Pemanfaatan Limbah Alumina
-
Upload
wiguna-yusendra -
Category
Documents
-
view
260 -
download
1
Transcript of Pemanfaatan Limbah Alumina
TA/TL/2008/0253
TUGAS AKHIR
PEMANFAATAN LIMBAH ALUMINA DAN SANDBLASTING
PT. PERTAMINA UP IV CILACAP
SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN WALL PANEL
Diajukan Kepada Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Persyaratan
Guna Memperoleh Derajat Sarjana Strata-1 Teknik Lingkungan
Disusun Oleh :
Nama : SYAMSIAH
NIM : 03 513 084
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2008
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa, Pencipta Alam
semesta berserta isinya dan tempat berlindung bagi Umat-nya. Shalawat serta
salam terlimpahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Alhamdulillahirobbil’alamin atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir dengan judul
“PEMANFAATAN LIMBAH ALUMINA DAN SANDBLASTING PT.
PERTAMINA UP IV CILACAP SEBAGAI BAHAN PEMBUAT WALL
PANEL”.
Penyusunan tugas akhir ini dapat terselesaikan berkat dorongan dan
motivasi, bantuan, bimbingan dan arahan, serta adanya kerja sama dari berbagai
pihak. Untuk itu perkenankanlah penulis mengaturkan banyak terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Luqman Hakim, ST., Msi., selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia dan
sebagai dosen pembimbing II.
2. Bapak Ir. Kasam, MT, selaku dosen pembimbing I.
3. Bapak Eko Siswoyo, ST., selaku Koordinator Tugas Akhir.
4. Bapak Andik Yulianto, ST. ; Bapak Ir. H. Kasam, MT. ; Bapak Hudori, ST. ;
Bapak Ir Hananto Hadi Purnomo, MSc. ; Ibu Yureana, ST., MSc. ; Ibu Any
juliani, ST., MSc., dan seluruh dosen Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik
Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia.
5. Bapak Agus Adi Prananto, selaku bagian pengajaran urusan administrasi tugas
di Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Universitas Islam Indonesia
iii
6. Pak Tasyono, Pak Pranoto, Mas Iwan Ardiyanta dan Mas Yusuf Habibi,
laboran Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Universitas Islam Indonesia.
Akhir kata semoga laporan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca yang berkaitan dengan keilmuan maupun dapat menjadi studi literatur
bagi penelitian yang berhubungan.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Jogjakarta, Maret 2008
Penulis
Syamsiah
iv
MOTTO
Al Baqarah
201
”ya tuhan kami, berikanlah kami kebahagiaan di
akhirat serta jauhkanlah
kami dari siksa neraka”
Ali Imran 102-103
”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kamu dengan takwa yang sungguh-
sungguh dan jangan kamu mati kecuali
telah berserah diri kepada Allah”
”Berpeganglah kamu semua kepada tali Allah,
dan janganlah bercerai-berai, ingatlah
kenikmatan Allah yang melimpah kepadamu,
ketika kamu semuanya bermusuh- musuhan,
kemudian Allah melembutkan hati-hatimu, saat
itu kamu berada di tepi jurang kehancuran,
kemudian Allah menyelamatkan kamu.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu agar kamu sekalian mendapat
petunjuk”
Ar Ra’d 22-23
”Orang-orang yang sabar karena mengharap
keridoan Tuhannya dan mendirikan salat, dan
membelanjakan sebagian rezki yang kami
berikan kepadanya, secara sembunyi dan
terang-terangan, dan berusaha menghapus
kejahatan dengan kebaikan, bagi mereka
kesudahan yang terbaik”
”Yaitu surga Aden yang akan mereka masuki
bersama orang yang beramal saleh dari bapak-
bapak mereka, istri-istri, dan anak-anak mereka.
Sementara para malaikat masuk menyertai
mereka dari setiap pintu”
Hari ini aku belajar bagaimana kemurahan hati
tidak berhenti pada orang yang kau beri.
Dengan memberi kau mengajar orang lain
untuk memberi juga
yang penting dalam hidup ini adalah cara kita saling memperlakukan satu sama lain.
v
PEMANFAATAN LIMBAH ALUMINA DAN SANDBLASTINGPT. PERTAMINA UP IV CILACAP
SEBAGAI BAHAN PEMBUATAN WALL PANEL
INTISARI
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999, Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), limbah alumina dan sandblasting yang dihasilkan oleh PT. Pertamina UP IV Cilacap termasuk kedalam daftar Limbah Berbahaya dan Beracun (B3) sehingga perlu pengolahan secara khusus. Salah satunya adalah metode solidifikasi limbah alumina dan sandblasting sebagai wall panel. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengatahui tingkat imobilisasi logam berat dalam wall panel yang telah ditambahkan limbah alumina dan sandblasting serta bahan-bahan aditif (sodium bikarbonat, bentonit dan volcano stone) yang dapat membantu pengikatan limbah alumina dan sandblasting. Dan juga untuk mengetahui kualitas kuat lentur dari wall panel.
Dalam proses solidifikasi ini, digunakan penambahan variasi konsentrasi berat 35%, 30% dan 25% limbah alumina serta 15%, 20% dan 25% limbah sandblasting dalam bahan-bahan wall panel, selanjutnya dicampur epoksi dan air secukupnya dan dicatak dengan ukuran 30cmx13cmx1cm. Wall panel masing- masing variasi dibuat 6 sampel. Kemudian dilakukan uji kuat lentur dan uji lindi(leachate) dengan metode TCLP.
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan kuat lentur tertinggi adalah pada konsentrasi limbah alumina 35% dan sandblasting 15% yaitu sebesar 95,64 kg/cm2 dan nilai kuat lentur terendah pada konsentrasi limbah alumina 25% dan sandblasting 25% yaitu sebesar 53,48 kg/cm2, masih memberikan mutu kualitas wall panel yang baik karena masih berada diatas nilai kuat lentur yang mengacu pada standar papan semen berdasarkan standar Jerman DIN-1101 dengan tebal benda 15 mm sebesar 17 Kg/cm2. Sedangkan untuk uji lindi pada logam-logam berat Cu, Cr, Pb dan Zn dengan metode TCLP diperoleh nilai lindi terbesar0.2304 mg/L, 0,0207 mg/L, <0,4350 mg/L dan 3,3323 mg/L masih berada di bawah baku mutu yang ditentukan yaitu Cu 10 mg/L, Cr 5 mg/L, Pb 5 mg/L dan Zn 50 mg/L. Jadi, dapat disimpulkan bahwa limbah alumina dan sandblasting PT Pertamina UP IV Cilacap layak dipandang dari aspek teknis (kuat lentur) maupun aspek kesehatan lingkungan.
Kata kunci: Limbah alumina, Limbah sandblasting, Solidifikasi, Uji lentur, UjiTCLP.
vi
THE USE OF ALUMINA AND SANDBLASTING WASTE OF PT PERTAMINA UP IV CILACAP
AS WALL PANEL PRODUCT MATERIALS
ABSTRACT
According to Government Rule (PP) number 85 on 1999 about the handle of the hazardous waste, the alumina and sandblasting waste resulted from PT. Pertamina UP IV Cilacap belongs to the list of the hazardoust waste therefore it needs to be properly handled. One of them is processing method with alumina and sandblasting waste solidification as wall panel. The objective of this research is to find out the level of metal’s immobilisation in the wall panel which is added by alumina and sandblasting and aditive substance (sodium bicarbonat, bentonite, and volcano stone) which is helpful in the chain of alumina and sandblasting waste. As well as to know the bending streng quality from the wall panel.
In the solidification process, uses of weigth concentration 35%, 30%, and25% of alumina waste and 15%, 20% dan 25% of sandblasting waste in the wall panel composition, then it is mixer by epoxy and water and shaped in 30cm x13cm x 1cm. The wall panel in which each variation is made 6 samples. Then the bending strength test and leachate test with TCLP method.
After that, the highest bending strength score is at the 35% and 15% alumina waste concentration is 95,64 kg/cm2 and the lowest bending strength score at the 25% alumina waste and 25% sandblasting waste concentration is53,48 kg/cm2, it still gives good qualities to the wall panel because it is counter bending strength score which standard Germany DIN-1101 with thick object is 15 mm equal to 17 Kg/cm2. while in the leachate test for the metals Cu, Cr, Pb and Zn with TCLP method, the highest leachate score is 0.2304 mg/L, 0,0207 mg/L,<0,4350 mg/L, 3,3323 mg/L and still under the standard quality is 10 mg/L Cu, 5 mg/L Cr, 5 mg/L Pb and 50 mg/L Zn. Therefore, it can be concluded that alumina waste and sandblasting waste at PT. Pertamina UP IV Cilacap deserved to be seen from either technique aspect (bending strength) or the environmental health aspect.
Keyword : Alumina waste, Sandblasting waste, solidification, Bending strength test, TCLP test.
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN -------------------------------------------------------------- i
KATA PENGANTAR ------------------------------------------------------------------- ii
HALAMAN PERSEMBAHAN -------------------------------------------------------- iv
MOTTO ------------------------------------------------------------------------------------ v
DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------------ vi
DAFTAR GAMBAR --------------------------------------------------------------------- x
DAFTAR TABEL ------------------------------------------------------------------------ xi
DAFTAR LAMPIRAN ------------------------------------------------------------------ xii
ABSTRAK ---------------------------------------------------------------------------------- xiii
ABSTRACT -------------------------------------------------------------------------------- xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang -------------------------------------------------------------- 1
1.2. Rumusan masalah - --------------------------------------------------------- 3
1.3. Tujuan penelitian -- --------------------------------------------------------- 4
1.4. Batasan masalah - ----------------------------------------------------------- 4
1.5. Manfaat penelitian --------------------------------------------------------- 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Limbah ------------------------------------------------------------ 6
viii
2.2. Definisi B3 ------------------------------------------------------------------ 6
2.2.1. Identifikasi Limbah Berdasarkan Karakteristik ----------------- 6
2.2.2. Pengelolaan Limbah B3 -------------------------------------------- 8
2.2.3. Pendekatan Kimia Dan Fisik Dalam Penelitian B3 ------------ 8
2.2.4. Pendekatan Komprehensif dalam Penelitian B3 ---------------- 8
2.3. Peraturan Mengenai Bahan Berbahaya Dan Beracun ----------------- 9
2.4. Pengolahan Limbah Padat ------------------------------------------------- 11
2.5. Logam Berat ---------------------------------------------------------------- 12
2.5.1. Kromium (Cr) ------------------------------------------------------- 13
2.5.2. Seng (Zn) ------------------------------------------------------------ 15
2.5.3. Tembaga (Cu) ------------------------------------------------------- 16
2.5.4. Timbal (Pb) ---------------------------------------------------------- 18
2.6. Solidifikasi-Stabilisasi------------------------------------------------------ 19
2.7. Wall Panel ------------------------------------------------------------------- 20
2.8. Limbah Sandblasting ------------------------------------------------------- 22
2.9. Limbah Alumina ------------------------------------------------------------ 24
2.10. Bentonite --------------------------------------------------------------------- 27
2.11. Sodium Bikarbonat --------------------------------------------------------- 28
2.12. Volcano Stone --------------------------------------------------------------- 28
2.13. Polimer-polimer Industri --------------------------------------------------- 29
2.14. Air ---------------------------------------------------------------------------- 31
2.15. Toxicity Characteristic Leaching Procedure --------------------------- 32
2.16. pH ---------------------------------------------------------------------------- 32
ix
2.17. Kuat Lentur ----------------------------------------------------------------- 34
2.18. Hipotesa --------------------------------------------------------------------- 34
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian ------------------------------------------------------------- 36
3.2. Lokasi Penelitian ----------------------------------------------------------- 36
3.3. Waktu Penelitian ----------------------------------------------------------- 36
3.4. Tahapan Pelaksanaan ------------------------------------------------------ 36
3.4.1. Bahan Dan Alat Penelitian ---------------------------------------- 37
3.4.2. Analisa Karakteristik Bahan --------------------------------------- 38
3.4.3. Rancangan Campuran ---------------------------------------------- 39
3.4.4. Penentuan Komposisi ----------------------------------------------- 39
3.4.5. Pembuatan Sampel -------------------------------------------------- 40
3.5. Pengujian Wall Panel ------------------------------------------------------ 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Limbah Alumina Dan Sandblasting ---------------------- 42
4.2. Uji Lindi Dengan Metode TCLP------------------------------------------ 44
4.3. Pengukuran pH ------------------------------------------------------------- 46
4.4. Kuat Lentur Wall Panel --------------------------------------------------- 48
4.5. Perbandingan Karakteristik Awal Limbah dengan Karakteristik
Wall panel-------------------------------------------------------------------- 50
4.6 Prospek pengembangan produk ------------------------------------------- 51
x
4.6.1. Teknis ----------------------------------------------------------------- 51
4.6.2. Ekonomis ------------------------------------------------------------- 52
4.6.3. Lingkungan ----------------------------------------------------------- 54
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ----------------------------------------------------------------- 55
5.2. Saran ------------------------------------------------------------------------- 55
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Sandblasting ---------------------------------------------------------------- 23
Gambar 2.2. Alumina --------------------------------------------------------------------- 26
Gambar 2.3. Bentonit ---------------------------------------------------------------------- 27
Gambar 2.4. Sodium Bikarbonat --------------------------------------------------------- 28
Gambar 2.5. Volcano Stone --------------------------------------------------------------- 29
Gambar 2.6. Epoksi ------------------------------------------------------------------------ 30
Gambar 2.7. Rumus Kimia Resin Epoksi ----------------------------------------------- 30
Gambar 3.1. Tahapan Pelaksanaan Penelitian ------------------------------------------ 37
Gambar 3.2. Alat Putar TCLP ------------------------------------------------------------ 40
Gambar 3.3. pH Elektrik------------------------------------------------------------------- 41
Gambar 3.4. Alat Uji Kuat Lentur ------------------------------------------------------- 41
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Beberapa Sifat Fisik Logam Khromium ----------------------------------- 13
Tabel 2.2. Beberapa Sifat Fisik Logam Seng------------------------------------------- 15
Tabel 2.3. Beberapa Sifat Fisik Logam Tembaga ------------------------------------- 17
Tabel 2.4. Beberapa Sifat Fisik Timbal ------------------------------------------------- 18
Tabel 3.1. Komposisi Bahan Pembuatan Wall Panel --------------------------------- 39
Tabel 4.1. Karakteristik Fisik Limbah Alumina --------------------------------------- 42
Tabel 4.2. Karakteristik Fisik Limbah Sandblasting ---------------------------------- 42
Tabel 4.3. Karakteristik Kimia Limbah Alumina -------------------------------------- 43
Tabel 4.4. Karakteristik Kimia Limbah Sandblasting --------------------------------- 43
Tabel 4.5. Nilai Kuat Lentur Rata-Rata Wall Panel ----------------------------------- 49
Tabel 4.6. Perbandingan Awal Limbah dengan Karekteristik Wall Panel --------- 51
Tabel 4.7. Rincian Biaya Produksi Wall Panel ---------------------------------------- 52
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pemeriksaan Kadar Air
Lampiran 2 Pemeriksaan Berat Jenis
Lampiran 3 Pemeriksaan Berat Isi Gembur
Lampiran 4 Pengujian Berat Isi Padat
Lampiran 5 Prosedur Pengujian TCLP
Lampiran 6 Prosedur Pembuatan Benda Uji
Lampiran 7 Hasil Uji TCLP, pH dan Kuat Lentur
Lampiran 8 Dokumentasi Pembuatan Sampel
Lampiran 9 Pengujian Uji Fisik
Lampiran 10 Dokumentasi Pengujian Kuat Lentur
Lampiran 11 Dokumentasi Pengujian TCLP
Lampiran 12 Dokumentasi Pengukuran pH
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Salah satu kegiatan pembangunan yang dilaksanakan adalah kegiatan
produksi minyak mentah (Crude Oil) menjadi produk jadi yang siap di gunakan
masyarakat serta dapat di eksport berupa produk yang bisa dimanfaatkan, selain
dapat menghasilkan devisa negara juga sebagai modal untuk pembangunan bangsa
dan negara, kegiatan tersebut juga menghasilkan limbah dari kegiatan
pemprosesan, penimbunan minyak bumi yang relatif masih tinggi dan beberapa
senyawa lainnya seperti senyawa yang mengandung sulfur, nitrogen, oksigen dan
logam-logam termasuk logam berat.
