PENGELOLAAN SAMPAH

60
PENGELOLAAN SAMPAH SANITARY LANDFILL ; LINDI , GAS METAN

description

PENGELOLAAN SAMPAH. SANITARY LANDFILL ; LINDI , GAS METAN. Pendahuluan. Penyingkiran limbah ke dalam tanah ( land disposal) merupakan cara yang paling sering dijumpai dalam pengelolaan limbah . Cara penyingkiran limbah ke dalam tanah dengan pengurugan atau penimbunan - PowerPoint PPT Presentation

Transcript of PENGELOLAAN SAMPAH

Page 1: PENGELOLAAN SAMPAH

PENGELOLAAN SAMPAH

SANITARY LANDFILL ; LINDI , GAS METAN

Page 2: PENGELOLAAN SAMPAH

PENDAHULUANPenyingkiran limbah ke dalam tanah (land disposal) merupakan cara yang paling sering dijumpai dalam pengelolaan limbah. Cara penyingkiran limbah ke dalam tanah dengan pengurugan atau penimbunan dikenal sebagai landfilling, yang diterapkan mula-mula pada sampah kota. Cara ini dikenal sejak awal tahun 1900-an, dengan nama yang dikenal sebagai sanitary landfill, karenaaplikasinya memperhatikan aspek sanitasi lingkungan.

Page 3: PENGELOLAAN SAMPAH

Definisi yang sederhana tentang sanitary landfill adalah Metode pengurugan sampah

ke dalam tanah, dengan menyebarkan sampah secara lapisper-lapis pada sebuah site (lahan) yang telah disiapkan, kemudian dilakukan pemadatan dengan alat berat, dan pada akhir hari operasi, urugan sampah tersebut kemudian ditutup dengan tanah penutup.

Page 4: PENGELOLAAN SAMPAH

Landfilling dibutuhkan karena :• Pengurangan limbah di sumber, daur-ulang,

atau minimasi limbah, tidak dapat menyingkirkan limbah semuanya• Pengolahan limbah biasanya menghasilkan

residu yang harus ditangani lebih lanjut• Kadangkala sebuah limbah sulit untuk

diuraikan secara biologis, atau sulit untuk dibakar,atau sulit untuk diolah secara kimia

Page 5: PENGELOLAAN SAMPAH

Metode landfilling saat ini digunakan bukan hanya untuk menangani sampah kota. Beberpa hal yang perlu dicatat :

− Banyak digunakan untuk menyingkirkan sampah, karena murah, mudah dan luwes.

− Digunakan untuk menyingkirkan limbah industri, seperti sludge (lumpur) dari pengolahan limbah cair, termasuk limbah berbahaya.

− Bukan pemecahan masalah limbah yang baik. Dapat mendatangkan pencemaran lingkungan, terutama dari lindi (leachate) yang mencemari air tanah.

− Untuk mengurangi dampak negatif dibutuhkan pemilihan lokasi yang tepat, penyiapan prasarana yang baik dengan memanfaatkan teknologi yang sesuai, dan dengan

pengoperasian yang baik pula.

Page 6: PENGELOLAAN SAMPAH

PERKEMBANGAN LANDFILLPerkembangan landfilling mulai dari awal Keberadaannya sebagai sarana penanganan sampah kota: Mengisi lembah: Pada awalnya landfilling sampah dilaksanakan

pada lahan yang tidak produktif, misalnya bekas pertambangan, mengisi cekungan-cekungan

Page 7: PENGELOLAAN SAMPAH

Cara ini dikenal dengan metode pit atau canyon atau quarry. Dengan demikian terjadi reklamasi lahan, sehingga lahan tersebut

menjadi baik kembali.

Gambar 1 : Landfilling mengisi lembah / cekungan

Page 8: PENGELOLAAN SAMPAH

Mengupas site: Dengan terbatasnya site yang sesuai , maka

dilakukan pengupasan site sampai kedalaman tertentu. Dikenal sebagai metode slope

(ramp). Perlu diperhatikan:− tinggi muka air tanah− struktur batuan / tanah keras− peralatan pengupasan / penggalian yang

dimiliki

Page 9: PENGELOLAAN SAMPAH

Dengan demikian akan diperoleh tanah untuk bahan penutup. Kadangkala pengupasan site tidak dilakukan sekaligus, tetapi dilakukan secara bertahap.

