PENGUJIAN KETAHANAN LUNTUR TERHADAP...
Click here to load reader
-
Upload
truongnhan -
Category
Documents
-
view
213 -
download
0
Transcript of PENGUJIAN KETAHANAN LUNTUR TERHADAP...
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
372 Unmas
Denpasar
PENGUJIAN KETAHANAN LUNTUR TERHADAP PENCUCIAN DAN GOSOKAN
TEKSTIL HASIL PEWARNAAN DENGAN EKSTRAK CURCUMIN INDUK
KUNYIT
Zahra Fona1, Syafruddin2 1,2Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe, Jl. B. Aceh-Medan km.280,3
Buketrata, Lhokseumawe
e-mail penulis korespondensi: [email protected]
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan nilai ketahanan luntur terhadap
pencucian dan gosokan tekstil yang telah diwarnai dengan pewarna alami dari rimpang
induk kunyit.Curcumin dari rimpang induk kunyit diekstraksi dengan pelarut etanol secara
batch pada temperatur 50, 60, dan 70oC, dengan perbandingan rimpang induk kunyit
terhadap pelarut 1:5, 1: 10, dan 1:15. Ekstrak yang diperoleh diaplikasikan pada kain katun
putih dengan tahapan mordanting, aplikasi pewarnaan, dan fiksasi. Pengujian ketahanan
luntur terhadap pencucian dilakukan dengan laundrymeter dilanjutkan dengan analisa warna
pada kain hasil pencucian grayscale, analisa kelunturan pada kain pelapis dilakukan dengan
staining scale. Selanjutnya, analisa ketahanan luntur terhadap gosokan dilakukan dengan
menggunakan crockmeter dengan 10 kali gosokan basah dan kering. Kain hasil gosokan
diuji dengan staining scale. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa yield curcumin mencapai
25,63 % pada penggunaan rimpang induk kunyit terhadap pelarut etanol 1:5 dan temperatur
ekstraksi 70oC. Hasil pengujian ketahanan luntur terhadap pencucian menggunakan
laundrymeter menunjukkan nilai ketahanan luntur hasil uji grayscale 4 dengan perbedaan
warna 1,5 yang berarti baik. Dari pengujian staining scale menunjukkan nilai tahan luntur 4-
5 dengan perbedaan warna 2,0 yang berarti baik. Pada pengujian tahan luntur terhadap
gosokan menggunakan crockmeter menunjukkan nilai tahan luntur gosokan kering 3-4
dengan perbedaan warna 5,6 (cukup baik), dan nilai tahan luntur gosokan basah 3 dengan
perbedaan warna 8 yang berarti cukup.
Kata Kunci: curcumin, gray scale, induk kunyit, ketahanan luntur, laundrymeter, pewarna
alami, staining scale
PENDAHULUAN
Seiring dengan meningkatnya perhatian masyarakat dan pemerintah terhadap
kelestarian lingkungan hidup di Indonesia, penggunaan pewarna tekstil yang menghasilkan
limbah tidak ramah lingkungan telah diminimalisir. Sebagai solusi, penelitian-penelitian
tentang penggunaan pewarna alami dari berbagai sumber telah banyak ditemukan di literatur.
Salah satu tindakan nyata pemerintah dalam hal tersebut adalah pelatihan pemanfaatan
pewarna alami bagi perajin batik di Banyuwangi oleh Kementerian Perindustrian (I.
Rahmawati 2016).
Salah satu kendala yang masih perlu penelitian lebih lanjut adalah mendapatkan
keaneragaman warna, dan mempertahankan warna agar tetap sesuai dengan warna yang
dinginkan. Tak dapat dipungkiri bahwa pewarna sintetis memiliki keunggulan ketahanan
warna yang sangat kuat serta variasi warna yang jauh lebih beragam. Dari sisi ekonomi, tentu
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
373 Unmas
Denpasar
saja harga pewarna sintetis lebih murah. Atas dasar faktor-faktor tersebut, para pengusaha
saat ini lebih memilih pewarna sintetis daripada pewarna alami. Namun tuntutan terhadap
pelestarian lingkungan akan menjadi perhatian lebih besar dari para pengusaha dengan
adanya peraturan dan pengawasan yang jelas.
