PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga...

35
PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS TEBANGAN DI PROVINSI MALUKU ADLY FIRMA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

Transcript of PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga...

Page 1: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON

PADA HUTAN ALAM BEKAS TEBANGAN

DI PROVINSI MALUKU

ADLY FIRMA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

Page 2: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip
Page 3: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaturan Hasil

Berdasarkan Jumlah Pohon pada Hutan Alam Bekas Tebangan di Provinsi

Maluku adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan

belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

Adly Firma

NIM E14090005

Page 4: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

ABSTRAK

ADLY FIRMA. Pengaturan Hasil Berdasarkan Jumlah Pohon pada Hutan Alam

Bekas Tebangan di Provinsi Maluku. Dibimbing oleh MUHDIN.

Beragamnya struktur tegakan hutan alam bekas tebangan, mengharuskan

pengaturan hasil menggunakan pendekatan secara khusus, yaitu dengan

memperhatikan karakteristik tegakannya. Informasi mengenai karakteristik struktur

tegakan dan dinamika struktur hutan alam bekas tebangan sangat dibutuhkan dalam

menduga struktur tegakan hutan masa yang akan datang guna penyusunan rencana

pengelolaan hutan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh model dugaan

dinamika struktur tegakan yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk

pengaturan hasil tebangan. Jangka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai struktur

tegakan siap tebang pada rotasi berikutnya sangat tergantung pada intensitas

tebangan yang diterapkan, semakin tinggi intensitas tebangan yang diterapkan

semakin panjang jangka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai struktur tegakan

siap tebang pada rotasi berikutnya. Penurunan batas diameter ditebang dari 50 cm

ke atas menjadi 40 cm ke atas dapat memperpendek rotasi tebang. Selain itu, juga

dapat meningkatkan volume hasil tebangan.

Kata kunci : dinamika, intensitas, pengaturan, rotasi, tebangan

ABSTRACT

ADLY FIRMA. Yield Regulation Based on Number Trees on Logged Over Area

Natural Forest in Maluku province. Superviced by MUHDIN.

The diversity of the logged over area natural forest stand structure, requires

yield regulation used approach specifically, that takes into account the

characteristics of its standing. Information about the characteristics of stand

structure and structural dynamics of natural forest is needed in the logged-over

forest stand structure suspect future for forest management planning. The purpose

of this study is to obtain the dynamic model of the alleged stand structure which is

then used as the basis for setting felled. Length of time required to reach the

structure stands ready to harvest in the next rotation depends on felling intensity

applied, the higher the intensity of felling the longer term applied to the time

required to reach the structure stands ready for harvest in the next rotation.

Decrease in diameter limit cut from 50 cm up to 40 cm above can shorten the

cutting cycle. In addition, it can also increase the harvested volume.

Keywords: dynamics, intensity, regulation, rotation, cutting

Page 5: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON

PADA HUTAN ALAM BEKAS TEBANGAN

DI PROVINSI MALUKU

ADLY FIRMA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

Page 6: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip
Page 7: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

Judul Skripsi : Pengaturan Hasil Berdasarkan Jumlah Pohon pada Hutan Alam

Bekas Tebangan di Provinsi Maluku

Nama : Adly Firma

NIM : E14090005

Disetujui Oleh:

Dr. Ir. Muhdin, MSc.F.Trop

Pembimbing

Diketahui Oleh:

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS

Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

Page 8: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat

dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi

penelitian ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan

April 2013 sampai Mei 2013 ini ialah pengaturan hasil tebangan dengan judul

Pengaturan Hasil Berdasarkan Jumlah Pohon pada Hutan Alam Bekas Tebangan

di Maluku.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Muhdin, MSc.F.Trop

selaku pembimbing. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada ayah, ibu,

serta seluruh keluarga, seluruh staf Departemen Manajemen Hutan dan rekan-

rekan mahasiswa Departemen Manajemen Hutan angkatan 46 Fakultas Kehutanan

IPB atas doa dan dukungan moral maupun material.

Semoga karya ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013

Adly Firma

Page 9: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE PENELITIAN 3

Waktu dan Tempat Penelitian 3

Bahan dan Alat 3

Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Keadaan Umum Lokasi Penelitian 7

Keragaman Kondisi Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan 7

Proyeksi Dinamika Struktur Tegakan (DST) 9

Simulasi Pengaturan Hasil 16

SIMPULAN DAN SARAN 22

Simpulan 22

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 23

LAMPIRAN 24

Page 10: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

DAFTAR TABEL

1 Statistik jumlah pohon setiap PUP contoh 8

2 Statistik tegakan normal 8

3 Model dugaan jumlah pohon rekrutmen 9

4 Model dugaan jumlah pohon tambah tumbuh kelompok jenis

Dipterocapaceae 10

5 Model dugaan jumlah pohon tambah tumbuh kelompok jenis

non-Dipterocapaceae 10

6 Model dugaan jumlah pohon tetap kelompok jenis Dipterocapaceae 11

7 Model dugaan jumlah pohon tetap kelompok jenis non-Dipterocapaceae 12

8 Nilai dugaan proporsi tetap (ai), tambah tumbuh (bi) dan mati (mi) 13

9 Struktur tegakan pada kondisi tunak 15

10 Hasil uji khi-kuadrat (χ2) ST aktual dan ST dugaan (Metode II) pada

rentang proyeksi 3 tahun 16

11 Simulasi penentuan rotasi penebangan dengan batas diameter pohon

ditebang 50 cm ke atas 17

12 Simulasi penentuan rotasi penebangan dengan batas diameter pohon

ditebang 40 cm ke atas 18

13 Hasil tebangan pada simulasi pengaturan hasil dengan batas diamater

ditebang 50 cm ke atas 20

14 Hasil tebangan pada simulasi pengaturan hasil dengan batas diamater

ditebang 40 cm ke atas 21

DAFTAR GAMBAR

1 Proyeksi model struktur tegakan normal pada tegakan jarang (♦),

sedang (■) dan rapat (▲) 9

2 Diagram proporsi tambah tumbuh (■), tetap (♦) dan mati (▲)

pada KJ Dipterocarpaceae 13

3 Diagram proporsi tambah tumbuh (■), tetap (♦) dan mati (▲)

pada KJ non-Dipterocarpaceae 14

4. Diagram ST Dipterocarpaceae (♦), non-Dipterocarpaceae (■),

dan seluruh jenis (▲) pada KJ Dipterocarpaceae pada kondisi tunak 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Jumlah pohon per KD pada setiap PUP contoh 25

2 Kondisi awal struktur tegakan 25

Page 11: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan alam merupakan kekayaan alam milik negara yang harus dikelola

secara baik dan lestari untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat masa

sekarang maupun masa yang akan datang. Oleh karena itu, seluruh potensi hutan

harus dimanfaatkan secara optimal. Hasil hutan kayu masih menjadi hasil utama

pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan

kayu harus berdasarkan prinsip kelestarian sumberdaya hutan agar terjaga

kelestariannya. Pemanenan hutan dikatakan lestari jika total kayu yang diambil

tidak melebihi kemampuan hutan memulihkan diri untuk mencapai struktur

tegakan yang siap tebang pada rotasi berikutnya secara alami.

Ekosistem hutan pada pulau Maluku termasuk ekosistem hutan pulau kecil.

Iskandar (2008), menjelaskan bahwa pulau kecil rawan terjadi bencana alam,

dengan demikian pengelolaan hutan lestari seharusnya diterapkan pada semua

fungsi hutan (produksi, lindung dan konservasi). Ekosistem hutan pada pulau-

pulau kecil memiliki tingkat sensitivitas yang lebih tinggi terhadap gangguan

dibandingkan ekosistem hutan pulau-pulau besar.

Bone (2010), mengatakan pemodelan terhadap dinamika pertumbuhan hutan

bekas tebangan sangat diperlukan untuk perumusan tindakan manajeman hutan

terutama dalam menentukan strategi pengaturan hasil (yield regulation) yang

mencangkup perkiraan hasil panen, penetapan siklus tebangan dan pilihan

tindakan pembinaan hutan untuk meningkatkan hasil tegakan.

Luas tutupan hutan alam yang diperuntukkan sebagai hutan produksi (hutan

produksi tetap dan hutan produksi terbatas) di Indonesia seluas 37.237.600 Ha

dengan luas hutan primer 14.378.600 Ha dan hutan sekunder 22.859.000 Ha. Luas

tutupan lahan hutan alam yang diperuntukkan sebagai hutan produksi (hutan

produksi tetap dan hutan produksi terbatas) di Provinsi Maluku seluas 1.261.300

ha dengan luas hutan primer 149.600 ha dan hutan sekunder 1.111.700 ha

(Departemen Kehutanan 2012). Dengan demikian luas hutan produksi Indonesia

didominasi oleh hutan sekunder atau bekas tebangan dengan proporsi 61,39% dari

total hutan produksi yang ada di Indonesia dan luas hutan sekunder di Provinsi

Maluku adalah 88,14% dari luas hutan produksi yang ada di provinsi Maluku atau

4,86% dari total hutan sekunder yang ada di Indonesia.