Terbentuk parit-parit tempat pengurugan sampah. Cara ini dikenal sebagai metode

parit (trench)

Page 10: PENGELOLAAN SAMPAH

Gambar 2: Landfilling dengan mengupas site

Gambar 3: Pengupasan bertahap

Page 11: PENGELOLAAN SAMPAH

Menimbun sampah: Untuk daerah yang datar, dengan muka air

tanah tinggi, sulit untuk mengupas site. Maka cara yang dilakukan adalah menimbun sampah di atas area tersebut. Cara ini

dikenal sebagai metode area.

Gambar .4: Landfilling dengan menimbun ke atas

Page 12: PENGELOLAAN SAMPAH

JENIS LANDFILL Berdasarkan penanganan sampahnya: Dilihat dari bagaimana sampah ditangani

sebelum diurug, maka dikenal beberapa jenis aplikasi ini, yaitu :

a. Pemotongan sampah terlebih dahulu:− Sampah dipotong dengan mesin pemotong

50-80 mm sehingga menjadi lebih homogen, lebih padat (0,8 – 1,0 ton/m3), dapat ditimbun

lebih tebal (> 1,5 M)

Page 13: PENGELOLAAN SAMPAH

− Dapat digunakan sebagai pengomposan (aerobik) in-situ dengan ketingian sel-sel 50 cm, sehingga memungkinkan proses aerobik yang menghasilkan panas sehingga dapat menghindari lalat

− Binatang pengerat (tikus dsb) berkurang karena rongga dalam timbunan berkurang /dihilangkan, dan timbunan lebih padat

− Bila tidak ada masalah bau, maka tidak perlu tanah penutup

− Degradasi (pembusukan) lebih cepat sehingga stabilitas lebih cepat

− Butuh alat pemotong sehingga biaya menjadi mahal

Page 14: PENGELOLAAN SAMPAH

b. Pemadatan sampah dengan baling :− Banyak digunakan di Amerika Serikat− Sampah dipadatkan dengan mesin pemadat

menjadi ukuran tertentu (misalnya bervolume 1 m3). Kepadatan mencapai 1,0 ton/m3 atau lebih

− Transportasi lebih murah karena sampah lebih padat, dan benbentuk praktis

− Pengurugan di lapangan lebih mudah (dengan fork-lift)

Page 15: PENGELOLAAN SAMPAH

− Pengaturan sel lebih mudah dan sistematis− Butuh investasi dan operasi alat/mesin. Biaya

menjadi sangat mahal− Dihasilkan lindi hasil pemadatan yang perlu

mendapat perhatian

Gambar 5: Landfilling dengan baling

Page 16: PENGELOLAAN SAMPAH

c. Landfill tradisional:− Cara yang dikenal di Indonesia sebagai

sanitary landfill− Sampah diletakkan lapis perlapis (0,5-0,6m)

sampai ketinggian 1,2 - 1,5 m− Urugan sampah membentuk sel-sel dan

membutuhkan ketelitian operasi alat berat agar teratur

− Kepadatan sampah dicapai dengan alat berat biasa (dozer atau loader) dan mencapai

0,6 - 0,8 ton/m3

Page 17: PENGELOLAAN SAMPAH

− Membutuhkan penutupan harian 10 - 30 cm, paling tidak dalam 48 jam

− Kondisi di lapisan (lift) teratas bersifat aerob (ada oksigen), sedang bagian bawah

anaerob (tidak ada oksigen) sehingga dihasilkan gas metan

− Bagian-bagian sampah yang besar diletakkan di bawah agar tidak terjadi rongga

Page 18: PENGELOLAAN SAMPAH

Gambar 6: Pembuatan sel-sel sampah

Page 19: PENGELOLAAN SAMPAH

d. Landfill dengan kompaksi :− Banyak digunakan untuk lahan-urug yang

besar dengan dozer khusus yang bisa memadatkan sampah pada ketebalan 30 - 50

cm, dan dicapai densitas timbunan 0,8 -1,0 ton/m3

− Proses yang terjadi menjadi anaerob− Karena densitas tinggi, serangga dan tikus

sulit bersarang

Page 20: PENGELOLAAN SAMPAH

− Keuntungan dibanding lahana-urug tradisional adalah tanah penutup menjadi berkurang,

truk mudah berlalu lalang dan masa layan lebih lama

− Biaya operasi menjadi meningkat

Gambar 7: Dozer kaki-kambing

Page 21: PENGELOLAAN SAMPAH

Berdasarkan kondisi site : Dilihat dari kondisi topografi site, maka

literatur USA membagi landfill dalam beberapa kelompok

yaitu :a. Metode area :− Dapat diterapkan pada site yang relatif datar,− Sampah membentuk sel-sel sampah yang

