Pengelolan Sistem Transportasi Kota Bogor
description
Transcript of Pengelolan Sistem Transportasi Kota Bogor
PENGELOLAAN SISTEM TRANSPORTASI KOTA BOGOR DALAM MENGATASI KEMACETANCRITICAL REVIEW TUGAS MATA KULIAH SARANA DAN PRASARANA WILAYAH
INDIRA INTAN LATIEF
3208205001
PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN PEMBANGUNAN KOTA
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
ABSTRAK Di dalam sebuah pemerintahan, setiap elemen aktifitas diatur pola
hubungannya, melalui kebijakan. Aktifitas ekonomi, pendidikan, kebudayaan, religi,
dan sosial masyarakat memiliki keterkaitan saling membutuhkan. Sebaran lokasi
aktifitas yang saling membutuhkan di dalam sebuah kota, menimbulkan pergerakan.
Transportasi merupakan usaha memindahkan, menggerakan, mengangkut
Kota Bogor, sebagai bagian dari konstelasi kota – kota penyangga Ibu Kota
Jakarta, mengalami permasalahan yang dialami oleh kota – kota penyangga lainnya,
yaitu kelebihan aktifitas dan kekurangan lahan. Dalam konteks pemukiman, hal ini
dapat menyebabkan kekumuhan dan kriminalitas. Dalam konteks transportasi, hal ini
dapat menyebabkan kemacetan. Kemacetan dapat mengganggu aktifitas sebuah
kota. Kemacetan mengindikasikan adanya ketidak sinkronan antara permasalahan di
dalam sebuah lingkup pemerintahan kota, dengan kebijakan yang dibuat dalam
bidang transportasi.
Pengelolaan sistem transportas Kota Bogor terkait dengan pembenahan di
setiap komponen yaitu sarana, prasarana dan sistem pengelolaannya
Disamping kendala yang dihadapi, potensi yang ada sebetulnya dapat
dijadikan bekal untuk menuju jalan keluar dari permasalahan kemacetan.
2 | P a g e
DAFTAR ISI
ABSTRAK ……………………………………………………………………………………………………..1DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………………..2PENDAHULUAN ………………………………………………………………………………………31.1 LATAR BELAKANG MASALAH …………………………………………………………………….31.2 PERUMUSAN MASALAH …………………………………………………………………………….51.3 TUJUAN PEMBAHASAN …………………………………………………………………………….5ANALISA…………………….…………………………………………………………………………...61.4 POTENSI………………………………………………………………………………………………....61.4.1 POTENSI FISIK : KOTA BOGOR SEBAGAI PEMUKIMAN DAN DIMULAINYA
ERA INOVASI………………………………………………………..……………………………….61.4.2 POTENSI NON FISIK : SDM KOTA BOGOR………………………………………………..81.5 KENDALA…………………………………………………………………………………..…………….9 1.5.1 KENDALA DALAM PENYEDIAAN SARANA TRANSPORTASI…………………………..91.5.2 KENDALA DALAM PRASARANA TRANSPORTASI…………………………………….…111.5.3 KENDALA DALAM PENGELOLAAN TRANSPORTASI……………………………………12USULAN KEBIJAKAN……………………………..………………………………………………131.6 USULAN KEBIJAKAN TEKNIS…………………………………………………………………...131.6.1 DALAM PENYEDIAAN SARANA TRANSPORTASI………………………..………………131.6.2 DALAM PENYEDIAAN PRASARANA TRANSPORTASI………………………………….141.6.3 DALAM PENGELOLAAN TRANSPORTASI………………………………………………….151.7 USULAN KEBIJAKAN NON TEKNIS……………………………………………………………161.7.1 SOSIALISASI DAN PEMBUDAYAAN………………………………………………………...17
3 | P a g e
1 PENDAHULUAN
1.8 LATAR BELAKANG MASALAH
Pembangunan di Indonesia secara fisik mengalami kemajuan dalam beberapa
dekade ini. Sebagai Ibukota Negara dan sebagai pusat perekonomian negara,
kota metropolis DKI Jakarta mengalami pembangunan yang paling pesat
dibanding wilayah lain di Indonesia.
