Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Pesantren ...

18
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Pesantren, Madrasah dan Sekolah I 189 Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Pesantren, Madrasah dan Sekolah Rofi’ Addaroini 1 1 Madrasah Diniyah Al-Falaah, Jl. Sersan Suharmaji Gg. Masjid Al-Falaah, Kel. Manisrenggo, Kec. Kota, Kota Kediri, Jawa Timur, 64128, Indonesia. Email: [email protected] Abstrak: Pendidikan Agama Islam tidak dapat didefinisikan secara sempit, karena membahas Agama Islam dan ilmu-ilmunya. Pondok Pesantren dan Madrasah merupakan suatu lembaga pendidikan yang lebih menekankan pada pendidikan Agama. Secara umum kurikulum pesantren dapat dibedakan menjadi empat bentuk, yaitu; Pendidikan Agama, pengalaman dan pendidikan moral, sekolah dan pendidikan umum, serta ketrampilan dan kursus. Adapun kurikulum PAI di Madrasah memiliki suatu hal yang lebih pokok yang memang diharapkan dan bukan hanya dalam target tujuan PAI, tapi juga sebagai pendidikan yang lahir dari Agama Islam diharapkan dapat berkompetensi baik jasmani dan rohani, artinya berkompetensi dalam hal sikap, skill, pengetahuan secara afektif, kognitif, psikomotorik sesuai dengan ajaran Agama Islam dalam aspek jasmani. Kurikulum madrasah telah diatur dalam beberapa aspek, antara lain adalah: Al-Qur’an, Al- Hadits, Keimanan (‘Aqidah), Moral (Akhlaq), Hukum Islam (Fiqih), Sejarah Kebudayaan Islam (Tarikh) dan ditambah Bahasa Arab. Sementara disisi lain, pada sekolah umum, kurikulum PAI hanya terdiri dari satu mata pelajaran/materi (PAI) saja, namun demikian di dalamnya sudah memasukkan lima aspek diatas, Al- Qur’an, Al -Hadits, Keimanan (‘Aqidah), Moral (Akhlaq), Hukum Islam (Fiqih), Sejarah Kebudayaan Islam (Tarikh). Sehingga dengan adanya kurikulum PAI, baik di pesantren, madrasah maupun sekolah umum diharapkan menjadikan anak didik menjadi makhluk yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. serta senantiasa mau mengamalkan apa yang telah diajarkan di dalamnya. Kata Kunci: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama, Pesantren, Madrasah, Sekolah 1. Pendahuluan Kata “kurikulum” berasal dari bahasa Yunani yang semula digunakan dalam bidang olah raga yaitu currere yang berarti jarak tempuh lari, yaitu jarak yang harus ditempuh dari start sampai ke finish. Namun lambat laun pengertian ini digunakan dalam dunia pendidikan. Dalam bahasa Arab kurikulum diistilahkan dengan manhaj, yaitu jalan yang terang, atau jalan yang terang yang dilalui manusia pada kehidupanya. Dalam konteks pendidikan, kurikulum berarti jalan terang yang diikuti oleh guru dan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai kependidikan [1, p. 1]. Menurut Oemar Hamalik kurikulum adalah rencana tertulis tentang kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan standar nasional, materi yang perlu dipelajari, dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai kemampuan tersebut, dan evaluasi yang perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pencapaian kemampuan peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya pada satuan pendidikan tertentu [2, p. 91].

Transcript of Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Pesantren ...

Page 1: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Pesantren ...

Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Pesantren, Madrasah dan Sekolah I 189

Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Pesantren, Madrasah dan Sekolah

Rofi’ Addaroini1 1 Madrasah Diniyah Al-Falaah, Jl. Sersan Suharmaji Gg. Masjid Al-Falaah, Kel.

Manisrenggo, Kec. Kota, Kota Kediri, Jawa Timur, 64128, Indonesia.

Email: [email protected]

Abstrak: Pendidikan Agama Islam tidak dapat didefinisikan secara sempit, karena

membahas Agama Islam dan ilmu-ilmunya. Pondok Pesantren dan Madrasah

merupakan suatu lembaga pendidikan yang lebih menekankan pada pendidikan

Agama. Secara umum kurikulum pesantren dapat dibedakan menjadi empat bentuk,

yaitu; Pendidikan Agama, pengalaman dan pendidikan moral, sekolah dan

pendidikan umum, serta ketrampilan dan kursus. Adapun kurikulum PAI di

Madrasah memiliki suatu hal yang lebih pokok yang memang diharapkan dan bukan

hanya dalam target tujuan PAI, tapi juga sebagai pendidikan yang lahir dari Agama

Islam diharapkan dapat berkompetensi baik jasmani dan rohani, artinya

berkompetensi dalam hal sikap, skill, pengetahuan secara afektif, kognitif,

psikomotorik sesuai dengan ajaran Agama Islam dalam aspek jasmani. Kurikulum

madrasah telah diatur dalam beberapa aspek, antara lain adalah: Al-Qur’an, Al-

Hadits, Keimanan (‘Aqidah), Moral (Akhlaq), Hukum Islam (Fiqih), Sejarah

Kebudayaan Islam (Tarikh) dan ditambah Bahasa Arab. Sementara disisi lain, pada

sekolah umum, kurikulum PAI hanya terdiri dari satu mata pelajaran/materi (PAI)

saja, namun demikian di dalamnya sudah memasukkan lima aspek diatas, Al-

Qur’an, Al-Hadits, Keimanan (‘Aqidah), Moral (Akhlaq), Hukum Islam (Fiqih),

Sejarah Kebudayaan Islam (Tarikh). Sehingga dengan adanya kurikulum PAI, baik

di pesantren, madrasah maupun sekolah umum diharapkan menjadikan anak didik

menjadi makhluk yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. serta senantiasa

mau mengamalkan apa yang telah diajarkan di dalamnya.

Kata Kunci: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama, Pesantren, Madrasah,

Sekolah

1. Pendahuluan

Kata “kurikulum” berasal dari bahasa Yunani yang semula digunakan dalam

bidang olah raga yaitu currere yang berarti jarak tempuh lari, yaitu jarak yang

harus ditempuh dari start sampai ke finish. Namun lambat laun pengertian ini

digunakan dalam dunia pendidikan. Dalam bahasa Arab kurikulum diistilahkan

dengan manhaj, yaitu jalan yang terang, atau jalan yang terang yang dilalui

manusia pada kehidupanya. Dalam konteks pendidikan, kurikulum berarti jalan

terang yang diikuti oleh guru dan peserta didik untuk mengembangkan

pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai kependidikan [1, p. 1].

Menurut Oemar Hamalik kurikulum adalah rencana tertulis tentang

kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan standar nasional, materi yang perlu

dipelajari, dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai kemampuan

tersebut, dan evaluasi yang perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pencapaian

kemampuan peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya pada satuan

pendidikan tertentu [2, p. 91].

Page 2: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Pesantren ...

190 I Prosiding Pascasarjana IAIN Kediri Volume 3, November 2020

Kurikulum menjadi ukuran tersendiri dari keberhasilan proses pengajaran.

Kurikulum juga merupakan acuan yang digunakan oleh sebuah lembaga

pendidikan dalam menjalankan proses pembelajaran. Dalam dokumen kurikulum

2013, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pembahasan umum mengenai

pengertian dan substansi kurikulum secara konseptual, menyebutkan bahwa:

“Kurikulum merupakan suatu respon pendidikan terhadap kebutuhan

masyarakat dan bangsa dalam membangun generasi muda bangsanya. Secara

pedagogis, kurikulum adalah rancangan pendidikan yang memberi

kesempatan untuk peserta didik mengembangkan potensi dirinya dalam

suatu suasana belajar yang menyenangkan dan sesuai dengan kemampuan

dirinya untuk memiliki kualitas yang diinginkan masyarakat dan bangsanya.

Secara yuridis, kurikulum adalah suatu kebijakan publik yang didasarkan

kepada dasar filosofis bangsa dan keputusan yuridis di bidang pendidikan.”

Sedangkan Muhaimin dalam bukunya Ainurrafiq Dawam memberikan

pengertian tentang kurikulum, yaitu kurikulum merupakan segala kegiatan yang

dirancang oleh lembaga pendidikan untuk disajikan kepada peserta didik untuk

mencapai tujuan pendidikan (baik itu tujuan institusional, kurikuler, dan

intruksional). Pengertian kurikulum yang seperti ini menggambarkan bahwa

aktifitas sekolah (bahkan termasuk juga madrasah atau pesantren) yang sekiranya

memberikan efek bagi pengembangan peserta didik di masukkan dalam kategori

kurikulum [3, p. 62]. Jadi kurikulum bukan semata-mata aspek belajar mengajar

saja, tetapi juga menyentuh ke semua lapisan kegiatan yang dialami siswa dalam

bentuk formal maupun non formal.