Metode pengaturan hasil dapat ditentukan berdasarkan: luas areal, volume

kayu, riap, jumlah pohon atau kombinasi dua atau lebih peubah-peubah tersebut.

Metode pengaturan hasil yang diterapkan dalam praktek pengelolaan hutan alam

di Indonesia saat ini adalah metode berdasarkan luas areal dan volume kayu.

Metode ini tidak lagi sesuai karena kondisi hutan yang dikelola sudah mengalami

perubahan. Sebagian besar hutan alam saat ini sudah berupa areal bekas tebangan

dan hutan terdegradasi lainnya karena kebakaran dan penjarahan (Muhdin 2012).

Pengelolaan hutan di hutan sekunder harus mempertimbangkan karakteristik

tegakan hutan tersebut, karena karakteristik hutan bekas tebangan sangatlah

berbeda dengan hutan primer. Hutan alam bekas tebangan memiliki struktur

tegakan yang beragam dan kompleks dibandingkan hutan primer baik kerapatan

tegakan, komposisi tegakan maupun kondisi tegakan. Untuk itu perlu adanya

Page 12: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

pendekatan khusus dalam melakukan pengelolaan hutan alam bekas tebangan,

terutama dalam menentukan jatah produksi tahunan (JPT). Dengan beragamnya

kondisi struktur tegakan hutan alam bekas tebangan, maka teknik silvikultur yang

tepat untuk diterapkan adalah tebang pilih berdasarkan jumlah pohon, kelas

diameter tertentu dan jenis tertentu dengan memperhatikan tegakan tinggal untuk

regenerasi tegakan.

Perumusan Masalah

Untuk membentuk hutan produksi yang lestari, maka harus dilakukan

pengelolaan yang baik. Pengelolaan hutan produksi yang lestari ditandai dengan

kelestarian ekologi dan kelestarian hasilnya. Kelestarian ekologi dan kelestarian

hasil dapat dicapai secara bersamaan dengan melalukan pengaturan hasil yang

baik dan terencana. Syarat utama dari kelestarian ekologi dan kelestarian hasil

adalah terbentuk kembalinya tegakan hutan normal. Osmaston (1968), meyatakan

bahwa prasyarat untuk membentuk hutan normal tidak seumur adalah (1)

komposisi (jenis) dan struktur tegakan harus sesuai dengan keadaan lingkungan

atau faktor-faktor yang bersifat lokal, (2) tegakan persediaan harus diatur secara

ideal, (3) perlu dibentuk organisasi hutan pada setiap kesatuan pengelolaannya,

dan (4) perlu dibentuknya organisasi pengelolaan hutan dan penyelenggaraan

administrasi yang baik.

Pada hutan alam bekas tebangan, untuk mengasilkan hasil hutan kayu yang

lestari harus memiliki informasi mengenai struktur tegakan, siklus penebangan

dan intensitas penebangan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh model pertumbuhan untuk

menggambarkan dinamika struktur tegakan hutan serta dapat digunakan untuk

proyeksi struktur tegakan dan simulasi pengaturan hasil di IUPHHK-HA PT.

Gema Hutani Lestari, Provinsi Maluku.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah mendapatkan informasi model

pertumbuhan untuk dinamika struktur tegakan dan intensitas tebangan di hutan

alam bekas tebangan IUPHHK-HA PT. Gema Hutani Lestari Provinsi Maluku,

agar tercipta pengelolaan hutan produksi yang lestari.

Page 13: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bogor pada bulan April – Mei 2013. Objek yang

diteliti adalah data seri Petak Ukur Permanen (PUP) di wilayah kerja PT. Gema

Hutani Lestari, Provinsi Maluku.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa data hasil pengukuran 1

seri PUP (6 PUP) petak 322 tahun tebangan 2002 yang diukur tahun 2005, 2006,

2007, 2008 dan 2009 pada areal bekas tebangan di IUPHHK PT. Gema Hutani

Lestari, Maluku. Alat yang digunakan berupa alat tulis, kalkulator, dan

seperangkat Laptop dengan Software Microsoft Excel.

Analisis Data

Pengelompokan Data PUP

Data PUP di kelompokkan ke dalam dua kelompok jenis (KJ), yaitu KJ

Dipterocapaceae dan KJ non-Dipterocarpaceae.

Perhitungan Data Diameter Pohon

Diameter pohon diperoleh dari konversi keliling pohon dengan rumus :

D = K

π

Keterangan:

D : diameter (cm)

K : keliling (cm)

π : konstanta (3,14)

Untuk menghitung besarnya rekrutmen dan tambah tumbuh digunakan

pengelompokan diameter pohon menjadi beberapa kelas diameter (KD) yaitu 10-

14,9 cm, 15-19,9 cm, 20-24,9 cm, 25-29,9 cm 30-34,9 cm, 35-39,9 cm, 40-44,9

cm, 45-49,9 cm, 50-54,9 cm, 55-59,9 cm dan 60 cm up.

Perhitungan Kerapatan Tegakan

Kerapatan tegakan dapat dijelaskan dengan dua cara yaitu kerapatan

berdasarkan jumlah pohon per satuan luas dan berdasarkan luas bidang dasar

(LBDS).

a. Kerapatan berdasarkan jumlah pohon

B = N

L

Page 14: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

Keterangan :

B : kerapatan tegakan (pohon/ha)

N : jumlah pohon

L : luasan (Ha)

b. Kerapatan berdasarkan Luas Bidang Dasar (LBDs)

LBDs = E

L

Keterangan :

LBDs : luas bidang dasar Tegakan (m2/ha)

E : luas bidang dasar setiap pohon (m2)

L : luasan (Ha)

Pembentukan Model Diamika Struktur Tegakan Awal

Pembentukan model struktur tegakan awal bekas tebangan dibentuk

berdasarkan persamaan Meyer, dengan persamaan sebagai berikut:

N = N0e-kd

Keterangan :

N : jumlah pohon per hektar per kelas diameter

d : diameter/ titik tengah kelas diameter (cm)

N0 : konstanta

e : logaritma dasar (2,71828)

k : konstanta laju penurunan jumlah pohon

Model Dinamika Struktur Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan

Model dinamika struktur tegakan (DST) hutan alam bekas tebangan pada

penelitian ini menggunakan persamaan:

Yij,(t+1) = Yij,θt + I(i-1)j dimana Yij,θt = Yij,t – Uij,θt – Mij,θt

Yij,(t+1) = aijYij,t + b(i-1)jY(i-1)j,t

Keterangan:

Yij,t+1 = jumlah pohon per ha pada KJ ke-j dan KD ke-i pada tahun t+1

Yij,θt = jumlah pohon tetap per ha pada KJ ke-j dan KD ke-i dalam periode θt

I(i-1)j = jumlah pohon ingrowth per ha pada KJ ke-j dan KD ke-i dari KD

ke-(i-1)

Yij,t = jumlah pohon per ha pada KJ ke-j dan KD ke-i pada tahun ke t

Uij,θt = jumlah pohon tambah tumbuh per ha pada KJ ke-j dan KD ke-i dalam

periode θt

aij = proporsi tetap pada KJ ke-j dan KD ke-i pada tahun ke t

b(i-1)j = proporsi tambah tumbuh pada KJ ke-j dan KD ke-i dari KD ke-(i-1).

Komponen-komponen DST diperoleh dengan menggunakan dua metode,

yaitu:

Metode I: Model pendugaan DST dengan melakukan analisis regresi untuk

masing-masing komponen DST dengan anggapan jumlah pohon rekrutmen,

tambah tumbuh dan tetap merupakan fungsi dari peubah-peubah tegakan.

Page 15: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

Persamaan-persamaan yang dipergunakan untuk membuat hubungan antara

rekrutmen, tambah tumbuh dan tetap dengan peubah-peubah tegakan adalah :

Wij = aNj + bBj + cBk + d

Wij = aNb

Wij = aBb

Wij = aNbB

c

Wij = a(N B)b

Wij = a + bN

Wij = a + bB

Wij = a + bN + cB

Wij = a + log B + b log N

Wij = a + b log N

Wij = a + b log B

Keterangan :

Wj : jumlah rekrutmen, tambah tumbuh dan tetap KJ ke-j pada KD ke i

N : jumlah pohon per hektar

B : luas bidang dasar, LBDs (m2/ha)

Nj : jumlah pohon jenis ke-j per ha

Bk : luas bidang dasar, LBDs KJ ke-j (m2/ha)

a,b,c,d : konstanta

j : KJ (Dipterocarpaceae dan non-Dipterocapaceae)

Metode II: Proporsi tetap (ai) dan proporsi tambah tumbuh (bi) ditentukan sebagai

rata-rata hitung proporsi jumlah pohon yang tetap berada pada KD ke-i dan

proporsi tambah tumbuh ke KD berikutnya yang berurutan (Michie &

Boungiorno 1984).

a. Proporsi tetap dan tambah tumbuh

Proporsi tetap dan tambah tumbuh dapat dihitung dengan rumus :

Pij = Wij

N ij

Keterangan :

Pij : proporsi tetap dan tambah tumbuh KJ ke-j dalam satu periode pada KD

ke-i

Wji : jumlah pohon yang tetap dan tambah tumbuh KJ ke-j pada KD ke-i

Ni : jumlah pohon tiap hektar pada KJ ke-j pada KD ke-i.

