pengertian bearing

download pengertian bearing

of 23

description

bearing

Transcript of pengertian bearing

  • BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Aluminium Aluminium diambil dari bahasa Latin: alumen, alum. Orang-orang

    Yunani dan Romawi kuno menggunakan alum sebagai cairan penutup pori-pori

    dan bahan penajam proses pewarnaan. Pada tahun 1787, Lavoisier menduga

    bahwa unsur ini adalah Oksida logam yang belum ditemukan. Pada tahun 1761,

    de Morveau mengajukan nama alumine untuk basa alum. Pada Tahun 1827,

    Wohler disebut sebagai ilmuwan yang berhasil mengisolasi logam ini. Pada

    1807, Davy memberikan proposal untuk menamakan logam ini Aluminum,

    walau pada akhirnya setuju untuk menggantinya dengan Aluminium. Nama yang

    terakhir ini sama dengan nama banyak unsur lainnya yang berakhir dengan

    ium.

    Aluminium ditemukan pada tahun 1825 oleh Hans Christian Oersted.

    Baru diakui secara pasti oleh F. Wohler pada tahun 1827. Sumber unsur ini tidak

    terdapat bebas, bijih utamanya adalah bauksit. Penggunaan Aluminium antara

    lain untuk pembuatan kabel, kerangka kapal terbang, mobil dan berbagai produk

    peralatan rumah tangga. Senyawanya dapat digunakan sebagai obat, penjernih

    air, fotografi serta sebagai ramuan cat, bahan pewarna, ampelas dan permata

    sintesis.

    Aluminium murni adalah logam yang lunak, tahan lama, ringan, dan

    dapat ditempa dengan penampilan luar bervariasi antara keperakan hingga abu-

    abu, tergantung kekasaran permukaannya. Kekuatan tarik Aluminium murni

    adalah 90 MPa, sedangkan aluminium paduan memiliki kekuatan tarik berkisar

    hingga 600 MPa. Aluminium memiliki berat sekitar satu pertiga baja, mudah

    ditekuk, diperlakukan dengan mesin, dicor, ditarik (drawing), dan diekstrusi.

    Resistansi terhadap korosi terjadi akibat fenomena pasivasi, yaitu terbentuknya

    lapisan Aluminium Oksida ketika Aluminium terpapar dengan udara bebas.

    Lapisan Aluminium Oksida ini mencegah terjadinya oksidasi lebih jauh.

    Universitas Sumatera Utara

  • Aluminium paduan dengan tembaga kurang tahan terhadap korosi akibat reaksi

    galvanik dengan paduan Tembaga.

    Dalam keadaan murni aluminium terlalu lunak, terutama kekuatannya

    sangat rendah untuk dapat dipergunakan pada berbagai keperluan teknik.

    Dengan pemaduan ini dapat diperbaiki tetapi seringkali sifat tahan korosinya

    berkurang, demikian juga keuletannya.

    Jenis dan pengaruh unsur-unsur paduan terhadap perbaikan sifat aluminium

    antara lain:

    1. Silikon (Si)

    Dengan atau tanpa paduan lainnya silikon mempunyai ketahanan

    terhadap korosi. Bila bersama aluminium ia akan mempunyai kekuatan yang

    tinggi setelah perlakuan panas, tetapi silikon mempunyai kualitas pengerjaan

    mesin yang jelek, selain itu juga mempunyai ketahanan koefisien panas yang

    rendah.

    2. Tembaga (Cu)

    Dengan unsur tembaga pada aluminium akan meningkatkan

    kekerasannya dan kekuatannya karena tembaga bisa memperhalus struktur

    butir dan akan mempunyai kualitas pengerjaan mesin yang baik, mampu

    tempa, keuletan yang baik dan mudah dibentuk.

    3. Magnesium (Mg)

    Dengan unsur magnesium pada aluminium akan mempunyai ketahanan

    korosi yang baik dan kualitas pengerjaan mesin yang baik, mampu las serta

    kekuatannya cukup.

    4. Nikel (Ni)

    Dengan unsur nikel aluminium dapat bekerja pada temperature tinggi,

    misalnya piston dan silinder head untuk motor.

    5. Mangan (Mn)

    Dengan unsur mangan aluminium sangat mudah dibentuk, tahan korosi

    baik, sifat dan mampu lasnya baik.

    Universitas Sumatera Utara

  • 6. Seng (Zn)

    Umumnya seng ditambahkan bersama-sama dengan unsur tembaga

    dalam prosentase kecil. Dengan penambahan ini akan meningkatkan sifat-

    sifat mekanik pada perlakuan panas, juga kemampuan mesin.

