PENGEMBANGAN FUNGSI HUNIAN BERDASARKAN …
Transcript of PENGEMBANGAN FUNGSI HUNIAN BERDASARKAN …
101
PENGEMBANGAN FUNGSI HUNIAN BERDASARKAN
IDENTITAS LOKAL PADA AREA WATERFRONT DI PASAR
LAMA TANGERANG
Louis Osvaldo Xavier1, Felia Srinaga
2, Alvar Mensana
3
1,2,3. Jurusan Arsitektur, Fakultas Desain, Universitas Pelita Harapan,
Jl. M. H. Thamrin Boulevard 1100 Lippo Village, Tangerang
Email: [email protected]
Abstrak
Permasalahan perletakan hunian dan penataan fungsi ruang pada area waterfront di Pasar Lama
Tangerang adalah tidak tertatanya hunian dengan baik dan belum dimanfaatkannya tepian sungai
Cisadane sebagai salah satu aset lingkungan. Hal tersebut menyebabkan tidak terintegrasi antara
area hunian, area berdagang dengan ruang kota sekitarnya (placeness) serta pudarnya identitas
Pasar Lama sebagai kawasan Pecinan di tepi Sungai Cisadane. Penelitian ini mengajukan beberapa
pertanyaan penelitian, yaitu: apa yang menjadi kriteria hunian pada area waterfront, apa fungsi
hunian yang beridentitas dan sesuai pada area waterfront di Pasar Lama, dan bagaimana penerapan
konsep fungsi hunian yang beridentitas pada area waterfront di Pasar Lama Tangerang.Penelitian
ini mengumpulkan data dari beberapa studi literatur, observasi lapangan dan wawancara. Studi
literatur membahas mengenai fungsi hunian, area waterfront dan identitas Pasar Lama.Observasi
lapangan dilakukan untuk menguji teori dan menganalisis fungsi hunian, aksesibilitas bangunan,
fasilitas penunjang hunian area waterfront dan identitas Pasar Lama. Hasil penelitian ini adalah
ditemukannya fungsi-fungsi hunian yang sesuai dengan parameter perancangan hunian pada area
waterfront dan identitas Pasar Lama Tangerang. Penelitian ini bertujuan untuk menjadikan
kawasan Pasar Lama sebagai area perumahan yang beridentitas, wisata, komersil dengan
pengembangan fungsi campuran pada area waterfront di sekitar tepi sungai Cisadane, serta
membenahi struktur zonasi dan hubungan area perumahan dengan perdagangan.
Kata kunci: fungsi hunian, waterfront, identitas lokal.
Abstract
Title: The Development of Residential District based on Local Identity on Waterfront Area at
Pasar Lama Tangerang
The waterfront edges along Cisadane river considered as one of the environmental assets in the
area of Pasar Lama (Old Town Market) in the city of Tangerang. However, such valuable asset is
neglected due to current urban planning issues specifically on the placement of residential district
and land-use planning within Pasar Lama adjacent context. This might caused disintegration
between the residential and the commercial areas as the objective of a city to create a sense of
place– it’s also diminished the identity of Pasar Lama (Old Town Market) as a Chinatown on the
banks of the Cisadane River. This research study aim to raise several questions, namely: what are
the criteria for a proper residential neighborhood in the context of the waterfront area, what is the
function of residential district that has its own particular identity and how does it suitable for the
particular context of waterfront area in Pasar Lama (Old Town Market), and how does the
concept of identity could be applied on the waterfront area, in the Tangerang’s Pasar Lama (Old
Town Market). This research study based on data collected from literature studies, field
observations and on-site interview. The literature study discuss the functions of identity for a
residential district, waterfront area and Pasar Lama (Old Town Market). Field observation
studies were carried out to examine the theory and analyze the function of residential
neighborhood, building accessibility, supporting facilities for residential areas, and Pasar Lama
(Old Town Market) identity. The results of this study are finding the residential functions in which
ATRIUM, Vol. 4, No. 2, November 2018, 101-116
102
aligned with the parameters on residential design in the waterfront area and the local identity of
the Tangerang Pasar Lama (Old Town Market). It aims to make the Pasar Lama (Old Town
Market) areas to create and establish the local identity reflecting tourism, commercial and
residential neighborhood, in addition to the mixed-use development on the waterfront area around
the banks of the Cisadane river. Lastly, this research study also attempt to re-configure the land-
use planning as well as strategize on how to locate the residential district that supports the
relationship to its adjacent commercial areas.
Keywords: dwelling functions, waterfront, local identity.
Pendahuluan
Perancangan hunian dan perletakan
fungsi ruang yang tidak tertata dengan
baik terutama pada area waterfront
menyebabkan hubungan dan zonasi
area suatu kawasan menjadi tidak
terstruktur dengan baik. Perkembangan
suatu kawasan yang kurang
memperhatikan karaktersitik kawasan
menyebabkan pudarnya identitas lokal
kawasan tersebut. Permasalahan ini
tidak lepas dari perancangan beberapa
bagian kota di Indonesia terutama
adanya fenomena pertumbuhan
pemukiman atau hunian yang tidak
teratur, termasuk pada area tepian
sungai Pasar Lama Tangerang.
Pertumbuhan pemukiman warga yang
berkembang dan menghuni di tepi
sungai secara organik dan hunian yang
tidak lagi berfungsi secara tunggal
sebagai tempat tinggal namun bisa
berfungsi dalam berbagai hal
menyebabkan sulitnya pelaksanaan
perancangan kota yang baik dan tepat.