Simulasi Proyeksi Struktur Tegakan dan Pengaturan Hasil

Setelah nilai komponen DST diterima, maka dipakai untuk simulasi struktur

tegakan (ST) berdasarkan kondisi awal yang bervariasi untuk mencapai ST

tertentu yang dharapkan (layak untuk ditebang). Berdasarkan hasil proyeksi ST

diharapkan dapat dilakukan simulasi pengaturan hasil terutama informasi tentang

rotasi tebang pada intensitas penebangan dan batas diameter pohon minimum

yang boleh ditebang.

Page 16: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

Menurut Muhdin (2012) simulasi pengaturan hasil menggunakan ketentuan

sebagai berikut: (1) penebangan dilakukan apabila jumlah pohon berdiameter 50

cm ke atas telah mencapai sedikitnya 25 pohon; (2) mortalitas akibat penebangan

pohon berdiameter 50 cm ke atas terhadap pohon pada KD yang lebih kecil

menggunakan proporsi (terhadap total jumlah pohon per ha) kerusakan tegakan

tinggal menurut Elias (1998) diacu dalam Muhdin (2012), yaitu: KD 11-20 cm

sebesar 14,61%; KD 21-30 cm sebesar 4,77%; KD 31-40 cm sebesar 1,31%; dan

KD 41-50 cm sebesar 0,44%. Muhdin (2012) menambahkan, penebangan yang

dilakukan pada pohon berdiameter 40 cm ke atas setelah pohon berdiameter 40

cm ke atas telah mencapai sedikitnya 40 pohon per ha.

Setelah dilakukan proyeksi struktur tegakan (ST) berdasarkan jumlah

pohon, kemudian jumlah pohon tebangan dikonversi ke dalam volume (m3)

dengan menggunakan rumus pendugaan volume kayu bulat. Menurut Direktorat

Inventarisasi Hutan (1990) dalam Krisnawati et al. (2012) rumus pendugaan

volume kayu kelompok jenis Shorea spp. dan non-Dipterocarpaceae adalah

sebagai berikut:

V = 0,000239D2,4329

(R2 = 0,99) jenis Shorea spp. (Dipterocarpaceae)

V = 0,000168D2,505

(R2 = 0,99) jenis non-Dipterocarpaceae.

Evaluasi Model Dinamika Struktur Tegakan (DST)

Pemilihan model hubungan rekrutmen, Tambah tumbuh dan tetap dengan

peubah tegakan pada Metode I didasarkan pada beberapa kriteria yaitu malalui

nilai koefisien determinasi (R2), Fhitung, dan P-value dari model regresinya.

Pemilihan model DST menurut Muhdin (2012), model harus logis, memenuhi

kaidah koherensi, konsistensi, jumlah pohon berdiameter 15 cm ke atas hasil

proyeksi ST sampai mencapai kondisi tunak tidak lebih dari 800 pohon/ha, jumlah

pohon per KD (hasil proyeksi ST) memenuhi kaidah “J” terbalik dan proyeksi

jangka panjang dapat menghasilkan ST yang mencapai kondisi tunak. Evaluasi

model dilakukan dengan membandingkan hasil proyeksi tegakan dengan data

tegakan sebenarnya dengan menggunakan uji Khi-kuadrat.

χ2

hitung = (y aktual − y model )

y model

keterangan : y = jumlah pohon

Hipotesis uji : H0 : y aktual = y model

H1 : y aktual ≠ y model

Kriteria uji : χ2

hitung < χ2

tabel : terima H0

χ2

hitung > χ2

tabel : tolak H0

Page 17: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

IUPHHK-HA PT. Gema Hutani Lestari terdapat di pulau Buru, dengan

demikian ekosistem hutan pada IUPHHK-HA ini merupakan ekosistem pulau

kecil. Secara umum formasi geologi di areal IUPHHK-HA ini menurut peta

geologis Indonesia dari Direktorat Geologi tahun 1968 Skala 1 : 2.000.000

terbentuk dari siklus hablur, grawacke dan serpih trias, miozoikum, neogen,

aluvium, undak dan terumbu koral yang semuanya merupakan batuan sedimen.

Menurut peta tanah bagian Indonesia, Jenis tanah yang terdapat dalam kelompok

hutan ini Skala 1 : 2.500.000 sebagian besar terdiri dari tanah-tanah kompleks

yang berasal dari bahan induk batuan beku dengan fisiografi pegunungan

kompleks, warna tanah kuning kemerah-merahan dan coklat dengan lapisan

humus yang tipis. Di sepanjang pantai utara kelompok hutan ini terdapat jenis

tanah organosol dengan fisiografi plateau dan agak ke dalam terdapat jenis tanah

podsolik dengan fisiografi dataran sampai bergelombang, jenis tanah andosol

dengan fisiografi berbukit sampai bergunung serta mediteranian pada fisiografi

daerah pegunungan kompleks.

Menurut klarifikasi iklim Schmidt Ferguson yang diambil dari Stasiun

Pengamat Cuaca Namlea, kelompok hutan Buru Utara termasuk dalam tipe iklim

C dengan curah hujan rata-rata 1178,86 mm/tahun dengan hari hujan 111,4

hari/tahun atau 9,28 hari hujan /bulan.

Tofografi areal HPH terdiri dari kelas kelerengan mulai datar

bergelombang, berbukit, hingga kondisi curam/sangat curam. Penyebaran potensi

pada kedua kelompok hutan diatas didominasi oleh jenis meranti

(Dipterocapaceae).

Keragaman Kondisi Tegakan Hutan Alam Bekas Tebangan

Dari PUP yang diamati yaitu 1 seri PUP yang terdapat di IUPHHK-HA PT

Gema Hutani Lestari petak 322 tahun tebangan tahun 2002 dan telah dilakukan

pengukuran sebanyak 5 kali pengukuran, yaitu tahun 2005-2009. Keragaman

kondisi tegakan hutan alam bekas tebangan dalam penelitian ini dinyatakan dalam

kerapatan pohon berdasarkan jumlah pohon per hektar, sedangkan struktur

tegakan menggambarkan sebaran jumlah pohon per kelas diameter (KD).

Jumlah jenis pohon pada setiap PUP berkisar antara 30-55 jenis pohon yang

didominasi Kelompok jenis Dipterocarpaceae (KJD). Jumlah pohon seluruh jenis

pada setiap PUP yang berdiameter 10 cm ke atas berkisar antara 237-499 pohon

dengan rata-rata 369 pohon/ha, dengan simpangan baku 86.

Jumlah pohon KD 10-19 cm antara 149-324 pohon/ha dengan rata-rata 228

pohon/ha, jumlah pohon KD 20-49 cm antara 72-147 pohon /ha dengan rata-rata

116 pohon/ha, jumlah pohon KD 50 cm ke atas antara 10-45 pohon/ha dengan

rata-rata 24 pohon/ha. Statistik jumlah pohon untuk setiap struktur tegakan dapat

dilihat pada Tabel 1 dan selengkapnya untuk setiap PUP disajikan pada Lampiran

1.

Page 18: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

Tabel 1 Statistik jumlah pohon setiap PUP

Statistik KD 10 – 19 KD 20 – 49 KD 50 Up Seluruh KD

Minimum 149 72 10 237

Maksimum 324 147 45 449

Rataan 228 116 24 369

Simpangan Baku 59 26 13 86

Median 212 121 22 379

Keterangan: KD = Kelas Diameter (cm)

Dari keenam PUP yang diamati, dipilih 3 PUP yang mewakili tipe tegakan,

yaitu tegakan jarang, tegakan sedang dan tegakan rapat. Tegakan jarang memiliki

kerapatan tegakan 237 pohon/ha, tegakan sedang memiliki kerapatan 373

pohon/ha dan tegakan rapat memiliki kerapatan 499 pohon/ha. Berdasarkan ketiga

tipe tegakan tersebut, hubungan jumlah pohon (seluruh jenis) per hektar dengan

diameternya berupa fungsi eksponensial negatif. Hal itu dicirikan oleh koefisien

determinasi (R2) lebih besar dari 0,5 dan p-value yang lebih kecil dari 0,05.

