Penguat Audio Kelas D Tanpa Tapis LC Dengan Modulasi Tiga...

19
7 BAB BAB BAB BAB II II II II DASAR DASAR DASAR DASAR TEORI TEORI TEORI TEORI Dalam bab dua ini penulis akan menjelaskan teori–teori penunjang utama dalam merancang penguat audio kelas D tanpa tapis LC pada bagian keluaran menerapkan modulasi dengan tiga aras keluaran. Penguat audio kelas D dengan dua aras keluaran mempunyai tiga bagian utama (Gambar 2.1.a) yaitu modulator, tingkat daya dan tapis induktor-kapasitor (LC). Sedangkan pada penguat audio kelas D dengan tiga aras keluaran bagian tapis LC dapat dihilangkan sehingga keluaran dari tingkat daya dapat dihubungkan langsung ke penyuara (Gambar 2.1.b). Gambar 2.1.(a). Blok Diagram Kelas D dengan Dua Aras Keluaran. (b). Blok Diagram Kelas D dengan Tiga Aras Keluaran. Bagian modulator berfungsi untuk memodulasi isyarat audio masukan menjadi rentetan pulsa-pulsa yang akan mengandung frekuensi dari isyarat audio masukan dan frekuensi tinggi yang terjadi dikarenakan proses dari modulasi. Pada penguat kelas D dengan tiga aras keluaran, bagian modulator akan mengirimkan pulsa-pulsa hasil modulasi untuk mengontrol bagian tingkat daya sehingga pada keluaran muncul isyarat termodulasi dengan tiga aras keluaran. Teknik modulasi yang sering dipakai sebagai modulator pada penguat audio kelas D adalah modulasi lebar pulsa (pulse width

Transcript of Penguat Audio Kelas D Tanpa Tapis LC Dengan Modulasi Tiga...

Page 1: Penguat Audio Kelas D Tanpa Tapis LC Dengan Modulasi Tiga Arasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8492/2/T1_612007021_BAB II.pdfPCM terjadi proses pencuplikan dan kuantisasi yang

7

BABBABBABBAB IIIIIIII

DASARDASARDASARDASAR TEORITEORITEORITEORI

Dalam bab dua ini penulis akan menjelaskan teori–teori penunjang utama dalam

merancang penguat audio kelas D tanpa tapis LC pada bagian keluaran menerapkan

modulasi dengan tiga aras keluaran.

Penguat audio kelas D dengan dua aras keluaran mempunyai tiga bagian utama

(Gambar 2.1.a) yaitu modulator, tingkat daya dan tapis induktor-kapasitor (LC).

Sedangkan pada penguat audio kelas D dengan tiga aras keluaran bagian tapis LC dapat

dihilangkan sehingga keluaran dari tingkat daya dapat dihubungkan langsung ke

penyuara (Gambar 2.1.b).

Gambar 2.1.(a). Blok Diagram Kelas D dengan Dua Aras Keluaran. (b). Blok Diagram

Kelas D dengan Tiga Aras Keluaran.

Bagian modulator berfungsi untuk memodulasi isyarat audio masukan menjadi

rentetan pulsa-pulsa yang akan mengandung frekuensi dari isyarat audio masukan dan

frekuensi tinggi yang terjadi dikarenakan proses dari modulasi. Pada penguat kelas D

dengan tiga aras keluaran, bagian modulator akan mengirimkan pulsa-pulsa hasil

modulasi untuk mengontrol bagian tingkat daya sehingga pada keluaran muncul isyarat

termodulasi dengan tiga aras keluaran. Teknik modulasi yang sering dipakai sebagai

modulator pada penguat audio kelas D adalah modulasi lebar pulsa (pulse width

Page 2: Penguat Audio Kelas D Tanpa Tapis LC Dengan Modulasi Tiga Arasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8492/2/T1_612007021_BAB II.pdfPCM terjadi proses pencuplikan dan kuantisasi yang

8

modulation PWM) dan modulasi sigma delta (sigma delta modulation SDM). Pada

tugas akhir ini penulis menggunakan teknik modulasi/penyandian noise-shaping coding

yang merupakan pengembangan dari SDM. Teknik modulasi ini akan dijelaskan secara

lebih terperinci pada subbab 2.1.

Bagian tingkat daya digunakan untuk memperkuat daya isyarat dari keluaran

modulator. Isyarat keluaran modulator yang berupa rentetan pulsa-pulsa akan

mengendalikan komponen aktif MOSFET pada bagian tingkat daya sebagai saklar.

