Pengaruh Penggunaan Bahasa dalam Spanduk Caleg Terhadap ...semnas.pnl.ac.id/prosiding/241/Humaniora...
Transcript of Pengaruh Penggunaan Bahasa dalam Spanduk Caleg Terhadap ...semnas.pnl.ac.id/prosiding/241/Humaniora...
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B1
Pengaruh Penggunaan Bahasa dalam Spanduk Caleg Terhadap Minat Pemilih
pada Pemilihan Legislatif Tahun 2019 di Kota Lhokseumawe
Wahdaniah1, Jamilah2, Ernawati Br Surbakti3, Ismaniar Isa4
1Jurusan Teknologi Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe 2Jurusan Teknologi Rekayasa Komputer Jaringan Politeknik Negeri Lhokseumawe 3Jurusan Teknologi Konstruksi Bangunan Gedung Politeknik Negeri Lhokseumawe
4 Jurusan Teknnologi Elektronika Politeknik Negeri Lhokseumawe
Jln. B.Aceh Medan Km.280 Buketrata 24301 INDONESIA [email protected]
Abstrak—Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor usia pemilih terhadap bahasa persuasif dan untuk mengetahui
skala kesantunan berbahasa dalam spanduk caleg pada pemilihan legislatif 2019 di Kota Lhokseumawe. Jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif-kualitatif. Data dalam penelitian ini adalah kata atau
frasa sebagai ragam bahasa yang persuasif pada spanduk para caleg. Sumber data dalam penelitian ini adalah tiga puluh
spanduk atau alat peraga kampanye. Pengambilan data dilakukan dengan purposive sampling. Peneliti menentukan pengambilan
sampel dengan cara menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab
permasalahan penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode dokumentasi dan wawancara. Metode
wawancara dipilih untuk mengetahui informasi langsung dengan cara bertanya langsung kepada responden. Hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh penggunaan bahasa pada spanduk caleg dalam pemilihan legislatif tahun 2019 di Kota
Lhokseumawe terhadap keputusan memilih. Hal ini terlihat dari beberapa pernyataan informan yang menyatakan bahwa adanya
spanduk dapat menguatkan hati mereka untuk memilih karena adanya slogan berupa visi dan misi para caleg. Selain itu, terdapat
tiga skala kesantunan berbahasa pada spanduk caleg dalam pemilihan legislatif tahun 2019 di Kota Lhokseumawe yaitu skala
kerugian dan keuntungan sebanyak 13, skala pilihan sebanyak 4, dan skala ketaklangsungan sebanyak 15, sedangkan skala
keotoritasan dan skala jarak sosial tidak terkandung dalam spanduk caleg karena tuturannya tidak dalam bentuk percakapan.
Kata kunci— pengaruh, bahasa, persuasif, caleg.
Abstract— This study aims to determine the effect of the age factor of voters on persuasive language and to determine the scale of
politeness of the language in the candidates' banners in the 2019 legislative elections in Lhokseumawe City. This type of research used
in this study was qualitative with a descriptive-qualitative approach. The data in this study were words or phrases as a variety of
persuasive languages on the banners of the legislative candidates. The data source was thirty banners or campaign props. Data were
collected by purposive sampling. The researcher determined the sampling by specifying specific characteristics that fit the purpose of
the study so that it is expected to answer the research problem. Data collections were carried out by the method of documentation and
interviews. The interview method was chosen to find out information directly by asking questions directly to respondents. The results
of the study displayed an influence on the use of language on the banners of legislative candidates in the 2019 legislative elections in
Lhokseumawe City on the decision to vote. This could be seen from several informants' statements stating that the presence of
banners could strengthen their hearts to vote because of the slogans in the form of the vision and mission of the candidates. In
addition, there were three language politeness scales on the candidates' banners in the 2019 legislative elections in Lhokseumawe
City: a loss and profit scale of 13, a choice scale of 4, and a scale of sustainability of 15, while the authoritarian scale and social
distance scale were not contained in the candidate banner because the speech was not in the form of conversation.
Keywords — influence, language, persuasive, candidates.
I. PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk sosial tentu tidak terlepas dari
bahasa sebagai alat interaksi sosial. Bahasa tersebut digunakan
manusia sebagai alat komunikasi untuk berinteraksi di dalam
sebuah lingkungan masyarakat. Dalam hal ini secara
sederhana dapat dikatakan bahwa bahasa dan lingkungan
masyarakat saling terkait. Bahasa dan masyarakat ini menjadi
pokok bahasan di dalam sosiolinguistik. Dengan kata lain,
untuk mempelajari lebih lanjut mengenai bahasa serta
kaitannya dengan masyarakat tidak akan terlepas dari kajian
sosiolinguistik.
Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara
sosiologi dan linguistik. Chaer dan Agustina menjelaskan
bahwa untuk memahami sosiolingusitik perlu dipahami
terlebih dahulu sosiologi dan linguistik itu[1]. Sosiologi
merupakan ilmu yang mempelajari manusia di dalam
masyarakat, menyangkut di dalamnya mengenai proses
interaksi sosial manusia di dalam masyarakat. Sementara itu,
linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajarai bahasa.
Linguistik mengambil bahasa sebagai objek kajiannya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik
merupakan bidang ilmu antardisiplin yang mempelajarai
bahasa dalam kaitan penggunaan bahasa tersebut di dalam
masyarakat.
Berbicara tentang bahasa maka tak lepas dari kemampuan
komunikatif. Seperti yang dipaparkan oleh Suwito (dalam
Wijana dan Rohmadi) “Kemampuan komunikatif meliputi
kemampuan bahasa yang dimiliki olehpenutur beserta
kemampuannya mengungkapkan sesuai dengan fungsi dan
situasi serta norma-norma pemakaian bahasa dalam konteks
sosialnya”[2]. Hal tersebut mempunyai pengertian bahwa
selain mempunyai kemampuan struktural dalam hal bahasa,
seorang komunikator harus bisa menentukan bentuk bahasa
yang baik yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
Faktor situasional dan sosial inilah yang selanjutnya
menimbulkan bahasa yang berbeda dan pemakaian bahasa
yang beraneka ragam sehingga menimbulkan adanya variasi
bahasa.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B2
Keberagaman masyarakat dan latar belakang manusia
sebagai individu menimbulkan berbagai variasi bahasa yang
digunakan di dalam interaksi sosial. Salah satu bentuk variasi
bahasa adalah pemakaian bahasa pada spanduk caleg. Dengan
adanya berbagai macam variasi bahasa dalam masyarakat,
banyak sekali yang dapat dikaji atau diteliti, antara lain
terdapat pemakaian bahasa yang dipakai kelompok sosial
tertentu seperti; pedagang, dokter, polisi, guru, reporter,
penyanyi, pialang/makelar, nelayan, pekerja bengkel, pekerja
laboratorium, caleg, dan sebagainya. Satu kelompok
masyarakat dalam satu profesi tersebut biasanya mempunyai
variasi bahasa yang khusus yang dimilikinya guna
memperlancar komunikasi di kalangan mereka.
Bahasa sangat efektif untuk menciptakan pengaruh. Bahasa
juga sering digunakan sebagai alat politik. Karena itu tidak
salah apabila setiap terjadi pergantian elite penguasa selalu
mengandung implikasi pergantian bahasa komunikasi politik.
Bahasa politik digunakan dalam kaitannya dengan percaturan
kekuasaan. Oleh karena itu, bahasa politik tidak selalu dipakai
untuk kejernihan makna. Bahasa yang digunakan dimanipulasi
untuk kepentingan pemerintah dan elite politik sehingga
terjadi rekayasa bahasa dan memunculkan penyimpangan dari
fungsi bahasa, yaitu sebagai alat kerja sama. Bahasa yang
digunakan elite politik menebarkan kebohongan dan
memutarbalikkan fakta sehingga dapat menimbulkan
keresahan masyarakat yang bisa menyebabkan terjadinya
konflik. Kata-kata memiliki kekuatan yang dahsyat untuk
memengaruhi. Politisi diharapkan mampu berkomunikasi
secara lancar kepada berbagai pihak di masyarakat luas.
Cara manusia dalam berbahasa tidak hanya secara lisan,
tetapi juga secara tertulis. Mereka mengemukakan
pendapat dan ide kreatifnya dalam bentuk tulisan. Salah
satu tempat kegiatan di atas adalah dengan menggunakan
media spanduk sebagai alat peraga kampanye. Dalam
komunikasi melalui media spanduk, penutur harus mampu
menyampaikan maksudnya secara benar dan tepat, yaitu
dengan berusaha menginformasikan dan mempromosikan
maksud tuturannya kepada lawan tuturnya dengan bahasa
yang tepat mengenai sasaran dan mudah dipahami serta
persuasif agar lawan tutur dapat bereaksi sesuai yang
dimaksudkan oleh penutur. Kekuatan figur menjadi sangat
penting. Salah satu cara memperkenalkan figur tersebut
melalui berbagai atribut kampanye yang dianggap simbol
representasi caleg. Meskipun tidak memberikan pengaruh
signifikan, nyatanya baliho dan spanduk masih tetap
digunakan. Hal itu berguna untuk membangun nuansa
psikologis. Tujuan iklan-iklan politik melalui baliho dan
spanduk itu, tentu untuk merebut hati dan simpati
khalayak para calon pemilih. Melalui iklan politik para
politisi berlomba-lomba menampilkan citra positif dirinya.
Spanduk merupakan bagian dari periklanan. Spanduk
adalah kain rentang yang berisi slogan, propaganda atau
berita yang perlu diketahui umum [3]. Wacana persuasi
dalam spanduk digunakan penutur untuk menyampaikan
maksudnya terhadap lawan tutur atau pembaca dengan bahasa
yang tepat dan mudah dipahami.Wacana persuasi baik pada
spanduk iklan maupun spanduk politik bisa dijadikan salah
satu media komunikasi yang sifatnya mengajak atau himbauan
terhadap pembaca. Spanduk yang berisi kalimat, kata,
ataupun wacana persuasif dalam dunia bisnis berfungsi untuk
menarik minat konsumennya sedangkan dalam dunia politik
khususnya pada saat Pemilu berfungsi untuk menarik
perhatian masyarakat agar memilih calon legislatif (caleg)
maupun calon presiden.
Spanduk memiliki bentuk persuasif yang berbeda-beda,
tetapi banyak orang yang tidak mengetahui bentuk persuasif.
Bahasa yang dipakai dalam bidang periklanan disebut pula
dengan ragam iklan. Iklan merupakan pemberitahuan kepada
khalayak yang menggunakan bahasa sebagai alat
komunikasinya. Bahasa sebagai alat komunikasi dalam iklan
sangat penting dan apabila didukung dengan gambar-
gambar yang menarik, iklan tersebut bisa menarik perhatian
pembaca. Bagi penutur, sebuah iklan dikatakan bisa berhasil
menyedot perhatian khalayak apabila menggunakan bahasa-
bahasa yang menarik, kalimatnya mudah dipahami, serta
terdapat ilustrasi gambar.
Spanduk cocok digunakan dalam media berpolitik. Melalui
spanduk, para politisi dapat mempromosikan dirinya atau
partai politiknya kepada masyarakat luas. Slogan-slogan
kampanye dalam spanduk dapat ditemukan dengan mudah di
lingkungan tempat tinggal, jalan-jalan, dan pusat keramaian
pada saat masa kampanye dimulai. Di antara slogan-
slogan tersebut, ada yang mudah dimengerti, tapi ada
pula yang menuntut untuk berpikir agar memahami maksud di
balik slogan-slogan tersebut. Penutur dikatakan santun jika
murah hati, rendah hati, setuju, dan simpati pada mitra tutur.
Permasalahan-permasalahan yang diutarakan oleh penulis
di atas terjadi dalam perkembangan bahasa pada era kini.
Salah satu fenomena yang terjadi mengenai ragam bahasa
pada masa kampanye pemilu (pemilihan umum) legislatif
tahun 2019 di Kota Lhokseumawe. Tuturan yang digunakan
para caleg (calon legislatif) dalam berkampanye sangat
bervariasi. Bagi para caleg, bahasa merupakan hal yang
sangat penting dalam ranah politik kekuasaan untuk
mewujudkan target-target politiknya.
