pengujian fisika semen
-
Upload
suci-wahyuni -
Category
Documents
-
view
207 -
download
30
Transcript of pengujian fisika semen
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan
Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah salah satu mata kuliah yang terdapat
pada program studi Fisika Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang (FMIPA UNP). Melalui mata
kuliah ini diharapkan mahasiswa dapat mengembangkan kemampuan, etos kerja
serta terlatih untuk menghadapi masalah yang terdapat dilapangan.
Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilakukan pada instansi-instansi atau
perusahaan yang berbadan hukum resmi, yang telah direkomendasikan oleh Ketua
Jurusan Fisika dan Dekan FMIPA. Instansi atau perusahaan yang dipilih harus
sesuai dengan kelompok bidang kajian mahasiswa yang bersangkutan. Hal ini
bertujuan untuk memperkuat konsep serta dapat mengaplikasikan secara nyata
teori-teori yang telah diperoleh di perguruan tinggi.
Maka penulis memilih PT. Semen Padang (Persero) Tbk, sebagai tempat
untuk melaksanakan PKL, karena penulis menilai perusahaan tersebut sangat
tepat dengan bidang yang penulis tekuni dilihat dari adanya keterkaitan hubungan
antara bidang perusahaan dengan bidang akademis yang penulis pelajari selama
duduk di bangku perkuliahan.
Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini bertujuan untuk mendapatkan
pengalaman dan menambah wawasan yang nantinya dapat digunakan untuk terjun
langsung di masyarakat dan dunia kerja. Penulis membuat laporan PKL yang
mengangkat sebuah topik permasalahan untuk lebih memahami pengetahuan
praktis yang diperoleh melalui pengamatan langsung. Topik tersebut adalah
“Pengujian Fisika Semen Portland Composite Cement (PCC) menggunakan
Metode SNI 15-2049-2004 dan BS 196-1:2005.”
1
B. Tujuan
Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Jurusan Fisika Universitas
Negeri Padang bertujuan:
1. Tujuan umum
a. Mengenali dan mendapatkan pengetahuan praktis melalui pengalaman
langsung sehingga berguna melengkapi pengetahuan teoritis yang telah
diperoleh sebelumnya di bangku perkuliahan agar menjadi pengetahuan
yang lengkap dan utuh.
b. Mengetahui profil PT. Semen Padang.
c. Mengetahui proses pembuatan semen, sistem kerja peralatan produksi,
pengunaan alat-alat pengujian, kegiatan preparasi sampel, analisis sampel,
dan pengendalian kualitas selama proses produksi yang berlangsung di
PT. Semen Padang.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui pengujian kualitas semen PCC secara fisika di Laboratorium
Fisika Semen PT. Semen Padang.
b. Menganalisa kualitas semen PCC secara fisika di Laboratorium Fisika
Semen PT. Semen Padang.
c. Mengetahui perbedaan pengujian semen dengan menggunakan metode
SNI dan BS.
2
BAB II
LAPORAN KEGIATAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
A. Mekanisme Pelaksanaan PKL
Peserta magang berada pada posisi sebagai mahasiswa yang belajar dan
melaksanakan Praktek Kerja Lapangan. Mahasiswa magang diberikan bimbingan
oleh karyawan yang ditunjuk oleh Kepala Biro Jaminan Kualitas & Pelayanan
Teknis, agar dapat mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan
alat–alat pengujian, kegiatan preparasi sampel, analisis sampel dan pengendalian
kualitas semen.
B. Deskripsi PT. Semen Padang
PT. Semen Padang merupakan sebuah perusahaan yang memproduksi
semen untuk keperluan masyarakat lokal maupun luar daerah. Semen yang
dihasilkan digunakan sebagai bahan pengikat pada batuan dan beton yang
mempunyai peranan penting dalam setiap pembangunan fisik.
PT. Semen Padang beralamat di Jl. Raya Indarung, Padang 25237 Sumatera
Barat Telp. 0751-815250, Fax.0751-815590.
1. Sejarah dan Perkembangan PT. Semen Padang
Sejarah PT. Semen Padang dimulai pada tahun 1910, diawali dari dua
ilmuwan Belanda, Ir. Carl Christoper Lau dan Ir. Koninjberg yang
menemukan daerah Karang Putih dan Ngalau. Batuan daerah ini diduga dapat
dijadikan bahan baku pembuatan semen. Setelah diperiksa di laboratorium
Voor Material Landerzoek, Belanda, menunjukkan bahwa batuan tersebut
merupakan bahan baku semen, yaitu batu kapur (lime stone) dan batu silika
(silica stone).
Sejarah perkembangan PT. Semen Padang adalah sebagai berikut:
a. Periode I (1910-1942)
PT. Semen Padang berdiri pada tanggal 18 Maret 1910 dibawah
kekuasaan Belanda dengan nama NV Nedherland Indische Portland
Cement Maatschappji dibawah pimpinan Ir. Carl Chistoper Lau dan Ir.
3
Hogan Paad serta Ir. Konijberg, yang berkedudukan di Amsterdam
(Belanda) berdasarkan akte No.358 tanggal 18 Maret 1910 yang dibuat
dihadapan notaris Johannes Pieter Smith. Akte tersebut diumumkan dalam
Bijvoegsel Tot De Netherlandsch Staat Courant No. 90 tanggal 19 April
1910. Pabrik mulai berproduksi pada tahun 1939 mencapai angka
produksi 170.000 ton/tahun.
b. Periode II (1942-1945)
Dalam periode ini pabrik dikuasai oleh Jepang karena Belanda
angkat kaki dari Indonesia akibat kekalahan dari Jepang pada Perang
Dunia II. Jepang menyerahkan segala kegiatan pada perusahaan Asano
Cement. Pada tahun 1944 terjadi pemboman oleh sekutu sehingga pabrik
rusak berat dan produksi terhenti.
c. Periode III (1945-1947)
Periode ini adalah masa perang kemerdekaan RI, bersama dengan
kekalahan Jepang dari sekutu pada tahun 1945 pabrik diambil alih oleh
karyawan dan selanjutnya diserahkan kepada pemerintahan Republik
Indonesia (RI) dan selanjutnya diganti namanya menjadi Kilang Semen
Indarung.
d. Periode IV (1947-1956)
Pada tahun 1947 dalam agresi militer Belanda I pabrik diambil alih
kembali oleh Belanda dan namanya diubah menjadi NV Padang Portland
Cement Matschappji (NV PPCM). Jumlah produksi sangat sedikit, karena
banyak karyawan yang mengungsi. Setelah Konferensi Meja Bundar
1949, pabrik kembali berjalan normal. Pada tahun 1957, produksi
mencapai 154.00 ton/tahun.
e. Periode V (1958-1961)
Dengan keluarnya PP No. 10/1958, maka tanggal 5 Juli 1958 pabrik
dinasionalisasikan dan sebagai pengelolanya diserahkan kepada Badan
Penyelenggaraan Perusahaan dan Tambang atau BAPPT dan nama Semen
Padang mulai diperkenalkan. Pada tahun 1958 produksi semen sebesar
4
80.828 ton, tahun 1959 sebesar 120.714 ton, dan tahun 1960 sebesar
107.695 ton.
f. Periode VI (1961-1971)
Setelah tiga tahun dikelola oleh BAPPT Pusat, berdasarkan PP
No.135/1961 status perusahaan diubah menjadi Perusahaan Negara Semen
Padang, dengan produksi 77.030 ton/tahun. Berdasarkan PP No.7/1971,
menetapkan bahwa status Semen Padang menjadi PT (Persero)
berdasarkan Akta Notaris No. 5 tanggal 4 Juli 1972, seluruh saham
dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia. Pada tahun 1971 kapasitas
produksi mencapai 172.071 ton.
g. Periode VII (1971-1995)
Sesuai dengan PP No.7/1971 pada tanggal 17 Februari 1971
Perusahaan Negara Semen Padang diubah menjadi PT. Semen Padang
(Persero). Pengembangan dilanjutkan dengan mendirikan pabrik Indarung
II pada tahun 1977 bekerja sama dengan Denmark dan dibangun oleh
kontraktor FL Smith Co/AS dengan kapasitas terpasang 600.000 ton/tahun,
sedangkan sumber dananya didapatkan dari Bapindo, Bank Dunia, Kas
PT. Semen Padang dan Pemerintahan RI. Pabrik ini selesai dibangun pada
tahun 1980 dan pembangunan kemudian dilanjutkan dengan pabrik
Indarung III A. Pabrik Indarung III A dibangun oleh FL Smith Co/AS dan
diresmikan tanggal 23 September 1983 dengan kapasitas terpasang
600.000 ton/tahun. Dan proyek Indarung III B bekerjasama dengan India
dan selesai tahun 1987 dengan kapasitas produksi 660.000 ton/tahun.
Proyek Indarung III C (1991-1994) dilakukan secara swakelola oleh PT.
Semen Padang dengan kapasitas produksi 660.000 ton/tahun. PT. Semen
Padang meningkatkan produksinya dengan pengembangan pabrik
Indarung IV (Indarung III B dan Indarung III C) yang dilaksanakan pada
tahun 1993. Dengan kapasitas produksinya 1.620.000 ton/tahun.
5
h. Periode VIII (1995-sekarang)
Berdasarkan surat keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
No.5-326/MK.016/1995, pemerintah melakukan konsolidasi atas tiga
pabrik semen milik pemerintah yaitu PT. Semen Padang, PT. Semen
Gresik dan PT. Semen Tonasa, yang terealisasi pada tanggal 15 September
1995, sehingga saat ini PT. Semen Padang berada dibawah PT. Semen
Gresik (Semen Gresik Group) dan pada tanggal 16 Desember 1998,
dilakukan peresmian pabrik Indarung V, kapasitas produksi semen
meningkat menjadi 5.360.000 ton/tahun. Dan pada tahun 2013, PT. Semen
Padang memproduksi semen sebanyak 6.500.000 ton dengan melakukan
optimalisasi produksi.
2. Struktur Organisasi serta Uraian Tugas
Struktur organisasi mempunyai peranan penting dalam perusahaan
karena mengambarkan adanya pembagian pekerjaan sebagai penjabaran tugas
sehingga setiap orang dalam organisasi bertanggung jawab untuk melakukan
tugas tertentu dan mengawasi bidangnya sendiri. Melalui struktur organisasi
perusahaan dapat diketahui garis pertanggungjawaban semua kegiatan dan
usaha yang telah dijalankan sesuai dengan batas wewenang yang diberikan.
Semakin tinggi tingkatan sesuatu unit tertentu, maka makin luas bidang
tanggungjawabnya.
Struktur organisasi PT. Semen Padang bila dikelompokkan berdasarkan
tugas dan wewenang adalah sebagai berikut:
a. Dewan Komisaris
Dewan Komisaris dipilih dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Dewan Komisaris ini bertugas sebagai Dewan Pengarah (streering
committe) dan tempat berkonsultasi bagi direktur dalam mengambil suatu
keputusan.
b. Dewan Direksi
Dewan Direksi terdiri dari Direktur Utama yang dibantu oleh tiga orang
Direktur yaitu Direktur Komersial, Direktur Produksi, dan Direktur
6
Keuangan yang diangkat berdasarkan SKD Penyempurnaan Struktur
Organisasi dan Alih Tugas Karyawan Eselon 1, 2 & 3 No.016/SKD/
DESDM/02.2014 tanggal 26 Februari 2014.
Direktur utama merupakan orang yang paling bertanggung jawab terhadap
seluruh aktivitas dan jalannya perusahaan. Dalam menjalankan
aktivitasnya, Direktur utama dibantu oleh direktur-direktur dan staf ahli
bagian pengawasan intern serta program pengendalian mutu terpadu dan
lembaga penunjang lainnya. Direktur Utama membawahi empat
Departemen, yaitu Internal audit, Departemen Komunikasi, Departemen
GRC/MR, dan Staff Holdco/PTSI.
