PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN...

81
PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISME Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Alfi Syahriyati NIM. 1113034000071 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H./2017 M.

Transcript of PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN...

Page 1: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISME

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Alfi Syahriyati

NIM. 1113034000071

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H./2017 M.

Page 2: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari
Page 3: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari
Page 4: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari
Page 5: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

ii

ABSTRAK

Alfi Syahriyati, “Penggunaan dan Penyalahgunaan Hadis Perintah

Membunuh”, Skripsi Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas

Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017.

Skripsi ini membahas tentang hadis-hadis perintah membunuh. Penelitian

ini menyimpulkan bahwa terdapat 9 orang yang Rasul perintah untuk dibunuh

berdasarkan hadis-hadis yang terdapat dalam Ṣahīh Bukhāri dan Ṣahīh Muslim.

Hadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari lafadz qatala. Membunuh

kesembilan orang ini diperbolehkan oleh syara’, asalkan berasal dari perintah

hakim/qadhi dan pelaku yang membunuh tidak dikenai hukum qisas.

Hadis-hadis perintah membunuh ini dibaca dan dipahami menggunakan

metode pemahaman hadis Ali Mustafa Yaqub. Metode ini mampu memahami hadis

perintah membunuh dengan mempertimbangkan majaz, takwil, ‘illat, geografi,

budaya Arab, kondisi sosial, dan al-asbab al-wurūd Hadis (latar belakang Hadis).

Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian pustaka. Sumber data

dalam penelitian ini adalah hadis-hadis tentang perintah membunuh yang terdapat

dalam al-Kutub al-Sittah. Kemudian dari hadis-hadis tersebut dibatasi hanya pada

hadis-hadis perintah membunuh menusia yang terdapat dalam Ṣahīh al-Bukhāri dan

Ṣahīh Muslim. Pembahasan mengenai matan hadis ini berdasarkan pada kitab-kitab

syarah hadis terutama kitab syarah hadis Sahīh al-Bukhāri, yaitu Fathu al-Bāri

yang disusun oleh Ibn Hajar al-‘Asqalāni dan kitab syarah hadis Ṣahīh Muslim,

yaitu Syarh al-Nawawi yang disusun oleh Imam al-Nawawi.

Page 6: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

iii

KATA PENGANTAR

Alḥamdulillah, atas segala rahmat dan pertolongan-Nya semata, penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini. Ṣalawat serta salam semoga selalu tercurahkan

pada baginda Nabi Muhammad Saw. Skripsi ini berjudul “Penggunaan dan

Penyalahgunaan Hadis Perintah Membunuh”. Meskipun demikian, semaksimal

usaha manusia tentunya tidak akan lepas dari kekurangan dan kelemahan, karena

kesempurnaan hanyalah milik Allah Swt, oleh karenanya, saran dan kritik

membangun dari berbagai pihak senantiasa penulis harapkan.

Selama proses studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hingga penulisan

Skripsi ini, penulis tidak luput dari keterlibatan beberapa pihak yang memberikan

kontribusi dalam penyelesaian penulisan ini, baik itu berupa motivasi, bantuan

pikiran, material, dan moral serta spiritual. Dengan tanpa mengurangi rasa hormat,

penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin.

3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA selaku Ketua dan Dra. Banun

Binaningrum, M.Pd, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan

Tafsir serta Bapak M. Najib Tsauri, S.Th.I dan Ibu Hani Hilyati Ubaidah,

S.Th.I yang turut membantu dalam pengelolaan Program Studi.

4. Bapak Dr. Bustamin, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi penulis yang

telah meluangkan waktu, memberikan bimbingan, dan arahan-arahan

dalam menyelesaikan skripsi ini. (Jazāhullāh wanafa’anā bi ‘ulūmihi fī al-

dārayn).

Page 7: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

iv

5. Segenap dosen Fakultas Ushuluddin, khususnya kepada dosen

pembimbing akademik, Bapak Prof. Dr. Hamdani Anwar, MA dan dosen-

dosen di Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir khususnya Bapak Rifqi

Muhammad Fatkhi, MA yang telah banyak berbagi ilmu kepada saya,

sehingga saya mendapatkan setetes air dari samudera ilmu pengetahuan.

(Jazāhumullāh wanafa’anā bi ‘ulūmihim fī al-dārayn).

6. Kedua orangtua saya, H.M. Nasir dan Hj. Sumiati Ramli yang selalu

memberikan motivasi, bimbingan, serta kasih sayang, dan senantiasa

mendoakan saya untuk mencapai kesuksesan di masa depan. (Allāhumma

irḥamhumā kamā rabbayāni ṣaghīra, waṭawwil ‘umurahumā fīṭā’atik).

7. Prof Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA dan Ibu Nyai Ulfah Uswatun

Hasanah selaku kedua orang tua saya di Darussunnah yang telah mendidik

dengan penuh kesabaran dan ikhlas. (Allāhumma irḥamhumā kama

rabbayāni ṣaghīra).

8. Kakak-Kakak dan Adik tersayang (Kak Dewi, Kak Eti, Abang Mustafa,

Abang Iqbal, Kak Febri, Kak Ani dan Adik Ana) yang selalu senantiasa

mendengar keluh kesah serta memberi semangat di kala suka maupun

duka. (Allāhumma allif baynanā fī khayri dunyānā wa ukhrānā).

9. Segenap keluarga Darussunnah Internasional Institute For Hadith

Sciences, mahasantri, beserta alumninya, khususnya Ustadz Arrazy

Hasyim, Ustadz Andi Rahman, Ustadz Ali Hudaibi, Ustadz Ubaidi

Hasbillah, Ustadz Ali Wafa, Ustadz Shofin Sugito, Ustadz Hilmi Firdaus.

(Jazāhumullāh wanafa’anā bi ‘ulūmihim fī al-dārayn).

Page 8: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

v

10. Teman-teman saya dimanapun berada, khususnya sahabat-sahabat AS-

SHUFFAH (I’adatul Adawiyyah, Azkiyatuttahiyyah, M.Iqbal Syauqi,

Dailami) yang tak pernah bosan memberikan bimbingan dan sarannya,

seluruh mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir angkatan 2013, khususnya

Izzah, Uswah, Dewi, Udoh, Azka, Atina, Gizda, Ira, terima kasih atas

kebersamaannya, sahabat-sahabat Pondok Pesanteren Ar-Risalah yang tak

pernah bosan untuk mendoakan dan memberikan motivasi, khususnya Mas

Hanif Rusdiansyah, Naufila Medina, Vivi, Shona, Dira, Zia, Mba Ilmiah.

(Allāhumma waffaqnā fī kulli khayr).

11. Para rekan-rekan PSM UIN Jakarta (khususnya Kak Guilas, Kak Laja,

Soleram, Gesang, Murphy, Ensemble, Sektia, dll), Lembaga Tahfidz dan

Ta’lim al-Qur’an Masjid Fathullah UIN Jakarta (Kak Kholil, Kak Biah,

Faiz, Latifah, Farah, dll), dan Forum Lingkar Pena Ciputat (Kak Belda,

Ifah, Kak Ocol, dll), terima kasih banyak untuk ilmu dan pengalaman yang

selama ini kalian berikan. (Jazākumullāh aḥsana al-jazā’).

12. Sahabat-sahabat di Darussunnah, Eva Hanifah, Wichda Rahma Azkia, Lia

Lianti, Nailal Amani, Akmilna ‘Aqlina, Najahatul A’laliyah, Lailatul

Fajriyah, Rahmi Warman, Diah Ayu Agustina, dll terima kasih banyak

untuk kebersamaan selama kurang lebih empat tahun di Ciputat.

(Jazakumullāh aḥsana al-jazā’).

Jakarta, 2 Mei 2017

Alfi Syahriyati

Page 9: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................i

ABSTRAK ........................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................ viii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

B. Permasalahan ................................................................................. 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 6

D. Kajian Pustaka ............................................................................... 7

E. Metodologi Penelitian ................................................................... 10

F. Sistematika Penulisan .................................................................... 18

BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................ 20

A. Hadis .............................................................................................. 20

1. Perkembangan Posisi Hadis ...................................................... 20

2. Sejarah Penggunaan Hadis ....................................................... 22

3. Penggunaan dan Penyalahgunaan Hadis-Hadis ........................ 25

B. Qatl ................................................................................................ 30

1. Definisi Qatl ............................................................................. 30

2. Sejarah Qatl dalam Islam .......................................................... 32

BAB III PEMAHAMAN HADIS PERINTAH MEMBUNUH ................... 39

A. Ilmu Ma’āni al-Hadis .................................................................... 39

Page 10: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

vii

B. Analisis Pemahaman Tekstual dan Kontekstual Hadis-Hadis

Perintah Membunuh ...................................................................... 40

BAB IV PENDAPAT ULAMA FIQH TENTANG PERINTAH

MEMBUNUH ................................................................................... 53

A. Dasar Hukum Membunuh ............................................................. 53

B. Pendapat Ulama Fiqh tentang Pembunuhan .................................. 55

BAB V PENUTUP .......................................................................................... 60

A. Kesimpulan .................................................................................... 60

B. Saran-saran .................................................................................... 60

Page 11: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

viii

PEDOMAN TRANSLITERASI

A. Konsonan

gh ═ غ r ═ ر ’ ═ ء

f ═ ف z ═ ز b ═ ب

q ═ ق s ═ س t ═ ت

k ═ ك sy ═ ش ts ═ ث

l ═ ل ṣ ═ ص j ═ ج

m ═ م ḍ ═ ض ḥ ═ ح

n ═ ن ṭ ═ ط kh ═ خ

w ═ و ẓ ═ ظ d ═ د

h ═ ة/ه (ayn) ‘ ═ ع dz ═ ذ

y ═ ي

B. Vokal dan Diftong

Vokal Pendek Vokal Panjang Diftong

═ a ا— ═ ā ى ═ ī

═ i ى— ═ á و ═ aw

═ u و— ═ ū ي ═ ay

C. Keterangan Tambahan

1. Kata sandang ال (alif lam maʽrifah) ditransliterasi dengan al-, misalnya

al-dzimmah. Kata sandang (الذمة) al-ātsār dan (اآلثار) ,al-jizyah (الجزية)

ini menggunakan huruf kecil, kecuali bila berada pada awal kalimat.

2. Tasydīd atau syaddah dilambangkan dengan huruf ganda, misalnya al-

muwaṭṭāʽ.

Page 12: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

ix

3. Kata-kata yang sudah menjadi bagian dari bahasa Indonesia, ditulis

sesuai dengan ejaan yang berlaku, seperti al-Qur’an, Hadis dan

lainnya.

Page 13: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Terorisme1 merupakan suatu kegiatan ekstrim yang dapat merenggut nyawa

banyak orang dan sangat merugikan berbagai pihak. Aksi terorisme yang semakin

mencuat satu dekade terakhir mendorong berbagai elemen masyarakat dunia

mencari jalan penyelesaiannya. Berbagai studi dan penelitian dilakukan untuk

menelusuri faktor yang melatarbelakangi aksi terorisme yang muncul hampir di

seluruh dunia. Beberapa peneliti mengatakan bahwa faktor penyebab terjadinya

terorisme adalah ideologi atau agama.2 Dalam hal ini agama Islam seringkali

dituduh sebagai pemicu dan pelaku berbagai aksi teror tersebut. Terutama saat

dunia dihebohkan dengan terjadinya serangan teror WTC di Amerika Serikat.

Jika dilihat sejarah terorisme dunia, ternyata gerakan terorisme yang

bermotifkan agama dan ideologi ialah yang paling banyak terjadi. Hal ini

berdasarkan laporan Patterns of Global Terrorism 2000 yang dikeluarkan

pemerintah Amerika Serikat. Dalam laporan ini disebutkan bahwa terdapat 43

kelompok teroris internasional utama yaitu: 1) 27 kelompok, diantaranya sub

kelompok religius fanatik yang terdiri dari 18 kelompok Islam, 8 kelompok Kristen

(Katolik), dan 1 kelompok menganut sekte Aum; 2) 12 sub kelompok berbasis

1 Menurut Walter Laqueur, terorisme merupakan penggunaan kekuatan secara tidak sah

untuk mencapai tujuan-tujuan politik. Target terorisme adalah masyarakat sipil yang tidak bersalah.

Unsur utama terorisme adalah penggunaan kekerasan. Lihat Laqueur Walter, The Age of Terrorism,

Boston, MA : Little, Brown, 1987. Menurut Manullang A.C terorisme adalah suatu cara untuk

merebut kekuasaan dari kelompok lain, dipicu oleh banyak hal, seperti; pertentangan (pemahaman)

agama, ideologi dan etnis, kesenjangan ekonomi, serta tersumbatnya komunikasi masyarakat dengan

pemerintah, atau karena adanyapaham separatism dan ideolog fanatisme. Lihat Manullang A.C,

Menguak Tabu Intelijen Teror, Motif dan Rezim, Jakarta : Panta Rhei, 2001. 2 Imam Mustofa, "Terorisme: Antara Aksi dan Reaksi (Gerakan Islam Radikal sebagai

Respon terhadap Imperealisme Modern)." Religia 15.1 (2013), hlm. 66-67.

Page 14: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

2

ideologi, yaitu Marxisme dengan berbagai variasinya; 3) 4 sub kelompok etno-

nasionalisme.3 Dari data tersebut wajar bila ada sebuah penyudutan terhadap agama

Islam setelah terjadinya serangan terror WTC di Amerika Serikat.

Neil J. Smelser meluruskan hal ini. Beliau menyatakan dalam artikelnya

yang berjudul Terorisme: Antara Aksi dan Reaksi bahwa agama merupakan salah

satu faktor yang dapat menimbulkan gerakan terorganisir yang terlibat dalam

terorisme. Namun, aksi kekerasan dan terorisme yang dilakukan oleh sebagian umat

Islam bukan berarti kesalahan teks atau agama itu sendiri melainkan karena kurang

ketepatan pemeluknya dalam menginterpretasikan teks-teks dan ajaran agama

Islam. Di samping itu, tidak adanya kontekstualisasi terhadap interpretasi tersebut

juga ikut menyumbang “kesalahan” pada aksi implementasi teks dan ajaran agama

tersebut.4 Dalam Islam, gerakan ini biasa disebut dengan gerakan Islam radikal.

Ninin Prima Damayanti memperkuat hal ini, bahwa kemunculan gerakan

Islam radikal khususnya di Indonesia disebabkan oleh pemahaman umat Islam yang

totalistik, yang bersikap kaku dalam memahami teks-teks agama, sehingga mereka

cenderung menolak perubahan sosial. Misalnya, menolak sistem negara demokrasi,

sistem globalisasi, dan lain-lain.5 Imam Mustofa juga mengatakan bahwa ideologi

agama sedikit banyak berpengaruh terhadap munculnya aksi radikalisme. Teks-teks

agama yang ditafsirkan secara totalistik akan menimbulkan pandangan yang sempit

dalam beragama. Kebenaran agama menjadi barang komoditi yang dapat

dimonopoli. Ayat-ayat suci dijadikan justifikasi untuk melakukan tindakan radikal

3 Imam Mustofa, "Terorisme: Antara Aksi dan Reaksi”, h. 66-67. 4 Imam Mustofa, "Terorisme: Antara Aksi dan Reaksi”, h. 66-67. 5 Ninin Prima Damayanti, et al. "Radikalisme Agama Sebagai Salah Satu Bentuk Perilaku

Menyimpang: Studi Kasus Front Pembela Islam." Jurnal Kriminologi Indonesia 3.1 (2012), hlm.

48-49.

Page 15: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

3

dan kekerasan dengan alasan untuk menegakkan kalimat Tuhan di muka bumi ini.

Aksi radikalisme inilah yang sering mengarah ke arah aksi teror.6

Ali Mustafa Yaqub mengatakan dalam bukunya yang berjudul “Ijtihad,

Terorisme, dan Liberalisme” bahwa sebagian orang yang melakukan beberapa

tindakan anarkis dan teror di berbagai belahan dunia mengklaim bahwa tindakan

mereka tersebut merupakan bagian dari jihad7, padahal interpretasi terhadap makna

jihad yang mereka lakukan masih berada di luar kebenaran syariat. Contohnya

seperti gerakan Jamaah Islamiyah (JI) yang sebagian anggotanya dituduh berada

dibalik aksi-aksi pengeboman di Indonesia dan negara lainnya. Aksi terbesarnya

adalah pengeboman yang terjadi si pulau Bali Indonesia pada 2002. Ali Mustafa

mengatakan “kami mendengar langsung dari beberapa anggota JI yang telah keluar

dari organisasinya itu, bahwa teman-teman mereka melakukan aksi-aksi terorisme

karena berijtihad setelah membaca terjemah al-Qur’an bahasa Indonesia, yang

berisi perintah Allah kepada kaum muslimin untuk membunuh orang-orang kafir

dimana saja mereka berada”.8 Sebagaimana Allah berfirman dalam QS. al-Baqarah

[2]: ayat 191:

منالقتلواق ت لوه نةأشد محيثثقفتموهموأخرجوهممنحيثأخرجوكموالفت “Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah

mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu

lebih besar bahayanya dari pembunuhan”.

Tindakan ini merupakan satu contoh sikap kaku dalam memahami ayat al-

Qur’an yang dapat mengakibatkan tindakan radikal. Padahal dalam ayat ini, Allah

memerintahkan untuk memerangi orang kafir jika mereka memerangi orang muslim

6 Imam Mustofa, "Terorisme: Antara Aksi dan Reaksi, hlm.68. 7Ali Mustafa Yaqub, Ijtihad, Terorisme, dan Liberalisme (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2012),

hlm. 46. 8 Ali Mustafa Yaqub, Ijtihad, Terorisme, dan Liberalisme, hlm. 50-52.

Page 16: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

4

terlebih dahulu. Sebagaimana dijelaskan dalam ayat sebelumnya (QS. al-Baqarah [2]:

ayat 190):

المعتدينو ليب الله الهذيني قاتلونكمولت عتدواإنه قاتلوافسبيلالله

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi)

janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak

menyukai orang-orang yang melampaui batas”.

Selain ayat-ayat al-Qur’an di atas, terdapat hadis Nabi yang digunakan oleh

Imam Samudera9 sebagai salah satu legitimasinya melakukan aksi Bom Bali pada

tahun 2000, 10 hadis tersebut adalah sebagai berikut:11 ي قولوا:لإله مالهون فسهأمرتأنأقاتلالنهاسحته ،فمنقالاف قدعصممن الله إله

بقه،وحسابهعلىالله12 إله“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka

mengucapkan Lā Ilāha illa Allāh (masuk Islam). Siapa yang mengucapkan

Lā Ilaha illa Allāh, maka harta dan jiwanya terpelihara dariku, kecuali

dengan haknya, dan perhitungannya diserahkan kepada Allah.”

Selain hadis di atas, terdapat pula hadis yang berisi perintah Rasul untuk

membunuh. Adapun orang-orang yang Rasul perintah untuk dibunuh diantaranya;

‘Abū Rāfi’,13 Ka’ab bin Asyraf,14, ‘Abdullāh bin Khaṭṭal15 dan lain-lain. Mereka

yang mengaku telah berijtihad pada dalil-dalil ini ternyata tidak mengetahui bahasa

Arab, ilmu al-Qur’an, dan perangkat ijtihad lainnya.