Penelitian tentang ekstraksi dan aplikasi zat warna dari berbagai bahan alami telah
banyak didapatkan dalam literatur. Beberapa bahan yang dapat dijadikan bahan pewarna
alami diantaranya adalah daun pepaya, kembang sepatu, daun alpukat, kulit buah manggis,
daun jati, kayu secang, biji mahkota dewa, daun ketela pohon, daun jambu biji, kulit pinang,
kunyit, dan lain-lain. Pada penelitian Kwartiningsih, E, dkk (2009) yang mengekstraksi zat
warna kulit buah manggis menggunakan pelarut etanol, diperoleh pewarnaan kain berwarna
kuning kecoklatan.
Kunyit memberikan warna kuning terang pada kain. Rimpang kunyit terdiri dari
rimpang induk kunyit atau umbi kunyit yang berbentuk silindris dengan ukuran yang semakin
besar seiring pertambahan umur tanaman, dan rimpang cabang atau tunas yang lonjong dan
lebih kecil, yang tumbuh ke segala arah. Rimpang induk kunyit memiliki warna yang lebih
pekat dibandingkan dengan rimpang cabang. Rimpang kunyit memberikan warna kuning
cerah, dengan intensitas warna yang lebih kuat diperoleh dari induk kunyit. Dalam kehidupan
sehari-hari, rimpang induk kunyit kurang disukai untuk digunakan dalam masakan karena
warnanya yang terlalu pekat serta aroma yang lebih menyengat, sehingga tidak akan bersaing
dengan produk konsumsi.. Selama ini, rimpang induk kunyit hanya digunakan sebagai obat-
obatan tradisional yang digunakan pada skala kecil.
Penelitian ini menitikberatkan pada pengujian ketahanan penodaan (staining scale) dan
pengujian ketahanan luntur kain yang telah diaplikasi dengan pewarna alami curcumin induk
kunyit, terhadap pencucian dan gosokan.
Pada penelitian ini zat pewarna alami dari bahan baku rimpang induk kunyit diekstraksi
menggunakan pelarut etanol. Menurut Anggarwal, dkk (2003), curcumin tidak larut dalam air
tetapi larut dalam etanol atau dimetilsulfoksida (DMSO). Oleh karena itu, ekstraksi curcumin
dalam penelitian ini menggunakan pelarut etanol. Pewarna yang dihasilkan diharapkan dapat
menjadi alternatif pewarna tekstil sehingga dapat menggantikan pewarna sintetis yang tidak
ramah lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah menentukan pengaruh perbandingan bahan
baku berupa rimpang induk kunyit dengan etanol terhadap yield pewarna alami yang
diperoleh. Selanjutnya, dilakukan pewarnaan terhadap kain, dan dilakukan pengujian
ketahanan luntur terhadap pencucian dan gosokan menggunakan metode pengujian gray scale
dan staining scale.
METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang induk kunyit
(curcuma longa linn) yang diperoleh dari pasar lokal. Pelarut digunakan etanol 96% untuk
mengekstrak curcuma. Bahan lainnya adalah adalah kapur tohor, soda abu, tawas, detergent,
aquades dan kain katun berwarna putih.
Peralatan yang diperlukan berupa seperangkat alat ekstraksi soxhlet untuk
mengekstraksi curcumin dari induk kunyit. Analisa ketahanan luntur terhadap pencucian dan
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
374 Unmas
Denpasar
ketahanan luntur warna terhadap gosokan dilakukan dengan menggunakan laundrymeter dan
crockmeter di Laboratorium Uji dan Kalibrasi Industri Kerajinan dan Batik, Yogyakarta.
Prosedur Penelitian
Ekstraksi zat warna curcumin dari induk kunyit
Rimpang induk kunyit sebanyak 30 gr dihaluskan dan dimasukkan ke dalam labu leher
tiga alat soxhlet, kemudian diisi etanol sesuai rasio tertentu. Ekstraksi dilakukan pada
temperatur didih etanol, dengan pengadukan 500 rpm. Larutan hasil ekstraksi berupa zat
warna, didistilasi untuk menguapkan pelarut dari zat warnanya sehingga zat warna berbentuk
larutan pekat (pasta).