Direktur yang membantu Direktur Utama, adalah :
1. Direktur Komersial
bertanggung jawab terhadap masalah niaga, pemasaran, dan hal umum
lainnya. Direktur ini membawahi tiga Departemen, yaitu:
a. Departemen Penjualan
b. Departemen Distribusi dan Transportasi
c. Departemen Pengadaan
2. Direktur Produksi
bertanggung jawab terhadap kelancaran operasional pabrik. Direktur
ini membawahi enam Departemen, yaitu:
a. Departemen Tambang
b. Departemen Produksi II/III
c. Departemen Produksi IV
d. Departemen Produksi V
e. Departemen Teknik Pabrik
f. Departemen Jaminan Kualitas dan Inovasi yang membawahi lima
biro, yaitu:
1) Biro Jaminan Kualitas dan Pelayanan Teknis
2) Biro K3LH
3) Biro Inovasi dan TPM
7
4) Biro AFR
5) Biro Capex
3. Direktur Keuangan
bertanggung jawab terhadap masalah keuangan. Direktur ini
membawahi dua Departemen, yaitu:
a. Departemen Akuntansi dan Keuangan
b. Departemen Sumber Daya Manusia
3. Aktivitas PT. Semen Padang
a. Proses Produksi Semen
Secara umum urutan proses pembuatan semen terdiri dari empat
tahapan, yaitu: Persiapan bahan baku; Pengolahan bahan baku menjadi
raw mix (unit penggilingan bahan baku); Pengolahan raw mix menjadi
klinker (unit pembakaran bahan baku); Penggilingan klinker menjadi
semen (unit penggilingan semen);
1) Persiapan bahan baku
Tahapan persiapan bahan baku meliputi penambangan,
pemecahan, transportasi, dan penyimpanan bahan baku di pabrik.
Adapun bahan baku yang disiapkan seperti:
a) Batu kapur
Batu kapur adalah bahan utama dalam pembuatan semen
sebagai sumber kalsium oksida (CaO). Penggunaan batu kapur
adalah sekitar 80% dari total kebutuhan bahan mentah. Senyawa-
senyawa yang terkandung di dalam batu kapur adalah ±50% CaO,
±11% SiO2, ±2% Al2O3, ±1% Fe2O3, dan oksida-oksida lain seperti
MgO.
Pengambilan batu kapur untuk kebutuhan PT. Semen Padang
berasal dari Bukit Karang Putih. Penambangan dilakukan dengan
sistem penambangan terbuka. Dimulai dengan Tahapan
pembersihan lahan (Land Clearing) dengan cara membuang
lapisan atas tanah dan pepohonan yang menutupi lapisan batu
8
kapur dengan Bulldozer dan Excavator. Tahapan pengeboran
(Drilling) dengan pembuatan lubang untuk peledakan. Kedalaman
pengeboran sekitar 6-15 meter yang diarahkan pada lantai jenjang.
Tahapan Peledakan (Blasting) yaitu lubang yang telah dibor diisi
dengan bahan peledak dan diledakkan dengan cara electrical
detonation. Tahapan pemuatan dan pengangkutan dengan
mengumpulkan hasil dari ledakan dan dimuat oleh excavator dan
wheel loader ke dump truck dan diangkut menuju crushing area.
Tahapan selanjutnya yaitu pengecilan ukuran (Crusher).
Pengecilan ukuran dilakukan menggunakan crusher. Selanjutnya
batu kapur dibawa menggunakan belt conveyor menuju storage
pabrik.
b) Batu Silika (Silica Stone)
Batu silika merupakan sumber utama oksida silika dan
alumina. Kebutuhan batu silika ini sekitar 9-10% dari total
kebutuhan bahan mentah. Senyawa-senyawa yang terkandung di
dalam batu silika adalah: ±70% SiO2, ±13% Al2O3, ±16% Fe2O3,
dan ±1% CaO.
Pengambilan batu silika untuk kebutuhan PT. Semen Padang
berasal dari Bukit Ngalau tetapi sejak tahun 2012 ditemukan batu
silika di Bukit Karang Putih sehingga penambangan di Bukit
Ngalau dihentikan sementara. Penambangan dilakukan dengan
meruntuhkan deposit menggunakan excavator. Selanjutnya batu
silika di angkut menuju mobile crusher untuk pengecilan ukuran.
Setelah itu, batu silika di transport menggunakan belt conveyor
menuju storage pabrik.
c) Tanah liat (Clay)
Tanah liat merupakan sumber alumina oksida (Al2O3) dalam
proses pembuatan semen. Kebutuhan tanah liat ini sekitar 9-10 %
dari total kebutuhan bahan mentah. Senyawa-senyawa yang
9
terkandung dalam tanah liat adalah ±45% SiO2, ±29% Al2O3, dan
±10% Fe2O3.
Penambangan tanah liat dilakukan oleh anak perusahaan
seperti PT. Igasar dan PT. Yasiga di kawasan Bukit Atas dan
Gunung Sariak. Penambangan dilakukan dengan pengerukan
menggunakan Excavator dari bukit induk. Selanjutnya
pengangkutan dilakukan dengan truk menuju storage pabrik.
d) Pasir besi (Iron Sand)
Pasir besi dan copper slag merupakan sumber utama dari
oksida besi (Fe2O3). Kebutuhan pasir besi sekitar 1-2% dari total
kebutuhan bahan mentah. Kandungan Fe2O3 ini berfungsi sebagai
pemberi warna gelap pada semen dan secara teoritis berfungsi
sebagai fluks dalam pembakaran dan menurunkan C3A.
Bahan baku pasir besi didatangkan dari PT. Aneka Tambang,
Cilacap. Selain itu pasir besi juga dapat disubstitusikan dengan
copper slag yang diperoleh dari industri pengolahan tembaga di
Gresik.
e) Gypsum
Gypsum sebagai bahan penunjang juga didatangkan dari luar.
Gypsum alam diimpor dari Thailand sedangkan gypsum sintetis
didatangkan dari Petrokimia Gresik dan Australia.
f) Bahan Tambahan
Bahan tambahan yang digunakan merupakan bahan mentah
yang ditambahkan kedalam klinker untuk menghasilkan semen
jenis tertentu. Contoh bahan tambahan antara lain: Pozzolan.
g) Batu bara.
Batu bara dipakai sebagai bahan bakar pada kiln, SLC dan
ILC. Saat ini batu bara diperoleh dari berbagai sumber,
diantaranya dari tambang rakyat di Ombilin dan tambang di Muaro
Bungo.
10
Alat-alat yang digunakan dalam persiapan bahan baku
pembuatan semen ditampilkan pada Gambar 1.
Bulldozer Dump truck Wheel loader
Drilling Belt conveyor di tambang Belt conveyor di storage
Gambar 1. Alat yang berperan dalam persiapan bahan baku
2) Penyimpanan bahan baku
Batu kapur dari unit tambang ditransportasikan menggunakan
belt conveyor menuju limestone storage untuk ditampung. Batu kapur
yang dibawa oleh belt conveyor dijatuhkan di dalam storage kemudian
dibawa oleh belt conveyor menuju hopper batu kapur.
Seperti halnya batu kapur, silika dari unit tambang juga
ditransportasikan dengan belt conveyor yang kemudian dimasukkan ke
dalam silica storage. Dari silica storage, silika ditransportasikan
dengan belt conveyor ke hopper silica. Sedangkan copper slag
ditransportasikan menggunakan belt conveyor menuju hopper copper
slag.
Bahan baku tanah liat yang diambil dari penambangan dan
diangkut dengan truk menuju ke clay storage. Dalam storage ini tanah
liat disimpan dan diblending. Kemudian mengalami proses reclaiming
11
dengan bucket excavator dan diangkut dengan belt conveyor ke
hopper clay. Tempat penyimpanan bahan baku pembuatan semen
ditampilkan pada Gambar 2.
Limestone storage Silica stone storage
Copper slag strorage
Raw coal storageClay storage Gypsum
Gambar 2. Tempat penyimpanan raw material
Di bawah hopper setiap material terdapat dosimat feeder.
Sebelum mengalami proses penggilingan batu kapur, silika, clay, dan
cooper slag ditimbang terlebih dahulu menggunakan dosimat feeder.
Perbandingan masing-masing komponen berasal dari laboratorium
yang telah menganalisa raw material yang ada dan besarnya
perbandingan tergantung dari kebutuhan pabrik. Kemudian keempat
material dimasukkan kedalam satu belt conveyor menuju roller mill
untuk mengalami proses pencampuran, penggilingan, dan pengeringan
material.
3) Proses Penggilingan Bahan Baku (Unit Raw Mill)
Penggilingan bahan baku dilakukan dimulai di roller mill.
Keempat bahan baku yang telah digabung dalam rubber conveyor
masuk ke dalam roller mill untuk digiling. Bersamaan dengan itu juga
12
dialirkan gas panas yang berasal dari suspension preheater. Dengan
memanfaatkan gas panas ini maka air dalam material mencakup air
bebas, air kapiler, dan air absorbsi dapat diuapkan hingga < 1%.
Material masuk dari inlet di bagian atas vertical mill. Material akan
hancur karena tergilas antara putaran roller dengan meja penggiling.
Aliran gas panas bersama material halus keluar mill setelah
melalui classifier yang ada di dalam mill menuju keempat cyclone
yang dipasang paralel, yakni cyclone S25, cyclone S17, cyclone S19,
dan cyclone S27. Pada masing-masing cyclone tersebut gas dan
material dipisahkan. Material yang jatuh dari keempat cyclone dibawa
masuk ke dalam CF Silo (Controlled Flow Silo).
Pada CF silo terjadi proses homogenisasi material untuk
memperoleh material dengan komposisi yang diinginkan untuk umpan
kiln. Material yang sudah terhomogenisasikan siap diumpankan ke
dalam kiln yang disebut dengan kiln feed. Bagian-bagian yang
berperan dalam proses penggilingan bahan baku ditampilkan pada
Gambar 3.
Dosimat feeder Hopper Vertical mill
Gambar 3. Peralatan pengilingan bahan baku
4) Proses Pembakaran Bahan Baku (Unit Kiln)
a) Persiapan Bahan Bakar di Coal Mill
Batu bara dari storage masuk ke hopper batu bara yang
dilengkapi dengan timbangan logic untuk mengetahui jumlah batu
bara dalam hopper. Kemudian dibawa ke coal mill, selanjutnya
13
dihancurkan menggunakan Vertical mill yang dapat dilihat pada
Gambar 4.
Gambar 4. Vertical mill batu bara
(1) Proses Pembakaran Awal
Kiln Feed hasil CF Silo masuk ke dalam Loss of Weight
untuk ditimbang. Setelah mengalami penimbangan, material
masuk ke dalam bucket elevator. Kemudian material dipisah
alirannya yaitu dari satu aliran menjadi dua aliran. Pengaturan
splitter gate ini diatur oleh Central Control Room (CCR)
secara komputerisasi. Setelah aliran terpisah menjadi dua
dengan laju yang telah ditentukan (ton/jam), maka aliran
material pertama akan ditransportasikan ke dalam string B
yaitu SLC (Separator Line Calciner), sedangkan aliran
material kedua menuju ke string A yaitu ILC (In Let Calciner)
pada set point tertentu.
Pada ILC maupun SLC gas panas ditarik oleh fan
kemudian dikeluarkan melalui dumper. Debu yang terikut oleh
gas panas dari kiln disaring oleh kanvas yang berada dalam
drop out box agar yang masuk kedalam pre heater hanya
berupa gas panas. Sedangkan debu klinker turun ke chain
conveyor untuk dimasukkan ke clinker cooler.
Proses pemanasan pada pre heater ILC dan SLC
menggunakan gas panas yang berasal dari udara primer yang
dihembuskan oleh fan, yang berfungsi sebagai pengumpan
14
bahan bakar batu bara ke kiln, dimana udara primer ini akan
bercampur dengan udara sekunder didalam kiln dan akhirnya
keluar. Kemudian kiln tertarik oleh fan masuk kedalam pre
heater. Selain itu proses pemanasan pada pre heater juga
menggunakan udara tersier yang berasal dari proses
pendinginan pada clinker cooler, yang akhirnya keluar menuju
pre heater ILC dan SLC. Kedua kalsiner ini juga mendapatkan
panas dari batu bara.
Penggunaan calsinasi ILC dan SLC memberikan efisiensi
proses pre kalsinasi yang tinggi, karena penggunaan keduanya
dapat memberikan nilai derajat kalsinasi yang tinggi dan dapat
diperoleh keseragaman material yang baik masuk ke rotary
kiln. Sehingga panas di rotary kiln dapat dioptimalkan untuk
menghasilkan klinker dengan kualitas yang lebih baik.
