Pengaruh Suhu Thd Laju Respirasi Kecambah
-
Upload
asih-rahayu -
Category
Documents
-
view
285 -
download
13
Transcript of Pengaruh Suhu Thd Laju Respirasi Kecambah
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI TUMBUHAN
‘RESPIRASI DAN PERTUMBUHAN’
oleh:
KELOMPOK VI
PRODI BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
November, 2014
HALAMAN PENGESAHAN:
‘RESPIRASI DAN PERTUMBUHAN’
oleh:
Kelompok VI
Yogyakarta, 9 November 2014
Nama NIM Tanda tangan
Asih Rahayu 13304241009
Nurul Jannah Yuliani 13304241018
Rieska Dies Rahmawulan 13304241019
Setiarti Dwi Rahayu 13304241031
Linda Indriawati 13304241039
Mengetahui:
Dosen Pembimbing / Asisten Praktikum
(……………………………………)
Diserahkan pada tanggal …………………………………………………………, jam ………………………
PENGARUH SUHU TERHADAP LAJU RESPIRASI KECAMBAH
I. Tujuan
Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap laju respirasi kecambah
II. Tinjauan Pustaka
Proses tumbuh merupakan salah satu aktivitas fisiologi. Pada proses pertumbuhan ini
banyak dipengaruhi berbagai faktor lingkungannya salah satunya seperti suhu udara.
Proses pertumbuhan memiliki keterkaitan fungsi dengan aktivitas fisiologi lain yang
merupakan satu kesatuan fungsi. Aktivitas fisiologi yang terkait dengan proses tumbuh
ini antara lain meliputi respirasi, transpirasi, absorbsi, transportasi bahan, fotosintesa, dan
proses biosintesa lainnya.
Semua sel hidup melakukan respirasi secara terus-menerus untuk mencukupi kebutuhan
energinya. Pada umumnya respirasi merupakan proses oksidasi substrat glukosa,
berlangsung dalam rangkaian proses pemecahan (katabolisme) yang melibatkan sistem
enzim pada glikolisis (jalur EMP) dan daur Trikarboksilat (daur krebs). Respirasi
membutuhkan O2 dan menghasilkan zat sisa metabolisme berupa uap air (H2O),
karbondioksida (CO2), dan panas sebagai entropi (energi panas yang tidak
termanfaatkan). Bila respirasi berjalan sempurna, dari pembakaran substrat (karbohidrat,
lipida, atau protein) akan menghasilkan rasio CO2/O2 tertentu disebut “Respiratory
quotient” [RQ]. Respirasi dengan substrat lipida akan diperoleh RQ<1, dan RQ=1 untuk
substrat glukosa. (Suyitno, 2014).
Semua sel aktif terus menerus melakukan respirasi, sering menyerap O2 dan melepaskan
CO2 dalam volume yang sama. Namun seperti kita ketahui, respirasi lebih dari sekadar
pertukaran gas secara sederhana. Proses keseluruhan merupakan reaksi oksidasi-reduksi,
yaitu senyawa dioksidasi menjadi CO2 dan O2 yang diserap direduksi menjadi H2O.
Pati, fruktan, sukrosa, atau gula yang lainnya, lemak, asam organik, bahkan protein dapat
bertindak sebagai substrat respirasi. (Salisbury & Ross, 1995)
Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi
senyawa anorganik. Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam
sel dan berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Dalam respirasi aerob diperlukan
oksigen dan dihasilkan karbondioksida serta energi. Sedangkan dalam respirasi anaerob
dimana oksigen tidak atau kurang tersedia dan dihasilkan senyawa selain
karbondiokasida, seperti alkohol, asetaldehida atau asam asetat dan sedikit energi.
(Lovelles, 1997).
Karbohidrat merupakan substrat respirasi utama yang terdapat dalam sel tumbuhan tinggi.
Secara umum, respirasi dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut :
C6H12O6 + O2 → 6CO2 + H2O + ENERGI
Proses respirasi diawali dengan adanya penangkapan O2 dari lingkungan. Proses transport
gas-gas dalam tumbuhan secara keseluruhan berlangsung secara difusi. Oksigen yang
digunakan dalam respirasi masuk ke dalam setiap sel tumbuhan dengan jalan difusi
melalui ruang antar sel, dinding sel, sitoplasma dan membran sel. Demikian juga halnya
dengan CO2 yang dihasilkan respirasi akan berdifusi ke luar sel dan masuk ke dalam
ruang antar sel. Hal ini dikarenakan membran plasma dan protoplasma sel tumbuhan
sangat permeabel bagi kedua gas tersebut. Setelah mengambil O2 dari udara, O2 kemudian
digunakan dalam proses respirasi dengan beberapa tahapan, diantaranya yaitu glikolisis,
dekarboksilasi oksidatif, siklus krebs, dan transpor elektron.