saling dibatasi oleh tanah penutup− Setelah pengurugan akan membentuk slope− Penyebaran dan pemadatan sampah

berlawanan dengan kemiringan

Page 22: PENGELOLAAN SAMPAH

b. Metode slope/ramp :− Sebagian tanah digali− Sampah kemudian diurug pada tanah− Tanah penutup diambil dari tanah galian− Setelah lapisan pertama selesai, operasi

berikutnya seperti metode area

Page 23: PENGELOLAAN SAMPAH

c. Metode parit (trench) :− Site yang ada digali, sampah ditebarkan

dalam galian, dipadatkan dan ditutup harian− Digunakan bila airtanah cukup rendah

sehingga zone non-aerasi di bawah landfill cukup tinggi ( ≥ 1,5 m)

− Digunakan untuk daerah datar atau sedikit bergelombang

− Operasi selanjutnya seperti metode area

Page 24: PENGELOLAAN SAMPAH

d. Metode pit/canyon/quarry :− Memanfaatkan cekungan tanah yang ada

(misalnya bekas tambang)− Pengurugan sampah dimulai dari dasar− Penyebaran dan pemadatan sampah seperti

metode area− Kenyataan di lapangan, cara tersebut dapat

berkembang lebih jauh sesuai dengan kondisi yang ada.

Page 25: PENGELOLAAN SAMPAH

Berdasarkan ketersediaan oksigen dalam timbunan :

Seperti halnya pengomposan, maka pada dasarnya landfilling adalah pengomposan dalam reaktor yang luas.

Oleh karenanya terdapat kemungkinan pembusukan sampah secara aerobik maupun secara anaerobik.

Page 26: PENGELOLAAN SAMPAH

a. Landfill anaerobik:− Landfill yang banyak dikenal saat ini,

khususnya di Indonesia. Timbunan sampah dilakukan lapis perlapis

tanpa memperhatikan ketersediaan oksigen di dalam timbunan.

− Kondisi anaerob menghasilkan gas metan (gas bakar). Dihasilkan pula uap-uap asamasam organik, dan H2S yang menyebabkan jenis landfill ini berbau bila tidak ditutup tanah.

− Karena kondisinya anaerob, stabilitas sampah tidak cepat tercapai, dan dihasilkan lindi

(leachate) dengan konsentrasi tinggi

Page 27: PENGELOLAAN SAMPAH

b. Landfill semi-aerobik :− Dihindari tergenangnya leachate dalam

timbunan, melalui drainase leachate dan ventilasi gasbio yang baik− Tanah penutup tidak terlalu kedap

Gambar.8: Landfill semi-aerobik

Page 28: PENGELOLAAN SAMPAH

c. Landfill aerobik:− Mengupayakan agar timbunan sampah tetap

mendapat oksigen. Dengan demikian proses pembusukan lebih cepat, seperti

halnya pengomposan biasa.− Leachate yang dihasilkan relatif lebih baik

dibanding landfill anaerob. Juga bau akan banyak berkurang. Disamping itu, tidak

dibutuhkan penutup tanah harian.

Page 29: PENGELOLAAN SAMPAH

− Pencapaian kondisi aerobik dapat dilakukan dengan pendekatan :

lapisan sampah dibiarkan beberapa hari berkontak dengan oksigen, sebelum

diatasnya dilapis sampah lain. Bila perlu dilakukan pembalikan pada lapisan sampah

tersebut. Dibutuhkan area yang luas. cara lain adalah memasukkan udara ke dalam

timbunan secara sistematis, sehingga proses pembusukan berjalan secara aerob .