Dalam penelitian ini akan dilakukan
riset yang menghasilkan rancangan
fungsi hunian yang sesuai dengan
pengembangan hunian pada area
waterfront dengan memperhatikan
identitas kawasannya. Diharapkan
penelitian ini menjadi solusi dalam
membenahi struktur hubungan dan
zonasi pada area waterfront dan
meningkatkan citra kawasan yang
memperhatikan identitasnya.
Pada penelitian ini kawasan area
waterfront Pasar Lama Tangerang
menjadi lokasi obyek penelitian yakni
perumahan yang berada di tepian
Sungai Cisadane. Keberadaan Sungai
Cisadane sudah melekat dalam
perkembangan kawasan Pasar Lama
Tangerang seperti kegiatan budaya,
perdagangan, dan keagamaan
masyarakat Tionghoa yang sudah ada
sejak 600 tahun yang lalu. Walapun
Sungai Cisadane dengan kegiatan,
keadaan fisik dan maknanya
merupakan salah satu identitas dari
Pasar Lama Tangerang, namun dalam
perkembangan perancangan kota
terutama hunian dan perletakan fungsi
ruang belum ada tindakan konkrit
pemerintah dalam mengolah potensi
Sungai Cisadane sebagai daya tarik
kawasan. Permasalahan Pasar Lama
Tangerang akan pengembangan fungsi
hunian yang beridentitas pada area
waterfront menjadi dasar untuk obyek
penelitian ini. Fokus penelitian ini
adalah pada fungsi berhuni
berdasarkan identitas pada waterfront
area di Pasar Lama Tangerang.
Hasil yang diharapkan dari penelitian
ini adalah ditemukannya fungsi hunian
yang ber-identitas dan sesuai kriteria
penataan hunian pada area waterfront. Penelitian ini bertujuan untuk
menjadikan kawasan Pasar Lama
sebagai area hunian, komersil, dan
wisata dengan pengembangan fungsi-
fungsi hunian yang beridentitas pada
Xavier, Pengembangan Fungsi Hunian Berdasarkan Identitas Lokal
103
area waterfront sekitar tepi Sungai
Cisadane dengan membenahi struktur
zonasi dan hubungan area perumahan
dan perdagangan di Pasar Lama
Tangerang.
Kajian Teori
Pada kajian teori akan dibahas
mengenai teori yang mendukung
pengembangan fungsi hunian
berdasarkan identitas lokal pada area
waterfront di Pasar Lama Tangerang.
Pembahasan kriteria fungsi hunian
yang beridentitas pada area waterfront
adalah berdasarkan kajian fungsi-
fungsi hunian yang sesuai pada area
waterfront dan kajian tentang identitas
kawasan pada area waterfront.
Berdasarkan hasil kajian teori
(Carmona, Matthew, Tim Heath, Taner
Oc, and Steve Tiesdell (2003);
Dwitama, Daryl (2017); Khaliesh,
Hamdil (2014); Ligo, Larry L. (1984);
Lynch, Kevin (1960)), disimpulkan
kriteria fungsi hunian berdasarkan
identitas lokal pada area waterfront
adalah citra dan makna (pengalaman
ruang), bangunan (kepadatan
bangunan, penataan bangunan,
orientasi bangunan, fasad bangunan,
kenyamanan, penataan dan organisasi
ruang dan abstraksi bentuk
berdasarkan konteks), uses and activity
(jenis fungsi, keberagaman aktivitas,
aktivitas hidup dan dinamis, dan zonasi
dan hubungan antar ruang),
aksesibilitas dan lingkage
(pengembangan akses, pola jalan dan
pembagian akses), sosial budaya
(fasilitas penunjang) dan letak
geografis dan lanskap (kualitas lanskap, sempadan bangunan,
kenyamanan dan kondisi tapak).
Tabel 1. Kesimpulan kriteria penelitian
berdasarkan kajian teori
Kesimpulan Kriteria Penilaian
Citra dan makna
Pengalaman ruang
Aksesibilitas dan linkage
Pengembangan akses
Pola jalan
Pembagian akses
Fungsi/ uses and activity
Jenis fungsi
Keberagaman aktivitas
Aktivitas hidup dan dinamis
Zonasi dan hubungan antar ruang
Sosial budaya
Fasilitas penunjang
Letak geografis dan lanskap
Kualitas lanskap
Sempadan bangunan
Kondisi tapak
Kenyamanan
Bangunan
Kepadatan bangunan
Penataan bangunan
Orientasi bangunan
Fasad bangunan
Kenyamanan
Penataan ruang
Abstraksi bentuk (konteks)
Sumber: Hasil analisis, 2019
Metode dan konteks kawasan
studi
Metode penelitian dalam analisis site
berupa observasi site, wawancara dan
penyebaran angket. Analisis site
merupakan pembahasan masalah yang
ada pada site berdasarkan kesimpulan
kriteria penelitian dalam kajian teori.
Observasi site, wawancara dan
penyebaran angket bertujuan untuk
mendapatkan data yang valid
mengenai permasalahan secara fisik
maupun persepsi penghuni yang
tinggal pada site. Hasil dari metode
penelitian akan menghasilkan
ATRIUM, Vol. 4, No. 2, November 2018, 101-116
104
kesimpulan dan solusi desain yang
ditawarkan untuk merealisasikan
penelitian dalam perancangan
arsitektur.
