Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan...

144
PENGAWASAN PEMILU PROBLEM & TANTANGAN

Transcript of Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan...

Page 1: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

PengawasanPemiluProblem & TanTangan

Page 2: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

Sanksi pelanggaran Pasal 72:Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002Tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 Pasal 44 Tentang Hak Cipta

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana pen-jara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait, sebagaimana dimaksud ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

Page 3: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

v Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan_______________

Saat ini hampir semua rezim politik di seluruh dunia mengklaim dirinya sebagai penganut demokrasi. Pada saat yang sama hampir semua pemimpin politik mengaku sebagai seorang demokrat. Inilah dampak kemenangan historis demokrasi atas bentuk-bentuk pemerintahan lainnya, terlebih lagi setelah rezim komunis di Eropa Timur berjatuhan pada akhir tahun 1980-an. Kenyataan lain, demokrasi telah membukti-kan dirinya mampu mengatasi perbedaan dan pertentangan antar kekuatan politik secara damai. Demokrasi juga terbukti telah berhasil mengorganisasi, mengartikulasi dan menegosiasi perbedaan dan per-ten tangan politik, sehingga ketika warga dunia memasuki Abad XXI, tiada lagi kekhawatiran akan pecahnya perang besar.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa demokrasi adalah peme-rintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Itu artinya rakyat yang membentuk pemerintahan untuk kepentingan dirinya sendiri. Masalahnya adalah, bagaimana konsep ideal itu dipraktekkan? Di sinilah demokrasi memerlukan pemilu. Sebab hanya dengan pemilulah rakyat dapat memilih wakil-wakilnya untuk duduk di pemerintahan, sekali gus menghukum mereka yang tidak mampu mengemban amanat rakyat, dengan cara tidak memilihnya (kembali). Hanya dengan pemilu memungkinkan bagi rakyat untuk memilih wakil-wakilnya

Kata Pengantar

Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan© all rights reservedHak cipta dilindungi Undang-Undang

Penyusun : mohammad najib, bagus Sarwono, Sri r. Werdiningsih

Kontributor : octo lampito, norma Sari, Hamdan Kurniawan, nasrullah, Sri Hatuti Puspitasari, Zaenur rohman, Hendrawan Setiawan, Tri Suparyanto, aagn ari Dwipayana, Tresno l. amor, enny nurbaningsih, Tri Wahyu KH

editor : Imam akbar awn, ajib ahmad Santoso, Dian Kurniawan, Hany amaria

Desain Cover & Isi : Djanurkuning adv.

Cetakan pertama : 2014

ISbn : 978-602-998-3-21-0

Diterbitkan oleh : B

HINNEKA TUNGGAL

IKA

baWaSlU ProvInSI DIY Jl. nyi ageng nis 544 Peleman rejowinangun Kotagede Yogyakarta

Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan -- Cet. 1. – Yogyakarta: bawasluxviii + 270 hlm; 21 x 14,8 cmISbn: 978-602-998-3-21-01. Pemilu I. Judul

Page 4: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

vi vii Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

yang duduk di pemerintahan merupakan tokoh-tokoh yang memiliki visi, komitmen dan dedikasi bagi kesejahteraan rakyat kebanyakan, sehingga esensi dari demokrasi dapat diwujudkan.

Pemilu merupakan unsur penting dalam demokrasi. Sentralitas dari posisi pemilu adalah kemampuannya dalam membedakan sistem politik yang demokratis atau bukan. Hal itu tampak jelas dari beberapa definisi demokrasi. Salah satu konsepsi modern mengenai demokrasi diajukan oleh Joseph Schumpeter (mazhab Schumpeterian) yang me-nempatkan penyelenggaraan pemilu yang bebas dan berkala sebagai kriteria utama bagi suatu sistem politik untuk dapat disebut demokrasi.1 Begitu sentral posisi pemilu dalam sebuah negara demokrasi, sehingga hampir semua negara di dunia saat ini menyelenggarakan pemilu sebagai mekanisme pergantian kekuasaan secara tertib. Pada saat ini hanya 6 (enam) negara saja di dunia ini yang tidak memiliki undang-undang pemilu, sehingga tidak menggunakan pemilu sebagai mekanisme pergantian kekuasaan.2

Meskipun hampir semua negara saat ini menyelenggarakan pemilu sebagai mekanisme pergantian kekuasaan, namun tidak semua negara yang mengklaim sebagai negara demokratis berhasil menyelenggarakan pemilu sesuai dengan standar dan prinsip pemilu universal yang menjamin terlaksananya free and fair election. Sebagian negara yang me nyelenggarakan pemilu baru sekadar melaksanakan “pemilu-pemi-luan” alias belum berhasil melaksanakan pemilu sungguhan sesuai dengan standar dan prinsip pemilu universal. Konfigurasi atas me-kanisme pergantian kekuasaan yang diterapkan dalam negara-negara

1 Lihat Joseph Schumpeter (1947) Capitalism, Socialism, and Democracy (New York: Harper), hlm. 122. Untuk argumentasi serupa dalam khazanah keilmuan yang lebih kontemporer, lihat Samuel P. Huntington The Third Wave: Democratization in the Late Twentieth Century (Norman: Oklahoma University Press,1991), hlm. 636.

2 Keenam Negara yang tidak menyelenggarakan pemilu adalah Korea Utara, Libya, Myanmar, Oman, Qatar dan Saudi Arabia.

di dunia dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut:3

Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa dari negara-negara yang menyelenggarakan pemilu dapat dipilah menjadi 3 (tiga) kelompok; pertama, negara-negara Liberal Demokrasi, yakni negara-negara yang melaksanakan pemilu dengan kebebasan penuh warga negara untuk menggunakan hak pilihnya secara mutlak serta pemilu yang diselenggarakan terlaksana secara free and fair sesuai standar dan prinsip pemilu universal. Di dunia ini saat ini ada 88 negara yang termasuk dalam kelompok ini. Kedua, negara-negara electoral democracy, yakni negara-negara yang menyelenggarakan pemilu namun hanya memberikan hak politik warga negara secara terbatas dan pemilu yang diselenggarakan belum sepenuhnya berlangsung secara free and fair. Saat ini ada 32 negara yang masuk dalam kelompok ini. Ketiga adalah negara-negara electoral autokratis, yakni negara-negara yang menyelenggarakan pemilu, namun pemilu yang dilaksanakan sekadar

3 LeDuc et.al, “Introduction: Building and Sustaining Democracy,” dalam LeDuc, et. al (eds.). Comparing Democracies 3 (London: SAGE Publication, 2010), Bab 1.

Page 5: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

viii ix Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

dijadikan alat bagi penguasa yang autokratis sebagai sarana untuk melestarikan kekuasaan alias mendapatkan legitimasi atas kekuasaan yang ingin dipertahankan oleh rezim yang sedang berkuasa. Saat ini di dunia ini ada 65 negara yang tergolong sebagai negara electoral autokratis.

***

Pasca reformasi politik 1998 sesungguhnya ada harapan besar bagi segenap rakyat Indonesia terhadap pelaksanaan pemilu di Indonesia untuk lebih baik, sehingga mampu memenuhi standar dan prinsip pemilu universal. Hal tersebut diharapkan akan membuat kehidupan demokrasi di Indonesia naik kelas menjadi negara liberal demokrasi. Jika dalam Pemilu pada masa Orde Baru asas dalam pelaksanaan pemilu hanya langsung, umum, bebas dan rahasia (LUBER), maka dalam pemilu pada era reformasi asas tersebut ditambah menjadi langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil.4 Hanya masalahnya cita ideal untuk mewujudkan pemilu yang lebih baik sehingga mampu memfasilitasi terbentuknya pemerintahan yang lebih baik tersebut sampai pemilu ketiga di era reformasi (Pemilu 2009) belumlah terwujud.

Banyaknya gugatan atas proses hasil pemilu di satu sisi serta rendahnya kepercayaan publik atas pemerintahan yang terbentuk dari proses pemilu di sisi lain merupakan bukti akan hal itu. Bahkan publik dan juga para pengamat politik pesimistis akan terlaksananya Pemilu 2014 yang lebih baik dari pemilu sebelumnya. Tentu ada banyak kendala dan tantangan yang membuat Indonesia sebagai negara demokratis terbesar ketiga di dunia ini kesulitan untuk mewujudkan pemilu yang lebih baik. Situasi ini secara potensial membuat proses demokrasi yang tumbuh subur saat awal era reformasi 1998 akan

4 Pasal 2 Undang-Undang No 8 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pemilu DPR, DPD dan DPRD.

layu sebelum berkembang atau dalam istilah Georg Sorensen5 sebagai demokrasi beku (frozen democracies) atau demokrasi lemah, demokrasi tidak solid atau demokrasi yang rentan (fragile democracy).6

Suasana anomali pasca reformasi yang terlahir dari akibat kondisi masyarakat sipil yang disorganized yang dihasilkan oleh Orde Baru membuat masyarakat sipil kita tidak cukup memiliki kesiapan untuk mendukung terlaksananya pemilu yang lebih baik. Padahal civil society yang solid dan kuat merupakan prasyarat bagi kokohnya sebuah negara demokratis. Untuk membuat situasi tersebut berubah, sehingga pemilu yang diselenggarakan di Indonesia mengalami perbaikan, diperlukan langkah-langkah untuk mengatasi berbagai tantangan yang selalu menghadang setiap kali pemilu.

Bawaslu DIY dalam rangkaian Round Table Discussion (RTD) sosialisasi pengawasan pemilu yang disajikan dihadapan para aktivis media massa dan aktivis ormas mencoba membedah beberapa isu penting dalam pelaksanaan Pemilu 2014. Kajian tematik tersebut di-harap kan akan memiliki kontribusi terhadap lahirnya wacana alternatif guna meretas jalan bagi pelaksanaan pemilu di Indonesia yang lebih baik. Hal ini penting mengingat praktek pemilu di Indonesia sebagai sebuah ikhtiar untuk menjalankan prosedural demokrasi seolah menemukan jalan buntu untuk memfasilitasi lahirnya pemerintahan yang demokratis dan pro pada kesejahteraan rakyat.

Gelombang reformasi politik 1998 yang telah melahirkan format ulang atas desain sistem pemilu dan sistem kepartaian, dalam implementasinya seolah telah mengalami set back. Dari pemilu ke pemilu yang berlangsung pada pasca reformasi seolah mengalami trendd kemunduran kualitas. Hal itu tentu memberikan kontribusi bagi

5 Georg Sorensen, Demokrasi dan Demokratisasi Proses dan Prospek dalam Sebuah Dunia yang Sedang Berubah, (terj), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar & CCSS, 2003), hlm. xiii.

6 Lihat “Menuju Pemilihan Umum Transformatif” (IRE:Annual Report 2003/2004), hlm. 16

Page 6: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

x xi Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

kecenderungan global tentang kemunduran performa demokrasi dalam satu dekade terakhir ini. Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia tentu apapun kualitas pemilu yang diselenggarakan akan selalu memiliki kontribusi atas maju mundurnya trendd global praktek demokrasi.

***

Sebagai demokrasi prosedural, keberhasilan pemilu antara lain bisa diukur tingkat partisipasi. Dalam tiga kali pemilu pasca reformasi terjadi kecenderungan penurunan cukup signifikan tingkat partisipasi dari pemilu ke pemilu berikutnya. Jika dalam Pemilu 1999 tingkat partisipasi mencapai 92%, maka dalam Pemilu 2004 turun menjadi 94% dan dalam Pemilu 2009 turun lagi menjadi 71%. Banyak pihak meng khawatirkan akan partisipasi dalam Pemilu 2014. Tingkat par-tisipasi tersebut dikhawatirkan akan terjun bebas, bahkan dibawah 50%. Meskipun pemerintah dan KPU mematok tingkat partisipasi naik menjadi 75%. Tentu kenaikan yang berseberangan trend penurunan partisipasi tersebut tidak mudah untuk dicapai.

Menurunnya partisipasi pemilih dalam pemilu tersebut tentu juga punya implikasi pada rendahnya partisipasi publik untuk bersedia ikut mengawasi seluruh tahapan pemilu dan sekaligus bersedia melaporkan pada pengawas pemilu jika ditemukan indikasi adanya pelanggaran pemilu. Padahal keterbatasan jumlah personal dan daya dukung yang dimiliki oleh pengawas pemilu sesungguhnya berakibat adanya kebutuhan bagi pengawas pemilu akan hadirnya pengawas partisipatif. Kehadiran pengawas partisipatif ini diharapkan akan mampu menutup kekosongan pengawas pemilu pada obyek-obyek pengawasan pemilu akibat keterbatasan personal pengawas pemilu. Atas dasar urgensi pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” men jadi pembuka dalam rangkaian kajian ini.

Isu penting lain dalam Pemilu di Indonesia adalah tentang komplikasi problem penyusunan daftar pemilih. Dari pemilu ke pemilu seolah isu ini menjadi persoalan yang tak kunjung ditemukan jalan keluarnya. Konsekuensinya pengawasan penyusunan DPT juga menjadi isu yang tidak pernah kering dan kehabisan pasal pembahasan. Selalu saja ada cerita menarik dari lapangan dan persoalan dari aspek regulasi yang semuanya menyisakan masalah yang tidak pernah tuntas untuk dibahas. Pada saat yang sama masa kampanye yang selalu dimaknai secara sempit sebagai media “majang” dan “mejeng” dari para caleg membuat pelanggaran massif atas pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK) selalu menemukan suasana vafourable akibat rendahnya sanksi dan tumpulnya eksekusi pelanggaran. Putaran kedua dari kajian ini mengangkat topik “Pengawasan Penyusunan DPT” dan “Pengawasan Pemasangan Alat Peraga Kampanye”.

Sementara efektivitas penggunaan media massa sebagai media kampanye membuat sebagian parpol dan caleg mulai melirik penggu-naan media massa sebagai media kampanye. Hanya masalahnya Undang-Undang Pemilu membatasi pelaksanaan kampanye di media massa yang hanya berlangsung selama 21 (dua puluh satu) hari, mulai tanggal 16 Maret sampai dengan 5 April 2014. Pelaksanaan kampanye di media massa diluar jadwal tersebut merupakan pelanggaran pidana pemilu. Problemnya ada wilayah abu-abu diseputar penggunaan media massa sebagai media kampanye politik, yang kemudian bisa ditarik sebagai wilayah pelanggaran atau wilayah non pelanggaran, dengan konsekuensi dipidana atau dibebaskan. Kontroversi tanpa henti tentang unsur pemilu kumulatif atau alternatif membuat hadir nya “wilayah gelap” seputar kepastian batasan kampanye. Topik ketiga kajian pengawasan pemilu Bawaslu DIY mengangkat tema “Penga-wasan Kampanye di Media Massa”.

Page 7: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

xii xiii Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Dalam pelaksanaan kampanye tentu membutuhkan dana dalam jumlah besar. Sangat dimungkinkan bagi partai politik untuk meng gunakan dana kampanye yang bersumber dari uang kas partai politik, sumbangan dari para Caleg maupun sumbangan dari pihak lain. Undang-undang Pemilu mendorong hadirnya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana kampanye. Partai politik wajib me-laporkan seluruh pemasukan dan pengeluaran dana kampanye dan sekaligus melampirkan seluruh penggunaan dana kampanye oleh para Calon Anggota DPR atau DPRD. Hanya masalahnya tidak ada yang bisa menjamin kejujuran partai politik untuk melaporkan penggunaan dana kampanye apa adanya. Di sisi lain regulasi yang ada kurang mampu menjangkau dan menekan pengurus partai politik untuk membuat laporan penggunaan dana kampanye dengan sebenar-benarnya. Topik keempat kajian ini mengangkat tema “Pengawasan Dana Kampanye”.

Perubahan sistem pemilu dari sistem proporsional dengan daftar tertutup menjadi sistem proporsional dengan daftar terbuka yang diintrodusir dalam Pemilu 2004 membawa konsekuensi pada merebak-nya praktek politik transaksional dalam bentuk politik uang. Dari pemilu ke pemilu kecenderungan praktek politik uang selalu meningkat. Survey yang dilakukan oleh Indikator Politik Indonesia7membuktikan akan sikap permisifnya sebagian pemilih terhadap keberadaan praktek money politics. Dari survey tersebut 41,7% pemilih menyatakan bisa menerima praktek money politics. Bahkan 28,7% pemilih menyatakan akan memilih calon yang memberi uang, serta 10,3% diantaranya memilih calon yang memberikan uang paling banyak.

Realitas tersebut tentu menjadi ancaman bagi kerusakan mora-litas bangsa dan integritas pelaksanaan pemilu. Pemilu sebagai sarana partisipasi politik seharusnya merupakan kesempatan bagi

7 Direlease pada tanggal 11 Desember 2013.

rakyat untuk berkorban bahkan dengan harta dan jiwanya untuk keberhasilan pemilu dan terpilihnya calon yang didukungnya. Bukan sebaliknya merupakan kesempatan bagi pemilih untuk meminta uang dari calon. Praktek politik transaksional inilah yang membuat hadirnya high cost politik yang berakibat kecenderungan korupsi politik di lem-baga politik yang terbentuk dari proses pemilu. Akibatnya terjadi penurunan kepercayaan publik pada pemilu dan mendorong terjadinya peningkatan “golput”. Kajian kelima RTD Bawaslu DIY mengangkat tema tentang “Pengawasan Politik Uang”.

Kampanye hitam (black campaign) selalu menjadi sisi hitam dari pelaksanaan kampanye. Kehadirannya menjadi niscaya terjadi sebagai akibat dari ketidaksiapan sebagian partai politik maupun Calon Anggota DPR, Calon Anggota DPD dan Calon Anggota DPRD untuk melakukan persaingan secara fair. Praktek ini disamping mendorong terjadinya persaingan tidak sehat antar partai politik atau antar caleg, pada saat yang sama juga membuat para pemilih mengalami kesulitan untuk memperoleh informasi obyektif dan akurat tentang peserta pemilu. Akibatnya pemilih mengalami kesulitan untuk mendapatkan referensi yang memadai sebagai dasar untuk menentukan pilihannya.

Bahkan parktek black campaign ini akan membuat para pemilih memiliki persepsi negatif tentang peserta pemilu yang kemudian men dorongnya untuk “golput”. Sebagai kejahatan politik yang dilak-sanakan secara sembunyi-sembunyi tentu praktek black campaign tidak mudah diawasi dan “ditangkap” pelakunya. Karena para pelakunya ibarat melakukan “lempar batu sembunyi tangan” sehingga sulit diidentifikasi, apalagi ditemukan barang bukti dan saksi. Topik terakhir dari rangkaian kajian pengawasan pemilu yang digelar Bawaslu DIY untuk mendorong kualitas pelaksanaan pemilu ini mengangkat tema “Pengawasan Kampanye Hitam (Black Campaign)”.

Page 8: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

xv Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan_______________xiv_______________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Jika kita bisa menyelesaikan berbagai persoalan tersebut dan sekaligus berhasil menemukan solusi alternatif dari persoalan tersebut maka harapan terhadap perbaikan pelaksanaan pemilu di Indonesia akan terwujud. Sebagai sebuah aktivitas politik yang sangat massif, terstruktur dan sistematis dan melibatkan banyak stakeholder yang kepentingannya bisa jadi saling berseberangan tentu pelaksanaan pemilu tidak mudah diurai masalahnya. Karena bisa jadi realitas ke berada an masalah tersebut timbul dari konsekuensi hadirnya kepentingan politik yang saling berseberangan antar pemangku kepentingan. Padahal pemilu selalu menghadirkan para pihak yang kepentingannya selalu berseberangan. Akibatnya pelaksanaan pemilu selalu dihadang dengan berbagai permasalahan.

Hanya dengan tekad dan keinginan luhur dari kesadaran kolektif untuk mengangkat kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi dan partai politik sajalah yang akan membuat benang kusut persoalan pemilu tersebut dapat diurai. Hanya masalahnya jangan-jangan hadirnya keinginan luhur dan kesadaran kolektif tersebut hanyalah utopia, yang tidak pernah hadir dalam realitas politik kontemporer Indonesia. Semoga kita semua, khususnya para pembaca buku yang budiman merupakan sekelompok warga negara yang memi-liki kesadaran untuk memperbaiki kehidupan politik Indonesia. Perubahan kecil dari diri kita saat ini yang dilakukan secara kolektif akan punya makna bagi perbaikan pemilu di Indonesia. Hal itu semoga menjadi bagian dari crafting democracy yang akan membuat performa demokrasi di Indonesia, khususnya dalam konteks pelaksanaan pemilu menjadi lebih baik.

***

Yogyakarta, 15 Desember 2013

Mohammad Najib

Daftar IsI

Kata Pengantar v

Daftar IsI xv

BaB I UrgensI Pengawasan PemIlU PartIsIPatIf

• Media,TantanganPengawasanPartisipatifPemilu2014 Octo Lampito 3

• UrgensiPengawasanPartisipatifolehMediaMassadanOrmas. Mohammad Najib 9

• PeranOrmasdalamPengawasanPartisipatifPemilu2014diDIY Urgensi, Format Aksi dan Sinergi

Norma Sari 19

• TeknisMediaMassa danOrmas dalam Pengawasan PartisipatifGuna Mendukung Pengawasan Pemilu

Bagus Sarwono 27

Page 9: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

xvi xvii Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

BaB IIPengawasan PenDaftaran PemIlIH Dan

Pemasangan aPK

• DPT dan APK Menelaah Regulasi dan Problematikanya Hamdan Kurniawan 39

• Sistem Pengawasan dan Mekanisme Penanganan Pelanggarandalam Pemasangan Alat Peraga Kampanye pada Pemilu 2014 Sri R. Werdiningsih 49

• Sistem Pengawasan dan Mekanisme Penanganan Pelanggarandalam Penyusunan Daftar Pemilih pada Pemilu 2014

Bagus Sarwono 59

• ‘Evaluasi’PelaksanaanPendaftaranPemilihdanPenertibanAlatPeraga Kampanye

Nasrullah 69

BaB IIIPengawasan PolItIK Uang

• Money Politics Kendala Pengawasan dan Strategi Peningkatan Kinerja Pengawasan

Mohammad Najib 85

• Pemilu,MoneyPoliticdan Penegakan Hukum Sri Hastuti Puspitasari 97

• HukumMoneyPoliticsdan Upaya Peningkatan Efektivitasnya Sri R. Werdiningsih 109• PolitikUang:InvestasiKorupsi Zaenur Rohman 121

BaB IV Pengawasan KamPanye DI meDIa massa

• KampanyediMediaMassaAntaraAturandanBisnis Hendrawan Setiawan 131

• PenangananPelanggaranKampanyediMediaMassaUpayaPene­gakan Hukum Pemilu, Kendala Serta Solusinya

Sri R. Werdiningsih 139

• Kampanye di Media Massa Regulasi, Potensi Pelanggaran danStrategi Pencegahannya

Bagus Sarwono 147

• PengawasanSiaranPemiludiMediaPenyiaran Tri Suparyanto 157

BaB VPengawasan Dana KamPanye

• AnatomiPembiayaanPartaiPolitikPemetaanMasalahdanAgenda Aksi

AA GN Ari Dwipayana 169

• ProblemdanKeterbatasanAuditKampanyedalamMengungkapPenggunaan Dana Kampanye serta Mendorong Efektifitasnya

Tresno L. Amor 195

• PengawasanDanaKampanyeProblemdanKendalaserta Upaya Peningkatan Efektivitas Pengawasan

Mohammad Najib 203

• PelaporanDanaKampanyePengaturan,Sanksi,Penindakandan Upaya Mendorong Ketaatan Peserta Pemilu

Bagus Sarwono 213

Page 10: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

xviii_______________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

BaB i

uRgensi Pengawasan Pemilu PaRTisiPaTiF

BaB VIPengawasan BlacK camPaIgn

• BatasandanPenegakanPelanggaranBlackCampaigndalam Pemilu

Enny Nurbaningsih 233

• OptimalisasiPenegakanHukumBlackCampaign (Hissara Hamba)

Tri Wahyu KH 229

• ProblemPengawasanBlackCampaigndanStrategiPeningkatan Kinerja Pengawasannya

Mohammad Najib 239

• RegulasiTentangBlackCampaign Penanganan dan Penindakan Hukumnya

Sri R. Werdiningsih 251

Daftar PUstaKa 257

ProfIl PenUlIs 263

Page 11: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

3 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan_______________

Media, tantangan Pengawasan Partisipatif Pemilu 2014

octo lampito1

Media punya peran strategis dalam pelaksanaan Pemilu. Karena pentingnya sebagai sarana untuk proses berlangsungnya memilih wakil dan pemimpin rakyat, maka media massa punya andil mengawal per-helatan demokrasi 5 tahunan itu. Meski tidak mudah, karena sebagian masih terbelenggu kepentingan politik pemiliknya.

Bill Kovach dalam “Sembilan Elemen Jurnalisme” menganjurkan, hakikatnya media mengabdi publik. Harus bisa menciptakan forum publik, substansinya mengajak warga untuk dialog agar mandiri dalam bersikap, selain memberi informasi.

Pada forum publik inilah digunakan media untuk mengingatkan warga, pada masalah-masalah yang penting bagi mereka.Yang pada akhirnya mampu mendorong publik untuk menentukan sikap dalam mengambil keputusan.Karena itulah Pers punya peranan strategis.Bukan hanya mampu membuat Pemilu berjalan mulus, namun se-kaligus punya kekuatan untuk tak sukses.

1 Octo Lampito MPd, Pemimpin Redaksi SKH Kedaulatan Rakyat

Page 12: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

4 5 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Banyak masalah

Mengapa?Apapun citranya, Pemilu 2014 adalah satu-satunya jalan untuk memilih wakil rakyat, selain untuk memilih Presiden dan wakil nya.Celakanya, sebagai ajang berdemokrasi menentukan nasib bangsa, Pemilu menghadapi banyak masalah.

Pertama, Sejak awal kredibilitas KPU mendapat cobaan banyak. Mulai dari penetapan jumlah Parpol yang lolos sampai pada penetapan Daftar Pemilih Tetap yang masih bermasalah 10,4 juta. Hadirnya lembaga Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, kemudian “aksi” Bawaslu menjadikan lembaga pemilihan umum terkesan itu seperti dalam cerita Tom & Jerry, antara kucing dan tikus cerdik kejar-kejaran saling mengalahkan dan lucu.Ada kesan KPU sebagai penyelenggara Pemilu kedodoran tidak siap.

Kedua, maraknya kasus korupsi terbongkar menimpa kader Parpol.Malahan terakhir ketua Mahkamah Konstitusi yang ternyata banyak berperanan dalam kasus Pilkada di berbagai daerah.Inilah yang bagi sejumlah pihak meragukan kredibilitas partai politik dan implikasi yang terkait.

Ketiga, kegaduhan dikalangan elite parpol.Kesan bahwa partai politik hanya mementingkan kepentingan kelompok, saling jegal, me la kukan berbagi aktivitas tak terpuji. Dampaknya bukan hanya me nyedot enerji yang sangat tidak produktif, yang pada gilirannya tak menghasilkan produk seperti apa yang ditarget kemaslahatan demokrasi.

Keempat, stagnasi situasi sosial ekonomi rakyat Indonesia khu-susnya kelas bawah, kemiskinan yang bertambah.Kemudian keru suhan di berbagai daerah, kekerasan yang terabaikan oleh penye lenggaraan negara termasuk DPR dan partai politik yang tak merespons masalah tersebut.

Kelima, bukti bahwa para calon legislatif dan parpol bergerak disaat menjelang Pemilu.Mereka hanya mendekati rakyat pada saat menjelang perhelatan demokrasi, namun ketika sudah terpilih, lupa.Tak merealisasikan janjinya.Dalam bahasa sekarang mereka adalah PHP (Pemberi Harapan Palsu).

Betapa repotnya Parpolkhususnya yang tidak siap melakukan banyak cara merekrut bakal calon legislatif. Padahal ritual 5 tahunan ter sebut, sebenarnya sudah diprediksi sehingga tak perlu jumpalitan men cari orang.

Peranan media

Dengan data semacam itu, tantangan Pemilu semakin banyak. Karena itulah, media massa punya peranan penting dalam mengawal Pemilu agar perjalannya bisa seperti yang diharapkan.

Perjalanan Pemilu memang tidak begitu mulus.Kurang 5 bulan pelaksanaannya, persoalan makin ruwet.Beberapa persoalan mulai muncul. Setidaknya, indikasi yang muncul di media massa sebagai berikut :

Beberapa masalah yang muncul:1. Soal DPT yang masih belum memuaskan publik akan berbahaya.

Dari 10,4 juta bermasalah. Meskipun berkurang 3,2 juta, tetapi toh tetap berbahaya.

2. Disejumlah tempat, di Purbalingga misalnya, balai desa digunakan untuk kegiatan politik.

3. Baliho dan spanduk marak sulit dibersihkan karena banyak yang belum ada zona kampanye, sejumlah kota di DIY dan Jateng.

4. Dilarang membawa HP di bilik TPS, menunjukkan indikasi politik uang masih akan semarak, meski aturan ini untuk sejumlah Pemilukada.

Page 13: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

6 7 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

5. KPU wajib menyantumkan NIK di DPT, namun ternyata masih banyak yang NIK nya bermasalah.

6. Di Temanggung ada 45.3912 masalah dalam DPT, misalnya banyak alamat kosong. Ini indikasi, juga terjadi di berbagai tempat.

7. Di sejumlah wilayah Jateng, caleg protes tak boleh seenak-enaknya pasang spanduk/ baliho. Pertanda, bahwa sosialisasi Peraturan KPU banyak yang belum dimengerti.

8. Angka seruan untuk Golput semakin banyak dan membesar. Data menunjukkan angka Golput naik terus

Dengan data demikian, maka wajar ketika publik menganggap bahwa orientasi politisi hanyalah pada pesona kekuasaan tanpa cita-cita luhur bagi bangsa.Jauh dari rasa empati untuk kesejahteraan rakyat. Hiruk-pikuk yang terjadi di ruang wakil rakyat hanyalah orien-trasi berebut kekuasaan.

Maka inilah tantangan bagi awak media, untuk bisa melakukan yang terbaik bagi bangsa sesuai dengan tujuan Pers itu sendiri.Tugas media adalah membantu mendefinisikan komunitas.Membantu meru-mus kan, tetapi tidak merumuskan. Bukan sekadar memberi informasi dengan rumus 5 W + 1 H, namun sebagai “anjing penggonggong”ia harus kritis melihat apa yang terjadi di lapangan.

Harus diakui, ketika kemudian para owner media menjadi politisi yang ikut bermain dalam politik, maka tuduhan publik : media sudah tidak independen!. Artinya, bahwa pers tak lagi merdeka. Pers menjadi alat para politisi sekaligus pemilik. Ibarat sebuah pertandingan, pemain merangkap menjadi wasit.

Tetapi tak semua media demikian.Publik harus diajak untuk cerdas dan melek media. Pers harus membantu masyarakat untuk “me ngerti dunia” yang sebenarnya terjadi menghadapi Pemilu 2014. Memberikan apa yang perlu dan dibutuhkan masyarakat agar tak

tersandera 5 tahun hanya karena salah memilih, karena tidak tahu.

Pers mengawasi

Maka Pers bersama-sama dengan pemangku kepentingan, elemen masyarakat harus selalu mengawasi setiap tahapan dalam Pemilu. Dalam mengawasi setiap proses tahapan tersebut, maka realitas media adalah hasil rumusan intersubyektivitas antara media- sumber berita - fakta peristiwa - realitas warga dan mereka yang terlibat. Dalam bahasa Bill Kovach adalah mencari fakta kebenaran.Kalaupun kemudian muncul pernyataan warga, adalah mengenai fakta.Jadi bukan penilaian tentang fakta.Keduanya harus dibedakan.Publik perlu informasi yang dibutuhkan untuk memutuskan.

Dalam pertikaian antara kubu peserta Pemilu misalnya, harus diingat bahwa media bukan mediator. Sebab tanggungjawabnya bukan pada yang bertikai, tetapi terhadap warga keseluruhan. Media jangan terjebak berpihak pada salah satu komponen yang bertikai, tapi tetap berpegang pada realitas sebenarnya untuk kepentingan publik.

Karena itulah, dibutuhkan pemantauan partisipatif dengan semua pemangku kepentingan, termasuk organisasi massa apapun yang in-dependen.

Setiap tahapan Pemilu harus dipantau, khususnya pada bagian yang rawan konflik dan rentan manipulasi. Tahapan mulai dari per-siapan, penyelenggaraan sampai penyelesaian. Titik rawan pada setiap langkah itulah, yang harus dipantau. Pada pelaksanaan, taha pan krusial harus diketahui. Pelaksanaan kampanye, rekapitulasi penghitungan suara, sampai penetapan.

Dengan banyaknya persoalan, tentu Bawaslu saja tak cukup mata untuk mengawasi. Itu sebabnya Bawaslu kini juga menggandeng

Page 14: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

9 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan_______________8_______________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Urgensi Pengawasan Partisipatif oleh Media Massa dan Ormas1

Mohammad Najib2

Pengawasan pemilu merupakan kegiatan mengamati, meng kaji, memeriksa dan menilai proses penyelenggaraan Pemilu sesuai per-aturan perundang-undangan. Pengertian pengawasan pemilu tersebut merupakan pengertian baku yang berlaku dalam mende fi nisi kan tugas pengawasan pemilu oleh pengawas pemilu, yang pada dasarnya mencakup 4 aspek penting:3

1. mengamati; seluruh proses penyelenggaraan tahapan pemilu baik oleh penyelenggara pemilu, peserta pemilu, maupun pihak lain seperti Pemerintah, media massa dan lain-lain.

2. mengkaji; yakni kegiatan menganalisa kejadian-kejadian ter-tentu dalam proses penyelenggaraan pemilu yang patut diduga meru pakan bentuk pelanggaran pemilu.

3. memeriksa; yakni kegiatan melihat dan mencermati bukti-bukti awal yang didapatkan terkait dengan dugaan pelanggaran 1 Disampaikan pada Sosialisasi Pengawasan Pemilu dengan topik “Urgensi Penga-

wasan Partisipatif”, diselenggarakan Bawaslu DIY, Aula SKH Kedaulatan Rakyat, 14 November 2013.

2 Ketua Bawaslu DIY dan Dosen Luar Biasa pada Jurusan Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM.

3 Modul Bimbingan Teknis Pangawas Pemilu Kabupaten/ Kota (Jakarta: Bawaslu RI, 2012) halaman 104.

mahasiswa dan pelajar untuk ikut memantau.Ini langkah yang me-narik, karena sekaligus mengajak untuk melaksanakan Pemilu, alias melibatkan untuk tidak masuk dalam barisan Golput.

Lalu dimana yang lain? selain Ormas maka Parpol juga penting, sebab biasanya Parpol kesulitan untuk menunjuk saksi dalam setiap TPS. Padahal dalam area tersebut kecurangan mungkin kecil terjadi karena banyaknya saksi. Tetapi ketika masuk di tempat lain, tentu sulit terkontrol jika saksi tidak ada.

Pemilu 2014 diprediksi akan rawan gugatan. Karena itulah, maka pengawalan harus bisa dilakukan lebih intensif. Media massa menjadi salah satu bagian yang harus ikut berperan menyelesaikan masalah, jangan justru menjadi bagian masalah.

Biasanya, menjelang Pemilu bakal muncul dadakan media “pacuan kuda” yang hanya menampilkan keunggulan para Caleg atau calon anggota DPD yang menampilkan data yang semuanya baik dan belum tentu benar. Maka tugas semuanya untuk mengajak masyarakat melek media agar tak terjebak pada sesat informasi dan Pemberi Harapan Palsu. Dan ini tentu butuh modal pengetahuan aturan mengenai Pemilu.

Beruntung, dalam Peraturan KPU, media tak lagi terancam untuk dicabut ketika menyiarkan masalah parpol di minggu tenang. Karenanya, peraturan tersebut hendaknya tidak dimanfaatkan media untuk melakukan sesuatu yang menghianati kepentingan publik, berpihak pada salah satu kontestan.

***

Page 15: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

10 11 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

yang terjadi, sebagai pendukung dalam proses pengkajian.

4. menilai; yakni kegiatan untuk menilai dan menyimpulkan hasil kegiatan pengawasan.

Sedangkan tujuan pelaksanaan pengawasan pemilu meliputi:4 pertama, menegakkan integritas penyelenggara, penyelenggaraan dan hasil pemilu melalui pengawasan Pemilu berintegritas dan berkre-dibilitas untuk mewujudkan Pemilu yang demokratis; dan kedua, me mastikan terselenggaranya Pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil dan berkualitas, serta dilaksanakannya peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu secara menyeluruh.

Mengacu pada tujuan pengawasan pemilu tersebut, maka ke-hadiran penga-wasan pemilu yang efektif merupakan conditio sine qua non bagi keberhasilan pelak-sanaan pelaksanaan pemilu secara demokratis. Hal itu mengingat masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat pada umumnya dan terlebih lagi para aktivis partai politik, calon Anggota DPD dan calon Anggota DPR/ DPRD maupun jajaran penyelenggara pemilu untuk melaksanakan proses pelaksanaan ta hap-an pemilu secara tertib dan demokratis demi terlaksananya pemilu yang berintegritas. Tingginya gugatan terhadap proses dan hasil pemilu merupakan indikasi bahwa pelaksanaan pemilu di Indonesia masih mengalami problem integritas, tidak hanya dalam proses tapi juga terhadap hasil pemilu.

Sedangkan tingginya kasus gugatan pelanggaran Kode Etik yang dilakukan penyelenggara pemilu, yang sebagian diantaranya berakhir dengan pemberhentian/ pemecatan penyelenggara pemilu merupakan bukti tambahan akan adanya problem akut integritas penyelenggara pemilu. Problem ini tentu dalam tarikan nafas yang sama akan berimbas

4 ibid, halaman 108.

pada problem integritas proses pelaksanaan pemilu dan integritas hasil pemilu. Problem integritas proses dan hasil pemilu tersebut baik terkait penetapan peserta pemilu, penetapan calon (DCT), penetapan pemilih (DPT), penetapan rekapitulasi suara hasil pemilu maupun penetapan calon terpilih. Problem ini tentu merupakan sisi gelap dari pelaksanaan pemilu sebagai prosedural demokrasi. Hal ini yang disebut dengan devisit demokrasi.

Untuk menghasilkan pemerintahan yang mampu mengimple-mentasikan prin-sip-prinsip good governance dan clean government serta berpihak sebesar-besarnya bagi kepentingan mayoritas rakyat, tentu diperlukan pelaksanaan pemilu yang free and fair untuk menjamin pelaksanaan pemilu yang demokratis. Pelaksanaan pemilu yang demo-kratis mensyaratkan adanya pemenuhan empat parameter terkait dengan ketentuan pelaksanaannya, yang meliputi;5

1. Ketentuan-ketentuan yang mengatur setiap tahapan pemilu di-rumuskan berdasarkan asas-asas pemilu: langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, akuntabel, dan edukatif.

2. Ketentuan-ketentuan yang mengatur setiap tahapan pemilu terdapat kepastian hukum (predictable procedures), yaitu: meng a-tur semua hal yang perlu diatur (tidak ada kekosongan hukum), ketentuan yang satu dengan ketentuan yang lain tidak saling ber-tentangan (konsisten) dan ketentuan yang mengandung makna tunggal (tidak multi tafsir).

3. Ketentuan-ketentuan yang mengatur setiap tahapan pemilu dan sistem pendukungnya bersifat efektif (mencapai tujuan yang dite-tapkan) dan efisien (baik dalam prosedur, jangka waktu, sarana, tenaga dan biaya).

5 Prof. Dr. Ramlan Surbakti dkk, Buku Panduan Komisi Pemilihan Umum, (Jakarta: KPU, 2008), hlm. 22.

Page 16: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

12 13 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

4. Ketentuan-ketentuan yang mengatur setiap tahapan terdapat sistem pengawasan guna menjamin pemilu berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sehingga proses dan hasil pemilu mencapai integritas tinggi.

Kehadiran pengawas pemilu disamping merupakan perwujudan dari parameter keempat dari hadirnya pemilu yang demokratis, sekaligus merupakan jaminan terlaksananya parameter pertama sampai dengan ketiga yang akan menjamin keberhasilan pelaksanaan pemilu yang demokratis tersebut. Hal itu karena tugas pengawas pemilu disamping memastikan seluruh proses dalam tahapan pemilu pelaksanaannya sesuai dengan peraturan-perundangan tentang pemilu, pada saat yang sama juga ingin memastikan bahwa pelaksanaan pemilu berlangsung secara efektif dan efisien. Di level nasional, Bawaslu juga bertugas untuk mereview dan mengawasi pembentukan regulasi teknis oleh KPU, guna menjamin bahwa regulasi teknis yang dibentuk oleh KPU tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang pemilu.

Pengawas Pemilu sebagai pihak yang diberikan mandat oleh Undang-Undang Penyelenggara Pemilu (Undang-Undang No 15 Tahun 2011) untuk mengawasi penyelenggaraan pemilu, memiliki tugas dan kewenangan yang sangat berat, yakni mengawasi seluruh tahapan pelaksanaan pemilu dengan mengacu pada ketentuan undang-undang. Di tingkat provinsi, Bawaslu DIY sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemilu dan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Keistimewaan DIY,6 memiliki tugas dan kewenangan sebagai berikut:

a. Mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah provinsi

6 Pasal 75 Undang-Undang No 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu serta sesuai dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.

b. Mengelola, memelihara, dan merawat arsip/ dokumen serta melaksanakan penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip yang disusun oleh Bawaslu Provinsi dan Lembaga Kearsipan Provinsi berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Bawaslu dan ANRI

c. Menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu

d. Menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU Provinsi untuk ditindaklanjuti

e. Meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewe-nangannya kepada instansi yang berwenang

f. Menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk menge luarkan rekomendasi Bawaslu yang berkaitan dengan ada-nya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu oleh Penyelenggara Pemilu di tingkat provinsi

g. Mengawasi pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi Bawaslu tentang pengenaan sanksi kepada anggota KPU Provinsi, sekre-taris dan pegawai sekretariat KPU Provinsi yang terbukti mela-kukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung

h. Mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu

i. Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang

Pengawas Pemilu dalam melaksanakan pengawasan Pemilu me-nempuh 2 (dua) strategi besar, yaitu pencegahan dan penindakan. Pencegahan dilakukan dengan tindakan langkah-langkah dan upaya optimal mencegah secara dini terhadap potensi pelanggaran dan/ atau indikasi awal pelanggaran. Sedangkan Penindakan dilakukan

Page 17: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

14 15 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

sesuai dengan peraturan Bawaslu tentang Tata Cara Pelaporan dan Penanganan Pe-langgaran. 7 Kedua strategi tersebut ditempuh dalam rangka mendorong terlaksananya Pemilu agar berlangsung tertib dan demokratis, dengan seminimal mungkin terjadinya pelanggaran pemilu.

Urgensi Pengawasan Partisipatif

Mengingat akan peran strategis kehadiran pengawas pemilu dalam mewujudkan integritas pelaksanaan pemilu, maka pengawas pemilu dituntut untuk memiliki kapasitas yang cukup memadai untuk mengawasi seluruh proses tahapan pelaksanaan pemilu di semua lini penyelenggaraan pemilu. Namun tuntutan tersebut untuk kondisi saat ini belum bisa terpenuhi. Hal itu mengingat adanya keterbatasan jumlah anggota pengawas pemilu bila dibandingkan persoalan pemilu yang terus berkembang dari sisi modus. Sedangkan sisi lainnya adalah adanya ekspektasi masyarakat yang sangat tinggi terhadap pe ng-awas pemilu. Atas dasar realitas tersebut maka dipandang penting keterlibatan berbagai pihak sesuai dengan fungsinya masing-masing untuk terlibat dalam pengawasan pemilu. 8

Partisipasi berbagai pihak dalam pengawasan pemilu tersebut sangat penting untuk menunjang pelaksanaan pemilu yang luber jurdil serta demokratis. Hal ini yang disebut dengan pengawasan partisipatif. Peran-peran partisipatif masyarakat dan para pihak dalam pengawasan pemilu tersebut untuk menujang pelaksanaan tugas dan kewenangan pengawas pemilu demi terselenggaranya pemilu yang demokratis. Hal itu sekaligus guna menutup kekurangan kapasitas

7 Peraturan Bawaslu No. 14 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.

8 Keterlibatan berbagai pihak di luar lembaga resmi pengawas pemilu dalam melakukan pengawasan pelaksanaan pemilu inilah yang disebut dengan pengawasan partisipatif.

pengawas pemilu dalam mengawasi seluruh proses tahapan pemilu di semua lini pelaksanaan pemilu.

Adapun peran yang dapat dilakukan oleh para pihak dalam peng-awasan partisipatif dapat berupa:9

1. Ikut memantau pelaksanaan pemilu untuk memastikan pemilu berlangsung sesuai dengan peraturan perundang-undangan

2. Melakukan kajian terhadap persoalan-persoalan kepemiluan3. Ikut mencegah terjadinya pelanggaran pemilu sesuai dengan

peran sosialnya masing-masing4. Menyampaikan laporan pelanggaran pemilu5. Menyampaikan informasi dugaan pelanggaran pemilu6. Mendukung terciptanya ketaataan peserta pemilu maupun pe-

nyelenggara pemilu terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan

7. Peran-peran lainnya

Peran media massa

Media massa merupakan pilar keempat dari sebuah negara demo-kratis. Sebagai pilar pendukung hadirnya sebuah tatanan negara yang demokratis, media massa memiliki peran besar untuk me mastikan pelaksanaan pemilu berlangsung secara free and fair. Ada dua peran penting yang dapat dimainkan oleh media massa dalam mendukung terwujudnya pemilu yang demokratis; pertama, membantu melakukan pendidikan pemilih dengan cara memuat berita dan informasi/ penyiaran tentang pemilu, baik menyangkut informasi tentang tahapan pemilu yang sedang berjalan, juga tentang prosedur pelaksanaan pemilu sesuai ketentuan undang-undang. Pada saat yang sama media massa juga harus turut membangun pemahaman dan kesadaran masyarakat/ pemilih tentang pentingnya keterlibatan dalam pengawasan pemilu,

9 Modul Bimbingan Teknis Panwaslu Kabupaten/ Kota, op cit, halaman 109.

Page 18: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

16 17 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

untuk mewujudkan integritas pelaksanaan pemilu.

Kedua, media massa juga dapat menjadikan dirinya sebagai instru-ment pengontrol bagi pelaksanaan seluruh tahapan pemilu agar sesuai ketentuan perundang-undangan pemilu. Kemampuan media untuk menyebar informasi secara massif, merupakan “pisau bermata dua”. Dalam satu sisi, media akan menjadi media promosi bagi para pihak, baik penyelenggara pemilu maupun peserta pemilu yang bekerja sesuai dengan ketentuan undang-undang. Namun pada saat yang sama, media massa akan menjadi “pembunuh” bagi penyelenggara pemilu maupun peserta pemilu, dengan cara “menyebar berita buruk” yang akan mengancam kredibilitas penyelenggara pemilu serta elektabilitas peserta pemilu, jika peserta pemilu maupun penyelenggara pemilu me-lakukan tindakan yang melanggar ketentuan undang-undang pemilu.

Tingginya efek yang ditimbulkan dari pemberitaan media, mem-buat media massa memiliki efektivitas tinggi dalam menjadikan dirinya sebagai alat kontrol bagi kecenderungan melanggar bagi peserta pemilu. Dalam posisi inilah media massa menemukan urgensinya sebagai aktor terpenting dalam barisan stakeholder inti pengawas pemilu partisipatif. Namun pada saat yang sama potensi tersebut akan sirna jika media massa terjerembab sebagai media partisan dan media pragmatis yang menggadaikan idealisme demi memperoleh iklan atau job penerbitan, baik dari peserta maupun penyelenggara pemilu.

Peran ormas

Jika tatanan pemerintahan yang demokratis mensyaratkan ha-dir nya masyarakat sipil (civil society) yang kuat, maka pemilu yang demokratis juga mensyaratkan hadirnya masyarakat yang partisipatif. Hal itu karena keberhasilan pemilu mensyaratkan hadirnya partisipasi. Untuk mewujudkan hadirnya masyarakat yang partisipatif dibutuhkan

infrastruktur sosial yang mampu menginspirasi, memotivasi dan meng-gerakkan seluruh elemen masyarakat, sesuai posisi dan peran sosialnya untuk mengambil bagian dalam mendukung keberhasilan pemilu. Dengan pemilu yang partisipatiflah dimungkinkan hadirnya pemilu yang demokratis, free and fair. Hal itu karena tidak saja rakyat akan menjadi pemilih yang kritis, rasional dan partisipatif, namun pada saat yang sama rakyat selaku pemberi mandat kekuasaan akan bersedia turut menjaga dan mengawal integritas pelaksanaan pemilu.

Infrastruktur sosial yang memiliki jangkar untuk menembus lapis terbawah dari struktur masyarakat kita ada Ormas. Dengan Ormas yang kredibel dimungkinkan akan menjadikan dirinya sebagai ins pirator, motivator dan sekaligus motor untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran massa pendukungnya untuk mengambil peran dalam mendorong keberhasilan pemilu. Peran ganda Ormas sekaligus menjadi lembaga pemantau pemilu dan lembaga pendidikan pemilih setiap kali menjelang pemilu merupakan kondisi ideal yang harus dimainkan Ormas dalam mendukung keberhasilan pemilu.

Besar kecilnya jumlah anggota/ jamaah Ormas mencerminkan skala efek-tivitas pengaruh yang bisa dimainkan oleh Ormas dalam mengambil peran untuk mendorong partisipasi masyarakat terhadap keberhasilan pemilu. Kenyataan masih eksisnya beberapa Ormas besar dengan anggota puluhan juta orang seperti NU dan Muhammadiyah, dengan struktur kepengurusan secara berjenjang sampai level desa/ kelurahan bahkan anak desa/ kelurahan, menunjukkan rentang ken-dali organisasi dalam menancapkan pengaruh pada para anggota di level masyarakat basis (grass roots).

Namun pada tarikan nafas yang sama, peran ideal Ormas tersebut akan mengalami impotensi, jika kemudian Ormas dibajak oleh para aktivisnya yang terjun di panggung pentas politik praktis. Peran ideal

Page 19: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

19 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan_______________18_______________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Peran Ormas dalam Pengawasan Partisipatif Pemilu 2014 di DIY:

Urgensi, format aksi dan sinerginorma sari1

Pendahuluan

Jelang tahun politik 2014 suhu politik semakin naik. Dinamika kontestasi aktor dan partai politik lokal maupun nasional semakin terasa di masyarakat. Pesta demokrasi pemilu terutama pilpres dan pileg merupakan agenda politik yang selalu dinanti. Hajatan ini menjadi salah satu indikator kualitas demokrasi, karena pelaksanaan demokrasi membutuhkan komponen 4 penegak demokrasi yakni negara hukum, masyarakat madani, partai politik dan pers yang bertanggungjawab

Indonesia sebagai salah satu negara hukum (rule of law) mencirikan pemerintah yang demokratis sebagai berikut (International Commission of Jurists : 1965):a. Perlindungan konstitusional, konstitusi selain menjamin hak-hak

individu, harus menentukan pola prosedur untuk perlindungan hak-hak yang dijamin

b. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihakc. Pemilu yang bebas

1 Ketua Umum PP Nasyiatul Aisyiyah, dosen Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan

Ormas sebagai penggerak gerbong pemantauan pemilu dan pendidikan pemilih akan macet total jika para elite Ormas gagal menghalau para “penumpang gelap” yang selalu berusaha membelokkan visi dan misi Organisasi demi mendulang suara dari basis massa Ormas yang ber sangkutan. Semakin “gemuk” Ormas, yang dibuktikan dengan banyak nya massa anggota akan semakin rentan untuk diserang dari ber bagai penjuru oleh para anasir jahat yang mencoba mengganggu independensi dan netralitas Ormas dalam menghadapi pemilu.

Semoga para aktivis Ormas diberi kekuatan dan kemenangan dalam menjaga independensi Ormas dan sekaligus mampu mengawal program pemantauan pemilu serta pendidikan pemilih bagi warganya, demi keberhasilan Pemilu 2014.

***

(Kaki Bukit Patuk, 13 November 2013)

Page 20: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

20 21 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

d. Kebebasan untuk menyatakan pendapate. Kebebasan berserikat, berorganisasi dan beroposisif. Pendidikan kewarganegaraan

Ciri yang ketiga sangat jelas, pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UU No 8 Tahun 2012 tentang Pemilu).

Pemilihan umum di Indonesia memiliki kompleksitas nasional menuntut penyelenggara pemilihan umum yang profesional dan memi liki kredibilitas yang dapat dipertanggungjawabkan. Untuk me-ning katkan kualitas penyelenggaraan pemilihan umum yang dapat menjamin pelaksanaan hak politik masyarakat dibutuhkan penye-lenggara pemilihan umum yang profesional serta mempunyai inte-gritas, kapabilitas dan akuntabilitas (UU No 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu). Penyelenggara Pemilu adalah Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu.

Dalam pelaksanaan pemilu meskipun telah ada undang-un-dang serta peraturan yang khusus mengatur tentang pelaksanaan pe milu supaya dapat berjalan dengan baik namun masih juga terjadi pelanggaran dan kecurangan. Pelanggaran dan kecurangan ada yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu, oleh peserta pemilu dan bahkan oleh masyarakat. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu pengawasan supaya pemilu benar-benar dapat dilaksanakan berdasarkan asas pemilu. Pengawasan penyelenggaraan Pemilu dilakukan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/ Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri. Namun lembaga ini tidak sepenuhnya bisa optimal mengawasi pemilu tanpa kerjasama dengan stake holder yang lain salah satunya adalah

ormas. Bagaimana ormas berperan serta dan bagaimana pula pola relasi antara ormas dengan Bawaslu bersinergi? Paparan ini menjadi pemantik untuk mengeksplorasi lebih lanjut.

Peran ormas dalam Pengawasan Partisipatif

Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila (Undang-undang No 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan Pasal 1). Salah satu tujuan ormas adalah meningkatkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat karena ormas berfungsi sebagai sarana partisipasi masya-rakat untuk memelihara, menjaga, dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Secara khusus dasar partisipasi ormas dalam penga-wasan pemilu tercantum dalam Pasal 246 Ayat (1) bahwa pemilu diselenggarakan dengan partisipasi masyarakat.

mengapa ormas Perlu Berpartisipasi dalam Pengawasan Pemilu?

1. Penyelenggara pemilu bukanlah satu-satunya kunci sukses pemilu menuju kehidupan demokrasi yang lebih baik. Ormas adalah salah satu elemen yang meski tidak secara pokok bertugas mengelola pemilu tetapi menjadi salah satu penentu dan penyangga proses pemilu, sehingga keterlibatan ormas menjadi sebuah kepastian.

2. Partisipasi ini sebenarnya merupakan bagian kontribusi agar pemilu berjalan sesuai asasnya langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Dengan adanya pengawasan terhadap penyelenggara pemilu serta masyarakat diharapkan pemilu dapat terlaksana dengan demokratis dan memenuhi asas pemilu secara administratif maupun substantif.

Page 21: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

22 23 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

3. Partisipasi ormas akan membuka ruang yang lebih lebar dalam hal partisipasi politik masyarakat. Persoalan semakin rendahnya partisipasi masyarakat menjadi isu serius untuk dikaji dan dicari solusi. Masyarakat semakin enggan terlibat dikarenakan beragam kekecewaan terutama terkait ketidakpercayaan pada parpol dan kinerja wakil-wakil rakyat dan eksekutif. Dengan ruang gerak par tisipasi yang lebih dinamis, secara tidak langsung ormas men-dinamisasi partisipasi politik anggota-anggotanya.

Bentuk –Bentuk Pengawasan Partisipatif yang Dapat Dilakukan ormas :

1. Sosialisasi tentang pemilu untuk meningkatkan partisipasi masya-rakat.

Sosialisasi yang dimaksud ditajamkan pada aspek penga-wasan. Selama ini partisipasi masyarakat masih lebih banyak terkonsentrasi menjadi pemilih pada hari H, belum pada bagai-mana melibatkan diri untuk mengawasi segenap tahapan pemilu. Secara umum masyarakat menfokuskan keterlibatan pada agenda pemilihan.

2. Memantau pelaksanaan Pemilu disemua tahapan untuk memas-tikan Pemilu berlangsung sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Tahapan pemilu yang panjang dengan berbagai proses yang tidak sederhana perlu dikawal agar tetap berjalan sesuai aturan. Energi yang besar dimiliki oleh ormas yang memiliki massa dan meng akar untuk diberdayakan dan dikembangkan kapasitas poli-tik nya salah satunya melalui proses pemantauan.

3. Kajian terhadap persoalan-persoalan kepemiluan terutama aspek pengawasan

Penelaahan berbagai aspek kepemiluan secara multi perspektif akan kepemiluan harus selalu dikembangkan. Hasil kajian akan mengkayakan wacana dan format kepemiluan, menjawab ber -bagai problema yang muncul, sekaligus mengantisipasi potensi pelanggaran maupun konflik yang akan muncul dalam imple-mentasi di lapangan.

