Sejarah Agama Buddha

30
SEJARAH AGAMA BUDDHA Masa Kehidupan Sang Buddha Agama Buddha berasal dari India bagian utara diajarkan oleh Buddha Sakyamuni. Beliau juga dikenal dengan sebutan Buddha Gautama, Bhagava, Tathagata, Sugata, dan sebagainya. Pada masa kecil, Beliau adalah seorang pangeran, bernama Siddharta. Pangeran Siddharta dilahirkan dalam sebuah keluarga kerajaan. Ayahnya adalah seorang raja yang memerintah di kota Kapilavasthu. Pangeran Siddharta dilahirkan pada tahun 623 sebelum Masehi, jadi sekitar 2600 tahun yang lalu di Taman Lumbini, saat Ratu Maha Maya berdiri memegang dahan pohon sal. Pada saat ia lahir, dua arus kecil jatuh dari langit, yang satu dingin sedangkan yang lainnya hangat. Arus tersebut membasuh tubuh Siddhartha. Siddhartha lahir dalam keadaan bersih tanpa noda, berdiri tegak dan langsung dapat melangkah ke arah utara, berpijak bunga teratai. Oleh para pertapa di bawah pimpinan Asita Kaladewala diramalkan bahwa Pangeran Siddharta kelak akan menjadi Maharaja Diraja atau akan menjadi seorang Buddha. Mendengar ramalan tersebut Sri Baginda menjadi cemas, karena apabila Sang Pangeran menjadi Buddha, tidak ada yang akan mewarisi tahta kerajaannya. Oleh pertanyaan Sang Raja, para pertapa itu menjelaskan agar Sang Pangeran jangan sampai 1

description

sejarah agama budha

Transcript of Sejarah Agama Buddha

Page 1: Sejarah Agama Buddha

SEJARAH AGAMA BUDDHA

Masa Kehidupan Sang Buddha

Agama Buddha berasal dari India bagian

utara diajarkan oleh Buddha Sakyamuni. Beliau

juga dikenal dengan sebutan Buddha Gautama,

Bhagava, Tathagata, Sugata, dan sebagainya.

Pada masa kecil, Beliau adalah seorang

pangeran, bernama Siddharta. Pangeran

Siddharta dilahirkan dalam sebuah keluarga

kerajaan. Ayahnya adalah seorang raja yang

memerintah di kota Kapilavasthu. Pangeran

Siddharta dilahirkan pada tahun 623 sebelum

Masehi, jadi sekitar 2600 tahun yang lalu di

Taman Lumbini, saat Ratu Maha Maya berdiri memegang dahan pohon sal. Pada saat ia lahir,

dua arus kecil jatuh dari langit, yang satu dingin sedangkan yang lainnya hangat. Arus

tersebut membasuh tubuh Siddhartha. Siddhartha lahir dalam keadaan bersih tanpa noda,

berdiri tegak dan langsung dapat melangkah ke arah utara, berpijak bunga teratai. Oleh para

pertapa di bawah pimpinan Asita Kaladewala diramalkan bahwa Pangeran Siddharta kelak

akan menjadi Maharaja Diraja atau akan menjadi seorang Buddha. Mendengar ramalan

tersebut Sri Baginda menjadi cemas, karena apabila Sang Pangeran menjadi Buddha, tidak

ada yang akan mewarisi tahta kerajaannya. Oleh pertanyaan Sang Raja, para pertapa itu

menjelaskan agar Sang Pangeran jangan sampai melihat empat macam peristiwa, atau ia akan

menjadi pertapa dan menjadi Buddha.

Kata-kata pertapa Asita membuat Baginda tidak tenang siang dan malam, karena

khawatir kalau putra tunggalnya akan meninggalkan istana dan menjadi pertapa, mengembara

tanpa tempat tinggal. Untuk itu Baginda memilih banyak pelayan untuk merawat Pangeran

Siddharta, agar putra tunggalnya menikmati hidup keduniawian. Segala bentuk penderitaan

berusaha disingkirkan dari kehidupan Pangeran Siddharta, seperti sakit, umur tua, dan

kematian. Sehingga Pangeran hanya mengetahui kenikmatan duniawi.

Dalam usia 16 tahun Pangeran Siddharta bertemu pertama kali dengan puteri Yasodara

dalam sebuah pesta yang diselenggarakan oleh Baginda untuk pangeran Yasodara,disanalah

Pangeran Siddharta bertemu dan langsung tertarik oleh puteri Yasodara kemudian Pangeran

1

Page 2: Sejarah Agama Buddha

Siddharta menikah dengan Putri Yasodhara yang dipersuntingnya setelah memenangkan

berbagai sayembara.

Suatu hari Pangeran Siddharta meminta ijin untuk berjalan di luar istana, dimana pada

kesempatan yang berbeda dilihatnya “Empat Kondisi” yang sangat berarti. Kejadian di luar

istana yang belum pernah ditemuinya selama hidup di dalam istana: orang tua renta yang

berjalan tergopoh-gopoh dengan bantuan sebuah tongkat, orang sakit parah yang sedang

merintih kesakitan dalam pembaringan, orang mati yang diusung menuju tempat kremasi, dan

seorang pertapa suci yang sedang bermeditasi dengan heningnya; keempat kejadian yang

dijumpainya ini pada kesempatan berbeda, telah membuat dirinya merenung dan terus

merenung akan hidup ini: Mengapa harus ada usia tua? Mengapa harus ada masa sakit?

Mengapa harus ada kematian? Mengapa harus ada penderitaan? Apa arti hidup ini? Dapatkah

manusia terbebas dari usia tua, sakit dan mati?

Demikianlah batinnya diliputi dengan segala pergolakan yang akhirnya puncak

pergolakan pada usia 29 tahun, tepat pada saat putra tunggalnya Rahula lahir, di mana Beliau

memutuskan untuk menjalani kehidupan suci, seperti halnya kejadian keempat yang telah

dilihatnya: seorang pertapa suci yang sedang tenang bermeditasi. Beliau memutuskan untuk

mengikuti jejaknya dalam menemukan jawaban atas semua hal yang menyebabkan

penderitaan manusia. Beliau bertekad untuk menemukan obat penderitaan yang dapat

membebaskan manusia dari penderitaan karena usia tua, sakit dan mati. Masa ini disebut

sebagai Masa Pelepasan Agung.