MOSFET akan dikendalikan dalam dua kondisi saja yaitu saturasi (’ON’) atau cut-off

(’OFF’). Oleh karenanya, secara ideal tidak ada disipasi daya yang terjadi pada

MOSFET. Hal inilah yang membuat penguat kelas D mempunyai efisiensi yang sangat

besar jika dibandingkan dengan penguat konvensional lainnya dimana MOSFET

bekerja pada daerah aktif. Bagian tingkat daya pada penguat kelas D dengan tiga aras

keluaran diwujudkan dengan penguat jembatan penuh.

2.1.2.1.2.1.2.1. ModulatorModulatorModulatorModulator padapadapadapada PPPPenguatenguatenguatenguat KKKKelaselaselaselas DDDD

Bagian modulator dari penguat kelas D dapat menghasilkan isyarat keluaran

termodulasi lebar pulsa (pulse width modulation, PWM) atau termodulasi rapat pulsa

(pulse density modulation, PDM) [4]. PWM dihasilkan dengan membandingkan isyarat

masukan dengan isyarat segitiga. Metode PWM ini merupakan metode konvensional

dari kelas D. Sedangkan PDM merupakan keluaran dari teknik modulasi sigma delta

(sigma delta modulation SDM). Perbandingan antara PWM dan PDM akan dijelaskan

pada subbab 2.1.1.

Kemudian pada subbab 2.1.2 akan dijelaskan mengenai teknik modulasi sigma

delta (SDM). Penjelasan mengenai SDM akan diawali terlebih dahulu dengan

penjelasan mengenai modulasi kode pulsa (pulse code modulation, PCM) dimana pada

PCM terjadi proses pencuplikan dan kuantisasi yang terjadi pula pada SDM. Pada

penjelasan PCM terdapat pemodelan linear dari proses kuantisasi dimana pemodelan ini

juga akan digunakan pada pemodelan pengkuantisasi yang ada pada SDM.

Penjelasan mengenai PCM akan dilanjutkan penjelasan lebih mendalam

mengenai SDM dimana akan dibahas pemodelan linear dari SDM dan proses

pembentukan derau (noise-shaping) yang diperlukan pada SDM dimana derau pada

frekuensi audio ditekan dan meloloskan frekuensi di atasnya. Sehingga SDM

menghasilkan SNR yang lebih baik dari PCM.

Page 3: Penguat Audio Kelas D Tanpa Tapis LC Dengan Modulasi Tiga Arasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8492/2/T1_612007021_BAB II.pdfPCM terjadi proses pencuplikan dan kuantisasi yang

9

Untuk menghasilkan SNR yang lebih tinggi diperlukan SDM orde tinggi,

padahal SDM orde tinggi mempunyai masalah pada ketidakstabilannya. Untuk

mengatasi masalah ketidakstabilan pada SDM, maka dikembangkanlah teknik

penyandian noise-shaping coding. Noise-shaping coding akan dijelaskan pada subbab

2.1.3.

2.1.1.2.1.1.2.1.1.2.1.1. ModulasiModulasiModulasiModulasi LebarLebarLebarLebar PulsaPulsaPulsaPulsa (PWM)(PWM)(PWM)(PWM) dandandandanModulasiModulasiModulasiModulasi RapatRapatRapatRapat PulsaPulsaPulsaPulsa (PDM)(PDM)(PDM)(PDM)

Modulator merupakan bagian yang sangat penting dari penguat audio kelas D.

Teknik modulasi paling dasar dari penguat kelas D adalah PWM. Isyarat audio analog

sebagai isyarat masukan modulator akan diubah menjadi isyarat PWM. Perubahan ini

dilakukan dengan cara membandingkan isyarat audio dengan isyarat segitiga yang

bersumber dari luar yang mempunyai frekuensi tinggi 5 hingga 50 kali dari frekuensi

isyarat audio [3]. Diagram kotak dari penguat kelas D menggunakan PWM dapat dilihat

pada Gambar 2.2. Pada tahap ini, penguat masih menggunakan dua aras keluaran.

Gambar 2.2. Blok Diagram Penguat Kelas D Menggunakan Metode PWM [5].

Dalam setiap periode dari isyarat segitiga, lebar pulsa dari isyarat PWM yang

terbentuk akan sebanding dengan amplitudo dari isyarat audio analog masukan [4].

Gambar 2.3. memperlihatkan contoh isyarat PWM itu.

Page 4: Penguat Audio Kelas D Tanpa Tapis LC Dengan Modulasi Tiga Arasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8492/2/T1_612007021_BAB II.pdfPCM terjadi proses pencuplikan dan kuantisasi yang

10

Gambar 2.3. Contoh Keluaran Isyarat PWM. Warna merah menunjukkan isyarat audio

masukan, warna hijau menunjukkan isyarat segitiga dan warna biru isyarat PWM [3].

