Pengaruh Religiusitas terhadap Perilaku Kepatuhan Wajib...
Transcript of Pengaruh Religiusitas terhadap Perilaku Kepatuhan Wajib...
Edisi 3 No. 2, Apr – Jun 2016, p.01-13
1
Paper Riset Singkat
Pengaruh Religiusitas terhadap Perilaku Kepatuhan Wajib
Pajak Orang Pribadi di Provinsi DKI Jakarta
Andhika Utama1 dan Dudi Wahyudi2
1 Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan 2 Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pajak, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan
Jl. Sakti Raya No. 1, Kemanggisan, Slipi, Jakarta Barat 11480
(Diterima 23 Maret 2016; Diterbitkan 21 Mei 2016)
Abstract: Penelitian perilaku kepatuhan Wajib Pajak lebih banyak terfokus pada faktor nilai
eksternal individu. Faktor lain yang patut mendapat perhatian terkait perilaku kepatuhan
Wajib Pajak adalah nilai internal individu. Salah satu nilai internal yang dapat menjadi
faktor penentu kepatuhan perpajakan adalah religiusitas. Religiusitas yang berwujud ajaran
agama, mengajarkan hal-hal yang berguna untuk menjaga kejujuran individu dalam hal ini
adalah Wajib Pajak. Penelitian terdahulu mengindikasikan bahwa Religiusitas merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan sukarela dari Wajib Pajak. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris bahwa religiusitas berpengaruh
terhadap kepatuhan Wajib Pajak. Dengan menggunakan responden Wajib Pajak yang
berada di Provinsi DKI Jakarta, diperoleh bukti bahwa religiusitas mempunyai pengaruh
signifikan terhadap kepatuhan pajak sukarela.
Keywords: religiusitas, kepatuhan wajib pajak, kepatuhan sukarela wajib pajak. ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
Corresponding author: Dudi Wahyudi, E-mail: [email protected], Tel. +62-21-5481155.
Pendahuluan
Kepatuhan perpajakan telah lama menjadi permasalahan bagi pemerintahan di seluruh dunia
termasuk Indonesia. Tingkat kepatuhan pajak yang rendah di Indonesia tercermin dari rendahnya tax
ratio dalam beberapa tahun terakhir. Tax ratio Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-
rata negara OECD di mana tax ratio negara-negara tersebut berkisar pada angka 30%. Sementara itu,
jika dibandingkan dengan negara tetangga, Indonesia masih berada di bawah Malaysia (20,2%),
Thailand (20,1%) dan Australia (33,3%). Selain tax ratio yang masih rendah, kepatuhan pajak yang
masih rendah ditandai dengan belum optimalnya kinerja penerimaan pajak berupa tidak tercapainya
target penerimaan pajak selama lima tahun terakhir. Realisasi penerimaan pajak dari tahun 2010
sampai dengan tahun 2014 tidak pernah mencapai target penerimaan.
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 3 No. 2, Apr – Jun 2016, p.01 – 13 ISSN: 2355-4118
2
Penerimaan pajak yang tidak mencapai target dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan adanya
tingkat kepatuhan perpajakan yang rendah. Penelitian mengenai kepatuhan perpajakan saat ini lebih
menekankan pentingnya dampak dari faktor nonekonomi pada kepatuhan pajak. Faktor nonekonomi
tersebut berasal dari dua perspektif (Mohdali, 2013). Perspektif pertama berasal dari nilai eksternal
Wajib Pajak yang meliputi dampak atas tindakan pemerintah dan perlakuan otoritas pajak kepada
Wajib Pajak. Perspektif kedua yaitu nilai internal yang berasal dari individu itu sendiri, terutama berasal
dari nilai keluarga, budaya dan agama. Salah satu faktor nonekonomi yang kurang mendapatkan
perhatian adalah religiusitas atau nilai agama (Mohdali, 2014). Nilai agama yang dianut oleh
masyarakat diharapkan dapat mencegah sikap negatif serta mendorong sikap positif dalam kehidupan
sehari-hari.
Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi religiusitas, hal ini dibuktikan dengan
meletakkan Ketuhanan sebagai sila pertama sebagai dasar negara (Panggabean, 2015). Sila pertama
Pancasila mengandung arti bahwa sila-sila yang lain harus berdasarkan nilai Ketuhanan. Oleh
karenanya, nilai-nilai Ketuhanan yang berakar dari ajaran agama sangat erat dalam kehidupan
masyarakat Indonesia. Sementara itu, hasil peta yang dirilis oleh Gallup International, menempatkan
Indonesia sebagai salah satu negara dengan religiusitas tinggi.
Nilai religiusitas berdasarkan beberapa penelitian di luar negeri berpengaruh terhadap perilaku
kepatuhan Wajib Pajak, seperti Titel dan Welch (1983), Torgler (2006), serta Raihana Mohd Ali dan Jeff
Pope (2014). Religiusitas berasal dari nilai-nilai keagamaan yang luhur dari Tuhan Yang Maha Kuasa
yang mengajarkan perilaku kejujuran dan integritas terhadap setiap penganutnya (Panggabean, 2015).
Mohdali (2013) menyebutkan dengan adanya peranan nilai agama, diharapkan dapat memacu perilaku
positif dan mencegah perilaku negatif terhadap kepatuhan perpajakan sehingga mendorong naiknya
perilaku kepatuhan Wajib pajak.
Religiusitas menurut definisi Johnson et al. (2001) adalah “the extent to which an individual is
committed to the religion he or she professes and its teachings, such that individual attitudes and
behaviour reflect this commitment”. Religiusitas menurut Johnson dipandang sebagai sejauh mana
individu berkomitmen terhadap agamanya serta keimanan dan menerapkan ajarannya, sehingga sikap
dan perilaku individu mencerminkan komitmen ini. Worthington et al. (2003), menyebut religiusitas atau
komitmen beragama sebagai “the degree to which a person adheres to his/her religious values, beliefs
and practices, and uses them in daily living”. Religiusitas atau komitmen beragama dibagi menjadi dua
jenis komitmen yaitu keagamaan intrapersonal yang berasal dari keyakinan dan sikap individu, dan
komitmen agama interpersonal yang berasal dari keterlibatan individu dengan komunitas atau
organisasi keagamaan.
