PENGARUH PP NO 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN...
Transcript of PENGARUH PP NO 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN...
PENGARUH PP NO 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH
MILIK DI KELURAHAN PULO GEBANG
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah SatuPersyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Syahri FajriyyahNIM : 107044102926
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1432 H / 2011 M
ii
PENGARUH PP NO 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAHMILIK DI KELURAHAN PULO GEBANG
SKRIPSIDiajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan MemperolehGelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Disusun Oleh:
SYAHRI FAJRIYYAHNIM : 107044102926
Dibawah Bimbingan :
Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MANIP : 19500306 197603 1001
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
1432 H / 2011 M
JAKARTA
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul ” PENGARUH PP NO 28 TAHUN 1977 TENTANG
PERWAKAFAN TANAH MILIK DI KELURAHAN PULO GEBANG”, telah
diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 17 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada
Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam)
Jakarta, 23 Juni 2011
Mengesahkan,
Dekan,
PANITIA UJIAN
Ketua : Drs. H.A. Basiq Djalil, MA NIP. 195003061976031001
Sekretaris : Dra. Hj. Rosdiana, MANIP. 196906102003122001
Pembimbing I : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MANIP : 19500306 197603 1001
Penguji I : Dr. H.M. Nurul Irfan, M.Ag NIP. 197308022003121001
Penguji II : Dr. Nurhasanah, M.AgNIP. 1957 3121 1985 03 1003
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli yang saya ajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan bukan hasil karya saya
sendiri atau hasil jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang
berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 21 April 2011
Syahri Fajriyyah
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ......................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ................................................................... iii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. iv
DAFTAR TABEL .................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah..................................................................... 1
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah ............................................... 5
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ......................................................... 6
D. Tinjauan Pustaka (Review Kajian Terdahulu) .................................. 7
E. Kerangka Teori Konseptual ............................................................... 9
F. Metodologi Penelitian ....................................................................... 9
G. Analisis Data ...................................................................................... 11
H. Sistematika Penulisan......................................................................... 12
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERWAKAFAN ........................... 14
A. Pengertian Wakaf .............................................................................. 14
B. Dasar Hukum Wakaf.......................................................................... 20
C. Rukun Dan Syarat-syarat Wakaf ....................................................... 25
vi
D. Prosedur Dan Pendafataran Wakaf .................................................... 31
E. Sanksi Pelanggaran Peraturan-Peraturan Tanah Milik ...................... 35
BAB III POTRET KELURAHAN PULO GEBANG CAKUNG JAKARTA
TIMUR ..................................................................................................... 37
A. Gambaran Umum Kelurahan Pulo Gebang........................................ 37
B. Pendidikan Masyarakat Pulo Gebang ................................................ 40
C. Keagamaan Masyarakat Pulo Gebang................................................ 41
D. Pengaruh PP No 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik
Di Kelurahan Pulo Gebang................................................................ 43
BAB IV PENGARUH PP NO 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN
TANAH MILIK DI KELURAHAN
PULO GEBANG ................................................................................... 46
A. Data-data Sertifikat Tanah Wakaf Di KUA Cakung ......................... 46
B. Sertifikasi Tanah Wakaf Menurut Hukum Islam
Dan Hukum Positif ............................................................................. 54
C. Analisis Penulis ................................................................................. 56
BAB V PENUTUP................................................................................................. 59
A. Kesimpulan......................................................................................... 59
B. Saran-saran ........................................................................................ 60
vii
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 61
LAMPIRAN-LAMPIRAN ..................................................................................... 64
A. Surat Kesediaan Menjadi Pembimbing Skripsi
B. Surat Wawancara
C. Surat Bukti Wawancara
D. Pedoman Wawancara
E. Hasil Wawancara Dengan Petugas KUA Cakung
F. Hasil Wawancara Dengan Nadzir
G. Hasil Wawancara Dengan Wakif
H. Hasil Wawancara Dengan Tokoh Masyarakat Setempat
I. Data Perwakafan Kantor Urusan Agama Cakung
J. Daftar Tanah Wakaf Bersertifikat KUA Kecamatan Cakung
K. Daftar Tanah Wakaf Belum Bersertifikat KUA Kecamatan Cakung
L. Dokumentasi Wawancara
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jumlah Penduduk di Wilayah Kelurahan Pulo Gebang .......................... 38
Tabel 2 Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Pulo Gebang...... 40
Tabel 3 Jumlah Sarana Pendidikan di Kelurahan Pulo Gebang........................... 41
Tabel 4 Keadaan dan Jumlah Masyarakat Pemeluk Agama ................................ 42
Tabel 5 Jumlah Sarana Peribadatan ..................................................................... 42
Tabel 6 Data-data Tanah Wakaf Yang Sudah Sertifikasi dan Belum Kelurahan
Pulo Gebang............................................................................................ 43
Tabel 7 Daftar Tanah Wakaf Bersertifikat Kelurahan Pulo Gebang ................... 49
Tabel 8 Daftar Tanah Wakaf Yang Belum Bersertifikat Kelurahan Pulo
Gebang ................................................................................................... 51
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah menciptakan langit dan bumi untuk manusia dan diamanatkan kepada
manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. Tanah yang merupakan salah satu bagian
dari bumi mempunyai hubungan erat dengan kehidupan manusia. Bahkan dapat
dikatakan setiap manusia berhubungan dengan tanah, tidak hanya pada masa
hidupnya tetapi sesudah meninggal pun masih tetap berhubungan dengan tanah. Oleh
sebab itu tanah merupakan suatu kebutuhan yang paling penting dalam kehidupan
dunia ini.1
Hubungan manusia dengan tanah adalah merupakan hubungan yang bersifat
abadi, baik manusia sebagai individu maupun sebagai mahluk sosial. Selamanya
tanah selalu dibutuhkan dalam kehidupannya, misalnya untuk tempat tinggal,
bercocok tanam, tempat beribadah, tempat pendidikan, dan sebagainya sehingga
segala sesuatu yang menyangkut tanah akan selalu mendapat perhatian.2
Kemiskinan dan kesenjangan sosial di sebuah Negara yang kaya dengan sumber
daya alam dan mayoritas penduduknya beragama Islam, seperti Indonesia menjadi
suatu keprihatinan. Jumlah penduduk miskin dari tahun ke tahun terus bertambah
jumlahnya sejak krisis ekonomi pada tahun 1997 hingga sekarang. Pengabaian atau
1 Mudjino, Politik Hukum Agraria, (Yogyakarta:Liberty, 1977), Cet 1, h. 19
2 Ibid., h. 19
2
tidak seriusan penanganan terhadap nasib dan masa depan puluhan juta kaum dhuafa
yang tersebar di seluruh tanah air.
Dalam keadaan seperti ini, di mana pembangunan sosial dan ekonomi tidak
berjalan dengan sukses, diperlukan kesadaran dari masyarakat khususnya umat Islam
sebagai salah satu agama yang ada di Indonesia dan merupakan agama yang paling
banyak penganutnya, sebenarnya mempunyai beberapa lembaga yang diharapkan
mampu membantu untuk mewujudkan kesejahteraan sosial yaitu, salah satunya
adalah institusi wakaf. Wakaf telah disyariatkan dan dipraktekkan oleh Umat Islam di
seluruh penjuru dunia sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW sampai
sekarang, termasuk oleh masyarakat Islam di Indonesia.
Wakaf merupakan salah satu lembaga sosial Islam yang erat kaitannya dengan
sosial ekonomi masyarakat. Walaupun wakaf merupakan lembaga Islam yang hukum
sunnah, namun lembaga ini dapat berkembang dengan baik dibeberapa Negara
muslim, seperti Saudi Arabia, Mesir, Turki, faedahnya adalah untuk diambil
manfaatnya sebanyak mungkin untuk digunakan di jalan yang diridhoi Allah SWT,
dan kemaslahatan umat.3
Perkembangan wakaf khususnya di Indonesia dapat dikatakan sejalan dengan
perkembangan penyebaran Islam. Di masa-masa awal penyiaran Islam, keterlibatan
Negara dalam mengelola wakaf pada umumnya dapat dipahami mengingat besarnya
harta wakaf yang ada diberbagai Negara Muslim, saat terjadi pengambil alihan wakaf
3 Undang-undang RI Nomor 41 Tahun 2004. Tentang Wakaf. (Departemen Agama RepublikIndonesia, Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji. 2005), Cet II, Hal 5
3
oleh negara di awal abab ke-20 M. Di Turki (tahun 1924) misalnya, 75% dari tanah
pertanian adalah tanah wakaf. Demikian pula di Al-jazair pada abad ke-19 (50%), di
Tunisia (33%), dan Mesir (12,5%). Namun besarnya jumlah wakaf bukanlah alasan
satu-satunya alasan untuk mengundang intervensi negara. Kebanyakan wakaf dikelola
dengan manajemen buruk. Selain itu, penyalahgunaan wakaf oleh tangan-tangan para
nadzir yang tidak kompeten menyebabkan wakaf gagal menopang pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi nasional yang sehat. Berdasarkan realitas ini, di berbagai
belahan dunia Muslim terdapat kecenderungan umum dimana kontrol negara terhadap
wakaf semakin kuat.4
Dalam operasional di lapangan masih ditemukan masalah-masalah yang perlu
mendapatkan perhatian dari pihak-pihak yang terkait secara terkordinasi, seperti
permasalahan tentang tanah wakaf yang tidak bersertifikat. Dalam pelaksanaan
wakaf, ternyata ketentuan-ketentuan administratif dalam PP N0. 28 Tahun 1977,
Kompilasi Hukum Islam, dan UU No.41 Tahun 2004 tentang wakaf belum
sepenuhnya mendapat perhatian masyarakat pada umumnya, dan khususnya pihak
yang berwakaf pada diri wakif yang amat menonjol adalah sisi ibadah dari praktek
wakaf. Oleh karena itu, wakif tidak merasa perlu untuk dicatat atau
diadministrasikan. Dengan demikian, perwakafan itu dilakukan atas dasar keikhlasan
dan keridhoan semata serta menurut tata cara adat setempat tanpa didukung data
4 Prihatna, Andy Agung, dkk. Wakaf, Tuhan, dan Agenda Kemanusiaan. (Jakarta. CSRC UINSyarif Hidayatullah 2006), Hal 3.
4
otentik dan surat-surat keterangan, sehingga secara yuridis administratif status wakaf
banyak yang tidak jelas.
Kejadian-kejadian tersebut menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat dan
untuk mengatasi permasalahan tersebut maka dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah
No. 28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah milik, disertai dengan aturan
pelaksanaan wakaf, selain dikeluarkannya PP No.28 Tahun 1977 tentang perwakafan
tanah milik, juga diantaranya Peraturan Menteri Agama No.1 Tahun 1978, Peraturan
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam No.Kep/D/75/1978, dan Instruksi
Presiden No.1 Tahun 1991 Kompilasi Hukum Islam, lahirnya peraturan tersebut
menunjukkan adanya peraturan pemerintah terhadap salah satu bagian hukum Islam
yaitu wakaf.
Dalam praktek di Indonesia, masih sering terjadi peristiwa yang mengisyaratkan
banyaknya tanah-tanah wakaf menjadi tanah-tanah untuk kepentingan pribadi. Karena
sebagian besar dari tanah-tanah wakaf tersebut belum didaftarkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga belum ada kepastian hukum.
Contoh saja seperti di daerah Kelurahan Pulo Gebang Cakung Jakarta Timur.
Banyak tanah yang ada di daerah tersebut yang belum terdaftar dan belum sertifikasi,
dan juga melihat data yang ada dalam Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan
Cakung pada tahun 2010-2011 bahwa banyak tanah wakaf yang belum sertifikasi
tetapi hanya didaftarkan untuk diikrarwakafkan saja dari banyaknya tanah yang sudah
diwakafkan, masuk dalam data KUA Kecamatan Cakung. Hal ini merupakan
permasalahan yang perlu diteliti dan dikaji lebih lanjut untuk memberikan solusi.
5
Maka dari itu, penulis tertarik untuk membahas dan mengkaji tentang PENGARUH
PP NO 28 TAHUN 1977 PERWAKAFAN TANAH MILIK DI KELURAHAN
PULO GEBANG. Dengan adanya motivasi di atas diharapkan mampu memberikan
suatu jawaban dan penjelasan akurat, sedangkan untuk mendapatkan kepastian dan
kejelasan mengenai permasalahan di atas diperlukan suatu kejelian, pemahaman serta
terlibat langsung kearea lokasi tempat penelitian yang dimaksud. 5
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan
Dari permasalahan pada latar belakang yang telah dikemukakan di atas.
Melihat luasnya masalah pembahasan yang akan diteliti dan agar permasalahan
yang akan diuraikan dalam penelitian ini tidak melebar. Maka dalam hal ini
penulis berupaya mengedepankan suatu tema inti yang berkaitan dengan masalah
yang diangkat. Dalam hal ini mengangkat tema penelitian ini. Tentunya penulis
membatasi permasalahan yang akan diuraikan dalam penelitian ini, maka penulis
membatasinya hanya pada pasal 9-10 PP No 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan
Tanah Milik, dan dengan data-data Perwakafan Kantor Urusan Agama Cakung
2010-2011.
