PENGOLAHAN PETAI CINA MENJADI BIOETANOL DENGAN VARIASI KONSENTRASI ASAM DAN WAKTU HIDROLISIS
description
Transcript of PENGOLAHAN PETAI CINA MENJADI BIOETANOL DENGAN VARIASI KONSENTRASI ASAM DAN WAKTU HIDROLISIS
MAKALAH HASIL PENELITIAN
PENGOLAHAN PETAI CINA (Leucaena leucocephala syn. L. Glauca)
MENJADI BIOETANOL SEBAGAI BAHAN BAKAR NABATI
DENGAN VARIASI KONSENTRASI ASAM DAN WAKTU
HIDROLISIS
Disusun Oleh :
MARIA ASSUMPTA NOGO OLE 09.14.010
WIKE WAHYUNINGTYAS 09.14.027
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG
2013
ii
PENGOLAHAN PETAI CINA (Leucaena leucocephala syn. L. Glauca)
MENJADI BIOETANOL SEBAGAI BAHAN BAKAR NABATI
DENGAN VARIASI KONSENTRASI ASAM DAN WAKTU
HIDROLISIS
Maria Assumpta Nogo Ole dan Wike Wahyuningtyas
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, ITN Malang
Jl. Bendungan Sigura-gura No. 2 Malang 65145
e-mail : [email protected]
Abstrak
Bioetanol adalah cairan tidak berwarna, larut dalam air, eter, aseton, benzene dan semua pelarut
organic, serta memiliki bau khas alkohol yang diperoleh dari proses fermentasi glukosa dengan bantuan
mikroorganisme. Petai cina (Leucaena leucocephala syn. L. Glauca) merupakan salah satu bahan yang
mengandung pati, sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol dengan proses
hidrolisa dan fermentasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi asam (HCl)
dan waktu hidrolisa untuk proses hidrolisis petai cina menjadi glukosa untuk selanjutnya difermentasi
menjadi etanol. Dalam penelitian variable yang digunakan adalah konsentrasi asam (0,1; 0,15; 0,2; 0,25
dan 0,3 N) dan waktu hidrolisis (70, 80 dan 90 menit). Proses hidrolisa dilakukan pada suhu 120oC
dengan menggunakan labu leher tiga, pendingin balik, hot plate dan magnetic stirrer serta thermometer.
Pengambilan sampel dilakukan pada menit ke 70, 80 dan 90kemudian dianalisa dengan metode Nelson-
Somogy. Hasil glukosa tertinggi selanjurnya difermentasi dengan ragi tape sebanyak 4,5 gram selama 14
hari pada suhu 30oC dan pH 5 dengan pengambilan sampel pada hari ke-8, ke-11 dan ke-14. Pada
penelitian ini didapatkan kadar glukosa tertinggi sebesar 66,18% dengan perlakuan penggunaan HCl 0,3
N dan waktu hidrolisa 80 menit. Hasil etanol tertinggi pada diperoleh pada hari ke 14 sebesar
0,178228%.
Kata kunci: bioetanol, petai cina, ragi tape, hidrolisa, glukosa, fermentasi
Abstract
Bioethanol is a colorless liquid, insoluble in water, ether, acetone, benzene, and all organic solvents, and
has a distinctive odor of alcohol obtained from glucose fermentation process by microorganisms. Petai
cina (Leucaena leucocephala syn. L. glauca) is one of the materials that contain starch, which can be
used as raw material of bioethanol by using hydrolysis and fermentation processes.The purpose of this
study was to determine the concentration of acid (HCl) and hydrolysis time for petai cina into glucose for
further fermented into ethanol. In the study variables used were acid concentration (0,1; 0,15; 0,2; 0,25
and 0,3 N) and the time of hydrolysis (70, 80 and 90 minutes).The process of hydrolysis carried out at a
temperature of 120oC using a three-neck flask, condensor, hot plate and magnetic stirrer and
thermometer. Samples were taken at minute 70, 80 and 90 then analyzed by the Nelson-Somogy
method. The results of the next highest glucose was fermented with yeast as much as 4,5 grams for 14
days at a temperature of 30oC and pH 5 with sampling on 8
th, the 11
th and the 14
th day. In this research,
the highest glucose levels by 66,18% with treatment using 0.3 N HCl and hydrolysis time 80
minutes. Highest ethanol yield obtained at the 14th
day of 0.178228% etanol content.
