Pengelolaan Tambang Freeport

9
PENGELOLAAN LINGKUNGAN TAMBANG PT. FREEPORT INDONESIA PT Freeport Indonesia (PTFI) adalah perusahaan tambang bijih tembaga dan emas yang telah beroperasi sejak tahun 1967. PTFI merupakan anak perusahan oran "opper "ompany yang berpusat di #merika $erikat. Penandatanganan %ontrak pertama dengan pemerintah Indonesia dilakukan pada tahun1967 dan telah berakhir& kemudian %ontrak %arya kedua ditandatangani pada tahun 199' setelah d !adangan baru. Penambangan ini bermula sejak ditemukannya unung ijih se!ara tak berupa gundukan batu hitam kekuningan yang menjulang setinggi 1*1 m pada tahun 19*6 oleh +ean +a!,ues -o y seorang geologi elanda yang bersama tim pendaki sampai dilokasi ini. -ari penyelidikan yang dilakukan atas !ontoh batuan& tern ijih mengandung tembaga& kemudian temuan ini dibukukan dalam bentuk /ni0ersitas eiden dan diberi nama 2rtsberg yang berarti unung ijih. Pada ta 1963 Forbes 4ilson dari Freeport $ul5ur "ompany memimpin rombongan eksplorasi ke u ijih. asilnya !ukup menggembirakan unung ijih mengandung ± * juta ton bijih tembaga dengan kadar 8. unung ijih ditambang se!ara tambang terbuka atau disebut open pit . -engan produksi a al 7333 ton bijih tembaga per hari. Pada 1: -esenber 197 kalinya PTFI mengekspor konsentrat tembaga kering sebanyak :*33 ton yang dikap dari pelabuhan #mamapare dengan tujuan ibi& +epang. Pada tahun 1976 PTFI mene !adangan unung ijih Timur yang mengandung ± ;' juta ton tembaga dengan kadar &'8& yang ditambang pada tahun 19:3 dengan sistim tambang ba ah tanah. %emudian se! berturut<turut ditemukan deposit unung ijih Timur -alam (19:3)& Deep Ore Zone (19:')& dan rasberg (19::). Penemuan<penemuan deposit tersebut mendorong PTFI terus menanam mod Pada a al tahun 19:3 in0estasi telah men!apai lebih dari /$= *33 juta dengan 0 produksi hampir sebesar 13.333 ton bijih per hari. Pada akhir tahun 19:9 total men!apai lebih dari /$= 633 juta dengan tingkat produksi sebesar '.333 ton bi per hari. Pada tahun 199 tingkat produksi telah men!apai ' .333 ton bijih p

description

GHCSDHCJS

Transcript of Pengelolaan Tambang Freeport

PENGELOLAAN LINGKUNGAN TAMBANG PT. FREEPORT INDONESIA

PT Freeport Indonesia (PTFI) adalah perusahaan tambang bijih tembaga dan emas yang telah beroperasi sejak tahun 1967. PTFI merupakan anak perusahan Freeport Mc. Moran Copper Company yang berpusat di Amerika Serikat. Penandatanganan Kontrak Karya pertama dengan pemerintah Indonesia dilakukan pada tahun 1967 dan telah berakhir, kemudian Kontrak Karya kedua ditandatangani pada tahun 1995 setelah ditemukannya cadangan baru.Penambangan ini bermula sejak ditemukannya Gunung Bijih secara tak disengaja berupa gundukan batu hitam kekuningan yang menjulang setinggi 131 m pada tahun 1936 oleh Jean Jacques Dozy seorang geologi Belanda yang bersama tim pendaki gunung sampai dilokasi ini. Dari penyelidikan yang dilakukan atas contoh batuan, ternyata Gunung Bijih mengandung tembaga, kemudian temuan ini dibukukan dalam bentuk laporan di Universitas Leiden dan diberi nama Ertsberg yang berarti Gunung Bijih. Pada tahun 1960 Forbes Wilson dari Freeport Sulfur Company memimpin rombongan eksplorasi ke Gunung Bijih. Hasilnya cukup menggembirakan Gunung Bijih mengandung 32 juta ton bijih tembaga dengan kadar 2%. Gunung Bijih ditambang secara tambang terbuka atau disebut open pit. Dengan produksi awal 7000 ton bijih tembaga per hari. Pada 18 Desenber 1972 untuk pertama kalinya PTFI mengekspor konsentrat tembaga kering sebanyak 8300 ton yang dikapalkan dari pelabuhan Amamapare dengan tujuan Hibi, Jepang. Pada tahun 1976 PTFI menemukan cadangan Gunung Bijih Timur yang mengandung 45 juta ton tembaga dengan kadar 2,5%, yang ditambang pada tahun 1980 dengan sistim tambang bawah tanah. Kemudian secara berturut-turut ditemukan deposit Gunung Bijih Timur Dalam (1980), Deep Ore Zone (1985), dan Grasberg (1988).Penemuan-penemuan deposit tersebut mendorong PTFI terus menanam modal baru. Pada awal tahun 1980 investasi telah mencapai lebih dari US$ 300 juta dengan volume produksi hampir sebesar 10.000 ton bijih per hari. Pada akhir tahun 1989 total investasi telah mencapai lebih dari US$ 600 juta dengan tingkat produksi sebesar 25.000 ton bijih tembaga per hari. Pada tahun 1992 tingkat produksi telah mencapai 52.000 ton bijih per hari dengan tambang Grasberg sebagai primadonanya dan total investasi mencapai lebih dari US$ 1,1 milyar, serta menghasilkan konsentrat tembaga sebesar 800.000 ton yang mengandung sekitar 265.000 ton tembaga murni, disamping mineral ikutannya berupa emas sekitar 18,5 ton dan perak sekitar 60 ton.