2. Perumusan
Peraturan Pemerintah No.28 tahun 1977 dan peraturan-peraturan
pelaksanaannya mengharuskan pelaksanaan perwakafan tanah milik dilaksanakan
secara tertulis melalui proses administrasi tertentu, tidak cukup dilaksanakan
5 Dokumen KUA Kecamatan Cakung Jakarta Timur Tahun 2011
6
secara lisan, sebagaimana yang biasa dilakukan oleh masyarakat. Sedangkan
kenyataan di lapangan banyak tanah yang sudah diwakafkan tidak diakui sebagai
tanah wakaf oleh para ahli waris karena tidak ada bukti yang kuat.
Rumusan tersebut penulis rincikan bentuk pertanyaan sebagai berikut:
a. Mengapa masyarakat Kelurahan Pulo Gebang enggan melaksanakan PP No
28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik khususnya sertifikasi tanah
wakafnya?
b. Faktor-faktor apa saja yang menghambat dalam pembuatan sertifikat wakaf?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian skripsi ini di samping bertujuan untuk menyelesaikan perkuliahan di
fakultas Syari’ah dan Hukm, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta guna mendapat gelar
kesarjanaan Syari’ah (Hukum Islam), juga bertujuan untuk mengetahui Pengaruh PP
No 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik di Kelurahan Pulo Gebang.
Maka dilaksanakannya penelitian ini diantaranya sebagai berikut:
1. Mengetahui sebab para wakif tidak melaksanakan PP No 28 Tahun 1977 Tentang
Perwakafan Tanah Milik dalam membuat sertifikat.
2. Mencari faktor-faktor yang menjadi penghambat keberhasilan dalam pembuatan
sertifikat wakaf.
Adapun manfaat dari penelitian tersebut adalah:
1. Memberikan penjelasan pada masyarakat mengenai pembuatan sertifikat tanah
wakaf.
7
2. Memberikan kejelasan pada masyarakat mengenai faktor-faktor penghambat
pembuatan sertifikat wakaf.
3. Untuk menambah ilmu dan wawasan bagi peneliti khususnya dan pembaca
umumnya.
D. Tinjaun Pustaka (Review) Kajian Terdahulu
1. Judul skripsi: Pengelola dan Pengembangan Tanah Wakaf Produktif dalam
Perspektif UU No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. (Kajian Terhadap Masjid Jami’
Daarul Adzkaar di Wilayah KUA Cilandak Jakarta Selatan).
Disusun oleh : Siti Istianah
Tahun : 2008
Skripsi ini berisi bahwa sempitnya pola pemahaman masyarakat terhadap harta
yang diwakafkan, berupa benda tetap (tanah, bangunan) hanya untuk “kepentingan
pribadi”. Sifat kemutlakan kepada orang yang dianggap “panutan” ulama, kiyai,
ustadz dan tokoh lainnya. Sedangkan yang diserahi mengelola tanah tidak memilki
kemamapuan yang baik agar tanah wakaf digunakan secara optimal, dan juga tidak
memadainya peraturan perundang-undangan yang diterapkan sehingga tanah
wakaf belum dikelola dan dikembangkan secara optimal.
2. Judul skripsi : Efektivitas Nazir Dalam pengelolaan dan Pemanfaatan Harta
Wakaf (Studi kasus dipondok Pesantren Tapak Sunan Condet Balekambang
Jakarta Timur).
Disusun oleh : Arifin
Tahun : 2006
8
Dalam tulisannya menjelaskan bahwa faktor kurangnya pengetahuan masyarakat
tentang pengelolaan wakaf itu tergantung nadzir (pengelola) baik yang dikelola
secara perorangan, organisasi ataupun badan hukum. Dilihat dari tugas nadzir
selain bertugas melakukan benda yang dikelolanya, dan melihat tugas tersebut
jelaslah bahwa berfungsi tidaknya suatu lembaga perwakafan tergantung pada
nadzirnya. Jadi masalah nadzir sebagai orang yang mengurus harta wakaf sangat
penting diperhatikan, mengingat banyaknya terjadi sengketa terhadap tanah
wakaf. Semisal diselewengkan harta wakaf tersebut bahkan ada yang diwariskan.
3. Judul skripsi : Praktik Wakaf di Kecamatan Limo
Disusun oleh : Ambia Dahlan Abdullah
Tahun : 2009
Dalam skripsi ini menjelaskan bagaimana praktik wakaf di Kecamatan Limo.
Apakah sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, akan
tetapi di lapangan masih ada bagian kecil permasalahan yang terjadi, diantaranya
dalam proses pendaftaran lembaga wakaf, fungsi dan tujuan wakaf, pengelolaan
dan pengembangan lembaga wakaf serta pembinaan nadzir yang tidak berjalan
dengan baik.
Maka disini terlihat perbedaan dalam pembahasan judul yang sudah
dibahas dan ditulis oleh kakak kelas, yakni Siti Istianah, Arifin, dan Ambia
Dahlan Abdullah karena di dalam karyanya para kedua penulis itu membahas
judul yang tidak spesifik, maka untuk menspesifikan kembali penulis mengajukan
judul yang sudah tertera. Demikian mohon izinkan penulis diberikan kesempatan
9
untuk membahas kembali dan meneliti kembali dari judul yang sudah penulis
tetapkan.
E. Kerangka Teori Konseptual
Wakaf adalah menahan harta yang dapat diambil manfaatnya bukan untuk
dirinya, sementara benda itu tetap ada, dan digunakan manfaatnya untuk kebaikan
dan mendekatkan diri kepada Allah. Demikian juga wakaf adalah salah satu lembaga
sosial Islam yang erat kaitannya dengan sosial ekonomi masyarakat.
Seiring berjalan bahwa pola pemahaman masyarakat terhadap perwakafan atau
mewakafkan tanahnya berupa benda tetap seperti tanah atau bangunan hanya untuk
kepentingan ibadah, beranggapan bahwa harus dikembalikan kepada Allah. Prosedur
mewakafkan benda wakafnya diserahkan begitu saja kepada seseorang yang
dianggapnya itu panutan. Seharusnya dalam mewakafkan bendanya itu dianjurkan
untuk membuat sertifikat wakaf. Mengingat banyaknya terjadi sengketa terhadap
harta wakaf, semisal diselewengkan harta wakaf tersebut bahkan ada yang
diwariskan.
F. Metodologi Penelitian
Agar penelitian ini tepat pada sasarannya, maka peneliti memfokuskan atau
mengambil sasaran kepada masyarakat Kelurahan Pulo Gebang yang Telah
mewakafkan tanahnya di daerah tersebut.
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pola penelitian ini penulis menggunakan jenis data kualitatif, yang datanya
diperoleh dari hasil wawancara yang berkaitan dengan masalah yang penulis
10
kemukakan, yaitu Pengaruh PP No 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah
Milik di Kelurahan Pulo Gebang, dan penelitian ini menggunakan metode deskritif
analisis. Yakni berusaha menyajikan fakta-fakta yang objektif sesuai dengan
kondisi dan situasi yang sebenarnya terjadi pada saat penelitian dilakukan.6
Artinya penulis berusaha memberikan gambaran mengenai Pengaruh PP No. 28
Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik di Kelurahan Pulo Gebang.
2. Objek (Lokasi) dan Subjek Penelitian
Objek penelitian adalah daerah Kelurahan Pulo Gebang Cakung Jakarta
Timur. Sedangkan subjeknya adalah masyarakat Kelurahan Pulo Gebang yang
terdiri dari 1 (satu) orang petugas KUA, 1 (satu) orang wakif (pemberi wakaf), 1
(satu) orang nazdir (yang mengelola dan mengurus tanah wakaf), dan 1 (satu)
tokoh masyarakat setempat.
3. Sumber Data Penelitian
a. Data Primer, yakni data-data yang diperoleh dari hasil penelitian penulis di
daerah Kelurahan Pulo Gebang, dengan pertimbangan bahwa didalam praktek
lapangan masih banyak dijumpai permasalahan yang menghambat dalam
sertifikasi tanah wakaf.
6 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), CetKe-4, h. 8
11
b. Data Sekunder, yakni data-data yang diperoleh dengan cara mengumpulkan
dan menelaah dari beberapa literatur buku-buku ilmiah dan sumber-sumber
lainnya yang memilik relevansi dengan objek penelitian.7
4. Tehnik Pengumpulan Data
Dalam upaya mengumpulkan data yang diperlukan, digunakan metode
sebagai berikut:
a. Interview atau wawancara
Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan untuk
menjawab semua permasalahan penelitian.8 Tehnik interview ini digunakan
untuk memperoleh tentang pengaruh PP No 28 Tahun 1977 tentang
perwakafan tanah milik di Kelurahan Pulo Gebang, dengan tehnik tanya
jawab secara lisan yang berpedoman pada daftar pertanyaan terbuka untuk
mencari informasi secara detail dan terperinci menggunakan snowballing
proses. Dengan demikian, dapat diperoleh dari jawaban informan sedalam-
dalamnya tanpa unsur keterpaksaan.
b. Observasi, yaitu dilakukan di Kelurahan Pulo Gebang Cakung Jakarta Timur.
c. Dokumentasi, tehnik ini penulis gunakan untuk melengkapi data yang penulis
butuhkan, yaitu dengan melihat dokumen dan arsip-arsip yang ada di KUA
Kecamatan Cakung Kotamadya Jakarta Timur.
7 Hejazziey, Djawahir (ed.). Buku Pedoman Penulisan Skripsi, (Jakarta: Fakultas Syariah danHukum, 2007), Cet. Ke-1. Hal 25-2
8 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press,1986), Cet Ke-3, h. 170
12
G. Analisis Data
Analisa dilaksanakan dengan menghubungkan ketentuan normatif (Das Solen)
dengan implementasinya terhadap realitas kehidupan (Das Sein), sehingga akan
muncul kesadaran hukum terhadap masyarakat. Dengan demikian, satuan analisis
dalam penelitian ini peristiwa perwakafan tanah, mengharuskan adanya perwakafan
dilakukan secara tertulis, tidak cukup hanya dengan ikrar lisan saja, termasuk dalam
pembuatan sertifikat tanah wakaf yang dikaitkan dengan kesadaran hukum
masyarakat untuk melaksanakan hukum Islam, PP No 28 Tahun 1977 Tentang
Perwakafan Tanah Milik dan hukum positif lainnya.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku pedoman skripsi
Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang diterbitkan oleh
Fakultas Syari’ah dan Hukum tahun 2007.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari 5 bab dengan rincian sebagai
berikut:
Bab Kesatu : Tentang Pendahuluan, meliputi : Latar Belakang Masalah, Pembatasan
dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka (Review)
Kajian Terdahulu, Kerangka Teori Konseptual, Metode Penelitian, Analisa Data, dan
Sistematika Penulisan
13
Bab Kedua : Tinjauan Umum Tentang Perwakafan, meliputi : Pengertian Wakaf dan
Fungsi Wakaf, Dasar Hukum dan Syarat Wakaf, Prosedur Pendaftaran Wakaf,
Sanksi Pelanggaran Peraturan Perwakafan Tanah Milik.
Bab Ketiga : Potret Kelurahan Pulo Gebang, meliputi: Gambaran umum Kelurahan
Pulo Gebang, Geografis dan Demografis Kelurahan Pulo Gebang, Keagamaan dan
Pendidikan Masyarakat Kelurahan Pulo Gebang, Pengaruh PP No 28 Tahun 1977
Tentang Perwakafan Tanah Milik di Kelurahan Pulo Gebang.
Bab Keempat : Pengaruh PP Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah
Milik di Kelurahan Pulo Gebang, meliputi : Data-data Sertifikat Tanah Wakaf KUA
Kecamatan Cakung, Sertifikasi Tanah Wakaf Menurut Hukum Islam dan Hukum
Positif, Analisis Penulis Pengaruh PP No 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah
Milik di Kelurahan Pulo Gebang.
Bab Kelima : Tentang Penutup, meliputi : Kesimpulan, Saran-saran, Daftar Pustaka,
dan Lampiran-lampiran.
14
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERWAKAFAN
A. Pengertian Wakaf
Wakaf berasal dari bahasa Arab al-waqf bentuk masdar dari waqafa-yaqifu-
waqfan ( وقفا- یقف-وقف ).9 Kata waqf semakna dengan al-habs bentuk masdar dari
habasa-yahbisu-habsa ( حبسا-یحبس-حبس ) yang artinya menahan.10
Secara harfiah wakaf bermakna "pembatasan" atau "larangan". Sehingga kata
Waqf (Jama' Auqaf) digunakan dalam Islam untuk maksud "pemilikan dan
pemeliharaan" harta benda tertentu untuk kemanfaatan sosial tertentu yang diterapkan
dengan maksud mencegah penggunaan harta wakaf tersebut di luar tujuan khusus
yang telah diterapkan tersebut.11
Abi Bakar Jabir Al-Jazairi mengartikan wakaf sebagai penahanan harta sehingga
harta tersebut tidak bisa diwarisi, atau dijual, atau dihibahkan, dan mendermakan
hasilnya kepada penerima wakaf.12
Sedangkan dalam pengertian istilah, ulama berbeda redaksi dalam merumuskan
dan memberikan beberapa pengertian, sebagaimana tersebut di bawah ini:
9Fuad Irfan al-Bustani, Munjid al-Lughah, (Beirut: Dar al-Masriq, Lt), Cet. Ke-21, h.935.