Keywords: bioethanol, petai cina, tape yeast, hydrolysis, glucose, fermentation
1
1. Pendahuluan
Latar belakang
Dengan semakin berkurangnya sumber
minyak mentah, pengembangan dan penggunaan
bahan bakar alternatif dari sumber daya alam
terbarukan menjadi salah satu pilihan yang
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bahan
bakar yang semakin meningkat. Salah satu jenis
bahan bakar alternatif dari sumber daya alam
terbarukan yang saat ini dikembangkan adalah
bahan bakar nabati yang berasal dari tumbuhan.
Bahan bakar nabati (BBN) adalah bahan
bakar dari sumber hayati. Bahan bakar nabati
(BBN) berjenis biodiesel dan bioetanol saat ini
telah menjadi pilihan sumber energi pengganti
minyak bumi. Bahan bakar nabati (BBN)
berperan penting dalam menganekaragamkan
penggunaan energi dan memberikan sumbangan
terhadap peningkatan ketahanan energi.
Beberapa penelitian tentang BBN telah
dilakukan, misalnya biodiesel dari minyak sawit
dan jarak pagar, bioetanol dari singkong dan
tetes tebu, dan sebagainya. Hasil yang diperoleh
juga sudah mampu menyumbangan solusi bagi
masalah kelangkaan minyak. Sayangnya,
keberadaan bahan bakar nabati (BBN) juga
menimbulkan beberapa masalah, seperti
penebangan hutan untuk penanaman tumbuhan
penghasil biodiesel, kenaikan harga bahan
pangan seperti singkong akibat naiknya nilai
jual.
Permasalahan tersebut menimbulkan
pemikiran-pemikiran baru untuk menggunakan
bahan berpati yang bukan termasuk bahan
pangan sebagai bahan baku bioetanol. tanaman
yang dapat dijadikan pilihan adalah petai cina
atau disebut lamtoro gung.
Petai cina (Leucaena leucocephala syn. L.
Glauca) merupakan tanaman kayu yang masih
sedikit pemanfaatannya. Tanaman ini hanya
dimanfaatkan kayunya serta dapat mencegah
erosi. Untuk bijinya sendiri, belum ada
pemanfaatan yang lebih ekonomis selain
dijadikan barang kesenian. Hal ini menimbulkan
gagasan untuk meningkatkan nilai ekonomi biji
petai cina mengingat kandungan karbohidratnya
sebesar 26% yang jika dibandingkan dengan
singkong yang juga digunakan sebagai bahan
makanan memiliki kandungan karbohidrat 35%.
Potensi petai cina juga didukung oleh hasil
panennya sebesar 85-200 kg per ha pada tahun
1983. Hasil ini diperkirakan semakin meningkat
pada beberapa tahun terakhir, sebab penghijauan
dengan tanaman petai cina semakin digalakkan.
Melihat masih kurangnya pemanfaatan petai
cina, maka dalam penelitian ini kami mencoba
mengubah biji petai cina menjadi bahan bakar
alternatif sehingga dapat meningkatkan manfaat
dari petai cina.
Tujuan
Tujuan program ini adalah mencari konsentrasi
HCl dan waktu hidrolisa yang optimum pada
pengolahan petai cina menjadi bioetanol sebagai
bahan bakar nabati.
Kegunaan penelitian
Program ini mempunyai kegunaan sebagai
berikut:
1) Dapat digunakan sebagai acuan dalam proses
pembuatan bioetanol dari bahan yang
mengandung pati.
2) Sebagai gagasan untuk meningkatkan
wawasan mengenai teknologi pemanfaatan
tanaman petai cina.
Penelitian Terdahulu
- Penelitian tentang proses hidrolisis sampah
organik menjadi gula dengan katalis asam
yang dilakukan oleh Dedy Irawan, dkk pada
tahun 2012 menggunakan variasi konsentrasi
HCl 0,25-1% dan waktu hidrolisis 15-120
menit, serta suhu 100oC-180
oC. Hasil terbaik
yang diperoleh adalah pada suhu 120oC
dengan konsentrasi HCl 0,75% dan waktu
hidrolisis 30 menit dengan konsentrasi gula
sebesar 29,34 mg/mL dan yield sebesar
13,09%.