Perwarnaan Pada Kain
Proses mordanting
Kain sampel dipotong ukuran 10 x 10cm sebanyak tiga lembar, direndam dengan
larutan 2 ml deterjen dalam 100 ml aquades. Larutan dibuat dengan 8 g tawas (A12(SO4)3)
dan 2 g oda abu (Na2CO3) dalam 1 l aquadest, direbus sampai mendidih, kemudian kain
dimasukkan ke dalam larutan tersebut dan merebusnya selama 15 menit. Selanjutnya kain
dibilas, dikeringkan, dan disetrika.
Pewarnaan
Sebanyak 50 ml aquades ditambahkan 0,5 g zat warna (larutan pekat). Kain yang telah
dimordanting dimasukkan ke dalam larutan zat warna, dan direbus selama 15 menit. Kain
selanjutnya diangin-anginkan sampai kering.
Fiksasi dengan Kapur Tohor (CaCO3)
Kapur tohor 70 g dilarutkan dalam 1 l aquades dan dibiarkan mengendap, larutan
beningnya (larutan fixer)digunakan untuk merendam kain yang sudah diwarnai selama 10
menit, lalu kain dikeringkan dan dicuci bersih kemudian dikeringkan lagi di tempat yang
teduh, lalu disetrika.
Pengujian Zat Warna pada Kain
Uji Ketahanan Luntur terhadap Pencucian
Uji ketahanan luntur terhadap pencucian dilakukan dengan Mesin laundrymeter dengan
suhu operasi diatur 40 oC selama 45 menit. Setelah 45 menit laundrymeter dihentikan,
bejana-bejana diambil dan isinya dikeluarkan. Kain dicuci dengan air bersih kemudian jahitan
dilepas lalu disetrika. Kain pelapis dianalisan dengan Stainning Scale dan kain berzat warna
yang telah melalui proses pencucian dianalisa dengan GrayScale.
Uji Ketahanan Luntur terhadap Gosokan
Pengujian ketahanan luntur terhadap gosokan dilakukan menggunakan Crockmeter
dengan mengoperasikan alat sehingga menggosok kain uji sampai 10 kali gosokan. Kain
yang dinodai pada alat dibandingkan dengan kain putih sebagai pembandingnya. Kain dari
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
375 Unmas
Denpasar
hasil uji gosokan yang meliputi gosokan basah dan gosokan kering dianalisa dengan
menggunakan Stainning Scale.
Hasil dan Pembahasan
Ekstraksi zat pewarna dari rimpang induk kunyit dilakukan dengan menggunakan
metode tangki berpengaduk secara batch. Perbandingan antara induk kunyit dan pelarut
adalah 1 : 5 , 1 : 10 , 1 : 15 dan suhu ekstraksi 50oC, 60oC, 70oC, dengan kecepatan
pengadukan 500 rpm. Zat warna yang dihasilkan yang berbentuk cairan kental (pasta).
Ekstraksi dilakukan selama 2 jam, dengan pertimbangan bahwa dalam 2 jam, pelarut
telah mengekstraksi curcumin dengan baik. Berdasarkan penelitian Kwartiningsih, E, dkk
(2009), pelarut telah melarutkan antosianin dari kulit buah manggis dengan sempurna selama
2 jam ekstraksi.
Pengaruh Temperatur Terhadap Yield Zat Pewarna
Gambar 1. Pengaruh suhu ekstraksi (oC) dan rasio bahan baku terhadap yield zat
pewarna (%)
Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu ekstraksi, zat warna yang
diperoleh semakin banyak. Hal ini disebabkan semakin tinggi temperatur ekstraksi maka
kecepatan perpindahan massa dari solut ke solven semakin tinggi akibat driving force
temperatur mempengaruhi koefisien transfer massa dari suatu komponen (Mardiah, 2010).
Namun demikian, temperatur yang terlalu tinggi kurang baik bagi proses ekstraksi karena
dapat menyebabkan pelarut teruapkan dengan cepat, dan kualitas ekstrak menjadi kurang
baik. Temperatur didih etanol adalah 78,37 oC, sehingga ekstraksi sebaiknya dilakukan di
bawah temperatur didih tersebut untuk menghindari penguapan etanol dengan cepat.
Proses ekstraksi adalah suatu aplikasi dari proses perpindahan massa. Dalam proses
ektraksi, suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan perpindahan
massa. Peningkatan suhu dapat menyebabkan peningkatan solubilitas pelarut dan dapat
memperbesar pori padatan, sehingga pelarut masuk melalui pori-pori padatan dan melarutkan
komponen padatan yang terjerap. Zat terlarut selanjutnya berdifusi keluar permukaan partikel
padatan dan bergerak ke lapisan film sekitar padatan sehingga masuk ke larutan (Phaza dan
Ramadhan, 2010).
