Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses...

40
STUDI PENGAMBILAN KEMBALI ALUMINA DARI LIMBAH PADAT LUMPUR PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) INTAN BANJAR Laporan Penelitian Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Teknik Kimia Diajukan Oleh Retno Fitriana Sari H1D107001 Winda Aryani Prasetyo H1D107061 PROGRAM STUDI S1 TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

description

studi awal pengambilan alumina dari limbah padat lumpur PDAM

Transcript of Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses...

Page 1: Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses Recovery Alumina

STUDI PENGAMBILAN KEMBALI ALUMINA DARI LIMBAH PADAT LUMPUR PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) INTAN BANJAR

Laporan Penelitian Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Program Studi Teknik Kimia

Diajukan Oleh

Retno Fitriana Sari H1D107001Winda Aryani Prasetyo H1D107061

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK KIMIAFAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATBANJARBARU

2010

Page 2: Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses Recovery Alumina

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Limbah padat lumpur Perusahaan Daerah Air Minum (LPL PDAM) di peroleh

melalui pengolahan air baku yang ditambahkan dengan zat kimia (koagulan) seperti

tawas (Al2(SO4)3 18H2O) dan PaC (Poly Aluminium Cloride). Penambahan koagulan

dalam air baku bertujuan mengikat partikel-partikel pengotor dalam air (Kusnaedi,

2000). Pada umumnya LPL PDAM hanya disimpan dalam bak penampungan

sementara dan tidak dilakukan proses lanjutan untuk memanfaatkannya, sehingga

LPL PDAM hanya menjadi limbah buangan. Menurut penelitian lanjutan oleh Isma

dan Eka (2009), pengolahan LPL PDAM dapat dimanfaatkan sebagai adsorben

logam berat. Selain itu LPL PDAM dapat dimanfaatkan sebagai koagulan dalam

bentuk tawas cair seperti yang telah dilakukan oleh Sugiantoro (2009) untuk

menjernihkan air sungai Barito dan penelitian yang dilakukan Puput dan Anis (2009)

dalam upaya menjernihkan air sungai Martapura.

Menurut Suherman (2003), LPL PDAM yang sebagian besar masih

mengandung Al(OH)3, yang dibuang dan ditimbun dalam kolam penampungan

sebenarnya dapat diolah kembali menjadi alumina (Al2O3). Kandungan alumina LPL

PDAM dapat dilihat dari pemanfaatannya sebagai koagulan. Berdasarkan hal ini

dapat dilakukan proses recovery alumina yang biasanya diaplikasikan pada bahan

yang mengandung aluminosilikat seperti bijih tambang bauksit, fly ash (abu terbang

batubara) dan lempung kaolin atau clay.

Page 3: Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses Recovery Alumina

Proses recovery dilakukan dengan mengekstraksi padat-cair (leaching) LPL

PDAM yang telah dikalsinasi. Pada proses recovery alumina, sebelum dilakukan

kalsinasi dilakukan penambahan CaCl2 yang berfungsi sebagai pengikat alumina dari

aluminosilikat (Al6Si2O13). Pengaruh perbandingan antara CaCl2 dengan bahan dasar

(raw material) mempengaruhi kuantitas dan kualitas dari alumina yang dihasilkan.

Pada umumnya rasio massa antara CaCl2 dengan bahan dasar mencakup range 0,5:1–

2:1 (Nehari dkk, 1997). Proses leaching dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

ukuran partikel, pelarut, temperatur dan agitasi fluida (Richardson, 2001). Faktor

tersebut mempengaruhi produk yang dihasilkan, namun untuk proses leaching pada

recovery alumina dari LPL PDAM belum diketahui karena belum adanya penelitian

mengenai recovery alumina dari LPL PDAM.

Melalui proses recovery alumina, dapat mengurangi jumlah LPL PDAM dan

menaikkan nilai ekonomisnya. Alumina hasil recovery ini dapat berguna sebagai

koagulan yang dapat digunakan kembali dalam proses pengolahan air baku. Selain

itu, alumina merupakan bahan baku pembuatan aluminium.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perumusan

masalah untuk penelitian ini adalah:

1. Bagaimana cara menghasilkan alumina dari limbah padat lumpur PDAM agar

didapat hasil yang optimum?

2. Bagaimana pengaruh banyaknya penambahan CaCl2 ke dalam limbah lumpur

kering terhadap alumina yang dihasilkan?

Page 4: Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses Recovery Alumina

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Mempelajari pengolahan pada limbah padat lumpur PDAM Intan Banjar agar

didapatkan alumina.

