PENGGALIAN HAKIKAT, FUNGSI, DAN NILAI TRADISI LISAN …

13
1 PENGGALIAN HAKIKAT, FUNGSI, DAN NILAI TRADISI LISAN TIMOR DALAM UPAYA MEMPERKUAT RELASI KULTURAL INDONESIA - TIMOR LESTE Maria Matildis Banda, Ida Bagus Jelantik SP, Anak Agung Ayu Rai Wahyuni, Sri Jumadiah (Fakultas Ilmu Budaya Unud Jln. Nias 13 Denpasar) Abstrak Penelitian tentang "Penggalian Hakikat, Fungsi, dan Nilai Tradisi Lisan Timor dalam Upaya Memperkuat Relasi Kultural Indonesia - Timor Leste" dilaksanakan di Wini Kecamatan Insana Utara Kabupaten Timur Tengah Utara. Pada wilayah tersebut dan wilayah perbatasan lainnya sering terjadi konflik perebutan lahan, sengketa batas wilayah, hak atas tanah ulayat, perebutan tanah pemakaman, dan konflik sosial yang berkaitan hubungan kekerabatan dan siklus hidup (kelahiran, perkawinan, kematian), pertanian dan peternakan yang memperkeruh relasi. Karenanya kesadaran identitas perlu digali dari tradisi lisan untuk memperkuat relasi. Rumusan masalah: 1) bagaimanakah hakikat tradisi lisan sebagai kearifan lokal?; 2) bagaimanakah fungsi dan nilai tradisi lisan Timor. Tujuannya untuk mendapatkan data komprehensif tentang hakikat, fungsi, dan nilai tradisi lisan Timor yang yang berlaku di daerah perbatasan. Metode dan teori yang digunakan adalah metode penelitian lapangan melalui focus group discussion (FGD), workshop, dan wawancara; dan teori tradisi lisan. Hasilnya diketahui bahwa tradisi lisan memiliki fungsi dan nilai strategis dan politis sebagai berikut. Bahasa Dawan: 1) memperlancar komunikasi dan keterbukaan antarwarga; 2) mengatasi berbagai konflik dengan lebih mudah karena saling memahami; 3) memperkuat relasi dan hubungan kekerabatan karena berbagai ritual dijalankan dengan bahasa yang sama. Rumah adat dan ritual yang berkaitan dengannya: 1) simbol penguat identitas; 2) simbol pemersatu; dan 3) simbol kebanggaan asal-usul. Sejarah dan hukum adat: 1) fungsi dan nilai konsiliasi; 2) fungsi dan nilai rekonsiliasi, dan arbitrase yang berbasis keluarga, hubungan kekerabatan, rumah adat, suku, bahasa, dan budaya yang sama; 3) fungsi dan nilai diplomasi lokal berbasis hukum adat. Fungsi dan nilai tersebut diyakini dapat memperkuat relasi kultural antara kedua negara. Kata Kunci: Tradisi Lisan, Bahasa, Rumah Adat dan Budaya, Sejarah dan Hukum Adat.

Transcript of PENGGALIAN HAKIKAT, FUNGSI, DAN NILAI TRADISI LISAN …

Page 1: PENGGALIAN HAKIKAT, FUNGSI, DAN NILAI TRADISI LISAN …

1

PENGGALIAN HAKIKAT, FUNGSI, DAN NILAI TRADISI LISAN TIMOR

DALAM UPAYA MEMPERKUAT RELASI KULTURAL

INDONESIA - TIMOR LESTE

Maria Matildis Banda, Ida Bagus Jelantik SP,

Anak Agung Ayu Rai Wahyuni, Sri Jumadiah

(Fakultas Ilmu Budaya Unud Jln. Nias 13 Denpasar)

Abstrak

Penelitian tentang "Penggalian Hakikat, Fungsi, dan Nilai Tradisi Lisan Timor dalam

Upaya Memperkuat Relasi Kultural Indonesia - Timor Leste" dilaksanakan di Wini Kecamatan

Insana Utara Kabupaten Timur Tengah Utara. Pada wilayah tersebut dan wilayah perbatasan

lainnya sering terjadi konflik perebutan lahan, sengketa batas wilayah, hak atas tanah ulayat,

perebutan tanah pemakaman, dan konflik sosial yang berkaitan hubungan kekerabatan dan siklus

hidup (kelahiran, perkawinan, kematian), pertanian dan peternakan yang memperkeruh relasi.

Karenanya kesadaran identitas perlu digali dari tradisi lisan untuk memperkuat relasi. Rumusan

masalah: 1) bagaimanakah hakikat tradisi lisan sebagai kearifan lokal?; 2) bagaimanakah fungsi

dan nilai tradisi lisan Timor. Tujuannya untuk mendapatkan data komprehensif tentang hakikat,

fungsi, dan nilai tradisi lisan Timor yang yang berlaku di daerah perbatasan. Metode dan teori

yang digunakan adalah metode penelitian lapangan melalui focus group discussion (FGD),

workshop, dan wawancara; dan teori tradisi lisan.

