UNDANG-UNDANGNOMOR 41 TAHUN2004 TENTANG...
Transcript of UNDANG-UNDANGNOMOR 41 TAHUN2004 TENTANG...
PENYELESAIAN SENGKETA WAKAF MENURUT HUKUM ISLAM DAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF
(Studi Kasus Yayasan Raudhatul Muta'allimi!J Kuningan Barat Jakarta),
Oleh:
MUHAMMAD MUCHLIS
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAMPROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIDYAH
FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUMUNIVERSITAS ISLAMNEGERI
SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA
1429 Hl2008 M
PENYELESAIAN SENGKETA WAKAF MENURUT HUKUM ISLAM DAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF
(Studi Kasus Yayasan Raudhatul Muta'allimin Kuningan B:Ilrat Jakarta)
SkripsiDiajukan kepada Fakultas Syari'ah dan Hukumuntuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh:
MUHAMMAD MUCHLISNIM,103044228117
Di Bawah BimbinganP bimbing
Q
Drs. • Hamid Far' i MANIP. 150268 187
\
KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATA)lN ISLAMPROGRAM STOOl AHWAL AL-SYAKHSIDrYAH
FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUMUNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF IDDAYATULLAHJAKARTA
1429 HJ2008 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul PENYELESAIAN SENGKETA WAKAF MENURUT
HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004
TENTANG WAKAF (Studi Kasus Yayasan Raudhatul Muta'allimin Kuningan
Barat Jakarta) telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syari'ah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tanggal II
Maret 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Hukum Islam pada Program Studi Ahwal AI-Syakhshiyah.
Jakarta, II Mare 008
.. .( ·:H. MUHAMMAD AMlN SUMA, SH., MA., MM'<::~m¥,i15ir210422
PAt~ITIA UJIAl-l
Pembimbing : Drs. H. Hamid Farihi, MANIP. ISO 268187
Ketua
Sekretaris
Penguji I
Penguji II
: Drs. H. A. Basiq Djalil. SH., MANIP. 150 169 102
: Kamarusdiana. S.Ag., MHNIP. 150285972
: H. Muhammad Taufiki, M.AgNIP. ISO 290 159
: Euis Amalia. M.Ag -""NIP. ISO 289 264,..···,·/
" '•
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam, puji terbaik yang penuh
dengan keberkahan kepada-Nya, sebaik-baiknya shalawat dan semulia-mulianya
salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW
yang diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam, juga semoga tercurah kepada keluarga,
sahabat-sahabatnya dan kita sebagai pengikut setianya.
Selama penyusunan skripsi ini tentunya penulis banyak mengalami kesulitan
dan hambatan yang dihadapi. Namun berkat kesungguhan hati dan bantuan dari
berbagai pihak, sehingga segala kesulitan tersebut dapat diatasi, yang akhirnya skripsi
ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
I. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM selaku Dekan
Fakliltas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatlillah Jakarta.
2. Bapak Drs. H. A. Basiq Jalil, SH., MA selaku Ketua Program Studi Ahwal
AI-Syakhshiyah Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri
(UIN) SyarifHidayatullah Jak81ta.
3. Bapak Kamarusdiana, S.Ag., MH selaku Sekretaris Program Studi Ahwal AI-
Syakhshiyah Fakultas Syari'ah dan HlIkllm Universitas Islam Negeri (UIN)
SyarifHidayatullah Jakarta.
4. Bapak Drs. H. Hamid Farihi, MA selaku Dosen Pembimbing yang telah
meluangkan waktu dalam membimbing dan memberikan arahan serta
membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Basirun, S.Ag., selaku Pegawai KUA Kec. Mampang Prapatan yang
bersedia menjadi narasumber dalam skripsi ini yang telah banyak membantu
dalam memberikan data dan informasi bagi Penulis.
6. Para Pengurus Yayasan Raudhatul Muta'allimin khususnya Bapak KH. Abdul
Azim Abdullah Suhaemi, MA yang telah memberikan waktu, tempat dan
informasi kepada Penulis untuk melakukan penelitian.
7. Para dosen dan staffpengajar pada lingkungan Program Studi Al-Ahwal Asy
Syakhshiyyah Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memenuhi dahaga akan ilmu dan
membimbing Penulis dari kefakiran pengetahuan.
8. Segenap karyawan/wati perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta baik
Perpustakaan Fakultas Syari'ah dan Hukum maupun Perpustakaan Utama
yang telah memberikan fasilitas dalam pengadaan refel'ensi-l'efel'ensi kepada
Penulis untuk mengadakan studi kepustakaan sebagai bahan rujukan skripsi.
9. Ayahanda Muhammad Hatta dan ibunda Zubaedah ten;inta. Sejumput bakti
ini kupel'sembahkan atas segala kasih sayang yang senantiasa dibel'ikan dan
bantuan baik moril maupun matel'iil serta doa tulm: ikhlas yang selalu
mengil'ingi setiap langkahku.
10. Kakanda Nurmaela dan adik-adikku Achmad Zainuri clan Nurfadhilah yang
telah memberikan semangat kepada Penulis untuk menye,lesaikan skripsi ini.
II. Ternan-ternan Jurusan Administrasi Keperdataan Islam 2003 terutama
Khoerudin "oenk" eL Ridho, Abdurrahman Wahid, Ulhak Jian, Syamsul
Bahri dan Baidowi serta Abdul Hanif Muiz yang telah memberikan semangat
dan membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi inL Semoga persahabatan
kita tidak akan putus dimakan waktu dan tetap terj alin sampai kapan pun.
Semoga jasa dan kerja keras setiap pribadi dan hamba-hamba yang cinta pada
ilmu Allah mendapatkan keberkahan dan keridhaan Allah SWT. Harapan penulis
semoga segala bentuk bantuan Bapak:/lbuiSaudara sekalian mendapatkan ganjaran
yang berlipat ganda, selanjutnya semoga tulisan ini bermanfaat sebagai sumbangan
wawasan dan solusi, khususnya bagi seluruh insan akademik.
Jakarta, 31 Januari 2008
Penulis
DAFTARISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR lSI vi
BABI PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah I
B. Pernmusan Masalah 6
C. Tujuan Penelitian 7
D. Kegunaan Penelitian 8
E. Metode Penelitian 8
F. Sistematika Penulisan II
BAB II T1NJAUAN TEORITIS TENTANG PERWAKAFAN
A. Pengertian, Dasar Hukum, Rukun, Syarat dan Tujuan Wakaf
Menurut Hukum Islam dan Undaug-uodang Nomor 41 Tahun
2004 Teutaug Wakaf 13
1. Wakaf Menurut Hukum Islam 13
2. Wakaf Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 31
B. Macam-macam Sengketa Wakaf Menurut Hukum Islam dan
Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.. 33
1. Jual-beli Harta Benda Wakaf 36
2. Sewa-menyewa Harta Benda Wakaf.. 39
C. Prosedur Penyelesaian Sengketa Wakaf Menurut Hukum Islam
dan Undang-undang Nomor 41 Tahuu 2004 " 42
BABIII GAMBARAN UMUM YAYASAN RAUDHATUL MUTA'ALLIMIN
KUNINGAN BARAT JAKARTA SELATAN
A. Sejarah Singkat Berdirinya Yayasan Raudhatul Muta'allimin
Kuningan Barat Jakarta " 51
B. Susunan Organisasi Yayasan Raudhatul Muta'allimin Kuningan
Barat Jakarta 56
C. Visi dan Misi Yayasan Raudhatul Muta'allimin KUllingan Barat
Jakarta 60
D. Aset-aset Wakaf Yayasan Raudhatul Muta'Hllimin Kunillgall
Barat Jakarta 61
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN PENYELESAlAN SENGKETA
WAKAF MENURUT HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF
A. Pandangan Hukum Islam dan Undang-lIndang Nomor 41 Tahun
2004 Tentaug Perubahan Status Tanah Wakaf .." 63
B. Analisis Penulis Terhadap Pellyelesaian Sengketa Wakaf Di
Yayasan Raudhatul Muta'allimin Kuuiugan Bamt Jakarta ...... 72
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 79
B. Saran-saran 81
DAFTAR PUSTAKA 83
LAMPlRAN-LAMPlRAN
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemiskinan dan kesenjangan sosial di sebllah negara yang kaya dengan
sllmber daya alam dan mayoritas pendllduknya beragama Islam, seperti Indonesia,
merllpakan suatu keprihatinan. Jumlah penduduk miskin terus bertambah
jllmlahnya sejak krisis ekonomi pada tahun 1997 hingga saat ini. Pengabaian atau
ketidakserillsan penanganan terhadap nasib dan masa depan pllluhan juta kallm
dhuafa yang tersebar di selllruh tanah air merupakan sikap yang berlawanan
dengan semangat dan komitmen Islam terhadap peI'salldaI'aan dan keadilan sosial.
Islam sebagai salah satu agama yang ada di Indonllsia dan merupakan
agama yang paling banyak penganutnya, sebenamya mempllnyai beberapa
lembaga yang diharapkan mampu membantll llntuk mewujudkan kesejahteraan
sosial, yaitu salah satunya adalah institllsi wakaf. Walallpun wakaflembaga Islam
yang hukumnya sunnah, namun Iembaga ini dapat berkembang dengan baik di
beberapa negara muslim, seperti Saudi Arabia, MesiI', TuI'ki, Yordania, Qatar,
Kuwait dan lain-lain. Hal tersebut karena lembaga ini memang sangat dirasakan
manfaatnya bagi kesejahteraan umat.! Maka peran wakaf menjadi semakin
penting sebagai salah satu instrumen untuk meningkatkan kesejahteraan
1 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Bimbingan Haji, Pedoman,f~;gelolaan dan Pengembangan Wakaf, (Jakarta: Departem:.~~~;~.~P!!Jllik.JndOneSi1i;-26(3), h. \
r ""'>""'Y'U/ ,G\ :
2
masyarakat. Selain itu kesadaran berwakaf menjadi perekat kohesi sosial bangsa
kita.
Di Indonesia, wakaf telah dikenal dan dilaksanakan oleh umat Islam sejak
agama Islam masuk di Indonesia. Sebagai suatu lembaga Islam, wakaf telah
menjadi salah satu penunjang perkembangan masyarakat Islam. Jumlah tanah
wakaf di Indonesia sangat banyak. Menurut data yang ada di Departemen Agama
Republik Indonesia, sampai dengan September 2002 jumlah seluruh tanah wakaf
di Indonesia sebanyak 362.47 J lokasi dengan luas J.538. J98.586 km2.
Berdasarkan data yang ada dalam masyarakat, pada umumnya wakaf di
Indonesia digunakan untuk masjid, musholla, sekolah, ponpes, rumah yatim piatu,
makam dan sedikit sekali tanah wakaf yang dikelola secara produktif dalam
bentuk suatu usaha yang hasilnya dapat dimanfaatkan bagi pihak-pihak yang
memerlukan, khususnya fakir miskin.
PengeJolaan wakaf tidak statis, melainkan selalu berkembang sejalan
dengan dinamika dan perubahan dalam masyarakat. Dalam kaitannya dengan
bidang wakaf, Pemerintah memfokuskan perhatian pada penataan administrasi
wakaf yang memberi kepastian hukum bagi pewakaf, nadzir (pengelola wakaf)
dan objek wakaf, serta mendorong pemanfaatan aset-aset wakaf yang tidak
produktif menjadi produktif.
Wakaf termasuk di dalamnya perwakafan tanah merupakan ibadah sosial
yang amat bermanfaat bagi masyarakat. KeJembagaannya begitu kuat dalam
Hukum Islam. Bahkan ia, oJeh politik Hukum Agraria NasionaJ teJah
3
ditransformasikan ke dalam sistem tata hukum di Indonesia.. Hal ini antara lain
tertuang di dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria, Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 Tentang
Perwakafan Tanah Milik, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1977
Tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah Mengenai Perwakafan Tanah Milik dan
Peraturan Menteri Agama No. I Tahun 1978 Tentang Peraturan Pelaksana PP No.
28 Tahun 1977 serta yang terbaru yaitu Undang-undang No. 41 Tahun 2004
Tentang Wakae
Definisi wakaf ialah menyerahkan harta benda yang tidak boleh dimiliki
kepada seseorang atau lembaga untuk dikelola, dan manfaatnya didennakan
kepada orang fakir, miskin atau untuk kepentingan publik. Dalam sejarah Islam
wakafdikenal sejak masa Rasulullah saw karena wakafdisyari'atkan setelah Nabi
Muhammad saw berhijrah ke Madinah, pada tahun kedua Hijriyah.3
Secara teks dan jelas wakaf tidak terdapat dalam al-Qur'an dan as-Sunnah,
namun makna dan kandungan wakaf terdapat dalam dua sumber Hukum Islam
tersebut. Di dalam al-Quran sering wakaf dinyatakan dengan ungkapan tentang
derma harta (infaq) demi kepentingan umum. Sedangkan dalam hadits sering kita
temui ungkapan wakaf dengan ungkapan "tahan" (habs).