2. Mempelajari dan mendapatkan kondisi optimal proses berdasarkan variasi

komposisi dan konsentrasi pelarut dalam ekstraksi alumina dari limbah padat

lumpur PDAM Intan Banjar.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat program penelitian yang akan dilakukan ini adalah sebagai sarana

pembelajaran dalam pemanfaatan bahan terbuang dengan proses ekstraksi padat cair

yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, memberikan kontribusi nyata dalam

mempelajari proses pemisahan senyawa dari campuran dan proses recovery alumina

dari LPL PDAM menjadi solusi alternatif untuk memanfaatkan limbah hasil

pengolahan air. Selain itu penelitian ini merupakan peran nyata kontribusi mahasiswa

bagi lingkungan masyarakat sekitar, akademisi dan industri.

Page 5: Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses Recovery Alumina

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah Padat Lumpur PDAM

Air baku yang dipasok PDAM awalnya berupa air kotor dari berbagai sumber

baik dari irigasi maupun sungai. Pada pengolahannya air baku ditambahkan zat kimia

(koagulan) misalnya tawas (Al2(SO4)3.18H2O) dan PAC (Poly Aluminium Cloride).

Tujuan penambahan koagulan dalam air baku untuk mengikat partikel-partikel

pengotor dalam air, sehingga terbentuklah lumpur (Kusnaedi, 2000).

Fungsi lain penambahan koagulan adalah menetralisasi kelebihan muatan dari

suspensi padatan dengan penambahan elektrolit atau menghilangkan air hidrasinya

atau keduanya. Dengan kata lain penambahan koagulan berfungsi sebagai pembentuk

jembatan yang dapat diserap antar permukaan suspensi padatan serta akan

memperkuat gaya tarik antara molekul-molekul tersebut sehingga membentuk

gumpalan yang kuat (Fair, 1971).

Proses terbentuknya lumpur secara rinci melalui beberapa tahap, yaitu:

a. Proses Koagulasi

Menurut Kusnaedi (2000) reaksi koagulasi dapat berjalan dengan

menambahkan zat pereaksi (koagulan) sesuai dengan zat yang terlarut. Jenis

koagulan yang dapat digunakan antara lain kapur, tawas, dan kaporit. Pemilihan

koagulan ini didasarkan pada garam-garam Ca, Fe dan Al bersifat tidak larut dalam

air dan mampu mengendap bila bertemu dengan sisa-sisa basa. Proses ini

digambarkan pada Gambar 2.1:

Page 6: Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses Recovery Alumina

Gambar 2.1 Proses Terbentuknya Endapan(Sumber : Kusnaedi,2000)

Pada prinsipnya proses koagulasi dilakukan untuk memisahkan koloid dari air

baku yang akan dijernihkan, dimana koloid merupakan partikel yang sangat halus

dan sangat sukar untuk diendapkan (perlu waktu yang sangat lama untuk

mengendapkannya). Koloid akan mudah untuk diendapkan jika ukuran partikel

koloid dapat diperbesar dengan cara menggabungkan partikel-partikel koloid tersebut

melalui proses koagulasi dengan penambahan koagulan.

Flok terbentuk dari kondisi partikel koloid yang tidak stabil. Adanya muatan

positif yang cukup dan merata maka akan terbentuk flok-flok kecil yang bisa

diendapkan, maka antara sesama flok-flok kecil tersebut harus terus bergabung

sampai menjadi flok yang cukup besar untuk bisa mengendap. Pada saatnya muatan

positif yang diberikan tersebut tidak mampu lagi untuk menggabungkan flok-flok

kecil karena flok-flok kecil mengalami kondisi restabilisasi (kembali menjadi stabil)

sehingga sulit untuk terus bergabung menjadi flok yang cukup besar. Masalah ini

dapat diselesaikan dengan memberikan flokulan sehingga flok-flok kecil tersebut

akan dapat “diikat” (Mark, 2001).

b. Proses Flokulasi (Sutrisno, 1991)

Flokulasi terjadi karena adanya tumbukan antara pertikel-pertikel koagulasi

hingga menempel dan bergabung membentuk partikel yang ukurannya bertambah

besar. Untuk memperoleh intensitas tumbukan yang memadai diperlukan juga

Page 7: Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses Recovery Alumina

pengadukan atau aliran yang dibuat turbulen dengan tetapi turbulensinya harus lebih

kecil dari aliran turbulen pada proses koagulasi.

Proses ini berfungsi untuk membentuk partikel padat yang lebih besar supaya

dapat diendapkan dari hasil reaksi partikel kecil (koloid) dengan bahan atau zat

koagulan yang kita bubuhkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk flok-flok

menjadi partikel yang lebih besar dan dapat mengendap dengan gravitasi adalah

kekeruhan pada air baku, tipe dari suspensi solid, pH, alkali, bahan koagulan yang

dipakai, dan lamanya pengadukan.

c. Sedimentasi (Pengendapan)

Sedimentasi merupakan proses pengendapan bahan padat dari air olahan.