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa pengkajian ulang terhadap hadis-

hadis perintah membunuh menjadi sangat penting agar dapat dipahami latar

9 Nama aslinya ialah Abdul Aziz, lelaki kelahiran Banten, 14 Januari 1969, merupakan

salah seorang tersangka utama dalam kasus Bom Bali 2000. Pada tahun 2008, ia terpidana mati

sebab kasus tersebut. 10 Imam Samudra, Aku Melawan Teroris, Solo: al-Jazeera, 2004, hlm. 125-130. 11 Ali Mustafa Yaqub, Ijtihad, Terorisme, dan Liberalisme, hlm.54. 12 Abū al-Husain Muslimal-Hajjāj al-Qushairi al-Naisaburi, Shahīh Muslim, Riyaḍ : Dār

al-Salām, 1998, hlm.32. 13 Abū Abdillah Muhammad bin Ismaīl Al-Bukhāri, Shahih al-Bukhari, (Riyaḍ : Dār al-

Salām, 1998), hlm. 682. 14 Abū Abdillah Muhammad bin Ismaīl Al-Bukhāri, Shahih al-Bukhari,hlm.682. 15 Abū Abdillah Muhammad bin Ismaīl Al-Bukhāri, Shahih al-Bukhari, hlm.503.

Page 17: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

5

belakang dari perintah Nabi Muhammad Saw untuk membunuh. Karena perintah

membunuh berbenturan dengan nilai-nilai Islam dan kemanusiaan saat ini, dalam

mengkaji hadis-hadisnya perlu melihat kondisi sosial pada masa Nabi Saw

disandingkan dengan kondisi sosial pada masa sekarang. Dalam penelitian ini

penulis mengunakan analisis pemahaman hadis yang mempertimbangkan majaz,

takwil, ‘illat, geografi, budaya Arab, kondisi sosial, dan al-asbab al-wurūd (latar

belakang) dalam Hadis. Upaya ini dilakukan untuk memperoleh pemahaman hadis

yang utuh.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Dari topik yang dibahas di atas, ada beberapa masalah yang dapat

diidentifikasi, diantaranya:

a. Adanya perdebatan dikalangan ulama seputar maksud lafadz Uqātil

dan Uqtul dari hadis perintah membunuh.

b. Hadis-hadis perintah membunuh merupakan hadis yang perlu untuk

dipahami secara tekstual maupun kontekstual.

c. Hadis perintah membunuh merupakan hadis yang perlu diteliti baik

secara sanad maupun matan, agar dapat diketahui kesahihan hadis

tersebut.

d. Hadis perintah membunuh merupakan hadis-hadis yang kerap

dijadikan legitimasi golongan teroris, namun perlu diketahui

pemahaman para teroris dalam memahami hadis perintah membunuh.

Page 18: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

6

e. Hadis perintah membunuh muncul dan memiliki pengaruh pada

zaman Nabi. Apa peran Nabi saat mengemukakan perintah

membunuh tersebut.

2. Batasan Masalah

Dari beberapa masalah yang telah diidentifikasi di atas, maka pembahasan

hadis perintah membunuh pada penelitian ini akan dibatasi pada pemahaman

tekstual dan kontekstual hadis saja. Hadis-hadis perintah membunuh yang akan

dibahas juga dibatasi hanya pada hadis-hadis perintah membunuh manusia yang

terdapat pada kitab Ṣahīh Bukhāri dan Ṣahīh Muslim. Mengingat bahwa kedua kitab

ini merupakan kitab Hadis yang memenuhi syarat kesahihan Hadis.16 Sehingga

penulis tidak mencantumkan pembahasan takhrīj al-hadīs dalam penelitian ini.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan di atas, penulis fokus pada satu rumusan masalah,

yaitu: Bagaimana pemahaman tekstual dan kontekstual hadis perintah membunuh

berdasarkan metode Ma’āni al-Hadīs Ali Mustafa Yaqub?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pemahaman tekstual dan kontekstual hadis perintah

membunuh.

2. Untuk memenuhi syarat studi sebagai sarjana S1 UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat diantaranya :

16 M. Syuhudi Ismail. Kaidah Kesahihan Sanad Hadis: Telaah Kritis dan Tinjauan Kritis

dengan Pendekatan Ilmu Sejarah, Jakarta: Bulan Bintang, 2014, hlm.12.

Page 19: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

7

1. Memberikan sumbangsih dalam wacana pemikiran untuk mewujudkan

semangat akademik, khususnya pada ilmu pengetahuan.

2. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam

menginterpretasi perintah membunuh dalam hadis secara khusus, dan teks

keagamaan secara umum.

3. Bagi bangsa dan negara, penelitian ini diharapkan mampu memberikan

kontribusi terhadap problematika perintah membunuh/ perang/ jihad, serta

menawarkan solusi yang mampu membantu untuk mengurangi

kesalahpahaman tentang kemanusiaan dan keagamaan, khususnya Islam.

4. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan mampu membuka cakrawala

penulis tentang aktualisasi hadis dalam masyarakat, sehingga berguna

dalam interaksi sosial.

D. Kajian Pustaka

Untuk mendudukkan posisi penelitian ini, penulis akan menghadirkan

beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan kajian ini. Beberapa studi

terdahulu yang dianggap relevan dengan kajian ini antara lain:

Sebuah artikel tahun 2012 yang berjudul Meninjau Hukuman Mati bagi

Murtad (Kajian Hadis Tematik) karya M Robith Fuadi Abdullah. Jurnal ini

membahas hadis-hadis hukuman mati terhadap pelaku murtad. Kemudian

disimpulkan bahwa hukuman mati bagi orang murtad tidak bisa dipahami secara

harfiah, sehingga orang murtad yang boleh dihukum mati ialah mereka yang

memerangi Allah dan Rasulnya.17 Perbedaannya dengan penelitian penulis, M

17 M.Robith Fuadi Abdullah, “Meninjau Hukuman Mati Bagi Murtad (Kajian Hadits

Tematik).”de Jure 4.1 (2012), hlm.24.

Page 20: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

8

Robith Fuadi hanya fokus pada pembahasan hadis hukuman mati bagi orang

murtad, sedangkan penulis fokus pada hadis-hadis perintah membunuh.

Sebuah Tesis tahun 2012 yang berjudul Hukuman Mati terhadap Pelaku

Tindak Pidana Terorisme Perspektif Fiqh Jinayah karya Ahmad Zainut Tauhid.

Tesis ini membahas undang-undang anti terorisme yang kemudian dianalisa dalam

fiqh al-jinayah dan memberikan kesimpulan bahwa hukuman mati boleh diterapkan

dalam keadaan tertentu.18 Perbedaannya dengan penelitian penulis, Ahmad Zainut

Tauhid fokus pada pembahasan hukuman mati bagi pelaku terorisme dalam

perspektif fiqh al-jinayah, sedangkan penulis fokus pada pembahasan hadis-hadis

perintah membunuh dengan pendekatan ma’āni al-hadīs.

Sebuah Tesis tahun 2012 yang berjudul Hukuman Mati Orang Murtad

dalam Hadits (Aplikasi Hermeneutika Hadits Fazlur Rahman) karya Acep

Husbanul Kamil. Penelitian ini membahas hadis-hadis hukuman mati bagi orang

murtad dengan menggunakan pendekatan hermeneutika Fazlur Rahman dan

bagaimana relevansi hukuman mati bagi orang murtad terhadap kebebasan

beragama dalam konteks kekinian. Kesimpulan tesis ini ialah bahwa orang murtad

yang wajib dibunuh ialah mereka yang membawa bencana besar untuk orang

muslim. Jika pelaku murtad tidak membawa bencana demikian, maka ia hanya

dijatuhkan hukum perdata.19 Perbedaannya dengan penelitian penulis, Acep

Husbanul Kamil fokus pada pembahasan hadis hukuman mati bagi orang murtad

18Ahmad Zainut Tauhid, Hukuman Mati terhadap Pelaku Tindak Pidana Terorisme

Perspektif Fiqh Jinayah. (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan

Kalijaga Yogyakarta, 2012), hlm.ii. 19 Acep Husbanul Kamil, Hukuman Mati Orang Murtad dalam Hadits(Aplikasi

Hermeneutika Hadits Fazlur Rahman). (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri

Sunan Walisongo Semarang, 2012), hlm.ix.

Page 21: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

9

dengan pemahaman hermeneutika, sedangkan penulis fokus pada pembahasan

hadis-hadis perintah membunuh dengan pendekatan ma’ani al-hadis.

Sebuah Tesis pada tahun 2014 yang berjudul Hadits Hukuman Mati

(Pendekatan Sistem Sosial Talcott Parsons) karya Mu’jizad Abdurrazak. Penelitian

ini ditulis untuk mengungkap hukuman mati yang terkadung dalam hadis Nabi

menggunakan paradigma sistem sosial Talcott Parsons yang mengemukakan

bagaimana sebuah sistem terus memiliki fungsi. Lebih lanjut, analisis ini melihat

bagaimana hukum yang memiliki fungsi untuk mengikat elemen-elemen dalam

sebuah sistem. Cara pandang fungsionalis ini memaknai persoalan hukuman mati,

bukan terletak pada apakah hukuman ini masih relevan atau tidak, tetapi lebih

kepada fungsi mengapa hukuman mati ini termaktub khususnya dalam teks hadis

umat Islam. Penelitian ini menyimpulkan bahwa hadis dan kandungan hukuman

matinya merupakan syarat partikular yang terintegrasi dalam satu keseluruhan

sistem, apabila syarat ini dihilangkan, maka yang terjadi adalah goyahnya sebuah

sistem.20 Perbedaannya dengan penelitian penulis, Mu’jizad Abdurrazak fokus pada

pembahasan hadis-hadis hukuman mati melalui pendekatan sistem sosial Talcott

Parsons, sedangkan penulis fokus pada pembahasan hadis-hadis perintah

membunuh dengan pendekatan ma’āni al-hadīs.

Sebuah artikel pada tahun 2015 yang berjudul Hadits Man Baddala Dinahu

Faqtuluhu Teori Semiotika Komunikasi Hadits, karya Benny Afwadzi merupakan

kajian yang terpusat pada pembahasan semiotika hadis Man baddala Dīnahu

Faqtulūhu. Melalui pembacaan semiotika Umberto Eco, ia menyimpulkan bahwa

20 Mu’jizad Abdurrazak, “Hadis Hukuman Mati (Pendekatan Sistem Sosial Talcott

Parsons)” (Tesis S2 Fakultas Agama dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Yogyakarta, 2014), hlm.viii.

Page 22: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

10

kata faqtulūhu dalam hadis merujuk pada makna “memperingatkan dia”, dan bisa

juga bermakna “memberikan nasihat kepadanya”. Adapun tafsiran selanjutnya

menjadi “menghormati dia”. Tafsiran yang terakhir dianggap cukup masuk akal dan

banyak memberikan kontribusi besar bagi kehidupan konteks modern.21

Perbedaannya dengan penelitian penulis, Benny Afwadzi fokus pada pembahasan

hadis hukuman mati bagi orang murtad melalui pendekatan semiotika, sedangkan

penulis fokus pada pembahasan hadis-hadis perintah membunuh dengan

pendekatan ma’ani al-hadis.

Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan metode Ma’āni al-Hadīs

Ali Mustafa Yaqub dalam memahami hadis-hadis perintah membunuh.

Berdasarkan studi terdahulu yang penulis temukan, belum ada kajian tentang hadis-

hadis perintah membunuh dengan menggunakan metode Ma’āni al-Hadīs Ali

Mustafa Yaqub.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Metode penelitian atau metode ilmiah adalah prosedur atau langkah-

langkah dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah atau ilmu.22 Dalam penelitian,

banyak metode dan pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan. Menurut

Sutama, terdapat dua macam pendekatan dalam penelitian, yaitu pendekatan

kuantitatif dan pendekatan kualitatif.23 Dalam hal ini, penulis menggunakan

pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang

21 Benny Afwadzi, "Hadis Man Baddala Dinahu Faqtuluhu”: Telaah Semiotika Komunikasi

Hadis." Esensia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin 16.2 (2015), hlm.135. 22 Suryani, Metodologi Penelitian; Model Prakatis Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif

(Universitas Pendidikan Indonesia, 2010), hlm.20. 23 Sutama, Metode Penelitian Pendidikan, (Surakarta: Fairuz Media, 2010), hlm.15.

Page 23: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

11

menghasilkan data deskriptif yang berlaku bagi pengetahuan humanistic atau

interpretative yang secara teknis penekanannya lebih pada teks.24

Lebih lanjut dalam melakukan pengkajian dan penelitian yang berkenaan

dengan metode Ma’āni hadis-hadis perintah membunuh, penulis menggunakan

jenis penelitian kepustakaan (library research), dengan rincian sebagai berikut:

a. Menggali sejarah turun dan berkembangnya hadis-hadis perintah

membunuh pada zaman Nabi Saw.

b. Menggali pendapat para Ulama pensyarah hadis yang masyhur seperti

Ibn Hajar al-Asqalani dalam kitabnya Fath al-Bāri bi Syarh Sahīh al-

Bukhāri, al-Nawawī dalam kitabnya Sahīh Muslim bi Syarh al-Nawawī,

dll.

c. Mengkaji lebih dalam hadis-hadis perintah membunuh dengan

menggunakan metode Ma’āni al-Hadīs.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian kepustakaan ini terbagi menjadi dua, yaitu

sumber primer (primary resources) dan sumber pendukung (secondary resources)

yang seluruhnya adalah teks.25

a. Sumber Primer

Sumber primer yang akan dijadikan rujukan dalam penelitian ini

adalah referensi-referensi yang mampu menunjukkan data secara

komprehensif tentang tercantumnya perintah membunuh dalam hadis-

hadis jinayah, diantaranya: al-Kutub al-Sittah : 1) Ṣahīh al-Bukhāri 2)

24 Robert Bogdan & Steven J. Taylor, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif Suatu

Pendekatan Fenomenologi terhadap Ilmu Sosial, terj. Arief Furchan (Surabaya: Usaha Nasional,

1992) hlm.12. 25 Muhammad Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998) hlm.39.

Page 24: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

12

Ṣahīh Muslim 3) Sunan al-Nasā’i 4) Sunan Ibn Mājah 5) Sunan al-

Tirmidzī 6) Sunan Abū Dāwud. Kitab-kitab Syarah Hadis: Fath al-

Bāri (Syarah Ṣahīh al-Bukhāri), Syarh al-Nawawī (Syarah Ṣahīh

Muslim), dll . Selain itu digunakan pula kitab yang membahas khusus

metode Ma’āni al-Hadīs Ali Mustafa Yaqub yang berjudul al-Ṭuruq

al-Ṣahīhah fī Fahmi al-Sunnah al-Nabawiyyah.

b. Sumber Sekunder

Adapun sumber sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku hadis

dan tafsir, baik klasik maupun kontemporer; buku-buku yang

membahas fundamentalisme dan radikalisme, khususnya dalam

Islam; buku-buku yang membahas hukum pidana dalam Islam, baik

yang ditulis oleh orang Islam sendiri ataupun dari non Islam; buku-

buku yang menjelaskan metode Ma’āni al-Ḥadīs.

Selain itu rujukan yang menjadi sumber sekunder adalah karya-karya atau

monografi hasil penelitian yang membahas metode Ma’āni al-Ḥadīs. Demikian

pula karya-karya yang terkait dengan tafsir, hadis, hermeneutika, sejarah, filsafat,

sosiologi, psikologi, maupun kamus yang dapat digunakan untuk menopang dan

mempertajam analisis penelitian ini.

3. Metode Pengumpulan Data

Dalam hal pengumpulan data, penulis menggunakan teknik studi pustaka,

yaitu mengumpulkan literatur-literatur yang terkait dengan penelitian yang akan

dibahas dengan menganalisa, mentelaah dan mengkaji literatur-literatur tersebut.

Pengumpulan data juga akan dilakukan dengan mentakhrij hadis melalui

metode bi al-lafdzi, yakni pencarian ḥadīs yang menggunakan bantuan sebagian

Page 25: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

13

lafadz hadis dalam matan hadis perintah membunuh. Adapun kitab yang dijadikan

rujukan adalah al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfādz al-Ḥadīs al-Nabawī karya tim

orientalis yang diketuai oleh AJ. Wensinck dan ‘Abd al-Bāqi sebagai

komentatornya. Penulis mengambil hadis-hadis dari beberapa kitab-kitab induk

hadis. Penulis juga menggunakan Maktabah Syāmilah untuk mempermudah dalam

pencarian data.

4. Metode Pengolahan dan Analisa Data

Setelah data terkumpul, penulis melakukan beberapa langkah dalam upaya

mengolah dan menganalisis data.

a. Mengkategorisasi pesan-pesan Rasul yang terkandung dalam hadis.

b. Setelah melakukan kategorisasi, langkah selanjutnya penulis

mendeskripsikan secara sistematis dengan menggunakan pendekatan

teks dan konteks dalam meneliti hadis-hadis perintah membunuh.

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yaitu suatu bentuk penelitian yang

meliputi pengumpulan data kemudian dianalisis. Pelacakan data dimulai dari

sumber primer yakni kitab syarah hadis yang membahas tentang perintah

membunuh.

Adapun metode untuk menganalisa matan hadis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode pemaknaan hadis yang ditawarkan oleh Ali Mustafa

Yaqub26 yang secara ringkas telah mencakup metode-metode yang ditawarkan oleh

pakar studi hadis. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

26Ali Mustafa Yaqub, al-Ṭuruq al-Ṣahīhah fī Fahmi al-Sunnah al-Nabawiyyah (Jakarta:

Pustaka Firdaus, 2014), hlm.1-7.

Page 26: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

14

1. Majaz dalam Hadis

Dalam memahami teks berbahasa Arab, terkadang ditemukan makna

yang sebenarnya (hakiki atau denotatif) dan terkadang ditemukan makna

kiasan (majazi atau konotatif). Teks Hadis masuk dalam kategori teks

bahasa Arab, sehingga maknanyapun terkadang denotatif dan konotatif.

Jika yang dimaksud dalam Hadis adalah makna konotatif, maka tidak

diragukan bahwa makna yang dimaksud dalam hadis tersebut bukan yang

denotatif, sehingga tidak perlu mengamalkannya dengan makna denotatif.

Apabila diamalkan dengan makna denotatif, maka hal ini masuk dalam

pemahaman hadis yang salah, meskipun tidak termasuk dalam kesesatan.

2. Takwil dalam Hadis

Al-Ta’wil merupakan bentuk Masdar dari awwala- yu’awwilu-ta’wil.

Secara etimologi, takwil adalah al-tarji’ yang berarti pengembalian. Dalam

kitab-kitab bahasa, kata takwil berkisar pada dua pengertian. Pertama,

takwil bermakna al-aqibah wa al-marja’ wa al-mashir (akibat, tempat

rujukan, dan tempat kembali). Kedua, takwil bermakna al-tafsir wa al-

bayan (tafsir dan penjelasan). Menurut Ibn al-Atsir (w.606 H) dalam

kitabnya al-Nihayah, takwil adalah mengalihkan teks lafadz dari makna

asalnya (eksplisit) kepada makna yang memerlukan suatu indikasi yang jika

indikasi ini tidak ada, maka tidak perlu mengabaikan makna eksplisit dari

teks tersebut.

Dalam teks Hadis, Hadis yang ditakwil adalah Hadis yang tidak dapat

dipahami dengan makna eksplisit (tekstual), melainkan dengan makna lain.

Page 27: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

15

3. ‘Illat dalam Hadis

Hadis Nabi terkadang berbentuk perintah, larangan, atau berupa

lafadz yang semakna dengan perintah dan larangan. Perintah atau larangan

dalam Hadis kadangkala disebutkan illatnya (illat eksplisit atau

manṣushah), dan kadangkala tidak disebutkan illatnya (illat implisit atau

mustanbaṭah). Maka illat di sini bukan illat dalam ilmu Hadis yang menjadi

salah satu faktor penyebab kedaifan Hadis. Tetapi yang dimaksud di sini

adalah illat menurut Ilmu Ushul Fiqh.