Upaya-upaya perlindungan lingkungan hidup akibat dari suatu kegiatan
dapat dilakukan dengan cara mengembangkan dampak-dampak negatif yang dapat
ditimbulkan terhadap lingkungan hidup. Salah satu upaya perlindunagan
lingkungan hidup untuk tetap menjaga kualitas lingkungan hidup akibat dari
pengolahan minyak bumi, pemerintahan juga telah mengeluarkan beberapa
peraturan perundangan-undangan lingkungan hidup.
Keberhasilan didalam lingkungan hidup ditentukan oleh kemampuan suatu
pemrakarsa kegiatan tersebut untuk memenuhi kriteria baku mutu lingkunagn,
baku mutu limbah dan persyaratan lain yang telah ditetapkan oleh pemerintahan
melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tercapainya evaluasi pengelolaan limbah padat kilang PT. Pertamina UP
IV Cilacap, yang berupa Spent Clay Kilang Paraxylene, Spent Catalyst TA-4 dan
Spent Adsorbent MR-3 yang memenuhi Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Limbah B3 yang diikuti penjelasannya pada PP. 85 Tahun
1999.
Dari Pertamina UP IV Cilacap sendiri menghasilkan alumina 62 drum/hari
atau 13427.6 Kg/hari, yang bersumber dari KPC. Beberapa penelitian telah
1
dilakukan untuk pengolahan limbah padat yaitu dengan jalan memanfaatkan
limbah padat tersebut untuk pembuatan berbagai produk seperti bahan bangunan,
namun sampai saat ini, masih terbentur pada aturan yang mengisyaratkan bahwa
limbah industri dari migas tergolong dalam limbah B3.
Permasalahan limbah sering menjadi permasalahan bagi industri-industri
yang dalam proses produksinya menghasilkan limbah. Apalagi limbah yang
dihasilkan termasuk kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3).
Selama ini pengananan limbah B3 diserahkan kepada PT. Persada Pemunah
Limbah Industri (PPLI) yang membutuhkan biaya cukup besar. Untuk
meminimalisasi biaya yang disebabkan oleh penanganan limbah ini, alangkah
lebih baik jika limbah ini dimanfaatkan untuk keperluan yang lebih berguna
sehingga lebih efektif dan bernilai ekonom.
Alumina terjadi dalam 2 bentuk kristal yaitu alpha alumina dan gamma
alumina. Bubuk alumina terbentuk dari pencampuran kristal alumina; putih alami.
Alumina didistribusikan secara luas di alam. Limbah alumina berpotensi untuk
dimanfaatkan sebagai produk bahan bangunan. Alumina digunakan dalam
keramik untuk pewarnaan dan pabrik bahan-bahan kimia tanah liat yang
mengandung alumina digunakan dalam keramik, flafon, batu bata, wall panel,
furnitur dan marcindes.
Salah satu teknik pengerasan dari stabilisasi/solidkasi (S/S) adalah dengan
menggunakan bahan pengikat berupa semen. Dalam penelitian terjadi proses
pencampuran antara limbah dengan semen dan diperam dalam beberapa waktu
pemeraman. Penelitian dilakukan untuk mengevaluasi faktor-faktor penentu
keefektifan proses stabilisasi/solidifikasi.
Makin meningkatnya kebutuhan perumahan saat ini menyebabkan
kebutuhan akan bahan bangunan semakin meningkat pula. Seperti kita ketahui
bersama, bahan yang digunakan untuk bangunan terdiri dari bahan-bahan atap,
dinding dan lantai. Saat ini bahan-bahan bangunan yang terbuat dari semen seperti
genteng beton, conblock dan paving block sudah banyak digunakan oleh
masyarakat luas. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana kita dapat
membuat bahan-bahan tersebut dengan harga yang relatif murah tanpa
2
mengurangi mutunya. Untuk menjawab permasalahan tersebut di atas, maka
Puslitbang Permukiman sejak tahun 1972 telah meneliti dan mengembangkan
pemanfaatan bahan limbah untuk bahan bangunan dengan tujuan : menunjang
pengadaan bahan bangunan, menunjang program pemerintah dalam usaha
memenuhi kebutuhan komponen bahan bangunan, kemungkinan berdirinya usaha
kecil yang memproduksi komponen bangunan, memberikan nilai tambah bagi
pengelola limbah, ikut mengatasi problem industri dan terciptanya lapangan kerja
baru.
Hal ini dikarenakan berbagai faktor antara lain : sejalan dengan
bertambahnya kebutuhan bahan bangunan, maka kebutuhan terhadap wall
panel
(papan penyekat) akan bertambah juga. Oleh karenanya perlu di cari bahan –
bahan yang murah yang kira – kira dapat memenuhi persyaratan, misalnya dengan
membuat wall panel dari limbah alumina, sandblasting, sodium bikarbonat,
bentonite, volcano stone dan epoksi.
1.2 Rumusan Masalah
Menurut latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas maka,
dapat ditarik rumusan masalah yaitu :
a. Apakah dengan solidifikasi terhadap limbah alumina dan sandblasting mampu
mengimmobilisasi logam-logam berat yang terlepas pada lingkungan?
b. Berapa konsentrasi unsur-unsur logam berat yang terlepas setelah dibuat wall
panel dengan melakukan uji TCLP?
c. Berapa penambahan optimal komposisi limbah alumina dan sandblasting
terhadap kualitas wall panel yang dihasilkan?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari rumusan masalah tersebut di atas maka dapat di
rumuskan tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu :
a. Untuk mengetahui solidifikasi terhadap limbah alumina dan sandblasting
mampu mengimmobilisasi logam-logam berat yang terlepas pada lingkungan.
3
b. Untuk mengetahui konsentrasi unsur-unsur logam yang terlepas setelah dibuat
wall panel dengan melakukan uji TCLP.
c. Untuk mengetahui penambahan optimal komposisi limbah alumina dan
sandblasting terhadap kualitas wall panel yang dihasilkan
1.4 Batasan Masalah
Dari rumusan masalah yang ditentukan dan agar penelitian dapat berjalan
sesuai dengan keinginan sehingga tidak terjadi penyimpangan, maka batasan
masalah pada penelitian ini adalah :
a. Limbah padat yang digunakan pada penelitian ini yaitu limbah alumina dan
sandblasting berasal dari PT. Pertamina UP IV Cilacap.
b. Pada penelitian ini menggunakan parameter uji TCLP, uji pH dan uji kuat
lentur untuk pengujian produk yang dihasilkan berupa wall panel.
c. Pada penelitian ini parameter logam berat yang digunakan yaitu unsur
Tembaga (Cu), Seng (Zn), Kromium (Cr) dan Timbal (Pb).
d. Benda uji berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran panjang 30 cm,
lebar 13 cm serta memiliki ketebalan 1 cm.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah :
a. Memberikan data atau informasi tentang pengolahan limbah dengan teknologi
solidifikasi sebagai produk wall panel sehingga dapat menggimmobilisasi
logam berat yang lepas yang terlepas pada lingkunagan.
b. Memberikan informasi penambahan limbah alumina dan sandblasting yang
optimal dari segi uji TCLP, uji pH dan uji kuat lentur.
c. Memberikan alternatif penyelesaian permasalahan limbah alumina dan
sandblasting dengan cara pembuatan wall panel.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Limbah
Limbah adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan. Limbah merupakan
suatu benda yang mengandung zat yang bersifat membahayakan atau tidak
membahayakan kehidupan manusia, hewan, serta lingkungan dan umumnya
muncul karena hasil perbuatan manusia, termasuk industrialisasi. (UU RI. No. 23
Tahun 1997 pasal 1). Secara Umum limbah dibagi 2 yaitu;
1. Limbah ekonomis, yaitu limbah yang dapat dijadikaan produk sekunder untuk
produk yang lain dan atau dapat mengurangi pembeliaan bahan baku.
2. Limbah non ekonomis, yaitu limbah yang dapat merugikan dan
membahayakan serta menimbulkan pencemaran lingkungan.
2.2 Definisi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Limbah B3 adalah limbah sisa dan atau suatu atau kegiatan yang
mengandung bahan berbahaya beracun yang karena sifat dan konsentrasinya atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan
atau merusak lingkungan hidup dan atau membahayakan lingkungan hidup,
kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup yang lain. (PP No.
18 Tahun 1999 pasal 1).
Limbah B3 adalah limbah atau bahan yang berbahaya, karena jumlahnya,
konsentrasi atau sifat-sifat físika, kimia dapat menyebabkan atau secara signifikan
dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan penyakit, kematian dan
berbahaya bagi kesehatan manusia atau lingkungan jira tidak benar-benar diolah
atau dikelola, disimpan, dibawa, atau dibuang.
2.2.1 Identifikasi Limbah Berdasarkan Karakteristik
Identifikasi limbah B3 berdasarkan karakteristiknya dapat dibagi seperti
dijelaskan sebagi berikut. Penentuan yang lebih spesifik terhadap kandungan
5
bahan organik dan anorganik yang diklasifikasikan sebagai komponen aktif B3,
ditentukan dengan metoda Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP).
a. Mudah Meledak (explosive)
Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat
menghasilkan gas dengan suhu tekanan dan tinggi yang dengan cepat dapat
merusak lingkungan sekitarnya.
b. Mudah Terbakar
Limbah mudah terbakar adalah limbah yang apabila berdekatan dengan api,
percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau
terbakar dan apabila telah nyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.
c. Limbah Reaktif
Limbah yang bersifat reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran
karena melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida
yang tidak stabil dalam suhu tinggi.
d. Limbah Beracun
Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun yang berbahaya bagi
manusia dan lingkungan. Limbah B3 dapat menyebabkan kematian dan sakit
serius. Apabila masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, kulit, atau mulit.
Prosedur ekstraksi untuk menentukan senyawa organik dan anorganik (TCLP)
dapat digunakan untuk identifikasi limbah ini. Limbah ynag menunjukkan
karakteristik beracun yaitu jika diekstraksi dari sampel yang mewakili
mengandung kontaminan lebih besar.
e. Korosif (corrosive)
Limbah yang bersifaat korosi, yaitu limbah yang menyebabkan iritasi
(terbakar) pada kulit atau mengkorosi baja. Limbah ini mempunyai pH sama
atau kurang dari 2,0 untuk limbah bersifat asam dan sama atau lebih besar dari
12,5 untuk yang bersifat basa.
f. Limbah Infeksi
Limbah yang menyebabkan infeksi, yaitu bagian tubuh yang diamputasi dan
cairan dari tubuh manusia yang terkena infeksi, limbah dari laboratorium atau
limbah lain yang terkena infeksi kuman penyakit yang menular.
6
g. Uji Toksikologi
Pengujian toksikologi yang dimaksud adalah dengan LD50 (Lethal Dose Fifty)
adalah perhitungan dosis (gram pencemar per kilogram berat badan) yang
dapat menyebabkan kematian 50% populasi makhluk hidup yang dijadikan
percobaan. Apabila LD50 lebih besar dari 15 gram per kilogram maka limbah
tersebut bukan limbah B3.
2.2.2 Pengelolan Limbah B3
Pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencangkup
reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaataan, pengolahan
dan penimbunan B3. Pengolahaan ini bertujuan untuk mencegah dan
menanggulangi pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup yang
diakibatkan oleh limbah B3 serata melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang
telah tercemar. (PP No.18 tahun 1999 Pasal 1).
2.2.3 Pendekataan Kimia Fisik Dalam Penelitian Limbah B3
Pendekatan kimia fisik bertujuan mengetahui sifat-sifat limbah dan
komposisi kimia limbah. Pada dasarnya penentuan sifat fisik dan kimia suatu
limbah adalah sifat intrinsik yang dimiliki limbah tersebut. Pendekatan yang lebih
komplek namun masih di kategorikan pendekataan kimia fisik adalah pemodelaan
transport, transformasi dan simulasi kondisi tertentu. Contoh pemodelaan yang
banyak dilakukaan dalam kaitaannya dengan potensi migrasi suatu pencemar
adalah pemodelan transport melalui air tanah. Contoh simulasi pada laboratorium
adalah uji TCLP, yang menstimulasi skenario terburuk yang mungkin terjadi pada
limbah.
2.2.4 Pendekataan Komprehensif dalam Penelitian Limbah B3
Pendekatan komprehensip dalam penelitian limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3) adalah:
1. Pengabungan kimia fisik dan biologi, menghasilkan suatu pendekatan yang
komprehensif yang diwujudkan lewat penelitian analisis resiko (risk
7
assesment) tujuaan risk assessment adalah untuk menyediakan suatu dasar
yang terkuantitatif dalam pengambilan keputusaan, bagaimana suatu limbah
itu harus dikelola. Ada pun langkah-langkah penting dalam melakukaan risk
assessment adalah.
2. Hazard identification: menjawab apakah saja zat pencemar berbahaya yang
ada dilapangan atau fasilitas, serta bagaimana karakteristiknya, langkah ini
juga disebut Source Analysis.
3. Exposure assessment: meneliti potensial migrasi pencemar ke reseptor dan
tingkat intake ini juga disebut Pathway Analisis.
4. Toxicity assessment: menentukan indek-indek toksisitas yang diterima
reseptor, langkah ini disebut juga Receptor Analisis.
5. Risk Characterisation: menentukan besar nya risk yang diterima oleh reseptor,
seperti satu diantara satu juta (1 X 10 −6 ).
2.3 Peraturan mengenai Bahan Berbahaya dan Beracun( B3)
Kegiatan pembangunan bertujuan meningkatkan kesejahteraan hidup
rakyat yang dilaksanakan melalui pembangunan jangka panjang yang bertumpu
pada bangunan di bidang industri. Pembangunan industri di suatu pihak akan
menghasilkan barang bermanfaat bagi kesejahteraan hidup rakyat dan di lain
pihak industri juga menghasilkan limbah. Diantara limbah yang di hasilkan oleh
kegiatan industri terdapat limbah B3.
B3 yang di buang langsung kedalam lingkungan dapat menimbulkan
bahaaaya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia serta makhluk hidup lainya.
Mengingat resiko tersebut, perlu diupayakan agar setiap kegiatan industri dapat
menghasilkan limbah seminnimaaal mungkin dan mencegah masuknya limbah B3
dari luar Wilyah Indonsia. Peran pemerintahan indonesia dalam pengawasan
perpindah lintas batas limbah B3 tersebut telah diratifikasi Konvensi pada tanggal
12 Juli 1993 dengan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1993.
Hierarki pengelolaan limbah B3 dimaksud agar B3 dihasilkan dari masing-
masing unit produksi sesedikit mungkin bahkan di usahakan sampai nol, dengan
8
mengupayakan reduksi pada sumber denan pengolahan bahan, substitusi bahan,
pengaturan operasi kegiatan dan di gunakan teknologi bersih. Bilamana masih
dihasilkan limbah B3 maka diupayakan pemanfaatan limbah B3
Pemanfaatan limbah B3, yang mencakup kegiatan daur ulang (recycling)
perolehan kembali (recovery), dan penggunaan kembali (reuse) merupakan satu
mata rantai penting dalam pengolahan limbah B3. Dengan teknologi pemanfaatan
limbah B3 juga dapat di tekan dan di lain pihak akan meningkatkan pemanfaatan
bahan baku. Hal ini pada gilirannya akan mengurangi kecepatan pengurasan
sumber daya alam. Untuk menghilangkan atau mengurangi resiko yang dapat di
timbulkan dari limah B3 yang dihasilkan maka limbah B3 yang telah di hasilkan
perlu di kelola secara khusus.
Pengelolaan limbah B3 merupakan suatu rangkaian kegiatan yang
mencakup penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan dan
pengolahan limbah B3 termasuk penimbunan hasil pengolahan tersebut. Dalam
rangkaian kegiatan tersebut terkait beberapa pihak yang masing-masing
merupakan mata rantai dalam pengelolaan limbah B3, yaitu:
a. Penghasil limbah B3;
b. Pengumpul limbah B3;
c. Pengangkut limbah B3;
d. Pemanfaat limbah B3;
e. Pengolah limbah B3;
f. Penimbun limbah B3.
Dengan pengolahan limbah sebagaimana tersebut di atas, maka mata rantai
siklus perjalanan limbah B3 sejak dihasilkan oleh penghasil limbah B3 sampai
penimbunan akhir oleh pengolah limbah B3 dapat diawasi. Setiap mata perlu
diatur, sedangkan perjalanan limbah B3 dikendalikan dengan sistem manifest
berupa dokumen limbah B3. dengan sistem manifest dapat di ketahui beberapa
jumlah B3 yang di hasilkan dan berapa yang telah dimasukkan ke dalam proses
pengolahan dan penimbunan tahap akhir yang telah memiliki persyaratan
lingkungan.
