Pengelolaan Kualitas AIr Lingkungan KJA

download Pengelolaan Kualitas AIr Lingkungan KJA

of 10

Transcript of Pengelolaan Kualitas AIr Lingkungan KJA

  • 8/19/2019 Pengelolaan Kualitas AIr Lingkungan KJA

    1/10

  • 8/19/2019 Pengelolaan Kualitas AIr Lingkungan KJA

    2/10

    2

    adanya budidaya ikan adalah terjadinya kematian masal ikan, terjangkitnya penyakit, dan

     bahkan turunnya produksi ikan budidaya.

    Waduk Cirata merupakan salah satu waduk dari tiga waduk kaskade Daerah Aliran Sungai

    (DAS) Citarum. Waduk Cirata memiliki luas area sebesar 7.111 Ha dengan luas genangan 6.200

    Ha dan daya tampung sebesar 2.165 juta m3. Waduk Cirata terletak diantara dua waduk lainnya,

    yaitu Waduk Saguling di bagian hulu dan Waduk Ir.H. Djuanda di bagian hilir. Secara

    geografis, Waduk Cirata terletak pada koordinat 107o14’15” –  107

    o22’03” LS dan 06

    o41’30” –  

    06o48’07” BT. Secara administratif, Waduk Cirata meliputi tiga kabupaten di wilayah Jawa

    Barat, yaitu Kabupaten Bandung Barat, Purwakarta, dan Cianjur. Sumber masukan air berasal

    dari Sungai Citarum atau outlet Waduk Saguling dan 14 sungai lainnya seperti Cisokan,

    Cibalagung, Cikundul, Gado Bangkong, Cilagkap, Cicendo, Cilandak, Cibakom, Cinangsi,

    Cimareuwah, Cimeta, Cihujang, Cihea, dan Cibodas (BPWC, 2011).

    Waduk Cirata dibangun pada tahun 1987 yang diawali dengan proses penggenangan

    selama satu tahun. Pembangunan Waduk Cirata bertujuan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga

    Air (PLTA) untuk memenuhi kebutuhan listrik Jawa- Bali. Namun saat ini pemanfaatan waduk

    terus berkembang mulai dari kegiatan perikanan budidaya, perikanan tangkap, restoran apung,

    dan pariwisata. Perkembangan perikanan budidaya dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA)

    di Waduk Cirata mengalami peningkatan jumlah setiap tahunnya. Berdasarkan informasi

    terakhir dari Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC), jumlah Rumah Tangga Produksi (RTP)

    yang terdapat di waduk cirata terdiri dari 885 RTP dengan jumlah KJA sebanyak 21.500 petak

    dengan jenis komoditas ikan yang dibudidayakan di KJA Cirata meliputi mas, nila, bawal, patin,

    gurame, nilem, dan tawes (BPWC, 2014).

    Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa usaha keramba jaring apung di waduk cirata

    sudah tidak layak lagi, baik secara lingkungan maupun sosial. Penggunaan waduk dengan

     jumlah KJA yang melebihi batas yang direkomendasikan atau melebihi daya dukung waduk

    dan kelestarian lingkungan merupakan salah satu penyebab permasalahan yang muncul dalam

    usaha KJA di waduk Cirata. Dampak dari kegiatan budidaya ikan KJA yaitu terjadinya kasus

    kematian massal ikan dan ledakan alga diduga disebabkan oleh pelet/pakan ikan yang tidak

    termakan oleh ikan yang jatuh ke dasar danau kemudian meningkatkan unsur hara. Peningkatan

    unsur hara ini akan memacu pertumbuhan fitoplankton yang cepat. Unsur N dan P biasanya

    menjadi unsur utama dalam produktivitas primer (fitoplankton). Kondisi ini sangat

    memungkinkan alga untuk tumbuh berkembang dengan pesat (blooming) akibat ketersediaan

    fosfor yang berlebihan. Akibatnya eutrofikasi menjadi masalah bagi perairan danau/waduk yang

    dikenal dengan algal bloom. Algal bloom menyebabkan warna air yang menjadi kehijauan,

     berbau tidak sedap dan kekeruhannya menjadi semakin meningkat serta banyak enceng gondok,

  • 8/19/2019 Pengelolaan Kualitas AIr Lingkungan KJA

    3/10

    3

    kualitas air menjadi sangat rendah yang diikuti oleh rendahnya konsentrasi oksigen terlarut. Hal

    ini menyebabkan ikan dan spesies lainnya tidak bisa tumbuh dengan baik pada akhirnya terjadi

    kematian massal ikan.