- Penelitian yang dilakukan oleh Sirin Fairus,
dkk tentang pengaruh konsentrasi HCl dan
waktu hidrolisis terhadap perolehan glukosa
yang dihasilkan dari pati biji nangka pada
tahun 2010 menggunakan variabel
perbandingan massa air dan berat biji nangka
1:8; 1:10; dan 1:12. Penelitian ini juga
menggunakan variabel waktu hidrolisis 50,
60, 70 dan 80 menit, serta variabel
konsentrasi HCl 0,02; 0,025 dan 0,03 N.
Hasil yang diperoleh adalah pada waktu
hidrolisis 80 menit dan konsentrasi asam
0,03N dengan glukosa yang diperoleh
82,98%.
- Penelitian konversi pati ganyong menjadi
bioetanol melalui hidrolisis asam dan
fermentasi dilakukan oleh Lily Surayya, dkk,
pada tahun 2008. Proses hidrolisis
menggunakan 3 jenis asam, yaitu HNO3, HCl
dan H2SO4 dengan konsentrasi masing-
masing 3%, 4%, 5%, 6% dan 7%. Fermentasi
menggunakan ragi S. cerevisiae dengan pH 1-
2 selama 12 jam. Hasil optimum yang
diperoleh adalah pada hidrolisis dengan
HNO3 7% (DE= 28,4). Untuk proses
fermentasi, dengan pengambilan glukosa
dengan kadar 14% menghasilkan etanol
8,6%.
- Penelitian pembuatan bioetanol dari singkong
secara fermentasi menggunakan ragi tape
dilakukan oleh Heppy Rikana dkk. Penelitian
ini dilakukan untuk mendapatkan bioethanol
dari singkong secara fermentasi
2
menggunakan ragi tape. Pada penelitian ini
diperoleh hasil bahwa pada variabel
penambahan ragi 90 gr diperoleh hasil yang
paling tinggi yaitu 5,33 % V/V, sedangkan
untuk variabel lama fermentasi diperoleh
hasil tertinggi pada lama fermentasi 14 hari
yaitu 4,14 % V/V, dengan persen error rata-
rata untuk variabel ragi adalah 96,33%, dan
untuk variabel lama fermentasi adala 97,24%.
- Penelitian tentang kinetika reaksi hidrolisis
tepung sorgum dengan katalis HCl yang
dilakukan oleh Endah Retno, dkk pada tahun
2009 menggunakan variasi HCl 0,1; 0,2; 0,3
N. Kondisi optimum pada konsentrasi HCl
0,3N dan waktu operasi 80 menit dengan
konstanta kecepatan reaksi 0,0179/menit.
2. Metodologi
Variabel Penelitian
Variabel Tetap
- Petai cina
- Berat bahan : 50 g
- Suhu hidrolisa : 120oC
- Jenis asam : HCl
- Volume asam : 250 mL
- Jenis ragi : ragi tape
- Berat ragi : 4,5 gram
- Suhu fermentasi : 30oC
- pH : 5
- Waktu fermentasi : 14 hari
Variabel Berubah
- Konsentrasi asam : 0,1; 0,15; 0,2; 0,25; 0,3 N
- Waktu hidrolisa : 70, 80, 90 menit
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan, yaitu:
- alat destilasi
- beakerglass
- blender
- Erlenmeyer
- gelas arloji
- hot plate dan stirrer
- inkubator
- labu leher tiga
- labu ukur
- pendingin balik
- spatula
- spektrofotometer
- statif
- termometer
- timbangan analitis
- waterbath
Bahan yang digunakan, yaitu:
- alumunium foil
- asam klorida (HCl)
- karet
- kertas label
- minyak goreng
- natrium hidroksida (NaOH)
- petai cina
- plastik penutup
- ragi tape
- reagensia arsenomolibdat
- reagensia Nelson
Prosedur Penelitian
Tahap persiapan
- Menimbang 50 gram petai cina
- Menghancurkan petai cina dengan cara di-
blender sambil menambahkan 300 mL
aquadest sedikit demi sedikit untuk
mempermudah proses penghancuran
- Memindahkan petai cina yang telah hancur
ke dalam beakerglass
Tahap hidrolisis
- Membuat 250 mL HCl 0,1; 0,15; 0,2; 0,25
dan 0,3 N
- Memanaskan larutan hingga suhu 120oC
- Menambahkan HCl sesuai dengan variabel
- Menjaga suhu hidrolisis tetap pada 120oC
- Mengambil hasil hidrolisis setelah waktu
yang ditentukan kemudian dianalisa kadar
glukosanya
Tahap fermentasi
- Menurunkan suhu larutan menjadi 30oC
- Mengecek pH larutan
- Menambahkan NaOH 0,1N hingga pH
menjadi 5
- Menambahkan 4,5 gram ragi tape
- Menginkubasi larutan selama 14 hari pada
suhu 30oC.
