Pengertian Panca Sradha

56
1. PENGERTIAN PANCA SRADHA Agama Hindu disebut pula dengan Hindu Dharma, Vaidika Dharma ( Pengetahuan Kebenaran) atau Sanatana Dharma ( Kebenaran Abadi ). Untuk pertama kalinya Agama Hindu berkembang di sekitar Lembah Sungai Sindhu di India. Agama Hindu adalah agama yang diwahyukan oleh Sang Hyang Widhi Wasa, yang diturunkan ke dunia melalui Dewa Brahma sebagai Dewa Pencipta kepada para Maha Resi untuk diteruskan kepada seluruh umat manusia di dunia. Ada tiga kerangka dasar yang membentuk ajaran agama Hindu, ketiga kerangka tersebut sering juga disebut tiga aspek agama Hindu. Ketiga kerangka dasar itu antara lain : 1. Tattwa, yaitu pengetahuan tentang filsafat agama 2. Susila, yaitu pengetahuan tentang sopan santun, tata krama 3. Upacara, yaitu pengetahuan tentang yajna, upacara agama Di dalam ajaran Tattwa di dalamnya diajarkan tentang “ Sradha “ atau kepercayaan. Sradha dalam agama Hindu jumlahnya ada lima yang disebut “ Panca Sradha “. 1. PEMBAGIAN PANCA SRADHA Panca Sradha terdiri dari : 1. Brahman, artinya percaya akan adanya Sang Hyang Widhi 2. Atman, artinya percaya akan adanya Sang Hyang Atman 3. Karma, artinya percaya akan adanya hukum karma phala 4. Samsara, artinya percaya akan adanya kelahiran kembali 5. Moksa, artinya percaya akan adanya kebahagiaan rokhani. Untuk menciptakan kehidupan yang damai seseorang wajib memiliki sradha yang mantap. Seseorang yang sradhanya tidak mantap hidupnya menjadi ragu, canggung, dan tidak tenang. Cobalah perhatikan kegelisahan dan ketakutan seorang anak di arena sirkus. Anak kecil menjerit ketakutan ketika disuruh bersalaman dengan seekor harimau, walaupun di dampingi oleh seorang Pawang. Mengapa ketakutan itu bisa terjadi ?

Transcript of Pengertian Panca Sradha

Page 1: Pengertian Panca Sradha

1. PENGERTIAN PANCA SRADHA

Agama Hindu disebut pula dengan Hindu Dharma, Vaidika Dharma ( Pengetahuan Kebenaran) atau Sanatana Dharma ( Kebenaran Abadi ). Untuk pertama kalinya Agama Hindu berkembang di sekitar Lembah Sungai Sindhu di India. Agama Hindu adalah agama yang diwahyukan oleh Sang Hyang Widhi Wasa, yang diturunkan ke dunia melalui Dewa Brahma sebagai Dewa Pencipta kepada para Maha Resi untuk diteruskan kepada seluruh umat manusia di dunia.

Ada tiga kerangka dasar yang membentuk ajaran agama Hindu, ketiga kerangka tersebut sering juga disebut tiga aspek agama Hindu. Ketiga kerangka dasar itu antara lain :

1. Tattwa, yaitu pengetahuan tentang filsafat agama2. Susila, yaitu pengetahuan tentang sopan santun, tata krama3. Upacara, yaitu pengetahuan tentang yajna, upacara agama

Di dalam ajaran Tattwa di dalamnya diajarkan tentang “ Sradha “ atau kepercayaan. Sradha dalam agama Hindu jumlahnya ada lima yang disebut               “ Panca Sradha “.

1. PEMBAGIAN PANCA SRADHA

Panca Sradha terdiri dari :

1. Brahman, artinya percaya akan adanya Sang Hyang Widhi2. Atman, artinya percaya akan adanya Sang Hyang Atman3. Karma, artinya percaya akan adanya hukum karma phala4. Samsara, artinya percaya akan adanya kelahiran kembali5. Moksa, artinya percaya akan adanya kebahagiaan rokhani.

Untuk menciptakan kehidupan yang damai seseorang wajib memiliki sradha yang mantap. Seseorang yang sradhanya tidak mantap hidupnya menjadi ragu, canggung, dan tidak tenang.

Cobalah perhatikan kegelisahan dan ketakutan seorang anak di arena sirkus. Anak kecil menjerit ketakutan ketika disuruh bersalaman dengan seekor harimau, walaupun di dampingi oleh seorang Pawang. Mengapa ketakutan itu bisa terjadi ?

Tidak lain karena anak kecil itu belum mempunyai kepercayaan penuh bahwa harimau itu akan jinak dan telah terlatih oleh pawangnya. Jadi kesimpulannya kepercayaan yang mantap dapat menciptakan ketenangan.

1. PENJELASAN MASING – MASING BAGIAN PANCA SRADHA

1. Brahman ( Percaya akan adanya Hyang Widhi )

Hyang Widhi adalah yang menakdirkan, maha kuasa, dan pencipta semua yang ada. Kita percaya bahwa beliau ada, meresap di semua tempat dan mengatasi semuanya “ Wyapi Wyapaka Nirwikara “

Page 2: Pengertian Panca Sradha

Di dalam kitab Brahman Sutra dinyatakan “ Jan Ma Dhyasya Yatah “ artinya Hyang Widhi adalah asal mula dari semua yang ada di alam semesta  ini. Dari pengertian tersebut bahwa Hyang Widhi adalah asal dari segala yang ada. Kata ini diartikan semua ciptaan, yaitu alam semesta beserta isinya termasuk Dewa – dewa dan lain – lainnya berasal dan ada di dalam Hyang Widhi. Tidak ada sesuatu di luar diri beliau. Penciptaan dan peleburan adalah kekuasaan beliau.

Agama Hindu mengajarkan bahwa Hyang Widhi Esa adanya tidak ada duanya. Hal ini dinyatakan dalam beberapa kitab Weda antara lain :

1. Dalam Chandogya Upanishad dinyatakan : “ Om tat Sat Ekam Ewa Adwityam Brahman “ artinya Hyang Widhi hanya satu tak ada duanya dan maha sempurna

2. Dalam mantram Tri Sandhya tersebut kata – kata :

“  Eko Narayanad na Dwityo Sti Kscit “ artinya hanya satu Hyang Widhi dipanggil Narayana, sama sekali tidak ada duanya.

1. Dalam Kitab Suci Reg Weda disebutkan “

“ Om Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti “ artinya Hyang Widhi itu hanya satu, tetapi para arif bijaksana menyebut dengan berbagai nama.

1. Dalam kekawin Sutasoma dinyatakan :

Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa artinya berbeda – beda tetapi  satu, tak ada Hyang Widhi yang ke dua.

Dengan pernyataan – pernyataan di atas sangat jelas, umat Hindu bukan menganut Politheisme, melainkan mengakui dan percaya adanya satu Hyang Widhi.

Hindu sangat lengkap, dan fleksibel. Tuhan dalam Hindu di insafi dalam 3 aspek utama, yaitu Brahman ( Yang tidak terpikirkan ), Paramaatma ( Berada dimana-mana dan meresapi segalanya ), dan Bhagavan ( berwujud )

1. Atman ( Percaya akan adanya Sang Hyang Atma )

Atma berasal dari  Hyang Widhi yang memberikan hidup kepada semua mahluk. Atma atau Sang Hyang Atma disebut pula Sang Hyang Urip. Manusia, hewan dan tumbuhan adalah mahluk hidup yang terjadi dari dua unsur yaitu badan dan atma.

Badan adalah kebendaan yang terbentuk dari lima unsur kasar yaitu Panca Maha Butha. Di dalam badan melekat indria yang jumlahnya sepuluh ( Dasa Indria )

Atma adalah yang menghidupkan mahluk itu sendiri, sering juga disebut badan halus . atma yang menghidupkan badan manusia disebut “ Jiwatman “

Page 3: Pengertian Panca Sradha

Badan dengan atma ini bagaikan hubungan Kusir dengan Kereta. Kusir adalah atma, dan kereta adalah badan. Indria yang ada pada badan kita tidak akan ada fungsinya apabila tidak ada atma. Misalnya, mata tidak dapat digunakan  untuk pengelihatan jika tidak dijiwai oleh atma. Telinga tidak dapat digunakan untuk pendengaran jika tidak dijiwai oleh atma.

Atma yang berasal dari Hyang Widhi mempunyai sifat “ Antarjyotih “ ( bersinar tidak ada yang menyinari, tanpa awal dan tanpa akhir, dan sempurna ). Dalm kitab Bhagadgita disebut sifat – sifat atma sebagai berikut :

-  Achodyhya        artinya tak terlukai oleh senjata

-  Adahya              artinya tak terbakar oleh api

-  Akledya             artinya tak terkeringkan oleh angin

-  Acesyah             artinya tak terbasah oleh air

-  Nitya                  artinya abadi, kekal

-  Sarwagatah        artinya  ada dimana – mana

-  Sthanu                artinya tak berpindah – pindah

-  Acala                  artinya tak bergerak

-  Sanatana                        artinya selalu sama

-  Adyakta             artinya  tak terlahirkan

-  Achintya                        artinya tak terpikirkan

-  Awikara             artinya tak berjenis kelamin

Jelaslah atma itu sifatnya sempurna. Tetapi pertemuan antara atma dengan badan yang kemudian menimbulkan ciptaan menyebabkan atma dalam keadaan “ Awidhya “. Awidhya artinya gelap lupa kepada kesadaran . Awidhya muncul karena pengaruh unsur panca maha butha yang mempunyai sifat duniawi. Sehingga dalam hidup ini atma dalam diri manusia di dalam keadaan awidhya.

Dalam keadaan seperti ini kita hidup kedunia bertujuan untuk menghilangkan awidhya untuk meraih kesadaran yang sejati dengan cara melaksanakan Subha karma. Menyadari sifat atma yang serba sempurna dan penuh kesucian menimbulkan usaha untuk menghilangkan pengaruh awidhya tadi. Karena apabila manusia meninggal kelak hanya badan yang rusak, sedangkan atmanya tetap ada kembali akan mengalami kelahiran berulang dengan membawa “ Karma Wasana “ ( bekas hasil perbuatan ). Oleh karena itu, manusia lahir kedunia harus berbuat baik atas dasar pengabdian untuk membebaskan Sang Hyang Atma dari ikatan duniawi.

Page 4: Pengertian Panca Sradha

Sesungguhnya jika tidak ada pengaruh duniawi Hyang Widhi dan Atma itu adalah tunggal adanya ( Brahman Atman Aikyam )

1. Karma ( Percaya dengan adanya Hukum Karma Phala )

Setiap perbuatan yang kita lakukan di dunia ini baik atau buruk akan memberikan hasil. Tidak ada perbuatan sekecil apapun yang luput dari hasil atau pahala, langsung maupun tidak langsung pahala itu pasti akan datang.

Kita percaya bahwa perbuatan yang baik atau Subha karma membawa hasil yang menyenangkan atau baik. Sebaliknya perbuatan  yang buruk atau Asubha karma akan membawa hasil yang duka atau tidak baik.

Perbuatan – perbuatan buruk atau Asubha karma menyebabkan Atma jatuh ke Neraka, dimana ia mengalami segala macam siksaan. Bila hasil perbuatan jahat itu sudah habis terderita, maka ia akan menjelma kembali ke dunia sebagai binatang atau manusia sengsara ( Neraka Syuta ). Namun, bila perbuatan – perbuatan yang dilakukan baik maka berbagai kebahagiaan hidup akan dinikmati di sorga. Dan bila hasil dari perbuatan – perbuatan baik itu sudah habis dinikmati, kelak menjelma kembali ke dunia sebagai orang yang bahagia dengan mudah ia mendapatkan pengetahuan yang utama.

Jika dilihat dari sudut waktu, Karma phala dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu :

-          Sancita karma phala

Adalah hasil dari perbuatan kita dalam kehidupan terdahulu yang belum habis dinikmati dan masih merupakan benih yang menentukan kehidupan kita sekarang. Bila karma kita pada kehidupan yang terdahulu  baik, maka kehidupan kita sekarang akan baik pula ( senang, sejahtera, bahagia ). Sebaliknya bila perbuatan kita terdahulu buruk maka kehidupan kita yang sekarang inipun akan buruk ( selalu menderita, susah, dan sengsara )

-          Prarabda karma phala

Adalah hasil dari perbuatan kita pada kehidupan sekarang ini tanpa ada sisanya, sewaktu masih hidup telah dapat memetik hasilnya, atas karma yang dibuat sekarang. Sekarang menanam kebijaksanaan dan kebajikan pada orang lain dan seketika itu atau beberapa waktu kemudian dalam hidupnya akan menerima pahala, berupa kebahagiaan. Sebaliknya sekarang berbuat dosa, maka dalm hidup ini dirasakan dan diterima hasilnya berupa penderitaan akibat dari dosa itu.

Prarabda karma phala dapat diartikan sebagai karma phala cepat.

-          Kriyamana karma phala

Adalah pahala dari perbuatan yang tidak dapat dinikmati langsung pada kehidupan saat berbuat. Tetapi, akibat dari perbuatan pada kehidupan sekarang akan dan di terima pada kehidupan yang akan datang, setelah orangnya mengalami proses kematian serta pahalanya pada kelahiran

Page 5: Pengertian Panca Sradha

berikutnya. Apabila karma pada kehidupan yang sekarang baik maka pahala pada kehidupan berikutnya adalah hidup bahagia, dan apabila karma pada kehidupan sekarang buruk maka pahala yang kelak diterima berupa kesengsaraan.

Tegasnya cepat atau lambat, dalam kehidupan sekarang atau nanti, segala pahala dari perbuatan itu pasti diterima karena sudah merupakan hukum. Kita tidak dapat menghindari hasil perbuatan kita itu baik atau buruk. Maka kita selaku manusia yang dilengkapi dengan bekal kemampuan berpikir, patutlah sadar bahwa penderitaan dapat diatasi dengan memilih perbuatan baik. Manusia dapat berbuat atau menolong dirinya dari keadaan sengsara dengan jalan berbuat baik, demikianlah keuntungannya dapat menjelma menjadi manusia.

1. Samsara ( Percaya dengan adanya kehidupan kembali )

Samsara disebut juga Punarbhawa yang artinya lahir kembali ke dunia secara berulang – ulang. Kelahiran kembali ini terjadi karena adanya atma masih diliputi oleh keinginan dan kemauan yang berhubungan dengan keduniawian.

Kelahiran dan hidup ini sesungguhnya adalah sengsara, sebagai hukuman yang diakibatkan oleh perbuatan atau karma di masa kelahiran yang lampau. Jangka pembebasan diri dari samsara, tergantung pada perbuatan baik kita yang lampau ( atita ) yang akan datang ( nagata ) dan sekarang ( wartamana ).

Pembebasan dari samsara berarti mencapai penyempurnaan atma dan mencapai moksa yang dapat dicapai di dunia ini juga. Pengalaman kehidupan samsara ini dialami oleh Dewi Amba dalam cerita Mahabharata yang lahir menjadi Sri Kandi.

Selanjutnya keyakinan adanya Punarbhawa ini akan menimbulkan tindakan sebagai berikut :

-          Pitra Yadnya

Yaitu memberikan korban suci terhadap leluhur kita, karena kita percaya leluhur itu masih hidup di dunia ini yang lebih halus.

-          Pelaksanaan dana Punya ( amal saleh ), karena perbuatan ini membawa kebahagiaan setelah meninggal.

-          Berusaha menghindari semua perbuatan buruk karena jika tidak, akan membawa ke alam neraka atau menglami kehidupan yang lebih buruk lagi.