Adapun reaksi yang terjadi pada pre heater yang
ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Reaksi yang terjadi pada pre heater
Suhu °C Tahap Proses
100 Penguapan air bebas dari bahan baku, dan uap air
menguap bersama gas hasil pembakaran.
500 – 600 Pelepasan air kristal hidrat pada tanah liat.
Al2O3.SiO2.2H2O à Al2O3.SiO2 + H2O
600 – 800 Kalsinasi sampai 91%
CaCO3 à CaO + CO2
MgCO3 à MgO + CO2
(2) Proses Pembakaran Akhir (Rotary Kiln)
Material yang keluar dari cyclone diumpankan ke dalam
kiln dengan temperatur masuk sekitar 900 ºC. Disini material
akan mengalami proses pembakaran menjadi clinker. Karena
15
kalsinasi 90% sudah terjadi pada pre heater, maka umpan di
dalam kiln akan mengalami kalsinasi lebih lanjut hingga 100%
pada calcining zone dengan temperatur 900-1000 ºC, kemudian
diteruskan melewati transition zone dengan suhu sekitar
1000–1260 ºC. Di daerah ini terjadi perubahan material ke
fasa cair. Setelah itu material melewati burning zone dengan
suhu 1260 – 1510 ˚C, sehingga terjadi reaksi dalam fasa cair
menghasilkan senyawa clinker (C2S, C3A, C4AF, C3S).
Dinding bagian luar kiln di daerah burning zone dilengkapi
dengan 12 fan yang berfungsi untuk mencegah kerusakan
dinding kiln akibat adanya pembakaran kiln yang mempunyai
temperatur sangat tinggi, yaitu 1450 ºC.
Pendinginan didalam kiln disebabkan adanya udara
sekunder yang berasal dari clinker cooler dengan suhu sekitar
800–900 oC. Clinker yang keluar dari kiln dengan suhu sekitar
1200–1250 oC akan mengalami pendinginan lebih lanjut
didalam clinker cooler. Sebagai media pendingin digunakan
udara luar yang dihembuskan oleh 18 buah fan.
Pada rotary kiln dibagi menjadi 4 zona, yaitu :
a) Zona Kalsinasi (Calcination) : suhu 900–1000 °C
b) Zona Transisi (Transition) : suhu 1000–1250 °C
c) Zona Pembakaran (Burning) : suhu 1250–1450 °C
d) Zona Pendinginan (Cooling) : suhu 1450–130 °C
Kualitas klinker yang baik atau hasil pembakaran klinker
yang baik ditandai oleh kandungan CaO bebas dalam klinker
tidak lebih dari 2 % (berat). Reaksi pembentukan klinker dapat
ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Reaksi Pembentukan clinker yang terjadi pada rotary kiln.
16
Suhu 0C Reaksi
900-1000 °C
Kalsinasi lanjutan :
CaCO3 CaO + CO2
Awal Pembentukan Dicalsium silikat (C2S)
2CaO + SiO2 (CaO)2SiO2
1000-1250 °C
Awal pembentukan Tricalsium alumina (C3A)
3CaO + Al2O3 (CaO)3Al2O3
Awal pembentukan Tetracalsium alumina ferrit
(C4AF)
4CaO+Al2O3+Fe2O3 (CaO)4Al2O3Fe2O3
1250-1450 °CAwal pembentukan Tricalsium silika (C3S)
CaO + (CaO)2SiO2 (CaO)3SiO2
5) Proses Pendinginan (Clinker Cooler)
Pada proses klinkerisasi, mineral klinker terbentuk pada
suhu yang relatif tinggi. Dalam pendingin ini klinker panas
dengan suhu kisaran 1300oC yang berupa liquid akan
didinginkan menjadi klinker dingin berupa padatan
(bongkahan) dengan suhu kisaran 90oC-120oC. Sehingga akan
dibebaskan panas yang selanjutnya disuplai untuk rotary kiln
dan suspension pre heater. Sedangkan sebagian laginya akan
ikut bersama debu dan udara yang diteruskan ke EP Filter.
Untuk memisahkan gas panas dengan debu klinker, panas
yang terpisah akan disuplai ke sistem Waste Heat Recovery
Power Generator untuk diubah menjadi energi listrik.
Sedangkan debu akan dimasukkan ke pendingin debu
kemudian dimasukkan ke dalam dome silo atau silo klinker
untuk disimpan sementara bersama dengan klinker dingin
keluaran grate cooler yang ditransportasikan oleh deep bucket
conveyor.
17
Rotary kiln Grate cooler
Gambar 5. Peralatan pembuatan klinker
6) Proses penggilingan akhir (Unit Finish Mill)
Klinker, gypsum, dan material ketiga dari hoppernya
masing-masing ditimbang dengan menggunakan dosimat
feeder dan bercampur dengan klinker. Kemudian ketiga
material masuk ke dalam cement mill. Di cement mill material
mengalami penggilingan akibat benturan dan gesekan material
dengan grinding media. Karena tarikan udara ventilasi oleh fan
sebagian material halus terbawa oleh udara dan masuk ke
dalam cyclone. Di cyclone dipisahkan udara yang membawa
material halus dengan material kasar. Udara yang membawa
material halus masuk ke dalam EP. Material dipisahkan dari
udara dan masuk ke dalam screw conveyor. Material kasar
yang dipisahkan di cyclone dikirim ke separator.
Material kasar yang keluar dari cement mill dibawa ke
dalam bucket elevator. Material dari bucket elevator dibagi
dua dalam separator, di kedua separator material halus
dipisahkan sebagai produk dan dibawa ke silo cement.
Sedangkan material yang kasar dikembalikan ke mill.
7) Proses pengisian (Unit Packing)
18
Pada unit kerja pengisian (packer), proses dimulai dari
silo cement. Dari silo yang berjumlah 4, tetapi pada setiap
pengoperasiannya hanya digunakan 2 silo secara bergantian. Di
dalam silo terdapat fan yang berfungsi untuk menarik material
(semen) yang disimpan di dalam silo untuk dimasukkan
kedalam alat transportasi air slide. Air slide yang mempunyai
kemiringan 60º ini dilengkapi oleh blower yang berfungsi
untuk menggerakkan material (semen) di dalam air slide
menuju ke bin penampung. Dari bin penampung ini, material
(semen) dibawa oleh air slide dan bucket elevator.
Dari bucket elevator,material (semen) ditransportasikan
pada masing–masing line ke vibrating screen untuk dipisahkan
antara material halus dan kasar. Untuk material yang kasar
akan dibuang melalui pipa buang, sedangkan untuk material
yang halus dari vibrating screen akan ditransportasikan ke bin
packer, kemudian secara gravitasi material (semen) turun ke
mesin packer.
Pada mesin packer, zak yang berkapasitas 40 dan 50 kg
ini dimasukkan pada bagian injeksi semen, kemudian secara
otomatis zak terisi oleh semen melalui lubang-lubang yang
terdapat pada sudut kantong. Apabila terisi penuh, lubang
kantong tersebut akan menutup dengan sendirinya, setelah itu
oleh mesin packer, zak semen dilempar ke belt conveyor
menuju ke belt weight untuk ditimbang. Setelah ditimbang, zak
semen melalui belt conveyor menuju ke mesin SX untuk
diseleksi. Untuk zak semen yang kurang dari kapasitas yang
telah ditentukan (40,45±0,25 kg, 50,5±0,25 kg, dan 50,45±0,25
kg) maka pemenuhan kapasitas ini dilakukan dengan cara
menambah kapasitas semen pada zak untuk pengisian
selanjutnya.
19
Zak semen yang memenuhi syarat akan ditransportasikan
oleh belt conveyor menuju ke truck storage. Dari sini semen
dapat didistribusikan melalui truck. Dan untuk mencegah
terjadinya kecurangan dalam penyaluran semen, maka setiap
truck pengangkut semen diberi chip. Selain itu, untuk
memudahkan pengontrolan dan penelusuran apabila terjadi
komplain dari konsumen, maka pada setiap kantong terdapat
kode-kode yang meliputi tanggal pengiriman, tanggal
pengepakan dan lain-lain sehingga mutu dari semen yang
didistribusikan masih dapat diatasi dengan baik oleh
perusahaan. (Baradja. 1990)
C. Aktivitas Praktek Kerja Lapangan
1. Ruang Lingkup Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan
Dalam pelaksanaan PKL di PT. Semen Padang penulis lebih difokuskan
pada bagian pengamatan kegiatan di Laboratorium Fisika Semen PT. Semen
Padang. Kegiatan ini berupa kegiatan dilabor meliputi penggunaan alat–alat
pengujian, kegiatan preparasi sampel, analisis sampel, dan pengujian sifat
fisika sampel.
Pengujian yang dilakukan pada semen PCC dengan menggunakan
metode SNI dan BS adalah pengujian sifat fisika, karena sifat fisika
merupakan sifat yang paling menentukan bagaimana kualitas semen tersebut.
Sampel yang telah didapatkan dihomogenisasi terlebih dahulu dengan cara
memasukkan angin kedalam kantong tempat sampel, mengaduk sampel dalam
segala arah. Banyaknya sampel semen yang diambil adalah ±10 kg.
Pengujian sifat fisika meliputi pengujian kehalusan, pengujian sisa
diatas ayakan, pengujian konsistensi normal dan waktu pengikatan, dan
pengujian kekuatan tekan.
2. Jadwal Praktek Kerja Lapangan
20
Pelaksanaan Praktek kerja lapangan dilaksanakan di Laboratorium
Fisika Semen Biro Jaminan Kualitas dan Pelayanan Teknis PT. Semen
Padang, terhitung dari tanggal 23 Juni 2014 sampai 15 Agustus 2014.
D. Pelaksanaan PKL serta Hambatan yang ditemui dan Penyelesaiannya
Pelaksanaan PKL secara umum berjalan dengan lancar. Namun ada
beberapa hambatan yang ditemui penulis dalam PKL, seperti belum memahami
secara keseluruhan mengenai alat yang terdapat di Laboratorium Fisika Semen,
penentuan judul penelitian, serta analisa dari hasil pengujian. Untuk mengatasi hal
tersebut penulis bertanya kepada teknisi yang berpengalaman dan melakukan
banyak konsultasi dengan karyawan-karyawan yang berada di Laboratorium
Fisika Semen selama kegiatan PKL berlangsung.
21
BAB III
PENGUJIAN FISIKA SEMEN PORTLAND COMPOSITE CEMENT (PCC)
MENGGUNAKAN METODE STANDAR SNI 15-2049-2004 DAN BS 196-
1:2005
A. Tinjauan Kondisi Riil
Semen sebagai bahan pengikat pada batuan dan beton mempunyai peranan
penting dalam setiap kegiatan pembangunan fisik, sehingga antara semen dan
pembangunan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Kebutuhan
pemakaian semen disebabkan karena kondisi tertentu yang diperlukan pada
pelaksanaan konstruksi serta tujuan-tujuan ekonomis, maka dalam perkembangan
pembuatan semen dikenal beberapa macam semen. Salah satu diantaranya yaitu
semen Portland.
Portland Cement adalah perekat hidrolis yang dihasilkan dari penggilingan
klinker yang kandungan utamanya calcium silicat dan satu atau dua buah bentuk
calcium sulfat sebagai bahan tambahan. Semen Portland memiliki beberapa tipe
diantaranya semen OPC dan non OPC. Semen Ordinary Portland Cement (OPC)
terbagi atas dua macam yaitu Portland Pozzolan Cement (PPC) dan Portland
Composite Cement (PCC). Semen PPC dan PCC yang diproduksi oleh PT. Semen
Padang dihasilkan oleh pabrik Indarung IV dan V. Namun dalam pengujian ini,
penulis hanya menggunakan dua buah sampel yaitu PCC 7 dan PCC 8. Semen
yang telah diproduksi tersebut perlu dilakukan pengendalian kualitas.
Pengendalian kualitas merupakan kegiatan yang dilakukan secara kontinu,
yang bertujuan untuk menghasilkan produk yang bermutu, dilaksanakan dengan
jalan meneliti, menguji melalui program pengendalian, mulai dari bahan mentah,
selama dalam proses sampai dengan produk akhir. Pengendalian kualitas secara
menyeluruh dengan ketelitian yang tinggi, bertujuan untuk memberikan jaminan
mutu produk yang dihasilkan, agar selalu memenuhi standar yang berlaku.