10 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Juz 3, (Beirut: Dar al-Fikr,tt), h.515.
11 Farid Wadjdy, Wakaf untuk Kesejahteraan Umat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hal.29
4Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Ensiklopedi Muslim ( Minhajul Muslim) Alih Bahasa FadliBahri, (Jakarta: PT. Darul Falah, 2004) cet.VII, Hal. 565
15
1. Menurut golongan Syafi’iyah, Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malybary
mengatakan:
فيبه13.
Terjemahnya: “menahan harta yang bisa dimanfaatkan dalamkeadaan barangnya masih tetap dengan cara memutus pentassarrufnya untukdiserahkan pada keperluan yang mubah dan terarah”.
2. Menurut Imam Abu Hanifah dan golongannya
Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap milik si
wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Berdasarkan
definisi itu maka pemilikkan harta wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan ia
dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya. Jika si wakif wafat,
harta tersebut menjadi harta warisan buat ahli warisnya. Jadi timbul dari wakaf
hanyalah "menyumbangkan manfaatnya". Karena itu mazhab Hanafi
mendefinisikan wakaf adalah: "tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda,
yang berstatus tetap sebagai hak milik, dengan menyedekahkan manfaatnya
kepada suatu pihak kebajikan (sosial), baik sekarang maupun akan datang".14
Menurut golongan Hanafi, Syekh Abdullah bin Muhammad bin Sulaiman
al-Hanafi mengatakan:
13 Syeikh Zainuddin bin Abdul Aziz al- Malibary, Fath al-Muin, (Semarang: Al-Munawar,1078), h. 87.
14 Departemen Agama, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, (Jakarta: DirektoratPengembangan Zakat dan Wakaf, 2005). Hal 2.
16
.١٥
Terjemahnya: “ wakaf ialah menyediakan suatu harta atas namakepunyaan orang yang mewakafkan dan memberikan manfaatnya”.
3. Sedangkan definisi wakaf menurut Imam Malikiyah dan golongannya yang ditulis
oleh Syekh Hasan Kamil.
Mazhab Maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang
diwakafkan dari kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif
melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut
kepada yang lain dan wakif berkewajiban menyedekahkan manfaatnya serta tidak
boleh menarik kembali wakafnya. Perbuatan si wakif menjadikan manfaat
hartanya untuk digunakan oleh mauquf bih (penerima wakaf), walaupun yang
dimilikinya itu berbentuk upah, atau menjadikan hasilnya untuk dapat digunakan
seperti mewakafkan uang.
Menurut golongan Imam Malikiyah
16بيد
Terjemahnya: “wakaf ialah memberikan beberapa kemanfaatan (hasil) suatu hartauntuk selama-lamanya. Menurut pendapat yang shahih yang demikian itu sahsecara mutlak, baik untuk selamanya maupun untuk waktu tertentu”
15 Syekh Abdullah bin Muhammad bin Sulaiman al-Hanafi, Majmu’ al-anhar fi syarh al-Multaqal abhar, (Beirut: Dar al-Ihya al-Turas al-Arabi, t.t.), Cet. Ke 1 Juz I h. 733.
16 Hasan Kamil al-Mutawi, Fiqh al-Muamalat 'ala Mazhab al-Imam Malik, (Mesir: al-Ahramal-Tijariyah, Dar al-Kutub, 1972), Cet.Ke 1,Juz 1,hal. 203
17
4. Imam Taqiyuddin Abi Bakr mendefinisikan wakaf lebih menekan pada tujuannya,
yaitu menahan atau menghentikan harta yang dapat diambil manfaatnya guna
kepentingan kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.17
5. H. Imam Suhadi, memberikan definisi wakaf adalah pemisahan suatu harta benda
seseorang yang disahkan dan benda itu ditarik dari benda milik perseorangan
dialihkan penggunaannya kepada jalan kebaikan yang diridhai Allah SWT.
Sehingga benda-benda tersebut tidak boleh dihutangkan, dikurangi atau
dilenyapkan.18
6. Menurut Anwar Haryono, (1980:467), wakaf adalah penglepasan hak milik
seorang muslim yang hanya manfaat atau hasilnya (buahnya) dipergunakan untuk
kepentingan umum. Penglepasan hak milik secara wakaf ini dinilai sebagai
shodaqah jariyah (continue).19
Jadi dapatlah disimpulkan bahwa pengertian wakaf dalam syariat Islam kalau
dilihat dari perbuatan orang yang mewakafkan, wakaf ialah suatu perbuatan hukum
dari seseorang yang dengan sengaja mengeluarkan harta bendanya untuk digunakan
manfaatnya bagi keperluan di jalan Allah/dalam jalan kebaikan.
Definisi wakaf juga dijelaskan secara terperinci pada hukum positif yang ada di
Indonesia, di antaranya adalah:
17 Taqiyuddin abi bakar, Kifayatul Akhyar, juz 1, (Mesir: Dar al-Kitab al-Araby, II),hlm 319,perbedaan pendapat para ulama (mazhab) tentang wakaf dapat dilihat pada Wahbah Zuhaili, al-Fiqhal-Islami wa Adillatuhu, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1985), cet 2, h, 152
18 Imam Suhadi, Hukum Wakaf di Indonesia, (Yogyakarta: Dua Dimensi, 1983), h.3.
19 Suparman Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Serang: Darul Ulum Press, 1994), hal26.
18
1. Menurut PP Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik wakaf
adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian
dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk
selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya
sesuai dengan ajaran agama Islam.
2. Menurut Kompilasi Hukum Islam tidak jauh beda dengan PP Nomor 28 Tahun
1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik wakaf adalah perbuatan hukum seseorang
atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda
miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah
atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.20
3. Menurut Undang-undang wakaf Nomor 41 tahun 2004 Tentang Wakaf, wakaf
adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian
harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selama-lamanya untuk jangka waktu
tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan kesejahteraan
umum menurut Syari’ah.21
Dari pengertian Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf,
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik
dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), dapat diambil perbedaannya diantaranya:
20 Abdurrahman, Kompilasi hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo, 1992),h, 165
21 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Wakaf (Jakarta: Departemen Agama RepublikIndonesia, 2005), h.3
19
a. Dalam Peraturan Nomor 28 Tahun 1977 Perwakafan Tanah Milik, harta
wakaf yang dapat diwakafkan hanyalah tanah milik.
b. Dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf harta yang
diwakafkan dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu tertentu, sesuai dengan
kepentingan.
c. Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) bahwa yang dapat
diwakafkan adalah harta benda, artinya harta benda bergerak dan tidak
bergerak.
Dari beberapa pengertian wakaf di atas dapat ditarik cakupan wakaf, meliputi:
1) Harta benda milik seseorang atau sekelompok orang.
2) Harta benda tersebut bersifat kekal zatnya, tidak habis apabila dipakai.
3) Harta tersebut dilepas kepemilikannya oleh pemiliknya.
4) Harta yang dilepas kepemilikkannya tersebut, tidak bisa dihibahkan,
diwariskan, atau diperjualbelikan.
5) Manfaat dari harta benda tersebut untuk kepentingan umum sesuai dengan
ajaran Islam. 22
B. Dasar Hukum Wakaf
1. Dasar Hukum Islam
Secara teks, wakaf tidak terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, namun
makna dalam kandungan wakaf terdapat dalam dua sumber hukum Islam tersebut.
22 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1995), hal 491
20
1) Di dalam Al-Qur’an landasan hukum yang menganjurkan wakaf ialah firman
Allah swt. Surat Al-Hajj 77:
للذ)/٧٧: ٢٢(
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu,sembahlah tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapatkakemenangan”.
Ketika ayat yang menganjurkan untuk menyedekahkan harta yang paling
dicintai (Q.S. (3): 92), di dengar oleh Abu Thalhah maka ia berdiri dan berkata:
Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah swt telah berfirman:
لهبائمفاحامفىب)/٩٢: ٣(
Artinya:”Kamu sekali-kali belum sampai kepada kebaktian yang sempurna,sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai”. (Q.S. AliImran (3):92).
Dari beberapa ayat yang penulis paparkan di atas, penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa manfaat wakaf sangat dirasakan oleh wakif sebagai pemberi
wakaf dan terlebih manfaatnya lagi bagi masyarakat yang merasakan dan
menggunakan sarana wakaf tersebut, sehingga tiada ruginya wakaf itu karenanya
dapat mensejahterakan masyarakat.
Selain dari ayat-ayat yang mendorong manusia berbuat baik untuk
kebaikan orang lain dengan membelanjakan (menyedekahkan) hartanya tersebut di
21
atas, ada juga hadits-hadits Nabi yang menjadi dasar hukum wakaf, seperti penulis
paparkan di bawah ini.
2) Di dalam Al-Hadits yang berkaitan dengan wakaf adalah sabda Rasulallah
SAW:
:، به،:
٢٣.)مسلم(
Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah sawbersabda: apabila manusia wafat berputuslah semua amal perbuatannya,kecuali dari tiga hal, yaitu sedekah jariyah (wakaf), atau ilmu yangdimanfaatkan, atau anak shaleh yang mendoakannya” (HR. Muslim).
Imam al-Kahlani Adlam Subul al-Salam, hadits ini dituturkan dalam bab
waqaf, karena para ulama mengartikan sedekah jariyah adalah waqaf.24 Kemudian
hadits yang berkaitan dengan waqaf yang pertama kali dilakukan dalam Islam
adalah waqaf Umar R.A sesuai dengan hadits yang di bawah ini:
: ، ، : !
: ، :،،
23 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, (Jakarta: Dar Al-Islamiyah, 2002) hal 543.
24 Imam Muhammad bin Ismail al-Kahlani, Subulussalam, (Bandung: Dahlan, tt)., h. 87
22
في
):٢٥)مسلم) (
Artinya: Ibnu Umar berkata: umar Radhiyallahu'anhu memperoleh bagiantanah di khaibar lalu menghadap Nabi SAW untuk meminta petunjuk dalammengurusnya. Ia berkata: wahai Rasulullah, aku memperoleh sebidang tanahdi khaibar, yang menurutku, aku belum pernah memperoleh tanah yang lebihbaik daripadanya. Beliau bersabda: " jika engkau mau, wakafkanlahpohonnya dan sedekahkan hasil (buah)nya". Ibnu Umar berkata: lalu umarmewakafkannya dengan syarat pohonnya tidak boleh dijual, diwariskan, dandiberikan. Hasilnya disedekahkan kepada kaum fakir, kaum kerabat, parahamba sahaya, orang yang berada di jalan Allah, musafir yang kehabisanbekal, dan tamu. Pengelolanya boleh memakannya dengan sepantasnya danmemberi makan sahabat yang tidak berharta. Muttafaq Alaih dan lafadznyamenurut riwayat Muslim. Dalam riwayat bukhari disebutkan, "Umarmenyedekahkan pohonnya dengan syarat tidak boleh dijual dan dihadiahkan,tetapi disedekahkan hasilnya.(HR. Muslim )
3) Ijma Sahabat
Para sahabat sepakat bahwa hukum wakaf sangat dianjurkan dalam
Islam dan tidak satu-pun di antara para sahabat yang menafikan wakaf.
Sedangkan hukum wakaf menurut shahibul mazhab (Imam Abu Hanifah,
Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal) tidak terdapat
perbedaan yang signifikan. Menurut Imam Malik, Syafi’i dan Ahmad Hanbal
hukum wakaf adalah Sunnah (mandub). Menurut Imam Hanafiah hukum
wakaf adalah mubah (boleh). Sebab wakaf non muslimpun hukum wakafnya
25 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, hal 544
23
sah. Namun demikian, wakaf nantinya bisa menjadi wajib apabila wakaf itu
menjadi objek dari Nazhir.26
2. Dasar Hukum Pemerintahan Republik Indonesia
Di Indonesia ada beberapa peraturan yang mengatur masalah perwakafan,
yaitu PP No 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Milik, Undang-undang Pokok
Agraria (UUPA) yang diatur dalam pasal 5, pasal 14 ayat 91 dan pasal 49, Inpres
No.1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Undang-undang No.41 Tahun
2004 Tentang Wakaf, PP No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UU No 41
Tahun 2004 Tentang Wakaf. adapun yang mengatur tentang tunai hanya terdapat
dalam Undang-undang No.41 tentang wakaf dan PP No.42 tahun 2006. dalam UU
No.41 tahun 2004 tentang wakaf dikatakan bahwa:
a. Pengaturan benda wakaf bergerak berupa uang dan sejenisnya (giro, saham,
dan surat berharga lainnya), selain harta benda wakaf tidak bergerak (tanah
dan bangunan).
b. Wakaf benda bergerak berupa uang dapat dilakukan melalui lembaga
keuangan syariah.
c. Dari hasil pengelolaan wakaf secara produktif tersebut, dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan:
1). Sarana dan kegiatan ibadah
26Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru VanHoeve 1999), Cet 5, hal 169
24
2). Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan
3). Bantuan pada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa
4). Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat
5). Kemajuan kesejahteraan umum lainnya.27
d. Dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf secara produktif,
nadzir dapat bekerja sama dengan pihak ketiga IDB, investor, perbankan
Syariah, LSM dan lain-lain
e. Dalam rangka pengoptimalkan pengelolaan dan pengembangan harta benda
wakaf, akan dibentuk Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang bersifat
independen dan dapat membentuk perwakilan di propinsi dan kabupaten jika
dianggap perlu.
