PENGEMBANGAN BAHAN AJAR AUDIO VISUAL BERBASIS …digilib.unila.ac.id/57817/10/TESIS TANPA BAB...
Transcript of PENGEMBANGAN BAHAN AJAR AUDIO VISUAL BERBASIS …digilib.unila.ac.id/57817/10/TESIS TANPA BAB...
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR AUDIO VISUAL BERBASIS
KONTEKSTUAL PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SD TUNAS
MEKAR INDONESIA BANDAR LAMPUNG
(Tesis)
Oleh
SIDARTHA ADI GAUTAMA
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
ABSTRAK
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR AUDIO VISUAL BERBASIS
KONTEKSTUAL PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SD TUNAS MEKAR
INDONESIA BANDAR LAMPUNG
Oleh
SIDARTHA ADI GAUTAMA
Penelitian ini bertujuan: 1) Mendiskripsikan kondisi dan potensi pengembangan
menggunakan bahan ajar audio visual berbasis kontekstual. 2) Menghasilkan
produk bahan ajar audio visual berbasis kontekstual. 3) Menganalisis efektifitas dan
kemenarikan produk bahan ajar audio visual berbasis kontekstual pada mata
pelajaran pendidikan agama Buddha. Penelitian ini menggunakan pendekatan
penelitian dan pengembangan Bord and Gall, dilakukan di SD Tunas Mekar
Indonesia Bandar Lampung. Teknik pengumpulan data menggunakan instrumen
pengamatan, kemudian data dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Hasil
penelitian hasil perhitungan rata-rata N-Gain ternormalisasi praktek Anjali 0,79,
Namaskhara 0,75, Uttana 0,84 dapat dikategorikan efektif. Sedangkan untuk uji
kemenarikan bahan ajar memperoleh angka rata-rata 82 % dapat diklasifikasikan
menarik.
Kata Kunci: Bahan Ajar Audio Visual, Kontekstual, Pendidikan agama Buddha
ABSTRACT
The Development of Audio Visual teaching material based Contextual for
Teaching Buddhist Religion at Tunas Mekar Indonesia Elementary school of
Bandar Lampung
By
SIDARTHA ADI GAUTAMA
This study aims: 1) Describe the conditions and potential for development using
contextual-based audio-visual teaching materials. 2) Produce contextual based
audio visual teaching material products. 3) Analyzing the effectiveness and
attractiveness of contextually based audio visual teaching material products in
Buddhist education subjects. This study used the research and development
approach of Bord and Gall, conducted at the Tunas Mekar Indonesia Elementary
School in Bandar Lampung. Data collection techniques using observation
instruments, then the data are analyzed quantitatively and qualitatively. The results
of the calculation of the average N-Gain normalized practice are Anjali 0.79,
Namaskhara 0.75, Uttana 0.84 can be categorized as effective. Whereas for the test
of attractiveness of teaching materials obtaining an average number of 82% can be
classified as interesting.
Keywords: audio-visual, contextual teaching material, Buddhist education
PENGEMBANGAN BAHAN AJAR AUDIO VISUAL BERBASIS
KONTEKSTUAL PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SD TUNAS
MEKAR INDONESIA BANDAR LAMPUNG
Oleh
SIDARTHA ADI GAUTAMA
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelas
MAGISTER PENDIDIKAN
Pada
Program Pasca Sarjana Magister Teknologi Pendidikan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Desa Mataram Baru, Lampung Timur pada
tanggal 23 Juli 1983, sebagai anak ke tiga dari tiga saudara,
dari pasangan Bapak Sarmidi dan Ibu Supinah (Almh).
Penulis memiliki dua kakak kandung.
Pendidikan Sekolah Dasar (SD) Kristen No. 04
Sribhawono Lampung Timur lulus tahun 1996, Sekolah
Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Sribhawono Lampung Timur lulus tahun 1999,
Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Sribhawono Lampung Timur lulus tahun
2002, Pendidikan S1 Agama Buddha STIAB Smaratungga Boyolali 2007.
Melanjutkan pendidikan S2 dan masuk sebagai mahasiswa Pascasarjana
Universitas Lampung tahun 2017 pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(FKIP) Jurusa Program Studi Magister Teknologi Pendidikan. Penulis bekerja
sebagai guru Agama Buddha di SD Tunas Mekar Indonesia Bandar Lampung
hingga saat ini.
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap puji syukur kepada para Buddha, Bodhisattva dan Mahasattva,
Kupersembahkan karya tulis ini teruntuk:
1. Kedua orang tuaku (bapak Sarmidi dan Ibu Supinah. Almh).
2. Istri tercinta Lasmiyati, S.Ag, serta kedua anakku Mallika Sacca Pranidhana
Sidhartha dan Dharmasakaccha Prajna Sidhartha, yang selalu memberikan
semangat sehingga memudahkan aku saat berproses pendidikan S2 ini.
3. Suhu Nyana Maitri Mahastavira, guru spiritual penulis.
4. Bapak Indra Halim, Bapak Hiu Fuk Sin (Bambang), Bapak Alif Bathali, dan
Bapak Alin Raharja yang memberikan bantuan materiel dan motivasi penulis
5. Almamaterku Pascasarjana Universitas Lampung yang tercinta yang telah
membimbing, mendidik, dan menjadikan manusia yang lebih dewasa dalam
berfikir, halus dalam bertindak, bijak dan arif dalam berkeputusan serta
menjadikan ku manusia yang kreatif dalam mengembangkan ilmu pendidikan.
MOTTO
“Orang Yang Bersemangat, Selalu Sadar, Murni Dalam
Perbuatan, Memiliki Pengendalian Diri, Hidup Sesuai
Dengan Dhamma Dan Selalu Waspada, Maka Nama
Harumnya Akan Berkembang”
(Dh. II. 24)
Kita Belajar Dari Orang Yang Masih Belajar
(Sidartha Adi Gautama)
SANWACANA
Puji syukur saya panjatkan kepada Sanghyang Adi Buddha, Ketuhanan Yang Maha
Esa, Para Buddha, Bodhisattva dan Mahasattva karena atas berkat cinta dan kasih
sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul “Pengembangan
Bahan Ajar Audio Visual Berbasis Kontekstual Pendidikan Agama Buddha
Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SD Tunas Mekar Indonesia Bandar
Lampung”.
Penulis menyadari bahwa tesis ini dalam penulisan masih jauh dari kata sempurna
baik isi maupun kalimatnya, karenanya dengan rasa rendah hati penulis menerima
kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini.
Dengan diselesaikan tesis ini penulis mengucapkan terima kasih kepada;
1. Sanghyang Adi Buddha, Para Buddha, Boddhisattva mahasattva.
2. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P. selaku Rektor Universitas Lampung
3. Prof. Drs. Mustofa, M.A., Ph. D., selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Lampung.
4. Prof. Dr. Patuan Raja, M. Pd., Selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung.
5. Dr. Sunyono, M.Si. Selaku Wakil Dekan 1 FKIP Universitas Lampung
sekaligus Penguji II
6. Dr. Riswanti Rini, M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP
Universitas Lampung.
7. Dr. Herpratiwi, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Magister Teknologi
Pendidikan Universitas Lampung dan sekaligus sebagai Penguji I.
8. Dr. Dwi Yulianti, M.Pd. Selaku Dosen Pembimbing Akademik I.
9. Taridi, M.Pd., M.Pd.B. Selaku Pembimbing II.
10. Dr. Eng. Helmi Fitriawan, ST., M. Sc selaku validator ahli media.
11. Andreas Yogi Santoso, S. Pd., M. Pd selaku validator ahli desain.
12. Poniman, S. Pd. B., M. Pd selaku validator ahli materi.
13. Bapak dan Ibu staf administrasi Gedung N Program Pascasarjana Magister
Teknologi Pendidikan Universitas Lampung.
14. Budi Purnomo Adi, S. Pd., Kepala SD Tunas Mekar Indonesia Bandar
Lampung.
15. Lasmiyati, S.Ag, Mallika dan Dharmasakaccha, Istri dan Anakku tercinta.
16. Para Dosen S2 Magister Teknologi Pendidikan Universitas Lampung
17. Teman-teman Teknologi Pendidikan angkatan 2017-2018 selalu
memberikan motivasi kepada penulis.
18. Almamaterku Pascasarjana Universitas Lampung.
Atas bantuan dan karma baik yang telah beliau-beliau berikan kepada penulis,
semoga memperoleh pahala dari Tuhan Yang Maha Esa. Akhirnya penulis
mengharapkan semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca yang
terhormat, dan dapat diambil manfaatnya. Sadhu...Sadhu...Sadhu.....
Bandar Lampung, ...................2019
Penulis,
SIDARTHA ADI GAUTAMA
i
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
SAMPUL
LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN TESIS
LEMBAR PERNYATAAN
RIWAYAT HIDUP
PERSEMBAHAN
MOTTO
SANWANCANA
DAFTAR ISI ................................................................................................ i
DAFTAR TABEL........................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... vi
1 PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ............................................................................. 7
1.3 Batasan Masalah................................................................................... 8
1.4 Rumusan Masalah ................................................................................ 9
1.5 Tujuan Penelitian ................................................................................. 10
1.6 Manfaat Penelitian ............................................................................... 10
1.6.1 Manfaat Teoritis .......................................................................... 11
1.6.2 Manfaat Praktis ........................................................................... 11
II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................... 13
2.1 Belajar dan Pembelajaran ..................................................................... 13
ii
2.1.1 Behavioristik ............................................................................... 18
2.1.1 Kognitif ....................................................................................... 19
2.1.3 Gestalt ......................................................................................... 20
2.1.4 Humanistik .................................................................................. 21
2.2 Teori Belajar Pendukung Pembelajaran Kontekstual .......................... 21
2.2.1 Teori Belajar Menurut J. Bruner ................................................ 21
2.2.2 Teori Belajar Piaget ................................................................... 23
2.3 Bahan Ajar ........................................................................................... 25
2.4 Kontekstual .......................................................................................... 27
2.5 Komponen Pembelajaran Kontekstual ................................................. 31
2.6 Media Pembelajaran ............................................................................. 34
2.6.1 Pengertian Media ....................................................................... 34
2.6.2 Fungsi Media Pembelajaran ...................................................... 35
2.6.3 Manfaat Media Pembelajaran .................................................... 38
2.6.4 Jenis-jenis Media Pembelajaran ................................................ 41
2.6.5 Bahan Ajar Audio Visual .......................................................... 42
2.6.6 Prinsip-prinsip Pemilihan Media ............................................... 44
2.7 Pendidikan Agama Buddha SD ............................................................ 46
2.8 Hasil Belajar ......................................................................................... 48
2.9 Hasil Penelitian yang Relevan ............................................................. 49
2.10 Kerangka Berfikir............................................................................... 60
III METODE PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ........................ 62
3.1 Model Pengembangan .......................................................................... 62
3.1.1 Tahap Pendefinisian .................................................................. 63
3.1.2 Tahap Perancangan .................................................................... 64
3.1.3 Tahap Pengembangan ................................................................ 66
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 71
3.2.1 Waktu ....................................................................................... 71
3.2.2 Tempat Penelitian..................................................................... 71
3.2.3 Instrument Penelitian ............................................................... 71
3.2.4 Skala Penskoran Kuesioner ...................................................... 76
3.2.5 Test Formatif ............................................................................ 76
3.3 Teknik Analisis Data ............................................................................ 86
3.3.1 Teknik Analisa Data ................................................................. 77
3.3.2 Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 80
3.3.3 Definisi Konseptual/Definisi Oprasional ................................. 81
IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 84
4.1 Hasil Penelitian ................................................................................... 84
4.1.1 Hasil Pengembangan Produk ................................................... 84
4.1.2 Efektivitas ................................................................................ 106
4.1.3 Kemenarikan ............................................................................ 107
4.2 Pembahasan efektivitas dan Kemenarikan ......................................... 108
4.3 Keunggulan Produk Hasil Pengembangan ......................................... 111
4.4 Kelemahan Produk Hasil Pengembangan........................................... 112
iii
V KESIMPULAN ........................................................................................ 113
5.1 Simpulan ............................................................................................. 113
5.2 Implikasi ............................................................................................. 115
5.3 Saran ................................................................................................... 116
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 118
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Silabus Pendidikan Agama Buddha Kelas Satu ................................. 123
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ........................................ 134
3. Soal Pre-test dan Post-test .................................................................. 148
4. Garis-garis Besar Isi Program Media ................................................. 151
5. Storyboard Bahan Ajar Audio Vidual Berbasis Kontekstual ............. 153
6. Surat Permohonan menjadi Validator................................................. 159
7. Penilaian Validasi Ahli Desain ........................................................... 162
8. Penilaian Validasi Ahli Media ............................................................ 167
9. Penilaian Validasi Ahli Materi ........................................................... 174
10. Analisis Data Penilaian para Ahli ....................................................... 179
11. Surat Ijin Penelitian ............................................................................ 180
12. Nilai Praktek Keterampilan Peserta Didik.......................................... 182
13. Analisis Data Ujicoba Efektivitas....................................................... 184
14. Angket Uji Kemenarikan .................................................................... 187
15. Analisis Data Uji Kemenarikan .......................................................... 188
16. Dokumentasi Kegiatan Penelitian ...................................................... 189
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1.1 Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi ................. 1
Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Analisis Kebutuhan Produk ............................... 72
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Ahli Desain ......................................................... 73
Tabel 3.3 kisi-kisi instrumen ahli media ............................................................ 74
Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Ahli Materi ......................................................... 75
Tabel. 3.5 Kisi-kisi Instrumen Kemenarikan ...................................................... 75
Tabel 3.6 Penskoran Kuesioner (Instrumen) ...................................................... 76
Tabel 3.7 Kisi-kisi Soal ...................................................................................... 76
Tabel 3.8 Nilai Indeks Gain Ternormalisasi ...................................................... 79
Tabel. 3.9 Presentase dan Klasifikasi Kemenarikan .......................................... 80
Tabel 3.10 Rubrik Praktek Keterampilan Sikap Anjali ....................................... 81
Tabel 3.11 Rubrik Praktek Keterampilan Sikap Namaskhara ............................ 82
Tabel 3.12 Rubrik Praktek Keterampilan Sikap Uttana ..................................... 82
Tabel 4.1 Ketuntasan belajar rata-rata peserta didik pada
KD 4.1 berdasarkan IPK 4.1.1 ............................................................ 86
Tabel 4.2 Hasil penilaian uji validasi ahli media tahap I dan II .......................... 91
Tabel 4.3 Hasil Penilaian Uji Validasi Ahli Desain Tahap I dan II ................... 92
v
Tabel 4.4 Hasil Penilaian Uji Validasi ahli materi tahap I dan II ...................... 94
Tabel 4.5 Presentase Penilaian uji Validasi ahli pada tahap I dan II ................. 95
Tabel 4.6 Praktek Keterampilan Anjali .............................................................. 98
Tabel 4.7 Praktek Keterampilan Namaskhaa ...................................................... 98
Tabel 4.8 Praktek Keterampilan Uttana .............................................................. 99
Tabel 4.9 Nilai pretest dan posttest uji coba kelompok besar ............................ 99
Tabel 4.10 Peningkatan nilai Pretest- Post-test .................................................. 102
Tabel 4.11 Nilai Uji Efektivitas pengguna .......................................................... 106
Tabel 4.12 Ujicoba kemenarikan pengguna bahan ajar audio visual
Berbasis kontekstual ........................................................................... 108
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ........................................................................... 61
Gambar 3.1 Langkah Pengembangan menurut Borg and Gall ........................... 63
Gambar 4.1 Grafik hasil ujikelompok besar Anjali, Namaskhara, Uttana.......... 102
Gambar 4.2 Peningkstsn nilsi Pretest-Post-test ................................................... 104
Gambar 4.3 Cover sebelum revisi ....................................................................... 105
Gambar 4.4 Cover sesudah revisi........................................................................ 105
Gambar 4.5 Uji Efektivitas ................................................................................. 107
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan agama Buddha menjadi mata pelajaran wajib untuk pembelajaran
agama Buddha Sekolah Dasar Tunas Mekar Indonesia Bandar Lampung. Pada
tingkat kelas satu terdapat beberapa kompetensi dasar dan indikator mempunyai
permasalahan utama yang dihadapi peserta didik dalam pembelajaran di semester
ganjil tahun pelajaran 2018/2019 adalah terdapat pada KD (Kompetensi Dasar) 4.1.
Menyajikan cara-cara menghormat, salam dan simbol-simbol agama Buddha
berdasarkan IPK (Indikator Pencapaian Kompetensi) 4.1.1 Mendemonstrasikan
cara menghormat dengan Anjali, Namaskkhara, dan Uttana, berdasarkan Indikator
Pencapaian Kompetensi pada KD sebagai berikut;
Tabel. 1.1 Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi
No Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian Kompetensi
1
1.1 Menerima cara-cara
menghormat, salam,
dan simbol-simbol
agama Buddha.
1.1.1 Melakukan doa sebelum dan
sesudah melaksanakan kegiatan
di tempat ibadah.
2
2.1 Menunjukan
perilaku santun
setelah memahami
cara-cara
menghormat, salam
dan simbol-simbol
agama Buddha.
2.1.1 Melakukan sikap hormat kepada
orang tua, teman, guru, dan
anggota sangha.
2.1.2 Memberi sikap hormat terhadap
simbol-simbol agama Buddha.
2
3
3.1 Memahami cara-cara
menghormat, salam,
dan simbol-simbol
agama Buddha.
3.1.1 Menjelaskan cara menghormat
dengan Anjali, Namaskhara,
Utthana.
3.1.2 Mencontohkan cara
menghormat dengan Anjali,
Namaskhara, Utthana.
4
4.1.Menyajikan cara-cara
menghormat, salam,
dan simbol-simbol
agama Buddha.
4.1.1 Mendemonstrasikan cara
menghormat dengan Anjali,
Namaskhara, Utthana.
Pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Buddha pada indikator (4.1.1)
terdapat masalah yang sangat serius. Hal ini dibuktikan dengan beberapa
fenomena antara lain sebagai berikut; (1) Peserta didik tidak tertarik dengan cara
mengajar yang tidak menggunakan media pembelajaran, (2) Pembelajaran
berlangsung tidak kondusif dibuktikan dengan 3 orang peserta didik yang tidak
memperhatikan yang dijelaskan oleh guru, (3) Pembelajaran dinilai kurang
menyenangkan karena peserta didik tidak terlibat langsung dalam proses
pembelajaran, kesannya peserta didik hanya menerima apa yang diminta oleh
pendidik, (4) Ketercapaian kompetensi dasar rendah, media yang digunakan dalam
pembelajaran sebagai sumber belajar kurang variatif, (5) Bahan ajar yang
digunakan belum dirancang sesuai dengan target yang diharapkan sehingga
pembelajaran kurang maksimal dibuktikan hasil belajar yang kurang maksimal.
Tahun Pelajaran 2018/2019 di SD Tunas Mekar Indonesia Bandar Lampung pada
proses pembelajaran KD 4.1 Menyajikan cara-cara menghormat, salam, dan
simbol-simbol agama Buddha. Indikator pencapaian kompetensi pada KD 4.1.1
Mendemonstrasikan cara menghormat dengan Anjali, Namaskhara, dan Utthana.
Anjali mempunyai arti merangkapkan kedua telapak tangan di depan dada
3
sehingga membentuk seperti kuncup bunga teratai. Namaskhara mempunyai arti
sikap menghormat dengan cara bersujud dimana saat bersujud kening, ke dua
telapak tangan, ke dua siku dan ke dua lutut harus menyentuh lantai. Uttana adalah
sikap menghormat dengan cara berdiri dan beranjali. Kegiatan pembelajaran yang
efektif dalam membentuk peserta didik agar dapat belajar mandiri tanpa
melupakan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik siswa (Insyasiska, 2015:10).
