Pengaruh PWHT dan Non PWHT Dengan Las SMAW Terhadap …

6
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 AbstrakTujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh post weld heat treatment (PWHT) dan Non PWHT dengan pengelasan SMAW terhadap sifat mekanik dan struktur mikro pada pipa ASTM A-106 Grade B. Dimana proses penyambungan dengan metode pengelasan masih terjadi kegagalan dan perlu diteliti lebih lanjut penyebabnya. Dalam penelitian ini, pengujian yang dilakukan berupa non destructive test (magnetic particle dan radiography), tensile test, hardness test, metallography (makro dan mikro), uji SEM/EDX, dan uji XRD. Pada pengujian tarik untuk sambungan butt weld dan fillet weld dengan perlakuan PWHT menunjukkan bahwa perlakuan panas pasca las mempengaruhi peningkatan nilai elongation sambungan las. Sedangkan pada pengujian kekerasan, distribusi kekerasan yang tertinggi berada di daerah HAZ kemudian diikuti oleh daerah weld metal dan distribusi kekerasan yang terendah adalah base metal. Adapun pada pengujian metallography, struktur mikro spesimen tanpa perlakuan PWHT untuk sambungan butt weld dan fillet weld terlihat bahwa struktur didominasi oleh ferit (butiran yang berwarna terang) dan fasa perlit (butiran yang berwarna gelap) lebih sedikit. Pada pengujian XRD, adanya proses PWHT pada proses pengelasan memberikan efek pengurangan terhadap regangan dan tegangan sisa pada suatu material. Kata KunciASTM A106, Butt Weld, Fillet Weld, PWHT, SMAW I. PENDAHULUAN erusahaan eksplorasi gas alam dan minyak mentah yang beroperasi selalu membutuhkan keandalan fasilitas pendukungnya, contohnya compressor, pressure vessel, bottle, pipa dan sebagainya. Pipa merupakan salah satu jenis komponen yang berfungsi menyalurkan hasil produksi berupa gas atau minyak dari suatu sumur menuju plant (unit pemrosesan selanjutnya). Dalam perancangan sistem perpipaan dilakukan pengelasan (welding) sebagai metode penghubungan yang dianggap paling efisien. Namun penyambungan dengan metode pengelasan masih terjadi kegagalan. Kegagalan pengelasan tersebut akibat adanya porositas pada logam las, adanya tegangan sisa, terjadinya konsentrasi tegangan, serta bisa juga akibat terjasi over load dan beban fatigue yang dialami di sambungan pipa tersebut. Hasil inpeksi yang dilakukan oleh perusahaan eksplorasi dalam kurun waktu tertentu ditemukan adanya beberapa faktor penyebab kerusakan yang diakibatkan oleh corrosion, erosion, welding defect, material defect, vibration stress maupun mechanical. Dari data inspeksi tersebut, tercatat bahwa adanya 33 permasalahan kegagalan akibat vibration stress sejak tertanggal 9 Januari 2008 hingga 15 Maret 2012. Dimana berdasarkan katagori yang dilakukan untuk vibration stress menduduki peringkat kedua dari penyebab kegagalan di fasilitas produk perusahaan tersebut. II. METODE PENELITIAN A. Preparasi Awal Material Material yang digunakan adalah pipa ASTM A-106 Grade B dengan perbandingan spesifikasi sebagai berikut : Tabel 1 Perbandingan Chemical Composition Pipa ASTM A-106 Grade B Preparasi awal material pipa ASTM A-106 Grade B yakni dengan melakukan proses pemotongan (cutting) material pipa ASTM A-106 Grade B nominal pipe size 1 inch tersebut menjadi 14 spesimen yang berukuran 150 mm dan pipa ASTM A-106 Grade B nominal pipe size ¾ inch tersebut menjadi 14 spesimen yang berukuran 170 mm. Langkah berikutnya adalah melakukan proses lathe (bubut) pada material pipa ASTM A-106 Grade B nominal pipe size ¾ inch guna mengurangi outside diameter pipa yang nantinya akan dilakukan fillet weld joint dengan pipa ASTM A-106 nominal pipe size 1 inch. Sedangkan untuk preparasi awal material pipa ASTM A-106 yang akan dilakukan butt weld joint yakni dengan melakukan proses pemotongan (cutting) material pipa ASTM A-106 nominal pipe size 1 inch tersebut menjadi 6 spesimen yang berukuran 150 mm. Kemudian dilakukan pembuatan kampuh V dengan sebesar 60°. Persiapan akhir material sebelum pengelasan dilakukan yakni dengan membersihkan permukaan logam induk dimana spesimen disikat dengan sikat baja yang bersih sesaat sebelum di las. Pengaruh PWHT dan Non PWHT Dengan Las SMAW Terhadap Sifat Mekanik dan Struktur Mikro Pada Pipa ASTM A-106 Grade B Khristian Chandra Luckyta dan Rochman Rochiem Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: [email protected] P Pipe Size 3/4 inch Pipe Size 1 inch 1. CARBON max. 0.3 0,166 0,205 SESUAI 2. MANGANESE 0.29 - 1.06 0,464 0,479 SESUAI 3. PHOSPHORUS max. 0.035 0,0118 0,013 SESUAI 4. SULFUR max. 0.035 0,0215 0,026 SESUAI 5. SILICON min. 0.10 0,228 0,282 SESUAI 6. CHROME max. 0.40 0,015 0,082 SESUAI 7. COPPER max. 0.40 0,0166 0,03 SESUAI 8. MOLYBDENUM max. 0.15 0,0018 0,037 SESUAI 9. NICKEL max. 0.40 < 0,0010 0,02 SESUAI 10. VANADIUM max. 0.08 < 0,0010 0,002 SESUAI No. CHEMICAL COMPOSITION STANDART ASTM A106 GRADE B (%) HASIL SPEKTROANALYZER (%) KETERANGAN

