PENGARUH SELF-CONTROL, EMPATI DAN FAKTOR DEMOGRAFIS...

93
PENGARUH SELF-CONTROL, EMPATI DAN FAKTOR DEMOGRAFIS TERHADAP PERILAKU CYBERBULLYING PADA KOMUNITAS PENGGEMAR K-POP Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi) Oleh: Shalsabila Ayuningtyas NIM: 11120700000086 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2019M

Transcript of PENGARUH SELF-CONTROL, EMPATI DAN FAKTOR DEMOGRAFIS...

  • PENGARUH SELF-CONTROL, EMPATI DAN FAKTOR

    DEMOGRAFIS TERHADAP PERILAKU CYBERBULLYING

    PADA KOMUNITAS PENGGEMAR K-POP

    Skripsi

    Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

    Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

    Oleh:

    Shalsabila Ayuningtyas

    NIM: 11120700000086

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1440 H/2019M

  • ABSTRAK

    A) Fakultas Psikologi

    B) Juli 2019

    C) Shalsabila Ayuningtyas

    D) Pengaruh self control, empati, dan faktor demografis terhadap perilaku

    cyberbullying pada komunitas penggemar k-pop

    E) XIII + 66 halaman (termasuk lampiran)

    F) Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dimensi self-control (general self discipline dan impulse control), empati (perspective

    taking, fantasy, emphatic concern dan personal distress) dan faktor

    demografis (gender dan socio-economic status) terhadap perilaku

    cyberbullying pada komunitas penggemar k-pop. Sampel pada penelitian ini

    sebanyak 217 penggemar k-pop yang berusia 15-21 tahun yang bergabung ke

    dalam komunitas penggemar. Pendekatan yang dilakukan adalah kuantitatif,

    dengan analisis regresi berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan

    terdapat pengaruh yang signifikan secara bersama-sama dari dimensi self-

    control, empati dan faktor demografis terhadap perilaku cyberbullying (R

    square = 15,3; sig = 0,000). Hasil uji hipotesis minor menunjukkan bahwa

    tedapat dua variabel yang signifikan mempengaruhi perilaku cyberbullying,

    yaitu perspective taking dan gender. Implikasi dari penelitian ini dapat

    memberi masukan kepada para penggemar k-pop agar dapat bersikap bijak,

    berpikir terlebih dahulu sebelum melakukan ativitas di media sosial dan

    merasakan apa yang orang lain rasakan. Perilaku negatif saat melakukan

    aktivitas di media sosial dapat menyebabkan terjadinya perilaku

    cyberbullying, yaitu perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan secara

    sengaja dengan tujuan menyakiti seseorang melalui media elektronik.

    G) Bahan bacaan : 50 ; buku 2 : + jurnal 36 : + artikel online 12

  • ABSTRACT

    A) Faculty of Psychology B) July 2019 C) Shalsabila Ayuningtyas D) The influence of self control, empathy, and demografic factors on

    cyberbullying behavior among K-pop fans community.

    E) XIII + 66 pages (including atachments) F) This study is aimed to examine the influence of self-control (general self

    discipline dan impulse control), empathy (perspective taking, fantasy, emphatic

    concern dan personal distress) and demografic factors (gender dan socio-

    economic status) on cyberbullying behavior in k-pop fans community. Sample

    used int this study 217 k-pop fans aged 15-21 who joined online fans group.

    Quantitative method with multiple regression analysis was used to examine

    hypotheses. Analysis showed there is a significant influence of self-control,

    empathy, and demographic factors on cyberbullying behavior (R square =

    15,3; sig = 0,000). Minor hypotheses analysis showed two dimensions that

    significantly influence cyberbullying behavior: perspective taking and gender.

    This study suggests k-pop fans to act wisely and think before act anything in

    social media and considering other perspective of feeling.

    G) Reading materials : 50 ; books 2 : + journals 36 : + online article 12

  • KATA PENGANTAR

    Bismillahirrahmanirrahim

    Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya kepada

    penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ―Pengaruh

    Self- Control¸ Empati, dan Faktor Demografis terhadap Perilaku Cyberbullying

    pada Komunitas Penggemar K-Pop‖. Shalawat serta salam senantiasa penulis

    sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat.

    Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

    gelar Sarjana Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Dalam penyusunan skripsi ini tentunya penulis dibantu oleh berbagai pihak

    sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, peneliti

    mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

    1. Ibu Dr. Zahrotun Nihayah M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

    Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Bambang Suryadi, Ph.D

    selaku Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Psikologi Universitas Islam

    Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

    2. Bapak Miftahuddin, M.Psi, selaku dosen pembimbing skripsi. Penulis

    ucapkan terima kasih atas segala bimbingan, masukan, kritikan, dan nasehat

    selama penulis menyelesaikan skripsi ini. Mohon maaf jika banyak hal dari

    penulis yang kurang berkenan selama menjadi mahasiswa bimbingan Bapak.

    3. Ibu Layyinah, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik Kelas C 2012.

    Penulis ucapkan terima kasih atas segala bimbingan dan arahan selama

    perkuliahan.

  • 4. Seluruh dosen dan staff Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani perkuliahan dan

    menyelesaikan skripsi ini.

    5. Kedua orangtua serta keluarga yang tak henti-hentinya memberikan

    dukungan, doa, dan semangat.

    6. Partner penulis Anggakara dan sahabat penulis, Robby, Rasyid, Nasya dan

    Widi, yang telah memberikan dukungan di segala aspek, terutama moral.

    7. Teman-teman seperjuangan angkatan 2012 yang telah membantu,

    membagikan pengetahuan, pengalaman, semangat, dan kebersamaan.

    8. Seluruh responden penelitian dan teman-teman online.

    Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini memiliki segala

    keterbatasan dan jauh dari kata sempurna, maka penulis mohon maaf apabila ada

    kekurangan. Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat.

    Jakarta, Juli 2019

    Penulis

    ShalsabilaAyuningtyas

  • viii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .........................................................................................i

    LEMBAR PERSETUJUAN .............................................................................ii

    LEMBAR PENGESAHAN ..............................................................................iii

    LEMBAR PERNYATAAN ..............................................................................iv

    ABSTRAK .........................................................................................................v

    KATA PENGANTAR .......................................................................................vii

    DAFTAR ISI ......................................................................................................ix

    DAFTAR TABEL .............................................................................................xi

    DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xii

    DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xiii

    BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................1 1.1 Latar Belakang Masalah .........................................................................1 1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah .....................................................7

    1.2.1 Pembatasan Masalah ......................................................................7

    1.2.2 Perumusan Masalah .......................................................................8

    1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...............................................................9 1.3.1 Tujuan Penelitian ...........................................................................9

    1.3.2 Manfaat Penelitian .........................................................................10

    BAB 2 LANDASAN TEORI ............................................................................11

    2.1 Perilaku Cyberbullying ...........................................................................11 2.1.1 Pengertian Perilaku cyberbullying ................................................11

    2.1.2 Bentuk-bentuk Perilaku Cyberbullying ..........................................13

    2.1.3 Faktor-faktor Perilaku Cyberbullying ............................................14

    2.1.4 Dimensi Perilaku Cyberbullying ....................................................18

    2.1.5 Pengukuran Perilaku Cyberbullying ..............................................19

    2.2 Self-Control .............................................................................................20 2.2.1 Pengertian Self-Control ..................................................................20

    2.2.2 Dimensi Self-Control .....................................................................21

    2.2.3 Pengukuran Self-Control ................................................................22

    2.3 Empati ....................................................................................................23 2.3.1 Pengertian Empati ..........................................................................23

    2.3.2 Dimensi Empati ..............................................................................24

    2.3.3 Pengukuran Empati ........................................................................24

    2.4 Faktor Demografis ..................................................................................26 2.4.1 Pengertian Faktor Demografis .......................................................26

    2.4.1.1 Pengertian Gender .............................................................26

    2.4.1.2 Pengertian Socio-economic status .....................................27

    2.5 Kerangka Berpikir ...................................................................................28 2.6 Hipotesis Penelitian .................................................................................30

    2.6.1 Hipotesis Mayor ............................................................................31 2.6.2 Hipotesis Minor .............................................................................31

  • ix

    BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ..........................................................32

    3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel .............................32 3.2 Variabel Penelitian ..................................................................................32 3.3 Instrumen Pengumpulan Data ................................................................33

    3.3.1 Skala Perilaku Cyberbullying .........................................................34

    3.3.2 Skala Self-Control ..........................................................................34

    3.3.3 Skala Empati ..................................................................................35

    3.4 Uji Validitas Konstruk ............................................................................35 3.4.1 Uji Validitas Konstruk Skala Perilaku Cyberbullying ...................39

    3.4.2 Uji Validitas Konstruk Skala Self-Control .....................................40

    3.4.2.1 Uji Validitas Konstruk Skala General Self Discipline ......40

    3.4.2.2 Uji Validitas Konstruk Skala Impluse Control ..................41

    3.4.3 Uji Validitas Konstruk Skala Empati .............................................42

    3.4.3.1 Uji Validitas Konstruk Skala Perspective Taking .............42

    3.4.3.2 Uji Validitas Konstruk Skala Fantasy ...............................43

    3.4.3.3 Uji Validitas Konstruk Skala Emphatic Control ...............44

    3.4.3.4 Uji Validitas Konstruk Skala Personal Distress ...............44

    3.5 Teknik Analisis Data ..............................................................................45 3.6 Prosedur Penelitian .................................................................................47

    BAB 4 HASIL PENELITIAN ..........................................................................48

    4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ....................................................48 4.2 Analisis Deskriptif ..................................................................................49 4.3 Kategorisasi Skor ....................................................................................50 4.4 Uji Hipotesis ...........................................................................................51

    4.4.1 Analisis Regresi .............................................................................52

    4.4.2 Analisis Proporsi Varians ..............................................................55

    BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN .........................................58 5.1 Kesimpulan .............................................................................................58 5.2 Diskusi ....................................................................................................58 5.3 Saran .......................................................................................................60

    5.3.1 Saran Teoritis ................................................................................60

    5.3.2 Saran Praktis ..................................................................................61

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................63

    LAMPIRAN .......................................................................................................67

  • x

    DAFTAR TABEL

    Tabel 3.1 Perhitungan skor pilihan jawaban instrumen penelitian .....................33

    Tabel 3.2 Cetak biru skala perilaku cyberbullying..............................................34

    Tabel 3.3 Cetak biru skala self-control ...............................................................35

    Tabel 3.4 Cetak biru skala empati .......................................................................35

    Tabel 3.5 Muatan faktor item perilaku cyberbullying .........................................39

    Tabel 3.6 Muatan faktor item general self disciplne...........................................41

    Tabel 3.7 Muatan faktor item impluse control ....................................................42

    Tabel 3.8 Muatan faktor item perspective taking................................................42

    Tabel 3.9 Muatan faktor item fantasy .................................................................43

    Tabel 3.10 Muatan faktor item emphatic concern ..............................................44

    Tabel 3.11 Muatan faktor item personal distress................................................45

    Tabel 4.1 Gambaran umum subjek penelitian.....................................................48

    Tabel 4.2 Statistik deskriptif penelitian variabel.................................................50

    Tabel 4.3 Norma pengkategorisasian skor ..........................................................51

    Tabel 4.4 Kategorisasi skor .................................................................................51

    Tabel 4.5 Model summary hasil uji regresi .........................................................52

    Tabel 4.6 Hasil ANOVA pengaruh seluruh variabel bebas ................................53

    Tabel 4.7 Koefisien regresi masing-masing variabel ..........................................53

    Tabel 4.8 Hasil analisis proporsi varians ............................................................55

  • xi

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir ................................................................30

  • xii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1: Kuesioner Penelitian .......................................................................67

    Lampiran 2: Syntax Lisrel dan Path Diagram Uji Validitas Konstruk ..............73

    Lampiran 3: Tabel Hasil Analisis Data dan Uji Hipotesis ..................................79

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Pada bab ini dipaparkan hal-hal yang melatar belakangi dilakukannya penelitian,

    pembatasan dan perumusan masalah penelitian, tujuan dan manfaat dari

    penelitian, serta sistematika penulisan laporan penelitian.