Kandungan Mineral dan Tailing

Berdasarkan proses geologi yang terjadi di daerah Irian Jaya terdapat suatu pusat daerah mineralisasi kompleks dalam bentuk zona-zona. Zona-zona tersebut meliputi:1. Zona Grasberg, yaitu zona berupa tubuh intrusi dengan bijih berupa Cu-Au Porphiry dan beberapa Au skarn.2. Zona Ertsberg, yaitu zona yang terbentuk dalam tubuh skarn dengan komposisi mineral Ca-Mg Silikat.3. Zona Gunung Bijih, terdiri dari Zona Gunung Bijih Timur (East Ertsberg), Zona mineralisasi Bijih Dalam atau Deep Ore Zone Mineralized (DOM), Zona Bijih Menengah atau Intermediate Ore Zone (IOZ), Zona Bijih Dalam atau Deep Ore Zone (DOZ), Zona Gossan Besar atau Big Gossan.Bahan tambang yang dihasilkan antara lain Tembaga, Emas, Silver, Molybdenum, Rhenium. Namun selama ini hasil bahan yang di tambang tidak lah jelas karena hasil tambang tersebut di kapal kan ke luar indonesia untuk di murnikan sedangkan molybdenum dan rhenium adalah merupakan sebuah hasil samping dari pemrosesan bijih tembaga.Cadangan tembaga dan emas yang terdapat pada areal penambangan di daerah Deep Ore Zone Block Cave sekitar 168,8 juta ton dengan kadar rata-rata Cu 0,97%, Au 0,71 g/ton, dan Ag 5,28 g/ton,Dari hasil penelitian, ukuran tailing yang dihasilkan dari pengolahan bijih dapat dibedakan menjadi 4 (empat) bagian yaitu tailing kasar, tailing sedang, tailing halus dan tailing sangat halus, Tailing kasar dapat dijumpai di daerah mile 32 dan sekitarnya, tailing sedang di daerah mile 23, tailing halus sampai sangat halus dapat dijumpai pada daerah mile 21 sampai pada muara sungai Ajkwa maupun Otomona. Dari 4 (empat) kelompok tailing tersebut masih ada mineral-mineral logam maupun mineral sulfide yang terkandung didalamnya antara lain: emas yang berbentuk butiran kecil, pirit (FeS), kalkopirit (CuFeS2), kovelit (CuS), bornit (Cu5FeS4), dan digenit (Cu2S).

Ekosistem yang dipengaruhi Kegiatan Pertambangan1. Ekosistem Air SungaiEkosistem air sungai di sekitar daerah tambang PT. Freeport Indonesia dapat terganggu oleh air asam tambanga dan racun tailing yang mengalir di daerah aliran sungai.

2. Ekosistem TanamanPengendapan tailing membekap kelompok tanaman subur dengan menyumbat difusi oksigen ke zona akar tanaman, sehingga dapat menyebabkan tanaman mati.

3. Ekosistem Satwa LiarTanaman yang tumbuh di daerah pembuangan tailing mengalami penumpukan logam berat pada jaringan (tissue), menimbulkan bahaya pada mahluk hutan yang memakannya. Satwa liar dapat terpapar logam berat karena mereka makan tanaman dan hewan tak bertulang belakang yang menyerap logam berat dari endapan tailing, terutama tembaga.