Selain PWM, penguat kelas D dapat pula menghasilkan isyarat keluaran

modulasi rapat pulsa (PDM), PDM dapat dihasilkan dengan teknik modulasi sigma delta

(SDM). Diagram kotak penguat kelas D menggunakan SDM dapat dilihat pada Gambar

2.4.

Gambar 2.4. Blok Diagram Penguat Kelas D Menggunakan SDM.

Berbeda dengan PWM, pada PDM, rata-rata dari amplitudo isyarat masukan

akan sebanding dengan banyaknya pulsa yang muncul pada keluaran. Gambar 2.5.

memperlihatkan contoh dari isyarat PDM.

Page 5: Penguat Audio Kelas D Tanpa Tapis LC Dengan Modulasi Tiga Arasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8492/2/T1_612007021_BAB II.pdfPCM terjadi proses pencuplikan dan kuantisasi yang

11

Gambar 2.5. Contoh Keluaran Isyarat PDM (bawah) dengan Isyarat Masukan (atas) [9].

Metode PWM mempunyai kelemahan yaitu ketika duty cyle dari PWM

mendekati 100% (terjadi ketika isyarat masukan mempunyai amplitudo yang mendekati

amplitudo dari isyarat segitiga) maka diperlukan kecepatan switching yang tinggi dari

komponen yang dipakai karena keadaan keluaran akan berubah dengan sangat cepat.

Jika komponen switching tidak dapat mengikuti perubahan kondisi yang sangat cepat,

maka proses switching menjadi tidak sempurna. Misalnya ketika keluaran dari

modulator masih dalam transisi kondisi ‘low’ menuju ‘high’, keluaran sudah harus

berubah menuju kondisi ‘low’ mengakibatkan isyarat keluaran proses switching tidak

sempurna dan sebagai akibatnya isyarat keluaran akan mengalami cacat.

PDM tidak akan mengalami masalah ini, karena pada SDM perubahan kondisi

pada keluaran hanya dapat terjadi tiap periode dari isyarat clock. Hal ini dikarenakan

keluaran dari pengkuantisasi dari SDM akan diperbaharui setiap mendapat picuan dari

isyarat clock. Isyarat clock ini merupakan isyarat kotak dengan frekuensi tetap, sehingga

setiap proses switching akan terjadi secara sempurna.

Selain itu, PDM mempunyai kelebihan lain yaitu PDM mendistribusikan energi

dari frekuensi tinggi hasil modulasi, sedangkan pada PWM, energi frekuensi tinggi akan

terkonsentrasi pada frekuensi isyarat segitiga beserta frekuensi harmonik-harmoniknya

[4]. Pada PDM terjadi proses pendistribusian frekuensi dikarenakan pada SDM terdapat

proses pembentukan derau (noise-shaping). SDM akan dijelaskan lebih lanjut pada

subbab di bawah ini.

2.1.2.2.1.2.2.1.2.2.1.2. SigmaSigmaSigmaSigma DeltaDeltaDeltaDelta ModulationModulationModulationModulation (SDM)(SDM)(SDM)(SDM)

Sigma delta modulation (SDM) merupakan metode modulasi yang digunakan

dalam modulator penguat kelas D untuk mengubah isyarat audio masukan menjadi

Page 6: Penguat Audio Kelas D Tanpa Tapis LC Dengan Modulasi Tiga Arasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8492/2/T1_612007021_BAB II.pdfPCM terjadi proses pencuplikan dan kuantisasi yang

12

isyarat pulse density modulation (PDM). Di dalam SDM terjadi proses pembentukan

derau (noise-shaping) di dalamnya untuk menekan derau pada frekuensi pada pita

tertentu. SDM secara umum mempunyai diagram kotak seperti pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Diagram Kotak SDM. adalah isyarat analog masukan, adalah

isyarat error antara dan yang telah ditapis oleh , adalah isyarat

keluaran dari SDM.

SDM terbagi menjadi dua blok bagian utama yaitu loop filter ( ) dan

pengkuantisasi (quantizer). SDM akan dijelaskan dengan melakukan pemodelan linear

pada bagian pengkuantisasi. Oleh karena itu, sebelumnya penulis akan membahas

terlebih dahulu bagian pengkuantisasi dimana hal ini akan dijelaskan menggunakan

modulasi kode pulsa (pulse code modulation, PCM) pada subbab 2.1.2.1. Digunakan

PCM karena pada PCM terjadi proses pencuplikan dan proses kuantisasi yang mana

kesemuanya itu terjadi pada bagian pengkuantisasi pada SDM.

Penjelasan mengenai PCM akan dilanjutkan mengenai penjelasan SDM pada

subbab 2.1.2.2 dimana penjelasan mengenai SDM akan menggunakan pemodelan linear

dari bagian pengkuantisasi yang telah dijelaskan pada bagian PCM.