Gambar 1. Noly map Pasar Lama
Tangerang
Sumber: Hasil analisis, 2019
Gambar 2. Diagram zoning kawasan Pasar
Lama
Sumber: Hasil analisis, 2019
Berdasarkan hasil analisis site yang
didasarkan pada observasi site,
wawancara dan penyebaran kuisioner,
kriteria fungsi hunian yang beridentitas
pada area waterfront antra lain: citra
dan makna, uses and activity,
aksesibilitas dan lingkage, sosial
budaya, dan letak geografis dan
lanskap, dan bangunan. Berikut
pemaparan solusi desain dalam tabel 2
yang akan diterapkan dalam
perancangan penelitian.
Tabel 2. Solusi desain berdasarkan analisis site
Kesimpulan Kriteria
Penelitian: Fungsi
Hunian berdasarkan
Identitas Lokal pada
Area Waterfront
Solusi Desain
Cit
ra d
an
Mak
na Pengalaman
Ruang
Menjadikan kawasan dalam site sebagai suntikan akupuntur
kota berupa pengembangan fungsi hunian yang juga
memperhatikan bangunan tepi air dan kawasan pecinan.
Ak
sesi
bil
itas
dan
Lin
kage
Pengembangan
Akses
Akses mobil hanya ada dari Jl. Kalipasir Indah menuju lahan
parkir yang ada di bagian selatan site. Sehingga area dalam site
diperuntukan hanya untuk pedestrian dan jalur pedestrian
minimal memiliki tiga akses.
Jalur pedestrian pada Jl. Cilangkap di dalam site diperbesar
menjadi 6 meter untuk menyesuaikan zonasi fungsi untuk
komersil.
Penambahan akses privat bagi penghuni untuk masuk ke
kawasan perumahan.
Penambahan akses menuju badan air berupa jalur pedestrian/
tangga/ ramp maupun jembatan.
Pembagian
Akses
Xavier, Pengembangan Fungsi Hunian Berdasarkan Identitas Lokal
105
Pola Jalan Menetapkan pola jalan semi latice baik pada zona publik pada
Jl. Cilangkap (fungsi komersil dan sosial) maupun zona privat
di dalam kawasan hunian (fungsi berhuni). U
ses
an
d A
ctiv
ity
Jenis Fungsi Mempertahankan dan mengembangkan jenis fungsi di dalam
site yaitu berhuni, komersil dan sosial sesuai dengan jumlah
penduduk dan persentase jenis fungsi pada site. Keberagaman
Aktivitas
Aktivitas Hidup
dan Dinamis
Meningkatkan intensitas aktivitas seperti streetfood dan
pertokoan dari pagi hingga malam dan mengembangkan
keberagaman aktivitas seperti penambahan fungsi berhuni
dalam komersil seperti hotel, fungsi komersil streetfood, toko
dan restoran, dan fungsi sosial terdapat Museum Roemboer.
Zonasi dan
Hubungan antar
Ruang
Membagi letak kawasan berdasarkan jenis fungsi (berhuni,
komersil dan sosial) dan public-private jenis fungsinya
dibandingkan dengan zonasi fungsi yang ada pada sekitar site.
Jenis fungsi berhuni (rumah) maka akan diletakan lebih privat.
Jenis fungsi komersil (hotel, fungsi komersil streetfood, toko
dan restoran) dan sosial (Museum Roemboer) ditempatkan di
area publik.
Hubungan antar ruang tercipta kawasan dibagi berdasarkan
jenis fungsi dan public-private adalah agar fungsi-fungsi yang
beragam saling menunjang namun tetap menjaga privasi
penghuni dalam site.
Sosi
al
Bu
daya
Fasilitas
Penunjang
Fasilitas transportasi berupa halte angkutan umum diletakan
dekat dengan perimeter Jl. Kalipasir Indah dekat dengan
entrance jalur pedestrian agar lebih mudah dicapai dengan
berjalan kaki.
Fasilitas penunjang yang akan ditambah didalam site berupa
wc umum ditempatkan dengan area komersil dan sosial dalam
site. Terdapat taman pada kawasan tepian air sebagai area
publik untuk pengunjung. Tempat-tempat duduk akan
ditempatkan di area komersil dan sosial.
Let
ak
Geo
gra
fis
da
n L
an
skap
Kenyaman
an
Menempatkan area peneduh (bangunan 2-3 lantai dengan
koridor peneduh dan pohon besar) disepanjang jalur pedestrian
luar bangunan.
Kualitas
Lanksap Menempatkan courtyard pada area kawasan bangunan
terutama pada bagian dalam bangunan dan area transisi antar
bangunan/ tempat. Sempadan
Bangunan
Membatasi area dibangun dalam site maksimal 20 meter dari
jarak antara bangunan tepi air sampai titik tertinggi pasang air.
Kondisi Tapak
Perletakan antar pohon dibuat renggang sebesar 10 meter.
Perletakan vegetasi/ pohon didalam site lebih merata terutama
pada area komersil dan sosial di Jl. Cilangkap dan di dalam
halaman dan RTH pada area hunian.
Penambahan lanskap dan area pengerasaan pada area dekat
badan air sepanjang 5 meter.
Penyesuaian bentuk atap yang lebih lebar antara 20 cm-100 cm
(tritisan) untuk mengatasi panas dan tampias air hujan. B a n g u n a n
Kepadatan
Bangunan
Mengatur kepadatan bangunan maksimal 25% pada tepian air.
ATRIUM, Vol. 4, No. 2, November 2018, 101-116
106
Penataan
Bangunan
Tinggi bangunan antara 6-10 meter (dua sampai tiga lantai).
Atap bangunan menggunakan renzi roof.
Bentuk bangunan bersifat single (alternatif bentuk L, linear dan
memusat).
