Pengembangan Ekowisata Pulau Karampuang Kab. Mamuju (PWK2013
-
Upload
mirsyad-husain -
Category
Documents
-
view
891 -
download
9
Transcript of Pengembangan Ekowisata Pulau Karampuang Kab. Mamuju (PWK2013
i
PENGEMBANGAN EKOWISATA
PULAU KARAMPUANG KABUPATEN MAMUJU
SKRIPSI
Tugas Akhir – 473D528P
PERIODE III
TAHUN 2012/2013
Sebagai Persyaratan Untuk Ujian
Sarjana Arsitektur
Program Studi Pengembangan Wilayah dan Kota
Oleh :
MIRSYAD HUSAIN
D521 08 251
PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH DAN KOTA
JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
iii
PENGEMBANGAN EKOWISATA PULAU KARAMPUANG
KABUPATEN MAMUJU
Mirsyad Husain1), Baharuddin Koddeng, Wiwik Wahidah Osman
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Pulau-pulau kecil memiliki potensi dari segi keanekaragaman hayati,
keindahan panorama alam dan budaya yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai
kegiatan termasuk pariwisata, namun pulau-pulau kecil memiliki daya dukung
lingkungan yang terbatas sehingga harus mendapatkan perhatian lebih dalam
pengelolaannya. Ekowisata merupakan salah satu konsep wisata yang
meitikberatkan pada aspek pelestarian dan penjagaan lingkungan dan tidak
mengeksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan. Penerapan ekowisata dalam
pengembangan Pulau Karampuang diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Pulau Karampuang dan dapat melestarikan
keanekaragaman hayati pulau meliputi ekosistem darat dan ekosistem pesisir yang
terdiri dari mangrove, padang lamun, dan terumbu karang.
Penentuan konsep ekowisata yang akan diterapkan diawali dengan
mempertimbangkan karakteristik dasar kawasan berupa karakteristik fisik,
ekosistem lingkungan pulau dan sosial budaya masyarakat. Berdasarkan
perhitungan kuisioner tanggapan wisatawan terhadap daya tarik wisata, diketahui
bahwa daya tarik wisata berbasis alam merupakan daya tarik wisata yang paling
diminati sehingga ditetapkan konsep pengembangan kawasan yang diarahkan
pada “Konsep Ekowisata Alam Berbasis Lingkungan (Environtment)” yang
diimplementasikan dalam sebuah konsep dan arahan pengembangan berupa
konsep tata ruang (zonasi), konsep atraksi wisata, konsep bentang alam, konsep
aksesibilitas/sirkulasi dan konsep macam dan jenis fasilitas.
Kata Kunci: Pengembangan, Ekowisata, Atraksi Wisata, Pulau Kecil
1) Mahasiswa Pengembangan Wilayah dan Kota, Jurusan Arsitektur Universitas
Hasanuddin
iv
ECOTOURISM DEVELOPMENT OF KARAMPUANG ISLE MAMUJU
Mirsyad Husain1), Baharuddin Koddeng, Wiwik Wahidah Osman e-mail: [email protected]
ABSTRACT
Isles have potential in terms of biodiversity, natural and cultural beauty of the panorama that can be used for various activities including tourism, but the isles have a limited carrying capacity of the environment that should get more attention in management. Ecotourism is one of concept that focuses on aspects of type preservation and maintenance of the environment and do not exploit natural resources excessively. Application of ecotourism in developing Karampuang Isle is expected to improve the welfare of society and to preserve the Karampuang isle biodiversity include terrestrial ecosystems and coastal ecosystems consisting of mangrove, seagrass beds, and coral reefs.
Determination of the ecotourism concept will be applied beginning with the basic characteristics considering the form of physical characteristics, isle ecosystem and socio-cultural community. Based on a questionnaire responses travelers to tourist attraction, it is known that the nature-based tourist attraction is an attraction that's most desirable established neighborhood development concept aimed at "Ecotourism Concept Based Natural Environment" being implemented in a concept and direction development of the concept of spatial (zoning), the concept of tourist attractions, landscape concept, the concept of accessibility / circulation and range of concepts and types of facilities.
Keywords: Development, Ecotourism, Attraction, Isle
1) Mahasiswa Pengembangan Wilayah dan Kota, Jurusan Arsitektur Universitas
Hasanuddin
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah. Puji dan syukur atas kehadirat ALLAH SWT yang telah
melimpahkan nikmat dan petunjuk-Nya senantiasa berupa kekuatan,
kesehatan, kesabaran, dan ilmu serta kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad SAW yang menjadi idola dan panutan penulis dalam kehidupan
sehari-hari. Tugas Akhir ini dapat diwujudkan sebagai prasyarat akademis
untuk mencapai gelar Sarjana Teknik (ST) pada Program Studi
Pengembangan Wilayah Kota, Jurusan Arsitektur Universitas Hasanuddin.
Tugas Akhir yang berjudul “Pengembangan Ekowisata Pulau
Karampuang Kabupaten Mamuju” dilatarbelakangi oleh degradasi lingkungan
yang terjadi pada pulau Karampuang yang merupakan salah satu daerah
tujuan wisata Kota Mamuju sehingga diperlukan penerapan konsep wisata
yang lebih mengutamakan kelestarian lingkungan mengingat ekosistem
pulau/pesisir yang kompleks dan rentan akan perubahan baik karena
perubahan alam maupun aktivitas manusia. Semoga Tugas Akhir ini dapat
bermanfaat dan memberikan tambahan pengetahuan, serta dapat menjadi
acuan dalam studi selanjutnya, terutama dalam bidang Pengembangan
Wilayah Kota.
Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik sesuai dengan arahan
dan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini saya
menmenyampaikan ucapan terima kasih secara khusus kepada kedua orang
tua, ayahanda H.Muh. Husain Shabir, ibunda Hj. A. Nurliah, AP, S.Sos,
atas segala kasih sayang dan dukungan moril maupun materil selama ini. Ini
adalah persembahan kecil yang pertama dari anakmu. Saudari penulis yang
tercinta Hj. Marwah Husain, SE dan Hj. Nurbaety, ST atas dukungannya
selama pengerjaan tugas akhir ini.
vi
Dengan segala kerendahan hati, penulis juga menyampaikan rasa
terima kasih yang setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Ir. H. Baharuddin Koddeng. MSA dan Ibu Wiwik Wahidah
Osman. ST., MT selaku pembimbing tugas akhir yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan arahan, wawasan pengetahuan dan motivasi
bagi penulis dalam penyempurnaan tugas akhir ini.
2. Bapak Baharuddin Hamzah, ST.,M.Arch.,PhD, Bapak Ir. Louis
Santoso, M.Si, dan Bapak Dr. Eng. Ihsan, ST.,MT selaku penguji yang
telah banyak memberikan kritik, saran dan masukan yang berarti dalam
penyempurnaan tugas akhir ini.
3. Bapak Baharudin Hamzah, ST., M.Arch., PhD selaku Ketua Jurusan Arsitektur
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
4. Bapak Dr. Ir. Arifuddin Akil, MT. selaku Ketua Program Studi Pengembangan
Wilayah Kota Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
5. Ibu Ir. Hj. Suriana Latanrang. MSi ,selaku Kepala Studio Akhir atas
masukan dan kemudahan selama mengikuti masa studio.
6. Bapak Prof. Ir. Bambang Heryanto, M.Sc., PhD selaku penasehat akademik
selama penulis menjalani kuliah di Program Studi Pengembangan Wilayah Kota
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, terima kasih atas
bimbingan dan masukannya selama ini.
7. Seluruh Dosen pengajar di Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin, terkhusus Ibu Ir. Riekje Hehanussa Pangkarego, Ibu Marly
Valenty Patandianan ST., MT dan Bapak Abdul Rachman Rasyid, ST., M.Si
terima kasih atas ilmu yang bermanfaat yang telah diberikan selama penulis
menimba ilmu di bangku perkuliahan.
8. Seluruh Staf Kepegawaian di Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas
Hasanuddin Pak Hafidz, Pak Haerul, Pak John, Pak Sawalli, Pak Robert,
Pak Sahar, Ibu Anty, dan Ibu Tiknok, yang telah banyak membantu dalam
pengurusan kelengkapan administratif.
9. Teman-teman PWK 08: Ippank ST, Umen ST, Nina ST, Atri, Christy ST, Hiro
ST, Adhe ST, Akbar ST, Teddy, Dimas, Serli ST, Itha ST, Firman, Ian ST,
vii
Ray, Hilda ST, Adyla ST, Rina ST, Marga, Iksan, Achim, Iman, Rizqy, Karli
ST, Dana, Djharot, Nining ST, Nanda ST, Iphe ST, Uchy ST, Lina ST, Nada
ST, King ST, Fiha ST, Hasra ST, Kiky ST, terima kasih atas kebersamaan,
dukungan dan seluruh canda tawa yang menghiasi masa-masa perkuliahan.
10. Teman-teman prodi Arsitektur 2008: Ahmad Dipta, Afri Saldy, Sukarno
Hamid, Acank, Ewink, Fajri, Ammank ST, Bangbross, Septo, Furqan,
Akbar, Utha, Toto’, Ai’, Mamat, Emil, Yani, Kingking, Bk2s, Riska, Rina, Tari, Iin, Dildil, Wilda, dan seluruh teman-teman angkatan 2008 yang tidak bisa
disebutkan satu-persatu, terima kasih.
11. Teman-teman seperjuangan Studio Akhir PWK Periode III/tahun 2012/2013,
Kak Alan, Achim, Djharot, Ray, terima kasih atas kebersamaan dan
kekompakannya.
12. Teman-teman Pleton Fast 201 Pertamina 2010: Indra, Fathir, Ceper, Hendra,
Allink, Ryan, Miccing, Om Ferry dan teman-teman lainnya atas kebersamaan
kegilaan, dan pelajaran hidup selama ini.
13. Teman-teman KKN Macorawalie, Kak Syarif, Abot, Iwan, Diptha, Furqan,
Qqoy, Nunu, Aya, Tari, Vida, Amma, Mey, atas waktu berharganya.
14. Kepada mace-mace dan pace di Fakultas Teknik, Mace Sanu, Mace Norma
dan Pak Sawalli, Sandi, Mace Gendut dan Pace Gendut, serta Mace Mala,
atas asupan gizi tanpa mengenal waktu.
15. Keluarga Besar Teknik 09, atas senioritas, loyalitas, dan solidaritas, tidak ada
kata yang lebih baik, terima kasih.
16. Keluarga Besar Teknik 2008, terkhusus untuk Thigor Akhirullah atas
kebersamaan, kegilaan, kekompakan, dan kebahagiaan selama ini.
17. Keluarga Besar OKJA FT-UH, terima kasih untuk semuanya.
18. Dr. Mita Tanumihardja, SpJp dan Dr. Bambang Budiono SpJp atas atas
semangat dan doa dalam kehidupan penulis.
19. The Gorgeos, Rizky Amalia Ramadhani, S.Ked, terima kasih atas kasih
sayang, semangat, perhatian, dan waktu yang berharga dalam kehidupan
penulis.
20. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang turut
mendukung terselesaikannya Tugas Akhir ini.
viii
Semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu
perencanaan wilayah dan kota. Mari terus berkarya untuk hari ini, esok selama-
lamanya. Sedikit bicara banyak bekerja dan tertawa. Semoga apa yang senantiasa
kita lakukan senantiasa mendapat ridho dari-NYA…
Makassar, Maret 2013
Mirsyad Husain
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................... ii
ABSTRAK ........................................................................................... iii
ABSTRACT ......................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................... v
DAFTAR ISI ......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. x
DAFTAR TABEL ................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 4
C. Tujuan ....................................................................................... 4
D. Lingkup Perencanaan ............................................................... 5
E. Sistematika Pembahasan .......................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pariwisata .................................................................................. 7
B. Ekowisata .................................................................................. 11
C. Konsep Pengembangan Ekowisata .......................................... 20
D. Konservasi ................................................................................ 23
E. Objek dan Daya Tarik Wisata .................................................... 26
F. Analisis Strategi SWOT dan Pemetaan Posisi Pariwisata......... 29
G. Abrasi ........................................................................................ 33
H. Peraturan Perundangan ............................................................ 38
I. Studi Banding ............................................................................ 41
J. Kerangka Pikir Perencanaan ..................................................... 45
x
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian ....................................................................... 46
B. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 46
C. Populasi dan Sampel ................................................................ 47
D. Metode Analisis ......................................................................... 48
E. Teknik Analisis .......................................................................... 49
F. Variabel Penelitian .................................................................... 52
G. Kerangka Perencanaan............................................................. 55
H. Diagramatik Alur Studi Perencanaan ........................................ 56
I. Definisi Operasional .................................................................. 57
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PERENCANAAN
A. Gambaran Umum Kota Mamuju ................................................ 58
B. Gambaran Umum Pulau Karampuang ...................................... 67
BAB V ANALISIS
A. Analisis SWOT Kawasan .......................................................... 90
B. Analisis Kompetisi/Persaingan Pariwisata ................................. 97
C. Analisis Potensi dan Masalah ................................................... 98
D. Analisis Keunikan Pulau ............................................................ 104
E. Analisis Fungsi Kawasan .......................................................... 106
F. Analisis Objek dan Daya Tarik Wisata ...................................... 108
G. Analisis Pemilihan Site Ekowisata ............................................. 109
H. Analisis Aksesibilitas dan Sirkulasi ............................................ 113
BAB VI KONSEP DAN ARAHAN PENGEMBANGAN
A. Konsep Pengembangan ............................................................ 116
B. Arahan Pengembangan ............................................................ 127
C. Pengembangan Sub-Kawasan .................................................. 138
D. Konsep Perencanaan 20 Tahun dalam Pengembangan .......... 148
xi
BAB VII PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 150
B. Saran......................................................................................... 153
DAFTAR PUSTAKA
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pengertian Ekowisata ....................................................... 11
Tabel 2.2 Prinsip dan Kriteria Ekowisata .......................................... 16
Tabel 2.3 Model Analisis Faktor Strategi Internal/Eksternal .............. 30
Tabel 3.1 Matriks Analisis SWOT ..................................................... 52
Tabel 3.2 Variabel Penelitian ............................................................ 53
Tabel 4.1 Rata-Rata Curah Hujan Per Tahun di Kabupaten Mamuju 61
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin 62
Tabel 4.3 Perkembangan wisatawan perbulan kota Mamuju
tahun 2009 ....................................................................... 67
Tabel 5.1 Matrik SWOT Pengembangan Ekowisata ......................... 91
Tabel 5.2 Analisis IFAS (Internal Strategic Factors Analysis) .......... 93
Tabel 5.3 Analisis EFAS (External Strategic Factors Analysis) ....... 94
Tabel 5.4 Analisis Kompetisi/Persaingan .......................................... 97
Tabel 5.5 Potensi Kawasan Pengembangan Ekowisata .................. 100
Tabel 5.6 Masalah Kawasan Pengembangan Ekowisata ................. 103
Tabel 5.7 Analisis Keunikan Kawasan Pengembangan .................... 104
Tabel 5.8 Klasifikasi dan Skor Penentuan Fungsi Kawasan ............. 106
Tabel 5.9 Tanggapan Wisatawan Terhadap Objek dan Daya Tarik . 108
Tabel 5.10 Analisis Kesesuaian Wisata Selam ................................... 112
Tabel 5.11 Keterkaitan ruang dalam kawasan pengembangan .......... 112
Tabel 5.12 Analisis Tingkat Aksesibilitas ............................................ 114
Tabel 6.1 Tujuan penetapan tiap fungsi kawasan ............................. 117
Tabel 6.2 Rencana Besaran Ruang Kawasan Pengembangan ........ 118
Tabel 6.3 Unsur ODTW .................................................................... 122
Tabel 6.4 Fungsi Perencanaan Tata Hijau........................................ 132
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Jenis Objek Wisata ........................................................... 12
Gambar 2.2 Unsur-Unsur Utama Pendukung Ekowisata ...................... 19
Gambar 2.3 Model Posisi Perkembangan Ekowisata ........................... 31
Gambar 2.4 Armour stone dan penumpukan pasir ...................................... 37
Gambar 2.5 Ekowisata Pahawang........................................................ 42
Gambar 2.6 Ekowisata Pulau Sangiang ............................................... 44
Gambar 2.7 Kerangka Pikir Perencanaan ............................................ 45
Gambar 3.1 Analisis SWOT .................................................................. 51
Gambar 3.2 Kerangka Perencanaan .................................................... 55
Gambar 3.3 Diagramatik Alur Studi Perencanaan ................................ 56
Gambar 4.1 Peta Administrasi Provinsi Sulawesi Barat ....................... 59
Gambar 4.2 Peta Administrasi Kabupaten Mamuju .............................. 60
Gambar 4.3 Beberapa objek wisata yang ada di Kabupaten Mamuju .. 66
Gambar 4.4 Rumah Adat Mamuju ........................................................ 66
Gambar 4.5 Orientasi Lokasi Penelitian Terhadap Kecamatan Mamuju 68
Gambar 4.6 Peta Pulau Karampuang ................................................... 69
Gambar 4.7 Peta Kemiringan Lereng/ Topografi Pulau Karampuang .. 71
Gambar 4.8 Peta Kontur Pulau Karampuang ....................................... 72
Gambar 4.9 Peta Penggunaan Lahan Pulau Karampuang ................... 73
Gambar 4.10 Titik-Titik Abrasi Pulau Karampuang ................................. 74
Gambar 4.11 Persebaran Flora Fauna Pulau Karampuang ................... 78
Gambar 4.12 Transportasi pulau ............................................................ 79
Gambar 4.13 Prasarana dermaga di Pulau Karampuang ....................... 80
Gambar 4.14 Prasarana jalan di Pulau Karampuang ............................. 80
Gambar 4.15 Peta Aksesibilitas Pulau Karampuang .............................. 81
Gambar 4.16 Sarana peribadatan berupa masjid ................................... 82
xi
Gambar 4.17 Kantor Desa Karampuang ................................................ 82
Gambar 4.18 Sarana kesehatan berupa puskesmas.............................. 83
Gambar 4.19 Sarana pendidikan SD Negeri Karampuang ..................... 83
Gambar 4.20 Prasarana listrik berupa genset dan PLTD ....................... 84
Gambar 4.21 Prasarana air bersih ......................................................... 84
Gambar 4.22 WC Umum yang tersedia di kawasan wisata .................... 85
Gambar 4.23 Villa yang tersedia di kawasan wisata .............................. 86
Gambar 4.24 Gazebo di beberapa titik ................................................... 86
Gambar 4.25 Panggung pertunjukan di kawasan wisata ........................ 86
Gambar 4.26 Persebaran Sarana ........................................................... 87
Gambar 4.27 Persebaran Sarana ........................................................... 88
Gambar 4.28 Cinderamata hasil kerajinan masyarakat lokal .................. 89
Gambar 5.1 Posisi pengembangan pada kuadran SWOT .................... 96
Gambar 5.2 Analisis potensi dan masalah kawasan pengembangan .. 99
Gambar 5.3 Peta Fungsi Kawasan Pulau Karampuang ....................... 107
Gambar 5.4 Ilustrasi teknik superimpose yang dilakukan ..................... 109
Gambar 5.5 Zona potensi pengembangan ekowisata .......................... 110
Gambar 5.6 Keterkaitan ruang dalam kawasan pengembangan .......... 113
Gambar 6.1 Perencanaan Tata Ruang ................................................. 119
Gambar 6.2 Zonasi Perencanaan ......................................................... 120
Gambar 6.3 Konsep Atraksi Wisata ...................................................... 123
Gambar 6.4 Rencana Aksesibilitas dan Sirkulasi ................................. 126
Gambar 6.5 Kawasan Wisata Publik dan Wisata Khusus ..................... 130
Gambar 6.6 Ilustrasi Garis Sempadan Pantai ...................................... 131
Gambar 6.7 Ilustrasi mangrove sebagai pemecah gelombang ............. 131
Gambar 6.8 Rencana Bentang Alam .................................................... 133
Gambar 6.9 Alur Sirkulasi dari Permukiman Tradisional ...................... 135
Gambar 6.10 Alur Sirkulasi dari Kawasan Rekreasi ............................... 136
Gambar 6.11 Rencana fasilitas pada kawasan rekreasi ......................... 139
xii
Gambar 6.12 Rencana fasilitas pada kawasan wisata selam ................. 140
Gambar 6.13 rencana fasilitas pada kawasan ermukiman tradisional .... 142
Gambar 6.14 Rencana fasilitas pada kawasankonservasi mangrove .... 143
Gambar 6.15 Rencana fasilitas pada kawasan hutan ............................ 145
Gambar 6.15 Rencana fasilitas pada kawasan perdagangan ................ 146
Gambar 6.16 Rencana Persebaran Fasilitas .......................................... 147
Gambar 6.17 Skema perencanaan 20 tahun dalam pengembangan ..... 148
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki lebih dari
17.504 buah pulau, dengan garis pantai membentang sepanjang 81.000 km.
Dari sejumlah pulau tersebut, lebih dari 10.000 pulau merupakan pulau-pulau
kecil, bahkan sangat kecil, belum bernama dan tidak dihuni penduduk.
Pulau-pulau kecil memiliki potensi sumber daya terbarui yang
seringkali dimanfaatkan bagi kepentingan rnanusia. Potensi pulau-pulau kecil
dari segi keanekaragaman hayati, keindahan panorama alam dan budaya
dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan, termasuk pariwisata.
Pulau-pulau kecil memiliki potensi kelautan yang cukup besar. Potensi
perikanan didukung oleh adanya ekosistem terumbu karang, padang lamun
dan hutan bakau yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi serta bernilai
ekonomi. Pulau-pulau kecil juga memiliki potensi bagi pengembangan wisata
bahari.
Pulau kecil mempunyai tangkapan air (catchment) yang relatif kecil
sehingga kebanyakan air dan sedimen hilang ke dalam air. Dari segi budaya,
masyarakat yang mendiami pulau kecil mempunyai budaya yang berbeda
dengan pulau kontinen dan daratan (Dahuri, 1998). Pulau kecil dapat
dipandang sebagai sebuah ekosistem dimana setiap karakter alam berada
dalam jalinan kesalingterhubungan (McElroy and Klaus, 1990).
Meningkatnya kecenderungan pasar pariwisata internasional untuk
berwisata di kawasan yang masih alami memberikan peluang bagi
pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil. Kesadaran dan apresiasi
masyarakat terhadap upaya pemeliharaan dan kelestarian lingkungan
2
berdampak pada perlunya pengembangan pariwisata yang berkelanjutan dan
memperhatikan lingkungan yang lebih luas.
Pulau-pulau kecil perlu diberdayakan secara optimal dan lestari sesuai
dengan karakteristik dan potensinya masing-masing. Dilain pihak pulau-pulau
kecil memiliki daya dukung yang terbatas. yang perlu dipertimbangkan dalam
pemanfaatannya untuk suatu kegiatan, termasuk kegiatan pariwisata.
Karakteristik fisik pulau yang kecil, umumnya berakibat pada keterbatasan
sumber daya air, kerentanan terhadap ancaman bencana alam, penduduk
yang relatif miskin, serta keterisolasian dari wilayah lain.
Pengembangan kegiatan pariwisata di pulau-putau kecil berpotensi
memberikan dampak baik positif maupun negatif terhadap lingkungan
sekitarnya. Dampak tersebut dapat dilihat dari segi fisik alami, binaan, sosial
budaya dan ekonomi. Dampak positif pertu dioptimalkan sementara dampak
negatif tentunya harus diminimalisasi bahkan jika memungkinkan dihilangkan.
Dengan berlakunya Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, setiap daerah diwajibkan untuk dapat
mengembangkan dan mengelola potensi daerahnya masing-masing.
Pernerintah Pusat memiliki tanggungjawab dalam menyiapkan kebijakan
makro sebagai acuan bagi Pemerintah Daerah. Untuk itu diperlukan satu
"pedoman" bagi pemerintah daerah dalam mengelola pengembangan
periwisata di pulau-pulau kecil yang termasuk dalam wilayahnya, termasuk
dalam penyusunan peraturan, pengawasan, pemantauan dan pengelolaan
pariwisata pulau-pulau kecil tersebut.
Salah satu kegiatan wisata yang banyak dibicarakan akhir-akhir ini,
bahkan telah menjadi isu global yaitu dengan berkembangnya ekowisata
(ecotourism) sebagai kegiatan wisata alam yang berdampak ringan terhadap
lingkungan. Menurut Hadi (2007), prinsip-prinsip ekowisata (ecotourism)
adalah meminimalisir dampak, menumbuhkan kesadaran lingkungan dan
3
budaya, memberikan pengalaman positif pada turis (visitors) maupun
penerima (hosts), memberikan manfaat dan pemberdayaan masyarakat lokal.
Ekowisata dalam era pembangunan berwawasan lingkungan merupakan
suatu misi pengembangan wisata alternatif yang tidak menimbulkan banyak
dampak negatif, baik terhadap lingkungan maupun terhadap kondisi sosial
budaya.
Adapun unsur penting yang dapat menjadi daya tarik dari sebuah
Daerah Tujuan Ekowisata (DTE) adalah kondisi alamnya, kondisi flora dan
fauna yang unik, langka dan endemik, kondisi fenomena alamnya, serta
kondisi adat dan budaya. Di mana unsur- unsur tersebut terdapat pada
Kabupaten Mamuju, khususnya Pulau Karampuang yang memiliki potensi
ekologi dan kondisi sosial budaya yang dapat menjadi daya tarik sebagai
daerah tujuan wisata, khususnya ekowisata/ecotourism.
Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang sangat erat dengan
prinsip konservasi. Bahkan dalam strategi pengembangan ekowisata juga
menggunakan strategi konservasi. Dengan demikian ekowisata sangat tepat
dan berdayaguna dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem
di areal yang masih alami. Bahkan dengan ekowisata pelestarian alam dapat
ditingkatkan kualitasnya karena desakan dan tuntutan dari para eco-traveler.
Kawasan Pulau Karampuang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota
Mamuju sebagai kawasan tujuan wisata, namun dalam pengelolaannya
belum sepenuhnya berjalan baik, sehingga terjadi degradasi lingkungan
berupa pembuangan sampah yang tidak terkendali, dan mengalami abrasi
cukup berat sehingga kurang menunjang aktifitas wisata. Oleh karena itu
diperlukan penataan yang lebih baik bagi kawasan ini.