    Rusaknya lingkungan sekitar DAS Citarum juga membawa dampak buruk terhadap

    kualitas air waduk cirata. Penebangan hutan di bagian hulu atau alih fungsi hutan gunung

    wayang menjadi lahan pertanian serta meningkatnya buangan limbah industri dan rumah tangga

    semakin memperparah kondisi waduk cirata. Tingginya intensitas limbah berat industri yang

    masuk ke waduk cirata melalui DAS Citarum, sempat menjadi penyebab kematian massal ikan-

    ikan budidaya di waduk Cirata. Limbah logam berat yang masuk ke waduk juga mengakibatkan

     peningkatan korosi laju turbin PLTA sehingga meningkatkan biaya pemeliharaan turbin.

    Sehingga berdasarkan beberapa permasalahan tersebut perlu dilakukan penulisan ilmiah

    mengenai “Pengelolaan Kualitas Air di Lingkungan KJA, sebagai studi kasus dipilih kondisi di

    KJA Cirata, Jawa Barat.

    Tujuan Penulisan Artikel

    Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengelolaan

    kualitas air di lingkungan KJA Cirata

    Tinjauan Pustaka

    Kualitas air memegang peranan penting sebagai media tempat hidup ikan peliharaan.

    Menurut Cholik et al., (1986). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.20 Tahun 1990

    menyatakan bahwa “kualitas air adalah sifat dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau

    komponen lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu fisika

    (suhu, kekeruhan, padatan, dan sebagainya), parameter kimia (pH, DO, BOD, kadar logam,

    dan seba gainya), parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri dan sebagainya)”. Salah

    satu sumberdaya air yang perlu di perhatikan kelestariannya adalah Daerah Aliran Sungai

    (DAS).

    Baku mutu air danau dan/atau waduk menurut Permen LH No. 28 Tahun 2009, terdiri

    dari parameter fisika, kimia dan mikrobiologi. Sedangkan persyaratan status trofik danau

    dan/atau waduk meliputi parameter kecerahan air, Nitrogen, Phosphor serta Klorofil-a. Kadar P-

    total merupakan faktor penentuan status trofik. Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur

    dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan

     peraturan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan kelas air adalah peringkat kualitas air

    yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu. Klasifikasi mutu air

    ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas, yaitu :

    a. 

    Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau

     peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

  • 8/19/2019 Pengelolaan Kualitas AIr Lingkungan KJA

    4/10

    4

     b.  Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,

     pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau

     peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

    c. 

    Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air

    tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang

    mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

    d. 

    Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan

    atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan

    tersebut.

    Berdasarkan PP No. 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air,

     penggolongan air menurut peruntukkannya ditetapkan sebagai berikut:

     

    Golongan A : Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa

     pengolahan terlebih dahulu;

      Golongan B : Air yang dapat dighunakan sebagai air baku air minum;

      Golongan C : Air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan;

      Golongan D : Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian,

    dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, pembangkit listrik tenaga air.

    Kondisi Kualitas Air di KJA Cirata

    Sebagian besar potensi yang ada di waduk cirata, daya gunanya sangat tergantung pada

    kualitas air badan waduk, dimana jika kualitas air menurun atau terpolusi, maka potensi-potensi

    tersebut akan hilang dengan sendirinya. Waduk cirata tercemar logam berat jenis timbal dan

    tembaga, hingga melebihi standar baku mutu air budidaya, , yang menurunkan kualitas ikan

    hasil budidaya, menambah ongkos pemeliharaan turbin akibat tingginya laju korosi, dan

    mengancam kesehatan manusia.

    Hasil penelitian Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) pada tahun 2007-2012 pada

    lima stasiun adalah sebagai berikut :

    Tabel 1. Data Sekunder Kualitas Air Waduk Cirata

     No. Parameter Kisaran Standar Baku mutuair budidaya : PP

    RI No. 82 Thn

    1981 (Kelas tiga)

    Kadar maksimum air budidaya : PP No. 20

    Tahun 1990

    (Golongan C)

    Kesesuaian

    PPRI No. 82

    Thn

    1981

    PP No.20 Thn.