9
Limbah yang ditimbulkan oleh industri dapat berupa bahan organik
maupun organik. Sebagian limbah tersebut tersebut kategori limbah B3, selain
dari kegiatan industri, limbah B3 dapat di timbulkan juga dari kegiatan-kegiatan
ksehatan (seperti limbah infeksius), kegiatan pertanian (dalam penggunaan
pestisida), atau kegiatan dalam pendayagunaan energi nuklir. Penanganan limbah
industri.Penanganan limbah B3 yang kurang baik dapat membahayakan kesehatan
manusia dan lingkungan, seperti penyakit akut, keracunan dan terakumulasinya
unsur beracun.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) RI No.74 Tahun 2001 yang
mengatur tentang pengelolaan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3)
menyebutkan bahwa pengertian limbah B3 (pasal 1) sebagai berikut:
“Bahan beracun dan berbahaya selanjutnya disingkat dengan B3 adalah bahan
karena sifat dan konsentrasinya atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dapat mencemarkan lingkungan hidup, dan atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lainnya”.
2.4 Pengolahan Limbah Padat
Proses pengolahan limbah padat industri di kelompokkan berdasarkan
fungsinya yaitu pengkonsentrasian, pengurangan kadar air, stabilisasi dan
pembakaran dengan incinetor. Pengolahan tersebut pada industri penghasil limbah
dapat dilakukan sendiri – sendiri atau secara berurutan tergantung dari jenis dan
jumlah limbah padat yang dihasilkan.
1. Pengkonsentrasian
Pengkonsentrasi dilakukan untuk meningkatkan konsentrasi sludge sehingga
dapat mengurangi volume sludge tersebut. Pengkonsentrasian sludge biasanya
dilakukan secara grafitasi dengan clarifier dan thickener. Dengan thickener
dapat meningkatkan konsentrasi padatan 2-5. Dengan turunnya volume sludge
maka akan memberikan keuntungan ekonomis dan memudahkan proses
pengolahan selanjutnya.
10
2. Pengurangan kadar air
Proses ini bertujuan untuk mengurangi kadar air sehingga sludge dapat lebih
kering lagi sehingga memudahkan dalam transportasi. Filtrasi vakum,
filter press dan sentrifugasi banyak digunakan dalam proses ini.
3. Stabilisasi
Stabilisasi pada prinsipnya adalah mengurangi mobilitas bahan pencemar
dalam limbah. Proses stabilisasi secara umum dilakukan dengan cara mngubah
sludge menjadi bentuk yang kompak, tidak berbau dan tidak mengandung
mikroorganisme yang mengganggu kesehatan serta bahan pencemar yang
berada di dalamnya tidak mudah mengalami perlindihan. Proses stabilisasi
dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan mencampur tanah
liat yang di lanjutkan dengan pembakaran seperti pernah dilakukan di Aprika
Selatan , di campur dengan emen dan bahan lainnya sehingga bahan pencemar
di dalamnya menjadi lebih stabil (Slim and Wakefield, 1991).
4. Pembakaran
Pembakaran adalah sludge dengan suhu tinggi ( > 900˚C). Dalam proses
pembakaran limbah padat ini harus digunakan peralatan yang khusus seperti
insenerator karena dengan pembakaran dengan suhu tersebut dapat sempurna
dan tidak dihasilkan hasil samping yang akan membahayakan lingkungan.
Pada kesempatan ini dilakukan penelitian tentang pemanfaatan limbah
alumina, limbah sandblasting, sodium bikarbonat, bentonit, volcano stone/
batu andesit, epoksi., untuk bahan bangunan Wall Panel. Namun yang
menjadi permasalahan adalah karena bahan baku berasal dari limbah padat
alumina, limbah sandblasting yang menurut PP. No. 85 Tahun 1999
diklasifikasikan sebagai limbah B3 maka perlu di cari teknologi pembuatan
Wall panel yang memenuhi standar SII tetapi aman bagi kesehatan dan
lingkungan.
2.5 Logam Berat
Logam berat adalah komponen alamiah lingkungan yang mendapatkan
perhatian berlebih akibat ditambahkan ke dalam tanah dalam jumlah yang
semakin meningkat dan bahaya yang mungkin ditimbulkan. Logam berat
11
menunjuk pada logam yang mempunyai berat jenis lebih tinggi dari 5 atau
6g/cm3. Namun pada kenyataannya dalam pengertian logam berat ini, dimasukkan
pula unsur-unsur metaloid yang mempunyai sifat berbahaya seperti logam berat
sehingga jumlah seluruhnya mencapai lebih kurang 40 jenis. Beberapa logam
berat yang beracun tersebut adalah As, Cd. Cr, Cu, Pb, Hg, Ni, dan Zn.
2.5.1 Khromium (Cr)
Khromium (Cr) adalah metal kelabu yang keras. Khromium terdapat pada
industri gelas, metal, fotografi, dan elektroplating. Dalam bidang industri,
khromium diperlukan dalam dua bentuk, yaitu khromium murni dan aliasi besi-
besi khromium yang disebut ferokromium sedangkan logam khromium murni
tidak pernah ditemukan di alam. Khromium sendiri sebetulnya tidak toksik, tetapi
senyawanya sangat iritan dan korosif. Inhalasi khromium dapat menimbulkan
kerusakan pada tulang hidung. Di dalam paru-paru, khromium ini dapat
menimbulkan kanker. Sebagai logam berat, khrom termasuk logam yang
mempunyai daya racun tinggi. Daya rayun yang dimiliki oleh khrom ditentukan
oleh valensi ionnya. Logam Cr6+ merupakan bentuk yang paling banyak dipelajari
sifat racunnya dikarenakan Cr6+ merupakan toxic yang sangat kuat dan dapat
mengakibatkan terjadinya keracunan akut dan keracunan kronis. (Soemirat, 2002).
Tabel 2.1 Beberapa Sifat Fisik Logam Khromium
Nama KromiumSimbol CrNomor atom 24Massa atom relative 51,996 g.mol -1
Titik leleh 1857.0 °C (2130.15 °K, 3374.6 °F)Titik didih 2672.0 °C (2945.15 °K, 4841.6 °F)Nomor Protton/Elektron 24Nomor Neutron 28Klasifikasi Logam TransisiStruktur Kristal KubikDensitas @ 293 K 7.19 g/cm3
Warna Abu-abu (Sumber :Anonim, 2005).
12
Salah satu logam transisi yang penting adalah khromium. Sepuhan
khromium (chrome plating) banyak digunakan pada peralatan sehari-hari, pada
mobil dan sebagainya, karena lapisan khromium ini sangat indah, keras dan
melindungi logam lain dari korosi. Khromium juga penting dalam paduan logam
dan digunakan dalam pembuatan “stainless steel”.
Khromium mempunyai konfigurasi electron 3d54s1, sangat keras,
mempunyai titik leleh dan titik didih tinggi diatas titik leleh dan titik didih unsur-
unsur transisi deret pertama lainnya. Bilangan oksidasi yang terpenting adalah +2,
+3 dan +6. jika dalam keadaan murni melarut dengan lambat sekali dalam asam
encer membentuk garam kromium (II). (Achmad, Hiskia, 1992).
Senyawa-senyawa yang dapat dibentuk oleh khromium mempunyai sifat
yang berbeda-beda sesuai dengan valensi yang dimilikinya. Senyawa yang
terbentuk dari logam Cr+2 akan bersifat basa, dalam larutan air kromium (II)
adalah reduktor kuat dan mudah dioksidasi diudara menjadi senyawa khromium
(III) dengan reaksi :
2 Cr2+ (aq) + 4H+ (aq) + O2 (g) + 2 Cr3+ (aq) + 2 H2O (l) ……..... (1)
Senyawa yang terbentuk dari ion khromium (III) atau Cr3+ bersifat
amporter dan merupakan ion yang paling stabil di antara kation logam transisi
yang lainnya serta dalam larutan, ion ini terdapat sebagai [ ( ) ]3+
Cr H 2 O 6 yang
berwarna hijau. Senyawa yang terbentuk dari ion logam Cr6+ akan bersifat asam.
Cr3+ dapat mengendap dalam bentuk hidroksida. Khrom hidroksida ini tidak
terlarut dalam air pada kondisi pH optimal 8,5–9,5 akan tetapi akan melarut lebih
tinggi pada kondisi pH rendah atau asam. Cr6+ sulit mengendap, sehingga dalam
penanganannya diperlukan zat pereduksi dari Cr6+ menjadi Cr3+. (Palar,1994).
Khromium dengan bilangan oksidasi +6 mudah membentuk senyawa
oksidator dengan unsur lain karena memiliki sifat oksidasi yang kuat, maka Cr6+
mudah tereduksi menjadi Cr3+ dan khromium (VI) kebanyakan bersifat asam.
13
2.5.2 Seng (Zn)
Seng (Zn) adalah metal yang didapat antara lain pada industri alloy,
keramik, pigmen, karet, dan lain-lain. Toksisitas Zn pada hakekatnya rendah.
Tubuh memerlukan Zn untuk proses metabolisme, tetapi dalam kadar tinggi dapat
bersifat racun. Seng menyebabkan warna air menjadi opalescent, dan bila dimasak
akan timbul endapan seperti pasir. (Soemirat, Juli, 2002).
Tabel 2.2 Beberapa Sifat Fisik Logam Seng
Nama Seng (Zn)
Simbol Zn
Nomor atom 30
Massa atom relative 65.39 g.mol -1
Titik Didih 419.58°C (692.73°K, 787.24396 °F)
Titik Leleh 907.0 °C (1180.15 °K, 1664.6 °F)
Nomor Protton/Elektron 30
Klasifikasi Logam Transisi
Struktur Kristal Hexagonal
Densitas @ 293 K 7.133 g/cm3
Warna Kebiru-biruan
(Sumber :Anonim, 2005).
Seng adalah suatu bluish-white, metal berkilauan, Zinc merupakan logam
seperti perak banyak digunakan dalam industri baja supaya tahan karat, membuat
kuningan, membuat kaleng yang tahan panas dan sebagainya. Rapuh pada suhu
lingkungan tetapi lunak pada suhu 100-150°C. Merupakan suatu konduktur listrik
dan terbakar tinggi di dalam udara pada panas merah-pijar.
Logam seng (Zn) tersedia secara commercially jadi tidak secara normal
untuk membuatnya di dalam laboratorium. Kebanyakan produksi seng didasarkan
bijih sulfid. Zn dipanggang didalam pabrik industri untuk membentuk oksida
seng, ZnO. Ini dikurangi dengan karbon untuk membentuk seng metal, tetapi
14
diperlukan practice ingenious technology untuk memastikan bahwa seng yang
dihasilkan tidak mengandung oksida tak murni.
ZnO + C → Zn + CO …………………….(2)
ZnO + CO → Zn + CO2 …………………….(3)
CO2 + C → 2CO …………………….(4)
Tipe lain dari ekstrasi adalah electrolytic. Penguraian dari zinc oxide
mentah, ZnO, di dalam sulphuric acid menjadi zinc sulfate, ZnSO4. Solusi dari
elektrolisi ZnSO4 menggunakan katoda aluminium dan dicampur timah dengan
anoda perak membentuk logam seng murni yang dilapisi aluminium. Gas oksigen
dibebaskan pada anoda.
2.5.3 Tembaga (Cu)
Tembaga dengan nama kimia cupprum dilambangkan dengan Cu. Logam
ini berbentuk kristal dengan warna kemerahan. Secara kimia, senyawa-senyawa
dibentuk oleh logam Cu (tembaga) mempunyai bilangan valensi +1 dan +2 yang
tidak dapat larut dalam air dingin atau air panas, tetapi mereka dapat dilarutkan
dalam larutan asam. Secara fisik, logam Cu (tembaga) digolongkan ke dalam
kelompok logam-logam penghantar listrik yang baik. Cu merukan penghantar
listrik terbaik setelah perak (Argentum-Ag), karena itu logam Cu banyak
digunakan dalam bidang elektronika atau pelistrikan. Logam berat Cu
digolongkan ke dalam logam berat dipentingkan atau logam berat esensial, artinya
meskipun Cu merupakan logam berat beracun, unsur logam ini sangat dibutuhkan
meski dalam jumlah yang sedikit. Pada manusia, efek keracunan yang
ditimbulkan akibat terpapar oleh debu atau uap. Cu tersebut adalah terjadinya
kerusakan atropik pada selaput lendir yang berhubungan dengan hidung.
Kerusakan itu, merupakan akibat dari gabungan sifat iritatif yang dimiliki oleh
debu atau uap Cu tersebut. (Palar, 2004).
15
Tabel 2.3 Beberapa sifat fisik Tembaga
Nama Tembaga
Simbol Cu
Nomor atom 29
Massa atom relative 63.546 g.mol -1
Titik Didih 1083.0 °C (1356.15 °K, 1981.4 °F)
Titk Leleh 2567.0 °C (2840.15 °K, 4652.6 °F)
Nomor Protton/Elektron 29
Nomor Neutron 35
Klasifikasi Logam Transisi
Struktur Kristal Kubik
Densitas @ 293 K 8.96 g/cm3
Warna Merah(Sumber :Anonim, 2005).
Tembaga dengan nama kimia cuprum dilambangkan dengan Cu. Unsur ini
berbentuk kristal dengan warna kemerahan. Dalam tabel periodik unsur-unsur
kimia tembaga menempati posisi dengan nomor atom (NA) 29 dan mempunyai
bobot atau massa atom relativ 63.546 g.mol -1.
Secara umum sumber masuknya logam Cu ke dalam tatanan lingkungan
adalah secara alamiah dan non alamiah. Berikut ini adalah proses masuknya Cu ke
alam :
1. Secara alamiah Cu masuk ke dalam suatu tatanan lingkungan sebagai akibat
peristiwa alam. Unsur ini dapat bersumber dari peristiwa pengikisan (erosi)
dari batuan mineral, dari debu-debu dan atau partikulat-partikulat Cu yang ada
dalam lapisan udara yang turun bersama hujan.
2. Secara non alamiah Cu masuk ke dalam suatu tatanan lingkungan sebagai
akibat dari suatu aktifitas manusia. Jalur dari aktfitas manusia ini untuk
memasukkan Cu ke dalam lingkungan ada berbagai macam cara. Salah
satunya adalah dengan pembuangan oleh industri yang memakai Cu dalam
proses produksinya.
16
2.5.4 Timbal (Pb)
Timbal atau dalam keseharian lebih dikenal dengan nama timah hitam,
dalam bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum. Dahulu digunakan sebagai
konstituen di dalam cat, baterai, dan saat ini banyak digunakan dalam bensin. Pb
organik (TEL = Tetra Ethyl Lead) sengaja ditambahkan ke dalam bensin
untuk meningkatkan nilai oktan. Pb adalah racun sitemik yang dikenal
dengan cara pemasukannya setiap hari dapat melalui makanan, air, udara dan
penghirupan asap tembakau. Efek dari keracunan Pb dapat menimbulkan
kerusakan pada otak dan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan otak,
antara lain epilepsi, halusinasi, kerusakan pada otak besar. (Palar, 2004).
Tabel 2.4. Beberapa Sifat Fisik Timbal
Nama Timbal
Simbol Pb
Nomor atom 82
Massa atom relative 207.2 g.mol -1
Titik Didih 327.5 °C (600.65 °K, 621.5 °F)
Titik Leleh 1740.0 °C (2013.15 °K, 3164.0 °F)
Nomor Protton/Elektron 82
Nomor Neutron 125
Klasifikasi Logam
Struktur Kristal Kubik
Densitas @ 293 K 11.34 g/cm3
Warna Kebiru-biruan
(Sumber :Anonim, 2005).
Timbal dalam industri digunakan sebagai bahan pelapis untuk bahan
kerajinan dari tanah karena pada temperatur yang rendah bahan pelapis dapat
digunakan. Sekarang banyak juga digunakan sebagai pelapis pita-pita, karena
mempunyai sikap resisten terhadap bahan korosif dan bahan baterai, cat.
Senyawaan yang terpenting adalah (CH3)4Pb dan (C2H5)4Pb yang dibuat dalam
17
jumlah yang sangat besar untuk digunakan sebagai zat “antiknock” dalam bahan
bakar.
