yang seorang lagi mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak untuk dipanggil. Dan janganlah kamu bosan untuk menuliskannya, untuk batas waktunya baik (utang itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu adil disisi Allah, lebih menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perdagangan tunai yang kamu jalankan diantara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis dipersulit dan begitu juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sungguh, hal itu suatu kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah maha mengetahui segala sesuatu. Lihat Departemen Agama RI penyunting tafsir oleh Arif Fakhrudin dan Siti Irhaman revisi terjemah oleh Lajnah pentashih Mushaf Al-Qur’an Departemen Agama
2
Perdagangan dalam pandangan Islam merupakan salah satu dari aspek
kehidupan yang bersifat pemerataan, yang dikelompokkan ke dalam masalah-
masalah yang berkenaan dengan hubungan antar manusia dalam kehidupan
bermasyarakat. Sekalipun sifatnya adalah pemerataan namun sesuai dengan
ajaran Islam, peringatan tetap mengacu kepada Al-Qur’an dan hadis, yang
didalamnya terdapat agar umat Islam usaha perdagangannya mendatangkan
berkah dan ridha Allah SWT.2
Agama Islam memandang bahwa aktivitas perdagangan yang
dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang digariskan oleh-Nya akan
Republik Indonesia, Al-Hidayah Al-Qur’an Tafsir Per Kata Tajwid Kode Angka (Banten: PT Kalim, 2011), 49. Selanjutnya ditulis Depertemen RI, Al-Hidayah. Maksud ayat diatas ialah penulis yang tidak berpihak-pihak, yang mengetahui, menuliskan apa-apa yang minta dicatatkan oleh kedua belah pihak yang berjanji dengan selengkapnya. Kalau hutang uang kontan, hendaklah sebutkan jumlahnya dengan terang, dan kalau pakai agunan hendaklah tuliskan dengan jelas apa-apa barang yang digunakan itu. Serta jangan semata-mata pandai menulis saja, selain dari adil hendaklah dia mematuhi peraturan-peraturan Allah yang berkenaan dengan urusan hutang-piutang. Misalnya tidak boleh adanya Riba, tetapi sangat dianjurkan ada Qardhan Hasan, yaitu ganti kerugian yang layak. Seketika menjelaskan bunyi perjanjian kedua belah pihak yang akan ditulis oleh penulis hendaklah dengan hati jujur, dengan ingat kepada Allah, jangan sampai ada yang dikurangi, artinya yang dikemudian hari bisa jadi pangkal selisih, misalnya karna salah penafsiran karena memang disengaja hendak mencari jalan membebaskan diri dengan cara yang tidak jujur. Lihat Abdul Malik Abdul Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar (Jakarta: Pustaka Nasional, 2003), Jilid 1, 683-684. Selanjutnya ditulis Amrullah, Tafsir.
ثـنا قبيصة عن سفيان عن أيب محزةعن احلسن عن أيب سعيد عن النيب ثـنا هناد حد صلى اهللا عليه وسلم حد
يقني وشهداء قال أبوعيسى هذاحديث حسن ال نـعرفه إال من قال التاجرالصدوق األمن مع النبيني وال صد
ثـنا هذا الوجه من حديث الثـوري عن أيب محزة وأبو محزة امسه عبد اهللا بن جابر وهو شيخ بصري حد
بارك عن سفيان الثـوري عن أيب محزة �ذا اإلسناد حنوه سويدبن نص رواه( .ر أخبـرنا عبد اهللا بن امل
).1130:الرتمذىArtinya: Telah menceritakan kepada kami Hannad telah menceritakan kepada kami Qabishah dari Sufyan dari Abu Hamzah dari Al Hasan dari Abu Sa’id dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Seorang pedagang yang jujur dan dipercaya akan bersama dengan para nabi, shiddiqun dan para syuhada”. “Abu Isa berkata, Hadits ini hasan, kami tidak mengetahuinya kecuali dari jalur ini yaitu dari hadits Ats Tsauri dari Abu Hamzah, Abu Hamzah bersama Abdullah bin jabir ia seorang syakh dari Bashrah. Telah menceritakan kepada kami Suwaid bin Nash telah mengabarkan kepada kami Abdullah bin Mubarak dari Sufyan Ats Tsauri dari Abu Hamzah dengan sanad ini seperti itu. (HR. Tirmidzi). Lihat Hadits Riwayat Tirmidzi, Kitab Jual-beli Bab Pedagang dan Komentar Nabi SAW, Derajat 1130, http://app.lidwa.com/. Rabu, 10/06/2015. Maksud ayat hadits di atas ialah seorang muslim dituntut untuk berlaku jujur dalam seluruh urusannya, baik dalam urusan jual-beli maupun dalam urusan semua bentuk muamalah lainnya juga. Sebab keikhlasan dalam berAgama nilainya lebih tinggi dari pada seluruh usaha di duniawi. Lihat Yusuf al-Qardhawi, Halal Haram Dalam Islam (Surabaya: PT Bina Ilmu, 2000), 356. Selanjut ditulis al-Qardhawi, Halal.
2 Izzudin Khatib al-Tamimi, Bisnis Islami (Jakarta: Fika Hati Aneska, 2004), 88. Selanjutnya ditulis al-Tamimi, Bisnis.
3
bernilai ibadah. Artinya, dengan perdagangan itu, selain mendapatkan
keuntungan-keuntungan materil guna memenuhi kebutuhan ekonomi,
pelakunya sekaligus dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Islam
berpegang pada asas kebebasan dalam bermuamalah seperti dalam jual-beli.
Setiap orang bebas membeli, menjual serta menukar barang dan jasa. Mereka
menawarkan dan menjual barang miliknya dan membeli barang-barang yang
dibutuhkannya. Dalam kaidah fiqh disebutkan3, yakni:
ان يدل دليل على حتر ميها عاملة اإلباحةإال األ صل يف امل
Artinya: “hukum asal dalam semua bentuk muamalah adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
Maksud dari kaidah diatas adalah bahwa dalam setiap muamalah dan
transaksi, pada dasarnya boleh seperti jual-beli, sewa-menyewa, gadai,
kerjasama (mudharabah4 atau musyarakah5), perwakilan dan lain-lain, kecuali
yang tegas-tegas diharamkan seperti mengakibatkan kemudaratan
(penimbunan-pen), tipuan, judi dan riba.6
Aturan main dalam perdagangan Islam menjelaskan berbagai syarat
dan rukun yang harus dipenuhi oleh orang Islam dalam melaksanakan jual beli
dan diharapkan menggunakan serta mematuhi apa yang telah disyariatkan
tersebut. Dan diharapkan setelah menjalankan hal-hal tersebut, dalam usaha
perdagangannya mendapatkan berkah.7
Berbeda dengan perdagangan yang dijalankan secara tidak jujur,
mengandung unsur penipuan, yang karena itu ada pihak yang dirugikan, dan
praktik-praktik lain yang sejenis (menimbun-pen) merupakan hal-hal yang
dilarang dalam Islam. Melakukan perdagangan dengan cara menimbun
3 Aziz Salim Basyarahil, 22 Masalah Agama (Jakarta: Gema Insani, 1992), 102. Selanjutnya
ditulis 22 Masalah. 4 Mudharabah, 1 pinjaman; 2 bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih pihak dimana
pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan sutu perjanjian diawal. Lihat, Rian Hidayat El-Bantany, Kamus Pengetahuan Lengkap (Depok: Mutiara Allamah Utama, 2014), 352. Selanjutnya ditulis El-Bantany, Kamus.