Transcript of Pengaruh PWHT dan Non PWHT Dengan Las SMAW Terhadap …

Page 1: Pengaruh PWHT dan Non PWHT Dengan Las SMAW Terhadap …

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6

1

Abstrak—Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa

pengaruh post weld heat treatment (PWHT) dan Non PWHT

dengan pengelasan SMAW terhadap sifat mekanik dan

struktur mikro pada pipa ASTM A-106 Grade B. Dimana

proses penyambungan dengan metode pengelasan masih

terjadi kegagalan dan perlu diteliti lebih lanjut penyebabnya.

Dalam penelitian ini, pengujian yang dilakukan berupa non

destructive test (magnetic particle dan radiography), tensile

test, hardness test, metallography (makro dan mikro), uji

SEM/EDX, dan uji XRD. Pada pengujian tarik untuk

sambungan butt weld dan fillet weld dengan perlakuan PWHT

menunjukkan bahwa perlakuan panas pasca las

mempengaruhi peningkatan nilai elongation sambungan las.

Sedangkan pada pengujian kekerasan, distribusi kekerasan

yang tertinggi berada di daerah HAZ kemudian diikuti oleh

daerah weld metal dan distribusi kekerasan yang terendah

adalah base metal. Adapun pada pengujian metallography,

struktur mikro spesimen tanpa perlakuan PWHT untuk

sambungan butt weld dan fillet weld terlihat bahwa struktur

didominasi oleh ferit (butiran yang berwarna terang) dan fasa

perlit (butiran yang berwarna gelap) lebih sedikit. Pada

pengujian XRD, adanya proses PWHT pada proses

pengelasan memberikan efek pengurangan terhadap

regangan dan tegangan sisa pada suatu material.

Kata Kunci—ASTM A106, Butt Weld, Fillet Weld, PWHT,

SMAW

I. PENDAHULUAN

erusahaan eksplorasi gas alam dan minyak mentah

yang beroperasi selalu membutuhkan keandalan

fasilitas pendukungnya, contohnya compressor, pressure

vessel, bottle, pipa dan sebagainya. Pipa merupakan salah

satu jenis komponen yang berfungsi menyalurkan hasil

produksi berupa gas atau minyak dari suatu sumur menuju

plant (unit pemrosesan selanjutnya). Dalam perancangan

sistem perpipaan dilakukan pengelasan (welding) sebagai

metode penghubungan yang dianggap paling efisien.

Namun penyambungan dengan metode pengelasan masih

terjadi kegagalan. Kegagalan pengelasan tersebut akibat

adanya porositas pada logam las, adanya tegangan sisa,

terjadinya konsentrasi tegangan, serta bisa juga akibat

terjasi over load dan beban fatigue yang dialami di

sambungan pipa tersebut.