2 H. Taufiq Hamami, Perwakafan Tanah dalam Palitik HlIkllm Agraria Nosianal, (Jakarta:Tatanusa,2003), h.3
3 Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf; Direktorat Jenderal Bimbingan MasyarakatIslam dan Bimbingan Haji, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia, 2005), h. 4
4
Landasan hukum yang menganjurkan wakaf ialah firman Allah SWT
dalam surat Ali Imran ayat 92:
Artinya: "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna)sebelum kamu mencifkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apayang kamu najkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya." (Q.S.Ali Imran: 92)
Ayat lain yang menganjurkan syari'at wakaf:
Artinya: "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yangmenajkahkan hartanya di jalan Allah, adalah seperti sebutir benihyang menumbuhkan tujuh bullr, pada tiap-tiap bulir terdapat seratusbiji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang Diakehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunla-Nya) dan MahaMengetahui." (Q.S. al-Baqarah: 261)
Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad saw disebutkan bahwa
Artinya: "Dari Abu Hurairah ra., sesungguhnya Rasulullah saw bersabda:Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia maka putuslahamalnya, kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, iimu yang berman/aatdan anak shaleh yang mendoakan orang tuanya". (HR. Muslim)
4 Muhammad Nashiruddin al-Albaoi, Mukhtashar Shahih Muslim, (Beirut: al-Maktab alIslami, t.tl, Nomor Hadits 1004, h. 702
5
Adapun penafsiran shadaqah jariyah dalam hadits tersebut dikemukakan
di dalam bab wakaf, karena para ulama menafsirkan shadaqah jariyah dengan
wakaf.5
Ada hadits Nabi Muhammad saw yang lebih tegas dianjurkannya ibadah
wakaf, yaitu perintah Nabi Muhammad saw kepada Vmar bin Khattab ra. untuk
mewakafkan tanahnya yang ada di Khaibar:
Artinya: "Dari lbnu Umar ra. berkata, bahwa sahabat Umar ra. memperolehsebidang tanah di Khaibar, kemudian dia menghadap kepadaRasulullah untuk memohon petunjuk tentang cara pengelolaannya.Umar berkata: Ya Rasulullah, soya mendapatkan sebidang tanah diKhaibar, saya belum pernah mendapatkan haria sebaik itu, makaapakah yang engkau perintahkan kepadaku? Rasulullah menjawab: Bilakamu suka, kamu tahan (pokoknya) tanah itu, dan kamu sedekahkan(hasilnya). Kemudian Umar mengeluarkan sedekah hasil tanah tersebutdengan syarat tanahnya tidak boleh dijual, tidak boleh dibeli, tidakdihibahkan dan tidak pula diwariskan. Berkata lbnu Umar: Umarmenyedekahkan hasilnya kepada orang-orang fakir, kaum kerabat,memerdekakan hamba sahaya, jihadfi sabilillah, ibnu sabil dan tamu.Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi orang yang menguasaitanah wakaf itu (pengul'usnya) makan dari hasilnya dengan cara baik
5 Imam Muhammad Ismail Kahlani, SlIbll/lis Salam, (Bandung: Dahlan, 1982), Jilid III, h. 876 Muhammad Nashiruddin al-Albani, MlIkhtashar Shahih Muslim, (Beirut: al-Maktab al
Islami, t.t), Nomor Hadits 1003, h. 701
6
(sepantasnya) atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk hartadan memberi makan kepada temannya sekedarnya". (HR. Muslim)
Sedikit sekali memang ayat al-Qur'an dan as-SlInnah yang menyinggllng
tentang wakaf. Karena itu sedikit juga hukum-hukum wakaf yang ditetapkan
berdasarkan kedua sllmber hukllm tersebut. Oleh sebab itu sebagian hllkllm-
hllkum wakaf dalam Islam ditetapkan sebagai hasil ijtihad, dengan menggunakan
metode ijtihad yang bermacam-macam.
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa kebanyakan wakaf di
Indonesia digunakan untllk masjid, musholla, sekolah, ponp<'s, rumah yatim piatu,
makam. Berkaitan dengan masalah perwakafan ini timbul suatu permasalahan,
bolehkah terhadap benda yang diwakatkan dilakukan perubahan peruntukkannya?
Bagaimana jika misalnya tanah wakaf tersebllt disalahgunakan sehingga
menimbulkan perselisihan. Maka bagaimana cara penyelesaian masalah tersebut
menllrut HlIkllm Islam dan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Waka£
Berdasarkan latar iJelakang masalah yang telah diuraikan di atas, oleh karena itu
penlllis mengangkat masalah ini menjadi judul skripsi penlllis yaitll
"PENYELESAIAN SENGKETA WAKAF MENURUT HUKUM ISLAM
DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF
(Studi Kasus Yayasan Raudhatul Muta'allimin Kuningan Barat Jakarta)".
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana uraian di atas, maka
dapat ditarik rumusan permasalahan, yaitu:
\
7
1. Hal-hal apa saja yang dapat dijadikan sebagai sengketa wakaf menurut
Hukum Islam dan dan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf?
2. Bagaimana pandangan Hukum Islam dan Undang-undang No. 41 Tahun 2004
tentang Wakaf mengenai perubahan status tanah wakaf terutama yang terjadi
di Yayasan Raudhatul Muta'alIimin Kuningan Barat Jakarta?
3. Bagaimana penyelesaian sengketa wakaf yang terjadi di Yayasan Raudhatul
Muta'alIimin Kuningan Barat Jakarta Selatan menurut Hukum Islam dan
Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf?
C. Tujuan Penelitian
Dengan mengangkat masalah yang berhubungan dengan Penyelesaian
Sengketa WakafMenurut Hukum Islam dan Undang-undang No. 41 Tahun 2004
tentang Wakaf, maka tujuan penelitian ini antara lain:
1. Untuk mengetahui hal-hal yang dapat dijadikan sebagai sengketa wakaf
menurut Hukum Islam dan dan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf
2. Untuk mengetahui pandangan Hukum Islam dan Undang-undang No. 41
Tahun 2004 tentang Wakaf mengenai perubahan status tanah wakaf di
Yayasan Raudhatul Muta'alIimin Kuningan Barat Jakarta
3. Untuk mengetahui tentang cara penyelesaian sengketa wakaf yang terjadi
pada Yayasan Raudhatul Muta'alIimin menurut Hukum Islam dan Undang
undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
8
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini antara lain:
I. Agar dapat menjadi sumbang pemikiran terhadap Hmu pengetahuan,
khususnya di bidang wakaf
2. Memberikan informasi kepada masyarakat luas mengenai dampak buruk
teljadinya sengketa wakaf, serta mengetahui bagaimana cara untuk
menyelesaikannya sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia sehingga
perbuatan tersebut dapat dicegah
3. Menambah wawasan pengetahuan bagi peneliti
E. Metode Penelitian
I. Metode Pembahasan
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif,
yaitu suatu metode yang diarahkan untuk memecahkan masalah faktual
dengan cara memaparkan atau menggambarkan apa adanya hasH penelitian.
Sumber utama penelitian ini adalah aktivitas objek di lapangan serta data
pendukung lainnya berupa dokumen, file dan penelitian kepustakaan sebagai
penunjang.
2. Jenis Penelitian
a. Penelitian Lapangan (Field Research)
9
1) Wawancara atau Interview adalah suatu dialog yang dilakukan oleh
pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.7
2) Observasi dengan mengadakan pendekatan terhadap kasus yang
berhubungan dengan judul skripsi inL Adapun teknik pengumpulan
datanya adalah melalui telaah terhadap dokumentasi yang terdapat di
Yayasan Raudhatul Muta'allimin.
3) Analisa dengan menganalisa data yang diperoleh selanjutnya
dilakukan penggambaran terhadap permasalahan penelitian.
b. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Selain penelitian lapangan, penelitian ini juga menggunakan
penelitian kepllstakaan, yaitu pengkajian dari bukll-bllkll yang mengacu
dan berhllbllngan dengan pembahasan karya i1miah ini yang dianalisa
data-datanya. Tentunya bahan rlljllkan yang digunakan adalah bahan-
bahan yang erat sekali kaitannya dengan pennasalahan skrijJsi. Adapun
sumber-sumber yang diambil berasal dari al-Qur'an dan Hadits, juga
kitab-kitab fiqih klasik dan kontemporer yang berkaitan dengan materi
penelitian, buku, koran, m'lialah, kemudian Undang-undang No.5 Tahun
1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Peraturan
Pemerintah No. 28 Tahun Tentang Perwakafan Tanah Milik, Instruksi
Presiden No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam dan
7 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta,1996), Cet. ke-10, h. 144
10
Undang-undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf serta bahan-bahan
lainnya yang dapat mendukung judul skripsi di atas sehingga penulisan
skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara i1miah.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dengan orang-orang
yang mengetahui secara langsung tentang sengketa wakaf di Yayasan
Raudhatul Muta'allimin Kuningan Barat Jakarta Selatan dan telaah buku-buku
mengenai Undang-undang tentang wakaf dan cara penyelesaian terhadap
sengketa wakaf, untuk selanjutnya dikaji guna mencari landasan pemikiran
dalam upaya memecahkan suatu masalah.
Mengenai teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku
Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan olelz UIN Jakarta Press
Taltun 2007, dengan beberapa pengecualian:
a. Penulisan ayat al-Qur'an tidak menggunakan catatan kaki dan sebagai
sumber penulis menggunakan al-Qur'an yang diterbitkan oleh Departemen
Agama Republik Indonesia.
b. Kutipan yang berasal dari buku ejaan yang lama ditulis dengan ejaan yang
disempurnakan kecuali nama pengarang.
c. Dalam kepustakaan, al-Qur'an dan terjemahannya ditulis dalam urutan
pertama sebagai tanda penghormatan sebelum sumber-sumber lainnya.
11
F. Sistematika Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, untuk mempermudah dalam memahami
skripsi ini, maka penulis membagi isi skripsi ini terdiri dari lima bab. Tiap bab
terdiri dari beberapa sub bab. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:
BAB I Merupakan pendahuluan yang terdiri dari [atar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II Merupakan tinjauan teoritis mengenai wakaf. Teori wakaf terbagi pada
pengertian, tujuan, dasar hukum, rukun, dan syarat wakaf menurut
Hukum Islam dan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
Dalam teori ini juga mencakup tentang masalah sengketa wakaf,
penulis membahas tentang macam-macam sengketa wakaf menurut
Hukum Islam dan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
Lalu pembahasan mengenai bagaimana cara menyelesaikan sengketa
wakafmenurut Hukum Islam dan Undang-undallg No. 41 Tahun 2004
tentallg Wakaf.
BAB III Merupakall paparall mengenai gambaran umum Yayasan Raudhatul
Muta'allimin yang terdiri dari sejarah berdirinY81 Yayasan Raudhatul
Muta'allimill, susullan organisasi Yayasan Raudhatul Muta'allimin,
visi dan misi Yayasan Raudhatul Muta'allimin serta aset-aset wakaf
Yayasan Raudhatul Muta'allimin.
12
BAB IV Merupakan pembahasan hasil penelitian yang terdiri dari data
mengenai sengketa wakaf yang terjadi di Yayasan Raudhatul
Muta'allimin, pandangan Hukum Islam dan Undang-undang No. 41
Tahun 2004 tentang Wakaf mengenai perubahan status tanah wakaf,
dan analisis penulis terhadap penyelesaian sengketa wakaf di Yayasan
Raudhatul Muta'allimin.
BAB V Merupakan tahap akhir dari penulisan skripsi ini yang terdiri dari
kesimpulan-kesimpulan penelitian dari awal sampai akhir, juga ada
saran-saran dari penulis tentang persoalan yang diangkat dalam
penulisan skripsi inL
BABII
TlNJAUAN UMUM TENTANG PERWAKA.FAN
A. Pengertian, Dasar Hukum, Rulmn, Syarat dan Tnjuan Wakaf Menurut
Hnkum Islam dan Undang-undang NomoI' 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
1. WakafMenurut Hukum Islam
a. Pengertian Wakaf
Kata "Wakaf' atau "Waqf' berasal dad bahasa Arab "<--<9J". Asal
kata "Waqafa" berarti "menahan" atau "berhenti" atau "berdiam di
tempat" atau "tetap berdiri". Kata "wJ - ~ - '..>§J" sama artinya
Dalam pengertian umum bahasa, "berhenti" ai:au "tetapnya sesuatu
dalam keadaan semula". Dengan demikian, pengertian wakaf seCaI'a
bahasa adalah menyerahkaIl tanah kepada orang-orang miskin-atau untuk
orang-orang miskin-untuk ditahan. Diartikan demikian, karena barang itu
dipegang dan ditahan oleh orang lain, seperti menahan hewan temak,
tanah dan segala sesuatu.2
I Wahbah Zuhaili, A/-Fiqhu a/-Is/ami wa 'Adillaluhu, (Damaskus: Dar al-Fikr al-Mu'ashir,2004), Jilid X, h.7599
2 Muhammad Abid Abdullah al-Kabisi, Hukum Wakaf: Kajian Kanlemparer Perlama danTer/engkap lenlang Fungsi dan Penge/a/aan Wakaf serla Penye/esaian Alas Sengkela Wakafditerjemahkan dari Ahkam A/-Waqffi A/-Syari'ah A/-Islamiyah, (Jakarta: lIMaN, 2004), Cel. ke-I, h.37
14
Sedangkan menurut istilah syara' adalah memindahkan hak milik
pribadi menjadi milik suatu badan yang memberi manfaat bagi
masyarakat.J
The Shorter Encyclopaedia of Islam menyebut pengertian wakaf
menurut hukum Islam yaitu "to protect a thing; to prevent it from
becoming the property of a third person".4 Artinya memelihara sesuatu
barang atau benda dengan jalan menahannya agar tidak menjadi milik
pihak ketiga.
Wakaf menurut hukum Islam dapat juga berarti menyerahkan suatu
hak milik yang tahan lama zatnya kepada seseorang atau nadzir (penjaga
wakaf) balk berupa perorangan maupun berupa badan pengelola dengan
ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya digunakan untuk hal-hal yang
sesuai dengan syari'at Islam.s
Selain itu Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah mengeluarkan
Fatwa Tentang Wakaf melalui Rapat Komisi Fatwa MUI pada tanggal II
Mei 2002, bahwa wakaf adalah menahan harta yang dapat dimanfaatkan
tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak melakukan
tindakan hukum terhadap benda tersebut (merljua/, memberikan, atau
3 M. Abdul Mujieb dkk, Kamus Islilah Fiqih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), Cet. ke-3, h.414
4 W. Heffening, Wakfartikel dalam The Shorler Encyclopaedia ofIslam, (Leiden: EJ. Brill,1953), h. 626
5 H. Satlia Effendi M. Zein, Problemalika Hukum Keluarga Islam Konlemporer, (Jakarta:Keneana, 2004), Edisi I, Cet. ke-l, h. 425
15
mewariskannya), un/uk disalurkan (hasilnya) pada' sesua/u yang mubah
(tidak haram) yang ada.