Statistik tegakan normal dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Statistik tegakan normal

No Tipe Tegakan N0 K R2 Fhitung P-value

1 Jarang 103 0,0609 0,622 14,78 0,0039

2 Sedang 145 0,0559 0,607 13,87 0,0047

3 Rapat 194 0,0555 0,712 22,22 0,0011

Muhdin (2012) dalam penelitiannya yang mengamati struktur tegakan yang

ada di seluruh Kalimantan menyatakan bahwa besar nilai N0 dibagi menjadi 3

kategori yaitu kecil dengan N0 < 399, sedang dengan N0 399-788, dan besar

dengan N0 > 788. Selain membagi N0 menjadi 3 kategori juga membagi nilai k

menjadi 3 kategori, yaitu kecil dengan nilai k < 0,078, sedang dengan nilai k

0,078-0,123, dan besar dengan nilai k > 0,123. Dengan demikian untuk ketiga tipe

struktur tegakan hutan alam bekas tebangan termasuk dalam kategori tegakan

jarang atau berstruktur kecil, baik dari nilai N0 maupun nilai k.

Struktur tegakan (ST) hutan yang ideal di tandai dengan nilai N0 yang besar

dan nilai k yang kecil. Semakin besar nilai N0 maka jumlah pohon pada KD kecil

akan semakin banyak dan sebaliknya jika N0 semakin besar maka jumlah pohon

pada KD kecil akan semakin sedikit. Sedangkan untuk nilai k, semakin kecil nilai

k maka penurunan jumlah pohon tidak tajam dengan meningkatnya ukuran

diameter dan semakin besar nilai k maka penurunan jumlah pohon akan semakin

tajam dengan meningkatnya ukuran diameter.

Hasil model ST pada Tabel 2, menunjukkan bahwa bentuk ST yang ada

pada hutan alam bekas tebangan di areal IUPHHK-HA PT. Gema Hutani Lestari

mengikuti model struktur N = N0e-kD

dan berbentuk hurup J terbalik. Hal ini

ditunjukkan oleh besarnya koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan berkisar

dari 60,7% - 71,2%. Untuk tegakan dengan berkerapatan jarang, model ST-nya

adalah N = 103e-0,0609D

, tegakan berkerapatan sedang adalah N = 145e-0,0559D

, dan

tegakan berkerapatan rapat memiliki model ST N = Ne-0,0555D

. Berdasarkan hasil

Page 19: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

penelitian Muhdin (2012) nilai k pada ketiga tipe kerapatan tegakan dikategorikan

kecil, maka penurunan jumlah pohon tidak tajam dengan meningkatnya ukuran

diameter. Proyeksi model ST ketiga tipe hutan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Proyeksi model struktur tegakan normal pada tegakan jarang (♦),

sedang (■) dan rapat (▲)

Proyeksi Dinamika Struktur Tegakan (DST)

Model DST yang dikembangkan pada penelitian ini menggunakan regresi

linier yang menghubungkan jumlah pohon yang rekrutmen, tambah tumbuh dan

tetap dengan peubah-peubah tegakan dan menggunakan rata-rata dari proporsi

tetap dan proporsi tambah tumbuh sedangkan untuk rekrutmen menggunakan rata-

rata jumlah pohon yang rekrutmen pada periode waktu tertentu. DST yang

dikembangkan menggunakan periode 3 tahun. Periode 3 tahun dipilih sesuai

dengan Suhendang (1997) yang menyarankan bahwa periode waktu yang optimal

untuk pengukuran PUP hutan alam bekas tebangan lahan kering adalah tiap 3

tahun bagi PUP tanpa pemeliharaan. Model penduga rekrutmen, tambah tumbuh

dan tetap dalam Metode I dapat dilihat pada Tabel 3 sampai Tabel 7.

Tabel 3 Model dugaan jumlah pohon rekrutmen No Rekrutmen Model R

2 Fhitung P

1 Dipterocarpaceae -15,349 + 0,762NtD – 0,195 NtND +

0,048BD + 2,354BND 79,10 6,62 0,016

2 Non

Dipterocarpaceae

-18,102 – 0,026NtND + 0,486 NtD +

1,273BND + 0,210BD 77,72 6,10 0,019

0

20

40

60

80

100

120

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Jum

lah

Po

ho

n p

er

Ha

Diameter (cm)

Page 20: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

Tabel 4 Model dugaan jumlah pohon tambah tumbuh kelompok jenis

Dipterocapaceae

No

Kelas

Diameter

(cm)

Model R2(%) Fhitung P

1 10 – 14,9 -21,856 + 0,669NiD + 0,832NtD - 0,104NtND –

1,581BD + 0,828BND 99,43 207,686 0,000

2 15 – 19,9 -9,069 + 1,017NiD + 0,032NtD + 0,009NtND +

0,986BD – 0,398BND 98,90 107,872 0,000

3 20 – 24,9 -4,324 + 0,856NiD – 0,065NtD + 0,028NtND +

0,672BD – 0,436BND 79,99 4,320 0,041

4 25 – 29,9 -6,497 + 0,454NiD + 0,155NtD - 0,013NtND –

0,004BD + 0,103BND 88,80 9,516 0,008

5 30 – 34,9 2,815 + 0,497NiD – 0,039NtD - 0,015NtND +

0,138BD + 0,342BND 83,86 6,234 0,023

6 35 – 39,9 -4,482 + 0,951NiD + 0,199NtD - 0,036NtND –

0,138BD + 0,193BND 88,99 9,705 0,008

7 40 – 44,9 0,490 + 0,456NiD + 0,043NtD - 0,022NtND –

0,090BD + 0,331BND 88,01 8,808 0,01

8 45 – 49,9 1,287 + 0,839NiD + 0,126NtD - 0,044NtND –

0,504BD + 0,492BND 98,57 82,513 0,000

9 50 – 54,9 -1,701 + 0,665NiD + 0,115NtD - 0,028NtND –

0,088BD + 0,221BND 80,35 4,907 0,039

10 55 – 59,9 -1,134 + 0,821NiD + 0,048NtD - 0,011NtND –

0,035BD + 0,117BND 94,84 22,06 0,001

Tabel 5 Model dugaan jumlah pohon tambah tumbuh kelompok jenis non-

Dipterocapaceae

No

Kelas

Diameter

(cm)

Model R2(%) Fhitung P

1 10 – 14,9 -204,568 + 0,787NiND – 0,485NtND + 5,037NtD +

1,735BND – 0,843BD 98,56 82,35 0,000

2 15 – 19,9 -38,275 + 0,465NiND + 0,039NtND + 0,588NtD –

0,773BND + 2,150BD 90,30 11,17 0,005

3 20 – 24,9 -53,882 + 0,534NiND – 0,043NtND + 0,974NtD –

0,274BND + 1,514BD 88,51 9,24 0,009

4 25 – 29,9 -13,849 + 0,617NiND + 0,008NtND + 0,119NtD –

0,220BND + 0,920BD 98,21 65,82 0,000

5 30 – 34,9 -12,631 + 0,666NiND + 0,013NtND + 0,052NtD –

0,163BND + 1,048BD 95,10 23,28 0,001

6 35 – 39,9 -2,868 + 0,796NiND – 0,010NtND + 0,072NtD +

0,008BND + 0,124BD 87,78 8,62 0,010

7 40 – 44,9 -5,360 + 0,546NiND + 0,022NtND – 0,069NtD –

0,278BND + 0,926BD 93,55 17,40 0,002

8 45 – 49,9 -5,551 + 0,368NiND – 0,033NtND + 0,159NtD +

0,348BND + 0,158BD 85,45 7,05 0,017

9 50 – 54,9 3,288 + 0,462NiND + 0,002NtND – 0,038NtD –

0,033BND – 0,155BD 99,30 170,79 0,000

10 55 – 59,9 -1,609 + 0,428NiND – 0,023NtND + 0,070NtD +

0,337BND + 0,025BD 80,28 4,89 0,039

Page 21: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

Tabel 6 Model dugaan jumlah pohon tetap kelompok jenis Dipterocapaceae

No

Kelas

Diameter

(cm)

