Penggunaan ICT untuk Berbagi Informasi dan Pengetahuan Antar-Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di...
Click here to load reader
-
Upload
satudunia-foundation -
Category
Technology
-
view
1.427 -
download
1
description
Transcript of Penggunaan ICT untuk Berbagi Informasi dan Pengetahuan Antar-Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di...
1
Penggunaan ICT untuk Berbagi Informasi dan Pengetahuan
Antar-Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) di Indonesia
Rini Nasution
OMS memanfaatkan TIK (teknologi informasi dan komunikasi), khususnya internet, lebih banyak untuk
kebutuhan memperluas jaringan dan membangun hubungan yang ‘mutual’ dengan OMS lain, ketimbang
untuk memfasilitasi perubahan. Kapasitas organisasi dalam memanfaatkan TIK untuk advokasi dan
kampanye juga lemah. Inilah 2 faktor utama yang mengakibatkan minimnya konten lokal dan adanya jurang
informasi dan pengetahuan antar-OMS. Kesadaran untuk mengelola dan membagi informasi dan
pengetahuan antar-OMS masih perlu dibangun, perkembangan kemajuan TIK seperti open content, open
source, jurnalisme warga merupakan peluang yang perlu dimanfaatkan oleh OMS sebagai alat untuk
melakukan agenda perubahan.
1. Situasi Umum Organisasi Masyarakat (OMS) dalam Pemanfaatan, Pengelolaan, Penyebaran Informasi dan Pengetahuan
1.1. Minimnya konten lokal yang dapat diakses secara bebas
Tidak diragukan lagi, banyak terdapat kumpulan dan akumulasi informasi dan
pengetahuan yang amat beragam dan tersebar di berbagai OMS dan jaringan OMS
serta konstituen dan komunitas penerima manfaat/beneficiaries. Namun sayangnya,
karena sebagian besar belum terdokumentasikan dan dikelola dengan benar, maka
penyebarannya pun masih terbatas, yakni sebatas jaringan atau sebatas ‘rekan sekerja’.
Bahkan, dalam sebuah jaringan kerja yang menangani isu yang sama, belum tentu
terjadi pertukaran informasi dan pengetahuan yang cukup intensif dan terdokumentasi.
Temuan seperti pembelajaran, analisis keberhasilan dan kegagalan dari sebuah upaya
advokasi dan kampanye, bisa dikembangkan menjadi pengetahuan penting bagi OMS
lain. Namun, selama data dan informasi, yang merupakan basis dari semua
pengetahuan, belum dikelola dan disebar, maka ‘Knowledge is Power’ jangan-jangan
2
hanya sekadar ungkapan saja, karena informasi dan pengetahuan belum dapat menjadi
salah satu kekuatan OMS. Saat ini, kondisinya masih lebih banyak OMS yang menjadi
konsumer informasi dan pengetahuan, daripada menjadi produser informasi dan
pengetahuan. Ini dapat dilihat dari data berikut, studi Yanuar 1, survey terhadap 268
organisasi di 29 propinsi, 38% OMS mengaku lebih banyak menggunakan teknologi
komunikasi untuk mengakses informasi dan hanya 16.6% yang mengatakan lebih
banyak memberikan informasi. SatuDunia juga menemukan bahwa minimnya
kemampuan dan keterampilan mendokumentasi dan menulis (capturing knowledge)
menghambat produksi informasi dan pengetahuan (konten) yang memadai untuk dibagi.
Disisi lain, media massa mainstream masih merupakan penyedia informasi mutakhir
yang selalu hadir bagi masyarakat. Karena keterbatasannya, media mainstream, tidak
selalu dapat menghadirkan informasi yang penting untuk diketahui masyarakat. Contoh
kasus HIV/AIDS jarang mendapat perhatian media mainstream, padahal HIV/AIDS
merupakan persoalan besar bagi bangsa ini. OMS harus memberi informasi alternatif
(bisa melalui media alternatif) untuk mengedukasi masyarakat tentang akar persoalan
isu –isu sosial yang penting seperti HIV/AIDS, Gender, Utang, HAM, Kerusakan
lingkungan dll, sehingga itu dapat menjadi pengetahuan masyarakat. OMS harus
menyediakan informasi alternatif yang dapat diakses secara bebas untuk melengkapi
dan mengimbangi ‘dominasi informasi’ karena data dan informasi penting menyangkut
persoalan di akar rumput, di masyarakat korban/survivor, di lapangan/tempat kejadian
sebenarnya justru dimiliki oleh OMS, yang memperolehnya langsung dari sumbernya.