Page 30: PENGELOLAAN SAMPAH

Berdasarkan karakter lahan (site): Di Perancis misalnya, hubungan karakter

permeabilitas site dengan limbah dijadikan dasar pembagian landfill, yaitu :

− Site landfill kelas 1 : site kedap dengan nilai permeabilitas (k) < 10

–7 cm/detik migrasi leachate dapat diabaikan untuk limbah industri, termasuk limbah B3

Page 31: PENGELOLAAN SAMPAH

− Site landfill kelas 2 : site semi-kedap dengan nilai permeabilitas (k)

antara 10 –4 sampai 10 –7 cm/detik migrasi leachate lambat untuk limbah sejenis sampah kota− Site landfill kelas 3 : site tidak kedap dengan nilai permeabilitas (k)

> 10 –4 cm/detik migrasi leachate cepat untuk limbah inert dengan pencemaran

diabaikan

Page 32: PENGELOLAAN SAMPAH

Berdasarkan jenis limbah yang akan diurug:

Di beberapa negara maju, pembagian landfill saat ini dilakukan berdasarkan jenis limbah yang akan diurug, seperti :

− Landfill sampah kota dan sejenisnya− Landfill limbah industri− Landfill yang menerima kedua jenis limbah

tersebut, dikenal sebagai co-disposal

Page 33: PENGELOLAAN SAMPAH

Di Jepang, landfill dibagi menjadi :− Landfill sampah domestik (sampah kota)− Landfill industri, yang dibagi menjadi : landfill untuk limbah industri yang stabil :

limbah sisa bangunan, plastik, karet, logam dan keramik

Gambar 9 : Landfill limbah stabil

Page 34: PENGELOLAAN SAMPAH

landfill dengan shut-off : dengan mengisolasi kontak air dari luar seperti air hujan dan

air tanah .

Gambar 10 : Landfill dengan shut-off

Page 35: PENGELOLAAN SAMPAH

landfill limbah terdegradasi : oli, kertas, kayu, residu hewan / tanaman; diperlukan

adanya pengolah lindi

Gambar 11 : Landfill limbah terdegradasi

Page 36: PENGELOLAAN SAMPAH

Landfill limbah B3 di Indonesia: Peraturan Bapedal – Indonesia tentang

landfill (untuk limbah B3) membagi katagori landfill

limbah B3 menjadi 3 jenis, yaitu • Landfill katagori I : Landfill dengan liner ganda

dari geomembran HDPE, digunakan untuk limbah yang dinilai sangat berbahaya

Page 37: PENGELOLAAN SAMPAH

• Landfill katagori II : seperti katagori I, namun dengan liner geomembran tunggal.

• Landfill katagori III : untuk limbah B3 yang dianggap tidak begitu berbahaya. Liner yang

digunakan adalah clay dengan nilai permeabilitas lebih kecil dari 10 –7 cm/detik. Landfill jenis ini identik dengan landfill sampah kota (sanitary landfill) yang baik.

Page 38: PENGELOLAAN SAMPAH

Berdasarkan aplikasi tanah penutup dan penanganan leachate:

Di Jepang, landfill sampah kota dibagi berdarkan aplikasi tanah penutup, yang menjadi keharusan dari sanitary landfill standar, serta penanggulangan leachate.

Pembagian tersebut adalah sebagai berikut:a. Controlled tipping :− Peningkatan dari open dumping. Calon lahan

telah dipilih dan disiapkan secara baik.− Aplikasi tanah penutup tidak dilakukan setiap hari− Konsep ini banyak dianjurkan di Indonesia,

dikenal sebagai controlled landfill

Page 39: PENGELOLAAN SAMPAH

b. Sanitary landfill with a bund and dailiy cover soil :

− Peningkatan controlled tipping.− Lahan penimbunan dibagi menjadi berbagai

area, yang dibatasi oleh tanggul ataupun parit.− Penutupan timbunan sampah dilakukan

setiap hari, sehingga masalah bau, asap dan lalat dapat dikurangi.

Page 40: PENGELOLAAN SAMPAH

c. Sanitary landfill with leachate recirculation :− Masalah lindi (leachate) sudah diperhatikan.− Terdapat sarana untuk mengalirkan lindi dari

dasar landfill ke penampungan (kolam)− Lindi kemudian dikembalikan ke timbunan

sampah melalui ventilasi biogas tegak atau langsung ke timbunan sampah.

Page 41: PENGELOLAAN SAMPAH

d. Sanitary landfill with leachate treatment :− Lindi dikumpulkan melalui sistem pengumpul− Kemudian diolah secara lengkap seperti

layaknya limbah cair− Pengolahan yang diterapkan bisa secara

biologi maupun secara kimia.