Dalam sejarah Islam wakaf dikenal sejak masa Rasulullah saw
karena wakaf disyari'atkan setelah Nabi Muhammad saw berhijrah ke
Madinah, pada tahun kedua Hijriyah.6
Ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan wakaf, yang pada
akhimya membawa perbedaan pula tentang akibat hukum yang timbul
daripadanya. 7 Berikut ini berbagai pandangan tentang wakaf menurut
istilah
1) Menurut Madzhab Hanafi8
a. Imam Abu Hanifah mendefinisikan wakaf dengan "Menahan
materi harta tetap menjadi milik wakif dan menyedekahkan
manfaatnya untuk tujuan-tujuan kebaikan pada waktu seketika atau
pada waktu yang akan datang".
b. Imam Syarkhasi mendefinisikan wakaf sebagai berikut "Menahan
harta dari jangkauan (kepemilikan) orang lain".
6 Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf; Direktorat Jenderal Bimbingan MasyarakatIslam dan Bimbingan Haji, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia, 2005), h. 4
7 Muhammad Abid Abdullah al-Kabisi, Hlikum Wakaf' Kajian Kontemporer Pertama danTertengkap tentang Flingsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian Atas Sengketa Wakafditerjemahkan dari Ahkam AI-Waqffi AI-Syari'ah AI-Islamiyah, (Jakarta: IIMaN, 2004), Cet. ke-I, h.38-59. Lihat juga Warta HlIkllm dan Keadilan, (Bandung: Pusat Pengkajian Hukum Islam danMasyarakat Kantor Perwakilan Jawa Barat, 2004), Edisi 5, h. 34-35
8 H. Ismail Muhammad Syah dkk, Filsafat Hllkllm Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), Cet.ke-2, h. 241 Lihat juga Bunga Rampai Penvakafan, (Jakarta: Departemen Agama Republik Indonesia,2006), h. 2-6
16
c. AI-Murghinany mendefinisikan wakaf menurut Imam Abu
Hanifah sebagai berikut "Menahan harta di bawah tangan
pemiliknya, disertai pemberian manfaat sebagai shadaqah".
d. Pengarang kitab AI-Dur AI-Mukhtar mendefinisikan wakaf
sebagai berikut "Penahanan harta dengan memberikan legalitas
hukum milik pada waki/, dan mendermakan manfaat harta tersebut
meski tidak terperinci".
2) Menurut Madzhab Maliki9
a. Imam Malik mendefinisikan wakaf sebagai berikut "Menahan
harta dari mentransaksikannya disertai kekalnya pemilikan atas
harta itu dan menyedekahkan manfaatnya untuk tujuan-tujuan
kebaikan dengan pernyataan untuk waktu yang tertentu menurut
yang memberi wakaf'.
b. Ibn Arafah mendefinisikan wakaf sebagai berikut "Memberikan
manfaat sesuatu, pada batas waktu keberadaannya, bersamaan
tetapnya wakaf dalam kepemilikan si pemberinya meski hanya
perkiraan".
3) Menurllt Madzhab Syafi'i lO
9 Muhammad Abid Abdullah al-Kabisi, Hukum Wake!' Kajian Kantemparer Pertama danTerlengkep tentang Fungsi dan Pengelalaan Wake! serta Penyelesaian Atas Sengketa Wake!dilerjemahkan dari Ahkam AI-Waqffi AI-Syari'ah AI-Islamiyah, (Jakarta: IlJvlaN, 2004), eel. ke-I, h.54-55
10 Ibid, h. 40-41
17
a. Imam Syafi' i memberikan definisi wakaf sebagai berikut:
"Menahan harta yang dapat diambil manfaatnya, kekal materinya,
dengan memutuskan hak mentasharufkannya".
b. Imam Nawawi mendefinisikan wakaf sebagai berikut "Menahan
harta yang dapat diambil manfaatnya bukan untuk dirinya,
sementara benda itu tetap ada, dan digunakan manfaatnya untuk
kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah".
c. AI-Syarbini AI-Khatib dan Ramli AI-Kabir rnendefinisikan wakaf
sebagai berikut "Menahan harta yang bisa diambil manfaatnya
dengan menjaga keamanan benda tersebut dan mernutuskan
kepemilikan barang tersebut dari pemil iknya untuk hal-hal yang
dibolehkan".
d. Ibn Hajar AI-Haitami dan Syaikh Umairah rnendefinisikan wakaf
sebagai berikut "Menahan harta yang bisa dimanfaatkan dengan
menjaga keutuhan harta tersebut, dengan memutusan kepemilikan
barang tersebut dari pemiliknya untuk hal yang dibolehkan".
e. Syaikh Syihabuddin AI-Qalyubi mendefinisikan wakaf sebagai
berikut "Menahan halia untuk dimanfaatkltn, dalam hal yang
dibolehkan, dengan menjaga keutuhan harta te'rsebut".
4) Menurut Madzhab Hanbali 11
II Ibid, h. 59
18
a. Imam Hanbali mendefinisikan wakaf sebagai berikut "Menahan
secara mutlak kebebasan pemilik harta dalam membelanjakan
hattanya yang bermanfaat dengan tetap utuhnya harta, dan
memutuskan semua hak penguasaan terhadap harta tersebut,
sedangkan manfaatnya diperuntukkan bagi kebaikan dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah".
b. Ibn Qudamah dari kalangan Hanabilah mendefinisikan wakaf
sebagai berikut "Menahan yang asal dan memberikan hasilnya".
5) Menurut Ulama Zaidiyah l2
a. Pengarang AI-Syifa sebagaimana yang diklltip oleh Ibn Miftah
mendefinisikan wakaf sebagai berikut "Pemilikan khusus dengan
cara yang khusus, dan dengan niat mendekatkan diri kepada
Allah".
b. Ahmad bin Qasim AI-Anisy mendefinisikan wakaf sebagai berikut
"Menahan harta yang dapat dimanfaatkan dengan niat
mendekatkan diri kepada Allah dengan keutuhan harta tersebut".
6) Menurut Ulama Syi'ah dan Ja'fal'iyah I3
a. Syamsuddin AI-Maqdisy mendefinisikan wakaf sebagai berikut
"Menahan harta asal dan memberikan manfaatnya".
12 Ibid, h. 57-5813 Ibid, h. 59
19
b. AI-Muhaqiq AI-Huly dari kalangan Ja'fariyah mendefinisikan
wakaf sebagai berikut "Akad yang hasilnya adalah menahan yang
asal dan memberikan manfaatnya".
c. Muhammad AI-Husny mendefinisikan wakaf sebagai berikut
"Menahan barang dan memberikan manfaatnya".
Dari berbagai definisi tersebut di atas dapatlah disimpulkan atau
disarikan bahwa:
a. Harta wakaf adalah menahan harta dengan menjaga bendanya
atau pokoknya sehingga dapat dimanfaatkan hasilnya, untuk
diberikan kepada orang yang membutuhkan dan harta wakaf
tersebut tidak boleh dijuaI, dihibahkan atau diwariskan.
b. Dalam mewakafkan suatu benda si wakif mempunyai niat
hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah.
c. Harta yang akan diwakafkan boleh benda bergerak atau benda
tidak bergerak.
b. Dasar Hukum Walmf
Secara teks jelas wakaf tidak terdapat dalam aI-Qur'an dan as
Sunnah, namun makna dan kandungan wakaf terdapat dalam dua sumber
Hukum Islam tersebut. Di dalam al-Quran sering wakaf dinyatakan
dengan ungkapan tentang derma harta (infaq) demi kepentingan umum.
Sedangkan dalam hadits sering kita temui ungkapan wakaf dengan
ungkapan "menahan" (habs).
20
Landasan hukum yang menganjurkan wakaf ialah firman Allah SWT
dalam surat Ali Imran ayat 92:
Artinya: "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (Yangsempurna) sebelum kamu menajkahkan sebagian harta yangkamu cintai. Dan apa yang kamu najkahkan, makasesungguhnya Allah mengetahuinya." (Q.S. Ali Imran: 92)
Kata aI-birr ( Y.l1 ) pada mulanya berarti keluasan dalam kebajikan.
Dari akar kata yang sama, daratan dinamai aI-barr karena luasnya.
Kebajikan mencakup segala bidang termasuk keyakinan yang benar, niat
yang tulus, kegiatan badaniah serta tentu saja termasuk menginfakkan
harta di jalan Allah. Dalam surat al-Maidah ayat 2 Allah mensejajarkan
( Y.l1 ) aI-birr dan ( LSpl) at-taqwa. 14
Dan ketentuan ini disyari'atkan kepada kita, artinya menginfakkan
sesuatu yang disukai dan diinginkan oleh hamba dalam rangka ketaatan
kepada Allah. ls
Dalam surat al-Baqarah ayat 177 memberikan penjelasan tentang
contoh kebajikan sempurna antara lain berupa kesediaan mengorbankan
kepentingan pribadi demi orang lain, sehingga bukan hanya memberi harta
14 M. Quraish Shihab, Taftir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur'an, (Jakarta:Lentera Rati, 2007), Vol. 2, Cet. ke-X, h. 152
15 Muhammad Nasib ar-Rifa'i, Kemudahan Dari Allah: Ringkasan Taftir Ibnu Katsir,penerjemah: Syihabuddin, (Jakarta: Gema Insaoi Press, 1999), Jilid, 1, Cet. ke·l, h.549
21
yang sudah tidak disenangi atau dibutuhkan-walaupun ini tidak dilarang-
tetapi memberikan harta yang dicintainya secara tulus dan demi meraih
cinta-Nya kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, musafir yang
memerlukan pertolongan, dan orang-orang yang meminta-minta; dan juga
memberi untuk tujuan memerdekakan hamba sahaya, yakni manusia yang
diperjualbelikan, dan atau dibawa oleh musuh, maupun hilang
kebebasannya akibat penganiayaan. Dan semua hal ini sesuai dengan
dengan hadits yang disampaikan oleh Ibnu Umar. 16
Ayat lain yang menganjurkan syari'at wakaf:
Artinya: "Perumpamaan (najkah yang dikeluarkan oleh) orang-orangyang menajkahkan hartanya di jalan Allah, adalah sepertisebutir benih yang menumbuhkan tujuh bullr, pada tiap-tiapbullr terdapat seratus biji. Allah mellpatgandakan (ganjaran)bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas(karunia-Nya) dan Maha Mengetahui." (Q.S. al-Baqarah: 261)
Ayat ini turun sebagaimana disebut-sebut dalam beberapa riwayat
menyangkut kedermawanan Utsman ibn 'AtIan dan Abdurrahman Ibn
'Auf ra. yang datang membawa harta mereka untuk membiayai perang
Tabuk.
16 M. Quraish Shihab, Taftir Ai-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur'an, (Jakarta:Lentera Hati, 2007), Vol. 1, Cet, ke-XI, h, 391
22
Ayat ini juga berpesan kepada orang yang berpunya agar tidak
merasa berat membantu, karena apa yang dinafkahkan akan tumbuh
berkembang dengan berlipatganda. Karena perumpamaan dad orang yang
menafkahkan harta mereka dengan tulus di jalan Allah, adalah serupa
dengan seorang petani yang menabur sebutir benih. Dad sebutir benih
yang ditanamnya menumbuhkan tujuh bulir (tangkai beserta buah/bunga
majemuk yang terdapat pada tangkai itu, seperti padi), dan pada setiap
bulir terdapat seratus biji. Sebagaimana dipahami dad kata (J:;..) matsal,
ayat ini mendorong manusia untuk berinfak karena akan menerima
balasan yang berlipatganda. Bahkan pelipatgandaan itu tidak hanya tujuh
ratus kali, tetapi lebih dad itu, karena Allah terus-menerus
melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Maim Luas
anugerah-Nya dan Maha Mengetahui siapa yang menafkahkan hartanya
yang tulus di jalan yang diridhai-Nya atau tidak.17
Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad saw disebutkan bahwa
Artinya: "Dari Abu Hurairah ra., sesungguhnya Rasulullah sawbersabda: Apabila anak Adam (manusia) meninggal duniamaka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara: shadaqah
17 Ibid, h. 566-56718 Muhammad Nashiruddin al-Albani, Mukhtashar Shahih Muslim, (Beirut: AI-Maktab AI
Islami, t.t), Nomor Hadits 1004, h. 702
23
jariyah, ilmu yang bermarifaat dan anak shaleh yangmendoakan orang tllanya". (HR. Muslim)
Adapun penafsiran shadaqah jariyah dalam hadits tersebut
dikemukakan di dalam bab wakaf, karena para ulama menafsirkan
shadaqah jariyah dengan wakaf. Sebab pahala wakaf akan tetap mengalir
walaupun pewakaf tersebut telah meninggal dunia selama harta wakaf
tersebut masih ada dan digunakan sesuai dengan keinginan si wakif. 19
Ada hadits Nabi Muhammad saw yang lebih tegas dianjurkannya
ibadah wakaf, yaitu perintah Nabi Muhammad saw kepada Vmar bin
Khattab ra. untuk mewakafkan tanahnya yang ada di Khaibar:
Artinya: "Dari Ibnu Umar ra. berkata, bahwa sahabat Umar ra.memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemlldian diamenghadap kepada Rasulullah untuk memohon petllnjuktentang cara pengelolaannya. Umar berkata: fa Rasulullah,saya mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum
19 Imam Muhammad Ismail Kahlani, Subulus Salam, (Bandung: Dahlan, 1982), Jilid III, h. 8720 Muhammad Nashiruddin al-Albani, Mukhtashar Shahih Muslim, (Beirut: AI-Maktab AI
Islami, t.tl, Nomor Hadits 1003, h. 70I
24
pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yangengkau perintahkan kepadaku? Rasulullah menjawab: Bilakamu suka, kamu tahan (pokoknya) tanah itu, dan kamusedekahkan (hasilnya). Kemudian Umar mengeluarkansedekah hasil tanah tersebut dengan syarat tanahnya tidakboleh dijual, tidak boleh dibeli, tidak dihibahkan dan tidakpula diwariskan. Berkata Ibnu Umar: Umar menyedekahkanhasilnya kepada orang-orang fakir, kaum kerabat,memerdekakan hamba sahaya, jihad fi sabilillah, ibnu sabildan tamu. Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi orangyang menguasai tanah wak£if itu (pengurusnya) makan darihasilnya dengan cara baik (sepantasnya) atau makan dengantidak bermaksud menumpuk hana dan memberi makan kepadatemannya sekedarnya". (HR. Muslim)
c. Rukun dan Syarat Wakaf
Menurut hukum (fiqih) Islam, wakaf bam dikalakan sah apabila
memenuhi dua persyaralan, yailu:
I. Tindakan/perbualan yang menunjukkan pada wakaf.
2. Dengan ucapan, baik ueapan (ikrar) yang jelas (sharih) alau sindiran
(kinayah). Ueapan yang sharih seperti: "Saya wakafkan ....".