Kepatuhan pajak pada umumnya didefinisikan sebagai situasi di mana Wajib Pajak membayar
semua pajak yang diwajibkan pada waktu yang tepat dan melaporkan secara akurat sesuai dengan
aturan, undang-undang dan keputusan pengadilan yang berlaku pada saat melaporkan Surat
Pemberitahuan Pajak (Roth et al., 1989). Kepatuhan pajak juga dipengaruhi oleh niat yang mendasari
Wajib Pajak baik berupa kepatuhan sukarela atau dipaksa oleh otoritas pajak (Kirchler dan Wahl,
2010). Perbedaan antara kepatuhan pajak sukarela dan dipaksakan dijelaskan dalam kerangka teori
slippery slope yang menunjukkan interaksi dinamis antara pembayar pajak dan otoritas yang mengarah
ke tugas yang dapat diterima dengan baik atau tugas berat (Kirchler, Hoelzl, dan Wahl, 2008). Mirip
dengan kepatuhan pajak sukarela, moral pajak didefinisikan sebagai motivasi intrinsik untuk membayar
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 3 No. 2, Apr – Jun 2016, p.01 – 13 ISSN: 2355-4118
3
pajak seperti yang didefinisikan oleh Torgler dan Murphy (2004), mengacu pada prinsip-prinsip moral
atau nilai-nilai yang dipegang oleh individu mengenai pembayaran pajak mereka.
Kepatuhan pajak dibedakan menjadi dua menurut Kirchler, Hoelzl, dan Wahl (2008), yaitu
Kepatuhan Pajak Sukarela (Voluntary Tax Compliance) dan Kepatuhan Pajak dipaksakan (Enforced
Tax Compliance). Kepatuhan Pajak sukarela merupakan keyakinan atau prinsip bahwa Wajib Pajak
akan membayar pajak sesuai peraturan dan melaporkan penghasilan dan biaya dengan jujur. Wajib
Pajak termotivasi untuk membayar pajak dengan benar dan tidak ada keinginan untuk melakukan
kecurangan dalam pemenuhan kewajiban perpajakan. Kirchler, Hoelzl, dan Wahl (2008)
mendefinisikan Kepatuhan Pajak Dipaksakan adalah kepatuhan yang timbul dari ketakutan terhadap
pengawasan, pemeriksaan dan denda atau hukuman yang sangat berat bila tidak bekerjasama.
Perbedaan antara kepatuhan pajak secara sukarela dan dipaksakan tercermin dalam motivasi untuk
patuh terhadap kewajiban perpajakan.
Religiusitas dan Kepatuhan Pajak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah religiusitas berpengaruh terhadap perilaku
Kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi ketentuan Perundang-undangan Perpajakan. Religiusitas
menjadi salah satu elemen potensial untuk menjelaskan perilaku kepatuhan pajak diawali dengan
munculnya beberapa penelitian seperti Torgler (2003), Welch et al. (2005) dan Stack dan Kposowa
(2006) yang menekankan pentingnya religiusitas. Dalam penelitian tersebut, religiusitas dipandang
sebagai kepercayaan pada Tuhan atau keyakinan spiritual lainnya dalam menentukan sejauh mana
orang memenuhi kewajiban pajak mereka sesuai hukum yang berlaku.
Tittle dan Welch (1983) meneliti persepsi individu yang berupa hubungan religiusitas dan tindakan
penyimpangan, yaitu penggelapan pajak. Penelitian tadi menyebutkan bahwa dengan mengetahui
karakteristik umat beragama, maka akan diketahui pengaruh religiusitas individu pada perilaku
menyimpang di masa yang akan datang. Welch, Tittle dan Petee (1991) menggunakan data yang
dikumpulkan dari umat Katolik dan menjelaskan bahwa penggelapan pajak secara negatif
berhubungan dengan religiusitas pribadi individu. Keyakinan agama yang kuat berpengaruh terhadap
tindakan untuk mencegah perilaku ilegal melalui self-imposed guilt, khususnya dalam kasus
penggelapan pajak (Grasmick, Bursik dan Cochran, 1991). Grasmick, Kinsey dan Cochran (1991)
menjelaskan bahwa tidak hanya akibat dari banyaknya kehadiran di gereja terhadap kecurangan pajak,
tetapi juga tingkat afiliasi agama sebagai indeks kepatuhan dalam beragama berpengaruh terhadap
perilaku kecurangan pajak. Penelitian tadi menyebut bahwa orang yang tidak memiliki afiliasi beragama
lebih cenderung untuk melakukan kecurangan pajak.
Torgler (2003, 297) melakukan penelitian yang lebih luas mengenai peran religiusitas dan
penelitiannya mengungkapkan bahwa moral pajak (Tax Morale) dipengaruhi secara positif oleh
religiusitas dengan menggunakan data World Value Survey (WVS) untuk tahun 1990 di Kanada.
Torgler juga mengeksplorasi norma agama dalam rangka untuk memahami masalah kepatuhan pajak
dengan mencakup lebih dari 30 negara menggunakan data dari WVS (Torgler, 2006). Penelitian dari
Stack dan Kposowa (2006, 349) memperkuat kesimpulan bahwa orang-orang tanpa afiliasi keagamaan
lebih mungkin untuk melakukan penipuan pajak sebagai kegiatan yang dapat diterima. Richardson
(2008, 75) menggunakan sampel yang lebih besar dari 47 negara, menemukan bahwa terdapat
hubungan negatif antara individu dengan tingkat religiusitas dan penggelapan pajak.
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 3 No. 2, Apr – Jun 2016, p.01 – 13 ISSN: 2355-4118
4
Penelitian mengenai kepatuhan pajak secara umum menunjukkan hubungan yang positif antara
religiusitas dengan kepatuhan pajak atau hubungan negatif antara religiusitas dan penggelapan pajak.
