PENGOPTIMUMAN EKSTRAKSI FLAVONOID DAUN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/52554/7/BAB...

9
10 Setelah dilakukan pengukuran kadar air, kadar air serbuk daun salam tersebut masih tinggi sehingga pengeringan dilanjutkan kembali di dalam oven pada suhu 50 C hingga kadar airnya di bawah 10%. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya perubahan kimia yang tidak diinginkan pada sampel. Suhu ini relatif aman serta mencegah terjadinya kerusakan pada senyawa metabolit sekunder tertentu, khususnya flavonoid. Flavonoid merupakan senyawa fenol yang memiliki sistem aromatik yang terkonjugasi (Harborne 1996). Sistem aromatik terkonjugasi mudah rusak pada suhu tinggi. Selain itu, beberapa golongan flavonoid memiliki ikatan glikosida dengan molekul gula. Ikatan glikosida akan mudah rusak atau putus pada suhu tinggi (Poedjiadi 1994). Kadar Air Simplisia Daun Salam Penentuan kadar air berfungsi mengetahui kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya, hal ini berguna sebagai faktor koreksi terhadap hasil rendemen ekstrak kasar flavonoid yang diperoleh. Selain itu berfungsi untuk mengetahui ketahanan sampel terhadap penyimpanan (Harjadi 1986), karena kandungan air di dalam bahan merupakan medium tumbuh bagi mikroorganisme. Kadar air yang baik adalah kurang dari 10% karena pada tingkat kadar air tersebut waktu simpan sampel akan relatif lebih lama dan terhindar dari pencemaran yang disebabkan oleh mikroba (Winarno 1992). Penentuan kadar air dilakukan pada suhu 105 C. Menurut Harjadi (1986), air yang terikat secara fisik dapat dihilangkan pada suhu 100-105 C. Kadar air rerata dari serbuk daun salam kering ialah sebesar 8,80%. Kadar air tersebut memenuhi standar kadar air untuk tanaman obat yaitu kurang dari 10%. Berdasarkan nilai tersebut dapat dikatakan dalam 100 g sampel daun salam terdapat kandungan air 8,8 g (Lampiran 2). Hasil ini menunjukkan bahwa daun salam dapat disimpan dalam jangka waktu relatif lama. Kadar air pada sampel tidak selalu sama karena dipengaruhi oleh kelembaban, perlakuan terhadap sampel, serta besarnya penguapan. Ekstraksi Flavonoid Daun Salam Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dan sonikasi. Metode ekstraksi maserasi dipilih karena maserasi merupakan metode yang sering digunakan untuk mengekstraksi bahan alam. Ekstraksi dengan maserasi merupakan teknik merendam sampel dengan pelarut yang sesuai dalam waktu tertentu. Waktu yang diperlukan untuk ekstraksi maserasi relatif lebih lama. Untuk itu, pada penelitian ini dibandingkan dengan metode ekstraksi sonikasi dengan memanfaatkan energi gelombang ultrasonik yang menyebabkan proses kavitasi sehingga diharapkan senyawa yang ada pada sel tanaman akan terekstrak pada pelarut yang digunakan dan waktu menjadi lebih singkat. Ekstraksi flavonoid dilakukan dengan pelarut metanol:air, mengacu pada metode Markham (1988). Penelitian ini meragamkan nisbah kedua pelarut tersebut, dan juga waktu ekstraksi. Kisaran waktu ekstraksi untuk maserasi ialah antara 6 hingga 24 jam, sedangkan sonikasi antara 5 hingga 15 menit. Ekstraksi dilakukan menggunakan pelarut metanol:air. Sejumlah gugus hidroksil yang tak terganti atau suatu gula menyebabkan flavonoid bersifat polar sehingga larut dalam pelarut polar seperti metanol. Pengaruh glikosilasi (gula terikat pada flavonoid) menyebabkan flavonoid menjadi kurang reaktif sehingga lebih mudah larut dalam pelarut polar seperti air (Harborne 1996; Markham 1988). Ekstraksi senyawa aktif dari suatu jaringan tanaman dengan berbagai jenis pelarut pada tingkat kepolaran berbeda dan waktu yang berbeda bertujuan untuk memperoleh hasil yang optimal, baik jumlah ekstrak maupun senyawa aktif yang terkandung dalam sampel. Nisbah bahan baku dan pelarut (1:10) didasarkan pada penelitian Umar (2008) yang menyatakan bahwa kadar flavonoid total tertinggi dihasilkan pada nisbah bahan baku dan pelarut (1:10). Pada nisbah tersebut pelarut cukup untuk merendam sampel, sehingga proses ekstraksi menjadi lebih efektif. Ekstraksi dilakukan dengan meragamkan tiga faktor, yaitu metode ekstraksi (maserasi dan sonikasi), pelarut ekstraksi (campuran metanol dan air), serta waktu ekstraksi, sesuai dengan Tabel 2 dan 3. Rendemen ekstraksi yang diperoleh berkisar antara 8,83% hingga 23,69%. Rendemen tertinggi pada teknik maserasi adalah 24,56% diperoleh saat digunakan pelarut metanol 48%, pada waktu 15 jam. Rendemen tertinggi pada teknik sonikasi adalah 19,76% diperoleh saat digunakan pelarut metanol 48%, pada waktu 15 menit. Data rendemen selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7.

Transcript of PENGOPTIMUMAN EKSTRAKSI FLAVONOID DAUN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/52554/7/BAB...

Page 1: PENGOPTIMUMAN EKSTRAKSI FLAVONOID DAUN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/52554/7/BAB IV Hasil... · 11 . Gambar 6 Grafik rendemen ekstraksi maserasi (%) dengan ragam

10

Setelah dilakukan pengukuran kadar air,

kadar air serbuk daun salam tersebut masih

tinggi sehingga pengeringan dilanjutkan

kembali di dalam oven pada suhu 50 ⁰C

hingga kadar airnya di bawah 10%. Hal ini

dilakukan untuk mencegah terjadinya

perubahan kimia yang tidak diinginkan pada

sampel. Suhu ini relatif aman serta mencegah

terjadinya kerusakan pada senyawa metabolit

sekunder tertentu, khususnya flavonoid. Flavonoid merupakan senyawa fenol yang

memiliki sistem aromatik yang terkonjugasi

(Harborne 1996). Sistem aromatik

terkonjugasi mudah rusak pada suhu tinggi.