Sedangkan ueapan kinayah seperti: "Saya shadaqahkan, dengan niat
untuk wakaf".21
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan rukun wakaf.
Perbedaan tersebut merupakan implikasi dari perb<:daan mereka dalam
memandang substansi wakaf. Pengikut Hanafi memandang bahwa rukun
wakaf hanyalah sebalas shigat (Iafal) yang menunjukkan makna/substansi
21 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah. (Beirut: Dar al-Fikr, 1992), Juz 3, h. 378
25
wakaf. Karena itu Ibn Najm pernah mengatakan bahwa rukun wakaf
adalah lafal-lafal yang menunjukkan teljadinya wakaf.
Berbeda dengan Hanafiyah, pengikut Malikiyah, Syafi'iyah,
Zaidiyah dan Hanabilah memandang bahwa rukun wakafterdiri dari:22
I. Wakif (orang yang berwakaf)2. Mauquf 'alaih (orang yang menerima wakaf)3. Harta yang diwakafkan4. Lafal atau ungkapan yang menunjukkan proses terjadinya wakaf (ikrar
wakaf).
Berkaitan dengan hal ini, AI-Khurasyi mengatakan bahwa rukun
wakaf ada empat, yaitu barang yang diwakafkan, shighat (Iafal), wakif,
dan mallquf'alaih.
Diperlukan syarat bagi rukun wakaf agar wakaf bisa dianggap sah,
dan syaratnya adalah sebagai berikllt:
a. Wakif (orang yang berwakaf)
Para ulama madzhab sepakat bahwa, sehat akal merupakan
syarat sah melakukan wakaf. Selain itu mereka juga sepakat bahwa,
baligh merupakan persyaratan lainnya. Ditambah lagi dengan syarat
orang yang merdeka (bllkan budak) dan memiliki kemampuan lIntuk
22 Muhammad Abid Abdullah al-Kabisi, Hukum Wakaf: Kajian Kontemporer Pertama danTerlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian Atas Sengketa Wakafditerjemahkan dari Ahkam Al-Waqffi Al-Syari'ah Al-Islamiyah, (Jakarta: lIMaN, 2004), Cet. ke-l, h.87
26
bertindak hukum atas harta (cakap hukum).23 Wakaf juga harus
dilakukan secara sukarela, tidak karena dipaksa?'
b. Mauquf 'alaih (orang yang menerima wakaf)
Untuk orang atau pihak yang menerima wakaf (orang yang
berhak memelihara barang yang diwakatkan dan memanfaatkannya)
beriaku ketentuan sebagai berikut:
I. Hendaknya orang yang menerima wakaf itu ada ketika wakaf itu
terjadi. Kalau dia belum ada, misalnya mewakatkan sesuatu pada
orang yang akan dilahirkan maka menurut Imamiyah, Syafi'i dan
Hanbali, wakaf tersebut tidak sah, namun menul'llt Maliki adalah
2. Hendaknya orang yang menerima wakaf itu mempunyai kelayakan
untuk memiliki
3. Hendaknya jelas kepada siapa wakaf itu diserahkan. ladi tanpa
disebutkan denganjelas siapa orangnya, maka batal wakafnya.
4. Hendaknya tidak merupakan maksiat kepada Allah SWT seperti
tempat pelacuran, perjudian dan tempat-tempat maksiat lainnya.
Adapun wakaf kepada non muslim, seperti kafir dzimmi, disepakati
23 Juhaya S. Praja, Penvakafan di Indonesia: Sejarah, Pemikiran, Hukum danPerkembangannya, (Bal1dung: Yayasan Piara, 1995), h. 54
24 H. Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Jakarta: Wijaya, 1954), h. 304-30525 H. Adijani aI-Alabij, Penvakafan Tanah di Indonesia; Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2002), Edisi 1, eel. ke-4, h. 33
27
oleh para ulama madzhab itu sah, ini sesuai dengan firman Allah
SWT
Artinya: "Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik danberlaku adil terhadap orang-orang yang tiadamemerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusirkamu dari negel'imu. Sesunggulmya Allah menyukaiorang-orang yang berlaku adil". (QS. AI-Mumtahanah:8)
c. Harta yang diwakafkan
Para ulama madzhab sepakat bahwa disyaratkan untuk barang
yang diwakafkan itu persyaratan-persyaratannya ada pada barang yang
dijual, yaitu bahwasanya barang itu merupakan sesuatu yang konkrit
dan merupakan pemilik orang yang mewakafkannya. Para ulama
madzhab juga sepakat bahwa dalam wakaf tersebut disyaratkan adanya
kemungkinan memperoleh manfaat barang yang diwakafkan tersebut,
dengan catatan bahwa barang itu sendiri tetap ada. Para ulama juga
sepakat tentang kebolehan wakaf dengan barang-barang yang tidak
bergerak misalnya tanah, rumah dan kebun. Mereka juga sepakat,
kecuali Hanafi, tentang sahnya wakaf dengan barang-barang bergerak,
seperti binatang dan sumber pangan, manakaRa manfaatnya bisa
diperoleh tanpa menghabiskan barang itu sendiri. Tentang keabsahan
h.397
28
mewakafkan sesuatu dengan ukuran yang be:rlaku di masyarakat,
misalnya sepertiga, separuh dan seperempat kecuali pada masjid dan
kuburan para ulama madzhab telah sepakat.26
d. Ikrar Wakaf
Seluruh ulama madzhab sepakat bahwa, wakaf teljadi dengan
menggunakan redaksi waqqajiu, "saya mewakafkan", sebab kalimat
ini menunjukkan pengertian wakaf yang sangat jelas, tanpa perlu
petunjuk tertentu baik dari segi bahasa, syara' maupun tradisi. Wakaf
biasanya teljadi dengan semua kalimat yang menunjukkan maksud
tersebut, bahkan dengan bahasa asing pun, sebab bahasa dalam
konteks ini adalah sarana untuk mengungkapkan maksudnya. Shighat
dapat dilakukan dengan lisan, tulisan atau isyarat yang dapat memberi
pengertian wakaf. Lisan dan tulisan dapat dipergunakan menyatakan
wakaf oleh siapapun juga sedangkan isyarat hanya dapat dipergunakan
oleh orang yang tidak menggunakan cara lisan atau tulisan. Hal ini
dimaksudkan agar pernyataan wakaf benar-benar dapat diketahui
dengan jelas, untuk menghindari kemungkinan terjadinya
persengketaan di kemudian hari. Mengenai akad wakaf dinyatakan
oleh semua madzhab sebagai Akad Tabarru' yaitu transaksi sepihak
yang sah sebagai suatu akad yang tidak memerlukan qabul dari pihak,"",_"'1
26 Muhammad Iawad Mughniyah, Fiqh Lima MaZh~!',.q~af!arB;;';~;~~~,;:;}l~;i:~:t. k~'r"" '""!{t~~~.J:,."'[tl\\'if\J'\rt'tt" ,,- ';1"\KP\\1;\h \
29
penerima dan dicukupkan dengan ijab dari si wakif. Para fuqaha
mensyaratkan tiga syarat ikrar wakaf, yaitu:
I. Ikrar itu tidak terikat oleh sesuatu yang tidak ada ketika ikrar itu
dinyatakan oleh si wakif.
2. Ikrar itu tidak disertai dengan syarat-syarat yang tidak benar
menurut hukum.
3. Ikrar itu tidak disertai dengan pembatasan waktu, sehubungan
dengan syarat pertama, para fuqaha memp'~rkenalkan tiga jenis
ikrar: Pertama, Ikrar Munjiz, yaitu ikrar yang menyatakan bahwa
wakaf itu terjadi dan sah menurut hukum ketika ikrar itu
dinyatakan oleh si wakif. Kedua, Ikrar Mudla/at yaitu ikrar yang
menyatakan terjadinya wakaf tetapi wakaf itu tidak berlaku sesuai
dengan ikrar wakaf yang dinyatakan oleh si wakif, wakaf itu baru
terjadi beberapa waktu kemudian. Ketiga, Ikrar Mu'allaqat yaitu
ikrar wakaf yang dikaitkan dengan keadaan tertentu yang dapat
mempengaruhi ada dan tidak adanya wakaf itu. Keabsahan dua
jenis ikrar yang pertama disetujui oleh para fuqaha, sementara
ikrar ketiga masih diperselisihkan. Hanabilah mengakui ikrar jenis
ketiga, hanyajika dihubungkan dengan kematian si wakif.
Sedangkan untuk sahnya amalan wakaf, diperlukan syarat
sebagai berikut:
30
a. Wakaf itu tidak dibatasi dengan waktu tertentu sebab amalan
wakaf berlaku untuk selamanya.
b. Tujuan wakaf hams jelas.
c. Wakaf hams segera dilaksanakan setelah dinyatakan tanpa
digantungkan kepada akan teljadinya sesuatu peristiwa di masa
yang akan datang, sebab pernyataan wakaf berakibat lepasnya hak
milik seketika setelah si wakif mengikral'kan wakaf. Berbeda
halnya bila wakaf digantungkan dengan kematian si wakif, dalam
hal ini berlaku hukum wasiat.
d. Wakaf mempakan hal yang mesti dilaksanakan tanpa syarat boleh
memilih (membatalkan atau melangsungkan wakaf yang telah
dinyatakan), sebab pernyataan wakaf berlaku seketika dan untuk
selamanya.
d. Tujuan Wakaf
Wakaf adalah berdasarkan ketentuan agama dengan tujuan taqarrub
kepada Allah SWT untuk mendapatkan kebaikan dan ridha-Nya.
Mewakafkan harta benda jauh lebih utama dan lebih besar pahalanya
daripada bersedekah biasa, karena sifatnya kekal dan manfaatnya pun
lebih besar. Pahalanya akan tems mengalir kepada wakifnya meskipun dia
telah meninggaJ. Peranan harta wakaf sangat besal' bagi pembangunan
31
negara.27 Tujuan wakaf berdasarkan hadits yang berasal dari Ibnu Umar
ra. dapat dipahami ada dua macam yakni:
a. Untuk mencari keridhaan Allah SWTb. Untuk kepentingan masyarakat
2. WakafMenurut Undallg-undang Nomor 41 TahuIl2004
a. Pengel'tiall Walmf
Sedarngkan pengertian wakaf mellurut hukum positif diuraikan
sebagai berikut:
I. Undang-Undang No.5 Tahun 1960 Tentang Pel'aturan Dasar Pokok-
pokok Agraria Bagian XI Pasal 49 ayat 3 telah disebutkan bahwa
"Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatul' dengan PeraturanPemerintah".
2. Peratul'an Pemerintah No. 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah
Milik telah dicantumkan dalam Bab I P<Wal I ayat I menjelaskan
bahwa
"Wakaf adalah pel'buatan hukum seseorang atau badan hukum yarngmemisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milikdan melembagakannya untuk selama-Iamanya untuk kepentinganperibadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajal'an agamaIslam",
3. Kompilasi Hukum Islam Bab I Pasal 215 ayat I disebutkan bahwa
"Wakaf adalah perbuatan hukum seseorarng atatu kelompok orang ataubadan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miIiknya darn
27 Muhammad Daud Ali, Sislem Ekonomi Is/om Zokol dOll Wokof, (Jakarta: VI Press, 1998),eet. ke-2, h. 45
32
melembagakannya untuk selama-Iamanya guna kepentingan ibadahatau keperluan umum lainnya yang sesuai dengan ajaran Islam".
4. Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dalam Bab 1
Pasal 1 ayat I disebutkan bahwa
"Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/ataumenyerahkan sebagian halia benda miliknya untuk dimanfaatkanselamanya atau untuk jangka waktu terte:ntu sesuai dengankepentingannya guna keperluan ibadah dan/alau kesejahteraan umummenurut syari'ah".
b. Dasar Hukum
Mengenai dasar hukum wakaf menurut Undang-Undang No. 41
Tahun 2004 tentang Wakaf disebutkan dalam Bab II Dasar-dasar Wakaf
Pasal 2 dan Pasal 3 yang bunyinya sebagai berikut:
Pasal 2 wakaf sah apabila dilaksanakan menurut syari'ahPasal 3 wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan
Dari pasal-pasal tersebut dapat ditarik satu kesilmpulan bahwa dasar
hukum wakaf Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf sesuai
dengan dasar hukum menurut hukum Islam seperti yang telah dijelaskan
di atas.
c. Ruknll dan Syarat Wakaf
Dalam Pasal 6 Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
disebutkan bahwa wakaf dilaksanakan apabila telah memenuhi unsur
wakaf sebagai berikut:
33
a. Wakif;b. Nadzir;c. Harta Benda Wakaf;d. Ikrar Wakaf;e. Peruntukan Harta Benda Wakaf;f. Jangka Waktu Wakaf
Dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun !977 Tentang
Perwakafan Tanah Milik te!ah disebutkan bahwa wakaf harus memenuhi
unsur-unsur yaitu:
a. Wakif;b. Nadzir;c. Harta Benda Wakaf;d. Ikrar Wakaf
d. Tlljuan Wakaf
Da!am Undang-Undang No.4! Tahlln 2004 tentang Wakaf dalam
Bab II Pasa! 4 dan Pasa! 5 telah diseblltkan tujuan dan fllngsi dari wakaf
yaitu:
Pasa! 4 yang berbunyi "wakaf bertujuan memanfaatkan harta benda wakafsesuai dengan fungsinya".Pasa! 5 yang berbunyi "wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaatekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untukmemajukan kesejahteraan umum".