Proses sedimentasi bisa terjadi bila air limbah mempunyai berat jenis lebih besar dari

pada air sehingga mudah tenggelam. Proses pengendapan ada yang bisa terjadi

langsung, tetapi ada pula yang memerlukan proses pendahuluan seperti koagulasi

atau reaksi kimia. Prinsip sedimentasi adalah pemisahan bagian padat dengan

memanfaatkan gaya gravitasi sehingga bagian yang padat berada di dalam kolam

pengendapan sedangkan air murni diatas (Kusnaedi, 2000).

Limbah hasil dari sedimentasi atau pengendapan berupa padatan lumpur yang

sebagian besar masih mengandung Al(OH)3 yang dibuang dan ditimbun dalam

kolom-kolam penampungan sebenarnya dapat diolah kembali menjadi alumina

(Al2O3) melalui proses recovery (Suherman, 2003).

Dari tiga proses di atas maka akan terbentuklah lumpur. Lumpur yang berasal

dari zat-zat pengotor dalam air ini tidak dapat lagi dimanfaatkan. Namun,

Page 8: Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses Recovery Alumina

berdasarkan penelitian Sugiantoro (2009), lumpur ini dapat digunakan sebagai

koagulan dalam proses pengolahan air baku.

2.2 Pemanfaatan Limbah Padat Lumpur PDAM

Hasil penelitian Isma dan Eka (2009) menunjukkan bahwa limbah lumpur

PDAM mampu menurunkan kadar Fe. Penelitian dilakukan dengan aktivasi kimia

dengan cara lumpur kering dikontakkan dengan ZnCl2, dilanjutkan aktivasi fisika

dengan cara pirolisis pada temperatur 600°C selama 45 menit. Kemudian lumpur

aktivasi dikontakkan dengan air sumur kota Banjarbaru, yaitu sumur SD.Pembina

Banjarbaru. Hasil yang didapat dari penelitian ini menunjukkan limbah lumpur

PDAM dapat menurunkan kadar Fe dari 2,61 mg/L hingga 0,21 mg/L.

Tawas cair diperoleh dengan melarutkan limbah padat lumpur menggunakan

NaOH kemudian menambahkan NH4Cl. Sehingga, terbentuk endapan Al(OH)3 dan

mereaksikan endapan dengan H2SO4. tawas cair (Al2(SO4)3) yang telah diperoleh

selanjutnya digunakan untuk proses koagulasi dan flokulasi (Sugiantoro, 2009).

Penelitian yang dilakukan Puput dan Anissa (2009) menunjukkan tawas cair

dapat diperoleh dari proses recovery limbah padat lumpur PDAM. Proses

penjernihan dilakukan dengan proses koagulasi dan flokulasi dengan penambahan

koagulan yang ada di pasaran dan tawas cair hasil recovery. Penelitian ini

menghasilkan tawas cair dari proses recovery limbah padat lumpur PDAM INTAN

Banjar yang dapat digunakan untuk menjernihkan air dengan nilai turbidity dan pH

awal Sungai Martapura masing-masing adalah 43,40 NTU dan 6,67. Setelah

dilakukan koagulasi, flokulasi, pengendapan, dan penyaringan didapat nilai turbidity

dan pH air sebesar 7,49 dan 6,48.

Page 9: Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses Recovery Alumina

2.3 Proses Recovery Alumina

Banyak metode dikenal untuk proses recovery aluminium dari alumina silika.

Secara teknis ada dua metode yang memungkinkan untuk mengkonversi senyawa

dari aluminium, terutama mullite atau metakaolinite melalui leaching dengan pelarut

asam atau senyawa alkali dimana komponen akan larut setelah terjadi

pemanggangan atau sintering hidrokimia pada temperatur proses yang tinggi

- Metode Asam

Salah satu keuntungan utama dari metode asam adalah kemungkinan

memisahkan silika jumlah besar di awal proses leaching. Tapi keuntungan dapat

hanya dapat direalisasikan dalam proses leaching asam secara langsung yang

cocok pada suhu rendah sehingga membentuk abu terbang/ fly ash yang

mengandung aluminium ke dalam bentuk metakaolinite. Selain itu, outlet aliran

yang besar dari abu dan agen pembantu (limestone, lime, asam atau lainnya)

harus dikirim ke proses pemanggangan dan sintering yang memakan daya

dilanjutkan ke proses leaching

- Alkalin metode

Umumnya produksi aluminium saat ini hanya didasarkan pada teknologi basa

karena keuntungan sebagai berikut metode ini:

1. Kemurnian dan sifat fisik alumina sesuai dengan persyaratan yang

elektrolisis

2. Relatif kecil aliran pulp dan liquor karena tingginya kelarutan alumina

dalam larutan

3. Kurangnya perlunya perlindungan korosi untuk peralatan

Page 10: Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses Recovery Alumina

Gambar 2.2 Proses recovery dari alumina dan silika Sumber : (Nehari dkk, 1997).