2.6 Solidifikasi – Stabilisaasi
Istilah solidifikasi dikenal pada pengolahan padat, yaitu suatu metode
untuk mengubah limbah yang berbentuk padatan halus menjadi padatan dengan
menambahkan bahan pengikat. Tujuannya adalah untuk mengubah limbah yang
bersifat berbahaya menjadi tidak berbahaya karena permeabilitasnya berkurang
dan kekuatan fisik meningkat, sehingga mudah di angkut dan disimpan atau
ditimbun (Connor, 1990).
Metode ini dilatarbelakangi dari suatu kenyataan bahwa bahan bahan yang
berbahaya dan beracun tingkat bahayanya paling tinggi bila berbentuk gas dan
paling rendah bila berbentuk padat.(Manahan, 1994).
Teknik solidifikasi yang sekarang banyak digunakan diantaranya fiksasi
dan kapsulisasi ( pengkapsulan). Pada fiksasi, partikel – partikel limbah diikat
secara fisik dan kimia oleh bahan pengikat (binder) yang mengeras.
Sedangkan teknik kapsulisasi, limbah diselimuti oleh bahan pengikat yang
mengeras di bagian luar. Bahan pengikat yang sering digunakan adalah
semen/bahan pengikat hidrolik lainnya, kapur, senyawa silikat ( tanah liat, pozolan,
dll), dan sebagainya. Proses solidifikasi pada prinsipnya adalah proses kombinasi
antara limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3) dengan bahan – bahan aditif yang mempunyai
sifat saling mengikat atau melekat dan secara fisik dapat mengeraskan limbah
tersebut. Dengan demikian limbah tersebut lebih tahan terhadap proses pencucian
(leaching) ataupun bila terjadi proses leaching senyawa B3 lebih rambat dan
rendah konsentrasinya, sehingga tidak membahayakan lingkungan dibandingkan
dengan tanpa pengelolaan.
Solidifikasi, stabilisasi atau fiksasi adalah teknologi pengolahan yang
dapat diterapkan terhadap limbah padat dan cair. Sistem pengolahan limbah
dengan stabilisasi dirancang untuk membatasi atau mengurangi lepasnya
kontaminan yang berbahaya dilimbah. Hal ini dicapai dengan cara mengurangi
kelarutan unsur-unsur berbahaya, memperkecil area paparan yang dapat
18
menyebabkan terjadi migrasinya unsur-unsur tertentu atau dengan cara
menghilangkan daya racun unsur tersebut. Cara pengolahan ini sekaligus
memperbaiki sifat-sifat mudah diangkut untuk transportasi lebih lanjut
jika diinginkan.
Untuk mengurangi volume akhir limbah, biasanya limbah
dilakukan penghilangan air lebih dahulu sebelum dilkukan proses solidifikasi.
Dalam proses solidifikasi limbah menjadi bentuk block atau padayan yang
kompak digunakan suatu bahan pengikat atau polymer. Sebagai bahan
pengikat yang banyak digunakan adalah semen portland,
thermoplastic, organik polymer dan
pozzolanic.
2.7 Wall Panel
Wall Panel adalah dinding panel yang berbentuk lembaran atau lempeng
dengan ukuran tertentu yang merupakan dinding penyekat.. Spesifikasi panel atau
papan gypsum berdasarkan SNI. No :SNI 03-6384-2000, Standar ini menetapkan
Spesifikasi panel atau papan gypsum yang meliputi panel atau papan gypsum,
yang penggunaannya dirancang untuk dinding, langit-langit, atau dinding
penyekat dan mempunyai permukaan yang dapat di dekorasi. Bobot isi lempengan
lebih dari 1,2 gram/cm3 dan dipergunakan pada bangunan (SII. 0016-72).
Wall panel merupakan pasta ringan dengan campuran limbah padat
alumina, sandblasting, sodium bikarbonat, bentonit, volcano stone dan epoksi
sebagai bahan yang pasif atau bahan pengisi. Hal-hal yang harus dipenuhi oleh
wall panel adalah :
a. Lembaran harus mempunyai tepi potongan yang lurus, rata dan tidak berkerut,
sama tebalnya pada seluruh panjang lembaran. Bila diketuk ringan dengan
benda yang keras, berbunyi nyaring yang menandakan bahwa lembaran tidak
pecah atau retak.
b. Permukaan lembaran harus tidak menunjukkan retak-retak, kerutan-kerutan
atau cacat-cacat lain yang merugikan sifat pemakaiannya. Permukaan
lembaran yang sengaja dibuat tidak rata diperbolehkan.
19
c. Penampang potongan lembaran harus menunjukkan campuran yang merata,
tidak berlubang atau terbelah.
d. Lembaran harus mudah dipotong, digergaji, dibor dan dipaku tanpa
mengakibatkan retak-retak atau cacat lainnya yang merugikan.
e. Berdasarkan standar Jerman DIN-1101, kekuatan lentur minimum rata-rata 17
Kg/cm2 dengan ketebalan 15 mm (Kasmudjo, 1986).
Di sisi lain wall panel yang ada di pasaran kebanyakan orang memilih
papan gypsum, karena kelebihan dari gypsum lebih fleksibel untuk dibentuk sesuai
dengan keinginan perancang, selain itu juga memiliki daya tahan dan tingkat
stabilitas tinggi. Penggunaan interior gypsum sangat cocok untuk memperindah
tampilan awal dari interior bangunan.
Dilihat dari komposisi materialnya, gypsum terbuat dari batu putih yang
terbentuk karena pengendapan air laut. Proses pembuatannya melalui pemanasan
dalam temperatur 175 derajat sehingga membentuk material bernama stucco.
Stucco dicampur air, zat aditif, dan diolah menjadi papan gypsum dengan dilapisi
kertas khusus di permukaannya (Anonim, 2007).
Beberapa penelitian yang terkait pernah dilakukan sebelumnya sebagai
berikut:
1. Studi Pendahuluan Sintesis Keramik Alumina Menggunakan Reaksi
Aluminotermit ( Bahrum, 2001)
Reaksi antara Aluminium dengan Besi(III) Oksida merupakan salah satu dari
reaksi aluminotermit yang bersifat eksotermik. Secara teoretis kalor yang
dihasilkan 850 kJ mol-1 dan temperatur yang dapat dicapai 30000C. Penelitian
ini meliputi pembuatan campuran aluminotermit, mereaksikan dan
memanfaatkan kalor hasil reaksi aluminotermit untuk memanaskan Alumina
hingga mencapai titik leleh. Dari hasil pengamatan struktur makro hasil
percobaan menunjukkan adanya padatan Alumina yang telah mengalami
proses pembekuan.
20
2. Dinding alternatif berbahan limbah dengan Teknologi Geopolimer Akan
Gantikan Peran Bata (Pramudyanto, 2006)
Teknologi geopolimer yang mengolah limbah pertanian, batu alam, dan
stereoform menjadi satu dinding panel yang liat, tahan terhadap api dan air,
kedap suara, serta tahan terhadap guncangan. Karenanya, panel dinding yang
merupakan hasil dari teknologi tersebut memungkinkan untuk menjadi
alternatif dinding bangunan, pengganti dinding bangunan dari bata dan batako.
bagian riset dan pengembangan PT Anindya berhasil mengembangkan
penelitian tentang bahan bangunan, khususnya pada elemen dinding. Hasilnya
adalah adanya teknologi geopolimer yang menghasilkan dinding panel ringan
atau light wall panel. Unsur yang ada di wall Panel adalah kombinasi limbah
pertanian, industri, bahan alam. Bahan detailnya adalah jerami, kulit padi,
gerajen, ampas tebu, batu apung, breksi, stereoform, sabut kelapa yang
direkatkan dengan batu bara, semen, dan calcium carbonate dan prosesnya
menggunakan teknologi geopolimer.
2.8 Limbah Sandblasting
Sandblasting artinya semburan pasir yaitu suatu istilah umum untuk proses
dalam memperlancar, membentuk dan membersihkan suatu permukaan yang
susah dikeraskan atau dihaluskan dengan memaksa partikel butiran padat ke
permukaan lain dengan kecepatan tinggi, efeknya serupa dengan penggunaan
amplas. Semburan pasir dapat terjadi secara alami, biasanya sebagai hasil
pukulan partikel oleh angin yang menyebabkan erosi eolian, atau di buat
menggunakan udara kempaan. Sebuah pembuatan proses semburan pasir sudah
dipatenkan oleh Benjamin Chew Tilgh m a n pada tanggal 18 Oktober 1870.
Sandblasting adalah suatu bahan yang dipergunakan untuk mempercepat
reaksi pada saat proses perengkahan (cracking). Sandblasting juga berarti
membersihkan, menghaluskan, mengkasarkan atau memindahkan dari bagian
permukaan banyak benda yang digunakan untuk menggosok ( mengamplas ),
pancaran pasir, metal shot, kerikil atau pendorong bahan material lain oleh udara
kempaan, uap air ( panas ) atau sebuah roda.
21
Gambar 2.1 Sandblasting
Gambar 2.1 disamping adalah Sandblasting
yang digunakan untuk membersihkan
kotoran, kerusakan, cat atau lapisan-lapisan
lain dari pergantian permukaan.
Pembersihan kerikil pada umumnya tidak
mengandung dimana semburan pasir
menggunakan bangunan kapal dan
pemeliharaan, transportasi, pemeliharaan
jembatan dan operasi-operasi militer.
Menurut sejarah, material digunakan untuk pembuatan semburan pasir
adalah pasir yang sudah sieved untuk suatu ukuran seragam. Debu silika
diproduksi di proses semburan pasir yang disebabkan silicosis setelah
penghisapan debu terus menerus. Semburan pasir sekarang bisa hanya dilakukan
di suatu lingkungan terkendali dengan menggunakan ventilasi, pakaian pelindung
dan menyuplai udara bernafas.
Material lain untuk semburan pasir telah dikembangkan sebagai pengganti
pasir; sebagai contoh, debu baja, baja menembak, terak tembaga, manik-manik
gelas / kaca ( penghancur manik-manik), butir metal, batu karbon dioksida, akik
merah tua, bubuk abrasif berbagai nilai, bubuk ampas bijih, dan bahkan
mengandaskan kulit kelapa atau corncobs telah digunakan untuk aplikasi spesifik
dan menghasilkan akhir permukaan yang jel.
Sandblasting merupakan material sejenis pasir yang digunakan untuk
menghaluskan atau meratakan permukaan yang keras dengan menyemprotkan
pasir pada suatu permukaan dengan tekanan yang tinggi.
Sandblasting dalam industri migas digunakan dalam kegiatan perawatan
kilang, seperti dalam perbaikan atau pengecatan tangki. Material yang digunakan
memiliki karakteristik yang sama dengan pasir pada umumnya.
Pada PT. Pertamina UP IV Cilacap Sandblasting merupakan suatu bahan
berbentuk seperti pasir pantai/pasir kuarsa, berwarna putih krem dengan unsur
utama silica yang dimanfaatkan untuk proses pembersihan kerak pada dinding
kilang minyak PT. Pertamina UP IV Cilacap. Pada keadaan jenuh sandblasting
22
akan dikeluarkan berupa limbah. Limbah sandblasting ini akan digunakan sebagai
bahan pengisi dalam pembuatan wall panel.
2.9 Limbah Alumina
Alumina (Al2O3) tidak dapat larut dalam air dan organik cair dan sangat
ringan dapat larut dalam asam kuat dan alkali. Alumina didistribusikan secara luas
di alam. Dikombinasi dengan silika dan mineral lain yang terjadi didalam tanah
liat, feldspars, dan mika. Komponen utama dari alumina bauxite dan sering terjadi
dalam bentuk alami seperti corundum. Alumina penting dalam perdagangan
terutama, digunakan dalam produksi logam alumina. Alumina juga digunakan
untuk abrasi, corundum, dan emeri digunakan secara luas seperti persiapan
pembutan pengikisan alumina. Nama yang sering digunakan untuk alumina abrasi
meliputi Alundum dan Alosite. Alumina juga digunakan dalam keramik untuk
pewarnaan dan pabrik bahan – bahan kimia tanah liat yang mengandung alumina
digunakan dalam keramik, flafon, batu bata, wall panel, furnitur, marcindes dan
sebagainya. Alumina alami digunakan dalam pembuatan tempat meleburnya
logam dan alat lain untuk dicairkan. Hydrate alumina digunakan dalam cat
mordant untuk membuat zat warna, juga digunakan dalam pembuatan kaca,
kosmetik, dan obat – obatan seperti antasit.
Aluminium oksida, atau alumina, merupakan komponen utama dalam
bauksit bijih aluminium yang utama. Pabrik alumina terbesar di dunia adalah
Alcoa, Alcan, dan Rusal. Perusahaan yang memiliki spesialisasi dalam produksi
dari aluminium oksida dan aluminium hidroksida misalnya adalah Alcan dan
Almatis. Bijih bauksit terdiri dari Al2O3, Fe2O3, and SiO2 yang tidak murni.
Campuran ini dimurnikan terlebih dahulu melalui Proses Bayer:
Al2O3 + 3H2O + 2NaOH + panas → 2NaAl(OH)4
Fe2O3 tidak larut dalam basa yang dihasilkan, sehingga bisa dipisahkan
melalui penyaringan. SiO2 larut dalam bentuk silikat Si(OH)62-. Ketika
cairan yang dihasilkan didinginkan, terjadi endapan Al(OH)3, sedangkan silikat
masih larut
23
dalam cairan tersebut. Al(OH)3 yang dihasilkan kemudian dipanaskan.
Al2O3 yang terbentuk adalah alumina.(Wikipedia, 2007).
2Al(OH)3 + panas → Al2O3 + 3H2O
Alumina terjadi dalam 2 bentuk kristal. Alpha alumina adalah campuran
dari sedikit pewarnaan hexagonal kristal dengan diberikan secara perkiraan;
gamma alumina adalah campuran dari sedikit pewarnaan percubik kristal dengan
spesipic grafity Sekitar 3,6 dipindahkan ke bentuk alpa pada temperatur tinggi.
Bubuk alumina terbentuk dari pencampuran kristal alumina putih alami.
Activated alumina yang digunakan PT. Pertamina UP IV Cilacap adalah
termasuk kedalam jenis spent adsorbent. Activated alumina adalah material
penyerap yang terdiri dari alumina dan dikombinasikan dengan air dalam berbagai
proporsi yang dihasilkan dalam berbagai struktur. Dalam kaitannya dengan sifat
alami area permukaan internal ini, activated alumina adsorbent akan menarik dan
mengumpulkan molekul dan gas atau cairan yang diarahkan. Ini dikenal dengan
istilah adsorbsi. Akan tetapi tidak semua molekul tertarik pada derajat tingkat
yang sama. Activated alumina adsorbent digunakan untuk pengeringan dan
memurnikan atau penjernihan berbagai macam gas atau liquid (cair). Meraka
betul-betul kuat untuk menarik jenis molekul tertentu, serta bereaksi dengan jenis
molekul tertentu. Molekul polar seperti air betul-betul kuat ditarik oleh adsorbent.
Ketika suatu campuran air (polar) dan methane (non polar) melewati
atas adsorbent air akan terserap meskipun keduanya kandungannya cukup
kecil. Ketika molekul terserap, panas akan dilepaskan. Pada kebanyakan
sistem, temperatur pada aliran proses naik hanya beberapa derajat.
Bagimanapun ketika konsentrasi tinggi (± 0,5 volume %) molekul yang
tertarik diserap. Ketika adsorbent sudah menjadi jenuh penyerapan molekul
dapat dihentikan oleh pemanasan adsorbent dengan suatu arus gas dengan 300 –
650 0F (150 – 345 0C). Operasi ini desebut dengan istilah regenerasi.
Tiap pembuangan spent adsorbent Activated alumina dengan seketika atau
menyimpannya dalam suatu cara yang tidak akan berdampak pada lingkungan itu
sampai pembuangannya ditetapkan. Disarankan spent adsorbent Activated
24
alumina yang dibuang itu disimpan dikontainer seperti drum. Jika Apabila
kontainer dirasa tidak mungkin, pembuangan adsorbent disimpan pada suatu
permukaan yang tidak dapat ditembus seperti beton, aspal, atau terpal plastik yang
tahan terhadap panas maupun bahan kimia. Disarankan pembuangan spent
adsorbent activated alumina dilindungi dari curah hujan untuk mencegah
kemungkinan run off dari air hujan yang tercemar. Jika terdapat
penggenangan, maka untuk mengendalikannya digunakan parit-parit. Dalam
keadaan baru atau belum digunakan, adsorbent ini termasuk Non-
Hazardous/tidak berbahaya untuk suatu tujuan pembuangan. Akan tetapi,
untuk tujuan pembuangan, material penyerap pada adsorbent yang akan dibuang
boleh berubah klasifikasinya.