1.2. Jurang informasi dan pengetahuan
SatuDunia menemukan sedikit sekali organisasi yang secara teratur melakukan
pemutakhiran/upating informasi, sekalipun mereka sudah memiliki kanal komunikasi.
Akibatnya, aliran informasi dan pengetahuan yang berasal dari komunitas jarang sekali
kembali lagi ke komunitas asalnya yang sebenarnya dapat dipakai oleh mereka sendiri
untuk memperjuangkan perubahan atas nasib mereka. Masih belum banyaknya upaya
untuk memfasilitasi komunitas atau konstituen untuk dapat mengakses informasi tsb
menyebabkan jurang pengetahuan atau ‘knowledge gap’ antara OMS dan
1 Y. Nugroho, Teknologi Informasi dan Organisasi masyarakat Sipil Indonesai, Studi penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di kalangan kelompok/organisasi masyarakat sipil di Indonesia bagi perubahan sosial, 2007
3
konstituen/beneficiaries. Jurang tersebut juga menganga lebar antara OMS lokal dan
nasional, karena proses pertukaran informasi dan pengetahuan yang terbatas. Padahal,
di dalam ruang publik yang makin terbuka, akuntabilitas dan transparansi sudah tidak
terelakan lagi.
Di tataran internal organisasi dan jaringannya, tercerai-berainya pengetahuan
organisasi, terkadang ditambah lagi dengan ‘turn over staff’ yang cukup tinggi,
menyebabkan sulitnya menemukan bangunan informasi dan pengetahuan kolektif pada
sebuah OMS maupun jaringan OMS. Proses ‘sharing knowledge’ (berbagi pengetahuan)
yang sedianya dapat dilakukan untuk membangun kompetensi, ketrampilan dan
kreativitas bagi masyarakat sipil itu sendiri belum menjadi kebutuhan dan kebiasaan,
baik secara internal maupun eksternal.
Anwari Natari2 menuliskan bahwa ada juga yang sebenarnya menyadari bahwa berbagi
pengetahuan itu penting, tetapi hanya berlaku pasif; tidak menyebarkan
pengetahuannya bila tidak terus diminta. Atau, ada yang mau berbagi, tapi tak tahu cara
yang efektif. OMS juga memiliki pengetahuan yang “siap konsumsi”, seperti teknik
membuat proposal pendanaan yang baik ke funding, cara membuat laporan yang baik,
teknik membangun fundraising, trik mudah membuat website, trik memanfaatkan TIK
untuk kerja advokasi, dan lain-lain. Pengetahuan semacam ini semestinya tersedia bagi
OMS lain. Sharing pengetahuan dapat menjadi salah cara efektif untuk memperkecil gap
kekayaan informasi dan pengetahuan serta kapasitas di antara OMS. Karena, idealnya,
tak ada istilah OMS miskin, OMS kaya. Setidaknya dalam hal informasi, pengetahuan,
dan kapasitas.
1.3. Pemanfaatan ICT- TIK: Teknologi Informasi dan komunikasi di kalangan OMS
Dengan adanya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi seperti internet,
handphone, web 2.0, open source software, akan mempercepat, mempermudah,
menekan biaya dan memperluas proses berbagi informasi dan pengetahuan, serta 2 A. Natari, Anwari Natari, Studi Kasus: Membuka wacana Open Content di kalangan LSM, WOSOC, Bali 2008. 3 Cyber-Urban Activism and the Political Change in Indonesia, Annenberg Centre, Univ of Southern Carolina, http://www.eastbound.info/journal/2006-1/
4
dapat meningkatkan partisipasi langsung dari target sasaran untuk memproduksi
informasi dan pengetahuan sendiri dengan menggunakan blog, wikipedia atau citizen
journalism/jurnalisme warga.
Merlina Liem di dalam bukunya 3 menunjukan bagaimana cyberspace telah membuka
activist politik untuk pertama-tama, meruntuhkan monopoli pemerintah dalam
memproduksi pengetahuan dan alur informasi, dan, kemudian menjangkau masyarakat
di tingkat nasional dan internasional melalui aliran informasi dari internet kepada
masyarakat.