Proses recovery alumina secara simultan dari bahan yang mengandung

aluminosilikat menjadi alumina murni dan silikat mengikuti langkah-langkah berikut

1. Memanaskan campuran aluminosilikat dan CaCl2 hidrat untuk mendapatkan

alumino kalsium silikat dan kalsium alumina produk, dimana CaCl2 tidak

mengandung MgCl2.

Pada langkah pertama ini, hidrat dari CaCl2 direaksikan dengan material yang

mengandung aluminosilikat pada temperatur 1000-1100oC. CaCl2 ditambahkan

ke material dengan perbandingan atau rasio massa antara 0,5:1-3:1 tergantung

pada komposisi fasa dari material dan kandungan alumina. Namun rasio massa

Page 11: Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses Recovery Alumina

yang sering digunakan dalam range 0,5:1-2:1. Dan campuran dari aluminosilikat

dengan garam CaCl2 dikeringkan pada 200–250oC.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

Al6Si2O3+(Al2O3.SiO2.CaO)+SiO2+xCaCl2+yH2O

2CaO.Al2O3.SiO2+Al2O3+Al2O3.2SiO2.CaO+12CaO.7Al2O3+2yHCl

Dimana nilai x dan y = 2-4 (Nehari dkk, 1997).

Kaolin mempunyai dua komponen utama yang sering digunakan di industri

dan masayarakat yaitu alumina dan silika. Kaolin mempunyai rumus kimia 2H2O.

Al2O3.2SiO2. Satu partikel kaolin terdiri atas: 39% oksida alumina, 47% oksida

silika, dan 14% air. Kaolin akan terurai menjadi komponen-komponen oksidanya

yaitu Al2O3dan SiO2 pada suhu 600-7000C Kebanyakan alumina diperoleh dari

pemurnian bauksit dengan proses Bayer. Karakteristik alumina dan silika,

masing-masing dijabarkan ke dalam Tabel 2.1.

Page 12: Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses Recovery Alumina

Tabel 2.1 karakteristik alumina dan silikaKomponen Silika Alumina

Nama LainSilikon dioksida,

quartz sand

Calcined alumina

reactive

Rumus SiO2 Al2O3

Massa molar 60,1 g/mol 101,94 g/mol

Kenampakan Putih Putih

Densitas 2,2 g/cm3, padat 3,78 g/cm3, padat

Hardness 6-7 9

Kelarutan di air 0,012 g / 100 g air -

Titik leleh 1650 (±75oC) 2072oC

Titik Didih 2230oC 2980oC

Kritalografi tetrahedral Heksagonal

Sumber : (Sukanta, dkk., 2009)

Alumina dalam batuan ini tergabung dalam senyawa kompleks kaolinite

dengan silika bebas (quartz) sebagai impuritisnya. Metode pemurnian dapat

dilakukan dengan menguraikan senyawa yang ada dalam kaolin. Kaolin tersebut

mengandung alumina yang berikatan dengan silika, dan bila kaolin tersebut akan

diuraikan, ikatan tersebut harus dipecah terlebih dahulu agar menjadi alumina

bebas tanpa ikatan. Cara pemecahan ikatan tersebut adalah dengan pemanasan

dan disebut sebagai kalsinasi. Pemecahan ini biasanya dilakukan pada senyawa

kompleks. Dengan pemanasan akan terjadi reaksi zat padat, pengkristalan dan

terjadi peleburan ini sehingga ikatan akan terlepas.

Proses kalsinasi dilakukan untuk melepas ikatan senyawa kompleks dalam

kaolin tersebut. Bahan yang akan dipecah adalah senyawa kompleks kaolin

Al2O3.SiO2. xH2O menjadi Al2O3 + SiO2 + H2O. Proses ini juga dimaksudkan

untuk menjaga stabilitas termal kaolin dan untuk memperbesar pori-pori

Page 13: Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses Recovery Alumina

permukaannya. Suhu kalsinasi yang lazim digunakan berkisar antara 200-800°C.

Agar senyawa kompleks dalam kaolin dapat terpecah harus melalui proses

pembakaran dengan suhu melebihi 600°C. Kaolin yang dibakar kurang dari

6000C belum mencapai titik kematangan keramik. Pada pembakaran di bawah

suhu 8000C, mineral silika bebas (seperti mineral karbonat) akan berubah pula.

Hal ini merupakan akibat dari terbakarnya semua unsur karbon (proses kalsinasi)

(Sukanta, dkk., 2009).

Menurut Cho (1995), berdasarkan eksperimen didapatkan suhu kalsinasi

untuk mendapatkan alumina yang maksimal pada kaolin adalah pada suhu 800oC.