    1.1 Latar Belakang

    Saat ini kehidupan tidak dapat dipisahkan dari teknologi salah satunya adalah

    internet. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara

    Jasa Internet Indonesia atau APJII pada tahun 2017, diketahui jumlah pengguna

    internet di Indonesia adalah sebanyak 143,26 juta orang. Dari jumlah pengguna

    internet tersebut sebanyak 16,68% berusia 12-18 tahun dan 49,52% berusia 19-34

    tahun. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat cukup besarnya pengguna internet

    di usia remaja.

    Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kominfo sebanyak 80% anak-anak

    dan remaja menggunakan internet, dan sebagian besar dari mereka online setiap

    hari atau setidaknya seminggu sekali (Kominfo, 2014). Sebagian responden atau

    80% menggunakan internet untuk mencari data dan informasi khususnya untuk

    tugas-tugas sekolah, bertemu teman online melalui platform media sosial sekitar

    70%, dan menikmati konten musik sebanyak 65% atau video sebanyak 39%

    (UNICEF, 2014).

    Media sosial merupakan akses tertinggi kedua setelah chatting, yaitu sebanyak

    87,13%, hal ini berdasarkan survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara

    Jasa Internet Indonesia (APJII, 2017). Menurut psikolog Rose Mini (dalam

  • 2

    Nasrullah, 2015). mengemukakan saat ini media sosial kerap dijadikan sarana

    untuk katarsis, yaitu upaya untuk menyalurkan emosi dan mendapatkan perhatian.

    Platform media sosial saat ini sudah sangat banyak didirikan seperti Facebook,

    Twitter, Line, Instagram dll. Namun, menurut data survei British Anti-bullying

    organization Ditch The Label’s, dari 10.020 responden berusia antara 12 sampai

    20 tahun, terungkap bahwa instagram merupakan media sosial dengan kekerasan

    verbal tertinggi pertama pada tahun 2017 dan Facebook menjadi media sosial

    dengan kekerasan verbal kedua (Ditch the Label, 2017). Tidak terkecuali Twitter,

    terdapat salah satu kasus yang termasuk besar. Terdapat pesan dalam Twitter yang

    sangat menyakiti salah satu artis K-Pop dan K-drama hingga artis tersebut

    melaporkan kepada pihak berwajib (Hyun, 2014).

    Pop Korea (K-pop) dalam lima tahun terakhir kian menginvansi Indonesia

    terlihat dengan datangnya para boyband dan girlband K-pop baik dalam konser

    tunggal maupun sebagai musisi tamu dalam acara (Rura, 2018). K-Pop singkatan

    dari Korean Pop atau Musik Pop Korea, ialah jenis musik populer yang berasal

    dari Korea. Demam Korea atau korean wave sendiri sudah mulai dikenal di

    Indonesia pada tahun 2002 lewat serial drama Korea seperti Full House, Endless

    Love, Winter Sonata, dan masih banyak lagi (Sembiring, 2018). Dengan

    terkenalnya drama-drama tersebut soundtrack lagu dari drama tersebut juga mulai

    muncul dan terkenal, dengan begitu K-pop mulai dikenal di Indonesia (Rura,

    2018).

    Suksesnya budaya Korea yang masuk di Indonesia juga didukung pada visual

    dan kemampuan para artisnya. Selain itu, industri musik Korea juga menyajikan

  • 3

    genre musik yang terdiri dari Pop, Dance, Hiphop, Rock, R&B, electro Pop, serta

    electric musik yang merupakan gabungan dari menyanyi dan menari. Hal ini yang

    membuat para remaja hingga dewasa mengenal K-Pop dan menyukainya bahkan

    menjadi fanatik (Sembiring, 2018). Terdapat istilah yang memperkenalkan hal-hal

    yang terkait dengan K-Pop salah satunya adalah fandom. Fandom adalah

    singkatan dari Fans Kingdom, yaitu sebuah komunitas penggemar idol

    Korea.Fandom merupakan kelompok penggemar yang sangat penting bagi sebuah

    grup idol. Para idol pun dengan hati-hati memilih nama fandomnya agar memiliki

    arti yang baik dan mampu menghubungkan mereka dengan penggemar (Kim,

    2018).

    Tahun 2012 merupakan puncak membludaknya fans K-Pop di Indonesia.

    Setiap harinya bakal ada trending topic di Twitter. Melihat besarnya

    perkembangan K-Pop, SM kemudian mengeluarkan boyband baru mereka yakni

    EXO yang terdiri dari 12 member. Tak hanya SM tapi diikuti dengan agency-

    agency besar hingga kecil mengeluarkan group band baru (Rura, 2018). Dengan

    adanya boyband baru ini mulai terjadi peperangan antar fans groupband (fandom)

    yang berbeda atau sering disebut juga dengan fanwar.

    Banyak beberapa yang menyukai groupband lebih dari satu dan sering disebut

    multifandom. Banyak yang kemudian mem-bully fans yang multifandom dengan

    sebutan pengkhianat. Fanwar antara fandom pun tak terelakkan demi merebut

    gelar pendatang baru terbaik (Wardoyo, 2017). Kasus bullying dan fanwar di

    dunia K-Pop bukan yang pertama terjadi. Jauh sebelum media sosial seperti

    Instagram eksis para fans K-Pop sudah terbiasa dengan hal ini. Mulai dari perang

  • 4

    di Twitter, berbalas komentar di Youtube hingga membuat akun haters (Wardoyo,

    2017). Salah satu kasus yang terjadi di Indonesia adalah kasus yang menimpa

    seorang anak artis, Cinta Kuya. Dimana Cinta mengalami di bully oleh oknum-

    oknum penggemar BTS karena permaslahan mengenai tiket konser (Manilasari,

    2017).

    Menurut psikolog M.M Nilam Widyarini (dalam Irawan, 2018) cyberbullying

    dapat menyebabkan banyak dampak negatif bagi psikologi korban, diantaranya,

    depresi atau stress, karena penghinaan yang sering didapat, frekuensi perasaan

    sedih dan melakolis yang mengarah ke stress dan depresi meningkat pada diri

    korban dan efeknya akan membekas dalam waktu yang cukup panjang. Begitu

    juga Bauman et al. (2013), Raskauskas dan Stoltz (2007 dalam Ang & Goh, 2010)

    menyatakan bahwa cyberbullying memiliki hubungan dan pengaruh dengan

    depresi dan bunuh diri. Pernyataan di atas memberikan dukungan bahwa

    cyberbullying sangat berbahaya bagi korban, perlu pencegahan dan penting untuk

    dilakukan penelitian lebih lanjut.

    Salah satu faktor yang dapat m empengaruhi cyberbullying adalah self-control

    pada diri seseorang dalam pengambilan keputusan untuk melakukan

    cyberbullying. Calhoun dan Acocella (1990) dalam bukunya Psychology of

    Adjustment and Human Relationship mendefinisikan self-control sebagai

    pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang dengan kata

    lain serangkaian proses yang membentuk dirinya sendiri. Self-control dapat

    diartikan sebagai suatu aktivitas pengendalian tingkah laku, pengendalian tingkah

    laku mengandung makna yaitu melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih

  • 5

    dahulu sebelum memutuskan sesuatu untuk bertindak. Semakin intens

    pengendalian tingkah laku, semakin tinggi pula seseorang.

    Sementara Lindner, Nagy, & Retelsdorf (2015), mendefinisikan self-control

    sebagai kemampuan untuk mengesampingkan atau mengubah sebuah inner

    response sebagai kecenderungan tingkah laku yang mengganggu dan mampu

    menahan diri untuk bertindak dari hal tersebut. Lindner membagi self-control

    menjadi terdiri atas general self-discipline dan impulse control. Self-discipline

    yang menilai tentang kedisiplinan diri dalam individu saat melakukan sesuatu. Hal

    ini berarti individu fokus dalam tugasnya. Individu yang memiliki self-discipline

    mampu menahan dirinya dari hal-hal lain yang dapat mengganggu konsentrasinya.

    Sementara impulse control menilai kecnderungan individu dalam melakukan

    suatu tindakan yang impulsive dengan pertimbangan yang baik, bersikap hati-hati,

    dan tidak tergesa-gesa dalam pengambilan keputusan atau bertindak

    Hasil penelitian yang berasal dari Denson, DeWall, dan Finkel (2012)

    menyatakan bahwa kegagalan self-control dapat memberikan kontribusi untuk

    tindakan yang paling agresif yang menyertakan kekerasan. Ketika agresi

    mendesak menjadi aktif, self-control dapat membantu seseorang mengabaikan

    keinginan untuk berperilaku agresif, dan akan membantu seseorangmerespon

    sesuai dengan standar pribadi atau standar sosial yang dapat menekan perilaku

    agresif tersebut. Masih sedikit studi yang mengaitkan self-control yang rendah

    terhadap pelaku dan korban bullying, meskipun fakta bahwa self-control yang

    rendah telah diidentifikasi sebagai prediktor yang penting dari perilaku

    penyimpangan dan kejahatan dalam studi empiris yang telah ada (Gottfredson &

  • 6

    Hirshchi, 1990). Penelitian sebelumnya juga telah menunjukkan bahwa secara

    langsung maupun tidak langsung rendahnya self-control mempengaruhi perilaku

    pelaku maupun korban dalam cyberbullying (Vazsonyi, Machackova, Sevcikova

    et al., 2012).