5 Musyarakah, 1 serikat dagang; 2 masyarakat; 3 akad kerjasama usaha patungan antara dua pihak atau lebih pemilik modal untuk membiayai suatu jenis usaha yang halal dan produktif. Lihat, El-Bantany, Kamus, 392.
6 H A Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih (Jakarta: Kencana, 2006), 130. Selanjutnya ditulis Djazuli, Kaidah.
7 Rachmat Syafe’, Al-Hadis Aqidah Ahlak Sosial dan Hukum (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 178. Selanjutnya ditulis Syafe’, Al-Hadis.
4
barang dengan tujuan agar harga barang tersebut mengalami lonjakan, hal
tersebut sangat dilarang dalam Islam. Terlebih bila barang tersebut sedang
langka dipasaran, sementara masyarakat sangat membutuhkannya.8 Allah
SWT berfirman dalam QS. Al-Hajj/ 22 : 25.9
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan Masjidilharam yang telah Kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih.” (QS. Al-Hajj/ 22 : 25).
Maksud ayat diatas ialah ancaman pada mulanya kepada kafir Quraisy.
Mereka tidak mau percaya kepada suruan yang dibawa oleh rasul, bahkan
mereka halang-halangi. Mereka berkuasa dalam masyarakat Makkah. Sedang
masjidil Haram sebagai pusat beribadat terletak disana. Mereka pernah
halang-halangi Nabi SAW beribadat kepada Allah, bersih dari pada niat yang
lain.10 Menimbun itu termasuk kezaliman dan masuk ke dalam ancaman ayat
ini. Perbuatan semacam ini menunjukkan adanya motivasi ananiyah
(mementingkan diri sendiri), tanpa menghiraukan bencana dan mudarat yang
akan menimpa orang banyak, asalkan dengan cara itu dia dapat mengeruk
keuntungan yang besar. Kemudharatan itu akan bertambah berat jika si
pedagnag itulah satu-satunya orang yang menjual barang tersebut, atau telah
terjadi kesepakatan dari segolongan pedagang yang menjual barang-barang
tersebut untuk menyembunyikan atau menimbunnya, sehingga kebutuhan
masyarakat semakin meningkat, lantas mereka menaikkan harga dengan
8 Ahmad bin ‘Abdurrazzaq ad-Duwaisy, Diterjemahkan oleh M Abdul Goffar, “Fataawaa
al-lajnah ad-daa-imah lil buhuuts al-ilmiyyah wal iftaa” Fatwa-Fatwa Jual-Beli (Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2005), 181. Selanjutnya ditulis, ad-Duwaisy penerjemah Goffar, Fatwa.
9 Depertemen RI, Al-Hidayah, 336. 10 Abdul Malik Abdul Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar (Jakarta: Pustaka Nasional, 2003),
Jilid 6, 4686-4687. Selanjutnya ditulis Amrullah, Tafsir.
5
seenaknya. Praktik seperti ini merupakan sistem kapitalisme yang bertumpu
pada dua pilar pokok: yaitu Riba dan Penimbunan.11
Penimbunan barang dalam bahasa Arab disebut Ihtikâr12, yang
dipadankan dalam bahasa inggris sebagai monopoly13 atau monopolistik14.
Artinya suatu tindakan menguasai pasar sedemikian rupa sehingga dapat
merusak mekanisme pasar yang ada. Dengan suatu jenis barang yang dikuasai
oleh yang bersangkutan, maka dia dapat mengendalikan harga sekehendaknya.
Diantara caranya ialah dengan menimbunnya (menahannya) sehingga barang
tersebut langka dipasar. Akibatnya barang tersebut akan naik sesuai dengan
kehendak sang penimbun. Pada praktiknya, Ihtikâr dapat berupa monopoli,
oligopoli15, atau duopoli16.17 Monopoli terdapat tiga macam bentuk yang
terjadi dipasar, yaitu diantaranya:
1. Natural Monopoly, yaitu monopoli yang terjadi secara alamiah atau karena
mekanisme pasar murni.
2. Monopoly by Struggle, yaitu monopoli yang terjadi setelah adanya proses
kompetisi yang cukup panjang dan ketat melalui situasi dan hambatan.
3. Monopoly by Decree, yaitu proses monopoli yang terjadi karena adanya
campur tangan pemerintah yang melakukan regulasi dengan memberikan
11 Yusuf Al-Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), Jilid
2, 615-616. Selanjutnya ditulis Al-Qardhawi, Fatwa. 12 Ihtikâr, tindakan monopoli, membeli barang-barang di pasaran sehigga membuat
oranglain susah mencarinya, kemudian ia menjualnya kembali ketika harga tinggi, pelakunya disebut mutakir. Lihat, El-Bantany, Kamus, 203.
13 Monopoly, kondisi suatu pasar dimana suatu pemasok tunggal mengendalikan penawaran, sehingga ia bisa menentukan jumlah dan harga untuk memperoleh laba maksimal dengan mengabaikan kekuatan permintaan dan penawaran yang berlaku dalam pasar persaingan. Lihat Henricus W Ismanthono, Kamus Istilah Ekonomi Populer (Jakarta: Kompas, 2003), 146. Selanjutnya lihat Ismanthono, Kamus.
14 Monopolistik, salah satu bentuk pasar di mana terdapat banyak produsen yang menghasilkan barang serupa tetapi memiliki perbedaan dalam beberapa aspek. Lihat, Christoper Pass dan Bryan Lowes, diterjemahkan oleh Tumpul RumaPea danPosman Haloho, Kamus Lengkap Ekonomi Edisi Kedua (Jakarta: Erlangga, 1994), 459. Selanjutnya ditulis Pass, Kamus.
15 Oligopoli, Pasar di mana penawaran satu jenis barang dikuasai oleh beberapa perusahaan. Umumnya jumlah perusahaan lebih dari dua tetapi kurang dari sepuluh. Lihat Pass, Kamus, 459.
16 Duopoli, Memiliki karakteristik yang sama dengan oligopoli, namun pada Pasar duopoli hanya ada dua perusahaan. Lihat Pass, Kamus. 170.
17 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah Life And General (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), 372. Selanjutnya ditulis Sula, Asuransi.
6
hak istimewa kepada pelaku ekonomi tertentu untuk menguasai pasar
suatu produk tertentu.18
Rekayasa pasar dalam supply19 terjadi bila seorang penjual mengambil
keuntungan diatas keuntungan normal dengan cara mengurangi pasokan
barang komoditas yang dijualnya naik. Hal ini dalam istilah fiqih disebut
Ihtikâr. Ihtikâr biasanya dilakukan dengan membuat entry barrier, yakni
menghambat penjual lain masuk kepasar, agar ia menjadi pemain tunggal
dipasar. Hal tersebut merupakan salah satu faktor terjadinya penimbunan yang
dapat mengakibatkan lonjakan harga-harga dipasaran. 20
Ihtikâr itu sangat dilarang oleh Agama Islam karena sangat merugikan
orang-orang kecil dan hukumnya berdosa. Dalam hadits shahih muslim,
dikatakan bahwa:21
ثـنا سليمان يـعين ابن بالل عن حيي وهو ثـنا عبد اهللا بن مسلمة بن قـعنب حد حد
سيب حيدث أن معمرا قال قال رسول اهللا صلى اهللا ابن سعيد قال كان سعيد بن امل
ن احتكر فـهو خاطئ فقيل لسعيد فإنك حتتكر قال سعيد إن معمرا عليه وسلم م
) 3012: رواه مسلم( .الذي كان حيدث هذا احلديث كان حيتكر
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah bin Qa’nab telah menceritakan kepada kami Sulaiman yaitu Ibnu Bilal dari yahya yaitu Ibnu Sa’id dia berkata, “Sa’id bin Musayyab menceritakan bahwa Ma’mar berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa menimbun barang, maka dia berdosa”.” (HR. Shahih Muslim).