B. Macam-macam Sengketa Wakaf Mennrut Hukllm Islam dan Undallg-
IIndang Nomor 41 Tahun 2004
Sebelum kita membicarakan mengenai macam-macam sengketa, terlebih
dahulu kita memahami pengertian dari sengketa. Sengketa (kata benda) berarti
sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat; pertengkaran; perbantahan;
34
pertikaian; perselisihan atau juga perkara dalam pengadilan. Dapat juga berarti
perselisihan perebutan sesuatu atau memperebutkan sesuatu.28
Jika kita memperhatikan hadits yang disampaikan oleh Ibnu Vmar tentang
dianjurkannya ibadah wakaf, yaitu perintah Nabi Muhammad saw kepada Vmar
bin Khattab ra. untuk mewakafkan tanahnya yang ada di Khaibar, yang bunyinya
sebagai berikut:
Cot; "0'. 1.:.<:.0 1,,' w~1 ·J19 I'.',~:" illI ' ,;",' ,,' . °1 .'c..s-l ~ .) ~. • ~ r$.) y>C I.Y. UCt- ,0"'.01 'I Jill JO " li ·Jw c.;. , '~ '.t. ' -.('& illI t. '" .~II• c..s-l, ' ~.) _ • 'T.e..Y' .. \""""'" .J .., ~~
Jw ~<\..i ." t:l w 4.l., ~"'I" 1,.;'1Co (....!.>"""l :1 "0'. ~. 1.. ~..Y' ' c.s" ~ Y. . ' i'~ .)~\~ 0'"C9 ~t '-'~"!;' ;-,',;,:, u! ~ 3 :1:11", illI l~ ~I 0:;":; :u'''\.01" Jw t.::..J""'1' ~''''1' 'G:l'1 L ~I ' 'c. 1',. '-~: 019 1',.(.j .J ..).J-l.J..J-l.J t . 'T'..Y' '-(i-:' (.j . '-(i-:'
. \'. ,'" '1 .' I" Jill 1°,' .' L....l19· .1\ .' '0 '~'I r I' '~~'I . I',.~ I.Y..J, U:!+'-"~.J,. .Y ~.J ~yu (.S,.J Y..J=' ~ '-(i-:'
"', :.1...-:' <....9' "~"'w I".~. 'let "1 1'.~I' 0.' I:'" ~ '1' ;,'t;.,1I".J:1C r--"':t.) , .J~. ~ l.!"'.. (j ~.J (jA I.S"- <:. '.' .J
(~ 01.J.)) ~~Artinya: "Dari lbnu Umar ra" berkata, bahwa sahabat Ulnar ra., memperoleh
sebidang tanah di KhaibQ/~ kemudian menghadap kepada Rasulullahuntuk memohon petunjuk. Umar berkata: Y.1 Rasulullah, soyamendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernahmendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkankepadak.u? Rasulullah meenjawab: Bila kamu suka, kamu tahan(pokoknya) tanah itu, dan kamu sedekahkan (hasilnya). Kemudian Umarmelakukan shadaqah, tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak puladiwariskan. Berkata lbnu Umar: Umar menyedekahkan kepada orangorangfakir, kallln kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil dan tamu.Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi orang yang menguasaitanah wakaf itu (pengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara baik(sepantasnya) atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta".(HR. Muslim)
28 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar BahasaIndonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), Edisi 2, Cet. ke-4, h. 816 Lihat juga C.S.T. Kansil, danChristine S.T. Kansil, Kamus Istilah Aneka Hukum, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001), h. 385
35
Dad hadits tersebut ada beberapa hal yang tidak boleh dilakukan oleh
umat Islam terhadap harta wakaf antara lain:
I. harta benda wakaf dijual
2. harta benda wakaf dihibahkan
3. harta benda wakafdiwariskan
Selain tiga masalah di atas, masih banyak perrnasalahan yang bisa
ditimblilkan oleh wakaf, misalnya di Indonesia yang mayoritas penduduknya
muslim masih banyak tetjadi sengketa wakaf, seperti penjualan tanah wakaf,
perubahan peruntllkan dan pengambilan tanah wakaf oleh ahli warisnya dan lain-
lain. Hal ini disebabkan masih kurangnya pemahaman akan pentingnya bukti
otentik, baik berupa Akta Ikrar Wakaf (AIW), Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf
(APAIW) maupun sertifikat lainnya sehingga sulit untuk menyelamatkan harta
tanah wakaf tersebllt.
Masalah sengketa wakaf juga diatur dalam Pasal 40 Undang-Undang No.
41 Tahun2004 tentang Wakafyang berbunyi:
"Hatia benda wakafyang sudah diwakafkan dilarang:a. dijadikan jaminan;b. disita;c. dihibahkan;d. dijuale. diwariskan;f. ditukar; ataug. dialihkan dalam bentllk pengalihan hak lainnya.
Jika kita melihat dad penjabaran Pasal 40 Undang-Undang No. 41 Tahlln
2004 tentang Wakaf banyak penambahan hal-hal yang dapat dijadikan sebagai
36
sengketa wakaf tetapi tidak disebutkan dalam had its Ibnu VlTlar di atas. Hal ini
diasumsikan bahwa telah banyak terjadi pelanggaran-pelanggmran terhadap harta
wakaf yang dapat menimbulkan sengketa selain dari tiga hal yang dilarang oleh
Nabi Muhammad saw.
Jika kita mengamati masalah wakaf yang terjadi di Yayasan Raudhatul
Muta'allimin yaitu adanya penjualan tanah wakaf dan sewa-menyewa bangunan
tanah wakaf, oleh karena itu penulis akan membahas tentang masalah jual-beli
dan sewa-menyewa tanah wakaf.
1. Jual-beli
Jual-beli adalah pertukaran harta atas dasar saling rela atau
memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan (yaitu berupa alat
tukar yang sah). Seeara historis jual-beli dapat dilakukan dengan
menggunakan dua maeam eara, yaitu melalui tukar-menukar barang (barter)
dan jual-beli dengan sistem uang, yaitu suatu alat tukar yang sah menurut
hukum. Dengan melihat kata jual-beli disana menunjukkan adanya dua
aktivitas yang kemudian dijadikan satu dalam p<"rjanjian.29
Dasar hukum mengenai diperbolehkannya jual-bl~li Inl terdapat di
dalam al-Qur'an surat an-Nisa ayat 29 menyatakan bahwa:
29 Abdul Ghofi'r Anshori, Pokok-pokok HlIkllm Perjanjian Islam di Indonesia, (Yogyakarla:Citra Media, 2006), Cel. ke-l, h. 33
37
-: \ <-<,f'':!1 IL/il.H 4:.:~: <-\"':f i-I L t ':1 i ~~I; -: ~.:JT I • Ill;,---"Y"-' ;~ ..' \ .. 0 r .... J ~ J "--'...... ~ ..
.::: J "'-:;;~':;:~J",J.!~JJ?-"/c..J,,, "",111_
r;'i~L..->-' '.c. ~ ts'4.u1 . 1'<' ';,-.11- 1:., ,}' '-<..... - 1'- -.Y o',-.<el>ed. -, J r; U UJ r- ~ J r-,yay' u ~
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakanharta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalanperniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu,danjanganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalahMaha Penyayang kepadamu".
Agar akad jual-beli yang dibuat oleh para pihak mempunyai daya ikat,
maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat dan rukunnya, Adapun rukun
dari jual-beli yaitu meliputi adanya pihak penjual dan pihak pembeli, adanya
uang dan benda, dan adanya lafaz.
Sedangkan syarat sahnya perjanjian jual-beli terdiri dari syarat subjek,
syarat objek dan syarat lafaz.
a. Syarat yang menyangkut subjekjual-beli
Bahwa penjual dan pembeli selaku subjek hukum dari peIjanjian jual-beli
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Berakal sehat
2) Dengan kehendaknya sendiri (bukan dipaksa)
3) Keduanya tidak mubazir
4) Baligh (sudah dewasa)
Setelah syarat-syarat ini terpenuhi, maka perjanjian jual-beli dapat
dibuat dan hams selalu didasarkan pada kesepakatan antara penjual dengan
pembeli dan Allah juga melarang adanya kesepakatan yang mengandung
50
38
unsur riba. Karena apabila unsur riba masuk berarti disana terjadi eksploitasi
terhadap sesama.30
b. Syarat sahnya perjanjian jual-beli yang menyangkut objekjual-beli
Benda-benda yang dapat dijadikan sebagai objek jual-beli haruslah
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
)) Bersih barangnya dan jelas
Dalam ajaran Islam dilarang melakukan jual-beli barang-barang yang
mengandung unsur najis ataupun barang-barang yang nyata-nyata
diharamkan oleh ajaran agama. Barang yang menjadi objek jual-beli
harus secara jelas diketahui spesifikasimya, jumlahnya, timbangannya,
dan kualitasnya.
2) Barang tersebut dapat dimanfaatkan
Barang yang diperjual-belikan harus mempunyai manfaat, sehingga
pihak pembeli tidak merasa dirugikan. Karena pada dasamya setiap
barang mempunyai manfaat, sehingga untuk mengukur kriteria
kemanfaatan ini hendaknya memakai kriteria agama. Pemanfaatan
barang jangan sampai bertentangan dengan agama, peraturan
perundang-undangan, kesusilaan, maupun ketertiban umum yang ada
dalam kehidupan bennasyarakat.
3) Milik orang yang melakukan akad
'0 Yusuf al-Qardawi, Hikmah Pelarangan Riba, (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2002), h.
39
Bahwa barang yang menjadi objek perjanjian jual-beli harus benar
benar milik penjual secara sah. Dengan demikian jual-beli yang
dilakukan terhadap barang yang bukan miliknya secara sah adalah
bata!.
c. Syarat sahnya perjanjian jual-beli yang menyangkut lafaz
Sebagai sebuah perjanjian harus dilafazkan, artinya secara lisan atau
secara tertulis disampaikan kepada orang lain.
Mengenai syarat sahnya perjanjian jual-beli menurut hukum Islam,
apabila dimasukkan dalam sistematika KUHPerdata, yaitlJ bahwa perjanjian
sah jika dibuat berdasarkan kesepakatan, adanya kecakapan pihak penjual dan
pembeli, adanya objek tertentu yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
syari'ah, dan hams terdapat hal yang diperbolehkan olen hukum syara'.
2. Sewa-menyewa
Dalam bahasa Arab sewa-menyewa dikenal dengan al-ijarah diartikan
sebagai suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian
sejumlah uang. Sedangkan pengertian syara' al-ijarah adalah suatu jenis akad
untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.31 Ijarah dalam
Ensiklopedi Muslim diartikan sebagai akad terhadap manfaat untuk masa
tertentu dengan harga tertentu.
Sedangkan dalam Pasal 1548 KUHPerdata menyebutkan bahwa sewa
menyewa (al-ijarah) adalah suatu pedanjian dimana pihak yang satu
J1 Sayyid Sabiq, Fikih Sunah, (Bandung: PT. AI-Ma'.rif, 1997), Jilid 13, h. 15
40
mengikatkan diri untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari
suatu barang, selama waktu tertentu dan dengan pembayaran sejumlah harga
yang besarnya sesuai dengan kesepakatan. Dengan demikian unsur esensial
dari sewa-menyewa sebagaimana yang diatur dalam KUHPerdata adalah
kenikmatan/manfaat, uang sewa, dan jangka waktu.
Jadi antara pengertian dalam bahasa Arab dan pengertian dalam
KUHPerdata mempunyai unsur kesamaan, sedangkan yang membedakannya
bahwa pengertian dalam bahasa Arab tidak secara tegas rnenentukan jangka
waktu. Dengan demikian menurut hemat penulis, setiap perjanjian sewa-
menyewa harus ditentukan jangka waktu yang tegas. Hal ini penting
mengingat salah satu sifat dari sewa-menyewa adalah bahwa sewa-menyewa
tidak bisa diputuskan jual-beli atau bentuk peralihan hak lainnnya, seperti
hibah dan warisan. Sehingga kemungkinan jika pihak yang menyewakan
bermaksud menjual barang miliknya akan mengalami kesulitan.
Dasar hukum mengenai sewa-menyewa dalam hukum Islam terdapat
di dalam ketentuan al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 233
.J.,,,.. _-:; J.,-::".. -; }"'''' __ ",.J .... -' .J"' ....."f..} , ....... !!!.,.
~I; L.~ bj» C4- >U )':.l.!.J,1 I~..r,,::; 01~.'ljl OJj
» ".".. ","" '" ".-:;j.J-:;!. } .... .,..J ... ;;:;,.1" )11-''& .,. "'...
I'~)~O~ ~JJ)I ullYJ>:.lj .u.lllyA:iIJ ~~~
Artinya: " ...dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, makatidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaranmenurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilahbahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan".