    1990

    1. NH3-N (ppm) 0,008-0,018 - 0,02 X  2. Nitrit: NO2-N

    (ppm)

    0,035-0,082 - 0,06 -  

    3. DO (ppm) 2,81-3,59 3 >3 X X

    4. BOD (ppm) 8,769-11,049 6 - X -

    5. CU (ppm) 0,030-0,038 0,02 0,02 X X

    6. Zn (ppm) 0,022-0,045 0,05 0,02  

    X

    7. Pb (ppm) 0,018-0,033 0,03 0,03 X X

  • 8/19/2019 Pengelolaan Kualitas AIr Lingkungan KJA

    5/10

    5

    Hasil pengamatan kondisi perairan pada tahun 2014, terhadap kondisi kualitas air di

    waduk cirata pada beberapa blok juga cukup besar untuk kandungan nitrit dan nitrat, dan

    melebihi batas baku mutu air budidaya, berdasarkan data evaluasi cirata tahun 2014 oleh UPTD

    BBPBPPU Cirata adalah sebagai berikut :

    Perairan blok jangari : Nilai pH 6, Nitrit (NO2-) sebesar 0,25 mg/l, Nitrat (NO3

    -) sebesar

    10 mg/l;

    Perairan blok pasir pogor: Nilai pH 6, Nitrit (NO 2-) sebesar 0,25 mg/l, Nitrat (NO3

    -)

    sebesar 25 mg/l;

    Perairan blok jati nenggang : nilai pH 6, Nitrit (NO2-) sebesar 0,25 mg/l, Nitrat (NO3

    -)

    sebesar 10 mg/l;

    Dari data tersebut dapat dilihat bahwa kualitas air termasuk kandungan logam berat di

    waduk cirata sudah melebihi batas maksimum standar baku mutu air budidaya. Bahkan dari

    kriteria penilaian parameter kualitas air (Tabel 2), berdasarkan kandungan DO dan BOD dapat

    digolongkan sebagai perairan yang tercemar berat (kelas 3). Selain itu pencemaran jugadisebabkan oleh sampah yang berasal dari styrofoam yang sudah tidak terpakai lagi, dengan

    adanya penggunaan styrofoam pada jaring apung yang melampaui batas (sekitar 40% dari

     jumlah petani ikan di waduk cirata). Sehingga perlu disosialisasikan KJA yang ramah

    lingkungan yaitu KJA ganda dan konstruksi KJA dengan pelampung polystyrene foam.

    Tabel 2. Kriteria Penilaian parameter Kualitas (mutu) Air

     No. Parameter

    Klasifikasi Kualitas (mutu) Air

    KeteranganTercemar

    Ringan

    (Kelas 1) 

    Tercemar

    Sedang

    (Kelas 2) 

    Tercemar

    Berat

    (Kelas 3) 

    Tercemar

    Sangat Berat

    (Kelas 4) 

    1. BOD (mg/l) < 1,0 1,0-3,0 3,0-6,0 >6,0

    Dijabarkan

    dari baku mutu

    Air Gol-A, B,

    C dan D

    2. COD (mg/l) 15,0

    3. DO (mg/l) >6,0 5,0-6,0 3,0-5,0

  • 8/19/2019 Pengelolaan Kualitas AIr Lingkungan KJA

    6/10

    6

    2.  Kepemilikan KJA untuk setiap kepala keluarga harus didistribusikan secara adil dan

    rasional sesuai dengan skala ekonomis sehingga tidak ada lagi perbedaan yang

    mencolok antara satu pemilik dengan pemilik lainnya;

    3. 

    Pengaturan biomassa ikan yang dipelihara secara adil di antara pembudidaya sehingga

    total biomassa ikan yang dipelihara tidak melebihi daya dukung;

    4.  Pengembangan regulasi dan diikuti dengan penegakan hukum melalui pengembangan

    kemitraan antara pembudidaya KJA dengan otoritas waduk dan Pemerintah Daerah;

    5. 