Dalam meditasi, Beliau berhasil menemukan adanya suatu bentuk kebahagiaan yang

melebihi kebahagiaan duniawi. Kebahagiaan dalam meditasi ini adalah kebahagiaan spiritual.

Kebahagiaan spiritual berbentuk lebih halus. Tetapi, Beliau menyadari bahwa kebahagiaan ini

belumlah sempurna, masih bersifat sementara.

Akhirnya, Beliau mencoba menemukan sendiri Jalan Pembebasan tersebut, yang

membebaskan manusia dari penderitaan. Beliau mulai mempraktekkan pertapaan dengan

menyiksa diri yaitu dengan cara bertapa tanpa makan dan minum sedikit pun. Setelah

bertahun-tahun bertapa menyiksa diri membuat tubuh Beliau kurus kering. Hampir saja

2

Page 3: Sejarah Agama Buddha

Beliau mati karena tubuhnya yang tinggal kulit pembalut tulang. Namun, Jalan Pembebasan

tidak juga diperolehnya. Jawaban atas semua penderitaan tetap tidak didapatkannya.

Hingga pada suatu saat, Beliau disadari oleh serombongan pemain kecapi yang sedang

lewat sambil berbincang-bincang menasehati yang lain: "Jika tali senar ini dikencangkan,

suaranya akan semakin tinggi. Jika terus dikencangkan, senarnya akan putus dan lenyaplah

suaranya. Jika tali senar ini dikendorkan, suaranya akan melemah. Jika terus dikendorkan,

lenyaplah suaranya."

Kata-kata ini ternyata telah menyadari Pertapa Gautama bahwa di dalam tubuh yang

lemah karena menyiksa diri, tidak akan ditemukan pikiran yang jernih.Pertapa Gautama

akhirnya memutuskan untuk bangkit dari meditasinya. Beliau ingin mengakhiri cara bertapa

menyiksa diri dan bergegas untuk mandi membersihkan tubuhnya. Namun, begitu Beliau

bangkit, tubuhnya yang sedemikian lemahnya tak kuat menopang dirinya, yang membuatnya

segera terjatuh pingsan.

Saat itu, seorang pemuda gembala bernama Nanda sedang lewat dan segera

menolongnya.. Ketika Beliau sadar dari pingsannya,Nanda memberikan semangkuk air tajin

dan Beliau segera mencicipi air tajin tersebut, dan akhirnya secara perlahan kesehatannya

pulih kembali.

Pertapa Gautama pun akhirnya meninggalkan kehidupan menyiksa diri. Beliau telah

membuktikan bahwa kehidupan menyiksa diri tidak akan membawa seseorang kepada

kebahagiaan abadi, Jalan Pembebasan, Pencerahan Sempurna.Setelah itu Pangeran Siddharta

menggunakan metode lain untuk mendapatkan Pencerahan Sempurna dengan cara tetap

bertapa dan tetap dengan makan dan minum

Beliau kemudian memutuskan untuk bermeditasi di bawah pohon Bodhi sambil

mengumandangkan kebulatan tekadnya dengan berprasetya: "Meskipun darahku mengering,

dagingku membusuk, tulang belulangku jatuh berserakan, tetapi Aku tidak akan

meninggalkan tempat ini sampai Aku mencapai Pencerahan Sempurna."

3

Page 4: Sejarah Agama Buddha

Dikisahkan bahwa di dalam meditasinya, pertapa Gautama dihantui perasaan-perasaan

bimbang dan ragu. Pikiran-pikiran seperti keinginan nafsu, keinginan jahat, ketakutan,

keragu-raguan dan kemalasan mencoba menggagalkan usahanya dalam meraih Pengetahuan

mengenai Pembebasan. Hampir saja Beliau dikalahkan oleh Mara, penggoda yang dahsyat

itu.Dewa Mara mengirim keempat puterinya yang terkenal dengan kecantikkannya untuk

menggoda Pangeran Siddharta,selama ini belum ada laki-laki yang tidak takluk dibawah

kecantikan keempat puteri Dewa Mara. NamunPangeran Siddharta tidak terpengaruh sedikit

pun dan tetap meneruskan pertapaanya dan dengan keteguhan hati Beliau yang membaja,

akhirnya membuat-Nya berhasil menaklukkan godaan dari Sang Mara.

Pertapa Gotama telah mencapai Pencerahan Sempurna. Beliau telah menjadi Buddha.

Peristiwa penting ini terjadi pada saat malam terang purnama di bulan Waisak ketika Beliau

berusia 35 tahun. Pada saat mencapai Pencerahan Sempurna, dari tubuh Sang Siddharta

memancar enam sinar Buddha (Buddharasmi) dengan warna birukuning mengandung arti

kebijaksanaan dan pengetahuan; merah yang berarti kasih sayang dan belas kasih; putihjingga

berarti giat; dan campuran kelima sinar tersebut. yang berarti bhakti; mengandung arti suci.

Beliau telah menyadari tentang asal mula penderitaan dan jalan untuk melenyapkannya.

Dhamma inilah yang akan diajarkan-Nya kepada seluruh umat manusia agar kita semua dapat

mengetahui hakekat sesungguhnya dari kehidupan ini dan berusaha untuk melenyapkan

penderitaan sehingga kebahagiaan tertinggi dapat kita raih.

Selama 45 tahun Sang Buddha mengajarkan dhamma kepada umat manusia. Melalui

pengalamannya sendiri, dengan usaha dan perjuangan Beliau sendiri, dhamma telah

ditemukannya, dan telah diajarkannya pada kita semua.

4

Page 5: Sejarah Agama Buddha

Perkembangan Agama Buddha

Sang Buddha pertama kali

mengajarkan dhamma kepada lima orang

pertapa di taman rusa Isipatana, Sarnath.

Beliau membimbing mereka menuju

Arahat. Arahat adalah gelar bagi mereka

yang telah melatih diri dan berhasil

mencapai tingkat kesucian tertinggi yang

dapat dicapai manusia. Seorang Arahat

telah terbebas dari kekotoran batin

duniawi. Mereka telah bersih dari

keserakahan, keinginan yang disebabkan keakuan, kebencian, dan ketidaktahuan akan Jalan

Pembebasan.

Dengan sifat-sifat tanpa cela yang dimilikinya, seorang Arahat adalah pelestari

dhamma terbaik untuk meneruskan dhamma Sang Buddha di kemudian hari.