4
Terjadinya penurunan kualitas ekosistem di Pulau Karampuang berupa
pembuangan sampah yang tidak terkendali dan abrasi di beberapa titik
diakibatkan kurangnya pemahaman masyarakat lokal terhadap pengelolaan
ekosistem pulau yang memiliki daya dukung lingkungan yang terbatas
sehingga membutuhkan perhatian yang lebih dalam pengelolaannya.
Dengan didasari hal – hal yang telah diungkapkan di atas, penulis
mengambil judul “Perencanaan Ekowisata Pulau Karampuang Kabupaten
Mamuju”.
B. Rumusan Masalah
Beberapa hal yang coba diungkap dalam perencanaan ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi fisik dan non fisik kawasan Pulau Karampuang
Kabupaten Mamuju dalam pengembangan potensi ekowisata?
2. Bagaiamana konsep perencanaan ekowisata yang dapat diterapkan
pada kawasan Pulau Karampuang Kabupaten Mamuju?
C. Tujuan
Tujuan perencanaan adalah “menyusun konsep dan arahan
pengembangan ekowisata Pulau Karampuang Kabupaten Mamuju meliputi
zonasi, atraksi wisata, bentang alam, aksesibilitas dan sirkulasi, serta macam
dan jenis fasilitas”.
5
D. Lingkup Perencanaan
Berpedoman pada tujuan yang ingin dicapai, perencanaan dibatasi
lingkupnya yaitu daerah kawasan Pulau Karampuang Kabupaten Mamuju
dengan perencanaan ekowisata yang tetap mempertahankan fungsi
lingkungan dan bersifat partisipatif dengan melibatkan masyarakat secara
langsung. Sedangkan pembahasan difokuskan pada Program perencanaan
ekowisata kawasan Pulau Karampuang Kabupaten Mamuju berbasis
masyarakat yang bertujuan untuk merubah kondisi lingkungan dan
masyarakat agar menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya sehingga
membawa dampak positif terhadap kunjungan wisatawan.
E. Sistematika Pembahasan
Adapun penyusunan laporaan ini akan dibahas sesuai dengan
sistematika pembahasan yang disajikan sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Bab ini menguraikan mengenai latar belakang, permasalahan, tujuan
dan sasaran, batasan wilayah dan waktu perencanaan serta sistematika
pembahasan.
Bab II Tinjauan Teori
Bab ini menguraikan tentang tinjauan pustaka yang dapat mendukung
dalam melakukan analisis yang meliputi tinjauan mengenai pariwisata,
ekowisata, konservasi kawasan, konsep ekowisata dan hubungannya dengan
konservasi, objek dan daya tarik wisata, analisis strategi swot dan pemetaan
posisi pariwisata, abrasi dan penanganannya, studi banding dan kerangka
pikir, serta peraturan dan perundangan yang terkait.
Bab III Metode Perencanaan
Menjelaskan mengenai metode pengambilan data, teknik yang
digunakan, metode analisis, dan teknik analisis yang digunakan, variabel
penelitian, serta definisi operasional.
6
Bab IV Gambaran Umum Wilayah Studi
Menjelaskan gambaran umum wilayah perencanaan, yaitu Kabupaten
Mamuju secara umum, dan Pulau Karampuang secara khusus.
BAB V Analisis dan Pembahasan
Berisikan mengenai pembahasan arahan pengembangan serta teknik
analisis yang digunakan, meliputi analisis spasial, analisis superimpose,
analisis foto mapping, serta analisis SWOT.
Bab VI Perencanaan
Berisikan mengenai konsep dan arahan pengembangan ekowisata
yang meliputi konsep dan arahan zonasi, konsep dan arahan atraksi wisata,
konsep dan arahan landscape, serta konsep dan arahan jenis fasilitas.
Bab VII Penutup
Merupakan kesimpulan dan saran terhadap hasil penelitian yang telah
dilakukan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pariwisata
Dalam arti luas, pariwisata adalah kegiatan rekreasi di luar domisili
untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain.
Sebagai suatu aktifitas, pariwisata telah menjadi bagian penting dari
kebutuhan dasar masyarakat maju dan sebagian kecil masyarakat negara
berkembang.
Definisi pariwisata menurut Undang–Undang Nomor 10 Tahun 2009
“pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai
fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha,
pemerintah, dan pemerintah daerah”.
Jadi pariwisata merupakan perjalanan yang dilakukan manusia ke
dareah yang bukan merupakan tempat tinggalnya dalam waktu paling tidak
satu malam dengan tujuan perjalanan bukan untuk mencari nafkah,
pendapatan atau penghidupan di tempat tujuan.
1. Pariwisata Berkelanjutan
Definisi pembangunan pariwisata berkelanjutan bisa memiliki makna
beragam. Orang dari banyak bidang yang berbeda menggunakan istilah
berbeda di dalam konteks yang berbeda dan mereka mempunyai konsep,
bias, dan pendekatan berbeda. WTO mendefinisikan pembangunan
pariwisata berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan
wisatawan saat ini, sambil melindungi dan mendorong kesempatan untuk
waktu yang akan datang. Mengarah pada pengelolaan seluruh sumber daya
sedemikian rupa sehingga kebutuhan ekonomi, sosial dan estetika dapat
terpenuhi sambil memelihara integritas kultural, proses ekologi esensial,
8
keanakeragaman hayati dan sistem pendukung kehidupan. Produk pariwisata
berkelanjutan dioperasikan secara harmonis dengan lingkungan lokal,
masyarakat dan budaya, sehingga mereka menjadi penerima keuntungan
yang permanen dan bukan korban pembangunan pariwisata. Dalam hal ini
kebijakan pembangunan pariwisata berkelanjutan terarah pada penggunaan
sumber daya alam dan penggunaan sumber daya manusia untuk jangka
waktu panjang (Sharpley, 2000:10)
Berkaitan dengan upaya menemukan keterkaitan anatara aktifitas
pariwisata dan konsep pembangunan berkelanjutan Cronin (Sharpley,
2000:1), mengkonsepkan pembangunan pariwisata berkelanjutan sebagai
pembanguan yang terfokus pada dua hal, keberlanjutan pariwisata sebagai
aktivitas ekonomi di satu sisi dan lainnya mempertimbangkan pariwisata
sebagai elemen kebijakan pembangunan berkelanjutan yang lebih luas.
Stabler & Goodall (Sharpley, 2000:1), menyatakan pembangunan pariwisata
berkelanjutan harus konsisten/sejalan dengan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan. Lane (dalam Sharpley, 2000:8) menyatakan bahwa pariwisata
berkelanjutan adalah hubungan triangulasi yang seimbang antara daerah
tujuan wisata (host areas) dengan habitat dan manusianya, pembuatan paket
liburan (wisata), dan industri pariwisata, dimana tidak ada satupun
stakeholder dapat merusak keseimbangan. Pendapat yang hampir sama
disampaikan Muller yang mengusulkan istilah magic pentagon yang
merupakan keseimbangan antara elemen pariwisata, dimana tidak ada satu
faktor atau stakeholder yang mendominasi.
2. Community Based Tourism (Pariwisata Berbasis Masyarakat)
Salah satu konsep yang menjelaskan peranan komunitas dalam
pembangunan pariwisata adalah Community Based Tourism (CBT).
Secara konseptual prinsip dasar kepariwisataan berbasis
masyarakat adalah menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama
9
melalui pemberdayaan masyarakat dalam berbagai kegiatan
kepariwisatan, sehingga kemanfaatan kepariwisataan sebesar-besarnya
diperuntukkan bagi masyarakat. Sasaran utama pengembangan
kepariwisataan haruslah meningkatkan kesejahteraan masyarakat
(setempat). Pemda berperan sebagai fasilitator pengembangan
kepariwisataan.
Konsep Community Based Development lazimnya digunakan oleh para
perancang pembangunan pariwisata sebagai strategi untuk
memobilisasi komunitas untuk berpartisipasi secara akt i f dalam
pembangunan sebagai partner industri pariwisata. Tujuan yang ingin
diraih adalah pemberdayaan sosial-ekonomi komunitas itu sendiri dan
melekatkan n i la i leb ih da lam berpariwisata, khususnya kepada para
wisatawan. Tren dunia global saat ini pengembangan community based
development telah dilakukan sebagai alat dan strategi pembangunan,
tidak hanya terbatas di bidang pariwisata, melainkan da lam konteks
pembangunan negara, dengan membuka kesempatan dan akses
komunitas untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.
Community based development adalah konsep yang menekankan
kepada pemberdayaan komunitas untuk menjadi lebih memahami
nilai-nilai dan aset yang mereka miliki, seperti kebudayaan, adat istiadat,
masakan kuliner, gaya hidup. Dalam konteks pembangunan wisata,
komunitas tersebut haruslah secara mandiri melakukan mobilisasi aset
dan nilai tersebut menjadi daya tar ik utama bagi pengalaman
berwisata wisatawan. Melalui konsep Community Based Tourism,
setiap individu dalam komunitas diarahkan untuk menjadi bagian
dalam rantai ekonomi pariwisata, untuk itu para individu diberi
keterampilan untuk mengembangkan small business.
Menurut Suansri (2003) ada beberapa prinsip dari community
based tourism yang harus dilakukan yaitu sebagai berikut:
10
a. Mengenali, mendukung, dan mempromosikan kepemilikan masyarakat
dalam pariwisata (community ownership of tourism).
b. Melibatkan anggota masyarakat dari setiap tahap pengembangan
pariwisata dalam berbagai aspeknya.
c. Mempromosikan kebanggaan terhadap komunitas bersangkutan.
d. Meningkatkan kualitas kehidupan.
e. Menjamin keberlanjutan lingkungan.
f. Melindungi ciri khas (keunikan) dan budaya masyarakat lokal.
g. Mengembangkan pembelajaran lintas budaya.
h. Menghormati perbedaan budaya dan martabat manusia.
i. Mendistribusikan keuntungan dan manfaat yang diperoleh secara
proporsional kepada anggota masyarakat.
j. Memberikan kontribusi dengan persentase tertentu dari pendapatan yang
diperoleh untuk proyek pengembangan masyarakat.
k. Menonjolkan keaslian (authenticity) hubungan masyarakat dengan
lingkungannya.
Berdasarkan pemahaman tersebut, Community Based Tourism sangat
berbeda dengan pendekatan pembangunan pariwisata pada umumnya,
dimana komunitas merupakan aktor utama dalam proses pembangunan
pariwisata, dengan tujuan utama adalah untuk peningkatan standar
kehidupan ekonomi masyarakat tersebut.
11
B. Ekowisata
1. Pengertian Ekowisata
Dalam perkembangan konsep ekowisata, ada beberapa organisasi wisata dunia yang merumuskan tentang pengertian dari ekowisata, antara lain :
The Ecotourism Society
(1990)
Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan
wisata ke area alami yang dilakukan dengan
tujuan mengkonservasi lingkungan dan
melestarikan kehidupan dan kesejahteraan
penduduk setempat.
World Tourism
Organization (WTO) dan
United Nations
Environtment Program
(UNEP).
Ekowisata setidaknya harus melingkupi, tidak
hanya memberi perhatian pada alam dan
keutuhan ekologi, tetapi juga pada penduduk
asli dan kultur umumnya di wilayah itu
sebagai bagian dari pengalaman menarik
para pengunjung (wisatawan). Ekowisata
memiliki muatan pendidikan dan interpretasi
sebagai bagian yang ditawarkan pada
wisatawan.
Australia National
Ecotourism Strategy, 1994
Ekowisata adalah wisata yang berbasis alam
yang berkaitan dengan pendidikan dan
pemahaman lingkungan alam dan dikelola
dengan prinsip berkelanjutan (sustainable),
Sumber: www.ecotourism.org
Tabel 2.1 Pengertian Ekowisata
12
Dari beberapa pengertian di atas, ditarik kesimpulan bahwa ekowisata
merupakan perjalanan wisata ke suatu lingkungan baik alam yang alami
maupun buatan serta budaya yang ada yang bersifat informatif dan
partisipatif yang bertujuan untuk menjamin kelestarian alam dan sosial-
budaya.
Adapun jenis objek wisata yang termasuk dalam ekowisata antara lain:
wisata budaya,wisata alam,wisata desa, dan wisata pantai.
2. Konsep Dasar Ekowisata
a. Perjalanan outdoor dan di kawasan alam yang tidak menimbulkan
kerusakan lingkungan.
b. Wisata ini mengutamakan penggunaan fasilitas transportasi yang
diciptakan dan dikelola masyarakat kawasan wisata.
c. Perjalanan wisata ini menaruh perhatian besar pada lingkungan alam
dan budaya lokal. (Sumber : www.ekowisata-indonesia.ekowisata.org)
3. Ciri-Ciri Ekowisata
Menurut Fandlei et.al (2000), ekowisata pada mulanya hanya bercirikan
bergaul dengan alam untuk mengenali dan menikmati. Meningkatnya
kesadaran manusia akan meningkatnya kerusakan/perusakan alam oleh ulah
OBJEK WISATA
Wisata Alam Wisata Bisnis Wisata Olahraga
Wisata Pantai Wisata Desa
Wisata Budaya
Ekowisata
Sumber: www.ekowisata.info
Gambar 2. 1 Jenis Objek Wisata
13
manusia sendiri, telah menimbulkan/menumbuhkan rasa cinta alam pada
semua anggota masyarakat dan keinginan untuk sekedar menikmati telah
berkembang menjadi memelihara dan menyayangi, yang berarti
mengkonservasi secara lengkap. Ciri-ciri ekowisata sekarang mengandung
unsur utama, yaitu: konservasi, edukasi untuk berperan serta, dan
pemberdayaan masyarakat setempat.
4. Prinsip Ekowisata
The Ecotourism Society (Eplerwood/1999) menyebutkan ada delapan
prinsip dalam ekowisata. Prinsip dari ekowisata ini dapat menciptakan
pembangunan yang ecological friendly. (Sumber : www.ekowisata.info). Prinsip itu
antara lain yaitu:
a. Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan
terhadap alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan
disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat.
b. Pendidikan konservasi lingkungan. Mendidik wisatawan dan masyarakat
setempat akan pentingnya arti konservasi. Proses pendidikan ini dapat
dilakukan langsung di alam.
c. Pendapatan langsung untuk kawasan. Mengatur agar kawasan yang
digunakan untuk ekowisata dan manajemen pengelola kawasan
pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan.
Retribusi dan conservation tax dapat dipergunakan secara langsung
untuk membina, melestarikan dan meningkatkan kualitas kawasan
pelestarian alam.
d. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan. Masyarakat diajak dalam
merencanakan pengembangan ekowisata. Demikian pula di dalam
pengawasan, peran masyarakat diharapkan ikut secara aktif.
e. Penghasilan masyarakat. Keuntungan secara nyata terhadap ekonomi
masyarakat dari kegiatan ekowisata mendorong masyarakat menjaga
kelestarian kawasan alam.
14
f. Menjaga keharmonisan dengan alam. Semua upaya pengembangan
termasuk pengembangan fasilitas dan utilitas harus tetap menjaga
keharmonisan dengan alam. Apabila ada upaya disharmonize dengan
alam akan merusak produk wisata ekologis ini. Hindarkan sejauh
mungkin penggunaan minyak, mengkonservasi flora dan fauna serta
menjaga keaslian budaya masyarakat.
g. Daya dukung lingkungan. Pada umumnya lingkungan alam mempunyai
daya dukung yang lebih rendah dengan daya dukung kawasan buatan.
Meskipun mungkin permintaan sangat banyak, tetapi daya dukunglah
yang membatasi.
h. Peluang penghasilan pada porsi yang besar terhadap negara. Apabila
suatu kawasan pelestarian dikembangkan untuk ekowisata, maka
devisa dan belanja wisatawan didorong sebesar-besarnya dinikmati
oleh negara atau negara bagian atau pemerintah daerah setempat.
5. Karakteristik Ekowisata
Ada beberapa karakteristik ekowisata yang membedakan wisata ini
dengan wisata massal yaitu :
a. Aktivitas wisata terutama berkaitan dengan konservasi lingkungan.
Meskipun motif berwisata bukan untuk melestarikan lingkungan, namun
dalam kegiatan-kegiatan tersebut melekat keinginan untuk ikut serta
melestarikan lingkungan.Tingginya kesadaran lingkungan memudahkan
wisatawan untuk terlibat dalam berbagai upaya pelestarian.
b. Penyediaan jasa wisata tidak hanya menyiapkan sekedar atraksi untuk
menarik tamu, tetapi juga menawarkan peluang bagi mereka untuk lebih
menghargai lingkungan, sehingga keunikan ODTW dan lingkungannya
tetap terpelihara dan masyarakat lokal serta wisatawan berikutnya dapat
menikmati keunikan tersebut.
c. Kegiatan wisata berbasis alam. ODTW yang menjadi basis kegiatan
wisata adalah alam dan lingkungan yang hijau (kawasan pegunungan,
15
hutan raya dan taman nasioanl) dan biru (laut yang bening dan bersih).
Bagi wisatawan atraksi alam yang masih asli ini memiliki nilai tertinggi
dalam kepuasan berwisata.
d. Organisasi perjalanan menunjukkan tanggung jawab finansial dalam
pelestarian lingkungan hiaju yang dikunjungi atau dinikmati oleh
wisatawan dan wisatawan juga melakukan kegiatan yang terkait dengan
konservasi. Dengan kata lian, semua aktivitas wisata berbasis pada
pelestarian alam.
e. Kegiatan wisata dilakukan tidak hanya dengan tujuan menikmati
keindahan dan kekayaan alam itu sendiri, tetapi juga secara spesifik
untuk mengumpulkan dana yang akan digunkan bagi pelestarian
ODTW. Dalam hal ini terbentuk hubungan yang erat antara masyarakat
lokal, pelaku konservasi dan ilmuwan, serta ekowisatawan melalui
situasi belajar dan pengalaman bersama.
f. Perjalanan wisata menggunakan alat transportasi dan akomodasi lokal.
Pengertian ini menunjuk pada moda angkutan dan fasilitas akomodasi
yang dikelola langsung oleh masyarakat di daerah tujuan wisata,
terlebih-lebih yang bersifat ramah lingkungan. Pemanfaatan fasilitas
sejenis yang dikelola oleh orang lain dipandang akan mengurangi
sumbangan ekowisata bagi peningkatan kesehjateraan ekonomi
masyarakat setempat.
g. Pendapatan dari parawisata digunakan tidak hanya untuk mendukung
kegiatan konservasi lokal tetapi juga mebantu pengembangan
masyarakat setempat secara berkelanjutan, misalnya dengan
membentuk program-program pendidikan lingkungan.
h. Perjalanan wisata menggunakan teknologi sederhana yang tersedia di
daerah tujuan wisata, terutama yang menghemat energi, menggunakan
sumberdaya lokal, termasuk melibatkan masyarakat lokal dalam
pembuatannya (Sumber : www.ekowisata.info).
16
Prinsip Ekowisata Kriteria Ekowisata 1. Memiliki kepedulian, tanggung
jawab dan komitmen terhadap
pelestarian lingkungan alam
dan budaya, melaksanakan
kaidah-kaidah usaha yang
bertanggung jawab dan
ekonomi berkelanjutan
• Memperhatikan kualitas daya dukung
lingkungan kawasan tujuan, melalui
pelaksanaan sistem pemintakatan (zonasi).
• Mengelola jumlah pengunjung, sarana dan
fasilitas sesuai dengan daya dukung lingkungan
daerah tujuan.
• Meningkatkan kesadaran dan apresiasi para
pelaku terhadap lingkungan alam dan budaya.
• Memanfaatkan sumber daya lokal secara lestari
dalam penyelenggaraan kegiatan ekowisata.
• Meminimumkan dampak negatif yang
ditimbulkan, dan bersifat ramah lingkungan.
• Mengelola usaha secara sehat.
• Menekan tingkat kebocoran pendapatan
(leakage) serendah-rendahnya.
• Meningkatkan pendapatan masyarakat
setempat
2. Pengembangan harus mengikuti
kaidah-kaidah ekologis dan atas
dasar musyawarah dan
pemufakatan masyarakat
setempat.
• Melakukan penelitian dan perencanaan terpadu
dalam pengembangan ekowisata.
• Membangun hubungan kemitraan dengan
masyarakat setempat dalam proses perencanaan
dan pengelolaan ekowisata.
• Menggugah prakarsa dan aspirasi masyarakat
setempat untuk pengembangan ekowisata.
• Memberi kebebasan kepada masyarakat untuk
bisa menerima atau menolak ekowisata.
• Menginformasikan secara jelas dan benar konsep
dan tujuan pengembangan kawasan tersebut
kepada masyarakat setempat.
• Membuka kesempatan untuk melakukan dialog
dengan seluruh pihak yang terlibat (multi-
stakeholders) dalam proses perencanaan dan
pengelolaan ekowisata.
Tabel 2.2 Prinsip dan Kriteria Ekowisata
Sumber: www.ecotourism.org
17
Prinsip Ekowisata Kriteria Ekowisata 3. Memberikan manfaat kepada
masyarakat setempat.
• Membuka kesempatan keapda masyarakat
setempat untuk membuka usaha ekowisata dan
menjadi pelaku-pelaku ekonomi kegiatan
ekowisata baik secara aktif maupun pasif.
• Memberdayakan masyarakat dalam upaya
peningkatan usaha ekowisata untuk
meningkatkan kesejahtraan penduduk
setempat.
• Meningkatkan ketrampilan masyarakat
setempat dalam bidang-bidang yang berkaitan
dan menunjang pengembangan ekowisata.
• Menekan tingkat kebocoran pendapatan
(leakage) serendah-rendahnya.
4. Peka dan menghormati nilai-nilai
sosial budaya dan tradisi
keagamaan masyarakat
setempat.
• Menetapkan kode etik ekowisata bagi
wisatawan, pengelola dan pelaku usaha
ekowisata.
• Melibatkan masyarakat setempat dan pihak-
pihak lainya (multi-stakeholders) dalam
penyusunan kode etik wisatawan, pengelola
dan pelaku usaha ekowisata.
• Melakukan pendekatan, meminta saran-saran
dan mencari masukan dari tokoh/pemuka
masyarakat setempat pada tingkat paling awal
sebelum memulai langkah-langkah dalam
proses pengembangan ekowisata.
• Melakukan penelitian dan pengenalan aspek-
aspek sosial budaya masyarakat setempat
sebagai bagian terpadu dalam proses
perencanaan dan pengelolaan ekowisata
Sumber: www.ecotourism.org
18
Prinsip Ekowisata Kriteria Ekowisata 5. Memperhatikan perjanjian,
peraturan, perundang-
undangan baik ditingkat
nasional maupun internasional.
• Memperhatikan dan melaksanakan secara
konsisten: Dokumen-dokumen Internasional
yang mengikat (Agenda 21, Habitat Agenda,
Sustainable Tourism, Bali Declaration dsb.).
GBHN Pariwisata Berkelanjutan, Undang-
undang dan peraturan-peraturan yang berlaku.
• Menyusun peraturan-peraturan baru yang
diperlukan dan memperbaiki dan
menyempurnakan peraturan-peraturan lainnya
yang telah ada sehingga secara keseluruhan
membentuk sistem per-UU-an dan sistem
hukum yang konsisten.
• Memberlakukan peraturan yang berlaku dan
memberikan sangsi atas pelanggarannya
secara konsekuen sesuai dengan ketentuan
yang berlaku (law enforcement).
• Membentuk kerja sama dengan masyarakat
setempat untuk melakukan pengawasan dan
pencegahan terhadap dilanggarnya peraturan
yang berlaku.
6. Unsur-Unsur Utama Pendukung Ekowisata
Pemilihan ekowisata sebagai konsep pengembangan dari wisata alam
didasarkan pada beberapa unsur utama menurut buku The Ecotourism
Society (1990) yaitu: Peninggalan sejarah dan budaya, Masyarakat, Sumber
daya alam, Nilai-nilai peninggalan sejarah, Sarana dan prasarana, serta
Pasar ekowisata.
Sumber: www.ecotourism.org
19
Gambar 2.2 Unsur-Unsur Utama Pendukung Ekowisata
7. Issu dalam Perencanaan Ekowisata
a. Masih rendahnya tingkat kesadaran wisatawan terhadap pelestarian
lingkungan pada kawasan wisata.
b. Penilaian atas potensi wisata, terutama oleh masyarakat dan
pemerintah lokal, cenderung berlebihan karena tidak ada studi
kelayakan tentang itu.
c. Penilaian terhadap kemampuan kelompok sasaran juga sering
berlebihan. Meskipun tingkat partisipasi dan pemilikan sumber daya
masyarakat lokal cukup tinggi, namun semuanya tidak cukup
mendukung profesionalisme yang elementer dalam parawisata.
EKOWISATA
Pasar Ekowisata
Masyarakat Sumber Daya Alam
Peninggalan
Sejarah dan
Budaya
Sarana dan
Prasarana
Nilai-Nilai
Peninggalan Sejarah
Sumber: www.ecotourism.org
20
8. Keuntungan Kegiatan Ekowisata
Drumm (2002) menyatakan bahwa ada enam keuntungan dalam
implementasi kegiatan ekowisata yaitu:
a. Memberikan nilai ekonomi dalam kegiatan ekosistem di dalam
lingkungan yang dijadikan sebagai obyek wisata.
b. Menghasilkan keuntungan secara langsung untuk pelestarian
lingkungan.
c. Memberikan keuntungan secara langsung dan tidak langsung bagi para
stakeholders.
d. Membangun konstituensi untuk konservasi secara lokal, nasional dan
internasional.
e. Mempromosikan penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
f. Mengurangi ancaman terhadap kenekaragaman hayati yang ada di
obyek wisata tersebut. (Sumber : www.balitourismwatch.com )
C. Konsep Pengembangan Ekowisata
Untuk mengembangkan ekowisata dilaksanakan dengan cara
pengembangan pariwisata pada umumnya. Ada dua aspek yang perlu
dipikirkan. Pertama, aspek destinasi, kemudian kedua adalah aspek market.
Untuk pengembangan ekowisata dilaksanakan dengan konsep product
driven. Meskipun aspek market perlu dipertimbangkan namun macam, sifat
dan perilaku obyek dan daya tarik wisata alam dan budaya diusahakan untuk
menjaga kelestarian dan keberadaannya.
Pada hakekatnya ekowisata yang melestarikan dan memanfaatkan
alam dan budaya masyarakat, jauh lebih ketat dibanding dengan hanya
keberlanjutan. Pembangunan ekowisata berwawasan lingkungan jauh lebih
terjamin hasilnya dalam melestarikan alam dibanding dengan keberlanjutan
21
pembangunan. Sebab ekowisata tidak melakukan eksploitasi alam, tetapi
hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
pengetahuan, fisik dan psikologis wisatawan. Bahkan dalam berbagai aspek
ekowisata merupakan bentuk wisata yang mengarah ke metatourism.