4. Ekosistem MangroveHutan bakau Timika merupakan salah satu kawasan ekosistem mangrove terbaik di dunia. Tailing yang mengalir di sungai daerah tambang Freeport akan merusak hutan bakau akibat sedimentasi. Kanal-kanal muara akan tersumbat tailing dan dengan cepat menjadi sempit dan dangkal.

5. Ekosistem LautSekitar 250 juta ton tailing dialirkan melalui Muara Ajkwa dan masuk ke Laut Arafura. Hat tersebut dapat mengakibatkan penurunan jumlah hewan yang hidup dasar laut (bottom-dwelling animals).

6. Ekosistem Hutan Taman Nasional Lorenz, sebuah hutan hujan tropis yang telah diberikan status khusus oleh PBB sebagai Warisan Dunia wilayahnya mengelilingi daerah konsesi Freeport. Untuk melayani kepentingan tambang, luas taman nasional telah dikurangi. Kawasan pinus pada situs Warisan Dunia ini dapat terkena dampak air tanah yang sudah tercemar buangan limbah batuan yang mengandung asam dan tembaga dari tailing Freeport.

Pengelolaan Lingkungan Tambang PT. FreeportBeberapa cara pengelolaan lingkungan pertambangan yang sudah dan dapt dilakukan untuk menjaga kelestarian lingkungan pada Industri Pertambangan PT. Freeport antara lain :1. Penerapan Teknologi BersihTentu sangat sulit menerapkan teknologi bersih dam kasus P.T. Freeport, karena untuk menghasilkan 1 gram emas yang merupakan wilayah paling produktif, dihasilkan kurang lebih 1,73 ton limbah batuan . Melakukan efesiensi konversi lahan dalam kegiatan pertambangan merupaan hal yang hampir mustahil dilakukan karena pada dasarnya, kegiatan pertambangan adalah kegiatan ekspolitasi sumber daya alam besar-besaran. Dalam kasus P.T. Freeport yang dapat dilakukan hanyalah enyimpan menyimpan lapisan tanah atas (top soil) hasil pengupasan yang dilakukan untuk mendapatkan mineral tambang (ore) di bawahnya untuk menutup kembali dan penghijauan lokasi pertambangan yang sudah tidak produktif nantinya.

1. Pengelolaan dan pendekatan lingkungan.Mengolah limbah yang tidak berguna sebelum di buang ke lingkunan dan penataan lingkungan sehingga akan terhindar dari kerugian lingkunan yang berlebihan akibat proses pertambangan

1. Reklamasi dan Penghijauan Kembali3.1. Daerah Dataran TinggiKajian-kajian intensif yang telah dilakukan berhasil mengidentifikasi jenis-jenis tanaman dataran tinggi yang dapat tumbuh subur di atas lahan reklamasi, dan penelitian saat ini dilakukan untuk menemukan cara meningkatkan daya tahan spesies-spesies tersebut pada kondisi yang sulit. Anaphalis helwigii dan berbagai herba asli terbukti dapat diprediksi dan memilih daya tahan sangat tinggi erhadap kondisi di Grasberg, serta mampu berkembang baik secara mandiri dan tumbu dengan pesat di daerah tersebut.

3.2. Daerah Dataran RendahDi daerah dataran rendah, penelitian reklamasi telah berulang kali membuktikan keberhasilan speies tanaman asli untuk melakukan kolonisasi secara pesat dan alami di atas tanah yang mengandung tailing. Tanah yang mengandung tailing sangat cocok untuk di tanami sejumlah tanaman pertanian apabila tanah tersebut diperbaiki dengan menambahkan karbon organik.

1. Pengelolaan Batuan Penutup dan Air Asam TambangSesuai recana pengelolaan batuan penutup yang telah disetujui pemerintah, PFTI menempatkan batuan penutup pada areal-areal terkelola disekitar tambang terbuka Grasberg. Air asam tambang ditangkap dan diolah atau dinetralisasikan bersamaan dengan upaya pencampuran batu gamping dan capping timbunan batuan penutup.1. Pemantauan LingkunganProgram pemantauan lingkungan jangka panjang PFTI dirancang untuk memantau potensi dampak lingkungan dengan pengukuran rutin terhadap sifat-sifat mutu air, biologi, hidrologi, sedimen, mutu udara dan meteorologi di seluruh wilayah operasi.1. Penutupan TambangP.T. Freeport Indonesia mempunyai rencana penutupan tambang yang merupakan analisa dan strategi terbaru untuk pengelolaan penutupan. Adapun strategi penutupan yang dianut P.T. Freeport Indonesia secara keseluruhan adalah mengidentifikasi, memantau dan mengurangi dampak, baik terhadap lingkungan maupun sosial melalui program-program pengelolaan yang tengah berjalan selama tahapan operasional. Hal ini guna menjamin agar proses decommissioning (penutup kegiatan dan saran), reklamasi, dan kegiatan pemantauan lingkungan yang diperlukan pada saat penutupan dan bahwa selama tahapan penutupan seluruh kegiatan dapat dikelola dengan efektif.

