PENGARUH SUMBER DAYA, INFORMASI DAN ORIENTASI...
Transcript of PENGARUH SUMBER DAYA, INFORMASI DAN ORIENTASI...
Prosiding ISBN : 978-602-17225-6-5
Forum Keuangan dan Bisnis V, Th. 2016 37
PENGARUH SUMBER DAYA, INFORMASI DAN ORIENTASI TUJUAN
TERHADAP AKUNTABILITAS KEUANGAN DAN AKUNTABILITAS KINERJA
PEMERINTAH
Studi pada Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta
Enita Binawati
STIE SBI Yogyakarta
Abstract
Good governance can be reflected in financial management accountable and transparent. The area is
able to implement financial accountability and performance accountability can enhance public
confidence in the government. Accountability of an area affected by a variety of factors. This study
examined the rational factors such as resources, information, and goal orientation towards
accountability of an area. The purpose of this study to empirically examine the factors that affect
financial accountability and performance accountability. This research was carried out in the Local
Government DIY 100 respondents, were tested using quantitative methods and analysis tools Partial
Least Square (PLS). The results showed that financial accountability is only influenced by the
orientation of the destination while accountability for performance is influenced by the orientation and
information purposes. The link between financial accountability and performance accountability also
both empirically proven to have a very significant relationship.
Keywords: Financial Accountability, Performance Accountability, Resources, Information,
Orientation Interest
1. PENDAHULUAN
Masa peralihan dari orde baru ke masa reformasi, sistem pemerintahan dan pembangunan di
Indonesia lebih mengacu pada pelaksanaan otonomi daerah, sistem desentralisasi fiskal, dekonsentrasi,
dan tugas pembangunan daripada sistem sentralistik. Pelaksanaan sistem ini didasarkan pada Tap MPR
Nomor: XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan
Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan serta Perimbangan Kekuasaan Pusat dan Daerah
dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketetapan MPR tersebut menjadi landasan
dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang sudah direvisi menjadi Undang-Undang
No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 yang direvisi
menjadi Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah (Mardiasmo, 2002).
Undang-undang ini memberikan kewenangan atau otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung
jawab terhadap pemerintah. Pemerintah pusat memberikan kewenangannya kepada pemerintah daerah
(pemda) untuk membangun kemandirian daerah sehingga mampu menghasilkan kualitas sumber daya
daerah yang efisien dan efektif dalam menciptakan good governance. Pengelolaan sumber daya daerah
setiap pemerintah daerah akan dilaporkan dalam bentuk laporan akuntabilitas atau laporan
pertanggungjawaban yang dilakukan secara periodik (Effendi, 2006). Laporan pertanggungjawaban
pemerintah daerah yang efisien, efektif, dan ekonomis (value for money) merupakan bentuk dari
akuntabilitas suatu daerah.
Laporan akuntabilitas daerah merupakan bentuk dari semakin tingginya tuntutan masyarakat
terhadap kinerja pemerintah dalam meningkatkan pelayanan publik. Pemerintah menganggap bahwa
dengan adanya akuntabilitas maka mampu memberikan perubahan kinerja di instansi pemerintahan
yang lebih baik atau yang sering dikenal dengan istilah akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999
Nomor 239/IX/6/8/2003 mengenai adanya Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (LAKIP), yang kemudian disusul dengan lahirnya Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 mengenai Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang
menjelaskan bahwa pengelolaan keuangan daerah yang transparan dan akuntabel dapat menciptakan
Prosiding ISBN : 978-602-17225-6-5
Forum Keuangan dan Bisnis V, Th. 2016 38
good governance. Hal tersebut menunjukkan bahwa akuntabilitas kinerja suatu daerah didukung adanya
pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel (akuntabilitas keuangan).
Dari beberapa penelitian sebelumnya yang membahas mengenai akuntabilitas keuangan dan
akuntabilitas kinerja, menunjukkan adanya perbedaan hasil dari kedua hubungan tersebut. Soleman
(2007) menjelaskan bahwa akuntabilitas keuangan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
akuntabilitas kinerja sedangkan hasil penelitian Riantiarno dan Azlina (2011) yang menguji pengaruh
penerapan akuntabilitas keuangan dan ketaatan pada peraturan perundangan terhadap akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah, menunjukkan bahwa akuntabilitas keuangan tidak berpengaruh terhadap
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Adanya perbedaan hasil mengenai hubungan pengaruh antara
akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja maka menjadi hal yang sangat menarik untuk
dilakukan penelitian lebih lanjut.
Akuntabilitas kinerja juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah komitmen
manajemen, otoritas pengambilan keputusan, pelatihan (Putra, 2006) dan komitemen, pelatihan, budaya
organisasi (Nurhamid, 2008). Julnes dan Holzer (2001) juga menjelaskan bahwa akuntabilitas kinerja
yang merupakan bagian dari proses pengimplementasian sistem pengukuran kinerja itu dipengaruhi
oleh faktor rasional seperti sumber daya, orientasi tujuan dan informasi.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik melakukan penelitian lanjutan dengan
menggunakan aspek rasional yaitu faktor sumber daya, faktor informasi, faktor orientasi tujuan yang
diadopsi dari Julnes dan Holzer (2001) untuk menguji pengaruh secara langsung ketiga faktor rasional
tersebut terhadap akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja suatu daerah. Penelitian ini
menggunakan metoda kuantitatif dan menguji hipotesisnya dengan analisis Partial Least Square (PLS).
Adapun judul penelitian ini adalah “Pengaruh Sumber Daya, Informasi, Orientasi Tujuan terhadap
Akuntabilitas Keuangan dan Akuntabilitas Kinerja, Studi pada Pemerintah Daerah Istimewa
Yogyakarta”.
2. KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1. Sumber Daya
Sumber daya didefinisikan oleh Werther dan Davis, dalam Izzaty, 2011 sebagai sumber daya
manusia (human resources) adalah “the people who are ready, willing and able to contribute to
organizational goals”. Sumber daya digolongkan menjadi dua aspek yaitu kualitas fisik dan kualitas
non fisik yang berhubungan dengan kemampuan manusia dalam berpikir, berketrampilan dan bekerja
(Notoadmodjo; dalam Izzaty, 2011). Sumber daya merupakan unsur yang penting dalam meningkatkan
pelayanan organisasi terhadap kebutuhan publik.
Julnez dan Holzer (2001) mendefinisikan sumber daya sebagai salah satu faktor rasional dalam
utilisasi pengukuran kinerja. Sumber daya ini terdiri dari dukungan waktu, dana dan orang. Sumber
daya yang tercukupi dan mampu berjalan secara efektif akan mendorong terjadinya implementasi
anggaran berbasis kinerja.
2.2. Informasi
Anthony dkk, dalam Achyani dan Cahya, 2011 mendefinisikan informasi sebagai data yang telah
disaring, dianalisis, ditata, dan disampaikan dalam bentuk yang berguna untuk mencapai tujuan
organisasi. Julnes dan Holzer (2001) juga menjelaskan bahwa informasi merupakan faktor rasional yang
mencerminkan mengenai pengetahuan teknis dan data yang tercermin dalam informasi yang dimiliki
pegawai (manajemen) maupun pegawai (non manajemen) terkait akses peraturan dan perundangan.
2.3. Orientasi Tujuan
Achyani dan Cahya (2011) mendefiniskan orientasi tujuan sebagai konsensus terhadap tujuan dari
setiap program. Orientasi tujuan juga dijelaskan oleh Julnes dan Holzer (2001) sebagai faktor rasional
yang mengukur sejauh mana organisasi berorientasi pada pencapaian tujuan.
