PENGGUNAAN PETA KONSEP UNTUK MENGANALISIS...

171
PENGGUNAAN PETA KONSEP UNTUK MENGANALISIS MISKONSEPSI SISWA (Penelitian Deskritif di SMP N 3 Tangerang Selatan) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd) Oleh: LIDYAWATI NIM: 108016100072 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014

Transcript of PENGGUNAAN PETA KONSEP UNTUK MENGANALISIS...

PENGGUNAAN PETA KONSEP UNTUK MENGANALISIS

MISKONSEPSI SISWA

(Penelitian Deskritif di SMP N 3 Tangerang Selatan)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) untuk Memenuhi

Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)

Oleh:

LIDYAWATI

NIM: 108016100072

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi yang berjudul Penggunaan Peta Konsep Untuk Menganalisis

Miskonsepsi Siswa disusun oleh Lidyawati, NIM. 108016100072, Program

Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang

berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan

oleh fakultas.

Jakarta, Januari 2014

Yang mengesahkan:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Baiq Hana Susanti, M.Sc Meiry Fadilah Noor, M.Si

NIP: 19700209 200003 2 001 NIP: 19800516 200710 2 001

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul Penggunaan Peta Konsep Untuk Menganalisis

Miskonsepsi Siswa disusun oleh Lidyawati, NIM. 108016100072, diajukan

kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah

dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 25 Februari 2014 di hadapan

dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam

bidang Pendidikan Biologi.

Jakarta, April 2014

Panitia Ujian Munaqasah

Tanggal Tanda Tangan

Ketua Panitia (Ketua Jurusan Pendidikan IPA)

Baiq Hana Susanti, M.Sc

..........................

..........................

NIP. 19700209 200003 2 001

Penguji I

Dr. Ahmad Sofyan, M.Pd

..........................

..........................

NIP. 19650115 198703 1 020

Penguji II

Eny S. Rosyidatun, S.Si., M.A

..........................

..........................

NIP. 19750924 200604 2 001

Mengetahui:

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,

Dra. Nurlena, M.A., Ph.D. NIP. 19591020 198603 2 001

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Lidyawati

NIM : 108016100072

Jurusan : Pendidikan IPA/ Pendidikan Biologi

Alamat : Kp. Cikalagan No. 26 Rt. 002 / Rw. 010 DesaCileungsi, Kec.

Cileungsi - Kab. Bogor

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Penggunaan Peta Konsep Untuk

Menganalisis Miskonsepsi Siswa adalah benar hasil karya sendiri dibimbing

dosen:

1. Baiq Hana Susanti, M.Sc.

NIP: 19700209 200003 2 001

Jurusan/ Program Studi: Pendidikan IPA/ Pendidikan Biologi

2. Meiry Fadilah Noor, M. Si.

NIP: 19800516 200710 2 001

Jurusan/ Program Studi: Pendidikan IPA/ Pendidikan Biologi

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya

siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil

karya sendiri.

Jakarta, Januari 2014

yang menyatakan

Lidyawati

i

ABSTRAK

Lidyawati. Penggunaan Peta Konsep untuk Menganalisis Miskonsepsi Siswa

(Penelitian Deskriptif di SMP N 3 Tangerang Selatan). Skripsi, Program Studi Pendidikan Biologi,Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, April 2014.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan peta konsep sebagai

upaya untuk menganalisis miskonsepsi siswa. Peta konsep merupakan alat yang

digunakan dalam mengevaluasi proses pembelajaran. Pembelajaran dengan peta konsep dapat diterapkan untuk menyelidiki pengetahuan yang dimilikisiswa, cara

belajar siswa, dan miskonsepsi pada siswa, sehingga dapatdigunakanuntuk mengevaluasi proses pembelajaran. Penelitian ini dilakukan di kelas VIII SMP N 3 Tangerang Selatan tahun pelajaran 2012/2013. Metode penelitian yang

digunakan adalah deskriptif. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik random sampling diperoleh 45 siswa dari tiga kelas dengan

ketentuan guru yang mengajar bidang studi tersebut sama. Materi yang digunakan untuk menganalisis miskonsepsi merupakan konsep yang telah dipelajari, yaitu konsep sistem pencernaan pada manusia. Instrumen yang digunakan adalah peta

konsep acuan dan pedoman wawancara. Penelitian dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan pengambilan kesimpulan. Data hasil penelitian

dianalisis dengan statistik deskriptif kuantitatif dan kualitatif.Hasil menunjukkan bahwa rata-rata peta konsep dalam kriteria rendah.Rendahnya peta konsep siswa disebabkanolehterdapatnya sebaran pernyataan pengetahuan siswa dengan rata-

rata miskonsepsi 17,4% dan tidak tahu konsep 49,4%, sehingga rata-rata siswa yang tahu konsep hanya sebesar 33,2%. Adapun subkonsep yang memberikan

persentase miskonsepsi terbesar, yaitu padamulut (46,7%), usus besar (48,9%), subkonsep pencernaan secara mekanik dan pencernaan secara kimiawi yang masing-masing (40%).Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa peta konsep

efektif digunakan untuk mengetahuimiskonsepsi siswa pada konsep sistem pencernaan pada manusia.

Kata Kunci: Miskonsepsi,Peta Konsep, dan Sistem Pencernaan pada

Manusia

ii

ABSTRACT

Lidyawati. The Use of Concept Map for Analyzing Student Misconceptions

(Descriptive Research at SMP N 3South Tangerang).BA Thesis, The Study Program of Biology Education, Department of Natural Science Education,

Faculty of Tarbiyah and Teaching Sciences, Syarif Hidayatullah StateIslamic University Jakarta, April 2014.

This study aims to determine the use of concept maps in order to analyze the students misconceptions. Concept map is a tool used in evaluating the learning

process. Learning with concept maps can be applied to investigate the knowledge of students, student learning, and student misconceptions, so it can be used to evaluate the learning process. This research was conducted in class VIII SMP N 3

South Tangerang school year 2012/2013. The method used was descriptive method. Sampling was done using random sampling techniques gained 45

students from three classes with the provisions of the teachers who teach the same subjects. The material used to analyze misconceptions is a concept that has been studied, namely the concept of the human digestive system. The instrument used

was a concept map reference and interview guide. The study was conducted in three stages, namely preparation, execution, and conclusions-making. The data

were analyzed with quantitative and qualitative descriptive statistics. The results obtained showed that the average concept maps in the low criteria. The low student concept maps caused by the presence of the distribution of knowledge

statements students with misconceptions average of 17.4% and 49.4% did not know the concept, so that the average student knows the concept of only 33.2%. The subconceptsgiving the largest percentage of misconception,were related to

mouth (46.7%), large intestines (48.9%), and subconceptmechanical digestion and chemical digestion (40%, each of them). Thus, it can be stated that the

concept map was effectively used to identifystudentsmisconceptions of the human digestive system concept.

Keywords: Concept Map, Human Digestive System, and Misconceptions.

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji dan syukur senantiasa tercurah

kepada Allah SWT atas rahmat, hidayah serta karunia-Nya yang telah

menciptakan manusia dengan sangat sempurna dan memberikan ilmu

pengetahuan lebih dari makhluk ciptaan-Nyayang lain. Shalawat serta salam

terlimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAWsebagai sauri tauladan yang

baik bagi seluruh manusia, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul Penggunaan Peta Konsep untuk Menganalisis Miskonsepsi Siswa.

Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir dalam rangka menyelesaian

studistarta 1 (S1) untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan(S.pd) yang diajukan

kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, dan untuk menerapkan dan mengembangkan teori-

teori yang penulis peroleh selama kuliah.

Skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya peran serta dari pihak lain

yang telah banyak memberikan doa, dorongan, bantuan, bimbingan dan

petunjuk. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis dengan segenap kerendahan

dan ketulusan hati ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dra. Nurlena Rifai, MA., Ph. D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Baiq Hana Susanti, M.Sc., Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan KeguruanUIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan juga sebagai

Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahannya

dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

3. Meiry Fadilah Noor, M.Si Dosen Pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi

ini.

4. Para dosen-dosen yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu dan

pengetahuan, selama penulis mengikuti perkuliahan.

iv

5. Maryono, S.E.M.M.Pd., Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Tangerang Selatan,

yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian dan

memberikan bantuannya selama penelitian.

6. Laila Lubis, S. Pd., Guru bidang studi Biologi SMP Negeri 3 Tangerang

Selatan, yang telah banyak memberikan waktunya, bantuan, arahan, saran dan

motivasi kepada penulis selama melakukan penelitian.

7. Siswa/i kelas VIII di SMP N 3 Tangerang Selatan atas kesediaanya menjadi

responden dan kerjasamanya yang telah banyak membantu dalam

pelaksanaan penelitian ini.

8. Alm. Bapak Omon dan Ibu R. Yayat tercinta dan terkasih, selaku kedua orang

tua penulis yang selalu berjuang memelihara, mendidik, dan mencurahkan

kasih sayangnya tiada tara tanpa pamrih, memanjatkan doa yang tiada henti-

hentinya akan keberhasilan penulis, dan memberi bantuan baik moril maupun

materil serta semangat kepada penulis. Semoga Allah senantiasa

melindunginya.

9. Adik-adikku tersayang (Sity Adhitia S. dan Ilham Yudhistira) yang sabar

menuntun, memberi saran, dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini, terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini.

10. Teman-teman seperjuangan (Ana, Nelly, Aan, Suci, Lia, Yuli, Titik, Nurma,

Irma, dan yang lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, terima

kasih atas doa, motivasi, dan semangatnya.

11. Keluarga besar HCC dan seseorang yang selalu saling mendoakan,

memperhatikan, menanyakan, mengingatkan, dan memotivasi, memberikan

semangat penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

12. Penghuni Kosan Ceria Hahaha.. Khususnya adik-adikku (Yuli dan Amel),

terimakasih atas doa, perhatian, motivasi, dan dukungan yang diberikan

kepada penulis.

13. Rekan-rekan mahasiswa Pendidikan Biologi angkatan 2008 yang memotivasi

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah

banyak memberikan dukungan, saran, nasehat serta perhatian kepada penulis

v

dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas budi baik

Bapak, Ibu dan Saudara/i sekalian.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi

pembaca umumnya.

Amien Ya RobbalAlamin.