Ibnu Abdil Barr dkk, Berkata: bahwa sesungguhnya Sa’id dan Ma’mar
hanya menimbun minyak, sedang mereka menafsirkan hadits dalam bab ini
kepada arti penyimpanan bahan pokok pada waktu dibutuhkan, demikian juga
Imam Syafi’, Abu Hanifah dan lain-lain. Dan hadits itu juga menunjukkan,
bahwa penimbunan yang dilarang itu ialah ketika dalam keadaan barang-
18 Iswardono, Ekonomi Mikro (Yogyakarta:UPP AMP YKPN, 1990), 104. Selanjutnya
ditulis Iswardono, Ekonomi. 19 Supply, dalam Bahasa Indonesia adalah penawaran. Penawaran adalah jumlah barang atau
jasa yang tersedia dan dapat dijual oleh penjual pada berbagai tingkat harga, dan pada waktu tertentu. Lihat Pass, Kamus, 631.
20 Ikhwan Abidin Basri, Ekonomi Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), 82-83. Selanjutnya ditulis Basri, Ekonomi.
21 Shahih Muslim, Kitab 23. Pengairan Bab 776. Haramnya menimbun Bahan makanan Derajat 3012. Lihat http://app.lidwa.com/, Minggu, 05/06/2015.
7
barang yang ditimbun itu dibutuhkan dan sengaja untuk tujuan menaikkan
harga.22
Selain harus mengetahui bagaimana jual-beli yang memang di
perbolehkan dan sah menurut hukum Islam juga dituntut untuk tahu apa saja
jual-beli yang dilarang oleh Islam, agar tidak terjerumus pada hal yang
dilarang oleh Allah SWT, untuk itulah dalam penelitian ini perlu dibahas satu
dari sekian banyak jual-beli yang tidak diperbolehkan, yaitu penimbunan
barang (Ihtikâr). Tentang apa dan bagaimana penimbunan (Ihtikâr) itu secara
detail dalam perspektif hukum ekonomi Islam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan perumusan masalah ini, penulis tertarik untuk menelaah
dan menuangkan masalah yang dihadapi dalam bentuk skripsi dengan judul
“Penimbunan Barang dalam Perspektif Hukum Ekonomi Islam”.
1. Identifikasi Masalah
a. Wilayah Kajian
Materi kajian dalam penelitian ini tergolong kedalam wilayah kajian
Fiqh Mu’amalah/Hukum Ekonomi Islam.
b. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini adalah menggunakan pendekatan normatif.23
c. Jenis Masalah
Jenis masalah yang dibahas adalah ketidakjelasan secara detail tentang
konsep penimbunan barang dalam perspektif hukum ekonomi Islam.
2. Pembatasan Masalah
Untuk pembatasan masalah ini lebih terarah dan memudahkan
dalam pemecahannya, maka dari itu masalah yang akan diteliti perlu
22 A Qadir Hasan dkk, Terjemahan Nailul Authar Himpunan Hadits-Hadits Hukum,
(Surabaya: PT Bina Ilmu, 2001), Jilid 4, 1766. Selanjutnya ditulis Hasan, Terjemah. 23 Pendekatan normatif. Berdasarkan permasalahan yang diteliti oleh penulis, maka metode
penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan adalah metode atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada. Lihat Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1984), 252. Selanjutnya ditulis Soerjono, Pengantar.
8
dibatasi. Menurut Husein Umar, yang dimaksud pembatasan adalah
sebagai berikut:
“Pembatasan merupakan sebagian dari perihal tentang di atas yang sebenarnya akan diteliti, disesuaikan dengan prioritas dan kemampuan periset sendiri”.24 Untuk menghindari meluasnya masalah yang dibahas, maka
pembatasan masalah dalam penelitian ini hanya sampai pada penimbunan
barang yang berdasarkan hukum ekonomi Islam.
Objek penelitian di dalam masalah ini adalah kepustakaan yaitu
berupa penelitian-penelitian terdahulu, buku-buku yang bersangkutan
dengan judul skripsi, jurnal yang bersangkutan dengan judul skripsi, dan
lain sebagainya.
3. Pertanyaan Penelitian
a. Bagaimana penjelasan konsep dasar penimbunan barang ?
b. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya penimbunan
barang?
c. Bagaimana pengaruh penimbunan barang terhadap stabilitas ekonomi ?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui penjelasan konsep dasar penimbunan barang.
b. Untuk mengetahui Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
penimbunan barang.
c. Untuk mengetahui pengaruh penimbunan barang terhadap stabilitas
ekonomi.
2. Kegunaan penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan kajian bagi akademis
untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya mengenai
penimbunan barang dalam perspektif hukum ekonomi Islam.
24 Husein Umar, Riset Pemasaran dan Perilaku konsumen (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2000), 378. Selanjutnya ditulis Umar, Riset.
9
b. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran
dan masukan bagi para pihak yang berkepentingan terutama
masyarakat luas tentang penimbunan barang.
D. Penelitian Terdahulu
Pada penelitian terdahulu ini penulis mengutip dari skripsi dan jurnal
yang memang terdapat beberapa yang berbeda dengan judul skripsi yang akan
saya ajukan. Berikut beberapa penelitian terdahulu yang dapat penulis
cantumkan.
Risa Rizky Nurlita. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
penerapan sanksi terhadap tindak pidana Penimbunan Bahan Bakar Minyak
(BBM) di Pengadilan Negeri Mataram dan untuk mengetahui Upaya
Pencegahan dan Penanggulangan terhadap tindak pidana Penimbunan Bahan
Bakar Minyak (BBM) oleh Pertamina Mataram dan POLDA NTB. Jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian empiris. Hasil penelitian sebagai
berikut: 1. Penerapan sanksi terhadap tindak pidana Penimbunan Bahan Bakar
Minyak (BBM) di Pengadilan Negeri Mataram adalah dijatuhi Pasal 53 huruf
(c) Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. 2.
a) Upaya Pencegahan pihak Pertamina lebih pada pengawasan terhadap
pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) Upaya tersebut berfungsi untuk
mencegah adanya pendistribusian sebagian Bahan Bakar Minyak (BBM)
kepada para penimbun. b) Upaya Penanggulangannya pihak POLDA NTB
lebih pada menghukum pelaku tindak pidana penimbunan Bahan Bakar
Minyak (BBM) untuk memberikan efek jera.25
Amiur Nuruddin. Meskipun pangsa pasar perbankan syariah masih
relatif kecil, pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah dan lembaga
keuangan di Indonesia telah cukup menggembirakan. Untuk mendukung
proses sosialisasi dan pelembagaan perbankan syariah bekerja lebih baik,
keberadaan handal dan Sumber Daya Manusia yang berkualitas sangat
25 Risa Rizky Nurlita, “Tindak Pidana Penimbunan Bahan Bakar Minyak (BBM) Ditinjau
Dari Hukum Pidana Indonesia: Studi di Pengadilan Negeri Mataram” (Jurnal: Universitas Mataram: Mataram, 2014), 3. Selanjutnya Nurlita, Tindak.