Setelah Sang Buddha Parinibbana (wafat), para Arahat kemudian berkumpul untuk

menghimpun ajaran-ajaran Beliau yang telah disampaikan kepada banyak orang yang

berbeda, di waktu dan tempat yang berlainan. Akhirnya, terhimpunlah Kitab Suci Agama

Buddha.

Kitab suci berbahasa Pali dinamakan Tipitaka sedangkan kitab suci berbahasa

Sansekerta dinamakan Tripitaka. Tipitaka atau Tripitaka berarti tiga keranjang. Nama ini

digunakan karena kitab-kitab suci yang tersusun berhasil terkumpul sebanyak tiga keranjang.

Winayapittaka : Berisi peraturan-peraturan danhukum yang harus dijalankan

oleh umat Buddha.

Sutrantapittaka : Berisi wejangan-wejangan atauajaran dari sang Buddha.

Abhidarmapittaka : Berisi penjelasan tentangsoal-soal keagamaan.

Secara kuantitas, kitab suci agama Buddha adalah kitab suci yang paling tebal di

antara semua kitab suci yang ada di dunia. Secara keseluruhan, ajaran-ajaran Sang Buddha

dan para siswa-Nya yang telah Arahat, jika telah dibukukan diperkirakan memiliki ketebalan

berkisar antara puluhan hingga puluhan ribu kali lipat lebih tebal dari Kitab Injil yang telah

dikenal umum.

Ajaran Sang Buddha yang sedemikian luasnya menyebabkan tumbuhnya banyak

tradisi dan aliran dalam agama Buddha. Mereka mencoba menemukan suatu cara praktis yang

5

Page 6: Sejarah Agama Buddha

mudah untuk mempraktekkan ajaran Sang Buddha yang sangat luas itu dengan penekanan

pada sutra-sutra tertentu dalam bagian Kitab Suci Agama Buddha.

Agama Buddha dipraktekkan meluas di India setelah Sang Buddha Parinibbana.

Tradisi Buddhis pun terbentuk di wilayah yang sekarang bernama Pakistan dan Afghanistan,

dan mengakar di Asia Tengah pada awal Masehi. Invansi Islam di kemudian hari melemahkan

agama ini pada sub-benua India dan Asia Tengah.

Dari India, agama Buddha menyebar ke SriLanka. Dari India dan SriLanka, agama

Buddha menyebar ke Asia Tenggara dan sekarang berakar kuat di Thailand dan Myanmar.

Pemerintahan komunis di beberapa negara Asia telah menekan perkembangan agama Buddha.

Namun, sejak abad modern, intelektual Barat mulai tertarik dengan agama Buddha. Banyak

vihara Buddhis, pusat-pusat Dharma, dan berbagai tempat pelatihan meditasi telah dibangun

di negara-negara Barat.

Dari Asia Tengah, agama Buddha pertama kali masuk ke China, kemudian agama

Buddha dibawa dari India. Banyak peziarah China membawa kekayaan naskah agama

Buddha dari India ke China. Dalam masyarakat China, agama Buddha mengalami akulturasi

dengan kebudayaan masyarakat setempat.

Dari China, agama Buddha menyebar ke Vietnam dan Korea. Dari Korea, agama

Buddha mencapai Jepang. Dari Jepang, agama Buddha menyebar ke negara-negara Barat.

Agama Buddha pertama kali diperkenalkan ke Tibet dari Nepal (India Utara) dan China. Dari

Tibet, agama Buddha menyebar ke Mongolia dan Manchuria. Sejak China Komunis

mencaplok Tibet, ribuan rakyat Tibet terpaksa melarikan diri ke pengasingan di India dan

Nepal, dan telah membangun kembali vihara-vihara di India. Banyak pemimpin spiritual di

Tibet pergi ke negara-negara Barat dan Asia, yang menyebabkan pusat-pusat Dharma

bermunculan.

Akulturasi agama Buddha dengan kebudayaan setempat di mana agama Buddha

tumbuh tidak mungkin dapat dihindari. Agama Buddha mengambil bentuk luar dari

kebudayaan setempat yang ada dan menyesuaikannya dengan ajaran agama Buddha.

Agama Buddha berasal dari India. Kebudayaan India sangat mempengaruhi bentuk

luar agama Buddha. Kemudian, agama Buddha berkembang di Tibet dan China. Agama

Buddha pun mengalami akulturasi dengan kebudayaan setempat di Tibet dan China.

Terkadang perpaduan antara agama Buddha dengan kebudayaan setempat

menyebabkan batas yang kurang jelas antara praktek agama Buddha dengan praktek bukan

agama Buddha. Sebagai contoh, perpaduan antara agama Buddha dengan kebudayaan China.

Sebelum perkembangan agama Buddha di China, masyarakat China sangat

dipengaruhi ajaran filsafat dari Khonghucu dan kepercayaan Taoisme, yang keduanya

6

Page 7: Sejarah Agama Buddha

merupakan kebudayaan asli setempat. Khonghucu sangat menekankan tata cara

persembahyangan dan mengutamakan ajaran bakti. Dalam perkembangannya, agama Buddha

menyesuaikan dengan menitikberatkan Sutra Bakti, sebagai pelengkap nilai-nilai budaya

China. Segala tata cara dan upacara formal juga sangat ditekankan pada vihara-vihara

Buddhis.

Pada abad modern ini, agama Buddha mulai berkembang di negara-negara Barat.

Banyak cendekiawan Barat yang tertarik dan berminat untuk mempelajari agama Buddha.

Mereka, setelah belajar agama Buddha, menyatakan bahwa di dalam agama Buddha, mereka

menemukan sesuatu yang logis dan ajaran bermanfaat sebagai pedoman bagi kehidupan

mereka. Ternyata agama Buddha memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan cendekiawan

Barat. Umat Buddha juga boleh berbangga hati dengan semakin diterimanya agama Buddha

di negara-negara Barat seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan sebagainya. Banyak pula

ilmuwan Barat menyatakan bahwa prinsip-prinsip dasar agama Buddha tidak bertentangan

bahkan sejalan dengan prinsip-prinsip ilmiah Sains modern. Dengan demikian, perkembangan

dan kemajuan Buddhadharma di berbagai wilayah di belahan dunia di masa mendatang

dapatlah diharapkan.