Tahap analisa
- Mengambil hasil inkubasi
- Menganalisakan dengan metode GC.
- Mengulangi tahap 3.4.1. – 3.4.4. untuk
Konsentrasi asam 0,1; 0,15; 0,2; 0,25; 0,3 N
dan waktu sakarifikasi 70, 80, 90 menit.
3
Kerangka penelitian
Petai cina
Diblender
Sakarifikasi
T=120oC
Fermentasi
T=30oC
pH=5
Ragi tape
HCl (normalitas
sesuai variabel)
500 mL H2O
Etanol
Larutan petai cina
GlukosaAnalisa kadar
glukosa
Analisa kadar
etanol
3. Hasil dan Pembahasan
Hasil analisa awal kandungan petai cina
Tabel I. Data Hasil Analisa awal petai cina
No Parameter Kandungan (%)
1. Pati 22,2181045
2. Air 59,6605092
Berdasarkan hasil analisa awal petai cina,
kandungan pati alam petai cina 22,22% sehingga
dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan
etanol dengan proses hidrolisa pati dan
fermentasi
Hubungan antara konsentrasi asam terhadap
kadar glukosa pada berbagai waktu hidrolisis
Gambar 4.1. Hubungan antara konsentrasi asam
dengan kadar glukosa hasil proses
hidrolisis
Berdasarkan teori, proses pemecahan pati
menjadi glukosa dapat dilakukan dengan
menggunakan asam kuat misalnya HCl, maka
berdasar teori tersebut penelitian yang kami
lakukan bertujuan untuk mencari konsentrasi
HCl yang optimum untuk mendapatkan kadar
glukosa tertinggi.
Dari hasil penelitian yang kami lakukan,
didapatkan kadar glukosa hasil hidrolisis yang
bervariasi untuk masing-masing variabel
konsentrasi asam yang digunakan. Pada proses
hidrolisis selama 70 menit, didapatkan hasil
secara berturut-turut berdasarkan konsentrasi
HCl adalah 56,66%; 56,17%; 61,96%; 59,56%
dan 66,18%. Sedangkan pada hidrolisis selama
80 didapatkan hasil secara berturut-turut
berdasarkan konsentrasi adalah 57,16%;
57,93%; 61,03%; 61,03% dan 66,18%. Serta
pada hidrolisis selama 90 didapatkan hasil secara
berturut-turut berdasarkan konsentrasi adalah
62,94%; 61,96%; 64,32%; 63,62% dan 64,68%.
Dari hasil tersebut dapat dilihat kadar glukosa
yang didapatkan dari hasil proses hidrolisis
dengan katalis asam HCl cenderung mengalami
peningkatan, seiring dengan kenaikan
konsentrasi katalis asam. Bertambahnya produk
glukosa yang dihasilkan disebabkan karena
penambahan konsentrasi HCl sebagai katalis
menyebabkan tumbukan antara molekul –
molekul air dan molekul pati semakin cepat dan
banyak, akibatnya nilai energi aktivasi reaksi
akan turun sehingga laju reaksi semakin cepat.
Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.1. dimana
pada berbagai lama waktu, kenaikan konsentrasi
asam menyebabkan peningkatan kadar glukosa.
Tetapi pada konsentrasi 0,25 N dengan waktu 70,
80 dan 90 menit terjadi penurunan kadar glukosa,
hal ini disebabkan oleh ketidakstabilan suhu pada
saat hidrolisis, selain itu asam (HCl) yang
digunakan sudah lama sehingga mempengaruhi
hasil hidrolisa.
Kadar glukosa yang tertinggi dicapai pada
konsentrasi HCl 0,3 N dan lama hidrolisis 80
menit dengan kadar glukosa sebesar 66,18%.