Illat menurut mayoritas ulama Ushul Fiqh adalah sifat dzahir yang

dapat dipedomani dan menjadi pendeteksi hukum. Dalam redaksi lain

diartikan suatu sifat yang keberadaannya menyebabkan adanya hukum, dan

ketiadaannya menyebabkan tidak adanya hukum.

Secara umum, illat manshushah (eksplisit) tidak menyebabkan

adanya perbedaan pendapat di antara Ulama. Beda halnya dengan illat

mustanbathah (implisit). Sebab illat ini terkadang menyebabkan para Ulama

berbeda pendapat mengenai maksud Hadis yang illatnya tidak disebutkan

dalam teksnya. Oleh karena itu, tidak ada perbedaan pendapat dalam

memahami maksud Hadis yang menyebutkan illatnya.

Perbedaan pendapat dalam hal ini baru tampak ketika ada pendapat

perbedaan riwayat di dalam Hadis. Sebagian Ulama menggunakan riwayat

Hadis yang memuat illat (manṣushah) di dalamnya, sementara sebagian

Ulama yang lain menggunakan riwayat Hadis yang tidak menyebutkan illat

di dalamnya.

Page 28: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

16

4. Geografi dalam Hadis

Tidak ada perbedaan pendapat di antara para Ulama bahwa geografi

bukan termasuk salah satu sumber hukum Islam. Namun demikian,

geografi yang merupakan ilmu peta bumi dapat membantu seorang

muslim dalam memahami Hadis Nabi. Seorang muslim yang tidak

mengetahui geografi terkadang keliru dalam memahami beberapa

Hadis. Tidak diragukan bahwa geografi merupakan hal yang diperlukan

dalam memahami Hadis.

5. Budaya Arab dalam Hadis

Allah Swt berfirman:

وماآتكمالرهسولفخذوهوماناكمعنهفان ت هوا“ Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka ambillah. Dan apa

yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.”

Dalam ayat ini, Allah Swt memerintahkan kaum mukminin untuk

mengambil apa yang datang dari Rasulullah Saw, baik dalam hal syariat

maupun agama, atau dalam hal urusan dunia berupa budaya dan muamalah.

Hal ini karena lafadz “ma” pada ayat di atas mengandung arti umum.

Namun ayat ini tidak selamanya bersifat umum, karena ada riwayat lainnya

dari Rasulullah Saw yang mengkhususkan keumuman ayat tersebut.

Imam Muslim berkata: “Bab Wujub Imtitsal Ma Qalahu Rasulullah

Sallallahu ‘alaihi wa Sallam Syar’an, Ma Dzakarahu Min Ma’ayisy al-

Dunya ‘ala Sabil al-Ra’yi (Bab Kewajiban Mengikuti Sabda Nabi yang

berkaitan dengan Syariah, Bukan Pernyataan Beliau tentang Kehidupan

Dunia menurut Pendapatnya).

Page 29: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

17

Imam Nawawi (w. 676 H) menjelaskan bahwa: “Menurut para Ulama,

sabda Nabi berupa : “ra’yi” adalah berupa urusan dunia dan kehidupannya,

bukan tentang syariat Islam”. Maka yang wajib diambil dari Rasulullah Saw

adalah hanya dalam urusan agama saja. Sedangkan di luar masalah agama,

misalnya berkaitan dengan budaya Arab atau tentang kehidupan dunia

berdasarkan pendapat beliau, maka seorang muslim boleh mengambil atau

tidak.

6. Kondisi Sosial dalam Hadis

Di antara perangkat yang dapat membantu kita dalam memahami Hadis

adalah mengetahui kondisi sosial yang terjadi saat Rasulullah

menyampaikan sabdanya. Kondisi sosial pada masa Nabi terkadang berbeda

dengan kondisi sosial pada masa sekarang ini. Oleh karena itu, Hadis yang

berkaitan dengan kondisi saat itu tidak boleh dipraktikkan dan diamalkan

secara harfiah (tekstual) pada kondisi saat ini jika kondisi sosialnya

berbeda. Jika tetap dipraktikkan, maka kesinpulan hukumnya tidak tepat,

bahkan dapat menyalahi Sunnah Nabi.

7. Al-Asbab al-Wurūd Hadis (Latar Belakang Hadis)

Di antara perangkat yang dapat membantu kita dalam memahami Hadis

adalah sabab al-wurud al-hadis (latar belakang Hadis). Jika dalam ayat al-

Qur’an terdapat al-asbab al-nuzul, maka dalam Hadis terdapat al-asbab al-

wurud. Mengetahui latar belakang suatu hadis dapat membantu untuk

mengetahui maksud Hadis tersebut. Imam Ibn Taimiah (w. 728 H) berkata:

“Mengetahui tentang sabab al-nuzul dapat membantu untuk memahami ayat

al-Qur’an. Karena sesungguhnya dengan mengetahui al-sabab (faktor

Page 30: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

18

penyebab) dapat melahirkan pengetahuan terhadap al-musabbab (faktor

yang dihasilkan atau akibat). Terkadang Hadis belum bisa dipahami kecuali

setelah mengetahui al-asbab al-wurud Hadis tersebut. Oleh karena itu, al-

asbab al-wurud Hadis menjadi perangkat yang diperlukan dalam

memahami Hadis Nabi.

5. Teknik Penulisan

Dalam penelitian ini, saya berpedoman pada Pedoman Penulisan Skripsi

pada buku Pedoman Akademik Program Strata 1 2012/2013. Transliterasi yang

dipakai dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada Romanisasi Standar Bahasa

Arab (Romanization of Arabic) yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1991 dari

American Library Association (ALA) dan Library Congress (LC).

F. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab. Pada bab pertama akan dibahas

latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian

pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Pada bab kedua akan dibahas landasan teori dari penelitian, bagian ini terdiri

dari dua pembahasan, pembahasan pertama membahas tentang “Hadis”, mencakup

tiga cabang pembahasan yaitu tentang perkembangan posisi hadis, sejarah

penggunaan hadis, dan pembahasan penggunaan dan penyalahgunaan hadis-hadis.

Pembahasan kedua membahas tentang “Qatl”, pembahasan ini terdiri dari dua

cabang pembahasan, yaitu definisi qatl dan sejarah qatl dalam Islam.

Pada bab ketiga akan dibahas pemahaman hadis perintah membunuh, terdiri

dari dua pembahasan, pertama, membahas tentang “Ilmu Ma’ani al-Hadis”, kedua,

Page 31: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

19

membahas tentang analisis pemahaman tekstual dan kontekstual hadis-hadis

perintah membunuh

Pada bab keempat akan dibahas pendapat ulama fiqh tentang hadis-hadis

perintah membunuh.

Pada bab kelima atau terakhir adalah penutup berupa kesimpulan dan saran.

Page 32: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

20

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Hadis

1. Perkembangan Posisi Hadis

Hadis merupakan sumber hukum kedua dalam Islam setelah Al-Quran. Pada

awalnya, hadis tidak memiliki posisi yang signifikan dalam hukum Islam.1 Hadis

Nabi hanya digunakan sebagai referensi aktifitas tekstual yang berlangsung pada

abad 1 H sampai dengan awal abad 2 H.2 Kemudian atas inisiatif Imam al-Syāfi’i

(204 H), hadis dimasukkan dalam struktur bangunan referensi Hukum Islam secara

resmi. Hal ini didasari oleh kebutuhan terhadap hadis dalam dunia praktek

keagamaan dan hukum.3

Kebutuhan terhadap hadis pada perkembangan selanjutnya hingga hari ini

berkembang tidak hanya pada praktek keagamaan, tapi merambah pada kebutuhan

legitimasi untuk setiap aspek kehidupan, termasuk di dalamnya persoalan sehari-

hari. Selain itu, hadis telah menjadi alat justifikasi bagi setiap tindakan yang orang

lakukan. Artinya, setiap perilaku sehari-hari, gaya berpakaian, apalagi praktek

keagamaan harus bersumber dari hadis, terutama hadis-hadis sahih. Pada saat yang

bersamaan, seseorang atau pihak yang tidak mendasari perbuatan dan pemikirannya

dengan hadis, dianggap sebuah penyimpangan. Persoalan yang muncul kemudian

adalah hadis yang awalnya tidak digunakan sebagai referensi hukum, kemudian

1Fathiddin Beyanouni, “Ḥadīth and its Principles in the Early Days of Islam a Critical

Study of a Western Approach” (University of Glasgow, 1994), hlm. 20. 2Wael B. Hallaq, The Origins and Evolution of Islamic Law (Cambridge: Cambridge

University Press, 2005), hlm. 66-67. 3Aisha Y Musa, “Al-Shāfiʻī, the Ḥadīth, and the Concept of the Duality of

Revelation,”Islamic Studies46:2 (2007): 163-197. Lihat Juga Aisha Y. Musa, Ḥadīth as a Scripture

(New York: Palgrave Macmillan, 2008), 2 dan 31. Wael B. Hallaq, “Was Al-Shāfiʻī the Master

Architect of Islamic Jurisprudence?”International Journal of Middle East Studies, No. 25 (1993):

592-593.

Page 33: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

21

berkembang menjadi sebuah referensi yang diperlakukan otoriter oleh beberapa

kelompok keagamaan.4

Fenomena yang disebutkan di atas diistilahkan oleh Rifqi Muhammad

Fatkhi sebagai paradigma hadis, yaitu kecenderungan masyarakat untuk

menggunakan hadis-hadis sahih semata, tanpa mempertimbangkan keberlakuan

dan penggunaan hadis tersebut pada generasi awal.5 Artinya, sebuah perilaku

keagamaan (ibadah) dapat dilakukan jika didasari oleh hadis, dan hanya bisa

diterima jika hadis tersebut memiliki kualitas sahih.6

Berbanding terbalik dengan paradigma ini, ada paradigma lain yang

kemudian disebut oleh Rifqi Muhammad Fatkhi dengan “paradigma fikih”.

Paradigma yang kedua ini berawal dari sejumlah fakta dalam khazanah keilmuan

dan keberagamaan umat Islam yang tidak serta merta mengamalkan sebuah hadis

meskipun memiliki kualitas sahih. Hadis sahih bisa diamalkan setelah ia

didialogkan dengan sejumlah kaidah-kaidah uṣūl seperti nāsikh-mansūkh, muṭlaq

muqayyad, ‘ām-khāṣ, mujmal-mubayyan, ḥaqīqah-majāz, musytarakah lafdẓiyyah-

ma’nawiyyah, dalālāt, mafhūm muwāfaqah-mukhālafah, ‘ibārat al-naṣ, dan

kaidah-kaidah uṣūl lainnya yang sangat menentukan makna dan keberlakuan

sebuah hadis. Paradigma ini pada gilirannya tidak meniscayakan hadis sahih untuk

diamalkan, betapapun sahihnya hadis tersebut. Misalnya al-Imām Mālik, beliau

tidak mengamalkan hadis khiyār dalam jual beli karena tidak ada dalam praktek

4 Rifqi Muḥammad Fatkhi, The Use and Not Use of Ḥadīth, Makalah disampaikan pada

Seminar Nasional “Radikalisme: Problem Pemahaman Teks Al-Qur’an dan Hadits” Fakultas

Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Ciputat, 4 November 2015, hlm.2. 5 Mereka yang menggunaan hadis-hadis sahih ini juga enggan memahami asbab al wurud

dan kondisi historisnya terlebih dahulu. 6 Rifqi Muḥammad Fatkhi, The Use and Not Use of Ḥadīth, Makalah disampaikan pada

Seminar Nasional“Radikalisme: Problem Pemahaman Teks Al-Qur’an dan Hadits” Fakultas

Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat, 4 November 2015, hlm.

6-7.

Page 34: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

22

penduduk Madinah (‘Amal Ahlu al-Madīnah), padahal hadis tersebut diriwayatkan

di dalam kitab Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Ṣaḥīh Muslim, Musnad Aḥmad, Sunan al-Tirmidzī,

Sunan al-Nasā’ī, dan Sunan Abī Dāwūd.7

Paradigma fikih ini belakangan tergeser secara masif oleh paradigma hadis

di atas. Menurut penulis, hal ini disebabkan oleh pola pikir masyarakat yang

cenderung praktis dalam memahami hadis. Paradigma hadis ini pada gilirannya

membentuk pola keberagamaan masyarakat Islam di Indonesia untuk hanya

melakukan aktifitas keagamaan jika didasari oleh hadis sahih. Bahkan mereka

cenderung menganggap pihak-pihak yang tidak menggunakan hadis sahih sebagai

pihak yang salah, menyimpang, bid’ah dan istilah-istilah sejenis lainnya.8 Karakter

inilah yang disebut oleh Greg Fealy sebagai karakter kelompok Islam radikal.9

2. Sejarah Penggunaan Hadis

Ketika pemerintahan dipegang oleh Bani Umayyah (41 H- 131 H), para

sahabat banyak yang pergi meninggalkan kota Madinah, menuju kota-kota yang

baru dibangun seperti Kufah, Mekkah, Baṣrah, Mesir dan Syam. Di ibu kota

tersebut mereka mengajarkan fikih, meriwayatkan hadis, dan mengembangkan

ajaran agama. Umat Islam di daerah tersebut pun berlomba-lomba untuk

mempelajari dan mendalami ilmu agama berupa fikih dan Hadis, sehingga banyak

melahirkan generasi yang mumpuni. Di antara mereka adalah Sa’īd bin al-

7 Rifqi Muḥammad Fatkhi, The Use and Not Use of Ḥadīth, Makalah disampaikan pada

Seminar Nasional “Radikalisme: Problem Pemahaman Teks Al-Qur’an dan Hadits” Fakultas

Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat, 4 November 2015, hlm.

7-8. 8 Rifqi Muḥammad Fatkhi, The Use and Not Use of Ḥadīth, Makalah disampaikan pada

Seminar Nasional “Radikalisme: Problem Pemahaman Teks Al-Qur’an dan Hadits” Fakultas

Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat, 4 November 2015, hlm.

9. 9 Greg Fealy, “Islamic Radicalism in Indonesia: The Faltering Revival?", Southeast Asian

Affairs, 2004, hlm.105.

Page 35: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

23

Musayyab (13 H- 94 H), Ibrāhim al-Nakha’i (46 H- 96 H), Amīr bin Suraḥbi (19

H- 103 H), Ṭaus bin Kaisan al-Yamānī (W 106 H), al-Ḥasan bin Jasar al-Biṣrī (W

110 H), dan ‘Aṭā’ bin Abi Rābah (27 H-110 H).10

Pada periode Umayyah ini, fikih mulai dipandang sebagai ilmu yang berdiri

sendiri, dan para ulama pun mulai saling berbeda pendapat. Di antara mereka ada

yang lebih dominan dalam menggunakan wahyu di samping akal atau ra’yi.

Sebagiannya lagi lebih dominan menggunakan ra’yi atau logika ketimbang wahyu.

Untuk itu, para ulama fikih pada masa ini terbagi kepada dua golongan, yaitu;

golongan Ahl al-Ra’yī dan golongan Ahl al-Ḥadīth.11

a. Ahlu al-Hadīth

Ulama golongan ini, dalam menyelesaikan persoalan fikih, lebih

dominan menggunakan hadis ketimbang akal atau ra’yi. Karenanya mereka

menjauhi penggunaan ra’yi dan baru akan menggunakannya bila dalam

keadaan yang sangat mendesak. Untuk itu kegiatan mereka banyak

dicurahkan untuk menghafal hadis-hadis dan fatwa para sahabat. Aliran ini

berkembang di daerah Hijaz. Di antara tokohnya adalah; Sa’īd bin al-

Musayyab (W 94 H), Amīr bin Syurahil al-Sya’by (W 104 H), dan lain-lain.

Adapun faktor penyebab aliran ini berkembang di Hijaz adalah;

1. Pengaruh dari para sahabat yang mengajarkan fikih di Hijaz, yang

notabene sebagai ahlu al-hadis. Misalnya, ‘Abdullāh bin‘Abbās,

‘Abdullāh bin‘Umar.

10Muḥammad ‘Alī al-Sayis, Tārīkh al-Fiqh al-Islāmī, (Maktabah wa Maṭbāh Muḥammad

‘Alī Ṣabih wa Aulāduhu), hlm.72-73. 11Lihat Muḥammad ‘Alī al-Sayis, Tarikh al-Fiqh al-Islāmī,hlm.72. Lihat juga Joseph

Schacht, Pengantar Hukum Islam, alih bahasa.Moh Said dkk.(Clarendom Pres.1977), hlm.40-50.

Page 36: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

24

2. Banyaknya jumlah sahabat yang berdomisili di daerah Hijaz, serta

merta Sunnah dan fatwa sahabat beredar dengan jumlah yang besar.

3. Di daerah Hijaz, jarang sekali terjadi peristiwa-peristiwa yang tidak

di dapati hukumnya di dalam al-Quran dan Hadis, serta fatwa-fatwa

sahabat, dikarenakan kehidupan masyarakat Hijaz pada saat itu hampir

tidak berbeda dengan masa sebelumnya.

b. Ahlu al-Ra’yī

Ulama golongan ini, dalam menyelesaikan persoalan fikih, lebih

mengedepankan atau lebih dominan menggunakan ra’yi ketimbang hadis.

Aliran ini muncul disebabkan oleh sedikitnya jumlah hadis yang beredar di

tempat fuqaha berada. Keadaan ini mendorong mereka untuk meneliti dan

mengkaji secara mendalam maksud-maksud syara’ dalam menetapkan

hukum. Aliran ini berkembang di daerah Irak. Adapun tokohnya yang

termasyhur adalah; ‘Alqamah bin Qais (W. 62 H), Ibrāhim bin Yazīd al-

Nakha’i (W. 95H).

Adapun faktor penyebab aliran ini berkembang di Irak ialah:

1. Pengaruh dari sahabat yang pertama mengajarkan fikih, yaitu

‘Abdullāh bin Mas’ūd, yang notabene bercorak ra’yi.12

2. Sedikitnya jumlah hadis dan fatwa sahabat yang beredar di Irak.

3. Banyaknya persoalan fikih yang muncul di daerah Irak.

12Khalīl, Rashād Ḥasan. ‘Abd al-Fataḥ ‘Abdullāh al-Barsumī. Tarīkh al-Tashrī’ al-Islāmī,

(Beirut: Dār al-Fikr, 1981), hlm.240.

Page 37: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

25

4. Daerak Irak merupakan pusat kegiatan politik, dan daerah tempat

berkembangnya aliran Khawarij dan Syī’ah, yang memicu munculnya

hadis-hadis palsu.

Pada pemerintahan Bani ‘Abbasiyyah (132 H- 656 H), lahirlah imam-imam

mujtahid yang profesional dari golongan Ahlu al-Hadis dan Ahlu al-Ra’yi. Di

antaranya ialah Imam Hanafi dari golongan Ahlu al-Ra’yi. Sedangkan Imam Mālik,

Syāfi’i, Hambali, dan Madzhab Ẓahiry merupakan Imam-imam dari golongan Ahlu

al-Hadis.13

3. Penggunaan dan Penyalahgunaan Hadis-Hadis

Sejak zaman Rasulullah hingga sekarang banyak sekali ragam masyarakat

dalam menggunakan hadis-hadis Nabi. Dari yang awalnya hanya sebagai referensi

aktifitas-aktifitasnya, kemudian hadis dijadikan legitimasi dan justifikasi dalam

kehidupan sehari hari. Contohnya ialah sebagai berikut:

a. Hadis sebagai Sumber Hukum Islam

Hadis tentang Mahar

ا معك ممن 14القرآنم اذهب، ف قد ملكتكها بم“Pergilah dan aku akan menikahkanmu dengan apa yang ada padamu

dari Al-Qur’an”.

Hadis ini dijadikan landasan oleh orang-orang ketika ingin menikahi

perempuan dan tidak memiliki mahar sebagaimana yang ditentutkan oleh Nabi.