    Pengembangan sistem peringatan dini bagi pembudidaya melalui Dinas Perikanan dan

    otoritas waduk setelah mendapat rekomendasi dari Lembaga Penelitian;

    6.  Pengembangan prinsip budidaya KJA ramah lingkungan dengan pendekatan ekosistem.

    Sumber : majalah trobos (2015)

    DAS Citarum hulu yang telah tercemar beban pencemaran organik dari industri di hulu

    Citarum telah melampaui daya tampung sungai sehingga kualitas air pada musim kemarau tidak

    memenuhi baku mutu air yang telah ditetapkan. Pengelolaan waduk kaskade seperti Waduk

    Cirata ini tidak bisa terpisahkan dari pengelolaan waduk-waduk lainnya dalam satu kesatuan.

    Peranan dari setiap  stake holder sangat berpengaruh dalam melakukan pengelolaan waduk

    secara terpadu seperti intansi pemerintah, badan pengelola, tokoh masyarakat, dan pelaku

    kegiatan. Waduk-waduk yang berada di DAS Citarum ini memiliki badan pengelolaan yang

     berbeda-beda sehingga perlu adanya forum yang menjadi penghubung baik badan pengelola

    Waduk Saguling, Waduk Cirata, Waduk Ir.H. Djuanda maupun pengelola DAS Citarum

    (Permana, 2012).

    Pengelolaan waduk ini dapat dilakukan dengan pendekatan penataan ruang dalam hal

    ini adalah perencanaaan tata ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Pengeloaan budidaya

    karamba jaring apung di perairan waduk secara terpadu mencakup beberapa aspek yaitu tata

    ruang, teknologi budidaya dalam hal ini daya dukung perairan.

    Penataan ruang perairan adalah suatu upaya pengelolaan sumberdaya perairan waduk

    secara keseluruhan dengan mengingat kelestarian sumberdaya tersebut atau pemwilayahan

    waduk merupakan suatu upaya pengelolaan perairan waduk secara terpadu dan lestari.

    Pengelolaan waduk berdasarkan penataan ruang ini menurut Ilyas (1998) dalam Siagian (2014),

     perairan waduk dibagi atas kawasan sesuai peruntukannya dengan memperhatikan kondisi

    ligkungan fisik, kimia, biologis perairan dan sosial ekonomi sekitarnya. Berdasarkan tata ruang

    ini kawasan waduk dibagi menjadi beberapa kawasan atau zona berdasarkan pemanfaatannya,

    ada yang disebut dengan kawasan bahaya, kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan

     penangkapan, kawasan perhubungan air (transportasi) dan kawasan wisata. Dengan adanya

     pembagian berdasarkan tata ruang ini diharapkan pengelolaan waduk tersebut lebih mudah dan

  • 8/19/2019 Pengelolaan Kualitas AIr Lingkungan KJA

    7/10

    7

    lebih efisien dan masing-masing kawasan mempunyai persyaratan yang berbeda-beda sesuai

    dengan peruntukannya,

    Dalam pengelolaan waduk berdasarkan tata ruang ini, pengamatan kualitas perairan

    mencakup fisik, kimia air (seperti oksigen, karbon dioksida, pH, suhu air, kecerahan, alkalinitas,

    TDS, kondutivitas, BOD, COD, total N, total P, Fe, SO2, Ca dan Mg) dan parameter biologi

     perlu mendapat perhatian. Jika di perairan waduk tersebut telah ada penataan berdasarkan tata

    ruang sesuai dengan peruntukannya maka karamba jaring apung harus diletakkan pada kawasan

     budidaya dan jumlah karamba jaring apung yang beroperasi didasarkan pada perhitungan

    ambang atas yang aman dari penyuburan yang disebabkan oleh fosfor dari pakan yang terbuang

    dari limbah kotoran ikan. Krismono (1998) dalam Siagian (2014), mengatakan jika telah

    ditentukan kawasan budidaya maka jumlah karamba jaring apung yang beroperasi pada

    kawasan tersebut harus sesuai daya dukung lahannya agar usaha ini mencapai pemanfaatan yang

    optimal. Jadi sebelum waduk serba guna difungsikan sebaiknya dilakukan penelitian terhadap

    wilayah waduk tersebut agar dapat ditentukan kawasan peruntukannya dengan tujuan supaya

    tidak terjadi tumpang tindih antara peruntukan yang satu dengan peruntukan yang lainnya dan

    untuk mencegah terjadinya konflik antara pengguna yang satu dengan pengguna lainnya. Selain

    hal tersebut, apabila telah dilakukan penataan ruang suatu kawasan waduk berdasarkan

     peruntukannya perlu adanya pengaturan sarana dan prasarana pada masing-masing peruntukan.