Jakarta, Januari 2014

Penulis

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................................i

ABSTRACT ...............................................................................................................ii

KATA PENGANTAR .............................................................................................iii

DAFTAR ISI ............................................................................................................vi

DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................ix

DAFTAR TABEL ....................................................................................................x

DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................................xi

BAB I PENDAHULUAN

A. LatarBelakangMasalah ......................................................................1

B. IdentifikasiMasalah ...........................................................................7

C. PembatasanMasalah ..........................................................................7

D. PerumusanMasalah ............................................................................8

E. Tujuandan Manfaat Penelitian...........................................................8

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Teoritis ...................................................................................10

1. Konsep .........................................................................................10

2. Konsepsi .......................................................................................14

3. Miskonsepsi ..................................................................................15

a. Pengertian Miskonsepsi dan Penyebabnya ..............................15

b. Cara untuk Mengetahui Miskonsepsi Siswa ...........................18

4. Peta Konsep .................................................................................19

a. Pengertian Peta Konsep ..........................................................19

b. Tujuan Pembelajaran Peta Konsep .........................................21

c. Ciri-ciri Peta Konsep...............................................................22

d. Macam-macam Peta Konsep...................................................23

vii

e. Fungsi Peta Konsep.................................................................25

f. Langkah-langkah Membuat Peta Konsep ...............................25

g. Kelebihan dan Kekurangan Peta Konsep................................27

h. Rubrik Penilaian Peta Konsep ................................................28

B. Temuan HasilPenelitianyang Relevan...............................................31

C. KerangkaBerpikir ..............................................................................34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat danWaktuPenelitian .............................................................36

B. MetodePenelitian ...............................................................................36

C. Unit Analisis ......................................................................................37

D. Instrumen Penelitian ..........................................................................37

E. Kalibrasi Instrumen ...........................................................................38

F. Teknik Pengumpulan Data ...............................................................39

G. Langkah-langkah Pengumpulan Data...............................................41

1. Tahap Persiapan ...........................................................................41

2. Tahap Pelaksanaan .......................................................................41

3. Tahap Penarikan Kesimpulan .......................................................41

H. Teknik Analisis Data ........................................................................41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Temuan Penelitian .............................................................................43

1. Gambaran Karakteristik Responden yang Diteliti ........................43

2. Hasil Penelitian Peta Konsep Siswa.............................................44

3. Hasil Pengolahan Sebaran Pernyataan Peta Konsep Siswa .........47

4. Hasil Wawancara Siswa ...............................................................48

B. Pembahasan .......................................................................................51

viii

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................62

B. Saran ................................................................................................63

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................64

LAMPIRAN ..............................................................................................................67

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Contoh Penilaian Peta Konsep ..............................................................30

Gambar 3.1 Peta Konsep Acuan .................................................................................38

Gambar 4.1 Peta Konsep Siswa dengan Nilai Rendah ...............................................52

Gambar 4.2 Peta Konsep Siswa dengan Nilai Sedang ...............................................53

Gambar 4.3 Peta Konsep Siswa dengan Nilai Tinggi .................................................54

x

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penyebab Miskonsepsi ................................................................................16

Tabel 2.2 Langkah-Langkah Membuat Peta Konsep .................................................26

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Tiap Kelas Berdasarkan Jenis Kelamin ..............44

Tabel 4.2 Nilai Peta Konsep Siswa.............................................................................45

Tabel 4.3 JumlahSiswaBerdasarkanKriteriaTinggi, Sedang, danRendah...................46

Tabel 4.4 Jumlah Rata-rata Proposisi, Hierarki, danKaitanSilang ..............................46

Tabel 4.5 Persentase Jumlah Siswa yang Tahu Konsep (TK), Miskonsepsi (M),

dan Tidak Tahu Konsep (TTK) ..................................................................47

Tabel 4.6 Rekapitulasi Kisi-kisi Hasil Wawancara Siswa..........................................49

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Buku Paket Siswa Ke-1 .................................................................... 67

Lampiran 2 Buku Paket Siswa Ke-2 ..................................................................... 81

Lampiran 3 Validasi Instrumen dan Instrumen Peta Konsep Acuan (PKA)......... 93

Lampiran 4 Panduan Pembuatan dan Penyusunan Peta Konsep........................... 96

Lampiran 5 LembarKerja Siswa (LKS) ................................................................ 103

Lampiran 6 Hasil Peta Konsep Siswa.................................................................... 110

Lampiran 7 Perhitungan Peta Konsep Berdasarkan Kriteria Penilaian .................. 119

Lampiran 8 Hasil Penilaian Peta Konsep Siswa .................................................... 121

Lampiran 9 Hasil Temuan Sebaran Pernyataan Pengetahuan Siswa Sesuai

PKA.................................................................................................... 123

Lampiran10 HasilTemuan Sebaran Pernyataan Pengetahuan Siswa Di Luar

PKA.................................................................................................... 133

Lampiran11 Hasil Wawancara Guru ...................................................................... 136

Lampiran12 Hasil Wawancara Siswa ..................................................................... 139

Lampiran 13 Uji Referensi .................................................................................... 145

Lampiran 14 Surat Bimbingan Skripsi.................................................................... 152

Lampiran 15 Surat Permohonan Izin Observasi ................................................... 153

Lampiran 16 Surat Permohonan Izin Penelitian ................................................... 154

Lampiran 17 Surat Keterangan Penelitian ............................................................ 155

Lampiran 18 Foto-foto Penelitian ........................................................................... 156

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan aktivitas usaha dari manusia untuk meningkatkan

kepribadian dan kecerdasan. Usaha ini dapat dilakukan dengan membina potensi

atau kemampuan yang ada di manusia itu sendiri. Proses usaha tersebut bertujuan

mencerdaskan pendidikan Indonesia sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

Menurut Muhibinsyah dalam Sagala, pendidikan diartikan sebagai sebuah proses

dengan metode-metode tertentu, agar siswa memperoleh pengetahuan,

pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.1

Pendidikan sendiri bukan saja usaha proses transfer informasi guru kepada

siswa, namun interaksi yang terjadi antara guru dan siswa, sehingga siswa tidak

saja mengetahui tetapi juga memahami pembelajaran yang diajarkan. Mengingat

sangat pentingnya usaha untuk mencapai tujuan pendidikan nasional bagi

kehidupan, maka usaha harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Usaha

memperbaiki pendidikan perlu mendapat perhatian dan penanganan yang lebih

baik khususnya dalam hal pemahaman siswa terhadap suatu konsep dalam

pembelajaran di kelas.

Pendidikan menurut Undang-Undang Dasar Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1, yaitu

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peseta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. 2

Usaha yang lemah dalam kualitas pendidikan di Indonesia menjadi masalah

besar. Hal ini dibuktikan fakta yang berasal dari temuan hasil survei yang

1Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk Membantu Memecahkan

Problematika Belajar dan Mengajar, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 3. 2Undang-undang RI No. 14 Tahun 2005 & Peraturan Pemerintah RI No. 74 Tahun 2008 Tentang

Guru dan Dosen, (Bandung: Citra Umbara, 2011), Cet. V, h. 60-61.

2

dilakukan oleh The Trends International Mathematics and Science Studies

(TIMSS) pada tahun 2007 untuk siswa sekolah menengah, Indonesia berada pada

posisi ke 36 dari 48 negara untuk matematika. Nilai rata-rata yang didapat siswa

Indonesia pun sangat rendah yaitu 397 sementara rata-rata nilai seluruh negara

yang disurvei adalah 452. Pada bidang studi sains pun tidak jauh berbeda,

Indonesia berada pada posisi 35 dari 48 negara dengan nilai rata-rata, yaitu 427

sementara rata-rata nilai seluruh negara yang disurvei adalah 467.3

Sedangkan pada Programme for International Student Assesment (PISA)

berdasarkan hasil survei 31 negara dengan sampel siswa yang berusia 15 tahun

pada tahun 2009, siswa Indonesia menunjukkan masih sangat rendah dengan

diperlihatkan hasil dari literasi membaca memperoleh nilai rata-rata, yaitu 402

dari nilai rata-rata keseluruhan survei 432 dengan posisi negara ke-23. Literasi

matematika memperoleh nilai rata-rata, yaitu 371 dari nilai rata-rata keseluruhan

survei 436 dengan posisi negara ke-27. Serta literasi sains memperoleh nilai rata-

rata, yaitu 383 dari nilai rata-rata keseluruhan survei 439 dengan posisi negara ke-

26.4

Berdasarkan hasil TIMSS dan PISA memperlihatkan pendidikan matematika

dan sains pada siswa Indonesia sangatlah rendah. Salah satu penyebab dari

lemahnya kualitas pendidikan di Indonesia ini adalah kurangnya pemahaman

konsep, disebabkan dalam proses pembelajaran di kelas, anak kurang didorong

untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan membangun pemahaman konsep

dalam mentalnya. Sedangkan dalam proses pembelajaran khususnya pembelajaran

sains, yaitu biologi siswa dituntut untuk memahami dan menghayati bagaimana

konsep itu diperoleh, menghubungkan satu konsep dengan konsep lain dan

menggunakan konsep-konsep tersebut untuk menunjang konsep sains lainnya.

3Patrick Gonzales, et. al, Highlights From TIMSS 2007: Mathematics and Science Achievement

of U.S. Fourth- and Eighth-Grade Students in an International Context (NCES 2009001Revised),

National Center for Education Statistics, Institute of Education Sciences, U.S. Department of

Education. Washington, DC, (2009), p. 7 & 32. 4Howard L. Fleischman, et. al, Highlights From PISA 2009: Performance of U.S. 15-Year Old

Students in Reading, Mathematics, and Science Literacy in an International Context (NCES 2011-

004). U.S. Department of Education, National Center for Education Statistics. Washington, DC:

U.S. Government Printing Office, (2010), p. 9, 18, & 24.

3

Rendah dan lemahnya pemahaman konsep siswa di Indonesia disebabkan

proses pembelajaran sains khususnya biologi yang dilakukan guru di kelas masih

menerapkan belajar hanya menghapalkan konsep-konsep semata dalam prosesnya,

bukan belajar bermakna dengan menemukan sendiri konsep-konsepnya. Ausubel

dalam Dahar menyatakan pembelajaran bermakna merupakan suatu proses yang

mengaitkan antar informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat

pada struktur kognitif seorang siswa.5 Hal ini yang diharapkan melalui proses

pembelajaran bermakna tersebut dapat membuat pemahaman konsep siswa

menjadi lebih baik dan tidak terjadi kesalahpahaman terhadap suatu konsep,

sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa.