    7. Ferro (Fe)

    Penambahan ferro dimaksud untuk mengurangi penyusutan, tapi

    penambahan ferro (Fe) yang besar akan menyebabkan struktur perubahan

    butir yang kasar, namun hal ini dapat diperbaiki dengan Mg atau Cr.

    8. Titanium (Ti)

    Penambahan titanium pada aluminium dimaksud untuk mendapat

    struktur butir yang halus. Biasanya penambahan bersama-sama dengan Cr

    dalam prosentase 0,1%, titanium juga dapat meningkatkan mampu mesin.

    2.1.1 Proses Pembuatan Aluminium Aluminium adalah logam yang sangat reaktif yang membentuk ikatan

    kimia berenergi tinggi dengan oksigen. Dibandingkan dengan logam lain, proses

    ekstraksi aluminium dari batuannya memerlukan energi yang tinggi untuk

    mereduksi Al2O3. Proses reduksi ini tidak semudah mereduksi besi dengan

    menggunakan batu bara, karena aluminium merupakan reduktor yang lebih kuat

    dari karbon. Proses produksi aluminium dimulai dari pengambilan bahan

    tambang yang mengandung aluminium (bauksit, corrundum, gibbsite, boehmite,

    diaspore, dan sebagainya). Selanjutnya, bahan tambang dibawa menuju proses

    Bayer yang ditampilkan oleh gambar 2.1

    Gambar 2.1 Proses Bayer

    Universitas Sumatera Utara

  • Proses Bayer menghasilkan alumina (Al2O3) dengan membasuh bahan

    tambang yang mengandung aluminium dengan larutan natrium hidroksida pada

    temperatur 175 C sehingga menghasilkan aluminium hidroksida, Al(OH)3.

    Aluminium hidroksida lalu dipanaskan pada suhu sedikit di atas 1000 C

    sehingga terbentuk alumina dan H2O yang menjadi uap air. Setelah Alumina

    dihasilkan, alumina dibawa ke proses Hall-Heroult. Proses Hall-Heroult dimulai

    dengan melarutkan alumina dengan lelehan Na3AlF6, atau yang biasa disebut

    cryolite. Larutan lalu dielektrolisis dan akan mengakibatkan aluminium cair

    menempel pada anoda, sementara oksigen dari alumina akan teroksidasi bersama

    anoda yang terbuat dari karbon, membentuk karbon dioksida. Aluminium cair

    memiliki massa jenis yang lebih ringan dari pada larutan alumina, sehingga

    pemisahan dapat dilakukan dengan mudah.

    2.1.2 Microstruktur Aluminium Gambar 2.2 memperlihatkan struktur mikro aluminium murni. Gambar

    2.3 Struktur mikro dari paduan aluminium-silikon. Gambar (a) merupakan

    paduan Al-Si tanpa perlakuan khusus. Gambar (b) merupakan paduan Al-Si

    dengan perlakuan termal. Gambar (c) adalah paduan Al-Si dengan perlakuan

    termal dan penempaan. Perhatikan bahwa semakin ke kanan, struktur mikro

    semakin baik.

    Gambar 2.2 Struktur mikro dari aluminium murni

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 2.3 Struktur mikro dari paduan aluminium-silikon.

    2.1.3 Sifat-Sifat Aluminium Sifat teknik bahan aluminium murni dan aluminium paduan dipengaruhi

    oleh konsentrasi bahan dan perlakuan yang diberikan terhadap bahan tersebut.

    Aluminium terkenal sebagai bahan yang tahan terhadap korosi. Hal ini

    disebabkan oleh fenomena pasivasi, yaitu proses pembentukan lapisan

    aluminium oksida di permukaan logam aluminium segera setelah logamterpapar

    oleh udara bebas. Lapisan aluminium oksida ini mencegah terjadinya oksidasi

    lebih jauh. Namun, pasivasi dapat terjadi lebih lambat jika dipadukan dengan

    logam yang bersifat lebih katodik, karena dapat mencegah oksidasi aluminium.

    2.1.3.1 Sifat Fisik Aluminium Sifat fisik dari aluminium dapat dilihat pada tabel 2.1.

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 2.1 Sifat fisik aluminium

    Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/aluminium

    2.1.3.2 Sifat Mekanik Aluminium Adapun sifat-sifat mekanik dari aluminium adalah sebagai berikut:

    1. Kekuatan tarik

    Kekuatan tarik adalah besar tegangan yang didapatkan ketika

    dilakukan pengujian tarik. Kekuatan tarik ditunjukkan oleh nilai tertinggi

    dari tegangan pada kurva tegangan-regangan hasil pengujian, dan biasanya

    terjadi ketika terjadinya necking. Kekuatan tarik bukanlah ukuran kekuatan

    yang sebenarnya dapat terjadi di lapangan, namun dapat dijadikan sebagai

    suatu acuan terhadap kekuatan bahan.