1. Moksa ( Percaya dengan adanya kebahagiaan rokhani )

Moksa berarti kebebasan. Kamoksan berarti kebebasan yaitu bebas dari pengaruh ikatan duniawi, bebas dari karma phala, bebas dari samsara, dan lenyap dalam kebahagiaan yang tiada tara. Karena telah lenyap dan tidak mengalami lagi hukum karma, samsara, maka alam kamoksam itu telah bebas dari urusan – urusan kehidupan duniawi, tidak mengalami kelahiran lagi ditandai oleh kebaktian yang suci dan berada pada alam Parama Siwa.

Page 6: Pengertian Panca Sradha

Alm moksa sesungguhnya bisa juga dicapai semasa masih kita hidup di dunia ini, keadaan bebas di alam kehidupam ini disebut Jiwan Mukti atau moksa semasa masih hidup.

Moksa sering juga diartikan berstunya kembali atma dengan Parama Atma di alam Parama Siwa. Dialam ini tiada kesengsaraan, yang ada hanya kebahagiaan yang sulit dirasakan dalam kehidupan di dunia ini ( Sukha tan pawali Duhka ).

Syarat utama untuk mencapai alam moksa ini ialah berbhakti pada dharma, berbhakti dengan pikiran suci. Kesucian pikiran adalah jalan utama untuk mendapatkan anugrah utama dari Sang Hyang Widhi Wasa. Hal ini dapat dibandingkan dengan besi yang bersih dari karatan, maka dengan mudah dapat ditarik oleh magnet. Tetapi besi itu kotor penuh dengan karatan maka sangat sukar dapat ditarik oleh magnet.

Moksa merupakan tujuan akhir yang harus diraih oleh setiap orang menurut ajaran agama Hindu. Tujuan tersebut dinyatakan dengan kalimat “ Mokharatam Jagadhita ya ca iti Dharma “.

Moksa sebagai tujuan akhir dapat dicapai melalui empat jalan yang disebut Catur Marga yang terdiri dari :

-          Bhakti Marga ( jalan Bhakti )

-          Karma Marga( jalan Perbuatan )

-          Jnana Marga( Jalan Ilmu Pengetahuan )

-          Raja Marga ( Jalan Yoga )

BUDAYA HINDU – SENI KEAGAMAAN HINDU

Kehidupan masyarakat pada dasarnya dapat dilihat dari berbagai macam aspek, misalnya tingkah laku kehidupan sehari-hari pada satu komunitas kelompok kemasyarakatan. Tingkah laku kehidupan di masing-masing kelompok adalah berbeda-beda yang disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat kelompok itu berada. Kebiasaan atas tingkah laku yang ditunjukan oleh suatu komunitas masyarakat tersebut dinamakan dengan tradisi. Tradisi ini timbul dari kebudayaan yang terdapat dalam kelompok tertentu.

Kebudayaan memiliki banyak aspek. Budaya dapat diartikan sebagai segala hasil cipta, rasa dan karsa manusia untuk membantu kehidupannya. Maka dengan hal ini keberadaan seni yang ada daam masyarakat termasuk salah satu hasil dari kebudayaan yang tercipta dari kreatifitas rasa karsa manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dalam pelaksanaan keagamaan agama Hindu, umat senantiasa mengimplementasikannya dalam bentuk seni, sehingga dalam pelaksanaan upacara agama senantiasa dibarengi dengan seni. Dalam bahasa sansekerta “Seni” berasal dari kata “San” yang berarti persembahan dalam upacara agama. Sehingga tidak salah kalau pelaksanaan upacara Agama Hindu terdapat banyak sekali unsur-unsur seni didalam pelaksanaannya, baik yang berupa sesajen, suara (dharma gita),

Page 7: Pengertian Panca Sradha

gambelan, dan gerak (Tari, sikap mudra Slinggih). Hal ini menjadikan Seni dan Agama adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena pelaksanaan Ajaran Agama Hindu di lakukan dengan seni.

1. PENGERTIAN SENI

Secara sederhananya seni dapat diartikan sebagai hasil ciptaan atau buah dari pikiran manusia yang diungkapan dalam wujud dan suara yang dapat didengarkan yang ditunjukan dengan kemahiran teknis sehingga dapat memberikan kebahagiaan hati dan hidup.

Pada awalnya seni sepenuhnya diabdikan untuk pelaksanaan upacara agama. Tapi lama kelamaan, seni juga diciptakan sebagai alat untuk memuaskan hati dan pikiran manusia, sehingga seni juga dijadikan sebagai hiburan.

2. PEMBAGIAN SENI

Di atas telah disebutkan bahwa seni selain dijadikan untuk persembahan keagamaan juga dijadikan sebagai hiburan. Maka seni ada yang sifatnya Sakral dan Profan. Seni memiliki beberapa aspek seperti dalam bentuk gerak, suara, dan bentuk. Terkait dengan aspek dari seni tersebut maka seni dapat dibagi menjadi 4 bagian yaitu Seni Tari, Seni Suara, Seni Gambelan, dan Seni Bangunan.

a). Seni Tari

tari merupakan pencetusan atau ungkapan jiwa manusia melalui gerak ritmis yang dapat menimbulkan daya pesona. Gerak ritmis merupakan gerak yang dilakukan secara spontanitas, penuh dengan penjiwaan, dan berirama sehingga dapat menggugah si penari ataupun bagi penonton. Ungkapan jiwa merupakan cetusan atas rasa dan emosional yang juga disertai dengan kehendak. Daya pesona merupakan rasa yang terlintas, seperti adanya rasa indah, lembut, keras, menggelikan, marah dan sebagainya. Seni tari biasanya digunakan dalam rangkaian upacara agama dan ada juga yang semata-mata untuk hiburan. Di bali pada khususnya membedakan adanya tari sacral dan tari profane, yaitu :

Ø  Tari Wali/bali

Tari wali merupakan tari yang dipentaskan sebagai rangkaian dalam pelaksanaan upacara dan bersifat sacral. Dikatakan sacral dapat dilahat dari penarinya, dimana yang menjadi penari adalah anak-anak yang belum menstruasi dan orang tua yang sudah menefous / orang tua yang sudah habis masa menstruasinya. Contoh tari wali adalah : Tari Rejang, Tari Pendet, Tari Baris Upacara, Tari Sang Hyang. Contoh seni tari wali yang ada diluar bali adalah : Tari Bedaya Semang (Yogyakarta), Tari Sanyang/seblang (Jawa Timur), Tari Tor-tor (Sumatra), Tari Gantar (Kalimantan)

Ø  Tari Bebali

Tari Bebali bersifat semi sacral karena selain dipentaskan waktu pelaksanaan upacara keagamaan

Page 8: Pengertian Panca Sradha

juga dapat bersifat sebagai hiburan. Tari Bebali biasanya memakai lakon dan disajikan sesuai ketentuan, menyesuaikan dengan perlengkapan menurut masing-masing upacara. Contoh : Seni pewayangan, Topeng, Gambuh, dll.

Ø  Tari Balih-Balihan

Tari yang tergolong Balih-balihan adalah semata-mata bertujuan untuk hiburan, akan tetapi tetap berdasarkan norma-norma seni budaya yang luhur. Contoh: tari legong, tari oleg, tari cak, janger, drama tari, dan lainnya.

b)      Seni Suara

Adalah suatu karya seni keagamaan yang menggunakan media suara atau vocal dalam agama Hindu yang disebut dengan Dharma Gita. Dalam dharma gita biasanya terdapat syair-syair yang sudah diringkas sedemikian rupa dan mengandung ajaran-ajaran tentang kebenaran ataupun keagamaan. Lagu-lagu dharma gita bila dinyanyikan akan dapat menimbulkan getaran didalam jiwa yang menyanyikannya dan juga bagi yang mendengarkannya. Getaran-getaran suci ini akan menciptakan suasana yang magis dan mengkhusukan bathin umat dalam menunjukan rasa bhaktinya kepada Ida Sang Hyang Widdhi. Mengingat peranan dharma gita yang dapat memberikan suasana suci, maka pelaksanaan Panca Yadnya pun senantiasa diiringi dengan nyanyian dharma gita ini.

Dalam dharma gita terdapat 4 jenis ataupun tingkatannya, yaitu:

1.      Tembang/sekar rare, Contoh : Gending guak maling taluh, meong-meong, dadong dauh, jejangeran, dan sang hyang.

2.      Tembang/sekar Alit, seperti: Pupuh Ginada, semarandana, durma, ginanti, pucung, pangkur, mijil, dandang gula, sinom, maskumambang.

3.      Tembang/sekar Madya, seperti : Kawitan warga sari, wargasari, kidung tantri, demung, malat, dan yang lainnya.

4.      Tembang/sekar Agung, contoh : Sronca, Totaka, Merdu komala, wirat, rai tiga, sardula, sragdara, dll.

*DHARMA GITA dan PANCA YADNYA

ü  Dewa yadnya = Kidung kawitan wargasari, wargasari

ü  Pitra Yadnya = Kidung Adri, Aji Kembang, Girisa

ü  Manusa Yadnya = kidung Tantri

ü  Butha Yadnya = pupuh Jerum

Page 9: Pengertian Panca Sradha

ü  Rsi Yadnya =

c)      Seni Tabuh

Adalah suatu karya seni yang dikumandangkan dengan alat-alat musik tradisional. Seni tabuh mempunyai fungsi sebagai pelaksana dan pengiring jalannya suatu upacara, seperti : Gambang, Saron, Slonding, Angklung, Gender Wayang, Balaganjur, Bebonangan, dan lain sebagainya.

d)     Seni Bangunan

Adalah karya nyata para undagi Hindu yang berwujud bangunan-bangunan yang bersifat sacral maupun profane, seperti bangunan pelinggih padmasana, Gedong, meru, Rong Tiga, Candi Bentar, Tugu Karang, Bangunan Tradisi dan yang lainnya.

Pertunjukan kesenian pada upacara Dewa Yadnya ini. Menurut Museum Wayang Indonesia, Wayang Lemah dipergunakan untuk upacara Dewa Yadnya, yang mengambil lakon bersifat filsafat seperti cerita Dewa Ruci.

Wayang(1) makna lukisan wayang Kamasan sebagai kegiatan ritual adalah salah satu sumber pengetahuan atau pendidikan dan sebagai pedoman hidup. Sedangkan fungsinya adalah untuk mengenang jasa-jasa para leluhur, menurunkan para dewa dan dewi, memahami ajaran-ajaran keagamaan, hiasan upacara dan sebagainya.

Catur Purusartha, berarti Catur = empat; Purusa = manusia, jiwa; Artha = tujuan. Jadi Catur Purusartha adalah empat tujuan hidup manusia yang utama, yang terdiri dari : Dharma, Artha, Kama dan Moksa. Tujuan yang keempat “moksa”  sering dipisahkan tidak dicantumkan, karena merupakan tujuan hidup yang tertinggi, amat abstrak dan sukar dipahami. Hanya orang-orang atau penganut yang bijaksana dan memiliki kesadaran yang tinggi, karena sering dipandang oleh umat umum tidak besar pengaruhnya dalam kehidupan di masyarakat. Maka itulah Moksa sering tidak menjadi pembicaraan dalam masyarakat umum, sehingga tujuan hidup manusia dalam kehidupan ini ada tiga yang disebut Tri Purusartha.

Catur Purusartha disebut dengan Catur Warga dan Tri Purusartha disebut dengan Tri Warga. Catur Warga artinya empat tujuan hidup manusia yang terjalin erat antara yang satu dengan yang lainnya, untuk mencapai kesejahtraan masyarakat, untuk mencapai “jagathita” dan “moksa”. Tri Warga, artinya tiga tujuan hidup manusia untuk mencapai kesejahteraan hidup manusia di dunia ini “jagathita”.

Dharma

Dharma artinya sila atau budi pekerti yang luhur serta penuntun umat manusia di dalam mencapai kebenaran dan kesempurnaan lahir bathin (wahya adyatmika). Dalam “Manu Samhita”, disebutkan : “Weda pramanakah sriyah sadhanam dharmah”. Artinya : Di dalam ajaran suci Weda, dharma dikatakan sebagai alat untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan.

Page 10: Pengertian Panca Sradha

Dharma disamping berarti hukum guna mengatur hidup dari segala suatu perbuatan manusia, yang berdasarkan pada suatu pengabdian, juga merupakan suatu tugas sosial di masyarakat.

Untuk  melaksanakan ini dipakai pedoman “Catur Dharma”, yaitu : Dharma Kriya, Dharma Santosa, Dharma Jati dan Dharma Putus.

Dharma Kriya, artinya manusia harus berbuat, berusaha dan bekerja untuk kebahagiaan  keluarga pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, dengan menempuh cara pri kemanusiaan yang sesuai dengan ajaran-ajaran agama Hindu. Setiap pekerjaan dan usaha akan berhasil dengan baik, apabila dilandasi dengan “sad parimita”, yaitu :  Dana Parimita, suka berbuat dharma, amal dan kebajikan; Ksanti Parimita, suka mengampuni kesalahan orang lain; Wirya Parimita, mengutamakan kebenaran dan keadilan; Pradnya Parimita, selalu bersikap tenang, cakap, bijaksana dalam menghadapi segala sesuatu persoalan; Dhiyana Parimita, merasakan bahwa segalanya ini adalah ciptaan Tuhan dan leh karenanya wajib menyayangi sesama mahluk hidup; Sila Parimita, selalu bertingkah laku yang baik (Tri Kaya Parisudha) dalam pergaulan.

Dharma Santosa, berusaha untuk mencapai kedamaian lahir bathin dalam diri sendiri, lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Tanpa adanya kebahagiaan dan kedamaian dalam diri sendiri, akan sangat sukar mewujudkan kedamaian, kesentosaan dalam keluarga, apalagi bangsa dan negara.

Dharma Jati, berarti kewajiban yang harus dilakukan, untuk menjamin kesejahteraan dan ketenangan keluarga, serta selalu mengutamakan kepentingan umum disamping kepentingan diri sendiri.

Dharma Putus/Dharma Rahayu, melakukan kewajiban dengan penuh keikhlasan berkorban serta bertanggung jawab demi terwujudnya keadilan bagi umat manusia dan selalu mengutamakan prilaku yang baik untuk menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang berdosa, yang menyebabkan moral menjadi rusak.

Dalam kitab “Wrehaspati Tattwa” disebutkan tentang Dharma, sebagai berikut :

“Silam yajnas tapas danam, prawrejya bhiksu ewa ca, yogas capi dharmasya winirnayah”.

Yang tergolong Dharma, yaitu Sila, Yadnya, Tapa, Dana, Prawrejya, Bhiksu dan Yoga. Sila, artinya berpegang teguh pada tingkah laku yang baik (mangraksa solah rahayu). Yadnya, artinya selalu melakukan pengorbanan suci dengan tulus ihlas (manghanakan homa widhi). Tapa, selalu dapat mengendalikan indria (umeret ikang indriya). Danam, dapat bersedekah dengan tulus (manghanaken paweweh). Prawrajya, menjauhkan diri dari ikatan-ikatan keduniaan. Bhiksu, artinya hidup suci. Yoga, selalu menghubungkan diri dengan yang Maha Kuasa, dengan sesama dan semua mahluk hidup.