41
Mengenai ijarah ini juga sudah mendapatkan ijrna' ulama, berupa
kebolehan seorang muslim untuk membuat dan melaksanakan akad ijarah alau
perjanjian sewa-menyewa. Dan tenlu saja uang sewa harus disesuaikan
dengan kepatutan yang ada di dalam masyarakat. Serta m<mgingat unluk saat
ini, yang menjadi objek perjanjian sewa-menyewa berupa barang-barang yang
mempunyai nilai ekonomis tinggi, misalnya tanah atalJ bangunan maka
besamya uang sewa seharusnya sudah ditentukan di awal perjanjian disertai
jangka waktu perjanjian sewa-menyewa tersebut.
Secara yuridis agar perjanjian sewa-menyewa memiliki keekuatan
hukum, maka perjanjian tersebut harus memenuhi rukun dan syarat-syaratnya.
Unsur terpenling yang harus diperhatikan adalah kedua belah pihak cakap
bertindak dalam hukum yaitu memiliki kemampuan unluk dapat membedakan
yang baik dan yang buruk (berakal). Imam Syafi'i dan Imam Hanbali
menambahkan satu syarat lagi yaitu dewasa (baligh).32
Ruklln sewa-menyewa terdiri dari adanya para pihak sebagai sllbjek
hllkllm (penyewa dan orang yang menyewakan), terdapat barang yang
disewakan, dan harus ada ijab qabul dari para pihak tersebut.
Sedangkan llntuk sahnya perjanjian sewa-menyewa harus terpenuhi
syarat-syarat sebagai berikllt:33
l2 Ibid, h. 19J3 Ahmad Azhar Basyir, HlIkllm Islam lenlang Wakaj, ljarah, Syirkah. (Bandung: PT. AI
Ma'arif, 1987), h. 27
42
a. Kedua belah pihak telah tamyiz, berakal sehat dan tildak berada dalam
pengampuan.
b. Barang yang disewakan adalah milik sah orang yang menyewakan dan
harus jelas statusnya.
c. Kedua belah pihak rela untuk melakukan perjanjian sewa-menyewa yaitu
tidak ada unsur paksaan, karena dengan adanya paksaan menyebabkan
perjanjian yang dibuat menjadi tidak sah.
d. Objek sewa-menyewa dapat digunakan sesuai dengan peruntukannya atau
mempunyai nilai manfaat dan tidak me]anggar aturan agama.
e. Harus ada kejelasan mengenai berapa lama jangka waktu menyewa dan
harga sewa atas barang tersebut.
Dengan dipenuhinya rukun dan syarat-syarat tersebut, maka perjanjian
sewa-menyewa itu menjadi sah dan mempunyai kekuatan hukum.
C. Prosedur Peuyelesaian Sengketa Wakaf Menurut Hokum Islam dan
Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004
Dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf yang
disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 27 Oktobcr
2004 dan Peraturan Pcmerintah Nomor 42 Tahun 2006 tcntang Pe]aksanaan
Undang-undang Nomor 4] Tahun 2004 tcntang wakaf disahkan dan diundangkan
pada tanggal ]5 Desember 2006, sudah diatur bcrbagai hal yang penting dalam
pengembangan wakaf, untuk mcmberdayakan ekonomi umat.
43
Jika dibandingkan dengan beberapa peraturan perundang-undangan
tentang wakaf yang sudah ada selama ini, dalam Undang-Undang No. 41 Tahun
2004 tentang Wakaf ini terdapat beberapa hal baru dan penting yang sangat
menunjang pertumbuhan ekonomi umat. Beberapa diantaranya adalah mengenai
masalah nadzir, harta benda yang diwakafkan, dan peruntukan benda wakaf, serta
perlunya dibentuk Badan Wakaf Indonesia (BWI). Berkenaan dengan masalah
nadzir, karena dalam undang-undang ini yang dikelola tidak hanya benda tidak
bergerak yang selama ini sudah lazim dilaksanakan di Indonesia, tetapi juga
benda bergerak seperti uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas
kekayaan intelektual, hak sewa dan lain-Iainnya. Maka nadzirnya pun dituntut
mampu untuk mengelola benda-benda tersebut. J4
Pada dasarnya, terhadap benda yang sudah diwakafkan tidak dapat
dilakukan perubahan, dalam sabda Rasulullah SAW telah dijelaskan, bahwa
benda wakaf tidak bisa diperjualbelikan, dihibahkan, atau diwariskan. Apabila
perubahan status tanah yang diwakafkan dilakukan begitu saja oleh nadzirnya
tanpa alasan-alasan yang menyakinkan, hal tersebut sudah barang tentu akan
menimbulkan reaksi dalam masyarakat terutama dari merelca yang langsung
berkepentingan dengan perwakafan tanah tersebut. Dalam Pasal 40 Undang-
undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dijelaskan:
"Harta benda wakafyang sudah diwakatkan dilarang:
34 Uswatun Hasanah, Pengembangan Wakaj di Indonesia: Upaya Akselerasi PertumhuhanEkanami Umal Pasco Lahirnya Undang-.mdang Namar 4/ Tahun 2004, Seminar Nasional di UINSyarif Hidayatullah Jakarta, 19 Mei 2005
44
a. dijadikan jaminan;b. disita;c. dihibahkan;d. dijual;e. diwariskan;f. ditukar; ataug. dialihkan manfaatnya.
Kemudian di dalam Pasal 41 Undang-Undang No.4! Tahlln 2004 tentang
Wakaf dijelaskan mengenai kebolehan untuk mengadakan perubahan terhadap
harta benda wakaf. Pasal tersebut menjelaskan sebagai berikut:
I. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf (I) yang dikecualikanapabila benda wakaf yang telah diwakalkan digunakan untuk kepentinganumum sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RlJTR) berdasarkanketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangandengan syari'ah.
2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (I) hanya dapatdilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri atas persetujuanBadan WakafIndonesia.
3. Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya karena ketentuanpengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (I) wajib ditukar dengan hartabenda yang manfaat dan nilai tukar sekurang-kurangnya sarna dengan hartabenda wakaf semula.
4. Ketentuan mengenai perubahan status harta benda wakaf sebagaimanadimaksud pada ayat (I), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut denganPeraturan Pemerintah.
Mengenai prosedur perubahan status harta benda wakaf di dalam Undang-
Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf tidak secara rinci dijelaskan. Namun
sebagai gambaran dapat dilihat pada Pasal 36 Undang-lJndang No. 41 Tahun
2004 tentang Wakaf, yang menjelaskan sebagai berikut:
"Dalam hal harta benda wakaf ditukar atau diubah peruntukannya, Nadzir melaluiPPAIW mendaftarkan kernbali kepada Instansi yang berwenang dan Badan wakafIndonesia atas harta benda wakaf yang ditukar atau diubah peruntukannya itu
45
sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam tata cara pendafiaran harta bendawakaf."
Namun realita yang ada di masyarakat mengenai prosedur perubahan
status harta benda wakaf belum sepenuhnya terealisasi secara maksimal. Karena
kasus yang muncul kemudian adalah benda wakaf yang akan diadakan perubahan
harus diperiksa terlebih dahulu, apakah harta benda wakaf tersebut sudah
berserlifikat atau belum, meskipun dalam Undang-undang ti,dak membedakan
antara harla benda wakafyang sudah bersertifikat atau yang belum bersertifikat.
Apabila ada perubahan status terhadap tanah yang slJdah berserlifikat,
maka tidak bisa diselesaikan secara mudah dan tidak bisa diselesaikan secara
musyawarah, akan tetapi diselesaikan melalui prosedur yang sudah ada. Di mana
terlebih dahulu harus membuat laporan kepada Badan Pel1tanahan Nasional,
kemudian kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama dan selanjutnya
memperoleh izin tertulis dari Menteri Agama atas persetujuan Badan Wakaf
Indonesia (BWI). Hal tersebut dilakukan melalui proses dan wadah yang ada
sehingga memakan waktu yang cukup lama dan hal tersebut sangat tidak mudah
untuk dilakukan.
Mengurus perubahan status tanah wakaf melalui prosedur yang telah
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, dimulai dengan
mengajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Deparlemen Agama melalui Kepala
Kantor Urusan Agama dan Kepala Kantor Departemen Agama setempat,
kemudian setelah disetujui diteruskan kepada Menteri Agama. Setelah
46
permohonan perubahan status tanah wakaf tersebut disetujui secara tertulis oleh
Menteri Agama berarti perubahan status telah diizinkan dengan syarat
penggantiannya sekurang-kurangnya senilai dan seimbang dengan kegunaannya
sesuai dengan ikrar wakaf atau lebih baik dari yang sebelumnya.
Dengan demikian memang tidak mudah untuk melakukan perubahan
status tanah wakaf, karena hal tersebut harus dilakukan atas izin dari Menteri
Agama dengan persetujuan Badan Wakaf Indonesia (BWI) dengan terlebih
dahulu mempertimbangkan alasan-alasan yang telah dikemukakan. Hal ini
dianggap sulit dan memerlukan waktu yang lama sehingga selama pihak yang
berkepentingan dengan tanah wakaf tersebut memilih jalan musyawarah daripada
harus mengikuti prosedur yang telah diatur oleh pemerintah. Tetapi tidak menutup
kemungkinan untuk melakukan proses yang sesuai dengan prosedur pemerintah,
jika dianggap memungkinkan.
Jika terjadi perselisihan, baik itu perselisihan antara nadzir dengan ahli
waris wakif atau nadzir dengan kepentingan pemerintah, makac Pasal 62 Undang-
Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakafmenegaskan sebagaj berikut:
I. Penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah untukmencapai mufakat.
2. Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (I) tidakberhasil, sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, ataupengadilan.
Dalam penjelasan atas Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf Pasal 62 ayat (2) disebutkan bahwa:
47
Yang dimaksud dengan mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan bantuanpihak ketiga (mediator) yang disepakati oleh para pihak yang bersengeketa.Dalam hal mediasi tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebutdapat dibawa kepada badan arbitrase syariah. Dalam hal badan arbitrase syariahtidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut dapat dibawa kepengadilan agama dan/atau mahkamah syariyah.
Ini sejalan dengan Pasal49 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989
jo. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama:J5
"Pengadilan Agama berlugas dan benvenang memeriksa, memulus danmenyelesaikan perkara di lingkal perlama antara orang-orang yang beragamaIslam di bidang:
a. perkawinan;b. waris;c. wasial;d. hibah;e. wakaf;I zakal;g. infaq;h. shadaqah; dani. ekanomi syari 'ah.
Sedangkan masalah lainnya yang seCaI'a nyata ml~nyangkut Hukum
Perdata dan Hukum Pidana diselesaikan oleh Pengadilan Negeri, Dan jika terjadi
masalah yang berhubungan dengan hak milik atau sengketa lain yang berhubungan
dengan kewenangan Pengadilan Agama maka dalam pasal 50 disebutkan bahwa:
(1) Dalam hal lerjadi sengkela hak milik alau sengkela lain dalam perkarasebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, khusus mengenai objek sengkelalersebul harus dipUlus lebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkunganPeradilan Umum.
3S H. A. Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia: GemlJruhnya Polilik Hukum (HukumIs/am, Hukum Barol dan Hukum Adat) dolam Rentang Sejarah Bersama PtJSGng Sunil LembagaPeradilan Agama Hingga Lahirnya Peradilan Syarial Islam Aceh, (Jakarta: Kencana, 2006), Edisi I,Cel. ke-I , h. 235
48
(2) Apabila leljadi sengkela hak milik sebagaimana dimaksud pada ayal (1)yang subyek hukumnya anlara orang-orang yang beragama Islam, objeksengkela lersebul dipulus oleh Pengadilan Agama bersama-sama perkarasebagaimana dimaksud dalam Pasal49.
Ketentuan pada Pasal 50 ayat (2) memberikan wewenang kepada
Pengadilan Agama untuk sekaligus memutuskan sengketa rnilik atau keperdataan
lain yang terkait dengan objek sengketa yang diatur dalam Pasal 49 apabila
subyek sengketa antara orang-orang yang beragama Islam.
Hal ini menghindari upaya memperlambat atau mengulur waktu
penyelesaian sengketa karena alasan adanya sengketa milik atau keperdataan
lainnya tersebut sering dibuat oleh pihak yang merasa dirugikan dengan gugatan
di Pengadilan Agama.
Sebaliknya bila subyek yang mengajukan sengketa hak milik atall
keperdataan lain tersebut bukan yang menjadi subyek yang bersengketa di
Pengadilan Agama, sengketa di Pengadilan Agama ditunda lIntuk menllnggu
putusan gugatan yang diajukan ke pengadilan di lingkungan Peradilan Umllm.
Penangguhan dimaksud hanya dilakllkan jika pihak yang berkeberatan
telah mengajukan bukti ke Pengadilan Agama bahwa telah didaftarkan gugatan di
Pengadilan Negeri ierhadap objek sengketa yang sarna dengan sengkata di
Pengadilan Agama.
Dalam hal objek sengketa lebih dari satu objek dan yang tidak terkait
dengan objek sengketa yang diajukan keberatannya, Pengadilan Agama tidak
49
perlu menangguhkan putusannya, terhadap objek sengketa yang tidak terkait
dimaksud.
Masalah-masalah perwakafan tanah menumt syari'at Islam yang
merupakan wewenang Pengadilan Agama untuk memeriksa dan meyelesaikan
antara lain mengenai:
a. Wakaf, Wakif, Nadzir, Ikrar, dan Saksi
b. Bayyinah (alat bukti administrasi tanah wakaf)
c. Pengelolaan dan pemanfaatan hasil wakaf.
Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf menyebutkan
ketentuan sanksi pidana dan sanksi administratif apabila ada pihak-pihak tertentu
yang melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku
didalamnya. Pasal 67 menyebutkan bahwa:
I. Setiap orang yang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual,mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta bendawakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ataulanpa izin menukar harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 4], dipidana dengan pidana penjara paling lama 5(lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (limaratusjuta rupiah).
2. Setiap orang yang dengan sengaja mengubah peruntukan harta benda wakaftanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 44, dipidana dengan pidanapenjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
3. Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan atau mengambil fasilitas atashasil pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf melebihi jumlahyang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal J2, dipidana denganpidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda palingbanyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta mpiah).