Hasil inpeksi yang dilakukan oleh perusahaan

eksplorasi dalam kurun waktu tertentu ditemukan adanya

beberapa faktor penyebab kerusakan yang diakibatkan oleh

corrosion, erosion, welding defect, material defect,

vibration stress maupun mechanical. Dari data inspeksi

tersebut, tercatat bahwa adanya 33 permasalahan

kegagalan akibat vibration stress sejak tertanggal 9

Januari 2008 hingga 15 Maret 2012. Dimana berdasarkan

katagori yang dilakukan untuk vibration stress menduduki

peringkat kedua dari penyebab kegagalan di fasilitas

produk perusahaan tersebut.

II. METODE PENELITIAN

A. Preparasi Awal Material

Material yang digunakan adalah pipa ASTM A-106

Grade B dengan perbandingan spesifikasi sebagai berikut :

Tabel 1 Perbandingan Chemical Composition Pipa ASTM A-106 Grade B

Preparasi awal material pipa ASTM A-106 Grade B

yakni dengan melakukan proses pemotongan (cutting)

material pipa ASTM A-106 Grade B nominal pipe size 1

inch tersebut menjadi 14 spesimen yang berukuran 150 mm

dan pipa ASTM A-106 Grade B nominal pipe size ¾ inch

tersebut menjadi 14 spesimen yang berukuran 170 mm.

Langkah berikutnya adalah melakukan proses lathe (bubut)

pada material pipa ASTM A-106 Grade B nominal pipe

size ¾ inch guna mengurangi outside diameter pipa yang

nantinya akan dilakukan fillet weld joint dengan pipa

ASTM A-106 nominal pipe size 1 inch. Sedangkan untuk

preparasi awal material pipa ASTM A-106 yang akan

dilakukan butt weld joint yakni dengan melakukan proses

pemotongan (cutting) material pipa ASTM A-106 nominal

pipe size 1 inch tersebut menjadi 6 spesimen yang

berukuran 150 mm. Kemudian dilakukan pembuatan

kampuh V dengan sebesar 60°. Persiapan akhir material

sebelum pengelasan dilakukan yakni dengan membersihkan

permukaan logam induk dimana spesimen disikat dengan

sikat baja yang bersih sesaat sebelum di las.

Pengaruh PWHT dan Non PWHT Dengan Las

SMAW Terhadap Sifat Mekanik dan Struktur Mikro

Pada Pipa ASTM A-106 Grade B

Khristian Chandra Luckyta dan Rochman Rochiem

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh

Nopember (ITS)

Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia

e-mail: [email protected]

P

Pipe Size 3/4 inch Pipe Size 1 inch

1. CARBON max. 0.3 0,166 0,205 SESUAI

2. MANGANESE 0.29 - 1.06 0,464 0,479 SESUAI

3. PHOSPHORUS max. 0.035 0,0118 0,013 SESUAI

4. SULFUR max. 0.035 0,0215 0,026 SESUAI

5. SILICON min. 0.10 0,228 0,282 SESUAI

6. CHROME max. 0.40 0,015 0,082 SESUAI

7. COPPER max. 0.40 0,0166 0,03 SESUAI

8. MOLYBDENUM max. 0.15 0,0018 0,037 SESUAI

9. NICKEL max. 0.40 < 0,0010 0,02 SESUAI

10. VANADIUM max. 0.08 < 0,0010 0,002 SESUAI

No.CHEMICAL

COMPOSITION

STANDART

ASTM A106

GRADE B (%)

HASIL SPEKTROANALYZER (%)KETERANGAN

Page 2: Pengaruh PWHT dan Non PWHT Dengan Las SMAW Terhadap …

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6

2

B. Proses Pengelasan

(a) (b)

Gambar 1 (a) Desain Spesimen Sambungan fillet weld antara pipe size ¾

inch (no.1) dan pipe size 1 inch (no.2), (b) Desain Spesimen Sambungan butt

weld pipe size 1 inch

Setelah dilakukan preparasi awal material dilanjutkan

pada proses pengelasan. Langkah-langkah yang dilakukan

adalah mempersiapkan mesin las SMAW dan logam

pengisi sesuai dengan arus dan ketebalan pipa, kemudian

mempersiapkan benda kerja yang akan dilas pada meja las.