Berdasarkan observasi oleh guru mata pelajaran terdapat masalah pada bahan ajar
yang digunakan selama ini belum dapat menstimulasi berbagai aspek kemampuan
dasar secara maksimal karena materi, indikator, dan tingkat capaian
perkembangannya tidak sesuai dengan kurikulum yang diterapkan pada SD Tunas
Mekar Indonesia Bandar Lampung bahan ajar harus dipergunakan setiap kegiatan
belajar mengajar agar peserta didik tidak merasa bingung dengan penyampaian
guru pada saat pembelajaran berlangsung.
Beberapa masalah yang menjadi dasar peneliti untuk memberikan solusi sehingga
hasil belajar praktek keterampilan tentang indikator (4.1.1) dapat dilakukan
dengan benar dengan cara mengembangkan sebuah media audio visual berbasis
kontekstual. Media pembelajaran memiliki peranan penting dalam menunjang
kualitas proses pembelajaran. Media juga dapat membuat pembelajaran lebih
menarik dan menyenangkan. Salah satu media pembelajaran yang sedang
berkembang saat ini adalah media audio visual (Purwono, 2014: 127-128).
Penggunaan bahan ajar audio visual berbasis kontekstual dapat memberikan
solusi bagi peserta didik untuk dapat interaksi, memberikan pengalaman, dan
4
daya tarik pembelajaran bagi anak usia 7 sampai 10 tahun. Pendapat peneliti
didukung oleh Philips (2013, 11) keunggulan tersebut diantaranya adalah; (1)
mixed media, mengintegrasikan berbagai media konvensional yang ada ke dalam
satu jenis media interaktif. Pembelajaran kognitif dan bahasa dalam sekolah
tentunya membutuhkan lebih dari satu media baik berupa media visual maupun
audio, dengan multimedia media-media tersebut dapat dikemas dalam satu bentuk,
(2) user control, memungkinkan pengguna untuk menelusuri materi ajar sesuai
dengan kemampuan dan latar belakang pengetahuan yang dimilikinya. Peserta
didik dapat mengakses materi yang dibutuhkan dan mengolah informasi secara
mandiri, sehingga penyerapan informasi akan lebih efektif, (3) simulation and
visualization, dengan teknologi animasi, simulasi dan visualisasi pengguna akan
mendapatkan informasi yang lebih riil dan informasi yang bersifat abstrak. Bagi
peserta didik, informasi yang baru masih berupa sesuatu yang abstrak, untuk itu
diperlukan media yang dapat digunakan untuk membantu penyerapan informasi
tersebut, (4) different learning styles, multimedia mempunyai potensi untuk
mengakomodasi pengguna dengan gaya belajar yang berbeda-beda. Peserta didik
memiliki gaya belajar yang berbeda. Peserta didik dengan kecenderungan gaya
belajar auditori dapat menyerap informasi apabila menggunakan media audio,
visual menggunakan gambar maupun video, kinestetik dengan gerakan.
Multimedia dapat menggabungkan media-media yang digunakan tersebut
sehingga perbedaan gaya belajar anak dapat teratasi.
Pendapat di atas didukung oleh Lasmana dan Rizal (2016: 507) mendiskripsikan
dalam hasil penelitiannya bahwa penggunaan media dapat memberikan daya tarik,
5
pembelajaran yang abstrak menjadi nyata dan mudah untuk ditiru. Sesuai dengan
prinsip teori pembelajaran behavior bahwa pembelajaran anak usia 7 sampai 10
tahun dilakukan dengan cara menirukan.
Purwono dan Yutmini (2014: 135) media pembelajaran audio-visual yang
digunakan guru memiliki beberapa nilai atau manfaat antara lain; (1) menambah
kegiatan belajar peserta didik, (2) menghemat waktu belajar, (3) membantu anak-
anak yang ketinggalan dalam pelajaran, (4) memberikan situasi yang wajar untuk
belajar dengan membangkitkan ninat, perhatian, aktivitas, membaca sendiri dan
turut serta dalam berbagai kegiatan sekolah.
Berkaitan dengan dibutuhkannya alat bantu atau media pembelajaran dalam usaha
menciptakan proses belajar yang menyenangkan, menarik, interaktif dan efektif
serta membantu peserta didik dalam memahami materi ajar sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Atoel dalam Purwono dan Yutmini
(2014) menyatakan bahwa media audio-visual memiliki beberapa kelebihan atau
kegunaan, antara lain: (1) memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu
bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata, tertulis atau lisan). (2) mengatasi
keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti: objek yang terlalu besar
digantikan dengan realitas, gambar, film bingkai, film atau model. (3) media
audio visual bisa berperan dalam pembelajaran tutorial.
Menurut pendapat Thorndike (2009: 34), belajar merupakan proses interaksi
antara stimulus dan respon. Stimulus berasal dari apa yang merangsang terjadinya
6
kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap
melalui alat indera, sedangkan respon merupakan reaksi yang dimunculkan oleh
peserta didik ketika belajar, yang dapat berupa pikiran, perasaan, atau gerakan atau
tindakan.
Sependapat dengan Thorndike, Hamalik (2008: 25) menjelaskan bahwa
pembelajaran merupakan suatu proses penyampaian pengetahuan, yang
dilaksanakan dengan menuangkan pengetahuan kepada peserta didik.
Pembelajaran dipandang sebagai suatu proses, maka pembelajaran merupakan
rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat peserta didik belajar.
Proses tersebut dimulai dari merencanakan program pengajaran tahunan,
semester dan penyusunan persiapan mengajar berikut persiapan perangkat
kelengkapannya antara lain berupa alat peraga dan alat-alat evaluasinya.
Menurut Heinich (2010: 109) rencana pembelajaran merupakan persiapan
mengajar yang berisi hal- hal yang perlu atau harus dilakukan oleh guru dan
peserta didik dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran yang antara lain
meliputi: pemilihan materi, metode, media, dan alat evaluasi. Rencana
pembelajaran merupakan realisasi dari pengalaman belajar peserta didik yang
telah ditetapkan dalam silabus. Rencana pembelajaran merupakan rencana atau
program yang disusun oleh guru untuk satu atau dua pertemuan, untuk mencapai
target satu kompetensi dasar.
Menganggap pentingnya pengembangan bahan ajar audio visual berbasis
kontekstual pendidikan agama Buddha diharapkan akan memberikan pengaruh
7
yang besar terhadap pencapaian hasil belajar yang maksimal. Peserta didik dengan
kemampuan tinggi dapat mempertahankan prestasinya dan yang memiliki
kemampuan rendah dapat termotivasi untuk meningkatkan semangat belajarnya.
Proses pembelajaran peserta didik akan memiliki pengalaman baru jika
dibandingkan dengan belajar menggunakan media buku. Secara konvensional
dengan menggunakan bahan ajar audio visual peserta didik di ajak untuk
mengamati dan mempraktekkan bahan ajar tersebut sebagai penunjang proses
kegiatan pembelajaran lebih menarik dan lebih efektif sehingga pemaham tentang
materi pada IPK (Indikator Pencapaian Kompetensi) 4.1.1 Mendemonstrasikan
cara menghormat dengan Anjali, Namaskkhara, dan Uttana dapat tercapai hasil
belajar yang sesuai dengan harapan.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah maka peneliti menawarkan solusi
pemecahan masalah pembelajaran pendidikan agama Buddha dengan indikator
(4.1.1) dengan menawarkan inovasi pembelajaran menggunakan media audio
visual berbasis kontektual pendidikan agama Buddha.
1.2. Indentifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka permasalahan dalam penelitian
ini dapat di identifikasi sebagai berikut:
1.2.1 Peserta didik tidak tertarik dengan gaya mengajar guru yang hanya
menggunakan media pembelajaran monoton (media gambar).
8
1.2.2 Pembelajaran berlangsung tidak kondusif dibuktikan 3 dari 5 peserta didik
sering keluar kelas dengan beraneka alasan.
1.2.3 Pembelajaran dinilai kurang menyenangkan karena peserta didik tidak
terlibat langsung dalam pembelajaran kesannya peserta didik hanya
menerima yang diminta oleh guru.
1.2.4 Pada saat praktek keterampilan sikap Anjali yang sesuai dibuktikan hanya
40% peserta didik dapat mempraktekkan Anjali.
1.2.5 Pada saat praktek keterampilan sikap Namaskhara yang sesuai dibuktikan
hanya 20% peserta didik dapat mempraktekkan Namaskhara.
1.2.6 Pada saat praktek keterampilan sikap Uttana yang sesuai dibuktikan hanya
40% peserta didik dapat mempraktekkan Uttana.
1.2.7 Ketercapaian KKM sangat rendah ditunjukan dangan hasil praktek peserta
didik.
1.2.8 Media yang digunakan dalam pembelajaran sebagai sumber belajar kurang
variatif.
1.3. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka peneliti membatasi pada masalah-
masalah yang dianggap dapat ditemukan pemecahan masalah melalui pembatasan
masalah penelitian sebagai berikut;
1.3.1 Pembuatan dan pengembangan bahan ajar audio visual berbasis kontektual
sebagai media pembelajaran yang memanfaatkan video sebagai
sumberdaya yang ada sebagai bentuk transformasi pembelajaran
konvensional kedalam pembelajaran berbasis modern.
9
1.3.2 Efektivitas proses pembelajaran dengan menggunakan produk bahan ajar
berupa audio visual berbasis kontekstual.
1.3.3 Hasil belajar peserta didik terhadap proses pembelajaran dengan
menggunakan bahan ajar audio visual berbasis kontekstual.
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan dicari
jawabannya dalam penelitian ini adalah adalah :
1.4.1 Bagaimana potensi dan kondisi yang melandasi pengembangan bahan ajar
audio visual berbasis kontekstual pendidikan agama Buddha sebagai media
pembelajaran pada peserta didik kelas I di Sekolah Dasar Tunas Mekar
Indonesia Bandar Lampung?
1.4.2 Bagaimana proses pengembangan bahan ajar audio visual berbasis
kontekstual pendidikan agama Buddha?
1.4.3 Apakah efektivitas pengembangan bahan ajar audio visual berbasis
kontekstual pendidikan agama Buddha di Sekolah Dasar Tunas Mekar
Indonesia Bandar Lampung?
1.4.4 Apakah kemenarikan yang dimiliki peserta didik pada proses pembelajaran
setelah menggunakan bahan ajar audio visual berbasis kontekstual pada
mata pelajaran pendidikan agama Buddha di Sekolah Dasar Tunas Mekar
Indonesia Bandar Lampung?
10
1.5. Tujuan Penelitian
1.5.1 Mendiskripsikan kondisi dan potensi pembelajaran menggunakan bahan
ajar audio visual berbasis kontekstual pada mata pelajaran pendidikan
agama Buddha kelas 1 di Sekolah Dasar Tunas Mekar Indonesia Bandar
Lampung.
1.5.2 Menghasilkan produk bahan ajar audio visual berbasis kontekstual pada
mata pelajaran pendidikan agama Buddha kelas 1 di Sekolah Dasar Tunas
Mekar Indonesia Bandar Lampung.
1.5.3 Menganalisis efektivitas peserta didik pada proses pembelajaran setelah
menggunakan bahan ajar audio visual berbasis kontekstual pada mata
pelajaran pendidikan agama Buddha kelas 1 di Sekolah Dasar Tunas Mekar
Indonesia Bandar Lampung.
1.5.4 Menganalisa kemenarikan peserta didik pada proses pembelajaran setelah
menggunakan bahan ajar audio visual berbasis kontekstual pada mata
pelajaran pendidikan agama Buddha kelas 1 di Sekolah Dasar Tunas Mekar
Indonesia Bandar Lampung.
1.6. Manfaat Penelitian
Pengembangan bahan ajar audio visual berbasis kontekstual untuk meningkatkan
hasil belajar siswa pendidikan agama Buddha di Sekolah Dasar Tunas Mekar
Indonesia Bandar Lampung mempunyai beberapa manfaat, diantaranya adalah
manfaat teoritis dan manfaat praktis.
11
1.6.1. Manfaat Teoritis
1.6.1.1 Mengembangakan konsep, teori, prinsip dan prosedur teknologi
pendidikan khususnya mata pelajaran pendidikan agama Buddha Sekolah
Dasar.
1.6.1.2 Pembelajaran dengan menggunakan model kontekstual berbasis bahan ajar
audio visual untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik pendidikan
agama Buddha dapat terus diterapkan agar meningkatkan kualitas
pendidikan di Sekolah Dasar.
1.6.2. Manfaat Praktis
1.6.2.1 Bagi Peserta didik
a. Meningkatkan pemahaman dan penguasaan mengenai pendidikan
agama Buddha di Sekalah Dasar Tunas Mekar Indonesia Bandar
Lampung.
b. Bahan ajar yang dikembangkan dapat menjadikan ilmu pengetahuan
yang diperoleh lebih bermakna dan meningkatkan hasil belajar.
1.6.2.2 Bagi Pendidik
a. Pengembangan bahan ajar audio visual berbasis kontekstual pendidikan
agama Buddha diharapkan dapat bermanfaat bagi guru dalam proses
Pembelajaran.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan guru
dalam penerapan model pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif dan
12
efektif dan menyenangkan yang melibatkan peserta didik dalam proses
pembelajaran.
c. Memberikan masukan kepada guru dalam menentukan model belajar
yang tepat, yang bisa menjadi alternatif lain dalam mata pelajaran
pendidikan agama Buddha di Sekolah Dasar.
d. Sebagai hasil belajar bagi guru guna mengembangkan kreatifitas,
inovasi pembelajaran, pengembangan berfikir ilmiah, mengembangkan
kemampuan praktek dalam bidang pendidikan, dan melatih kepekaan
terhadap permasalahan-permasalahan di dalam kelas.
1.6.2.3 Sekolah
a. Memberikan sumbangan pemikiran yang baik dalam usaha
meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah Tunas Mekar Indonesia
dan upaya meningkatkan hasil belajar peserta didik.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu belajar bagi guru mata
pelajaran lain guna meningkatkan kemampuan untuk penerapan model
pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif dan efektif dan
menyenangkan yang melibatkan peserta didik dalam proses
pembelajaran.
II. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Belajar dan Pembelajaran
Belajar adalah proses perubahan dalam kepribadian manusia. Perubahan tersebut
tampak dalam bentuk peningkatan percakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan,
pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan kemampuan (Hakim, 2005: 1). Belajar
bukan hanya menghafal atau mengingat tetapi suatu proses yang di tandai dengan
adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar
dapat ditunjukan dalam beberapa bentuk seperti berubah pengetahuannya,
pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapannya,
kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan beberapa aspek yang
ada pada individu (Sudjana, 2004: 28).
Belajar adalah suatu proses peserta didik yang harus aktif, guru hanya berperan
sebagai fasilitator. Guru hanyalah merangsang keaktifan dengan jalan menyajikan
bahan pelajaran, sedangkan yang mengolah dan mencerna adalah peserta didik
sendiri sesuai dengan kemauan, kemampuan, bakat, dan latar belakang masing-
masing individu (Budiningsih, 2004: 10). Peningkatan kualitas dan kuantitas
tingkah laku seseorang diperlihatkan dalam bentuk bertambahnya kualitas dan
kuantitas kemampuan orang itu di dalam berbagai bidang. Meskipun seseorang
14
mempunyai tujuan tertentu dalam belajar serta telah memilih sikap yang tepat untuk
merealisasi tujuan itu, akan tetapi tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan itu
sangat dipengaruhi dengan situasi belajar. Setiap situasi dimana dan kapan saja
memberikan kesempatan belajar kepada seseorang.
Pendapat di atas berhubungan dengan pendapat Daryanto (2013: 2) yang
mengungkapkan bahwa belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan prilaku
sebagai akibat interaksi individu dengan lingkungan. Perubahan prilaku tersebut
mencakup pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap dan sebagainya yang
dapat maupun tidak dapat diamati.
Salah satu teori yang terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme
adalah perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa di sebut teori berkembangan
intelektual atau perkembangan kognitif. Teori tersebut berkenaan dengan kesiapan
anak untuk belajar yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir
hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi
dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Sebagai contoh
pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan Ruseffendi
dalam Pranita (2010: 32).
Menurut teori belajar konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat dipindahkan
begitu saja dari pikiran guru kepikiran peserta didik. Peserta didik harus aktif secara
mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif
yang dimilikinya. Peserta didik tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap
15
diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru. Tasker
dalam Pranita (2010: 30) bahwa ada tiga penekanan dalam teori belajar
konstruktivisme, (1) peran aktif peserta didik dalam mengontruksi pengetahuan
secara bermakna, (2) pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam
pengkontruksian secara bermakna, (3) mengaitkan antara gagasan dengan informasi
baru yang diterima. Pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar
konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan peserta didik dalam
mengorganisasikan pengalaman mereka dan bukan kepatuhan peserta didik dalam
refleksi atas apa yang telah diperintahkan atau dilakukan oleh guru. Dalam hal ini,
peserta didik lebih diutamakan untuk mengkontruksi sendiri pengetahuan mereka
melalui asimilasi dan akomodasi.
Menurut Suprijono (2010: 30) gagasan konstruktivisme mengenai pengetahuan
adalah sebagai berikut: (1) pengetahuan bukanlah gambaran dunia kenyataan
belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek, (2)
subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep dan struktur yang perlu untuk
pengetahuan, (3) pengetahuan dibentuk dalam struktur konsep seseorang.
Menurut Herpratiwi (2009) mengidentifikasikan bahwa teori belajar
konstruktivisme bahwa peristiwa pembelajaran pada dasarnya tidak lagi seperti
konsep terdahulu seorang pendidik mentransfer pengetahuan kepada peserta didik
menemukan sebuah permasalahan dan tujuan setiap materi pembelajaran. Artinya
pengetahuan juga bukan merupakan sesuatu yang sudah ada melainkan suatu proses
16
yang berkembang terus menerus. Dalam proses ini keaktifan seseorang sangat
menentukan dalam mengembangkan pengetahuanya.
Penjelasan tersebut didukung oleh Qiong (2012: 197), ada beberapa kemampuan
yang diperlukan dalam mengkonstruksi pengetahuan yaitu: kemampuan mengingat
dan mengungkapkan kembali pengalaman, kemampuan membandingkan dan
mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan, kemampuan untuk menyukai
suatu pengalaman yang satu daripada yang lainnya. Pembentukan pengetahuan
menurut konstruktivisme memandang subyek untuk aktif dalam proses
pembentukan kognitif dan keterampilan belajar saat pembelajar berinteraksi dengan
lingkungan belajar.
Menurut UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003:
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang
dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik serta dapat meningkatkan
kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan
penguasaan yang baik terhadap materi pembelajaran.
Pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja melibatkan dan menggunakan
pengetahuan profesional yang dimiliki guru untuk mencapai tujuan kurikulum.
Seperti kurikulum pendidikan agama Buddha yang diterapkan di Sekolah Dasar
Tunas Mekar Indonesia Bandar Lampung pada KD (Kompetensi Dasar) 4.1.