    Kekuatan tarik pada aluminium murni pada berbagai perlakuan

    umumnya sangat rendah, yaitu sekitar 90 MPa, sehingga untuk penggunaan

    yang memerlukan kekuatan tarik yang tinggi, aluminium perlu dipadukan.

    Dengan dipadukan dengan logam lain, ditambah dengan berbagai perlakuan

    termal, aluminium paduan akan memiliki kekuatan tarik hingga 600 Mpa

    (paduan 7075).

    2. Kekerasan

    Kekerasan gabungan dari berbagai sifat yang terdapat dalam suatu

    bahan yang mencegah terjadinya suatu deformasi terhadap bahan tersebut

    Universitas Sumatera Utara

  • ketika diaplikasikan suatu gaya. Kekerasan suatu bahan dipengaruhi oleh

    elastisitas, plastisitas, viskoelastisitas, kekuatan tarik, ductility, dan

    sebagainya. Kekerasan dapat diuji dan diukur dengan berbagai metode.

    Yang paling umum adalah metode Brinnel, Vickers, Mohs, dan Rockwell.

    Kekerasan bahan aluminium murni sangatlah kecil, yaitu sekitar 20

    skala Brinnel, sehingga dengan sedikit gaya saja dapat mengubah bentuk

    logam. Untuk kebutuhan aplikasi yang membutuhkan kekerasan, aluminium

    perlu dipadukan dengan logam lain dan/atau diberi perlakuan termal atau

    fisik. Aluminium dengan 4,4% Cu dan diperlakukan quenching, lalu

    disimpan pada temperatur tinggi dapat memiliki tingkat kekerasan Brinnel

    sebesar 160.

    3. Ductility (kelenturan)

    Ductility didefinisikan sebagai sifat mekanis dari suatu bahan

    untuk menerangkan seberapa jauh bahan dapat diubah bentuknya secara

    plastis tanpa terjadinya retakan. Dalam suatu pengujian tarik, ductility

    ditunjukkan dengan bentuk neckingnya; material dengan ductility yang

    tinggi akan mengalami necking yang sangat sempit, sedangkan bahan yang

    memiliki ductility rendah, hampir tidak mengalami necking. Sedangkan

    dalam hasil pengujian tarik, ductility diukur dengan skala yang disebut

    elongasi. Elongasi adalah seberapa besar pertambahan panjang suatu bahan

    ketika dilakukan uji kekuatan tarik. Elongasi ditulis dalam persentase

    pertambahan panjang per panjang awal bahan yang diujikan.

    4. Recyclability (daya untuk didaur ulang)

    Aluminium adalah 100% bahan yang dapat didaur ulang tanpa

    penurunan dari kualitas awalnya, peleburannya memerlukan sedikit energi,

    hanya sekitar 5% dari energi yang diperlukan untuk memproduksi logam

    utama yang pada awalnya diperlukan dalam proses daur ulang.

    5. Reflectivity (daya pemantulan)

    Aluminium adalah reflektor yang baik dari cahaya serta panas, dan

    dengan bobot yang ringan, membuatnya ideal untuk bahan reflektor

    misalnya atap.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.1.4 Diagram fasa aluminium Suhu rekristalisasi pada paduan Al-Mn adalah 660 C. Struktur

    kristal logam akan rusak pada titik cairnya, sehingga perlakuan panas

    dilakukan dibawah suhu rekristalisasi bahan. Diagram fasa Al-Mn seperti

    yang diperlihatkan pada gambar 2.4

    Gambar 2.4 Diagram fasa Al-Mn

    Sumber: ASM Handbook

    Penambahan magan pada paduan akan berefek pada sifat dapat perlakuan

    pengerasan (work-hardening) pada alumunium paduan, sehingga didapatkan

    logam paduan dengan kekuatan tarik tinggi namun tidak terlalu rapuh.

    Penambahan mangan juga akan berefek pada meningkatnya suhu rekristalisasi

    dari paduan.

    2.1.5 Aplikasi Aluminium untuk Konstruksi Atap Atap adalah bagian dari suatu bangunan yang berfungsi sebagai penutup

    seluruh ruangan yang ada dibawahnya terhadap pengaruh panas, hujan, angin,

    debu atau untuk keperluan perlindungan.