    Pada penelitian lainnya dibahas mengenai variabel empati yang memberikan

    pengaruh pada perilaku cyberbullying. Cohen & wheelwright (2004)

    menyebutkan terdapat dua dimensi, yaitu affective empathy dan cognitive

    empathy. Pada penelitiannya Ang dan Goh (2010) menjelaskan interaksi tiga jalur

    dari variabel affective empathy dan cognitive empathy dan gender terhadap

    cyberbullying pada remaja. Secara umum hasil yang ditemukan oleh Ang dan Goh

    (2010) adalah tinggi rendahnya afektif empati maupun kognitif empati

    mempengaruhi tinggi rendahnya perilaku cyberbullying pada remaja perempuan

    maupun laki-laki (Ang & Goh, 2010).

    Dari penelitian ini dapat terlihat peran empati pada pelaku cyberbullying

    sangatlah penting. Berdasarkan apa yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa

    perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah sampel yang

    digunakan yaitu pelaku cyberbullying dimana pada penelitian sebelumnya lebih

    banyak meneliti tentang korban cyberbullying daripada pelakunya. Sehingga pada

    penelitian ini peneliti hanya berfokus pada pelaku cyberbullying.

    Katzer, Fetchenhauer, dan Belschak (2009) dalam penelitiannya menyatakan

    bahwa self-concept benar terbukti secara signifikan memengaruhi perilaku cyber

    bullying. Hasil didapatkan bahwa seseorang yang terlapor menjadi pelaku

    cyberbullying benar memiliki konsep diri yang rendah. Secara rinci disebutkan

  • 7

    bahwa pelaku benar memiliki konsep diri yang rendah dan melakukan

    cyberbullying pada chatroom.

    Dari data-data dan beberapa hasil penelitian di atas, peneliti menyimpulkan

    bahwa perilaku cyberbullying pada remaja merupakan permasalahan yang perlu

    mendapatkan perhatian dalam pencegahan dan pemecahan solusi yang tepat.

    Penelitian ini penting untuk dilakukan karena masih kurangnya penelitian tentang

    pelaku cyberbullying di Indonesia. Dengan demikian, peneliti mengangkat judul

    penelitian yaitu ―Pengaruh Self-Control, Empati dan Faktor Demografis Terhadap

    Perilaku Cyberbullying Pada Komunitas Penggemar K-Pop‖

    1.2 Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

    1.2.1 Pembatasan masalah

    Penelitian ini dibatasi hanya mengenai pengaruh dari independent variable,

    yaitu self-control, empati dan factor demografis terhadap perilaku cyberbullying.

    Adapun pengertian tentang konsep variabel yang digunakan, yaitu:

    1. Perilaku cyberbullying yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perbuatan

    kejam terhadap orang lain dengan mengirimkan atau mem-posting material

    yang menyakitkan bagi korbannya atau berkaitan dengan agresi sosial

    menggunakan internet atau teknologi digital lainnya (Willard, 2007). Pada

    penelitian ini peneliti menggunakan keenam bentuk cyberbullying.

    2. Self-control didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengesampingkan atau

    mengubah sebuah inner response sebagai kecenderungan tingkah laku yang

    mengganggu dan mampu menahan diri untuk bertindak dari hal tersebut.

    Dimensi self-control terdiri atas general self-discipline dan impulse control.

  • 8

    3. Empati dapat mengarahkan individu dalam perilaku berbagi dan memahami

    kondisi emosional orang lain. Beberapa penelitian terdahulu telah

    membuktikan bahwa empati memiliki hubungan dengan tindakan kekerasan

    berupa traditional bullying, agresivitas, dan perilaku anti sosial. Empati

    memiliki empat aspek, yaitu ,perspective taking, fantasy, empathic concern,

    dan personal distress.

    4. Faktor demografis terdiri dari dua faktor yaitu gender dan socio-economic

    status. Gender yang dimaksud dalam penelitian adalah laki-laki dan

    perempuan. Socio-economic status dalam penelitian ini adalah penggolongan

    ke dalam empat kategori yaitu, bawah, menengah bawah, menengah atas dan

    atas.

    1.2.2 Perumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan diatas, peneliti merumuskan

    masalah menjadi ―Apakah terdapat pengaruh yang signifikan self-control, empati

    dan faktor demografis terhadap perilaku cyberbullying pada penggemar k-pop‖

    Adapun perumusan masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah:

    1. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara dimensi general self-

    disciplineterhadap perilaku cyberbullying?

    2. Apakah ada pengaruh yang signifikan dimensi impulse control terhadap

    perilaku cyberbullying?

    3. Apakah ada pengaruh yang signifikansi anatara dimensi perspective taking

    terhadap perilaku cyberbullying?

  • 9

    4. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara dimensi fantasy terhadap

    perilaku cyberbullying?

    5. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara dimensi empathic concern

    terhadap perilaku cyberbullying?

    6. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara dimensi personal distress

    terhadap perilaku cyberbullying?

    7. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara dimensi gender terhadap

    perilaku cyberbullying?

    8. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara dimensi socio-economic status

    terhadap perilaku cyberbullying?

    1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

    1.3.1 Tujuan Penelitian

    Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:

    1. Mengetahui pengaruh dimensi general self discipline terhadap perilaku

    cyberbullying

    2. Mengetahui pengaruh dimensi impulse control terhadap perilaku

    cyberbullying

    3. Mengetahui pengaruh dimensi perspective taking terhadap perilaku

    cyberbullying

    4. Mengetahui pengaruh dimensi fantasy terhadap perilaku cyberbullying

    5. Mengetahui pengaruh dimensi empathic concern terhadap perilaku

    cyberbullying

  • 10

    6. Mengetahui pengaruh dimensi personal distress terhadap perilaku

    cyberbullying

    7. Mengetahui pengaruh dimensi gender terhadap perilaku cyberbullying

    8. Mengetahui pengaruh dimensi socio-economic status terhadap perilaku

    cyberbullying

    1.3.2 Manfaat Penelitian

    1. Manfaat Teoritis

    Memberikan dalam pengembangan teori mengenai cyberbullying, self-

    control, empati, dan faktor demografis sehingga khazanah psikologi

    menjadi lebih berkembang, serta dapat menjadi bahan acuan dalam

    penelitian mengenai cyberbullying berikutnya.

    2. Manfaat Praktis

    Dapat memberikan pengetahuan serta informasi bagi seluruh masyarakat

    dalam upaya memahami faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya

    cyberbullying, sehingga mampu mengelola penggunaan internet secara

    lebih sehat dan bermanfaat. Selain itu, dengan memahami faktor-faktor

    penyebab terjadinya cyberbullying, pemerintah maupun dunia pendidikan

    dapat memberikan solusi terbaik untuk mencegah terjadinya kasus

    cyberbullying.

  • 11

    BAB 2

    LANDASAN TEORI

    2.1 Perilaku Cyberbullying

    2.1.1 Pengertian Perilaku Cyberbullying

    Pengertian cyberbullying telah dijelaskan oleh para ahli (Belsey 2017 dalam Li &

    Wu, 2018) menjelaskan mengacu pada situasi ketika seseorang atau kelompok

    secara jahat dan berulang kali menggunakan teknologi informasi dan komunikasi

    untuk mengancam orang lain. Tokunaga (2010) menunjukkan bahwa perilaku

    cyberbullying biasanya dilakukan secara aktif melalui penggunaan media

    elektronik atau digital.

    Definisi cyberbullying bermacam-macam, diilustrasikan baik fenomena

    terbaru dan kemajuan teknologi yang cepat yang mempengaruhi frekuensi dan

    bentuk komunikasi elektronik. Namun, definisi yang diterima secara luas merujuk

    pada cyberbullying sebagai tindakan agresif yang disengaja yang dilakukan oleh

    kelompok atau individu menggunakan bentuk kontak elektronik, berulang kali dan

    dari waktu ke waktu terhadap korban yang tidak dapat dengan mudah membela

    dirinya sendiri.(Smith et al.,2008 , hal. 376).

    Menurut Hinduja dan Patchin (2013), cyberbullying sebagai bahaya yang

    disengaja dan berulang yang ditimbulkan melalui penggunaan komputer, ponsel,

    atau perangkat elektronik lainnya.Cyberbullying tidak dibatasi oleh waktu atau

    ruang dan dapat menggunakan berbagai platform media, seperti foto, video, slide

    show dan interactive polls, untuk menargetkan korban mereka (Li, 2007).

  • 12

    Bentuk umum dari cyberbullying termasuk mengirim pesan yang mengancam

    menggunakan komputer atau ponsel, memposting pesan fitnah atau melecehkan di

    halaman Facebook seseorang, atau mengunggah gambar atau video yang tidak

    menyenangkan atau memalukan ke Internet tanpa izin (Kowalski & Limber

    2007).

    Menurut Lee et al. (2015), cyberbullying adalah perilaku agresi atau

    berbahaya yang ditujukan untuk individu atau kelompok dengan menggunakan

    teknologi komunikasi elektronik seperti internet. Karena mediateknis yang

    terlibat, cyberbullying memiliki karakteristik unik seperti anonimitas, akses gratis

    dari waktu ke waktu, dan penyebaran yang cepat. Menurut Erdur-Baker dan

    Kavsut (2007) dalam Erdur-Baker & Tpocu (2010) menyatakan bahwa mencuri

    password, berbagi komunikasi internet pribadi dengan orang lain dan

    mengucilkan atau mengeluarkan seseorang dari ruang obrolan (chatroom) adalah

    bentuk umum dari cyberbullying.

    Pada penelitian ini peneliti menggunakan definisi dari Willard (2007), dimana

    Willard mendefinisikan cyberbullying sebagai perbuatan kejam terhadap orang

    lain dengan mengirimkan atau mem-posting material yang menyakitkan bagi

    korbannya atau berkaitan dengan agresi sosial menggunakan internet atau

    teknologi digital lainnya. Peneliti menggunakan teori ini karena penjelasannya

    yang lebih luas dibandingkan teori lainnya dan sesuai dengan kebutuhan

    penelitian.

  • 13

    2.1.2 Bentuk-bentuk Perilaku Cyberbullying

    Terdapat berbagai bentuk yang dikemukakan oleh para ahli. Topcu, C., & Erdur-

    Baker, O. (2010) dalam Brewer (2015) menyebutkan bahwa dalam mengenali

    cyberbullying dapat melihat dari sisi pelaku maupun dari sisi korban. Menurut Li

    (dalam Raskauskas & Huynh, 2015), perilaku cyberbullying dapat mencakup lima

    bentuk, yaitu mengirim pesan yang berisikan permusuhan, mengancam atau

    melecehkan ke korban; exclusion (mengeluarkan seseorang); intimidasi; membuat

    website atau membuat posting materi kebencian atau yang mencemarkan nama

    baik; mengambil atau mengubah gambar untuk mempermalukan korban.