17
Menyajikan cara-cara menghormat, salam dan simbol-simbol agama Buddha
berdasarkan IPK (Indikator Pencapaian Kompetensi). 4.1.1 Mendemonstrasikan
cara menghormat dengan Anjali, Namaskkhara, dan Uttana. Pendidik dituntut
meningkakan kreativitas dalam mengembangkan bahan ajar sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Jadi pembelajaran adalah suatu aktivitas yang dengan
sengaja memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan untuk tercapainya suatu
tujuan yang tercapainya tujuan kurikulum. Pembelajaran dilukiskan sebagai
“upaya orang yang bertujuan membantu orang belajar” artinya, pembelajaran bukan
sekedar mengajar, sebab titik beratnya ialah pada semua kejadian yang bisa
berpengaruh secara langsung pada belajar.
Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dan intruksional untuk
membuat peserta didik belajar secara aktif yang menekankan pada penyediaan
sumber belajar Dimyati dan Mudjiono (1996: 297). Penyediaan bahan ajar yang
dibuat peneliti pada Sekolah Dasar Tunas Mekar Indonesia Bandar Lampung
membuat peserta didik mampu mempratekkan dan timbul pemahaman tentang
materi pada Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK). 4.1.1 Mendemonstrasikan
cara menghormat dengan Anjali, Namaskkhara, dan Uttana.
Hamalik (1995: 67), pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun dari
unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Manusia yang terlibat dalam
sistem pembelajaran terdiri dari peserta didik, guru, serta tenaga lainnya seperti
tenaga administrasi dan laboratorium. Material meliputi buku-buku, papan tulis dan
18
penghapus, fotografi, slide dan film, audio dan video. Fasilitas dan perlengkapan
terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan audio visual, dan komputer. Prosedur
meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar dan ujian.
Pembelajaran merupakan aktualisasi kurikulum yang menuntut keaktifan guru
dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan peserta didik sesuai dengan
rencana yang telah dibuat. Dalam hal ini, guru harus dapat mengambil keputusan
atas dasar penilaian yang tepat ketika peserta didik belum dapat membentuk
kompetensi dasar, apakah kegiatan pembelajaran dihentikan, diubah metodenya,
atau mengulang dulu pembelajaran yang lalu (Mulyana. 2005: 59).
Pengertian pembelajaran secara khusus diuraikan sebagai berikut:
2.1.1 Behavioristik
Teori belajar Behavioristik dikembangkan oleh berapa ahli diantaranya adalah Ivan
P. Pavlov, Edward Lee Thorndike, Edwin Guthrie, Watson, Skiner, Robert Gagne,
dan Albert Bandura. Thorndike mengemukakan bahwa belajar adalah proses
interprestasi antara stimulus (berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) dan respons
(bisa juga berupa pikiran, perasaan,atau gerakan). Hukum belajar menurut Torndike
meliputi: 1) hukum kesiapan (law of readines), 2) hukum latihan (law of exercise),
3) hukum akibat (law of effect), serta tiga hukum tambahan yaitu : 1) hukum reaksi
bervariasi (law of multiple respons), 2) hukum sikap (law attitude), dan 3)
hukum aktifitas (law of partial activity). Sependapat dengan hal tersebut,
Herpratiwi (2009:3-4) mengemukakan bahwa teori Behaviorisme menekankan
pada perubahan tingkah laku yang dapat diukur. Teori Behaviouristik menerapkan
19
prinsip penguatan stimulus-respon. Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk
melalui ikatan stimulus-respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Penguatan
tersebut terbagi dalam penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan positif
sebagai stimulus, dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku,
sementara penguatan negatif dapat mengakibatkan prilaku berkurang dan
menghilang. Inti dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa teori belajar
Behavioristik lebih menekankan pada perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
interaksi antara stimulus dan respon. Belajar tidaknya seseorang bergantung kepada
stimulus yang diberikan lingkungannya. Aplikasi dalam teori belajar Behavioristik
adalah: 1) mementingkan bagian-bagian (elementalistik), 2) mementingkan
peranan reaksi, 3) mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui
prosedural stimulus respon, 4) mementingkan peranan kemampuan yang sudah
terbentuk sebelumnya, 5) mementingkan pembentukan kebiasaan melalui
latihan pengulangan, 6) hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang
diinginkan. (Herpratiwi, 2009:18)
2.1.2 Kognitif
Perkembangan kognitif merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan
ketidakseimbangan dan keadaan keseimbangan. Dalam proses pembelajaran tugas
pendidik adalah memberikan fasiltas berupa sumber belajar baik berupa media
printed book dan video atau kombinasi semua media untuk memperjelaskan pesan
atau isi materi dalam satu pertemuan (topik) yang hendak dicapai. Menurut Jean
Piaget (dalam Herpratiwi 2009: 79) bahwa proses belajar terdiri dari empat
tahapan, yaitu; (1) Skema adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang
20
beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dan interaksinya dengan
lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori untuk
mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang. (2) Asimilasi
yaitu proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang
sudah ada dalam benak peserta didik. Contoh, bagi peserta didik yang sudah
mengetahui prinsip penjumlahan, jika dosennya memperkenalkan prinsip
perkalian, maka proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah
ada dalam benak peserta didik), dengan prinsip perkalian (sebagai informasi baru)
itu yang disebut asimilasi. (3) Akomodasi yaitu penyesuaian struktur kognitif ke
dalam situasi yang baru. Contoh, jika peserta diberi soal perkalian, maka berarti
pemakaian (aplikasi) perinsip perkalian tersebut dalam situasi yang baru dan
spesifik itu yang disebut akomodasi. (4) Penyeimbangan (equilibrasi) yaitu
penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Contoh, agar
peserta didik tersebut dapat terus berkembang dan menambah ilmunya, maka yang
bersangkutan menjaga stabilitas mental dalam dirinya yang memerlukan proses
penyeimbangan antara dunia dalam dan dunia luar.
2.1.3 Gestalt
Pembelajaran adalah usaha guru untuk memberikan materi pembelajaran
sedemikian rupa sehingga peserta didik lebih mudah mengorganisasikannya
(mengaturnya) menjadi suatu pola gestalt (pola bermakna). Pembelajaran
bermakna akan terwujud jika orientasi mengajar tidak hanya pada segi pencapaian
prestasi akademik, melainkan diarahkan untuk mengembangkan sikap dan minat
belajar serta potensi dasar peserta didik. (Amin Abdulah, 2016: 119)
21
2.1.4 Humanistik
Pembelajaran adalah memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk memilih
bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya
(Darsono, 2000: 24).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan
proses interaksi antara guru dengan peserta didik yang ditujukan untuk melakukan
perubahan sikap dan pola pikir peserta didik kearah yang lebih baik untuk
mencapai hasil belajar yang optimal.
2.2 Teori Belajar Pendukung Pembelajaran Kontekstual
2.2.1 Teori belajar menurut J. Bruner
Jerome S. Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli
psikologi belajar kognitif. Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik.
Penelitiannya yang demikian banyak itu meliputi persepsi manusia, hasil
belajar, belajar dan berpikir. Dalam mempelajari manusia, ia menganggap manusia
sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi.
Bruner menganggap bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif, yaitu
memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan
ketepatan pengetahuan. Pandangan terhadap belajar yang disebutnya sebagai
konseptualisme instrumental itu, didasarkan pada dua prinsip, yaitu pengetahuan
orang tentang alam didasarkan pada model-model mengenai kenyataan yang
dibangunnya, dan model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang itu.
22
Pematangan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang ditunjukkan oleh
bertambahnya ketidak tergantungan respons dari sifat stimulus. Pertumbuhan itu
tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa
menjadi suatu ”sistem simpanan” yang sesuai dengan lingkungan. Pertumbuhan itu
menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk mengemukakan pada
dirinya sendiri atau pada orang lain tentang apa yang telah atau akan dilakukannya.
Belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang
diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer
yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan
berpikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk
menemukan dan memecahkan masalah.
Bruner dalam Komalasari (2015: 21) perkembangan kognitif seseorang melalui
tiga tahap yang ditentukan oleh cara melihat lingkungannya yaitu;
1) Tahap enaktif, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk
memahami lingkungan sekitarnya, artinya dalam memahami dunia sekitarnya
anak menggunakan pengetahuan motoriknya.
2) Tahap ikonik, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui
gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya dalam memahami dunia
sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan
perbandingan (komparasi)
23
3) Tahap simbolik, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan abstrak
yang sangat dipengaruhi oleh kemampuan dalam berbahasa dan logika.
Berdasarkan pemamparan teori belajar menurut J. Bruner di atas kaitannya dengan
pengembangan bahan ajar audio visual berbasis Kontekstual yaitu bahwa Bruner
menganggap, proses belajar itu meliputi tiga proses kognitif, yaitu memperoleh
informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji relevansi dan ketepatan
pengetahuan. Sehingga teori tersebut yang mendukung pengembangan kaitannya
dengan bahan ajar audio visual berbasis kontekstual yaitu pendidikan agama
Buddha untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik.
2.2.2 Teori belajar Piaget
Piaget dalam teorinya memandang anak sebagai individu (pembelajar) yang aktif.
Perhatian utama Piaget tertuju kepada bagaimana anak-anak dapat mengambil
peran dalam lingkungannya dan bagaimana lingkungan sekitar berpengaruh pada
perkembangan mentalnya. Piaget (Helena, 2004), anak senantiasa berinteraksi
dengan sekitarnya dan selalu berusaha mengatasi masalah-masalah yang
dihadapinya di lingkungan itu.
Seperti permasalahan yang dihadapi peserta didik agama Buddha kelas 1 Sekolah
Dasar Tunas Mekar Indonesia Bandar Lampung yang belum bisa mempraktekkan
sikap menghormat yang benar dlam agama Buddha. Peserta didik berusaha
mencari tahu tata cara menghormat yang benar akan tetapi hasil belum maksimal,
oleh sebab itu pendidik mencari solusi dengan melakukan pengembangan bahan
24
ajar audio visual berbasis kontekstual untuk membantu peserta didik mengatasi
masalahnya.
Melalui kegiatan yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah itulah
pembelajaran terjadi. Piaget tidak memberikan penekanan terhadap pentingnya
bahasa dalam perkembangan kognitif anak. Bagi Piaget bukan perkembangan
bahasa pertama yang paling fundamental dalam perkembangan kognitif melainkan
aktivitas atau action. Menurut pandangan Piaget, pikiran anak berkembang
perlahan-lahan seiring dengan pertumbuhan pengetahuan dan keterampilan
intelektualnya hingga sampai ke tahap berpikir logis dan formal. Akan tetapi,
pertumbuhan ditandai dengan perubahan-perubahan mendasar tertentu yang
menyebabkan anak mampu melampaui serangkaian tahapan yang dimaksud.
Pada setiap tahap, anak mampu berpikir memikirkan hal-hal tertentu, tetapi tidak
atau belum mampu memikirkan hal-hal yang lain. Proses belajar akan terjadi jika
mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbangan).
Proses asimilasi merupakan proses pengintegrasian atau penyatuan informasi baru
ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki oleh individu. Proses akomodasi
merupakan proses penyesuaian struktur kognitif kedalam situasi baru, sedangkan
proses ekuilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan
akomodasi (Komalasari, 2015:20).
Berdasarkan pemaparan teori belajar Peaget di atas, kaitanya dengan
pengembangan media pembelajaran audio visual yang dimodifikasi dengan model
25
pembelajaran kontekstual yaitu bahwa anak senantiasa berinteraksi dengan
sekitarnya dan selalu berusaha mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya di
lingkungan itu. Melalui kegiatan yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah
itulah pembelajaran terjadi. Sehingga teori tersebut yang mendukung
pengembangan bahan ajar audio visual berbasis kontekstual pendidikan agama
Buddha untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik.
2.3 Bahan Ajar
Depdiknas (2006:4) mendefinisikan bahan ajar atau materi pembelajaran secara
garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, serta sikap yang harus dipelajari
peserta didik dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan.
Bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi
pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang didesain
secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai kompetensi dan
subkompetensi dan segala kompleksinya (Lestari, 2013:1).
Bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan
materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang
didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang
diharapkan, yaitu mencapai kompetensi atau subkompetensi dengan segala
kompleksitasnya (Widodo dan Jasmadi dalam Lestari, 2013: 29-32). Pengertian
ini menjelaskan bahwa suatu bahan ajar haruslah dirancang dan ditulis dengan
kaidah intruksional karena akan digunakan oleh guru untuk membantu dan
menunjang proses pembelajaran. Bahan atau materi pembelajaran pada dasarnya
26
adalah “isi” dari kurikulum, yakni berupa mata pelajaran atau bidang studi dengan
topik/subtopik dan rinciannya (Ruhimat, 2011: 56-58). Melihat penjelasan di atas,
dapat kita ketahui bahwa peran seorang pendidik dalam merancang ataupun
menyusun bahan ajar sangatlah menentukan keberhasilan proses belajar dan
pembelajaran melalui sebuah bahan ajar. Bahan ajar dapat juga diartikan sebagai
segala bentuk bahan yang disusun secara sistematis yang memungkinkan. peserta
didik dapat belajar secara mandiri dan dirancang sesuai kurikulum yang berlaku.
Dengan adanya bahan ajar, pendidik akan lebih runtut dalam mengajarkan materi
kepada peserta didik dan tercapai semua kompetensi yang telah ditentukan
sebelumnya.
Prastowo (2012:17) bahan ajar pada dasarnya merupakan segala bahan (baik
informasi, alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan
sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dan digunakan dalam
proses pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi
pembelajaran. Melihat penjelasan di atas, dapat kita ketahui bahwa peran seorang
pendidik dalam merancang ataupun menyusun bahan ajar sangatlah menentukan
keberhasilan proses belajar dan pembelajaran melalui sebuah bahan ajar. Bahan ajar
dapat juga diartikan sebagai segala bentuk bahan yang disusun secara sistematis
yang memungkinkan. peserta didik dapat belajar secara mandiri dan dirancang
sesuai kurikulum yang berlaku. Dengan adanya bahan ajar, pendidik akan lebih
runtut dalam mengajarkan materi kepada peserta didik dan tercapai semua
kompetensi yang telah ditentukan sebelumnya.
27
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas peneliti menyimpulkan bahwa
ketercapaian kompetensi pembelajaran ditentukan dengan adanya bahan ajar yang
berisi seperangkat materi pembelajaran, metode dengan menggunakan teknologi
yang didesain secara sistematis dan menarik sehingga memberi dampak
pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap kepada peserta didik.
2.4 Kontekstual
Kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses
keterlibatan peserta didik secara penuh untuk dapat menemukan materi yang
dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata, sehingga
mendorong peserta didik untuk dapat menerapkannya ke dalam kehidupan mereka
(Sanjaya, 2015. 210). Pembelajaran kontekstual merupakan proses pembelajaran
dimana peserta didik saling bekerja sama, saling memberi dalam menutupi
kekurangan serta menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga
peserta didik dapat aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran. Pendekatan
kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang membantu guru untuk
mengkaitkan antara materi ajar dengan situasi dunia nyata peserta didik yang dapat
mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dipelajari
dengan penerapannya dalam kehidupan para peserta didik sebagai anggota
keluarga dan masyarakat (Sardirman, 2007).
Menurut Johnson dalam Rusman, 2016: 187 pembelajaran kontekstual adalah
sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang
mewujudkan makna. Lebih lanjut Eline mengatakan bahwa pembelajaran
28
kontekstual adalah suatu sistem pembelajaran yang cocok dengan otak yang
menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks
dari kehidupan sehari- hari siswa.
Kaitannya dengan mata pelajaran pendidikan agama Buddha dalam penelitian ini
yaitu dimana peserta didik secara langsung mengalami serta bekerja sama sehingga
proses pembelajaran akan lebih bermakna dan peserta didik paham dengan apa yang
telah dilakukannya setelah ia belajar, serta memberikan kesempatan kepada peserta
didik dalam mengembangkan keterampilannya dalam memecahkan suatu masalah.
Menurut Ekawatiningsih (2016: 69) pendekatan kontekstual merupakan konsep
belajar yang membantu guru atau dosen mengaitkan antara materi yang diajarkan
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan sebagai anggota
keluarga dan masyarakat.
Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yang
menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait
dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang akan
terjadi di sekelilingnya. Toharudin (dalam Ekawatiningsih, 2016: 69) menjelaskan
pembelajaran ini menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer ilmu
pengetahuan, mengumpulkan dan menganalisis data, memecahkan masalah-
masalah tertentu baik secara individu maupun kelompok. Selaras dengan pendapat
Sulistiyono (2010) pembelajaran kontekstual merupakan sebuah konsep kegiatan
29
belajar yang memberikan kemudahan guru mengaitkan muatan materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik yang pada akhirnya mendorong
peserta didik untuk membuat sebuah hubungan pengetahuan yang dimilikinya
dengan implementasi dalam kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai anggota
keluarga serta masyarakat. Pada pembelajaran kontekstual peserta didik dipandang
sebagai individu yang berkembang mencari keterkaitan suatu perihal yang baru
didapatkannya maupun suatu hal yang belum diketahuinya.
Kontekstual merupakan konsep belajar yang beranggapan bahwa anak akan belajar
lebih baik jika lingkungan diciptakan secara ilmiah, artinya belajar akan lebih
bermakna jika anak “bekerja” dan “mengalami sendiri apa yang dipelajarinya,
bukan sekedar “mengetahuinya”. Seperti pada materi cara- cara menghormat
dalam agama Buddha, perta didik dituntut mmiliki keterampilan untuk
mendemonstrasikan cara- cara menghormat dengan benar, sehingga dapat
mempraktikkan dalam kehidupan sehari- hari Pembelajaran tidak hanya sekedar
kegiatan mentransfer pengetahuan dari guru kepada peserta didik, tetapi bagaimana
peserta didik mampu memaknai apa yang dipelajari itu. Menurut Sagala (2012: 87)
kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat. Pembelajaran kontekstual adalah
pendekatan pembelajaran yang mengkaitkan antara materi yang dipelajari dengan
kehidupan nyata peserta didik itu sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga,
30
sekolah, masyarakat maupun warga negara dengan tujuan untuk menemukan makna
materi tersebut bagi kehidupannya. (Komalasari, 2015: 7).
Pembelajaran kontekstual tugas guru adalah memfasilitasi peserta didik dalam
menemukan sesuatu yang baru (pengetahuan dan keterampilan) melalui
pembelajaran secara sendiri bukan apa kata guru. Peserta didik benar-benar
mengalami dan menemukan sendiri apa yang dipelajari sebagai hasil rekonstruksi
sendiri. Dengan demikian, peserta didik akan lebih produktif dan inovatif.
Pembelajaran kontekstual akan mendorong ke arah belajar aktif. Belajar aktif
adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan peserta didik
secara fisik, mental, intelektual, dan emosional guna memperoleh hasil belajar
yang berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Berdasarkan keterangan di atas dapat di analisis bahwa, proses pembelajaran akan
lebih bermakna apabila peserta didik memiliki rasa ingin tahu sehingga peserta didik
akan terdorong menemukan jawaban serta mencari pemecahan masalah dan peserta
didik akan dapat mengembangkan pengetahuan barunya dengan sendirinya.
Kaitannya dengan kemampuan berpikir kritis dalam penelitian ini peserta didik
secara langsung mengalami atau menemukan sendiri masalah serta
pemecahannya, karena pembelajaran agama Buddha bukan hanya mendengar,
melihat, menulis, tetapi lebih dari itu yakni dengan cara mengkonstuksi
pengetahuan dengan pengalaman yang mereka miliki. Sehingga dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
31
2.5 Komponen Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
menekankan pada proses keterlibatan peserta didik untuk dapat menemukan
materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata.