4. Turut mencegah terjadinya pelanggaran Pemilu

Pelanggaran pemilu meski dilakukan oleh individu pasti akan berdampak secara luas karena prosesnya merupakan rangkaian tak terpisahkan. Misalnya kecurangan yang dilakukan oleh salah satu kandidat yang unqualified pada akhirnya akan merusak tatanan standar. Begitu pula kecurangan yang dilakukan penyelenggara pemilu yang tidak berintegritas pasti akan berakibat terdegradasi kualitas. Pencegahan menjadi resep yang lebih baik agar tatanan tidak goyah karena adanya kecurangan dan pelanggaran.

5. Menyampaikan/ melaporkan dugaan pelanggaran pemilu.

Apabila dalam proses ditemukan dugaan pelanggaran mau-pun secara nyata ada bukti-bukti kuat pelanggaran, kejadian ter-sebut harus segera dilaporkan kepada Bawaslu yang kemudian akan menindaklanjuti sesuai dengan kapasitas dan otoritas yang dimiliki.

6. Mengawal peserta Pemilu maupun penyelenggara Pemilu mentaati regulasi

Peserta dan penyelenggara pemilu yang keberadaanya di tengah masyarakat berdampingan dengan ormas perlu dikawal agar selalu berada dalam koridor hukum. Mereka perlu diingatkan jika mengarah pada tanda-tanda menyimpang sebelum lebih jauh benar-benar melanggar.

Page 22: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

24 25 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Kekuatan ormas

1. Volunterisme untuk mengajak berpartisipasi

Ormas bersifat sukarela, sosial, mandiri, nirlaba dan demo-kratis. Sifat-sifat ini akan inline dengan pengawasan partisipatif yang diharapkan, karena tidak bersandarkan pada kontra pres-tasi yang akan diberikan. Lazimnya ormas melakukan kerja-kerja sosial, tidak berimbalan finansial dan tidak didahului dengan pertanyaan “wani pira?“ di tengah kondisi yang semakin parg-matis dan transaksional. Hal ini menjadi kekuatan penyangga terhadap institusi yang secara resmi dan profesional bekerja untuk melakukan pengawasan pemilu yang karena keterbasan per sonal dan daya jangkau kerja maka perlu ada pihak lain yang mendukung kerja-kerja pengawasan.

2. Kepemimpinan yang tangguh, rasional dan kharismatik di ormas

Gaya kepemimpinan yang berlaku di suatu ormas tidak selalu sama dengan ormas yang lain. Tetapi dengan modelnya masing-masing, para pemimpin ormas memiliki kekuatan untuk menggerakkan anggota maupun simpatisannya melakukan aksi-aksi nyata. Pemimpin ormas disegani salah satunya karena mereka menjalankan amanah dengan keikhlasan, mengelola apa yang ada tetapi tidak seadanya. Kekuatan ini termasuk dalam hal memobilisasi partisipasi politik yakni pengawasan dalam pemilu.

3. Institusi yang menjembatani aspirasi

Ormas dengan berbagai latar belakang pendiriannya adalah institusi yang mewadahi aspirasi masyarakat sekaligus men jem-batani dengan pihak-pihak luar. Aspirasi masyarakat yang tidak secara mudah terakses dan tersalurkan ke lembaga negara dapat difasilitasi oleh ormas yang menaungi mereka.

Bagaimana agar ormas Dapat Berpartisipasi aktif?

Upaya membangkitkan partisipasi aktif masyarakat perlu terus dibangun. Beberapa syarat dan cara yang harus dikondisikan adalah :

1. Perlu dibekali dengan informasi dan instrumen untuk melakukan pengawasan. Tanpa kedua hal ini maka akan sulit bagi masyarakat untuk memahami tahapan pemilu, kategorisasi pelanggaran pemilu dan bagaimana menindaklanjutinya. Misalnya soal politik uang, pemilih prabayar dan pasca bayar, faktanya nyata-nyata di depan mata tetapi untuk kemudian melaporkan itu sebagai pelanggaran, bagaimana mekanisme pelaporan, kecukupan bukti pelanggaran harus jelas. Salah-salah kurang lengkap dan paham informasi justru menjadi bumerang bagi yang ingin berpartisipasi. Selain itu instrumen pengawasan juga disisipkan untuk memudahkan pelaksanaan.

2. Difasilitasi jaringan yang memadai

Agar peran ormas sinergis antar ormas maupun antar pihak-pihak terkait pemilu, manajemen jaringan difasilitasi oleh Bawaslu agar aktivitasnya tidak parsial dan tidak terarah. Pengawasan yang dilakukan oleh ormas secara kolektif akan merupakan kekuatan bersama yang akan mampu memberikan tekanan yang efektif.

3. Kerjasama dengan media.

Media berperan memediasi informasi tentang pengawasan yang dilakukan untuk dikomunikasikan pada peserta, penye-lenggara pemilu dan masyarakat umum. Sinergi harmonis antara ormas dan media dalam pengawasan pemilu menjadi kekuatan yang saling menopang.

Page 23: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

27 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan_______________26_______________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

teknis Media Massa dan Ormas dalam Pengawasan Partisipatif: guna

Mendukung Pengawasan Pemilu1

oleh: Bagus sarwono2

Ada dua strategi besar pengawas pemilu3 dalam menjalankan tugas, wewenang dan kewajibannya. Kedua strategi tersebut adalah strategi pencegahan (preventif) dan strategi penindakan (repressive). Strategi ini merupakan disain kelembagaan atas lembaga pengawas pemilu seperti tertuang dalam Pasal 73 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Dalam pasal tersebut disebutkan, “Bawaslu bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu dalam rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran untuk ter wujud-nya Pemilu yang demokratis.” Merujuk pada ketentuan di atas Bawaslu mengartikan bahwa pengawasan Pemilu pada dasarnya diarahkan pada pencegahan, namun bila mana ditemukan pelanggaran, maka tetap dilakukan penindakan.4

1 Disampaikan pada Sosialisasi Pengawasan Pemilu bagi Media Massa dan Ormas, Putaran Pertama dengan tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif”, Aula SKH Kedaulatan Rakyat, diselenggarakan oleh Bawaslu DIY kerjasama SKH Kedaulatan Rakyat, 14 November 2013.

2 Anggota Bawaslu DIY, Divisi SDM dan Organisasi.3 Pengawas Pemilu yang dimaksud adalah Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu

Kab/Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) dan PPLLN.4 Modul Bimbingan Teknis Pangawas Pemilu Kabupaten/Kota, Bawaslu RI, Jakarta,

2012, hlm. 110.

Penutup

Idealnya pelaksanaan pemilu melibatkan pengawasan partisipatif bagi masyarakat. Tetapi idealisasi ini akan sulit pada tataran imple-mentasi jika tidak dirajut dalam langkah-langkah kerja yang konkrit dan rapi. Urgensi, format aksi dan sinergi menjadi kata kunci untuk kita memulai.

Al Birru Manittaqa

Page 24: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

28 29 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Strategi pencegahan dilakukan sebelum peristiwa yang berpotensi menjadi pelanggaran itu terjadi. Pencegahan pelanggaran adalah tin-dakan, langkah-langkah, upaya mencegah secara dini terhadap potensi pelanggaran yang mengganggu integritas proses dan hasil Pemilu.5 Pencegahan dimaksudkan untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran yang sudah terpetakan sebelumnya. Jadi pencegahan yang baik adalah pencegahan yang berbasis pada pemetaan atas potensi atau indikasi awal terjadinya pelanggaran.

Kegiatan pengawasan dalam rangka pencegahan pelanggaran dapat dilakukan melalui peningkatan koordinasi dan/ atau kerjasama ke lem bagaan, mendorong sinergi antar lembaga dalam mencegah terja di nya pelanggaran Pemilu, mendorong peningkatan transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan Pemilu, sosialisasi peraturan, himbauan kepada pemangku kepentingan penyelenggaraan Pemilu, pengawasan langsung, rekomendasi peraturan, pelibatan masyarakat dan sebagainya. Bebe rapa langkah yang dapat dilakukan untuk pencegahan ini antara lain:6

1. pemetaan potensi-potensi pelanggaran2. penentuan fokus pencegahan berdasarkan pemetaan potensi

rawan pelanggaran3. penyusunan rencana pencegahan4. evaluasi terhadap efektivitas pencegahan

Aktivitas-aktivitas nomor satu sampai tiga harus dilakukan sebelum tahapan atau subtahapan Pemilu berjalan. Keberhasilan dalam mengidentifikasi potensi, menentukan fokus dan menyusun ren cana kerja pencegahan akan sangat mempengaruhi keberhasilan untuk melakukan pencegahan.

5 Pasal 1 angka 24 Peraturan Bawaslu No. 13 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pengawasan Pemilihan Umum.

6 Modul Bimbingan Teknis Panwaslu Kabupaten/Kota, hlm. 111.

Strategi penindakan dilakukan setelah terjadinya peristiwa pelang garan. Pintu masuk penindakan ini adalah melalui laporan masya rakat atau temuan dari pengawas Pemilu. Penindakan dilakukan sesuai dengan peraturan Bawaslu tentang Tata Cara Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran. Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Bawaslu No. 14 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD juncto Peraturan Bawaslu No. 3 Tahun 2013.

Prinsip kegiatan penindakan adalah dengan melakukan kajian7 atas temuan atau laporan dugaan pelanggaran serta memberikan reko-mendasi jika disimpulkan telah terjadi pelanggaran, atau meneruskan ke lembaga lain jika merupakan kewenangan lembaga lain.

Kedua strategi itu tidak akan berjalan dengan baik tanpa melibat kan partisipasi publik yang luas dari stakeholders. Ini meng ingat, pengawas Pemilu memiliki banyak keterbatasan baik sumber daya dan luas nya jangkauan pengawasan Pemilu. Dari sekian stakeholders penting di an-taranya adalah media massa dan organisasi kemasyarakatan (ormas).

Fungsi pengawasan Pemilu, baik yang bersifat pencegahan mau-pun penindakan, akan lebih efektif dan memiliki dampak luas jika mampu melibatkan partisipasi media massa dan ormas. Sebab, media massa mampu menjangkau lapisan masyarakat pembaca yang luas. Disamping memang, media massa dapat menjadi alat kontrol terhadap penyelenggaraan Pemilu baik oleh KPU maupun pengawas Pemilu itu sendiri. Media massa juga memiliki akses dan fleksibilitas terhadap setiap stakeholders Pemilu. Apa yang tidak dapat dijangkau oleh pengawas Pemilu sangat mungkin dapat dijangkau informasinya oleh

7 Dalam proses kajian, Pengawas Pemilu dapat meminta klarifikasi pelapor, terlapor, pihak yang diduga pelaku pelanggaran, saksi dan/atau ahli untuk didengar keterangan dan/atau klarifikasinya di bawah sumpah, sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (1) Peraturan Bawaslu No. 14 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.

Page 25: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

30 31 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

kalangan media massa.

Sedangkan ormas memiliki jangkauan kepada kelompok masya-rakat yang luas dan memiliki ikatan sosial yang kuat. Ormas juga mampu melewati batasan-batasan konstituen partai politik atau calon legislatif tertentu. Ormas sebagai infrastruktur sosial mampu menjadi inspirasi, motivasi dan penggerak elemen masyarakat. Dalam konteks pengawas Pemilu, ia bisa menjadi mitra yang handal sebagai pemantau Pemilu. Melalui ormas yang kuat diharapkan tingkat partisipasi publik akan semakin meningkat, termasuk partisipasi dalam pengawasan Pemilu.

teknis media massa dalam Pengawasan Partisipatif

Secara teknis, ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh media massa dalam pengawasan partisipatif, baik dalam konteks pencegahan maupun penindakan. Pertama, membangun kerjasama atau jejaring dengan penyelenggara Pemilu yang bertujuan agar insan media dapat meng-upgrade pengetahuan kepemiluannya secara terus menerus dan lebih detail baik tentang regulasi Pemilu, tahapan Pemilu hingga persoalan yang sifatnya teknis operasional yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu. Tujuannya agar tercapai pemahaman kepada insan media sehingga ketika nantinya menjalankan tugas jurnalistiknya, tidak mengalami bias, mispersepsi atau distorsi. Hal ini dapat dilakukan dengan pelatihan, diskusi atau mengikuti acara-acara sosialisasi oleh penyelenggara Pemilu.

Kedua, memberitakan setiap proses dan hasil penyelenggaraan Pemilu yang sedang berjalan. Dalam konteks pencegahan, media massa dapat memberitakan regulasi, tahapan, proses teknis administratif, aspirasi publik serta profil, aktivitas serta visi, misi dan program peserta Pemilu. Dalam konteks penindakan, media massa dapat menyampaikan

informasi dugaan pelanggaran Pemilu, memberitakan proses dan hasil penanganan pelanggaran oleh pengawas Pemilu. Hal ini dapat dilakukan dengan penyediaan slot khusus yang memuat pemberitaan penyelenggaraan Pemilu secara intens. Tentu saja, dalam konteks ini media massa secara umum sudah melakukannya dan cenderung akan mengalami peningkatan eskalasinya pada masa kampanye dan menjelang hari pemungutan suara. Tidak jarang, media massa juga menyediakan halaman khusus mengenai Pemilu. Pemberitaan yang berimbang sesuai dengan kode etik jurnalistik tentu saja sangat diharap-kan demi menjamin netralitas dan kualitas Pemilu. Tugas pemberitaan media massa ini akan menjadi mudah, jika didukung oleh pengawas Pemilu diantaranya kesediaan diri memberikan informasi pengawasan Pemilu kepada publik, menyiapkan data-data hasil pengawasan, penye-diaan media center dan juga media informasi yang dapat diakses setiap saat. Harus diakui, saat ini Pengawas Pemilu belum memiliki semua dukungan tersebut dan ada komitmen menuju kesana.

Ketiga, penyediaan kolom atau rubrik khusus tentang Pemilu. Melalui kolom ini, diharapkan informasi atas regulasi dan persoalan-persoalan penyelenggaraan Pemilu beserta solusinya dapat tersampai-kan kepada publik. Narasumber utamanya biasanya berasal dari penyelenggara Pemilu, baik KPU ataupun Pengawas Pemilu.

Keempat, kerjasama melalui penyediaan debat opini publik yang biasanya menampilkan lintas stakeholders Pemilu. Melalui penyediaan ruang debat opini ini dapat dijadikan sarana sebagai terciptanya komitmen dan tujuan yang sama dalam penyelenggaraan Pemilu.

Kelima, kesediaan diri dari insan pers atau awak media untuk mem berikan sharing informasi kepada pengawas Pemilu, terutama berkaitan dengan informasi dugaan pelanggaran Pemilu atau informasi penting lainnya yang sifatnya sulit didapat. Informasi ini penting untuk dijadikan informasi atau indikasi awal terjadinya dugaan pelanggaran

Page 26: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

32 33 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Pemilu. Dengan keterbatasan ruang gerak Pengawas Pemilu dapat ditutup dengan informasi dari insan pers yang cenderung tidak memiliki batas dan resistensi serta memiliki fleksibilitas dalam mencari informasi dan data yang dibutuhkan Pengawas Pemilu.

Keenam, melakukan kajian atau eksaminasi mengenai persoalan-persoalan atau kasus yang terjadi dalam Pemilu yang hasilnya ter-publikasikan. Dengan kajian ini, akan menjadi semacam referensi penyelenggara Pemilu untuk bersikap atau membuat keputusan.

Ketujuh, melakukan kontrol kepada pengawas Pemilu dengan mendorong atau mendesak agar pengawas Pemilu melakukan kewe-nangannya secara maksimal. Selain itu dengan peran kontrol media ini, akan menjadi pemacu setiap anggota pengawas Pemilu untuk men jalankan tugas dan kewenangannya secara maksimal. Bentuk yang paling konkret adalah berita yang berisi sindiran atau pertanyaan kepada pengawas Pemilu.

Kedelapan, menyediakan space untuk citizen journalism yang me-mungkinkan adanya ruang partisipasi publik dalam menyampaikan hasil-hasil kegiatan Pemilu yang berdimensi pengawasan Pemilu melalui media massa. Hasil tulisan publik tersebut dapat dijadikan informasi awal adanya temuan dugaan pelanggaran pemilu oleh pengawas Pemilu.

teknis media ormas dalam Pengawasan Partisipatif

Secara teknis, ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh ormas dalam pengawasan partisipatif, baik dalam konteks pencegahan maupun penindakan. Pertama, membangun kerjasama atau jejaring dengan penyelenggara Pemilu. Sama halnya dengan media massa, dengan kerjasama atau membangun jejaring ini diharapkan agar para aktivis atau pengurus ormas lebih memahami regulasi mengenai

Pemilu, mengingat regulasi Pemilu setiap saat mengalami perubahan. Sehingga diharapkan ketika ormas sebagai elemen inspirasi, motivasi dan penggerak masyarakat menjadi aktor yang dapat mendukung bagi terciptanya pemahaman kepemiluan secara baik di masyarakat luas, khususnya anggota ormas tersebut. Dalam konteks pengawasan, hal ini lebih berdimensi pencegahan. Untuk dapat meng-upgrade pemahaman kepemiluan secara baik, hal yang dapat dilakukan adalah menyelenggarakan sosialisasi Pemilu dengan mengundang penye-lenggara Pemilu, mengikuti pelatihan, diskusi dan sebagainya.

Kedua, menjadi elemen pendukung relawan pengawas Pemilu. Saat ini, Bawaslu memiliki program untuk mengajak partisipasi masyarakat melalui rekrutmen gerakan satu juta relawan pengawas Pemilu. Hal ini didasari oleh keterbatasan ruang lingkup dan daya dukung pengawas Pemilu juga sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam proses penyelenggaraan Pemilu serta menciptakan Pemilu yang bersih dari praktek kecurangan atau pelanggaran. Gerakan relawan ini bersifat voluntary, karena semangat yang ingin dibangun adalah dari idealisme yang masih dimiliki anak bangsa ini. Selain ormas, gerakan ini banyak menyasar pada kalangan mahasiswa yang masih lekat idealismenya. Dengan penggalangan relawan ini, maka elemen yang melakukan pengawas Pemilu akan kelihatan lebih banyak dan diharapkan mampu memberikan efek pencegahan terhadap terjadinya pelanggaran Pemilu dan memudahkan mendapatkan informasi pada saat terjadi pelanggaran.

Ketiga, menjadi elemen Pemantau Pemilu, yang dari sisi regulasi telah diatur kepesertaannya. Syarat menjadi Pemantau Pemilu dian-tara nya harus mendaftarkan diri kepada KPU. Dengan menjadi Pemantau Pemilu, diharapkan dapat meningkatkan jangkauan penga-wasan Pemilu. Dengan jangkauan pengawasan yang luas, diharapkan Pemantau Pemilu dapat memberikan informasi awal kepada pengawas

Page 27: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

34 35 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Pemilu jika ada pelanggaran di lapangan dan selanjutnya pengawas pemilu menindaklanjuti dugaan pelanggaran tersebut.

Keempat, menjadi pelapor atas terjadinya dugaan pelanggaran kepada pengawas pemilu. Pemantau Pemilu pada saat melakukan aktivitas pemantauannya sangat mungkin menjumpai pelanggaran di lapangan. Dengan itu, diharapkan dapat menjadi pelapor atau setidaknya wistle blower dugaan pelanggaran Pemilu, untuk kemudian pengawas Pemilu menindaklanjutinya.

Kelima, melakukan kajian-kajian mengenai persoalan atau kasus kepemiluan. Ormas dengan segala daya dukungnya, terutama SDM yang menyebar disetiap elemen pemerintahan atau profesi lain nya, akan menjadikan kajian mudah dilakukan dan hasilnya lebih kompre-hensif. Hasil kajian ini dapat dijadikan pertimbangan pengawas Pemilu untuk bersikap atau mengambil keputusan.

Penutup

Harus diakui, media massa dan ormas tidak selamanya steril dari kepentingan politik, meski kedua institusi ini sejak keberadaannya menegaskan sebagai organ yang independen. Karena ada media massa yang kepemilikannya dikuasai oleh pimpinan partai politik atau calon legislatif tertentu atau memiliki interest tertentu dengan peserta Pemilu. Demikian halnya ormas sangat mungkin memiliki aktivis yang menjadi pengurus partai politik atau calon legislatif sehingga berpotensi terjadi keberpihakan dan mobilisasi masa yang sangat besar.

Oleh karenanya, sukses tidaknya penyelenggaraan Pemilu juga sangat tergantung dari bagaimana media massa dan ormas dalam memain kan perannya. Melalui media massa yang memiliki daya jangkau an luas tersebut, dapat mempengaruhi dan menggiring opini publik secara massif untuk menilai suatu peristiwa politik. Begitu

juga mindset yang dibangun dalam wadah ormas atas peristiwa politik tertentu dapat dibangun begitu solid dan mudah diarahkan mau kemana tujuan yang akan diarahkan. Pendek kata, kalau saja media massa maupun ormas menghendaki situasi akan menjadi kacau (chaos) maka sangat mudah melakukannya.

Dengan demikian peran media massa dan ormas sangatlah vital bagi suksesnya penyelenggaraan Pemilu. Melalui media massa dan ormas yang netral diharapkan akan menjamin terselenggaranya Pemilu secara jujur, adil, bersih, demokratis, berintegritas dan bermartabat. Semoga. []

Page 28: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

36_______________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

BaB ii

Pengawasan PendaFTaRan Pemilih dan Pemasangan aPK

Page 29: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

39 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan_______________

DPt dan aPK :Menelaah regulasi dan Problematikanya1

Hamdan Kurniawan2

Pengantar

Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan Alat Peraga Kampanye (APK) hari-hari ini merupakan dua tema pemilu yang tengah hangat didiskusikan. Penetapan DPT oleh KPU RI pada tanggal 4 November 2013 lalu, menyisakan pekerjaan rumah berupa penyempurnaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebanyak 10,4 juta pemilih. Beberapa parpol yang hadir saat penetapan mengusulkan agar KPU cukup menetapkan 176 juta dari 186,6 juta pemilih karena dikhawatirkan pemilih tanpa NIK merupakan pemilih fiktif. Akan tetapi, KPU berketetapan hati bahwa 10,4 juta pemilih dengan NIK invalid merupakan pemilih faktual dan akan segera disempurnakan dalam waktu 1 bulan sebagaimana rekomendasi Bawaslu RI, bekerjasama dengan Kemendagri.

Pada saat yang sama, panggung pemilu sedang disibukkan dengan lalu lintas perbincangan mengenai pengaturan pemasangan alat peraga kampanye. Bagi sebagian parpol dan caleg, pengaturan APK

1 Disampaikan dalam Diskusi “ Pengawasan Pendaftaran Pemilih dan Pemasangan Alat Peraga Kampanye di DIY” yang diselenggarakan oleh Bawaslu DIY, Kamis 21 November 2013

2 Ketua KPU DIY periode 2013-2018

Page 30: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

40 41 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Pemilu 2014 dianggap sebagai pembatasan atas ruang gerak mereka mengenalkan kandidat kepada masyarakat sehingga merugikan kepen-tingan parpol secara umum. Namun, bagi sebagian yang lain, penga-turan tersebut dipandang sebagai upaya memberikan kesempatan yang adil dan setara bagi seluruh parpol dan caleg tanpa memandang tebal tipisnya kantong logistik yang dimiliki.

Makalah ini ingin mendudukkan persoalan DPT dan APK sesuai porsi dan proporsinya. Dengan demikian, penting bagi saya untuk merajut alur secara lengkap mulai dari menyajikan regulasi yang men dasari penetapan kebijakan, pelaksanaan dan problematika yang meng ikuti berikut upaya-upaya untuk mengatasinya.

DPt : di Bawah Bayang-Bayang Pemilu 2009

Adalah wajar jika muncul reaksi keras dan spontan dari sejumlah pihak menyikapi persoalan DPT. Pengalaman DPT Pemilu 2009 mem-beri pelajaran kepada kita bahwa DPT yang tidak valid akan membawa dampak serius terhadap pemenuhan hak konstitusional warga (tidak terdaftar), potensi penggunaan hak pilih lebih dari satu kali (pemilih ganda), menurunnya angka partisipasi pemilih (pemilih fiktif/ ghost voters) dan problem kualitas DPTnya sendiri (misal NIK/ NKK tidak lengkap). Pada sisi berbeda, reaksi ini dapat dibaca sebagai sebentuk kepedulian para pemangku kepentingan agar pengalaman serupa tidak terulang pada pemilu 2014.

Undang-Undang No 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD mengamanatkan bahwa dalam penyusunan data pemilih, pemerintah dan pemerintah daerah menyuplai Data Pen duduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) sebagai bahan bagi KPU untuk menyusun Daftar Pemilih Sementara. Data kependudukan ini disinkronisasikan oleh KPU bersama pemerintah selama 2 bulan

dan wajib diserahkan kepada KPU paling lambat 14 bulan sebelum pemungutan suara. Setelah DP4 hasil sinkronisasi diterima, KPU wajib melakukan pemutakhiran data pemilih dengan memerhatikan data pemilih pemilu atau pemilukada terakhir.3

KPU RI beserta seluruh jajarannya yakni KPU Provinsi, KPU Kabupaten/ Kota, PPK, PPS, dibantu pantarlih sebagai garda terdepan, melakukan pemutakhiran data pemilih dengan cara mendatangi pemilih dari rumah ke rumah. Pantarlih mencatat pemilih baru, mem-perbaiki data pemilih yang salah, mencoret pemilih meninggal, TNI/ Polri, pindah domisili, belum genap berusia 17 tahun dan/ atau belum kawin, dan tidak jelas keberadaannya.4 Hasil verifikasi di lapangan inilah yang kemudian menjadi bahan untuk penyusunan Daftar Pemilih Sementara (DPS).

DPS diumumkan di desa, dan harapannya pasca pengumuman akan muncul masukan dan tanggapan masyarakat. Namun, faktanya tidak banyak masukan yang disampaikan oleh masyarakat. Kondisi ini dapat mengindikasikan dua hal, yakni bahwa proses pemutakhiran data pemilih telah berjalan secara optimal sehingga tidak ada lagi warga yang tercecer atau memang masyarakat belum tergerak untuk mengecek pengumuman DPS di desa. Merujuk pengalaman pemilu selama ini, sebagian masyarakat memilih menunggu undangan men-coblos di TPS (sebagai bukti bahwa mereka telah terdaftar) dan ketika undangan tidak diterima menjelang pemungutan suara, barulah protes dilayangkan.

Dalam hal akses informasi mengenai pemilih, KPU sesungguhnya telah mengembangkan sistem informasi data pemilih (sidalih) yang memudahkan setiap orang, siapapun, kapanpun dan di tempat mana-

3 Lihat pasal 32 ayat 1 s/ d 7 UU No 8 tahun 20124 Simak Peraturan KPU No 9 Tahun 2013 tentang Penyusunan Daftar Pemilih

untuk Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD pasal 17

Page 31: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

42 43 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

pun, untuk mengecek apakah sudah terdaftar sebagai pemilih atau belum. Sistem ini dibangun di atas fondasi spirit transparansi bahwa data pemilih merupakan data publik yang dapat diakses oleh siapapun. Spirit transparansi ini merupakan pembeda yang tidak ditemui pada pemilu sebelumnya. Selain itu, sistem ini dapat membaca data ganda di seluruh penjuru Indonesia termasuk menghapusnya sehingga dapat meminimalisasi potensi penggunaan hak pilih lebih dari satu kali.

Bagaimana jika seseorang tidak terdaftar dalam DPT? UU dan peraturan KPU memberi akses bagi mereka yang tidak terdaftar agar tetap dapat menggunakan hak pilihnya melalui mekanisme Daftar Pemilih Khusus. Caranya, dengan melapor kepada Panitia Pemungutan Suara (PPS) di desa paling lambat 14 hari sebelum pemungutan suara. Tidak hanya itu, bahkan jika masih ada yang belum terdaftar pada hari H pemungutan suara sekalipun, masyarakat dapat langsung datang ke TPS dengan membawa KTP atau paspor. Haknya sama dengan pemilih lain yang terdaftar dalam DPT.5 Ini merupakan salah satu per-bedaan dari UU Pemilu sebelumnya untuk menjawab persoalan tidak terdaftarnya seseorang dalam DPT.

Dengan perbaikan dan pengaturan-pengaturan baru seperti ter-sebut di atas, semestinya bayang-bayang problem DPT Pemilu 2009 tidak lagi menjadi momok yang menakutkan bagi semua pihak. Bahwa kewaspadaan terhadap kemungkinan persoalan DPT muncul kembali memang harus menjadi perhatian serius kita semua. Akan tetapi, upaya banyak pihak untuk secara bersama-sama mencermati DPT meru pakan modal yang baik untuk mendapatkan DPT yang lebih berkualitas.

5 Pasal 150 ayat (1), (2), dan (3) UU No 8 tahun 2012. Disebutkan bahwa pemilih yang menggunakan KTP atau paspor diberlakukan ketentuan memilih di TPS yang ada di RT/ RW atau nama lain sesuai dengan alamat yang tertera di KTP atau paspor, terlebih dahulu mendaftarkan diri pada KPPS setempat dan dilakukan 1 jam sebelum selesainya pemungutan suara di TPS setempat.

Dalam konteks persoalan NIK invalid, yang cukup meng gem-bira kan adalah adanya langkah sistematis, terstruktur dan massif dari para pemangku kepentingan untuk menyelesaikannya dan mendu-dukannya sebagai masalah bersama. Presiden bahkan merasa perlu untuk mengumpulkan pimpinan lembaga negara, Mendagri, dan KPU agar persoalan ini segera teratasi.6 Secara berjenjang, KPU Provinsi dan Kabupaten/ Kota juga melakukan upaya koordinasi dengan Pemerintah Daerah lebih khusus dengan dinas kependudukan untuk meng urai persoalan ini.7

KPU akan membuktikan bahwa pemilih dengan NIK invalid bukan-lah pemilih fiktif, dengan kata lain mereka adalah pemilih faktual yang bersoal secara administratif. Pemerintah pun harus dapat meyakinkan bahwa NIK adalah persoalan kependudukan yang dapat diselesaikan dengan membuka dan menelusuri data-data kependudukan yang telah dimiliki oleh pemerintah, yang selama ini selalu diperbarui dengan melibatkan anggaran cukup besar.

Jika kita membaca secara cermat UU No 8 Tahun 2012 khususnya mengenai pemilih, tertuang semangat kerjasama antara pemerintah dan KPU dalam proses penyempurnaan data pemilih. Sehingga, mana kala terjadi persoalan seyogyanya masing-masing pihak memiliki keinginan kuat untuk duduk bersama menyelesaikan persoalan ini dan bukan saling melempar tanggungjawab. Bahwa kedua belah pihak sangat mungkin memberi kontribusi terhadap munculnya persoalan DPT, akan tetapi persoalan ini hanya bisa diselesaikan apabila terdapat komitmen bersama KPU dan Pemerintah. Persoalan DPT harus men-

6 Kompas.com tanggal 14 November 2013 diunduh tanggal 19 November 2013.7 Pada konteks DIY, KPU DIY bersama Pemerintah DIY telah mengadakan

koordinasi dengan mengumpulkan seluruh kepala dinas dukcapil kabupaten/ kota se-DIY dan Ketua KPU kabupaten/ kota se-DIY termasuk mengundang Bawaslu DIY untuk mengatasi persoalan NIK pada tanggal 14 November 2013 di Kepatihan. Terbangun komitmen untuk menyelesaikan persoalan ini sesuai jadwal yang tercantum di Surat Edaran KPU RI No 756.

Page 32: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

44 45 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

jadi momentum kesadaran kita bahwa ada problem kependudukan yang belum tuntas. Pada saat yang sama proses pemutakhiran data tidak boleh hanya dilakukan saat mendekati pemilu namun harus dilakukan secara rutin agar kita memiliki data penduduk dan pemilih yang senantiasa ter-update.

aPK : Bukan satu-satunya metode Kampanye

Sebagai sebuah kegiatan untuk meyakinkan para pemilih dan mendulang dukungan sebesar-besarnya, kampanye memiliki posisi sangat strategis bagi parpol dan caleg. Kampanye ibarat etalase yang didalamnya menyuguhkan calon-calon yang mengusung visi, misi, pro-gram dan informasi lainnya yang harapannya dapat menjadi pedoman bagi masyarakat untuk menjatuhkan pilihannya kepada parpol dan caleg bersangkutan.

Di antara sekian metode kampanye (pertemuan terbatas, per-temuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum, pemasangan alat peraga kampanye, iklan di media massa cetak dan media massa elektronik, rapat umum), pemasangan APK tampaknya sedang menjadi topik yang paling hangat dibicarakan. Perhatian ter-pusat pada Peraturan KPU No 15 Tahun 20138 yang dianggap terlalu mengatur dan membatasi ruang gerak parpol dan caleg khususnya dalam melakukan pemasangan APK.

Secara umum, APK dilarang ditempatkan pada tempat ibadah, rumah sakit atau tempat-tempat pelayanan kesehatan, gedung milik pemerintah, lembaga pendidikan (gedung dan sekolah), jalan-jalan protokol, jalan bebas hambatan, sarana dan prasarana publik, taman

8 Peraturan KPU No 15 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum No 01 tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

dan pepohonan. Pelarangan ini mirip dengan pemilu sebelumnya. Pada pengaturan selanjutnya, pemasangan APK luar ruang diatur secara rinci antara lain : 1. Baliho atau papan reklame (billboard) hanya diperuntukkan bagi

parpol 1 (satu) unit untuk 1 (satu) desa/ kelurahan atau nama lain nya memuat informasi nomor dan tanda gambar parpol dan/ atau visi, misi, program, jargon, foto pengurus parpol yang bukan Calon Anggota DPR dan DPRD.

2. Calon anggota DPD dapat memasang baliho atau papan reklame (billboard) 1 (satu) unit untuk satu desa/ kelurahan

3. Bendera dan umbul-umbul hanya dapat dipasang oleh parpol dan calon anggota DPD pada zona atau wilayah yang yang ditetapkan oleh KPU, KPU/ KIP Provinsi dan KPU Kabupaten/ Kota bersama Pemerintah Daerah.

4. Spanduk dapat dipasang oleh Parpol dan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD dengan ukuran maksimal 1,5 X 7 m hanya 1 (satu) zona atau wilayah yang ditetapkan oleh KPU, KPU/ KIP Provinsi, KPU Kabupaten/ Kota bersama Pemerintah Daerah

Pengaturan mengenai bentuk, jumlah dan tempat untuk pema-sangan APK tidak serta merta dapat dilaksanakan karena ada amanat untuk menentukan zona kampanye yang penetapannya dilakukan KPU Kabupaten/ Kota berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah.

Zona kampanye dapat dipahami sebagai kawasan/ lokasi/ daerah yang dapat berupa satu, bagian atau gabungan wilayah administrasi sebagai dasar penghitungan pembatasan jumlah alat peraga kampanye. Di dalam zona dapat ditetapkan satu atau lebih tempat untuk mema-sang alat peraga kampanye yang merupakan fasilitas umum atau ruang publik, seperti sekitar lapangan, sepanjang/ sepenggal jalan, sekitar taman.9

9 Termuat dalam Surat Edaran KPU No 664/ KPU/ IX/ 2013 tanggal 30 September 2013

Page 33: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

46 47 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Pengaturan ini disikapi secara berbeda oleh parpol dan caleg. Sebagian menganggap pengaturan ini terlalu rumit, sangat membatasi, dan tidak memberi kesempatan seluas-luasnya bagi parpol dan caleg untuk mengenalkan dirinya kepada masyarakat. Sebagian yang lain justru sebaliknya, menilai bahwa ini merupakan pengaturan yang adil bagi seluruh caleg dan parpol, karena tidak membeda-bedakan kemampuan dana yang dimiliki.

Di luar perdebatan di atas, penataan APK oleh KPU sesungguhnya dilandasi semangat untuk memberikan kesempatan yang sama dan setara kepada seluruh parpol untuk berkampanye. Selain itu, pertim-bangan estetika kabupaten/ kota sangat diperhatikan agar wilayah ter-sebut berubah menjadi tumpukan sampah visual yang tidak saja meng-ganggu keindahan dan kebersihan kabupaten/ kota namun juga dapat mengancam keselamatan masyarakat karena acapkali pemasangan APK dilakukan secara serampangan dan melanggar peraturan daerah.

Untuk itulah, koordinasi KPU kabupaten/ kota dengan peme-rintah daerah dilakukan dalam konteks mengatur dan menata, tidak bermaksud membatasi secara kaku ruang gerak parpol dalam mengenal kan visi, misi, program dan info lain. Dibutuhkan kebesaran hati par pol dan caleg untuk memahami peraturan itu dan kelegaan hati untuk melaksanakannya. Simpati masyarakat akan terbangun dengan sen dirinya jika seluruh pihak dapat melaksanakan peraturan secara taat.

Satu hal yang perlu kita pahami, pemasangan APK hanyalah merupakan satu dari sekian metode kampanye yang dapat dipilih oleh caleg dan parpol. Masih banyak metode kampanye lain yang dapat di tempuh dan barangkali sangat efektif untuk menjaring dukungan masyarakat. Di luar semua itu, parpol dan caleg harus mengembalikan fungsi dan tujuan kampanye sebagai sarana partisipasi warga negara, bentuk kewajiban peserta pemilu dalam memberikan pendidikan

politik dan dalam rangka membangun komitmen antara warga negara dengan peserta pemilu.

Hamdan Kurniawan, S.IP, MA.Ketua KPU DIY Peroide 2013-2018.

Page 34: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

48 49 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

sistem Pengawasan dan Mekanisme Penanganan Pelanggaran dalam

Pemasangan alat Peraga Kampanye pada Pemilu 20141

sri r. werdiningsih2

Saat ini partai politik sudah berlomba-lomba untuk mengadakan kampanye memanfaatkan masa kampanye yang panjang yaitu selama 1,5 tahun, tidak hanya partai politik, calon legislatif pun, sejak ditetap-kannya DCT juga mulai gencar melakukan kampanye.

Dalam ketentuan Pasal 83 UU Nomor 8 Tahun 2013 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD disebutkan bahwa kampanye dapat dilaksanakan 3 (tiga) hari sejak ditetapkan sebagai peserta Pemilu hingga dimulainya masa tenang.

Sebenarnya untuk metode kampanye yang diperbolehkan sesuai ketentuan regulasi ada 7 (tujuh) macam yaitu kampanye dengan metode pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye, pemasangan alat peraga kampanye, iklan di media massa cetak maupun elektronik, rapat umum dan kampanye bentuk lain. Selain kampanye melalui iklan dan rapat umum, kampanye sudah

1 Disampaikan Dalam Sosialisasi Pengawasan Pemilu Bagi Media Massa dan Ormas di DIY 20 November 2013

2 Anggota Bawaslu DIY Divisi Penindakan Pelanggaran

Page 35: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

50 51 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

boleh dilakukan. Akan tetapi terlihat peserta Pemilu termasuk calon anggota legislatif berlomba-lomba memasang alat peraga kampanye. Seolah-olah hanya metode itu (pemasangan alat peraga kampanye) satu-satunya cara untuk melaksanakan kampanye.

sistem Pengawasan

Bawaslu mempunyai 2 (dua) strategi dalam melakukan pengawasan tahapan Pemilu. Strategi yang pertama adalah pencegahan dan strategi kedua adalah penindakan pelanggaran.3 Dari kedua strategi tersebut upaya pencegahan terhadap terjadinya pelanggaran yang lebih di-utamakan.

Pencegahan dilakukan dengan tindakan langkah-langkah dan upaya optimal mencegah secara dini terhadap potensi pelanggaran dan/ atau indikasi awal pelanggaran. Sedangkan Penindakan dilakukan sesuai dengan peraturan Bawaslu tentang Tata Cara Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran.4 Pencegahan pelanggaran dalam tahapan Kampanye Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dilaku kan dengan cara:5 a. Koordinasi b. Sosialisasi c. Publikasid. Himbauan

3 Pasal 9 Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pengawasan Pemilihan Umum juncto Pasal 19 Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pengawasan Kampanye Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD

4 ibid5 Pasal 20 Pasal 19 Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik

Indonesia Nomor 4 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pengawasan Kampanye Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD

e. Pengawasan melekat f. Rekomendasig. Pelibatan masyarakat.

Dalam pelaksanannya, Bawaslu melalui Panwaslu Kabupaten/ Kota terlibat dalam koordinasi pembahasan penentuan zonasi dan penyu sunan peraturan Bupati/ Walikota tentang pemasangan alat peraga kampanye.

Dengan dikeluarkannya Paraturan KPU yang baru, Paraturan KPU Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD, Bawaslu DIY telah melakukan sosialisasi tentang ketentuan peraturan tersebut kepada Partai Politik dan memberikan himbauan kapada Partai Politik agar mentaati ke-ten tuan dalam pemasangan alat peraga kampanye, demikian juga Panwaslu Kabupaten/ Kota baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan KPU aktif melakukan sosialisasi tentang ketentuan peraturan tersebut baik kepada masyarakat maupun Partai Politik.

Dalam melaksanakan pengawasan melekat, tahap pertama setelah keluarnya Paraturan KPU No 15 Tahun 2013, PPL ditugaskan untuk mencatat baliho atau papan reklame (billboard) Partai Politik dan Calon Anggota DPR, DPD dan DPRD yang terpasang di masing-masing desa/ kelurahan, selanjutnya melakukan identifikasi baliho atau papan reklame (billboard) tersebut yang sudah atau belum sesuai dengan ketentuan ayat (1) huruf b PKPU Nomor 15 Tahun 2013 yakni terkait :- Jumlah dan informasi baliho atau papan reklame (billboard) setiap

Partai Politik dan Calon Anggota DPD di desa/ kelurahan.- Lokasi pemasangan bendera dan umbul-umbul Partai Politik dan

calon Anggota DPD pada zona atau wilayah yang ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan atau KPU Kabupaten/ Kota bersama Pemerintah Daerah.

Page 36: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

52 53 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

- Jumlah dan ukuran spanduk Partai Politik dan Calon Anggota DPR, DPD dan DPRD pada zona atau wilayah yang ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan atau KPU Kabupaten/ Kota bersama Pemerintah Daerah.

Berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan oleh PPL, selan-jutnya pengawas Pemilu secara berjenjang menyampaikan rekomendasi kepada KPU pembersihan baliho atau papan reklame (billboard), bendera dan umbul-umbul serta spanduk yang tidak sesuai dengan ke-ten tuan Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2013 tersebut.

mekanisme penanganan pelanggaran

Bentuk pelanggaran Pemilu ada 3 (tiga), yaitu pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu, pelanggaran adminstrasi, dan pelanggaran pidana Pemilu.

Pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu adalah pelanggaran terhadap etika penyelenggara Pemilu yang berpedomankan sumpah dan/ atau janji sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara Pemilu.6 Pelanggaran administrasi Pemilu adalah pelanggaran yang meliputi tata cara, prosedur dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan penyeleng-garaan Pemilu di luar tindak pidana Pemilu dan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu.7 Tindak pidana Pemilu adalah tindak pidana pelang garan dan/ atau kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana Pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012.8

6 Pasal 251 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

7 Ibid, Pasal 2538 Ibid, Pasal 260

Pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu diteruskan kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu; pelanggaran administrasi Pemilu diteruskan kepada KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/ Kota; dan tindak pidana Pemilu diteruskan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pelanggaran terhadap pemasangan alat peraga kampanye ter-masuk dalam pelanggaran administrasi, dengan demikian dalam hal ada laporan dan/ atau temuan terhadap pemasangan alat peraga kampanye yang melanggar, maka selanjutnya pengawas Pemilu mem-beri kan rekomendasi kepada KPU, KPU Provinsi, dan atau KPU Kabupaten/ Kota agar KPU, KPU Provinsi, dan atau KPU Kabupaten/ Kota agar memerintahkan kapada peserta Pemilu untuk memindahkan atau mencabut alat peraga kampanye yang melanggar tersebut.

Selanjutnya jika Peserta Pemilu tidak melaksanakan perintah KPU tersebut, Pemerintah Daerah setempat dan aparat keamanan berdasarkan rekomendasi Bawaslu, Bawaslu Provinsi atau Panwaslu Kabupaten/ Kota berwenang mencabut atau memindahkan alat peraga kampanye dengan memberitahukan terlebih dahulu kepada Peserta Pemilu yang melanggar tersebut.

regulasi “bolong” dan multi tafsir

Dengan dikeluarkannya Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 01 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, terutama yang menyangkut pemasangan alat peraga kampanye diatur lebih rinci.

Ketentuan mengenai pemasangan alat peraga tersebut diatur dalam pasal 17 Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2013, yaitu untuk

Page 37: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

54 55 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

pemasangan baliho/ billboard/ papan reklame hanya diperbolehkan untuk peserta Pemilu (Partai Politik dan Calon Anggota DPD, jumlah-nya dibatasi hanya 1 unit 1 (satu) desa/ Kelurahan. Untuk partai politik baliho/ billboard/ papan reklame yang dipasang memuat informasi nomor dan tanda gambar Partai Politik dan/ atau visi, misi, program, jargon, foto. Untuk partai politik hanya diperbolehkan memasang foto pengurus Partai Politik yang bukan Calon Anggota DPR dan DPRD.

Bendera dan umbul-umbul hanya diperbolehkan dipasang oleh Partai Politik dan Calon Anggota DPD, dan harus dipasang dalam zona/ wilayah yang ditentukan oleh KPU/ KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/ Kota bersama Pemerintah Daerah. Untuk spanduk Calon anggota legislatif boleh.

Spanduk dapat dipasang oleh Partai Politik dan Calon Anggota DPR, DPD dan DPRD dengan ukuran maksimal 1,5 x 7 m hanya 1 (satu) unit pada 1 (satu) zona atau wilayah yang ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan atau KPU Kabupaten/ Kota bersama Pemerintah Daerah.

Dalam praktek di masyarakat selain baliho/ billboard/ papan reklame, spanduk, bendera dan umbul-umbul juga dikenal dengan poster, banner, rontek, tetapi dalam Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2013 tidak diatur mengenai hal tersebut. Ruang kosong ini yang kemudian dimanfaatkan oleh partai politik maupun caleg untuk “bermain” dalam pemasangan alat peraga.

Selain Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2013, KPU juga menge-luarkan Surat Edaran KPU Nomor 664/ KPU/ IX/ 2013 tentang Kampanye, salah satu pointnya dalam angka 7 mengatur bahwa alat peraga dapat dipasang ditempat pribadi sepanjang diletakkan di dalam halaman atau pada bangunan. Dalam Surat Edaran ini tidak diatur lebih lanjut apakah mengikuti ketentuan pasal 17 Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2013 bahwa untuk baliho/ billboard/ papan reklame

hanya 1 unit per Desa/ Kelurahan, dan spanduk hanya 1 unit per zona, atau boleh dipasang dengan jumlah bebas tanpa harus mengikuti Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2013 tersebut. Jika peserta Pemilu dan/ atau caleg boleh memasang alat peraga ditempat pribadi tanpa harus memperhatikan ketentuan jumlah yang diatur dalam Peraturan KPU tersebut, maka SE KPU tersebut justru bertentangan dengan Pera turan KPU Nomor 15 Tahun 2013 yang terbit sebelumnya yang secara hukum tingkatnya lebih tinggi dibanding Surat Edaran.

Kendala Penertiban Pemasangan alat Peraga Kampanye

Penertiban (penurunan) terhadap pelanggaran pemasangan alat peraga kampanye yang melanggar tidak semudah yang dibayangkan, faktor ketaatan peserta Pemilu serta caleg menjadi penyebabnya, selalu muncul pelanggaran baru pasca dilakukannya penertiban oleh aparat Pemerintah Daerah, yang terjadi seolah-olah “mati satu tumbuh seribu”, hari ini ditertibkan, besok sudah muncul yang baru.

Oleh karena pelanggaran terhadap ketentuan pemasangan alat peraga kampanye merupakan ranah pelanggaran administrasi. Pe-ngawas Pemilu tidak dapat malakukan eksekusi untuk memindahkan atau menurunkan alat peraga kampanye yang melanggar tersebut. Kewenangan pengawas Pemilu hanya sebatas memberikan rekomendasi untuk penertiban alat peraga kampanye yang melanggar tersebut. Selanjutnya tergantung kesigapan Pemerintah Daerah dan aparat ke-amanan untuk melakukan penertiban. Masalahnya adalah tidak ada kewenangan, baik oleh pengawas Pemilu maupun oleh KPU untuk memaksa Pemerintah Daerah dan aparat keamanan untuk melakukan penertiban. Di sisi lain aparat (Satpol PP atau Dinas Ketertiban) selalu menggunakan dalih anggaran yang terbatas, bahkan ketiadaan anggaran karena tidak dianggarkan oleh Pemerintah Daerah sebagai alasan tidak dilakukannya penertiban.

Page 38: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

56 57 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Masalah “bolong” nya aturan serta adanya “wilayah abu-abu” dalam peraturan KPU juga menjadi kendala tersendiri dalam penega-kan hukum, terasa ada pelanggaran tetapi tidak dapat ditindak karena tidak ada aturan yang jelas atau kalaupun ada aturan ada ruang kosong dalam peraturan tersebut.

Keterlambatan KPU Kabupaten/ Kota dalam mengeluarkan SK yang mengatur zona pemasangan alat peraga kampanye serta lambat-nya pembahasan Peraturan Bupati tentang pemasangan alat peraga kampanye sehingga menyebabkan terlambatnya penyusunan Peraturan Bupati tentang pemasangan alat peraga kampanye tersebut juga turut menghambat penertiban alat peraga kampanye.

Beberapa rekomendasi

Dari uraian di atas, ada beberapa rekomendasi yang bisa dijalankan oleh masing-masing pihak, baik itu peserta Pemilu, KPU maupun Pemerintah Daerah, diantaranya:

Bagi Peserta Pemilu: taat aturan dan tertib Kampanye sebagai Bagian Kampanye

Pada dasarnya kampanye peserta Pemilu dilakukan sebagai sarana partisipasi politik warga negara dan bentuk kewajiban peserta pemilu dalam memberikan pendidikan politik. Oleh karena itu Peserta Pemilu (termasuk didalamnya caleg) dalam melak sanakan kampanye hendaknya mentaati aturan kampanye yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang maupun peraturan KPU dan melaksanakannya secara tertib, dalam pemasangan alat peraga kampanye harus memperhatikan ketertiban dan keindahan wilayah/ kota.

Dengan demikian masyarakat diberi contoh yang baik oleh peserta Pemilu dalam ketaatan aturan. Contoh baik dari Peserta

Pemilu tersebut merupakan bagian dari kampanye yang baik pula bagi para pemilih (masyarakat) dan semoga dengan contoh kampanye yang baik tersebut peserta Pemilu akan memenangkan hati pemilih.

KPU: terbitkan aturan Zonasi dan Kawal Penerbitan Paraturan Bupati/ walikota tentang Pemasangan alat Peraga

KPU sebagai penyelenggara Pemilu harus segera menerbitkan SK KPU yang mengatur tentang zona pemasangan alat peraga kampanye. Hal ini perlu segera dilakukan karena pemasangan alat peraga kampanye semakin marak dilakukan oleh peserta Pemilu. Selain itu perlu terus dikawal dan dilakukan koordinasi intensif agar Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota (Bupati/ Walikota) yang belum menerbitkan segera menerbitkan Peraturan Bupati yang mengatur tentang pemasangan alat peraga kampanye.

Pemerintah Daerah: segera terbitkan Peraturan Bupati dan anggaran Jangan Jadi Kendala Penegakan aturan

Kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kulonprogo dan Sleman sebagai si empunya wilayah harus segera menerbitkan Peraturan Bupati yang mengatur tentang pemasangan alat peraga kampanye sebagai salah satu acuan dalam penegakan hukum dalam pemasangan alat peraga kampanye.

Terkait keluhan aparat penegak hukum di SKPD Kabupaten/ Kota (Satpol PP/ Dinas Ketertiban) mengenai ketiadaan anggaran untuk penertiban alat peraga, diharapkan segera membuat kebija-kan terkait hal tersebut.

Page 39: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

58 59 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

sistem Pengawasan dan Mekanisme Penanganan Pelanggaran dalam

Penyusunan Daftar Pemilih pada Pemilu 20141

Bagus sarwono2

Pengantar

Hak untuk memilih adalah hak dasar warga negara yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan termasuk salah satu Hak Asasi Manusia yang harus dilindungi. Pada pasal 28D ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa: “(3) setiap warga negara berhak memperoleh ke sempatan yang sama dalam pemerintahan.” Ini paralel juga dengan Pasal 21 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM)3, Pasal

1 Disampaikan pada Sosialisasi Pengawasan Pemilu bagi Media Massa dan Ormas, Putaran Kedua dengan tema “Pengawasan Pendaftaran Pemilih dan Pemasangan Alat Peraga Kampanye di DIY”, RM. Nyonya Suharti Gedongkuing, diselenggarakan oleh Bawaslu DIY, 21 November 2013.

2 Anggota Bawaslu DIY, Divisi SDM dan Organisasi.3 menyebutkan bahwa, “(1) Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan

negerinya sendiri, baik dengan langsung maupun dengan perantara wakil-wakil yang dipilih dengan bebas; (2) Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam jabatan pemerintahan negerinya; (3) Kemauan rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah; kemauan ini harus dinyatakan dalam pemilihan-pemilihan berkala, jujur dan yang dilakukan menurut hak pilih yang bersifat umum dan berkesamaan, serta dengan pemungutan suara yang rahasia ataupun menurut cara-cara lain yang juga menjamin kebebasan mengeluarkan suara”

Page 40: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

60 61 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

43 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia4, dan Pasal 25 UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik)5.

Itu sebabnya mengapa persoalan pendaftaran pemilih menjadi persoalan yang sangat serius untuk diperhatikan dalam Pemilu kita ter utama oleh penyelenggara pemilu, baik KPU maupun Bawaslu. Apalagi merujuk pengalaman sebelumnya, penyusunan Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada Pemilu 2009 dianggap banyak masalah.

Tampaknya, dalam konteks penetapan DPT untuk pemilu 2014 juga tidak berjalan mulus. Faktanya, penetapan DPT tertunda ber-kali-kali6 dan terakhir dapat ditetapkan KPU pada 4 November 2013, namun masih terdapat 10,4 juta pemilih7 yang bermasalah dari pemilih dalam negeri sebanyak 186.612.255 orang dan pemilih yang berdomisili di luar negeri sebanyak 2.010.280 orang8. Atas penetapan

4 menyebutkan bahwa, “Setiap warga Negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,”

5 Menyebutkan bahwa, “setiap warga Negara juga harus mempunyai hak dan kebebasan, tanpa pembedaan apapun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan tanpa pembatasan yang tidak berasalan: a) Ikut dalam pelaksanaan urusan pemerintahan, baik secara langsung maupun melalui wakil-wakil yang dipilih secara bebas ; b) Memilih dan dipilih pada pemilihan umum berkala yang jujur, dan dengan hak pilih yang universal dan sama, serta dilakukan melalui pemungutan suara secara rahasia untuk menjamin kebebasan dalam menyatakan kemauan dari para pemilih; c) memperoleh akses pada pelayanan umum di negaranya atas dasar persamaan.

6 Penetapan DPT oleh KPU tertunda sebanyak 2 kali, pertama seharusnya ditetapkan pada tanggal 23 September 2013 namun akhirnya ditunda selama sebulan karena ada rekomendasi dari Bawaslu dan atas kesepakatan dengan Komisi II DPR RI. Kedua, seharusnya ditetapkan pada tanggal 23 Oktober 2013 namun ditunda lagi selama dua minggu karena ada rekomendasi Bawaslu mengingat masih ditemukannya data bermasalah. Ketiga, ditetapkan pada tanggal 4 November 2013 dengan catatan dari Bawaslu, KPU diberikan waktu 1 bulan untuk menuntaskan pemilih dengan NIK invalid.

7 Belakangan KPU mengklaim bahwa 3,2 juta pemilih dari 10,4 juta pemilih sudah valid NIKnya sehingga tinggal 7,2 juta pemilih yang masih bermasalah.

8 Sumber http://news.liputan6.com/read/747380/kpu-pps-bisa-coret-pemilih-invalid, diakses pada 20 November 2013.

ini, Bawaslu memberikan waktu selama 30 hari kepada KPU untuk melengkapi data pemilih yang masih tidak lengkap seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Untuk konteks DIY sendiri, DPT terakhir di DIY sejumlah 2.731.882 pemilih dengan rincian sebagai berikut9:

noKabupaten/

Kota

Jum-

lah

Kec.