Pecahnya Agama Buddha

Semenjak Sang Buddha parinibbana (wafat) terdapat beberapa usaha untuk

melestarikan ajaran Buddha. Diprakarsai oleh Maha Kassapa terbentuklah Sanghayana I yang

berusaha melestarikan ajaran Buddha dengan mengulang kembali ajaran-ajaran Buddha

melalui bhikkhu Ananda dan Bhikkhu Upali yang mengulang Dhamma dan Vinaya.

Demikian seterusnya guna melestarikan Dhamma dan Vinaya dilakukan Sanghayana-

Sanghayana yang lain. Pada Sanghayana ke dua terdapat permasalahan dimana bhikkhu-

bhikkhu dari suku Vajji mengajukan 10 point peraturan yang berbeda sekali dengan yang telah

ada. Hal ini terus berlanjut menjadi konflik yang akhirnya menimbulkan munculnya gerakan

baru yaitu Mahayana sedang yang konservatif disebut hinayana. Tetapi ada yang mengatakan

setelah terjadinya perdebatan itu masalah selesai dan masing-masing pihak menerimanya.

Tidak terjadi sanghayana lain yang dilakukan oleh kelompok kontra konservatif.

Terlepas dari semua histori kemunculan dua aliran besar yaitu hinayana dan Mahayana

pada kenyataanya sekarang terdapat dua aliran besar yaitu Theravada dan Mahayana. Kedua

aliran itu telah berkembang masing-masing dengan segala atributnya masing-masing.

Keduanya telah memperkaya kompleksitas Buddhisme. Kedua aliran ini mempunyai

persamaan karena berasal atau bersumber pada hal yang sama yaitu Buddha. Perlu dicatat

bahwa tidak ada perbedaan mendasar di antara ajaran Mahayana dan Theravada. Hal ini bisa

dicermati dari ajaran yang sama persis mengenai:

7

Page 8: Sejarah Agama Buddha

Diakuinya Buddha Sakyamuni sebagai Guru

Empat Kesunyataan Mulia

Delapan Jalan Tengah

Buddha Mahayana

Mahayana terdiri dari dua kata yakni maha (besar) dan yana (kendaraan), jadi secara

etimologis berarti kendaraan besar. Ide maha merujuk pada tujuan religius seorang buddhis

yaitu menjadi Bodhisatva Samasamboddhi (Buddha sempurna). Mahayana sifatnya lebih

fleksibel sehingga ajarannya juga sesuai dengan kebudayaan di mana Mahayana berkembang.

Bagi pengikut Mahayana diyakini, bahwa setiap umat Buddha hanya dapat mencapai

Nirwana kalau mendapat bantuan orang suci yang telah mendahului mereka dan lelah

menempati kedudukan baik di Nirwana tersebut.

Menurut Buddha Gautama, kenikmatan Kesadaran Nirwana yang dicapainya di bawah

pohon Bodhi tersedia kepada semua makhluk apabila mereka dilahirkan sebagai manusia.

Menekankan konsep ini, aliran Buddha Mahayana khususnya merujuk pada banyak Buddha

dan bodhisattva.

Mahayana berkembang dan menyebar ke arah timur. Dari India ke Asia Tenggara, lalu

ke Asia Tengah, Tiongkok, Korea, dan akhirnya Jepang.

Buddha Hinayana/Threvada

Kata Hinayana bukanlah berasal dari bahasa Tibet, China, Inggris ataupun Bantu,

tetapi berasal dari bahasa Pali dan Sansekerta. Hinayana terdiri dari hina (kecil) dan yana

sering disebut sebagai kendaraan kecil karena bertujuan menjadi arahat maupun

paccekabuddha yang dianggap lebih rendah (inferior). Istilah Hinayana sendiri sebenarnya

merupakan istilah yang diberikan oleh kaum Mahayana. Hinayana bersifat ortodoks,

konservatif pada ajaran yang telah ada sehingga tampak kaku.

8

Page 9: Sejarah Agama Buddha

Tradisi yang berkembang selama berabad-abad telah mengubah praktek sempit aliran

Hinayana yang pada awalnya hanya ditujukan untuk bikhu. Hinayana menjadi aliran yang

besar dengan dikenal oleh masyarakat. Para bikhuni terus menekuni ajaran guna mencapai

tingkat arhat. Namun metode baru berkembang untuk umat awam dalam mempraktikkan

ajaran agama Buddha, meskipun mereka tinggal bersama keluarga, memiliki harta, dan

mengejar karir.

Aliran Hinayana mengajarkan kepada pengikutnya untuk hidup sesuai ajaran, puas

dengan apa yang diperoleh, dan hidup bahagia dengan janji bahwa mereka akan terlahir

kembali di alam yang menyenangkan dalam kehidupan selanjutnya.

Perbedaan Buddha Hinayana dan Mahayana

Mahayana menganggap Buddha Gotama adalah guru yang merupakan manifestasi dari

proyeksi yang absolut, sedangkan dalam Theravada/Hinayana beliau dianggap sebagai

manusia normal yang mempunyai kekuatan lebih. Mahayana memandang Buddha

adalah transenden, mutlak, dan dipuja sangat tinggi dalam Hinayana Buddha dipuja

layaknya seorang guru yang membimbing ke kesucian tidak dilebih-lebihkan.

Hinayan percaya nibbana hanya dapat dicapai oleh usaha sendiri. Mahayana percaya

bahwa nibbana dapat tercapai melalui bantuan orang luar.

Menurut Hinayana Nibbana adalah tujuan tertinggi dari seseorang sedangkan

Mahayana memandang kehidupan sebagai Bodhisatva adalah tujuan yang yang harus

dilalui sebelum mencapai Kebuddhaan.

Dalam hal bodhisatva Mahayana mengakui bahwa Bodhisatva telah mencapai

penerangan sempurna seperti Avalokitesvara Bodhisatva, dalam Hinayana Bodhisatva

adalah mahkluk calon Buddha yang masih menyempurnakan paramita untuk meraih

penerangan sempurna.