Selain itu, beberapa golongan flavonoid

memiliki ikatan glikosida dengan molekul

gula. Ikatan glikosida akan mudah rusak atau

putus pada suhu tinggi (Poedjiadi 1994).

Kadar Air Simplisia Daun Salam

Penentuan kadar air berfungsi mengetahui

kandungan air pada sampel sebagai persen

bahan keringnya, hal ini berguna sebagai

faktor koreksi terhadap hasil rendemen

ekstrak kasar flavonoid yang diperoleh. Selain

itu berfungsi untuk mengetahui ketahanan

sampel terhadap penyimpanan (Harjadi 1986),

karena kandungan air di dalam bahan

merupakan medium tumbuh bagi

mikroorganisme. Kadar air yang baik adalah

kurang dari 10% karena pada tingkat kadar air

tersebut waktu simpan sampel akan relatif lebih lama dan terhindar dari pencemaran

yang disebabkan oleh mikroba (Winarno

1992).

Penentuan kadar air dilakukan pada suhu

105 ⁰C. Menurut Harjadi (1986), air yang

terikat secara fisik dapat dihilangkan pada

suhu 100-105 ⁰C. Kadar air rerata dari serbuk

daun salam kering ialah sebesar 8,80%. Kadar

air tersebut memenuhi standar kadar air untuk

tanaman obat yaitu kurang dari 10%. Berdasarkan nilai tersebut dapat dikatakan

dalam 100 g sampel daun salam terdapat

kandungan air 8,8 g (Lampiran 2). Hasil ini

menunjukkan bahwa daun salam dapat

disimpan dalam jangka waktu relatif lama.

Kadar air pada sampel tidak selalu sama

karena dipengaruhi oleh kelembaban,

perlakuan terhadap sampel, serta besarnya

penguapan.

Ekstraksi Flavonoid Daun Salam

Metode ekstraksi yang digunakan adalah

maserasi dan sonikasi. Metode ekstraksi

maserasi dipilih karena maserasi merupakan

metode yang sering digunakan untuk

mengekstraksi bahan alam. Ekstraksi dengan

maserasi merupakan teknik merendam sampel

dengan pelarut yang sesuai dalam waktu

tertentu. Waktu yang diperlukan untuk

ekstraksi maserasi relatif lebih lama. Untuk

itu, pada penelitian ini dibandingkan dengan

metode ekstraksi sonikasi dengan

memanfaatkan energi gelombang ultrasonik

yang menyebabkan proses kavitasi sehingga

diharapkan senyawa yang ada pada sel tanaman akan terekstrak pada pelarut yang

digunakan dan waktu menjadi lebih singkat.

Ekstraksi flavonoid dilakukan dengan pelarut

metanol:air, mengacu pada metode Markham

(1988). Penelitian ini meragamkan nisbah

kedua pelarut tersebut, dan juga waktu

ekstraksi. Kisaran waktu ekstraksi untuk

maserasi ialah antara 6 hingga 24 jam,

sedangkan sonikasi antara 5 hingga 15 menit.

Ekstraksi dilakukan menggunakan pelarut

metanol:air. Sejumlah gugus hidroksil yang tak terganti atau suatu gula menyebabkan

flavonoid bersifat polar sehingga larut dalam

pelarut polar seperti metanol. Pengaruh

glikosilasi (gula terikat pada flavonoid)

menyebabkan flavonoid menjadi kurang

reaktif sehingga lebih mudah larut dalam

pelarut polar seperti air (Harborne 1996;

Markham 1988). Ekstraksi senyawa aktif dari

suatu jaringan tanaman dengan berbagai jenis

pelarut pada tingkat kepolaran berbeda dan

waktu yang berbeda bertujuan untuk memperoleh hasil yang optimal, baik jumlah

ekstrak maupun senyawa aktif yang

terkandung dalam sampel.

Nisbah bahan baku dan pelarut (1:10)

didasarkan pada penelitian Umar (2008) yang

menyatakan bahwa kadar flavonoid total

tertinggi dihasilkan pada nisbah bahan baku

dan pelarut (1:10). Pada nisbah tersebut

pelarut cukup untuk merendam sampel,

sehingga proses ekstraksi menjadi lebih

efektif.

Ekstraksi dilakukan dengan meragamkan tiga faktor, yaitu metode ekstraksi (maserasi

dan sonikasi), pelarut ekstraksi (campuran

metanol dan air), serta waktu ekstraksi, sesuai

dengan Tabel 2 dan 3. Rendemen ekstraksi

yang diperoleh berkisar antara 8,83% hingga

23,69%. Rendemen tertinggi pada teknik

maserasi adalah 24,56% diperoleh saat

digunakan pelarut metanol 48%, pada waktu

15 jam. Rendemen tertinggi pada teknik

sonikasi adalah 19,76% diperoleh saat

digunakan pelarut metanol 48%, pada waktu 15 menit. Data rendemen selengkapnya dapat

dilihat pada Gambar 6 dan 7.

Page 2: PENGOPTIMUMAN EKSTRAKSI FLAVONOID DAUN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/52554/7/BAB IV Hasil... · 11 . Gambar 6 Grafik rendemen ekstraksi maserasi (%) dengan ragam

11

Gambar 6 Grafik rendemen ekstraksi maserasi (%) dengan ragam perlakuan pelarut ( air,

metanol 24%, metanol 48%, metanol 72%, metanol 96%) dan waktu (6-

24 jam) dengan meningkatnya waktu dari kanan ke kiri.