    Menurut Lee, et al. (2015), terdapat tiga bentuk perilaku perundungan dunia

    maya, yaitu verbal/written perpetration, visual/sexual perpetration, dan social

    exclusion perpetration. Individu dapat dikatakan melakukan perundungan dunia

    maya, jika telah melakukan salah satu dari perilaku perundungan dunia maya.

    1. Verbal/Written Perpetration

    Verbal/written perpetration didefinisikan sebagai mengirimkan pesan dengan

    bahasa yang vulgar, tidak sopan dan mengandung unsur kemarahan. Dapat

    pula berupa kalimat ancaman dengan menggunakan media komunikasi

    berbasis online dengan tujuan melukai atau menyakiti seseorang. Misalnya

    seperti mengirimkan private massage dengan kata-kata ancaman dengan

    maksud

    2. Visual/sexual Perpetration

    Visual/sexual perpetration didefinisikan sebagai perbuatan mengirim atau

    mem-posting hal-hal yang secara visual/seksual memberatkan. Posting-an

  • 14

    atau kiriman dapat berupa foto atau video pribadi atau yang memalukan untuk

    mempermalukan seseorang. Foto atau video yang disebarkan dapat berupa

    penyebaran melalui media sosial, email maupun grup percakapan online.

    3. Social Exclusion

    Social exclusion didefinisikan sebagai mengeluarkan seseorang dari aktifitas

    grup online. Selain itu, mengeluarkan seseorang dari komunitas sosial dengan

    maksud menyakiti seseorang. Misalnya sengaja mengeluarkan seseorang dari

    grup percakapan online dengan tujuan orang tersebut tersakiti

    2.1.3 Faktor-faktor Perilaku Cyberbullying

    Berikut ini merupakan elemen-elemen yang diidentifikasi sebagai faktor-faktor

    yang mempengaruhi cyberbullying. Faktor-faktor yang mempengaruhi

    cyberbullying dibedakan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal

    sebagai berikut :

    1. Faktor Internal

    Faktor internal pada diri seseorang dapat mempengaruhi cyberbullying,

    karena internal seseorang berbeda satu sama lain. Berikut faktor internal yang

    dapat mempengaruhi cyberbullying.

    Self-control

    Self-control dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku

    cyberbullying. Li, Holt, Bossler, dan May (2016) dalam penelitiannya

    menyebutkan bahwa seseorang dengan self-control yang rendah memiliki

    kesempatan untuk melakukan cyberbullying yangrendah pula, begitu juga

    sebaliknya.

  • 15

    Gender

    Menurut Hoover dan Olsen (dalam Li, 2007), siswa laki-laki lebih

    memungkinkan melakukan tindakan cyberbullying dibandingkan dengan

    siswa perempuan. Gender merupakan prediktor yang signifikan terhadap

    tindakan cyberbullying. Pada penjelasan di atas, yang dimaksud dengan

    gender adalah jenis kelamin.

    Usia

    Cyberbullying tidak dibatasi oleh usia dan dapat muncul dari sekolah

    dasar hingga perguruan tinggi. Meskipun cyberbullying muncul di antara

    semua kelompok umur dalam berbagai tingkatan, sebagian besar

    penelitian ini ditargetkan pada anak-anak dan remaja. Bahkan dalam

    meta-sintesis secara eksklusif menyelidiki pelaku cyberbullying di antara

    anak di bawah umur 18 tahun (Tobunaga, 2010).

    Empati

    Penelitian telah secara konsisten mengidentifikasi hubungan antara

    empati dan tindakan intimidasi tradisional atau perilaku agresif dan

    antisosial, terlepas dari jenis intimidasi atau jenis kelamin pelaku (Ciucci

    & Baroncelli, 2014; Jolliffe & Farrington, 2006). Khususnya, mereka

    yang tingkat empati rendah terlibat dalam intimidasi yang lebih sering

    atau parah. Berbeda dengan intimidasi tradisional di mana pelaku

    terekspos pada penderitaan korban, intimidasi online ditandai oleh

    anonimitas, dan kurangnya umpan balik langsung dari korban, yang

    menjauhkan pelaku dari korban.Dengan demikian mungkin kurang

  • 16

    penting bahwa pelaku cyberbullying dapat menjauhkan diri dari korban

    mereka. Terlepas dari perbedaan-perbedaan ini, temuan awal

    menunjukkan bahwa empati juga merupakan prediktor yang sah untuk

    tindakan cyberbullying. (Ang & Goh, 2010; Casas, Del Rey & Ortega-

    Ruiz, 2013; Steffgen, Konig, Pfetsch, & Melzer, 2011).

    Moral disengagement

    Pornari dan Wood (2010) berpendapat bahwa anonimitas dan jarak dari

    pengalaman korban saat menjadi pelaku cyberbullying berarti pelaku

    cenderung mengalami segala bentuk perasaan negatif ketika melakukan

    cyberbullying orang lain, yang mengurangi kemungkinan berempati

    dengan korban. Hal ini dapat membantu menjelaskan mengapa hubungan

    antara moral disengagement dan cyberbullying lebih lemah,

    dibandingkan dengan hubungan antara moral disengagement dan

    bullying. Ketika memeriksa praktik-praktik pelepasan moral tertentu,

    Pornari dan Wood (2010) menemukan hubungan positif antara intimidasi

    tradisional dan pembenaran moral, bahasa eufemistik, dan pemindahan

    tanggung jawab. Namun, satu-satunya praktik yang secara signifikan

    meramalkan cyberbullying adalah pembenaran moral.

    2. Faktor eksternal

    Faktor eksternal pada diri seseorang juga dapat mempengaruhi cyberbullying,

    karena situasi apa yang ada pada seseorang berbeda satu sama lain. Berikut

    faktor eksternal yang dapat mempengaruhi cyberbullying.

    Konformitas

  • 17

    Penelitian yang dilakukan oleh Maeda (1999 dalam Huang dan Chou,

    2010) menunjukkan bahwa perundungan dunia maya yang terjadi di

    Jepang cenderung mengarah pada konformitas pada kehidupan sosial

    pada umumnya. Seorang anak dapat memiliki keinginan untuk

    melakukan perundungan dunia maya ketika merasa seseorang tidak

    melakukan konformitas dengan norma yang sudah ditetapkan

    sebelumnya, dan pada kejadian lain seorang anak bisa saja melakukan

    perundungan dunia maya karena memiliki kemampuan yang

    memungkinkan melakukannya dan mengajak orang lain untuk

    melakukan hal yang sama.

    Penggunaan teknologi

    Sejak cyberbullying banyak terjadi di dunia maya, cukup masuk akal

    untuk mengasumsikan bahwa jika siswa memiliki kesempatan terbatas

    untuk mengakses teknologi, mereka juga memiliki sedikit kesempatan

    untuk terlibat dalam cyberbullying. Frekuensi penggunaan teknologi oleh

    siswa, dapat memprediksi pelaku serta korban cyberbullying (Li, 2007).

    Socio-Economic Status

    Faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku cyberbullying adalah

    socio-economic status atau status sosio-ekonomi. Akbulut, Salin dan

    Eristi (2010) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kelompok socio-

    economic status individu dapat memprediksi perilaku cyberbullying

    terutama pelakunya. Hasil yang ditemukan menjelaskan bahwa individu

    dengan kelompok socio-economic status yang tinggi memiliki

  • 18

    kesempatan untuk melakukan cyberbullying lebih tinggi dibandingkan

    dengan seseorang dengan status kelompok sosioekonomi yang rendah.

    Budaya

    Masih di dalam Li (2007), bullying adalah masalah universal yang telah

    terbukti dari berbagai negara termasuk Norwegia dan Swedia, Spanyol,

    Australia, Kanada, Jepang, serta Amerika Serikat. Meskipun bullying

    telah diidentifikasi di seluruh dunia, penelitian sebelumnya menunjukkan

    bahwa siswa dari berbagai negara dan budaya yang berbeda, berperilaku

    berbeda pula dengan keterlibatannya dalam bullying. Hal ini dikarenakan

    orang-orang dalam budaya yang berbeda dapat memegang kepercayaan

    atau agama yang berbeda yang dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat

    maupun sekolah, dan hal ini berkaitan dengan pelaku maupun korban

    bullying. Maka, budaya memiliki peran dalam mempengaruhi

    cyberbullying.

    2.1.4 Dimensi Perilaku Cyberbullying

    Menurut Willard (2006) bentuk dalam perilaku cyberbullying memiliki enam

    aspek, yaitu :

    1. Flaming

    Flaming adalah perkelahian online yang menyiaratkan penggunaan pesan

    eletronik dengan menggunakan bahasa yang bermusuhan dan vulgar.

  • 19

    2. Slandering

    Slandering atau fitnah adalah modalitas yang menyiratkan penghinaan

    online, misalnya, mengirim gambar atau desas-desus kejam tentang orang

    lain untuk merusak reputasi atau hubungan sosial mereka.

    3. Impersonation (Hacking)

    Impersonation atau peniruan (peretasan) melalui infiltrasi ke akun seseorang

    untuk mengirim pesan yang membuat korban kehilangan muka atau malu,

    menyebabkan masalah atau membahayakan korban, atau merusak reputasi

    dan relasi korban.

    4. Defamation

    Defemation dilakukan dengan cara menyebarkan rahasia atau informasi

    memalukan tentang seseorang.

    5. Exclusion

    Exclusion memiliki arti mengeluarkan seseorang dari suatu grup online.

    6. Harassment

    Harassment pelecehan dunia maya atau pengiriman pesan berulang yang

    mencakup ancaman cedera atau yang sangat mengintimidasi.

    2.1.5 Pengukuran Perilaku Cyberbullying

    Cyberbullying Questioner (CBQ) dibuat oleh Calvete et,al. pada tahun 2010.

    Kuesioner ini terdiri dari dua skala yang berbeda, satu untuk mengukur perilaku

    cyberbullying dan satu untuk mengukur korban cyberbullying. Versi awal dari

    kuesioner ini terdiri dari 16 item untuk pelaku cyberbullying dan 11 item untuk

  • 20

    korban cyberbullying, kemudian dilakukan revisi dan dieliminasi dua item dalam

    setiap skala (Gámez-Guadix, Villa-George, & Calvete, 2014).

    Cyber Bullying Inventory (CBI) yang dikembangkan oleh Erdu-Baker namun

    pertama kali digunakan oleh Erdu-Baker dan Kavsut pada tahun 2007. Terdapat 2

    kuesioner pada CBI, yaitu kuesioner 1 berisi 16 pertanyaan untuk pelaku

    cyberbullying dan kuesioner 2 berisi 18 pertanyaan untuk korban cyberbullying

    (Topcu & Erdu-Baker, 2010). Di Indonesia, Narpaduhita & Suminar (2014)

    menggunakan alat ukur cyberbullying berdasarkan aktivitas-aktivitas dalam

    perilaku cyberbullying yang mengacu pada teori Willard (2007), yaitu flaming,

    harassment, denigration, impersonation, outing, trickery, exclusion, dan

    cyberstalking.