Ekowisata bukan menjual destinasi tetapi menjual filosofi. Dari aspek inilah
ekowisata tidak akan mengenal kejenuhan pasar.
Selain dari sisi konservasi menguntungkan, penerapan konsep
ekowisata juga dapat dilihat dari sisi ekonomi, khususnya bagi peningkatan
perekonomian masyarakat setempat. Dari sisi ekonomi, ekowisata
menciptakan lapangan pekerjaan di wilayah terpencil dan belum
berkembang. Pada umumnya ekowisata diasumsikan membutuhkan sedikit
investasi untuk pembangunan prasarananya. Penekanan ekowisata pada
sumber daya lokal dan peluang kerja menjadikan ekowista sebagai peluang
bagi negara yang sedang berkembang dan mempunyai potensi alam yang
tinggi.
Faktor pengembangan masyarakat setempat merupakan tujuan akhir
dari pengembangan pariwisata berdasarkan konsep ekowisata. The
Ecotourism Society mengemukakan ada beberapa tahapan untuk
mengembangakn konsep ekowisata pada suatu kawasan pariwisata yaitu:
1. Pertama, menilai situasi dan potensi wisata yang akan dikembangkan.
Pada tahapan ini meliputi juga aspirasi masyarakat yang akan dijadikan
obyek wisata dengan konsep ekowisata.
2. Kedua, menentukan situasi pariwisata yang diinginkan dan
mengidentifikasi langkah untuk mencapai tujuan. Hal ini disesuaikan
dengan potensi wilayah yang ada.
3. Ketiga, merancang strategi pengembangan terhadap obyek wisata yang
akan dikembangkan. Pada tahapan ini direncanakan tahapan
pengembangan obyek wisata yang akan dikembangkan.
22
Pengembangan konsep ekowisata pada lokasi wisata ditentukan oleh
pihak yang terlibat terhadap pengembangan terdiri dari masyarakat,
perusahaan swasta sebagai operator, organisasi lingkungan non profit yang
peduli terhadap pelestarian lingkungan dan pemandu wisata.
Berdasarkan aspek tersebut, faktor masyarakat sebagai tujuan akhir
dari pengembangan kawasan wisata menentukan terhadap penerapan
konsep ekowisata. Masyarakat harus dilibatkan secara aktif agar sadar
terhadap potensi yang sumber daya yang dimiliki sehingga dapat
berpartisipasi terhadap pengelolaan kawasan wisata yang akan
meningkatkan pendapatan. Pada tahap awal yang perlu diperhatikan adalah
bagaimana memberi gambaran kepada masyarakat terhadap potensi
wilayahnya dan memberdayakan masyarakat dalam hal pengelolaan
kawasan wisata. Untuk mewujudkan hal ini, peran pemerintah dan lembaga
pendamping sangat penting karena umumnya masyarakat tidak mampu
mengelola potensi wilayahnya. Dengan pengenalan terhadap potensi
wilayahnya diharapkan masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif terhadap
pengelolaan obyek wisata.
Sesuai dengan prinsip pengembangannya, konsep ekowisata tidak
saja memperhatikan aspek ekologi tetapi juga ekonomi. Beberapa
pengalaman pengembangan kawasan pariwisata yang menerapkan konsep
ekowisata menunjukkan peningkatan perekonomian sebagai dampak yang
ditimbulkan oleh kegiatan pariwisata. Keuntungan yang diperoleh dalam
pengembangan pariwisata pada suatu wilayah sesungguhnya akan dijadikan
subsidi untuk mengelola pelestarian lingkungan pada kawasan tersebut.
Pada tahap ini terjadi siklus yang saling menguntungkan antara alam dan
manusia.
23
D. Konservasi
1. Pengertian Konservasi
Konservasi adalah upaya pelestarian lingkungan, tetapi tetap
memperhatikan manfaat yang dapat di peroleh pada saat itu dengan tetap
mempertahankan keberadaan setiap komponen lingkungan untuk
pemanfaatan masa depan.
Menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1982 konservasi sumber daya
alam adalah pengelolaan sumber daya alam yang menjamin
pemanfaatannya secara bijaksana dan bagi sumber daya terbarui, menjamin
kesinambungan untuk persediannya dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman.
2. Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah upaya
perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan
kesinambungan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya.
Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KKP3K), terdiri
dari:
a. Suaka Pesisir, dengan kriteria sebagai berikut:
• Merupakan wilayah pesisir yang menjadi tempat hidup dan
berkembangbiaknya (habitat) suatu jenis atau sumberdaya alam
hayati yang khas, unik, langka dan dikhawatirkan akan punah,
dan/atau merupakan tempat kehidupan bagi jenis-jenis biota migrasi
tertentu yang keberadaannya memerlukan upaya perlindungan,
dan/atau pelestarian.
• Mempunyai keterwakilan dari satu atau beberapa ekosistem di
wilayah pesisir yang masih asli dan/atau alami.
24
• Mempunyai luas wilayah pesisir yang cukup untuk menjamin
kelangsungan habitat jenis sumberdaya ikan yang perlu dilakukan
upaya konservasi dan dapat dikelola secara efektif.
• Mempunyai kondisi fisik wilayah pesisir yang rentan terhadap
perubahan dan/atau mampu mengurangi dampak bencana.
b. Suaka Pulau Kecil, dengan kriteria sebagai berikut:
• Merupakan pulau kecil yang menjadi tempat hidup dan
berkembangbiaknya (habitat) suatu jenis atau beberapa sumberdaya
alam hayati yang khas, unik, langka dan dikhawatirkan akan punah,
dan atau merupakan tempat kehidupan bagi jenis-jenis biota migrasi
tertentu yang keberadaannya memerlukan upaya perlindungan,
dan/atau pelestarian.
• Mempunyai keterwakilan dari satu atau beberapa ekosistem di pulau
kecil yang masih asli dan/atau alami.
• Mempunyai luas wilayah pulau kecil yang cukup untuk menjamin
kelangsungan habitat jenis sumberdaya ikan yang perlu dilakukan
upaya konservasi dan dapat dikelola secara efektif.
• Mempunyai kondisi fisik wilayah pulau kecil yang rentan terhadap
perubahan dan/atau mampu mengurangi dampak bencana.
c. Taman Pesisir, dengan kriteria sebagai berikut:
• Merupakan wilayah pesisir yang mempunyai daya tarik sumberdaya
alam hayati, formasi geologi, dan/atau gejala alam yang dapat
dikembangkan untuk kepentingan pemanfaatan pengembangan ilmu
pengetahuan, penelitian, pendidikan dan peningkatan kesadaran
konservasi sumberdaya alam hayati, wisata bahari dan rekreasi.
• Mempunyai luas wilayah pesisir yang cukup untuk menjamin
kelestarian potensi dan daya tarik serta pengelolaan pesisir yang
berkelanjutan.
• Kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan
wisata bahari dan rekreasi.
25
d. Taman Pulau Kecil, dengan kriteria sebagai berikut:
• merupakan pulau kecil yang mempunyai daya tarik sumberdaya alam
hayati, formasi geologi, dan/atau gejala alam yang dapat
dikembangkan untuk kepentingan pemanfaatan pengembangan ilmu
pengetahuan, penelitian, pendidikan dan peningkatan kesadaran
konservasi sumberdaya alam hayati, wisata bahari dan rekreasi.
• mempunyai luas pulau kecil/gugusan pulau dan perairan di sekitarnya
yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik serta
pengelolaan pulau kecil yang berkelanjutan.
• kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan
wisata bahari dan rekreasi. (Sumber:Permenkp PER/17MEN/2008)
3. Konservasi dan Kaitannya dengan Pengembangan Ekowisata
Ekowisata merupakan bentuk wisata yang dikelola dengan pendekatan
konservasi. Apabila ekowisata pengelolaan alam dan budaya masyarakat
yang menjamin kelestarian dan kesejahteraan, sementara konservasi
merupakan upaya menjaga kelangsungan pemanfaatan sumberdaya alam
untuk waktu kini dan masa mendatang. Hal ini sesuai dengan definisi yang
dibuat oleh The International Union for Conservation of Nature and Natural
Resources (1980), bahwa konservasi adalah usaha manusia untuk
memanfaatkan biosphere dengan berusaha memberikan hasil yang besar
dan lestari untuk generasi kini dan mendatang.
Sementara itu destinasi yang diminati wisatawan ecotour adalah daerah
alami. Kawasan konservasi sebagai obyek daya tarik wisata dapat berupa
Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Cagar Alam, Suaka Margasatwa,
Taman Wisata dan Taman Buru. Tetapi kawasan hutan yang lain seperti
hutan lindung dan hutan produksi bila memiliki obyek alam sebagai daya tarik
ekowisata dapat dipergunakan pula untuk pengembangan ekowisata. Area
alami suatu ekosistem sungai, danau, rawa, gambut, di daerah hulu atau
muara sungai dapat pula dipergunakan untuk ekowisata. Pendekatan yang
26
harus dilaksanakan adalah tetap menjaga area tersebut tetap lestari sebagai
areal alami.
Pendekatan lain bahwa ekowisata harus dapat menjamin kelestarian
lingkungan. Maksud dari menjamin kelestarian ini seperti halnya tujuan
konservasi (UNEP, 1980) sebagai berikut:
a. Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung
sistem kehidupan.
b. Melindungi keanekaragaman hayati.
c. Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya.
Di dalam pemanfaatan areal alam untuk ekowisata mempergunakan
pendekatan pelestarian dan pemanfaatan sebagai konsep konservasi.
E. Objek dan Daya Tarik Wisata
Objek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan dan fasilitas yang
berhubungan, yang dapat menarik wisatawan untuk datang ke suatu daerah
atau tempat tertentu. Daya tarik yang tidak atau belum dikembangkan
merupakan sumber daya potensial dan belum dapat disebut sebagai daya
tarik wisata, sampai adanya suatu jenispengembangan tertentu. Dalam
Undang-Undang No.9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan disebutkan bahwa
objek dan daya tarik wisata adalah suatu yang menjadi sasaran wisata terdiri
atas:
1. Objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan YME, yang berwujud
keadaan alam, flora dan fauna.
2. Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud
museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni dan
budaya, wisata agro, wisata buru, wisata petualangan alam, taman
rekreasi, dan komplek hiburan.
Objek dan daya tarik wisata menurut Direktorat Jenderal Pemerintah
dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
27
1. Objek Wisata Alam
Objek wisata alam adalah sumber daya alam yang berpotensi serta
memiliki daya tarik bagi pengunjung baik dalam keadaan alami setelah
ada usaha budidaya. Potensi objek wisata alam dapat dibagi menjadi
empat kawasan, yaitu:
a. Flora dan fauna.
b. Keunikan dan kekhasan ekosistem, misalnya ekosistem pantai dan
ekosistem hutan bakau.
c. Gejala alam, misalnya kawah, sumber air panas, air terjun dan
danau.
d. Budidaya sumber daya alam, misalnya sawah, perkebunan,
peternakan, usaha perikanan.
2. Objek Wisata Sosial Budaya
Objek wisata sosial budaya dapat dimanfaatkan dan dikembangkan
sebagai objek dan daya tarik wisata meliputi museum, peninggalan
sejarah, upacara adat, seni pertunjukan, dan kerajinan.
3. Objek Wisata Minat Khusus
Objek wisata minat khusus merupakan jenis wisata yang baru
dikembangkan di Indonesia. Wisata ini lebih diutamakan pada
wisatawan yang mempunyai motivasi khusus. Dengan demikian,
biasanya para wisatawan harus memiliki keahlian, contohnya berburu,
mendaki gunung, arung jeram, tujuan pengobatan, agrowisata, dll.
Perencanaan dan pengelolaan objek dan daya tarik wisata alam, sosial
budaya, maupun objek wisata minat khusus harus berdasarkan pada
kebijakan rencana pembangunan nasional maupun regional. Jika kedua
kebijakan rencana tersebut belum tersusun, tim perencana pengembangan
objek daya tarik wisata harus mampu mengasumsikan rencana kebijakan
yang sesuai dengan area yang bersangkutan.
28
Suatu objek wisata dapat menarik untukdikunjungi oleh wisatawan
harus memenuhi syarat-syarat untuk pengembangan daerahnya. Syarat-
syarat tersebut adalah:
1. What to see
Di tempat tersebut harus ada obyek wisata dan atraksi wisata yang
berbeda dengan yang dimiliki daerah lain. Dengan kata lain daerah
tersebut harus memiliki daya tarik khusus dan atraksi budaya yang
dapat dijadikan “entertainment” bagi wisatawan. What to see meliputi
pemandangan alam, kegiatan kesenian, dan atraksi wisata.
2. What to do
Di tempat tersebut selain banyak yang dapat dilihat dan disaksikan,
harus diseediakan fasilitas rekreasi yang dapat membuat wisatawan
betah tinggal lama di tempat itu.
3. What to buy
Tempat tujuan wisata harus tersedia fasilitas untuk berbelanja terutama
barang souvenir dan kerajinan rakyat sebagai oleh-oleh untuk dibawa
pulang ke tempat asal.
Perkembangan suatu kawasan wisata juga tergantung pada apa yang
dimiliki kawasan tersebut untuk ditawarkan kepada wisatawan. Hal ini tidak
dapat dipisahkan dari peranan para pengelola kawasan wisata. Berhasilnya
suatu tempat wisata hingga tercapainya industry wisata sangat tergantung
pada tiga A (3A), yaitu atraksi (attraction), mudah dicapai (accessibility), dan
fasilitas (amenities).
1. Atraksi (attraction)
Atraksi wisata yaitu sesuatu yang dipersiapkan terlebih dahulu agar
dapat dilihat, dinikmati dan yang termasuk dalam hal ini adalah tari-
tarian, nyanyian kesenian rakyat tradisional, upacara adat, dan lain-lain.
29
2. Aksesibilitas (accessibility)
Aktivitas kepariwisataan banyak tergantung pada transportasi dan
komunikasi karena faktor jarak dan waktu yang sangat mempengaruhi
keinginan seseorang untuk melakukan perjalanan wisata. Unsur yang
terpenting dalam aksesibilitis adalah transportasi, kecepatan yang
dimilikinya dapat mengakibatkan jarak seolah-olah menjadi dekat.
3. Fasilitias (amenities)
Fasilitas pariwisata tidak akan terpisah dengan akomodasi perhotelan
karena pariwisata tidak akan pernah berkembang tanpa penginapan.
Fasilitas wisata merupakan hal-hal penunjang terciptanya kenyamanan
wisatawan untuk dapat mengunjungi suatu daerah tujuan wisata.
F. Analisis Strategi SWOT dan Pemetaan Posisi Pariwisata
Analis faktor strategi internal dan eksternal merupakan pengolahan
faktor-faktor strategis pada lingkungan internal dan eksternal dengan
memberikan pembobotan dan rating pada setiap faktor strategis.
Menganalisis lingkungan internal (IFAS) untuk mengetahui berbagai
kemungkinan kekuatan dan kelemahan. Masalah strategis yang akan
dimonitor harus ditentukan karena masalah ini mungkin dapat mempengaruhi
pariwisata dimasa yang akan datang. Menganalisis lingkungan eksternal
(EFAS) untuk mengetahui berbagai kemungkinan peluang dan ancaman.
Masalah strategis yang akan dimonitor harus ditentukan karena masalah ini
mungkin dapat mempengaruhi pariwisata dimasa yang akan datang.
a. Pembobotan (scoring)
Pembobotan pada lingkungan internal tingkat kepentingannya
didasarkan pada besarnya pengaruh faktor strategis terhadap posisi
strategisnya, sedangkan pada lingkungan eksternal didasarkan pada
kemungkinan memberikan dampak terhadap faktor strategisnya (Freddy
Rangkuti, 2001 : 22-24).
30
Jumlah bobot pada masing-masing lingkungan internal dan eksternal
harus berjumlah = 1 (satu), sedangkan nilai bobot menurut Freddy Rangkuti
(2001 : 22-24) berdasarkan ketentuan sebagai berikut :
“Skala 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting)”
Besarnya rata-rata nilai bobot bergantung pada jumlah faktor-faktor
strategisnya (5-10 faktor strategis) yang dipakai.
b. Penilaian (rating)
Nilai rating berdasarkan besarnya pengaruh faktor strategis terhadap
kondisi dirinya (Freddy Rangkuti, 2001 : 22-24) dengan kententuan sebagai
berikut :
“Skala mulai dari 4 (sangat kuat) sampai dengan 1 (lemah)”
Sangat Kuat Kuat Rata-rata Lemah
4 3 2 1
Variabel yang bersifat positif (variabel kekuatan atau peluang ) diberi nilai dari
1 sampai dengan 4 dengan membandingkan dengan rata-rata pesaing
utama. Sedangkan variabel yang bersifat negatif kebalikannya, jika
kelemahan atau ancaman besar sekali (dibanding dengan rata-rata pesaing
sejenis) nilainya adalah 1, sedangkan jika nilai ancaman kecil/di bawah rata-
rata pesaing-pesaingnya nilainya 4.
Faktor-Faktor Strategis Bobot Nilai Bobot x Nilai
Kekuatan/Peluang : (faktor-faktor yang menjadi kekuatan/peluang)
(Professional Judgement)
(Professional Judgement)
(Jumlah perkalian bobot
dengan nilai pada setiap
faktor)
jumlah
(Jumlah bobot kekuatan/ peluang)
(Jumlah nilai kekuatan/ peluang)
(Jumlah bobot x nilai)
Tabel 2.3 Model Analisis Faktor Strategi Internal/Eksternal
31
Kelemahan/Ancaman : (faktor-faktor yang menjadi kelemahan/ancaman)
(Professional Judgement)
(Professional Judgement)
(Jumlah perkalian bobot
dengan nilai pada setiap
faktor)
jumlah
(Jumlah bobot kelemahan/ ancaman)
(Jumlah nilai kelemahan/ ancaman)
(Jumlah bobot x nilai)
Pemetaan posisi pariwisata bertujuan untuk mengetahui posisi
pariwisata dari suatu objek wisata dalam kondisi perkembangannya saat ini.
Pemetaan didasarkan pada analogi sifat yang dmiliki dari faktor-faktor
strategis. Kekuatan memiliki sifat positif, kelemahan bersifat negatif, begitu
juga dengan peluang bersifat positif dan ancaman bersifat negatif.
Diagram posisi perkembangan pariwisata memberikan gambaran
keadaan perkembangan pariwisata berdasarkan kuadran-kuadran yang
dihasilkan garis vektor SW dan garis vektor OT, setiap kuadran memiliki
rumusan strategi sebagai strategi utamanya. Seperti telah dijelaskan
sebelumnya garis vektor pada diagram posisi perkembangan pariwisata
didasarkan pada logika faktor strategi internal membentuk garis horisontal
dan faktor strategi eksternal membentuk garis vertikal.
Sumber: Freddie Rangkuti, 2011
Gambar 2.3 Model Posisi Perkembangan Pariwisata Sumber: LM-FEUI (H Oka A Yoeti 1996)
32
Rumusan setiap kuadran yang secara khusus untuk pariwisata dan beberapa
pengertian yang melalui proses adopsi, adaptasi dari penggunaan analisis
SWOT untuk perusahaan, sehingga diadaptasi sutu rumusan sebagai berikut:
a. Kuadran I : Growth (pertumbuhan)
Strategi pertumbuhan didesain untuk mencapai pertumbuhan, baik
dalam penjualan, asset, profit atau kombinasi ketiganya (Freddy
Rangkuti, 2001:43). Pertumbuhan dalam pariwisata adalah
pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan (frekuensi kunjungan dan
asal daerah wisatawan), asset (objek dan daya tarik wisata, prasarana
dan sarana pendukung), pendapatan (retribusi masuk dan jumlah yang
dibelanjakan).
Pertumbuhan dalam pariwisata terbagi dua, yaitu:
1) Rapid Growth Strategy (strategi pertumbuhan cepat), adalah
strategi meningkatkan laju pertumbuhan kunjungan wisatawan
dengan waktu lebih cepat (tahun ke 2 lebih besar dari tahu ke 1 dan
selanjutnya), peningkatan kualitas yang menjadi faktor kekuatan
untuk memaksimalkan pemanfaatkan semua peluang.
2) Stable Growth Strategy (strategi pertumbuhan stabil), adalah
strategi mempertahankan pertumbuhan yang ada (kenaikan yang
stabil, jangan sampai turun).
b. Kuadran II : Stability (Stabilitas)
Strategi stabilitas adalah strategi konsolidasi untuk mengurangi
kelemahan yang ada, dan mempertahankan pangsa pasar yang sudah
dicapai (oka A. Yoeti, 1996:144). Stabilitas diarahkan untuk
mempertahankan suatu keadaan dengan berupaya memanfaatkan
peluang dan memperbaiki kelemahan.
Strategi stabilitas terbagi dua, yaitu:
1) Agressive Maintenance strategy (strategi perbaikan agresif), adalah
strategi konsolidasi internal dengan mengadakan perbaikan-
33
perbaikan berbagai bidang. Perbaikan faktor-faktor kelemahan
untuk memaksimalkan pemanfaatan peluang
2) Selective Maintenance strategy (strategi perbaikan pilihan), adalah
strategi konsolidasi internal dengan melakukan perbaikan pada
sesuatu yang menjadi kelemahan. Memaksimalkan perbaikan
faktor-faktor kelemahan untuk memanfaatkan peluang.
c. Kuadran III : Survival (Bertahan)
1) Turn around strategy (strategi memutar balik), adalah strategi yang
membalikan kecenderungan-kecenderungan negatif sekarang, yang
paling umum tertuju pada pengelolaan.
2) Guirelle strategy (strategi merubah fungsi), adalah strategi merubah
fungsi yang dimiliki dengan fungsi lain yang bener-benar berbeda.
d. Kuadran IV : Diversifikasi
Strategi penganekaragaman adalah strategi yang membuat
keanekaragaman terhadap objek dan daya tarik wisata dan
mendapatkan dana investasi dari pihak luar.
Strategi penganekaragaman dibagi dua, yaitu :
1) Diversifikasi concentric strategy (strategi diversifikasi konsentrik),
adalah diversifikasi objek dan daya tarik wisata sehingga dapat
meminimalisir ancaman.
2) Diversifikasi conglomerate strategy (strategi diversifikasi
konglomerat), adalah memasukan investor untuk mendanai
diversikasi yang mempertimbangkan laba.
G. Abrasi
1. Pengertian Abrasi dan Dampak yang Ditimbulkan
Abrasi merupakan proses pengikisan oleh air laut terhadap garis pantai
sehingga terjadi pemunduran garis pantai ke arah daratan. Dengan kata lain,
abrasi adalah penggerusan alur-alur pantai oleh air laut. Berbagai faktor yang
34
menyebabkan terjadinya abrasi dapat dikategorikan menjadi faktor manusia
dan faktor alam (Sumber: Pustekkom Depdiknas).
Faktor manusia yang berpengaruh langsung pada perubahan garis
pantai adalah: kegiatan penanggulan pantai, pembabatan hutan bakau,
penggalian pasir di pantai dan laut, pengerukan lumpur laut, perusakan
terumbu karang, pembuatan bangunan di pantai dan reklamasi pantai. Selain
itu, pembangunan pemukiman dan tempat wisata tanpa mengindahkan
keberadaan eksosistem yang ada juga menyebabkan abrasi semakin parah.
Sedangkan pengaruh tidak langsung bagi munculnya peristiwa abrasi adalah
berupa kegiatan penggundulan hutan di hulu sungai.
Faktor alam yang berasal dari darat adalah sedimentasi melalui sungai-
sungai dan adanya tumbuhan pantai. Faktor alam yang berasal dari laut
adalah gelombang, arus, pasang surut, kenaikan muka laut rata-rata karena
pemanasan global, sedimentasi, dan geomorfologi dasar laut.
Gelombang laut merupakan faktor alam yang paling berperan dalam
menimbulkan abrasi secara langsung. Gelombang yang dihasilkan oleh angin
berperan sebagai agen transfer energi. Gelombang yang merambat ke
segala arah membawa energi yang kemudian dilepaskan ke pantai. Energi
inilah yang merupakan penyebab utama terjadinya abrasi. Faktor penting lain
yang ikut mempengaruhi proses abrasi pantai adalah pasang surut.
Perubahan garis pantai dipengaruhi oleh perubahan harian dan tahunan
pasang surut. Sebagian orang menilai peristiwa tersebuti bukan sebagai
gelombang pasang, melainkan tsunami yang berskala kecil.
Abrasi pantai menyebabkan terjadinya kemunduran garis pantai yang
semakin jauh setiap tahun. Akibatnya, banyak rumah penduduk yang terkena
gusuran alam, hilangnya bangunan-bangunan bersejarah, rusaknya
lingkungan sehingga ekosistem terganggu, dan turunnya produktivitas
tambak yang mengganggu mata pencarian penduduk. Akhirnya, dampak
abrasi tersebut akan menimbulkan berbagai konflik dalam kehidupan
35
masyarakat. Kerugian-kerugian yang terjadi karena adanya abrasi pantai
dapat dikelompokkan dalam 4 jenis yaitu:
a. Kerugian Bangunan, bangunan rusak dan hilang karena tergusur ombak
b. Kerugian Sarana dan Prasarana, sarana lingkungan tidak bisa
digunakan semestinya karena tergenang air pasang. Genangan akan
lebih lama apabila saat pasang disertai dengan hujan.
c. Kerugian Lahan dan Fungsi Kawasan, pengikisan pantai dengan cepat
telah menjadikan kawasan pantai semakin mendekati pemukiman,
sehingga kawasan perumahan menjadi semakin sempit. Sedimentasi di
dekat muara sungai telah mengakibatkan tidak lancarnya aliran sungai
sehingga terjadi arus balik dan menggenangi kawasan pinggir sungai.