Kegiatan Pertambangan1. Operasional TambangPTFI menggunakan dua metode penambangan dalam menjalankan proses penambangannya, yaitu metode penambangan terbuka (open pit mining), dan metode penambangan bawah tanah (underground mining).

1. Operasional Tambang Terbuka GresbergTubuh bijih Grasberg ditambang dengan menggunakan cara penambangan terbuka (open pit minig) dengan menggali dari permukaan ke arah bawah menuju endapan bijih. Dengan penambangan terbuka, maka dimungkinkan pengerahan peralatan berat untuk pekerjaan tanah yang sangat besar, yang mampu mencapai tingkat penambangan yang tinggi pada biaya satuan yang paling rendah. Tambang terbuka Grasberg menggunakan peralatan shovel, truk pengangkut dan sekop listrik besar untuk menambang bahan (bijih atau batuan limbah). Bijih yang didapatkan selanjutnya diangkut dan diproses di pabrik pengolahan (mill). Sedangkan batuan limbah (overburden) akan dibuang ke tempat yang telah ditentukan atau dihancurkan dengan menggunakan sistem OHS (Overburden Handling System / Sistem Penanggulangan Overburden). OHS terdiri dari alat penghancur, conveyor, dan alat penimbun (stacker) untuk menempatkan overburden dari tambang terbuka Grasberg ke daerah-daerah penempatan di Wanagon Bawah.1. Operasional Tambang Bawah TanahOperasi penambangan bawah tanah yang dilakukan di Deep Ore Zone menggunakan metode penambangan block caving, yaitu metode penambangan yang dilakukan dengan memanfaatkan berat dari bijih itu sendiri dengan cara memberaikannya dengan proses peledakan, agar bijih hasil pemberaian yang tidak tersangga tersebut dapat ambruk dengan sendirinya akibat gaya gravitasi, untuk kemudian dapat diambil melalui bagian bawahnya (level produksi). Metode ini biasanya digunakan untuk menambang bijih dengan ketebalan bijih relatif tebal, deposit yang besar, kadar bijih yang relatif seragam, dan dengan kekuatan batuan dari moderate hingga weak. Teknik ambrukan (Block caving) merupakan cara dengan biaya rendah untuk melakukan penambangan bawah tanah, di mana blok-blok besar bijih bawah tanah dipotong dari bawah sehingga bijih runtuh akibat gaya beratnya sendiri. Setelah runtuh, bijih yang dihasilkan "ditarik" dari drawpoint (titik tarik) dan diangkut menuju alat penghancur. Pada block cave DOZ (Deep Ore Zone), alat LHD (loader) meletakkan lumpur ke dalam ore pass yang menuju saluran pelongsor. Selanjutnya saluran tersebut memuat truk-truk angkut AD-55 pada tingkat angkutan untuk mengangkut bijih ke alat penghancur. Dari sana, bijih yang telah dihancurkan dikirim ke pabrik pemroses (mill). Saat ini PTFI melakukan sistem penambangan dengan metode advance undercutting semenjak tahun 2001, setelah sebelumnya memakai sistem post undercutting.2. Pabrik Pengolahan Bijih Pabrik Pengolahan Bijih (Mill) menghasilkan konsentrat tembaga dan emas dari bijih yang ditambang dengan memisahkan mineral berharga dari pengotor yang menutupinya. Langkah-langkah utamanya adalah penghancuran, penggilingan, pengapungan, dan pengeringan. Penghancuran dan penggilingan mengubah besaran bijih menjadi ukuran pasir halus guna membebaskan butiran yang mengandung tembaga dan emas untuk proses pemisahan dan untuk menyiapkan ukuran yang sesuai ke proses selanjutnya. Pengapungan (Flotasi) adalah proses pemisahan yang digunakan untuk menghasilkan konsentrat tembaga-emas. Bubur konsentrat (slurry) yang terdiri dari bijih yang sudah halus (hasil gilingan) dan air dicampur dengan reagen dimasukkan ke dalam serangkaian tangki pengaduk yang disebut dengan sel flotasi, di mana penambahan udara dipompa ke dalam slurry tersebut.