Model R2(%) Fhitung P

1 10 – 14,9 21,147 + 0,302NiD – 0,792NtD + 0,098NtND +

1,432BD – 0,794BND

95,70 26,687 0,0005

2 15 – 19,9 10,685 – 0,008NiD – 0,097NtD + 0,007NtND –

0,991BD + 0,207BND

90,15 10,982 0,0056

3 20 – 24,9 5,838 + 0,158NiD – 0,017NtND – 0,601BD +

0,347BND

75,91 5,515 0,0251

4 25 – 29,9 5,794 + 0,542NiD – 0,123NtD + 0,005NtND 64,86 4,648 0,0318

5 30 – 34,9 -1,239 + 0,281NiD + 0,121NtD – 0,019NtND 66,37 5,263 0,0269

6 35 – 39,9 3,576 + 0,088NiD – 0,132NtD + 0,019NtND 61,46 4,253 0,0451

7 40 – 44,9 -5,264 + 0,982NiD + 0,055NtD + 0,010NtND +

0,061BD – 0,240BND

86,66 7,798 0,0133

8 45 – 49,9 -0,284 + 0,107NiD – 0,132NtD + 0,043NtND +

0,508BD – 0,511BND

80,64 4,997 0,0377

9 50 – 54,9 -21,525 + 0,094NiD – 10,457 Ln (NtD) +

12,146 Ln (NtND) + 0,187BD – 0,374BND

80,72 5,024 0,0372

10 55 – 59,9 5,540+ 0,901NiD – 0,154NtD + 0,027NtND –

0,136BD – 0,317BND

87,84 8,664 0,0102

11 60 Up NiD 100 ~ ~

Page 22: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

Tabel 7 Model dugaan jumlah pohon tetap kelompok jenis non-Dipterocapaceae

No

Kelas

Diameter

(cm)

Model R2(%) Fhitung P

1 10 – 14,9 212,100 + 0,340NiND + 0,309NtND – 4,824NtD –

0,363BND – 0,159BD

89,30 10,015 0,0071

2 15 – 19,9 36,035 + 0,429NiND – 0,015NtND – 0,537NtD +

0,405BND – 2,044BD

81,29 5,212 0,0343

3 20 – 24,9 44,978 + 0,439NiND + 0,048NtND – 0,857NtD +

0,108BND – 1,316BD

85,14 6,877 0,0180

4 25 – 29,9 12,174 + 0,333NiND – 0,008NtND – 0,086NtD +

0,232BND – 0,875BD

97,40 44,931 0,0001

5 30 – 34,9 9,444 + 0,297NiND – 0,012NtND + 0,069BND –

0,907BD

75,17 5,297 0,0277

6 35 – 39,9 0,481 + 0,309NiND – 0,005NtND + 0,014NtD +

0,073BND – 0,137BD

93,62 17,600 0,0016

7 40 – 44,9 5,360 + 0,454NiND – 0,022NtND + 0,069NtD +

0,278BND – 0,926BD

95,76 27,139 0,0005

8 45 – 49,9 4,289 + 0,554NiND + 0,026NtND – 0, 114NtD –

0,301BND – 0,173BD

90,02 10,829 0,0058

9 50 – 54,9 -3,288 + 0,538NiND – 0,002NtND + 0,038NtD +

0,033BND + 0,155BD

99,84 758,411 0,0000

10 55 – 59,9 -1,132 + 0,787NiND + 0,003NtND + 0,017NtD –

0,152BND + 0,086BD

98,81 99,575 0,0000

11 60 Up 1,655 + 0,935NiND – 0,006NtND – 0,011NtD +

0,190BND – 0,116BD

99,84 752,074 0,0000

Keterangan:

NiD = jumlah pohon per ha KJ Dipterocarpaceae pada KD ke-i

NiND = jumlah pohon per ha KJ non-Dipterocarpaceae pada KD ke-i

NtD = jumlah pohon per ha KJ Dipterocarpaceae diameter 10 cm ke atas

NtND = jumlah pohon per ha KJ Dipterocarpaceae diameter 10 cm ke atas

BD = jumlah luas bidang dasar (m2/ha) KJ Dipterocarpaceae diameter 10 cm ke atas

BND = jumlah luas bidang dasar (m2/ha) KJ non-Dipterocarpaceae diameter 10 cm ke atas

Model pendugaan jumlah pohon rekrutmen pada kelompok jenis

Dipterocarpaceae (KJD) dan kelompok jenis non-Dipterocarpaceae (KJN) dapat

digunakan untuk menduga DST, hal ini dapat dilihat dari koefisien determinan

(R2) untuk Dipterocarpaceae sebesar 79,10% dan non-Dipterocarpaceae sebesar

77,72% dengan nilai p-value untuk keduanya kurang dari 0,05. Model rekrutmen

KJD diketahui bahwa rekrutmen naik 0,048 pohon/ha untuk setiap peningkatan 1

m2/ha luas bidang dasar (LBDs) KJD dan naik 2,354 pohon/ha untuk setiap

peningkatan 1 m2/ha LBDs KJN. Sedangkan model rekrutmen KJN diketahui naik

1,273 pohon/ha untuk setiap peningkatan 1 m2/ha LBDs KJN dan naik 0,210

m2/ha setiap peningkatan 1 m

2/ha LBDs KJD. Namun, hubungan antara rekrutmen

dengan LBDs tegakan tidak sesuai dengan hasil penelitian Muhdin (2012) dan

Michie & Boungiorno (1984) yang menyatakan rekrutmen berbanding terbalik

dengan LBDs tegakan.

Model pendugaan jumlah pohon tambah tumbuh dan tetap pada KJD dan

KJN dapat digunakan untuk menduga DST, hal ini dapat dilihat dari nilai R2 yang

dihasilkan antara 61,46-99,84% dengan nilai p-value kurang dari 0,05. Model

Page 23: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

pendugaan yang dihasilkan dari metode regresi ini menunjukkan

ketidakkonsistenan arah hubungan peubah bebas dengan peubah tidak bebasnya,

sehingga arah hubungan antara peubah bebas dan tidak bebasnya tidak dapat

ditafsirkan.

Proyeksi (ST) dilakukan dengan menggunakan kedua metode. Proyeksi

dengan menggunakan Metode I menghasilkan jumlah pohon diameter 10 cm ke

atas yang selalu meningkat atau semakin lama waktu simulasi maka jumlah pohon

diameter 10 cm ke atas per ha akan terus meningkat dan tidak akan mencapai

keadaan tegakan tunaknya dan struktur tegakan tidak memenuhi kaedah “J”

terbalik. Hal ini tidak dapat dijadikan model penduga dinamika struktur tegakan.

Model proyeksi ST dengan Metode II yang menggunakan rata-rata proporsi

tetap dan tambah tumbuh. Sehingga proporsi tetap dan tambah tumbuh dinyatakan

dalam bentuk kostanta yang selalu konstan untuk suatu tegakan hutan sepanjang

waktu pemodelan. Mortalitas (mi) dapat dihitung dengan formulasi mi = 1- ai – bi.

Sedangkan untuk rekrutmen pada metode II ini menggunakan rata-rata jumlah

pohon yang masuk ke KD 10-14,9 cm setiap 3 tahun. Rata-rata jumlah pohon

rekrutmen yang digunakan pada model ini adalah 15 pohon KJD dan 30 pohon

KJN. Komponen tambah tumbuh, tetap dan mortalitas dalam Metode II disajikan

pada Tabel 8 dan Gambar 2 & 3.

Tabel 8 Nilai dugaan proporsi tetap (ai), tambah tumbuh (bi) dan mati (mi)

Kelas Diameter (cm) Dipterocarpaceae Non Dipterocarpaceae

ai bi mi ai bi mi

10 - 14,9 0,73 0,19 0,08 0,72 0,19 0,09

15 - 19,9 0,68 0,25 0,07 0,70 0,20 0,10

20 - 24,9 0,63 0,29 0,08 0,71 0,20 0,09

25 - 29,9 0,61 0,28 0,11 0,61 0,30 0,09

30 - 34,9 0,67 0,22 0,11 0,63 0,28 0,09

35 - 39,9 0,65 0,24 0,11 0,75 0,19 0,06

40 - 44,9 0,67 0,24 0,09 0,72 0,17 0,11

45 - 49,9 0,70 0,20 0,10 0,74 0,18 0,08

50 - 54,9 0,73 0,16 0,11 0,78 0,16 0,06

55 - 59,9 0,77 0,13 0,10 0,80 0,14 0,06

60 Up 0,89 0,00 0,11 0,87 0,00 0,13

Proporsi pohon yang tetap pada KD tertentu untuk semua KD lebih tinggi

dibandingkan proporsi pohon tambah tumbuh dan proporsi pohon mati pada

kedua kelompok jenis. Proporsi pohon tetap pada KJD cenderung lebih kecil

dibandingkan KJN dan sebaliknya proporsi tambah tumbuh KJD cenderung lebih

besar dibandingkan KJN. Proporsi pohon tetap pada KJD berkisar 0,61-0,89 dan

pada KJN 0,61-0,87; proporsi pohon tambah tumbuh pada KJD 0,13-0,29 dan

pada KJN 0,14-0,30; sedangkan proporsi mati pada KJD berkisar 0,07-0,11 dan

pada KJN 0,06-0,13. Hal ini senada dengan hasil penelitian Muhdin (2012) yang

mengamati dinamika struktur tegakan hutan dataran rendah tanah kering di

Kalimantan, yang menyatakan proporsi tetap KJD lebih kecil dibandingkan KJN

dan proporsi tambah tumbuh KJD lebih besar dibandingkan KJN. Dengan

proporsi tambah tumbuh pada KJD berkisar 0,241-0,365 dan pada KJN 0,187-

0,245; proporsi pohon tetap pada KJD berkisar 0,520-0,929 dan pada KJN 0,644-

Page 24: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

0,908; proporsi pohon yang mati 0,047-0,119 pada KJD dan 0,057-0,130 pada

KJN.