Para caleg berusaha menggunakan bahasa yang dapat
meningkatkan elektabilitas dalam pemilu 2019 mendatang.
Bahasa persuasif mereka seolah-olah mampu memakmurkan
daerah jika mereka menang dengan memberikan janji-janji
dan harapan. Sebagian dari mereka memberi harapan jika
mereka menang akan merealisasikannya. Berbeda dengan
caleg lainnya ada yang memberikan harapan tanpa
merealisasikannya setelah mereka mendapat kursi di DPR.
Banyak strategi dan juga pencitraan yang mereka gunakan
yang perlu diteliti lebih lanjut.
Semua tuturan caleg itu sebenarnya merupakan bentuk
interaktif dengan para calon pemilih. Namun, tuturan tersebut
menarik untuk diteliti karena di balik tuturan tersebut ada
maksud tuturan dan mengandung prinsip kesantunan. Selain
itu, faktor usia dan juga faktor kejelasan bahasa juga dapat
dikaji dalam tuturan para caleg. Dalam hal ini yang menjadi
sasaran penelitian adalah DPRA, DPD, DPR RI, dan DPRK.
Sebagaimana diketahui dalam pemilu 2019 di Kota
Lhokseumawe jumlah spanduk tiap caleg masing-masing
terdiri dari 40 DPRA, 40 DPD, 88 DPR RI, 120 DPRK.
Penelitian mengenai ragam bahasa caleg pernah diteliti oleh
beberapa peneliti lainnya, di antaranya Andiningsari (2009),
Rohmadi (2013), Tri Sulistyaningtyas (2009), dan Maryani
(2014). Andiningsari (2009) dalam hasil penelitian
menyebutkan tuturan pada slogan caleg dalam spanduk
pemilu legislatif 2009 di Surakarta mengandung kesantunan
berbahasa [4]. Berdasarkan 35 data yang diperoleh, maka
dapat diklasifikasikan menjadi 5 jenis kesantunan. Jenis
kesantunan bahasa iklan politik yang terdapat pada slogan
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B3
caleg dalam pemilu legislatif 2009, yaitu: (1) kesantunan
memerintah, kesantunan menawarkan, kesantunan memaksa,
kesantunan permintaan, kesantunan mengajak, terdiri dari
kesantunan mengajak, kesantunan bujukan, kesantunan
merayu, kesantunan mendesak, dan (5) kesantunan anjuran.
Selain itu, Rohmadi juga menyebutkan bahwa wacana-
wacana slogan kampanye pilkada Jateng mengandung aneka
tindak tutur persuasif/ekspresif dan provokatif dalam
perspektif kajian pragmatik [5]. Hasil penelitian Tri
Sulistyaningtyas menyimpulkan bahwa analisis implikatur
wacana iklan politik dalam baliho, spanduk, dan media cetak
menunjukkan bahasa sebagai arena pertarungan politik [6].
Bahasa tidak hanya dimaknai sebagai sarana propaganda dari
caleg bahkan partai tertentu untuk membentuk citra dirinya,
tetapi juga untuk meraih simpati sebanyak-banyaknya.
Hasil penelitian tersebut senada dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Maryani yang menyimpulkan bahwa
dalam interaksi yang dilakukan oleh para caleg kepada
masyarakat dalam bertutur di spanduk, ditemukan adanya
indikasi penggunaan skala kesantunan Leech [7]. Skala
kesantunan Leech pada slogan caleg dalam spanduk pemilu
DPRD di Kota Surakarta terdiri dari 3 skala kesantunan, yaitu
17 data mengandung skala untung-rugi, 5 data mengandung
skala kemanasukaan, 3 data mengandung skala
ketaklangsungan.
Iklan politik merupakan strategi kampanye yang sangat
menjanjikan dan menjadi strategi kampanye andalan bagi
setiap calon kandidat. Karena dengan iklan politik khususnya
baliho masyarakat bisa menilai karakter calon kandidat
walaupun tidak bertatap muka langsung. Seperti T. Irwan
Djohan yang menggunakan iklan politik baliho sebagai bagian
dari strategi kampanye beliau pada pemilu legislatif di Kota
Banda Aceh tahun 2014 [8].
II. METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kualitatif dengan pendekatan deskriptif-kualitatif. Data dalam
penelitian ini adalah kata atau frasa sebagai ragam bahasa
yang persuasif pada spanduk para caleg. Sumber data dalam
penelitian ini adalah tiga puluh spanduk atau alat peraga
kampanye pada pemilu 2019 di Kota Lhokseumawe.
Pengambilan data dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan purposive sampling dimana peneliti
menentukan pengambilan sampel dengan cara menetapkan
ciri-ciri khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga
diharapkan dapat menjawab permasalahan penelitian.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
metode dokumentasi dan wawancara. Metode dokumentasi
adalah mencari data mengenai hal-hal atau yang berupa
catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen
rapat, legger, agenda, dan sebagainya [9]
Teknik analisis data yang digunakan dalam analisis ini
adalah teknik deskriptif. Tujuan dari analisis deskriptif adalah
untuk memperoleh gambaran secara mendalam tentang
keadaan sebenarnya. Data dalam penelitian ini adalah
kumpulan alat peraga kampanye yang berisi kata atau frasa
yang berupa ragam persuasif para caleg.
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHSAN
Kesimpulan berisi tentang poin-poin utama artikel.
Kesimpulan hendaknya tidak mengulangi yang sudah
dituliskan di bagian Abstrak, akan tetapi membahas hasil-hasil
yang penting, penerapan maupun pengembangan dari
penelitian yang dilakukan. Bagian ini hendaknya juga dapat
menunjukkan apakah tujuan penelitian dapat tercapai.
Hasil penelitian ini berupa kumpulan spanduk caleg pada
Pemilu tahun 2019 di Kota Lhoksemawe yang berjumlah 30
spanduk yang akan diukur skala kesantunan berbahasa. Selain
itu, data penelitian ini juga bersumber dari hasil wawancara
dengan beberapa pemilih untuk mengukur pengaruh tidaknya
iklan berupa spanduk caleg terhadap keputusan memilih pada
Pemilu tahun 2019.
a. Pengaruh Bahasa Caleg terhadap Faktor Usia Pemilih
Dalam pembahasan ini menguraikan tentang ada tidaknya
pengaruh faktor usia pemilih terhadap bahasa persuasif dalam
spanduk caleg pada pemilihan legislatif 2019 di Kota
Lhokseumawe. Data penelitian ini bersumber dari wawancara
dengan beberapa pemilih yang berlatar pendidikan SMA, S1,
dan S2. Secara keseluruhan dari hasil wawancara disimpulkan
bahwa adanya pengaruh bahasa persuasif dalam spanduk
caleg terhadap keinginan/keputusan memilih. Hal ini
tercantum dari pembicaraan dengan beberapa informan yaitu:
informan mengatakan “bahwa spanduk sebagai tanda
pengenal bagi pemilih. Sebagai contoh Haji Uma, orang
sudah pernah mendengar namanya, tapi dengan adanya
spanduk orang dapat mengenal fisiknya, namanya yang asli,
dan misinya.”
Informan lainnya juga mengatakan “dengan adanya
spanduk dapat meyakinkan kembali pilihan kita bahwa si
caleg memang betul sebagai calon yang akan kita pilih.
Masyarakat juga akan menyampaikan kepada sanak
saudaranya yang lain bahwa kita beliau saja karena beliau
sudah positif. Lihatlah di spanduknya!“
Lebih meyakinkan lagi informan juga menyatakan dengan
adanya spanduk caleg “dapat menambah keyakinan apa yang
saya lihat di spanduk.” Lebih mantap terhadap kandidat
pemilu. Informan juga menyatakan “sebelum melihat spanduk,
orang sudah memiliki pilihan, tapi dengan adanya spanduk si
pemilih dapat menarik hati dengan pilihan yang lain apalagi
dengan slogan dan sosok yang meyakinkan.” Selain itu juga,
informan menyatakan semakin yakin dengan pilihannya
“karena pada spanduk caleg tertera visi, misi, dan doa agar
mendukung beliau.”
b. Skala Kesantunan Berbahasa
Berdasarkan 30 data kumpulan spanduk caleg, selanjutnya
dianalisis berupa penerapan skala kesantunan berbahasa yang
terdiri atas, (1) skala kerugian, (2) skala pilihan (3) skala
ketidaklangsungan, (4) skala keotoritasan, dan (5) skala jarak
sosial. Kelima skala tersebut dianalisis berdasarkan korpus
data yang telah diklasifikasikan dari kumpulan spanduk caleg.
Adapun korpus data penelitian ini adalah sebagai berikut.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B4
Tabel I Korpus Data Skala Kesantunan Berbahasa pada Spanduk Caleg
No Data Sumber Data
1. Mohon doa dan dukungan insyaAllah bermanfaat untuk Lhokseumawe dan Aceh
Utara yang lebih baik; kerja ikhlas; kerja cerdas; dan kerja nyata
Partai PPP (C3aleg DPRK dan DPRA)
2. Mau baik? Pilih yang baik! Partai PAN (Caleg DPRK)
3. Peuneutoh bak ureung tuha, yang peujak tanyoe muda
‘nasihat dari orang tua, yang menjalankan anak muda’
Parta Aceh (Caleg DPRK)
4. Mohon doa dan pilihannya; terbukti, peduli, dan merakyat Partai Demokrat (Caleg DPRA)
5. Mohon doa dan dukungannya; follow me Partai Golkar (Caleg DPRA)
6. Ileumee keu pangkai, buet keu amai
‘ilmu untuk bekal, kerja untuk amal’
Partai PPP (Caleg DPR RI)
7. Maju untuk perubahan yang lebih maju Partai Berkarya (Caleg DPRK)
8. Saatnya yang muda berkhidmat untuk rakyat; visioner, muda, dan berkarakter PKS (Caleg DPRK)
9. Berikan hak suara Anda untuk saya, agar saya dapat menyuarakan hak Anda Partai Nasdem (Caleg DPRK)
10. Mohon doa dan dukungannya; insya Allah bersama kita bias Partai Nasdem (Caleg DPRA)
11. Mandiri dan berani Partai Gerindra (Caleg DPR RI)
12.
Jadilah orang yang berjiwa terang; niscaya Alam akan menyambutmu Partai Aceh (Caleg DPRK)
13. Demokrat peduli dan beri solusi Partai Demokrat (Caleg DPR RI)
14. Udep manfaat, beu jeut syufuat keu ureung lingka
‘Hidup bermanfaat, menjadi syafaat bagi orang lain’
Partai Aceh (Caleg DPRK)
15. Tingkatkan peran wanita membangun bangsa Partai Golkar (Caleg DPR RI)
16. Insya Allah jaya, gampong jaya! Coblos jaya! Partai Hanura (Caleg DPRK)
17. Mari berjuang bersama demi mencapai perubahan dengan kebijakna yang
menguntungkan rakyat Aceh; kreatif; aspiratif; merakyat
Partai Nasdem (Caleg DPRA)
18. Muda, demokratis dan modern PNA (Caleg DPRK)
19. Mewujudkan kemakmuran bagi rakyat PKB (Caleg DPRK)
20. Mohon doa dan dukungan, insya Allah amanah; muda; santun; peduli PNA (Caleg DPRK)
21. Maju untuk membangkitkan ekonomi rakyat Partai Nasdem(Caleg DPRK)
22. Meuadat meuagama
‘mempunyai adat; beragama’
Partai Nasdem (Caleg DPR RI)
23. Golkar pilihan kita Partai Golkar (Caleg DPR RI)
24. Tamita yang geumaseh;tapileh yang seutia ‘Mencari yang pengasih, memilih yang setia’
Partai Aceh (Caleg DPRA)
25. I’teukeut jroh nibak aneuk bangsa yang akan peutentee langkah dan hase Aceh
‘I’tikad baik dari anak bangsa yang akan menentukan langkah dan hasil Aceh’
Partai Aceh (Caleg DPRK)
26. Jujur; cerdas; amanah PKB (Caleg DPRK)
27. Merajut mimpi jadi nyata; mari berkarya Partai Golkar (Caleg DPRK)
28. Bersatu; berjuang; menang Partai Nasdem (Caleg DPRA)
29. Islam kuat, rakyat sejahtera Partai Gerindra (Caleg DPRK)
30. Sulet keu pangkai kanjai keu laba ‘bohong untuk modal, hancur untuk laba’
Caleg DPD RI
Skala pengukuran kesantunan dalam penelitian ini merujuk
pada teori Leech (1973). Skala pengukuran tersebut
dijabarkan dalam data penelitian berikut.