Yanuar4 dalam studinya juga memaparkan bagaimana teknologi komunikasi, internet,
telah dimanfaatkan oleh OMS. Untuk keperluan internal, OMS menggunakan internet
untuk memperoleh informasi, meningkatkan ekektifitas dan efisiensi kinerja organisasi,
sementara untuk keperluan eksternal, internet digunakan untuk berelasi dan
membangun jaringan sosial. Internet telah membantu mengorganisasi gerakan,
memperluas persektif dan mengembangkan jaringan.
Yang menarik adalah, masih dari studi yang sama, terlihat bahwa OMS mengadopsi
internet utamanya karena kebutuhan untuk sebuah hubungan yang sifatnya ‘mutual’
dengan OMS lain, seperti berkolaborasi dan memperluas jaringan. Internet diadopsi
bukan digunakan untuk kebutuhan menfasilitasi perubahan (Yanuar4, p:171-172),
seperti untuk menyebarkan informasi kepada kelompok/pihak lain (intermediary reason),
memberikan pengetahuan kepada beneficiaries (empowerment reason), mengurangi
pemakaian kertas, mengurangi perjalanan melalui on-line meeting (environmental
reason), mempengaruhi masyarakat (influence intensity) dan mengedukasi masayarakat
(education reason). Temuan ini memperkuat pengalaman SatuDunia yang sering
menemukan kendala pada saat megajak OMS untuk menggunakan TIK sebagai alat
untuk berbagi informasi dan pengetahuan, baik antar OMS, kepada konstituen dan
beneficiaries maupun sasaran publik tertentu.
Sayangnya, walapun sebagian besar OMS berkeyakinan bahwa internet akan
memperkuat pencapaian tujuan organisasi, tetapi penggunaan internet sebagai
4 Y. Nugroho, Does the Internet Transform Civil Society? The Case of Civil Society Organizations in Indonesia, Manchester Business School, 2007.
5
alat/sarana strategis untuk kepentingan advokasi dan kampanye, masih belum
signifikan. Hal ini terlihat dari studi Yanuar1,42% sangat yakin akan terjadinya
peningkatan kinerja manajemen, 42% sangat yakin jaringan organisasi akan meluas,
60% yakin bahwa pencapaian misi dan tujuan organisasi akan menjadi lebih baik dan
karenanya 59% yakin bahwa dengan tingkat penggunaan dan kemajuan teknologi
komunikasi, akan mendorong terjadinya transformasi sosial yang dicita-citakan
organisasi dalam 5-10 tahun ke depan. Akan tetapi keyakinan mereka, belum di
wujudkan karena hanya sebagian kecil (9%) yang yakin bahwa penggunaan internet di
organisasi mereka saat ini berada diurutan 5% teratas.
1.4. OMS belum memiliki kapasitas yang memadai dalam mengoptimalkan TIK
Dibandingkan dengan korporasi, pengetahuan, kompetensi dan ketrampilan,
memanfaatkan TIK belum berkembang di kalangan OMS. Secara umum, SatuDunia
melihat bahwa OMS belum memandang kemajuan TIK sebagai alat/sarana strategis
untuk berbagi dan bertukar informasi dan pengetahuan sehingga pemanfaatannya untuk
keperluan ini belum optimal. Ini terlihat dari masih sedikitnya pemutakhiran/updating
informasi secara reguler melalui website organisasi, juga kegiatan pendokumentasian
dan pengelolaan informasi yang masih minim. Khusus untuk penggunaan TIK,
umumnya OMS masih memandang bahwa TIK itu rumit, mahal, dan justru
menyusahkan. Studi Yanuar 1, 52% OMS berpendapat bahwa sebagian besar staf
mereka ingin meningkatkan ketrampilan teknologi komunikasi mereka. Umumnya, OMS
belum memahami TIK dalam kerangka advokasi dan kampanye, dan belum
mengembangkan kapasitas untuk mengintegrasikan TIK secara lebih strategis dan
komprehensif untuk pencapaian tujuan organisasi (tahap apropriasi penggunaan
teknologi).