Artha

Page 11: Pengertian Panca Sradha

Artha artinya harta benda atau kekayaan sebagai sumber kebutuhan duniawi, yang merupakan alat untuk mencapai kesejahtraan dan kebahagiaan hidup.  Artha itu diperoleh dan diperuntukkan untuk kepentingan Dharma. Maka itu berdasarkan penggunaan Artha yang berlandaskan Dharma, dapat dibagi sebagai berikut :

1. Demi untuk kemakmuran dan kesejahteraan, yang dapat dibagi menjadi Bhoga, Upabhoga dan Paribhoga. Bhoga yaitu kebutuhan primer bagi perkembangan hidup jasmani dari segala mahluk, yaitu makanan dan minuman (Wareg). Upa Bhoga, kebutuhan hidup seperti : pakaian, perhiasan (Wastra). Pari Bhoga, kebutuhan sosial lainnya, seperti : perumahan (Wesma), pendidikan (Waras) dan hiburan (Waskita).

2. Demi untuk Yadnya, yaitu Panca Yadnya : Dewa Yadnya, Bhuta Yadnya, Resi Yadnya, Pitra Yadnya dan Manusa Yadnya.

3. Demi untuk Dana Punya, merupakan pertolongan atau pemberian yang tulus ihlas kepada yang memerlukan.

4. Maka don dharma karya (untuk kepentingan Dharma). Maka don artha karya (untuk kemakmuran dan kesejahtraan/perekonomian). Maka don kama karya (untuk kenikmatan hidup).

 

Kama

Kama artinya keinginan atau hawa nafsu. Pada dasarnya manusia mempunyai keinginan atau hawa nafsu, yakni untuk mempertahankan hidup dan untuk melanjutkan keturunan. Di dalam manusia mempertahankan hidup, hendaknya mampu menggunakan artha yang berlandaskan Dharma dalam menjadi kebutuhan hidupnya, seperti : jika sakit, berobatlah; Jika haus minumlah; Jika lapar makanlah; Jika mengantuk tidurlah dan sejenisnya. Sedangkan Kama yang berarti melanjutkan keturunan, adalah dengan jalan mencari pasangan hidup, untuk memenuhi kenikmatan, kepuasan indria dan hawa nafsu. Hal inipun merupakan kebutuhan pokok manusia, tetapi landasanya adalah Dharma. Ingatlah Tutur Jaratkaru dalam Adi Parwa, yakni tentang pentingnya keturunan (putra), sebagai pembuka pintu sorga.

Oleh karena itu dalam hidup ini hendaknya Dharma sebagai suatu landasan  dasar, guna mencapai kesejahtraan dan kebahagiaan lahir bathin. Seperti yang disebutkan dalam kitab Sarasamuscaya, II. 18. sebagai berikut :

“yan paramarthanya, yan artha kama sadhyan, dharma juga lekasakena rumuhun, niyata katemwaning artha kama mene; tan paramartha wi katemwaning artha kama dening anasar saking dharma”.

Adapun sebenarnya keagungan arti dharma ialah bahwa untuk mendapatkan harta dan kepuasan nafsu, dharma itulah dilaksanakan terlebih dahulu, karena jika sudah demikian tidak boleh tidak harta dan kepuasan nafsu itu pasti akan didapat. Sebaliknya tidak akan ada artinya jika mendapatkan harta dan kepuasan nafsu jika menyeleweng dari ajaran Dharma.

 

Page 12: Pengertian Panca Sradha

Moksa

Moksa adalah tujuan hidup terakhir dari umat Hindu. Merupakan kebahagiaan bathin yang mendalam dan langgeng, bersatunya kembali Sanghyang Atma dengan Paramatma yang sebagai sumbernya, Ajaran inilah yang disebut dengan “kelepasan”, “sukha tan pawali duhkha”, “Nirwana”.

Demikianlah Catur Purusartha atau Catur Warga, yang merupakan tujuan hidup manusia yang terjalin erat satu dengan yang lainnya. Hal ini dalam kitab  “Brahma Purana” ada disebutkan : “Dharmartha kama moksanam sariram sadhanam” (Tubuh adalah alat untuk mendapatkan dharma, artha, kama dan moksa).

Walaupun untuk mencapai itu amat sulit, namun sebagai pedoman hidup kita harus berpegang teguh pada ajaran-ajaran agama, dengan jalan berusaha menjalankan kewajiban (swadharma) dengan setulus-tulusnya dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik atau ternoda. Dalam Sarasamuscaya, III. 21, disebutkan :

“Ikang kayatnan ri kagawayaning kama, artha mwang moksa, dadi ika tan papahala. Kunang ikang kayatnan ring dharma sadhana, niyata maphala ika, yadyapi ri angen-angen juga maphala ya tika”.

Kendatipun bagaimana telitinya (tekunnya) orang berusaha mencapai artha, kama, moksa, namun ada kalanya juga tidak berhasil. Tetapi jika orang teliti (tekun), melakukan kebenaran (dharma) sebagai dasarnya pasti akan berhasil, walaupun hanya baru dalam pikiran saja, hasilnya sudah pasti.

Agama Hindu adalah agama yang mempunyai usia terpanjang merupakan agama yang pertama dikenal oleh manusia. Dalam uraian ini akan dijelaskan kapan dan dimana agama itu diwahyukan dan uraian singkat tentang proses perkembangannya. Agama Hindu adalah agama yang telah melahirkan kebudayaan yang sangat kompleks dibidang astronomi, ilmu pertanian, filsafat dan ilmu-ilmu lainnya. Karena luas dan terlalu mendetailnya jangkauan pemaparan dari agama Hindu, kadang-kadang terasa sulit untuk dipahami.

Banyak para ahli dibidang agama dan ilmu lainnya yang telah mendalami tentang agama Hindu sehingga muncul bermacam- macam penafsiran dan analisa terhadap agama Hindu. Sampai sekarang belum ada kesepakatan diantara para ahli untuk menetapkan kapan agama Hindu itu diwahyukan, demikian juga mengenai metode dan misi penyebarannya belum banyak dimengerti.

Penampilan agama Hindu yang memberikan kebebasan cukup tinggi dalam melaksanakan upacaranya mengakibatkan banyak para ahli yang menuliskan tentang agama ini tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya ada dalam agama Hindu.

Sebagai Contoh: “Masih banyak para ahli menuliskan Agama Hindu adalah agama yang polytheistis dan segala macam lagi penilaian yang sangat tidak mengenakkan, serta merugikan agama Hindu”.

Page 13: Pengertian Panca Sradha

Disamping itu di kalangan umat Hindu sendiripun masih banyak pemahaman-pemahaman yang kurang tepat atas ajaran agama yang dipahami dan diamalkan. Demikianlah tujuan penulisan ini adalah untuk membantu meluruskan pendapat-pendapat yang menyimpang serta pengertian yang belum jelas dari hal yang sebenarnya terhadap agama Hindu.

Agama Hindu di India

Perkembangan agama Hindu di India, pada hakekatnya dapat dibagi menjadi 4 fase, yakni Jaman Weda, Jaman Brahmana, Jaman Upanisad dan Jaman Budha. Dari peninggalan benda-benda purbakala di Mohenjodaro dan Harappa, menunjukkan bahwa orang-orang yang tinggal di India pada jamam dahulu telah mempunyai peradaban yang tinggi. Salah satu peninggalan yang menarik, ialah sebuah patung yang menunjukkan perwujudan Siwa. Peninggalan tersebut erat hubungannya dengan ajaran Weda, karena pada jaman ini telah dikenal adanya penyembahan terhadap Dewa-dewa.

Jaman Weda dimulai pada waktu bangsa Arya berada di Punjab di Lembah Sungai Sindhu, sekitar 2500 s.d 1500 tahun sebelum Masehi, setelah mendesak bangsa Dravida kesebelah Selatan sampai ke dataran tinggi Dekkan. bangsa Arya telah memiliki peradaban tinggi, mereka menyembah Dewa-dewa seperti Agni, Varuna, Vayu, Indra, Siwa dan sebagainya. Walaupun Dewa-dewa itu banyak, namun semuanya adalah manifestasi dan perwujudan Tuhan Yang Maha Tunggal. Tuhan yang Tunggal dan Maha Kuasa dipandang sebagai pengatur tertib alam semesta, yang disebut “Rta”. Pada jaman ini, masyarakat dibagi atas kaum Brahmana, Ksatriya, Vaisya dan Sudra.

Pada Jaman Brahmana, kekuasaan kaum Brahmana amat besar pada kehidupan keagamaan, kaum brahmanalah yang mengantarkan persembahan orang kepada para Dewa pada waktu itu. Jaman Brahmana ini ditandai pula mulai tersusunnya “Tata Cara Upacara” beragama yang teratur. Kitab Brahmana, adalah kitab yang menguraikan tentang saji dan upacaranya. Penyusunan tentang Tata Cara Upacara agama berdasarkan wahyu-wahyu Tuhan yang termuat di dalam ayat-ayat Kitab Suci Weda.

Sedangkan pada Jaman Upanisad, yang dipentingkan tidak hanya terbatas pada Upacara dan Saji saja, akan tetapi lebih meningkat pada pengetahuan bathin yang lebih tinggi, yang dapat membuka tabir rahasia alam gaib. Jaman Upanisad ini adalah jaman pengembangan dan penyusunan falsafah agama, yaitu jaman orang berfilsafat atas dasar Weda. Pada jaman ini muncullah ajaran filsafat yang tinggi-tinggi, yang kemudian dikembangkan pula pada ajaran Darsana, Itihasa dan Purana. Sejak jaman Purana, pemujaan Tuhan sebagai Tri Murti menjadi umum.

Selanjutnya, pada Jaman Budha ini, dimulai ketika putra Raja Sudhodana yang bernama “Sidharta”, menafsirkan Weda dari sudut logika dan mengembangkan sistem yoga dan semadhi, sebagai jalan untuk menghubungkan diri dengan Tuhan.

Agama Hindu, dari India Selatan menyebar sampai keluar India melalui beberapa cara. Dari sekian arah penyebaran ajaran agama Hindu sampai juga di Nusantara.

Page 14: Pengertian Panca Sradha

Masuknya Agama Hindu di Indonesia

Berdasarkan beberapa pendapat, diperkirakan bahwa Agama Hindu pertamakalinya berkembang di Lembah Sungai Shindu di India. Dilembah sungai inilah para Rsi menerima wahyu dari Hyang Widhi dan diabadikan dalam bentuk Kitab Suci Weda. Dari lembah sungai sindhu, ajaran Agama Hindu menyebar ke seluruh pelosok dunia, yaitu ke India Belakang, Asia Tengah, Tiongkok, Jepang dan akhirnya sampai ke Indonesia. Ada beberapa teori dan pendapat tentang masuknya Agama Hindu ke Indonesia.

Krom (ahli – Belanda), dengan teori Waisya.

Dalam bukunya yang berjudul “Hindu Javanesche Geschiedenis”, menyebutkan bahwa masuknya pengaruh Hindu ke Indonesia adalah melalui penyusupan dengan jalan damai yang dilakukan oleh golongan pedagang (Waisya) India.

Mookerjee (ahli – India tahun 1912).

Menyatakan bahwa masuknya pengaruh Hindu dari India ke Indonesia dibawa oleh para pedagang India dengan armada yang besar. Setelah sampai di Pulau Jawa (Indonesia) mereka mendirikan koloni dan membangun kota-kota sebagai tempat untuk memajukan usahanya. Dari tempat inilah mereka sering mengadakan hubungan dengan India. Kontak yang berlangsung sangat lama ini, maka terjadi penyebaran agama Hindu di Indonesia.

Moens dan Bosch (ahli – Belanda)

Menyatakan bahwa peranan kaum Ksatrya sangat besar pengaruhnya terhadap penyebaran agama Hindu dari India ke Indonesia. Demikian pula pengaruh kebudayaan Hindu yang dibawa oleh para para rohaniwan Hindu India ke Indonesia.

Data Peninggalan Sejarah di Indonesia.

Data peninggalan sejarah disebutkan Rsi Agastya menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia. Data ini ditemukan pada beberapa prasasti di Jawa dan lontar-lontar di Bali, yang menyatakan bahwa Sri Agastya menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia, melalui sungai Gangga, Yamuna, India Selatan dan India Belakang. Oleh karena begitu besar jasa Rsi Agastya dalam penyebaran agama Hindu, maka namanya disucikan dalam prasasti-prasasti seperti:

Prasasti Dinoyo (Jawa Timur):

Prasasti ini bertahun Caka 628, dimana seorang raja yang bernama Gajahmada membuat pura suci untuk Rsi Agastya, dengan maksud memohon kekuatan suci dari Beliau.

Prasasti Porong (Jawa Tengah)

Page 15: Pengertian Panca Sradha

Prasasti yang bertahun Caka 785, juga menyebutkan keagungan dan kemuliaan Rsi Agastya. Mengingat kemuliaan Rsi Agastya, maka banyak istilah yang diberikan kepada beliau, diantaranya adalah: Agastya Yatra, artinya perjalanan suci Rsi Agastya yang tidak mengenal kembali dalam pengabdiannya untuk Dharma. Pita Segara, artinya bapak dari lautan, karena mengarungi lautan-lautan luas demi untuk Dharma.

Agama Hindu di Indonesia

Masuknya agama Hindu ke Indonesia terjadi pada awal tahun Masehi, ini dapat diketahui dengan adanya bukti tertulis atau benda-benda purbakala pada abad ke 4 Masehi denngan diketemukannya tujuh buah Yupa peningalan kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Dari tujuh buah Yupa itu didapatkan keterangan mengenai kehidupan keagamaan pada waktu itu yang menyatakan bahwa: “Yupa itu didirikan untuk memperingati dan melaksanakan yadnya oleh Mulawarman”. Keterangan yang lain menyebutkan bahwa raja Mulawarman melakukan yadnya pada suatu tempat suci untuk memuja dewa Siwa. Tempat itu disebut dengan “Vaprakeswara”.

Masuknya agama Hindu ke Indonesia, menimbulkan pembaharuan yang besar, misalnya berakhirnya jaman prasejarah Indonesia, perubahan dari religi kuno ke dalam kehidupan beragama yang memuja Tuhan Yang Maha Esa dengan kitab Suci Veda dan juga munculnya kerajaan yang mengatur kehidupan suatu wilayah. Disamping di Kutai (Kalimantan Timur), agama Hindu juga berkembang di Jawa Barat mulai abad ke-5 dengan diketemukannya tujuh buah prasasti, yakni prasasti Ciaruteun, Kebonkopi, Jambu, Pasir Awi, Muara Cianten, Tugu dan Lebak. Semua prasasti tersebut berbahasa Sansekerta dan memakai huruf Pallawa.

Dari prassti-prassti itu didapatkan keterangan yang menyebutkan bahwa “Raja Purnawarman adalah Raja Tarumanegara beragama Hindu, Beliau adalah raja yang gagah berani dan lukisan tapak kakinya disamakan dengan tapak kaki Dewa Wisnu”

Bukti lain yang ditemukan di Jawa Barat adalah adanya perunggu di Cebuya yang menggunakan atribut Dewa Siwa dan diperkirakan dibuat pada masa Raja Tarumanegara. Berdasarkan data tersebut, maka jelas bahwa Raja Purnawarman adalah penganut agama Hindu dengan memuja Tri Murti sebagai manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya, agama Hindu berkembang pula di Jawa Tengah, yang dibuktikan adanya prasasti Tukmas di lereng gunung Merbabu. Prasasti ini berbahasa sansekerta memakai huruf Pallawa dan bertipe lebih muda dari prasasti Purnawarman. Prasasti ini yang menggunakan atribut Dewa Tri Murti, yaitu Trisula, Kendi, Cakra, Kapak dan Bunga Teratai Mekar, diperkirakan berasal dari tahun 650 Masehi.

Pernyataan lain juga disebutkan dalam prasasti Canggal, yang berbahasa sansekerta dan memakai huduf Pallawa. Prasasti Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya pada tahun 654 Caka (576 Masehi), dengan Candra Sengkala berbunyi: “Sruti indriya rasa”, Isinya memuat tentang pemujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Wisnu dan Dewa Brahma sebagai Tri Murti.