Hasilnya diketahui bahwa tradisi lisan memiliki fungsi dan nilai strategis dan politis

sebagai berikut. Bahasa Dawan: 1) memperlancar komunikasi dan keterbukaan antarwarga; 2)

mengatasi berbagai konflik dengan lebih mudah karena saling memahami; 3) memperkuat relasi

dan hubungan kekerabatan karena berbagai ritual dijalankan dengan bahasa yang sama. Rumah

adat dan ritual yang berkaitan dengannya: 1) simbol penguat identitas; 2) simbol pemersatu; dan

3) simbol kebanggaan asal-usul. Sejarah dan hukum adat: 1) fungsi dan nilai konsiliasi; 2) fungsi

dan nilai rekonsiliasi, dan arbitrase yang berbasis keluarga, hubungan kekerabatan, rumah adat,

suku, bahasa, dan budaya yang sama; 3) fungsi dan nilai diplomasi lokal berbasis hukum adat.

Fungsi dan nilai tersebut diyakini dapat memperkuat relasi kultural antara kedua negara.

Kata Kunci: Tradisi Lisan, Bahasa, Rumah Adat dan Budaya, Sejarah dan Hukum Adat.

Page 2: PENGGALIAN HAKIKAT, FUNGSI, DAN NILAI TRADISI LISAN …

2

PENDAHULUAN

Relasi kultural Negara Kesatuan Republik Indonesia (RI) dengan Negara Democratik

Timor Leste (NDTL) dibangun dengan ungkapan: satu bahasa, satu rumah adat, satu budaya,

meskipun beda negara (Linus Lusi, BPP NTT, 2018). Ungkapan ini diharapkan dapat

mendukung upaya menjawab berbagai konflik di wilayah perbatasan Indonesia - Timor Leste.

Pertama. Banyak masalah yang bersumber pada kekacauan identitas. Beberapa contoh di

antaranya: 1) pertanyaan tentang tarian suru boek (menangkap udang) yang dipentaskan dalam

wellcome parthy kenegaraan (kerja sama Universitas Udayana dan NDTL) di kota Dili pusat

pemerintahan Negara Democratic Timor Leste (NDTL) (September 2016). Tarian Suru boek

diangkat dari salah satu tradisi lisan dan menangkap udang adalah salah satu mata pencaharian

masyarakat lokal kedua negara. Thomas, koreografer dan beberapa penari yang diwawancarai

pada waktu itu mempertanyakan soal "kepemilikan" tradisi dari NDTL ataukah dari Indonesia;

2) seorang mahasiswa yang berkunjung ke stand Pameran Budaya Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Udayana (13 September 2016). Ia gelisah dan bertanya mengapa motif tenun NTT

dan Timor Leste sama? Sebenarnya siapa dan mana yang berhak; 3) seorang mahasiswi

mengajukan pertanyaan (dalam seminar yang diadakan Kementrian Perdagangan, Industri, dan

Lingkungan Hidup NDTL bersama Ikadin Bali, Ikadin Timor Leste, dan Universitas Udayana

Selasa, 13 September 2016) tentang tarian, tenun ikat, bahasa daerah. “Sebenarnya, milik

siapa?”; 4) kisah perebutan jenazah WNI turunan asli NDTL yang meninggal di Oekusi Hospital.

Almarhum adalah ASN di Kecamatan Wini Utara. Perebutan jenazah berlangsung alot dengan

meninggalkan berbagai problem asal usul, rumah adat, dan warga negara (disampaikan Bpk.

Dominikus, Camat Wini).

Pertanyaan di atas menggarisbawahi kesadaran akan keunikan Timor Leste yang berbagi

pulau dengan Propinsi Nusa Tenggara Timor; sekaligus “ketidaksadaran” asal-usul leluhur,

tradisi lisan, dan kebudayaan yang sama antara Timor Indonesia dan Timor Timor Leste.

Kearifan yang sesungguhnya dari tanah leluhur yang lahir secara turun-temurun di sebuah pulau

-yang menurut legenda - terjadi dari perjanjian laki-laki Timor dengan seekor anak buaya.

Kedua. Kegamangan identitas di tingkat masyarakat dilengkapi juga dengan

permasalahan perbatasan RI - NDTL dalam konteks regulasi formal berupa kebijakan, hukum,

dan undang-undang. Sebagaimana dijelaskan CNN Indonesia melalui Laudya Gracivia

(indografis) dengan naskah Raja Eben Lumbanrau dan Anggi Kusuma Dewi, terdapat 907 titik

yang ditetapkan dalam persetujuan tentang perbatasan darat, pada tanggal 08 Juni 2005.

Sebagaimana dijelaskan Kaseh bahwa di balik pesoalan perbatasan negara sesunguhnya

terdapat pula persoalan lain yang justru membuat kondisi perbatasan semakin rumit dan

kompleks. Persoalan-persoalan tersebut antara lain mengenai tanah ulayat, rumah adat,

kependudukan, asal usul keturunan, hubungan perkawinan, kesehatan, serta berbagai ritual adat

maupun ritual agama formal (Katolik), tempat pemakaman, pasar tradisional, jalan tikus yang

terletak di wilayah kedua negara. Demikian pula persoalan warisan adat, persoalan hewan

gembalaan yang melintasi batas negara, dan lain sebagainya (Kaseh, 2017:5). Persoalan ini tidak

dapat dipecahkan di atas meja PBB, meja pemerintah dan berbagai regulasi, apalagi meja hijau

dengan hukum modern.

Page 3: PENGGALIAN HAKIKAT, FUNGSI, DAN NILAI TRADISI LISAN …

3

Fenomena-fenomena di atas menjadi salah satu alasan mendasar untuk menggali dan

menemukan kearifan lokal (local wisdom) yang termuat dalam nilai-nilai tradisi lisan. Nilai-nilai

yang menyatakan kesadaran diri dalam karakter kelompok sebagai cermin identitas masyarakat.