    Universitas Sumatera Utara

  • Syarat syarat atap yang harus di penuhi antara lain:

    1. Konstruksi atap harus kuat menahan beratnya sendiri dan tahan terhadap

    tekanan maupun tiupan angin

    2. Pemilihan bentuk atap yang akan dipakai hendaknya sedemikian rupa,

    sehingga menambah keindahaan serta kenyamanaan bertempat tinggal

    bagi penghuninya

    3. Agar rangka atap tidak mudah diserang oleh rayap/bubuk, perlu diberi

    lapisan pengawet

    4. Bahan penutup atap harus tahan terhadap pengaruh cuaca

    5. Kemiringan atau sudut lereng atap harus disesuaikan dengan jenis bahan

    penutupnya maka kemiringannya dibuat lebih landai.

    6. Tahan panas dan tahan api.

    Aluminium adalah bahan yang belakangan dipilih untuk digunakan

    sebagai material dari pembuatan atap. Keunggulan utamanya adalah massanya

    yg ringan dengan kekuatan menengah dan daya tahan terhadap korosi serta

    kemampuannya untuk merefleksikan kembali sinar matahari. Di Indonesia

    klasifikasi penggunaan aluminium sebagai atap terdapat dalam SNI 03-2583-

    1989 aluminium lembaran bergelombang untuk atap dan dinding.

    Sesuai standar tersebut salah satu jenis aluminium yang dapat digunakan

    sebagai bahan atap adalah seri 5005 dengan spesifikasi kekuatan mekanis seperti

    pada tabel 2.2

    Tabel 2.2 Kekuatan mekanis aluminium 5005

    Form Proof stress 0.2

    %

    Ultimate Tensile Strength,

    MPa

    Hardness,

    Brinnel

    sheet 60 120 30

    Sumber: http://aluminium.matter.uk.org/

    2.2 Deformasi plastis menyeluruh (Severe Plastic Deformation) Deformasi plastis menyeluruh adalah salah satu proses untuk

    memperoleh struktur kristal yang sangat halus dalam logam, yang memiliki

    Universitas Sumatera Utara

  • struktur kristalografi yang berbeda (Zrnik, J, 2008). Proses deformasi plastis

    menyeluruh dapat didefinisikan sebagai proses-proses yang menyebabkan

    regangan plastis yang sangat tinggi pada logam untuk menghasilkankan

    penghalusan butir (Srinivasan, R, 2006). Jumlah tegangan plastis yang

    dihasilkan oleh logam klasik dalam proses operasi seringkali terbatas karena

    kegagalan material atau alat. Metode pembentukan tekan lebih disukai untuk

    menghambat terjadi nukleasi, pertumbuhan dan koalesensi yang mengarah pada

    rapuhan bahan. Dalam beberapa proses seperti rolling atau drawing

    pengurangan ukuran dari ketebalan material dapat dicapai. Namun, bentuk yang

    dihasilkan oleh proses cukup besar untuk digunakan dalam konversi lebih lanjut

    menjadi produk. Jadi proses pembentukan logam baru mampu menghasilkan

    deformasi plastis yang sangat besar atau menyeluruh (SPD) tanpa perubahan

    besar dalam geometri (Olejnik, L, 2005).

    Berikut ini adalah beberapa metode deformasi menyeluruh:

    1. High Pressure Torsion (HPT, Valiev at al., 1997)

    Deformasi plastik menyeluruh dengan high pressure torsion

    menyebabkan terjadi deformasi didalam cakram di antara dua landasan di

    mana satu landasan berputar terhadap landasan lainnya yang mencengkram

    material seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5. Metode ini terbatas

    pada cakram kecil. Deformasi yang terinduksi selama HPT adalah tidak

    seragam dari pusat ke diameter luar (Srinivasan, R, 2006).

    Gambar 2.5 Persentasi secara skematik dari High pressure torsion

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Equal Channel Angular Pressing (ECAP, Segal, 1977)

    Equal channel angular pressing adalah suatu prosedur proses dimana

    material diberikan regangan plastis berupa geseran sederhana dengan

    penekanan melalui cetakan dua saluran. Cetakan ini terdiri dari dua saluran

    yang berbentuk L dengan penampang sama dan memiliki sudut () antara

    dua saluran tersebut, seperti terlihat pada Gambar 2.6. Regangan yang besar

    akibat penekanan pada proses Cetak Tekan ini mengakibatkan perubahan

    pada struktur butir (Srinivasan, R, 2006).

    Gambar 2.6 Persentasi secara skematik dari Equal channel angular pressing

    3. Cyclic Extrusion-Compression (CEC, J. and M. Richert, Zasadzinski,

    Korbel, 1979)

    Richert J. dkk. datang dengan ide Cyclic extrusion-compression

    (CEC), CEC melibatkan aliran berputar dari logam antara ekstrusi bolak-

    balik dan ruang kompresi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7. Efek

    deformasi jelas bisa dicapai dengan bingkai/cetakan tetap dan pukulan

    bergerak atau sebaliknya.