Gambar 2.2 disamping merupakan limbah
alumina dari PT. Pertamina UP IV Cilacap
yang bersumber dari kilang paraxylene.
Alumina adalah suatu bahan berbantuk
bulat-bulat kecil, berwarna putih dengan
unsur utama alumina adalah silika yang
dipergunakan dalam proses pengolahan
Gambar 2.2 Alumina minyak bumi di PT. Pertamina
(PERSERO) UP IV Cilacap yaitu proses
filtrasi air pada unit paraxylene. Pada keadaan jenuh activated alumina ini akan
dikeluarkan berupa limbah, yang setiap harinya mencapai ± 13427,6 kg/hari atau
62 drum/hari dari Spent Clay Kilang Paraxylene.
Alumina secara terpisah tidak akan melebur sampai mencapai suhu 2000°C
karena silika lebur pada suhu 1700°C. Namun bila 5% alumina ditambahkan pada
silika murni, maka suhu leburnya akan turun menjadi 1545°C.
Alumina yang dipasarkan adalah berupa bubuk dengan specific gravity
±3,9 dibentuk dengan tekanan, slip casting dan dekomposisi alektro. Setelah
dibakar pada temperatur tinggi 1700°C - 1900°C alumina memiliki kekuatan yang
besar.
25
2.10 Bentonit
Bentonit adalah bahan tambahan untuk mengurangi konduktivitas
hidraulik tanah alami, dan meningkatkan kapasitas absorbsi dari material bumi.
Gambar 2.3 merupakan bentonit.
Bentonit adalah istilah yang digunakan
didalam dunia perdagangan untuk sejenis
tanah lempung yang secara alami
mempunyai kemampuan mengembang
sampai 15 kali volume keringnya, bila
menyerap air. Bentonit batuan yang
Gambar 2.3 Bentonit komposisi utamanya adalah jenis lempung
yang 85% lebih terdiri dari mineral
montmorilonit dan beidelit yang terbentuk dari dekomposisi abu vulkanik dan
mempunyai kemampuan besar menyerap air.
Ada dua tipe bentonit yang dikenal dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Sodium bentonit
Sodium bentonit / activated clay merupakan mineral lempung yang terdiri
dari 85% Monmorillonite (Smektif) dengan rumus kimia Al2O2.4SiO2 x H2O yang
mempunyai sifat sangat plastis (koloid), lempung yang kurang memiliki daya
pemucat, tetapi daya pemucatnya dapat ditingkatkan melalui pengolahan tertentu
Bentonit dapat dipakai pada banyak bidang industri seperti, Pengeburan sumur
minyak dan air, Pengecoran logam dan pembuatan iron, Konstruksi, pekerjaan
sipil, irigasi dan water proofing, Keramik, dan wall panel. Sodium
bentonite memiliki daya mengembang hingga delapan kali (8x) apabila dicelupkan
ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air. Dalam
keadaan kering berwarna putih atau cream, pada keadaan basah dan terkena
sinar matahari akan berwarna mengkilap
2. Calsium Bentonite
Calsium bentonite lebih dikenal dengan istilah bleaching earth,
merupakan bentonit yang mempunyai sifat yang tidak mengembang. Bleaching
earth digunakan sebagai media penjernih/pemucat, banyak dipakai pada industri
26
penjernihan CPO, CNO. Selain itu bisa juga digunakan untuk menjernihkan cuka,
anggur dan air serta penjernihan ulang oli, lemak dan grease.
Sifat bentonit antara lain:
a. Berkilap lilin umumnya lunak, plastis dan sarang
b. Berwarna pucat dengan warna putih, hijau muda, kelabu, kemudian berubah
menjadi kuning,merah coklat serta hitam.
c. Bila diraba terasa licin seperti
d. Bila dimasukkan kedalam air akan menghisap air sedikit atau banyak
(Sukandarrumidi, 1999).
2.11 Sodium Bikarbonat
Baking soda adalah nama lain untuk sodium bikarbonat. Bahan ini akan
mengeluarkan gas karbondioksida (CO2) yaitu gas yang bersifat sebagai bahan
pengembang jika dipanaskan atau
ditambahkan dengan asam. Baking soda
adalah salah satu komponen yang ada di
dalam baking powder. Dari segi kehalalan
bahan ini tidak terlalu bermasalah, karena
biasanya berasal dari batu-batuan. Gambar
2.4 disamping merupakan sodium
Gambar 2.4 Sodium Bikarbonat bikarbonat yang ada di pasaran.
2.12 Volcano Stone
Volcano Stone di sebut juga batu andesit merupakan jenis batuan beku luar
dan hasil pembukuan magma yang bersifat intermider sampai basa dipermukaan
bumi. Jenis batuan ini bertekstur porfiritik afanitik, komposisi mineral utama jenis
plagiokklas, mineral mefik adalah piroksen dan amfibol sedang mineral tambahan
adalah apatit dan zirkon.
27
Gambar 2.5 Volcano Stone
Gambar 2.5 disamping merupakan
volcano stone. Jenis batuan ini berwarna
gelap umumnya abu-abu sampai hitam ,
tahan terhadap air hujan maupun api,berat
jenis 2,3-2,7, kuat tekan 600-2400 kg/cm2.
Dijumpai sebagai aliran permukaan
sebagai fragmen dan lahar gunung api
ataupun fragmen breksi tempat detemukan
terdapat disepanjang jalur gunung api baik yang masih aktif maupun yang sudah
mati. Andesit dimanfaatkan untuk fondasi rumah,apabila di bentuk menjadi batu
candi atau dibentuk menjadi batu tempel (Sukandarrumidi, 1999).
2.13 Polimer-polimer Industri
Ada tiga klsifikasi utama dari industri polimer: plastik. Serat, dan karet
(elastomer). Perbedaan dari ketiga tipe polimer ini didasarkan pada tingkat yang
besar dari sifat mekanis khusus polimer yang di sebut modulus, yang dalam istilah
yang mempunyai arti kekakuan. Serat mempunyai modulus tertinggi, sedangkan
karet terendah. Plastik dibagi menjadi dua klasifikasi utama berdasarkan
pertimbangan komiditi dan plastik teknik, Plastik teknik volumenya lebih rendah,
tetapi memiliki sifat mekanis yang unggul dan daya tahan yang lebih baik di mana
dalam penelitian ini menggunakan Epoksi.
Epoksi dikualifikasikan sebagai plastik-plastik teknik dimana fungsinya
sebagai bahan pelapis protektif, aplikasi-aplikasi listrik dan elektronik, bahan
lantai dasar industri, bahan pengaspal jalan raya, dan juga perekat wall panel. Dari
segi komersial, polimer-polimer atau resin epoksi termasuk polimer nonvinil
terpenting. Epoksi atau polyepoksida adalah sebuah polimer thermoset yang
bertambah bagus bila dicampur dengan sebuah agen katalis atau "pengeras".
28
Gambar 2.6 Epoksi
Pada gambar 2.6 disamping merupakan jenis
epoksi yang dijual di pasaran. Resin epoksi
yang berasal dari epichlorohydrin
merupakan reaksi epichlorohydrin dengan
suatu campuran yang memiliki hidrogen
aktif. Bisphenol-A dan epichlorohydrin
sering dipakai sebagai bahan dasar untuk
pembuatan resin epoksi. Senyawa yang
terbentuk disebut diglycidyl ether of bisphenol-A (DGEBA), karena mengandung
dua gugus glisidil eter per molekul (Jatmiko, 2003).
Dua macam bahan baku yang digunakan dalam resin-resin epoksi adalah
epichlorohydrin dan bisphenol-A. Campuran kedua bahan-baku ini dengan basa
menghasilkan resin epoksi, walaupun struktur dan persamaan reaksinya keliatan
rumit.
Adapun rumus kimia resin epoksi adalah sebagai berikut :
Gambar 2.7 Rumus Kimia Resin Epoksi(Sumber : http://www.pslc.ws/mactest/epoksi.htm)
Karakteristik fisik dan kimia dari epoksi yaitu berbentuk cair dengan
berbagai warna, bau yang khas, tidak larut dalam air, iritasi terhadap mata dan
kulit, seka peka jika tersentuh kulit.
Penggunaan utama resin epoksi ialah sebagai bahan penyalut permukaan
yang menggabungkan keliatan, keterlenturan, lekatan dan ketahanan kimia. Selain
daripada sistem pengawetan jenis, epoksi boleh diesterkan dengan asam lemak
29
minyak pengering atau bukan pengering dan kemudian diawetkan secara
pengeringan udara atau pembakaran.
Resin epoksi boleh digunakan dalam kedua teknik pengacuan dan
pelaminaan untuk membuat barang-barang yang diperkuat oleh gantian kaca
dengan kekuatan mekanik, ketahanan kimia dan sifat-sifat penebatan elektrik yang
lebih baik daripada yang dimiliki oleh poliester tak tepu. Tetapi harganya agak
lebih mahal dan ini menghalang penggunaannya secara lebih luas.
Pada penelitian ini digunakan epoksi merk “Eposchön” yang dijual di
pasaran. Epoksi ini dijadikan sebagai bahan perekat wall panel yang terdiri dari
resin epoksi dan hardyner epoksi.
Dalam pembuatan wall panel ini resin epoksi dan hardyner epoksi dengan
perbandingan 1:1 dengan jumlah sesuai kebutuhan dan diaduk hingga merata.
Resin yang sudah dicampur dengan hardyner memiliki umur (pot life) sekitar 100
menit, setelahnya tidak bisa digunakan lagi, oleh karena itu dibuatlah campuran
yang secukupnya (Anonim, 2005).
2.14 Air
Air merupakan bahan dasar penyusun wall panel yang diperlukan untuk
bereaksi dengan epoksi dan bahan-bahan campuran yang lain.untuk agar dapat
dengan mudah Wall Panel dikerjakan dan dipadatkan.
Air yang digunakan dalam pembuatan Wall Panel harus bebas dari bahan-
bahan yang merugikan seperti lumpur, tanah liat, bahan organik dan asam
organik, alkali dan garam-garam terlarut, tetapi bila air jernih tidah terasa asin
atau payau, maka air dapat digunakan dengan aman.
Menurut PUBI 1982, dalam pemakaian untuk adukan wall panel sebaiknya
air memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Tidak mengandung lumpur (benda-benda melayang lainnya) lebih dari 2
gram/liter.
b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat
organik, dan lain-lainnya) lebih dari 15 gram/liter.
c. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.
30
d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/lit
2.15 Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP)
Leachate adalah cairan yang keluar dari suatu cairan yang terkontaminasi
oleh zat – zat pencemar yang ditimbulkan dari suatu limbah yang mengalami
proses pembusukan. Menurut EPA, leachate adalah suatu cairan yang mencakup
semua komponen di dalam cairan tersebut sehingga cairan tersebut tersaring dari
limbah berbahaya.
Leachate telah dihasilkan sejak manusia pertama kali melakukan
penggalian timbunan sampah untuk menyelesaikan persampahan. Tentu saja pada
tahapan ini jumlah leachate yang dihasilkan sangat kecil dan bercampur dalam
suatu tanah liat. Risiko yang didapat jika tidak adanya suatu drainase baik dan
pengolahan limbah cair dapat menyebabkan suatu dampak yaitu penyakit bagi
manusia akibat timbulnya leachate tersebut.
Pelindian merupakan parameter yang sangat menentukan kualitas terhadap
hasil solidifikasi yang berkaitan dengan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu
untuk menentukan kualitas lindi adalah dengan TCLP adalah salah satu evaluasi
toksisitas limbah untuk bahan – bahan yang dianggap berbahaya dan beracun
dengan penekanan pada nilai leachate.
2.16 pH
pH atau derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman
atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan yang dimaksudkan keasaman disini
adalah konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam pelarut. Nilai pH berkisar dari 0
hingga 14. Suatu larutan dikatakan netral apabila memiliki nilai pH = 7. Nilai
pH > 7 menunjukkan larutan memiliki sifat basa, sedangkan nilai pH < 7
menunjukan keasaman.
Nama pH berasal dari potential of hydrogen. Secara matematis, pH
didefinisikan dengan
pH = − log [10 H ]+
31
Nilai pH 7 dikatakan netral karena pada air murni ion H+ terlarut dan ion OH-
terlarut (sebagai tanda kebasaan) berada pada jumlah yang sama, yaitu 10-7 pada
kesetimbangan
H2O H+ + OH-
Penambahan senyawa ion H+ terlarut dari suatu asam akan mendesak
kesetimbangan ke kiri (ion OH- akan diikat oleh H+ membentuk air). Akibatnya
terjadi kelebihan ion hidrogen dan meningkatkan konsentrasinya.
Umumnya indikator sederhana yang digunakan adalah kertas lakmus yang
berubah menjadi merah bila keasamannya tinggi dan biru bila keasamannya
rendah. Selain mengunakan kertas lakmus, indikator asam basa dapat diukur
dengan pH meter yang bekerja berdasarkan prinsip elektoril dan konduktivitas
suatu larutan.
Secara umum definisi asam adalah pemberi proton kepada basa. Asam dan
basa bersangkutan disebut sebagai pasangan asam-basa konjugat yang mencakup
zat-zat yang tak larut dalam air. keasaman suatu senyawa ditentukan oleh
kestabilan ion hidronium dan basa konjugat terlarutnya ketika senyawa tersebut
telah memberi proton ke dalam larutan tempat asam itu berada. Stabilitas basa
konjugat yang lebih tinggi menunjukkan keasaman senyawa bersangkutan yang
lebih tinggi.
Secara umum, asam memiliki sifat sebagai berikut:
1. Rasa: masam ketika dilarutkan dalam air.
2. Sentuhan: asam terasa menyengat bila disentuh, terutama bila asamnya asam
kuat.
3. Kereaktifan: asam bereaksi hebat dengan kebanyakan logam, yaitu korosif
terhadap logam.
4. Hantaran listrik: asam, walaupun tidak selalu ionik, merupakan alektrolit.
Asam sulfat mempunyai rumus kimia H2SO4, merupakan asam mineral
yang kuat. Zat ini larut dalam air pada semua kepekatan. Asam sulfat mempunyai
banyak kegunaan, termasuk dalam kebanyakan reaksi kimia dan proses
32
pembuatan. Ia digunakan secara meluas sebagai bahan kimia pengilangan.
Kegunaan utama termasuk produksi baja, memproses bijihmineral, sistesis kimia,
pemrosesan air limbah dan penapisan minyak.
Definisi umum dari basa adalah senyawa yang menyerap ion hydronium
ketika dilarutkan dalam air.Basa adalah lawan dari asam, yaitu ditujukan untuk
unsur/senyawa kimia yang memiliki pH lebih dari 7. Kostik merupakan
istilah yang digunakan untuk basa kuat. jadi kita menggunakan nama kostik soda
untuk natrium hidroksida (NaOH) dan kostik postas untuk kalium hidroksida
(KOH). Basa dapat dibagi menjadi basa kuat dan basa lemah. Kekuatan
basa sangat tergantung pada kemampuan basa tersebut melepaskan ion OH dalam
larutan dan konsentrasi larutan basa tersebut.
2.17 Kuat Lentur
Pengujian lentur statik adalah salah satu cara pengujian yang di pakai sejak
lama lagi bahan yang cocok, karena dapat di lakukan pada batang uji berbentuk
sederhana.
Besarnya momen yang terjadi :
M = P
x L
= PxL ( )1
22 4L
Tegangan lentur pada blok berhubungan dengan tahanan momen (w), tahanan
momen pada tampang persegi adalah :
w = 1
xbxh 2 L(2)6
kekuatan lentur atau tegangan lentur dapat diperoleh dengan rumus
σ = M
wL( )3
Dengan substitusi persamaan pada momen lentur (M) dan tahanan momen (w),
diperoleh tegangan lentur :
σ =
Keterangan:
3 xPxL (4)2 xbxh 2
L
P = Beban, Kg; L = Jarak tumpuan, cm;
33
B = Lebar benda coba ,cm; h = Tebal benda coba, cm.