Dalam dunia pendidikan, kurikulum memegang kedudukan yang amat

penting, sebab berkaitan dengan arah, isi dan proses pendidikan yang pada

akhirnya menentukan macam dan kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan.

2. Metode Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat library research atau

kajian pustaka. Karena kajian ini bersifat pustaka, untuk itu dalam seluruh

prosesnya dari awal hingga akhir penelitian, penulis menggunakan berbagai macam

pustaka yang relevan untuk menjawab permasalahan yang dicermati. Sementara

itu, penelitian kajian pustak merupakan penampilan argumentasi penalaran

keilmuan yang memaparkan hasil kajian pustaka dan hasil olah pikir peneliti

mengenai topik atau masalah kajian, dimana memuat beberapa gagasan atau

proposisi yang berkaitan yang harus didukung oleh data yang diperoleh dari

sumber pustaka.[4, p. 76] Obyek penelitian adalah meliputi pengembangan

kurikulum yang ada di pesantren, madrasah dan sekolah umum dengan

mempertimbangkan data perubahan kurikulum secara diakronik. Adapun metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analistik dengan

menerapkan analisa konten sebagaimana yang digagas oleh Shelley dan

Krippendorff yaitu teks, mengajukan pertanyaan riset, memahami konteks,

menganalisa konstruks, melakukan inferensi dan validasi data.[5, p. 43] Untuk

mempermudah analisa konten tersebut, diantara langkah yang dilakukan adalah

dengan mengumpulkan data-data dari berbagai macam journal, artikel, serta buku-

buku yang relevan seperti Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di

Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi karya Muhaimin, Manajemen

Page 3: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Pesantren ...

Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Pesantren, Madrasah dan Sekolah I 191

Pengembangan Kurikulum karya Oemar Hamalik dan beberapa buku serta artikel

terkait.

3. Hasil Berbicara tentang Lembaga pendidikan, khususnuya lembaga pendidikan

Islam di Indonesia, terdapat empat model atau kategori pendidikan yang

dipraktekkan [6, p. 52]. Pertama adalah pendidikan Pondok Pesantren, yaitu

pendidikan Islam yang diselenggarakan secara tradisional. Kedua adalah

pendidikan Madrasah, yaitu pendidikan Islam yang diselenggarakan oleh lembaga-

lembaga dengan model Barat yang menggunakan metode pengajaran klasikal dan

berusaha menanamkan Islam sebagai landasan hidup ke dalam diri peserta didik.

Ketiga adalah pendidikan umum yang bernafaskan Islam, yaitu pendidikan Islam

yang dilaksanakan melalui pengembangan suasana pendidikan yang bernafaskan

Islam di lembaga-lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program

pendidikan yang bersifat umum. Keempat adalah Pelajaran Agama Islam yang

diselenggarakan di lembaga-lembaga pendidikan umum atau sekolah umum

sebagai suatu mata pelajaran atau mata kuliah saja. Yang kesemuanya dari empat

model pendidikan tersebut mempunyai kurikulum yang berbeda-beda atau ciri

khasnya masing-masing.

Selain kesemua model lembaga pendidikan di Indonesia tersebut mempunyai

kurikulum Pendidikan Agama masing-masing yang berbeda-beda, lembaga-

lembaga tersebut juga mempunyai cara mengembangkan kurikulum yang berbeda-

beda pula.

Adapun pengertian Pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan

kurikulum, agar menghasilkan rencana kurikulum yang luas dan spesifik. Proses ini

berhubungan dengan seleksi dan pengorganisasian. Berbagai komponen situasi

belajar mengajar, antara lain menetapkan jadwal pengorganisasian kurikulum dan

spesifikasi tujuan yang disarankan, mata pelajaran, kegiatan, mengacu pada kreasi

sumber-sumber unit, dan garis pelajaran kurikulum ganda lainnya, untuk

memudahkan proses belajar mengajar.

Sedangkan menurut Muhaimin dalam bukunya Pengembangan Kurikulum

Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, bahwa

Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam dapat diartikan sebagai

berikut:

a. Kegiatan menghasilkan kurikulum pendidikan Agama Islam

b. Proses yang mengaitkan satu komponen dengan komponen lainnya untuk

menghasilkan kurikulum pendidikan Agama Islam yang lebih baik.

c. Kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan

kurikulum pendidikan Agama Islam [1, p. 10].

4. Pembahasan

A. Pengembangan Kurikulum Pesantren

Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam, telah sejak lama

diakui sebagai lembaga induk yang berperan menciptakan usaha dalam

memodernisasikan masyarakat dalam ruang lingkup yang sederhana.

Keberadaan pesantren dari awal keberadaannya, hingga kini merupakan salah

satu alternatif lembaga pendidikan Islam yang dipilih masyarakat Muslim.

Pesantren terus berkembang, baik dari segi fisik maupun sistem kurikulum

Page 4: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Pesantren ...

192 I Prosiding Pascasarjana IAIN Kediri Volume 3, November 2020

pendidikannnya, menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan

masyarakat. Hal tersebut juga yang menjadikan pesantren tetap menjadi pilihan

bagi sebagian masyarakat Muslim yang ingin mempelajari dan mendalami

ajaran-ajaran Islam.

Kurikulum pendidikan pesantren adalah bahan-bahan pendidikan Agama

Islam berupa kegiatan pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan

sistematis diberikan kepada santri untuk mencapai tujuan Pendidikan Agama

Islam. Sedangkan lingkup materi pendidikan pesantren adalah Al-Qur’an dan

Hadits, ke-imanan, akhlaq, fiqih atau ibadah dan sejarah. Dengan kata lain

cakupan pendidikan pesantren ada keserasian, keselarasan dan keseimbangan

hubungan manusia dengan Allah SWT. diri sendiri dengan sesama manusia,

manusia dengan makhluk lain maupun dengan lingkungnnya.

Untuk mencapai tujuan pendidikan pesantren tersebut, perlu adanya

rekonstruksi kurikulum agar lebih riil. Rumusan tujuan pendidikan pesantren

yang ada selama ini masih bersifat general dan kurang match dengan realitas

masyarakat yang terus mengalami transformasi. Rekonstruksi di sini

dimaksudkan untuk meningkatkan daya relevansi rumusan tujuan pendidikan

pesantren dengan persoalan riil yang dihadapi masyarakat dalam hidup

kesehariannya.

Prinsip pengembangan kurikulum pendidikan pesantren secara umum

dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) prinsip umum, yang meliputi

prinsip relevansi, prinsip fleksibilitas, prinsip kontinyuitas, prinsip praktis dan

prinsip efektifitas, (2) prinsip efisiensi.

Sedangkan prinsip khusus dalam pengembangan kurikulum di pesantren

mencakup prinsip yang terkait dengan tujuan pendidikan pesantren dan

pemilihan isi pendidikan pesantren, juga yang berkenaan dengan metode,

strategi proses pembelajaran dan alat evaluasi dan penilaian pendidikan

pesantren. Secara praktis, Mastuhu memberikan konsep tentang model dan

paradigma pendidikan pesantren yang diharapkan menjadi orientasi dan

landasan dalam kurikulum lembaga pendidikan pesantren, yaitu (1) Dasar

pendidikan-pendidikan pesantren harus mendasarkan pada teosentris dengan

menjadikan antroposentris sebagai bagian esensial dari konsep teosentris, (2)

Tujuan pendidikan kerja membangun kehidupan duniawiyah melalui

pendidikan sebagai perwujudan mengabdi kepada-Nya. Pembangunan

kehidupan duniawiyah bukan menjadi tujuan final, tetapi merupakan kewajiban

yang diimani dan terkait kuat dengan kehidupan ukhrawiyah, tujuan final

adalah kehidupan ukhrawi dengan ridha Allah Swt, (3) Konsep manusia

pendidikan Islam memandang manusia memiliki fitrah yang harus

dikembangkan, (4) Nilai pendidikan pesantren berorientasi pada iptek sebagai

kebenaran relatif dan imtaq sebagai kebenaran mutlak.