Pesatnya pembangunan di Jakarta merupakan daya tarik tersendiri dan hal
tersebut berpengaruh bagi berbagai wilayah di Indonesia, terutama wilayah-
wilayah di sekitarnya. Tingginya aktifitas ekonomi berbagai sektor yang
berlangsung di Jakarta, menuntut pemenuhan kebutuhan akan tenaga kerja di
sektor-sektor tersebut. Hal ini tidak selalu dapat dipenuhi oleh sumber daya
manusia yang berada di Jakarta saja. Tenaga kerja dari wilayah sekitar Jakarta,
berbagai penjuru nusantara, maupun dari luar Indonesia, datang untuk menjadi
pekerja di Jakarta.
Luas lahan yang tersedia tidak sebanding dengan tingginya aktifitas ekonomi
di Jakarta, sehingga tidak tersedia cukup ruang bagi para pekerja tersebut untuk
tinggal disana. Kalaupun tersedia harganya tinggi.
Wilayah di sekitar Jakarta memiliki kepadatan dan harga yang relatif lebih
rendah, sehingga dipilih sebagai tempat bermukim oleh sebagian pekerja yang
bekerja di Jakarta. Hal ini menimbulkan fenomena komuter atau penglaju,
dimana seorang penglaju yang tinggal di luar Jakarta, setiap harinya menempuh
perjalanan antar kota menuju Jakarta, untuk pergi bekerja. Fenomena Penglaju
menambah beban transportasi, baik transportasi antar kota sekitar Jakarta
-sebagai kota-kota penyangga- dengan kota Jakarta, maupun beban transportasi
di dalam kota – kota penyangganya itu sendiri.
Kota Jakarta disangga oleh beberapa kota disekitarnya, seperti Bogor,
Depok, Tangerang, dan Bekasi, atau biasa disingkat Bodetabek. Dalam konteks
kota penyangga, selain menimbulkan beban transportasi antar dan intern kota,
pesatnya pembangunan di Jakarta pun meningkatkan intensitas perubahan tata
guna lahan sebuah kota penyangga. Kedekatan hubungan geografis wilayah
4 | P a g e
Gambar 1. Peta Struktur dan Pola Ruang
Sumber : Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur
Bodetabek dengan Jakarta dan gaya hidup para penglaju yang pada saat
bekerja di Jakarta terbiasa menikmati keragaman pilihan barang konsumsi,
menuntut pembangunan di wilayah Bodetabek untuk beradaptasi dengan kota
Jakarta. Adaptasi ini menambah intensitas perubahan tata guna lahan di
wilayah Bodetabek. Termasuk di Kota Bogor.
JAKARTA KAB BEKASI
TANGERANG KOTA BEKASI
KOTA DEPOK
KAB BOGOR
KOTA BOGOR
KAB CIANJUR
Transportasi merupakan turunan dari kombinasi tata guna lahan yang
saling membutuhkan yang kemudian membentuk suatu pergerakan dari guna
lahan satu ke guna lahan yang lain. Peningkatan intensitas perubahan tata
guna lahan menambah beban transportasi di sebuah kota. Beban transportasi,
bila tidak diimbangi dengan penyediaan prasarana yang memadai, akan
menimbulkan permasalahan. Salah satu bentuk permasalahan tersebut adalah
kemacetan.
Sistem transportasi meliputi komponen sarana angkutan; prasarana simpul
terminal, stasiun, dan perhentian; juga sistem pengoperasian sarana dan
5 | P a g e
prasarana transportasi ( Miro, 1997 ). Kajian ini akan menyorot pengelolaan
sarana dan prasarana dari sistem transportasi dalam kontribusinya terhadap
kemacetan di Kota Bogor.
1.9 PERUMUSAN MASALAH
Penyelesaian masalah kemacetan di Kota Bogor, tidak akan dapat berjalan
dengan lancar tanpa pembenahan yang komprehensif dan menyelesaikan
setiap permasalahan pada masing-masing komponen dari sistem transportasi
kota, yaitu pada permasalahan sarana nya, permasalahan prasarananya,
terlebih lagi pada permasalahan sistem pengoperasiannya.
1.10 TUJUAN PEMBAHASAN
Tujuan kajian ini adalah untuk menemukan garis besar usulan kebijakan
bagi pembenahan sistem transportasi di dalam kota, sehingga dapat berfungsi
sebagai mana mestinya, mengurangi kemacetan, dan mendukung jalannya
aktifitas warga kota Bogor secara optimal.