Jumlah

Desa/

Kel

Jum-

lah

tPs

Jumlah Pemilih

L P L+P

1. Yogyakarta 14 45 953 146.887 158.360 305.247

2. Bantul 17 75 2.295 349.096 368.913 718.009

3. Kulonprogo 12 88 987 162.281 172.966 335.247

4. Gunung

kidul

18 144 1.898 288.369 305.488 593.857

5. Sleman 17 86 2.390 377.914 401.608 779.522

Total 78 438 8.523 1.324.547 1.407.335 2.731.882

Dari total 2.731.882 pemilih di DIY tersebut atau dari 10,4 juta pemilih yang bermasalah secara nasional, sebanyak 31.164 pemilih yang masih bermasalah di DIY dengan rincian berikut:10

no Kabupaten/ Kota nIK Invalid

1. Kota Yogyakarta 1.192

2. Bantul 10.121

3. Kulonprogo 1.270

4. Gunungkidul 10.151

5. Sleman 8.430

Total 31.164

9 Ditetapkan di tingkat DIY tanggal 2 November 2013.10 Hasil Rapat Koordinasi Data Kependudukan di Wilayah DIY untuk Kelengkapan

Data Terkait DPT.

Page 41: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

62 63 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Terhadap data pemilih dalam DPT yang masih bermasalah menge-nai validitas NIKnya tersebut, KPU telah memerintahkan kepada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk melakukan perbaikan data invalid dengan berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil agar data tersebut menjadi valid.11 Bawaslu sendiri telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Pengawasan Perbaikan Data Identitas Kependudukan Pemilih dalam DPT12.

Mengapa NIK yang invalid dipersoalkan dalam pendaftara pemilih? Karena NIK merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi kaitannya dengan pendaftaran pemilih. Ini merujuk pada ketentuan Pasal 33 ayat (2) UU 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD yang menyebutkan bahwa, “Daftar Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat nomor induk kependudukan, nama, tanggal lahir, jenis kelamin, dan alamat Warga Negara Indonesia yang mempunyai hak memilih.”

Sementara syarat yang harus dipenuhi seseorang untuk dapat memiliki hak pilih, diatur dalam Pasal 19 dan 20 pada Undang-Undang yang sama. Pada Pasal 19 UU 8 Tahun 20012 disebutkan bahwa, “(1) Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih dan (2) Warga Negara Indonesia sebagaimana dimak sud pada ayat (1) didaftar 1 (satu) kali oleh penyelenggara Pemilu dalam daftar Pemilih.” Dalam Pasal 20 UU 8 Tahun 2012 disebutkan bahwa, “Untuk dapat menggunakan hak memilih, WNI harus terdaftar sebagai pemilih, kecuali ditentukan lain dalam UU”.

11 Surat Edaran KPU Nomor 756/KPU/XI/2013 tentang Perbaikan NIK Invalid, tertanggal 7 November 2013.

12 Surat Edaran Nomor 792/Bawaslu/XI/2013 tentang Pengawasan Perbaikan Data Identitas Kependudukan Pemilih dalam DPT, tertanggal 8 November 2013

sistem Pengawasan Pendaftaran Pemilih

Seperti diketahui proses pendaftaran pemilih ini berlangsung cukup panjang. Dimulai dari 16 bulan sebelum pelaksanaan pemu-ngu tan suara, pemerintah harus menyerahkan Daftar Agregat Kepen-dudukan per Kecamatan (DAK2) ke KPU. Selanjutnya, DAK2 disin-kronkan menjadi Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4), dan kemudian setelah disinkronkan dengan data pemilu/pemilukada terakhir kemudian menjadi Data Pemilih. Dari data ini kemudian Pantarlih melalukan coklit (pencocokan dan penelitian) dengan cara mengunjungi dari rumah ke rumah dan diperoleh Daftar Pemilih Sementara (DPS). Selanjutnya berturut-turut dengan pola yang kurang lebih sama dari proses DPS kemudian ke DPSHP, DPSHP Akhir dan DPT.

Pengawasan yang dilakukan oleh pengawas Pemilu difokuskan pada prosedur dan hasil pemutakhiran data pemilih pada setiap sub tahapan. Terhadap prosedur, pengawas Pemilu memastikan antara lain apakah Pantarlih benar-benar melakukan kunjungan dari rumah ke rumah (door to door), PPS dan PPK melakukan pleno secara tepat baik waktu maupun prosedural, waktu dan lamanya pengumuman daftar pemilih dipublikasikan serta sebaran tempat daftar pemilih diumumkan, serta diberikannya salinan daftar pemilih ke partai politik tingkat kecamatan dan ketepatan waktunya.

Terhadap hasil setiap sub tahapan, pengawas Pemilu memastikan antara lain tidak adanya pemilih ganda, NIK ganda dan identitas lain-nya yang belum lengkap atau bermasalah, pemilih yang tidak berhak tetapi masuk dalam daftar pemilih, serta pemilih yang tercecer.

Sistem pengawasan yang dilakukan secara berjenjang menyesuai-kan tingkatan pelayanan yang dilakukan jajaran KPU. Mengingat proses pendaftaran pemilih ini terdapat dijenjang desa/ kelurahan, maka

Page 42: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

64 65 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

pengawas Pemilu juga dimulai dengan berbasiskan desa/ kelurahan.13 Hasil nya dilaporkan kepada Pengawas Pemilu secara berjenjang ke pe ngawas Pemilu setingkat di atasnya hingga ke Bawaslu.14 Tentu saja pengawas Pemilu dibekali dengan instrument yang dibekali dari Bawaslu, sehingga secara nasional sama instrumennya. Instrumen di-de sain untuk berupaya merekam semua proses dan hasil pendaftaran pemilih.

Beberapa hasil penting yang dipetik dari hasil pengawasan dalam daftar pemilih ini antara lain sebagai berikut. Pertama, tidak semua jajaran KPU bekerja sesuai dengan prosedur baku yang ditetapkan, misal nya Pantarlih tidak melakukan kunjungan door to door, tidak diumum kannya daftar pemilih secara tepat waktu, pleno penetapan yang waktunya tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan KPU, tidak diberikannya salinan daftar pemilih kepada partai politik dan masih banyak lagi.

Kedua, ketidakselarasan hasil kerja antar jajaran KPU sendiri. Hal ini dicontohkan dengan tidak diakuinya hasil kerja dari jajaran KPU sendiri oleh PPS atau Pantarlih setelah daftar pemilih dicetak dan siap diumumkan. Implikasinya kadang Pantarlih atau PPS enggan mengumumkan daftar pemilih yang telah dicetak karena mereka justru tidak mengakui daftar pemilih yang telah dicetak dan digandakan tersebut sebagai hasil kerjanya. Data pemilih yang telah dicoret misal-nya, masih tetap muncul atau nama baru yang dimasukkan tetap tidak terlihat di daftar pemilih. Yang lebih parah adalah ada juga beberapa kasus yang data pemilihnya sudah relatif mendekati kevalidan, tetapi

13 Faktanya pada saat Pantarlih bekerja untuk menyusun DPS, PPL belum dapat dibentuk, sehingga proses pengawasan dihandle oleh Panwaslu Kecamatan. Kalaupun ada PPL jumlahnya tidak bisa menjangkau semua level pelayanan yang diberikan oleh jajaran KPU.

14 PPL ke Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kecamatan ke Panwaslu Kab/Kota, Panwaslu Kab/Kota ke Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Provinsi ke Bawaslu.

setelah dicetak dan digandakan pada sub tahapan berikutnya justru kembali ke data awal saat datanya masih banyak bermasalah.

Ketiga, minimnya partisipasi warga dan partai politik untuk ber-par tisipasi untuk memberikan masukan terhadap daftar pemilih. Sehingga praktis masukan perbaikan daftar pemilih banyak bertumpu pada masukan pengawas Pemilu dan petugas di KPU sendiri.

Keempat, sistem informasi data pemilih (Sidalih) yang disediakan KPU sesungguhnya terobosan yang baik dalam upaya untuk mem-bangun transparansi dalam pendaftaran pemilih. Namun maksud baik ini belum mampu terbangun secara baik sehingga yang terjadi sering-kali data manual tidak sama dengan data di Sidalih KPU. Kemungkinan masih ada problem SDM, pengelolaan dan updating data terhadap Sidalih ini.

Dari hasil pengawasan tersebut, pengawas pemilu selain mem-beri kan konsen kepada temuan yang harus direkomendasikan kepada KPU dan/atau jajarannya baik menyangkut proses maupun hasil, juga memberikan perhatian terhadap perbandingan data yang di-hasil kan, terutama terhadap data DAK2 dengan DPS/ DPSHP atau DPT. Asumsinya jumlah penduduk yang tercermin dari DAK2 tidak mungkin lebih sedikit atau hampir sama dengan jumlah pemilih yang terepresentasi dari DPS/ DPSHP atau DPT. Bawaslu sendiri mem-buat angka prosentase tingkat kewajaran berada dikisaran 60-80%, arti nya jumlah DPS/ DPSHP atau DPT idealnya berjumlah 60-80% dari DAK2. Sehingga, jika ada kabupaten/kota yang jumlah DPS/DPSHP atau DPTnya di bawah 60% atau di atas 80% dari DAK2 patut dipertanyakan. Jika angkanya dibawah 60% hipotesanya adalah kemungkinan masih cukup banyak warga Negara yang ter cecer dalam daftar pemilih di wilayah tersebut. Sebaliknya jika angka nya melebihi 80% hipotesanya adalah kemungkinan ada mark-up (pengge-

Page 43: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

66 67 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

lembungan) jumlah pemilih. Meskipun hipotesa ini tidak selalu benar, tergantung penjelasan terhadap angka tersebut.

Dari hasil asumsi tersebut, hingga saat ini, yang masih ada di wilayah DIY yang berpotensi tidak wajar yaitu daftar pemilih di Kabupaten Bantul (diatas 80%) seperti tabel berikut ini15.

no Kab/Kota Jumlah DaK2Jumlah DPt

2 nov 13Prosentase (%)

1 Kota 414,082 305,247 73.72

2 Bantul 837,248 718,009 85.76

3 Kulon Progo 419,333 335,247 79.95

4 Gunung Kidul 859,255 684,686 79.68

5 Sleman 1,102,680 779,522 70.69

Jumlah 3,632,598 2,822,711 77.96

mekanisme Penanganan Pelanggaran Pendaftaran Pemilih

Sebagaimana tahapan pemilu yang lain, dalam pengawasan taha-pan pendaftaran pemilih ini terhadap laporan atau temuan juga harus ditindaklanjuti oleh pengawas Pemilu. Terhadap laporan/ temuan pelang garan yang diketahui oleh pengawas Pemilu, pengawas Pemilu langsung memberikan rekomendasi kepada jajaran KPU yang setingkat disertai dengan lampiran datanya tertulis16. Namun sebagaimana dise-butkan di atas karena tingkat partisipasi warga sangat rendah, sehingga kecenderungan yang terjadi adalah rekomendasi dilakukan karena ada temuan dari pengawas Pemilu.

Terhadap rekomendasi yang diberikan oleh pengawas Pemilu, jajaran KPU secara umum merespon akan berkomitmen untuk melak-

15 Diolah dari data DAK2 di http://kpu.go.id/dmdocuments/%288.1.2013%29%20DIY.pdf yang diakses pada 20 November 2013 dan hasil pleno penetapan DPT di DIY pada 2 November 2013.

16 Misalnya rekomendasi PPL kepada PPS, Panwaslu kecamatan kepada PPK dan seterusnya.

sana kan rekomendasi tersebut. Meskipun faktanya, tidak dengan melihat data yang ada komitmen ini belum sepenuhnya dilakukan. Hal ini ditunjukkan masih adanya data yang masih tetap seperti semula atau tidak terjadi perubahan di data yang direkomendasikan.

Merujuk dari hasil pengalaman atas respon dan rekomendasi ter sebut dalam beberapa kali penetapan subtahapan pendaftaran pemilih oleh KPU DIY, Bawaslu DIY selalu memberikan catatan bahwa terhadap rekomendasi temuan pengawas Pemilu harus benar-benar ditindaklanjuti yang ditunjukkan dengan perubahan dalam data pen daftaran pemilih. Karena faktanya, tidak selalu rekomendasi itu membuahkan hasil.

Problemnya adalah, perubahan data by name by address dan seterusnya dalam daftar pemilih tidak bisa diketahui sebelum pleno itu dilakukan. Ini adalah sistem kerja KPU yang terstandar namun tidak bisa memberikan kepastian rekomendasi pengawas Pemilu benar-benar telah dilakukan sebelum data yang sifatnya agregat ditetapkan oleh KPU.

Penutup

Saat ini masih ada data NIK invalid pada DPT baik ditingkat nasional maupun di DIY. Harapan yang terdekat adalah KPU dan jajaran nya dengan berkoordinasi dengan Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil dapat membersihkan data tersebut sehingga data ter-sebut menjadi valid.

Memang masih ada saluran lain bagi yang terlewatkan di data pemilih yaitu melalui daftar pemilih khusus, tetapi semakin banyak daftar pemilih khususnya, akan lebih besar potensi kekisruhan dalam pungut hitung dan rekapitulasi suara.

Page 44: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

68 69 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

‘evaluasi’ PelaksanaanPendaftaran Pemilih dan Penertiban

alat Peraga Kampanye nasrullah1

Sebagai wujud apresiasi dan dukungan saya atas upaya keras Bawaslu DIY untuk meningkatkan pengawasan partisipatif guna me wujud kan pemilu yang berintegritas. Meskipun dengan segala keterbatasan yang saya miliki. Izinkan saya dalam forum sosialisasi pengawasan pemilu bagi media massa dan ormas ini menyampaikan beberapa catatan dalam bentuk pointers yang sudah tentu masih sangat subyektif dan jauh dari sempurna dan belum sesuai dengan standar dan sistematika penulisan sebuah makalah ilmiah yang dimintakan oleh Bawaslu DIY tentang “Evaluasi Pelaksanaan Pendaftaran Pemilih dan Penertiban Alat Peraga Kampanye”.

a. catatan Pelaksanaan Pendaftaran Pemilih

1. Memilih dalam pemilu merupakan hak konstitusional semua WNI ((Lihat Pasal 1 ayat (2), Pasal 22E ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28, Pasal 28D ayat (3), dan Pasal 28E ayat (2) & (3) UUD 1945)).

1 Narasumber adalah Dosen Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Advokat, mantan Ketua KPU Kota Yogyakarta (periode 2008-2013) dan mantan anggota Panwaslu Provinsi DIY dalam Pemilu 1999.

Prinsip jangan sampai ada warga negara yang terhalangi hak politiknya untuk memberikan suara pada pemilu gara-gara problem administrasi. Tetapi juga jangan sampai ada warga negara yang terdata ganda sehingga bisa merusak kualitas Pemilu kita. Semoga.

Page 45: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

70 71 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

2. Pendaftaran hak memilih dalam DPT merupakan conditio sine quanon menurut UU No. 8/ 2012:

a. WNI yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/ pernah kawin mempunyai hak memilih.

b. Pemilih didaftar 1 (satu) kali oleh penyelenggara Pemilu dalam daftar Pemilih.

c. Untuk dapat menggunakan hak memilih,Warga Negara Indonesia harus terdaftar sebagai Pemilih kecuali yang diten-tu kan lain dalam Undang-Undang ini. (Lihat Pasal 19 dan Pasal 20 UU No.8/ 2012)

3. Tahapan Pendaftaran Pemilih merupakan tahapan yang krusial, tidak mudah dan telah menimbulkan “kegaduhan” nasional.

Krusial, karena pada akhirnya tahapan ini harus mampu men jamin terlindunginya hak konstitusional semua WNI yang telah memiliki hak pilih dalam Pemilu 2014.

Tidak mudah, karena meskipun telah mengalami penundaan penetapan DPT dari tanggal 23 Oktober menjadi tanggal 4 November, sampai saat ini kita kita belum memiliki DPT yang bersifat final, karena pasca penetapan rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam rapat pleno terbuka KPU pada tanggal 4 November 2013 yang lalu, Bawaslu masih mem beri-kan waktu kepada KPU untuk melengkapi DPT yang masih tidak lengkap seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK) selama 30 hari.2

Gaduh nasional, karena dinamika penyusunan dan pene-ta pan DPT tidak hanya terjadi di ranah penyelenggara

2 SE KPU Nomor 756/ KPU/ XI/ 2013 tertanggal 7 November 2013 tentang Perbaikan NIK Invalid

pemilu, tetapi telah menjadi polemik banyak pihak, bahkan melibatkan Presiden dan pimpinan lembaga negara.3

4. Dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab menyusun daftar Pemilih, KPU beserta jajarannya telah berpedoman pada semangat 3 prinsip, yaitu:

Komprehensif: harus memuat semua WNI yang telah memenuhi persyaratan sebagai pemilih, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar.

akurat: harus memuat informasi identitas pemilih secara benar, tanpa kesalahan penulisan, tidak ganda, dan tidak memuat nama yang tidak berhak atau telah meninggal.

mutakhir: daftar pemilih disusun berdasarkan keadaan terakhir mengacu pada hari pemungutan suara.

5. Berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, KPU secara implisit dipandu untuk menggunakan DUALISME (bahkan lebih) sumber data yang harus digunakan dalam penyusunan daftar pemilih:

a. DP4/ Data Kependudukan yang merupakan hasil sinkronisasi bersama antara Pemerintah dan KPU ((lihat Pasal 32 ayat (5) UU No. 8/ 2012))

b. DPT Pemilu dan/ atau Pemilukada Terakhir dari KPU Provinsi dan KPU Kab/ Kota ((lihat Pasal 32 ayat (7) UU

3 Terkait persiapan Pemilu 2014, khususnya DPT, Presiden SBY pada tanggal 13 November 2013 telah mengumpulkan pimpinan lembaga negara di Istana Negara yang dihadiri diantaranya Ketua MPR RI Sidarto Danusubroto, Ketua DPR RI Marzuki Alie, Ketua DPD RI Irman Gusman, Ketua BPK RI Hadi Poernomo, Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki, Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali, dan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva. Hadir pula, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Menko Kesra Agung Laksono, Mendagri Gamawan Fauzi, dan Mensesneg Sudi Silalahi. http:/ / www.jurnas.com/ news/ 114003/ Presiden_SBY_Bahas_DPT_dengan_Pimpinan_Lembaga_Negara/ 1/ Nasional/ Pemilu_2014 diakses 20 Nov 2013)

Page 46: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

72 73 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

No. 8/ 2012)). Menurut ketentuan Pasal 32 ayat (7) UU No. 8/ 2012, data kependudukan wajib dimutakhirkan oleh KPU men jadi data pemilih dengan memperhatikan data Pemilih pada Pemilu dan/ atau pemilihan gubernur, bupati, dan walikota yang terakhir.

Secara teknis penggunaan DPT Pemilu dan/ atau Pemilu-kada terakhir diatur dalam Pasal 8 ayat (2) PKPU No.9/ 2013 sebagai berikut: “KPU melakukan pencocokan dan penelitian terhadap DP4 dari Kementerian Dalam Negeri dengan DPT Pemilu terakhir untuk menjadi data pemilih (Formulir Model A-KPU). Data pemilih (Formulir Model A-KPU) inilah menurut ketentuan Pasal 8 ayat (3) PKPU No. 9/ 2013 yang diserahkan oleh KPU kepada KPU Kabupaten/ Kota untuk dijadikan bahan Pemutakhiran Data Pemilih.

Ketentuan teknis tersebut diatas sebenarnya tidak sinkron dengan ketentuan Pasal 33 ayat (1) juncto Pasal 34 ayat (1) UU No. 8/ 2012. Pasal 33 ayat (1) UU No. 8/ 2012 menyebutkan“ KPU Kabupaten/ Kota menggunakan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (5) sebagai bahan penyusunan daftar Pemilih. Lebih lanjut 34 ayat (1) UU No. 8/ 2012 menegaskan: “KPU Kabupaten/ Kota melakukan pemutakhiran data Pemilih berdasarkan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (5)”.

Sebagai dampak dari penyandingan DP4 dengan data pemilih pemilu/ pemilukada terakhir ini oleh KPU telah terjadi pergeseran jumlah calon pemilih yang cukup signifikan dalam Formulir Model A-KPU yang menjadi bahan pemutakhiran daftar pemilih oleh KPU Kabupaten/ Kota.

Sebagai contoh:

Jumlah Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) yang diterima oleh KPU Kota Yogyakarta dari Pemerintah Kota Yogyakarta se-banyak 323.389 orang, sementara data pemilih (Formulir Model A-KPU) yang diterima oleh KPU Kota Yogyakarta dari KPU untuk dijadikan bahan pemutakhiran daftar pemilih adalah sebanyak 349.452 orang (terdapat selisih sebanyak 26.063 orang).

6. Pemilih tanpa identitas kependudukan (NIK) seharusnya di-masuk kan ke dalam DP Khusus:

Pasal 33 ayat (2) UU No.8/ 2012 mensyaratkan adanya NIK di dalam Daftar Pemilih: “Daftar Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat nomor induk kependudukan, nama, tanggal lahir, jenis kelamin, dan alamat Warga Negara Indonesia yang mempunyai hak memilih”.

Ketentuan mengenai keberadaan NIK dalam Daftar Pemilih merupakan ketentuan yang bersifat imperatif dan bukan fakultatif. Artinya, NIK harus ada dalam Daftar Pemilih. Ketentuan ini sejalan dengan semangat untuk mewujudkan database kependudukan nasional sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.4

Sehingga di dalam pemutakhiran data pemilih, semestinya WNI yang belum termasuk dalam Daftar Pemilih namun tidak 4 Pasal 13 UU Nomor 23 Tahun 2006 menegaskan: (1) Setiap Penduduk wajib

memiliki NIK; (2) NIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku seumur hidup dan selamanya, yang diberikan oleh Pemerintah dan diterbitkan oleh Instansi Pelaksana kepada setiap Penduduk setelah dilakukan pencatatan biodata. Dalam Penjelasan Umum UU ini juga ditegaskan bahwa NIK adalah identitas Penduduk Indonesia dan merupakan kunci akses dalam melakukan verifikasi dan validasi data jati diri seseorang guna mendukung pelayanan publik di bidang Administrasi Kependudukan. Sebagai kunci akses dalam pelayanan kependudukan, NIK dikembangkan ke arah identifikasi tunggal bagi setiap Penduduk. NIK bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai Penduduk Indonesia dan berkait secara langsung dengan seluruh Dokumen Kependudukan.

Page 47: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

74 75 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

memiliki nomor identitas kependuduk, seharusnya diklarifikasi ke Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Apabila tetap tidak ditemukan nomor identitas kependudukannya, yang ber-sangkutan tidak kehilangan hak konstitusionalnya untuk memilih, namun didaftarkan dalam Daftar Pemilih Khusus sebagaimana diperintahkan oleh Pasal 40 ayat (5) UU No. 8/ 2012:

“Dalam hal terdapat warga negara yang memenuhi syarat sebagai Pemilih dan tidakmemilikiidentitaskependudukan dan/ atau tidak terdaftar dalam daftar pemilih sementara, daftar pemilih sementar hasil perbaikan, daftar pemilih tetap, atau daftar pemilih tambahan, KPU Provinsi melakukan pendaftaran dan memasukkannya ke dalam daftar pemilih khusus.”

Kalau ketentuan diatas dengan konsisten diterapkan, maka problem NIK dalam DPT yang masih menjadi polemik sampai saat ini sedari awal dapat diatasi. Sayangnya ketentuan yang bersifat imperatif tentang adanya identitas kependudukan di atas dalam ketentuan teknis pemutakhiran data pemilih yaitu PKPU Nomor 9 Tahun 2013 yang telah dikonsultasikan terlebih dahulu kepada DPR dan Pemerintah dan barangkali dengan maksud mengedepankan prinsip komprehensif dan mutakhir dipermudah menjadi bersifat alternatif.

Pasal 17 huruf d dan huruf e PKPU Nomor 9 Tahun 2013 mengatur:

c. Pemilih yang telah memenuhi syarat tetapi belum terdaftar dalam data Pemilih sebagaimana dimaksud pada huruf c angka 1 dicatat di dalam formulir Data Pemilih Baru (formulir Model A.A-KPU)

d. Dalam melakukan pencoretan, perbaikan, maupun mencatat Data Pemilih Baru, Pantarlih harus mendasarkan pada identitas kependudukan yang dimiliki oleh Pemilih, keterangan kepala

atau anggota keluarga dan/ atau keterangan perangkat RT/ RW setempat.

Lebih lanjut Pasal 18 PKPU Nomor 9 Tahun 2013 mengatur:

(1) Dalam hal Pantarlih menemukan Warga Negara Indonesia yang telah memenuhi syarat sebagai Pemilih namun tidak ter daftar dalam data Pemilih disebabkan tidak memiliki identitas kepen-dudukan, Pantarlih wajib mencatat Pemilih tersebut ke dalam formulir Model A.A-KPU.

(2) Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melengkapi dengan surat keterangan dari ketua/ sekretaris RT setempat atau sebutan lain, bertanggung jawab menjelaskan bahwa yang bersang kutan merupakan warga setempat.

(3) Pantarlih memberikan keterangan “Tanpa Identitas Kependu-dukan” pada kolom keterangan Pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dan selanjutnya secara berjenjang dari PPS, PPK, KPU Kabupaten/ Kota dilaporkan kepada KPU Propinsi.

Pelaporan Pemilih “Tanpa Identitas Kependudukan” kepada KPU Propinsi mestinya sesuai tugas dan kewenangannya untuk dimasukkan ke dalam Daftar Pemilih Khusus,5 yang akan ditetapkan oleh KPU Propinsi 7 hari sebelum pemungutan suara,

5 Pasal 34 PKPU No.09/ 2013 berbunyi:(1) DPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, selain dapat dilengkapi dengan

DPTb sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, dapat juga dilengkapi dengan Daftar Pemilih Khusus.

(2) Daftar Pemilih Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah daftar Pemilih yang memuat Pemilih yang tidak memiliki identitas kependudukan dan/ atau Pemilih yang memiliki identitas kependudukan tetapi tidak terdaftar dalam DPS, DPSHP, DPT atau DPTb.

(3) Daftar Pemilih Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan ditetapkan oleh KPU Provinsi.

(4) Dalam menyusun dan menetapkan Daftar Pemilih Khusus, KPU Provinsi dibantu oleh PPS, PPK, dan KPU Kabupaten/ Kota.

Page 48: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

76 77 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

tetapi dalam praktek di banyak daerah bisa jadi pemilih tersebut tetap dimasukkan ke dalam DPS/ DPSHP/ DPSHP Akhir dan akhirnya ke dalam DPT.

7. Berdasarkan hasil pencermatan yang dilakukan KPU Kota Yogyakarta, pemilih yang tidak memiliki NIK di Kota Yogyakarta adalah bukan penduduk Kota Yogyakarta, sebagian besar ditemu-kan di Lapas/ Rutan Wirogunan.

8. Masalah lain yang ditemukan oleh Penyelenggara Pemilu adalah rendahnya partisipasi masyarakat untuk melakukan pencermatan dan memberikan tanggapan atas DPS maupun DPSHP yang di-umumkan. Berdasarkan pengalaman di Kota Yogyakarta, parti-sipasi partai politik dalam hal pencermatan dan memberikan tanggapan atas data pemilih, DPS, DPSHP dirasakan sangat rendah.

9. Untuk mendukung tahapan penyusunan dan pemutakhiran daftar pemilih, KPU telah memiliki dan menggunakan suatu sistem informasi data pemilih (SIDALIH). Sidalih ini berfungsi untuk Sinkronisasi DP4 dan DPT Pemilu Terakhir, analisa potensi data ganda, distribusi dan konsolidasi data pemilih, penyusunan daftar pemilih (problem: pemilih diurut berdasar nomor NKK). Melalui Sidalih yang dapat diakses pada http:/ / data.kpu.go.id/ dps.

php masyarakat dapat memeriksa Daftar Pemilih, memberikan tanggapan (termasuk mengusulkan pemilih yang belum ada di dalam Daftar Pemilih. Tentunya Pemerintah/ Pemerintah Daerah juga dapat memanfaatkan informasi yang ada di dalam Sidalih untuk memutakhirkan data kependudukan, mengingat sesuai dengan amanat Pasal 48 ayat (1) UU No. 8/ 2012 Sidalih dapat terintegrasi dengan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan.

10. Akurasi data hasil pengawasan oleh Bawaslu/ Panwaslu akan sangat membantu proses pemutakhiran data pemilih, penyusunan

DPS sampai dengan penetapan DPT. Berdasarkan pemberitaan dilakukan oleh Antaranews.Com, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Gorontalo meminta Badan Pengawas Pemilu setempat merinci temuan masalah administrasi kependudukan yang berjumlah 328.347 orang dalam daftar pemilih sebagaimana termaktub dalam lampiran Rekomendasi Bawaslu Nomor 762/ Bawaslu/ X/ 2013 yang tidak didukung dengan data rincinya. (sumber: http://gorontalo.antaranews.com/print/ 2802/ kpu-minta-bawaslu-

rinci-temuan-administrasi-kependudukan, diakses Kamis, 21 November 2013 jam 06.38)

B. catatan Pelaksanaan Penertiban alat Peraga Kampanye

1. Salah satu bentuk metode kampanye yang dibolehkan dalam Pasal 82 UU No. 8/ 2012 adalah pemasangan alat peraga di tempat umum. Sedangkan ketentuan mengenai pemasangan alat peraga kampanye diatur dalam Pasal 102 UU No. 8/ 2012 yang mengharuskan KPU beserta jajaran di bawahnya untuk ber koordinasi dengan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menetapkan lokasi pemasangan alat peraga kampanye serta memberikan pendelegasian kepada KPU untuk mengatur lebih lanjut mengenai pemasangan alat peraga kampanye dalam peraturan KPU serta secara implisit memberikan pendelegasikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk menerbitkan pera-turan perundang-undangan setempat untuk mengatur pema sa-ngan alat peraga kampanye sesuai dengan etika, estetika, ke bersi-han dan keindahan kota atau kawasan setempat.6

6 Pasal 102 UU No. 8/ 2012 berbunyi:

(1) KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/ Kota, PPK, PPS, dan PPLN berkoordinasi dengan Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/ kota, kecamatan, desa atau nama lain/ kelurahan, dan kantor perwakilan Republik Indonesia menetapkan lokasi pemasangan alat peraga untuk keperluan

Page 49: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

78 79 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

2. UU Pemilu memberikan wewenang, tugas dan tanggung jawab kepada Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/ Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan, dan Pengawas Pemilu Luar Negeri melakukan pengawasan atas pelaksanaan Kampanye Pemilu, termasuk dan tidak terbatas kepada penga-wasan atas pemasangan alat peraga kampanye.

3. KPU telah memasukkan ketentuan tentang pemasangan alat peraga kampanye dalam PKPU Nomor 01 Tahun 2013 sebagai-mana telah diubah dengan PKPU Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

4. Pasal 17 ayat (1) PKPU Nomor 15 Tahun 2013 mengatur:

a. Alat peraga kampanye tidak ditempatkan pada tempat ibadah, rumah sakit atau tempat-tempat pelayanan kesehatan, gedung milik pemerintah, lembaga pendidikan (gedung dan sekolah), jalan-jalan protokol, jalan bebas hambatan, sarana dan prasarana publik, taman dan pepohonan;

b. Peserta Pemilu dapat memasang alat peraga kampanye luar ruang dengan ketentuan: 1. Baliho atau papan reklame (billboard) hanya diperuntukkan bagi Partai Politik 1 (satu) unit untuk 1 (satu) desa/ kelurahan atau nama lainya memuat

Kampanye Pemilu.

(2) Pemasangan alat peraga Kampanye Pemilu oleh pelaksana Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan kota atau kawasan setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Pemasangan alat peraga Kampanye Pemilu pada tempat yang menjadi milik perseorangan atau badan swasta harus dengan izin pemilik tempat tersebut.

(4) Alat peraga Kampanye Pemilu harus sudah dibersihkan oleh Peserta Pemilu paling lambat 1 (satu) hari sebelum hari pemungutan suara.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemasangan dan pembersihan alat peraga Kampanye Pemilu diatur dalam peraturan KPU.

informasi nomor dan tanda gambar Partai Politik dan/ atau visi, misi, program, jargon, foto pengurus Partai Politik yang bukan calon Anggota DPRD dan DPRD;2. Calon Anggota DPD dapat memasang baliho atau papan reklame (billboard) 1 (satu) unit untuk 1 (satu) desa/ kelurahan atau nama lain-nya; 3. bendera dan umbul-umbul hanya dapat dipasang oleh Partai Politik dan calon Anggota DPD pada zona atau wilayah yang ditetapkan oleh KPU, KPU/ KIP Provinsi, dan atau KPU/ KIP Kabupaten/ Kota bersama Pemerintah Daerah; 4. Spanduk dapat dipasang oleh Partai Politik dan calon Anggota DPR, DPD dan DPRD dengan ukuran maksimal 1,5 x 7 m hanya 1 (satu) unit pada 1 (satu) zona atau wilayah yang ditetapkan oleh KPU, KPU/ KIP Provinsi, dan atau KPU/ KIP Kabupaten/ Kota bersama Pemerintah Daerah.

c. Dan seterusnya sampai dengan huruf e.

5. Meskipun peraturan perundang-undangan tentang pemasangan alat peraga kampanye telah jelas dan telah disosialisasikan kepada peserta pemilu, namun terdapat fenomena rendahnya kepatuhan mereka kepada peraturan perundang-undangan tersebut. Pema-sangan alat peraga kampanye yang tidak sesuai dengan prinsip tata kota dan peraturan perundang-undangan yang berlaku akan menjadi “sampah visual” dan sanksi yang tersedia adalah perintah untuk pencabutan/ pembersihan oleh yang memasang dan atau ditertibkan oleh aparat yang berwenang.

6. Penertiban pemasangan alat peraga kampanye yang melanggar ketentuan PKPU dilakukan melalui perintah pencabutan atau pemindahan alat peraga kampanye oleh KPU, KPU/ KIP Provinsi/ Kabupaten/ Kota. Apabila perintah pencabutan/ pemindahan tersebut tidak diindahkan, maka menurut ketentuan Pasal 17 ayat (4) PKPU Nomor 15/ 2013 Pemerintah setempat dan

Page 50: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

80 81 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

aparat keamanan berdasarkan rekomendasi Bawaslu, Bawaslu Provinsi atau Panwaslu Kabupaten/ Kota berwenang mencabut atau memindahkan alat peraga kampanye tersebut dengan pemberitahuan terlebih dahulu kepada peserta pemilu tersebut.

7. Ternyata ketentuan mengenai penertiban alat peraga kampanye tersebut tidak bisa berjalan secara efektif, karena Aparat Pemda (Dintib/ Satpol PP) tidak dapat melakukan eksekusi meskipun terdapat rekomendasi dari Bawaslu/ Panwaslu karena berbagai alasan, diantaranya tidak tersedianya anggaran maupun karena tidak sesuai tupoksi pembentukan Dintib/ Satpol PP untuk mene-gak kan Perda/ Pergub/ Perbup/ Perwal bukan untuk mene gakkan peraturan instansi vertikal seperti PKPU.

8. Beberapa daerah telah menerbitkan Peraturan Bupati/ Peraturan Walikota mengenai pemasangan alat peraga kampanye untuk memberikan payung hukum bagi Dintib/ Satpol melakukan eksekusi penertiban alat peraga kampanye yang melanggar, namun masih banyak daerah yang belum melakukan hal tersebut.

9. Sesuai dengan kewenangannya sebagai pengampu wilayah, Peme-rintah Kota Yogyakarta telah menerbitkan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 21 Tahun 2013 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 67 Tahun 2013 yang cukup komprehensif tentang Pemasangan Alat Peraga Kampanye agar sesuai dengan prinsip tata kota dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun, sayang sampai hari ini belum terjadi eksekusi penertiban alat peraga kampanye yang melanggar ketentuan Perwal.

10. Terdapat fenomena rendahnya kepatuhan peserta Pemilu maupun para caleg

c. Penutup

1. Kesimpulan

Masih terdapat problem regulasi, pemahaman regulasi, pro-blem teknis penegakan regulasi serta problem kesadaran taat hukum dalam pelaksanaan pendaftaran pemilih maupun dalam pener tiban alat peraga kampanye.

2. Saran

a. Perlu peningkatan koordinasi dan kerjasama antara KPU dan Pemerintah/ Pemerintah Daerah dalam menyelesaikan problem NIK invalid dalam DPT.

b. Setelah masa perbaikan NIK invalid dalam DPT ini selesai, maka diharapkan semua pihak baik Penyelenggara Pemilu, Peserta Pemilu, Pemerintah maupun DPR, maupun masyarakat pada umum dapat menjadikan DPT yang ditetap-kan oleh KPU sebagai dokumen politik yang diterima bersama yang dapat dijadikan dasar oleh KPU untuk melanjutkan tahapan pemilu berikutnya, khususnya sebagai pedoman dalam pengadaan logistik pemilu.

c. KPU dengan dibantu oleh Bawaslu, peserta pemilu, media massa, tokoh-tokoh masyarakat dan pengamat politik perlu meningkatkan sosialisasi dan pemahaman bahwa hak konsti-tusional WNI yang tidak memiliki identitas kepen dudukan maupun mereka yang telah memiliki identitas kependudukan untuk memilih dalam Pemilu 2014 tidaklah hilang meskipun belum termuat dalam DPT untuk memilih, karena UU telah memberikan jaminan bahwa “Dalam hal terdapat warga negara yang memenuhi syarat sebagai Pemilih dan tidak memiliki identitas kependudukan dan/ atau tidak ter daftar dalam Daftar Pemilih Sementara, Daftar Pemilih Sementara

Page 51: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

82_______________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Hasil Perbaikan, Daftar Pemilih Tetap, atau Daftar Pemilih Tambahan KPU Provinsi melakukan pendaftaran dan mema-suk kannya ke dalam Daftar Pemilih Khusus.

d. Dalam rangka meningkatkan kwalitas pemilu, menghimbau kepada Peserta Pemilu dan seluruh calon anggota legislatif (DPR, DPD maupun DPRD) untuk meningkatkan kesadaran dan dan kepatuhan kepada regulasi penyelenggaraan pemilu.

_______________________________________________________nasrullah, s.H., s.ag., mcl. Narasumber adalah Dosen Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Advokat, mantan Ketua KPU Kota Yogyakarta (periode 2008-2013) dan mantan anggota Panwaslu Provinsi DIY dalam Pemilu 1999.

BaB iii

Pengawasan PoliTiK uang

Page 52: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

85 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan_______________

Money Politics : Kendala Pengawasan dan strategi Peningkatan Kinerja Pengawasan1

mohammad najib2

Sebagai konsekuensi atas perubahan sistem pemilu dari sistem pro-porsional tertutup menjadi sistem proporsional terbuka adalah semakin menguatnya politik transaksional yang ditengarai dengan merebaknya praktek money politics. Praktek tersebut seolah menemukan suasana favorable karena terjadi keseimbangan “supply and demand” dalam skala yang semakin massif dan dalam eskalasi yang semakin tinggi. Bak gayung bersambut, ketika dalam satu sisi para Pengurus Partai Politik, Perseorangan Calon Anggota DPD, serta Calon Anggota DPR dan DPRD tidak cukup punya metode alternatif yang lebih kons truktif, edukatif dan rasional untuk meraih dukungan publik guna meningkat-kan elektabilitasnya, di sisi lain sebagian masyarakat pemilih cenderung pragmatis dan ‘sesat pikir’ dengan menjadikan momentum pemilusebagai kesempatan untuk memperoleh uang/ barang dari para peserta pemilu dengan menggadaikan hak pilih warga negara. 3

1 Disampaikan pada Sosialisasi Pengawasan Pemilu pada Media Massa dan Ormas, diselenggarakan Bawaslu DIY, 26 November 2013 di Kantor BKOW DIY Balai Kunti Gedong Wanita.

2 Ketua Bawaslu DIY dan Dosen Luar Biasa Jurusan Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM.

3 Fenomena tersebut dapat dilihat dari kecenderungan pengajuan proposal

Page 53: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

86 87 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Pemilu sebagai instrumen demokrasi, keberhasilannya sangat ter-gantung pada partisi-pasi rakyat. Demi keberhasilan pemilu, rakyat harus mengambil peran dalam seluruh tahapan pelaksanaan pemilu. Peran tersebut bahkan dapat dilakukan dengan mengorbankan harta/ benda untuk keberhasilan pemilu. Dalam sistem demokrasi, rakyat yang ingin pemilu sukses atau partai/ calon yang didukungnya menang dalam pemilu dimungkinkan untuk memberikan dukungan/ sumbangan untuk keberhasilan pemilu atau terhadap parpol/ calon yang didukungnya tersebut. Hal tersebut sebagai bagian dari partisipasi rakyat terhadap keberhasilan pemilu. Namun yang terjadi dalam pemilu pasca reformasi, seiring pemberlakuan sistem pemilu proporsional dengan daftar terbuka yang diberlakukan sejak Pemilu 2004 adalah semakin kuatnya kecenderungan politik transaksional dan massifnya praktek money politics.

Praktek money politics tersebut disamping merusak moralitas bangsa juga membuat kegagalan pemilu untuk menghasilkan wakil rakyat dan pemimpin eksekutif yang berpihak pada kepentingan rakyat banyak. Hal itu karena pemilih yang telah menggadaikan hak pilihnya dengan uang lewat praktek money politics tersebut akan kehilangan hak kontrol atas pemerintahan yang terbentuk pasca pemilu. Pada saat yang sama wakil rakyat atau pimpinan eksekutif yang terpilih lewat money politics merasa telah membeli suara rakyat sehingga merasa tidak lagi punya kewajiban untuk memperhatikan aspirasi rakyat, serta sekaligus merasa berhak meng-abaikan kontrol rakyat atas kekuasaan yang telah diraihnya. Hal itu sebagai konsekuensi atas telah tergadaikannya hak politik rakyat tersebut.

permohonan bantuan dari masyarakat yang ditujukan pada peserta pemilu, baik dalam level Pengurus Partai Politik, Perseorangan Calon Anggota DPD maupun pada para Calon Anggota DPR dan DPRD. Terlepas apakah merupakan kesepakatan warga atau tidak,munculjugafenomenapemasangansepandukyangberbunyi‘Desaini/kampunginibersediamenerimaseranganfajar’.

Dalam konteks undang-undang Pemilu (UU No 8 Tahun 2012), money politics merupakan bentuk kejahatan pemilu dan ada sanksi pidananya bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kejahatan ini. Bahkan sanksi pidana dan dendanya lebih tinggi lagi jika kejahatan tersebut dilakukan pada hari pemungutan suara atau bahkan pada hari tenang. 4 Namun problemnya sebagai sebuah tindak kejahatan pemilu, kejahatan tersebut selalu mengalami ‘mutasi’ dan ‘evolusi’yang menyangkut modus dan metode yang dipergunakan oleh para pihak yang terlibat didalamnya. Akibatnya selalu saja ada kesulitan bagi para pengawas pemilu untuk mengawasi dan menemukan kasus pelanggaran tersebut di lapangan.

Menangkap pelaku praktek meney politics ibarat menangkap pelaku kentut dalam bus ber-AC. Baunya terasa ada, tapi tidak mudah untuk menangkap siapa pelakukanya. Jika kemudian ditanyakan diantara penumpang bus tersebut, “siapa yang kentut?”, maka jawaban kompak yang diperoleh dari para penumpang bus, “bukan saya”. Money politics terasa selalu ada di masyarakat, tapi selalu tidak terkatakan siapa pelakunya. Diperlukan upaya yang sungguh-sungguh dari pengawas pemilu dan para pihak yang konsen pada perbaikan moral bangsa serta perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance and clean government) untuk bahu-membahu dalam menutup peluang praktek money politics. Pada saat yang sama penegakan hukum atas kejahatan tersebut harus tetap jalan, demi kepastian hukum dan demi terjadinya efek jera bagi para pelaku dan calon pelaku money politics.

4 Berdasarkan Pasal 301 Undang-Undang No 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD praktek money politics yang dilakukan pada saat kampanye sanksinya pidananya maksimal 2 tahun penjara dan denda Rp 24. 000. 000,-, pada saat hari tenang sanksinya maksimal 4 tahun penjara dan denda Rp 48. 000. 000,- dan pada saat hari pemungutan suara sanksinya maksimal 3 tahun penjara dan denda Rp 36. 000. 000,-

Page 54: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

88 89 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Kendala Pengawasan MoneyPoliticsMeskipun money politics sudah menjadi endemi yang selalu timbul

setiap kali pemilu, namun selalu saja ada kendala bagi pengawas pemilu untuk‘menangkap’pelakunyadansekaligusmemprosespenindakan­nya. Alasannya karena selalu saja ada problem yang menyang-kut kesulitan untuk menemukan barang bukti dan para saksi serta secara umum tidak terpenuhinya syarat formil dan materiil sebuah penanganan pelanggaran pemilu. Sebagai tindak kejahatan, money politics selalu dilakukan dalam suasana ‘senyap’. Senyapnya praktekmoney politics tersebut membuat tidak mudah bagi pengawas pemilu untuk mengawasi kejadian praktek tersebut.

Ada beberapa kendala yang dihadapi oleh pengawas pemilu terkait pengawasan praktek money politics tersebut; pertama, keterbatasan jumlah personal pengawas pemilu yang pada saat bersamaan sekaligus mengawasi berbagai aspek dari tahapan pelaksanaan pemilu. Akibatnya ada risiko kemungkinan praktek money politics tidak menjadi fokus pengawasan pengawas pemilu, karena kesulitan dan kerumitan dalam pengawasan kejahatan tersebut. Oyek pengawasan praktek money politics yang semakin massif dan terdesentralisasi membuat pengawas pemilu semakin kesulitan untuk mengcover pengawasan praktek kejahatan tersebut. Hal itu mengingat bahwa pelaku money politics tidak hanya pada level pengurus partai politik atau perseorangan calon Anggota DPD, namun juga terjadi pada level Calon Anggota DPR, Calon Anggota DPRD Provinsi dan Calon Anggota DPRD Kabupaten/ Kota yang jumlahnya maksimal sama dengan jumlah kursi yang deperebutkan di setiap Dapil dikalikan dengan 12 sebagai jumlah partai politik peserta pemilu.

Bahkan praktek yang sama juga sangat dimungkinkan dilakukan oleh tim sukses baik yang formal didaftarkan di KPU maupun tim sukses tidak resmi, yang jumlahnya tak terkirakan. Bahkan jika

mengacu pada undang-undang pemilu, maka subyek kejahatan money politics bisa juga dilakukan setiap orang, yang bisa jadi bukan pengurus partai politik, bukan juga perseorangan calon Anggota DPD, serta bukan juga Calon Anggota DPR maupun DPRD. Sehingga memaksa pengawas pemilu untuk memperluas fokus pengawasan terkait pihak-pihak yang diidentifikasi potensial menjadi pelaku praktek money politics. Hal itu mengingat pelaku money politics juga bisa dilakukan orang per orang yang bersimpati pada partai politik, Calon Anggota DPD, Calon Anggota DPR maupun Calon Anggota DPRD.

Kedua, rendahnya kapasitas pengawas pemilu yang berhadapan dengan para aktor pelaku money politics yang semakin mengalami ‘pencanggihan’metodedanmodusdalammenjalankanparktekmoney politics. Hal ini mambuat kegagalan pengawas pemilu untuk mengendus praktek money politics yang dijalankan oleh peserta pemilu dan sekaligus memprosesnya sebagai kejahatan pidana pemilu. Problem klisenya adalah kesulitan pengawas pemilu untuk mendapatkan barang bukti. Praktek money politics yang dilakukan oleh aktor politik kawakan yang sangat paham dengan celah hukum dan mengetahui trik serta taktik untuk mengelabuhi pengawas pemilu membuat para pengawas pemilu selalu gagal menemukan bukti yang cukup terkait terjadinya praktek money politics.

Kesenjangan kapasitas antara pelaku dan pengawas pemilu ini membuat pelaku selalu dapat mengecoh pengawas pemilu terhadap praktek kejahatan money politics yang dilakukan. Sementara rendah-nya daya dukung teknologi, infrastruktur, sumberdaya dan sistem pengawasan pemilu membuat pengawas pemilu selalu kalah langkah ketika harus mengawasi dan membuktikan terjadinya indikasi keja hat-an pemilu berupa money politics di lapangan. Akibatnya sangat sedikit praktek money politics yang dapat diawasi oleh pengawas pemilu, ke-mudian lebih sedikit lagi yang ditemukan bukti pelanggarannya oleh

Page 55: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

90 91 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

penyidik, serta semakin sedikit lagi yang dituntut oleh JPU dan apalagi yang akhirnya divonis terpidana oleh hakim.

Ketiga, tidak cukup rigit dan tegasnya regulasi mengatur batasan tentang money politics. Dalam prakteknya masih dimungkinkan dan dipermaklumkan adanya cost politics yang bedanya dengan money politics sangat tipis. Panwaslu periode 2002-2007 misalnya telah mem-beda kan antara money politics dan political cost. Pembagian uang dari tim kampanye kepada sejumlah partisipan kampanye sebagai uang lelah dan transport yang besarnya sekitar Rp10. 000,- hingga Rp35. 000,- oleh Panwaslu periode tersebut dikategorikan sebagai political cost. 5 Bawaslu RI (dulu namanya Panwaslu), baik periode ini maupun periode sebelumnya (2007-2012) juga tidak cukup memberikan batasan/ panduan yang jelas tentang money politics. Akibatnya, dalam pengawasan pemilu di tingkat lapangan juga ada kesulitan dari pengawas pemilu terkait standard ukuran pengawasan money politics.

Pada saat yang sama tentu tidak mudah membangun pemahaman yang sama antar elemen Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) terkait tentang batasan money politics. Padahal pema-haman bersama antara elemen penegak hukum pemilu, yakni Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan tentang batasan money politics ini merupa-kan dasar bagi penegakan hukum terpadu atas praktek money politics. Tidak adanya kesamaan pemahaman atas batasan money politics yang dipicu oleh ketidakjelasan regulasi dalam mendiskripsikan money politics berisiko pada macetnya kesepakatan awal antar elemen Sentra Gakkumdu atas kajian awal kasus money politics.

Pada tarikan nafas yang sama, hal itu berakibat pada macetnya proses awal penindakan kejahatan money politics. Hal itu terjadi khususnya dalam praktek money politics dengan besaran uang yang

5 http:/ / www. antikorupsi. org/ id/ content/ politik-uang-jadi-kendala-panwaslu-jalankan-tugas-250604

dibagi dalam batasan yang menurut Panwaslu Periode 2002-2007 dipermaklumkan sebagai kategori political cost. Dengan terjadinya inflasi maka batasan tentang jumlah political cost yang ditetapkan untuk dipermaklumi pada sepuluh tahun yang lalu, untuk konteks saat ini bisa bergeser pada jumlah angka yang lebih besar.

Upaya Peningkatan Kinerja Pengawasan

Terkait dengan problem dan kendala pengawasan serta penin-dakan atas praktek money politics tersebut ada beberapa strategi yang dapat ditempuh untuk mengatasi berbagai problem dan kendala ter-sebut. Strategi tersebut meliputi; pertama, peningkatan partisipasi rakyat untuk turut mengawasi seluruh tahapan pelaksanaan pemilu, ter masuk indikasi terjadinya praktek money politics di masyarakat. Mengingat bahwa terbatasnya jumlah pengawas pemilu merupakan kendala utama bagi keberhasilan pengawas pemilu untuk mengawasi terjadinya parktek money politics di lapangan, maka rakyat harus menutup kendala yang dihadapi pengawas pemilu tersebut dengan jalan menjadikan dirinya sebagai pengawas partisipatif. 6

Fakta bahwa money politics terasa ada, tapi terkatakan tidak, meru pakan bukti bahwa rakyat merasakan terjadinya praktek money politics di tengah-tengah masyarakat, tapi pengawas pemilu tidak tahu dan tidak mampu menangkap para pelakunya. Sementara pada saat yang sama rakyat kalaupun tahu kejadikan tersebut cenderung untuk

6 Pengawas partisipatif merupakan bentuk partisipasi rakyat terhadap keberhasilan pelaksanaan pemilu. Dalam hal ini rakyat menjalankan pengawasan mandiri terhadap seluruh tahapan pelaksanaan pemilu. Tingginya partisipasi rakyat untuk turut terlibat dalam pengawasan pemilu akan menutup peluang terjadinya pelanggaran pemilu, termasuk praktek money politics. Secara nasional Bawaslu RI telah mengintrodusir adanya gerakan 1 juta relawan pengawas pemilu dengan basis recruitment dari PT dan OMS. Di DIY dan juga di Provinsi lain Bawaslu provinsi melaksanakan program Kerjasama Pengawasan Pemilu bersama PT, OMS dan SMU, dengan tujuan antara lain untuk merekrut Relawan Pengawas Pemilu dan Duta Pengawas Pemilu.

Page 56: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

92 93 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

abai dan tidak bersedia melaporkan kejadian tersebut pada pengawas pemilu. Akibatnya fakta praktek money politics dirasakan terjadi di tengah-tengah masyarakat, tapi pengawas pemilu selalu kesulitan untuk membuktikan terjadinya indikasi pelanggaran tersebut. Ketidaks ediaan rakyat untuk menjadi pelapor atas terjadinya tindak kejahatan pidana tersebut antara lain disamping faktanya pada umumnya partisipasi rakyat dalam pemilu masih rendah, pada saat yang sama yang tahu kejadian atas praktek money politics tersebut adalah para pihak yang terlibat dalam praktek money politics. Akibatnya pelaporan atas praktek money politics tersebut akan berimplikasi pada keterlibatan rakyat sebagai pihak yang terlibat dalam praktek money politics.

Kecenderungan praktek money politics yang berlangsung dalam suasana‘senyap’membuatpihak­pihakyangmengetahuilangsungataspraktek money politics tersebut hanyalah para pihak yang terkait. Dengan semakin memperbanyak pengawas partisipatif maka akan semakin mempersempit ruang gerak para pihak yang akan melaksanakan money politics. Dengan asumsi rakyat yang menjadi relawan pengawas pemilu memiliki integritas tinggi dan memiliki self of control yang baik untuk tidak menjadikan dirinya sebagai bagian dari praktek money politics, maka para relawan pengawas pemilu diharapkan akan menjadi agen yang menjalankan misi untuk melakukan spionase atas praktek money politics di tengah-tengah masyarakat. Aki-batnya ruang lingkup praktek money politics akan semakin sempit, karean meskipun bisa jadi pengawas pemilu tidak ada saat terjadinya money politics, namun diharapkan para pengawas pemilu akan terbantu pengawasannya terhadap praktek money politics oleh relawan pengawas pemilu.

Kedua, perlu adanya upaya sungguh-sungguh dari pemerintah terhadap peningkatan kapasitas pengawas pemilu dalam menjalankan fungsi pengawasan pemilu. Lemahnya daya dukung infrastruktur dan pembiayaan selalu menjadi kendala bagi pengawas pemilu untuk

menjalankan amanah yang diberikan undang-undang, yakni mengawasi seluruh tahapan pelaksanaan pemilu. Kecilnya biaya operasional dan juga honorarium bagi pengawas pemilu di tingkat lapangan (desa/ kelurahan) dan di tingkat kecamatan membuat tumpulnya proses pengawasan di tingkat masyarakat basis. Padahal senyapnya praktek money politics mensyaratkan kehadiran struktur pengawas pemilu di tingkat desa/ kelurahan dan juga kecamatan --yang relatif dekat dengan massa akar rumput untuk eksis dan hadir di tengah-tengah masyarakat agar bisa mence-gah dan menutup peluang terjadinya praktek money politics.

Bukti adanya ancaman pengunduran diri oleh sejumlah Panwascam dan PPL akibat dari ketidakjelasan pembayaran honorarium yang jumlahnya kecil, dan bahkan ditambah lagi terkait dengan masa tugas yang tidak jelas bagi PPL7 tentu sangat berimplikasi pada tumpulnya fungsi pengawasan dari lini garda terdepan dalam pasukan pengawas pemilu. Padahal pasukan inilah yang langsung berhadapan dengan realitas berlangsungnya praktek money politics di lapangan. Demi men-jaga eksistensi pengawas pemilu di tingkat lapangan, maka kebutuhan primer PPL dan Panwascam seperti dana operasional dan honorarium tidak saja diperlukan dalam jumlah yang cukup layak, tapi juga harus terdistrubusi tepat waktu. Ibarat berjuang dalam medan pertempuran, maka kebutuhan akan supplay mesiu harus diberikan dalam jumlah yang cukup dan tepat waktu agar pasukan di garis depan bisa meme-

7 Secara teoritis undang-undang Pemilu mengamanahkan pembentukan panitia ad hoc pengawas pemilu paling lambat sebulan sebelum tahapan pemilu di mulai, sehingga kehadirannya bisa menjalankan pengawasan pemilu secara utuh, namun faktanya hal itu tidak bisa diwujudkan karena tersandra oleh anggaran. Anggaran pembentukan PPL 2013 misalnya, pada awalnya hanya untuk dua bulan, padahal menurut UU No 8 Tahun 2012 tahapan pemilu dimulai 22 bulan sebelum hari H, alias 9 Juni 2012. Jika peserta pemilu sudah bisa berkampanye tiga hari setelah ditetapkan, maka pembentukan panwas lapangan yang terlambat bahkan dengan masa kerja tidak jelas tentu berimplikasi pada tidak terawasinya seluruh praktek money politics oleh pengawas pemilu di tingkat lapangan.