Pengembangan kurikulum pendidikan pesantren secara terus menerus

menyangkut seluruh komponen merupakan sesuatu mutlak untuk dilakukan

agar tidak kehilangan relevansi dengan kebutuhan riil yang dihadapi komunitas

pendidikan Islam yang kecenderungan terus mengalami proses dinamika

transformatif. Pendidikan pesantren dibangun atas dasar pemikiran Islami yang

bertolak dari pandangan hidup dan pandangan tentang manusia serta diarahkan

kepada tujuan pendidikan yang dilandasi kaidah-kaidah Islam.

Page 5: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Pesantren ...

Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Pesantren, Madrasah dan Sekolah I 193

Kurikulum yang demikian biasa mengacu pada sembilan prinsip utama.

Kesembilan prinsip itu adalah (1) Sistem dan pengembangan kurikulum

hendaknya memperhatikan fitrah manusia agar tetap berada dalam kesucian

dan tidak menyimpang, (2) Kurikulum hendaknya mengacu kepada pencapain

tujuan akhir pendidikan Islam sambil memperhatikan tujuan-tujuan di

bawahnya, (3) Kurikulum perlu disusun secara bertahap mengikuti periodesasi

perkembangan peserta didik, (4) Kurikulum hendaknya memperhatikan

kepentingan nyata masyarakat, seperti kesehatan, keamanan, administrasi dan

pendidikan, (5) Kurikulum hendaknya terstruktur dan terorganisasi secara

integral, (6) Kurikulum hendaknya realistis, sehingga dapat dilaksanakan

sesuai dengan berbagai kemudahan yang dimiliki tiap negara sebagai

pelaksana, (7) Metode pendidikan yang merupakan salah satu komponen

kurikulum ini hendaknya bersifat fleksibel, (8) Kurikulum hendaknya efektif

untuk mencapai tingkah laku dan emosi yang positif, (9) Kurikulum hendaknya

memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik, baik fisik, emosional

ataupun intelektualnya serta berbagai masalah yang dihadapi dalam tiap tingkat

perkembangan, seperti pertumbuhan bahasa, kamatangan sosial dan kesiapan

religiusitas.

Dalam beberapa penelitian terhadap pesantren, ditemukan bahwa

pesantren mempunyai kewenangan tersendiri dalam menyusun dan

mengembangkan kurikulumnya. Menurut penelitian Lukens-Bull dalam

bukunya Abdullah Aly, secara umum kurikulum pesantren dapat dibedakan

menjadi empat bentuk, yaitu; Pendidikan Agama, pengalaman dan pendidikan

moral, sekolah dan pendidikan umum, serta ketrampilan dan kursus [7, p. 184].

Pertama, Kurikulum berbentuk pendidikan Agama Islam. Di dalam

dunia pesantren, kegiatan belajar pendidikan Agama Islam lazim disebut

sebagai ngaji atau pengajian. Kegiatan ngaji di pesantren pada praktiknya

dibedakan menjadi dua tingkatan. Pada tingkatan awal ngaji sangatlah

sederhana, yaitu para santri belajar membaca teks-teks Arab, terutama sekali

adalah belajar membaca Al-Qur’an. Tingkatan ini dianggap sebagai dasar dari

pendidikan agama yang harus dikuasai oleh para santri. Tingkatan berikutnya

adalah para santri dapat memilih kitab-kitab islam klassik dan mempelajarinya

dibawah bimbingan kyai. Adapun kitab-kitab yang dijadikan bahan untuk ngaji

meliputi berbagai bidang ilmu antara lain: fiqih, aqidah atau tauhid, nahwu,

sharaf, balaghah, hadits, tasawuf, akhlak, ibadah-ibadah seperti sholat, do’a,

dan wirid. Dalam penelitian Martin Van Bruinessen, ada 900 kitab kuning di

pesantren. Hampir 500 kitab-kitab tersebut ditulis oleh ulama Asia Tenggara

dengan bahasa yang beragam; bahasa Arab, Melayu, Jawa, Sunda, Madura,

Indonesia, dan Aceh [8, p. 134].

Kitab kuning dalam dunia pesantren mempunyai posisi yang signifikan

selain dari kharisma kyai itu sendiri. Dan kitab kuning itu sendiri dijadikan

referensi dan buku pegangan dalam tiap-tiap pesantren, dan kurikulum sebagai

sistem pendidikan dalam sebuah pesantren tersebut.

Kedua, Kurikulum berbentuk pengalaman dan pendidikan moral.

Kegiatan keagamaan yang paling terkenal di dunia pesantren adalah kesalehan

dan komitmen para santri terhadap lima rukun Islam. Kegiatan-kegiatan

tersebut diharapkan mampu menumbuhkan kesadaran para santri untuk

mengamalkan nilai-nilai moral yang di ajarkan atau dicontohkan oleh para

Page 6: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Pesantren ...

194 I Prosiding Pascasarjana IAIN Kediri Volume 3, November 2020

Kyai dan ustadznya pada saat ngaji di pesantren, untuk diterapkan di

masyarakat ketika sudah lulus dari pesantren. Adapun nilai-nilai moral yang

ditekankan di pesantren adalah persaudaraan Islam, keikhlasan, dan

kesederhanaan.

Ketiga, Kurikulum berbentuk sekolah dan pendidikan umum. Pesantren

memberlakukan kurikulum sekolah mengacu kepada Pendidikan Nasional yang

dikeluarkan Departemen Pendidikan Nasional, sedangkan kurikulum Madrasah

mengacu kepada pendidikan Agama yang diberlakukan oleh Departemen

Agama.

Keempat, Kurikulum berbentuk ketrampilan dan kursus. Pesantren

memberlakukan kurikulum yang berbentuk ketrampilan dan kursus secara

terencana dan terprogram melalui kegiatan ekstrakulikuler. Adapun kursus

yang populer di pesantren adalah bahasa inggris, computer, sablon, pertanian,

peternakan, teknik dan lain sebagainya. Kurikulum seperti ini diberlakukan di

pesantren karena mempunyai dua alasan, yaitu alasan politis dan promosi. Dari

segi politis, pesantren yang memberikan pendidikan ketrampilan dan kursus

kepada para santrinya berarti merespon seruan pemerintah untuk peningkatan

kemampuan sumber daya manusia (SDM). Hal ini berarti hubungan antara

pesantren dengan pemerintah cukup harmonis. Sementara itu dari segi promosi

terjadi peningkatan jumlah santri yang memiliki pesantren-pesantren modern

dan terpadu, dengan alasan adanya pendidikan ketrampilan dan kursus di

dalamnya.

Sedangkan M. Ridwan Nasir memberikan gambaran mengenai tingkat

ke-anekaragaman pranata sesuai dengan spektrum komponen serta

pengembangan suatu pesantren. Yang diklasifikasikan menjadi lima bagian,

yaitu;

a) Pondok pesantren salaf/klasik; yaitu pondok pesantren yang di dalamnya

terdapat sistem pendidikan salaf (weton, sorogan, bandongan) dan sistem

klasikal (madrasah) salaf.

b) Pondok pesantren semi berkembang; yaitu pondok pesantren yang

didalamnya terdapat sistem pendidikan salaf (weton, sorogan, bandongan)

dan sistem klasikal (madrasah) swasta dengan kurikulum 90% agama dan

10% umum.

c) Pondok pesantren berkembang; yaitu pondok pesantren seperti semi

berkembang, hanya saja sudah lebih bervariasi dalam bidang

kurikulumnya, yakni 70% agama dan 30% umum. Disamping itu juga

diselenggarakan madrasah SKB tiga menteri dengan penambahan diniyah.

d) Pondok pesantren khalaf/modern; yaitu seperti pondok pesantren

berkembang, hanya saja sudah lebih lengkap lembaga pendidikan yang ada

di dalamya, antara lain diselenggarakan sistem sekolah umum dengan

penambahan diniyah (praktek membaca kitab salaf), perguruan tinggi (baik

umum, maupun agama), bentuk koperasi dan dilengkapi dengan takhassus

(bahasa Arab dan bahasa Inggris).

e) Pondok pesantren Ideal; yaitu sebagaimana bentuk pondok pesantren

modern hanya saja lembaga pendidikan yang ada lebih lengkap, terutama

bidang ketrampilan yang meliputi pertanian, teknik, perikanan,

perbankankan, dan benar-benar memperhatikan kualitasnya dengan tidak

menggeser ciri khusus kepesantrenannya yang masih relevan dengan

Page 7: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Pesantren ...

Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Pesantren, Madrasah dan Sekolah I 195

kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman. Dengan adanya bentuk

tersebut diharapkan alumni pondok pesantren benar-benar berpredikat

khalifah fil ardhi[9, pp. 87–88].

