penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

138
UNIVERSITAS INDONESIA PENILAIAN KEBUTUHAN PELATIHAN DI BIDANG KESEHATAN JIWA BAGI PETUGAS YAYASAN DAN PETUGAS KESEHATAN DI LAYANAN PRIMER DI SEKITAR YAYASAN GALUH BEKASI JAWA BARAT TESIS ROSSALINA 1006767771 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BIDANG STUDI ILMU KEDOKTERAN JIWA JAKARTA FEBRUARI 2015 Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Transcript of penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

Page 1: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

UNIVERSITAS INDONESIA

PENILAIAN KEBUTUHAN PELATIHAN DI BIDANG

KESEHATAN JIWA BAGI PETUGAS YAYASAN

DAN PETUGAS KESEHATAN DI LAYANAN

PRIMER DI SEKITAR YAYASAN GALUH

BEKASI JAWA BARAT

TESIS

ROSSALINA

1006767771

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

BIDANG STUDI ILMU KEDOKTERAN JIWA

JAKARTA

FEBRUARI 2015

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 2: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

i

UNIVERSITAS INDONESIA

PENILAIAN KEBUTUHAN PELATIHAN DI BIDANG

KESEHATAN JIWA BAGI PETUGAS YAYASAN

DAN PETUGAS KESEHATAN DI LAYANAN

PRIMER DI SEKITAR YAYASAN GALUH

BEKASI JAWA BARAT

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

DOKTER SPESIALIS ILMU KEDOKTERAN JIWA

ROSSALINA

1006767771

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

BIDANG STUDI ILMU KEDOKTERAN JIWA

JAKARTA

FEBRUARI 2015

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 3: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 4: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 5: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

iii

Universitas Indonesia

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah

dan karunianya yang membuat saya dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah

satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di program studi Ilmu Kedokteran

Jiwa, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Saya menghaturkan terima kasih kepada dr. A.A.A. Agung K, Sp.KJ (K) selaku

pembimbing penelitian saya yang telah memberikan bimbingan dan dukungannya

hingga akhirnya penelitian ini dapat selesai. Terima kasih kepada dr. Hervita

Diatri SpKJ(K) sebagai pembimbing akademik yang selalu memberikan

dukungan, masukan, saran, perbaikan hingga penelitian ini dapat terlaksana.

Terima kasih juga saya sampaikan pada dr.Petrin Redayani Sp.KJ (K), M.Pd Ked

sebagai penguji sekaligus narasumber penelitian yang juga sangat membantu

hingga penelitian ini dapat terlaksana.

Penelitian ini melibatkan banyak pihak. Saya mengucapkan terima kasih kepada

dr Natalia Dewi SpKJ, teman-teman PPDS dr. Adhika Anindita, dr. Dyani, dr.

Chrisna, dr. dr. Alvina, dr. Gina, yang telah berperan besar hingga terlaksananya

penelitian ini, serta banyak pihak lain yang telah memberikan dukungannya.

Tak lupa terima kasih tak terhingga pada ibu, ayah, suami dan anak tercinta atas

limpahan kasih sayang, doa serta dukungan yang tak berkesudahan.

Saya menyadari bahwa penelitian ini jauh dari sempurna, namun saya berharap

hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada kemajuan ilmu

pengetahuan.

Jakarta, 03 Februari 2015

Penulis

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 6: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 7: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

v

Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Rossalina

Program Studi : Ilmu Kedokteran Jiwa

Judul : Penilaian Kebutuhan Pelatihan di Bidang Kesehatan Jiwa bagi

Petugas Yayasan dan Petugas Kesehatan di Layanan Primer di Sekitar Yayasan Galuh

Bekasi Jawa Barat

Keterbatasan institusi formal (rumah sakit) dalam menangani orang dengan

gangguan jiwa (ODGJ) memunculkan inisiatif masyarakat untuk mengembangkan

perawatan kesehatan jiwa informal secara tradisional, salah satunya adalah

Yayasan Galuh di Bekasi. Penelitian ini merupakan studi kualitatif untuk

mengetahui profil dan beban kerja petugas yayasan dan petugas kesehatan di

layanan primer (puskesmas) di sekitar Yayasan Galuh, perilaku mencari

pertolongan dari pengguna jasa layanan Yayasan Galuh, kebutuhan pelatihan bagi

petugas Yayasan Galuh maupun petugas puskesmas di sekitar yayasan. Penelitian

dilakukan dengan melakukan focus group discussion (FGD) dan wawancara

mendalam yang dilakukan terhadap petugas Yayasan Galuh, petugas Puskesmas

Pengasinan, petugas Dinas Sosial Kota Bekasi, konsumer, dan keluarganya. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa Petugas Yayasan Galuh dan Petugas Puskesmas

memiliki pengetahuan dan pelatihan yang minim di bidang kesehatan jiwa dan

beban kerja yang tinggi. Inisiatif pengobatan terbanyak atas keinginan keluarga.

Beberapa hal yang menyebabkan keluarga memilih pengobatan jiwa tradisional di

Yayasan Galuh antara lain: tidak memiliki pelaku rawat, biaya perawatan di

Yayasan Galuh yang terjangkau, perbaikan gejala gangguan jiwa, dan kurangnya

pengetahuan akan penyakit jiwa. Kebutuhan pelatihan petugas Yayasan Galuh

yang paling banyak diungkapkan adalah pelatihan di bidang kesehatan fisik.

Kebutuhan pelatihan petugas Yayasan Galuh di bidang kesehatan jiwa yaitu :

gejala, diagnosis dan pengobatan gangguan jiwa, tehnik komunikasi dengan ODGJ,

cara perawatan ODGJ dengan: perilaku kekerasan, isolasi diri, perawatan diri

kurang, perilaku kacau. Petugas puskesmas merasa perlu mendapatkan pelatihan

bagaimana dapat melakukan deteksi dini, dapat mengenali tanda dan gejala

gangguan jiwa yang lazim pada orang yang datang berobat ke Puskesmas.

Kata Kunci: penilaian kebutuhan pelatihan kesehatan jiwa, panti rehabilitasi

mental tradisional, petugas Yayasan Galuh, petugas Puskesmas

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 8: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

vi

Universitas Indonesia

ABSTRACT

Name : Rossalina

Program : Psychiatry

Title : Mental Health Training Needs Assessment of Foundation

Staff and Primary Health Care Staff in the Area Surrounding Galuh Foundation

Bekasi, West Java

The limited access to formal institution (hospital) in dealing with people with

mental disorders gave rise to community initiatives to develop informal traditional

community mental health care, one of which is the Galuh Foundation in Bekasi .

This study is a qualitative study to explore the profile and workload profiles of

foundation staff and primary health care staff workers in the area surrounding

Galuh Foundation, help seeking behavior of Galuh foundation service users, the

training needs for Galuh foundation staff and Primary Health Care Staff in the

Area Surrounding Galuh Foundation. Data collection was done through focus

group discussion (FGD) and in-depth interviews with Galuh Foundation staff and

primary health care staff, Bekasi social service officers, service users and their

family.

The results showed that the Galuh Foundation staff and primary health care staffs

in the surrounding area have high workload, with minimal knowledge and training

in mental health. Most treatment initiatives came from the family. Some of the

reasons cited from family members for choosing traditional treatment in Galuh

Foundation were lack of caregivers at home, affordable cost at Galuh Foundation,

improvement of mental illness symptoms after receiving care at Galuh

Foundation, and lack of knowledge related to mental illness. The most widely

expressed training needs were of physical health related training. Mental health

training needs identified from Galuh Foundation Staffs were: symptoms,

diagnosis and treatment of mental disorders, communication techniques with

mentally ill persons, how to care for person with: violent behavior , self-isolation ,

poor self care , bizzare behavior. Primary health care staffs expressed needs to get

mental health training in: mental illness early detection , signs and symptoms

recognition of common mental disorders in community members who present to

the primary health care.

Keywords : mental health training needs assessment, traditional mental health

care, Galuh Foundation Staf, Primary Health Care Staf

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 9: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

vii

Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………..…i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ................................................................................................. iii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................... iv

ABSTRAK .....................................................................................................................v

ABSTRACT ................................................................................................................ vi

DAFTAR ISI .............................................................................................................. vii

DAFTAR TABEL ....................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ..............................................................................................1

3.1 Latar Belakang.................................................................................................1

3.2 Rumusan Masalah ............................................................................................4

3.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................4

3.4 Manfaat Penelitian ...........................................................................................4

3.4.1 Di Bidang Pendidikan ..............................................................................4

3.4.2 Di Bidang Pengembangan ........................................................................5

3.4.3 Di Bidang Pelayanan Masyarakat .............................................................5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................6

4.1 Layanan Kesehatan Jiwa di Indonesia ..............................................................6

4.2 Panti Perawatan Tradisional dalam Layanan Kesehatan Jiwa ............................6

4.3 Yayasan Galuh sebagai Panti Perawatan Tradisional ........................................8

1.1.1 Sejarah Yayasan Galuh ............................................................................8

4.3.1 Praktik Pengekangan Fisik di Yayasan Galuh ...........................................9

4.3.2 Kebutuhan Pelatihan Petugas di Yayasan Galuh ..................................... 10

4.4 Perilaku Pencarian Pertolongan ...................................................................... 11

4.5 Beban dan Kebutuhan Pelatihan bagi Pelaku Rawat ....................................... 12

4.6 Penelitian Kualitatif ....................................................................................... 12

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 10: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

viii

Universitas Indonesia

4.6.1 Metode Pengambilan Sampel ................................................................. 13

4.6.2 Metode Pengumpulan data ..................................................................... 13

4.6.3 Analisis Data Kualitatif .......................................................................... 15

4.7 Kerangka teori ............................................................................................... 17

4.8 Kerangka Konsep .......................................................................................... 18

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 19

5.1 Desain Penelitian ........................................................................................... 19

5.2 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................ 19

5.3 Instrumen Penelitian ...................................................................................... 19

5.4 Populasi dan Sampel Penelitian ...................................................................... 19

5.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi .......................................................................... 20

5.5.1 Kriteria Inklusi ....................................................................................... 20

5.5.2 Kriteria Eksklusi .................................................................................... 20

5.6 Besar Sampel ................................................................................................. 20

5.7 Cara pengambilan sampel (subyek) ................................................................ 20

5.8 Metode pengumpulan data ............................................................................. 21

5.9 Ijin Subyek Penelitian dan Masalah Etika ....................................................... 21

5.10 Analisis Data ................................................................................................. 21

5.11 Pengujian Keabsahan Data ............................................................................. 21

5.12 Cara Kerja ..................................................................................................... 22

5.13 Kerangka Kerja .............................................................................................. 24

5.14 Definisi Operasional ...................................................................................... 25

5.15 Jadwal Penelitian ........................................................................................... 27

5.16 Anggaran ....................................................................................................... 27

5.17 Organisasi Peneliti ......................................................................................... 27

BAB 4 HASIL PENELITIAN ..................................................................................... 28

6.1 Profil Petugas ................................................................................................ 28

6.1.1 Profil Petugas Yayasan Galuh ................................................................ 28

6.1.2 Profil Petugas Kesehatan di Layanan Primer........................................... 28

6.2 Wawancara Mendalam Konsumer Yayasan Galuh ......................................... 29

6.2.1 Perilaku Pencarian Pertolongan .............................................................. 31

6.2.2 Kebutuhan terhadap Pelayanan Kesehatan Jiwa ...................................... 37

6.2.3 Kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan bagi Petugas ........................... 38

6.2.4 Kebutuhan pelatihan di bidang sosial, okupasi, aktivitas sehari-hari ........ 39

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 11: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

ix

Universitas Indonesia

6.3 Hasil Wawancara Mendalam Keluarga Konsumer Yayasan Galuh ................. 42

6.3.1 Perilaku Pencarian Pertolongan .............................................................. 42

6.3.2 Kebutuhan terhadap Pelayanan Kesehatan Jiwa ...................................... 47

6.3.3 Kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan bagi Petugas ........................... 48

6.3.4 Kebutuhan pelatihan di bidang sosial, okupasi, aktivitas sehari-hari bagi

petugas 48

6.4 Wawancara Pelaku Rawat Yayasan Galuh ..................................................... 52

6.4.1 Data tentang Layanan Perawatan yang Diberikan ................................... 52

6.4.2 Pengetahuan Pelaku Rawat Mengenai Gangguan Jiwa ............................ 53

6.4.3 Kemampuan dan Beban Pelaku Rawat dalam Memberikan Perawatan .... 56

6.4.4 Data Kebutuhan Pelatihan Pelaku Rawat ................................................ 58

6.5 Wawancara Petugas Puskesmas Pengasinan ................................................... 62

6.5.1 Data tentang Gangguan Jiwa yang Ada di Puskesmas ............................. 62

6.5.2 Model Pelayanan Kesehatan Jiwa di Puskesmas ..................................... 65

6.5.3 Data Kebutuhan Pelatihan di Bidang Kesehatan ..................................... 67

6.5.4 Masalah Psikososial yang dialami oleh Orang dengan Gangguan Jiwa .... 68

6.5.5 Kebutuhan Pelatihan di Bidang Okupasi & Aktivitas Orang dengan

Gangguan Jiwa ...................................................................................................... 70

6.6 Hasil Wawancara Masyarakat Pengguna Layanan Yayasan Galuh .................. 71

6.6.1 Data mengenai Gangguan Jiwa yang Ada di Wilayah Bekasi .................. 72

6.6.2 Kebutuhan Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan Jiwa .................. 75

6.6.3 Mengidentifikasi Model Pelayanan Kesehatan Jiwa ................................ 75

6.6.4 Kebutuhan Pelatihan di Bidang Kesehatan Bagi Petugas Yayasan Galuh 76

6.6.5 Kebutuhan Pelatihan di Bidang Sosial Bagi Petugas Yayasan Galuh ....... 77

6.6.6 Kebutuhan Pelatihan di Bidang Okupasi & Aktivitas Sehari-hari Orang

dengan Gangguan Jiwa .......................................................................................... 77

6.7 Hasil Observasi di Yayasan Galuh ................................................................. 78

6.7.1 Observasi Fasilitas ................................................................................. 78

6.7.2 Aktivitas Sehari-hari Petugas Yayasan ................................................... 83

BAB 5 PEMBAHASAN .............................................................................................. 84

7.1 Profil dan Beban Kerja Petugas ...................................................................... 84

7.1.1 Profil dan Beban Kerja Petugas Yayasan Galuh ..................................... 84

7.1.2 Profil dan Beban Kerja Petugas Puskesmas Pengasinan .......................... 85

7.2 Perilaku Mencari Pertolongan dari Pengguna Jasa Layanan Yayasan Galuh ... 86

7.2.1 Keluarga konsumer ................................................................................ 86

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 12: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

x

Universitas Indonesia

7.2.2 Konsumer .............................................................................................. 88

7.2.3 Dinas Sosial ........................................................................................... 88

7.3 Kebutuhan Pelatihan Petugas ......................................................................... 90

7.3.1 Petugas Yayasan Galuh .......................................................................... 90

7.3.2 Kebutuhan Pelatihan Petugas Kesehatan di Layanan Kesehatan Primer di

Sekitar Yayasan Galuh .......................................................................................... 93

7.4 Keterbatasan Penelitian .................................................................................. 94

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 95

8.1 Simpulan ....................................................................................................... 95

8.2 Saran ............................................................................................................. 96

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 99

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 13: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

xi

Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Karakteristik Responden Konsumer Yayasan Galuh ...... Error! Bookmark not

defined.

Tabel 4.2. Matrikulasi Wawancara Mendalam Konsumer Yayasan Galuh ............... Error!

Bookmark not defined.

Tabel 4.3. Karakteristik Responden Keluarga Konsumer Yayasan Galuh ................ Error!

Bookmark not defined.

Tabel 4.4. Matrikulasi Wawancara Mendalam Keluarga Konsumer Yayasan Galuh Error!

Bookmark not defined.

Tabel 4.5. Karakteristik Responden Pelaku Rawat Yayasan Galuh. Error! Bookmark not

defined.

Tabel 4.6. Matrikulasi Wawancara Mendalam Pelaku Rawat Yayasan Galuh.......... Error!

Bookmark not defined.

Tabel 4.7. Karakteristik Responden Petugas Puskesmas Pengasinan .... Error! Bookmark

not defined.

Tabel 4.8. Karakteristik Responden Petugas Dinas Sosial Kota Bekasi Error! Bookmark

not defined.

Tabel 5.1. Biaya yang ditimbulkan terkait dengan gangguan jiwa .. Error! Bookmark not

defined.

Tabel 5.2. Kebutuhan ODGJ berdasarkan Camberwell Assessment of Need (CAN)

dibandingkan dengan kebutuhan pelatihan yang teridentifikasi oleh konsumer, keluarga,

dinas sosial, petugas Yayasan Galuh................................ Error! Bookmark not defined.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 14: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

xii

Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1. Ruangan yang dibatasi oleh jeruji besi ......... Error! Bookmark not defined.

Gambar 4.2. Pelataran tempat tinggal penghuni yang sudah tenang Error! Bookmark not

defined.

Gambar 4.3. Dapur tempat menyiapkan makanan ............ Error! Bookmark not defined.

Gambar 4.4. Proses pembagian makanan ......................... Error! Bookmark not defined.

Gambar 4.5. Teko dan gelas plastik yang digunakan untuk pembagian minuman .... Error!

Bookmark not defined.

Gambar 4.6. Lokasi pembuangan sampah ........................ Error! Bookmark not defined.

Gambar 4.7. WC Umum untuk penghuni ......................... Error! Bookmark not defined.

Gambar 4.8. Kondisi WC penghuni ................................. Error! Bookmark not defined.

Gambar 5.1. Perilaku mencari pertolongan konsumer Yayasan Galuh .. Error! Bookmark

not defined.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 15: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

xiii

Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Keterangan Lolos Kaji Etik 103

Lampiran 2. Persetujuan Setelah Penjelasan…………..…………………. 104

Lampiran 3. Data Konsumer……………………………………..………. 105

Lampiran 4. Data keluarga/masyarakat pengguna jasa layanan perawatan

jiwa di Yayasan Galuh………………………………………

106

Lampiran 5. Data Petugas Yayasan Galuh……………………………….. 107

Lampiran 6. Panduan Wawancara Focus Group Discussion…………….. 108

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 16: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

3.1 Latar Belakang

Pasien dengan gangguan jiwa berat memiliki kecenderungan untuk mengalami

gangguan tersebut secara kronik dan sering kambuh. Sekitar 10% dari prevalensi

gangguan jiwa berat memerlukan perawatan rumah sakit, namun sayangnya

jumlah tempat tidur yang tersedia hingga saat ini masih kurang dari 5% dari total

kebutuhan yang ada.1 Keterbatasan institusi formal (rumah sakit) dalam

menangani orang dengan gangguan jiwa berat ditambah masih banyaknya

pemahaman bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh hal-hal yang terkait dengan

kultur dan agama, memunculkan inisiatif masyarakat untuk mengembangkan

perawatan kesehatan jiwa informal secara tradisional berbasiskan agama maupun

kultur.

Salah satu institusi informal yang mengembangkan perawatan kesehatan

jiwa secara tradisional adalah Yayasan Galuh di Bekasi. Yayasan Galuh yang

didirikan oleh Almarhum Bapak Gendu Mulatip ini menangani lebih dari 250

pasien dengan bantuan 60 orang pengurus. Yayasan Galuh menampung orang

dengan gangguan jiwa baik yang dibawa oleh keluarganya, maupun yang dibawa

oleh polisi, satpol PP, Dinas Sosial Kota Bekasi, juga dari Rumah Sakit Umum

Daerah.2 Perawatan tradisional yang diberikan di Yayasan Galuh Bekasi

memfokuskan pada terapi dalam bentuk pengekangan secara fisik dengan rantai

untuk membatasi gerak pasien dan memberikan doa, pijatan, dan ramuan

tradisional yang dipercaya dapat menyembuhkan gangguan jiwa yang dialami

oleh pasien.

Penanganan pasien dengan gangguan jiwa di Yayasan Galuh mendapat

perhatian media yang cukup luas dalam dan luar negeri. Salah satu media di

Australia menggambarkan perawatan orang dengan gangguan jiwa di Yayasan ini

yang ditempatkan di suatu ruangan besar dan dirantai tangan atau kakinya untuk

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 17: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

2

Universitas Indonesia

membatasi gerak mereka. Orang dengan gangguan jiwa ini dilaporkan bisa

dirantai dalam jangka waktu beberapa tahun bahkan puluhan tahun sehingga

rantai yang dipakai sudah berkarat dan sulit untuk dibuka.3

Dari hasil penelitian Wardani (2011), petugas Yayasan Galuh melakukan

pengekangan fisik sebagai bagian dari pengobatan. Pengekangan fisik dengan

rantai yang sudah didoakan sebelumnya dianggap dapat membuat pasien tenang.

Setelah pasien tenang, pengobatan dapat dilanjutkan dengan ramuan dan pijat.

Obat psikiatri tidak diberikan kepada pasien karena dianggap dapat menetralisir

khasiat dari ramuan tradisional yang mereka berikan. Selain itu ramuan tradisional

yang mereka berikan juga dapat mengeluarkan racun dari dalam tubuh pasien

sehingga dapat menimbulkan efek seperti gatal-gatal dan diare. Khusus dalam

pengobatan penyakit fisik inilah, petugas Yayasan Galuh baru merasakan

pentingnya pengobatan medis untuk mengatasi sakit fisik orang dengan gangguan

jiwa.4

Praktik pengekangan fisik untuk pasien dengan gangguan jiwa berat

seperti yang dilakukan di Yayasan Galuh sudah ada sejak abad ke 18. Phillipe

Pinel (1745-1826) menemukan pasien-pasien dengan gangguan jiwa yang dirantai

selama lebih dari 30 tahun di Rumah Sakit Bicetre Paris 1793.5 Pinel

mengembangkan teori terapi moral dengan konsep petugas yang lebih peduli pada

pasien, pembatasan pengekangan fisik pada pasien, usaha melibatkan pasien pada

tugas dan kegiatan yang dapat meningkatkan kesehatan jiwa pasien. Teori Pinel

ini berpengaruh terhadap perkembangan terapi di institusi yang menangani pasien

dengan gangguan jiwa. Kemajuan selanjutnya pada abad ke-19 tindakan

penghapusan pengekangan secara fisik sudah mulai diterapkan di asylum

Middlesex, Inggris yang merupakan rumah sakit jiwa terbesar yang menangani

lebih dari seribu pasien. Praktik pengekangan secara fisik pada pasien dengan

gangguan jiwa mulai ditinggalkan karena dianggap tidak manusiawi,

menyebabkan trauma psikologis pada pasien, dan dapat menyebabkan cedera fisik

pada pasien.6

Praktik pengekangan fisik yang juga terjadi Yayasan Galuh perlu

mendapatkan perhatian untuk selanjutnya dapat diperbaiki demi peningkatan

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 18: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

3

Universitas Indonesia

pelayanan kesehatan bagi pasien dengan gangguan jiwa. Kebutuhan

pengembangan kapasitas untuk petugas di Yayasan Galuh dirasakan perlu untuk

meningkatkan pelayanan kesehatan mental.

Penelitian Deribew dan Tamirat di Etiopia menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan seseorang berpengaruh terhadap perilaku orang tersebut kepada orang

dengan gangguan jiwa.7 Semakin baik pengetahuan seseorang mengenai

gangguan jiwa semakin baik perlakuannya terhadap orang dengan gangguan jiwa.

Untuk itu perlu adanya penyuluhan tentang gejala, penyebab dan pengobatan

gangguan jiwa untuk mengubah persepsi petugas terhadap orang dengan

gangguan jiwa.

Dari penelitian Wardani (2011), petugas di Yayasan Galuh merasa perlu

adanya kegiatan yang dapat dikerjakan oleh pasien yang sudah tenang.4 Hal ini

sejalan dengan perlunya terapi rehabilitasi bagi orang dengan gangguan jiwa yang

sudah mengalami perbaikan. Hal ini dapat memperbaiki kemampuan perawatan

diri, meningkatkan kepercayaan diri, kemandirian sehingga pasien dapat berfungsi

kembali di masyarakat. Selain itu petugas di Yayasan Galuh juga merasa

pengetahuan mereka tentang gangguan jiwa, yang mereka pelajari secara

autodidak, kurang dan mengharapkan adanya pelatihan tentang perawatan

kejiwaan. 4

Selain kebutuhan akan pelatihan, petugas Yayasan Galuh juga merasa

perlu adanya penanganan penyakit fisik seperti sakit kulit, dan diare yang banyak

dialami oleh orang yang dirawat di Yayasan Galuh.4 Petugas Yayasan Galuh

berharap adanya petugas kesehatan dari Puskesmas bisa datang mengobati

penyakit fisik ke Yayasan Galuh secara berkala. Untuk itu petugas di layanan

kesehatan primer, dalam hal ini adalah petugas Puskesmas juga dirasakan perlu

mendapatkan pelatihan untuk dapat menangani orang-orang dengan gangguan

jiwa di Yayasan Galuh yang akan dirujuk ke Puskesmas.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 19: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

4

Universitas Indonesia

3.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan penelitian Wardhani (2011), petugas Yayasan Galuh merasa perlu

mendapatkan pelatihan di bidang kesehatan jiwa. Pelatihan bagi petugas Yayasan

Galuh dan petugas kesehatan di layanan primer di sekitar Yayasan Galuh

dirasakan perlu agar orang dengan gangguan jiwa bisa mendapatkan pelayanan

kesehatan jiwa yang terbaik. Untuk dapat menyusun modul pelatihan perawatan

kejiwaan bagi petugas Yayasan Galuh dan petugas kesehatan di layanan primer di

sekitar Yayasan Galuh, dibutuhkan adanya penilaian kebutuhan pelatihan terlebih

dahulu agar pelatihan yang diberikan bisa sesuai dengan kebutuhan yang ada.

Penilaian kebutuhan ini akan didasarkan pada kebutuhan petugas yayasan dan

juga petugas kesehatan di layanan kesehatan primer di sekitar Yayasan Galuh.

Selain itu persepsi dan harapan konsumer dan keluarga, dan masyarakat pengguna

layanan Yayasan Galuh juga perlu dinilai untuk menjadi masukan positif dalam

menyusun pelatihan bagi petugas Yayasan Galuh dan petugas kesehatan di

layanan kesehatan primer di sekitar Yayasan Galuh.

3.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Profil dan beban kerja petugas yayasan dan petugas kesehatan di layanan

primer di sekitar Yayasan Galuh

2. Perilaku mencari pertolongan dari pengguna jasa layanan Yayasan Galuh

3. Kebutuhan pelatihan bagi petugas panti perawatan jiwa tradisional yaitu

Yayasan Galuh maupun petugas kesehatan di layanan kesehatan primer di

sekitar Yayasan.

3.4 Manfaat Penelitian

3.4.1 Di Bidang Pendidikan

Untuk memperdalam ilmu kedokteran pada umumnya dan memajukan

ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kebutuhan pelatihan bagi petugas

di panti perawatan jiwa tradisional yaitu Yayasan Galuh maupun petugas

kesehatan di layanan kesehatan primer di sekitar Yayasan.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 20: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

5

Universitas Indonesia

3.4.2 Di Bidang Pengembangan

Dapat dipergunakan sebagai data dasar untuk menyusun modul pelatihan

yang komprehensif bagi petugas di panti perawatan jiwa tradisional yaitu

Yayasan Galuh maupun petugas kesehatan di layanan kesehatan primer di

sekitar Yayasan Galuh.

3.4.3 Di Bidang Pelayanan Masyarakat

Menjadi bahan untuk pengembangan layanan bagi masyarakat yang lebih

menjawab kebutuhan akan sistem layanan kesehatan jiwa yang lebih baik

bagi orang dengan gangguan jiwa yang menjalani perawatan di panti.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 21: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

6 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Layanan Kesehatan Jiwa di Indonesia

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa sekitar 1 juta

penduduk mengalami gangguan jiwa berat.8 Jumlah penderita ini tidak mungkin

ditangani oleh fasilitas layanan kesehatan jiwa yang jumlahnya sangat terbatas

yaitu 51 rumah sakit jiwa yang tersebar di 25 provinsi dengan total hanya sekitar

6243 tempat tidur untuk 625 ribu pasien sakit jiwa yang pernah terdata.1

Dibandingkan populasi yang mencapai 200-an juta, rasionya hanya 0,3:10.000

sementara idealnya adalah 1:10.000. Tenaga kesehatan jiwa psikiater hanya

berjumlah 500 orang yang sebagian besar berada di kota-kota besar.. Akibatnya

banyak penderita yang tidak tertangani dengan baik di fasilitas kesehatan jiwa

oleh tenaga kesehatan jiwa professional.

Salah satu kota besar, yaitu kota Bekasi, yang lokasinya tidak jauh dari

ibukota Jakarta bahkan tidak memiliki fasilitas perawatan inap jiwa. Hal ini

menyebabkan pasien dengan gangguan jiwa yang memerlukan rawat inap harus

dirujuk ke Jakarta atau ke Bogor yang memiliki fasilitas RS untuk merawat pasien

dengan gangguan jiwa. Selain itu Dinas Sosial Kota Bekasi juga tidak memiliki

fasilitas institusi kesehatan jwa melalui sistem panti rehabilitasi mental.

Keterbatasan fasilitas perawatan pasien dengan gangguan jiwa menyebabkan

munculnya inisiatif masyarakat untuk mendirikan panti perawatan tradisional

yang merawat orang dengan gangguan jiwa, salah satunya adalah Yayasan

Galuh.4

4.2 Panti Perawatan Tradisional dalam Layanan Kesehatan Jiwa

Praktisi dan panti perawatan tradisional memiliki peran penting dalam layanan

kesehatan jiwa di berbagai negara. Tidak sedikit orang dengan gangguan jiwa

berat mendapatkan pelayanan dari panti perawatan tradisional. Penelitian

Raguram di panti perawatan tradisional Hindu, menemukan dari 31 orang yang

dirawat, 23 orang didiagnosis mengalami skizofrenia paranoid, 6 orang dengan

gangguan waham menetap, 2 orang dengan gangguan bipolar episode kini manik.9

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 22: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

7

Universitas Indonesia

Penelitian lain oleh Peltzer (2006) di Afrika menemukan bahwa 9 % orang datang

ke praktisi tradisional karena masalah gangguan jiwa Angka ini bisa lebih banyak

lagi karena 22.5 % orang datang dengan masalah gaib terkait dengan roh leluhur

dan 21 % orang datang dengan masalah kerasukan roh yang bisa dikategorikan

sebagai gangguan jiwa menurut diagnosis psikiatri.10

Penelitian yang dilakukan Rathinavel di India menemukan adanya

kepercayaan yang besar dari komunitas bahwa penempatan orang dengan

gangguan jiwa di panti perawatan tradisional dapat menyembuhkan pasien. Selain

itu, lokasi panti perawatan tradisional lebih dekat dari rumah dan dipercaya

sebagai tempat yang aman. Proses admisi yang lebih mudah dibandingkan proses

admisi rumah sakit. Selain itu panti perawatan tradisional juga mau merawat

orang dengan gangguan jiwa dalam jangka panjang sehingga keluarga yang

memang sudah tidak mau menerima orang tersebut bisa meninggalkannya di

panti.11

Adanya layanan kesehatan jiwa oleh praktisi tradisional memiliki dampak

positif kepada individu dan juga komunitas, terutama untuk gangguan mental

ringan. Praktisi kesehatan menyediakan dukungan psikososial dan memberikan

arahan mengenai konflik yang perlu diatasi oleh seseorang. Praktisi tradisional

juga menyediakan pendekatan secara kultural yang mudah diterima oleh

komunitas dibandingkan pendekatan pengobatan kedokteran Barat berdasarkan

fisiologi dan psikologi yang berbasiskan bukti penelitian.12

Praktisi tradisional juga lebih mudah ditemui dibandingkan petugas

kesehatan mental seperti psikiater ataupun psikolog di daerah terpencil.