22
Pengendalian kualitas semen diuji di Laboratorium Jaminan Kualitas di PT.
Semen Padang. Untuk pengujian fisika semen dilakukan di Laboratorium Fisika
Semen. Pengujian fisika semen di laboratorium ini menggunakan 2 metode yaitu
metode SNI 15-2049-2004 dan metode BS 196-1:2005.
Pada metode SNI 15-2049-2004. pengujian yang dilakukan yaitu pengujian
kehalusan semen, pengujian waktu pengikatan, pengikatan semu, dan yang paling
terpenting pengujian kuat tekan semen. Pengujian fisika semen tambahan yang
dilakukan internal Laboratorium Fisika Semen yaitu pengujian sisa diatas ayakan
dan pengujian normal konsistensi. Sedangkan pada metode BS 196-1:2005
pengujian yang dilakukan yaitu pengujian waktu pengikatan semen dan kuat
tekan semen saja.
B. Tinjauan Literatur
1. Sejarah dan Pengertian Semen
a. Sejarah Semen
Pada awalnya semen dikenal di Mesir pada tahun 500 SM pada
pembuatan piramida yaitu sebagai pengisi ruang kosong di antara celah-
celah tumpukan batu. Semen yang dibuat oleh bangsa mesir merupakan
kalsinasi gypsum yang tidak murni, kalsinasi batu kapur mulai digunakan
zaman Romawi. Kemudian bangsa Yunani membuat semen dengan cara
mengambil tanah vulkanik (vulcanic tuff) yang berasal dari pulau
Santorius yang kemudian dikenal dengan Santoris cement. Bangsa
Romawi menggunakan semen yang diambil dari material vulkanik yang
ada di pegunungan Vesuvius di lembah Napples yang kemudian dikenal
dengan nama Pozzulona cement yang diambil dari sebuah nama kota di
Italia yaitu Pozzulona. (Tri Wibowo S. Purnomo, Ir. MEng: 2001)
Penemuan bangsa Yunani dan Romawi ini mengalami
perkembangan lebih lanjut mengenai komposisi bahan dan cara
pencampurannya sehingga diperoleh mortar yang lebih baik. Pada abad
pertengahan, kualitas mortar mengalami penurunan yang disebabkan oleh
23
pembakaran limestone kurang sempurna dengan tidak adanya tanah
vulkanik.
Tahun 1756 Jhon Smeaton seorang sarjana Inggris berhasil
melakukan penyelidikan terhadap batu kapur dengan pengujian ketahanan
air. Dari hasil percobaannya dapat disimpulkan bahwa batu kapur lunak
yang tidak murni dan mengandung tanah liat merupakan bahan pembuat
semen hidrolis yang baik. Batu kapur yang dimaksud tersebut adalah
kapur hidrolis (hydraulic lime). Kemudian oleh Vicat ditemukan bahwa
sifat hidrolis akan bertambah baik jika ditambahkan juga silika atau tanah
liat yang mengandung alumina dan silika. Akhirnya Vicat membuat kapur
hidrolis dengan cara pencampuran tanah liat (clay) dengan batu kapur
(limestone) pada perbandingan tertentu kemudian campuran itu dibakar
(dikenal dengan Artifical lime twice kilned). Beberapa tahun kemudian,
Joseph Aspdin memperoleh hak paten dengan penemuannya mengenai
sejenis semen yang didapatkan dari kalsinasi campuran batu kapur dengan
tanah liat dan menggiling hasilnya menjadi bubuk halus yang kemudian
dikenal dengan nama “ Portland Cement.” (Julian Bagus Hariawan: 2000)
Dua puluh tahun setelah hak paten dari Joseph Aspdin, barulah
semen mulai diproduksi dengan kualitas yang dapat diandalkan (tahun
1850, empat buah pabrik semen tanur tegak berdiri di Inggris). Selain itu
tercatat nama seorang ilmuwan I.C Johnson yang berjasa meletakkan
dasar-dasar proses kimia pada pembuatan semen.
b. Pengertian Semen
Semen berasal dari bahasa latin “caementum” yang berarti bahan
perekat yang mampu mempersatukan atau mengikat bahan padat menjadi
satu kesatuan yang kokoh dan mempunyai fungsi sebagai bahan perekat
antara dua atau lebih bahan sehingga menjadi satu bagian yang kompak.
Semen merupakan senyawa atau zat pengikat hidrolis yang terdiri dari
senyawa C-S-H (kalsium silikat hidrat) yang apabila bereaksi dengan air
akan dapat mengikat bahan bahan padat lainnya, membentuk satu
24
kesatuan massa yang kompak, padat, dan keras. (Julian Bagus Hariawan:
2000)
Menurut Parke, I N. semen adalah bahan perekat yang dapat merekat
beberapa benda padat lainnya menjadi satu kesatuan yang utuh dan keras.
Secara khusus semen merupakan bahan bangunan yang digunakan untuk
keperluan bangunan misalnya untuk merekat batuan, bata merah dan pasir
menjadi beton.
Semen Portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak
digunakan dalam pekerjaan beton. Semen Portland didefinisikan sebagai
bahan hidrolik yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri
dari kalsium silikat hidrolik yang umumnya mengandung satu atau lebih
bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-
sama dengan bahan utamanya.
Semen merupakan bahan ikat yang penting dan banyak digunakan
dalam pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air,
semen akan menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta
semen akan menjadi mortar yang jika digabungkan dengan agregat kasar
akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi
beton keras (concrete). (Mulyono: 2003)
Menurut Nawy (1990), pada bahan pembentuk semen terdiri dari
empat unsur penting, yaitu :
1) Trikalsium silikat (C3S)
2) Dikalsium silikat (C2S)
3) Trikalsium aluminat (C3A)
4) Tetrakalsium aluminoferit (C4AF).
Menurut Nawy (1985) secara ringkas proses pembuatan semen
Portland dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Bahan baku yang berasal dari tambang (quarry) berupa campuran
CaO, SiO2, dan Al2O3 digiling (blended) bersama-sama beberapa
25
bahan tambah lainnya, baik dalam proses basah maupun dalam proses
kering.
2) Hasil campuran tersebut di tuangkan ke ujung atas kiln yang
diletakkan agak miring.
3) Selama kiln berputar dan dipanaskan, bahan tersebut mengalir dengan
lambat dari ujung atas ke bawah.
4) Temperatur dalam kiln dinaikkan secara perlahan hingga mencapai
temperatur klinker (clincer temperature) dimana difusi awal terjadi.
Temperatur ini dipertahankan sampai campuran membentuk butiran
semen Portland pada suhu 1400ºC (2700ºF). Butiran yang dihasilkan
disebut sebagai klinker dan memiliki diameter antara 1.5−50 mm.
5) Klinker tersebut kemudian didinginkan dalam clinker storage dan
selanjutnya dihancurkan menjadi butiran-butiran yang halus.
6) Bahan tambahan yakni sedikit gypsum (sekitar 1-5%) ditambahkan
untuk mengontrol waktu ikat semen.
7) Hasil yang diperoleh kemudian disimpan pada sebuah semen silo
untuk penggunaan yang kecil, yakni kebutuhan masyarakat.
Pengolahan selanjutnya adalah pengepakan dalam packing plant.
Untuk kebutuhan pekerjaan besar, pendistribusian semen dapat
dilakukan menggunakan capsule truck. (Aswin Budhi Saputro: 2008)
2. Semen Portland Composite Cement sebagai Green Cement
Dalam rangka mengembangkan industri yang lebih ramah lingkungan,
PT. Semen Padang telah memproduksi Portland Composite Cement (PCC).
PCC dikategorikan semen ramah lingkungan karena mengandung klinker
yang lebih sedikit daripada semen tipe I (OPC), sehingga produksi klinker
yang menyebabkan pembuangan gas CO2 ke udara dapat dikurangi. Selain
kandungan klinker yang lebih sedikit, yang membedakan PCC dengan semen
tipe I adalah kandungan material ketiga (batu kapur, pozzolan, dan fly ash)
pada PCC lebih dari 3%.
26
Semen PCC yang diproduksi oleh PT. Semen Padang merupakan produk
ramah lingkungan yang juga berkontribusi mengurangi efek rumah kaca. PT.
Semen Padang juga melakukan recycling debu atas panas buang pabrik
dengan mengoperasi Waste Heat Recovery Power Generation
(WHRPG/Pembangkit Listrik yang memanfaatkan gas buang pabrik) yang
menghasilkan daya listrik hingga saat ini mencapai 7,5 MW.
3. Sifat-sifat Semen
a. Sifat Fisika Semen
1) Hidrasi Semen
Hidrasi semen terjadi akibat adanya kontak antara semen dengan
air. Faktor yang mempengaruhi hidrasi semen antara lain:
a) Jumlah air yang ditambahkan
b) Temperatur
c) Kehalusan semen
d) Bahan tambahan
Faktor-faktor tersebut mengakibatkan terbentuknya pasta semen
yang pada waktu tertentu akan mengalami pengerasan.
Hidrasi pada temperatur tinggi menyebabkan rendahnya
kekuatan akhir semen dan beton yang rentan retak. Oleh karena itu,
semen harus disimpan pada temperatur rendah agar penguapan air
tidak berlebihan.
2) Panas Hidrasi
Panas hidrasi merupakan panas yang dihasilkan oleh reaksi
hidrasi yang bersifat eksoterm. Panas hidrasi dipengaruhi oleh:
a) Tipe semen
b) Komposisi kimia
c) Kehalusan semen
d) Jumlah air yang ditambahkan
3) Setting time
27
Setting (pengikatan semen) ditentukan oleh waktu reaksi C3A
semen dengan air. Untuk mengatur setting time ditambahkan bahan
penghambat reaksi hidrasi yaitu gypsum. Selain itu setting time juga
dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban relatif.
Setting time akan pendek jika klinker tidak terbakar sempurna,
partikel semen yang halus, kadar alumina yang tinggi, dan terdapatnya
alkali. Sebaliknya, setting time akan cepat jika klinker dibakar pada
suhu tinggi, partikel semen yang kasar, gypsum yang berlebih, kadar
silika terlalu tinggi, dan kesadahan air.
4) False Set
False Set merupakan akibat dari dehidrasi gypsum yang
disebabkan oleh pemanasan berlebih pada semen.
False Set adalah pengerasan yang terlalu cepat saat air
ditambahkan ke dalam semen. False Set disebabkan adanya
CaSO4.½H2O dalam semen. Plastisitas akan kembali jika campuran
diaduk kembali. Meskipun tidak mengurangi kekuatan semen, False
Set akan menimbulkan kesulitan pada pembentukan beton. False Set
dapat dihindari dengan mengatur suhu semen saat penggilingan di
cement mill, agar gypsum tidak berubah menjadi CaSO4.½H2O. Selain
itu juga dilakukan pengaturan jumlah gypsum.
5) Kuat Tekan
Kuat tekan adalah kemampuan material menahan suatu beban.
Kuat tekan meningkat jika nilai LSF tinggi, ALM rendah, SIM tinggi,
kadar SO3 rendah, dan tingkat kehalusan semen tinggi. Fasa C3S
berpengaruh terhadap kekuatan awal. Fasa C2S berpengaruh terhadap
kuat tekan dalam jangka panjang, dan fasa C3A berpengaruh terhadap
kuat tekan hingga umur 28 hari. Sedangkan, fasa C4AF tidak
berpengaruh pada kuat tekan.
6) Kelembaban
28
Selama penyimpanan dan pengangkutan, semen mudah
menyerap uap air dan CO2 dari udara sehingga menurunkan kualitas
semen, yang ditandai dengan bertambahnya LOI (Lost on Ignition),
terbentuknya gumpalan, menurunnya kekuatan semen, dan
bertambahnya setting time dan hardering. Untuk mengatasi penurunan
kualitas semen, maka perlu diperhatikan tempat penyimpanan yang
kedap air dan jarak penyimpanan + 30 cm.