(1) Skala Kerugian dan Keuntungan (cost-benefit-scale)
Skala ini merujuk pada besar kecilnya biaya dan
keuntungan yang disebabkan oleh sebuah tindak tutur pada
sebuah pertuturan. Kalau tuturan itu semakin merugikan
penutur, dianggap semakin santunlah tuturan itu. Skala ini
digunakan untuk menghitung biaya keuntungan untuk
melakukan tindakan dalam kaitannya antara penutur dan
lawan tutur. Skala ini terdapat dalam data penelitian berikut.
Data (1) si penutur berjanji dalam kampanyenya bahwa
akan bekerja dengan ikhlas, cerdas, dan nyata. Hal ini terlihat
pada pesan di spanduk caleg yang berbunyi: Mohon doa dan
dukungannya insya Allah bermanfaat untuk Lhokseumawe
dan Aceh Utara yang lebih baik; kerja ikhkas; kerja cerdas;
kerja nyata. Tuturan yang disampaikan tersebut
menguntungkan diri penutur karena meminta dukungan
sehingga dianggap tidak santunlah tuturan ini.
Data (2) menyatakan dalam tuturan ini meminta untuk
memilih dirinya. Tuturan ini mengandung perintah untuk
memilih yang baik. Hal ini menguntungkan diri penutur
sehingga dianggap tidak santunlah tuturan ini. Hal itu terlihat
dalam pesan di spanduk caleg yang berbunyi: Mau baik? Pilih
yang baik!
Data (4) yang berbunyi: mohon doa dan pilihannya;
terbukti; peduli; merakyat mengandung permintaan dari si
penutur untuk memilihnya yang sudah terbukti sebelumnya
peduli dan merakyat. Tuturan ini menguntungkan bagi si
penutur sehingga tuturan ini dianggap tidak santun.
Begitu juga dengan data (5). Tuturan yang berbunyi; mohon
doa dan dukungannya; follow me! mengandung permintaan
dan perintah dari si penutur kepada lawan tutur. Tuturan ini
menguntungkan bagi si penutur sehingga tuturan ini dianggap
tidak santun.
Data (8) berisi permintaan izin dari si penutur untuk
mengayomi rakyat. Tuturan ini menguntungkan bagi si
penutur sehingga dianggap tidak santunlah tuturan ini. Penutur
menyatakan dirinya memiliki visi, masih muda, dan berakhlak
yang baik. Hal ini terlihat pada tuturan yang berbunyi; saatnya
yang muda berkhidmat untuk rakyat; visioner; muda;
berkarakter.
Data (9) mengandung makna si penutur meminta hak suara
agar dapat menyampaikan aspirasi rakyat seperti terkandung
dalam tuturan berikut; berikan hak suara Anda untuk saya
agar saya dapat menyuarakan hak Anda. Dalam hal ini
penutur menginginkan keuntungan untuk dirinya sehingga
tuturan ini dianggap tidak santun.
Data (10) penutur menyatakan; mohon doa dan
dukungannya; insya Allah bersama kita bisa. Tuturan ini
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B5
mengandung maksud si penutur meminta dukungan dan
menyatakan bahwa bersamanya dapat membangun bangsa.
Tuturan ini menguntungkan bagi si penutur sehingga tuturan
ini dianggap tidak santun.
Data (11) menyatakan bahwa si penutur seorang pemberani
dan mandiri. Hal ini menguntungkan bagi si penutur sehingga
dianggap tidak santunlah tuturan ini. Sebaliknya, kalau tuturan
itu semakin merugikan si penutur, dianggap santunlah tuturan
tersebut.
Data (13) yang berbunyi: demokrat peduli dan beri solusi
mengandung artian bahwa partai tersebut sangat peduli
kepada rakyat dan selalu memberi solusi terhadap
permasalahan rakyat. Tuturan ini menguntungkan bagi si
penutur sehingga tuturan ini dianggap tidak santun.
Data (17) mengandung ajakan untuk berjuang bersama
dengan memilih si penutur karena sosok yang kreatif, aspiratif,
dan merakyat. Tentu tuturan ini menguntungkan si penutur
untuk menaikkan derajat dirinya sehingga dianggap tidak
santunlah tuturan ini.
Data (18) sangat terlihat bahwa penutur menaikkan derajat
dirinya dengan menyatakan pada spanduk caleg dengan kata-
kata muda, demokratis, dan modern. Tuturan ini
menguntungkan bagi si penutur sehingga tuturan ini dianggap
tidak santun.
Data (20) juga penutur merasa diuntungkan karena
menyatakan dirinya amanah, muda, santun, dan peduli. Hal
ini terkandung dalam pesan pada spanduk caleg yang berbunyi;
mohon doa dan dukungan; insya Allah amanah, muda, santun,
peduli. Tuturan ini menguntungkan bagi si penutur sehingga
tuturan ini dianggap tidak santun.
Selanjutnya, data (22) juga menyatakan dirinya mempunyai
agama dan berbudaya. Begitu juga data (26) sangat jelas
terlihat bahwa si penutur menyatakan dirinya jujur cerdas,
dan amanah jika terpilih menjadi wakil rakyat. Penutur
meminimalkan keuntungan orang lain dan memaksimalkan
keuntungan diri sendiri dengan mengungkapkan kemurahan
dirinya terhadap mitra tutur. Hal ini tentu menguntungkan diri
si penutur karena penutur meninggikan derajatnya sehingga
tidak santunlah tuturan ini.
(2) Skala Pilihan (optionality scale)
Skala ini mengacu pada banyak atau sedikitnya pilihan
yang disampaikan penutur kepada lawan tutur dalam kegiatan
bertutur. Semakin pertuturan itu memungkinkan penutur
menentukan pilihan yang leluasa, akan dianggap santunlah
tuturan itu. Yang termasuk skala pilihan dapat dilihat pada
data berikut.
Data (2) merupakan tuturan yang melakukan penawaran
terhadap lawan tutur yaitu pemilih tentang pilihan mereka.
Kalau mau yang baik, pilihlah yang baik! Penutur meminta
dan mengajak lawan tutur untuk berbuat. Dalam hal ini
keputusan menerima/menolak ajakan penutur berada di tangan
mitra tutur. Penutur tidak berhak memaksa mitra tutur. tuturan
“mau baik! Pilih yang baik!”memungkinkan penutur atau
mitra tutur menentukan pilihan yang leluasa sehingga
dianggap makin santunlah tuturan ini.
Data (5) yang berbunyi “follow me” mengandung makna
penutur meminta mitra tutur untuk memilih dan mengikutinya.
Dalam hal ini penutur tidak memberi keleluasaan bagi si
pemilih sehingga dianggap tidak santunlah tuturan ini.
Data (9) sangat tampak terlihat si penutur seakan memaksa
kepada si pemilih agar memberikan suara kepadanya. Hal ini
membuat mitra tutur tidak leluasa dalam menentukan pilihan.
Dalam hal ini penutur tidak memberi keleluasaan bagi si
pemilih sehingga dianggap tidak santunlah tuturan ini.
Data (23) menyatakan bahwa partai tersebut merupakan
pilihan rakyat. Penutur mengarahkan kepada masyarakat
untuk memilih partai tersebut seperti pernyataan “Golkar
pilihan kita.” Dalam hal ini penutur tidak memberi keluwesan
kepada mtitra tutur dalam menentukan pilihannya sehingga
dianggap tidak santunlah tuturan itu.
(3) Skala Ketidaklangsungan (indirectness scale)
Skala ini merujuk kepada peringkat langusng atau tidak
langsungnya “maksud” sebuah tuturan. Semakin tuturan itu
bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah
tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tidak langsung
maksud sebuah tuturan akan dianggap semakin santunlah
tuturan itu. Skala ini dapat dilihat pada data berikut.
Data (3) yang berbunyi “peuneutoh bak ureung tuha, yang
peujak tanyoe muda” secara tak langsung menyiratkan bahwa
yang diperlukan nasihat, masukan, dan panduan berasal dari
orang tua, sedangkan yang muda sebagai operator yang
menjalankan segala arahan. Tuturan ini tidak langsung
sehingga dianggap santunlah tuturan ini.
Data (6) secara tak langsung menyiratkan bahwa ilmu
sebagai bekal dalam bekerja dan bekerja merupakan sebuah
amalan. Hal ini terkandung pada pesan di spanduk caleg yang
berbunyi “ileumee keu pangkai, buet keu amai.” Tuturan ini
dianggap tidak langsung sehingga santunlah tuturan ini.
Begitu juga dengan data (7) secara tak langsung penutur
menyatakan bahwa akan menjadi wakil rakyat untuk
melakukan perubahan yang lebih maju ke depan. Makanya
ada slogan “maju untuk perubahan yang lebih maju.” Tuturan
ini dianggap tidak langsung sehingga santunlah tuturan ini.
Data (12) juga sebagai nasihat secara tak langsung yang
disampaikan oleh caleg. Hal ini menyiratkan bahwa
sewajarnya kita harus jujur (terang) sehingga masyarakat
memilih dan mempercayai. Begitu juga dengan data (14)
secara tak langsung juga menyiratkan pesan kepada mitra
tutur bahwa hidup harus bermanfaat bagi orang lain. Tuturan
ini dianggap tidak langsung sehingga santunlah tuturan ini.
Data (15) merupakan tuturan tak langsung yang diucapkan
oleh si penutur terhadap mitra tutur yang menyiratkan kepada
pemilih untuk memilih dirinya karena jika ia terpilih, ia akan
meningkatkan peran wanita dengan mengikutsertakan wanita
dalam membangun bangsa. Tentu tuturan ini dianggap santun.
Data (16) menyiratkan bahwa jika si penutur terpilih
(dicoblos), insya Allah desa mereka atau daerah tersebut akan
jaya/hebat. Data (24) secara tak langsung meminta
pemilih/mitra tutur memilih wakil rakyat yang suka memberi
dalam segala kondisi. Tuturan ini tidak langsung sehingga
dianggap santunlah tuturan ini.
Data (19) yang berbunyi; mewujudkan kemakmuran bagi
rakyat menyatakan secara tak langsung bahwa si penutur akan
membuat rakyat sejahtera jika terpilih sebagai wakil rakyat.
Tuturan ini tidak langsung sehingga dianggap santunlah
tuturan ini.
Data (21) menyiratkan secara tak langsung bahwa jika
terpilih, akan membangkitkan ekonomi rakyat. Artinya, rakyat
akan sejahtera dengan memilihnya sebagai wakil rakyat.
Tuturan ini dianggap santun karena tidak ditutrkan secara
langsung.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B6
Data (24) secara tak langsung menyiratkan kepada mitra
tutur untuk memilih wakil rakyat yang suka memberi dalam
segala kondisi. Tentu tuturan ini diangggap santun. Data (25)
secara tak langsung juga menyiratkan bahwa ada iktikad yang
baik dari anak bangsa/calon wakil rakyat yang akan
menentukan langkah dan hasil kekayaan Aceh. Bisa dipahami
secara tak langsung penutur meminta mitra tutur memilih
dirinya sebagai wakil rakyat yang akan menentukan langkah
bangsa ke depan. Tuturan ini tidak langsung sehingga
dianggap santunlah tuturan ini.