Penelitian dari Saraceno dan Lancet global mental health group menemukan

bahwa di negara-negara dengan pendapatan rendah sampai sedang, peran praktisi

tradisional dalam menyediakan layanan kesehatan mental sangatlah besar.12

Hal penting yang perlu dipertanyakan adalah kapasitas praktisi tradisional

dalam menangani orang dengan gangguan jiwa berat seperti psikotik. Penelitian

yang dilakukan Makanjuola di Nigeria menunjukkan banyaknya praktik negatif

yang dilakukan di panti perawatan tradisional seperti adanya higiene yang buruk

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 23: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

8

Universitas Indonesia

di panti dan pengekangan fisik yang menyebabkan timbulnya luka yang

seringkali dapat menimbulkan sepsis.13

4.3 Yayasan Galuh sebagai Panti Perawatan Tradisional

1.1.1 Sejarah Yayasan Galuh

Yayasan Gagasan Leluhur atau yang lebih dikenal sebagai Yayasan Galuh

didirikan tahun 1982 oleh almarhum Gendu Mulatip yang awalnya merasa

kasihan terhadap orang dengan gangguan jiwa yang berada di jalan sedang

diganggu oleh anak-anak kecil. Oleh almarhum, orang tersebut dibawa di

rumahnya untuk dirawat, diobati secara tradisional. Sejak saat itu, almarhum

bersama keluarga mendirikan Yayasan Galuh di rumahnya sebagai tempat

penampungan, pengobatan, dan pembinaan orang dengan gangguan jiwa. Pada

tahun 1994, Yayasan Galuh didaftarkan di Dinas Sosial Kota Bekasi sebagai

organisasi sosial yang bergerak di bidang rehabilitasi cacat mental dan korban

narkoba. Almarhum Gendu Mulatip meninggal di tahun 2011 dan kemudian

kepemimpinan Yayasan Galuh dipegang oleh anak almarhum yaitu Bapak

Suhanda.14

Yayasan Galuh menerima orang dengan gangguan jiwa untuk dirawat

yang dibawa oleh keluarga maupun orang terlantar yang dikirim oleh oleh Polisi

Polres Metro Bekasi, Polisi sekitar Kota Bekasi, Polisi Pamong Praja, RSUD Kota

Bekasi. Selain merawat orang dengan gangguan jiwa yang berasal dari Kota

Bekasi, yayasan ini juga merawat orang dengan gangguan jiwa yang berasal dari

Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatera Selatan. Saat ini Yayasan Galuh

menangani lebih dari 250 orang dengan gangguan jiwa dengan bantuan 60 orang

pengurus.

Yayasan ini berkali-kali mendapatkan penghargaan dari berbagai pihak.

Walikota Bekasi memberikan piagam penghargaan kepada Yayasan Galuh atas

partisipasinya dalam rehabilitasi cacat mental tingkat kota Bekasi dan

penghargaan sebagai pekerja sosial dari panti rehabilitasi cacat mental kota

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 24: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

9

Universitas Indonesia

Bekasi. Bapak Gendu Mulatip selaku pendiri yayasan juga mendapatkan

penghargaan OASIS atas dedikasi dan pengabdiannya terhadap kemanusiaan.

4.3.1 Praktik Pengekangan Fisik di Yayasan Galuh

Petugas Yayasan Galuh menerapkan praktik pengekangan fisik sebagai salah satu

metode pengobatannya. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi petugas di

Yayasan Galuh untuk menangani orang yang mengalami gangguan jiwa dengan

pengekangan fisik, diantaranya: 4

1. Tradisi budaya

Penanganan orang dengan gangguan jiwa yang dilakukan di Yayasan Galuh

didapatkan secara turun temurun dari pendiri yayasan. penangangan orang dengan

gangguan jiwa yang pertama kali masuk adalah dengan dirantai. Rantai bukan

hanya untuk pasien gelisah saja, pasien yang sangat pasif bisa dirantai dengan

yang aktif supaya yang aktif tidak terlalu aktif dan yang pasif mau mengikuti yang

aktif. Pengikatan ini berlangsung selama satu minggu sampai beberapa bulan

kemudian dilepaskan sementara dan dirantai lagi bila mereka dianggap gelisah.

Rantai yang dipakai sudah didoakan terlebih dahulu sehingga dipercaya memiliki

kekuatan spiritual. Petugas percaya rantai yang sudah didoakan akan dapat

menenangkan pasien. Adanya kepercayaan ini membuat petugas mempertahankan

tradisi untuk merantai pasien yang baru masuk perawatan di yayasan.

2. Faktor pengetahuan tentang gangguan jiwa

Pengetahuan tentang gangguan jiwa petugas Yayasan Galuh didapatkan secara

otodidak. Hal yang diketahui oleh petugas adalah orang dengan gangguan jiwa

hanya dapat diterapi dengan menggunakan rantai sehingga mereka bisa tenang

dan bisa mendapat terapi berikutnya yaitu ramuan, pijat dan petuah.

3. Stigma terhadap gangguan jiwa

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 25: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

10

Universitas Indonesia

Adanya stigma terhadap orang dengan gangguan jiwa sehingga mempengaruhi

terjadinya pengekangan fisik di Yayasan Galuh. Petugas Yayasan Galuh

memahami gangguan jiwa sebagai adanya halusinasi atau khayalan mereka

sendiri, alam pikirannya berbeda dengan orang normal dan pembicaraannya

seringkali tidak sesuai. Mereka melihat orang dengan gangguan jiwa itu galak dan

perilakunya sulit diantisipasi sehingga kadang mereka membahayakan diri sendiri

dan orang lain.

4.3.2 Kebutuhan Pelatihan Petugas di Yayasan Galuh

Petugas di Yayasan Galuh berjumlah sekitar 60 orang, dari jumlah tersebut, 20

orang bertindak aktif sebagai pelaku rawat untuk orang dengan gangguan jiwa.

Dari penelitian Wardhani (2011) ditemukan bahwa pelaku rawat di Yayasan

Galuh merasa perlu adanya:4

1. Bimbingan Keperawatan

Pelaku rawat di yayasan tidak ada yang memiliki latar belakang pendidikan

dan pelatihan kesehatan, oleh karena itu mereka merasa butuh adanya

bimbingan dari perawat. Selama ini pelaku rawat belajar secara otodidak

bagaimana merawat pasien dengan gangguan jiwa. Pengetahuan yang mereka

dapatkan mengenai gangguan jiwa didapatkan dari pengalaman sehari-hari

dalam merawat orang dengan gangguan jiwa.

2. Kegiatan untuk Orang dengan Gangguan Jiwa

Petugas Yayasan Galuh juga merasa perlu memberikan kegiatan untuk orang

dengan gangguan jiwa yang sudah mulai tenang. Kegiatan yang diberikan saat

ini adalah tugas rumah tangga seperti memasak dan membersihkan

lingkungan. Petugas juga berharap bisa memiliki ruangan kegiatan bagi orang

dengan gangguan jiwa yang sudah yang mulai tenang seperti ruang menjahit

sehingga orang dengan gangguan jiwa perempuan dapat memiliki kegiatan

positif untuk belajar menjahit dengan mesin jahit.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 26: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

11

Universitas Indonesia

4.4 Perilaku Pencarian Pertolongan

Perilaku pencarian pertolongan (help seeking behavior) merujuk pada bagaimana

pasien dan keluarganya mencari pertolongan untuk penyakit yang dialaminya.

Perilaku pencarian pertolongan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

bagaimana pasien pandangan pasien mengenai penyebab dan keparahan

penyakitnya, bagaimana motivasi pasien untuk mencari pertolongan dari sistem

layanan kesehatan yang ada, bagaimana pasien bisa memahami pengobatan apa

yang paling cocok dengan kondisinya dan bagaimana pasien bisa mengetahui di

mana pasien mendapatkan pengobatan tersebut, bagaimana yang dirasakan oleh

pasien saat dirinya mengunjungi layanan tersebut, apa implikasi dari sosiokultural

dari menerima layanan kesehatan, dan apa dampak ekonomi dari layanan yang

diterima tersebut.15

Dari sudut pandang sistem kesehatan masyarakat, perilaku pencarian

pertolongan pasien penting diketahui untuk dapat melihat pola umum bagaimana

pasien memanfaatkan sistem kesehatan yang ada secara relevan, memadai, dan

efektif. Dari sudut pandang budaya, perilaku pencarian pertolongan penting

diketahui untuk dapat melihat pola budaya yang digunakan pasien sehingga dapat

dijadikan dasar dalam memperbaiki layanan kesehatan yang ada.

Petugas dapat memberikan layanan kesehatan jiwa yang memadai dengan

memenuhi kebutuhan orang dengan gangguan jiwa yang ditanganinya. Sejak

tahun 1990, lembaga legislatif di Inggris mengeluarkan British National Health

Service and Community Care Act membuat suatu standar untuk mengkaji akan

kebutuhan penderita gangguan jiwa. Walaupun tidak ada standar yang ditetapkan

di Indonesia, namun konsep penilaian kebutuhan penderita gangguan jiwa tetap

dirasakan cukup penting. Berdasarkan instrumen yang secara luas digunakan di

20 negara yaitu Camberwell Assessment of Need (CAN), kebutuhan orang dengan

gangguan jiwa bisa dilhat lima area kebutuhan yaitu:

1. Kesehatan yang meliputi : kesehatan fisik, gejala gangguan jiwa, penggunaan

obat-obatan dan alkohol, keselamatan diri dan orang lain, dan masalah stres

psikologis.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 27: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

12

Universitas Indonesia

2. Kebutuhan dasar yang meliputi : akomodasi, makanan, dan aktivitas sehari-

hari.

3. Kebutuhan sosial yang meliputi: masalah seksualitas, pertemanan, dan

hubungan dekat.

4. Kebutuhan akan pelayanan yang meliputi: kemudahan memperoleh

informasi, penggunaan telepon dan transportasi, dan kemudahan memperoleh

jaminan sosial.

5. Kapasitas fungsional yang meliputi : pendidikan dasar, keuangan, pengasuhan

anak, perawatan diri, dan pemeliharaan rumah.15

4.5 Beban dan Kebutuhan Pelatihan bagi Pelaku Rawat

Beban pelaku rawat (caregiver burden) adalah dampak dari tugas merawat dari

pelaku rawat terhadap kondisi mental dan fisiknya.17

Banyak pelaku rawat merasa

dirinya tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang cukup untuk merawat

pasien dengan penyakit kronik terutama orang dengan gangguan jiwa. Hal ini

dapat membuat pelaku rawat merasa kurang percaya diri dan merasa tidak siap

menjadi pelaku rawat.18

Berbagai penelitian menunjukkan pemberian pelatihan

kepada pelaku rawat dapat menurunkan distress. Schumacher mendeskripsikan

ketrampilan pelaku rawat sebagai kemampuan untuk terlibat secara efektif pada

proses perawatan pasien.19

Adanya pengetahuan dan ketrampilan yang cukup

dapat membantu pelaku rawat untuk dapat membuat keputusan dan memecahkan

masalah dengan lebih baik. Menurut Schumacher, kemampuan yang harus

dimiliki oleh pelaku rawat meliputi memantau, mengenali masalah, membuat

keputusan, mengambil tindakan, merawat dan menyesuaikan kebutuhan

perawatan, bekerjasama dengan orang yang dirawat, menciptakan lingkungan

yang nyaman, mengakses sumber-sumber dukungan, berhubungan dengan sistem

layanan kesehatan.19

4.6 Penelitian Kualitatif

Penelitian kualitatif digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data yang

tidak dapat direpresentasikan dengan angka. Penelitian kualitatif meneliti secara

mendetail jumlah sampel yang kecil untuk menghasilkan penjelasan yang koheren

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 28: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

13

Universitas Indonesia

dan masuk akal dari fenomena yang ingin diteliti. Penelitian kualitatif mengkaji

fenomena atau interaksi yang terjadi sehingga bisa mendapatkan pemahaman yang

lebih baik mengenai hal tersebut. Hasil penelitian kualitatif umumnya tidak dapat

digeneralisasi secara statistik.

Metode penelitian kualitatif dapat digunakan pada saat fase eksplorasi dari

suatu proyek penelitian, proses investigasi anomali yang ditemukan, meneliti

implementasi dari suatu kebijakan, dan mengumpulkan pendapat dari pengguna

jasa layanan tertentu.19

4.6.1 Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel pada penelitian kualitatif sifatnya purposif. Subyek

penelitian dipilih secara sengaja oleh peneliti. Metode pengambilan sampel di sini

bukan dengan cara randomisasi dari populasi yang ingin diteliti namun dengan

cara mengidentikasi kasus yang memiliki karakteristik relevan dengan pertanyaan

penelitian yang ingin dijawab. Proses pengambilan sampel ini tetap harus bersifat

sistematik bukan berdasarkan kemudahan untuk mengambil sampel tersebut.

4.6.2 Metode Pengumpulan data

Metodologi yang umum digunakan pada penelitian kualitatif adalah observasi,

wawancara, dan penelusuran dokumen tertulis. Metodologi yang digunakan pada

penelitian kualitatif seringkali dalam bentuk kombinasi, contohnya penggunaan

observasi dan wawancara, atau wawancara dan penelusuran dokumen tertulis.

Kombinasi ini sering disebut sebagai triangulasi dari sumber data. Triangulasi

dalam bentuk pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan

berbagai waktu.

4.6.2.1 Observasi

Observasi yang dilakukan bisa dalam bentuk terstruktur maupun tidak terstruktur.

Observasi terstruktur dilakukan pada waktu yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Observasi yang tidak terstruktur dapat dilakukan sewaktu-waktu sesuai dengan

kebutuhan tanpa ada jadwal yang sudah ditetapkan sebelumnya. Tipe data yang

dikumpulkan sangat bergantung pada peran peneliti dalam melakukan observasi.

Peran peneliti dalam observasi bisa sebagai partisipan aktif maupun hanya

sebagai pengamat pasif. Peneliti dapat menjadi partisipan yang ikut serta dalam

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 29: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

14

Universitas Indonesia

aktivitas yang diobservasi dan mencatat hasil observasi tersebut pada berbagai

interval waktu yang berlainan. Jika peneliti mengambil peran hanya sebagai

pengamat, peneliti tidak berpartisipasi aktif pada kegiatan yang diobservasi

melainkan hanya mencatat hasil observasi dari kegiatan yang ada.

4.6.2.2 Wawancara

Terdapat beberapa jenis wawancara yang bisa dilakukan dalam bentuk

wawancara terstruktur, semi tersruktur, atau in-depth. Wawancara juga bisa

dilakukan kepada subyek secara individual ataupun secara kelompok (focus

groups).

4.6.2.2.1 Wawancara terstruktur

Wawancara terstruktur menggunakan kuesioner. Peneliti sudah diberikan

pelatihan sebelumnya bagaimana cara bertanya yang sudah distandarisasi dan

memberikan respons terhadap jawaban yang diberikan berdasarkan pilihan yang

ada.

4.6.2.2.2 Wawancara semi terstruktur

Wawancara semi terstruktur memiliki beberapa pertanyaan yang sudah ditetapkan

sebelumnya namun memberikan kebebasan pewawancara untuk menentukan cara

bertanya dan cara berespons terhadap jawaban yang diberikan. pertanyaan yang

diberikan merupakan pertanyaan terbuka dan jawaban yang diberikan dapat

dieksplorasi secara lebih mendetail. Proses wawancara ini dapat

didokumentasikan dengan alat rekam atau dicatat.

4.6.2.2.3 Wawancara Mendalam

Pada jenis wawancara ini, ada isu wawancara tertentu yang telah ditetapkan

sebelumnya, namun pewawancara dan subyek bebas untuk memberikan respon

dan mengeksplorasi isu yang mereka anggap relevan. Proses wawancara direkam

dan kemudian dibuat transkrip wawancara.

4.6.2.3 Focus Group Discussion

Wawancara juga dapat dilakukan dalam format grup diskusi (focus group

discussion). Dalam hal ini, diperlukan struktur yang jelas bagi kelompok tersebut

agar dapat memiliki fokus dalam diskusi. Focus groups adalah sekelompok orang

yang memiliki karakteristik tertentu yang dapat memberikan informasi yang

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 30: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

15

Universitas Indonesia

bersifat kualitatif dalam diskusi yang terfokus pada topik tertentu. 21

Diskusi ini

sifatnya semi terstruktur yang dipandu dengan poin-poin kunci atau pertanyaan-

pertanyaan kunci. Sesi dapat direkam dengan video atau rekorder. Focus group

discussion (FGD) terutama bermanfaat dalam mengumpulkan pandangan

mengenai pelayanan tertentu.22

Grup ini dapat terdiri dari empat sampai dengan

duabelas orang namun umumnya terdiri dari tujuh sampai dengan sepuluh orang.

4.6.3 Analisis Data Kualitatif

Analisis data kualitatif berbeda dengan analisis data kuantitatif. Analisis data

kualitatif tidak menggunakan statitistik untuk menguji hipotesis. Analisis data

kualitatif berjalan bersamaan dengan pengumpulan data tujuan dari pengumpulan

data adalah untuk bisa merepresentasikan secara akurat dari fenomena yang ingin

diteliti menggunakan deskripsi yang mendetail. Berdasarkan deskripsi yang

mendetail tersebut, dapat diidentifikasi kategori dan tema yang menonjol. Dengan

kata lain, berbeda dengan analisis data kuantitatif yang menekankan uji hipotesis,

analisis data kualitatif bertujuan menyusun teori dari data yang diperoleh.23

4.6.3.1 Analisis Data Observasional

Pada penelitian observasional, data direkam dalam bentuk catatan oleh observer

selama waktu penelitian. Catatan ini kemudian dikaji saat peneliti tidak lagi

berada di lapangan dan kemudian ditulis ulang dalam bentuk etnografi. Analisis

ini mengkombinasi deskripsi dari hasil observasi dan kerangka teori yang dibuat

oleh peneliti mengenai hasil observasinya.

4.6.3.2 Analisis data wawancara

Hasil wawancara yang dilakukan baik secara individual maupun secara grup

ditranskrip dalam bentuk tulisan yang kemudian dikoding berdasarkan kategori

dan kemudian digunakan untuk menguji teori. Proses ini sering dideskripsikan

sebagai analisis isi wawancara, dan bisa melibatkan proses menghitung kata yang

sering keluar yang sering dibantu oleh program komputer. Transkrip yang dibuat

bisa dalam bentuk kalimat percakapan sederhana ataupun yang lebih kompleks

meliputi catatan jedah antar kata, intonasi, dan ekspresi non verbal yang

diungkapkan selama wawancara.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 31: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

16

Universitas Indonesia

4.6.3.3 Analisis dokumen tertulis

Analisis isi dari dokumen tidak banyak berbeda dengan analisis isi wawancara.

Peneliti menganalisis isi dokumen yang ada dan menginterpretasi arti dan konteks

isi dokumen tersebut. Data yang ada dapat diinterpretasi berdasarkan konteks

sejarah dan keadaan sosial saat dokumen tersebut ditulis.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 32: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

17

Universitas Indonesia

4.7 Kerangka teori

Penyakit

TuntutanIntervensi

Kebutuhan Orang dengan Gangguan Jiwayang Harus Diperhatikan oleh Petugas Layanan Kesehatan Jiwa

FUNGSI SOSIAL :•Aktivitas sehari-harI•Perawatan diri•Penggunaan telepon &transportasi •Pendidikan dasar•Keuangan•Pengasuhan Anak•Pemeliharaan Rumah•Pertemanan•Hubungan dekat•Seksualitas

KESEHATAN:•Masalah stres psikologis•Memperoleh informasikesehatan•Kesehatan fisik•Gejala gangguan jiwa•Penggunaan obat-obatan & alkohol•Keselamatan pasien & oranglain

Perilaku PencarianPertolongan

•Pandangan pasien mengenaipenyakitnya•Motivasi pasien mencaripertolongan ke layanankesehatan•Pemahaman mengenaipengobatan•Yang dirasakan pasien saatberkunjung ke layanankesehatan•Dampak sosiokultural & ekonomi dari layanan yang diterima

Pelayanan Yang disediakan•Akomodasi•Makanan•Dukungan sosial & kesehatan

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 33: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

18

Universitas Indonesia

4.8 Kerangka Konsep

Penyakit

TuntutanIntervensi

PELATIHAN FUNGSI SOSIAL :•Aktivitas sehari-harI•Perawatan diri•Pertemanan•Hubungan dekat

PELATIHAN KESEHATAN:•Masalah stres psikologis•Memperoleh informasi kesehatan•Kesehatan fisik•Gejala gangguan jiwa•Penggunaan obat-obatan & alkohol•Keselamatan pasien & orang lain

PELATIHAN PENGENALANPerilaku Pencarian

Pertolongan•Pandangan pasien mengenaipenyakitnya•Motivasi pasien mencaripertolongan ke layanankesehatan•Pemahaman mengenaipengobatan•Yang dirasakan pasien saatberkunjung ke layanankesehatan•Dampak sosiokultural & ekonomi dari layanan yang diterima

PELATIHAN untukMeningkattkan Pelayanan

Yang disediakan•Akomodasi•Makanan•Dukungan sosial & kesehatan

Kebutuhan Pelatihan Petugas Layanan Kesehatan Jiwa

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 34: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

19 Universitas Indonesia

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

5.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kualitatif yang bertujuan untuk melihat kebutuhan

pelatihan bagi petugas Yayasan Galuh dan petugas kesehatan di layanan primer di

sekitar Yayasan Galuh yang merawat orang dengan gangguan jiwa berdasarkan

penilaian dari petugas sendiri, konsumer, keluarga, dan masyarakat pengguna

jasa. Pendekatan kualitatif dipilih untuk melihat permasalahan dan kebutuhan

secara lebih mendalam dan holistik yang tidak mungkin dilakukan bila

menggunakan pendekatan kuantitatif.

5.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Galuh Bekasi, Puskesmas Kelurahan

Pengasinan. Waktu penelitian Desember 2012 - Februari 2013.

5.3 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri dengan mempergunakan perangkat

wawancara, lembar wawancara semi terstruktur, dan alat perekam.

5.4 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi target adalah: petugas yayasan, petugas kesehatan di layanan kesehatan

primer, pemangku kebijakan kesehatan jiwa, dan pengguna layanan kesehatan

jiwa.

Populasi terjangkau adalah petugas Yayasan Galuh Bekasi, tenaga kesehatan

Puskesmas, dan pengguna layanan Yayasan Galuh baik konsumer, keluarga,

maupun masyarakat pengguna jasa secara langsung..

Sampel adalah:

Petugas Yayasan Galuh Bekasi, tenaga kesehatan Puskesmas Kelurahan

Pengasinan yang bertugas pada bulan Desember 2012 - Februari 2013.

Konsumer, keluarga, dan masyarakat pengguna jasa layanan perawatan jiwa di

Yayasan Galuh pada bulan Desember 2012 - Februari 2013.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 35: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

20

Universitas Indonesia

5.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

5.5.1 Kriteria Inklusi

Petugas Yayasan Galuh Bekasi, tenaga kesehatan Puskesmas kelurahan

Pengasinan yang bertugas pada bulan Desember 2012 - Februari 2013.

Konsumer, keluarga, dan masyarakat pengguna jasa layanan perawatan jiwa di

Yayasan Galuh pada bulan Desember 2012 - Februari 2013.

Bersedia menjadi subyek.

Mampu memberikan informasi pada wawancara.

5.5.2 Kriteria Eksklusi

Tidak bisa melanjutkan menjadi subyek penelitian karena pindah atau bertugas

di luar area saat dilakukan wawancara.

Tidak bisa mengikuti proses wawancara sampai selesai.

5.6 Besar Sampel

Dalam proses penentuan sampel penelitian kualitatif, berapa besar sampel tidak

dapat ditentukan sebelumnya. Jumlah sampel atau responden dianggap telah

memadai apabila telah sampai kepada taraf ketuntasan atau kejenuhan.

5.7 Cara pengambilan sampel (subyek)

Dalam penelitian kualitatif pengambilan sampel dilakukan secara purposif, yaitu

pengambilan sumber-sumber data dilakukan dengan pertimbangan tertentu.

Pertimbangan tertentu ini misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu

tentang apa yang kita harapkan. Sampel terdiri dari komponen:

Konsumer

Pengguna layanan perawatan jiwa dari Yayasan Galuh: keluarga, dan

masyarakat pengguna jasa yaitu dinas sosial kota Bekasi

Petugas Yayasan Galuh

Penyedia jasa layanan kesehatan primer : tenaga kesehatan Puskesmas

Pengasinan

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 36: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

21

Universitas Indonesia

5.8 Metode pengumpulan data

Metode pengambilan data dilakukan melalui wawancara semi terstruktur, dalam

bentuk FGD dan wawancara mendalam. Wawancara dalam bentuk FGD

dilakukan bagi tenaga kesehatan Puskesmas Pengasinan, petugas Yayasan Galuh,

dan kelompok pengguna layanan Yayasan Galuh yaitu dinas sosial kota Bekasi.

Wawancara mendalam dilakukan bagi konsumer dan keluarga konsumer

pengguna jasa layanan Yayasan Galuh. Wawancara dilakukan hingga telah

didapatkan sesuatu dan datanya sudah jenuh.

5.9 Ijin Subyek Penelitian dan Masalah Etika

Penelitian dilakukan setelah mendapat izin dari Ketua Departemen Psikiatri

FKUI, Komite Etik FKUI, Dinas Kesehatan, dan Yayasan Galuh Bekasi. Subyek

penelitian diberikan penjelasan tentang tujuan dan aktivitas penelitian ini. Subyek

penelitian yang setuju dan memberikan informed consent tertulis dinyatakan

sebagai responden.

5.10 Analisis Data

Tehnik analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif berupa analisis

hasil observasi dan wawancara.

5.11 Pengujian Keabsahan Data

Peningkatan keabsahan hasil penelitian kualitatif dilakukan dengan pemeriksaan

dan pemeriksaan kembali prosedur penelitian serta telaah substansi penelitian.

Kualitas dari penelitian kualitatif dapat dikaji dari kesahihan dan relevansinya.

Peningkatan kesahihan penelitian dilakukan dengan cara:22

a. Mencatat secara rinci hal-hal yang ditemukan selama wawancara dan observasi

yang dilakukan di lapangan. Catatan yang rinci ini akan memudahkan proses

analisis dan interpretasi.

b. Mendokumentasikan secara lengkap data yang terkumpul melalui catatan

maupun melalui rekaman.

c. Menyertakan pembimbing penelitian sebagai pemberi saran dan kritik dalam

proses analisis data yang dilakukan oleh peneliti.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 37: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

22

Universitas Indonesia

d. Melakukan pemeriksaan dan pemeriksaan kembali data dengan usaha menguji

kemungkinan yang berbeda.

e. Melakukan triangulasi. Triangulasi mengacu pada upaya mengambil sumber-

sumber data yang berbeda, dengan cara berbeda, untuk memperoleh kejelasan

mengenai suatu hal tertentu. Tehnik triangulasi yang dilakukan pada penelitian

ini adalah :

i) Triangulasi data yaitu digunakannya variasi sumber-sumber data yang

berbeda. Pada penelitian ini sumber-sumber data yang akan digunakan

berasal dari petugas Yayasan Galuh, petugas Puskesmas, konsumer,

keluarga konsumer, dan masyarakat pengguna layanan Yayasan Galuh.

ii) Triangulasi peneliti yaitu disertakan beberapa peneliti dan evaluator yang

berbeda. Hasil wawancara dan observasi telah dianalisis oleh peneliti dan

dua orang pembimbing penelitian yang terlibat dalam proses analisis data

yang didapat.

iii) Triangulasi metode yaitu dipakainya beberapa metode yang berbeda untuk

meneliti suatu hal yang sama. Pada penelitian ini selain menggunakan

metode wawancara, juga dilakukan observasi langsung di lapangan

mengenai aktivitas sehari-hari di Yayasan Galuh.

Relevansi dicapai dengan memberikan informasi yang memadai mengenai

ruang lingkup dan populasi penelitian, dan memastikan sampel yang dipilih

mencakup sebanyak mungkin faktor yang mempengaruhi variabilitas kebutuhan

yang akan diteliti dan bila diperlukan dapat diperluas.

5.12 Cara Kerja

Peneliti mengajukan surat permohonan izin kepada Ketua Departemen Psikiatri

FKUI agar dapat melakukan penelitian Penilaian Kebutuhan Pelatihan di

Bidang Kesehatan Jiwa bagi Petugas Yayasan dan Petugas Kesehatan di

Layanan Primer di Sekitar Yayasan Galuh Bekasi Jawa Barat.

Dengan berbekal surat pengantar dari Kepala Departemen Psikiatri FKUI,

peneliti memohon izin kepada Ketua Yayasan Galuh untuk mengadakan

penelitian di Yayasan Galuh. Peneliti juga memohon izin kepada Dinas

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 38: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

23

Universitas Indonesia

Kesehatan Kota Bekasi untuk melakukan penelitian pada staf Puskesmas

Pengasinan Bekasi.

Peneliti menentukan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sesuai

dengan karakteristik yang telah ditentukan.

Peneliti melakukan kunjungan ke Puskesmas Pengasinan, dinas sosial, petugas

Yayasan Galuh, keluarga dan konsumer yang dirawat di Yayasan Galuh dan

menjelaskan kepada petugas tentang maksud dan tujuan penelitian. Responden

diminta untuk menandatangani surat persetujuan penelitian yang telah

disediakan.

Subyek diminta untuk mengisi data yang memuat data pribadi (nama, alamat,

umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan terakhir, suku, status

perkawinan, pekerjaan terakhir).

Wawancara semi terstruktur dilakukan di waktu yang terpisah dalam bentuk

FGD dan wawancara mendalam di waktu yang terpisah. Wawancara dalam

bentuk FGD dilakukan bagi tenaga kesehatan Puskesmas Pengasinan, petugas

Yayasan Galuh, dan kelompok pengguna layanan Yayasan Galuh (dinas sosial

Kota Bekasi). Wawancara mendalam dilakukan bagi konsumer dan keluarga

konsumer pengguna jasa layanan Yayasan Galuh. Subyek dipilih berdasarkan

kemampuannya dalam memberikan masukan yang lebih mendalam mengenai

kebutuhan akan pelatihan di bidang kesehatan jiwa yang merupakan topik dari

penelitian ini. Proses wawancara direkam menggunakan alat perekam.

Setelah selesai melakukan wawancara, peneliti membuat transkrip dan

mempelajarinya.

Observasi juga dilakukan mengenai kegiatan pelayanan di Yayasan Galuh

Peneliti menganalisis hasil observasi dan transkrip yang telah dibuat.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 39: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

24

Universitas Indonesia

5.13 Kerangka Kerja

an ijin bagian Psikiatri FKU

Permohonan ijin Kepala Departemen Psikiatri FKUI

Permohonan ijin Dinas Kesehatan Kota Bekasi dan Yayasan Galuh

Menentukan sampel

Menjelaskan maksud dan

tujuan

Informed concent

Pengisian data demografi &

penyakit

Menentukan sampel

Kunjungan ke subyek penelitian

Menjelaskan Maksud dan Tujuan Penelitian

Pengisian data subyek

Wawancara FGD bagi :

1. Kelompok tenaga kesehatan

Puskesmas Pengasinan

2. Kelompok Petugas Yayasan Galuh

3. Kelompok masyarakat pengguna

layanan Yayasan Galuh (ketua RT,

RW, lurah, camat)

Analisis

Observasi kegiatan sehari-hari pelayanan di Yayasan Galuh

Membuat transkrip

Wawancara mendalam bagi :

1. Konsumer Yayasan Galuh

2. Keluarga konsumer Yayasan

Galuh

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 40: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

25

Universitas Indonesia

5.14 Definisi Operasional

Data Responden

a. Jenis kelamin: laki-laki atau perempuan

b. Usia : jumlah tahun berdasarkan ulang tahun terakhir

c. Suku bangsa : pengelompokan etnik bangsa yang berlaku secara nasional

berdasarkan suku ayah

d. Pendidikan : pendidikan terakhir, yaitu Sekolah Dasar (SD) dan

sederajat, Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan

sederajat, Sekolah Menengah Umum (SMU) dan sederajat,

akademi, sarjana

e. Lama Bekerja: riwayat pekerjaan dan status pekerjaan saat

penelitian dilakukan (lama bekerja di institusi)

f. Status

Perkawinan :

sudah menikah (menikah sah atau siri), cerai (cerai hidup

atau mati), belum atau tidak menikah

g. Agama : keyakinan atas Ketuhanan yang dianut

h. Jabatan : jabatan di institusi

Yayasan Galuh: Yayasan swasta yang didirikan Gendu Mulatip, merawat

pasien dengan gangguan jiwa dengan cara tradisional dan berlokasi di Bekasi.

Konsumer : orang dengan gangguan jiwa yang dirawat di Yayasan Galuh.

Pelaku Rawat : orang yang sehari-hari merawat orang dengan gangguan jiwa.

Petugas Yayasan Galuh : pelaku rawat orang dengan gangguan jiwa di

Yayasan Galuh.