Gambar 7 Grafik rendemen ekstraksi sonikasi (%) dengan ragam perlakuan pelarut ( air,

metanol 24%, metanol 48%, metanol 72%, metanol 96%) dan waktu (5-15 menit) dengan meningkatnya waktu dari kanan ke kiri.

Proses ekstraksi berdasarkan pada prinsip

kelarutan like dissolve like, yaitu pelarut polar

akan melarutkan senyawa polar, dan pelarut

nonpolar akan melarutkan senyawa nonpolar.

Rendemen estraksi tertinggi diperoleh saat

menggunakan pelarut metanol 48% yang

bersifat polar. Pelarut tersebut dapat

mengekstrak senyawa polar maupun nonpolar

dalam sampel sehingga menghasilkan rendemen paling tinggi di antara penggunaan

pelarut lainnya. Pelarut metanol 48% dapat

mengambil senyawa flavonoid yang terikat

dengan glikosida maupun flavonoid yang

tidak memiliki ikatan glikosida. Lama waktu

ekstraksi juga sangat mempengaruhi

rendemen ekstraksi, terlihat rendemen

ekstraksi tertinggi terdapat pada teknik

ekstraksi maserasi yaitu sebesar 24,56%. Hal

ini dikarenakan pada teknik maserasi terjadi

kontak yang lebih lama dan intensif antara pelarut dan sampel yang menyebabkan

komponen dalam sampel berpindah ke dalam

pelarut sehingga rendemen ekstraksi semakin

tinggi.

Berdasarkan rancangan kombinasi D-

Optimal tidak semua kondisi dari setiap teknik

eksraksi memiliki ulangan. Hal ini bertujuan

untuk melihat ketelitian yang dihasilkan dari

kondisi yang diulang dan diharapkan dapat

mewakili ketelitian yang dilakukan untuk

kondisi ekstraksi lainnya. Ketelitian diperoleh

dengan kisaran 82,78% hingga 99,97%.

Kadar Flavonoid Daun Salam

Pembuatan kurva standar flavonoid didasarkan pada metode kolorimetri (Zongo et

al. 2010). Analisis ini didasarkan pada reaksi

pembentukan kompleks antara flavonoid dan

aluminium klorida. Gugus orto dihidroksi dan

gugus hidroksi keton dari flavonoid ini

membentuk kompleks dengan AlCl3 sehingga

memberikan efek batokromik (Harborne

1996) dan kemudian diukur menggunakan

spektrofotometri UV-vis sebagai ekivalen

kuersetin. Kuersetin digunakan sebagai

standar karena senyawa ini merupakan senyawa flavonoid kuat golongan flavonol.

Flavonol diketahui sebagai senyawa penciri

adanya flavonoid karena keberadaanya yang

banyak tersebar dalam tumbuhan. Selain itu,

kebanyakan tanaman obat memperlihatkan

aktivitas kandungan kuersetin yang tinggi.

0

5

10

15

20

25

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

13,31

13,8212,90

13,47

8,8311,28

21,6119,75

23,0224,56

21,1223,53

18,86

22,85

23,93

23,6924,30

21,1123,35

ren

de

me

n (%

)

kondisi ekstraksi

0

5

10

15

20

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

13,7813,79

13,9913,80

14,0014,84

18,1718,83

17,4818,89

18,7819,76

14,19

17,9017,48

17,2816,13

14,42

16,76

ren

de

me

n (%

)

kondisi ekstraksi

Page 3: PENGOPTIMUMAN EKSTRAKSI FLAVONOID DAUN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/52554/7/BAB IV Hasil... · 11 . Gambar 6 Grafik rendemen ekstraksi maserasi (%) dengan ragam

12

Menurut metode ini, larutan standar

kuersetin dengan berbagai konsentrasi diukur

pada panjang gelombang 435 nm. Kurva

standar yang diperoleh memiliki persamaan

garis y = 0,025x + 0,043 dengan R2 = 0,9993

yang menunjukkan konsentrasi mampu

menerangkan keragaman absorbans sebesar

99,93%, dan sekitar 0,007% oleh faktor lain.

Berdasarkan kurva standar, dapat ditentukan

kadar flavonoid total dari sampel sesuai

perlakuan yang dicobakan. Hasil selengkapnya disajikan dalam Lampiran 3.

Nilai kadar flavonoid total tertinggi untuk

teknik maserasi dan sonikasi masing-masing

berturut-turut sebesar 0,0153 mg QE/mg

ekstrak dan 0,0139 mg QE/mg ekstrak (Tabel

5 dan 6). Nilai kadar flavonoid tertinggi untuk

teknik maserasi diperoleh saat digunakan

pelarut metanol 96% dengan waktu ekstraksi

selama 24 jam, sedangkan untuk teknik

sonikasi diperoleh saat digunakan pelarut

metanol 96% dalam waktu ekstraksi 5 menit. Apabila dibandingkan dari kedua teknik

ekstraksi yang digunakan, kadar flavonoid

tertinggi diperoleh dengan teknik maserasi.

Perendaman suatu bahan dalam pelarut dapat

meningkatkan permeabilitas dinding sel dalam

3 tahapan, yaitu masuknya pelarut ke dalam

dinding sel tanaman dan membengkakkan sel,

kemudian senyawa yang terdapat dalam

dinding sel akan terlepas dan masuk ke dalam

pelarut, diikuti oleh difusi senyawa yang

terekstraksi oleh pelarut keluar dari dinding sel tanaman (Gamse 2002). Hal ini berkaitan

dengan waktu kontak antara bahan dan pelarut

pengekstraksi yang lebih intensif pada teknik

maserasi menyebabkan komponen dalam

sampel terutama flavonoid berpindah ke

dalam pelarut pengekstraksi yang digunakan.

Kedua teknik ekstraksi menunjukkan

pelarut metanol 96% dapat mengekstraksi

flavonoid daun salam dengan baik. Hal ini

dikarenakan pelarut organik polar seperti

metanol 96% selektif dalam mengekstraksi

senyawa fenol seperti flavonoid yang tidak memiliki ikatan glikosida dengan molekul

gula sederhana. Senyawa flavonoid ini kurang

polar sehingga pelarut metanol 96%

merupakan pelarut yang baik untuk

mengekstraksi flavonoid tersebut.

