PENGERTIAN RAHN

12
BAB I PENDAHULUAN Dalam hal jual beli sungguh beragam, bermacam-macam cara orang untuk mencari uang dan salah satunya dengan cara Rahn (gadai). Para ulama berpendapat bahwa gadai boleh dilakukan dan tidak termasuk riba jika memenuhi syarat dan rukunnya. Akan tetapi banyak sekali orang yang melalaikan masalah tersebut senghingga tidak sedikit dari mereka yang melakukan gadai asal- asalan tampa mengetahui dasar hukum gadai tersebut. Oleh karena itu saya akan mencoba sdikit menjelaskan apa itu gadai dan hukumnya. 1

description

pengertian Rahn dan dasar hukumnya..

Transcript of PENGERTIAN RAHN

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam hal jual beli sungguh beragam, bermacam-macam cara orang untuk mencari uang

dan salah satunya dengan cara Rahn (gadai). Para ulama berpendapat bahwa gadai boleh

dilakukan dan tidak termasuk riba jika memenuhi syarat dan rukunnya. Akan tetapi banyak

sekali orang yang melalaikan masalah tersebut senghingga tidak sedikit dari mereka yang

melakukan gadai asal-asalan tampa mengetahui dasar hukum gadai tersebut. Oleh karena itu saya

akan mencoba sdikit menjelaskan apa itu gadai dan hukumnya.

1

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengrtian Rahn (gadai)

Secara etimologi, rahn berarti والدوام الحبس yakni tetap berarti (tetap dan lama) الثبوت

pengekangan) واللزوم dan keharusan). Sedangkan menurut istilah ialah penahanan terhadap

suatu barang sehingga dapat dijadikan sbagai pembayaran dari barang tersebut. Akan tetapi

menurut ulama hanafiyah Gadai secara istilah ialah mnjadikan suatu benda sebagai jaminan

utang yang dapat dijadikan pembayar ktika berhalangan dalam membayar utang.

2. Sifat Rahn

Secara umum rahn dikatagorikan sebagai akad yang bersifat derma sebab apa yang

diberikan penggadai (rahn) kepada penerima gadai (murtahin) tidak ditukar dengan sesuatu.

Yang di berikan murtaqin kepada rahn adalah utang, bukan peenukar atas barang yang

digadaikan.a

Rhan juga termasuk juga akad yang ainiyah yaitu dikatakan sempurna sesuadah

menyerahkan benda yang dijadikan akad, sperti hibah, pinjam-meminjam, titipan dan qirad.

Semua termasuk akad tabarru (derma) yang dikatakan smpurna setelah memegang (al qabdu)

3. Dasar Rahn (gadai)

a. Al Qur’an

البقرة ( : مقبوضة فرهان كاتبا تجدوا ولم سفر على كنتم )۲۸۳وان

“Apabila kamu dalam perjalanan dan bermuamalah tidak secar tunai, sedang kamu tidak

memperoleh seorang penulis hendaklah ada barang yang di pegang” (Q.S. 2: 283)

b. Assunnah

. . . . طعاما يهودي من ى أشتر م ص الله رسول ان ع ر عائسة عن

( ) . والمسلم البخارى روه حديد من درعا ورهنه

2

“Dari Siti Ai’sah r.a. bahwa rasulullah saw bersabda: pernah membeli makanan dengan baju

besi”. (H.R. Bukhari dan Muslim)

4. Hukum Rahn

Para ulam sepakat bahwa rahn di bolehkan, tetapi tidak diwajibkan sbab gadai hanya

jaminan jika kedua pihak tidak saling mempercayai. Firman Allah diatas hanyalah irsad (anjuran

baik saja) kepada orang beriman sebab dalam lanjutan ayat tersebut dinyatakan, yang artinya

“akan tetapi, jika sabagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercaya

itu menunaikan amanatnya (utangnya). (Q.S.Al baqarah :283).1

Hukum rahn secara umum terbagi dua yaitu: shahih dan ghair shahih (fasid). Rahn shahih

adalah rahn yang memenuhi persyaratan. Sedangkan Rahn Fasid ialah rahn yang tidak memenuhi

persyaratan tersebut.