Identitas sebagai cermin karakter dasar yang dimiliki bersama dapat digali antara lain melalui

tradisi lisan dengan rumusan masalah sebagai berikut: 1) bagaimanakah hakikat tradisi lisan

Timor sebagai kearifan lokal?; 2) bagaimanakah fungsi dan nilai tradisi lisan Timor sebagai

kearifan lokal yang memiliki fungsi strategis dan politis dalam membangun relasi kultural

Indonesia - Timor Leste? Tujuannya untuk mendapatkan data komprehensif tentang hakikat,

fungsi, dan nilai tradisi lisan Timor yang dapat dimanfaatkan untuk memperkuat relasi kultural

Indonesia - Timor Leste.

II. TEORI DAN METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Pulau Timor di wilayah perbatasan Indonesia - Timor Leste.

Khususnya daerah Wini Kecamatan Insana Utara yang berbatasan langsung dengan Distrik

Oequsi Timor Leste. Teori yang digunakan adalah teori tradisi lisan yang menggarisbawahi

peran dan fungsinya bagi masyarakat. Data yang diamati dalam penelitian ini adalah data primer

tentang tradisi lisan diperoleh melalui penelitian lapangan dan data sekunder melalui kajian

pustaka serta berbagai informasi yang diperoleh melalui media sosial. Data primer diperoleh

melalui workshop yang diselengarakan di Kantor Badan Perbatasan NTT 09 Juli 2018 dan Focus

Group Disscussion (FGD) di Wini, 11 Juli 2018.

Ruang lingkup penelitian terdiri atas: 1) hakikat tradisi lisan di Pulau Timor berdasarkan

rumusan tradisi lisan menurut UNESCO dan Pedoman Kajian Tradisi Lisan; 2) fungsi dan nilai

tradisi lisan Pulau Timor dalam peran politis dan strategis bagi relasi kultural antara kedua

negara NKRI dan NDTL. Analisis data dilakukan bersamaan dengan proses penelitian. Analisis

data mulai dilakukan sejak data dikumpulkan. Tahapan analisis data terdiri atas tiga sub-proses

yang berkaitan (Haberman, 1984, 1994), yaitu: reduksi data, penyajian data, dan pengambilan

simpulan/verifikasi (Denzin, ed., 2009: 592). Penyajian data (data display) adalah konstruksi

informasi padat terstruktur yang memungkinkan pengambilan simpulan dan penerapan aksi

dengan memperhatikan reduksi data sebagai dasar pemaknaan (Haberman dalam Denzin, ed.,

2009: 592). Penyajian data dideskripsikan secara naratif (informal) yang dilengkapi dengan foto,

tabel, dan gambar (formal). Penyajian dilanjutkan dengan pengambilan simpulan verifikasi dan

penetapan makna dari data yang telah tersaji (Haberman dalam Denzin, ed, 2009: 592).

III HASIL PENELITIAN

3.1 Hakikat Tradisi Lisan

"Tralisi lisan (selanjutnya disingkat TL) tidak sekadar penuturan, melainkan konsep

pewarisan sebuah budaya dan bagian diri kita sendiri sebagai makhluk sosial" (Pudentia, 2012).

Tradisi lisan lebih jauh memiliki arti penting dalam pelestarian budaya nusantara. Bentuk,

Page 4: PENGGALIAN HAKIKAT, FUNGSI, DAN NILAI TRADISI LISAN …

4

fungsi, dan nilai tradisi lisan dapat diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat, baik

masyarakat tradisional maupun masyarakat modern. Hakikat tradisi lisan ditentukan oleh

kelisanan dalam implementasi maupun dalam transmisi. Lord (1976) mengungkapkan tentang

kelisanan yang tidak dapat digantikan dengan penulisan dalam upaya-upaya pewarisan.

Perhatikan kutipan berikut ini.

Ada mungkin kebingungan ketika dikatakan bahwa penyair lisan mempelajari lagunya

secara lisan, menyusunnya secara lisan, dan mentransmisikannya secara lisan kepada

lainnya. Keberatan serupa dapat diteruskan melawan istilah yang “populer,” diturunkan

dari bahasa Latin sama dengan “rakyat.” Demam nasionalisme dalam abad ke sembilan

belas menghantar ke penggunaan epik lisan untuk propaganda nasionalis. Beberapa

sarjana berusaha untuk menghindari perangkap tiga istilah yang didiskusikan, rakyat,

populer, dan nasional, dengan cara lain pada kata “primitif.” Secara ringkas, semua

istilah digunakan untuk mewakili puisi naratif lisan dalam upaya untuk

membedakannya, puisi naratif tertulis berisi beberapa indikasi dalam perbedaan bentuk.

Jika kebutuhan suatu klarifikasi proses yang menghasilkan puisi naratif lisan

direfleksikan dalam kebingungan istilah yang digunakan untuk mewakili puisi,

kebutuhan ini bahkan lebih nyata, dalam variasi teori yang dikemukakan dalam dua

abad belakangan (dan yang masih bertahan dalam satu bentuk atau lain sekarang) untuk

menjelaskan fenomena epik lisan yang khusus (Lord, 1976: 1).

Kutipan di atas menjelaskan: 1) proses penyampaikan cerita secara lisan; 2) proses

penyampaian isi teks berlangsung dan disusun secara lisan; dan 3) tentang tradisi lisan yang

ditransmisikan secara lisan. Hal ini juga dijelaskan secara terperinci oleh Banda (2016)

berdasarkan beberapa referensi tentang kelisanan sebagaimana dikutip berikut ini.