C. Rukun dan Syarat-syarat Wakaf
Para Imam Mujtahid berbeda pendapat dalam memberikan pandangan mengenai
rukun dan syarat-syarat wakaf.
Menurut ulama Mazhab Hanafi bahwa rukun wakaf itu hanya satu, yakni akad
yang berupa ijab (pernyataan dari wakif). Sedangkan kabul (pernyataan menerima
wakaf) tidak termasuk rukun bagi mazhab Hanafi disebabkan akad tidak bersifat
mengikat. Apabila seseorang mengatakan: “saya wakafkan harta ini kepada anda”,
maka akad itu sah dengan sendirinya dan orang yang diberi wakaf berhak atas harta
27 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Undang-undang No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, hal 14
25
itu.28 Adapun rukun wakaf menurut sebagian besar ulama dan Fiqh Islam, telah
dikenal ada 6 (enam) rukun. Yaitu:
1. Orang yang berwakaf (waqif)
Adapun syarat-syarat orang yang mewakafkan (wakif) adalah setiap wakif
harus mempunyai kecakapan melakukan tabarru, yaitu melepaskan hak milik tanpa
imbangan materiil, artinya mereka telah dewasa (baligh), berakal sehat, tidak
dibawah pengampuan dan tidak karena terpaksa terbuat.29
Dalam pasal 7 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004, wakif meliputi:
a. Perseorangan adalah apabila memenuhi persyaratan dewasa, berakal sehat,
tidak terhalang melakukan perbuatan hukum dan pemilik sah harta benda
wakaf;
b. Organisasi adalah apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan
harta benda wakaf milik organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf milik
organisasi sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan;
28 Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), hal 16-17
29 Elsi Kartika Sari, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, ( Jakarta: PT Grasindo, 2007). Hal59
26
c. Badan hukum adalah apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk
mewakafkan harta benda wakaf milik badan hukum sesuai dengan anggaran
dasar badan hukum yang bersangkutan. 30
2. Benda yang diwakafkan (mauquf)
Mauquf dipandang sah apabila merupakan harta bernilai, tahan lama
dipergunakan, dan hak milik wakif murni.
Benda yang diwakafkan dipandang sah apabila memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
a. Benda harus memiliki nilai guna
tidak sah hukumnya sesuatu yang bukan benda, misalnya hak-hak yang
bersangkutan paut dengan benda, seperti hak irigasi, hak lewat, hak pakai dan
lain sebagainya. Tidak sah mewakafkan benda yang tidak boleh diambil
manfaatnya.
b. Benda tetap atau benda bergerak
secara garis umum yang dijadikan sandaran golongan syafi’iyyah dalam
mewakafkan hartanya dilihat dari kekekalan fungsi atau manfaat dari harta
tersebut, baik berupa barang tak bergerak, barang bergerak maupun barang
kongsi (milik bersama).
c. Benda yang diwakafkan harus tertentu (diketahui) ketika terjadi akad wakaf
30 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Wakaf, hal 6.
27
Penentuan benda tersebut bisa ditetapkan dengan jumlah seperti seratus juta
rupiah, atau bisa juga menyebutkan dengan nishab terhadap benda tertentu,
misalnya separuh tanah yang dimiliki dan lain sebagainya. Wakaf yang tidak
menyebutkan secara jelas terhadap harta yang akan diwakafkan sebagian tanah
yang dimiliki, sejumlah buku, dan sebagainya.
d. Benda yang diwakafkan benar-benar telah menjadi milik tetap (al-milk at-
tamm) si wakif (orang yang mewakafkan) ketika terjadi akad wakaf.
Jadi, jika seseorang mewakafkan benda yang bukan atau belum menjadi
miliknya, walaupun nantinya akan menjadi miliknya maka hukumnya tidak
sah, seperti mewakafkan tanah yang masih dalam sengketa atau jaminan jual
beli dan lain sebagainya. 31
3. Tujuan/tempat diwakafkan harta itu adalah penerima wakaf (mauquf‘alaih)
Mauquf alaih tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah, hal ini
sesuai dengan sifat amalan wakaf sebagai salah satu bagian dari ibadah.
Di dalam Pasal 22 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf,
disebutkan dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda hanya
dapat diperuntukan bagi:
a. Sarana dan kegiatan ibadah
b. Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan
c. Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa.
d. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, dan/atau
31 Elsi Kartika Sari, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, hal. 60
28
e. Kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan
syari’ah dan peraturan perundang-undangan.32
4. Pernyataan/lafadz penyerahan wakaf (sighat) ikrar wakaf
Sighat (lafadz) atau pernyataan wakaf dapat dikemukakan dengan tulisan,
lisan atau dengan suatu isyarat yang dapat dipahami maksudnya. Pernyataan
dengan tulisan atau lisan dapat digunakan menyatakan wakaf oleh siapa saja,
sedangkan isyarat hanya bagi orang yang tidak dapat menggunakan dengan cara
tulisan atau lisan. Tentu pernyataan dengan isyarat tersebut harus sampai benar-
benar dimengerti pihak penerima wakaf agar dapat menghindari persengketaan di
kemudian hari.33
Dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, suatu
pernyataan wakaf/ikrar wakaf dituangkan dalam akta ikrar wakaf, yang paling
sedikit memuat:
a. nama dan identitas wakif
b. nama dan identitas nadzir
c. data dan keterangan harta benda wakaf
d. peruntukan harta benda wakaf, dan
e. jangka waktu wakaf.
32Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Wakaf, hal 14
33Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Direktorat JenderalBimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2005), hal 55
29
Setiap pernyataan/ikrar wakaf dilaksanakan oleh Wakif kepada Nazhir di
hadapan Pejabat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dengan disaksikan oleh 2 orang
saksi.34
5. Ada pengelola wakaf (nazhir)
Nazhir wakaf adalah orang yang memegang amanat untuk memelihara dan
menyelenggarakan harta wakaf sesuai dengan tujuan perwakafan. Mengurus atau
mengawasi harta wakaf pada dasarnya menjadi hak wakif, tetapi boleh juga wakif
menyerahkan hak pengawasan wakafnya kepada orang lain, baik perseorangan
maupun organisasi.35
Beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi nadzir terdapat pada
Pasal 219 Kompilasi Hukum Islam yaitu beragama Islam, dewasa, dapat dipercaya
(amanah) serta mampu secara jasmani dan rohani untuk menyelenggarakan segala
urusan yang berkaitan dengan harta wakaf serta tidak terhalang melakukan
perbuatan hukum dan bertempat tinggal di kecamatan tempat letak benda yang
diwakafkannya.
6. Ada jangka waktu yang tak terbatas
Dalam Pasal 215 Kompilasi Hukum Islam bahwa wakaf adalah perbuatan
hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan
sebagian dari benda miliknya dan melembagakan untuk selama-lamanya guna
kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai ajaran Islam maka
34 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Wakaf, hal 13
35 Elsi Kartika Sari, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, hal 63
30
berdasarkan pasal di atas wakaf sementara adalah tidak sah,36 sedangkan dalam
Pasal 1 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 dinyatakan bahwa wakaf adalah
perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan menyerahkan sebagian harta
benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu
sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah atau kesejahteraan umum
menurut syariah maka berdasarkan pasal di atas wakaf sementar diperbolehkan
asalkan sesuai dengan kepentingannya.
Untuk sahnya suatu wakaf diperlukan syarat-syarat sebagai berikut:
a. Wakaf harus dilakukan secara tunai, tanpa digantungkan kepada akan
terjadinya sesuatu peristiwa di masa yang akan datang, sebab pernyataan
wakaf berakibat lepasnya hak milik seketika setelah wakif menyatakan
berwakaf dapat diartikan memindahkan hak milik pada waktu terjadi wakaf.
b. Tujuan wakaf harus jelas, maksudnya hendaklah wakaf disebutkan dengan
terang kepada siapa wakaf tersebut ditujukan, apabila tanpa menyebutkan
tujuan sama sekali peruntukannya maka wakaf dipandang tidak sah.
c. Wakaf merupakan hal yang harus dilaksanakana tanpa syarat boleh khiyas,
artinya tidak boleh membatalkan atau langsungkan wakaf yang telah
dinyatakan sebab pernyataan wakaf berlaku tunai dan untuk selamanya.37
36 Abdurrahman, Kompilasi hukum Islam di Indonesia, h. 165
37 Elsi Kartika Sari, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, hal 65
31
D. Prosedur Pendaftaran Wakaf
1. Menurut Hukum Positif (PP No.28 Tahun 1977)
Dalam hukum positif, perwakafan tanah selain untuk mendekatkan diri
kepada Allah (ibadah) tetapi juga berkaitan dengan penataan tanah/tata kota.
Adapun hukum positif yang mengatur mengenai perwakafan adalah
Peraturan Pemerintah (PP No.28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik)
dan Peraturan Pelaksanaanya diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) No.1
Tahun 1978. dalam PP No.28 Tahun1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik,
isinya hanyalah mengatur mengenai perwakafan tanah hak milik sedangkan,
mengenai wakaf benda bergerak hanya tercantum dalam instruksi Presiden
tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) No.1 Tahun 1991. Adapun Undang-
undang yang terbaru tentang perwakafan PP No. 42 tahun 2006 adalah tentang
pelaksanaan Undang-undang No. 41 tahun 2004.
Tata cara dan prosedur pendaftaran tanah wakaf dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 ditentukan secara rinci mengenai prosedur
atau tata cara perwakafan tanah milik. Maksud dan tujuan yang demikian tidak
lain adalah untuk ketertiban di dalam pelaksanaan perwakafan tanah milik itu
sendiri.
Rangkain tata cara perwakafan tanah milik menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 28 Tahun 1977 adalah sebagai berikut:
32
Pertama, pihak yang hendak mewakafkan tanahnya diharuskan datang
dihadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melaksanakan ikrar wakaf.38
Pengaturan mengenai isi dan bentuk ikrar wakaf, lebih lanjut ditegaskan dalam
Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor : Kep/D/75/78
tentang formulir daan pelaksanaan peraturan-peraturan tentang perwakafan tanah
milik. Pelaksanaan ikrar wakaf tersebut baru dianggap sah bilamana dihadiri dan
disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi sebagaimana ditetapkan
oleh Pasal 9 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang
Perwakafan Tanah Milik.
Saksi adalah orang yang mendapat tugas menghadiri suatu peristiwa dan
bila perlu dapat didengar keterangannya di muka pengadilan. Ketentuan
mengenai kesaksian dia dalam ikrar wakaf ini tidak terdapat dalam hukum fiqih
Islam, namun karena maslah ini termasuk ke dalam kategori masalah-masalah,
yakni untuk kemaslahatan umum, maka soal kesaksian itu perlu diperhatikan.39
Kedua, pada waktu menghadap Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf itu,
wakif harus membawa surat-surat sebagai berikut:
a. Sertifikat hak milik atau tanda bukti pemilikan tanah seperti girik dan
sebagainya.
38http://www.google.co.id/#hl=id&source=hp&q=pp+no+28+tahun+1977&aq=o&aqi=&aql=&oq=&pbx=1&fp=b9f1f2dfce7aa00d&biw=800&bih=437
39 Chaidir Ali, Badan Hukum, Alumni, (Bandung: t,tp, 1987), hal 88
33
b. Surat keterangan Kepala Desa yang diperkuat oleh camat setempat
yang menerangkan kebenaran pemilikan tanah dan tidak tersangkut
suatu sengketa.
c. Surat keterangan pendaftaran tanah.
d. Izin dari Bupati/Walikota Kepala Daerah cq Kepala Sub sektorat
Agraria setempat.40
Surat-surat tersebut di atas diperiksa lebih dahulu oleh pejabat Akta Ikra
Wakaf (PPAIW), apakah telah memenuhi aturan yang ditetapkan oleh
perundang-undangan.
Ketiga, pejabat Pembuatan Akta Ikrar Wakaf meneliti saksi-saksi ikrar
wakaf dan mensahkan susunan nazir.di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar
Wakaf (PPAIW) dan dua orang saksi, wakif mengucapkan ikrar kepada nazir
yang telah disahkan dengan ucapan yang jelas dan tegas. Setelah selesai
mengucapkan ikrar wakaf, wakif, nadzir, saksi-saksi dan pejabat pembuat akta
ikrar wakaf rangkap 3 (tiga) dan salinannya rangkap 4 (empat) dan selambat-
lambatnya sebulan setelah dibuat, wajib disampaikan kepada pihak-pihak yang
bersangkutan.