5. Rukun-rukun Rahn (gadai)

1. Akad ijab dan qabul seperti seseorang berkata “aku gadaikan mejaku ini dengan harga

Rp.10.000, dan yang satu lagi menjawab “aku terima gadai mejamu seharga

Rp.10.000, atau bisa pula dilakukan selain dngan kata-kata, seperti dengan surat,

isyarat atau yang lainnya.

2. Aqid, yaitu yang menggadaikan (rabin) dan yang menerima gadai (murtabin). Adapun

sarat yang berakad adalah ahli tasauf, yaitu mampu membelanjakan harta dan dalam

hal ini memahami persoalan-persoalan yang berkaitan dengan gadai.

3. Barang yang diajadikan jaminan (borg) sarat pada benda yang dijadikan jaminan ialah

keadaan barang itu tidak rusak sebelum janji uang harus dibayar. Rasul bersabda:

جازرهنه جازبيعه ما كل “Setiap barang yang boleh diperjual belikan boleh dijadikan borg gadai”.

Menurut Ahmad bin Hijazi bahwa yang dapat dijadikan jaminan dalam masalah gadai

ada tiga macam yaitu kesaksian, barang gadai dan barang tanggungan.2

1 Prof. Dr.H. Rachmat Ayaf’I, MA. Fiqh Muamalah, hal 59-612 Drs. H. Hendi Suhendi, M.SI, Fiqh Muamalah, PT Raja Grapindo Persada Jakarta, cet I Juli 2007. Hal 107-108

3

6. Syarat Rahn

a. Aqid, kedua orang yang akan akad harus memenuhi kriteria al ahliyah yaitu orang

yang telah sah untuk jual beli, yakni berakal dan mumayiz, tetapi tidak disyariatkan

harus balig. Dengan demikian anak kecil yang sudah mumayiz dan orang yang bodoh

berdasarkan ijin dari walinya dibolehkan melakukan rahn.

b. Shighat, ulama hanafiyah berpendapat bahwa sighat dalam rahn tidak boleh memakai

syarat atau dikaitkan dengan sesuatu. Hal ini karena sebab rahn jual beli, jika

memakai syarat tertentu, syarat tersebut batal dan rahn tetap sah.

c. Marhun bih (utang), yaitu haq yang diberikan ketika melaksanakan rahn. Dengan

syarat berupa utang yang tetap dan dapat dimanfaatkan, utang harus lajim pada waktu

akad, utang harus jelas dan diketahui oleh rahin dan murtahin.3

7. Pengambilan Manfaat Barang Gadai

Yang digadaikan tersebut sekalipun rahin mengijinkannya. Karena hai ini termasuk

kepada uatang yang dapat menarik manfaat, sehingga apabila dimanfaatkan termasuk riba, Rasul

bersabda “ Setiap utang yang menarik manfaat adalah riba” (H.R. Harist bin Abi Usamah).

Menurut imam Ahmad, Ishaq, al laits dan al Hasan, jika barang gadai berupa kendaraan

yang dapat dipergunakan atau binatang yang dapat diambil susunya maka penerima gadai dapat

mengambil manfaat dari kedua benda gadai tersebut disesuaikan dengan biaya pemeliharaan

yang dikeluarkan selama kendaraan atau binatang itu ada padanya. Rasul bersabda:

وعلى مرهونا اذاكان الدريشرب ولبن مروهونا أذاكان يركب الظهر

.( البخري ( روه نفقته ويشرب يركب الذي

“Binatang tunggangan boleh ditunggangi karena pembiayaan apabila digadaikan, binatang

boleh diambil susunya untuk diminum karena pembiayaanya bila digadaikan bagi orang yang

memegang dan meminumnya wajib membrikan biaya.”