50
Sanksi administratif juga diberikan kepada Lembaga Keuangan Syariah
dan PPAIW apabila melakukan pelanggaran sesuai dengan Pasal 68 yang
didalamnya diseblltkan:
I. Menteri dapat mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran tidakdidaftrakannya harta benda wakafoleh lembaga keuangan syariah dan PPAIWsebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 32.
2. Sanksi administratif sebagaimana dimakslld dalam ayat (I) berupa:a. Peringatan tertulis;b. Penghentian sementara atau pencabutan izin kegiatan di bidang wakaf
bagi lembaga keuangan syariah;c. Penghentian sementara dari jabatan atau penghentian dari jabatan PPAIW.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sanksi administratifsebagaimana dimaksud pada ayat (I) dan ayat (2) diatur dengan PeraturanPemerintah.
Dari ketentllan-ketentuan di atas dapat ditarik sllatu kesimpulan bahwa
hukum asal perubahan penggllnaan atau penarikan kembali harta wakaf adalah
dilarang. Akan tetapi dalam hal perubahan, jika ada hal-hal yang dapat
menyebabkan perubahan harta benda wakaf seperti tersebut dalam Pasal 41 ayat
(I) Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, maIm diperbolehkan.
Dalam undang-undang tersebut tidak mengklasifikasikan jenis benda
wakaf yang bagaimana yang dapat dirubah penggunaannya. Jadi dalam hal ini
Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf secara mlltlak membolehkan
perubahan penggunaan harta wakaf apapun jenis bendanya. Sebab yang menjadi
sorotan bukan bentuk, akan tetapi yang terpenting dari wakaf adalah fungsi dan
tujuannya.
BAB III
GAMBARAN UMUM MENGENAl
YAYASAN RAUDHATUL MUTA'ALLIMIN
A. Sejarah Singkat Berdirinya Yayasan Raudhatul Muta'allimin
Yayasan Raudhatul Muta'allimin ini didirikan pada akhir bulan Agustus
1945 yang berkedudukan di Jalan Kuningan Barat Raya (dlh KH. Abd. Rochim)
Kelurahan Kuningan Barat Kecamatan Mampang Prapatan Kotamadya Jakarta
Selatan. Berdirinya lembaga pendidikan ini merupakan salah satu langkah
daripada mengisi kemerdekaan Republik Indonesia, terutama dalam
mencerdaskan bangsa dan berkaidah pada i1mu agama Islam yang diajarkan dan
berfaham pada ajaran Ahli Sunnah wal Jama'ah. l
Keberadaan lembaga yayasan ini merupakan suatu kebutuhan dan
kebanggaan bagi masyarakat Jakarta khususnya masyarakat Betawi, yang
menginginkan adanya wadah atau lembaga yang secara fungsional menjadi sarana
untuk hal-hal atau pekerjaan dengan tujuan Agama, IImu Pengetahuan Sosial dan
Kebudayaan.
Awal tahun 1945 tiga ulama asli Jakarta yaitu: KH. Abd. Razak Ma'mun,
KH. Ali Syibramalisi dan KH. Abd. Syakur Khairy mengikuti Muktamar
Nahdhatul Ulama yang diadakan oleh PBNU di Pondok Pesantren Tebu Ireng
I H. Rifai Ishak. 60 Tahlln Perjalanan Yayasan Ralldhatlll Mllta'allimin. (Jakarta: tp. 2005).t.d., h. I
52
Jombang Jawa Timur. Beberapa hari sebelum keberangkatannya menuju Jawa
Timur mereka bertiga berkumpul di kediaman H. Abd Rachim bin Jahip untuk
mempersiapkan kepantasan dan kelengkapan diri dalam acara yang dianggap
sangat penting dan besar itu.
Sepulangnya dari mengikuti Muktamar tersebut ketiga ulama itu dengan
berbekal ilmu yang disertai niat yang luhur, tulus serta pandangannya jauh
kedepan dalam bercita-cita dan melaksanakan amanat yang telah diterima dalam
rangka memajukan agama, bangsa dan negara dalam pendidikan dan ajaran Islam
yang berfaham pada Ahli Sunnah wal Jama'ah, maka ketiga ulama tersebut telah
mulai mengembangkan/mensosialisasikan visi dan misinya untuk mendirikan
sebuah lembaga pendidikan. Cita-cita mulia itu telah mendapat dukungan dan
restu dari para ulama Kuningan Jakarta Selatan di antaranya KH. Abdullah bin H.
Suhaemi, KH. Sahrowardi bin Guru Mughni dan KH. Rahmatullah bin Guru
Mughni, serta sambutan yang sangat luar biasa dari masyarakat Kuningan
Mampang dan yang lebih menggembirakan lagi dukungan/dorongan dari para
pengusaha yang ada di Jakarta Selatan khususnya Kuningan Mampang.
Berkat dukungan dari ulama dan pengusaha serta dorongan yang hegitu
kuat dan sangat diidam-idamkan oleh masyarakat Jakarta maka ketiga pendiri itu
semakin tidak ragu lagi untuk mewujudkan sebuah cita-citanya dalam mendirikan
sebuah lembaga pendidikan dalam bentuk "Yayasan".
Dengan bermacam pertimbangan dan pemikiran jauh kedepan untuk
memberikan sebuah nama lembaga pendidikan dan terutama dalam memilih letak
53
lokasi adalah suatu pembicaraan/musyawarah yang sangat serius. Karena
sebagian besar ulama pendukung waktu itu adalah anak dan menantu dari Guru
Mughni, para ulama menyarankan agar lokasi yang dipilih agar dekat dengan
Masjid Guru Mughni di Kuningan saja, akan tetapi di antara para pendiri/perintis
mempunyai pandangan yang berbeda dengan berbagai macarn alasan yang cukup
dapat diterima, maka diusulkan untuk memilih lokasi di Mampang Prapatan
(Kuningan Barat). Akhimya usulan tersebut dapat diterirna oleh para ulama
pendukung. Atas dukungan dan dorongan ulama, ketiga tokoh itu membicarakan
maksud dan tujuannya kepada Bapak H. Abd Rachin bin Jahip agar dapat
membeli tanah Wan Syarifah Fatmah yang lokasinya di Jalan KH. Abd Rochim
(Jln. Kuningan Barat Raya) Kelurahan Kuningan Barat K(~camatan Mampang
Prapatan RT 003 RW 002 dengan alasan untuk didirikan dan dijadikan sebuah
lembaga pendidikan, ajakan itupun dapat diterima oleh Bapak H. Abd Rachim bin
Jahip dan selanjutnya dilaksanakan untuk mengadakan pendekatan dengan
keluarga Wan Fatmah. Sehingga dalam waktu singkat usaha H. Abd Rachir.l bin
Jahip dapat terwujud dalam pengadaan pembelian tanah dari keluarga Wan
Fatmah.
Dengan modal awal hasil pembelian tanah di Kuningan Marnpang, para
pendiri/perintis terus melakukan pendekatan kepada para pengusaha untuk
perluasan pembelian lahan tanah dan pembangunan sebuah Il~mbaga pendidikan
madrasah di sekitar lokasi itu, para pendiri telah didukung oleh beberapa orang
pengusaha susu di Kuningan dan pengusaha lainnya yang ada di Jakarta Selatan
54
serta sumbangan moril maupun materiil masyarakat Kuningan dan Mampang
yang begitu antusias untuk mendirikan lembaga pendidikan.
Di antara pengusaha dan donatur yang banyak menyumbangkan pikiran,
tenaga dan harta benda untuk maksud dan tujuan itu adalah H. Abd Rachim bin
Jahip, Sayyid Abdullah Baumar, KH. Abdullah Suhaemi, H. Abdul Manaf Tohir,
H. Ishak bin Muhasyim, H. Mardani bin Ahmad, H. Muhammad Thoha dari
Kuningan, H. Entong dari Mampang, H. Musthofa dari Duren Tiga, H. Pentul, H.
Zaenudin, H. Ishak bin Salim dari Gandaria.2
Pada bulan Agustus 1945 terbentuklah sebuah lernbaga pendidikan yang
diberi nama "Yayasan Madrasah Raudhatul Muta'allimin" yang dipimpin oleh
KH. Abd. Razak Ma'mun yang berlokasi di Jalan KH. Abd Rochim (Jalan
Kuningan Barat Raya) Kelurahan Kuningan Barat Kecamatan Mampang Prapatan
RT 003 RW 002. Di tempat inilah dijadikan sebagai titik awal fisik bangunan
madrasah didirikan, yang pekerjaannya dilakukan secara gotong-royong oIeh
masyarakat Kuningan, Mampang dan sekitamya sehingga blmtuk fisiknya masih
sangat sederhana.
Mengingat bentuk fisik bangunan madrasah rnasih sallgat sederhana, para
pendiri/pengurus yayasan dan pengusaha lainnya sering melakukan pertemuan-
pertemuan rutin untuk bermusyawarah dalam rangka perbaikan dan peningkatan
fisik bangunan madrasah. Pertemuan ini sering dilakukan di kediaman H. Abd
2 KH. Abdul Azim Abdullah Suhaemi, Ketua Dewan Pengawas Yayasan RaudhatulMuta'allimin, Wawancara Pribadi, Jakarta, 18 Desember 2007
55
Rachim bin Jahip, KH. Abdullah Suhaemi dan di rumah H. Ishak Muhasyim
karena kebetulan kediaman beliau berdekatan dengan lokasi bangunan madrasah.
Fisik bangunan madrasah mulai meningkat ketika ada bantuan
derma/sokongan dari warga SenayanlPecandran yang ketika itu pemerintah
sedang mengadakan pembebasan tanah untuk membangull daerah Kebayoran
Baru, dan sebagai arsitek pembangunan fisik madrasah dipercayakan kepada
Bapak Mansur bin Husin.
Maka berdirilah bangunan ruangan kelas yang pelmanen berikut ruangan
untuk kantor beserta sarana dan prasarana untuk belajar. Sedangkan untuk tahun
berdirinya bangunan fisik madrasah nampak terlihat pada batas pagar tembok
Yayasan di atas tembok berukuran empat persegi yang ditulis tangan oleh bapak
H. Ishak Muhasyim tahun 1949 yang mana ini adalah tonggak awal telah
selesainya bangunan fisik dan beroperasinya Lembaga Pendidikan Madrasah
Tsanawiyah dan Madrasah AJiyah Raudhatul Muta'allimin.
Tuntasnya pembangunan fisik madrasah pada lokasi yang pertama dan
telah tersedianya sarana dan prasarana pendidikan maka sdanjutnya dibukalah
untuk pendidikan berjenjang Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah (khusus
putera) dan Banal (puteri). Dari kctiga jenjang pendidikan tersebut pernah
dipimpin oleh KH. Ahmad Hajarmalisi dan KH. Ali Syibramalisi. Kedua
pimpinan ini adalah putera dari Guru Mughni yang pernah bdajar dan bermukim
di Mekkah. Setelah pembangunan madrasah di Jalan KH. Abd. Rochim RT 006
56
RW 003 Kelurahan Kuningan Barat selesai maka dibukalah pengoperasian untuk
madrasah Banat (puteri) yang dipimpin oleh Bapak KH. Abd. Hag Ahmad.
Dengan dibukanya tiga jenjang pendidikan dan Madrasah Banat ini
masuklah murid-murid dari segala pelosok penjuru Jakarta bahkan dari luar
Jakarta untuk menyekolahkan putera-puterinya dalam menuntut ilmu, terlihat
betapa besamya antusias masyarakat Jakarta dan sekitarnya atas kehadiran
madrasah yang berada di Kuningan Mampang ini untuk berlomba-Iomba
mendatangi dan menyekolahkan putera-puterinya di Yayasan Raudhatul
Muta'allimin.
B. Susunan Organisasi Yayasan Raudhatul Muta'allimin
Sejak awal berdiri sampai dengan generasi sekarang Yayasan Raudhatul
Muta'allimin telah mengalami beberapa kali perubahan Anggaran Dasar:3
I. Tahun 1945 sid 1959
2. Tahun 1959 sid 1988
3. Tahun 1988 sid 2004
: generasi pertama selama 14 tahun
: generasi kedua selama 29 Itahun
: generasi ketiga selama 16 tahun
4. Tahun 2004 sid sekarang : generasi keempat
Sebelum terjadinya perubahan Anggaran Dasar Yayasan Raudhatul
Muta'allimin tahun 2004, terlebih dahulu Yayasan Raudhatul Muta'allimin
mengadakan Rapat Plena yang diselenggarakan pada tanggal12 dan 19 Mei 2004
yang dihadiri lebih dari 2/3 Badan Pengurus dan Anggota Badan Pengurus
J H. Rifai Ishak, 60 Tahlln Perjalanan Yayasan Ralldhallli Milia 'allimin, (Jakarta: tp. 2005)l.d.,h.2
57
Yayasan Raudhalul MUla'allimin yang bertempal di Madrasah Tsanawiyah
Raudhalul Mula' allimin. Alasan diselenggarakannya Rapal Pleno unluk
mengubah Anggaran Dasar Yayasan Raudhalul Mula'allimin ini karena:
1. Akibal kekosongan dari Badan Pengurus dan Anggola Badan Pengurus
Yayasan Raudhatul MUla'allimin yang lelah meninggal
2. Telah diber1akukannya Undang-undangNo. 16 Tahun 2001 Tenlang Yayasan.
Dalam rapal pleno lersebul lelah diambil sualu keputusan bersama yaitu:
a. Membubarkan Badan Pengurus dan Anggola Badan Pengurus Yayasan
Raudhalul Muta'allimin No. 10 langgal 04 Juni 1988 dengan Notaris
Adlan Yulisar, SH
b. Mengangkal sebagian dari Badan Pengurus dan Anggola Badan Pengurus
Yayasan Raudhalul MUla'allimin unluk mengisi alau duduk dalam Dewan
Pembina Yayasan Raudhatul Muta'allimin
c. Dewan Pembina mengangkal Dewan Pengawas dan Pengurus yang telah
mengacu/sesuai dengan Undang-undang No. 16 Tahun 2001 Tentang
Yayasan.