2.1.2.1.2.1.2.1.2.1.2.1.2.1.2.1. PulsePulsePulsePulse CodeCodeCodeCode ModulationModulationModulationModulation (PCM)(PCM)(PCM)(PCM)

Pulse-code modulation (PCM) akan menyampling isyarat masukan pada

frekuensi Nyquist kemudian mengkuantisasi isyarat masukan menjadi N-bit keluaran.

PCM membutuhkan aras kuantisasi sebesar . Jarak antara aras kuantisasi ( ) disebut

sebagai quantization step yang dapat dituliskan sebagai berikut,

. (2.1)

Pada Gambar 2.7 dapat dilihat transfer karakteristik untuk 3-bit pengkuantisasi.

merupakan keluaran pengkuantisasi dan adalah isyarat masukan.

Page 7: Penguat Audio Kelas D Tanpa Tapis LC Dengan Modulasi Tiga Arasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8492/2/T1_612007021_BAB II.pdfPCM terjadi proses pencuplikan dan kuantisasi yang

13

Pengkuantisasi akan mengkuantisasi isyarat ke aras terdekat dari aras

pengkuantisasi yang ada. Derau kuantisasi merupakan perbedaan antara masukan dan

keluaran hasil pengkuantisasi [9].

Gambar 2.7. Transfer Karakteristik dari 3-bit Pengkuantisasi [9]. Sumbu tegak

merupakan keluaran pengkuantisasi dan adalah masukan pengkuantisasi.

Pengkuantisasi merupakan sistem yang sangat tidak linear, sehingga efek dari

proses kuantisasi pada sinyal masukan dan derau yang dihasilkan dari proses kuantisasi

sangat sulit untuk diukur secara pasti. Oleh karenanya dilakukan pendekatan secara

linear (Gambar 2.8) dengan beberapa asumsi-asumsi antara lain [9],

1. Derau kuantisasi adalah stasioner (proses acak).

2. Derau kuantisasi tidak berkorelasi dengan dirinya sendiri dan dengan isyarat

masukan ( ).

3. Probablity-density function dari derau adalah uniform pada rentang derau

kuantisasi.

Gambar 2.8. Model Linear dari Proses Kuantisasi [9]. merupakan isyarat masukan,

merupakan isyarat keluaran hasil kuantisasi dan adalah derau kuantisasi.

Page 8: Penguat Audio Kelas D Tanpa Tapis LC Dengan Modulasi Tiga Arasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8492/2/T1_612007021_BAB II.pdfPCM terjadi proses pencuplikan dan kuantisasi yang

14

Oleh karenanya, derau dari proses kuantisasi ini merupakan derau putih yang

tersebar merata pada berbagai frekuensi hingga frekuensi Nyquist. Gambar 2.9

memperlihatkan contoh keluaran isyarat hasil kuantisasi pada ranah frekuensi.

Gambar 2.9. FFT dari Proses N-bit Kuantisasi dengan Frekuensi Sampling Fs [10].

untuk N-bit kuantisasi dari sinyal sinusoisal dengan amplitudo dapat

dirumuskan sebagai berikut [9],

...............................................(2.2).

Pada proses kuantisasi dapat dilihat untuk kenaikan 1 bit kuantisasi, SNR akan

mengalami kenaikan sekitar 6 dB.

Untuk mendapatkan yang lebih tinggi dapat dilakukan dengan

memperbesar frekuensi sampling yang dinamakan sebagai oversampling. Jika frekuensi

Nyquist adalah , dan isyarat disampling dengan frekuensi , maka

oversampling ratio nya adalah . Derau dari proses kuantisasi akan

tersebar pada rentang frekuensi yang lebih lebar, sehingga derau kuantisasi pada

fekuensi di bawah frekuensi Nyquist akan berkurang. yang dihasilkan dapat

dirumuskan sebagai berikut [9],

.......................................(2.3).

Dapat dilihat untuk setiap melipatduakan frekuensi sampling, akan naik

sebesar 3dB.

Page 9: Penguat Audio Kelas D Tanpa Tapis LC Dengan Modulasi Tiga Arasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8492/2/T1_612007021_BAB II.pdfPCM terjadi proses pencuplikan dan kuantisasi yang

15

Gambar 2.10. FFT dari Proses N-bit Kuantisasi dengan Frekuensi Sampling kFs [10].

Gambar 2.10 memperlihatkan contoh keluaran isyarat hasil kuantisasi dengan

frekuensi sampling k kali dari frekuensi Nyquist pada ranah frekuensi.