Data (27) secara tak langsung menyiratkan kepada mitra
tutur untuk memilih dirinya sehingga mimpinya menjadi nyata
untuk berkarya kepada bangsa. Begitu juga dengan data (28)
secara tak langsung menyiratkan bahwa jika kita bersatu dan
berjuang, kita akan menang. Hal ini mengandung makna agar
bersatu dan berjuang bersama si penutur untuk mendapatkan
kemenangan. Tuturan ini tidak langsung sehingga dianggap
santunlah tuturan ini.
Selanjutnya, data (29) juga menyiratkan bahwa jika islam
kuat, hidup rakyat akan sejahtera. Tentunya dengan memilih
wakil rakyat yang beragama kuat. Tuturan ini dianggap santun
karena tidak dituturkan secara langsung.
Selain itu, data (30) juga digolongkan skala
ketidaklangsungan karena tuturannya tidak langsung. Hal itu
terlihat pada pesan ”sulet keu pangkai kanjai keu laba” yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia ‘modal dengan
dusta akan mendapatkan kehancuran.’ Tuturan ini
menyiratkan secara tidak langsung bahwa jika bermodal dusta
dalam bekerja akan mendapatkan kekalahan dan kehancuran.
Jadi, tuturan ini dituturkan secara tidak langsung sehinga
dianggap santunlah tuturan ini.
(4) Skala Keotoritasan (anthority scale)
Skala ini merujuk pada hubungan status sosial antara
penutur dan lawan tutur yang terlibat dalam suatu pertuturan.
Semakin jauh jarak otoritas antara penutur dan mitra tutur,
tuturan yang digunakan akan cenderung menjadi semakin
santun. Dalam data ini tidak ditemukan skala keotoritasan
pada tuturan dalam spanduk caleg karena tidak adanya
interaksi.
(5) Skala Jarak Sosial (social distance)
Skala ini merujuk kepada peringkat hubungan sosial antara
pentutur dan lawan tutur yang terlibat dalam sebuah
pertuturan. Ada kecendrungan bahwa semakin dekat jarak
peringkat sosial di antara keduanya akan menjadi semakin
kurang santunlah tuturan itu. Dalam data ini tidak ditemukan
tuturan yang termasuk ke dalam skala jarak sosial karena tidak
ada percakapan. Untuk lebih jelasnya skala pengukuran
kesantuan berbahasa pada spanduk caleg dapat direkap dalam
tabel berikut.
Tabel II
Rekap Skala Pengukuran Kesantunan Berbahasa pada Spanduk Caleg
No Bahasa pada Spanduk Caleg Jenis Skala Kesantunan santun/tidak santun
1. Mohon doa dan dukungan insyaAllah bermanfaat
untuk Lhokseumawe dan Aceh Utara yang lebih baik;
kerja ikhlas; kerja cerdas; dan kerja nyata
- skala kerugian & keuntungan
- tidak santun
2. Mau baik? Pilih yang baik! - skala kerugian & keuntungan
- skala pilihan
- tidak santun
- santun
3. Peuneutoh bak ureung tuha, yang peujak tanyoe
muda
‘nasihat dari orang tua, yang menjalankan anak muda’
- skala ketidaklangsungan - santun
4. Mohon doa dan pilihannya; terbukti, peduli, dan
merakyat
- skala kerugian & keuntungan
- tidak santun
5. Mohon doa dan dukungannya; follow me - skala kerugian & keuntungan
- skala pilihan
- tidak santun
- tidak santun
6. Ileumee keu pangkai, buet keu amai ‘ilmu untuk bekal, kerja untuk amal’
- skala ketidaklangsungan - santun
7. Maju untuk perubahan yang lebih maju - skala ketidaklangsungan - santun
8. Saatnya yang muda berkhidmat untuk rakyat;
visioner, muda, dan berkarakter
- skala kerugian & keuntungan
- tidak santun
9. Berikan hak suara Anda untuk saya, agar saya dapat
menyuarakan hak Anda
- skala pilihan - tidak santun
10. Mohon doa dan dukungannya; insya Allah bersama kita bisa
- skala kerugian & keuntungan
- tidak santun
11. Mandiri dan berani - skala kerugian & keuntungan
- tidak santun
12.
Jadilah orang yang berjiwa terang; niscaya Alam akan menyambutmu
- skala ketidaklangsungan - santun
13. Demokrat peduli dan beri solusi - skala kerugian & keuntungan
- tidak santun
14. Udep manfaat, beu jeut syufuat keu ureung lingka ‘Hidup bermanfaat, menjadi syafaat bagi orang
lain’
- skala ketidaklangsungan - santun
15. Tingkatkan peran wanita membangun bangsa - skala ketidaklangsungan - santun
16. Insya Allah jaya, gampong jaya! Coblos jaya! - skala ketidaklangsungan - santun
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B7
17. Mari berjuang bersama demi mencapai perubahan
dengan kebijakna yang menguntungkan rakyat Aceh;
kreatif; aspiratif; merakyat
- skala kerugian & keuntungan
- tidak santun
18. Muda, demokratis dan modern - skala kerugian & keuntungan
- tidak santun
19. Mewujudkan kemakmuran bagi rakyat - skala ketidaklangsungan - santun
20. Mohon doa dan dukungan, insya Allah amanah;
muda; santun; peduli
- skala kerugian & keuntungan
- tidak santun
21. Maju untuk membangkitkan ekonomi rakyat - skala ketidaklangsungan - santun
22. Meuadat meuagama ‘mempunyai adat; beragama’
- skala kerugian & keuntungan
- tidak santun
23. Golkar pilihan kita - skala pilihan - tidak santun
24. Tamita yang geumaseh;tapileh yang seutia
‘Mencari yang pengasih, memilih yang setia’
- skala ketidaklangsungan - santun
25. I’teukeut jroh nibak aneuk bangsa yang akan peutentee langkah dan hase Aceh
‘I’tikad baik dari anak bangsa yang akan
menentukan langkah dan hasil Aceh’
- skala ketidaklangsungan - santun
26. Jujur; cerdas; amanah - skala kerugian & keuntungan
- tidak santun
27. Merajut mimpi jadi nyata; mari berkarya - skala ketidaklangsungan - santun
28. Bersatu; berjuang; menang - skala ketidaklangsungan - santun
29. Islam kuat, rakyat sejahtera - skala ketidaklangsungan - santun
30. Sulet keu pangkai kanjai keu laba
‘bohong untuk modal, hancur untuk laba’
- skala ketidaklangsungan - santun
Agar lebih jelas mengenai skala pengukuran kesantunan
berbahasa pada spanduk caleg dapat dilihat pada diagram pie
berikut.
Gambar 1 Diagram pie hasil penelitian
IV. SIMPULAN
Adapun simpulan dari penelitian ini adalah terdapat
pengaruh penggunaan bahasa pada spanduk caleg dalam
pemilihan legislatif tahun 2019 di Kota Lhokseumawe
terhadap keputusan memilih. Hal ini terlihat dari beberapa
pernyataan informan yang menyatakan bahwa adanya spanduk
dapat menguatkan hati mereka untuk memilih karena adanya
slogan berupa visi dan misi para caleg. Selanjutnya,
ditemukan tiga skala kesantunan berbahasa pada spanduk
caleg dalam pemilihan legislatif tahun 2019 di Kota
Lhokseumawe yaitu skala kerugian dan keuntungan sebanyak
13, skala pilihan sebanyak 4, dan skala ketaklangsungan
sebanyak 15, sedangkan skala keotoritasan dan skala jarak
sosial tidak terkandung dalam spanduk caleg karena
tuturannya tidak dalam bentuk percakapan.
REFERENSI
[1] Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan
Awal. Jakarta: Rineka Cipta Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. [2] Wijana, I Dewa Putu, dan Muhammad Rohmadi. 2009. Analisis
Wacan Pragmatik: Kajian Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma
Pustaka. [3] Depdiknas. 2018. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Badang
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
[4] Andiningsari, Niken Dyah. 2009. “Kesantunan Bahasa Iklan Politik pada Slogan Caleg dalam Spanduk Pemilu Legislatif 2009 di
Surakarta”. Thesis. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
[5] Rohmadi, M. 2013. Tindak Tutur Persuasif dan Provokatif dalam Wacana Spanduk Kampanye Pilkada Jawa Tengah Tahun 2013.
[6] Sulistyaningtyas, T. 2009. “Bahasa Indonesia dalam Wacana
Propaganda Politik Kampanye Pemilu 2009 Satu Kajian Sosiopragmatik”. Jurnal Sosioteknologi, 8(17), 637-645.
[7] Maryani. 2014. “Kesantunan Bahasa Iklan Politik Pada Slogan Caleg
DPRD Dalam Spanduk Pemilu 2013-2014 Di Kota Surakarta”. Thesis. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
[8] Yulandari, R., & Abidin, Z. (2018). Pengaruh Iklan Politik Baliho
Sebagai Bagian Dari Strategi Kampanye T. Irwan Djohan Pada Pemilu Legislatif di Kota Banda Aceh Tahun 2014. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik, 2(3).
[9] Arikunto, S. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Bumi Aksara.
43%
13%
50%
Diagram Pie Hasil Penelitian
Skala Keuntungan Skala Pilihan
Skala Ketidak Langsungan
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B8
Pengembangan Bahan Ajar Fisika Lingkungan Berbasis Keterampilan Generik Sains
Berupa Modul dalam Bentuk Buku Saku Ditinjau dari Minat Belajar Mahasiswa
Nuraini Fatmi1, Izkar Hadiya2
1,2Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Malikussaleh Cot Teungku Nie – Reuleut Kecamatan Muara Batu- Aceh Utara [email protected]
Abstrak—Penelitian bertujuan untuk mengetahui kualitas buku saku fisika lingkungan berbasis keterampilan generik sains yang
dikembangkan ditinjau dari minat belajar mahasiswa sebelum dan setelah pembelajaran dengan buku saku tersebut. Buku saku ini
dikembangkan melalui penelitian dan pengembangan (Research and Development) atau disingkat R & D. Subjek penelitian adalah
mahasiswa kelas A2 program studi pendidikan fisika angkatan 2016 yang sedang mengikuti perkuliahan fisika lingkungan. Desain
penelitian untuk melihat pengaruh pembelajaran dengan buku saku terhadap minat belajar adalah desain penelitian one group pretest
posttest. Selain melihat pengaruh pembelajaran dengan buku saku terhadap minat belajar mahasiswa, buku saku yang dikembangkan
juga meninjau respon mahasiswa terhadap buku saku selama proses pengembangan. Data penelitian berupa skor minat belajar
mahasiswa dihitung nilai N gainnya, diuji normalitas dan homogenitas serta diuji secara statistik dengan uji statistik t one sample.
Sedangkan data respon mahasiswa dihitung dengan rata-rata persentase respon positif dan respon negatif. Dalam pengembangannya,
buku saku telah melalui proses peninjauan oleh dua pakar media dan satu pakar materi yang menghasilkan hasil bahwa buku saku
layak digunakan. Adapun pengaruh buku saku terhadap minat belajar mahasiswa yaitu buku saku mampu meningkatkan minat
belajar mahasiswa dengan N-Gain rata-rata sebesar 55% sedangkan uji t statistik yang dilakukan menunjukkan bahwa buku saku
yang dikembangkan mampu meningkatkan minat belajar mahasiswa secara signifikan.
Kata Kunci : Buku Saku, Research and Development, minat belajar mahasiswa, fisika lingkungan, keterampilan generik sains
Abstract— The study aims to determine the quality of environmental physics pocket books based on generic science skills developed in
terms of student interest in learning before and after learning with the pocket book. This handbook was developed through research
and development (abbreviated as R&D). The research subjects were A2 class students of the 2016 physics education study program
who were taking environmental physics courses. The research design to see the effect of learning with a pocket book on learning interest
is a one group pretest posttest research design. In addition to seeing the effect of learning with a pocket book on student learning
interests, the developed pocket book also reviews students' responses to the pocket book during the development process. The research
data in the form of students' interest scores were calculated by their N gain values, tested for normality and homogeneity and statistically
tested by the t-sample statistical test. While the student response data is calculated by the average percentage of positive responses and
negative responses. In its development, the pocket book has gone through a review process by two media experts and one material
expert which results in the result that the pocket book is proper to use. The influence of pocket books on student interest in learning is
that pocket books can increase student interest in learning with an average N-Gain of 55% while the statistical t test conducted shows
that the developed pocket book is able to significantly increase student interest in learning.