2.4. Akuntabilitas Permasalahan akuntabilitas publik menjadi sangat penting di Indonesia sejak dilaksanakannya
otonomi daerah dan desentralisasi fiskal pada Januari 2001. Pemerintah ingin mencapai tujuan otonomi
daerah dan desentralisasi fiskal yaitu menciptakan good governance yang berarti bahwa pemerintah
Prosiding ISBN : 978-602-17225-6-5
Forum Keuangan dan Bisnis V, Th. 2016 39
yang baik itu dapat dilihat dari adanya transparansi, akuntabilitas publik, partisipasi, efisiensi dan
efektivitas, adanya penegakkan hukum. Mardiasmo (2002:21) menjelaskan bahwa akuntabilitas adalah
konsep yang lebih luas daripada stewardship, yang mana stewardship lebih mengacu pada pengelolaan
atas suatu aktivitas secara ekonomis dan efisien dan tidak wajib untuk melaporkan sedangkan
akuntabilitas mengacu pada pertanggungjawaban oleh steward terhadap yang memberikan
tanggungjawab. Halim (2007:254) juga mengartikan akuntabilitas sebagai pertanggungjawaban yang
merupakan ciri dari “good governance” atau pengelolaan pemerintahan yang baik.
Turner dan Hulme; dalam Mardiasmo, (2002:21) menyampaikan bahwa akuntabilitas merupakan
konsep yang kompleks yang lebih sulit diwujudkan daripada memberantas korupsi. Akuntabilitas
merupakan tujuan reformasi sektor publik, sehingga tuntutan akuntabilitas publik menjadi hal yang
penting yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Penelitian yang dilakukan oleh Sinclair (1995)
mengenai “The Chameleon of Accountability: Forms and Discourses” di Melbourne Australia
mendefinisikan akuntabilitas sebagai konsep yang dihargai dan dicari tetapi sulit untuk dipahami.
penelitian ini menggunakan model baru yang harapannya terjadi perubahan administrasi yang
memberikan akuntabilitas tinggi melalui kontrol manajerial. Akuntabilitas diidentifikasi lima bentuk,
yang dilakukan dengan interview dengan menjelaskan: political, public, manajerial, professional dan
personal. Identifikasi lain terhadap akuntabilitas juga dilakukan dengan dua wacana yaitu struktural
dan personal. Pengujian yang dilakukan oleh Sinclair (1995) menyimpulkan bahwa konsepsi baru dan
pendekatan yang baru mampu meningkatkan akuntabilitas.
Friedman (2009:11) mendefinisikan akuntabilitas hasil sebagai bentuk kedisiplinan cara berpikir
dan pengambilan tindakan yang dapat digunakan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat, kota,
kabupaten, negara dan bangsa; serta digunakan untuk meningkatkan kinerja suatu program, keagenan
dan sistem pelayanan. Sedangkan, LAN dan BPKP (dalam Halim (2007:254)) mendefinisikan
akuntabilitas sebagai kewajiban untuk menyajikan dan melaporkan segala tindak tanduk dan kegiatan
seseorang atau lembaga terutama dalam admistrasi keuangan kepada pihak yang lebih tinggi atau
atasannya. Halim (2007:254) membagi tiga jenis akuntabilitas yaitu akuntabilitas keuangan,
akuntabilitas manfaat, dan akuntabilitas prosedural.
Berdasarkan beberapa definisi mengenai akuntabilitas tersebut menunjukkan bahwa penerapan
akuntabilitas keuangan maupun akuntabilitas kinerja menjadi sangat penting dalam pemerintahan.
Pemerintah yang tidak dapat menerapkan akuntabilitas dapat menimbulkan terjadinya penyalahgunaan
wewenang. Diharapkan pemerintah dapat mempertanggungjawabkan penyelenggaraan di
pemerintahannya dalam bentuk laporan pertanggungjawaban kinerja, yang sejalan dengan adanya
kebijakan anggaran berbasis kinerja .
2.4.1. Akuntabilitas Keuangan
Akuntabilitas keuangan adalah pertanggungjawaban mengenai integritas keuangan,
pengungkapan, dan ketaatan peraturan terhadap peraturan perundangan (Halim, 2007:254).
Pertanggungjawaban yang dimaksud adalah laporan keuangan yang disajikan dan peraturan
perundangan mencakup penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang oleh instansi pemerintahan
(LAN dan BPKP, dalam Mardiasmo, 2007:254).
Menurut Mardiasmo (2007) terdapat beberapa aspek penting yang harus dipertimbangkan dan
beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam akuntabilitas keuangan. Ada dua aspek dalam
akuntabilitas keuangan, diantaranya adalah (1) aspek legalitas penerimaan dan pengeluaran daerah,
bahwa setiap transaksi yang dilakukan harus dapat ditelusuri otoritas legalnya, dan (2) pengelolaan
keuangan daerah secara baik, perlindungan aset fisik dan finansial, mencegah terjadinya pemborosan
dan salah urus. Prinsip akuntabilitas keuangan juga ada dua hal, meliputi (1) adanya sistem akuntasi
dan sistem anggaran yang dapat menjamin bahwa pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara
konsisten sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, (2) pengeluaran daerah yang
dilakukan berorientasi pada pencapaian visi, misi, tujuan, sasaran dan hasil yang akan dicapai. Dalam
akuntabilitas keuangan juga terdapat beberapa instrumen utama yang harus diperhatikan yaitu anggaran
pemerintah, data yang dipublikasikan, laporan tahunan dan hasil investigasi dan laporan umum lainnya.
Reformasi keuangan daerah memunculkan adanya tuntutan masyarakat yang tinggi terhadap kinerja
pemerintah dalam akuntabilitas keuangan. Dapat diartikan bahwa adanya reformasi keuangan menuntut
akuntabilitas kinerja yang tercermin dari akuntabilitas keuangan. Akuntabilitas keuangan merupakan
Prosiding ISBN : 978-602-17225-6-5
Forum Keuangan dan Bisnis V, Th. 2016 40
wujud dari semakin tingginya tuntutan masyarakat terhadap pemerintah atas penggunaan dana
keuangan dalam rangka untuk pelayanan publik.
2.4.2. Akuntabilitas Kinerja
Akuntabilitas kinerja adalah kunci dari terwujudnya prinsip good governance dalam pengelolaan
organisasi sektor publik. Akuntabilitas kinerja juga tercantum dalam dasar hukum atau aturan organisasi
sektor publik (Bastian, 2010:88). Dalam konteks hukum, akuntabilitas organisasi harus dipenuhi oleh
suatu organisasi atas kinerja yang diperoleh secara efektif dan efisien. Pandangan lain muncul dari
Ledvina; dalam Santoso dan Pambelum (2008) bahwa akuntabilitas kinerja merupakan suatu evolusi
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh seorang petugas baik masih berada pada jalur otoritasnya
maupun sudah berada di luar tanggungjawab dan kewenangan.
Menurut LAN dan BPKP, akuntabilitas kinerja adalah kewajiban untuk memberikan
pertanggungjawaban dan menerangkan kinerja dan tindakan seorang badan/ hukum/ pimpinan suatu
organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau
pertanggungjawaban. Semua instansi pemerintah berkewajiban untuk paham terkait akuntabilitas
disetiap daerahnya, baik dalam kegagalan maupun keberhasilan misi daerah. Inpres Nomor 7 Tahun
1999 menjelaskan akuntabilitas kinerja adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah
untukmempertanggungjawabkan keberhasilan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan melalui pertanggungjawaban yang dilakukan secara periodik. Misi ini
merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan oleh instansi pemerintah agar tujuan organisasi terlaksana
dengan baik.