Pertama, tradisi lisan adalah pengetahuan dan adat istiadat yang disampaikan turun-

temurun secara lisan. Kedua, tradisi lisan adalah hasil karya seni dan hukum adat yang

berkelanjutan dalam proses budaya. Ketiga, tradisi lisan adalah berbagai bentuk karya

sastra tradisional yang disampaikan secara lisan dan hidup dalam konteks estetika

sejarah, struktur dan organisasi sosial, filsafat, etika, serta nilai-nilai moral. Singkatnya,

tradisi lisan adalah pengetahuan, adat istiadat, karya seni, hukum adat, sastra tradisional;

diturunkan secara lisan; hidup dalam konteks estetika sejarah, struktur dan organisasi

sosial, filsafat, etika, nilai-nilai moral; dan berkelanjutan dalam proses budaya yang

dinamis (Banda, 2015:23), ekspresif, dan mengikuti perkembangan zaman. Oleh Goody

(1992) dijelaskan bahwa tradisi lisan terdiri dari apapun yang diteruskan melalui saluran

lisan; dengan kata lain sebenarnya keseluruhan dari budaya itu sendiri (Banda, 2016).

Tradisi lisan adalah berbagai pengetahuan dan adat kebiasaan yang secara turun-temurun

disampaikan secara lisan, mencakup tidak hanya cerita rakyat, mitos, dan legenda, tetapi sistem

kognitif masyarakat, sejarah, hukum, hukum adat, practices, dan medication (Tol, 1995: 2;

Hoed, 2008: 184). Oleh UNESCO tradisi lisan dirumuskan sebagai berikut.

Tradisi lisan itu adalah tradisi yang ditransmisi dalam waktu dan ruang dengan ujaran dan

tindakan. Dengan demikian tradisi lisan mencakup: 1) kesusastraan lisan; 2) teknologi

tradisional; 3) pengetahuan folk di luar pusat-pusat istana dan kota metropolitan; 4)

Page 5: PENGGALIAN HAKIKAT, FUNGSI, DAN NILAI TRADISI LISAN …

5

unsur-unsur religi dan kepercayaan folk (di luar batas formal agama-agama besar); 5)

kesenian folk diluar pusat-pusat istana dan kota metropolitan; 6) hukum adat. Dalam

pembagian ini, sastra lisan menjadi bagian dari tradisi lisan (Hutomo, 1991).

Penjelasan di atas menggarisbawahi bahwa hakikat tradisi lisan adalah kelisanannya. Pulau

Timor pada umumnya tidak memiliki tradisi tulis. Berbagai pewarisan tradisi lisan seperti

bahasa, budaya, dan adat istiadat disampaikan secara turun-temurun dalam bentuk lisan dan

pewarisannya pun dilakukan secara lisan. Tradisi lisan memuat berbagai kearifan lokal warisan

leluhur untuk dicermati dan dilaksanakan sehingga fungsi dan nilainya dapat dijadikan pedoman

hidup.

3.2 Fungsi dan Nilai Tradisi Lisan

Ada lima macam nilai dalam tradisi lisan sebagai produk budaya dan karya seni yaitu:

1) nilai hedonik memberi kepuasan secara langsung, sebagai kesenangan semata-mata; 2) nilai

artistik, nilai keindahan itu sendiri; 3) nilai kultural, nilai-nilai yang bermanfaat bagi masyarakat;

4) nilai etis, nilai moral religius, dan 5) nilai praktis, bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari

(Shipley melalui Kutha, 2013:308). Kelima nilai ini merupakan pegangan dasar bagi manusia

dalam bertindak. Apakah seseorang bertindak berdasarkan nilai hedonik demi uang, kekayaan,

kepuasan, dan kesenangan semata-mata? Ataukah sesorang bertindak berdasarkan nilai etis,

artistik, dan kultural?

Nilai mempunyai peran yang amat penting dalam kehidupan manusia, karena dapat

dikatakan bahwa seluruh kehidupan manusia berkisar pada usaha-usahanya untuk menciptakan,

memperjuangkan, dan mempertahankan bermacam-macam nilai, mulai dari nilai-nilai yang

bersifat biasa, hingga sampai ke nilai-nilai yang bersifat luhur dalam urusan yang penting-

penting (Gie, 2004: 107; Tajuddin, 2005: 33). Dalam kaitannya dengan penggalian hakikat,

fungsi, dan nilai-nilai budaya di Pulau Timor, perlu ditentukan nilai-nilai luhur yang memiliki

peran politis dan peran strategis sebagai upaya untuk mengatasi konflik.

Kedudukan nilai sering kali begitu tinggi dalam konsep kebudayaan (karena tingkah

laku dianggap berpedoman pada nilai, dan kebudayaan material diciptakan berdasarkan sistem

nilai) tampaknya perlu direlatifkan, supaya konsep kebudayaan dapat menjadi lebih realistis

terhadap perkembangan sekarang (Kleden Ignas, 1985: 81). Dengan demikian penggalian

hakikat, fungsi, dan nilai tradisi lisan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah nilai-nilai

luhur yang digali dari tradisi lisan Timor. Tradisi lisan yang memiliki peran politis dan peran

strategis dalam kebersamaan dan keamanan kedua wilayah negara.

3.2.1 Fungsi dan Nilai Bahasa dan Sastra Lisan

Menurut catatan Badan Bahasa, NTT memiliki 64 bahasa lokal (bahasa daerah atau

bahasa ibu). Bahasa-bahasa tersebar di seluruh Propinsi NTT yang terdiri dari pulau-pulau itu.