6 | P a g e
Gambar 2. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor tahun 1999-2009
Sumber : Bapeda Kota Bogor
ANALISA
1.11 POTENSI
1.11.1 POTENSI FISIK : KOTA BOGOR SEBAGAI KOTA PEMUKIMAN DAN
DIMULAINYA ERA INOVASI
Kota Bogor adalah salah satu kota besar yang berada dibawah wilayah
administratif Propinsi Jawa Barat dan hanya berjarak lebih kurang 50 Km dari
pusat pemerintahan Indonesia, Jakarta. Kota dengan luas 11.850 Ha ini pada
tahun 2005 dihuni 855.085 jiwa (BPS,2006) dan tersebar di enam kecamatan
dengan 68 kelurahan.
Berdasarkan Perda No 1 Tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Tahun 1999-2009, Fungsi Kota Bogor adalah :
1. Sebagai Kota Perdagangan
7 | P a g e
Gambar 3. Penggunaan Lahan di Kota Bogor Tahun 2005
Sumber : Bapeda Kota Bogor
2. Sebagai Kota Industri
3. Sebagai Kota Permukiman
4. Wisata Ilmiah
Secara administratif, Kota Bogor dikelilingi oleh Kabupaten Bogor dan
sekaligus menjadi pusat pertumbuhan Bogor Raya. Kota Bogor dikelilingi oleh
bentangan pegunungan, mulai dari Gunung/Pegunungan Pancar, Megamendung,
Gunung Gede, Gunung Pangrango, Gunung Salak dan Gunung Halimun yang
mengapitnya menyerupai huruf U. Kondisi demikian menjadikan Kota Bogor
bersuhu relatif lebih nyaman dibanding kota penyangga lainnya, untuk dijadikan
tempat bermukim.
Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor tahun 1999-2009 dan data
Penggunaan Lahan yang dihimpun Bapeda Kota Bogor untuk tahun 2000-2005,
Kota Bogor didominasi fungsi hunian, dan pemukiman beserta fasilitasnya.
Sehingga sah saja bila dalam konteks Regional, Kota Bogor merupakan kota yang
diarahkan untuk menampung 1,5 juta jiwa pada tahun 2010, dalam rangka
mengurangi tekanan kependudukan di Jabodetabek.
8 | P a g e
Gambar 4. IPM Kota-kota di Jawa Barat
Sumber : Olahan data BPS Jawa Barat
Sebagai kota yang berpotensi untuk menampung sekian banyak hunian,
sudah seharusnya kota Bogor memiliki kebijakan ke arah persiapan infrastruktur
penunjang. Karena setiap guna lahan, terutama hunian, memiliki keterkaitan dan
kebutuhan dengan guna lahan yang lain, dimana setiap pelakunya bergerak
menggunakan sarana angkutan dan prasarana jalan, kondisi sarana dan
prasarana tidak dapat seadanya saja, atau memenuhi kebutuhan sesaat saja.
Baik sarana maupun prasarana kota, harus sesegera mungkin direncanakan dan
disesuaikan dengan prediksi ke depan, sehingga tidak menimbulkan
permasalahan di kemudian hari dan penyelesaiannya kelak memakan biaya lebih
besar dibandingkan dengan saat ini.
Kepemilikan Pemerintah akan aset tanah dapat ditukar gulingkan dengan
tanah yang bernilai tinggi, seperti kasus pembangunan Rumah Susun sederhana
Sewa di Menteng Asri ( pusat Kota ) yang tanahnya merupakan hasil tukar Guling
Pemerintah Kota, dapat dijadikan contoh penyelesaian permasalahan kesulitan
lahan guna peningkatan mutu pelayanan prasarana publik.
Telah dimulainya Era E- Government dan pelelangan melalui E-Procruitment
dapat dijadikan ajang peningkatan mutu pelayanan publik.
1.11.2 POTENSI NON FISIK : SDM KOTA BOGOR
• Dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kota Bogor sebesar 74,94
poin, atau 1,34 poin di atas rata-rata kota di Jawa Barat, Kota Bogor
memiliki potensi Sumber Daya Manusia.