Permasalahan yang kini dihadapi di dalam dunia pendidikan adalah

bagaimana meningkatkan kualitas pendidikan yang umumnya dikaitkan dengan

tinggi atau rendahnya pemahaman konsep siswa yang diperolehnya ketika

mendapatkan informasi pengetahuan. Berbagai usaha telah dilakukan oleh

pengelola pendidikan dalam rangka meningkatkan pemahaman siswa agar prestasi

belajar siswa meningkat, salah satunya dengan melakukan perubahan kurikulum

dan perubahan proses pembelajaran di kelas yang pada kenyataannya masih

banyak guru yang masih mengunakan pembelajaran konvensional.

Masalah ini juga ditemukan khususnya pada sekolah menengah pertama di

SMP N 3 Tangerang Selatan mengenai pemahaman konsep siswa terhadap

pembelajaran biologi khususnya. Pemahaman siswa mengenai konsep-konsep

biologi dan hubungan saling keterkaitan antar konsep merupakan masalah yang

cukup memperihatinkan dalam pemikiran struktur kognitif siswa. Hal ini

disebabkan dari beberapa faktor, yaitu pemahaman konsep awal atau prakonsepsi

siswa yang berasal dari pengalaman, baik lingkungan maupun konsep yang telah

didapatkan sebelumnya, guru, buku teks, dan lain sebagainya. Selain itu juga cara

mengajar dalam proses pembelajaran sains khususnya biologi akan lebih efektif,

jika pembelajaran tersebut didukung dengan metode yang tepat.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan di sekolah tersebut sebelum

melakukan penelitian, diketahui guru masih menggunakan strategi pembelajaran

5 Ratna Wilis Dahar, Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran , (Jakarta: Erlangga, 2011), h. 95.

4

konvensional yang biasanya sering digunakan setiap mengajar biologi. Strategi

pembelajaran tersebut pada dasarnya tidak selalu cocok untuk semua konsep yang

diajarkan kepada siswa, sehingga kurang maksimal. Kebiasaan siswa pun

mendukung pemahaman siswa terhadap pembelajaran biologi, yang terkadang

malas membaca karena materi yang terlalu banyak dan tidak memperhatikan

dengan baik ketika guru menjelaskan di kelas.

Pembelajaran biologi merupakan pelajaran yang akan lebih mudah dipahami

apabila menggunakan metode atau strategi pembelajaran yang sesuai, karena bagi

sebagian siswa sangatlah membosankan dalam belajar konsep yang

pembahasanya banyak. Oleh sebab itu diharapkan dapat memecahkan masalah-

masalah yang dihadapi siswa, sehingga lebih menyadari kebenaran konsepnya.

Berdasarkan sifat dari mata pelajaran biologi tersebut maka dalam kegiatan

belajar mengajar siswa hendaknya dilatih untuk menyatukan konsep-konsep,

siswa dapat memahami lebih baik konsep-konsep tersebut dengan mencermati

bagaimana konsep tersebut saling terkait dan berhubungan satu dengan yang

lainnya.6 Sehingga pemahaman siswa terhadap hakekat sains khususnya biologi

menjadi utuh dan memiliki makna, karena pada umumnya kebanyakan konsep

biologi bersifat abstrak dan sulit untuk dipahami oleh siswa. Konsep yang bersifat

abstrak tergolong sulit dan hal ini dapat menjadi penyebab terjadinya

kesalahpahaman konsep (miskonsepsi) pada siswa. Beberapa konsep biologi yang

tergolong sulit dan ada kemungkinan terdapat miskonsepsi adalah mengenai

respirasi, ekologi, fotosintesis, genetis, klasifikasi, 7 organ internal, sistem organ,

dan proses tubuh manusia.8

Beberapa topik penelitian miskonsepsi biologi yang telah dilakukan

contohnya yang diungkapkan oleh Stavy dan Wax dalam Suparno terhadap siswa

umur 11-12 tahun mengenai konsep tanaman, menemukan sekitar 57% siswa

6Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Erlangga, 2008), h. 291.

7Ceren Tekkaya, Misconceptions as Barrier to Understanding Biology, Hacettepe Universites

Egitium Fakultesi Dergizi, Ankara, 2002, p.261. 8Imbi Henno & Priit Reiska, Using Concept Mapping as Assessment Tool in School Biology,

dalam A. J Canas, P. Reiska, M. Ahlberg & J. D. Novak (eds.), Concept Mapping: Connecting

Educators, Proc. Of the Third Int. Conference on Concept Mapping , (Finland: Tallin. Estonia &

Helsinki, 2008), p. 1.

5

mempunyai anggapan bahwa tanaman itu hidup, 66% siswa berpikir bahwa

tanaman bereproduksi, dan 88% berpikir tanman itu membutuhkan makanan.9

Amir dan Tamir dalam Suparno menyatakan temuannya, mengenai ada

miskonsepsi siswa pada konsep fotosintesis adalah suatu proses pernapasan pada

tanaman.10 Hal itu jelas pada pernyataan kedua pakar ahli tersebut, siswa salah

memahami mengenai konsep tanaman karena tanaman dapat membuat makan

sendiri dan memperolehnya dari hasil fotosintesis tersebut, sehingga hal tersebut

menunjukkan bahwa masih ditemukan miskonsepsi siswa meskipun telah

dipelajari konsepnya oleh siswa.

Miskonsepsi (kesalahan konsep) merupakan konsepsi siswa hasil dari

konstruksi mengenai pengetahuannya yang tidak sesuai atau berbeda dengan

konsep para ahli ilmiah.11 Salah satu upaya mengatasi kesulitan siswa dalam

pemahaman konsep yang menyebabkan miskonsepsi, yaitu dengan metode

pembelajaran peta konsep yang digunakan untuk mendeteksi kesalahan konsep.

Selain itu, peta konsep dapat digunakan untuk menyelidiki apa yang telah

diketahui siswa, mempelajari cara belajar, mengungkap konsepsi salah

(miskonsepsi), dan sebagai alat evaluasi. 12

Peta konsep salah satu alasan yang kuat untuk memfasilitasi pembelajaran

bermakna yang berfungsi sebagai dasar untuk membantu mengorganisasikan

pengetahuan konsep dan struktur kognitif siswa. 13 Pada pembelajaran dengan

menggunakan peta konsep banyak aktifitas-aktifitas yang dilakukan siswa seperti

menentukan konsep penting, membangun dan melengkapi peta konsep, berdiskusi

dengan siswa lain, menanggapi pertanyaan guru, bertanya dan menyimpulkan

materi pelajaran. Semua aktifitas ini bermanfaat bagi siswa karena siswa mencari

9Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika , (Jakarta:

Grasindo, 2005), h. 10. 10

Ibid. 11

Dahar, op. cit., h. 153. 12

Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009),

h. 32-33. 13

Joseph D. Novak, The Theory Underlying Concept Maps and How to Construct Them,

http://.stanford.edu/dept/SUSE/projects/ireport/articles/concepts_maps/The%20Underlying%20Co

ncept%Maps.pdf diakses tgl 13 Januari 2012

http://.stanford.edu/dept/SUSE/projects/ireport/articles/concepts_maps/The%20Underlying%20Concept%25Maps.pdfhttp://.stanford.edu/dept/SUSE/projects/ireport/articles/concepts_maps/The%20Underlying%20Concept%25Maps.pdf

6

pengalaman dan mengalami sendiri. Hal ini akan membuat belajar lebih menarik

dan berhasil, sehingga dalam pembelajaran diharapkan siswa lebih paham konsep.

Penggunaan peta konsep pada pembelajaran, siswa bisa melihat materi

pelajarannya secara jelas dan dapat mempelajarinya dengan lebih bermakna serta

dapat mengungkap miskonsepsi siswa pada suatu konsep. Peta konsep adalah

diagram hirarkis dua dimensi yang menggambarkan keterkaitan antara dan

diantara konsep-konsep individu.14 Sehingga peta konsep dapat menjadikan siswa

lebih menguasai struktur dasar, menciptakan ingatan yang bukan hanya hafalan

saja tetapi juga menjadikan belajar lebih bermakna. Ini karena siswa telah

memperoleh kerangka pengetahuan yang bermakna dalam bidang studi itu,

dengan demikian dapat mendetail menghubungkan antara konsep baru dengan

yang lama. Belajar bermakna akan terjadi bila proses kognitif di mana siswa dapat

mengaitkan informasi baru dengan hal-hal yang sudah diketahui sebelumnya,15

dalam hal ini penggunaan peta konsep dapat membantu siswa memahami suatu

konsep, sehingga diharapkan tidak ditemukan miskonsepsi.

Miskonsepsi pada siswa didapatkan sewaktu berada di sekolah ketika belajar

di kelas, dari pengalaman dan pengamatan mereka di masyarakat atau dalam

kehidupan sehari-hari,16 seperti sama halnya yang telah disebutkan sebelumnya

masih ditemukan miskonsepsi pada beberapa konsep. Berdasarkan uraian diatas,

salah satunya pada konsep sistem organ manusia, seperti yang telah ditemukan

oleh Tunnicliffe dalam Henno mengenai kesulitan siswa memahami konsep

sistem ekskresi dan pencernaan manusia dengan upaya untuk mengetahui

kesalahan konsep tersebut dengan menggunakan peta konsep.17 Peta konsep dapat

menghubungkan antara pengetahuan awal yang dimiliki siswa dengan informasi

yang baru diterimanya sehingga siswa dapat dengan mudah memahami materi

yang diajarkan guru dan hubungan antara konsep-konsep disertai proposisi yang

sesuai dapat menimbulkan kebermaknaan yang diharapkan tidak ditemukan

14

Uchenna Udeani & Philomena N. Okafor, The Effect of Concept Mapping Instructional

Strategy on the Biology Achievement of Senior Secondary School Slow Learner, Journal of

Emerging Trends in Educational Reseach and Policy Studies, 2012, p.139. 15

Ormrod, op. cit., h. 286. 16

Suparno, op. cit., h. 2 17

Imbi Henno & Priit Reiska, loc. cit.

7

miskonsepsi dalam konsep tersebut. Oleh sebab itu, peta konsep diharapkan

efektif dalam menciptakan pengetahuan bermakna, menggambarkan dan

mengetahui kesalahpahaman konsep, dan menelusuri perubahan konseptual siswa

dalam memahami suatu konsep.

Berdasarkan yang telah diuraikan di atas maka peneliti tertarik melakukan

penelitian dengan judul Penggunaan Peta Konsep untuk Menganalisis

Miskonsepsi Siswa pada Konsep Sistem Pencernaan Pada Manusia

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas maka dapat

diidentifikasikan masalah yang timbul antara lain :

1. Masih rendahnya hasil pendidikan di Indonesia khususnya pembelajaran

matematika dan sains.