Tujuan dan sasaran dari akuntabilitas kinerja adalah mendorong tercapainya akuntabilitas kinerja
sebagai salah satu prasyarat dalam mencapai pemerintahan yang baik dan terpercaya. Berikut tujuan
dan sasaran dari sistem akuntabilitas kinerja, yaitu (1) menjadikan instansi pemerintah yang akuntabel
sehingga dapat beroperasi dengan efisien, efektif dan responsive terhadap aspirasi masyarakat, (2)
terwujudnya transparansi instansi pemerintah, (3) terwujudnya partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan pembangunan nasional, dan (4) terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah.
2.5. Hipotesis
2.5.1 Hipotesis pertama (H1)
Menguji pengaruh faktor sumber daya terhadap akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas
kinerja. Peneliti berpandangan bahwa dengan adanya sumber daya yang memadai yang sudah
disediakan oleh pemerintah maka akan meningkatkan kualitas akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas
kinerja suatu pemerintah daerah. Dengan adanya waktu yang cukup yang dimiliki para pegawai, sumber
dana yang sudah dialokasikan untuk meningkatkan kualitas implementasi anggaran, dan kapasitas dan
kualitas orang atau pegawai yang mampu dalam menganalisis kinerja program maka mampu
mendorong para pegawai untuk memberikan pertanggungjawaban keuangannya atas kinerja yang telah
dilakukan dalam rangka memperikan pelayanan kepada masyarakat.
Sumber daya berupa waktu, dana, dan orang di masing-masing daerah memiliki jumlah yang
berbeda-beda sesuai dengan tingkat kebutuhan di instansi pemerintahannya. Pemenuhan kebutuhan
sumber daya di setiap instansi pemerintah ditentukan oleh aturan dari pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Peraturan yang ada mencerminkan adanya fenomena institutional isomorfisme
koersif dalam instansi pemerintahan.
Berdasarkan pandangan yang sudah diuraikan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
pengujian mengenai pengaruh sumber daya terhadap akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja,
dengan hipotesis sebagai berikut:
H1a : Sumber daya berpengaruh positif terhadap akuntabilitas keuangan
H1b : Sumber daya berpengaruh positif terhadap akuntabilitas kinerja
2.5.2 Hipotesis kedua (H2)
Menguji pengaruh faktor informasi terhadap akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas
kinerja. Peneliti berpandangan bahwa seorang karyawan atau pegawai yang menguasai informasi serta
pengetahuan teknis akan mendukung akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja. Informasi dan
pengetahuan teknis bisa didapatkan dari adanya akses informasi yang disediakan pemerintah seperti
Prosiding ISBN : 978-602-17225-6-5
Forum Keuangan dan Bisnis V, Th. 2016 41
literatur, internet, jurnal publikasi dan sebagainya mendukung pemerintah dalam memberikan
pertanggungjawaban keuangan atas kinerjanya. Dalam rangka memberikan pertanggungjawaban,
informasi dan pengetahuan teknis juga bisa didapatkan dari sumber lain seperti adanya pelatihan,
workshop, dan seminar yang juga berhubungan dengan akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja
yang sudah difasilitasi oleh pemerintah.
Ketersediaan informasi merupakan bentuk dari perhatian pemerintah dalam rangka
meningkatkan kualitas kerja di setiap instansi pemerintah. Pemerintah menuntut kepada setiap instansi
untuk dapat menggunakan fasilitas yang diberikan dengan seefektif mungkin sehingga menghasilkan
kualitas kerja yang baik. Para pegawai dapat menggunakan fasilitas informasi sebaik mungkin, sebagai
wujud keprofesionalan kerja sebagai konsekuensi tuntutan dari pemerintah. Bentuk keprofesionalan
kerja mencerminkan adanya fenomena institutional isomorfisme normatif di instansi pemerintah.
H2a : Informasi berpengaruh positif terhadap akuntabilitas keuangan.
H2b : Informasi berpengaruh positif terhadap akuntabilitas kinerja
2.5.3 Hipotesis ketiga (H3)
Menguji pengaruh faktor orientasi tujuan terhadap akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas
kinerja. Peneliti berpandangan bahwa suatu organisasi yang mempunyai orientasi tujuan yang dijelas
maka akan mempengaruhi orientasi yang dimiliki seorang pegawai. Orientasi tujuan dapat tercermin
dari program-program kerja yang dibuat terhadap pencapaian hasil yang akan diperoleh. Seorang
pegawai yang mempunyai orientasi kinerja yang tinggi maka akan terdorong untuk dapat mencapai
tujuan organisasi sehingga mampu meningkatkan kinerja pegawai dalam memberikan
pertanggungjawaban keuangan atas kinerja yang dilakukan, jika dibandingkan dengan pegawai yang
tidak mempunyai orientasi kinerja atau memiliki orientasi kinerja rendah. Maka dari itu, instansi
pemerintah harus mempunyai misi yang kuat yang sudah disepakati bersama sehingga misi itu dapat
tercapai dan mampu memberikan perubahan yang lebih baik. Program kerja dan misi yang ada di setiap
instansi pemerintah harus sesuai dengan standar aturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Adanya aturan
tersebut mencerminkan adanya institutional isomorfisme koersif dalam instansi pemerintah.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka peneliti tertarik melakukan pengujian mengenai
pengaruh orientasi tujuan terhadap akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja, dengan hipotesis
sebagai berikut:
H3a : Orientasi tujuan berpengaruh positif terhadap akuntabilitas keuangan.
H3b : Orientasi tujuan berpengaruh positif terhadap akuntabilitas kinerja.
2.5.4 Hipotesis keempat (H4)
Menguji pengaruh akuntabilitas keuangan terhadap akuntabilitas kinerja. Keberadaan
akuntabilitas keuangan dapat mempengaruhi akuntabilitas kinerja suatu organisasi (Soleman, 2007)
sedangkan Riantiarno dan Azlina (2011) menjelaskan bahwa penerapan akuntabilitas keuangan tidak
mempengaruhi akuntabilitas kinerja suatu daerah. Dalam prinsip penerapan good corporate governance
disebutkan bahwa akuntabilitas akan mempengaruhi kinerja perusahaan baik sektor publik atas swasta.
Akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja merupakan bagian dari akuntabilitas sektor
publik. Peneliti berpandangan bahwa suatu daerah yang mampu menerapkan akuntabilitas keuangan
secara efektif maka akan mendukung terciptanya akuntabilitas kinerja suatu daerah. Pemerintah yang
mampu memberikan laporan keuangan secara lengkap dan dapat menyajikannya secara tepat waktu
serta mampu memberikan respon secara cepat terhadap hasil pemeriksaan maka dapat digunakan
pemerintah dalam pengambilan keputusan dan mampu menghindari terjadinya penyalahgunaan
wewenang dalam mewujudkan akuntabilitas kinerja daerah. Laporan keuangan pemerintah harus
disajikan secara tepat waktu oleh setiap instansi pemerintah karena sesuai dengan kebijakan dari
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kebijakan yang ada merupakan bentuk adanya fenomena
institutional isomorfisme koersif di instansi pemerintah.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan pengujian mengenai
pengaruh akuntabilitas keuangan terhadap akuntabilitas kinerja, dengan hipotesis sebagai berikut: H4
: Akuntabilitas keuangan berpengaruh positif terhadap akuntabilitas kinerja.