Namun demikian, penelitian oleh Welch et al. (2005) dan McKerchar et al. (2013) menunjukkan hasil
yang berlawanan dengan penelitian sebelumnya. Persepsi penggelapan pajak dalam suatu masyarakat
memiliki efek yang sama dalam anggota masyarakat terlepas dari tingkat kereligiusannya. Demikian
pula, belum ditemukan bukti yang mendukung religiusitas sebagai salah satu faktor yang
mempengaruhi moral pajak (McKerchar et al. 2013, 18). McKerchar menemukan bahwa integritas
pribadi dianggap memiliki efek yang lebih kuat pada sikap kepatuhan pajak mereka dibandingkan
dengan keyakinan agama. Meskipun masih menjadi perdebatan, penelitian secara umum menunjukkan
bahwa religiusitas dapat memainkan peran penting dalam membantu pemerintah untuk memenuhi
targetnya dalam membina kepatuhan pajak secara sukarela.
Metodologi
Penelitian ini disusun dengan menggunakan responden Wajib Pajak Orang Pribadi yang berada di
wilayah Provinsi DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta merupakan ibukota negara sekaligus sebagai
miniatur Indonesia di mana penduduknya berasal dari berbagai Provinsi dan berbagai macam suku
bangsa di Indonesia. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, Provinsi DKI Jakarta mempunyai
penduduk dengan berbagai macam keyakinan agama yang dianut oleh penduduk Provinsi DKI Jakarta.
Jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta menurut Kementerian Dalam Negeri pada tahun 2015 sejumlah
9.988.495 jiwa. Sementara itu, untuk jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi di Provinsi DKI Jakarta pada
tahun 2014 sejumlah 3.120.584 Wajib Pajak.
Penelitian ini merujuk pada penelitian Mohdali dan Pope (2014) yang menggunakan metode
kuantitatif dalam rangka menentukan hubungan antara religiusitas dengan kepatuhan pajak. Dengan
demikian, penulis dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan survei
kepada Wajib Pajak. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil survei. Data
tersebut merupakan data yang diperoleh peneliti secara langsung. Data kuantitatif adalah data yang
diukur dalam skala numerik (angka). Sumber data utama dalam penelitian ini diperoleh dari Wajib
Pajak di Provinsi DKI Jakarta dan Direktorat Jenderal Pajak, mengenai data tingkat kepatuhan Wajib
Pajak.
Data diperoleh dengan menggunakan survei dengan membagikan kuesioner kepada responden.
Pengukuran menggunakan Skala Likert untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang
tentang fenomena sosial (Soegeng 2006, 37). Dalam desain pengukuran ini, penulis menetapkan
nilai untuk masing-masing titik skala, antara 1 sampai dengan 5.
Jumlah populasi atau Wajib Pajak Orang Pribadi pada semua Kantor Wilayah di lingkungan Provinsi
DKI Jakarta adalah 3.120.584 Wajib Pajak. Ukuran sampel ditentukan dengan mengacu pada tabel
yang dibuat oleh Krejcie dan Morgan (1970). Berdasarkan tabel ini, ukuran sampel ditentukan menjadi
384 untuk populasi 800 ribu Wajib Pajak Orang Pribadi. Namun demikian, ukuran sampel antara 150
sampai dengan 200 dianggap sudah cukup untuk menggambarkan populasi yang besar karena ukuran
sampel tambahan hanya akan memberikan dampak yang tidak signifikan (Fowler, 1993 dalam Mohdali,
2013). Fowler menyarankan bahwa populasi 15.000 atau 15 juta dapat dijelaskan dengan hanya 150-
200 responden karena tingkat akurasinya sama. Atas dasar ini, ukuran sampel penelitian dianggap
memadai dengan jumlah 150 sampai 200.
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 3 No. 2, Apr – Jun 2016, p.01 – 13 ISSN: 2355-4118
5
Teknik pengambilan sampel yang penulis gunakan adalah teknik sampel nonprobabilitas, yaitu
teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap anggota
populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono 2008, 122). Teknik sampel nonprobabilitas yang
digunakan adalah sampling insidental (convenience sampling) dan sampel terpilih (judgement
sampling). Sampling insidental didefiniskan (convenience sampling) sebagai teknik penentuan secara
insidental responden bertemu dengan peneliti dan dipandang cocok sebagai sumber data. Sampel
terpilih dapat didefinisikan sebagai tipe penarikan sampel yang mana sumber data yang hendak diteliti
dipilih berdasarkan pertimbangan peneliti (Sugiyono 2008, 122).
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis kuantitatif. Metode analisis data yang akan
digunakan adalah regresi linier sederhana yang digunakan untuk mengukur pengaruh antara
variabel bebas (independent variable) yaitu religiusitas terhadap variabel terikat (dependent variable)
yaitu kepatuhan Wajib Pajak. Penjelasan tambahan akan penulis lakukan dengan menggunakan
analisis regresi linier berganda untuk mengukur pengaruh religiusitas intrapersonal dan religiusitas
interpersonal terhadap Kepatuhan Pajak Sukarela (Voluntary Tax Compliance) pada model I dan
Kepatuhan Pajak Dipaksakan (Enforced Tax Compliance) pada model II.
Penulis juga melakukan uji asumsi klasik sebagai prasyarat uji regresi linear. Uji asumsi klasik
meliputi uji normalitas, uji linearitas, uji multikolinearitas dan uji heteroskedastisitas. Sementara itu, uji
statistik t dan uji statistik f juga dilakukan. Uji t digunakan untuk menguji secara parsial masing-masing
variabel. Hasil uji t dapat dilihat pada tabel coefficients pada kolom sig (significance). Uji statistik F
menunjukkan apakah semua variabel independen mempunyai pengaruh secara bersama-sama
terhadap variabel dependen (Ghozali 2013, 98). Penulis juga mengamati koefisien korelasi maupun
koefisien determinasi pada hasil pengujian statisktik.
Hasil
Responden dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi di Provinsi DKI Jakarta. Jumlah
keseluruhan responden dalam survey adalah 296 responden. Mayoritas responden yang menjadi
sample dalam penelitian ini berjenis kelamin laki-laki yaitu sejumlah 78,72% dari total responden.