Adanya kelompok Candi Arjuna dan Candi Srikandi di dataran tinggi Dieng dekat Wonosobo dari abad ke-8 Masehi dan Candi Prambanan yang dihiasi dengan Arca Tri Murti yang didirikan pada tahun 856 Masehi, merupakan bukti pula adanya perkembangan Agama Hindu di Jawa Tengah. Disamping itu, agama Hindu berkembang juga di Jawa Timur, yang dibuktikan dengan

Page 16: Pengertian Panca Sradha

ditemukannya prasasti Dinaya (Dinoyo) dekat Kota Malang berbahasa sansekerta dan memakai huruf Jawa Kuno. Isinya memuat tentang pelaksanaan upacara besar yang diadakan oleh Raja Dea Simha pada tahun 760 Masehi dan dilaksanakan oleh para ahli Veda, para Brahmana besar, para pendeta dan penduduk negeri. Dea Simha adalah salah satu raja dari kerajaan Kanjuruan. Candi Budut adalah bangunan suci yang terdapat di daerah Malang sebagai peninggalan tertua kerajaan Hindu di Jawa Timur.

Kemudian pada tahun 929-947 munculah Mpu Sendok dari dinasti Isana Wamsa dan bergelar Sri Isanottunggadewa, yang artinya raja yang sangat dimuliakan dan sebagai pemuja Dewa Siwa. Kemudian sebagai pengganti Mpu Sindok adalah Dharma Wangsa. Selanjutnya munculah Airlangga (yang memerintah kerajaan Sumedang tahun 1019-1042) yang juga adalah penganut Hindu yang setia.

Setelah dinasti Isana Wamsa, di Jawa Timur munculah kerajaan Kediri (tahun 1042-1222), sebagai pengemban agama Hindu. Pada masa kerajaan ini banyak muncul karya sastra Hindu, misalnya Kitab Smaradahana, Kitab Bharatayudha, Kitab Lubdhaka, Wrtasancaya dan kitab Kresnayana. Kemudian muncul kerajaan Singosari (tahun 1222-1292). Pada jaman kerajaan Singosari ini didirikanlah Candi Kidal, candi Jago dan candi Singosari sebagai sebagai peninggalan kehinduan pada jaman kerajaan Singosari.

Pada akhir abad ke-13 berakhirlah masa Singosari dan muncul kerajaan Majapahit, sebagai kerajaan besar meliputi seluruh Nusantara. Keemasan masa Majapahit merupakan masa gemilang kehidupan dan perkembangan Agama Hindu. Hal ini dapat dibuktikan dengan berdirinya candi Penataran, yaitu bangunan Suci Hindu terbesar di Jawa Timur disamping juga munculnya buku Negarakertagama.

Selanjutnya agama Hindu berkembang pula di Bali. Kedatangan agama Hindu di Bali diperkirakan pada abad ke-8. Hal ini disamping dapat dibuktikan dengan adanya prasasti-prasasti, juga adanya Arca Siwa dan Pura Putra Bhatara Desa Bedahulu, Gianyar. Arca ini bertipe sama dengan Arca Siwa di Dieng Jawa Timur, yang berasal dari abad ke-8.

Menurut uraian lontar-lontar di Bali, bahwa Mpu Kuturan sebagai pembaharu agama Hindu di Bali. Mpu Kuturan datang ke Bali pada abad ke-2, yakni pada masa pemerintahan Udayana. Pengaruh Mpu Kuturan di Bali cukup besar. Adanya sekte-sekte yang hidup pada jaman sebelumnya dapat disatukan dengan pemujaan melalui Khayangan Tiga. Khayangan Jagad, sad Khayangan dan Sanggah Kemulan sebagaimana termuat dalam Usama Dewa. Mulai abad inilah dimasyarakatkan adanya pemujaan Tri Murti di Pura Khayangan Tiga. Dan sebagai penghormatan atas jasa beliau dibuatlah pelinggih Menjangan Salwang. Beliau Moksa di Pura Silayukti.

Perkembangan agama Hindu selanjutnya, sejak ekspedisi Gajahmada ke Bali (tahun 1343) sampai akhir abad ke-19 masih terjadi pembaharuan dalam teknis pengamalan ajaran agama. Dan pada masa Dalem Waturenggong, kehidupan agama Hindu mencapai jaman keemasan dengan datangnya Danghyang Nirartha (Dwijendra) ke Bali pada abad ke-16. Jasa beliau sangat besar dibidang sastra, agama, arsitektur. Demikian pula dibidang bangunan tempat suci, seperti Pura Rambut Siwi, Peti Tenget dan Dalem Gandamayu (Klungkung).

Page 17: Pengertian Panca Sradha

Perkembangan selanjutnya, setelah runtuhnya kerajaan-kerajaan di Bali pembinaan kehidupan keagamaan sempat mengalami kemunduran. Namun mulai tahun 1921 usaha pembinaan muncul dengan adanya Suita Gama Tirtha di Singaraja. Sara Poestaka tahun 1923 di Ubud Gianyar, Surya kanta tahun1925 di SIngaraja, Perhimpunan Tjatur Wangsa Durga Gama Hindu Bali tahun 1926 di Klungkung, Paruman Para Penandita tahun 1949 di Singaraja, Majelis Hinduisme tahun 1950 di Klungkung, Wiwadha Sastra Sabha tahun 1950 di Denpasar dan pada tanggal 23 Pebruari 1959 terbentuklah Majelis Agama Hindu. Kemudian pada tanggal 17-23 Nopember tahun 1961 umat Hindu berhasil menyelenggarakan Dharma Asrama para Sulinggih di Campuan Ubud yang menghasilkan piagam Campuan yang merupakan titik awal dan landasan pembinaan umat Hindu. Dan pada tahun 1964 (7 s.d 10 Oktober 1964), diadakan Mahasabha Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali, yang selanjutnya menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia.

  BAR XIJIUKUM DALAM RANGKA MENEGAKKANKEADILANKONSEP KUNCI1. Menumbuhkan Kesadaran Untuk Taat Hukum Tuhan (Rta/ Dharma)2. Peran Agama Hindu Dalam Perumusan Dan PenegakanHukum3. Fungsi Profetik Agama Hindu Dalam HukumKOMPETENSI DASARMahasiswa Memahami Pentingnya Hukum Dalam RangkaMenegakan KeadilanINDIKATOR HASIL BELAJAR1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang hukum Rta2.. Mahasiswa dapat menjelaskan akibatnya apabila hukumRta dilanggar3. Mahasiswa dapat menyebutkan arti sloka Weda (D.S11.9)4. Mahasiswa dapat menyebutkan perbedaan antara Hukum dan Agama.

  MATERIA. MENUMBUHKAN KESADARAN UNTUK TAAT HUKUMTUHANSupremasi hukum sangat mempengaruhi ketentraman, keamanan,kenyamanan dan ketertiban masyarakat. Oleh karena itu penegak hukumharus benar-benar orang yang mempunyai sraddha yang kuat terhadapTuhan. Di dalam ajaran kepemimpinan Hindu yang disebut Catur NayaSandhi adalah empat sifat dan tindakan yang bijaksana yang hendaknyadilakukan oleh setiap pemimpin/ negaravvan (Tut De Ariasna 1997: 23-24)dalam bukunya Kepemimpinan Hindu, sebagai berikut:a. Sama, yaitu selalu waspada dan siap siaga untuk menghadapi segalaancaman musuh baik yang datang dan dalam maupun dari luar yangmerongrong kewibawaan pemimpin yang sah.b. Bheda, yaitu memberikan perlakuan yang sama dan adil tanpaperkecualian dalam melaksanakn hukum! peraturan bagi bawahan/rakyatsehingga tercipta kedisiplinan dan tata tertib (penegak supremasi hukum).e. Dhana yaitu mengutamakan sandang, pangan, pendidikan dan papan gunamewujudkan kesejahteraan (kemakmuran bawahan), rakyat sertamemberikan penghargaan bagi warga yang berprestasi. Memberikan upah/ gaji bagi para pekerja sebagai balas jasa dari pekerjaan yang dibebankandengan peraturan yang berlaku agar dapat mencukupi kehidupankeluarganya. ?d. Danda, yaitu menghukum dengan adil kepada semua yang berbuat salah(melanggar hukup sesuaj dengan tingkat kesalahan yang diperbuatnya). Didalam sastra Hindu terungkap“Ia yang menciptakan berbagai ciptaanmenjadikan dari dirinya sendiri, diciptakannya mahluk-mahluk hidup yangberaneka ragam, mulai dengan memikirkannya, diciptakannya air, daun,meletakkan benih itu di dalamnya”.Untuk menjaga hubungan antarapartikel-partikel yang diciptakannya itu, Tuhan menciptakan hukum yangmurni dan abadi bersifat absolute berlaku bagi semua ciptaannya. hukumtersebut disebut dengan hukum Rta, kata Rta berasal dan bahasa Sanskertayan

Page 18: Pengertian Panca Sradha

g artinya “Adil”sedangkan lawannya Anrta berarti ”Tidak adil”. 

  Tuhan sebagai pengendali hukum Rta sehingga beliau disebut denganRtawan. Hukum Rta mengatur seluruh alam dan komponennya, satupunkomponen alam tidak bisa lepas dari hukum Rta tersebut. Namun Rta scbagaipengendali semua ciptaan Tuhan seperti yang diuraikan oleh mantran Rgveda sebagai benikut:“Ia yang bersmar, menyebabkanyang tidak bersinarmenjadi bersinar dengan hukum (Rta), Ia menyaiakan fajar, iamenjalankan kuda yang dikendalikan oleh hukum Abadi. (Rta)membuat manusia sedang dengan kereta menuju terang (Rg.VI.39.4)”. Adapun contoh Rta adalah:- Matahari terbit di Timur dan tengge1am di Barat- Air mengalir dar tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebihrendah- Adanya perputaran siang dan malam- Adanya rangkaian lahir, hidup, mati- Setiap mahluk mempunyai rasa lapar dan haus- Kebutuhan tidur/istirahat setiap mahiluk.Rta yang menyatu padukan alam dengan hukum alam merupakandisiplin hidup, dan juga merupakan disiplin untuk menciptakan kéindahandan keharmonisan dalam hidup ini. Rta juga mewujudkar>> kemakmurandan kesejahteraan di dunia ini, karena mémberikan kesempatan kepada setiapmahluk untuk tumbuh dan berkembang seperti uraian mantram di bawah ini:“Melalui hukum Abadi engkau telah menyebarkan tumbuh-tumbuhanyang berkembang dan berbuah dan mengalirkan air engkaumengeluarkan halilintar di langit, Engkau sangat luas meliputi alamyang amat luas, patutdipuja”. (Rg. II. 13. 7). * Apabila Rta ini dilanggar/ tidak dijalankan sesuai dengan aturannyamaka akan timbul ketidak harmonisan di dalam kehidupan ini.Seperti penebangan hutan yang mengakibatkan gunung gundulmenutup bantaran sungai/tidak membiarkan air itu mengalir dengan

Catur AsramaCatur Asrama adalah empat tingkatan kehidupan atas dasar keharmonisan hidup dalam ajaran Hindu. Setiap tingkatan kehidupan manusia di bedakan berdasarkan atas tugas dan kewajiban manusia dalam menjalani kehidupannya, namun terikat dalam satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Sebagai contohnya, perbedaan kewajiban antara orang tua dan anak.

Pembagian catur asrama

Brahmacari Asrama

Adalah tingkat masa menuntut ilmu/masa mencari ilmu. Masa Brahmacari diawali dengan upacara Upanayana dan diakhiri dengan pengakuan dan pemberian Samawartana (Ijazah).

Grhasta Asrama

Adalah tingkat kehidupan berumahtangga. Masa Grehasta Asrama ini adalah merupakan tingkatan kedua setelah Brahmacari Asrama. Dalam memasuki masa Grehasta diawali dengan suatu upacara yang disebut Wiwaha Samskara (Perkawinan) yang bermakna sebagai pengesahan

Page 19: Pengertian Panca Sradha

secara agama dalam rangka kehidupan berumahtangga (melanjutkan keturunan, melaksanakan yadnya dan kehidupan sosial lainnya).

Wanaprastha Asrama

Merupakan tingkat kehidupan ketiga. Dimana berkewajiban untuk menjauhkan diri dari nafsu keduniawian. Pada masa ini hidupnya diabdikan kepada pengamalan ajaran Dharma. Dalam masa ini kewajiban kepada keluarga sudah berkurang, melainkan ia mencari dan mendalami arti hidup yang sebenarnya, aspirasi untuk memperoleh kelepasan/moksa dipraktekkannya dalam kehidupan sehari- hari.

Sanyasin Asrama (bhiksuka)

Merupakan tingkat terakhir dari catur asrama, di mana pengaruh dunia sama sekali lepas. Mengabdikan diri pada nilai-nilai dari keutamaan Dharma dan hakekat hidup yang benar. Pada tingkatan ini, ini banyak dilakukan kunjungan (Dharma yatra, Tirtha yatra) ke tempat suci, di mana seluruh sisa hidupnya hanya diserahkan kepada Sang Pencipta untuk mencapai Moksa.

CATUR ASRAMAHubungan tata kemasyarakatan Hindu dibagi menjadi empat tingkat kehidupan yang dikenal dengan Catur Asrama. Catur Asrama adalah empat lapangan atau tingkatan hidup manusia atas dasar keharmonisan hidup. Tiap- tiap tingkat kehidupan manusia diwarnai oleh adanya ciri- ciri tugas kewajiban yang berbeda antara satu masa (asrama) dengan masa lainnya, tetapi merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Sebagai contoh adanya perbedaan sifat tugas dan kewajiban seorang bapak dengan ibu dengan anak- anaknya.

Menurut agama Hindu pembagian tingkat kehidupan manusia sesuai dengan sistem Catur Asrama, ialah sebagai berikut:

1. Brahmacari Asrama adalah tingkat kehidupan berguru/ menuntut ilmu. Setiap orang harus belajar (berguru). Diawali dengan upacara Upanayana dan diakhiri dengan pengakuan dengan pemberian Samawartana/ Ijazah.Dalam kegiatan belajar mengajar ini siswa/ Snataka harus mengikuti segala peraturan yang telah ditetapkan bahkan kebiasaan untuk mengasramakan siswa sangat penting guna memperoleh ketenangan belajar serta mempermudah pengawasan. Brahmacari juga mengandung makna yaitu orang yang tidak terikat/ dapat mengendalikan nafsu keduniawian, terutama nafsu seksual. Segala tenaga dan pikirannya benar- benar diarahkan kepada kemantapan belajar, serta upaya pengembangan ketrampilan sebagai bekal hidupnya kelak.

2. Grehasta Asrama adalah tingkat kehidupan berumahtangga. Masa Grehasta Asrama ini adalah merupakan tingkatan kedua setelah Brahmacari Asrama. Dalam memasuki masa Grehasta diawali dengan suatu upacara yang disebut Wiwaha Samskara (Perkawinan) yang bermakna sebagai pengesahan secara agama dalam rangka kehidupan berumahtangga (melanjutkan keturunan, melaksanakan yadnya dan kehidupan sosial lainnya). Oleh karena itu penggunaan Artha dan Kama sangat penting

Page 20: Pengertian Panca Sradha

artinya dalam membina kehidupan keluarga yang harmonis dan manusiawi berdasarkan Dharma.