3. METODE PENELITIAN
Prosiding ISBN : 978-602-17225-6-5
Forum Keuangan dan Bisnis V, Th. 2016 42
Desain penelitian ini menggunakan metoda secara kuantitatif. Metoda pengumpulan data berupa
survai dalam bentuk kuisioner mengenai akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja. Pengambilan
sampel dilakukan dengan purposive sampling yaitu memilih sampel sesuai kriteria yang sudah
ditentukan dengan beberapa pertimbangan.
Sampel dalam penelitian adalah para pejabat pengguna anggaran atau pejabat yang diberi
kewenangan atas penggunaan anggaran sesuai Permendagri 13 Tahun 2006 pasal 10. Kriteria sampel
yang digunakan adalah para pegawai SKPD baik dinas, badan maupun kantor yang terlibat dalam
penyusunan dan atau pengambilan keputusan anggaran serta menduduki jabatan minimal satu tahun.
Para responden yang sudah menduduki jabatan minimal satu tahun serta terlibat dalam penyusunan dan
atau pengambilan keputusan anggaran dianggap mempunyai pemahaman dan pengalaman yang lebih
dalam menyusun dan mengambil keputusan anggaran sehingga responden yang terpilih diyakini
mampu menilai akuntabilitas di daerahnya (Nurhamid, 2008; Wijaya dan Akbar, 2012). Penelitian
dilakukan dengan menggunakan populasi Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Peneliti menggunakan metoda kuantitatif, dengan mengumpulkan dan menganalisis data kuantitatif
yang kemudian dilanjutkan dengan menjelaskan atau menganalisa dan menginterpretasikan hasilnya.
Metoda pengumpulan data diperoleh dengan survai kuesioner dan secara langsung mengenai
akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja yang sudah disebarkan oleh peneliti kepada para
responden.
Dalam menguji hipotesis penelitian, peneliti menggunakan alat analisis Partial Least Square (PLS).
Jogiyanto dan Abdillah (2009:11) menjelaskan bahwa PLS merupakan salah satu metoda statistika
Structural Equation Model (SEM) berbasis varians yang didesain untuk menyelesaikan regresi berganda
ketika terjadi permasalah spesifik pada data, seperti ukuran sampel yang kecil atau adanya data yang
hilang (missing values) dan multikolinearitas. Field (dalam Jogiyanto dan Abdillah, 2009:12)
menjelaskan bahwa regresi Ordinary Least Square (OLS) akan menghasilkan data yang tidak setabil
ketika data yang digunakan berukuran kecil ataupun adanya data yang hilang dan multikolinearitas antar
prediktor yang berdampak pada meningkatnya standar error dari koefisien yang diestimasi. Risiko
penolakan hipotesis dalam pengujian model regresi akan meningkat ketika multikolinearitasnya tinggi.
Analisis PLS adalah teknik statistika multivariat dengan membandingkan antara variabel dependen
berganda dengan variabel independen berganda dalam rangka memprediksi suatu model atas
pengembangan teori penelitian (Jogiyanto dan Abdillah, 2009:11). PLS mempunyai kecenderungan
bahwa ukuran sampel yang digunakan dalam jumlah yang sedikit atau kecil dengan model yang
komplek. Tujuan dari analisis PLS adalah untuk memprediksi pengaruh variabel X terhadap Y dengan
menjelaskan hubungan antar variabel. Pengujian hipotesis dengan PLS dapat menggunakan software
Smart PLS 3.0 di website http://www.smartpls.de.
Tabel 1. Parameter Uji Validitas dalam Model Pengukuran PLS
Uji Validitas Parameter Rule of Thumbs
Konvergen Faktor loading Lebih dari 0,7
Average variance extracted (AVE) Lebih dari 0,5
Communality Lebih dari 0,5
Diskriminan Akar AVE dan korelasi variabel laten Akar AVE > korelasi
variabel laten
Cross loading Lebih dari 0,7 dalam
satu variabel
Sumber: diadaptasi dari Chin (dalam Jogiyanto dan Abdillah, 2009:61)
Uji validitas dalam PLS dengan indikator dapat tercermin dari besarnya faktor loading indikator-
indikator yang mengukur konstruk. Faktor loading merupakan korelasi antara skor item atau skor
komponen dengan skor konstruk. Hair dkk, dalam Jogiyanto dan Abdillah, 2009:60 menjelaskan bahwa
rule of thumb biasanya digunakan untuk membuat pemeriksaan awal dari matrik faktor adalah ±.30
yang dipertimbangkan memenuhi level minimal, dengan loading ±.40 dianggap lebih baik dan loading
> 0.50 dianggap signifikan secara praktikal. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai faktor
loading maka semakin mampu dalam menginterpretasikan matrik faktor.
Prosiding ISBN : 978-602-17225-6-5
Forum Keuangan dan Bisnis V, Th. 2016 43
Menurut Chin (dalam Jogiyanto dan Abdillah, 2009:61, menunjukkan bahwa nilai validitas
konvergen suatu konstruk dapat dilihat dari faktor loading dengan rule of thumb lebih dari 0,7 dan rule
of thumb lebih dari 0,5 juga masih dapat diterima (Hair dkk, 2010). Validitas konvergen juga dapat
dilihat dari nilai AVE dengan rule of thumb lebih dari 0,5 (Chin, dalam Jogiyanto dan Abdillah,
2009:61) dan rule of thumb 0,4 juga masih diberi toleransi (Lai dan Fan, 2008; Vinzi dkk., 2010, dalam
Wijaya dan Akbar, 2012). Untuk uji validitas diskriminan dapat dinilai dari cross loading pengukuran
dengan konstruknya dengan rule of thumb lebih dari 0,7 dalam satu variabel (tabel 3.1). Suatu model
mempunyai validitas yang cukup jika akar AVE antara konstruk lebih besar daripada korelasi antar
konstruk dengan konstruk lain dalam suatu model.
Reliabilitas menunjukkan akurasi, konsistensi dan ketepatan suatu alat ukur dalam melakukan
pengukuran (Jogiyanto dan Abdillah, 2009:61). Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur konsistensi
internal alat ukur. Uji reliabilitas dalam PLS menggunakan dua metoda yaitu Cronbach’s alpha dan
Composite reliability. Cronbach’s alpha mengukur batas bawah nilai reliabilitas sedangkan Composite
reliability mengukur nilai sesungguhnya reliabilitas suatu konstruk. Hair dkk; dalam Jogiyanto dan
Abdillah, 2009:62 mengungkapkan bahwa composite reliability harus lebih besar dari 0,7 meskipun
nilai 0,6 masih dapat diterima.
Uji reliabilitas digunakan untuk menguji keandalan responden dalam menjawab pertanyaan yang
merupakan dimensi dari suatu variabel yang disusun dalam bentuk kuesioner. Tinggi rendahnya suatu
kuesioner dapat dilihat dari koefisien reliabilitasnya. Jogiyanto dan Abdillah (2009:81) menyatakan
bahwa suatu konstruk dikatakan reliable jika nilai Cronbach’s alpha harus > 0,6 dan nilai Composite
reliability harus > 0,7.