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
376 Unmas
Denpasar
Temperatur ekstraksi sangat menentukan yield zat warna yang diperoleh, seperti yang
dapat dilihat pada Gambar 1 bahwa yield zat warna pada ketiga variasi temperatur jauh
berbeda. Pada temperatur 50 oC, rata-rata yield curcumin 4,45%, sedangkan pada temperatur
60oC, dan 70 oC masing-masing yield curcumin lebih besar, yaitu 13,06%, dan 22,9%.
Ekstraksi curcumin dari rimpang induk kunyit memberikan yield yang lebih banyak pada
temperatur 70oC. Hal ini sesuai dengan penelitian Kwartiningsih, E, dkk (2009), yang
menggunakan zat pewarna dari kulit buah manggis menggunakan pelarut etanol dengan yield
13,15% pada temperatur ekstraksi 70 oC, zat warna yang diperoleh kuning kecoklatan. Pada
penelitian Puryanto, dkk (2012), diperoleh rendemen sebesar 19,6 g/l larutan zat warna dari
biji kesumba pada proses perlakuan ekstraksi dengan NaOH selama 180 menit dan
temperatur ekstraksi 90 oC.
Pengaruh Rasio Bahan Baku dengan Pelarut Terhadap Yield Zat Pewarna
Distribusi pelarut ke dalam padatan sangat berpengaruh terhadap perolehan curcumin.
Perbandingan antara padatan dengan pelarut akan mempengaruhi yield yang dihasilkan.
Gambar 1 menunjukkan pada rasio rimpang induk kunyit dengan pelarut 1 : 5, yield yang
diperoleh mencapai 25,63% pada suhu ekstraksi 70 oC. Sementara itu, pada rasio rimpang
induk kunyit dengan pelarut 1 : 10 dan 1 : 15, diperoleh yield mencapai 22,91% dan 20,26%.
Banyaknya pelarut mempengaruhi luas kontak padatan dengan pelarut, semakin banyak
pelarut luas kontak akan semakin besar, sehingga distribusi pelarut ke padatan akan semakin
besar. Meratanya distribusi pelarut akan mengurangi tingkat kejenuhan pelarut, sehingga
komponen curcumin dalam rimpang induk kunyit dapat diekstrak dengan baik. Meskipun
demikian, penambahan jumlah pelarut yang terlalu banyak juga kurang efektif terhadap
proses ekstraksi. Pada penelitian ini, rasio bahan baku dengan pelarut 1 : 5 dapat mengekstrak
yield curcumin sebesar 25,63 %, penambahan jumlah pelarut tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap yield curcumin. Seperti halnya penelitian Jayanudin, dkk (2014), yang
mendapatkan bahwa penambahan jumlah pelarut yang lebih besar dari 1 : 20 tidak
meningkatkan yield natrium alginat dari rumput laut.
Hasil Uji ketahanan Luntur Zat Warna Terhadap Pencucian dan Gosokan
Sebelum dilakukan pengujian ketahanan luntur zat warna terhadap pencucian, terlebih
dahulu dilakukan fiksasi. Fiksasi zat warna dilakukan untuk meningkatkan ketahanan luntur
zat warna terhadap kain. Proses pengikatan dan penguatan zat warna alami pada kain semakin
kuat dengan fiksasi. Fiksasi dapat mengunci zat warna yang telah masuk ke dalam serat.
Proses fiksasi pada prinsipnya adalah mengkondisikan zat pewarna yang telah terserap dalam
waktu tertentu agar terjadi reaksi antara bahan yang digunakan untuk fiksasi (T. Pujilestari,
2014). Pada penelitian ini, fiksasi dilakukan menggunakan kapur tohor (CaCO3). Dengan
adanya fiksasi zat warna curcumin dari rimpang induk kunyit diharapkan memiliki ketahanan
luntur lebih besar.
Ketahanan luntur zat warna terhadap pencucian dan gosokan merupakan faktor yang
sangat menentukan kualitas tekstil yang diwarnai. Pengujian ketahanan luntur warna terhadap
pencucian dilakukan menggunakan laundrymeter dengan kondisi pencucian komersial.