Kadar flavonoid daun salam berdasarkan

kondisi yang dicobakan dapat dilihat pada

Tabel 5 dan 6. Secara keseluruhan, teknik

ekstraksi maserasi memberikan kadar

flavonoid lebih tinggi dibandingkan dengan

teknik sonikasi. Semakin polar pelarut organik yang digunakan, semakin tinggi pula kadar

flavonoid yang diperoleh. Semakin lama

waktu ekstraksi yang digunakan, maka

semakin tinggi pula kadar flavonoidnya.

Secara keseluruhan faktor-faktor yang

dicobakan berpengaruh pada kadar flavonoid.

Aktivitas Antioksidan Daun Salam

Aktivitas antioksidan diuji dengan metode

penangkapan radikal bebas 1,1- difenil-1,2-

pikrilhidrazil (DPPH). DPPH berperan

sebagai radikal bebas akan bereaksi dengan

antioksidan membentuk 1,3-difenil-2-

pikrilhidrazin. Antioksidan akan memberikan

atom hidrogennya kepada radikal DPPH untuk

melengkapi kekurangan elektron dan

membentuk radikal antioksidan yang lebih

stabil. Reaksi ini menyebabkan DPPH kehilagan warna ungunya ketika dicampurkan

dengan zat yang mampu bertindak sebagai

antioksidan dan selanjutnya diukur dengan

spektrometer UV-Vis pada panjang

gelombang 517 nm sehingga aktivitas

peredaman radikal bebas oleh sampel dapat

ditentukan.

Pengujian aktivitas antioksidan ekstrak

daun salam dari kondisi ekstraksi secara

keseluruhan memberikan nilai IC50 kurang

dari 100 ppm, nilai tersebut menunjukkan

aktivitas antioksidan yang kuat pada ekstrak daun salam (Tabel 5 dan 6). IC50 adalah

bilangan yang menunjukkan konsentrasi

ekstrak (mikrogram/mililiter) yang mampu

menghambat proses oksidasi sebesar 50%.

Semakin kecil nilai IC50 berarti semakin tinggi

aktivitas antioksidan. Secara spesifik, suatu

senyawa dikategorikan sebagai antioksidan

sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 50 ppm,

kuat jika IC50 bernilai 50-100 ppm, sedang

jika IC50 bernilai 100-150 ppm, dan lemah jika

IC50 adalah 151-200 ppm (Mardawati 2008). Nilai IC50 terendah untuk metode maserasi

dan sonikasi berturut-turut adalah 11,460

µg/ml dan 7,199 µg/ml. Dengan demikian

ekstrak hasil ekstraksi sonikasi memiliki

aktivitas antioksidan yang lebih kuat daripada

ekstraksi maserasi. Teknik sonikasi

memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan

frekuensi 38 kHz yang dapat mempercepat

waktu kontak antara sampel dan pelarut

karena adanya proses kavitasi yaitu proses

pembentukan gelembung-gelembung kecil

akibat adanya transmisi gelombang ultrasonik untuk membantu difusi pelarut ke dalam

dinding sel tanaman (Ashley et al. 2001). Hal

ini menyebabkan proses perpindahan massa

senyawa bioaktif dari dalam sel tanaman ke

pelarut menjadi lebih cepat, sehingga dalam

waktu 15 menit senyawa bioaktif dalam

Page 4: PENGOPTIMUMAN EKSTRAKSI FLAVONOID DAUN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/52554/7/BAB IV Hasil... · 11 . Gambar 6 Grafik rendemen ekstraksi maserasi (%) dengan ragam

13

Tabel 5 Hasil IC50 dan kadar flavonoid total

untuk rancangan kombinasi pada

metode maserasi

pelarut waktu Antioksidan kadar flavonoid

(jam) IC50 (mg/L)

(mg QE/mg ekstrak)

air 6 61,615 0,0112

air 6 61,013 0,0062

air 10,5 73,393 0,0085

air 15 53,273 0,0090

air 24 46,097 0,0151

air 24 54,185 0,0116

metanol 24%

10,5 44,519 0,0060

metanol 24%

19,5 75,236 0,0072

metanol

48% 6 17,241 0,0065

metanol 48%

15 49,312 0,0054

metanol 48%

24 21,314 0,0056

metanol 48%

24 21,873 0,0050

metanol

72% 10,5 51,906 0,0051

metanol 72%

19,5 52,505 0,0068

metanol 96%

6 21,303 0,0107

metanol 96%

6 33,940 0,0135

metanol

96% 15 11,457 0,0141

metanol 96%

24 25,062 0,0153

metanol 96%

24 27,684 0,0122

sampel terekstraksi dengan baik ke dalam

pelarut.

Nilai IC50 terendah untuk teknik maserasi

diperoleh saat digunakan pelarut metanol 96%

dengan waktu ekstraksi selama 15 jam,

sedangkan untuk teknik sonikasi diperoleh

saat digunakan pelarut metanol 48% dalam

waktu ekstraksi 15 menit. Namun, aktivitas

antioksidan daun salam masih lebih rendah apabila dibandingkan dengan standar

kuersetin yang memiliki nilai IC50 4,683

µg/ml (Lampiran 4).