Akta Ikrar Wakaf yang rangkap 3 (tiga) disampaikan kepada:
1. lembar pertama disimpan oleh Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf.
40 Departemen Agama, Peraturan Perundangan Perwakafan, (Jakarta: Direktorat JenderalBimbingan Masyarakat Islam, 2006), hal 133
34
2. lembar kedua dilampirkan pada surat permohonan pendaftaran yang
dikirimkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya.
3. lembar ketiga dikirim kepada Pengadilan Agama yang wilayah
setempat.
Sedangkan salinan akta ikrar wakaf dibuat rangkap 4 (empat) untuk
keperluan:
1. Salinan lembar pertama disampaikan kepada wakif
2. Salinan lembar kedua disampaikan kepada nazir.
3. Salinan lembar ketiga dikirim kepada Kantor Departemen Agama.
4. Salinan lembar keempat dikirim kepada Kepala Desa yang mewilayahi
tanah wakaf tersebut.
Ketentuan untuk membuat dan menyampaikan akta ikrar wakaf maupun
salinan akta ikrar wakaf seperti tersebut di atas, tata cara perwakafan tanah milik
dilakukan secara tertulis, tidak secara lisan saja. Hal ini dengan tujuan untuk
memperoleh bukti otentik yang dapat dipergunakan untuk bermacam-macam
persoalan seperti untuk bahan pendaftran pada Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya dan untuk dijadikan bahan bukti bila terjadi sengketa
dikemudian hari.
2. Menurut Kompilasi Hukum Islam Pasal 223 dan 224 dinyatakan sebagai berikut:
a. Pihak yang hendak mewakafkan dapat menyatakan ikrar wakaf di hadapan
Pejabat Ikrar Wakaf untuk melaksanakan Ikrar Wakaf.
b. Isi dan bentuk Ikrar Wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama.
35
c. Pelaksanaan Ikrar,demikian pula pembuatan Akta Ikrar Wakaf, dianggap sah
jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi.
d. Dalam melaksanakan ikrar seperti yang dimaksud ayat (1) pihak yang
mewakafkan diharuskan menyerahkan kepada Pejabat yang tersebut dalam
pasal 215 ayat (6), 41 surat-surat sebagai berikut:
1) Tanda bukti pemilikan harta benda
2) Jika benda yang diwakafkan berupa benda tidak bergerak, maka harus
disertai surat keterangan dari kepala desa, yang diperkuat oleh Camat
setempat yang menerangkan pemilikan benda tidak bergerak dimaksud;
3) Surat atau dokumen tertulis yang merupakan kelengkapan dari benda tidak
bergerak yang bersangkutan.
Pendaftaran Benda Wakaf
Setelah Akta Ikrar Wakaf dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam pasal
223 ayat (3) dan (4), maka kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas nama
nadzir yang bersangkutan diharuskan mengajukan permohonan kepada Camat untuk
mendaftar perwakafan benda yang bersangkutan guna menjaga keutuhan dan
kelestarian.42
41 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, Cet 1.Hal 169
42Abdurrahman, Kompilasi hukum Islam di Indonesia, Cet 1, h, 169
36
3. Sanksi Pelanggaran Peraturan-peraturan Perwakafan Tanah Milik
Dalam Undang-undang No.41 Tahun 2004 tentang wakaf disebutkan bahwa
penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah untuk mencapai
mufakat. Namun apabila penyelesaian sengketa tidak berhasil, sengketa dapat
diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan.
Penyelesaian perselisihan yang menyangkut persoalan kasus-kasus harta
benda wakaf diajukan kepada Pengadilan Agama dimana harta benda wakaf dan
Nadzir itu berada, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Selain masalah penyelesaian sengketa, Undang-undang wakaf juga mengatur
ketentuan pidana umum terhadap penyimpangan terhadap benda wakaf dan
pengelolaannya sebagai berikut:
1. Setiap orang yang dengan sengaja menjamin, menghibahkan, menjual,
mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya tanpa izin
dipidana penjara paling lama 5 tahun dan /atau pidana denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Setiap orang yang dengan sengaja mengubah peruntukan harta benda wakaf tanpa
izin di pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
3. Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan atau mengambil fasilitas atas
hasil pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf melebihi jumlah yang
37
ditetukan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).43
Sanksi Administrasi
Pasal 68 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 adalah mengatur sebagai berikut.
1. Menteri dapat mengenakan sanksi administrasi atas pelanggaran tidak
didaftarkan harta benda wakaf oleh PPAIW dan lembaga keuangan syariah.
2. Sanksi adminstrasi dapat berupa
a. Peringatan tertulis;
b. Penghentian sementara atau pencabutan izin kegiatan dibidang wakaf bagi
lembaga keuangan syariah, dan
c. Penghentian sementara dari jabatan atau penghentian dari jabatan
PPAIW44
43 Departemen Agama RI, Undang-undang Republik Indonesia No.41 Tahun 2004 TentangWakaf, hal 34.
44 Elsi Kartika Sari, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, hal 79
38
BAB III
POTRET KELURAHAN PULO GEBANG CAKUNG
JAKARTA TIMUR
A. Gambaran Umum Kelurahan Pulo Gebang
1. Letak Geografis
Secara geografis, kelurahan Pulo Gebang merupakan sebuah wilayah yang
terletak di Kecamatan Cakung Jakarta Timur. Kelurahan ini juga langsung
berbatasan dengan kelurahan Penggilingan, sebelah Selatan berbatasan dengan
kelurahan Pondok Kopi, dan sebelah Utara berbatasan dengan kelurahan Ujung
Menteng.45
Kelurahan Pulo Gebang Kecamatan Cakung yang luas wilayahnya sekitar
685.81 Ha. Yang dibagi dalam beberapa Rukun Warga (RW) dan Rukun
Tetangga (RT). Adapun berdasarkan data sampai dengan bulan Maret 2011
jumlah Rt dan Rw yang berada di kelurahan Pulo Gebang yaitu 16 RW dan 180
RT. Pada Rt 001 dengan luas wilayah 69,5 Ha, Rw 002 dengan luas wilayahnya
48 Ha, Rw 003 dengan luas wilayahnya 52 Ha, Rw 004 dengan luas wilayahnya
51 Ha, Rw 005 dengan luas wilayahnya 63 Ha, Rw 006 dengan luas wilayahnya
62 Ha, Rw 007 dengan luas wilayahnya 48 Ha, Rw 008 dengan luas wilayahnya
68 Ha, Rw 009 dengan luas wilayahnya 46 Ha, Rw 010 dengan luas wilayahnya
45 Laporan Tahunan Kelurahan Pulo Gebang Cakung Jakarta Timur Tahun 2010
39
30 Ha, Rw 013 dengan luas wilayahnya 47 Ha, Rw 014 dengan luas wilayahnya
6,5 Ha, Rw 015 dengan luas wilayahnya 15 Ha, Rw 016 dengan luas wilayahnya
20 Ha.46
2. Kependudukan
Berdasarkan data yang tercatat bahwa jumlah penduduk seluruhnya di
Kelurahan Pulo Gebang adalah 53.271 jiwa, yang terdiri dari 40.740 orang laki-
laki dan 12.531 orang perempuan, jumlah ini setiap tahunnya meningkat.
Perkembangan penduduk Kelurahan Pulo Gebang sebagai berikut:
Tabel ITabel Jumlah Penduduk di Wilayah Kelurahan Pulo Gebang
WNINo RW JML KKLK PR JML
01 01 1689 3493 3414 688702 02 1305 2069 2149 418803 03 2272 3358 3978 731604 04 1842 3191 3118 627905 05 3066 3779 4528 828706 06 2721 3354 3110 643407 07 1427 2654 2533 516708 08 2251 3838 4625 843309 09 510 891 978 183910 10 349 813 840 162411 11 346 535 524 103912 12 430 867 862 170913 13 436 867 911 175814 14 156 295 263 53815 15 324 278 248 50616 16 960 2158 1673 3811
Jumlah 53.271 40.740 12.531 53.271Sumber: Kelurahan Pulo Gebang 2010
46 Laporan Tahunan Kelurahan Pulo Gebang Cakung Jakarta Timur Tahun 2010
40
3. Pertanahan
Dalam upaya tertib administrasi pertanahan di Kelurahan Pulo Gebang,
maka tercatat dalam buku laporan tahunan Kelurahan Pulo Gebang bahwa
pertanahan di Kelurahan Pulo Gebang antara lain:
Status Tanah
1. Tanah Negara : 45,84 Ha
2. Tanah Milik Adat : 311 Ha
3. Tanah Wakaf : 6 Ha
4. Lain-lain : 290 Ha
Dengan rincian sebagai berikut:
a. Jenis Tanah
1. Darat/Kering : 396,5 Ha
2. Sawah/Basah : 296,5 Ha
b. Peruntukan Tanah
1. Untuk Perumahan :374,5 Ha
2. Untuk Industri : 6 Ha
3. Untuk Fasilitas Umum : 33,5 Ha
4. Untuk pemakaman (wakaf) : 6 Ha
5. Tanah lain-lain : 254 Ha47
47 Laporan Tahunan Kelurahan Pulo Gebang Jakarta Timur 2010
41
B. Pendidikan Masyarakat Kelurahan Pulo Gebang
Dalam upaya mencerdaskan kehidupan masyarakat dan bangsa, faktor
pendidikan merupakan hal yang sangat penting di dalam mendukung kegiatan
pembangunan khususnya dalam lingkup kelurahan Pulo Gebang. Adapun tingkat
pendidikan dan jumlah murid yang ada di kelurahan Pulo Gebang dapat dilihat di
tabel:
Tabel II.1Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Pulo Gebang
PendudukNo PendidikanLaki-laki Perempuan
Jumlah
1.2.3.4.5.6.
Tidak SekolahTidak Tamat SDTamat SDTamat SLTPTamat SLTATamat Akademi/PT
221
11.6148.7308.0085500
243
12.9699.2876.5722.036
464
24.58318.01714.5807.536
JumlahSumber: Buku Profil Kelurahan Pulo Gebang Tahun 2010
Di dalam melakasanakan program pendidikan dan demi suksenya upaya
mencerdaskan masyarakat, diperlukan sarana dan prasarana yang dapat mendukung
semua itu, antara lain adalah tersedianya bangunan-bangunan sekolah.
Berikut ini adalah rincian sarana pendidikan yang ada di Kelurahan Pulo
Gebang sebagai berikut:
42
Tabel III.2Jumlah Sarana Pendidikan di Kelurahan Pulo Gebang
No. Sekolah Jumlah1.2.3.4.5.6.7.
Taman Kanak-kanak (TK)Sekolah Dasar Negeri (SDN)Sekolah Dasar SwastaSLTP SwastaSLTP NegeriSLTA SwastaSLTA Negeri
14 buah25 buah13 buah6 buah4 buah4 buah1 buah
Jumlah 67Sumber: Dokumen Kelurahan Pulo Gebang Tahun 2010
C. Keagamaan Masyarakat Kelurahan Pulo Gebang
Aktualitas keagamaan dalam kehidupan sehari-hari dari segi kerukunan umat
beragama di kelurahan Pulo Gebang berjalan cukup baik, hal tersebut disebabkan
adanya kesadaran beragama yang dimiliki masyarakat serta berkat adanya bimbingan,
pembinaan dari tokoh masyarakat dan alim ulama setempat yang bekerja sama
dengan pemerintah. Keadaan dan jumlah masyarakat pemeluk agama yang ada di
wilayah kelurahan Pulo Gebang adalah sebagai berikut:
Tabel IVKeadaan dan Jumlah Mayarakat Pemeluk Agama
No Agama Jumlah1.2.3.4.5.6
IslamKatholikProtestan
BudhaHindu
Tionghoa
47.8744.0803.919288123
JumlahSumber: Kelurahan Pulo Gebang Tahun 2010
43
Dalam usaha membina dan untuk lebih meningkatkan keyakinan antara umat
beragama menurut paham dan keyakinan masing-masing. Fasilitas tempat
peribadatan yang telah dibuat secara swadaya terus ditingkatkan, adanya pertambahan
setiap tahun maka sarana tersebut diharapkan menampung para jemaah khususnya
bagi umat Islam.
Jumlah sarana Peribadatan yang ada di Kelurahan Pulo Gebang sebagai
berikut:
Tabel VJumlah Sarana Peribadatan
No. Tempat Ibadah Jumlah
1.
2.
3.
4.
5.
Masjid
Musholah
Gereja
Pura
Vihara
20
45
2
-
-
Jumlah
Sumber: Kelurahan Pulo Gebang 2010
D. Pengaruh PP No 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik di
Kelurahan Pulo Gebang
Pulo Gebang adalah salah satu kelurahan yang berada di kecamatan Cakung
Jakarta Timur. Kelurahan Pulo Gebang mempunyai banyak tanah wakaf
dibandingkan kelurahan yang lain yang berada di Kecamatan Cakung, yang terdiri
44
dari beberapa fungsi antara lain dalam bidang sosial, pendidikan, ekonomi dan
keagamaan.