Adapun posisi pengelasan dengan menggunakan posisi

pengelasan mendatar atau bawah tangan. Kemudian

menyetel ampere meter dan tegangan sesuai dengan

parameter yang ditentukan. Setelah melakukan persiapan

alat-alat pengelasan, maka dilakukan proses pengelasan.

Proses pengelasan ini dilaksanakan sesuai desain spesimen

sambungan las yang tertera pada gambar 1. Adapun

parameter proses pengelasan yang dipakai adalah sebagai

berikut : Tabel 2 Parameter pengelasan Butt Weld Joint

Tabel 3 Parameter pengelasan Fillet Weld Joint (Leg Size 1:1)

Tabel 4 Parameter pengelasan Fillet Weld Joint (Leg Size 1:2)

C. Proses Non Destructive Test

Pada pengamatan cacat las hasil pengelasan tersebut

dilakukan dengan menggunakan 2 metode yakni metode

radiografi untuk butt weld joint dan metode magnetic

particle untuk fillet weld joint.

D. Proses Post Weld Heat Treatment (PWHT)

PWHT adalah bagian dari proses heat treatment yang

bertujuan untuk menghilangkan tegangan sisa yang

terbentuk setelah proses pengelasan selesai.

Proses PWHT dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

memasukkan benda uji kedalam dapur atau melakukan

pemanasan setempat localized didekat daerah pengelasan

saja.

Adapun Proses PWHT yang dilakukan dalam penelitian

ini mengacu kepada standart ASME Code for Pressure

Piping, B31.3-2010 (Process Piping)

E. Pengujian Tarik

Pengujian ini bertujuan untuk mendapatkan Tensile

Strength, Yield Strength, dan Elongation. Setelah

pengujian dilakukan, didapatkan Kurva P-ΔL yang

kemudian harus dtransformasikan kedalam Kurva

Tegangan-Regangan. Standart pengujian tarik ini mengacu

pada standart ASTM E8.

F. Pengujian Kekerasan

Pengujian kekerasan dilakukan untuk mengetahui

distribusi kekerasan antara Base Metal, daerah sekitar

lasan HAZ (Heat Affected Zone) dan daerah logam lasan

(Weld Metal). Pengujian kekerasan Vickers dilakukan

berdasarkan standart ASTM E92.

G. Pengujian Metallography

Pada pengujian metallography ini dilakukan pengujian

foto struktur makro dan struktur mikro. Pengujian foto

makro dilakukan untuk mengetahui hasil pengelasan

sekaligus dapat terlihat daerah lebur (fusion zone/Weld

Metal), daerah Heat Affected Zone/HAZ dan daerah logam

induk (Base Metal). Pengujian ini dilakukan untuk

mengetahui kualitas hasil lasan melalui potongan

melintang dari lasan. Setelah didapatkan potongan

melintang yang sudah dietsa maka pengamatan dapat

dilakukan secara manual/visual. Sedangkan pengujian

struktur mikro bertujuan untuk mengetahui struktur mikro

yang terjadi didaerah lasan, HAZ dan logam dasar yang

terkena panas. Pengujian struktur mikro dilakukan sesuai

standar ASTM E-3.

H. Pengujian SEM-EDX

Pengujian SEM-EDX bertujuan untuk melihat morfologi

permukaan spesimen uji dan menganalisa komposisi kimia

dengan metoda scanning dan bisa diatur pembesarannya

1000x. Pengujian ini untuk mengetahui senyawa yang

ditimbulkan karena proses pengelasan. Adanya unsur-unsur

penyusun yang diketahui melalui EDX bisa menjadi

pertimbangan penyebab suatu kegagalan dalam proses

pengelasan.

I. Pengujian XRD

XRD merupakan salah satu alat pengujian material yang

biasanya digunakan untuk identifikasi unsur/senyawa

(analisis kualitatif) dan penentuan komposisi (analisis

kuantitatif). Tujuan dilakukannya pengujian XRD pada

penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan fase

struktur bahan dan mengetahui fase-fase apa saja yang

terbentuk selama proses pengelasan. Kemudian juga

dilakukan analisa rietveld sebagai perhitungan kuantitatif

terhadap estimasi nilai regangan, yang kemudian

digunakan untuk menghitung tegangan sisa pada

permukaan material yang terkena difraksi sinar X.