Hasil eksperimen ditunjukkan tabel di bawah ini:

Tabel 2.2 Perubahan Yield Komponen Al Setelah Ekstraksi Berdasarkan Kondisi Kalsinasi dengan Variasi Suhu

Calcination temp. (oC) 500 600 700 800 900 Calcinations

time : 60 minExtraction yield of Al

Component (wt%)

23 62 81 83 65

Sumber : (Cho, dkk, 1995)

Tabel 2.3 Perubahan Yield Komponen Al Setelah Ekstraksi Berdasarkan Kondisi Kalsinasi dengan Variasi Waktu

Calcination time (min) 0 30 60 180 Calcinations

temp. : 700oCExtraction yield of Al

Component (wt%)

70 75 81 82

Sumber : (Cho, dkk, 1995)

2. Leaching (ekstraksi padat-cair) produk dengan HCl untuk membentuk yang

terdiri dari larutan AlCl3 ; silika dan CaCl2 yang tidak larut

Aluminium dan garam kalsium diekstraksi padat-cair dari kalsium alumina

silikat dengan pelarut HCl 2-8N. Reaksi yang terjadi mengikuti persamaan:

Page 14: Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses Recovery Alumina

Ca2Al2SiO7+CaAl2SiO2O8+Ca12Al14O33+84HCl

18AlCl3+15CaCl2+42H2O+3SiO2

Hasil dari proses ini mungkin terdiri dari beberapa jenis garam selain AlCl3 dan

CaCl2, yaitu FeCl3, MgCl2 dan logam berat. Residu SiO2 dapat dipisahkan dari

larutan garam dengan metode yang telah diketahui seperti filtrasi dan dekantasi.

Kemurnian dari SiO2 biasanya lebih besar dari 97% dan pada yield lebih dari

90% (Nehari dkk, 1997).

Kondisi optimum untuk ekstraksi komponen Al dari hasil kalsinasi kaolin

yaitu dengan menggunakan hydrochloric acid (HCl) sebesar 8N pada temperatur

110oC selama 3 jam. Secara stoikiometri rasio mol antara kaolin dan HCl sebesar

1,0. Yield hasil ekstraksi dari komponen Al sebesar 90% weight pada kondisi ini

(Cho, dkk, 1995). Menurut penelitian Sobiroh, dkk (2007), kondisi optimum

leaching abu layang (fly ash) dilakukan dengan pelarut HCl 10% dengan

perbandingan abu layang dan HCl L/S 25:1. Kemudian dipanaskan dalam

penangas air pada suhu 80o C selama 1 jam dan distirer konstan 300 rpm.

3. Memisahkan silika larut dari solusi dan AlCl3 mengkristal dari larutan

- kristalisasi AlCl3 dengan reaksi yang terjadi mengikuti persamaan :

2AlCl3+3H2O Al2O3+6HCl

Hasil dari reaksi tersebut, berupa Al2O3 yang dihasilkan dengan kemurnian >

99% dan yield > 95%. Dan HCl yang dihasilkan dapat digunakan kembali.

Dan besi (Fe) yang terkandung pada raw material dapat direcovery dengan

ion exchange (penukar ion) atau ekstrasi liquid setelah AlCl3 dikristalisasi

(Nehari dkk, 1997). Temperatur transisi dari aluminium heksahidrat agar

Page 15: Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses Recovery Alumina

menjadi kristal α-Al2O3 berada di bawah 1200oC. Dan alumina yang

dihasilkan dari purifikasi leach liquor sebesar 99,8% wg (Cho, dkk, 1995).

Empat tahap pengeringan yang berbeda menghasilkan kemurnian

alumina yang berbeda, yaitu (Ziegenhein, 1975)

a. pemanasan campuran alumina cair-pelarut pada suhu sekitar 300°F

selama sekurang-kurangnya sekitar satu jam untuk mendapatkan produk

alumina kering yang mengandung sebagian dari sekitar 70 menjadi

sekitar 76 persen berat Al2O3

b. pemanasan untuk sekitar 300°F dan secara simultan sebagian produk

kering dikontakkan dengan uap superheated setidaknya sekitar 1 menit

untuk mendapatkan alumina kering yang mengandung sekitar 79 sampai

82 persen berat Al2O3;

c. kalsinasi alumina kering pada suhu sekitar 800°F selama setidaknya

sekitar 4 menit dengan atmosfer inert untuk mendapatkan produk yang

mengandung alumina sekitar 86 sampai 90 persen berat Al2O3

d. pendinginan untuk setidaknya sekitar 300°F dengan atmosfer inert untuk

mendapatkan produk yang mengandung kata alumina dari sekitar 86

sampai sekitar 90 persen berat Al2O3 dengan karakteristik warna dan

property ekstruksi yang diinginkan.

- Menghapus substansi MgCl2 dari larutan CaCl2 dan mendaur ulang CaCl2

untuk digunakan pada langkah 1.

CaCl2 yang pulih dari proses daur ulang juga harus dimurnikan dari

MgCl2, karena banyak sumber aluminosilikat mengandung sejumlah kecil Mg

Page 16: Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses Recovery Alumina

yang larut dalam HCl selama tahap leaching. Adanya kandungan MgCl2 di

dalam CaCl2 menurunkan kemurnian silika dan alumina yang hasil recovery.