Aktivitas antioksidan tertinggi diperoleh

dengan pelarut metanol 48% yang bersifat

polar. Pelarut ini dapat mengekstraksi

glikosida flavonoid. Molekul gula

mempunyai gugus hidroksil yang bersifat

polar, sehingga akan mudah larut dalam

pelarut dengan kepolaran yang tinggi. Kekua-

Tabel 6 Hasil IC50 dan kadar flavonoid total

untuk rancangan kombinasi pada

metode sonikasi

pelarut

waktu Antioksidan kadar flavonoid

(menit) IC50

(mg/L) (mg QE/mg

ekstrak)

Air 5 17,598 0,0031

Air 5 16,199 0,0032

Air 7,5 36,447 0,0059

air 10 21,053 0,0033

air 15 13,875 0,0033

air 15 22,507 0,0034

metanol 24%

7,5 11,307 0,0042

metanol 24%

12,5 47,965 0,0041

metanol 48%

5 17,119 0,0039

metanol 48%

10 11,519 0,0023

metanol 48%

15 8,214 0,0048

metanol 48%

15 7,199 0,0053

metanol 72%

7.5 7,624 0,0059

metanol 72%

12,5 49,682 0,0060

metanol 96%

5 9,454 0,0112

metanol 96%

5 8,806 0,0139

metanol 96 %

10 32,490 0,0089

metanol 96%

15 10,305 0,0129

metanol

96% 15 12,469 0,0126

tan aktivitas antioksidan dari flavonoid

bergantung pada jumlah dan posisi gugus

hidroksil yang terdapat pada molekul.

Semakin banyak gugus hidroksil pada

molekul menyebabkan aktivitas antioksidan

molekul tersebut akan semakin besar.

Aktivitas antioksidan tinggi tidak

diperoleh saat menggunakan pelarut air yang bersifat sangat polar di antara pelarut lain

yang dicobakan. Hal ini sesuai dengan

Markham (1988) yang menyatakan bahwa

campuran pelarut metanol dan air merupakan

pelarut yang baik untuk glikosida flavonoid.

Aktivitas antioksidan berdasarkan kondisi

yang dicobakan dapat dilihat pada Gambar 5

dan 6. Secara keseluruhan, aktivitas

antioksidan teknik ekstraksi sonikasi

memberikan aktivitas antioksidan lebih baik

dibandingkan dengan teknik maserasi. Hal ini

Page 5: PENGOPTIMUMAN EKSTRAKSI FLAVONOID DAUN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/52554/7/BAB IV Hasil... · 11 . Gambar 6 Grafik rendemen ekstraksi maserasi (%) dengan ragam

14

(a) (b)

Gambar 8 Plot permukaan respon (a) dan kontur (b) kadar flavonoid pada polaritas pelarut dan

waktu ekstraksi.

terlihat dengan nilai IC50 kondisi yang dicobakan pada teknik sonikasi lebih rendah

dibandingkan teknik maserasi. Campuran

pelarut metanol dan air dengan proporsi yang

semakin sama menunjukkan aktivitas

antioksidan yang semakin tinggi. Semakin

lama waktu ekstraksi yang digunakan, maka

semakin tinggi pula aktivitas antioksidannya.

Secara keseluruhan, faktor-faktor yang

dicobakan berpengaruh pada aktivitas

antioksidan.

Kondisi Optimum Ekstraksi Flavonoid

Faktor kondisi ekstraksi yang akan

dioptimumkan berupa teknik ekstraksi,

polaritas pelarut, dan waktu ekstraksi.

Pengoptimuman dilakukan menggunakan

rancangan kombinasi D-Optimal dengan bantuan piranti lunak DX8.0.6 versi uji coba

yang akan melihat pengaruh faktor-faktor

tersebut terhadap kadar flavonoid total dan

aktivitas antioksidan sebagai responnya.

Berdasarkan pengolahan data statistik, ekstrak

daun salam yang memiliki kadar flavonoid

tertinggi dan nilai IC50 terendah adalah

kondisi ekstraksi sonikasi menggunakan

pelarut metanol 96% dalam waktu 15 menit

(Lampiran 5). Kadar flavonoid dugaan

pengolahan tersebut ialah sebesar 0,0125 mg

QE/mg ekstrak dan nilai IC50 8,0289 µg/mL. Pengaruh masing-masing faktor pada nilai

respon dapat dijelaskan dengan model dan

grafik dari rancangan D-Optimal (Gambar 8

dan 9).

Keberhasilan ekstraksi ditentukan oleh

respon kadar flavonoid dan aktivitas

antioksidan. Nilai IC50 diperlukan sebagai

respon untuk melihat aktivitas antioksidan dari flavonoid yang berhasil diekstrak dengan

berbagai kondisi ekstraksi.

Berdasrkan hasil pengolahan data dengan

piranti lunak DX8.0.6 versi uji coba, didapat

model regresi sebagai berikut :

Kadar flavonoid = 4,828. X +

8,790. XY – 0,014 XZ –

8,887. YZ + 1,692. XYZ –

1,451. XZ2 + 3,851. YZ2 + 1,036

. XYZ2

IC50 = 30,46 + 36,84 Z – 16,53 Z2 – 37,62 Z3

(X= Air, Y= Metanol, Z= Waktu ekstraksi)

Berdasarkan hasil uji statistika terlihat bahwa faktor polaritas pelarut dan waktu

ekstraksi berpengaruh secara linear terhadap

kadar flavonoid total. Berpengaruhnya faktor-

faktor tersebut terhadap kadar flavonoid

ditunjukkan dengan model regresi kadar

flavonoid memiliki nilai p lebih kecil dari

taraf α (0,05), dapat dilihat pada Lampiran 6.

Hal ini menunjukkan parameter yang terlibat

berpengaruh secara signifikan. Model regresi

kadar flavonoid memiliki nilai koefisien

determinasi R-Sq yang cukup tinggi yaitu

95,49% sehingga model yang dihasilkan dapat digunakan karena memenuhi syarat model

yang baik.

Berdasarkan persamaan model dapat

digambarkan plot permukaan respon dan

kontur dari model yang diperoleh untuk setiap

respon. Gambar 8 menunjukkan bahwa

penurunan polaritas pelarut dan peningkatan

waktu ekstraksi menghasilkan kadar flavonoid

total yang semakin tinggi. Namun, pada

polaritas pelarut tersebut terdapat pengaruh

keragaman waktu ekstraksi. Plot permukaan

Page 6: PENGOPTIMUMAN EKSTRAKSI FLAVONOID DAUN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/52554/7/BAB IV Hasil... · 11 . Gambar 6 Grafik rendemen ekstraksi maserasi (%) dengan ragam

15

(a) (b) Gambar 9 Plot permukaan respon (a) dan kontur (b) nilai IC50 pada polaritas pelarut dan waktu

ekstraksi.

respon penentuan kadar flavonoid total

menunjukkan titik belok saat waktu ekstraksi

mencapai 12,5 menit.