Menurut Sagala (2010: 120) menguraikan langkah-langkah penerapan pembelajaran
kontekstual sebagai berikut: 1) mengembangkan pemikiran bahwa peserta didik
akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan
mengkonstruksikan sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya. 2)
melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiry untuk semua pokok bahasan. 3)
mengembangkan sikap ingin tahu peserta didik dengan bertanya. 4) menciptakan
masyarakat belajar. 5) menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran. 6)
melakukan refleksi di akhir pertemuan. 7) melakukan penilaian yang sebenarnya
dengan berbagai cara. Dari pendapat tersebut pembelajaran kontekstual merupakan
suatu proses pembelajaran yang bertujuan memotivasi peserta didik untuk
memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi
tersebut dengan konteks kehidupan sehari-hari.
Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual yaitu:
konstruktivisme, inquiry, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan
penilaian nyata (Sanjaya. 2015: 118). Rusman (2016: 193-197) berpendapat yang
sama yaitu model pembelajaran kontekstual memiliki 7 komponen dalam
pembelajaran yaitu Konstruktivisme (Constructivism), Menemukan (Inquiry),
Bertanya (questioning), Masyarakat Belajar (learning community), Pemodelan
(modelling), Refleksi (reflection), Penilaian Autentik (authentic assessment).
32
Konstruktivisme adalah proses membangun pengetahuan peserta didik dari
pengalamannya sendiri. Dapat disimpulkan bahwa konstruktivisme merupakan
landasan berfikir dalam pembelajaran konstekstual yaitu pengetahuan dibangun
oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas. Selain konstrukstivisme ada juga inquiry atau menemukan. Dalam inkuiry
peserta didik melakukan proses pembentukan dan pencarian suatu pengetahuan atau
konsep oleh peserta didik sendiri, sehingga guru harus merancang pembelajaran
yang mengutamakan pada keaktifan peserta didik. Melalui upaya menemukan
akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan ketrampilan serta
kemampuan-kemampuan yang diperlukan hanya merupakan hasil dari mengingat
fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri.
Dalam pembelajaran bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan
setiap individu sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan
seseorang dalam berpikir. Jadi melalui penerapan bertanya, pembelajaran akan lebih
hidup, akan mendorong proses dan hasil pembelajaran yang lebih luas dan
mendalam, semakin banyak ditemukan unsur-unsur terkait yang sebelumnya tidak
terpikirkan baik oleh guru maupun peserta didik. Selain itu pembelajaran
kontekstual proses peserta didik memperoleh pemahaman dibantu oleh adanya
interaksi siswa dengan lingkungannya. Guru hanya memfasilitasi dengan cara
membentuk peserta didik menjadi kelompok-kelompok dan kemampuan peserta
didik dalam satu kelompok bermacam-macam sehingga diharapkan akan muncul
interaksi antar peserta didik. Masyarakat belajar atau kelompok belajar memiliki
33
manfaat membiasakan peserta didik untuk melakukan kerja sama dan
memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya setiap hari.
Dalam pembelajaran kontekstual pemodelan berarti dalam proses pembelajaran
harus ada contoh, yang dalam pembelajaran kontekstual tidak harus selalu dilakukan
oleh guru namun bisa juga oleh siswa sendiri ataupun media yang sesuai dengan
konten materi yang disampaikan oleh guru. Peserta didik menjadi model yang
memodelkan sesuatu berdasarkan pengalamannya. Tahap pembuatan model dapat
dijadikan alternatif untuk mengembangkan pembelajaran agar peserta didik dapat
memenuhi harapan secara menyeluruh, dan membantu mengatasi keterbatasan yang
dimiliki oleh para guru. Sehingga akan meringankan tugas guru dalam proses
pembelajaran. Setiap akhir kegiatan pembelajaran kontekstual guru memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk mengingat kembali yang telah dipelajarinya
dengan menafsirkan pengalamannya sendiri sehingga peserta didik dapat
menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya. Refleksi adalah cara berfikir tentang
apa yang baru terjadi atau baru saja dipelajari. Dengan refleksi akan lebih tertanam
pada diri peserta didik.
Pada pembelajaran kontekstual diakhiri dengan guru melakukan penilaian
terhadap keadaan nyata dari perkembangan peserta didik sehingga penilaian lebih
menitik beratkan pada saat proses pembelajaran bukan dari hasil belajar saja.
Penilaian sebenarnya adalah proses mengumpulkan berbagai data dan informasi
yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar
34
peserta didik, sehingga peserta didik yang aktif akan merasa tidak dirugikan pada
pembelajaran ini.
Pendekatan kontekstual seorang guru harus memperhatikan aspek-aspek seperti
teori konstruktivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan,
refleksi dan penilaian yang autentik. Dalam pembelajaran konstekstual peserta didik
menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif berdasarkan pengalaman.
Kemudian peserta didik melakukan proses pembentukan dan pencarian suatu
pengetahuan atau konsep, dilanjutkan dengan penerapan bertanya, sehingga
pembelajaran akan lebih hidup. Peserta didik di biasakan untuk melakukan kerja
sama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Diharapkan
akan mendorong proses dan hasil pembelajaran yang lebih luas dan mendalam. Jadi
pembelajaran konstekstual tidak sekedar melihat dari isi produk akan tetapi yang
terpenting adalah prosesnya.
2.6 Media Pembelajaran
2.6.1 Pengertian Media
Kata Media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata
medium yang secara harafiah berarti perantara atau pengantar. Media itu
merupakan wahana penyalur pesan atau informasi belajar, terungkap antara lain
dari pendapat ahli seperti berikut:
a) Information carrying technologies that can be used gfor instruction....The
media of instruction, consequntly are extensions of the reacher. (Wilbur
Schramm, 1977).
35
b) Printed and audiovisual forms of communication and their accompanying
technology (NEA, 1969).
c) The physical means of conveyin instructional content...books, films,
videotapes, slide-tipes, etc. (Leslie J. Briggs., 1977).
Dari ke tiga pendapat dapat disimpulkan; a) media merupakan wadah dari pesan
yang oleh sumber atau penyalurnya ingin diteruskan kepada sasaran atau
penerima pesan tersebut, (b) bahwa materi yang ingin disampaikan adalah pesan
pembelajaran, dan bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah terjadinya proses
belajar. Jika media tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai penyalur
pesan yang diharapkan maka ia tidak efektif dan tidak mampu mengkomunikasikan
isi pesan yang ingin disampaikan oleh sumber kepada sasaran yang ingin
dicapainya. Oleh sebab itu dalam mendesain pesan untuk suatu media, harus
diperhatikan ciri-ciri atau karakteristik dari sasaran atau penerima pesan (umur, latar
belakang sosial budaya, pendidikan, dan sebagainya) dan kondisi belajar, yaitu
faktor-faktor yang dapat merangsang atau mempengaruhi timbulnya kegiatan
belajar mengajar.
2.6.2 Fungsi Media Pembelajaran
Sudrajat (dalam Putri, 2011: 20) mengemukakan fungsi media diantaranya yaitu;
a) media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang
dimiliki oleh para peserta didik.
b) media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas.
36
c) media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta
didik dengan lingkungan.
d) media menghasilkan keseragaman pengamatan.
e) media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, kongkrit , dan realistis.
f) media membangkitkan hasil belajar dan merangsang anak untuk belajar.
g) media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang
kongkrit sampai dengan abstrak.
Fungsi media yang dipaparkan oleh Sudrajat tersebut dapat disimpulkan bahwa
media pembelajaran berfungsi untuk membantu mengatasi hambatan yang terjadi
saat pembelajaran di dalam kelas, seperti yang terjadi pada peserta didik di Sekolah
Dasar Tunas Mekar Indonesia Bandar Lampung yang belum mengetahui tata cara
sikap menghormat yang benar sesuai dengan agama Buddha dan dibutuhkan media
audio visual untuk meningkatkan hasil beajar peserta didik.
Hamalik (dalam Arsyad, 2002: 15) mengemukakan bahwa pemakaian media
pengajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan
minat yang baru, membangkitkan hasil belajar dan rangsangan kegiatan belajar, dan
bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap peserta didik.
Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran akan sangat
membantu keefektifan proses pembalajaran dan penyampaian pesan dan isi
pelajaran pada saat itu. Di samping membangkitkan hasil belajar dan minat peserta
didik, media pembelajaran juga dapat membantu peserta didik menigkatkan
pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan
37
penafsiran data dan memadatkan informasi. Paparan fungsi media pengajaran
Hamalik di atas menekankan bahwa penggunaan media pembelajaran dalam
kegiatan belajar mengajar dapat meningkatkan hasil belajar dan keinginan belajar
peserta didik serta peserta didik dapat tertarik dan lebih mudah memahami materi
yang disampaikan.
Derek Rowntree (Rohani, 1997: 7-8) memaparkan media pembelajaran
berfungsi membangkitkan hasil belajar belajar, mengulang apa yang telah
dipelajari, menyediakan stimulus belajar, mengaktifkan respon peserta didik,
memberikan balikan dengan segera dan menggalakkan latihan yang serasi.
Pendapat Derek Rowntree di atas tentang fungsi media pembelajaran dapat
diketahui bahwa media pembelajaran memiliki fungsi untuk meningkatkan
keinginan dan memberikan rangsangan kepada peserta didik untuk belajar. Maka
penulis melakukan pengembangan bahan ajar audio visual berbasis kontekstual
guna memberikan rangsangan (stimulus) kepada peserta didik sehingga
meningkatkan hasil belajar siswa di Sekolah Dasar Tunas Mekar Indonesia Bandar
Lampung pada mata pelajaran pendidikan agama Buddha.
Media pengajaran, menurut Kemp dan Dayton (dalam Arsyad, 2002: 20-21) dapat
memenuhi tiga fungsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan,
kelompok atau kelompok pendengar yang besar jumlahnya, yaitu:
a) menghasil belajar minat dan tindakan adalah melahirkan minat dan
merangsang para peserta didik atau pendengar untuk bertindak.
38
b) menyajikan informasi berfungsi sebagai pengantar ringkasan laporan, atau
pengetahuan latar belakang.
c) memberi instruksi dimana informasi yang terdapat dalam bentuk atau
mental maupun dalam bentuk aktivitas yang nyata sehingga pembelajaran
dapat terjadi.
Pendapat Kemp dan Dayton (dalam Arsyad, 2002: 20-21) tentang fungsi media
pengajaran menekankan bahwa media pengajaran dapat memberikan hasil belajar
dan merangsang peserta didik untuk belajar, memberikan informasi, memberikan
instruksi untuk menarik peserta didik agar bertindak dalam suatu aktivitas. Hal ini
terjadi pada peserta didik agama Buddha di Sekolah Dasar Tunas Mekar Indonesia
Bandar Lampung yang ketika diberikan bahan ajar audio visual mereka tertarik
dan dapat memahami materi yang disampaikan. Berdasarkan beberapa paparan
fungsi media di atas, dapat disimpulkan bahwa media dapat meningkatkan hasil
belajar, rangsangan dan mempermudah peserta didik dalam memahami materi yang
disampaikan.
2.6.3 Manfaat Media Pembelajaran
Brown (1983:17) menyatakan bahwa “educational media of all types incresaingly
important roles in enabling students to reap benefits from individualized
Learning”, semua jenis media pembelajaran akan terus meningkatkan peran untuk
memungkinkan peserta didik memperoleh manfaat dari pembelajaran yang berbeda.
Menggunakan media pembelajaran secara efektif, akan menciptakan suatu proses
belajar mengajar yang optimal. Pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa media
39
pembelajaran merupakan salah satu bagian penting dari proses pembelajaran.
Media pembelajaran memberikan manfaat dari pendidik maupun peserta didik.
Arsyad (2002: 26) mengemukakan manfaat media media pengajaran dalam
proses belajar mengajar sebagai berikut:
a) Media pengajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi
sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar.
b) Media pengajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak
sehingga dapat menimbulkan hasil belajar belajar, interaksi yang lebih
langsung antara peserta didik dengan lingkungannya, dan memungkinkan
peserta didik untuk belajar sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan
minatnya.
c) Media pengajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang, serta waktu.
d) Media pengajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada peserta
didik tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka, serta memungkinkan
terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat, dan lingkungan.
Pendapat Arsyad tentang manfaat media pembelajaran di atas dapat disimpulkan
bahwa media pembelajaran dapat membantu proses belajar mengajar.
Penyampaian pesan dan isi pelajaran dapat diterima baik oleh peserta didik,
Menurut Latuheru (1988: 23) manfaat media pembelajaran yaitu:
a) media pembelajaran menarik dan memperbesar perhatian anak-anak didik
terhadap materi pengajaran yang disajikan.
b) media pembelajaran mengurangi, bahkan dapat menghilangkan adanya
verbalisme.
40
c) media pembelajaran mengatasi perbedaan pengalaman belajar berdasarkan
latar belakang sosial ekonomi dari anak didik.
d) media pembelajaran membantu memberikan pengalaman belajar yang sulit
diperoleh dengan cara yang lain.
e) media pembelajaran dapat mengatasi masalah batas-batas ruang dan waktu.
f) media pembelajaran dapat membantu perkembangan pikiran anak didik
secara teratur tentang hal yang mereka alami.
g) media pembelajaran dapat membantu anak didik dalam mengatasi hal yang
sulit nampak dengan mata.
h) media pembelajaran dapat menumbuhkan kemampuan berusaha sendiri
berdasarkan pengalaman dan kenyataan.
i) media pembelajaran dapat mengatasi hal/peristiwa/kejadian yang sulit
diikuti oleh indera mata.
j) media pembelajaran memungkinkan terjadinya kontak langsung antara anak
didik, guru, dengan masyarakat, maupun dengan lingkungan alam di sekitar
mereka.
Paparan tentang manfaat media oleh Latuheru dapat disimpulakan bahwa media
bermanfaat untuk mengatasi permasalan yang dialami guru dan peserta didik
dalam pembelajaran. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa
memanfaatkan media pembelajaran adalah membantu dalam penyampaian bahan
pengajaran kepada peserta didik untuk meningkatkan kualitas peserta didik yang
aktif dan interaktif sehingga dapat mendukung kelancaran kegiatan pembelajaran
di sekolah. Sedangkan manfaat media yang dibuat oleh penulis adalah untuk
41
efektivitas, kemenarikan, meningkatkan keaktifan peserta didik dan untuk
meningkatkan hasil belajar peserta didik.
2.6.4 Jenis-jenis Media
Media pembelajaran menurut taksonomi Leshin, dkk (dalam Arsyad, 2002: 79-
101) adalah sebagai berikut; a) media berbasis manusia, b) media berbasis manusia
merupakan media yang digunakan untuk mengirim dan mengkomunikasikan peran
atau informasi, c) media berbasis cetakan, d) media pembelajaran berbasis cetakan
yang paling umum dikenal adalah buku teks, buku penuntun, buku kerja atau
latihan, jurnal, majalah, dan lembar lepas, e) media berbasis visual, f) media
berbasis visual (image) dalam hal ini memegang peranan yang sangat penting dalam
proses belajar. Media visual dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat
ingatan, visual dapat pula menumbuhkan minat peserta didik dan dapat memberikan
hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata, g) media berbasis audio
visual, h) media visual yang menggabungkan penggunaan suara memerlukan
pekerjaan tambahan untuk memproduksinya. Salah satu pekerjaan penting yang
diperlukan dalam media audio-visual adalah penulisan naskah dan storyboard
yang memerlukan persiapan yang banyak, rancangan dan penelitian, i) media
berbasis kontekstual.
Jenis-jenis media menurut Bretz (dalam Widyastuti dan Nurhidayati, 2010: 17-18)
mengklasifikasikan media ke dalam tujuh kelompok yaitu:
a) Media audio, seperti: siaran berita dalam radio, sandiwara bahasa Jawa
dalam radio, tape recorder beserta pita audio berbahasa Jawa.
42
b) Media cetak, seperti: buku, modul, bahan ajar mandiri.
c) Media visual diam, seperti: foto, slide, gambar.
d) Media visual gerak, seperti: film bisu, movie maker tanpa suara, video tanpa
suara.
e) Media audio semi gerak, seperti: tulisan jauh bersuara.
f) Media audio visual diam, seperti: film rangkai suara, slide rangkai suara.
g) Media audio visual gerak, seperti: film dokumenter tentang kesenian Jawa
atau seni pertunjukan tradisional, video kethoprak, video wayang, video
campur sari.
Berdasarkan beberapa pandangan di atas mengenai jenis-jenis media pengajaran
maka dapat disimpulkan bahwa media dapat dikategorikan menjadi tujuh jenis
media yaitu media audio, media visual, media audio visual dan multimedia.
Sedangkan media yang digunakan penulis dalam pengembangan bahan ajar
termasuk kategori media audio visual gerak.
2.6.5 Bahan Ajar Audio Visual
Pengertian media pembelajaran audio visual terbagi menjadi dua yaitu media
pembelajaran dan media audio visual. Menurut Sadiman (2004:6) mengenai media
pembelajaran yaitu bahwa “media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan
untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang
pikiran, perasaan, dan minat serta perhatian peserta didik sedemikian rupa sehingga
proses belajar terjadi”. Pernyataan di atas mengungkapkan bahwa media
pembelajaran merupakan suatu alat atau perantara yang dapat menyajikan pesan
43
serta merangsang peserta didik untuk belajar dan berfungsi untuk menyampaikan
pesan pembelajaran.
Media visual yaitu jenis media yang digunakan dengan hanya mengandalkan
indera penglihatan dari peserta didik, media audio yaitu jenis media yang
digunakan dengan hanya melibatkan indera pendengaran peserta didik, media
audio-visual yaitu jenis media yang digunakan dengan melibatkan pendengaran
dan penglihatan sekaligus dalam satu proses kegiatan, dan multimedia yaitu
media yang melibatkan beberapa jenis media dan peralatan secara terintegrasi
dalam suatu kegiatan pembelajaran. (Muslim, 2016: 1.936)
Menurut Rohani (1997) mengenai media audio visual yaitu bahwa “audio visual
adalah media instruksional modern yang sesuai dengan perkembangan zaman
(kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi), meliputi media yang dapat dilihat dan
didengar”. Berdasarkan pendapat Rohani ini, media audio visual diartikan sebagai
media perantara atau penggunaan materi dan penyerapannya melalui pandangan dan
pendengaran sehingga membangun kondisi yang dapat membuat peserta didik
mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Oleh sebab itu peneliti
mengembangkan bahan ajar audio visual berbasis kontekstual pada materi cara-cara
menghormat dalam agama Buddha kelas 1 di sekolah dasar Tunas Mekar Indonesia
Bandar Lampung sehingga peserta didik mampu memiliki pemahaman dan
keterampilan.
44
Kegunaan atau manfaat media pembelajaran audio visual dalam pembelajaran
adalah bahwa dengan adanya media ini guru dan peserta didik terbantu dalam proses
pembelajaran. Dengan adanya media ini guru dimudahkan dalam penyampaian
informasi kepada peserta didik dan peserta didik dimudahkan dalam memahami
maupun mengkolaborasi konsep yang diberikan guru. Adanya unsur audio dan
visual inilah yang mendukung terciptanya tujuan pembelajaran tersebut.