Page 57: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

94 95 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

nangkan pertempuran.

Ketiga, para pembuat undang-undang secara kolektif harus me-rombak paradigma dan mindset terkait pemahaman konsepsional tentang money politics, demi lahirnya konstruksi hukum tentang money politics yang lebih lugas dan jelas ukurannya. Pasal-pasal yang mengatur tentang money politics harus terformulasi secara tegas dan lugas sehingga memungkinkan hadirnya regulasi tentang pengawasan money politics yang lebih rigit dan terukur. Jika memang dipermaklumkan adanya polical cost batasannya juga harus lebih jelas dan tegas, sehingga ada beda yang jelas antara wilayah money politics dan political cost.

Karena pemilu dan terlebih lagi kampanye pemilu merupakan sarana partisipasi politik rakyat, maka harus ditutup peluang bagi hadir nya modus pembagian uang/ barang oleh parpol maupun calon dengan dalih apapun termasuk uang transport apalagi uang lelah. Permakluman adanya uang transport dan uang lelah meskipun dibatasi dengan jumlah kewajaran-- yang diberikan pada saat kampanye ter-sebut akan membuat perubahan motif kehadiran peserta kampanye dari partisipasi ke mobilisasi. Demokrasi memang membawa impli-kasi pada hight cost politic, namun biaya mahal demokrasi tersebut sudah selayaknya tidak hanya ditanggung oleh Negara dan peserta pemilu, namun juga harus ditanggung oleh rakyat sebagai bagian dari partisipasi.

Ketika rakyat dengan sukarela bersedia menghadiri kampanye pemilu tanpa ada pamrih untuk mendapatkan apapun, baik uang atau barang, maka pada saat itulah rakyat menemukan kemandirian dan keswadayaan dalam menunaikan hak dan kewajiban politik Warga Negara. Pada kondisi inilah rakyat akan menemukan kemerdekaannya untuk mengontrol kekuasaan/ pemerintahan yang terbentuk dari proses pemilu. Demokrasi yang hebat membutuhkan kehadiran civil society yang kuat. Kehadiran rakyat dalam pemilu haruslah bukan sekedar

menjadi obyek yang bisa dibeli lewat proses money politics. Karena itu sudah saatnya bagi rakyat untuk menjadi subyek dari pemilu, dengan kemandirian untuk berpartisipasi serta otonomi untuk menentukan sendiri pilihan politiknya, tanpa dipengaruhi oleh pengaruh uang. Jika situasi ini terjadi maka praktek money politics tidak akan laku.

Hanya masalahnya kapan situasi ideal itu akan terwujud? Ja-wab an nya ada pada kehendak rakyat itu sendiri. Rakyat yang punya kuasa, rakyat juga yang punya kehendak, baik kehendak untuk mem-pertahankan hak politiknya atau kehendak untuk menggadaikan hak politiknya demi uang.

***

(Kaki Bukit Patuk, 26 November 2013)

Page 58: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

96 97 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Pemilu, Money Politic dan Penegakan Hukum1

sri Hastuti Puspitasari2

a. Pendahuluan

Pemilu merupakan agenda rutin di Indonesia tiap 5 (lima) tahunan. Sebagai negara demokrasi dimana salah satu syaratnya ada-lah pergantian kekuasan secara regular, maka pemilu di Indonesia dila ku kan seiring habisnya masa jabatan rezim kekuasaan pemerintah, jabatan pada lembaga politik seperti lembaga perwakilan atau dila-kukan seiring pergantian rezim pada masa transisi. Maka dari itu Pemilu menjadi suatu kelaziman dalam negara demokrasi yang dilakukan secara rutin.

Pemilu secara umum dimaknai sebagai realisasi kedaulatan rakyat dan juga dimaknai sebagai sarana memberikan dan memperkuat legi timasi pemerintahan. Pemilu sebagai sarana perwujudan kedau-latan rakyat merupakan sarana artikulasi kepentingan negara untuk menentukan wakil-wakilnya. Sedangkan sebagai sarana memberikan dan memperkuat legitimasi pemerintahan dan politik dimaksuddkan

1 Makalah disampaikan dalam discus tentang “Pengawasan Money Politic” yang diadakan oleh BAWASLU DIY, Selasa 26 November 2013, di Kantor BKOW DIY

2 Penulis adalah Direktur Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK ) dan dosen FH UII.

Page 59: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

98 99 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

agar keberadaan kebijaksanaan dan program-program yang dibuat dapat diwujudkan dengan mudah. 3 Pemilu dalam negara demokrasi merupakan keniscayaan politik untuk membentuk pemerintahan demokratis. Pemerintahan demokratis sebenarnya tidak saja dipa-hami sebagai pemerintahan yang secara prosedural dibentuk melalui mekanisme demokrasi seperti Pemilu, tetapi pemerintahan demokratis adalah pemerintahan yang responsif terhadap preverensi-preverensi (kepentingan) rakyat. Pemerintahan seperti ini dalam proses pemben-tukannya memerlukan 3 (tiga) syarat, Kompetisi, Partisipasi dan Kebebasan Politik. 4 Selain itu pemerintahan yang demokratis merupa-kan pemerintahan yang dalam membuat keputusan-keputu san nya dapat diterima secara moral atau dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral. 5 Bahkan menurut David Held, dalam politik demo cratic dan teori demokrasi modern, ada hubungan yang simetris dan sebangun antara warga pemilih dengan para pembuat kebijakan nasional. Lebih lanjut Held mengatakan, Through the ballot box, citizen voters are, in principle, able to hold decision makers to account: and, as a result of electoral consent, decision makers are able to make and pursue law and policy legitimately for their constituens, ultimately the people, in a fixed, territorial bassed community. 6 Dalam perspektif hak asasi manusia, Pemilu merupakan media warga negara untuk melaksanakan hak-hak politiknya. 7

3 Muhammad AS Hikam, Pemiilihan Umum dan Legitimasi Politik, dalam Syamsudin Haris (edt),, Menggungat Pemilu Orde Baru, yayasan Buku Obor, Jakarta, 1998, hlm 49-50.

4MohtarMas’oed,Negara, Kapital daan Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1994, hlm. 9-10.

5 Wiliam N Nelson, Justifying Democracy, Routledge &Kegan Paul Ltd London, 1980, hlm 14-15.

6 David Held, ”The Changing Contours of Political Community: Rethinking Democracy in The Context Of Globalization”, dalam Barry Holden (edt), Global democracy, Key Debates, Routledge, London, 2000, hlm 18.

7 Oleh karena hak tersebut merupakan hak asasi, maka hak tersebut masuk dalam sejumlah intrumen hukum, dari konstitusi, undang-undang maupun konvensi PBB seperti konvensi hak sipil dan hak politik..

Pemilu menjadi kian penting artinya, tidak saja seperti rumusan aka demis di atas, tetapi Pemilu dalam tataran yang sangat pragmatis merupakan sarana membentuk lembaga perwakilan dan penggantian pemimpin secara legal. Dalam konteks tersebut, Pemilu menjadi ajang kontestasi dimana rakyat akan memilih wakil-wakilnya atau pemimpinnya dengan harapan wakil atau pemimpin tersebut mampu mengartikulasikan aspirasi dan kepentingannya. Wakil rakyat atau Pemerintahan yang aspiratif merupakan “mimpi” rakyat yang ingin diwujudkan melalui pemilu. Dengan demikian Pemilu kemudian men-jadi ajang perebutan pengaruh untuk meraih kekuasaan. Atas nama ingin mendapatkan suara rakyat, para kontestan akan melakukan ber-bagai macam cara untuk memenangkan persaingan, termasuk cara yang illegal, seperti money politic.

B. MoneyPolitic,Dilarang tetapi Dilakukan

Pengalaman Indonesia menjalani Pemilu sudah berjalan bertahun-tahun dan money politic merupakan gejala umum yang tampak nya sudah sangat dimaklumi oleh masyarakat Indonesia bahkan menjadi bagian dari sikap permissive masyarakat. Sikap legal- rasional masyarakat menjadi terganggu karena faktor money politic yang merebak tanpa “tedeng aling-aling”. Money politic yang kemudian diartikan sebagai pem berian uang atau barang dari peserta pemilu kepada pemilih dengan tujuan untuk mempengaruhi pemilih, kini menjadi fenomena yang lumrah terjadi di masyarakat kita.

Money Politic dalam Pemilu sebenarnya mencerminkan rasa tidak percaya diri, khawatir, ketidaksiapan dan kerakusan kandidat dalam pertarungan politik. Seharusnya dalam Pemilu yang perlu dikedepankan adalah kualitas dan kompetensi kandidat, cara mereka menangkap issu penting dalam masyarakat dan concern mereka pada

Page 60: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

100 101 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

kepentingan masyarakat yang tidak dibuat secara instant. Money Politic sebagai “upeti” calon penguasa kepada masyarakat pemilik suara merupakan bentuk pembodohan yang bakal ditinggalkan oleh pemilih yang kedepannyaakan makin terdidik, cerdas dan rasional. Sekarang ini memang ada kecenderngan pragmatisme pemilih, sebagaimana dikatakan oleh Jose Casas Pardo: at elections. Such important issues as opposed conceptions of life and society are note debates; in advanced democracies theoris practically no debate about ideologies. The public are more willing to change their vote, …Voters tend to change their vote quite suddenly8

Indonesia sejatinya telah berupaya menjadikan money politic sebagai hal yang pantang dilakukan dalam Pemilu, karena money politic dalam Pemilu akan menjadikan Pemilu tidak fair dan jujur. Rezim Orde Baru melalui Undang-Undang Nomor 1 tahun 1985 tentang Pemilihan Umum Anggota Badan Permusyawaratan/ Perwakilan telah memasukan money politic sebagai perbuatan yang dapat dipidana. Hal itu terlihat pada Pasal 27 ayat (3) yang berbunyi: “Barangsiapa pada waktu diselenggarakan pemilihan menurut undang-undang ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya itu untuk memilih maupun supaya ia menjalankaan haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang karena menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu”.

Sementara itu, UU Pemilu yang lahir ada masa reformasi, khusus-nya UU No 12 tahun 2003, No 10 Tahun 2008 dan UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Naaggota DPR, DPD dan DRD merumus kan money politic dan sanksinya sebagai berikut:

8 Jose’CasasPardo,“ThreatsDemocracyFaces”,dalamJose’CasasPardoandPedro Schwartz (edt), PublicChoice and The Challenges Of democracy, Edward Elgar Pub;ishing Limited, UK, 2007, hlm 17.

Pasal 139 UU No 12 Tahun 2003 menentukan : “setiap orang dengan sengaja memberi atau menjanjikan uang atau materi lainnya kepada seseorang supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, di ancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.1.000.000, 00 (satu juta rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000, 00 (sepuluh juta rupiah)”.

Pasal 286 UU No 10 Tahun 2008 menentukan: “setiap orang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp.6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp 36.000.000, 00 (tiga puluh enam juta rupiah)”.

Kemudian UU No 8 Tahun 2012 lebih rinci lagi menentukan sebagai berikut:

Pasal 89 berbunyi: Dalam hal terbukti pelaksana Kampanye Pemilu menjanjikan atau memberikan ang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung maupun tidak langsung untuk:a. tidak menggunakan hak pilihnyab. menggunakan hak pilihnya dengan mimilih eserta Pemilu dengan

cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sahc. memilih Partai politik Peserta Pemilu tertentu d. memilih calon anggota DPR, DPRD provinsi, DRD kaabupaten/kotae. memilih calon anggota DPD tertentu dikenai sanksi sebagaimana

diatur dalam undang-undang ini.

Page 61: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

102 103 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Kemudian lebih lanjut Pasal 301 ayat (1) berbunyi: “ Setiap pelaksana kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau mem-berikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada Kampanye Pemilu secara langsung maupun tidak langsung sebagaimana dimaksud pada Pasal 89 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) dan denda paling banyak Rp 24. 000. 000, 00 (dua puluh empat juta rupiah)

Pasal 301 ayat (2) berbunyai: “Setiap pelaksana, peserta, dan/atau petugas Kampanye Pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang men-janjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksudkan pada Pasal 84 dipidana dengan pidana penjara 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp 48. 000. 000, 00 (empat puluh delapan juta rupiah). Pasal 84 melarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya pada masa tenang.

Lalu Pasal 301 ayat (3) menentukan: Setiap orangg yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tetentu dipidanna dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda palng banyak Rp 36. 000. 000, 00 (tiga puluh enam juta rupiah)

Money politic juga merupakan perbuatan yang dilarang dan mendapat sanksi pidana ada UU No 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Pasal 232 UU tersebuut menya-takan: “setiap orang dengan sengaja pada saat pemungutan suara men-janjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Pasangan Calon tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suara-nya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit

Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp 36.000.000, 00 (tiga puluh enam juta rupiah)”

Ancaman jeratan hukum terhadap money politic tampak tidak membuat jera para pelaku money politic, apalagi penerima yang dapat terang-terangan melakukan transaksi politik begitu kedatangan calon anggota legislatif yang bermaksud sosialisasi atau kampanye dengan bertanya : “wani piro?”. Maka money politic menjadi komoditas yang angkanya dapat ditawar dan disepakati.

Money politic merupakan perbuatan yang dilarang secara hukum, tetapi tetap saja dilakukan, bahkan pelaku tidak mempunyai efek jera. Money politic ibaratnya minuman beralkohol, dilarang tetapi tetap dikonsumsi.

UU Pemilu yang akan berlaku untuk Pemilu tahun 2014 memang telah melarang money politic dan memberikan sanksi. Sayangnya sanksi tersebut hanya pada orang yang menjanjikan atau memberi, sementara penerimanya tidak diberi sanksi. Jika hal ini dilihat dari upaya penya-daran peserta pemilu mungkin dapat digunakan sebagai bentuk pen-cegahan, tetapi jika dilihat dari upaya penyadaran pemilih, masih sangat terbuka peluang pemilih menerima atau bahkan menuntut pem berian uang atau materi dari peserta pemilu. Akan lebih ideal jika larangan dan sanksi juga berlaku bagi peserta pemilu maupun pemilih, apalagi jika money politic merupakan bentuk penyuapan, maka baik penyuap maupun yang disuap sama-sama diberi sanksi.

Oleh karena itu yang perlu disampaikan kepada pemilih, money politic merupakan tindakan yang mencidrai moral demokrasi dan jika masyarakat memilih karena ada pemberian atau janji, dan ternyata dikemudian hari yang memberi atau menjanjikan tersebut ternyata tidak memunyai kapasitas untuk menjadi wakil rakyat atau pemimpin bahkan melakukan tidak pidana, maka tanggungjawab berat ada pada

Page 62: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

104 105 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

pemlilih. Maka dari itu, menolak pemberian atau janji, menjauhi politik transaksional dalam Pemilu adalah tanggungjawab moral yang sangat besar bagi pemilih. Sekalipun pemilih tidak terjangkau oleh sanksi hukum, akan tetapi perlu ditanamkan bahwa money politic adalah bentuk kejahatan demokrasi yang perlu diberantas. Masyarakat pemilih, sudah saatnya menggunakan kecerdasannya dalam memilih, termasuk berani melawan money politic. Perlu ada gerakan anti money politic sebagai bagian dari gerakan anti korupsi dalam Pemilu.

c. Penegakan Hukum

Penegakan bukanlah sekedar proses melaksanakan undang-undang, namun penegakan hukum melibatkan banyak faktor yang mem pengaruhinya, yaitu:9

1. Faktor hukumnya sendiri, dalam hal ini undang-undang2. Faktor Penegak hukumnya3. Faktor Sarana atau Fasilitas4. Faktor masyarakat yaitu lingkungan dimana hokum itu berlaku5. Faktor Kebudayaan

Dalam konteks penegakan hukum atas money politic, undang-undang merupakan acuan utama. Hanya saja terminologi money politic dalam undang-undang kadang tidak ada, dan hanya ditemukan dalam larangan dan ketentuan pidana. Undang-undang juga harus tegas mengatur siapa saja yang akan diberi sanksi dalam kasus money politic, tidak saja pada pemberi tetapi pada perantara dan juga penerima. Sayangnya undang-undang Pemilu sejak masa reformasi, sanksinya lebih condong pada pemberi. Sanksi terhadap pemberi akan lebih efektif tidak hanya pidana dan denda, tetapi juga administratif,

9 Seorjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Press, Jakarta, 2007, hlm 7-8.

misalnya jika si calon terpilih, maka dapat dibatalkan keterpilihannya karena melakukan money politic. UU Pemilu yang berlaku sekarang lebih kepada pidana penjara dan denda sehingga kurang memberi efek jera. Perantara juga perlu diberi sanksi yang dapat berupa pidana penjara karena dia turut serta melakukan perbuatan yang dilarang oleh hukum. Kemudian sanksi terhadap penerima mungkin akan lebih efektif dengan denda 2 (dua) kali lipat yang jumlah yang diterimanya.

Dalam penegakan hukum, aparat penegak hukum dalam kasus money politic akan menjadi kunci bagi tegaknya nilai kepastian hokum dan keadilan dalam demokrasi. Independensi penegak hukum harus dijaga agar dia mampu menegakkan hukum dan keadilan. Sekalipun kepolisian dan kejaksaan berada pada struktur eksekutif, akan tetapi dalam penegakan hukum terhadap kasus money politic tidak boleh tebang pilih, misalnya money politic yang dilakukan oleh partai politik dimana Presiden dan/ atau Wakil Presiden bernaung tidak akan di-proses dengan alasan yang dicari-cari seperti tidak cukup bukti. Memang dalam proses penegakan hukum, penegak hukum biasa-nya akan melihat apakah unsur-unsur money politic sebagaimana ter-dapat dalam undang-undang terpenuhi atau tidak, Jika terpenuhi maka proses hukum atas kasus money politic akan dilanjutkan sesuai tahapan-tahapan penegakan hukum. Akan tetapi hal ini tidak boleh men jadi celah dalam penegakan hukum terhadap money politic yang dilakukan oleh partai politik yang berkuasa. Penegak hukum tidak boleh mempertimbangkan hubungan hirakhis dengan penguasa ketika melakukan penegakan hukum

Secara konsepsional sesungguhnya ada syarat agar pelaku pene-gak hukum mampu menegakkan hukum secara berkeadilan, yaitu pertama, perlakuan terhadap hukum yang akan ditegakkan. Seorang pelaku penegakan hukum dapat sebagai corong undang-undang, dapat sebagai interpreter aturan hukum, dan sebagai pencipta aturan hukum.

Page 63: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

106 107 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Kedua, memperhatikan kepentingan dan kebutuhan masyarakat baik kebutuhan nyata maupun proyeksi kebutuhan di masa depan. 10Agar mampu melakukan penegakan hukum dengan baik, maka sarana dan fasilitas penegakan hukum harus memadai.

Dalam kasus money politic, hal yang tidak kalah penting adalah peran masyarakat dan kebudayaannya. Kesadaran masyarakat bahwa money politic adalah melanggar moral dan hukum, serta akan membaha-yakan bagi demokrasi harus selalu ditumbuhkan. Masyarakat yang menganggap money politic adalah hal wajar, halal, akan mejadi ancaman bagi proses demokrasi. Masyarakat yang cuek akan fenomena money politic yang dilihat atau diketahuinya, tentu akan sangat berpengaruh terhadap proses penegakan hukumnya. Maka dari itu, peran serta masyarakat dengan melaporkan kasus money politic yang dilihat dan diketahuinya kepada pihak berwenang (dalam hal ini BAWASLU) akan sangat membantu proses penegakan hukum lebih lanjut. Peran serta tersebut merupakan bukti kepedulian yang menjadi budaya yang sangat kondusif bagi penegakan demokrasi, sekaligus penegakan hukum. Penegakan hukum atas money politic akan optimal apa bila Bawaslu sebagai pemegang otoritas utama dalam pengawasan pemilu bersinergi, tidak saja dengan aparat penegak hukum tetapi dengan masyarakat atau elemen-elemennya.

D. Penutup

Membangun kesadaran pemilih dan peserta pemilu untuk tidak melakukan money politic membutuhkan proses yang panjang sebab hal itu terkait dengan tingkat pendidikan politik dan budaya masyarakat itu sendiri. Pemilu sebagai sebuah tahapan untuk menciptakan pemerintahan yang demkoratis, juga bersih sudah seharusnya tidak

10 Bagir Manan, Sistem Peradilan Berwibawa (suatu pencarian), cet. Pertama, FH UII Press, Yogyakarta, 2005, hlm 10

dikotori oleh praktek money politic. Money politic dalam Pemilu adalah bentuk paling awal dari perilaku korup. Oleh karena itu jika praktek money politic dibiarkan bahkan masyakat menjadi permissive terhadapnya, maka pemerintahan di Indonesia tidak akan mungkin menjadi demokratis dan bersih.

referensi:

Bagir Manan, Sistem Peradilan Berwibawa (suatu pencarian), cet. Pertama, FH UII Press, Yogyakarta, 2005

Barry Holden (edt), Global democracy, Key Debates, Routledge, London, 2000

Jose’CasasPardo,andPedroSchwartz(edt),Public Choice and The Challenges Of democracy, Edward Elgar Pub;ishing Limited, UK, 2007

MohtarMas’oed,Negara, Kapital daan Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1994

Muhammad AS Hikam, Pemiilihan Umum dan Legitimasi Politik, dalam Syamsudin Haris (edt),, Menggungat Pemilu Orde Baru, yayasan Buku Obor, Jakarta, 1998

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan

Rebulik Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD

Rebulik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD

Rebulik Indonesia, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan wakil Presiden

Page 64: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

109 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan_______________108_______________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Kendala Penindakan Hukum Money Politics dan

Upaya Peningkatan efektivitasnya 1

sri r. werdiningsih2

Sistem Pemilu mengalami perubahan pasca dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/ PUU-VI/ 2008 Tahun 2008. Jika sebelumnya Pemilu menggunakan sistem proporsional ter-tutup dimana calon terpilih ditetapkan berdasarkan perolehan suara sekurang-kurangnya 30 % dari BPP dan selain itu calon terpilih dite-tap kan berdasarkan nomor urut. Sejak keluarnya Putusan MK yang dikeluarkan beberapa bulan sebelum dimulainya Pemilu legislatif 2009 tersebut maka digunakanlah sistem proporsional terbuka, dimana calon terpilih ditetapkan berdasarkan suara terbanyak.

Meskipun pada saat dilakukan pembahasan revisi UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif menjadi UU Nomor 8 Tahun 2012 diwarnai usulan agar sistem Pemilu kembali ke sistem pro por-sional tertutup, tetapi oleh karena sistem proporsional terbuka dengan perolehan terbanyak dianggap terbaik maka untuk Pemilu 2014 masih menggunakan sistem proporsional terbuka.

1 Disampaikan Dalam Sosialisasi Pengawasan Pemilu Bagi Media Massa dan Ormas di DIY 26 November 2013

2 Anggota Bawaslu DIY Divisi Penindakan Pelanggaran

Rebulik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD

Seorjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Press, Jakarta, 2007

Wiliam N Nelson, Justifying Democracy, Routledge &Kegan Paul Ltd London, 1980

Page 65: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

110 111 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Dengan sistem proporsional terbuka, rakyat secara bebas memilih dan menentukan calon anggota legislatif yang dipilih, maka akan lebih sederhana dan mudah ditentukan siapa yang berhak terpilih, yaitu calon yang memperoleh suara atau dukungan rakyat paling banyak. Selain itu dengan diberikan hak kepada rakyat secara langsung untuk memilih dan menentukan pilihannya terhadap calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/ kota dengan suara ter-banyak, disamping memberikan kemudahan kepada pemilih dalam menentukan pilihannya, juga lebih adil tidak hanya bagi calon anggota DPR/ DPRD, tetapi juga untuk masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya, baik masyarakat yang bergabung sebagai anggota partai politik maupun masyarakat yang tidak bergabung sebagai anggota partai politik peserta Pemilu. Kemenangan seorang calon untuk ter-pilih tidak lagi digantungkan kepada partai politik peserta Pemilu, tetapi sampai sejauh mana besarnya dukungan suara rakyat yang di-beri kan kepada calon tersebut. Dengan demikian, konflik internal partai politik peserta Pemilu yang dapat berimbas kepada masyarakat dapat dikurangi, yang semuanya sesuai dengan prinsip-prinsip Pemilu yang adil, jujur, dan bertanggungjawab. 3

Sistem Pemilu proporsional terbuka telah menggeser paradigma masyarakat terhadap partai politik. Jika sebelumnya ideologi menjadi pertimbangan masyarakat dalam memilih partai, saat ini ketokohan figur justru lebih menjadikan pertimbangan masyarakat dalam memilih partai. Perubahan tersebut menguntungkan bagi calon legislatif yang mempunyai tingkat ketokohan figur yang baik. Dampak lain adalah munculnya tingkat kompetisi peserta Pemilu bukan hanya pada peserta Pemilu (Partai Politik) tetapi juga terjadi persaingan antara calon anggota legislatif. Tidak hanya antar calon dari partai yang berbeda

3 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/ PUU-VI/ 2008 tanggal 19 Desember 2008

tetapi bahkan persaingan juga terjadi terhadap calon yang berasal dari parpol yang sama.

Sejak dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/ PUU-VI/ 2008 tentang penetapan caleg terpilih berdasarkan pero lehan suara terbanyak, secara tidak langsung telah mendorong perubahan pola kampanye Pemilu Legislatif tahun 2009. Jika pada Pemilu sebelumnya kampanye seringkali diselenggarakan secara ter-buka seperti rapat akbar, orasi massal, dan pertunjukan rakyat, maka pada Pemilu 2009 praktik kampanye lebih mengandalkan media dan tatap muka secara langsung. Kam panye terbuka menjadi kurang diminati karena pemberlakuan suara ter banyak, membawa konse-kuensinya para caleg untuk “bergerilya” dengan ber macam cara demi memenangkan hati pemilih.

Hal yang sama sepertinya juga terjadi untuk Pemilu 2014, dari 7 (tujuh) macam metode kampanye yang ada yaitu kampanye dengan metode pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye, pemasangan alat peraga kampanye, iklan di media massa cetak maupun elektronik, rapat umum dan kampanye bentuk lain, maka cara paling efektif bagi caleg adalah malakukan kampanye meng gunakan metode pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye, pemasangan alat peraga kampanye, serta iklan di media. Karena dengan metode tersebut memungkinkan bagi caleg untuk “menjual dirinya” di hadapan para pemilihnya dengan lebih massif.

Akibat penerapan sistem proporsional terbuka dalam pemilihan calon anggota legislatif berpotensi melanggengkan praktik politik berbiaya tinggi. Sistem ini mendorong kandidat berkompetisi dengan cara mengandalkan publikasi dibandingkan kerja politik berbasis kerja nyata.

Page 66: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

112 113 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Risiko penetapan suara terbanyak, lebih mungkin akan ber akibat terjadi kekurangpahaman dan ketidaksiapan pelaksanaan di lapangan. Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi sikap caleg. Ketidak pahaman hanya akan membuat beban caleg bertambah, apalagi bila parpol tidak mem-back-up secara internal. Ujungnya kompetisi yang berlaku bisa dimaknai secara prakmatis. Bagi mereka yang memiliki kemampuan financial yang cukup besar maka kompetisi bisa terlihat tidak adil, bahkan kecenderungan money politic terjadi pada caleg. 4

MoneyPolitic = Pelanggaran Pidana Pemilu

Jika dilihat dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2012, keten-tuan mengenai politik uang (money politic) ditemukan dalam beberapa pasal, diantaranya Pasal 84, Pasal 86 (1) huruf j, Pasal 89, Pasal 220 ayat (1) huruf b, dan Pasal 301.

Pasal 84 menentukan: Selama Masa Tenang sebagaimana dimak-sud dalam Pasal 83 ayat (3), pelaksana, peserta, dan/ atau petugas Kam panye Pemilu dilarang menjanjikan atau memberikan imbalan kepada Pemilih untuk:

a. tidak menggunakan hak pilihnya

b. menggunakan hak pilihnya dengan memilih Peserta Pemilu dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah

c. memilih Partai Politik Peserta Pemilu tertentu dan/ atau

d. memilih calon anggota DPD tertentu

Pasal 86 ayat (1) huruf j menyebutkan bahwa pelaksana, peserta, dan petugas kampanye pemilu dilarang: menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu.

4 Firmanzah, Persaingan Legitimasi Kekuasaan, Dan Marketing Politik, Pembelajaran Politik Pemilu 200, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2010, hlm. 254

Pasal 89 menyebutkan halam hal terbukti pelaksana kampanye pemilu menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye pemilu secara langsung atau pun tidak langsung untuk:

a. Tidak menggunakan hak pilihnya

b. Menggunakan hak pilihnya dengan memilih peserta pemilu dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah

c. Memilih partai politik peserta pemilu tertentu

d. Memilih calon anggota dpr, dprd provinsi, dprd kabupaten/ kota tertentu atau

e. Memilih calon anggota DPD tertentu dikenai sanksi sebagai-mana diatur dalam Undang-Undang ini.

Dalam Penjelasan Pasal 89 disebutkan: Yang dimaksud “men-janjikan atau memberikan” adalah inisiatifnya berasal dari pelaksana Kampanye Pemilu yang menjanjikan dan memberikan untuk memenga-ruhi Pemilih. Yang dimaksud “materi lainnya” tidak termasuk barang-barang yang merupakan atribut kampanye pemilu, antara lain kaos, bendera, topi dan atribut lainnya.

Bentuk sanksi yang dapat diberikan jika melakukan money politic berupa sanksi administrasi maupun sanksi pidana. Sanksi administrasi yang dapat diberikan yaitu penggantian calon terpilih anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/ Kota dilakukan apabila calon terpilih yang bersangkutan terbukti melakukan tindak pidana Pemilu berupa politik uang atau pemalsuan dokumen berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 5

Sanksi pidana untuk money politic berupa pidana penjara minimal 2 (dua) tahun, maupun denda hingga maksimal Rp. 48.000.000, 00

5 Pasal 220 ayat (1) huruf d UU No 8 th 2012

Page 67: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

114 115 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

(empat puluh delapan juta rupiah). Ketentuan sanksi pidana ini diatur dalam pasal 301 ayat (1), (2) dan (3) yang berbunyi:

(1) Setiap pelaksana kampanye pemilu yang dengan sengaja menjan-jikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 24.000.000, 00 (dua puluh empat juta rupiah).

(2) Setiap pelaksana, peserta, dan/ atau petugas kampanye pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp. 48.000.000, 00 (empat puluh delapan juta rupiah).

(3) Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 36.000.000, 00 (tiga puluh enam juta rupiah).

mekanisme Penanganan Pelanggaran

Penanganan pelanggaran adalah serangkaian proses mulai dari penerimaan laporan/ temuan, pengumpulan bukti-bukti, kajian, sampai dengan penerusan hasil kajian atas laporan/ temuan kepada instansi yang berwenang.

Dalam Proses penyelesaian tindak pidana Pemilu, pengawas Pemilu berada dalam garis terdepan, yakni menerima laporan masyarakat

(mendapatkan temuan), mengkajinya, dan meneruskannya kepada penyidik apabila disimpulkan adanya tindak pidana Pemilu. 6

Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/ Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri menerima laporan pelanggaran Pemilu pada setiap tahapan Penyelenggaraan Pemilu. 7 Prinsip dasar dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Pengawas Pemilu dalam menerima laporan pelanggaran Pemilu adalah:

- Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/ Kota, Panwaslu Kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan menerima laporan pelanggaran Pemilu pada setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu.

- Panitia pengawas Pemilu mempunyai tugas dan wewenang untuk menerima laporan pelanggaran Pemilu berdasarkan tempat ter-jadi nya pelanggaran yang dilaporkan.

- Laporan pelanggaran yang disampaikan kepada Bawaslu diterus-kan kepada pengawas Pemilu yang berwenang.

Dalam penerimaan laporan, Pasal 249 ayat (3) UU No. 8 Tahun 2012 mensyaratkan bahwa laporan disampaikan secara tertulis, dengan memuat sedikitnya: a. Nama dan alamat pelapor;b. Pihak terlapor;c. Waktu dan tempat kejadian perkara; dand. Uraian kejadian.

Pengawas Pemilu memutuskan untuk menindaklanjuti atau tidak menindak lanjuti Temuan atau Laporan Dugaan Pelanggaran paling lambat 3 (tiga) hari setelah Temuan atau Laporan Dugaan Pelang garan diterima. Dalam hal Pengawas Pemilu memerlukan

6 Topo Santoso, Tindak Pidana Pemilu, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hlm. 637 Op. cit, Pasal 249 ayat (1)

Page 68: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

116 117 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

kete rangan tambahan dari Pelapor untuk menindaklanjuti Laporan Dugaan Pelanggaran tersebut, waktu penanganan Laporan Dugaan Pelanggaran diperpanjang paling lama 5 (lima) hari setelah Laporan Dugaan Pelanggaran diterima.

Setelah dilakukan kajian, jika hasil kesimpulannya merupakan pelanggaran pidana Pemilu, Pengawas Pemilu meneruskan kepada Kepolisian dan dalam waktu 14 hari Kepolisian harus melimpahkan ke Kejaksaan. Setelah dilimpahkan, kejaksaan hanya mempunyai waktu 5 hari harus sudah melimpahkan ke Pengadilan. Selanjutnya Pengadilan Negeri menerima pelimpahan perkara dari Penuntut Umum, ditangani oleh Majelis Hakim Khusus dan sudah harus putus paling lama 7 (tujuh) hari setelah pelimpahan berkas perkara.

Tabel Lembaga Pelaksana Penanganan Tindak Pidana Pemiludan Batas Waktu Penanganan Pelanggaran

lembaga Batas waktu Penanganan Pelanggaran

Pengawas Pemilu 3 + 2 Hari

Kepolisian 14 Hari

Kejaksaan 5 Hari

Pengadilan 7 Hari

Kendala Penindakan Hukum MoneyPolitic

Setidaknya ada 5 (lima) kendala dalam penindakan hukum money politic, dan ini tidak saja terjadi dalam kasus penegakan hukum money politic tetapi juga terhadap penindakan hukum untuk jenis pelanggaran pidana Pemilu lainnya. Kendala tersebut adalah:

Pertama tidak terpenuhinya syarat formal dan material yang menyebabkan pengawas Pemilu dan/ atau penyidik kesulitan untuk menindaklanjuti laporan. Dalam Peraturan Bawaslu8 diatur bahwa

8 Pasal 10 Perbawaslu No. 14 Tahun 2012 sebagaimana telah diubah dengan

pada saat menerima laporan dugaan pelanggaran Pemilu, petugas meneliti pemenuhan syarat formal dan syarat materiil. Syarat formal meliputi: a) pihak yang berhak melaporkan; b) waktu pelaporan tidak melebihi ketentuan batas waktu; dan c) keabsahan Laporan Dugaan Pelanggaran yang meliputi: kesesuaian tanda tangan dalam formulir Laporan Dugaan Pelanggaran dengan kartu identitas; d) tanggal dan waktu. Syarat materiil meliputi: a) identitas Pelapor; b) nama dan alamat terlapor; c) peristiwa dan uraian kejadian; d) waktu dan tempat peristiwa terjadi; e) saksi-saksi yang mengetahui peristiwa tersebut; dan f) barang bukti yang mungkin diperoleh atau diketahui.

Jika hanya syarat formil saja yang tidak terpenuhi, menurut Perbawaslu masih memungkinkan untuk ditindaklanjuti. Laporan yang tidak memenuhi syarat formal tersebut menjadi informasi awal adanya dugaan pelanggaran yang ditindaklanjuti sebagai temuan. Akan tetapi jika syarat materiil seperti nama dan alamat terlapor, peristiwa dan uraian kejadian serta waktu dan tempat peristiwa terjadi yang tidak ada atau tidak jelas, atau tidak ada saksi-saksi yang mengetahui peristiwa tersebut serta tidak ada barang bukti, maka akan sulit untuk ditindaklanjuti.

Kedua Regulasi dalam UU 8 Tahun 2012 memungkinkan adanya manipulasi terhadap terjadinya money politic. Misalnya money politic yang dilakukan pada saat kampanye, jika dibaca mengenai definisi kampanye yang terdapat dalam UU 8 Tahun 2012, kampanye Pemilu adalah kegiatan Peserta Pemilu untuk meyakinkan para Pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Peserta Pemilu. Dari definisi tersebut maka unsur kampanye bersifat kumulatif, dengan demikian satu saja unsur tidak terpenuhi tidak bisa digunakan untuk menjerat adanya dugaan pelanggaran Pemilu. Perbawaslu No. 3 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Page 69: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

118 119 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Dalam kasus money politic, untuk menghindari jeratan hukum, peserta Pemilu maupun caleg pada saat menyerahkan uang dan/ atau barang kepada masyarakat/ pemilih tanpa disertai penyampaian visi, misi atau tidak mengeluarkan statement ajakan untuk memilih. Dengan adanya sistem proporsional terbuka, tidak hanya partai politik yang melakukan kampanye, tetapi justru para caleg yang aktif melakukan kampanye untuk menarik minat para pemilih agar memilih dirinya sehingga caleg hampir tidak pernah menyampaikan/ pemaparan visi, misi dan program partai ketika berkampanye karena yang paling penting adalah “menawarkan diri” agar dipilih.

Ketiga, tidak ada saksi karena orang yang mengetahui kejadian tidak berani bersaksi akibat adanya intimidasi, sementara Pengawas Pemilu tidak memiliki kewenangan untuk melindungi saksi. Ketiadaan saksi ini menjadi kendala terbesar dalam penegakan hukum terhadap money politic. Dugaan tindak pidana Pemilu baru bisa ditindaklanjuti minimal jika ada 2 (dua) orang saksi.

Kendala keempat adalah terbatasnya waktu penanganan pelang-garan tindak pidana Pemilu, baik di tingkat pengawas Pemilu, maupun pada tingkat aparat penegak hukum (Kepolisian dan Kejaksaan). Di-satu sisi, pembatasan waktu dalam penanganan pelanggaran tin dak pidana Pemilu menguntungkan karena waktu penyelesaian men jadi lebih singkat, tetapi di sisi lain keterbatasan waktu tersebut menyulit-kan dalam upaya mencari kelengkapan bukti dan saksi.

Kelima, Kepolisian dan/ atau kejaksaan tidak mempunyai kewe-nangan untuk melakukan penahanan. UU Pemilu (UU 8 Tahun 2012) tidak memberikan kewenangan kepada Kepolisian dan/ atau kejaksaan untuk melakukan penahanan terhadap tersangka/ terdakwa dugaan pelanggaran pidana Pemilu. Misalnya jika tersangka tidak hadir dalam penyidikan di kepolisian atau bahkan melarikan diri dan baru mucul pada hari ke-15 setelah diteruskan dari pengawas Pemilu ke Kepolisian,

maka Kepolisian tidak bisa menindaklanjuti karena daluwarsa di tingkat penyidikan.

Berani lapor, Berani Jadi saksi dan gerakan anti MoneyPolitic

Menghadapi kendala tidak adanya saksi dalam dugaan pelanggaran Pemilu berupa money politic dapat “dilawan” hanya jika ada keberanian melapor ketika ada tindak pidana Pemilu (baca: money politic) yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, dan yang tidak kalah penting adalah masyarakat berani menjadi saksi dalam persidangan dugaan tindak Pemilu.

Namun akan lebih indah lagi jika proses rekruitmen wakil rakyat melalui ajang Pemilu legislatif ini tidak dicemari dengan praktek money politic. Upaya money politic dapat dilawan dengan gerakan anti money politic. Gerakan ini harus selalu disosialisasikan sehingga menjadi gerakan massif dan terstruktur, sehingga tidak terbuka ruang gerak untuk adanya money politic.

Pendidikan pemilih tentang bahaya money politic harus selalu di gemakan. Pendidikan pemilih untuk menghasilkan pemilih yang rasional dapat dilakukan dengan metode pendidikan pemilih yang berbasis kan pada penelusuran track record partai maupun caleg.

Page 70: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

120 121 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Politik Uang:Investasi Korupsi1

Zaenur rohman2

Demokrasi dibajak kaum elite. Itulah kira-kira simpulan banyak pihak untuk menggambarkan kehidupan demokrasi Indonesia dewasa ini. Perubahan sistem politik menuju keterbukaaan tidak disertai kedewasaan etika berpolitik. Inilah yang mendorong agenda demokrasi dalam kegiatan pemilihan umum menjadi ajang perebutan kekuasaan dengan menghalalkan segala cara. Popularitas dan elektabilitas men-jadi tujuan utama dalam kerja-kerja para politisi. Sedangkan kualitas sumber daya manusia dalam bidang politik praktis sangat dipertanyakan sebab buruknya kaderisasi.

Sangat mudah dijumpai calon anggota legislatif diisi wajah nan sama sekali baru yang direkrut instan jelang pemilu karena pertimbangan logistik yang dimiliki. Akhirnya untuk mengangkat popularitas dan menargetkan elektabilitas dibutuhkan biaya sangat tinggi. Lebih dari itu segala macam cara ditempuh tanpa mempedulikan aturan-aturan. Tentu ini mudah dimengerti, karena tidak adanya rekam jejak nyata dalam perjuangan di masyarakat. Calon anggota legislatif yang berkontestasi dalam pemilihan umum tidak banyak dikenal apalagi dipercaya oleh masyarakat.

1 Disampaikan pada Round Table Discussion yang diselenggarakan oleh Bawaslu DIY2 Peneliti pada Pusat Kajian Anti (PUKAT) Korupsi FH UGM

Page 71: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

122 123 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Rahasia jamak bahwa salah satu cara yang ditempuh dalam per-saingan memenangkan pemilu adalah politik uang. Praktinya berupa membeli suara dengan memberikan atau menjanjikan sejumlah uang atau barang kepada calon pemilih dengan tujuan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam pemilihan umum. Biaya untuk mem beli suara yang dikeluarkan calon anggota legislatif tentu saja tidak sedikit, karena jumlah pemilih sangat banyak. Bahkan apabila nanti nya terpilih menjadi anggota legislatif, seluruh penghasilan sah selama menjabat belum tentu bisa menutup modal selama masa pencalonan. Disinyalir inilah salah satu yang memotivasi terjadinya tindak pidana korupsi setelah calon menjadi anggota legislatif, yaitu untuk mengembalikan modal politik bahkan berusaha memperoleh laba besar atas modal yang telah dikeluarkan.

Berdasarkan kajian kecenderungan korupsi yang dilansir Pusat Kajian Anti (PUKAT) Korupsi FH UGM sejak Januari-Juli 2013 ter-dapat 143 pelaku korupsi yang diproses hukum dengan total kerugian negara 3, 3 triliun. Jumlah 143 pelaku tersebut menempatkan tiga pelaku teratas yang tidak banyak berubah dari waktu ke waktu, yaitu pejabat daerah 39 orang (27, 27 persen), swasta 36 orang (25, 17 persen), dan legislatif daerah 16 orang (11, 19 persen). 3 Sangat jelas terlihat produk kegiatan demokratis berupa pemilihan umum menjadi pelaku utama penjarahan uang rakyat. Demokrasi dibajak untuk tujuan melayani kepentingan elit, bukan kepentingan rakyat. Adapun modus yang sering digunakan oleh para pelaku adalah merugikan keuangan negara dan/ atau menyalahgunakan kewenangan dan suap menyuap. Tentu diluar yang diproses secara hukum masih banyak bentuk korupsi kebijakan yang dilakukan oleh kepala daerah maupun anggota legislatif. Pemberian dana hibah, bantuan sosial, perijinan-

3 Trend Corruption Report Semester I 2013 Pusat Kajian Anti (PUKAT) Korupsi FH UGM

perijinan untuk memberikan konsesi, sampai pengisian jabatan banyak dilakukan melalui kebijakan korup yang tidak selalu bisa dijerat sebagai tindak pidana tetapi jelas merugikan rakyat banyak.

Salah satu pos pengeluaran besar dari biaya politik calon anggota dewan maupun kepala daerah justru berupa politik uang. Setiap kali pemilu diadakan semua percaya politik uang senantiasa digunakan untuk tujuan pemenangan. Sedangkan peraturan perundang-undangan mengkategorikan hal demikian sebagai tindak pidana. Namun, pene-ga kan hukum atas pelanggaran pemilu khususnya yang berupa tindak pidana dianggap sangat lemah. Mulai dari sedikitnya kejadian yang dilaporkan hingga lebih sedikit lagi jumlah yang berujung pada vonis pengadilan. Apabila hal ini dibiarkan begitu saja maka pemilihan umum tidak mustahil akan terus menghasilkan para penjarah uang rakyat. Selain itu pembiaran terhadap tindak pidana pemilu juga bisa menyebabkan konflik, karena hukum dianggap tidak dapat menjadi sarana terkahir penyelesaian masalah. Jelasnya pembiaran terhadap tindak pidana pemilu akan mendelegitimasi kualitas pemilu.

Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pasal 86 ayat (1) huruf j mengatur bahwa pelaksana, peserta, dan petugas kampanye pemilu dilarang men-janjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu. Pasal 90 undang-undang yang sama mengancam bahwa pelanggaran larangan kampanye yang telah memiliki putusan berkekuatan hukum tetap yang dikenai kepada pelaksana kampanye pemilu yang berstatus calon anggota DPR, DPD, atau DPRD diguna-kan sebagai dasar KPU untuk mengambil tindakan berupa pembatalan nama calon anggota DPR, DPD, atau DPRD dari daftar calon tetap atau pembatalan penetapan calon sebagai calon terpilih. Lebih lanjut pasal 301 mengancam pidana pelaku politik uang baik pada masa

Page 72: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

124 125 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

kampanye, masa tenang, maupun pada hari pemungutan suara.

Undang-undang sudah memberikan ancaman serius bagi pelaku pelanggaran kampanye termasuk pelaku tindak pidana pemilu berupa politik uang. Namun, seriusnya ancaman terhadap pelaku politik uang tidak serta merta menghilangkan praktik kotor ini dari hajatan pemilu. Politik uang terus berlangsung karena adanya faktor-faktor yang mendukung. Masyarakat Indonesia mengenal politik uang bukan semenjak era reformasi tetapi jauh lebih lama dari pada itu misalnya pada pemilihan kepala desa. Ada kebiasaan masyarakat menerima suap untuk memilih kepala desa baik berupa janji, uang, maupun barang. Kebiasaan ini semakin menjamur di era kebebasan sekarang apalagi setelah diterapkannya suara terbanyak pada pemilu legislatif. Politik uang yang memiliki riwayat pada kebiasaan masyarakat ini menjadi sulit untuk dibuktikan, karena penerima menikmati pemberian sehingga enggan melaporkan. Inilah salah satu tantangan penegakan hukum tindak pidana pemilu khususnya yang berupa politik uang.

Masyarakat sebagai calon pemilih memiliki posisi strategis dalam upaya memberantas politik uang. Sasaran utama politik uang biasanya masyarakat kelas bawah berpendidikan rendah dan belum sejahtera secara ekonomi. Hukum penawaran dan permintaan berlaku pada kasus politik uang, sehingga semakin menyulitkan penanganannya. Sistem proporsional terbuka dengan suara terbanyak merangsang calon anggota legislatif untuk memperoleh suara sebanyak-banyaknya bagi dirinya sendiri termasuk dengan membeli suara. Sedangkan sebagian masyarakat pemilih semakin tidak peduli dengan pemilihan umum karena siapapun yang terpilih menjadi anggota legislatif tidak mem buat keadaan hidup mereka menjadi lebih baik. Akhirnya calon anggota legislatif yang memberikan uang atau barang akan mereka terima.

Pendidikan politik bagi rakyat mutlak diperlukan agar kehidupan demokrasi semakin berkualitas. Lebih khusus pendidikan bagi pemilih agar dalam menjatuhkan pilihannya benar-benar dilakukan secara sadar bebas dari pengaruh dan tekanan pihak manapun. Mendidik masyarakat untuk menolak politik uang pastilah tidak mudah. Apalagi mengajak untuk melaporkan setiap bentuk pelanggaran pemilu yang diketahuinya. Terdapat resiko ketika seseorang melaporkan, sedangkan manfaatnya tidak dapat dirasakan secara langsung.

UU Nomor 8 tahun 2012 pasal 249 ayat 1 mengatur bahwa bawaslu menerima laporan pelanggaran pemilu pada setiap tahapan. Laporan pelanggaran disampaikan paling lama 7 hari setelah pelanggaran dike-tahui. Setelah itu bawaslu melakukan kajian terhadap laporan dan apabila terbukti maka bawaslu wajib menindaklanjuti dalam waktu 3 hari setelah laporan diterima. Tenggang waktu pelaporan selama 7 hari setelah pelanggaran diketahui atau ditemukan dapat dimanfaatkan oleh kepentingan tertentu apabila bawaslu tidak memiliki parameter yang jelas dan tegas tentang makna 7 hari setelah pelanggaran dike-tahui atau ditemukan.

Penyelesaian tindak pidana pemilu khususnya oleh penyidik kepolisian dan jaksa penuntut umum diatur dalam pasal 261. Pada prinsipnya penanganan oleh penyidik kepolisian dan jaksa penuntut umum tidak berbeda dengan tidak pidana lainnya, kecuali mengenai batasan waktu. Sedangkan pasal 262-264 mengatur tentang peran dan proses di pengadilan. Pengadilan yang berwenang menyidangkan perkara pidana pemilu adalah pengadilan negeri yang dilakukan oleh majelis khusus. Atas putusan pengadilan negeri dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi yang merupakan putusan terakhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain.

Pengaturan tentang penanganan pelanggaran pemilu khususnya tindak pidana pemilu pada UU Nomor 8 tahun 2012 jauh lebih baik

Page 73: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

126 127 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

dari rezim sebelumnya mulai dari klasifikasi jenis pelanggaran pemilu yang lebih jelas sampai dengan pemantapan dibentuknya Sentra Gakkumdu sebagai langkah perbaikan penyelarasan pemahaman dan koordinasi antar pihak dalam penanganan pidana pemilu.

Selain kemajuan yang tampak dalam UU Nomor 8 tahun 2012 juga terdapat beberapa pengaturan yang tidak berubah dari rezim sebelumnya. Jangka waktu yang dimiliki oleh pengawas pemilu untuk meng kaji, membuktikan kebenaran, dan menindaklanjuti suatu laporan pelanggaran pemilu tetap 5 hari. Tentu ini menjadi perma sa-lahan yang dikeluhkan karena singkatnya waktu yang dimiliki untuk menyelesaikan laporan pelanggaran pemilu yang tidak sederhana misalnya dalam hal alat bukti. Sebaiknya waktu penanganan untuk pengaturan ke depan harus lebih rasional agar pengawas pemilu bisa menyelesaikan laporan dengan prudent.

Pasal 265 ayat 1 UU Pemilu Legislatif bahwa putusan pengadilan terhadap kasus tindak pidana pemilu yang dapat mempengaruhi pero lehan suara peserta pemilu harus sudah selesai paling lama 5 hari sebelum KPU menetapkan hasil pemilu secara nasional. Tujuan pengaturan demikian agar hasil pemilu secara nasional bersifat final dan tidak ada lagi permasalahan pidana yang mempengaruhi hasil. Namun, apabila dicermati ketentuan demikian sangat tidak meng-hargai supremasi hukum dan keadilan. Harusnya kasus pidana pemilu tidak perlu diberi batasan waktu tetapi mengikuti ketentuan daluarsa pada pidana umum dengan tujuan agar penegakan hukum dan keadilan tetap dijunjung tinggi. Selain itu pembatasan waktu ini juga menyebabkan alasan banyaknya kasus yang dihentikan penanganannya.

Hambatan penanganan pelanggaran pidana pemilu sering me-nye babkan banyaknya kasus yang tidak tertangani secara tuntas. Se cara internal, pengawas pemilu memiliki banyak keterbatasan

sum ber daya mulai dari jumlah dan kemampuan staf sampai dengan anggaran. Banyaknya calon anggota legislatif dan kegiatan yang dilaksanakan pada tahapan pemilu tidak diimbangi dengan kapasitas kelembagaan pengawas pemilu. Secara eksternal, banyak dijumpai situasi daerah rawan konflik yang berisiko apabila pelanggaran pidana pemilu khususnya berupa politik uang diproses secara hukum. Semua percaya bahwa politik uang jamak digunakan oleh hampir semua calon. Apabila hanya calon tertentu yang diproses secara hukum akan muncul alasan bahwa pengawas pemilu dan penegak hukum tebang pilih. Tentu saja alasan ini tidak dapat dibenarkan, karena dalam keadaan apapun hukum harus ditegakkan agar tidak terjadi pembiaran yang mengakibatkan kerusakan lebih luas. Ketegasan pengawas pemilu menjadi kunci ditegakkannya aturan tentang pelanggaran pidana pemilu khususnya yang berupa politik uang.

Page 74: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

128_______________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

BaB iV

Pengawasan KamPanye di media massa

Page 75: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

131 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan_______________

Kampanye di Media Massa: antara aturan dan Bisnis

Hendrawan setiawan

Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 Tahun 2013 (www.kpu.go.id, 2013) yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum pada akhir Agustus lalu tampaknya tidak membuat media memuat berita tentang peraturan kampanye di media massa. Dari sejumlah media, pasal-pasal tentang kampanye yang ditujukan kepada calon anggota DPR, DPD, dan DPRD lebih menjadi angle pemberitaan yang lebih sexy. 1 Padahal dalam peraturan yang merevisi PKPU Nomor 1 Tahun 2013 ini terdapat sejumlah pasal yang direvisi yang terkait langsung dengan media. Semoga hal ini terjadi bukan karena media tidak mau memberitakan dirinya sendiri atau media lain (black solidarity)2 namun lebih karena masalah waktu dan kesempatan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.

1 http:/ / www. pikiran-rakyat. com/ node/ 252953 - PKPU Nomor 15 Tahun 2013 Kurang Efektif (Senin, 30 September 2013) http:/ / m. sindonews. com/ read/ 2013/ 09/ 06/ 12/ 779951/ pkpu-nomor-15-2013-buat-kampanye-lebih-adil - PKPU Nomor 15/ 2013 Buat Kampanye Lebih Adil (Jumat, 6 September 2013) http:/ / www. antarajateng. com/ detail/ index. php?id=85053#. UpYT3RX-LIU – PKPU, Caleg, dan Budaya Malu (Sabtu, 28 Septemer 2013)

2 Black solidarity atau solidaritas hitam adalah istilah bagi media yang tidak mau memberitakan tentang kondisi media lain.

Page 76: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

132 133 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Dalam peraturan ini, KPU telah mempertimbangkan sejumlah undang-undang yang berkaitan langsung pada media dan jurnalisme. Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers menjadi per-timbangan pertama dalam PKPU ini. Selain itu muncul juga 4 undang-undang lainnya yang terkait dengan media yaitu UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Bila melihat PKPU Nomor 15 Tahun 2013, terdapat sejumlah perubahan atau revisi yang dilakukan atas peraturan sebelumnya yaitu PKPU Nomor 1 Tahun 2013 yang dikeluarkan Januari 2013(www.kpu.go.id, 2013). Perubahan pertama adalah tentang definisi Kampanye Pemilu dimana pada peraturan PKPU yang baru, frase “dan atau informasi lainnya” dihilangkan. 3Hilangnya frase ini berimplikasi pada hilangnya alternatif-alternatif jenis kampanye yang sering dilakukan media untuk mengakali peraturan yang ada. Pasal ini membuat definisi kampanye menjadi semakin rigid. Sudah jamak diketahui bahwa peraturan-peraturan ini dipelajari juga oleh pihak-pihak terkait untuk mencari celah yang memungkinkan untuk melakukan kampanye terselubung di media massa.

Independensi media pada masa tenang

Dalam PKPU Nomor 15 Tahun 2013Bab VII tentang Pemberitaan, Penyiaran dan Iklan Kampanye mengatur sejumlah poin penting kampanye yang dilakukan lewat media. Poin penekanan yang direvisi

3 PKPU nomor 1 tahun 2013 pasal 1 angka 17: Kampanye Pemilu adalah kegiatan peserta Pemilu untuk meyakinkan parapemilih dengan menawarkan visi, misi, program peserta Pemilu dan/ atau informasi lainnya.