Petugas kesehatan di layanan kesehatan primer : petugas kesehatan di

Puskesmas yang area kerjanya meliputi area Yayasan Galuh

Masyarakat pengguna jasa: dinas sosial Kota Bekasi.

Kebutuhan : kapasitas seseorang untuk mendapatkan manfaat dari hal tertentu.

Penyakit : besarnya masalah kesehatan yang dihadapi.

Tuntutan : keinginan yang dinyatakan untuk bisa dipenuhi.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 41: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

26

Universitas Indonesia

Intervensi: sumber daya dan modalitas yang dimiliki untuk mengatasi masalah

yang ada.

Fungsi sosial : kualitas dan kedalaman hubungan interpersonal seseorang dan

kemampuan bersosialisasi sesuai dengan peran dan harapannya.

Perilaku pencarian pertolongan: perilaku yang merujuk bagaimana pasien dan

keluarganya mencari pertolongan untuk penyakit yang dialami oleh pasien.

Focus groups discussion adalah diskusi yang terfokus pada topik tertentu pada

sekelompok orang yang memiliki karakteristik tertentu yang dapat memberikan

data yang bersifat kualitatif.

Beban pelaku rawat adalah dampak dari tugas merawat dari pelaku rawat

terhadap kondisi mental dan fisiknya.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 42: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

27

Universitas Indonesia

5.15 Jadwal Penelitian

Kegiatan Novem

ber

2012

Desember

2012

Januari

2013

Februari

2013

Persiapan penelitian

Pengumpulan data

Pengolahan data

Presentasi dan publikasi hasil

5.16 Anggaran

1. Tahap persiapan

Fotokopi makalah , dokumen kaji etik Rp. 500.000,-

2. Tahap pelaksanaan

Fotokopi lembar wawancara Rp. 500.000,-

Cinderamata bagi responden

Konsumsi

Rp. 500.000,-

Rp. 500.000,-

3. Tahap penyelesaian

Penyusunan laporan dan fotokopi Rp. 500.000,-

Jumlah: Rp. 2.500.000,-

5.17 Organisasi Peneliti

Peneliti : dr. Rossalina

Pembimbing I (Penelitian) : dr. A.A.A. Agung K, Sp.KJ (K)

Pembimbing II (Akademik) : dr. Hervita Diatri, SpKJ(K)

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 43: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini ditujukan untuk mengidentifikasi kebutuhan pengetahuan dan

keterampilan terkait masalah kesehatan, kesehatan jiwa, dan gangguan jiwa bagi

petugas yayasan dan petugas kesehatan di layanan primer di sekitar Yayasan

Galuh, mengetahui beban petugas Yayasan Galuh dalam menangani orang dengan

gangguan jiwa, mengetahui perilaku mencari pertolongan dari pengguna jasa

layanan Yayasan Galuh, dan mengidentifikasi kebutuhan pengetahuan dan

keterampilan khusus dalam merawat orang dengan gangguan jiwa.

Proses pengambilan data dilakukan di tiga tempat yaitu di Yayasan Galuh,

Puskesmas Pengasinan, dan kantor Dinas Sosial kota Bekasi. Responden

penelitian ini adalah petugas Yayasan Galuh, petugas kesehatan Puskesmas

Pengasinan Kota Bekasi yang merupakan layanan kesehatan primer yang melayani

Yayasan Galuh, petugas Dinas Sosial Kota Bekasi yang mewakili masyarakat

pengguna jasa Yayasan Galuh, keluarga dan konsumer Yayasan Galuh.

6.1 Profil Petugas

6.1.1 Profil Petugas Yayasan Galuh

Terdapat total 36 orang petugas Yayasan Galuh yang tercatat di daftar

kepengurusan Yayasan Galuh. Dari total 36 orang ini, 20 orang aktif sebagai

pelaku rawat konsumer. Sebanyak empat orang petugas berpendidikan tamat

SMU, empat orang petugas berpendidikan tamat SMP, dan 28 orang petugas

berpendidikan tamat SD. Tidak ada satupun petugas yang pernah mendapatkan

pelatihan di bidang kesehatan maupun kesehatan jiwa.

6.1.2 Profil Petugas Kesehatan di Layanan Primer

Puskesmas Kelurahan Pengasinan merupakan pusat layanan kesehatan primer

yang melayani daerah yang ditempati oleh Yayasan Galuh. Puskesmas ini

melayani total populasi sebanyak 92.921 orang dengan sumber daya manusia

sebanyak 26 orang yang terdiri dari:

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 44: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

29

Universitas Indonesia

2 orang dokter umum ( hanya satu dokter yang aktif bekerja, satu orang

lainnya sedang cuti melahirkan)

3 orang dokter gigi

1 orang perawat gigi

8 orang perawat umum

6 orang bidan

1 orang tata usaha

1 orang pekarya

1 orang sanitarian

1 orang analis kesehatan

1 orang ahli nutrisi

1 orang tenaga honorer untuk bagian pendaftaran

Tenaga kesehatan fungsional yang melayani pasien sebanyak 20 orang dengan

latar belakang pendidikan profesi dokter umum/gigi sebanyak empat orang, D3

keperawatan sebanyak sembilan orang, D3 kebidanan sebanyak enam orang, D3

analis gizi sebanyak satu orang. Dari 20 tenaga kesehatan fungsional yang

melayani pasien, hanya satu orang dokter umum yang pernah mendapatkan

pelatihan kesehatan jiwa dalam lima tahun terakhir yaitu pelatihan mengenai

deteksi dini depresi pada anak di sekolah.

6.2 Wawancara Mendalam Konsumer Yayasan Galuh

Peneliti meminta bantuan dari petugas yayasan untuk memilih konsumer yang

dapat diwawancara. Petugas memilihkan konsumer yang sudah dalam kondisi

tenang, dapat diajak komunikasi dengan baik, dan sudah dapat membantu di

Yayasan seperti membersihkan rumah, memelihara ternak, berbelanja di warung,

mengajarkan bahasa Inggris kepada anak petugas. Pada tanggal 9 Desember 2012,

petugas memilihkan lima orang konsumer untuk dijadikan responden. Dari lima

orang konsumer yang diajukan oleh pengurus untuk dijadikan responden hanya

tiga orang yang diwawancara oleh peneliti. Satu orang konsumer menolak

menandatangani lembar informed consent dengan alasan dirinya tidak mau terlibat

dalam memberikan pelatihan kepada petugas, setelah dijelaskan bahwa tujuan

wawancara adalah untuk mendapatkan masukan mengenai pelatihan yang

dibutuhkan oleh petugas, konsumer tetap menolak dengan alasan dirinya hanya

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 45: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

30

Universitas Indonesia

ingin keluar dari Yayasan Galuh dan sedang menunggu keluarga yang tidak

kunjung datang menjemput dirinya. Konsumer tersebut terlihat sedang dalam

kondisi iritabel. Satu konsumer lainnya tidak dipilih sebagai responden karena

konsumer tersebut membaca lembar informasi untuk subyek penelitian dalam

bahasa Inggris padahal lembar informasi yang diberikan adalah dalam bahasa

Indonesia.

Pada tanggal 26 Januari 2013, peneliti mendapatkan data konsumer yang

tidak memiliki psikopatologi berdasarkan pemeriksaan wawancara psikiatri oleh

dokter peserta pendidikan dokter spesialis (PPDS) psikiatri yang tengah

melakukan penelitian terhadap konsumer Yayasan Galuh. Dari tiga nama yang

diajukan sebagai responden, hanya satu orang yang diwawancara oleh peneliti.

Satu orang tidak bisa diwawancara karena sedang mengalami serangan epilepsi,

satu orang lainnya menolak diwawancara dengan alasan sedang sibuk mengurus

anak dari petugas yayasan. Pada tanggal 21 Februari 2013, peneliti kembali

melakukan wawancara terhadap empat orang konsumer yang dilaporkan tidak

memiliki psikopatologi berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan sebelumnya

oleh dokter PPDS psikiatri. Satu responden dieksklusi karena tidak mau

mengikuti proses wawancara sampai selesai. Wawancara mendalam dilakukan

pada tujuh orang konsumer Yayasan Galuh. Karakteristik responden dapat dilihat

pada tabel 4.1.

Tabel 6.1. Karakteristik Responden Konsumer Yayasan Galuh

Inisial Responden

Umur (tahun)

Lama tinggal di yayasan

Pendidikan

Jenis kelamin

NI* 42 4 tahun S1 Perempuan

AD 35 5 tahun SD Laki-laki DN 50 8 tahun SMU Laki-laki

SU* 27 1 tahun SMU Perempuan

ID 49 4 tahun SD Perempuan DG^ 83 1 bulan SMP Laki-laki

YA 42 4 tahun SD Laki-laki

Keterangan:

* :memiliki gejala psikotik ^ :tidak dapat memberikan informasi yang adekuat

Dari tabel 4.1 terlihat bahwa umur responden termuda 27 tahun dan tertua 83

tahun. Lama responden tinggal di Yayasan bervariasi antara 1 bulan sampai 8

tahun. Pendididikan responden cukup bervariasi mulai dari tamat SD (3

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 46: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

31

Universitas Indonesia

responden), tamat SMU (3 responden), tamat SMP (1 responden), dan tamat S1 (1

responden). Pada pemeriksaan psikiatri, dua responden diketahui memiliki gejala

psikotik. Satu responden tidak dapat memberikan informasi dengan adekuat

karena meninggalkan wawancara sebelum selesai.

6.2.1 Perilaku Pencarian Pertolongan

6.2.1.1 Inisiatif Pengobatan

Tidak ada satupun responden yang datang berobat ke Yayasan Galuh atas

keinginan sendiri. Enam responden dibawa oleh keluarga ke Yayasan.

“Kakak.”

(Nn. NI, Tn. AD, konsumer)

“Keluarganya di rumah takut, banyak kekurangan, makanya dibawa ke Galuh supaya

dapat perawatan.”

(Tn. DN, konsumer)

“Saya dibawa keluarga.”

(Nn. SU, konsumer)

“Bapak lurah Y sama misan, berdua.”

(Ny. ID, konsumer)

“Keluarga ya. Dititipin gitu ke sini.”

(Tn. YA, konsumer)

Satu orang responden dibawa oleh petugas yayasan atas laporan warga yang menemukan

responden di pinggir jalan.

“Petugas dari sini.”

(Tn. DG, konsumer)

6.2.1.2 Alasan Perlu Mendapatkan Pengobatan

Alasan responden dibawa berobat ke yayasan galuh bervariasi.

Satu orang responden tidak mengetahui apa alasan keluarga membawanya ke

Yayasan.

“Keluarga saya , ga tahu ini kenapa ya dibawa ke sini.”

(Nn.SU, konsumer)

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 47: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

32

Universitas Indonesia

Dua orang responden mengatakan saudara kandung merasa terganggu dengan

kehadiran responden.

“Jadi, tapi, yang saya ini alasannya itu karena orang tua tuh sudah tidak ada. Jadi

saudara-saudara saya itu sudah pada berkeluarga semua, tinggal saya sendiri. Ya

mungkin saya kalau di rumah saya suka menjerit-jerit, begitu begitu. Jadi mereka terlalu

kewalahan kan. Kalau misal saya lagi trauma, atau saya sedang stress, mereka tidak bisa

menanganinya sendiri, gitu kan?”

(Nn.NI, konsumer)

“Katanya Kakak di rumah itu ga mau terganggu karena adanya DN.”

(Tn. DN, konsumer)

Satu responden lain mengatakan masyarakat sekitar merasa terganggu dengan

kehadiran responden.

“Yang sebelahnya punya toko, mungkin merasa jijik kepada bapak,... kelakuan bapak

tidak meresahkan, tidak ribut, hanya sekedar numpang tidur.”

(Tn. DG, konsumer)

Satu responden mengatakan karena adanya masalah kesehatan fisik dan masalah

rumah tangga.

“Kekecewaan di rumah tangga.. Lagi rumah tangga, ke sini itu memang saya sudah

nggak punya kerjaan ya. Cuma sakit kepala gitu.”

(Tn. YA, konsumer)

Hanya dua responden yang mengaitkan kebutuhan pengobatan dengan kondisi

kejiwaan yang dialami responden yang disebutkan sebagai sakit kurang ingatan,

stres akibat hamil di luar nikah, stress/trauma yang dialaminya.

“Sakit kurang ingatan gitu Bu.”

(Tn. AD, konsumer)

“Ternoda cowo. Ga sehat sedang hamil waktu itu, hamil 4 bulan. kadang sakitnya kaya

stress.”

(Ny. ID, konsumer)

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 48: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

33

Universitas Indonesia

6.2.1.3 Awitan Mengalami Gangguan Jiwa

Saat ditanya mengenai awitan mengalami gangguan jiwa, responden menjawab

dengan lama dirinya berada di Yayasan yang bervariasi mulai dari satu tahun

sampai dengan tiga belas tahun.

“Em kira-kira tahun seribu sembilan ratus sembilan sembilanan.”

(Nn.NI, konsumer)

“Lama, sebelum ke sini 7 tahun.”

(Tn. DN, konsumer)

“1 tahun ini.”

(Nn. SU, konsumer)

“8 tahun sudah saya di sini.”

(Ny. ID, konsumer)

“empat tahunan.”

(Tn. YA, konsumer)

“Sudah lama juga itu Bu, tahun 2000, Berlangsungnya selama kira-kira satu bulan.”

(Tn. AD, konsumer)

Dua orang responden tidak mengetahui secara pasti sejak kapan.

“bapa wis te wawa linglung kitu deu teurang hari de teurang jam de teurang dinten na.

Lupa.”

(Tn. DG, konsumer)

“Ga tahu.”

(Tn. AD, konsumer)

6.2.1.4 Persepsi Mengenai Penyebab Timbulnya Gangguan Jiwa

Saat ditanya mengenai penyebab timbulnya gangguan jiwa, tiga orang responden

mengaitkan dengan stressor masalah dalam keluarga seperti ibu yang meninggal,

perpisahan dengan istri.

“Ya saya pertama kali mengingat sesuatu yang mengerikan..kadang-kadang ya terutama

sesuatu yang menghantui saya, karena saya itu ditinggal ibu saya gitu lho. Ibu saya

meninggal, jadi nggak ada lagi tempat berteduh, memohon, lalu misalnya bergantung

saya gitu..tempat untuk mengadu, nah kadang-kadang itu yang membuat saya kadang-

kadang membuat saya merasa kehilangan ibu saya. itu saja.”

(Nn.NI, konsumer)

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 49: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

34

Universitas Indonesia

“Ngamuk ngamuk aja waktu itu, tinggal istri jadi begitu, ngamuk-ngamuk.”

(Tn. AD, konsumer)

“Kekecewaan di rumah tangga.”

(Tn. YA, konsumer)

Satu responden lainnya mengaitkan stres yang dialaminya dengan kehamilan di

luar nikah yang dulu dialaminya.

“Ternoda cowo.”

(Ny. ID, konsumer)

Satu responden tidak mengetahui mengapa dirinya mengalami sakit jiwa dan harus

dirawat di rumah sakit jiwa.

“Ya karena kurang…tentang kesehatan jiwa, tiba-tiba aja sakit jiwa, datang panggilan

dari rumah sakit jiwa.

(Tn. DN, konsumer)

Satu responden mengatakan tidak ada sakit jiwa yang dialaminya.

“Ya ga apa-apa, ke sini main aja, biar dirawat.”

(Nn. SU, konsumer)

“Ga tahu juga.”

(Tn. DG, konsumer)

6.2.1.5 Persepsi Mengenai Cara Pengobatan

Saat ditanya mengenai cara pengobatan gangguan kejiwaan yang dialaminya,

empat orang responden mengatakan dirinya sendiri yang bisa menyembuhkan

kondisi gangguan jiwa yang dialaminya. Metode yang digunakan bervariasi antara

lain dengan berdoa, memiliki kegiatan positif seperti beternak, istirahat, hiburan.

“Saya bisa mengobati. Obatnya ada pada diri sendiri gitu ya. Misalkan kita sudah

kehilangan orang tua, maka kita harus lihat kepada Allah gitu ya. Kalau misalnya kamu

nggak ada ibu atau nggak ada bapak, jadi kamu cobalah untuk lihat Allah. Berpegang

teguhlah kamu pada Allah, jangan berpegang teguh pada yang lain. Kalau kamu ingat,

coba kamu baca yasin. Mudah-mudahan orang mendoakan ibadah ibu-bapak, membaca

surat yasin atau apa, orang meninggal kan itu. Mudah-mudahan dengan ijin Allah ada

orang yang kemudian menjadi Ibu, ganti, ada penggantinya ibu kamu dengan kasih

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 50: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

35

Universitas Indonesia

sayang yang sama dikasih sama Allah. ... tidak pernah berpecah ... alhamdulillah di sini

ada yang seperti ibu saya sendiri. Gitu. Gantinya ibu saya. ibu S itu. Rasa aman jadinya

saya ngerasa ada gantinya ibu saya. jadi alhamdulillah sekarang setelah tinggal di sini.”

(Nn.NI, konsumer)

“Itu dari cara pikiran saya sendiri, jadi pikiran saya tenang semua, jadi ga stress lagi.

Diobati sendiri dibantu sama peliharaan”

(Tn. AD, konsumer)

“Pusing kepala, kadang stress berat, kalau kaya gitu langsung tidur aja saya. Kaya gitu

aja saya.”

(Ny. ID, konsumer)

“Dirasa-rasa. Hiburan kak. Dengan hiburan.”

(Tn. YA, konsumer)

Dua responden lain mengatakan tidak mengalami sakit jiwa.

“Masa D ga apa apa dibilang sakit aja . D di rumah justru kebutuhannya, tahu-tahu

dibawa ke sini”

(Tn. DN, konsumer)

“ Enggak ada keluhan sakit apa-apa.”

(Tn. DG, konsumer)

Satu responden lainnya tidak memberikan keterangan.

6.2.1.6 Riwayat Pengobatan di Tempat Lain

Saat ditanyakan mengenai riwayat pengobatan di tempat lain, empat orang

responden sudah pernah berobat ke psikiater sebelumnya.

“Ya itu sih mah sebatas supaya kita nggak gelisah aja. Bisa tidur. Bisa tidur dengan

tenang, nggak teriak-teriak “mama..mama” gitu enggak. Jadi kan pas udah minum obat

itu, jadi kan gini bisa agak tenang. Tiap hari tidur, bisa tiap hari tidur. Nggak berpikir

yang enggak-enggak. Terus saraf-sarafnya juga enggak begitu sakit gitu ya. Apa itu, ada

regenerasi saraf-sarafnya itu tadi minum obat itu. Obat dari dokter.”

(Nn.NI, konsumer)

“Saya di luar sering ketemu psikiater. Ya di singapur itu, saya seperti tekanan batin di

dalam, apa karena asma ya, turun dari lift gitu.”

(Nn. SU, konsumer)

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 51: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

36

Universitas Indonesia

“Walaupun D ini ga sakit tapi tiba-tiba kakak D bawa D ke rumah sakit jiwa untuk

berobat sampai sembuh. Diobati. Gejala TBC, sehari minum obat 20 tablet ada. Ya agak

enak, eh, pernafasan paru-paru.”

(Tn. DN, konsumer)

Dua orang responden sudah pernah dibawa ke pengobatan berbasis spiritual,

“Ke AF , sama kaya Galuh gini, di kampung Pulo. Digencang juga. Membaik juga ,tapi

langsung dibawa lagi ke sini, berobat di sini . Sama aja, tergantung pemikiran juga, kalau

pemikiran bebas , lah udah bebas bener. “

(Tn. AD, konsumer)

“Pernah juga di pesantren ya. Di Limbangan.”

(Tn. DG, konsumer)

Dua orang responden lainnya belum pernah dibawa berobat.

“Ga , ga berobat-berobat.”

(Ny. ID & Tn. YA, konsumer)

6.2.1.7 Pengobatan yang diterima dan Dampak yang dirasakan di Yayasan

Empat responden mengatakan merasa cocok dengan metode pengobatan yang

diterimanya di Yayasan berupa nasihat, terapi agama, hiburan, dan kegiatan yang

positif.

“Nah itu ya yang NI suka pengobatan di sini itu, mereka memang ngasih kegiatan yang

positif buat NI. Kayak pengurus-pengurus di sini mengajarkan kegiatan yang positif

kepada NI. Misalkan yang tadinya nggak bisa jadi bisa, diajarin. Terutama masalah

supaya kita tidak ketergantungan pada seorang ibu, tidak mengingat ibu, mendekatkan

diri pada Allah, terutama bisa mengurus diri sendiri. Itu aja yang diajarkan di sini.”

(Nn.NI, konsumer)

“Diobati sendiri dibantu sama peliharaan. Pelihara ayam, ternak-ternak. Iya kegiatan di

sini jadi lebih tenang. Ini ada peningkatan dari pelihara ayam jadi kuda, jadi sekarang

cari rumput, jadi kita bebas pemandangannya, jadi pemikirannya jadi tenang, ga ngamuk

lagi, Ada dikasih kelapa muda. Ada juga, pikirannya jadi lebih tenang..”

(Tn. AD, konsumer)

“Hiburan kak. Dengan hiburan. Ta enak enak mah hidup di sini juga suka tenang gitu ya.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 52: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

37

Universitas Indonesia

Jadi sekarang itu kelihatannya ada segi, kalau dulu itu cengeng yah, sekarang mah agak

kuat gitu yah. Dirasakan.”

(Tn. YA, konsumer)

“Ya obatnya kadang dikasi ngomong ngobrol gitu, musyawarah-musyawarah gitu.”

(Ny. ID, konsumer)

Namun ada juga responden yang mengaitkan dengan pengobatan fisik yang

diterimanya seperti salep atau obat sakit kepala yang membuatnya menjadi ada

perbaikan.

“Salep. Obat itu, untuk menurunkan demam, apa itu, migren, migren, sakit kepala sebelah

katanya. Agak gerah sedikit, seneng, seneng, agak enak sedikit Bu. Ada perubahan

sedikit.”

(Tn. DN, konsumer)

Dua orang responden lainnya merasa tidak mendapatkan pengobatan di Yayasan.

“Nggak, nggak ada.”

(Tn. DG, konsumer)

“Kurang tahu ya , kurang ngerti.”

(Nn. SU, konsumer)

6.2.2 Kebutuhan terhadap Pelayanan Kesehatan Jiwa

Saat ditanyakan mengenai kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan jiwa, satu

responden mengatakan kebutuhannya untuk berada di rumah.

“DN di rumah justru kebutuhannya, tahu-tahu dibawa ke sini.”

(Tn. DN, konsumer)

Satu responden mengatakan perlu adanya bimbingan rohani.

“Layanan kesehatan jiwa itu ya kalau yang terpenting itu ya..kita itu ya..terutama

ya..ceramah agama itu. Yang terpenting itu. Ya jadi mendekatkan diri kepada Allah juga.

Mendengarkan ceramah-ceramah, tentang bagaimana kita harus bersyukur, menerima

apa adanya kita yang diberi oleh Allah. Itu aja. terutama kerohanian aja itu. Bimbingan

rohani itu, dalam masalah kejiwaan, seharusnya bimbingan rohani itu sendiri.

Seharusnya kita kalau sudah dibimbing oleh suatu bimbingan rohani, insha’Allah ya itu

masalah kejiwaan akan hilang semuanya. Tanpa obat. Itu aja.”

(Nn.NI, konsumer)

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 53: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

38

Universitas Indonesia

Satu konsumer menyebutkan membutuhkan adanya pelayanan dari dokter dan

perawat yang memberikan obat.

“Dokternya datang ke sini trus perawat di sini memberi obat yang banyak , menurut advis

dokter , DN minum obat di sini.

(Tn. DN, konsumer)

Tiga konsumer menyatakan tidak memerlukan layanan kesehatan jiwa.

Ga pernah saya, kalau di tempat lama pernah, pasien pada dikasih obat, saya dapat juga,

tapi kan saya sehat, kalau dikasih makan obat pagi siang sore gitu ya.”

(Ny. ID, konsumer)

“Nggak ada.”

(Tn. DG, konsumer)

“Nggak ada. Hm. Kurang lebih gitu, nggak tahu tuh.”

(Tn. YA, konsumer)

6.2.3 Kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan bagi Petugas

Saat ditanya mengenai pengetahuan dan kemampuan petugas dalam merawat

konsumer dan kebutuhan pelatihan bagi petugas, satu orang responden

mengatakan pengetahuan pelaku rawat masih kurang dan perlu ditingkatkan dalam

hal merawat konsumer namun secara umum kemampuan pelaku rawat sudah

cukup.

“Karena mungkin keterbatasan dari ilmu pengetahuan mereka itu sendiri ya, tapi secara

terapi itu sudah cukup ya. Ya kan suka biasa kan sakit, bagaimana cara dia dimandikan

misalkan dalam keadaan dia sakit, bagaimana dia sakit harus dibelikan obat misalnya

apa gitu kan, atau misalkan kalau dia jerit-jerit harus diberikan obat apa; berapa kali

sehari gitu kan. Apa dia..apa dia..apa dikatakan sudah sembuh atau bukan? Jadi kita

harus memberi tahu.”

(Nn.NI, konsumer)

Responden lainnya mengatakan kemampuan pelaku rawat sudah baik.

“Baik.”

(Tn. AD, konsumer)

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 54: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

39

Universitas Indonesia

Satu orang responden mengatakan pelaku rawat membutuhkan pelatihan, namun

tidak dapat menjelaskan pelatihan apa yang dibutuhkan.

“Butuh. Yang pasti gerak jalan, jemur-jemur di lapangan.”

(Tn. AD, konsumer)

Empat orang responden lainnya tidak memberikan keterangan.

6.2.4 Kebutuhan pelatihan di bidang sosial, okupasi, aktivitas sehari-hari

Saat ditanyakan mengenai kebutuhan pelatihan bagi petugas di bidang sosial,

okupasi, dan aktivitas sehari-hari, satu orang responden mengatakan pengurus

membutuhkan pelatihan mengenai cara memberikan bimbingan rohani dan tidak

melakukan diskriminasi terhadap orang yang beragama lain.

“Pertama yang terpenting itu bimbingan rohani. Kedua itu ya kegiatan positif. Karena

para pengurusnya itu misalkan pengurus itu ada yang orang islam, ada yang pengurus itu

orang kadang-kadang ada suatu diskriminasi buat mereka. Begitu. Jadi tidak diberi

kebebasan bagaimana dia harus beribadah secara kepercayaan dan agamanya masing-

masing. Jadi difokuskan hanya kepercayaan misalkan em dianya sendiri. Jadi kadang kan

itu yang menjadi masalah buat peng eng buat apa menyampaikan suatu masalah

mengenai..masalah untuk pelatihan-pelatihan yang untuk mereka itu. Itu masalahnya

(suara pelan sekali). Jadi ada suatu diskriminasasi diskriminasi di sini. Sedikit sedikit

Cuma sedikit aja.”

(Nn.NI, konsumer)

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 55: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

Tabel 6.2. Matrikulasi Wawancara Mendalam Konsumer Yayasan Galuh

Res

pon

den

Perilaku Mencari Pertolongan

Inisiatif

Pengobat

an

Alasan Perlu

Mendapatkan

Pengobatan

Awitan

Mengalami

Gangguan

Jiwa

Persepsi Mengenai

Penyebab Timbulnya

Gangguan Jiwa

Persepsi Mengenai

Cara Pengobatan

Riwayat

Pengobatan

di Tempat

Lain

Pengobatan yang

diterima di

yayasan &

dampaknya

NI Keluarga Saudara kandung

merasa terganggu

Tahun 1999 Kehilangan ibu kandung Beribadah,

menemukan figur ibu

pada petugas yayasan

Psikiater Kegiatan positif,

mendapat figur

ibu tidak merasa kehilangan ibu lagi

AD Keluarga Sakit kurang ingatan Tahun 2000 Berpisah dari istri Beternak Yayasan tradisional lain

Diberi kelapa muda, beternak

pikiran tenang

DN Keluarga Saudara kandung merasa terganggu

7 tahun lalu Tidak tahu Tidak merasa butuh pengobatan

RS Jiwa Salep,obat demam badan

lebih enak

SU Keluarga Tidak tahu 1 tahun lalu Tidak merasa sakit Tidak merasa butuh

pengobatan

Psikiater Tidak merasa

diobati

ID Keluarga Stres semasa hamil 8 tahun lalu Kehamilan tidak diinginkan Istirahat Belum pernah Diajak bicara

DG Polisi Orang sekitar merasa terganggu

Tidak tahu Tidak merasa sakit - Pesantren Tidak merasa diobati

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 56: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

41

Universitas Indonesia

YA Keluarga Sakit kepala 4 tahun lalu Kekecewaan dalam rumah

tangga

Hiburan Belum pernah Diberi hiburan

tidak cengeng lagi

Res

pon

den

Kebutuhan

Pelayanan Kesehatan Jiwa

Pelatihan di bidang kesehatan

bagi Petugas

Pelatihan di bidang sosial, okupasi, aktivitas sehari-hari bagi

petugas

NI Bimbingan rohani Pengetahuan cara pengobatan cara memberikan bimbingan rohani dan tidak melakukan diskriminasi

terhadap orang yang beragama lain

AD Tidak tahu Gerak jalan, jemur di lapangan olahraga

DN Dokter & perawat bisa datang

membawa obat

Tidak tahu Tidak tahu

SU Tidak ada Tidak tahu Tidak tahu

ID Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu

DG Tidak ada Tidak tahu Tidak tahu

YA Tidak tahu Tidak tahu Tidak tahu

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 57: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

6.3 Hasil Wawancara Mendalam Keluarga Konsumer Yayasan Galuh

Peneliti melakukan wawancara mendalam dengan tiga orang anggota keluarga

konsumer yang sedang datang ke Yayasan Galuh pada tanggal 9 Desember 2013.

Karakteristik responden keluarga konsumer Yayasan Galuh dapat dilihat di tabel

4.3.

Tabel 6.3. Karakteristik Responden Keluarga Konsumer Yayasan Galuh

Responden 1 2 3

Inisial SU HE LI

Umur (tahun) 43 40 35

Hubungan dengan konsumer Adik kandung Kakak kandung Adik kandung

Pendidikan S1 S1 S1

Jenis kelamin Laki-laki Laki-laki Perempuan

Dari tabel 4.3. diketahui bahwa semua responden adalah saudara kandung dari

konsumer. Semua responden berpendidikan S1 dengan rentang usia 35 sampai 43

tahun.

6.3.1 Perilaku Pencarian Pertolongan

6.3.1.1 Persepsi keluarga mengenai gangguan jiwa yang dialami konsumer

Saat ditanya mengenai persepsi keluarga mengenai gangguan jiwa yang dialami

oleh konsumer, satu responden dapat menyebutkan diagnosis skizofrenia.

“Dulu awalnya sering menyakiti diri sendiri, trus suka berhalusinasi. Membahayakannya

dia suka membakar, jadi sudah membahayakan orang lain. Halusinasi, kata dokter

skizofrenia.”

(Tn. SU, keluarga konsumer)

Satu responden menyebutkan gejala gangguan jiwa yang dialami keluarganya

berupa sikap curiga dan adanya perilaku kekerasan.

“Sakitnya I tu selain curiga, dengan orang gitu, akhirnya ada kejadian di rumah bapak

dipukul gitu.”

(Tn. HE, keluarga konsumer)

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 58: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

43

Universitas Indonesia

Satu responden lainnya menyebutkan adanya gejala mendengar suara-suara yang

tidak jelas sumbernya.

“Ya itu dia sakitnya begini. Jadi dia, kaya dia dengar suara-suara, atau apa gitu ya.”

(Ny. LI, keluarga konsumer)

6.3.1.2 Inisiatif Pengobatan

Semua responden menyebutkan keinginan keluarga yang membawa konsumer

berobat ke Yayasan Galuh. Keluarga mengetahui adanya layanan Yayasan Galuh

dari kenalan, internet, polisi.

“Keinginan keluarga”

(Tn. SU, keluarga konsumer)

“Bapak saya itu laporan ke polisi, minta tolong gitu loh..gimana ini anak saya.. akhirnya

ama polisi dibawa ke sini.”

(Tn. HE, keluarga konsumer)

“Sampai akhirnya dikasi tahu, suruh buka di google ada Yayasan Galuh. kita coba ke

sini. Jadi memang dari keluarga yang akhirnya bawa ke sini.”

(Ny. LI, keluarga konsumer)

Responden menyebutkan alasan berobat ke Yayasan Galuh adalah agar tidak

mudah kabur dan alasan biaya yang terjangkau.