Agama Buddha di Indonesia

Pada awal era masehi, orang-orang di berbagai belahan Asia Tenggara datang untuk

mengetahui ajaran Buddha sebagai hasil dari meningkatnya hubungan dengan para pedagang

India yang datang ke wilayah tersebut untuk berdagang. Pedagang ini tidak hanya berdagang

di Asia Tenggara, tetapi juga membawa agama mereka dan budaya dengan mereka. Di bawah

pengaruh mereka, orang-orang setempat mulai mengenal agama Buddha, tapi tetap

mempertahankan keyakinan lama dan adat istiadat mereka. Sejak masuk di Semenanjung

Indocina (sekarang bagian Asia Tenggara), Buddhisme mulai masuk di Birma, Siam (sekarang

Thailand), Vietnam, Semenanjung Malaya (sekarang Malaysia Barat), dan kepulauan

nusantara (sekarang Indonesia).

1. Ditemukan Prasasti dan Ruphang Buddha (Abad ke-4)

9

Page 10: Sejarah Agama Buddha

Sebuah Prasasti berasal dari abad ke-4 dekat bukit meriam di kedah, sebuah

lempengan batu berwarna ditemukan di satu puing rumah bata yang diperkirakan

mungkin merupakan kamar Bhiksu Buddha. Lempengan batu itu berisi 2 syair

Buddhist dalam Bahasa Sanskerta ditulis dengan huruf abjad Pallawa tertua. Bukti-

bukti tertua dikatakan sekitar tahun 400 M., di Kalimantan Timur, di lembah-lembah

Sungai Kapuas Mahakam dan Rata, terdapat tanda-tanda lain dari pengaruh India

terlihat dalam bentuk patung Buddha dalam gaya Gupta.

Sebelum abad ke-5, di Kedah Sulawesi, Jawa Timur dan Palembang, patung-

patung Buddha gaya Amaravati ditemukan. Selain itu, sebuah kerajaan bernama Kan-

to-li juga disebut oleh orang-orang tionghoa. Tahun 502 seorang Raja Buddha telah

memerintah di sana dan tahun 519 putra raja Vijayavarman mengirim utusan ke

Tiongkok. Kerajaan ini diperkirakan berada di Sumatera.

2. Zaman kerajaan Ho-Ling

Berdasarkan Berita Cina dari dinasti T’ang disebutkan bahwa kerajaan ini terletak

di Cho – Po (Jawa). Mayoritas masyarakat Ho – Ling memeluk agama Budha,

sehingga kebudayaannya banyak dipengaruhi oleh agama Budha dan budaya India.

Berdasarka berita dari I-Tsing menyebutkan bahwa seorang temannya yang

bernama Hui – Ning dengan pembantunya bernama Yunki pergi ke Ho- Ling tahun

664/665 M untuk memepelajari agama Budha dan menerjemahkan kitab suci Budha

dari bahasa Sansekerta ke bahasa Cina dengan dibantu oleh pendeta agama Budha dari

Ho-ling yang bernama Janabhadra.

3. Keluarga Syailendra pada zaman Crivijaya (Sriwijaya).

Sekilas asal mula peranan kehidupan Agama Buddha di Indonesia, dimulai pada

zaman Crivijaya di pulau Suvarnadvipa (Sumatera) oleh keluarga Syailendra pada

abad ke-7. Letak kerajaan Crivijaya di Sumatera Selatan mungkin sekali di

Minangatamwan di daerah pertemuan Sungai Kampar Kanan dan Kampar Kiri (sekitar

Palembang).

Catatan-catatan berharga berupa prasasti-prasasti bila dikumpulkan menunjukkan

adanya kerajaan Buddha di Palembang. Prasasti-prasasti itu adalah :

Prasasti yang tertua ialah Prasasti Kedukan Bukit (dekat Palembang) yang

menceritakan perjalanan suci Dapunta Hyang berangkat dari Minangatamwan.

Prasasti yang ke-2 ialah Prasasti Talang Tuo (dekat Palembang) yang

memperingati pembuatan taman Criksetra (taman umum) didirikan tahun 684

atas perintah Raja Dapunta Hyang Crijayanaca sebagai kebajikan Buddha

untuk kemakmuran semua makhluk. Semua harapan dan doa dalam prasasti itu

10

Page 11: Sejarah Agama Buddha

jelas sekali menunjukkan sifat Agama Buddha Mahayana.

Prasasti yang ke-3 didapatkan di Telaga Batu tidak berangka tahun. Di Telaga

Batu banyak didapatkan batu-batu yang bertuliskan Siddhayatra (=Perjalanan

Suci yang berhasil) dan dari Bukit Siguntang di sebelah Barat Palembang

ditemukan sebuah arca Buddha dari batu yang besar sekali berasal dari sekitar

abad ke-6.

Prasasti ke-4 dari Kotakapur (Bangka) dan yang ke-5 dari Karang Berahi

(daerah Jambi hulu), keduanya berangka tahun 686 M.

Prasasti lain yang dibuat tahun 775, ditemukan di Viengsa, semenanjung Melayu

mengemukakan bahwa salah satu raja Sriwijaya dari keturunan Syailendra – yang

tidak cuma memerintah di selatan Sumatra tapi juga dibagian selatan semenanjung

Melayu – memerintahkan pembangunan tiga stupa. Ketiga stupa tersebut

dipersembahkan kepada Buddha, Bodhisatwa Avalokitesvara dan Vajrapani.

4. I-Tsing dua kali datang ke Crivijaya.

I-Tsing (634-713) seorang peziarah Buddha dari negeri Tiongkok yang terkenal

dalam perjalanannya ke India pada tahun 671. Di Crivijaya sebelum pergi ke India ia

belajar bahasa Sansekerta selama 6 bulan. Ini membuktikan betapa pentingnya

Crivijaya sebagai pusat untuk mempelajari Agama Buddha Mahayana pada waktu itu.

Tahun 685 I-Tsing setelah belajar selama 10 tahun di Universitas Buddha Nalanda

di Benggala, ia kembali ke Crivijaya dan tinggal di sana sekitar 4 tahun untuk

menterjemahkan teks Agama Buddha dari bahasa Sansekerta ke dalam bahasa

Mandarin. Ia juga mencatat Vinaya dari Sekte Sarvastivada. Tahun 689 karena

keperluan mendesak akan alat-alat tulis dan pembantu, ia pulang ke Canton Selatan,

kemudian ia kembali ke Crivijaya dengan 4 orang teman dan tinggal di sana untuk

merampungkan memoirnya tentang Agama Buddha pada masanya. Memoir ini

diselesaikan dan dikirim ke Tiongkok tahun 692, dan tahun 695 ia kembali ke

Tiongkok. Pada saat yang bersamaan, sebanyak 41 bhiksu yang mahasiswa datang

belajar Agama Buddha Mahayana di Crivijaya.