Lebih baik, MgCl2 akan dihapus melalui presipitasi dengan Ca(OH)2.

Dengan demikian, penggunaan CaCl2 yang secara substansial bebas dari

Mg pada langkah pemanasan memberikan kontribusi signifikan terhadap

rendemen dan kemurnian produk. ini akan mempengaruhi efisiensi dan

profitabilitas proses,sehingga secara ekonomi kompetitif (Nehari dkk, 1997).

2.3 Ekstraksi padat –cair (leaching)

Ekstraksi padat-cair (leaching) adalah proses pemisahan zat padat yang terlarut

dari campurannya dengan peralatan lain yang tidak larut, dengan menggunakan

pelarut. Pemisahan umumnya melibatkan pemutusan yang selektif, dengan atau tanpa

difusi. Tetapi pada kasus yang ekstrim dari simple washing terdiri dari pertukaran

(dengan pengadukan) dari satu cairan interstitial dengan yang lainnya, dimana terjadi

pencampuran (Perry, 1997).

Leaching merupakan proses peluruhan bagian yang mudah terlarut (solute) dari

suatu padatan dengan menggunakan suatu larutan (pelarut) pada temperatur dan

proses alir tertentu. Proses ini dilakukan untuk mendapatkan bagian yang mudah

terlarut karena lebih berharga dari padatannya, misalnya bahan tambang, minyak

nabati, dan lain-lain, ataupun untuk menghilangkan bahan kontaminan yang mudah

terlarut dari padatan yang lebih berharga, misalnya pigmen dari kontaminan kimiawi

yang bisa atau mudah dilarutkan (Treybal, 1980).

Ada empat faktor penting yang secara dominan mempengaruhi laju ekstraksi

yaitu (Richarson, 2001).

Page 17: Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses Recovery Alumina

1. Ukuran Partikel

Semakin kecil ukuran solute, akan semakin mudah mengekstraksinya selain itu

hendaknya ukuran butiran partikel tidak memiliki range yang jauh satu sama lain,

sehingga setiap partikel akan menghabiskan waktu ekstraksi yang sama.

2. Pelarut (Solvent)

Pelarut harus mempunyai selektivitas tinggi, artinya kelarutan zat yang ingin

dipisahkan dalam pelarut harus besar, sedangkan kelarutan dari padatan pengotor

kecil atau diabaikan. Dan viskositas pelarut sebaiknya cukup rendah sehingga

dapat bersirkulasi dengan mudah.

3. Temperatur

Dalam banyak kasus, kelarutan material yang diekstraksi akan meningkat dengan

naiknya temperatur, sehingga laju ekstraksi semakin besar. Koefisien difusi

diharapkan meningkat dengan naiknya temperatur untuk memberikan laju

ekstraksi yang lebih tinggi.

4. Agitasi fluida

Agitasi fluida (solvent) akan memperbesar transfer material dari permukaan

padatan ke larutan. Selain itu agitasi dapat mencegah terjadinya sedimentasi.

Metode operasi leaching dengan sistem bertahap tunggal, bekerja dengan

cara mengontakkan antara padatan dan pelarut sekaligus, dan kemudian disusul

dengan pemisahan larutan dari padatan sisa. Cara ini jarang ditemui dalam operasi

industri, karena perolehan solut yang rendah.

Page 18: Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses Recovery Alumina

Gambar 2.2 sistem tahap tunggal

Sumber : (Treybal, 1980).

2.4 Atomic Absorption Spectroscopy (AAS)

Prinsip dasar Spektrofotometri serapan atom adalah interaksi antara radiasi

elektromagnetik dengan sampel. Spektrofotometri serapan atom merupakan metode

yang sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah (Khopkar, 1990).

Teknik ini adalah teknik yang paling umum dipakai untuk analisis unsur. Teknik-

teknik ini didasarkan pada emisi dan absorbansi dari uap atom. Komponen kunci

pada metode spektrofotometri Serapan Atom adalah sistem (alat) yang dipakai untuk

menghasilkan uap atom dalam sampel. (Univesitas Gajah Mada, 2003)

Cara kerja Spektroskopi Serapan Atom ini berdasarkan atas penguapan larutan

sampel, kemudian logam yang terkandung di dalamnya diubah menjadi atom bebas.

Atom tersebut mengapsorbsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari

lampu katoda (Hollow Cathode Lamp) yang mengandung unsur yang akan

ditentukan. Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang gelombang

tertentu menurut jenis logamnya (Darmono,1995).