3 Op Cit Hal 162-164

4

Pengambilan manfaat pada benda-benda gadai di atas ditekankan kepada biaya atau

tenaga untuk pemeliharaan, sehingga bagi yang memegang barang-barang gadai seperti diatas

punya kewajiban tambahan.

8. Riba dan Gadai

Perjanjian gadai pada dasarnya ialah perjanjian utang-piutang hanya saja dalam gadai ada

jaminannya riba akan terjadi dalam gadai apabila dalam akad gadai ditentukan bahwa rabin harus

memberikan tambahan kepada murtabin ketika membayar utangnyaatau ketika akad gadai di

tentukan syarat-syarat, kemudian syarat tersebut dilaksanakan.

Bila rabin tidak mampu membayar utangnya hingga pada waktu yang telah ditentukan,

kemudian marbin menjual marbun dengan tidak memberikan kelebihan harga marbun kepada

rabin maka disini juga telah berlaku riba.4

4 Op Cit, Hal 109-111

5

BAB III

KESIMPULAN

Secara etimologi, rahn berarti والدوام الحبس yakni tetap berarti (tetap dan lama) الثبوت

Sedangkan menurut istilah ialah penahanan terhadap .(pengekangan dan keharusan) واللزوم

suatu barang sehingga dapat dijadikan sbagai pembayaran dari barang tersebut. Akan tetapi

menurut ulama hanafiyah Gadai secara istilah ialah mnjadikan suatu benda sebagai jaminan

utang yang dapat dijadikan pembayar ktika berhalangan dalam membayar utang.

Rukun-rukun Rahn (gadai)

1. Akad ijab dan qabul

2. Aqid,.

3. Barang yang diajadikan jaminan (borg).

Syarat Rahn

1. Aqid, kedua orang yang akan akad harus memenuhi kriteria al ahliyah yaitu orang

yang telah sah untuk jual beli, yakni berakal dan mumayiz, tetapi tidak

disyariatkan harus balig. Dengan demikian anak kecil yang sudah mumayiz dan

orang yang bodoh berdasarkan ijin dari walinya dibolehkan melakukan rahn.

2. Shighat, ulama hanafiyah berpendapat bahwa sighat dalam rahn tidak boleh

memakai syarat atau dikaitkan dengan sesuatu. Hal ini karena sebab rahn jual beli,

jika memakai syarat tertentu, syarat tersebut batal dan rahn tetap sah.

3. Marhun bih (utang), yaitu haq yang diberikan ketika melaksanakan rahn. Dengan

syarat berupa utang yang tetap dan dapat dimanfaatkan, utang harus lajim pada

waktu akad, utang harus jelas dan diketahui oleh rahin dan murtahin.

6

DAFTAR FUSTAKA

Prof. Dr.H. Rachmat Ayaf’I, MA. Fiqh Muamalah, Pustaka Setia Bandung,cet 10

2001,

Drs. H. Hendi Suhendi, M.SI, Fiqh Muamalah, PT Raja Grapindo Persada Jakarta, cet I

Juli 2007.

Dr. H. Nasution Haroen, MA. Fiqh Muamalah, Gaya Media Pratama Jakarta, 2007.

7

RAHN (GADAI)

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas UTS Pada Mata Kuliah Fiqh Muamalah

Dosen: Dida S.Ag

Oleh:

Ujang Shalihuddin

207 300 490

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2008

8

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................................2

1. Pengertian Rahn................................................................................................................2

2. Sipat Rahn.........................................................................................................................2

3. Dasar Hukum Rahn...........................................................................................................2

4. Hukum Rahn.....................................................................................................................3

5. Rukun Rahn......................................................................................................................3

6. Syarat Rahn.......................................................................................................................4

7. Pengambilan Manfaat Barang Gadai................................................................................4

8. Riba dan Gadai..................................................................................................................5

BAB III KESIMPULAN...............................................................................................................6

DAFTAR FUSTAKA....................................................................................................................7

9 i