10
diperlukan. Artikel ini membahas karakteristik sumber daya berbasis syariah
manusia berasal dari kerangka filosofis Ekonomi Islam. Setidaknya ada empat
Islam dasar filosofis ekonomi, yaitu tauhid (monoteisme), keadilan dan
keseimbangan, kebebasan, dan tanggung jawab. Untuk lembaga keuangan
syariah, baik perbankan maupun non-perbankan, sebagai lembaga bisnis
berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip syariah, kualifikasi dan kualitas
sumber daya manusia sekitar integrasi antara "pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan" (KSA) dengan komitmen moral dan integritas pribadi. Beberapa
aspek moralitas dimaksud di sini adalah al- ṡhiddiq (benar, jujur), al-amanah
(dapat dipercaya, kredibel), al- ṭabligh (komunikatif) dan al-fathanah (cerdas,
profesional). Selain itu, dalam mengelola bisnis, aspek moral bahkan sebagai
"kunci faktor keberhasilan".26
Ida Fitriana. Ihtikâr adalah bentuk untuk mengumpulkan kebutuhan
sehari-hari dan dilakukan oleh seseorang untuk kepentingan tanpa
memperhatikan kondisi menakut-nakuti masyarakat. Praktek ini menyebabkan
dampak bagi masyarakat di mana mereka tidak ind kebutuhan di pasar. Tujuan
dari latihan ini adalah untuk membangkitkan harga ketika kebutuhan tidak
dapat ditemukan di pasaran. Jadi, pedagang akan mendapatkan keuntungan
yang besar, sementara itu, masyarakat akan menghadapi masalah besar dengan
itu. Di sini, Hukum Islam memainkan peran penting untuk memecahkan
masalah.27
Nur Asiana Siregar. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
maka dapat disimpulkan bahwa penegakan hukum pidana terhadap
penimbunan pupuk bersubsidi dilakukan dengan dua cara 1. Upaya preventif
dengan cara lebih menitik beratkan pada kegiatan pengawasan untuk
pencegahan terjadinya tindak pidana yaitu patroli dan monitoring. Tugas
tersebut diberikan kepada badan eksekutif dan kepolisian serta ihak yang
terkait dengan pengadaan pupuk selaku badan pengawasan terhadap
26 Amiur Nuruddin, “SDM Berbasis Syariah” (Tsaqafah Jurnal Ilmu pengetahuan dan
Kebudayaan Islam, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara, Vol, 6, No, 1, April 2010), 32. Selnjutnya ditulis Nuruddin, SDM.
27 Ida Fitriana,” Ihtikâr Dalam Perspektif Hukum Islam” (At-Tasyri' Jurnal Ilmiah Prodi Muamalah, Volume I, No 3, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Teungku Dirundeng, Meulaboh Aceh Barat, Oktober 2009-Januari 2010), 270. Selanjutnya ditulis Fitriana, Ihtikar.
11
pengadaan pupuk. 2 Upaya represif dilakukan dengan cara penindakan yang
meliputi Pengusutan (penyelidikan dan penyidikan). Penindakan meliputi
lembaga peradilan (Pro Justicia) dan tindakan tata tertib oleh pihak pengusut.
Faktor penghambatnya adalah faktor undang-undang, yaitu istilah pada
UUTPE banyak menggunakan bahasa asing sehingga membuat rancu, belum
ada definisi pada UUTPE, berat barang, lama waktu menyimpan barang yang
bisa dikategorikan sebagai tindak pidana penimbunan pupuk bersubsidi, sanksi
yang dikenakan masih terlalu ringan. Faktor aparat penegak hukum, personil
yang khusus menangani tindak pidana ini sedikit. Faktor sarana dan fasilitas,
kekurangan mobil patroli. Faktor masyarakat, kesadaran hukum masyarakat
yang masih rendah dan Faktor kebudayaan yaitumasyarakat menganggap
polisi lah yang harus aktif dalam menegakkan hukum dalam tindak pidana
penimbunan pupuk bersubsidi.
Bagian akhir penulisan ini yang disarankan penulis adalah dari segi
sosialisasi peraturan mengenai pupuk bersubsidi (preventif) harus lebih sering
dilakukan serta penjatuhan sanksi dengan penggunaan Undang-Undang
Nomor 5/PNPS/1959 (represif). Pemerintah harus merevisi UUTPE,
menambahkan peralatan yang lebih canggihdalam hal patroli, perlu adanya
penyuluhan hukum oleh pemerintah terutama daerah terpencil yang mayoritas
penduduknya petani, mengajak peran serta masyarakat dalam penegakan
hukum pidana sehingga kedepannya masyarakat lebih aktif.28
Wahyu Hidayat. Asghar Ali dalam Wahyu Hidayat memandang
penimbunan kekayaan merupakan suatu hal yang mengganggu jalannya roda
perekonomian dan menimubulkan eksploitasi umat manusia dalam kegiatan
ekonomi sebab penumpukan kekayaan pada segelintir orang menimbulkan
kekayaan absolut dan kemiskinan absolut. Keadilan distribusi sebagai alat
untuk menghilangkan konsentrasi kekayaan pada segelintir orang melalui
efektifitas pengolahan zakat agar terjaadi pemerataan pendapatan sehingga
menghilangkan kemiskinan absolut. Kemudian untuk mengatasi eksploitasi
umat dalam ekonomi melalui penghapusan riba, riba bukan hanya sekedar
28 Nur Asiana Siregar, Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Penimbunan Pupuk
Bersubsidi “Studi Pada Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Kalianda”, Skripsi, (Bandar Lampung: Universitas lampung, 2013), 2. Selanjutnya ditulis Siregar, Penegakan.
12
bunga melainkan eksploitasi sesama manusia termasuk industri dan periagaan
yang tidak adil dianggap riba. Konsep taqwa menurut Asghar Ali bukan hanya
sebuah konsep ritualistik, namun juga integral terkait kewadilan sopsial dan
ekonomi. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 BAB Kesejahteraan sosial
menyangkut kebutuhan materil yang harus diatur dalam organisasi dan system
ekonomi yang berdasarkan kekeluargaan dengan berlandaskan ketuhanan
Yang Maha Esa. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa keadilan
sosial adalah nlai yang menduduki posisi penting dalam pemikiran system
ekonomi Islam. Hanya saja, tawaran Asghar mengenai masalah ketidakadilan
ekonomi ini sangat problematis. Pada masalah bunga bank, ia tidak setuju
dengan upaya pendirian perbankan tanpa bunga, karena cara seperti itu hanya
artificial semata dan tidak menyelesaikan persoalan yang sesungguhnya, yaitu
system ekonomi kapitalistik yang eksploitatif. Asghar Ali belum memberi
solusi yang jelas atas problem perbankan ini. Pada sisi lain, kritiknya atas
sistem ekonomi kapitalis tidak disertai dengan tawaran yang kongkrit tentang
sistem ekonomi alternatif. Gagasannya yang cenderung sosialistik tidak serta
merta diikuti dengan tawaran sistem ekonomi sosialis atau system ekonomi
lainnya yang menjadi alternative dari kapitalisme.29
Muh. Sholihuddin. Sejak tanggal 1 Januari 2010 mulai diberlakukan
Free Trade Agreement (FTA/Perjanjian Perdagangan Bebas) ASEAN-China.