Respirasi membutuhkan O2 dan menghasilkan zat sisa metabolisme berupa uap air, CO2
dan panas sebagai entropi (energi panas yang tidak termanfaatkan). Bila respirasi berjalan
sempurna, dari pembakaram substrat (karbohidrat, lipida, atau protein) akan dihasilkan
rasio CO2/O2 tertentu yang disebut dengan “Respiratory quotient” [RQ]. Respirasi dengan
substrat lipida akan diperoleh RQ<1, dan RQ=1 untuk substrat glukosa. (Suyitno, 2007).
Dengan kata lain, perbedaan antara jumlah CO2 yang dilepaskan dan jumlah O2 yang
digunakan dikenal dengan Respiratory Ratio atau Respiratory Quotient dan disingkat RQ.
Nilai RQ ini tergantung pada bahan atau subtrat untuk respirasi dan sempurna atau
tidaknya proses respirasi tersebut dengan kondisi lainnya (Simbolon, 1989).
Tergantung pada bahan yang digunakan, maka jumlah mol CO2 yang dilepaskan dan
jumlah mol O2 yang diperlukan tidak selalu sama. Diketahui nilai RQ untuk karbohidrat
= 1, protein < 1 (= 0,8 – 0,9), lemak <1 (= 0,7) dan asam organik > 1 (1,33). Nilai RQ ini
tergantung pada bahan atau subtrat untuk respirasi dan sempuran tidaknya proses
respirasi dan kondisi lainnya (Krisdianto dkk, 2005).
Sebagian besar energi yang dilepaskan selama respirasi kira-kira 2870 kj atau 686 kcal
per mol glukosa berupa bahang. Bila suhu rendah, bahang ini dapat merangsang
metabolisme dan menguntungkan beberapa spesies tertentu, tapi biasanya bahang
tersebut dilepas ke atmosfer atau ke tanah, dan berpengaruh kecil terhadap tumbuhan.
Yang lebih penting dari bahan adalah energi yang terhimpun dalam ATP, sebab senyawa
ini digunakan untuk berbagai proses esensial dalam kehidupan, misalnya pertumbuhan
dan penimbunan ion. (Salisbury & Ross, 1995).
Respirasi merupakan rangkaian dari 50 atau lebih reaksi komponen, masing-masing
dikatalisis oleh enzim yang berbeda. Respirasi merupakan oksidasi (dengan produk yang
sama seperti pembakaran) yang berlangsung di medium air dengan Ph mendekati netral,
pada suhu sedang dan tanpa asap. Pemecahan bertahap dan berjenjang molekul besar
merupakan cara untuk mengubah energi menjadi ATP. Lebih lanjut, sejalan dengan
berlangsungnya pemecahan, kerangka karbon-antara disediakan untuk menghasilkan
berbagai produk esensial lainnya dari tumbuhan. Produk ini meliputi asam amino untuk
protein, nukleotida untuk asam nukleat, dan prazat karbon untuk pigmen porfirin (seperti
klorofil dan sitokrom). Tentu saja bila senyawa tersebut terbentuk, pengubahan substrat
awal respirasi menjadi CO2 dan H2O tidaklah lengkap. Biasanya hanya beberapa substrat
respirasi yang dioksidasi seluruhnya menjadi CO2 dan H2O (proses
katabolik/penguraian), sedangkan sisanya digunakan dalam proses sintesis
(anabolisme/pembentukan) terutama di dalam sel yang sedang tumbuh. Energi yang
ditangkap dari proses oksidasi sempurna beberapa senyawa dapat digunakan untuk
mensintesis molekul lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Bila tumbuhan sedang
tumbuh, laju respirasi meningkat sebagai akibat dari permintaan pertumbuhan, tapi
beberapa senyawa yang hilang dialihkan ke dalam reksi sintesis dan tidak pernah muncul
sebagai CO2. (Salisbury & Ross, 1995).
Berbagai faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi laju respirasi, diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Ketersediaan substrat
Respirai bergantung pada ketersediaan substrat. Tumbuhan yang kandungan pati,
fruktan, atau gulanya rendah, melakukan respirasi pada laju yang rendah. Tumbuhan
yang kahat gula sering melakukan respirasi lebih cepat bila gula disediakan. Bahkan
laju respirasi daun sering lebih cepat segera setelah matahari tenggelam, saat
kandungan gula tinggi dibandingkan dengan ketika matahari terbit, saat kandungan
gulanya lebih rendah. Selain itu, daun yang ternaungi atau daun bagian bawah
biasanya berespirasi lebih lambat daripada daun sebelah atas yang terkena cahaya
lebih banyak. Bila hal ini tidak terjadi, maka daun sebelah bawah akan lebih cepat
mati. Perbedaan kandungan gula akibat tak berimbangnya laju fotosintesis mungkin
yang menyebabkan laju respirasi yang lebih rendah pada daun yang ternaungi.