“Pertama karena ini cukup jauh dr rumah karena kalau dekat pasti dia pulang terus ,

kalau jauh gini kemungkinan dia pergi atau kabur kan lebih kecil. Tapi ternyata dia

sempat kabur juga kedua tidak terlalu mahal.”

(Ny. LI, keluarga konsumer)

“Di sini cenderung lebih tidak kabur dia, pernah hanya 5-10 kali kabur, setelah satu

tahun ini tidak kabur lagi. Kalau di tempat lain, di atas gunung pun dia bisa jalan turun.

Misalnya dari Garut ke Bandung pernah tuh dia jalan kaki.”

(Tn. SU, keluarga konsumer)

“Grogol itu mahal. Kalo disini istilahnya sekedarnya. Mampunya berapa tapi dengan

standar. Saya bayar 500 satu bulan.”

(Tn. HE, keluarga konsumer)

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 59: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

44

Universitas Indonesia

6.3.1.3 Persepsi Mengenai Penyebab Sakit

Dua orang responden mengaitkan masalah gangguan jiwa yang dialami oleh

keluarganya dengan penggunaan obat terlarang seperti ganja dan amfetamin

“Saya kurang tahu , mungkin ganja obat-obatan. ”

(Tn. SU, keluarga konsumer)

“Kalau analisa dokter sebelumnya dan dari cerita dia, dia ada makan obat terlarang

sih. Dulu itu dia seringnya minum ekstasi.”

(Ny. LI, keluarga konsumer)

Satu orang responden mengaitkan masalah gangguan jiwa yang dialami oleh

keluarganya berkaitan dengan masalah dalam pekerjaan.

“Mungkin melihat lah, kesenjangan, antara bos, dengan guru, dia merasa tertekan,

semenjak itu, ya “Dia sempet berjuang, gitu untuk…. Dia cerita, untuk masalah guru itu

dia bikin., yah, sesuatu lah, perkumpulan gitu, terus,, mungkin itu ga kesampean, terus

jadi seperti itu,,”

(Tn. HE, keluarga konsumer)

6.3.1.4 Persepsi Mengenai Cara Pengobatan

Saat ditanya mengenai persepsi keluarga mengenai cara pengobatan, semua

responden mengatakan gangguan jiwa yang dialami keluarganya sudah

berlangsung lama dan sudah berobat lama tanpa perubahan yang bermakna dengan

pengobatan medis. Dua responden sudah tidak berharap banyak bahwa pasien bisa

sembuh.

“Menurut saya agak susah diobati penyakit H ini, karena diawal sudah diberikan

pengobatan medis, lalu keagamaan juga sudah, segala macam sudah. Jadi buat saya

sekarang sifatnya buat dia cukup senang dan tidak mengganggu orang lain, melakukan

hal yang membahayakan orang lain.”

(Tn. SU, keluarga konsumer)

“Nah saya, waktu ke grogol, saya nanya, kan dok.. dok.. bisa sembuh ga? “sabar aja

pak..” ok saya mengerti waktu itu kan saya lagi panik gitu kan, tapi saya tanya lagi

dokternya, jawabannya sama, sabar.. ya okelah saya mengerti ini akan menahun, saya

lihat di jalan-jalanan seperti itu, akan menahun. Tapi.. melihat ini saya jadi ada

kepercayaan,,….”

(Tn.HE, keluarga konsumer)

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 60: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

45

Universitas Indonesia

“Kita juga sudah, kita sudah, istilahnya karena sudah terlalu lama, kita sudah, harapan

kita itu sudah tidak berharap banyak. Karena selama ini memang tidak ada perubahan,

begitu, begitu saja.”

(Ny. LI, keluarga konsumer)

6.3.1.5 Riwayat Pengobatan di Tempat Lain

Saat ditanya mengenai riwayat pengobatan konsumer di tempat lain, semua

responden mengatakan sudah pernah membawa anggota keluarganya berobat

berulang kali ke rumah sakit dengan fasilitas perawatan jiwa sebelumnya.

“Sudah hampir semualah, RSCM psikiatri pernah, RSJ di Dago Bandung pernah, di RSJ

Grogol pernah, tapi itu sudah lama sekali ya, jaman orang tua saya masih hidup.

Pesantren juga pernah.”

(Tn. SU, keluarga konsumer)

“Dulu pas kejadian pas dia sakit itu, dia dibawa ke grogol.saya bawa ke grogol. Eh dia

pulang.. Saya bawa lagi dia pulang lagi.”

(Tn. HE, keluarga konsumer)

“Grogol sudah, bogor sudah, bogor dari rumah sakit pemerintah itu, terus ada tempat

yang lain lagi. Saya ga tahu deh namanya apa. Di daerah Cipayung sudah. Terus di

daerah dan Mogot. Yang di Mangga Besar di depan Husada. Yang di Duren Sawit juga

pernah. Kayanya dia semua sudah pernah.”

(Ny. LI, keluarga konsumer)

Dua responden mengatakan keluarganya mengalami perbaikan dengan

pengobatan psikiatri namun tidak pernah stabil dalam jangka waktu lama. Satu

responden mengatakan pengobatan psikiatri dihentikan karena munculnya efek

samping obat. Keluarga merasa kesulitan untuk bisa membuat pasien stabil dalam

jangka waktu lama karena merasa sulit untuk bisa memastikan pasien bisa minum

obat di rumah.

“Dia sih ada perbaikan sedikit, namun nanti balik lagi. Jadi ga benar-benar stabil dalam

jangka waktu lama itu ga ada. Tapi dengan kontrol kita ya, paling lama itu 6 bulan. Dia

harus diingetin sih, jadi tiap hari kita tanya dia, sudah minum obat belum, kalau belum

minum obat, dia disuruh minum.”

(Ny. LI, keluarga konsumer)

“Sifatnya tidak tuntas, disuruh balik ke rumah tapi masih membahayakan. Jadi kalau

sudah sedikit dianggap sembuh disuruh pulang, padahal belum sembuhnya sementara,

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 61: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

46

Universitas Indonesia

masih ada sifat yang bisa membahayakan. Dan kita kan ga bisa awasi dia terus menerus

di rumah.”

(Tn. SU, keluarga konsumer)

“Dikasih obat.. obat medis ya.. pokoknya yang merah, yang biru, yang lainnya saya lupa.

Itu.. ya buat kaku, jadi kalo minum itu jadi kaku, ya mungkin dia ga nyaman kali, dan

ditambah dia tu selalu,., dia tu ga mau minum obat. Karena kan dia sudah ga percaya.

Karena ketidak percayaan kan. Semuanya serba dia takut diracun, nah makanya dikasih

obat ga mau dia, ga pernah mau minum obat. Sama ibu diakalin, dicampur ke makanan,

dicampur ke minumannya, na cuman kan, dia mungkin merasa ada efek gitu ya, kok jadi

seperti gini, akhirnya dia sadar, berarti ga boleh makan. Ga mau makan. Na ya kan

badan kurus segala kan lebih bahaya lagi. akhirnya lepas lah obat.”

(Tn. HE, keluarga konsumer)

6.3.1.6 Pengobatan yang Diterima dan Dampak yang Dirasakan di Yayasan

Keluarga tidak mengetahui secara pasti mengenai pengobatan yang diberikan di

Yayasan Galuh. Dua responden mendapatkan keterangan dari pengurus bahwa

keluarga mereka diberikan ramuan herbal dan pijatan. Satu responden sama sekali

tidak tahu pengobatan yang diterima keluarganya.

“Kata perawatnya sih ya, ramu-ramuan, pijat.”

(Tn. HE, keluarga konsumer)

“Berdasarkan berita dari pengurus, mereka diberikan ramuan herbal tanpa obat-obat

medis.”

(Ny. LI, keluarga konsumer)

“Saya justru tidak tahu.”

(Tn. SU, keluarga konsumer)

Saat ditanya mengenai dampak pengobatan terhadap kondisi konsumer, satu

responden mengatakan ada perbaikan dalam hal perawatan diri dan mulai bisa

berkomunikasi setelah keluarganya berada satu bulan di Yayasan Galuh. Satu

responden lain menyebutkan keluarga menjadi tidak emosional. Satu responden

lain menyebutkan keluarganya tidak kabur selama berada di Yayasan Galuh.

“Dia jadi ga emosional, kalau yang lainnya : dia ngomongnya masih ngaco, perawatan

dirinya masih kurang.”

(Ny. LI, keluarga konsumer)

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 62: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

47

Universitas Indonesia

“Di sini cenderung lebih tidak kabur dia, pernah hanya 5-10 kali kabur, setelah satu

tahun ini tidak kabur lagi. Kalau di tempat lain, di atas gunung pun dia bisa jalan turun.

Misalnya dari Garut ke Bandung pernah tuh dia jalan kaki.”

(Tn. SU, keluarga konsumer)

“Satu bulan udah perubahan. Udah gundul, seger, mandi, untuk perawatan lah,

perawatan fisiknya saya liat oh udah bagus ini, tapi masih kosong, saya liat.. nah

berikutnya, terus.. berkembang saya liat.. Ditanya tanggal lahir,.. inget.”

(Tn. HE, keluarga konsumer)

6.3.2 Kebutuhan terhadap Pelayanan Kesehatan Jiwa

Satu responden mengatakan perlunya adanya panti rehabilitasi mental yang

memiliki tenaga medis dan menyediakan pula terapi okupasional di dalamnya.

“Kan dilihat orang gangguan jiwa banyak. Harusnya ada sarana, tempat mereka dilatih

bekerja, itu bisa mengurangi mereka bengong. Di samping ada tenaga medis yang

mengawasi dia, ada tenaga terampil yang membantu mereka membuat ketrampilan. Ya

pasti perlu, seperti tempat-tempat seperti ini ya. Cuma ya Galuh masih banyak

kurangnya, ga ada tempat ketrampilannya, orangnya terlalu banyak, cuma kita sudah

(terdiam) sudah hopeless lah.

(Ny.LI, keluarga konsumer)

Perlunya ada pelayanan kesehatan jiwa di masyarakat seperti adanya posyandu

sehat jiwa yang bisa memberikan layanan preventif gangguan jiwa. Responden

juga mengharapkan adanya layanan psikiatri di puskesmas.

“Ya mungkin,, kaya posyandu gitu kali mbak.. iya, jadi ke masyarakat itu ada yang turun,

jangan bayi aja, Masalahnya kan stressor yang kehidupan kan seperti ini,saya,

sepengetahuan saya, dari polusi aja kan bisa menyebabkan gitu kan, dari tingklat stress,

polusi udara, dari limbah, ya, bayangin aja. tiap hari pergi pagi pulang sore, belum apa-

apa keluar dari rumah aja stres liat keadaan kan, nah apa salahnya tiap puskesmas tu

ada lah dokter jiwanya, gitu, jadi bisa dibantu, minimal bisa dicegah, misalnya, oh ini

harusnya begini, tindakannya, keluarganya harusnya begini.”

(Tn. HE, keluarga konsumer)

Perlu ada tenaga medis/perawat yang terlatih di bidang kesehatan jiwa untuk

memotivasi pasien untuk minum obat.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 63: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

48

Universitas Indonesia

“Sebenarnya kalau lihat selama ini, kalau dilihat, kondisinya L lebih baik saat minum

obat dokter, tapi kalau minum obat kan harus terus menerus kan dianya susah. Kalau

menurut saya minum obat itu lebih baik daripada ga minum obat. Harus ada perawat

yang memotivasi dia dan itu harusnya tenaga medis. Kan orang yang belajar kejiwaan

lebih tahu cara menangani orang yang sakit ini.”

(Ny.LI, keluarga konsumer)

“Pemahaman mereka mengenai jenis penyakit jiwa, kan sakit jiwa itu banyak jenisnya

kaya ada skizofrenia ya, trus ada yang benar-benar bawaan lahir. Nah yang seperti itu

yang mereka ga tahu. Kemudian tentang psikologis seseorang.”

(Ny.LI, keluarga konsumer)

6.3.3 Kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan bagi Petugas

Satu responden mengatakan perlunya ada pelatihan pertolongan pertama pada

kondisi darurat yang diberikan pada petugas.

“Ya kalau ada yang darurat lah, seperti pasien sakit perut, sakit gigi, kan susah tuh

dibawa ke dokter orang-orang seperti ini tidak akan mungkin.”

(Tn. SU, keluarga konsumer)

Dua responden mengatakan butuhnya perbaikan di bidang kesehatan lingkungan

Yayasan terutama mengenai kebersihan lingkungan.

“Mereka kan tradisionil ya,.. nah dengan pengetahuan-pengetahuan yang modern,

dipadukan, mungkin kan bisa lebih bagus, lebih kuat. Fisik juga di sini kan fisik.. liat aja

ruangan.. fisik bangunan, maksudnya.. kadang-kadang suka bau.. bau-bau aroma lah,

*tertawa* ya kan harusnya kan.. gimana gitu loh..”

(Tn.HE, keluarga konsumer)

“Ya kebersihan.”

(Tn. SU, keluarga konsumer)

6.3.4 Kebutuhan pelatihan di bidang sosial, okupasi, aktivitas sehari-hari

bagi petugas

Saat ditanya mengenai kebutuhan pelatihan di bidang sosial, okupasi, aktivitas

sehari-hari bagi petugas yayasan, semua responden mengatakan ada masalah

dalam perawatan diri pada keluarga mereka. Satu responden mengatakan

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 64: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

49

Universitas Indonesia

butuhnya lebih banyak petugas untuk bisa membantu perawatan diri sehari-hari

penghuni.

“Apa ya.. bingung saya.. perawatan badan, cuma mandi ya..”

(Tn.HE, keluarga konsumer)

“Saya rasa karena orangnya kurang banyak kali ya , jadi ya harus lebih banyak orang .

Kalau soal mandi kan ga perlu ketrampilan khusus kan, sama seperti kita mandi diri

sendiri, tapi ya mungkin mereka tenaganya kurang banyak.”

(Ny.LI, keluarga konsumer)

“H tidak akan mandi kalau tidak disuruh.”

(Tn. SU, keluarga konsumer)

Dua responden mengatakan butuhnya pelatihan bagi petugas agar dapat

memberikan kegiatan positif pada penghuni Yayasan.

“Saya minta petugasnya itu untuk sering disuruh, suruh kerja. Supaya ada kesibukan.”

(Tn.HE, keluarga konsumer)

“Ketrampilan petugas untuk bisa membantu pasien membuat ketrampilan, seperti ada

kelas-kelas untuk buat keset misalnya.”

(Ny.LI, keluarga konsumer)

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 65: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

Tabel 6.4. Matrikulasi Wawancara Mendalam Keluarga Konsumer Yayasan Galuh

Res

pon

den

Inisiatif

Pengobat

an

Persepsi

keluarga

mengenai

gangguan

jiwa yang

dialami

konsumer

Persepsi Mengenai

Penyebab

Timbulnya

Gangguan Jiwa

Persepsi

Mengenai

Cara

Pengobata

n

Riwayat Pengobatan di

Tempat Lain& Dampaknya

Pengobatan yang

diterima di yayasan

& dampaknya

Dampak

Pengobatan

di Yayasan

SU Keluarga Skizofrenia Kurang tahu, mungkin

karena konsumsi ganja

Sulit diobati Pesantren, RSCM, RSJ di

Bandung RSJ di Grogol

tidak tuntas, masih

membahayakan tapi sudah

dipulangkan

Tidak tahu Tidak kabur

HE Keluarga gejala

gangguan jiwa

: curiga ,

perilaku

kekerasan

Tertekan masalah pekerjaan

Sifatnya menahun,

harus sabar

RSJ di Grogol tidak mau

minum obat

Ramuan,pijat Perawatan diri membaik, tahu

tanggal lahir

LI Keluarga dengar suara-

suara

Sering konsumsi

amfetamin

Menahun,

tidak berharap

banyak bisa

RSJ di Grogol tidak pernah

stabil dalam jangka waktu lama

Ramuan, herbal Tidak

emosional

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 66: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

51

Universitas Indonesia

sembuh

Res

pon

den

Kebutuhan

Pelayanan Kesehatan Jiwa

Pelatihan di bidang

kesehatan bagi

Petugas

Pelatihan di bidang sosial, okupasi,

aktivitas sehari-hari bagi petugas

SU Tidak perlu

Kebersihan Perawatan diri (mandi)

HE Layanan preventif gangguan jiwa dan psikiater di puskesmas Kebersihan lingkungan Perawatan diri (mandi),

diberi kesibukan/kerja

LI Panti rehabilitasi mental yang memiliki tenaga medis dan

menyediakan pula terapi okupasional di dalamnya, tenaga

medis/perawat yang terlatih di bidang kesehatan jiwa untuk

memotivasi pasien untuk minum obat di Yayasan

Tenaga dokter/perawat

bisa ada di Yayasan

Penambahan jumlah petugas, ketrampilan

(membuat keset)

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 67: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

6.4 Wawancara Pelaku Rawat Yayasan Galuh

Wawancara FGD dengan sepuluh petugas Yayasan Galuh dilakukan pada tanggal

9 Desember 2012 yang kemudian dilanjutkan dengan wawancara mendalam

dengan tiga petugas Yayasan Galuh pada tanggal 26 Januari 2013 di Yayasan

Galuh. Namun sayangnya hanya tujuh orang pelaku rawat yang bisa dibuat

verbatimnya. Hal ini dikarenakan saat memberikan pendapat, pelaku rawat tidak

menyebutkan namanya terlebih dahulu sehingga sulit mengidentifikasi suara

pelaku rawat saat mendengarkan ulang hasil rekaman wawancara. Karakteristik

responden Pelaku RawatYayasan Galuh dapat dilihat di tabel 4.5.

Tabel 6.5. Karakteristik Responden Pelaku Rawat Yayasan Galuh

Responden 1* 2* 3* 4 5 6 7

Inisial

responden

IS UJ SY NA NW AJ HM

Umur (tahun) 30 32 35 40 37 32 33 Lama kerja di

yayasan (tahun)

10 7 12 7 8 10 5

Pendidikan MTs SD SD SMP SD SMU SMP

Jenis kelamin P L L P L L L

Keterangan :

* :responden wawancara mendalam

P: Perempuan L: Laki-laki

Dari tabel 4.5 dapat dilihat rentang usia responden 30-40 tahun. Lama bekerja

antara 5-12 tahun. Pendidikan terendah SD (3 responden) dan tertinggi SMU (2

responden).

6.4.1 Data tentang Layanan Perawatan yang Diberikan

Saat ditanya mengenai layanan perawatan yang diberikan di Yayasan, semua

responden mengatakan memberikan pelayanan perawatan diri sehari-hari penghuni

seperti membantu mandi, mencucikan baju, menggunting kuku, perawatan

sederhana bagi penghuni yang sakit. Setiap pelaku rawat bertanggung jawab

terhadap beberapa penghuni tertentu. Pelaku rawat juga menyiapkan makanan dan

pengobatan herbal bagi penghuni. Selain itu juga semua responden juga mengurus

kebersihan fasilitas seperti membersihkan fasilitas perawatan.

“Saya paling ya ngebantuin mandiin. Nyuciin bajunya terus ya ngasih makan. Nyiapin

makan di dapur. Paling kita guntingin kukunya gitu aja.”

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 68: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

53

Universitas Indonesia

(Ny. IS, pelaku rawat)

“Mandiin. Gunting kuku semua. ya masuk angin ya kita kerik gitu.”

(Tn.UJ, pelaku rawat)

“Kayak buat cucian, bantu-bantu kita juga kan itu. Kalo ada kebersihan apa-apa kita

kasih dia. Jadi soal mandi, mandipun kita nggak bisa setiap hari, tergantung kondisi

dianya.”

(Tn. SY, pelaku rawat)

“Kita di sini semua pengurus punya jatah ngosrek Dok. Kita nggak ada khusus cleaning

boy gitu, nggak ada Dok, jadi dari mereka mereka ini, misalkan hari ini hari

Minggu,tugasnya dengan siapa jadwalnya bersihin tempat ini.”

(Ny. NA, pelaku rawat)

“Perawatan yang rutin ke pasien, saya mandikan. pengobatin pasien kembali memang

pada pengobatan herbal kan ya. Dengan ramu-ramuan, ada beberapa jenis tanaman

yang kita ramu.”

(Tn. AJ, pelaku rawat).

“Mandinya, makannya, kalau dia misalkan sakit apa gitu ya kita tanganin gitu kan. Kalau

pusing kepalanya dipijet, itu aja udah. Sama ada komunikasi lah kita ajak komunikasi.”

(Tn.UJ, pelaku rawat)

“Saya nih kepala perawat kan saya ngambil sepuluh orang, nah nanti orang itu pengurus

pegang lima belas orang, nanti yang lainnya lagi pegang sepuluh. Jadi nanti setiap

pengurus itu pegang pasiennya, jadi tahu karakternya. Dua orang ini pegang sekian jadi

tahu karakter pasien-pasiennya. Jadi begitu kita buat. Jadi mempermudahkan kita untuk

menenangkan si pasien, mengetahui karakter si pasien..”.

(Tn. AJ,pelaku rawat).

Satu pelaku rawat juga mengatakan bukan hanya mereka yang memberikan

pelayanan terhadap penghuni, namun penghuni juga ikut membantu di Yayasan

“Ada yang bantu saya cuci baju, suka ngepel”.

(Tn.NW, pelaku rawat)

6.4.2 Pengetahuan Pelaku Rawat Mengenai Gangguan Jiwa

6.4.2.1.1 Pengetahuan mengenai Kondisi Orang yang Dirawat di Yayasan

Pelaku rawat mengatakan orang yang mereka rawat umumnya agresif seperti

marah-marah, galak, memiliki emosi labil, perilaku kacau seperti tertawa tanpa

sebab, dan menarik diri.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 69: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

54

Universitas Indonesia

“Mereka kadang-kadang ada yang galak, terus ada yang pendiem. Tapi tiba-tiba dia

suka nangis. Ada gitu yang teriak-teriak juga. Yang suka ketawa ketawa sendiri.”

(Tn.NW, pelaku rawat)

“Tanpa sebab dia marah-marah sendiri”.

(Ny. IS, pelaku rawat)

“Ya paling kalau yang saya tahu gitu ya semacam galak gitu ya Bu ya.”

(Tn.UJ, pelaku rawat)

“Pasien saya yang ada di sini kebanyakan nih ya, faktor dari keluarga, dan juga ekonomi

sama pacar.”

(Tn. SY, pelaku rawat)

“Misalkan pasien masuk nih ya, ada yang aktif kayak si (sebut nama), ada yang ngiler

kayak si (sebut nama)”

(Ny. NA, pelaku rawat)

6.4.2.2 Pengetahuan mengenai Orang dengan Gangguan Jiwa

Pelaku rawat menyebutkan gejala-gejala orang dengan gangguan jiwa adalah

memiliki perilaku kekerasan, gangguan emosi seperti sering marah, menangis

tanpa sebab, berbicara kacau, isolasi diri, perawatan diri kurang.

“Menurut saya kadang-kadang kan ada orang suka marah-marah sendiri tanpa sebab,

dia marah-marah sendiri. Mungkin gitu aja sudah terganggu statusnya tuh jiwanya.”

(Ny. IS, pelaku rawat)

“Yang suka ngamuk-ngamuk. Ya sikap dia udah gak enak kita lihat lah. Oceh-ocehan

udah segala apa ucapan yang gak bener kita dengar lah. Dikasih pakaian ganti, dia ganti

tapi terus pakai yang kotor lagi.”

(Tn. SY, pelaku rawat)

“Apa yang galak apa yang gimana. Ada yang diam. Cuma diam saja. Nah suatu waktu,

ketika kita lihat, tiba-tiba dia menangis. Nah abis menangis, berhenti, tiba-tiba dia

menyanyi.”

(Tn. AJ,pelaku rawat).

Pelaku rawat menghubungkan penyebab gangguan jiwa dengan masalah keluarga,

masalah ekonomi, ilmu gaib, dan pengaruh narkoba.

“Itu banyak ilmu gitu ya. Ilmu kebatinan. Ya karena ilmu-ilmu. Terus sama narkoba juga

banyak.”

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 70: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

55

Universitas Indonesia

(Tn.UJ, pelaku rawat)

“Dari dia sendiri kadang-kadang... apa namanya, ya kalo dia ngamuk-ngamuk marah

kita perhatiin gitu, nah buat kita tahu oh ini sebabnya dari mana. Dari apakah keluarga,

faktor ekonomi.”

(Tn. SY, pelaku rawat)

6.4.2.3 Pengobatan yang Dapat Diberikan pada Orang dengan Gangguan

Jiwa

Menurut pelaku rawat, pengobatan yang dapat diberikan pada orang dengan

gangguan jiwa adalah didoakan, diberi ramuan, diberikan nasehat, diberikan

pijatan, dirantai.

“Ajak ngobrol dia... Kadang kan kita ajak bercanda juga..”

(Ny. IS, pelaku rawat)

“Iya karena ilmu tuh ya kita ya kalau ngobatinnya pakai doa, ramuan... Sama dari pijet

gitu, kita pijet pijet juga.”

(Tn.UJ, pelaku rawat)

“Kalau kita dipukul gitu ya, kita dipukul kita amankan ya kita kita rantai lah.”

(Tn.UJ, pelaku rawat)

“Em salah satu ada keributan sama temannya, kita kan kita rantai gitu kan.”

(Tn. SY, pelaku rawat)

“Kita informasi yang kita kasih ya kita ajak ngobrol masalah masa lalu dia. Gimana

gimana. Terus ya masalah kayak misalnya stresnya, umpama karena perempuan ya, stres

karena cinta ya kita kasih masukan. Sudahlah masa lalu nggak usah diiniin.”

(Tn.UJ, pelaku rawat)

“Iya pituah. Kita kan kalo menurut orang dulu kan nasehat gitu ya. Itu yang selalu kita

bantu ke mereka. Kasih saran masukan untuk ke pikirannya dia untuk agak enakan gitu

ya.”

(Tn. SY, pelaku rawat)

“Perawatan kami di sini itu lebih utamanya ke pendekatan pada individu gitu Dok. Itu

metode memang tidak secepat obat dokter ya, cuman kita pelan tapi pasti gitu Dok.

Sedikit-sedikit itu percaya dirinya pulih, sudah mulai mau interaksi, mau keluar dari

kamar, yang tadinya nggak mau ngomong yang tadinya begitu.”

(Ny. NA, pelaku rawat)

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 71: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

56

Universitas Indonesia

6.4.3 Kemampuan dan Beban Pelaku Rawat dalam Memberikan

Perawatan

6.4.3.1 Kesulitan yang Ditemukan dalam Memberikan Perawatan

Saat ditanya mengenai kesulitan pelaku rawat dalam menghadapi orang yang

dirawat, pelaku rawat menjawab merasa kesulitan menangani orang dengan

perilaku kacau, perawatan diri buruk, perilaku kekerasan, isolasi diri, tidak mau

makan.

“Kadang-kadang ada yang nakal juga kan, susah dibilangin. (pause) kata jangan

kemana-mana ada kan yang mondar mandir aja. Kadang-kadang hujan aja suka pada

jalan. Itu kita susah banget ngomonginnya yang begitu. Kalau yang galak saya nggak

berani nanganinnya. Paling mereka pada rebutan makanan kalau lagi makan. Ngingetin

dia untuk ya buang air besar buang air kecil nggak di tempat.”

(Ny. IS, pelaku rawat)

“Ya itu Bu, kesulitannya kalau kesulitannya ada dua nih Bu. Ada yang galak ya, yang

semacam galak gitu sama kita ya. Kedua, yang susah makan. Kalau kita suapin tuh dia

dia gininya narik gini (mencontohkan).”

(Tn.UJ, pelaku rawat)

“Saya yang gak ngerti itu yang terlalu pasif banget Dok.”

(Tn. SY, pelaku rawat)

“Kalau saya mah kendalanya ada satu pasien saya yang buang air di celana.”

(Tn. AJ, pelaku rawat).

“Kalau masalah yang pasien yang terlalu hiperaktif atau yang terlalu pasif itu aja yang

bisa agak susah. Kalau malam, yang ngamuk, yang kabur.”

(Tn. SY, pelaku rawat)

“Kalau yang susah makan kebiasaan makan enak gitu bu. Kebiasaan makan enak, sama

makanan yang di sini itu nggak nggak dimakan.”

(Tn. SY, pelaku rawat)

Pelaku rawat juga mengalami kesulitan menghadapi pasien dengan penyakit fisik

seperti muntah, diare, penyakit kulit dengan gejala gatal-gatal, luka, bengkak.

“Bengkak. Bengkak ya. Karena saya salah satunya ya nggak menangani fisik ya. Pas lagi

dia muntah-muntah, saya kan nggak tahu ini umumnya dia kenapa. Terus mungkin gatal-

gatal.”

(Tn. SY, pelaku rawat)

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 72: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

57

Universitas Indonesia

“Mereka buang buang air di celana gitu kan, sehari ganti-ganti pakaian bersih pakaian

kotor.” (Tn. SY, pelaku rawat)

“Untuk penyakit kulit Dok. Pasien yang sakit kulit penanganan dari sini bagaimana.

Kadang kita pasien kiriman dari jalanan badannya penuh kurap Dok. Itu kan dia jadi

nyusahin pasien yang lain. Kita nggak terima itu namanya udah sampai sini.”

(Ny. NA, pelaku rawat)

“Kalau sudah bengkak dari kaki sampai kemaluannya itu nanti kadang-kadang saya

sudah nyerah ya. Butuh penanganan apa sih andaikata, misalnya pasiennya mengalami

hal yang kayak begitu? Jari-jarinya kan, sampai ginjal itu kan kita bingung tuh, jadi apa

sih penanganannya?”

(Tn. AJ, pelaku rawat).

“Pernah kan kita dapet pasien itu dari jalan dengan luka busuk. Ini kami harus gimana?

Kita nolong bawa dia ke rumah sakit? Itu juga sudah suatu kendala buat kami. Kami

sudah kayak bola Dok, ya kalaupun itu kendalanya KTP. Kami akhinya ditempatkan di

ruang isolasi Dok.”

(Ny. NA, pelaku rawat)

Pelaku rawat juga pernah mendapatkan pasien yang melahirkan di Yayasan.

Pelaku rawat mengalami kesulitan karena harus membantu proses persalinan pada

pasien yang belum sempat dirujuk.

“Kita dapat kiriman pun pasien yang melahirkan di sini. Kami tuh butuh pengetahuan

tentang perawatan perawatan begitu buat perawat perempuan. Misalnya kayak untuk

pemotongan tali pusat, biar steril biar ... itu harusnya gimana. Seandainya ada yang

nggak ketahan lagi lahir di sini.”

(Ny. NA, pelaku rawat)

6.4.3.2 Waktu yang dihabiskan untuk bekerja di Yayasan

Pelaku rawat menyebutkan tidak ada jam kerja yang tetap di Yayasan. Waktu kerja

diatur sendiri oleh pelaku rawat.

“Lima pagi terkadang sampai sore. Ya paling kalau abis makan siang gitu ya kita

istirahat dulu.”

(Ny. IS, pelaku rawat)

“Dari pagi, sampai jam tujuh pagi ya. Paling sekitar jam habis maghrib sudah pulang.”

(Tn.UJ, pelaku rawat)

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 73: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

58

Universitas Indonesia

“Jam tujuhan, kadang-kadang setengah delapan. Jam lima sore. Ntar kalau dia udah

selesai makan sore, maghrib gitu.”

(Tn. SY, pelaku rawat)

6.4.4 Data Kebutuhan Pelatihan Pelaku Rawat

Pelaku rawat terutama merasa membutuhkan pelatihan mengenai kesehatan fisik

seperti cara mengobati penyakit kulit, perawatan luka, penanganan demam, diare.

“Ya untuk ngobatin luka kalau ada yang luka. Itu kan saya juga kurang tahu kan.”

“Pengobatan kalau misalnya ada yang sakit. Sakit fisiknya. Ya panas, apa lagi, diare,

ada yang bengkak gitu. Di kaki, kadang-kadang ke muka bengkaknya.”

“Merawat itulah merawat luka.”

(Ny. IS, pelaku rawat)

“Semacam yang ngerawat ya pasien-pasien yang misalnya kayak sakit. Misal sakit

buang-buang air. Gatal-gatal apa gitu.”

(Tn.UJ, pelaku rawat).

“Ya pokoknya begini deh, pokoknya kalau yang saya perlu di sini ya fisik dia saja.”

(Tn. SY, pelaku rawat)

“Maka kami juga sangat berharap sekali, (pause) semua pengurus dilatih ditatar untuk

P3K. Itu kami tuh perlu sekali Dok. Misalkan ini orang punya luka, ini penanganannya

harus begini. Bagaimana kalau kita punya pasien dari jalan itu dia punya luka busuk.”