Hasil uji statistika ekstrak terbaik daun

salam menunjukkan bahwa waktu merupakan

satu-satunya faktor yang memengaruhi nilai

IC50. Model regresi IC50 memiliki nilai p lebih

kecil dari taraf α (0,05), dapat dilihat pada Lampiran 7. Hal ini menunjukkan parameter

tersebut berpengaruh secara signifikan

terhadap aktivitas antioksidan. Namun, nilai

R-Sq dari model tersebut rendah, yaitu

54,18% artinya hanya sebesar 54,18% nilai

IC50 dipengaruhi oleh faktor waktu ekstraksi.

Oleh karena itu, berdasarkan model tersebut

diperkirakan terdapat faktor lain yang

mempengaruhi nilai IC50 yang tidak

dicobakan dalam penelitian ini.

Bila dibandingkan dengan analisis secara kimia, faktor-faktor seperti polaritas pelarut

dan waktu ekstraksi dapat berpengaruh

terhadap aktivitas antioksidan. Hal ini terkait

dengan komponen kimia yang dapat terekstrak

pada saat ekstraksi menggunakan pelarut

tertentu berdasarkan prinsip like dissolve like

(Khopkar 2002). Lama ekstraksi berpengaruh

terhadap waktu kontak bahan dengan pelarut

yang digunakan. Kontak yang intensif

menyebabkan difusi komponen kimia yang

terekstraksi oleh pelarut keluar dari dinding

sel tanaman (Gamse 2002). Banyaknya komponen kimia yang dapat terekstraksi,

terutama flavonoid, seharusnya dapat

memberikan pengaruh terhadap aktivitas

antioksidan. Senyawa flavonoid bertindak

sebagai donor atom hidrogen yang dapat

mengubah DPPH menjadi bentuk tereduksi

dan kehilangan warna ungunya (Molyneux

2004), sehingga aktivitas antioksidan yang

ditunjukkan sebagai nilai IC50 dapat diukur

menggunakan spektrofotometer UV-vis.

Bedasarkan Gambar 9 dapat dilihat bahwa

nilai IC50 menunjukkan nilai yang fluktuatif.

Ekstraksi pada menit awal menunjukkan nilai

IC50 yang rendah dengan berkurangnya

polaritas pelarut. Nilai IC50 menunjukkan peningkatan dengan meningkatnya waktu

ekstraksi dan kembali menunjukkan

penurunan pada waktu ekstraksi lebih dari 12

menit. Apabila dilihat dari plot permukaan

responnya (9a), terdapat titik belok saat waktu

ekstraksi mencapai 12,5 menit. Setelah

melewati titik ini, peningkatan waktu

ekstraksi akan menghasilkan nilai IC50 yang

lebih rendah dari sebelumnya atau

menunjukkan aktivitas antioksidan yang

sangat tinggi. Berdasarkan analisis ini, terlihat bahwa waktu ekstraksi sangat berpengaruh

terhadap aktivitas antioksidan.

Analisis sidik jari selanjutnya dilakukan

pada ekstrak metanol 96% dengan waktu

ekstraksi pada kondisi yang dicobakan, yaitu

pada waktu 5, 10, dan 15 menit. Hal ini

bertujuan melihat pengaruh waktu ekstraksi

terhadap pola sidik jari dari masing-masing

ekstrak. Pola sidik jari yang dihasilkan

diharapkan dapat merepresentasikan aktivitas

antioksidan ekstrak. Analisis sidik jari

dilakukan menggunakan KLT dengan fase gerak kloroform. Analisis ini menggunakan

pola kromatogram komponen kimia dari

ekstrak untuk menentukan kualitas, dan

identitas tanaman obat (Borges et al. 2007)

Hasil sidik jari dapat dilihat pada Lampiran

12.

Kromatogram menunjukkan pada ekstrak

Page 7: PENGOPTIMUMAN EKSTRAKSI FLAVONOID DAUN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/52554/7/BAB IV Hasil... · 11 . Gambar 6 Grafik rendemen ekstraksi maserasi (%) dengan ragam

16

dengan waktu ekstraksi 5, 10, dan 15 menit

berturut-turut menampilkan jumlah pita

berbeda, yaitu 7, 4 dan 8 pita. Ekstrak metanol

96% dengan waktu ekstraksi 5 menit memiliki

7 pita pada hasil sidik jari dan memiliki

aktivitas antioksidan tinggi. Sedangkan pada

ekstrak dengan waktu ekstraksi 10 menit,

menghasilkan 4 pita dan menunjukkan

aktivitas antioksidan yang rendah. Hal ini

menunjukkan komponen kimia yang berhasil

terekstrak merupakan senyawa golongan flavonoid sehingga menunjukkan korelasi

secara linear dengan aktivitas antioksidan

yang dihasilkan.

Pengaruh polaritas pelarut dan waktu

ekstraksi terhadap respon teramati cukup baik

pada plot kontur permukaan (Gambar 8b dan

Gambar 9b). Kurva tersebut menampilkan

kisaran pelarut dan waktu ekstraksi optimum,

yaitu teramati pada pelarut metanol 96%

selama 15 menit, dengan kadar flavonoid total

sebesar 0,0116 mg QE/mg ekstrak dan nilai IC50 13,1593 µg/mL. Metode ekstraksi

sonikasi merupakan metode yang optimum

daripada metode maserasi, hal ini dikarenakan

pada ekstraksi sonikasi terjadi aktivitas

kavitasi yang menyebabkan proses

perpindahan massa pelarut menjadi lebih

cepat. senyawa bioaktif dari dalam sel

tanaman ke pelarut menjadi lebih cepat.

