Pengelolaan Satwa Liar
description
Transcript of Pengelolaan Satwa Liar
0
PENGELOLAAN SATWA LIAR:
MANFAAT, DOMESTIKASI, DAN GANGGUAN SATWA LIAR
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah piilihan Pengelolaan Satwa Liar
Oleh:
Gema Ikrar Muhammad
140410070057
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVETSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2011
1
BAB IPENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Satwaliar adalah binatang yang hidup di dalam ekosistem alam. Pola
pengelolaan satwaliar telah berkembang dengan pesat, yaitu bukan saja untuk
keperluan perlindungan tetapi juga pemanfaatan yang lestari. Pemanfaatan satwaliar ini
meliputi untuk kegiatan penelitian, pendidikan, pariwisata, rekreasi, bahkan jika
memungkinkan untuk beberapa jenis satwa tertentu dapat dilakukan pemanenan
sebagai komoditi ekspor.Pada kenyataannya satwaliar memmiliki nilai dan manfaat yang
sangat besar bagi kehidupan manusia, maka ruang lingkup pengelolaannyapun harus
diperluas.
Salah satu peristiwa yang paling sukar diukur adalah keseimbangan alam atau
perkembangan hubungan timbal balik antara berbagai populasi di dalam suatu
masyarakat dan di dalam suatu ekosistem. Tetapi hal yang paling mudah terlihat adalah
ketika pertumbuhan populasi suatu kelompok terus meningkat di lluar batas-batas daya
dukung lilngkungannya, akan dapat merusak keadaan populasinya sendiri. Seiring
dengan berkembangnya zaman, kehidupan manusia yang kini semakin maju dan
pertumbuhan populasi manusia mengalami peningkatan bukan hal yang mustahil bila
keadaan populasinya akan rusak oleh populasi itu sendiri. Karena adanya pertumbuhan
yang terus meningkat tersebut, manusia melakukan berbagai usaha dalam memenuhi
kelangsungan hidupnya, hal ini juga yang mempengaruhi terdesaknya kehidupan
satwaliar di alam.
2
BAB IIISI
MANFAAT SATWA LIAR
Satwa liar memiliki potensi yang sangat besar untuk dimanfaatkan dalam
kehidupan manusia. Pemanfaatan satwaliar sebenarnya telah dilakukan sejak lama
mengikuti sejarah kehidupan manusia, diantaranya dagingnya digunakan untuk bahan
pangan, kulit dan rambutnya digunakan sebagai bahan pakaian, lemak untuk bahan
bakar, gading atau tanduk digunakan untuk hiasan atau gagang golok, dan lain-lain.
Sering kita denganr istilah eksploitasi terhadap satwa liar, yang sebenarnya
pengertiannya adalah sama yakni pemanfaatan, namun istilah ini memiliki konotasi
pengambilan atau pengurasan sumberdaya alam dan kurang memperhatikan aspek
kelestarian alam. Dan istilah ini mungkin lebih cocok digunakan pada sumberdaya alam
yang tak terbarukan seperti tambang. Sedangkan untuk sumberdaya alam yang dapat
terbarukan lebih tepat digunakan istilah pemanenan, yang berarti suatu kegiatan
memanen hasil. Yang artinya hasil yang diperoleh setelah kita menanam atau
memelihara suatu sumberdaya alam dengan baik, dan ada unsur pengelolaan.
NILAI EKONOMI SATWA LIAR
Baik secara langsung maupun tak langsung, satwa liar memiliki nilai ekonomi.
Dalam pemanfaatannya kita harus memperhatikan aspek kelestarian dari satwa liar itu
sendiri agar menghindari terjadinya kepunahan. Nilai ekonomi satwaliar dapat diperoleh
dengan berbagai cara pengelolaan seperti pengembangan rekreasi dan olah raga
berburu, pengembangan atraksi satwaliar sebagai objek pemandangan alam, game
ranching, dan game farming.
Satwaliar di berbagai daerah dijadikan sebagai bahan pangan, baik digunakan
dagingnya secara langsung maupun diolah terlebih dahulu menjadi minyak, mentega,
atau diambil taring, kuliat atau produk-produk lainnya, baik dari satwaliar yang hidup di
aquatik maupun terestrial. Seperti di Jepang, daging ikan paus digunakan untuk
3
dimakan, dan diolah menjadi mentega dan minyak, daging ekornya dipotong tipis dan
dimakan mentah-mentah sebagai makana tradisional masyarakat jepang. Di afrika,
eropa, dan asia satwa liar diburu, baik untuk diambil bagian-bagian tubuhnya maupun
dijual di pasar-pasar, kecuali mereka yang beragama hindu atau budha, yang
mempunyai kepercayaan untuk tidak memakan semua bentuk yang hidup. Namun di
semua bagian dunia, pemburuan satwa liar telah menyebabkan kepunahan beberapa
spesies termasuk antelope, singa di asia dan harimau loreng di jawa. Akan tetapi
masyarakat yang hidupnya masih primitif, tidak menyebabkan kepunahan spesies,
karena mereka melakukan pemburuan dalam jumlah yang kecil, dan menggunakan
peralatan yang sederhana. Setelah senjata api masuk, menyebabkan banyak populasi
ungulate besar menjadi semakin sedikit.