9 | P a g e
Gambar 5. Persentase Kendaraan di Kota Bogor
Sumber : Olahan data BPS Kota Bogor
• Keberadaan pusat-pusat penelitian seperti LIPI - Kebun Raya, Balitnak,
Balitvet, Balitpadi, Balitro, Herbarium, CIFOR, dan jejak sejarah
Museum Zoologi, Museum PETA, Museum Perjuangan, Situs Batu Tulis,
Makam Raden Saleh, membentuk iklim pendidikan yang kental dan
erat dengan nilai sejarah di dalam jati diri masyarakat Bogor.
• Potensi SDM di Kota Bogor, didukung oleh kedekatan secara geografis
dengan Jakarta membawa dampak positif, terutama karena
keberadaan penglaju yang menggiring peningkatan selera pasar dan
pandangan akan sesuatu hal, dari Jakarta, untuk -secara disadari
maupun tidak- diadaptasi di Kota Bogor. Sehingga, sebuah perubahan,
bila mulai distimulan di Jakarta, tidak akan terlalu sulit diterima, bila
pada akhirnya diterapkan di Kota Bogor.
• Pemerintah Kota Bogor memprioritaskan masalah transportasi dalam
program empat prioritas kinerja pemerintah
Kondisi ini sesungguhnya kondusif bagi inkubasi inovasi dan peningkatan
kualitas perilaku masyarakat, termasuk dalam bidang transportasi publik. Bila
kemajuan diperkenalkan dengan terus menerus dan dengan strategi yang tepat
maka akan dihasilkan peningkatan kualitas perilaku masyarakat yang signifikan
dari waktu ke waktu.
1.12 KENDALA
1.12.1 KENDALA DALAM PENYEDIAAN SARANA TRANSPORTASI PUBLIK
10 | P a g e
Gambar 6. Kondisi tundaan lalu lintas oleh MPU yang berhenti
untuk mencari penumpang di muka Pasar Baru Bogor
Sumber : www.bogordailyphoto.blogspot.com
Dalam kurun waktu tahun 2002 sampai dengan 2005 rata-rata pertumbuhan
kendaraan di Kota Bogor adalah sebesar 32%. Moda / kendaraan yang terdaftar
di Kota Bogor pada tahun 2005 berjumlah 120.635 kendaraan. Kendaraan pribadi
sebanyak 111.013 unit (92,02%) dan Mobil Penumpang Umum ( MPU ) sebanyak
9.622 unit (7,98%) ( Data Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor ).
Meskipun jumlah Mobil Penumpang Umum hanya 8% dari keseluruhan jumlah
kendaraan di Kota Bogor, tetapi keberadaan nya sangat mempengaruhi, bahkan
mendominasi kelancaran lalu lintas.
Kendala yang dihadapi dalam penyediaan sarana transportasi publik di Kota
Bogor diantaranya :
• Ketidak disiplinan pengemudi dan penumpang dalam menghentikan
MPU,
• Longgarnya pengawasan aparat DLLAJ dan POLANTAS sehingga
mudah bagi pengemudi untuk melanggar aturan, baik dalam menindak
pelanggaran oleh pengemudi, maupun mencegah penumpang
melanggar aturan,
• Penumpukan angkutan umum di Jam bukan Puncak akibat dari sisa
supply jam puncak ( oversupply ),
11 | P a g e
Gambar 7. Kondisi Jalan di Muka Stasiun bogor
Sumber : dokumentasi pribadi
• Tidak ada batasan yang jelas antara wilayah pelayanan angkutan
umum milik kota dan kabupaten sehingga angkutan tersebut tumpang
tindih dalam satu area dan memadati jalur yang dilalui.
1.12.2 KENDALA DALAM PRASARANA TRANSPORTASI
• Seperti dikemukakan di atas, pada tahun 2006 jumlah penduduk Kota
Bogor 855.085 jiwa. Proyeksi penduduk pada tahun 2015 adalah
sebanyak 1,5 juta orang. Peningkatan sebanyak 8,38% tersebut,
berdampak pada keragaman aktifitas di masa depan. Peningkatan
keragaman aktifitas tersebut berpotensi untuk menimbulkan bangkitan
dan beban transportasi di masa depan yang lebih dari saat ini. Bila
peningkatan jumlah penduduk tersebut tidak diikuti peningkatan
prasarana transportasi -seperti panjang dan lebar jalan, jumlah lajur
jalan, luasan maupun jumlah halte, stasiun dan terminal- yang
sebanding, maka akan terjadi kemacetan dengan intensitas yang lebih
buruk lagi.