Dalam perkembanganya pesantren tidak semata-mata tumbuh atas pola

lama yang bersifat tradisional dengan hanya menggunakan pola sorogan dan

bandongan. Binti Ma’unah menyatakan, dalam perkembanganya ada tiga

sistem pembelajaran yang dikembangkan di pesantren, yaitu:

a) Sistem klasikal

Pola penerapan sistem klasikal adalah dengan pembentukan kelas-

kelas dan tingkatan, kluster pembelajaran yang disesuaikan seperti pada

sekolah dalam pendidikan formal. Dalam banyak pesantren pola ini sudah

banyak di gunakan, di madrasah diniyah atau kegiatan dalam pesantren

sebagai pengelompokan pembelajaran yang didasarkan atas kemampuan

dan pemahaman selama di pesantren tersebut.

b) Sistem kursus (tahassus)

Pengajaran sistem kursus ini mengarah kepada terbentuknya santri-

santri yang mandiri dalam menopang ilmu-ilmu agama yang mereka terima

dari Kyai melalui pengajaran sorogan dan bandongan. Sebab pada

umumnya para santri diharapkan tidak tergantung kepada pekerjaan di

masa mendatang, melainkan harus mampu menciptakan pekerjaan sesuai

dengan kemampuan mereka.

c) Sistem pelatihan

Pola pelatihan ini dikembangkan untuk menumbuh kembangkan

kemampuan praktis seperti pelatihan, pertukangan, perkebunan, perikanan,

manajemen koperasi dan kerajinan-kerajinan yang mendukung terciptanya

kemandirian integratif. Dalam banyak pesantren sudah banyak digodok

(diusahakan dan di didik pengalaman dan pembelajaranya secara intensif)

agar para santrinya mempunyai kemampuan entrepreneur. Hal ini erat

kaitanya dengan kemampuan yang lain yang cenderung melahirkan santri

yang intelek dan ulama yang mumpuni [10, p. 185].

B. Pengembangan Kurikulum Madrasah

Madrasah, disamping masjid dan pesantren merupakan salah satu jenis

lembaga Pendidikan Islam yang tertua di Indonesia, meskipun sifatnya

menganut pemahaman agama yang konservatif tetapi keberadaan madrasah

dan pesantren selalu dinamis ditengah pergulatan global, membuat banyak

orang tertarik untuk mengkaji pesantren dan madrasah. Dinamisasi tersebut

termasuk dengan fleksibilitas madrasah dalam menyerap kepentingan

pemerintah melalui penyetaraan program pendidikan madrasah dengan sekolah

umum dengan memasukkan muatan disiplin ilmu umum yang sebelumnya

tidak diajarkan baik di pesantren maupun madrasah.

Sebenaranya Madrasah adalah kata dalam bahasa Arab untuk sekolah,

artinya tempat belajar. Istilah madrasah di tanah Arab ditujukan untuk semua

sekolah secara umum, namun di Indonesia madrasah ditujukan untuk sekolah-

sekolah Islam yang mata pelajaran dasarnya adalah mata pelajaran agama

Islam. Lahirnya lembaga ini merupakan kelanjutan dari sistem dunia pesantren

yang di dalamnya terdapat unsur-unsur dalam dunia pesantren. Lahirnya

lembaga ini merupakan kelanjutan sistem pendidikan pesantren gaya lama,

Page 8: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Pesantren ...

196 I Prosiding Pascasarjana IAIN Kediri Volume 3, November 2020

yang dimodifikasi menurut model penyelenggaraan sekolah-sekolah umum

dengan sistem klasikal. disamping memberikan pengetahuan agama, diberikan

juga pengetahuan umum.

Karena pengaruh politik penjajah Belanda, sekolah dan madrasah

dipandang sebagai dua bentuk lembaga pendidikan yang berbeda, secara

dikotomis; sekolah bersifat sekuler dan madrasah bersifat Islami. Hal inilah

yang menyebabkan ketika awal kemerdekaan, perkembangan madrasah di

Indonesia mengalami konflik yaitu disatu pihak pemerintah ingin

menjadikannya sebagai lembaga pendidikan nasional dengan memberikan

muatan non-keagamaan, dan dilain pihak madrasah merasa khawatir akan

fungsi pendidikan keagamaannya jika madrasah dimasukkan kedalam jajaran

Pendidikan Nasional.

Dalam upaya memperbaiki dikotomi antara madrasah dan sekolah dan

untuk meningkatkan kualitas kurikulum pendidikan madrasah, Malik Fajar

selaku menteri Agama memantapkan eksistensi madrasah dengan memenuhi

tiga tuntutan minimal dalam peningkatan kualitas madrasah, yaitu;

1) Menjadikan madrasah sebagai wahana untuk membina ruh dan praktik

hidup keislaman.

2) Memperkokoh keberadaan madrasah sehingga sederajat dengan sistem

sekolah.

3) Madrasah harus mampu merespon tuntutan masa depan guna

mengantisipasi perkembangan iptek dan era globalisasi.

Madrasah merupakan wahana untuk membina ruh dan praktik hidup

keislaman, terutama dalam mengantisipasi peradaban global, adalah

merupakan yang selalu aktual. Hanya saja masalah aktual atau tidaknya

tergantung pada penanggung jawab, pengelola dan pembina madrasah dalam

memahami, menjabarkan, dan mengaktualisasikan makna menjadikan

madrasah sebagai wahana untuk membina ruh dan praktik hidup keislaman itu

sendiri, yang tidak hanya bersifat simbolis, tetapi sampai pada dimensi

subtansinya. Melalui pemahaman semacam itu diharapkan madrasah dapat

melahirkan lulusan yang memahami dan bahkan menguasai iptek, terampil dan

sekaligus siap hidup dan bekerja di masyarakat dalam pancaran dan kendali

ajaran dan nilai-nilai Islam.

Salah satu bentuk upaya dalam mewujudkan hal tersebut adalah,

pengembangan kurikulum madrasah secara terpadu, dengan menjadikan ajaran

dan nilai-nilai Islam sebagai petunjuk dan sumber konsultansi bagi

pengembangan berbagai mata pelajaran umum, yang operasionalnya dapat

dikembangkan dengan cara mengimplisitkan ajaran dan nilai-nilai Islam

kedalam bidang studi IPS, IPA dan sebagainya, sehingga kesan dikotomis tidak

terjadi. Model pembelajaran bisa dilaksanakan melalui team teaching, yakni

guru bidang IPS, IPA atau lainnya bekerja sama dengan guru pendidikan

agama Islam untuk menyusun desain pembelajaran secara konkret dan detail,

untuk di implementasikan dalam kegiatan pembelajaran. Hal tersebut juga

diamini oleh Majid, ia mengatakan dengan melihat masa depan yang penuh

dengan tantangan sudah barang tentu tidak bisa menyesuaikan permasalahan

jika pendidikan Islam tersebut masih terkait dengan dikotomi. Berkenaan

dengan itu perlu diprogramkan upaya pencapaiannya, mobilisasi pendidikan

Page 9: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Pesantren ...

Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Pesantren, Madrasah dan Sekolah I 197

Islam tersebut, dengan melakukan rancangan kurikulum, baik merancang

keterkaitan ilmu agama dan umum maupun merancang nilai-nilai Islami pada

setiap pelajaran; personifikasi pendidik di lembaga pendidikan sekolah Islam,

sangat dituntut memiliki jiwa keislaman yang tinggi, dan lembaga pendidikan

Islam dapat merelisasikan konsep kerikulum pendidikan Islam seutuhnya [11,

p. 50].

Kurikulum PAI di madrasah bertujuan untuk mengantarkan peserta didik

menjadi manusia unggul dalam beriman dan bertakwa, berakhlak mulia,

berkepribadian, menganalisa ilmu pengetahuan dan teknologi serta mampu

mengaktualisasikan diri dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara.

Kurikulum madrasah secara garis besar, mata pelajaran Agama dibagi

ke dalam beberapa sub mata pelajaran, yaitu Al-Qur’an-Hadist, Akidah-

Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), dan ditambah dengan

pelajaran Bahasa Arab, mulai Madrasah Ibtida’iyyah (MI) hingga Madrasah

Aliyah (MA), sehingga porsi mata pelajaran pendidikan Agama Islam lebih

banyak. Sementara di sekolah yang notabene non-madrasah, mata pelajaran

Pendidikan Agama Islam hanya satu, dan porsinya hanya dua sampai empat

jam dalam seminggu. Namun demikian di dalamnya pada dasarnya juga

meliputi Al-Qur’an dan Hadits, keimanan (akidah), akhlak, ibadah-syari’ah-

mu’amalah (fikih), dan sejarah kebudayaan Islam [1, p. 200].