Dengan demikian kawasan darat (lahan) semakin menyempit.
d. Kerugian Sosial, aktivitas sosial masyarakat tidak dapat dilakukan
secara normal karena aksesnya terhalang. (Sumber: Pustekkom Depdiknas)
2. Penanganan Abrasi
Dampak dari abrasi pantai yang banyak mendatangkan kerugian bagi
masyarakat dapat dikurangi dengan usaha penanggulangan. Usaha
penanggulangan abrasi pada suatu kawasan pantai pada dasarnya dapat
dibagi menjadi 3 tahap (Pustekkom Depdiknas) yaitu:
a. Jangka pendek atau darurat
Merupakan penanggulangan darurat dengan sasaran melindungi sarana
dan prasarana umum maupun pemerintah di daerah terkena bencana
dengan cara memperbaiki segera kerusakan bangunan dan pengaman
pantai yang sudah ada.
b. Jangka menengah
Yaitu penanggulangan pantai yang kritis karena abrasi dengan
membangun pengaman atau pelindung pantai berupa groin, revetment,
jettie, pemecah gelombang, dan lain-lain.
36
c. Jangka panjang
Merupakan penanganan pantai secara menyeluruh dan terpadu dari
berbagai lingkungan sosial politik, ekonomi dan budaya secara
terkoordinir.
Dalam Jurnal Pustekkom Depdiknas dengan judul Pengikisan Pantai
Akibat Abrasi dipaparkan beberapa metode atau teknik yang dilakukan dalam
penanganan abrasi pantai, antara lain:
a. Penanggulangan abrasi pantai dengan penanaman mangrove
Hutan mangrove merupakan daerah transisi antara daratan dan
lautan. Secara fisik, mangrove berperan sebagai penghalang dari
serangan gelombang dan badai.
Pohon mangrove memiliki akar yang kuat dan berlapis-lapis sehingga
dapat meredam hantaman ombak dan mematahkan tenaga gelombang
badai serta mempercepat pengendapan lumpur yang di bawa air sungai
di sekitarnya. Sistem perakaran yang khas pada tumbuhan mangrove
berupa akar tunjang, pneumatofor, dan akar lutut, dapat menghambat
arus air laut dan ombak.
b. Teknologi penanggulangan abrasi pantai
Cukup banyak teknologi pengamanan abrasi pantai yang dapat
dipergunakan, baik teknologi umum sederhana sampai dengan
teknologi canggih, seperti bangunan pengamanan pantai dengan blok
beton, pengisian pasir, penggunaan bangunan krib, tipe rouble mound,
tembok laut dan revetment.
Pelindung pantai berupa armour stone atau beton mempunyai
kelemahan, yaitu tidak ekonomis apa bila dilaksanakan pada daerah-
daerah pantai berpasir yang terpencil, serta terbatas infrastrukturnya
maupun sumber material konstruksi. Selain itu, teknologi ini dapat
mengganggu pemandangan serta menyulitkan aktifitas masyarakat di
pantai.
37
Pelindung pantai berupa pemecah ombak dibuat berupa bangunan
Pemecah gelombang ini ditempatkan berjejer dalam jumlah banyak di
sepanjang pantai terutama pada pantai yang mempunyai gelombang
laut cukup besar. Sama dengan tembok beton, cara ini tidak ekonomis
terutama karena harga material bangunan berupa batu besar sangat
mahal.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah keterbatasan infrastruktur
dan sumber material untuk pembuatan beton pelindung adalah
penggunaan kantong pasir sebagai penahan gelombang. Kelebihan
kantong pasir sebagai penahan gelombang adalah sedikit dalam
penggunaan material, dapat dilaksanakan dengan peralatan terbatas
serta dapat memanfaatkan material setempat, tidak mempunyai
dampak buruk terhadap lingkungan, tidak terlalu mengganggu kegiatan
masyarakat, serta tidak menggangu pemandangan di daerah wisata.
Pembuatan kantong pasir dapat dilakukan secara sederhana dengan
cara memasukkan pasir ke dalam karung-karung plastik bekas maupun
baru. Karung-karung ini dapat berbentuk guling atau bantal. Selanjutnya
disusun bertumpuk rapi dan berjejer di pinggir pantai (Sumber: Pustekkom
Depdiknas).
Gambar 2.4 armour stone/beton (kiri) dan penumpukan pasir (kanan) (Sumber: Pustekkom Depdiknas)
38
H. Peraturan dan Perundangan
1. Undang-Undang 27/2007
UU No.27/2007 adalah undang-undang yang mengenai Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil khususnya yang menyangkut
perencanaan, pemanfaatan, hak dan akses masyarakat, penanganan konflik,
konservasi, mitigasi bencana, reklamasi pantai, rehabilitasi kerusakan pesisir,
dan penjabaran konvensi-konvensi internasional terkait.
Dalam UU No.27/2007 Pasal 1 ayat (1) menyatakan Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses perencanaan,
pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumberdaya pesisir dan
pulau-pulau kecil antar sektor, antar pemerintah dan pemerintah daerah,
antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan
manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pasal 28 ayat (1) menyatakan Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil diselenggarakan untuk menjaga kelestarian Ekosistem Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil, melindungi alur migrasi ikan dan biota laut lain,
melindungi habitat biota laut, dan melindungi situs budaya tradisional.
2. Peraturan Menteri
a. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
Per.20/Men/2008 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan Perairan
di Sekitarnya
Pasal 2:
(1) Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan sekitarnya dilakukan
untuk kepentingan pembangunan di bidang ekonomi, sosial dan
budaya dengan berbasis masyarakat dan secara berkelanjutan.
(2) Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya
sebagaimana dimaksud pada ayat tersebut di atas dilakukan
dengan memperhatikan aspek:
39
• keterpaduan antara kegiatan Pemerintah dengan pemerintah
daerah, antarpemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat
dalam perencanaan dan pemanfaatan ruang pulau-pulau kecil
dan perairan di sekitarnya.
• kepekaan/kerentanan ekosistem suatu kawasan yang berupa
daya dukung lingkungan, dan sistem tata air suatu pulau kecil;
• ekologis yang mencakup fungsi perlindungan dan konservasi;
• kondisi sosial dan ekonomi masyarakat;
• politik yang mencakup fungsi pertahanan, keamanan, dan
kedaulatan negara kesatuan Republik Indonesia;
• teknologi ramah lingkungan;
• budaya dan hak masyarakat adat, masyarakat lokal, serta
masyarakat tradisional.
Pasal 3:
(1) Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan sekitarnya
diprioritaskan untuk salah satu atau lebih kepentingan berikut
Konservasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan
pengembangan, budidaya laut, pariwisata, usaha perikanan dan
kelautan secara lestari, pertanian organik, dan/atau peternakan.
(2) Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya selain
sebagaimana dimaksud pada ayat tersebut diatas dapat
dimanfaatkan antara lain untuk usaha pertambangan, permukiman,
industri, perkebunan, transportasi, dan pelabuhan.
(3) Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan sekitarnya
sebagaimana dimaksud pada ayat-ayat diatas kecuali untuk
konservasi, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan
pengembangan, wajib sesuai dengan rencana zonasi, memenuhi
persyaratan pengelolaan lingkungan
40
b. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
Per.17/Men/2008 Tentang Kawasan Konservasi Di Wilayah Pesisir Dan
Pulau-Pulau Kecil
Pasal 1:
(1) Konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah upaya
perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan,
ketersediaan, dan kesinambungan sumber daya pesisir dan pulau-
pulau kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas
nilai dan keanekaragamannya.
(2) Kawasan konservasi adalah bagian wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil yang mempunyai ciri khas tertentu sebagai satu kesatuan
ekosistem yang dilindungi, dilestarikan dan/atau dimanfaatkan
secara berkelanjutan untuk mewujudkan pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan.
Pasal 2:
(1) Tujuan ditetapkannya konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil yaitu untuk memberi acuan atau pedoman dalam melindungi,
melestarikan, dan memanfaatkan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil serta ekosistemnya.
(2) Sasaran pengaturan kawasan konservasi wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil ditujukan untuk perlindungan, pelestarian, dan
pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta
ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan
kesinambungan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil dengan
tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan
keanekaragamannya.
41
c. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: KM.67 /
UM.001/MKP/ 2004 Tentang Pedoman Umum Pengembangan
Pariwisata di Pulau-Pulau Kecil
BAB II Prinsip Pengembangan disebutkan “Penyelenggaraan
pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil harus menggunakan
prinsip berkelanjutan di mana secara ekonomi memberikan keuntungan,
memberikan kontribusi pada upaya pelestarian sumber daya alam, serta
sensitif terhadap budaya masyakat lokal”.
BAB IV Arahan Pengembangan sub-bab Penataan Ruang
disebutkan “Beberapa hal yang harus diperhatikan di dalam penataan
ruang pulau adalah :
(1) Pemerintah daerah harus menyusun dan menetapkan tata ruang
pulau melalui proses konsultatif dengan para pihak ( stakeholders )
(2) Penataan ruang kawasan harus didasarkan pada hasil kulaborasi
antara masukan para pihak dengan perencana kawasan
(3) Penataan ruang harus memperhatikan aspek lingkungan,termasuk
konservasi sumber daya alam dan sentitifitas ekosistem serta aspek
sosial, budaya dan ekonomi masyarakat”.
I. Studi Banding
1. Pulau Pahawang, Lampung
Pulau Pahawang merupakan satu dari rangkaian pulau-pulau kecil yang
berada di perairan Teluk Lampung. Pulau Pahawang berada di Kabupaten
Pasawaran Lampung.Banyak sekali daya tarik yang dimiliki pulau ini mulai
dari laut,hutan bakau sampai tradisi masyarakatnya.
Sebagai alternatif pengelolaan sumber daya alam yang mampu
memberikan nilai ekonomi secara berkelanjutan,Masyarakat Pulau
Pahawang membangun sebuah Ekowisata dengan bentuk pendidikan
konservasi lingkungan dan Kerakyatan.
42
Ekowisata adalah perjalanan bertanggung jawab ketempat-tempat yang
alami dengan menjaga kelestarian lingkungan dan mensejahterakan
penduduk setempat. wisata sebagai alternatif pengelolaan sumberdaya alam,
karna bicara soal konservasi akan selalu ada nilai ekonomis yang didapat
oleh masyarakat agar berkelanjutan.
Bentuk ekowisata Pulau Pahawang yaitu wisata pendidikan dan
konservasi karena aktivitas wisatanya berkaitan dengan pendidikan
lingkungan dan usaha-usaha yang dilakukan oleh masyarakat setempat,
Untuk wisata konservasi setiap wisatawan yang berkunjung di Pulau
Pahawang diwajibkan untuk menanam tanaman bakau, dengan label nama
penanam terpasang di pohon bakaunya.
Konsep wisata di Pahawang juga berbasis masyarakat, karena yang
dilibatkan dalam kegiatan wisata yaitu penduduk di Pulau Pahawang, mulai
dari kapal, penyediaan menu makanan, pemandu lokal, narasumber yang
memberi penjelasan soal hal-hal terkait seperti mangrove, rumput laut, dan
lainnya berasal dari warga yang bermukim di pulau tersebut. Slogan yang
digunakan dalam pengembangan wisata Pulau Pahawang adalah "mari
berwisata seraya melestarikan lingkungan", sehingga ekowisata yang
dibangun akan tetap bisa menjaga keseimbangan ekosistem lingkungan yang
berkelanjutan dan bermanfaat bagi masyarakat. (www.publikkrakatau.com dan
www.suropeji.com diakses tanggal 27 November 2012)
Gambar 2.5 ekowisata pahawang Sumber: www.suropeji.web.id
43
2. Pulau Sangiang, Banten
Pulau Sangiang, adalah sebuah pulau kecil yang terletak di Selat
Sunda, yakni antara Jawa dan Sumatra. Secara administratif, pulau ini
termasuk dalam wilayah Kabupaten Serang, Banten. terletak di titik kordinat
antara 105′49′30″ - 105′52′ Bujur Timur 5′56′ - 5′58′50″ Lintang Selatan.
Jarak tempuhnya hanya membutuhkan waktu kurang lebih 45 menit
dari Anyer, dengan menggunakan kapal atau perahu bermotor. Keindahan
alamnya, berupa terumbu karang dan pantai.
Pulau Sangiang yang sekarang dijadikan Taman Wisata Alam pada
awalnya merupakan Cagar Alam seluas 700,35 Ha Kemudian pada tahun
1991, perairan di sekitar kawasan diubah menjadi Taman Wisata Alam Laut
seluas 720 ha.
Pulau Sangiang memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan,
terutama yang menyukai wisata bahari. Keindahan alam dan pantai serta
karang yang dihiasi ikan berwarna-warni merupakan obyek wisata utama di
kawasan ini. Selain itu TWA Pulau Sangiang memiliki potensi flora dan fauna
yang beragam dan masih asli, terdapat pula bangunan dan goa-goa
peninggalan zaman Jepang yang mempunyai nilai historis. Kegiatan Wisata
Alam yang dapat dilakukan adalah:
a) Wisata Alam (lintas alam, mendaki gunung, memotret, bersepeda,
berkemah dan menikmati panorama alam pantai yang landai maupun
pantai yang curam). Lokasi obyek wisata alam ini terletak di bagian
barat, barat laut dan bagian selatan pulau serta sepanjang pantai Batu
Mandi dan sekitar Gunung Gede.
b) Wisata Bahari (scuba diving, snorkling, menikmati keindahan terumbu
karang di taman laut dengan glass bottom boat, memancing. Kegiatan
scuba diving dapat dilakukan di sekitar perairan Tanjung Raden,
sedangkan di Legon Waru dapat dilakukan wisata menggunakan
perahu.
44
c) Wisata Budaya (menikmati/mengamati sisa-sisa perang dunia kedua,
yaitu berupa benteng-benteng bekas pertahanan Jepang). Lokasi
peninggalan sejarah ini letaknya di sekitar Pos TNI Angkatan laut.
Wisata Ilmiah (pendidikan dan penelitian)
Di kawasan Taman Wisata Alam Pulau Sangiang juga terdapat berbagai
fasilitas lainnya, seperti pusat informasi pariwisata, pemandu wisata, pos
jaga, polisi hutan, camping ground yang luas dan aman, pesanggrahan,
persewaan peralatan untuk menyelam, dermaga, serta persewaan perahu
dan speed boat untuk mengelilingi Pulau Sangiang. (www.anneahira.com dan
[email protected] diakses tanggal 13 Februari 2013)
Gambar 2.6 Ekowisata Pulau Sangiang Sumber: www.anneahira.com
45
J. Kerangka Pikir Perencanaan
Gambar 2.7 Kerangka Pikir Perencanaan
46
BAB III
METODE PERENCANAAN
A. Lokasi Perencanaan
Perencanaan Ekowisata Pulau Karampuang dilakukan di Pulau
Karampuang Kab. Mamuju, Sulawesi Barat, yang terletak di Kec. Mamuju,
berada 7 km dari kota Mamuju. Hanya perlu waktu kurang lebih 20 menit
untuk sampai dipulau Karampuang dengan menggunakan kapal kecil dari
dermaga Mamuju.
B. Teknik Pengumpulan Data
Dalam perencanaan ini metode pengumpulan data yang digunakan
diantaranya:
1. Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya,
diamati dan dicatat dengan melalui kegiatan wawancara, dan pengamatan.
Cara Pengumpulan data primer yang dilakukan yaitu :
a). Wawancara
Wawancara kepada pihak yang terkait dengan penyusunan
pengembangan ekowisata baik pada pemerintah kota maupun kepada
masyarakat sekitar kawasan Pulau Karampuang. Wawancara ini sangat
diperlukan untuk memperoleh data yang tidak diperoleh dalam bentuk
dokumen, sehingga dengan metode wawancara ini akan melengkapi data
yang masih kurang dan belum diperoleh dengan survei sekunder.
b). Observasi/Pengamatan
Teknik ini dipergunakan untuk memperoleh informasi dan data yaitu
dengan mengadakan pengamatan secara langsung di lapangan. Untuk
observasi ini sebagian besar merupakan data kualitatif dan dokumentasi
yang berguna untuk melihat kondisi eksisting kawasan yang akan
dikembangkan.
47
2. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari studi literatur/pustaka
maupun survey instansi atau departemen yang berhubungan dengan materi
yang akan disusun. Metode studi literatur meliputi kegiatan mencari teori-teori
yang berhubungan dengan pengembangan ekowisata dan yang akan
digunakan untuk menganalisis sehingga dapat dirumuskan suatu konsep
pengembangan. Teori-teori tersebut berhubungan dengan pengertian dan
klasifikasi pariwisata dan ekowista, dan beberapa konsep yang relevan
dengan pengembangan kawasan Pulau Karampuang sebagai kawasan
ekowisata.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup
yang akan diteliti. Pada hakikatnya, populasi adalah kumpulan dari satuan-
satuan elementer yang mempunyai karakteristik dasar yang sama atau
dianggap sama. Adapun yang menjadi populasi pada perencanaan ini yaitu
pengunjung atau wisatawan kawasan wisata Pulau Karampuang Kabupaten
Mamuju.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti dan
dimanfaatkan untuk memperoleh gambaran dari populasi. Pengambilan
sampel pada perencanaan ini bertujuan untuk mengetahui tanggapan
wisatawan terhadap daya tarik objek wisata Pulau Karampuang Mamuju.
Teknik pengambilan sampling dilakukan dengan menggunakan rumus slovin,
dengan rata-rata pengunjung perbulan Kabupaten Mamuju sebesar 1500
wisatawan sebagai popoulasi.
48
Jadi jumlah sampel yang diambil adalah 25 dengan derajat
kecermatan 20% untuk tingkat kepercayaan 80% Metode pengambilan
sampel yang digunakan dalam studi ini yaitu metode pengambilan
sampel Accidental Sampling, yaitu sampel yang ditemui di lapangan
pada saat observasi.
D. Metode Analisis Data
Dalam Perencanaan Ekowisata Pulau Karampuang Kabupaten Mamuju
Berbasis Masyarakat terdapat beberapa metode analisis data yang
digunakan yaitu:
1. Metode Kualitatif
Metode ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah pertama
dengan menggambarkan kondisi eksisting dan karakteristik kawasan Pulau
Karampuang sebagai kawasan pengembangan ekowisata berbasis
masyarakat. Metode ini juga digunakan untuk menjawab rumusan masalah
kedua dengan menentukan konsep dan arahan pengembangan.
2. Metode Kuantitatif
Metode ini digunakan untuk menjawab rumusan masalah pertama,
berupa analisis data bersifat kuantitatif. Metode ini nantinya akan digunakan
untuk pembobotan SWOT.
49
E. Teknik Analisis
Dalam Perencanaan Ekowisata Pulau Karampuang Kabupaten Mamuju
terdapat beberapa teknik analisis data yang digunakan yaitu:
1. Analisis Spasial
Analisis spasial digunakan untuk mengetahui keterkaitan antar zona
dalam kawasan pengembangan serta melihat hubungan keterkaitannya
sehingga dapat ditentukan arahan spasial yang dapat diterapkan dalam
pengembangan ekowisata di Pulau Karampuang.
2. Analisis Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW)
Analisis ODTW digunakan untuk mengetahui objek atau daya tarik yang
paling menonjol atau paling diminati oleh wisatawan dalam kawasan
pengembangan menggunakan kuisioner dengan pembobotan/scoring
menggunakan skala likert dengan poin tertinggi 5 pada setiap pertanyaan
dan poin terendah adalah 1.
Sangat Menarik Menarik Kurang
Menarik Tidak Menarik
Sangat Tidak
Menarik
5 4 3 2 1
3. Analisis Foto Mapping
Analisis Foto Mapping merupakan metode analisis untuk memetakan
potensi dan masalah pada saat ini dengan menggunakan media foto. Metode
ini bertujuan untuk memperlihatkan secara nyata kondisi eksisting di wilayah
pengembangan.
4. Analisis Superimpose
Analisis ini merupakan alat untuk mengetahui kondisi fisik dasar
kawasan pengembangan dengan melakukan overlay beberapa peta
sehingga akan terlihat tingkat kelayakan pemanfaatan lahan di kawasan
pengembangan.
50
5. Analisis SWOT
Analisis SWOT merupakan salah satu teknik analisis yang digunakan
dalam menginterpretasikan wilayah pengembangan, khususnya pada kondisi
yang sangat kompleks dimana faktor eksternal dan internal memegang peran
yang sama pentingnya. Analisis SWOT digunakan untuk penelaahan
terhadap kondisi fisik, ekonomi dan sosial wilayah perencanaan serta
struktur ruang.
Dalam kasus ini, analisis SWOT digunakan untuk mengetahui Analisis
ini faktor potensi (Strength), Masalah (Weakness), Peluang (Opportunities),
dan Ancaman (Threat) dari kawasan pengembangan. Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi pengembangan tersebut :
a) Potensi (Strength)
Kekuatan apa yang dapat di kembangkan agar lebih tangguh sehingga
objek wisata tersebut dapat menjadi alternatif solusi bagi perkembangan
sektor pariwisata di Kota Mamuju serta dapat mendukung fungsi
kawasan tersebut sebagai kawasan konservasi.
b) Masalah (Weakness)
Segala faktor yang merupakan masalah atau kendala yang datang dari
dalam wilayah atau obyek itu sendiri. Yang diperkirakan dapat menjadi
penghambat dalam pengembangan ekowisata tersebut.
c) Peluang (Opportunities)
Kesempatan yang berasal dari luar wilayah atau obyek studi,
kesempatan tersebut di berikan sebagai akibat dari pemerintah,
peraturan-peraturan atau kondisi perekonomian secara global.
d) Ancaman (Threat)
Merupakan hal yang dapat mendatangkan kerugian yang berasal dari
luar wilayah atau obyek.
51
Kekuatan dan kelemahan merupakan faktor intern, sedangkan
kesempatan dan ancaman merupakan faktor ekstern. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada diagram berikut ini.
Keempat faktor tersebut dianalisis yang ditinjau dari variabel sumber
daya alam, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat serta faktor lain sebagai
promosi adanya pesaing dan lainnya yang akan mempengaruhi
pengembangan. Berdasarkan variabel-variabel tersebut, dapat dibuat matriks
analisis SWOT dengan menjabarkan dan mengkombinasikan masing-masing
variabel. Matriks analisis SWOT dibuat dengan mengaitkan 2 poin yang
saling berkaitan dan berhubungan sebagai berikut :
1. SO; Memanfaatkan kekuatan (S) secara maksimal untuk dapat meraih
peluang (O) yang tersedia.
2. ST; Memanfaatkan kekuatan (S) secara maksimal untuk mengantisipasi
atau menghadapi ancaman (T) dan berusaha maksimal menjadikan
ancaman sebagai peluang.
3. WO; Meminimalkan kelemahan (W) untuk meraih peluang (O)
4. WT; Meminimalkan kelemahan (W) untuk menghindari secara lebih baik
dari ancaman (T).
Gambar 3.1 Analisis SWOT Sumber: SWOT Balanced Scorecard
52
F. Variabel Perencanaan
Variabel perencanaan merupakan gambaran tentang suatu keadaan
atau persoalan yang dikaitkan dengan tempat dan waktu yang merupakan
dasar suatu perencanaan dan merupakan alat bantu dalam mengambil
keputusan. Variabel dipakai sebagai input yang akan diolah menjadi
informasi dengan alat analisis.
Tabel 3.1 Matriks Analisis SWOT
Sumber: SWOT Balanced Scorecard
53
No. Tujuan Faktor Sub Faktor Jenis Data Teknik Analisis Keluaran
1. Mengetahui
karakteristik kawasan
Pulau Karampuang
sebagai salah satu
kawasan yang
berpotensi sebagai
daerah tujuan
ekowisata kota
Mamuju
Kondisi fisik
ekowisata
o Penggunaan
lahan
o Aksesibilitas
o Bentang Alam
o Mamuju dalam angka
o Kondisi prasana jalan
o Moda dari dan menuju
pulau
o Tingkat kelerengan dan
jenis tanah
Spasial
Superimpose
Analisis
ODTW
o Arahan Spasial
o Arahan Landscape
Kondisi ekologi
pesisir
o Pasang Surut
o Ombak
o Kedalaman
o Flora
o Fauna
o Ekosistem
Pesisir
o Pola pasang surut
o Data Ombak
o Peta Bathimetri
o Jenis flora / fauna
o Persebaran ekosistem
pesisir
Superimpose
Analisis
ODTW
o Arahan Kawasan
Ekowisata
o Arahan Kawasan
Konservasi
Kondisi sosial
budaya
o Struktur sosial
o Organisasi /
kelembagaan
o Mata
pencaharian
o Mamuju dalam angka
o Profil Pulau
Karampuang
Deskriptif
kualitatif
Foto mapping
o Konsep Atraksi
Budaya
Tabel 3.2 Variabel Perencanaan
54
No. Tujuan Faktor Sub Faktor Jenis Data Analisis Keluaran
2. Mengetahui konsep
perencanaan
ekowisata yang dapat
diterapkan pada
kawasan Pulau
Karampuang
Konsep dan Arahan Pengembangan Ekowisata Pulau
Karampuang Kabupaten Mamuju, meliputi:
o Zoning
o Macam dan Jenis Fasilitas
o Atraksi Wisata
o Bentang Alam
o Aksesibilitas dan Sirkulasi
o Pengelolaan Sampah
Spasial
SWOT
Konsep dan arahan
55
F. Kerangka Perencanaan
Gambar 3.2 Kerangka Perencanaan
56
G. Diagramatik Alur Studi Perencanaan
Gambar 3.3 Diagramatik Alur Studi Perencanaan
57
H. Definisi Operasional
1. Ekowisata adalah “Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke
area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan
dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat.”.
(Organisasi The Ecotourism Society :1990).
2. Pengembangan ekowisata Pulau Karampuang berbasis masyarakat
didefinisikan pengelolaan ekowisata pada Pulau Karampuang dilakukan
secara menyeluruh mulai keterpaduan kebijakan, penentuan sasaran
dan tujuan, serta rencana spasial dan atraksi wisata yang berbasis pada
pemberdayaan masyarakat setempat.
3. Kawasan konservasi adalah kawasan yang pengelolaan sumber daya
alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk
menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.
4. Zona adalah suatu kawasan yang memiliki kesamaan karakteristik fisik,
biologi, ekologi, dan ekonomi yang ditentukan berdasarkan kriteria
tertentu untuk mengelompokkan kegiatan yang bersifat sinergis dan
memilahnya dari kegiatan yang bertentangan.
5. Rencana Zonasi suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang
melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi
sumber daya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang
berlangsung sebagai satu kesatuan dalam ekosistem pesisir..