• Keterbatasan anggaran pun menjadi kendala dalam penambahan luas
ruas jalan dan prasarana stasiun, terminal, juga halte.
• Lokasi Terminal dan Stasiun di tengah kota merupakan konsep yang
baik tetapi tidak dibarengi luasan yang memadai sebagai simpul
12 | P a g e
Gambar 8. Terminal Laladon milik Kabupaten Bogor ( Kiri ) dan Terminal
Bubulak ( Kanan ) hanya berjarak 800 m, menyalahi ketentuang yang menyatakan jarak minimal sejauh 3 km
Sumber : dokumentasi pribadi
pergantian moda yang akibatnya pergantian moda berlangsung diluar
area terminal atau stasiun dan menyebabkan kemacetan.
1.12.3 KENDALA DALAM PENGELOLAAN SISTEM TRANSPORTASI• Pemerintah Kota sebagai regulator saja sudah cukup. Pengelolaan
sistem transportasi yang masih bertumpu pada birokrasi menjadi
hambatan dalam hal inovasi, pengawasan kinerja, dan kendali mutu;
• Tingginya harga lahan di sekitar terminal dan stasiun dan bukan
merupakan aset Pemerintah Kota sehingga perluasan terminal dan
Stasiun terkendala masalah dana;
• Terpisahnya kewenangan pengendalian lalu lintas dan perencanaan
transportasi di tiga instansi, yaitu di Polantas, DLLAJ dan Dinas Bina
Marga;
• Kurangnya koordinasi antar wilayah, baik secara hirarkis vertikal dari
pusat, propinsi ke daerah, maupun secara horisontal antar Kota dan
Kabupaten yang bersebelahan. Salah satu akibatnya,
13 | P a g e
USULAN KEBIJAKAN
1.13 USULAN KEBIJAKAN TEKNIS
1.13.1 DALAM PENYEDIAAN SARANA TRANSPORTASI
No Kendala Potensi Usulan Kebijakan
2 Longgarnya pengawasan aparat DLLAJ dan POLANTAS sehingga mudah bagi pengemudi untuk melanggar aturan, baik dalam menindak pelanggaran oleh pengemudi, maupun mencegah penumpang melanggar aturan
3 Penumpukan angkutan umum di Jam bukan Puncak akibat dari sisa supply jam puncak ( oversupply ),
• Dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kota Bogor sebesar 74,94 poin, atau 1,34 poin di atas rata-rata kota di Jawa Barat, Kota Bogor memiliki potensi Sumber Daya Manusia.
• Potensi SDM di Kota Bogor dan dampak kedekatan dekat Jakarta: sebuah perubahan, bila mulai distimulan di Jakarta, tidak akan terlalu sulit diterima, bila pada akhirnya diterapkan di Kota Bogor.
Perketatan pengawasan, penambahan personil, perbaikan tata sikap aparat DLLAJ dan POLANTAS sehingga menimbulkan efek sedang diawasi, dimana disiplin akan tetap dilaksanakan bahkan pada saat tidak ada petugas sekalipun.
4 Tidak ada batasan yang jelas antara wilayah pelayanan angkutan umum milik kota dan kabupaten sehingga angkutan tersebut tumpang tindih dalam satu area dan memadati jalur yang dilalui.
• Pembagian jam beroperasi. Jumlah trayek yang beroperasi pada jam puncak diandai dan ditentukan, begitupun dengan jam bukan puncak.
• Pembatasan perpanjangan ijin trayek, menyesuaikan pembagian jam operasi
• Mempererat hubungan dan Kerjasama dengan Kabupaten
14 | P a g e
• Merencanakan, Membuat dan mengawasi penerapan nota kesepakatan atas batas wilayah pelayanan MPU kota dan Kabupaten
1.13.2 DALAM PENYEDIAAN PRASARANA TRANSPORTASI
No Kendala Potensi Usulan Kebijakan
1 Peningkatan penduduk sebanyak 8,38% tidak diikuti penambahan panjang dan lebar jalan, jumlah lajur jalan, luasan maupun jumlah halte, stasiun dan terminal- sehingga akan terjadi kemacetan dengan intensitas yang lebih buruk lagi.