Afrika mengalami perkembangan pesat dalam hal pengelolaan satwa liar untuk
tujuan pemanenan dan termasuk usaha yang menguntungkan. Produk yang dihasilkan
berupa kulit dan daging. Jika dibandingkan dengan kulit, maka daging memiliki nilai
ekonomi yang relatif kecil. Hal ini terlihat pada data yang disajikan di tabel dibawah ini.
Tabel Ongkos dan Keuntungan dari Berbagai Usaha Game Cropping di Tanzania
(dalam mata uang Tanzania) (Eltringham, 1984)
WilayahLoliondo(1970)
Loliondo (1971)
Loliondo(1972)
Yaida(1976)
Lake Rukwa(1967)
Ongkos ModalAngkkutanGaji dan Upah lain-lainKeuntungan
29.21832.46246.8497.001
2.11627.65238.0636.447
-16.38121.5589.396
-12.48022.4002.945
-5.000
10.476864
Jumlah 115.530 74.308 47.335 37.825 16.340Pemasukan penjualan dagingPenjualan kulit zebraPenjualan kulit lainnya
15.166
344.500-
6.000
110.2509.010
5.120
52.5002.250
15.854
44.185-
6.796
30.933-
Jumlah 359.666 125.260 59.870 60.039 37.729Keuntungan 244.136 50.952 12.535 22.214 21.369
4
Akan tetapi, karena kegiatan berburu satwa liar di afrika dilegalkan dan semakin
intensif, terutama pemburuan gajah untuk diambil gadingnya, maka keadaan populasi
gajah di afrika semakin merosot.
PEMANENAN
Indonesia dalam hal pemanenan terutama untuk kepentingan olahraga berburu
telah berkembang sejak sebelum kemerdekaan, dan hingga kini masih menggunakan
peraturan perundangan pemburuan satwa liar tahun 1940, yaitu undang-undang dan
Peraturan Pemburuan Jawa dan Madura 1940. Sebagai upaya menjaga kelestarian
populasi, makan petunjuk pemanenan satwa liar harus pula diperhatikan, seperti
Analisis populasi, peraturan berburu, tujuan pemanenan dan prinsip pemanenan.
1. Analisis Populasi
Kegiatan pemanenan harus memperhatikan analisis terhadap dinamika
populasi dari satwa liar. Karena dari dinamika populasi tersebut dapat
diketahui status suatu populasi, apakah dalam kondisi berkembang, stabil
atau menurun. Agar dicapai tujuan kelestarian hasil yang maksimal,
diperlukan beberapa pembahasan, seperti (Bailey, 1984):
a. Lamanya musim berburu
b. Waktu dibuka dan ditutupnya musim berburu
c. Daftar spesies yang boleh diburu dan jenis kelaminnya
d. Jumlah satwa liar yang dipanen (diburu).
2. Peraturan Berburu
Peraturan berburu bervariasi menurut keadaan wilayah, spesies
satwaliar, sosial ekonomi masyarakat, dan politik pemerintah. Misalnya
dalam UU dan Peraturan Pemburuan Jawa dan Madura 1940, diatur juga
mengenai jenis senjata dan alat-alat untuk berburu, dan jumlah pemburu
serta cara mendapatkan izin berburu. Peraturan pemanenan diharapkan
5
dapat mengombinasikan pertimbangan biologis dan sosiologis.
Pertimbangan biologis meliputi pengaturan-pengaturan: (1) melakukan
pengendalian terhadap jumlah satwa liar, sehingga dicapai keadaan
seimbang, (2) mengatur perbandingan komposisi jantan dan betina yang
paling optimal dalam satu habitat, untuk mendapat tingkat reproduksi
maksimum, (3) mengurangi persaingan antara spesies, (4) melakukan
pengendalian terhadap meledaknya penyakit, dengan mengurangi populasi,
(5) menghindarkan pemanenan pada keadaan yang kritis.
Pertimbangan sosiologis meliputi pengaturan: (1) memaksimumkan
rekreasi berburu, mengatur perburuan agar sesuai dengan peraturan yang
berlaku, (2) mengatur kualitas pemburu, penyebaran pemburu menurut
waktu dan ruang, dan mengurangi pemburuan berlebihan, (3)
memperhatikan keamanan dan keselamatan masyarkat, (4) memelihara
hubungan yang baik antara pemburu dengan pengelola/pemilik kawasan, (5)
mengurangi satwa buru, dan (6) membuat peraturan-perundangan yang
sesuai dengan sosial budaya masyarakat setempat dan mudah dimengerti.