    Beberapa pendapat mengenai penggunaan KJA terhadap daya dukung waduk,

    diantaranya (http://www.djpb.kkp.go.id/berita.php?id=518):

    Menurut Soemarwoto (1991), bahwa luas areal perairan waduk yang aman untuk

    kegiatan budidaya ikan di KJA adalah 1% dari luas seluruh perairan waduk dengan

     pertimbangan bahwa angka 1% tersebut non significant   untuk luasan suatu waduk

    serbaguna sehingga dianggap tidak akan mengganggu kepentingan fungsi utama waduk

    dan memberi peluang bagi peruntukan lainnya,;

    o  Memperbaiki konstruksi KJA yang ramah lingkungan dengan pelampung polystyrene

     foam. Hasil analisis penelitian yang dilakukan Prihadi dkk (2008) KJA yang terbuat dari

     bambu dengan pelampung polystyrene foam  merupakan KJA yang paling ramah

    lingkungan dibandingkan dengan KJA lainnya.

    o  Menurut Rochdianto (2000), letak antara jaring apung sebaiknya berjarak 10 – 30 m agar

    arus air leluasa membawa air segar ke dalam jaring-jaring tersebut, sedangkan menurut

    Schmittou (1991), jarak antar unit KJA yang baik adalah 50 m.

    o  Pengendalian/pengurangan jumlah KJA yang beroperasi. Pemindahan lokasi KJA pada

    saat akan terjadi umbalan yang terjadi secara menyeluruh (holomictic) ke lokasi

     perairan yang lebih dalam (Enan dkk, 2009). Untuk meningkatkan DO di perairan

  • 8/19/2019 Pengelolaan Kualitas AIr Lingkungan KJA

    8/10

    8

    menggunakan : 1) kincir yang dapat dipasang pada setiap unit KJA atau pada satu lokasi

    KJA (Enan dkk, 2009); 2) pompa air yang dipancarkan dari atas (Krismono, 1995),

    dengan penambahan oksigen murni yang diberikan pada saat oksigen kritis (dini hari)

    (Danakusumah, 1998). Keramba jaring apung ganda/berlapis dikembangkan dengan

    tujuan untuk mengurangi beban dari sisa pakan, yang dapat mencemari perairan.

    Kuantitas limbah pakan yang siginifikan tinggi perlu diadakan restorasi waduk melalui

     pengangkatan sedimen (dredging ) agar kegiatan perikanan dapat aman dari tingginya

     bahan toksik dan limbah pencemaran ini berpeluang dijadikan pupuk pertanian (Yap,

    2003).

    o  Selain itu dalam PERDA Provinsi Jawa Barat Nomor : 7 Tahun 2011 Tentang

    Pengelolaan Perikanan, disebutkan bahwa setiap pembudidaya ikan hanya

    diperbolehkan memiliki paling banyak 20 petak keramba jaring apung (KJA), dengan

    ukuran petakan 7 x 7 meter.

    Prinsip dasar pengendalian pencemaran air adalah melakukan reduksi kadar atau beban

     pencemaran sampai dengan tingkat baku mutu limbah cair (effluent standard ) yang ditetapkan,

    atau diversifikasi kegiatan dengan menggunakan peralatan yang menghasilkan limbah cair

    sedikit, ataupun menggunakan sistem industri bersih, mengurangi perluasan atau peningkatan

    sistem produksi industri, serta revitalisasi infrastruktur pengendalian pencemaran air yang telah

    ada. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001, Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan

    air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar

    kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya.