Dalam bukunya dikatakan bahwa Biksu asli Jawa dan Sumatra adalah sarjana

sanskrit yang sangat bagus. Salah saatunya adalah Jnanabhadra yang merupakan orang

Jawa Asli yang tinggal di Sumatra dan bertindak sebagai guru bagi biksu China dan

membantu menterjemahkan sutra kedalam bahasa China. Bahasa yang digunakan oleh

biksu Buddha adalah bahasa sanskrit. Bahasa pali tidak digunakan. Bagaimanapun hal

ini tidak boleh dijadikan patokan bahwa agama Buddha yang berkembang disini

adalah Mahayana. I-tsing menjelaskan dalam bukunya Agama Buddha dipeluk

11

Page 12: Sejarah Agama Buddha

diseluruh negri ini dan kebanyakan sistem yang diadopsi adalah Hinayana, kecuali di

Melayu dimana ada sedikit yang mengadopsi Mahayana. di Sumatra dan Jawa lebih

berkembang Hinayana. I-tsing menceritakan bahwa di Melayu, ditengah-tengah pesisir

timur Sumatra ada pula yang menganut Mahayana. Dari sumber lain dijelaskan bahwa

sebelum kedatangan I-tsing, telah datang biksu dari India Dharmapala, ke Melayu dan

menyebarkan aliran Mahayana.

Dari berita I-tsing itu selanjutnya kita dapat mengambil kesimpulan bahwa pada

waktu itu Sriwijaya menjadi pusat agama Buddha.

5. Atisa (982-1054) di Crivijaya.

Atisa, seorang bangsawan dari Benggala lahir tahun 982, datang ke Crivijaya

untuk belajar filosofi dan logika Agama Buddha Mahayana selama 12 tahun di sini

(1011-1023). Atisa berguru kepada Dharmakirti, pendeta tertinggi di Suvarnadvipa

yang tergolong ahli terbesar pada zaman itu. Raja Dharmapala yang memerintah pada

waktu itu memberikan sebuah Kitab Suci Agama Buddha kepada Atisa. Riwayat hidup

Atisa di Tibet menyebut Sumatera sebagai pusat terbesar pada masa itu.

6. Keturunan Syailendra di Jawa.

Pada tahun 775, ketika Batu Ligor ditemukan di Wat Semamuang. Batu Ligor itu

mempunyai 2 muka, keduanya berisikan tulisan. Muka A berisi 10 syair Sansekerta

yang memperingati pendirian tempat suci Agama Buddha Mahayana oleh Raja

Crivijaya dan memakai tahun Caka yang sama dengan 15 April 775, ini menunjukkan

perluasan kerajaan Crivijaya dan juga Agama Buddha Mahayana ke Semenanjung

Melayu. Muka B Batu Ligor itu berisi tulisan yang belum selesai sebagai merayakan

kemenangan seorang Raja bergelar Sri Maharaja, karena beliau dari keluarga

Syailendra.

Keluarga Syailendra memerintah Crivijaya pada pertengahan abad ke-9 terlihat di

dalam sebuah maklumat yang dikeluarkan oleh seorang Raja Pala dari Benggala

sekitar tahun 850, maklumat itu menyatakan penyerahan lima buah desa untuk sebuah

Vihara yang dibangun di Nalanda oleh Bhalaputradewa

7. Kerajaan Kuno Mataram

Kerajaan Kuno Mataram ada di Jawa Tengah dan Sanjaya sebagai rajanya

sekarang disimpulkan sebagai Maharaja itu adalah Syailendra. Sanjaya adalah

penganut Siva, raja dari kerajaan kuno Mataram. Sanjaya digantikan oleh Pancapana

Panangkaran yang memerintah pada tahun 778 digambarkan sebagai seorang

Syailendra pada prasasti Kalasan ditulis dalam huruf pra-nagari dalam bahasa

Sansekerta tahun 778. Pada tahun yang sama, 778, didirikan Candi Kalasan di sebelah

12

Page 13: Sejarah Agama Buddha

timur Yogyakarta oleh Pancapana Panangkaran sebagai tempat suci bagi Dewi Tara

dalam agama Buddha Mahayana yang telah bercampur dengan Tantrayana. Jelaslah

sudah bahwa pengganti Sanjaya (beragama Hindu) adalah beragama Buddha

Mahayana. Menilik candi-candi dari abad ke-8 dan ke-9 yang ada di Jawa Tengah

Utara bersifat Hindu, sedangkan yang ada di Jawa Tengah Selatan bersifat Buddha.

Pada pertengahan abad ke-8, Jawa Tengah uang berada di bawah kekuasaan raja-

raja Dinasti Syailendra merupakan penganut Buddhisme. Mereka membangun

berbagai monumen Buddha di Jawa, yang paling terkenal yaitu Candi Borobudur.

Monumen ini selesai di bagian awal abad ke-9.

8. Kerajaan Majapahit (1293-1520).

Puncak kejayaan masa agama Buddha di Indonesia adalah masa kerajaan

Majapahit. Raden Wijaya mendirikan keratonnya di Majapahit, tempat markas

besarnya di lembah kali Brantas, menjadi pendiri dinasti besar terakhir dalam sejarah

jawa.

Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit pada zaman kedua kerajaan itu dapat dijadikan

tonggak sejarah bagi bangsa Indonesia. Sriwijaya dan Majapahit memenuhi

persyaratan sebagai bangsa yang mempunyai negara karena berdaulat, bersatu, dan

mempunyai wilayah Nusantara, dan bangsa Indonesia telah pernah mengalami masa

kehidupan yang gemah-rimah loh-jinawi, tata-tentram, kerta-raharja.

9. Universitas Agama Buddha.

Kita telah mengetahui bahwa di Zaman Sriwijaya di Palembang telah ada

Universitas Agama Buddha yang bernilai internasional, I-Tsing pernah dua kali ke

Palembang, juga 41 bhiksu semuanya mahasiswa datang belajar Agama Buddha

Mahayana. Atisa dari Benggala juga datang ke Sriwijaya belajar filsafat dan logika

Agama Buddha Mahayana selama 12 tahun. Di Jawa juga ada pendidikan Agama

Buddha. Seorang sarjana dari Tiongkok bernama Hwui Ning pernah belajar disini

selama tiga tahun (664-667), mahagurunya bernama Janabhadra.