Kelompok rentang usia responden terbesar adalah 25-44 tahun berjumlah 256 orang atau 86,5% total
responden. Mayoritas responden dalam penelitian ini berasal dari suku jawa yang berjumlah 209 orang
atau 70,61 %. Mayoritas agama responden, beragama Islam, dengan jumlah responden sebanyak
88,51% dari sampel. Berdasarkan tingkat pendidikan, mayoritas responden, 127 orang atau 42,91%
total responden, memiliki tingkat pendidikan Diploma (DI atau Dimploma III). Jenis pekerjaan terbanyak
pada responden adalah sebagai pegawai baik pegawai negeri sipil atau pegawai swasta yang
berjumlah 98,99%.
Dari data responden yang telah diolah, diberikan penjabaran atas masing-masing komponen dari
kepatuhan Wajib Pajak maupun religiusitas, baik interpersonal dan intrapersonal. Dimensi Kepatuhan
Perpajakan Sukarela (Voluntary Tax Compliance) menunjukkan bahwa mayoritas responden setuju jika
membayar pajak yang berlaku merupakan tugas sebagai warga negara, tanggung jawab dan untuk
mendukung/support negara. Untuk dimensi Kepatuhan Perpajakan Dipaksakan (Enforced Tax
Compliance) menunjukkan bahwa mayoritas responden setuju untuk membayar pajak jika ada
hukuman yang berat bagi penggelap pajak serta ketakutan akan hancurnya reputasi jika tertangkap jika
tidak mengikuti aturan perpajakan.
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 3 No. 2, Apr – Jun 2016, p.01 – 13 ISSN: 2355-4118
6
Dimensi religiusitas intrapersonal menunjukkan bahwa mayoritas responden setuju jika agama
menjawab banyak pertanyaan mengenai makna kehidupan. Sementara itu dari dimensi religiusitas
intrapersonal, menunjukkan bahwa mayoritas responden yaitu sebanyak 248 partisipan atau sekitar
83,8% merasa nyaman jika menghabiskan waktu bersama orang-orang dan kelompok agama. Hal
tersebut menunjukkan peranan afiliasi/ kelompok yang sangat besar bagi responden.
Tabel 1. Hasil Uji Beda Jenis Pekerjaan.
Item Pekerjaan Mean Standar Deviasi T-statistik (p-value)
PNS Pegawai Swasta Usaha Sendiri
PNS 31,16 4,49
-0,841 1,57
(0,401) (0,12)
Swasta 31,95 3,77 0,841
1,75
(0,401) (0,09)
Usaha Sendiri 27,0 10,15 -1,57 -1,75
(0,12) (0,09)
Sumber: olahan data SPSS
Uji beda (t-test) digunakan untuk menentukan apakah dua sampel yang tidak berhubungan memiliki
nilai rata-rata yang berbeda (Ghozali, 2013). Tujuan penggunaan uji beda t-test ini adalah untuk
membandingkan rata-rata antara dari beberapa faktor demografi untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan nilai rata-rata dan seberapa signifikan perbedaan tersebut. Pada penelitian ini penulis
melakukan uji t-test pada faktor demografi berupa tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan. Hasil uji beda
t-test untuk faktor demograsi jenis pekerjaan ditampilkan dalam Tabel 1. Perbedaan tingkat kepatuhan
pada PNS tidak signifikan secara statistik jika dibandingkan dengan pegawai swasta dan usaha sendiri
dengan t-statistik sebesar 0,841 dan p-value 0,401 untuk PNS dan Swasta serta untuk PNS dan Usaha
Sendiri dengan t-statistik sebesar 1,75 dan p-value 0,09. Selain itu, perbedaan pegawai swasta dan
usaha sendiri tidak signifikan secara statitik dengan t-statistik sebesar 1,75 dan p-value 0,09. Tingkat
kepatuhan PNS dan pegawai swasta lebih tinggi jika dibandingkan dengan usaha sendiri.
Penulis melakukan uji asumsi klasik sebagai prasyarat analisis regresi linear. Penulis melakukan uji
normalitas untuk mengetahui apakah data terdistribui normal dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Nilai
signifikansi hasil uji Kolmogorov-Smirnov (Asymp. Sig. [2-tailed]) untuk persamaan regresi linear
sederhana adalah 0,695, melebihi batas signifikansi 0,05. Sedangkan untuk persamaan regresi linear
berganda pada model I nilai signifikansi hasil uji Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,056 dan pada model II
nilai signifikansi hasil uji Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,509. Hasil tersebut menyatakan bahwa baik
untuk persamaan regresi linear sederhana dan persamaan regresi linear berganda (model I dan model
II), datanya terdistribusi normal.
Uji linearitas untuk mengetahui apakah spesifikasi model yang digunakan sudah bersifat linear.
Penulis menggunakan Uji Durbin Watson pada pada taraf signifikansi 0,05. Jika nilai dari uji D-W (d)
kurang dari dL maka terdapat autokorelasi positif, jika dU<d<4-dU maka tidak terdapat autokorelasi,
baik positif maupun negatif. Jika nilai DW (d) terdapat autokorelasi positif, maka spesifikasi persamaan
utama adalah salah atau misspesification dan model penelitian bukan regresi linear. Tabel 2
menunjukkan bahwa antara variabel independen dan variabel dependen dalam persamaan regresi
linear sederhana memiliki hubungan linear karena nilai durbin di atas du sehingga tidak ada hubungan
autokorelasi.
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 3 No. 2, Apr – Jun 2016, p.01 – 13 ISSN: 2355-4118
7
Tabel 2. Hasil Uji Durbin Watson Persamaan Regresi Linear Berganda.
Item Yang diuji Nilai Durbin Watson dl du Keputusan
Persamaan regresi linear sederhana 2,025 1.80053 1.81436 Linear
Model I 2,015 1.79358 1.82134 Linear
Model II 1,981 1.79358 1.82134 Linear
Uji multikolinearitas adalah prasyarat uji regresi untuk memastikan tidak adanya hubungan
signifikan antar variabel independen. Uji ini dilakukan dengan memeriksa nilai Tolerance dan VIF
(Variance Inflation Indicator). Apabila nilai Tolerance lebih dari 0,10 berarti tidak ada korelasi antar
variabel independen yang nilainya lebih dari 95%. Apabila nilai VIF variabel independen atas variabel
dependen melebihi 10, maka terdapat gejala multikolinearitas. Dari pengujian, menujukkan bahwa nilai
VIF untuk semua komponen variabel independen berada di nilai 1,442, serta tolerance sebesar 0,693
sehingga tidak ditemukan gejala multikolinearitas.