3. Wanaprastha Asrama adalah tingkat kehidupan ketiga dengan menjauhkan diri dari nafsu- nafsu keduniawian. Pada masa ini hidupnya diabdikan kepada pengamalan ajaran Dharma. Dalam masa ini kewajiban kepada keluarga sudah berkurang, melainkan ia mencari dan mendalami arti hidup yang sebenarnya, aspirasi untuk memperoleh kelepasan/ moksa dipraktekkannya dalam kehidupan sehari- hari.

4. Sanyasin (bhiksuka) Asrama adalah merupakan tingkat kehidupan di mana pengaruh dunia sama sekali lepas. Yang diabdikan adalah nilai- nilai dari keutamaan Dharma dan hakekat hidup yang benar. Pada masa ini banyak dilakukan kunjungan (Dharma yatra, Tirtha yatra) ke tempat suci, di mana seluruh sisa hidupnya hanya diserahkan kepada Sang Hyang Widhi Wasa untuk mencapai Moksa.

Pemimpin adalah orang yang di anggap mempunyai pengaruh terhadap kelompok orang banyak. Sedangkan Kepemimpinan adalah proses memimpin, mengatur, menggerakkan menjalankan suatu organisasi, lembaga, birokrasi dan sebagainya, menurut Prof. Gunadha kepemimpinan adalah proses menolong dan membantu orang lain untuk bekerja secara antusias kearah tujuan. Kepemimpinan juga berarti aktivitas mempengaruhi orang lain untuk berusaha mencapai tujuan kelompok secara sukarela. Dalam ajaran Hindu ditemukan banyak sekali ajaran tentang kepemimpinan salah satunya dalam kitab Atharwa Veda III.4.1 dijelaskan tentang tugas seorang pemimpin sebagai berikut :

“Wahai pemimpin Negara, datanglah dengan cahaya, lindungilah rakyat dengan penuh kehormatan, hadirlah sebagai pemimpin yang utama, seluruh penjuru memanggil dan memohon perlindunganmu, raihlah kehormatan dan pujian dalam Negara ini”.

Umat sedharma yang saya hormati

Kepemimpinan menurut Hindu sangat banyak dibahas dalam cerita-cerita Hindu salah satunya dalam Manawadharmasastra dijelaskan bahwa seorang pemimpin harus menanamkan delapan sifat dewa di dalam dirinya yang disebut Asta Brata. Kedelapan sifat Dewa dapat dijelaskan sebagai berikut

Indra Bratha

Dewa Indra adalah Raja dari para dewa, yang tinggal di Kahyangan Kaendran dimana di sana adalah simbol kekayaan (harta), simbol kekuasaan (tahta) dan simbol kesenangan seksual, semua bidadari tercantik ada di Kaendran (wanita). Ketiga-tiganya harus dimiliki oleh seorang pemimpin besar dan rupanya hal ini diterapkan dalam kerajaan-kerajaan Hindu di India, Jawa, dan Bali pada masa lalu. Dengan kewibawaanlah seorang pemimpin disegani oleh lawan maupun kawan.

Page 21: Pengertian Panca Sradha

Dalam Kesusasteraan Veda, Dewa Indra dipuja dalam dua aspek, yaitu sebagai Dewa Hujan dan Dewa Perang. Hujan adalah air yang sangat diharapkan bagi petani untuk memulai bercocok tanam, dari bercocok tanamlah petani memperoleh makanan, tercukupinya sandang dan perumahan, inilah kesejahteraan. Oleh sebab itu Dewa Indra adalah simbol kesejahteraan. Seorang pemimpin harus selalu berfikir, berkata, dan berbuat untuk mengusahakan kesejahteraan rakyatnya. Dewa Indra juga dipuja sebagai Dewa perang, penakluk musuh yang utama. Dalam hal ini seorang pemimpin haruslah menjadi pelindung bagi rakyatnya, yang mampu memberikan keamanan dan kenyamanan bagi rakyat. Musuh bukan saja pengganggu dari luar atau pemberontak, melainkan musuh dalam diri. Ini bermakna bahwa seorang Raja haruslah mampu mengendalikan dirinya dari musuh-musuh yang ada dalam diri (sad ripu), sehingga pemimpin menjadi teladan bagi rakyatnya dalam hal pengendalian diri.

Yama Bratha

Dewa Yama atau di Bali dikenal dengan nama Yamadhipati adalah Dewa yang bertugas untuk mencabut nyawa manusia. Dalam bertugas Dewa Yama dibantu oleh seorang pencatat segala dosa manusia, yaitu Sang Suratma. Dewa Yama juga bertugas sebagai penghukum semua kesalahan manusia, penjaga neraka. Dewa Yama adalah seorang pengadil yang tidak pernah pilih kasih apalagi tebang pilih. Seorang hakim agung yang tidak pernah salah dalam mengambil keputusan. Demikianlah sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu memberikan keadilan kepada rakyatnya. Dalam manajemen modern sifat Dewa Yama dapat diterapkan dengan memberikan penghargaan dan hukuman secara tepat kepada anggota yang berjasa bagi laju organisasi dan hukuman kepada yang bersalah.

Surya Bratha

Surya atau Matahari adalah sinar Maha agung, oleh karnanya segala kehidupan mungkin bertahan dan berkelanjutan. Surya juga dikatakan sebagai Saksi Agung Tri Bhuwana, tidak ada satupun kejadian didunia ini yang tidak beliau ketahui. Itulah makna mantra Surya Raditya yang menyatakan bahwa Dewa Surya adalah saksi dari segala perbuatan manusia, baik perbuatan buruk maupuk baik, subha dan asubha karma. Surya adalah Sinar yang paling utama di dunia, menyinari seluruh jagadraya tanpa kecuali. Dalam kepemimpinan Hindu, sifat Dewa Surya yang harus diteladani adalah memberikan sinar kehidupan bagi seluruh rakyatnya tanpa kecuali. Kesejahteraan bagi seluruh rakyat adalah tugas seorang pemimpin. Sifat Dewa Surya yang lain adalah menghisap pajak dari rakyat, tetapi rakyat tidak merasa tersakiti. Demikian dicontohkan oleh Sinar Matahari yang menyinari/memanasi air laut, menyerap uap air ke udara, menjadi awan, awan menjadi hujan, dan air hujan yang jatuh dipegunungan kembali ke laut. Laut tidak merasa matahari memanasinya, semua berlaku seperti proses alam, simbiosis mutualisme. Demikian juga semestinya hubungan antara seorang pemimpin dengan yang dipimpin.

Candra Bratha

Candra atau Bulan adalah Dewa yang menyinari di kala malam hari. Malam adalah saat gelap, sisi gelap kehidupan manusia. Bulan adalah sinar, tetapi tidak pernah memberikan rasa panas bagi yang disinari. Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa ada dua sifat bulan yang perlu diteladani oleh seorang pemimpin. Pertama, seorang pemimpin haruslah memberikan

Page 22: Pengertian Panca Sradha

penerangan di saat kesusahan menimpa rakyatnya. Dalam skup yang lebih kecil misalnya dalam organisasi kelurahan, seorang lurah wajib mengerti kesusahan yang menimpa staff atau warga kelurahan dan mampu memberikan solusi bagi kesusahan mereka atau setidaknya memberikan penerangan dan kekuatan mental kepada yang sedang tertimpa kesusahan. Di samping itu, Bulan juga menyimbolkan sinar kesejukan. Seorang pemimpin harus memberikan kesejukan bagi rakyatnya. Tutur kata dan perbuatan seorang pemimpin haruslah menyejukkan bagi rakyatnya. Jadi, nilai etika Hindu dalam kepemimpinan Candra Brata adalah memberikan kesejukan bagi rakyatnya, menghilangkan kesesahan yang menimpa rakyat.

Bayu Bratha

Bayu atau angin selalu memenuhi ruang, tidak ada satupun ruang yang tidak terisi oleh angin. Dia memberikan kehidupan dalam wujud nafas, memenuhi ruang dan tidak menyisakan satupun ruang yang tidak terjamah olehnya. Demikian halnya dengan seorang pemimpin, layaknya berlaku seperti angin, yaitu mampu membaca seluruh pikiran dan kehendak rakyat tanpa kecuali. Seorang pemimpin haruslah memiliki kepekaan terhadap keinginan dan kehendak rakyat.

Kuwera Bratha

Kuwera dalah Dewa kekayaaan. Dalam hal kepemimpinan, Kuwera Brata berarti seorang pemimpin haruslah selalu tampil elegan. Harga diri seorang pemimpin adalah dari penampilannya. Bukan berarti seorang pemimpin harus berpenampilan serba mewah yang justeru menimbulkan benturan antara pemimpin dan yang dipimpin. Penampilan, tata cara berpakaian adalah hal yang juga diajarkan dalam etika Hindu yaitu berpenampilan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi di mana penampilan seperti itu harus hadir.

Baruna Bratha

Baruna adalah dewa laut, laut adalah simbol keluasan tanpa batas. Laut adalah penamping semua kekotoran yang dibawa oleh aliran sungai, tetapi laut tidak pernah terkotori malahan mampu menyucikan semua kotoran itu. Demikianlah pikiran seorang pemimpin, pemimpin haruslah berpikiran luas, mampu menampung semua kesalahan-kesalahan, kejahatan-kejahatan yang dilakukan atau ditimpakan kepada dirinya dan selanjutnya mensucikan semua kekotoran itu sehingga semua menjadi suci. Seorang pemimpin tidak layak memvonis bahwa rakyatnya yang berlaku tidak baik selamanya akan tidak baik, melainkan memberikan bimbingan terus menerus kepada mereka sehingga nantinya menjadi orang baik. Demikianlah sifat laut yang harus diteladani oleh seorang pemimpin.

Agni Bratha

Agni atau api bersifat membakar. Dalam hal kepemimpinan sifat api atau agni bermakna membakar semangat rakyat untuk maju dan menuju ke arah kemakmuran, ke masa depan yang lebih baik. Perilaku seorang pemimpin haruslah senantiasa memberikan teladan-teladan kepada anggotanya agar selalu bekerja-bekerja dan bekerja demi kemajuan organisasi yang dipimpin. Dalam manajemen modern hal ini bisa dilakukan dengan membuat inovasi-inovasi gaya

Page 23: Pengertian Panca Sradha

kepemimpinan, misalnya melepaskan semua kejenuhan dan membangun semangat baru dan motivasi kerja menjadi lebih baik.

Hindu sebagai agama tertua di dunia tentu kaya akan karya-karya sastra agamanya.

Berbagai jenis ajaran yang dimilikinya,semua itu terangkum dalam Kitab Suci Weda. Sebagai

sumbertertua ajaran agama Hindu, di bawah ini akan diuraikan sumber-sumber ajaran agama

Hindu sebagai pedoman bagi seorang pemimpin yang akan menjalankan tugasnya sebagai

pemimpin dan kepemimpinanya di dunia ini.

Dalam Kitab Suci Weda menyebutkan sebagai berikut :

1.      Panca Dasa Pramiteng Prabhu

Panca Dasa Pramiteng Prabhu adalah lima belas macam sifat utama yang harus dimiliki oleh

seorang pemimpin,yaitu :

a.       Wijayana, adalah ajaran yang mengajarkan bahwa seorang pemimpim harus memiliki sikap

yang tenang dan bijaksana dalam menghadapi suatu permasalahan atau dalam melaksanakan

kewajibanya.

b.      Mantri Wira, adalah ajaran untuk memupuk jiwa yang teguh untuk berani membela kebenaran

dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun adanya.

c.       Wicaksaneng naya, adalah dapat berlaku bijaksana dalam segala tindakan.

d.      Natang wan, adalah mendapat kepercayaan rakyat.

e.       Satya Bhakti Aprabhu, adalah sifat setia dengan penuh pengabdian yang tulus kepada bangsa

dan negara.

f.       Wakmiwak, adalah sangat pendai mengutarakan pendapat,khususnya dalam mempertahankan

argumentasi berdasarkan kebenaran.

g.      Sarjawa upasawa, adalah prilaku yang memperlihatkan kerendahan hati, tulus, jujur, sabar.

h.      Dhirat saha, adalah selalu rajin bekerja dan tekun yang dilandasi oleh keteguhan hati.

i.        Teulelana, adalah memiliki ketetapan hati, tahan uji dan tidak mudah terombang-ambing oleh

situasi dan keadaan di sekitarnya.

j.        Dibyacita, adalah selalu memiliki hati yang terbuka dalam berhubungan dengan orang lain.

k.      Tan satresna, adalah tidak menonjolkan kepentingan pribadi atau golongan.

l.        Masih sastra buana, adalah menyayangi dunia dengan segenap isinya.

m.    Gineng prati dina, adalah selalu berusaha berbuat baik, tanpa memperhitungkan jabatab basah

dan jabatan kering.

Page 24: Pengertian Panca Sradha

n.      Sumantri, adalah sifat untuk menjadi abdi negara yang baik, tanpa memperhitungkan jabatan

basah dan jabatan kering.

o.      Amayaken, adalah selalu bertindak tegas dalam menghadapi musuh.

2.      Sad Warnaning Raja Niti

Sad Warnaning Raja Niti adalah enam syarat bagi seorang pemimpin,yaitu :

a.       Abhicanika, yaitu seorang pemimpin harus mampu menarik perhatian yang bersifat positif dari

rakyatnya.

b.      Prajna, yaitu seorang pemimpin harus memiliki daya kreatif yang benar.

c.       Utsaha, yaitu pemimpin harus memiliki daya kreatif yang luhur.

d.      Sakya samantara, yaitu seorang pemimpin harus mampu mengontrol bawahanya sekaligus

memperbaiki hal-hal yang dianggap kurang baik.

e.       Atma sampad, yaitu seorang pemimpim harus mempunyai moral yang luhur.

f.       Aksudra parisatha, yaitu seorang pemimpin harus mampu memimpin persidangan para

mentrinya dan mnarik kesimpulan yang bijaksana, sehingga dapat diterima oleh semua pihak.

3.      Panca Upaya Sandhi

Panca Upaya Sandhi adalah lima macam upaya yang harus dimiliki dan dilakukan oleh seorang

pemimpin,yaitu :

a.       Maya, artinya pemimpin harus melakukan upaya dalam mengumpulkan data atau permasalahan

yang belum jelas kedudukan profesinya.

b.      Upeksa, artinya seorang pemimpin harus berupaya untuk meneliti dan menganalisis, semua

bahan-bahan berupa data dan informasi, untuk dapat meletakkan setiap data dan permasalahan

menurut proporsinya.

c.       Indra jala, artinya seorang pemimpin hendaknya berusaha untuk mencarikan jalan keluar dalam

memecahkan masalah yang sedang dihadapi.

d.      Wikrama, artinya seorang pemimpim hendaknya berupaya untuk melaksanakan yan telah

dirumuskan pada tingkatan sudra jala.

e.       Logika, artinya setiap tindakan yang ditempuh oleh seorang pemimpin harus dipertimbangkan

dengan akal yang sehat dan logis, serta tidak boleh bertindak berdasarkan emosi semata.

4.      Nawanatya

Nawanatya adalah sembilan macam kebijakan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin

didalam memilih pembantunya atau mentrinya, yaitu :

Page 25: Pengertian Panca Sradha

a.       Prajna Nidagda, artinya bijaksana dan mahir dalam berbagai ilmu, sehingga dengan demikian

akan menjadi orang yang bijaksana dan teguh dalam pendirian.

b.      Wira sarwa yudha, artinya pemberani, pantang menyerah dalam segala peperangan atau pantang

menyerah dalam menghadapi berbagai tantangan.

c.       Para martha, artinya memiliki sifat yang mulia dan jujur.

d.      Dhiratsaha, artinya tekun dan ulet dalam menyukseskan setiap kegiatan.

e.       Pragiwakya, artinya pandai berbicara di depan umum maupun berdiplomasi.

f.       Sama upaya,artinya selalu setia pada janji yang pernah diucapkan.

g.      Langkawang artha, artinya tidak bersifat pamrih atau loba terhadap harta benda.

h.      Wruh ring sarwa bastra,artinya pintar dan bijaksana dalam mengatasi segala kerusuhan yang

terjadi.

i.        Wiweka,artinya dapat membedakan antara yang salah dengan yang benar.