2.18 Hipotesa
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat
penelitian diatas maka dapat diambil suatu hipotesa sebagai berikut:
a. Solidifikasi limbah alumina dan limbah sandblasting dapat mengimmobilisasi
unsur-unsur logam yang terlepas pada lingkungan setelah dibuat produk wall
panel.
b. Konsentrasi unsur-unsur logam yang terlepas dapat diketahui konsentrasinya
setelah dilakukan uji TCLP terhadap produk wall panel yang dibuat.
c. Komposisi yang optimal terhadap kualitas wall panel dipengaruhi oleh
penambahan limbah alumina dan limbah sandblasting.
34
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Metode penelitiannya menggunakan desain penelitian eksperimen murni di
laboratorium (true experimental research).
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan dilaboratorium Teknik Lingkungan,
labororium Jalan Raya, BKT Teknik Sipil FTSP UII dan Laboratorium Terpadu
Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
3.3 Waktu Penelitian
Seluruh rangkaian proses penelitian mulai dari proses persiapan dan
pengambilan bahan baku, tahapan dan proses penelitian di laboratorium,
penyusunan laporan akhir, dan seminar atau publikasi penelitian dilakukan dalam
kurun waktu 6 bulan. Seluruh tahapan dan proses penelitian tersebut dilakukan
secara sistematis dan komprehensif sesuai dengan jadwal penelitian.
3.4 Tahapan Pelaksanaan Penelitian
Penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian eksperimen yang
berada pada skala laboratorium dengan tahapan-tahapan yang sesuai literatur,
seperti ditunjukkan pada gambar berikut :
35
Mulai Persiapan Persiapan Bahan, Alat, dan Lokasi
PembuatanSampel
Tahap Pelaksanaan :- Penentuan Komposisi Sampel- Pencetakan- Pengangkutan
Pengujian- Uji Kuat Lentur- Uji TCLP- Uji pH
Analisa Sampel
Kesimpulan & Saran Selesai
Gambar 3.1 Tahapan Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan
Proses pengambilan bahan baku berupa limbah alumina dan sandblasting
dilakukan di PT. Pertamina UP IV Cilacap (Jawa Tengah). Adapun proses
pengambilan bahan baku berupa sodium bikarbonat bentonite,dan epoksi
dilakukan di Yogyakarta sedangkan volcano stone diambil di Muntilan. Proses
36
penelitaannya preparasi peralatan, perlakuan bahan baku, proses pembentukan
wall panel komposit, pengujian serta analisisnya dilakukan di Laboratorium
Rancang Bangun dan Laboratorium Kualitas Air FTSP UII Yogyakarta.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :
a. Limbah Alumina;
b. Limbah Sandblasting;
c. Sodium Bikarbonat;
d. Bentonit;
e. Volcano Stone;
f. Epoksi;
g. Air.
2. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Alat Uji Karakteristik Fisik Limbah;
2. Alat Uji Lentur;
3. Unit pengujian TCLP;
4. pH meter;
5. AAS (Atomic Absorption Spectrofotometer).
3.4.2 Analisa Karakteristik Bahan
Pada limbah alumina dan sandblasting dilakukan pemeriksaan terhadap
karakteristik fisik dan kimia.
a. Karakteristik Fisika
1. Berat Isi Gembur;
2. Berat Jenis;
3. Kadar Air, dan
4. Berat Isi Padat.
b. Karakteristik Kimia
Analisa Logam berat : Cr, Cu, Pb, dan Zn.
37
Untuk cara pelaksanaan analisa karakteristik bahan ini selengakapnya
dapat dilihat pada lampiran 1,2,3 dan 4.
3.4.3 Rancangan Campuran
Rencana campuran wall panel dibuat sesuai dengan beratnya sebesar 600
gram dengan ukuran 30cm x 13cm x 1cm. Masing-masing variasi percobaan
dibuat delapan sampel dengan komposisi limbah alumina dan sandblasting serta
bahan-bahan penyusun berbeda. Variasi perbandingan campuran dalam penelitian
ini menjadi:
a. Limbah Alumina: Limbah Sandblasting: Sodium Bikarbont: Bentonite:
Volcano Stone: Epoksi = 35%: 15%: 2%: 8%: 10%: 30%.
b. Limbah Alumina: Limbah Sandblasting: Sodium Bikarbont: Bentonite:
Volcano Stone: Epoksi = 30%: 20%: 2%: 8%: 10%: 30%
c. Limbah Alumina: Limbah Sandblasting: Sodium Bikarbont: Bentonite:
Volcano Stone: Epoksi = 25%: 25%: 2%: 8%: 10%: 30%.
3.4.4 Penentuan Komposisi
Pada penelitian ini, untuk penentuan komposisi sampel sebelumnya telah
dilakukan “trial and error method of mix design”. Cara ini berdasarkan pada
percobaan untuk memperoleh campuran dengan porsi yang minimum atau
kepadatan maksimum, tetapi diupayakan struktur mempunyai bobot ringan.
Adapun komposisi wall panel dapat dilihat pada tabel 3.1 sebagai berkut:
Kode
Tabel 3.1 Komposisi Bahan Pembuatan Wall Panel
Berat sampel 600 gr Jumlah
Sampel Alumina SandblastingSodium
BikarbonatBentonit
Volcano
stoneEpoksi Air
wall panel
% gr % gr % gr % gr % gr % gr mlFI 35 210 15 90 2 12 8 48 10 60 30 180 400 6F2 30 180 20 120 2 12 8 48 10 60 30 180 400 6F3 25 150 25 150 2 12 8 48 10 60 30 180 400 6
(Sumber : Data Primer 2007).
38
3.4.5 Pembuatan Sampel
Benda uji yang akan dibuat dan digunakan adalah wall panel berbentuk
empat persegi panjang dengan ukuran panjang 30 cm, lebar13 cm serta memiliki
ketebalan 1 cm. Cara kerja dalam penelitian ini dilakukan dengan mencampurkan
semua bahan seperti limbah alumina, sandblasting, sodium bikarbonat, bentonit,
volcano stone, dan epoksi serta air. Kemudian dilakukan pengadukan di dalam
ember agar homogen dengan berbagai macam komposisi yang telah ditentukan
dan selanjutnya dicetak dan dipadatkan. Adukan yang telah dicetak, didiamkan
dan diletakkan pada tempat yang terlindung oleh panas matahari. Benda uji
dilepas dari cetakannya kemudian diberikan kode sampel.
Untuk tahapan kerja dalam penelitian ini secara rinci dapat dilihat pada
lampiran 6.
3.5 Pengujian Wall Panel
Setelah sampel wall panel dibuat, dilakukan pengujian terhadap sampel
wall panel. Pengujian yang dilakukan meliputi:
1. Uji Logam Berat atau Leachate
Uji lindi merupakan suatu cara untuk mengetahui kadar zat pencemar
yang terlindi dari sebuah wall panel dalam
suatu cairan. Gambar 3.2 disamping
merupakan alat putar TCLP. Pengujian
lindi ini menggunakan alat AAS.
Adapun parameter yang diuji meliputi Pb,
Cr, Cu,
Gambar 3.2 Alat Putar TCLP
dapat dilihat pada lampiran 5
dan Zn. Secara rinci untuk pengujian
logam berat (TCLP) dalam penelitian ini,
39
2. Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan untuk mengetahui tingkat keasaman atau kebasaan dari
benda uji wall panel. Benda uji dengan ukuran 5cm x5cm x 1cm dimasukkan
kedalam larutan asam dengan pH awal 3,09,
larutan basa dengan pH awal 10,8 dan larutan
aquadest dengan pH awal 7,55.
Gambar 3.3 diatas merupakan gambar uji pH
yaitu pH elektrik.
Dilakukan pengukuran pH selama 5 minggu dan
diperiksa setiap satu minggu untuk perubahan
Gambar 3.3 pH elektrikyang terjadi pada pH. Pemeriksaan
menggunakan alat pengukur pH yaitu pH elektrik.
3. Uji Kuat Lentur
Uji kuat lentur merupakan salah satu cara pengujian yang digunakan untuk
menetukan seberapa besar tingkat kelenturan dari wall panel.
Gambar 3.4 disamping merupakan gambar
uji Lentur secara manual. Dilakukan secara
manual, yaitu dengan memberi pemberat
sebagai beban, dan benda uji ditumpu pada
kedua ujung penahan beban. Dalam
pengujian kuat lentur ini wall panel yang
Gambar 3.4 Uji Lentur digunakan sebanyak 3 produk wall panel
untuk setiap variasi. Secara rinci teknik
pengujian kuat lentur wall panel secara manual ini, dapat dilihat pada
lampiran 10
40
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Limbah Alumina dan Sandblasting
Ada beberapa hal yang dilakukan sebelum melakukan penelitian
sesungguhnya. Pada penelitian ini dilakukan penelitian awal,hal ini dilakukan
untuk mengetahui karakteristik fisik dan kimia dari limbah alumina dan
sandblasting dari PT. Pertamina UP IV cilacap, serta untuk mengetahui syarat
potensi limbah alumina dan sandblasting dalam pembuatan wall panel.
Karakteristik fisik, kimia limbah alumina dan sandblasting tersebut dapat dilihat
pada Tabel 4.1, 4.2, 4.3 dan 4.4 sebagai berikut;
Tabel 4.1 Karakteristik Fisik Limbah Alumina
No Parameter Data Penelitian rata-rata
1 Kadar Air 4,37 %
2 Berat Jenis 2,17 gr/ml
3 Berat Isi Padat 0,99 gr/cm3
4 Berat Isi Gembur 0,845 gr/cm3
(Sumber: Data Primer 2007)
Tabel 4.2 Karakteristik Fisik Limbah Sandblasting
No Parameter Data Penelitian rata-rata
1 Kadar Air 0,419 %
2 Berat Jenis 2,65 gr/ml
3 Berat Isi Padat 1,636 gr/cm3
4 Berat Isi Gembur 1,472 gr/cm3
(Sumber: Data Primer 2007)
41
Tabel 4.3 Karakteristik Kimia Limbah Alumina
HasilNo Parameter Pengujian Standar Deviasi Metode
(mg/L)
1 Tembaga (Cu) 0,5055 0,005 AAS
2 Chrom (Cr) 0,8273 0,0728 AAS
3 Timbal (Pb) 0,4878 0,0206 AAS
4 Seng (Zn) 0,2175 0,115 AAS (Sumber: Data Primer 2007)
Tabel 4.4 Karakteristik Kimia Limbah Sandblasting
HasilNo Parameter Pengujian Standar Deviasi Metode
(mg/L)
1 Tembaga (Cu) 0,351 0,005 AAS
2 Chrom (Cr) 0,8765 0,0728 AAS
3 Timbal (Pb) 1,0228 0,0206 AAS
4 Seng (Zn) 58,5 0,115 AAS (Sumber: Data Primer 2007)
Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan terhadap karakteristik fisik,
limbah alumina dan sandblasting seperti yang disajikan pada tabel 4.1 dan 4.2
diperoleh kadar air limbah alumna 4,37% dan sandblasting 0,419 %, berat jenis
limbah alumina 2,17 gr/ml dan sandblasting 2,65 gr/ml, berat isi padat 0,99
gr/cm3 dan 1,636 gr/cm3 dan berat isi gembur limbah alumina 0,845 gr/cm3 dan
sandblasting 1,472 gr/cm3.
Pada analisa berat jenis bertujuan untuk mendapatkan angka untuk menghitung
berat jenis semu pada limbah alumina dan sand blasting berdasarkan SK SNI M-
10-1989-F, yaitu perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling
yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu
25 °C.
42
Pada analisa berat isi padat dan berat isi gembur bertujuan untuk mendapatkan
angka untuk menghitung berat isi padat dan berat isi gembur pada alumina dan
sand blasting, yaitu perbandingan antara berat agregat kering terhadap volume
selinder benda uji dalam keadaan kering. Pada analisa berat isi gembur ini agregat
dalam selinder benda uji tidak perlu ditusuk-tusuk dan cukup diratakan
permukaan agregatnya dengan menggunakan pisau aduk hingga permukaan
agregat rata dengan bibir atas selinder. Sedangkan pada analisa berat isi padat ini
agregat dalam selinder benda uji perlu ditusuk-tusuk sebanyak 25 kali untuk
memastikan agregat padat dan diratakan permukaan agregatnya dengan
menggunakan pisau aduk hingga permukaan agregat rata dengan bibir atas
selinder.
Sedangkan pada analisa kadar air bertujuan untuk mengetahui nilai kadar air pada
alumina dan sand blasting, yaitu perbandingan antara berat air dalam alumina dan
sand blasting terhadap berat kering pada limbah tersebut dan dinyatakan dalam
persen. Apabila kadar air yang diperoleh besar/tinggi, maka bahan tersebut
sifatnya banyak menyerap air, sehingga dalam proses pembuatan benda uji
membutuhkan air yang banyak ketika akan dicampur dengan bahan lain.
Jika dilihat dari unsur-unsur yang terkandung dalam karakteristik kimia
seperti pada tabel 4.3 maka limbah alumina dan sandblasting logam berat Cu, Cr,
Pb masih kecil, masih berada dibawah baku mutu yang ditetapkan yakni
berdasarkan baku mutu TCLP menurut PP No. 85 Tahun 1999. Tetapi Zn disini
yang terkandung dalam limbah sandblasting tergolong jenis limbah berbahaya
dan beracun (B3) berdasarkan baku mutu TCLP menurut PP No. 85 Tahun 1999.
4.2 Uji Lindi dengan Metode TCLP
43
Dari hasil penelitian Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP),
maka diperoleh hasil kadar logam berat tembaga (Cu), chrom (Cr), Timbal (Pb)
dan seng (Zn) yang tertera dalam bentuk gambar 4.1 sebagai berikut:
4
3
2
1
0
-1F1 F2 F3
Tembaga (Cu) 0,0454 0,2304 0,0730
Chrom (Cr) 0,0270 0,0270 0,0000
Timbal (Pb) 0,0000 0,0000 0,0000
Seng (Zn) 2,6512 2,8495 3,3323
Vormula
Gambar 4.1 Logam Berat Dalam Wall Panel
Berdasarkan data yang didapat seperti tertera pada gambar bahwa limbah
yang dicampur sama jumlahnya yaitu limbah alumina 25% dan Limbah
sandblasting 25% yakni 3.3323 mg/L cenderung menunjukkan semakin
meningkat konsentrasi lindinya seng (Zn) dibandingkan dengan Zn yang lainnya
pada formula F1 dan F2. Penelitian diketahui adanya logam berat seperti Cu,Cr,
Zn, dan Pb yang masih terlindi, terutama pada konsentrasi penambahan limbah
sandblasting yang tinggi. Karena didalam limbah sandblasting dilihat dari
karakteristik kimia limbah awal, sandblasting mengandung Zn yang lebih tinggi
yaitu 58,5 mg/L tergolong limbah berbahaya dan beracun sesuai ketentuan baku
mutu yang ditetapkan oleh PP No.85 Tahun 1999.
Tetapi, setelah di jadikan produk wall penel Zn yang terkandung didalam
limbah sandblasting mampu mengimobilisasi logam berat yang terkandung
didalamnya, dan dibawah baku mutu yang ditetapkan oleh PP No.85 Tahun 1999.
44
Hal ini limbah alumina dan sandblasting dari PT. Pertamina UP IV, Cilacap
setelah di solidifikasikan menjadi wall panel, limbah tersebut aman digunakan.
Epoksi disini berperan sebagai perekat atau binding agent dan
mempercepat proses pengeringan . Disamping hal itu juga berfungsi memperkeras
produk agar tidak mudah pecah atau rusak Epoksi agar dapat digunakan sebagai
pengikat juga membutuhkan adanya tambahan air tergantung dari porsi pengikat
tersebut. Unsur SiO2 atau lebih dikenal dengan silika yang terkandung dalam
alumina sangat berperan dalam mengurangi susut kering dan retak-retak pada wall
panel. Hal ini membuat ikatan pada wall panel menjadi lebih kuat sehingga
mempertinggi kualitas wall panel yang dihasilkan.