10. Candi-candi Agama Buddha Mahayana

Bekas-bekas peninggalan dari kejayaan dan kemashuran Agama Buddha

Mahayana pernah ada di Indonesia ialah candi-candi antara lain : Mendut, Pawon,

Borobudur, Sewu, Kalasan, Plaosan, Ngawen, Sari, Sojiwan, Lumbung, semua candi

ini terdapat di Jawa Tengah bagian Selatan. Terdapat juga candi Muara Takus di Riau-

Sumatera, candi Gunung Tua di Tapanuli Selatan.

13

Page 14: Sejarah Agama Buddha

SEJARAH KLENTENG PAK KIK BIO – HIAN THIAN SIANG TEE

SURABAYA

Riwayat Singkat Pembangunan Klenteng Pak Kik Bio – Hian Thian Siang Tee Surabaya

Asal mulanya, membangun Pak Kik Bio adalah cita-cita penganut Tuan Gan Ban

Kiem dari tahun 1935 karena ia menerima ilham kehikmatan dari Hian Thian Siang Tee Yang

Maha Mulia. Untuk berterima kasih pada Yang Maha Mulia berwujud sebuah klenteng untuk

memperingatinya. Berhubung pembangunan itu tak mungkin diselenggarakan oleh hanya

seorang, maka dengan kurnia Yang Maha Mulia pada tahun 1942 telah datang seorang kawan

setia dan seiya-sekata untuk bersama-sama membangun yaitu Tuan Kho Sien Tjing dan

kemudian berdua berdoa agar pembangunan klenteng itu dapat mudah dilaksanakan. Pada

tahun 1946 sewaktu Tuan Kho mengungsi di Tretes akibat adanya peperangan di negeri ini, ia

memberitahukan dengan surat pada Tuan Gan, bahwa ia mempunyai sebidang tanah di Jalan

Jagalan 74-76 yang rumahnya terbakar habis oleh api peperangan. Tuan Kho ingin

mempersembahkan sebidang tanah itu kepada Hian Thian Siang Tee untuk klentengnya.

Setelah menerima surat itu Tuan Gan bersembahyang kepada Hian Thian Siang Tee untuk

menanyakan apakah Yang Maha Mulia setuju dengan pemberian tanah itu dan akhirnya oleh

Yang Maha Mulia dapat disetujui. Pada 1950 kabar tentang pembangunan dari klenteng itu

juga dapat didengar oleh Tjhay Ko Yap Thiok Moy di Malang dan ia mengutus seseorang

14

Page 15: Sejarah Agama Buddha

untuk memberitahukan bahwa ia ingin menyembahkan harta yang tidak sedikit jumlahnya

untuk ikut serta mendirikan klenteng itu dengan memohon diterima sebagai pembantu-

pengurus klenteng. Lantaran soal itu menyangkut khalayak umum, maka Tuan Gan

menanyakan dengan pakpwee kepada Hian Thian Siang Tee apakah sekiranya Tjhay KoYap

dapat dipilih sebagai pembantu-pengurus klenteng dan terselesaikan masalah tersebut dengan

dijawab setuju. Kemudian oleh ingenieurs & aannemersbureau Han Soen Liong dibuatkan

rencana untuk pembangunan itu dan pada tanggal 8 April 1951 setelah dapat izin dari

kotapraja, pembangunan klenteng tersebut dapat dimulai oleh ingenieurs &

aannemersbureau Han tersebut serta segala biayanya dipikul oleh Tuan Kho dan Tuan Gan

serta Tjhay Ko Yap, sehingga tercapailah maksud tersebut. Ada peribahasa yang mengatakan :

“Hasrat yang mulia, Tuhan beserta.”.

15

Batu Marmer yang berisikan riwayat Klenteng Pak Kik Bio

Page 16: Sejarah Agama Buddha

Susunan Pengurus Perkumpulan Pak Kik Bio Hian Thian Siang Tee

Jabatan Nama

Penasehat Harsono Harto

Djunaidy

Ws. Siek Liang Khing

Liem Ming Fee

Djoko Sutrisno M.

Ketua Umum Surya Adjie

Wakil Ketua Ir. Budilistijo Suboko

Haelambang Widji

Nanang Wiryanto I

Penulis Soepadmogiri Ganiadi

Enny Wilyani S. E.

Bendahara Benny Limanto S. E.

Kepala Komisaris Js. Denny Christoper Putong S. E.

Koordinator sembahyang dan keagamaan Js. Adi Broto Sudewo

Michenko Sindunata

Soepadmogiri Ganiadi

Pikiati L.

Budiono

Megawati T.

Yunitawati

Chandra

Koordinator kebersihan Christanto W. Honggara

Oei Ing Siang

Lo Siang Yen

Hermawan Djaya Saputra

Tio Hwie Kiong

Go Ping Kong

Koordinator kewanitaan Oh Mei Ling

Sie Jiauw Lan

Kwong Lai Tjin

Go Siu Lian

16

Page 17: Sejarah Agama Buddha

Ong Siu Fang

Liauw Kin Fong

Koordinator pemuda Hainess

Pujianto

Koordinator pendidikan Js. Denny Christoper Putong SE.

Go Fee Mong

Gunawan

Yunitawati

Daftar Kegiatan Klenteng Pak Kik Bio – Han Thian Siang Tee

Minggu:

08.00-09.00 WIB : Kebaktian Anak-Anak

09.30-11.00 WIB : Kebaktian Umum

16.00-19.00 WIB : Latihan Bulu Tangkis

Selasa

16.00-19.00 WIB : Latihan Musik

Sabtu

19.30-22.00 WIB : Diskusi WIKA

Altar – Altar Yang Ada Di Klenteng Pak Kik Bio – Hian Thian Siang Tee

Klenteng Pak Kik Bio mempunyai 2 aula persembahyangan di bangunan induk, satu di

depan dan satu di belakang. Yang di depan hanya untuk 1 altar Xuan Tian Shang Di.