Dalam Hinduisme, ada beberapa pandangan yang terdiri dari monisme, dualisme, panteisme, panenteisme, yang disebut oleh sebagian pakar sebagai teisme monistik, serta monoteisme yang ketat. Namun mereka bukan politeistik, seperti yang dipandang kebanyakan orang luar. Hinduisme seringkali keliru ditafsirkan banyak orang sebagai agama politeistik. Contohnya adalah pemeluk Hindu sendiri, contohnya kaum Smarta, yang mengikuti filsafat Advaita, adalah monis, dan memahami berbagai manifestasi dari Tuhan yang esa atau sumber keberadaan. Kaum monis Hindu memahami satu keesaan, dengan berbagai pribadi Tuhan, sebagai aspek-aspek yang berbeda dari Yang Maha Tinggi dan Esa, seeprti halnya satu pancaran cahaya yang dipisah-pisahkan menjadi berbagai macam warna oleh sebuah prisma, dan semuanya sah untuk disembah. Sebagian dari aspek-aspek Tuhan di dalam agama Hindu mencakup Dewi, Wisnu, Ganesya, dan Syiwa. Pandangan Smarta inilah yang mendominasi pandangan tentang Hinduisme di Barat. hal ini disebabkan karena Swami Vivekananda, seorang pengikut Ramakrishna, di antara banyak orang lainnya, yang memperkenalkan keyakinan Hindu ke dunia Barat, semuanya adalah penganut Smarta. Aliran-aliran Hinduisme lainnya, seperti yang digambarkan kelak, tidak menganut keyakinan ini secara ketat dan lebih erat berpegang pada persepsi Barat tentang arti keyakinan yang monoteistik. Selain itu, seperti agama-agama Yudeo-Kristen yang percaya akan malaikat, orang Hindu juga percaya akan keberadaan yang tidak begitu kuat, seperti halnya para dewa.

Hinduisme kontemporer saat ini dibagi menjadi empat pembagian utama yaitu, Wisnuisme, Syiwaisme, Saktiisme, dan Smartaisme. Seperti halnya Yahudi, Kristen, dan Muslim yang mempercayai satu Tuhan namun berbeda dalam konsep Ketuhanan, semua pengikut agama Hindu percaya pada satu Tuhan namun berbeda dalam konsepnya. Dua bentuk utama dari perbedaan ini adalah antara dua kepercayaan monoteistik dari Wisnuisme yang menganggap Tuhan adalah Wisnu dan Syiwaisme, yang memahami Tuhan sebagai Syiwa. Aspek-aspek Tuhan yang lainnya pada kenyataannya adalah aspek-aspek dari Wisnu atau Syiwa; lihat Smartaisme untuk informasi lebih lanjut.

Page 26: Pengertian Panca Sradha

Hanya seorang pemeluk Smartaisme tidak akan mengalami masalah untuk menyembah Syiwa atau Wisnu bersama-sama karena ia memandang berbagai aspek dari Tuhan menuntun kepada satu Tuhan yang sama. Pandangan Smartalah yang mendominasi pandangan Hinduisme di Barat. Sebaliknya, seorang pemeluk Wisnuisme menganggap Wisnu sebagau Tuhan satu-satunya yang sejati, yang layak disembah, sementara bentuk-bentuk lainnya adalah penampakan yang lebih rendah. Lihat misalnya, ilustrasi tentang pandangan pemeluk Wisnuisme tentang Wisnu sebagai Tuhan sejati yang esa di sini.

Dengan demikian, banyak pemeluk Wisnuisme, misalnya, percaya bahwa hanya Wisnu lah yang dapat menganugerahkan tujuan terakhir manusia, moksa. Lihat misalnya, di sini. Demikian pula, banyak pemeluk Syiwaisme juga menganut keyakinan yang sama, seperti yang diilustrasikan pada di sini dan di sini.

Namun, bahkan pemeluk Wisnuisme, seperti orang-orang Hindu lainnya, mempunyai toleransi terhadap keyakinan-keyakinan yang lain karena Dewa Krisna, avatar Wisnu, mengatakannya demikian di dalam Gita. Beberapa pandangan melukiskan pandangan toleran ini:

Krisna berkata: "Dewa atau bentuk apapun yang disembah seorang percaya, aku akan menguatkan imannya. Namun demikian, hanya Akulah yang mengaruniakan keinginan mereka." (Gita: 7:21-22)

Kutipan lain di dalam Gita mengatakan:

"O Arjuna, bahkan pemeluk-pemeluk yang menyembah tuhan-tuhan lain yang lebih rendah, (mis. dewa-dewa) dengan iman, mereka pun menyembah Aku, tetapi dalam cara yang tidak tepat, karena Akulah yang Maha Tinggi. Hanya akulah yang menikmati semua ibadah kurban (Seva, Yajna) dan Tuhan sarwa sekalian alam." (Gita: 9:23)

Bahkan sebuah ayat Weda melukiskan tema toleransi ini. Kitab-kitab Weda dihormati di dalam Hinduisme, apapun juga alirannya. Misalnya, sebuah nyanyian Rig Weda yang terkenal menyatakan bahwa: "Kebenaran hanya Satu, meskipun para bijak mengenalnya dalam berbagai bentuk." Hal ini berlawanan dengan keyakinan-keyakinan di dalam tradisi-tradisi agama lain, yang mewajibkan pemeluknya mempercayai Allah hanya dalam satu aspek dan menolak sama sekali atau meremehkan keyakinan-keyakinan lainnya.

Perayaan Siwa Ratri adalah salah satu bentuk ritual Hindu yang mengajarkan kita untuk selalu memelihara kesadaran diri agar terhindar dari perbuatan dosa dan papa. Diakui atau tidak, manusia sering lupa, karena memiliki keterbatasan. Kerena sering mengalami lupa itu, maka setiap tahun pada sasih kepitu (bulan ketujuh menurut penanggalan Bali), dilangsungkan upacara Siwa Ratri dengan inti perayaan malam pejagraan. Pejagraan yang asal katanya jagra itu artinya sadar, eling atau melek. Orang yang selalu jagralah yang dapat menghindar dari perbuatan dosa.

Dalam Bhagavadgita III, 42, dinyatakan, orang akan memiliki alam pikiran jernih, apabila atman atau jiwa yang suci itu selalu menyinari budhi atau alam kesadaran. Budhi (kesadaran) itu menguasai manah (pikiran). Manah menguasai indria. Kondisi alam pikiran yang struktural dan ideal seperti itu amat sulit didapat. Ia harus selalu diupayakan dengan membangkitkan

Page 27: Pengertian Panca Sradha

kepercayaan pada Tuhan sebagai pembasmi kegelapan jiwa. Siwa Ratri (Ratri juga sering ditulis Latri) adalah malam untuk memusatkan pikiran pada Sanghyang Siwa guna mendapatkan kesadaran agar terhindar dari pikiran yang gelap. Karena itu, Siwa Ratri lebih tepat jika disebut ”malam kesadaran” atau ”malam pejagraan”, bukan ”malam penebusan dosa” sebagaimana sering diartikan oleh orang yang masih belum mendalami agama.

Memang, orang yang selalu sadar akan hakikat kehidupan ini, selalu terhindar dari perbuatan dosa. Orang bisa memiliki kesadaran, karena kekuatan budhinya (yang menjadi salah satu unsur alam pikiran) yang disebut citta. Melakukan brata Siwa Ratri pada hakikatnya menguatkan unsur budhi. Dengan memusatkan budhi tersebut pada kekuatan dan kesucian Siwa sebagai salah satu aspek atau manifestasi Sang Hyang Widhi Wasa, kita melebur kegelapan yang menghalangi budhi dan menerima sinar suci Tuhan. Jika budhi selalu mendapat sinar suci Tuhan, maka budhi akan menguatkan pikiran atau manah sehingga dapat mengendalikan indria atau Tri Guna.

Siwa Ratri pada hakikatnya kegiatan Namasmaranâm pada Siwa. Namasmaranâm artinya selalu mengingat dan memuja nama Tuhan yang jika dihubungankan dengan Siwa Ratri adalah nama Siwa. Nama Siwa memiliki kekuatan untuk melenyapkan segala kegelapan batin. Jika kegelapan itu mendapat sinar dari Hyang Siwa, maka lahirlah kesadaran budhi yang sangat dibutuhkan setiap saat dalam hidup ini. Dengan demikian, upacara Siwa Ratri sesungguhnya tidak harus dilakukan setiap tahun, melainkan bisa dilaksanakan setiap bulan sekali, yaitu tiap menjelang tilem atau bulan mati. Sedangkan menjelang tilem kepitu (tilem yang paling gelap) dilangsungkan upacara yang disebut Maha Siwa Ratri.

Untuk dapat mencapai kesadaran, kita bisa menyucikan diri dengan melakukan sanca. Dalam Lontar Wraspati Tattwa disebutkan, Sanca ngaranya netya majapa maradina sarira. Sanca itu artinya melakukan japa dan membersihkan tubuh. Sedang kitab Sarasamuscaya menyebutkan, Dhyana ngaranya ikang Siwasmarana, artinya, dhyana namanya (bila) selalu mengingat Hyang Siwa.

Di India, setiap menjelang bulan mati (setiap bulan) umat Hindu menyelenggarakan Siwa Ratri dan tiap tahun merayakan Maha Siwa Ratri. Keutamaan brata Siwa Ratri banyak diuraikan dalam pustaka berbahasa Sanskerta, Jawa Kuno dan Bali. Ini suatu pertanda, bah-wa Siwa Ratri dari sejak dahulu sudah dirayakan baik oleh umat Hindu di India, maupun di Jawa dan Bali. Dalam kepustakaan Sanskerta, keutamaan brata Siwa Ratri diuraikan dalam kitabkitab Purana, misalnya Siwa Purana, Skanda Purana, Garuda Purana dan Padma Purana. Siwa Purana, pada bagian Jñana Samhita memaparkan keutamaan brata Siwa Ratri dan tata-cara merayakan malam suci terbut. Di situ ada dimuat tentang dialog antara seseorang bernama Suta dan para rsi. Dalam percakapan tersebut, dikisahkanl seseorang yang kejam bernama Rurudruha. Ia menjadi sadar akan dosa-dosa yang telah diperbuat setelah melakukan brata Siwa Ratri. Berkat bangkitnya kesadarannya, ia tinggalkan semua perbuatan dosa, lalu dengan mantap berjalan di jalan dharma.

Di antara berbagai brata, mengunjungi tempat suci, memberi dana punya yang mahal seperti batu mulia (emas dan permata), melakukan berbagai jenis upacara Yajña, berbagai jenis tapa dan melakukan berbagai kegiatan Japa atau mantra untuk memuja keagungan-Nya,semuanya itu tidak ada yang melebih keutamaan brata Sivaratri.

Page 28: Pengertian Panca Sradha

Sejalan dengan pernyataan di atas, kakawin Sivaratri Kalpa menyatakan keutamaan Brata Sivaratri seperti diwedarkan oleh Sang Hyang Siva sebagai berikut:

”Setelah seseorang mampu melaksanakan Brata sebagai yang telah Aku ajarkan, kalahlah pahala dari semua upacara Yajña, melakukan tapa dan dana punya demikian pula menyucikan diri ke tempat-tempat suci, pada awal penjelmaan, walaupun seribu bahkan sejuta kali menikmati Pataka (pahala dosa dan papa), tetapi dengan pahala Brata Sivaratri ini, semua Pataka itu lenyap”.

”Walaupun benar-benar sangat jahat, melakukan perbuatan kotor, menyakiti kebaikan hati orang lain, membunuh pandita (orang suci) juga membunuh orang yang tidak bersalah, congkak dan tidak hormat kepada guru, membunuh bayi dalam kandungan, seluruh kepapaan itu akan lenyap dengan melakukan Brata Sivaratri yang utama, demikianlah keutamaan dan ketinggian Brata (Sivaratri) yang Aku sabdakan ini” (Sivaratri kalpa, 37, 7-8)*

Sumber Sastra itihasa Dalam Itihasa, Sivaratri terdapat dalam Mahabharata, yaitu pada Santi Parva, dalam episode ketika Bhisma sedang berbaring di atas anak-anak panahnya Arjuna, menunggu kematian, sambil membahas dharma, mengacu kepada perayaan Maha Sivaratri oleh raja Citrabhanu, raja Jambudvipa dari dinasti Iksvaku. Raja Citrabhanu bersama istrinya melakukan upavasa pada hari Maha Sivaratri. Rsi Astavakra bertanya:

“Wahai sang raja, mengapa kalian berdua melakukan upavasa pada hari ini? Sang raja dianugerahi ingatan akan punarbhawa sebelumnya, lalu ia menjelaskan kepada sang rsi.

“Dalam kehidupanku terdahulu aku adalah seorang pemburu di Varanasi yang bernama Susvara. Kebiasaanku adalah membunuh dan menjual burung-burung dan binatang lainnya. Suatu hari aku berburu ke hutan, aku menangkap seekor kijang, namun hari keburu gelap. Aku tidak bisa pulang, kijang itu kuikat di sebatang pohon. Lalu aku naik sebatang pohon bilva. Karena aku lapar dan haus, aku tidak dapat tidur. Aku teringat anak istriku yang malang di rumah, menungguku pulang dengan rasa lapar dan gelisah. Untuk melewatkan malam aku memetik daun bilva dan menjatuhkannya ke tanah.” Kisah selanjutnya mirip dengan kisah Lubdaka di Indonesia.

PuranaSivaratri juga dimuat dalam purana-purana, yang umumnya berisi kisah-kisah pemburu yang sadar, seperti berikut:

Pertama, Siva Purana (bagian Jnanasamhita). Pada bagian ini memuat percakapan antara Suta dengan para rsi, menguraikan pentingnya upacara Sivaratri. Seseorang bernama Rurudruha seperti telah disinggung di atas.

Kedua, Skanda Purana (bagian Kedarakanda). Pada bagian Kedarakanda antara lain memuat percakapan antara Lomasa dengan para rsi. Lomasa menceritakan kepada para rsi tentang si Canda yang jahat, pembunuh segala mahluk, sampai membunuh brahmana, akhirnya dapat mengerti dan menghayati apa yang disebut ”kebenaran” Dalam Skanda Purana juga diceritakan kisah seorang pemburu yang identik dengan kisah pemburu dalam Santi Parva.

Page 29: Pengertian Panca Sradha

Ketiga, Garuda Purana (bagian Acarakanda). Bagian ini memuat uraian singkat tentang Sivaratri diceritakan bahwa Parvati bertanya tentang brata yang terpenting. Siva menguraikan tentang pelaksanaan vrata Sivaratri. Seorang raja bernama Sudarasenaka pergi berburu ke hutan bersama seekor anjing. Rangkaian kisah inipun tidak berbeda dengan kisah pemburu di atas.