Keputusan Rapal Pleno Badan Pengurus dan Anggola Badan Pengurus
Yayasan Raudhatul MUla'allimin merupakan awal lahimya generasi keempal
Yayasan Raudhalul MUla'allimin yang lelah dimual dan diluangkan dalam
Anggaran Dasar Yayasan Raudhalul MUla'allimin No. 04 tanggal 12 Aguslus
2004 dengan nolaris Windalina, SH dan lelah tercalal dalam Dcpartemen
Kehakiman C.A/B./D dan Hak Asasi Manusia dan pada tanggal 05 Desember
Ketua
Anggota
58
2004 telah dimuat dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia (BNRI)
No. 248. Maka sesuai dengan Undang-undang yang berJaku dalam struktur
crganisasi Yayasan Raudhatul Muta'allimin teJah terjadi pembahan yang terdiri
atas:
I. Dewan Pembina
2. Dewan Pengawas
3. Pengurus
Adapun susunan Organisasi Yayasan Raudhatul Muta'allimin sebagai
berikut:
Susunan Organisasi Yayasan Raudhatul Muta'allimin Periode 2004-2009
I. DEWAN PEMBINA
: KH. Muhammad Siddiq Fauzie
: I. KH. Abd. Hayyie Nairn
2. KH. Hasan Azhari
3. H. Abd. Mughni Ma'mun
4. H. Ahmad Aziz Erawan
5. Drs. H. Ahmad Marwazi
6. H. Ahmad Harun Thoyib
II. DEWAN PENGAWAS
Ketua
Anggota
: KH. Abdul Azim Abdullah Suhaemi, MA
: I. KH. M. Ghazali Musanif
2. H. A. Syukur Manaf
3. H. Masduki Ishak, Bsc
4. A. Lywa Satria Putra
5. H. Achmad Murodi Mardani
6. Fathurrahman Chaeri
III. PENGURUS
Ketua Umum
Drs. MTI Nurhasmy, M.Ec
Ketua I (Ketua Bidang Administrasi dan Keuangan)
Drs. H. Abu Bakar Azhari
Ketua 2 (Ketua Bidang Sarana dan Prasarana)
KH. Muhyiddin Naim, Lc
Ketua 3 (Ketua Bidang Pendidikan)
H. Achmad Chaerani HM, BA
Ketua 4 (Ketua Bidang Sosial)
Dr. Faizah Syibramalisi
59
Sekretaris Umum
Sekretaris I
Sekretaris 2
Bendahara Umum
Bendahara I
Bendahara 2
: H. Moh. Dhia Cahaya Alam
: H. Abdul Cholik Ali, SH
: H. Ahmad Manvazi
: Aisyah Razak
: Iskandar Mirza
: H. Mansyur Makmun
60
C. Visi dan Misi Yayasan Raudhatul Muta'allimin
Adapun maksud dan tujuan didirikannya Yayasan Raudhatul Muta'allimin
adalah mendirikan dan mengurus sekolah untuk pendidikan Islam menurut faham
Ahli Sunnah wal Jama'ah.
Setiap yayasan pasti mempunyai visi dan misi yang diembannya, guna
mencapai tujuan yang diinginkan. Adapun visi dan misi Yayasan Raudhatul
Muta'allimin yaitu:
I. Visi
Mewujudkan nilai-nilai agama Islam yang berfaham pada Ahli Sunnah wal
Jama'ah sebagai landasan moral spiritual dalam meningkatkan pemberdayaan
sarana dan jasa secara kuantitatif dan kualitatif yang amanah, transparan dan
akuntabilitas.
2. Misi
a. Meningkatkan kegiatan pengembangan Pendidikan Agama Islam dan
kualitas sumber daya manusia dalam rangka menc:erdaskan kehidupan
masyarakat dan bangsa.
b. Mengemban amanah dalam memelihara dan mengembangkan seluruh
asset.
c. Membangun kepercayaan masyarakat dalam melaksanakan perintah dalam
al-Qur'an (Q.S. Ali lmran: 103) "bersatu dan tidak bercerai-berai" dalam
konteks masyarakat yang bergerak maju.
61
"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, danjanganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allahkepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan,maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmatAllah, orang-orang yang bersaudara ...."
d. Memberdayakan sarana dalam menllnjang pembangunan infrastruktur.
e. Melaksanakan managemen transparan dan akuntabilitas.
f. Meningkatkan interaksi /kepekaan sosial dengan masyarakat yang lebih
majll dan yang berakhlaqul karimah.
D. Aset-aset WakafYayasan Raudhatul Muta'allimin
Dalam kurun waktu selama 60 tahun berjalan, Yayasan Raudhatul
Muta'allimin telah dapat menghimpun aset-aset wakaf yang berupa tanah dan
bangunan. Berikut ini aset-aset wakafYayasan Raudhatul Muta'allimin tersebut:
I. Sebidang tanah seluas 6.645 M2 sertifikat hak milik No. 85 wakaf atas nama
Yayasan Raudhatul Muta'allimin yang beralamat di Jln. Kuningan Barat Raya
(d/h. Jln. KH. Abd. Rochim) RT. 009 RW. 002 Kelurahan Kuningan Barat
Kecamatan Mampang Prapatan Jakarta Selatan. Di atas tanah tersebut berdiri
beberapa bangunan diantaranya:
a. Gedung berlantai 4 (empat) yang sekarang disewakan sebagai kantor
perusahaan swasta dan sekretariat yayasan.
b. Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah yang saling berhadapan.
62
c. Taman Kanak-kanak Islam Raudhatul Athfal yang bam selesai dibangun.
d. 2 (dua) unit rumah.
2. Sebidang tanah seluas 2015 M2 sertifikat tanah wakaf No. I atas nama
Yayasan Raudhatul Muta'allimin yang beralamat di Jln. Kuningan Barat Raya
(dlh. Jln. KH. Abd. Rochim) RT. 001 RW. 003 Kelurahan Kuningan Barat
Kecamatan Mampang Prapatan Jakarta Selatan. Di tanah tersebut berdiri
gedung berlantai 4 (empat) yang belum selesai pembangunannya dan
dijadikan sebagai kantin yang dananya digunakan untuk keperluan Yayasan.
3. Sebidang tanah status hak usaha (bekas eigendom verponding) seluas 1.000
M2 yang beralamat di Jln. KH. Abd. Rochim RT. 005 RW. 003 Kelurahan
Kuningan Barat Kecamatan Mampang Prapatan Jakarta Selatan berdiri satu
unit bangunan Madrasah Ibtidaiyah Raudhatul Muta'allimin namun tanah
wakaf ini telah dijual kepada PT. Elektrindo Nusantara oleh salah seorang
pengurus Yayasan Raudhatul Muta'allimin.
4. Sebuah kebun seluas 20.000 M2 (2 Ha) yang dibeli dari PT BANK EKSPORT
IMPORT INDONESIA sertifikat hak milik No. 39 atas nama Yayasan
Raudhatul Muta'allimin beralamat di Desa Ciambar Kecamatan Nagrak
Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat di mana rencallanya akan dibangun
sebuah pesantren.
BABIV
PENYELESAIAN SENGKETA WAKAF MENURUT HUKUM ISLAM DAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 PADA YAYASAN
RAUDHATUL MUTA'ALLlMIN JAKARTA
A. Pandangan Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004
Tentang Perubahan Status Tanah Wakaf
Berkaitan dengan masalah perwakafan ini timbul suatu permasalahan,
bolehkah terhadap benda yang diwakafkan dilakukan perubahan peruntukannya?
Memang, pada asasnya, terhadap benda yang telah diwakafi<an, tidak boleh ada
perubahan atau penggunaan selain dari peruntukannya. Akan tetapi apabila tidak
sesuai lagi dengan tujuan wakaf atau karena kepentingan umum, maka perubahan
atau penggunaan lain dibolehkan.•
Berkaitan dengan hal ini, Umar bin Khattab ra pemah menulis surat
kepada Sa'ad bin Abi Waqqash, saat beliau mendengar bahwa dia terpilih
menjadi pengelola Baitul Maal di Kufah; "Pindahkan masjid yang ada di
Tamarin, dan jadikanlah Bailul Maal berhadapan dengan masjid karena selalu
akan ada orang yang mau shalat. Hal ini mendapat persetujuan dari para
shahabat dan tidak ada yang menentangnya".1
I Muhammad Rawwas Qal'ahji, Ensiklopedi Fiqih Umar bin Khall'ab ro, Alih Bahasa olehM. Abdul Mujieb dkk, (Jakarta: RajaOralinda Persada, 1999), Cet. ke-l, h. 641
64
Namun terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama madzhab tentang
hukum menjual atau menggantikan benda wakaf, sebagian mereka ada yang
melarang atau memberikan batasan ketal. Sebagian lagi ada yang
memperbolehkan menjual atau mengganti benda wakaf, namun disertai dengan
syarat-syarat tertentu. Mereka memandang menjual atan menggantikan benda
wakaf itu sebagai salah satu cara untuk mengekalkan manfaat wakaf.
Dikemukakan bahwa madzhab Hanafiyah adalah madzhab yang paling
toleran dan memberi keleluasaan dalam masalah ini. Mereka membolehkan
praktik tersebut dalam segala kondisi, selama mengarah kepada kemaslahatan.
Menurut mereka, ibdal (penggantian) bisa dilakukan, baik oleh wakif itu sendiri,
atau oleh hakim (pemerintah). Dan jenis barang wakafnya, bisa yang berbentuk
tanah yang dihuni maupun yang tidak dihuni. Juga bisa berupa benda bergerak
maupuh benda yang tidak bergerak.2
Madzhab Hanafi berpendapat bahwa tidak boleh menjual atau
m;;mindahkan benda wakaf yang berupa masjid. Akan tetapi madzhab Hanafi
memperbolehkan menjual tanah wakaf dalam tiga hal, yakni:
I. Jika ketika mewakafkan tanahnya wakif mensyaratkan (membolehkan) untuk
menjual atau memindahkan tanah tersebut dengan tanah yang lain.
2. Jika tanah wakaf sudah tidak mendatangkan manfaat sama sekali, maka boleh
dijual dan hasilnya dibelikan tanah yang lain yang lebih maslahat. Dan
penjualan tanah wakaf ini harus mendapat izin dari hakim terlebih dahulu.
2 Muhammad Abu Zahra, A/-Waq[, (Beirut: Dar al-Fikr, 1971), Cet. ke-2, h. 93
65
3. Jika dalam penjualan atau memindahkan tanah wakaf itu menjadikan harta
wakaf bertambah banyak atau mendatangkan keuntungan hasil yang besar
dari harta penjualannya.
Sedikit berbeda dengan Hanafiyah, ulama madzhab Maliki melarang
keras penggantian barang wakaf. Namun mereka tetap membolehkannya pada
kasus tertentu, dengan membedakan antara barang wakaf yang bergerak dan
barang wakaf yang tidak bergerak.
Imam Malik berpendapat bahwa tidak boleh menjual atau menggantikan
benda wakaf pada dua keadaan, yaitu:3
I. Jika benda wakaf itu berbentuk masjid;
2. Jika benda wakaf itu berupa tanah yang mempunyai hasil (produktif). Tetapi
Imam Malik memperbolehkan menjual tanah wakaf untuk tiga keperluan
yang dikategorikan sebagai darurat, yaitu:
a. Untuk memperluas bangunan masjid
b. Untuk tempat pemakaman
c. Untuk pembangunanjalan umum.
Di kalangan ulama Malikiyah sendiri terdapat perbedaan pendapat
tentang menjual atau memindahkan tanah wakaf. Mayoritas ulama Malikiyah
melarang menjual tanah wakaf sekalipun tanah tersebut tidak. mendatangkan hasil
sama sekali. Sebagian ulama lain memperbolehkan m(~nggantikan dengan
J Ibid, h. 94
66
menukarkan tanah wakaf yang tidak atau kurang bermanfaat dengan tanah yang
lain yang lebih baik.
Sebaliknya, kalangan ulama Syafi'iyah nampaknya memiliki kehati
hatian yang lebih dibanding ulama madzhab lainnya, sampai terkesan, seolah
olah mereka melarang secara mutlak. Imam Syafi'i melanmg menjual masjid
secara mudak, baik tanahnya maupun bangunannya, sekalipun bangunan itu
runtuh. Karena masih dimungkinkan untuk melakukan shallat dan beri'tikaf di
atas masjid tersebut. Beliau melihat bahwa penggantian tersebut bisa mengarah
kepada hilangnya barang wakaf atau penyalahgunaannya
Di kalangan ulama Syafi'iyah terdapat perbedaaan pendapat mengenai
menjual atau memindahkan tanah wakaf, selain tanah masjid yang sudah tidak
mendatangkan manfaat sarna sekali seperti halnya menj ual pohon kurma yang
kering atau wakaf hewan yang lumpuh. Dalam hal ini ada dua pendapat:4
Pendapat Pertama, melarang menjual sebagaimana yang telah diterangkan
mengenai masjid, sedangkan Pendapat Kedua, memperbolehkan menjual
keduanya, sebab tanah tersebut tidak diharapkan berguna lagi tanpa dijual dan
cara tersebut lebih utama.lain hal dengan tanah masjid tetap tidak boleh dijual
sekalipun bangunannya hancur, sebab masjid terkadang masih bisa dipakai dan
dapat dibangun kernbali.
Suatu yang sangat menarik, ulama Hanbaliyah telah mampu melepaskan
diri dari ikatan yang kaku. Mereka mempermudah penjualan harta wakaf jika
4 Abi Ishaq Ibrahim bin Ali asy-Syiraji,AJ-Muhazab, (Beirut: Dar al-Fkir, 1994) h. 623