Keywords: Pocket Book, Research and Development, student interest in learning, environmental physics, generic science skills
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang penelitian ini adalah hasil observasi dan
wawancara yaitu kebanyakan mahasiswa tidak memanfaatkan
gadget untuk keperluan belajar. Mahasiswa menggunakan
gadget ketika diberikan tugas untuk diselesaikan. Penyelesaian
tugas kurang optimal hal tersebut dibuktikan yaitu mahasiswa
tersebut tampak tidak menguasai dengan baik informasi yang
dicantumkan dalam tugas yang dikumpulkan. Oleh karena itu
keberadaan gadget tersebut tidak dapat memberikan manfaat
yang besar bagi mahasiswa jika minat belajar mahasiswa
tersebut masih sangat minim. Keberadaan bahan ajar yang
mampu menarik minat siswa sangatlah penting. Bahan ajar
yang beragam ini harus ditentukan dengan baik untuk
menjadikan pembelajaran yang dilaksanakan berlangsung
dengan efektif dan mampu menarik minat belajar siswa.
Keberadaan bahan ajar yang mampu menarik minat
siswa sangatlah penting. Bahan ajar yang beragam ini harus
ditentukan dengan baik untuk menjadikan pembelajaran yang
dilaksanakan berlangsung dengan efektif dan mampu menarik
minat belajar siswa. Salah satu bahan ajar yang mampu menarik
minat belajar siswa adalah buku saku seperti yang dinyatakan
dalam penelitian [1], [2], dan [3].
Buku saku memiliki karakteristik yang dapat
merangsang antusias belajar siswa, semangat dan menunjukkan
adanya minat selama proses pembelajaran serta hasil belajar
meningkat. Sedangkan keterlibatan aktif mahasiswa
diperlukan melalui kegiatan pembelajaran yang mampu
mengembangkan keterampilan generik sains yaitu
keterampilan yang digunakan secara umum dalam berbagai
kerja ilmiah yang diturunkan dari keterampilan proses dengan
cara memadukan keterampilan itu dengan komponen-
komponen alam terutama yang dipelajari dalam Fisika
Lingkungan[4].
Sehingga berdasarkan paparan di atas maka perlu
dilakukan penelitian yang berjudul “Pengembangan bahan ajar
fisika lingkungan berbasis keterampilan generik sains berupa
modul dalam bentuk buku saku di tinjau dari minat belajar
mahasiswa”. Adapun tujuan penelitian ini adalah (1) untuk
mengetahui kualitas buku saku fisika lingkungan berbasis
keterampilan generik sains yang dikembangkan, dan (2) untuk
mengetahui peningkatan minat belajar mahasiswa melalui
pembelajaran dengan buku saku yang dikembangkan.
II. METODOLOGI PENELITIAN
Jenis Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian
dan Pengembangan (Research & Development) atau disingkat
R& D. Jenis penelitian ini digunakan untuk mengembangkan
suatu media pembelajaran yang memudahkan mahasiswa
belajar dan meminati pembelajaran tersebut yaitu fisika
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B9
lingkungan. Media pembelajaran yang dikembangkan adalah
berupa buku saku berbasis keterampilan generik sains yang
mampu meningkatkan minat belajar siswa
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Pendidikan Dan
Keguruan, Program Studi Pendidikan Fisika Universitas
Malikussaleh yang beralamat di Desa Reulet Kabupaten Aceh
Utara. Penelitian ini dilakukan pada semester genap tahun
ajaran 2018/2019 yaitu sekitar bulan Februari 2018.
Subjek penelitian ini adalah mahasiswa kelas A2 yang
berjumlah 30 orang. Subjek atau sampel penelitian ini diambil
secara acak karena kelas A2 dan A1 merupakan kelas yang
dapat dianggap homogen berdasarkan tinjauan terhadap hasil
belajar dari mata kuliah lainnya.
Pengumpulan data ini berupa wawancara tersruktur
terhadap 8 orang mahasiswa yang pernah mengikuti
perkuliahan fisika lingkungan semester sebelumnya. Data
lainnya dikumpulkan dari para ahli yang pernah melakukan
pengembangan media pembelajaran berupa modul atau buku
saku. Pengumpulan data melalui studi pustaka dilakukan saat
proses penyusunan draf buku saku. Draf buku saku yang telah
selesai dibuat selanjutnya akan dimintai tanggapan dari ahli
media maupun ahli dan materi dengan memanfaatkan lembar
validasi media dan materi buku saku yang disusun dalam
bentuk angket. Draf buku saku yang telah direvisi sesuai
dengan pendapat para ahli kemudian digunakan dalam uji coba
di kelas. Dalam proses uji coba ini, buku saku diuji coba pada
kelas yang bukan merupakan kelas perlakuan yaitu kelas A1
yaitu kelas paralel dari kelas A2 yang menjadi kelas sampel.
Setelah uji coba dilakukan selanjutnya mahasiswa kelas A1
diminta memberikan penilaian terhadap buku saku dengan
mengisi angket penilaian buku saku oleh mahasiswa. Setelah
uji coba ini selesai dilaksanakan maka tahapan selanjutnya
adalah melakukan revisi terhadap buku saku.
Buku saku yang telah selesai direvisi selanjutnya
digunakan dalam pembelajaran di kelas sampel yaitu kelas A2.
Sebelum pembelajaran dimulai, dilakukan pengukuran minat
belajar mahasiswa dengan menggunakan angket pengukuran
minat mahasiswa.
Data Penelitian berupa data kualitatif diubah menjadi
kuantitatif dengan menggunakan skala Likert. Data penelitian
yang dikumpulkan berupa skor penilaian buku saku oleh ahli
media, skor penilaian buku saku oleh ahli materi, dan skor
minat belajar mahasiswa mula-mula dan akhir untuk setiap
aspek yang dinilai dan indikator penilaian dihitung dengan
menggunakan rumus menghitung skor rata-rata. Setelah
penskoran dilaksanakan, data berupa skor minat belajar
masing-masing siswa dilakukan perhitungan N Gain untuk
melihat peningkatan minat sebelum dan setelah penggunaan
buku saku. Nilai N Gain untuk setiap siswa kemudian dihitung
rata-rata-ratanya.
Sedangkan untuk menentukan lebih lanjut bahwa
pembelajaran dengan menggunakan buku saku mampu
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap minat belajar
mahasiswa, maka dilakukan uji statistic t one sampel yang
diawali dengan uji normalitas dan uji homogenitas.
Hasil penilaian modul oleh pakar digunakan sebagai
penentuan kelayakan (kualitas dari modul). Jika kualitasnya
masih dalam klasifikasi cukup atau kurang maka modul akan
direvisi sampai diperoleh hasil penilaian baik atau sangat baik.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengembangan buku saku yang dilaksanakan melalui
penelitian R & D telah menghasilkan buku saku fisika
lingkungan yang layak digunakan dan memiliki keunggulan
yaitu minat belajar mahasiswa meningkat melalui
pembelajaran dengan buku saku yang dimaksud. Penelitian ini
diawali dengan studi permasalahan di lapangan tentang
pembelajaran mata kuliah Fisika Lingkungan yang diperoleh
hasil yaitu kurangnya keterampilan generik sains mahasiswa
yang diamati melalui observasi yang dilakukan yaitu
mahasiswa cenderung lemah dalam mempelajari berbagai
konsep dan menyelesaikan berbagai masalah sains. Mahasiswa
hanya menerima saja konsep yang diajarkan tanpa keinginan
lanjut untuk mempelajari lebih lanjut khususnya untuk
menyelesaikan permasalahan khususnya yang berhubungan
dengan kehidupan sehari-hari. Buku saku yang dihasilkan dapat
meningkatkan keterampilan generik sains mahasiswa
khususnya untuk memahami konsep fisika lingkungan karena
buku saku ini disusun dengan memasukkan aspek yang dapat
menjadikan keterampilan generik sains siswa meningkat yaitu
dalam indikator pengamatan tak langsung, inferensi logika,
hukum sebab akibat, dan membangun konsep.
Berdasarkan hasil tinjauan (review) yang dilakukan
pakar terhadap draf buku diperoleh hasil bahwa aspek
keterampilan generik sains dapat meningkat dengan
pembelajaran dengan buku saku apalagi jika pembelajaran
dengan buku saku tersebut didampingi dengan lembar kerja
mahasiswa yang berisikan pertanyaan yang mengarahkan
mahasiswa untuk mengembangkan pemikirannya tentang
materi yang disampaikan dalam buku saku sehingga siswa
dapat memahami konsep dari materi fisika lingkungan yang
disajikan sehingga terbangun konsep tentang bagaimana
perilaku yang harus dilakukan mahasiswa untuk menciptakan
lingkungan yang lestari. Berikut ini merupakan hasil penilaian
(review) pakar tentang buku saku:
TABEL 1. Hasil Analisis Terhadap Angket Penilaian Modul Oleh Ahli Materi
No.
Aspek
Penilaian
Persentase
Persepsi
Validator
Kriteria Validasi
1. Aspek
Kelayakan Isi
85 Sangat baik, tanpa
revisi
2. Aspek
Kelayakan
Penyajian
100 Sangat baik, tanpa
revisi
3. Aspek
Kelayakan
Bahasa
100 Sangat baik, tanpa
revisi
4. Aspek
Penilaian
unsur
Keterampilan
generik sains
80 Sangat
baik,disarankan agar
buku saku didampingi
oleh lembar kerja
Tabel 2. Hasil Analisis Terhadap Angket Penilaian Modul Oleh Ahli Media
No.
Aspek
Penilaian
Persentase
Persepsi
Validator
Kriteria Validasi
1. Format 85 Sangat baik, tanpa
revisi
2. Outline 75 Baik, tanpa revisi
3. Kemasan
/cover
71 Baik, tanpa revisi
Revisi terhadap buku saku sesuai dengan saran yang
diberikan oleh reviewer baik ahli materi maupun ahli media
menghasilkan buku saku dalam bentuk tampilan berikut yang
ditunjukkan oleh gambar 1. Buku saku mendapat sejumlah
saran perbaikan baik dari segi materi yang disajikan maupun
layout (tampilan). Buku saku sebagaimana namanya memiliki
ukuran yang muat disaku sehingga berbentuk cukup kecil
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B10
59.181.4
55
Minat sebelum Minat setelah N gain
Diagram Perbandingan Rata-rata Skor
Minat Belajar Sebelum Dan Setelah
Pembelajaran Dan Rata-rata N Gain
sehingga hanya berisi materi ajar saja jadi sangat diperlukan
media / bahan ajar tambahan atau pendukung dalam
pembelajaran dengan buku saku terutama yang berbentuk
lembar kerja. Lembar kerja ini dapat disusun sesuai dengan
kebutuhan dari pengajar (dosen) yang memanfaatkan buku
saku ini:
Gambar 1. Tampilan cover buku saku dan daftar isi
Buku saku terdiri dari 10 (sepuluh) BAB yang terdiri dari :
1. BAB 1 yang membahas dampak efek rumah kaca
terhadap hasil panen petani
2. BAB 2 yang membahas tentang emisi gas buang pada
kendaraan bermotor dan dampak pada kesehatan
3. BAB 3 yang membahas dampak air hujan terhadap
hasil panen
4. BAB 4 yang membahas pengaruh cahaya matahari
terhadap tanaman kacang hijau
5. BAB 5 yang membahas kualitas air bagi kehidupan
6. BAB 6 yang membahas pembangkit listrik tenaga
surya
7. BAB 7 yang membahas udara dan bagian-bagian
udara
8. BAB 8 yang membahas sumber radiasi lingkungan
dan dampaknya bagi tubuh manusia
9. BAB 9 yang membahas pengaruh cuaca bagi
lingkungan
10. BAB 10 yang membahas tentang pemanfaatan limbah
lingkungan sebagai makanan.