PKPU nomor 15 tahun 2013 pasal 1 angka 17: Kampanye Pemilu adalah kegiatan Peserta Pemiluuntuk meyakinkan para pemilih denganmenawarkan visi, misi dan program Peserta Pemilu.

oleh PKPU Nomor 15 Tahun 2013 Pasal 36 adalah dihapusnya kata “berita” dalam konteks penyiaran yang dilakukan pada masa tenang. 4 Arti nya selain berita- iklan, rekam jejak peserta Pemilu, atau bentuk lain yang mengarah kepada kepentingan kampanye yang menguntung-kan atau merugikan peserta Pemilu, tidak boleh disiarkan. Poin ini tentu saja akan mengusik logika publik maupun kelompok masyarakat sipil yang dalam beberapa waktu terakhir mengritisi tentang konglo-merasi media. Media hanya dimiliki oleh sejumlah orang saja yang memi liki sejumlah kepentingan tertentu, dari ekonomi hingga politik. Sudah jamak diketahui masyarakat bahwa sejumlah pemilik media merupakan tokoh-tokoh politik, mulai calon anggota DPR, DPD dan DPRD hingga sejumlah tokoh yang memproyeksikan diri sebagai calon Presiden.

Dalam konteks inilah independensi media akan diuji. Akankah suatu newsroom mampu resisten terhadap kepentingan politik yang kemungkinan disisipkan dalam pemberitaan selama masa tenang. Dalam konteks media, solusi atas permasalahan ini sebenarnya mudah namun membutuhkan sumber daya manusia berupa jurnalis yang kuat, profesional dan mempunyai integritas. Newsroom tersebut harus mempunyai figur jurnalis senior yang menduduki jabatan struktural strategis pada top level di dalam perusahaan media tersebut. Dialah yang bertugas menjawab intervensi yang muncul dari pihak eksternal newsroom. Hal ini akan menciptakan newsroom yang kuat dan resisten

4 PKPU nomor 1 tahun 2013 pasal 36 angka 5: Media massa cetak, on-line, elektronik dan lembaga penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama masa tenang dilarang menyiarkan berita, iklan, rekam jejak Peserta Pemilu, atau bentuk lainnya yang mengarah kepada kepentingan kampanye yang menguntungkan atau merugikan Peserta Pemilu.

PKPU nomor 15 tahun 2013 pasal 36 angka 5: Media massa cetak, on-line, elektronik dan lembaga penyiaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selama masa tenang dilarang menyiarkan iklan, rekam jejak Peserta Pemilu atau bentuk lainnya yang mengarah kepada kepentingan kampanye yang menguntungkan atau merugikan Peserta Pemilu.

Page 77: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

134 135 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

terhadap kepentingan eksternal newsroom. Kondisi ini akan membuat jurnalis yang berada di bawahnya mampu bekerja dengan independen.

Sementara itu, bila sebuah media dianggap terkait dengan sebuah kepentingan politik tertentu maka bukan berarti bahwa partai politik tersebut tidak boleh memasang iklan kampanye di perusahaan media tersebut sama sekali. Dalam UU Nomor 40 Tahun 1999(www.dewanpers.or.id, 2013) tentang Pers Pasal 3 dinyatakan bahwa “pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi”. Pasal ini berarti bahwa institusi media boleh mengambil keuntungan secara ekonomis. Hal ini berarti semua partai politik berhak melakukan pemasangan iklan di perusahaan media tersebut asal mau membayar. Namun problemnya adalah bagaimana publik dapat mengawasi hal tersebut apalagi berkaitan dengan sistem keuangan sebuah perusahaan media non publik. Publik kemungkinan besar kesulitan untuk memantau azas fairness yang diterapkan media kepada semua parpol.

sinergi Dewan Pers dan KPIDigandengnya Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia ini

merupakan arah kontrol positif terhadap pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye. Kondisi ini seharusnya menguntungkan KPU karena pengawasan langsung dilakukan oleh institusi yang ahlidi bidangnya. Lebih dari itu, Dewan Pers dan KPI berhak memberikan sanksi kepada media sesuai dengan kewenangannya pada Undang-Undang tentang Pers dan Penyiaran. Hal inilah yang membuat KPU tidak perlu lagi menjatuhkan sanksi bila kedua lembaga tersebut dalam waktu 7 hari tidak menjatuhkan sanksi seperti yang sebelumnya diatur dalam PKPU Nomor 1 Tahun 2013. 5Hal ini tentu saja menguntungkan KPU karena

5 PKPU nomor 1 tahun 2013 pasal 45 angka 4: Dalam hal Komisi Penyiaran Indonesia atau Dewan Pers tidak menjatuhkansanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak ditemukan bukti pelanggaran kampanye, KPU, KPU Provinsi, danKPU Kabupaten/ Kota menjatuhkan sanksi kepada pelaksana

mengurangi beban kerjanya.

Sinergitas kedua institusi ini dengan KPU tentu saja perlu diberi apresiasi. Namun apakah Dewan Pers dan KPI mampu memberikan pengawasan secara menyeluruh dan memberikan sanksi kepada media yang melakukan pelanggaran. Apalagi dalam masa kampanye ini biasanya akan banyak permintaan komersil yang datang dari pihak-pihak yang akan berkampanye.

adil dan Berimbang

Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2013 ini telah merujuk pada UU Nomor 32 tentang Penyiaran. Dalam pasal 37 disebutkan bahwa Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Berlangganan memberikan alokasi waktu yang sama dan memperlakukan secara seimbang peserta Pemilu untuk menyampaikan kampanye. Namun di pasal 38 dengan tegas menjelaskan bahwa Lembaga Penyiaran Komunitas tidak boleh dimanfaatkan untuk kepen tingan kampanye Pemilu sesuai dengan sifatnya yang independen dan tidak komersial. Meski demikian Lembaga Penyiaran Komunitas tetap dapat menyiarkan proses Pemilu sebagai bentuk layanan kepada masyarakat.

Dalam peraturan ini disebutkan bahwa dalam pemberitaannya media diharuskan untuk berlaku adil dan berimbang kepada seluruh peserta Pemilu. Dalam pasal 40 ayat 3 juga dinyatakan bahwa semua media massa cetak, online, elektronik dan lembaga penyiaran wajib mem berikan kesempatan yang sama kepada peserta Pemilu dalam pemuatan dan penayangan iklan kampanye. Spot iklan pun yang tidak dimanfaatkan oleh salah satu peserta Pemilu dilarang dijual kepada peserta Pemilu lainnya. Bila kita menganalisa hal tersebut maka yang

kampanye.

Page 78: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

136 137 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

dimaksud dengan adil dan berimbang adalah memberikan kesempatan yang persis sama kepada semua peserta Pemilu. Air time yang kosong tidak dapat diperjualbelikan. Secara bisnis tentu saja hal ini akan merugikan lembaga penyiaran karena pundi-pundi rupiah dilarang dijual ke peserta Pemilu lainnya. Namun air time tersebut tentunya tidak akan pernah kosong karena harus diisi dengan spot-spot siaran lainnya.

Bila kita bandingkan dengan kampanye pemasangan baliho dan spanduk calon anggota legislatif dan DPD pada PKPU Nomor 15 Tahun 2013 ini juga, tampaknya iklan kampanye di media massa ini mem punyai prinsip yang sama. Hal ini akan membuat semua partai politik sama di depan masyarakat dan tidak ada parpol yang lebih dominan tampil di media massa karena lebih banyak memiliki kapital. Namun tantangan terbesar dari peraturan ini adalah keterbukaan dari para pelaku industri media dalam memperlakukan iklan peserta Pemilu.

Untuk mewujudkan nilai yang adil dan berimbang, PKPU Nomor 15 Tahun 2013 ini juga mengatur secara detil batas pemasangan maksimum dan durasi iklan kampanye bagi lembaga penyiaran yaitu sebagai berikut:• BatasmaksimumpemasanganiklankampanyePemiluditelevisi

untuk setiap peserta Pemilu secara kumulatif sebanyak 10 (sepuluh) spot berdurasi paling lama 30 (tiga puluh) detik untuk setiap stasiun televisi setiap hari selama masa kampanye.

• Batas maksimum pemasangan iklan kampanye Pemilu di radiountuk setiap peserta Pemilu secara kumulatif sebanyak 10 (sepuluh) spot berdurasi paling lama 60 (enam puluh) detik untuk setiap stasiun radio setiap hari selama masa kampanye.

• IklankampanyePemilu layananuntukmasyarakatnon­partisanpaling sedikit satu kali dalam sehari dengan durasi 60 (enam puluh) detik.

Kesimpulan

Peraturan yang dikeluarkan KPU tentang kampanye ini sebenarnya memberikan kesempatan yang adil dan berimbang bagi semua peserta Pemilu. Masyarakat juga jadi memiliki kesempatan yang samadalam menilai semua peserta Pemilu. Partai politik yang mempunyai modal besar dan kecil mempunyai kesempatan yang sama dalam berkampanye. Meski demikian tantangan dari peraturan ini adalah kembali pada pengawasan dan penegakan aturan yang dilakukan pihak-pihak terkait seperti Bawaslu, KPU, Dewan Pers dan KPI. Sebuah permasalahan klasik dari penegakan aturan di Indonesia. Harapan besarnya semua pihak yang terlibat dapat melakukan peraturan ini sesuai porsinya sehingga dalam pengawasannya tidak terjadi adanya pelanggaran. Namun bila kondisi ideal itu tidak terpenuhi maka penegakan aturan harus dilakukan.

****

Penulis adalah Ketua AJI D. I Yogyakarta

Page 79: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

139 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan_______________138_______________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Penanganan Pelanggaran Kampanye di Media Massa:

Upaya Penegakan Hukum Pemilu, Kendala serta solusinya1

sri r. werdiningsih2

Dampak Putusan MK yang merubah sistem Pemilu dari propor-sional tertutup ke proporsional terbuka diikuti dengan pergeseran perilaku pemilih di Indonesia, dengan perubahan perhitungan suara dari nomor urut menjadi suara terbanyak menjadikan ikatan yang selama ini tercipta antara partai politik-pemilih bergeser menjadi calon legislatif-pemilih.

Perubahan penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak tersebut juga mempengaruhi pada praktek kampanye yang dilakukan oleh caleg. Para caleg tentu akan lebih mempromosikan diri secara lebih intens dan berupaya sekuat tenaga agar dapat meraup suara sebanyak-banyaknya dari para pemilih. Demi tujuan tersebut, penggunaan media massa yang pada Pemilu sebelumnya tidak begitu marak, mulai Pemilu 2009 (pasca Putusan MK) dimanfaatkan secara maksimal. Kampanye berupa iklan, baik di media cetak maupun elektronik, menjadi pilihan

1 Disampaikan Dalam Sosialisasi Pengawasan Pemilu Bagi Media Massa dan Ormas di DIY 28 November 2013.

2 Anggota Bawaslu DIY Divisi Penindakan Pelanggaran.

referensi

www. dewanpers. or. id. (2013). Retrieved November 28, 2013, from www. dewanpers. or. id: http:/ / www. dewanpers. or. id/ page/ data/ uu/ ?id=452

www. kpu. go. id. (2013). Retrieved November 27, 2013, from www. kpu. go. id: http:/ / www. kpu. go. id/ index. php?option=com_docman&task=cat_view&gid=18&dir=DESC&order=date&Itemid=78&limit=5&limitstart=5

www. pikiran-rakyat. com. (2013, September 30). Retrieved November 28, 2013, from www. pikiran-rakyat. com: http:/ / www. pikiran-rakyat. com/ node/ 252953

Kliwantoro, D. (2013, September 28). www. antarajateng. com. Retrieved November 28, 2013, from www. antarajateng. com: http:/ / www. antarajateng. com/ detail/ index. php?id=85053#. UpZE_RX-LIV

Kurniawan, H. (2013, September 6). m. sindonews. com. Retrieved November 28, 2013, from m. sindonews. com: http:/ / m. sindonews. com/ read/ 2013/ 09/ 06/ 12/ 779951/ pkpu-nomor-15-2013-buat-kampanye-lebih-adil

Page 80: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

140 141 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

bagi para kandidat (caleg) untuk meraih simpati para pemilih.

Pada dasarnya, Kampanye di media massa dan elektronik ini tidak hanya menyangkut soal iklan saja, tetapi juga dalam bentuk lain yaitu pemberitaan dan penyiaran kampanye. Pemberitaan kampanye pemilu harus berlaku adil dan berimbang kepada semua Peserta Pemilu. Untuk penyiaran kampanye Pemilu dilakukan oleh lembaga penyiaran dalam bentuk siaran monolog, dialog yang melibatkan suara dan/ atau gambar pemirsa atau suara pendengar, debat peserta pemilu, serta jajak pendapat. Aturan lebih detail mengenai kampanye ini telah diatur di PKPU No 15 tahun 2013. 3

Kampanye Diluar Jadwal

Menurut ketentuan pasal 82 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 kampanye Pemilu dapat dilakukan melalui pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye, pemasangan alat peraga kampanye, iklan di media massa cetak maupun elektronik, rapat umum dan kegiatan lain yang tidak melanggar larangan Kam-panye Pemilu dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dari ketujuh macam metode kampanye tersebut, menurut ke-tentuan pasal 83 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, kampanye dalam bentuk iklan media massa cetak dan media massa elektronik waktu pelaksanannya adalah 21 dan berakhir sampai dengan dimulainya masa tenang. Jadwal pelaksanaan kampanye iklan media massa cetak dan elektronik menurut ketentuan dalam Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 20134 dimulai pada 16 Maret 2014 dan berakhir pasda 5 April 2014. Peserta Pemilu yang melakukan kampanye di media

3 PKPU No 15 tahun 2013 tentang Perubahan PKPU No 1 tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu DPR, DPD dan DPRD.

4 Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2013 tentang Perubahan Keempat Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Tahapan, Program dan Jadual Penyelenggaraan Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014

massa cetak dan elektronik diluar jadwal (sebelum dan setelah jadwal) yang ditentukan oleh KPU merupakan pelanggaran pidana Pemilu.

Pasal 276 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 menyebutkan: “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kampanye pemilu di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/ Kota untuk setiap peserta pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 12. 000. 000, 00 (dua belas juta rupiah)”

Penanganan Pelanggaran

Bentuk pelanggaran Pemilu ada 3 (tiga), yaitu pertama Pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu yaitu pelanggaran terhadap etika penye lenggara Pemilu yang berpedomankan sumpah dan/ atau janji sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara Pemilu. 5 Kedua pelanggaran administrasi Pemilu yaitu pelanggaran yang meliputi tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar tindak pidana Pemilu dan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu. 6 Ketiga tindak pidana Pemilu adalah tindak pidana pe lang-garan dan/ atau kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana Pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012. 7

Pelanggaran terhadap kampanye di media massa yang berupa iklan merupakan pelanggaran pidana, karena ada ketentuan pidana dalam UU Nomor 8 Tahun 2012. Sedangkan pelanggaran terhadap ketentuan kampanye di media massa selain yang berbentuk iklan

5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012, Pasal 251 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

6 Ibid, Pasal 2537 Ibid, Pasal 260

Page 81: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

142 143 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

merupakan pelanggaran administratif dan kewenangan pemberian sanksi bagi media yang melanggar merupakan kewenangan lembaga penyiaran jika menyangkut media elektronik dan dewan pers jika menyangkut media cetak.

Tugas dan wewenang Bawaslu berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 20128, Pasal 75 adalah menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu; menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU Provinsi untuk ditindaklanjuti; meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang berwenang; mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah provinsi mulai dari pemutakhiran data Pemilih hingga proses penetapan hasil Pemilu. Dalam proses pelaksanaan tugas dan wewenangnya tersebut Bawaslu Provinsi dapat memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan terhadap tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu.

Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/ Kota, Panwaslu Kecamatan, Pengawas Pemilu Lapangan dan Pengawas Pemilu Luar Negeri menerima laporan pelanggaran Pemilu pada setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu. 9 Prinsip dasar dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Pengawas Pemilu dalam menerima laporan pelanggaran Pemilu adalah:- Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/ Kota, Panwaslu

Kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan menerima laporan pelanggaran Pemilu pada setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu.

- Panitia pengawas Pemilu mempunyai tugas dan wewenang untuk menerima laporan pelanggaran Pemilu berdasarkan tempat ter-jadi nya pelanggaran yang dilaporkan.

8 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2012 tentang Penyelenggara Pemilu9 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012, Pasal 249 ayat (1)

- Laporan pelanggaran yang disampaikan kepada Bawaslu diterus-kan kepada pengawas Pemilu yang berwenang.

Laporan10 adanya dugaan pelanggaran Pemilu dapat disampaikan kepada pengawas Pemilu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak diketahui dan/ atau ditemukannya pelanggaran Pemilu. Selanjutnya, terhadap laporan tersebut pengawas Pemilu sesuai tingkatan paling lambat 3 (tiga) hari setelah laporan diterima harus menindaklanjuti untuk melaku kan kajian atas temuan atau laporan terjadinya pelanggaran. Apabila pengawas Pemilu menganggap laporan belum cukup lengkap dan memerlukan informasi tambahan, maka pengawas Pemilu dapat meminta keterangan tambahan kepada pelapor yang dapat dilakukan paling lama 5 (lima) hari setelah laporan diterima.

Setelah dilakukan kajian, pengawas Pemilu membuat kesimpulan dan meneruskan rekomendasi kepada instansi yang berwenang. Pe-langgaran kode etik penyelenggara Pemilu diteruskan kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu; pelanggaran administrasi Pemilu diteruskan kepada KPU, KPU Provinsi, atau KPU Kabupaten/ Kota; dan tindak pidana Pemilu diteruskan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Jika pelanggaran yang dilaporkan merupakan sengketa maka Bawaslu berwenang untuk menyelesaikan. Dalam melak sanakan kewenangannya Bawaslu dapat mendelegasikan kepada pengawas Pemilu di bawahnya.

Kendala dan solusiBanyak temuan/ laporan pelanggaran yang susah diselesaikan

karena adanya perbedaan persepsi antara Kepolisian dan Kejaksaan. Ketika ada pelanggaran kampanye terselubung, secara materiil sulit dibuktikan mengingat partai politik atau caleg melakukan dengan cara

10 Laporan pelanggaran Pemilu dapat disampaikan oleh WNI yang mempunyai hak pilih, pemantau Pemilu atau Peserta Pemilu

Page 82: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

144 145 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

yang sangat halus dengan kamuflase-kamuflase tertentu.

Sebagai upaya menyamakan persepsi dibentuklah Sentra Penegak-kan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) baik di tingkat pusat, Provinsi, hingga Kabupaten/ Kota. Sentra Gakkumdu ini merupakan forum yang terdiri dari unsur pengawas Pemilu, Kepolisian dan Kejaksa-an yang bertugas menangani tindak pidana Pemilu.

Mengenai kewenangan yang dimiliki Bawaslu (baca: pengawas Pemilu), jika dibandingkan dengan Pemilu sebelumnya, peran dan wewenang pengawas Pemilu untuk Pemilu 2014 bertambah yaitu selain berwenang mengawasi, melaporkan dan merekomendasikan dugaan pelanggaran atas proses penyelenggaraan Pemilu, pengawas Pemilu juga berwenang menyelesaikan sengketa. Akan tetapi dirasa masih kurang maksimal, masih ada pemberian kewenangan yang setengah hati kepada pengawas Pemilu, karena selain yang menyangkut sengketa Pemilu, pengawas Pemilu tidak memiliki kewenangan untuk melakukan eksekusi atas pelanggaran yang terjadi dalam penyelenggaraan Pemilu. Hal ini mengakibatkan pada munculnya masalah yang berkaitan dengan penegakan hukum.

Kinerja pengawas Pemilu menjadi kurang maksimal dan tidak ada daya paksa yang dimiliki Pengawas Pemilu. Kinerja pengawas Pemilu akhirnya sangat tergantung pada komitmen lembaga lain, seperti KPU, Kepolisian dan Kejaksaan. Yang terjadi kemudian adalah, akibat kesalahan atau ketidaktegasan lembaga lain tersebut dalam penyelesian masalah atau pemberian sanksi atas dugaan pelanggaran yang telah direkomendasikan oleh Pengawas Pemilu, menyebabkan pengawas Pemilu disorot karena dianggap malakukan pembiaran terhadap pelanggaran yang terjadi.

Upaya yang dilakukan pengawas Pemilu adalah melakukan koordinasi dengan stake holder terkait untuk penegakan aturan yang

ada. Sedangkan masalah keterbatasan wewenang yang dimiliki oleh pengawas Pemilu ini hanya bisa dirubah dengan perubahan regulasi. Pertanyaannya adalah mungkinkah dilakukan perubahan regulasi (undang-undang) mengingat pembuat undang-undang adalah DPR, sementara DPR sendiri terdiri dari orang-orang yang berasal dari partai politik?Wallahu’alam.

Page 83: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

146 147 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Kampanye di Media Massa; regulasi, Potensi Pelanggaran dan

strategi Pencegahannya1 oleh: Bagus sarwono2

Saat ini, Pemilu legislatif 2014 memasuki tahapan krusial yakni Kampanye3. Krusial, karena kampanye merupakan ajang bagi kontestan Pemilu untuk mempengaruhi, meraih simpati dan dukungan publik yang luas, khususnya pemilih, agar pada saat hari pemungutan suara 9 April 2014 nanti memilih dan memenangkan peserta Pemilu atau calon tertentu.

Krusialnya tahapan kampanye menjadi penting bagi kontestan Pemilu memilih model dan sarana kampanye yang dianggap paling efektif. Kampanye yang diyakini efektif dalam mempengaruhi publik adalah kampanye melalui media massa, baik cetak maupun elek-tronik. Daya jangkau yang luas, kemudahan dalam mengakses dan segmen publik yang luas menjadi pertimbangan utama peserta pemilu menggunakan media massa sebagai ajang kampanye. Dengan karak-

1 Disampaikan pada Sosialisasi Pengawasan Pemilu Putaran IV dengan topik “Pengawasan Kampanye di Media Massa”, diselenggarakan Bawaslu DIY, 28 November 2013.

2 Anggota Bawaslu DIY, Divisi SDM dan Organisasi.3 Kampanye Pemilu adalah kegiatan Peserta Pemilu untuk meyakinkan para Pemilih

dengan menawarkan visi, misi, dan program Peserta Pemilu (vide pasal 1 angka 29 UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD).

Page 84: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

148 149 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

te ristik yang demikian, kampanye media massa diyakini mampu men-dongkrak popularitas dan elektabilitas kontestan Pemilu dengan cepat.

Efektifitasnya kampanye melalui media massa ini menjadikan kampanye melalui media massa, satu sisi dalam perspektif pengawasan, rentan terjadinya pelanggaran. Pelanggaran dapat dalam konteks pelang garan pemilu ataupun dalam penyiaran dan konteks kode etik jurnalistik. Apalagi mengingat, media massa tidak selalu steril dari ke-pentingan. Beberapa media massa bahkan jelas-jelas merupakan milik dari petinggi partai atau calon tertentu.

Inilah tantangan bagi media massa yang juga memainkan peran sebagai pilar keempat (the fourth estate)bagi negara demokrasi setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Sebagai pilar pendukung hadirnya sebuah tatanan negara yang demokratis, media massa memiliki peran besar untuk memastikan pelaksanaan pemilu berlangsung secara free and fair. Namun disisi lain media massa tentu juga sangat ingin mengambil keuntungan dari pesta demokrasi ini. Tak dipungkiri biaya pemasangan iklan kampanye di media massa terbilang tidak sedikit.

regulasi Kampanye melalui media massa

Hal yang dapat dimainkan media massa dalam tahapan kampanye ada 3 (tiga), yakni pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye. Poin penting dari ketiga hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 91 dan 92 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD adalah sebagai berikut:

1. Pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye pemilu dilaksanakan dalam rangka penyampaian pesan kampanye pemilu oleh peserta pemilu kepada masyarakat.

2. Pesan kampanye pemilu dapat berupa tulisan, suara, gambar, tulisan dan gambar atau suara dan gambar, yang bersifat naratif,

grafis, karakter, interaktif atau tidak interaktifserta yang dapat diterima melalui perangkat penerima pesan.

3. Media massa cetak dan lembaga penyiaran dalam memberitakan, menyiarkan dan mengiklankan kampanye pemilu harus mematuhi larangan dalam kampanye pemilu.4

4. Media massa cetak dan lembaga penyiaran selama masa tenang5 dilarang menyiarkan berita, iklan, rekam jejak peserta pemilu, atau bentuk lainnya yang mengarah pada kepentingan kampanye pemilu yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu.

5. Media massa memberikan alokasi waktu yang sama dan mem-perlakukan secara berimbang peserta pemilu untuk menyampaikan materi kampanye pemilu.

6. Lembaga penyiaran komunitas dapat menyiarkan proses Pemilu sebagai bentuk layanan kepada masyarakat, tetapi tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan kampanye peserta pemilu.

7. TVRI dan RRI menetapkan standar biaya dan persyaratan iklan kampanye pemilu yang sama kepada setiap peserta pemilu.

Selain pengaturan umum diatas, khusus kaitannya dengan pem-beritaan kampanye pemilu, dilakukan oleh media massa cetak dan oleh lembaga penyiaran dengan siaran langsung atau siaran tunda. Media massa cetak dan lembaga penyiaran yang menyediakan rubrik khusus untuk pemberitaan kampanye pemilu harus berlaku adil dan berimbang kepada semua peserta pemilu.6

Berkaitan dengan penyiaran, aturan khusus mengenai hal ini seperti disebutkan dalam Pasal 94 UU No 8 Tahun 2012 yang menye-butkan,

4 Pasal 86 UU No. 8 Tahun 2012.5 Masa Tenang adalah masa yang tidak dapat digunakan untuk melakukan aktivitas

kampanye (vide Pasal 30 UU No. 8 Tahun 2012).6 Pasal 93 UU No. 8 Tahun 2012

Page 85: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

150 151 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

(1) Penyiaran kampanye pemilu dilakukan oleh lembaga penyiaran dalam bentuk siaran monolog, dialog yang melibatkan suara dan/atau gambar pemirsa atau suara pendengar, debat Peserta Pemilu, serta jajak pendapat.

(2) Pemilihan narasumber, tema, moderator dan tata cara penyelenggaraan siaran monolog, dialog dan debat diatur oleh lembaga penyiaran.

(3) Narasumber penyiaran monolog, dialog dan debat harus mematuhi larangan dalam kampanye pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86.

(4) Siaran monolog, dialog, dan debat yang diselenggarakan oleh lembaga penyiaran dapat mengikutsertakan masyarakat, antara lain melalui telepon, faksimili, layanan pesan singkat dan/atau surat elektronik.

Sedangkan berkaitan dengan iklan kampanye, hal ini juga merupakan salah satu metode kampanye yang diperbolehkan sebagai-mana diatur dalam Pasal 82 UU No. 8 Tahun 20127. Kampanye dengan metode pemasangan iklan boleh dilaksanakan selama 21 (dua puluh satu) hari dan berakhir sampai dengan dimulainya masa tenang.8

Sanksi terhadap pelanggaran pemasangan iklan kampanye di-luar jadwal yang sudah ditentukan ini adalah sanksi pidana. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 276 UU No. 8 Tahun 2012 yang berbunyi,

7 Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dapat dilakukan melalui:

a. pertemuan terbatas;

b. pertemuan tatap muka;

c. penyebaran bahan kampanye pemilu kepada umum;

d. pemasangan alat peraga di tempat umum;

e. iklan media massa cetak dan media massa elektronik;

f. rapat umum; dan

g. kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye pemilu dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

8 Mulai 16 Maret 2013 sampai dengan 5 April 2013.

“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kampanye pemilu di-luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/ Kota untuk setiap peserta pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000, 00 (dua belas juta rupiah).

Prinsip dalampemuatan dan penayangan iklan kampanye di media massa adalah memberikankesempatanyangsamadan berlaku adil kepadapesertapemilu. Hal ini sesuai dengan Pasal 95 UU 8 Tahun 2012 yang berbunyi, “

(1) Iklan kampanye pemilu dapat dilakukan oleh peserta pemilu di media massa cetak dan/atau lembaga penyiaran dalam bentuk iklan komersial dan/atau iklan layanan untuk masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2).

(2) Media massa cetak dan lembaga penyiaran wajib memberikan ke-sem patan yang sama kepada peserta pemilu dalam pemuatan dan penayangan iklan kampanye pemilu.

(3) Pengaturan dan penjadwalan pemuatan serta penayangan iklan kam-panye pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh media massa cetak dan lembaga penyiaran.”

Materi iklan kampanye dilarang berisikan hal yang dapat meng-ganggu kenyamanan pembaca, pendengar dan/atau pemirsa.9

Batas waktu penanyangan iklan kampanye pemilu diatur secara ketat dalam regulasi. Hal ini termuat dalam Pasal 97 UU 8 Tahun 2012 yang berbunyi, “

(1) Batas maksimum pemasangan iklan kampanye pemilu di televisi untuk setiap peserta pemilu secara kumulatif sebanyak 10 (sepuluh) spot berdurasi paling lama 30 (tiga puluh) detik untuk setiap stasiun televisi

9 Pasal 40 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2013 tentang kampanye.

Page 86: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

152 153 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

setiap hari selama masa kampanye pemilu.

(2) Batas maksimum pemasangan iklan kampanye pemilu di radio untuk setiap peserta pemilu secara kumulatif sebanyak 10 (sepuluh) spot berdurasi paling lama 60 (enam puluh) detik untuk setiap stasiun radio setiap hari selama masa Kampanye Pemilu.

(3) Batas maksimum pemasangan iklan kampanye pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku untuk semua jenis iklan.

(4) Pengaturan dan penjadwalan pemasangan iklan kampanye pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk setiap peserta pemilu diatur sepenuhnya oleh lembaga penyiaran dengan kewajiban memberikan kesempatan yang sama kepada setiap peserta pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (2). “

Dalam penayangan iklan kampanye pemilu, media massa dilarang menjual blocking segment atau blocking timedan beberapa hal lain-nya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 96 UU No. 8 Tahun 2012 yang berbunyi, “

(1) Media massa cetak dan lembaga penyiaran dilarang menjual blocking segment dan/atau blocking time untuk Kampanye Pemilu.

(2) Media massa cetak dan lembaga penyiaran dilarang menerima program sponsor dalam format atau segmen apapun yang dapat dikategorikan sebagai iklan kampanye pemilu.

(3) Media massa cetak, lembaga penyiaran dan peserta pemilu dilarang menjual spot iklan yang tidak dimanfaatkan oleh salah satu peserta pemilu kepada peserta pemilu yang lain.

Potensi PelanggaranMengingat posisi strategis media massa dalam kampanye, secara

umum potensi pelanggaran akan sangat mungkin terjadi diantaranya seperti berikut ini. Pertama, kampanye diluar jadwal yang telah ditentu-

kan. Pelanggaran ini adalah pelanggaran yang paling berat karena merupakan pelanggaran pidana bagi setiap orang yang memasang-nya. Meski ada ancaman pidana, untuk terpenuhinya semua unsur pelanggaran pidana ini tidak selalu mudah, mengingat seringkali iklan kampanye dikemas sedemikian rupa sehingga unsur pelanggaran kampanye atau unsur kampanyenya sendiri tidak memenuhi kualifikasi sebagai pelanggaran.

Kedua, materi iklan kampanye berisikan black campaign terhadap peserta pemilu atau calon angota DPR, DPD atau DPRD lainnya. Pelanggaran terhadap hal ini juga dikenai ancaman pidana.

Ketiga, pemberian blocking segment atau blocking time oleh media massa kepada peserta pemilu. Sanksi terhadap media massa akan di-berikan oleh KPI atau Dewan Pers sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penyiaran atau pers.10

Keempat, melampauinya batas maksimum yang diperbolehkan dalam pemasangan iklan kampanye pemilu. Dalam hal ini, cukup mudah melacaknya mengingat KPI telah memiliki alat perekam untuk media penyiaran yang melakukan.

Kelima, keberpihakan atau ketidakberimbangan media dalam mem beritakan atau menyiarkan kampanye Pemilu. Pengidentifikasian pelanggaran ini juga tidak selamnya mudah mengingat perlu metode dan keahlian tertentu untuk dapat menjustifikasi bentuk pelanggaran ini.

Keenam, penggiringan opini publik melalui pemberitaan dan penyiaran khususnya pada masa tenang. Pada masa ini upaya pem-beritaan dan penyiaran yang menggiring opini publik sangat mungkin terjadi dengan cara yang sangat mungkin halus dan smooth.

10 Pasal 45 ayat (2) Peraturan KPU No 15 Tahun 2013 tentang Perubahan atas PKPU Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD.

Page 87: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

154 155 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

strategi Pencegahan Pelanggaran

Pengawas pemilu dalam kinerja pengawasan memiliki dua strategi besar yaitu pencegahan dan penindakan. Dalam hal ini pencegahan lebih diutamakan ketimbang penindakan. Meski begitu kalau ada pelanggaran pemilu, pengawas pemilu harus menindaknya.

Dalam konteks strategi pencegahan, upaya yang dapat dilakukan oleh pengawas pemilu agar potensi-potensi pelanggaran yang cukup besar di atas tidak terjadi, diantaranya sebagai berikut.Pertama, me-laku kan sosialisasi ke media massa mengenai peran mereka dalam kampanye pemilu. Dengan diskusi yang digelar seperti ini diharapkan timbul kesadaran untuk mendukung terlaksananya pemilu yang bersih dan fair.

Kedua, membangun koordinasi dan kerjasama dengan stakeholder diantaranya adalah KPID dan KPU DIY11. Hal ini telah dilakukan dengan adanya nota kesepahaman antar 3 (tiga) lembaga ini. Tujuan-nya adalah supaya adanya persamaan persepsi, sinergisitas serta cepat-nya penanganan dugaan laporan pelanggaran yang terintegrasi.

Ketiga, menyampaikan himbauan baik kepada pimpinan media massa dan peserta pemilu untuk tidak melakukan pelanggaran kampanye12. Dengan adanya himbauan ini diharapkan media massa dalam satu pihak dan peserta pemilu di pihak lain tidak sama-sama saling berniat melakukan pelanggaran.

Keempat, memberikan sosialisasi secara langsung kepada peserta pemilu. Ini merupakan upaya preventif disamping menjadikan peserta pemilu mitra menjadi mitra strategis.

Kelima, dengan melakukan pengawasan partisipatif dengan meng-gandeng stakeholder lainnya diharapkan dapat meminimalisir ter jadinya

11 MoU dilakukan pada tanggal 29 Oktober 2013.12 Materi himbauan khusus mengenai waktu penayangan iklan kampanye baru

saja dilayangkan oleh Bawaslu DIY.

pelanggaran. Gerakan 1 (satu) juta relawan diharapkan dapat menjadi semacam early wearning system agar para pemangku kepentingan bisa sama-sama bersinergi mensukseskan pemilu diantara nya dengan men-jaga diri dan organnya tidak melakukan pelanggaran.

Penutup

Pelanggaran kampanye yang terjadi di media massa, karena sifat nya yang menjangkau publik secara massif, maka akan mudah mene mukannya. Pelanggaran yang terjadi pada media massa cetak sangat mudah diidentifikasi karena sifatnya yang cetak dapat didoku-mentasikan sepanjang waktu dan mudah diperoleh. Sementara yang elektronik juga tidak terlampau sulit, mengingat kemajuan teknologi sekarang memungkinkan adanya lembaga yang memiliki alat perekam siaran meski acara usai berlangsung.

Mengingat peran media massa ini sangat strategis, maka pada masa kampanye ini kita berharap bersama agar media massa tetap men jadikan dirinya organ yang selalu imparsial, independen dan mampu memberitakan, menyiarkan iklan kampanye dengan adil dan ber imbang sesuai dengan kode etik jurnalistik dan aturan standar penyiaran yang profesional. Tentu kita semua tidak ingin media massa berperan dalam andil terciptanya pelanggaran selama masa kampanye ini. [Semoga].

Page 88: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

156 157 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Pengawasan siaran Pemilu di Media Penyiaran

tri suparyanto

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, pada Pasal 3 menyebutkan tujuan penyelenggaraan penyiaran untuk mem-perkokoh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masya rakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuh kan industri penyiaran Indonesia. Sedangkan Pasal 4 menyebutkan bahwa pe-nyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial. Oleh karena itu lembaga penyiaran baik radio maupun televisi di harapkan berpartisipasi dalam membangun demokrasi melalui siaran nya yang mendidik, mencerdaskan dan mencerahkan.

Radio dan televisi adalah lembaga penyiaran yang menggunakan frekuensi sebagai ranah publik, oleh karena itu hak-hak publik harus dipenuhi oleh para penyelenggara siaran radio dan televisi. Adapun hak-hak publik ini diantaranya adalah: hak untuk mendapat informasi yang sehat, mendidik dan mencerdaskan, termasuk didalamnya siaran yang bersifat politik.

Page 89: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

158 159 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Siaran radio dan televisi hingga kini belum optimal dalam men-jalan kan fungsi dan peran idealnya tersebut. Oleh karena itu semua pihak mesti mendorong percepatan terwujudnya penyiaran yang sehat, adil dan demokratis dengan mensukseskan Pemilu Tahun 2014. Sukses Pemilu 2014 ini ditandai dengan adanya pemilu yang lebih ber kualitas. Hal ini dimulai dengan penegasan sikap agar dunia pe-nyiaran lebih berkomitmen mewujutkan penyiaran yang lebih men-didik, mencerdaskan, adil, beragam, bebas dan tanggungjawab.

Hal ini dapat dimulai dengan menyajikan tayangan siaran secara lengkap terkait dengan tahapan kegiatan pemilu, program dan ke-giatan partai politik serta para calon legislatif melalui berbagai pro-gram pemberitaan, iklan, dan kampanye di media penyiaran radio dan televisi. Namun demikian lembaga penyiaran radio dan televisi selama ini belum optimal dalam memerankan fungsi dan tanggung jawabnya sebagai televisi pemilu. Harus diakui bahwa peran strategis media penyiaran radio dan televisi sebagai media pemilu selama ini masih didominasi untuk membangun citra partai, calon legislatif, calon presiden dan calon wakil presiden semata. Dan celakanya, tayangan-tayangan tersebut hanya dilakukan oleh para politisi yang kebetulan memiliki sejumlah media penyiaran radio dan televisi. Sehingga hal ini bukan saja berpotensi terjadi pelanggaran kampanye di lembaga penyiaran radio dan televisi, akan tetapi juga menegaskan bahwa wajah demokrasi (politik) di radio dan televisi telah hilang.

Menjelang pemilu tahun 2014, hubungan antara kepentingan pemilik lembaga penyiaran, terutama televisi, dengan arah dan isi siaran lembaga penyiaran yang dimilikinya menjadi isu serius yang menyita perhatian banyak kalangan, terutama bagi yang peduli dan ber kepentingan dengan pemilu. Jika dilihat dari peta kepemilikan lembaga penyiaran televisi, hal ini tak begitu mengherankan, karena 6 televisi dari 10 televisi Jakarta yang memiliki jangkauan siaran

nasional dimiliki oleh tiga pengusaha yang semuanya terlibat langsung dengan kegiatan politik praktis. Metro TV dimiliki oleh Surya Paloh (SP), pengusaha media sekaligus ketua umum partai Nasdem. Stasiun TV ONE dan AN TV dimiliki oleh Aburizal Bakrie (ARB), pengusaha seka ligus ketua umum partai Golkar --sudah mendeklarasikan diri sebagai calon presiden 2014. Stasiun MNCTV, RCTI dan Global TV (MNC Group) dimiliki Hary Tanoesoedibjo atau yang lebih di-kenal Hary Tanoe (HT), pengusaha media sekaligus ketua dewan per timbangan partai Hanura dan sudah mendeklarasikan diri sebagai calon wakil presiden bersama pendiri dan ketua umum Hanura, yaitu Wiranto.

Kekhawatiran banyak kalangan atas potensi penyalahgunaan lembaga penyiaran oleh kepentingan pemilik memang beralasan dan tidak sepenuhnya salah. Dan hasil pemantauan diagnostik yang dilakukan KPID DIY pada bulan September - Oktober 2013 terhadap ke- enam televisi tersebut menunjukkan indikasi yang semakin menegaskan adanya potensi pelanggaran tersebut.

Diagnosa dilakukan dengan menganalisa konten siaran politik dalam tiga bentuk siaran. Yakni, siaran iklan, siaran berita dan running text news (berita teks berjalan). Hasilnya, pada tanggal 25 September 2013, di TV ONE ditemukan iklan Aburizal Bakrie tayang sebanyak 25 kali dalam dua jenis iklan dengan durasi 30 detik. Pada 16 September 2013, di RCTI dan MNCTV Hary Tanoesoedibjo tayang sebanyak 16 kali dalam tiga jenis iklan (iklan Capres WIN-HT, iklan Perindo dan iklan motivasi HT) dengan durasi masing-masing 30 detik. Pada diagnosa tanggal 19 Oktober di RCTI dan MNCTV ditemukann iklan pasangan WIN-HT muncul dengan durasi 45 detik dan tayang sebanyak 9 kali dalam 24 jam dan HT melalui iklan Perindo muncul 2 kali dengan durasi masing-masing 30 detik. Begitu juga dengan iklan Aburizal Bakrie dan Golkar, pada diagnosa tanggal 19 Oktober durasi

Page 90: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

160 161 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

iklan ARB-Golkar tidak lagi berdurasi 30 detik tapi 43 detik. Sebagian besar iklan-iklan tersebut tayang dalam waktu prime time.

Fakta lain yang patut mendapat perhatian dari hasil diagnosa iklan tersebut adalah tidak ditemukan iklan HT dan Hanura di Metro TV dan atau TV ONE dan ANTV. Begitu pula sebaliknya, tidak ditemukan iklan ARB dan Golkar pada Metro TV, MNCTV dan RCTI kecuali pada tanggal16Septemberditemukan iklan ‘ARB­GolkarPeduli’diMNCTV yang muncul satu kali dalam 24 jam, tepatnya pukul 23. 00 dengan durasi 25 detik.

Bagaimana dengan Tim Suryo Paloh? Tim Surya Paloh memiliki strategi agak berbeda. Surya Paloh lebih banyak menggunakan berita dan running text news dalam mem-branding diri dan partainya. Dalam beberapa siaran berita, liputan Metro TV atas kegiatan politik SP dan Nasdem ditayangkan dengan durasi di atas rata-rata liputan yang lain.

Dalam analisa konten berita dan running text news ditemukan fakta; tidak ada satu pun berita negatif perihal partai Golkar dan ARB di TVONE dan ANTV; tidak ada berita negatif terkait Hary Tanoesudibjo, Wiranto dan Hanura di MNCTV dan RCTI; dan tidak ada berita negatif terkait Nasdem dan Surya Paloh di Metro TV. Bahkan misalnya, ketika Metro TV mengangkat berita pelanggaran alat peraga pemilu semua spanduk partai yang diturunkan Satpol PP ditayang kan kecuali Nasdem. Apakah spanduk spanduk Nasdem di daerah-daerah tidak ada yang melanggar dan diturunkan Satpol PP?

Tim Hary Tanoe pun tidak kalah cerdas, ia memunculkan acara kuis interaktif dengan durasi singkat (± 4 menit) yang tayang dua kali dalam sehari secara periodik di dua televisi milik HT. “Kuis Kebangsaan” muncul pada jam 09. 28 dan 16. 57 WIB di RCTI dan “Kuis Indonesia Cerdas” di Global TV yang juga muncul dua kali dalam 24 jam. Dalam kedua kuis tersebut memang tidak ada penyampaian visi, misi Hanura. Namun, semua pembaca soal kuis interaktif tersebut adalah caleg

partai Hanura dan yang dijadikan tagline kedua kuis tersebut adalah slogan partai Hanura dan pasangan capres Hanura “WIN-HT”.

Atas berbagai indikasi pelanggaran penggunaan media penyiaran televisi untuk kepentingan individu, kelompok dan/atau partai ter-tentu tersebut, KPI/KPID telah memberikan sanksi administrasi pada tanggal 6 Desember 2013 yang berupa teguran tertulis untuk peng-hentian berbagai siaran yang berisi pencitraan dan kampanye partai dan capres maupun cawapres kepada keenam televisi, yakni, RCTI, Global TV, MNC TV, ANTV, TVONE, dan METRO TV.

Pengawasan Bersama Pemilu adalah salah satu sendi untuk tegaknya sistem politik

demokratis. Oleh karena itu, tujuan Pemilu adalah untuk mengimple-mentasi kan prinsip-prinsip demokratis, dengan cara memilih calon legislatif baik tingkat pusat maupun daerah dan calon presiden-wakil presiden secara konstitusional, demokratis dan akuntabel. Dalam perspektif demokrasi, pemilu harus berjalan sesuai prinsip keadilan, kejujuran, transparansi, partisipasi, dan persamaan hak. Pemilu juga harus dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral, politik, maupun hukum (akuntabilitas). Sehingga Pemilu pada akhirnya di-harap kan dapat menghasilkan pemimpin yang berkualitas yang dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Disinilah partisipasi pengawasan masyarakat diperlukan untuk mengawal proses pemilu agar menghasilkan pemimpin yang berkualitas. Pelaksanaan kampanye di media penyiaran radio dan televisi harus diawasi oleh masyarakat dan terutama oleh Komisi Penyiaran Indonesia Pusat/Daerah (KPIP/KPID) dan lembaga publik lainnya.

Selama ini, partai politik banyak mengandalkan jualan citra lewat media massa, khususnya media penyiaran seperti televisi dan radio. Hal ini wajar, karena pengaruh televisi dan radio sangat massif dan memiliki

Page 91: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

162 163 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

daya jangkau yang sangat luas. Dengan pembatasan iklan kampanye di televisi dan radio, baik iklan komersil, iklan spot, advertorial, text berjalan (running text) hingga superimposse, diharapkan parpol me-lakukan kewajibannya berupa pendidikan politik pada masyarakat dengan benar.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyepakati pelarangan iklan partai politik dalam bentuk apapun di media penyiaran setelah ditetapkannya partai-partai peserta pemilu 2014 hingga 15 Maret 2014. Menurut UU Nomor 8 Tahun 2012, kampanye dalam bentuk iklan di media hanya dibolehkan dalam masa 21 hari sampai dimulianya masa tenang. Sesuai tahapan pemilu yang ditetapkan KPU, kampanye iklan di media dilakukan mulai 16 Maret sampai 5 Aril 2014. Ditambah lagi, dalam pasal 100 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu secara tegas menyebut tugas KPI untuk melakukan pengawasan atas pemberitaan, penyiaran dan iklan Kampanye Pemilu yang dilakukan oleh lembaga penyiaran.

Selama ini pemanfaatan lembaga penyiaran untuk kepentingan politik mendapatkan sorotan tajam. Tak kurang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ikut mengingatkan media massa untuk bersikap adil dan berimbang dalam melakukan pemberitaan maupun penyiaran. Bagi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sendiri, tuntutan keadilan tersebut sudah tertuang dalam peraturan yang dibuat lembaga ini. Pedoman Perilaku Penyiaran dan Sistem Program Siaran (P3 dan SPS) 2012. Dalam pasal 50 P3 disebutkan kewajiban lembaga penyiaran untuk bersikap adil dan proporsional pada semua peserta pemilihan umum dan pemilihan umum kepala daerah.

Sejumlah persoalan yang perlu mendapat perhatian adalah; Per-tama, kegiatan penyiaran pemilu yang meliputi: pemberitaan, seperti pemberitaan kampanye dan pemberitaan peserta pemilu. Kegiatan penyiaran seperti dialog, monolog, debat dan jajak pendapat. Kegiatan

iklan yang terdiri iklan kampanye (komersial) dan iklan layanan masyarakat (ILM).

Kedua, lembaga penyiaran harus bersikap nonpartisan, adil dan ber imbang. Maksudnya, lembaga penyiaran tidak boleh bersikap partisan terhadap peserta pemilu, wajib bersikap adil, berimbang dan proporsional dalam segala bentuk pemberitaan, penyiaran mau-pun iklan kampanye. Parameter keadilan dan keberimbangan yang dimaksud menyangkut materi, durasi dan frekuensi penyiaran. Lem-baga penyiaran menjadikan segala bentuk pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye pemilu di lembaga penyiaran untuk tujuan pen-didikan politik, penguatan partisipasi politik dan peningkatan kualitas demokrasi.

Ketiga, lembaga penyiaran menjunjung prinsip jurnalistik dalam pemberitaan pemilu. Maksudnya, lembaga penyiaran wajib menjalan-kan dan menjunjung tinggi idealisme jurnalistik yang menyajikan informasi untuk kepentingan publik dan pemberdayaan masyarakat, membangun dan menegakkan demokrasi, mencari kebenaran, melaku-kan koreksi dan kontrol sosial. Lembaga penyiaran wajib menjunjung tinggi prinsip-prinsip jurnalistik, antara lain: akurat, berimbang, adil, tidak beritikad buruk, tidak menghasut dan menyesatkan, menge-depan kan asas praduga tak bersalah, tidak mencampur-adukkan fakta dan opini pribadi, tidak menonjolkan unsur sadistis, tidak memper-tentangkan suku, agama, ras dan antar golongan serta tidak membuat berita bohong, fitnah dan cabul.

Keempat, lembaga penyiaran harus independen. Artinya, lembaga penyiaran wajib menjaga independensi dalam proses produksi program siaran jurnalistik tentang Pemilu untuk tidak dipengaruhi oleh pihak eksternal maupun internal termasuk pemodal atau pemilik lembaga penyiaran. Lembaga penyiaran dalam melaksanakan kegiatan jurna-listik wajib tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku,

Page 92: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

164 165 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Kode Etik Jurnalistik (KEJ) serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS)

Kelima, dalam menyiarkan hasil jajak pendapat, lembaga pe-nyiaran wajib menyebutkan rentang waktu pelaksanaan jajak pen-dapat yang dipublikasikan lembaga penelitian. Lembaga penyiaran wajib menjelaskan dan menyiarkan metodologi jajak pendapat yang diguna kan oleh lembaga yang mempublikasikan hasil jajak pendapat. Lembaga penyiaran wajib mengutip pendapat ahli sebagai pembanding hasil jajak pendapat yang disiarkan. Lembaga penyiaran dilarang mempublikasikan hasil jajak pendapat tentang pemilu di masa tenang.

Keenam, dalam menyiarkan penghitungan cepat, lembaga pe-nyiaran dapat menyiarkan hasil perhitungan cepat pemilu dengan ketentuan: dilakukan lembaga yang sah sebagai lembaga peng-hitungan cepat hasil pemilu dan telah mendapatkan hak untuk melaku kan perhitungan cepat hasil pemilu di KPU/KPU Provinsi/KPU Kabupaten/ Kota sebagaimana ditetapkan peraturan per-undang-undangan yang berlaku; dilakukan setelah batas waktu diper kenankannya pengumuman hasil penghitungan cepat pemilu sebagaimana ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (yaitu setelah selesainya tahap pemilihan oleh pemilih di daerah dan waktu yang paling akhir); mencantumkan pernyataan dengan jelas bahwa hasil penghitungan cepat yang dilakukan bukan merupakan hasil resmi penyelenggara pemilu.

Ketujuh, dalam penyiaran dialog dan debat, lembaga penyiaran wajib menjamin netralitas dalam penyiaran acara dialog/ debat kampanye. Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan dialog dan debat yang mengarah kepada penghinaan, penghasutan, dan/ atau menyerang peserta pemilu dan/ atau Tim Kampanye. Lembaga penyiaran wajib memberikan kesempatan yang adil kepada semua peserta pemilu dan/atau Tim Kampanye dalam pelibatan debat/ dialog. Pengaturan jadwal

pelaksanaan debat/dialog diatur secara proporsional oleh lembaga penyiaran.

Kedelapan, pengaturan iklan kampanye. Kampanye melalui iklan di lembaga penyiaran hanya dibolehkan dalam masa 21 hari. Iklan kampanye adalah kegiatan peserta pemilu untuk meyakinkan para Pemilih dengan menawarkan visi, misi dan program peserta pemilu dalam bentuk iklan. Lembaga penyiaran memberikan kesempatan yang sama kepada semua peserta pemilu untuk beriklan. Lembaga penyiaran memberikan penawaran tarif iklan yang sama kepada semua peserta pemilu. Waktu penyiaran iklan kampanye peserta pemilu dilakukan dalam sebaran waktu yang adil.

Kesembilan, batasasan frekuensi iklan kampanye. Batas maksimum pemasangan iklan kampanye pemilu di televisi untuk setiap peserta pemilu secara kumulatif sebanyak 10 (sepuluh) spot berdurasi paling lama 30 (tiga puluh) detik untuk setiap stasiun televisi setiap hari selama masa kampanye. Batas maksimum pemasangan iklan kampanye pemilu di radio untuk setiap peserta pemilu secara kumulatif sebanyak 10 (sepuluh) spot berdurasi paling lama 60 (enam puluh) detik untuk setiap stasiun radio setiap hari selama masa kampanye. Batas maksimum pemasangan iklan kampanye pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku untuk semua jenis iklan. Pengaturan dan penjadwalan pemasangan iklan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk setiap peserta pemilu diatur sepenuhnya oleh lembaga penyiaran.

Kesepuluh, ketentuan blocking time. Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan program siaran yang dibiayai atau disponsori oleh peserta pemilu dan/atau gabungan peserta pemilu dan/atau Tim Kampanye dan pendukungnya, serta pihak lain yang bersikap partisan atau ber pihak terhadap atau menguntungkan Peserta pemilu dan/atau gabungan peserta pemilu tertentu dengan cara menjual blocking

Page 93: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

166_______________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

segment dan/ atau blocking time untuk kampanye kecuali dalam bentuk iklan. Blocking segment sebagaimana dimaksud adalah sub acara pada lembaga penyiaran yang digunakan untuk kampanye. Blocking time sebagaimana dimaksud adalah jam tayang pada lembaga penyiaran yang digunakan untuk kampanye

Dalam perspektif ini maka menjadi penting bagi semua stakeholder pemilu dan penyiaran untuk duduk bersama mendiskusikan ruang kampanye ini. Ruang kampanye media penyiaran yang jelas berbeda dengan ruang kampanye dalam media out door seperti diskusi publik atau ceramah umum di ruang terbuka. Terlebih mereka ini ber kam-panye menggunakan frekuensi yang itu milik publik. Jadi tidak boleh mencederai kepercayaan publik dan atau malah merugikan publik.

Untuk kepentingan penegakan sejumlah aturan tersebut KPI bersama KPU dan Bawaslu membentuk desk pengawasan pemilu Kita berharap keadilan dan proporsionalitas penggunaan lembaga penyiaran untuk kepentingan politik dapat terwujud lewat penandatangan kesepahaman dengan KPU tersebut. Pembentukan desk penyiaran pemilu ini juga bagian implementasi Undang-Undang Pemilu yang mengamanatkan sinergi KPI, KPU dan Bawaslu terkait penegakan aturan dan pengawasan pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye pemilihan umum.

Di Daerah Istimewa Yogyakarta kerja sama KPID, KPUD dengan Bawaslu Provinsi terkait dengan pengawasan siaran pemilu sudah ditanda-tangani 29 Oktober 2013 lalu. Semoga pengawasan pemilu di media penyiaran radio dan televisi akan lebih terintegrasi dengan baik.

BaB V

Pengawasan dana KamPanye

Page 94: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

169 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan_______________

anatomi Pembiayaan Partai Politik : Pemetaan Masalah dan agenda aksi1

aa gn ari Dwipayana2

a. PengantarTopik keuangan partai atau juga sering disebut pembiayaan/

pendanaan partai politik bukan saja merupakan ranah kajian yang menarik secara keilmuan, namun juga memiliki signifikansi pada proses pendalaman demokrasi di banyak negara, terutama negara-negara yang saat ini sedang mengalami transisi politik pasca otoritarianisme. Hal itu terekam dari semakin besarnya perhatian berbagai kalangan, baik itu dari kalangan akademisi3 maupun lembaga

1 Disampaikan dalam Forum Sosialisasi Pengawasan Dana Kampanye yang diselenggarakan oleh Bawaslu DIY, 4 Desember 2014. Sebagian besar pemikiran dalam makalah ini merupakan saripati disertasi penulis yang berjudul “Pembiayaan Gotong Royong” dan sudah pernah disampaikan dalam berbagai forum yang berbeda.