Nilai kadar flavonoid dan IC50 pada hasil

keseluruhan ekstrak yang dicobakan berbeda

dengan hasil optimisasi. Hal ini dikarenakan piranti lunak DX8.0.6 menganalisis secara

statistik dari nilai-nilai yang mungkin

dihasilkan pada kondisi optimum.

Uji Fitokimia Senyawa Golongan

Flavonoid

Uji golongan flavonoid dapat memberikan

informasi tentang keberadaan jenis golongan

flavonoid yang terdapat pada ekstrak kasar

secara kualitatif. Berdasarkan hasil pengujian

fitokimia golongan flavonoid, ekstrak teraktif

mengandung senyawa antosianidin, flavonol,

flavon, dan kalkon. Hasil uji selengkapnya

dapat dilihat pada Lampiran 8. Senyawa

antosianidin, flavonol, dan flavon disebut

sebagai senyawa flavonoid utama dikarenakan

senyawa ini banyak ditemukan di alam. Hasil

uji golongan flavonoid juga sesuai dengan penelitaian Pratt (1992), yang menyatakan

bahwa senyawa golongan flavonoid yang

memiliki aktivitas antioksidan meliputi

flavon, flavonol, isoflavon, katekin, flavonol

dan kalkon.

Penentuan Campuran Fase Gerak dari

Fase Gerak Tunggal

Sebanyak 6 macam fase gerak tunggal

yang mewakili sifat polar, semipolar, dan non

polar digunakan sebagai eluen untuk

mengelusi tahap awal ekstrak terbaik daun

salam pada KLT. Pita yang terbentuk

dideteksi dengan menggunakan UV 254 nm

dan 366 nm. Deteksi ini dipilih karena cara

deteksi tersebut spesifik untuk senyawa tertentu terutama flavonoid. UV 254 nm dapat

mendeteksi alkaloid, flavonoid, dan

triterpenoid sedangkan UV 366 nm dapat

mendeteksi alkaloid, flavonoid, dan lignan

dengan warna yang berbeda-beda (Fernand

2003). Namun, pita terlihat jelas pada UV 366

nm, hal ini dikarenakan pelat KLT yang

digunakan merupakan pelat silica gel GF254,

artinya silica gel dengan fluoresens yang

berpendar pada UV 254 nm, sehingga pita

yang dihasilkan tidak begitu terlihat. Untuk itu, metode pendeteksian yang akan

digunakan selanjutnya adalah UV 366 nm.

Keenam fase gerak tersebut, tampak setiap

fase gerak mampu memisahkan komponen

dengan kemampuan berbeda-beda. Hal ini

terlihat dari jumlah pita yang berbeda-beda

pada setiap fase gerak (Gambar 10). Tiga fase

gerak yang akan dijadikan sebagai penyusun

komposisi fase gerak sesuai rancangan

Simplex Centroid adalah fase gerak yang

menghasilkan jumlah pita terbanyak dengan pemisahan yang baik.

Gambar 10 Jumlah spot pada elusi KLT

ekstrak terbaik daun salam

untuk fase gerak tunggal

dengan deteksi UV 366 nm.

Ketiga pelarut terpilih, yaitu kloroform, n-

butanol, dan etil asetat sebagai komposisi

campuran fase gerak karena ketiga fase gerak

tersebut menghasilkan jumlah pita lebih

banyak. Hasil selengkapnya untuk ke-6

0

2

4

6

8

2

6

87

3

1

Ju

mla

h s

pot

Fase gerak

Page 8: PENGOPTIMUMAN EKSTRAKSI FLAVONOID DAUN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/52554/7/BAB IV Hasil... · 11 . Gambar 6 Grafik rendemen ekstraksi maserasi (%) dengan ragam

17

macam fase gerak tunggal ditunjukkan pada

Lampiran 9.

Penentuan Fase Gerak Optimum dengan

Simplex Centroid Design

Penggunaan Simplex Centroid Design

(SCD) untuk pengoptimuman fase gerak KLT

dilakukan untuk mendapatkan sidik jari yang

informatif. SCD digunakan untuk mengetahui

pengaruh proporsi fase gerak yang berbeda-

beda. Ketiga pelarut terpilih, yaitu kloroform

sebagai titik A, n-butanol sebagai titik B, dan

etil asetat sebagai titik C dicampurkan

sehingga didapatkan berbagai komposisi

pelarut sesuai dengan Tabel 4. Setelah itu,

dilakukan pemisahan pada kesepuluh komposisi tersebut dan dideteksi dengan sinar

UV 366 nm. Hasil selengkapnya untuk 10

komposisi fase gerak ditunjukkan pada

Lampiran 10.

Gambar 11 Jumlah pita hasil KLT ekstrak

daun salam dengan deteksi UV 366 nm.

Gambar 11 menunjukkan bahwa jumlah

pita yang banyak dihasilkan pada fase gerak

tunggal adalah kloroform. Fase gerak

optimum ditentukan berdasarkan analisis

statistik dengan jumlah pita sebagai responnya. Persamaan regresi yang

didapatkan dari pengolahan data adalah

y = 8,14A + 5,96B + 6,87C + 0,20 AB – 1,98

AC – 6,34BC – 31,76ABC.

(A= kloroform, B= n-buatnol, C= etil asetat)

Persamaan regresi tersebut memiliki nilai p

lebih kecil dari taraf α (0,05), dapat dilihat

pada Lampiran 11. Hal ini menunjukkan

bahwa ketiga fase gerak berpengaruh terhadap

penentuan komposisi fase gerak optimum.

Ketiga koefisien pertama (8, 5, dan 6) memberikan peningkatan pengaruh secara

linear terhadap respon. Model tersebut juga

menunjukkan terdapat interaksi yang sinergis

antara kloroform dan n-butanol. Interaksi

yang berlawanan terdapat pada campuran fase

gerak kloroform dan n-butanol, n-butanol dan

etil asetat, serta campuran di antara ketiga fase

gerak kloroform, n-butanol, dan etil asetat.