Larutan sampel diaspirasikan ke suatu nyala dan unsur-unsur di dalam sampel

diubah menjadi uap atom sehingga nyala mengandung atom unsur-unsur yang

dianalisis. Beberapa diantara atom akan tereksitasi secara termal oleh nyala, tetapi

Page 19: Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses Recovery Alumina

kebanyakan atom tetap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar (ground

state). Atom-atom ground state ini kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh

sumber radiasi yang terbuat oleh unsur-unsur yang bersangkutan. Panjang

gelombang yang dihasilkan oleh sumber radiasi adalah sama dengan panjang

gelombang yang diabsorpsi oleh atom dalam nyala. Absorpsi ini mengikuti hukum

Lambert-Beer, yaitu absorbansi berbanding lurus dengan panjang nyala yang dilalui

sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala. Kedua variabel ini sulit untuk

ditentukan tetapi panjang nyala dapat dibuat konstan sehingga absorbansi hanya

berbanding langsung dengan konsentrasi analit dalam larutan sampel. Teknik-teknik

analisisnya yaitu kurva kalibrasi, standar tunggal dan kurva adisi standar (Universitas

Gajah Mada, 2003).

Page 20: Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses Recovery Alumina

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini untuk mempelajari dan mengetahui pengaruh

variasi penambahan CaCl2 dalam proses pengambilan alumina dari limbah padat

lumpur (LPL) PDAM serta mempelajari dan mengetahui keefektifan variasi

konsentrasi pelarut yaitu larutan HCl dalam proses pengambilan alumina dari LPL

PDAM.

Pengambilan alumina dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode,

yaitu metode kalsinasi dengan suhu kalsinasi sebesar 800 oC selama 4 jam

menggunakan furnance dan metode ekstraksi padat cair (leaching) dengan variasi

konsentrasi 2N, 4N dan 6N.

3.1. Alat

3.1.1 Alat Utama

Alat utama yang digunakan pada penelitian ini adalah tangki berpengaduk.

Gambar 3.1 Rangkaian Alat Tangki Berpengaduk

12

3

4

5

Keterangan : 1. Motor pengaduk

2. Pengaduk kecepatan

3. Tangki

4. Baffle

5. Pengaduk

Page 21: Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses Recovery Alumina

3.1.2. Alat Pendukung

Alat pendukung yang digunakan pada penelitian ini yaitu bor tanah,

furnace, beaker glass, gelas ukur, sudip, stopwatch, neraca analitik, lumpang

dan alu, ayakan, cawan, loyang, kertas saring dan AAS.

3.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah Limbah Padat Lumpur

PDAM Intan Banjar, CaCl2, larutan HCl 2 N, 4 N dan 6 N, aquadest dan kertas

saring.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Penurunan Kadar Air dalam Lumpur

Perlakuan awal adalah melakukan perendaman pada lumpur PDAM selama 24

jam kemudian mengeringkan dengan cara dijemur sampai lumpur kering, kemudian

dilakukan penggerusan dan pengayakan hingga didapatkan ukuran lumpur kering 200

mesh.

3.3.2 Proses Kalsinasi

Proses kalsinasi dilakukan dengan mencampurkan lumpur kering dengan

padatan CaCl2 dengan variasi perbandingan massa lumpur kering dengan massa

CaCl2 sebesar 1:0,5, 1:1, dan 1:1,5. Masing-masing campuran kemudian dikalsinasi

dengan pemanasan dalam furnace pada suhu 800oC. Kemudian dilakukan

penggerusan dan pengayakan hingga didapat ukuran hasil kalsinasi 350-400 mesh.

3.3.3 Proses ekstraksi padat cair (leaching)

Proses ekstraksi dilakukan dengan penambahan 200 ml larutan HCl ke dalam

100 gram hasil kalsinasi dengan variasi konsentrasi larutan HCl sebesar 2 N, 4 N dan

Page 22: Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses Recovery Alumina

6 N. Kemudian dilakukan pengadukan selama 3 jam dengan kecepatan stirrer

sebesar 300 rpm. Kemudian larutan didekantasi dan didapatkan filtrat dan rafinat.

Filtrat kemudian dipanaskan.

3.3.4 Proses Dekomposisi Hidrolisa

Hasil ekstraksi ditambahkan dengan 100 ml aquadest sambil dilakukan

pengadukan dengan kecepatan stirrer sebesar 300 rpm selama 10 menit. Hasil

pengadukan kemudian difiltrasi. Filtrat dipanaskan dengan suhu 500oC sehingga

didapatkan powder. Powder kemudian diukur massanya.

3.3.6 Uji Sampel

Pada bagian ini, limbah padat lumpur PDAM Intan Banjar dan hasil

dekomposisi hidrolisa diuji kadar aluminiumnya menggunakan AAS (Atomic

Absoption Spectrofotometer).