7) Penyusutan
Ada tiga jenis penyusutan pada pasta semen, yaitu:
a) Hydration shrinkage
b) Drying shrinkage
c) Carbonation shrinkage
Penyusutan yang sangat mempengaruhi keretakan mortar adalah
Drying shrinkage. Penyusutan ini terjadi karena adanya penguapan air
bebas dari pasta semen. Penyusutan dapat diantisipasi dengan menjaga
kelembaban. Faktor yang mempengaruhi penyusutan adalah kadar
C3A, jumlah air, dan komposisi.
8) Kehalusan
Kehalusan semen menentukan luas permukaan partikel semen
saat hidrasi. Semakin halus partikelnya, semen semakin kuat, dan
kebutuhan air semakin tinggi. Selain itu hidrasi akan cepat, dan setting
time menjadi pendek, menyebabkan penyusutan, dan mengakibatkan
keretakan beton. Selain itu, akan memudahkan penyerapan air dan
CO2.
b. Sifat Kimia Semen
1) Lost of Ignition (Hilang Pijar)
Hilang pijar disebabkan karena terjadinya penguapan air kristal
dari gypsum serta penguapan CO2. Pengujian Loss Of Ignition
dipersyaratkan untuk mencegah adanya mineral-mineral yang terurai
29
pada saat pemijaran, dimana proses ini menimbulkan kerusakan pada
batu setelah beberapa tahun kemudian.
2) Insoluble Residue
Merupakan kotoran yang tetap tinggal setelah semen direaksikan
dengan asam klorida dan natrium karbonat.
3) Silica Modulus (SIM)
Silica Modulus(¿)=SiO2
Al2O3+Fe2 O3
Nilai SIM berkisar antara 1,9 – 3,2 dan yang diinginkan antara
2,2 – 2,6. Perubahan nilai SIM menyebabkan perubahan coating pada
burning zone dan burnability klinker. Jika nilainya terlalu tinggi:
Klinker sulit dibakar, perlu temperatur bakar yang tinggi
Fasa cair rendah, sehingga beban panasnya tinggi, kadar abu dan
CaO bebasnya tinggi
Sifat coating tidak stabil dan tidak tahan termal, sehingga dapat
merusak batu tahan api
Kuat tekan semen tinggi
Memperlambat pengerasan
Klinker mudah digiling
4) Alumina Modulus (ALM)
Alumina Modulus( ALM )=Al2 O3
Fe2O3
Nilai ALM berkisar 1,5–2,5. Jika nilai ALM terlalu tinggi, dapat
menurunkan nilai SIM, dan memperpendek setting time semen,
namun jika nilai ALM terlalu rendah akan berakibat:
Viskositas fasa cair rendah
Semen yang dihasilkan tahan sulfat, namun kuat tekan awalnya
rendah
Mudah dibakar
30
5) Lime Saturated Factor (LSF) atau Faktor Penjenuhan Kapur
LSF adalah jumlah bagian CaO yang diperlukan untuk mengikat
satu bagian oksida-oksida yang lain (SiO2, Al2O3, dan Fe2O3).
LSF=100CaO
2,8 SiO2+1,18 Al2O3+0,65 Fe2O3
Kelebihan CaO dari LSF akan membentuk CaO bebas (free lime)
di dalam klinker. Akibat LSF yang tinggi adalah:
CaO bebas semakin tinggi
Burnability semakin tinggi sehingga kuat tekan awal dan panas
hidrasi semakin tinggi
Kebutuhan panas dan temperatur kiln akan meningkat karena
burnability yang semakin tinggi
Coating sulit terbentuk sehingga panas radiasi meningkat
6) Magnesium Oksida
Senyawa MgO dalam semen berasal dari batu kapur setelah
terjadinya proses pembakaran klinker, senyawa MgO terdapat dalam
bentuk glassy state. Jika kadar MgO kurang dari 2%, maka MgO akan
berikatan dengan senyawa klinker. Jika kadarnya lebih dari 2% maka
akan membentuk MgO bebas (periscale) yang akan berikatan dengan
air membentuk Mg(OH)2, yang mengakibatkan keretakan pada beton.
Akibat jumlah MgO yang tinggi adalah:
Menurunnya viskositas dan tekanan fasa cair
Meningkatnya mobilitas ion
Membantu reaksi pembentukan C3S pada suhu tinggi
Mempermudah pembentukan ball coating yang dapat mengganggu
operasi kiln.
7) Sulfur Trioksida (SO3)
Senyawa SO3 berasal dari gypsum dan bahan bakar pada
pembentukan klinker. Fungsi senyawa SO3 adalah menghambat hidrasi
mineral C3A dan pengatur setting time semen. Kadar SO3 klinker
31
sebaiknya 0.6%, jika lebih maka klinker susah digiling. Apabila
penambahan gypsum optimal, maka senyawa SO3 dapat membantu
hidrasi C3S, yang bermanfaat untuk:
Menambah kekuatan semen
Mengurangi penyusutan
Meningkatkan kelenturan semen
8) Alkali (Na2O dan K2O)
Kadar alkali berlebih dapat mengakibatkan keretakan pada
beton, apabila digunakan agregat yang mengandung silika reaktif
terhadap alkali. Na2O dibatasi kadarnya 0.6%, jika berlebih maka
jumlah gypsum yang dibutuhkan akan lebih banyak. Sedangkan
kelebihan K2O menjadikan klinker mudah digiling.
9) CaO Bebas (free lime)
Free lime merupakan senyawa kapur yang tidak ikut bereaksi
dalam pembuatan klinker. Kadar free lime yang baik adalah dibawah
1%. Jika berlebih, klinker akan mudah digiling, namun beton yang
dihasilkan kurang kuat.
4. Jenis-jenis Semen
Berdasarkan komponen penyusunnya, semen terbagi atas beberapa jenis,
yaitu:
a) Semen Portland
Semen Portland merupakan semen yang dihasilkan dengan cara
menggiling klinker dari kalsium silikat yang bersifat hidrolisis yang
digiling bersama-sama dengan bahan tambahan lainnya.
Semen Portland dibagi menjadi lima tipe, diantaranya:
1) Tipe I
Semen tipe ini dipakai untuk segala macam konstruksi yang tidak
memerlukan persyaratan khusus, seperti ketahanan terhadap sulfat,
panas hidrasi atau kekuatan awal. Cocok dipakai pada tanah dan air
yang mengandung sulfat antara 0,0%-0,10% dan dapat digunakan
32
untuk bangunan rumah pemukiman, gedung-gedung bertingkat, dan
lain-lain.
2) Tipe II
Semen tipe ini dipakai untuk jenis konstruksi yang mensyaratkan
ketahanan terhadap sulfat yang sedang yaitu pada lokasi yang air
tanahnya mengandung sulfat 0,08%-0,17% seperti bangunan dibekas
tanah rawa, saluran irigasi, dan landasan jembatan.
3) Tipe III
Semen ini dipakai untuk jenis konstruksi yang mensyaratkan kuat
tekan awal yang tinggi, biasanya dipakai pada keadaan darurat atau
musim dingin, dan bangunan-bangunan dalam air yang tidak
memerlukan ketahanan terhadap serangan sulfat.
4) Tipe IV
Semen tipe ini dipakai untuk bangunan daerah panas atau kering,
untuk pembuatan beton atau kontruksi bangunan yang berdimensi
tebal, seperti bendungan, pondasi jembatan yang tebal, dan lain-lain.
Semen jenis ini pengerasan dan perkembangan kekuatannya lambat,
kadar C3S dibatasi maksimal 35% dan kadar C3A maksimal 7%.
5) Tipe V
Semen ini dipakai untuk keperluan jenis konstruksi yang
mensyaratkan ketahanan sulfat yang tinggi, seperti pada dermaga,
kontruksi bangunan pengolahan air buangan pabrik, atau kontruksi
bawah laut.
b) Portland Pozzolan Cement (PPC), memenuhi SNI 15-0302-2004
Semen tipe ini digunakan untuk konstruksi umum yang tahan terhadap
sulfat dan panas hidrasi sedang, seperti perumahan, irigasi, bahan
bangunan (genteng, polongan, dan ubin), serta bangunan rawa dan tepi
pantai. Semen PPC ini harus
33
c) Portland Composite Cement (PCC), memenuhi SNI 15-2049-2004
Semen tipe ini cocok untuk bahan pengikat dan direkomendasikan untuk
penggunaan konstruksi umum serta bahan bangunan. Keunggulan dari
semen jenis ini adalah memiliki permukaan yang lebih halus, kedap air,
tahan terhadap sulfat, tidak mudah retak karena suhu beton lebih rendah,
dan mudah dikerjakan. Contoh bangunannya adalah bangunan bertingkat,
jembatan, jalan beton, dan bahan bangunan (beton pratekan dan pracetak,
panel beton, paving block, batako, genteng, dan pasangan bata).
d) Super Masonry Cement (SMC), memenuhi SNI 15-3758-2004
Semen tipe ini cocok digunakan sebagai bahan pengikat dan
direkomendasikan untuk pembangunan konstruksi ringan, pembuatan
bahan bangunan, serta pemasangan keramik dan bata. Keuntungan dari
penggunaannya adalah semen lebih kedap air, panas hidrasi rendah,
pengerutan yang terjadi sedikit (lower shrinkage), dan lebih mudah
dikerjakan. Contoh bangunannya adalah bangunan RS dan RSS, dan
polongan air.
5. Pengujian Semen secara Fisika
a. Pengujian Kuat Tekan Mortar Semen
Kekuatan semen yang diukur adalah kekuatan tekan dalam bentuk
pasta, mortar, atau beton. Kekuatan tekan adalah sifat kemampuan
menahan atau memikul suatu beban tekan, yang merupakan sifat paling
penting yang harus dimiliki. Pada umumnya kekuatan tekan yang diukur
adalah umur 3 hari, 7 hari, dan 28 hari.
Pengujian kuat tekan semen ini dilakukan dengan menggunakan
mesin kuat tekan compressive strength yang diperlihatkan pada gambar 6.
34
Gambar 6. Compressive strength
b. Pengujian Setting Time (Waktu Pengikatan)
Sifat set (pengikatan) pada adonan semen dengan air adalah
dimaksudkan sebagai gejala terjadinya kekakuan pada adonan tersebut.
Dalam praktiknya pengikatan ditunjukkan dengan waktu pengikatan
(setting time) yaitu waktu mulai adonan terjadi sampai mulai terjadi
kekakuan.
Ada 2 macam setting time yaitu:
1) Innitial setting time (waktu pengikatan awal) adalah waktu adonan
sampai mulai terjadi kekakuan tertentu dimana adonan sudah mulai
tidak mudah dibentuk.
2) Final setting time (waktu pengikatan akhir) adalah waktu mulai terjadi
adonan sampai terjadi kekakuan penuh.
Hal-hal yang mempengaruhi setting time :
1) Kandungan C3A, makin besar kandungan C3A akan menghasilkan
setting time yang pendek.
2) Kandungan gypsum, makin besar kandungan gypsum dalam semen
menghasilkan setting time yang makin panjang. Gypsum yang
ditambahkan dalam semen adalah pencegahan pengerasan.
c. Pengikatan Semu (False Set)
False set adalah gejala terjadinya pengembangan sifat kekakuan dari
adonan semen, mortar atau beton tanpa terjadinya pelepasan panas yang
35
banyak. Gejala akan hilang bila dilakukan pengadukan tanpa penambahan
air. Faktor penyebab false set adalah:
1) Dehidrasi gypsum (pelepasan air kristal) yang terjadi pada operasi
penggilingan klinker dan gypsum pada suhu operasi yang terlalu
tinggi.
2) Kehalusan
d. Konsistensi Normal
Konsistensi normal adalah jumlah air yang dibutuhkan semen untuk
mendapatkan pasta yang ideal. Semen dengan pengikatan semu yang
sangat cepat biasanya memerlukan air sedikit lebih banyak untuk
menghasilkan konsistensi yang sama, yang dapat menghasilkan kuat tekan
sedikit lebih rendah dan memperbesar penyusutan. Pengikatan cepat akan
menyebabkan kesulitan dalam penanganan dan pengecoran beton yang
biasanya akan menyebabkan semen gagal memenuhi persyaratan waktu
pengikatan.
e. Pengujian Kehalusan
Pada pengujian kehalusan semen digunakan alat Blaine. Alat Blaine
ini terdiri dari beberapa komponen, diantaranya :
1) Sel Permeabilitas
Sel permeabilitas terdiri dari silinder yang kaku dengan diameter
dalam (12.70 ± 0.10) mm dibuat dari logam tahan karat. Bagian dalam
dari sel harus halus (kehalusan 0.81 um). Bagian atas dari sel harus
tegak lurus terhadap sumbu utama dari sel. Bagian bawah dari pada sel
harus bisa membentuk sambungan yang kedap udara dengan ujung
atas dari manometer, sehingga tidak terjadi kebocoran udara antara
bidang-bidang kontak.