Setiap BAB berisi kegiatan mini research melalui
langkah-langkah KGS. Oleh karena buku saku yang berukuran
kecil maka kegiatan research melalui langkah KGS diuraikan
lebih lanjut dalam lembar kerja mahasiswa yang di dalamnya
terdapat kolom isian sesuai dengan langkah KGS.
Setelah draft buku saku divalidasi dan direvisi sesuai
dengan saran reviewer, buku saku selanjutnya diuji coba ke
kelompok kecil yang berjumlah 10 mahasiswa yang diperoleh
tanggapan bervariasi tetapi umumnya memberikan respon yang
positif sehingga selanjutnya dilakukan uji coba modul pada
kelompok mahasiswa yaitu kelas A1 yang juga menganalisis
respon mahasiswa terhadap pembelajaran dengan modul yang
didapatkan hasil repon yang juga positif. Berdasarkan hasil
respon yang diterima selanjutnya dilakukan pembelajaran
dengan buku saku tersebut pada kelas A2 yang diperoleh
peningkatan minat belajar yang dianalisis dengan menentukan
skor N gain nya yang ditunjukkan dalam diagram pada gambar
2 berikut ini.
Gambar 2. Diagram Perbandingan Rata-rata Skor Minat Belajar Sebelum Dan
Setelah Pembelajaran Dan Rata-rata N Gain
Selain itu hasil analisis persentase mahasiswa untuk
setiap kategori N gain yaitu tinggi, sedang dan rendah diperoleh
hasil seperti yang ditunjukkan dalam gambar 3 yaitu mahasiswa
pada umumnya mendapatkan peningkatan minat belajar pada
kategori sedang.
Gambar 3. Persentase (%) Mahasiswa Berdasarkan Kategori N Gain Skor
Minat
Sedangkan untuk menentukan efektifitas pembelajaran
dengan buku saku dalam meningkatkan minat belajar siswa
(signifikansinya) diukur dengan melakukan uji t one sample
yang diawali dengan uji normalitas data skor minat belajar
mahasiswa sebelum dan setelah pembelajaran dengan buku
saku yang dihasilkan perolehan sebagai berikut.
Tabel 3. Hasil Uji Normalitas
Perlakuan χ2hitung
χ2tabel
(0.95)(3) Kesimpulan
Sebelum
pembelajaran
2.06373 7.81472 Data
normal
Setelah
pembelajaran
5.019803 7.81472 Data
normal
Data adalah normal apabila χ2hitung lebih kecil dari χ2
tabel.
30
66.7
3.3
Tinggi Sedang Rendah
Persentase (%) Mahasiswa Berdasarkan Kategori N
Gain Skor Minat
Tinggi Sedang Rendah
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B11
Tabel 4 Hasil Uji Homogenitas
Hasil Sx
2 Sy2 Fhitung F tabel kesimpulan
15 11.15 1.335 1.86 Data homogen
Data adalah homogen apabila diperoleh Fhitung lebih
kecil dari F table. Hasil uji statistic t one sampel dihasilkan t hitung
lebih besar dari t tabel yaitu thitung sebesar 10.93 sedangkan t tabel
sebesar 2.05 untuk probabilitas 0.05 dengan kesimpulan data
minat sebelum dan setelah pembelajaran adalah tidak sama
sehingga dapat disimpulkan yaitu terdapat perbedaan minat
belajar secara signifikans sebelum dan setelah pembelajaran
dengan modul atau modul memberikan pengaruh secara efektif
terhadap peningkatan minat belajar mahasiswa.
Analisis terhadap data angket respon mahasiswa
terhadap pembelajaran dengan buku saku didapatkan hasil
seperti yang ditunjukkan dalam diagram persentase mahasiswa
sesuai respon yang diberikan pada gambar 4 berikut ini:
Gambar 4. Persentase Jumlah Mahasiswa dengan Respon Positif dan Negatif
terhadap Buku Saku
Pengembangan buku saku berbasis keterampilan
generik sains ditinjau dari minat belajar mahasiswa yang
meningkat dengan signifikans yang dibuktikan melalui analisis
statistik dengan uji t one sample telah dilaksanakan dengan baik.
Keberhasilan yang didapatkan ini didasari pengalaman
penelitian sebelumnya yang dilaksanakan beberapa peneliti
yang mengembangkan buku saku seperti penelitian [5], [6], dan
[7] yang telah mengembangkan buku saku baik versi cetak
maupun buku saku versi digital berbasis android, menunjukkan
bahwa buku saku yang dikembangkan efektif dalam
meningkatkan minat dan motivasi belajar peserta didik. Hal ini
berdasarkan keunggulan buku saku yaitu dibandingkan buku
fisika pada umumnya yang tebal dan berat, buku saku lebih
mudah dibawa kemana saja [7] sehingga membuat minat siswa
dalam membaca menjadi lebih meningkat. Buku saku yang
mudah dibawa akan menjadikan buku saku tersebut dapat
dibaca kapan saja pada saat dibutuhkan [8].
Selain karena keunggulan buku saku yang mudah dibaca
sehingga dapat dibaca kapan saja yang meningkatkan minat
baca siswa, buku saku yang dikembangkan ini juga memuat
langkah pembelajaran berbasis keterampilan generik sains
yaitu keterampilan yang pada dasarnya adalah cara berpikir dan
berbuat siswa dalam mempelajari konsep sains dan
menyelesaikan masalah serta belajar secara teoritis di kelas
maupun dalam praktik yang mengandung kompetensi generik
yang digunakan secara umum dalam kerja ilmiah. Buku saku
memuat langkah pembelajaran berbasis keterampilan generik
sains yaitu memuat indikator dari keterampilan generik sains
dalam setiap langkah kegiatan pembelajaran yang dilakukan
berbentuk kegiatan mini research.
Setiap kegiatan mini research yang dilakukan adalah
untuk melatih atau menajamkan keterampilan generik sains
yang pada akhirnya akan menjadikan mahasiswa yang
diajarkan mendapatkan kesimpulan berupa pemahaman
terhadap seluk beluk peristiwa atau fenomena yang disajikan
pada setiap judul materi dalam buku saku. Kegiatan ini akan
mendorong mahasiswa untuk mengkaji lebih lanjut tentang
materi. Dorongan tersebut dapat dimaknai sebagai tantangan
bagi mahasiswa untuk mencoba menyelesaikan permasalahan
yang disajikan dengan baik. Mahasiswa akan berlomba-lomba
untuk memberikan kesimpulan sebagai bentuk hasil dari
pemahaman mereka tentang gejala.
Setiap siswa memiliki keterampilan generik sains dalam
dirinya khususnya untuk mengembangkan pengetahuannya
hanya saja mereka kurang mendapat dorongan untuk
mengembangkannya. Pembelajaran yang bermakna akan
menarik minat belajar siswa karena pembelajaran bermakna
melibatkan siswa secara langsung dalam pengalaman
belajarnya untuk menemukan pengetahuan baru melalui
percobaan yang merupakan inti dari keterampilan generik sains.
Jadi, kegiatan mini research yang dilakukan melalui
pembelajaran dengan buku saku dapat meningkatkan
keterampilan generik sains mahasiswa sekaligus menarik minat
belajar mahasiswa. Seperti yang disampaikan bahwa minat
belajar dapat dibangkitkan dengan cara (1) membangkitkan
adanya suatu kebutuhan (2) menghubungkan dengan persoalan
pengalaman lampau (3) memberikan kesempatan untuk
mendapatkan hasil yang baik (4) menggunakan berbagai
macam bentuk mengajar. Dalam hal ini minat belajar
dibangkitkan melalui pemberian persoalan yang berkaitan
dengan kehidupan mahasiswa yang secara sadar maupun tidak
sadar mahasiswa tersebut pernah bersinggungan dengan
persoalan (permasalahan tersebut) baik memikirkan atau
mengalaminya secara langsung [9].
Pembelajaran berbasis keterampilan generik sains
memiliki komponen sebagai berikut : kegiatan awal meliputi
pemodelan (modeling) berupa menunjukkan contoh atau
demonstrasi penggunaan alat, kegiatan inti berupa pelatihan
(coaching), pemberian dukungan serta pemecahan masalah
(scaffolding) dan artikulasi (articulation), Kegiatan penutup
berupa refleksi dan eksplorasi seperti pemberian tugas [10].
Kehadiran buku saku berbasis keterampilan generic sains akan
menjadikan mahasiswa terlibat langsung dalam pembelajaran
untuk mendapatkan pengetahuan atau pemahaman tentang
gejala dengan lebih baik sehingga dapat meningkatkan minat
belajar mereka karena mahasiswa diberikan kesempatan untuk
menghasilkan sendiri pemahaman tentang konsep dengan hasil
yang baik dan terdapat berbagai macam bentuk mengajar.
Berdasarkan data respon mahasiswa terhadap buku saku
dapat diketahui mahasiswa memiliki ketertarikan terhadap
pembelajaran dengan buku saku disebabkan
sebelumnya mereka belum mendapatkan pembelajaran dengan
metode tersebut. Sebelumnya mahasiswa menyelesaikan tugas
dengan memanfaatkan berbagai buku bacaan yang tersedia dari
baik cetak maupun online dan kadang harus membuka beberapa
sumber untuk dapat menyelesaikan tugas tersebut dan cukup
menguras biaya dan waktu apalagi bila sumber yang diperlukan
tidak dapat ditemukan maka mahasiswa kehilangan semangat
untuk menyelesaikannya sehingga pada akhirnya tidak
diselesaikan dengan baik atau asal jadi.
78.67
21.33
Positif Negatif
Persentase Jumlah
Mahasiswa dengan Respon
Positif dan Negatif
terhadap Buku Saku
Positif Negatif
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B12
IV. SIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan
didapatkan kesimpulan bahwa Buku Saku yang telah
dikembangkan memiliki kualitas yang layak untuk digunakan
dalam pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan
keterampilan generik sains siswa apabila dilengkapi dengan
lembar kerja yang memuat langkah mini research dan kolom
isian untuk setiap hasil yang didapatkan dari langkah
pembelajaran yang dilaksanakan. Peningkatan minat belajar
yang dinyatakan dengan hasil pengukuran N Gain rata-rata
mahasiswa sebesar 55 % dan signifikansi perubahan minat
belajar sebelum dan setelah pembelajaran melalui uji statitik t
one sample menunjukkan bahwa buku saku yang
dikembangkan memberi pengaruh yang nyata terhadap
peningkatan minat belajar mahasiwa terhadap materi fisika
lingkungan.
Adapun saran untuk penelitian selanjutnya adalah agar
dilakukan juga penelitian tentang tingkat pemahaman
mahasiswa terhadap materi fisika lingkungan yang disajikan
dalam buku saku dan dilakukan observasi dengan lebih
mendalam tentang kegiatan mahasiswa (kegiatan mini research)
untuk dapat menilai keterampilan generik mahasiswa (KGS)
pada setiap indikator KGS.
REFERENSI
[1] Novita, W.D. 2017.Pengembangan Media Buku Saku Pada
Pembelajaran IPA di Kelas V SD Negeri Glonggong Pati. Skripsi.
Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Universitas Negeri Semarang. Semarang
[2] Mucharom, Sidiq. 2016.Pengembangan Media Buku Saku Proses Bubut
(Turning) sebagai Penunjang Pembelajaran Teknik Pemesinan pada
Mata Pelajaran Teknologi Mekanik Kelas X di SMK Negeri 2 Klaten.
Skripsi. Pendidikan Teknik Mesin. Universitas Negeri Yokyakarta.
Yokyakarta.