(Ny. NA, pelaku rawat)

Pelaku rawat juga merasa perlu pelatihan mengenai cara berkomunikasi dengan

pasien.

“Ya kalau dia lagi galak gitu, caranya gitu gimana. Cara ngebujuk yang susah mandi

yang susah makan.”

(Ny. IS, pelaku rawat)

“Ya ada itu pasien yang susah ngomong nah itu kita perlu, perlu gimana caranya supaya

dia bisa ngobrol gitu.”

“Pelatihan komunikasi, iya.”

(pelaku rawat)

Pelatihan cara membantu perawatan diri sehari-hari pasien dengan perawatan diri

buruk.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 74: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

59

Universitas Indonesia

“Kesehatan yang jaga, dia begini begini, bersih-bersih diri dia sendiri ya.”

“Cara buang air dia. Ya dia kan agak jorok ya orang begitu.”

(Tn.UJ, pelaku rawat)

Pelatihan okupasional seperti membuat ketrampilan tangan, berkebun

“Keterampilan tangan.”

(pelaku rawat)

“Jadi pasien ini perlu keterampilan untuk itu, menanam bermacam-macam bunga.

Berkebun. Itu kangkung, bayam.”

(pelaku rawat)

Pelatihan mengenai cara menghadapi pasien dengan gangguan jiwa

“Menangani yang galak, agak bandel, gitu ya agak susah. Yang model model kayak gitu

ya Bu, disuruh makan kadang nasi dibuang.”

(Tn.UJ, pelaku rawat)

“Misalnya dokter menghadapi pasien yang neurotik dengan yang (samar) kan lain lagi

caranya Dok. Nah itu yang ingin kami apa...yang ingin kami dapatkan dari pelatihan

ini.”

(Ny. NA, pelaku rawat)

Pelatihan mengenai penyediaan makanan yang sehat

“Terus sama ini juga Dok, makanan. Masalah makanan standar kesehatan.”

(pelaku rawat)

Prioritas pelatihan yang diinginkan oleh petugas adalah mengenai penanganan

masalah penyakit fisik, diikuti oleh pelatihan mengenai cara merawat pasien

dengan gangguan jiwa.

“Prioritasnya fisik. Kedua tentang kejiwaan. Nah kemudian yang ketiga ini masalah

pemberian penyuluhan, tentang P3K. Tentang luka, tentang ... penanganannya gimana.

Kita kan kadang pegang pasien jadi takut Dok.”

(Ny. NA, pelaku rawat)

“Gatal-gatal, buang air. Itu yang paling sering kita dapet tuh seperti demam.”

(pelaku rawat)

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 75: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

Tabel 6.6. Matrikulasi Wawancara Mendalam Pelaku Rawat Yayasan Galuh

Respo

nden

Layanan Perawatan

yang Diberikan

Pengetahuan

mengenai Kondisi

Orang yang Dirawat

di Yayasan

Pengetahuan

mengenai Orang

dengan Gangguan

Jiwa

Pengobatan

yang Dapat

Diberikan

Kesulitan dalam Perawatan Jam Kerja

IS Memandikan, memberi

makan, menggunting

kuku, cuci baju

Marah tanpa sebab Gejala gangguan

jiwa: marah-marah

sendiri

Ajak bicara Menghadapi orang yang

galak, BAB & BAK

sembarangan

5 pagi sampai

sore

UJ Memandikan,

menggunting kuku,

merawat bila sakit

Galak Mengaitkan dengan

ilmu gaib &

penggunaan

narkoba

Doa, ramuan,

pijat, nasehat

Menghadapi orang yang

galak, tidak mau makan

7 pagi sampai

maghrib

SY Memandikan, cuci baju Berkaitan dengan

masalah: ekonomi,

keluarga, putus pacar

Mengamuk,

mengoceh sendiri,

memakai baju kotor

Nasehat,

Dirantai

Orang yang terlalu hiperaktif,

orang yang terlalu pasif,

tidak mau makan, sakit

fisik:muntah, gatal, bengkak,

diare

7 pagi sampai

maghrib

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 76: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

61

Universitas Indonesia

Responden Kebutuhan Pelatihan Pelaku Rawat

IS 1. Pengobatan sakit fisik: luka, demam, diare, bengkak

2. Cara menghadapi dan berkomunikasi dengan orang yang galak, tidak mau makan, tidak mau mandi

UJ 1. Pengobatan fisik:gatal, diare

2. Perawatan diri: mandi, BAB, BAK

3. Cara menghadapi dan berkomunikasi dengan orang yang galak, sulit diatur

SY Pengobatan sakit fisik

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 77: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

Universitas Indonesia

6.5 Wawancara Petugas Puskesmas Pengasinan

Wawancara FGD dilakukan pada enam petugas Puskesmas Pengasinan yang

merupakan puskesmas kelurahan yang melayani Yayasan Galuh dilakukan pada

tanggal 9 Februari 2013 di ruang serbaguna Puskesmas Pengasinan Kota Bekasi.

Karakteristik responden petugas puskesmas pengasinan dapat dilihat di tabel 4.7

Tabel 6.7. Karakteristik Responden Petugas Puskesmas Pengasinan

Responden 1 2 3 4 5 6

Inisial responden

AM NA AI DW SR NO

Umur (tahun)

30 45 41 49 30 45

Lama kerja

(tahun)

10 7 12 7 8 10

Pendidikan

Profesi

Dokter

gigi

Profesi

Dokter

gigi

Profesi

Dokter

D3

Keperawatan

D3

Kebidanan

D3

Keperawatan

Jenis kelamin P P P P P P

Keterangan :

P: perempuan L: Laki-laki

Dari tabel 8 terlihat bahwa rentang usia petugas 30-49 tahun. Semua responden

berjenis kelamin perempuan dengan lama kerja berkisar antara 7-12 tahun.

Pendidikan responden adalah profesi dokter/dokter gigi (3 responden) dan D3

kebidanan (3 responden).

6.5.1 Data tentang Gangguan Jiwa yang Ada di Puskesmas

Dalam segmen ini, responden akan diminta untuk menceritakan masalah kesehatan

jiwa banyak ditemui di puskesmas, gejala gangguan jiwa yang sering ditemui,

banyaknya kasus pasien dengan gangguan jiwa yang ditangani, bagaimana selama

ini masyarakat mengatasi masalah kesehatan jiwa yang ada

6.5.1.1 Masalah kesehatan jiwa banyak terjadi di sekitar responden

Responden mengatakan masalah gangguan jiwa yang paling sering mereka temui

di puskesmas adalah kasus neurotik, psikosomatik. Puskesmas juga pernah

mendapatkan kasus ibu hamil yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 78: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

63

Universitas Indonesia

(KDRT). Kasus gangguan jiwa berat jarang ditemui dan pasien/keluarganya hanya

datang untuk mendapatkan rujukan ke RSU.

“Rata-rata kalau pasien kita di BP (balai pengobatan) itu gangguan neurotik.”

(Ny. DW, petugas puskesmas)

“Neurotik aja ya.”

(Ny. AM, petugas puskesmas)

“Kebanyakan yang gangguan neurotik sama psikosomatik aja yang banyak kita temuin.

Kalau yang apa berat, psikosis atau skizofren itu rata-rata mereka hanya minta rujukan

aja.”

(Ny. AI, petugas puskesmas)

“Misalkan nih ya, kalau ibu hamil gitu ... kita kasus yang kayak korban KDRT itu juga

ada.”

(Ny. NA, petugas puskesmas)

6.5.1.2 Gejala Gangguan Jiwa yang Sering Ditemui

Gejala gangguan jiwa pada pasien yang responden sering temui adalah pasien

datang dengan keluhan fisik yang berulang-ulang seperti hipertensi, gastritis,

gatal-gatal, sulit tidur.

“Itu juga kita lihat memang pasien-pasien yang sering datang ke sini aja. Yang berulang

kadang seminggu dua kali, seminggu sekali, kadang-kadang ... banyakan pasien

hipertensi ya. Hipertensi banyak banyakan keluhan yang nggak bisa tidur, kayak-kayak

gitu. Itu yang kita masukkan ke gangguan neurotik.”

(Ny. AI, petugas puskesmas)

“Neurotik itu simtomatik misalnya hipertensi, maag itu kan gastritis, itu dengan keluhan

yang berulang-ulang gitu mereka datang.”

(Ny. DW, petugas puskesmas)

“Kalau di lansia yang ada berulang-ulang dok. Kalau misalkan ada neurotik gitu ya,

pasti ya gitu keluhannya berulang-ulang. Dan keluhannya sama. Apalah, sebutin,

misalnya ada yang gatal-gatal. Setiap bulan itu pasti keluhannya. Gatal, nggak bisa tidur,

itu kan gitu kan kalau minta obat tidur. Ya keluhannya kayak gitu.”

(Ny. SR, petugas puskesmas)

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 79: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

64

Universitas Indonesia

6.5.1.3 Banyaknya Kasus Gangguan Jiwa yang Ditangani

Saat ditanya mengenai banyaknya kasus gangguan jiwa yang ditangani, responden

mengatakan jarang mendiagnosis pasien dengan diagnosis gangguan jiwa. Petugas

hanya mendiagnosis penyakit umumnya saja. Hal ini terjadi karena keterbatasan

waktu dan tenaga di puskesmas sehingga petugas lebih fokus pada keluhan fisik

pasien saja. Petugas memperkirakan sekitar 4-5 orang/hari yang datang berobat ke

puskesmas mengalami gangguan emosi neurotik.

“Kalau untuk gangguan emosi neurotik ya, kadang-kadang untuk diagnosis kita nggak

bisa kita langsung ini... rata-rata kita diagnosa secara ini, penyakit umum aja ya.

Kalaupun ada gangguan emosi neurotik paling sehari hanya ada berapa tuh ya? Empat

atau lima, sekitar itu biasanya. Tapi kalau untuk jiwanya sendiri, ... he eh jarang he eh

iya.”

(Ny. AI, petugas puskesmas)

“Empat.”

(Ny. DW, petugas puskesmas)

“Ya mungkin untuk kasus kejiwaan itu, kita di puskesmas nggak spesifik ya. Karena

memang ya karena ya itu tadi kembali ke keterbatasan. Tenaga dan waktu. Saking

banyaknya pasien, sehingga kita hanya keluhan yang dikeluhkan pasien saja yang sangat

diperhatikan. ... pasien agak aneh-aneh, kita menyebutnya dalam tanda petik agak aneh

gitu. Kalau dimasukkan ke diagnosis jiwa, di KIA atau di lansia juga banyak ditemukan

yang seperti itu. Cuman kan kita kembali lagi seperti tadi, karena kita tidak ada, ya

karena ini sudah fokus membicarakan kasus kejiwaan ya akhirnya kita baru terbuka. Tapi

kalau dibilang tidak memperhatikan, tidak, tapi kita lebih fokus ke keluhan.”

(Ny.NA, petugas puskesmas)

6.5.1.4 Bagaimana Masyarakat Mengatasi Masalah Kesehatan Jiwa yang

Ada

Saat ditanya bagaimana masyarakat mengatasi masalah kesehatan jiwa yang ada,

responden mengatakan masyarakat sering tidak sadar akan gangguan jiwa ringan

yang bermanifestasi pada gangguan fisik. Masyarakat baru sadar akan adanya

orang dengan gangguan jiwa jika gangguannya sudah berat. Tidak terdapat praktek

pemasungan orang dengan gangguan jiwa oleh masyarakat.

“Setelah kasusnya mungkin tahapan sedang atau berat, barulah orang sekelilingnya

agak mulai sadar, terus barulah masuk ke, orang mengatakan gangguan kejiwaan. Jadi

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 80: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

65

Universitas Indonesia

kalau di gigi ya, misalnya kasus-kasus gingivitis. Gingivitis yang berulang, kronik itu

biasanya gangguan kejiwaan. Karena backgroundnya dia stres. Atau gangguan ringan

atau tekanan berat itu kan langsung keluarnya ke gingivitis. Tapi orang tidak mau

mengakui kalau dia sebenarnya mengalami gangguan kejiwaan. Jadi yang dikeluhkan

hanya giginya saja.“

(Ny.NA, petugas puskesmas)

“Kalau untuk wilayah kita dipasung sih nggak ada.”

((Ny.NA, Ny. AI, Ny. DW, Ny. SR, Ny. NO, petugas puskesmas)

Banyak yang membawa orang dengan gangguan jiwa untuk didoakan oleh tokoh

agama.

“Kalau itu banyak dok. Masih ada yang itu.”

(Ny. AI, Ny. DW, Ny. SR, petugas puskesmas)

“Masih ada. Itu apalagi kalau di wilayah kampung ya. Banyak yang kampung.”

(Ny. NO, petugas puskesmas)

6.5.1.5 Dampak Masalah Kesehatan Jiwa yang Tidak Tertangani di

Masyarakat

Saat ditanya mengenai dampak masalah kesehatan jiwa yang tidak tertangani di

masyarakat, responden mengatakan masalah kesehatan jiwa yang tidak tertangani

di masyarakat akan lebih berpengaruh kepada keluarga dan masyarakat sekitar

dibanding ke orang yang mengalami gangguan jiwa.

“Pastinya, sosial ya. Dampaknya sosial ya, lebih banyak ketahuan ya untuk lebih wa..ya

untuk lebih banyak sekeliling ininya yang lebih banyak terpengaruh dibandingkan secara

personal ya Bu ya?”

(Ny. AI, petugas puskesmas)

“Tapi kadang-kadang juga ngeganggu orang juga. Itu yang di jembatan satu itu ...”

(Ny. NO, petugas puskesmas)

6.5.2 Model Pelayanan Kesehatan Jiwa di Puskesmas

6.5.2.1 Jenis Layanan yang Termasuk Layanan Kesehatan Jiwa

Saat ditanyakan mengenai jenis layanan kesehatan jiwa, responden mengatakan

layanan kesehatan jiwa terdiri dari proses mendiagnosis adanya gangguan jiwa,

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 81: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

66

Universitas Indonesia

pengobatannya termasuk konseling dan penyuluhan kepada pasien dan

keluarganya.

“Ya dari diagnosa dulu pasti kan.”

(Ny. AI, petugas puskesmas)

“Mulai dari misalnya bukan sekedar pengobatan tapi juga ada konselingnya.”

(Ny. NA, petugas puskesmas)

“Penyuluhan ke keluarga.”

(Ny. NO, petugas puskesmas)

“Malah penyuluhan perorangan kita banyaknya.”

(Ny. DW, petugas puskesmas)

6.5.2.2 Layanan Kesehatan Jiwa yang Disediakan di Puskesmas

Saat ditanyakan layanan kesehatan jiwa yang disediakan di Puskesmas, responden

mengatakan layanan kesehatan jiwa bukan merupakan program prioritas di

Puskesmas. Hal ini dikarenakan terbatasnya dana dan tenaga kesehatan yang ada.

Petugas memberikan penyuluhan ataupun konseling jika menghadapi orang yang

datang dengan masalah kejiwaan. Petugas juga tidak menangani kasus akut orang

dengan gangguan jiwa. Puskesmas memberikan surat rujukan kepada keluarga

orang dengan gangguan jiwa agar orang tersebut bisa dibawa berobat ke RSU.

“Hanya sebatas penyuluhan.”

(Ny. AI, petugas puskesmas)

“Jadi ada pengobatan-pengobatan, ada konseling ...”

(semua petugas puskesmas)

“Kalau penyuluhan kalau lagi ada masalah ya, kadang kalau ada datang, paling kalau

ada keluhan baru kita fasilitasi.”

(Ny. SR, petugas puskesmas)

“Fokusnya kita masih di program-program basic six ya. Kejiwaan itu kan kita

programnya program pengembangan. Permasalahannya juga dari dana, juga dari SDM-

SDMnya kita yang masih kurang.”

(Ny.NA, petugas puskesmas)

“Ya paling penyuluhan-penyuluhan. :“Udah tenang aja Indra, jangan terlalu banyak

mikir yang macem-macem.” Gitu. Iya paling-paling itu aja.”

(Ny. DW, petugas puskesmas)

“Tidak pernah dia datang dengan keadaan , apa, gangguan jiwa, mereka datang

keluarga bawa ke sini itu nggak pernah.”

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 82: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

67

Universitas Indonesia

(Ny. AI, petugas puskesmas)

“Ya kalau kita yang kasus-kasusnya selama, ya kalau kayak hipertensi itu ya kita kasih

penyuluhan aja. “Sudah Pak, yang penting kita tenang pikiran, nggak usah terlalu banyak

dipikirkan. Justru kalau penyakit makin dipikir tensi nanti nggak turun-turun.” Paling

gitu aja sih saya biasanya. Kasih penyuluhan gitu aja.”

(Ny. DW, petugas puskesmas)

6.5.3 Data Kebutuhan Pelatihan di Bidang Kesehatan

Saat ditanyakan mengenai kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa,

responden menyatakan dapat mengenali kasus gangguan jiwa berat, namun merasa

kesulitan untuk mengenali kasus gangguan jiwa ringan dan sedang. Petugas

merasa perlu mendapatkan pelatihan bagaimana dapat melakukan deteksi dini,

dapat mengenali tanda dan gejala gangguan jiwa pada orang yang berobat ke

Puskesmas.

“Kalau untuk kasus jiwa, seperti tadi kan kasus kejiwaan mulai dari yang paling ringan

sampai yang paling berat, kalau yang berat otomatis kita semua bisa langsung

mengetahui ya, mungkin kalau yang sedang tidak langsung mengetahui. Tapi untuk kasus-

kasus yang masih ringan, sebatas penderitanya masih bisa jalan sendiri ke pelayanan

kesehatan, kan kadang kasusnya mereka masih bisa, artinya masih tidak butuh bantuan

orang lain ya. Kami sih petugas kesehatan sih butuh juga ya. seperti itu. Bukan hanya

yang untuk di BP tapi juga di poli-poli lainnya.”

(Ny.NA, petugas puskesmas)

“Jadi kan kita pelatihan itu kita kan kepengen tahu, sebenarnya pasien yang gangguan

jiwa yang gimana gejalanya apa apa apa apa gitu nah. Kita kan selama ini nggak tahu.”

(Ny. DW, petugas puskesmas)

“Sama kriteria. Kriteria-kriterianya sakit jiwanya itu bagaimana.”

(Ny. NO, petugas puskesmas)

“Masih rancu diagnosenya secara pastinya, karena kan itu sudah masuk ke kasus

kejiwaan tapi kita nggak masukkan. Karena di program kejiwaan biarpun pengembangan

kan ada targetnya juga ya. Selama ini kita penemuan kasus kejiwaan itu masih kecil

sekali prosentasenya. Karena kan seharusnya targetnya cukup banyak ya. Tapi cakupan

kita baru satu persen ya. Jadi kita nanti kalau bisa, ini untuk pengenalan kasus-kasus

kejiwaan itu, ya setidaknya kan mereka yang di BP, yang di poli-poli ini pada tahu.

Sehingga kita cakupan-cakupan penderita jiwa ini mungkin bisa sedikit...sebenarnya iu

sudah kita temukan ya, tapi kita nggak ngeh aja kalau itu masuk ke kasus kejiwaan.”

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 83: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

68

Universitas Indonesia

(Ny.NA, petugas puskesmas)

Petugas menyatakan prioritas pelatihan adalah deteksi dini orang dengan gangguan

jiwa, disusul dengan pengobatan orang dengan gangguan jiwa, kemudian cara

melakukan komunikasi dalam melakukan penyuluhan maupun konseling kepada

orang dengan gangguan jiwa dan keluarganya.

“Mungkin perlu yang tadi itu, deteksi dini awal yang memang paling perlu banget ya.

Untuk nanti terapi ya mungkin kan nanti bisa lebih berkembang. Terapi kan hanya sesuai

dengan pengobatan yang ada di sini. Apakah perlu dirujuk atau sebagainya itu kan nanti

lah ya selanjutnya. Yang penting kan intinya deteksi dini. Awal dari segi awal itu yang

perlu.”

(Ny. AI, petugas puskesmas)

“Komunikasi kali ya. Cara komunikasi.”

((Ny.NA & Ny. AI, petugas puskesmas)

“Em hal yang kedua mungkin menjalin interaksi dengan penderitanya sendiri ya. Itu kan

butuh skill, butuh keterampilan tersendiri kan. Tidak semua orang bisa. Bisa dibilang itu

harus mungkin lebih ngemong ya. Karena nggak semua orang bisa berinteraksi dengan

penderita gangguan kejiwaan.”

(Ny.NA, petugas puskesmas)

“... kalau kita tanya tuh diam aja gitu.”

(Ny. NO, petugas puskesmas)

“Sama pengobatan boleh.”

(Ny. AI, Ny. DW, petugas puskesmas)

“Mungkin kalau obat, itu tergantung dari kebutuhan. Kita pengajuan obat karena kasus

jiwa yang di kita itu yang cakupannya kita masih rendah, sehingga dropping obat untuk

obat-obat jiwa itu juga sedikit. Nah nanti kalau deteksi dininya kita sudah bisa, nah sudah

otomatis kan cakupan kita juga akan naik. Otomatis pengadaan obat juga akan banyak.

Karena itu kan ada korelasinya ya.”

(Ny.NA, petugas puskesmas)

“Tehnik penyuluhan. Penyuluhan, jadi baik untuk ke pasiennya dan maupun untuk ke

keluarga.”

((Ny.NA, Ny. AI, Ny. NO, petugas puskesmas)

6.5.4 Masalah Psikososial yang dialami oleh Orang dengan Gangguan Jiwa

Saat ditanyakan mengenai masalah psikososial yang dialami oleh orang dengan

gangguan jiwa, responden menyatakan orang dengan gangguan jiwa dapat

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 84: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

69

Universitas Indonesia

mengalami masalah dalam keluarga, pekerjaan, pertemanan, dijauhi masyarakat,

tidak diijinkan keluar rumah oleh keluarga.

“Mungkin kalau pasien hipertensi kan karena masalah keluarga, masalah pekerjaan,

biasanya seperti itu.”

(Ny. AM, petugas puskesmas)

“Pertemanan.”

(Ny. AI, petugas puskesmas)

“Orang takut kan.”

(Ny. NO, petugas puskesmas)

“Dijauhin dianya. Paling nggak kan dia dikurung Dok di rumah, dikunci pagernya nggak

boleh keliaran. Takut nyakitin orang.”

(Ny. SR, petugas puskesmas)

6.5.4.1 Kebutuhan ketrampilan sosial yang diperlukan oleh orang dengan

gangguan jiwa

Responden mengatakan ketrampilan sosial yang dibutuhkan orang dengan

gangguan jiwa adalah untuk dapat mengurus kebutuhan dirinya sendiri, kemudian

untuk dapat hidup mandiri dan tidak tergantung pada orang lain.

“Paling tidak yang paling utama dia bisa mandiri, untuk mengurus keperluan pribadinya

dulu ya. Ya otomatis kan dia kalau sudah ada gangguan jiwa yang berat, untuk kebutuhan

dia sendiri kan bisa terabaikan, harus tergantung ke orang lain. Nah itu. Susah lah. Jadi

supaya dia bisa bekerja, dapat pekerjaan yang bisa dimanfaatkan dengan baik. ... seputar

pekerjaan dst.”

(Ny.NA, petugas puskesmas)

6.5.4.2 Kebutuhan Pelatihan Ketrampilan Sosial

Responden merasa pelatihan mengenai ketrampilan sosial bagi orang dengan

gangguan jiwa belum menjadi prioritas mereka. Hal ini dikarenakan puskesmas

hanya menyediakan layanan rawat jalan bukan layanan rawat inap. Selain itu

petugas juga tidak melakukan tindak lanjut kasus kejiwaan karena alasan

keterbatasan tenaga dan dana.

“Yang penting yang udah tadi kan.”

(Ny. DW, petugas puskesmas)

“Em bisa dibilang antara butuh dan nggak butuh ya. Karena kan kita bukan rawat inap

ya. Kita kan rawat jalan.”

(Ny.NA, petugas puskesmas)

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 85: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

70

Universitas Indonesia

“Dan untuk istilahnya menindaklanjuti kasus kejiwaan sampai ke kontak survei, sampai

ke rumah penderita, itu kita belum sampai ke situ. Kendalanya kembali lagi ke pagu

anggaran sama SDM itu”

(Ny.NA, petugas puskesmas)

6.5.5 Kebutuhan Pelatihan di Bidang Okupasi & Aktivitas Orang dengan

Gangguan Jiwa

6.5.5.1 Masalah yang Dialami oleh Orang dengan Gangguan Jiwa yang

Terkait dengan Aktivitas Sehari-hari

Saat ditanyakan mengenai masalah yang dialami oleh orang dengan gangguan jiwa

terkait dengan aktivitas sehari-hari, jawaban petugas bervariasi. Ada petugas

mengatakan masalah yang dihadapi oleh orang dengaan gangguan jiwa adalah

masalah perawatan diri. Petugas lain kurang mengetahui masalah yang dihadapi

oleh orang dengan gangguan jiwa karena tidak pernah merawat.

“Karena kita nggak ngerawat jadi kita nggak tahu ya.”

(Ny. NO, petugas puskesmas)

“Orang gitu jarang mandi kan ya?”

(Ny. SR, petugas puskesmas)

“Perawatan diri.”

(Ny. AI, petugas puskesmas)

6.5.5.2 Latihan yang Perlu diberikan oleh Petugas kepada Orang dengan

Gangguan Jiwa terkait dengan Aktivitas Sehari-hari

Saat ditanyakan mengenai latihan yang perlu diberikan oleh petugas kepada orang

dengan gangguan jiwa terkait dengan aktivitas sehari-hari, responden mengatakan

latihan yang harus diberikan adalah latihan untuk dapat mandiri mengurus dirinya

sendiri. semua petugas sepakat mereka belum merasa butuh pelatihan ini karena

layanan puskesmas hanya mencakup rawat jalan saja.

“Yang pertama otomatis kan mereka bisa mandiri mengurus dirinya sendiri. Setelah itu

ya mungkin keterampilan-keterampilan sederhana yang bermanfaat buat mereka.

Terutama kalau yang menderita itu sudah mungkin dia sebagai kepala keluarga, atau

orang yang diharapkan bisa menambah membantu income keluarga. Itu mau nggak mau

kan mereka harus bisa mandiri bukan hanya untuk kebutuhannya sendiri tapi juga untuk

memenuhi kebutuhannya baik pribadi maupun mungkin keluarganya. Karena tidak

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 86: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

71

Universitas Indonesia

menutup kemungkinan justru orang-orang yang sebagai kepala keluarga atau yang

mungkin diharapkan bisa mencari upaya itu malah juga yang menderita gangguan itu.”

(Ny.NA, petugas puskesmas)

“Sementara belum karena ... ... balik lagi kita rawat jalan ya.”

(semua petugas puskesmas)

6.6 Hasil Wawancara Masyarakat Pengguna Layanan Yayasan Galuh

Awalnya peneliti merencanakan FGD dengan ketua RT/RW, lurah, camat

setempat yang mewakili kelompok pengguna layanan Yayasan Galuh. Pada

pelaksanaannya, ketua RT/RW, lurah, camat setempat tidak banyak berhubungan

dengan pihak Yayasan Galuh. Menurut keterangan pengurus Yayasan Galuh,

mereka selalu berhubungan dengan petugas Dinas Sosial Kota Bekasi yang secara

rutin mengirimkan konsumer yang merupakan orang terlantar yang ditemukan di

jalan. Berdasarkan keterangan ini, maka FGD dilakukan dengan petugas Dinas

Sosial Kota Bekasi yang mewakili kelompok pengguna layanan Yayasan Galuh.

FGD dengan delapan orang petugas Dinas Sosial Kota Bekasi dilakukan pada

tanggal 9 Februari 2013 di Dinas Sosial Kota Bekasi.Karakteristik responden

petugas Dinas Sosial kota Bekasi dapat dilihat di tabel 4.8.

Tabel 6.8. Karakteristik Responden Petugas Dinas Sosial Kota Bekasi

Responden 1 2 3 4 5 6 7 8

Inisial

responden

RI YU HI LN KA HA YD TH

Umur (tahun) 45 30 53 27 35 39 31 34

Pendidikan S2 S2 S1 S1 SMU S1 S1 S1

Jenis kelamin P L P P L L L L

Keterangan :

P: perempuan L: Laki-laki

Dari tabel 4.8 didapatkan bahwa usia responden bervariasi antara 27-53 tahun.

Pendidikan responden adalah SMU (1 responden), S1 (5 responden), dan S2 (2

responden).

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 87: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

72

Universitas Indonesia

6.6.1 Data mengenai Gangguan Jiwa yang Ada di Wilayah Bekasi

Dalam segmen ini, responden akan diminta untuk menceritakan masalah kesehatan

jiwa banyak ditemui, bagaimana selama ini masyarakat mengatasi masalah

kesehatan jiwa yang ada, dan dampak masalah kesehatan jiwa bagi masyarakat.

6.6.1.1 Masalah kesehatan jiwa banyak terjadi di sekitar responden

Saat ditanya mengenai masalah kesehatan jiwa yang banyak terjadi di sekitar,

responden mengatakan kurang mengetahui terminologi medis mengenai apa saja

yang termasuk masalah kesehatan jiwa. Responden melihat adanya masalah

kesehatan jiwa terkait dengan stres, penggunaan narkoba, kekerasan dalam rumah

tangga. Responden juga mengaitkan adanya masalah kesehatan jiwa pada

gelandangan yang sering ditemui di jalan. Gejala orang dengan gangguan jiwa

yang diketahui oleh responden adalah amnesia, mengamuk, berbicara tidak

menyambung, sering merenung, berbicara, berteriak, dan tertawa sendiri,

“Stres yang memang karena ada kekerasan di dalam keluarganya.”

“Kalau berdasarkan para pembina yang ada di galuh sendiri, pasien di sana itu masa

lalunya ada yang narkoba juga.”

“Ngerenung sendiri. Nggak nyambung kalau ngobrol itu.”

“Kalau yang stres itu kebanyakan suka ngomong-ngomong sendiri. Ketawa sendiri.”

(Tn. TH, petugas Dinas Sosial)

“amnesia”

(Tn. YU, petugas Dinas Sosial)

“ stres”

(Nn. LN, petugas Dinas Sosial)

“Kita pahamnya dok mungkin sebatas yang em biasa kita lihat itu ya jiwa karena stres,

pikirannya terlalu banyak, selebihnya untuk ituan medisnya kita nggak begitu paham ya.

Hanya gambaran-gambaran seperti itu aja yang kita tahu.”

(Ny.RI, petugas Dinas Sosial)

“Kalau di pinggir-pinggir jalan, itu ya..”

(Ny. RI, Tn. TH, petugas Dinas Sosial)

“Suka berteriak sendiri, ngamuk sendiri.”

(Tn. TH, petugas Dinas Sosial)

“Ngerenung sendiri. Nggak nyambung kalau ngobrol itu.”

(Tn. TH, petugas Dinas Sosial)

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 88: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

73

Universitas Indonesia

6.6.1.2 Jumlah Orang dengan Gangguan Jiwa

Saat ditanya mengenai jumlah orang dengan gangguan jiwa yang ada di

lingkungan responden, responden menyebutkan jumlah 275 orang dengan

gangguan jiwa yang ditangani oleh Yayasan Galuh. Responden kurang

mengetahui jumlah orang dengan gangguan jiwa di luar Yayasan Galuh.

“Dua ratus tujuh lima.”

(Tn. YU, petugas Dinas Sosial)

“Tapi kan itu pasti banyak juga yang tidak tercover oleh yayasan. Yang berkeliaran di

luar sana itu yang kita nggak tahu ya.”

(Ny.RI, petugas Dinas Sosial)

6.6.1.3 Pengobatan Gangguan Jiwa

Saat ditanyakan mengenai pengobatan gangguan jiwa, responden menyatakan

gangguan jiwa dapat diobati. Cara pengobatan yang mereka ketahui adalah secara

medis dengan berobat ke dokter di rumah sakit jiwa atau pengobatan alternatif

seperti yang dikerjakan oleh Yayasan Galuh dengan menggunakan ramuan.

“Kalau secara medis bisa.“

(Nn.LN, petugas Dinas Sosial)

“Diserahkan pada ahlinya”

(Ny.RI, petugas Dinas Sosial)

“Biasa kita juga ada rujukan ke rumah sakit itu yang di Grogol, rumah sakit jiwa. Biasa

kita bawa juga ke rumah sakit jiwa.”