54
56
58
60
62
64
66
68
0.1 0.15 0.2 0.25 0.3
Ko
nse
ntr
asi
Glu
ko
sa (
%)
Normalitas HCl (N)
70 menit
80 menit
90 menit
4
Hubungan antara waktu hidrolisis dengan
kadar glukosa pada berbagai konsentrasi
asam
Gambar 4.2. Hubungan antara waktu dengan kadar
glukosa hasil proses hidrolisis
Berdasarkan teori, semakin lama waktu
hidrolisis maka konsentrasi glukosa makin besar,
maka berdasar teori tersebut penelitian yang
kami lakukan bertujuan untuk mencari waktu
hidrolisis yang paling optimum untuk
mendapatkan kadar glukosa tertinggi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan,
diperoleh kadar glukosa hasil hidrolisis yang
berbeda-beda untuk masing-masing variabel
konsentrasi asam. Pada konsentrasi asam 0,1 N
dengan perubahan waktu, diperoleh hasil
56,66%; 57,16% dan 62,94. Pada konsentrasi
asam 0,15 N diperoleh hasil berturut-turut
56,17%; 57,93% dan 61,96%. Pada konsentrasi
asam 0,2 N diperoleh hasil 61,96%; 61,03% dan
64,32%. Pada konsentrasi asam 0,25 N diperoleh
hasil 59,56%; 61,03% dan 63,62%. Serta pada
konsentrasi asam 0,3 N diperoleh hasil 66,18%;
66,18%; 64,68%
Berdasarkan hasil tersebut, terlihat bahwa
semakin lama proses hidrolisis maka semakin
tinggi kadar glukosa yang dihasilkan.
Bertambahnya produk glukosa yang dihasilkan
dikarenakan semakin lama waktu hidrolisa yang
dilakukan maka terjadinya kecepatan tumbukan
antara molekul-molekul air dengan molekul-
molekul pati akan semakin lama sehingga akan
menghasilkan glukosa yang semakin banyak.
Hal tersebut juga terlihat pada gambar 4.2.
dimana pada konsentrasi asam 0,1 N; 0,15 N; 0,2
N dan 0,25 N, semakin lama waktu hidrolisis
maka semakin tinggi konsentrasi glukosa yang
dihasilkan. Perbedaan terjadi pada konsentrasi
0,3 N, dimana konsentrasi glukosa pada menit ke
70 sama dengan menit 80 dan pada menit 90
konsentrasi glukosa menurun. Hal ini disebabkan
oleh pada waktu 70 menit seluruh bagian pati
telah terkonversi sempurna menjadi glukosa
sehingga kadar glukosa pada menit 80 tidak
mengalami peningkatan. Penurunan kadar
glukosa pada menit ke-90 disebabkan oleh tidak
stabilnya kondisi temperatur pada proses
hidrolisis. Dan bahan impuritis dari petai cina
dapt mempengaruhi atau menghambat reaksi pati
menjadi glukosa.
Hubungan antara lama waktu fermentasi
terhadap konsentrasi etanol yang dihasilkan
Gambar 4.3. Hubungan antara waktu fermentasi
dengan kadar etanol hasil proses
fermentasi
Berdasarkan teori apabila jumlah mikroba
yang ditambahkan dalam proses fermentasi tidak
melebihi dari jumlah substrat yang ada maka
hasil fermentasi akan terus meningkat hingga
pada suatu titik maksimum/optimum (jumlah
mikroba sama dengan substrat) dimana
kemudian terjadi fase stasioner atau hasil
fermentasi berhenti (statis). Jika diihat dari kurva
petumbuhan mikroba maka dapat disimpulkan
bahwa hubungan antara hasil fermentasi dengan
waktu fermentasi (hingga sebelum terjadi fase
stasioner) adalah berbanding lurus dimana
semakin lama waktu fermentasi maka akan
semakin banyak pula jumlah hasil fermentasi.
Pada proses fermentasi ini, yang difermentasi
adalah larutan glukosa hasil hidrolisis dengan
kadar yang paling tinggi, yakni yang
menggunakan HCl 0,3 N dengan lama waktu 80
menit. Kadar glukosa yang dihasilkan adalah
66,18%.
Untuk konsentrasi gula yang tinggi (66,18%)
maka etanol yang dihasilkan juga harus tinggi.