Komponen-komponen yang terkait dalam kurikulum PAI

dikelompokkan menjadi empat, yaitu (1) Kelompok komponen-komponen

dasar, yaitu konsep dasar filosofis dalam mengembangkan kurikulum PAI yang

pada gilirannya akan berpengaruh terhadap tujuan PAI tersebut, (2) Kelompok

komponen-komponen pelaksana, yaitu mencakup materi pendidikan, sistem

pendidikan, proses pelaksanaan dan pemanfaatan lingkungan, (3) Kelompok-

kelompok pelaksana dan pendukung kurikulum, yaitu komponen pendidik,

peserta didik dan konseling, (4) Kelompok usaha-usaha pengembangan yang

ditujukan dengan adannya evaluasi dan inovasi kurikulum, adanya perencanaan

jangka pendek, menengah dan jangka panjang, terjalinnya kerja sama dengan

lembaga-lembaga lain untuk pengembangan kurikulum tersebut.

Dalam pengembangan kurikulum PAI di madrasah, terdapat sepuluh

prinsip antara lain:

1) Prinsip peningkatan keimanan dan ketakwaan, budi pekerti luhur dan nilai-

nilai budaya.

2) Prinsip keyakinan dan nilai-nilai yang dianut masyarakat berpengaruh pada

sikap dan arti kehidupannnya. Keimanan dan ketakwaan, budi pekerti luhur

dan nilai-nilai budaya perlu digali, dipahami dan diamalkan oleh peserta

didik dalam kehidupan sehari-hari.

3) Prinsip berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan

peserta didik serta tuntutan lingkungan. Hal ini dimaksudkan agar peserta

didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga

negara yang demokratis dan tanggung jawab.

4) Prinsip keseimbangan antara etika, logika, estetika dan kinestetika.

Kurikulum hendaknya menaruh perhatian terhadap siswa agar mampu

menjaga keseimbangan dalam proses dan pengalaman belajar yang meliputi

Page 10: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Pesantren ...

198 I Prosiding Pascasarjana IAIN Kediri Volume 3, November 2020

etika, logika, estetika dan kinestetika, sehingga siswa akan menjadi

seseorang yang terhormat, cerdas, rasional dan unggul.

5) Prinsip penguatan integritas nasional. Prinsip ini dimaksudkan untuk

menanamkan kesadaran bahwa Indonesia adalah negara majemuk, tetapi

keanekaragaman itu tidak boleh membuat perpecahan, karena meskipun

berbeda tetapi tetap satu jua, sebagaimana semboyan Bhineka Tunggal Ika.

Keenam adalah prinsip prinsip pengetahuan dan teknologi informasi.

Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan

dan teknologi terus berkembang, sehingga kurikulum mendorong siswa

untuk mampu mengikuti dan memanfaatkan secara tepat ilmu pengetahuan

dan teknologi tersebut agar siswa memiliki kemampuan untuk berpikir dan

belajar dengan baik.

6) Prinsip pengembangan keterampilan hidup. Prinsip ini mengembangkan

empat keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik yang

sesuai dengan kebutuhan di lingkungan sekitarnya, yaitu keterampilan diri

(personal skill), keterampilan berpikir rasional (thinking skills),

keterampilan akademik (academic skills) dan keterampilan vokasional

(vocational skills). Dengan keterampilan tersebut, setelah siwa tersebut

lulus sekolah, dapat mempertahankan hidupnya sesuai dengan pilihan

masingmasing individu.

7) Prinsip pilar pendidikan, yang dijadikan prinsip pengembangan kurikulum

di madrasah, yaitu learning to know, learning to do, learning to be dan

learning to live together.

8) Prinsip kontinyuitas atau berkesinambungan. Kurikulum harus disusun

secara berkesinambungan, artinya bagian-bagian, aspek-aspek, materi dan

bahan kajian disusun secara berurutan. Oleh karena itu, pengalaman belajar

yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan antar

kelas, antar jenjang pendidikan, antara jenjang pendidikan dengan jenis

pekerjaan.

9) Prinsip belajar sepanjang hayat atau long life education. Kurikulum di

madrasah diarahkan kepada pengembangan, pembudayaan dan

pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum

mencerminkan keterkaitan unsur-unsur pendidikan formal, in-formal dan

nonformal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang

selalu berkembang.

Adapun landasan pengembangan kurikulum PAI di madrasah pada

hakikatnya adalah faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan

oleh para pengembang kurikulum ketika hendak mengembangkan atau

merencanakan suatu kurikulum lembaga pendidikan. Antara lain: Pertama

adalah landasan Agama. Dalam mengembangkan kurikulum, sebaiknya

berlandaskan pada Pancasila terutama sila pertama. Di Indonesia menyatakan

bahwa kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan YME sesuai dengan agama

dan kepercayaannya masing-masing individu. Dalam kehidupan,

dikembangkan sikap saling menghormati dan bekerjasama antara pemeluk-

pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda,

sehingga dapat terbina kehidupan yang rukun dan damai.

Page 11: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Pesantren ...

Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Pesantren, Madrasah dan Sekolah I 199

Kedua adalah landasan filsafat. Filsafat pendidikan dipengaruhi oleh dua

hal pokok, yaitu cita-cita masyarakat dan kebutuhan peserta didik yang hidup

di masyarakat. Filsafat adalah cinta pada kebijaksanaan (love of wisdom). Agar

seseorang dapat berbuat bijak, maka harus berpengetahuan, sedangkan

pengetahuan tersebut diperoleh melalui proses berpikir secara sistematis, logis

dan mendalam. Filsafat dipandang sebagai induk segala ilmu karena filsafat

mencakup keseluruhan pengetahuan manusia, yaitu meliputi metafisika,

epistimologi, aksiologi, etika, estetika dan logika.

Ketiga adalah landasan psikologi belajar. Kurikulum belajar menyajikan

beberapa teori belajar yang masing-masing menelaah proses mental dan

intelektual perbuatan belajar. Kurikulum yang dikembangkan sebaiknya selaras

dengan proses belajar yang dilakukan oleh siswa sehingga proses belajarnya

terarah dengan baik dan tepat.

Keempat adalah landasan sosio-budaya. Nilai sosial-budaya dalam

masyarakat bersumber dari hasil karya akal budi manusia, sehingga dalam

menerima, menyebar luaskan dan melestarikannya, manusia menggunakan

akalnya. Setiap masyarakat memiliki adat istiadat, aturan-aturan dan cita-cita

yang ingin dicapai dan dikembangkan. Dengan adanya kurikulum di madrasah,

diharapkan pendidikan dapat memperhatikan dan merespon hal-hal tersebut.

Kelima adalah landasan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pendidikan merupakan suatu usaha penyiapan peserta didik untuk menghadapi

lingkungan hidup yang mengalami perubahan pesat dan terus berkembang.

Dengan bekal ilmu pengetahuan dan teknologi, setelah siswa lulus, diharapkan

dapat menyesuaikan diri di lingkungannya dengan baik.

Menurut SKB 3 Menteri yang diterbitkan pada 24 Maret 1975, yang

dimaksud dengan madrasah adalah lembaga pendidikan yang menjadikan mata

pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar, yang diberikan

sekurangkurangnya 30% di samping mata pelajaran umum. Sementara itu

madrasah mencakup tiga tingkatan, yaitu Madrasah Ibtidaiyah setingkat

dengan SD, Madrasah Tsanawiyah setingkat SMP dan Madrasah Aliyah

setingkat SMA.

Langkah-langkah pokok dalam pengembangan kurikulum madrasah

meliputi empat langkah, yaitu (1) perumusan tujuan-tujuan institusional, (2)

penentuan struktur program kurikulum, (3) penyusunan garis-garis besar

program pengajaran, masing-masing dari setiap bidang studi, perumusan

tujuan-tujuan instruksional dan identifikasi pokok-pokok bahan yang dijadikan

program pengajaran, (4) penyusunan dan penggunaan satuan pelajaran,

program penilaian, program bimbingan dan penyuluhan, program administrasi

serta supervisi.