58
BAB IV
GAMBARAN UMUM WILAYAH
A. Gambaran Umum Kota Mamuju
1. Geografi dan Administrasi Wilayah
Luas wilayah Kabupaten Mamuju adalah 6.944,88 Km2. Secara
administrasi pemerintahan terdiri atas 15 wilayah kecamatan terdiri atas 98
Desa, 8 Kelurahan, serta 4 Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) meliputi
wilayah Kecamatan Tapalang, Kecamatan Tapalang Barat, Kecamatan
Mamuju, Kecamatan Simboro & Kepulauan, Kecamatan Kalukku, Kecamatan
Papalang, Kecamatan Sampaga, Kecamatan Tommo, Kecamatan
Kalumpang, Kecamatan Bonehau, Kecamatan Budong-Budong, Kecamatan
Pangale, Kecamatan Topoyo, Kecamatan Karossa dan Kecamatan Tobadak.
Berdasarkan posisi dan letak geografis wilayah, Kabupaten Mamuju
berada pada koordinat 10 38’ 110”– 20 54’ 552” Lintang Selatan dan 110 54’
47”– 130 5’ 35” Bujur Timur dari Jakarta (Sumber: Mamuju Dalam Angka
2011). Kabupaten Mamuju merupakan wilayah dengan potensi kawasan
strategis sebagai pengembangan ibukota kabupaten untuk Provinsi Sulawesi
Barat dengan batas administrasi wilayah berbatasan
• Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Mamuju Utara
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kab. Majene, Kab. Mamasa, Kab.
Tana Toraja
• Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Luwu Utara
• Sebelah Barat berbatasan Selat Makassar
59
•
Gambar 4.1 Peta Administrasi Provinsi Sulawesi Barat Sumber: Bakosurtanal 2010
60
Gambar 4.2 Peta Administrasi Kabupaten Mamuju Sumber: Digambar kembali dari sumber Data Pokok Kab. Mamuju, 2010
61
2. Klimatologi
Keadaan alam Kabupaten Mamuju secara garis besar beriklim tropis.
Suhu udara berkisar antara 27-31 0C atau rata-rata 29 0C. Kelembaban udara
rata-rata 70% - 80%, kecepatan angin 10,8 km/jam dan tekanan udara
berkisar 1.010,7 Miliar/Bar serta penyinaran matahari mencapai 75,8%.
Adapun curah hujan di Kabupaten Mamuju adalah 1.000 mm per hari
dan rata-rata hari hujan sebanyak 114 HH/tahun. Mengenai data curah hujan
tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
No Bulan Curah Hujan
mm/Hari Hujan
Hari Hujan
HH/Tahun
1 Januari 321 15
2 Februari 93 12
3 Maret 1.057 16
4 April 317 15
5 Mei 168 11
6 Juni 737 17
7 Juli 252 12
8 Agustus 143 11
9 September 271 16
10 Oktober 361 16
11 November 594 15
12 Desember 541 13
Tabel 4.1 Rata-Rata Curah Hujan Per Tahun di Kabupaten Mamuju
Sumber: Mamuju Dalam Angka 2010
62
3. Kondisi Demografi Kabupaten Mamuju
Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk 2010, jumlah
penduduk Kabupaten Mamuju sementara adalah 336.879 orang, yang terdiri
atas 173.407 laki‐laki dan 163.472 perempuan. Dari hasil SP2010 tersebut
masih tampak bahwa penyebaran penduduk Kabupaten Mamuju masih
bertumpu di Kecamatan Mamuju yakni sebesar 16,39%, kemudian diikuti
oleh Kecamatan Kalukku sebesar 14,61%, dan Kecamatan lainnya di bawah
8%.
No. Kecamatan Laki-laki Perempuan Laki-laki +
permpuan
Sex
Ratio
1. Tapalang 9,127 8,924 18,051 102
2. Tapalang Barat 4,609 4,539 9,148 100
3. Mamuju 28,138 27,064 55,202 103
4. Simboro 11,820 11,380 23,200 102
5. Kepulauan Balabakang 1,221 1,126 2,347 99
6. Kalukku 25,153 24,074 49,227 102
7. Papalang 10,911 10,483 21,394 105
8. Sampaga 7,131 6,855 13,986 102
9. Tommo 10,294 9,113 19,407 112
10. Kalumpang 5,643 5,157 10,800 104
11. bonehau 4,557 4,065 8,622 104
12. Budong-budong 11,726 11,065 22,791 107
13. Pangale 5,807 5,609 11,416 105
14. Topoyo 13,388 12,366 25,754 109
15. Karossa 11,364 10,567 21,931 108
16. Tobadak 12,518 11,085 23,603 116
17. Mamuju 173,407 163,472 336,879 106
Sumber : Badan Pusat Statistik/SP2010
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin
63
Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Mamuju per tahun selama
sepuluh tahun terakhir yakni dari tahun 2000‐2010 sebesar 3,91 persen. Laju
pertumbuhan penduduk Kecamatan Mamuju adalah yang tertinggi
dibandingkan Kecamatan lain di Kabupaten Mamuju yakni sebesar 6,37
persen, sedangkan yang terendah di Kecamatan Pangale yakni sebesar 0,13
persen. Kecamatan Kepulauan Balabalakang walaupun jumlah penduduknya
paling kecil tetapi laju pertumbuhan penduduknya berada di atas Kecamatan
Budong‐budong.
Dengan luas wilayah Kabupaten Mamuju sekitar 8.014,06 kilo meter
persegi yang didiami oleh 336.879 orang maka rata‐rata tingkat kepadatan
penduduk Kabupaten Mamuju adalah sebanyak 42 orang per kilo meter
persegi. Kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya
adalah Kecamatan Mamuju yakni sebanyak 267 orang per kilo meter persegi
sedangkan yang paling rendah adalah Kecamatan Kalumpang yakni
sebanyak 6 orang per kilo meter persegi.
4. Pengembangan Pariwisata Kabupaten Mamuju
a. Potensi Pariwisata Kabupaten Mamuju
Berbagai potensi seperti letak geografis, keanekaragaman budaya,
jumlah penduduk menjadikan kota Mamuju sebagai salah satu daerh tujuan
wisata yang sangat potensial untuk dikembangkan. Adapun prospek
pengembangannya antara lain wisata bahari, wisata budaya dan sejarah,
serta perdagangan.
Dalam rangka mengembangkan potensi pariwisata, pemerintah
melakukan berbagai upaya pembangunan dan revitalisasi objek wisata yang
ada. Kabupaten Mamuju memiliki potensi wisata yang cukup banyak
meskipun belum terkelola dengan baik. Namun sarana penunjang kegiatan
pariwisata telah tersedia berupa fasilitas akomodasi seperti Hotel,
64
penginapan dan wisma serta fasilitas hiburan seperti Pub, Karaoke dan café
maupun sejumlah rumah makan dan restoran. Obyek wisata yang ada di
daerah ini berupa wisata alam, wisata bahari dan peninggalan sejarah.
1) Wisata Bahari
a) Pulau Karampuang, terletak diwilayah Kecamatan Mamuju. Dapat
ditempuh dengan menggunakan kapal motor atau speed boat selama
20 menit. Keunikan pulau ini yaitu, dihuninya oleh ratusan Kalelawar
yang membentuk habitat di hutan bambu yang terhampar luas
b) Pulau Bala-Balakang, terletak di Kecamatan Simboro Kepulauan, jarak
tempuh dari pusat kota sekitar 3 jam dengan menggunakan speed boat.
Keunikannya karena Pulau Balabalakang merupakan kawasan
kampung nelayan tradisional dengan hamparan pantai pasir putih yang
indah.
c) Pulau Bakengkeng. Terletak di Kecamatan Kalukku, jarak tempuh dari
pusat kota sekitar 1 jam dengan menggunakan kendaraan roda empat
atau roda dua dan dilanjutkan dengan perahu. Pulau eksotis yang
menjadi keunikannya sangat cocok untuk olahraga air semacam jet sky,
selancar angin, dll.
d) Pantai Dungkait yang terletak di Kecamatan Talapang Barat, dapat
ditempuh sekitar 40 menit dari pusat kota dengan menggunakan
kendaraan roda dua.
e) Ekowisata Tanjung Ngalo Kecamatan Talapang Barat
f) Pantai Lombang-Lombang, yang terletak di Kecamatan Kalukku, sekitar
20 km dari kota Mamuju. Dapat ditempuh dengan menggunakan
kendaraan roda empat ataupun roda dua. Mulai tahun 2006, pantai ini
mulai dikelola secara serius oleh pemkab Mamuju. Keunikannya terlihat
pada hampatan pantai pasir putih yang luas dan bersih
65
2) Wisata Alam
a) Air Terjun Tamasapi. Terletak di Kecamatan Mamuju. Berjarak sekitar 5
km dari pusat kota dengan waktu tempuh sekitar 15 menit. Keunikannya
terletak pada tinggi air terjun yang mencapai 80 m dan dikelilingi hutan
tropis yang lebat.
b) Pemandian So’do, yang terletak di Kecamatan Mamuju. Berjarak sekitar
3 Km dari pusat kota dengan waktu tempuh sekitar 10 menit. Fasilitas
yang tersedia antara lain gazebo, tangga loncat, tempat parkir, dan jalan
setapak. Kawasan ini juga dipakai sebagai sumber mata air dari PDAM
untuk penduduk Mamuju.
c) Puncak Anjoro Pitu. Terletak di ketinggian, sekitar 3 km dari pusat kota
Mamuju. Diberi nama Anjoro Pitu karena konon dulunya terdapat 7 buah
pohon kelapa
d) Air Panas Padang Panga Kecamatan Mamuju. Merupan sumber air
panas alam ynag terletak sekitar 1 km dari pusat kota. Fasilitas yang
tersedia adalah kolam pemandian sebanyak 2 buah.
e) Sungai Karama, yang berjarak sekitar 120 km dari pusat kota dengan
waktu tempuh 5 jam dan termasuk dalam wilayah kecamatan
Kalumpang. Air sungai yang mengalir deras dan berjeram, sangat cocok
untuk wisata arung jeram.
3) Wisata Budaya
a) Kuburan Lasaga, Kecamatan Mamuju
b) Kuburan Pue Tonileo, Kecamatan Mamuju
c) Rumah Adat Mamuju, Kecamatan Mamuju
d) Sepasang Tengkorak, Kecamatan Kalumpang
66
Sebagai pendukung Sub sektor pariwisata Pemerintah Kabupaten
Mamuju bersama masyarakat masih tetap melestarikan peninggalan budaya
leluhur, seperti prosesi pernikahan maupun pada acara-acara tertentu.
“Mansossor Manurung”, yang merupakan prosesi adat pencucian benda-
benda pusaka kerajaan Mamuju yang dilaksanakan setiap tahun bertepatan
pada hari “Manakarra” Disamping itu juga terdapat beberapa obyek wisata
budaya berupa situs seperti Kuburan Tua La’ salaga, Kuburan Pattana Bali,
Mesjid tua dan beberapa situs yang tersebar di wilayah Kabupaten Mamuju.
Kabupaten Mamuju merupakan daerah yang kaya dengan heterogenitas
budaya. Kabupaten Mamuju yang memiliki keberagaman dalam perbedaan,
ini menunjukkan bahwa asimilasi budaya yang terjadi telah menjadi kekuatan
tersendiri dalam upaya membangun daerah.
Gambar 4.3 Beberapa objek wisata yang ada di Kabupaten Mamuju
Sumber : Dinas Pariwisata kab. Mamuju, 2012
Gambar 4.4 Rumah Adat Mamuju
Sumber: Dokumentasi 2012
67
b. Perkembangan Pariwisata Kabupaten Mamuju
Wisatawan yang pernah berkunjung ke kota Mamuju hanya wisatawan
domestik. Jumlah wisatawan domestik pada tahun 2009 adalah 17.915
wisatawan.
Bulan Wisatawan mancanegara Wisatawan domestik
Januari - 1.550
Februari - 1.585
Maret - 1.855
April - 1.292
Mei - 1.868
Juni - 1.500
Juli - 1.248
Agustus - 1.717
September - 1.658
Okrober - 2.070
November - 2.260
Desember - 970
Jumlah total - 17.915
B. Gambaran Umum Pulau Karampuang
1. Kondisi Fisik Pulau Karampuang
a. Geografis dan Administrasi Wilayah
Berdasarkan Kecamatan Mamuju dalam Angka 2011, secara geografis
Pulau Karampuang terletak pada 02° 38' 10,8'' LS dan 118° 53' 14,85'' BT.
Pulau Karampuang terletak di Kec. Mamuju, berada 7km dari kota Mamuju,
masih berstatus desa, dengan luas 6,21 km2. Hanya perlu waktu kurang lebih
20 menit untuk sampai diPulau Karampuang dengan menggunakan kapal
kecil dari dermaga Mamuju. Luas area sektor pariwisata di Pulau
Karampuang hanya seluas 2 Ha.
Tabel 4.3 Perkembangan wisatawan perbulan kota Mamuju tahun 2009
Sumber : Dinas Pariwisata Kabupaten Mamuju, 2009
68
Gambar 4.5 Peta Orientasi Lokasi Penelitian Terhadap Kecamatan Mamuju Sumber: Hasil Anaisis, 2013
69
Gambar 4.6 Peta Pulau Karampuang Sumber: Hasil Anaisis, 2013
70
b. Topografi
Secara umum kondisi topografi Pulau Karampuang berbukit-bukit dan
merupakan daerah yang dikelilingi oleh pantai, dengan ketinggian mencapai
120 mdpl, dengan tubir mengelilingi pulau dengan lebar mencapai 200 meter
ke arah laut.
c. Penggunaan Lahan
Keteraturan pola penggunaan lahan sering dikaitkan dengan
penggunaan lahan dalam kota. Pola tersebut merupakan gambaran distribusi
kegiatan penduduk dalam kota. Pola penggunaan lahan pada umumnya
dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu: kelompok kawasan
terbangun dan kelompok kawasan tidak terbangun. Kawasan tidak terbangun
di Pulau Karampuang di dominasi oleh hutan dan lahan kosong. Sedangkan
pola permukiman menyebar di sepanjang pinggiran pulau mengikuti garis
pantai.
d. Bentang Alam (Landscape)
Pulau Karampuang memiliki tinggi ombak signifikan sebesar 0.053 –
0.096 meter yang menyebabkan terjadinya abrasi yang tersebar di beberapa
titikdi sepanjang pinggiran pulau,
71
Gambar 4.7 Peta Kemiringan Lereng/ Topografi Pulau Karampuang Sumber: Hasil Anaisis, 2013
72
Gambar 4.8 Peta Kontur Pulau Karampuang Sumber: Hasil Anaisis, 2013
73
Gambar 4.9 Peta Penggunaan Lahan Pulau Karampuang Sumber: Hasil Anaisis, 2013
74
Gambar 4.10 Titik-Titik Abrasi Pulau Karampuang Sumber: Hasil Anaisis, 2013
75
2. Kondisi Ekologi Pesisir Kawasan Pulau Karampuang
a. Oceanografi Pulau Karampuang
1) Kecerahan
Kecerahan air merupakan ukuran kejernihan suatu perairan dan
sebagai indikasi adanya suspensi di dalam air. Semakin tinggi kecerahan
suatu perairan, maka semakin dalam cahaya menembus ke dalam air. Faktor
kecerahan perairan merupakan salah satu kriteria penting dalam penetapan
kawasan wisata bahari khususnya wisata selam. Menurut KLH dan LON LIPI
(1983) dalam Mansyur (2000) kecerahan dalam kaitannya dengan kegiatan
wisata selam sangatlah diperlukan untuk melihat pemandangan bawah laut
sebanding dengan nilai kecerahan di lokasi tersebut.
Berdasarkan Penelitian Kesesuaian Wisata Selam di Pulau
Karampuang oleh Kemal Antasari, kecerahan perairan antara 73 – 85%
dengan jarak pandang bisa mencapai 12 meter. Nilai kecerahan ini sangat
sesuai dengan yang diperlukan untuk melihat pemandangan bawah laut. Hal
ini dimungkinkan karena lokasi berada cukup jauh dari daratan utama dan
sungai sehingga suplai material tersuspensi yang menurunkan kecerahan
perairan.
2) Arus
Arah dan kecepatan arus diukur untuk mengetahui pola pergerakan
massa air. Sehingga dalam penentuan kesesuaian wisata, dapat ditentukan
lokasi yang benar-benar terhindar dari aliran arus air laut yang membawa
bahan pencemar ataupun dapat mengganggu kegiatan wisata.
Kondisi arus pada Pulau Karampuang adalah berkisar antara 0,07 m/dtk
– 0,05 m/dtk. Pada stasiun 1 memiliki arus terbesar dengan kecepatan
mencapai 0,07 m/dtk yang terdapat di sebelah selatan pulau dengan arah
arus 1800. Stasiun 3 memiliki arus terkecil dengan kecepatan mencapai 0,05
76
m/dtk yang berada di sebelah timur pulau dengan arah arus 550. Sedangkan
stasiun 2 kecepatan arusnya mencapai 0,06 m/dtk yang terdapat di sebelah
tenggara pulau dengan arah arus 600.
3) Bathimetri
Kedalamanan merupakan salah faktor untuk menentukan wisata bahari
khususnya untuk wisata selam. Kegiatan penyelaman mempunyai ketentuan
kedalaman tertentu (3 – 25 meter menurut standar kesesuaian). Menurut
Richardson (1999) Hal ini berkaitan erat dengan keselamatan dalam
melakukan penyelaman yang berhubungan dengan tekanan disamping faktor
lainnya yang dapat menyebabkan keselamatan jiwa wisatawan.
Kedalaman tertinggi perairan Pulau Karampuang yakni lebih dari 190
meter. Kedalaman ini terdapat bagian luar pulau yang berjarak sekitar 470
meter Timur Laut, dan 412 meter Barat Laut pulau. Daerah tersebut juga
merupakan bukan lokasi yang direkomendasikan sebagai lokasi wisata
bahari. Sedangkan lokasi pengamatan kondisi oseanografi mempunyai
mempunyai kedalaman berkisar 10 – 15 meter.
b. Panorama Bawah Laut
1) Keanekaragaman Terumbu Karang
Karang merupakan salah satu indikator layak tidaknya suatu areal
dimanfaatkan untuk wisata selam. Baik buruknya suatu ekosistem terumbu
karang ditentukan oleh tingginya persentase tutupan karang.
Dari hasil penelitian oleh Kemal Antasari, 2011, diperoleh kondisi
karang yang baik dengan persentase tutupan karang hidup berkisar antara
49,5 – 81,5 %, dengan tutupan karang kategori AC (Acropora) yang sangat
mendominasi dengan persetase tutupan yaitu 54%. Dari hasil tersebut
menunjukkan persentase tutupan karang yang sangat baik untuk
pengembangan wisata selam di perairan Pulau Karampuang.
77
2) Keanekaragaman Ikan Karang
Ikan juga merupakan indikator penentuan suatu wilayah layak dijadikan
wisata selam atai tidak. karena salah satu daya tarik dari ikan karang ini
adalah corak warna yang dimilikinya untuk menarik wisatawan dalam
menikmati keindahan panorama bawah laut.
Dari hasil penelitian oleh Kemal Antasari, 2011, diketahui bahwa
terdapat 102-110 ekor dengan 14 famili ikan yang terdapat pada ketiga
stasiun di perairan Pulau Karampuang yaitu : Acanthuridae, Apogonidae,
Balidtidae, Chaetodontidae, Ephippidae, Holocentridae, Labridae,
Lethrinidae, Nemipteridae, Scaridae, Scopaenidae, Serranidae,
Pomancentridae, dan Zanclidae.
Hal ini menunjukkan bahwa jumlah individu ikan karang perairan Pulau
Karampuang berada pada kisaran 70-140 individu yang berarti lokasi
tersebut masuk dalam kategori banyak atau sesuai.
c. Flora dan Fauna
1) Flora
Jenis flora (tumbuhan) di puau karampuang bervariasi menurut guna
lahan yang ada, misalnya vegetasi bakau atau hutan mangrove yang
tersebar di sepanjang pinggiran pulau, serta hutan lebat yang didominasi oleh
hutan bambu dan tersebar di seluruh pulau.
2) Fauna
Pulau Karampuang memiliki jenis hewan yang khas, misalnya kelelawar
yang menetap dan berkembang biak di pulau ini, kelelawar ini dapat kita
jumpai pada saat sore hari menjelang senja berterbangan di kawasan wisata
Pulau Karampuang dan mengeluarkan suara yang khas.
78
Gambar 4.11 Persebaran Flora Fauna Pulau Karampuang Sumber: Hasil Anaisis, 2013
79
3. Kondisi Sarana dan Prasarana
a. Aksesibilitas
1) Transportasi
Transportasi (tourist transportation), berkaitan erat dengan mobilisasi
wisatawan. Dalam perkembangan pariwisata alat transportasi tidak hanya
digunakan sebagai sarana untuk membawa wisatawan dari suatu tempat ke
tempat lain saja, namun juga digunakan sebagai atraksi wisata yang menarik.
Pulau Karampuang dapat ditempuh dengan menggunakan perahu
tradisonal milik penduduk yang terdapat di dermaga TPI Kab. Mamuju.
Perahu yang digunakan adalah perahu berukuran sedang yang mempu
membawa 20 orang penumpang. Waktu tempuh yang digunakan ke Pulau
Karampuang adalah 20 menit. Biaya yang dibutuhkan untuk menyeberang ke
Pulau Karampuang adalah Rp 5.000.
2) Dermaga
Terdapat 4 buah dermaga yang dibangun untuk memperlancar akses dari
dan ke Pulau Karampuang. Di Pulau Karampuang, 2 buah dermaga
dibangun di kawasan wisata yang dikelola oleh pemerintah dan pihak swasta.
Sedangkan 2 dermaga lainnya diperuntukkan untuk mobilitas penduduk
Pulau Karampuang. Dermaga yang diperuntukkan untuk akses penduduk
Gambar 4.12 Transportasi pulau Sumber: Dokumentasi 2012
80
pulau ini berada di Dusun Bajak dan Dusun Karampuang. Dermaga menjadi
bagian sangat penting untuk menunjang akses ke pulau. Hal ini disebabkan
saat surut, daratan yang terpapar menjadi lebih luas hingga mencapai 200
meter dari bibir pantai.
3) Jalan
Untuk menunjang aksesibilitas dalam pulau, terdapat jalan lingkungan
dengan lebar 1,5 meter dengan material beton dan paving block. Jalan ini
menghubungkan Dusun Bajak dan Dusun Karampuang, namun prasarana ini
tidak dapat dilewati dengan menggunakan moda angkutan, hanya dapat
dilalui dengan berjalan kaki karena topografi yang berbukit-bukit.
Gambar 4.14 Prasarana jalan di Pulau Karampuang
Sumber: Dokumentasi 2012
Gambar 4.13 Prasarana dermaga di Pulau Karampuang Sumber: Dokumentasi 2012
81
Gambar 4.15 Peta Aksesibilitas Pulau Karampuang Sumber: Hasil Anaisis, 2013
82
b. Sarana
1) Sarana Ibadah
Di Pulau Karampuang terdapat beberapa sarana ibadah yang dapat
menunjang kebutuhan spiritual pengunjung. Ada 2 buah masjid yang terletak
dekat kawasan wisata Pulau Karampuang. Selain itu, sebuah Mushollah
dibangun oleh pihak pengelola wisata agar pengunjung bisa beribadah di
kawasan wisata.
2) Pemerintahan
Di Pulau Karampuang terdapat sarana pemerintahan berupa Kantor
Desa Karampuang yang terletak di dusun Karampuang.
Gambar 4.16 Sarana peribadatan berupa masjid Sumber: Dokumentasi 2012
Gambar 4.17 Kantor Desa Karampuang Sumber: Dokumentasi 2012
83
3) Kesehatan
Di Pulau Karampuang terdapat sarana kesehatan berupa Puskesmas
Desa Karampuang yang terletak di dusun Karampuang, bersebelahan
dengan Kantor Desa.
4) Pendidikan
Di Pulau Karampuang terdapat sarana pendidikan berupa Sekolah
Dasar Negeri Karampuang yang merupakan satu-satunya sarana pendidikan
yang terdapat di Pulau Karampuang.
Gambar 4.18 Sarana kesehatan berupa puskesmas Sumber: Dokumentasi 2012
Gambar 4.19 Sarana pendidikan SD Negeri Karampuang Sumber: Dokumentasi 2012
84
c. Prasarana
1) Ketersediaan Listrik
Listrik di Pulau Karampuang masih mengandalkan Pembangkit Listrik
Tenaga Diesel (PLTD) yang kelola oleh pemerintah dan ada pula yang di
miliki langsung oleh penduduk . Sedangkan untuk kawasan wisata yang
dikelola oleh swasta menggunakan genset sebagai sumber utama pasokan
listrik.
2) Air Bersih
Air bersih di Pulau Karampuang berasal dari sumur-sumur penduduk
setempat. Di Pulau Karampuang ada 3 buah sumur umum yang biasa
digunakan penduduk dan pengunjung setempat untuk kebutuhan air bersih.
Sumur ini terletak di Dusun Karampuang II dan Dusun Sepang Raya. Selain
itu banyak sumur-sumur penduduk yang tersebar di beberapa rumah, namun
tak bisa dikonsumsi karena airnya terasa payau.
Gambar 4.21 Prasarana air bersih
Sumber: Dokumentasi 2012
Gambar 4.20 Prasarana listrik berupa genset dan PLTD Sumber: Dokumentasi 2012
85
3) Sanitasi
Fasilitas sanitasi seperti MCK di Pulau Karampuang dibangun untuk
menjaga kebersihan pulau. Sanitasi ini dibangun oleh pihak pengelola
wisata, Pemerintah, PNPM, dan penduduk desa sekitar tempat wisata.
Namun sayang, fasilitas ini kurang terawat sehingga terkesan jorok dan kotor.
Pihak pengelola tidak menarik biaya saat menggunakan fasilitas ini.
d. Sarana dan Prasarana Penunjang Wisata
1) Akomodasi
Akomodasi merupakan salah satu komponen yang sangat penting serta
merupakan kebutuhan dasar bagi wisatawan selama mereka berada di
daerah tujuan wisata. Di Pulau Karampuang terdapat beberapa penginapan
yang sederhana. Terdapat 5 bangunan yang dikelola oleh pemerintah yang
dapat digunakan untuk menginap dengan tarif Rp. 50.000/malam. Sementara
yang dikelola oleh swasta terdapat 7 bangunan semi permanen dan 5
bangunan permanen. Tarif yang dikenakan tergantung fasilitas dan
penginapan yang ingin digunakan. Untuk bangunan semi permanen memiliki
tariff Rp. 50.000 – Rp. 75.000/malam, sedangkan untuk bangunan permanen
dikenankan tarif Rp. 100.000/malam dengan fasilitas dapur, kamar mandi,
dan kasur.