(Ny.HI, petugas Dinas Sosial)

“Kalau di galuh sepertinya alternatif. Kayak ramuan seperti itu. Hanya cerita dari

yayasan galuh sih ada yang sembuh. Cuma kalau sempurna sembuh seperti kita mungkin

enggak. Kadang-kadang ada kumatnya, tapi nggak lebih sering daripada sakitnya.”

(Nn.LN, petugas Dinas Sosial)

6.6.1.4 Bagaimana Masyarakat Mengatasi Masalah Kesehatan Jiwa yang

Ada

Saat ditanyakan mengenai bagaimana masyarakat mengatasi masalah kesehatan

jiwa yang ada, responden mengatakan masalah kesehatan jiwa pada orang terlantar

diserahkan pengobatannya kepada psikiater di RSUD. Setelah itu bekerjasama

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 89: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

74

Universitas Indonesia

dengan Dinas Sosial untuk menyerahkan orang tersebut ke Yayasan Galuh. Pada

tahun 2012, Dinas Sosial memasukkan sekitar 20 orang dengan gangguan jiwa ke

Yayasan Galuh. Responden mengatakan orang terlantar yang mengalami

gangguan jiwa bukan penduduk Bekasi namun berasal dari daerah lain. Responden

mengatakan praktek pemasungan sudah jarang ditemui karena masyarakat sudah

sadar untuk membawa orang dengan gangguan jiwa untuk berobat ke dokter.

“Jadi setiap kali ada pasien terlantar nih ya, pasien terlantar yang diserahkan ke RSUD,

kita kerjasama dengan Dinas Sosial. Waktu saya di sana, itu kemudian diserahkan ke

Galuh. Di galuh sendiri, itu kalaupun misalnya sudah tidak bisa ditangani, itu dirujuk ke

dokter jiwa. Ada juga yang dibawa ke dokter M (nama psikiater). Namanya dokter M

(nama psikiater) yang di RSUD, mungkin kenal ya dok ya, nah itu di RSUD Bekasi. Kalau

menurut saya di kota besar kalau misalnya untuk pasung itu sudah tidak ada ya. Jadi

mereka kan pemahaman untuk ininya kan sudah tinggi, jadi sehingga tiap kali ada

keluarganya yang dirasa ada gangguan jiwa, pasti langsung ke yang memahami itu. Ke

ahlinya. Ke dokter atau mungkin ke alternatif ya paling tidak ... tapi kalau misalnya

sampai dipasung sih mungkin sudah jarang ya di kita ya. Di kota besar. Karena kita

masuk kota besar.”

(Ny.RI, petugas Dinas Sosial)

“Kurang lebih dua puluh orang.”

(Nn.LN, petugas Dinas Sosial)

“Itu tahun 2012. Tapi nggak tahu, itu kadang terjadi ada modus. Koordinasi sama

kepolisian, itu biasanya dari daerah-daerah lain suka dibuang ke sini. Jadi kita yang kena

gitu.”

(Tn. YU, petugas Dinas Sosial)

6.6.1.5 Dampak Masalah Kesehatan Jiwa yang Tidak Tertangani di

Masyarakat

Saat ditanyakan mengenai dampak masalah kesehatan jiwa yang tidak tertangani

di masyarakat, responden mengatakan orang dengan gangguan jiwa yang tidak

ditangani dapat berkeliaran dan mengganggu masyarakat.

“Nanti jadi berkeliaran.”

(Ny.RI, petugas Dinas Sosial)

“Ya berkeliaran kan menggangu ...”

(Ny.HI, petugas Dinas Sosial)

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 90: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

75

Universitas Indonesia

6.6.2 Kebutuhan Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan Jiwa

Saat ditanyakan mengenai kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan

jiwa, satu responden menjawab masyarakat butuh adanya layanan kesehatan jiwa

di puskesmas sehingga pelayanan kesehatan jiwa tidak terpusat di RSUD karena

keterbatasan kemampuan RSUD dalam menangani pasien dengan masalah

kejiwaan. Responden tidak dapat menjelaskan jenis pelayanan kesehatan jiwa

seperti apa yang dibutuhkan.

“Sangatlah ya kayaknya. Harus, karena puskesmas itu kan merupakan pengobatan dasar

untuk masyarakat ya dok ya. Kalau misalnya puskesmasnya tidak memungkinkan untuk

melanjutkan maka dia akan langsung rujuk ke RSUD. Tapi memang karena dia

merupakan pelayanan dasar di masyarakat, sangat memungkinkan puskesmas untuk ada

pemahaman tentang kesehatan jiwa. Tapi ini teknisnya dinas kesehatan ya?”

“Ya paling tidak untuk saat ini setahu saya puskesmas diarahkan untuk rawat inap. Jadi

ada beberapa puskesmas, kalau nggak salah 5 puskesmas di kota bekasi, sudah mulai

membangun untuk pelayanan rawat inap di puskesmas. Nah kalau misalnya pelayanan

dasar yang lainnya memungkinkan di puskesmas, kenapa tidak untuk yang penyakit jiwa

juga?”

(Ny.RI, petugas Dinas Sosial)

“Ya mungkin ada yang ke RSUD langsung, kebanyakan sih, jangan salah dok, di RSUD

itu yang antri untuk pelayanan dokter M(menyebutkan nama seorang psikiater),

buanyaknya. Banyak banget antriannya. Ya bisa tiga..apa dua puluh lima sampai tiga

puluh ya.”

(Ny.RI, petugas Dinas Sosial)

6.6.3 Mengidentifikasi Model Pelayanan Kesehatan Jiwa

Saat ditanyakan mengenai model pelayanan kesehatan jiwa yang diinginkan,

responden mengatakan belum ada pelayanan kesehatan jiwa di puskesmas. Satu

orang responden mengatakan orang dengan gangguan jiwa tidak cocok dibawa

berobat ke Puskesmas. Responden lain mengatakan akan lebih baik jika pelayanan

kesehatan jiwa disediakan di Puskemas namun responden tidak dapat

menyebutkan model pelayanan yang diinginkan. Responden juga menginginkan

adanya partisipasi masyarakat untuk menyediakan layanan kesehatan jiwa dengan

menyediakan lebih banyak yayasan rehabilitasi mental. Satu responden juga

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 91: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

76

Universitas Indonesia

mengaitkan keberhasilan pemerintah kota Bekasi dalam menyediakan layanan

kesehatan jiwa dengan sedikitnya orang dengan gangguan jiwa yang berkeliaran di

jalan.

“Ya kan misalnya nanti sudah ada, maksudnya pemerintah menyediakan gitu lho, jadi

masyarakat itu kan “oh di puskesmas juga ada pelayanan buat sakit jiwa” jadi ke situ.

Udah bisa ditanganin, gitu. Kalau sekarang kan larinya nggak ke puskesmas karena

belum ada.”

(Ny.RI, Ny. HI, Nn. LN, petugas Dinas Sosial)

“Ya belum karena orang yang sakit jiwa itu nggak mungkin dibawa ke puskesmas, gitu

kan.”

(Tn. YU, petugas Dinas Sosial)

“Kayaknya saya masih menilai, kalau dari tingkat masyarakatnya itu sih enam lah.

Enam lah ya nilainya? Enam atau tujuh gitu. Karena (tertawa) ya karena ini kan harus

menilai kita. Jadi saya perhitungannya begini, kenapa saya kasih nilai sekian, karena

jumlah tingkat yang jiwanya ini kayaknya nggak terlalu tinggi persentasenya, walaupun

jumlahnya kita nggak tahu ya. Namun menurut pemahaman saya, dengan, dengan

layanan untuk pengobatan tersebut itu, ada yayasan ada getsemani ada RSUD, saya kira

bahwa pemerintah sudah open lah, sudah menyediakan. Dan memenuhi barangkali

memenuhi. Dilihat dari tingkat di masyarakat juga tidak terlalu berkeliaran. Artinya

terlayani kan? Pelayanan kesehatan untuk jiwa tersebut. Dan yang nilai, ini kalau saya

kasih nilai enam atau tujuh ini sisanya tiga atau empatnya, mungkin itu yang harus

dibenahi.”

“Misalnya kayak yang tadi saya sampaikan di puskesmas mungkin ada layanan dasar.

Apa saja. Itu kewenangannya dinas kesehatan. Nah kalau kita ada peningkatan di situ kan

berarti mungkin jadi sepuluh gitu nilainya.”

“Semakin banyak masyarakat lagi yang mau menyediakan yayasan lah mungkin ya.”

(Ny.RI, petugas Dinas Sosial)

6.6.4 Kebutuhan Pelatihan di Bidang Kesehatan Bagi Petugas Yayasan

Galuh

Saat ditanyakan mengenai kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan bagi petugas

Yayasan Galuh, responden tidak dapat menyebutkan topik pelatihan kesehatan

secara khusus. Responden mengatakan agar petugas dapat dilatih pelatihan

kesehatan jiwa sesuai standar RSCM sehingga dapat menangani pasien lebih baik,

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 92: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

77

Universitas Indonesia

tidak dengan tindakan pemasungan. Menurut responden, prioritas pertama

pelatihan kesehatan bagi petugas yayasan adalah mengenai kesehatan jiwa dan

prioritas kedua adalah pelatihan kesehatan fisik.

“Dengan penanganan yang ini apa namanya dengan penanganan yang lebih sesuai

standar. Diharapkan pasien jiwa itu lebih bisa tertangani.” (Ny.RI, petugas Dinas Sosial)

“Bingung...kita nggak tahu apa...”

(Tn.HA, petugas Dinas Sosial)

“Cara menangani pasiennya kali ya. Jangan seperti yang disorot HAM misalkan. Mereka

dipasung ya bu, dirantai gitu. Mereka teriak-teriak atau mengganggu ketertiban pengurus

juga.Jadi bagaimana apa cara apa biar mereka safety aja. Lebih bagus dan

berperikemanusiaan gitu. Jangan dirantai seperti itu.”

(Nn.LN, petugas Dinas Sosial)

“Perawatan dasar sesuai yang di RSCM.”

(Tn. YU, petugas Dinas Sosial)

“Penyembuhan jiwa ya yang paling penting.”

(Ny.RI, petugas Dinas Sosial)

“Kesehatan fisik.”

(semua petugas Dinas Sosial)

6.6.5 Kebutuhan Pelatihan di Bidang Sosial Bagi Petugas Yayasan Galuh

Saat ditanyakan mengenai kebutuhan pelatihan di bidang sosial bagi Petugas

Yayasan Galuh, reponden menyebutkan masalah psikososial yang dihadapi oleh

orang dengan gangguan jiwa adalah dijauhi oleh masyakat. Menurut responden,

orang dengan gangguan jiwa butuh pelatihan di bidang okupasi supaya bisa hidup

mandiri di masyarakat. Pelatihan ketrampilan yang diberikan disesuaikan dengan

kondisi pasien.

“Kan kalau orang gangguan jiwa itu bicaranya jadi nggak nyambung, sehingga nanti itu

lingkungannya jadi menjauh.”

(Nn. LN, petugas Dinas Sosial)

6.6.6 Kebutuhan Pelatihan di Bidang Okupasi & Aktivitas Sehari-hari

Orang dengan Gangguan Jiwa

Saat ditanyakan mengenai kebutuhan pelatihan di bidang okupasi dan aktvitas

sehari-hari orang dengan gangguan jiwa, responden menyatakan adanya masalah

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 93: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

78

Universitas Indonesia

keterbatasan berkomunikasi. Responden menyatakan orang dengan gangguan jiwa

perlu diajari ketrampilan, misalnya wanita dapat diajari merajut dan menjahit.

Laki-laki dapat diajari ketrampilan otomotif. Petugas butuh dilatih ketrampilan

sesuai dengan ketrampilan apa yang akan diberikan oleh petugas itu.

“Adanya keterbatasan untuk berkomunikasi ya.”

(Ny.RI, petugas Dinas Sosial)

“Dipekerjakan ya. Mereka butuh dilatih supaya bisa bekerja. Itu kan kayak kalau di

Galuh itu, mereka yang udah rada ini disuruh bawa delman. Karena kan mereka butuh

apa ya dibilang, pemasukkan gitu ya. Yang soal bawa delman kan itu harus diajarin ya,

jangan-jangan ntar kudanya malah ngamuk lagi. Atau ilang. Kan gimana gitu.”

(Tn.HA, petugas Dinas Sosial)

“Diajarin masak.”

(Tn.TH, petugas Dinas Sosial)

“Misalkan kita mau ngajarin keterampilan ya mesti lihat ke kategorinya itu. Dia pasien

remaja apa dia pasien perempuan kan bisa diajarinnya menjahit atau ngerajut kayak

gitu. Nah kalau misalnya dia kategori laki-laki ya diajarin otomotif. Supaya mereka kalau

udah sembuh terus jadi berdaya, punya keterampilan.”

(Ny.RI, petugas Dinas Sosial)

“Sesuai dengan yang dilatih oleh instrukturnya aja. Butuhnya apa ya dilatihnya itu.”

(Tn.YU, petugas Dinas Sosial)

6.7 Hasil Observasi di Yayasan Galuh

Observasi dilakukan selama peneliti datang di Yayasan Galuh. Observasi

dilakukan terhadap fasilitas yang ada dan aktivitas sehari-hari penghuni Yayasan

dan pengurusnya.

6.7.1 Observasi Fasilitas

6.7.1.1 Ruangan Tempat Penghuni Yayasan Tinggal

Penghuni Yayasan Galuh yang dianggap masih akut dan membahayakan orang di

sekitarnya diletakkan di dalam ruangan yang dibatasi oleh jeruji besi (gambar

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 94: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

79

Universitas Indonesia

4.1). Ruangan berukuran 15x15 m2 ini dikunci dan hanya bisa dibuka oleh

petugas. Terdapat kurang lebih 50 orang yang berada di dalam ruangan ini.

Penghuni yang berada di ruangan ini dirantai kakinya pada tiang di dalam

ruangan. Tidak terdapat makanan dan minuman di dalam ruangan ini. Makanan

dan minuman hanya dibawa oleh petugas sebanyak tiga kali sehari yaitu pada jam

08.00, 12.00, dan 18.00. Tidak terdapat fasilitas WC di dalam ruangan ini

sehingga penghuni buang air besar dan air kecil di tempat. Hal ini membuat

ruangan dipenuhi feses dan urin. Petugas membersihkan feses dan urine

menggunakan selang air yang disemprotkan ke lantai. Penghuni juga dimandikan

di tempat oleh pengurus dengan menggunakan selang air sebanyak dua kali sehari.

Gambar 6.1. Ruangan yang dibatasi oleh jeruji besi

Penghuni lain tinggal di pelataran rumah pengurus Yayasan. Terdapat beberapa

dipan kayu tempat penghuni dapat tidur. Beberapa penghuni terlihat sedang duduk

dan tidur di lantai (gambar 4.2).

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 95: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

80

Universitas Indonesia

Gambar 6.2. Pelataran tempat tinggal penghuni yang sudah tenang

6.7.1.2 Dapur dan Proses Menyiapkan Makanan

Dapur tempat menyediakan makanan bagi penghuni terletak tepat di sebelah WC.

Makanan dimasak di panci besar menggunakan kayu bakar (gambar 4.3).

Gambar 6.3. Dapur tempat menyiapkan makanan

Makanan yang sudah dimasak diletakkan dalam sebuah ember besar kemudian

dibagi-bagikan ke piring-piring plastik sebelum akhirnya dibagikan pada pasien

(gambar 4.4).

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 96: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

81

Universitas Indonesia

Gambar 6.4. Proses pembagian makanan

Petugas panti yang menyiapkan makanan tidak mencuci tangannya terlebih

dahulu sebelum memasak dan selama membagikan makanan. Makanan yang

sedang disiapkan petugas saat peneliti datang berupa nasi dengan lauk ikan asin

dan cah sayur wortel dan buncis. Menurut petugas, menu daging atau telur

didapatkan seminggu sekali dari donatur yang membagikan makanan ke Yayasan

seminggu sekali. Air minum dibagikan tiga kali sehari kepada penghuni

bersamaan dengan pembagian makanan. Air minum dimasukkan ke dalam

beberapa teko. Setiap petugas membawa satu teko dan dua gelas plastik kemudian

membagikan minuman ke penghuni. Gelas plastik dipakai secara bergantian oleh

penghuni tanpa dicuci terlebih dahulu.

Gambar 6.5. Teko dan gelas plastik yang digunakan untuk pembagian minuman

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 97: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

82

Universitas Indonesia

Sisa makanan dan sampah dibuang di lapangan depan WC dan kemudian dibakar.

Tidak terdapat fasilitas tempat sampah di Yayasan (gambar 4.6).

Gambar 6.6. Lokasi pembuangan sampah

Terdapat sebelas WC umum yang dapat digunakan di Yayasan. Empat WC

dikhususkan penggunaannya untuk pengurus Yayasan. WC ini dikunci dan kunci

dipegang oleh pengurus Yayasan. Hanya beberapa penghuni yang dapat

menggunakan WC ini. Penghuni yang dapat menggunakan WC khusus ini adalah

penghuni yang biasa membantu petugas yayasan. Terdapat tujuh WC umum yang

dapat digunakan bebas oleh penghuni. (gambar 4.7).

Gambar 6.7. WC Umum untuk penghuni

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 98: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

83

Universitas Indonesia

Ketujuh WC ini terletak tepat di sebelah dapur. Satu WC tidak memiliki pintu.

Ketujuh WC ini dalam kondisi kotor, penuh dengan feses. Terdapat bak air

dengan saluran air,namun tidak terdapat air bersih di dalam WC (gambar 4.8).

Menurut petugas, aliran air ke WC dihentikan karena banyak penghuni yang BAB

sembarangan di tempat penampungan air.

Gambar 6.8. Kondisi WC penghuni

6.7.2 Aktivitas Sehari-hari Petugas Yayasan

Sebagian besar petugas berserta keluarganya tinggal di Yayasan Galuh. Penghuni

yang memiliki keluarga dititipkan keluarga pada petugas tertentu yang bersedia

merawat penghuni tersebut. Penghuni yang memiliki keluarga, memiliki fasilitas

perawatan diri pribadi seperti handuk pribadi, sabun, sikat gigi, pasta gigi, dan

pakaian. Penghuni yang tidak memiliki keluarga diurus bersama oleh petugas

yayasan.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 99: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

84

Universitas Indonesia

BAB 5

PEMBAHASAN

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui profil dan beban kerja petugas Yayasan

Galuh dan petugas kesehatan di layanan primer di sekitar Yayasan Galuh, perilaku

mencari pertolongan dari pengguna jasa layanan Yayasan Galuh, kebutuhan

pelatihan petugas Yayasan Galuh dan petugas kesehatan di layanan kesehatan

primer di sekitar Yayasan Galuh.

7.1 Profil dan Beban Kerja Petugas

7.1.1 Profil dan Beban Kerja Petugas Yayasan Galuh

Latar belakang pendidikan petugas Yayasan Galuh yang bukan berlatar belakang

dari bidang kesehatan membuat pengetahuan mengenai kesehatan masih terbatas.

Penelitian Deribew dan Tamirat di Etiopia bahwa makin rendah pendidikan

seseorang makin negatif perilakunya terhadap orang dengan ganggguan jiwa.7

Petugas Yayasan Galuh tidak pernah mendapatkan pelatihan di bidang kesehatan

fisik maupun kesehatan jiwa. Petugas yayasan mengatakan mereka belajar

otodidak dalam memberikan perawatan bagi penghuni yayasan. Hal ini sejalan

dengan hasil temuan Wardhani (2011).4 Minimnya pelatihan yang diterima

petugas dapat berkontribusi terhadap kurangnya pengetahuan petugas mengenai

orang dengan gangguan jiwa. Petugas Yayasan Galuh mengatakan orang dengan

gangguan jiwa dikenali dengan adanya perilaku kekerasan, gangguan emosi

seperti sering marah, menangis tanpa sebab, berbicara kacau, isolasi diri,

perawatan diri kurang yang bisa disebabkan oleh adanya masalah keluarga,

masalah ekonomi, ilmu gaib, dan pengaruh narkoba. Petugas mengatakan bahwa

orang dengan gangguan jiwa dan dapat diobati dengan didoakan, diberi ramuan,

diberikan nasehat, pijatan, dan dirantai. Menurut penelitian oleh Sorshdal dan

Fisher (2010) kurangnya pengetahuan dapat menimbulkan stigma yang akan

berdampak pada pelayanan yang diberikan.24

Stigma yang muncul pada petugas

kesehatan juga akan membuat beban kerja menjadi lebih berat.24

Untuk itu

dirasakan perlu adanya pelatihan dengan topik tentang gejala, penyebab dan

pengobatan gangguan jiwa untuk meningkatkan pengetahuan petugas Yayasan

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 100: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

85

Universitas Indonesia

Galuh terhadap orang dengan gangguan jiwa. Diharapkan dengan adanya

peningkatan pengetahuan petugas yayasan mau menerima pengobatan psikiatri

dan tindakan pengekangan fisik dengan rantai dapat dikurangi. Pelatihan yang

diberikan sebaiknya diberikan dengan bahasa yang sederhana agar mudah

dimengerti oleh petugas Yayasan Galuh.

Tidak ada jam kerja tetap bagi pelaku rawat . Sebagian besar pelaku rawat

tinggal di Yayasan Galuh. Tidak semua penghuni Yayasan memiliki pelaku rawat

penanggung jawab. Hanya penghuni yang memiliki yang dititipkan oleh keluarga

yang diperhatikan secara khusus oleh pelaku rawat. Terdapat 16 pelaku rawat

yang aktif merawat 170 penghuni Yayasan Galuh. Rasio pelaku rawat

dibandingkan orang yang harus dirawat 1:11. Hal ini jauh berbeda dengan

rekomendasi dari Royal College of Nursing (2010), rasio minimal perawat di

bangsal perawatan psikiatri akut adalah 1:5.25

Sampai saat ini belum pernah

diteliti apakah banyaknya jumlah konsumer yang harus dirawat oleh pelaku rawat

dapat berkontribusi terhadap tindakan pengekangan fisik yang mereka lakukan

terhadap konsumer.

7.1.2 Profil dan Beban Kerja Petugas Puskesmas Pengasinan

Semua responden petugas Puskesmas Pengasinan memiliki latar belakang

pendidikan sarjana. Hanya satu responden yang pernah mendapatkan pelatihan

seputar kesehatan jiwa yaitu deteksi depresi pada anak. Hanya ada satu dokter

umum yang melayani populasi 92.921 orang. Idealnya satu dokter umum

melayani 2500 penduduk.26

Hal ini tentu dapat mempengaruhi kemampuan

petugas puskesmas dalam memberikan layanan kesehatan jiwa. Sedikitnya

sumber daya manusia yang dimiliki oleh puskesmas berpengaruh terhadap

kemampuan diagnosis dan tatalaksana gangguan jiwa yang dapat dilakukan

petugas puskesmas. Keterbatasan waktu petugas untuk menangani pasien

membuat petugas hanya mendiagnosis dan menatalaksana penyakit fisik pasien

yang datang berobat. Hal ini sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Goldfracht

dkk (2007) pada dokter umum di layanan kesehatan primer Israel. Pada studi ini,

85% dokter umum menyatakan keterbatasan waktu sebagai penghalang utama

dalam memberikan pelayanan pada pasien yang mengalami depresi dan

ansietas.27

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 101: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

86

Universitas Indonesia

7.2 Perilaku Mencari Pertolongan dari Pengguna Jasa Layanan Yayasan

Galuh

7.2.1 Keluarga konsumer

Tidak satupun responden datang atas keinginannya sendiri. Hanya sebagian kecil

responden yang mengatakan mereka dibawa ke Yayasan karena kondisi kejiwaan

yang dialaminya. Hal ini menggambarkan pengetahuan konsumer yang kurang

mengenai kondisi yang dialaminya. Semua responden keluarga mengatakan

mereka sudah pernah membawa keluarganya ke rumah sakit untuk mendapatkan

pengobatan psikiatri. Namun sistem pelayanan kesehatan jiwa formal gagal

memenuhi kebutuhan dan harapan keluarga konsumer. Beberapa hal yang

menyebabkan keluarga memilih pengobatan jiwa tradisional di Yayasan Galuh

dibandingkan pengobatan jiwa formal di rumah sakit antara lain:

Konsumer yang dibawa berobat tidak memiliki pelaku rawat yang dapat

membantu konsumer menjalani pengobatan secara teratur. Beberapa konsumer

menyatakan orangtua mereka sudah meninggal dan saudara-saudara tidak mau

menerima mereka. Semua responden keluarga konsumer menyatakan tidak ada

yang bisa membantu merawat konsumer karena orang tua konsumer sudah

meninggal atau orangtua yang sudah lanjut usia dan saudara kandung

konsumer harus bekerja. Menurut penelitian kualitatif oleh Gater dkk (2014),

pelaku rawat ODGJ merasa kekurangan waktu untuk diri mereka sendiri dan

kekurangan waktu untuk melakukan pekerjaan mereka.28

Hal ini pula yang

mendorong keluarga untuk menyerahkan tanggung jawab sebagai pelaku rawat

pada petugas Yayasan Galuh.

Masalah biaya besar yang dikeluarkan untuk menjalani pengobatan psikiatri.

Sementara biaya perawatan di Yayasan Galuh yang terjangkau oleh keluarga.

Hal ini sejalan dengan penelitian WHO yang menyebutkan bahwa gangguan

jiwa merupakan salah satu penyakit yang menimbulkan beban ekonomi yang

tertinggi. Menurut WHO, beban ekonomi yang disebabkan oleh gangguan jiwa

tidak hanya berasal dari biaya langsung yang dikeluarkan terkait dengan

pengobatan, melainkan juga dari biaya tidak langsung yang terkait dengan

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 102: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

87

Universitas Indonesia

hilangnya produktivitas ODGJ, dan waktu yang dihabiskan pelaku rawat ODGJ

(tabel 5.1).29

Tabel 7.1. Biaya yang ditimbulkan terkait dengan gangguan jiwa

Biaya utama Biaya lain

Biaya

langsung

- Biaya pengobatan - Biaya jaminan sosial

- Biaya terkait tindakan

kriminal

- Transportasi

Biaya tidak

langsung

- Biaya terkait hilangnya

produktivitas

- Biaya terkait kematian

- Waktu yang dihabiskan

oleh pelaku rawat

Tabel diambil dari : Investing in Mental Health. WHO. 2003.29

Perbaikan gejala gangguan jiwa pada anggota keluarga yang dirawat di

Yayasan Galuh antara lain perawatan diri membaik, lebih tenang tidak sering

kabur.

Pengetahuan akan penyakit jiwa yang kurang. Keluarga konsumer merasa

konsumer tidak pernah bisa stabil dalam jangka waktu lama. Konsumer

beberapa kali mengalami kekambuhan dan berulang kali dibawa berobat ke

fasilitas pelayanan kesehatan jiwa formal seperti rumah sakit jiwa. Hal ini

memunculkan rasa putus asa yang diungkapkan oleh responden keluarga

konsumer yang sudah tidak berharap banyak akan kesembuhan keluarganya.

Pengetahuan keluarga yang kurang mengenai pentingnya pengobatan terus-

menerus pada keluarganya yang mengalami penyakit jiwa juga dilaporkan oleh

Sjenny (2011) pada penelitian pasung di Banyuwangi.30

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 103: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

88

Universitas Indonesia

7.2.2 Konsumer

Tidak ada satupun responden yang datang berobat ke Yayasan Galuh atas

keinginan sendiri. Responden tidak mengetahui alasan mereka dibawa ke Yayasan

Galuh. Responden lain menyebutkan mereka berada di Yayasan Galuh adalah

karena orang di sekitarnya merasa terganggu dengan kehadiran responden. Hanya

sebagian kecil responden menyebutkan adanya masalah kejiwaan yang membuat

responden dibawa ke Yayasan Galuh. Inisiatif pengobatan yang bukan berasal

dari konsumer ini mungkin saja membuat pasien sulit untuk mengutarakan

persepsi dan harapan akan layanan yang diberikan oleh petugas yayasan. Hanya

separuh responden yang mampu menyebutkan pengobatan yang mereka terima di

yayasan yaitu berupa kegiatan positif, nasihat, diajak bicara. Selain itu

kebanyakan konsumer bukanlah dalam posisi “konsumer” yang mendapatkan

pelayanan di Yayasan Galuh. Responden merasa “dibuang” ke Yayasan Galuh

karena dianggap mengganggu lingkungan sekitar. Hal ini juga dibenarkan

responden keluarga konsumer yang mengatakan salah satu alasan mereka memilih

Yayasan Galuh sebagai tempat perawatan konsumer adalah agar konsumer tidak

mudah kabur. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kermode dkk (2005) di

India menunjukkan adanya persepsi dari masyarakat bahwa ODGJ adalah orang

yang berbahaya merupakan prediktor kuat terjadinya pengucilan terhadap

ODGJ.31

Tidak adanya pilihan tempat tinggal lain dapat saja menjadi alasan

responden sulit mengutarakan apa yang mereka harapkan dari Yayasan. Terdapat

responden konsumer menyebutkan harapannya untuk bisa kembali ke rumah

bukan berada di Yayasan.

7.2.3 Dinas Sosial

Dinas sosial sebagai instansi pemerintahan yang bergerak di bidang pelayanan

sosial dan juga mewakili masyarakat pengguna jasa layanan Yayasan Galuh tidak

memiliki pengetahuan yang cukup akan kebutuhan orang dengan gangguan jiwa.

Responden mengaitkan kebutuhan konsumer di Yayasan Galuh hanya seputar

kebutuhan ketrampilan bekerja seperti memasak, otomotif, menjahit, membawa

delman. Hanya satu orang responden yang menyatakan perlunya perawatan

konsumer yang tidak melibatkan tindakan pemasungan.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 104: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

89

Universitas Indonesia

Terdapat stigma bahwa orang dengan gangguan jiwa berkeliaran dan

mengganggu sehingga harus dimasukkan ke Yayasan Galuh. Stigma ini pula yang

menjadi hambatan penyediaan layanan sosial yang memadai dari dinas sosial

terhadap orang dengan gangguan jiwa yang terlantar. Responden dinas sosial

mengirim orang terlantar yang diduga mengalami gangguan jiwa ke Yayasan

Galuh tanpa memahami pelayanan seperti apa yang diberikan oleh Yayasan Galuh

terhadap orang-orang tersebut. Hal ini terungkap dengan pernyataan salah seorang

responden yang menyatakan sudah tidak ada tindakan pemasungan di Kota Bekasi

tanpa menyadari bahwa pemasungan adalah salah satu terapi yang dilakukan di

Yayasan Galuh tempat dinas sosial mengirimkan orang terlantar yang diduga

mengalami gangguan jiwa. Beberapa studi yang dilakukan oleh Corrigan

menunjukkan adanya hubungan antara stigma dan diskriminasi dan akses terhadap

pengobatan. Adanya stigma dan diskriminasi ini dapat menghambat akses pada

tingkat institusi (legislatif, pendanaan, dan ketersediaan pelayanan).32-34

.