    Gambar 2.7 Persentasi secara skematik dari Cyclic extrusion-compression

    Universitas Sumatera Utara

  • 4. Multiaxial Forging (CCDF, Ghosh, 1988)

    Multi-Axial Compressions/Forgings terjadi deformasi dari sampel

    penampang persegi panjang melalui serangkaian kompresi sehingga dimensi

    awal bilet yang dipertahankan. Arah penempatan diubah melalui dari sudut

    900 antara kompresi yang berurutan. Skema satu langkah Multi-Axial

    Compressions/Forgings ditunjukkan pada Gambar 2.8. Multi-Axial

    Compressions/Forgings sangat efektif didalam memproduksi struktur butir

    halus, tetapi kekurangannya adalah distribusi regangan tidak seragam

    sepanjang bilet penampang. Namun ketidak seragaman ini dapat dihilangkan

    dengan pelumasan yang baik pada bilet dan melalui sejumlah langkah

    kompresi/tempa.

    Gambar 2.8 Persentasi secara skematik dari Multiaxial forging

    5. Accumulatibe Roll-Bonding (ARB, Saito, Tsuji, Utsunomiya, Sakai,

    1998)

    Teknik ini menggunakan mesin pengerolan logam konvensional.

    Lempengan logam dirol sehingga ketebalannya berkurang setengahnya dari

    tebal awal logam sebelum dirol. Kemudian lempengan logam yang telah

    dirol dipotong menjadi 2 bagian, dan ditumpuk menjadi 1 lapisan, kemudian

    dirol kembali sehingga ketebalannya berkurang setengahnya dari tebal awal.

    Proses ini terus berulang-ulang dilakukan sehingga regangan yang sangat

    besar bisa diperoleh dan terkumpul pada logam yang diproses. Prosesnya

    seperti yang ditunjukkan gamba 2.9.

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 2.9 Persentasi secara skematik dari Accumulative Roll-Bonding

    6. Repetitive Corrugation And Straightening (RCS, Zhu, Lowe, Jiang,

    Huang, 2001)

    Selama proses RCS, benda kerja berulang-ulang mengalami

    pembengkokan dan pelurusan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.10.

    Dengan proses ini, akumulasi tegangan tinggi sambil mempertahankan

    bentuk benda kerja awal. Proses ini dapat berlangsung secara terus menerus

    atau terputus-putus. Benda kerja diratakan diluar dengan cetakan datar

    dalam proses yang terputus-putus dan gulungan halus dalam proses yang

    berlangsung secara terus menerus.

    Gambar 2.10 Persentasi secara skematik dari RCS

    2.3 Accumulative Roll-Bonding (ARB) Accumulative roll bonding, singkatnya proses ARB ditemukan oleh

    ilmuwan jepang dari universitas Osaka yang bernama Nobuhiro Tsuji pada tahun

    1998. Adapun detail mengenai proses ARB bisa dilihat dari gambar 2.11.

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 2.11 Prinsip Proses ARB

    Rolling adalah proses deformasi plastis yang sangat baik untuk

    memproduksi lembaran, pelat dan batangan logam. Teknik ARB menggunakan

    mesin pengerolan logam konvensional. Lempengan logam dirol sehingga

    ketebalannya berkurang setengahnya dari tebal awal logam sebelum dirol.

    Kemudian lempengan logam yg telah dirol dipotong menjadi 2 bagian, dan di

    tumpuk menjadi 1 lapisan. Untuk memperoleh rekatan yang baik selama proses

    pengerolan, permukaan 2 logam yang akan saling kontak harus dibersihkan

    terlebih dahulu. Biasanya proses pembersihan kotoran yang menempel dilakukan

    dengan meng-gerinda permukaan. Setelah bersih, lempengan logam tersebut

    kemudian ditumpuk menjadi 1 lapisan, dan di rol kembali sehingga ketebalan

    berkurang setengahnya. Proses ini (rolling->cutting->surface treatment-

    >stacking) terus berulang-ulang dilakukan sehingga regangan yang sangat besar

    bisa diperoleh dan terkumpul pada logam yang diproses.

    Proses ini dapat menghasilkan regangan plastik yang tinggi karena

    pertambahan lebar diabaikan dalam pengerolan, jika, penurunan ketebalan

    dipertahankan sampai 50% dalam setiap laluan. Regangan yang bisa dicapai

    tidak terbatas, karena pada prinsipnya banyak siklus tidak terbatas (Ibrahim M.