(Salisbury & Ross, 1995).
2. Ketersediaan oksigen
Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh
tersebut berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara organ pada
tumbuhan yang sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak
mempengaruhi laju respirasi, karena jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan untuk
berespirasi jauh lebih rendah dari oksigen yang tersedia di udara.
3. Suhu
Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q10,
dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu
sebesar 10oC, namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies. Bagi sebagian
besar bagian tumbuhan dan spesies tumbuhan, Q10 respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5
pada suhu antara 5 dan 25°C. Bila suhu meningkat lebih jauh sampai 30 atau 35°C,
laju respirasi tetap meningkat, tapi lebih lambat, jadi Q10 mulai menurun. Penjelasan
tentang penurunan Q10 pada suhu yang tinggi ini adalah bahwa laju penetrasi O2 ke
dalam sel lewat kutikula atau periderma mulai menghambat respirasi saat reaksi kimia
berlangsung dengan cepat. Difusi O2 dan CO2 juga dipercepat dengan peningkatan
suhu, tapi Q10 untuk proses fisika ini hanya 1,1, jadi suhu tidak mempercepat secara
nyata difusi larutan lewat air. Peningkatan suhu sampai 40°C atau lebih, laju respirasi
malahan menurun, khususnya bila tumbuhan berada pada keadaan ini dalam jangka
waktu yang lama. Nampaknya enzim yang diperlukan mulai mengalami denaturasi
dengan cepat pada suhu yang tinggi, mencegah peningkatan metabolik yang
semestinya terjadi. Pada kecambah kacang kapri, peningkatan suhu dari 25°C menjadi
45°C mula-mula meningkatkan respirasi dengan cepat, tapi setelah dua jam lajunya
mulai berkurang. Kemungkinan penjelasannya ialah jangka waktu dua jam sudah
cukup lama untuk merusak sebagian enzim respirasi. (Salisbury & Ross, 1995).
4. Jenis dan umur tumbuhan
Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolsme, dengan
demikian kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masing-masing
spesies. Tumbuhan muda menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibanding
tumbuhan yang tua. Demikian pula pada organ tumbuhan yang sedang dalam masa
pertumbuhan.
III. Metode Praktikum
a. Tempat dan Waktu Praktikum
Tempat Praktikum : Laboratorium Biokimia
Waktu Praktikum :
Hari dan tanggal : Selasa, 4 November 2014
Pukul : 11.00 – 13.00 WIB
b. Alat dan Bahan
1. Enam (6) buah botol jam dan penutupnya
2. Enam (6) buah Erlenmeyer 250 ml dan seperangkat alat titrasi
3. Pipet tetes, thermometer, kain kasa, benang (karet) dan kantung plastik
4. Kecambah kacang hijau
5. Larutan KOH 0,5 N; HCl 0,1 N; Indikator PP
c. Prosedur
Menimbang biji kacang hijau dan kecambahnya masing-masing 25 gr,
kemudian dibungkus dengan kain kasa dan dikat dengan benang
Menyiapkan botol jam dan mengisi masing-masing botol dengan 100 ml
0,5 N KOH
Memasukkan dalam 3 botol jam (botol 1, 2, dan 3) membungkus
kecambah kacang hijau dengan cara digantungkan dengan benang pada
mulut botol. Dalam 3 botol yang lain (botol 4, 5, dan 6) hanya diisikan
larutan KOH 0,5 N sebagai kontrol
Menutup keenam botol jam tersebut dengan plastik secara rapat
menggunakan karet sebagai pengikatnya
Menghentikan percobaan setelah sekian jam. Kemudian melakukan titrasi
Mengambil larutan KOH dari botol jam sebanyak 25 ml dan menaruhnya
ke dalam erlenmeyer kemudian mengukur suhunya
Melakukan perlakuan sebagai berikut
Botol 1 dan 4 : memasukkan ke dalam pendingin
Botol 2 dan 5 : memasukkan ke dalam incubator, suhu 350C
Botol 3 dan 6 : menempatkan pada suhu kamar
Kemudian menempatkan keenam botol tersebut dengan perlakuan yang
berbeda. Masing-masing perlakuan memberi label yang jelas
Meneteskan pada larutan tersebut 1 tetes indicator PP
Menitrirkan larutan tersebut dengan menggunakan larutan 0,1 N HCl.