2.6.6 Prinsip-Prinsip Pemilihan Media
Menghasilkan suatu produk media pembelajaran yang baik maka diperlukan
prinsip dalam pemilihan media. Setyosari (2008: 22) mengidentifikasi prinsip-
prinsip media sebagai berikut;
a) identifikasi ciri-ciri media yang diperhatikan sesuai dengan kondisi, unjuk
kerja (performance) atau tingkat setiap tujuan pembelajaran,
b) identifikasi karateristik peserta didik (pembelajar) yang memerlukan media
pembelajaran khusus,
c) identifikasi karakteristik lingkungan belajar berkenaan dengan media
pembelajar yang akan digunakan,
d) identifikasi pertimbangan praktis yang memungkinkan media mana yang
mudah dilaksanakan,
e) identifikasi faktor ekonomi dan organisasi yang menentukan kemudahan
penggunaan media pembelajaran.
45
Menggunakan media harus memperhatikan prinsip pemilihan media terlebih
dahulu. Prinsip-prinsip dalam pemilihan media pembelajaran menurut Saud
(2009: 97) adalah sebagai berikut;
a) tepat guna, artinya media pembelajaran yang digunakan sesuai dengan
kompetensi dasar,
b) berdaya guna, artinya media pembelajaran yang digunakan mampu
meningkatkan hasil belajar peserta didik,
c) bervariasi, artinya media pembelajaran yang digunakan mampu mendorong
sikap aktif peserta didik dalam belajar.
Prinsip-prinsip media yang dipaparkan oleh Saud tersebut mengidentifikasikan
bahwa media yang tepat guna, berdaya guna, dan bervariasi dapat menjadi suatu
media pembelajaran yang baik. Isi media yang dirancang sesuai dengan desain
pembelajaran dapat menjadikan media berkualitas. Media yang berkualitas akan
menumbuhkan ketertarikan bagi peserta didik untuk belajar menggunakan media.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip
pemilihan media harus diperhatikan dengan baik, sehingga dapat menghasilkan
suatu media pembelajaran yang menarik dengan materi yang tepat. Belajar
menggunakan media pembelajaran menjadi optimal. Media pembelajaran yang
baik adalah media pembelajaran yang mampu membantu peserta didik untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Seperti pada materi cara-cara menghormat dalam
agama Buddha kelas 1 di Sekolah Dasar Tunas Mekar Indonesia Bandar Lampung,
media yang paling tepat adalah audio visual berbasis kontekstual di mana peserta
46
didik setelah melihat video mampu mempraktekkan cara-cara menghormat dengan
benar. Prinsip-prinsip pembuatan media harus memperhatikan beberap faktor.
Faktor yang diperhatikan (1) perangkat pembelajaran, (2) lingkungan belajar, (3)
tempat belajar, (4) ekonomi sosial budaya.
2.7 Pendidikan Agama Buddha SD
Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia.
Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan suatu kehidupan yang
bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari bahwa peran agama amat penting
bagi kehidupan umat manusia maka internalisasi agama dalam kehidupan setiap
pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik
pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Mukti (2006: 304-311) Pendidikan Agama dimaksudkan untuk membentuk
peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan berakhlak mulia serta peningkatan potensi spritual. Akhlak mulia
mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan
Agama. Peningkatan potensi spritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan
penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi
spritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi
yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan.
47
Pendidikan Agama Buddha adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan
berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta didik
untuk memperteguh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
berakhlak mulia, serta peningkatan potensi spiritual sesuai dengan ajaran agama
Buddha.
Kurikulum pendidikan agama Buddha mengacu pada kompetensi inti dan
kompetensi dasar yang mencerminkan kebutuhan keragaman kompetensi secara
nasional. Standar ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai kerangka acuan dalam
mengembangkan kurikulum pendidikan agama Buddha sesuai dengan kebutuhan
daerah atau pun sekolah. Seperti di Sekolah Dasar Tunas Mekar Indonesia Bandar
Lampung pada mata pelajaran pendidikan agama Buddha mengunakan kurikulum
2013 yang di sesuaikan dengan pengembangan kurikulum terbaru.
Pendidikan Agama Buddha bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut; (1) mengembangkan keyakinan (Saddha) dan ketaqwaan (Bhakti)
kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tiratana, para Bodhisattva dan Mahasattva, (2)
mengembangkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia melalui peningkatan
pelaksanaan moral (Sila), meditasi (Samadhi) dan kebijaksanaan (Panna) sesuai
dengan Buddha Dharma (Agama Buddha), (3) mengembangkan manusia
Indonesia yang memahami, menghayati, dan mengamalkan atau menerapkan
Dharma sesuai dengan Ajaran Buddha yang terkandung dalam Kitab Suci
Tipitaka/Tripitaka sehingga menjadi manusia yang bertanggung jawab sesuai
48
dengan prinsip Dharma dalam kehidupan sehari-hari, (4) memahami agama
Buddha dan sejarah perkembangannya di Indonesia.
Ruang lingkup pendidikan agama Buddha meliputi aspek-aspek sebagai berikut;
(1) sejarah, (1) keyakinan (Saddha), (3) perilaku/moral (Sila), (4) Kitab Suci
Agama Buddha Tripitaka (Tipitaka), (5) meditasi (Samadhi), (6) kebijaksanaan
(Panna).
2.8 Hasil Belajar
Purwanto (dalam Adi Wibawa, 2018: 50) hasil belajar adalah perubahan tingkah
laku akibat belajar. Perubahan tingkah laku disebabkan karena mencapai
penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses pembelajaran.
Pencapaian itu atas tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Hasil itu dapat
berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri
siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Slameto
(dalam Adi Wibawa, 2018: 50-51) mengungkapkan faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan belajar siswa dapat dibedakan menjadi 2 golongan
yaitu: (1) Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang disebut faktor individu
(intern), yang meliputi a) faktor biologis, meliputi: kesehatan, gizi, pendengaran
dan penglihatan, b) faktor psikologis, meliputi: intelegensi, minat dan motivasi
serta perhatian ingatan berfikir, c) faktor kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani
dan rohani. (2) Faktor yang ada pada luar individu yang disebut dengan faktor
49
ekstern, yang meliputi a) faktor keluarga. Keluarga adalah lembaga pendidikan
yang pertama dan terutama, b) faktor sekolah, meliputi: metode mengajar,
kurikulum, hubungan guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan berdisiplin
di sekolah, c) faktor masyarakat, meliputi: bentuk kehidupan masyarakat sekitar
dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Guru yang profesional memiliki
kemampuan- kemampuan tertentu. Keberhasilan siswa dalam belajar akan banyak
dipengaruhi oleh kemampuan-kemapuan guru yang profesional. Guru yang
profesional adalah guru yang memiliki kompeten dalam bidangnya dan menguasai
dengan baik bahan yang akan diajarkan serta mampu memilih metode belajar
mengajar yang tepat sehingga pendekatan itu bisa berjalan dengan semestinya.
2.9 Hasil Penelitian yang Relevan
Adanya keterikatan antara pengembangan bahan ajar audi visual berbasis
kontekstual pendidikan agama Buddha dalam rangka membuat produk audio visual
yang efektif, efisien dan menarik guna menunjang proses pembelajaran agar peserta
didik mampu mencapai kompetensi pembelajarannya adalah berdasarkan beberapa
peneliti yang pernah dilakukan, diantaranya:
1) Berdasarkan hasil penelitian dari Sofyan mustoip, Dadang kurnia dan Prana
dwija iswara (2016) mengenai Penerapan model pembelajaran kontekstual
berbantuan media audio visual kenampakan alam (asal kelam) untuk
meningkatkan hasil belajar siswa pada materi kenampakan alam di Indonesia
dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan Hasil belajar siswa pada materi
kenampakan alam di Indonesia menerapkan model pembelajaran kontekstual
berbantuan media audio visual kenampakan alam mengalami kenaikan dalam
50
setiap siklusnya. Pada siklus I, siswa yang tuntas berjumlah 11 orang atau
47,82%, sedangkan siklus II siswa yang tuntas berjumlah 22 orang atau 95,65%,
dan siklus III, siswa yang tuntas berjumlah 22 orang 95,65%. Dengan
demikian, target hasil belajar siswa telah tercapai bahkan melebihi target yang
telah ditentukan, yaitu 90%. Berdasarkan hasil belajar siswa selama tindakan
siklus I, II, dan III, penerapan model pembelajaran kontekstual berbantuan
media Asal Kelam untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi
kenampakan alam di Indonesia di kelas V SDN Tegalkalong II Kecamatan
Sumedang Utara, Kabupaten Sumedang dinyatakan telah berhasil.
2) Berdasarkan hasil penelitian dari Hati Wahyuni (2018) mengenai Peningkatan
hasil belajar IPS melalui model pembelajaran kontekstual dengan media video
dapat disimpulkan bahwa hasil observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran
IPS melalui model pembelajaran kontekstual dengan media audio visual pada
siklus 1 diperoleh data jumlah skor 224, rata-rata aktivitas siswa sebesar 2,49
dengan jumlah rerata skor 37,33 pada kategori baik (B). Berdasarkan kegiatan
evaluasi pembelajaran IPS melalui model pembelajaran kontekstual dengan
media audio visual pada siswa kelas V SDN Gondanglor II yang dilaksanakan
di akhir pembelajaran pada pelaksanaan tindakan siklus I diperoleh data nilai
hasil belajar sebagai berikut: nilai terendah adalah 55; nilai tertinggi adalah 100;
nilai rata-rata siswa adalah 76,67. Indikator keberhasilan yang ditetapkan adalah
capaian ketuntasan belajar klasikal sebanyak 75 % dengan KKM 65. Dari tabel
dapat kita lihat siswa yang telah tuntas (mencapai dan melampaui KKM)
51
sebanyak 14 siswa. Ketuntasan belajar klasikal sebanyak 93,3% jadi sudah
mencapai mencapai ketuntasan klasikal yang ditetapkan sebesar 75 %.
3) Berdasarkan hasil penelitian dari I Putu Adi Wibawa, dan I Ketut Dibia (2018)
mengenai penerapan pembelajaran kontekstual dengan tutor sebaya berbentuk
media audio visual untuk meningkatkan hasil belajar PKn Penerapan
pembelajaran kontekstual dengan tutor sebaya berbantuan media audio visual
meningkatkan hasil belajar muatan PKn siswa kelas IVA SD Laboratorium
Undiksha Singaraja. Hal tersebut terlihat dari peningkatan hasil belajar muatan
PKn pada siklus I dan siklus II. Ketuntasan klasikal siswa pada siklus I
mencapai 26,3% siswa nilai muatan PKn berada pada kategori tinggi. Setelah
dilaksanakan tindakan siklus II persentase ketuntasan klasikal siswa mencapai
81,5%siswa nilai muatan PKn berada pada kategori tinggi. Dengan demikian
ketuntasan klasikal hasil belajar kompetensi pengetahuan PKn siswa pada siklus
I ke siklus II mengalami peningkatan sebesar 55,2%.
4) Berdasarkan hasil penelitian dari Gusti Ayu Eka Kharismayani, Lulup Endah
Tripalupi, dan I Nyoman Sujana (2017) yang berjudul Implementasi
Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Media Audio Visual Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Ips (Ekonomi) Kelas Ix H
Smp Negeri 2 Blahbatuh Tahun Ajaran 2017/2018. Hal tersebut dapat dilihat
dari peningkatan hasil Siklus I pada siswa kelas IX H pada materi yang terdiri
dari sejarah uang, pengertian uang, syarat-syarat suatu uang, fungsi uang,
jenis-jenis uang, nilai uang, nilai kurs. Berdasarkan pelaksanaan yang telah
dilakukan oleh peneliti pada siklus I dengan jumlah siswa 36 orang,
52
menunjukkan bahwa hasil belajarnya berada pada kategori sangat baik
sebanyak 1 orang (2.8%), kategori baik sebanyak 19 orang (52.8%), kategori
cukup sebanyak 9 orang (25%), kategori kurang sebanyak 7 orang (19.4%),
kategori sangat kurang baik tidak ada (0%). Jumlah siswa tuntas pada Hasil
refleksi siklus I dipergunakan sebagai bahan pertimbangan untuk siklus II.
Kegiatan refleksi dilanjutkan dengan revisi perencanaan untuk memperbaiki
tindakan pada siklus I yang akan diimplementasikan pada siklus II. pada siklus
II dengan jumlah siswa 36 orang, menunjukkan bahwa hasil belajarnya berada
pada kategori amat baik sebanyak 12 orang (33.3%), kategori baik sebanyak
20 orang (55.5%), kategori cukup sebanyak 2 orang (5.6%), kategori kurang
sebanyak 2 orang (5.6%), kategori sangat kurangtidak ada (0%).
Jumlah siswa tuntas pada hasil belajar pertemuan siklus II sebesar 32 orang
dengan jumlah siswa n = 36 orang. Setelah diadakan perbaikan pada siklus II,
tampak terjadi peningkatan pada hasil belajar siswa. Dalam pelaksanaan
Peningkatan hasil belajar siswa juga dicapai pada siklus II. Hasil belajar
pada siklus II juga meningkat yang ditandai dengan kenaikan nilai rata-rata
siswa sebesar 7,45 dari 73,61 pada siklus I menjadi 81,06 pada siklus II.
Ketuntasan belajar siswa juga meningkat sebesar 27% dari 55,6% pada siklus I
menjadi 88,9% pada siklus II. Dari hal tersebut dapat dilihat terjadi peningkatan
yang cukup tinggi pada hasil belajar siswa. Dengan implementasi pembelajaran
kontekstual berbantuan media audio visual menunjukkan terjadi
peningkatan hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan skor
rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I sampai dengan siklus II dengan rata-
53
rata kenaikan sebesar 7,45. Walaupun dari siklus I ke siklus II hasil belajar
siswa mengalami peningkatan namun pada proses pembelajaran siklus I masih
terdapat kendala dalam proses pembelajaran. Kendala tersebut kemudian
ditindaklanjuti dengan mencari alternatif pemecahan untuk melaksanakan
siklus yang ke II. Pada siklus II hasil belajar siswa sudah mengalami
peningkatan, siswa yang sebelumnya kesusahan menjawab soal, sudah mulai
lancar dalam menjawab soal- soal yang diberikan,mau menyimak video
pembelajaran dengan tertib, menanggapi jawaban temannya dan bertanya
kepada guru apabila ada yang kurang dimengerti. Tindakan pada siklus II,
dapat diamati hal- hal berkaitan dengan kegiatan belajar mengajar dengan
implementasi pembelajaran kontekstual berbantuan media audio visual yaitu
pada pelaksanaan tindakan siklus II, siswa sudah mampu mengikuti
pembelajaran, siswa sudah mulai mendengarkan arahan guru saat proses
pembelajaran, dan mulai meninggalkan kebiasaannya bermain-main, sehingga
waktu belajar dapat dimanfaatkan secara lebih efisien, semua siswa tampak
menunjukkan antusias mereka saat proses pembelajaran, situasi belajar siswa
sudah kondusif jika dibandingkan dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya
pada siklus I.
5) Berdasarkan hasil penelitian dari Palupi, Nelda Azhar, dan Almasri (2018)
Pengaruh Penggunaan Model Contextual Teaching And Learning Terhadap
Hasil Belajar Dasar Listrik Elektronika Siswa Kelas X Teknik Audio Video
(Tav) Smk Negeri 5 Padang. Berdasarkan uji hipotesis, diperoleh bahwa t hitung
= 2,869 dan t tabel= 1,696 dengan taraf signifikansi α = 0,05, karena nilai
54
thitung > ttabel, Ha diterima. Dapat dikatakan bahwa “Penerapan model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning berpengaruh terhadap hasil
belajar mata pelajaran Dasar Listrik Elektronika Siswa SMK Negeri 5 Padang”.
Diterimanya Ha dalam penelitian ini mengindikasikan bahwa adanya perbedaan
hasil belajar kedua kelas eksperimen pada taraf nyata 0,05%. Rata-rata post-test
hasil belajar kelompok eksperimen (82,47) lebih tinggi dari rata-rata post-test
hasil belajar kelompok kontrol (77,88), sehingga model Contextual Teaching
and Learning memberikan hasil belajar lebih baik dibandingkan dengan model
pembelajaran Problem Base Learning.
6) Berdasarkan penelitian dari Jatmiko Sidi, dan Mukminan (2016) Penggunaan
Media Audiovisual untuk Meningkatkan Hasil belajar IPS di SMP. Penelitian
tindakan kelas yang telah dilaksanakan di SMP Negeri 1 Paliyan Gunungkidul
sebanyak tiga siklus dapat disimpulkan berikut ini. Penggunaan media
audiovisual dalam pembelajaran dapat mening katkan hasil belajar siswa
tercermin dalam setiap pelaksanaan postest terdapat kenaikan rata-rata tes
hasil belajar siswa. Kenaikan tes hasil belajar kognitif siswa tersebut, yaitu pada
tes awal sebelum tindakan rata-rata skor 44,22 tidak ada siswa yang
mencapaiketuntasan minimal. Tindakan siklus I rata-rata skor siswa 63,28
dengan ketuntasan belajar 43,75%, siklus II naik menjadi rata-rata skor 69,38
dengan ketuntasan belajar 68,75%, dan pada tindakan siklus III naik menjadi
rata-rata 71,25 dengan ketuntasan belajar siswa mencapai 78,13%. Peningkatan
hasil belajar aspek kognitif tersebut, diikuti peningkatan hasil belajar aspek
afektif dengan kategori sangat baik yaitu rata-rata skor 3,35 dengan
pencapaian ketuntasan belajar 83,69%; peningkatan aspek psikomotor
55
dengan kategori baik rata- rata skor 3,23 dengan pencapaianketuntasan
belajar 80,76%. Hasil belajar yang telah dicapai siswa belum menun- jukkan
rata-rata skor maksimal 100%, di antara penyebabnya adalah siswa belum
terbiasa menggunakan media audiovisual dalam pembelajaran di kelas;
pembelajaran terpadu merupakan fenomena baru yang dihadapi oleh siswa.
Media audiovisual dalam pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien jika
digunakan dalam kontinuitas, meliputi kurun waktu satu semester. Mengacu
pada data di atas, hasil belajar siswa pada ranah kognitif telah mencapai kriteria
ketuntasan belajar minimal yaitu 75% dari jumlah siswa telah mencapai nilai
rata-rata 70. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penggunaan media
audiovisual mampu meningkatkan kualitas dan hasil belajar siswa pada kelas 7C
SMP Negeri 1 Paliyan Gunungkidul tahun pelajaran 2013/2014.
7) Berdasarkan penelitian dari Ni Kadek Dwi Agustini, dan I Gusti Ngurah Japa
(2018) berjudul Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Media
Audio-Visual Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS, Hasil penelitian pada
siklus I diperoleh rata-rata hasil belajar IPS yaitu 74,35 dengan rata-rata persen
sebesar 74,35%. Bila dikonversikan ke tabel pedoman konversi PAP skala lima
tentang tingkatan hasil belajar IPS siswa berada pada persentase 65-79 dengan
kategori sedang. Kesimpulannya, indikator keberhasilan dalam penelitian ini
belum tercapai, maka penelitian dilanjutkan ke siklus II. Hasil yang dicapai
siswa setelah dilaksanakan tindakan pada siklus II yaitu mengalami
peningkatan. Masalah dan kendala yang dihadapi pada siklus I dapat diatasi
pada siklus II. Terbukti dengan adanya peningkatan hasil belajar IPS siswa.
56
Dari analisis data hasil belajar IPS, diperoleh rata-rata hasil belajar siswa
yaitu 86,13 dengan rata-rata persen sebesar 86,13%. Bila dikonversikan ke
tabel pedoman konversi PAP skala lima tentang tingkatan hasil belajar IPS
siswa berada pada persentase 80-89 dengan kategori tinggi. Peningkatan
yang terjadi jika dihitung menggunakan rumus Gn skor yaitu sebesar 0,46 yang
jika dikonversikan pada tabel kriteria peningkatan hasil belajar berada pada
kategori sedang (0,30-0,69).