Namun pada penelitian ini, kadar etanol yang
dihasilkan pada lama waktu fermentasi 8, 11 dan
14 hari berturut-turut adalah 0,0742671%;
0,148775%; 0,178228%. Hasil fermentasi yang
rendah disebabkan oleh kadar glukosa yang
tinggi saat fermentasi. Adapun kadar glukosa
yang diijinkan untuk fermentasi adalah 14-16%
sehingga untuk proses fermentasi seharusnya
5456586062646668
70 80 90
Ka
da
r G
luk
osa
(%
)
Waktu (menit)
0,1 N
0,15
0,2
0,25
0,3
0.05
0.07
0.09
0.11
0.13
0.15
0.17
0.19
8 11 14K
on
sen
tra
si E
tan
ol
(%)
Lama Fermentasi (hari)
5
dilakukan pengenceran sehingga kadar glukosa
yang difermentasi sesuai dengan yang
disyaratkan. Kadar glukosa yang terlalu tinggi
akan menyebabkan konsentrasi substrat yang
harus diubah trlalu pekat sehingga mikroba akan
kesulitan untuk bekerja secara oprimal. Selain
itu, dapat juga disebabkan oleh beberapa faktor,
seperti pH yang sulit dijaga, kondisi fermentor
yang tidak anaerob, serta adanya kandungan lain
dalam petai cina yang dapat mempengaruhi
penguraian glukosa oleh mikroba.
4. Kesimpulan
a) Hasil terbaik pada proses hidrolisis
menggunakan HCl diperoleh pada
konsentrasi asam 0,3 N dengan kadar glukosa
sebesar 66,18%.
b) Hasil terbaik pada proses hidrolisis
menggunakan HCl diperoleh pada lama
hidrolisis 80 menit dengan kadar glukosa
sebesar 66,18%.
c) Hasil terbaik fermentasi adalah pada hari ke
14, dengan kadar etanol yang dihasilkan
0,178228%.
5. Daftar Pustaka 1. Anonim. Lamtoro.
http://id.wikipedia.org/wiki/lamtoro. diakses
tanggal 12 Sepetember 2012.
2. Soerodjotanojo, S., “Membina usaha
perkebunan lamtoro gung”. Balai Pustaka,
Jakarta, 1983.
3. Prihandana, R., Noerwijari, K, dkk.,
“Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa
Depan”, Jakarta: Agro Media.
4. Bustaman, S. 2008. Strategi Pengembangan
Bio-etanol Berbasis Sagu di Maluku. Bogor.
5. Hadiyoso. A., Murdiati, Sari W. 2009.
Inovasi Rancangan Teknologi Produksi
Bioetanol Enceng Gondok Menggunakan
Metode Sakarifikasi Dan Fermentasi Secara
Simultan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
6. Soehardi, Tj. Tanaman Obat.
http://kiathidupsehat.com/tanaman-obat-
manfaat-khasiat-petai-cina-leucaena-
leucocephala. diakses tanggal 13 September
2012.
7. Minah, F. N. 2010. Potensi Ganyong (Canna
edulis Kerr) Dari Malang Selatan Sebagai
Bahan Baku Bioethanol Dengan Proses
Hidrolisa Asam. Teknik Kimia FTI ITN
Malang.
8. Isroi. hidrolisa asam.
http://www.wordpressorg.com. diakses
tanggal 7 Januari 2013.
9. Anonym. Asam Klorida.
http://id.wikipedia.org/wiki/asamklorida.
diakses tanggal 28 Januari 2013.
10. Fessenden, R.J., & Joan, J.F. “Kimia organik
jilid 2”. Erlangga, Jakarta, 1999.
11. Besari, ismail., “Kimia organik untuk
universitas”. Armico, Bandung, 1982.
12. Fairus, S. dkk. 2010. Pengaruh Konsentrasi
HCl Dana Waktu Hidrolisis Terhadap
Perolehan Glukosa Yang Dihasilkan Dari
Pati Biji Nangka. Institut Teknologi
Nasional. Yogyakarta.
13. Hidayat, nur, dkk., “Mikrobiologi industry”.
Andi, Yogyakarta, 2006.
14. Irawan, D. Arifin, Z. 2012. Proses Hidrolisis
sampah Organik Menjadi Gula Dengan
Katalis Asam. Jurusan Teknik Kimia
Politeknik Negeri Samarinda. Kalimantan
Timur.
15. Rikana, H, Adam R. Pembuatan Bioethanol
dari Singkong Secara Fermentasi
Menggunakan Ragi Tape. Universitas
Diponegoro.
16. Retno, E. Sunarto, P. Berta. 2009. Kinetika
Reaksi Hidrolisis Tepung Sorgum Dengan
Katalis Asam Klorida (HCl). Jurusan Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Sebelas
Maret. Surakarta.
17. Sudarmaji, S., Prosedur Analisa Untuk
Bahan Makanan Dan Pertanian. Liberty,
Yogyakarta, 1997.