    Menurut John (1995) dalam Samino, dkk (2004), keuntungan penggunaan sifat fisika

    dan kimia suatu perairan untuk memantau kualitas air adalah karena memiliki nilai yang

    sederhana dan dapat ditentukan pada waktu tertentu, sedangkan kelemahannya adalah bahwa

    hasil pengukuran tersebut hanyalah menggambarkan keadaan sesaat dan tidak dapat

    memberikan gambaran tentang kondisi ekosistem secara keseluruhan. Bahan kimia di dalam air

    mempunyai fluktuasi yang besar dalam waktu yang relatif pendek sehingga pengukuran sifat

    kimia air meskipun dilakukan sesering mungkin tetap belum dapat mencerminkan kadar yang

    ada, selain itu dalam analisa kimia belum termasuk di dalamnya penghitungan kecepatan

    transformasi bahan kimia tersebut oleh organisme. Kelemahan-kelemahan tersebut dapat

    dieliminir dengan menggunakan metode pengukuran parameter biologi, sehingga untuk

    memperkirakan tingkat pencemaran akibat beban masukan bahan toksik di perairan dapat

    digunakan metode biologi. Perubahan yang terjadi dalam perairan sebagai akibat adanya bahan

     pencemar akan menyebabkan perubahan pada komposisi, kelimpahan dan distribusi dari

    komunitas yang ada, dalam hal ini fitoplankton.

  • 8/19/2019 Pengelolaan Kualitas AIr Lingkungan KJA

    9/10

    9

    Untuk memperbaiki kualitas perairan danau/waduk diperlukan suatu cara salah satunya

    dengan penggunaan bio-cleaning agent yaitu ikan yang memanfaatkan plankton (plankton

    feeder) yang blooming  di danau. Penebaran (restocking) dan budidaya ikan yang bisa

    mengkonsumsi fitoplankton atau perifiton (fitoplankton yang menempel pada substrat di dalam

    air), seperti ikan mola ( Hypopthalmichtys molitrix), ikan tambakan ( Helostoma temminckii),

    ikan nilem (Osteochillus hasselti) atau kerang air tawar diharapkan bisa memanfaatkan limbah

    organik akibat aktivitas budidaya di KJA. Ikan pemakan fitoplankton tersebut diharapkan bisa

    membersihkan waduk cirata dari fitoplankton dan perifiton yang berlebihan, sehingga ekosistem

    waduk mendekati keseimbangan. Pengembangan ikan tersebut berarti pula mengimbangi

     populasi ikan omnivora dan bersifat pellet based, sehingga struktur populasi dan biomassa ikan

    dalam ekosistem waduk Cirata diusahakan mengarah pada piramida makanan yang biasa

     berlaku secara alamiah. Penerapan konsep trophic level-based aquaculture ini diharapkan dapat

    menjadikan usaha budidaya perikanan di waduk bisa berkelanjutan dan juga bisa meningkatkan

     produksi perikanan tangkap (Effendi dan Mulyadi, 2012).

    Berdasarkan penelitian Nurnaningsih et al. (2005), ikan-ikan dominan di Waduk Ir. H.

    Djuanda memanfaatkan plankton yang berbeda dan terjadi perubahan komposisi makanan yang

    tidak terlalu besar dalam tiap kelompok, yaitu ikan oskar ( A.ocellatus) dan red devil

    ( A.critinellus) serta nila (O.nilotoicus) termasuk omnivor, sedangkan bandeng (C.chanos)

    termasuk herbivor. Sehingga dengan adanya relung yang berbeda dalam pemanfaatan makanan

    dapat diartikan bahwa ikan asli perairan tersebut dapat dengan optimal dalam memakan

    fitoplakton yang berlebihan.

    Siklus pemanfaatan pakan dalam pola TLBA (Trophic Level Based Aquaculture), yaitu

    sistem budidaya dengan menempatkan komoditas utama dan benilai ekonomis tinggi pada KJA

    (Keramba Jaring Apung) dan hamparan di luarnya berisi komoditas biaya murah (ikan

    tambakan, nilem, tawes, sepat maupun kijing). Praktek akan berujung pada terciptanya

    ekosistem perairan waduk yang terbebas dari berbagai limbah sisa pakan dan kotoran, sekaligus

    meningkatkan kelestarian lingkungannya. Bahkan, keuntungan lain dalam jangka panjang,

    kijing bisa diandalkan untuk menghasilkan mutiara air tawar ( fresh water pearl ), sebagaimana

    telah dibuktikan di Cina dan Jepang (Husen, 2006).