2.1.2.2.2.1.2.2.2.1.2.2.2.1.2.2. PemodelanPemodelanPemodelanPemodelan SecaraSecaraSecaraSecara LinearLinearLinearLinear ModulasiModulasiModulasiModulasi SigmaSigmaSigmaSigma DeltaDeltaDeltaDelta

Modulasi sigma delta (SDM) tersusun dari pengkuantisasi dan tapis di

depan pengkuantisasi dan keluaran isyarat hasil kuantisasi yang diumpan balik seperti

yang terlihat pada Gambar 2.6. Pengkuantisasi pada SDM akan dikendalikan oleh sinyal

error yang telah ditapis ( ) oleh tapis .

Dalam melakukan analisis, pengkuantisasi dimodelkan secara linear dan

direpresentasikan seperti pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11. Blok Diagram dari SDMMenggunakan Model Linear pada Bagian

Pengkuantisasinya.

Pada Gambar 2.11, bagian pengkuantisasi dimodelkan secara linear dengan

derau kuantisasi dilambangkan dengan . Melalui asumsi yang telah dijelaskan pada

subbab 2.1.2.1 derau bagian kuantisasi merupakan derau putih yang mempunyai

Page 10: Penguat Audio Kelas D Tanpa Tapis LC Dengan Modulasi Tiga Arasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8492/2/T1_612007021_BAB II.pdfPCM terjadi proses pencuplikan dan kuantisasi yang

16

komponen frekuensi tersebar merata pada semua frekuensi. Sehingga dalam model

linear, keluaran merupakan penjumlahan dari masukan pengkuantisasi dengan

derau kuantisasi .

Dari pemodelan Gambar 2.11, dapat dicari hubungan antara keluaran

dengan derau dan hubungan antara keluaran dengan isyarat masukan .

Hubungan antara keluaran dengan derau disebut sebagai noise transfer function

( ) dicari dengan mengabaikan isyarat masukan seperti dapat dilihat pada

Gambar 2.12.

Gambar 2.12. Diagram Kotak Noise Transfer Function .

NTF(s) ini dapat ditulis sebagai fungsi dari sebagai berikut,

.............................................................(2.4).

Sedangkan hubungan antara keluaran dengan isyarat masukan disebut sebagai

signal transfer function ( ) dicari dengan mengabaikan derau seperti dapat

dilihat pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13. Diagram Kotak Signal Transfer Function .

ini dapat ditulis sebagai fungsi dari sebagai berikut,

.............................................................(2.5).

Page 11: Penguat Audio Kelas D Tanpa Tapis LC Dengan Modulasi Tiga Arasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8492/2/T1_612007021_BAB II.pdfPCM terjadi proses pencuplikan dan kuantisasi yang

17

Keluaran dari SDM ini dapat ditulis sebagai berikut,

.............................................(2.6).

Dengan melakukan pendekatan linear, dapat dilihat efek dari tapis

terhadap isyarat baik masukan, keluaran dan derau. Dapat dilihat bahwa akan

berperan terhadap pembentukan derau pada keluaran . Jika diinginkan derau pada

keluaran ditekan pada pita frekuensi audio, maka harus merupakan tapis lolos

tinggi. Derau pengkuantisasi akan dilemahkan pada pita frekuensi audio dan diloloskan

pada frekuensi tinggi. Oleh karena itu, SDM disebut melakukan pembentukan derau

(noise shaping). Gambar 2.14 menunjukkan contoh keluaran dari spektrum isyarat

keluaran.

Gambar 2.14. Spektrum Isyarat Keluaran Modulator dengan Derau yang Telah

Dibentuk pada Frekuensi Tinggi [10].

Pada perancangan SDM, dirancang terlebih dahulu tanggapan yang

diinginkan. Kemudian dari dapat dicari tapis dari persamaan (2.4) yang

dapat ditulis sebagai berikut,

.....................................................................................(2.7).

Jika dituliskan sebagai

.....................................................................................(2.8),

dengan, adalah numerator dari dan adalah denumerator dari

.

Tapis dapat dituliskan kembali sebagai berikut,

Page 12: Penguat Audio Kelas D Tanpa Tapis LC Dengan Modulasi Tiga Arasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8492/2/T1_612007021_BAB II.pdfPCM terjadi proses pencuplikan dan kuantisasi yang

18

.....................................................................................(2.9)

Semakin besar orde dari tapis , modulasi sigma delta akan memberikan

keuntungan pada kenaikan signal-to-noise ratio ( ). Hal ini dikarenakan terjadinya

proses noise-shaping dimana derau akan dipindahkan pada pita frekuensi yang jauh

lebih tinggi dari pita audio.

ideal untuk SDM orde tinggi (k-orde) dapat dirumuskan sebagai berikut [6],

......................................................................(2.10).