Gambar 7.1. Perilaku mencari pertolongan konsumer Yayasan Galuh

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 105: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

90

Universitas Indonesia

7.3 Kebutuhan Pelatihan Petugas

7.3.1 Petugas Yayasan Galuh

Kebutuhan ODGJ berdasarkan Camberwell Assessment of Need (CAN) dibandingkan

dengan kebutuhan pelatihan yang teridentifikasi oleh konsumer, keluarga, dinas sosial,

petugas Yayasan Galuh disajikan pada tabel 5.2

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 106: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

Universitas Indonesia

Tabel 7.2. Kebutuhan ODGJ berdasarkan Camberwell Assessment of Need (CAN) dan Schumacher dibandingkan dengan kebutuhan pelatihan yang teridentifikasi oleh

konsumer, keluarga, dinas sosial, petugas Yayasan Galuh

Kebutuhan ODGJ Kebutuhan pelatihan yang teridentifikasi oleh konsumer, keluarga, dinas sosial, petugas Yayasan

Galuh

Kesehatan Fisik Cara pengobatan fisik: gatal, luka, muntah, diare, bengkak, demam, sakit gigi, P3K

Gejala gangguan jiwa Pengetahuan mengenai gejala, diagnosis, pengobatan gangguan jiwa

Penggunaan NAPZA & alkohol -

Keselamatan diri & orang lain Cara merawat konsumer dengan perilaku kekerasan

Stres psikologis Bimbingan rohani, cara berkomunikasi dengan ODGJ

Kebutuhan Dasar

Akomodasi Kebersihan lingkungan Yayasan Galuh

Makanan Cara menyediakan makanan yang sehat

Aktivitas sehari-hari Cara menghadapi konsumer dengan perilaku kacau

Olahraga

Kebutuhan Sosial

Seksualitas -

Pertemanan Cara menghadapi konsumer dengan isolasi diri

Hubungan dekat -

Kebutuhan akan pelayanan

kemudahan memperoleh informasi -

penggunaan telepon dan transportasi -

kemudahan memperoleh jaminan sosial -

Kapasitas

fungsional pendidikan dasar -

keuangan Pekerjaan/ketrampilan

pengasuhan anak -

Perawatan diri Cara merawat ODGJ dengan perawatan diri kurang

Pemeliharaan rumah -

Memantau, mengenali masalah, membuat keputusan, mengambil tindakan, merawat dan menyesuaikan kebutuhan perawatan

Cara merawat ODGJ dengan: gejala gangguan jiwa, penyakit fisik, perawatan diri kurang, isolasi diri,

perilaku kacau

Bekerjasama dengan orang yang dirawat Cara berkomunikasi dengan ODGJ

Mengakses sumber-sumber dukungan, berhubungan dengan sistem

layanan kesehatan

Bimbingan rohani

Adanya tenaga dokter/perawat di yayasan

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 107: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

Universitas Indonesia

Bila dibandingkan dengan Kebutuhan ODGJ berdasarkan Camberwell

Assessment of Need , kebutuhan ODGJ yang tidak teridentifikasi oleh responden

konsumer, keluarga, dinas sosial, petugas Yayasan Galuh akan pelayanan:

kemudahan memperoleh informasi, penggunaan telepon dan transportasi,

kemudahan memperoleh jaminan sosial, kebutuhan sosial akan pertemanan dan

seksualitas, kebutuhan kapasitas fungsional:pendidikan dasar, pengasuhan anak,

pemeliharaan rumah.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai kebutuhan pelatihan di bidang

kesehatan jiwa, namun kebutuhan pelatihan yang paling banyak disebutkan oleh

responden adalah pelatihan mengenai kesehatan fisik. Kebutuhan pelatihan ini

juga disebutkan oleh semua responden pelaku rawat dan responden keluarga

konsumer. Responden keluarga konsumer merasa kondisi anggota keluarga yang

dirawat di Yayasan akan menyulitkan mencari pertolongan medis apabila

mengalami sakit fisik. Responden keluarga konsumer berharap petugas Yayasan

Galuh bisa diberikan pelatihan untuk bisa melakukan pertolongan pertama pada

kondisi darurat. pelatihan pertolongan pertama pada kondisi darurat yang

diberikan pada petugas. Konsumer juga menyebutkan mengenai keinginan bisa

ada dokter/perawat yang bisa datang ke Yayasan Galuh. Responden pelaku rawat

mengatakan sulitnya penghuni Yayasan Galuh mendapatkan akses layanan

kesehatan secara umum. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Levinson, Druss, Dombrowski, dan Rosenheck (2003) menunjukkan pasien

dengan gangguan jiwa memiliki akses yang kurang terhadap layanan kesehatan

primer.35

Kebutuhan akan pelatihan mengenai kesehatan jiwa diungkapkan oleh

responden pelaku rawat, keluarga, dan dinas sosial. Responden menyadari adanya

keterbatasan dari kemampuan petugas yayasan yang tidak memiliki latar belakang

pendidikan formal untuk merawat ODGJ sehingga diperlukan adanya pelatihan

mengenai pengetahuan mengenai jenis gangguan jiwa kepada petugas. Responden

konsumer juga mengutarakan adanya perlakuan salah yang diterima oleh

penghuni yayasan oleh pelaku rawat yaitu diskriminasi kepada penghuni yang

berbeda agama dari pelaku rawat. Adanya pengetahuan yang kurang mengenai

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 108: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

93

Universitas Indonesia

ODGJ dapat menimbulkan stigma yang akan berdampak pada pelayanan yang

diberikan yang diberikan oleh petugas.24

Kebutuhan pelatihan mengenai kesehatan jiwa bagi petugas Yayasan Galuh

yang diungkapkan oleh responden petugas yayasan, keluarga konsumer, dan dinas

sosial adalah kebutuhan gejala, diagnosis dan pengobatan gangguan jiwa, tehnik

komunikasi dengan ODGJ, cara perawatan ODGJ dengan: perilaku kekerasan,

isolasi diri, perawatan diri kurang, perilaku kacau.

Selain pelatihan mengenai kesehatan fisik dan jiwa. Responden juga merasa

petugas butuh pelatihan mengenai kesehatan lingkungan Yayasan terutama

mengenai kebersihan lingkungan dan kegiatan yang positif bagi penghuni

Yayasan. Hal ini sejalan dengan berbagai penelitian yang dilakukan oleh sejumlah

peneliti (Kulhara dkk, 201036

; Popescu dan Micutlia, 200937, Ochoa dkk, 200538

)

yang menunjukkan kebutuhan yang paling sering diungkapkan oleh ODGJ

berkaitan dengan aktivitas sehari-hari, pertemanan, dan gejala gangguan jiwa.

Dari hasil observasi didapatkan higiene yang buruk di Yayasan Galuh antara

lain: lingkungan tempat tinggal penghuni yang kotor, kamar mandi yang rusak

dan tidak tersedia air bersih, penyediaan makanan tanpa sendok dan garpu, tidak

tersedianya tempat untuk mencuci tangan sebelum makan, satu gelas yang dipakai

bersama-sama oleh beberapa penghuni. Adanya higiene yang buruk dan praktek

pengekangan fisik dapat berdampak buruk bagi penghuni panti. Penelitian yang

dilakukan Makanjuola di Nigeria menunjukkan banyaknya praktik negatif yang

dilakukan di panti perawatan tradisional seperti adanya higiene yang buruk di

panti dan pengekangan fisik yang menyebabkan timbulnya luka yang seringkali

dapat menimbulkan sepsis.13

Dari hasil observasi ini didapatkan kebutuhan akan

pelatihan mengenai cara menjaga kesehatan lingkungan dan perlunya

meningkatkan kesehatan penghuni Yayasan Galuh dengan menciptakan

lingkungan bebas rokok.

7.3.2 Kebutuhan Pelatihan Petugas Kesehatan di Layanan Kesehatan

Primer di Sekitar Yayasan Galuh

Studi yang dilakukan oleh Murray dan Jenkins (1998) mengenai integrasi

pelayanan kesehatan jiwa ke layanan kesehatan primer menunjukkan adanya

peningkatan diagnosis dan pengobatan jiwa di masyarakat.39

Hal ini disebabkan

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 109: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

94

Universitas Indonesia

karena layanan kesehatan primer lebih mudah diakses dan lebih sedikit stigma.

Penelitian oleh Jenkins dan Strathdee menunjukkan setidaknya 40 % pasien yang

datang ke layanan kesehatan primer mengalami gangguan jiwa yang lazim.40

Hal

ini sejalan dengan pernyataan petugas puskesmas yang mengatakan mereka

umumnya menemui kasus neurotik dan kasus psikosomatik. Namun sayangnya

petugas puskesmas hanya menuliskan diagnosis gangguan fisik saja karena

keterbatasan waktu dan tenaga. Selain itu petugas puskesmas merasa kesulitan

untuk mengenali kasus gangguan jiwa ringan dan sedang. Petugas merasa perlu

mendapatkan pelatihan bagaimana dapat melakukan deteksi dini, dapat mengenali

tanda dan gejala gangguan jiwa pada orang yang berobat ke Puskesmas. Hal ini

sejalan dengan penelitian Mwape et al (2010) terhadap petugas kesehatan di

layanan kesehatan primer di Zambia. Petugas kesehatan di layanan kesehatan

primer di Zambia merasa perlu mendapatkan pelatihan untuk meningkatkan

pengetahuan dan ketrampilan mereka dalam menyediakan layanan kesehatan

terhadap orang yang memiliki masalah kesehatan jiwa.41

7.4 Keterbatasan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini, didapatkan beberapa keterbatasan antara lain:

Subyek keluarga konsumer pengguna jasa layanan Yayasan Galuh diambil dari

anggota keluarga konsumer yang sedang datang menjenguk konsumer di hari

peneliti datang ke Yayasan sehingga subyek yang diambil belum tentu

mewakili pendapat keluarga konsumer secara umum.

Pemilihan subyek konsumer berdasarkan pilihan dari petugas yayasan dapat

saja menimbulkan bias dari respons yang diberikan oleh konsumer.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 110: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

95

Universitas Indonesia

BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN

8.1 Simpulan

Petugas Yayasan Galuh dan Petugas Kesehatan di Layanan Primer di Sekitar

Yayasan Galuh (Puskesmas) memiliki pengetahuan dan pelatihan yang minim

di bidang kesehatan jiwa.

Petugas Yayasan Galuh dan Petugas Puskesmas memiliki beban kerja yang

tinggi dilihat dari: tidak ada jam kerja tetap bagi pelaku rawat dan jumlah

petugas yayasan dan Puskesmas yang sedikit dibandingkan jumlah orang

yang harus dilayani.

Inisiatif pengobatan tidak datang dari keinginan konsumer sendiri melainkan

terbanyak atas keinginan keluarga. Beberapa hal yang menyebabkan keluarga

memilih pengobatan jiwa tradisional di Yayasan Galuh dibandingkan

pengobatan jiwa formal di rumah sakit antara lain: tidak memiliki pelaku

rawat yang dapat membantu konsumer menjalani pengobatan secara teratur,

biaya besar yang dikeluarkan untuk menjalani pengobatan psikiatri

dibandingkan biaya perawatan di Yayasan Galuh yang lebih terjangkau,

perbaikan gejala gangguan jiwa pada anggota keluarga yang dirawat di

Yayasan Galuh , pengetahuan akan penyakit jiwa yang kurang sehingga

keluarga menganggap konsumer tidak pernah bisa stabil dalam jangka waktu

lama jika dibawa berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan jiwa formal seperti

rumah sakit jiwa.

Kebutuhan pelatihan petugas Yayasan Galuh yang paling banyak

diungkapkan oleh responden adalah pelatihan di bidang kesehatan fisik

terutama mengenai tatalaksana gangguan fisik yang sering ditemui di

Yayasan yaitu: penyakit kulit (gatal, luka), diare, muntah, sakit gigi, kaki

bengkak, P3K.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 111: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

96

Universitas Indonesia

Kebutuhan pelatihan petugas Yayasan Galuh di bidang kesehatan jiwa yaitu :

gejala, diagnosis dan pengobatan gangguan jiwa, tehnik komunikasi dengan

ODGJ, cara perawatan ODGJ dengan: perilaku kekerasan, isolasi diri,

perawatan diri kurang, perilaku kacau.

Pelatihan lainnya yang dirasakan perlu bagi pelaku rawat antara lain : cara

memberikan ketrampilan pada penghuni Yayasan, kebersihan lingkungan,

dan pengetahuan mengenai makanan sehat.

Petugas puskesmas merasa perlu mendapatkan pelatihan bagaimana dapat

melakukan deteksi dini, dapat mengenali tanda dan gejala gangguan jiwa

yang lazim pada orang yang datang berobat ke Puskesmas.

8.2 Saran

1. Bagi Petugas puskesmas:

Diperlukan adanya penambahan jumlah staf di Puskesmas sehingga dapat

memberikan pelayanan di bidang kesehatan dan kesehatan jiwa dengan

lebih baik.

Diperlukan adanya pelatihan mengenai kesehatan jiwa sehingga petugas

Puskesmas dapat melakukan diagnosis dan tatalaksana kasus gangguan

jiwa yang datang berobat ke puskesmas.

2. Bagi Yayasan Galuh

Diperlukan adanya penambahan jumlah pelaku rawat dan pembuatan jam

kerja yang jelas untuk mengurangi beban kerja pelaku rawat.

Diperlukan adanya pelaku rawat penanggung jawab dari masing-masing

orang yang dirawat di Yayasan Galuh.

Diperlukan adanya pelatihan bagi pelaku rawat dan advokasi mengenai

pemberian obat psikiatri pada ODGJ yang dirawat di Yayasan Galuh

Diperlukan adanya peningkatan sarana dan prasarana Yayasan seperti

penambahan jumlah kamar mandi, perbaikan fasilitas dapur umum, dan

penyediaan tempat pembuangan sampah yang tertutup.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 112: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

97

Universitas Indonesia

Perlunya menciptakan lingkungan Yayasan yang lebih bersih dan bebas

rokok.

3. Bagi Keluarga Konsumer

Diperlukan adanya edukasi bagi keluarga konsumer agar dapat memiliki

pemahaman yang lebih baik mengenai gangguan jiwa, pengobatannya,

dukungan dan perawatan yang dapat diberikan bagi anggota keluarga yang

mengalami gangguan jiwa.

4. Materi pelatihan mengenai kesehatan yang dapat diberikan bagi pelaku

rawat Yayasan Galuh:

Penyakit fisik yang sering ditemui di Panti : penyakit kulit, demam, diare

Materi mengenai pertolongan pertama pada kasus demam, diare

Cara perawatan penyakit kulit dan luka

Kebersihan lingkungan.

5. Materi pelatihan mengenai kesehatan jiwa yang dapat diberikan bagi

pelaku rawat Yayasan Galuh:

Teknik komunikasi dengan konsumer yang mengalami ganguan jiwa

Cara merawat konsumer dengan perilaku kekerasan

Cara merawat konsumer dengan isolasi diri

Cara merawat konsumer dengan halusinasi

Cara merawat konsumer dengan perawatan diri kurang.

6. Bagi pemerintah Kota Bekasi:

Perlu diaktifkannya Tim Pembina kesehatan jiwa masyarakat kota

Bekasi agar kerjasama lintas sektor pemerintahan dalam tatalaksana

kesehatan jiwa masyarakat dapat lebih optimal.

Perlunya peraturan mengenai standarisasi panti rehabilitasi mental

tradisional sehingga pelayanan yang diberikan kepada ODGJ yang

dirawat lebih baik.

7. Bagi Pemerintah:

Dikembangkannya sistem day care dan residential care bagi ODGJ

yang dapat ditanggung pembiayaannya oleh Jaminan Kesehatan

Nasional

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 113: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

98

Universitas Indonesia

8. Bagi Rumah Sakit Umum Kota Bekasi:

Disediakannya ruangan rawat akut psikiatri agar orang dengan

gangguan jiwa yang berada pada fase akut dapat ditangani di Rumah

Sakit Umum Bekasi.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 114: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

99

Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

1. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2011.

2. Titiw. Berkunjung Ke Tempat Sakit Jiwa: Yayasan Galuh.

http://titiw.com/2009/08/03/berkunjung-ke-tempat-sakit-jiwa-yayasan-galuh/.

2009.

3. Allard, T. Chained to a Life of Madness. Sidney: The Sydney Morning Herald,

2010.

4. Wardani, ND. Persepsi Petugas Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 2

Cipayung dan Yayasan Galuh terhadap Tindakan Pengekangan Fisik. PPDS I

Kedokteran Jiwa Universitas Indonesia: 2011.

5. American Psychiatric Association. Learning from Each Other: Success Stories

and Ideas for Reducing Restraint / Seclusion in Behavioural Health. 2003.

6. Bragg, TA; Cohen, BM. From Asylum to Hospital to Psychiatric Health Care

System. Am J Psychiatry . 2007; 164:6.

7. Deribew A, Tamirat YS. How are mental health perceived by a community in

Agaro town? Ethiop.J.Health Dev. 2005;19(2):153-9.

8. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2008.

9. Raguram R. Traditional community resources for mental health: a report of

temple healing from India. BMJ. 2002; 325: 38-40.

10. Peltzer K, Mngqundaniso N, Petros G. HIVAIDS/STI/TB knowledge,

beliefs and practices of traditional healers in KwaZulu-Natal, South Africa.

AIDS Care. 2006: 18: 608–613.

11. Rathinavel I. Why do mentally ill patients seek religious places for

treatment? Indian J Psychiatry. 2010; 52(3): 280–281

12. Mehl-Madrona L. What traditional indigenous elders say about cross-cultural

mental health training. Explore (NY). 2009;5(1):20-29.

13. Makanjuola AB, Adelekan ML, Morakinyo O. Current status of traditional

mental health practice in Ilorin Emirate Council area, Kwara State, Nigeria.

West Afr J Med. 2000;19(1):43-49.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 115: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

100

Universitas Indonesia

14. Laporan Triwulan 3 Yayasan Galuh Sepanjang Jaya. Bekasi: Yayasan Galuh

Sepanjang Jaya. 2012.

15. Tseng WS. Handbook of Cultural Psychiatry. San Diego. Academic Press.

2001.

16. Slade M, Thornicroft G, Loftus L, Phelan M, Wykes T. CAN: Camberwell

Assessment of Need, A comprehensive needs assessment tool for people with

severe mental illness. Gaskell London. The Royal College of Psychiatrists

.1999.

17. Feinberg LF. The state of art: caregiver assessment in practice settings.

National Center on Caregiving. San Fransisco. 2002.

18. Given B, Sherwood PR. Given CW. What Knowledge and Skills Do

Caregivers Need? American Journal of Nursing. 2008; 108 (9): 28 – 34.

19. Schumacher KL, et al. Family caregiving skill: development of the concept.

Res Nurs Health. 2000;23(3):191-203.

20. Brown C, Lloyd K. Qualitative methods in psychiatric research. Advances in

Psychiatric Treatment. 2007; 7 : 350–356.

21. Krueger RA. Focus groups: a practical guide for applied research. California.

Sage Publications. 1988.

22. Powel RA, Single HM, Lloy KR. Focus groups in mental health research:

enhancing the validity of user and provider questionnaires. International

Journal of Social Psychiatry. 1996; 42: 193–206.

23. Poerwandari EK. Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia.

Edisi 3. Depok. LPSP3. 2009.

24. Sorshdal K, DJ Stein, AJ Fisher. Tradisional Healer Attitudes and Belief

Regarding Refferal of the Mentally Ill to Western Doctors in South Africa,

Transcultural Psychiatry.2010; 47 (4): 591-609.

25. Royal College of Nursing. Guidance on safe nurse staffing level in UK. 2010.

Diunduh dari

http://www.rcn.org.uk/__data/assets/pdf_file/0005/353237/003860.pdf

tanggal 17 Oktober 2014.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 116: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

101

Universitas Indonesia

26. Potret ketersediaan dan kebutuhan tenaga dokter.

http://hpeq.dikti.go.id/v2/images/Produk/Potret_Ketersediaan_Dan_Kebutuhan_Ten

aga_Dokter.pdf

27. Goldfracht M1, Shalit C, Peled O, Levin D. Attitudes of Israeli primary care

physicians towards mental health care. Isr J Psychiatry Relat Sci.

2007;44(3):225-9

28. Gater A, Rofail D, Tolley C, Marshall C, Webb LA et al.„„Sometimes It‟s

Difficult to Have a Normal Life‟‟: Results from a Qualitative Study

Exploring Caregiver Burden in Schizophrenia. Schizophrenia Research and

Treatment. 2014; 3:1-13.

29. Investing in Mental Health. WHO. 2003. Diunduh dari

http://www.who.int/mental_health/media/investing_mnh.pdf tanggal 1 Maret 2014.

30. Sjenny A. Dasar pengambilan keputusan pemasungan terhadap pasien dengan

skizofrenia olehkeluarga di kabupaten banyuwangi (Tesis). Jakarta:

Universitas Indonesia.2009.

31. Kermode M, Bowen K, Arole S, Pathare S, Jorm AF. Attitudes to people

with mental disorders: a mental health literacy survey in a rural area of

Maharashtra, India. Soc Psychiat Epidemiol. 2009. 44:1087–1096.

32. Corrigan PW, Watson AC. Factors that explain how policy makers distribute

resources to mental health services. Psychiatr Serv. 2003;54(4):501-507.

33. Corrigan PW, Watson AC, Warpinski AC, Gracia G. Stigmatizing attitudes

about mental illness and allocation of resources to mental health services.

Community Ment Health J. 2004; 40(4):297-307.

34. Corrigan PW, Markowitz FE, Watson AC. Structural levels of mental illness

stigma and discrimination. Schizophr Bull. 2004;30(3):481-491.

35. Levinson MC, Druss BG, Dombrowski EA, Rosenheck R. A. Barriers to

primary medical care among patients at a community mental health center.

Psychiatric Services. 2003; 54: 1158–1160.

36. Kulhara P, Avasth A, Grover S, Sharan P, Sharma P, et al Needs of Indian

schizophrenia patients: an exploratory study from India. Social Psychiatry

and Psychiatric Epidemiolog. 2010. 45 (8), 809-818.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 117: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

102

Universitas Indonesia

37. Popescu C, Micutlia I. Met and unmet needs of patients with schizophrenia -

Brief research report of a Romanian sample. Journal of Cognitive and

Behavioral Psychotherapies. 2009; 9 (2): 161-167.

38. Ochoa S, Haro JM, Usall J, Autonell J, Vicens E, Asensio F. Needs and its

relation to symptom dimensions in a sample of outpatients with

schizophrenia. Schizophrenia Research. 2005; 75 (1): 129-134.

39. Murray J, Jenkins R: Prevention of mental illness in primary care.

International Review of Psychiatry 1998, 10:154-157.

40. Jenkins R, Strathdee G: The Integration of Mental Health Care with Primary

Care. International Journal of Law and Psychiatry. 2000. 23:277-291.

41. Mwape L, Sikwese A, Kapungwe A, Mwanza J, Flisher A, Lund C, Cooper

S. Integrating mental health into primary health care in Zambia: a care

provider's perspective. Int J Ment Health Syst. 2010. 25; 4:21.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 118: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

103

Universitas Indonesia

Lampiran 1. Keterangan Lolos Kaji Etik

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 119: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

104

Universitas Indonesia

Lampiran 2. Persetujuan Setelah Penjelasan

Judul Penelitian: Penilaian Kebutuhan Pelatihan di Bidang Kesehatan Jiwa bagi Petugas Yayasan dan Petugas Kesehatan di Layanan Primer di Sekitar Yayasan Galuh Bekasi

Jawa Barat

Nama : _________________________________________

Jenis Kelamin : _________________________________________

Tanggal lahir/usia : _________________________________________

1. Saya menegaskan bahwa saya telah membaca lembar informasi ini dan telah

mendapat penjelasan mengenai penelitian di atas, dan saya telah mendapat

kesempatan untuk mengajukan pertanyaan. 2. Saya memahami bahwa tidak ada efek samping yang timbul dalam penelitian ini.

3. Saya memahami bahwa partisipasi dalam penelitian ini bersifat sukarela.

4. Saya memahami bahwa kerahasiaan identitas diri saya akan terjaga dalam

penelitian ini.

Bekasi,……………………………

Partisipan

( )

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 120: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

105

Universitas Indonesia

Lampiran 3. Data Konsumer

KUESIONER DATA RESPONDEN

Nomor Responden :

………………………………………………………

Tanggal Wawancara : ………………………………………………………

DATA DEMOGRAFI

1. Nama : 2. Alamat :

3. Umur :

4. Jenis kelamin: 5. Status pernikahan :

6. Jumlah anak :

7. Agama : 8. Suku :

9. Pendidikan terakhir :

10. Pekerjaan terakhir :

11. Lama tinggal di Yayasan Galuh: 12. Alasan dirawat di Yayasan Galuh:

RIWAYAT KESEHATAN UMUM DAN KESEHATAN JIWA 1. Selama tinggal di yayasan Galuh, responden pernah sakit:

1.Ya 2. Tidak

2. Saat responden sakit selama tinggal di yayasan apakah pernah mendapatkan

layanan konsultasi/pemeriksaan kesehatan fisik: 1.Ya 2. Tidak

3. Bila Ya, di:

1. Puskesmas 2. Rumah Sakit

3. Klinik Umum

4. Lain-lain (sebutkan)………… 4. Selama tinggal di yayasan, apakah responden pernah melakukan

konsultasi/pemeriksaan kesehatan jiwa:

1. Ya 2. Tidak

5. Bila Ya, di 1. Puskesmas

2. Rumah Sakit

3. Psikiater 4. Lain-lain (sebutkan)…………

6. Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan selama di Yayasan Galuh

1. Mudah 2. Sulit 7. Kemudahan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa di Yayasan Galuh

1. Mudah 2. Sulit

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 121: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

106

Universitas Indonesia

Lampiran 4. Data keluarga/masyarakat pengguna jasa layanan perawatan jiwa di

Yayasan Galuh

KUESIONER DATA RESPONDEN

Nomor Responden :

Tanggal Wawancara :

DATA DEMOGRAFI

1. Nama :……………………………………………………………….

2. Alamat :……………………………………………………………….

3. Umur :………………………………………………………………. 4. Jenis kelamin :……………………………………………………………….

5. Status pernikahan: …………………………………………………………….

6. Agama :……………………………………………………………. 7. Suku : ……………………………………………………………….

8. Pendidikan terakhir : ……………………………………………………….

9. Pekerjaan terakhir : ………………………………………………………….

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 122: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

107

Universitas Indonesia

Lampiran 5. Data Petugas Yayasan Galuh

Nama Petugas :

Tugas :

Lama Bertugas : Jenis Kelamin :

Tanggal lahir/ umur :

Pelatihan yang berkaitan dengan ilmu kesehatan hingga saat ini :

Nama & jenis

pelatihan

Institusi

penyelenggara

Lama

pelatihan

(jam/hari)

Tahun

Penyelenggaraan

Materi

Pelatihan

Pelatihan yang berkaitan dengan ilmu kesehatan jiwa hingga saat ini :

Nama & jenis

pelatihan

Institusi

penyelenggara

Lama

pelatihan

(jam/hari)

Tahun

Penyelenggaraan

Materi

Pelatihan

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 123: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

108

Universitas Indonesia

Lampiran 6. Panduan Wawancara Focus Group Discussion

Penilaian Kebutuhan Pelatihan di Bidang Kesehatan Jiwa bagi Petugas Yayasan dan

Petugas Kesehatan di Layanan Primer di Sekitar Yayasan Galuh Bekasi Jawa Barat

Total waktu pelaksanaan FGD = 120 menit

NASKAH PEMBUKAAN (15 menit)

Catatan Fasilitator: Gunakan naskah dibawah ini ketika membuka FGD

Terimakasih atas kehadiran Bapak/Ibu semuanya pada pertemuan hari ini. Nama saya_________ dan saya akan mencoba memfasilitasi diskusi kali ini.

Tujuan dari pertemuan kita kali ini adalah untuk melakukan pembicaraan (ngobrol-ngobrol santai) terbuka tentang kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi

petugas Yayasan Galuh/ Petugas Puskesmas.

Pertemuan ini diadakan oleh Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia/RS Ciptomangunkusumo.

Kami akan melakukan pelatihan bagi petugas Yayasan Galuh dan petugas Puskesmas Pengasinan untuk meningkatkan mutu layanan kesehatan bagi orang yang menjalani

perawatan di Yayasan Galuh. Agar pelatihan ini lebih menjawab apa yang Bapak/Ibu

butuhkan, kami perlu memahami bagaimana pendapat terhadap hal-hal yang penting dirasa perlu diketahui oleh petugas sehingga kami bisa mendapatkan masukan untuk

menyusun modul pelatihan bagi petugas di Yayasan Galuh maupun petugas Puskesmas.

Sekarang, saya akan membagikan formulir biodata. Anda memang telah diundang, tetapi dalam pertemuan ini tetap berdasarkan kesukarelaan, jadi anda dapat dengan bebas

memilih apakah anda berminat untuk bergabung atau tidak. Jika anda memutuskan untuk

bergabung dengan kami, maka kami akan meminta anda menandatangani formulir ini. Dalam formulir ini terdapat beberapa pertanyaan tentang biodata anda dan sekaligus

menyatakan bahwa anda menyetujui untuk berpartisipasi.

[Setelah formulir dibagikan kepada semua peserta, mintalah kepada masing-masing

peserta untuk memperkenalkan diri]

Sebelum kita mulai, ada beberapa hal lagi yang akan saya sampaikan.

Bahwa diskusi ini harus terbuka dan jujur. Diskusi ini adalah untuk mencari tahu

tentang pendapat, pandangan dan pemikiran anda, jadi dalam diskusi ini TIDAK

ADA JAWABAN YANG BENAR ATAU SALAH.

Dimohon kepada semua peserta untuk menghormati pendapat orang lain. Orang

lain mungkin mempunyai pandangan atau pendapat yang berbeda dan hal itu merupakan hal yang baik dalam diskusi ini.

Dimohon untuk memberikan kepada setiap orang kesempatan yang sama untuk

berpartisipasi dalam pembicaraan.

Apapun yang akan anda sampaikan dalam diskusi ini akan kami simpan dan kami rahasiakan. Kami akan membuat catatan tentang perjalanan diskusi ini dan apa

yang anda sampaikan, tetapi kami tidak akan menuliskan nama ataupun siapa yang menyatakan pernyataan.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 124: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

109

Universitas Indonesia

Focus Group Discussion bagi Petugas Yayasan Galuh

A. Pengumpulan Data

Tanggal :

Pengambil data :

B. Identitas Responden

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Nama

Jenis kelamin

Usia Pendidikan

Lama kerja

Tempat

Tinggal

Posisi Duduk

Tujuan 1: Mendapatkan data tentang layanan perawatan yang diberikan

1. Dapatkah Bapak/Ibu jelaskan layanan perawatan yang Bapak/Ibu berikan? 2. Apakah Bapak/Ibu juga memberikan pelayanan perawatan di luar gedung Yayasan

Galuh?

Jika ya, bisakah Bapak/Ibu sebutkan bentuk layanan yang diberikan ?

Tujuan 2: Mendapatkan pemahaman tentang pengetahuan pelaku rawat

3. Apa saja yang Bapak/Ibu ketahui mengenai kondisi orangyang bapak/ibu rawat?

4. Apa saja yang Bapak/Ibu ketahui mengenai orang dengan gangguan jiwa? 5. Apa saja yang Bapak/Ibu ketahui mengenai perawatan yang dapat diberikan pada

orang dengan gangguan jiwa?

Tujuan 3: Mengetahui kemampuan dan beban pelaku rawat dalam memberikan perawatan

6. Perawatan apa saja yang selama ini Bapak/Ibu berikan di Yayasan Galuh (contoh :

(memandikan, memberikan makanan, memakaikan baju)?

7. Apakah kesulitan yang ditemukan oleh Bapak/Ibu dalam memberikan perawatan (contoh: apakah memberikan perawatan tertentu yang

menyulitkan/melelahkan/membuat frustasi)?

8. Apakah Bapak/Ibu merasa memiliki ketrampilan khusus yang dibutuhkan dalam memberikan perawatan seperti:

a. Berkomunikasi dengan orang yang dirawat?

b. Menghadapi perilaku orang yang dirawat?

c. Sakit fisik ? 9. Berapa jam yang Bapak/Ibu habiskan dalam seminggu untuk melakukan kegiatan

perawatan?

10. Apakah Bapak/Ibu memiliki masalah kesehatan fisik? Bila Ya, penyakit apa?

Apakah penyakit itu mengganggu kegiatan perawatan yang Bapak/Ibu lakukan?

11. Apakah Bapak/Ibu memiliki kegiatan lain di luar aktivitas di Yayasan (contohnya hobi, kegiatan keagamaan, olahraga)?

12. Apa yang biasanya Bapak/Ibu lakukan untuk menjaga kesehatan fisik dan mental

Bapak/Ibu untuk dapat menjalankan tugas dengan baik?

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 125: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

110

Universitas Indonesia

Tujuan 4: Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan

Apakah Bapak/ibu memerlukan pelatihan terkait topik kesehatan?

a. Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan?

b. Jika tidak, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan? 13. Menurut Bapak /ibu, keterampilan apa saja yang Bapak/ibu perlukan untuk

menjalankan tugas sebagai penyedia layanan kesehatan?

14. Apakah Bapak/Ibu perlu melakukan pemberian informasi dan edukasi tentang kesehatan dan kesehatan jiwa kepada orang yang dirawat di Yayasan Galuh?

a. Jika ya, apa alasannya dan informasi apa yang perlu diberikan?

b. Jika tidak, apa alasannya?

15. Topik pelatihan kesehatan apa sajakah yang Bapak/Ibu perlukan? (Topik pelatihan kesehatan tersebut bisa mencakup : konseling kejiwaan, gejala

gangguan jiwa, penggunaan obat-obatan/alkohol, cara menjaga keselamatan diri

sendiri dan orang yang dirawat, penyediaan tempat tinggal dan makanan yang sehat) 16. Dari pelatihan-pelatihan kesehatan yang telah disebutkan tadi, bisakah Bapak/ibu

menentukan 3 prioritasyang Bapak/Ibu butuhkan?