Langkah-langkah tersebut di atas telah mendasari sifat-sifat dalam

rangka pengembangan dan pembaharuan pendidikan yang selaras dan sesuai

dengan sistem pendidikan nasional. Masalah-masalah pokok yang dihadapi

dalam pengembangan dan pembinaan kurikulum madrasah secara nasional

agar madrasah dapat menjalankan SKB dan mencapai cita-cita agama Islam

dalam pembentukan insan yang berkepribadian muslim, yang antara lain perlu

diperhatikan adalah tentang ragam bidang studi yang akan disampaikan di

dalam suatu madrasah.

Page 12: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Pesantren ...

200 I Prosiding Pascasarjana IAIN Kediri Volume 3, November 2020

Dalam penyusunan kurikulum madrasah berdasarkan SKB tersebut,

digunakan dua macam cara atau strategi, yaitu strategi umum dan strategi

khusus. Pada strategi umum, gagasan pokok ini dijadikan dasar dalam

pengembangan dan pembaharuan kurikulum, yaitu lulusan harus menjadi

seorang muslim warga negara yang baik, sanggup menyesuaikan diri di dalam

masyarakat, bertanggung jawab, memiliki keterampilan, kemampuan,

pengetahuan umum agar anak didik mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Hal ini merupakan salah satu yang dapat menunjukkan ciri khas antara warga

negara yang memperoleh pendidikan di madrasah. Gagasan pokok tersebut

membawa akibat adanya klasifikasi aspek-aspek pada pendidikan di madrasah,

yaitu aspek-aspek pendidikan dasar atau umum yang dimaksudkan untuk

membina sebagai muslim warga negara yang baik, sesuai dengan pedoman dan

pengamalan Pancasila, serta agar memiliki kecakapan, keterampilan,

pengetahuan dan kemampuan sesuai dengan tingkat pendidikanya. Kedua

adalah aspek-aspek pendidikan khusus yang dimaksudkan agar siswa sebagai

muslim warga negara yang baik, bertakwa kepada Allah Swt dan mengamalkan

ajaran agamanya secara teguh agar tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Pada strategi khusus, kondisi ini didasari pikiran bahwa sebagai

konsekuensi dari pembinaan sistem pendidikan nasional dan pelaksanaan SKB

serta tuntunan kualifikasi dari lulusan madrasah dalam rangka peningkatan

mutu, diperlukan pembinaan sarana dan perlengkapan, termasuk di antaranya

struktur kurikulum dan tenaga pengajar sebagai personel pelaksanaannya.

Kurikulum madrasah perlu diorientasikan kepada kepentingan pembinaan dan

pengembangan manusia Indonesia seutuhnya.

Realisasi SKB ini mendorong Departemen Agama pada tahun 1976

mengeluarkan kurikulum sebagai standar untuk dijadikan acuan oleh madrasah,

baik untuk MI, MTs maupun MA. Kurikulum yang dikeluarkan tersebut juga

dilengkapi dengan pedoman dan aturan penyelenggaraan pendidikan dan

pengajaran pada madrasah, sesuai dengan aturan yang berlaku pada sekolah-

sekolahan umum. Termasuk juga deskripsi berbagai kegiatan dan metode

penyampaian program untuk setiap bidang studi, baik untuk bidang studi

agama maupun bidang studi pengetahuan umum.

Pemberlakuan kurikulum standar yang menjadi acuan ini berarti telah

terjadi keseragaman madrasah dalam bidang studi agama, baik kualitas

maupun kuantitasnya, kemudian adanya pengakuan persamaan yang

sepenuhnya antara madrasah dengan sekolah-sekolah umum yang sederajat,

sheingga madrasah akan mampu berperan sebagai lembaga pendidikan yang

memenuhi dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan mampu berpacu

dengan sekolah-sekolah umum dalam rangka mencapai tujuan pendidikan

nasional. Fakta ini terjadi karena di dalam SKB juga menetapkan bahwa ijasah

madrasah dapat mempunyai nilai yang sama dengan ijasah sekolah umum yang

setingkat. Lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat

lebih atas dan siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang

setingkat.

Pengelolaan madrasah dan pembinaan pendidikan agama menurut SKB

ini dilakukan oleh Menteri Agama, sedangkan pembinaan dan pengawasan

mata pelajaran umum pada madrasah dilakukan oleh Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan, bersamasama Mentri Agama dan Menteri Dalam Negeri.

Page 13: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Pesantren ...

Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Pesantren, Madrasah dan Sekolah I 201

Penerbitan SKB tersebut bukan berarti beban yang dipikul madrasah akan

bertambah ringan, akan tetapi justeru sebaliknya menjadi semakin berat. Di

satu pihak madrasah dituntut mampu memperbaiki mutu pendidikan umum

sehingga setaraf dengan standar yang berlaku di sekolah umum, di lain pihak

madrasah harus tetap menjaga agar mutu pendidikan agama tetap baik, sebagai

ciri khususnya. Kondisi ini mengharuskan diadakannya peninjauan kembali

terhadap kurikulum yang berlaku, materi pelajaran, sistem evaluasi dan

peningkatan mutu pengajaran melalui penataran. Secara kuantitatif alokasi

waktu nominal yang disediakan pada sekolahan umum sejalan dan sejiwa

dengan isi dari SKB. Sehingga fakta ini menyebabkan Departemen Agama

tidak perlu menyusun sendiri kurikulum mata pelajaran umum untuk madrasah,

tetapi dapat menggunakan kurikulum dan materi pelajaran umum yang sudah

diberlakukan di sekolah umum.

Dalam UU Sisdiknas dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga

salah satu bidang studi yang harus dipelajari oleh peserta didik di madrasah

adalah pendidikan agama Islam, yang dimaksudkan untuk membentuk peserta

didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME serta

berakhlak mulia. Bidang studi PAI di madrasah terdiri atas empat, yaitu al-

Qur’an-Hadits, Aqidah-Akhlak, Fiqh dan Sejarah Kebudayaan Islam (Tarikh).

Di tingkat MI, al-Qur’an-Hadits adalah mata pelajaran PAI yang

menekankan kepada kemampuan membaca dan menulis al-Qur’an dan Hadits

dengan benar serta hafalan terhadap surat-surat pendek dalam al-Qur’an,

pengenalan arti atau makna secara sederhana dari surat-surat pendek tersebut

dan hadits-hadits tentang akhlak terpuji untuk diamalkan dalam kehidupan

sehari-hari melalui keteladanan dan pembiasaan. Akidah-Akhlak adalah mata

pelajaran PAI yang mempelajari tentang rukun iman yang dikaitkan dengan

pengenalan dan penghayatan terhadap Asma’ al-Husna serta penciptaan

suasana keteladanan dan pembiasaan dalam mengamalkan akhlak terpuji dan

adab Islami melalui pemberian contoh-contoh perilaku dan cara

mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Fiqih di MI merupakan mata pelajaran PAI yang mempelajari tentang

hukum ibadah, terutama menyangkut pengenalan dan pemahaman tentang

cara-cara pelaksanaan rukun Islam dan pembiasaannya dalam kehidupan

sehari-hari, serta fiqh muamalah yang menyangkut pengenalan dan

pemahaman sederhana mengenai ketentuan tentang makanan dan minuman

yang halal dan haram, khitan, qurban serta tata cara pelaksanaan jual beli dan

pinjam meminjam. Sedangkan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) adalah mata

pelajaran PAI yang mengkaji tentang asal-usul, perkembangan, peranan

kebudayaan atau peradaban Islam dan para tokoh yang berprestasi dalam

sejarah Islam di masa lampau, mulai dari sejarah masyarakat Arab pra-Islam,

sejarah kelahiran dan kerasulan Nabi Muhammad Saw sampai masa Khulafa’

al-Rasyidin.

Pada tingkat MTs, al-Qur’an-Hadits merupakan kelanjutan dan

kesinambungan dengan mata pelajaran al-Qur’an-Hadits pada jenjang MI dan

MA, terutama pada penekanan kemampuan membaca al-Qur’an-Hadits,

pemahaman surat-surat pendek dan mengaitkannya dengan kehidupan sehari-

Page 14: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Pesantren ...

202 I Prosiding Pascasarjana IAIN Kediri Volume 3, November 2020

hari. Akidah-Akhlak adalah mata pelajaran PAI yang merupakan peningkatan

dari akidah dan akhlak yang telah dipelajari peserta didik di MI. Peningkatan

tersebut dilakukan dengan cara mempelajari tentang rukun iman mulai dari

iman kepada Allah Swt, para Malaikat-Nya, kitab-kitabNya, rasul-rasul-Nya,

hari akhir sampai iman kepada Qadha’ dan Qadar yang dibuktikan dengan

dalil-dalil naqli dan aqli serta pemahaman dan penghayatan terhadap Asma’ al-

Husna dengan tanda-tanda perilaku seseorang dalam realitas kehidupan

individu dan sosial serta pengamalan akhlak terpuji dan menghindari akhlak

tercela dalam kehidupan sehari-hari.