Secara khusus bahasa ibu atau bahasa daerah di Wini Insana Utara Kabupaten Timur Tengah

Utara adalah Bahasa Dawan.

Page 6: PENGGALIAN HAKIKAT, FUNGSI, DAN NILAI TRADISI LISAN …

6

Bahasa Dawan (Timor) dituturkan di Kabupaten Kupang, Kabupaten Ambenu, Kabupaten

Timor Tengah Utara, dan Kabupaten Timor Tengah Selatan. Penutur bahasa Dawan

(Timor) berbeda-beda dalam menyebut bahasa yang mereka gunakan. Di Desa Camplong

I, Oenoni, dan Teunbaun, bahasa Dawan (Timor) disebut sebagai bahasa Timor Dawan; di

Desa Bipolo, Hauteas, Abani, dan Oepliki disebut sebagai bahasa Timor Naikono; di Desa

Tetaf dan Manufui disebut sebagai bahasa Timor; di Desa Sallu dan Manunain disebut

sebagai bahasa Dewan; di Desa Netpala, Nenas, Bijeli, Nobi-Nobi, Lotas, dan Lilo disebut

sebagai bahasa Dawan. (Badan Bahasa).

Bahasa Dawan tidak disebutkan dalam penelitian Sudiartha dkk (1991). Dari workshop

yang diselenggarakan di Badan Pengelolah Perbatasan NTT (09 Juli 2018) diketahui ada empat

bahasa daerah di Timor Indonesia yaitu bahasa Tetun, Helong, Bunak, dan bahasa Dawan.

Dalam Focus Group Disscusion (FGD) dilaksanakan di lokasi penelitian Wini Kecamatan Insana

Utara (11 Juli 2018) diketahui bahasa bahasa Dawan adalah bahasa yang sama digunakan di

Timor Indonesia -khususnya Kabupaten Timur Tengah Utara dan Timor Leste- lebih khusus lagi

di daerah TTU bagian Utara (Kecamatan Insana Utara) yang berbatasan langsung dengan Oekusi

Timor Leste dan wilayah perbatasan lainnya. Masyarakat di wilayah perbatasan itu juga

menggunakan bahasa Indonesia. Karenanya komunikasi dapat berlangsung dengan lancar dan

hubungan yang dibangun menjadi lebih baik karena saling mengerti atas dasar bahasa yang

sama.

Masyarakat daerah perbatasan ini juga mengenal tradisi sastra lisan. Salah satunya

legenda terjadinya Pulau Timur yang diyakini berasal dari seekor buaya yang berubah wujud

menjadi pulau. Hal ini terjadi karena rasa kasih dan terima kasih kepada seorang pemuda yang

telah menolongnya kembali ke sungai pada saat sang buaya tersesat di daratan. Mitos tentang

buaya ini diwujudkan antara lain dalam motif buaya yang mendominasi motif tenun ikat khas

NDTL maupun Timor Indonesia.

Bahasa adalah jati diri pemiliknya. Bahasa menunjukkan bangsa yang memiliki fungsi

dan nilai stategis maupun politis bagi keberlangsungan hidup. Demikian pula Bahasa Dawan di

wilayah perbatasan Wini Insana Utara dan Oekusi memiliki peran strategis dan politis: 1)

memperlancar komunikasi dan keterbukaan antarwarga; 2) mengatasi berbagai konflik yang

terjadi antar warga dengan lebih mudah karena saling memahami; 3) memperkuat relasi dan

hubungan kekerabatan karena berbagai ritual dijalankan dengan bahasa yang sama. Bahasa juga

memiliki fungsi sebagai simbol identitas, alat pemersatu, dan alat perhubungan antarbudaya

(Sukartha, dkk. 2005:3). Bahasa pada hakekatnya adalah lisani (Ikram, 2008: 204) yang

digunakan untuk berbagai tradisi lisan, salah satu tradisi yang mengekspresikan kebudayaan

yang diturunkan leluhur. Apa yang diajarkan kepada kita selama ini tentang kebudayaan telah

membentuk suatu keyakinan bahwa kebudayaan itu merupakan blue-print yang telah menjadi

kompas dalam perjalanan hidup manusia, ia menjadi pedoman dalam tingkah laku (Abdullah,

Irwan, 2010: 1).

Page 7: PENGGALIAN HAKIKAT, FUNGSI, DAN NILAI TRADISI LISAN …

7

3.2.2 Fungsi dan Nilai Rumah Adat

Usfinnit (2003) menjelaskan bahwa Pulau Timor adalah sebuah wilayah transisi.

Penduduknya merupakan campuran antara Proto-Melayu dan Melanesia, bahkan, menurut W.

Keers (1928), ada tanda-tanda ras Negrito. Wilayah Insana didiami oleh orang Dawan atau Atoni

(Melanesia). Tiap suku mempunyai cabang atau subklan. Suku-suku pada umumnya terbagi atas

tiga kelompok besar, yaitu usif (bangsawan), amaf, (pendamping bangsawan, penjaga tanah) dan

kolo manu (masyarakat biasa) (Usfinit, 2003). Kelompok suku tersebut membentuk sebuah

sistem kekerabatan yang masih berlaku sampai sekarang. Menurut Yan Meko dan Dominikus

(narasumber) kelompok kekerabatan di Dawan disebut Ume.