Negara-negara ASEAN yang termasuk yaitu : Indonesia, malaysia, Singapura,
Brunai, Vietnam, Filiphina, Kamboja, Laos, Thailand, dan Myanmar. Adapun
hasil kesepakatannya yaitu bea masuk produk manufaktur China ke ASEAN,
termasuk Indonesia, ditetapkan maksimal 5 persen, sedangkan di sektor
pertanian 0 persen tanpa pajak sama sekali. Hal ini tentunya berdampak pada
persaingan yang tidak sehat di antara pelaku ekonomi bisnis di Indonesia,
karena nyaris peran Negara tidak ada sama sekali. Disinilah ekonomi Islam
dapat menjadi solusi bagi para pelaku ekonomi bisnis demi terjaminnya
keadilan. Kebebasan pasar dalam Islam dapat dibenarkan jika memenuhi
prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh syara, yaitu dilakukan dengan saling
29 Wahyu Hidayat, Keadilan Distribusi Menurut Asghar Ali Engineer Dalam Perspektif
Ekonomi Indonesia, Skripsi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2011), 72-73. Selanjutnya ditulis Hidayat, Keadilan.
13
ridha (suka sama suka), jujur, bersaing secara sehat, dan terbuka. Dengan
prinsip ini, maka keadilan harga dalam pasar akan lebih terjamin, sehingga
keuntungan dapat merata dan tidak menumpuk pada segelitir orang. Namun,
jika kemudian terjadi penyimpangan dan tiadanya keadilan dalam pasar maka
Negara berhak untuk melakukan intervensi demi terjaminnya keadilan harga.
Dalam terminologi fiqh, lembaga yang secara khusus menangani seperti ini
dikenal dengan al-hisbah.30
Ismail Nawawi. Globalisasi ekonomi bisnis adalah sebuah proses di
mana kegiatan-kegiatan negara di seluruh dunia untuk menjadi kekuatan pasar
yang semakin terintegrasi dengan batas wilayah negara tanpa hambatan. Hasil
penelitian ini bahwa perwujudan nyata dari bisnis dalam bentuk globalisasi
globalisasi ekonomi produksi, keuangan, tenaga kerja, dan globalisasi jaringan
informasi perdagangan. Dalam globalisasi yang kompetitif membuat
pengusaha perubahan bisnis ke bisnis dengan dukungan sistem keuangan dan
lembaga perbankan syariah. Untuk mendorong bisnis dampak positif tidak
terlerpas ekonomi dan etika bisnis, kebebasan ekonomi, keseimbangan
ekonomi bisnis, masalah dan manfaat, serta berekonomi keadilan. Dan untuk
mengurangi dampak negatif dalam pembisnis bisnis menghindari riba, gharar,
perjudian, dan Subhat terlarang. Kegunaan dari penelitian ini adalah
pengembangan kompetitif teori bisnis dan bisnis orang untuk dapat merespon,
dan menerapkan hasil penelitian ini dalam kehidupan ekonomi bisnis global
Islam.31
Afidah Wahyuni. Ihtikâr (penimbunan) Hukum Islam Perspektif,
penimbunan (Ihtikâr) dalam perspektif hukum Islam adalah taktik
perdagangan yang sangat tidak bermoral dan tidak manusiawi, praktek
perdagangan tersebut menyebabkan banyak pertikaian bagi kehidupan
manusia. Di antara bahaya yang menyebabkan kesesakan (al-dhayyiq) bagi
masyarakat dalam mendapatkan makanan yang mereka butuhkan, terutama
30 Muh Sholihuddin, “Kebebasan Pasar Dan Intervensi Negara Dalam Perspektif Ekonomi
Islam” (Jurnal Maliyah Kebebasan Pasar dan Intervensi Negara: IAIN Sunan Ampel Surabaya, Surabaya, Vol 01, No 01, Juni 2011), 1. Selanjutnya ditulis Sholihuddin, Kebebasan.
31 Ismail Nawawi, “Globalisasi Ekonomi Bisnis (Studi Arus Nalar Pemikiran Bisnis)” (Jurnal Maliyah, IAIN Sunan Ampel, Vol 03, No 02, Desember 2013), 719. Selanjutnya ditulis Nawawi, Globalisasi.
14
dalam hal-hal yang primer (dharuri). Dalam kasus penimbunan makanan yang
primer dan menyebabkan kondisi tertekan (al-dhayyiq), ketika terjadi barang
nominal terbatas dan juga harga sangat tinggi sehingga tidak ada keraguan
bahwa perilaku tersebut adalah haram (dilarang). tindakan penimbunan akan
menghasilkan kebutuhan masyarakat terabaikan. Mengingat penimbunan yang
terkait dengan praktek monopoli, maka dengan sendirinya monopoli
mengakibatkan distress (al-dhayyiq) bagi masyarakat juga melanggar hukum,
karena merupakan gerbang terbuka untuk praktek yang dilarang dalam hukum
Islam. Untuk kasus itu, dibutuhkan peran pemerintah untuk menghindari
praktik-praktik yang tidak benar. Bahkan dalam menanggulangi praktek-
praktek tersebut, pemerintah memiliki hak untuk menentukan hukuman.
Dalam rangka lebih menguatkan peran pemerintah di dalam melakukan
pengawasan pasar, pemerintah berhak dan harus menentukan kriteria hukuman
berupa takzîr. 36 Bentuk hukuman itu diperlukan agar kebijakan bisa berjalan
secara tegas dan lancar. Dengan demikian dapat dimengerti mengapa
pembatasan pemilikan barang dagangan sangat diperlukan mengingat masalah
itu akan berakibat fatal terhadap kemaslahan umat manusia pada umumnya
dan masyarakat Islam pada khususnya. Hal demikian menunjukkan bahwa,
partisipasi pemerintah di dalam mencegah terjadinya praktik Ihtikâr dan
monopoli sebagaimana yang telah disebutkan di atas, sangat diperlukan agar
kemaslahatan umum dapat dilindungi.32
Menurut hemat penulis, hasil dari penelitian-penelitian terdahulu yang
telah dipaparkan, sangat membantu penulis. Karena tersebut terdapat
pengetahuan yang memang sangat berharga. Penimbunan merupakan salah
satu bentuk jual-beli yang dilarang dalam Islam terutama pada penimbunan
bahan pokok makanan. Karena sumber asupan gizi pada tubuh manusia yang
sangat diperlukan oleh setiap manusia ini yaitu dari makanan. Oleh karenanya
setiap manusia sangat memerlukan bahan pokok makanan yang biasa
dikonsumsi setiap harinya, apabila terdapat penimbunan pada bahan pokok
makanan oleh seorang pedagang yang mengakibatkan para konsumen
32 Afidah Wahyuni, Ihtikâr dalam Sorotan Hukum Islam (Jurnal Ahkam, UIN Syarif
Hidayatullah: Jakarta, Vol XI, No1 Januari 2011), 96-104. Selanjutnya ditulis Wahyuni, Ihtikar.
15
kelaparan dikarenakan dengan sengajanya para pedagang itu untuk
menimbunnya demi mendapatkan lebihnya keuntungan dengan menunggu
kenaikan pada harga, itu bisa mengakibatkan terjadinya kelaparan. Jadi
masalah penimbunan barang ini menjelaskan dengan cukup rinci mengenai
penimbunan barang bahan pokok makanan. Berbeda halnya dengan peneliti-
penelitian terdahulu yang telah dipaparkan diatas berupa berbagai macam
penimbunan. Seperti penimbunan BBM, penimbunan pupuk bersubsidi, dan
lain sebagainya. Adapun penelitian yang sama mengenai penimbunan barang
(Ihtikâr) ini, namun berbeda dengan peneliti-peneliti terdahulu, karena pada
penimbunan barang (Ihtikâr) ini lebih umum dan merinci tidak hanya pada
pandangan hukum Islam saja melainkan dengan persamaan yang umumnya
juga disertain dengan UU NO.5 Tahun 1999.