Struktur bangunan terlihat dari eksterior bangunan.
Orientasi
Bangunan
Bangunan yang berada di kawasan tepian air harus menghadap
Sungai Cisadane.
Fasad
Bangunan
Menggunakan warna alami dan material alami pada bangunan
seperti cat warna putih (netral), material alami seperti batu
alam dan kayu.
Memperbanyak bukaan pada fasad bangunan.
Kenyamanan Strategi penghawaan ruang dalam bangunan menggunakan
void dan penghawaan vertikal untuk mengeluarkan udara
panas.
Memperbanyak bukaan pada eksterior bangunan untuk
memperbanyak intensitas cahaya matahari masuk ke dalam
ruang dalam bangunan (minimal: atap dan fasad).
Penataan dan
Organiasi
Ruang
Menempatkan ruang berdasarkan aksis bangunan. Fungsi ruang
dalam dikelompokan berdasarkan modul-modul ruang dan
perletakan modul-modul ruang berdasarkan hirarki ruang yaitu
public-private.
Ruangan yang dekat pintu masuk adalah ruang yang lebih
publik dan semakin dalam ruangannya maka semakin privat.
Abstrasi Bentuk
(Konteks)
Menjadikan Sungai Cisadane sebagai konteks dalam abstraksi
bentuk.
Abstrak bentuk dari Sungai Cisadane adalah lengkung dan arc.
Penggunaan lengkung dan arc akan diterapkan pada elemen
bangunan seperti atap dan badan bangunan.
Sumber: Hasil analisis, 2019
Pembahasan
Pembahasan mengenai konsep desain
yang didasari dari hasil analisis site
akan dibagi menjadi dua bagian, yaitu
konsep desain makro dan konsep
desain mikro. Konsep desain makro
membahas mengenai konsep hubungan
dan dampak yang diharapkan dalam
perancangan site dengan konteks/
kawasan di sekitarnya. Pembahasan
konsep makro meliputi: citra dan makna kawasan, zonasi dan hubungan
antar ruang. Sementara konsep desain
mikro akan membahas mengenai
konsep-konsep desain yang
mendukung keterbangunan dan
perencanaan dalam perancangan,
meliputi: aksesibilitas, fungsi/ uses and
activity, lanskap dan fasilitas
penunjang, dan bangunan. Konsep-
konsep desain makro dan mikro yang
ada akan dievaluasi secara menyeluruh
dan hasil dari evaluasi tersebut akan
menjadi dasar dalam perancangan.
Konsep Desain Makro: Citra dan
Makna
Dalam kesimpulan solusi desain
mengenai citra dan makna,
meningkatkan citra kawasan yaitu
mempertahankan dan mengembangkan
citra site yang merupakan kawasan tepi
air (Sungai Cisadane) dan kawasan
Xavier, Pengembangan Fungsi Hunian Berdasarkan Identitas Lokal
107
Pecinan dengan menjadikan kawasan
dalam site sebagai suntikan akupuntur
kota berupa pengembangan fungsi
hunian yang juga memperhatikan
bangunan tepi air dan kawasan
pecinan.
Selain citra, kawasan juga harus
meningkatkan makna bagi penghuni
dalam site dan sekitarnya. Makna yang
perlu dipertahankan adalah
pengalaman dan aktivitas keseharian
penghuni. Pengalaman tersebut berupa
bentuk ruang dan bangunan yang ada,
terutama bangunan bertemakan
Arsitektur Cina yang dikembangkan,
aktivitas dan kegiatan yang ada serta
keadaan fisik site (seperti akses,
fasilitas, dan pembangunan yang
memperhatikan kondisi tapak yaitu
lanskap, vegetasi dan area hijau,
pembangunan kawasan tepi air dan
iklim pada tapak). Dari pembahasan
ini, konsep desain didasarkan pada
rancangan yang mengembangkan site
berdasarkan pengembangan fungsi
hunian yang memperhatikan
pengembangan bangunan tepi air dan
pengembangan kawasan Pecinan
sebagai identitas lokal kawasan.
Konsep Desain Makro: Zonasi dan
Hubungan antar Ruang
Solusi desain zonasi dan hubungan
antar ruang adalah membagi letak
kawasan berdasarkan jenis fungsi
(berhuni, komersil dan sosial) dan
public-private bangunan. Berdasarkan
solusi desain di atas, terdapat konsep
desain zonasi dan hubungan antar
ruang, yaitu:
Gambar 3. Noly map alternatif konsep
desain zonasi dan hubungan antar ruang
Sumber: Hasil analisis, 2019
Perletakan zonasi fungsi yang bersifat
publik berada di muka site hingga
bagian dalam site dan zonasi fungsi
yang bersifat privat berada di bagian
dalam site. Konsep desain di atas
adalah ingin menghidupkan aktivitas di
bagian luar hingga dalam site sehingga
lebih mengundang pengunjung/ orang
untuk singgah. Pada bagian muka site
diletakan aktivitas publik yang bersifat
komersil untuk menarik pengunjung
masuk hingga pada site yang terdalam.
Jika dilihat berdasarkan zonasi fungsi
kawasan di sekitar site, kawasan site
dari arah timur merupakan bagian
belakang bangunan dari area komersil
yaitu ruko-ruko komersil yang
menghadap Jl. Kisamaun. Maka, pada
bagian belakang adalah area hunian
dan area yang lebih privat bagi pemilik
rumah. Dari arah utara hingga barat,
zonasi fungsi kawasan sekitar site
merupakan hunian/ rumah tinggal
bersifat privat. Perletakan zonasi
fungsi privat yang tepat pada site
adalah pada bagian timur, utara dan
barat site sementara zonasi fungsi
publik seperti komersil/ sosial berada
dibagian selatan.