Page 3: Pengaruh PWHT dan Non PWHT Dengan Las SMAW Terhadap …

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6

3

III. HASIL DAN DISKUSI

A. Proses Non Destructive Test

Pada proses magnetic particle inspection pada spesimen

fillet weld joint (spesimen 01 hingga spesimen 14) tidak

adanya indikasi cacat hasil lasan. Sedangkan proses

radiography test pada spesimen butt weld joint (spesimen

1A film position 0° dan 90º, spesimen 1B film position 0°

dan 90º, spesimen 1C film position 0°) tidak adanya

indikasi cacat hasil lasan. Namun pada spesimen 1C film

position 90º ditemukan indikasi cacat hasil lasan yang

berupa isolated slag inclusion (ISI). Hasil radiography test

tersebut berupa film yang berukuran 4” x 10” yang dilihat

melalui radiography film viewer (seperti ditunjukkan

gambar 2)

(a)

(b)

(c)

Gambar 2 (a) hasil radiography spesimen 1A film position 0° dan 90º , (b)

hasil radiography spesimen 1B film position 0° dan 90º , (c) hasil

radiography spesimen 1C film position 0° dan 90º

B. Pengujian Tarik

Setelah didapatkan hasil transformasi dari kurva

P-ΔL ke kurva σ teknik-ɛ teknik, maka didapatkan

informasi mengenai Tensile Strength, Yield Strength, dan

Elongation material yang ditunjukkan pada gambar 3

hingga gambar 8.

Gambar 3 Diagram balok nilai Tensile Strength, dan Yield Strength pada

sambungan butt weld.

Gambar 4 Diagram balok nilai Elongation pada sambungan butt weld.

Gambar 5 Diagram balok nilai Tensile Strength dan Yield Strength pada

sambungan fillet weld dengan perbandingan ukuran kaki las 1 : 1

Gambar 6 Diagram balok nilai Elongation pada sambungan fillet weld

dengan perbandingan ukuran kaki las 1 : 1

Gambar 7 Diagram balok nilai Tensile Strength dan Yield Strength pada

sambungan fillet weld dengan perbandingan ukuran kaki las 1 : 2

Gambar 8 Diagram balok nilai Elongation pada sambungan fillet weld

dengan perbandingan ukuran kaki las 1 : 1

Isolated Slag Inclusion (ISI)

Page 4: Pengaruh PWHT dan Non PWHT Dengan Las SMAW Terhadap …

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6

4

Hasil pengujian pada sambungan butt weld tanpa PWHT

pada test piece 1A memiliki kekuatan tarik tertinggi

sebesar 45,24 kgf/mm2, pada test piece 1B memiliki

kekuatan tarik terendah sebesar 41,18 kgf/mm2, sedangkan

pada test piece 1C mengalami kenaikan kekuatan tarik

menjadi 43,70 kgf/mm2. Pada sambungan butt weld dengan

perlakuan PWHT, menunjukkan bahwa perlakuan panas

pasca las mempengaruhi kekuatan tarik, kekuatan luluh

dan nilai elongation sambungan las. Hal ini dibuktikan

dengan nilai kekuatan tarik dan kekuatan luluh pada test

piece 1D hingga 1F menurun dibawah kekuatan tarik dan

kekuatan luluh pada test piece 1A-1C (tanpa PWHT).

Dimana pada test piece 1D hingga 1F memiliki kekuatan

tarik sebesar 39,81 kgf/mm2 , 39,31 kgf/mm2 , 41,90

kgf/mm2 dan memiliki kekuatan luluh sebesar 30,47

kgf/mm2, 24,36 kgf/mm2, 24,62 kgf/mm2. Perbedaan yang

terjadi tidak terlalu signifikan, namun demikian terjadi

penurunan nilai yang cukup besar untuk spesimen dengan

perlakuan PWHT.