2 Dosen di Jurusan Politik dan Pemerintahan, FISIPOL UGM dan Program Pasca Sarjana Ilmu Politik dan Pemerintahan UGM.

3 Ada beberapa studi tentang pembiayaan partai politik dalam perspektif komparatif yang bisa menjadi rujukan. Diantaranya: Pinto-Duschinsky Michael, Financing Politics: A Global View, Project Muse, Scorlaly Journal Online; K D Ewing and Samuel Issacharoff, Party Funding and Campaign Financing In International Perspective, Heart Publisher, Oxford and Portland, Oregon, 2006. Studi tentang Pembiayaan partai di negara-negara Aglo-Saxon bisa juga dibaca dalam tulisan Karl-Heinz Nassmacher, The Funding of Political Parties in the Anglo-Saxon Orbit dalam Reginald Austin, Maja Tjernström (Ed), Funding of Political Parties and Election Campaigns, International Institute for Democracy and Electoral Assistance, 2003. Khusus untuk pembiayaan politik di USA, muncul dalam studi: Alexander, Herber E, Financing Politics: Money,

Page 95: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

170 171 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

internasional4 terhadap isu-isu diseputar pembiayaan partai politik. Di Indonesia, tema ini menjadi perbincangan publik juga terutama terkait dengan maraknya fenomena political corruption atau lebih spesifik lagi political party corruption dalam sepuluh tahun terakhir ini. 5

Elections and Political Reform, Congressional Quarterly Press, Washinton DC, USA, 1980; West, Checkbook Democracy, Boston, Norteast University Press, 2000. Sedangkan dalam konteks Eropa Barat, studi Karl-Heiz Nassmacher, Party Funding in Continental Western Europe, 2003., bisa dijadikan rujukan. Namun perdebatan yang menarik justru terkait dengan dana subsidi negara/publik. Lebih jauh lihat Katz and Mair P, Changing Models of Party Organization and Party Democracy: the Emergence of the Cartel Party, Party Politics Vol. 1 No. 1, p: 5-38, 1995; Katz and Peter Mair, Cadres, Catch All or Cartel? Rejoinder, Party Politics, Vol. 2 No. 4, p: 525-534, 1996. Biezen Ingrid Van and Peter Kopecky, The State and The Parties: Public Funding, Public Regulation and Rent Seeeking in Contemporary Democracies, Party Politics 13, No. 2, 2007; Herbert Kitsclelt, Citizens, Politician and Party Cartelization: Political Representation and State Failure in Post Industrial Democracies, European Journal of Political Research 37, p: 147-179, Kluwer Academic Publisher, 2000. Jon Pierre, Lars Svåsand and Anders Widfeldt, State Subsidies to Political Parties: Confronting Rhetoric with Reality, West European Politics 23, p:3, 1 — 24, 2000.

4 Pada tahun 2003, International Institute for Democracy and Electoral Assistance mengeluarkan handbooks series tentang Funding of Political Parties and Election Campaign. Pada bulan November 2003, US Agency for International Development mempublikasikan handbook yang berjudul “Money in politics handbook: A Guide to Increasing Transparency in Emerging Democracies”. Selain IDEA dan USAID, Komisi Eropa merintis penyusunan panduan dalam integrated project (2002-2004), “ Making democartic Institution work”. Panduan itu ditulis oleh Ingrid Van Biezen dari University of Birmingham, UK, dengan judul “Financing Political Parties and Election Campaigns Guidelines”. Panduan itu berawal dari sebuah workshop di Strasbourg pada tanggal 18 Oktober 2002 yang selanjutnya menggali pengalaman negara-negara Eropa dalam praktek pembiayaan partai politik dan berbagai bentuk pengaturannya. Pada bulan Agustus 2004, The National Democratic Institute for International Affair (NDI) dan The Council of Asian Liberals and Democracts (CALD), menulis final report tentang Political Finance dari studi mereka di Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Indonesia yang berjudul Party on Party Monitoring of Asian Electoral Campaign.

5 Upaya menghubungkan antara korupsi politik dengan pembiayaan partai mulai nampak dari penelitian, advokasi dan juga perbincangan ke publik yang dilakukan oleh lembaga-lembaga civil society, terutama Indonesia Corruption Watch (ICW), juga Kemitraan untuk Tata Pemerintahan dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Lebih jauh lihat Fahmi Badoh Ibrahim dan Luky Djani, Korupsi Pemilu, Indonesia Corruption Watch, 2006. Studi ICW dilanjutkan pada tahun 2010, dengan terbitnya buku Korupsi Pemilu di Indonesia, ICW, 2010. Kajian tentang keuangan partai dilakukan oleh Kemitraan. Lihat lebih jauh dalam Veri Junaidi dkk, Anomali Keuangan Partai Politik: Pengaturan dan Praktek, Kemitraan 2011; Ramlan Surbakti dkk, Pengendalian Keuangan Partai Politik, Kemitraan, 2011.

Untuk bisa mengurai tema ini secara lebih dalam maka tulisan ini mencoba untuk mengeksplorasi dua hal; pertama, melihat secara tajam transformasi model pembiayaan partai di Indonesia, terutama dalam konteks pergeseran politik kepartaian ke sistem demokrasi multi partai. Kedua, menemukan gagasan-gagasan alternative dalam reformasi model pembiayaan partai ke depan.

B. membaca Pembiayaan Partai di Indonesia Fenomena pembiayaan partai di Indonesia bisa ditelusuri dengan

membaca secara tajam proses transformasi yang tengah berlangsung terutama dalam tiga aspek: aspek belanja partai, aspek sumber dana partai dan aspek pengelolaan dana partai.

c. 1. Belanja Partai (PartyExpenditure)Dalam konteks demokrasi multi partai yang semakin kompetitif,

6 partai politik maupun kandidat memerlukan sumberdaya finansial untuk membiayai berbagai aktivitas pemenangan, seperti; memanas-kan mesin partai politik pendukung koalisi, membiayai logistik tim kampanye, mendatangi berbagai segementasi pemilih di berbagai pe-losok tanah air, memberikan sumbangan atau pelayanan sosial pada kons tituen, maupun mendongkrak popularitas partai politik dan kan-

6 Sejak 1999, Indonesia memasuki fase politik yang penting karena politik kepartaian mengalami pergeseran bandul yang radikal: dari sistem kepartaian Hegemonik selanjutnya masuk ke dalam sistem multi partai. Dalam prosesi perubahan ke sistem multi partai tersebut, membuat proses politik menjadi semakin plural dan kompetitif. Situasi yang semakin kompetitif bukan hanya terbaca dari tingkat persaingan antar partai politik dalam tiga Pemilu selama sebelas tahun terakhir yang berjalan dengan sangat ketat, melainkan juga kotestasi antar aktor dalam internal partai juga semakin tajam. Ketika menghadapi konteks politik yang berubah -seperti tergambar di atas- partai politik dan kandidat tentusaja tidak berdiam diri karena mereka akan merumuskan berbagai strategi untuk bisa survive dalam pasar politik yang lebih kompetitif. Kecenderungan ini terbaca jelas dalam perilaku partai dalam pemilu 2004 dan 2009, dimana berbagai partai politik yang telah memiliki basis tradisional berkeinginan kuat untuk memperluas basis dukungan ke pemilih non tradisionalnya. Kosekuensinya partai politik di Indonesia pasca Orde Baru telah bergerak ke arah tipe partai elektoralis atau Catch-all Party

Page 96: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

172 173 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

didat melalui promosi yang gencar di media massa cetak dan elektronik.

Belanja partai di Indonesia bisa dibagi menjadi dua kategori besar: pertama, belanja pengorganisasi partai (political party finance), meliputi biaya yang dikeluarkan oleh partai untuk membiayai aktivitas rutinnya. Aktivitas partai ada yang bersifat rutin meliputi: rapat-rapat partai, biaya operasional kantor dan kesekretariatan partai, Munas atau Kongres partai, dan kunjungan fungsionaris partai ke cabang-cabang partai. Selain itu, ada pula aktivitas yang dilakukan partai pada momen-momen tertentu, namun diorganisir oleh partai secara kelembagaan, seperti: ulang tahun partai, aksi sosial, bantuan bencana alam dan lain-lain.

Kategori kedua adalah belanja kampanye (campaign finance) yang merupakan bentuk-bentuk pengeluaran partai dalam proses elek-toral, baik dalam pemilu legislatif maupun pemilu eksekutif. Jenis penge luaran untuk memenangkan proses elektoral sangat banyak mulai dari- (1). biaya tim sukses (tim kampanye); (2). biaya survey dan konsultan politik (3). Biaya pengadaan atribut kampanye; (4). biaya untuk menyelenggarakan kampanye terbuka-tertutup termasuk mobi lisasi massanya; (5). sumbangan ke kantong-kantong pemilih; (6) membeli suara (buying vote); (7). Biaya kampanye di Media (cetak mau pun elektronik); (8). Biaya saksi dalam proses pemungutan suara; (9) dan biaya kampanye lainnya.

Sampai saat ini belum bisa diperoleh data yang meyakinkan berkaitan dengan berapa besar pengeluaran partai, baik untuk belanja peng organisasian partai maupun untuk belanja kampanye dalam pemilu-pemilu pasca Orde Baru. Namun bisa dibayangkan besarnya pengeluaran untuk belanja partai untuk menggerakkan mesin partai di 33 Provinsi, dan 490-an kabupaten/ kota. Belum lagi ada momen-momen konsolidasi nasional yang harus dilakukan, seperti rapat kerja partai atau Munas/ Kongres yang harus mendatangkan fungsionaris partai dari level kabupaten/ kota.

Dalam hal belanja kampanye, pengalaman dari tiga kali pemilu pasca Orde Baru dan pilkada memperlihatkan terjadinya pergeseran jenis belanja kampanye: Pertama, kalau pada pemilu legislatif 1999 masih ditandai dengan jenis pengeluaran untuk model kampanye yang konvensional, seperti pengadaan atribut kampanye (Baliho spanduk) dan penyelenggaraan pertemuan-pertemuan besar yang meng hadirkan massa, namun pada dua pemilu berikutnya ditandai dengan maraknya penggunaan media promosi melalui media, baik cetak maupun elektronik. Hal ini sejalan dengan perubahan sistem pemilihan Presiden ke model pemilihan langsung pada tahun 2004, maka kandidat Presiden-Wakil Presiden yang diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik harus mampu menjangkau besaran pemilih yang jauh lebih luas. Dan itu artinya media menjadi instrumen yang dianggap paling efektif. Penggunaan media sebagai instrumen kampanye bisa dilihat dari belanja iklan di televisi dari kandidat Presiden dan Wapres selama pemilu 2004. Dari hasil survei yang dilakukan oleh Indonesian Corruption Watch (ICW) dan Transparency International Indonesia di 28 ibu kota provinsi dan kabupaten pada pemilu 2004 menunjukkan belanja untuk kampanye di media melampaui besaran pengeluaran untuk kampanye outdoor. Hal ini mengindikasikan perubahan karakter model kampanye yang lebih menggunakan model kampanye pecintraan melalui media dibandingkan bentuk-bentuk kampanye yang mendatangkan massa sepertihalnya yang banyak digunakan dalam pemilu 1999.

Besaran biaya iklan di media seperti digambarkan di atas belum ter masuk ongkos biro iklan, mencetak poster, spanduk, kasos, biaya perjalanan dan akomodasi tim kampanye kandidat. Misalnya, setiap kandidat Presiden dan tim suksesnya yang akan berkampanye di seluruh pelosok sudah dipastikan akan menggunakan pesawat carteran. Biaya yang harus dikeluarkan untuk menyewa satu pesawat carteran

Page 97: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

174 175 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

adalah sebesar US $ 3. 500 per jam. Harga itu belum termasuk biaya tambahan, seperti: biaya pendaratan, biaya parkir pesawat, jasa bandar udara dan sebagainya.

Kedua, pemilu 2004 dan 2009 mulai disemarakan dengan ke-hadiran lembaga-lembaga survey dan konsultan politik. Munculnya trend untuk menggunakan lembaga survey mulai muncul pada pemilu Presiden 2004. Survei yang pada awalnya digunakan untuk menge-tahui lebih jauh tingkat popularitas dan elektabilitas dari kandidat, selanjutnya berkembang menjadi semacam “industri baru” yang seka-li gus menyiapkan jasa konsultan dan event organizer bagi kandidat maupun partai dalam setiap kampanyenya.

Ketiga, biaya saksi. Jenis pembiayaan ini sangat penting bagi partai politik caleg maupun calon anggota DPD karena terkait dengan “pengawalan” terhadap proses perhitungan suara. Partai, Caleg maupun calon anggota DPD tidak ingin suara hilang justru pada proses perhitungan suara ini. Sehingga, pengadaan saksi ini tidak hanya dilakukan oleh partai, namun selanjutya dilakukan oleh caleg. Ini artinya jenis pengeluaran atas biaya saksi akan bertambah. Besaran pengeluaran untuk saksi ini bisa dihitung dari jumlah TPS. Dan saksi di setiap TPS bisa lebih dari satu. Karena pentingnya posisi saksi dimana dalam berbagai kasus saksi bisa dibeli, maka partai atau caleg seringkali “berkotestasi” untuk memberikan imbalan pada saksi.

Keempat, biaya penggalangan dan konsolidasi. Biaya penggalangan ini terkait dengan pengeluaran partai maupun caleg untuk memo bili-sasi dukungan pemilih. Sebagain besar partai maupun caleg meng-gunakan strategi multi level (bertingkat) dengan cara mmebetuk tim-tim penggalangan. Tim penggalangan ini disesuaikan dengan segmen pemilih yang akan “digarap”, mulai dari segmen pemilih pemula, perempuan, buruh, petani dan sebagainya. Seluruh upaya penggalangan ini membutuhkan biaya.

c. 2. sumber Dana Partai (PartyIncome)Darimana partai mendapatan sumber pembiayaan politiknya?

Dalam studi yang dilakukan USAID (2003), disebutkan ada beberapa sumber pembiayaan politik partai politik: pertama, pembiayaan yang bersumber dari party membership dues dan income generating activities. Kedua, pembiayaan partai politik dan kampanye yang digalang oleh small/ medium donors. Ketiga, donasi dari para pemilik modal besar; mulai dari para kapitalis kroni sampai dengan pemodal asing. Keempat, dana yang bersumber dari elected officials dan Appointee’s salary subcharge. Kelima, dana-dana “gelap” yakni dana-dana yang digalang para kandidat dari sumberdana negara seperti: “setoran” BUMN dan dana “non budgeter” dalam rekening pejabat pemerintah yang di-peroleh secara illegal. Keenam, dan yang bersumber dari subsidi negara. Ketujuh, dana yang berasal dari kantong pribadi para kandidat.

Berpijak pada karya Katz dan Mair (1995, 1996), Andrew Krouwel (dalam Katz dan Crotty: 2006), dan Karl-Heiz Nassmacher (2003), setidaknya bisa ditemukan enam model pembiayaan partai politik yang selanjutnya menjadi salah satu dimensi penting dalam pembentukan karakter partai.

sumber Dana dan Karakter Pembiayaan Partai

sumber dana Dominan Karakter Pembiayaan Partai

Internal Partai

Grass-roots Pembiayaan grass-roots

Elite Partai Pembiayaan Elite

Eksternal Partai

Negara (Budgeter-Non Budgeter) Kartel

Kelompok Kepentingan Lintas Kelompok

Elektoralis

Bisnis besar Plutocratic

Page 98: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

176 177 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Pada awal proses transisi, pembiayaan grass-roots sempat muncul dalam kurun waktu yang pendek, terutama dalam momen pemilu 1999. Euforia politik yang muncul pada awal reformasi melahirkan dukungan para simpatisan pada aktivitas partai. Misalnya di PDI Perjuangan muncul fenomena dana dan posko “Gotong-Royong”, Pembiayaan grass-roots ditandai oleh beberapa karakteristik:

Karakteristik

Watak Dasar Partisanship dan Voluntarisme

Sumberdana utama Pendukung partai, baik yang menjadi anggota partai maupun simpatisan.

Bentuk (1). Voluntary donations berbentuk: natura mau pun inatura, serta, (2). kerja-kerja po litik yang dilakukan secara sukarela (relawan) baik dalam pengorganisasian partai maupun dalam kampanye pemilu

Strategi Penggalangan Dana

Mobilisasi donasi berdasarkan kegiatan, dengan membuka kotak/ rekening sumbangan, atau mendatangi donatur secara “door to door”.

Sifat Pengelolaan dana Terdesentralisir dan swakelola, dimana unit-unit partai mengelola sendiri dana yang telah dikumpulkannya.

Sifat Pengeluaran Bersifat swadaya dan padat karya, dimana lebih banyak jenis pengeluaran dipenuhi secara man-diri dan beberapa diantaranya disubstitusikan dengan kerja-kerja sukarela

Namun dalam perkembangan berikutnya, terjadi proses trans-formasi pembiayaan partai dari model pembiayaan grass-roots ke model-model lain. Diantara enam jenis sumber pembiayaan partai politik itu, potensi dana terbesar justru bisa diperoleh dari tiga sumber utama: pertama, dana yang bersumber dari kandidat. Dana yang bersumber dari kandidat ini menjadi sumber utama pembiayaan partai dalam momen-momen pemilihan, baik legislatif maupun eksekutif.

Kecenderungan pembiayaan berbasis kandidat ini juga muncul sebagai konsekuensi dari sistem pemilihan. Dalam pemilihan anggota legislatif pada pemilu 2009 mulai menerapkan sistem proporsional terbuka dengan suara terbanyak. Penerapan sistem suara terbanyak itu telah membuka ruang kompetisi antar kandidat dalam internal partai semakin ketat. Masing-masing kandidat berupaya meraih suara terbanyak bersaing dengan kandidat lain dalam satu partai. Dalam kondisi semacam itu, peran dana partai menjadi tidak begitu signifikan karena kandidat mencari sumberdananya sendiri.

Begitupula dengan pemilu eksekutif yang menggunakan sistem pluralitas/ majoritarian, pembiayaan partai berorientasi pada kandidat, mulai dari tahap seleksi internal partai sampai biaya kampanye. Bahkan dalam proses pilkada langsung yang berlangsung sejak tahun 2005 berlangsung fenomena pengeluaran politik yang menarik yakni; besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh seseorang yang ingin ikut dalam proses pencalonan kepala daerah atau wakil kepala daerah sampai dengan ketika bertarung dalam Pilkadal. Dengan cara perhitungan sederhana, setiap kepala daerah akan mengeluarkan dana minimal sekitar Rp 7-8 miliar. Dana itu digunakan untuk bereberapa hal: mulai dari “tiket” masuk ke partai, kampanye, menggerakan tim sukses maupun syukuran. Dengan demikian, dana politik sudah harus disiapkan oleh seorang bakal calon ketika ingin masuk melalui pintu partai politik. Memang, setiap partai politik dengan caranya sendiri-sendiri telah menyelenggarakan prosesi penjaringan bakal calon secara internal, baik melalui mekanisme Konvensi, Polling maupun Musyawarah Luar Biasa. Namun, prosesi penjaringan calon bukanlah “makan siang yang gratis”, karena setiap partai politik sudah dipastikan akan mempunyai daftar “pungutan panjang” yang dikenai pada kandidat yang masuk; mulai dari sebatas biaya kemunculan sebagai

Page 99: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

178 179 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

nominator sampai pada menjadi pemenang dalam konvensi. 7

Namun pertanyaannya selanjutnya adalah apakah memang dana dari kandidat memang bersumber dari kantong pribadinya? Jawaban bisa beragam, mulai dari : (1). Dana dari kantong pribadi; (2). Dana dari donasi para investor politik; (3). Dana hasil pinjaman; (4). Dana hasil berburu rente di arena pemerintahan atau legislatif (terutama kandidat incumbent).

Sumber dana politik yang kedua adalah dana-dana hasil perrburuan rente yang bersumber dari dana non budgeter, yang digalang oleh kader-kader partai di eksekutif, Legilatif maupun BUMN. Hal ini setidaknya bisa dibaca dari penelitian Dodi Ambardi (2009)8 yang memeperlihatkan bahwa partai politik yang pada saat pemilu bersaing satu sama lainnya, namun berikutnya memiliki perilaku yang sama yakni muncul sebagai partai kartel. Kartelisasi terjadi ketika muncul situasi dimana partai politik semakin bergantung pada negara dalam hal memenuhi kebutuhan finansialnya. Namun sumberdana yang diperoleh dari negara digalang dalam bentuk dana non budgeter. Dana non budgeter itu diperoleh dari beragam sumber dalam negara. Partai politik yang bisa mengakses dana non budgeter tentusaja partai yang memiliki akses politik pada sumberdana negara, terutama posisi dalam kementrian, BUMN dan parlemen. Jenis kekuasan politik di tiga posisi itu memungkinkan kader partai menjalankan politik pemburu rente.

Misalnya partai di Parlemen memiliki kekuasaan legislasi, anggaran dan pengawasan yang bisa digunakan untuk memburu rente. Dalam kekuasaan pembuatan UU (legislasi), salah satu contoh kasus yang

7 Ada fenomena di beberapa daerah, partai politik menggunakan cara-cara halus dengan meminta bakal calon membiayai sendiri konvensi yang akan digelar. Jumlahnya bervariasi ada partai politik yang meminta 1-2 Milyar kepada bakal calon Bupati jika ingin menggunakan partainya sebagai kendaraan politik.

8 Kuskrindho Ambardi, Mengungkap Politik Kartel: Studi tentang Sistem Kepartaian di Indonesia Era Reformasi, Jakarta: KPG: 2009.

menonjol memperlihatkan bagaimana kekuasaan legislasi menjadi instrumen mobilisasi dana adalah kasus UU Bank Indonesia dan UU Pemekaran Daerah. Dalam kekuasaan anggaran, praktik perburuan rente menggunakan modus: jasa pencairan DAU dan DAK ; broker proyek; dan titipan proyek. Dalam kekuasaan pengawasan, modus perburuan rente berkaitan dengan “harga” yang harus dibayar berkaitan dengan persetujuan DPR atas kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah, terutama dalam kebijakan ekonomi (Divestasi, privatisasi). Modus perburuan rente yang terakhir dipakai pada saat pemilihan atau dan pengangkatan pejabat yang mengharuskan penjajakan DPR, seperti: anggota KPU, Komisi Penyiaran Indonesia, Gubernur dan Dewan Gubernur, Panglima TNI, dan lain sebagainya. Kasus yang pernah mengemuka di publik adalah harga yang harus dibayar dalam proses rekruitmen Deputi Senior Bank Indonesia. Proses untuk memobilisasi dana berbasis pada kewenangan yang dimiliki DPR, bisa dilangsungkan secara individual maupun kolektif yang bersifat lintas partai. Kepentingan kolektif untuk memburu sumber-sumber dana inilah yang menunjukkan bahwa partai membentuk semacam kartel.

Di arena eksekutif, partai politik yang memiliki jatah di pos kementerian/ Departemen sangat besar peluang untuk memanfaatkan sumberdaya di kementriannnya untuk keuntungan partainya. Karena bagaimanapun, Menetri memiliki akses langsung ke sumber dana non budgeter dan memiliki memiliki kekuasaan untuk memobilisasi dana dari berbagai sumber di Kementrian, termasuk di BUMN. Keuntungan ekonomi yang inheren dalam posisi Menteri menjadi pendorong utama, partai-partai untuk mengambil sikap pragmatis dengan ikut memperebutkan posisi di kabinet, dan meninggalkan posisi ideo-logis yang pada saat pemilu selalu dikedepankan. Demikianpula, kecen de rungan untuk menempatkan oarang-orang dekat partai di BUMN, menjadi salah satu instrumen memperoleh rente ekonomi.

Page 100: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

180 181 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Dengan demikian politik kartel adalah upaya partai politik untuk mengamankan akses ke dana-dana non budgeter.

Pertanyaan yang muncul berikutnya adalah kemana aliran dana yang telah dimobilisasi di parlemen, eksekutif dan BUMN? Hal ini memunculkan beberapa kemungkinan: (1). Dana rente ekonomi me-ngendap di para pemburu rente dan digunakan sebagai modal dalam proses pemilihan berikutnya. (2). Dana rente mengalir secara tidak langsung ke partai melalui sumbangan-sumbangan para pemburu rente ini ke aktivitas partai, baik yang bersifat rutin maupun dalam momen pemilu. (3). Dana rente ekonomi mengalir langsung ke partai dan dikuasai (dikontrol) oleh segelintir kecil elite-elite partai.

Berpijak pada hasil penelitian Dodi Ambardi, hadirnya politik kartel telah menjadi latar utama dari aksi perburuan rente yang dilaku-kan oleh beberapa partai, seperti terlihat dari berbagai skandal besar yang menghiasi proses elektoral selama ini; mulai dari Kasus Bank Bali, Bank BNI, DKP, Buloggate I dan Bullogate II sampai pada yang terakhir kasus Bank Century. Bahkan bisa disebutkan ada fenomena yang hampir ajeg dalam tiga pemilu selama sebelas tahun terakhir ini yakni ditandai dengan munculnya upaya penggalangan dana politik yang bersumber dari dana negara secara illegal. Menjelang pemilu 2004, muncul kasus penerbitan L/C fiktif Bank BNI Cabang Kemayoran Baru diduga mengalir ke sejumlah bakal calon Presiden peserta konvensi partai Golkar. Kasus BNI ini seakan-akan mengulangi lagi kisah tragis Bank Bali menjelang Pemilu 1999 yang dalam bahasa Kwik Kian Gie melibatkan nama sejumlah politisi “hitam”. Apa yang ter jadi dalam kasus Bank Bali dan Bank BNI menunjukkan bahwa rekening politisi dan Parpol merupakan tempat yang aman bagi para pelaku kriminal untuk melakukan aksi pencucian uang dari hasil kejahatan mereka terhadap keuangan negara. Mengalirnya dana-dana “hitam” ke kantong politisi dalam setiap Pemilu sekaligus menjadi awal

dari hubungan yang permanen antara para pelaku kriminal dengan para politisi.

Sumberdana yang ketiga berasal dari sumbangan para pemilik modal besar. Kehadiran kekuatan bisnis dalam proses pembiayaan partai sejalan rekonfigurasi dalam struktur ekonomi Indonesia ketika para konglomerat kroni yang memegang kekuasaan monopoli pada masa Orde Baru mulai runtuh. 9 Posisi mereka selanjutnya digantikan oleh kekuatan bisnis yang saling bersaing dalam proses alokasi sumberdaya negara maupun pasar. Hal ini menunjukkan bahwa konstelasi kekuatan bisnis sudah mulai terfragmentasi.

Dalam kondisi dimana kekuatan bisnis dan politik terfragmentasi maka hubungan antara kelompok bisnis dan politik menjadi berubah, dari hubungan yang didominasi kekuatan politik menjadi pola hubungan yang transaktif. Dalam pola hubungan yang transaktif itu, kekuatan politik dan bisnis berada dalam proses tawar menawar yang didaasrkan prinsip mutualisme. Kkeuatan bisnis memiliki sumberdana, sedangkan kekuatan politik memiliki otoritas dan akses pada kebijakan. Dalam pola hubungan transaktif, titik temu antara kekuatan bisnis dengan kekuatan politik akan terjadi dalam arena elektoral; baik pemilu legislatif, pilkada dan pilpres. Kebutuhan kekuatan politik untuk membiayai aktivitas elektoralnya akan dipenuhi oleh kekuatan bisnis dengan investasi politiknya.

9 Pada masa Orde Baru, rezim Soeharto yang berkuaasa memperoleh sumber pembiayaan politik non budgeter melalui hubungan patronase dengan bisnis. Dalam hal dana budgeter, Kantor Kepresidenan mengendalikan bagian penting pembiayaan pemerintah yang berbentuk bagian anggaran XVI dan program Inpres yang secara efektif membina patronase di kawasan pedesaan. Sedangkan dana-dana non budgeter, diperoleh dari sumber-sumber swasta mellaui berbagai sumbangan wajib yang dikelola oleh Kantor Kepresidenan. Mohtar Masoed menyebutkan sumbangan itu dikumpulkan sebagai pungutan extra selain pajak dari berbagai kegiatan ekspor kayu, kopra, karet kopi dan lain-lain. Selain itu, dana sumbangan wajib juga diperoleh dari Ongkos Naik Haji (ONH). Lebih jauh lihat Mohtar Masoed, Struktur Ekonomi Politik Orde Baru, LP3ES, Jakarta, 1989, hal. 181-182.

Page 101: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

182 183 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Dengan demikian, cara kerjanyaa dimulai dari proses penempatan “orang-orang kepercayaan” dalam posisi strategis yang sering disebut sebagai “penugasan partai”. Melalui “penugasan partai” itulah praktek rent seeking berlangsung, terutama dengan menggunakan otoritas yang dimilikinya sebagai anggota DPR, anggota kabinet atau Direktur BUMN. Pengumpulan dana rente tidak pernah menggunakan jalur formal, demikian pula penyalurannya. Ketika anggota DPR “ditugasi oleh partai” di Panitia Anggaran atau komisi-komisi “basah”, maka anggota tersebut mempunyai kewajiban sewaktu-waktu dimintai donasi nya untuk membiayai aktivitas partai, mulai dari acara rutin partai, proses konsolidasi sampai dengan “urunan” pembiayaan kampanye pemilu

Sedangkan proses penggalangan dana ke kelompok oligarkis-bisnis, awalnya menggunakan dua jalur :elite politik dengan lebih meng-gunakan pengaruh politiknya, sehingga perannya menjadi semacam power broker, yang menghubungi kelompok bisnis bermasalah dengan pembuat keputusan di pemerintahan. Jalur kedua melalui proxy partai yang memiliki otoritas resmi di pemerintahan.

Pergeseran penting ke arah koneksi dengan kekuatan bisnis dalam sistem demokrasi multipartai selanjutnya menjadi fokus per-hatian dari akademisi dan lembaga internasional. Hal ini terlihat dari kecenderungan upaya diarahakan untuk merumuskan desain kelem-bagaan politik yang mencegah monopolisasi pengaruh kekuatan modal melalui pembatasan jumlah sumbangan politik yang bisa diberikan oleh individu dan korporasi serta mengatur secara tegas aspek transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan kampanye. 10

Pengaruh kekuatan modal bisa jadi determinan penting dalam bekerjanya uang dalam demokrasi multi partai yang sudah mapan, namun pertanyaan berikutnya bagimana dengan negara-negara yang tengah berada dalam proses transisi politik pasca keruntuhan otoritarianisme? Apakah kekuatan pasar yang baru pada tahap new markets - yang baru memulai proses liberalisasi ekonominya memiliki pengaruh yang besar?

Studi Michael Johnston (2005) di beberapa negara seperti USA, Jepang, Italia, Korea, Bostwana, Russia, Filipina, Mexico, China, Kenya dan, memberikan gambaran yang menarik. Johnston menunjukkan empat empat varian syndromes korupsi dalam struktur peluang politik dan ekonomi tertentu. Dari apa yang digambarkan oleh Johnston ter-lihat bahwa dalam konteks negara-negara yang mempunyai sistem demokrasi multi partai yang sudah mapan – yang diwakili oleh derajat liberalisasi politik-ekonomi, partisipasi dan kompetisi yang kokoh, pengaruh uang ditunjukkan oleh pengaruh pasar (markets) yang bekerja dalam sistem (within the system). Lebih jauh Johnston mengatakan:

10 Lebih jauh lihat, Hanbooks International Institute for Democracy and Electoral Assistance tentang Funding of Political Parties and Election Campaign (2003). Hanbook US Agency for International Development “Money in politics handbook: A Guide to Increasing Transparency in Emerging Democracies” (2003).

Page 102: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

184 185 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

“... Power oriented corruption will focus on winning offices and influencing those who hold them; corruption in pursuit of wealth will target government contracts, the implementation of policies, or specific aspects og legilation, rather than creating black markets or paralled economies. Some major channels may be legalized and regulated (such as the financing of campaign) while in others, rules and expectations can be unclear (“constituen service by legilators). Public or private parties may take the inisiative, or be preme benefciaries, but given the affluence of most societies in this category wealthy intereset seeking political influence will dominate influence markets.. “(hal. 42-43)

c. 3. Pengelolaan Dana PartaiKarakter pengelolaan dana partai dalam sebelas tahun terakhir

belum sepenuhnya bergeser dari praktik pengelolaan dana partai pada era Orde Baru, Studi Cornelis Lay (1994) memberikan catatan yang menarik tentang karakter pengelolaan dana partai pada masa Orde Baru. Dana-dana politik yang dimiliki oleh partai politik maupun Golkar pada saat itu menjadi dana politik yang sepenuhnya bersifat personal. Kontrol atas dana, khususnya dalam Golkar dilakukan segelitir orang mereka yang berada dalam lingkaran kekuasaan. Tidak ada hubungan secara formal antara lembaga-lembaga yang menyediakan dana-dana politik dengan partai politik yang menjadi donornya. Lembaga-lembaga yang mengatur dana-dana politik ini sama sekali lepas dari kendali kelembagaan, sehingga menunjukkan tidak ada otonomi dalam partai politik dan Golkar. Sehingga, pengelolaan dana-dana politik sama sekali terlepas dari kendali massa.

Dalam konteks Reformasi fenomena ini dipertegas dalam studi yang dilakukan Bima Arya Sugiharto (2006), yang memperlihatkan dengan jelas pentingnya melihat aspek personalisasi, mekanisme in-

formal dan inter-personal dalam relasi kekuasaan dalam partai. Bahkan dalam persaingan internal partai, faksionalisasi terbangun berbasis relasi personal-klientelistik dan clique (klik) dalam proses akumulasi dan distribusi sumber finansial.

Personalisasi dan informalitas bukan hanya menjadi cara kerja di dalam partai, akan tetapi menjadi pola yang mempertautkan partai dengan sumber-sumber dana di luar partai. Model perburuan rente (rent seeking) yang menjadi karakter khas penggalangan dana politik mulai dari era demokrasi parlementer pada tahun 1950-an sampai dengan di era Orde Baru dibangun atas hubungan personal dan di-jalankan dengan menggunakan jaringan klientelistik antara elite partai secara personal dengan aktor-aktor di luar partai. Hubungan institusional dengan aktor-aktor eksternal dari sisi pembiayaan hanya berlangsung pada sumber dana negara yang sifatnya resmi-legal. Selebih nya, dibangun dengan menggunakan mekanisme informal antara elite partai dengan berbagai sumbernya.

Dengan demikian, model pengelolaan dana partai yang bersifat personal belum sepenuhnya berubah pada era pasca Orde Baru. Hal itu bisa dilihat dari beberapa indikasi berikut ini: Pertama, karakter hubungan donatur dengan partai politik dan kandidat masih bersifat personal dibandingkan institusional. Tidak pernah ada pernyataan terbuka dari lembaga-lembaga yang menyediakan dana-dana politik ke publik. Demikian pula dengan kontrol atas dana politik akan lebih banyak dilakukan oleh kandidat maupun lingkaran terdekatanya. Sehingga, aktor yang dipercaya untuk mengendalikan dana-dana politik lebih didasarkan ikatan hubungan personal dengan elite dalam partai atau para kandidat.

Kedua, bendahara partai tidak memiliki kontrol yang penuh atas dana-dana politik yang masuk ke partai. Bendahara mungkin hanya memiliki akses pada dana-dana yang bersumber dari bantuan resmi,

Page 103: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

186 187 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

baik berbentuk dana subsidi pada partai atau sumbangan kader-kader partai, selebihnya dana-dana politik dikendalikan secara personal oleh lingkaran kecil elite partai.

Dengan demikian, dalam beberapa studi tentang kepartaian di Indonesia mempertegas lagi bahwa personalized pengelolaan sumber dana menjadi hal penting yang perlu dilihat. Pengelolaan sumber dana yang personalized, memiliki perbedaan yang tegas dengan pengelolaan dana partai yang intitusionalized, seperti yang banyak digunakan dalam kepustakaan studi kepartaian di Eropa Barat dan Amerika Utara. Perbedaan diantara kedua karakter pengelolaan dana tersebut adalah sebagai berikut:

Perbedaan Karakter Pengelolaan Dana Partai

Personalized Institutionalize

Penggalangan dana

Penggalangan dana dilaku-kan oleh elite partai secara personal dengan mengatas-namakan partai

Penggalangan dana dila-kukan oleh partai dengan membangun sistem-pro-sedur yang disepakati

Hubungan dengan sumber dana

Hubungan bersifat perso-nal, informal berdasarkan personal linkage dan hanya bisa diakses oleh elite

Hubungan bersifat kelembagaan, formal-prosedural

Pengelolaan dana

Dikelola secara personal oleh elite

Pengelolaan oleh struktur organisasi partai

Pola Distribusi Disebarkan personal dengan klientelistik

Distribusi sesuai kebijak-an partai

Dalam pengelolaan dana-dana politik yang terpesonalized, sama sekali tidak transparan, serta tidak pernah dipertanggungjawabkan pada publik maupun konstituen pendukung.

c. menggagas reformasi Pembiayaan Partai

Salah satu agenda pembicaraan yang tidak bisa ditunda adalah menyehatkan proses demokrasi melalui berbagai bentuk reformasi pembiayaan partai. Ada tiga area reformasi pembiayaan partai yang perlu didorong: Pertama, reformasi sumber pendanaan partai (party income). Hal ini bukan perbincangan yang sederhana karena terkait dengan pilihan model bagaimana partai akan didorong membiayai aktivitasnya: apakah dilakukan dengan secara mandiri melaui model iuran anggota maupun aktivitas ekonomi profit milik partai semacam Badan Usaha Milik Partai ; ataukah dikembangkan model pembiayaan partai oleh dana publik sehingga nantinya setiap partai mendapatkan peningkatan dana subsidi dari negara dan wajib diaudit oleh BPK; ataukah dimungkinkan model donasi, terutama dari kelompok kepen-tingan dan kelompok bisnis, yang diikuti dengan penerapan aturan main yang ketat dalam: pembatasan sumbangan dan larangan untuk menerima sumbangan dari sumber tertentu.

Berbasis dari studi Katz dan Mair, John Piere dkk (2000), mencatat bahwa ada semacam trend di berbagai negara untuk menerapkan model subsidi publik atau subsidi negara pada partai. Walaupun di setiap negara memiliki variasi dari sisi penerima (recipents), kriteria partai yang memperoleh subsidi, jenis pengeluaran apa saja yang di subsidi dan akuntabilitasnya. Penerima dana subsidi meliputi tiga jenis: the party groups in the parliamentary assemblies; the national party organisation; and a particular branch or specialised section of the party. Dari tiga jenis itu, pemberian dana pada kelompok partai atau fraksi di parlemen merupakan jenis subsidi negara pada partai yang paling awal dibandingkan dua jenis subsidi yang lain.

Dalam perkembangan berikutnya, definisi subsidi negara tidak hanya bersifat langsung melalui pemberian dana. John Piere juga

Page 104: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

188 189 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

menyebutkan ada model subsidi tidak langsung, terutama dalam momen elektoral. Lebih jauh Piere menyebutkan:

”However, it is generally recognised that this is not a very satisfactory definition. Thus, freeaccess to radio and TV during election campaigns in countries with public service-style aired media could well be regarded as an indirect subsidy to the parties. By the same token, state subsidies to the press, as has been provided in the Scandinavian countries for a considerable time, is to the benefit of the parties because of the close connections between parties and newspapers”.

Di Indonesia, konsep subsidi negara pada partai politik sesunguh-nya sudah mulai diterapkan sejak tahun 2001. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2001, 11 Partai mendapatkan subsidi Rp. 1. 000 dari suara yang diperolehnya. Selain dana dari APBN, partai di daerah juga menerima bantuan keuangan partai politik yang ber-sumber dari APBD.

Sejak tahun 2005, dana bantuan partai di tingkat pusat merosot tajam setelah keluarnya Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2005, tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik. Dalam aturan yang baru dinyatakan bahwa setiap partai yang mendapatkan kursi di Lembaga Perwakilan Rakyat hasil Pemilu 2004, akan menerima secara proporsional Rp. 21 Juta per kursi per tahun. Penerapan aturan

11 PP No. 5 Tahun 2001 lahir untuk memenuhi amanat pasal 21 ayat (2) UU No. 2 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa Partai Politik menerima bantuan tahunan dari anggaran negara yang ditetapkan berdasarkan perolehan suara dalam pemilihan umum sebelumnya. Bantuan Keuangan diberikan kepada partai politik yang memperoleh suara dalam Pemilihan Umum. Tidak disebutkan secara spesifik tujuan pemberian dana tersebut, hanya disebutkan untuk membantu kegiatan dalam rangka memperjuangkan cita-cita para anggotanya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam UU itu ditekankan bahwa partai adalah organisasi nirlaba, sehingga dilarang untuk mendirikan badan usaha dan/atau memiliki saham suatu badan usaha. Bantuan Keuangan diberikan kepada partai politik yang memperoleh suara dalam Pemilihan Umum.

bantuan partai yang baru ini menurunkan secara drastis pendapatan resmi partai dari negara.

Pada tahun 2009, formula bantuan keuangan pada partai politik kembali berubah. Kalau dalam aturan tahun 2005 menggunakan basis kursi, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2009, formula bantuan keuangan partai kembali ke sistem perhitungan yang berdasarkan jumlah perolehan suara. Formula penentuan besar-nya nilai bantuan per suara hasil pemilu DPR didasarkan pada hasil penghitungan jumlah bantuan keuangan APBN tahun anggaran sebelumnya dibagi dengan dengan jumlah perolehan suara hasil pemilu bagi partai politik yang mendapatkan kursi periode sebelumnya. Berdasarkan formula perhitungan seperti itu, maka untuk semua partai yang meraih kursi dalam Pemilu 2009, ditetapkan nilai bantuannya sebesar Rp. 108 per suara. 12 Formula perhitungan seperti ini diterapkan juga untuk perhitungan bantuan keuangan partai di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Walaupun konsep subsidi negara ini sudah diterapkan namun demikian masih muncul masalah yang perlu dipecahkan; (1). terkait dengan masih timpangnya antara besaran subsidi dengan pengeluaran partai. Ini artinya, solusi dana publik akan tidak akan menyelesaikan masalah kalau tidak diikuti dengan membuat belanja partai menjadi semakin kecil. (2). Perlu kejelasan dari sisi dari sisi penerima (recipents), kriteria partai yang memperoleh subsidi, jenis pengeluaran apa saja yang di subsidi dan akuntabilitasnya. Soal akuntabilitas menjadi isu penting, karena selama ini bantuan keuangan partai cenderung tidak bisa dipertanggungjawabkan. (3). Pemberian dana publik memerlukan prasyarat terkait dengan pelembagaan pengelolaan keuangan partai.

12 Keputusan Menteri Dalam Negeri no. 212 Tahun 2010. Tentang Pemberian Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik yang mendapatkan kursi di DPR hasil Pemilu Tahun 2009 untuk tahun anggaran 2010.

Page 105: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

190 191 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Ketika pengelolaan keuangan partai masih sangat personal, bantuan keuangan hanya memperkuat elite-oligarki partai, (4). Pengalaman Eropa Barat memperlihatkan bahwa subsidi negara juga memperkuat otonomi elite partai pada konstituen. Oleh karena itu, pemberian dana publik juga dikombinasikan dengan syarat dana grass-roots atau iuran partai sehingga meningkatkan sentimen partisanship.

Terkait dengan dana kampanye, dalam UU no. 8 Tahun 2012, hanya mengatur mengenai pembatasan sumbangan dana kampanye sebagai berikut:

Pasal 131

(1) Dana Kampanye Pemilu yang berasal dari sumbangan pihak lain perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 ayat (2) huruf c tidak boleh lebih dari Rp1. 000. 000. 000, 00 (satu miliar rupiah).

(2) Dana Kampanye Pemilu yang berasal dari sumbangan pihak lain kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha nonpemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129 ayat (2) huruf c tidak boleh lebih dari Rp7. 500. 000. 000, 00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).

(3) Pemberi sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus mencantumkan identitas yang jelas.

Dengan demikian, dana kampanye yang dibayangkan hanya akan bersumber dari dua sumber: perseorangan dan sumber kedua dari kelompok, perusahan, dan atau badan hukum. Pertanyaannya adalah bagaimana dengan sumbangan yang diberikan oleh internal partai? Apakah ada pembatasannya? Karena praktek yang sudah berlangsung sumbangan elite partai seringkali tidak terbatas dan tidak tercatat. Demikianpula, dengan modus memecah-mecah besaran sumbangan belum terantisipasi dan modus mengkonversi sumbangan ke barang

dan jasa dengan besaran melebihi batas maksimal.

Kedua, reformasi pengelolaan keuangan partai yang transparan dan akuntabel. Tema ini menyangkut perbicangan bagaimana penge-lolaan partai harus dilakukan? Apa standar pengelolaan dana partai yang wajib diterapkan oleh semua partai? Bagaimana menerapkan aturan pemisahan rekening dana partai dengan dana kampanye? Siapa yang mengelolanya? Dan siapa yang harus mengontrol pengelolaan keuangan partai? Seperti apa kontrol itu harus dilakukan? Dan bagai-mana memastikan berjalannya pertanggungjawaban ke publik atas dana partai dan dana kampanye. ?

Undang-undang no. 8 tahun 2012 juga mengatur soal pengelolaan dana kampanye.

Dana Kampanye Pemilu dapat berupa uang, barang dan/atau jasa. Dana Kampanye Pemilu berupa uang ditempatkan pada rekening khusus dana kampanye Partai Politik Peserta Pemilu pada bank. Dana Kampanye Pemilu berupa sumbangan dalam bentuk barang dan/atau jasa dicatat berdasarkan harga pasar yang wajar pada saat sumbangan itu diterima. Dana Kampanye Pemilu dicatat dalam pembukuan penerimaan dan pengeluaran khusus dana Kampanye Pemilu yang terpisah dari pembukuan keuangan partai politik. Pembukuan dana Kampanye Pemilu dimulai sejak 3 (tiga) hari setelah partai politik ditetapkan sebagai Peserta Pemilu dan ditutup 1 (satu) minggu sebelum penyampaian laporan penerimaan dan penge luaran dana Kampanye Pemilu kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk KPU.

Peserta Pemilu yang menerima sumbangan pihak lain perseorangan yang lebih dari Rp1.000.000.000, 00 (satu miliar rupiah) dan/atau sumbangan pihak lain kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha nonpemerintah yang lebih dari Rp7.500.000.000, 00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah) dilarang menggunakan kelebihan dana tersebut dan wajib melaporkannya

Page 106: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

192 193 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

kepada KPU serta menyerahkan sumbangan tersebut kepada kas negara paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa Kampanye Pemilu berakhir. Peserta Pemilu yang tidak memenuhi ketentuan dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Partai Politik Peserta Pemilu sesuai dengan tingkatannya wajib mem-beri kan laporan awal dana Kampanye Pemilu dan rekening khusus dana Kampanye Pemilu kepada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum hari pertama jadwal pelaksanaan Kampanye Pemilu dalam bentuk rapat umum. Calon anggota DPD Peserta Pemilu wajib memberikan laporan awal dana Kampanye Pemilu dan rekening khusus dana Kampanye Pemilu kepada KPU melalui KPU Provinsi paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum hari pertama jadwal pelaksanaan Kampanye Pemilu dalam bentuk rapat umum. Laporan dana kampanye Partai Politik Peserta Pemilu yang meliputi penerimaan dan pengeluaran wajib disampaikan kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU paling lama 15 (lima belas) hari sesudah hari pemungutan suara. Laporan dana kampanye calon anggota DPD Peserta Pemilu yang meliputi penerimaan dan pengeluaran wajib disampaikan kepada kantor akuntan publik yang ditunjuk oleh KPU paling lama 15 (lima belas) hari sesudah hari pemungutan suara.

Penegakan aturan mengenai pengelolaan dana kampanye tergantung pada profesionalitas, independensi dan ketegasan KPU. Dalam hal pengelolaan dana kampanye, KPU harus berani membuat terobosan dalam pengelolaan dana kampanye dan berani untuk menegakan sanksi. Misalnya, salah satunya sampai pada pengaturan rekening dana kampanye Caleg. Selain itu, soal ketersediaan akuntan publik yang kredibel dan independen sangat penting diperhatikan.

Dan yang ketiga, reformasi pengeluaran partai (party expenditure). Tema ini juga sangat penting karena terkait dengan bagaimana

membuat biaya politik menjadi lebih murah? Apakah perlu ada pembatasan total jumlah pengeluaran/belanja kampanye bagi partai atau pun kandidat? Bagaimana mengatur biaya kampanye melalui media agar bisa lebih murah dan kompetitif? Perlukah subsidi negara dalam kampanye media sehingga setiap partai punya ruang yang sama dalam kampanye di media, tanpa ada dominasi partai yang punya basis finasial yang kuat? Dan mungkin juga sangat berhubungan dengan bagaimana meridesain sistem pemilu yang lebih sederhana dan meminimalisir praktek vote buying.

Sayangnya UU no. 8 tahun 2012 belum mengatur soal pengeluaran partai. Padahal sumber utama dari munculnya penggalangan dana ilegal adalah besaran pengeluaran kampanye. KPU sudah mengambil terobosan dengan pengaturan pembatasan alat peraga kampanye. Hal ini mencegah munculnya “jor-joran” dalam memasang alat peraga kampanye dan mendorong caleg mengakarkan diri ke bawah. Namun demikian, upaya itu masih terbatas. Di masa yang akan datang perlu pengaturan yang lebih jelas mengenai ambang batas belanja kampanye yang boleh dikeluarkan partai politik atau caleg.

e. epilog

Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam ketiga agenda refor-masi pembiayaan merupakan pijakan untuk melangkah ke arah demokrasi yang sehat dan mensejahterakan. Tanpa itu kita akan selalu dihantui oleh aksi pemburu rente.

*****

Page 107: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

195 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan_______________194_______________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Problem dan Keterbatasan audit Kampanye dalam Mengungkap

Penggunaan Dana Kampanye serta Mendorong Efektifitasnya

tresno l. amor

Mulai pemilu 2009 KPU mewajibkan pelaporan dana kampanye bagi partai politik peserta pemilu. Hasil dan dampak dari penerapan peraturan tersebut yang diharapkan di pemilu tahun 2009 tidak me-ngem birakan. Pertama disebabkan kekurangsiapan pengurus partai politik yang banyak terkaget-kaget dengan kewajiban tersebut. Sehingga banyak ketidak normalan pelaporan dana kampanye terjadi dan keadaan ini dimaafkan oleh para auditor dan juga KPU. Kedua, karena sanksi tidak dipenuhinya pelaporan tersebut tidak “mengigit”. Partai politik yang “tidak lulus” dalam audit kampanye hanya diberi sanksi diumumkan di media. Sanksi inipun tidak banyak dilakukan. Di samping itu partai politik yang tidak berhasil memiliki wakil jadi merasa tidak punya kewajiban lagi menyerahkan laporan dana kampanye.

Berangkat dari pengalaman tersebut KPU memperbaiki lubang-lubang pelaporan dana kampanye dengan kewajiban pelaporan ber-ting kat dan memasukkan pendapatan dan pengeluaran para calon.

Page 108: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

196 197 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Namun struktur pelaporan dan jenis auditnya yang disepakati dengan Ikatan Akuntan Indonesia tidak berubah. Penambalan lubang pertama tidak akan menjadikan masalah serius kecuali dalam hal penjadwalan pelaporan. Beberapa pengurus provinsi mungkin menghadapi masalah pengumpulan laporan untuk kompilasi. Sedangkan penambalan lubang kedua akan menuai masalah serius karena para caleg bukanlah sebuah lembaga yang bisa dipaksa untuk melakukan disiplin pencatatan. Ini akan memerlukan sosialisasi yang komprehensif dari KPU dan IAI. Untuk menyiapkan para caleg dalam membuat laporan yang transparan dan akuntabel.

Periksa proses pelaporan dana kampanye yang memerlukan kompilasi dalam waktu 15 hari. Sedangkan hari-hari itu semua orang sedang disibukkan oleh hasil pemilu.

2 | P a g e

L

+

laPoran Dana KamPanye ParPol

PARPOL

Laporan DK seluruh DPP/W

Laporan dana Kampanye

DPn

laporan gabunga

n

Laporan DK seluruh DPC

Laporan dana Kampanye

DPP/w

Laporan dana Kampanye DPc

Bagan 1 Laporan Dana Kampanye Partai Politik

masalah Pelaporan Dana kampanye

Laporan dana kampanye terdiri dari laporan pembukaan rekening khusus partai politik, laporan awal dana kampanye dan laporan pene-rimaan dan pengeluaran dana kampanye. Ketiga laporan tersebut yang nantinya harus diserahkan kepada Kantor Akuntan Publik untuk di-audit. Sementara para caleg cukup menyampaikan laporannya kepada parpol sesuai tingkatan untuk dikompilasi.

Laporan awal dana kampanye saja sudah banyak melenceng karena yang menyerahkan rekening atas nama seseorang yang sebe-nar nya sudah dibuka jauh sebelum masa kampanye. Laporan pene ri-maan dan pengeluaran seharusnya dibuat atas dasar kegiatan 3 hari setelah partai ditetapkan sebagai peserta pemilu karena pada dasar-nya kampanye sudah dilakukan. Namun demikian laporan akhir diharapkan disusun dengan manis.

masalah audit Dana Kampanye

Dengan kondisi seperti di atas maka dapat diduga akan muncul problem dalam laporan dana kampanye sebagai berikut.

Penyerahan laporan dari caleg kepada partai terlambat. Dengan tenggang waktu 15 hari setelah pelaksanaan pemungutan suara amat mungkin laporan dana kampanye partai politik di tingkat kabupaten/kota akan terganjal oleh laporan dana kampanye caleg. Bayangkan pada pemilu tahun 2009 yang tidak melibatkan laporan para caleg saja laporan dana kampanye partai tidak lancar. Dalam waktu 15 hari hanyalah menghasilkan laporan seadanya. Pengalaman ini umumnya dilakukan oleh parta-partai kecil yang tidak tertib administrasi dan kekurangan suberdaya manusia.

Laporan dana kampanye partai politik pada tingkatan tertentu terganjal oleh laporan dari level di bawahnya. Keterlambatan

Page 109: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

198 199 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

ini bisa jadi di sebabkan masalah ganda dari para caleg dan tim kampanye sendiri. Laporan dana kampanye para caleg bisa men-jadi hambatan serius, apalagi bila calon kalah.

Laporan tidak akuntabel. Laporan disampaikan tetapi bukti-bukti lemah, kurang atau tidak ada. Untuk menyiapkan laporan dengan bukti valid mungkin memerlukan waktu proses yang tidak cukup.

Laporan tidak lengkap. Laporan yang tidak lengkap dapat di-maknai sebagai laporan yang tidak transparan karena masih ada transaksi yang belum muncul dalam laporan.

Laporan yang tidak memenuhi standar baik dalam isi dan jadwal penyerahan akan berdampak bagi hasil audit dana kampanye.

mempertanyakan efektifitas pengauditan Dana Kampanye

Kewajiban penyerahan laporan dana kampanye diiikuti dengan pengauditan dana kampanye. Pengauditan dilakukan oleh kantor akuntan publik. Untuk memahami efektifitas pelaporan dan peng-audtitan perlu dicermati bagaimana pekerjaan pengauditan dilakukan. Pengauditan dana kampanye tidak sama persis dengan pengaditan lembaga bisnis disebabkan partai politik melaporan dana kampanye berbasis aktifitas.

Setelah menerima laporan dana kampanye, kantor akuntan publik akan melakukan pengauditan sebagai berikut:

Pemeriksaan pemasukan

Pemeriksaan pemasukan dana kampanye meliputi legalitas uang masuk, pemeriksaan validitas, pemeriksaan batas penerimaan dan jumlah.

Pemeriksaan legalitas menyangkut jawaban pertanyaan apa-kah pemasukan merupakan penerimaan yang tidak cacad hukum

dan aturan. Misalnya bahwa pemasukan berasal dari sumbangan anggota, sumbangan dari lembaga yang tidak dilarang ( dari luar negeri, BUMD, BUMD. Pemeriksaan validitas menyangkut keberadaan bukti-bukti. Artinya sumbangan memiliki bukti pene-rimaan sah. Sumbangan harus menunjukkan alamat pe nyumbang yang jelas. Pemeriksaan batas penerimaan dilakukan menyangkut sumbangan pribadi atau lembaga yang ditentukan batasnya. Pemeriksaan jumlah menyangkut kebenaran jumlah yang terima. Pemeriksaan ini menyatu dengan pemeriksaan validitas.

Pemeriksaan Pengeluaran

Pemeriksaan terhadap pos pengeluaran menyangkut peme-riksa an validitas. Bukti-bukti pengeluaran (termasuk penerimaan) memiliki tingkat kekuatan. Bukti yang paling kuat kualitasnya adalah bukti dari pihak luar dan disimpan oleh pihak luar contoh data rekening dana kampanye. Bukti berkualitas kedua adalah bukti yang dikeluarkan oleh pihak lain dan disimpan oleh panitia. Misalnya bukti pembelian atau pembayaran. Bukti kualitas ketiga adalah bukti yang dibuat sendiri dan disimpan oleh pihak lain. Contohnya adalah tanda terima sumbangan yang dikelaurkan dan disimpan oleh penyumbang. Bukti yang berkualitas paling rendah adalah bukti yang dikeluarkan sendiri dan disimpan sendiri. Contoh bukti pemakaian barang atau perlengkapan. Bukti jenis terakhir harus ditandatangani oleh minimal dua orang.

Hasil pengauditan dana kampanye menghasilan pendapat akun-tan terhadap kewajaran dana kampanye. Ada empat macam pen dapat. Yang paling berkualitas adalah wajar tanpa penge cualian. Artinya semua test dilakukan dan hasilnya lulus. Tingkat kedua adalah wajar dengan pengecualian, yaitu bila sebagain besar wajar tetapi ada pos tertentu yang tidak wajar. Kualitas ke tiga adalah tidak wajar bila sebagian besar tidak wajar. Sedangkan pendapat akuntan lain adalah

Page 110: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

200 201 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

tidak memberikan pendapat. Pendapat ini dikeluarkan bila akuntan tidak dapat mengakses data atau data tidak dapat digunakan.