Kemudian menghentikan titrasi tepat pada saat warna merah larutan
Mencatat berapa banyak larutan HCl yang dibutuhkan
IV. Hasil Pengamatan Respirasi Kecambah Kacang Hijau
1. Perlakuan suhu kamar/suhu ruang
Kelompok
Volume HCL Suhu ( 0C)
Dengan kecambah KontrolDengan
kecambahKontrolTitrasi 1
(ml)
Titrasi 2
(ml)
Titrasi 1
(ml)
Titrasi 2
(ml)
3 92 91 21 20 30 30
6 87,7 88 128 129 30 30
8 104 105 - - 30 -
Rata-rata 94,5 94,6 74,5 74,5 30 30
Rata-rata
akhir 94,55 74,5 30 30
2. Perlakuan di dalam inkubator
Kelompok
Volume HCL Suhu ( 0C)
Dengan kecambah KontrolDengan
kecambahKontrolTitrasi 1
(ml)
Titrasi 2
(ml)
Titrasi 1
(ml)
Titrasi 2
(ml)
2 81 84 133,8 134 35 35
5 87 86 129 129 35 35
7 121 137 - - 35 -
8 100 90 - - 35 -
Rata-rata 97,2 99,2 131,4 131,5 35 35
Rata-rata
akhir98,2 131,45 35 35
3. Perlakuan di dalam lemari es
Mengulangi titrasi untuk tiap perlakuan sebanyak 2 kali. Kemudian
memasukkan data hasil pengukuran dalam tabel
1000
55,94
Kelompok Volume HCL Suhu ( 0C)
Dengan kecambah KontrolDengan
kecambahKontrolTitrasi
1 (ml)
Titrasi
2 (ml)
Titrasi
3 (ml)
Titrasi
1 (ml)
Titrasi
2 (ml)
Titrasi
3 (ml)
1 127 122 125 135 133 136 13 11,5
4 125 127 - 121 125 - 13 11,5
7 187 181 - - - - 15 -
Rata-rata 146,3 143,3 125 128 129 136 13,6 11,5
Rata-rata
akhir138,2 131 13,6 11,5
V. Analisis Data
1. Perlakuan suhu kamar/ruang
a. Dengan kecambah
Cara menghitung volume CO2 hasil titrasi:
Diketahui : Lama inkubasi (respirasi) = 22 jam
Larutan KOH 0,5 N x 100ml
Larutan standar (peniter) = 0,1 N HCl
Reaksi : 2 KOH + CO2 K2CO3 + H2O
BaCl2 + K2CO3 BaCO3 + 2 KCl
Yang dititer: KOH sisa (yang tidak mengikat CO2)
KOH + HCl KCl + H2O
Konsentrasi KOH semula : 100 ml 0,5 N = 0,5 X
100 ml1000 grol = 0,05 grol
KOH sisa habis dititer oleh 94,55 ml 0,1 N HCl, karena jumlah grol peniter =
jumlah yang dititer, maka grol KOH sisa dapat dicari sebagai berikut
Jadi jumlah KOH yang bereaksi dengan CO2 = (0,05 grol - 0,009455 grol) = 0,040545 grol
Dari persamaan reaksi di atas, maka jumlah grol KOH equivalen dengan 0,5 grol
CO2.
Jadi tiap grol gas CO2 yang berkaitan dengan KOH = 0,5 x 0,040545 grol = 0,020273
grol
Jika tiap grol gas (0 0C, 76 Cm Hg) banyaknya gas terlarut = 22,4 liter, maka
volume gas CO2 terlarut dapat dicari persamaan:
V 1
T 1 =
V 2
T 2
Keterangan : V1 = Volume gas terlarut dalam 0 0C, P 76 CmHg, untuk tiap grol
=22,4 liter
T1 = 00 C = 273 0K
V2 = Volume gas yang dicari
T2 = suhu pengamatan (dalam Kelvin) = 30 + 273 = 303
V 1
303 =
22 , 4273
V2 (CO2) terlarut sebagai hasil respirasi =
22 ,4∗303∗0,020273 273
= 0,504006 liter
Jadi volume CO2 respirasi tiap jam =
0,504006 22 = 0,022909 liter
b. Kontrol
Cara menghitung volume CO2 hasil titrasi:
Diketahui : Lama inkubasi (respirasi) = 22 jam
Larutan KOH 0,5 N x 100ml
Larutan standar (peniter) = 0,1 N HCl
Reaksi : 2 KOH + CO2 K2CO3 + H2O
BaCl2 + K2CO3 BaCO3 + 2 KCl
Yang dititer: KOH sisa (yang tidak mengikat CO2)
KOH + HCl KCl + H2O
Konsentrasi KOH semula : 100 ml 0,5 N = 0,5 X
100 ml1000 grol = 0,05 grol
1000
5,74
KOH sisa habis dititer oleh 74,5 ml 0,1 N HCl, karena jumlah grol peniter =
jumlah yang dititer, maka grol KOH sisa dapat dicari sebagai berikut
Jadi jumlah KOH yang bereaksi dengan CO2 = (0,05 grol - 0,00745 grol) = 0,04255
grol
Dari persamaan reaksi di atas, maka jumlah grol KOH equivalen dengan 0,5 grol
CO2.