Prioritas 1 : Prioritas 2 :

Prioritas 3 :

Tujuan 5 : Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang sosial (20-30 menit)

17. Menurut Bapak/ibu, masalah psikososial apa saja yang dialami oleh orang yang dirawat di Yayasan Galuh? (Masalah psikososial ini dapat berupa masalah dalam

pertemanan, hubungan dekat, dukungan sosial & kesehatan)

18. Kebutuhan ketrampilan sosial apa saja yang diperlukan oleh orang yang dirawat di Yayasan Galuh? (Kebutuhan sosial ini dapat berupa pertemanan, hubungan dekat,

dukungan sosial & kesehatan)

19. Apakah Bapak/ibu butuh pelatihan mengenai ketrampilan sosial ?

a. Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan? b. Jika tidak, apa alasannya dan bagaimana seharusnya?

20. Menurut Bapak /ibu, pengetahuan dan ketrampilan apa saja yang perlu dimiliki oleh

petugas untuk membantu orang yang dirawat di yayasan Galuh? 21. Dari pelatihan-pelatihan ketrampilan sosial yang telah disebutkan tadi, bisakah

Bapak/ibu menentukan 3 prioritas yang Bapak/Ibu butuhkan?

Prioritas 1 : Prioritas 2 :

Prioritas 3 :

Tujuan 6 : Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang okupasi & aktivitas orang yang dirawat (20-30 menit)

22. Menurut Bapak/Ibu, masalah apa saja yang dialami oleh orang yang dirawat di Yayasan Galuh yang terkait dengan aktivitas sehari-hari? (aktivitas harian yang

dimaksud adalah…..)

23. Menurut Bapak /ibu, latihan apa saja yang perlu diberikan oleh petugas kepada orang yang dirawat di yayasan Galuh?

24. Apakah Bapak/ibu butuh membutuhkan pelatihan untuk dapat mengajarkan

bagaimana melakukan aktivitas sehari-hari pada orang yang dirawat?

a. Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan?

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 126: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

111

Universitas Indonesia

b. Jika tidak, apa alasannya dan bagaimana seharusnya?

25. Pengetahuan dan keterampilan apa sajakah yang Bapak/Ibu perlukan terkait

dengan latihan untuk aktivitas harian dan kemandirian orang yang dirawat?

26. Dari pelatihan-pelatihan yang telah disebutkan tadi, bisakah Bapak/ibu membuat 3 bentuk pelatihan yang menjadi 3 prioritas teratas?

Prioritas 1 :

Prioritas 2 : Prioritas 3 :

Kesimpulan/Rangkuman (5 menit)

Ucapkan terimakasih atas partisipasi peserta.

Catatan observasi pelaksanaan FGD

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 127: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

112

Universitas Indonesia

Focus Group Discussion bagi Petugas Layanan Kesehatan Primer

A. Pengumpulan Data

Tanggal :

Pengambil data :

B. Data Puskesmas dan Observasi

(kategori Puskesmas (kecamatan/kelurahan), luas cakupan (area, populasi), SDM

(jumlah, kualifikasi), observasi lingkungan saat pengambilan data)

C. Identitas Responden

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Nama

Jenis

kelamin

Usia

Pendidikan

Jabatan

Lama kerja

Tujuan 1: Mendapatkan data gangguan jiwa yang ada di Puskesmas

1) Menurut Bapak/Ibu apakah masalah kesehatan jiwa banyak terjadi di sekitar Bapak

ibu?

2) Adakah orang yang datang ke Puskesmas ini dengan gangguan jiwa? Bila ya, bagaimana Bapak/Ibu atau mungkin orang lain mengenali gejala gangguan jiwa?

(beberapa orang menyatakan bahwa orang dengan gangguan jiwa terlihat stres, depresi,

cemas, bicara sendiri, bicara kacau, dll). 3) Sepanjang yang Bapak/Ibu perhatikan, berapa rata-rata banyaknya kasus dengan

gangguan jiwa yang ditangani di Puskesmas setiap harinya? Diagnosis apa yang paling

banyak ditemukan? Gejala apa yang saat itu ditunjukkan oleh pasien?

4) Bagaimana selama ini masyarakat mengatasi masalah kesehatan jiwa yang ada? (beberapa daerah lebih memilih untuk membawa orang dengan gangguan jiwa ke

pengobatan tradisional, atau memasungnya di rumah, dll)

5) Menurut Bapak ibu, apakah akibat/dampak yang bisa terjadi bila masalah kesehatan jiwa di masyarakat tidak diatasi? (dampak bagi orang tersebut, keluarga, orang lain dan

masyarakat)

Tujuan 2: Mengidentifikasi model pelayanan kesehatan jiwa di puskesmas Sekarang saya akan menanyakan kepada Bapak/Ibu tentang layanan kesehatan jiwa yang

diselenggarakan di dalam Puskesmas Bapak/ibu sampai hari ini.

6) Menurut Bapak/Ibu apa saja yang termasuk dalam layanan kesehatan jiwa? (beberapa orang menyebutkan pemberian obat jiwa, konseling, penyuluhan, dll)

7) Apakah Puskesmas ini menyediakan layanan kesehatan jiwa di Puskesmas?

a. Bila ya, bisakah Bapak/Ibu sebutkan! b. Bila tidak, apakah ada alasan mengapa hal itu terjadi?

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 128: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

113

Universitas Indonesia

8) Apakah Puskesmas ini menyediakan layanan kesehatan jiwa langsung di

masyarakat (di luar gedung)?

a. Bila ya, bisakah Bapak/Ibu sebutkan!

b. Bila tidak, apakah ada alasan mengapa hal itu terjadi?

Tujuan 3: Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan (30-40

menit) 9) Apakah Bapak/ibu memerlukan pelatihan terkait topik kesehatan bagi orang dengan

gangguan jiwa?

a. Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan?

b. Jika tidak, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan? 10) Menurut Bapak /ibu, keterampilan apa saja yang Bapak/ibu perlukan untuk

menjalankan tugas sebagai penyedia layanan kesehatan?

11) Apakah Bapak/Ibu perlu melakukan pemberian informasi dan edukasi tentang kesehatan dan kesehatan jiwa kepada orang yang dengan gangguan jiwa?

a. Jika ya, apa alasannya dan informasi apa yang perlu diberikan?

b. Jika tidak, apa alasannya? 12) Topik pelatihan kesehatan apa sajakah yang Bapak/Ibu perlukan?

(Topik pelatihan kesehatan tersebut bisa mencakup : konseling kejiwaan, gejala

gangguan jiwa, penggunaan obat-obatan/alkohol, cara menjaga keselamatan diri

sendiri dan orang yang dirawat, penyediaan tempat tinggal dan makanan yang sehat) 13) Dari pelatihan-pelatihan kesehatan yang telah disebutkan tadi, bisakah Bapak/ibu

menentukan 3 bentuk pelatihan yang menjadi 3 prioritas teratas?

Prioritas 1 : Prioritas 2 :

Prioritas 3 :

Tujuan 4 : Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang sosial (20-30 menit)

14) Menurut Bapak/ibu, masalah psikososial apa saja yang dialami oleh orang dengan

gangguan jiwa? (Masalah psikososial ini dapat berupa masalah dalam pertemanan, hubungan dekat, dukungan sosial & kesehatan)

15) Kebutuhan ketrampilan sosial apa saja yang diperlukan oleh orang dengan gangguan

jiwa? (Kebutuhan sosial ini dapat berupa pertemanan, hubungan dekat, dukungan sosial & kesehatan)

16) Apakah Bapak/ibu butuh pelatihan mengenai ketrampilan sosial ?

a. Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan?

b. Jika tidak, apa alasannya dan bagaimana seharusnya? 17) Menurut Bapak /ibu, pengetahuan dan ketrampilan apa saja yang perlu dimiliki oleh

petugas untuk membantu orang dengan gangguan jiwa?

18) Dari pelatihan-pelatihan ketrampilan sosial yang telah disebutkan tadi, bisakah Bapak/ibu menentukan 3 bentuk pelatihan yang menjadi 3 prioritas teratas?

Prioritas 1 :

Prioritas 2 : Prioritas 3 :

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 129: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

114

Universitas Indonesia

Tujuan 5 : Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang okupasi & aktivitas orang

dengan gangguan jiwa (20-30 menit)

19) Menurut Bapak/Ibu, masalah apa saja yang dialami oleh orang dengan gangguan jiwa yang terkait dengan aktivitas sehari-hari?

20) Menurut Bapak /ibu, latihan apa saja yang perlu diberikan oleh petugas kepada

orang dengan gangguan jiwa? 21) Apakah Bapak/ibu butuh membutuhkan pelatihan untuk dapat mengajarkan

bagaimana melakukan aktivitas sehari-hari pada orang dengan gangguan jiwa?

c. Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan?

d. Jika tidak, apa alasannya dan bagaimana seharusnya? 22) Pengetahuan dan keterampilan apa sajakah yang Bapak/Ibu perlukan terkait

dengan latihan untuk aktivitas harian dan kemandirian orang dengan gangguan

jiwa? 23) Dari pelatihan-pelatihan yang telah disebutkan tadi, bisakah Bapak/ibu

menentukan 3 bentuk pelatihan yang menjadi 3 prioritas teratas?

Prioritas 1 : Prioritas 2 :

Prioritas 3 :

Kesimpulan/Rangkuman (5 menit) Ucapkan terimakasih atas partisipasi peserta.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 130: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

115

Universitas Indonesia

Focus Group Discussion bagi Masyarakat Pengguna layanan Yayasan Galuh

A. Pengumpulan Data

Tanggal : Pengambil data :

B. Identitas Responden No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Nama

Jenis kelamin

Usia Pendidikan

Pekerjaan

Status Responden (keluarga, tokoh

masyarakat,

konsumer)

Tujuan 1: Mendapatkan data gangguan jiwa yang ada di wilayah Bekasi

1) Menurut Bapak/Ibu apakah masalah kesehatan jiwa banyak terjadi di sekitar Bapak ibu?

2) Sepanjang yang Bapak/Ibu perhatikan, berapa banyak orang dengan gangguan jiwa

yang ada di sekitar Bapak/Ibu? (< 10orang, 10-20orang, >20 orang). Gangguan jiwa dengan gejala seperti apakah yang paling banyak ditemukan di sekitar Bapak ibu?

3) Menurut Bapak/Ibu apakah gangguan jiwa dapat diobati?

a) Bila ya, bagaimana cara pengobatannya?

b) Bila tidak, apa yang bisa kita lakukan untuk membantu orang lain yang mengalami gangguan jiwa?

4) Sepengetahuan Bapak ibu, bagaimana selama ini masyarakat mengatasi masalah

kesehatan jiwa yang ada? (beberapa daerah lebih memilih untuk membawa orang dengan gangguan jiwa ke pengobatan tradisional, dukun, kyai, memasungnya di

rumah, dll)

5) Menurut Bapak ibu, apakah akibat/dampak yang bisa terjadi bila masalah kesehatan jiwa di masyarakat tidak diatasi? (dampak bagi orang tersebut, keluarga, orang lain

dan masyarakat)

Tujuan 2: Menilai kebutuhan masyarakat (tokoh masyarakat, kader kesehatan, keluarga

dan konsumer) terhadap pelayanan kesehatan jiwa

6) Menurut Bapak/Ibu apakah Bapak atau ibu atau masyarakat membutuhkan adanya pelayanan kesehatan jiwa di puskesmas maupun di masyarakat?

a. Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan?

b. Jika tidak, apa alasannya dan bagaimana seharusnya? 7. Bentuk pelayanan kesehatan jiwa yang seperti apakah yang Bapak/Ibu atau masyarakat

perlukan?

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 131: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

116

Universitas Indonesia

Tujuan 3: Mengidentifikasi model pelayanan kesehatan jiwa

Sekarang saya akan menanyakan kepada Bapak/Ibu tentang layanan kesehatan jiwa yang

diselenggarakan di dalam Yayasan/ Puskesmas di wilayah Bapak/ibu sampai hari ini.

8. Sepengetahuan Bapak ibu, apakah Yayasan/Puskesmas wilayah setempat

menyediakan layanan kesehatan jiwa?

a. Bila ya, bisakah Bapak/Ibu sebutkan! b. Bila tidak, apakah ada alasan mengapa hal itu terjadi?

9. Menurut Bapak ibu, apakah Yayasan/Puskesmas juga menyelenggarakan layanan

kesehatan jiwa langsung di masyarakat (di luar gedung)?

a. Bila ya, bisakah Bapak/Ibu sebutkan? b. Bila tidak, apakah ada alasan mengapa hal itu terjadi?

10. (Bagi mereka yang pernah mendapatkan layanan kesehatan jiwa seperti yang telah

disebutkan di atas). Dapatkah Bapak/Ibu ceritakan tentang layanan yang Bapak/Ibu terima tersebut?

11. Apa yang Bapak/Ibu rasakan tentang layanan yang Bapak/Ibu peroleh tersebut?

(Bapak/Ibu bisa menilai dengan cara memberikan penilaian dari angka 1-10, 1 untuk sangat kurang, 10 sangat baik, dan apa alasannya).

12. Apakah Bapak/Ibu merasa terbantu dengan adanya layanan kesehatan jiwa tersebut?

13. Bagaimana menurut Bapak/Ibu agar kegiatan pelayanan kesehatan jiwa di

Yayasan/Puskesmas maupun langsung di masyarakat (luar gedung) ini dapat lebih ditingkatkan?

Tujuan 3: Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan (30-40 menit)

14. Apakah menurut Bapak/ibu, petugas memerlukan pelatihan terkait topik kesehatan

bagi orang dengan gangguan jiwa?

a) Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan? b) Jika tidak, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan?

15. Menurut Bapak /ibu, keterampilan apa saja yang petugas perlukan untuk

menjalankan tugas sebagai penyedia layanan kesehatan? 16. Apakah menurut Bapak/ibu, petugas perlu melakukan pemberian informasi dan

edukasi tentang kesehatan dan kesehatan jiwa kepada orang yang dengan gangguan

jiwa? a. Jika ya, apa alasannya dan informasi apa yang perlu diberikan?

b. Jika tidak, apa alasannya?

17. Topik pelatihan kesehatan apa sajakah yang Bapak/Ibu perlukan?

(Topik pelatihan kesehatan tersebut bisa mencakup : konseling kejiwaan, gejala gangguan jiwa, penggunaan obat-obatan/alkohol, cara menjaga keselamatan diri sendiri dan

orang yang dirawat, penyediaan tempat tinggal dan makanan yang sehat)

18. Dari pelatihan-pelatihan kesehatan yang telah disebutkan tadi, bisakah Bapak/ibu menentukan 3 bentuk pelatihan yang menjadi 3 prioritas teratas?

Prioritas 1 :

Prioritas 2 : Prioritas 3 :

Tujuan 4 : Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang sosial (20-30 menit)

19. Menurut Bapak/ibu, masalah psikososial apa saja yang dialami oleh orang dengan gangguan jiwa? (Masalah psikososial ini dapat berupa masalah dalam

pertemanan, hubungan dekat, dukungan sosial & kesehatan)

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 132: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

117

Universitas Indonesia

20. Kebutuhan ketrampilan sosial apa saja yang diperlukan oleh orang dengan gangguan

jiwa? (Kebutuhan sosial ini dapat berupa pertemanan, hubungan dekat, dukungan

sosial & kesehatan) 21. Apakah menurut Bapak/ibu, orang dengan gangguan jiwa butuh pelatihan mengenai

ketrampilan sosial ?

a. Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan? b. Jika tidak, apa alasannya dan bagaimana seharusnya?

22. Menurut Bapak /ibu, pengetahuan dan ketrampilan apa saja yang perlu dimiliki oleh

petugas untuk membantu orang yang dengan gangguan jiwa?

23. Dari pelatihan-pelatihan ketrampilan sosial yang telah disebutkan tadi, bisakah Bapak/ibu menentukan 3 bentuk pelatihan yang menjadi 3 prioritas teratas?

Prioritas 1 :

Prioritas 2 : Prioritas 3 :

Tujuan 5 : Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang okupasi & aktivitas orang orang yang dengan gangguan jiwa (20-30 menit)

24. Menurut Bapak/Ibu, masalah apa saja yang dialami oleh orang dengan gangguan

jiwa yang terkait dengan aktivitas sehari-hari?

25. Menurut Bapak /ibu, latihan apa saja yang perlu diberikan oleh petugas kepada orang dengan gangguan jiwa?

26. Pengetahuan dan keterampilan apa sajakah yang Bapak/Ibu perlukan terkait dengan

latihan untuk aktivitas harian dan kemandirian orang dengan gangguan jiwa? 27. Dari pelatihan-pelatihan yang telah disebutkan tadi, bisakah Bapak/ibu menentukan

3 bentuk pelatihan yang menjadi 3 prioritas teratas?

Prioritas 1 :

Prioritas 2 : Prioritas 3 :

Kesimpulan/Rangkuman (5 menit) Ucapkan terimakasih atas partisipasi peserta.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 133: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

118

Universitas Indonesia

Wawancara Mendalam bagi Konsumer

A. Pengumpulan Data

Tanggal : Pengambil data :

B. Identitas Responden

Nama : Jenis Kelamin :

Usia :

Pendidikan

Terima kasih untuk kesediaan Bapak/Ibu untuk saya wawancarai selama 60 – 90 menit ke depan. Saya mengharapkan Bapak/Ibu dapat mengungkapkan pendapat secara jujur dan

sesuai dengan apa yang Bapak/Ibu butuhkan.

Tujuan 1: Mendapatkan data mengenai perilaku pencarian pertolongan

1. Menurut Bapak/Ibu apakah gangguan kesehatan yang membuat Bapak/Ibu

mendapatkan pengobatan di Yayasan Galuh?

2. Apakah Bapak/Ibu mencari pertolongan ke Yayasan Galuh atas keinginan

Bapak/Ibu sendiri?

a) Bila ya, dari siapa Bapak/Ibu mengetahui adanya pengobatan di Yayasan

Galuh?

b) Bila tidak, siapa yang membawa Bapak/Ibu berobat ke Yayasan Galuh?

3. Menurut Bapak/Ibu apakah penyebab dari gangguan tersebut?

4. Menurut Bapak/Ibu apakah gangguan tersebut dapat diobati?

a) Bila ya, bagaimana cara pengobatannya?

b) Bila tidak, apa yang bisa kita lakukan untuk membantu orang lain yang

mengalami gangguan jiwa?

5. Apakah Bapak/Ibu pernah berobat ke tempat lain sebelum berobat ke

Yayasan Galuh?

a) Bila ya, kemana Bapak/Ibu berobat?

b) Bagaimana hasil pengobatan yang Bapak/Ibu rasakan?

6. Apakah dampak yang Bapak/Ibu rasakan setelah mendapatkan pengobatan di

Yayasan Galuh?

7. Menurut Bapak/Ibu apakah gangguan kesehatan yang membuat Bapak/Ibu

mendapatkan pengobatan di Yayasan Galuh?

8. Apakah Bapak/Ibu mencari pertolongan ke Yayasan Galuh atas keinginan

Bapak/Ibu sendiri?

a) Bila ya, dari siapa Bapak/Ibu mengetahui adanya pengobatan di Yayasan

Galuh?

b) Bila tidak, siapa yang membawa Bapak/Ibu berobat ke Yayasan Galuh?

9. Menurut Bapak/Ibu apakah penyebab dari gangguan tersebut?

10. Menurut Bapak/Ibu apakah gangguan tersebut dapat diobati?

a) Bila ya, bagaimana cara pengobatannya?

b) Bila tidak, apa yang bisa kita lakukan untuk membantu orang lain yang

mengalami gangguan jiwa?

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 134: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

119

Universitas Indonesia

11. Apakah Bapak/Ibu pernah berobat ke tempat lain sebelum berobat ke

Yayasan Galuh?

Bila ya, kemana Bapak/Ibu berobat?

Bagaimana hasil pengobatan yang Bapak/Ibu rasakan?

12. Apakah dampak yang Bapak/Ibu rasakan setelah mendapatkan pengobatan di

Yayasan Galuh?

13. Apakah Bapak/Ibu mencari pertolongan ke Yayasan Galuh atas keinginan Bapak/Ibu

sendiri?

Bila ya, dari siapa Bapak/Ibu mengetahui adanya pengobatan di Yayasan Galuh?

Bila tidak, siapa yang membawa Bapak/Ibu berobat ke Yayasan Galuh?

14. Menurut Bapak/Ibu apa alasannya Bapak/Ibu perlu mendapatkan pengobatan di

Yayasan Galuh?

15. Sudah berapa lama Bapak/Ibu mengalami kondisi tersebut? 16. Menurut Bapak/Ibu apakah penyebab dari kondisi tersebut?

17. Menurut Bapak/Ibu apakah kondisi tersebut dapat diobati?

Bila ya, bagaimana cara pengobatannya?

Bila tidak, apa yang selanjutnya harus dilakukan?

18. Apakah Bapak/Ibu pernah mendapat pertolongan untuk kondisi tersebut ke tempat

lain sebelum berobat ke Yayasan Galuh?

Bila ya, kemana Bapak/Ibu berobat? Bagaimana hasil pengobatan yang

Bapak/Ibu rasakan?

Bila tidak, apa yang Bapak/Ibu lakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut?

19. Pengobatan seperti apakah yang Bapak/Ibu terima selama tinggal di Yayasan Galuh?

20. Apakah perubahan yang Bapak/Ibu rasakan setelah menjalani pengobatan di Yayasan Galuh?

Tujuan 2: Menilai kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan jiwa 21. Selain langsung dari petugas di dalam Yayasan, apakah Bapak/Ibu mendapatakan

layanan kesehatan dari pihak lain? (misalnya Puskesmas, Rumah Sakit, Klinik, dll)

a. Jika ya, layanan kesehatan seperti apa yang Bapak/Ibu terima?

b. Jika tidak, apa alasannya dan bagaimana seharusnya? 16. Menurut Bapak/Ibu, apa itu layanan kesehatan jiwa?

17. Menurut Bapak/Ibu apakah Bapak atau ibu membutuhkan adanya layanan kesehatan

jiwa untuk Bapak/Ibu? a. Jika ya, layanan kesehatan seperti apa yang Bapak/Ibu butuhkan?

b. Jika tidak, apa alasannya?

18. Apakah Bapak/Ibu membutuhkan layanan kesehatan jiwa di puskesmas maupun di masyarakat?

a. Jika ya, apa alasannya dan layanan seperti apa yang dibutuhkan?

b. Jika tidak, apa alasannya dan bagaimana seharusnya?

19. Tujuan 4: Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan Bagaimana bapak/ibu menilai pengetahuan atau tingkat kemampuan para petugas di

Yayasan ini dalam membantu Bapak/Ibu mencapai kesembuhan? Bapak/ibu dapat

memberikan penilaian dalam bentuk Baik / Cukup / Kurang? 20. Apakah menurut Bapak/ibu, petugas memerlukan pelatihan terkait topik kesehatan?

a) Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan?

b) Jika tidak, apa alasannya? 22. Menurut Bapak /ibu, pengetahuan dan keterampilan apa saja yang petugas perlukan

untuk menjalankan tugas sebagai pelaku rawat di Yayasan ini? (pengetahuan dan

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 135: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

120

Universitas Indonesia

keterampilan bisa berupa cara pemberian informasi, konseling kejiwaan, tanda dan

gejala penyakit, pengobatan, cara menjaga keselamatan diri sendiri dan orang yang

dirawat, penyediaan tempat tinggal dan makanan yang sehat)

Tujuan 4 : Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang sosial (20-30 menit)

23. Menurut Bapak/ibu, apakah Bapak/Ibu mengalami masalah psikososial seperti masalah pertemanan, hubungan dekat, dukungan sosial dane kesehatan)

24. Kebutuhan ketrampilan sosial seperti apa sajakah yang diperlukan oleh Bapak/ibu?

(Kebutuhan sosial ini dapat berupa bagaimana membina pertemanan, hubungan dekat,

dukungan sosial & kesehatan) 25. Untuk menjawab kebutuhan Bapak /ibu, pengetahuan dan ketrampilan apa saja yang

perlu dimiliki oleh petugas? (pengetahuan dan keterampilan dapat berupa cara melatih

untuk membina pertemanan, perawatan diri, mendapatkan dan mengakases dukungan sosial dan kesehatan)

Tujuan 5 : Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang okupasi & aktivitas orang dengan gangguan jiwa

26. Menurut Bapak/Ibu, masalah apa saja yang dialami oleh Bapak/ibu yang terkait

dengan aktivitas sehari-hari? (aktivitas harian bisa mencakup perawatan diri, mengisi

waktu luang, kehidupan mandiri) 27. Menurut Bapak /ibu, latihan apa saja yang perlu diberikan oleh petugas kepada

Bapak/ibu?

Kesimpulan/Rangkuman (5 menit)

Terima kasih atas bantuan dan kerjasama Bapak/Ibu.

Observasi (orang, tempat wawancara, lingkungan)

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 136: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

121

Universitas Indonesia

Wawancara Mendalam bagi Keluarga Konsumer

A. Pengumpulan Data

Tanggal : Pengambil data :

B. Identitas Responden Nama:

Jenis Kelamin:

Usia:

Pendidikan: Hubungan dengan Konsumer:

Tujuan 1: Mendapatkan data mengenai perilaku pencarian pertolongan

1. Menurut Bapak/Ibu apakah gangguan kesehatan yang membuat (nama keluarga yang

dirawat) mendapatkan pengobatan di Yayasan Galuh?

2. Apakah Bapak/Ibu membawa (nama keluarga yang dirawat) ke Yayasan Galuh atas keinginan Bapak/Ibu sendiri?

Bila ya, dari siapa Bapak/Ibu mengetahui adanya pengobatan di Yayasan Galuh?

Bila tidak, siapa yang menyarankan Bapak/Ibu membawa (nama keluarga yang

dirawat) berobat ke Yayasan Galuh?

3. Menurut Bapak/Ibu apakah penyebab dari gangguan yang dialami (nama keluarga

yang dirawat) tersebut? 4. Menurut Bapak/Ibu apakah gangguan tersebut dapat diobati?

Bila ya, bagaimana cara pengobatannya?

Bila tidak, apa yang bisa kita lakukan untuk membantu orang lain yang

mengalami gangguan jiwa?

5. Apakah Bapak/Ibu pernah membawa (nama keluarga yang dirawat) berobat ke tempat lain sebelum berobat ke Yayasan Galuh?

Bila ya, kemana?

Bagaimana hasil pengobatan yang Bapak/Ibu lihat?

6. Apakah dampak yang Bapak/Ibu lihat setelah (nama keluarga yang dirawat)

mendapatkan pengobatan di Yayasan Galuh?

Tujuan 2: Menilai kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan jiwa

7. Menurut Bapak/Ibu apakah Bapak atau ibu membutuhkan adanya pelayanan kesehatan

jiwa di puskesmas maupun di masyarakat?

Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan?

Jika tidak, apa alasannya dan bagaimana seharusnya?

8. Bentuk pelayanan kesehatan jiwa yang seperti apakah yang Bapak/Ibu atau masyarakat

perlukan?

Tujuan 3: Mengidentifikasi model pelayanan kesehatan jiwa

Sekarang saya akan menanyakan kepada Bapak/Ibu tentang layanan kesehatan jiwa yang diselenggarakan di dalam Yayasan/ Puskesmas di wilayah Bapak/ibu sampai hari ini.

9. Sepengetahuan Bapak ibu, apakah Yayasan/Puskesmas wilayah setempat menyediakan

layanan kesehatan jiwa?

Bila ya, bisakah Bapak/Ibu sebutkan!

Bila tidak, apakah ada alasan mengapa hal itu terjadi?

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 137: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

122

Universitas Indonesia

10. Menurut Bapak ibu, apakah Yayasan/Puskesmas juga menyelenggarakan layanan

kesehatan jiwa langsung di masyarakat (di luar gedung)?

Bila ya, bisakah Bapak/Ibu sebutkan!

Bila tidak, apakah ada alasan mengapa hal itu terjadi?

11. (Bagi mereka yang pernah mendapatkan layanan kesehatan jiwa seperti yang telah disebutkan di atas). Dapatkah Bapak/Ibu ceritakan tentang layanan yang Bapak/Ibu

terima tersebut?

12. Apa yang Bapak/Ibu rasakan tentang layanan yang Bapak/Ibu peroleh tersebut? (Bapak/Ibu bisa menilai dengan cara memberikan penilaian dari angka 1-10, 1 untuk

sangat kurang, 10 sangat baik, dan apa alasannya).

13. Apakah Bapak/Ibu merasa terbantu dengan adanya layanan kesehatan jiwa tersebut?

14. Bagaimana menurut Bapak/Ibu agar kegiatan pelayanan kesehatan jiwa di Yayasan/Puskesmas maupun langsung di masyarakat (luar gedung) ini dapat lebih

ditingkatkan?

Tujuan 4: Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan 15. Menurut Bapak/ibu, petugas memerlukan pelatihan terkait topik kesehatan?

Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan?

Jika tidak, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan?

16. Menurut Bapak /ibu, keterampilan apa saja yang petugas perlukan untuk menjalankan tugas sebagai penyedia layanan kesehatan?

17. Apakah menurut Bapak/ibu, petugas perlu melakukan pemberian informasi dan

edukasi tentang kesehatan dan kesehatan jiwa kepada Bapak/ibu?

Jika ya, apa alasannya dan informasi apa yang perlu diberikan?

Jika tidak, apa alasannya?

18. Topik pelatihan kesehatan apa sajakah yang (nama keluarga yang dirawat)

perlukan?

(Topik pelatihan kesehatan tersebut bisa mencakup : konseling kejiwaan, gejala

gangguan jiwa, penggunaan obat-obatan/alkohol, cara menjaga keselamatan diri sendiri dan orang yang dirawat, penyediaan tempat tinggal dan makanan yang sehat)

19. Dari pelatihan-pelatihan kesehatan yang telah disebutkan tadi, bisakah Bapak/ibu

menentukan 3 bentuk pelatihan yang menjadi 3 prioritas teratas? Prioritas 1 :

Prioritas 2 :

Prioritas 3 :

Tujuan 5 : Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang sosial

20. Menurut Bapak/ibu, masalah psikososial apa saja yang dialami oleh (nama keluarga

yang dirawat)? (Masalah psikososial ini dapat berupa masalah dalam pertemanan, hubungan dekat, dukungan sosial & kesehatan)

21. Kebutuhan ketrampilan sosial apa saja yang diperlukan oleh (nama keluarga yang

dirawat)? (Kebutuhan sosial ini dapat berupa pertemanan, hubungan dekat, dukungan

sosial & kesehatan) 22. Menurut Bapak/ibu apakah (nama keluarga yang dirawat) butuh pelatihan mengenai

ketrampilan sosial ?

Jika ya, apa alasannya dan apa yang dibutuhkan?

Jika tidak, apa alasannya dan bagaimana seharusnya?

23. Menurut Bapak /ibu, pengetahuan dan ketrampilan apa saja yang perlu dimiliki oleh petugas?

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015

Page 138: penilaian kebutuhan pelatihan di bidang kesehatan jiwa bagi ...

123

Universitas Indonesia

24. Dari pelatihan-pelatihan ketrampilan sosial yang telah disebutkan tadi, bisakah

Bapak/ibu menentukan 3 bentuk pelatihan yang menjadi 3 prioritas teratas?

Prioritas 1 :

Prioritas 2 : Prioritas 3 :

Tujuan 5 : Mendapatkan data kebutuhan pelatihan di bidang okupasi & aktivitas orang dengan gangguan jiwa

25. Menurut Bapak/Ibu, masalah apa saja yang dialami oleh (nama keluarga yang dirawat)

yang terkait dengan aktivitas sehari-hari? 26. Menurut Bapak /ibu, latihan apa saja yang perlu diberikan oleh petugas kepada (nama

keluarga yang dirawat)?

27. Pengetahuan dan keterampilan apa sajakah yang (nama keluarga yang dirawat) perlukan terkait dengan latihan untuk aktivitas harian dan kemandirian?

28. Dari pelatihan-pelatihan yang telah disebutkan tadi, bisakah Bapak/ibu menentukan 3

bentuk pelatihan yang menjadi 3 prioritas teratas? Prioritas 1 :

Prioritas 2 :

Prioritas 3 :

Kesimpulan/Rangkuman (5 menit)

Ucapkan terimakasih atas partisipasi peserta.

Penilaian kebutuhan..., Rossalina, FK UI, 2015