Pada PP No 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik Pasal 9
menjelaskan bahwa perwakafan tanah milik harus dilakukan secara tertulis, tidak
cukup dengan ikrar lisan saja.48 Tujuannya adalah untuk memperoleh bukti yang
otentik yang dapat dipergunakan untuk berbagai persoalan. Tetapi tanah wakaf
khususnya yang berada di kelurahan Pulo Gebang sebagian besar tidak
diadministrasikan dan tidak mempunyai sertifikat tanah wakaf karena adanya faktor
penghambat dalam sertifikasi tanah wakaf. Untuk lebih jelas lihat data di bawah ini:
Tabel VIData-data tanah wakaf yang sudah sertifikasi dan belum
Di Kelurahan Pulogebang
Jumlah tanah Wakaf SudahBersertifikat
Belum daftar di BPNNo Sat.Organisasi
Lokasi Luas Lokasi Luas Lokasi Luas
1. PuloGebang
61 34461.089 26 12160 35 22301.089
Sumber: Dokumen KUA Cakung Tahun 2011
Secara hukum Islam wakaf-wakaf tersebut sudah memenuhi rukun dan syarat
perwakafan. Hukum Islam memang tidak menyuruh agar tanah-tanah wakaf itu diberi
sertifikat, dalam arti jika ada empat unsur di atas maka perwakafan menjadi sah.
Namun karena ketentuan sertifikasi tanah wakaf ini merupakan kebajikan pemerintah,
48 Departemen Agama, Peraturan Perundangan Perwakafan, (Jakarta: Direktorat JenderalBimbingan Masyarakat Islam, 2006),hal 159
45
maka umat Islam wajib taat kepada pemerintah. Sebagaimana perintah Allah dalam
surat An-Nisa ayat 59 yang artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah
dan taatilah Rasul-Nya, dan Ulil amri kamu”...(Q.S. An-Nisa : 59).
Menurut Ahmad Musthofa Al-maraghi, yang dimaksud dengan ulil amri
dalam ayat ini meliputi para umara (aparat pemerintah), ulama, hakim panglima
perang dan pihak-pihak yang menangani urusan rakyat, yang perintah dan hukumnya
wajib ditaati, sepanjang perintah dan hukumnya itu bertentangan dengan perintah
Allah dan Rasul.49
Perlunya sertifikasi tanah wakaf tidak bertentangan dengan perintah Allah,
bahkan sejalan, sebab hal ini untuk memperkuat kedudukan dan status wakaf sendiri.
Jadi sertifikasi tanah wakaf itu penting karena banyak dampak positif dalam
sertifikasi tanah wakaf.
49 Ahmad Musthofa al-Maraghi, Alih Bahasa Bahrun Abu Bakar, Tafsir al-Mughni, ,Semarang: Toha Putra. Juz 5. Hal. 119.
46
BAB IV
PENGARUH PP NO 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH
MILIK DI KELURAHAN PULO GEBANG
A. Data-data Sertifikat Tanah Wakaf di Kantor Urusan Agama (KUA) Cakung
Kantor Urusan Agama mempunyai banyak tugas salah satunya adalah
perwakafan yang memberikan pelayanan dan bimbingan yang baik di masyarakat.
Berdasarkan data yang disajikan diketahui bahwa dalam proses penangan wakaf di
Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Cakung sebagai berikut:
1. Wakif mendatangi KUA untuk mendaftarkan tanah wakafnya kepada KUA
bersama nadzir (pengurus masjid atau penerima, pengelola tanah wakaf) disertai
surat menyurat tentang tanah wakaf. Kadang-kadang yang datang ke KUA bukan
wakif, melainkan nadzir atau Ketua RT di mana tanah wakaf berada.
2. Oleh petugas (PPAIW) yang ada di Kantor KUA dilakukan pemeriksaan terhadap
surat-surat tanah wakaf. Kadang-kadang dilanjutkan dengan memeriksa secara
langsung keadaan tanah wakaf di lokasi serta menanyakan kepada ketua RT dan
masyarakat setempat status dan batas-batas tanah.
3. Tanah wakaf yang sudah dianggap sudah memenuhi syarat dilakukan secara
pengucapan ikrar wakaf kemudian penandatanganan akta ikrar wakaf, yang
dihadiri dan ditandatangani oleh wakif, dan saksi-saksi, nadzir, kepala KUA atau
47
petugas PPAIW yang ditunjuk. saksi boleh dari kalangan tokoh masyarakat yang
mengetahui lokasi dan keadaan tanah yang diwakafkan.
4. AIW yang sudah ditandatangani para pihak kemudian diajukan kepada Kantor
Pertanahan Kota Jakarta untuk ditindaklanjuti dan dibuatkan sertifikat wakafnya.
Dalam berkas ini disertakan Surat Rekomendasi dari Kepala KUA serta lurah
setempat. Oleh Kantor Pertanahan berkas untuk persyaratan sertifikat wakaf
tersebut diteliti dan diproses. Bagi tanah yang jelas kepemilikannya dan tidak
dalam sengketa disertai syarat-syarat penandatanganan para pihak yang lengkap
akan dibuatkan sertifikatnya.
5. Sertifikat tanah wakaf yang sudah selesai dikembalikan kepada KUA untuk
registrasi, dan setelah itu oleh KUA diserahkan kepada para pihak sebagai arsip,
baik di KUA sendiri, nazdir, wakif, Kantor Pertanahan, kadang-kadang juga
sampai ke Kelurahan dan Ketua RT setempat.
6. Proses penanganan tanah wakaf oleh KUA yang kemudian dilanjutkan ke Kantor
Pertanahan. Waktu yang diperlukan sampai selesai biasanya satu tahun bahkan
lebih.50
Dengan melihat penanganan wakaf diatas, tampak prosedurnya cukup
panjang, melibatkan banyak pihak dan memakan waktu yang lama. Hal inilah yang
menyebabkan adanya anggapan umum masyarakat bahwa proses sertifikasi tanah
50 Dokumen Kantor Urusan Agama (KUA) Cakung Tahun 2011
48
wakaf agak sulit dan lama, sehingga banyak yang memilih untuk tidak membuat
sertifikat wakaf. Mereka hanya berwakaf secara lisan, atau tertulis secara sederhana,
yang ditinjau secara hukum tentu belum memiliki kekuatan hukum yang sebenarnya
sebagai harta wakaf.
Contoh di Kelurahan Pulo Gebang ini, banyak tanah wakaf yang belum
terdaftar di Kantor Urusan Agama (KUA) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN)
salah satunya adalah musholla Ar-Rosyidin dikarenakan wakif mewakafkan tanahnya
secara lisan dan surat tanah yang dimilikinya hilang, beranggapan tanpa sertifikatpun
kedudukan tanah wakaf sudah cukup kuat karena di atas tanah wakaf atau lahan
tersebut sudah berdiri tempat ibadah (musholla atau masjid).
Sebenarnya prosedur perwakafan tersebut di atas memang seharusnya
demikian, jadi masyarakat baik itu wakif maupun nadzir tidak perlu mengganggapnya
terlalu rumit dan sulit. Misalnya ketika akta ikrar wakaf, memang seharusnya ada
saksi dan nadzir. Oleh karena itu peran KUA sangat penting sebagai lembaga
berwenang harus proaktif mensosialisasikan akan pentingnya sertifikat tanah wakaf,
supaya tanah-tanah wakaf yang ada semua bersertifikat, sehingga memiliki hukum
yang berkekuatan tetap dan tidak dapat diganggu gugat di kemudian hari.51
Kantor Urusan Agama (KUA) Cakung mencatat bahwa ada 62 tanah wakaf
yang sudah terdaftar dan membuat Akta Ikrar Wakaf tetapi setelah mendaftarkan dan
mempunyai AIW (Akta Ikrar Wakaf) para wakif dan nadzir hanya sebagian yang
mendaftarkan tanah wakafnya di BPN (Badan Pertanahan Nasional) untuk membuat
51 Wawancara Pribadi dengan tokoh masyarakat H. Daswati 5 April 2011
49
sertifikat Tanah wakaf. Berikut ini penulis lampirkan data-data tanah wakaf yang
sudah bersertifikat tanah wakaf:
Tabel IDaftar Tanah Wakaf Bersertifikat Kelurahan Pulo Gebang
No Nama Tanah Wakaf Wakif Nadzir Luas1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.13.14.15.16.17.18.1920.21.22.23.24.25.26.
M.T Al-ikhsanMasjid At-taqwaMasjid Nurul IhsanMusholla Al-khoiriyahMusholla Al-IslahMad. Ishahul anamMushalla SilaturahmiMasjid As-sasul FalahMusholla Al-ikhsanMusholla Al-MakmurMad. Al-Wathoniyah 19Mad. Izdotun Nasyi’inY.P.I Ar-RahmahMasjid Ar-RiyadMushalla Riyadatul JannahMusholla Al-AbrorMasjid Al-IkhlasY.P.I Al-HudaMasjid At-TazhiroMusholla Al-MakmuriyahMushollah Al-BarkahMusholla Ar-RidhoMusholla Nurun NajatiMusholla Al-JihadMad. Al-Wathoniyah 47Musholla Al-Huda
H. A. dumyatiA. Sya’roniMoh. NasehAbdul ChairH. PiyarSadiadH. MardanihMursaniNy. SitiAbd RaupKH.Sa’atunH. MarwihH. TipisH. UsmanH. M. YasinH. KisutDrs. H.AzwirH. DjamanKH. Sa’atunMatinH. yahyaH. MirohH. DalihH. GozaliH. AsmawiPengki & Marjuk
H.Abd MalikH.AsmawiH.Abd WahidH.SiarAbd Majid BAAbd Majid BAH.RohmatH.NimunH.Moch HasanH.MuchtarNur HasanH. Moh.Nur HSH.HamdaniH.HamdaniH,SukdjanH.HanafiH. NimunH. M. AmrinH. A.DimyatiRomli YusufH. MugenihMoh. SaniH. NurhasanZakariaH.A. SarmiliWarsijo
22062713251081507312251120323122655183537566622011349526866010137712017311895875
Sumber: Dokumen KUA Cakung 2011.
Bahwa berdasarkan tabel di atas, tanah wakaf yang sudah bersertifikat hanya
26 tanah wakaf dari jumlah keseluruhannya yaitu 62 tanah wakaf, yang berada di
50
Kelurahan Pulo Gebang. Tanah wakaf yang berada di Kelurahan Pulo Gebang adalah
Tempat Ibadah berjumlah 20 dan Lembaga Yayasan Pendidikan berjumlah 6.
Sebagian dari mereka menganggap bahwa pentingnya dalam membuat sertifikat tanah
wakaf. Dan juga sebagian dari tanah wakaf yang sudah bersertifikat tanah itu
mendapatkan biaya bantuan dari pemerintah yaitu PRONA.52
Pada tahun 1994 bantuan pemerintah yang disebut PRONA membantu
masyarakat khususnya para wakif dan nadzir dalam pembiayaan membuat sertifikat
tanah wakaf, Para wakif dan nadzir tidak mengeluarkan biaya. Jadi Bantuan
pemerintah lah yang diharapkan sangat besar karena membantu untuk membuat
sertifikat tanah wakaf itu banyak sekali biaya yang harus dikeluarkan. Itulah
hambatan yang dirasakan para wakif dan nazdir pada saat ini.53
Dari sebagian yang sudah bersertifikat tanah wakaf, maka ada sebagian besar
tanah wakaf yang belum bersertifikat karena banyak faktor hambatan yang membuat
mereka para wakif dan nadzir tidak membuat sertifikat tanah wakaf. Hanya
mendaftrakan tanah wakafnya di Kantor Urusan Agama (KUA). Di antaranya adalah:
52 Hasil wawancara dengan Petugas KUA Kecamatan Cakung, di kantor KUA Cakung, 2April 2011
53 Hasil Wawancara dengan Nadzir Yayasan Pendidikan Al-Huda, 3 April 2011
51
Tabel IIDaftar Tanah Wakaf Yang Belum Bersertifikat Kelurahan Pulo Gebang
NO Nama-nama Tanah Wakaf Wakif Nadzir Luas12.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.13.14.15.16.17.