Dudukan (ledge) mempunyai lebar (0.5−1.0) mm merupakan
bagian dari sel yang menempel dengan kuat dalam sel, pada jarak (55
± 10) mm, dari puncak sel untuk menahan piringan logam yang
berlubang-lubang. Bagian puncak sel permeabilitas harus dilengkapi
36
dengan bagian luar yang menonjol, untuk memudahkan pengambilan
sel dari manometer.
2) Piringan
Piringan dibuat dari logam yang tahan karat dengan ketebalan
(0,9 ± 0,1) mm berlubang-lubang sebanyak (30-40) lubang dengan
diameter 1 mm dan tersebar secara merata.
Piringan harus cocok dengan bagian dalam sel. Bagian tengah
salah satu sisi piringan harus diberi tanda atau goresan yang dapat
dibaca supaya penguji selalu tahu untuk menempelkan sisi tersebut
dibagian bawah jika memasukkannya ke dalam sel.
3) Torak
Torak dibuat dari logam tahan karat yang harus tepat masuk ke
dalam sel dengan toleransi tidak lebih dari 0,1 mm. Bagian dasar torak
harus betul-betul datar dan tegak lurus terhadap sumbu utama. Torak
harus dilengkapi dengan ventilasi udara yaitu berupa bagian datar
selebar (3,0 ± 0,3) mm pada salah satu sisinya.
Puncak dari torak ini dilengkapi dengan bagian luar yang
menonjol, sehingga bila torak dimasukkan ke dalam sel dan bagian sel
yang menonjol kontak dengan puncak sel maka jarak antara dasar
torak dengan bagian atas piringan harus (15 ± 1) mm.
4) Kertas Saring
Kertas saring harus mempunyai daya tahan alir udara medium,
berbentuk lingkaran dengan tepi yang rata dan mempunyai diameter
yang sama dengan diameter bagian dalam dari sel. Kertas saring ini
berukuran 12,7 mm.
5) Manometer
Manometer dibuat dari bahan gelas berbentuk tabung U dengan
diameter luar 9 mm. Bagian atas dari salah satu lengannya harus dapat
membentuk sambungan yang kedap udara dengan sel permeabilitas.
Lengan manometer yang dihubungkan dengan sel permeabilitas harus
37
mempunyai tanda berupa garis yang melingkari tabung pada jarak
(125 - 145) mm di bawah pembuangan bagian atas, dan juga garis-
garis lainnya yang berjarak (15 ± 1) mm, (70 ± 1) mm, dan (110 ± 1)
mm di atas garis tersebut. Pembuangan harus ditempatkan pada jarak
(250-305) mm diatas dasar manometer, digunakan untuk pengosongan
udara pada lengan manometer yang dihubungkan pada sel
permeabilitas. Manometer harus dilengkapi dengan katup kedap udara
positif atau penjepit yang terletak pada jarak tidak lebih dari 50 mm
dari lengan manometer. Manometer harus terpasang kokoh sedemikian
rupa, sehingga kedua lengannya tegak lurus.
6) Cairan manometer
Manometer harus diisi sampai garis di tengah tabung dengan
cairan yang tidak mudah menguap, tidak higroskopis, mempunyai
viskositas dan densitas rendah. yang mana bagian-bagiannya adalah
manometer, sel permeabilitas dan torak. Dimana dalam manometer
terdapat cairan untuk menyatakan waktu alir (detik). Untuk penentuan
blaine tersebut, makin halus semen atau partikel semen akan
menghasilkan kekuatan tekan yang tinggi. Hal ini karena makin
luasnya permukaan yang bereaksi dengan air dan kontak dengan pasir.
f. Penentuan sisa diatas ayakan
Pada penentuan sisa diatas ayakan 45µ disebut juga penentuan
kehalusan semen. Penentuan sisa diatas ayakan ini adalah berat yang
tertahan diatas ayakan. Alat yang digunakan adalah alat Alphine yang
didalamnya terdapat ayakan 45µ.
6. Standar Pengujian Semen Portland
Untuk mengetahui kualitas suatu semen yang diproduksi, perlu
dilakukan pengujian sesuai standar yang dipakai. Biasanya dalam pengujian
kualitas ini, digunakan beberapa standar yang ada seperti SNI, ASTM, SLS,
JIS, BS, dll. Standar tersebut memiliki karakteristik yang berbeda satu sama
lainnya.
38
a) Standar Nasional Indonesia (SNI)
Standar ini merupakan standar yang digunakan oleh perusahaan
semen di Indonesia yang memiliki metode yang berbeda dari beberapa
metode yang ada. Standar Nasional Indonesia (SNI) menggunakan pasir
standar Ottawa yang diimpor langsung dari Kanada. Pasir ini memiliki
karakteristik yang berbeda dengan pasir yang digunakan pada standar BS.
Pasir Ottawa banyak mengandung silika sebanyak 99.7 % dan unsur-unsur
lain.
Menurut SNI 15-7064-2004, semen portland komposit harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Tabel 3. Persyaratan semen PCC
No. Uraian Satuan Persyaratan
1. Kehalusan dengan alat Blaine m2/kg min. 280
2. Waktu pengikatan dengan alat vicat:
- Pengikatan awal
- Pengikatan akhir
menit
menit
min. 45
maks. 375
3. Kuat tekan:
- Umur 3 hari
- Umur 7 hari
- Umur 28 hari
kg/cm2
kg/cm2
kg/cm2
min. 125
min. 200
min. 250
4. Pengikatan semu:
- Penetrasi akhir % min. 50
b) British Standard (BS)
Standar ini merupakan standar yang biasa dipakai di Inggris. Standar
BS memiliki prosedur pengujian yang berbeda dengan standar lain.
Standar BS yang digunakan sekarang adalah BS 197-1:2005.Untuk
melakukan pengujian berdasarkan standar ini digunakan pasir standar BS
yang sesuai. Standar ini mengelompokkan semen kedalam beberapa jenis
beserta sifat kimia dan sifat fisika seperti yang diperlihatkan pada tabel 4.
39
Tabel 4. Persyaratan kimia standar BS 197-2:2005
Parameter Tipe semen Rentang kelas Persyaratan
Hilang pijar CEM I
CEM III
Semua ≤ 5.0 %
Sisa tak larut CEM I
CEM III
Semua ≤ 5.0 %
Kadar SO3 CEM I
CEM II
CEM IV
CEM V
32.5 N
32.5 R
42.5 N
≤ 3.5 %
42.5 R
52.5 N
52.5 R
≤ 4.0 %
CEM III semua ≤ 0.10 %
Tabel 5. Persyaratan fisika standar BS 197-1:2005
Rentang kelas Kuat tekan
MPa
Waktu pengikatan
awal
min2 hari 7 hari 28 hari
32.5 N - ≥ 16.0 ≥ 32.5 ≤ 52.5 ≥ 75
32.5 R ≥ 10.0 -
42.5 N ≥ 10.0 - ≥ 42.5 ≤ 62.5 ≥ 60
42.5 R ≥ 20.0 -
52.5 N ≥ 20.0 - ≥ 52.5 - ≥ 45
52.5 R ≥ 30.0 -
C. Pelaksanaan Pengujian
1. Tempat dan Waktu Pengujian
40
Pengujian dilakukan di Laboratorium Fisika Semen Biro Jaminan
Kualitas dan Pelayanan Teknis, PT. Semen Padang dari tanggal 12 Juli 2014
sampai 14 Agustus 2014.
2. Alat dan Bahan yang Digunakan
Alat:
a. Timbangan dengan ketelitian 0,1 g dan 0,001 g
b. Gelas ukur
c. Mesin pengaduk (mixer), lengkap dengan pengaduk dan mangkok aduk.
d. Cetakan sampel
e. Tamper
f. Ruang lembab (curing chamber)
g. Mesin kuat tekan
h. Jolting apparatus
i. Alat vicat otomatis dan manual
j. Mould dan cincin ebonite SNI dan BS
k. Sarung tangan karet
l. Sendok semen
m. Alat blaine otomatis
n. Ayakan standar 45
o. Alat Alphine Air Jet Sieve
Bahan:
a. Sampel semen PCC 7 dan PCC 8
b. Pasir standar Ottawa dan standar BS
c. Air
3. Preparasi Sampel
Sampel dipreparasi dengan menghomogenkan sampel dengan cara
diaduk. Teknik sampling yang digunakan yaitu quartering (membagi sampel
menjadi empat bagian). Sampel yang akan diuji harus lolos ayakan 850 µ.
Sampel yang telah lolos ayakan, ditampung dalam plastik ukuran 5 kg.
Sampel siap digunakan untuk analisis fisika.
41
4. Prosedur Kerja
a. Pengujian kuat tekan mortar semen
1) Pengujian kuat tekan mortar standar SNI
1) Semen PCC 7 dan PCC 8 yang telah dipreparasi ditimbang
masing-masing sebanyak 740 g.
2) Timbang pasir Ottawa sebanyak 2035 g.
3) Sampel dicampur didalam mixer, terlebih dahulu dimasukkan air
sebanyak 395 ml (sesuai flow table) untuk semen jenis PCC
kemudian ditambahkan semen dan ditunggu hingga 30 detik.
4) Aduk semen dengan kecepatan 140 rpm selama 30 detik kemudian
ditambahkan pasir dengan kecepatan 285 rpm.
5) Mixer berhenti setelah 30 detik, campuran semen dicetak dengan
mengisi cetakan seperdua bagian.
6) Campuran ditumbuk sebanyak 32 kali dan ditambahkan hingga
cetakan penuh serta ditumbuk sebanyak 32 kali.
7) Permukaan cetakan diratakan, bagian pinggir cetakan diseka
dengan tisu kemudian diberi kode sampel.
8) Cetakan disimpan dalam curing chamber dengan suhu dan
kelembaban tertentu.
9) Cetakan yang telah dimasukkan kedalam curing chamber, setelah
20-24 jam dikeluarkan untuk dibuka cetakannya sehingga
didapatkan benda uji yang berbentuk kubus.
10) Benda uji direndam didalam air kapur jenuh. Benda uji direndam
sampai umur pengujian 3, 7, dan 28 hari.
11) Benda uji yang telah direndam sesuai umur pengujian, diuji kuat
tekannya dengan meletakkan pada alat Compressive strength
kemudian hasil dapat dilihat di display.
2) Pengujian kuat tekan mortar metode BS 196-1:2005
42
a) Semen PCC 7 dan PCC 8 yang telah dipreparasi ditimbang
masing-masing sebanyak 450 g.
b) Timbang pasir standar BS sebanyak 1350 g.
c) Tuangkan air sebanyak 225 ml, adukkan ke dalam mangkok dan
tambahkan semen.
d) Segera jalankan mesin pengaduk pada kecepatan rendah, setelah
30 detik tambahkan pasir perlahan-lahan selama 30 detik.
e) Stop dan pindah pada kecepatan tinggi, kemudian jalankan selama
30 detik.
f) Stop mesin pengaduk selama 90 detik, dalam waktu 15 detik
pertama bersihkan semua mortar yang menempel pada dinding
mangkok.
g) Jalankan mesin pengaduk pada kecepatan tinggi selama 60 detik.
h) Tuangkan separoh adukan mortar untuk lapis pertama kedalam
cetakan prisma dan ratakan dengan spreader besar.
i) Letakkan cetakan yang telah berisi mortar kedalam alat jolting dan
padatkan lapis pertama mortar dengan 60 ketukan.
j) Tuangkan adukan mortar untuk lapis kedua dan ratakan dengan
spreader kecil.
k) Padatkan lapis kedua mortar dengan 60 ketukan dengan
menggunakan alat Jolting Aparatus.
l) Angkat cetakan dari meja jolting, buka hopper kemudian potong
kelebihan mortar dan ratakan permukaannya.
m) Bersihkan mortar yang menempel di sekeliling cetakan.
n) Tempatkan selembar plat kaca atau bahan lain yang tidak dapat
tertembus berukuran 210 x 185 mm, ketebalan 6 mm.
o) Tempatkan tiap cetakan tertutup yang telah diberi tanda ke dalam
curing chamber tidak kurang dari 20 jam.
p) Cetakan yang telah dimasukkan kedalam curing chamber
dikeluarkan untuk dibuka cetakannya.