Pada SDM untuk tapis orde 1 (k = 1), dengan melakukan melipatduakan

frekuensi sampling akan terjadi kenaikan SNR sebesar 9 dB. Pada PCM yang tidak

melakukan proses noise-shaping melipatduakan frekuensi sampling hanya akan

menaikkan SNR sebesar 3 dB.

Gambar 2.15. Noise-Shaping pada SDM untuk Orde 1, 2 dan 3 [11].

Dari Gambar 2.15, dapat dilihat bahwa dengan melakukan penambahan orde

dari tapis , maka dapat dicapai SNR pada pita frekuensi audio yang lebih tinggi.

Namun, SDM dengan orde tinggi (lebih dari dua) mempunyai masalah pada

kestabilannya, yaitu sangat tidak stabil.

Page 13: Penguat Audio Kelas D Tanpa Tapis LC Dengan Modulasi Tiga Arasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8492/2/T1_612007021_BAB II.pdfPCM terjadi proses pencuplikan dan kuantisasi yang

19

Permasalahan ini tidak dapat dijelaskan dengan model linear karena adanya

umpan balik dari pengkuantisasi yang bersifat sangat tidak linear. Hingga saat ini belum

ada yang dapat memecahkan persoalan ketidakstabilan dari SDM orde tinggi [12].

2.1.3.2.1.3.2.1.3.2.1.3. Noise-ShapingNoise-ShapingNoise-ShapingNoise-Shaping CodingCodingCodingCoding [[[[13131313]]]]

Sigma Delta Modulation (SDM) kemudian dikembangkan menjadi noise-

shaping coding seperti yang telah dikerjakan pada [13] untuk mengatasi masalah

ketidakstabilan orde tinggi pada SDM. Blok diagram noise-shaping coding dapat dilihat

pada Gambar 2.16.

Gambar 2.16. Diagram Kotak Noise-Shaping Coding [13].

Gambar 2.15 menunjukkan diagram kotak dari teknik penyandian noise-shaping

dimana adalah isyarat audio analog masukan, dan merupakan keluaran

dari tapis . Isyarat merupakan isyarat error antara masukan r(t) dan keluaran

y(t) yang telah ditapis oleh tapis .

Sedangkan isyarat akan dijelaskan lebih lanjut pada penjelasan mengenai

tapis . Keluaran dari akan bergantung dari isyarat dan sesuai dengan

aturan kuantisasi yang telah ditentukan. Dari aturan kuantisasi yang telah ditentukan dan

persamaan untuk isyarat akan dijabarkan kemudian bahwa isyarat sebagai

masukan ke bagian pengkuantisasi akan terbatas nilainya, sehingga penyandi noise-

shaping coding yang dibuat stabil.

Tapis untuk noise-shaping coding digambarkan lebih jelas pada Gambar

2.17.

Page 14: Penguat Audio Kelas D Tanpa Tapis LC Dengan Modulasi Tiga Arasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8492/2/T1_612007021_BAB II.pdfPCM terjadi proses pencuplikan dan kuantisasi yang

20

Gambar 2.17. Tapis pada Noise-Shaping Coding.

Tapis ini merupakan tapis dengan dua masukan ( dan ) dan dua

keluaran ( dan ). Oleh karenanya tapis ini ditulis dalam bentuk state-

variable karena bentuk state variable dapat memperlihatkan hubungan dari suatu sistem

yang memiliki banyak input dan banyak output.

Tapis dalam state-variable ditulis sebagai berikut [14],

G : ................................................................(2.11)

dengan

• = state vector (n × 1) untuk sistem orde n,

• = matriks sistem (n × n),

• = matriks masukan (n × 1),

• = matriks keluaran (1 × n).

Untuk menyederhanakan perhitungan, semua sinyal ternormalisasi terhadap

tegangan catu daya ±1. Jika kuantisasi yang dipakai adalah kuantisasi seragam,

kuantisasi ternormalisasi untuk N-bit coding adalah,

dimana adalah quantization step .

Untuk 1 bit kuantisasi atau dua aras kuantisasi, maka aras kuantisasi nya ( )

adalah , sedangkan untuk tiga aras kuantisasi, .

Perbedaan antara noise-shaping coding dengan SDM terletak pada loop filter

. Pada tapis G(s) ditambahkan satu buah keluaran yang memenuhi persamaan,

...................................................................................(2.12).

Page 15: Penguat Audio Kelas D Tanpa Tapis LC Dengan Modulasi Tiga Arasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8492/2/T1_612007021_BAB II.pdfPCM terjadi proses pencuplikan dan kuantisasi yang

21

Isyarat ini menjamin kestabilan dari penyandi noise-shaping yang dibuat

[14]. Bagian pengkuantisasi akan melakukan kuantisasi dengan syarat kuantisasi adalah

isyarat ke aras terdekat dengan aras kuantisasi yang ada ( ), bergantung pada

isyarat . Sebagai contoh jika , dengan

adalah bilangan bulat, maka keluaran kuantisasi dari sinyal adalah :

Dengan adanya isyarat yang mengendalikan pengkuantisasi menyebabkan

terbatasnya amplitudo isyarat [14]. Sebuah modulator dikatakan stabil jika

masukan ke pengkuantisasi terbatas atau dapat dikatakan error sinyal dibatasi [15].