ATRIUM, Vol. 4, No. 2, November 2018, 101-116
108
Konsep Desain Mikro: Aksesibilitas
Pada konsep desain mikro, perletakan
akses mobil hanya pada bagian selatan
site yang berada pada Jl. Kalipasir
Indah. Mobil tidak bisa memasuki area
di dalam site. Kedua alternatif sama-
sama memperbesar perletakan parkir
kendaraan bermotor di bagian selatan
site dan jalan pedestrian sebesar 6
meter pada Jl. Cilangkap. Pada konsep
desain perletakan akses juga memiliki
akses privat pada area hunian, akses
menuju badan air dan bersifat semi-
lattice dalam mengkoneksi antar
bangunan.
Gambar 4. Diagam potongan site
Sumber: Hasil analisis, 2019
Gambar 5. Noly map konsep desain
aksesibilitas
Sumber: Hasil analisis, 2019
Pada konsep desain ini, terdapat 2
akses masuk utama, 2 akses masuk
sekunder dan 2 akses service bagi area
komersil. Banyaknya akses masuk
kedalam site akan meningkatkan
kemudahan pencapaian ke dalam site
oleh pejalan kaki dan akses service
yang diperlukan untuk bangunan
komersil yang bersifat publik.
Konsep Desain Mikro: Fungsi/ uses
and Activity
Konsep desain mikro mengenai fungsi/
uses and activity didasari oleh solusi
desain berupa penetapan dan
pengembangan jenis fungsi bangunan/
programming yang ada pada site dan
peningkatan intesitas aktivitas site
terutama kegiatan komersil agar
aktivitas dalam site menjadi hidup dan
beragam.
Berdasarkan solusi desain ini, jenis
fungsi pada site didominasi dengan
fungsi hunian yang menampung sekitar
132 jiwa, dengan 44 bangunan yang
berpadu antara fungsi hunian dan
hunian-komersil (ruko toko dan
restoran), fungsi sosial berupa Museum
Roemboer yang dipertahankan dan
dikembangan serta pengembangan
fungsi hunian pada site berupa fungsi
berhuni yaitu hostel. Persentase fungsi
hunian harus lebih besar dibandingkan
dengan fungsi bangunan yang lain
sehingga dalam perancangan mengenai
fungsi/ uses and activity, penyebaran
fungsi hunian pada bangunan menjadi
lebih merata dalam site. Berikut
merupakan programming dalam site,
yaitu:
1. Fungsi hunian berupa rumah
tinggal (22 unit) yang memiliki
fungsi tunggal yaitu berhuni.
Dalam rumah terdiri dari 3
penghuni dengan luas lahan 110
m2
dan luas bangunan 120 m2
setinggi 2 lantai.
2. Fungsi komersil berupa rumah
toko (restoran) (9 unit) yang
memiliki fungsi berhuni dan
komersil. Dalam rumah terdiri dari
3 penghuni dengan luas lahan 100
m2
dan luas bangunan 200 m2
setinggi 2 lantai.
Xavier, Pengembangan Fungsi Hunian Berdasarkan Identitas Lokal
109
3. Fungsi komersil berupa rumah
toko (toko) (6 unit) yang memiliki
fungsi berhuni dan komersil.
Dalam rumah terdiri dari 3
penghuni dengan luas lahan 120
m2
dan luas bangunan 200 m2
setinggi 2 lantai.
4. Fungsi komersil berupa hostel
merupakan salah satu
pengembangan fungsi berhuni dan
komersil pada site. Hostel (1 unit)
dengan luas lahan 600 m2 dan luas
bangunan 900 m2 setinggi 3 lantai.
5. Fungsi sosial berupa Museum
Roemboer (1 unit) dengan luas
lahan 200 m2
dan luas bangunan
360 m2 setinggi 3 lantai.
Berdasarkan solusi desain mengenai
aktivitas yang hidup, jenis fungsi yang
bersifat publik seperti hostel, ruko dan
museum memiliki jam buka dari pagi
hingga malam. Diharapkan aktivitas di
dalam site menjadi lebih intens pada
area publik dibanding dengan keadaan
site saat ini yang kurang intensitas
aktivitasnya. Berikut konsep desain
perletakan program dalam site
bedasarkan konsep desain mengenai
program pada site, yaitu:
Gambar 6. Noly map konsep desain
program pada site
Sumber: Hasil analisis, 2019
Pada konsep desain program pada site,
perletakan fungsi komersil berupa ruko
dan Museum Roemboer dan hostel
berada di bagian selatan site
menghadap Sungai Cisadane.
Sementara ruko komersil berada
dibagian tengah site pada Jl.
Cilangkap. Pada bagian timur, utara
dan barat site dipenuhi oleh rumah
sebagai fungsi hunian. Konsep desain
juga memperhatikan kemerataan
orientasi bangunan yang merata pada
setiap fungsi. Seperti pada fungsi
komersil berupa ruko, Museum
Roemboer dan hostel berada di bagian
selatan site menghadap Sungai
Cisadane lebih memungkinkan
memiliki orientasi menghadap tepi air.
Konsep Desain Mikro: Fasilitas
Penunjang
Konsep desain mikro mengenai
fasilitas penunjang yang didasari oleh
beberapa solusi desain, yaitu:
pengadaan fasilitas transportasi berupa
halte angkutan umum diletakan dekat
dengan perimeter Jl. Kalipasir Indah
dekat dengan entrance jalur pedestrian
agar lebih mudah dicapai dengan
berjalan kaki dan penambahan fasilitas
penunjang di dalam site berupa wc
umum yang ditempatkan pada area
komersil dan sosial dalam site.