43
q) Benda uji direndam didalam air kapur jenuh dengan suhu 20° C ±
1° C. Benda uji direndam selama 2 hari dan 28 hari.
r) Benda uji yang telah direndam sesuai umur pengujian lalu
dikeluarkan dengan ketentuan :
umur 48 jam (2 hari) + 30 menit,
umur 28 hari + 8 jam.
s) Bersihkan benda uji dengan kain basah untuk menghilangkan
kelebihan air dan kotoran yang menempel.
t) Letakkan benda uji pada alat kuat lentur dengan salah satu sisinya
pada silinder penopang.
u) Tekan benda uji perlahan-lahan dengan kecepatan rata-rata 50 + 10
N/detik hingga patah.
v) Simpan potongan benda uji untuk dilakukan pengujian kuat tekan.
w) Untuk pengujian kuat tekan, potongan benda uji diletakkan pada
alat kuat tekan.
x) Tekan benda uji perlahan-lahan dengan kecepatan rata-rata
2400+200 N/detik, hingga hancur.
b. Pengujian Konsistensi Normal metode SNI 15-2049-2004
1) Timbang semen sebanyak 650 g.
2) Takar air dengan gelas ukur 24 % dari berat semen, masukkan air
ke dalam mangkok aduk yang sebelumnya telah dipasang dalam posisi
mengaduk.
3) Tambahkan semen ke dalam air dan tunggu selama 30 detik agar air
campuran terserap.
4) Jalankan pengaduk dan campurkan pada kecepatan rendah (140 5)
putaran permenit selama 30 detik. Sebelum mengaduk, pakai masker
untuk mencegah terhirupnya semen.
5) Stop pengaduk selama 15 detik, dan selama waktu ini turunkan atau
kumpulkan pasta yang menempel pada dinding mangkok.
44
6) Jalankan pengaduk pada kecepatan sedang (285 10) putaran
permenit dan campurlah selama 1 menit.
7) Stop pengaduk dan ambil pasta dengan tangan (pakai sarung tangan
karet).
8) Bentuk pasta yang terjadi menjadi bola dengan kedua tangan lainnya
dengan jarak 15 cm.
9) Tekan bola pasta dengan satu telapak tangan ke dalam lubang yang
besar dari cincin vicat yang dipegang dengan tangan lainnya.
10) Letakkan cincin dengan lubang yang besar ini pada plat kaca dan
potonglah kelebihan pada lubang cincin yang kecil dengan cara sekali
gerakan tepi pisau aduk segitiga pada permukaan cincin, dan haluskan
permukaan selama pengerjaan pemotongan dan waktu penghalusan
hindarkan penekanan pada pasta.
11) Tempatkan tengah-tengah pasta dalam cincin dibawah batang
peluncur, tempelkan ujung batang peluncur pada permukaan pasta dan
lepaskan batang peluncur vicat selama 30 detik.
12) Konsistensi normal, tercapai apabila batang peluncur menembus
sampai batas (10 1) mm di bawah permukaan pasta dalam waktu 30
detik, setelah dilepaskan.
13) Normal konsistensi=Jumlah pemakaianair (ml)
Berat contoh(g)x 100%
c. Pengujian Waktu Pengikatan metode BS 196-1:2005
1) Timbang semen sebanyak 500 g.
2) Masukkan air, tambahkan secara hati-hati kedalam mixer. Waktu yang
dibutuhkan untuk mencampur tidak boleh kurang dari 5 detik dan
tidak boleh dari 10 detik. Catat waktu selesai penambahan sebagai 0
detik.
3) Jalankan pengaduk dan campurkan pada kecepatan rendah (140 5)
putaran permenit selama 90 detik. Sebelum mengaduk, pakai masker
untuk mencegah terhirupnya semen.
45
4) Stop pengaduk selama 15 detik, dan selama waktu ini turunkan atau
kumpulkan pasta yang menempel pada dinding mangkok.
5) Jalankan pengaduk dan campurkan pada kecepatan rendah (140 5)
putaran permenit selama 90 detik (Total pengadukan 3 menit).
6) Siapkan pasta semen sesuai cara penyiapan pasta untuk konsistensi
normal.
7) Bentuk pasta semen kedalam mould Vicat tanpa tekanan dan getaran,
potong kelebihan pasta sehingga permukaan rata.
8) Kalibrasi alat Vicat dengan menggunakan peluncur, dengan cara
melonggarkan dan membebaskan peluncur sampai ke dasar plat kaca,
set pointer pada skala 0 (nol). Angkat dan naikkan peluncur.
9) Tempatkan mould yang berisi pasta di alat Vicat. Tempatkan peluncur
tepat dibagian tengah pasta. Longgarkan peluncur dan lepaskan
perlahan-lahan, sampai menyentuh permukaan pasta. Biarkan batang
peluncur melakukan penetrasi secara vertikal sampai menit ke 4
stopwatch. Baca skala apabila penetrasi telah berhenti atau 30 detik
setelah batang peluncur dilepaskan.
10) Pengujian konsistensi berakhir apabila jarak batang peluncur dengan
plat adalah 6 1 mm. (Ulangi kalau belum tercapai)
11) Peralatan vicat untuk Pengikatan Awal
- Pindahkan batang peluncur dan ganti dengan jarum Vicat
- Kalibrasi peralatan vicat dengan jarum, turunkan sehingga jarum
menyentuh dasar plat kaca yang digunakan dan set pointer pada
skala pembacaan nol. Naikkan jarum ke posisi stand by.
- Tempatkan mould yang telah berisi pasta dengan konsistensi
standar dalam ruang penyimpanan atau ruang lembab.
- Pada waktu pengujian, pindahkan mould ke peralatan vicat dan
tempatkan pas dibawah jarum. Turunkan jarum dengan hati-hati
sampai menyentuh permukaan pasta.Dipertahankan pada posisi ini
selama 1-2 detik untuk menghindari kecepatan awal dan
46
percepatan dari bagian bergerak kemudian lepaskan dan biarkan
jarum melakukan penetrasi secara vertikal kedalam pasta. Baca
skala apabila penetrasi berhenti atau 30 detik setelah jarum
dibebaskan.
- Catat skala pembacaan yang menunjukkan jarak antara ujung
jarum dan dasar plat dan waktu mulai dari waktu nol detik. Ulangi
pengujian penetrasi dengan benda uji yang sama pada posisi jarak
yang tepat yaitu tidak melebihi 10 mm dari pinggir masing-masing
mangkok atau masing-masing lubang bekas penetrasi dengan
interval waktu penetrasi 10 menit. Pada selang waktu uji penetrasi,
benda uji dipertahankan pada ruangan penyimpanan, bersihkan
segera jarum vicat setelah penetrasi selesai.
- Catat waktu pengukuran dari awal dimana jarak antara jarum dan
dasar plat yaitu 4 + 1 mm. Pada posisi inilah waktu pengikatan
awal semen sampai ketelitian 5 menit.
12) Penentuan Waktu Pengikatan Akhir
- Balikkan mould yang telah berisi dan telah digunakan pada
pengujian waktu pengikatan awal, kemudian dilakukan waktu
akhir pada permukaan yang tadinya berada pada dasar plat. Pasang
jarum dengan cincin sebagai alat untuk meningkatkan ketelitian
pada pengamatan penetrasi dalam skala kecil.
- Lakukan penetrasi dengan jarak waktu (frekuensi) uji penetrasi
boleh dinaikkan menjadi 30 menit. Pada selang waktu uji penetrasi
benda uji disimpan pada ruangan lembab. Bersihkan segera jarum
vicat selesai pada setiap penetrasi.
- Catat sampai mendekati 15 menit waktu pengukuran dimulai dari
(zero time) dan waktu pengikatan akhir diperoleh jika jarum
melakukan penetrasi 0.5 mm kedalam benda uji.
d. Pengujian Pengikatan Semu (SNI 15-2049-2004)
1) Timbang semen sebanyak 650 g.
47
2) Takar air dengan gelas ukur, secukupnya untuk menghasilkan pasta
dengan penetrasi awal sebesar 32 + 4 mm, masukkan dalam mangkok
aduk yang telah dipasang pada posisi mengaduk.
3) Masukkan semen dalam air dan tunggu selama 30 detik agar air
diserap.
4) Jalankan mesin pengaduk dan aduk pada kecepatan rendah (140 50)
putaran permenit selama 30 detik.
5) Stop pengaduk selama 15 detik, dan selama waktu ini kumpulkan ke
bawah pasta yang menempel pada dinding mangkok.
6) Jalankan pengaduk pada kecepatan sedang (285 10) putaran
permenit dan aduklah selama 2,5 menit.
7) Stop pengaduk, cepat-cepat pasta diambil dibentuk menjadi bola
dengan kedua tangan (pakai sarung tangan karet).
8) Tekankan bola pasta dengan satu telapak tangan ke dalam lubang
yang besar dari cincin ebonit yang dipegang dengan tangan lainnya,
lanjutkan pengisian pasta ke dalam cincin.
9) Letakkan cincin dengan lubang yang besar ini pada plat kaca.
10) Ratakan permukaan pasta dengan tepi lubang cincin yang kecil dengan
sekali gerakan tepi pisau segi tiga dan haluskan permukaannya.
Selama pelaksanaan meratakan dan menghaluskan hindarkan tekanan
pada pasta.
11) Penentuan Penetrasi Awal
- Tepatkan pasta dalam cincin ebonit pas dibawah batang peluncur
kira kira 1/3 diameter dari tepi dan ujung peluncur harus
bersentuhan dengan permukaan pasta dan setelah itu sekrup
dikunci.
- Tepatkan indikator pada tanda nol sebelah atas dari skala, lepaskan
batang peluncur paling lama 20 detik setelah selesai pengadukan.
- Selama pengujian alat harus bebas dari getaran.
48
- Apabila batang telah meluncur sedalam 32 4 mm dibawah
permukaan pasta dalam waktu 30 detik setelah peluncuran berarti
pasta telah mencapai konsistensi yang tepat. Konsistensi ini adalah
penetrasi awal. Kembalikan kelebihan pasta ke dalam mangkuk
kemudian tutup mangkuk dan pengaduk.
12) Penentuan Penetrasi Akhir
- Setelah selesai pembacaan awal, batang peluncur diangkat dari
pasta dan dibersihkan.
- Tempelkan batang peluncur diposisi lain dari permukaan pasta.
- Lepaskan batang peluncur untuk kedua kalinya, 5 menit setelah
selesai mengaduk.
- Tentukan penetrasi akhir 30 detik setelah batang peluncur
dilepaskan.
e. Pengujian kehalusan
1) Letakkan piringan logam pada dasar sel.
2) Letakkan sebuah kertas saring di atas piringan logam (dibuat seperti
bundaran) lalu tekan ke bawah dengan batang yang diameternya
sedikit lebih kecil dari diameter sel, sehingga piringan dan kertas
saring berada pada kedudukan yang tepat.
3) Timbang sejumlah semen dengan ketelitian sampai 0,001 gram dan
masukkan ke dalam sel.
4) Ketok pelan-pelan dinding sel bagian luar untuk meratakan lapisan
semen didalamnya.
5) Letakkan selembar kertas saring di atas lapisan semen ini lalu tekan
dengan torak sampai leher torak kontak dengan permukaan sel.
6) Tarik torak sedikit ke atas kemudian putar 90 derajat, tekan kembali
kemudian perlahan-lahan torak ditarik ke luar sel.
7) Tempatkan sel permeabilitas pada manometer (sebelumnya bagian
dinding luar sel yang masuk ke manometer diberi vaselin tipis agar
kedap udara).
49
8) Pada posisi display menu (20,53) pilih No. 1 kemudian enter.
9) Posisi test reference, masukkan nama sampel, kemudian enter.