3. Tujuan Pemanenan
Menurut tujuannya, pemanenan satwaliar dapat dibedakan menjadi culling
(mengurangi anggota suatu populasi yang jumlahnya berlebih) dan cropping
(pemanenan satwaliar untuk tujuan ekonomi).
4. Prinsip-prinsip Pemanenan.
Prinsip-prinsip pemanenan yang sama dapat diterapkan, baik untuk
pemanenan komersial maupun kegiatan rekreasi berburu, yaitu bertujuan
untuk mendapatkan suatu hasil yang lestari (SY= Sustained Yield). SY sendiri
menurut teori merupakan suatu hasil yang dapat dipanen setiap tahunnya
tanpa menyebabkan penurunan populasi.
6
DOMESTIKASI SATWALIAR
Alasan utama manusia melakukan domestikasi adalah karena alasan ekonomi,
dan Indonesia memiliki berbagai jenis satwa liar yang mempunyai potensi untuk
didomestikasikan.
RUANG LINGKUP DOMESTIKASI
Ruang lingkup domestikasi dapat dibedakan adanya tiga unsur pokok yang saling
berkaitan, yaitu objek, proses, dan sasaran. Satwaliar merupakan sumberdaya alam,
sebagai objek yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai sasaran pengembangan yaitu
meningkatkan kuantitas dan kualitas komoditi domestik, sehingga perlu dilakukan suatu
proses domestikasi terhadap objek satwaliar.
Domestikasi merupakan suatu proses untuk pembentukan jenis dalam suatu
populasi/jenis yang semakin lama semakin disesuaikan dengan keadaan tidak liar,
melalui mekanisme-mekanisme genetika populasi, untuk mendekati/mencapai tuntutan
kebutuhan manusia. Upaya domestikasi satwaliar merupakan suatu proses untuk
mengembangkan satwa liar menjadi komoditi domestik.
Game Ranching dan Game Farming merupakan pola yang telah berkembang
dalam proses pengembangan satwa liar, yang merupakan bentuk-bentuk kegiatan
penangkaran. Bedanya terletak pada intensitas pengelolaannya. Jika penangkaran
dilakukan dengan sistem pengelolaan ekstensif disebut game ranching, dan bila
dilakukan dengan sistem pengelolaan intensif disebut game farming. Prinsip
penangkaran adalah pemeliharaan dan perkembangbiakan sejumlah satwaliar yang
sampai pada batas-batas tertentu dapat diambil dari alam, tetapi untuk selanjutnya
pengembangannya hanya diperkenankan diambil dari keturunan-keturunan yang
berhasil dari penangkaran.
PENANGKARAN UNTUK BUDIDAYA ATAU KONSERVASI
Domestikasi sendiri merupakan sebuah proses, dimana urutan proses
pembentukan jenis terjadi secara terarah. Sedangkan untuk arah dan tujuannya
7
biasanya ditentukan oleh manusia. Sehingga penangkaran dapat dianggap sebagai salah
satu proses menuju domestikasi.
Ada perbedaan prinsip antara penangkaran dalam rangka budidaya dan
penangkaran dalam rangka konservasi. Perbedaan utama pada budidaya adalah oleh
manusia, untuk manusia dan mengutamakan perubahan. Sedangkan konservasi oleh
manusia, untuk alam dengan mengutamakan kestabilan sifat (selama dalam kekuasaan
manusia). Menurut Helvoort (1986), tepatnya pertama menyangkut penilaian sosial-etis,
dan yang kedua menyangkut penilaian genetika populasi.
PERKEMBANGAN DOMESTIKASI
Awal mula domestikasi sekurang-kurangnya berlangsung sejak akhir abad es (±
12000 tahun yang lalu). Perkembangan domestikasi bertepatan saatnya dengan
perubahan kondisi ekonomi masyarakat dari kehidupan sebagai pemburu/pengumpul
menjadi cara-cara kehidupan pertanian yang lebih menetap.
Menurut sejarahnya ada tiga daerah utama di dunia yang berkaitan dengan asal
mula domestikasi, yaitu (Clutton-Brock, 1981; Ucko dan Dimbleby, 1969):
1. Daerah Timur Tengah: terutama lembah tigris/Eufrat di Mesopotamia.
Daerah ini merupakan asal mula dari peradaban barat dan bukanlah suatu
kebetulan bahwa domestikasi mengikuti kebudayaan.
2. Timur jauh: berada pada pusat suatu daerah kebudayaan
3. Daerah Amerika tengah dan selatan: pusatnya di Meksiko dan Peru, yang
menjadi pusat kebudayaan besar dunia ketiga.