Untuk memprediksi hubungan kausalitas dari proses bootstrap dalam menguji hipotesis dapat
dilakukan dengan membandingkan nilai T-table dengan T-statistic. Nilai T-table yang lebih rendah
daripada T-statistic pada tingkat keyakinan tertentu maka menunjukkan hipotesis penelitian terdukung.
Sebaliknya jika nilai T-table lebih tinggi daripada T-statistic pada tingkat keyakinan tertentu maka
menunjukkan hipotesis penelitian tidak terdukung. Hair dkk; dalam Jogiyanto dan Abdillah (2009),
mengungkapkan bahwa nilai T-table untuk pengujian hipotesis adalah ≥ 1,64 pada tingkat keyakinan
95 persen (alpha 5 persen).
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional ini menjelaskan cara tertentu yang digunakan oleh peneliti dalam mengukur
variabel yang digunakan. Seluruh variabel yang digunakan dalam penelitian ini diukur menggunakan 4
(empat) poin skala Likert dengan menghilangkan jawaban ragu-ragu (netral), sesuai yang digunakan
oleh beberapa peneliti sebelumnya (Julnes dan Holzer, 2001; Willougby dan Melkers (2001),
Asmadewa, 2007; Achyani dan Cahya, 2011). Pilihan jawaban ragu-ragu (netral) dihilangkan karena
kebanyakan subyek peneliti cenderung akan memilih jawaban yang netral. Berikut definisi operasional
untuk masing-masing variabel, diantaranya adalah
3.2. Sumber Daya (SD)
Variabel sumber daya merupakan faktor rasional yang terdiri dari 4 (empat) instrumen pertanyaan
yang diadopsi dari Julnez dan Holzer (2001) dengan menjelaskan mengenai dukungan sumber daya
(waktu, dana dan orang), kualitas pegawai, kualitas unit kerja, dan tingkat kehandalan dan relevansi
data. Variabel sumber daya diukur menggunakan 4 (empat) poin skala Likert dengan empat alternatif
jawaban, yaitu skor 1 artinya sangat tidak setuju (STS), skor 2 artinya tidak setuju (TS), skor 3 artinya
setuju (S) dan skor 4 artinya sangat setuju (SS).
3.3. Informasi (IN)
Variabel informasi sebagai faktor rasional yang menjelaskan mengenai tingkat keseringan dalam
mengakses informasi baik melalui literatur, media, internet, jurnal publikasi; mengikui pelatihan atau
workshop dan dalam memperoleh asistensi atau bantuan dari para ahli. Instrumen pertanyaan yang
digunakan terdiri dari 4 (empat) pertanyaan yang diadopsi dari Julnez dan Holzer (2001). Variabel
informasi diukur menggunakan 4 (empat) poin skala Likert dengan empat alternatif jawaban, yaitu skor
1 artinya tidak pernah , skor 2 artinya jarang, skor 3 artinya sering dan skor 4 artinya selalu.
Prosiding ISBN : 978-602-17225-6-5
Forum Keuangan dan Bisnis V, Th. 2016 44
3.4. Orientasi tujuan (OT)
Orientasi tujuan sebagai faktor rasional yang mengukur sejauh mana organisasi berorientasi pada
pencapaian tujuan. Orientasi tujuan menekankan pada kemampuan suatu instansi dalam
mengkomunikasikan strategi pencapaian sasaran dengan jelas, dan misi organisasi dalam mendorong
efisiensi. Variabel orientasi tujuan diukur dengan 2 instrumen pertanyaan yang diadopsi dari Julnez dan
Holzer (2001). Variabel orientasi tujuan diukur menggunakan 4 (empat) poin skala Likert dengan empat
alternatif jawaban, yaitu skor 1 artinya sangat tidak setuju (STS), skor 2 artinya tidak setuju (TS), skor
3 artinya setuju (S) dan skor 4 artinya sangat setuju (SS).
3.5. Akuntabilitas keuangan (AK) Akuntabilitas keuangan lebih melihat pada beberapa kriteria yang mempengaruhinya seperti
pertanggungjawaban dana publik, jenis dan bentuk laporan keuangan, penyajian tepat waktu,
pemeriksaan (audit) dan respon dari pemerintah. Variabel akuntabilitas keuangan diukur dengan 5
(lima) instrumen pertanyaan yang digunakan dari Wisnu (2007). Variabel akuntabilitas keuangan
diukur menggunakan 4 (empat) poin skala Likert dengan empat alternatif jawaban, yaitu skor 1 artinya
sangat tidak setuju (STS), skor 2 artinya tidak setuju (TS), skor 3 artinya setuju (S) dan skor 4 artinya
sangat setuju (SS).
3.6. Akuntabilitas kinerja (AKI)
Akuntabilitas kinerja mengukur sejauh mana para pegawai SKPD merasa bertanggungjawab
untuk mencapai hasil organisasi. Variabel akuntabilitas kinerja diukur dengan 13 (tiga belas) instrumen
pertanyaan yang digunakan Putra (2006). Variabel akuntabilitas kinerja diukur menggunakan 4 (empat)
poin skala Likert dengan empat alternatif jawaban, yaitu skor 1 artinya sangat tidak setuju (STS), skor
2 artinya tidak setuju (TS), skor 3 artinya setuju (S) dan skor 4 artinya sangat setuju (SS).
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) baik dinas/ kantor/ badan yang
berada di pemerintah DIY, yang dipilih secara random. Responden yang menjadi sampel dalam
penelitian adalah para pegawai yang terlibat dalam penyusunan dan atau dalam pengambilan keputusan
anggaran dianggap lebih mampu dalam menilai akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja suatu
daerah. Responden penelitian terdiri dari Kepala Kantor, Bendahara, Sekretaris, Kasubag, Kasubid,
Kasie, Kabid, Kabag (Perencanaan dan Evaluasi, Keuangan dan Aset, Penyusun program dan
Pelaporan, Umum, Pengawasan, Anggaran, Kepegawaian, Tata Usaha). Data responden diperoleh dari
penyebaran kuesioner penelitian secara langsung ke Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di DIY.
Berdasarkan Rincian response rate dan usable response rate, jumlah kuesioner yang disebarkan ke
pemerintahan DIY sebesar 150 eksemplar dan kuesioner yang kembali sebesar 100 eksemplar. Peneliti
tidak berhasil mengambil seluruh kuesioner yang disebar, sehingga data terakhir yang digunakan dalam
penelitian ini sebanyak 100 eksemplar. Berikut karakteristik sampel:
Tabel 2. Karakteristik Sampel
Keterangan
Jumlah
Responden
Persentase
(%)
Jenis Kelamin:
- Pria 63
- Wanita 37
100 100%
Usia:
- < 30 tahun 2
- 30 - 40 tahun 36
- 41 - 50 tahun 51
- > 50 tahun 11
Prosiding ISBN : 978-602-17225-6-5
Forum Keuangan dan Bisnis V, Th. 2016 45
100 100%
Tingkat Pendidikan:
- SMA 0
- D 6
- S1 70
- S2 24
- S3 0 0%
100 100%
Eselon:
- I 0 0%
- II 0 0%
- III 62
- IV 25
- Lainnya… 13
100 100%
Masa Kerja:
- 1 - < 5tahun 68
- 5 - 10 tahun 32
- > 10 tahun 0
100 100%
Sumber: Data primer diolah tahun 2015
Tabel 3. Perbandingan Nilai Kisaran Teoritis dan Aktual
Variabel Laten
Jumlah
Item
Kisaran
Teoritis
Kisaran
Aktual
Sumber Daya (SD) 4 4-16 4-16
Informasi (IN) 4 4-16 5-16
Orientasi Tujuan (OT) 2 2-8 3-8
Akuntabilitas Keuangan (AK) 5 5-20 13-20
Akuntabilitas Kinerja (AKI) 8 8-32 19-32
Sumber: Output olah data excel tahun 2015
Dalam kisaran data, menunjukkan perbandingan antara nilai kisaran teoritis dengan kisaran aktual
suatu variabel. Hasil olah data dari 100 responden, diperoleh 17 item pertanyaan yang dinyatakan valid
dan 6 item pertanyaan dinyatakan tidak valid karena mempunyai faktor loading dibawah 0,5 (Hair dkk,
2010). Kisaran teoritis atas jawaban responden dari kelima variabel laten, mempunyai batas minimal 2
dan batas maksimal 32, sedangkan kisaran aktualnya mempunyai batas minimal 3 dan batas maksimal
32. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa nilai kisaran aktual berada dalam kisaran teoritisnya sehingga
dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan jawaban responden atas 23 pertanyaan penelitian berada
dalam kisaran teoritis.