Oleh karenanya, noise-shaping coding menjamin kestabilan dari coder atau modulator.

Keterbatasan dari isyarat error yang telah ditapis oleh tapis dapat dilihat

dari persamaan-persamaan sebagai berikut,

........................................................................(2.13.a)

...........................................................(2.13.b)

oleh karena sesuai dengan persamaan (2.12) bahwa

maka

.............................................................................(2.14).

Bagian pengkuantisasi akan mengkuantisasi sinyal ke aras terdekat dengan

aras kuantisasi yang ada bergantung pada sinyal e, sehingga akan didapatkan,

.....................................................................................(2.15)

sehingga,

................................................................(2.16).

Dengan melakukan proses integrasi maka akan didapatkan sebagai berikut,

..........................................................(2.17.a)

.......................................................................................(2.17.b),

dimana adalah periode dari frekuensi sampling. Dapat dilihat bahwa error yang telah

ditapis akan terbatas pada nilai sehingga modulator dapat dikatakan stabil.

Ada dua syarat yang harus dipenuhi agar modulator stabil, yang pertama adalah

isyarat tidak boleh overload atau tidak melebihi dari tegangan catu daya yang

Page 16: Penguat Audio Kelas D Tanpa Tapis LC Dengan Modulasi Tiga Arasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8492/2/T1_612007021_BAB II.pdfPCM terjadi proses pencuplikan dan kuantisasi yang

22

digunakan. Syarat yang kedua adalah zero dari tapis harus ada di sebelah kiri

sumbu imajiner [13].

2.2.2.2.2.2.2.2. TingkatTingkatTingkatTingkat DayaDayaDayaDaya dengandengandengandenganMOSFETMOSFETMOSFETMOSFET

Pada tugas akhir ini MOSFET dipakai sebagai komponen aktif yang dipakai

pada bagian tingkat daya untuk menguatkan isyarat pulsa keluaran modulator. Pada

subbab ini akan dijelaskan mengenai konsep dari MOSFET serta konfigurasi full-bridge

dengan MOSFET yang dipakai dalam perancangan sebagai bagian penguat akhir dari

penguat audio kelas D yang dirancang.

2.2.1.2.2.1.2.2.1.2.2.1. KonsepKonsepKonsepKonsep MOSFETMOSFETMOSFETMOSFET

MOSFET mempunyai impedans masukan yang sangat tinggi dan menyerap daya

searah yang sedikit sekali. Hal ini yang menyebabkan MOSFET sangat efisien dalam

rangkaian berdayamikro, baik digital maupun analog [16]. Tidak seperti transistor

sambungan dua kutub (bipolar junction transistor, BJT), MOSFET tidak membutuhkan

pengendali arus yang besar. Demikian pula, MOSFET mempunyai kecepatan operasi

yang tinggi dibandingkan dengan BJT, sehingga MOSFET cocok digunakan dalam

aplikasi pensaklaran (switching) dengan frekuensi yang cukup tinggi [8].

Terdapat dua jenis MOSFET yaitu MOSFET tipe pengosongan dan MOSFET

tipe peningkatan. Kedua jenis MOSFET ini mempunyai operasi kerja yang berbeda.

Pada pembahasan selanjutnya akan dibahas mengenai MOSFET tipe peningkatan yang

dipakai penulis dalam perancangan tugas akhir.

MOSFET akan bekerja jika tegangan gerbang ( ) lebih besar atau sama

dengan tegangan ambang . Besarnya suatu MOSFET biasanya berkisar antara 1

sampai 3 V.

Karakteristik ideal dari − suatu MOSFET saluran-n tipe peningkatan dapat

dilihat seperti pada Gambar 2.18.

Page 17: Penguat Audio Kelas D Tanpa Tapis LC Dengan Modulasi Tiga Arasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8492/2/T1_612007021_BAB II.pdfPCM terjadi proses pencuplikan dan kuantisasi yang

23

Gambar 2.18. Karakteristik Ideal − MOSFET Saluran-n Tipe Peningkatan [16].

Dari Gambar 2.13 dapat dilihat ada dua buah daerah kerja MOSFET yaitu

daerah trioda dan daerah pinch-off (aktif). Daerah aktif terjadi ketika MOSFET

memenuhi kondisi . Pada daerah aktif ini besarnya akan konstan

bergantung pada besarnya meskipun tegangan penguras-sumber ( ) dinaikkan.