Jadi tiap grol gas CO2 yang berkaitan dengan KOH = 0,5 x 0,04255 grol =
0,021275 grol
Jika tiap grol gas (0 0C, 76 Cm Hg) banyaknya gas terlarut = 22,4 liter, maka
volume gas CO2 terlarut dapat dicari persamaan:
V 1
T 1 =
V 2
T 2
Keterangan : V1 = Volume gas terlarut dalam 0 0C, P 76 CmHg, untuk tiap grol =
22,4 liter
T1 = 00 C = 273 0K
V2 = Volume gas yang dicari
T2 = suhu pengamatan (dalam Kelvin) = 30 + 273 = 303
V 1
303 =
22 , 4273
V2 (CO2) terlarut sebagai hasil respirasi =
22 ,4∗303∗0,021275 273 = 0,528929
liter
Jadi volume CO2 respirasi tiap jam =
0,52892922 = 0,024042 liter
2. Perlakuan di dalam inkubator
a. Dengan kecambah
Cara menghitung volume CO2 hasil titrasi:
Diketahui : Lama inkubasi (respirasi) = 22 jam
Larutan KOH 0,5 N x 100ml
1000
98,2
Larutan standar (peniter) = 0,1 N HCl
Reaksi : 2 KOH + CO2 K2CO3 + H2O
BaCl2 + K2CO3 BaCO3 + 2 KCl
Yang dititer: KOH sisa (yang tidak mengikat CO2)
KOH + HCl KCl + H2O
Konsentrasi KOH semula : 100 ml 0,5 N = 0,5 X
100 ml1000 grol = 0,05 grol
KOH sisa habis dititer oleh 98,2ml 0,1 N HCl, karena jumlah grol peniter = jumlah
yang dititer, maka grol KOH sisa dapat dicari sebagai berikut
Jadi jumlah KOH yang bereaksi dengan CO2 = (0,05 grol - 0,00982 grol) = 0,04018
grol
Dari persamaan reaksi di atas, maka jumlah grol KOH equivalen dengan 0,5 grol
CO2.
Jadi tiap grol gas CO2 yang berkaitan dengan KOH = 0,5 x 0,04018 grol = 0,02009
grol
Jika tiap grol gas (0 0C, 76 Cm Hg) banyaknya gas terlarut = 22,4 liter, maka
volume gas CO2 terlarut dapat dicari persamaan:
V 1
T 1 =
V 2
T 2
Keterangan : V1 = Volume gas terlarut dalam 0 0C, P 76 CmHg, untuk tiap grol =
22,4 liter
T1 = 00 C = 273 0K
V2 = Volume gas yang dicari
T2 = suhu pengamatan (dalam Kelvin) = 35 + 273 = 308
V 1
308 =
22 , 4273
V2 (CO2) terlarut sebagai hasil respirasi =
22 , 4∗308∗0,02009 273 = 0,50771 liter
Jadi volume CO2 respirasi tiap jam =
0,5077122 = 0,023078 liter
1000
131,45
b. Kontrol
Cara menghitung volume CO2 hasil titrasi:
Diketahui : Lama inkubasi (respirasi) = 22 jam
Larutan KOH 0,5 N x 100ml
Larutan standar (peniter) = 0,1 N HCl
Reaksi : 2 KOH + CO2 K2CO3 + H2O
BaCl2 + K2CO3 BaCO3 + 2 KCl
Yang dititer: KOH sisa (yang tidak mengikat CO2)
KOH + HCl KCl + H2O
Konsentrasi KOH semula : 100 ml 0,5 N = 0,5 X
100 ml1000 grol = 0,05 grol
KOH sisa habis dititer oleh 131,45ml 0,1 N HCl, karena jumlah grol peniter =
jumlah yang dititer, maka grol KOH sisa dapat dicari sebagai berikut
Jadi jumlah KOH yang bereaksi dengan CO2 = (0,05 grol - 0,013145 grol) = 0,036855 grol
Dari persamaan reaksi di atas, maka jumlah grol KOH equivalen dengan 0,5 grol
CO2.