Keempat, Padma Purana (bagian Uttarakanda). Bagian ini memuat percakapan raja Dilipa denganWasista. Wasista menceritakan bahwa Sivaratri adalah vrata yang sangat utama, antara bulan Magha dan Palghuna. Dalam Padma Purana, pemburu itu bernama Nisadha. Berkat vrata Sivaratri yang dilakukannya berhasil membawanya ke Siva loka.----------

'Hari Raya Nyepi' adalah hari raya umat Hindu yang dirayakan setiap tahun Baru Saka. Hari ini jatuh pada hitungan Tilem Kesanga (IX) yang dipercayai merupakan hari penyucian dewa-dewa yang berada di pusat samudera yang membawa intisari amerta air hidup. Untuk itu umat Hindu melakukan pemujaan suci terhadap mereka.

Daftar isi

1 Pengertian Nyepi o 1.1 Melasti, Tawur (Pecaruan), dan Pengrupukan o 1.2 Puncak acara Nyepi o 1.3 Ngembak Geni (Ngembak Api)

2 Lihat pula 3 Pranala luar

Pengertian Nyepi

Nyepi berasal dari kata sepi (sunyi, senyap). Hari Raya Nyepi sebenarnya merupakan perayaan Tahun Baru Hindu berdasarkan penanggalan/kalender caka, yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Tidak seperti perayaan tahun baru Masehi, Tahun Baru Saka di Bali dimulai dengan menyepi. Tidak ada aktivitas seperti biasa. Semua kegiatan ditiadakan, termasuk pelayanan umum, seperti Bandar Udara Internasional pun tutup, namun tidak untuk rumah sakit.

Tujuan utama Hari Raya Nyepi adalah memohon ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, untuk menyucikan Bhuana Alit (alam manusia/microcosmos) dan Bhuana Agung/macrocosmos (alam semesta). Sebelum Hari Raya Nyepi, terdapat beberapa rangkaian upacara yang dilakukan umat Hindu, khususnya di daerah Bali.

Melasti, Tawur (Pecaruan), dan Pengrupukan

Tiga atau dua hari sebelum Nyepi, umat Hindu melakukan Penyucian dengan melakukan upacara Melasti atau disebut juga Melis/Mekiyis. Pada hari tersebut, segala sarana persembahyangan yang ada di Pura (tempat suci) diarak ke pantai atau danau, karena laut atau danau adalah sumber air suci (tirta amerta) dan bisa menyucikan segala leteh (kotor) di dalam diri manusia dan alam.

Page 30: Pengertian Panca Sradha

Sehari sebelum Nyepi, yaitu pada "tilem sasih kesanga" (bulan mati yang ke-9), umat Hindu melaksanakan upacara Buta Yadnya di segala tingkatan masyarakat, mulai dari masing-masing keluarga, banjar, desa, kecamatan, dan seterusnya, dengan mengambil salah satu dari jenis-jenis caru (semacam sesajian) menurut kemampuannya. Buta Yadnya itu masing-masing bernama Pañca Sata (kecil), Pañca Sanak (sedang), dan Tawur Agung (besar). Tawur atau pecaruan sendiri merupakan penyucian/pemarisuda Buta Kala, dan segala leteh (kekotoran) diharapkan sirna semuanya. Caru yang dilaksanakan di rumah masing-masing terdiri dari nasi manca (lima) warna berjumlah 9 tanding/paket beserta lauk pauknya, seperti ayam brumbun (berwarna-warni) disertai tetabuhan arak/tuak. Buta Yadnya ini ditujukan kepada Sang Buta Raja, Buta Kala dan Batara Kala, dengan memohon supaya mereka tidak mengganggu umat.

Mecaru diikuti oleh upacara pengerupukan, yaitu menyebar-nyebar nasi tawur, mengobori-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesiu, serta memukul benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh. Tahapan ini dilakukan untuk mengusir Buta Kala dari lingkungan rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar. Khusus di Bali, pengrupukan biasanya dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh yang merupakan perwujudan Buta Kala yang diarak keliling lingkungan, dan kemudian dibakar. Tujuannya sama yaitu mengusir Buta Kala dari lingkungan sekitar.

Puncak acara Nyepi

Keesokan harinya, yaitu pada 'pinanggal pisan, sasih Kedasa (tanggal 1, bulan ke-10), tibalah Hari Raya Nyepi sesungguhnya. Pada hari ini suasana seperti mati. Tidak ada kesibukan aktivitas seperti biasa. Pada hari ini umat Hindu melaksanakan "Catur Brata" Penyepian yang terdiri dari amati geni (tiada berapi-api/tidak menggunakan dan atau menghidupkan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak mendengarkan hiburan). Serta bagi yang mampu juga melaksanakan tapa, brata, yoga, dan semadhi.

Demikianlah untuk masa baru, benar-benar dimulai dengan suatu halaman baru yang putih bersih. Untuk memulai hidup dalam tahun baru Caka pun, dasar ini dipergunakan, sehingga semua yang kita lakukan berawal dari tidak ada,suci dan bersih. Tiap orang berilmu (sang wruhing tattwa jñana) melaksanakan brata (pengekangan hawa nafsu), yoga (menghubungkan jiwa dengan paramatma (Tuhan)), tapa (latihan ketahanan menderita), dan samadi (manunggal kepada Tuhan, yang tujuan akhirnya adalah kesucian lahir batin).

Semua itu menjadi keharusan bagi umat Hindu agar memiliki kesiapan batin untuk menghadapi setiap tantangan kehidupan di tahun yang baru.

Ngembak Geni (Ngembak Api)

Rangkaian terakhir dari perayaan Tahun Baru Saka adalah hari Ngembak Geni yang jatuh pada "pinanggal ping kalih" (tanggal 2) sasih kedasa (bulan X). Pada hari ini Tahun Baru Saka tersebut memasuki hari ke dua. Umat Hindu melakukan Dharma Shanti dengan keluarga besar dan tetangga, mengucap syukur dan saling maaf memaafkan (ksama) satu sama lain, untuk memulai lembaran tahun baru yang bersih. Inti Dharma Santi adalah filsafat Tattwamasi yang

Page 31: Pengertian Panca Sradha

memandang bahwa semua manusia di seluruh penjuru bumi sebagai ciptaan Ida Sanghyang Widhi Wasa hendaknya saling menyayangi satu dengan yang lain, memaafkan segala kesalahan dan kekeliruan. Hidup di dalam kerukunan dan damai.

Aaaaaaaaaaaaaa: Nyepi mengandung arti sepi atau sunyi, dan dirayakan setiap 1 tahun saka. Dan tahun ini merupakan tahun saka 1934. Pada saat Nyepi tidak boleh melakukan aktifitas seperti pada umumnya,seperti keluar rumah (kecuali sakit dan perlu berobat), menyalakan lampu, bekerja dsbnya. Dan tujuannya adalah agartercipta suasana sepi, sepi dari hiruk pikuknya kehidupan dan sepi dari semua nafsu atau keserakahan sifat manusia untuk menyucikan Bhuwana Agung(alam semesta) dan Bhuwana Alit(manusia).

Hari Raya Nyepi, khususnya di Bali memiliki beberapa tahapan. Dimulai dari Upacara Melasti, Mecaru, dan Pengerupukan. Kemudian diikuti oleh puncak Hari Raya Nyepi itu sendiri. Dan terakhir disebut dengan Ngembak Geni.

Melasti, Mecaru, dan Pengerupukan.Upacara Melasti atau bisa disebut Melis diadakan beberapa hari sebelum Nyepi. Pada saat ini segala sesuatu atau sarana persembahyangan di Pura-pura di bawa kelaut untuk disucikan.Mecaru atau bisa disebut Tawur, dilaksanakan pada hari Tilem Sasih Kesange (Bulan mati ke 9)yaitu sehari sebelum Nyepi. Merupakan upacara yang dilaksanakan di setiap rumah atau keluarga, desa, kecamatan dan sebagainya. Dengan membuat sesajen yang ditujukan kepada para Bhuta Kala atau bisa disebut hal-hal negatif agar pada nantinya tidak mengganggu kehidupan manusia.Pengerupukan dilaksanakan sesaat setelah Mecaru, yaitu dengan membuat api atau obor untuk mengobori lingkungan rumah, membunyikan kentongan untuk menghasilkan kegaduhan. Sehingga diharapkan para Bhuta Kala segera pergi dari lingkungan kita. Pada tingkat desa diadakan arakan Ogoh-ogoh yang merupakan perwujudan dari Bhuta Kala yang memiliki sifat negatif. Diarak keliling desa kemudian di bakar, tujuannya agar hal-hal yang berbau negatif itu lenyap dan tidak mengganggu kehidupan manusia

Hari raya Saraswati adalah hari yang penting bagi umat hindu, khususnya bagi siswa sekolah dan penggelut dunia pendidikan karena Umat Hindu mempercayai hari Saraswati adalah turunnya ilmu pengetahuan yang suci kepada umat manusia untuk kemakmuran, kemajuan, perdamaian, dan meningkatkan keberadaban umat manusia. Hari raya Saraswati diperingati setiap enam bulan sekali, tepatnya pada hari Saniscara Umanis wuku Watugunung.

Di hari Saraswati biasanya pagi2 para siswa sekolah sudah sibuk mempersiapkan upacara sembahyang di sekolah masing2, sehabis itu biasanya para siswa melanjutkan sembahyang ke pura2 lainnya. Dan pura yang menjadi paforit adalah pura Jagatnatha yang ada dipusatkota. Di sekolah, di pura, di rumah maupun di perkantoran semua buku, lontar, pustaka2 dan alat2 tulis di taruh pada suatu tempat untuk diupacarai.Adamitos pada hari Saraswati tidak diperbolehkan untuk menulis dan membaca lho…

Hari Raya Saraswati yaitu hari Pawedalan Sang Hyang Aji Saraswati, jatuh pada tiap-tiap hari Saniscara Umanis wuku Watugunung. Pada hari itu kita umat Hindu merayakan hari yang

Page 32: Pengertian Panca Sradha

penting itu. Terutama para pamong dan siswa-siswa khususnya, serta pengabdi-pengabdi ilmu pengetahuan pada umumnya.

Dalam legenda digambarkan bahwa Saraswati adalah Dewi/ lstri Brahma. Saraswati adalah Dewi pelindung/ pelimpah pengetahuan, kesadaran (widya), dan sastra. Berkat anugerah dewi Saraswati, kita menjadi manusia yang beradab dan berkebudayaan.

Beliau disimbolkan sebagai seorang dewi yang duduk diatas teratai dengan berwahanakan se-ekor angsa (Hamsa) atau seekor merak, berlengan empat dengan membawa sitar/veena dan ganatri di kedua tangan kanan, tangan kiri membawa pustaka/kitab dan tangan kiri satunya ikut memainkan gitar membawa sitar/veena dan ganatri di kedua tangan kanan, tangan kin membawa pustaka/kitab dan tangan kiri satunya ikut memainkan veena atau bermudra memberkahi.

MAKNA PEMUJAAN KEPADA DEWI SARASWATI.

Pada masyarakat awam bertanya apa maksud menyembah dewa-dewa atau dewi-dewi melalui simbol-simbol atau patung, gambar dan sebagai-nya? Padahal Tuhan hanya satu, kenapa ada ba-nyak dewa atau dewi?

Dewa berasal dari kata”div” yaitu sinar/pan-caran. Pengertiannya adalah bahwa Tuhan itu adalah satu, tapi mempunyai aspek-aspek de-ngan pancaran sinar-Nya (Nur Illahi) yang bermacam-macam sesuai dengan fungsinya. ang bermacam-macam sesuai dengan fungsinya. Pada saat menciptakan disebut Brahma, saat memelihara disebut Wishnu, dan saat pendaurulang disebut Shiwa, dan sebagainya. Tapi sebenarnya Brahma, Wishnu, Shiva adalah satu (Trimurti).

Paradewa ini mempunyai pendamping (Shak-ti), yaitu: Brahma shakti-Nya Saraswati, Wishnu shakti-Nya Lakshmi dan Shiwa shakti-Nya Parvati (Durga). Disini Dewi Saraswati sebagai aspek Tuhan Yang Maha Esa pada saat menganugrah-kan/munurunkan ilmu pengetahuan (vidya), ke-cerdasan, ucapan, musik, budaya dan seba-gainya. Demikian pula dijabarkan dalam konsep Gayatri yang terdiri dari tiga aspek, yaitu: Saras-wati menguasai ucapan/tutur kata, Gayatri me-nguasai intelek/budhi dan savitri yang menguasai prana/nafas.

Jadi makna pemujaan Dewi Saraswati adalah memuja dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan memfokuskan pada aspek Dewi Sa-raswati (simbol vidya) atas karunia ilmu penge-tahuan yang di karuniakan kepada kita semua, sehingga akan terbebas dan avidyam (kebodoh-an), agar dibimbing menuju ke kedamaian yang abadi dan pencerahan sempurna.

Setelah Saraswati puja selesai, biasanya dilakukan mesarnbang semadhi, yaitu semadhi ditempat yang suci di malam hari atau melakukan pembacaan lontar-lontar semalam suntuk dengan tujuan menernukan pencerahan Ida Hyang Saraswati

Puja astawa yang disiapkan ialah : Sesayut yoga sidhi beralas taledan dan alasnya daun sokasi berupa nasi putih daging guling, itik, raka-raka sampian kernbang payasan. Sesayut ini dihaturkan di atas tempat tidur, dipersembahkan ke hadapan Ida Sang Hyang Aji Saraswati.

Page 33: Pengertian Panca Sradha

Keesokan harinya dilaksanakan Banyu Pinaruh, yakni asuci laksana dipagi buta berkeramas dengan air kumkuman. Ke hadapan Hyang Saraswati dihaturkan ajuman kuning dan tamba inum. Tamba inum ini terdiri dari air cendana, beras putih dan bawang lalu diminum, sesudahnya bersantap nasi kuning garam, telur, disertai dengan puja mantram:

Makna Hari Raya Galungan dan Kuningan

Dharma dan Adharma Pada hari raya suci Galungan dan Kuningan umat Hindu secara ritual dan spiritual melaksanakannya dengan suasana hati yang damai. Pada hakekatnya hari raya suci Galungan dan Kuningan yang telah mengumandang di masyarakat adalah kemenangan dharma melawan adharma. Artinya dalam konteks tersebut kita hendaknya mampu instrospeksi diri siapa sesungguhnya jati diri kita, manusia yang dikatakan dewa ya, manusa ya, bhuta ya itu akan selalu ada dalam dirinya. Bagaimana cara menemukan hakekat dirinya yang sejati?, "matutur ikang atma ri jatinya" (Sanghyang Atma sadar akan jati dirinya).

Hal ini hendaknya melalui proses pendakian spiritual menuju kesadaran yang sejati, seperti halnya hari Raya Galungan dan Kuningan dari hari pra hari H, hari H dan pasca hari H manusia bertahan dan tetap teguh dengan kesucian hati digoda oleh Sang Kala Tiga Wisesa, musuh dalam dirinya, di dalam upaya menegakkan dharma didalam dirinya maupun diluar dirinya. Sifat-sifat adharma (bhuta) didalam dirinya dan diluar dirinya disomya agar menjadi dharma (Dewa), sehingga dunia ini menjadi seimbang (jagadhita). Dharma dan adharma, itu dua kenyataan yang berbeda (rwa bhineda) yang selalu ada didunia, tapi hendaknyalah itu diseimbangkan sehingga evolusi didunia bisa berjalan.

Kemenangan dharma atas adharma yang telah dirayakan setiap Galungan dan Kuningan hendaknyalah diserap dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.

Purnama dan Tilem adalah hari suci bagi umat Hindu, dirayakan untuk memohon berkah dan karunia dari Hyang Widhi. Hari Purnama, sesuai dengan namanya, jatuh setiap malam bulan penuh (Sukla Paksa). Sedangkan hari Tilem dirayakan setiap malam pada waktu bulan mati (Krsna Paksa). Kedua hari suci ini dirayakan setiap 30 atau 29 hari sekali.