Gambar 2 Diagram proporsi tambah tumbuh (■), tetap (♦) dan mati (▲) pada KJ

Dipterocarpaceae

Gambar 3 Diagram proporsi tambah tumbuh (■), tetap (♦) dan mati (▲) pada KJ

non-Dipterocarpaceae

Metode II yang menggunakan rata-rata hitung proporsi tetap, tambah

tumbuh, dan rata-rata jumlah pohon yang rekrutmen setiap 3 tahun dan jumlah

pohon diameter 10 cm ke atas pada masa tunaknya berjumlah 504 pohon/ha dan

dapat memenuhi kaidah struktur tegakan yang membentuk “J” terbalik. Sutisna

(1997) menyatakan bahwa jumlah pohon berdiameter 10 cm ke atas pada hutan

klimaks di Indonesia pada umumnya berkisar antara 400-600 pohon/ha (Tabel 9

dan Gambar 4).

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70

Pro

po

rsi

Diameter (cm)

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70

Pro

po

rsi

Diameter (cm)

Page 25: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

Tabel 9 Struktur tegakan pada kondisi tunak

No Kelas Diameter (cm) Dipt Non-Dipt All Sp

1 10 - 14,9 56 107 163

2 15 - 19,9 33 68 101

3 20 - 24,9 22 47 69

4 25 - 29,9 17 24 41

5 30 - 34,9 14 19 34

6 35 - 39,9 9 22 31

7 40 - 44,9 6 15 21

8 45 - 49,9 5 10 15

9 50 - 54,9 4 8 12

10 55 - 59,9 3 6 9

11 60 Up 3 7 10

Total 171 333 504

Gambar 4 Diagram ST Dipterocarpaceae (♦), non-Dipterocarpaceae (■), dan

seluruh jenis (▲) pada KJ Dipterocarpaceae pada kondisi tunak

Selain memenuhi ketentuan di atas, hasil uji khi-kuadrat yang

membandingkan ST dugaan dan ST aktual dengan rentang proyeksi 3 tahun, dari

9 pembanding, 6 diantaranya menunjukkan ST dugaan tidak berbeda nyata

dengan ST aktual pada selang kepercayaan 99% dengan derajat bebas 9 (Tabel

10).

0

50

100

150

200

0 20 40 60 80

Jum

lah

po

ho

n p

er

ha

Diameter (cm)

Page 26: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

Tabel 10 Hasil uji khi-kuadrat (χ2) ST aktual dan ST dugaan (Metode II) pada

rentang proyeksi 3 tahun

Kelas

Diameter

(cm)

Tegakan Jarang Tegakan Sedang Tegakan Rapat

Dipt Non

Dipt All Sp Dipt

Non

Dipt All Sp Dipt

Non

Dipt All Sp

15 - 19,9 1,47 0,28 0,57 0,15 0,29 1,62 0,06 9,97 8,26

20 - 24,9 1,02 2,28 1,09 1,29 3,34 2,66 11,03 16,78 25,17

25 - 29,9 2,94 9,25 12,10 0,67 2,17 2,90 0,18 13,28 9,63

30 - 34,9 3,30 0,31 0,71 0,22 0,19 0,88 3,28 2,08 4,03

35 - 39,9 5,67 0,00 2,86 2,86 1,95 3,37 0,06 1,58 0,97

40 - 44,9 0,11 0,74 0,50 0,11 0,54 0,61 0,84 0,07 0,03

45 - 49,9 0,90 0,07 0,48 0,34 0,02 0,02 2,19 1,50 0,04

50 - 54,9 0,95 0,02 0,67 0,64 1,32 0,14 1,11 0,18 1,15

55 - 59,9 3,76 4,41 6,18 0,51 0,55 0,56 0,31 0,41 0,00

60 Up 0,08 0,02 0,10 0,06 0,86 1,28 0,96 0,47 1,26

X2 hitung 20,20* 17,38* 25,26 6,85* 11,23* 14,04* 20,03* 46,32 50,54

X2 tabel 21,67

* tidak berbeda pada tingkat kepercayaan 99%

Simulasi Pengaturan Hasil

Simulasi pengaturan hasil menggunakan DST metode II dengan kondisi ST

awal yang dibagi menjadi tiga kategori, yaitu ST jarang, sedang dan rapat.

Menurut Muhdin (2012) simulasi pengaturan hasil menggunakan ketentuan

sebagai berikut: (1) penebangan dilakukan apabila jumlah pohon berdiameter 50

cm ke atas telah mencapai sedikitnya 25 pohon; (2) mortalitas akibat penebangan

pohon berdiameter 50 cm ke atas terhadap pohon pada KD yang lebih kecil

menggunakan proporsi (terhadap total jumlah pohon per ha) kerusakan tegakan

tinggal menurut Elias (1998) diacu oleh Muhdin (2012), yaitu: KD 11-20 cm

sebesar 14,61%; KD 21-30 cm sebesar 4,77%; KD 31-40 cm sebesar 1,31%; dan

KD 41-50 cm sebesar 0,44%. Muhdin (2012) menambahkan, penebangan yang

dilakukan pada pohon berdiameter 40 cm ke atas setelah pohon berdiameter 40

cm ke atas telah mencapai sedikitnya 40 pohon per ha.

Rata-rata jumlah pohon/ha pada kondisi tunak (steady state) di hutan alam

bekas tebangan yang dihasilkan pada penelitian ini adalah sebanyak 504

pohon/ha. ST jarang yang memiliki kerapatan pohon berdiameter 10 cm ke atas

237 pohon/ha membutuhkan waktu selama 296 tahun untuk mencapai kondisi

tunak; ST sedang yang memiliki kerapatan pohon berdiameter 10 cm ke atas 373

pohon/ha membutuhkan waktu selama 273 tahun untuk mencapai kondisi

tunaknya; sedangkan ST rapat yang memiliki kerapatan jumlah berdiameter 10 cm

ke atas 499 pohon/ha membutuhkan waktu selama 261 tahun. Perbedaan waktu

untuk mencapai kondisi tunaknya dipengaruhi oleh jumlah pohon secara

keseluruhan. Selain itu Bone (2010) yang melakukan penelitian pada tempat yang

sama dengan penelitian ini menyatakan, bahwa waktu untuk mencapai ST hutan

primer dari hutan bekas tebangan membutuhkan waktu selama 18 atau 21 tahun

setelah tebangan.

Page 27: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

Tabel 11 Simulasi penentuan rotasi penebangan dengan batas diameter pohon ditebang 50 cm ke atas

Kondisi Tegakan Awal Jarang Sedang Rapat

Jumlah Pohon 10 cm Up 237 373 499

Jumlah Pohon 10 - 19,9 cm 149 212 324

Jumlah pohon 20 - 49,9 cm 72 131 147

Jumlah Puhon 50 cm Up 16 30 28

Luas Bidang Dasar (m2/ha) 12,47 20,92 25,61

Waktu Mencapai Steady State (tahun) 296 273 261

Mencapai Rotasi Tebang I (tahun) 117 0 0

Intensitas Tebangan 50 cm Up 40% 60% 100% 40% 60% 100% 40% 60% 100%

Mencapai Rotasi Tebang II (tahun) 33 42 54 99 99 102 78 78 81

Mencapai Rotasi Tebang III (tahun) 42 51 60 33 42 54 30 33 51

Mencapai Rotasi Tebang IV (tahun) 45 51 60 42 51 60 33 51 60

Mencapai Rotasi Tebang V (tahun) 45 51

45 51 60 48 51 60

Mencapai Rotasi Tebang VI (tahun) 45

45 51 60 42 51 60

Mencapai Rotasi Tebang VII (tahun)

45 51

45 51

Mencapai Rotasi Tebang VIII (tahun)

42

Catatan: jangka waktu simulasi ± 350 tahun dan intensitas penebangan merupakan persentase terhadap pohon layak tebang

Page 28: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

Tabel 12 Simulasi penentuan rotasi penebangan dengan batas diameter pohon ditebang 40 cm ke atas