    Elseaidy, 2007). Deformasi besar sangat dimungkinkan oleh proses ARB. Ketika

    reduksi adalah 50% per siklus, ketebalan lapisan (T), total reduksi (rt), dan total

    regangan ekuifalen (t) setelah siklus ke-n dapat dihitung dengan menggunakan

    persamaan 2.1, persamaan 2.2, dan persamaan 2.3.

    Universitas Sumatera Utara

  • (2.1)

    rt (2.2) t (2.3) Keterangan:

    T = Ketebalan lapisan

    To = Ketebalan lapisan awal

    rt = Total reduksi

    t = regangan ekuivalen

    n = jumlah layer

    2.4 Uji Tarik Adalah salah satu uji stress-strain mekanik yang bertujuan untuk

    mengetahui kekuatan bahan terhadap gaya tarik. Dalam pengujiannya, bahan uji

    ditarik sampai putus.

    Banyak hal yang dapat kita pelajari dari hasil uji tarik. Biasanya yang

    menjadi fokus perhatian adalah kemampuan maksimum bahan tersebut dalam

    menahan beban tarik. Kemampuan ini umumnya disebut Ultimate Tensile

    Strength dalam bahasa Indonesia disebut kekuatan tarik maksimum.

    Perubahan panjang dalam kurva disebut sebagai regangan teknik( eng.),

    yang didefinisikan sebagai perubahan panjang yang terjadi akibat perubahan

    statik (L) terhadap panjang batang mula-mula (L0).Tegangan yang dihasilkan

    pada proses ini disebut dengan tegangan teknik (eng), dimana didefinisikan

    sebagai nilai pembebanan yang terjadi (F) pada suatu luas penampang awal (A0).

    Tegangan normal tesebut akibat beban tekan statik dapat ditentukan berdasarkan

    persamaan (2.4).

    AoF

    = (2.4)

    Keterangan:

    = Tegangan normal akibat beban tarik statik (N/mm2)

    F = Beban tarik (N)

    Universitas Sumatera Utara

  • Ao = Luas penampang spesimen mula-mula (mm2)

    Regangan akibat beban tarik statik dapat ditentukan berdasarkan persamaan

    (2.5).

    LL

    = (2.5)

    Dimana: =L L-L0

    Keterangan:

    = Regangan akibat beban tarik statik

    L = Perubahan panjang spesimen akibat beban tarik (mm)

    Lo = Panjang spesimen mula-mula (mm)

    Pada prakteknya nilai hasil pengukuran tegangan pada suatu pengujian

    tarik dan tekan pada umumnya merupakan nilai teknik. Regangan akibat beban

    tarik yang terjadi, panjang akan menjadi berkurang dan diameter pada spesimen

    akan menjadi besar, maka ini akan terjadi deformasi plastis. Hubungan antara

    stress dan strain dirumuskan pada persamaan (2.6)

    E = / (2.6)

    E adalah gradien kurva dalam daerah linier, di mana perbandingan tegangan ()

    dan regangan () selalu tetap. E diberi nama Modulus Elastisitas atau Young

    Modulus. Kurva yang menyatakan hubungan antara strain dan stress seperti ini

    kerap disingkat kurva SS (SS curve). Kurva ini ditunjukkan oleh gambar 2.12.

    Universitas Sumatera Utara

  • Gambar 2.12 Kurva Tegangan-Regangan

    2.5 Uji Kekerasan (Hardness Test) Pengujian kekerasan Brinnel merupakan pengujian standar skala industri,

    tetapi karena penekannya terbuat dari bola baja yang berukuran besar dan beban

    besar maka bahan yang sangat lunak atau sangat keras tidak dapat diukur

    kekerasannya. Di dalam aplikasi manufaktur, material diuji untuk dua

    pertimbangan, sebagai riset karakteristik suatu material baru dan juga sebagai

    suatu analisa mutu untuk memastikan bahwa contoh material tersebut

    menghasilkan spesifikasi kualitas tertentu.

    Pengujian yang paling banyak dipakai adalah dengan menekan alat

    penekan tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan dengan mengukur

    ukuran bekas penekanan yang terbentuk di atasnya, cara ini dinamakan cara

    kekerasan dengan penekanan (brinnel).

    Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang

    dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (Frictional force), dalam hal

    ini bidang keilmuan yang berperan penting mempelajarinya adalah Ilmu Bahan

    Teknik (Metallurgy Engineering). Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan

    suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan).