2. Tantangan dan Peluang
2.1. Membangun budaya/kebiasaan berbagi informasi dan pengetahuan
6
Menurut Hans Dieter Evers dalam analisanya tentang knowledge society (K-society),
ada prasyarat yang memungkinkan masyarakat memproduksi pengetahuan (Idaman
Andarmosoko5, 2007), yaitu antara lain pengembangan sumber daya manusia, akses
terhadap pengetahuan lokal dan global, publikasi hasil riset di media cetak lokal dan
internasional. Dengan kata lain, membuka dan memperluas akses terhadap informasi
akan menghasilkan pengetahuan yang akan meningkatkan kompetensi dan ketrampilan
OMS. Sehingga, dalam konteks ini, OMS harus memiliki perilaku kolektif untuk saling
berbagi.
Budaya/kebiasaan berbagi informasi dan pengetahuan secara kolektif harus dibangun
dalam suasana politik yang menghargai kebebasan berekspresi dan mengakui Hak atas
informasi sebagai hak dasar warga Negara yang dijamin pemenuhannya oleh Kebijakan
Negara. Lahirnya UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) yang kontroversial
terbukti telah memakan korban, wartawan dan warga biasa, di tuntut karena dianggap
telah menghina pihak lain melalui pesan di miling list dan artikel di sebuah situs. Hak
warga negara untuk berekspresi dan memperoleh informasi dapat diberangus.
OMS sebaiknya mulai menyadari pentingnya berbagi untuk menghasilkan pengetahuan
baru yang dapat digunakan untuk mewujudkan perubahan social. Namun berbagi
informasi dan pengetahuan, menyisakan pertanyaan penting yaitu siapa sebenarnya
pemilik informasi dan pengetahuan itu? Atau adakah pemilik informasi dan
pengetahuan? Pertanyaan ini menjadi penting untuk dieksplorasi karena kepemilikan
pengetahuan (TRIPS, HAKI) masih merupakan isu dalam upaya berbagi informasi dan
pengetahuan, sementara mekanisme pasar atas karya seni, dominasi media massa
besar, software proprietary akan mengakibatkan pengetahuan seolah menjadi
komoditas baru.
Namun disisi lain, ada perkembangan yang kreatif. Otoritas ilmu pengetahuan sudah
semakin terbuka dengan meningkatnya penggunaan wikipedia, blog, open content,
creative common, indie label, media alternatif, jurnalisme warga dan open source yang
membuka peluang untuk dimanfaatkan seoptimal mungkin oleh OMS untuk melakukan
perubahan.
5 I. Andarmososko, KM: Konteks, Gelanggang dan Pertarungan, Sebuah upaya diskusi atas perspektif organisasi Masyarakat Sipil terhadap KM, 2007.
7
2.2. Mengembangkan kapasitas organisasi dalam mengapropriasi TIK
Membangun kapasitas organisasi untuk dapat mengapropriasi TIK sebagai alat strategis
untuk advokasi dan kampanye merupakan langkah penting untuk memperluas dan
meningkatkan proses berbagi informasi dan pengetahuan. Berdasarkan pengalaman
SatuDunia, peningkatan kapasitas dapat berhasil pada organisasi yang sudah memiliki
kebiasaan untuk berbagi informasi atau organisasi yang mempunyai
kepedulian/kesadaran atau keinginan kuat untuk berbagi informasi tetapi terkendala oleh
keterbatasan pemahaman dan skill dalam menggunakan TIK.
3. Peran SatuDunia
3.1. Siapa SatuDunia?
SatuDunia Indonesia resmi berdiri pada tanggal 16 Desember 2006, atas prakarsa
HIVOS, Yayasan Jaring dan Oneworld UK. SatuDunia/OneWordl Indonesia merupakan
anggota jaringan OneWorld International, yang tersebar di 11 center di Eropa Barat dan
Timur, Amerika Utara dan Selatan, UK, Canada, Afrika, Asia Selatan dan Asia tenggara
dan 1600 organisasi mitra di seluruh dunia . OneWorld mempublikasikan isu-isu
pembangunan di tingkat negara dan benua dengan menggunakan bahasa lokal.
Beberapa berita juga akan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan diterbitkan di
OneWorld Internasional untuk audiens di tingkat global melalui OneWorld.net. Selain itu,
jaringan OneWorld juga bekerja sama dalam mempromosikan pembangunan
berkelanjutan dan hak asasi manusia.
Saat ini SatuDunia telah memiliki 180 organisasi mitra yang tersebar di seluruh
Indonesia dengan isu yang beragam. SatuDunia merupakan OMS yang fokus pada
penggunaan TIK sebagai alat untuk berbagi informasi dan pengetahuan dan membantu
advokasi dan kampanye. SatuDunia memiliki misi untuk Memperkuat gerakan
masyarakat sipil di Indonesia dalam berbagi informasi dan pengetahuan baik secara
nasional atau global dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.