10) Pilih operator list, kemudian enter, disini terdisplay jumlah semen
yang ditimbang (sesuai tipe semen).
11) Tekan enter, alat akan bekerja otomatis serta hasil blaine akan muncul
dipanel alat.
f. Sisa diatas ayakan
1) Timbang contoh sebanyak 20 g.
2) Tempatkan ayakan pada alat Alpine, sehingga sieve drum rapat
dengan bagian dalam housing Alpine.
3) Tempatkan contoh yang ditimbang tadi diatas ayakan, tutup ayakan
dengan penutupnya (lid) hingga rapat.
4) Start alat dengan memutar switch timer ke angka 3, alat akan jalan
selama 3 menit.
5) Ketok-ketok tutup Alpine dengan pengetoknya (plexi glass lid)
sehingga tidak ada material yang lengket pada lid.
6) Setelah 3 menit alat akan stop secara otomatis, dengan hati-hati ambil
dan timbang sisa material yang tertinggal diatas ayakan dan catat
beratnya.
5. Hasil dan Analisa
Pada percobaan ini penulis melakukan rangkaian proses mulai dari
persiapan sampel sampai dengan pengujian kuat tekan. Pada proses persiapan
sampel dilakukan dengan sangat teliti. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, maka didapatkan data hasil pengujian fisika terhadap semen PCC
sebagai berikut:
Tabel 6. Hasil pengujian kuat tekan mortar semen PCC metode SNI
15-2049-2004
Data Hasil Pengujian Kuat Tekan
Nama contoh PCC 7 PCC 8
Diperiksa tanggal 14.07.2014 14.07.2014
50
Suhu (°C) dan Kelembaban (%) 23 & 70 23 & 70
Berat semen (g) 740 740
Berat pasir (g) 2035 2035
Volume air (mL) 395 395
Tanggal kuat tekan umur 3 hari 16.07.2014 16.07.2014
Suhu (°C) dan Kelembaban (%) 23 & 70 23 & 70
Area (cm2) (A) 25 25
kN 1 45.6 35.5
kN 2 47.2 35.5
kN 3 46.5 36.8
Rata-rata (kN) (B) 46.4 35.9
Kuat tekan B x 102/A (kg/cm2) 189 147
Tanggal kuat tekan umur 7 hari 21.07.2014 21.07.2014
Suhu (°C) dan Kelembaban (%) 23 & 70 23 & 70
Area (cm2) (A) 25 25
kN 1 60.7 52.8
kN 2 60.9 50.7
kN 3 62 53.0
Rata-rata (kN) (B) 61.2 52.2
Kuat tekan B x 102/A (kg/cm2) 250 213
Tanggal kuat tekan umur 28 hari 11.8.2014 11.08.2014
Suhu (°C) dan Kelembaban (%) 23 & 70 23 & 70
Area (cm2) (A) 25 25
kN 1 80.1 71.6
kN 2 84.7 75.1
kN 3 83.5 73.0
Rata-rata (kN) (B) 82.8 73.2
Kuat tekan B x 102/A (kg/cm2) 338 299
51
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa semen
PCC memenuhi Standar Nasional Indonesia 15-7064-2004. Dari data diatas
terlihat sedikit perbedaan nilai antara kedua semen. Perbedaan kuat tekan ini
banyak dipengaruhi komposisi kimia semen.
Tabel 7. Hasil Pengujian Kuat Tekan Mortar Semen PCC
Metode BS 196-1:2005
Nama contoh PCC 7 PCC 8
Tanggal contoh 13.07.2014 13.07.2014
Diuji tanggal 14.07.2014 14.07.2014
Suhu dan kelembaban ruangan 23 & 70 23 & 70
Berat semen (g) 450 450
Berat pasir (g) 1350 1350
Volume air (ml) 225 225
Tanggal uji kuat tekan umur 2 hari 16.07.2014 16.07.2014
Suhu dan kelembaban 23 & 70 23 & 70
Kuat patah : kN N/mm2 kN N/mm2
1 1.768 4.14 1.462 3.43
2 1.676 3.93 1.366 3.2
Rata-rata 1.722 4.035 1.414 3.315
Kuat tekan : kN N/mm2 kN N/mm2
1 35.5 22.2 30.8 19.3
2 35.2 22 30.4 19
3 34.5 21.5 31.1 19.4
4 35.8 22.4 30.5 19
Rata-rata 35.25 22.025 30.7 19.175
Tanggal uji kuat tekan umur 7 hari 21.07.2014 21.07.2014
Kuat patah : kN N/mm2 kN N/mm2
52
1 2.346 5.5 2.3 5.39
2 2.72 6.38 2.203 5.16
Rata-rata 2.533 5.94
2.251
5 5.275
Kuat tekan : kN N/mm2 kN N/mm2
1 62.8 39.2 51.1 31.9
2 63.4 39.6 50.4 31.5
3 62.3 38.9 49.1 30.7
4 66.6 41.6 48.5 30.3
Rata-rata 63.775 39.825
49.77
5 31.1
Tanggal uji kuat tekan umur 28 hari 11.08.2014 11.08.2014
Kuat patah : kN N/mm2 kN N/mm2
1 3.086 7.23 2.937 6.88
2 3.137 7.35 3.206 7.51
Rata-rata 3.1115 7.29
3.071
5 7.195
Kuat tekan : kN N/mm2 kN N/mm2
1 80.5 50.3 69.6 43.3
2 79.6 49.8 68 42.5
3 81.2 50.7 68.2 42.6
4 79.6 49.8 67.8 42.4
Rata-rata 80.225 50.15 68.4 42.7
Tabel 8. Data Hasil Uji NC dan Setting Time Metode SNI 15-2049-2004
No
.
Sampe
l
Tipe
Semen
Tanggal
Pemeriksaa
n
Wakt
u
Aduk
Pengikatanair
(ml)
NC
(%)
Metode
UjiAwa
l
akhi
r
1 PCC 7 PCC 14.07.2014 07:45 101 189 162
24.9
2 SNI
53
2 PCC 8 PCC 14.07.2014 07:47 99 187 161
24.7
7 SNI
Berdasarkan hasil setting time yang diperoleh, sampel semen PCC dikatakan
telah memenuhi standar SNI.
Tabel 9. Data Hasil Uji NC dan Setting Time Standar BS 196-1:2005
No
.
Sampe
l
Tipe
Seme
n
Tanggal
Pemeriksaa
n
Wakt
u
Aduk
Pengikatan air
(ml
)
NC
(%)
Metode
UjiAwa
l
Akhi
r
1 PCC 7 PCC 14.07.2014 08.05 93 158 133 26.60 BS
2 PCC 8 PCC 14.07.2014 08.15 90 155 133 26.60 BS
Konsistensi normal dipengaruhi oleh kehalusan semen. Semakin halus suatu
semen, semakin besar luas permukaannya sehingga air yang diperlukan untuk
mencapai konsistensi normal semakin banyak.
Analisis konsistensi normal dilakukan untuk menentukan jumlah air yang
dibutuhkan. Syarat konsistensi normal adalah ketika jarak jarum menembus lapisan
semen 10 ± 1 mm di bawah permukaan pasta dalam waktu 30 detik setelah
pengadukan. Biasanya, jumlah air yang dibutuhkan bervariasi, tergantung jenis
semennya.
Tabel 10. Hasil Pengujian Kehalusan dengan alat Blaine Automatic
Data Hasil Pengujian Kehalusan Semen dengan Alat Blaine Automatic
Nama Contoh PCC 7 PCC 8
Kode contoh/tanggal contoh 12.07.2014 12.07.2014
Diperiksa tanggal 14.07.2014 14.07.2014
Suhu ruang (°C) 23 23
Kelembaban (%) 70 70
Berat contoh (g) 2.8948 2.8948
54
Blaine (S) = K√T (cm2/g) 3605 3635
Dari data yang diperoleh uji kehalusan dengan alat Blaine, sampel uji telah
memenuhi Standar Nasional Indonesia SNI 15-7064-2004. Tingkat kehalusan semen
ini akan berpengaruh terhadap parameter lainnya seperti kuat tekan dan waktu
pengikatan. Semen yang halus akan memiliki ukuran butir yang kecil. Akibatnya
ketika dibuat mortar maka rongga-rongga yang terdapat pada mortar akan semakin
sedikit sehingga didapatkan hasil kuat tekan yang tinggi.
Tabel 11. Data hasil uji sisa diatas ayakan
Nama contoh PCC 7 PCC 8
Kode contoh/tanggal contoh 13.07.2014 13.07.2014
Diperiksa tanggal 14.07.2014 14.07.2014
Suhu ruangan (°C) 23 23
Kelembaban (%) 70 70
Alpine (AL) / Manual (MA) AL AL
Bukaan ayakan (µ) 45 45
Berat contoh (g) (A) 20 20
Tinggal diatas ayakan (g) (B) 2.4 2.9
Sisa diatas ayakan = B/A x 100% 12 14.5
Dari data uji yang diperoleh didapatkan sisa diatas ayakan untuk PCC 7 sebesar
12 % dan untuk PCC 8 sebesar 14.5 %. Pengujian sisa diatas ayakan ini juga dapat
diramalkan berdasarkan dari hasil pengujian kehalusan, karena jika kehalusannya
tinggi maka sedikit dari sampel yang tidak lolos ayakan. Namun dari sampel yang
diuji terdapat sedikit perbedaan antara kehalusan dan sisa diatas ayakan. Ini
55
disebabkan oleh sifat-sifat mikro semen seperti unsur kimia yang terdapat pada
masing-masing sampel.
Pengujian sisa diatas ayakan ini tidak terdaftar dalam parameter pada metode
SNI 15-2049-2004. Namun pengujian ini hanya dilakukan oleh internal laboratorium
fisika semen PT. Semen Padang, karena parameter ini juga tergolong kedalam sifat
fisis dari semen. Hal ini menunjukkan sampel uji memiliki kehalusan butir yang telah
memenuhi standar SNI 15-7064-2004.
Dari pengujian secara fisika yang telah dilakukan, sampel uji semen PCC
secara keseluruhan telah memenuhi standar SNI 15-7064-2004.
56
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan terhadap semen Portland
Composite Cement (PCC) menggunakan metode SNI dan BS, maka dapat
disimpulkan:
1. Pengujian sifat fisika semen dengan menggunakan metode SNI 15-2049-2004
yang dilakukan berkaitan dengan uji kehalusan, waktu pengikatan (setting
time dan konsistensi normal), sisa diatas ayakan, dan kuat tekan mortar.
2. Pengujian sifat fisika semen dengan menggunakan metode BS 196:2005 yang
dilakukan berkaitan dengan pengujian waktu pengikatan dan kuat tekan.
3. Didalam pengujian kualitas semen terdapat banyak metode yang digunakan
seperti ASTM, SNI, BS, JIS, SLS, dll yang memiliki cara kerja yang berbeda.
4. Dari data pengujian sifat fisika yang diperoleh, semen PCC telah memenuhi
standar SNI 15-7064-2004 dan standar BS 197-1:2005.
B. Saran
Dari pengujian yang telah dilakukan mungkin terdapat banyak
kekurangan. Untuk itulah penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan penulisan makalah ini.
57
DAFTAR PUSTAKA
Anas, E Roekmini. 1983. Analisa Kimia dan Fisika Bahan-bahan yang dipakai
dalam Proses Pembuatan Semen Portland. PT. Semen Padang: Padang.
Anonim. 1998. Teknologi Semen. PT. Semen Padang: Padang.
Baradja, Hasan. 1990. Kursus Eselon III Produksi Teknologi Semen. PT. Semen
Padang: Padang.
Jinis, Nahar. 1993. Pengertian tentang Semen. Biro Pembinaan dan Pengembangan
Personil PT. Semen Padang: Padang.
Kuswantoro, Ery. 2008. Proses Pelapisan pada Baja Karbon dengan menggunakan
Metoda Panduan Mekanik Serbuk FeAl. UI: Jakarta.
Roekmini, Ellys. 1998. Pengertian Umum Semen. Departemen Penelitian dan
Pengembangan PT. Semen Padang: Padang.
Turiyono, Mochtar. 1996. Teknologi Semen secara Umum. PT. Semen Padang:
Padang.
http://www.semenpadang.co.id/?mod=produk&kat=&id=6 diakses pada 23 Agustus
2014.
58