Sabda Nabi بما معك من القرآن (apa yang ada padamu dari al-Qur’an) memiliki dua

13Lihat Joseph Schacht, hlm. 51-112. Lihat juga, Muḥammad ‘Alī al-Sayis, Tarīkh al-Fiqh

al-Islāmī, hlm. 91-110. Lihat juga Sya’bah Muḥammad Ismāil.al-Tashrī’ al-Islāmī Maṣādiruhu wa

Aṭwāruhu (Mesir: Maktabah al-Nadhah, 934), hlm.212-348. 14 Abū ‘Abdillāh Muḥammad bin Ismā’īl al-Bukhārī, Shahih al-Bukhārī,hlm.901.

Page 38: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

26

tafsiran di antara para ulama. Menurut al-Qāḍi ‘Iyāḍ, sabda Nabi ‘apa yang ada

padamu dari Al Qur’an‘memiliki dua tafsiran:15

1. Tafsiran yang lebih tepat, yaitu “apa yang bisa kamu ajarkan dari

al-Qur’an atau kadar tertentu dari al-Qur’an dan menjadikan pengajaran

tersebut sebagai mahar”. Tafsiran ini disebutkan juga oleh Malik, dan

dikuatkan juga oleh sebagian jalan yang shahih dari riwayat ini. Maka sang

suami wajib mengajarkan al-Qur’an sebagaimana sudah dijelaskan. Dan

dalam hadis Abu Hurairah disebutkan secara spesifik kadar ayat yang

diajarkan, yaitu 20 ayat.

2. Tafsiran yang memaknai huruf ba’ di sini dengan makna lam,

sehingga maknanya “karena sebab apa yang ada padamu dari al-Qur’an,

maka hafalan tersebut membuatmu mulia dan layak menikahi istrimu tanpa

mahar. Karena si suami adalah seorang penghafal al-Qur’an atau

menghafal sebagiannya”.

b. Hadis digunakan dalam Kehidupan Sehari-hari

Hadis Larangan Mencukur Jenggot

خالمفوا المشرمكمني أحفوا الشوارمب وأوفوا الل محى16“Selisilah orang-orang musyrik. Potong pendeklah kumis dan

biarkanlah jenggot”

Sebagian ulama cenderung memaknai hadis ini secara tekstual sesuai

dengan dzhahir hadis. Mereka berpendapat bahwa memotong kumis dan

memelihara jenggot adalah sebuah keharusan bagi umat Islam. Berdasarkan hadis

15Aḥmad bin ‘Alī Ibn Hajar Abū al-Fadl al-‘Asqalānī, Fatḥ al-Bārī Sharḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhāri,

(Beirut: Dār al-Ma’rifah), juz 9, hlm.212.

16Abū al-Ḥusain Muslim al-Hajjāj al-Qushayrī al-Naisabūrī, Ṣahīh Muslim, hlm.125

Page 39: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

27

tersebut, sebagian umat Islam berpendapat bahwa Nabi telah memerintahkan semua

kaum laki-laki untuk memangkas kumis dan memanjangkan jenggot. Mereka

memandang bahwa ketentuan itu merupakan salah satu kesempurnaaan dalam

mengamalkan ajaran Islam.17

Perintah Nabi tersebut memang relevan untuk orang-orang Arab, Pakistan,

dan lain-lain yang secara alamiah mereka dikaruniai rambut yang subur, termasuk

di bagian kumis dan jenggot. Tingkat kesuburan dan ketebalan rambut milik orang-

orang Indonesia tidak sama dengan milik orang-orang arab tersebut. Banyak orang

Indonesia yang kumis dan jenggotnya jarang. Atas kenyataan itu, maka hadis

tersebut harus dipahami secara kontekstual.18

c. Hadis digunakan sebagai Legitimasi Politik

Hadis Pemimpin Laki-Laki

19ق وم ولوا أمرهم امرأة ي فلمح ن ل “Tidak akan bahagia suatu kaum yang mengangkat sebagai pemimpin

mereka seorang wanita”.

Jumhur ulama memahami hadis ini secara tekstual, sehingga mereka

berpendapat bahwa berdasarkan petunjuk hadis tersebut, maka pengangkatan

wanita menjadi kepala negara, hakim pengadilan dan berbagai jabatan yang setara

dengannya dilarang. Mereka mengatakan bahwa wanita menurut petunjuk syara’

hanya diberi tanggungjawab untuk menjaga harta suaminya.20 Untuk memahami

hadis tersebut, perlu dikaji lebih dahulu keadaan yang sedang berkembang pada saat

17Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual; Telaah Ma`ani al-Hadis

Tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal dan Lokal, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), hlm.

68. 18Subhan. "Hadis Kontekstual (Suatu Kritik Matan Hadis)." Mazahib 10.2 (2012), hlm. 84. 19 Abū ‘Abdillāh Muḥammad bin Ismaīl Al-Bukhāri, Shahih al-Bukhari, hlm.753. 20 M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual; Telaah Ma`ani al-Hadis

Tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal dan Lokal, hlm.65.

Page 40: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

28

hadis itu disabdakan oleh Nabi. Di mana diketahui bahwa hadis itu disabdakan

tatkala Nabi mendengar penjelasan dari sahabat beliau tentang pengangkatan

wanita menjadi ratu di Persia.

Menurut tradisi yang berlangsung di Persia, yang diangkat menjadi kepala

negara adalah seorang laki-laki. Yang terjadi pada tahun 9 Hijriyah itu menyalahi

tradisi tersebut, yang diangkat menjadi kepala negara bukan laki-laki, melainkan

seorang wanita, yakni Buwaran binti Syairawaih bin Kisrah bin Barwaiz. Dia

diangkat menjadi ratu (kisra) di Persia setelah terjadi pembunuhan-pembunuhan

dalam rangka suksesi kepala negara. Ketika ayah Buwaran meninggal dunia, anak

laki-lakinya yakni saudara lakilaki Buwaran telah mati terbunuh tatkala melakukan

perebutan kekuasaan, karenanya Buwaran dinobatkan sebagai ratu (Kisra).21

Pada waktu itu derajat kaum wanita dalam masyarakat berada di bawah

derajat kaum laki-laki. Wanita sama sekali tidak dipercaya untuk ikut serta

mengurus kepentingan masyarakat umum, terlebih-lebih dalam masalah

kenegaraan. Hanya laki-lakilah yang dianggap mampu mengurus kepentingan

masyarakat dan negara. Bahkan keadaan seperti itu tidak hanya terjadi di Persia,

bahkan jazirah Arab pada umumnya. Dalam kondisi kerajaan Persia dan masyarakat

seperti itu, maka Nabi memiliki kearifan tinggi menyatakan bahwa bangsa yang

menyerahkan kenegaraan dan kemasyarakatan kepada kaum wanita tidak akan

sukses (menang atau beruntung) sebab bagaimana mungkin akan sukses, kalau

orang yang memimpin adalah makhluk yang sama sekali tidak dihargai oleh

masyarakat yang dipimpinnya. Salah satu syarat yang harus dimiliki oleh seorang

21Aḥmad bin ‘Alī Ibn Hajar Abū al-Faḍl al-‘Asqalāniy, Fath al-Bāri Syarh Shahīh al-

Bukhāri (Beirut: Dar al-Ma’rifah, hlm.128.

Page 41: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

29

pemimpin adalah kewibawaan, sedangkan wanita pada saat iu sama sekali tidak

memiliki kewibawaan untuk menjadi pemimpin. Dengan demikian dalam

perjalanan sejarah, penghargaan masyarakat kepada kaum wanita semakin

meningkat, akhirnya dalam banyak hal, kaum wanita diberi kedudukan yang sama

dengan kaum laki-laki. al-Qur`an sendiri memberi peluang yang sama kepada kaum

wanita untuk melakukan berbagai aktivitas dan amal kebajikan. Dengan demikian

hadis ini harus dipahami secara kontekstual.

d. Hadis digunakan sebagai Legitimasi Kelompok Radikal

Hadis Membunuh Orang Murtad

ينه فاق ت لوه 22 من بدل دم“Siapa yang mengganti agamanya, bunuhlah!”

Pada masa kekhalifahan ‘Ali RA, sebagaimana latar belakang hadis ini

diketahui bahwa ia pernah membunuh bahkan membakar orang kafir zindiq (orang-

orang murtad dari Islam) pada zamannya. Walaupun hal ini tidak disetujui oleh Ibn

‘Abbās, namun ia tetap melaksanakan hukum bunuh bagi orang murtad.23 Konteks

hadis ini adalah kejadian dimana Sayyidina ‘Ali membakar orang-orang yang kafir

zindiq karena telah mempermainkan Islam. Mereka menyembunyikan

kekafirannya, dan mengumumkan keislamannya.24 Pendapat ini sesuai dengan

pendapat dari al-‘Asqalāni yang menjelaskan bahwa makna kaum dalam hadis ini

adalah orang-orang kafir zindiq yang memiliki sebuah kitab dan ‘Ali bin Abi Ṭālib

memerintahkan untuk membakarnya namun mereka menolak, maka kemudian ‘Ali

22Abū ‘Abdillāh Muḥammad bin Ismaīl Al-Bukhāri, Shahih al-Bukhri, hlm.1192. 23 Abū Ja’far Aḥmad bin Muḥammad bin Salamah bin ‘Abd al-Malik bin Salamah al-Azdi

al-Ṭahawi. Syarh Musykil al-Atsar (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1949), VII/303. 24 Abū ‘Umar Yusuf bin ‘Abdullāh bin Muḥammad bin ‘Abd al-Barr bin ‘Ashim al-Namri

al-Qurthubi, al-Istidzkar, (Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2000).

Page 42: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

30

membakar mereka dan juga kitab-kitab mereka.25 Penjelasan ini dikuatkan dengan

periwayatan yang menyebutkan bahwa kaum yang dimaksud adalah kaum kafir

zindiq.26

Oleh karena itu hadis ini tidak bisa dimaknai secara tekstual. Murtad yang

dimaksud dalam hadis ini ialah kafir zindiq, dimana pada zaman Rasul mereka ialah

golongan yang lebih dikenal dengan istilah munafiq, namun dalam istilah syar’i

sering disebut zindiq. Sedangkan dalam ilmu aqidah, zindiq adalah orang yang

mengingkari hari akhirat dan rububiyyah Allah Swt. Kafir zindiq dianggap sangat

berbahaya karena keberadaan mereka yang menjadi musuh dalam selimut.27

B. Qatl

1. Definisi Qatl dan Derivasinya

Qatl berasal dari kata qatala- yaqtulu-qatl, yang berarti membunuh atau

pembunuhan.28 WJ.S Poerwadarminta mengemukakan bahwa pembunuhan adalah

perbuatan membunuh. Istilah pembunuhan biasanya disepadankan dengan istilah

homicide dalam Bahasa Inggris. Dalam Webster’s New World Dictionary of The

American Language diuraikan bahwa istilah homicide berasal dari dua kata, yaitu:

kata homo yang berarti a man atau manusia, dan caedere yang berarti to cut

(memotong) atau to kill (membunuh). Sehingga bila kedua kata tersebut

digabungkan akan menjadi homicide yang artinya adalah “setiap perbuatan

25 Aḥmad bin ‘Alī bin Hajar Abū al-Faḍl al-‘Asqalāniy, Fath al-Bāri Syarh Shahīh al-

Bukhāri (Beirut: Dār al-Ma’rifah,1379),VI/151. 26 Muḥammad bin ‘Alī bin Muḥammad bin ‘Abdullāh al-Syawkanī, Nayl al-Awṭār (Mesir:

Dār al-Hadis, 1993), 1/357. 27Wizārah al-Awqāf wa al-Syu’ūn al-Islāmiyyah, al-Mawsu’ah al-Fiqhiyyah al-

Kuwaytiyyah (Kuwait : Wizārah al-Awqāf wa al-Syu’ūn al-Islāmiyyah, 1427), XXIV/48 28 Ibn Mandzūr, Lisan al-‘Arab, (Beirut: Dār Ihya al-Turats al-‘Araby, 1408 H), hlm.552.

Page 43: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

31

membunuh seseorang yang dilakukan oleh orang lain”.29 Adapun derivasi dari kata

qatl ialah sebagai berikut.30

Bentuk kata Arti

Membunuh قتل

,Dikutuk, dilaknat, dicelakakan, dibinasakan, dibunuh قتل

digugurkan, dikalahkan, diperangi

Berperang, memerangi, melaknat, membinasaan قاتل

Berbunuh-bunuhan, berperang اقتتل

Membunuh, bunuh يقتل

Terbunuh يقتل

Berperang, memerangi يقاتل

Berkelahi يقتتل

Membunuh, dibunuh, bunuh يقتل

Membunuh, terbunuh, dibunuh القتل

Pembunuhan القتلى

Dibunuh dengan sehebat-hebatnya تقتيال

Berperang, peperangan, perang القتال

Bunuhlah اقتل

Berperanglah, perangilah قاتل

29Eko Hariyanto, Memahami Pembunuhan, (Jakarta: Kompas, 2014), hlm.1. 30A.J. Wensink. Mu’jam al-Mufahras Li Alfādz al-Hadis al-Nabawi, Leiden: E.J. Brill,

1986.hlm.266, lihat juga Imam al-Raghib al-Isfahani. Mu’jam Mufradat Alfadz al-Qur’an.

(Damaskus: Dār al-Qalam, 2009) dan Ibn Mandzūr, Lisan al-‘Arab, (Beirut: Dār Ihya al-Turats al-

‘Araby, 1408 H). Lihat arti term qatala dan derivasinya dalam Depag Agama RI, Al-Qur’an dan

Terjemahnya (Semarang: CV ALWAAH, 1993) dan A.W. Munawir, Kamus Al-Munawwir Arab-

Indonesia Terlengkap, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997. hlm.1091.

Page 44: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

32

2. Sejarah Qatl dalam Islam

Thedor Noldeke dan Schwally membagi surat-surat dalam al-Quran

menjadi empat periode, yakni periode Makkah pertama, periode Makkah kedua,

periode Makkah ketiga, dan yang terakhir adalah periode Madinah.31 Melalui

pemetaan surat dan ayat-ayat al-Quran yang turun di Mekah dan Madinah ini,

penulis akan menguraikan sejarah pembunuhan dalam Islam sehingga akan

diketahui perintah apa saja yang diturunkan Allah kepada manusia ketika peristiwa

pembunuhan tersebut berlangsung baik di Mekah maupun di Madinah., dengan

pemetaan ini penulis juga akan melacak kapan perintah membunuh diperbolehkan

oleh Allah.

Pada pariode Makkah 1, al-qatl secara keseluruhan diungkapkan dengan

menggunakan fi’il maḍi, sebagaimana dalam QS. al-Muddatsir [74]: 19-20.32Ayat

ini dengan menggunakan lafadz qatala menjelaskan bahwa Allah Swt melaknat

terhadap orang-orang yang pada masanya telah mengingkari Allah swt dan telah

menentang ayat-ayat al-Qur’an. Mereka ditetapkan sebagai orang-orang yang

celaka.

Dengan menggunakan lafadz yang sama seperti penjelasan ayat

sebelumnya, dalam QS.‘Abasa [80]: 1733 lafadz qatala ditujukan kepada orang-

orang yang tidak memahami tentang hakikat dirinya dikarenakan amat sangat

31Taufiq Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Quran (Ciputat-Jakarta, Alvabet, 2005),

hlm.117. ر 32 ر )19( ث قتمل كيف قد ف قتمل كيف قدMaka celakalah dia! Bagaimana dia menetapkan? Sekali lagi, celakalah dia! Bagaimanakah

dia menetapkan? QS. al-Muddatsir (74): 19-20. نسان ما أكفره 33 قتمل المCelakalah manusia! Alangkah kufurnya dia! QS. ‘Abasa (80): 17.

Page 45: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

33

kekafirannya. Sebab turunnya ayat ini sebagaimana yang telah dikisahkan oleh Ibn

al-Mundzir yang bersumber dari ‘Ikrimah, ia berkata: “Turunnya ayat itu berkenaan

dengan ‘Utbah bin Abī Lahab yang berkata: “Saya kufur dengan Tuhan bintang”.34

Masih menggunakan lafadz yang sama, Allah mengutuk orang-orang yang

banyak berdusta (orang-orang yang terbenam dalam kebodohan lagi lalai). Untuk

lebih jelasnya, lihat pada QS. al-Zāriāt [51]: 10.35

Seperti yang telah disebutkan di atas, dari sekian ayat yang menggunakan

lafadz qatala dari derivasi lafadz al-qatl, semuanya mengandung makna kemurkaan

Allah terhadap hamba-hamba-Nya pada masa periode Makkah 1 yang tidak pernah

berpikir secara sehat dan selalu menghasilkan keputusan atau pijakan yang keliru.

Dengan hasil kebijakannya itu akhirnya mereka menjalani apa yang telah

diputuskannya, dijadikan pedoman dalam kehidupan mereka, sehingga dengan

keyakinannya itu mereka menjadi orang-orang yang selalu mengingkari dan

menjadikannya sebagai penentang terhadap ayat-ayat Allah.

Dalam fase ini belum ada perintah untuk membunuh orang-orang tersebut,

ayat al-Quran yang turun masih bermakna melaknat atau menghukum.

Pada periode Makkah 2, turun ayat al-qatl yang berkaitan dengan kisah

perjalanan kerasulan Nabi Musa as yang pernah menghukum mati manusia tanpa

disengaja. Sebagaimana QS. Ṭāhā ayat 40.36 Selain itu, kisah menghukum mati

34Jalāl al-Dīn al-Suyūṭī, Lubāb al-Nuqul Fī al-Asbāb al-Nuzūl, terj. Abdul Mujib

(Surabaya: Mutiara Ilmu, 1986), hlm.639. قتمل الراصون 35Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta. QS. al-Dzaariat (51): 10. ن ها ول تزن وق ت لت ن فس ا 36 ي أختك ف ت قول هل أدلكم على من يك فله ف رجعناك إمل أم مك كي ت قر عي إمذ تشم

ئت على قدر ي موس نمني فم أهلم مدين ث جم ناك ممن الغم م وف ت ناك ف تون ف لبمثت سم ي ى ف نج

(yaitu) ketika saudara perempuanmu berjalan, lalu dia berkata (kepada keluarga Fir'aun),

"Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?" Maka Kami

mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak bersedih hati. Dan engkau pernah

Page 46: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

34

seorang manusia juga dialami oleh Nabi Khidir as terhadap seorang anak.

Sebagaimana QS. al-Kahfi [18]: 74.37 Setelah diungkapkan kisah-kisah hukuman

mati oleh nabi-nabi di atas, selanjutnya derivasi lafadz al-qatl diungkapkan dan

dijelaskan dengan menggunakan fi’il muḍāri’ yang lebih sarat dengan nuansa

perintah larangan menghukum mati jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya).

Sebagaimana QS. Al-Furqān [25]: 68.38

Dalam periode kedua ini dijelaskan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh

Nabi Musa as dan Nabi Khidir as di atas hanyalah sebagai propaganda di zamannya,

semata-mata untuk menegakkan agama Allah sejak dini. Nabi Musa melakukan

pembunuhan itu tidak disengaja dikarenakan niatnya yang ingin melerai

perkelahian antara orang mukmin dan kafir yang sedang berkelahi, tetapi pada

kenyataannya orang kafir inilah yang meninggal dikarenakan pukulan Nabi Musa

as. Sedangkan Nabi Khidir as melakukan proses hukuman mati terhadap seorang

anak tersebut (dengan disengaja) karena jika tidak dibunuh, akan mendatangkan

suatu bencana terhadap keimanan kedua orang tuanya yang mukmin.