8
3.1. Memfasilitasi pertukaran informasi dan pengetahuan
Untuk menjawab persoalan dan tantangan minimnya konten lokal yang dapat diakses
secara bebas dan adanya jurang informasi dan pengetahuan antar OMS baik di tingkat
local, nasional maupun global, maka SatuDunia mengembangkan portal
www.satudunia.net sebagai platform bagi pertukaran informasi dan pengetahuan anatar
OMS di tingkat lokal, nasional dan global. Portal mengusung isu HIV/AIDS,
Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan, Perubahan Iklim, TIK dan HAM. Portal ini
berfungsi sebagai:
• Platform pertukaran informasi dan pengetahuan untuk isu HIV/AIDS, Pembanguan
Ekonomi Bekelanjutan, Perubahan Iklim dan TIK untuk meningkatkan
kemampuan OMS untuk saling belajar, melakukan aksi dan berkolaborasi di
tingkat local, nasional dan global.
• Media alternatif untuk menyuarakan ‘the voiceless’, mengangkat perspektif
alternatif dan akar persoalan isu-isu social yang penting, yang tidak atau jarang
muncul di media mainstream.
• Media komunitas untuk membangun jaringan informasi, komunikasi dan
pengetahuan.
SatuDunia mengkombinasikan infomasi on-line dengan kegiatan off-lines untuk
memperluas penyebaran informasi, E-buletin/CD-ROM yang merupakan versi off-line
dari portal, dan Buletin cetak yang diberikan secara reguler setiap 6 bulan ke pada mitra
dan jaringan SatuDunia.
Kegiatan off-line lain dalam berbagi informasi dan pengetahuan adalah diskusi dan
workshop dengan mengangkat tema-tema tertentu yang relevant bagi mitra SatuDunia,
lihat www.satudunia.net/aktivitas
3.2. Membantu Advokasi dan kampanye
Untuk memnuhi misinya memperkuat masyarakat sipil, Satudunia juga membantu
Advokasi dan kampanye mitra dan jaringan:
9
Pada saat UNFCC di Bali, 2007, SatuDunia membuat dan mengelola website
www.csoforum.net untuk memperkuat advokasi dan kampanye Climate Justice
oleh CSF selama konferensi berlangsung.
Advokasi media dalam kasus Lapindo
3.3. Pengembangan kapasitas (Capacity building) dalam menggunakan TIK sebagai alat
strategis bagi advokasi dan kampanye
SatuDunia mencoba untuk mengembangkan model Peningkatan Kapasitas yang
komprehensif, sistematis dan terukur untuk mulai menata OMS Indonesia agar
menggunakan TIK sebagai alat strategis untuk membantu advokasi dan kampanye
sehingga informasi dan pengetahuan bisa di-redisitribusi. Model ini diharapkan akan
merubah paradigma, serta meningkatkan pemahaman dan ketrampilan dalam
menggunakan TIK untuk mendokumentasikan, mengelola, memproduksi dan
mengkomunikasikan informasi dan pengetahuan kepada konstituen, stakeholder dan
publik.
SatuDunia memiliki mandat juga untuk membantu mengembangkan kapasitas mitra dan
jaringannya. Bagi SatuDunia, Capacity Building ditujukan untuk memperkuat
pengetahuan, kapasitas, ketrampilan dan perilaku pada level individu serta memperbaiki
struktur dan proses organisasi sehingga organisasi dapat mencapai misi dan tujuannya
secara efektif dan berkesinambungan6.
Capacity building 6mengembangkan pendekatan sbb:
1. Kapasitas Organisasi
Capacity Building (CB) bukan hanya sekedar training, tetapi berkaitan dengan
kemampuan organisasi untuk melakukan perubahan sebagai hasil dari proses.
Sedangkan training lebih terbatas pada pemberian kesadaran, pengetahuan atau
ketrampilan baru
2. Kebutuhan Belajar
6 Draft Dokumen Kerangka Pengembangan Kapasitas SatuDunia, 2008.
10
Sebagai sebuah proses pembelajaran bersama, untuk mengembangkan kemampuan
organisasi dalam mengidentifikasi kebutuhan belajar mereka sendiri, meningkatkan
ketrampilan dan memperbaiki sistem.