E. Metodologi Penelitian
Metodologi adalah sebuah proses, prinsip dan prosedur yang kita
gunakan untuk mendekati masalah dan mencari jawaban. Dengan ungkapan
lain metodologi adalah suatu pendekatan umum untuk mengkaji topik
penelitian.33 Sedangkan menurut Noeng Muhadjir, metodologi penelitian
merupakan ilmu tentang metode penelitian, ilmu tentang alat-alat dalam
penelitian.34
1. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif deskriptif analitik, yaitu menyediakan penelitian
dengan cara mengumpulkan data-data dan informasi yang selanjutnya
dideskriptifkan (digambarkan), dicatat dan di analisis lebih lanjut sesuai
dengan variabl-variabl mengenai penimbunan barang dalam perspektif
hukum ekonomi Islam suatu tinjauan analitik.
33 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kulitatif (Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan
Ilmu Sosial Lainnya) (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), 145. Selanjutnya ditulis Mulyana, Metodologi.
34Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), 4. Selanjutnya ditulis, Muhadjir, Metodologi.
16
2. Jenis Data dan Sumber Data
Sedangkan sumber-sumber data dalam penelitian ini dibagi
menjadi dua bagian yaitu:
a. Sumber data primer, yaitu sumber-sumber data pokok yang dijadikan
sebagai sumber data yang ada. Data-data yang dijadikan sebagai data
sumber primer adalah Al-Qur’an dan terjemah, Hadits-hadits sembilan
Imam, , Kitab Ihya Ulumuddin (terjemah Bahasa Indonesia), halal dan
haram dalam Islam karangan yusuf qordhawi, fatwa-fatwa
kontemporer jilid dua karangan yusuf qardhawi, dan lain sebagainya.
b. Sumber data sekunder, yaitu sumber data buku yang dijadikan sebagai
sumber referensi tambahan dalam penyususnan skripsi ini sumber
sumber data buku yang dijadikan sebagai data sekunder adalah Nailul
Authar (terjemah Bahasa Indonesia), tentang perundang-undang,
Fatwa-Fatwa Jual-beli, Fikih Muamalah, Buku Pintar Ekonomi, dan
lain sebagainya.
3. Teknik Pengumpulan Data
Mengingat sumber data penulisan skripsi ini menggunakan studi
kepustakaan. Maka teknik penelitian yang digunakan menggunakan teknik
book survey yaitu penulis membaca dan membuat perbandingan dari
berbagai buku bacaan yang ada hubungannya dengan permasalahan yang
akan dibahas dalam skripsi ini.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
menelaah terhadap data yang ada hubungannya dengan penimbunan dalam
Perspektif hukum Ekonomi Islam. Adapunlangkah-langkah analisisnya
adalah sebagai berikut:
a. Mengklasifikasi data yang telah ada meliputi data primer dan data
skunder.
b. Setelah data diklasifikasikan maka penulis menganalisis data, baik
berupa data primer maupun data skunder.
c. Kemmudian penulis dapat menyimpulkannya berupa hasil penelitian.
17
F. Sisitematika Penulisan
Untuk mengetahui dan mempermudah pembahasan serta memperoleh
gambaran dari keseluruhan dari penelitian ini, maka di jelaskan sistematika
penulisan skripsi ini sebagai berikut:
Bab pertama merupakan Pendahuluan, di uraikan secara garis besar
permasalahan penelitian yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, penelitian terdahulu, metodologi penelitian dan
tehnik penelitian serta sistematika penulisan.
Bab kedua membahas mengenai konsep dasar penimbunan yang
dimulai dengan menjelaskan secara ringkas tentang konsep penimbunan
secara umum yaitu dari pengertian penimbunan barang, aspek larangan
menimbun barang, dan dasar hukum menimbun barang.
Bab ketiga membahas mengenai faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya penimbunan barang yang terdiri dari: kriteria penimbunan dalam
Islam, faktor-faktor terjadinya penimbunan, dan ancaman menimbun barang.
Bab keempat membahas pengaruh penimbunan barang terhadap
stabilitas ekonomi yang terdiri dari: ekonomi mikro, ekonomi makro, dan
peran pemerintah terhadap penimbunan.
Bab kelima merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan dan
saran. Kesimpulan merupakan uraian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
yang di ajukan dalam rumusan masalah, setelah melalui analisis pada bab
sebelumnya. Sementara itu, sub bab saran berisi rekomendasi dari peneliti
mengenai permasalahan yang diteliti sesuai hasil kesimpulan yang diperoleh.
66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Jenis penimbunan yang dilarang mengenai segala jenis makanan. Adapun
yang bukan makanan dan bukan yang termasuk makanan pokok, seperti
obat-obatan, jamu-jamuan, za’faran dan lain sebagainya, maka tiada
sampailah larangan itu kepadanya, meskipun dia itu barang yang dimakan.
Menimbun itu dilarang apabila terdapat syarat-syarat tertentu di antaranya
barang yang ditimbun tersebut merupakan barang bahan pokok makanan
yang berupa sembako, yang dimaksud adalah kebutuhan manusia pada
setiap harinya untuk dikonsumsi atau bisa disebut untuk dimakan. Kecuali
minyak, obat-obatan. Akan tetapi obat-obatan dapat pula dilarang
ditimbun apabila ada seseorang yang sangat membutuhkannya untuk atau
demi kesehatan tubuhnya yang sakit. Minyak dapat pula ditimbun
melainkan bukan makanan pokok yang tidak dibutuhkan setiap saatnya
dan dalam jangka waktu cukup panjang dapat pula disimpan untuk
dipergunakan dikala dibutuhkan nanti. Sedangkan dalam makanan pokok
setiap manusia sagat membutuhkannya dan setiap saat dibutuhkan untuk
dikonsumsinya. Jadi dengan kata lain jenis barang yang dilarang ditimbun
adalah berupa makanan pokok.
2. Ternyata terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
penimbunan barang (Ihtikâr). Selain dari kebijakan pemerintah (UU)
terdapat pula faktor yang lain berupa keistimewaan dari suatu barang yang
dihasilkan tersebut atau bahkan dari suatu produsen tersebut memiliki hak
paten yang dapat digunakan untuk menimbun suatu barang tersebut.
Faktor-faktor tersebut tidak hanya yang merugikan (negatif) akan tetapi
terdapat pula yang menguntungkan bagi negara (positif). Misalnya
melakukan penimbunan dikarenakan ingin mendapatkan untungg yang
sebesar-besarnya, maka itu termasuk faktor yang negatif. Berbeda dengan
melakukan penimbunan dikarenakan hanya ada beberapa sektor-sektor
usaha tertentu yang bagi pelaku-pelaku usaha tertentu saja. Misalnya
67
sektor-sektor usaha yang berkaitan dengan sumber daya alam
diserahkannya hanya kepada BUMN tertentu saja. Maka faktor tersebut
termasuk faktor yang positif demi kepentingan publik atau nasional.
3. Tindakan menimbun barang (Ihtikâr) menyebabkan krisis yang sangat
fatal dan sangat mengancam stabilitas ekonomi. Ihtikâr juga menyebabkan
kesulitan bagi orang lain serta menyempitkan ruang gerak mereka untuk
memeperoleh kebutuhannya. Ihtikâr bisa juga berakibat pada kelangkaan
suatu barang, ini berarti membuat barang yang sudah ada menjadi jarang.