[3] Setyono, Y. A., Sukarmin K., dan D., Wahyuningsih. 2013. Pengembangan Media Pembelajaran Fisika berupa Buletin dalam bentuk
Buku Saku untuk Pembelajaran Fisika Kelas VIII Materi Gaya ditinjau
dari Minat Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Fisika 1(1). 119-121 [4] Rahmawati, Nurul Laili, dkk. 2013. Pengembangan Buku Saku IPA
Terpadu Bilingual dengan Tema Bahan Kimia dalam Kehidupan
Sebagai Bahan Ajar di MTs. Unnes Science Education Journal. Volume 2(1):157-164
[5] Anggraeni, Yuli. 2016. Pengembangan Media Pembelajaran Berbentuk
Pocket Book Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Praktik Akuntansi Manual (PAM) Kelas XI Akuntansi SMK
YPKK 1 Sleman. Skripsi. Jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas
Ekonomi. Universitas Negeri Yokyakarta. Yokyakarta [6] Primesstiannisa, Shinta. 2016. Pengembangan Buku Saku Ekonomi
Sebagai Media Pembelajaran untuk Meningkatkan Motivasi Belajar
Ekonomi Sisa Kelas XI SMA Negeri 2 Banguntapan. Skripsi tidak dipublikasi. Universitas Negeri Yokyakarta. Yokyakarta
[7] Widodo, Apri dan Yusman Wiyatmo. 2017. Pengembangan Media
Pembelajaran Buku Saku Digital Berbasis Android untuk Meningkatkan Minat dan Hasil Belajar Fisika Peserta Didik Kelas XI SMA N 1 Jetis
Pada Materi Pokok Keseimbangan Benda Tegar. Jurnal Pendidikan
Fisika. Vol. 6. Nomor 2. Hal 147 – 154. [8] Eliana, D. dan Solikhah. 2012. Pengaruh buku saku gizi terhadap tingkat
pengetahuan gizi pada anak kelas 5 Muhammadiyah Dadapan Desa
Wonokerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Yokyakarta. Jurnal KESMAS UAD, 6 (2) 162-232.
[9] Sardiman, A.M., 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar. Jakarta. PT. Raja
Grafindo Persada. 167 [10] Gibb, J. 2002. Generic Skills. National Center for Vocational Education
Research, Australia. 212.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B13
Solusi Konflik Perekonomian Syari’ah Melalui Pemberdayaan Badan Albitrase dan
Peradilan Agama Islam
Al Mawardi.MS1, Nurdan2, M.Suib3, Maulidin Iqbal4*
1,2 Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Lhokseumawe
Jln. B.Aceh Medan Km.280 Buketrata 24301 INDONESIA [email protected], [email protected],id
3,4 Jurusan Tata Niaga Politeknik Negeri Lhokseumawe
Jln. B.Aceh Medan Km.280 Buketrata 24301 INDONESIA [email protected], [email protected],id
Abstrak-Hukum Islam sebagai sebuah hukum yang hidup di Indonesia menghalami perkembangan yang cukup berarti.
Perkembangan tersebut antara lain dapat dilihat dari kewenangan yang dimiliki oleh Peradilan Agama. Persoalannya sampai saat ini
belum ada aturan hukum positif yang secara terperinci mengatur tentang acara penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah, namun
demikian bukan berarti tidak ada aturan hukumnya atau dengan kata lain telah terjadi “kekosongan hukum” dalam persoalan
ini.pendekatan yang dipakai dalam menjawab persoalan yang telah dirumuskan adalah menggunakan pendekatan perundang-
undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach) dan sekiranya dalam proses penulisan tesis ini
muncul kasus tentang sengketa ekonomi syari’ah di Pengadilan Agama, maka tidak menutup kemungkinan juga akan dipergunakan
pendekatan kasus (case approach). Berdasarkan hasil kajian diketahui bahwa Pengadilan Agama berwenang memeriksa, mengadili
dan menyelesaian perkara sengketa ekonomi syari’ah karena sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 24 ayat (2)
joncto pasal 2 dan pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
tentang Peradilan agama. Hukum acara yang berlaku bagi Peradilan Agama di dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah
sebelum diberlakukannya atau diundangkannya peraturan perundangan yang khusus untuk itu adalah hukum acara perdata yang
berlaku bagi Peradilan Umum.
Kata Kunci--Ekonomi Syari’ah, Pembedayaan Badan Albitrase dan Peradilan Agama
Abstract-- Islamic law as a law that lives in Indonesia has experienced significant developments. These developments can be seen in part
from the authority possessed by the Religious Courts. The problem is that until now there has not been a positive legal rule that
specifically regulates the Sharia economic dispute resolution; however that does not mean that there is no legal rule or in other words
there has been a "legal vacuum" in this issue. Which has been formulated is to use the statute approach and conceptual approach and if a
thesis writing process arises, a case concerning syariah economic disputes in the Religious Court will not rule out the case approach will
also be used. Based on the results of the study, it is known that the Religious Court has the authority to examine, try and settle Sharia
economic dispute cases because it is in accordance with the mandate of the 1945 Constitution article 24 paragraph (2) joncto article 2 and
article 49 of Law Number 3 of 2006 concerning Amendments to Law Number 7 of 1989 concerning Religious Courts. The procedural law
applicable to the Religious Courts in resolving Shari'ah economic disputes prior to the enactment or enactment of specific laws and
regulations for this is the civil procedural law that applies to General Courts.
Key words-- Shariah Economy, Empowerment of Albitracy Bodies and Religious Courts
I. PENDAHULUAN
Hukum Islam sebagai sebuah hukum yang hidup di
Indonesia mengalami perkembangan yang cukup berarti.
Perkembangan tersebut terlihat dari kewenangan yang
dimiliki oleh Peradilan Agama (PA) sebagai peradilan Islam
di Indonesia. Dulunya, putusan PA murni berdasarkan fiqh
para fuqaha', yang eksekusinya harus dikuatkan oleh
Peradilan Umum (PU), para hakimnya hanya berpendidikan
syari'ah tradisional dan tidak berpendidikan hukum, dan
struktur organisasinya tidak berpuncak ke Mahkamah Agung.
Sekarang keadaan sudah berubah. Menurut referensi [1] salah
satu perubahan mendasar akhir-akhir ini adalah penambahan
kewenangan PA dalam Undang-Undang Peradilan Agama
yang baru, yaitu; bidang ekonomi syari'ah.
Persoalannya sampai saat ini belum ada aturan hukum
positif yang secara terperinci mengatur tentang acara
penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah, namun demikian
bukan berarti tidak ada aturan hukumnya atau dengan kata
lain telah terjadi “kekosongan hukum” dalam persoalan ini.
Menurut referensi [2] karena pada asasnya pengadilan tidak
boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus
suatu perkara yang diajukan kepadanya dengan dalih bahwa
hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk
memeriksa dan mengadili. Oleh karena itu walaupun aturan
formal yang berkenaan dengan penyelesaian sengketa
ekonomi syari’ah belum ada, pengadilan agama sebagai
lembaga yang diberi wewenang oleh negara untuk memeriksa,
mengadili dan menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah
sudah seharusnya mengerahkan segenap potensinya untuk
menjawab tantangan tersebut.
Untuk menjawab persoalan-persoalan yang berkaitan
dengan proses penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah ini
kiranya pengadilan agama harus berani dan mampu menggali
nilai-nilai maupun norma-norma hukum Islam, baik yang
terdapat dalam kitab Al-Qur’an, al-Sunnah maupun kitab-
kitab fiqh/ushul fiqh serta fatwa-fatwa Majelis Ulama, yang
berkaitan dengan persoalan di seputar ekonomi syari’ah.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas terdapat dua
pokok masalah dari penelitian ini, yaitu: 1) Mengapa sengketa
ekonomi syari’ah mesti diselesaikan melalui Badan Peradilan
Agama?; 2) Bagaimana proses penyelesaian sengketa
ekonomi syari’ah di Pengadilan Agama?
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B14
Berdasarkan pokok rumusan di atas, maka tujuan dari
kajian ini adalah:1) mengetahui lebih mendalam mengapa PA
lebih berwenang dalam meyelesaikan sengketa ekonomi
syari’ah; dan 2) menganalis lebih jelas tentang proses
penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah di Pengadilan
Agama.
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Memberi gambaran atau pedoman awal bagi
lembaga Peradilan Agama tentang bagaimana
cara-cara dan proses penyelesaian sengketa
ekonomi syari’ah.
b. Memberi informasi kepada masyarakat muslim
Indonesia pada umumnya, khususnya para pelaku
bisnis syari’ah tentang cara-cara menyelesaikan
sengketa ekonomi syari’ah melalui pengadilan
agama.
c. Memberi pedoman praktis kepada para praktisi
hukum khususnya dalam hal-hal yang berkaitan
dengan proses penyelesaian sengketa ekonomi
syariah.
d. Menambah khazanah keilmuan dalam bidang
penyelesaian sengkerta ekonomi syari’ah.
II. METODELOGI PENELITIAN
Oleh karena penelitian ini bersifat penelitian pustaka
(library research), maka metode yang dipakai untuk
memperoleh data yang dikehendaki adalah dengan jalan
mengeksplorasi nilai-nilai maupun norma-norma hukum
Islam yang berkaitan dengan persoalan yang sedang diteliti,
baik yang terdapat di dalam Al-Qur’an, kitab-kitab hadis,
kitab-kitab fiqh/ushul fiqh, peraturan perundang-undangan,
fatwa MUI maupun sumber-sumber lain yang berkaitan.
Dari segi kegunaan atau manfaatnya, penelitian ini
lebih tepat dikategorikan sebagai jenis penelitian terapan,
yakni jenis penelitian yang dilakukan dalam rangka menjawab
kebutuhan dan memecahkan masalah-masalah praktis,
sehingga jenis penelitian ini dapat juga disebut dengan
operational research atau action research (penelitian kerja),
seperti dalam [3]. Sedangkan pendekatan yang dipakai dalam
menjawab persoalan yang telah dirumuskan adalah
menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute
approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).
Sekiranya dalam proses penulisan ini muncul kasus tentang
sengketa ekonomi syari’ah di Pengadilan Agama, maka tidak
menutup kemungkinan juga akan dipergunakan pendekatan
kasus (case approach). Pendekatan perundang-undangan
(statute approach) dilakukan dengan menelaah semua
Undang-Undang dan regulasi yang bersangkutan dengan isu
hukum yang sedang ditangani. Bagi penelitian untuk kegiatan
praktis, pendekatan Undang-Undang ini akan membuka
kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah
konsistensi dan kesesuaian antara suatu Undang-Undang
dengan Undang-Undang lainnya atau antara Undang-Undang
dengan Undang-Undang Dasar atau antara regulasi dan
Undang-Undang. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu
argumen untuk memecahkan suatu isu yang dihadapi, seperti
dalam [4].
Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-
pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam
suatu ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan-
pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti
akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-
pengertian hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas
hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. Pemahaman
akan pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut
merupakan sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu
argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi.
Sedangkan pendekatan kasus dilakukan dengan cara
melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan
dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang
tetap. Kasus bisa berupa kasus yang terjadi di Indonesia
maupun di negara lain. Kajian pokok dalam pendekatan kasus
adalah ratio decidendi atau reasoning, yaitu pertimbangan
pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan, baik untuk
keperluan praktik, maupun kajian akademis. Ractio decidendi
atau reasoning tersebut merupakan referensi bagi
penyusunan argumentasi dalam pemecahan isu hukum. Perlu
dikekmukakan di sini bahwa pendekatan kasus tidak sama
dengan studi kasus). Di dalam pendekatan kasus, beberapa
kasus ditelaah untuk referensi bagi suatu isu hukum. Studi
kasus merupakan suatu studi terhadap kasus tertentu dari
berbagi aspek hukum.