Kedua ayat yang turun tersebut bersifat larangan dari Allah kepada hamba-

Nya untuk tidak membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah (untuk membunuh)

membunuh seseorang, lalu Kami selamatkan engkau dari kesulitan yang besar dan Kami telah

mencobamu dengan beberapa cobaan (yang berat); lalu engkau tinggal beberapa tahun di antara

penduduk Madyan, kemudian engkau, wahai Musa, datang menurut waktu yang ditetapkan. QS.

Ṭāhā [20]: 40. ئ ا نكر ا 37 ئت شي فانطلقا حت إمذا لقميا غالم ا ف قت له قال أق ت لت ن فس ا زكمية بمغيم ن فس لقد جمMaka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka

Khidhr membunuhnya. Musa berkata: "Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena

dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar". QS. al-

Kahfi [18]: 74. لق م و ل ي زنون ومن ي فعل ذلمك ي لق أثم ا 38 إمل بم والذمين ل يدعون مع اللم إمل ا آخر ول ي قت لون الن فس التم حرم اللDan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak

membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan

tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan)

dosa(nya). QS. Al-Furqan (25): 68.

Page 47: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

35

nya, dan tidak melakukan pembunuhan terhadap anak-anak dikarenakan takut akan

kemiskinan.

Periode Makkah tiga merupakan lanjutan dari periode kedua tentang

larangan-larangan membunuh manusia. Namun dalam periode ini ayat-ayat yang

ada lebih menjelaskan suatu realitas terbalik, dimana Allah Swt dalam wahyu-Nya

melarang adanya pembunuhan (lihat perode Makkah kedua). Yang terjadi bahkan

sebaliknya, yakni maraknya aktivitas pembunuhan yang dilakukan oleh orang-

orang musyrik sebagai reaksi dari sikap mengkhianati Allah Swt. Akibatnya, pada

masa itu banyak orang mukmin yang menjadi korban kekerasan dan pelanggaran

hak asasi manusia lainnya. Hal ini ditandai dengan adanya pembunuhan yang

dilakukan oleh orang-orang musyrik terhadap anak-anak (orang-orang tidak

berdosa) dan orang-orang mukmin. Seperti halnya yang dijelaskan dalam kitab

Tafsir Ibnu Katsir bahwa Fir’aun memerintahkan kaumnya untuk membunuh putra-

putra orang yang beriman kepada Musa as dan Bani Israil serta membiarkan anak-

anak perempuan tetap hidup. Tujuan yang dilakukan Fir’aun untuk membunuh itu

ialah sebagai penghinaan kepada Bani Israil, kaum Musa dan juga untuk

memperlambat pertumbuhan Bani Israil yang dapat mengancam kelestarian

kerajaan Fir’aun.39 Kisah ini berdasarkan pada QS. al-Mu’min [40]: 25.40

39Ismā’īl Abū al-Fida’ Ibnu Kathīr, Tafsīr al-Qur’ān al-Aẓīm, terj. Salim Bahreisy dan Said

Bahreisy (Surabaya: PT.Bina Ilmu, 1990), hlm.120. لق م ممن عمندمن قالوا اق ت لوا أب ناء الذمين آمنوا معه واستحيوا نمساءهم وما كيد الكافمرمين إمل فم 40 ف لما جاءهم بم

ضالل Maka tatkala Musa datang kepada mereka membawa kebenaran dari sisi Kami mereka

berkata: "Bunuhlah anak-anak orang-orang yang beriman bersama dengan dia dan biarkanlah hidup

wanita-wanita mereka". Dan tipu daya orang-orang kafir itu tak lain hanyalah sia-sia (belaka). QS.

al-Ghafir [40]: 25.

Page 48: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

36

Disamping itu, juga adanya perencanaan pembunuhan terhadap diri Nabi

Musa as sendiri yang masih dilakukan oleh kelompok Fir’aun sebagaimana QS. al-

Mu’minūn [40]: 26.41

Dalam periode Makkah yang terakhir ini, ada beberapa poin yang bisa

diambil sebagai sejarah atas periode-periode sebelumnya, antara lain: diharamkan

melakukan pembunuhan terhadap anak-anak karena takut akan kemiskinan dan

diharamkan pula melakukan pembunuhan terhadap jiwa yang diharamkan Allah

(membunuhnya) kecuali dengan suatu (sebab ) yang benar.

Periode Madinah merupakan kelanjutan dari peristiwa pada periode

Makkah 3, banyak pengungkapan kembali kisah-kisah dari berbagai macam

pembunuhan yang terjadi pada nabi-nabi Allah yang dilakukan oleh orang-orang

musyrik seperti yang terdapat pada QS. al-Baqarah [2]: 61.42 Sebenarnya

pembunuhan terhadap seseorang pada waktu itu tidak hanya terjadi pada kelompok

nabi saja akan tetapi pada kehidupan internal sekalipun. Mereka juga melakukan

aksi pembunuhan antar sesama yang disertai dengan melakukan pengusiran-

ل دينكم أو أن ي ظهر في الرض الفساد 41 وقال فرعون ذروني أقتل موسى وليدع ربه إن ي أخاف أن يبد

Dan berkata Fir'aun (kepada pembesar-pembesarnya): "Biarkanlah aku membunuh Musa

dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, karena sesungguhnya aku khawatir dia akan menukar

agamamu atau menimbulkan kerusakan di muka bumi". QS.al-Ghafir [40]: 26. ن ب قلمها وقمثائمها وفوممها 42 د فادع لنا ربك يرمج لنا مما ت نبمت الرض مم على طعام واحم وإمذ ق لتم ي موسى لن نصبم

ها وبصلمها قال م الذ ملة والمسكنة أتست بدملون الذمي هو أ وعدسم لذمي هو خي اهبمطوا ممصر ا فإمن لكم ما سألتم وضرمبت عليهم دن بميتم اللم وي قت لون النبمي مني بمغيم م كانوا يكفرون بم ن ا عصوا وكانوا ي عتدونق م ذلمك بم ال وبءوا بمغضب ممن اللم ذلمك بم

Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu

macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia

mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya,

bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya". Musa berkata: "Maukah kamu

mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti

kamu memperoleh apa yang kamu minta". Lalu ditimpahkanlah kepada mereka nista dan

kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu

mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian

itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas. QS. al-Baqarah [2]: 61.

Page 49: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

37

pengusiran terhadap sebagian masyarakat lainnya sebagaimana QS al-Baqarah [2]:

8543

Setelah pemaparan kilas balik dari beberapa kisah yang terjadi dalam

periode Makkah, maka pada periode Madinah persoalan-persoalan tersebut

mendapatkan penjelasan, seperti perintah ditegakkannya hukum qisas sebagaimana

QS. al-Baqarah [2]: 178.44

ثم والعدوانم وإمن يتوكم أسارى 43 م تظاهرون عليهمم بم لم نكم ممن دميرمهم ث أن تم هؤلءم ت قت لون أن فسكم وترمجون فرميق ا مم

نون بمب عضم الكمتابم وتكفرون بمب عض فما جزا نكم إمل ت فادوهم وهو مرم عليكم إمخراجهم أف ت ؤمم ء من ي فعل ذلمك ممن يا وي وم القميامةم ي ردون إمل أشد م العذابم زي فم الياةم الد ا ت عملون خم بمغافمل عم وما الل

Kemudian kamu (Bani Israil) membunuh dirimu (saudaramu sebangsa) dan mengusir

segolongan daripada kamu dari kampung halamannya, kamu bantu membantu terhadap mereka

dengan membuat dosa dan permusuhan; tetapi jika mereka datang kepadamu sebagai tawanan, kamu

tebus mereka, padahal mengusir mereka itu (juga) terlarang bagimu. Apakah kamu beriman kepada

sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang

yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari

kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu

perbuat. QS al-Baqarah [2]: 85. لن ثى فمن عفمي له ممن 44 لعبدم والن ثى بم لر م والعبد بم لى الر بم ي أي ها الذمين آمنوا كتمب عليك م القمصاص فم القت

لمعروفم وأداء إمليهم بممحسان ذلمك تفميف ممن رب مكم ورحة فمنم اع يهم شيء فات مباع بم عد ذلمك ف له عذاب ألميم تدى ب أخم

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-

orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita

dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang

memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat)

kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu

keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu,

maka baginya siksa yang sangat pedih. QS al-Baqarah (2 ):178.

Dikemukakan oleh Abi Hatim yang bersumber dari Sa’id Ibn Jubair, bahwa sebelum

datangnya Islam pada zaman jahiliyah dua suku arab saling berperang, mereka ada yang terbunuh

dan ada yang hanya sekedar luka-luka, bahkan mereka membunuh hamba sahaya dan wanita-wanita.

mereka belum sempat membalas dendam, sebab mereka masuk agama Islam. Masing-masing

membanggakan diri dengan jumlah pasukan dan harta kekayaan. mereka bersumpah tidak rela,

hingga orang merdeka dibunuh disebabkan membunuh hamba sahaya dan orang laki-laki dibunuh

disebabkan membunuh wanita. Lihat Jalaluddin al-Suyūṭi, Lubab al-Nuqūl, hlm 54.

Kemudian Allah menetapkan keadilan dalam hukum qisas, orang-orang merdeka dengan

merdeka, budak dengan budak, wanita dengan wanita dan jangan sampai melampaui batas atau

mengubah hukum Allah sebagaimana yang terjadi pada Yahudi Bani Quraiḍah dengan Bani al-

Nadhir dimana Yahudi Bani Quraiḍah dan Bani al-Nadhir pada zaman Jahiliyah saling berperang.

ketika Bani Quraidhah membunuh soarang Bani al-Nadhir, maka tidak dibalas bunuh melainkan

seratus wasaq dari kurma, dan sebaliknya jika Bani al-Nadhir membunuh seoarang Bani Quraiḍah,

maka dua ratus wasaq kurma. maka Allah memerintahkan berlaku adil dalam melakukan qisas dan

jangan mengikuti jejak orang-orang yang menyeleweng atau merubah terhadap hukum-hukum

Allah. Lihat Isma’īl Abū al-Fida’i Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an, hlm 209.

Page 50: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

38

Dalam hal ini maka dapat diketahui bahwa pada periode Makiyah I, II, dan

III Allah belum memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk memerangi orang-orang

yang melakukan penganiayaan terhadap orang-orang mukmin, walaupun saat itu

banyak dari nabi-nabi dan pengikutnya yang menjadi korban aniaya dan

pembunuhan. Allah dalam wahyu-Nya saat itu hanya mengutuk dan mengharamkan

atas perbuatan-perbuatan jahat yang mereka lakukan. Lalu pada periode Madinah,

lafadz al-qatl (dengan segala konjungsinya) sering disebutkan dalam bentuk fi’il

amar, terutama setelah banyak terjadinya pengkhianatan atas kesepakatan

perdamaian antara orang-orang Islam dengan kelompok orang-orang musyrik kafir

yang terdiri dari berbagai kabilah dan suku. Dalam konteks ini, al-qatl tidak hanya

berarti membunuh (uqtul), tetapi juga berperang (uqatil). Sebagaimana QS. al-

Baqarah [2]: 244.45

سميع عليم 45 واعلموا أن للا وقاتلوا في سبيل للا

Dan berperanglah kamu sekalian di jalan Allah, dan ketahuilah sesungguhnya Allah

Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.QS. al-Baqarah [2] : 244.

Page 51: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

40

BAB III

PEMAHAMAN HADIS PERINTAH MEMBUNUH

A. Ilmu Ma’āni al-Hadis

Kajian tentang bagaimana memahami hadis sebenarnya sudah muncul sejak

kehadiran Nabi Muhammad Saw, terutama sejak beliau diangkat sebagau Rasul,

yang kemudian dijadikan panutan (uswatun hasanah) oleh para sahabat. Dengan

kemahiran Bahasa Arab yang dimiliki para sahabat, mereka secara umum bisa

langsung menangkap maksud dari sabda-sabda yang disampaikan Nabi Saw.

Dengan kata lain, dulu nyaris tidak ada problem dalam memahami hadis, sebab

kalaupun muncul kesulitan memahami sabda Nabi (baca : hadis) para sahabat bisa

langsung melakukan konfirmasi dan menanyakan kepada Nabi Saw.

Problem yang agak serius berkaitan dengan pemahamn hadis, muncul ketika

pasca wafatnya Nabi Saw, sebab para sahabat dan generasi berikutnya tidak bisa

lagi bertanya langsung kepada Nabi Saw. Sehingga mereka mau tidak mau, harus

memahami sendiri ketika terjadi kesulitan dalam memahami hadis-hadis Nabi Saw.

Problem memahami hadis kemudian menjadi semakin kompleks terutama ketika

Islam mulai tersebar di berbagai daerah non Arab. Mereka yang tidak mengetahui

dengan baik tentang stalistika Bahasa Arab yang dipakai Nabi Saw jelas akan

menemui kesulitan dalam memahami hadis-hadis Nabi Saw. Sebab kadang beliau

menggunakan ungkapan-ungkapan yang bersifat majazi (metaforis), rumzi

(simbolis), qiyāsi (analogis), dan bahkan kadang-kadang menggunakan sebuah kata

gharīb (asing), yang dulu sangat jelas maknanya, namun kemudian kata tersebut

lambat laun tenggelam, tidak dipakai lagi sehingga kata tersebut dianggap asing dan

sulit dipahami.

Page 52: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

41

Itulah sebabnya kemudia para Ulama berusaha keras untuk menjembatani

problem-problem tersebut. Muculah ilmu yang kemudian sekarang disebut dengan

Ilmu Ma’ānial-Hadis, yakni ilmu yang mengkaji tentang bagaimana memaknai dan

memahami hadis Nabi Saw dengan mempertimbangkan struktur linguistik teks,

konteks munculnya hadis (asbāb al-wurūd), kedudukan Nabi Saw ketika

menyampaikan hadis, dan bagaimana menghubungkan teks hadis masa lalu dengan

konteks kekinian, sehingga diperoleh pemahaman yang relatif tepat, tanpa

kehilangan relevansinya dengan konteks kekinian.1

B. Analisis Pemahaman Tekstual dan Kontekstual Hadis-Hadis Perintah

Membunuh

Dalam kitab Sahīh al-Bukhāri penulis menemukan 6 hadis perintah

membunuh, diantaranya 1) hadis perintah membunuh Ibnu Khaṭṭal 2) hadis perintah

membunuh orang munafik 3) hadis perintah membunuh murtad 4) hadis perintah

membunuh mata-mata musyrik 5) hadis perintah membunuh Abū Rāfi’ 6) hadis

perintah membunuh Ka’ab bin Asyraf.

Sedangkan dalam Ṣahīh Muslim penulis menemukan 5 hadis perintah

membunuh, diantaranya 1) hadis perintah membunuh orang yang mengambil harta

orang lain tanpa hak 2) hadis perintah membunuh orang khawarij/atheis 3) hadis

perintah membunuh orang yang masuk Makkah (Ibnu Khaṭṭal) 4) hadis perintah

membunuh orang yang memecah belah urusan umat Islam 5) hadis perintah

membunuh khalifah kedua.

Dari hasil pencarian ini, ditemukan 2 hadis perintah membunuh yang

semakna dalam Sahīh al-Bukhāri dan Sahīh Muslim, yaitu Hadis perintah

1Abdul Mustaqim, Ilmu Ma’anil Hadis Paradigma Interkoneksi, (Yogyakarta: Idea Press,

2008),hlm.4-5.

Page 53: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

42

membunuh Ibn Khaṭṭal dan Hadis perintah membunuh orang munafik yang

semakna dengan Hadis perintah membunuh khawarij. Sehingga penulis

mendapatkan 9 hadis perintah membunuh dalam Sahīh al-Bukhāri dan Sahīh

Muslim. Sembilan Hadis ini ialah sebagai berikut:

1. Hadis Perintah Membunuh Ibn Khaṭṭal

ث نا عبد الل بن يوسف أخبن مالك عن ابن شهاب عن أنس بن مالك رضي الل حدهأن رسول الل صلى الل عليه وسلم دخل عام الفتح وعلى رأسه المغفر ف لما ن زعه عن

2جاء رجل ف قال إن ابن خطل مت عل ق بستار الكعبة ف قال اق ت لوه Telah menceritakan kepada kami '‘Abdullāh bin Yūsuf telah mengabarkan

kepada kami Mālik dari Ibnu Shihāb dari Anas bin Mālik RA bahwa

Rasulullah Saw memasuki Makkah pada tahun Penaklukan Makkah dengan

mengenakan pelindung kepala terbuat dari besi diatas kepala Beliau. Ketika

Beliau melepaskannya, datang seseorang lalu berkata; "Sesungguhnya Ibnu

Khattal sedang berlindung di balik kain penutup Ka'bah. Maka Beliau

berkata: "Bunuhlah dia".

Hadis ini menjelaskan bahwa Rasul memerintahkan para sahabat untuk

membunuh Ibnu Khaṭṭal. Lafadz Uqtul dalam hadis ini bermakna hakiki. hadis ini

tidak membutuhkan adanya penta’wilan. Nama asli Ibnu Khaṭṭal ialah ‘Abdullāh

Ibnu Khaṭṭal.. Jika dilihat dari latar belakang hadis ini, ternyata Ibnu Khaṭṭal

dibunuh bukan semata-mata karena ia bergelantungan di Ka’bah. Akan tetapi ia

merupakan seseorang yang murtad, yang memusuhi Allah dan Rasulullah serta

pernah membunuh orang muslim yang merupakan sayyidnya. Ibnu Khaṭṭal juga

memiliki budak yang selalu bernyanyi-nyanyi sambil mencaci orang-orang muslim.

Kondisi yang terjadi saat itu ialah ketika peristiwa Fathu Makkah (peristiwa

pembebasan), dimana Rasul sebagai pemimpin memilih yang terbaik bagi kaum

2Abū Abdillāh Muḥammad bin Ismaīl Al-Bukhāri, Shahih al-Bukhari, hlm.503. Lihat juga

Abū al-Husain Muslim al-Hajjāj al-Quṣairi al-Naisaburi, Shahīh Muslim,hlm.572.

Page 54: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

43

muslim antara membunuh tawanan, membebaskan mereka baik dengan tebusan

maupun tanpa tebusan atau menjadikannya sebagai budak. Rasulpun memberikan

kesempatan bagi orang kafir untuk mukim di kediaman Sufyan, apabila mereka

ingin menjaga darahnya. Namun hal ini tidak diindahkan oleh Ibnu Khattal. Ia

malah bergelantungan di Ka’bah. Sehingga ketika Rasulullah mengetahuinya,

beliau sebagai kepala negara langsung memerintahkan sahabat untuk

membunuhnya.3 Oleh karena itu dapat diketahui bahwa illat dari Hadis ini ialah

hifdz al-nafs, yaitu untuk menjaga jiwa atau eksistensi keberadaan orang muslim di

Mekkah.

2. Hadis Perintah Membunuh Orang Munafik

ث نا ممد بن كثري أخبن سفيان عن ثمة عن سويد بن غفلة قال قال حد العمش عن خي عنه عليه وسلم ي قول يت ف آخر الزمان ق وم علي رضي الل عت رسول الل صلى الل س

سلم كما يرق حدثء السنان سفهاء الحلم ي قولو ن من خري ق ول البية يرقون من الل هم أجر السهم من الرمية ل ياوز إيانم حناجرهم فأي نما لقيتموهم فاق ت لوهم فإن ق ت

4لمن ق ت لهم ي وم القيامة Telah menceritakan kepada kami Muḥammad bin Kathīr Telah

mengabarkan kepada kami Sufyān Telah menceritakan kepada kami al-

A'masy dari Khaitsamah dari Suwaid bin Ghaflah bahwa ‘Alī RA berkata;

Aku mendengar Nabi Saw bersabda: "Pada akhir zaman nanti, akan datang

suatu kaum yang muda usianya,lagi bodoh. Mereka berkata-kata dengan

kebaikan, akan tetapi mereka keluar dari Islam sebagaimana meluncurnya

anak panah dari busurnya. Keimanan mereka tidaklah melewati batas

tenggorokan (tidak meresap dalam hati). Karena itu, dimanapun kalian

menemukannya, maka bunuhlah mereka. Karena sesungguhnya membunuh

mereka merupakan pahala, yakni pahala pada hari kiamat bagi yang

membunuh mereka.