Penimbunan barang merupakan halangan terbesar dalam pengaturan
persaingan dalam pasar Islam. Dalam tingkat internasional, menimbun
barang menjadi penyebab terbesar dari krisis yang dialami oleh manusia,
yang mana beberapa negara kaya dan maju secara ekonomi menimbun
produksi, perdagangan, bahan baku kebutuhan pokok. Bahkan, negara-
negara tersebut menimbun pembelian bahan-bahan baku dari negara yang
kurang maju perekonomiannya dan menimbun penjualan komoditas
industri yang dibutuhkan oleh negara-negara tadi. Hal itu menimbulkan
bahaya besar terhadap keadilan distribusi kekayaan dan pendapatan dalam
tingkat dunia. Jika dikaitkan dengan kehidupan sosial, maka praktik
Ihtikâr atau monopoli dalam dunia bisnis tentu akan berdampak pada
macetnya sendi-sendi ekonomi. Sehingga seolah-olah orang yang miskin
akan sangat susah keluar dari komunitas kemiskinannya. Maka dari itu
penimbunan barang (Ihtikâr).
B. Saran
Adapun saran-saran yang penulis sampaikan dalam skripsi ini,
berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya adalah sebagai berikut:
1. Sebaiknya untuk para pedagang maupun pembeli jangan melakukan
penimbunan dengan cara disengaja (yang hanyfa mementingkan diri
sendiri). Selain merugikan orang lain, tindakan tersebut sangatlah dilarang
oleh Agama. Alangkah lebih baik jika ingin mempunyai stock makanan
untuk disimpan, hendaknya terlebih dahulu melihat masyarakat sekitar
apakah banyak yang membutuhkan atau tidak, apakah sedang
68
membutuhkannya atau tidak, dan apakah pada penjual barang tersebut
menyediakan stock barang yang banyak atau tidak. Hal itu semestinya
diperhatikan, tidak hanya berlaku untuk para penjual akan tetapi untuk
para konsumen juga berlaku.
2. Para penjual muslim yang saat ini belum menerapkan secara bersungguh-
sungguh etika islam dalam kegiatan berbisnisnya, hendaknya setidaknya
mencoba untuk mempelajari etika bisnis Islami dan setelah itu cobalah
untuk menerapkannya dalam kegiatan bisnis tersebut. Maka Insya Allah
kita dapat dan mengerti dalam menjalankan bisnis yang secara Islami
sehingga kita sungguh-sungguh dan ikhlas untuk mencari ridha Allah.
3. para penjual juga hendaknya dalam mendapatkan barang yang untuk dijual
memperhatikan benar-benar kondisi masyarakat saat ini. Apakah sedang
sangat membutuhkan barang tersebut. Jika saat ini sedang membutuhkan
khususnya barang pokok makanan, maka hendaknya untuk menjualnya
pada saat itu juga dan jangan sampai menunggu barang tersebut langka
dipasaran lalu baru kita menjualnya dengan harga yang tinggi sehingga
kita mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda. Karena hal tersebut
termasuk dalam jual-beli yang dilarang yang dikarenakan menimbulkan
kemlaratan pada masyarakat sekitar.
4. Untuk pembaca, hendaknya mencari referensi tambahan untuk bahan
bacaan tidak hanya dari penelitian skripsi ini saja. Karena penyusun pun
merasa kurang cukup referensi sehingga untuk pembaca terus baca dan
membaca dari semua segi referensi yang ada.
5. Untuk semua pihak yang berkonsentrasi pada bidang MEPI, hendaknya
mampu meniru dari yang memiliki kepribadian yang baik yaitu Rasulullah
saw dalam segala hal-Nya kususnya dalam bermuamalah yakni untuk
menjaga sendi-sendi ke-Islaman yang berkaitan dengan ekonomi sudah
berjalan sejak lama sampai sekaranng pun harus tetap berjalan.
6. Untuk civitas Akademika IAIN Syekh Nurjati Cirebon hendaknya
memberikan banyak sumber rujukan referensi yang terkait penimbunan
(Ihtikâr).
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Sohari Sahrani dan Ru’fah. Fikih Muamalah. Bogor: Ghalia Indonesia.
2002.
, Sohari Sahrani dan Ru’fah. Fikih Muamalah. Bogor: Ghalia Indonesia.
2011.
Ad-Duwaisy, Ahmad bin ‘Abdurrazzaq. Diterjemahkan oleh M Abdul Goffar. “Fataawaa al-lajnah ad-daa-imah lil buhuuts al-ilmiyyah wal iftaa” Fatwa-Fatwa Jual-Beli. Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’I. 2005.
Aji, Didik Kusno. Konsep Monopoli Dalam Tinjauan Ekonomi Islam (Lampung:
Jurnal Adzkiya Vol 1 No 1, 2013 STAIN Jurai Siwo), 55. Lihat, http ://stainmetro.ac.id/e-journal/index. php/adzkiya/issue/view/27,14/06/2015.
Al-Hilali, Syaikh Salim bin Ied. Ensiklopedi Larangan Menurut Al Qur’an dan
As-Sunnah. Bogor: Pustaka Imam Asy Syafi’I. Jilid 2. 2005.
Al-Kaaf, Abdullah Zaki. Ekonomi Dalam Perspektif Islam. .Bandung: Pustaka
Setia. 2002.
Al-Qardhawi, Yusuf. Halal Haram Dalam Islam. Surabaya: PT Bina Ilmu. 2000.
, Yusuf. Fatwa-Fatwa Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press.
Jilid 2.1995.
Al-Tamimi, Izzudin Khatib. Bisnis Islami. Jakarta: Fika Hati Aneska. 2004.
Amrullah, Abdul Malik Abdul Karim. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Pustaka Nasional.
Jilid 1. 2003.
. Tafsir Al-Azhar. Singapura: Pustaka
Nasional PTE LTD Singapura. Jilid 4. 2003.
. Tafsir Al-Azhar. Singapura: Pustaka
Nasional PTE LTD Singapura. Jilid 1. 2003.
. Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD
Singapura. Jilid 3. 2003.
. Tafsir Al-Azhar. Singapura: Pustaka
Nasional PTE LTD Singapura. Jilid 6. 2003.
AZ, Chuzaimah T Yanggo dan A Hafiz Anshari. Problematika Hukum Islam
Kontemporer. Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan. 2004.
Az-Zuhaili, Wahbah. Fiqih Islam Wa Adhillatuhu. Dengan judul asli Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu الفقھ اإلسلمي وأدلتھ. Jakarta: Gema Insani Press. jilid 4. 2011.
Azizya A, Qadir. Membangun Fondasi Eknomi Umat. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. 2004.
Basri, Ikhwan Abidin. Ekonomi Islam. Jakarta: Gema Insani Press. 2001.
Bisri, KH Adib dan KH Munawwir A Fatah. Kamus Al-Bisri Indonesia Arab-Arab
Indonesia. Malang: Pustaka Progresif. 1999.
Basyarahil, Aziz Salim. 22 Masalah Agama. Jakarta: Gema Insani. 1992.
Dahlan, Abdul Aziz. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT Ikhtiar Baru. 1996.
Departemen Agama RI penyunting tafsir oleh Arif Fakhrudin dan Siti Irhaman revisi terjemah oleh Lajnah pentashih Mushaf Al-Qur’an Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Hidayah Al-Qur’an Tafsir Per Kata Tajwid Kode Angka. Banten: PT Kalim. 2011.
Diana, Ilfi Nur. Hadis-Hadis Ekonomi. Malang: UIN Maliki Press 2012.
Djazuli, H A. Kaidah-Kaidah Fikih. Jakarta: Kencana, 2006.