Gambar 4.22 WC Umum yang tersedia di kawasan wisata Sumber: Dokumentasi 2012
86
2) Gazebo
Gazebo merupakan salah satu sarana pelengkap dalam pengembangan
wisata, gazebo biasa dipergunakan untuk bersantai maupun menikmati
pemandangan alam. Di Pulau Karampuang terdapat beberapa gazebo yang
tersebar di beberapa titik dengan view pemandangan yang menarik.
3) Panggung Pertunjukan
Di Pulau Karampuang terdapat sebuah panggung pertunjukan dengan
kondisi yang tidak terawat.
Gambar 4.23 Villa yang tersedia di kawasan wisata Sumber: Dokumentasi 2012
Gambar 4.24 Gazebo di beberapa titik Sumber: Dokumentasi 2012
Gambar 4.25 Panggung pertunjukan di kawasan wisata Sumber: Dokumentasi 2012
87
Gambar 4.26 Persebaran Sarana Sumber: Analisis 2013
88
Gambar 4.27 Persebaran Sarana Sumber: Analisis 2013
89
4. Kondisi Sosial Budaya
Jumlah penduduk ditinjau dari jenis kelamin berdasarkan data penduduk
di kecamatan mamuju, penduduk kelurahan karampuang pada tahun 2011
berjumlah 2.958 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki adalah 1.485 jiwa dan
jumlah penduduk perempuan adalah 1.473 jiwa. Rasio jenis kelamin
penduduk di kecamatan karampuang yaitu 100,75.
Kondisi sosial budaya erat kaitannya dengan masyarakat dan
lingkungannya, karena kondisi sosial budaya turut membentuk karakter
lingkungan tersebut. Demikian halnya dengan kondisi sosial budaya di Pulau
Karampuang, adat dan tradisi budaya mamuju yang masih kuat pengaruhnya
dapat dijumpai terutama pada kegiatan-kegiatan tertentu seperti pernikahan,
khitanan dan acara-acara adat lainnya seperti upacara pelepasan perahu dan
upacara pembuatan perahu alau dalam bahasa lokal disebut parapa’.
Penduduk Pulau Karampuang mayoritas berprofesi sebagai nelayan
dan sebagian buruh di Kota Mamuju. Sebagian besar penduduk karampuang
ikut terlibat dalam kawasan wisata Pulau Karampuang dengan menyediakan
kios makanan ataupun kios cinderamata berupa sarung tenun khas mandar
ataupun kerajinan tangan berupa kerajinan kerang-kerangan ataupun
miniature perahu sandeq yang merupakan perahu tradisional suku mandar.
Gambar 4.28 Cinderamata yang merupakan hasil kerajinan masyarakat lokal Sumber: Dokumentasi 2012
90
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Analisis SWOT Kawasan
Analisis SWOT merupakan salah satu metode untuk mengidentifikasi
suatu variable/aspek dalam posisinya sebagai salah satu bagian dalam
lingkungan maupun sebagai dirinya sendiri. Analisis ini biasanya tidak berdiri
sendiri, melainkan merupakan suatu tahap dari rangkaian tindakan dalam
rangka melakukan perencanaan strategis.
SWOT adalah singkatan dari Strength (Kekuatan) dan Weakness
(Kelemahan) dari kondisi internal suatu aspek, sedangkan Opportunities
(Peluang) dan Threat (Ancaman) yang dihadapi suatu aspek dari lingkungan
sekitarnya (eksternal). Tujuan akhir dari analisis SWOT ini adalah memilih
dan menentukan strategi yang efektif untuk memaksimalkan keunggulan
kekuatan dan pemanfaatan peluang serta pada saat yang sama
meminimalkan pengaruh kelemahan dan ancaman yang dihadapi.
Tahapan analsis dalam SWOT adalah memanfaatkan semua data dan
informasi dalam model-model kuantitatif perumusan strategi (Freddy
Rangkuti, 2001:30). Tahapan yang pertama dilakukan adalah pencermatan
(scanning) yang pada hakekatnya merupakan pendataan dan
pengidentifikasian sebagai pra analisis, kemudian untuk tahapan analisis
dilakukan pembobotan (scoring) terhadap faktor strategis internal dan
eksternal atau disebut pembobotan IFAS (Internal Strategic Factor Analysis
Summary) dan EFAS (External Strategic Factor Analysis Summary).
91
Strength
S1. Pemandangan alam
yang ditawarkan di
kawasan
pengembangan Pulau
Karampuang cukup
menarik
S2. Jumlah tenaga kerja
yang cukup besar
diharapkan dapat terjun
dalam kegiatan
ekowisata Pulau
Karampuang
Weakness
W1. Fasilitas yang tidak
tersedia. Bahkan
prasarana dasarpun
belum mencukupi
W2. Kurangnya tingkat
kualitas SDM
masyarakat sekitar
tentang wisata
W3. Kurangnya tingkat
Aksesbilitas menuju
Pulau Karampuang
akibat tidak adanya jalur
transportasi darat.
Opportunity
O1. Dukungan dari
pemerintah Kabupaten
Mamuju untuk
menjadikan Pulau
Karampuang sebagai
obyek wisata.
O2. Atraksi yang akan
ditawarkan berupa
atraksi alami dan
budaya berupa
perjalanan jelajah hutan,
berenang, menyelam,
pendidikan mangrove,
dan budaya masyarakat
lokal atau masyarakat
pesisir
SO1. Mengembangkan
atraksi wisata yang
variatif sesuai dengan
keadaan alam dan view
yang menarik di
kawasan Pulau
Karampuang.
SO2. Membuka lapangan
pekerjaan baru bagi
penduduk di sekitar
lokasi wisata tersebut
maupun bagi
masyarakat Kabupaten
Mamuju dengan
adanya ekowisata
Pulau Karampuang.
SO3. Meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat sekitar
dengan melibatkan
masyarakat secara
langsung pada
kegiatan wisata
WO1. Melengkapi berbagai
jenis fasilitas
penunjang wisata
sehingga dapat
menarik minat
wisatawan.
WO2. Memberikan
kemudahan
aksesibilitas dan
kelancaran dalam hal
transportasi ke Pulau
Karampuang.
WO3. Memberikan berbagai
pelatihan kepada
masyarakat yang akan
terjun langsung dalam
kegiatan ekowisata.
Threat
T1. Selama ini pemerintah
Kabupaten Mamuju
belum mengaplikasikan
ST1. Kebijakan pemerintah
daerah Kabupaten
Mamuju hendaknya
tidak hanya
WT1. Mempertegas
peruntukan lahan di
kawasan Pulau
Karampuang sehingga
Tabel 5.1 Matriks Analisis SWOT
92
kebijakannya tersebut
sehingga diperlukan
suatu pengembangan
yang kongkrit.
T2. Terjadi pengalihfungsian
lahan oleh masyarakat
menjadi kawasan
budidaya, akibat
kebutuhan lahan yang
terus menerus
meningkat.
T3. Merupakan kawasan
yang rawan abrasi
dengan intensitas
sedang dan rendah
T4. Intensitas curah hujan
yang mencapai 114 hari
hujan dalam setahun
memperhatikan
bagaimana cara
mengembangkan
pariwisata supaya
dapat meningkatkan
pendapatan daerah
saja melainkan juga
memperhatikan kondisi
alam dan kondisi sosial
budaya masyarakat
setempat.
ST2. Tidak memberikan
ruang kepada
masyarakat untuk
melakukan tindakan
eksplorasi terhadap
kawasan tersebut yang
dapat mengganggu
fungsi kawasan
tersebut sebagai
kawasan konservasi.
ST3. Mempersiapkan
sumberdaya manusia
baik dari kualitas dan
kuantitasnya, agar
dapat terserap secara
signifikan terhadap
keberadaan ekowisata
tersebut.
ST4. Meningkatkan
koordinasi antara
masyarakat dan
pemerintah, sehingga
tidak terjadi
kesalahpahaman
dalam pengelolaan
objek wisata Pulau
Karampuang
tidak terjadi
perubahan fungsi
lahan yang nantinya
akan mengancam
sistem ekologis Pulau
Karampuang.
Sumber: Hasil Analisis, 2013
93
Berikut ini merupakan analisis dengan metode SWOT untuk Kawasan
Ekowisata Pulau Karampuang melalui proses telaah IFAS (Internal Strategic
Factors Analysis Summary) dan EFAS (External Strategic Factors Analysis
Summary) untuk kemudian diketahui posisi kedudukannya dalam kuadran
SWOT.
Bobot masing-masing faktor mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai
dengan 0,0 (sangat tidak penting). Total bobot tersebut jumlah/skor harus
1,00 (100%). Nilai-nilai tersebut secara implisit menunjukkan angka
persentase tingkat kepentingan faktor tersebut relatif terhadap faktor-faktor
yang lain. Angka yang lebih besar berarti relatif lebih penting dibanding
dengan faktor yang lain.
Rating untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari
4 (sangat tinggi) sampai dengan 1 (sangat rendah) berdasar pada pengaruh
faktor tersebut terhadap pengembangan industri. Pemberian rating untuk
faktor yang tergolong kategori kekuatan bersifat positif (kekuatan yang besar
di beri rating +4, sedangkan jika kekuatannya kecil diberi rating +1.
Faktor- Faktor
Strategi Internal Keterangan Bobot Rating
Bobot X
Rating
Kekuatan
(Strength)
Pemandangan alam yang
ditawarkan di kawasan
pengembangan Pulau Karampuang
cukup menarik
0.6 3 1.8
Jumlah tenaga kerja yang cukup
besar dihapkan dapat terjun dalam
kegiatan ekowisata Pulau
Karampuang
0.4 2 0.8
Total 1 2.6
Tabel 5.2 Analisis IFAS (Internal Strategic Factors Analysis)
94
Faktor- Faktor
Strategi Internal Keterangan Bobot Rating
Bobot X
Rating
Kelemahan
(Weakness)
Fasilitas yang tidak tersedia.
Bahkan parasarana dasarpun
belum mencukupi.
0.2 3 0.6
Utilitas (air bersih) sanitasi
(drainase) yang tidak baik 0.2 2 0.4
Kurangnya tingkat kualitas SDM
masyarakat sekitar tentang wisata. 0.2 3 0.6
Kurangnya tingkat Aksesbilitas
menuju ke Pulau Karampuang
akibat tidak adanya jalur
transportasi darat.
0.4 3 1.2
Total 1 2.8
Faktor- Faktor
Strategi Eksternal Keterangan Bobot Rating
Bobot X
Rating
Peluang
(Opportunities)
Dukungan dari pemerintah
Kabupaten Mamuju untuk
menjadikan kawasan Pulau
Karampuang sebagai obyek
wisata.
0.6 2 1.2
Atraksi yang akan ditawarkan
berupa atraksi alami dan
budaya berupa perjalanan
jelajah hutan, berenang,
menyelam, pendidikan
mangrove, dan budaya
masyarakat lokal atau
masyarakat pesisir.
0.4 3 1.2
Total 1 2.4
Sumber: Hasil Analisis, 2013
Tabel 5.3 Analisis EFAS (External Strategic Factors Analysis)
95
Faktor- Faktor
Strategi Eksternal Keterangan Bobot Rating
Bobot X
Rating
Ancaman
(Threat)
Selama ini pemerintah
Kabupaten Mamuju belum
mengaplikasikan kebijakannya
tersebut sehingga diperlukan
suatu pengembangan yang
konkret.
0.3 2 0.6
Kadang terjadi
pengalihfungsian lahan oleh
masyarakat menjadi kawasan
budidaya, akibat kebutuhan
lahan yang terus menerus
meningkat.
0.4 1 0.4
Merupakan kawasan yang
rawan abrasi dengan intensitas
sedang dan rendah.
0.3 2 0.6
Total 1 1.6
Berdasarkan pembobotan di atas dengan menggunakan IFAS dan
EFAS SWOT, maka diketahui posisi dalam kuadran SWOT, yaitu :
X = Kekuatan + Kelemahan
= 2,6 + (- 2,8)
= - 0,2, artinya berada pada titik -0.2 pada sumbu x
Y = Peluang + Ancaman
= 2,4 + (- 1,6)
= 0,8, artinya berada pada titik 0,8 pada sumbu y
Sumber: Hasil Analisis, 2013
96
Dari gambar diatas diketahui bahwa pengembangan ekowisata Pulau
Karampuang berada pada kuadran II dengan strategi Agressive
Maintenance Strategy (strategi perbaikan agresif), strategi konsolidasi
internal dengan mengadakan perbaikan-perbaikan di berbagai bidang.
Perbaikan faktor-faktor yang menyebabkan kelemahan untuk
memaksimalkan pemanfaatan peluang. Peluang berupa keadaan alam perlu
dimaksimalkan dengan melakukan suatu pengembangan wisata berbasis
wisata alam sehingga terwujud suatu pemanfaatan lahan yang dapat
memberikan kontribusi kepada masyarakat berupa peningkatan
kesejahteraan masyarakat sekitar dengan memanfaatkan sektor wisata
dengan tetap melihat aspek konservasi kawasan.
Berdasarkan Analisis IFAS dan EFAS, pengembangan ekowisata Pulau
Karampuang terletak dikuadran II, maka prioritas pengembangannya terletak
pada strategi W-O. Adapun strategi W-O adalah sebagai berikut:
Gambar 5.1 Posisi pengembangan pada kuadran SWOT Sumber: Hasil Analisis 2013
97
WO1. Melengkapi berbagai jenis fasilitas penunjang wisata sehingga dapat
menarik minat wisatawan.
WO2. Memberikan kemudahan aksesibilitas dan kelancaran dalam hal
transportasi ke Pulau Karampuang.
WO3. Memberikan berbagai pelatihan kepada masyarakat yang akan terjun
langsung dalam kegiatan ekowisata.
B. Analisis Kompetisi/Persaingan Pariwisata
Analisis kompetisi atau persaingan dilakukan dengan melihat kompetitor
atau objek wisata yang terdapat di kota Mamuju yang memiliki kesamaan
karakter untuk menilai tingkat peluang pasar atau melihat peluang dan
keunggulan pengembangan kawasan yang dilakukan.
Dari identifikasi objek wisata yang ditemukan beberapa objek wisata di
Kabupaten Mamuju yang memiliki kesamaan karakter berupa objek wisata
pulau yaitu Pulau Bakengkeng dan Pulau Bala-Balakang. Adapun faktor-
faktor yang digunakan untuk menilai keunggulan kawasan adalah faktor
aksesibilita mencakup biaya dan waktu tempuh, serta faktor daya tarik wisata.
No. Objek
Wisata
Faktor
Biaya Waktu Tempuh Daya Tarik
1. Pulau
Karampuang
Biaya yang diperlukan
untuk menuju Pulau
Karampuang apabila
berasal dari pusat Kota
Mamuju adalah Rp.
5.000
Waktu yang diperlukan
untuk menuju kawasan
Pulau Karampuang dari
pusat Kota Mamuju
menggunakan perahu
nelayan memerlukan
waktu tempuh sekitar 20
menit
Permukiman
tradisional,
keindahan alam
bawah laut
berupa terumbu
karang serta
tubir pantai yang
mendukung
kegiatan
berenang
Tabel 5.4 Analisis Kompetisi/Persaingan
98
No. Objek
Wisata
Faktor
Biaya Waktu Tempuh Daya Tarik
2. Pulau Bakengkeng
Untuk menuju Pulau Bakengkeng harus menggunakan transprtasi darat menuju kecamatan kalukku sejauh 32 km dari pusat kota, kemudian dilanjutkan menggunakan perahu dengan biaya yang berkisar Rp. 35.000 – Rp. 40.000
Waktu yang diperlukan untuk menuju Pulau Bakengkeng dari pusat Kota Mamuju menggunakan kendaraan roda empat dilanjutkan dengan perahu nelayan memerlukan waktu tempuh sekitar 1 jam
Pulau dengan hamparan pasir putih dengan atraksi wisata bahari seperti berenang, menyelam, dan jet ski
3. Pulau Bala-Balakang
Biaya yang diperlukan untuk menuju Pulau Bala-Balakang dari pelabuhan feri berkisar antara Rp. 50.000 – Rp. 70.000
Waktu yang diperlukan untuk menuju kawasan Pulau Bala-Balakang dari pelabuhan feri menggunakan speedboat membutuhkan waktu tempuh sekitar 3 jam.
Pulau Balabalakang dengan hamparan pantai pasir putih dan merupakan kawasan kampung nelayan tradisional yang didominasi perahu sandeq
Dari tabel diatas dapat disimpulakan bahwa kawasan Pulau
Karampuang lebih berpeluang untuk pengembangan pariwisata melihat
tingkat aksesibilitas menuju Pulau Karampuang lebih mudah dengan biaya
murah dibandingkan dengan Pulau Bakengkeng dan Pulau Bala-Balakang.
C. Analisis Potensi Kawasan
Analisis potensi lokasi pengembangan dilakukan dengan metode
analisis foto mapping yang menggambarkan kondisi eksisting lokasi
pengembangan atau dengan kata lain pemetaan potensi kawasan dengan
menggunakan sarana foto. Dengan citra foto yang dipetakan ini bisa
direncanakan tindakan-tindakan untuk mengembangkan potensi di satu sisi
dan memberikan tindakan untuk mengurangi maupun meminimalkan
masalah yang ada di sisi yang lain.
Sumber: Hasil Analisis, 2013
99
Gambar 5.2 Analisis potensi dan masalah kawasan pengembangan Sumber: Hasil Analisis 2013
100
Id Lokasi / Potensi Gambar Deskripsi Kondisi Eksisting Analisis dan Arahan
a. Vegetasi Mangrove
Merupakan jenis
vegetasi alami Pulau
Karampuang.
Vegetasi mangrove
mempunyai ketebalan
yang cukup tinggi.
Dengan adanya vegetasi
mangrove maka kawasan
Pulau Karampuang dapat
dijadikan sebagai pusat studi
penelitian dan pendidikan
mangrove.
Selain itu kawasan ini juga
dapat dijadikan sebagai
salah satu atraksi wisata
dengan memberikan akses
kepada wisatawan untuk
dapat memanfaatkan lokasi
tersebut. Namun harus
diberikan batasan /peraturan
yang jelas sehingga
wisatawan tidak melakukan
sesuatu yang dapat merusak
ekosistem mangrove.
b. Hutan
Merupakan kawasan
tidak terbangun yang
menjadi daerah
resapan air /
catchment area.
Hutan lebat dengan
luasan yang
mencakup hampir
seluruh pulaudengan
berbagai jenis
veegetasi.
Dengan hutan lebat yang
luas dapat dikembangkan
sebagai salah satu atraksi
wisata berupa jelajah hutan
dan pengembangan
agrowisata.
Tabel 5.5 Potensi Kawasan Pengembangan Ekowisata Pulau Karampuang
101
Id Lokasi / Potensi Gambar Deskripsi Kondisi Eksisting Analisis dan Arahan
c. Sosial Budaya
Masyarakat Pesisir
Kondisi sosial
budaya mencakup
mata pencaharian
dan perilaku
masyarakat lokal
Pulau Karampuang.
Sosial budaya pesisir
masih kental di Pulau
Karampuang.
Dengan kondisi sosial
budaya masyarakat Pulau
Karampuang yang masih
kental dengan budaya
pesisir, maka kawasan Pulau
Karampuang berpeluang
untuk dijadikan atraksi wisata
berupa wisata budaya pesisir
dan dapat ditambahkan
dengan beberapa atraksi
berupa tarian adat serta
wisata kuliner
d. Tubir Pantai
Merupakan
hamparan pantai
dengan tingkat
kedalaman yang
landai.
Tubir memanjang ke
arah laut sepanjang
±200 m dengan
kedalaman 1-2 m.
Dengan kondisi tubir pantai
yang memanjang dengan
kedalaman 1-2 meter, maka
kawasan tersebut dapat
dikembagakan sebagai
wisata bahari berupa wisata
renang, snorkelling, maupun
susur pantai menggunakan
perahu.
102
Id Lokasi / Potensi Gambar Deskripsi Kondisi Eksisting Analisis dan Arahan
e. Pemandangan
Alam
Merupakan salah
satu daya tarik
wisata faktor penarik
wisatawan.
Pulau Karampuang
memiliki topografi
berbukit-bukit dengan
hamparan pantai pasir
putih dengan perairan
yang cerah.
Dengan melihat kondisi alam
Pulau Karampuang yang
cukup menarik, maka dapat
dikembangkan menjadi sight
seeing tourism (wisata
pemandangan) yang bersifat
pasif seperti berjemur, view
ke laut, maupun yang
bersifat aktif seperti jelajah
hutah maupun menyusuri
pulau dengan menggunakan
perahu tradisional.
f. Pemandangan
Bawah Laut
Merupakan salah
satu daya tarik
wisata faktor penarik
wisatawan
Kondisi bawah laut
berupa teruimbu
karang yang sebagian
besar kondisinya
masih terjaga, namun
terdapat kerusakan
karang di beberapa
titik.
Dengan adanya terumbu
karang, maka kawasan
Pulau Karampuang dapat
dikembangkan menjadi
wisata bawah laut berupa
wisata selam, maupun wisata
konservasi karang untuk
memperbaiki karang yang
mengalami kerusakan.
Sumber: Hasil Analisis, 2013
103
Id Lokasi / Masalah Gambar Kondisi Eksisting Analisis dan Arahan
1. Pembuangan
Sampah
Terjadinya pembuangan sampah
yang tidak terkendali di beberapa
titik.
Penanganan sampah diarahkan untuk
melakukan pemilahan sampah organik
dan non-organik. Untuk sampah organik
ditangani dengan pembakaran ataupun
dengan metode landfill, sementara untuk
sampah non organik dilakukan daur ulang.
2. Abrasi
Terjadinya abrasi pantai di
beberapa titik akibat hantaman
arus laut.
Penanganan abrasi diarahkan dengan
metode penanaman vegetasi mangrove di
sekitar titik-titik abrasi. Sistem
penanganan seperti ini lebih ekonomis
dibandingkan dengan pembuatan
breakwater atau groin, serta memiliki nilai
ekologis sebagai tempat hidup ikan.
3. Curah Hujan Tingginya tingkat curah hujan mencapai 114 HH/Tahun yang dapat mempengaruhi kegiatan wisata
Intensitas curah hujan tinggi dan kondisi lereng/topografi pulau yang berbukit dapat mengakibatkan limpasan/aliran permukaan (run off) yang berbahaya bagi kegiatan wisata, maka dilakukan langkah antisipasi berupa pengembangan hutan lindung pada daratan tinggitanpa adanya aktivitas aktif di dalamnya. Langkah ini dilakukan agar air hujan yang jatuh dapat terserap lebih baik ke dalam tanah sehingga limpasan ke daratan lebih rendah dapat tereduksi.
Tabel 5.6 Masalah Kawasan Pengembangan Ekowisata Pulau Karampuang
Sumber: Hasil Analisis, 2013
104
D. Analisis Keunikan Kawasan Pengembangan
Analisis keunikan dilakukan dengan melihat potensi ataupun kondisi
fisik dan non-fisik kawasan yang dianggap memiliki nilai khas dan menjadi ciri
bagi kawasan pengembangan yang nantinya menjadi pertimbangan dalam
penentuan skala pelayanan pariwisata.
No Faktor Kondisi Analisis
1. Formasi geologi Pulau Karampuang terdiri
atas batuan penyusun
dengan kategori Q1 atau
gamping koral/batuan
karang
Luasan pulau yang mencapai 6,21
km² dengan batuan penyusun
gamping koral merupakan
bentang alam yang cukup langka.
2. Bentang alam
pulau
Pulau Karampuang
merupakan pulau dengan
topografi berbukit dan
memiliki tubir pantai yang
memanjang ke arah laut
sejauh ± 200 m
Merupakan bentang alam yang
cukup menarik dengan perpaduan
antara perbukitan dan perairan
yang dapat menjadi salah satu
daya tarik objek wisata
3. Flora dan fauna Hampir seluruh pulau
diselimuti oleh vegetasi
mangrove dengan
ketebalan mencapai 70%
dan merupakan habitat
bagi ribuan kelelawar yang
berkembang biak di Pulau
Karampuang
kondisi mangrove yang sangat
baik dan merupakan habitat dan
tempat pemijahan bagi beberapa
spesies perairan, sehingga perlu
adanya penjaga dan pelestarian
ekosistem mangrove pada
kawasan Pulau Karampuang
4
Ekosistem dan
spesies perairan
Pulau Karampuang masih
memiliki kondisi terumbu
karang yang sangat baik
dengan tutupan karang
Tutupan karang tergolong sangat
baik yang menhcapai 81,5 %
dengn jumlah ikan karang
mencapai 110 ekor dari 14 family
Tabel 5.7 Analisis Keunikan Kawasan Pengembangan
105
hidup 49,5 – 81,5% dengan
tutupan kategori AC
(Arcopora) yang
mendominasi dengan
persentase tutupan 54%.
Perairan ini juga
merupakan habitat dari 102
– 110 ekor ikan karang
yang terdiri dari 14 famili
ikan
yang merupakan kategori sangat
banyak merupakan kawasan yang
sangat sesuai untuk
pengembangan wisata selam atau
taman bawah laut.
5. Sosial Budaya Adat dan tradisi budaya
mamuju yang masih kuat
pengaruhnya dapat
dijumpai terutama pada
kegiatan-kegiatan tertentu
seperti pernikahan,
khitanan dan acara-acara
adat lainnya seperti
upacara pelepasan perahu
dan upacara pembuatan
perahu alau dalam bahasa
lokal disebut parapa’
Kondisi social budaya dalam hal
ini kearifan lokal yang masih
terjaga merupakan salah satu
daya tarik wisata dan merupakan
salah satu kriteria dalam
penentuan kawasan
pengembangan ekowisata.
Sumber: Hasil Analisis, 2013
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kawasan pengembangan
ekowisata Pulau Karampuang memiliki keunikan yang tergolong cukup unik
dilihat dari batuan penyusun pulau dan luasan pulau, serta kondisi ekosistem
pesisir pulau yang masih tergolong sangat baik. Adapun targetan
pengembangan yang direncanakan adalah pengembangan ekowisata skala
nasional melihat kondisi keunikan pulau yang cukup unik.
106
E. Analisis Fungsi Kawasan
Fungsi kawasan dibutuhkan untuk mengetahui tingkat kecocokan
sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Fungsi kawasan nantinya
menghasilkan zonasi fungsi kawasan yang terbagi menjadi kawasan lindung,
kawasan penyanggah dan kawasan budidaya.