Fikih, di tingkat MTs, adalah mata pelajaran yang memahami tentang

pokok-pokok hukum Islam dan tata cara pelaksanaannya untuk diaplikasikan

dalam kehidupan sehingga menjadi muslim yang selalu taat menjalankan

syariat Islam secara kaffah (sempurna). SKI adalah mata pelajaran yang

menelaah tentang asal-usul, perkembangan, peranan peradaban Islam dan para

tokoh yang berprestasi dalam sejarah Islam di masa lampau, mulai dari

perkembangan masyarakat Islam pada masa Nabi Muhammad Saw dan

Khulafa’ al-Rasyidin, Bani ummayah, Bani Abbasiyah, Bani Ayyubiyah

sampai perkembangan Islam di Indonesia.

Pada tingkat MA, al-Qur’an Hadits adalah salah satu mata pelajaran PAI

yang merupakan peningkatan dari al-Qur’an Hadits yang telah dipelajari oleh

peserta didik di MTs/SMP. Akidah-Akhlak adalah salah satu mata pelajaran

PAI yang merupakan peningkatan dari akidah dan akhlak yang telah dipelajari

oleh peserta didik di MTs/SMP. Fikih adalah mata pelajaran PAI yang

merupakan peningkatan dari fikih yang telah dipelajari oleh peserta didik di

MTs/SMP. SKI merupakan mata pelajaran yang menelaah tentang asal-usul,

perkembangan, peranan kebudayaan dan peradaban Islam di masa lampau,

mulai dari dakwah Nabi Muhammad Saw pada periode Mekkah dan Madinah,

kepemimpinan umat setelah Nabi Saw wafat, sampai perkembangan Islam

periode klasik (650- 1250 M), abad pertengahan (1250–1800 M) dan masa

modern (1800- sekarang) serta perkembangan Islam di Indonesia dan di dunia.

Pengembangan institusional madrasah yang di lakukan oleh Kementrian

Agama sekarang ini sudah dilakukan banyak eksperimen mengenai

pengembangan institusional madrasah, salah satunya yang digagas adalah

madrasah Model yang di prakarsai oleh Kementrian Agama. Madrasah model

dimaksudkan untuk membangun percontohan kepada madrasah sekitar yang

selama ini merupakan madrasah swasta, sebagai penjamin mutu madrasah

swasta di sekitar peningkatan mutu madrasah akan di bentuk cluster-cluster

madrasah, yang dalam kelompok tersebut akan dipimpin oleh satu madrasah

negeri (MI, MTs, dan MA) model yang akan memimpin pembangunan

madrasah disekitarnya.

Untuk menjalankan fungsinya tersebut sebagai model madrasah akan

dilengkapi fasilitas-fasilitas pendidikan, seperti perpustakaan, laboratorium

IPA, laboratorium bahasa Arab/Inggris, laboratorium computer, bahan-bahan

pelajaran seperti teks penunjang, buku pustaka, alat peraga, dan lain

sebagainya. Dalam hal personil akan dipersiapkan guru bergelar master

sedikitnya satu orang untuk setiap mata pelajaran, guru kelas, atau guru mata

pelajaran yang terlatih di dalam maupun di luar negeri, perpustakaan, teknisi

lab, dan staff lainya yang memenuhi syarat.

Page 15: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Pesantren ...

Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Pesantren, Madrasah dan Sekolah I 203

C. Pengembangan Kurikulum Sekolah

Kurikulum Pendidikan Agama Islam di sekolah, dalam hal ini adalah

sekolah umum, terdiri atas beberapa aspek, yaitu aspek Al-Qur’an-Hadits,

keimanan atau aqidah, akhlak, fiqih dan aspek tarikh (sejarah Islam). Meskipun

masing-masing aspek di atas dalam prakteknya saling mengaitkan atau terkait

serta saling mengisi dan melengkapi, tetapi jika dilihat secara teoritis, masing-

masing memiliki karakteristik tersendiri [12, p. 45].

Aspek Al-Qur’an-Hadits menekankan kepada kemampuan baca tulis

yang baik dan benar, memahami makna secara tekstual serta mengamalkan

kandungannya dalam kehidupan sehari-hari. Aspek Aqidah menekankan

kepada kemampuan memahami dan mempertahankan keyakinan atau

keimanan yang benar serta menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Asma’ul

Husna. Aspek Akhlak menekankan kepada pembiasaan untuk melaksanakan

akhlak terpuji dan menjauhi akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari. Aspek

Fiqih menekankan pada kemampuan cara melaksanakan ibadah dan muamalah

yang benar dan baik. Sedangkan aspek Tarikh menekankan pada mengambil

‘ibrah (hikmah) dari peristiwa-peristiwa bersejarah dalam masyarakat Islam,

meneladani tokoh-tokoh berprestasi dan mengaitkannya dengan fenomena-

fenomena sosial, budaya, politik, ekonomi, iptek dan lain-lain untuk

mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam.

Dalam tataran di lapangan, menurut Hasbi Ashi-Shidiqi, aspek kajian

PAI meliputi, (1) Tarbiyah Jismiyah, yaitu segala rupa pendidikan yang

wujudnya menyuburkan dan menyehatkan tubuh serta menegakkannya, supaya

dapat merintangi kesukaran yang dihadapi dalam pengalamannya, (2) Tarbiyah

‘Aqliyah, yaitu sebagaimana rupa pendidikan dan pelajaran yang akibatnya

mencerdaskan akal dan menajamkan akal, (3) Tarbiyah Adabiyah, yaitu segala

rupa praktek maupun berupa teori yang wujudnya meningkatkan budi dan

meningkatkan perangai [13, p. 138].

Aspek-aspek pendidikan dalam sejarah Indonesia telah mengalami

berbagai perubahan dan perbaikan. Hal ini disebabkan oleh kebijakan (policy)

yang pernah diberlakukan dari satu pemerintah ke pemerintahan selanjutnya.

Demikian juga pendidikan Islam mendapat efek dari perubahan kebijakan

tersebut. Sehingga dalam kurikulum seperti yang telah dikemukakan di depan,

mengalami berbagai perubahan baik itu dari masa Orde Lama, Orde Baru dan

Orde Reformasi.

Berdasarkan berbagai fakta tersebut, dapat dilihat corak model

pengembangan kurikulum PAI yang pernah berkembang seperti berikut:

1) Model Dikotomi

Model ini memandang aspek kehidupan dengan sangat sederhana dan

kata kuncinya adalah dikotomi atau diskrit. Segala sesuatu hanya dilihat dari

dua sisi yang berlawanan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan non-

agama. Pandangan dikotomis tersebut pada gilirannya dikembangkan dalam

memandang kehidupan dunia dan akhirat, kehidupan jasmani dan rohani,

sehingga kehidupan agama Islam hanya diletakkan pada aspek kehidupan

akhirat saja. Seksi yang mengurusi masalah keagamaan disebut sebagai

seksi kerohanian. Dengan demikian, pendidikan agama dihadapkan dengan

pendidikan non-agama, pendidikan keislaman dan seterusnya.

Page 16: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Pesantren ...

204 I Prosiding Pascasarjana IAIN Kediri Volume 3, November 2020

Menurut Azyumardi Azra, pemahaman semacam ini muncul ketika

umat Islam di Indonesia mengalami penjajahan yang sangat panjang,

sehingga umat Islam mengalami keterbelakangan dan disintregrasi dalam

berbagai aspek kehidupan masyarakat. Perbenturan umat Islam dengan pola

pendidikan dan kemajuan Barat memunculkan kaum intelektual baru yang

disebut dengan cendekiawan sekuler. Kaum intelektual ini memperoleh

pendidikan versi Barat, sehingga dalam proses pendidikan mereka menjadi

teralienasi atau terasing dari ajaran-ajaran Islam itu sendiri.

Pandangan dikotomis ini memiliki implikasi terhadap pengembangan

PAI yang lebih berorientasi kepada keakhiratan, sedangkan masalah dunia

dianggap tidak penting. Sehingga menekankan pada pendalaman ’ulum al-

diniyah, yang merupakan jalan pintas untuk menuju kebahagiaan akhirat,

sementara sains atau ilmu umum dianggap terpisah dengan agama.