Uji heteroskedastisitas adalah uji kekuatan hubungan antar variabel apakah memiliki kekuatan
merata (homoskedastisitas) atau tidak (heteroskedastisitas). Uji ini berguna untuk melihat varians dari
residu data satu variabel terhadap variabel lainnya. Dengan metode Glejser, gejala heteroskedastisitas
terdeteksi apabila signifikansi lebih kecil dari 0,05. Tabel 3 menunjukkan variabel independen
bersignifikansi lebih besar dari 0,05 saat diregresikan dengan variabel dependen. Oleh karena itu,
persamaan regresi linear sederhana tidak mengalami gejala heteroskedastisitas. Sementara itu, pada
tabel I4 diketahui bahwa pada persamaan regresi linear berganda model I dan model II tidak
mengalami gejala heteroskedastisitas.
Tabel 3. Hasil Uji Heteroskedastisitas Persamaan Regresi Linear Sederhana.
Variabel Independen Nilai Signifikansi Batas Minimal Signifikansi Keputusan
Religiusitas 0,185 0,05 Tidak ada gejala Heteroskedasitas
Sumber: olahan data SPSS
Pengujian regresi linear sederhana menunjukkan hasil uji F yang memperlihatkan hubungan antara
variabel religiusitas dan kepatuhan Wajib Pajak. Nilai Fhitung yaitu 16,117 melebihi Ftabel (0,0039) dan
signifikansi berada di bawah 0,05. Dari hasil pengujian tersebut, hipotesis penelitian yang menyebutkan
bahwa religiuitas berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak diterima.
Tabel 4. Hasil Uji Heteroskedastisitas Persamaan Regresi Linear Berganda.
Model Regresi
Variabel Independen
Variabel Independen
Nilai Signifikansi
Batas Minimal Signifikansi
Keputusan
Model I
Religiusitas Intrapersonal
Voluntary Tax Compliance
0,405 0,05 Tidak ada gejala Heteroskedasitas
Religiusitas Interpersonal
0,575 0,05 Tidak ada gejala Heteroskedasitas
Model II
Religiusitas Intrapersonal
Enforced Tax Compliance
0,635 0,05 Tidak ada gejala Heteroskedasitas
Religiusitas Interpersonal
0,167 0,05 Tidak Ada gejala Heteroskedasitas
Sumber: olahan data SPSS
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 3 No. 2, Apr – Jun 2016, p.01 – 13 ISSN: 2355-4118
8
Nilai R dan R2 pada bagian Model Summary hasil perhitungan regresi linear sederhana. Nilai R
sebesar 0,228 menunjukkan adanya korelasi positif lemah, yaitu sebesar 22,8% antara variabel
independen terhadap variabel dependen. Nilai R2 sebesar 0,052 berarti variabel independen dapat
menjelaskan 5,2% variasi variabel dependen, sementara 94,8% lainnya dijelaskan oleh variabel lain
yang tidak termasuk dalam model penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti menelaah lebih lanjut mengenai pengaruh komitmen religiusitas
terhadap komponen dari kepatuhan Wajib Pajak yang berupa Kepatuhan Wajib Pajak Sukarela
(Voluntary Tax Compliance) dan Kepatuhan Wajib Pajak Dipaksakan (Enforced Tax Compliance).
Analisis data menggunakan uji regresi linier berganda terhadap kepatuhan Wajib Pajak yang terdiri dari
2 (dua model) yaitu model I yang menguji variabel religiusitas terhadap variabel Kepatuhan Wajib Pajak
Sukarela (Voluntary Tax Compliance) dan model II yang menguji variabel religiusitas terhadap variabel
Kepatuhan Wajib Pajak Dipaksakan (Enforced Tax Compliance). Variabel religiusitas terbagi menjadi 2
(dua) kelompok, yaitu religiusitas intrapersonal dan religiusitas interpersonal.
Pengujian regresi berganda pada model I menghasilkan thitung untuk religiusitas interpersonal
melebihi ttabel dan nilai probabilitas di bawah 0,05 oleh karenanya dapat disimpulkan bahwa religiusitas
interpersonal secara individu berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan Pajak Sukarela (Voluntary
Tax Compliance). Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai thitung pada model II untuk variabel Religiusitas
Intrapersonal dan Religiusitas Interpersonal adalah sebesar 0,713 dan 0,9182. Oleh karena thitung < ttabel
dan nilai probabilitas di atas 0,005, dapat disimpulkan bahwa religiusitas intrapersonal maupun
interpersonal secara individual tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak
Dipaksakan.
Tabel 5. Hasil Uji t Persamaan Regresi Linear Berganda.
Variabel Independen Voluntary Tax Compliance
(model 1) Enforced Tax Compliance
(model II)
thitung ttabel Nilai Signifikansi thitung ttabel Nilai Signifikansi
Religiusitas Intrapersonal 1,35 1,968 0,178 0,713 1,968 0,477
Religiusitas Interpersonal 2,319 1,968 0,021 0,982 1,968 0,327
Sumber: olahan data SPSS
Pengujian menunjukkan hasil uji F yang diambil dari bagian Anova pada hasil uji regresi linear
berganda untuk model I dan model II. Jika signifikansi variabel independen (prediktor) melebihi 0,05,
maka variabel tersebut tidak signifikan. Variabel juga tidak dinyatakan signifikan apabila Fhitung variabel
bersangkutan lebih kecil dari Ftabel. Tabel 6 menunjukkan bahwa variabel religiusitas (religiusitas
intrapersonal dan religiusitas interpersonal) secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap
Kepatuhan Pajak Sukarela (Voluntary Tax Compliance) karena F >Ftabel dan nilai signifikansi <0,05.
Sementara itu, variabel religiusitas (religiusitas Intrapersonal dan Religiusitas Interpersonal) secara
simultan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Kepatuhan Pajak Dipaksakan karena Fhitung<
Ftabel dan nilai signifikansi >0,05.