Hasil pengujian pada sambungan fillet weld dengan

perbandingan ukuran kaki las 1:1 (tanpa PWHT)

menunjukkan bahwa pada test piece 2 memiliki kekuatan

tarik tertinggi sebesar 23,27 kgf/mm2, pada test piece 4

memiliki kekuatan tarik terendah sebesar 21,73 kgf/mm2,

sedangkan pada test piece 3 kenaikan kekuatan tarik

menjadi 22,86 kgf/mm2. Sedangkan hasil pengujian pada

sambungan fillet weld dengan perbandingan ukuran kaki

las 1:2 (tanpa PWHT) pada test piece 9 memiliki kekuatan

tarik tertinggi sebesar 25,53 kgf/mm2, test piece 10

memiliki kekuatan tarik terendah sebesar 21,41 kgf/mm2,

sedangkan test piece 11 mengalami kenaikan kekuatan

tarik menjadi 23,44 kgf/mm2. Adanya perlakuan PWHT

menunjukkan bahwa kekuatan tarik dan kekuatan luluh

pada test piece 5, 6, 7, 12, 13 dan 14 menurun dibawah

kekuatan tarik dan kekuatan luluh pada test piece tanpa

PWHT.

C. Pengujian Kekerasan

Hasil pengujian kekerasan disajikan pada tabel data dan

grafik berikut ini :

Tabel 5 Perbandingan Distribusi Kekerasan pada sambungan butt weld

TP-1B , NON PWHT TP-1D , PWHT TP-1E , PWHT TP-1F , PWHT

VHN BASE METAL (HV) 124 127 134 129

VHN WELD METAL (HV) 139 141 133 140

VHN HAZ (HV) 156 160 159 160

Gambar 9 Grafik distribusi kekerasan pada sambungan butt weld

Tabel 6 Perbandingan distribusi kekerasan pada sambungan fillet weld

1:1 , NON PWHT 1:1 , PWHT 1:2 , NON PWHT 1:2 , PWHT

VHN BASE 3/4 Inch (HV) 138 133 132 124

VHN BASE 1 Inch (HV) 156 151 137 136

VHN WELD (HV) 169 159 169 144

VHN HAZ (HV) 197 177 193 150

Gambar 10 Grafik distribusi kekerasan pada sambungan fillet weld

Dari hasil pengujian didapatkan distribusi kekerasan

yang tertinggi berada di daerah HAZ kemudian diikuti oleh

daerah weld metal dan distribusi kekerasan yang terendah

adalah base metal. Dari hasil pengujian sambungan butt

weld dan fillet weld diketahui adanya perubahan hasil

distribusi kekerasan akibat proses pengelasan dan

perlakuan PWHT yang diberikan.

D. Pengujian Metallography

Hasil pengujian foto struktur makro disajikan pada data

gambar berikut ini :

(a) (b) (c) (d)

Gambar 11 foto makro sambungan butt weld (a) tanpa PWHT, (b) , (c) , (d)

perlakuan PWHT

(a) (b)

Gambar 12 foto makro sambungan fillet weld ukuran kaki las 1 : 1 (a) tanpa

PWHT, (b) perlakuan PWHT

(a) (b)

Gambar 13 foto makro sambungan fillet weld ukuran kaki las 1 : 2 (a) tanpa

PWHT, (b) perlakuan PWHT

Dari hasil penelitian struktur makro dengan

menggunakan larutan etsa reagent nital didapatkan lebar

daerah HAZ (heat affected zone) yang bebeda pada tiap

spesimen seperti pada gambar 11 untuk sambungan butt

weld dan pada gambar 12-13 untuk sambungan fillet weld.

Dari hasil foto makro tersebut, daerah HAZ yang warnanya

lebih menghitam daripada daerah weld metal dan base

metal. Pada spesimen sambungan butt weld tanpa

perlakuan PWHT tidak semua dilakukan foto makro

dikarenakan spesimen 1A mengalami pola patahan di

logam las dan spesimen 1C mengalami pola retakan di

HAZ dan logam las. Namun spesimen sambungan butt

weld foto makro didapatkan lebar HAZ yang sama yakni 6

mm. Pada spesimen sambungan fillet weld, semua

Page 5: Pengaruh PWHT dan Non PWHT Dengan Las SMAW Terhadap …

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6

5

spesimen juga dilakukan pengamatan foto makro dan

didapatkan lebar daerah HAZ yang cukup bervariasi.