4.3 Pengukuran pH
Uji pH ini dilakukan untuk mengetahui perubahan pH yang terjadi pada
produk wall panel dari sifat asam, basa dan normalnya. Larutan yang dipakai
dalam pengujian pH ini berupa asam (H2SO4) (pH awal = 3.09), basa (NaOH) (pH
awal = 10.8) dan aquadest (pH awal = 7.55). Hasil dari pengujian pH dapat dilihat
gambar 4.2 sebagai berikut:
12
10
8
6
4
2
0pH
Awal Minggu MingguMinggu
Ke-3Minggu
Ke-4Minggu
Ke-5
Aquadest 7,55 9,13 9,4 9,18 9,36 9,44
Basa (NAOH) 10,8 9,53 9,48 9,55 9,63 9,66
Asam (H2SO4) 3,09 8,63 9,09 8,87 8,99 9,08
Gambar 4.2 Perubahan pH padaFormula F1
45
12
10
8
6
4
2
0
pH Awal Minggu
Ke-1MingguKe-2
MingguKe-3
MingguKe-4
MingguKe-5
Aquadest 7,55 9,11 9,24 9,24 9,35 9,42
Basa (NaOH) 10,8 9,48 9,42 9,4 9,44 9,49
Asam(H2SO4) 3,09 9,06 9,18 9,17 9,33 9,4
Gambar 4.3 Perubahan pH Formula F2
12
10
8
6
4
2
0pH
AwalMingguKe-1
MingguKe-2
MingguKe-3
MingguKe-4
MingguKe-5
Aquadest 7,55 9,42 9,22 9,43 9,5 9,54
Basa (NaOH) 10,8 9,55 9,52 9,49 9,55 9,58
Asam (H2SO4) 3,09 9 8,76 9,15 9,31 9,36
Gambar 4.4 Perubahan pH Formula F3
Beradsarkan gambar 4.2, 4.3 dan 4.4 maka semua dari minggu pertama sampai
minggu ke lima pH dari produk wall panel bersifat basa. Hal ini
dikarenakan apabila produk dicelupkan kedalam air maka ikatannya lepas. Pada
pengujian pH ini, diharapkan dapat mengetahui tingkat immobilisasi logam –
logam berat hasil dari proses solidifikasi. Pada proses pengujian pH, yang harus
diperhatikan yaitu
46
pelarutan yang terjadi selama perendaman. Apabila pH mengalami perubahan dari
kondisi awal sebelum pengukuran, maka dapat dinyatakan sudah terjadi proses
pelarutan. Apabila pH naik berarti, komparasi logam beratnya naik, sedangkan
apabila pH turun, berarti komparasi logam beratnya turun/kecil. Dilihat pada
Tabel 4.7 uji awal larutan pH masing-masing variasi tidak linier disebabkan pH
awal dari larutan sudah terkontaminasi, dapat dilihat yaitu untuk H2SO4 (asam)
pH awal larutan 3.09, aquadest 7.55, dan NaOH (basa) 10.8. Namun, dari hasil uji
pH selanjutnya menunjukkan tingkat perubahan pH yang cukup signifikan dari pH
larutan awal. pH yang terjadi tiap minggu dapat dikatakan semakin naik pada
semua variasi, walaupun ada yang memiliki penurunan yang tidak signifikan.
Tetapi dapat disimpulkan bahwa pH pada tiap variasi mengalami peningkatan tiap
minggu. Larutan H2SO4 (asam) yang mempunyai pH awal 3.09 setelah satu
minggu menjadi larutan NaOH (basa) dengan pH 8.63, begitu juga dengan larutan
aquadest dengan pH awal 7.55 menjadi basa dengan pH 9.13, dan larutan basa
dengan pH awal 10.8 tetap menjadi basa. Hal ini dikarenakan pada tiap variasi,
limbah Activated Alumina yang digunakan sangat dominan pada pembuatan
produk sampel yaitu lebih dari 25%, bahkan sampai35%. Limbah activated
alumina berperan penting dalam mempengaruhi kenaikan pH dari sifat asam dan
netral menjadi basa karena sifat alumina sendiri bersifat basa
Epoksi sebagai polimer yang digunakan sebagai bahan pengikat
mempunyai sifat yang basa, resin epoxy dihasilkan dari campuran epichlorohydrin
dan bisphenol-A dengan basa. Disamping itu juga persentase penambahan pada
tiap variasi cukup besar yaitu 30% di setiap variasi. Pengaruh bentonit, sodium
bikarbonat, dan volkano stone disini sangat kecil untuk menaikkan sifat asam dan
netral menjadi basa karena persentase penambahan pada tiap variasi kecil sekali.
4.4 Kuat Lentur Wall Panel
Uji kuat lentur dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tegangan atau
kuat tekan yang bisa ditahan oleh benda uji sampai patah dengan berat beban
tertentu. Uji kuat lentur merupakan salah satu cara pengujian yang digunakan
untuk menentukan seberapa besar tingkat kelenturan dari wall panel. Dilakukan
47
dengan alat uji manual yaitu dengan memberi pemberat sebagai beban. Dalam
pengujian kuat lentur ini wall panel. yang digunakan sebanyak 3 sampel untuk
setiap variasi. Kuat lentur rata-rata dapat lihat pada gambar 4.5 sebagai berikut.
Untuk data hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran 7.
Tabel 4.5 Kuat Lentur Rata-rata Wall Panel
Formula Benda uji Kuat Lentur
Alumina (%) Sandblasting (%)
F1 35 15 95,64
F2 30 20 58,57
F3 25 25 53,48 (sumber: Data Primer,2007)
120
100
80
60
40
95,64
58,5753,48
20
0
F1 F2 F3
Formula Limbah
Gambar 4.5 Uji Kuat Lentur Rata-rata
Berdasarkan data yang diperoleh dari pengujian kuat lentur wall panel
diatas menunjukkan bahwa kuat lentur yang paling besar atau tinggi diperoleh
dengan porsi limbah alumina 35% dan sanblasting 15% didapat kuat lentur rata-
rata sebesar 95,64 kg/cm2. Nilai kuat lenturnya jauh lebih tinggi yang mengacu
pada standar papan semen berdasarkan standar Jerman DIN-1101 dengan tebal
benda 15 mm sebesar 17 Kg/cm2, dan kuat lentur 53,63. kg/ cm2 berdasarkan
penelitian sebelumnya yang menggunakan limbah katalis dan semen sebagai
perekat. Sedangkan dengan penambahan limbah alumina dan sandblasting sama-
48
sama 25% yakni 53,48%, kuat lentur yang didapatkan semakin kecil hal ini dapat
dilihat bahwa dengan semakin banyak limbah sandblasting dipakai maka semakin
menurun kuat lenturnya, jadi campuran untuk mendapatkan kuat lentur yang
paling baik adalah dengan penambahan limbah alumina 35% dan limbah
sandblasting 15%. Bila dibandingkan dengan bahan-bahan konvensional seperti
beton, polimer memiliki keunggulan antara lain: tidak berkarat, tahan cuaca, tahan
terhadap bahan kimia, lebih ringan dan memiliki sifat yang mudah diatur sesuai
dengan keinginan kita.
Penambahan proporsi limbah yang banyak dapat berpengaruh terhadap
kuat lentur yang dihasilkan. Adanya unsur-unsur silika dan alumina dalam limbah
alumina pada pembuatan wall panel dapat mengurangi peretakan dan
mempertinggi kualitas produk wall panel.
Bahan-bahan campuran lain dalam pembuatan wall panel ini juga
berpengaruh terhadap kuat lentur wall panel. Kuat lentur wall panel yang
optimum dapat disebabkan dengan menggunakan epoksi sebagi perekat yang
ditambahkan bahan pengisi lainnya seperti sodium bikarbonat, bentonit, volcano
stone. Susunan seperti ini menghasilkan kerangka yang lebih kuat, sehingga kalau
kerangka ini dikelilingi/diselimuti oleh masa padat dari sodium bikarbonat,
bentonit, volcano stone, maka diperoleh massa padat yang lebih kuat. Hal ini
terlihat pada pengujian berlangsung, epoksi mempertahankan benda uji dari retak-
retak akibat pembebanan dan memiliki kuat lentur yang tinggi. Epoksi disini juga
berperan dalam menaikkan kuat lentur benda uji karena memiliki sifat sebagai
bahan penyalut permukaan, kelenturan, lekatan dan ketahanan kimia.
4.5 Perbandingan Karakteistik Awal Limbah Dengan Karakteristik Wall
Panel
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh perbedaan
konsentrasi awal logam berat pada limbah sebelum diproses solidifikasi (input)
dengan konsentrasi yang keluar (output) dari wall panel setelah adanya proses
solidifikasi, seperti yang ditampilkan pada tabel 4.6. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui seberapa besar keterikatan logam berat setelah disolidifikasi.
49
Tabel 4.6 Perbandingan Awal Limbah Dengan Karakterik Wall Panel
Karakteristik awal limbahNo (mg/L)
Karakteristik wall panel(mg/L)
PP No.85Tahun 1999
Parameter Alumina Sandblasting F1 F2 F3 (mg/L)1 Cu 0,5055 0,351 0,0454 0,2304 0,073 102 Cr 0,8273 0,8765 0,0207 0,0207 <0.1487 53 Pb 0,4878 1,0228 <0.4359 <0.4359 <0.4359 5
4 Zn 0,2175 58,5 2,6512 2,8495 3,3323 50(Sumber: data primer 2008)
Dari data hasil karakteristik awal limbah dan karakteristik limbah setalah
di jadikan produk wall panel seperti tertera pada Tabel 4.6 di atas menunjukkan
bahwa keseluruhan hasil pengujian telah memenuhi standar. Untuk limbah
karakteristik awal limbah parameter seng (Zn) yaitu 58,5 mg/L berada diatas baku
mutu yang ditetapkan PP No. 85 Tahun 1999 yaitu 50 mg/L. Tetapi setalah
dijadikan produk wall panel, Zn dapat terimobilisai menjadi 3,3323 mg/L dan
logam berat yang terkandung didalam wall panel sudah dibawah baku mutu TCLP
berdasarkan PP No. 85 Tahun 1999 dan aman digunakan.
4.6 Prospek Pengembangan Produk
4.6.1 Teknis
Secara teknis dalam proses produksi, pembuatan produk wall panel ini
cukup sederhana, hanya dengan mencampurkan bahan – bahan pembuat wall
panel yang telah ditimbang banyak atau kebutuhannya, sesuai dengan bentuk
maupun ukuran dari wall panel yang akan dibuat . Kuat lentur yang paling besar
diperoleh dengan porsi limbah alumina 35% dan sanblasting 15% didapat kuat
lentur rata-rata sebesar 95,64 kg/cm2. Nilai kuat lenturnya jauh lebih tinggi yang
mengacu pada standar papan semen berdasarkan standar Jerman DIN-1101.
Proses pencampuran dilakukan secara manual dan butuh waktu yang lama
agar pencampuran bahan bisa homogen (semua produk tercampur dengan rata)
sehingga dapat dihasilkan wall panel yang kuat dan tidak mudah patah dari segi
kualitasnya dibandingakan dengan menggunakan alat (mixer). Proses pengadukan
dilakukan secara manual karena memakai bahan polimer yang sulit dicampur.
50
Kemudian dalam hal pencetakan pada produk wall panel ini masih manual,
cetakan wall panel ini dibuat dari kayu yang berukuran 13cmx30cmx1cm (ukuran
yang dipakai pada penelitian ini). Setelah dilakukan pencampuran bahan maka
bisa langsung di ceta. Kalau didiamkan lama maka polimernya akan mengering
karena disini masa polimer epoksi 100 menit setalah dicampur dengan bahan lain.
4.6.2 Ekonomis
Dari perhitungan pembiayaan dan total produksi didapat harga satu sampel
produk adalah sebesar Rp 34.195,- sehingga jika produk ini dijual dengan biaya
keuntungan yang diharapkan adalah sebesar 20% maka perhitungan jumlah nilai
jual untuk satu produk wall panel adalah sebagai berikut:
Tabel 4.7 Rincian Biaya Produksi Wall Panel Tiap Biji
No Jenis Harga tiap kg jumlah Bahan kgBahan/upah (Rp) F1 Harga F2 Harga F3 Harga
(Rp) (Rp) (Rp)1 Bahan Susun
Alumina 250 0,21 52,5 0,18 45 0,15 37,5Sandblasting 250 0,09 22,5 0,12 30 0,15 37,5
Sodium Bikarbonat 5000 0,012 60 0,012 60 0,012 60Bentonit 3000 0,048 144 0,048 144 0,048 144
Volcano Stone 250 0,06 15 0,06 15 0,06 15Epoksi 120000 0,18 21600 0,18 21600 0,18 21600
2 JumlahWall Panel 18 18 18
Pemb.CetakanPeralatan 40000 2200 2200 2200
Upah Pekerja 10000 10000 10000(orang/hari)
Jumlah Biaya perbiji 34195 34195 34195
Berdasarkan perhitungan yang ditunjukkan pada Tabel 4.7 untuk wall
panel dengan ukuran 30cm × 13cm × 1cm diperoleh biaya produksi tiap biji
wal panel untuk semua variasi masing-masing haraga Rp.34.195-. Nilai
produksi untuk masing-masing variasi tersebut sudah mencakup harga bahan
susun dan upah pekerja.
51
Untuk lebih meminimalkan lagi harganya wall panel lebih murah jika
produksi tersebut dapat diproduksi secara masal khusus untuk bahan bangunan.
Penggunaan epoksi dengan harga yang cukup mahal pada penelitian ini dimana
epoksi yang dijual biasanya digunakan untuk bahan merekatkan logam, kayu,
beton, kaca, plastik dan berbagai media yang memerlukan daya rekat yang extra
kuat.
Biaya prduksi total satu sampel = Rp 34.195,-
Biaya keuntungan yang diharapkan = 20% (dari biaya produksi)
Sehingga:
= Rp 34.195,- x 20%
Keuntungan yang diharapkan = Rp 6.838,82 ,-
Nilai jual /satu buah produk wall panel = Rp 34.195,- + Rp 6.838,82 ,- ,
= Rp 41.029,-
Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa jumlah harga atau kisaran
nilai jual produk ke pasaran adalah sekitar empat puluhsatu ribu rupiah untuk satu
sampelnya. Harga produk untuk satu sampel pada perhitungan nilai jual ini dapat
dikatakan mahal jika melihat ukuran satu buah produk wall panel yang hanya
30cmx13cmx1cm, tetapi jika dilihat dari segi membantu penyelamatan
lingkungan harga ini tidak terlalu mahal, selain itu untuk biaya transportasi
maupun biaya pembuangan limbah ke PPLI saja juga membutuhkan biaya yang
besar, sehingga perhitungan harga nilai jual dari segi yang berbeda pada produk
ini dapat dikatakan tidak tergolong mahal. Sebenarnya untuk harga atau nilai jual
produk wall panel ini tidak ada ataupun belum ada standar maupun pembanding,
karena produk ini belum banyak ada dipasaran dan juga belum adanya
pembahasan yang lebih terperinci mengenai produk wall panel yang dibuat dari
bahan komposit seperti pada penelitian ini. Sehingga batas ukuran mahal atau
tidaknya harga standar produk wall panel ini dipasaran belum dapat dipastikan.
52
4.6.3 Lingkungan
Proses solidifikasi produk wall panel yang dilakukan pada penelitian
ini mampu mengimobilisasi logam – logam berat. Untuk limbah karakteristik
awal limbah parameter seng (Zn) yaitu 58,5 mg/L berada diatas baku mutu
yang ditetapkan PP No.85/1999 yaitu 50 mg/L. Tetapi setalah dijadikan produk
wall panel, Zn dapat terimmbilisai menjadi 3,3323 mg/L dan logam berat
yang terkandung didalam wall panel sudah dibawah baku mutu TCLP
berdasarkan PP. No. 85 Tahun 1999 dan aman digunakan.
Tetapi dari pengujian pH yang dilakukan bahwa untuk pengujian pH
dinyatakan produk ini tidak layak jika ditempatkan pada lingkungan jika produk
wall panel pada penelitian ini diletakkan pada kondisi lingkungan ekstrim dengan
cuaca panas, hujan maupun lembab maka produk wall panel pada penelitian ini
menghasilkan sifat basa, disebabkan oleh bahan campuran yang digunakan pada
penelitian ini cenderung membentuk senyawa – senyawa yang bersifat basa.
Sehingga baik lingkungan maupun produk saling mempengaruhi jika terjadi
perubahan sifat.
53
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian solidifikasi limbah alumina dan sandblasting PT.
Pertamina UP IV Cilacap untuk wall panel yang bermutu serta aman bagi
kesehatan dan lingkungan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Dengan solidifikasi limbah alumina dan sandblasting mampu
mengimmobilisasi logam-logam berat yang terlepas pada lingkungan.
2. Setelah dibuat produk wall panel konsentrasi unsur-unsur logam berat yang
terkandung didalam limbah sandblasting dapat di immobilisasi dan
dibawah baku mutu yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah No.85 Tahun
1999.