Tabel 7 menunjukkan nilai R dan R2 pada bagian Model Summary hasil perhitungan regresi linear
berganda terhadap model I dan model II. Pada model I nilai R sebesar 0,223 menunjukkan adanya
korelasi positif lemah, yaitu sebesar 22,3% antara keseluruhan variabel independen terhadap variabel
dependen (Voluntary Tax Compliance), sedangkan nilai R2 untuk model I sebesar 0,05 berarti
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 3 No. 2, Apr – Jun 2016, p.01 – 13 ISSN: 2355-4118
9
keseluruhan variabel independen dapat menjelaskan 5 % variasi variabel dependen, sementara 95,0%
lainnya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model penelitian persamaan model I.
Tabel 6. Hasil Uji F Persamaan Regresi Linier Berganda.
Variabel Independen
Voluntary Tax Compliance
(model 1)
Enforced Tax Compliance
(model 2)
Fhitung Ftabel Nilai Signifikansi Fhitung Ftabel Nilai Signifikansi
Religiusitas Intrapersonal 7,691 3,026 0,001 1,619 3,026 0,200
Religiusitas Interpersonal
Sumber: olahan data SPSS
Pengujian pada model II menghasilkan nilai R sebesar 0,105, yang menunjukkan adanya korelasi
positif lemah, yaitu sebesar 10,5% antara variabel independen terhadap variabel dependen sedangkan
nilai R2 untuk model II sebesar 0,011 berarti keseluruhan variabel independen dapat menjelaskan 1,1%
variasi variabel dependen (Enforced Tax Compliance), sementara 98,9% lainnya dijelaskan oleh
variabel lain yang tidak termasuk dalam model penelitian pada persamaan model II.
Tabel 7. Hasil R dan R2 Persamaan Regresi Linear Berganda.
Variabel Independen Voluntary Tax Compliance
(model 1) Enforced Tax Compliance
(model II)
R R2 R R2
Religiusitas Intrapersonal 0,223 0,05 0,105 0,011
Religiusitas Interpersonal
Sumber: olahan data SPSS
Pembahasan
Pada penelitian ini, religiusitas memiliki tingkat keeratan hubungan sebesar 22,8% terhadap
perilaku kepatuhan Wajib Pajak sebagaimana ditunjukkan oleh koefisien kolerasi pada persamaan
regresi sederhana. Keeratan hubungan (R) sejumlah 22,8% tersebut termasuk dalam kategori lemah.
Berdasarkan koefisien determinasi (R2), model regresi sederhana hanya memiliki 5,2% peranan dalam
penentuan Kepatuhan Wajib Pajak. Hal ini berarti terdapat faktor lain di luar religiusitas sejumlah 94,6%
yang mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak. Nilai koefisien determinasi yang rendah yaitu 5,2%
disebabkan karena jumlah variabel bebas pada penelitian ini hanya satu yaitu religiusitas. Koefisien
determinasi untuk data silang (crossection) relatif rendah karena ada variasi yang besar antara masing-
masing pengamatan (Ghozali 2013, 97).
Pengaruh positif antara religiusitas terhadap kepatuhan Wajib Pajak yang ditemukan dalam
penelitian ini sejalan dengan penelitian Raihana Mohd Ali dan Jeff Pope (2014). Hasil ini menunjukkan
ketika tingkat Religiusitas Wajib Pajak makin tinggi maka mereka akan cenderung memiliki tingkat
kepatuhan perpajakan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Wajib Pajak yang memiliki
religiusitas rendah. Atas hasil pengujian tersebut, maka hipotesis pada penelitian ini diterima sehingga
religiusitas berpengaruh terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak.
Untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut, peneliti melakukan pengujian atas masing-masing
komponen religiusitas terhadap masing-masing komponen kepatuhan pajak. Pengujian melalui analisis
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 3 No. 2, Apr – Jun 2016, p.01 – 13 ISSN: 2355-4118
10
regeresi linier berganda pada model I (Voluntary Tax Compliance) ditemukan bahwa regresi berganda
sejalan dengan regresi linier sederhana yaitu berpengaruh positif. Religiusitas (baik intrapersonal
maupun interpersonal) memiliki hubungan keeratan (R) sebesar 22,3% sehingga termasuk memiliki
hubungan yang lemah terhadap komponen dari kepatuhan Wajib Pajak yakni kepatuhan Wajib Pajak
Sukarela (Voluntary Tax Compliance). Pada pengujian melalui analisis regeresi linier berganda pada
model I (Voluntary Tax Compliance), penulis menemukan bahwa religiusitas interpersonal mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap salah satu komponen Kepatuhan Pajak yaitu, kepatuhan Pajak
Sukarela (Voluntary Tax Compliance).
Pengaruh positif dari religiusitas terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Sukarela tersebut sejalan dengan
penelitian Raihana Mohd Ali dan Jeff Pope (2014). Temuan ini mengindikasikan bahwa semakin kuat
religiusitas interpersonal dari Wajib Pajak, maka akan semakin meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
Temuan tersebut sejalan dengan penelitian dari Grasmick, Kinsey dan Cochran (1991) dimana
kelompok agama berpengaruh terhadap perilaku kepatuhan dari Wajib Pajak. Adanya rasa malu dan
ketakutan akan citra pribadi akan menjadi buruk dalam kelompok agama menjadikan Wajib Pajak
menjadi lebih patuh terhadap kewajiban perpajakannya.
Religiusitas Intrapersonal pada model I ditemukan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
kepatuhan Wajib Pajak Sukarela. Peranan religiusitas yang tidak signifikan pada pengujian terhadap
elemen kepatuhan sukarela dapat dimungkinkan terjadi karena sebagian orang di Indonesia
menganggap bahwa membayar pajak bukan merupakan sebuah kewajiban dan hanya menyangkut
urusan duniawi yang formal (Fidiana, 2014). Di samping itu, perbuatan yang menunjukkan sikap
kepatuhan perpajakan yang lemah seperti penggelapan pajak masih dianggap kegiatan yang beretika
oleh sebagian umat agama disebabkan oleh korupsi yang dilakukan oleh aparat pajak (Izza dan
Hamszah, 2014).