2. Masih rendahnya kualitas tingkat pemahaman konsep siswa pada

pembelajaran sains khususnya biologi di sekolah menengah pertama.

3. Metode mengajar guru yang masih bersifat konvensional.

4. Pada umumnya siswa menganggap biologi adalah mata pelajaran yang sulit

dan membosankan, materi terlalu banyak untuk dihapalkan yang

mengakibatkan rendahnya pemahaman konsep-konsep biologi, sehingga

dapat menimbulkan miskonsepsi pada siswa.

C. Pembatasan Masalah

Agar masalah dalam penelitian ini tidak terlalu luas, maka hanya dibatasi

pada:

1. Penelitian dilakukan pada siswa kelas VIII di SMP N 3 Tangerang Selatan.

2. Penelitian berfokus pada konsep sistem pencernaan pada manusia yang telah

diajarkan kepada siswa.

3. Analisis miskonsepsi yang terjadi menggunakan peta konsep acuan

berdasarkan Novak dan Gowin, 1984.

8

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan latar belakang masalah yang telah dijelaskan

sebelumnya, maka permasalahan akan dicari jawabannya dalam penelitian ini:

Bagaimana Penggunaan Peta Konsep untuk Menganalisis Miskonsepsi Siswa

pada Konsep Sistem Pencernaan pada Manusia di Kelas VIII SMP N 3

Tangerang Selatan?

E. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

miskonsepsi siswa menggunakan peta konsep pada konsep sistem pencernaan

pada manusia. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui konsepsi siswa dengan menggunakan peta konsep setelah

penerapannya pada konsep sistem pencernaan pada manusia yang telah

dipelajari sebelumnya di semester ganjil.

b. Menganalisis miskonsepsi siswa menggunakan peta konsep guna mengetahui

kesalahpahaman konsep pada siswa kelas VIII pada konsep sistem

pencernaan manusia.

c. Memperoleh informasi mengenai persentase miskonsepsi siswa dari kelas

VIII pada konsep sistem pencernaan pada manusia menggunakan peta

konsep.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Bagi guru biologi, hasil penelitian ini memberikan informasi tentang

subkonsep dalam konsep sistem pencernaan manusia yang dimiskonsepsi

oleh siswa, sehingga diharapkan para guru dapat menindaklanjuti

miskonsepsi tersebut dan diharapkan lebih variatif, efektif, serta inovatif

dalam menentukan strategi atau metode ketika proses belajar mengajar agar

bisa meminimalisir miskonsepsi baik pada materi ajar konsep sistem

pencernaan pada manusia maupun materi ajar yang lainnya.

9

b. Bagi siswa dapat meningkatkan aktivitas selama proses pembelajaran

khususnya pemahaman konsepnya, mendorong siswa untuk terampil dalam

membuat peta konsep sebagai bentuk lain rangkuman, dan mengetahui

kesalahpahaman (miskonsepsi) yang terjadi didiri siswa terhadap materi ajar

konsep sistem pencernaan pada manusia.

c. Bagi peneliti, hasil penelitian ini memberikan informasi tentang analisis

miskonsepsi menggunakan peta konsep dan juga dapat menambah

pengetahuan serta wawasan dalam penerapan pembelajaran di kelas dengan

metode peta konsep kaitannya dengan pemahaman konsep dan miskonsepsi

siswa pada materi ajar konsep sistem pencernaan pada manusia.

d. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu dasar

dan masukkan dalam mengembangkan penelitian selanjutnya baik yang

sejenis maupun dengan cara lainnya untuk mengungkap atau mengetahui

miskonsepsi siswa.

10

BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Teoretis

1. Konsep

Konsep dan konsepsi merupakan dua istilah yang sering dipertukarkan

penggunaanya, padahal keduanya berbeda baik dalam pengertian maupun

penggunaannya. Konsep bersifat lebih umum dan dikenal atau diumumkan

berdasarkan kesepakatan, sedangkan konsepsi bersifat khusus atau spesifik.1

Konsep dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki arti ide atau pengertian

yang diabstrakkan dari peristiwa konkret. 2 Adapun pengertian konsep dapat

didefenisikan dengan berbagai rumusan seperti yang dikemukakan beberapa

pendapat para ahli.

Beberapa ahli berpendapat mengenai pengertian konsep, yaitu menurut

Sagala, konsep sebagai hasil pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang

dinyatakan dalam definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan yang

meliputi prinsip, hukum, dan teori. Konsep dapat diperoleh melalui fakta,

peristiwa, pengalaman, generalisasi dan berpikir abstrak.3 Menurut Dahar,

konsep merupakan penyajian internal sekelompok stimulus, konsep yang tidak

dapat diamati atau abstrak, oleh karena itu konsep harus disimpulkan dari

perilaku.4 Menurut Rustaman, konsep merupakan abstraksi yang

menggambarkan ciri-ciri, karakter atau atribut yang sama dari kelompok objek,

baik merupakan proses, peristiwa, benda, atau fenomena di alam yang

membedakannya dari kelompok lainnya.5 Menurut Yustin, konsep-konsep

merupakan dasar untuk berpikir, untuk belajar, aturan-aturan dan akhirnya

1 Nuryani Y. Rustaman, dkk., Strategi Belajar Mengajar Biologi, (Malang: Universitas Negeri

Malang, 2005), h. 169. 2 Hasan Alwi, dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga , (Jakarta: Balai Pustaka,

2007), Cet. Ke-3, h. 588. 3 Syaiful Sagala. Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabete, 2006), h. 71.

4 Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Erlangga, 2011), h. 62.

5 Rustaman., op. cit. h. 51.

11

memecahkan masalah.6 Dengan demikian dapat dinyataan bahwa konsep

merupakan pemikiran seseorang yang diperolehnya dari fakta,

peristiwa/kejadian, fenomena alam, pengalaman, generalisasi, ataupun hasil

berpikir abstrak yang menggambarkan ciri-ciri atau karakter baik yang sama

dalam suatu kelompok tertentu maupun yang membedakannya dengan kelompok

lainnya, sehingga dapat menjawab permasalahan yang ada. Oleh sebab itu siswa

disarankan agar dapat mempelajari konsep-konsep sehingga pembelajaran dapat

tersampaikan secara bermakna.

Konsep pada pembelajaran siswa khususnya biologi merupakan konsep

abstrak. Konsep yang membutuhkan penjabaran dan pemahaman konsep yang

baik dan benar. Proses memahami konsep tersebut dapat dipelajari dengan lebih

mengutamakan belajar konsep dasar terlebih dahulu pada suatu materi, sehingga

diharapkan sampai kepada hal-hal yang dimaksudkan untuk dimengerti oleh

siswa. Belajar konsep merupakan landasan dasar dalam berpikir dan proses

mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip dan generalisasinya sebagai

hasil utama dari pendidikan.7 Belajar konsep melibatkan perubahan-perubahan

kualitatif, perubahan itu terdiri atas penambahan lebih banyak stimulus pada

suatu respon materi yang dipelajari dan peningkatan jumlah berbagai hubungan

stimulus dengan respon.

Pemahaman atau penguasaan konsep sangat penting bagi siswa yang sedang

belajar, dan dapat dikatakan bahwa pemahaman konsep merupakan tujuan akhir

dari setiap proses pembelajaran siswa. Oleh karena itu, pemahaman konsep

merupakan hasil utama dari proses pembelajaran, karena sangat menentukan

untuk keberhasilan pencapaian aspek-aspek kognitif, afektif, psikomotor dan

juga terkadang dapat membantu memecahkan masalah yang dihadapi siswa.

Proses belajar konsep pada siswa dapat menguji kebenaran dari suatu

pengetahuan baru yang didapatkan dari proses belajar mengajar untuk menjawab

suatu masalah yang ada hubungannya satu dengan yang lain, sehingga

6 Yustin Yusuf, dkk., Upaya Peningkatan Aktifitas Dan Hasil Belajar Biologi Melalui

Penggunaan Peta Konsep Pada Siswa Kelas Ii4 Smp Negeri 2 Pekanbaru Tahun Ajaran

2004/2005, (Universitas Riau Pekanbaru: Jurnal Biogenesis Vol 2 (2):59-63, 2006), h. 59. 7 Ratna Wilis Dahar, loc. cit.

12

memperoleh pemahaman konsep yang baik. Perolehan pemahaman konsep

dalam belajar konsep ilmu pengetahuan khususnya biologi berdasarkan

pengalaman dalam proses belajar baik di lingkungan sekolah ataupun

lingkungan sekitar di luar sekolah, misalnya keluarga. Belajar adalah suatu

proses perubahan tingkah laku individu melalaui interaksi dengan lingkungan.8

Belajar untuk memperoleh pemahaman konsep yang baik efektifnya sangat

dipengaruhi oleh faktor-faktor kondisional yang ada. Faktor-faktor itu adalah

sebagai berikut:9

a. Faktor kegiatan, penggunaan dan ulangan, apa yang dipelajari perlu

digunakan secara praktis dan diadakan ulangan secara kontinu dibawah

kondisi yang serasi, sehingga penguasaan hasil belajar menjadi lebih mantap.

b. Belajar memerlukan latihan dengan jalan: relearning, recalling, dan

reviewing agar pelajaran yang terlupakan dapat dikuasai kembali akan lebih

mudah dipahami.

c. Belajar siswa lebih berhasil, belajar akan lebih berhasil jika siswa merasa

berhasil dan mendapat kepuasaan.

d. Siswa yang belajar perlu mengetahui apakah ia berhasil atau gagal dalam

belajarnya. Keberhasilan akan mendorong belajar lebih baik, dan sebaliknya.

e. Faktor asosiasi, karena semua pengalaman belajar antara yang lama dengan

yang baru, secara berurutan diasosiasikan sehingga menjadi satu satuan

pengalaman.

f. Pengalaman masa lampau, menjadi dasar untuk menerima pengalaman dan

pengertian yang baru.

g. Faktor kesiapan belajar, murid yang telah belajar akan lebih mudah untuk

menerima pengajaran dan sebaliknya.

h. Faktor minat dan usaha, belajar dengan minat akan mendorong siswa belajar

lebih baik daripada belajar tanpa minat. Minat ini timbul apabila murid

tertarik akan sesuatu karena sesuai dengan kebutuhannya atau merasa bahwa

sesuatu yang akan dipelajari dirasakan bermakna bagi dirinya.

8 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta : Bumi aksara, 2011), h. 28.