Kondisi Tegakan Awal Jarang Sedang Rapat

Jumlah Pohon 10 cm Up 237 373 499

Jumlah Pohon 10 - 19,9 cm Up 149 212 324

Jumlah pohon 20 - 39,9 cm Up 59 113 111

Jumlah Puhon 40 cm Up 29 48 64

Luas Bidang Dasar (m2/ha) 12,47 20,92 25,61

Waktu Mencapai Steady State (tahun) 296 273 261

Mencapai Rotasi Tebang I (tahun) 66 0

0

Intensitas Tebangan 40 cm Up 40% 60% 100% 40% 60% 100% 40% 60% 100%

Mencapai Rotasi Tebang II (tahun) 18 24 36 39 54 57 30 39 48

Mencapai Rotasi Tebang III (tahun) 21 27 36 21 24 36 21 24 33

Mencapai Rotasi Tebang IV (tahun) 21 27 36 21 27 36 18 24 36

Mencapai Rotasi Tebang V (tahun) 24 27 36 21 27 36 21 27 36

Mencapai Rotasi Tebang VI (tahun) 24 27 36 24 27 36 24 30 36

Mencapai Rotasi Tebang VII (tahun) 21 27 36 24 27 36 24 27 36

Mencapai Rotasi Tebang VIII (tahun) 24 27 36 21 27 36 21 27 36

Mencapai Rotasi Tebang IX (tahun) 24 27

24 27 36 24 27 36

Mencapai Rotasi Tebang X (tahun) 21 27

24 27 36 24 27 36

Mencapai Rotasi Tebang XI (tahun) 24 27

21 27

21 27

Mencapai Rotasi Tebang XII (tahun) 24

24 27

24 27

Mencapai Rotasi Tebang XIII (tahun) 21

24 27

24 27

Mencapai Rotasi Tebang XIV (tahun)

21

21

Mencapai Rotasi Tebang XV (tahun)

24

24

Mencapai Rotasi Tebang XVI (tahun)

24

Catatan: jangka waktu simulasi ± 350 tahun dan intensitas penebangan merupakan persentase terhadap pohon layak tebang

Page 29: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

Dari Tabel 11 dengan batas diameter pohon yang ditebang 50 cm ke atas

dapat dilihat bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mencapai rotasi tebang I untuk

ST jarang adalah selama 117 tahun; sedang kan ST sedang dan ST rapat dapat

ditebang lansung atau waktu tunggu 0 tahun. Hal ini disebabkan jumlah pohon

minimal layak tebang (25 pohon/ha) telah tercukupi di awal simulasi. Sedangkan

pada Tabel 12 dengan batas diameter pohon ditebang 40 cm ke atas, waktu tunggu

untuk mencapai rotasi I pada ST jarang adalah 66 tahun.

Jangka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai rotasi tebang berikutnya

sangat tergantung dengan intensitas penebangan dan batas diameter layak tebang

yang diterapkan. Hal ini senada dengan Muhdin (2012) dalam penelitiannya

semakin tinggi intensitas penebangan dan semakin besar batas diameter yang

ditebang akan membutuhkan waktu yang lebih lama dalam mencapai rotasi tebang

berikutnya. Penebangan pada batas diameter ditebang 40 cm ke atas

membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk mencapai rotasi tebang berikutnya

dibandingkan pada batas diameter ditebang 50 cm ke atas dengan intensitas

penebangan yang sama. Waktu pemulihan yang lebih pendek tersebut karena

waktu untuk mencapai jumlah pohon minimal 40 pohon setelah penebangan

dengan batas diameter 40 cm ke atas lebih cepat dibandingkan waktu untuk

mencapai jumlah pohon minimal 25 pohon dengan batas diameter 50 cm ke atas.

Hai ini menunjukkan bahwa pertumbuhan pohon berdiameter besar cenderung

lebih lambat.

Bone (2010) dalam penelitiannya untuk menentukan jumlah pohon yang

ditebang dan siklus tebangan berdasarkan kemampuan tegakan untuk mencapai

keadaan ST hutan primer kembali dengan ketentuan LBDs saat masa tunak 33,33

m2/ha. Dari hasil simulasi pengaturan hasil yang dilakukan Bone (2010) intensitas

penebangan 100% pada batas diameter ditebang 40 cm up dan 50 cm up siklus

tebangan yang dihasilkan masih di bawah 30 tahun atau masih tergolong lestari.

Berdasarkan Elias (2002) menyatakan penebangan minimal secara ekonomi

masih layak dilakukan adalah 5 pohon/ha atau 25-30 m3/ha. Berdasrkan Tabel 13

simulasi pengaturan hasil yang termasuk ke pengelolaan hutan lestari dan masih

menguntungkan secara ekonomi yaitu intensitas penebangan 40% dan 60% pada

diameter 40 cm ke atas. Intensitas 40 % pada 40 cm ke atas menghasilkan 5

pohon/ha atau ± 17 m3/ha KJ Dipterocarpaceae dan 11 pohon/ha atau ± 33 m

3/ha

KJ non-Dipterocapaceae dengan total tebangan 16 pohon/ha atau ± 50 m3/ha.

Sedangkan intensitas penebangan 60 % pada 40 cm ke atas menghasilkan 8

pohon/ha atau ± 26 m3/ha KJ Dipterocarpaceae dan 16 pohon/ha atau ± 48 m

3/ha

KJ non-Dipterocapaceae dengan total tebangan 24 pohon/ha atau ± 74 m3/ha.

Departemen Kehutanan (2009) menyatakan rotasi tebang untuk hutan produksi

tanah kering dengan teknik silvikultur TPTI adalah 30 tahun dengan batas

diameter ditebang 40 cm ke atas. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh

pengaturan hasil berdasarkan jumlah pohon yang sesuai dengan peraturan

tersebut, didapat pengelolaan hutan yang menghasilkan kelestarian hasil dan

volume tebangan terbesar adalah menggunakan intensitas 60% pada batas

diameter ditebang 40 cm ke atas.

Page 30: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

Tabel 13 Hasil tebangan per hektar pada simulasi pengaturan hasil dengan batas

diameter di tebang 50 cm up

Tegakan Jarang

Rotasi

Intensitas Tebang

40%

Intensitas Tebang

60% Intensitas Tebang 100%

Dipt Non-Dipt Dipt Non-Dipt Dipt Non-Dipt

N Vol

(m3)

N Vol

(m3)

N Vol

(m3)

N Vol

(m3)

N Vol

(m3)

N Vol

(m3)

I 3 16,1 7 34,5 5 24,1 11 51,5 8 39,6 18 85,0

II 3 16,5 7 33,9 5 24,6 11 50,6 8 40,2 17 83,2

III 3 16,3 7 33,5 5 24,6 10 50,4 8 40,5 17 83,4

IV, dst. 3 16,3 7 33,5 5 24,6 10 50,4 8 40,5 17 83,4

Tegakan Sedang

Rotasi

Intensitas Tebang

40%

Intensitas Tebang

60% Intensitas Tebang 100%

Dipt Non-Dipt Dipt Non-Dipt Dipt Non-Dipt

N Vol

(m3)

N Vol

(m3)

N Vol

(m3)

N Vol

(m3)

N Vol

(m3)

N Vol

(m3)

I 4 18,4 8 40,7 5 27,5 13 61,0 9 45,6 21 101,2

II 3 13,6 8 36,4 4 20,2 11 54,1 7 34,1 19 90,1

III 3 15,7 7 34,4 5 23,9 11 51,0 8 39,9 17 83,3

IV, dst. 3 16,2 7 33,9 5 24,4 10 50,5 8 40,3 17 83,0

Tegakan Rapat

Rotasi

Intensitas Tebang

40%

Intensitas Tebang

60% Intensitas Tebang 100%

Dipt Non-Dipt Dipt Non-Dipt Dipt Non-Dipt

N Vol

(m3)

N Vol

(m3)

N Vol

(m3)

N Vol

(m3)

N Vol

(m3)

N Vol

(m3)

I 5 24,7 6 31,3 7 36,8 10 46,7 12 60,8 16 77,1

II 2 11,6 8 38,7 3 17,0 12 57,7 6 27,8 20 95,7

III 3 14,0 8 36,2 4 21,8 11 53,2 7 37,9 18 85,2

IV, dst. 3 15,6 7 34,4 5 24,1 11 50,9 8 40,2 17 82,9

Keterangan: N = jumlah pohon

Page 31: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

Tabel 14 Hasil tebangan per hektar pada simulasi pengaturan hasil dengan batas

diameter di tebang 40 cm up

Tegakan Jarang

Rotasi

Intensitas Tebang 40% Intensitas Tebang 60% Intensitas Tebang 100%

Dipt Non-Dipt Dipt Non-Dipt Dipt Non-Dipt

N Vol

(m3)

N Vol

(m3)

N Vol

(m3)

N Vol

(m3)

N Vol

(m3)

N Vol

(m3)