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
377 Unmas
Denpasar
Pengujian ketahanan luntur terhadap gosokan dilakukan dengan menggunakan crockmeter.
Kedua pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui kualitas zat warna dari curcumin.
Zat warna yang diaplikasikan pada kain sebagai contoh uji diambil sampel
yang memiliki yield yang paling besar. Warna yang paling pekat yang dapat dilihat secara
visual setelah aplikasi pada kain dipilih untuk dianalisa. Dari hasil analisa diperoleh bahwa
ekstraksi rimpang induk kunyit pada temperatur 70 oC menghasilkan pewarna curcumin yang
lebih baik pada setiap perlakuan dengan perbedaan rasio penggunaan rimpang induk kunyit
terhadap pelarut.
Nilai perubahan warna adalah nilai perbedaan warna pada contoh uji sebelum dan
sesudah mengalami pencucian. Nilai penodaan warna adalah nilai kecerahan warna kain putih
pelapis pada contoh uji sesudah mengalami pencucian (Wedyatmo dan Nugroho, 2013). Nilai
perubahan warna pada kain diuji menggunakan gray scale. Sementara nilai penodaan pada
kain pelapis dianalisa menggunakan staining scale. Kualitas ketahanan luntur warna
terhadap pencucian bernilai baik apabila nilai perubahan warna (%R) bahan tekstil sebelum
dan sesudah dicuci kecil, dan nilai %R kain putih pelapis pada penodaan warna lebih besar.
Tabel 1. Hasil pengujian menggunakan laundrymeter.
Kunyit : Pelarut Suhu (oC) Gray
Scale
Perbedaan
Warna (CD)
Stainning
Scale
Perbedaan Warna
(CD)
1 : 5 70 4 1,5 4 4,0
1 : 10 70 4 1,5 4-5 2,0
1 : 15 70 3-4 2,1 4-5 2,0
Dari Tabel 1 dapat diketahui hasil analisa Gray Scale atau Standar Skala Abu-abu yang
digunakan untuk menilai perubahan warna contoh uji tahan luntur warna. Hasil uji ketahanan
terhadap pencucian kain yang telah diaplikasi zat warna yang diperoleh dari ekstraksi
curcumin dari rimpang induk kunyit dengan rasio terhadap pelarut 1 : 5 dan 1 : 10 diperoleh
nilai tahan luntur 4 dengan perbedaan warna (CD) 1,5 yang berarti “baik”. Sementara itu,
penggunaan rimpang induk kunyit dengan pelarut pada rasio 1 : 15 menghasilkan zat warna
yang memiiki nilai tahan luntur 3-4 dengan perbedaan warna (CD) 2,1 yang berarti “cukup
baik”.
Analisa Stainning Scale atau Standar Skala Penodaan yang digunakan untuk menilai
penodaan warna pada kain putih yang digunakan dalam menentukan tahan luntur warna
didapatkan bahwa dari rasio 1 : 5 nilai tahan luntur 4 dengan perbedaan warna (CD) 4,0 yang
berarti “baik”, sedangkan penggunaan rimpang induk kunyit dan pelarut 1 : 10, dan 1 : 15
menghasilkan curcumin yang nilai tahan lunturnya 3-4 dengan perbedaan warna (CD) 2,0
yang berarti “cukup baik”.
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
378 Unmas
Denpasar
Tabel 2. Hasil pengujian zat warna menggunakan Crockmeter.
Kunyit : Pelarut Suhu (oC) Gosokan
Kering
Perbedaan
Warna (CD)
Gosokan
Basah
Perbedaan
Warna (CD)
1 : 5 70 2-3 11,3 2-3 11,3
1 : 10 70 3-4 5,6 3 8,0
1 : 15 70 3-4 5,6 3 8,0
Pengujian terhadap gosokan dilakukan dengan menggunakan Crockmeter yang meliputi
gosokan basah dan gosokan kering yang dapat dilihat pada Tabel 2. Setelah pengujian
ketahanan zat warna terhadap gosokan selesai, selanjutnya dilakukan analisa terhadap kain
penggosok dengan menggunakan stainning scale. Hasil analisa untuk gosokan kering
diketahui bahwa curcumin yang dihasilkan dari ekstrak rimpang induk kunyit dan pelarut
pada rasio 1 : 5 memperoleh nilai tahan luntur 2-3 dengan perbedaan warna (CD) 11,3 yang
berarti “kurang”. Rasio rimpang induk kunyit dan pelarut 1 : 10 dan 1: 15 menghasilkan nilai
tahan luntur curcumin 3-4 dengan perbedaan warna (CD) 5,6 yang berarti “cukup baik”. Pada
pengujian ketahanan terhadap gosokan basah dapat dilihat bahwa pada perlakuan
perbandingan rimpang induk kunyit dengan pelarut 1 : 5 dihasilkan nilai tahan luntur
curcumin 2-3 dengan perbedaan warna (CD) 11,3 yang berarti “kurang”, sedangkan pada
rasio 1 : 10 dan 1: 15 nilai tahan lunturnya 3 dengan perbedaan warna (CD) 8,0 yang berarti
“cukup”.