9 Ibid., h. 33.

13

i. Faktor psikologis, kondisi kesehatan siswa sangat berpengaruh dalam proses

belajarnya.

j. Faktor intelegensi, murid yang cerdas akan relatif lebih berhasil dalam

pembelajarannya, karena ia lebih mudah menangkap pelajaran yang diberikan

dan sebaliknya.

Sehingga dapat diambil kesimpulan belajar konsep yang efektif adalah belajar

yang telah memenuhi faktor-faktor tersebut. Apabila beberapa faktor saja tidak

ada maka siswa mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar bermakna

untuk memahami suatu konsep yang menciptakan proses belajar mengajar tidak

hanya tahu tetapi memahami apa yang dipelajari.

Setelah siswa belajar konsep dilakukan penilaian terhadap hasil belajar

penguasaan konsep yang memiliki tujuan dalam mengukur penguasaan dan

pemilihan konsep dasar keilmuan (content objectives). Konsep dasar keilmuan

(content objectives) ini dapat berupa materi-materi esensial sebagai konsep kunci

dan prinsip utama. Konsep kunci dan prinsip utama keilmuan tersebut harus

dimiliki dan dikuasai siswa secara tuntas.10 Oleh sebab itu penguasaan atau

pemahaman konsep siswa terhadapsuatu materi pembelajaran harus baik.

Konsep yang diterima siswa ketika belajar konsep terkadang ada yang

bersifat konkrit dan abstrak, tetapi khususnya dalam pembelajaran biologi

konsep-konsep tersebut akan menjadi abstrak apabila dalam proses belajar

mengajar hanya berupa hafalan saja tanpa ada tindak lanjut, seperti contohnya

melakukan eksperiment yang berupa praktik dari penerapan konsep yang

didapatkan siswa di kelas ketika belajar biologi ataupun dengan strategi

pembelajaran yang dapat melibatkan siswa langsung ikut serta dalam

mempelajari konsep tersebut. Belajar konsep dengan menggunakan strategi yang

tepat, yang menuntut pemahaman konsep lebih baik dengan disertai perbuatan

langsung sehingga belajar biologi lebih bermakna dan tidak abstrak lagi.

10

Ahmad Sofyan, dkk., Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta:UIN Press,

2006), h. 14.

14

2. Konsepsi

Berbeda dengan konsep yang merupakan dasar pemikiran seseorang,

konsepsi merupakan hasil dari pengalaman seseorang tentang sesuatu (stimulus).

Konsepsi seseorang berbeda dengan konsepsi orang yang lain. Konsepsi berasal

dari kata to conceive yang artinya cara menerima.11 Sedangkan dalam kamus

besar bahasa Indonesia memiliki arti pengertian atau pendapat (paham). 12

Adapun konsepsi primitif disebut juga prakonsepsi siswa, karena didasarkan

instuisi atau akal sehat dalam memahami peristiwa alam yang diamati.

Prakonsepsi ini sering bertentangan satu sama lainnya (tidak konsisten) dan

sering tidak sesuai dengan konsepsi para ilmuan. Oleh karena itu prakonsepsi

siswa disebut juga konsep alternatif atau miskonsepsi. 13

Dari beberapa hasil penelitian menunjukan, bahwa sebelum mengikuti

kegiatan pembelajaran secara formal, siswa telah memiliki prakonsep

(preconcept) mengenai pelajaran yang akan dipelajari. Prakonsep tersebut

terbentuk dari hasil interaksi siswa dalam kehidupan sehari-hari terhadap

lingkungan, peristiwa alam dan masyarakat di sekitarnya. 14

Prakonsep siswa akan membentuk konsepsi dalam pengalamannya belajar

mendapatkan pemahaman. Konsepsi merupakan perubahan yang terjadi dari

hasil belajar, menurut pandangan konstruktivisme dalam West & Pines dalam

Rustaman, keberhasilan belajar bergantung bukan hanya pada lingkungan atau

kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Belajar melibatkan

pembentukan makna oleh siswa dari apa yang mereka lakukan, lihat, dan

dengar.15 Dari tidak tahu atau sedikit tahu menjadi tahu, sehingga menghasilkan

pemahaman konsep yang baik, yang diharapkan sama seperti konsep para

ilmuan.

Pembelajaran dan perspektif konstruktivisme mengenai konsepsi

mengandung empat kegiatan inti. 1) pembelajaran konstruktivisme berkaitan

11

Rustaman., op. cit., h. 170. 12

Alwi., loc. cit. 13

Suhirman, Prakonsepsi, Miskonsepsi, dan Pemahaman Konsep dalam Pembelajaran Sains,

Jurnal Teknologi Pembelajaran: Teori dan Penelitian, Th. 6, No. 2, Oktober 1998, h. 79. 14

Ibid.,78-79. 15

Rustaman, loc. cit.

15

dengan pengetahuan awal (prior knowledge) siswa, 2) pembelajaran

konstruktivisme mengandung kegiatan pengalaman nyata (experince), 3) dalam

pembelajaran konstruktivisme terjadi interaksi sosial (social interaction), dan 4)

pembelajaran konstruktivisme membentuk kepekaan siswa terhadap lingkungan

(sense making). 16 Konstruktivisme memandang, bahwa guru tidak hanya

berfungsi sebagai satu-satunya sumber informasi di sekolah yang tujuannya

mendidik siswa supaya pintar, tetapi sebagai salah satu sumber yang aktif dalam

mempersiapkan fasilitas belajar dan menciptakan kondisi belajar yang kondusif,

sehingga diharapkan konsepsi siswa mengenai suatu konsep baik dan benar tidak

terjadi kesalahpahaman konsep (miskonsepsi).

3. Miskonsepsi

a. Pengertian Miskonsepsi dan Penyebabnya

Miskonsepsi berasal dari serapan bahasa Inggris misconception yang

artinya dalam bahasa Indonesia salah paham. 17 Sedangkan dalam kamus besar

bahasa Indonesia salah paham memiliki arti salah dan keliru dalam memahami

pembicaraan, pernyataan atau sikap orang lain. 18 Beberapa pengertian

miskonsepsi lainnya menurut para ahli sebagai berikut: 19

1) Menurut Novak, miskonsepsi sebagai suatu interprestasi konsep-konsep,

dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima.

2) Menurut Brown, miskonsepsi sebagai suatu pandangan yang naif dan

mendefinisikannya sebagai suatu gagasan yang tidak sesuai dengan

pengertian ilmiah yang sekarang diterima.

3) Menurut Feldsin, miskonsepsi sebagai suatu kesalahan dan hubungan yang

tidak benar antara konsep-konsep.

4) Menurut Fowler, miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan

konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah,

16

Ibid. 17

John M. Echols dan Hassan Shadily, An English-Indonesia Dictionary, (Jakarta: Gramedia,

1996), Cet. XXIII, h. 382. 18

Alwi., op. cit., h. 982 19

Paul Suparno, Miskonsepsi dan Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisik a, (Jakarta:

Grasindo, 2005) h. 4-5.

16

kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkis konsep-

konsep yang tidak benar.

Berdasarkan para ahli tersebut, maka miskonsepsi dapat dinyatakan sebagai

kekeliruan atau kesalahan terhadap suatu konsep dalam menginterprestasikan

hubungan antar konsep yang berbeda yang saling mempengaruhi satu sama lain.

Kekeliruan tersebut menyebabkan suatu konsep menjadi tidak benar dan tidak

bermakna bila dikaitkan dengan konsep-konsep lainnya.

Secara lengkap, Suparno menyebutkan faktor penyebab miskonsepsi siswa

berdasarkan lima sebab utama, yaitu berasal dari siswa, pengajar, buku teks,

konteks, dan cara mengajar. Adapun penjelasan rincinya seperti yang disajikan

pada tabel 2.1 dibawah ini. 20

Tabel 2.1 Penyebab Miskonsepsi

No. Sebab Utama Sebab Khusus

1. Siswa Prakonsepsi, pemikiran asosiatif, pemikiran humanistik, reasoning

yang tidak lengkap, intuisi yang salah, tahap perkembangan kognitif

siswa, kemampuan siswa, minat belajar siswa

2. Pengajar Tidak menguasai bahan, bukan lulusan dari bidang ilmu biologi, tidak

membiarkan siswa mengungkapkan gagasan/ide, relasi guru-siswa

tidak baik

3. Buku teks Penjelasan keliru, salah tulis terutama dalam rumus, tingkat penulisan

buku terlalu tinggi bagi siswa, tidak tahu membaca buku teks, buku

fiksi dan kartun sains sering salah konsep karena alasan menariknya

yang perlu

4. Konteks Pengalaman siswa, bahasa sehari-hari berbeda, teman diskusi yang

salah, keyakinan dan agama, penjelasan orang tua/orang lain yang

keliru, konteks hidup siswa (tv, radio, film yang keliru, perasaan

senang tidak senang, bebas atau dalam keadaan tertekan)

5. Cara mengajar Hanya berisi ceramah dan menulis, tidak mengungkapkan

miskonsepsi, tidak mengoreksi PR, model analogi yang dipakai

kurang tepat, model demonstrasi sempit,dll

20

Suparno, op. cit., h. 53.

17

Miskonsepsi dapat terjadi pada saat siswa menyelesaikan atau menghadapi

suatu permasalahan/soal latihan dengan jawaban salah atau tidak tepat.

Kesalahan tersebut terjadi dapat dipengaruhi oleh beberapa sebab, menurut

Driver dalam Dahar miskonsepsi terbentuk disebabkan karena pemikiran siswa

cendrung mendasarkan pada hal-hal yang tampak dalam suatu situasi masalah,

siswa lebih cendrung memperhatikan perubahan daripada situasi diam,

penjelasan siswa diterangkan dengan cara berpikir mereka yang mengikuti

urutan kausal linier, gagasan siswa mempunyai berbagai konotasi, siswa sering

menggunakan gagasan yang berbeda untuk menginterprestasikan situasi/masalah

yang digunakan oleh para ahli dengan cara yang sama.21 Selain itu juga

kemungkinan faktor lainnya, seperti kelengkapan informasi yang diterima,

kesalahan penyampaian dalam buku teks atau informasi tambahan dari media

pembelajaran yang digunakan, kesalahan dari siswa yang terlalu dituntun atau

pasif dan menerima apa adanya dari guru, materi yang terlalu kompleks dan

tidak sesuai dengan tingkat perkembangan berpikir siswa, atau materi yang

dibahas sangat jauh berbeda dengan kehidupan/pengalaman siswa sehari-hari

yang siswa temui.