Jadi tiap grol gas CO2 yang berkaitan dengan KOH = 0,5 x 0,036855 grol = 0,018428
grol
Jika tiap grol gas (0 0C, 76 Cm Hg) banyaknya gas terlarut = 22,4 liter, maka
volume gas CO2 terlarut dapat dicari persamaan:
V 1
T 1 =
V 2
T 2
Keterangan : V1 = Volume gas terlarut dalam 0 0C, P 76 CmHg, untuk tiap grol =
22,4 liter
T1 = 00 C = 273 0K
V2 = Volume gas yang dicari
T2 = suhu pengamatan (dalam Kelvin) = 35 + 273 = 308
V 1
308 =
22 , 4273
1000
138,2
V2 (CO2) terlarut sebagai hasil respirasi =
22 , 4∗308∗0,018428 273 = 0,465696
liter
Jadi volume CO2 respirasi tiap jam =
0,46569622 = 0,021168 liter
3. Perlakuan di dalam lemari es
a. Dengan kecambah
Cara menghitung volume CO2 hasil titrasi:
Diketahui : Lama inkubasi (respirasi) = 22 jam
Larutan KOH 0,5 N x 100ml
Larutan standar (peniter) = 0,1 N HCl
Reaksi : 2 KOH + CO2 K2CO3 + H2O
BaCl2 + K2CO3 BaCO3 + 2 KCl
Yang dititer: KOH sisa (yang tidak mengikat CO2)
KOH + HCl KCl + H2O
Konsentrasi KOH semula : 100 ml 0,5 N = 0,5 X
100 ml1000 grol = 0,05 grol
KOH sisa habis dititer oleh 138,2 ml 0,1 N HCl, karena jumlah grol peniter =
jumlah yang dititer, maka grol KOH sisa dapat dicari sebagai berikut
Jadi jumlah KOH yang bereaksi dengan CO2 = (0,05 grol - 0,01382 grol) = 0,03618
grol
Dari persamaan reaksi di atas, maka jumlah grol KOH equivalen dengan 0,5 grol
CO2.
Jadi tiap grol gas CO2 yang berkaitan dengan KOH = 0,5 x 0,03618 grol = 0,01809
grol
Jika tiap grol gas (0 0C, 76 Cm Hg) banyaknya gas terlarut = 22,4 liter, maka
volume gas CO2 terlarut dapat dicari persamaan:
V 1
T 1 =
V 2
T 2
1000
131
Keterangan : V1 = Volume gas terlarut dalam 0 0C, P 76 CmHg, untuk tiap grol =
22,4 liter
T1 = 00 C = 273 0K
V2 = Volume gas yang dicari
T2 = suhu pengamatan (dalam Kelvin) = 13,6 + 273 = 286,6
V 1
286 , 6 =
22 , 4273
V2 (CO2) terlarut sebagai hasil respirasi =
22 , 4∗286,6∗0,01809 273 = 0,425403
liter
Jadi volume CO2 respirasi tiap jam =
0,42540322 = 0,019336 liter
b. Kontrol
Cara menghitung volume CO2 hasil titrasi:
Diketahui : Lama inkubasi (respirasi) = 22 jam
Larutan KOH 0,5 N x 100ml
Larutan standar (peniter) = 0,1 N HCl
Reaksi : 2 KOH + CO2 K2CO3 + H2O
BaCl2 + K2CO3 BaCO3 + 2 KCl
Yang dititer: KOH sisa (yang tidak mengikat CO2)
KOH + HCl KCl + H2O
Konsentrasi KOH semula : 100 ml 0,5 N = 0,5 X
100 ml1000 grol = 0,05 grol
KOH sisa habis dititer oleh 131 ml 0,1 N HCl, karena jumlah grol peniter = jumlah
yang dititer, maka grol KOH sisa dapat dicari sebagai berikut
Jadi jumlah KOH yang bereaksi dengan CO2 = (0,05 grol - 0,0131 grol) = 0,0369
grol
Dari persamaan reaksi di atas, maka jumlah grol KOH equivalen dengan 0,5 grol
CO2.
Jadi tiap grol gas CO2 yang berkaitan dengan KOH = 0,5 x 0,0369 grol = 0,01845
grol
Jika tiap grol gas (0 0C, 76 Cm Hg) banyaknya gas terlarut = 22,4 liter, maka
volume gas CO2 terlarut dapat dicari persamaan:
V 1
T 1 =
V 2
T 2
Keterangan : V1 = Volume gas terlarut dalam 0 0C, P 76 CmHg, untuk tiap grol =
22,4 liter
T1 = 00 C = 273 0K
V2 = Volume gas yang dicari
T2 = suhu pengamatan (dalam Kelvin) = 11,5 + 273 = 284,5
V 1
284 ,5 =
22 , 4273
V2 (CO2) terlarut sebagai hasil respirasi =
22 ,4∗284,5∗0,01845 273 = 0,430689
liter
Jadi volume CO2 respirasi tiap jam =
0,43068922 = 0,019577 liter
VI. Pembahasan
Percobaan yang dilakukan pada hari Selasa, tanggal 4 November 2014 yang
berjudul Respirasi dengan topik bahasan Pengaruh Suhu terhadap Laju Respirasi.
Kegiatan ini mempunyai tujuan untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap laju respirasi
kecambah.
Alat dan bahan yang digunakan dalam melakukan percobaan ini yaitu botol jam
dan penutupnya; Erlenmeyer dan seperangkat alat titrasi; pipet tetes, thermometer, kain
kasa, karet, dan kantung plastik; kecambah; larutan KOH, HCl, indicator pp dan air.
Percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap laju respirasi
kecambah. Dalam percobaan respirasi tumbuhan ini, menggunakan kecambah yang diberi
perlakuan suhu yang berbeda yaitu di kulkas (13oC), suhu kamar(30oC), dan inkubator
(35oC). Dari ketiganya dibandingkan dengan perlakuan suhu blanko meliputi suhu rendah
(11,5oC), suhu kamar (30oC), suhu tinggi (35oC).
Langkah pertama yang dilakukan dalam percobaan ini adalah menimbang biji
kacang hijau , kemudian dibungkus dengan menggunakan kain kasa dan diikat dengan
benang. Kemudian memasukkan bungkusan kecambah kacang hijau dengan cara
digantungkan dengan benang pada mulut botol jam yang sudah diisi menggunakan
larutan KOH. Pada salah satu botol jam yang lain, hanya diisikan larutan KOH sebagai
kontrol. Kemudian memasukkan botol 3, 6, dan 8 pada suhu kamar; memasukkan botol
2,5,7, dan 8 ke dalam inkubator hingga diperoleh suhu 350C; dan memasukkan botol 1,4,
dan 7 di lemari es. Kemudian mendiamkan selama 21 jam.
Hasil yang diperoleh dalam percobaan yaitu pada suhu rendah (dalam lemari es)
diperlukan volume HCl sebesar 138,2 ml, pada percobaan suhu kamar diperlukan volume
HCl sebesar 94,55 ml sedangkan pada percobaan suhu tinggi diperlukan volume HCl
sebesar 98,2 ml. Sedangkan, hasil untuk suhu kontrol memerlukan volume HCl masing-
masing sebagai berikut : suhu rendah 131 ml, suhu kamar 74,5 ml, suhu tinggi 131,45 ml.
Jika diperhatikan diperoleh perbandingan volume HCl pada perlakuan kontrol yaitu
volume HCl pada suhu kamar lebih kecil dari volume HCl pada suhu rendah, dan volume
HCl pada suhu rendah lebih kecil dari volume HCl pada suhu tinggi (suhu kamar < suhu
rendah < suhu tinggi).
Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh volume CO2 terlarut pada KOH bersuhu
kamar (sedang) sebesar sebesar 22,9 ml. Sedangkan hasil kontrol menunjukkan volume
CO2 terlarut pada KOH bersuhu kamar sebesar 24,04 ml. Pada suhu tinggi, hasil analisis
data menunjukkan volume CO2 terlarut pada KOH yang diperoleh sebesar 23,07 ml.
Sedangkan hasil kontrol menunjukkan volume CO2 terlarut pada KOH bersuhu tinggi
sebesar 21,16 ml.
Pada suhu rendah, hasil analisis data menunjukkan volume CO2 terlarut pada
KOH yang diperoleh sebesar 19,33 ml. Sedangkan hasil kontrol menunjukkan volume
CO2 terlarut pada KOH bersuhu rendah sebesar 19,57 ml.
Dapat dilihat hasil respirasi CO2 pada botol jam pada suhu tinggi (suhu inkubator)
lebih banyak dibandingkan dengan hasil respirasi CO2 pada botol jam pada suhu rendah.
Hal ini dikarenakan pada suhu tinggi (suhu inkubator), kondisi suhunya konstan sehingga
enzim yang berperan pada proses respirasi bekerja dengan optimal, sehingga enzim dapat
berperan dengan baik dalam mempercepat proses respirasi yaitu pengubahan glukosa
menjadi CO2. Pada suhu yang lebih tinggi, CO2 yang dihasilkan pada proses respirasi
akan lebih banyak diikat oleh KOH. Pada suhu optimal enzim tidak mengalami
denaturasi atau mengalami kerusakan sehingga proses enzimatik akan berlangsung
dengan baik. Sedangkan pada suhu rendah kerja enzim tidak optimal sehingga proses
enzimatik berlangsung lebih lambat, CO2 yang dihasilkan pada proses respirasi lebih
rendah sehingga volume CO2 lebih sedikit diikat oleh KOH.
Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa suhu mempengaruhi laju
respirasi kecambah. Pada suhu tinggi, hasil respirasi berupa CO2 lebih banyak karena
merupakan suhu optimal dan KOH lebih banyak pula dalam mengikat CO2. Adapun
perbandingan kadar CO2 terlarut pada percobaan ini adalah sebagai berikut :
- Suhu Perlakuan : suhu tinggi > suhu kamar > suhu rendah
- Suhu Blanko : suhu tinggi > suhu kamar > suhu rendah
Kadar CO2 yang tidak terlarut dapat dilihat dengan volume HCl yang diperlukan
untuk proses titrasi. Adapun perbandingan kadar CO2 yang tidak terikat pada percobaan
ini adalah sebagai berikut :
- Suhu Perlakuan : suhu tinggi < suhu kamar < suhu rendah
- Suhu Blanko : suhu tinggi < suhu kamar < suhu rendah
VII. Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka diperoleh simpulan
bahwa suhu mempengarhi laju respirasi yaitu semakin tinggi suhu, laju respirasi semakin
cepat. Semakin tinggi suhu jumlah CO2 yang diikat yang merupakan hasil respirasi
semakin banyak persatuan waktu.