Adapun hasil pengujian foto struktur mikro pada

sambungan butt weld disajikan pada data gambar 14 (tanpa

PWHT) dan gambar 15 (perlakuan PWHT) berikut ini :

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 14 (a) Struktur mikro base metal dengan perbesaran 200x,(b)

Struktur mikro HAZ dengan perbesaran 200x,(c) Struktur mikro weld metal

dengan perbesaran 200x,(d) fusion line

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 15 (a) Struktur mikro base metal dengan perbesaran 200x,(b)

Struktur mikro HAZ dengan perbesaran 200x,(c) Struktur mikro weld metal

dengan perbesaran 200x,(d) fusion line

Sedangkan hasil pengujian foto struktur mikro pada

sambungan fillet weld disajikan pada data gambar 16

(tanpa PWHT) dan gambar 17 (perlakuan PWHT) berikut

ini :

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 16 (a) Struktur mikro base metal dengan perbesaran 200x,(b)

Struktur mikro HAZ dengan perbesaran 200x,(c) Struktur mikro weld metal

dengan perbesaran 200x,(d) fusion line

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 17 (a) Struktur mikro base metal dengan perbesaran 200x,(b)

Struktur mikro HAZ dengan perbesaran 200x,(c) Struktur mikro weld metal

dengan perbesaran 200x,(d) fusion line

Adapun struktur mikro spesimen tanpa perlakuan PWHT

seperti dilihat dalam gambar 14 hingga 15 (untuk

sambungan butt weld) dan gambar 16 hingga 17 (untuk

sambungan fillet weld) diatas dapat terlihat bahwa struktur

didominasi oleh ferit (butiran yang berwarna terang) dan

fasa perlit (butiran yang berwarna gelap) lebih sedikit.

E. Pengujian SEM-EDX

Pada spesimen tanpa PWHT hasil SEM-EDX

ditunjukkan terdapat unsur yang dominan yakni Fe sebesar

87,04 % (weld metal), 84,41 % (HAZ), 84,04 % (base

metal) dan beberapa unsur paduan penyusunnya.

Sedangkan pada spesimen perlakuan PWHT hasil SEM-

EDX terdapat unsur yang dominan yakni Fe sebesar 86,20

% (weld metal), 87,49 % (HAZ), 77,45 % (base metal) dan

beberapa unsur paduan penyusunnya. Komposisi kimia

yang dominan ini hampir sama dengan hasil pengujian

komposisi kimia dengan X-Ray Diffraction. Beberapa unsur

paduan yang tampak cukup tinggi yakni seperti unsur

oksigen dan karbon yang memungkinkan membentuk

senyawa yang dapat menurunkan sifat mekanik material.

F. Pengujian XRD

Berikut ditampilkan gambar yang didapat dari hasil uji

XRD pada spesimen lasan :

Page 6: Pengaruh PWHT dan Non PWHT Dengan Las SMAW Terhadap …

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6

6

Gambar 18 Kurva hasil pengujian XRD pada spesimen 1 (tanpa PWHT) dan

spesimen 2 (perlakuan PWHT)

Pola difraksi hasil XRD pada spesimen 1 (tanpa PWHT)

dan spesimen 2 (perlakuan PWHT) yang terlihat pada

gambar 18 tersebut menunjukkan bahwa hanya terdapat

unsur Fe (Iron) yang membentuk kristal dengan sistem

kristal cubic dan lattice body-centered dengan masing-

masing bersesuaian dengan JCPDF #87-0722 / ICSD

#064999 , JCPDF #87-0721 / ICSD #064998 , dan JCPDF

#85-1410 / ICSD #064795.

Analisa kuantitatif menggunakan parameter keluaran

analisa rietveld dengan pencocokan (penghalusan) pola

difraksi terhitung (model) yang telah dibuat berdasarkan

data ICSD dengan menggunakan program rietica. Pada

analisa rietvield terdapat beberapa parameter-parameter

yang didapatkan dari karakter puncak difraksi. Parameter

tersebut ditunjukkan pada tabel 7. Tabel 7 Hasil Output Program Rietica

Adapun hasil perhitungan regangan dan tegangan

sisa tersebut ditunjukkkan pada tabel 8 Tabel 8 Hasil perhitungan regangan dan tegangan sisa

NON PWHT 0.376859 0.13 33.644

PWHT 0.080000 0.059 15.45

SpesimenVariasi

PerlakuanParameter U

1

2

Dari hasil pengamatan yang tertera pada tabel 8

menunjukkan bahwa adanya perlakuan PWHT pada

pengelasan SMAW memberikan efek pengurangan

regangan dan tegangan sisa pada permukaan material.