4.1. Analisis Data
Analisis data dilakukan menggunakan alat statistik Partial Least Square (PLS) dengan program
SmartPLS versi 3.0 M3. Ada beberapa prosedur analisis data yang digunakan dalam penelitian ini,
diantaranya adalah merancang model struktural, merancang model pengukuran dan mengevaluasi
model pengukuran. Model struktural dalam penelitian ini terdapat 5 (lima) konstruk yang terdiri dari 3
konstruk eksogen (independen) dan 2 konstruk endogen (dependen). Kontruk eksogen meliputi sumber
daya (SD), informasi (IN), orientasi tujuan (OT), dan konstruk endogen meliputi Akuntabilitas
Prosiding ISBN : 978-602-17225-6-5
Forum Keuangan dan Bisnis V, Th. 2016 46
Keuangan (AK), Akuntabilitas Kinerja (AKI). Model pengukuran untuk analisis jalur (path analysis)
ditunjukkan pada gambar berikut ini:
Gambar 1. Model pengukuran untuk analisis jalur (path analysis)
Sumber: Output Smart PLS tahun 2015
Hasil analisis diagram jalur dan pengukuran (analisis jalur) dengan menggunakan iterasi
algoritma PLS, dapat dilihat dalam gambar dan tabel sebagai berikut:
Gambar 2. Gambar Diagram Jalur Hasil Analisis (Iterasi Algoritma PLS)
Sumber: Output Smart PLS tahun 2015
Tabel 4. Overview Iterasi Algoritma PLS
Variabel Validity Test Reliability Test
R Square
AVE
Composite
Reliability
Cronbach's
Alpha
AK 0.644 0.900 0.860 0.168
AKI 0.439 0.861 0.817 0.374
IN 0.600 0.810 0.693
OT 0.848 0.917 0.820
SD 0.640 0.875 0.816
Prosiding ISBN : 978-602-17225-6-5
Forum Keuangan dan Bisnis V, Th. 2016 47
Parameter uji validitas konvergen dapat dilihat dari skor AVE dan Communality. Skor masing –
masing bernilai diatas 0,5 yang berarti bahwa probabilitas indikator kontruk masuk ke konstruk lain
menjadi lebih rendah karena kurang dari 0,5 sehingga probabilitas indikator tersebut konvergen dan
masuk di konstruk yang lebih besar yaitu diatas 0,5. Hasil uji validitas konvergen menunjukkan bahwa
konstruk OT mempunyai nilai AVE tertinggi sebesar 0,848; sedangkan nilai AVE terendah terdapat
pada konstruk AKI sebesar 0,439. Walaupun skor AVE yang dimiliki konstruk AKI (0,439)
menunjukkan lebih rendah dari skor ideal AVE dengan probabilitas sebesar 0,5 namun skor 0,4 masih
diberi toleransi (Lai dan Fan, 2008; Vinzi dkk., 2010; dalam Wijaya dan Akbar, 2012). Sedangkan
parameter uji validitas diskriminan dapat dilihat pada skor cross loading, menunjukkan bahwa masing-
masing indikator suatu konstruk dalam model pengukuran telah memenuhi syarat validitas diskriminan.
Hal ini karena masing – masing indikator di suatu konstruk berbeda dengan indikator di konstruk lain
dan mengumpul pada konstruk yang dimaksud dengan skor ≥ 0,6.
Parameter uji reliabilitas dapat dilihat dari skor composite reliability dan cronbachs alpha dengan
syarat minimal nilainya ≥ 0,6 (Hair dkk, 2006 dalam Hartono, 2009). Dari tabel diatas, dapat
disimpulkan bahwa seluruh konstruk dinyatakan reliabel karena telah memenuhi skor composite
reliability dan cronbachs alpha ≥ 0,6. Skor composite reliability yang tertinggi dimiliki konstruk OT
(0,917) dan terendah IN (810). Untuk skor cronbachs alpha tertinggi juga dimiliki oleh konstruk AK
(0,860) dan terendah dimiliki IN (0,693).
Berdasarkan evaluasi model pengukuran dengan terpenuhinya kriteria uji validitas (konvergen dan
diskriminan) dan uji reliabilitas, maka secara keseluruhan instrumen penelitian dinyatakan valid dan
reliabel sehingga layak untuk dilakukan pengujian hipotesis.
4.2. Pengujian Hipotesis
Untuk mengukur keterdukungan hipotesis yang diajukan, maka dilakukan pengujian model
struktural dengan memakai fungsi Bootstraping dalam PLS. Hasil evaluasi model struktural dapat
dilihat pada gambar sebagai berikut:
Gambar 3. Diagram Bootstraping – Evaluasi Model Struktural
Sumber: Output Smart PLS Tahun 2015
Sumber: Output Smart PLS tahun 2015
Prosiding ISBN : 978-602-17225-6-5
Forum Keuangan dan Bisnis V, Th. 2016 48
Dari proses Bootstraping yang dilakukan seperti gambar diatas, menghasilkan koefisien jalur yang
disajikan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 5. Koefisien Jalur (Mean, STDEV, T-Values)
Hubungan
Antar Variabel
Original
Sample
(O)
Sample
Mean
(M)
Standard
Error
(STERR)
T-Statistics
(|O/STERR|)
AK -> AKI 0.358 0.358 0.084 4.275
IN -> AK -0.141 -0.149 0.108 1.305
IN -> AKI 0.330 0.331 0.109 3.033
OT -> AK 0.320 0.315 0.103 3.121
OT -> AKI 0.280 0.282 0.100 2.810
SD -> AK 0.170 0.191 0.109 1.569
SD -> AKI -0.073 -0.062 0.135 0.538
Sumber: Output Smart PLS tahun 2015
Penelitian ini mengajukan 7 (tujuh) hipotesis. Ketujuh hipotesis tersebut terdiri dari H1a,
H1b, H2a, H2b, H3a, H3b dan H4. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan PLS
yang menunjukkan hasil bahwa:
Tabel 6. Hasil Pengujian Hipotesis
Hipotesis
Hubungan Antar
Variabel Tanda Koefisien T-Value Hasil
H4 AK -> AKI + 0.358 4.275 Terdukung
H3a IN -> AK - -0.141 1.305 Tidak Terdukung
H3b IN -> AKI + 0.330 3.033 Terdukung
H2a OT -> AK + 0.320 3.121 Terdukung
H2b OT -> AKI + 0.280 2.810 Terdukung
H1a SD -> AK - 0.170 1.569 Tidak Terdukung
H1b SD -> AKI - -0.073 0.538 Tidak Terdukung
4.2.1. Faktor rasional sumber daya terhadap akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang dapat dilihat dalam tabel, menunjukkan bahwa faktor
sumber daya tidak berpengaruh secara positif terhadap akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja.