Ume dalam masyarakat Dawan mengenal struktur adat menurut wilayah terdiri atas

wilayah pusat (Usfinit, Usif Besar Dalam, Amaf Dalam), wilayah tengah (Usif Tengah, Amaf

Tengah), wilayah luar (Timur, Utara, Selatan, dan Barat) yang dilengkapi dengan sejumlah suku

(Usfinit, 2003) yang memiliki tugas dan fungsi masing-masing, serta identitas yang khas

sebagaimana dijelaskan Usfinit yaitu:

1) aturan atau tata cara adat (nono atau tusi);

2) larangan atau pantangan (nuni);

3) wilayah teritorial atau tanah kekuasaan (in naijan in pa ma in nifu);

4) rumah adat (tola), yaitu sonaf le’u bagi usif dan uam le’u bagi amaf;

5) sumber air (oela atau oe makana), yang dikeramatkan;

6) pohon dan tempat keramat (hau le’u dan bale mnasi le’u);

7) bukit batu dan gunung (fatu makana dan nu makana);

8) cap atau tanda suku (malak) dan hetes yaitu memotong kuping ternak peliharaan,

pada zaman dahulu malak dipakai sebagai semacam tanda pengenal suatu suku.

Segenap identitas berpusat pada rumah adat. Rumah adat adalah salah satu penanda

identitas orang Dawan baik ada di wilayah Timor Leste maupun yang di Timor Indonesia. Sama

seperti orang Dawan, hampir semua etnis di NTT menempatkan rumah adat sebagai salah satu

penanda identitas. Dalam diskkusi kelompok terpadu dan wawancara di lapangan diketahui

bahwa upacara dan ritual disepakati bersama dalam rumah adat dan suku. Rumah adat adalah

tempat berbagai masalah dalam keluarga kecil maupun dalam keluarga yang lebih luas

diselesaikan. Rumah adat sebagai pusat ritual yang berkaitan dengan kepemilikan tanah,

pertanian dan peternakan, sistem upacara, sistem kemasyarakatan dan siklus hidup.

Rumah adat -sebagaimana yang diketahui dari FGD di Wini- terdiri atas dua jenis yakni

rumah adat beratap alang-alang dan rumah adat beratap gewang/lontar. Keduanya memiliki

fungsi yang sama. Ritual dilaksanakan dalam periode tertentu untuk rumah adat lama, rumah

adat yang direnovasi karena rusak termakan usia, maupun untuk pembuatan rumah adat baru

(taten nibaki).

Warga Timor Leste ada yang memiliki rumah adat di wilayah Indonesia demikian pula

sebaliknya. Karenanya dalam waktu tertentu keluarga besar berkumpul di rumah adat untuk

Page 8: PENGGALIAN HAKIKAT, FUNGSI, DAN NILAI TRADISI LISAN …

8

berbagai hal. Dalam periode tertentu juga dilaksanakan ritual yang berkaitan dengan rumah adat.

Ritual pertanian pun berpusat pada rumah adat artinya dimulai dengan pemujaan pada

leluhur dan Yang Mahatinggi dalam rumah adat, sebelum dilaksanakan di kebun atau tempat

tertentu (Yan Meko). Ritual panen adalah salah satu ritual yang mempertemukan keluarga besar

dalam rumah adat.. Keluarga besar berkumpul pada saat ini diselenggarakan oebanit (Nyanyian

syukur pada saat panen jagung), pangkahale (nyanyian menghibur duka saat menumbuk padi)

tahfeu (makan bersama hasil panen). Dalam semua ritual tersebut, pemujaan terhadap leluhur

melalui tradisi bakar lilin di tempat pemujaan dalam rumah adat, maupun bakar lilin di

pemakaman. Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa rumah adat memiliki fungsi dan nilai

strategis dan politis sebagai berikut: 1) simbol penguat identitas; 2) simbol pemersatu; dan 3)

simbol kebanggaan asal-usul.

3.2.3 Sejarah dan Hukum Adat

Pemahaman sejarah dan hukum adat adalah hal yang serius dalam membangun relasi

kultural Indonesia - Timor Leste. Banyak argumentasi yang telah dikemukakan mengenai

penanganan masalah-masalah perbatasan Indonesia - Timor Leste melalui hukum adat.

Tampaknya hukum adat sebagai salah satu wujud kearifan lokal disadari oleh Pemerintah

Propinsi NTT melalui Badan Pengelolah Perbatasan NTT (BPP NTT). Sesuai Keputusan Menteri

Dalam Negeri dan Otonomi Daerah selaku Koordinaor Komite Bersama RI-UNTAET Nomor

185.05-079 tahun 2001 tentang Pembentuka Perantara Perbatasan (Border Liaison) RI dan

Timor-Timor, menetapkan Wakil Gubernur NTT sebagai Ketua Border Liaison Committee

(BLC). BLC merupakan forum kerjasama untuk membahas aspek teknis dan aspek sosial budaya

masyarakat perbatasan RI-RDTL. BLC juga sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam

mendukung Joint Border Committee (JBC) RI-RDTL yang diketuai oleh Direktur Jenderal

Pemerintahan Umum Kemendagri dan Joint Ministrial Committee (JMC) RI-RDTL yang

diketuai oleh Menteri Luar Negeri (Manehat, 2014). Dengan demikian berbagai konflik yang

terjadi di daerah perbatasan dapat diselesaikan dengan kearifan lokal dan diplomasi lokal

berbasis kearifan hukum adat.