IV. KESIMPULAN/RINGKASAN

Kesimpulan yang didapatkan dalam penelitian ini

adalah:

1. Pada variasi Non PWHT memiliki pengaruh

menaikkan kekuatan tarik dan kekerasan.

2. Pengaruh proses post weld heat treatment

(PWHT) pada pengelasan SMAW

mengakibatkan peningkatan nilai keuletan yang

dikarenakan berkurangnya tegangan sisa.

3. Variasi proses post weld heat treatment

(PWHT) dan Non PWHT tidak memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap struktur

mikro.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Musaikan, Ir. 1997. Teknik Las, Jurusan Teknik Mesin,ITS,Surabaya.

[2] Pujo M, Imam Ir. dan Sarjito J.S, Ir. Analisis kekuatan sambungan las

SMAW (Shielded Metal Arc Welding) pada marine plate ST42

akibat faktor cacat porositas dan incomplete penetration.

Surabaya: Digilib ITS.

[3] Riyadi,Fajar dan Setyawan,Dony, S.T. M.Eng. Analisa

mechanical dan metallurgical pengelasan baja karbon A36 dengan

metode SMAW. Surabaya: Digilib ITS.

[4] Smallman R.E, dan Bishop R.J. 2000. Metalurgi Fisik Modern dan

Rekayasa Material. Jakarta: PT Gramedia

[5] Sisworo, Joko Sarjito,M.Si. Pengaruh perbedaan posisi pengelasan

terhadap kekuatan sambungan T-joint pengelasan fillet dengan las

FCAW pada plat mild steel. Surabaya: Digilib ITS.

[6] Sonawan Hery dan Suratman Rochim. 2004. Pengantar untuk

Memahami Proses Pengelasan Logam. Bandung: Alfabeta.

[7] Suherman, Wahid.1988. Pengetahuan Bahan, Jurusan Teknik Mesin,

ITS, Surabaya.

[8] Suherman, Wahid. 1999. Ilmu Logam I, Jurusan Teknik Mesin, ITS,

Surabaya.

[9] Suherman, Wahid. 2003. Ilmu Logam II, Jurusan Teknik Mesin, ITS,

Surabaya.

[10] Sujatmika,Hiro dkk. Analisa pengaruh groove dan gap terhadap

hasil pengelasan SMAW butt joint baja AISI 1020. Surabaya:

Digilib ITS.

[11] Supriyanti, Ruly Agustin. Analisa pengaruh hasil pengelasan ulang

menggunakan metode Gas Tungsten Arc Welding terhadap sifat

mekanik dan ketahanan korosi alulinium 5083. Surabaya: Digilib

ITS.

[12] Tawekal, Ricky L.Perhitungan SCF untuk analisa fatigue pada

sambungan struktur lepas pantai. volume 13 No.2 edisi XXXII Juni

2005.

[13] Wiryosumarto, Harsono Prof, Dr, Ir dan Okumura, Toshie, Prof, Dr,

Teknologi Pengelasan Logam. Edisi keenam. Jakarta. Pradnya

Paramitha. 1986.

[14] ___. 2000. API Specification 5L Fourty-Second Edition : Specification

for Line Pipe. USA. API international.

[15] ___. 2004. ASM Vol 9 : Metallograph and Microstructure, ASM

International, Material Park, USA.

[16] ___. 2000. ASME IX, 2000. Qualification Sandard For Welding and

Brazing Procedures, Welders, Brazers, and Welding and Brazing

Operators. New York: New York.

[17] ___. 1997. ASTM 106A-97A , “Standart Spesification for seamless

carbon Steel pipe for high-temperature service”

[18] ___. 1991. AWS A5.1. Standart Specification forStandart Carbon

Steel Electrodes for Shield Metal Arc Welding., Miami Florida.

[19] ___. 2004. AWS D 1.1. American Welding Society, Structural

Welding Code Steel. Miami Florida Fourth Edition.

NON PWHT -0.81 6.416 13.872 2.34 35.310 0.376859

PWHT 1.82 5.564 7.65 2.43 9.942 0.080000

SpesimenVariasi

PerlakuanR Bragg Rp Rwp Rexp X2 Parameter U

1

2