Hasil penelitian dengan faktor rasional sumber daya tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan
oleh Julnez dan Holzer (2001) bahwa faktor sumber daya tidak berpengaruh terhadap akuntabilitas
keuangan dan akuntabilitas kinerja. Kondisi ini menunjukkan bahwa sumber daya yang dimiliki di
setiap SKPD tidak mendukung akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja di pemerintah DIY.
Sumber daya berupa waktu, dana, dan orang yang tercukupi, berkualitas dan mampu memberikan
kontribusi yang maksimal pada pemerintah, tidak menentukan pertanggungjawaban atau akuntabilitas
keuangan maupun akuntabilitas kinerja suatu daerah.
4.2.2. Faktor rasional orientasi tujuan terhadap akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas
kinerja
Hasil pengujian hipotesis yang dapat dilihat dalam tabel, menunjukkan bahwa faktor orientasi
tujuan berpengaruh secara positif terhadap akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja. Hasil
penelitian dengan faktor rasional orientasi tujuan menunjukkan hasil yang tidak konsisten dengan
penelitian yang dilakukan oleh Julnez dan Holzer (2001) bahwa faktor orientasi tujuan berpengaruh
terhadap akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja. Walaupun demikian, hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa orientasi tujuan yang dimiliki di setiap SKPD sangat mendukung akuntabilitas
Prosiding ISBN : 978-602-17225-6-5
Forum Keuangan dan Bisnis V, Th. 2016 49
keuangan dan akuntabilitas kinerja di pemerintah DIY. SKPD mampu mengkomunikasikan dengan
jelas mengenai strategi dalam mencapai sasaran organisasi pemerintah dan adanya kesepakatan visi dan
misi yang terbangun dalam organisasi. Hal ini sangat membantu pemerintah dalam mewujudkan
akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja.
4.2.3. Faktor rasional informasi terhadap akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja
Hasil pengujian hipotesis yang dapat dilihat dalam tabel, menunjukkan bahwa faktor informasi
tidak berpengaruh secara positif terhadap akuntabilitas keuangan tetapi berpengaruh positif terhadap
akuntabilitas kinerja. Hasil penelitian dengan faktor rasional informasi terhadap akuntabilitas keuangan
menunjukkan tidak adanya pengaruh sehingga tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh
Julnez dan Holzer (2001). Berbeda dengan pengaruh faktor sumber daya terhadap akuntabilitas kinerja
yang menunjukkan adanya hubungan yang positif sehingga konsisten dengan penelitian yang dilakukan
Julnes dan Holzer (2001). Kondisi ini menunjukkan bahwa informasi yang dimiliki di setiap SKPD
tidak mendukung akuntabilitas keuangan dan tetapi terciptanya akuntabilitas kinerja di pemerintah DIY.
Informasi yang ada seperti, fasilitas informasi berupa disediakannya akses informasi/ publikasi,
pelatihan dan seminar yang diberikan oleh pemerintah kepada pegawai yang dapat membantu dan
memudahkan para pegawai dalam menjalankan tugas kerjanya sehingga memberikan
pertanggungjawaban akuntabilitas kinerja pemerintah.
4.2.4. Akuntabilitas keuangan berpengaruh positif terhadap akuntabilitas kinerja
Hasil pengujian hipotesis yang dapat dilihat dalam tabel, menunjukkan bahwa akuntabilitas
keuangan berpengaruh positif terhadap akuntabilitas kinerja. Hasil penelitian ini konsisten dengan
penelitian yang dilakukan oleh Soleman (2007) dan Enita (2013) sedangkan tidak konsisten terhadap
hasil penelitian Riantiarno dan Azlina (2011). Kondisi ini menunjukkan bahwa akuntabilitas keuangan
daerah mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja pemerintah DIY. Laporan pertanggungjawaban atas
kinerja yang dilakukan oleh pemerintah dalam bentuk laporan keuangan dapat dilaporkan secara tepat
waktu. Dari laporan keuangan yang ada menunjukkan bahwa kegiatan atau program kerja sudah
berjalan secara efisien dan efektif sesuai visi dan misi yang ada dalam organisasi. Laporan keuangan
yang ada juga senantiasa ditindaklanjuti dengan melakukan evaluasi kerja.
5. KESIMPULAN
Penelitian ini melakukan pengujian menggunakan alat analisis Partial Least Square (PLS) dengan
pendekatan metoda kuantitatif. Hasil analisis penelitian secara kuantitatif menunjukkan bahwa
akuntabilitas keuangan hanya dipengaruhi oleh faktor orientasi tujuan sedangkan faktor sumber daya
dan informasi tidak mempengaruhi akuntabilitas keuangan instansi pemerintah. Akuntabilitas kinerja
dipengaruhi oleh beberapa faktor rasional diantaranya orientasi tujuan dan informasi sedangkan faktor
sumber daya tidak mempengaruhi akuntabilitas kinerja. Keterkaitan antara akuntabilitas keuangan dan
akuntabilitas kinerja juga terbukti secara empiris bahwa keduanya mempunyai hubungan pengaruh,
bahwa akuntabilitas keuangan juga terbukti berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja.
Penelitian ini secara empiris membuktikan bahwa faktor rasional informasi dan orientasi tujuan
yang terbukti berpengaruh positif terhadap akuntabilitas kinerja sedangkan akuntabilitas keuangan
hanya dipengaruhi oleh faktor orientasi tujuan. Adanya pengaruh faktor orientasi tujuan terhadap
akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja secara empiris bahwa terdapat pengaruh positif maka
hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian Julnes dan Holzer (2001), sedangkan untuk pengaruh
faktor informasi terhadap akuntabilitas kinerja secara empiris terbukti berpengaruh positif sehingga
mendukung penelitian Julnes Holzer (2001). Akuntabilitas keuangan juga secara empiris terbukti
berpengaruh secara positif terhadap akuntabilitas kinerja, sehingga mendukung penelitiannya Soleman
(2007) dan Enita (2013).
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah penelitian ini masih terbatas dilakukan di Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sehingga kurang mampu
mengeneralisasi faktor-faktor yang mempengaruhi akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja.
Penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa faktor informasi dan orientasi tujuan dapat
mempengaruhi akuntabilitas kinerja dan akuntabilitas keuangan hanya dipengaruhi oleh faktor orientasi
tujuan, serta akuntabilitas keuangan memberikan pengaruh terhadap akuntabilitas kinerja. Hasil
Prosiding ISBN : 978-602-17225-6-5
Forum Keuangan dan Bisnis V, Th. 2016 50
penelitian ini dapat memberikan masukan pada pemerintah daerah di wilayah Daerah Istimewa
Yogyakarta bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi akuntabilitas kinerja adalah faktor
informasi dan orientasi tujuan sedangkan faktor orientasi tujuan juga dapat mempengaruhi akuntabilitas
keuangan, serta akuntabilitas keuangan memberikan pengaruh terhadap akuntabilitas kinerja daerah.