18.1920.21.22.23.24.25.26.27.28.29.30.31.32.33.34.35.36
Y.P.I Nurul IkhsanMasjid IstiqomahMI. Darus SyifaY.P.I Darus SyifaMadrasah Al-Wathoniyah 47Musholla Nurul FalahY.P.I Karya MulyaMusholla Al-MuawanahPemakamanMusholla At-taqwaMusholla Al-HidayahMad. Assasul IslamMusholla Assasul IslamMusholla Sabilil MuhtadiMad.Al-Wathoniyah 19M.T Al-HidayahMusholla Al-MukhlisinMusholla Al-MukhlisainMusholla BaiturrohmahPemakamanMusholla At-taubahMusholla Al-HidayahMusholla Al-IkhlasMusholla Al-HidayahMusholla As-salamMusholla Al-AminMusholla Darul MukhlisinMasj. Jami AttahiriyahMusholla Nurul AnwarMusholla Al-FurqonMusholla BaiturrahmanMusholla At-taqwa&makamMasjid Al-IkhlasMasjid ghairu jami BustanulMasjid Jami’ Al-KhoiriyyahMusholla Baitul MakmurMusholla Nur aulia
H.AchirH.LimatH.SarbiniH.SudarsonoH.AsmawiMudjidNy.ErniUsinH.MardjukiH.MardjukiH.DahlanH.DjuminH.DjuminAbdul WMadrusH.SuyutiH.MardjukiH.AnshoriH.ZainudinAsmawiH.MasturSuhaemiM.SolehArmada ASalamSupardiH.KasmunAmih BHolidSabenihHj.MaryatiH.BurhanudinH.KurnainM.KamilH.Nur AliH.HaririSudomo,cs
Moh.Sani MHambaliH.SudarsonoAgus PurwantoH.A.SarmiliNuryadiAdenu vientaM.SholehH.M.YasinH.M.Jumin AliSuryanata, BAH.KasirH.M.YasinH.Dul MadihH.Nur HasanH.Abdul HalimDasimH.DasimSoegeng HH.DahlanH.JunaediMugiranH.MusaHaryadiPujiyonoH.A.HasyimiH.Nedy SLukman EDrs.E RamliPadi SuyantoSyarif HidayatullahH.Abdul MajidH.SyafiudinH.M.YusufH.ZulfahmiAbu bakar abi kM. Nasir
500243136811689604052013570001201452802101005001891689910060002956060150501028030074.59750100480200197.589105
Sumber: Dokumen KUA Kecamatan Cakung Tahun 2011
52
B. Sertifikasi Tanah Wakaf Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif
Berkenaan dengan prosedur penanganan tanah-tanah wakaf oleh KUA
Kecamatan Cakung, sudah dapat dikatakan sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku. Secara hukum Islam wakaf-wakaf tersebut sudah sah sebab sudah memenuhi
rukun dan syarat perwakafan, baik pada wakif, maukuf bih (harta wakaf), maukuf
alaih (nadzir) maupun sighat atau ikrar wakaf.
Hukum Islam memang tidak menyuruh agar tanah-tanah wakaf itu diberi
sertifikat, dalam arti jika ada empat unsur di atas maka perwakafan menjadi sah.
Namun karena ketentuan sertifikasi tanah wakaf ini merupakan kebijakan pemerintah,
maka umat Islam wajib taat kepada pemerintah. Sebagaimana perintah Allah dalam
surat An-Nisa ayat 59:
)٥٩: ٣/ ( مرىطذاArtinya: “Hai Orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan Ulil amri kamu”,,,,,,(QS. An-Nisa: 59)
Menurut Ahmad Musthafa al-Maraghi, yang dimaksud dengan ulil amri dalam
ayat ini meliputi para umara (aparat pemerintah), ulama, hakim panglima perang dan
pihak-pihak yang menangani urusan rakyat, yang perintah dan hukumnya wajib
ditaati, sepanjang perintah dan hukumnya itu tidak bertentangan dengan perintah
Allah dan Rasul.54
54 Ahmad Musthafa al-Maraghi, Alih bahasa Bahrun abubakar, Tafsir al-Maraghi, Juz 5,(Semarang: Toha Putra, 1996), hal. 119.
53
Perlunya sertifikasi tanah wakaf tidak bertentangan dengan perintah Allah,
bahkan sejalan. Sebab hal itu untuk memperkuat kedudukan dan status wakaf itu
sendiri. Sebagaimana diterangkan oleh Muhammad as-Syarbini al-Khatib dan
Taqiyuddin Abi bakar tentang kedudukan wakaf, serta PP Nomor 28 Tahun 1977
pasal 1 dan KHI pasal 215, wakaf bersifat tetap atau kekal zatnya dengan mengambil
manfaat darinya untuk agama dan sosial.
Sekarang harga tanah semakin mahal, kalau tidak disertifikasi oleh Lembaga
berwenang. Tidak mustahil di kemudian ada pihak-pihak tertentu yang menggugat,
sehingga timbul sengketa. Kalau tanah yang sebenarnya telah diwakafkan, lalu
berhasil digugat atau dibatalkan kembali oleh keluarga wakif, maka hal itu tentu
sangat merugikan, tidak saja bagi nazir, tetapi juga bagi agama dan masyarakat yang
memanfaatkan tanah wakaf itu untuk kepentingan sosial agama.
Adanya gugatan atau sengketa wakaf dikemudian hari tentu merupakan hal
yang buruk, sebab akan merugikan nazir, masyarakat bahkan wakif itu sendiri baik
yang masih hidup maupun sudah meninggal dunia. Oleh karena ittu tanah wakaf
harus diamankan oleh nazir, wakif dan KUA, salah satunya dengan jalan sertifikasi.
Menurut hukum positif prosedur penanganan tanah wakaf oleh KUA
Kecamatan Cakung juga sudah benar, karena sesuai dengan peraturan perundang-
undangan perwakafan yang berlaku peraturan perundang-undangan menempatkan
Kantor Urusan Agama dan Kantor Pertanahan sebagai instansi yang berwenanag
menangani dan mengeluarkan sertifikat tanah wakaf. KUA berwenang menangani
54
proses administrasi perwakafan hingga memasukkan berkas permohonan sertifikasi
ke Kantor Pertanahan guna selanjutnya diproses hingga terbit sertifikat wakafnya.
C. Analisis Penulis Tentang Pengaruh No 28 Tahun 1977 Perwakafan Tanah Milik
Berdasarkan data-data yang penulis peroleh baik dari hasil wawancara dengan
para pihak terkait, dan melihat arsip-arsip yang berkaitan dengan pembahasan yang
penulis jadikan lampiran, bahwa PP No 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah
Milik di Kelurahan Pulo Gebang khususnya wakif dan nazir tidak mempengaruhi
administrasi yang harus dilakukan dalam perwakafan tanah milik sesuai pada pasal 9-
10 Bab III Tata Cara Perwakafan Tanah Milik dan Pendaftarannya. Dan juga
disebabkan banyaknya tanah wakaf yang di wilayah Kelurahan Pulo Gebang belum
memiliki sertifikat tanah wakaf dan ada beberapa hambatan-hambatan yang
menyebabkan para wakif dan nadzir tidak membuat sertifikat tanah wakaf. Di antara
hambatan-hambatan tersebut yaitu:
1. Kurangnya kesadaran dari wakif dan nadzir dalam sertifikasi tanah wakaf, dalam
hal mendaftarkan tanah wakafnya ke KUA karena adanya anggapan masyarakat
tentang prosedur sertifikat tanah wakaf yang begitu berbelit-belit sehingga ahli
waris dapat mengugat tanah yang sudah diwakafkan dikarenakan tanah tersebut
tidak mempunyai kekuatan hukum sehingga proses sertifikasi tidak diperhatikan.
Dan mayoritas dari wakif mewakafkan tanahnya karena lillahi ta’ala (karena
Allah). Hanya dengan penyebutan lisan tidak perlu dengan adanya surat-surat,
55
karena tanah yang diwakafkan itu sudah berdiri bagunan masjid ataupun
musholla.
2. Biaya yang begitu mahal untuk membuat sertifikat tanah wakaf, sehingga para
wakif dan nadzir khususnya di wilayah Kelurahan Pulo Gebang sebagian besar
tidak membuat sertifikat tanah wakaf. Dan Kantor Urusan Agama tidak memiliki
dana operasional dalam menangani perwakafan dan sertifikasinya. Hal ini
menjadi hambatan yang besar untuk membuat sertifikat tanah wakaf. Dahulu
tahun 1994 pemerintah mengeluarkan anggaran biaya untuk membuat sertifikat
tanah wakaf, jadi para wakif tanah wakafnya yang belum bersertifikat diajukan ke
pemerintah dan tidak mengeluarkan biaya untuk pembuatan sertifikat tanah
wakaf.
3. Perwakafan yang terjadi sudah lama sekali, sehingga surat menyuratnya ada yang
hilang, ukuran tanah wakaf ternyata tidak jelas. Maka dengan hambatan tersebut
para wakif dan nadzir enggan mengurus kembali surat-surat yang sudah hilang.
Maka mereka hanya mewakafkan tanahnya tersebut secara lisan. Tidak ada bukti
otentik atau tidak mempunyai kekuatan hukum.
Namun belum optimalnya pencapaian ini ternyata dipengaruhi faktor-faktor
lain yang kompleks. Jadi masalah ini tidak dapat dibebankan semata kepada KUA,
56
melainkan di situ juga terkait peranan pemerintah, kantor Pertanahan, wakif, dan
nadzir yang menganggap tidak perlunya sertifikat, sehingga diabaikan saja.
Untuk mengoptimalkan sertifikat tanah wakaf, maka kendala-kendalanya
yang disebut di atas harus lebih dahulu dihilangkan dengan membangun kesadaran
dan komitmen semua pihak yang terkait. Tanpa ada kesadaran dan komitmen, maka
usaha-usaha sertifikasi tanah wakaf tidak akan berhasil optimal. Namun karena KUA
yang di beri tugas menangani hal ini, maka KUA harus pula proaktif, baik dalam
sosialisasi maupun penanganan, sehingga pencapaian sertifikat tanah wakaf di masa-
masa yang akan datang bisa lebih maksimal daripada yang sekarang.
57
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan di wilayah Kelurahan Pulo Gebang bahwa:
1. Adanya sikap penyederhanaan masyarakat terhadap pentingnya sertifikat tanah
wakaf. Masyarakat merasa cukup kuat tidak melakukan sertifikasi tanah wakaf
selama di atas tanah wakaf sudah berdiri bangunan fisik sebagai musholla,
masjid atau lainnya.
2. Faktor yang menyebabkan masyarakat untuk tidak membuat sertifikat tanah
wakaf di antaranya kurangnya kesadaran masyarakat Kelurahan Pulo Gebang
khususnya para wakif dan nadzir untuk melakukan sertifikat tanah wakaf yang
belum maksimal, faktor ekonomi juga yang menjadi penghambat untuk
sertifikasi tanah wakaf disebabkan biaya yang harus dikeluarkan sangat besar dan
mahal, dan juga banyaknya surat menyurat tanah milik yang hilang karena
perwakafan yang terjadi sudah lama, sehingga sulit untuk ditindaklanjuti
prosesnya.
B. Saran-saran
Untuk sertifikasi tanah wakaf itu yang perlu disarankan adalah:
1. Adanya penyuluhan dan sosialisasi dari KUA dan instansi terkait terhadap
masyarakat khususnya para wakif dan nadzir akan pentingnya sertifikat tanah
wakaf.
58
2. Untuk Mempermudah birokrasi dalam sertifikasi tanah wakaf dan Adanya
keringanan atau bantuan biaya dalam pembuatan sertifikat tanah wakaf dari
pemerintah. Untuk membantu masyarakat khususnya wakif dan nadzir dalam
membuat sertifikat tanah wakaf mengingat pentingnya urusan sertifikasi.
3. Perlu dilakukan peningkatan kemampuan profesional dengan penyuluhan atau
penataran bagi petugas kantor pertanahan dan staf KUA tingkat kecamatan agar
tercipta sebuah kondisi birokrasi yang lebih efesien dan efektif.
4. Di dalam materi Hukum Agararia dan Perwakafan perlu dikaji lebih luas lagi
kepada mahasiswa dengan cara diskusi perkuliahan di dalam kelas.
5. Materi Perwakafan perlu dimasukkan dalam kurikulum mata pelajaran Fiqih baik
Tsanawiyah maupun Aliyah.
59
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran dan Terjemahannya, Departemen Agama Jakarta: Proyek Pengadaan KitabSuci Al-Qur’an, 1984.
Al-Alabij, Adi jani. Perwakafan Tanah Indonesia. Jakarta: CV Rajawali, 1992.
Al-Asqalani, Ibnu Hajar, Bulughul Maram, Jakarta: Dar Al-Islamiyah, 2002.
Al-Bustani, Fuad Irfan, Munjid al-Lughah, Beirut: Dar al-Masriq, Lt. Cet. Ke-21
Al-Mutawi, Hasan Kamil, Fiqh al-Muamalat 'ala Mazhab al-Imam Malik, Mesir: al-Ahram al-Tijariyah, Dar al-Kutub, 1972. Cet.Ke 1,Juz 1.
Al-Jazairi, Abu Bakar Jabir, Ensiklopedi Muslim ( Minhajul Muslim) Alih BahasaFadli Bahri, Jakarta: PT. Darul Falah, 2004. Cet.VII
Abdurrahman, Kompilasi hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Akademika Pressindo,1992.
Abi Bakar, Taqiyuddin, Kifayatul Akhyar, juz 1, Mesir: Dar al-Kitab al-Araby, II,hlm 319, perbedaan pendapat para ulama (mazhab) tentang wakaf dapatdilihat pada Wahbah Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Damaskus:Dar al-Fikr, 1985, cet 2.
Departemen Agama, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, Jakarta: DirektoratPengembangan Zakat dan Wakaf, 2005.
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji,Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Wakaf (Jakarta:Departemen Agama Republik Indonesia, 2005.
Direktorat Pemberdayaan Wakaf. Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf.Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam DepartemenAgama RI. 2006.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT IchtiarBaru Van Hoeve 1999. Cet 5.
Hejazziey, Djawahir (ed.). Buku Pedoman Penulisan Skripsi. Jakarta: FakultasSyariah dan Hukum, 2007, Cet. Ke-1.