Miskonsepsi pada siswa sendiri dapat bertahan lama dan sulit dibetulkan,

sehingga sifatnya dapat menetap pada siswa.22 Mengatasi miskonsepsi siswa

tidaklah mudah karena sejumlah miskonsepsi bersifat kekal meskipun telah

diusahakan untuk menjelaskannya dengan penalaran yang logis melalui

penunjukkan perbedaannya dengan pengamatan sebenarnya yang diperoleh dari

percobaan, model dan media serta strategi pembelajaran yang digunakan.

Penyebab dari menetapnya sebuah miskonsepsi karena setiap orang membentuk

pengetahuan dalam kepalanya persis dengan pengalaman yang diperolehnya, apa

lagi akan lebih sulit apabila dapat menjawab menyelesaikan suatu masalah dan

berguna dalam kehidupan sehari-harinya.23 Oleh sebab itu, begitu pengetahuan

terbentuk dalam diri siswa dari pengalaman yang diperolehnya langsung maka

21

Dahar, op. cit., h. 154-155. 22

Musa Dikmenli, Misconceptions of Cell Division Help by Student Teacher in Biology:

Drawing Analysis, Journal Scientific Research and Essay Vol. 5 (2) , 2010), p. 235. 23

Suparno, op. cit., h.31.

18

akan menjadi sulit untuk memberi tahu siswa tersebut untuk mengubah

miskonsepsinya yang sudah lama dialami dan tertanam dalam struktur kognitif

siswa.

Meskipun demikian penyebab miskonsepsi dapat berkurang pada siswa, hal

ini terjadi apabila siswa tersebut mengalami perubahan struktur kognitif yang

dikarenakan siswa merasa tidak yakin lagi dengan pengetahuan yang

dimilikinya, sehingga siswa akan berusaha mencari alternatif pemecahannya.

Jika dengan itu masalah tersebut teratasi, maka siswa akan melakukan

reorganisasi pengetahuannya kembali.24 Sehingga diharapkan pemahaman

konsep siswa terhadap suatu konsep menjadi lebih baik.

b. Cara untuk Mengetahui Miskonsepsi Siswa

Cara-cara yang digunakan untuk mengetahui tingkat pemahaman konseptual

dan kesalahpahaman siswa dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan

pilihan beberapa item, peta konsep, analogi dalam mengajar dan gambar 25 serta

selain itu juga dengan jaringan konseptual dan strategi perubahan konseptual,26

yang dapat menditeksi miskonsepsi terhadap suatu materi yang telah dipelajari

oleh siswa.

Berbagai metode pembelajaran dapat digunakan untuk mencapai tujuan

pembelajaran, yaitu dengan pendekatan perubahan konseptual melalui strategi

pengajaran seperti analogi, peta konsep, teks perubahan konseptual dan teks-teks

refutational yang dapat digunakan untuk menghilangkan kesalahpahaman

siswa.27 Oleh sebab itu, miskonsepsi yang terdapat pada siswa perlu dicari tahu,

diperbaiki pemahaman terhadap suatu konsep, sehingga siswa belajar lebih

bermakna dan tidak mudah lupa.

24

Suhirman, op. cit., h. 80. 25

Imbi Henno & Priit Reiska, Using Concept Mapping as Assessment Tool in School Biology,

dalam A. J Canas, P. Reiska, M. Ahlberg & J. D. Novak (eds.), Concept Mapping: Connecting

Educators, Proc. Of the Third Int. Conference on Concept Mapping , (Finland: Tallin. Estonia &

Helsinki, 2008), p. 1. 26

Dikmenli, op. cit., p. 245. 27

Ceren Tekkaya, Misconceptions as Barrier to Understanding Biology, Hacettepe Universites

Egitium Fakultesi Dergizi, Ankara, 2002, p.263.

19

Miskonsepsi yang terjadi pada siswa dapat diidentifikasi salah satunya

dengan penggunaan strategi pembelajaran yang tepat, contohnya dengan

penggunaan peta konsep pada pembelajaran di kelas. Penggunaan peta konsep

dapat memberikan kemudahan baik untuk guru dan siswa, karena dapat

memperlihatkan gambaran besar suatu konsep-konsep penting yang

dihubungkan oleh kata penghubung, sehingga maksud dari pembelajaran

tersebut dapat diharapkan lebih mudah dipahami. Selain itu, dari peta konsep

juga dapat terlihat lebih jelas konsep-konsep tersebut satu dengan lainnya

memiliki kebermaknaan atau tidak, sehingga dapat mengetahui letak

kesalahpahaman (miskonsepsi). Peta konsep dibandingkan dengan cara lainnya,

selain untuk mengetahui miskonsepsi dapat digunakan juga sebagai alat evaluasi

alternatif selain menggunakan test.

Mengingat strategi belajar mengajar dapat mengetahui miskonsepsi pada

siswa, maka perlu menciptakan sistem strategi pelaksanaan pembelajaran yang

lebih mendorong kepada kesiapan mental dan penguasaan materi lebih baik yang

salah satunya bisa menggunakan bantuan peta konsep, seperti yang diungkapkan

Tekkaya, menyatakan untuk mempromosikan pembelajaran yang bermakna,

harus ditemukan cara untuk menghilangkan dan mencegah kesalahpahaman.28

4. Peta Konsep

a. Pengertian Peta Konsep

Pemetaan konsep menurut Novak dalam Ricardo dianggap sebagai teknik

belajar yang utama digunakan untuk representasi grafis dari pengetahuan.

Teknik ini sebelumnya dibuat dan dikembangkan di Cornell University dan

didasarkan pada teori "Belajar Bermakna" yang diusulkan oleh Ausubel. Teori

ini mendukung hipotesis bahwa "Faktor yang paling penting dalam belajar

adalah subjek apa yang telah diketahui ".29

28

Ibid. 29

Ricardo & Pabio, Concept Mapping As A Learning Tool For The Employ ment Relationts

Degree, Journal of International Education Research-Special Edition Vol. 7, No. 5, 2011, p. 23.

20

Pemetaan konsep menurut Martin dalam Trianto, merupakan inovasi baru

yang penting untuk membantu anak menghasilkan pembelajaraan bermakna

dalam kelas.30 Peta konsep merupakan suatu gambaran besar konsep yang

tersusun atas konsep-konsep yang saling berkaitan sebagai hasil dari pemetaan

konsep. Konsep-konsep pada peta konsep dapat digunakan sebagai alat untuk

belajar bermakna oleh siswa, mengetahui seberapa banyak siswa tahu konsep

yang dipelajari dari suatu materi. Oleh sebab itu peta konsep dapat dikatakan

suatu proses untuk menilai pembelajar terhadap pengenalan konsep.

Novak & Canas dalam Ricardo mengatakan peta konsep pada awalnya

dikembangkan sebagai alat analisis data yang kuat dengan cara yang lebih tepat

merupakan alat grafis untuk mengatur dan mewakili pengetahuan. Peta konsep

dibuat dengan mencakup konsep-konsep yang ditutup dengan lingkaran atau

kotak, setelah itu konsep-konsep dihubungan dengan garis yang diberi kata-kata

disebut juga sebagai kata penghubung atau frase penghubung antara dua

konsep.31

Pemetaan konsep merangsang siswa untuk mengartikulasikan dan

mengeksternalisasi serta menggambarkan secara grafis keadaan yang sebenarnya

dari pengetahuan mereka. Novak dan Gowin dalam Ricardo, mencatat bahwa

pemetaan konsep adalah kegiatan kreatif, dimana pelajar harus mengerahkan

upaya untuk memperjelas makna konsep dalam pengetahuan domain yang

spesifik, dengan mengidentifikasi konsep-konsep penting, membangun

hubungan konsep, dan struktur yang menunjukkan mereka. Pemetaan konsep

dapat menjadi kegiatan yang sangat baik dalam menilai pengetahuan siswa

sebelumnya. Pengetahuan tersebut sangat penting dalam menentukan

prakonsepsi siswa sebagai faktor dalam pembelajaran berikutnya. 32

Selain itu Novak dan Gowin juga dalam Yarden menyatakan

mengembangkan teknik peta konsep sebagai cara menangkap pemahaman

30

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan

Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) , (Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2010), Cet. Ke-3, h. 157. 31

Ricardo & Pabio, op. cit., p. 24. 32

Ibid.

21

peserta tentang konsep portal (penghubung). Metode ini awalnya digunakan

sebagai cara untuk "menentukan bagaimana perubahan dalam pemahaman

konseptual yang terjadi pada siswa"33 dan mendeteksi miskonsepsi siswa. Novak

& Gowin dalam Suparno, menyatakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi

menggunakan peta konsep dengan melihat apakah hubungan antara konsep-

konsep itu benar atau salah.34

b. Tujuan Pembelajaran Peta Konsep

Pembelajaran dengan peta konsep seperti yang telah disebutkan sebelumnya,

dapat diterapkan untuk berbagai tujuan yaitu menyelidiki apa yang telah

diketahui siswa (pengetahuan awal siswa), menyelidiki cara belajar siswa,

mengungkapkan konsepsi yang salah pada siswa (miskonsepsi) dan sebagai alat

evaluasi pembelajaran35 serta dapat juga digunakan untuk rangkuman materi

pelajaran siswa, memudahkan siswa ketika menghapal konsep yang satu dengan

yang lainnya.

Penggunaan peta konsep dalam menyelidiki pengetahuan siswa mengenai

pemahamannya terhadap suatu pembelajaran akan lebih mudah terlihat

hubungan antar konsepnya. Siswa dalam menentukan hubungan keterkaitan

antara satu konsep dengan konsep yang lain saling berhubungan akan sangat

membantu siswa dalam menyelesaikan soal-soal sains khususnya biologi.

Struktur kognitif seseorang dapat dibangun secara hierarkis dengan konsep-

konsep dan proposisi-proposisi dari yang bersifat umum ke khusus. Hal tersebut

menciptakan belajar akan lebih bermakna bila siswa menyadari adanya kaitan-

kaitan konsep diantara kumpulan konsep-konsep atau proposisi-proposisi yang

saling berhubungan. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa penggunaan peta

konsep dapat membantu untuk memahami konsep siswa dan dapat

mengemukakan seluruh pengetahuan siswa yang diperoleh siswa mengenai

suatu masalah.

33

Hagit Yarden, et al., Using the Concept Map Technique in Teaching Introductory Cell Biolo gy

to College Freshmen, Journal Bioscene Volume 30 (1), 2004, p. 4. 34

Suparno, op. cit., h. 121. 35

Dahar, op. cit., h. 110-111.