Page 42: PENGELOLAAN SAMPAH

Sidik et al. (1985) mengatakan bahwa adabeberapa jenis pencemaran di lahan penimbunan sampah (TPA) yaitu :a. Air lindi, yang keluar dari dalam tumpukan

sampah karena masuknya rembesan air hujan ke dalam tumpukan sampah lalu bersenyawa dengan komponenkomponen hasil penguraian sampah;

Page 43: PENGELOLAAN SAMPAH

b. Pembentukan gas. Penguraian bahan organik secara aerobik akan meghasilkan gas CO2, sedangkan penguraian bahan organik pada kondisi anaerobik akan menghasilkan gas CH4, H2S, dan NH3. Gas CH4 perlu ditangani karena

merupakan salah satu gas rumah kaca serta sifatnya mudah terbakar.

Sedangkan gas H2S, dan NH3 merupakan sumber bau yang tidak enak.

Page 44: PENGELOLAAN SAMPAH

LINDI Lindi adalah cairan atau zat cair hasil

perkolasi air tehadap sampah berdegradasi dan mengekskresikan zat-zat atau material terlarut dan tersuspensi (Tchobanoglous, 1977).

Lindi merupakan sumber pencemaran air (Remson, 1968). Corbitt (1990), Christensen (1992) dan Soemirat (1994), Ichrar (1998) melaporkan, bahwa pada lindi terkadung bahan berbahaya dan beracun berupa Cd, Pb, Hg, Cu, Mn, Zn, Ni, klorin, sianida, fluorida, sulfida, sulfat, fosfat, CO2, NH3, NO3, NO2, asam organik, mikroba patogen.

Page 45: PENGELOLAAN SAMPAH

Lindi dapat mengancam kehidupan organik, baik pada manusia maupun bagi ikan yang dibudidayakan. Kematian ikan akibat konsentrasi bahan beracun melampaui ambang batas, berdampak pada menurunnya produktivitas dan tingkat perekonomian masyarakat.

Page 46: PENGELOLAAN SAMPAH

Mekanisme Pembentukan Lindi

  Saat air hujan kontak dengan lahan

sampah, sebagian air hilang menjadi limpasan dan mengalami evapotranspirasi. Sisa dari air tersebut masuk (infiltrasi) ke dalam timbunan sampah. Lindi akan timbul ketika kemampuan maksimum sampah menyerap air (field capacity) terlampaui

Page 47: PENGELOLAAN SAMPAH

Dari sana dapat diramalkan bahwa kuantitas dan kualitas lindi akan sangat bervariasi dan berfluktuasi. Dapat dikatakan bahwa kuantitas lindi yang dihasilkan akan banyak tergantung pada masuknya air dari luar, sebagian besar dari air hujan, disamping dipengaruhi oleh aspek operasional yang diterapkan seperti aplikasi tanah penutup, kemiringan permukaan, kondisi iklim, dan sebagainya.

Page 48: PENGELOLAAN SAMPAH

Gambar : Skema terjadinya lindi (Vesilind, 2002)

Page 49: PENGELOLAAN SAMPAH

KUALITAS LINDIKualitas lindi akan tergantung dari

beberapa hal, seperti variasi dan proporsi

komponen Sampah yang ditimbun, curah hujan dan musim, umur timbunan, pola operasional, waktu dilakukannya sampling.

Page 50: PENGELOLAAN SAMPAH

Terlihat bahwa lindi tersebut mempunyai karakter yang khas, yaitu:

- lindi dari landfill yang muda bersifat asam, berkandungan organik yang tinggi, mempunyai

ion-ion terlarut yang juga tinggi serta rasio BOD/COD relatif tinggi

- lindi dari landfill yang sudah tua sudah mendekati netral, mempunyai kandungan karbon

organik dan mineral yang relatif menurun serta rasio BOD/COD relatif menurun

Lindi landfill sampah kota yang berumur di atas 10 tahunpun ternyata mempunyai BOD dan

COD yang tetap relatif tinggi.

Page 51: PENGELOLAAN SAMPAH

Tabel : Gambaran variasi kualitas lindi dari beberapa TPA di Indonesia

Page 52: PENGELOLAAN SAMPAH

PENANGANAN LINDI Penanganan lindi yang dapat dilakukan

dengan berbagai cara, antara lain:a. Memanfaatkan sifat-sifat hidrolis

dengan pengaturan air tanah sehingga aliran lindi tidak menuju ke arah air tanah.