KESIMPULAN
1. Ekstraksi rimpang induk kunyit menggunakan pelarut etanol dengan temperatur
ekstraksi 70 oC menghasilkan yield mencapai 25,63%.
2. Hasil pengujian ketahanan luntur warna terhadap pencucian dengan menggunakan
laundrymeter dengan analisa Gray Scale diperoleh nilai tahan luntur 4 dengan
perbedaan warna 1,5 yang berarti “baik” dan Stainning Scale nilai tahan luntur 4-5
dengan perbedaan warna 2,0 yang berarti “baik”.
3. Pada pengujian tahan luntur warna terhadap gosokan dengan menggunakan Crockmeter
dan hasil analisa Gray Scale pada gosokan kering nilai tahan luntur 3-4 dengan
perbedaan warna (CD) 5,6 yang berarti “cukup baik” dan gosokan basah nilai tahan
luntur 3 dengan perbedaan warna (CD) 8,0 yang berarti “cukup” untuk curcumin dari
ekstraksi rimpang induk kunyit dan pelarut dengan rasio 1 : 10 dan 1 : 15,
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Politeknik Negeri Lhokseumawe yang
telah menyediakan fasilitas untuk pelaksanaan penelitian, dan kepada Astried Tanya yang
telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA Jayanudin., Ayu, Z., dan Feni, N. 2014. Pengaruh Suhu dan Rasio Pelarut Ekstraksi Terhadap
Rendemen dan Viskositas Natrium Alginat dari Rumput Laut Cokelat (Sargassum
sp). J. Integrasi Proses, Vol. 5, No.1. Hal:
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
379 Unmas
Denpasar
Kurniastuti, F., dan Susanti, E.L.D. 2010. Pembuatan Zat Warna Alami Tekstil dari Biji Buah
Mahkotadewa. Laporan Penelitian Teknik Kimia. UNS. Surakarta.
Kwartiningsih, E., Setyawardani, D. A., Wiyatno, A., dan Triyono, A, 2009. Zat Pewarna
Alami Tekstil dari Kulit Buah Manggis. J. Ekuilibrium Vol. 8. No. 1, Januari. Hal:
41-47.
Mardiah, 2010, “Ekstraksi Kelopak Bunga dan Batang Rosella (Hibicus SabdariffaL) Sebagai
Pewarna Alami’, Fakultas Agribisnis, Universitas Juanda.
Nugroho, A.S, dan Wedyatmo, D.A. 2013. Studi Eksperimental Ketahanan Luntur Warna
Kain. Majalah Online Politeknosains, vol.XI no.2.
Phaza., dan Ramadhan., 2010, “Ekstraksi dan Kajian dari Bagian Tanaman, Lama Ekstraksi
dan Konsentrasi Isopropanol. Jurnal Teknologi Pertanian, Vol 2, No. 1. Hal: 10-27.
Puryanto., Purwanto, A., Kwartiningsih, E., dan Mastuti, E. 2012. Pembuatan Zat Warna
Alami dalam Bentuk Serbuk untuk Mendukung Industri Batik di Indonesia. J.
Rekayasa Proses, vol 6, no. 1. Hal: 26-29.
Rachmawati, I. 2016. Banyuwangi jadi tuan rumah Festival Busana Pewarna alam 2016.
http://regional.kompas.com/read/2016/03/15/08133131/Banyuwangi.Jadi.Tuan.Rum
ah.Festival.Busana.Pewarna.Alam.2016 diakses: 28 maret 2016.