Sementara yang di belakang ada 4 altar, yang terdiri dari 3 berjajar, untuk Guan Shi Yi Pu Sa

(di tengah), dengan di sebelah kiri altar Di Zang Wang Pu Sa dan di sebelah kanan altar Yoo

Wang Pu Sa, dan 1 Altar di hadapannya untuk Wei Tuo Pu Sa.17

Aula Depan Aula Belakang

Page 18: Sejarah Agama Buddha

1. Xuan Tian Shang Di / Hian Thian Siang Tee

Hian Thian Siang Tee adalah Sien Bing yang pemujaannya berdasarkan iman Ru Jiao

(Konghucu) dan Dao Jiao (Taois); hal ini setidaknya berdasarkan :

o Ru dan Jiao berakar sama dalam ketuhanan, hanya dibedakan dalam pendekatan

dan orientasi penjabarannya.

o Sejarah kedua agama ini berendeng terus bahkan sampai sekarang dan tumbuh di

tempat dan kalangan yang sama pula.

o Saripati makna & semangat imanai dalam pemujaannya erat berhubungan dengan

keyakinan umat Ru dan Dao, hanya dalam cara mungkin tak sama.

Karenanya penganut / umat kedua agama ini sama bersembahyang padanya, walau pada

kenyataannya menjadi tak terbatas meluas pada siapa saja yang percaya khususnya di

masyarakat Tionghoa, tak lagi memandang agama yang mereka anut.

2. Guan Shi Yi Pu Sa / Kwam She Im Po Sat

Dewi Welas Asih Kwam Im adalah Sien Bing yang pemujaannya sangat merata di

kalangan umat Klenteng khususnya umat Buddhis, walau pada kenyataannya (pada

umumnya) orang Tionghoa rata-rata menyembahyangi Dewi Kwam Im karena

“kedekatannya” dengan Sien Bing ini.

Agama Buddha (asli) di India pada hakekatnya tak “mengenal”nya, kalaulah ada

penyebutan Avalokite svara Boddhisava itupun “gelar yang diberikan kepada Dewi

Kwam Im dengan nama itu (Yang di India disandang oleh seorang Boddhisatva pria).

3. Di Zang Wang Pu Sa / Tee Cong Ong Po Sat

Dalam Agama Buddha di Tiongkok, Di Zang Wang Pu Sa beroleh gelar Ksitigarbha

Boddhisatva yang artinya Boddhisatva yang berkenaan dengan semua hal ihwal yang

terkandung dalam bumi, dan mememang pemujaannya selalu berhubungan dengan

“neraka” yang dipercaya ada dalam dunia akhirat di “perut” bumi.

Di Zang Wang Pu Sa disembahyangi merata di kalangan umat utamanya bila

berhubungan dengan “kematian” dan “perkabungan” karena dipercaya Di Zang Wang Pu

Sa akan menjadi pelindung para Roh ( sukma & arwah ) agarinsyaf dan sadar dari segalal

laku perbuatan semasa hidupnya di dunia, dengan demikian bisa terbebas dari siksa nerak

dan kembali pada kekelan-Nya.

4. Yao Wang Pu Sa / Yok Ong Po Sat

Untuk sebutan Yao Wang Pu Sa, ada 2 Sien Bing yang bisa diasosiasikan dengan gelar

tersebut. Mereka adalah :

Yao Wang Da Di yang menurut catatan sejarah bernama Wei Ci Zang (dipercaya

sebagai titisan Sien Bing) seorang menteri jaman pemerintahan Raja Zhang Zong 18

Page 19: Sejarah Agama Buddha

( Dinasti Tang); yang mempunyai karya besar dalam investigasi berbagai penyakit

dan membuat katalog besar ramu-ramuan obat. Juga dipuja sebagai Dewa Pelindung

pedagang obat & apoteker.

Yao Wang yang bernama Sun Shi Miao, hidup pada masa akhir Dinasti Sui awal

Dinasti Tang (581-682 M). Seorang jenius yang sudah menunjukkan bakatnya sejak

umur 7 tahun dengan kemampuan menghafal ribuan huruf; seorang yang mempunyai

karya besar dalam resep-resep obat berbagai penyakit, Qian Jin Yao Fang (Seribu

Tali Resep Penting Obat – Obatan) dan Qian Jin Yi Fang (Seribu Tali Resep), yang

menjadi buku pengobatan paling lengkap dalam sejarah Tiojgkok.

5. Wei Tuo Pu Sa / Wei Tho Po Sat

Sien bing ini juga mempunyai “sejarah “ yang satu berasal dari Dewa Hindhu: Veda,yang

satu berasal dari Buddha (India):Skanda, Sang Pelindung dari gangguan iblis. Sementara

di Tiongkok Wei Tuo Pu Sa diceritakan sebagai Putra Raja Langit / Tian Wang yang

menjabat komandan 31 jenderal langit di bawah Si Da Tian Wang / Soe Tay Thian Ong

denngan gelar Hu Fa Pu Sa (Boddhisatva Pelindung Ajaran Buddha / Buddha Dharma

sekaligus pelindung anggota Sangha dari gangguan Mara, si penggoda dan pendamai

pertentangan antara sekte).

Yang jelas Wei Tuo Pu Sa adalah seorang panglima perang yang “mampu”

memenangkan beratus pertempuran tanpa membunuh lawan, inilah mengapa Wei Tuo Pu

Sa dijuluki pengenap misi dengan jalan damai.

Yang unik Wei Tuo Pu Sa adalah seorang Xian Dewa yang (juga) mendapat gelar

Boddhisatva (karena diramalkan akan menjadi Buddha Rucika/ Buddha terakhir dari

ribuan Buddha si jaman ini). Di samping sebagai Shen Ming yang bersama Qie Lan

disebut sebagai Men Shen, penjaga kelenteng/kuil.

19

Page 20: Sejarah Agama Buddha

DAFTAR PUSTAKA

Buku kenang – kenangan 50 tahun Klenteng Pak Kik Bio – Hian Thian Siang Tee 1951 - 2001

http://id.wikipedia.org/wiki/Mahayana

http://ilmuagamabuddha.byethost12.com/berita-155-hinayan-dan-mahayana.html

http://inzpirasikuw.blogspot.com/2010/12/aliran-buddha-mahayana-hinayana.html

http://www.indoforum.org/t27037/

http://www.scribd.com/doc/31097065/Proses-Masuk-Dan-Berkembangnya-Pengaruh-Agama-

Hindu-Budha-Di-Indonesia

20