Pengaturan hidrolis dilakukan dengan membuat tembok penghalang (barrier) sekeliling landfill sehingga air tanah sekitarnya lebih tinggi dibanding air tanah di bawah landfill. Barrier tersebut dapat di bangun dari soil bentonite atau dengan steel sheetpile

Page 53: PENGELOLAAN SAMPAH

b. Mengisolasi lahan-urug tersebut agar air eksternal tidak masuk dan lindinya tidak ke luar,misalnya pada landfill bahan berbahaya dengan menggunkan liner dari geomembran

c. Mencari lahan yang mempunyai tanah dasar dengan kemampuan baik untuk menetralisir

cemaran (Lihat cara penentuan site)d. Mengembalikan lindi (resirkulasi) ke arah

timbunan sampahe. Mengalirkan lindi menuju pengolah air

buangan domestikf. Mengolah lindi dengan pengolahan sendiri

Page 54: PENGELOLAAN SAMPAH

Di negara maju biasanya masalah lindi ini ditangani dengan diolah seperti halnya air limbah biasa.

Beberapa jenis pengolahan yang biasa digunakan adalah:

- pengolahan kimia fisika, biasanya koagulasi-flokulasi-pengendapan

- pengolahan secara aerobik: proses lumpur aktif, kolam stabilisasi atau kolam aerasi

- pengolahan secara anaerobik, biasanya kolam stabilisasi - pemanfaatan sifat-sifat sorpsi seperti karbon aktif

Page 55: PENGELOLAAN SAMPAH

GAS METAN (METHANE) (CH4)

Metan merupakan gas yang terbentuk dari proses dekomposisi anaerob sampah

organik yang juga sebagai salah satu penyumbang gas rumah kaca yang memiliki efek 20 – 30 kali lipat bila dibandingkan dengan gas CO2.

Total produksi tergantung kepada komposisi

sampah yang secara teori bahwa setiap kilogram sampah dapat memproduksi 0,5 m3 gas metan, sumbangannya terhadap pemanasan global sebanyak 15%.

Page 56: PENGELOLAAN SAMPAH

KONDISI GAS METAN Perhitungan emisi metan lebih rumit

karena tidak semua gas metan yang terbentuk di

TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dapat lepas ke atmosfer. Pada saat metan bergerak dari

dalam lapisan timbunan sampah menuju permukaan, apabila terdapat Oksigen maka bakteri anerobik akan mengoksidasi metana menjadi karbon dan air.

Page 57: PENGELOLAAN SAMPAH

Berdasar pengukuran yang dilakukan Jegers dan Peters dalam Solvato (1992) hanya 70% dari gas metana yang terbentuk di TPA yang diemisikan ke dalam atmosfer, sedangkan yang 30 % gas metan yang terbentuk

dioksidasi oleh bakteri anaerob ketika bergerak menuju permukaan timbunan sampah TPA.

Sampah organik yang terurai secara anerobik akan menghasilkan: 50 – 60% CH4; 35 – 45 %

CO2 dan 0 – 5% gas rumah kaca lainnya).

Page 58: PENGELOLAAN SAMPAH

DAMPAK GAS METAN TERHADAP LINGKUNGAN

Kelompok gas rumah kaca termasuk metan dapat menyebabkan terjadinya perubahan

dalam skala regional dan global. Perubahan ini meliputi terjadinya deposisi

asam (hujan asam), perubahan iklim global, dan penipisan lapisan Ozon atmosfer.

Hal ini terjadi pada saat konsentrasi gas rumah kaca menangkap radiasi sinar matahari dalam abad-abad yang akan datang. sehingga mempengaruhi iklim

Page 59: PENGELOLAAN SAMPAH

Meningkatnya jumlah emisi gas rumah kaca di atmosfer yang disebabkan oleh kegiatan manusia di berbagai sektor seperi energi, kehutanan, pertanian, peternakan dan

sampah. Manusia dalam setiap kegiatannya

hampir selalu menghasilkan sampah. Sampah

memiliki pengaruh yang besar untuk emisi gas rumah kaca yaitu: gas methane (CH4).

Page 60: PENGELOLAAN SAMPAH

Diperkirakan 1 ton sampah padat dapat menghasilkan 50 kg gas methane. Dengan jumlah

penduduk yang terus meningkat, diperkirakan pada tahun 2020 sampah yang dihasilkan per

hari mencapai 500 kg atau 190.000 ton/tahun. Hal ini berarti pada tahun 2020 Indonesia akan

mengisikan gas methane sebanyak 9500 ton. Oleh karena itu, maka sampah tersebut perlu

dikelola secara efektif agar laju pembentukan CH4 dapat dibuat minimal sehingga laju

sumbangannya terhadap pemanasan global yang diikuti dengan perubahan iklim dapat

dikendalikan.