Dari hasil tersebut dapat digunakan pemerintah sebagai bahan evaluasi dalam menerapkan akuntabilitas
akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja, dalam meningkatkan bentuk akuntabilitas dan kinerja
pemerintah. Saran untuk penelitian berikutnya adalah sebagai berikut:
1. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti kembali faktor rasional serta menambahkan
faktor politik yang terdiri dari kelompok internal, kelompok eksternal dalam akuntabilitas
sektor publik.
2. Penelitian selanjutnya diharapkan melakukan penelitian menggunakan metoda campuran
(kuantitatif dan kualitatif) karena metoda ini mempunyai hasil pemahaman yang lebih luas
sehingga dapat lebih jelas menangkap fenomena institusional isomorfisme.
3. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperluas obyek penelitian di pemerintah daerah
lain sehingga mampu mengeneralisasi kesimpulan penelitian secara lebih luas.
6. REFERENSI
Achyani, F. dan Cahya, B. T. 2011. Analisis Aspek Rasional dalam Penganggaran Publik terhadap
Efektivitas Pengimplementasian Anggaran Berbasis Kinerja pada Pemerintah Kota Surakarta.
Maksimum Vol.1, No.1.
Akbar, R., R. Pilcher, dan B. Perrin. 2012. Performance Measurement in Indonesia: The Case of Local
Government. Pacific Accounting Review, Vol. 24 (3), 262-291.
Ashworth, R., G. Boyne., dan R. Delbridge. 2009. Escape from the Iron Cage? Organizational Change
and Isomorphic Pressures in the Public Sector. Journal of Public Administration Research and
Theory.
Bastian, I. 2010. Akuntansi Sektor Publik, Suatu Pengantar, Edisi 3. Yogyakarta. Erlangga.
Braun, V, dan Clarke, V. 2006. Using thematic analysis in psychology.
Cavalluzzo, K. S. dan Ittner, Christopher D. 2003. Implementing Performance Measurement
Innovations: Evidence from Government. Accounting, Organizations and Society, Vol 29.
Cooper, D. R. dan Schindler, P. S. 2006. Metodologi Riset Bisnis, Volume Riset 1 dan 2, Edisi.9. Jakarta.
McGraw-Hill Irwin.
Coombs, H. M. dan Jenkins, D. E. 2002. Public Sector Financial Management, Third Edition. South-
Western Cengage Learning.
Creswell, John W. 2010. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed (Versi
Terjemahan). Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Effendi, T. 2006. Modul Indikator Kinerja: Referensi untuk Menentukan Indikator Kinerja Instansi
Pemerintah. Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.
Friedman, M. 2009. Trying Hard Is Not Good Enough. Booksurge.
Enita, Binawati. 2013. Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja dan Akuntabilitas Sektor Publik, Studi
pada Pemerintah DIY. Tesis. Universitas Gadjah Mada.
Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi revisi. Yogyakarta: Salemba Empat.
Hartono, Jogiyanto. 2008a. Metodologi Penelitian Sistem Informasi. Edisi I, Andi Offset: Yogyakarta.
. 2008b. Pedoman Survei Kuesioner: Mengembangkan kuesioner, Mengatasi Bias dan
Meningkatkan Respon. Edisi I, BPFE: Yogyakarta.
Hartono, Jogiyanto dan Abdillah, Willy. 2009. Konsep dan Aplikasi PLS (Patial Least Square) untuk
Penelitian Empiris. BPFE: Yogyakarta.
Hair Jr., J.E., Anderson, R.E., Tatham R.L. & Back, W.C. 2010. Multivariate data Analysis, 7th Ed.,
New Jersey: Prentice-Hall International, Inc.
ulnes, P. de Lancerand Holzer, M. 2001. Promoting the Utilization of Performance Measures in Public
Organization: an Empirical Tudy of Factors Affecting Adoption and Implementation. Public
Administration Review 61 (6), P. 693-708.
Lembaga Adminsitrasi Negara dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 2000.
Akuntabilitas dan Good Governance. Jakarta hal.1,5.
Mardiasmo, 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Andi.
Prosiding ISBN : 978-602-17225-6-5
Forum Keuangan dan Bisnis V, Th. 2016 51
Nurhamid, M. 2008. Implementasi Inovasi Sistem Pengukuran Kinerja Instansi Pemerintah. Jurnal
Akuntansi Pemerintah. Vol.3, No.3, Hal.45-76.
Parhusip, P.T. 2007. Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja terhadap Akuntabilitas Publik
dan Transparansi Pemerintah Kota/Kabupaten yang Terjadi Pemekaran. Tesis. Universitas
Gadjah Mada.
Patton, J.M. 1992. Accountability and Governmental Financial Reporting. Financial Accountability and
Management, 8(3).
Putra, H.S. 2006. Pengaruh Faktor-Faktor Teknis dan Organisasi terhadap Pengembangan Pengukuran
Kinerja dan Penggunaan Informasi Kinerja Pemerintah Daerah: Studi Empiris di Propinsi DIY.
Tesis. Universitas Gadjah Mada.
Santoso, U. dan Pambelum, Y. J. 2008. Pengaruh Penerapan Akuntansi Sektor Publik terhadap
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dalam Mencegah Fraud. Jurnal Administrasi Bisnis.
Vo.4, No.1, Hal.14-33.
Sardjito, B. dan Munthaher, O. 2008. Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran terhadap Kinerja
Aparat Pemerintah Daerah: Budaya dan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Moderating.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol.2, No.1, Hal.37-49.
Scott, W. Richard. 1987. The Adolescence of Institutional Theory. Administrative Science Quarterly
32:493-511.
Soleman, R. 2007. Pengaruh Kompetensi, Penerapan Akuntabilitas Keuangan, dan Ketaatan pada
Peraturan Perundangan terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP). Disertasi.
Unpad.
Sinclair, A. 1995. The Chameleon of Accountability: Form and Discourses. Accounting Organization
and Society. Vol.20, No.2/3, PP.219-237.
Sriharioto dan Wardhani, R. Good Governance, Kompetensi KPPN dan Persepsi Keberhasilan
Pelaksanaan Penganggaran Berbasis Kinerja Satuan Kerja Kementrian/ Lembaga. Tesis.
Universitas Indonesia.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta: Bandung.
Riantiarno dan Azlina. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah, Studi pada SKPD Kabupaten Rokan Hulu. Pekbis Jurnal Vol.3, No.3, Hal 560-568.
Ridha, M. Arsyadi. 2012. Pengaruh Tekanan Eksternal, Ketidakpastian Lingkungan, dan Komitmen
Managemen terhadap Penerapan Transparansi Pelaporan Keuangan. Tesis. Universitas Gadjah
Mada.
Turner, Mark and Hulme, David. 1997. Governance, Administration and Development: Making the
State Work, London : MacMillan Press Ltd.
Windayani, S. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Penggunaan Informasi Kinerja
dalam Penganggaran. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol.2, No.1, Hal 9-28.
Wisnu, H. R. S. 2007. Persepsi Stakeholders terhadap Kriteria Akuntabilitas Keuangan dan
Transparansi pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Tesis. Universitas Gadjah Mada.
Wijaya, A. C. H., dan R. Akbar. 2012. The Influences of Information, Goals and Objectives of
Organization, and External Pressures towards the Use of Performance Measurement System in
Public Sectors. Asia-America-Africa-Australia (A4).
Willoughby, K.G. dan J.E. Melkers. 2000. Implementing PBB (Performance Based Budgeting) :
Conflicting View Succes. Public Budgeting and Finance. Vol.20. 105-120.