Pada pengujian melalui analisis regeresi linier berganda pada model II (Voluntary Tax Compliance),
penulis menemukan bahwa religiusitas intrapersonal dan religiusitas interpersonal ditemukan tidak
berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Sukarela (Voluntary Tax Compliance).
Temuan pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dari religiusitas terhadap
perilaku kepatuhan Wajib Pajak. Pengaruh yang signifikan berasal dari pengaruh komponen religiusitas
interpersonal Wajib Pajak terhadap Kepatuhan Pajak Sukarela. Religiusitas interpersonal berhubungan
dengan keterlibatan individu dengan organisasi keagamaan. Oleh karena itu, dalam rangka
meningkatkan penerimaan pajak, Direktorat Jenderal Pajak diharapkan dapat menggunakan elemen
religiusitas ketika melakukan interaksi dengan Wajib Pajak, misal pada saat penyuluhan, sosialisasi
atau memasukkan ke dalam bagian surat kepada Wajib Pajak. Di samping itu, Direktorat Jenderal
Pajak dapat bekerjasama dengan organisasi keagamaan agar mendorong Wajib Pajak lebih taat
kepada peraturan perundangan khususnya peraturan perpajakan.
Penelitian ini juga menemukan bahwa religiusitas hanya memiliki peranan yang kecil terhadap
perilaku kepatuhan pajak. Mohdali (2013, 1) menyebutkan penelitian banyak ahli menemukan banyak
faktor yang mempengaruhi kepatuhan pajak, baik berupa faktor ekonomi maupun faktor non ekonomi.
Faktor ekonomi antara lain berupa tarif pajak dan denda sedangkan faktor non-ekonomi antara lain
berasal dari perilaku Wajib Pajak, persepsi Wajib Pajak ataupun faktor demografis. Sehingga untuk
mendapatkan hasil yang lebih komprehensif perlu adanya penelitian dari variabel lain yang
berpengaruh terhadap kepatuhan Wajib Pajak selain religiusitas.
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 3 No. 2, Apr – Jun 2016, p.01 – 13 ISSN: 2355-4118
11
Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah religiusitas berpengaruh terhadap perilaku
Kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi ketentuan Perundang-undangan Perpajakan. Penelitian
dilakukan terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi di Provinsi DKI Jakarta melalui pengisian kuesioner baik
berupa angket maupun melalui survei secara online. Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan analisis regresi linear.
Penelitian ini menemukan bahwa bahwa komponen Religiusitas Interpersonal berpengaruh
signifikan terhadap Kepatuhan Pajak Sukarela (Voluntary Tax Compliance) sedangkan untuk
komponen Religiusitas Intrapersonal tidak berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan Pajak Sukarela
(Voluntary Tax Compliance). Penelitian ini juga menunjukkan bahwa masing-masing komponen
religiusitas, baik religiusitas intrapersonal dan religiusitas interpersonal, tidak berpengaruh signifikan
terhadap Kepatuhan Pajak Dipaksakan (Enforced Tax Compliance).
Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Pertama, penentuan sampel masih
menggunakan sampel nonprobabilistik dikarenakan tidak didapatkannya sample frame. Penggunaan
convenience sampling dan judgmental sampling memungkinkan data yang didapatkan tidak
representatif mencerminkan keseluruhan populasi. Kedua, sebagian besar responden merupakan
karyawan, yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil maupun pegawai swasta yang telah dilakukan
pemotongan pajak penghasilan oleh Bendaharawan. Adanya pemotongan penghasilan untuk pajak
penghasilan memungkinkan terjadinya bias dalam perilaku kepatuhan perpajakan. Ketiga, terdapat 94,
8% variabel yang mempengaruhi perilaku Kepatuhan Wajib Pajak di luar variabel religiusitas.
Dengan demikian, penelitian berikutnya bisa dilakukan dengan pengambilan sampel menggunakan
teknik cluster random sampling, sehingga masalah representasi populasi dapat lebih baik. Kedua,
penelitian berikutnya menggunakan lebih banyak responden wirausahawan. Terakhir, variabel-variabel
lain yang kemungkinan besar dapat mempengaruhi perilaku kepatuhan Wajib Pajak dapat ditambahkan
untuk meningkatkan derajat penjelasan faktor-faktor penentu dari variabel dependen.
Daftar Pustaka
Bobek, D., dan Hatfield, R. 2003. An Investigation of the Theory of Planned Behavior and the Role of
Moral Obligation in Tax Compliance. Behavioral Research in Accounting, 15(1), 13-38.
Bobek, D., Roberts, R., dan Sweeney, J. 2007. The Social Norms of Tax Compliance: Evidence f m
Australia, Singapore, and the United States. Journal of Business Ethics, 74(1), 49-64.
Chaizi, Nasucha. 2004. Reformasi Administrasi Publik: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Fidiana. 2014 Eman dan Iman: Dualisme Kesadaran dan Kepatuhan1. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi.
Surabaya
Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program IBM SPSS 21 edisi 7. Semarang:
Badan Penerbit- Undip.
Glock, C. Y. 1962. On the Study of Religious Commitment. Religious Education, 57(4), 98-110.
Graetz, M. J., dan Wilde, L. L. 1985. The Economics of Tax Compliance: Fact and Fantasy. National
Tax Journal, 38(3), 355-363.
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 3 No. 2, Apr – Jun 2016, p.01 – 13 ISSN: 2355-4118
12
Grasmick, H. G., Bursik, R. J., dan Cochran, J. K. 1991. "Render unto Caesar What is Caesar's":
Religiosity and Taxpayers' Inclinations to Cheat. SociologicalQuarterly; Berkeley, 32(2), 251-266.
Grasmick, H. G., Kinsey, K., dan Cochran, J. K. 1991. Denomination, Religiosity and Compliance with
the Law: A Study of Adults. Journal for the Scientific Study of Religion, 30(1), 99-107.
Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometrics. Fourth Edition. The McGraw-Hill Companies. New
York.
Hadi Wiyoso. 2012. Apakah Agama Mengharamkan Pajak?.
http://www.pajak.go.id/content/article/apakah-agama-mengharamkan-pajak (diakses 7 Juli 2015)
James, S., dan Alley, C. 2000. Tax Compliance, Self-Assessment and Tax Administration. Journal of
Finance and Management in Public Services, 2(2),27-42.