Efektifitas pelaporan dengan audit dana kampanye dapat dikaji bila dibandingkan dengan tujuan pelaporannya. PKPU no 17 tahun 2013 menyatakan, Penerimaan dan pengeluaran Dana Kampanye Peserta Pemilu wajib dikelola dan dipertanggungjawabkan berdasarkan prinsip legal, akuntabel dan transparan.

Beberapa hambatan dalam mencapai efektifitas dapat berupa:

Laporan tidak lengkap sesuai dengan aktifitas. Banyak aktifitas tidak dilaporkan karena berbagai alasan. Yang paling logis alasan “ sulit mencari bukti yang sah.

Penerimaan dalam bentuk barang dan jasa tidak dapat diukur dengan wajar atau bahkan tidak dilaporkan. Penilaian terhadap barang dan jasa tidak semudah yang dibayangkan apalagi dinilai dengan harga pasar. Penilaian memerlukan ahli bila ingin akurat.

Audit dana kampanye terbatas pada penilaian kewajaran laporan. Pemeriksaan bukti kegiatanlah yang diakses dan kemudian dilakukan pemeriksaan dengan melacak bukti, membandingkan dan mengkonfirmasi. Sementara auditor harus percaya bahwa laporan dana kampanye sudah lengkap sesuai dengan pernyataan pengurus partai atau tim kampanye.

Dari keadaan seperti ini jelaslah bahwa mendapatkan laporan yang jujur masih jauh dari harapan. Bukan saja dari segi pelapor tetapi sistemnya mungkin tidak tepat. Barangkali kiasan “maksud hati ingin memeluk gunung apa daya tangan tak sampai” cocok untuk keadaan saat ini. Memahami dana kampanye barangkali tidak ubahnya melihat rumah kecil sederhana, sepi lagi. Tapi bila kita masuk ternyata rumah itu luas dan mewah, penuh pernak-pernik dan penuh hiruk pikuk. KPU dan IAI menyerdehanakan pelaporan karena menyadari bahwa “ya

hanya itulah yang bisa dilakukan” selebihnya masih di angan-angan.

Bagaimana peran Bawaslu, media dan masyarakat dalam audit dana kampanye rasanya kecil apalagi bila dicita-citakan agar biaya kampanye “halal” dan tidak bengkak yang ujung-ujungnya mendorong korupsi dimasa datang terus membesar. Laporan dari Bawaslu atas indikasi atau laporan masyarakat terhadap ketidaksesuaian terhadap dana kampanye bisa berujung audit forensik, audit investigasi atau audit khusus. Tapi siapa yang akan membiayai pekerjaan mahal tersebut.

Mengefektifkan penggunaan dana kampanye sesungguhnya me-rupa kan kerja besar, bukan kecil-kecilan. Artinya perlu riset yang mema dukan ilmu-ilmu sosial, perlu diskusi panjang dan intensif yang ujung satunya mungkin pada pilihan demokrasi yang cocok dengan masyarakat Indonesia yang multi kultur dan tetap bersatu.

Yogyakarta, 3 Desember 2013

Page 111: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

202 203 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Pengawasan Dana Kampanye: Problem dan Kendala serta Upaya

Peningkatan efektivitas Pengawasan1

mohammad najib2

Pemilu 2004 telah memasuki tahapan yang sangat penting dan krusial, yakni kampanye. Dalam tahapan ini ada persoalan penting yang punya implikasi terhadap integritas pelaksanaan pemilu dan sekaligus berdampak pada rusaknya moralitas bangsa yakni praktek money politics. Praktek ini terjadi sebagai konsekuensi atas semakin kuatnya kecenderungan politik transaksional pasca pelaksanaan pemilu dengan sistem proporsional dengan daftar terbuka. Akibatnya praktek politik transaksional dan money politics mengalami trend meningkat pasca pemberlakuan sistem pemilu proporsional dengan daftar terbuka yang diterapkan sejak Pemilu 2004 tersebut.

Implikasi dari praktek money politics adalah adanya kecenderungan high cost politicsdalam pelaksanaan pemilu, khususnya dari sisi peserta

1 Disampaikan pada Round Table Discussion Sosialisasi Pengawasan Pemilu Bawaslu DIY dengan tema “Pengawasan Dana Kampanye”, diselenggarakan pada tanggal 4 Desember 2013, di Goebok Resto Yogyakarta.

2 Ketua Bawaslu DIY dan Dosen Luar Biasa pada Jurusan Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM.

Page 112: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

204 205 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

pemilu, terlebih lagi dari sisi calon Anggota DPR, DPD atau DPRD. Konsekuensi dari kecenderungan ini adalah hadirnya money laundry oleh para donor pendukung calon. Hal ini terjadi karena para calon tidak selalu dapat memenuhi kebutuhan dana besar untuk pemenangan pemilu tersebut. Sementara pada saat yang sama ada kecenderungan dari para “pengusaha” untuk “membeli” calon pengambil keputusan dengan cara mengalirkan dana besar kepada para calon Anggota DPR/ DPRD.

Jika calon Anggota DPR/ DPRD yang “dibeli”terpilih maka akan terjadi konsesi pada para donor berupa kebijakan yang ber pihak pada para donor serta terjadinya kencenderungan korupsi (abuse of power), sehingga akibat dari kedua hal tersebut membuat kecen de rungan anggota DPR/ DPRD yang terpilih akan mengabaikan kepen tingan rakyat. 3 Padahal demokrasi dan Pemilu mengandaikan berlangsung nya fasilitasi bagi keterpilihan para pejabat publikyang memiliki orientasi kekuasaan yang diraihnya untuk sebesar-besarnya bagi kepen tingan rakyat banyak. Resikonya DPR dan DPRD yang terpilih semakin tidak dipercaya oleh publik, akibatnya rakyat semakin apatis terhadap proses pemilu dan cenderung untuk golput.

Salah satu pintu masuk untuk menutup kecenderungan high cost politik dan terlebih lagi pengelolaan dana kampanye yang tidak jelas sumbernya dan juga tidak jelas penggunaannya adalah lewat penertiban pelaporan dana kampanye. Jika parpol dan calon Anggota DPR, DPD dan DPRD melaporkan dana kampanye secara benar dan mencerminkan realitas seluruh dana kampanye yang dikelola, maka dipastikan laporan tersebut dapat menggambarkan seluruh sumber dana yang dipergunakan dalam kampanye adalah dana yang jelas

3 Hasil survey yang dilakukan beberapa lembaga survey yang menyimpulkan bahwa DPR dan DPRD merupakan lembaga yang paling tidak dipercaya oleh publik karena gagal dalam menjalankan fungsi agregasi dan artikulasi kepentingan politik rakyat adalah bukti akan hal itu.

asal usulnya4dan dana tersebut juga dipergunakan untuk aktifitas kampanye dengan benar sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pemilu. 5

Pengawasan laporan dana kampanye ini penting mengingat dari pengalaman pemilu sebelumnya ada indikasi sangat kuat terkait dengan kecenderungan “mal praktek” dalam pengelolaan dana kampanye, sehingga laporan dana kampanye yang disajikan partai politik tidak mampu mencerminkan realitas penggunaan dana kampanye yang dike lola oleh masing-masing partai politik. Adapun kelemahan dan permasalahan dalam pelaporan dana kampanye meliputi; pertama, adanya penyumbang fiktif. Artinya nama orang yang tidak pernah menyumbang dipakai seolah-olah yang bersang-kutan menyumbang sejumlah uang. Indikasi itu juga dapat dilihat dari nama-nama penyumbang yang secara obyektif tidak memiliki kapasitas sebagai penyumbang, seperti tukang becak, pembantu rumah tangga, sopir dll.

Kedua, Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) tidak punya kemampuan untuk menge-cek kebenaran penerimaan dana kampanye pemilu yang berasal dari sumbangan. 6Ketiga, pertanggungjawaban dana kampanye sangat me ngandalkan akuntan publik (KAP) yang hanya diberi waktu satu bulan untuk melakukan audit. Dengan beban audit yang besar, karena laporan dana kampanye dari masing-masing parpol juga merupakan komulasi dari laporan dana kampanye masing-masing calon Anggota DPR dan DPRD dari masing-masing partai politik, maka audit yang

4 Yakni berupa dana kas parpol, uang pribadi calon DPR, DPDdan DPRD serta sumbangan yang sah menurut hukum dan besarnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pemilu.

5 Tidak untuk melakukan aktifitas kampanye yang dilarang, seperti money politics. 6 Hal itu karena posisi KPU sekedar seperti tukang pos, yang mengumpulkan

laporan dana kampanye dari parpol lalu menyerahkannya pada Kantor Akuntan Publik (KAP) yang ditunjuk. Sedangkan Bawaslu tidak memiliki akses untuk mengecek kebenaran laporan, karena otoritas audit ada pada KAP.

Page 113: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

206 207 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

dilakukan KAP bisa jadi kurang elaboratif.

Keempat, hanya rekening yang dilaporkan saja yang dimonitor, sementara sumbangan di luar rekening yang dilaporkan tidak ter-pantau sama sekali. Padahal hampir dapat dipastikan jika parpol maupun Calon Anggota DPR dan DPD atau bahkan Calon DPRD7 juga menerima sumbangan di luar dari yang disalurkan lewat rekening dana kampanye. Akibatnya laporan dana kampanye yang disusun oleh pengurus partai politik tidak mampu mencerminkan realitas dana yang dikelola oleh pengurus partai politik maupun para calon Anggota DPR dan DPRD. 8Kelima, ada juga penyumbang yang tidak pernah ketahuan asal-usulnya, tidak jelas domisilinya, dari dalam atau luar negeri. Hal ini sangat rentan terhadap pelanggaran terhadap ketentuan penerimaan sumbangan dana kampanye sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemilu.

Problem dan Kendala Pengawasan

Menurut UU No 8 tahun 2012, Bawaslu dan Bawaslu Provinsi serta PanwasluKabupaten/ Kota memiliki kewajiban untuk mengawasi laporan dana kampanye. Pengawasan laporan dana kampanye merupakan tugas paling berat yang harus dilakukan oleh pengawas pemilu. Hal itu karena pengawasan laporan dana kampanye tidak hanya mengawasi apakah peserta pemilu sudah melaporkan dananya ke KPU atau belum, tetapi lebih jauh harus meneliti dan melakukan

7 Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pemilu seharusnya Calon Anggota DPR dan Calon Anggota DPRD tidak berhak menerima sumbangan kampanye. Sumbangan dana kampanye tersebut hanya untuk Partai Politik peserta pemilu atau perseorangan Calon Anggota DPD. Namun tidak mudah untuk memastikan bahwa para Calon Anggota DPR dan DPRD tidak menerima sumbangan dana kampanye dari pihak lain.

8 Indikasi itu juga terjadi dalam laporan dana kampanye pada Pemilu 2009 di DIY. Beberapa partai politik diindikasikan melaporkan jumlah kumulasi dana yang terlampau kecil dibanding dengan realitas dana yang dikelolanya, khususnya dilihat dari baliho besar yang dipasangnya, iklan kampanye yang ditayangkannya atau event yang diselenggarakannya.

investigasi benarkah dana-dana kampanye berasal dari sumber-sumber yang diperbolehkan. 9

Pada saat yang sama, meskipun penyumbang memiliki identitas jelas, Bawaslu dan Panwaslu perlu meneliti lebih jauh apakah penyum-bang memiliki kelayakan ekonomi atau tidak, namanya sekedar dipakai atau tidak dan sebagainya. Mengingat jumlah Anggota Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/ Kota masing-masing hanya 3 (tiga) orang, maka untuk mengawasi masing-masing 12 partai politik tingkat nasional dan khusus di NAD plus 3 (tiga) partai lokal dengan jumlah calon Anggota DPR dan DPRD dari masing-masing partai politik di semua tingkatan maksimal sama dengan jumlah kursi yang dipe-rebutkan, tentu membuat obyek pengawasan pemilu sangatlah banyak.

Hal itu karena obyek pengawasan laporan dana kampanye oleh Bawaslu dan Panwaslu adalah jumlah parpol plus lampiran laporan pengelolaan dana kampanye dari masing-masing calon Anggota DPR atauDPRD yang jumlahnya tergantung jumlah kursi yang diperebutkan. Pada saat yang sama Bawaslu Provinsi juga harus mengawasi laporan dana kampanye bagi perseorangan Calon Anggota DPD. Akibatnya semakin timpang rasio antara jumlah pengawas pemilu dengan jumlah obyek yang harus diawasi oleh pengawas pemilu. Timpangnya jumlah pengawas dibanding dengan beban pengawasan yang harus dilakukan membuat para pengawas pemilu berisiko untuk tidak dapat melakukan pengawasan laporan dana kampanye secara tuntas. Terlebih lagi dalam pemilu dengan sistem proporsional dengan daftar terbuka mendorong terjadinya konsentrasi kampanye terjadi di level masing-masing Calon Anggota DPR dan DPRD. Akibatnya aktifitas

9 Dalam Pasal 139 ayat 1 UU No 8/ 2012 disebutkan bahwa, “Peserta Pemilu dilarang menerima sumbangan dana kampanye pemilu yang berasal dari: a. pihak asing; b. penyumbang yang tidak jelas identitasnya; c. Pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah; atau d. pemerintah desa dan badan usaha milik desa. ”

Page 114: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

208 209 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

kampanye dan juga operasional dana kampanye serta laporan dana kampanye terkonsentrasi di level Calon Anggota DPR dan DPRD yang jumlahnya cukup banyak.

Meskipun yang diwajibkan untuk melaporkan dana kampanye adalah peserta pemilu, yakni partai politik peserta pemilu dan perse-orangan Calon Anggota DPD, namun berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pemilu, dana kampanye yang dikelola oleh masing-masing Calon Anggota DPR dan DPRD menjadi satu kesatuan dengan laporan dana kampanye masing-masing parpol pengusung. Akibatnyamasing-masing calon Anggota DPR danDPRD berkewajiban untuk menyusun laporan dana kampanye yang kemudian dilampirkan dalam laporan dana kampanye yang dilaporkan oleh partai politik pengusungnya. Hal inilah yang membuat komplikasi dan massifnya laporan dana kampanye yang disiapkan oleh masing-masing partai politik. Konsekuensinya juga berakibat pada terjadinya kompleksitas pengawasan dana kampanye yang harus dilakukan oleh pengawas pemilu.

Pada saat yang sama, ketika para Calon Anggota DPR dan DPRD juga diwajibkan untuk menyusun laporan dana kampanye, maka tidaklah mudah untuk melakukan standarisasi laporan dana kampanye untuk level partai politik sekaligus Calon Anggota DPR dan DPRD. Hal itu terjadi karena pengurus partai politik tidak selalu menganggap penting tentang standarisasi laporan keuangan tersebut. Terlebih lagi jika para pengurus partai politik juga sekaligus menjadi Calon Anggota DPR atau Calon Anggota DPRD yang cenderung untuk lebih fokus pada kampanye untuk pemenangan pemilu bagi dirinya serta laporan penggunaan dana kampanye bagi dirinya sendiri.

Akibatnya informasi aturan tentang standarisasi laporan dana kampanye pada masing-masing Calon Anggota DPR dan DPRD meskipun bisa jadi sudah disosialisasikan KPU pada pengurus partai politik, namun tidak selalu disampaikan pada Calon Anggota DPR dan

DPRD yang bukan pengurus partai politik. 10 Akibatnya standarisasi penyusunan laporan dana kampanye terabaikan, terlebih lagi laporan dana kampanye di level Calon Anggota DPR atau DPRD yang nota bene merupakan kompetitor pengurus partai politik yang sekaligus men jadi Calon Anggota DPR atau DPRD.

Ketika laporan dana kampanye tidak terstandar maka tidaklah mudah bagi pengawas pemilu untuk melakukan pengawasan atas laporan dana kampanye tersebut. Hal itu mengingat apalagi di level masing-masing Calon Anggota DPR dan DPRD, di level kepengurusan partai politik peserta pemilu saja tidaklah mudah untuk membuat ketersediaan laporan dana kampanye yang terstandar. Pada saat yang sama juga ada problem terkait kesediaan pengurus partai politik untuk mengontrol laporan dana kampanye yang disusun oleh para Calon Anggota DPR dan Calon Anggota DPRD. Padahal sangat dimungkinkan laporan dana kampanye yang disusunCalon Anggota DPR dan Calon Anggota DPRD cuma sebagian dari dana yang dikelola oleh calon yang bersangkutan untuk pemenangan pemilu.

Upaya Peningkatan efektivitas Pengawasan

Dengan mengacu pada kendala dan keterbatasan Bawaslu dan Panwaslu dalam melakukan pengawasan laporan dana kampanye, ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam upaya peningkatan efektivitas pengawasan laporan dana kampanye. Upaya itu dapat dilakukan dengan cara; pertama, pembatasan jumlah dana kampanye untuk peserta pemilu baik partai politik, Calon Anggota DPR, Calon Anggota DPD maupun Calon Anggota DPRD agar pengawas pemilu memiliki kapasitas untuk mengawasi laporan atas penggunaan dana kampanye karena jumlah dana yang dikelo-lanya terbatas.

10 Hal tersebut dikeluhkan para Calon Anggota DPR/ DPRD dalam Pemilu 2009.

Page 115: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

210 211 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Kedua, standardisasi laporan keuangan dana kampanye. Hal itu diperlukan agar ada aturan teknis tentang pelaporan dana kampanye di level partai politik maupun bagi para calon Anggota DPR dan DPRD, sehingga ada panduan yang jelas dan operasional bagi partai politik maupun para Calon Anggota DPR dan DPRD dalam menyusun laporan dana kampanye. Pada saat yang sama kejelasan panduan penyusunan laporan dana kampanye bagi partai politik maupun Calon Anggota DPR danDPRD sekaligus dapat dijadikan acuan bagi para pengawas pemilu untuk melakukan pengawasan atas kebenaran laporan penggunaan dana kampanye yang disusun oleh partai politik maupun para Calon Anggota DPR dan DPRD.

Ketiga, peraturan teknis dana kampanye juga harus memuat penga-turan tentang pengeluaran dana kampanye, agar partai politik peserta pemilu, perseorangan Calon Anggota DPD serta Calon Anggota DPR dan DPRD memiliki acuan yang jelas tentang bagaimana pengelolaan belanja kampanye dilakukan. Kejelasan hal tersebut sekaligus akan menjadi petunjuk bagi pengawas pemilu untuk melakukan pengawasan kebenaran pembukuan belanja kampanye dari peserta pemilu. Kuatnya kecenderungan praktek money politics akan dapat dihambat jika aturan tentang hal ini relatif jelas.

Keempat, karena transaksi sumbangan dana kampanye semakin besar dan batasan maksimal jumlah sumbangan dana kampanye semakin tinggi, maka kewenangan pengaturan dana kampanye harus di per luas, yaitu tidak berhenti di objek rekening dana kampanye saja, namun juga sampai pada rekening tim sukses dan calon Anggota DPR atau DPRD. Untuk menjalankan kewenangan tersebut maka pengawas pemilu perlu bekerja sama dengan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Kerjasama dengan PPATK ini diperlukan agar pengawas pemilu bisa mendapatkan akses terkait transaksi keuangan yang terjadi dalam rekening dana kampanye masing-masing partai

politik, Calon Anggota DPD maupun Calon Anggota DPR dan DPRD.

Kelima, metode audit dana kampanye juga harus dirubah menjadi metode investigatif, dimana proses verifikasi dan mekanisme uji petik pada subjek dan objek dana kampanye diakomodir. Terlalu massifnya laporan dana kampanye yang harus diaudit, terlebih lagi di level calon Anggota DPRD yang jumlahnya sangat banyak hanya akan reliable jika verifikasi atas kebenaran laporan keuangan hanya dilakukan dengan cara uji petik. Dengan metode ini para Calon Anggota DPR dan DPRD tertekan untuk melaporkan dana kampanye yang dikelolanya secara benar, apa adanya.

Keenam, mengingat keterbatasan kapasitas pengawas pemilu karena keterbatasan jumlah personal, daya dukung dan kewenangan, maka dibutuhkan adanya ruang partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawalan dalam mendorong transparansi dan akuntabilitas peserta pemilu. Publik harus memiliki kesadaran kolektif bahwa pelaksanaan pemilu yang bersih baru bisa tercapai jika peserta pemilu melaporkan penggunaan dana kampanye dengan benar, sehingga praktek money politics bisa dihindari. Hanya dengan pemilu yang bersihlah akan dapat dihasilkan pemerintahan yang terbentuk dari proses pemilu yang juga bersih, sehingga good governance dan clean government dapat diwujudkan.

Ketujuah, DPR harus kooperatif dalam penetapan Peraturan KPU tentang dana kampanye, terutama untuk beberapa wacana tero bosan alternatif pengaturan dana kampanye oleh KPU : dalam hal pembatasan belanja kampanye. Meskipun bisa jadi hal itu akan menutup peluang upaya pemenangan bagi para Anggota DPR incumbent yang cenderung memilih menggunakan strategi pemenangan pemilu dengan mengandalkan kekuatan modal material/ uang. Tapi harus diingat bahwa trend high cost politics akan selalu berimplikasi pada kecenderungan korupsi yang terus meningkat.

Page 116: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

213 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan_______________212_______________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Pelaporan Dana Kampanye:Pengaturan, sanksi, Penindakan dan Upaya Mendorong Ketaatan

Peserta Pemilu1

Bagus sarwono2

Dana kampanye merupakan isu menarik dibicarakan baik pada masa pra maupun pasca Pemilu. Pada pra Pemilu, danakampanye penting kaitannya dengan fenomena high cost politics dan praktek money politics. Bukan rahasia bahwa biaya kampanye dalam sistem Pemilu dengan sistem proporsional terbuka sangatlah tinggi. Ini karena kompetisi terjadi secara luas dan cenderung liberal, tidak hanya antar partai politik tetapi juga antar calon bahkan dalam satu partai. Tinggi nya biaya politik dalam kampanye ini diyakini sebagiannya diperuntukan untukmoney politics. 3Sayangnya praktek money politics hingga saat ini sulit dicegah dan ditindak meski sudah ada aturan yang mengaturnya.

Tingginya biaya politik ini, mendorong peserta apemilu mengum-pulkan dana sebesar-besarnya. Salah satu cara yang diyakini efektif

1 Disampaikan pada Sosialisasi Pengawasan Pemilu Putaran V dengan topik “Pengawasan Dana Kampanye”, diselenggarakan oleh Bawaslu DIY, Goebog Resto Yogyakarta, 3 Desember 2013

2 Anggota Bawaslu DIY, Divisi SDM dan Organisasi. 3 Money politics tidak hanya berupa uang tetapi dapat berupa barang/jasa.

Jika semua Calon Anggota DPR dan DPRD, termasuk para incumbent Anggota DPR sepakat untuk mendorong perwujudan biaya politik yang lebih murah, maka para Calon Anggota DPR dan DPRD tidak perlu merogoh saku yang terlalu dalam atau melibatkan pihak donor untuk pemenangan pemilu. Karena, bagaimanapun tindakan tersebut akan berisiko tinggi pada calon yang bersangkutan. Jika calon terpilih, akan terdorong untuk menjalankan praktek korupsi atau abuse of power. Jika calon tidak terpilih, bisa stress atau bahkan sakit jiwa alias gila.

Padahal korupsi dan abuse of powertersebut merupakan kejahatan politik yang mendorong pembusukan parlemen dan berakibat semakin tidak percayanya publik pada lembaga perwakilan yang terbentuk untuk menjalankan amanah menjadi wakil rakyat tersebut. Semoga muncul kesadaran kolektif, termasuk para Anggota DPR serta Calon Anggota DPD dan Calon Anggota DPRD untuk menganggap penting bagi hadirnya praktek politik dalam pemilu yang lebih bersih dan murah. Karena hal itu akan mendorong hadirnya pemerintahan yang bersih dan peduli pada kepentingan rakyat banyak. (Best Western Hariston Hotel Jakarta, 3 Desember 2013)

Page 117: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

214 215 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

untuk mendapatkan biaya kampanye yang besar ini adalah melalui praktek korupsi dan penyimpangan kekuasaan (abuse of power) dian-tara nya melalui money laundry. Kecenderungan penyimpangan ini akan makin kuat dilakukan oleh peserta pemilu patahana (incumbent). Dalam konteks saat ini, adanya 10 menteri yang juga mencalonkan diri kembali menjadi caleg, perlu juga menjadi perhatian lebih terutama oleh pengawas pemilu dan pegiat anti korupsi. 4

Dalam konteks pasca pemilu, tingginya biaya politik itu pula yang mendorong calon yang terpilih atau berkuasa berpikir bagaimana mengem balikan cost politik yang mahal tersebut. Tidak hanya sekedar itu, Lebih jauh, juga berpikir bagaimana mengumpulkan modal untuk mem pertahankan atau meningkatkan kekuasaannya dalam pemilu berikutnya.

Dan desaign reluasi dana kampanye saat ini, kelihatannya juga masih memberikan jalan yang lebar bagi high cost politics dalam pemilu.

Pengaturan, sanksi dan penindakannya

Ada beberapa isu penting dalam pengaturan danakampanye. Pertama, penyerahan rekening khusus dana kampanye (RKDK) peserta pemilu. Prinsip, RKDK ini harus merupakan rekening terpisah dari rekening keuangan partai politik maupun rekening keuangan pribadi calon Anggota DPD. Peserta pemilu harus menyerahkan RKDK ini dimulai 3 hari pasca ditetapkan menjadi peserta pemilu sampai dengan 14 hari sebelum dimulainya kampanye dalam bentuk rapat umum5.

4 Menteri Perhubungan ( EE. Mangindaan), Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Syarif Hasan), Menteri Hukum dan HAM ( Amir Syamsudin), Menteri ESDM ( Jero Wacik), Menteri Pemuda dan Olahraga ( Roy Suryo), Menteri Pertanian ( Suswono), Menteri Komunikasi dan Informatika ( Tifatul Sembiring), Menteri Kehutanan (Zulkifli Hasan), Menteri Tenaga Kerja&Transmigrasi ( Muhaimin Iskandar), Menteri PDT ( Helmy Faishal Zaini).

5 Sampai dengan tanggal 2 Maret 2014.

Kedua, laporan awal dana kampanye yang menyangkut jumlah penerimaan dan pengeluaran berupa uang, barang dan/atau jasa. Laporan awal ini, juga termasuk laporan caleg di masing-masing partai politik6. Waktu laporan awal adalah 14 hari sebelum dimulainya kampanye dalam bentuk rapat umum. Sanksi atas tidak diserahkannya laporan awal dana kampanye ini bagi parpol adalah dibatalkan sebagai peserta pemilu pada wilayah yang bersangkutan atau bagi calon angggota DPD adalah dibatalkan sebagai peserta pemilu. 7

Ketiga, bentuk, sumber, dan besaran dana kampanye. Bentuk dana kampanye meliputi uang, barang dan jasa. Barang meliputi benda hidup atau benda mati yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan harga pasar yang wajar pada saat sumbangan itu diterima. Sedangkan jasa meliputi pelayanan/ pekerjaan yang dilakukan calon anggota DPR, DPD atau DPRD maupun pihak lain yang manfaatnya dinikmati oleh Peserta Pemilu yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan harga pasar yang wajar pada saat sumbangan itu diterima.

Sumber dana kampanye parpol berasal dari keuangan parpol itu sendiri, calon anggota DPR dan DPRD dan sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain; sedangkan sumber dana kampanye calon anggota DPD berasal dari calon anggota DPD itu sendiri dan sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain. Sumbangan yang sah ini adalah dapat dari perseorangan, kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha non pemerintah.

Terhadap sumbangan pihak lain ada pembatasan nilai maksimal, yaitu sumbangan yang berasal dari perseorangan sebesar 1 milyar rupiah untuk partai politik atau 250 juta rupiah untuk calon Anggota DPD, dan 7, 5 milyar rupiah untuk partai politik atau 500 juta rupiah

6 Pasal 20 ayat (2) PKPU 17 Tahun 2013 tentang Pedoman pelaporan Dana Kampanye

7 Pasal 138 ayat (1) dan (2) UU 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Calon Anggota DPR, DPD dan DPRD.

Page 118: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

216 217 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

untuk calon Anggota DPD. 8 Peserta Pemilu dilarang menerima sum-bangan melebihi besaran dana kampanye yang telah ditentukan. Bagi penyumbang yang memberikan sumbangan dana kampanye melebihi batas yang ditentukan diancam pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak 500 juta rupiah. 9

Peserta Pemilu wajib melaporkan sumbangan yang diterima kepada KPU dan menyerahkan sumbangan tersebut ke kas negara paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa kampanye berakhir. 10Peserta Pemilu yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana ter-sebut diatas dikenai sanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak 500 juta rupiah. 11

Peserta pemilu dilarang menerima sumbangan yang berasal dari pihak asing, penyumbang yang tidak jelas identitasnya, pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah, pemerintah desa dan badan usaha milik desa; atau anak peru-sahaan badan usaha milik negara dan anak perusahaan badan usaha milik daerah. 12Yang dimaksud dengan “pihak asing” adalah warga negara asing, pemerintah asing, perusahaan asing, perusahaan di Indonesia yang mayoritas sahamnya dimiliki asing, lembaga swadaya masyarakat asing, dan organisasi kemasyarakatan asing. 13Peserta Pemilu yang menerima sumbangan ini dilarang menggunakan dana ter sebut dan wajib melaporkannya kepada KPU dan menyerahkan sumbangan tersebut kepada kas negara paling lambat 14 (empat belas) hari setelah masa Kampanye Pemilu berakhir. Peserta Pemilu yang terbukti menerima sumbangan dana Kampanye Pemilu dipidana

8 Pasal 131 dan 132 UU 8 Tahun 2012. 9 Pasal 304 ayat (1) UU 8 Tahun 2012. 10 Tanggal 19 April 201411 Pasal 304 ayat (2) UU 8 Tahun 201212 Pasal 139 UU 8 Tahun 2012. 13 Penjelasan Pasal 139 ayat (1) huruf a UU 8 tahun 2012

dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak 36 juta rupiah. 14

Keempat, kelengkapan data rekam penyumbang yaitu kelengkapan informasi dan administrasi data penyumbang baik dari perseorangan, kelompok, perusahaan dan badan usaha non pemerintah. Ketidak lengkapan informasi/ data yang wajib diisi oleh peserta pemilu berakibat tidak diterimanya kelengkapan administrasi oleh KPU. 15

Kelima, pengumuman laporan dana kampanye oleh KPU memalui website maupun papan pengumuman. Ada 5(lima) hal yang perlu diumumkan oleh KPU yaitu (1) Peserta Pemilu tidak menyampaikan laporan hasil perbaikan laporan awal Dana Kampanye yang tidak mencakup semua informasi/data, (2) laporan penerimaan sumbangan peserta pemilu, (3) peserta pemilu yang menerima sumbangan dari pihak yang dilarang, dan (4) mengumumkan hasil audit laporan Dana Kampanye (5) Peserta Pemilu yang menerima sumbangan melampau batas maksimal atau tidak jelas identitasnya dan telah mengembalikan ke kas Negara. 16

Keenam, laporan akhir dana kampanye. Waktu penyampaian laporan akhir ini paling lambat 15 sesudah hari pemungutan suara17. Seperti halnya laporan awal dana kampanye, lapooran akhir dana kampanye ini, bagi parpol, termasuk laporan dari caleg. Apabila peserta pemilu tidak menyampaikan laporan dana kampanye sesuai dengan waktu yang ditentukan, tidak ditetapkan sebagai calon terpilih. 18

Ketujuh, audit dana kampanye. Audit dana kampanye dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang ditunjuk oleh KPU. KAP

14 Pasal 305 UU 8 Tahun 2012. 15 Dalam hal ini KPU mengembalikan kepada peserta pemilu untuk memperbaiki

dan peserta pemilu wajib menyampaikan hasil perbaikan dalam waktu 5 hari sejak diterima permohonan perbaikan oleh KPU.

16 Pasal 21, 23, 27, 35, dan 39 PKPU 17 tahun 201317 Dalam hal ini adalah 24 April 2014. 18 Pasal 138 ayat (3) dan (4) UU 8 Tahun 2012

Page 119: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

218 219 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

yang ditunjuk wajib penting dipastikan tidak berafiliasi secara langsung ataupun tidak langsung dengan Parpol Peserta Pemilu dan calon anggota DPD serta bukan merupakan anggota atau pengurus Parpol Peserta Pemilu. Pelaksanaan audit dana kampanye ini adalah selama 1 bulan setelah laporan akhir dana kampanye diterima paling lambat 15 hari setelah pemungutan suara.

Kedelapan, kebenaran laporan atau keterangan dana kampanye yang dibuat oleh Peserta Pemilu. Peserta Pemilu yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar dalam laporan dana Kampanye Pemilu diancam pidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak 12 juta rupiah. 19

Atas pengaturan tersebut ada beberapa persoalan yang perlu diper hatikan. Pertama, pengaturan penyerahan RKDK ini bisa di-katakan jauh dari ideal. Mengapa? Karena penyerahan RKDK dapat dilakukan berbarengan dengan laporan awal dana kampanye pada saat deadline yaitu tanggal 2 Maret 2014. Mengingat aktivitas kampanye telah dapat berajalan jauh-jauh harui sebelum RKDK ini ada, sangat ber potensi tidak semua aktivitas kampanyedilaporkan dalam laporan dana kampanye. Akibatnya, persoalan lama terulang lagi, laporan yang disampaikan tidak semuanya mengcover pembiayaan kampanye yang sesungguhnya.

Kedua, tidak adanya batasan jumlah pemberi sumbangan sehingga semangat pembatasan dana kampanye itu tetap sulit diwujudkan dalam pengaturan ini. Bisa dikata, pengaturan ini tetap memberikan peluang yang besar peserta pemilu mendapatkan dana kampanye tanpa batas. Akibatnya prinsip kesetaraan dana kampanye antar peserta pemilu juga sulit diwujudkan. Dengan dana yang besar, peserta pemilu akan lebih banyak dan variatif dalam melakukan aktifitas kampanye. Dan peserta pemilu dengan kekuatan pembiayaan yang besar pula dalam

19 Pasal 280 UU 8 Tahun 2012

sistem pemilu kita saat ini yang cenderung akan memenangkan kons-testasi pemilu. Dalam hal ini, parpol patahana akan cenderung lebih banyak peluang mengumpulkan pundi-pundi dana kampanye yang jumlahnya tanpa batas.

Ketiga, batas maksimal sumbangan yang diperoblehkan sangat mudah dimanipulasi dengan cara menyebar identitas penyumpang kepada kolega-koleganya. Ini juga merupakan pintu masuk yang luas bagi tidak terbatasnya dana kampanye yang dapat dikumpulkan.

Keempat, kemungkinan terhadinya manipulasinya konversi sum-bangan dalam bentuk barang/ jasa. Beberapa bentuk barang/jasa teru tama yang erat kaitannya dengan seni yang digunakan untuk kampanye memiliki nilai yang sangat eksklusif sehingga standarisasi yang dijustifikasi relatif sulit dijustifikasi kebenarannya.

Berkaitan dengan penindakan dari pelanggaran kaitannya dengan laporan dana kampanye ini, maka pengawas pemilu menindak lanjutinya dengan melakukan kajian atas temuan atau laporan dugaan pelanggaran sesuai dengan Peraturan Bawaslu No 14 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penanganan Pelanggaran Calon Anggota DPR, DPD dan DPRD juncto Peraturan Bawaslu Nomor 3 Tahun 2013.

Terhadap kesimpulan adanya pelanggaran administasi, maka pengawas pemilu menyampaikan rekomendasi ke KPU dan terhadap kesimpulan adanya pelanggaran pidana maka pengawas pemilu menyampai kan rekomendasi ke kepolisian. Atas rekomendasi pelang-garan administrasi ini, KPU wajib menindaklanjutinya, sedangkan pe langgaran pidana kepolisian perlu melakukan penyidikan dalam waktu yang ketat yaitu maksimal 14 hari harus sudah diserahkan ke kejaksaan. Dalam hal ini Kejaksaan memiliki waktu 5 hari untuk menyampaikan ke Pengadilan Negeri. Dan Pengadilan Negeri harus sudah memutus dalam jangka waktu maksimal 7 hari untuk kemudian dilanjutkan eksekusi ditingkat kejaksaan.

Page 120: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

220_______________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Upaya mendorong Ketaatan Peserta PemiluUntuk mendorong ketaatan peserta pemilu, beberapa hal yang

dapat dilakukan diantaranya; pertama, melakukan sosialisasi kepada peserta pemilu. Meskipun fungsi sosialisasi tentang penyelenggaraan pemilu lebih menjadi urusan KPU, tetapi dalam konteks pengawasan yang sifatnya pencegahan, pengawas pemilu dapat juga melakukan peran ini dengan penekanan terhadap pengaturan yang memiliki implikasi adanya sanksi. 20

Kedua, melakukan himbauan kepada peserta pemilu untuk me-nyerahkan RKDK, laporan awal dan akhir dana kampanye agar peserta pemilu mendukung upaya tertib dalam pemilu, mendorong akuntabilitas partai dan terhindar dari ancaman sanksi yang berat.

Ketiga, melakukan kampanye dan sosialisasi anti money politics kepada publik secara luas dan mendorong keberanian masyarakat untuk memberikan informasi atau melapor ketika ada praktek money politics. Kampanye anti money politics ini penting karena disinyalir peng gunaan dana kampanye pemilu yang cukup besar dialokasikan untuk ini.

Keempat, mendorong kerjasama dengan lembaga negara yang strategis diantaranya adalah PPATK dan KPK. PPATK diperlukan untuk menelusuri sumber dan aliran dana kampanye dalam RKDK dan KPK untuk menghindari dan mendeteksi adanya praktek money laundy dalam dana kampanye.

Kelima, berjejaring dengan stakeholder untuk melakukan penga-wasan diantaranya pemantau pemilu, LSM, media massa dan relawan pengawas pemilu agar setiap aktivitas kampanye termonitor dan ter-data estimasi varian dan alokasi dana di setiap aktivitas kampanye. Dengan demikian, semua aktivitas kampanye akan ter-record dan peluang terjadinya manipulasi pada saat penyerahan laporan dana kampanye dapat terminimalisir[]

20 Dalam hal ini Bawaslu DIY telah melakukan road show ke partai politik dengan menjelaskan juga regulasi terkait.

BaB Vi

Pengawasan BlacK camPaign

Page 121: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

223 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan_______________

Batasan dan Penegakan Pelanggaran Black Campaign dalam Pemilu

enny nurbaningsih

Pengantar

Secara normatif istilah kampanya hitam (black campaign) tidak dikenal dalam paket UU Pemilu, tetapi pengertian tentang hal itu ter-surat dalam beberapa ketentuannya. Esensi kampanye hitam adalah upaya yang terorganisir bertujuan untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan para pemilih dengan menggunakan ber-bagai metode, misalnya rayuan yang merusak, sindiran atau rumors yang tersebar dengan sasaran para kandidat atau calon, sehingga me nimbulkan persepsi negatif di masyarakat serta fenomena sikap resistensi dari para pemilih. Kampanye hitam umumnya dapat dilaku-kan oleh kandidat atau calon bahkan pihak lain secara efisien karena biasanya pihak-pihak tersebut kekurangan sumber daya yang kuat untuk menyerang salah satu kandidat atau calon lain. Tim sukses, bisa jadi atas saran konsultan politik seringkali “menggoreng” isu-isu sensitif/ negatif untuk mengangkat kandidat dan menghancurkan kandidat lain. Cara kerja kampanye hitam jelas mengundang permainan emosi para pemilih yang pada akhirnya dapat meninggalkan kandidat atau calon pilihannya. Situasi ini akan sangat menguntungkan bagi

Page 122: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

224 225 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

penyerang, apalagi di tengah kondisi pemilih yang belum terbekali pen didikan politiknya secara memadai. Kecenderungan pemilih yang sifatnya “waton milih” di Indonesia, jumlahnya bisa jadi lebih banyak, daripada pemilih yang paham akan makna berdemokrasi dan menentukan pilihan tanpa dapat digoyahkan “imannya”.

Kampanye hitam bukan fenomena baru karena sudah ada sejak zaman Romawi Kuno yang kemudian berkembang di belahan dunia yang melakukan proses pemilihan. 1Hampir tidak ada pemilihan di suatu negara yang terbebaskan dari kampanye hitam. Perbedaan hanya pada kemasan metode mempermainkan emosi, ada yang halus dan ada pula yang sangat tidak etis.

Lazimnya medan perang para kandidat adalah media. Pertarungan dikemas dalam berita, talkshow dan iklan politik. Diharapkan rating akan naik dengan berita-berita yang mengumbar konflik. Talkshow televisi pun diberi label seolah-olah “Ring Politik”. Para Capres-Cawapres diadu dalam sebuah pertandingan tinju mulut dan silat lidah. Untuk mendinginkan suasana perdebatan, musik dan lagu dimainkan. Politik telah menjadi hiburan. Politisi berubah menjadi selebriti. Memilih Presiden dan Wapres dikemas mirip kontes “Indonesian Idol”. Kandidat ditampilkan bicara, menyampaikan visi misi, dikomentari, lalu pemirsa disuruh memilih siapa idolanya. Media ramai-ramai melakukan polling. Ketik-spasi-reg menjadi trend bagi media untuk mengukur dukungan dan elektabilitas Capres-Cawapres. 2

1 Di negara yang kehidupan demokrasinya sudah matang seperti Amerika Serikat sekalipun, kampanye hitam juga terjadi. Misalnya; (1) ketika Barack Obama mencalonkan diri musuh politiknya mengaitkan masa kecil Obama di Indonesia dan Kenya sebagai sasaran empuk kampanye hitam lawan politiknya. Seolah-olah warna Indonesia pada Obama akan embahayakan kehidupan beragama di Amerika Serikat. (2) Kandidat Wapres Sarah Palin disorot media atas kehamilan di luar nikah yang dialami putrinya. Walaupun Amerika Serikat relatif bebas dalam pergaulan seks ini, tetapi masyarakat tetap menginginkan pemimpin yang bersih, termasuk urusan keluarga tersebut.

2 Akhmad Kusaeni, Kampanye Hitam dan Racun Politik, www. antaranews. com,

Dalam kehidupan berdemokrasi yang sehat, cara propaganda kampanye hitam sangat tidak patut karena terkesan menghalalkan ber-bagai cara untuk meraih kekuasaan. Jika calon seperti ini yang terpilih akan sangat membahayakan nilai-nilai demokrasi karena dipimpin oleh orang yang tidak memiliki landasan etika, tidak jujur, berorientasi pada kepentingan sesaat. Cara kerja ini semakin membuktikan kebenaran ungkapan John Emerich Edward Dalberg Acton(Lord Acton) “Powers tends to corrupts, absolute powers corrupts absolutely”. Demokrasi tidak sekedar bebas tetapi perlu dukungan unsur pertimbangan moral meraih tujuan dan permufakatan yang jujur.

Pasal 6A UUD 1945 menentukan cara pilihan Presiden di Indonesia secara langsung yang diusung oleh parpol atau gabungan parpol sebelum pelaksanaan pemilu (Pilpres). Setiap calon presiden/wapres menawarkan visi, misi dan program. Tawaran inilah yang seharus nya menjadi bagian untuk dinilai oleh pemilih sebelum me-nentukan pilihan. Akibat propaganda kampanye hitam, para pemilih hampir tidak memperhatikan visi, misi dan program calon. Padahal ini penting bagi kita untuk mengetahui mau dibawa kemana Indonesia 5 (lima) tahun ke depan? Apakah sudah selaras dengan tujuan bangsa Indonesia?. Lebih dari itu, jika setiap saat calon pemilih disuguhi menu tentang ketidakbaikan satu sama lain calon, akibat gencarnya upaya saling menjatuhkan, maka dapat menyebabkan tidak ada yang nantinya dipilih. Kekhawatiran bertambahnya jumlah “Golput” cukup ber alasan.

Pengaturan kampanye dalam peraturan perundang-undangan

Menurut Pasal 1 angka 29 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,

diakses, 6 Desember 2013.

Page 123: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

226 227 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang disebut sebagai kampanye adalah kegiatan Peserta Pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Peserta Pemilu. Jadi berdasarkan pada definisi diatas, kampanye dalam perhelatan pemilu, apapun bentuk pemilu itu (Pemilu DPR, DPD, DPRD, Presiden/Wapres, Bupati, Walikota, dan pemilihan lain dalam konteks pemberian suara oleh masyarakat/pemilih), seharusnya dilakukan dengan cara yang bermartabat, bersih dan terang. UU No. 42 Tahun 2008 lebih baik dalam merumuskan aturan maksud dan tujuan kampanye yakni dilakukan dengan prinsip jujur, terbuka, dialogis serta bertanggung jawab dan merupakan bagian dari pendidikan politik masyarakat. Bahkan dalam rangka pendidikan politik, KPU wajib memfasilitasi penyebarluasan materi Kampanye yang meliputi visi, misi, dan program Pasangan Calon melalui website KPU. Ketentuan Pasal 86 UU No. 8 Tahun 2012 mengatur larangan kampanye kapada pelaksana, peserta, dan petugas kampanye pemilu yang mencakup:

Jenis larangan Penjelasan Kategori186 sanksisanksi dlm

UU 42/2008

a. mempersoal kan dasar negara Pancasila , Pem buka an Undang- Undang Dasar Negara Repub-lik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kes-atuan Republik Indonesia

Cukup jelas Setiap pelak-sana, peserta, dan petugas kampanye Pemilu yang dengan sen-gaja melanggar arangan pelak-sanaan kam-panye pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) huruf a, huruf b, hur-uf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, atau huruf i dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24. 000. 000, 00.

Setiap orang yang den-gan sen-gaja melanggar larangan pelaksanaan Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf f, huruf g, atau huruf i, dipi-dana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6. 000. 000, 00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24. 000. 000, 00 (dua puluh empat juta rupiah).

b. melakukan kegiatan yang membahay-akan keutuhan Negara Kes-atuan Republik Indonesia

Idem

c. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau Peserta Pemilu yang lain

Idem tindak pidana Pemilu

d. menghasut dan men-gadu domba perseorangan

Idem

186 Dalam UU 42/2008 (Pilpres) semua larangan ini termasuk tindak pidana pemilu, sedangkan dalam UU Pileg hanya beberapa larangan yang dikategorikan tindak pidana pemilu.

Page 124: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

228 229 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Optimalisasi Penegakan Hukum Black Campaign (Hissara Hamba)

tri wahyu KH

Hari ini Senin 9 Desember 2013 bertepatan dengan Hari Anti Korupsi Sedunia. Meminjam bahasa penelitian KPK, di Tahun 2014 penting mendorong pemilu yang berintegritas, tentu juga tak kalah penting diperlukan pemilih yang berintegritas. Pun Juga Badan Pemilu dan Penegak Hukum yang berintegritas disamping para calon legislatif dan calon presiden yang berintegitas.

Sesuai dengan ToR Bawaslu DIY, penulis diminta untuk menyam-pai kan materi tentang “Problem Penindakan Hukum Black Campaign, Kendala dan Upaya Peningkatan Efektivitasnya”. Penulis mencoba merumuskan hal tersebut dalam sebuah judul “Optimalisasi Penegakan Hukum Black Campaign (Hissara Hamba). Pertama, pengantar be rupa pengaturan black campaign (Hissara Hamba) dalam regulasi pemilu terkini. Kemudian kedua, masuk di bahasan penindakan dan pene-gakan hukum. Ketiga, permasalahan yang ada. Keempat, usulan upaya peningkatan efektivitasnya (optimalisasi penindakan dan penegakan hukum).

Page 125: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

230 231 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Pengaturan Black Campaign (Hissara Hamba) dalam regulasi Pemilu terkini

Undang-Undang 8 Tahun 2012 mengatur tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD. Aturan ini mulai berlaku pada tanggal 10 Mei 2012 berisikan 328 Pasal dan mencabut UU sebelumnya ( UU 10 Tahun 2008, ada 320 Pasal). Salah satu Pasal dalam UU 8 Tahun 2012 berisi materi muatan tentang black campaign yaitu Pasal 86 (larangan dalam Kampanye) ayat 1 huruf c dan d. Lengkapnya berbunyi “Pelaksana, petugas dan peserta kampanye pemilu dilarang : c. menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/ atau Peserta Pemilu yang lain; d. menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat. Dari rumusan ayat tersebut ada “unsur-unsur utama” tentang “hina seseorang, sara, hasut, adu domba”. Untuk mempermudah penyebutan, izinkan saya memperpendek isi materi muatan tersebut dengan satu istilah “HIssara HamBa”. Untuk mempermudah penyebutan “black campaign” sesuai isi materi muatan “black campaign” di UU Pemilu terkini, penulis coba padankan dengan istilah kampanye “Hissara Hamba”.

Kampanye “Hissara Hamba” merupakan tindak pidana pemilu. Tegas diatur dalam UU Pemilu yaitu Pasal 86 ayat 4 yang isinya (UU 8 Tahun 2012 berlogo Garuda Pancasila di atasnya, saya unduh dari web resmi setneg. go. id) sebagai berikut “Pelanggaran terhadap larangan ketentuan pada ayat (1) huruf c, huruf f, huruf g, huruf i dan huruf j, dan ayat (2) merupakan tindak pidana pemilu”. Artinya hanya ada 5 jenis larangan kampanye yang merupakan tindak pidana pemilu. Yaitu huruf c (hissara), huruf f (kekerasan), huruf g (rusak atau hilang-kan alat peraga kampanye/ APK), huruf i (bawa atau gunakan tanda gambar/ atribut selain tanda gambar/ atribut yang bersangkutan) dan huruf j menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada

peserta kampanye pemilu, biasa kita kenal dengan istilah “politik uang”/ money politic).

Mari kita cermati isi Pasal 86 ayat 1. Dari larangan dalam kampanye di Pasal 86 ayat 1 ternyata ada 10 jenis larangan mulai dari huruf a (mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan UUD 1945 dan bentuk NKRI) sampai huruf j (politik uang/ money politic).

Khusus tentang kampanye “hissara hamba” dalam rumusan Pasal 86 ayat 4, huruf d (menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat) tidak dimasukkan dalam tindak pidana pemilu. Saya tidak tahu pasti apakah ini “salah/ kelupaan ketik” atau sebab lain. Tetapi satu hal yang pasti, peraturan ini sudah diunggah secara resmi dalam web setneg. go. id dengan isi sebagaimana termuat diatas. Dalam bagian penjelasan dari Pasal 86 ayat 4 ditulis “cukup jelas”.

Sisi lain, saat dicermati di bagian sanksi atas Pasal 86 tersebut, ditemukan di Pasal 299 UU Pemilu 8 Tahun 2012. Isi lengkapnya sebagai berikut “ Setiap pelaksana, peserta, dan petugas Kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, atau huruf i dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) Tahun dan denda paling banyak Rp24. 000. 000, 00 (dua puluh empat juta rupiah). ”. Rumusan jenis larangan kampanye sudah lengkap mulai huruf a sampai i. Huruf j (politik uang) kita temukan sanksinya di Pasal 301.

Penindakan dan Penegakan Hukum

Istilah Penindakan saya temukan setidaknya ada di dua peraturan Bawaslu. Pertama, penindakan merupakan salah satu strategi penga-wasan Pemilu selain pencegahan. Penindakan yaitu memproses laporan

Page 126: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

232 233 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

masyarakat dan hasil pengawasan yang berupa temuan pelanggaran melalui tindakan yang sesuai dengan Peraturan Bawaslu tentang Tata Cara Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran (ada di Peraturan Bawaslu 13 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pengawasan Pemilu). Kedua, dalam konteks pengawasan kampanye pemilu, penindakan dengan jalan melakukan tindakan yang secara cepat dan tepat atas temuan dan/ atau laporan dugaan pelanggaran (ada di Peraturan Bawaslu 4 Tahun 2012 Pasal 19 ayat 3).

Sedangkan penegakan hukum menuruf “Bapak Hukum Pro-gresif Indonesia” Prof. Satjipto Rahardjo adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Ke-inginan hukum adalah pikiran-pikiran badan pembuat UU yang dirumus kan dalam peraturan hukum. Proses penegakan hukum menjangkau pula sampai kepada pembuatan hukum. Perumusan pikiran pembuat hukum yang dituangkan dalam peraturan hukum akan turut menentukan bagaimana penegakan hukum itu dijalankan. Dalam kenyataannya, proses penegakan hukum memuncak pada pelaksanaanya oleh para pejabat penegak hukum”. Lebih lanjut dikatakan Prof Sadjipto, membahas penegakan hukum tanpa me-nyinggung segi manusia yang menjalankan penegakannya, merupa-kan pembahasan yang steril sifatnya. Apabila membahas penegakan hukum hanya berpegangan pada ketentuan-ketentuan hukum, maka hanya akan memperoleh gambaran stereoptis yang kosong. Membahas penegakan hukum menjadi berisi apabila dikaitkan pada pelaksanaanya yang kongkret oleh manusia. (Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Yogyakarta : Genta Publishing, 2009).

Menurut L. Friedman, ada setidaknya 3 komponen (sub sistem) dalam sistem penegakan hukum. Yaitu unsur substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum, Dalam suatu sistem penegakan hukum terkait erat dengan tiga komponen tersebut. Substansi hukum

adalah norma hukum/ peraturan perundang-undangan (dalam konteks bahasan ini, antara lain UU Pemilu, Peraturan KPU, Bawaslu dll).

Struktur hukum adalah lembaga/ struktur/ aparat penegak hukum (dalam konteks bahasan ini, antara lain Bawaslu, Kepolisian, Kejaksaan (yang tergabung dalam Sentra Gakumdu) termasuk hakim terkait peradilan pemilu. Budaya hukum adalah nilai-nilai filosofi hukum, nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat dan kesadaran/ sikap perilaku hukum/ perilaku sosialnya dan pendidikan/ ilmu hukum. (Lihat lebih lanjut di Reformasi Sistem Peradilan (Sistem Penegakan Hukum) di Indonesia, Prof Barda Nawawi Arief dalam Potret Penegakan Hukum di Indonesia, edisi keempat, 2009, Komisi Yudisial, Jakarta).

Permasalahan yang ada dalam Penegakan Hukum Kampanye Hissara Hamba (BlackCampaign)

terkait substansi hukum, catatan penulis yaitu pertama, ke-teledoran tidak memasukkan huruf c (hasut dan adu domba) dalam larangan kampanye pemilu dalam kualifikasi tindak pidana pemilu. Meski dalam rumusan sanksi ada. Hal ini bisa menjadi celah pihak-pihak tertentu yang mencoba “membebaskan” pelaku kampanye hissara hamba khususnya dalam kategori huruf c tersebut. Kedua, Tidak dimasukkannya jaminan hak masyarakat terkait pelaporan pelanggaran pemilu termasuk pidana pemilu “larangan kampanye hissara hamba” dalam UU Pemilu 8 Tahun 2012. Dalam Pasal 246 “Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemilu”, hanya ada 4 jenis partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilu yaitu “sosialiasi Pemilu, pendidikan politik bagi Pemilih, survey atau jajak pendapat tentang Pemilu dan penghitungan cepat hasil Pemilu. Memang ada ketentuan penanganan laporan pelanggaran Pemilu. Yaitu laporan pelanggaran Pemilu dapat disampaikan oleh WNI yang

Page 127: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

234 235 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

punya hak pilih, pemantau dan peserta Pemilu. Rumusannya adalah “dapat” dan bukan “berhak”.