Demikian pula pendekatan yang dipergunakan lebih bersifat keagamaan

yang normatif, doktriner dan absolut.

2) Model Mekanisme

Model mekanisme ini memandang kehidupan terdiri atas berbagai

aspek dan pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan

seperangkat nilai kehidupan, yang masing-masing bergerak dan berjalan

menurut fungsinya. Hal ini sebagaimana sebuah fungsi yang terdiri atas

beberapa komponen atau elemen-elemen, yang masing-masing

melaksanakan fungsinya sendiri-sendiri dan antara satu dengan lainnya bisa

saling berkonsultasi. Secara sederhana dapat dipahami bahwa aspek-aspek

atau nilai-nilai itu sendiri terdiri atas nilai agama, nilai individu, nilai sosial,

nilai politik, nilai ekonomi dan lain sebagainya. Dengan demikian, aspek

atau nilai agama merupakan salah satu aspek atau nilai kehidupan dari

aspek-aspek kehidupan lainnya. Hubungan antara nilai-nilai agama dengan

nilai-nilai lainnya bersifat lateral sekuensial, yang berarti di antara masing-

masing mata pelajaran tersebut memiliki relasi sederajat yang bisa saling

berkonsultasi. Model ini dapat dikembangkan pada sekolah umum sebagai

upaya pembentukan kepribadian religius. Dalam implikasinya di lapangan

sangat tergantung pada kemauan, kemampuan atau political will dari para

pemimpin sekolah, terutama dalam membangun hubungan kerja sama

dengan mata pelajaran lainnya.

Model ini dapat diaplikasikan melalui pengintregasian imtak dengan

mata materi pelajaran lainnya, yaitu dengan upaya mengintregasikan konsep

atau ajaran agama ke dalam materi yang sedang dipelajari oleh peserta didik

atau diajarkan oleh guru. Hal ini bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu (1)

pengintregasian secara filosofis, yaitu jika tujuan fungsional mata pelajaran

umum sama saja dengan tujuan fungsional mata pelajaran agama, (2)

pengintregasian dilakukan jika konsep agama saling mendukung dengan

konsep pengetahuan umum.

3) Model Organisme atau Sistematik

Meminjam istilah dalam ilmu biologi, bahwa organisme dapat

diartikan sebagai susunan yang bersistem dari berbagai jasad hidup untuk

suatu tujuan. Dalam konteks pendidikan Islam, model organisme bertolak

Page 17: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Pesantren ...

Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Pesantren, Madrasah dan Sekolah I 205

dari pandangan bahwa aktivitas kependidikan merupakan suatu sistem yang

terdiri atas komponen-komponen bersama dan bekerja sama secara terpadu

menuju tujuan tertentu, yaitu perwujudan hidup yang religius atau dijiwai

oleh ajaran dan nilai-nilai agama Islam.

Pandangan semacam itu menggaris bawahi tentang urgensi kerangka

pemikiran yang dibangun dari fundamental doctrines value yang tertuang

dan terkandung dalam al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber pokok. Ajaran

dan nilai didudukkan sebagai sumber konsultasi yang bijak, sementara

aspek-aspek kehidupan lainnya didudukkan sebagai nilai-nilai insani yang

memiliki hubunganhubungan vertical linier dengan nilai-nilai Agama.

Melalui upaya-upaya seperti itu, maka sistem pendidikan Islam diharapkan

mampu mengintregasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, nilai-nilai agama

dan etik serta mampu melahirkan manusia-manusia yang menguasai dan

menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, memiliki kematangan

profesional dan sekaligus hidup di dalam nilai-nilai agama.

Melalui upaya tersebut peserta didik dibawa ke pengenalan terhadap

nilai-nilai agama secara kognitif, penghayatan nilai-nilai agama secara

efektif dan akhirnya penghayatan nilai-nilai agama secara nyata. Menurut

istilah pedagogic, kenyataan ini disebut dari gnosis sampai ke praksis.

Untuk sampai ke praksis, ada peristiwa batin yang amat penting dan harus

terjadi pada diri peserta didik, yaitu munculnya keinginan yang sangat kuat

(tekad) untuk mengamalkan nilai-nilai agama. Peristiwa ini disebut conatio

dan langkah untuk membimbing peserta didik membulatkan tekad ini

disebut dengan konatif.

5. Kesimpulan Kurikulum pendidikan di pesantren diklasifikasikan menjadi empat, yaitu

pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal dengan menerapkan

kurikulum nasional, baik yang hanya memiliki sekolah keagamaan maupun yang

juga memiliki sekolah umum, pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu

pengetahuan agama dalam bentuk madrasah diniyah, pesantren yang hanya sekedar

menjadi tempat pengajian, dan terakhir adalah pesantren yang menyelenggarakan

pendidikan keagamaan dalam bentuk madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu

pengetahuan umum, meski tidak menerapkan kurikulum nasional. Meskipun

demikian, semua perubahan itu, sama sekali tidak mencabut pesantren dari akar

kulturnya. Secara umum pesantren tetap memiliki fungsi-fungsi lembaga

pendidikan yang melakukan transfer ilmu-ilmu pengetahuan agama (tafaqquh fi

addin) dan nilai-nilai islam (Islamic values), lembaga keagamaan yang melakukan

kontrol sosial, lembaga keagamaan yang melakukan rekayasa sosial (social

engineering).

Madrasah merupakan suatu lembaga pendidikan yang lebih menekankan

pada pendidikan agama. Kurikulum PAI di Madrasah memiliki suatu hal yang

lebih pokok yang memang diharapkan dan bukan hanya dalam target tujuan PAI

tapi juga sebagai pendidikan yang lahir dari agama islam diharapkan dapat

berkompetensi jasmani dan rohani, artinya berkompetensi dalam hal sikap, skill,

pengetahuan secara afektif, kognitif, psikomotorik sesuai dengan ajaran agama

Islam dalam aspek jasmani. Dan dengan adanya kurikulum madrasah diharapkan

Page 18: Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama di Pesantren ...

206 I Prosiding Pascasarjana IAIN Kediri Volume 3, November 2020

menjadikan anak didik menjadi makhluk yang beriman dan bertaqwa kepada Allah

serta senantiasa mau mengamalkan apa yang telah diajarkan di dalam madrasah.

Kurikulum PAI di sekolah terdiri atas beberapa aspek, yaitu aspek Al-

Qur’an, Hadits, keimanan atau aqidah, akhlak, fiqih (hukum Islam) dan aspek

Tarikh (sejarah). Dalam sejarah pendidikan di Indonesia, aspek-aspek pendidikan

Islam telah mengalami berbagai perubahan dan perbaikan. Hal ini disebabkan oleh

kebijakan (policy) yang pernah diberlakukan dari satu pemerintah ke pemerintahan

lain. Demikian juga, pendidikan Islam mendapat efek dari perubahan kebijakan

tersebut. Sehingga dalam kurikulum seperti yang telah dikemukakan di atas,

mengalami perubahan, baik itu dari masa Orde Lama, Orde Baru dan Orde

Reformasi. Sehingga dapat dilihat corak model pengembangan kurikulum PAI

yang pernah berkembang, seperti model dikotomi, model mekanisme dan model

organisme atau sistematik.

6. Daftar Referensi

[1] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah,

Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012.

[2] O. Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2008.

[3] A. Dawam and A. Ta’arifin, Manajemen Madrasah Berbasis Pesantren.

Yogyakarta: Lista Farista Putra, 2005.

[4] Pascasarjana, Pedoman Penulisan Tesis dan Karya Ilmiah. Kediri: IAIN

Kediri, 2019.

[5] M. Shelley and K. Krippendorff, Content Analysis: An Introduction to its

Methodology., vol. 79. 1984.

[6] Y. Yasmadi, Modernisasi Pesantren: Kritik Nurcholish Madjid terhadap

Pendidikan Pesantren. Jakarta: Ciputat Press, 2002.

[7] A. Aly, Pendidikan Islam Mulltikulturalisme di Pesantren; Telaah Kurikulm

Pondok Pesantren Islam Assalam Surakarta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2011.

[8] M. V. Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren Dan Tarekat. Yogyakarta:

Gading Publishing, 2012.

[9] M. Ridwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pen-didikan Ideal: Pondok

Pesantren di Tengah Arus Perubahan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

[10] B. Ma’unah, Tradisi Intelektual Santri. Yogyakarta: Teras, 2009.

[11] A. Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2012.

[12] Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Press, 2009.

[13] A. Majid and D. Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi.

Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.