Mengkaji kekuatan berlakunya diplomasi lokal berbasis hukum adat dari aras faktual

atau dari konteks berlakunya, berarti yang hendak diuji disini adalah mengenai konteks

sosial budaya di mana hukum adat itu tumbuh, hidup dan berkembang. Hukum adat

yang menjadi basis penyelenggaraan diplomasi lokal itu, walaupun tidak tertulis tetapi

ditaati secara sadar dan sepenuh hati, maka kekuatan berlaku secara “materialnya

tebal”, sekalipun kekuatan “formalnya lemah” karena tidak dituliskan dan diundangkan.

Secara material, kekuatan berlakunya hukum adat tergolong “tebal”, karena adanya

kesadaran dari masyarakat Timor pada umumnya (baik di Timor Barat maupun Timor

Leste) bahwa secara geneologis memiliki hubungan kekerabatan sebagai saudara satu

turunan. Dengan demikian, sekalipun secara politis dipisahkan oleh sekat (batas) negara

tetapi diantara warga masih tetap mengakui adanya hubungan kekerabatan dan tatanan

hukum adat sebagai pedoman hidup bersama (Kaseh, 2018).

Kutipan di atas menjelaskan: 1) diplomasi lokal berbasis hukum adat; 2) konteks budaya

di mana hukum adat itu tumbuh, hidup, dan berkembang; 3) adanya kesadaran masyarakat

Page 9: PENGGALIAN HAKIKAT, FUNGSI, DAN NILAI TRADISI LISAN …

9

tentang hubungan geneologis kekerabatan satu turunan; dan 4) pemahaman tentang tatanan

hukum adat sebagai pedoman hidup bersama.

Sebagaimana dijelaskan Usfinit (2003) diplomasi lokal berbasis hukum adat pada

dasarnya diwujudkan melalui komunikasi berbasiskan asal usul yang sama dengan

memperhatikan peran tua adat, rumah adat, eksistensi suku, fungsi kampung, dan hak-hak juga

kewajiban akan tanah ulayat.

Pertikaian atau sengketa tanah pada umumnya terjadi karena pemahaman yang keliru

tentang kepemilikan tanah, asal-usul, hubungan kekerabatan, hubungan antarsuku, dan hal-hal

lainnya yang terjadi sebagaimana dijelaskan Usfinit berikut ini.

Pada masa sekarang pembagian tanah untuk para suku amaf dan usif ini sudah

semakin bergeser akibat kurangnya pengetahuan penguasa wilayah formal tentang

adat-istiadat setempat, serta hilangnya fungsi tobe, dilaksanakan pembentukan desa

gaya baru, dan berlakunya UU agraria yang baru. Yang mempunyai hak atas tanah

kini adalah kepala desa, pada hal mereka kurang memahami secara mendalam adat-

istiadat serta riwayat tanah-tanah adat, termasuk pusuf-kelef serta susu laku.

Akibatnya tak jarang terjadi perebutan atas tanah yang dianggap tidak bertuan. Sejak

pemerintahan eksekutif diatur penjajah, dilakukan pengangkatan pejabat pemerintah

dari orang ataupun suku yang tidak sesuai dengan struktur adat, dan setiap orang atau

suku yang diangkat rupanya berupaya mendahulukan kepentingan dirinya atau

sukunya untuk menguasai tanah, sehingga hak atas tanah oleh atupas hampir hilang

(Usfinit, 2003:13).

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa pemahaman sejarah dan hukum adat perlu

ditegaskan kembali. Rumah adat sebagai pusat penyelesaian konflik penting diperhatikan

sehingga masalah lebih mudah diatasi dibandingkan dengan hukum positif dan meja hijau.

Fungsi dan nilai politis dan strategis rumah adat adalah sebagai berikut.

a. Fungsi dan nilai konsiliasi.

b. Fungsi dan nilai rekonsialisasi, dan arbitrase yang berbasis keluarga, hubungan

kekerabatan, rumah adat, suku, bahasa, dan budaya yang sama.

c. Fungsi dan nilai diplomasi lokal berbasis hukum adat.

IV. KESIMPULAN

Kesimpulan penelitian Hibah Unggulan Udayana (HUU) tentang "Penggalian Hakikat,

Fungsi, dan Nilai Tradisi Lisan Timor dalam Upaya Memperkuat Relasi Kultural Indonesia -

Timor Leste" adalah sebagai berikut.

Pertama. Bahasa yang digunakan diwilayah perbatasan Insana Utara Kabupaten Timur

Tengah Utara (TTU) adalah Bahasa Dawan. Bahasa Dawan adalah simbol identitas etnik Dawan

yang tersebar di bagian Timor Pulau Timur Indonesia maupun Timur Pulau Timor yang menjadi

bagian dari Timor Leste (NDTL). Bahasa memiliki fungsi dan nilai strategis dan politis: 1)

Page 10: PENGGALIAN HAKIKAT, FUNGSI, DAN NILAI TRADISI LISAN …

10

memperlancar komunikasi dan keterbukaan antarwarga; 2) mengatasi berbagai konflik yang

terjadi antar warga dengan lebih mudah karena saling memahami; 3) memperkuat relasi dan

hubungan kekerabatan karena berbagai ritual dijalankan dengan bahasa yang sama. Bahasa juga

memiliki fungsi sebagai simbol identitas, alat pemersatu, dan alat perhubungan antarbudaya

(Sukartha, dkk. 2005:3).