Ketiga, rendahnya ancaman pidana pemilu dalam “kampanye hissara hamba” yaitu maksimal penjara 2 Tahun dan maksimal denda 24 juta rupiah. Bandingkan dengan ancaman terkait hal senada yaitu rumusan delik dalam UU penghapusan diskriminasi ras dan etnis (UU 40 Tahun 2008) yang mulai berlaku sejak “Hari Pahlawan” 10 November Tahun 2008. Setiap orang yang dengan sengaja menunjukkan kebenci-an atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis, dipidana dengan penjara maksimal 5 Tahun dan/ atau denda maksimal Rp 500 juta (Pasal 16).

terkait struktur hukum, permasalahan yang ada diantaranya yaitu Pertama, unsur aparat penegak hukum yaitu kepolisian cenderung lebih memfokuskan pada keamanan pemilu dibandingkan penegakan hukum termasuk pidana pemilu. Kedua, permasalahan sinergisitas dalam sentra gakumdu. Pengalaman di DIY dalam Pemilu 2009 ada problem “ketegangan” antar unsur dalam sentra gakumdu dalam menafsirkan aturan kepemiluan utamanya pidana pemilu. Ketiga, peradilan (baca: hakim) belum terbiasa dalam menyidangkan kasus pidana pemilu yaitu hissara hamba dibanding misalnya dengan perkara jenis larangan kampanye yaitu politik uang.

terkait budaya hukum. Yaitu masih minimnya laporan masya-rakat terkait pidana pemilu utamanya kampanye hissara hamba. Pengalaman di DIY, perkara yang dilaporkan lebih banyak tentang politik uang, perusakan alat peraga kampanye, penggunaan fasilitas pemerintah dan lain-lain. Mesti diakui laporan masyarakat terkait kepemiluan amat jauh kuantitasnya dibanding misalkan laporan terkait pemenuhan hak dasar yaitu misal pendidikan dan kesehatan yang langsung dirasakan permasalahannya oleh masyarakat. faktor

lain, meminjam hasil survei LIPI terbaru di 2013, ketertarikan masyarakat pada politik amat rendah yaitu ada 60 persen responden yang menyatakan kurang tertarik dan tidak tertarik sama sekali pada politik. Hanya sekitar 4 dari 5 orang responden mengaku jarang/ sangat jarang atau tidak pernah terlibat dalam diskusi masalah politik atau pemerintahan, baik dengan anggota keluarga maupun teman atau tetangga. Survei itu dilakukan di 31 propinsi seluruh Indonesia dengan 1. 799 orang di 90 desa/ kelurahan. Ambang kesalahan survei itu 2, 31% dengan tingkat kepercayaan 95% (LIPI, Ketertarikan Masyarakat Pada Politik Rendah, diunduh dari berita online Kantor Berita Antara, 25 November 2013).

faktor yang lainnya dalam persepsi masyarakat, ada permasalahan serius soal minimnya pelaksanaan perlindungan saksi pelapor terkait kasus-kasus yang bersinggungan dengan elit politik meski kita sudah punya UU Perlindungan Saksi dan Korban. Meminjam bahasa sebagian masyarakat “mau membenahi bangsa, menjadi pelapor pidana pemilu, malah menjadi tersangka pencemaran nama baik dan potensi kekerasan fisik dari pihak tertentu yang merasa dirugikan dengan langkah pelaporan”.

Usulan Upaya Peningkatan efektivitas (optimalisasi Penindakan / Penegakan Hukum)

Ada beberapa usulan upaya peningkatan efektivitas penindakan dan penegakan hukum kampanye “hissara hamba” sebagai upaya optimalisasi ke depan. Antara lain: Pertama, sosialisasi “regulasi pro gresif” Peraturan Bawaslu yang membuka peluang masyarakat sebagai informan terkait pidana pemilu termasuk kampanye hissara hamba apalagi terancam keselamatan. “Laporan Masyarakat yang di-sampai kan secara tidak langsung dan atau laporan masyarakat yang

Page 128: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

236 237 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

dikarenakan alasan keselamatan pelapor tidak dapat bersaksi dikate-gori kan sebagai informasi awal untuk Pengawas Pemilu” (Pasal 34 ayat 2 Peraturan Bawaslu Nomor 4 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengawasan Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD).

Kedua,mendorong aparat penegak hukum mengkaitkan dakwa-an pidana pemilu dengan pidana lainnya yang diatur dalam UU Peng hapusan Diskriminasi Ras dan Etnis yang lebih berat ancaman hukumannya. Ketiga,membangun sinergisitas aparat penegak hukum dalam sentra gakkumdu demi optimalisasi dan percepatan penanganan perkara pidana pemilu utamanya kampanye “hissara hamba” sesuai mekanisme pelaporan dan penanganan pidana pemilu. Pernyataan Kapolri Jenderal Sutarman baru-baru ini yang memerintahkan Kabareskim untuk mendukung penuh Sentra Gakumdu di pusat dan daerah tentu perlu diapresiasi dan penting menjadi perhatian untuk bahan pengawasan semua pihak di tingkat pelaksanaannya.

Keempat, Bawaslu melakukan koordinasi efektif dengan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial terkait opimalisasi pemahaman hakim yang menangani perkara pemilu utamanya dalam pidana pemilu kampanye “hissara hamba: Termasuk melakukan pelatihan dan penguatan kapasitas hakim-hakim di daerah baik PN dan PT. Kelima, pelibatan aktif masyarakat termasuk gerakan mahasiswa, ormas keagamaan, akademisi/ kampus, organisasi wartawan/ jurnalis, organisasi perempuan, organisasi difabel, karang taruna, dharma wanita, PKK, paguyuban RT/ RW/ dukuh/ kades untuk berperan aktif sebagai relawan pengawas pemilu termasuk pengawasan dan pelaporan pidana pemilu dalam hal ini terkait pidana atas kampanye “hissara hamba”.

Dalam usulan ini, untuk mendorong optimalisasi pelibatan masyarakat dalam pelaporan pidana pemilu, penting dikampanyaken

“amunisi/ jaminan yuridis yang ampuh” di KUHP yaitu “bukan pence-maran nama baik apabila perbuatan demi kepentingan umum” (Pasal 310 ayat 3) untuk antisipasi serangan laporan pencemaran nama baik dari pihak yang merasa dirugikan terkait pelaporan pidana pemilu.

Demikian beberapa usulan penulis terkait optimalisasi penindakan dan penegakan hukum pidana pemilu dalam hal ini pidana pemilu black campaign (hissara hamba). Semoga sukses untuk kiprah dan pengabdian Bawaslu DIY ke depan demi Yogyakarta dan Indonesia yang lebih adil dan lebih baik ke depan.

Terima kasih. Salam hormat. Sukses Bawaslu DIY untuk Pemilu 2014. Selamat Hari Anti Korupsi 9 Des 2013. Salam Anti Korupsi. Salam Awas !

Yogyakarta, 9 Desember 2013Disampaikan dalam FGD Bawaslu DIY

Tri Wahyu KH (Direktur Indonesian Court Monitoring/ ICM)Email : sj_icm@yahoo. com dan triwahyu. jogja@gmail. com

Page 129: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

238 239 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Problem Pengawasan Black Campaign dan strategi Peningkatan

Kinerja Pengawasannya1 mohammad najib2

Pemilu 2014 sudah memasuki tahapan penting, yakni kampanye. Kampanye merupakan tahapan bagi partai politik peserta pemilu, per seorangan calon Anggota DPD serta calon Anggota DPR dan DPRD melakukan promosi dan sekaligus berkom-petisi untuk meraih dukungan pemilih. Idealnya dalam kegiatan kampanye ini peserta pemilu berusaha mempengaruhi pilihan pemilih lewat menawarkan visi, misi dan program peserta pemilu3. Dengan begitu maka pemilih akan memiliki pertimbangan rasional untuk menentukan pilihannya dengan mendasarkar komitmen, konsen dan fokus perhatian peserta pemilu terhadap isu atau persoalan tertentu yang terkait dengan per-soalan yang dihadapi rakyat. Hal ini yang membuat rakyat akan dapat memilih peserta pemilu yang dianggap memiliki kedekatan orientasi dengan persoalan yang dihadapi.

1 Disampaikan dalam Round Table Discussion Pengawasan Pemilu Bawaslu DIY, pada tanggal 9 Desember 2013 di RM Goebog Resto, dengan tema “Black Campaign”.

2 Ketua Bawaslu DIY dan Dosen Luar Biasa pada Jurusan Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM.

3 Pengertian tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang No 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD.

Page 130: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

240 241 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Dalam kesempatan ini peserta pemilu disamping dapat menarik simpati dan dukungan dari pemilih guna memenangkan kompetisi, pada saat yang sama juga dapat melakukan upaya untuk menjatuhkan reputasi dan kredibilitas kompetitor dengan cara menyerang lawan dengan melakukan black campaign. Black campaignini ditujukan agar elektabilitas kompetitor menurun dan pemilih mengalihkan dukungan-nya pada pelaku black campaign.

Meskipun tidak selalu tujuan dari pelaku black campaign tersebut dapat dicapai dan pelaku black campaign menang dalam pemilu. Hal itu karena tidak seluruh black campaign dipercaya oleh pemilih.

Menurut Wikipedia, black campaign merupakan kampanye dengan “penggu-naan metode rayuan yang merusak, sindiran atau rumors yang tersebar mengenai sasaran kepada para kandidat atau calon kepada masyarakat agar menimbulkan persepsiyang dianggap tidak etis terutama dalam hal kebijakan publik. Komunikasi ini diusaha-kan agar menimbulkan fenomena sikap resistensi dari para pemilih. Kampanye hitam umumnya dapat dilakukan oleh kandidat atau calon bahkan pihak lain secara efisien karena kekurangan sumber daya yang kuat untuk menyerang salah satu kandidat atau calon lain dengan bermain pada permainan emosi para pemilih agar pada akhirnya dapat meninggalkan kandidat atau calon pilihannya.

Dalam melakukan black campaign, dibutuhkan strategi yang rapi dan tepat, sehingga semua itu sudah pasti membutuhkan observasi, pe-ngumpulan data, analisis dan sebagainya. Jika black campaign dilakukan dengan asal-asalan, maka akan mudah dipatahkan oleh lawan politik yang jadi sasaran untuk dikorbankan, dan bahkan “si korban” bisa dengan mudah melacak siapa pelakunya. Karena itulah black campaign juga membutuhkan biaya yang cukup besar dan perencanaan yang detil dan matang, seperti halnya white campaign.

Secara harfiah black campaign bisa diartikan sebagai kampanye kotor, yakni kampanye untuk menjatuhkan lawan dengan menggunakan isu negatif yang tidak berdasar. Dahulu kampanye hitamini juga dikenal sebagai whispering campaign, yakni kampanye melalui mulut ke mulut, namun sekarang ini kampanye tersebut mengalami perubahan modus dengan menggunakan media massa sebagai penyebar informasi. Bahkan black campaign dengan menggunakan media massa ini memi-liki daya ungkit yang sangat tinggi guna mempengaruhi persepsi pemilih terhadap calon yang diserang. Meskipun jika praktek tersebut tidak rapi dan dengan perhitungan yang tidak matang, maka praktek tersebut justru memiliki efek positif pada calon yang diserang. Hal itu terjadi karena dalam persepsi publik, bisa jadi calon yang dapat serangan black campaign sebagai pihak yang dianggap terdzalimi/ ter-aniaya. Sedangkan ada kecenderungan bagi perilaku memilih di Indonesia untuk memberikan sentimen keberpihakan pada calon yang yang terdzalimi4.

Secara umum black campaign memiliki ciri yang sangat pokok yaitu lebih banyak “membual” daripada fakta. Meskipun mungkin saja terdapat satu atau dua fakta yang disampaikan dalam black campaign, tetapi dia akan diolah sedemikian rupa untuk dilontarkan agar mempengaruhi opini publik kearah yang negatif. Black campaign bisa merupakan serangan terbuka. Metode ini sangat mudah dikenali, yakni berniat menjatuhkan lawan, berisi sisi negatif lawan dan selalu dilebih-lebihkan dengan fakta yang tidak jelas kebenarannya.

Kampanye kotor juga bisa dilakukan secara sporadis dengan menunggu momen yang tepat dan hilang dalam waktu yang cepat. Biasa nya dia selalu menunggu saat yang tepat untuk menyerang,

4 Kasus melambungnya dukungan pada SBY-JK pada Pilpres 2004 atau Jokowi-Basuki Cahya Purnama dalam Pemilu Gubernur DKI adalah sekadar menyebutkan contoh atas kasus tersebut.

Page 131: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

242 243 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

misal nya menunggu opini tertentu sebagai pembuka jalan. Jika pembahasan mereda, ketika itulah “sang penyerang” hilang sementara. Model lain adalah dengan melakukan bunuh diri. Biasanya “sang penyerang” melakukan hal ini juga dengan tertutup. Black campaign juga dapat dilakukan dengan jalan menyusupkan “orangnya” masuk ke kubu lawan. Bila si penyusup sudah masuk maka dia akan berupaya membuat sesuatu yang merugikan kelompok yang disusupi. Seringkali pernyataan yang keluar justru kontraproduktif, misalnya membuat pernyataan yang membuat pemilih marah, benci dan kehilangan simpati. Hal ini tentu akan merugikan kelompok yang disusupi dengan merusak citra.

Tetapi yang pasti dari semua pola kampanye itu sangat sulit dibuktikan “pelaku intelektual” dibalik serangan tendensius dan negatif itu. Dua unsur yang menonjol dalam black campaign ini adalah berita yang keluar dari fakta, membesar-besarkan kenyataan, tendensius, dan berpotensi membunuh karakter. Ini tentu juga merugikan publik karena publik berhak mendapatkan berita yang benar dan berdasarkan fakta. Mengumandangkan sebuah pesan yang tidak berdasar pada fakta adalah pelanggaran terhadap hak publik. Hal itu termasuk pidana pemilu yang dilarang dalam pelaksanaan kampanye pemilu5. Demi menjaga kualitas dan integritas pelaksanaan pemilu dan mendorong terlaksananya pemilu secara free dan fair serta beradab, maka black campaign harus ditutup peluangnya.

Problem Pengawasan

Sebagai kegiatan politik yang rapi dan terorganisir black campaign berlangsung dengan “senyap” dengan pelaku yang tidak mudah diidenti-fikasi, meskipun sasaran tembak dari kegiatan tersebut relatif jelas. Hal

5 Ketentuan tentang larangan tersebut diatur dalam Pasal 86 ayat (1) dan ketentuan sanksi pidananya diatur dalam Pasal 229 Undang-Undang No 8 Tahun 2012.

itu karena black campaign sebagai kejahatan politik selalu dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Sebagai konsekuensi dari sikap tidak bertanggungjawab dari pelaku kejahatan tersebut adalah dengan menyembunyikan jati dirinya ketika menjalankan kegiatan black campaign tersebut6. Dalam istilah lain black campaign merupa kan kegiatan “lempar batu sembunyi tangan”. Tujuan dari sasaran lemparan batu jelas, yakni untuk melukai/ merugikan lawan politik. Tapi pelakunya selalu menyembunyikan tangannya agar tidak ketahuan bahwa dia yang melakukan aktifitas tersebut.

Dengan jumlah personal dan infrastruktur terbatas, maka pe-ngawas pemilu mengalami kendala dan keterbatasan untuk meng-identifikasi dan bahkan “menangkap” pelaku black campaign. Pada saat yang sama para pelaku black campaign bisa melakukan kejahatan tersebut dengan leluasa di atas keterbatasan dan kelemahan yang dialami oleh pengawas pemilu tersebut. Karakteristik pelaku black campaign yang selalu tidak bertanggungjawab, selalu menyembunyikan jati diri pelakunya membuat kesulitan bagi pengawas pemilu untuk mengungkap pelaku dibalik kejahatan pemilu tersebut. Padahal kejahatan tersebut sangat merusak moralitas bangsa dan mengganggu integritas dan kualitas pelaksanaan pemilu.

Mengidentifikasi pelaku black campaign ibarat menemukan pelaku kentut di sebuah bus ber-AC, yang tidak terdengar berbunyi kentutnya, tapi sangat terasa baunya. Sementara si pelaku kentut sengaja ber sem-bunyi atau seolah-olah merasa tidak tahu menahu dengan keberadaan kentut tersebut. Dengan jumlah penumpang yang sangat banyak tentu tidak terlalu mudah bagi siapapun untuk mengidentifikasi si

6 Inilah bedanya antara black campaigndengan white compaign. Jika white compaign dilakukan dengan menunjukkan kejelasan pelakunya, tapi dalam black campaign karena ditujukan untuk menye-rang lawan, maka identitas penyerang selalu disembunyikan, meskipun bagi pihak yang diserang atau pengamat politik terkadang bisa memperkirakan siapa pelakunya.

Page 132: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

244 245 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

pelaku kentut tersebut. Meskipun bisa juga dilacak dengan cara meng-identifikasi apakah diantara penumpang bus tersebut ada yang sakit perut atau mengalami kesulitan“BAB” sehingga berpotensi untuk kentut tidak berbunyi tapi baunya sangat terasa.

Dalam konteks riil politik sehari-hari sebenarnya bisa juga pelaku black campaign dilacak dengan cara mengidentifikasi karakteristik peserta pemilu dan konfigurasi serta konstelasi persaingan antar partai politik peserta pemilu, perseorangan calon Anggota DPD maupun calon Anggota DPR dan DPRD. Hanya saja dengan jumlah partai politik dan perseorangan calon Anggota DPD bahkan calon Anggota DPR dan DPRD yang sangat banyak tentu membuat kompleksitas peta persaingan tersebut, sehingga dimungkinkan seorang politisi memiliki cukup banyak kompetitor. Padahal semua kompetitor punya kemungkinan untuk saling melakukan black campaign. Akibatnya sangat rumit analisis kaitan antara korban dengan pelaku black campaign.

Dalam situasi masyarakat politik yang belum memiliki fatsoen politik (tata krama berpolitik) membuat black campaign sangat potensial terjadi. Hal itu karena makna politik sebagai upaya mencapai tujuan dengan menghalalkan berbagai cara, te-lah menjadi mindset yang berurat akar di sebagian besar politisi kita. Tujuan dari berpo-litik seolah-olah semata-mata hanya untuk mencapai kemenangan dalam perebutan kursi dalam pemilu. Politik belum dimaknai sebagai cara beradab untuk mengambil peran dan tangggungjawab warga negara dalam ikut membentuk pemerintahan yang lebih baik melibatkan diri dalam kompetisi yang fair dan bebas untuk mendapatkan amanah dari rakyat. Dalam suasana panickarena ketakutan gagal memperoleh kursi, akibat high cost politik dan tingginya kompetisi, maka sebagian politisi cenderung menempuh berbagai cara untuk memenangkan pemilu termasuk black campaign.

Pada saat yang sama dengan keterbatasan pendidikan masyarakat mem buat kemampuan analisis pemilih sangat terbatas, sehingga tidak punya kapasitas untuk memberikan penilaian atas semua infor masi yang diterima, termasuk black campaign. Akibatnya black campaign dianggap sebagai sebuah fakta dan kebenaran informasi yang patut dijadikan sebagai dasar untuk melakukan pertimbangan ulang atas penilian terhadap calon tertentu. Akibatnya bisa jadi pelaku black campaign semakin yakin bahwa black campaign yang dilakukannya memiliki efektivitas tinggi untuk membelokkan preferensi pilihan pemilih, dari semula mendukung korban black campaign, berubah men-jadi mendukung pelaku black campign. Akibatnya keyakinan pelaku black campaign untuk mengurangi dukungan/elektabilitas kompetitor menjadi semakin kuat.

Peningkatan Kinerja Pengawasan

Secara karikatural, aktor dibalik kampanye negatif itu ibarat bayang-bayang raksasa yang sedang tertawa. Mereka merasa berhasil melakukan kejahatan politik yang merugikan reputasi lawan politik sekaligus menggerogoti integritas pemilu, sementara pengawas pemilu dan aparat penegak hukum tidak dapat menjangkau dan mem-pro-ses nya di pengadilan, apalagi memberikan sanksi setimpal atas kejahatannya tersebut. Dia seolah-olah ada diantara kerumunan massa yang lemah dan bimbang dalam menentukan pilihan politik, akibat tidak adanya peserta pemilu yang kredibel dan dipercaya publik untuk dapat diharapkan mampu memperbaiki pemerintahan, sehingga mudah dipengaruhi preferensi pilihan politiknya. Akibatnya aksi black campaign potensial untuk mampu mempengaruhi pergeseran perilaku pilihan pemilih.

Secara obyektif pelaku black campaign adalah musuh bersama, baik musuh pengawas pemilu, musuh aparat penegak hukum, musuh

Page 133: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

246 247 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

peserta pemilu serta musuh pemilih serta rakyat kebanyakan. Hal itu karena berkat ulah pelaku black campaign membuat terjadinya kerusakan dari bangunan sistem pemilu untuk mampu memfasili-tasi keterpilihan kandidat terbaik. Akibatnya pemilu gagal melahirkan rezim pemerintahan terbaik. Pada saat yang sama black campaign juga memiliki pengaruh buruk terhadap semakin buruknya budaya politik di masyarakat. Sehingga black campaign harus menjadi musuh bersama (common enemy), sehingga upaya mengatasinya harus dilakukan secara bersama-sama.

Ada beberapa strategi yang bisa ditempuh untuk membendung potensi terjadinya praktek black campaign. Pertama, keterbatasan jumlah personel dan infrastruktur lembaga pengawas pemilu untuk menjangkau para pelaku black campaign harus ditutup oleh kesediaan rakyat untuk menutup kekuarangan tersebut dengan men-jadi pengawas partisipatif. Pemilu adalah milik publik, sehingga keberhasilannya sangat tergantung kesediaan masyarakat untuk mengawal pelaksanaan kegiatan tersebut agar berlangsung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Para penga-was pemilu partisipatif adalah orang per orang warga negara yang telah memiliki hak pilih yang memiliki kepedulian terhadap keberhasilan pemilu dengan bersedia mengawal seluruh proses pelaksanaan pemilu, serta bersedia melaporkan pada pengawas pemilu jika menemukan terjadinya indikasi pelanggaran pemilu di tengah-tengah masyarakat.

Asumsinya, masyarakat lebih memiliki kedekatan dengan realitas terjadinya praktek pelanggaran pemilu, termasuk black campaign. Akibatnya rakyatlah yang patut menjadi saksi dan bersedia melaporkan kejadian tersebut demi terlaksananya pemilu yang lebih sehat, tertib, free dan fair serta beradab. Ketika rakyat yang mengetahui adanya aksi black campaign bersedia melaporkan kejadian tersebut pada pengawas pemilu, maka hal itu merupakan sumbangan luar biasa terhadap upaya

peningkatan kapasitas pengawas pemilu untuk menangani pelanggaran pemilu. Karena faktanya memang dengan keterbatasan personal dan daya dukung pengawas pemilu membuat lebih banyak pelanggaran pemilu yang tidak diketahui oleh pengawas pemilu, sehingga tidak dapat ditindaklanjuti oleh pengawas pemilu. Kesulitan pengawas pemilu untuk menangani pelanggaran tersebut biasanya akibat dari ketiadaan saksi dan barang bukti, karena ketika pelanggaran terjadi tidak ada pengawas pemilu berada di tempat kejadian tersebut.

Hadirnya program “Satu Juta Relawan Pengawas Pemilu” yang diinisiasi Bawaslu merupakan ikhtiar bagi Bawaslu untuk mendorong keterlibatan masyarakat dalam pengawasan pemilu, sehingga semakin menutup kecenderungan para peserta pemilu untuk melakukan pelanggaran pemilu. Keberhasilan recruitment relawan pengawas pemilu di beberapa daerah yang kemudian dilanjutkan dengan dekla-rasi kesiapsiagaan para relawan pengawas pemilu untuk memback-up pengawas pemilu dalam menemukan pelanggaran pemilu, secara seporadis di beberapa daerah telah melahirkan efek kehati-hatian para peserta pemilu. Sikap itu tentu saja akan membuat berkurangnya potensi pelanggaran yang akan dilakukan oleh peserta pemilu.

Kedua, para peserta pemilu, khususnya yang menjadi korban atas praktek black campaign harus menghadapi serangan tersebut dengan rileks, karena dalam beberapa polablack campaign akan menjadi semakin kuat bila dilawan. Dalam kasus seperti ini black campaign akan hilang bila tidak dilawan. Tujuan kampanye negatif ini salah satunya untuk menarik perhatian massa. Bila korban dan pihak-pihak terkait terpancing maka kasusakanmenjadi besar dan kemudian akan menjadi perhatian publik. Sehingga salah satu target kampanye negatif tercapai. Namun efek dan target black campaign akan hilang bila diabaikan.

Peserta pemilu, khususnya yang menjadi korban juga bisa me-ngalihkan isu dengan membalikan isu tersebut sebagai senjata untuk

Page 134: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

248 249 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

menyerang balik. Teori kelemahan menjadi kekuatan adalah model cerdas. Peserta pemilu yang menjadi sasaran black campaign tidak perlu menghamburkan energi untuk berkampanye, cukup menunggu serangan black campaign lalu menjawab dengan cerdas, misalnya dengan mengatakan dirinya sedang terdzolimi. Terkadang upaya ini ampuh menampung simpati massa.

Jika black campaign dilakukan dengan pola tersistematis dengan penyusupan pihak lawan untuk menghancurkan dari dalam, maka yang harus dilakukan adalah sterilisasi pengurus/tim, dengan mengenali kawan dan lawan. Infltrasi dari luar yang masuk ke dalam jauh lebih berbahaya dari musuh didepan mata. Dalam teori manajemen konflik hal ini hanya bisa diatasi dengan menjaga setiap kawan dan mengawasi setiap lawan. Hal ini bukanlah pekerjaan mudah karena dalam politik tidak ada teman abadi, yang ada hanyalah kepentingan abadi, sehingga bisa jadi tidak mudah untuk membuat klasifikasi teman dan lawan dalam politik, karena sifatnya sangat sesaat dan kondisional sesuai kepentingan. Namun apapun masalahnya, semua itu bisa diatasi jika para politisi memiliki fatsoen politik dan menjunjung tinggi moralitas bangsa daripada kepentingan sempit dan jangka pendek sekedar perolehan kursi dalam pemilu.

Ketiga, bagi pemilih dan rakyat kebanyakan harus terus-me-nerus menigkatkan kualitas pendidikan dan daya nalar politik agar memiliki kapasitas yang cukup untuk menilai setiap informasi politik. Kemampuan rakyat untuk menyaring informasi dan sekaligus melakukan verifikasi atas kebenaran informasi akan membuat black campaign gagal untuk mempengaruhi dan membelokkan preferensi pilihan politik pemilih. Jika realitas ini terjadi dalam jangka panjang akan membuat para politisi untuk tidak lagi menggunakan modus black campaign sebagai upaya untuk pemenangan pemilu.

Hanya saja kondisi ideal tersebut masih sangat sulit untuk bisa dicapai dalam waktu dekat ini. Kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan dari sebagian besar rakyat Indonesia membuat dibutuhkan proses panjang untuk hadirnya kondisi ideal tersebut. Gagalnya pemilu untuk menghasilkan rezim pemerintahan yang lebih baik sehingga menghasilkan kebijakan pemerintah yang konsen pada kesejahteraan rakyat dan peningkatan pendidikan rakyat masih jauh panggang dari api. Akibat berikutnya rakyat juga selalu gagal untuk memilih dan membentuk rezim pemerintahan yang lebih baik dalam pemilu berikutnya.

Diperlukan kesadaran kolektif dari seluruh stakeholder untuk memastikan pemilu berjalan dengan free dan fair, berbagai bentuk pelanggaran pemilu termasuk black campaign harus ditutup peluangnya, agar dapat dihasilkan rezim pemerintahan yang lebih baik. Pada saat yang samahadirnya rezim pemerintahan yang lebih baik akan mampu memfasilitasi berlangsungnya kebijakan yang mendukung bagi peningkatan pendidikan dan kesejahteraan rakyat. Kondisi ini pada saatnya iniakan memiliki sumbangan bagi hadirnya pemahaman dan kesadaran politik rakyat untuk mendukung dan mengawal pelaksanaan pemilu masa depan di Indonesia yang lebih free, fair dan beradab. Akibatnya hadirnya pengawasan partisipatif oleh rakyat akanmenjadi sebuah keniscayaan. Semoga mimpi indah ini segera menjadi kenyataan. Rakyatlah bisa berkehendak atas terwujudnya mimpi tersebut. (Hotel Ibis Bandung Trans Studio, 8 Desember 2013).

Page 135: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

250 251 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

regulasi tentang Black Campaign, Penanganan dan Penindakan

Hukumnya1

sri r. werdiningsih2

Pemilu mempunyai arti penting, artinya karena merupakan sarana membentuk lembaga perwakilan dan penggantian pemimpin secara legal, oleh karena itu maka harus selalu diupayakan agar terselenggara Pemilu yang demokratis. Jika tidak ada Pemilu yang demokratis maka Pemerintah akan kehilangan legitimasi dan dukungan rakyat.

Pemilu demokratis yang sah atau bebas dan adil tidak hanya karena diselenggarakanoleh lembaga Komisi Pemilihan Umum yang ber tindak imparsial dan efektif, tetapi juga dengan adanya kandidat yang dapat melaksanakan kampanye dengan bebas dan mendapat dukungan dari rakyat.3

Perubahan sistem Pemilu dari proporsional tertutup ke propor-sional terbuka sebagaidampak dari Putusan MK Nomor 22-24/ PUU-VI/ 2008 yang merubah perhitungan suara dari nomor urut menjadi suara terbanyak menjadikan ikatan yang selama ini tercipta antara

1 Disampaikan Dalam Sosialisasi Pengawasan Pemilu Bagi Media Massa dan Ormas di DIY 9Desember 2013.

2 Anggota Bawaslu DIY Divisi Penindakan Pelanggaran.3 Topo Santoso, Penguatan Penegakan Hukum Pemilu, Jurnal Pemilu dan Demokrasi,

Jakarta, 2012

Page 136: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

252 253 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

partaipolitik-pemilih bergeser menjadi calon legislatif-pemilih.

Perubahan penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak tersebut juga mempengaruhi pada praktek kampanye yang dilakukan oleh caleg. Para caleg tentu akan lebih mempromosikan diri secara lebih intens dan berupaya sekuat tenaga agar dapat meraup suara sebanyak banyaknya dari para pemilih.

Akibat lainnya yaitu munculnya episentrum baru persaingan. Persaingan bukan lagi hanya persaingan antar partai politik tetapi juga terjadi persaingan antar kandidat (caleg), baik yang berasal dari partai politik yang berbeda bahkan terjadi juga persaingan antar kandidat di internal partai politik. Demi tujuan untuk memenangkan/ meraih suara terbanyak tersebut, caleg gencar melakukan kampanye guna mem promosikan dirinya agar terpilih.

regulasi yang mengatur BlackCampaign

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tidak ada ter-minologi Black Campaign, tetapi ditemukan dalam pasal yang mengatur larangan dan ketentuan pidana dalam kampanye.

Jika dilihat ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 yang dimaksud dengan Kampanye Pemilu adalah kegiatan Peserta Pemilu untuk meyakinkan para Pemilihdengan menawarkan visi, misi dan program Peserta Pemilu.4

Menurut Firmanzah, semua agenda partai atau perorangan yang berkaitan denganpengumpulan massa, parade, orasi dengan pemaparan program kerja dan mempengaruhi opinipublik, pemasangan atribut partai (misalnya umbul-umbul, poster, spanduk) dan pengiklananpartai lewat media cetak maupun elektronik, dengan maksud untuk sosia-

4 Pasal 1 angka 29 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum AnggotaDewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

lisasi program kerja danmempengaruhi opini publik maka itu disebut kampanye politik. Kampanye politik selalu dekatdengan pesan-pesan politik, ajakan untuk memilih partai atau sosok tertentu menjadi pesan paling dominan dalam proses kampanye.5 Dengan demikian kam panye merupakan kegiatanpositif dan bermuatan pesan-pesan positif.

Oleh karena kampanye pada dasarnya merupakan kegiatan positif, maka dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 meng-atur larangan dalam kampanye, antara lain Pasal 86 ayat (1)meng-atur:pertama, larangan mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pem-bukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan RepublikIndonesia.Kedua, dilarang melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara KesatuanRepublik Indonesia. Ketiga, dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calondan/ atau Peserta Pemilu yang lain. Ke empat, dilarang menghasut dan mengadu dombaperseorangan ataupun masyarakat. Kelima, dilarang mengganggu ketertiban umum.Keenam, dilarang mengancam untuk melakukan kekerasan atau meng anjurkan penggunaan kekerasankepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat dan/ atau peserta pemilu yang lain. Ketujuh, dilarang merusak dan/ atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta pemilu. Kedelapan, dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan. Kesembilan, membawa atau menggunakan tanda gambar dan/ atau atribut selain dari tanda gambar dan/ ataua tribut peserta pemilu yang bersangkutan. Kesepuluh, dilarang menjanjikan atau memberikanuang atau materi lainnya kepada peserta kampanye Pemilu.

Larangan yang ketiga, dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calondan/ atau peserta Pemilu yang lain. Keempat,

5 Firmanzah, Persaingan, Legitimasi Kekuasaan, dan Marketing Politik. PembelajaranPolitik Pemilu 2009 (, Jakarta:Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010).

Page 137: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

254 255 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

dilarang menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun ma-sya rakat itulah yang merupakan black campaign.

Black campaign adalah suatu model atau perilaku atau cara ber-kampanye yangdilakukan dengan menghina, memfitnah, mengadu domba, menghasut atau menyebarkan beritabohong yang dilakukan oleh seorang calon atau sekelompok orang atau partai politik atau pendukung seorang calon terhadap lawan atau calon lainnya.6

Pelanggaran terhadap larangan kampanye diancam dengan pidana penjara dan denda, yang diatur dalam Pasal 299, yang berbunyi: “Setiap pelaksana, peserta, dan petugas KampanyePemilu yang dengan sengaja melanggar larangan pelaksanaan kampanye pemilu sebagaimanadimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) huruf a7, huruf b8, huruf c9, huruf d10, huruf e11, huruf f12, huruf g13, huruf h14, atau huruf i15 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahundan denda paling banyak Rp. 24.000.000, 00 (dua puluh empat juta rupiah).”

Penanganan dan Penindakan Hukum BlackCampaign

Penanganan Pelanggaran Black Campaign berawal dari adanya

6 http:/ / maulanusantara.wordpress.com/ 2009/ 06/ 30/ black-campaign/ 7 mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar

Negara RepublikIndonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

8 melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

9 menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/ atau Peserta Pemilu yang lain.

10 menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat.11 mengganggu ketertiban umum12 mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan

kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/ atau Peserta Pemilu yang lain.

13 merusak dan/ atau menghilangkan alat peraga kampanye Peserta Pemilu14 menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan15 membawa atau menggunakan tanda gambar dan/ atau atribut selain dari tanda

gambar dan/ atau atribut Peserta Pemilu yang bersangkutan

temuan/ laporan dugaanpelanggaran yang disampaikan kepada Pe-ngawas Pemilu sesuai tingkatannya berdasarkan tempat terjadinya dugaan pelanggaran.

Laporan16 adanya dugaan pelanggaran tindak pidana Pemilu be-rupa dugaan blackcampaign dapat disampaikan kepada pengawas Pemilu paling lambat 7 (tujuh) hari sejakdiketahui dan/ atau ditemukannya pelanggaran Pemilu. Setelah dilakukan identifikasi danklasifikasi, jika kuat dugaan pelanggaran yang dilaporkan tersebut merupakan tindak pidana

Pemilu, maka dalam waktu 1 x 24 jam Pengawas Pemilu melakukan pembahasan di SentraGakkumdu bersama anggota Sentra Gakkumdu dari unsur Kepolisian dan Kejaksaan.

Selanjutnya setelah mendapat rekomendasi dari Sentra Gak kumdu, pengawas Pemilu melakukan kajian dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah laporan diterima, apabilapengawas Pemilu meng anggap laporan belum cukup lengkap dan masih memerlukan informasitambahan, maka pengawas Pemilu dapat meminta keterangan tambahan kepada Pelapor yangdapat dilakukan paling lama 5 (lima) hari setelah laporan diterima.

Setelah dilakukan kajian, pengawas Pemilu membuat kesimpulan dan meneruskan hasilkajian dan rekomendasi dugaan tindak pidana Pemilu tersebut kepada Kepolisian NegaraRepublik Indonesia untuk dilakukan proses penyidikan.

Dalam waktu 14 hari Kepolisian harus melimpahkan ke Kejaksa-an. Setelah dilimpahkan, kejaksaan hanya mempunyai waktu 5 hari dan harus sudah melimpahkan ke Pengadilan. Selanjutnyasetalah Pengadilan Negeri menerima pelimpahan perkara dari Penuntut Umum, ditangani oleh MajelisHakim Khusus dan sudah harus putus

16 Laporan pelanggaran Pemilu dapat disampaikan oleh WNI yang mempunyai hak pilih, pemantau Pemilu atau Peserta Pemilu

Page 138: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

257 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan_______________256_______________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Ambardi, Kuskrindho. Mengungkap Politik Kartel: Studi tentang Sistem Kepartaian di Indonesia Era Reformasi. Jakarta: KPG, 2009.

Firmanzah, Persaingan, Legitimasi Kekuasaan, dan Marketing Politik: Pembelajaran Politik Pemilu 2009. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010.

Hanbooks International Institute for Democracy and Electoral Assistance tentang Funding of Political Parties and Election Campaign, 2003.

Hanbook US Agency for International Development “Money in politics handbook: A Guide to Increasing Transparency in Emerging Democracies”, 2003.

Held, David, ”The Changing Contours of Political Community: Rethinking Democracy in The Context Of Globalization”, dalam Barry Holden (edt), Global democracy, Key Debates. London: Routledge, 2000.

Hikam, Muhammad AS, Pemiilihan Umum dan Legitimasi Politik, dalam Syamsudin Haris (edt), Menggugat Pemilu Orde Baru. Jakarta: Yayasan Obor, 1998.

Holden, Barry (ed.), Global democracy, Key Debates, London: Routledge, 2000.

Daftar PUstaKa

paling lama 7 (tujuh) hari setelah pelimpahan berkas perkara.

Limitasi waktu yang diberikan undang-undang dalam penanganan tindak pidana Pemilutersebut disatu sisi merupakan suatu upaya penyelesaian secara cepat dan berbiaya murah, tetapidi sisi lain dapat menjadi kendala tersendiri baik bagi pengawas Pemilu dalam me la-kukan kajian, penyidik Kepolisian dalam melakukan penyidikan, Kejaksa an dalam melakukanpenuntutan dan pengadilan dalam mela-kukan pemeriksaan hingga dikeluarkan putusan hakim.

Dengan demikian keberadaan dan efektifitas Sentra Gakkumdu menjadi sangat penting, sehinggadiharapkan sejak awal sudah terbangun kesamaan persepsi dalam menyelesaian dugaan tindakpidana Pemilu.

Page 139: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

258 259 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Huntington The Third Wave: Democratization in the Late Twentieth Century. Norman: Oklahoma University Press,1991.

IRE. “Menuju Pemilihan Umum Transformatif”, dalam Annual Report. 2003/2004.

Kusaeni, Akhmad. Kampanye Hitam dan Racun Politik, www.antaranews.com, diakses, 6 Desember 2013.

LeDuc et.al, “Introduction: Building and Sustaining Democracy,” dalam LeDuc, et. al (eds.), Comparing Democracies 3. London: SAGE Publication, 2010.

Manan, Bagir, Sistem Peradilan Berwibawa (suatu pencarian), cet. Pertama, Yogyakarta: FH UII Press, 2005.

Mas’oed,Mohtar.Negara, Kapital dan Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994.

Modul Bimbingan Teknis Pangawas Pemilu Kabupaten/Kota. Jakarta: Bawaslu RI, 2012.

Nelson, Wiliam N. Justifying Democracy. London: Routledge &Kegan Paul Ltd, 1980.

Pardo,Jose’Casas,“ThreatsDemocracyFaces”,dalamJose’CasasPardoand Pedro Schwartz (edt), Public Choice and The Challenges Of Democracy. UK: Edward Elgar Publishing Limited, 2007.

Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT). Trend Corruption Report Semester I. Yogyakarta: FH UGM, 2013.

Santoso, Topo. ”Penguatan Penegakan Hukum Pemilu”, dalam Jurnal Pemilu dan Demokrasi, Jakarta, 2012.

Schumpeter, Joseph. Capitalism, Socialism, and Democracy. New York: Harper, 1947.

Soekanto, Seorjono. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: Rajawali Press, 2007.

Sorensen, Georg, Demokrasi dan Demokratisasi Proses dan Prospek dalam Sebuah Dunia yang Sedang Berubah, (terj). Yogyakarta: Pustaka Pelajar & CCSS, 2003.

Surbakti, Ramlan dkk, Buku Panduan Komisi Pemilihan Umum. Jakarta: KPU, 2008.

Undang-undang dan Peraturan lainnya

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD

Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2001

Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 17 Tahun 2013

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008 Tanggal 19 Desember 2008.

Peraturan Bawaslu Nomor 14 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaporan dan Penanganan Pelanggaran Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta

Page 140: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

260 261 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Peraturan KPU No 15 tahun 2013 tentang Perubahan PKPU No 1 tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu DPR, DPD dan DPRD

Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2013 tentang Perubahan Keempat Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Tahapan, Program dan Jadual Penyelenggaraan Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014

Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2013

UU Nomor 40 Tahun 1999 (www.dewanpers.or.id, 2013) tentang Pers

UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan

Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2013 Penyusunan Daftar Pemilih untuk Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD

Surat Edaran KPU RI No 756

Surat Edaran KPU No 664/KPU/IX/2013 tanggal 30 September 2013

Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pengawasan Pemilihan Umum juncto Pasal 19 Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pengawasan Kampanye Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD

Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pengawasan Kampanye Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD

Hasil Rapat Koordinasi Data Kependudukan di Wilayah DIY untuk Kelengkapan Data Terkait DPT.

Surat Edaran KPU Nomor 756/KPU/XI/2013 tentang Perbaikan NIK Invalid, tertanggal 7 November 2013.

Surat Edaran Nomor 792/Bawaslu/XI/2013 tentang Pengawasan Perbaikan Data Identitas Kependudukan Pemilih dalam DPT, tertanggal 8 November 2013

Internet

http://maulanusantara.wordpress.com/2009/06/30/black-campaign/

http://kpu.go.id/dmdocuments/%288.1.2013%29%20DIY.pdf yang diakses pada 20 November 2013 dan hasil pleno penetapan DPT di DIY pada 2 November 2013.

http://news.liputan6.com/read/747380/kpu-pps-bisa-coret-pemilih-invalid, diakses pada 20 November 2013

http://gorontalo.antaranews.com/print/2802/kpu-minta-bawaslu-rinci-temuan-administrasi-kependudukan, diakses Kamis, 21 November 2013 jam 06.38)

http://www.jurnas.com/news/114003/Presiden_SBY_Bahas_DPT_dengan_Pimpinan_Lembaga_Negara/1/Nasional/Pemilu_2014 diakses 20 Nov 2013)

http://www.pikiran-rakyat.com/node/252953 - PKPU Nomor 15 Tahun 2013 Kurang Efektif (Senin, 30 September 2013)

http://m.sindonews.com/read/2013/09/06/12/779951/pkpu-nomor-15-2013-buat-kampanye-lebih-adil - PKPU Nomor 15/2013 Buat Kampanye Lebih Adil (Jumat, 6 September 2013)

http://www.antarajateng.com/detail/index.php?id=85053#.UpYT3RX-LIU – PKPU, Caleg, dan Budaya Malu (Sabtu, 28 Septemer 2013)

http://www.antikorupsi.org/id/content/politik-uang-jadi-kendala-panwaslu-jalankan-tugas-250604

Kompas.com tanggal 14 November 2013 diunduh tanggal 19 November 2013

Page 141: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

263 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan_______________262_______________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Drs. mohammad najib, m.si, lahir di Pati, 10 Mei 1965, adalah Ketua Bawaslu D.I Yogyakarta. Selain sebagai Ketua Bawaslu D.I Yogyakarta, juga sebagai Dosen Luar Biasa di FISIPOL Universitas Gadjah Mada. Penulis menamatkan sekolah dasar di SDN 2 Tayu Pati, sekolah menengah pertama di SMP 1 Tayu Pati, sekolah menengah atas di SMA 2 Kudus.Melanjutkan studi S1 di Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIPOL UGM dan telah menyelesaikan studi S2 di Prodi Sosiologi FISIPOL UGM. Motto hidup penulis adalah “hidup sukses dan mulia dengan memberi kontribusi bagi terselenggaranya Pemilu yang berintegritas”. Mohammad Najib dapat dihubungi melalui e-mail: [email protected].

sri rahayu werdiningsih, sH, adalah Anggota Bawaslu D.I Yogyakarta dan sekaligus Koordinator Divisi Penindakan Pelanggaran. Selain sebagai Anggota Bawaslu D.I Yogyakarta, juga sebagai Advokat. Sempat menjadi anggota Panitia Pemilihan Umum Kecamatan (PPK) untuk Pemilu 2004 dan Pemilu 2009. Sebelum di Bawaslu D.I Yogyakarta pernah bekerja sebagai Tenaga Ahli (TA)Sosialisasi dan Training dalam Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi Perumahan dan Permukiman (Rekompak), sebuah program rehab rekon pe ru-mahan dan permukiman paska gempa 2006 dan erupsi Merapi 2010.

PrOfIl PenUlIs

Page 142: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

264 265 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Sebelumitu, aktifitasnya adalah sebagaiAdvokat, antara lain pernah tergabung di Law office HAM & Associates, Kantor Pengacara Triyandi Mulkan, SH. MM & Rekan dan juga pernah bergabung di Law Firm And iRais, SH. Penulis menamatkan sekolah menengah atas di SMA Negeri (sekarang bernama SMA N 1) Kalasan. Kemudian melanjutkan studi S1 di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.Sri RahayuWerdiningsih dapat dihubungi melalui e-mail:[email protected].

Bagus sarwono, s.Pd.si, lahir di Rembang, 1 Juni 1976,adalah Anggota Bawaslu DIY sekaligus Koordinator Divisi Organisasi dan Sumber Daya Manusia. Penulis menamatkan sekolah dasar di SDN 1Mondoteko Rembang, sekolah menengah pertama di SMPN2 Rembang, sekolah menengah atas di SMAN1Rembang. Melanjutkan studi S1 di Jurusan Pendidikan Matematika di FMIPA UGM dan sedangmenyelesaikanstudipada Magister Administrasi Publik (MAP) FISIPOL UGM. Pernahaktif di Lappera Indonesia, menjadi pengelola Sekolah Pembaruan Desa (SPD), menjadi Wakil Ketua Lembaga Ombudsman Daerah DIY (2008-2011) dan merupakan salah satu Dewan Pendiri lembaga Kemitraan Integritas Indonesia. Bagus Sarwono dapat dihubungi di e-mail: [email protected].

Dr. anak agung gde ngurah ari Dwipayana, s.IP., m.si lahir di Gianyar Bali, 24 Februari 1972, adalah Peneliti di Institute for Reseacrh and Empowerment Yogyakartasekaligus Dosen FISIPOL UGM. Penulis menamatkan sekolah dasar di SDN 3 Ubud, Gianyar (1984), sekolah menengah pertama di SMPN 1 Ubud, Gianyar (1987), sekolah menengah atas di SMAN 1 Gianyar (1990). Melanjut-kan studi S1 di Jurusan Ilmu Pemerintahan UGM (1995) dan telah menyelesaikan studi S2 san S3 di Jurusan Ilmu Politik UGM.

Karya yang telah dipublikasikan antara lain: Editor buku “Mutiara Perubahan, Inovasi dan Emansipasi Desa dari Indonesia Timur”, Australian AID, IRE Yogyakarta (2013), Editor buku “Bulan Sabit di Pulau Dewata”, CRCS UGM(2012), Kontributor dalam “Pluralisme Kewargaan: Arah Baru Politik Keragaman di Indonesia”, CRCS UGM-MIZAN(2011),Kontributor dalam “Demokrasi Lokal: Peran Aktor dalam Demokratisasi”, Penerbit Ombak(2009), “Seri Pendidikan Politik: Menjadi Pemilih yang baik dalam Pemilu 2004” (S2 Politik Lokal dan Otda UGM-Depdagri: 2004) dll. AAGN Ari Dwipayana dapat dihubungi di e-mail: [email protected], [email protected].

Dr. enny nurbaningsih, sH., m.Hum, lahir di Pangkal Pinang, 27 Juni 1962, adalah Dosen Hukum Tata Negara di FH UGM. Penulis menamatkan studi S1 di FH UGM pada tahun 1986, mendapatkan gelar M.Hum di Universitas Padjadjaran Bandung (1998) dan Doctor di UGM (2012). Karya yang telah dipublikasikan antara lain: Kajian Akademik Penyempurnaan AmandemenUUD 1945 dalam Jurnal Forum Retor (Diterbitkan olehGama Press, 2007), Format Keistimewa-an Yogyakarta(Pengisian Jabatan Kepala Daerah dalam Perspektif Politik Perundang-Undangan) dalam Jurnal Mimbar Hukum Edisi Khusus (2007), Legalitas Keistimewaan DIY dalamHarian Suara Merdeka (8 Oktober 2008). Sedangkan untuk karya yang belum dipubli kasi-kan adalah:Kajian Hukum Perda Kota Balikpapan (Tim Pengkaji) dalam Jurnal DPRD Kota Balikpapan-Magister Hukum UGM,Kajian Akademik Restrukturisasi Satuan Perangkat Daerah Kota Balikpapan Berdasarkan PP No. 8 Tahun 2003 dan Penyusunan Draft Peraturan Daerah (Koordinator Tim Pengkaji)dalam Jurnal Pemerintak Kota Balikpapan dan Kajian Akademik RUU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Tim Peneliti) dalam Jurnal Polri-Magister Hukum UGM. Enny Nurbaningsih dapat dihubungi di e-mail: [email protected].

Page 143: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

266 267 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

Drs. tresno lesmono amor, msPa, ak, lahir di Pemalang, 20 April 1952, adalah Dosen STIE YKPN Yogyakarta dan Komisioner KPU DIY periode 2008-2013. Penulis menamatkan studi S1 di Fakultas Ekonomi UGM pada tahun 1981. Mendapatkan gelar Master of Science in Profesional Accounting dari Barney Business School University of Hartford Connecticut – USA pada tahun 1994. Karya yang telah dipublikasikan dalam bentuk buku antara lain: Akuntansi Biaya (1999, 2000), Sistem Informasi Akuntansi (2006), Akuntansi Sektor Publik (2006),Akuntansi Kos (2006), Manajemen Pemerintahan Daerah (2007). Tresno L. Amor dapat dihubungi di e-mail: [email protected].

sri Hastuti Puspitasari, sH., mH, lahir di Banjarnegara, 2 Mei 1972, adalah dosen Fakultas Hukum UII Yogyakarta. Selain sebagai dosen, juga sebagai Direktur Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK ) Universitas Islam Indonesia. Penulis menamatkan sekolah menengah atas di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Kemudian melanjutkan studi S1 di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia dan telah menyelesaikan studi S2 di Universitas Indonesia. Karya ilmiah dan penelitian yang pernah penulis publikasikan antara lain buku dengan judul Kekuasaan Kehakiman yang ditulisnya bersama dengan Bambang Sutiyoso, SH., M.Hum (2005), Bunga Rampai Pemikiran Hukum di Indonesia (2007) dan penelitian tentang Hukum Progresif dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (2013). Sri Hastuti Puspitasari dapat dihubungi di e-mail: [email protected].

Hendrawan setiawan, ma, lahir di Solo, 16 Maret 1980, adalah Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, selain itu penulis juga sebagai Dosen Luar Biasa di UII dan Kepala Biro TVOne Perwakilan Yogyakarta. Penulis menamatkan sekolah dasar di SDN 15 Surakarta (1992), sekolah menengah pertama di SMPN

1 Surakarta (1995), sekolah menengah atas di SMUN 1 Surakarta (1998). Kemudian melanjutkan studi S1 di Jurusan Arsitektur Universitas Gadjah Mada (lulus 2004) dan telah menyelesaikan studi di Jurusan Jurnalisme,Ateneo De Manila University (Quezon City, Philippines) pada tahun 2012. Sejumlah karya-karya penulis antara lain www.youtube.com. Please keryik “Teroris Jakarta and Maut di IPDN” dan “Pengakuan Praja IPDN”, http://video.okezone.com/play/2009/05/30/237/10475/kampanye-capres-cawapres-dimulai-2-juni, http://video.okezone.com/play/2009/04/06/237/8839/cara-pengisian-surat-suara-yang-sah,http://video.okezone.com/play/2009/03/31/237/8672/sutrisno-bachir-akan-jadi-jurkamnas-pan, http://video.okezone.com/play/2009/03/07/235/7991/indonesia-manfaatkan-afta-untuk-tenaga-kerja,http://video.okezone.com/play/2009/03/07/235/7987/asean-bentuk-badan-ham,http://video.okezone.com/play/2009/03/07/235/7989/restoran-kapal-di-thailand, http://video.tvonenews.tv/arsip/view/61805/2012/09/20/yelyel_kemenangan_warga_solo_untuk_jokowi.Hendrawan Setiawan dapat dihubungi di e-mail: [email protected].

tri wahyu KH, adalah Direktur Indonesian Court Monitoring (ICM). Selain itu penulis adalah mantan Ketua Dewan Pengurus FORUM LSM DIY Periode 2004-2006. Di Pemilu 2004 mendapat mandat sebagai Koordinator Gerakan Nasional Tidak Pilih Politisi Busuk (GNTPPB) wilayah DIY.Tri Wahyu KH dapat dihubungi di e- mail: [email protected] dan [email protected].

Drs. octo lampito, m.Pd, adalah Pimpinan Redaksi SKH Kedaulatan Rakyat. Penulis Pernah mengikuti Short Course Election Journalism di USA, Short Course Peace Journalism di Beirut. Penulis juga pernah menjadi Ketua Presidium Masyarakat Pemantau Pemilu Pers dan Masyarakat dan Dosen Tidak Tetap di Program Pasca Sarjana FH

Page 144: Pengawasan Pemilu - bawaslu-diy.go.idbawaslu-diy.go.id/webroot/files/Files/buku.pdf · pembahasan topik itulah, tema “Urgensi Pengawasan Partisipatif” menjadi pembuka dalam rangkaian

268 269 Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan______________________________Pengawasan Pemilu Problem & Tantangan

UGM. Octo Lampito dapat dihubungi di e-mail: [email protected].

norma sari, sH., m.Hum,lahir di Bantul, 15 Maret 1981, adalah Ketua Umum PP Nasyiatul Aisyiyah sekaligus Dosen Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Penulis pernah menjadi Tim Seleksi KPU Kabupaten, Tim Ahli Community Policing Pemprov DIY, Resource Youth Political Training among Asia-Singapore. Norma Sari dapat dihubungi di e-mail: [email protected].

nasrullah, s.H., s.ag., mcl,lahir di Solok, 17 Juni 1920, adalah Dosen Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Advokat, mantan Ketua KPU Kota Yogyakarta (periode 2008-2013) dan mantan anggota Panwaslu Provinsi DIY dalam Pemilu 1999. Penulis menamatkan sekolah menengah atas di Pondok Pesantren Modern Gontor, melanjutkan studi S1 di dua universitas, yakni UGM dan UII. Mendapatkan gelar MCL dari International Islamic University Malaysia. Karya yang pernah ditulis adalah “Pendidikan Tinggi Hukum BerwawasanSyari’ah”.Penulis jugapernahmenulis beberapaartikeldi jurnal dan prosiding seminar. Nasrullah dapat dihubungi di e-mail: [email protected].

Hamdan Kurniawan, s.IP., ma, lahir di Yogyakarta, 15 Februari 1977, adalah Ketua KPU DIY periode 2013-2018. Sebelumnya pernah menjadi Anggota KPU Kabupaten Sleman periode 2008-2013. Penulis menamatkan studi S1 di Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIPOL UGM dan mendapatkan gelar Master of Art di kampus yang sama.Hamdan Kurniawan dapat./ dihubungi di e-mail: [email protected].

tri suparyanto, s.Pd, lahir di Klaten, 16 Juli 1964, adalah Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah DIY. Selain menjadi wartawan, juga sebagai Dosen di Universitas Islam Indonesia. Penulis menamatkan

studi S1 di Jurusan Pendidikan Fisika Universitas Negeri Yogyakarta. Motto hidup penulis adalah “tetap semangat”. Tri Suparyanto dapat dihubungi di e-mail: [email protected].

r. moh. Zaenur rohman, lahir di Kebumen, 4 Februari 1986, adalah Peneliti pada Pusat Kajian Anti (PUKAT) Korupsi Fakultas Hukum UGM. Penulis menamatkan sekolah dasar di SDN Sidomuki, sekolah menengah pertama di SLTP Negeri 1 Prembun, sekolah menengah atas di SLTA Negeri 1 Kebumen dan melanjutkan studi S1 di Fakultas Hukum UGM. Aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan dan kemasyarakatan seperti Keluarga Muslim FH UGM (2004-2005), Islamic Law Forum Fakultas Hukum UGM (2005-2006), PMII (2005),LAZISAn’amta(2006­2007),InstitutPemikiranIslamJogja(2008-2010), Komunitas HTN Fakultas Hukum UGM (2009-2010). Penulis juga berpengalaman di dunia penelitian seperti: Terobosan Kelembagaan Bagi Optimalisasi Penegakan Hukum dalam Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) (2013), Pemidanaan Korporasi dalam Tindak Pidana Korupsi (2013), Penanganan Laporan Pengaduan Dugaan Tindak Pidana Korupsi di Institusi Penegak Hukum (KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian) (2012), Koalisi Partai Politik dalam Sistem Presidensial di Indonesia (2010), Integritas Lembaga Pelayanan Publik (2009), Implikasi Paliamentary Threshold terhadap Hak Atas Kebebasan Berserikat dan Berkumpul (2009), Pemisahan Kekuasaan Pasca Amandemen UUD 1945 (2009). Zaenur Rohman dapat di-hubungi di e-mail: [email protected].