1. Operasional Pengeringan dan PengapalanTempat pelabuhan (Portsite) merupakan bagian yang sangat penting dari kegiatan PTFI, untuk menerima bahan-bahan dan perlengkapan yang diperlukan serta mengirimkan konsentrat PTFI dengan kapal. Kegiatab yang terdapat dalam operasional ini:1. Pengeringan dan Penyimpanan Konsentrat Bubur (Slurry) konsentrat dikeringkan melalui 3 unit pengeringan. Konsentrat kering dengan kandungan air sekitar 9% disimpan di dalam gudang konsentrat yang berkapasitas total sekitar 135.000 ton metrik. Ruang penyimpanan tambahan tersedia pada pads di samping pabrik pengering.b. Pengapalan Konsentrat Konsentrat dari gudang dimuat ke kapal dengan menggunakan ban berjalan (conveyor). Kapal konsentrat dimuat sebagian pada dermaga 'concentrate jetty' dan selanjutnya kapal berlabuh di lepas pantai A (Sea Buoy) untuk menyelesaikan sisa pemuatan dengan menggunakan barge konsentrat PTFI. Setiap tahun PTFI mengapalkan konsentrat lebih dari 100 kapal.

Dampak Negatif Bila Pengelolaan Lingkungannya Tidak Baik

Kegiatan Pertambangan yang dilakukan oleh Freeport dapat menimbulkan dampak negatif, beberapa dampak dan penyebabnya adalah :

0. Tembaga yang dihamburkan dan pencemaranPengerukan dan pembuangan dilakukan tanpa pengolahan yang bersifat penghamburan tembaga dan pencemaran lingkungan. Lebih dari 3 miliar ton limbah tembaga dan lebih dari empat miliar ton limbah batuan akan dihasilkan dari operasi Freeport sampai penutupan pada tahun 2041. Secara keseluruhan, lebih dari 53.000 ton tembaga per tahun, yang dibuang ke sungai sebagai Air Asam Batuan dalam bentuk buangan . Tingkat pencemaran logam berat semacam ini sejuta kali lebih buruk dibanding yang bisa dicapai oleh standar praktikpencegahan pencemaran industri tambang.

0. Air Asam Batuan Ketika bijih ditambang dan batuan penutup yang mengandung sulfida terpapar terhadap alam terbuka, maka air, oksigen dan bakteri yang berada di alam bereaksi hingga berpotensi menimbulkan larutan asam belerang. Air asam tersebut dapat melarutkan logam yang terkandung di dalam batuan penutup dan menimbulkan dampak lingkungan yang buruk terhadap sistem saluran air apabila tidak dikelola dengan baik. Proses tersebut dikenal dengan nama air asam tambang.Hampir semua limbah batuan dari tambang Freepot berpotensi membentuk asam. Limbah batuan ini dibuang ke sejumlah tempat di sekitar area pertambangan . Kandungan tembaga pada batuan rata-rata 4.500 gram per ton dan sekitar 80% tembaga ini akan terbuang dalam beberapa puluh tahun.

0. Logam berat pada tanaman dan satwa liarProses pertambangan Freeport mengandung tingkat racun logam selenium (Se), timbal (Pb), arsenik (As), seng (Zn), mangan (Mn) dan tembaga (Cu) yang secara signifikan lebih tinggi. Hal ini menunjukkan kemungkinan timbulnya dampak racun pada pertumbuhan tanaman. Sehingga, tanaman yang tumbuh di sekitar pertambangan mengalami penumpukan logam berat pada jaringan tanaman tersebut dan menimbulkan bahaya pada mahluk hutan yang memakannya. Semua spesies hewan disekitar Freeport terkena dipastikan terkena racun yang berasal dari logam

1. Perusakan habitat muaraPertambangan akan merusak hutan bakau seluas 21 sampai 63 km2 akibat sedimentasi. Kanal-kanal muara sudah tersumbat oleh proses pertambangan dan dengan cepat menjadi sempit dan dangkal.

1. Kontaminasi pada rantai makanan di muaraLogam dari penambangan menyebabkan kontaminasi pada rantai makanan di Muara. Daerah yang dimasuki pertambangan Freeport menunjukkan kandungan logam berbahaya yang secara signifikan lebih tinggi dibanding dengan muara-muara terdekat yang tak terkena dampak dan dijadikan acuan. Logam berbahaya tersebut adalah tembaga, arsenik, mangan, timbal, perak dan seng. Satwa liar di daerah hutan bakau dapat terpapar logam berat karena mereka makan tanaman dan hewan tak bertulang belakang yang menyerap logam berat dari endapan tailing, terutama tembaga.