Johnson, B. R., Jang, S. J., Larson, D. B., dan De Li, S. 2001. Does Adolescent Religious Commitment
Matter? A Reexamination of the Effects of Religiosity on Delinquency. Journal of Research in Crime
and Delinquency, 38(1), 22-44.
Kementerian Dalam Negeri. 2015. Profil Daerah Provinsi DKI Jakarta.
http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/provinsi/detail/31/dki-jakarta (diakses 2 Juni 2015)
Kirchler, E., Hoelzl, E., dan Wahl, I. 2008. Enforced versus Voluntary Tax Compliance: The "Slippery
Slope" Framework. Journal of Economic Psychology, 29(2), 210-225.
Kirchler, E., dan Wahl, I. 2010. Tax Compliance Inventory: TAX-I Voluntary Tax Compliance, Enforced
Tax Compliance, Tax Avoidance, and Tax Evasion. Journal of Economic Psychology, 31(3), 331-
346.
Krejcie, R. V., dan Morgan, D. W. 1970. Determining Sample Size for Research Activities. Educational
and Psychological Measurement, 30, 607-610.
Kurpis, L., Beqiri, M. dan Helgeson, J. 2008. “The effects of commitment to moral self-improvement and
religiosity on ethics of business students”, Journal of Business Ethics, Vol. 80 No. 3, pp. 447-463.
Margolis, H. 1997. Religion as Paradigm. Journal of Institutional and Theoretical Economics, 153(i),
242-252.
McKerchar, M., Bloomquist, K., dan Pope, J. 2013. Indicators of Tax Morale: An Exploratory Study.
eJournal of Tax Research, 11(1), 5-22.
Mohdali, Raihana and Pope, Jeff. 2012. The effects of religiosity and external environment on voluntary
tax compliance. New Zealand Journal of Taxation Law and Policy 18: pp. 119-139
Mohdali, Raihana dan Pope, Jeff .2013. The influence of religiosity on taxpayers’ compliance attitudes:
Empirical evidence from a mixed-methods study in Malaysia. Accounting Research Journal, Vol. 27
Iss: 1, pp.71 – 91
Mohd Ali, Nor Raihana. 2013. The influence of religiosity on tax compliance in Malaysia. Ph.D. Curtin
University, Curtin Business School. Tidak dipublikasi
Panggabean, Hana. , Hora Titra dan Juliana Murniati. 2014. Kearifan Lokal Keunggulan Global.
Jakarta: Elex Media Computindo.
Pope, J., dan Mohdali, R. 2010. Role of Religiosity in Tax Morale and Tax Compliance, The. Austl. Tax
F., 25, 565.
Jurnal Lingkar Widyaiswara (www.juliwi.com) Edisi 3 No. 2, Apr – Jun 2016, p.01 – 13 ISSN: 2355-4118
13
Richardson, G. 2006. Determinants of Tax Evasion: A Cross-Country Investigation. Journal of
International Accounting, Auditing and Taxation, 15(2), 150-169.
Riahi-Belkaoui, A. 2004. Relationship between Tax Compliance Internationally and Selected
Determinants of Tax Morale. Journal of International Accounting, Auditing and Taxation, 13(2), 135-
143.
Roth, J. A., Scholz, J. T., dan Witte, A. D. 1989. Taxpayer Compliance, Volume 1: An Agenda for
Research. Philadelphia: University of Pennsylvania Press.
Tittle, C. R., dan Welch, M. R. 1983. Religiosity and Deviance: Toward a Contingency Theory of
Constraining Effects. Social Forces, 61(3), 653-682.
Torgler, B. 2002. Speaking to Theorists and Searching for Facts: Tax Morale and Tax Compliance in
Experiments. Journal of Economic Surveys, 16(5), 657-683
Torgler, B. 2003. To Evade Taxes or Not to Evade: That is the Question. Journal of Socio-Economics,
32(3), 283-302.
Torgler, B. 2006. The Importance of Faith: Tax Morale and Religiosity. Journal of Economic Behavior
dan Organization, 61(1), 81-109.
Torgler, B., Demir, I. C., Macintyre, A., dan Schaffner, M. 2008. Causes and Consequences of Tax
Morale: An Empirical Investigation. Economic Analysis and Policy, 38(2), 313-339.
Torgler, B., dan Murphy, K. 2004. Tax Morale in Australia: What Shapes it and has it Changed Over
Time? Journal of Australian Taxation, 7(2), 298-335.
Sekaran, Uma. 2006. Research Methods For Business. Jakarta: Salemba Empat.
Stack, S., dan Kposowa, A .2006. The Effect of Religiosity on Tax Fraud Acceptability: A
Cross‐National Analysis. Journal for the Scientific Study of Religion, 45(3), 325-351.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Song, Y., dan Yarbrough, T. E. 1978. Tax Ethics and Taxpayer Attitudes: A Survey. Public
Administration Review, 38(5), 442-452.
Welch, M. R., Tittle, C. R., dan Petee, T. A.1991. Religion and Deviance among Adult Catholics: A Test
of the "Moral Communities" Hypothesis. Journal for the Scientific Study of Religion, 30(2), 159-172.
Welch, M. R., Xu, Y., Bjarnason, T., Petee, T., O'Donnell, P., dan Magro, P. 2005. But Everybody Does
It: The Effects Of Perceptions, Moral Pressures, And Informal Sanctions On Tax Cheating.
Sociological Spectrum, 25(1), 21-52.
Wikipedia. 2010. Religiousity. https://en.wikipedia.org/wiki/Religiosity (diakses 24 Juni 2015).
Worthington, E. L., Jr., Wade, N. G., Hight, T. L., Ripley, J. S., McCullough, M. E., Berry, J. W., Schmitt,
M. M., Berry, J. T., Bursley, K. H., dan O'Connor, L.2003.The Religious Commitment Inventory-10:
Development, Refinement, and Validation of a Brief Scale for Research and Counseling. Journal of
Counseling Psychology, 50(1), 84-96.
Dokumen Publik dan Peraturan Perundang-undangan
Direktorat Jenderal Pajak. Laporan Tahunan 2013
Kementerian Keuangan. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2009-2013 (Audited) Republik
Indonesia.