3Aḥmad bin ‘Ali bin Hajar Abu al-Fadl al-‘Asqalāniy, Fath al-Bāri Syarh Shahīh al-

Bukhāri (Beirut: Dar al-Ma’rifah,1379),VI/743. 4Al-Imam Abū Abdillāh Muḥammad bin Ismaīl Al-Bukhāri, Shahih al-Bukhari, hlm.606.

Page 55: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

44

Hadis ini berisi tentang perintah Rasul untuk membunuh orang munafik

yang akan muncul di akhir zaman nanti, mereka berkata-kata dengan kebaikan,

akan tetapi mereka keluar dari Islam sebagaimana meluncurnya anak panah dari

busurnya. Keimanan mereka tidaklah melewati batas tenggorokan (tidak meresap

dalam hati). Lafadz Uqtul dalam hadis ini bermakna hakiki. Hadis ini juga tidak

membutuhkan adanya penta’wilan.

Imam Mālik menyatakan bahwa jika ditemukan orang munafik tersebut,

maka perintahlah ia untuk bertaubat. Jika ajakan untuk bertaubat tersebut tidak

dihiraukannya, maka bunuhlah ia. Sahnūn menyatakan bahwa jika orang munafik

ini ditemukan dan ia mengajak orang-orang lain untuk melakukan kemunafikan

atau perbuatan bid’ah sebagaimana yang dilakukannya, maka perangilah sampai ia

kembali pada Allah (taubat). Namun apabila ia tidak mengajak orang-orang lain

untuk melakukan kemunafikan atau perbuatan bid’ah sebagaimana yang

dilakukannya, maka hukuman yang diberikan untuknya ialah seperti yang pernah

dilakukan oleh Sayyidina ‘Umar, yaitu dipenjara, dipukul berulang-ulang sampai

mati.5 Dari penjelasan ini dapat diketahui bahwa illat dalam hadis ini ialah hifdzu

al-nafs, yaitu untuk menjaga jiwa orang muslim dari orang-orang munafik yang

perbuatannya dapat mengancam keutuhan umat Islam. Dalam pelaksanaan

hukuman bunuhnya pun harus dilakukan berdasarkan perintah kepala negara.

5Badr al-Dīn Abū Muḥammad Mahmūd bin Aḥmad al-‘Aini,‘Umdatual-Qāri Syarh Shahīh

al-Bukhāri, (Beirut-Libanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiah, 2001), juz 21 hlm 168.

Page 56: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

45

3. Hadis Perintah Membunuh Kafir Ḥarbi

ثنا أبو العميس عن إيس بن سلمة بن الكوع عن أبيه قال ثنا أبو ن عيم قال حد حدالمشركي وهو ف سفر فجلس عند أصحابه أتى النب صلى هللا عليه وسلم عي من

6.يتحدث ث ان فتل فقال النب صلى هللا عليه وسلم اطلبوه واق ت لوه فقت له فن فله سلبه Telah bercerita kepada kami Abu Nu'aim telah bercerita kepada kami Abu

al-'Umais dari Iyas bin Salamah bin al-Akwa' dari bapaknya berkata; "Telah

datang mata-mata Kaum Musyrikin kepada Nabi Saw di tengah perjalanan,

lalu dia duduk bersama para sahabat yang sedang bercerita, kemudian ia

pergi. Kemudian Nabi Saw berkata: "Carilah dia dan bunuhlah". Maka

(Salamah bin al-Akwa') membunuhnya dan dia berhak atas semua yang

dipakai mata-mata itu (sebagai harta rampasan).

Hadis ini menjelaskan tentang perintah Nabi untuk membunuh mata-mata.

Lafadz Uqtul dalam hadis ini bermakna hakiki. Hadis ini juga tidak membutuhkan

adanya penta’wilan. Latar belakang hadis ini ialah ketika Nabi didatangi oleh

seorang mata-mata kaum musyrikin. Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalāni belum

menemukan nama orang yang dimaksud tersebut. Laki-laki tersebut datang dan

duduk berbincang-bincang dengan para sahabat tanpa diketahui bahwa ia adalah

seorang mata-mata. Setelah ia mendapatkan informasi kelemahan kaum muslim, ia

bergegas pergi dan mempercepat jalannya. Namun hal ini diketahui oleh salah

seorang sahabat. Kemudian sahabat nabi tersebut berdiri dan mengabarkan kepada

Nabi bahwa orang tersebut adalah mata-mata kaum musyrikin. Kemudian Nabi

memerintahkan agar mata-mata tersebut dibunuh. ‘Ikrimah bin Ammar segera

keluar berlari memukulnya hingga mata-mata tersebut tersungkur. Kemudian

‘Iqrimah menghunuskan pedang kepadanya hingga akhirnya mata-mata tersebut

meninggal.

6Abū ‘Abdillāh Muḥammad bin Ismaīl Al-Bukhāri, Shahih al-Bukhari,hlm.504.

Page 57: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

46

Riwayat ‘Ikrimah menyebutkan bahwa faktor atau illat yang mendorong

Nabi memerintahkan orang tersebut untuk dibunuh karena ia berhasil mengetahui

kelemahan kaum muslimin dan ingin menyampaikan kepada sahabat-sahabatnya

agar mereka dapat memanfaatkan kelengahan ini. Maka pembunuhannya membawa

kemaslahatan bagi kaum muslimin.

Imam al-Nawāwi mengatakan bahwa hadis ini menjelaskan tentang

bolehnya membunuh mata-mata kafir ḥarbi. Hal ini disepakati oleh para ulama.

Adapun mereka yang terikat perjanjian damai atau yang mendapat jaminan

keamanan, maka menurut Imam Mālik dan al-Auzā’i perjanjian dengannya batal

akibat perbuatannya tersebut. Sedangkan dalam madzhab Syāfi’ī masalah ini masih

diperselisihkan. Apabila hal itu disyaratkan maka perjanjian dianggap batal

menurut kesepakatan Ulama.7

4. Hadis Perintah Membunuh Orang Murtad

ث نا حاد بن زيد عن أيوب ع ث نا أبو الن عمان ممد بن الفضل حد ن عكرمة قالت حد عنه بزندقة فأحرق هم ف ب لغ ذلك ابن عباس ف قال لو كنت أن ل أح رق هم علي رضي الل

بوا بعذاب الل ول قت لت هم لقول رسول الل لن هي رسول الل صلى الل عليه وسلم ل ت عذ ل دينه فاق ت لوه عليه وسلم من بد 8صلى الل

Telah menceritakan kepada kami Abū Nu'man Muḥammad bin Faḍl telah

menceritakan kepada kami Ḥammad bin Zaid dari Ayyūb dari ‘Ikrimah

mengatakan, beberapa orang Zindiq diringkus dan dihadapkan kepada ‘Alī,

lalu Ali membakar mereka. Kasus ini terdengar oleh Ibnu Abbās, sehingga

ia berujar; 'Kalau aku (menjadi orang yang bertanggung jawab

menghukum), aku tak akan membakar mereka karena terdapat larangan

Rasulullah Saw: "Janganlah kalian menyiksa dengan siksaan Allah" dan aku

tetap akan membunuh mereka sesuai sabda Rasulullah Saw: "Siapa yang

mengganti agamanya, bunuhlah!"

7Aḥmad bin ‘Ali bin Hajar Abū al-Faḍl al-‘Asqalāniy, Fath al-Bāri Syarh Shahīh al-

Bukhāri, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1379),VI/100. 8Abū ‘Abdillāh Muḥammad bin Ismaīl Al-Bukhāri, Shahih al-Bukhari,hlm.1192.

Page 58: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

47

Hadis ini menjelaskan tentang perintah membunuh orang murtad. Lafadz

Uqtul dalam hadis ini bermakna hakiki. Hadis ini juga tidak membutuhkan adanya

penta’wilan. Pada masa kekhalifahan ‘Ali RA, sebagaimana disebutkan pada latar

belakang hadis ini diketahui bahwa ia pernah membunuh bahkan membakar orang

murtad9 pada zamannya. Walaupun hal ini tidak disetujui oleh Ibn ‘Abbās, namun

ia tetap melaksanakan hukum bunuh bagi orang murtad.10 Konteks hadis ini adalah

kejadian dimana Sayyidina ‘Ali membakar orang-orang yang kafir zindiq karena

telah mempermainkan Islam. Mereka menyembunyikan kekafirannya, dan

mengumumkan keislamannya.11 Sehingga dapat diketahui bahwa illat dari hadis ini

bukan perintah membunuh karena kebencian, akan tetapi untuk menjaga jiwa atau

eksistensni umat Islam (hifdzu al-nafs) dari perbuatan orang murtad yang

membenci Islam. Pelaksaan hukuman bunuhpun dilakukan berdasarkan perintah

Abu Bakar selaku Khalifah pada masa itu.

Al-‘Asqalāni yang menjelaskan bahwa makna kaum dalam hadis ini adalah

orang-orang kafir zindiq yang memiliki sebuah kitab dan ‘Ali bin Abi Ṭālib

memerintahkan untuk membakarnya namun mereka menolak, maka kemudian ‘Ali

membakar mereka dan juga kitab-kitab mereka.12 Penjelasan ini dikuatkan dengan

9Murtad yang dimaksud dalam hadis ini ialah kafir zindiq, dimana pada zaman Rasul

mereka ialah golongan yang lebih dikenal dengan istilah munafiq, namun dalam istilah syar’i sering

disebut zindiq. Sedangkan dalam ilmu aqidah, zindiq adalah orang yang mengingkari hari akhirat

dan rububiyyah Allah Swt. Kafir zindiq dianggap sangat berbahaya karena keberadaan mereka yang

menjadi musuh dalam selimut. 10Abū Ja’far Aḥmad bin Muḥammad bin Salamah bin ‘Abd al-Malik bin Salamah al-Azdi

al-Ṭahawi, Syarh Musykil al-Atsar, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1949), VII/303. 11Abū‘Umar Yusuf bin ‘Abdullāh bin Muḥammad bin ‘Abd al-Barr bin ‘Ashim al-Namri

al-Qurṭubi, al-Istidzkar, (Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2000). 12Aḥmad bin ‘Alī bin Hajar Abū al-Faḍl al-‘Asqalānī, Fatḥ al-Bārī Syarh Shahīh al-

Bukhāri, (Beirut: Dar al-Ma’rifah,1379),VI/151.

Page 59: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

48

periwayatan yang menyebutkan bahwa kaum yang dimaksud adalah kaum kafir

zindiq.13

5. Hadis Perintah Membunuh Abū Rāfi’

ث نا ابن أب زائدة عن أبيه عن أب إسح ث نا يي بن آدم حد ثن إسحاق بن نصر حد اق حدهما قال ب عث رسول الل صلى الل عليه وسلم رهطا عن الباء بن عازب رضي الل عن

ته ليل وهو نئم ف قت له 14إل أب رافع فدخل عليه عبد الل بن عتيك ب ي Telah menceritakan kepadaku Ishaq bin Naṣr telah menceritakan kepada

kami Yaḥya bin Adam telah menceritakan kepada kami Ibnu Abū Zā`idah

dariayahnya dari Abū Isḥaq dari al-Barrā` bin 'Azib RA, beliau berkata,

"Rasulullah Saw pernah mengutus sekelompok orang kepada Abū Rāfi',

kemudian pada malam hari ‘‘Abdullāh bin 'Atīk masuk ke dalam rumahnya

dan membunuhnya saat ia sedang terlelap tidur."

Hadis ini menjelaskan tentang perintah membunuh orang Yahudi (Abū

Rāfi’). Lafadz Uqtul dalam hadis ini bermakna hakiki. Hadis ini juga tidak

membutuhkan adanya penta’wilan Jika dilihat latar belakang hadis ini, Abū Rāfi’

merupakan seorang yahudi yang menyakiti Rasulullah dan membantu orang-orang

yang memusuhi Rasul. Karena perbuatannya ini, Rasul mengirimkan beberapa

orang Anshar yang dipimpin oleh ‘Atīq Abdulllah bin ‘Atīq untuk membunuhnya.

Mereka mendatangi benteng Abū Rāfi’ di Hijaz (riwayat lain mengatakan di

Khaibar) pada malam hari, hingga akhirnya ‘‘Abdullāh berhasil membunuh Abū

Rāfi’ dengan menghunuskan pedang pada Abū Rāfi’ saat ia tidur dikamarnya.

Imam al-Zuhri berkata bahwa Abū Rāfi’ dibunuh setelah Ka’ab bin al-Asyraf.15

Dari latar belakang ini, dpaat diketahui bahwa illat dari hadis ini ialah hifdz al-nafs,

13 Muḥammad bin ‘Alī ibn Muḥammad bin ‘Abdullāh al-Syawkanī, Nayl al-Awṭār (Mesir:

Dār al-Hadis, 1993), 1/357. 14Al-Imam Abū ‘Abdillāh Muḥammad bin Ismaīl Al-Bukhāri, Shahih al-Bukhari,hlm.682. 15Aḥmad bin ‘Ali Ibn Hajar Abu al-Faḍl al-‘Asqalāniy, Fath al-Bāri Syarh Shahīh al-

Bukhari, (Beirut: Dar al-Ma’rifah,1379),VI/220.

Page 60: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

49

yaitu untuk menjaga jiwa Rasul dan umat muslim dari perbuatan Abu Rafi’ yang

merugikan.

6. Hadis Perintah Membunuh Perampas Harta Orang Lain

ث نا ممد بن جعف ث نا خالد ي عن ابن ملد حد ثن أبو كريب ممد بن العلء حد ر عن حد صلى الل عليه العلء بن عبد الرحن عن أبيه عن أب هري رة قاجلاء رجل إل رسول الل

وسلم ف قال ي رسول الل أرأيت إن جاء رجل يريد أخذ مال قال فل ت عطه مالك قال أرأيت إن ق ت لته أرأيت إن قات لن قال قاتله قال أرأيت إن ق ت لن قال فأنت شهيد قال

16قال هو ف النار Telah menceritakan kepada kami Abū Kuraib Muḥammad bin al-'Ala' telah

menceritakan kepada kami Khālid -yaitu Ibnu Makhlad- telah menceritakan

kepada kami Muḥammad bin Ja'far dari al-Ala' bin ‘Abd al-Raḥman dari

bapaknya dari Abū Hurairah dia berkata, "Seorang laki-laki mendatangi

Rasulullah Saw seraya berkata, 'Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu

jika ada seorang lelaki yang ingin merampas harta bendaku? ' Beliau

menjawab: 'Jangan kamu berikan hartamu kepadanya! ' Laki-laki itu

bertanya lagi, 'Lalu bagaimana jika dia hendak membunuhku? ' Beliau

menjawab: 'Bunuhlah dia! ' Laki-laki itu bertanya lagi, 'Lalu bagaimana

pendapatmu kalau dia berhasil membunuhku? ' Beliau menjawab: 'Maka

kamu syahid'. Dia bertanya lagi, 'Bagaimana pendapatmu jika aku yang

berhasil membunuhnya? ' Beliau menjawab: 'Dia yang akan masuk ke dalam

api neraka'."

Hadis ini menjelaskan tentang perintah Rasul untuk membunuh orang yang

mengambil harta orang lain tanpa haknya. Lafadz Uqtul dalam hadis ini bermakna

hakiki. Hadis ini juga tidak membutuhkan adanya penta’wilan. Hadis ini

menjelaskan illat diperbolehknnya membunuh orang yang merampas harta tanpa

haknya ialah karena selain ingin mengambil harta, ia juga ingin membunuh pemilik

harta tersebut.

Ibnu Mundzir mengatakan bahwa mayoritas Ulama membolehkan

membunuh orang yang mengambil harta orang lain yang bukan haknya secara

16Abū al-Husain Muslimal-Hajjāj al-Qushairi al-Naisaburi, Shahīh Muslim, hlm.72

Page 61: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

50

dzalim. Hadis ini menunjukkan bahwa tidak ada diyat dan qiṣas bagi siapapun yang

membunuh orang yang mengambil harta orang lain tanpa haknya dengan cara

dzalim. Jika pelaku tersebut terbunuh, maka ia akan masuk ke dalam api neraka.17

7. Hadis Perintah Membunuh Pemecah Belah Islam

ثن أبو بكر ث نا غندر و قال ابن بشار حد بن نفع وممد بن بشار قال ابن نفع حدعت عرفجة قال ث نا شعبة عن زيد بن علقة قال س ث نا ممد بن جعفر حد سمعت حد

عليه وسلم ي قول إنه ستكون هنات وهنات فمن أراد أن ي فر ق أمر رسول الل صلى اللث نا ث نا أحد بن خراش حد يع فاضربوه بلسيف كائنا من كان و حد هذه المة وهي ج

ث نا أبو عوان ث نا عب يد الل بن موسى عن حبان حد ء حد ثن القاسم بن زكري ة ح و حدث نا ث نا إسحق بن إب راهيم أخبن المصعب بن المقدام الث عمي حد بان ح و حد شي

ث ثن حجاج حد ث نا عبد الل إسرائيل ح و حد ث نا حاد بن زيد حد نا عارم بن الفضل حديه بن المختار ورجل ساه كلهم عن زيد بن علقة عن عرفجة عن النب صلى الل عل

يعا فاق ت لوه وسلم بثله غري أن ف ح 18ديثهم جTelah menceritakan kepadaku Abū Bakar bin Nāfi' dan Muḥammad bin

Bashār, Ibnu Nāfi' berkata; telah menceritakan kepada kami Ghundar, dan

Ibnu Bashār berkata; telah menceritakan kepada kami Muḥammad bin Ja'far

telah menceritakan kepada kami Shu'bah dari Ziyād bin 'Ilaqah beliau

berkata; saya mendengar 'Arfajah berkata, "Saya mendengar Rasulullah

Saw bersabda: "Suatu saat nanti akan terjadi bencana dan kekacauan, maka

siapa saja yang hendak memecah belah persatuan ummat ini penggallah

dengan pedangmu, siapa pun orangnya."

Dan telah menceritakan kepada kami Aḥmad bin Khirasy telah

menceritakan kepada kami Habbān telah menceritakan kepada kami Abū

'Awānah. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepadaku al-

Qāsim bin Zakariā telah menceritakan kepada kami 'Ubaidullāh bin Musa

dari Syaiban. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepadaku

Ishāq bin Ibrāhim telah mengabarkan kepada kami al-Muṣ'ab bin al-

Miqdam al-Khats'amiy telah menceritakan kepada kami Isra'īl (dalam jalur

lain disebutkan) Telah menceritakan kepadaku Ḥajjāj telah menceritakan

kepada kami 'Ārim bin Faḍl telah menceritakan kepada kami Ḥammād bin

Zaid telah menceritakan kepada kami 'Abdullāh bin al-Mukhtār dan seorang

laki-laki, mereka semua dari Ziyād bin 'Ilāqah dari 'Arfajah dari Nabi Saw

17Abū al-Faḍl Iyaḍ bin Musa bin ‘Iyaḍ al-Yahshobi, Ikmal al-Mu'allim biFawāidi Muslim,

juz 1, hlm.444. 18Abū al-Husain Muslimal-Hajjāj al-Qushairi al-Naisaburi, Shahīh Muslim, hlm.832.

Page 62: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

51

seperti hadits di atas, namun dalam hadits mereka disebutkan, "Maka

bunuhlah ia."