Terdapat perbedaan jenis yang didomestikasi pada ketiga daerah ini, yang
mencerminkan adanya pengaruh zoogeografis yang berlainan.
8
GANGGUAN SATWALIAR
Pada dua subjudul diatas telah dikemukakan bahwa satwaliar dapat
dimanfaatkan dan digunakan oleh manusia untuk banyak kepentingan atau berbagai
hal, baik pangan, pakaian, ekonomi, pariwisata dan lain-lain. Tetapi satwaliar juga suatu
saat dapat menjadi masalah bagi manusia, karena dapat bersifat mengganggu dan
merusak.
FAKTOR PENYEBAB
Pertumbuhan populasi manusia yang semakin meningkat menuntut berbagai
macam kebutuhan dan menyebabkan mendesaknya kehidupan satwaliar. Sehingga
dibutuhkan suatu pola penanggulangan gangguan yang melibatkan berbagai
pertimbangan, disiplin ilmu dan berbagai instansi terkait dengan memperhatikan
kepentingan manusia, seperti kepentingan sosial, ekonomi, budaya dan ekologi.
Penanggulangan kerusakan atau gangguan satwaliar ini merupakan suatu alat yang
diharapkan mampu untuk mengatur pemanenan, perbaikan habitat, perlindungan
spesies-spesies, pendidikan konservasi, dan meningkatkan kesadaran dan peran serta
masyarakat.
ANALISIS GANGGUAN
Dalam melakukan analisis terhadap rangkaian permasalahan gangguan satwaliar
seharusnya dimulai dari unsur manusia, karena manusia mempunyai peranan yang
sangat besar terhadap timbulnya gangguan satwaliar, karena pertumbuhan dan
perkembangan manusia memiliki dampak yang sangat luas terhadap pemanfaatan dan
pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan, termasuk satwaliar.
Adapun timbulnya gangguan satwaliar menunjukkan telah terganggunya
keseimbangan dalam ekosistem alam. Gangguan ini telah menimbulkan berbagai
kerusakan baik ditinjau dari aspek ekonomis maupun ekologis.
9
Gambar Pola analisis gangguan satwaliar menurut Alikodra, 2010
TEKNIK PENGENDALIAN
Pengendalian satwa liar dapat dilakukan dengan cara biologis maupun mekanis.
Pengendalian biologis dilakukan dengan cara mengurangi populasi atau perbaikan
habitat satwaliar, sedangkan mekanis dilakukan dengan cara membuat penghalang agar
satwaliar terbatas pergerakannya. Dengan mempertimbangkan pengendalian yang
tepat sehingga menentukan keberhasilan pengendalian gangguan.
Untuk mengatasi masalah gangguan satwaliar dapat dilakukan berbagai
pendekatan pemecahan, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Pemecahan
jangka pendek dapat dilakukan dengan langsung melakukan tindakan-tindakan
pengendalian satwaliar seperti pemagaran, pembuatan parit, penggiringan dan lain-lain.
Sedangkan untuk jangka panjang dibutuhkan studi komprehensif terlebih dahulu
sebelum melakukan tindakan pengendalian, sehingga dapat disusun program-program
pengelolaan dan pengendalian yang tepat. Setiap cara yang digunakan dalam
10
menanggulangi gangguan satwaliar memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-
masing. Beberapa kriteria yang dapat dipertimbangkan dalam menanggulangi gangguan,
yaitu: (1) secara teknis dapat dilaksanakan, (2) secara ekonomis dapat dijalankan, dan
(3) secara ekologis dapat dipertanggungjawabkan. Pengambilan keputusan yang
bijaksana akan menggabungkan ketiga kriteria ini.
11
BAB III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Satwaliar merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui yang memilliki
peranan penting di dalam kehidupan manusia. Satwaliar dapat dimanfaatkan dan
memiliki nilai ekonomi ketika kita dapat mengelolanya dengan baik dan benar serta
memperhatikan aspek kelestarian dari satwaliar tersebut di alam.
Meskipun satwaliar memiliki banyak manfaat dan secara langsung
mempengaruhi kehidupan manusia, adakalanya mereka juga dianggap sebagai
pengganggu atau perusak. Hal ini disebabkan karena adanya ketidakseimbangan
ekosistem yang diakibatkan oleh manusia itu sendiri seiring dengan berkembangnya
pertumbuhan populasi manusia yang menuntut bertambahnya lahan dan kebutuhan
lainnya guna memenuhi kelangsungan hidup manusia, dan hal ini dapat mendesak
kehidupan satwaliar.
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra, S, Hadi. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Bogor. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antara
Universitas Ilmu Hayati Institut Pertanian Bogor.
_____________. 2010. Teknik Pengelolaan Satwaliar. Bogor. IPB Press.