8) Berdasarkan penelitian dari Agus Irwandy, Yari Dwikurnaningsih, dan Nur
Hidayati (2019) berjudul Penerapan model CTL berbantuan media audiovisual
untuk meningkatkan hasil belajar tematik terpadu di SD. bahwa hasil belajar
muatan pelajaran IPS pada tiap siklusnya mengalami peningkatan, pra siklus
dari 35 peserta didik hanya 21 peserta didik (60%) yang memenuhi kriteria
ketuntasan minimal (KKM) yaitu ≥ 69. Pada siklus 1 peserta didik yang tuntas
(83%) sedangkan peserta didik yang tidak tuntas ada 6 dari 35 peserta didik
(17%). Sedangkan siklus 2 terdapat 34 peserta didik yang tuntas (97%),
sedangkan yang tidak tuntas hanya terdapat 1 peserta didik (3%). hasil belajar
muatan pelajaran Bahasa Indonesia pada tiap siklusnya mengalami
peningkatan, pra siklus dari 35 peserta didik hanya 24 peserta didik (69%) yang
memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu ≥ 72. Pada siklus 1 peserta
didik yang tuntas (80%) sedangkan peserta didik yang tidak tuntas ada 7 dari
35 peserta didik (20%). Sedangkan siklus 2 terdapat 34 peserta didik yang
tuntas (97%), sedangkan yang tidak tuntas hanya terdapat 1 peserta didik (3%).
hasil belajar muatan pelajaran PPKn pada pra siklus memili ketuntasan yang
57
tergolong sangat tinggi dari 35 peserta didik terdapat 34 peserta didik (97%)
yang memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu ≥ 70, ketuntasan ini
menjadi tugas berat bagi peneliti untuk menjaga kestabilan ketuntasan nilai
tersebut, atau semakin meningkatkan lagi level ketuntasan ke lebih tinggi
yaitu 100%. Pada siklus 1 peserta didik yang tuntas (97%) sedangkan
peserta didik yang tidak tuntas ada 1 dari 35 peserta didik (3%), pada siklus 2
ini nilai muatan pelajaran PPKn masih sama dengan ketuntasan pra siklus.
Sedangkan siklus 2 terdapat 35 peserta didik yang tuntas (100%), hal tersebut
memperlihatkan adanya peningkatan ketuntasan hasil belajar muatan PPKn.
Perbandingan ketuntasan belajar peserta didik muatan pelajaran PPKn
terlihat meningkat. Berdasarkan gambar 3 diketahui bahwa terjadi peningkatan
ketuntasan belajar peserta didik dari pra siklus hingga siklus 2, yaitu terdapat
97% ketuntasan klasikal pada pra siklus, kemudian 97% pada siklus 1, dan
meningkat menjadi 100% pada siklus 2. Berdasarkan hasil tersebut
peningkatan ketuntasan hasil belajar muatan pelajaran PPKn dari pra siklus
hingga siklus 2 telah mencapai ketuntasan yang telah ditetapkan yaitu sebesar
85%. Berdasarkan perolehan nilai yang didapatkan pada siklus 1 dan 2
diperoleh bahwa penerapan model Contextual Teaching and Learning
berbantuan media audiovisual dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil
belajar tematik dengan muatan IPS, Bahasa Indonesia, dan PPKn. Keberhasilan
tersebut terlihat pada ketuntasan klasikal hasil belajar siklus 2 yang
menunjukkan bahwa ketuntasan klasikal dari tiap muatan pelajaran melebihi
indikator keberhasilan tindakan yaitu sebesar ≥85%. Selain hasil belajar yang
memenuhi indikator keberhasilan, kualitas pembelajaran yang dilakukan pada
58
tindakan juga mencapai kategori “sangat baik”, hasil belajar pertemuan siklus
I sebesar 20 orang dengan jumlah siswa n = 36 orang.
9) Berdasarkan hasil penelitian dari Ahmad Fujiyanto, Asep Kurnia Jayadinata,
dan Dadang Kurnia berjudul Penggunaan Media Audio Visual Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Hubungan Antar Makhluk Hidup
(2016) Hasil dari siklus I peneliti memperoleh skor 12 dari skor ideal yang
harus diperoleh yaitu 15 peneliti dengan persentase sebesar 80%, hal tersebut
menunjukkan kinerja guru pada perencanaan pembelajaran pada siklus I
mengalami peningkatan 20% dari data awal, tetapi masih belum mencapai
terget yang diharapkan karena target yang diharapkan yaitu 100%.Pada
penelitian siklus II peneliti melakukan beberapa perbaikan yang perlu
dilakukan pada RPP siklus II di antaranya adalah peneliti memperhitungkan
dalam pemasangan alat-alat yang dibutuhkan dalam pembelajaran, baik
sebelum pembelajaran dimulai atau saat bel berbunyi. Peneliti mengubah LKS
pengamatan terkait materi. Peneliti menambahkan video simbiosis, yang
tadinya 2 video menjadi 3 video. Pada hasil observasi perencanaan
pembelajaran siklus II sebesar 93,30%, perbandingan persentase kanaikan hasil
observasi rencana pembelajaran siklus I dengan persentase kenaikan hasil
observasi rencana pembelajaran siklus II sebesar 13,3%. Pada penelitian
siklus III Beberapa perbaikan yang dilakukan pada RPP siklus III
diantaranya adalah peneliti menambahkan sumber belajar pada materi
simbiosis. Peneliti mengubah LKS yang diberikan kepada siswa, agar siswa
lebih mudah dalam mengerjakan dan mudah menemukan konsep yang dicari.
59
Hasil observasi rencana pembelajaran siklus III adalah 100%, dan
perbandingan dengan persentase kenaikan hasil observasi rencana
pembelajaran siklus II ke siklus III adalah sebesar 6,7%, dan perolehan hasil
perencanaan siklus sudah mencapai target. Perolehan hasil siklus I pada
kinerja guru yang terjadi dari pelaksanaan pembelajaran hanya sebesar 33%.
kinerja guru pada saat pengambilan data awal yang hanya memiliki persentase
50% mengalami peningkatan menjadi 83.% pada saat pelaksanaan siklus I.
Akan tetapi peningkatan tersebut masih belum mencapai target yang
diharapkan, yaitu 100%. Perolehan hasil siklus II pada pelaksanaan kinerja
guru mencapai 91,60%. Pada perolehan siklus I menuju siklus II mengalami
kenaikan sebesar 8,3%. Pada saat pengambilan data awal dengan peningkatan
yang terjadi pada hasil observasi kinerja guru selama pembelajaran siklus II
yaitu sebesar 41,6%. Perolehan hasil siklus III sebesar 100%, perolehan
ini sudah mencapai target yang ditentukan. Perbandingan peningkatan yang
terjadi pada hasil observasi kinerja guru selama pembelajaran siklus II dengan
peningkatan yang terjadi pada hasil observasi kinerja guru selama
pembelajaran siklus III yaitu sebesar 8,4%.
10) Berdasarkan penelitian dari Sofyan Mustoip, Dadang Kurnia, dan Prana Dwija
Iswara (2016) Hasil belajar siswa pada materi kenampakan alam di Indonesia
menerapkan model pembelajaran kontekstual berbantuan media audio visual
kenampakan alam mengalami kenaikan dalam setiap siklusnya. Pada siklus
I, siswa yang tuntas berjumlah 11 orang atau 47,82%, sedangkan siklus II
siswa yang tuntas berjumlah 22 orang atau 95,65%, dan siklus III, siswa
60
yang tuntas berjumlah 22 orang 95,65%. Dengan demikian, target hasil
belajar siswa telah tercapai bahkan melebihi target yang telah ditentukan, yaitu
90%. Berdasarkan hasil belajar siswa selama tindakan siklus I, II, dan III,
penerapan model pembelajaran kontekstual berbantuan media Asal Kelam
untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi kenampakan alam di
Indonesia di kelas V SDN Tegalkalong II Kecamatan Sumedang Utara,
Kabupaten Sumedang dinyatakan telah berhasil.
2.10 Kerangka Berpikir
Kegiatan pembelajaran yang semula berfokus pada guru, perlu adanya perubahan
cara pembelajaran yang berfokus pada peserta didik. Pembelajaran yang berfokus
pada peserta didik bertujuan untuk mengajak peserta didik ikut secara aktif dalam
proses pembelajaran. Pendekatan pembelajaran yang dapat merangsang peserta
agama Buddha, salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model
pembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstual bertujuan membantu peserta didik melihat makna dalam
bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan dengan
kehidupan sehari-hari. Untuk mencapai tujuan tersebut, pembelajara kontekstual
akan menuntun peserta didik ke semua komponen utama kontekstual, yaitu
melakukan hubungan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, mengatur
cara belajar sendiri, bekerja sama, berfikir kritis dan kreaktif, memelihara
atau merawat pribadi peserta didik. Model konvensional, guru memegang peranan
utama dalam menentukan isi dan urutan langkah dalam menyampaikan materi
tersebut kepada peserta didik. Dalam hal ini peserta didik mendengarkan secara
61
teliti dan mencatat pokok-pokok penting yang dikemukakan guru, sehingga
pembelajaran hanya didominasi oleh guru. Kejadian ini mengakibatkan peserta
didik menjadi pasif, karena hanya menerima apa yang di sampaikan oleh guru,
akibatnya peserta didik mudah jenuh dan kurang inisiatif.
Dengan keadaan tersebut di atas maka peneliti mengembangkan bahan ajar
audio visual yang sesuai dengan karakteristik, lingkungan sosial, serta dapat
mengaktifkan peserta didik selama proses pembelajaran. Pengembangan bahan
ajar audiov isual disusun berdasarkan model pembelajaran yang berbasis
kontekstual. Praktek ketrampilan cara menghormat dalam agama Buddha berfungsi
untuk melancarkan hubungan, kegiatan dan tugas, sehingga pada akhirnya akan
meningkatkan hasil belajar peserta didik. Secara umum kerangka pikir penelitian
pengembangan digambarkan sebagai berikut:
HASIL PENGEMBANGAN AUDIO VISUAL
Audio Visual berbasis Kontekstual
Pre-Test
Proses Belajar dan Praktek
KeterampilanMateri Cara-
cara menghormat yaitu
Anjali, Namaskhara dan
Uttana Post-Test
Hasil Belajar Pendidikan Agama Buddha
Peserta Didik
Gambar 2.1 Kerangka berpikir penelitian.
III. METODE PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
3.1 Model Pengembangan
Penelitian ini menggunakan desain Research and development (R & D) artinya
penelitian dan pengembangan suatu produk baru atau menyempurnakan produk
yang telah ada yang dapat dipertangung jawabkan. Proses penelitian dan
pengembangan bahan ajar audio visual berbasis kontekstual mata pelajaran
Pendidikan agama Buddha di SD Tunas Mekar Indonesia Bandar Lampung
mengikuti langkah penelitian dan pengembangan dari Borg and Gall yang di
modifikasi oleh Sugiono yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan
menguji keefektifan produk tersebut.
Prosedur penelitian Pengembangan ini dikemukakan sistematika penelitian dan
pengembangan (R&D) telah dimodifikasi dan penyelarasan pada prosedur
penelitian dan pengembangan serta menyesuaikan dengan tujuan dan kondisi
penelitian yang sebenarnya. Prosedur penelitian pengembangan berdasarkan
langkah-langkah penelitian dan pengembangan ini mengacu pada R&D sugiono
(2015:36) dan dapat digambarkan sebagai berikut:
63
3.1.1 Tahap Pendefinisian (define)
3.1.1.1 Potensi dan Masalah
Pengembangan merupakan kegiatan yang berawal dari adanya potensi dan
masalah. Potensi adalah segala sesuatu yang bila didaya gunakan akan memiliki
nilai tambahan. Sedangkan masalah adalah penyimpang antara yang diharapkan
dengan yang terjadi (Sugiyono, 2015: 299). Kedudukan bahan ajar ada dalam
komponen metode mengajar sebagai salah satu upaya untuk mepertinggi proses
interaksi pendidik, peserta didik dan interaksi peserta didik dengan lingkungan
belajarnya. Fungsi utama dari bahan ajar yaitu sebagai bahan yang dapat
membantu guru dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas serta membantu
potensi peserta didik untuk menjadi pelajar yang mandiri.
Potensi dan masalah pada penelitian pengembangan ini didasarkan atas hasil
analisis kebutuhan yang dilakukan oleh peneliti dengan tujuan untuk
Gambar 3.1 Langkah Pengembangan menurut Borg and Gall (2003) dalam Sugiono (2015:36).
Potensi dan
Masalah
Studi Literatur
Pengumpulan
Informasi
Rancangan
Produk
Validasi
Desain
Revisi
Desain
Pembuatan
Produk
Uji Coba
1
Terbatas
Revisi
Produk 1
Uji Coba 2
Revisi
Produk 2
Produk
Lapangan
64
mengidentifikasi masalah. Berdasarkan hasil observasi, peserta didik yang bisa
mempraktekkan sikap Namaskhara yang benar 20 %, peserta didik yang bisa
mempraktekkan sikap Anjali 40 %, dan peserta didik yang bisa mempraktekkan
sikap Uttana 40 %.
Hasil observasi menunjukkan bahwa siswa SD Tunas Mekar Indonesia belum bisa
mempraktekkan sikap anjali, namaskhara dan sikap uttana dengan benar sesuai
dengan ajaran Buddha.
3.1.2 Tahap Perancangan (design)
3.1.2.1 Studi Literatur
Literatur yang dipelajari adalah yang terkait dengan video pembelajaran pendidikan
agama Buddha di Sekolah Dasar Tunas Mekar Indonesia Bandar Lampung. Melalui
studi literatur di harapkan dapat diperoleh pemahaman secara teoritis tentang video
pembelajaran materi sikap menghormat sesuai dengan ajaran dari berbagai literatur,
sehingga dapat dipahami tentang struktur video, isi video serta manfaat video bagi
pembelajaran.
3.1.2.2 Pengumpulan Informasi
Studi lapangan di sini dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang video
pembelajaran berbasis kontekstual tentang sikap menghormat sesuai agama Buddha
seperti apa yang harus dipraktekkan dan di pelajari. Metode penelitian
menggunakan metode kuantatif, sumber data dan informannya adalah siswa, ahli
materi, ahli media, dan ahli desain.
65
Teknik pengumpulan data menggunakan pengamatan dan studi dokumentasi.
Teknik analisis data dengan analisis kualitatif. Hasil dari studi literatur dan studi
lapangan adalah data yang akan digunakan untuk membuat rancangan produk
pengembangan bahan ajar audio video visual berbasis kontekstual.
Perencanaan pengembangan produk pengembangan bahan ajar audio video visual
berbasis kontekstual meliputi; pembuatan GBIPM (Garis Besar Isi Program
Media), pembuatan storyboard (Kerangka bagi keseluruhan jalannya cerita dan
persitiwa yang akan ditampilkan oleh program), penentuan peralatan dan bahan
yang diperlukan. GBIPM berisi identifikasi program, yang merupakan petunjuk
yang dijadikan pedoman bagi penulis naskah dalam pembuatan naskah program
media. GBIPM mengacu pada tujuan dan materi yang akan dikembangkan.
Storyboard merupakan rangkaian gambar manual yang dibuat secara keseluruhan
sehingga menggambarkan suatu cerita dan deskripsi dari setiap scene dibuat secara
jelas untuk menggambarkan obyek serta perilakunya.
Storyboard merupakan gambaran dari cerita yang akan dibuat, maka dibuat mudah
agar dapat dimengerti oleh semua pihak. Rengkaian gambar manual yang dibuat
secara keseluruhan sehingga menggambarkan suatu cerita akan memuat; 1) sketsa
atau gambaran layar, halaman atau frame, 2) warna, penempatan dan ukuran grafik,
3) teks asli pada halaman atau layar, 4) warna, ukuran dan tipe font, 5) narasi, 6)
video, dan 7) audio.
66
3.1.2.3 Rancangan Produk
Hasil penelitian terhadap materi mengenal cara menghormat akan di kembangkan,
studi literatur dan studi lapangan selanjutnya akan digunakan untuk membuat
rancangan produk video pembelajaran materi mengenal cara menghormat.
Pembuatan rancangan produk diawali dari mengkaji materi mengenal cara
menghormat, model kontekstual yang telah dikembangkan pada bab II dan saran-
saran dari penelitian lapangan. Berdasarkan hal tersebut, peneliti membuat video
pembelajaran. Video di berikan penilaian secara kritis pada aspek konstruk video
dan komponen materi video. Dari evaluasi kritis terhadap video, selanjutnya hasil
digunakan untuk penyempurnaan video pembelajaran.
3.1.3 Tahap Pengembangan (Development).
Kegiatan pada tahap pengembangan meliputi kegiatan tahap pengujian validasi
desain sampai dengan revisi produk. Kegiatan ini meliputi validasi desain terhadap
rancangan produk, dan revisi desain terhadap produk yang telah dibuat.
3.1.3.1 Validasi Desain
Pengembangan produk tersebut terlebih dahulu dilakukan uji validitas yang
melibatkan 3 orang ahli yang terdiri dari satu orang ahli materi, ahli desain dan ahli
media. Validasi ini dimaksudkan untuk mengantisipasi kesalahan pada pengguna
(peserta didik). Ahli materi memberikan penilaian terhadap aspek pembelajaran dan
isi materi, sedangkan ahli media memberikan penilaian terhadap aspek tampilan
dan aspek media. Data hasil validasi ahli materi dan ahli media dijadikan
pertimbangan untuk melakukan revisi produk bahan ajar audio visual berbasis
67
kontekstual. Validasi desain digunakan untuk memvalidasi kelayakan rancangan
produk. Uji ahli di tetapkan dengan melakukan uji coba produk awal, hal ini
dilakukan untuk mendapatkan masukan-masukan terhadap penyempurnaan produk
pada 3 orang ahli yang memiliki kualifikasi akademik minimal S2 yaitu (1) ahli
media pembelajaran yang menilai video pembelajaran kontekstual sebagai media
pembelajaran sehingga diperoleh media pembelajaran yang sesuai. (2) ahli desain
pembelajaran yang menilai desain pembelajaran dengan kreteria pembelajaran. (3)
ahli materi pendidikan agama Buddha. Alat yang digunakan uji ahli adalah
instrument observasi, dari hasil observasi tersebut akan diperoleh data berupa
masukan, kritik, dan saran perbaikan produk yang di tuangkan dalam lembar
observasi. Dapat dilihat pada lampiran I.
3.1.3.2 Revisi Desain
Setelah desain produk divalidasi melalui diskusi dengan para ahli, maka peneliti
melakukan perbaikan sesuai hasil dari validasi ahli materi dan ahli media, setelah
mengetahui kelemahan dan keunggulannya peneliti melakukan perbaikan kembali.
Berdasarkan validasi ahli tahapan Testing (Percobaan), data yang masuk digunakan
untuk mencari apakah masih ada ketidaksesuaian atau kesalahan pada produk bahan
ajar audio visual, kemudian peneliti merevisi produk bahan ajar audio visual
tersebut sesuai dengan catatan dan masukan dari validasi ahli tersebut akan
digunakan untuk penyempurnaan produk.
68
3.1.3.3 Pembuatan Produk
Dalam penelitian dan pengembangan bidang pendidikan yang menghasilkan
produk berupa video pembelajaran berbasis kontekstual, maka setelah rancangan
desain dinilai layak dibuat menjadi produk oleh para ahli dan praktisi layak, maka
selanjutnya rancangan tersebut dibuat menjadi produk. Pembuatan produk
menggunakan program Mov Avi dan Ulead. Peneliti langsung membuat produk
video pembelajaran materi mengenal cara menghormat sesuai validasi desain yang
telah di setujui oleh ahli Multimedia.