Hadis ini menjelaskan perintah Rasul untuk memerangi orang yang

memberontak atas Imam atau orang yang ingin memecah belas Islam. Lafadz Uqtul

dalam hadis ini bermakna hakiki. Hadis ini juga tidak membutuhkan adanya

penta’wilan Dalam Syarah al-Nawāwī dijelaskan bahwa jika terdapat pemecah

belah Islam dalam suatu daerah, maka cegahlah perbuatannya tersebut dengan

berbagai cara. Jika tidak bisa dicegah lagi, perangilah. Apabila setelah diperangi ia

masih mengulangi kesalahannya, maka bunuhlah, jika membunuh merupakan jalan

satu-satunya untuk mencegah perbuatannya tersebut.19 Dari penjelasan ini, dapat

diketahui bahwa ‘illat diperbolehkannya membunuh pemberontak dalam sebuah

daerah ialah hifdz al-nafs, yaitu untuk menjaga jiwa masyarakat di daerah tersebut

dari perbuatan si pemberontak yang merugikan. Pelaksanaan pembunuhannya pun

harus dilakukan berdasarkan perintah kepala negara.

8. Hadis Perintah Membunuh Khalifah Kedua

ث نا خالد بن عبد الل ثن وهب بن بقية الواسطي حد عن اجلريري عن أب نضرة عن حدقال رسول الل صلى الل عليه وسلم إذا بويع لليفتي فاق ت لوا أب سعيد الدري قال

هما 20الخر من Dan telah menceritakan kepadaku Wahb bin Baqiyyah al-Wāsiṭiy telah

menceritakan kepada kami Khālid bin ‘Abdullāh dari al-Jurairi dari Abū

Naḍrah dari Abū Sa'īd al-Khudrī dia berkata, "Rasulullah Saw bersabda:

"Apabila ada dua khalifah yang dibaiat, maka bunuhlah yang paling terakhir

dari keduanya."

Hadis ini menjelaskan perintah nabi untuk membunuh khalifah kedua,

apabila dalam suatu negara terdapat khalifah kedua yang dibai’at. Lafadz Uqtul

19Abu Zakariya Yahya al-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, (Kairo: Dar al-Hadis, 2005), juz

6 hlm 476. 20 Abu al-Husain Muslimal-Hajjāj al-Qushairi al-Naisaburi, Shahīh Muslim, hlm.832.

Page 63: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

52

dalam hadis ini bermakna hakiki. Hadis ini juga tidak membutuhkan adanya

penta’wilan Latar belakang dari hadis ini ialah ketika ada salah seorang sahabat

Nabi bertanya kepada Nabi tentang apa yang harus dilakukannya ketika Nabi wafat

dan banyak khalifah yang dibaiat. Kemudian Nabi menjawab khalifah yang sah

ialah khalifah yang pertama kali dibai’at. Apabila ditemukan Khalifah kedua yang

dibai’at maka ia termasuk pemberontak. Jika tidak ada jalan lain untuk mencegah

perbuatannya tersebut, maka bunuhlah khalifah kedua tersebut.21 Dari penjelasan

ini, dapat diketahui bahwa ‘illat diperbolehkannya membunuh khalifah kedua ialah

hifdz al-nafs, yaitu untuk menjaga jiwa masyarakat di daerah tersebut dari

perbuatan khalifah kedua yang merugikan (perbuatannya sama seperti

pemberontakan). Terlebih lagi jika khalifah kedua tersebut tersebut memimpin

sebuah kelompok yang sama-sama ingin melakukan pemberontakan dalam suatu

negara. Dalam hal ini pelaksanaan pembunuhannya harus dilakukan berdasarkan

perintah kepala negara.

9. Hadis Perintah Membunuh Ka’ab bin al-Asyraf

عت جابر بن عبد الل ث نا سفيان قال عمرو س ث نا علي بن عبد الل حد حد رضي اللهما ي قولقال رسول الل صلى الل عليه وسلم من لكعب بن الشرف فإنه قد آذى عن

د بن مسلمة ف قال ي رسول الل أتب أن أق ت له قال ن عم قال فأذ الل ن ورسوله ف قام ممئا قال قل فأته ممد بن مسلمة ف قال إن هذا الرجل قد سألنا صدقة ل أن أقول شي

تك أستسلفك قال وأيضا والل لتملنه قال إن قد ات و ب عناه فل إنه قد عنان وإن قد أت ي ا أو وسقينو نب أن ندعه حت ن نظر إل أي شيء يصري شأنه وقد أردن أن تسلفنا وسق

ث نا عمرو غري مرة ف لم يذكر وسقا أو وسقي أو ف قلت له فيه وسقا أو وسقي ف قال حدون نساءكم أرى فيه وسقا أو وسقي ف قال ن عم ارهنون قالوا أي شيء تريد قال ارهن

قالوا كيف ن رهنك نساءن وأنت أجل العرب قال فارهنون أب ناءكم قالوا كيف ن رهنك

21Abu Zakariya Yahya al-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 6 hlm 477.

Page 64: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

53

نا ولكنا ن ره مة أب ناءن ف يسب أحدهم ف ي قال رهن بوسق أو وسقي هذا عار علي نك اللمن قال سفيان ي عن الس لح ف واعده أن يتيه فجاءه ليل ومعه أبو نئلة وهو أخو كعب

ه الساعة ف قال الرضاعة فدعاهم إل الصن ف ن زل إليهم ف قالت له امرأته أين ترج هذ ا هو ممد بن مسلمة وأخي أبو نئلة وقال غري عمرو قالت أسع صوت كأنه ي ق طر إن

ا هو أخي ممد بن مسلمة ورضيعي أبو نئلة إن ال م قال إن كرمي لو دعي إل منه الد طعنة بليل لجاب قال ويدخل ممد بن مسلمة معه رجلي قيل لسفيان ساهم عمرو

جب والارث قال سى ب عضهم قال عمرو جاء معه برجلي وقال غري عمرو أبو عبس بن بن أوس وعباد بن بشر قال عمرو جاء معه برجلي ف قال إذا ما جاء فإن قائل بشعره

أشكم ف ن زل فأشه فإذا رأي تمون استمكنت من رأسه فدونكم فاضربوه وقال مرة ث فح منه ريح الط يب ف قال ما رأيت كالي وم ريا أي أطيب وقال إليهم مت وش حا وهو ي ن

ل أن غري عمرو قال عندي أعطر نساء العرب وأكمل العرب قال عمرو ف قال أتذن ه ث أشم أصحابه ث قال أتذن ل قال ن عم ف لما استمكن منه أشم رأسك قال ن عم فشم

عليه وسلم فأخبوه 22قال دونكم ف قت لوه ث أت وا النب صلى اللTelah menceritakan kepada kami ‘Ali bin Abdullāh telah menceritakan

kepada kami Sufyān, ‘Amr berkata, aku mendengar Jābir bin ‘Abdullāh RA

berkata, "Rasulullah Saw bersabda: "Siapakah yang akan membunuh Ka'ab

bin al-Asyraf yang telah durhaka kepada Allah dan melukai Rasul-Nya?"

Maka Muhammad bin Maslamah berdiri dan berkata, "Wahai Rasulullah,

sukakah anda jika aku yang akan membunuhnya?" beliau menjawab: "Ya."

Muhammad bin Maslamah berkata, "Izinkan aku untuk mengatakan

sesuatu." Beliau bersabda: "Katakanlah." Setelah itu Maslamah mendatangi

Ka'ab, lalu dia berkata, "Sesungguhnya laki-laki itu (maksudnya Nabi Saw)

telah meminta sedekah kepada kami padahal kami dalam keadaan susah,

oleh karena itu aku datang kepadamu untuk berhutang." Ka'ab berkata, "Dan

juga -demi Allah- kalian akan bosan kepadanya." Maslamah berkata,

"Sesungguhnya kami telah mengikutinya, dan kami tidak suka

meninggalkannya hingga kami mengetahui akhir kesudahannya, dan kami

hendak meminjam satu atau dua wasaq." 'Amr tidak hanya sekali

menceritakan kepada kami, namun ia tidak menyebutkan 'satu atau dua

wasaq'. Atau, aku berkata kepadanya, 'satu atau dua wasaq'." Perawi

berkata, "Seingatku dalam hadits tersebut disebutkan 'satu atau dua wasaq'."

- Ka'ab bin al-Asyraf menjawab, "Baiklah, akan tetapi kalian harus

memberikan jaminan kepadaku." Mereka menjawab, "Apa yangengkau

inginkan?" Ka'ab menjawab, "Gadaikanlah isteri-isteri kalian." Mereka

menjawab, "Bagaimana kami harus menggadaikan isteri-isteri kami,

sementara kamu adalah orang yang paling rupawan di Arab." Ka'ab berkata,

22 Abū ‘‘Abdillāh Muḥammad bin Ismaīl Al-Bukhāri, Shahih al-Bukhari,hlm.682.

Page 65: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

54

"Kalau begitu, gadaikanlah puteri-puteri kalian." Mereka berkata,

"Bagaimana kami harus menggadaikan puteri-puteri kami, nantinya mereka

akan dihina orang-orang dan dikatakan, 'Mereka telah digadaikan dengan

satu atau dua wasaq, ' hal ini akan membuat kami terhina, akan tetapi kami

akan menggadaikan la'mah kami." -Sufyān mengatakan; maksudnya adalah

senjata- Kemudian mereka membuat perjanjian untuk bertemu kembali, di

suatu malam Maslamah bersama Abū Nā`ilah -ia adalah saudara

sepersusuan Ka'ab- datang menemui Ka'ab, lalu Ka'ab mengundangnya

untuk masuk ke dalam benteng, setelah itu Ka'ab turun menemui mereka.

Isteri Ka'ab berkata kepadanya, "Kemana engkau hendak keluar pada saat

seperti ini?" Ka'ab menjawab, "Dia adalah Muhammad bin Maslamah dan

saudaraku Abū Nā`ilah." -Selain 'Amr menyebutkan, "Isteri Ka'ab berkata,

"Aku mendengar suara seperti darah menetes." Ka'ab menjawab, "Dia

hanyalah saudaraku, Muhammad bin Maslamah dan saudara sepersusuanku

Abū Nā`ilah. Sesungguhnya sebagai seorang yang terhormat, apabila

dipanggil, maka ia akan menemuinya walaupun di malam hari."Perawi

berkata, "Kemudian Muhammad bin Maslamah memasukkan (ke dalam

benteng) dua orang bersamanya." -Dikatakan kepada Sufyān, "Apakah 'Amr

menyebutkan nama mereka?" Ia menjawab, "’Amr hanya menyebutkan

nama sebagian dari mereka." 'Amr berkata, "Ia datang dengan dua laki-laki."

Sementara yang lain mengatakan, "Abū‘Abbsi bin Jabri, al-Harits bin Aus

dan 'Abbād bin Bisyr." 'Amr mengatakan- Ia datang bersama dua orang laki-

laki." Maslamah melanjutkan, "Sungguh, aku akan meraih rambut

kepalanya dan menciumnya, jika kalian melihatku telah berhasil menguasai

kepalanya, maka mendekatlah dan tebaslah dia." Sesekali Maslamah

berkata, "Kemudian aku akan memberikan kesempatan kepada kalian untuk

menciumnya." Ketika Ka'ab turun untuk menemui mereka, dan bau minyak

wanginya mulai tersebar, Maslamah berkata, "Aku belum pernah mencium

aroma wangi yang lebih bagus dari ini." Selain 'Amru menyebutkan, "Aku

memiliki minyak wangi wanita arab dan lebih sempurna dikalangan Arab."

'Amr mengatakan, "Maslamah berkata, "Apakah engkau mengizinkanku

untuk mencium kepalamu?" Ka'ab menjawab, "Silahkan." Kemudian

Maslamah menciumnya dan diikuti oleh sahabat-sahabatnya." Setelah itu

Maslamah berkata lagi, "Apakah engkau mengizinkanku lagi?" Ka'ab

menjawab, "Silahkan." Ketika ia telah berhasil menguasainya, Maslamah

berkata, "Mendekatlah." Maka mereka langsung membunuhnya, setelah itu

mereka menemui Nabi Saw dan mengabarkan kepada beliau."

Hadis ini menjelaskan tentang perintah membunuh orang Yahudi (Ka’ab

bin al-Asyraf). Jika dilihat latar belakang hadis ini, Ka’ab bin al-Asyraf merupakan

seorang Yahudi Arab yang berasal dari Bani Nabhān. Karena bapaknya terbunuh

pada masa Jahiliyah, ia akhirnya datang ke Madinah bersekutu dengan Bani Naḍir

dan hendak memerangi kaum muslimin. Ka’ab adalah seorang penyair. Dengan

syair-syairnya ia biasanya menghina Rasulullah serta memotivasi orang-orang

Page 66: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

55

Kafir Quraisy untuk melakukan hal tersebut. Rasulullah hijrah ke Madinah,

penduduk Madinah sangat bercampur-baur (heterogen). Rasulullah bermaksud

untuk berdamai dengan mereka namun Yahudi dan orang-orang musyrik tetap

menyakiti kaum muslim dengan sangat dasyat. Allah memerintahkan Rasul dan

kaumnya untuk bersabar.

Kemudian ketika Ka’ab bin al-Asyraf tidak henti-hentinya mengganggu

Rasulullah, akhirnya Rasul memerintahkan Sa’ad bin Mu’adz agar mengutus suatu

kelompok untuk membunuhnya. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Ka’ab

pernah bersekutu dengan orang Yahudi untuk mengundang Nabi dalam suatu

jamuan. Jika Nabi datang, mereka akan membunuhnya. Nabi menghadiri jamuan

tersebut dengan para sahabat namun malaikat Jibril memberi tahu Nabi apa yang

mereka rencanakan, hingga akhirnya Nabi meninggalkan jamuan tersebut tanpa

diketahui oleh mereka (sebab malaikat Jibril menutupi Nabi dengan sayapnya). Saat

itulah beliau berkata “Siapa yang suka rela membunuh Ka’ab?”

Dalam riwayat al-Humaidi, saat istirahat siang, Ka’ab di datangi oleh

Muhammad bin Maslamah (keponakan Ka’ab), Abū Nā’ilah (saudara sepersusuan

Ka’ab), ‘Abbād bin Bisyr, Abū‘Absi bin Jabr, dan al-Hārits bin Mu’ādz. Mereka

berlima menghampiri Ka’ab di rumahnya dan hendak menyalaminya. Saat

Muhammad bin Maslamah hendak menyalaminya dan Ka’ab sedang mendekatkan

kepalanya, Muhammad bin Maslamah langsung menebasnya hingga ia terbunuh.23

Dari penjelasan ini, dapat diketahui bahwa ‘illat diperbolehkannya membunuh

23Aḥmad bin ‘Ali bin Hajar Abū al-Faḍl al-‘Asqalaniy, Fath al-Bāri Syarh Shahīh al-

Bukhāri, (Beirut: Dar al-Ma’rifah,1379),VI/432.

Page 67: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

56

Ka’ab (Yahudi) ialah hifdz al-nafs, yaitu untuk menjaga jiwa umat muslim

perbuatan Ka’ab yang merugikan.

Page 68: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

57

BAB IV

PENDAPAT ULAMA FIQH TENTANG QATL

Pembunuhan (al-qatl) merupakan salah satu tindak pidana menghilangkan

nyawa seseorang dan termasuk dosa besar. Dalam fikih, tindak pidana pembunuhan

(al-qatl) disebut juga dengan al-jināyah ‘alā al-nafsal-insāniyyah (kejahatan

terhadap jiwa manusia). Ulama fikih mendefinisikan pembunuhan dengan

“Perbuatan manusia yang berakibat hilangnya nyawa seseorang”.1 Menurut

Wahbah al-Zuhailī pembunuhan adalah perbuatan yang menghilangkan atau

mencabut nyawa seseorang.2 Dari definisi tersebut dapat diambil intisari bahwa

pembunuhan adalah perbuatan seseorang terhadap orang lain yang mengakibatkan

hilangnya nyawa, baik dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja. Apabila

dilihat dari segi hukumnya, pembunuhan dalam Islam terbagi menjadi dua bentuk,

yaitu pembunuhan yang diharamkan, seperti membunuh orang lain dengan sengaja

tanpa sebab; dan pembunuhan yang dibolehkan, seperti membunuh orang yang

murtad jika ia tidak mau taubat atau membunuh musuh dalam peperangan.

A. Dasar Hukum Membunuh

Banyak sekali ayat al-Qur’an dan sunnah Rasulullah saw. yang menyatakan

keharaman membunuh tanpa suatu sebab yang dihalalkan syara’. Di antara ayat-

ayat tersebut adalah:

لق ي إيل بي ومن قتيل مظلوما ف قد جعلنا ليوليي يهي سلطان فل ول ت قت لوا الن فس التي حرم الل يسريف في القتلي إينه كان منصورا

1 Audah, Abdul Qadir. al-Tasyri’ al-Jina`i al-Islāmī (Beirut: Muassah al-Risalah, 1992),

Juz 2, hlm. 6. 2 Wahbah al-Zuhailī, al-Fiqhu al-Islāmī wa Adillatuhu (Damaskus: Dār al-Fikr, 1984), juz

2, hlm. 7.

Page 69: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

58

Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah

(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar[853]. dan

Barangsiapa dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya Kami telah

memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu

melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang

mendapat pertolongan. (QS. al-Isrā’ [17]: 33)

طئا كبيرياول ت قت لوا أو لهم كان خي كم إين ق ت لدكم خشية إيملق نن ن رزق هم وإيي Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.

kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu.

Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. (QS. al-

Isrā’ [17]: 31)

نا على بني إيسرائييل أنه من ق تل ن فسا بيغريي ن فس أو فساد في الرضي ن أجلي ذليك كت ب ميا يعا ومن أحياها فكأن ا ق تل الناس جي يعا ولقد جاءتم رسلنا فكأن أحيا الناس جي

هم ب عد ذليك في الرضي لمسريفون ن لب ي يناتي ث إين كثيريا مي بيOleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa:

Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu

(membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka

bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. dan

Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-

olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan

Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan

(membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara

mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat

kerusakan dimuka bumi. (QS. al-Mā’idah [5]: 32)

لعبدي وال لر ي والعبد بي لى الر بي ن ثى ي أي ها الذيين آمنوا كتيب عليكم القيصاص في القت لمعروفي وأداء إيليهي بييحسا يهي شيء فات يباع بي لن ثى فمن عفيي له مين أخي ن ذليك تفييف بي

مين رب يكم ورحة فمني اعتدى ب عد ذليك ف له عذاب ألييم Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan

dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka,

hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang

mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan)

mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af)

membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula).

yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu

rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa

yang sangat pedih. (QS. al-Baqarah [2]: 178)

Page 70: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

59

لن فسي والعي م فييها أن الن فس بي نا عليهي لذني وكت ب لنفي والذن بي لعيي والنف بي بيا أن زل ا ن ي والروح قيصاص فمن تصدق بيهي ف هو كفارة له ومن ل يكم بي لس ي ن بي والس ي لل

فأولئيك هم الظاليمونDan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat)

bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan

hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada

kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan

hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan

perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-

orang yang zalim. (QS. al-Mā’idah [5]: 45)

ن ن أعظم عيند اللي مي ي بييديهي لقتل مؤمي ن ياوالذيي ن فسي زوالي الدPembunuhan terhadap seorang mukmin lebih besar (madharatnya) menurut

Allah daripada pemusnahan dunia.3

Berdasarkan ayat-ayat dan hadis di atas yang melarang menghilangkan

nyawa orang lain, ulama sepakat menyatakan bahwa perbuatan menghilangkan

nyawa orang lain tersebut hukumnya haram.4

B. Pendapat Ulama Fiqh tentang Pembunuhan

Jumhur ulama fikih, termasuk ulama Madzhab Syāfi’i dan Madzhab

Hanbali, membagi tindak pidana pembunuhan kepada tiga macam sebagai berikut:5

1) Pembunuhan sengaja yaitu, suatu pembunuhan yang disengaja,

dibarengi dengan rasa permusuhan, dengan menggunakan alat yang

biasanya dapat menghilangkan nyawa, baik secara langsung maupun

tidak, seperti menggunakan senjata, kayu atau batu besar, atau melukai

seseorang yang berakibat pada kematian.