Hal ini dapat dilihat dari plot kontur Simplex

Centroid Design pada Gambar 12. Daerah

optimum pada plot kontur desain dinyatakan

dengan warna jingga.

Koefisien determinasi atau R-Sq dari pengolahan data dengan deteksi UV 366 nm

diperoleh sebesar 96,17%. Selanjutnya, fase

gerak yang digunakan untuk analisis sidik jari

ektrak terbaik daun salam adalah fase gerak

tunggal kloroform.

Gambar 12 Plot kontur desain campuran

simplex centroid untuk jumlah

pita optimasi fase gerak mn

<5, 5-6, 6-7, 7-8

dengan deteksi UV 366 nm.

Analisis Sidik Jari pada Kondisi Optimum

Analisis sidik jari dilakukan dengan tujuan

melihat pola sidik jari ekstrak flavonoid pada

kondisi optimum. Pola sidik jari tersebut

memberikan informasi secara kualitatif

kandungan metabolit sekunder yang terdapat

dalam ekstrak daun salam. Analisis sidik jari

dilakukan menggunakan KLT sehingga pola

yang dihasilkan berupa pita yang selanjutnya

dapat diketahui nilai Rf dari masing-masing

pita yang dihasilkan. Nilai Rf spesifik untuk

komponen kimia dalam tanaman. Sidik jari ekstrak flavonoid terbaik daun

salam dilakukan menggunakan fase gerak

optimum yaitu kloroform dengan deteksi UV

366 nm. Pola kromatogram yang diperoleh

menghasilkan 8 pita dengan Rf masing-

masing pita berturut-turut 0,07; 0,13 0,25;

0,43; 0,62; 0,67; 0,91; dan 0,96. Pita yang

dihasilkan menampilkan bercak berwarna

merah dan biru muda. Menurut Markham

(1988), fluoresensi biru muda dapat

012345678

0A

:1B

:0C

0A

:0B

:1C

0A

:1B

:0C

1/2

A:0

B:1

/2C

0A

:1/2

B:1

/2C

1/2

A:1

/2B

:0C

1/3

A:1

/3B

:1/3

C

1/6

A:2

/3B

:1/6

C

1/6

A:1

/6B

:2/3

C

2/3

A:1

/6B

:1/6

C

8 7 6 75

75 5 5

7

jum

lah

pit

a

komposisi fase gerak

Page 9: PENGOPTIMUMAN EKSTRAKSI FLAVONOID DAUN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/52554/7/BAB IV Hasil... · 11 . Gambar 6 Grafik rendemen ekstraksi maserasi (%) dengan ragam

18

menunjukkan adanya senyawa flavon,

flavonon, atau flavonol, sedangkan bercak

berwarna merah menunjukkan adanya

senyawa antosianidin. Hal ini memperkuat

hasil uji kualitatif golongan flavonoid yang

dilakukan terhadap ekstrak daun salam

tersebut (Lampiran 8). Pola sidik jari dapat

dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Kromatogram KLT dengan fase

gerak pada titik optimum

(kloroform) dengan deteksi

pada UV 366 nm.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Waktu ekstraksi sangat berpengaruh dalam

penentuan kondisi ekstraksi optimum

berdasarkan analisis rancangan D-Optimal.

Ekstrak flavonoid daun salam dengan

bioaktivitas paling baik sesuai rancangan

kombinasi dihasilkan pada ekstraksi sonikasi dengan pelarut metanol 96% dalam waktu

ekstraksi selama 15 menit. Kadar flavonoid

dan nilai IC50 pada kondisi tersebut diperoleh

berturut-turut sebesar 0,0116 mg QE/mg

ekstrak dan 13,1593 µg/mL. Fase gerak

optimum yang didapat untuk analisis sidik jari

ekstrak terbaik daun salam adalah kloroform

dengan deteksi UV 366 nm menghasilkan 8

pita.

Saran

Perlu dilakukan validasi terhadap model

yang telah diperoleh pada penelitian ini.

Selain itu perlu dicobakan kisaran taraf yang

lebih luas pada parameter yang digunakan

karena kondisi optimum teramati pada ujung-

ujung taraf.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical

Chemistry. 1984. Official Methods of

Analysis. Virginia: AOAC.

Akbar HR. 2010. Isolasi dan identifikasi

golongan flavonoid daun dandang gendis

(Clinacanthus nutans) berpotensi sebagai antioksidan [skripsi]. Bogor: Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Institut Pertanian Bogor.

Ashley K, Andrews RN, Cavazos L, Demange

M. 2001. Ultrasonic extraction as a sample

preparation technique for elemental

analysis by atomic spectrometry. J. Anal.

At. Spectrom. 16: 1147-1153.

Blois MS. 1958. Antioxidant determinations

by the use of a stable free radical. Nature 181: 1199-1200.

Bolourtchian N, Hadidi N, Foroutan SM,

Shafaghi B. 2008. Formulation and

optimization of captopril sublingual tablet

using d-optimal design. Iranian Journal of

Pharmaceutical Research 7 (4): 259-267.

Borges CN, Bruns RE, Almeida AA, dan

Scarminio IS. 2007. Mixture design for the

fingerprint optimalization of chromatographic mobile phases and

extraction solutions for Camellia sinensis.

Analytical Chimica Acta 595: 28-37.

[BPOM] Badan Pengawasan Obat dan

Maanan. 2004. Monografi Ekstrak

Tumbuhan Obat Indonesia Vol 1. Jakarta :

BPOM.

Chen C, Pearson AM, Gray JI. 1992. Effects

of synthetic antioxidant (BHA, BHT, and

PG) on the mutagenicity of IQ-like compounds. Food Chemistry 43: 177-183.

Chen HM, Muramoto K, Yamauchi F,

Nokihara K. 1996. Antioxidant activity of

designed peptides based on the

antioxidative peptide isolated from digests

of a soybean protein. J. Agric. Food Chem.

44 (9): 2619-1613.

[Depkes RI] Departemen Kesehatan RI. 2008.