 

Pada hari Purnama dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Chandra, sedangkan pada hari Tilem dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Surya. Keduanya merupakan manifestasi dari Hyang Widhi yang berfungsi sebagai pelebur segala kekotoran (mala). Pada kedua hari ini hendaknya diadakan upacara persembahyangan dengan rangkaiannya berupa upakara yadnya. Beberapa sloka yang berkaitan dengan hari Purnama dan Tilem dapat ditemui dalam Sundarigama yang mana disebutkan:

 

'Muah ana we utama parersikan nira Sanghyang Rwa Bhineda, makadi, Sanghyang Surya Candra, atita tunggal we ika Purnama mwang Tilem. Yan Purnama Sanghyang Wulan ayoga, yan ring Tilem Sanghyang Surya ayoga ring sumana ika, para purahita kabeh tekeng wang

Page 34: Pengertian Panca Sradha

akawangannga sayogya ahening-hening jnana, ngaturang wangi-wangi, canang biasa ring sarwa Dewa pala keuannya ring sanggar, Parhyangan, matirtha gocara puspa wangi"

 

Ada hari-hari utama penyelenggaraan upacara persembahyangan sejak dulu sama nilai keutamaanya yaitu hari Purnama dan Tilem. Pada hari Purnama, bertepatan dengan Sanghyang Candra beryoga dan pada hari Tilem, bertepatan dengan Sanghyang Surya beyoga memohonkan keselamatan kepada Hyang Widhi. Pada hari suci demikian itu, sudah seyogyanya kita para rohaniawan dan semua umat manusia menyucikan dirinya lahir batin dengan melakukan upacara persembahyangan dan menghaturkan yadnya kehadapan Hyang Widhi.

 

Pada hari Purnama dan Tilem ini sebaiknya umat melakukan pembersihan lahir batin. Karena itu, disamping bersembahyang mengadakan puja bhakti kehadapan Hyang Widhi untuk memohon anugrah-Nya, umat juga hendaknya melakukan pembersihan badan dengan air.

 

Kondisi bersih secara lahir dan batin ini sangat penting karena dalam jiwa yang bersih akan muncul pikiran, perkataan dan perbuatan yang bersih pula. Kebersihan juga sangat penting dalam mewujudkan kebahagiaan, terutama dalam hubungan dengan pemujaan kepada Hyang Widhi.

 

cyberdharma.net :

 

Tilem

Hari Tilem adalah merupakan Prabhawa dari Sang Hyang Rudra sebagai perwujudan Sang Hyang Yamadipati (Deva kematian) yang memiliki kekuatan pralina (Pamuliha maring sangkan Paran).

 

Oleh karena itu umat Hindu secara tekun melaksanakan persembahan dan pemujaan kehadapan Sang Hyang Widhi. Persembahan hari Tilem dimaksudkan agar umat Hindu yang tekun melaksanakan persembahan dan pemujaan pada hari Tilem, ketika meninggal rohnya tidak diberikan jalan yang sesat (neraka), namun sebaliknya agar diberikan jalan ke swarga loka oleh Sang Hyang Yamadipati (lontar Purwana Tattwa Wariga).

 

Page 35: Pengertian Panca Sradha

Oleh karena itu menurut petunjuk sastra Agama Hindu ”Lontar Purwa Gama” menuntun umat Hindu agar selalu ingat melaksanakan suci laksana, khususnya pada hari Purnama dan hari Tilem, untuk mempertahankan serta meningkatkan kesucian diri, terutama para Wiku, untuk mensejahterakan alam beserta isinya karena semua mahluk akan kembali ke hadapan yang Maha Suci, tergantung dari tingkat kesucian masing-masing.

 

Proses penyucian diri, menurut petunjuk Sastra Agama yang penekannya pada, ”Suci Laksana”, karena pada pelaksanaannya mengandung makna yang sangat tinggi, dalam arti pada penekanan tersebut sudah terjadi penyatuan dari pelaksanaan Catur Yoga, sehingga atas kekuatan dari Catur Yoga tersebut dapat menyucikan Stula Sarira (badan Kasar), dan Suksma Sarira (badan halus) dan Antahkarana Sarira (Atma), yang ada pada diri manusia khususnya umat Hindu.

14. Prihen temen dhrama dumaranang sarat Saraga sang sadhu sireka tutana Tanartha tan kama pidonia tan yasa Ya sakti sang sajjana dharma raksaka.

Artinya: Uttamakanlah kebenaran dengan sungguh-sungguh Kepribadian orang budiman yang patut ditiru Bukan keinginan, bukan balas jasa yang menjadi tujuan Kekuatan orang yang berbuat kebaikan adalah kebenaran dipegang teguh (Kakawin Ramayana, Sargha 24.89). Mendengar kata kebenaran akan terlintas dalam pikiran adalah sesuatu yang baik dan disetujui oleh banyak orang, dibela oleh banyak orang dan banyak yang setuju jika yang benar tersebut dijadikan ukuran bersama demi ketentraman hidup di dunia. Dalam prakteknya, kebenaran tidak dapat diukur dengan takaran yang sama antara satu tempat dengan tempat lainnya, antara satu kelompok dengan kelompok lainnya, antara satu Negara dengan Negara lainnya. Perbedaan ukuran yang dipakai dalam menakar kebenaran disebabkan oleh pandangan hidup kolektif yang dianggap baik dan benar dalam suatu masyarakat tertentu, tidak sepenuhnya dapat dianggap baik dan benar pada masyarakat lainnya. Tulisan ini secara khusus mempertimbangkan takaran kebenaran hakiki menurut ajaran Hindu dan hendaknya dibedakan dengan pertimbangan kebenaran pada sebuah pengadilan oleh suatu institusi negara. Pertimbangan kebenaran pengadilan sebuah institusi negara sering ikut serta pertimbangan berdasarkan kemanusiaan demi keadilan di bumi ini. Sedangkan takaran kebenaran menurut ajaran agama Hindu sesuai hukum Rta akan mempertimbangkan dunia dan alam sunya (Sekala-Niskala), sebab agama Hindu memandang kehidupan terjadi pada dua tempat yakni kehidupan yang tidak kekal terjadi di dunia ini, dan kehidupan yang tidak kekal terjadi di dunia ini, dan kehidupan kekal ada di alam sunya yang disebut Moksa atau mukti yaitu

Page 36: Pengertian Panca Sradha

bersatunya Atman dengan Brahman. Seperti layaknya suatu pemerintahan sebuah Negara yang berdaulat memiliki hukum yang dipakai sebagai rambu-rambu dalam melaksanakan roda pemerintahan. Umat Hindu memiliki hukum agama Hindu yang lebih sering disebut dengan hukum Hindu yang disebut “Rta” yang bersumber pada Tuhan Yang Maha Esa. Sumber KebenaranSecara hirarki hukum Hindu ditegaskan dalam kitab Manawa Dharma Sastra II.6 sebagai berikut: 

Idhanim dharma pramananyahaWedo khilo dharma mulamSmrticile ca tadwaidamAcarascaiwa sadhunamAtmanastutir ewaca Artinya: Seluruh pustaka suci weda adalah sumber pertama dari dharma, kemudian adat istiadat, lalu tingkah laku yang terpuji dari orang budiman yang mendalami pustaka suci weda, juga tata cara peri-kehidupan orang suci, dan akhirnya kepuasan diri pribadi.

Ajaran suci Weda adahh suatu kebenaran yang didengar langsung oleh para Maha Rsi yang berasal dari Hyang Widi, oleh karenanya disebut Sruti (Sru = mendengar), Weda menjadi sumber pertama segala kebenaran, kemudian Smrti (Dharmasastra) merupakan sumber hukum Hindu sebagai rambu-rambu dalam mengarungi kehidupan. Selanjuthya adalah Acara (adat-istiadat), tingkah laku terpuji dari orang suci juga merupakan sumber kebenaran yang patut dicontoh, terakhir adalah Atmanastuti (rasa puas diri sendiri) tanpa menimbulkan kerugian orang lain. Prilaku suci juga merupakan sumber kebenaran, sebab prilaku bersumber pada tiga hal yakni pikiran, perkataan dan perbuatan, yang sering disebut dengan istilah Tri Kaya Parisudha. Idealnya Apa yang dipikirkan itulah yang harus dikatakan, dan apa yang dikatakan itu pula yang dilakukan. Namun dalam prakteknya bagi mereka yang mengingkari kebenaran sering mengatakan yang tidak sebenarnya, apalagi prilakunya tidak sesuai dengan apa yang dikatakannya. Hidup ini sebetulnya merupakan kebiasaan atau dapat dibiasakan. Perhatikanlah ini; Biasa makan nasi dengan daging, biasa makanan vegetarian, biasa makan roti, biasa minum kopi, semuanya adalah prilaku yang dibiasakan. Demikian juga prilaku hidup suci, setiap saat dibiasakan berpikir benar, jujur, bertindak sopan, bicara santun, berpakaian rapi, semua dapat dibiasakan dengan keyakinan bahwa “SATYAM EVA JAYATE” (Kejujuran pasti menang) karena hidup adalah “perang” yang hams dimenangkan. Perang melawan kebodohan, perang melawan kemiskinan, perang melawan ketidak-benaran, perang melawan kebiasaan buruk dan memenangkan perang terhadap hal tersebut harus menjadi kebiasaan yang benar. 

Page 37: Pengertian Panca Sradha

Pikiran Sehat “Benar belum tentu baik dan baik beluM tentu benar”. Maksudnya adalah benar belum tentu baik bagi semua orang. Ada kalanya perbuatan benar menjadi buruk dimata orang yang mengingkari kebenaran. Bagi seorang penjahat yang sedang merampok orang lain dijalanan tanpa pIkir panjang langsung saja menodongkan senjata api kepada sasarannya dan yang ada di kepalanya adalah hanya hasil jarahannya, bukan sama sekali takut akan hukum karma dan tidak pernah mau tahu perbuatan benar atau salah. Orang budiman akan memperhatikan situasi dan kondisi dimana dia berada. Pertimbangan pertama dan uttama dalam mengambil keputusan bagi orang budiman adalah; Seperti halnya pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IRD) sebuah Rumah Sakit. Memberi pertolongan demi menyelamatkan nyawa seseorang harus diutamakan, prihal asal-usul orang tersebut, entah dia seorang penjahat maupun orang baik diabaikan terlebih dahulu, yang terpenting adalah melakukan kewajiban pelayanan medis demi kemanusiaan. Setelah semua prosedur medis dilaksanakan, kemudian standard administrasi harus dilakukan agar asal usul si pasien dapat diketahui. Jika pasien berstatus orang jahat, maka standard keamanan harus dilaksanakan, ada standar prosedur yang harus dipahami tenlebih dahulu. Memberi pertolongan kepada seekor macan yang terkena jerat pemburu di hutan hendaklah hati-hati, setelah dilepas belum tentu akan lan menjauh atau sebaliknya akan menyerang manusia yang menolongnya.

Seekor binatang apapun namanya, Sapi, Ular, Banteng, Harimau, Gajah, Singa, Buaya dan yang lainnya, mudah dikenali akan sifat dan kelakuannya, namun siapa tahu mana manusia yang jahat dan mana yang sungguh budiman?. Dalam melakukan penyamaran sifatnya, manusia hampir sempurna melakukannya. Orang jahat berdasi sangat banyak di negeri Indonesia ini. Banyak yang berlaku seperti “Pedanda Baka” si Cangak yang berpura-pura alim demi memuluskan sifat jahatnya. Berpakaian putih bersih, tutur katanya halus lembut, bicaranya rasional, segala cara dilakukan demi tipu muslihat yang tersembunyi. Untunglah ada si Yuyu (ketam) yang bertindak sebagai hakim yang memiliki kecerdasan intelektual, yang tahu akan segala tipu daya si Cangak dan setelah mempertimbangkan si Yuyu memberi hukuman mati kepada Cangak dengan cara memenggal kepalanya. Keputusan si “hakim Yuyu tanpa pamerih sama sekali, Keputusan hukuman mati buat si Cangak adalah hanya demi keadilan. Lain lagi ada manusia yang berprilaku seperti monyet yang sok sebagai pahlawan kebenaran yaitu “monyet hakim penegak kebenaran”. Setiap orang yang datang berperkara meminta keadilan, keduanya menjadi korban. Caranya ? Si “hakim monyet” menganggap keduanya adalah kue yang harus ditimbang agar menjadi sama beratnya demi keadilan. Kue yang lebih besar dan lebih berat akan dikurangi dengan cara digigit sedikit demi sedikit, demikian seterusnya sampai kedua kue tinggal hanya sedikit dan timbangannya sudah rata demi keadilan. Sudah pasti si” Hakim monyet” ini perutnya menjadi kenyang dan yang berperkara hanya mendapat sisanya bahkan ampasnya saja. Pepatah mengatakan “Menang jadi arang, kalah jadi abu” Bila demikian halnya, kebenaran macam apa yang menjadi pertimbangan si “hakim monyet”? Oleh karenanya perlu hati-hati terhadap “hakim Monyet” bila akan mencari keadilan dan kebenaran. 

Page 38: Pengertian Panca Sradha

Lain halnya dengan si Empas (kura-kura) yang dibawa terbang oleh dua ekor angsa dengan cara mencengkeram sebatang kayu kecil dan ditengah-tengahnya si Empas bergantung menggigit batang kayu tersebut. Sebelum berangkat si Angsa telah menasehati kura-kura dengan tutur yang bijak, agar dalam perjalanan empas tidak menghiraukan ejekan siapapun. Namun lacur dalam perjalanan terbang bersama Angsa, Empas diejek seekor Anjing yang mengatakan si Angsa membawa kotoran sapi kering bukan Empas, maka Empas yang tidak tahan ejekan berbicara dan mulutnya terbuka dan lepas dari gigitan batang kayu yang membawanya, ia jatuh dan mati. Yang dapat dipetik dari ceritra ini adalah tanpa dapat menahan diri mencari waktu yang tepat untuk bicara sudah pasti celaka didapat. Sebelum tahu jelas persoalan yang harus dibicarakan jangan cepat menanggapi agar tidak terjadi mis-komunikasi. Satu-satunya alat menimbang sebuah kebenaran adalah mempergunakan timbangan yang bermerek (trade mark) “Pikiran Sehat” yakni pikiran yang tidak terkontaminasi berlebihan oleh nafsu rajah dan tamah. Ukuran

Karma Marga Yoga

Karma Marga Yoga adalah jalan atau usaha untuk mencapai kesempurnaan atau moksa dengan

perbuatan atau kebajikan tanpa pamrih. Hal yang palin utama dari karma marga yoga ialah

melepaskan semua hasil dari segala perbuatan. Dalam bhagawadgita III. 19 tentang karma marga

yoga dinyatakan sebagai berikut:

Tasmad asaktah atatam karyam karma samacara asakto hy acaran karma param apnoti

purusah.

Artinya:

Oleh karena itu, laksanakan segala kerja sebagai kewajiban tanpa terikat pada hasilnya. Sebab

dengan melakukan kegiatan kerja yang bebas dari keterikatan, orang itu sesungguhnya akan

mencapai yang utama. Bagi seseorang karma, penyerahan hasil pekerjaan kepada tuhan bukan

berarti kehilangan, bahkan akan dating balasan berlipat ganda. Masyarakat yang telah suci

jasmani dan rohani akan menjauhkan diri dari sifat-sifat munafik dan kepalsuan. Cita-cita yang

sempurna akan dapat tercapai oleh masyarakat itu. Semua itu telah terbukti dalam pengalaman

dari jiwa kebebasan seseorang karma yogin.