60
Halim, Abdul, Hukum Perwakafan di Indonesia, Jakarta: Ciputat Press, 2005.
http://www.google.co.id/#hl=id&source=hp&q=pp+no+28+tahun+1977&aq=o&aqi=&aql=&oq=&pbx=1&fp=b9f1f2dfce7aa00d&biw=800&bih=437
Kahlani al, Imam Muhammad Ismail, Subulussalam. Bandung: Dahlan, tt
KUA Kecamatan Cakung, Data Wakaf, 2 April 2011
Kantor Kelurahan Pulo Gebang, Data Kantor Kelurahan Pulo Gebang Cakung JakartaTimur, 31 Maret 2011
Malibary al, Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz, fath al-Muin. Semarang: al-Munawar,1078 H.
Mudjino, Politik Hukum Agraria, Yogyakarta: Liberty, 1977, Cet 1.
Prihatna, Andy Agung, dkk. Wakaf Tuhan dan Agenda Kemanusiaan, Jakarta: CSRCUIN Syarif Hidayatullah, 2006.
Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo, 1995.
Sari, Elsi Kartika, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, Jakarta: PT Grasindo, 2007.
Sumaryadi, Efektivitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah, Bandung: PustakaSetia, 2005.
Sabiq, Sayyid. Fiqih As-sunnah (Juz 3). Beirut: Dar al-fikr. 1989. Cet ke-4.
Suhadi, Imam, Hukum Wakaf di Indonesia. Yogyakarta: Dua Dimensi, 1983.
Soekanto,Soejono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas IndonesiaPress, 1986. Cet Ke-3
Usman, Suparman, Hukum Perwakafan di Indonesia, Serang: Darul Ulum Press,1994.
Wawancara Pribadi dengan Petugas KUA Cakung Jakarta Timur, 2 April 2011
Wawancara Pribadi dengan Tokoh masyarakat H.Daswati, 5 April 2011
Wawancara Pribadi dengan H. M. Amrin (Nadzir Yayasan Pendidikan Al-huda), 3April 2011.
61
Wadjdy, Farid, dkk. Wakaf dan Kesejahteraan Umat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.2007.
Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.Cet Ke-4
62
63
64
65
66
Lampiran
Pedoman Wawancara
1. Apakah para wakif yang berada di Kelurahan Pulo Gebang mendaftarkan
Tanah Wakaf di PPAIW? Berapa %?
2. Setelah mendaftarkan ke PPAIW, apakah para wakif mendaftarkan tanah
wakafnya ke BPN?
3. Bagaimana peran KUA dalam pelaksanaan sertifikat tanah wakaf?
4. Menurut anda, apakah ada dampak positif dan negatif dalam sertifikat tanah
wakaf?
5. Apakah di Kelurahan Pulo Gebang pernah terjadi sengketa tanah wakaf,
dikarenakan tidak adanya bukti otentik?
6. Bagaimana peran KUA Kecamatan Cakung dalam penyelesaiannya?
7. Melihat data yang ada, bahwa sebagian besar Kelurahan Pulo Gebang banyak
tanah wakaf yang belum disertifikatkan? Mengapa? Apa faktornya?
8. Menurut anda, apakah sertifikat tanah wakaf itu penting? mengapa? Fakta
yang terjadi seperti apa?
67
Pedoman Wawancara
Dengan Nadzir
1. Tanah wakaf disini umumnya perseorangan atau organisaasi?
2. Apakah tanah wakaf disini, sudah terdaftar di PPAIW?
3. Apakah tanah wakaf ini, sudah terdaftar di BPN?
4. Menurut pandangan anda, apakah sertifikat tanah wakaf itu
penting?alasannya?
5. Apa dampak positif dari tanah wakaf yang sudah bersertifikat?
6. Menurut anda, mengapa banyak tanah wakaf yang belum disertifikatkan?
Apa faktor penghambat dalam pembuatan sertifikata tanah wakaf?
68
Hasil Wawancara
Hari/Tanggal : Sabtu, 2 April 2011
Tempat : Yayasan Pendidikan Islam Al-Huda
Interview : H.M. Amrin
Jabatan : Nadzir Yayasan Pendidikan Islam Al-huda
1. Disini organisasi, adanya ketua dan nadzir, juga sesuai dengan UU No. 41
Tahun 2006 perwakafan dalam permasalahan nadzir. Bahwa organisasi
yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan atau
keagamaan Islam.
2. Sudah terdaftar, karena kalau tanah wakaf ini belum terdaftar ke KUA
atau ke PPAIW maka tidak bisa membuat sertifikat tanah wakaf. Dan
tanah wakaf ini tidak tercantum dalam dokumen KUA dan tidak adanya
akta ikrar wakaf.
3. Sudah terdaftar di BPN dan juga sudah memiliki sertifikat tanah wakaf.
Karena tanah wakaf terdaftar mendapat bantuan dari pemerintah, pada
waktu itu tahun 1994 pemerintah memberikan biaya bantuan untuk
membuat sertifikat tanah wakaf yang disebut prona. Maka tanah wakaf ini
sudah mempunyai sertifikat tanah wakaf. Dengan adanya bantuan tersebut
dapat membantu meringankan biaya dalam pembuatan sertifikat karena
begitu besarnya biaya untuk pembuatan sertifikat tanah wakaf.
4. Penting sekali, apalagi untuk yayasan karena kalau terjadi permasalahan
sertifikat terlebih dahulu ditanyakan apabila ada bantuan-bantuan,
khususnya disini yayasan pendidikan. Dan juga terjadi sengketa ada bukti,
karena dilihat jual tanah yang sekarang ini mahal maka bisa saja tanpa ada
69
bukti yang kuat tidak ada sertifikat maka tanah wakaf yang telah
diwariskan oleh orang tuanya dahulu di jual. Padahal tanah itu adalah
tanah wakaf.
5. Dampak positifnya banyak sekali, apabila terjadi sengketa maka
mempunyai bukti otentik, tanah tersebut mempunyai kekuatan hukum,
mempermudah untuk meminta bantuan kepada pemerintah karena yayasan
sudah mempunyai surat menyurat yang lengkap. Dan juga bebasnya dari
pembiayaan pajak.
6. Karena kurangnya kesadaran dan pemahaman pada masyarakat tentanng
masalah perwakafan karena dahulu para wakif hanya mewakafkan dengan
secara lisan contohnya tanah wakaf yang tidak ada surat menyuratnya
mudah saja dijual begitu saja oleh ahli warisnya padahal tanah tersebut
adalah tanah wakaf orang tuanya. Faktor penghambat tidak membuat
sertifikat tanah wakaf itu yang dominan adalah karena biaya yang begitu
mahal di BPN, dan juga prosedur dalam pembuatannya itu begitu panjang
dan lama sekali sampai-sampai hanya untuk membuat sertifikat itu
setahun lamanya.
Jakarta. 5 Mei 2011
H. M. Amrin
70
Pedoman Wawancara
Wakif (Pemberi Wakaf)
1. Mewakafkan tanah ini perorangan atau organisasi?
2. Apakah tanah wakaf ini sudah terdaftar di PPAIW?
3. Menurut bapak, bagaimana prosedur pembuatan akta ikrar wakaf?
4. Apakah tanah wakaf ini sudah terdaftar di Badan Pertanahan Nasional
(BPN)?
5. Menurut pandangan bapak, apakah sertifikat itu penting?
6. Apa dampak positif atau keuntungan sertifikasi tanah wakaf?
7. Apakah faktor penghambat tidak membuat sertifikat tanah wakaf?
71
Hasil Wawancara
Hari/tanggal : Sabtu, 2 April 2011
Tempat : Kediaman Bapak H. Mursani
Interview : H. Mursani
Jabatan : Wakif (pemberi wakaf)
1. Tanah wakaf disini perorangan saya sendiri yang mewakafkan tanahnya untuk
kesejahteraan masyarakat dan juga di RT ini belum adanya tempat ibadah atau
mushola. Maka saya mewakafkan tanah ini untuk membangun mushola.
2. Sudah terdaftar di KUA, dengan adanya nadzir, dan beberapa orang saksi.
Jadi tanah wakaf disini sudah mempunyai akta ikrar wakaf.
3. Untuk mendaftar ke Kantor Urusan Agama membuat akta ikrar wakaf tidak
begitu sulit karena semua surat tanah lengkap. Tidak adanya permasalahan
atau sengketa dalam tanah yang diwakafkan.
4. Tanah wakaf ini belum didaftarkan ke kantor pertanahan belum adanya biaya
untuk sertifikasi tanah wakaf, maka tanah wakaf ini atau tempat ibadah ini
belum mempunyai sertifikat tanah wakaf.
5. Penting sekali. Namun adanya hambatan dari faktor keuangan tidak adanya
biaya tanah wakaf ini belum didaftarkan ke BPN (Badan Pertanahan
Nasional). Adanya sertifikat tanah wakaf itu mempunyai kekuatan hukum
72
statusnya jelas. Apabila adanya penggusuran maka tanah wakaf ini jelas dan
mendapatkan pengantian yang layak.
6. Keuntungan dari adanya sertifikat itu apabila terjadi sengketa kita punya bukti
otentik, dan memudahkan apabila meminta bantuan karena surat-surat tanah
wakaf tersebut sudah lengkap.
7. Faktor penghambatnya adalah tidak adanya biaya untuk mendaftarkan ke BPN
dikarenakan biaya yang begitu mahal. Umumnya seperti itu yang terjadi. Dan
juga yang saya tahu bahwa dalam mendaftarkan ke kantor pertanahan itu
penyelesaiannya cukup lama dan prosedurnya yang begitu sulit.
Jakarta, 5 Mei 2011
H. Mursani
73
Pedoman wawancara
Tokoh Masyarakat
1. Menurut bapak, apakah di kelurahan Pulo Gebang ini sebagian besar
mendaftarkan tanah wakafnya di PPAIW?
2. Menurut bapak, apakah masyarakat kelurahan Pulo Gebang sebagain besar
mendaftarkan tanah wakafnya di BPN atau mempunyai sertifikat tanah
wakaf?
3. Menurut bapak, apakah sertifikat tanah wakaf itu penting? Alasannya?
4. Apa dampak positif dari sertifikat tanah wakaf?
5. Faktor apa saja yang membuat masyarakat enggan sertifikasi tanah wakaf?
6. Bagaimana upaya mengatasi dari faktor-faktor penghambat tersebut?
74
Hasil Wawancara
Hari/Tanggal :Minggu, 3 April 2011
Tempat : Kediaman H. Daswati
Interview :H. Daswati S.Ag
Jabatan :Tokoh Masyarakat
1. Sebagian memang mendaftarkan tanah wakaf itu ke Kantor Urusan Agama
untuk membuat akta ikrar wakaf dengan membawa persyaratan yang harus
dipenuhi dan adanya wakif, nadzir, dan saksi. Dan yang saya ketahui ada
tanah wakafnya yang tidak didaftarkan dengan hanya memberikan tanah
wakaf itu kepada orang yang dipercaya atau saudaranya untuk dikelola untuk
masyarakat. Seperti dibangunnya sebuah mushola
2. Kalau mendaftarkan tanahnya ke BPN atau membuat sertifikat itu hanya
sedikit. Karena kalau mendaftarkan ke BPN itu prosedurnya sulit sekali dan
juga penyelesaiannya lama sekali dan biaya yang harus kita keluarkan itu
cukup besar.
3. Penting. Karena apabila terjadi sengketa atau tanah wakaf itu diakui oleh ahli
waris maka ada bukti sertifikat menjadi bukti yang kuat.
75
4. Dampak positif atau keuntungan adanya sertifikat tanah wakaf itu banyak
sekali, pertama adanya bukti yang kuat (otentik), kedua tidak membayar pajak
lagi karena tanah wakaf yang belum bersertifikat itu dikenakan pembayaran
pajak, ketiga apabila meminta bantuan kepada pemerintah ada bukti bahwa
kalau tanah ini tanah wakaf seperti yayasan pendidikan
5. Kalau menurut saya dan yang terjadi dilapangan bahwa biaya yang mahal
untuk sertifikasi tanah wakaf. Dan minimnya bantuan biaya dari pemerintah
untuk sertifkasi tanah wakaf. Untuk mendaftarkan tanah wakaf ke BPN itu
birokrasinya sangat sulit dan juga lama. Itulah yang menjadi faktor mengapa
masyarakat enggan untuk membuat sertifikat tanah wakaf.
6. Mengatasinya dengan mempermudah birokrasi atau prosedur dalam
pembuatan sertifikat tanah wakaf. Adanya bantuan dari pemerintah dan juga
meringankan biaya untuk membuat sertifikat tanah wakaf.
Jakarta, 6 Mei 2011
Drs. H. Daswati Yahya
76
77
78
79
80
DOKUMEN WAWANCARA
Wawancara dengan Petugas Kantor Urusan Agama
Cakung Jakarta Timur
Ikrar Tanah Wakaf Bersama Petugas dan Para Saksi
81
Salah Satu Tanah Wakaf Yang Berada di Kelurahan Pulo Gebang
Wawancara Dengan Nazhir Bapak Haji Muhammad Amrin