Kedua. Berbagai ritual adat, sistem upacara, sistem kemasyarakatan dan siklus hidup,

sistem dan kepercayaan kepada kekuatan gaib, serta stratifikasi sosial yang dipahami dan

dihayati bersama antara masyarakat berpusat pada rumah adat. Asal usul suku dan rumah adat

yang sama adalah kekuatan utama yang berkaitan dengan identitas. Rumah adat memiliki fungsi

dan nilai strategis dan politis sebagai berikut: 1) simbol penguat identitas; 2) simbol pemersatu;

dan 3) simbol kebanggaan asal-usul.

Ketiga. Sejarah dan hukum adat adalah salah satu kearifan lokal utama. Kearifan lokal

yang digali dari sejarah dan hukum adat dapat dijadikan spirit bersama untuk mengatasi

berbagai konflik seperti: batas negara, hak ulayat, tanah pemakaman, kepemilikan rumah adat,

klaim terhadap hewan peliharaan, serta berbagai masalah lainnya. Sejarah dan hukum adat, perlu

dipertegas karena fungsi dan nilai politis dan strategisnya sebagai berikut. 1. Fungsi dan nilai

konsiliasi. 2. Fungsi dan nilai rekonsialisasi, dan arbitrase yang berbasis keluarga, hubungan

kekerabatan, rumah adat, suku, bahasa, dan budaya yang sama. 3. Fungsi dan nilai diplomasi

lokal berbasis hukum adat.

Yang dapat disarankan saat ini adalah perlunya penelitian yang lebih konprehensif untuk

menghasilkan kebijakan-kebijakan yang berpijak pada nilai-nilai tradisi serta kearifan lokal.

Nilai dan kearifan tidak dapat menjelaskan apa pun apabila hanya tersimpan sebagai

sebuah hasil penelitian yang tertulis dan dipajang di atas meja. Perlu dipikirkan kebijakan

berbasis tradisi lisan dan nilai-nilainya yang disepakati sebagai sebuah regulasi yang dipatuhi

bersama.

Page 11: PENGGALIAN HAKIKAT, FUNGSI, DAN NILAI TRADISI LISAN …

11

Daftar Pustaka

Abdullah, Irwan. 2010. Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Banda, Maria Matildis 1996. ”Tradisi Sangaza: Ragam Puisi Lisan Ngadha Bajawa Flores Nusa

Tenggara Timur” Makalah Lokakarya Hasil Penelitian Asosiasi Tradisi Lisan

Nusantara Jakarta.

Finnegan, Ruth. 1978. Oral Literature in Afrika airobi, London: Oxford University Press.

Fox, Djames J. 1986. Bahasa, Sastra, dan Sejarah. Kumpulan Karangan Mengenai Masyarakat

Roti. Terjemahan Sapardi Djoko Damono. Seri ILDEP. Jakarta: Djambatan.

Goody, Jack. 1968. Literacy In Traditional Societies. Cambridge: The Univercity Press.

Goody, Jack. 1992. “Oral Culture” dalam buku Folklore, Cultural Perfomance, dan Popular

Entertainments A Communication Centered Handbook. Baurman, Richard.

1992. Oxford University Press.

Ikram Achadiati, 2008 “Beraksara dalam kelisanan” dalam Metodologi Kajian Tradisi Lisan,

Pudentia MPSS, ed. 2008. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan.

Kase, Dhesy A. Model Penyelesaian Sengketa Internasional Berbasis Hukum Adat, Kupang:

Mediacentre Publishing, 2018.

Kleden, Ignas. 1985. “Kebudayaan: Agenda buat Dayacipta” dalam Majalah Prisma No 1 tahun

1985 Tahun XIV. Jakarta: LP3ES.

Kleden Ignas.1995. Fungsi Kesenian dalam Masyarakat. Pergeseran Nilai-Nilai Moral,

Perkembangan Kesenian, dan Perubahan Sosial” dalam Kongres Kesenian

Indonesia I 1995.

Mubyarto, Prof. Dr. 1990. “Masyarakat Desa Timor-Timor” Laporan Penelitian Sosio-

Antropologis. Yogyakarta: Pusat Penelitian dan Pembangunan Pedesaan dan

Kawasan UGM.

Sudiarga, dkk. 1990/1991. “Sastra Lisan Tetun Belu” Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra

Indonesia dan daerah Bali. Denpasar: Depdikbud.

Sudiartha, dkk. 1991. “Survei Bahasa dan Sastra di Timor Timur” Proyek Penelitian Bahasa dan

Sastra Indonesia dan daerah Bali. Denpasar: Depdikbud.

Page 12: PENGGALIAN HAKIKAT, FUNGSI, DAN NILAI TRADISI LISAN …

12

Poespawardojo, Soerjanto. 1986. “Pengertian Local Genius dan Relevansinya dalam

Modernisasi” dalam Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius), Ayatrohaedi,

ed. Jakarta: Pustaka Jaya.

Rahyono, F.X. 2009. Kearifan Budaya dalam Kata. Jakarta: Wedatama Widyasastra.

Pudentia, MPSS. 2004. “kelisanan dan keberaksaraan dalam naskah Roro Mendut dan

Pronocitro:

Kasus Perlawanan Pesisiran Terhadap Mataram” dalam Naskah, Tradisi Lisan dan

Sejarah.Jakarta: Akademi Jakarta Bekerja sama dengan PMB-LIPI, PSDR - LIPI,

dan ATL

Yosef Eilers, Frans. 1995. Komunikasi Antara Budaya. Ende: Nusa Indah.

-----------------------------------------------------

Laudya Gracivia (indografis) CNN 2005

___________________________________

Page 13: PENGGALIAN HAKIKAT, FUNGSI, DAN NILAI TRADISI LISAN …

13