3. Penambahan proporsi limbah yang paling baik dari hasil pengujian tentang
tingkat perlindian dan kuat lentur wall panel yakni dengan penambahan
limbah alumina 35% dan 15%
5.2 Saran
1. Diharapkan penelitian ini dapat dikembangkan pada penelitian selanjutnya
dengan memanfaatkan limbah alumina dan sandblasting untuk produk yang
lain lagi
2. Perlu diteliti lebih lanjut penggunaan bahan polimer seperti urea formaldehida,
resin dan perekat plastik teknik yang lebih murah.
3. Perlu diteliti penggunaan jenis limbah lainnya sebagai campuaran dalam
pembuatan wall panel
4. Apabila ingin mendapatkan harga yang lebih murah hendaknya wall panel
tersebut diproduksi secara masal untuk bahan bangunan
54
DAFTAR PUSTAKA
Aceng Subagja, Jurnal Penelitian, “Fungsi Ganda Beton Dalam Pengelolaan
Limbah B3 (Suatu Studi Kasus Pemanfaatan Limbah Katalis RCC UP. VI
Pertamina Balongan Indramayu)”, Politeknik Negeri Bandung. Created
05/03/2005.
Achmad H., 1992, Kimia Unsur dan Radio Kimia, PT. Citra Adtya Bakti, Bandung.
Anonim, 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan berbahaya Beracun, Sekretariat Bapedal, Jakarta.
Anonim, 2005, Lem Epoxy INDEKS 2 Komponen, http://www. indanapaint.
co m /le m _epoxy.ht m . (diakses 5 Desember 2007).
Anonim, 2005, Making Epoxy Resins, http://www.pslc.ws/ m actest/epoxy.htm
(diakses 30 desember 2007).
Asih, L.A, 2002, Solidifikasi Sebagai Alternatif Penangana imbah B3 hasil
Pengolahan Limbah Industri Penyamakan Kulit. Departemen Teknik
Lingkungan.
Bahrum, EP.2001, Studi Pendahuluan Sintesis Keramik Alumina Menggunakan
Reaksi. Aluminotermit, Bandung.
Connor. R.J, 1990, Chemical Fixation and Solidification of Hazardous Waste,
Mc. Graw-Hill Inc, United States.
55
Enri Daman Huri, DR “ Diktat kuliah Teknik Lingkungan Pengelolaan Limbah
B3” Institut Teknologi Bandung, Bandung.
G.E Troxell, H.E Davis J.W.Kelly,1995, Composition And Properties of
Concrete, 2nd
Edition, Mc. Graw – Hill Book Company, New York.
Hadjon, Murachman, B. Purwono. S dan Hartiningsih. 1992 “Penanganan
Limbah Pada Pengolahan Migas“.PT. Perta Konsulindo Utama.
Indonesia.
Heinz Frick dan Ch. Koesmartadi, 1999, Ilmu Bahan Bangunan, Penerbit
Kanisius, Jogjakarta.
H.J. Mukono “Prinsip-prinsipDasar Kesehatan Lingkungan”.Airlangga
University Press.
J.A.Slim and R.W. Wakefield, 1991, The Utilisation Of Sewagw Sludge in The
Manufacture of Clay Brick. Vol. 17. No. 3 Water SA, New York.
Jatmiko, 2003, Tegangan Flashover pada Bahan Isolasi Resin Epoksi (DGEBA)
yang Terpengaruh oleh Polutan Garam Parangtritis, Jurnal Teknik
Elektro Dan Komputer Emitor Vol. 3, Teknik Elektro UMS, Surakarta.
Kasmudjo, 1986, Standarisasi Papan Semen Berdasarkan Standar DIN-1101
Kardiyono, Tjokrodimulyo, 1992, Bahan Bangunan, Teknik Sipil, Fakultas
Teknik, Universitas Gajah Mada. Jogjakarta.
Manahan. S.E., 1994, Environmental Chemistry 6th ed. Lewis Publisher, USA.
56
NN, 1982 Persyaratan Umum Bahan Umum Di Indonesia (PUBI-1982),
Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Cipta Karya, Direktorat
Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung, Indonesia.
Palar. H., 2004, Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, Rineka Cipta,
Jakarta.
Pramudyanto B, D, 2006, Teknologi Geopolimer Akan Gantikan Peran Bata,
Yogyakarta.
Setia M.J.I., 2005, Solidifikasi Limbah Katalis RCC-15 Sebagai Bahan
Pencampuran Panel Board Serat Bambu, Skipsi Pada Program S1, FTSP,
UII, Yogyakarta.
Sopyan I, 2001, Kimia Polimer, PT. Pradnya Paramita, jakarta.
Susilowati, H, 2004, Solidifikasi sebagai alternatif penanganan lumpur Instalasi
Pengolahan Air Limbah Bojongsoang Kabupaten Bandung, Departemen
Teknik Lingkungan.
Soemirat. J., 2002, Kesehatan Lingkungan, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta
Sukandarrumidi, 1999, Bahan Galian Industri, Gajah Mada University Press,
Yogjakarta.
57
LAMPIRAN 1
PROSEDUR PEMERIKSAAN KADAR AIR
Rujukan : AASHTO T – 84 – 74
ASTM C – 128 – 68
1. PERALATAN :
b. Timbangan kapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram
c. Piknometer dengan kapasitas 500 ml
d. Kerucut terpancung (cone), diameter bagian atas (40 ± 3) mm, diameter
bagian bawah (90 ± 3) mm, dan tinggi (75 ± 3) mm dibuat dari logam
tebal minimum 0,8 mm
e. Batang penumbuk yang mempunyai bidang penumbuk rata, berat (310 ±
15) gram diameter permukaan penumbuk (25 ± 3) mm
f. Saringan no. 4
g. Oven yang diperlengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai
(110 ± 5)0C
h. Pengatur suhu dengan ketelitian pembakaran 10C
i. Talam
j. Bejana tempat air
k. Pompa hampa udara (Vacum pomp) atau tungku
l. Air suling
m. Desikator
2. BENDA UJI :
Benda uji adalah agregat yang lewat saringan No. 4 diperoleh dari alat
pemisah contoh atau cara seperempat sebanyak 100 gram.
3. PEMERIKSAAN :
a. Keringkan benda uji dalam oven pada suhu (110 ± 5)0C, sampai berat
tetap. Yang dimaksud dengan berat tetap adalah keadaan berat benda uji
58
selama 3 kali proses penimbangan dan pemanasan dalam oven dengan
selang waktu 2 jam berturut-turut, tidak akan mengalami perubahan kadar
air lebih besar dari pada 0,1 %.
b. Buang air perendam hati-hati, jangan ada butiran yang hilang, tebarkan
agregat diatas talam, keringkan diudara panas dengan cara membalik-
balikkan benda uji. Lakukan pengeringan sampai terjadi kering permukaan
jenuh.
c. Periksa keadaan kering permukaan jenuh dengan dengan mengisikan
kedalam kerucut terpancung, padatkan dengan batang penumbuk sebanyak
25 kali, angkat kerucut terpancung. Keadaan kering permukaan jenuh
tercapai bila benda uji runtuh akan tetapi masih dalam keadaan tercetak.
d. Segera setetah, tercapai keadaan kering-permukaan jenuh masukkan 500
gram benda uji kedalam piknometer, masukkan air suling sampai 90% isi
piknometer, putar sambil diguncang sampai tidak terlihat gelembung udara
didalamnya. Untuk mempercepat proses ini dapat digunakan pompa
hampa udara, tetapi harus diperhatikan jangan sampai ada air yang ikut
terhisap, dapat pula dilakukan dengan cara merebus piknometer.
e. Rendam piknometer dalam air dan ukur suhu air untuk penyesuaian
perhitungan kepada suhu standar 250C.
f. Tambahkan air sampai tanda batas.
g. Timbang piknometer berisi air dan benda uji sampai ketelitian 0,1 gram
(Bt).
h. Keluarkan benda uji dingin kemudian timbanglah (Bk).
i. Tentukan berat piknometer berisi air penuh dan ukur suhu air guna
penyesuaian dengan suhu standar 250C (B).
59
LAMPIRAN 2
PROSEDUR PEMERIKSAAN BERAT JENIS
Rujukan : AASHTO T – 84 – 74
ASTM C – 128 – 68
1. PERALATAN :
a. Timbangan kapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram
b. Piknometer dengan kapasitas 500 ml
c. Kerucut terpancung (cone), diameter bagian atas (40 ± 3) mm, diameter
bagian bawah (90 ± 3) mm, dan tinggi (75 ± 3) mm dibuat dari logam
tebal minimum 0,8 mm
d. Batang penumbuk yang mempunyai bidang penumbuk rata, berat (310 ±
15) gram diameter permukaan penumbuk (25 ± 3) mm
e. Saringan no. 4
f. Oven yang diperlengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai
(110 ± 5)0C
g. Pengatur suhu dengan ketelitian pembakaran 10C
h. Talam
i. Bejana tempat air
j. Pompa hampa udara (Vacum pomp) atau tungku
k. Air suling
l. Desikator
2. BENDA UJI :
Benda uji adalah agregat yang lewat saringan No. 4 diperoleh dari alat
pemisah contoh atau cara seperempat sebanyak 100 gram.
3. PEMERIKSAAN :
a. Keringkan benda uji dalam oven pada suhu (110 ± 5)0C, sampai berat
tetap. Yang dimaksud dengan berat tetap adalah keadaan berat benda uji
60
selama 3 kali proses penimbangan dan pemanasan dalam oven dengan
selang waktu 2 jam berturut-turut, tidak akan mengalami perubahan kadar
air lebih besar dari pada 0,1 %.
b. Buang air perendam hati-hati, jangan ada butiran yang hilang, tebarkan
agregat diatas talam, keringkan diudara panas dengan cara membalik-
balikkan benda uji. Lakukan pengeringan sampai terjadi kering permukaan
jenuh.
c. Periksa keadaan kering permukaan jenuh dengan dengan mengisikan
kedalam kerucut terpancung, padatkan dengan batang penumbuk sebanyak
25 kali, angkat kerucut terpancung. Keadaan kering permukaan jenuh
tercapai bila benda uji runtuh akan tetapi masih dalam keadaan tercetak.
d. Segera setetah, tercapai keadaan kering-permukaan jenuh masukkan 500
gram benda uji kedalam piknometer, masukkan air suling sampai 90% isi
piknometer, putar sambil diguncang sampai tidak terlihat gelembung udara
didalamnya. Untuk mempercepat proses ini dapat digunakan pompa
hampa udara, tetapi harus diperhatikan jangan sampai ada air yang ikut
terhisap, dapat pula dilakukan dengan cara merebus piknometer.
e. Rendam piknometer dalam air dan ukur suhu air untuk penyusaian
perhiyungan kepada suhu standar 250C.
f. Tambahkan air sampai tanda batas.
g. Timbang piknometer berisi air dan benda uji sampai ketelitian 0,1 gram
(Bt).
h. Keluarkan benda uji dingin kemudian timbanglah (Bk).
i. Tentukan berat piknometer berisi air penuh dan ukur suhu air guna
penyesuaian dengan suhu standar 250C. (B)
61
LAMPIRAN 3
PROSEDUR PENGUJIAN BERAT ISI GEMBUR
1. PERALATAN
a. Batang penumbuk dengan diameter 16 mm dan panjang 60 mm.
b. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram atau 1% dari contoh.
c. Dapur pengering
d. Silinder ukur dengan kapasitas 1 liter.
2. BENDA UJI
a. Penambahan contoh uji
Keringkan contoh uji di udara dan campurkan contoh memakai riffler
sampelr.
b. Jumlah contoh uji
Ambil contoh sebanyak 1,25 – 200 K dari volume silinder. Keringkan
contoh didalam dapur pengering pada suhu 110 ± 5 0C (230 ± 9)0F sampai
berat tetap.
3. PEMERIKSAAN
a. Ukur berat dan volume silinder ukur.
b. Letakkan silinder ukur pada tempat yang rata.
b. Masukkan contoh uji kedalam silinder hingga penuh kemudian ratakan.
c. Timbang contoh dalam silinder ukur.
62
LAMPIRAN 4
PROSEDUR PENGUJIAN BERAT ISI PADAT
1. PERALATAN
a. Batang penumbuk dengan diameter 16 mm dan panjang 60 mm.
b. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram atau 1% dari contoh.
c. Dapur pengering
d. Silinder ukur dengan kapasitas 1 liter.
2. BENDA UJI
d. Perencanaan contoh uji diudara dan campurkan contoh memakai riffler
sampelr.
e. Ambil contoh sebanyak 1,25 – 200 K dari volume silinder, keringkan
contoh di dapur pengering pada suhu 110 ± 5 0C (230 ± 9)0F sampai berat
tetap.
3. PEMERIKSAAN
a. Ukur berat dan volume silinder ukur.
b. Letakkan silinder ukur pada tempat yang rata.
c. Masukkan contoh uji kedalam silinder sampai 1/3 bagian, ratakan lalu
tusuk-tusuk sebanyak 25 kali merata seluruh permukaan dengan batang
penumbuk.
d. Masukkan contoh uji sebanyak 2/3 bagian, ratakan dan tumbuk seperti
diatas.
e. Masukkan contoh uji hingga memenuhi silinder ukur sampai penuh,
ratakan lalu tumbuk 25 kali kemudian ratakan.
f. Timbang contoh dalam silinder ukur.
63
LAMPIRAN 5
PROSEDUR PENGUJIAN TCLP
5.1. Prosedur Pengujian Pelindian Untuk Limbah Non Volatil
Pengujian pelindian untuk limbah non-volatil dilakukan dengan
metode TCLP. Langkah pengujian adalah sebagai berikut :
1. Menimbang sampel 100 gram, kemudian sampel dihaluskan apabila
diameternya lebih dari 9,5 mm (tidak lolos standar 9,5 mm).
2. Pengujian pH (Preliminary Evaluation)
a) - Menimbang sub sampel 5 gram
- Masukkan ke dalam beaker glass
- Menambahkan 96,5 ml air destilasi
- Menutup dengan kaca arloji dan diaduk dengan magnetic stirrer
(pengaduk mekanik) selama 5 menit
- Mengukur pH (pH awal)
b) - Apabila Ph langkah (a) lebih dari 5,0 maka ditambahkan 3,5 ml
HCl 1,0 N
- Menutup dengan kaca arloji dan dipanaskan sampai 500C selama
10 menit
- Membiarkan sampai larutan dingin
- Mengukur pH (pH akhir)
5.2 Pengujian TCLP
Uji TCLP dilakukan pada pecahan benda uji yang telah dan dilihat dari
masing-masing perbandingan sampai seberapa besar penurunan kadar logam
beratnya. Langkah-langkah sebagai berikut :
1. Timbang sampel 100 gram, haluskan sampel apabila mempunyai diameter
lebih dari 9,5 mm (tidak lolos saringan standar 9,5 mm)
2. Lakukan pengujian pH
64
a) – Timbang sub sampel 5 gram (berasal dari sampel 100 garam)
- Tambahkan 96,5 ml air destilasi
- Tutup dengan kaca arloji dan aduk dengan magnetic stirrer
(pengaduk mekanik) selama 5 menit
- Ukur pH
b) – Bila angka Ph lebih dari 5,0 (pada langkah a) tambahkan 3,5 ml
Hcl 1,0 N
- Tutup dengan kaca arloji dan panaskan sampai 500C selama 50
menit
- Biarkan larutan dingin
- Ukur pH
3. Bila hasil 2 (a) dan 2 (b) pH-nya <5 gunakan larutan ekstraksi 1, dan bila
hasil 2 (b) memiliki pH>5 gunakan larutan ekstraksi 2.
a) Larutan Ekstraksi 1 :
Larutan HoAc (Asam Asetat) sebanyak 5,7 ml dimasukkan
kedalam 500 ml H2O tipe 1 (aquadest) ditambahkan 64,3 ml NaOH
1,0 N. Kemudian diencerkan sampai volume 1 liter sehingga pH
4,93 ± 0,05
b) Larutan Ekstraksi 2 :
Larutan sebanyak 5,7 ml HoAc dilarutkan ke dalam H2O tipe 2
(Bidest) sampai volume 1 liter (pH 2,88 ± 0,05)
4. Ekstraksi sampel dalam larutan ekstraksi yang sesuai selama 18 jam pada
suhu (19-25)0C dengan kecepatan putaran 30 ± 2 rpm
5. Lakukan pencucian filter/kertas dengan asam lalu kemudian saring hasil
ekstraksi (di atas)
6. Analisa larutan ekstraksi.
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76