3.1.3.4 Uji Coba 1 Pengujian Lapangan Terbatas (preliminary field testing)
Pada langkah uji coba produk tahap pertama ini, terdapat 2 (dua) kegitanan inti yang
dilakukan, yaitu evaluasi produk oleh ahli dan uji coba tahap II di ujikan kepada
peserta didik. Uji coba dilakukan untuk menganalisis kendala yang terjadi, dan
hasilnya dijadikan dasar untuk mengurangi kendala tersebut pada penerapan model
berikutnya. Pengujian lapangan terbatas dilakukan dengan cara menggunakan
rancangan produk tersebut kedalam kondisi nyata.
Rancangan pengujian akan dilakukan pada 5 Peserta didik kelas 1 pada Sekolah
Dasar Tunas Mekar Indonesia Bandar Lampung. Data dari hasil uji coba
pemakaian, akan dijadikan sebagai bahan pijakan dalam melakukan revisi produk I
bahan ajar audio visual berbasis kontekstual mata pelajaran Pendidikan agama
Buddha. Produk yang sudah jadi kemudian diujikan di hadapan ahli media untuk
memperoleh penilaian terhadap kelayakan produk serta kritik dan saran dalam
perbaikan produk.
69
3.1.3.5 Revisi Produk Setelah Uji Coba Tahap 1
Setelah produk awal yang telah dikembangkan oleh peneliti diujikan dengan para
ahli desain, ahli media, dan ahli materi melalui pengisian instrumen dalam lembar
observasi yang meliputi ahli desain, ahli media, dan ahli materi. Berdasarkan
Pengujian lapangan terbatas, data yang masuk digunakan untuk mencari apakah
masih ada ketidaksesuaian atau kesalahan pada produk audio video, kemudian
peneliti merevisi produk audio video tersebut berdasarkan saran dan kritik dari para
ahli. Hasil dari revisi ini kemudian diuji cobakan kembali kepada peserta didik
beragama Buddha kelas 1 Sekolah Dasar Tunas Mekar Indonesia pada mata
pelajaran Pendidikan agama Buddha.
3.1.3.6 Uji Coba II
Setelah produk awal yang telah dilakukan uji coba kepada ahli direvisi dengan
catatan layak uji coba tanpa revisi, dilanjutkan dengan uji coba tahap II untuk
mencari efektivitas dan kemenarikan produk maka dilakukan uji lapangan dengan
mengambil peserta didik yang berjumlah 5 orang. Pada langkah uji coba ini desain
eksperimen yang digunakan one group pretest posttest Desaign, yang terdiri dari
kelompok eksperimen tanpa ada kelompok kontrol (Sugiono, 2011:74). Desain ini
membandingkan nilai pretest (test sebelum menggunakan bahan ajar audio visual
berbasis kontekstual pada mata pelajaran pendidikan agama Buddha) dengan nilai
posttest (test sesudah menggunakan bahan ajar audio visual berbasis kontekstual
pada mata pelajaran pendidikan agama Buddha). Desain eksperimen tersebut dapat
dilihat pada gambar berikut;
70
𝑶𝟏 X 𝑶𝟐
Keterangan:
O1 = Nilai sebelum menggunakan bahan ajar audio video
visual berbasis kontekstual
O2 = Nilai setelah penggunaan bahan ajar audio video visual
berbasis kontekstual
X = Perlakuan pada kelas eksperimen.
(Sugiono, 2011: 75)
Berdasarkan desain penelitian one group pretest posttest Desaign untuk melihat
penggunaan bahan ajar audio visual berbasis kontekstual terhadap hasil belajar
mata pelajaran pendidikan agama Buddha dengan cara melihat selisih antara nilai
pretest dan posttest (O2 – O1)
3.1.3.7 Revisi Produk 2
Bila hasil pengujian lapangan utama belum memenuhi spesifikasi yang diharapkan,
yaitu dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, maka perlu dilakukan revisi
terhadap produk tersebut. Data dari hasil uji coba lapangan utama, akan dijadikan
sebagai bahan pijakan dalam melakukan revisi akhir produk bahan ajar audio visual
berbasis kontekstual mata pelajaran pendidikan agama Buddha.
Produk yang sudah di uji coba 1, kemudian diperbaiki sesuai dengan saran
perbaikan dari ahli agar siap diujikan kepada sampel penelitian.
3.1.3.8 Penyempurnaan Produk
Setelah melewati langkah uji coba taap II, produk utama disempurnakan sehingga
menghasilkan bahan ajar audio visual berbasis kontekstual yang efektif sehingga
71
meningkatkan hasil belajar siswa. Selain produk utama, dihasilkan juga produk
pendudkung berupa RPP yang menggunakan bahan ajar audio visual berbasis
kontekstual dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1 Waktu
Rencana Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan April
tahun 2019
3.2.2 Tempat Penelitian
Tempat penelitian yaitu di Sekolah Dasar Tunas Mekar Indonesia Bandar
Lampung Jl. Arif Rahman Hakim No. 30 Kedamaian Kota Bandar Lampung pada
peserta didik beragama Buddha.
3.2.3 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan dalam pengumpulan
data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih
cermat, lengkap, dan sistematis sehigga lebih mudah diolah. Teknik pengumpulan
data dalam penelitian ini menggunakan instrumen. Menurut Sugiyono (2015:200)
menjelaskan bahwa kusioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawab.
72
Pedoman hasil instrumen digunakan untuk mengumpulkan data dari evaluasi ahli
materi, ahli desain, dan ahli media. Instrumen ini digunakan pada uji coba awal.
Beberapa aspek yang diamati untuk dijadikan indikator adalah:
a. Kriteria pembelajaran (instruktional criteria)
b. Kriteria materi (material review), yang mencakup isi (content), materi dan
aktivitas belajar
c. Kriteria penampilan (presentation criteria) yang mencakup desain antar muka,
kualitas dan penggunaan media serta interaktivitas media.
Membuat kisi-kisi instrumen dilakukan sebelum membuat istrument. Berikut ini
kisi-kisi istrument pada kuesioner kebutuhan produk, uji ahli desain, uji ahli media,
uji ahli materi, uji efektivitas, dan tes formatif.
3.2.3.1. Kisi-kisi Instrumen Pendahuluan
a. Kebutuhan Produk
Instrumen ini digunakan untuk memperoleh data berupa kebutuhan produk
ditinjau dari aspek kebutuhan bahan ajar disekolah. Aspek-aspek yang akan
diamati dikembangkan dalam bentuk instrumen dengan kisi-kisi pada tabel
berikut:
Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Analisis Kebutuhan Produk
No Aspek Kebutuhan No.
Pertanyaan
A Kondisi Pembelajaran Pendidikan agama Buddha
1 Hasil belajar materi cara-cara menghormat 1
2 Kesulitan Proses pembelajaran materi cara-cara
menghormat 2
3 Kesulitan memahami materi cara-cara menghormat 3
4 Kesulitan mengaitkan teori dengan praktek 4
5 Bahan ajar yang digunakan saat ini 5
73
6 Media pembelajaran yang tersedia saat ini sudah
memungkinkan untuk belajar sendiri 6
B Kondisi yang diharapkan
1 Perlu ada media pembelajaran yang lain dalam
pembelajaran materi cara-cara menghormat 7
2 Penggunaan bahan ajar audio visual dapat membantu
dalam pembelajran materi cara-cara nenghormat 8
3
Bahan ajar audio visual berbasis kontekstual sesuai
untuk menjelaskan dan mempraktekkan materi cara-
cara menghormat
9
4 Bahan ajar audio visual berbasis kontekstual membantu
peserta didik secara mandiri 10
Jumlah Pertannyaan 10
b. Ahli Desain
Instrumen ini digunakan untuk memperoleh data berupa kualitas produk
ditinjau dari aspek desain pembelajaran. Aspek-aspek yang akan diamati dan
dikembangkan dalam bentuk instrumen dengan kisi-kisi pada tabel berikut:
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Ahli Desain
No Aspek Desain No Pertanyaan
1 Kejelasan tujuan 1
2 Relevansi tujuan 5
3 Cakupan dan kedalaman tujuan 4
4 Motivasi belajar 13
5 Kontekstual dan aktivitas 6
6 Kelengkapan dan Kualitas Bahan ajar 7
7 Kesesuaian materi 2
8 Kemudahan untuk dipahami 8
9 Sistematis, berurutan 3
10 Kejelasan uraian 4
11 Konsistensi evaluasi dengan tujuan 10
12 Ketepatan alat evaluasi 9
13 Pemberian umpan balik 11
Jumlah Soal
13 Butir
74
c. Ahli Media
Instrumen ini digunakan untuk memperoleh data berupa kualitas produk
ditinjau dari aspek audio visual, dan komunikasi visual. Aspek-aspek yang akan
diamati dikembangkan dalam bentuk istrumen dengan kisi-kisi pada tabel
berikut:
Tabel 3.3 kisi-kisi instrumen ahli media
No Aspek Media No Pertanyaan
1 Keefektifan dan Keefisienan 1 dan 2
2 Ketepatan memilih media 3
3 Reusabilitas 4
4 Sederhana 5 dan 6
5 Media gerak 7
6 Tata letak 8
7 Visual 9
8 Font 10
9 Komunikatif 11, 12, dan 13
10 Pemotongan dan kejernihan video 14
11 Suara 15
12 Kreatif 16
Jumlah soal 19 Butir
d. Ahli Materi
Instrumen ini digunakan untuk memperoleh data yang berupa kualitas produk
ditinjau dari materi pembelajaran. Aspek-aspek yang akan diamati akan
dikembangkan ke dalam bentuk instrumen dengan kisi-kisi sebagai berikut:
Sumber: Aspek dan Kreteria Penilaian (Wahono, 2006)
75
Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Ahli Materi
No Aspek Materi No
Pertanyaan
Aspek Kelayakan Isi
1 Kejelasan Tujuan 1
2 Kejelasan Kompetensi Dasar 2
3 Kesesuaian tujuan dan materi 3
Aspek Kelayakan Penyajian
4 Kejelasan penyajian materi 4
5 Petunjuk belajar 5
6 Kelengkapan materi 6
7 Kejelasan bahasa yang digunakan 7
8 Kejelasan informasi pada ilustrasi gambar 8
Aspek Penilaian
9 Kecakupan evaluasi 9
10 Kesesuaian evaluasi dengan tujuan 10
Jumlah Soal 10 Butir
Sumber: Standar penilaian buku pelajaran (Urip Purwono, 2008)
e. Angket Uji coba Kemenarikan
Angket ini digunakan untuk memperoleh data berupa kemenarikan produk
ditinjau dari aspek pelaksanaan pembelajaran setelah menggunakan bahan ajar
audio visual berbasis kontekstual pada mata pelajaran pendidikan agama
Buddha. Aspek-aspek yang akan diamati dan dikembangkan dalam bentuk
instrumen dengan kisi-kisi tabel berikut;
Tabel. 3.5 Kisi-kisi Instrumen Kemenarikan
NO Aspek yang dievaluasi Indikator Jumlah
butir
Nomor
pertanyaan
1
Kemenarikan bahan
ajar audio visual
berbasis kontekstual
pada mata pelajaran
pendidikan agama
Buddha
Kemenarikan
bahan ajar
audio visual
3 1, 2, 3
Kemudahan penggunaan
3 4, 5, 6
Manfaat
bahan ajar
audio visual
3 7, 8, 9
Jumlah 9
76
3.2.4 Skala Penskoran Kuesioner
Skala penskoran instrumen memberikan empat alternatif jawaban yaitu skor 4
(sangat baik), skor 3 (baik), skor 2 (cukup baik), skor 1 (kurang). Penskoran butir
tiap pernyataan dilakukan sesuai dengan pedoman penskoran yang dinyatakan
dalam tabel:
Tabel 3.6 Penskoran Kuesioner (Instrumen)
Alternatif Jawaban Skor untuk Pernyataan-
pernyataan Positif (+)
Sangat Baik 4
Baik 3
Cukup 2
Kurang 1
3.2.5 Test Formatif
Test formatif digunakan untuk memperoleh data hasil belajar peserta didik pada
ranah Psikomotorik. Test ini berupa soal mencocokkan gambar ditinjau dari
indikator soal pada pelaksanaan pembelajaran setelah menggunakan bahan ajar
audio visual berbasis kontekstual pada mata pelajaran pendidikan agama Buddha.
Aspek-aspek yang akan diamati dan dikembangkan dalam bentuk instrumen dengan
kisi-kisi tabel berikut:
Tabel 3.7 Kisi-kisi Soal
No Kompetensi Dasar Konten/
Materi Indikator Soal
Jumlah
Indikator
Soal
1
4.1 Menyajikan cara-cara
menghormat, salam,
dan simbol-simbol
agama Buddha
Anjali Keterampilan mempraktikkan
sikap Anjali dengan benar. 3
Namaskhara
Keterampilan mempraktikkan
sikap Namaskkhara dengan
benar.
6
Utthana Keterampilan mempraktikkan
sikap Uttana dengan benar. 3
77
3.3 Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari catatan lapangan dan dokumentasi, dengan menggunakan cara
mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke unit-unit, melakuakan
sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan
dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga dapat mudah dipahami oleh diri
sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2012: 335). Data yang diperoleh dari uji
coba lapangan terbatas dan uji lapangan utama dianalisa untuk menghitung
efektivitas produk yang dihasilkan. Selain itu hipotesis juga dianalisis melalui data
pretest dan posttest dari uji coba lapangan terbatas dan uji lapangan utama.
3.3.1 Teknik Analisa Data
3.3.1.1 Uji Efektivitas
Data kuantitatif diperoleh dengan melakukan tes untuk mengetahui kondisi awal
objek sebelum diberi perlakuan menggunakan produk dengan pre-test. Selanjutnya
post-test digunakan untuk mengetahui kondisi subjek setelah diberi perlakuan
dengan produk audio visual berbasis kontekstual. Desain pengujian menggunakan
one group pre-test post-test yang digambarkan sebagai berikut:
O1 X O2
Keterangan:
O1 : Nilai sebelum menggunakan bahan ajar audio visual berbasis kontekstual
O2 : Nilai sesudah menggunakan bahan ajar
X : Perlakuan
78
Rancangan pengujian akan dilakukan pada 5 siswa SD Tunas mekar Indonesia
Bandar Lampung. Data dari hasil uji coba pemakaian akan dijadikan sebagai bahan
pijakan dalam melakukan revisi produk 1 bahan ajar audio visual berbasis
kontekstual.
Pengujian lapangan utama dilakukan dengan cara menggunakan hasil revisi produk
1, produk tersebut kedalam kondisu nyata. Desain pengujian menggunakan one
group pre-test post-test yang digambarkan sebagai berikut:
O1 X O2
Keterangan:
O1 : Nilai sebelum menggunakan bahan ajar audio visual berbasis kontekstual
O2 : Nilai sesudah menggunakan bahan ajar
X : Perlakuan
Rancangan dilakuakn untuk siswa SD Tunas Mekar Indonesia Bandar Lampung
berjumlah 5 siswa. Data yang dihasilkan digunakan untk mengetahui hasil sebelum
menggunakan dan sesudah menggunakan bahan ajar. Analisis komparatif
digunakan untuk menghitung perbedaan sebelum menggunakan bahan ajar dan
sesudah menggunakan bahan ajar audio visual berbasis kontekstual (O2-O1)
3.3.1.2 Analisis Data Uji Coba
Analisis data yang diperoleh dari uji coba telah dihitung menggunakan analsis
kuantitatif sederhana. Adapun perhitungannya sebagai berikut:
( S pre-test ) – ( S post-test )
S maksimum – S pre-test
g =
79
Keterangan:
g : gain ternormalisasi
S Pre-Test : nilai posttest
S Post-test : nilai pretest
S maksimum : nilai maksimum (ideal) dari tes awal dan tes akhir
Hasil perhitungan diinterpretasikan dengan menggunakan indeks gain (g), menurut
klasifikasi Hake, ditunjukkan pada Tabel 3.8 berikut ini.
Tabel 3.8 Nilai Indeks Gain Ternormalisas
Indeks Gain Ternormalisasi Klasifikasi
(g) ≥ 0,70 Tinggi
0,30 ≤ (g) ≥ 0,70 Sedang
(g) < 0,30 Rendah
(Sumber: Niarti, 2017: 97).
Berdasarkan klasifikasi tersebut, dapat dijelaskan:
a. Apabila nilai gain ternormalisasi berada dalam klasifikasi tinggi, maka tingkat
efektivitasnya adalah sangat efektif.
b. Apabila nilai gain ternormalisasi berada dalam klasifikasi sedang, maka tingkat
efektivitasnya adalah efektif.
c. Apabila nilai gain ternormalisasi berada dalam klasifikasi rendah, maka tingkat
efektivitasnya adalah kurang efektif.
3.3.1.3 Teknik Analisa Data Kualitatif
Data kualitatif diperoleh berdasarkan berdasarkan angket untuk mengetahui daya
tarik produk. Data kualitatif berdasarkan sebaran instrumen materi cara-cara sikap
menghormat dalam agama Buddha dilihat dari aspek kemenarikan penggunaan
80
yang ditetapkan dengan indikator dengan rentang skor sangat positif sampai dengan
negatif. Kriteria daya tarik sebagai berikut:
Tabel. 3.9 Presentase dan Klasifikasi Kemenarikan
Tabel diadaptasi dari Elice dalam Hadi (2012: 69)
Diperoleh dengan rumus persamaan sebagai berikut;
Presentase =
3.3.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pengembangan bahan ajar audio visual berbasis
kontekstual dilakukan dengan observasi, wawancara terstruktur, angket dan
memberikan instrumen tes. Angket diberikan kepada 1) peserta didik untuk
memperoleh data analisis kebutuhan; 2) tim uji ahli materi, media dan desain untuk
mengevaluasi produk awal yang dikembangkan; dan 3) instrumen yang digunakan
untuk mendapatkan data mengenai kemenarikan produk, kesesuaian isi produk
serta peran bahan ajar audio visual berbasis kontekstual bagi peserta didik dalam
pembelajaran. Tes diberikan di awal (pre-test) dan di akhir (pos-test) proses
pembelajaran untuk mengetahui peningkatan hasil belajar peserta didik setelah
Presentase Klasifikasi Kemenarikan
90 % - 100 % Sangat menarik
70 % - 89 % Menarik
50 % - 69 % Cukup menarik
0 % - 49 % Kurang menarik
Skor yang diperoleh
Skor total
X 100 %
81
menggunakan bahan ajar audio visual berbasis kontekstual. Nilai pre-test dalam
penelitian ini diambil dari data yang diperoleh dari pre-test yang dilakukan sebelum
mempergunakan bahan ajar audio visual berbasis kontekstual pada awal
pembelajaran jurnal penyesuaian. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan
awal peserta didik terhadap materi sikap cara menghormat sesuai ajaran
Buddha.
3.3.3 Definisi Konseptual/Definisi Oprasional
3.3.3.1 Efektifitas Penggunaana Bahan ajar Audio Visual
1) Definisi Konseptual
Efektivitas pembelajaran dapat ditujukan dengan kemampuan peserta
didik mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan sekolah, perguruan
tinggi , atau pusat pelatihan sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Mimimal (KKM)
mata pelajaran. Tercapainya tujuan pembelajaran diperlukan untuk
mempersiapkan peserta didik dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
yang diinginkan. Berikut ini rubrik praktek keterampilan cara menghormat
yaitu Anjali, Namaskhara, dan Uttana.