    Universitas Sumatera Utara

  • Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan empat

    macam metode pengujian kekerasan, yakni:

    1. Brinell (HB/BHN)

    Pengujian kekerasan dengan metode Brinell bertujuan untuk

    menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material

    terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material

    uji tersebut (speciment). Idealnya, pengujian Brinell diperuntukan bagi

    material yang memiliki kekerasan Brinell sampai 400 HB, jika lebih dari

    nilai tersebut maka disarankan menggunakan metode pengujian Rockwell

    ataupun Vickers. Angka Kekerasan Brinell (HB) didefinisikan sebagai

    hasil bagi (Koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan

    dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan

    (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi.

    2. Rockwell (HR/RHN)

    Skala yang umum dipakai dalam pengujian Rockwell adalah:

    1. HRa (Untuk material yang lunak).

    2. HRb (Untuk material dengan kekerasan sedang).

    3. HRc (Untuk material yang sangat keras).

    3. Vickers (HV/VHN)

    Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan

    kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap

    intan berbentuk piramida dengan sudut puncak 136 Derajat yang

    ditekankan pada permukaan material uji tersebut. Angka kekerasan

    Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji

    (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas

    permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter

    persegi.

    4. Micro Hardness

    Metode yang satu ini jarang sekali dipakai.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.6 Metallography Test Analisa mikro adalah suatu analisa mengenai struktur logam melalui

    pembesaran dengan menggunakan mikroskop khusus metalografi. Dengan

    analisa mikro struktur, kita dapat mengamati bentuk dan ukuran kristal logam,

    kerusakan logam akibat proses deformasi, proses perlakuan panas, dan

    perbedaan komposisi.

    Sifat-sifat logam terutama sifat mekanis dan sifat fisis sangat dipengaruhi

    oleh mikro struktur logam dan paduannya, disamping komposisi kimianya.

    Struktur mikro dari logam dapat diubah dengan jalan perlakuan panas ataupun

    dengan proses perubahan bentuk (deformasi) dari logam yang akan diuji.

    2.6.1 Mounting Spesimen Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak

    beraturan akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan pengamplasan

    dan pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen yang berupa kawat,

    spesimen lembaran metal tipis, potongan yang tipis, dan lain-lain. Untuk

    memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen tersebut harus

    ditempatkan pada suatu media (media mounting). Secara umum syarat-syarat

    yang harus dimiliki bahan mounting adalah:

    1. Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa)

    2. Sifat eksoterimis rendah

    3. Viskositas rendah

    4. Penyusutan linier rendah

    5. Sifat adhesi baik

    6. Flowability baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk

    ketidakteraturan yang terdapat pada spesimen

    7. Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan

    mounting harus kondusif.

    Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis

    reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting menggunakan

    material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin (castable resin) yang

    Universitas Sumatera Utara

  • dicampur dengan hardener, atau bakelit. Penggunaan castable resin lebih mudah

    dan alat yang digunakan lebih sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak

    diperlukan aplikasi panas dan tekanan. Bahan castable resin ini tidak memiliki

    sifat mekanis yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk material-material

    yang keras. Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan

    thermosetting resin dengan menggunakan material bakelit. Material ini berupa

    bubuk yang tersedia dengan warna yang beragam. Thermosetting mounting

    membutuhkan alat khusus, karena dibutuhkan aplikasi tekanan (4200 lb.in-2) dan

    panas (1490C) pada mold saat mounting.

    2.6.2 Polishing (Pemolesan) Spesimen Setelah diamplas sampai halus, sampel harus dilakukan pemolesan.

    Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus, bebas

    goresan dan mengkilap seperti cermin dengan permukaan teratur. Permukaan

    sampel yang akan diamati di bawah mikroskop harus benar-benar rata. Apabila

    permukaan sampel kasar atau bergelombang, maka pengamatan struktur mikro

    akan sulit untuk dilakukan karena cahaya yang datang dari mikroskop

    dipantulkan secara acak oleh permukaan sampel. Tahap pemolesan dimulai

    dengan pemolesan kasar terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan

    pemolesan halus.

    2.6.3 Etching (Etsa) Spesimen Etsa merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara

    selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik

    menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel sehingga detil struktur

    yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam. Untuk beberapa

    material, mikrostruktur baru muncul jika diberikan zat etsa. Sehingga perlu

    pengetahuan yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat. Pengamatan struktur

    makro dan mikro. Pengamatan metalografi dengan mikroskop optik dapat dibagi

    dua, yaitu:

    1. Metalografi makro yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran 10-100

    kali.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Metalografi mikro yaitu pengamatan struktur dengan perbesaran di atas

    100 kali.

    2.6.4 Analisa Struktur Butir Tiap volume yang mempunyai orientasi tertentu disebut butir dan daerah

    tidak teratur antarbutir disebut batas butir. Lebar batas butir sekitar dua atau tiga

    deretan atom. Sebetulnya, butir dan batas butir berdimensi tiga. Gambar hanya

    menampilkan penampang tertentu. Gelembung polihedral yang terbentuk bila

    larutan sabun kita aduk merupakan model tiga dimensi dari kristal dengan batas

    butirnya.