3. Komprehensif
Paradigma
Pendekatan ini ingin meluruskan cara pandang yang salah tentang TIK bahwa TIK
bukan hanya teknologi saja, tetapi pemaknaannya harus dilihat secara utuh yang
mencakup 4 aspek, yaitu aspek Informasi, Komunikasi, Pengetahuan, Teknologi
(I,K,P,T). Dimana teknologi hanya menjadi alat bantu yang mempermudah dan
mempercepat pengelolaan Informasi, Komunikasi dan Pengetahuan. I, K,P,T tersebut
harus diletakkan dalam lansekap organisasi dan manajemen. Dengan pemaknaan
seperti ini, maka persoalan informasi, komunikasi dapat didekati secara utuh otonom
sebelum berbicara tentang teknologi.
Organisasi dan Manajemen
Analisis di tingkat manajemen akan menjadi kunci berjalannya capacity building.
Terpetakannya pola dan problem manajemen di organisasi .akan membantu organisasi
dalam memahami akar masalah dan mencari solusi agar capacity building bermanfaat
dan berjalan efektif.
Manajemen Informasi
Manajemen Informasi memiliki 2 unsur penting, yaitu pengambilan keputusan dan
perubahan. Manajemen Informasi bukan hanya pembangunan system dan prosedur
tetapi beyond that. Management Informasi didefinisikan sebagai “A decision making
processes within a civil society organization, which lead to change. Changes could be
either in policy (advocacy) or behavior (campaign) or relations (networking) or message
(communication).”
Strategi komunikasi
Pendekatan ini kurang populer digunakan OMS, namun pendekatan ini bermanfaat
untuk mempertajam pemahaman organisasi akan dirinya sendiri, dan membantu
11
mendekatkan organisasi dengan konstituennya. Strategi komunikasi akan membantu
merumuskan strategi pemanfaatan TIK untuk mendukung advokasi dan kampanye.
Teknologi
Pendekatan ini tidak dimaksudkan untuk mencetak tenaga teknis TIK melainkan untuk
mencetak SDM yang mampu merumuskan strategi pemanfaatan TIK guna mendukung
program kerja organisasi. Untuk itu, teknologi diberikan setelah organisasi memiliki
pemahaman tentang manajemen informasi dan strategi komunikasi sehingga pemilihan
jenis teknologi akan lebih tepat guna dan efektif.
Sementara itu, methode yang digunakan adalah Workshop (with Tutorial and exercise),
FGD, Training , Coaching, Evaluasi dan Pembelajaran Bersama.
4. Penutup
Knowledge is power? or Sharing is power?
Pengetahuan memang belum menjadi kekuatan bagi OMS, tapi ‘sharing’ pengetahuan
dapat meningkatkan kekuatan OMS. Karena pada hakekatnya, semua hal sebenarnya,
di tingkat kuantum, melakukan sesuatu hanya untuk (kepada) dirinya sendiri, Jadi ketika
kita memberi kepada orang lain, pada hakikatnya kita sedang bersedekah kepada diri
kita sendiri7.
Referensi:
A. Natari, Studi Kasus: Membuka wacana Open Content di kalangan LSM, WOSOC, Bali, 2008.
Dokumen Draft Kerangka Pengembangan Kapasitas SatuDunia, 2008 I. Andarmososko, KM: Konteks, Gelanggang dan Pertarungan, Sebuah upaya diskusi atas perspektif organisasi Masyarakat Sipil terhadap KM, 2007.
7 Erbe Sentanu, Quantum Ikhlas, Teknologi Aktivasi Kekuatan Hati, the Power of Positive Feeling
12
M.Liem, Cyber-Urban Activism and the Political Change in Indonesia, Annenberg Centre, Univ of Southern Carolina, 2006. Y. Nugroho, Teknologi Informasi dan Organisasi masyarakat Sipil Indonesai, Studi penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di kalangan kelompok/organisasi masyarakat sipil di Indonesia bagi perubahan sosial, 2007. Y. Nugroho, Does the Internet Transform Civil Society? The Case of Civil Society Organizations in Indonesia, Manchester Business School, 2007.
Bibliografi:
J.D.H. Downing, Radical Media, Rebellious Communication and Social Movements, Sage Publication, 2001.
Laporan Tahunan SatuDunia, 2007.