Potensi SDM di Kota Bogor dan dampak kedekatan dekat Jakarta: sebuah perubahan, bila mulai distimulan di Jakarta, tidak akan terlalu sulit diterima, bila pada akhirnya diterapkan di Kota Bogor.
• Perencanaan Jangkan Pendek, Menengah dan Panjang Jaringan dan Sistem Transportasi Kota Bogor
• Sosialisasi dan pelaksanaan Pembebasan lahan
2 Keterbatasan anggaran sebagai kendala dalam penambahan luas ruas jalan dan prasarana stasiun, terminal, juga halte.
3 Lokasi Terminal dan Stasiun di luasnya tidak memadai pergantian moda berlangsung diluar area kemacetan.
Pemerintah Kota Bogor memprioritaskan masalah transportasi dalam program empat prioritas kinerja pemerintah
• Peningkatan Penerimaan Asli Daerah melalui penerimaan bukan pajak, pengendalian korupsi
• Efisiensi jalur, penambahan luas simpul
• Inklusi pergantian moda di dalam simpul
1.13.3 DALAM PENGELOLAAN TRANSPORTASI
15 | P a g e
No Kendala Potensi Usulan Kebijakan
1 Pengelolaan sistem transportasi yang masih bertumpu pada birokrasi menjadi hambatan dalam hal inovasi, pengawasan kinerja, dan kendali mutu;
Inovasi Era E-government dan telah dimulainya E-Procruitment
Pemerintah Kota sebagai regulator. Swasta disewa untuk dijadikan pengelola
2 Tingginya harga lahan di sekitar terminal dan stasiun dan bukan merupakan aset Pemerintah Kota sehingga perluasan terminal dan Stasiun terkendala masalah dana;
Tersedia lahan aset pemerintah yang dapat di tukar gulingkan dengan tanah di sekitar terminal atau stasiun
Tukar Guling Aset Pemerintah dengan tanah di sekitar terminal, rencana jalan, atau stasiun bila pembebasan terkendala masalah pendanaan
3 Terpisahnya kewenangan pengendalian lalu lintas dan perencanaan transportasi di tiga instansi, yaitu di Polantas, DLLAJ dan Dinas Bina Marga;
Meskipun terpisah, tetapi dapat dipersatukan melalui pembentukan tim koordinasi, untuk memperkuatnya dapat dibuatkan dasar hukum yang secara hirarkis diturunkan dari pertauran yang lebih tinggi di tingkat pusat
4 Koordinasi antar wilayah, baik secara hirarkis vertikal dari pusat, propinsi ke daerah, maupun secara horisontal antar Kota dan Kabupaten yang bersebelahan
Merencanakan, Membuat dan mengawasi penerapan nota kesepakatan baik secara vertikal maupun horisontal
1.14 NON TEKNIS
1.14.1 SOSIALISASI DAN PEMBUDAYAAN
No Kendala Potensi Usulan Kebijakan
16 | P a g e
1 Ketidak disiplinan pengemudi dan penumpang dalam menghentikan MPU
• Dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kota Bogor sebesar 74,94 poin, atau 1,34 poin di atas rata-rata kota di Jawa Barat, Kota Bogor memiliki potensi Sumber Daya Manusia.
• Potensi SDM di Kota Bogor dan dampak kedekatan dekat Jakarta: sebuah perubahan, bila mulai distimulan di Jakarta, tidak akan terlalu sulit diterima, bila pada akhirnya diterapkan di Kota Bogor.
• Pendisiplinan melalui sosialisasi sanksi dan penghargaan / reward & punishment secara bertahap
• Pembiasaan dan pembudayaan disiplin
• Sosialisasi melalui media yang menarik
Daftar Pustaka
Peta Struktur dan Pola Ruang, Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur, Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional.
17 | P a g e
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor tahun 1999-2009, Bapeda Kota Bogor.
Penggunaan Lahan di Kota Bogor Tahun 2005, Bapeda Kota Bogor
IPM Jawa Barat, BPS Jawa Barat 2003-2005
Persentase Kendaraan di Kota Bogor, BPS Kota Bogor Tahun 2006.
RPJPD Kota Bogor tahun 2005-2025, Bapeda Kota Bogor
Bogor Dalam Angka, Bapeda Kota Bogor Tahun 2006
www.kotabogor.go.id
www.jabar.bps.go.id
Perencanaan Transportasi, Fidel Miro SE., MSTr.,
18 | P a g e