Page 23: Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses Recovery Alumina

BAB IV

JADWAL PENELITIAN

Kegiatan ini dilaksanakan selama 4 bulan dengan rincian jadwal kegiatan

pada tabel berikut ini:

Tabel 4.1 Jadwal kegiatan penelitian

No Kegiatan

Bulan ke-1 Bulan ke-2 Bulan ke-3 Bulan ke-4

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Studi Literatur

2. Pemesanan Alat dan Bahan

3. Uji Coba Peralatan

4. Percobaan

5. Analisis Pengolahan Data

6. Penyusunan Laporan

Limbah padat lumpur PDAM

Dicampur / mixing dan dikeringkan pada suhu 200oC

CaCl2

Dipanaskan pada suhu 800oC

dibersihkan

dikeringkan

diayak

Digerus dan diayak dengan ukuran 350-400mesh

diadukLarutan HCl dengan

variasi 2N, 4N, dan 6N

Rafinat/endapandekantasi

filtrat

dipanaskan

H2O pengadukan

Dipanaskan pada suhu 500oC

Uji kandungan alumina

Page 24: Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses Recovery Alumina

BAB V

RANCANGAN BIAYA

Penelitian ini memerlukan biaya seperti yang tertulis pada tabel berikut ini:

Tabel 5.1 Bahan yang dipakai

No KomponenHarga satuan

(Rp)

Jumlah Biaya

(Rp)

1. HCl Rp. 192.400,00 3 L Rp. 577.200,00

2. Aquadest Rp.4.500,00 20 L Rp. 90.000,00

3. CaCl2 Rp. 244,00 1000g Rp244.000,00

Total Rp911.200,00

Tabel 5.2 Peralatan

No Komponen Biaya

(Rp)

1. Sewa Laboratorium (Alat-Alat yang Digunakan) Rp. 500.000,00

Total Rp. 500.000,00

Tabel 5.3 Biaya lain-lain

No Komponen Harga Satuan

(Rp)

Jumlah

(Buah)

Biaya

(Rp)

1. Uji Sampel Rp. 30.000,00 10 Rp. 300.000,00

Biaya Rp. 300.000,00

Page 25: Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses Recovery Alumina

Tabel 5.4 Rekapitulasi

Komponen Biaya

Bahan Yang Dipakai Rp. 911.200,00

Peralatan Rp. 500.000,00

Biaya Lain-Lain Rp. 300.000,00

Total Rp. 1.711.200,00

Page 26: Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses Recovery Alumina

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2003, Hand Out Pelatihan Instrumental Kimia AAS dan X-RD, Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Gajah Mada, Jogjakarta.

Cho, Jung-Hyun, dkk, 1995, Extraction of Al Component from Kaolin by the Hydrochloric Acid Leaching, Korea Research Institute of Chemical Technology : Kangweon

Darmono, 1995, Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup, UI Press, Jakarta.

Kusnaedi. 2000. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor untuk Air Minum. Jakarta: PT.Penebar Swadaya.

Fair GM. 1971. Elements of Water Supply and Waste Water Disposa. 2nd Ed: Tokyo

Farah, Isma dan Eka R, 2009, Studi Awal Penurunan Kadar Besi (Fe) Dan Mangan (Mn) Air Sumur Kota Banjarbaru Memanfaatkan Limbah Lumpur Pdam Sebagai Adsorben. Universitas lambung mangkurat : Banjarbaru.

Khopkar, S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik Edisi kedua, UI Press, Jakarta.

Mark JHJr. 2001. Water and Wastewater Technology. Fourth Edition. New Jersey: Prentice Hall.

Nehari, S., dkk, 1997, Process Recovery of Alumina and Silika, United State Patent : USA No.WO 97 22554.

Perry, R. H., 1997, “Perry’s Chemical Engineering Handbook seventh edition”, Mc Graw Hill Company : New York.

Richardson, J.F.,dkk.,2001,Chemical Engineering Particle Technology and Separation Processes , Butterworth-Heinemann : Oxford.

Sugiantoro, 2009, Upaya Penjernihan Air Dari Sungai Barito Dengan Memanfaatkan Limbah Padat Lumpur Pdam Sebagai Tawas Cair Menggunakan Metode Koagulasi Dan Flokulasi, Universitas lambung mangkurat : Banjarbaru.

Sukanta, dkk, 2009, Pemecahan Senyawa Kompleks dalam Kaolin dan Pengambilan Alumina dengan Metode Kalsinasi dan Elutriasi, Universitas Gajah Mada : Yogyakarta

Treybal, R.E., 1981, Mass-Transfer Operations, Mc Graw Hill Company : Singapura

Page 27: Pengaruh Perbandingan Komposisi Cacl2 Dengan Limbah Padat Lumpur Pdam Intan Banjar Pada Proses Recovery Alumina

Wulandari, Puput dan Nor Anissa, 2009, Upaya Penjernihan Air Dari Sungai Martapura Dengan Memanfaatkan Limbah Padat Lumpur Pdam Sebagai Tawas Cair Menggunakan Metode Koagulasi Dan Flokulasi, Universitas lambung mangkurat : Banjarbaru.

Ziegenhain, W.C., dkk, 1975, Calcining Method for Alumina, United State Patent : USA No.3,979,504