22

c. Ciri-ciri Peta Konsep

Agar pemahaman terhadap peta konsep lebih jelas, maka Dahar

mengemukakan ciri-ciri peta konsep sebagai berikut: 36

1) Peta konsep (pemetaan konsep) adalah suatu cara untuk memperlihatkan

konsep-konsep dan proposisi-proposisi suatu bidang studi, apakah itu bidang

studi fisika, kimia, biologi, matematika dan lain-lain. Dengan membuat

sendiri peta konsep siswa melihat bidang studi itu lebih jelas, dan

mempelajari bidang studi itu lebih bermakna.

2) Suatu peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang

studi atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri inilah yang memperlihatkan

hubungan-hubungan proposisional antara konsep-konsep. Hal inilah yang

membedakan belajar bermakna dari belajar dengan cara mencatat pelajaran

tanpa memperlihatkan gambar satu dimensi saja. Peta Konsep bukan hanya

menggambarkan konsep-konsep yang penting melainkan hubungan antara

konsep-konsep.

3) Cara menyatakan hubungan antara konsep-konsep. Tidak semua konsep

memiliki bobot yang sama. Ini berarti bahwa ada beberapa konsep yang lebih

inklusif dari pada konsep-konsep lain.

4) Adanya hierarki, jika dua atau lebih konsep digambarkan di bawah suatu

konsep yang lebih inklusif, terbentuklah suatu hierarki pada peta konsep

tersebut.

Ciri-ciri peta konsep tersebut dapat menunjukkan secara visual berbagai jalan

yang dapat ditempuh dalam menghubungkan pengertian konsep di dalam

permasalahan yang ditemukan oleh siswa. Peta konsep yang dibuat siswa dapat

membantu guru untuk mengetahui macam-macam konsep yang ditanamkan

dalam pembelajaran lebih besar dari yang diajarkan, untuk mengetahui

miskonsepsi yang dimiliki siswa, dan untuk memperkuat pemahaman konseptual

guru sendiri dan disiplin ilmunya. Pemahaman ini akan memperbaiki

36

Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009),

h. 31.

23

perencanaan dan instruksi guru. Pemetaan yang jelas dapat menghindari

miskonsepsi yang dibentuk siswa. Selain itu peta konsep merupakan suatu cara

pembelajaran yang baik bagi siswa untuk memahami dan mengingat sejumlah

informasi baru yang didapatkannya.

d. Macam-macam Peta Konsep

Menurut Nur dalam Trianto, peta konsep ada empat macam, yaitu pohon

jaringan (network tree), rantai kejadian (event chains), peta konsep siklus (cycle

concept map), dan peta konsep laba-laba (spider concept map).37

1) Pohon Jaringan (network tree)

Ide-ide pokok dibuat dalam persegi empat, sedangkan beberapa kata yang

lain dituliskan pada garis-garis penghubung. Garis-garis pada peta konsep

menunjukan hubungan antara ide-ide itu. Kata-kata yang ditulis pada garis

memberikan hubungan antara konsep-konsep. Pada saat mengkonstruksi suatu

pohon jaringan, tulislah topik itu dan daftarlah konsep-konsep utama yang

berkaitan dengan konsep itu. Periksalah daftar dan mulai menempatkan ide-ide

atau konsep-konsep dalam sususnan yang berkaitan itu dari konsep utama dan

berikan hubungannya pada garis-garis itu. Pohon jaringan cocok digunakan

untuk memvisualisasikan hal-hal berikut:

a) menunjukan sebab akibat

b) suatu hirarki

c) prosedur yang bercabang

d) istilah yang berkaitan yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan-

hubungan.

2) Rantai Kejadian (events chain)

Nur mengemukakan bahwa peta konsep rantai kejadian dapat digunakan

untuk memberikan suatu urutan kejadian, langkah-langkah dalam suatu

prosedur, atau tahap tahap dalam suatu proses. Dalam membuat rantai kejadian,

pertama-tama temukan satu kejadian yang mengawali rantai itu. Kejadian ini

37

Trianto, op. cit., h. 160-163.

24

disebut rantai awal. Kemudian, temukan kejadian berikutnya dalam rantai itudan

lanjutkan sampai mencapai suatu hasil. Rantai kejadian cocok digunakan untuk

memvisualisasikan hal-hal berikut:

a) memberikan tahap-tahap dari suatu proses

b) langkah-langkah dalam suatu prosedur linier

c) suatu urutan kejadian.

3) Peta Konsep Siklus (cycle consept map)

Dalam peta konsep siklus, rangkaian kejadian tidak menghasilkan suatu hasil

final. Kejadian terakhir pada rantai itu menghubungkan kembali ke kejadian

awal. Karena tidak ada hasil dan kejadian terakhir itu menghubungkan kembali

ke kejadian awal, siklus itu berulang dengan sendirinya. Peta konsep siklus

cocok diterapkan untuk menunjukan hubungan bagaimana suatu rangkaian

kejadian berinteraksi untuk menghasilkan suatu kelompok hasil yang berulang-

ulang.

4) Peta Konsep Laba-laba (spider concept map)

Peta konsep laba-laba dapat digunakan untuk curah pendapat. Melakukan

curah pendapat ide-ide berangkat dari suatu ide central, sehingga dapat

memperoleh sejumlah besar ide yang bercampur aduk. Banyak dari ide-ide ini

dan ini berkaitan dengan ide sentral itu namun belum tentu jelas hubungannya

satu sama lain. Peta konsep laba-laba cocok digunakan untuk memvisualisasikan

hal-hal berikut:

a) tidak menurut hierarki

b) kategori yang tidak parallel

c) hasil curah pendapat.

Jelas terlihat dari macam-macam peta konsep di atas dalam materi pelajaran

dalam proses belajar mengajar yang diwujudkan dalam bentuk bagan yang

menghubungkan konsep-konsep tersebut dapat berperan dalam pembelajaran

bermakna sebagai media pengajaran yang baik dan menarik karena melalui peta

konsep materi-materi pelajaran yang dianggap sulit dan rumit terlihat mudah

untuk dipahami dan dimengerti.

25

e. Fungsi Peta Konsep

Fungsi peta konsep dalam kegiatan belajar mengajar adalah untuk belajar

bermakna. Menurut Sulistio dalam Zulfiani mengemukakan macam-macam cara

tentang penggunaan peta konsep untuk pembelajaran sains sebagai berikut: 38

1) Merencanakan pembelajaran

2) Perencanaan kurikulum dan evaluasi kurikulum

3) Mengembangkan pengajaran

4) Diskusi

5) Laporan praktikum

6) Belajar buku teks

7) Tes

8) Instruksi melalui komputer

9) Gambaran pengetahuan sendiri

10) Analisis miskonsepsi siswa

11) Menganalisis buku teks

f. Langkah-langkah Membuat Peta Konsep

Peta konsep yang baik agar fungsi dan tujuan pembelajran tercapai, maka

harus mengikuti tata cara dalam pembuatannya. Cara untuk membuat peta

konsep, yaitu siswa dilatih untuk mengidentifikasi ide-ide kunci yang

berhubungan dengan suatu topik dan menyusun ide-ide tersebut dalam suatu

pola logis. Kadang-kadang peta konsep merupakan diagram hierarki dan

terkadang peta konsep memfokus pada hubungan sebab akibat. Peta konsep

mempunyai peranan penting dalam belajar bermakna siswa karena dapat

membantu siswa memahami suatu materi pelajaran. Oleh sebab itu Arends

dalam Trianto mengemukakan langkah-langkah membuat peta konsep sebagai

berikut:

38

Zulfiani, dkk., op. cit., h. 35-36.

26

Tabel 2.2 Langkah-langkah Membuat Peta Konsep

Langkah 1 mengidentifikasi ide pokok atau prinsip yang melingkupi

sejumlah konsep

Langkah 2 mengidentifikasi ide-ide atau konsep-konsep sekunder

yang menunjang ide utama

Langkah 3 menempatkan ide utama di tengah atau di puncak peta

tersebut

Langkah 4 mengelompokkan ide-ide sekunder di sekeliling ide utama

yang secara visual menunjukan hubungan ide-ide tersebut

dengan ide utama.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan pula langkah-langkah

menyusun peta konsep sebagai berikut: 39

1) memilih suatu bahan bacaan

2) menentukan konsep-konsep yang relevan

3) mengelompokkan (mengurutkan) konsep-konsep dari yang paling inklusif

ke yang paling tidak inklusif

4) menyusun konsep-konsep tersebut dalam suatu bagan, konsep-konsep

yang paling inklusif diletakkan di bagian atas (puncak) bagan tersebut lalu

dihubungkan dengan kata penghubung misalnya terdiri atas,

menggunakan, dan lain-lain.

Selain itu terdapat langkah-langkah lainnya dalam peta konsep seperti yang

dijelaskan oleh Ault: 40

1) Pilih item/materi untuk pemetaan

2) Pilih dan garisbawahi kata kunci atau frasa

3) Peringkatkan daftar konsep yang paling abstrak dan inklusif dari paling

umum ke spesifik

39

Trianto, loc. cit. 40

Uchenna Udeani & Philomena N. Okafor, The Effect of Concept Mapping Instructional

Strategy on the Biology Achievement of Senior Secondary School Slow Learner, Journal of

Emerging Trends in Educational Reseach and Policy Studies, 2012 , p. 139.

27

4) Tingkatan konsep menurut dua kriteria: konsep yang sama yang berfungsi

pada tingkat abstraksi dan konsep yang berhubungan erat

5) Mengatur konsep sebagai bentuk dua dimensi analog untuk jalannya peta.

Setiap konsep berlaku atau berpotensi untuk memahami suatu tujuan,

dimana jalannya ditentukan oleh konsep lain di wilayah tetangganya.

6) Link konsep terkait dengan garis dan label setiap barisnya membentuk

proposisi.