    Pada penelitian ini menggunakan alat ukur yang disusun berdasarkan pada

    teori Willard (2006) yaitu CBQ. Item dalam skala pengukuran ini berjumlah 16

    item mewakili enam bentuk perilaku cyberbullying. Alat ukur ini dianggap sesuai

    dengan cyberbullying penelitian yang akan dilanjutkan.

    2.2 Self-Control

    2.2.1 Pengertian Self-Control

    Averill (1973) mendefinisikan self-control sebagai variabel psikologis yang

    mencakup tiga konsep berbeda mengenai kemampuan mengontrol diri yaitu

    kemampuan individu untuk memodifikasi perilaku, kemampuan individu dalam

    mengelola informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, serta

    kemampuan individu untuk memilih suatu tindakan berdasarkan sesuatu yang

    diyakininya.

  • 21

    Self-control juga diartikan sebagai kemampuan diri untuk mengubah suatu

    respon dan kondisi. Dua hal tersebut menjadi kunci untuk menyesuaikan diri

    dengan baik terhadap lingkungan, khususnya penyesuaian diri terhadap

    lingkungan sosial yang diinginkan sebagai pengganti dari pursuing selfish goals

    (Baumeister, 2000).

    Sedangkan Tangney et.al (2004) mendefinisikan self-control sebagai

    kemampuan untuk mengesampikan atau menghambat kecenderungan perilaku

    yang tak diinginkan (seperti impuls-impuls) dan kemampuan untuk menahan diri

    dari perbuatan tertentu. Dalam penelitian yang dilakukan Tangney et.al (2004)

    bahwa self-control memiliki keterhubungan dengan penyesuaian diri yang lebih

    baik (diantaranya berkurangnya psikopatologi dan meningkatnya self-esteem),

    berkontribusi terhadap keberhasilan di bidang akademis, mengurangi makan

    berlebihan dan mengurangi konsumsi alkohol, memiliki hubungan yang sehat dan

    memiliki keterampilan interpersonal yang baik.

    Ferrari et, al (2009), membagi self control menjadi dua bagian, yaitu general

    self control dan impulse control, dimana general self discipline merupakan pola

    perilaku secara umum dan impulse control merupakan kemampuan menahan diri

    dari kesenangan atau godaan jangka pendek untuk meraih tujuan jangka panjang.

    Berdasarkan pengertian yang dijelaskan sebelumnya, dalam penulisan ini

    penulis menggunakan pengertian dari self-control dari Ferrari et al (2009).

    2.2.2 Dimensi Self-Control

    Adapun dimensi-dimensi self control menurut Ferrari (2009) adalah sebagai

    berikut:

  • 22

    1. General self-discipline

    General self-discipline adalah pola perilaku disiplin seseorang secara umum.

    2. Impulse control

    Impulse control adalah kemampuan seseorang dalam menahan godaan jangka

    pendek atau sesaat agar tercapainya tujuan jangka panjang.

    2.2.3 Pengukuran Self-Control

    Terdapat beberapa alat ukur yang dikembangkan untuk dapat mengukur variabel

    self-concept. The Restrospective Behavioral Self-control Scale (RBS): merupakan

    alat ukur yang dikembangkan oleh Marcus (2003). RBS dibuat berdasarkan

    kemungkinan konsekuensi negatif perilaku dalam jangka waktu long-term, yang

    terdiri dari 26 item untuk sampel berusia 8-13 tahun, 19 item untuk sampel

    berusia 14-18 tahun, dan 22 item untuk sampel berusia 19-25 tahun.

    Self-Control Scale (SCS) merupakan alat ukur self-control yang

    dikembangkan oleh Tangney et.al (2004). SCS terdiri dari 36 item untuk kategori

    responden remaja yang mengukur self-discipline, deliberate/non impulsive,

    healthy habits, work ethic dan reliability. Dipilih dikarenakan memiliki item yang

    sedikit agar tidak membebani responden dalam pengerjaan kuesioner.

    The Brief Self Control merupakan alat ukur self control yang dibuat oleh

    Ferrari et.al (2009) yang terdiri dari 13 item yang mengukur 9 item merupakan

    general self discipline dan 4 item merupakan impulse control.

    Dari beberapa alat ukur yang dikemukakan, penulis menggunakan alat

    ukur The Brief Self-Control dikarenakan sesuai dengan kajian teori yang

    digunakan dalam penulisan ini.

  • 23

    2.3 Empati

    2.3.1 Pengertian Empati

    Empati (dari Bahasa Yunani εμπάθεια yang berarti "ketertarikan fisik")

    didefinisikan sebagai respons afektif dan kognitif yang kompleks pada distres

    emosional orang lain. Empati termasuk kemampuan untuk merasakan keadaan

    emosional orang lain, merasa simpatik dan mencoba menyelesaikan masalah, dan

    mengambil perspektif orang lain.

    Empati menurut Davis (1990) adalah segala keunikan dan perbedaanyang

    mencolok dari proses hubungan inter-subjective yang di dalamnya ditemukan

    tahapan yang bertingkat dan memberikan kita sesuatu yang telah dilakukan,

    seperti realitas setelah kejadian. Definisi lainnya adalah dari Harlock (1994),

    empati merupakan kemampuan untuk menghayati perasaan dan emosi orang

    lain.Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa empati merupakan

    proses afektif dan kognitif yang menjadikan seseorang dapat memahami dan

    merasakan emosi orang lain serta melihat dari sudut pandang orang tersebut

    seakan-akan mengalami hal yang serupa atau menjadi orang tersebut.

    Berdasarkan pengertian yang dijelaskan sebelumnya, dalam penulisan ini

    penulis menggunakan pengertian empati dari Davis (1990) didefinisikan sebagai

    segala keunikan dan perbedaanyang mencolok dari proses hubungan inter-

    subjective yang di dalamnya ditemukan tahapan yang bertingkat dan memberikan

    kita sesuatu yang telah dilakukan, seperti realitas setelah kejadian.

  • 24

    2.3.2 Dimensi Empati

    Adapun dimensi-dimensi empati menurut Davis (1990) adalah sebagai berikut:

    1. Perspective taking

    Kecenderungan seseorang untuk mengambil sudut padangan orang lain secara

    spontan. Secara psikologis dan sosial perspective taking penting dalam

    harmonisasi interaksi antar individu, selain itu dapat mengoptimalkan

    kemampuan berpikir dalam memahami kondisi orang lain dengan pemaknaan

    sikap dan perilaku yang terlihat.

    2. Fantasy

    Kemampuan seseorang untuk mengubah diri mereka secara imajinatif dalam

    mengalami perasaan dan tindakan darikarakter khayalan.

    3. Empathy concern

    Perasaan simpati yang berorientasi kepada orang lain dan perhatian terhadap

    kemalangan yang dialami orang lain.

    4. Personal distress atau empati negatif

    Reaksi terhadap penderitaan orang lain yang diekspresikan dengan perasaan

    takut, cemas, terkejut, prihatin berlebhan dan perasaan tak berdaya.

    2.3.3 Pengukuran Empati

    Berdasarkan penelusuran yang dilakukan penulis terhadap alat ukur empati

    terdapat tiga alat ukur yang mengukur empati diantaranya sebagai berikut :

    1. Empathy Questionnaire (EQ)

    Baron-Cohen dan Wheelwright (2004), membuat alat ukur empati setelah

    memberikan kritikannya terhadap skala IRI, mereka membuat alat ukur

  • 25

    empati baru daru penggabungan alat ukur sebelumnya, diaplikasikan dalam

    bidang klinis dan sangat sensitif dalam mengukur individu yang kurang

    empatik yang disebut Empathy Questionnaire (EQ). EQ berhasil

    mengidentifikasi beberapa kelompok orang-orang yang didiagnosa memiliki

    kecenderungan autis dan psikopat.

    2. QMEE dan BEES

    Alat tes ini dibuat oleh Merhabian dan Epstein pada tahun 1971, yang

    mengukur tanggapan-tanggapan emosional, alat ini dianggap berhasil dalam

    mengungkap beberapa kasus psikoterapi. The QMEE secara luas banyak

    digunakan untuk mengukur empati pada orang tua. Alat ini terdiri atas 33

    pernyataan yang merefleksikan reaksi mereka terhadap perilaku-perilaku

    emosional orang lain dan situasi-situasi emosional yang beragam. Respon

    jawaban terhadap anat laindilakukan dengan menjawab skala 1-9 (diberi

    angka 0 hingga +4, 0 hingga -4). Item-item negatif diskor terbalik dan semua

    item ditotal.

    3. Interpersonal Reactivity Index (IRI)

    Davis membuat alat ukur empati yang diberi nama Interpersonal Reactivity

    Index (IRI) pada tahun 1980, yaitu pengukuran yang mengarah pada

    pengukuran multidimensional dan disposisional. Alat ukur ini memiliki alat

    ukur yang terpisah dari aspek-aspek keahlian sosial, namun kntraknya saling

    berkaitan. Instrumen ini terdiri dari empat sub-skala item, dengan jumlah 28

    skala likert. Empat subskala yang ada pada alat ukur ini, yaitu : perspective

    taking, fantasy, empathic concern, dan personal distress.

  • 26

    Dari beberapa alat ukur yang dikemukakan, penulis menggunakan alat ukur

    Interpersonal Reactivity Index (IRI), dikarenakan sesuai dengan kajian teori yang

    digunakan dalam penulisan ini.

    2.4 Faktor Demografi

    2.4.1 Pengertian Faktor demografis

    Faktor demografis adalah variabel terakhir yang akan diuji keberpengaruhannya

    oleh peneliti. Pada variabel demografis ini terdapat dua hal yang akan diuji yaitu

    gender dan socio-economic status. Berikut adalah rinciannya.

    2.4.1.1 Pengertian Gender

    Terdapat banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan

    antara laki-laki dan perempuan dalam cyberbullying. Kapatzia dan Syngollitou

    (2007) melakukan penelitian cyberbullying dibidang pendidikan dan ditemukan

    hasil bahwa perilaku yang berbeda pada laki-laki dan perempuan dalam

    cyberbullying. Kapatzia dan Syngollitou (2007) menyimpulkan bahwa laki-laki

    lebih dilaporkan melakukan cyberbullying dibandingkan dengan perempuan.

    Dalam wawancaranya anak laki-lakimengakui bahwa mereka melakukan

    cyberbullying kepada orang lain melalui ponsel lebih sering dibandingkan dengan

    perempuan.

    Dalam penelitiannya Robson & Witenberg (2013) mengungkapkan bahwa

    faktor demografis mempengaruhi perilaku memilih seseorang dengan hasil yang

    bertentangan Kapatzia dan Syngollitou (2007). Perempuan dilaporkan konsisten

    dalam melakukan perilaku cyberbullying pada media sosial dibandingkan dengan

  • 27

    laki-laki.Anak perempuan juga dilaporkan mengintimidasi pada internet untuk

    jangka waktu yang lebih lama daripada anak laki-laki.