Sedangkan daerah trioda akan terjadi ketika MOSFET berada pada kondisi

. Pada daerah trioda, akan bernilai sangat kecil dan menyebabkan

akan bernilai maksimum bergantung pada besarnya . Saat kondisi trioda ini,

terdapat hambatan searah antara penguras dan sumber yang dinyatakan sebagai

parameter .

Ketika MOSFET akan dioperasikan sebagai saklar, MOSFET akan bekerja

dalam dua kondisi. Yang pertama adalah MOSFET akan bekerja dalam kondisi cut-off

atau mati (MOSFET OFF). Pada kondisi cut-off, MOSFET tidak bekerja, hal ini terjadi

ketika . Arus penguras ( ) akan bernilai 0 dan akan bernilai maksimum.

Hal ini ditunjukkan untuk pada Gambar 2.17 untuk . Yang kedua adalah

MOSFET bekerja pada daerah triode, dimana besarnya arus pernguras maksimal dan

bernilai mendekati 0 (MOSFET ON). Pada saat kondisi ini terjadi disipasi daya

pada MOSFET yang akan terbuang menjadi panas. Besarnya disipasi daya dari

MOSFET akan bergantung pada parameter dari MOSFET.

Page 18: Penguat Audio Kelas D Tanpa Tapis LC Dengan Modulasi Tiga Arasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8492/2/T1_612007021_BAB II.pdfPCM terjadi proses pencuplikan dan kuantisasi yang

24

2.2.2.2.2.2.2.2.2.2.2.2. MOSFETMOSFETMOSFETMOSFET KonfigurasiKonfigurasiKonfigurasiKonfigurasi JembatanJembatanJembatanJembatan PenuhPenuhPenuhPenuh ((((FullFullFullFull BridgeBridgeBridgeBridge))))

Sebagai penguat bagian akhir, MOSFET dapat diwujudkan dalam dua

konfigurasi yaitu half bridge dan full bridge. Perbedaan konfigurasi half bridge dan full

bridge dapat dilihat pada Gambar 2.19.

(a) (b)

Gambar 2.19. (a). Konfigurasi Half Bridge. (b). Konfigurasi Full Bridge.

Konfigurasi full bridge mempunyai kelebihan dibandingkan dengan half bridge

antara lain, konfigurasi full bridge tidak mempunyai DC offset seperti pada konfigurasi

half bridge, konfigurasi full bridge tidak mengalami terjadinya bus pumping effect

seperti pada half bridge dimana catu daya mengalami pemompaan balik dari penggeser

aras, sehingga menghasilkan fluktuasi pada tegangan bus [8]. Selain itu, daya keluaran

yang dihasilkan pada konfigurasi full bridge dua kali lebih besar dari daya yang

dihasilkan half bridge dengan tegangan catu daya yang sama.

Pada konfigurasi full bridge, tiga aras keluaran pada penguat dapat

diimplementasikan karena pada beban dapat terjadi tiga kondisi keluaran seperti dapat

dilihat pada Gambar 2.20, sedangkan pada half bridge, hanya dua aras keluaran saja

yang dapat diimplementasikan.

Page 19: Penguat Audio Kelas D Tanpa Tapis LC Dengan Modulasi Tiga Arasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8492/2/T1_612007021_BAB II.pdfPCM terjadi proses pencuplikan dan kuantisasi yang

25

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2.20. (a) dan (b). Kondisi MOSFET pada Full Bridge MOSFET ketika Ada

Aliran Arus pada Penyuara. (c) dan (d). Tidak ada aliran arus pada penyuara.

Pada Gambar 2.20 (a) dan (b) ada arus yang melewati penyuara, namun berbeda

polaritasnya pada penyuara, sedangkan untuk Gambar 2.20 (c) dan (d) tidak ada beda

potensial di antara penyuara atau potensial di kedua ujung penyuara sama besarnya

sehingga menyebabkan tidak adanya arus yang melewati penyuara. Tabel 2.1

memperlihatkan kondisi yang dapat terjadi pada keluaran dari full bridge mengacu pada

Gambar 2.20, beserta kondisi tiap MOSFET (M1, M2, M3, M4), diasumsikan tegangan

catu daya Vcc = ‘1’.

Tabel 2.1. Kondisi Tiap MOSFET pada Konfigurasi Full Bridge dan Keluarannya.

MOSFETMOSFETMOSFETMOSFET KeluaranKeluaranKeluaranKeluaran

M1 M2 M3 M4 (OUT+) − (OUT-)

on off off on ‘1’

off on on off ‘-1’

on off on off ‘0’

off on off on ‘0’