Terdapat taman pada kawasan tepian
air sebagai area publik untuk
pengunjung. Pembahasan taman akan
lebih detail dibahas pada pembahasan
lanskap. Tempat-tempat duduk akan
ditempatkan di area komersil dan
sosial. Berdasarkan pemaparan solusi
desain di atas, berikut adalah konsep
desain mengenai fasilitas penunjang
dan fasilitas transportasi, yaitu:
pada alternatif ini, penyebaran
perletakan tempat duduk lebih merata
baik pada area-area komersil dan area
taman pada tepi sungai dan taman
dalam site. Konsep desain pada setiap
ATRIUM, Vol. 4, No. 2, November 2018, 101-116
110
bangunan komersil di dalam site
memiliki wc yang dapat digunakan
secara umum. Taman pada kawasan
merupakan fasilitas rekreasi bagi
pengunjung termasuk pada tepian air.
Gambar 7. Noly map konsep desain fasilitas
penunjang pada site
Sumber: Hasil analisis, 2019
Konsep Desain Mikro: Lanskap
Konsep desian lanksap mengenai
penempatan courtyard dalam
bangunan akan dibahas lebih dalam
pada pembahasan konsep bangunan.
Setiap bangunan yang ada di dalam
site harus memiliki courtyard sebagai
salah satu kriteria dalam bangunan
Arsitektur Cina. Sehingga, hanya
ukuran courtyard saja yang
disesuaikan pada perletakan dalam
bangunan terutama disesuaikan dengan
KDH pada jenis fungsi bangunan
tersebut. Sementara courtyard pada
bagian luar bangunan yang berupa area
RTH/ bukan area pengerasan
ditempatkan sebagai ruang transisi
antar bangunan/ tempat. Berikut
konsep desain mengenai courtyard
bagian luar bangunan dan lanksap tepi
air, yaitu:
Gambar 8. Noly map konsep desain lanskap
Sumber: Hasil analisis, 2019
Konsep desain lanskap, courtyard dan
RTH yang ada pada sisi bangunan
digunakan untuk memberi penguat
orientasi dari jalur pedestrian, ruang
transisi menuju suatu tempat dan
menjadi batas antara bangunan dengan
jalan. Pada bagian taman terdapat
penggunaan elemen air sebagai
penyatu softscape dengan bangunan
sekitarnya. Selain itu, terdapat
beberapa titik area hijau yang berupa
taman untuk dijadikan ruang duduk.
Dalam pengembangan lanksap tepi air
terdapat area perkerasan sejauh 5 meter
yang memiliki beberapa ruang duduk
dan vegetasi. Selain itu, akses menuju
tempat tersebut dapat menggunakan
ramp, jembatan maupun tangga. Area
courtyard dan RTH merupakan ruang
transisi antar bangunan/ tempat dan
Xavier, Pengembangan Fungsi Hunian Berdasarkan Identitas Lokal
111
terdapat area perkerasan di sepanjang
tepi air pada site yang dapat dicapai
hanya menggunakan tangga.
Konsep desain mengenai area peneduh
pada bagian luar bangunan bertujuan
untuk menjaga kenyamanan suhu
thermal dengan cara mendapatkan
shading maupun terhindar dari air
hujan. Bentuk dari konsep desain di
atas dapat dibagi menjadi area peneduh
alami berupa pohon dan man-made,
yaitu koridor peneduh dan atap
bangunan. Pada konsep desain di atas,
vegetasi diletakkan secara konsisten
pada courtyard tiap bangunan dan pada
area RTH, serta tidak membangun
bangunan pada sempadan bangunan
dalam jarak 20 meter dari badan air.
Vegetasi diletakkan berjarak kurang
lebih 10 meter agar tidak menghalangi
view. Selain itu, pada site digunakan
dinding pada perimeter batas kavling
pada tepi bangunan dengan jalan yang
berfungsi sebagai pembatas antar zona
hunian dan zona komersil. Dinding
tersebut diberi atap dengan lebar
sekitar 100 cm. Bentuk dinding dan
atap dinding tersebut memiliki
alternatif yang disesuaikan dengan
abstraksi dalam perancangan.
Konsep Desain Mikro: Bangunan
Konsep desain mikro mengenai
bangunan didasari oleh solusi desain
yang dibahas pada analisis site.Tinggi
dan bentuk bangunan pada site setinggi
2-3 lantai (antara 6 -10 meter) dan
bentuk bangunan pada site berupa
linear, L ataupun persegi/ memusat
yang merupakan single building.
Penetapan tinggi dan bentuk bangunan
disesuaikan dengan fungsi bangunan
pada keadaan bangunan eksisting
(ruko, museum dan rumah) maupun
perancangan bangunan baru seperti
hostel.
Berdasarkan analisis site dan solusi
desain yang sebelumnya telah dibahas
pada bagian analisis site, konsep
desain pada bangunan akan kepadatan
bangunan pada kawasan tepi air
maksimal 25%, tujuannya adalah agar
kawasan tepi air tetap memberikan
ruang untuk melihat view badan air.
Hal ini sebelumnya, pada bagian
konsep desain mengenai bentuk
bangunan, telah ditetapkan
berdasarkan fungsi bangunan. Maka,
pembangunan pada area tepian air pada
site harus memperhatikan kepadatan
bangunan dan bentuk bangunan.