    2.4.1.2 Pengertian Socio-Economic Status

    Status sosial ekonomi atau socioeconomic status (SES) didefinisikan sebagai

    ukuran status ekonomi dan sosial gabungan seseorang (House 2002; Galobardes et

    al. 2006). Secara umum, dalam sosiologi SES dipandang sebagai konstruk laten

    dan diukur menggunakan ukuran gabungan dari pendidikan, pendapatan, dan

    pekerjaan atau beberapa variasi dari ketiga indikator ini. Sementara ketiga

    indikator ini mewakili ukuran SES yang paling banyak diterima, SES kadang-

    kadang didefinisikan dalam hal SES subyektif, kekayaan, kepemilikan rumah,

    atau sebagai kerugian lingkungan. Dalam penelitian ini akan melihat SES dari

    seberapa banyak rupiah pendapatan orang tua.

    Cross (2015) mengungkapkan bahwa atribut demografis salah satunya

    status socioeconomic status (SES) telah dikaitkan dengan cyberbullying untuk

    memprediksi perilaku tersebut. Analisis lebih lanjut dengan dataset

    mengungkapkan bahwa ada hubungan langsung antara frekuensi penggunaan

    Internet dan status sosial ekonomi, menunjukkan bahwa tingkat pendapatan yang

    tinggi berarti jumlah penggunaan Internet yang lebih tinggi, yaitu tren

    peningkatan viktimisasi yang sesuai. Sehingga dapat diprediksi bahwa seseorang

    dengan SES tinggi akan melakukan perilaku cyberbullying (Gradinger, Yanagida,

    Strohmeier, & Spiel, 2015).

  • 28

    2.5 Kerangka Berpikir

    Pertumbuhan internet yang pesat tentunya memberikan dampak yang besar, baik

    positif maupun negatif. Salah satu dampak buruk dari majunya teknologi

    informasi yaitu maraknya perilaku cyberbullying yang terjadi di media sosial.

    Cyberbullying merupakan tindakan bullying yang dilakukan di internet khususnya

    media sosial, terkait perbuatan tidak menyenangkan yang dilakukan secara

    sengaja dan berulang kali baik secara individu ataupun kelompok dengan maksud

    menyakiti seseorang melalui media elektronik seperti pesan instan, e-mail, atau

    sosial media. Fenomena menunjukkan tingginya angka cyberbullying di media

    sosial dalam ranah k-pop, yaitu yang dilakukan oleh para penggemar k-pop

    kepada artis yang berkarir di dunia k-pop, atau ke sesama penggemar k-pop dalam

    fandom yang berbeda.

    Perilaku cyberbullying dipengaruhi beberapa faktor yaitu self-control (general

    self discipline dan impulse control), empati (perspective taking, fantasy, emphatic

    concern, dan personal distress) dan faktor demografis (gender dan socio-

    economic status).

    Li, Holt, Bossler, dan May (2016) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa

    seseorang dengan self-control yang rendah memiliki kesempatan untuk

    melakukan cyberbullying yang rendah pula, begitu juga sebaliknya. Hal ini karena

    seseorang dengan self control yang rendah kurang mampu mengontrol dirinya

    dalam berperilaku dan memperhitungkan dampak dari perilakunya kepada diri

    sendiri maupun orang lain.

  • 29

    Empati merupakan tindakan yang dapat memahami dan merasakan apa yang

    dirasakan oleh orang lain seolah-olah menjadi orang tersebut. Peneliti memiliki

    asumsi bahwa tingginya rasa empati seseorang akan mempengaruhi dalam

    melakukan tindakan sehingga terhindar dari perbuatan tidak baik seperti

    cyberbullying. Dapat dikatakan bahwa seseorang dengan affective empathy dan

    cognitive empathy yang rendah maka, akan lebih mudah untuk seseorang tersebut

    melakukan cyberbullying sebab individu tidak mampu memahami perasaan subjek

    yang di-bully.

    Penelitian-penelitian sebelumnya mengungkapkan pengaruh jenis kelamin

    terhadap kecenderungan melakukan cyberbullying. Hal ini menarik untuk diteliti

    pada sa mpel penggemar k-pop di Indonesia. Status ekonomi-sosial juga menarik

    untuk diteliti karena saat ini internet sudah terjangkau oleh segala kalangan atau

    lapisan masyarakat. Tentunya, status ekonomi-sosial dapat dijadikan faktor

    eksternal yang mampu memprediksi kecenderungan melakukan tndakan

    cyberbullying.

    Dari penjelasan di atas, kemudian disusun ringkasan untuk mendeskripsikan

    hubungan antar variabel sesuai dengan judul penelitian. Penjelasan tersebut

    diilustrasikan ke dalam bagan sebagai berikut.

  • 30

    Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir

    2.6 Hipotesis Penelitian

    Dalam penelitian ini penulis ingin menguji pengaruh independent variable

    terhadap dependent variable. Dependent variable dalam penelitian ini yaitu

    cyberbullying, sedangkan variabel yang diteorikan sebagai independent

    variable berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya yaitu self control,

    empati dan faktor demografi.

    Self Control

    self discipline

    deliberate/non-impulsive

    Empati

    fantasy

    perspective taking

    empathic concern

    personal distress

    Faktor Demografis

    Gender

    SES

    Perilaku

    Cyberbullying

  • 31

    2.6.1 Hipotesis Mayor

    Ha : Terdapat pengaruh yang signifikan antara self control (general self

    discipline, impulse control), empati (perspective taking, fantasy, empathic

    concern, personal distress) dan faktor demografi (gender dan socio-

    economic status) terhadap perilaku cyberbullying.

    2.6.2 Hipotesis Minor

    H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan general self discipline pada self

    control terhadap perilaku cyberbullying.

    H2 : Terdapat pengaruh yang signifikan impulse control pada self control

    terhadap perilaku cyberbullying.

    H3 : Terdapat pengaruh yang signifikan perspective taking pada empati

    terhadap perilaku cyberbullying.

    H4 : Terdapat pengaruh yang signifikan fantasy pada empati terhadap perilaku

    cyberbullying.

    H5 : Terdapat pengaruh yang signifikan empathy concern pada empati

    terhadap perilaku cyberbullying.

    H6 : Terdapat pengaruh yang signifikan personal distress pada empati

    terhadap perilaku cyberbullying.

    H7 : Terdapat pengaruh yang signifikan gender pada faktor demografi

    terhadap perilaku cyberbullying.

    H8 : Terdapat pengaruh yang signifikan socio-economic status pada faktor

    demografi terhadap perilaku cyberbullying.

  • 32

    BAB 3

    METODE PENELITIAN

    3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

    Dalam penelitian ini peneliti menggunakan populasi komunitas penggemar K-

    pop. Adapun karakteristik sampel yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai

    berikut:

    1. Penggemar K-pop yang bergabung dalam suatu grup.

    2. Penggemar K-pop berusia 15-21 tahun.

    3. Menggunakan media sosial Instagram dan aktif.

    4. Bersedia menjadi responden dalam penelitian.

    Dalam penelitian ini, metode pengambilan sampel yang digunakan adalah

    adalah teknik non probability sampling, yaitu setiap unsur yang terdapat dalam

    populasi tidak memiliki kesempatan atau peluang yang sama untuk dipilih sebagai

    sampel (Siregar, 2013). Sedangkan untuk teknik sampling peneliti menggunakan

    convenience sampling technique, yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan

    berdasarkan pertimbangan kemudahan dan kesediaan untuk merespon menjadi

    sampel.

    3.2 Variabel Penelitian

    Variabel pada penelitian ini terdiri Dependent Variable yaitu perilaku

    cyberbullying. Sedangkan Independent Variable meliputi self-control (general self

    discipline,), empati (perspective taking, fantasy, empathic concern, personal

    distress), dan faktor demografis (gender, socioeconomic status).

  • 33

    1. Cyberbullying adalah perbuatan kejam terhadap orang lain dengan

    mengirimkan atau mem-posting material yang menyakitkan bagi korbannya

    atau berkaitan dengan agresi sosial menggunakan internet atau teknologi

    digital lainnya. Bentuk-bentuk cyberbullying yang digunakan adalah flaming,

    slendering, impersonation, defemation, exclusion dan harassment.

    2. Self-control sebagai kemampuan untuk mengesampikan atau menghambat

    kecenderungan perilaku yang tak diinginkan (seperti impuls-impuls) dan

    kemampuan untuk menahan diri dari perbuatan tertentu. Bentuk-bentuk dari

    self-control adalah general self discipline dan impulse control.

    3. Empati adalah proses afektif dan kognitif yang menjadikan seseorang dapat

    memahami dan merasakan emosi orang lain serta melihat dari sudut pandang

    orang tersebut seakan-akan mengalami hal yang serupa atau menjadi orang

    tersebut. Bentuk-bentuk empati adalah perspective taking, fantasy, empathic

    concern, personal distress.

    3.3 Instrumen Pengumpulan Data

    Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari tiga bagian. Bagian

    pertama terdiri dari nama atau inisial, jenis kelamin, usia, daerah tinggal dan

    pengahsilan orang tua. Bagian kedua terdiri dari skala mengenai cyberbullying.

    Bagian ketiga terdiri dari faktor-faktor yang mempengaruhi cyberbullying. Alat

    ukur yang digunakan dibuat dalam bentuk skala model Likert dengan empat

    pilihan jawaban.

    Tabel 3.1 Perhitungan skor pilihan jawaban instrumen penelitian

    Jawaban Skor

    Favorable Unfavorable

    STS/TS/S/SS 1 4

  • 34

    Terdapat empat instrumen yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur

    masing-masing variabel, yaitu skala perilaku berkendara aman, skala traffic-locus

    of control, skala tipe kepribadian, dan skala sabar.

    3.3.1 Skala Perilaku Cyberbullying

    Penulis menggunakan skala cyberbullying dari Calvete, et al. (2010) yang

    berdasarkan teori Willard (2006) dengan dimensi flaming, slandering,

    impersonation, defemation, exclusion, harassment. Pengukuran menggunakan

    skala model Likert dengan empat rentang penilaian (1 = sangat tidak sesuai, 2 =

    tidak sesuai, 3 = sesuai, dan 4 = sangat sesuai).

    Tabel 3.2 Blueprint skala perilaku cyberbullying

    Variable Dimensi Indikator No. Item Jml

    Cyberbullying Flaming Perkelahian online 11, 14, 15 3

    Slandering Penghinaan online 5,6,9 3

    Impersonation Peretasan akun seseorang. 2, 12 2

    Defemation Penyebarkan rahasia seseorang. 3,4,8,16 4

    Exclusion Mengeluarkan seseorang dari grup

    online.