    Butir kristal tidak sepenuhnya berbentuk polihedral, tetapi dapat

    mempunyai bentuk yang berbeda, bergantung pada riwayat termal dan mekanik

    bahan utuh. Sifat mekanik turut ditentukan oleh ukuran butir. Makin halus butir,

    makin keras bahan, dan kekuatan luluh, keuletan dan ketangguhan bahan juga

    lebih tinggi

    2.6.4.1 Perubahan Struktur Butir Struktur kristal logam akan rusak pada titik cairnya. Batas butir akan

    lenyap dan kekuatan mekanik tidak akan berarti lagi. Struktur kristal akan

    terbentuk kembali jika logam didinginkan. Sewaktu membeku, energi dilepaskan

    dalam bentuk panas laten pembekuan, dan laju pembekuan bergantung pada

    jumlah panas yang dapat dilepaskan.

    Bila pendinginan berlangsung secara perlahan-lahan, terbentuklah

    kelompok atom pada permukaan cairan yang kemudian menjadi inti butiran

    padat. Selama solidifikasi dengan laju pendinginan lambat, inti pertama

    bertambah besar akibat kepindahan atom dari cairan kebahan padat. Akhirnya,

    semua cairan bertransformasi dan butir bertambah besar. Batas butir merupakan

    titik pertemuan pertumbuhan berbagai inti. Bila pendinginan cepat, jumlah

    kelompok bertambah dan tiap-tiap kelompok tumbuh dengan cepat hingga

    akhirnya saling bertemu. Sebagai hasil akhir, diperoleh logam dengan jumlah

    butir yang banyak atau disebut logam padat berbutir halus.

    Universitas Sumatera Utara

  • Bila logam direntangkan melampaui batas elsitk dan mengalami

    deformasi tetap sebagian energi deformasi tertumpuk dalam butir sebagai

    distorsi kisi dan rangkaian dislokasi. Struktur coran logam yang langsung

    membeku dari cairan tidak mengadung energi deformasi mekanik. Oleh karena

    itu, struktur akan stabil dan hampir-hampir tidak mempunyai kecederungan

    untuk berubah. Pemanasan hingga temperatur tinggi hanya akan mengubah

    bentuk butir secara terbatas, terkecuali pada besi dan baja. Pada logam ini,

    transformasi struktur padat terjadi jauh dibawah titik cair, dan mempunyai efek

    memperhalus butir struktur coran. Akan tetapi, umumnya bahan teknik tidak

    mengalami transformasi seperti itu dan struktur coran akan tetap ada sampai

    dipecahkan secara mekanik.

    Sifat mekanik turut ditentukan oleh ukuran butir. Makin halus butir, makin

    keras bahan dan kekuatan luluh; keuletan dan ketangguhan bahan juga lebih

    tinggi. Hubungan antara besar butir dan kekuatan diberikan oleh persamaan Petch

    yang dirumuskan pada persamaan (2.6).

    (2.6)

    Dimana:

    y = Tegangan luluh

    i= Tegangan friksi (friction stress)

    k= Koefisien penguat (strengthening coefficient)

    d= ukuran (diameter) butir

    2.6.4.2 Penghitungan Besar Butir Ada beberapa metode yang dapat dilakukan untuk mengukur besar butir

    dari struktur mikro suatu material salah satunya adalah metode Planimetri yang

    dikembangkan oleh Jeffries. Metode ini cukup sederhana untuk menetukan

    jumlah butir persatuan luas pada bagian bidang yang dapat dihubungkan pada

    standar ukuran butir ASTM E 112. Metode planimetri ini melibatkan jumlah

    butir yang terdapat dalam suatu area tertentu yang dinotasikan dengan NA.

    Universitas Sumatera Utara

  • Secara skematis proses perhitungan menggunakan metode ini ditunjukkan oleh

    gambar 2.13.

    Gambar 2.13 Perhitungan butiran mengunakan metode planimetri

    Sumber: ASTM E 112-96, 2000

    Jumlah butir bagian dalam lingkaran (Ninside) ditambah setengah jumlah butir

    yang bersingungan (Nintercepted) dengan lingkaran dikalikan oleh pengali Jeffries

    (f)

    (2.7)

    Pengali Jeffries tergantung pada perbesaran yang digunakan dan dapat dilihat

    pada tabel 2.3 berikut.

    Tabel 2.3 faktor pengali (f) Jeffries

    Sumber: ASTM E 112-96, 2000

    Universitas Sumatera Utara