Metode analisis yang digunakan adalah analisis superimpose, overlay
beberapa peta sehingga akan terlihat tingkat kelayakan pemanfaatan lahan di
kawasan pengembangan.
Superimpose yang dilakukan dengan meng-overlay peta kemiringan
lereng, peta curah hujan dan peta jenis tanah sehingga memperlihatkan
fungsi kawasan yang menjadi salah satu pertimbangan dalam penentuan
lokasi pengembangan ekowisata.
Lereng Lapangan Klasifikasi Nilai Skor
Kelas 1 : 0% - 8% datar 20
Kelas 2 : 8% - 15% landai 40
Kelas 3 : 15% - 25% agak curam 60
Kelas 4 : 25% - 45% curam 80
Kelas 5 : 45% atau lebih sangat curam 100
Tanah Menurut Kepekaannya Klasifikasi Nilai Skor
Kelas 1: Aluvial, tanah Glei, Planosol,
Hidromorf Kelabu, Laterik air tanah tidak peka 15
Kelas 2: Latosol Agak peka 30
Kelas 3: Brown forest soil, non calcic brown,
mediteran Agak peka 45
Kelas 4: Andosol, Lateric, Grumusol, Podsol,
Podsolic Peka 60
Kelas 5: regosol, Litosol, Organosol, Renzina Sangat peka 75
Intensitas Curah Hujan Harian Klasifikasi Nilai Skor
Kelas 1 : s/d 13,6 mm/hr Sangat rendah 10
Kelas 2 : 13,6 – 20,7 mm/hr Rendah 20
Kelas 3 : 20,7 – 27,7 mm/hr Sedang 30
Kelas 4 : 27,7 – 34,8 mm/hr Tinggi 40
Kelas 5 : 34,8 mm/hr atau lebih Sangat tinggi 50
Tabel 5.8 Klasifikasi dan Skor Penentuan Fungsi Kawasan
Sumber: KepMen Pertanian 683/1981
107
Gambar 5.3 Peta Fungsi Kawasan Pulau Karampuang Sumber: Hasil Analisis 2013
108
F. Analisis Objek dan Daya Tarik Wisata
Objek dan Daya Tarik Wisata merupakan dasar bagi kepariwisataan.
Objek dan Daya Tarik Wisata merupakan potensi yang menjadi pendorong
kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan dan wisata. Pariwisata
biasanya akan dapat lebh berkembang atau dikembangkan jika di suatu
daerah terdapat lebih dari satu jenis objek dan daya tarik wisata. Tetapi
bagaimanapun juga, beberapa jenis objek dan daya tarik wisata akan
dikembangkan sebagian karena alasan bagi kepentingan konservasi, jadi
tidak terus dikembangkan untuk kepetingan ekonomi.
Variabel daya tarik wisata terdiri dari indikator keindahan alam,
keanekaragaman flora dan fauna, kebersihan dan kelestarian lingkungan,
serta keunikan sosial budaya.
Kajian penilaian terhadap objek dan daya tarik wisata menggunakan
metode skala likert dengan skor tertinggi di tiap pertanyaan adalah 5 dan
skor terendah adalah 1, dengan jumlah responden sebanyak 25 orang.
No Daya Tarik Sangat
Menarik Menarik
Kurang
Menarik
Tidak
Menarik
Sangat
Tdk.
Menarik
Skor
Total
1. Alam
(pegunungan, laut,
pantai)
5
20%
20
80% - - - 105
2. Budaya
(pertunjukan seni
budaya)
- 5
20%
3
12%
12
48%
5
20% 58
3. Hiburan
(atraksi buatan)
2
8%
12
48%
5
20%
3
12%
3
12% 82
4. Minat khusus
(pengamatan flora
dan fauna)
- 2
8%
4
16%
3
12%
16
64% 42
5. Kuliner
(makanan khas)
5
20%
13
52% -
6
24%
1
4% 90
Sumber: Hasil Analisis, 2012
Tabel 5.9 Tanggapan Wisatawan Terhadap Objek dan Daya Tarik
109
Dari hasil perhitungan tersebut, dapat disimpulkan bahwa tanggapan
responden terhadap objek dan daya tarik wisata berdasarkan alam berada
pada baris pertama (cukup tinggi) yaitu 105,0 yang berarti bahwa objek dan
daya tarik wisata berdasarkan “alam” dinilai paling menarik untuk dikunjungi
bagi para wisatawan.
Objek daya tarik wisata berbasis kuliner atau makanan khas merupakan
ODTW yang diminati oleh responden dengan hasil perhitungan 90,0
kemudian ODTW berbasis hiburan/atraksi buatan yaitu 82,0 yang merupakan
angka cukup tinggi dalam penilaian objek dan daya tarik wisata.
Kawasan Pulau Karampuang memiliki Objek dan Daya Tarik Wisata
(ODTW) yang berbasis alam/lingkungan seperti unsur vegetasi dan bentang
alam yang masih alami.
G. Analisis Pemilihan Plot Site Ekowisata
Pemilihan plot site ekowisata dilakukan menggunakan metode
superimpose dengan meng_overlay peta eksisting pulau, peta fungsi
kawasan dan peta titik abrasi untuk mengetahui kawasan yang berbahaya
bagi kegiatan wisata, dengan tetap memperhatikan potensi kawasan
pengembangan.
Gambar 5.4 Ilustrasi teknik superimpose yang dilakukan Sumber: Hasil Analisis 2013
110
Gambar 5.5 Zona potensi pengembangan ekowisata Sumber: Hasil Analisis 2013
111
Berdasarkan analisis superimpose yang dilakukan, terdapat beberapa
zona yang dapat dikembangkan sebagai atraksi ekowisata yang dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
a. Recreational Area (Kawasan Rekreasi)
Kawasan Rekreasi merupakan kawasan wisata eksisting dan berpotensi
dikembangkan menjadi zona rekreasi atraksi buatan dan merupakan zona inti
kawasan pengembangan kawasan.
b. Forest Area (Hutan Wisata Alam)
Merupakan kawasan lindung dengan potensi hutan alami dengan
tingkat kemiliringan lereng sangat curam, berpotensi dikembangkan menjadi
kawasan hutan wisata alam. Kondisi Curah hujan yang mencapai 114
HH/Tahun dengan kondisi topografi berbukit dengan tingkat kelerengan
bervariasi sehingga antisipasi yang dilakukan terhadap faktor ini adalah
dengan menetapkan kawasan hutan yang terletak di puncak bukit sebagai
kawasan hutan lindung tanpa kativitas akti di dalamnya. Dengan adanya
hutan lindung dengan tingkat vegetasi lebat dapat mereduksi limpasan
permukaan (run off) dan air hujan lebih banyak terserap ke dalam tanah.
c. Conservational Area (Kawasan Konservasi)
Kawasan konservasi merupakan kawasan perlindungan terhadap
vegetasi mangrove dan dapat dikembangkan sebagai kawasan pendidikan
dan pelestarian hutan mangrove dan terletak di sisi utara pulau sebagai
bentuk penanganan abrasi pantai.
d. Traditional Village (Desa Tradisional)
Merupakan kawasan eksisting permukiman masyarakat lokal dan dapat
dikembangkan sebagai atraksi wisata budaya pesisir.
e. Diving Area (Wisata Selam)
Kawasan wisata selam merupakan kawasan yang yang memiliki
kesesuaian sebagai wisata selam.
112
No. Parameter
Kriteria Kesesuaian
Eksisting Tingkat
Kesesuaian Sangat
sesuai Sesuai
Tidak
Sesuai
1. Pasang Surut 0-1 1-3 >3 1,2 Sesuai
2. Kecerahan 90-100% 80-89% <80 83% Sesuai
3. Arus <0,1 m/s 0,1-1 m/s >1 m/s 0.07 m/s Sangat Sesuai
4. Ombak <1 m 1-2 m >3 0,96 Sangat Sesuai
5. Kedalaman 3-15 m 16-25 m >25 12 Sangat Sesuai
Keterkaitan ruang antar zona dalam kawasan pengembangan dapat
diinterpretasikan dalam bentuk hubungan yang kuat, sedang, lemah atau
tidak berhubungan. Penentuan tersebut didasarkan pada subjektifitas dengan
melihat kuantitas kegiatan antar lokasi atraksi wisata seperti yang terlihat
pada tabel dibawah ini.
Area
Rekreasi Hutan
Wisata Alam Area
Konservasi Desa
Tradisional Wisata Selam
Area Rekreasi
Kuat Kuat Kuat Kuat
Hutan Wisata Alam
Kuat Kuat Lemah -
Area Konservasi
Kuat Kuat Lemah Kuat
Desa Tradisional
Kuat Lemah Lemah -
Wisata Selam
Kuat - Kuat -
Tabel 5.10 Analisis kriteria keesuaian wisata selam
Sumber: Hasil Analisis 2013
Tabel 5.11 Keterkaitan ruang dalam kawasan pengembangan
Sumber: Hasil Analisis 2013
113
H. Analisis Aksesibilitas dan Sirkulasi
Aksesibilitas merupakan salah satu hal penting di dalam upaya
pengembangan obyek daerah tujuan wisata, bila aksesibilitas buruk maka
wisatawan akan berfikir untuk berkunjung, sebaliknya bila bagus maka
wisatawan diharapkan mau mengunjungi obyek daerah tujuan wisata. Faktor-
faktor yang dapat digunakan untuk menilai aksesibilitas suatu ODTW adalah
waktu, biaya, frekuensi dan kesenangan. Berikut disajikan tabel penilaian
aksesibilitas menuju kawasan pengembangan ekowisata.
Gambar 5.6 Keterkaitan ruang dalam kawasan pengembangan Sumber: Hasil Analisis 2013
114
Faktor Eksisting Analisis
Waktu Waktu yang diperlukan
untuk menuju kawasan
pengembangan dari pusat
Kota Mamuju
menggunakan perahu
nelayan memerlukan
waktu tempuh sekitar 20
menit
Disimpulkan bahwa
waktu tempuh relatif
singkat dari pusat kota
untuk menuju kawasan
pengembangan Pulau
Karampuang,
Biaya Biaya yang diperlukan
untuk menuju kawasan
pengembangan apabila
berasal dari pusat Kota
Mamuju adalah Rp. 5.000
Kisaran biaya
menunjukkan bahwa
biaya yang dibutuhkan
menuju kawasan
pengembangan Pulau
Karampuang tergolong
mahal bila dibandingkan
dengan pencapaian
dengan daerah lain
dalam kota Mamuju.
Frekuensi Lalu-lintas kendaraan
umum yang menuju
kawasan pengembangan
apabila berasal dari pusat
Kota Mamuju pada jam 9
pagi dan jam 2 siang
Frekuensi kendaraan
yang melintas terbatas,
mengurangi pergerakan
masyarakat
Tabel 5.12 Analisis Tingkat Aksesibilitas
Sumber: Hasil Analisis, 2013
115
Tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat aksesibilitas menuju kawasan
pengembangan Ekowisata Pulau Karampuang apabila berasal dari pusat
Kota Mamuju memerlukan waktu yang cukup singkat, biaya yang cukup
murah namun frekuensi yang relatif kecil, karena Pulau Karampuang
merupakan pulau sehingga mengalami keterbatasan dalam proses
perpindahan manusia dan barang.
Sirkulasi, keadaan sirkulasi ditandai dengan keadaan/kondisi jaringan
jalan di kawasan tersebut. Kondisi jaringan jalan dalam wilayah
pengembangan tergolong baik karena berkonstruksi beton dan paving blok.
Namun secara kuantitas keseluruhan masih belum memenuhi kebutuhan
masyarakat apalagi bila nantinya akan dipergunakan sebagai bagian erat
dalam pengembangan ekowisata.
Jalur pejalan kaki yang saat ini hanya menghubungkan kawasan wisata
eksisting Pulau Karampuang dan permukiman-permukiman yang tersebar di
pinggiran pulau, sehingga dalam pengembangan kawasan dibutuhkan
pembuatan jalur pejalan kaki (pedestrian way) yang menjadi penghubung
atau lingkage tiap zona pemanfaatan dalam kawasan pengembangan.
116
BAB VI
KONSEP DAN ARAHAN PENGEMBANGAN
A. Konsep Pengembangan
Perumusan konsep ekowisata Pulau Karampuang berdasarkan kepada
potensi ruang yang dimiliki, potensi alam dengan mempertimbangkan
kendala dan faktor kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah
Kabupaten Mamuju. Kebutuhan wisatawan akan kesenangan/hiburan
(intertainment) dan daya tarik wisata alam (environment) akan menjadi acuan
dalam penetapan konsep pengembangan kawasan yang diarahkan pada
“Konsep Ekowisata Alam Berbasis Ekologi”.
“Konsep Ekowisata Alam Berbasis Ekologi” adalah konsep
pengembangan kegiatan wisata yang didasarkan pada proses memadukan
kegiatan wisata alam/hiburan dengan strategi konservasi lingkungan yang
kemudian dikonversi ke dalam paket wisata. Ekowisata Alam Berbasis
Ekologi secara fisik dapat diwujudkan dalam kegiatan pelestarian vegetasi
perairan berupa mangrove maupun pelestarian taman bawah laut berupa
tutupan karang (coral reef) serta atraksi wisata yang bersifat aktif berupa
wisata renang dan jelajah hutan, maupun atraksi budaya (pengamatan
budaya masyarakat pesisir/nelayan), dll.
Konsep tersebut meliputi konsep tata ruang (zoning), konsep bentang
alam (landscape), konsep atraksi wisata, konsep aksesibilitas dan sirkulasi,
serta konsep macam dan jenis fasilitas.
1. Konsep Tata Ruang (Zonasi)
Pengaturan ruang dilakukan dengan menetapkan tiap fungsi kawasan
dengan mempertimbangkan pengarahan kegiatan-kegiatan manusia.
sehingga pola ruang yang terbentuk sesuai dengan kondisi fisik dan potensi
kawasan. Pengembangan kawasan dilakukan dengan pendekatan ekologis
117
dalam upaya penerapan Eco Development Control. Dalam penerapannya,
diperlukan penetapan tiap fungsi kawasan yang akan direncanakan serta
besaran ruang yang dibutuhkan. Penetapan tersebut akan memberikan
batasan yang jelas tentang pola dan lokasi pemanfaatan lahan sesuai
dengan kebutuhan dalam hal ini kaitannya dengan pengembangan ekowisata
di Pulau Karampuang.
Fungsi Tujuan Penetapan
Permukiman 1) Menyediakan lahan untuk pengembangan hunian dengan
kepadatan yang rendah di wilayah perencanaan.
2) MengakomoSungaii tipe hunian yang bersifat etnik Bugis-
Makassar dalam rangka mempertahankan nuilai budaya dan
adat suku Bugis-Makassar.
3) Merefleksikan pola-pola pengembangan yang diinginkan
masyarakat pada lingkungan hunian yang ada dan untuk
masa yang akan datang
Komersil 1) Menyediakan lahan untuk menampung kegiatan perdagangan
dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar.
2) Memperjelas keberadaan kawasan perdagangan dan jasa,
meliputi : dimensi, intensitas, dan pengembangan yang
diinginkan masyarakat.
Transportasi
1) Menyediakan lahan untuk pengembangan prasarana
transportasi
2) Menjamin kegiatan transportasi yang berkualitas tinggi, dan
melindungi penggunaan lahan untuk prasarana transportasi.
Ruang Terbuka
Hijau
1) Zona yang ditujukan untuk mempertahankan / melindungi
lahan untuk rekreasi dil luar bangunan, sarana pendidikan,
dan untuk dinikmati nilai-nilai keindahan visualnya
2) Preservasi dan perlindungan lahan yang secara lingkungan
hidup rawan/sensitive.
3) Diberlakukan pada lahan yang penggunaan utamanya adalah
taman atau ruang terbuka, atau lahan perorangan yang
pembangunannya harus dibatasi untuk menerapkan kebijakan
ruang terbuka, serta melindungi kesehatan, keselamatan, dan
kesejahteraan publik.
Tabel 6.1 Tujuan penetapan tiap fungsi kawasan
118
Fungsi Tujuan Penetapan
Kawasan Lindung 1) Memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan
hidup dan mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup
2) Mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup dan
melestarikan fungsi lindung kawasan yang memberikan
perlindungan kawasan bawahannya, kawasan perlindungan
setempat, kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam,
kawasan cagar budaya dan kawasan lindung lainnya, serta
menghindari berbagai usaha dan atau kegiatan kawasan
rawan bencana.
3) Mempertahankan keanekaragaman hayati, satwa, dan
keunikan alam.
Selain penetapan tiap fungsi kawasan, juga ditetapkan besaran ruang
yang akan digunakan dalam pengembangan ekowisata tersebut seperti yang
terdapat pada tabel berikut ini:
Fungsi Peruntukan Kawasan Budidaya Kawasan Konservasi
Luas (Ha) % Luas (Ha) %
Kawasan Permukiman
Kawasan Rekreasi
Kawasan Perdagangan
Kawasan Wisata Selam
Kawasan Hutan Wisata Alam
Kawasan Konservasi Mangrove
Kawasan Hutan Lindung
Kawasan Sempadan Pantai
Kawasan Resapan Air
67,69
14,86
11,53
1,72
11,58
2,54
1.98
0,30
166,64
44,20
74,22
19,80
183,80
28,52
7,56
12,70
3.38
31.44
Jumlah 95,8 Ha 16,4 % 488,66 Ha 83.6 %
Dari tabel diatas secara jelas menetapkan persentase perencanan dan
kebutuhan ruang antara kawasan konservasi dan kawasan budidaya. Pada
kawasan pengembangan ekowisata Pulau Karampuang sebesar 83,6 % akan
diperuntukan sebagai kawasan konservasi sedangkan 16,4 % akan
diperuntukkan sebagai kawasan budidaya dalam hal ini atraksi wisata.
Tabel 6.2 Rencana Besaran Ruang Kawasan Pengembangan Ekowisata
Sumber:Hasil Analisis, 2013
Sumber:Hasil Analisis, 2013
119
Gambar 6.1 Perencanaan Tata Ruang Sumber: Hasil Analisis, 2013
120
Gambar 6.1 Perencanaan Tata Ruang Sumber: Hasil Analisis, 2013
121
2. Konsep Atraksi Wisata
Paket perjalanan wisata Pulau Karampuang dapat digolongkan ke
dalam paket wisata Sight Seeing Tour (Menyaksikan keindahan. Adapun
paket atraksi wisata Pulau Karampuang adalah:
a. Tour budaya (Traditional Village), dengan mengedepankan asas
Community Based Development. Pengembangannya menitikberatkan
pada pengembangan masyarakat tradisional yang mengacu pada
peningkatan/perlindungan budaya, adat istiadat setempat..
b. Tour petualangan dan hobbi (berenang dan menyelam).
1) Kegiatan petualangan berupa jelajah hutan
2) Kegiatan berenang dilakukan pada zona aman renang
3) Kegiatan snorkeling dan menyelam
c. Tour konservasi
1) Hutan mangrove,.
2) Konservasi karang
122
Faktor Jenis Wisata Lokasi Frekuensi
Something
To See Cultural Tourism:
Permukiman Kws Tradisional Traditional Village
Dapat dilakukan
setiap saat
(pagi-siang hari)
Traditionan Events :
Atraksi Panggung Pertunjukan
Kesenian Budaya
Traditional Village Setiap 1 bulan sekali
(hari libur/hari besar)
Natural Amennities :
Keunikan Bentang Alam Kawasan
Pengembangan
Dapat dilakukan
setiap saat
(pagi-siang hari)
Something
to Do
Recreational/Leasure Tourism :
Kegiatan Olahraga (Plaza)
Kegiatan belanja makanan khas,
souvenir dan makanan ringan
Kegiatan piknik keluarga Taman
bermain (play ground)
Recreational Area
Trade Area
Forest Area
Dapat dilakukan
setiap saat
(pagi-siang hari)
Natural Amennities Tourism :
Berenang/Menyelam
Konservasi/Penelitian mangrove
Menginap di cottage/ resort
Recreational Area
Diving Area
Conservational
Area
Dapat dilakukan
setiap saat
(pagi-siang hari)
Something
to Buy
Paket Tour (Package Tour)
Belanja makanan khas
Belanja souvenir dan makanan
ringan
Trade Area
Traditional Village
Dapat dilakukan
setiap saat
(pagi-sore)
Tabel 6.3 Unsur ODTW
Sumber: Hasil Analisis, 2013
123
Gambar 6.3 Konsep Atraksi Wisata Sumber: Hasil Analisis, 2013
124
3. Konsep Bentang Alam
Dalam pengembangan ekowisata Pulau Karampuang, salah satu yang
perlu diperhatikan adalah bentang alam pulau dan kawasan disekitarnya
karena sangat berkaitan dengan fungsi ekologis Pulau Karampuang.
Permasalahan yang terjadi berupa abrasi di beberapa titik sepanjang
pinggiran pulau mengancam berkurangnya luasan pulau akibat pengikisan
sehingga harus dilakukan penanganan dengan konsep “Fitoremediasi”
yang menitikberatkan pada penggunaan tanaman dalam perbaikan
lingkungan.
Pengaturan sempadan pantai dilakukan sebagai bagian dari usaha
pengamanan pantai yang dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari
bahaya gelombang pasang tinggi (rob), abrasi, dan menjaga pantai dari
pencemaran.
Selain itu, diperlukan konsep tata hijau berupa penempatan vegetasi-
vegetasi yang dianggap dapat menambah fungsi lingkungan alami berupa
fungsi peneduh, fungsi penyerap air limpasan hujan dan fungsi estetika
kawasan pengembangan. Jenis vegetasi yang dapat digunakan adalah
pohon ki hujan (samaena saman), pohon angsana, pohon flamboyan dan
pohon palem. Vegetasi tersebut dapat diletakkan disepanjang pedestrian
pada kawasan sempadan sungai serta pada hutan kota yang berada di Pulau
Karampuang.
4. Konsep Aksesibilitas dan Sirkulasi
Konsep aksesibilitas dan sirkulasi pada kawasan pengembangan
ekowisata Pulau Karampuang dibagi atas 2 wilayah rencana yaitu makro dan
mikro.
125
a. Konsep Sirkulasi Makro
Konsep sirkulasi makro bertujuan untuk meningkatkan aksesibilitas
pada kawasan pengembangan berupa akses dari pusat Kota Mamuju
dengan Kawasan Pulau Karampuang.
Pengembangan aksesibilitas dan sirkulasi secara makro berupa
peningkatan kualitas pengangkutan menuju Pulau Karampuang meliputi
penyediaan dermaga di Pelabuhan Mamuju serta peningkatan jadwal
pengangkutan reguler menuju Pulau Karampuang. Tidak adanya
dermaga yang disediakan sebagai tempat tambat perahu di Pelabuhan
Mamuju merupakan akses utama menuju Pulau Karampuang.
b. Konsep Sirkulasi Mikro
Konsep penataan sirkulasi dalam kawasan pengembangan
dilakukan dengan menyediakan akses antar sub kawasan berupa
pedestrian dan transportasi air (waterway). Penyediaan pedestrian dan
transportasi air itni bertujuan untuk meningkatkan akses dan sirkulasi
dalam kawasan pengembangan.
Dengan adanya rencana aksesibilitas dan sirkulasi diharapkan tingkat
aksesibilitas masyarakat dan wisatawan dapat meningkat sehingga akan
berpengaruh terhadap jumlah wisatawan yang akan datang ke kawasan
ekowisata Pulau Karampuang.
126
Gambar 6.4 Rencana Aksesibilitas dan Sirkulasi Sumber: Hasil Analisis, 2013
127
5. Konsep Macam dan Jenis Fasilitas
Keberadaan fasilitas tidak dapat dipisahkan dari kegiatan wisata sebab
fasilitas merupakan kelengkapan yang sangat penting untuk terlaksananya
sebuah kegiatan wisata. Jenis fasilitas yang ada ditentukan berdasarkan
kebutuhan dari setiap atraksi wisata dengan kriteria:
a. Melindungi lingkungan sekitarnya, baik yang berupa lingkungan alami
maupun kebudayaan lokal.
b. Memiliki dampak minimal terhadap lingkungan alami selama masa
konstruksi dan operasinya.
c. Sesuai dengan konteks budaya dan fisik wilayah setempat, misalnya
ditandai dengan arsitektur yang menyatu dengan bentuk, lansekap, dan
warna lingkungan setempat.
B. Arahan Pengembangan
1. Arahan Tata Ruang
Kawasan Pulau Karampuang diarahkan sebagai kawasan dengan
fungsi utama sebagai kawasan konservasi dan merupakan pusat kegiatan
ekowisata dengan pembagian zona menurut konsep tata ruang (lihat gambar
6.1 hal.)
Agar pengembangan pariwisata tidak memberikan dampak buruk
terhadap lingkungan dan tetap menjaga aspek keberlanjutan maka
pengembangan sarana dan prasarana harus mengikuti ketentuan teknis
pembangunan sebagai berikut::
a. Luas area terbangun untuk pembangunan sarana dan prasarana
pariwisata tidak melebihi 30 % (tiga puluh persen) dari luas pulau yang
diperuntukan bagi pengembangan pariwisata.
128
b. Garis sempadan bangunan dan sempadan pantai harus sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, kecuali untuk pembangunan bungalow atas air
(water bungalow).
c. Bangunan akomodasi menghadap ke arah pantai dan tidak dihalangi
oleh bangunan lain.
d. Gaya arsitektur dan bahan bangunan untuk pembangunan sarana
wisata disarankan mencerminkan identitas lokal dan ramah lingkungan.
e. Pembangunan fasilitas bungalow atas air (water bungalow) harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1) Fondasi bungalow tidak merusak gugusan terumbu karang hidup.
2) Tinggi bungalow maksimum 1 (satu) lantai.
f. Pembangunan pendaratan/tambat kapal (jetty) dan mooring buoy harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1) Tidak dibangun di atas terumbu karang hidup.
2) Fondasi bangunan tambat kapal tidak merusak gugusan terumbu
karang hidup.