Terdapat dua alternatif mengenai
konsep desain mengenai perletakan
bangunan, yaitu:
Gambar 9. Noly map konsep desain
bangunan: perletakan bangunan
Sumber: Hasil analisis, 2019
Dari perletakan bangunan pada konsep
desain diatas terlihat penempatan
bangunan sesuai dengan area/zonasi
fungsinya masing masing. Area privat
yang berupa hunian dilingkupi oleh
dinding yang berfungsi sebagai
pembatas antara area publik dan privat
sehingga zonasi antar ruang publik dan
privat lebih jelas. Kepadatan bangunan
pada tepian air pada kedua alternatif
sudah dibawah 25% karena pada
bangunan tepi air, beberapa bangunan
ATRIUM, Vol. 4, No. 2, November 2018, 101-116
112
memberikan jarak antar bangunan
sebelahnya sehingga masih dapat
melihat view kepada badan air dari
dalam site. Kedua alternatif
memberikan setback sebesar 3 meter
dari tepi Jl. Kalipasir Indah sehingga
dapat digunakan untuk memudahkan
ketercapaian pejalan kaki menuju site.
Massa bangunan hostel dan museum
dipisahkan oleh lanksap sehingga
selain tidak massive juga dapat
memberikan view untuk bangian hostel
di bagaian tengah site dan memberikan
jalur akses khusus untuk pengunjung
yang ingin ke hostel/museum.
Solusi desain dalam keterbukaan
struktur pada eksterior bangunan dan
warna, juga material alami pada fasad
dibuat berdasarkan karakteristik
bangunan Arsitektur Cina, yaitu
memperlihatkan struktur utama
bangunan yang dibahas di atas.
Gambar 10. Konsep desain fasad bangunan
Sumber: Hasil analisis, 2019
Pada konsep desain fasad ini, fasad
pada bangunan mengekspos
pembalokan dari kayu dan
mengunakan cat warna putih sebagai
warna natural/alami dan material batu
alam sebagai fasad dinding. Kemudian
di bagian dalam, kolom kayu
digunakan pada koridor dalam
bangunan dan mengekspos
pembalokan kayu dalam bangunan.
Pada struktur bangunan, kolom dalam
bangunan digantikan dengan bearing
wall dengan material precast concrete
dan material dindingnya berupa batu
bata.
Gambar 11. Konsep desain bukaan
eksterior bangunan
Sumber: Hasil analisis, 2019
Solusi desain mengenai kenyamanan
ruang dalam bangunan, yaitu strategi
penghawaan ruang dalam bangunan
menggunakan void dan penghawaan
vertikal untuk mengeluarkan udara
panas, memperbanyak bukaan pada
eksterior bangunan untuk
memperbanyak intensitas cahaya
matahari masuk ke dalam ruang dalam
bangunan (minmal: atap dan fasad).
Berdasarkan pembahasan mengenai
void dan penghawaan vertical, maka
terdapat dua alternatif konsep desain
dalam kenyamanan penghawaan dan
pencayaan, yaitu:
Gambar 12. Konsep desain kenyamanan
penghawaan dan pencahayaan dalam
bangunan
Sumber: Hasil analisis, 2019
Konsep desain kenyamanan
penghawaan dan pencahayaan dalam
bangunan memiliki void pada bagian
dalam bangunan, sehingga dapat
mengeluarkan hawa panas dari lantai
dasar menuju lantai atas. Void juga
berfungsi untuk memberikan ruang
Xavier, Pengembangan Fungsi Hunian Berdasarkan Identitas Lokal
113
untuk pencahayaan yang lebih banyak
di lantai dasar. Konsep desain di atas
memiliki bukaan pada atap dan dinding
bangunan sehingga pencahayaan dan
strategi penghawaan lebih banyak. Hal
tersebut bertujuan agar cahaya yang
didapatkan pada ruang dalam dapat
lebih banyak dan terdapat strategi
penghawaan cross ventilation yang
memungkinkan udara keluar lebih
cepat dari sisi-sisi bangunan.
Pada perletakan ruang dalam bangunan
berdasarkan solusi desain, penempatan
ruang harus memperhatikan aksis
bangunan. Fungsi ruang dalam
dikelompokan berdasarkan modul-
modul ruang dan perletakan modul-
modul ruang berdasarkan hierarki
ruang, yaitu public-private. Ruangan
yang dekat pintu masuk adalah ruang
yang lebih publik dan semakin dalam
ruangannya maka semakin privat.
Pembahasan akan dibagi sesuai dengan
konsep desain fungsi dan bentuk
bangunan yang ada pada perancangan,
yaitu: hunian, rumah toko, hostel dan
Museum Roemboer.
1. Pada hunian yang memiliki 2
lantai bangunan dan berbentuk L
untuk 3 penghuni.
Gambar 13. Konsep desain program ruang
hunian
Sumber: Hasil analisis, 2019
2. Rumah toko (restoran) memiliki
2-3 lantai bangunan dengan 3
penghuni dan memiliki alternatif
bentuk linear dan persegi/
memusat.
Gambar 14. Konsep desain program ruang
rumah toko (restoran)
Sumber: Hasil analisis, 2019
3. Rumah toko (toko) memiliki 2-3
lantai bangunan dengan 3
penghuni dan memiliki alternatif
bentuk linear dan
persegi/memusat.
Gambar 15. Konsep desain program ruang
rumah toko (toko)
Sumber: Hasil analisis, 2019
4. Hostel dan Museum Roemboer
memiliki 3 lantai bangunan dan
memiliki bentuk memusat serta
memiliki 3 massa bangunan yang
disesuaikan dengan perbandingan
luas bangunan dengan luas tanah.