VIII. Dikusi/Pembahasan
1. Kelompok manakah yang menunjukkan laju respirasinya paling tinggi atau besar?
Jawab: Semakin tinggi suhu lingkungan, semakin cepat laju reaksinya. Kelompok
dengan suhu KOH paling tinggi adalah kelompok lima, dengan perlakuan
penyimpanan pada inkubator suhu 35oC.
2. Apakah perbedaan kecepatan respirasi yang ditunjukkan dengan perbedaan banyaknya
CO2 yang dihasilkan cukup meyakinkan?
Jawab: Setelah diuji secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara tanaman yang diuji.
3. Jelaskan mengapa terjadi gejala yang demikian?
Jawab: Suhu tinggi akan membutuhkan volume HCl yang lebih sedikit untuk proses
titrasi. Volume HCl yang diperlukan dalam proses titrasi tersebut, digunakan untuk
mengetahui KOH sisa (yang tidak mengikat CO2). Hal ini dikarenakan pada suhu
tinggi, enzim katalase dan enzim lainnya bekerja lebih optimal sehingga respirasi
berlangsung lebih cepat. Semakin cepatnya proses respirasi mengakibatkan pengikatan
CO2 lebih besar, sehingga CO2 sisa yang tidak terikat oleh KOH lebih sedikit. Hal
tersebut mengakibatkan pada saat titrasi diperlukan volume HCl yang lebih sedikit
yang ditandai dengan perubahan warna larutan dari warna ungu menjadi putih kembali
seperti semula sebelum ditambah indikator PP. Pada suhu inkubator, keadaan suhunya
dibuat konstan maka kerja enzim katalase dan enzim lainnya yang berperan pada
proses respirasi akan optimal dan tanpa mengalami kerusakan. Karena enzim tidak
mengalami kerusakan atau ter-denaturasi maka enzim akan mempercepat pengubahan
glukosa menjadi karbondioksida. Oleh karena itu, CO2 yang dilepaskan dari respirasi
kecambah pada suhu inkubator menjadi lebih besar. Selain itu, pada suhu yang lebih
tinggi volume CO2 akan lebih banyak diikat oleh KOH, sehingga kadar CO2 yang
dilepaskan semakin besar.
TUGAS PENGEMBANGAN
1. Faktor apa saja yang berpengaruh terhadap respirasi jaringan tumbuhan?
Jawab: Faktor yang berpengaruh terhadap respirasi tumbuhan adalah faktor
lingkungan berupa suhu, cahaya, keberadaan CO2 dan O2 di udara, dan faktor internal
berupa usia, ukuran dan genetik tumbuhan.
2. Bagaimana hubungan antara aktifitas respirasi dengan pertumbuhan?
Jawab: Respirasi berpengaruh terhadap pertumbuhan karena proses respirasi
menghasilkan energi yang digunakan untuk tumbuh dan berkembang, menambah
ukuran dan sebagainya.
3. Bagaimana hubungan antara suhu lingkungan dan terhadap laju respirasi?
Jawab: Semakin tinggi suhu lingungan, semakin cepat laju respirasi pada tumbuhan.
4. Apakah pertumbuhan terkait dengan pembelahan sel meristem?
Jawab: Ya, karena pembelahan sel meristem juga mengalami perubahan ukuran, yang
merupakan salah satu contoh nyata dari pertumbuhan.
5. Apakah respirasi terkait dengan pembelahan sel tersebut?
Jawab: Ya, karena respirasi menyediakan energi yang dibutuhkan untuk melakukan
pembelahan.
IX. Daftar Pustaka
Krisdianto, dkk. 2005. Penuntun Praktikum Biologi Umum. Banjarbaru: FMIPA
Universitas Lambung Mangkurat.
Lovelles. A. R. 1997. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk daerah Tropik. Jakarta: PT
Gramedia.
Salisbury, Frank and Ross, Cleon. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung: Penerbit
ITB.
Simbolon, Hubu, dkk. 1989. Biologi Jilid 3. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Suyitno. 2007. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan Dasar. Yogyakarta: FMIPA
UNY.
Suyitno, Ai. 2014. Petunjuk praktikum Fisiologi Tumbuhan dasar. Yogyakarta: FMIPA
UNY.