Berdasarkan kedua langkah-langkah membuat peta konsep di atas sebenarnya

keduannya hampir sama saja dalam proses penentuan dan penyusunan konsep-

konsepnya agar tercipta suatu struktur yang hierarki , sehingga terjadi

kebermaknaan antar konsep. Dalam pembelajaran agar lebih bermakna, yaitu

dengan penyajian peta konsep, siswa dilatih untuk mencari tahu sendiri konsep-

konsep, memperkuat dan memperkaya konsep-konsep itu secara mandiri, serta

dapat membantu memperlihatkan hubungan antara konsep-konsep tesebut.

g. Kelebihan dan Kekurangan Peta Konsep

Beberapa kelebihan peta konsep, diantaranya: 1). Peta konsep tidak hanya

sebagai alat belajar, tetapi juga sebagai alat evaluasi yang dapat mendorong

siswa belajar bermakna, 2). Peta konsep juga efektif dalam mengidentifikasi

baik ide-ide yang valid dan tidak valid pada siswa,41 3). Peta konsep adalah

konstruksi hubungan antara konsep-konsep dan ekspresi hubungan dua konsep

yang terkait satu dengan lainnya. 42 4). Peta konsep sebagai salah satu cara untuk

meringkas pemahaman yang diperoleh oleh siswa setelah mereka mempelajari

suatu konsep.43 Berdasarkan hal tersebut, kelebihan peta konsep tidak secara

langsung dapat mendorong aktivitas siswa yang kreatif, meningkatkan proses

41

Joseph D. Novak, The Theory Underlying Concept Maps and How to Construct Them,

http://.stanford.edu/dept/SUSE/projects/ireport/articles/concepts_maps/The%20Und erlying%20Co

ncept%Maps.pdf diakses 13 Januari 2012. 42

Dawn M. Zimmaro, et. al., Validation of Concept Maps As a Representation of Structural

Knowledge, http://suen.ed.psu.edu/~hsuen/pubs/concept%20map%validation.pdf diakses 8

Januari 2013. 43

Joseph D. Novak, loc. cit.

http://.stanford.edu/dept/SUSE/projects/ireport/articles/concepts_maps/The%20Underlying%20Concept%25Maps.pdfhttp://.stanford.edu/dept/SUSE/projects/ireport/articles/concepts_maps/The%20Underlying%20Concept%25Maps.pdfhttp://suen.ed.psu.edu/~hsuen/pubs/concept%20map%25validation.pdf

28

belajar bermakna, dan memperlihat dalam bentuk gambaran besar suatu konsep

yang dipelajari sehingga dapat membantu dalam pemahaman konseptual siswa.

Sedangkan kekurangan yang dihadapi dalam menerapkan pembelajaran

menggunakan peta konsep yaitu: 44

(1) Menuntut pemahaman dan penguasaan materi yang lebih dan benar,

sehingga beberapa siswa yang tidak menguasai materi dalam

mengembangkan peta konsep (concept maps).

(2) Dalam proses kognitif siswa umunya tidak mampu menghubungkan anatara

konsep yang satu dengan konsep lainnya atau hanya mengembangkan

sedikit konsep dan menganggap sebagai pekerjaan yang menyibukan.

(3) Mengubah proses belajar siswa dimana siswa baru dapat benar-benar

memahami setelah materi dipelajari bukan sebelumnya.

(4) Dalam penilaiannya, peta konsep tidak dapat diukur secara sederhana

karena banyaknya konsep-konsep yang disebutkan belum tentu siswa

tersebut menguasai dan memahami materi.

h. Rubrik Penilaian Peta Konsep Novak

Salah satu kegunaan peta konsep adalah dapat digunakan sebagai alat

evaluasi dalam proses pembelajaran, artinya kemampuan siswa dalam

memahami konsep dapat diukur dengan menilai peta konsep yang dibuat siswa.

Penilaian terhadap peta konsep dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.

Secara kuantitatif penilaian dilakukan dengan pemberian skor terhadap kriteria-

kriteria penyusun suatu peta konsep. Sedangkan untuk penilaian kualitatif

diperoleh dari sebaran pernyataan yang dibentuk oleh kata penghubung,

sehingga membentuk suatu proposisi yang bermakna. Dalam peta konsep

tersebut pun diharapkan tidak terjadi kesalahan konsep (miskonsepsi) dalam

memahami suatu hubungan antar konsep-konsep yang dipelajari oleh siswa.

44

Tom Vilberg, Using Concept Mapping in a Sensation and Perception Course A Paper

Presented at the National Institute for the Teaching of Psychology University.,1996. [Online].

Tersedia: http://riven clarion.edu/trivelberg/conceptmap.html. diakses 18 Januari 2012.

29

Adapun menurut Novak penilaian kuantitatif (penskoran) suatu peta konsep

yang dibuat oleh siswa dapat dilakukan berdasarkan: 45

1. Proposisi adalah antara dua konsep yang dihubungkan oleh kata penghubung.

Proposisi dikatakan sahih untuk mendapatkan belajar bermakna, jika

menggunakan kata penghubung yang tepat. Untuk setiap proposisi yang sahih

diberi skor 1.

2. Hirarki adalah tingkatan dari konsep yang paling umum sampai konsep yang

paling khusus. Urutan penempatan konsep yang lebih umum dituliskan di atas

konsep yang lebih khusus dituliskan di bawahnya. Hierarki dikatakan sahih

jika urutan penempatan konsepnya benar. Untuk setiap hierarki yang sahih

diberi skor 5.

3. Kaitan Silang adalah hubungan yang bermakna antara suatu konsep pada satu

hierarki dengan konsep lain pada hierarki lainnya. Kaitan silang dikatakan

sahih jika menggunakan kata penghubung yang tepat dalam menghubungkan

kedua konsep pada hierarki yang berbeda. Sementara itu, kaitan silang

dikatakan kurang sahih jika tidak menggunakan kata penghubung yang tepat

dalam menghubungkan kedua konsep sehingga hubungan antara kedua

konsep tersebut menjadi kurang jelas. Untuk setiap kaitan silang yang sahih

diberi skor 10. Sedangkan untuk setiap kaitan silang yang kurang sahih diberi

skor 2.

4. Contoh adalah kejadian atau objek yang spesifik yang sesuai dengan atribut

konsep. Contoh dikatakan sahih jika contoh tersebut tidak dituliskan di dalam

kotak karena contoh bukanlah konsep. Untuk setiap contoh yang sahih diberi

skor 1.

5. Selain itu, kriteria concept map dapat dibangun dan mencetak materi yang

akan dipetakan. Kemudian membagi skor siswa dengan skor kriteria peta

untuk memberikan persentase perbandingan. (Catatan bahwa beberapa siswa

dapat melakukan lebih baik dari kriteria dan menerima lebih dari 100%.).

45

Concept Mapping Rubrics, http://centeach.uiowa.edu [Online] diakses tanggal 10 Oktober

2012.

http://centeach.uiowa.edu/

30

Gambar 2.1 Contoh Penilaian Peta Konsep

Rubrik peta konsep merupakan seperangkat alat standar yang digunakan dan

telah ditetapkan untuk menilai kriteria yang kompleks dan subjektif,

mengartikulasikan dalam menulis kriteria dan standar instruktur yang akan

digunakan untuk mengevaluasi pekerjaan siswa. Rubrik peta konsep dapat

membantu menilai kriteria untuk tujuan belajar, dapat membantu penilaian

hubungan antar konsep untuk isi matapelajaran, dan dapat membantu membuat

penilaian kriteria yang transparan.

Penilaian atau penskoran terhadap peta konsep dengan cara membandingkan

peta konsep acuan yang mengacu pada rubik penilain peta konsep Novak yang

telat dibuat sebelum pembelajaran dengan peta konsep siswa yang sesuai kriteria

yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil penilain tersebut guru dapat

mengevaluasi keberhasilan proses belajar mengajar dalam suatu materi tertentu,

melihat sejauh mana siswa memahami materi tersebut, mengidentifikasi dan

31

membantu guru menganalisis ada tidaknya kesalahan konsep (miskonsepsi) dari

siswa.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Yustin Yusuf, dengan judul Upaya Peningkatan Aktifitas dan Hasil Belajar

Biologi Melalui Penggunaan Peta Konsep pada Siswa Kelas II4 SMP Negeri 2

Pekanbaru Tahun Ajaran 2004/2005. Berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan pada pokok bahasan Sistem Pencernaan (Siklus I) dan Sistem

Pernapasan (Siklus II), maka dapata disimpulkan bahwa terjadi peningkatan

persentase aktifitas siswa, yaitu 72,40% termasuk kategori baik (Siklus I)

menjadi 81,05% termasuk kategori baik sekali (Siklus II). Rata-rata hasil belajar

siswa dari nilai post test pada pokok bahasan Sistem Pencernaan (Siklus I), yaitu

79,18% termasuk kategori tinggi dengan nilai ulangan harian 82,05% (tidak

tuntas) meningkat pada poko bahasan Sistem Pernapasan (Siklus II) menjadi

nilai post test, yaitu 84,04% termauk kategori tinggi dengan nilai ulangan harian,

yaitu 92,31% (tuntas).46

Imbi Henno et. al., dengan judul Using Concept Mapping as Assessment

Tool in School Biology. Penelitian ini menggunakan peta konsep sebagai alat

untuk mengumpulkan data dan sebagai alat penilaian siswa. Subjek penelitian ini

termasuk 29 peta konsep siswa sekolah menengah dari sekolah tinggi keilmuan

pada siswa kelas 9 tahun ajaran 2006/2007 yang telah diberikan perlakuaan tes

biologi sekitar sekali sebulan. Topik yang dijadikan bahan penelitian adalah

sistem pencernaan manusia dan sistem ekskresi yang dibuat peta konsep

menggunakan program CmapTools. Untuk pertama kalinya siswa latihan

membuat peta konsep mengenai sistem syaraf manusia menggunakan buku teks

biologi dalam kelas komputer. Penelitian dilakukan setelah dua minggu belajar

(4 pertemuan) sistem pencernaan dan ekskresi dan mencatat PR dari buku teks

untuk penilaian sumatif dalam kelas komputer, selama 45 menit siswa

46

Yustin Yusuf, dkk., Upaya Peningkatan Aktifitas dan Hasil Belajar Biologi Melalui

Penggunaan Peta Konsep pada Siswa Kelas II4 SMP N 2 Pekanbaru Tahun Ajaran 2004/2005,

Jurnal Biogenesis Universitas Riau Pekanbaru Vol. 2, 2006, h. 59.

32

memahami peta konsep hubungan antara sistem pencernaan dengan sistem

ekskresi menggunakan software alata peta konsep. Fokus pertanyaan penelitian

untuk peta konsep tersebut, yaitu bagaimana nutrisi diserap ke dalam darah,

kotoran meninggalkan tubuh, dan urin terbentuk. Penilaian peta konsep siswa

sebagian besar dihitung dalam hal nama-nama konsep, hubungan kata-kata yang

digunakan antar konsep dan proposisi yang sahih dan tidak sahih, daftar konsep

dan proposisi menge