    13 1

    Harassment Pelecehan di dunia maya. 1,7,10 3

    Total 16

    3.3.2 Skala Self-Control

    The Brief Self-Control (TBSC) merupakan alat ukur self-control yang

    dikembangkan oleh Ferrari et.al (2009). Alat ukur terdiri dari 13 item dengan

    mengukur dimensi dari self control yaitu general self-discipline dan impulse

    control. Pengukuran menggunakan skala model Likert dengan empat rentang

    penilaian (1 = sangat tidak sesuai, 2 = tidak sesuai, 3 = sesuai, dan 4 = sangat

    sesuai).

  • 35

    Tabel 3.3 Blueprint skala self-control Variable Aspek Indikator No. Item Jml

    Self control General self

    control

    Pola perilaku disiplin 2,3,4,5,6,

    7,8,10,11

    9

    Impulse control Menahan godaan jangka pendek

    untuk tujuan jangka panjang

    1.9.12.13 4

    Total 13

    3.3.3 Skala Empati

    Empati ini diukur dengan Interpersonal Reactivity Index (IRI) terdiri dari 28 item

    yang mengukur dimensi empati yaitu perspective taking, fantasy, empathic

    concern dan personal distress. Pengukuran menggunakan skala model Likert

    dengan empat rentang penilaian (1 = sangat tidak sesuai, 2 = tidak sesuai, 3 =

    sesuai, dan 4 = sangat sesuai).

    Tabel 3.4 Blueprint skala empati

    Variable Dimensi Indikator No. Item Jml

    Empati Perspective

    taking

    - - Berpikir berdasarkan keadaan orang lain

    - - Merasakan berdasarkan kondisi orang lain

    3,8,11,15,21

    ,25,28

    6

    Fantasy Mengimajinasikan diri dalam situasi

    fiktif atau khayalan

    1,5,7,12,16,

    23,26

    5

    Empathic

    concern

    Merasakan pengalaman orang lain 2,4,9,14,18,

    20,22

    4

    Personal

    distress

    - - Merasakan perasaan cemas dari pengalaman negatif

    - - Merasakan perasaan takut dari pengalaman negatif

    6,10,13,17,

    19,24,27

    4

    Total 19

    3.4 Uji Validitas Konstruk

    Validitas merupakan suatu instrumen untuk mengukur apa yang akan diukur

    dengan syarat instrumen harus valid agar dapat mengukur hal yang diukur.

    Setelah mendapatkan data yang diinginkan peneliti akan menguji validitas

    konstruk dan masing-masing dari alat ukur yang dipakai.

  • 36

    Pengujian validitas menggunakan CFA (Confirmatory Factor Analysis)

    melalui metode ini akan dapat diketahui apakah seluruh item mengukur apa yang

    akan diukur dan apakah masing-masing item signifikan dalam mengukur hal

    tersebut. Caranya adalah dengan membandingkan sejauhmana matriks korelasi

    hasil estimasi menggunakan teori dengan matriks korelasi yang diperoleh dari

    data. Kemudian menguji apakah masing-masing dari item mengukur hal yang

    diukur.

    Instrumen yang digunakan akan diuji validitasnya dengan menggunakan

    metode CFA (confirmatory factor analysis). Adapun logika dari CFA (Umar,

    2013):

    1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan

    secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk

    mengukurnya.Kemampuan ini disebut faktor, sedangkan pengukuran

    terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-

    itemnya.

    2. Diteorikan seluruh item hanya mengukur satu faktor saja. Artinya

    keseluruhan tes bersifat unidimensional.

    3. Dengan data yang tersedia dapat diprediksi matriks korelasi antar item yang

    seharusnya diperoleh jika memang unidimensional. Matriks korelasi ini

    disebut sigma (Σ), kemudian dibandingkan dengan matriks dari data

    empiris, yang disebut matriks S. Jika teori tersebut benar (unidimensional)

    maka tentunya tidak ada perbedaan antara matriks Σ dan matriks S, atau bisa

    juga dinyatakan dengan Σ - S = 0.

  • 37

    4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan

    chi square. Jika hasil chi-square tidak signifikan (p>0.05), maka hipotesis

    nihil tersebut ―tidak ditolak‖. Artinya teori unidimensionalitas tentang alat

    ukur dapat diterima (hanya mengukur satu faktor saja). Tetapi jika chi-

    square signifikan (p1.96). Jika hasil uji-t tidak signifikan maka item tersebut tidak

    mengukur apa yang hendak diukur, bila perlu item yang demikian di-drop.

    6. Adapun kriteria untuk mengeliminasi atau mendrop item adalah sebagai

    berikut:

    Jika suatu item memiliki koefisien negatif, maka item tersebut akan di-

    drop karena mengukur hal yang berlawanan dari apa yang hendak

    diukur. Namunjika suatu item terdiri dari penyataan yang bersifat

    unfavorable maka tentu saja koefisien muatan faktornya pun akan

    berarah negatif. Oleh kerena itu, pada item yang seperti ini skornya

    harus dibalik (reversed) terlebih dahulu sebelum analisis faktor dan

  • 38

    perhitungan skor faktor dilakukan sehingga diperoleh koefisien muatan

    faktor yang positif. Apabila skor pada item sudah dibalik tetap

    menghasilkan koefisien yang bernilai negatif maka item tersebut di-

    drop.

    Menguji apakah suatu item signifikan atau tidak dalam mengukur hal

    yang hendak diukur, dengan menggunakan t-test. Dalam hal ini yang

    dites adalah koefisien muatan faktor untuk setiap item. Jika nilai t

    koefisien muatan faktor (t>1.96) maka item tersebut dinyatakan

    signifikan dalam mengukur konstruk yang hendak diukur. Artinya item

    tersebut tidak di-drop. Sedangkan item yang nilai t tidak signifikan (t <

    1.96) maka item akan di-drop.

    Apabila kesalahan pengukuran pada sebuah item terlalu banyak saling

    berkorelasi, maka item tersebut sebaiknya di-drop. Sebab item yang

    demikian, selain mengukur apa yang hendak diukur, juga mengukur hal

    lain (multidimensional). Maka item yang digunakan hanyalah item yang

    valid saja.

    Item yang digunakan untuk mendapatkan faktor skor (true score) hanya

    item yang terbukti valid saja.

    Selanjutnya ialah menguji juga reliabilitas dari item-item yang dimiliki

    peneliti. Reliabilitas merupakan seberapa besar proporsi varian dari total skor

    yang merupakan varian dari true score. Untuk memudahkan dalam penafsiran

    hasil analisis maka peneliti mentransformasikan faktor skor yang diukur dalam

    skala baku (Z score) menjadi T score yang memiliki mean = 50 dan standar

  • 39

    deviasi (SD) = 10 sehingga tidak ada responden yang mendapatkan skor negative.

    Adapun Rumus T score adalah :

    T score = (10 x skor faktor ) + 50

    Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini,

    peneliti menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan lisrel.

    3.4.1 Uji Validitas Konstruk Skala Perilaku Cyberbullying

    Pengujian validitas konstruk terhadap cyberbullying, peneliti menguji apakah 16

    item pada skala perilaku cyberbullying bersifat unidimensional artinya benar

    hanya mengukur perilaku cyberbullying. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan

    dengan model satu faktor diperoleh Chi-Square = 74,26, df = 57, p-value =

    0,06196, dan RMSEA = 0,037. Nilai tersebut menunjukkan bahwa model fit yang

    artinya seluruh item mengukur satu faktor yaitu cyberbullying.

    Tabel 3.5 Muatan faktor item perilaku cyberbullying

    No. Item Koefisien Standard Error T-value Signifikan

    1 0.75 0.06 12.84

    2 0.64 0.06 10.44

    3 0.78 0.06 13.80

    4 0.92 0.05 17.41

    5 0.79 0.06 14.10

    6 0.61 0.06 9.94

    7 0.87 0.05 16.19

    8 0.75 0.06 12.74

    9 0.91 0.05 17.46

    10 0.90 0.05 10.07

    11 0.83 0.06 14.88

    12 0.90 0.05 17.19

    13 0.57 0.06 9.00

    14 0.86 0.05 15.99

    15 0.35 0.07 5.29

    16 0.82 0.06 14.52

    Keterangan: tanda = signifikan (t >1.96), = tidak signifikan

    Setelah itu, penulis melihat apakah item tersebut signifikan mengukur

    faktor yang hendak diukur, sekaligus memnetukan apakah item tertentu perlu

  • 40

    didrop atau tidak. Pengujian dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien

    faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan begitu juga

    sebaliknya.

    Dari data tabel 3.5 muatan faktor diatas, diperoleh gambaran hasil

    perhitungan koefisien dari enam belas item konstruk cyberbullying, dapat dilihat

    bahwa tidak terdapat item yang muatan faktornya negatif. Artinya, seluruh item

    valid untuk mengukur apa yang hendak diukur.

    3.4.2 Uji Validitas Kostruk Skala Self-Control

    3.4.2.1 Uji Validitas Skala General Self Discipline

    Dalam perhitungan data CFA model unidimensional dari konstruk self discipline

    diperoleh skor perhitungan awal Chi-Square = 118,44; df = 27; P-value = 0.0000;

    skor RMSEA = 0.125. Dari hasil tersebut nilai P-value = 0.00001 < 0.05 sehingga

    dikatakan bahwa model ini belum fit. Selanjutnya, penulis melakukan modifikasi

    terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk berkorelasi.

    Setelah melakukan modifikasi sebanyak enam kali, diperoleh nilai Chi-Square =

    28.16; df = 20; P-value = 0.10563; skor RMSEA = 0.043 dengan P-value > 0.05

    yang artinya, model ini sudah fit.

    Setelah mendapatkan model yang fit, peneliti melihat muatan faktor dari

    konstruk general self discipline dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap

    item. Dalam menentukan nilai koefisien muatan faktor item ini dilakukan dengan

    melihat T-value dan melihat muatan positif atau negatif dari data tabel muatan

    faktor pada tabel 3.6.

  • 41

    Tabel 3.6 Muatan faktor item general self discipline

    No.Item Koefisien Standard Error T-value Signifikan

    2 0.21 0.08 2.69

    3 0.42 0.07 5.64

    4 0.19 0.06 -3.20

    5 -0.86 0.12 -7.38

    6 0.17 0.06 2.83

    7 0.40 0.07 5.45

    8 0.20 0.06 3.30

    10 1.06 0.13 8.20

    11 0.05 0.06 0.82

    Keterangan: tanda = signifikan (t >1.96), = tidak signifikan

    Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan

    koefisien dari enam item konstruk self discipline, dapat dilihat bahwa enam item

    memiliki T-value>1.96 dan tiga item memiliki T-value < 1.96artinya item4, 5 dan

    11harus di-drop pada konstrukgeneralself discipline.