El-Bantany, Rian Hidayat. Kamus Pengetahuan islam Lengkap (Depok: Mutiara
Allamah Utama, 2014).
Fathorrazi, Tati Suhartati Joesron dan M. Teori Ekonomi Mikro. Yogyakarta:
Graha Imu. 2012.
Fitriana, Ida. ” Ihtikâr Dalam Perspektif Hukum Islam” (At-Tasyri' Jurnal Ilmiah
Prodi Muamalah, Volume I, No 3, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI)
Teungku Dirundeng, Meulaboh Aceh Barat, Oktober 2009-Januari 2010).
Ghazali, Imam. Diterjemahkan oleh Ismail Yakub. Ihya’ Ulumiddin Imam
Ghazali. Jakarta: Pustaka Nasional. Jilid 2. 2003. Lubis, Chairuman Pasaribu dan Sahrawardi K. Hukum Perjanjian Islam. Jakarta: Sinar Grafika. 2004.
Habiburrahim dkk. Mengenal Pegadaian Syariah. Jakarta: Kuwais. 2012.
Hafidhuddin, Didin. Agar Harta Berkah & Bertambah. Jakarta: Gema Insani
Press. 2007.
. Islam Aplikatif. Jakarta: Gema Insani. 2003.
Hasan, Qadir dkk. Terjemah Nailul Authar: Himpunan Hadits-Hadits Hukum.
Surabaya: PT Bina Ilmu. Jilid 4. 2001.
. Terjemah Nailul Authar: Himpunan Hadits-Hadits Hukum.
Surabaya: PT Bina Ilmu. Jilid 7. 2001.
Hidayat, Wahyu. Keadilan Distribusi Menurut Asghar Ali Engineer Dalam Perspektif Ekonomi Indonesia, Skripsi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2011).
Karim, Adiwarman. Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: PT Raja
grafindo Persada. 2006.
. Ekonomi Islam Suatu Kajian Ekonomi Makro. Jakarta: III
Indonesia. 2002.
Ismanthono, Henricus W. Kamus Istilah Ekonomi Populer. Jakarta: Kompas.
2003.
Iswardono. Ekonomi Mikro. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. 1990.
Malahayati. Rahasia Sukses Bisnis Rasulullah. Yogyakarta: Great. 2010.
Manan, Abdul. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT Dana Bakti
Wakaf. 1997.
Mankiw, N. Gregory. Dengan alih bahasa Fitria Liza dan Imam Nurmawan. Makroekonomi Edisi Keenam. Dengan judul asli Macroeconomics 6th Edition. Jakarta: Erlangga. 2006.
Margono, Suyud. Hukum Anti Monopoli. jakarta: Sinar Grafika. 2009.
Muhadjir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.
1996.
Muhammad, Ali. e-book Hukum Menimbun Barang Dagang. Gresik: Al-Furqon.
2008.
Muhamad Taufiq. Quran Digital In Word Ver 1.3. Lihat http:// www. geocities.
com/mtaufiq. rm/quran.html, Selasa, 09/06/2015.
Mujahidin, Ahmad. Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di
Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia. 2010.
Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kulitatif (Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya). Bandung: PT remaja Rosdakarya. 2006.
Munawir, Ahmad Warson. Kamus Al-Munawwir. Yogyakarta: Unit Pengadaan
Buku Pondok Pesantren al-Munawwir. 1994.
Nawawi, Ismail. “Globalisasi Ekonomi Bisnis (Studi Arus Nalar Pemikiran Bisnis)” (Jurnal Maliyah, IAIN Sunan Ampel, Vol 03, No 02, Desember 2013).
Nurlita, Risa Rizky. Tindak Pidana Penimbunan Bahan Bakar Minyak (BBM) Ditinjau Dari Hukum Pidana Indonesia: Studi di Pengadilan Negeri Mataram (Jurnal: Universitas Mataram: Mataram, 2014).
Nuruddin, Amiur. “SDM Berbasis Syariah” (Tsaqafah Jurnal Ilmu pengetahuan
dan Kebudayaan Islam, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara, Vol. 6, No. 1, April 2010).
Pass, Ccristopher dan Bryan Lowes. Diterjemahkan oleh Tumpul Ruma Pea dan
Posman Haloho. Kamus Lengkap Ekonomi Edisi Kedua (Jakarta: Erlangga, 1994).
Pindyck, Robert S dan Daniel L Rubinfeld. Yang diterjemahkan pada Erlangga
yaitu ahli bahasa Devri Barnadi Putera. Mikroekonomi Edisi Kedelapan. dengan judul asli microeconomics Eighth Edition. Jakarta: Erlangga. 2012.
Poerwadarminta, WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
1976.
Purwaningsih, Endang. Hukum Bisnis. Bogor: Ghalia Indonesia. 2010.
Pusat pembinaan dan pengembangan bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta: Balai Pustaka, 1996).
Putong, Iskandar. Ekonomi Mikro & Makro Jilid 2. Jakarta: Ghalia Indonesia.
2003.
Qasim, Yusuf. At-Ta’mil at-Tijariyyi fii Mijan asy-Syari’ah. Kairo: Dar an-
Nahdhoh al-‘Arabiyyah. 1986.
Qordhawi, Yusuf. Fatwa-Fatwa Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press. Jilid 2.
1995.
Sabiq, Sayyid. Diterjemahkan oleh putyanya yang bernama Muhammad Sayyid
Syabiq. Fiqih Sunnah. Jakarta: PT Pena Pundi Aksara. 2011. Jilid 5.
Sholihin, Ahmad Ifham. Buku Pintar Ekonomi Syariah. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama. 2010.
Sholihuddin, Muh. “Kebebasan Pasar Dan Intervensi Negara Dalam Perspektif Ekonomi Islam” (Jurnal Maliyah Kebebasan Pasar dan Intervensi Negara: IAIN Sunan Ampel Surabaya, Surabaya, Vol. 01, No. 01, Juni 2011).
Siregar, Nur Asiana. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Penimbunan Pupuk Bersubsidi “Studi Pada Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Kalianda”, Skripsi, (Bandar Lampung: Universitas lampung, 2013).
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia.
1984.
Subana, M dan Sudrajat, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia.
2001.
Sugiono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
2009.
Sukirno, Sadono. Mikro Ekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. 2010.
Sukirno, Sadono. Teori Pengantar Makro Ekonomi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada. 2004.
Sula, Muhammad Syakir. Asuransi Syariah Life And General. Jakarta: Gema
Insani Press. 2004.
Syabiq, Sayyid. Diterjemahkan oleh putranya yang bernama Muhammad Sayyid
Syabiq. Fiqih Sunnah. Jakarta: PT Pena Pundi Aksara. Jilid 5. 2011.
Syafe’I, Rachmat. Al-Hadits Aqidah Akhlaq Sosial dan Hukum. Bandung: Pustaka
Setya. 2000.
Tim Kajian Dakwah Al Hikmah, Tidak Boleh Menimbun Barang (STID Al-Hikmah-Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Dirosat Islamiyah, Jakarta, 2011). Lihat http://alhikmah.ac. id/2011/tidak-boleh-menimbun-barang/, Minggu, 14/06/2015.
Umar, Husein. Riset Pemasaran dan Perilakukonsumen. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama. 2000.
Utomo, Setiawan Budi. Fiqih Aktual. Jakarta: Gema Islami. 2003.
Wahyuni, Afidah. Ihtikâr Dalam Sorotan Hukum Islam (Jurnal Ahkam, UIN
Syarif Hidayatullah: Jakarta, Vol XI, No1 Januari 2011).
http://app.lidwa.com/.