I 5 15,57 11 34,28 7 23,36 17 51,40 12 38,93 28 85,68

II 5 16,31 11 33,91 8 25,02 16 50,33 14 44,81 28 85,65

III 5 17,42 11 34,46 8 26,35 17 50,52 14 45,07 27 82,99

IV, dst. 5 17,13 11 33,18 8 26,13 16 49,17 14 44,94 27 82,32

Tegakan Sedang

Rotasi

Intensitas Tebang 40% Intensitas Tebang 60% Intensitas Tebang 100%

Dipt Non-Dipt Dipt Non-Dipt Dipt Non-Dipt

N Vol

(m3)

N Vol

(m3)

N Vol

(m3)

N Vol

(m3)

N Vol

(m3)

N Vol

(m3)

I 6 19,50 13 40,29 9 29,25 20 60,44 15 48,74 33 100,7

II 3 9,55 13 40,29 5 16,80 20 59,98 9 27,65 32 98,07

III 3 11,15 13 38,95 7 22,03 17 52,99 13 43,02 29 87,27

IV, dst. 4 14,49 12 36,72 8 25,51 17 51,16 14 44,94 27 83,11

Tegakan Rapat

Rotasi

Intensitas Tebang 40% Intensitas Tebang 60% Intensitas Tebang 100%

Dipt Non-Dipt Dipt Non-Dipt Dipt Non-Dipt

N Vol

(m3)

N Vol

(m3)

N Vol

(m3)

N Vol

(m3)

N Vol

(m3)

N Vol

(m3)

I 11 35,10 15 45,17 16 52,64 22 67,76 27 87,74 37 112,9

II 4 12,84 12 37,05 5 15,86 19 59,28 7 23,14 34 102,9

III 3 10,56 13 39,71 6 17,87 19 58,60 12 37,99 30 92,18

IV, dst. 4 12,41 12 37,73 7 22,39 17 52,99 14 44,26 28 84,34

Keterangan : N = jumlah pohon

Page 32: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan data contoh dan jumlah pohon yang ada, ST dibagi menjadi 3

tipe tegakan yaitu jarang, sedang dan rapat. Model ST untuk tegakan jarang N =

N0e-0,0609D

; tegakan sedang N = N0e-0,0559D

; dan tegakan rapat N = N0e-0,0555D

.

Model DST dengan Metode I (regresi linier) tidak dapat digunakan untuk

menduga DST pada hutan alam bekas tebangan karena tidak dapat mencapai masa

tunak dan jumlah pohon melebihi 800 pohon/ha dan model DST dengan Metode

II (rata-rata hitung proporsi tambah tumbuh dan tetap) dapat digunakan untuk

menduga DST pada hutan alam bekas tebangan, karena dapat mencapai masa

tunak dan jumlah pohon pada masa tunak berada di antara 400-800 pohon/ha (504

pohon/ha).

Jangka waktu untuk mencapai rotasi tebang selanjutnya beragam,

tergantung dari intensitas penebangan dan batas diameter ditebang yang

diterapkan. Intensitas penebangan yang menghasilkan kelestarian hasil dan

volume tebangan terbesar adalah 60% dengan batas diameter ditebang 40 cm ke

atas.

Saran

Beragamnya ST pada hutan alam bekas tebangan, maka dalam pengambilan

kebijakan pengaruran hasil pada hutan alam bekas tebangan harus keadaan dan

kondisi tegakan secara spesifik. Selain itu, pengukuran berulang PUP perlu

dilakukan dengan teliti dan akurat dalam jangka waktu yang lama agar diperoleh

data yang dapat menggambarkan DST yang lengkap dan aktual.

Page 33: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

DAFTAR PUSTAKA

Bone I. 2010. Model Dinamika Struktur Tegakan Untuk Pengaturan Hasil Hutan

Alam Bekas Tebangan: Kasus HPH PT. Gema Hutan Lestari Pulau Buru

Provinsi Maluku [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Departemen Kehutanan RI. 2012. Statistik Kehutanan Indonesia 2011 [Internet].

[diunduh 2013 Juni 21]. Tersedia pada:

http://www.dephut.go.id/files/Statistik_kehutanan_2011.pdf.

Departemen Kehutanan RI. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:

P.11/menhut-II/2009 Tentang Sistem Silvikultur Dalam Areal Izin Usaha

Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Produksi [Internet]. [diunduh

2013 April 28]. Tersedia pada: http://dephut.go.id/files/p11_09.pdf.

Elias. 2002. Rasionalisasi Kegiatan Logging dan Kondisi Minimum Struktur

Tegakan Yang Boleh Ditebang Dalam Pengelolaan Hutan Alam Tropika

Indonesia. ITHH. Vol. XV No. I

Iskandar U. 2008. Kelola Ekosistem Pulau Kecil: Refleksi dan Pembelajaran

Kehutanan Indonesia. Jakarta (ID): Wana Aksara.

Krisnawati H, Adinugroho WC, Imanuddin R. 2012. Monograf Model-Model

Alometrik Untuk Pendugaan Biomassa Pohon Pada Berbagai Tipe

Ekosistem Hutan di Indonesia. Bogor (ID): Kementerian Kehutanan,

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Pusat Penelitian dan

Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi [Internet]. [Diunduh 2013 Mei

01]. Tersedia pada:

http://www.forda_mof.org/files/Monograf_Alometrik_WEB_FORDA_-

_IND.pdf.

Michie BR, Buongiorno J. 1984. Estimation of a Matrix Model of Forest Growth

From Re-measured Permanent Plots. For. Ecol. Manage. 8: 127-135.

Muhdin. 2012. Dinamika Struktur Tegakan Tidak Seumur Untuk Pengaturan

Hasil Hutan Kayu Berdasarkan Jumlah Pohon (Kasus Pada Areal Bekas

Tebangan Hutan Alam Hujan Tropika Dataran Rendah Tanah Kering di

Kalimatan) [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Osmaston. 1968. The Managenet of Forest. London (GB): George Allen &

Unwim.

Suhendang E. 1997. Penentuan Periode Pengukuran Optimal Untuk Petak Ukur

Permanen di Hutan Alam Tanah Kering. J Man Hut Trop (1): 1-14.

Sutisna M. 1997. Growth of Tropical Lowland Forest in East Kalimantan.

BIOTROP Spec. Publ. (60):81-91.

Page 34: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

LAMPIRAN

Lampiran 1 Jumlah pohon per kelas diameter pada setiap PUP contoh

PUP 10 - 19,9 cm 20 - 49,9 cm 50 cm Up Total

1 212 133 45 390

2 149 72 16 237

3 212 127 30 369

4 210 103 16 329

5 260 114 10 384

6 324 147 28 499

Lampiran 2 Kondisi awal struktur tegakan

No Kelas

diameter (cm)

Struktur awal tegakan

Jarang Sedang Rapat

1 10 - 14,9 94 140 220

2 15 - 19,9 55 72 104

3 20 - 24,9 29 61 41

4 25 - 29,9 6 25 39

5 30 - 34,9 19 20 16

6 35 - 39,9 5 7 15

7 40 - 44,9 5 14 13

8 45 - 49,9 8 4 23

9 50 - 54,9 6 4 7

10 55 - 59,9 1 5 5

11 60 Up 9 21 16

Total 237 373 499

Page 35: PENGATURAN HASIL BERDASARKAN JUMLAH POHON PADA HUTAN ALAM BEKAS ... · pemanfaatan hutan hingga sekarang, maka dalam kegiatan pemanenan hasil hutan kayu harus berdasarkan prinsip

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bangkinang Provinsi Riau pada tanggal 29 November

1990 sebagai anak ketiga dari sepuluh bersaudara dengan ayah bernama

Muhammad Isa (alm) dan ibu Asmanidar.

Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri Plus Provinsi Riau dan pada

tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)

memalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen

Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis

menjadi asisten praktikum Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan Wilayah pada tahun

ajaran 2011/2012 dan 2012/2013, asisten praktikum Inventarisasi Hutan tahun

ajaran 2011/2012 dan 2012/2013 dan asisten Teknik Inventarisasi Hutan tahun

ajaran 2012/2013.

Pada tahun 2011 penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan

(PPEH) di daerah Gunung Papandayan dan Sancang Timur, Jawa Barat. Praktek

Pengelolaan Hutan (PPH) tahun 2012 di Hutan Pendidikan Gunung Walat

(HPGW) Sukabumi dan KPH Perhutani Cianjur. Pada tahun 2013 penulis

melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di CV. Pangkar Begili, Provinsi

Kalimantan Barat.

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kehutanan di Institut

Pertanian Bogor penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaturan Hasil

Berdasarkan Jumlah Pohon pada Hutan Alam Bekas Tebangan di Provinsi

Maluku di bawah bimbingan Bapak Dr. Ir. Muhdin, MSc.F.Trop.