Tabel 3.10 Rubrik praktek keterampilan sikap Anjali.
No Materi Indikator Soal Skor Nilai
1 2 3 4
1 Anjali
1. Peserta didik mampu merangkapkan kedua
telapak tangan.
2. Peserta didik mampu telapak tangan
membentuk kuncup bunga teratai.
3. Peserta didik mampu posisi rangkapan
kedua telapak tangan didepan dada.
Jumlah Skor Nilai
Total Skor Nilai =
Jumlah Skor Nilai
Total Skor Nilai Maksimal X 100
82
Tabel 3.11 Rubrik praktek keterampilan sikap Namaskhara
Tabel 3.12 Rubrik praktek keterampilan sikap Uttana.
No Materi Indikator Soal Skor Nilai
1 2 3 4
3 Uttana
1. Posisi badan berdiri
2. Tangan bersikap Anjali
3. Membungkukkan badan urang lebih 45o
Jumlah Skor Nilai
Total Skor Nilai =
No Materi Indikator Soal Skor Nilai
1 2 3 4
1 Namaskhara
1. Duduk bersimpuh untuk anak laki-laki
kaki diangkat atau menjinjit, dan anak
perempuan kaki sejajar.
2. Kedua tangan menyatu didepan dada
posisi seperti kuncup bunga teratai .
3. Membungkukkan badan dan kepala ke
lantai.
4. Ketika bersujud 5 titik (dahi, kedua
tangan, dan kedua kaki) harus menyentuh
lantai.
5. Ketika bersujud posisi pinggul tidak
terangkat.
6. Bersujud dilakukan tiga kali.
Jumlah Skor Nilai
Total Skor Nilai =
Jumlah Skor Nilai
Total Skor Nilai Maksimal
X 100
Jumlah Skor Nilai
Total Skor Nilai Maksimal
X 100
83
2) Definisi Oprasional
Efektivitas pembelajaran pada penelitian ini adalah perbedaan hasil belajar
peserta didik yang menggunakan audio visual berbasis kontekstual dan hasil
belajar peserta didik tanpa menggunakan audio visual berbasis kontekstual
3.3.3.2 Kemenarikan Penggunaana Bahan ajar Audio Visual
1) Definisi Konseptual
Kemenarikan atau daya tarik pembelajaran yaitu pembelajaran yang mampu
membuat peserta didik lebih mudah memahami dan mengingat pengetahuan
yang telah dipelajari melalui interaksi dengan lingkungan yang ada
disekitarnya. Dalam penelitian ini kemenarikan atau daya tarik produk bahan
ajar audio visual berbasis kontekstual dilihat dari kemenarikan tampilan,
penyajian gambar, suara, serta video cara-cara mempraktekkan sikap
menghormat yang sesuai dengan ajaran Buddha yaitu Anjali, Namaskhara, dan
Uttana sehingga peserta didik mendapatkan kemudahan penggunaan dan
cenderung ingin belajar terus.
2) Definisi Oprasional
Kualitas daya tarik pada aspek kemenarikan bahan ajar audio visual berbasis
kontekstual pada mata pelajaran pendidikan agama Buddha kelas 1 terhadap
rentang presentasinya sebagai berikut;
Sangat menarik = 90% - 100%
Menarik = 70% - 89%
Cukup menarik = 50% - 69%
Kurang menarik = 0% - 49%
V. KESIMPULAN
5.1 Simpulan
Bagian ini penulis akan menyampaikan simpulan mengenai penelitian dan
pembahasan pengembangan bahan ajar audio visual berbasis kontekstual yang
telah dilakukan. Adapun simpulan yang dapat dikemukakan adalah:
1. Potensi dan masalah pada penelitian pengembangan ini didasarkan atas hasil
analisis kebutuhan yang dilakukan oleh peneliti dengan tujuan untuk
mengidentifikasi masalah. Berdasarkan hasil observasi, peserta didik yang bisa
mempraktekkan sikap Namaskhara yang benar 20 %, peserta didik yang bisa
mempraktekkan sikap Anjali 40 %, dan peserta didik yang bisa mempraktekkan
sikap Uttana 40 %.
2. penelitian dan pengembangan bidang pendidikan yang menghasilkan produk
berupa video pembelajaran berbasis kontekstual, maka setelah rancangan desain
dinilai layak dibuat menjadi produk oleh para ahli dan praktisi layak, maka
selanjutnya rancangan tersebut dibuat menjadi produk. Pembuatan produk
menggunakan program Mov Avi dan Ulead. Peneliti langsung membuat produk
video pembelajaran materi mengenal cara menghormat sesuai validasi desain
yang telah di setujui oleh ahli Multimedia.
114
3. Proses pengembangan bahan ajar audio visual berbasis kontekstual pendidikan
agama Buddha melalui beberapa tahapan dan revisi. Tahapan dan revisi
dilakukan untuk dapat menghasilkan bentuk dan sajian bahan ajar audio visual
yang sesuai dan dapat dipergunakan dalam pembelajaran pendidikan agama
Buddha. Berdasarkan saran dan masukan dari ahli desain, ahli media, dan ahli
materi maka bahan ajar audio visual berbasis kontekstual pendidikan agama
Buddha teruji layak untuk digunakan dalam pembelajaran pendidikan agama
Buddha.
4. Berdasarkan uji lapangan awal, pengembangan bahan ajar audio visual berbasis
kontekstual efektif digunakan sebagai bahan belajar dengan analisis melalui
pre-test dan post-test menunjukan gain ternormalisasi >0,79 dengan kriteria
efektif. Efektifitas bahan ajar audio visual berbasis kontekstual dalam hal ini
diartikan pada seberapa besar pengaruh sebuah bahan ajar dalam membantu
peserta didik dalam mencapai tujuan belajarnya. Selain itu efektifitas juga
diukur berdasarkan peserta didik dalam mengikuti kegiatan belajarnya hingga
tercapai hasil belajar yang optimal. N-Gain pada uji coba kelompok besar
Anjali efektif karena 0,79 ≥ 0,70. Dengan demikian dapat disimpulkan
berdasarkan hasil perhitungan rata-rata N-Gain ternormalisasi praktek Anjali
0,79 dengan klasifikasi tinggi. N-Gain pada uji coba kelompok besar
Namaskhara efektif karena 0,75 ≥ 0,70. Dengan demikian dapat disimpulkan
berdasarkan hasil perhitungan rata-rata N-Gain ternormalisasi praktek
Namaskhara 0,75 dengan klasifikasi tinggi. N-Gain pada uji coba kelompok
besar Uttana efektif karena 0,84 ≥ 0,70. Dengan demikian dapat disimpulkan
115
berdasarkan hasil perhitungan rata-rata N-Gain ternormalisasi praktek
keterampilan Anjali, Namaskhara, dan Uttana adalah 0,84 dengan klasifikasi
tinggi. Penggunaan bahan ajar audio visual berbasis kontekstual pada mata
pelajaran pendidikan agama Buddha kelas 1 Sekolah Dasar Tunas Mekar
Indonesia Bandar Lampung terbukti efektif dengan kualifikasi tinggi. Distibusi
analisis data uji efektivitas.
5. Analisis uji kemenarikan pengembangan bahan ajar audio visual berbasis
kontekstual pendidikan agama Buddha menunjukan angka rata-rata sebesar 82
% dengan kriteria kemenarikan > 70 % dengan kategori menarik untuk dapat
dipergunakan sebagai bahan belajar pendidikan agama Buddha materi
mempraktekkan sikap menghormat yaitu Anjali, Namaskhara, dan Uttana.
Daya tarik produk diartikan sebagai besarnya ketertarikan peserta didik
dalam mempergunakan suatu bahan ajar dalam proses pembelajaran. Daya
tarik ditekankan baik dari segi tampilan produk, desain produk, isi materi,
maupun cara pengemasan media sehingga menimbulkan keinginan peserta
didik untuk mengikuti kegiatan belajar sampai mencapai hasil belajar yang
optimal
5.2 Implikasi
Implikasi penelitian yang berjudul pengembangan bahan ajar audio visual berbasis
kontekstual pendidikan agama Buddha untuk meningkatkan hasil belajar siswa SD
Tunas Mekar Indonesia Bandar Lampung adalah;
116
1. Bahan ajar audio visual berbasis kontekstual dapat meningkatkan pemahaman
konsep serta keterampilan dan pembentukan kemampuan belajar mandiri
peserta didik, dan juga menjadi bahan ajar yang dapat digunakan sebagai contoh
untuk mempraktekkan cara-cara menghormat dalam agama Buddha.
2. Produk bahan ajar audio visual berbasis kontekstual memberi sumbangan
sebagai bahan ajar untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
3. Produk bahan ajar audio visual berbasis kontekstual dapat memberikan manfaat
bagi peserta didik untu mengembangkan praktek-praktek sesuai dengan ajaran
Buddha.
5.3 Saran
Saran berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan adalah;
1. Bagi sekolah, sekolah memberikan dukungan dan fasilitas bagi pendidik lainnya
untuk ikut mengembangkan bahan ajar audio visual berbasis kontekstual pada
mata pelajaran lain yang diampu sehingga menumbuhkan kreatifitas bagi
pendidik.
2. Bagi pendidik di SD, dapat menggunakan bahan ajar audio visual berbasis
konekstual dalam proses pembelajaran pada KD 4.1 yang efektif dan menarik
sehingga mendapatkan hasil belajar peserta didik yang optimal.
3. Bagi peserta didik, cara belajar peserta didik menjadi lebih baik dan maksimal
dengan menggunakan bahan ajar audio visual berbasis kontekstual mata
117
pelajaran pendidikan agama Buddha sebagai bahan ajar yang efektif dan mampu
memberikan daya tarik.
4. Bagi peneliti lainnya dapat membuat bahan ajar audio visual berbasis
kontekstual dengan menggunakan video animasi supaya hasil bahan ajar
hasilnya lebih menarik dan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
A.M. Sardiman, 2005, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Amin Abdulah, A. Fatikul, 2016, Aplikasi Teori Gesalt dalam Mewujudkan
Pembelajaran Bermakna. Jurnal Edukasi. 2 (2). Pp. 117-124.
Aprianti Rika, Desnita, Esmar Budi, 2015, Pengembangan Modul Berbasis
Contextual Teaching And Learning (Ctl) Dilengkapi Dengan Media
Audio- Visual Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Peserta
Didik Sma. Presoding seminar Nasional Fisika. 4 (2). Pp. 137-142
Arsyad, Azhar. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Briggs, Leslie. J. 1997. Intructional Desaign Principle and Aplication. New York.
Mc. Graw-hill book company.
Brown, J. W., Lewis, R.B. dan Harcleroad, F.E. 1983. A-V Instruction: Materials
and Methods. New York: Mc Graw Hill Book Company, Inc.
Budiningsih, A. 2004. Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta: Rineka Cipta.
Darsono, Max. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang, IKIP Semarang Press.
Daryanto. 2013. Belajar dan Mengajar. Bandung. CV. Yrama Widya.
Degeng, N. S. 2001, Ilmu pembelajaran: Klasifikasi Variabel untuk Pengembangan
Teori dan Penelitian. Bandung, Kalam Hidup
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Pendidikan Undang-Undang tentang
Sistem Nasional, Bandung: Fokus Media.
Ekawatiningsih, Prihastuti. 2016. Pembelajaran Kontekstual Pada Mata Kuliah
Restoran Untuk Meningkatkan Kompetensi Mahasiswa Pendidikan
Teknik Boga. Jurnal Pendidikan Teknologi dan Kejuruan. 2 (1). Pp.
67-78.
119
Fauzi, I. 2016. The Application of Multimedia-Based Presentation in Improving
Student’ Speacking Skill. Journal ELT Research. 1 (1) Pp 104-112
Fujianto Ahmad, Asep Kurnia Jayadinata, Dadang Kurnia, 2016, Penggunaan
Media Audio Visual untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada
Materi Hubungan antar Makhluk Hidup. Jurnal Pena Ilmiah. 1 (1).
Pp. 841-850
Gusti Ayu Eka Kharismayani, Lulup Endah Tripalupi, I Nyoman Sujana, 2017,
Implementasi Pembelajaran Kontekstual Berbantuan Media Audio
Visual Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran Ips
(Ekonomi) Kelas Ix H Smp Negeri 2 Blahbatuh Tahun Ajaran
2017/2018, Ejournal Jurusan Pendidikan Ekonomi. 10 (2). Pp. –
Hadi, Sutrisno. 2002. Statistik. Yogyakarta: Andioffset.
Hakim, Thursan.2005. Belajar Secara Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
Hamzah B. Uno, 2011. Teori Motivasi dan Pengukurannya, Jakarta: Bumi Aksara.
Heinich, Alzen. 2010. The Practice of English Language Teaching (1st Edition).
New York: Longman Inc.
Helena. I.R. Agustien. 2014. Landasan Filodofis Teoritis Pendidikan bahasa
Inggris. Jakarta. Dirjend Dikdasme. Depdiknas.
Herpratiwi. 2009. Teori Belajar dan Pembelajaran. Universitas Lampung:
Lampung.
I Putu Adhi Wibawa, I Ketut Dibia, 2018, Penerapan Pembelajaran Kontekstual
Dengan Tutor Sebaya Berbantuan Media Audiovisual Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Pkn. Jurnal Ilmiah Pendidikan Profesi
Guru. 1 (1). Pp. 49-58
Insyasiska dewi, Siti Zubaidah, dan Jerawati Susilo. 2015. Pengaruh Project Based
Learning Terhadap Motivasi Belajar, Kreatif, Kemampuan berfikir,
dan Kemampuan Kognitif Siswa pembelajaran Biologi. Jurnal
Pendidikan Biologi. 7 (1) Pp. 9-21.
Johnson, E. B. 2002. Contextual teaching and learning, what it is and why it’s
here to stay. California: Corwin Press, Inc.
Kadek Ni Dwi Agustini, I Gusti Ngurah Japa, 2018, Penerapan Model
Pembelajaran Berbantuan Media Audio Visual Untuk
Meningkatkan Hasil belajar IPS. Jurnal Ilmiah Pendidikan Profesi
Guru. 1 (1). Pp. 94-103
120
Komalasari, Kokom. 2015. Model Pembelajaran Kontekstual. Bandung: Refika
aditama.
Lasmana, H. C. dan Rizal, R. I. 2016. Pelaksanaan Aplikasi Android “ SHOLAT
YUK” Sebagai Media pembelajaran Sholat Anak-Anak. Jurnal
Teknologi dan Sistem Komputer. 4 (4). Pp 502- 509.
Lestari. Ika, 2013, Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Kompetensi Dengan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Padang: Akademia.
Mukti, Krisnanda Wijaya. 2006, Wacana Buddha Dhamma. Jakarta: Yayasan
Dhammadipa Arama.
Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komukasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Muslim Machub Sulthony, Muhammad (2016). Pengembangan Multimedia
Pembelajaran Interaktif Budaya Indonesia untuk Siswa SD Negeri
Giwangan Yogyakarta. 20 (5). Pp. 1934 – 1944.
Mustoip sofyan, Dadang kurnia, Dwija Iswara Prana, 2016, Penerapan Model
Pembelajaran Berbantuan Audio Visual Kenampakan Alam (Asal
Kelam) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi
Kenampakan Alam di Indonesia. 1 (1). Pp. 561-570
National Education Association. 1969. Audiovisual Instruction Department, New
Media and College Teaching. Washington, D.C. : NEA.
Niarti, N. 2017. Tesis. Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Multimedia Interaktif
Pada Materi Menyimak Untuk Peserta didik Kelas VI Sekolah
Dasar, Universitas Lampung. Bandar Lampung (dipublikasikan).
Oemar Hamalik, 2008. Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Palupi, Nelda Azhar, Almasri, 2018, Pengaruh Penggunaan Model Contextual
Teaching and Learning Terhadap Hasil Belajar Listrik Elektronika
Siswa Kelas X Teknik Audio Video (TAV) SMK Negeri 5 Padang,
Jurnal VokasionalTeknik Elektronika dan Informatika. 6 (1). Pp.
105-113
Philips, R. 2013. The developer’s handbook to interactive multimedia (A practical
guide for educational applications. New York.: Routledge.
Pranita, T. 2010. Teori Belajar Konstruktivisme. http://edukasi.kompasiana.com.
Prastowo, Andi. 2016. Metode penelitian dan pengembangan di sekolah.
Yogyakarta: Media Akademi Yogyakarta.
121
Purwono Joni,Sri Yutmini,Sri Anitah, 2014, Penggunaan Media Audio Visual
Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Di Sekolah
Menengah Pertama Negeri1 Pacitan. 2 (2). Pp. 127-144
Purwono, J. dan Yutmini, S. 2014. Penggunaan Media Audio Visual Pada Mata
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Di Sekolah Menengah Pertama
Negeri 1 Pacitan. Jurnal Teknologi Pendidikan dan Pembelajaran.
2 (2). Pp 127-144.
Putu Dewa Ramendra, Ni Made Ratminingsih, 2017, Pemanfaatan Audio Visual
AIDS (AVA) dalam Proses Belajar Mengajar Mata Pelajaran
Bahasa Inggris di Sekolah Dasar, Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pendidikan. 1 (2). Pp. 78-95
Qiong, J. 2012. A Brief on the Implication of Construktivism Teaching Theory on
Classroom Teaching Reform in Basic Education. International
Education. 3 (2). Pp 197-199.
Sadiman. 2004. Media Pendidikan dalam Pengembangan. Jakarta: Raja Grafindo
Pradasada.
Sagala, S. 2008. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV Alfabeta.
Sardiman A.M, 2007, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta, Raja
Grafindo.
Saud, Udin. 2009. Pengembangan Profesi Guru, Bandung. Alfabeta.
Schramm, Wilbur. 1977. How Communication Works, dalam The Process and
Effects of Communication, ed. Wilbur Schramm. Urbana: University
of Illiois Press.
Setyosari, Punaji. 2010. Media Pembelajatan. Malang. Elang mas.
Sidi Jatmiko, Mukminah, 2016, Penggunaan Media Audiovisual untuk
Meningkatkan Hasil Belajar IPS di SMP. Jurnal Ilmu-ilmu Sosial.
15 (1). Pp. 52-72
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Sudjana, Nana. 2014. Penilaian hasil proses belajar mengajar. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian dan Pengembangan (Research and
Development/ R & D). Bandung: CV. Alfabeta.
122
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian dan Pengembangan (Research and
Development/ R & D). Bandun: CV. Alfabeta.
Sulistiyono. 2010. Implementasi Pendidikan Kontekstual dalam Pembelajaran
Sastra anak di Sekolah Dasar. Journal Kependidikan Iteraktiv.5 (5)
Pp. 33-43.
Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Media.
Swanburg, C Russel. 2000. Pengantar Kepemimpinan dan Keperawatan. Jakarta:
EGC.
Thorndike. 2009. Echancing Thinking. Singapura : Thomson Learning Devision.
Urip. Purwono. 2008. Standart penilaian buku pelajaran.
http//www.telaga.cs.ui.ac.id (diakses tanggal 4 februari 2019).
Wahyuni Hati, 2018, Peningkatan Hasil Belajar Ips Melalui Model Pembelajaran
Kontekstual Dengan Media Audio Visual. Media Didaktika. 4 (2).
Pp. 179-186
Widyastuti Sri Harti dan Nurhidayati, 2010. Pengembangan Media Pembelajaran
Bahasa Jawa. Universitas Negeri Yogyakarta, Program Study
Bahasa Jawa.