    Penutup 

    Dari beberapa alternatif pengelolaan lingkungan kualitas air di KJA di atas, dapat

    disimpulkan bahwa pengelolaan harus didukung oleh semua  stake holder   dengan melalui

     penataan ruang yang didukung oleh hasil monitoring kualitas air KJA secara berkala, sehingga

     jumlah KJA yang ada tidak melebihi daya dukung perairan. Pemanfaatan Trophic Level Based

     Aquaculture merupakan salah satu alternatif dalam memperbaiki kualitas air di lingkunga KJA,

  • 8/19/2019 Pengelolaan Kualitas AIr Lingkungan KJA

    10/10

    10

    di samping budidaya ikan di KJA yang ramah lingkungan, sehingga menjadikan usaha budidaya

     perikanan di waduk bisa berkelanjutan dan juga bisa meningkatkan produksi perikanan tangkap.

    KKP akan melakukan moratorium dan rasionalisasi KJA di Danau Tondano dan Waduk

    Citarum yang seharusnya dapat direalisasikan dengan segera.

    Daftar Pustaka

    Badan Pengelola Waduk Cirata. 2014. Laporan Evaluasi Waduk Cirata Tahun 2014. Cianjur.

    Cholik, F., A. Hardjamulia dan R. Arifudin. 1986. Budidaya Perikanan. BLPP SUPM Negeri,Bogor.

    Effendi, I. Dan Mulyadi. Trophic Level-Based Aquaculture. 2012. Buku Materi Pokok

    Budidaya Perikanan Cetakan ketiga. Universitas Terbuka. Jakarta.

    http://www.djpb.kkp.go.id/berita.php?id=518. 

    http://dokumen.tips/documents/waduk-cirata.html 

    http://www.trobos.com/2015/detail_berita.php?sid=5788&sir=86 

    http://www.trobos.com/detail-berita/2015/03/15/86/5788/moratorium-kja-danau-toba-dan-

    waduk-aliran-citarum 

    Husen, M. 2006. Akuakultur Untuk Waduk Jatigede. www.pikiranrakyat.co.id. Diakses tanggal

    20 November 2007

    Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air.

    Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

    Pengendalian Pencemaran air.

    Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 28 Tahun 2009 tentang Daya Tampung Beban

    Pencemaran Air Danau dan / atau Waduk.

    Permana, A. 2012. Tingkat pencemaran perairan Waduk Cirata, Jawa Barat: pengaruh sungai

    dan keramba jaring apung (KJA). Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,

    Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. IPB. Bogor.

    Siagian, M. 2014. Pengelolaan waduk yang berkelanjutan dalam rangka meningkatkan produktivitas perairan. Pidato pengukuhan Guru Besar Produktivitas Perairan, Fakultas

    Perikanan dan Ilmu Kelautan, universitas Riau. Riau.

    Samino S., Catur, R., Dwi, S., dan Rudina, A.R. 2004.  Monitoring Dinamika Komunitas Fitoplankton dan Zooplankton di Waduk Sutami Malang . Jurusan Biologi FakultasMatematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Brawijaya. Malang.

    http://www.djpb.kkp.go.id/berita.php?id=518http://www.djpb.kkp.go.id/berita.php?id=518http://dokumen.tips/documents/waduk-cirata.htmlhttp://dokumen.tips/documents/waduk-cirata.htmlhttp://www.trobos.com/2015/detail_berita.php?sid=5788&sir=86http://www.trobos.com/2015/detail_berita.php?sid=5788&sir=86http://www.trobos.com/detail-berita/2015/03/15/86/5788/moratorium-kja-danau-toba-dan-waduk-aliran-citarumhttp://www.trobos.com/detail-berita/2015/03/15/86/5788/moratorium-kja-danau-toba-dan-waduk-aliran-citarumhttp://www.trobos.com/detail-berita/2015/03/15/86/5788/moratorium-kja-danau-toba-dan-waduk-aliran-citarumhttp://www.pikiranrakyat.co.id/http://www.pikiranrakyat.co.id/http://www.pikiranrakyat.co.id/http://www.pikiranrakyat.co.id/http://www.trobos.com/detail-berita/2015/03/15/86/5788/moratorium-kja-danau-toba-dan-waduk-aliran-citarumhttp://www.trobos.com/detail-berita/2015/03/15/86/5788/moratorium-kja-danau-toba-dan-waduk-aliran-citarumhttp://www.trobos.com/2015/detail_berita.php?sid=5788&sir=86http://dokumen.tips/documents/waduk-cirata.htmlhttp://www.djpb.kkp.go.id/berita.php?id=518