2. Arahan Atraksi Wisata
Pengembangan kegiatan dikelompokkan ke dalam dua kegiatan, yaitu
aktivitas kegiatan harian, wisata alam dan aktivitas kegiatan khusus.
a. kegiatan wisata publik
Merupakan kegiatan yang bersifat umum dan bentuk kegiatannya
dapat dilakukan secara aktif maupun pasif. Adapun jenis kegiatan yang
termasuk dalam kegiatan ini adalah :
1) Kegiatan menikmati pemandangan
Kegiatan ini didukung oleh pemandangan disekitar Pulau
Karampuang yang masih alami yang merupakan daya tarik wisata
paling menarik di Pulau Karampuang, sehingga perlu adanya
penjagaan lingkungan, termasuk dalam perencanaan terutama
129
perencanaan bangunan semaksimal mungkin agar tidak menutupi
view ke arah laut akibat dari elemen-elemen buatan maupun
alamiah yang sengaja diletakkan pada suatu tempat tertentu.
2) Kegiatan belanja
Salah satu kegiatan lain adalah aktivitas-aktivitas yang tidak dapat
dipisahkan dengan obyek wisata seperti wisata berbelanja yaitu
selain wisatawan berjalan-jalan santai sambil menikmati
pemandangan alam, juga dapat sambil berbelanja.
3) Kegiatan berenang di laut
Merupakan kegiatan aktif yang tidak dapat dipisahkan dari wisata
bahari/perairan, dilakukan pada kawasan rekreasi savagai wisata
publik.
4) Aktivitas kegiatan wisata budaya
Merupakan kegiatan yang bersifat pasif dengan tujuan
memperkenalkan budaya masyarakat pesisir kepada wisatawan
melalui perilaku maupun tata cara hidup masyarakat lokal. Salah
satu tata cara hidup masyarakat nelayan Pulau Karampuang adalah
upacara pelepasan perahu ke laut atau dalam bahasa setempat
disebut “parapa”.
b. Aktivitas kegiatan wisata khusus
Merupakan kegiatan rekreasi dengan sasaran pada wisatawan yang
berniat untuk mendapatkan nilai lebih dari pada sekedar berwisata menikmati
keindahan alam dan bentuk kegiatannya bersifat pasif maupun aktif. Adapun
jenis kegiatan wisata yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah :
1) Kegiatan pelestarian mangrove
Kegiatan ini diperuntukkan untuk memberikan proses pembelajaran
kepada wisatawan tentang ekosistem mangrove, sehingga
wisatawan juga dapat memperkaya pengetahuan mereka tentang
130
vegetasi mangrove dan dapat terjun langsung dalam menjaga
kelestarian mangrove dengan pembibitan maupun penanaman
mangrove.
2) Kegiatan konservasi karang
Kegiatan ini dilakukan dengan melakukan transplantasi karang
merupakan upaya pencangkokan atau pemotongan karang hidup
untuk ditanam ditempat lain. Wisatawan dapat ikut berpartisipasi
dalam pemotongan maupun penanaman karang di lahan konservasi
dengan didampingi oleh tenaga ahli/masyarakat lokal.
3) Kegiatan jelajah hutan
Kegiatan berwisata ini memanfaatkan hutan untuk dijadikan objek
wisata dengan melakukan perjalanan menyusuri hutan untuk
sekedar menikmati keindahan hutan alami maupun melakukan
perjalanan yang memang merupakan hobbi pecinta alam.
Gambar 6.5 Kawasan wisata publik dan wisata khusus
Sumber: Penulis, 2013
131
3. Arahan Bentang Alam (Landscape)
Berdasarkan konsep bentang alam, maka diperlukan pengaturan
sempadan pantai dengan kategori untuk pantai di kawasan wisata minimal 4
meter dari titik pasang tertinggi air laut, sedangkan sempadan pantai di
kawasan permukiman minimal 30 meter dari titik pasang tertinggi air laut.
Untuk penanganan abrasi dilakukan dengan melakukan penanaman
mangrove di sekitar titik-titik yang terancam abrasi untuk menahan laju
ombak, sehingga ombak yang menghantam pantai dapat tereduksi. Sistem
penanganan abrasi dengan hutan mangrove memiliki keunggulan dari aspek
ekologis dan aspek ekonomis yaitu memiliki biaya yang relative sedikit
dibanding pembuatan groin ataupun breakwater.
Gambar 6.6. Ilustrasi garis sempadan pantai a). GSP di kawasan permukiman b). GSP di kawasan wisata
Sumber: Penulis, 2013
Gambar 6.7 Ilustrasi mangrove sebagai pemecah gelombang Sumber: Penulis, 2013
132
Selain rencana sempadan pantai dan penanggulangan abrasi, juga
dibutuhkan rencana tata hijau yang berfungsi untuk mempertegas nilai
ekologis dan estetika kawasan pengembangan. Setiap vegetasi yang
ditanam memiliki fungsi dan kriteria masing-masing antara lain:
Fungsi Kriteria tanaman Lokasi Jenis tanaman
Peneduh
(sebagai peneduh,
penyerap polusi dan
pencegah erosi)
• Berdaun dan
bercabang rapat
• Bunga dan daun
tidak mudah
rontok
• Perakaran dalam
Hutan Kota,
Tempat parkir,
Tempat
pemancingan,
Teater terbuka.
Samaena saman (Ki
hujan), Ptreocapus
indicus (angsana),
Tamarindus indicus
(asam jawa)
Pengarah
(sebagai pengarah
wisatawan menuju
tempat tertentu)
• Berbatang lurus
• Bertajuk lancip
Sepanjang jalur
pedestrian
Jenis palem
Pembatas
(sebagai pembatas
antar kawasan yang
satu dengan yang
lain)
• Percabangan,
daun dan ranting
rapat
• Ketinggian bisa
diatur
Lokasi terluar tiap
kawasan
Flamboyan, Nusa
indah
Estetika
(untuk memberikan
kesan yang berbeda
tiap kawasan)
• Memiliki warna
dan bau yang
khas
Semua lokasi
pengembangan
Jenis bunga-
bungaan
Tabel 6.4 Fungsi Perencanaan Tata Hijau
Sumber: Hasil Analisis, 2013
133
Gambar 6.8 Rencana Bentang Alam Sumber: Hasil Analisis, 2013
134
4. Arahan Aksesibilitas danSirkulasi
Pengembangan aksesibilitas yang dikelompokkan dalam aksesibilitas
menuju kawasan pengembangan dan aksebilitas dalam kawasan
pengembangan.
a. Aksesibilitas dan sirkulasi dari/menuju kawasan pengembangan
Pengembangan aksesibilitas dilakukan dengan melakukan
pembenahan atau peningkatan sarana dan prasarana transportasi untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat umum dan kebutuhan wisatawan
dengan implementasi sebagai berikut:
1) Peningkatan sarana dermaga di Pelabuhan Kota Mamuju yang
merupakan akses utama menuju kawasan Pulau Karampuang.
2) Moda transportasi yang digunakan berupa kapal kapasitas sedang
yang dapat menampung 15-20 orang penumpang.
3) Peningkatan jadwal pengangkutan regular dari dan menuju pulau
menjadi dua kali pemberangkatan yaitu pagi hari dan siang hari
untuk pemberangkatan menuju pulau, serta siang dan sore hari
untuk pemberangkatan kembali ke kota mamuju.
b. Aksesibilitas dan sirkulasi dalam kawasan pengembangan
Pengembangan aksesibilitas dalam Pulau karampuang dengan
melakukan pengembangan jalan lokal dengan maksud untuk
mempermudah akses menuju lokasi atraksi wisata yang ada dalam
kawasan pengembangan dengan kriteria:
1) Bentang alam yang berbukit-bukit juga tidak memungkinkan untuk
pengadaan moda angkutan darat, sehingga hanya disediakan jalur
pedestrian dalam kawasan pengembangan
2) Jalur pedestrian yang dibangun dengan lebar maksimal 3 meter.
135
Terdapat dua pintu masuk ke dalam kawasan pengembangan yang
direncanakan yaitu pada kawasan permukiman tradisional dan kawasan
rekreasi sebagai kawasan yang menjadi inti kawasan pengembangan
ekowisata dan merupakan kawasan wisata publik. Dari dua kawasan inti
inilah wisatawan dapat menuju sub-kawasan ekowisata melalui jalur
pedestrian ataupun waterway yang disediakan.
Adapun alur sirkulasi wisatawan pada dua akses masuk yang
direncanakan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
a. Alur sirkulasi wisatawan dari permukiman tradisional (traditional village)
Gambar 6.9 Alur sirkulasi dari permukiman tradisional Sumber: Hasil Analisis, 2013
136
b. Alur sirkulasi wisatawan dari kawasan rekreasi (recreational area)
5. Arahan Jenis dan Macam Fasilitas
Penetapan jenis fasilitas didasarkan pada targetan pengembangan
ekowisata Pulau Karampuang sebagai objek wisata dengan skala pelayanan
nusantara/nasional dengan arahan prasarana dan sarana sebagai berikut::
a. Prasarana Kepariwisataan
Prasarana wisata adalah sumberdaya alam dan sumberdaya manusia
yang mutlak dibutuhkan wisatawan dalam perjalanannya di daerah
tuuan wisata. Prasarana wisata yang dialokasikan antara lain:
Gambar 6.10 Alur sirkulasi dari kawasan rekreasi Sumber: Hasil Analisis, 2013
137
1) Prasarana Perekonomian, meliputi:
o Pengangkutan (transportation)
o Komunikasi (communication infrastruktur)
o Sistem Perbankan
2) Prasarana Sosial, meliputi
o Sistem pendidikan
o Pelayanan kesehatan
o Keamanan
3) Prasarana Inti Wisata, meliputi:
o Receptive Tourist Plan, badan usaha yang kegiatannya khusus
untuk mempersiapkan kedatangan wisatawan.
o Recidental Tourist Plan, fasilitas yang dapat menampung
kedatangan para wisatawan untuk menginap dan tinggal untuk
sementara waktu.
o Recreative and Sportive Plan, semua fasilitas yang dapat
digunakan untuk tujuan rekreasi dan olahraga.
b. Sarana Kepariwisataan
Sarana wisata merupakan kelengkapan daerah tujuan wisata yang
diperlukan untuk melayani kebutuhan wisatawan dalam menikmati
perjalanan. Sarana wisata yang dialokasikan antara lain:
1) Sarana Pokok Wisata, meliputi akomodasi, tour operator, rumah
makan, dan kios cinderamata.
2) Sarana Pelengkap Wisata, meliputi sarana olahraga, taman
bermain, dan gazebo.
138
C. Pengembangan Sub-Kawasan
1. Kawasan Rekreasi (Recreational Area)
Merupakan kawasan wisata eksisting dan dikembangkan menjadi zona
rekreasi, wisata bahari seperti berenang di laut, voli pantai ataupun berjemur
dan kegiatan yang bersifat aktif lainnya serta merupakan zona inti kawasan
pengembangan kawasan. Jenis fasilitas yang akan dialokasikan pada
kawasan ini antara lain:
1) Gedung pusat informasi
2) Lapangan olahraga
3) Ruang terbuka hijau (taman)
4) Cafetarian dan rest area dengan bahan yang ramah lingkungan
5) Bangunan akomodasi/cottage/bungalow
6) Dermaga
7) Jalur pedestrian
8) Gazebo
2. Kawasan Wisata Selam (Diving Area)
Merupakan kawasan yang diperuntukkan untuk wisata selam dengan
fasilitas penunjang yang mendukung kegiatan wisata selam.,
keanekaragaman terumbu karang yang didominasi oleh jenis arcopora,
spongs, dan soft coral merupakan daya tarik tersendiri pada kawasan ini.
Adapun jenis fasilitas yang akan dialokasikan pada kawasan ini antara lain:
1) Gedung pelayanan wisata selam
2) Bangunan akomodasi/cottage/bungalow
3) Dermaga
4) Jalur pedestrian
5) Gazebo
139
Gambar 6.11 Rencana Fasilitas Kawasan Rekreasi Sumber: Hasil Analisis, 2013
140
Gambar 6.12 Rencana Fasilitas Kawasan Wisata Selam Sumber: Hasil Analisis, 2013
141
3. Kawasan Permukiman Tradisional (Traditional Village)
Merupakan kawasan permukiman sebagai pusat kegiatan wisata
budaya Pulau Karampuang. Konsep atraksi dalam kawasan ini adalah
seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat beserta setting fisik lokasi
desa yang memungkinkan berintegrasinya wisatawan sebagai partisipasi
aktif. Dengan pendekatan one day trip yang dilakukan oleh wisatawan,
kegiatan-kegiatan meliputi makan dan berkegiatan bersama penduduk dan
kemudian wisatawan dapat kembali ke tempat akomodasinya. Prinsip model
tipe ini adalah bahwa wisatawan hanya singgah dan tidak tinggal bersama
dengan penduduk.
Jenis fasilitas yang akan dialokasikan pada kawasan ini antara lain:
1) Gedung pusat informasi
2) Teater terbuka
3) Lapangan olahraga
4) Ruang terbuka hijau (taman)
5) Cafetarian dan rest area dengan bahan yang ramah lingkungan
6) Bangunan akomodasi/cottage/bungalow
7) Dermaga
8) Perkantoran pelayanan public
4. Kawasan Konservasi Mangrove (Conservational Area)
Merupakan kawasan yang menonjolkan fungsi pendidikan dan
pelestarian mangrove. Pengembangannya diarahkan untuk mewujudkan
areal yang menjadi kawasan konservasi yang memiliki nilai ekologis pada
kawasan pengembangan. Adapun jenis fasilitas yang akan dialokasikan pada
kawasan ini antara lain:
1) Dermaga
2) Jalur pedestrian
3) Gazebo
142
Gambar 6.13 Rencana Fasilitas Kawasan permukiman Tradisional Sumber: Hasil Analisis, 2013
143
Gambar 6.14 Kawasan Konservasi Mangrove Sumber: Hasil Analisis, 2013
144
5. Kawasan Hutan (Forest Area)
Kawasan hutan dibagi ke dalam dua kawasan yaitu:
a. Kawasan Hutan Lindung
kawasan hutan tanpa ada aktivitas wisata yang bersifat aktif di
dalamnya sebagai upaya konservasi dan antisipasi terhadap run off
atau limpasan permukaan akibat intensitas curah hujan yang cukup
tinggi di kawasan pengembangan.
b. Kawasan Hutan Wisata Alam
kawasan hutan yang dikembangkan sebagai taman wisata yang
ramah lingkungan dan merupakan ruang terbuka hijau skala kota, yang
dapat dimanfaatkan sebagai sarana rekreasi (eco-tourism). Fasilitas
yang dialokasikan antara lain:
1) Taman/Eco-tourism
2) Taman bermain anak, lapangan olahraga
3) Bangunan pengelola taman
4) Jalan setapak (pedestrian)
5) Gazebo
6. Kawasan Perdagangan (Trade Area)
Menjadi tujuan akhir wisatawan dalam kegiatan ekowisata. Pada
kawasan ini wisatawan dapat berbelanja aneka souvenir khas kawasan
pengembangan yang merupakan hasil kerajinan dari masyarakat lokal.
Beberapa fasilitas yang dialokasikan antara lain:
A. Kios cinderamata/souvenir
B. Jalan setapak (pedestrian)
C. Restoran
145
Gambar 6.15 Kawasan Hutan (Hutan Lindung & Hutan Wisata Alam Sumber: Hasil Analisis, 2013
146
Gambar 6.16 Rencana Fasilitas Kawasan Perdagangan Sumber: Hasil Analisis, 2013
147
Gambar 6.17 Rencana Persebaran Fasilitas Sumber: Hasil Analisis, 2013
148
D. Konsep Perencanaan 20 Tahun dalam Pengembangan Kawasan Ekowisata
Gambar 6.18 Skema perencanaan 20 tahun dalam pengembangan kawasan Sumber: Hasil Analisis, 2013
149
Pengembangan kawasan ekowisata Pulau Karampuang dilaksanakan
dengan konsep perencanaan 20 (dua puluh) tahun. Pengembangan kawasan
dibagi ke dalam empat tahapan pengembangan antara lain:
1. Pengembangan fasilitas yang telah berkembang
Merupakan tahapan yang paling awal dilakukan dengan kurun waktu
pelaksanaan kegiatan 3 (tiga) tahun. Pengembangan dilakukan pada
kawasan rekreasi dan permukiman tradisional yang merupakan
kawasan yang telah berkembang.
2. Pengembangan infrastruktur penghubung
Merupakan tahapan kedua yang dilakukan dengan kurun waktu
pelaksanaan 3 (tiga) tahun. Kegiatan yang dilakukan adalah
pengembangan akses menuju sub kawasan ekowisata pengembangan
yang menjadi linkage antar kawasan pengembangan.
3. Pengembangan sub-kawasan ekowisata
Merupakan tahapan ketiga yang dilakukan dengan kurun waktu
pelaksanaan 4 (tahun) tahun. Kegiatan yang dilakukan adalah
pengembangan sub-kawasan ekowisata meliputi penyediaan
infrastruktur dasar dan penunjang ekowisata.
4. Pengembangan kualitas fisik spasial
Merupakan tahan keempat dan terakhir yang dilakukan dengan kurun
waktu pelaksanaan 10 (sepuluh) tahun. Kegiatan yang dilakukan adalah
peningkatan dan pengembangan kualitas fisik spasial kawasan secara
menyeluruh meliputi pengembangan sarana dan prasarana ekowisata.
150
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari keseluruhan studi yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Karakteristik wilayah Pulau Karampuang
a) Karakteristik fisik
1) Geologi. Pada kawasan pengembangan ekowisata Pulau
Karampuang tersusun atas tanah dengan kandungan
renzina, hidromorf kelabu, dan aluvial. Batuan penyusun
pulau karampuang adalah batuan gamping koral (Q1)
2) Kegiatan penggunaan lahan. Sebagian besar peruntukan
lahan pada Pulau Karampuang adalah kawasan tangkapan
air berupa lahan kosong/tegalan.
3) Bentang alam. Merupakan pulau dengan bentang alam
berbukit-bukit dengan ketinggian 120 mdpl, dengan tubir
hingga 200 meter.
4) Kondisi Oceanografi. Perairan pulau karampuang memiliki
kisaran pasang surut sebesar 188 cm dengan mean sea
level sebesar 120 cm, dengan kecerahan sebesar 73-85%,
arus sebesar 0,05-0,07 m/s, dengan kedalaman 10-15
meter. Kondisi ini memungkinkan untuk dilakukan
pengembangan wisata bahari.
b). Karakteristik Non-Fisik
Kondisi Sosial Budaya mayarakat Pulau Karampuang masih
kuat dengan budaya masyarakat pesisir yang masih memegang
asas kekeluargaan dan budaya lokal. Mata pencaharian
penduduk mayoritas nelayan dan buruh di Kota Mamuju.
151
2. Konsep pengembangan yang akan diterapkan pada kawasan
ekowisata Pulau Karampuang adalah “Konsep Ekowisata Alam
Berbasis Ekologi” dengan beberapa konsep antara lain:
a). Konsep Tata Ruang (zonasi)
Konsep tata ruang pengembangan kawasan ekowisata Pulau
Karampuang diarahkan pada penetapan luasan kawasan
konservasi minimal 70 % dari luas seluruh kawasan Pulau
Karampuang.
b). Konsep Atraksi Wisata
Adapun paket atraksi wisata Pulau Karampuang adalah:
1) Tour budaya (Tradisional Village), dengan mengedepankan
asas Community Based Development.
2) Tour petualangan dan hobbi berupa jelajah hutan, berenang
dan menyelam pada kawasan yang memiliki kesesuaian
wisata bahari.
3) Tour konservasi dan pelestarian berupa pendidikan dan
pelestarian mangrove, dan konservasi terumbu karang
berupa transplantasi.
c). Konsep Bentang Alam meliputi:
1) Rencana sempadan pantai, dengan membatasi
pembangunan di sekitar sempadan pantai dengan ketentuan
untuk sempadan pantai di kawasan pemukiman berjarak 30
meter dari titik pasang tertinggi air laut, sedangkan untuk
sempadan pantai di kawasan wisata berjarak minimal 4
meter dari titik pasang tertinggi air laut.
2) Rencana abrasi, dilakukan dilakukan penanganan dengan
konsep “Fitoremediasi” yang menitikberatkan pada
penggunaan tanaman dalam perbaikan lingkungan, yaitu
penanaman mangrove di sepnjang pinggirang pulau.
3) Rencana tata hijau, dilakukan untuk mempertegas nilai
ekologis dan estetika kawasan pengembangan sesuai
152
dengan fungsi vegetasi antara lain fungsi peneduh, fungsi
pengarah, fungsi pembatas dan fungsi estetika.
d). Konsep Aksesibilitas dan Sirkulasi
Dilakukan dengan menyediakan akses antar sub kawasan
berupa pedestrian dan transportasi air (waterway). Penyediaan
pedestrian dan transportasi air ini bertujuan untuk meningkatkan
akses dan sirkulasi dalam kawasan pengembangan.
e). Konsep Macam dan Jenis Fasilitas
Jenis fasilitas yang ada ditentukan berdasarkan kebutuhan dari
setiap atraksi wisata antara lain:
1) Kawasan rekreasi (Recreational Area). jenis fasilitas yang
akan dialokasikan pada kawasan ini antara lain: gedung
pusat informasi, lapangan olahraga, ruang terbuka hijau
(taman), cafetarian dan rest area dengan bahan yang ramah
lingkungan, bangunan akomodasi/cottage/bungalow,
dermaga, dan jalur pedestrian
2) Kawasan Wisata Selam (Diving Area), jenis fasilitas yang
akan dialokasikan pada kawasan ini antara lain: gedung
pelayanan wisata selam, akomodasi, dermaga, jalan setapak
(pedestrian) dan gazebo.
3) Kawasan Konservasi Mangrove (Conservational Area),
fasilitas yang dialokasikan antara lain: jalan setapak
(pedestrian), dermaga dan gazebo.
4) Kawasan Permukiman Tradisional (Traditional Area) dengan
fasilitas berupa gedung pusat informasi, teater terbuka,
lapangan olahraga, ruang terbuka hijau (taman), cafetarian
dan rest area dengan bahan yang ramah lingkungan,
bangunan akomodasi, dermaga, dan perkantoran pelayanan
publik.
5) Kawasan Hutan (Forest Area), beberapa fasilitas yang
dialokasikan antara lain: taman bermain anak, lapangan
153
olahraga, bangunan pengelola taman, jalan setapak
(pedestrian), dan gazebo.
6) Kawasan Perdagangan (Trade Area), beberapa fasilitas
yang dialokasikan antara lain: kios cinderamata/souvenir,
jalan setapak (pedestrian) dan restoran.
B. Saran
Dari konsep pengembangan ekowisata Pulau Karampuang yang telah
dikemukakan maka beberapa saran yang dapat direkomendasikan
untuk implementasi ekowisata Pulau Karampuang adalah :
1. Untuk Studi Lanjutan
a) Untuk mendukung pengembangan masih diperlukan studi
mengenai manajemen kelembagaan dan peningkatan peran
serta masyarakat dalam kegiatan wisata.
b) Dapat juga dilakukan penelitian yang lebih mendalam pada
aspek budaya dan adat istiadat masyarakat setempat sebagai
upaya transformasi budaya mandar kedalam atraksi wisata
sehingga diharapkan masyarakat dapat berperan serta dalam
upaya pengebambangan kawasan ekowisata Pulau
Karampuang.
2. Untuk Pemerintah
Diharapkan adanya keseriusan dari pemerintah dalam
implementasi regulasi atau peraturan-peraturan yang terkait
dengan pengembangan Pulau Karampuang sebagai kawasan
wisata, yang kemudian konsep tersebut dapat diterapkan sehingga
dapat meningkatkan pendapatan daerah pada sektor wisata dan
berimplikasi terhadap peningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat
sekitar kawasan pengembangan.
DAFTAR PUSTAKA
Bappeda Kabupaten Mamuju. 2010. Data Pokok Kabupaten Mamuju Tahun
2010. Mamuju
Badan Pusat Statistik Kabupaten Mamuju. 2011. Kabupaten Mamuju Dalam
Angka 2011. Mamuju
Badan Pusat Statistik Kabupaten Mamuju. 2011. Kecamatan Mamuju Dalam
Angka 2011. Mamuju
United Nations Environment Programme. 2002. Ecotourism: Principles,
Practices & Polices For Sustainability. Paris
United Nations of Educational Scientific, and Cultural Organization &
Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Nias Selatan.
2009. Ekowisata, Panduan Dasar Pelaksanaan. Nias
Fandelli, Chafid. 2010. Pengertian dan Konsep Dasar Ekowisata. Yogyakarta
Yoeti, Oka A. 1985. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung
Sastrayuda S, Gumelar. 2010. Konsep Pengembangan Wisata Bahari.
Surakarta
Sastrayuda S, Gumelar. 2010. Konsep Pemberdayaan Masyarakat Berbasis
Pariwisata (Community Based Tourism). Surabaya
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dan WWF-Indonesia. 2009. Prinsip
dan Kriteria Ekowisata Berbasis Masyarakat. Jakarta
Rukendi, Cecep., Baskoro. 2006. Membangun Kota Pariwisata Berbasis
Komunitas. Jakarta
Mulyadi, Edi., Hendriyanto, Okik., Fitriani, Nur. 2009. Konservasi Hutan
Mangrove Sebagai Ekowisata. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan
Universitas Veteran Jawa Timur. Surabaya
Rangkuti, Freddie. 2011. SWOT Balanced Scorecard. Jakarta
Antasari, Kemal. 2011. Kesesuaian Wisata Selam Pulau Karampuang
Kabupaten Mamuju. Skripsi Fakultas Kelautan dan Perikanan
Universitas Hasanuddin. Makassar
Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. 2004. Pedoman Umum
Pengembangan Pariwisata di Pulau-Pulau Kecil
Peraturan Menteri Dalam Negeri. 2009. Pedoman Pengembangan Ekowisata
di Daerah
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. 2004. Pedoman
Penyusunan Pemanfaatan Ruang
Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. 2010. Ketentuan
Mengenai Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Kab/Kota.
Pustekkom Depdiknas. 2009. Pengikisan Pantai Akibat Abrasi. Jakarta
http://dee-loveearth.blogspot.com/2011/03/pendekatan-ekologi-ecological-
approach.html. Diakses tanggal 10 Desember 2012
http://www.ecotourism.org. Diakses tanggal 20 Oktober 2012
http://www.ekowisata.info. Diakses tanggal 20 Oktober 2012
http://www.publikkrakatu.com. Diakses tanggal 27 November 2012
http://www.suropeji.com. Diakses tanggal 27 November 2012
http://www.anneahira.com. Diakses tanggal 13 Februari 2013
http://[email protected]. Diakses tanggal 13 Februari 2013
http://www.ar.itb.ac.id/wdp/archives/category/studi-pembangunan/. Diakses
tanggal 20 Oktober 2012