Gambar 16. Konsep desain program ruang
hostel dan museum
Sumber: Hasil analisis, 2019
ATRIUM, Vol. 4, No. 2, November 2018, 101-116
114
Konsep desain mengenai abstraksi
bentuk terhadap konteks Sungai
Cisadane adalah bentuk lengkung dan
arc. Sehingga, penggunaan lengkung
dan arc akan diterapkan pada elemen
bangunan seperti pada atap dan badan
bangunan. Terdapat dua alternatif
konsep desain mengenai abstraksi
bentuk terutama pada bagian atap
bangunan yang diadaptasi dari atap
renzi roof, yaitu:
Gambar 17. Konsep desain abstraksi
bentuk 1
Sumber: Hasil analisis, 2019
Gambar 18. Konsep desain abstraksi
bentuk 2
Sumber: Hasil analisis, 2019
Kedua alternatif konsep abstraksi
bentuk atap dan badan bangunan akan
diterapkan dalam perancangan
bangunan hunian, rumah toko, hostel
dan museum. Pembahasan selanjutnya
mengenai konsep desain mikro yaitu
lanskap pada site.
Hasil Penelitian
Hasil Perancangan penelitian didasari
oleh evaluasi konsep desain yang
sudah dibahas pada subbab
pembahasan sebelumnya. Berikut
merupakan hasil perancangan
penelitian.
Gambar 19. Visualisasi suasana site pada
mata burung 1
Sumber: Hasil analisis, 2019
Gambar 20. Visualisasi suasana rumah 1
Sumber: Hasil analisis, 2019
Gambar 21. Visualisasi suasana rumah 2
Sumber: Hasil analisis, 2019
Gambar 22. Diagram perancangan hunian
Sumber: Hasil analisis, 2019
Xavier, Pengembangan Fungsi Hunian Berdasarkan Identitas Lokal
115
Gambar 23. Diagram perancangan ruko
restoran
Sumber: Hasil analisis, 2019
Gambar 24. Diagram perancangan ruko
toko
Sumber: Hasil analisis, 2019
Gambar 25. Diagram perancangan hostel
dan museum
Sumber: Hasil analisis, 2019
Kesimpulan
Dalam merancang suatu kawasan yang
memperhatikan pengembangan fungsi
hunian yang beridentitas pada area
waterfront perlu diketahui fungsi apa
saja yang ada pada hunian. Oleh
karena itu, diperlukan beberapa kajian
teori terlebih dahulu mengenai ragam
fungsi hunian sebelum masuk dalam
proses perancangan bangunan dan
kawasan.
Pembahasan kajian teori mengenai
fungsi hunian, bangunan waterfront
dan kawasan yang beridentitas akan
menjadi dasar bagi penulis untuk
membuat kesimpulan kriteria untuk
penelitian. Dalam kriteria penelitian
perlu diperhatikan citra dan makna
(pengalaman ruang), bangunan
(kepadatan bangunan, penataan
bangunan, orientasi bangunan, fasad
bangunan, kenyamanan, penataan dan
organisasi ruang dan abstraksi bentuk
berdasarkan konteks), uses and activity
(jenis fungsi, keberagaman aktivitas,
aktivitas hidup dan dinamis, dan zonasi
dan hubungan antar ruang),
aksesibilitas dan lingkage
(pengembangan akses, pola jalan dan
pembagian akses), sosial budaya
(fasilitas penunjang) dan letak
geografis dan lanskap (kualitas
lanskap, sempadan bangunan,
kenyamanan dan kondisi tapak). Selain
itu, terdapat studi preseden rancangan
untuk penelitian sebagai contoh
penerapan pengembangan fungsi
hunian yang beridentitas pada area
waterfront.
Setiap perancangan pada penelitian
baik makro dan mikro pada kawasan
akan menjadi salah satu solusi
rancangan untuk mengatasi
permasalahan perancangan hunian dan
perelatakan fungsi ruang yang tidak
tertata pada area waterfront di Pasar
Lama. Perancangan kawasan dalam
penelitian memperhatikan dan
meningkatkan citra dari karakter
kawasan dan identitas lokal setempat
dengan merancang akses kawasan,
ATRIUM, Vol. 4, No. 2, November 2018, 101-116
116
fungsi bangunan, fasilitas penunjang,
lanskap tepi air dan bangunan.
Ucapan Terima Kasih
Penelitian ini merupakan penelitian
internal Tugas Akhir yang didanai oleh
LPPM UPH dengan kontrak
No.114/LPPM-UPH/III/2019.
Daftar Pustaka
Carmona, M., Heath, T., Oc, Taner,
Tiesdell, S. (2003). Public places
urban spaces: The dimensions of
urban design. London:
Architectural Press.
Dwitama, Daryl. (2017). Perancangan
waterfront city pada kawasan
Waduk Sunter Barat. Tangerang:
Universitas Pelita Harapan.
Khaliesh, Hamdil. (2014). Arsitektur
tradisional Tionghoa: Tinjauan
terhadap identitas, karakter
budaya dan eksistensinya. Jurnal
Arsitektur Langkau Betang, Vol.
1, No.1, 86-99.
Ligo, Larry L. (1984). The concept of
function in twentieth-century
architectural criticism. New
York: UMI Research Press.
Liu, Laurence G. (1989). Chinese
architecture. London: Academy
Edition.
Lynch, Kevin. (1960). The image of
the city. London: The MIT Press.