3Aḥmad bin Syu’aib bin ‘Alī bin Sinān bin Baḥr al-Khurasanī al-Qaḍī, Sunan al-Nasā’i,

(Beirut: Dāral-Fikr, 2005), hlm. 86. 4 Yusuf, Imaning. Pembunuhan dalam Perspektif Hukum Islam, Nurani: Jurnal Kajian

Syari'ah dan Masyarakat 13.2 (2013), hlm. 1-3. 5Ibn Rusyd, Bidāyat al-Mujtāhid (Beirut: Dār al-Fikr, 2005), juz 2, hlm. 296-303.

Page 71: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

60

2) Pembunuhan semi sengaja, yaitu suatu pembunuhan yang disengaja,

dibarengi dengan rasa permusuhan, tetapi dengan menggunakan alat

yang biasanya tidak mematikan, seperti memukul atau melempar

seseorang dengan batu kecil, atau dengan tongkat atau kayu kecil.

3) Pembunuhan tersalah, yaitu suatu pembunuhan yang terjadi bukan

dengan disengaja, seperti seseorang yang terjatuh dari tempat tidur dan

menimpa orang yang tidur di lantai sehingga ia mati, atau seseorang

melempar buah di atas pohon, ternyata batu lemparan itu meleset dan

mengenai seseorang yang mengakibatkannya tewas. Dalam

menetapkan perbuatan mana yang termasuk unsur kesengajaan dalam

membunuh. Terdapat perbedaan pendapat ulama fikih.

Menurut ulama Madzhab Hanafi suatu pembunuhan dikatakan dilakukan

dengan sengaja apabila alat yang digunakan untuk membunuh itu adalah alat yang

dapat melukai dan memang digunakan untuk menghabisi nyawa seseorang, seperti

senjata (pistol, senapan, dan lain-lain), pisau, pedang, parang, panah, api, kaca, dan

alat-alat tajam lainnya. Menurut ulama Madzhab Syāfi’i dan Mazhab Hanbali, alat

yang digunakan dalam pembunuhan sengaja itu adalah alat-alat yang biasanya

dapat menghabisi nyawa seseorang, sekalipun tidak melukai seseorang dan

sekalipun alat itu memang bukan digunakan untuk membunuh. Menurut ulama

Madzhab Maliki, suatu pembunuhan dikatakan sengaja apabila perbuatan

dilakukan dengan rasa permusuhan dan mengakibatkan seseorang terbunuh, baik

alatnya tajam, biasanya digunakan untuk membunuh atau tidak, melukai atau tidak.

Bahkan apabila seseorang menendang orang lain dan mengenai jantungnya, lalu

wafat, maka perbuatan ini dinamakan pembunuhan sengaja.

Page 72: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

61

Dasar perbedaan pendapat ulama Madzhab Maliki dengan ulama fikih

lainnya adalah karena ulama Mazhab Maliki tidak mengakui adanya pembunuhan

semi sengaja, karena menurut mereka pembunuhan yang terdapat dalam al-Qur’an

dan diancam dengan hukuman hanya dua, yaitu pembunuhan sengaja dan

pembunuhan tersalah (QS.al-Nisā’: 92-93).6 Oleh karena itu, untuk membedakan

pembunuhan sengaja dengan tersalah, menurut mereka, cukup dilihat dari unsur

permusuhan, kesengajaan, dan akibatnya, tanpa melihat kepada alat yang

digunakan. Akan tetapi, ulama fikih yang lain, di samping melihat kepada rasa

permusuhan, kesengajaan, dan akibatnya, juga melihat kepada alat yang digunakan.

Alasan mereka adalah persoalan sengaja atau tidak adalah persoalan tersembunyi

dalam hati, dan hanya akan dapat dilihat dari cara dan alat yang digunakan, dan

adanya pengakuan dari pelaku.

Sumber perbedaan pendapat ulama Madzhab Hanafi disatu pihak dengan

ulama Madzhab Syāfi’i dan Madzhab Hanbali, di pihak lain dalam menetapkan

pembunuhan sengaja ulama Madzhab Hanafi berpendapat bahwa pembunuhan

sengaja itu adalah suatu pembunuhan yang dikenakan hukuman qisas, sehingga

untuk membuktikannya tidak boleh ada keraguan, baik dari segi niat atau tujuan

maupun dari segi alat yang digunakan. Alat yang digunakan itu, menurut mereka,

haruslah alat yang memang disediakan/digunakan untuk menghilangkan nyawa. Di

samping itu, perbedaan mendasar antara pembunuhan sengaja dan semi sengaja

menurut mereka terletak pada niat/tujuan membunuh. Oleh sebab itu, dalam

نة و ديية مسلمة إيل أهليهي إيل أن 6 نا خطأ ف تحريير رق بة مؤمي نا إيل خطأ ومن ق تل مؤمي وما كان ليمؤمين أن ي قتل مؤمي

ق نكم وب ي ن هم مييثاق فديية مسلمة إيل وا فإين كان مين ق وم عدو لكم وهو مؤمين ف تح يصد ن ق وم ب ي نة وإين كان مي ريير رق بة مؤمييام شهريني مت تابيعيي ت وبة مين اللي وكان نة فمن ل ييد فصي علييما أهليهي وتريير رق بة مؤمي نا مت عم يدا 92حكييما ) الل ( ومن ي قتل مؤمي

عليهي ولعنه وأعد له عذاب عظييما ب الل فجزاؤه جهنم خاليدا فييها وغضي

Page 73: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

62

menetapkan pembunuhan sengaja diperlukan kepastian dan kehati-hatian, sehingga

tidak ada yang meragukannya, baik dari segi niat/ tujuan maupun dari segi alat yang

digunakan. Akan tetapi, ulama Madzhab Syāfi’i dan Madzhab Hanbali berpendirian

bahwa untuk membuktikan suatu pembunuhan itu disengaja cukup dengan alat

yang digunakan, yakni alat yang biasanya (bukan pasti) membawa kematian kepada

korban, apapun jenis alat yang digunakan, benda tajam, ataupun benda tumpul,

asalkan berakibat kepada kematian.

Bersandar dengan pendapat 4 Madzhab di atas, penulis menyimpulkan

bahwa perintah membunuh yang terdapat dalam hadis-hadis Nabi merupakan

bagian dari pembunuhan sengaja, namun pelaku pembunuhan tidak diqiṣas karena

niat dan tujuan dari pembunuhan tersebut berlandaskan Syara’. Sebagaimana dua

macam pembunuhan yang telah dirumuskan oleh Syekh Wahbah al-Zuhailī. Yakni

pertama, pembunuhan sengaja yang dilarang oleh Syara’, kedua, pembunuhan

sengaja yang diperintahkan Syara’. Sehingga hukum pelaku pembunuhan yang

berasal dari perintah Rasul masuk dalam kategori pembunuhan yang kedua, yaitu

pembunuhan sengaja yang diperintahkan Syara’.

Wahbah al-Zuhailī juga menjelaskan dalam kitabnya bahwa dalam al-

Qur’an banyak dijelaskan hukum pembunuhan sengaja beserta siksaan-siksaannya

di akhirat kelak. Sebagaimana QS. al-Nisā’ [4]: 93;

عليهي ولعنه وأعد له عذاب عظي يما ب الل نا مت عم يدا فجزاؤه جهنم خاليدا فييها وغضي ومن ي قتل مؤمي

Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka

balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka

kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.

Page 74: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

63

Sedangkan dalam hadis-hadis Nabi, banyak dijelaskan keadaan-keadaan

pembunuhan sengaja yang diizinkan menurut hukum Islam. Maksudnya

pembunuhan yang diperbolehkan bagi hakim bukan bagi individu atau seseorang.7

Hal ini sesuai dengan sembilan Hadis yang penulis telah analisis dalam bab

ketiga, bahwa perintah membunuh tersebut berasal dari Nabi, dimana posisi Nabi

saat itu ialah sebagai seorang hakim dan kepala Negara. Sehingga membunuh yang

berasal dari perintah hakim atau kepala negara diperbolehkan.

7Wahbahal-Zuhaili, al-Fiqhu al-Islāmī wa ‘Adillatuhu, juz 6,hlm.218-219.

Page 75: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

64

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelisuran lafadz qatala dari fi’il amrnya, terdapat 9 hadis

perintah membunuh dalam kitab Sahīh al-Bukhāri dan Sahīh Muslim. Setelah

dianalisis, dapat disimpulkan bahwa lafadz uqtul dalam hadis-hadis perintah

membunuh bersifat hakiki. Kesembilan hadis tersebut diucapkan oleh Rasulullah

Saw di Madinah. Hal ini sesuai dengan ayat-ayat perintah perang dalam al-Qur’an

yang turun di Madinah pula.

Adapun kesepuluh hadis yang penulis teliti, semuanya memiliki latar

belakang yang berbeda-beda dan konteks yang berbeda-beda pula. Namun dari

berbagai latar belakang hadis-hadis tersebut, terdapat satu faktor utama yang

menyebabkan Rasul memerintahkan untuk membunuh. Faktor tersebut ialah

perbuatan para pelakunya yang mengancam eksistensi Islam. Hal ini sesuai dengan

pemahaman ‘illat bahwa dalam pelaksanaan perintah pembunuhan, terdapat dasar

syariat yang melegitimasinya.

Ketika melihat posisi Nabi dan masyarakatnya dalam kesembilan hadis

tersebut, posisi Nabi ialah sebagai pemerintah atau kepala negara, sehingga

seseorang hanya diperbolehkan membunuh jika berasal dari perintah hakim atau

kepala negara.

B. Saran

Berangkat dari pembahasan di atas, dapat diketahui bahwa ada beberapa hal

yang belum bisa dikemukakan, diantaranya ialah belum diketahuinya keseluruhan

orang-orang yang Rasul perintahkan untuk dibunuh, keseluruhan penyebab

Page 76: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

65

dibunuhnya orang-orang tersebut serta bagaimana bentuk-bentuk proses

membunuhnya baik pada zaman Rasul Saw maupun pada zaman Khulafa al-

Rasyidin. Kerenanya, dalam melakukan penelitian lanjutan, penulis

merekomendasikan agar masalah tersebut dapat ditelusuri dan kemudian diteliti.

Page 77: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

66

DAFTAR PUSTAKA

A.C, Manullang. Menguak Tabu Intelijen Teror, Motif dan Rezim, Jakarta : Panta

Rhei, 2001.

Abdullah, M. Robith Fuadi. “Meninjau Hukuman Mati Bagi Murtad (Kajian Hadits

Tematik).”de Jure 4.1 (2012).

Abdurrazak, Mu’jizad. “Hadis Hukuman Mati (Pendekatan Sistem Sosial Talcott

Parsons)” (Tesis S2 Fakultas Agama dan Filsafat, Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014).

Afwadzi, Benny. "Hadis Man Baddala Dinahu Faqtuluhu”: Telaah Semiotika

Komunikasi Hadis." Esensia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin 16.2 (2015).

Al-‘Aini, Badr al-Dīn Abū Muhammad Mahmūd bin Ahmad. ‘Umdatu al-Qāri

Syarh Shahīh al-Bukhāri, (Beirut-Libanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiah, 2001).

Amal, Taufiq Adnan. Rekonstruksi Sejarah al-Quran, (Ciputat-Jakarta, Alvabet,

2005).

Al-‘Asqalāniy, Ahmad bin ‘Ali Ibn Hajar Abū al-Faḍl. Fath al-Bāri Syarh Shahīh

al-Bukhāri, (Beirut: Dār al-Ma’rifah,1379).

Beyanouni,Fathiddin. “Ḥadīth and its Principles in the Early Days of Islam a

Critical Study of a Western Approach” (University of Glasgow, 1994).

Bogdan, Robert& Steven J. Taylor.Pengantar Metode Penelitian Kualitatif Suatu

Pendekatan Fenomenologi terhadap Ilmu Sosial, terj. Arief Furchan

(Surabaya: Usaha Nasional, 1992).

Al-Bukhāri, Abū Abdillah Muhammad bin Ismaīl. Shahih al-Bukhari, (Riyaḍ : Dār

al-Salām, 1998).

Page 78: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

67

Damayanti, Ninin Prima, dkk. "Radikalisme Agama Sebagai Salah Satu Bentuk

Perilaku Menyimpang: Studi Kasus Front Pembela Islam." Jurnal

Kriminologi Indonesia 3.1 (2012).

Depag Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: CV ALWAAH, 1993).

Al-Dimasyqiy, Ismail bin Katsir. Tafsir al-Qur’an al-’Adzim, (Qāhirah: Maktabatul

Awlad).

Fatkhi, Rifki Muhammad. The Use and Not Use of Ḥadīth, Makalah disampaikan

pada Seminar Nasional “Radikalisme: Problem Pemahaman Teks Al-Qur’an

dan Hadits” Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, Ciputat, 4 November 2015.

Fealy, Greg.“Islamic Radicalism in Indonesia: The Faltering Revival?", Southeast

Asian Affairs, 2004.

Hallaq, Wael B. “Was Al-Shāfiʻī the Master Architect of Islamic

Jurisprudence?”International Journal of Middle East Studies, No. 25 (1993).

Hallaq, Wael B. The Origins and Evolution of Islamic Law (Cambridge: Cambridge

University Press, 2005).

Hariyanto, Eko. Memahami Pembunuhan, (Jakarta: Kompas, 2014).

Hasan, Khalil Rasyad. Abdul Fatah Abdullāh al-Barsumi. Tarikh al-Tasyri’ al-

Islami, (Beirut: Dār al-Fikr, 1981).

Imaning, Yusuf. Pembunuhan dalam Perspektif Hukum Islam, Nurani: Jurnal

Kajian Syari'ah dan Masyarakat 13.2 (2013).

Al-Isfahani, Imam al-Raghib. Mu’jam Mufradat Alfadz al-Qur’an. (Damaskus: Dār

al-Qalam, 2009).

Page 79: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

68

Ismail, M. Syuhudi. Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual; Telaah Ma`ani al-

Hadis Tentang Ajaran Islam yang Universal, Temporal dan Lokal, Jakarta:

Bulan Bintang, 2014.

Ismail, M. Syuhudi. Kaidah Kesahihan Sanad Hadis: Telaah Kritis dan Tinjauan

Kritis dengan Pendekatan Ilmu Sejarah, Jakarta: Bulan Bintang, 2014.

Ismail, Sya’bah Muhammad. al-Tasyri’a al-Islamy Maṣādiruhu wa Aṭwāruhu,

(Mesir: Maktabah al-Nadhah, 934).

Kamil, Acep Husbanul. Hukuman Mati Orang Murtad dalam Hadits(Aplikasi

Hermeneutika Hadits Fazlur Rahman). (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin,

Universitas Islam Negeri Sunan Walisongo Semarang, 2012).

Munawir, A.W. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Surabaya:

Pustaka Progressif, 1997.

Mandzūr, Ibn. Lisan al-‘Arab, (Beirut: Dār Ihya al-Turats al-‘Araby, 1408 H).

Musa, Aisha Y. “Al-Shāfiʻī, the Ḥadīth, and the Concept of the Duality of

Revelation,” Islamic Studies 46:2 (2007).

Musa, Aisha Y. Ḥadīth as a Scripture (New York: Palgrave Macmillan, 2008).

Mustaqim, Abdul. Ilmu Ma’anil Hadis Paradigma Interkoneksi, (Yogyakarta: Idea

Press, 2008).

Mustofa, Imam. "Terorisme: Antara Aksi dan Reaksi (Gerakan Islam Radikal

sebagai Respon terhadap Imperealisme Modern)." Religia 15.1 (2013).

Al-Naisaburi, Abū al-Husain Muslimal-Hajjāj al-Qushairi. Shahīh Muslim, Riyaḍ :

Dār al-Salām, 1998.

Nawawi, Abu Zakariya Yahya. Syarah Shahih Muslim, (Kairo: Dar al-Hadis,

2005).

Page 80: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

69

Nazir, Muhammad. Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998).

Al-Qadi, Ahmad bin Syu’aib bin ‘Ali bin Sinan bin Bahr al-Khurasani. Sunan al-

Nasa’i, (Beirut: Dār al-Fikr, 2005).

Al-Qadir, Audah ‘Abdu. al-Tasyri’ al-Jina`i al-Islami. (Beirut : Muassah al-

Risalah, 1992).

Al-Qurthubi, Abu ‘Umar Yusuf bin ‘Abdullāh bin Muhammad bin ‘Abd al-Barr bin

al-‘Ashim al-Namri. al-Istidzkar, (Beirut : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2000).

Rusyd, Ibn. Bidâyatu al-Mujtahid, (Beirut: Dar al-Fikr, 2005).

Samudra, Imam. Aku Melawan Teroris, Solo: al-Jazeera, 2004.

Al-Sayis, Muhammad Ali. Tarikh al-Fiqh al-Islamy, (Maktabah wa Maṭbāh

Muhammad Ali Ṣabih wa Awlāduhu).

Schacht, Joseph. Pengantar Hukum Islam, alih bahasa. Moh Said dkk. (Clarendom

Pres.1977).

Subhan. "Hadis Kontekstual (Suatu Kritik Matan Hadis)." Mazahib 10.2 (2012).

Suryani. Metodologi Penelitian; Model Prakatis Penelitian Kuantitatif dan

Kualitatif (Universitas Pendidikan Indonesia, 2010).

Sutama.Metode Penelitian Pendidikan, (Surakarta: Fairuz Media, 2010).

Al-Syawkanī, Muhammad bin ‘Alī bin Muhammad bin ‘Abdullāh. Nayl al-Awṭār

(Mesir: Dār al-Hadis, 1993).

Al-Ṭahawi, Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad bin Salamah bin ‘Abd al-Malik bin

Salamah al-Azdi. Syarh Musykil al-Atsar (Beirut: Muassasah al-Risalah,

1949).

Page 81: PENGGUNAAN HADIS DALAM TINDAKAN TERORISMErepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36973/2/ALFI SYAHRIYATI-FU.pdfHadis-hadis ini dikumpulkan berdasarkan fi’il amar dari

70

Tauhid, Ahmad Zainut. Hukuman Mati terhadap Pelaku Tindak Pidana Terorisme

Perspektif Fiqh Jinayah. (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012).

Walter, Laqueur.The Age of Terrorism, Boston, MA : Little, Brown, 1987.

Wensink, A.J. Mu’jam al-Mufahras Li Alfādz al-Hadis al-Nabawi, Leiden: E.J.

Brill, 1986.

Al-Wizārah al-Awqāf wa al-Syu’ūn al-Islāmiyyah, al-Mawsu’ah al-Fiqhiyyah al-

Kuwaytiyyah (Kuwait:Wizārah al-Awqāf wa al-Syu’ūn al-Islāmiyyah, 1427).

Al-Yahshobi, Iyaḍ bin Musa bin ‘Iyaḍ. Ikmal al-Mu'allim bi Fawāidi Muslim.

Yaqub, Ali Mustafa. al-Ṭuruq al-Ṣahīhah fī Fahmi al-Sunnah al-Nabawiyyah

(Jakarta: Pustaka Firdaus, 2014).

Yaqub, Ali Mustafa. Ijtihad, Terorisme, dan Liberalisme, (Jakarta: Pustaka Firdaus,

2012).

Al-Zuhaili, Wahbah. al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, (Damaskus: Dār al-Fikr,

1984).