    3.4.2.2 Uji Validitas Konstruk Skala Impulse Control

    Dalam perhitungan data CFA model unidimensional dari konstruk deliberate/non

    impulsive diperoleh skor perhitungan awal Chi-Square = 4.59; df = 2; P-value =

    0.10096; skor RMSEA = 0.077. Dari hasil tersebut nilai P-value = 0.00001 < 0.05

    sehingga dikatakan bahwa model ini belum fit. Selanjutnya, penulis melakukan

    modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan setiap item untuk

    berkorelasi. Setelah melakukan modifikasi sebanyak empat kali diperoleh,

    nilaiChi-Square = 0.63; df = 1; P-value = 0.42842; skor RMSEA = 0.000 dengan

    P-value> 0.05 yang artinya, model ini sudah fit.

    Setelah mendapatkan model yang fit, penulis melihat muatan faktor dari

    konstruk impulse control dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item.

    Dalam menentukan nilai koefisien muatan faktor item ini dilakukan dengan

  • 42

    melihat T-value dan melihat muatan positif atau negatif dari data tabel muatan

    faktor pada tabel 3.7.

    Tabel 3.7 Muatan faktor item impulsive control

    No.Item Koefisien Standard Error T-value Signifikan

    1 0.50 0.16 3.21

    9 0.24 0.09 2.58

    12 0.60 0.17 3.51

    13 0.33 0.13 2.51

    Keterangan: tanda = signifikan (t >1.96), = tidak signifikan

    Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan

    koefisien dari enam item konstruk deliberate/non impulsive, dapat dilihat bahwa

    seluruh item memiliki T-value>1.96 dan tidak ada item yang di drop.

    3.4.3 Uji Validitas Konstruk Empati

    3.4.3.1 Uji Validitas Konstruk Skala Perspective Taking

    Dalam perhitungan data CFA model unidimensional dari konstruk perspective

    taking diperoleh skor Chi-Square = 15.22; df = 10; P-value = 0.12429; skor

    RMSEA = 0.049 dengan P-value > 0.05 yang artinya, model ini sudah fit.

    Setelah mendapatkan model yang fit, penulis melihat muatan faktor dari

    konstruk fantasydengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam

    menentukan nilai koefisien muatan faktor item ini dilakukan dengan melihat T-

    value dan melihat muatan positif atau negatif pada tabel 3.8.

    Tabel 3.8 Muatan faktor item perspective taking

    No.Item Koefisien Standard Error T-value Signifikan

    3 0.38 0.07 5.64

    8 0.65 0.07 9.73

    11 0.26 0.07 3.74

    15 0.10 0.07 1.43

    21 0.97 0.06 15.06

    25 0.33 0.07 4.85

    28 0.59 0.07 8.76

  • 43

    Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan

    koefisien dari enam item konstruk perspective taking, dapat dilihat bahwa enam

    item memiliki T-value>1.96 dan satu item memiliki T-value < 1.96artinya item 15

    di-drop pada konstruk perspective taking.

    3.4.3.2 Uji Validitas Konstruk Skala Fantasy

    Dalam perhitungan data CFA model unidimensional dari konstruk perspective

    takingdiperoleh skor Chi-Square = 14.73; df = 12; P-value = 0.25662; skor

    RMSEA = 0.032 dengan P-value > 0.05 yang artinya, model ini sudah fit.

    Setelah mendapatkan model yang fit, penulis melihat muatan faktor dari

    konstruk perspective takingdengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item.

    Dalam menentukan nilai koefisien muatan faktor item ini dilakukan dengan

    melihat T-value dan melihat muatan positif atau negatif dari data tabel muatan

    faktor pada tabel 3.9.

    Tabel 3.9 Muatan faktor item fantasy

    No.Item Koefisien Standard Error T-value Signifikan

    1 0.34 0.07 4.61

    5 0.56 0.0 8.07

    7 0.21 0.07 2.88

    12 -0.58 0.07 -8.39

    16 0.85 0.06 13.69

    23 0.58 0.07 8.49

    26 0.70 0.07 10.66

    Keterangan: tanda = signifikan (t >1.96), = tidak signifikan

    Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan

    koefisien dari lima item konstruk fantasy, dapat dilihat bahwa enam item memiliki

    T-value > 1.96 dan satu item memiliki T-value < 1.96 artinya item 12 harus di-

    drop pada konstruk fantasy.

  • 44

    3.4.3.3 Uji Validitas Konstruk Skala Empathic Concern

    Dalam perhitungan data CFA model unidimensional dari konstruk empathic

    concerndiperoleh skor Chi-Square = 15.20; df = 11; P-value = 0.17360; skor

    RMSEA = 0.042 dengan P-value > 0.05 yang artinya, model ini sudah fit.

    Setelah mendapatkan model yang fit, penulis melihat muatan faktor dari

    konstruk empathic concerndengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item.

    Dalam menentukan nilai koefisien muatan faktor item ini dilakukan dengan

    melihat T-value dan melihat muatan positif atau negatif dari data tabel muatan

    faktor pada tabel 3.10.

    Tabel 3.10 Muatan faktor item empathic concern

    No.Item Koefisien Standard Error T-value Signifikan

    2 0.56 0.07 7.54

    4 0.65 0.07 9.12

    9 0.51 0.08 6.80

    14 0.54 0.07 7.19

    18 0.37 0.08 4.40

    20 0.64 0.07 8.69

    22 0.33 0.08 4.37

    Keterangan: tanda = signifikan (t >1.96), = tidak signifikan

    Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan

    koefisien dari empat item konstruk empathic concern, dapat dilihat bahwa seluruh

    item memiliki T-value > 1.96 artinya tidak ada item yang harus di-drop pada

    konstruk empathic concern.

    3.4.3.4 Uji Validitas Konstruk Skala Personal Distress

    Dalam perhitungan data CFA model unidimensional dari konstruk personal

    distressdiperoleh skor Chi-Square = 10.98; df = 8; P-value = 0.20296; skor

    RMSEA = 0.042 dengan P-value > 0.05 yang artinya, model ini sudah fit.

  • 45

    Setelah mendapatkan model yang fit, penulis melihat muatan faktor dari

    konstruk personal distress dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item.

    Dalam menentukan nilai koefisien muatan faktor item ini dilakukan dengan

    melihat T-value dan melihat muatan positif atau negatif dari data tabel muatan

    faktor pada tabel 3.11.

    Tabel 3.11 Muatan faktor item personal distress

    No.Item Koefisien Standard Error T-value Signifikan

    6 0.51 0.08 6.13

    10 0.49 0.08 6.00

    13 0.23 0.08 2.97

    17 0.51 0.09 5.92

    19 0.05 0.10 0.47

    24 0.70 0.09 7.69

    27 -0.08 0.09 -0.92

    Keterangan: tanda = signifikan (t >1.96), = tidak signifikan

    Dari data tabel muatan faktor diperoleh gambaran hasil perhitungan

    koefisien dari empat item konstruk personal distress, dapat dilihat bahwa lima

    item memiliki T-value > 1.96 dan dua item memiliki T-value < 1.96 artinya item

    19 dan 27 harus di-drop pada konstruk personal distress.

    3.5 Teknik Analisa Data

    Analisa data yang digunakan dalam penulisan ini adalah multiple regression yang

    berfungsi untuk mengetahui besar dan arah hubungan antara variable X (general

    self discipline, impulse control, perspective taking, fantasy, empathic concern,

    personal distress, faktor demografis) dengan Y (cyberbullying). Analisa multiple

    regression juga digunakan untuk mengkaji akibat dan besarnya akibat dari lebih

    satu variable bebas terhadap satu variable terikat dengan prinsip korelasi dan

    regresi.Dalam analisis tersebut menggunakan software SPSS 16.0. Adapun

    persamaan regresi dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

  • 46

    Keterangan :

    Y’ = Cyberbullying

    a = Intercept

    b = Koefisien regresi

    X1 = General Self Discipline

    X2 = Impulse Control

    X3 = Perspective Taking

    X4 = Fantasy

    X5 = Empathic Concern

    X6 = Personal Distress

    X7 = Gender

    X8 = Socio-Economic Status

    Kemudian penulis melakukan analisis regresi berganda agar mendapatkan

    model regresi yang paling sesuai (memiliki error terkecil). Melalui regresi

    berganda ini akan diperoleh nilai R, yaitu koefisien korelasi berganda

    antarageneral self discipline, impulse control, perspective taking, fantasy,

    empathic concern, personal distress, faktor demografi. Besarnya keterampilan

    social yang disebabkan oleh faktor-faktor yang telag disebutkan tadi ditunjukkan

    oleh koefisien dterminasi berganda atau R2. Fungsi R

    2 adalah untuk melihat

    proporsi varians atau determinant. R2

    didapatkan rumus :

    R2

    =

    Kemudian melakukan uji F untuk membuktikan signifikansi regresi hal

    tersebut menggunkan rumus :

    F =

    ( ) ⁄

    Pada pembilang tersebut adalah R2 dengan df-nya dilambangkan k, yaitu

    sejumlah IV yang dianalisis, sedangkan penyebutnya (1- R2) dibagi dengan df-nya

    Y’ = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + b5x5 + b6x6 + b7x7 + b8x8 +e

  • 47

    N-k-1 (N adalah jumlah sampel). Dari hasil uji F yang dilakukan nanti akan

    dilihat apakah IV yang diujikan memiliki pengaruh terhadap DV.

    Setelah itu penulis melakukan uji T dari tiap-tiap IV yang dianalisis untuk

    melihat apakah signifikan dampak dari setiap IV tehadap DV. Uji T dilakukan

    menggunakan rumus sebagai berikut :

    Koefisien b adalah koefisien regresi dan Sb adalah standar error dari b.

    hasil uji T akan diperoleh dari hasil regresi yang akan dilakukan oleh penulis

    nantinya.

    3.6 Prosedur Penelitian

    Proses pengambilan data dilakukan dari tanggal 16 Juli 2019 hingga tanggal 18

    Juli 2019 dengan cara menyebarkan kuesioner ke dalam grup chat online

    penggemar k-pop di Line, yang kemudian disebarkan oleh penggemar lain ke grup

    chat lainnya. Hasil dari pengumpulan data terdapat sebanyak 231 responden yang

    mengisi kuesioner. Namun dikarenakan beberapa responden tidak memenuhi

    kriteria yang ditentukan oleh peneliti maka hanya sejumlah 217 responden yang

    digunakan oleh peneliti, yang selanjutnya data diolah menggunakan Lisrel dan

    SPSS.

  • 48

    BAB 4

    HASIL PENELITIAN

    4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian

    Subjek dalam penelitian ini sebanyak 217 orang para penggemar k-pop yang

    bergabung dalam komunitas penggemar yang berpartisipasi melalui kuesioner

    online. Subjek penelitian ini memiliki rentang usia dari 15-21