Lebih lanjut untuk menganalisis data yang diperoleh,
dengan menggunakan metode induktif, yakni berusaha
mencari aturan-aturan, nilai-nilai maupun norma-norma
hukum yang terdapat dalam pustaka yang terkait untuk
dirumuskan sebagai suatu kaidah hukum tertentu yang bisa
diberlakukan untuk menyelesaikan kasus sengketa ekonomi
syari’ah di Pengadilan Agama.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah
Penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui 2
proses. Proses penyelesaian sengketa tertua melalui proses
litigasi di dalam pengadilan, kemudian berkembang proses
penyelesaian sengketa melalui kerja sama (kooperatif) di luar
pengadilan. Proses litigasi menghasilkan kesepakatan yang
bersifat adversarial yang belum mampu merangkul
kepentingan bersama, cenderung menimbulkan masalah baru,
lambat dalam penyelesaiannya, membutuhkan biaya yang
mahal, tidak responsif, dan menimbulkan permusuhan di
antara pihak yang bersengketa. Sebaliknya, melalui proses di
luar pengadilan menghasilkan kesepakatan yang bersifat “
win-win solution”, dijamin kerahasiaan sengketa para pihak,
dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedur
dan administratif, menyelesaikan masalah secara
komprehensif dalam kebersamaan dan tetap menjaga
hubungan baik.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini umumnya
dinamakan Alternative Dispute Resolution (ADR). Ada yang
mengatakan kalau Alternative Dispute Resolution (ADR) ini
merupakan siklus gelombang ketiga penyelesaian sengketa
bisnis. Penyelesaian sengketa bisnis pada era globalisasi
dengan ciri “moving quickly”, menuntut cara-cara yang
“informal procedure and be put in motion quickly”. Sejak
tahun 1980, di berbagai negara Alternative Dispute Resolution
(ADR) ini dikembangkan sebagai jalan terobosan alternatif
atas kelemahan penyelesaian litigasi dan arbitrase,
mengakibatkan terkuras sumberdaya, dana, waktu dan pikiran
dan tenaga eksekutif, malahan menjerumuskan usaha ke arah
kehancuran, seperti dalam [5] Atas dasar itulah dicarikan
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B15
pilihan lainnya dalam menyelesaiakan sengketa di luar proses
litigasi, dalam [6].
Sengketa berarti terjadinya perbedaan kepentingan
antara dua pihak atau lebih yang saling terkait. Baik antara
pihak Bank dengan Nasabah atau antara mudharib dengan
baitul mal maupun antara rahin dengan murtahin. Hal ini
dikarenakan tidak terpenuhinya hak dan kewajiban secara
wajar dan semestinya oleh pihak-pihak yang terkait. Sungguh
pun aktivitas ekonomi syari’ah telah dilaksanakan dengan
mempertimbangkan prinsip-prinsip syari’ah, namun dalam
proses perjalanannya tidak menutup kemungkinan terjadinya
sengketa antara pihak-pihak yang bersangkutan. Jadi yang
dimaksudkan dengan sengketa dalam bidang ekonomi
syari’ah adalah sengketa di dalam pemenuhan hak dan
kewajiban bagi pihak-pihak yang terikat dalam ‘akad aktivitas
ekonomi syari’ah.
Menurut Hakim Agung Habiburrahman, yang
menjadi kewenangan Pengadilan Agama pada sengketa
ekonomi syariah adalah meliputi :
1. Sengketa di bidang ekonomi syariah antara lembaga
keuangan dan lembaga pembiayaan syariah dengan
nasabahnya;
2. Sengketa di bidang ekonomi syari’ah antara sesama
lembaga keuangan dan lembaga pembiayaan syariah;
3. Sengketa di bidang ekonomi syariah antara orang-orang
yang beragama Islam, yang dalam akad perjanjiannya
disebutkan dengan tegas bahwa perbuatan/kegiatan
usaha yang dilakukan adalah berdasarkan prinsip-
prinsip syari’ah.
1). Penyelesaian Melalui Musyawarah. Musyawarah
adalah jalan yang paling aman, tanpa resiko di dalam
menyelesaian setiap persoalan sengketa ekonomi syari'ah.
Walaupun akad atau kontrak bisnis telah dibuat atau
dirumuskan sedemikian rupa, lengkap, cermat dan sempurna,
namun dalam perjalanannya sering mengalami kendala atau
hambatan yang pada akhirnya akan membawa kerugian bagi
salah satu atau bahkan kedua pihak yang terikat dalam akad
tersebut. Penyelesaian sengketa dengan jalan musyawarah
merupakan jalan yang terbaik dan pasti menguntungkan bagi
semua pihak, sehingga boleh dikatakan jalan musyawarah
merupakan "mahkota" bagi setiap penyelesaian sengketa.
Al-Qur'an telah mengisyaratkan supaya menempuh
jalan musyawarah untuk menyelesaikan setiap persoalan yang
ada. Sebagaimana tercantum dalam beberapa ayat al Qur’an,
artinya: “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang
beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara
keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian
terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu
kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah.
kalau dia Telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut
keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya
Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Orang-orang
beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua
saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu
mendapat rahmat.”(Q.S. Al-Hujurat ayat :9-10)
Dari ayat-ayat tersebut di atas dapat dipahami,
bahwa penyelesaian sengketa melalui jalan musyawarah dan
perdamaian adalah merupakan cara-cara yang terbaik yang
dikehendaki oleh Allah SWT. Karena cara-cara/jalan tersebut
lebih mendatangkan manfaat dan ketenangan bagi pihak-phak
yang bersengketa. Bahkan Kholifah Umar ibn Khottob telah
memberikan pengarahan dalam persoalan ini dengan
menyatakan bahwa: Perdamaian itu diperbolehkan di antara
orang-orang Muslim, kecuali perdamaian yang menghalalkan
yang haram atau mengharamkan yang halal, dalam [7]
Penyelesaian sengketa melalui jalan musyawarah
dan perdamaian ini dalam dunia hukum positif sering disebut
dengan istilah “mediasi”. Trend dunia masa kini adalah
"effective judiciary" atau badan peradilan yang efektif.
Maksudnya adalah bagaimana kita menjadikan pengadilan
efektif. Hanya sengketa perdata yang benar-benar
memerlukan suatu putusan pengadilan saja yang diajukan ke
pengadilan, sedangkan sengketa lainnya diupayakan
perdamaian, sehingga pengadilan lebih fokus kepada sengketa
tertentu tersebut.
2) Penyelesaian melalui Badan Arbitrase. Menurut
referensi [8], arbitrase merupakan salah satu metode
penyelesaian sengketa. Sengketa yang harus diselesaikan
tersebut berasal dari sengketa atau sebuah kontrak dalam
bentuk berikut, yaitu: a) perbedaan penafsiran (disputes)
mengenai pelaksanaan perjanjian, berupa: 1). kontraversi
pendapat ( controversy ) ; 2 ) . kesa lahan penger t ian
(misunderstanding); 3). ketidaksepakatan (disagreement);
b) Pelanggaran perjanjian (breach of contract), termasuk di
dalamnya adalah : 1). Sah atau tidaknya kontrak; 2). berlaku
atau tidaknya kontrak; c) pengakhiran kontrak (termination of
contract); d). klaim mengenai ganti rugi atas wanprestasi atau
perbuatan melawan hukum. Sebagai badan penyelesaian
sengketa, arbitrase memiliki beberapa prinsip, yaitu sebagai
berikut:
a) Efisien, bahwa penyelesaian sengketa lewat
arbitrase lebih efisien, yakni efisien dalam
hubungannya dengan waktu dan biaya;
b) Accessibilitas, arbitrase harus terjangkau dalam arti
biaya, waktu dan tempat;
c) Proteksi Hak Para Pihak, terutama pihak yang tidak
mampu, misalnya untuk mendatangkan saksi ahli
atau untuk menyewa pengacara terkenal, harus
mendapatkan perlindungan yang wajar;
d) Final and Binding, keputusan arbitrase haruslah
final and binding, kecuali memang para pihak tidak
menghendaki demikian atau jika ada alasan-alasan
yang berhubungan dengan “due proses”.
e) Fair and Just, tepat dan adil untuk pihak
bersengketa, sifat sengketa dan sebagainya;
f) Sesuai dengan Sence Of Justice dari masyarakat;
g) Kredibilitas. Para arbiter dan badan arbitrase yang
bersangkutan haruslah orang-orang yang diakui
kredibilitasnya, sehingga keputusan yang diambil
akan lebih dihormati.
Dibandingkan dengan pengadilan konvensional,
maka arbitrase mempunyai kelebihan atau keuntungan, antara
lain :
a. Prosedural tidak berbelit-belit dan keputusan-
keputusan dapat dicapai dalam waktu relatif singkat;
b. Biaya lebih murah;
c. Dapat dihindari expose dari keputusan di depan
umum;
d. Hukum terhadap prosedur dan pembuktian lebih
relaks;
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B16
e. Para pihak dapat memilih hukum mana yang akan
diberlakukan oleh arbitrase;
f. Para pihak bisa memilih sendiri para arbiter;
g. Dapat memilih para arbiter dari kalangan ahli dalam
bidangnya;
h. Keputusan dapat lebih terkait dengan situasi dan
kondisi;
i. Keputusannya umumnya final dan binding (tanpa
harus naik banding atau kasasi);
j. Keputusan arbitrase pada umumnya dapat
diberlakukan dan dieksekusi oleh pengadilan dengan
sedikit atau tanpa review sama sekali;
k. Proses arbitrase lebih mudah dimengerti oleh
masyarakat luas;
l. Menutup kemungkinan untuk dilakukan “Forum
Shopping”.
Apabila dibandingkan dengan pengadilan
konvensional kelebihan, kelemahan dan kritikan terhadap
arbitrase sering diajukan, di antara kelemahan tersebut adalah:
terlalu dekat dengan perusahaan-perusahaan bonafide, Due
prosess kurang terpenuhi, kurangnya unsur finality.
kurangnya power untuk menggiring para pihak ke settlement,
kurangnya power untuk menghadirkan barang bukti, saksi
dan lain-lain, kurangnya power untuk hak law enforcement
dan eksekusi keputusan, dapat menyembunyikan dispute dari
“Public Scrutiny”, tidak dapat menghasikan solusi yang
bersifat preventif, kemungkinan timbulnya keputusan yang
saling bertentangan satu sama lain karena tidak ada sistem
“presedent” terhadap keputusan sebelumnya, dan juga karena
unsur fleksibelitas dari arbiter. Karena itu keputusan arbitrase
tidak predektif, kualitas keputusannya sangat bergantung pada
kualitas para arbiter itu sendiri, tanpa ada norma yang cukup
untuk menjaga standar mutu keputusan arbitrase. Oleh karena
itu sering dikatakan “An arbitration is as good as arbitrators”,
[9] sehingga berakibat kurangnya upaya untuk mengubah
sistem pengadilan konvensional yang ada, berakibat semakin
tinggi rasa permusuhan kepada pengadilan.
Penyelesaian sengketa melalui Badan Arbitrase
sesungguhnya telah diatur berdasarkan Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase, dimana dalam
Undang-Undang tersebut dijelaskan kemungkinan
diselesaikannya suatu sengketa melalui badan arbitrase.
Meskipun Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa telah
diundangkan dan karenanya mulai berlaku mulai pada tanggal
12 Agustus 1999, namun dibeberapa Pengadilan Negeri masih
saja ada Hakim yang kurang memahaminya. Pasal 3
Undang-Undang tersebut dengan tegas menyatakan bahwa
Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa
para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase.
Bahkan menurut pasal 11 Undang-Undang tersebut, adanya
suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak
untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat
yang termuat dalam perjanjiannya ke Pengadilan Negeri dan
Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur
tangan di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah
ditetapkan melalui arbitrase, kecuali dalam hal-hal tertentu
yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999.
Terhadap suatu putusan arbitrase, para pihak dapat
mengajukan permohonan pembatalan apabila putusan tersebut
mengandung unsur-unsur sebagaimana yang tertera pada
pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Meskipun
dalam paal 70 tersebut tertera permohonan pembatalan,
namun oleh karena suatu putusan arbitrase mengikat baik
Pemohon maupun Termohon Arbitrase, maka permohonan
pembatalan putusan tersebut harus dalam bentuk gugatan
yang pihak-pihaknya adalah pihak-pihak dalam putusan
arbitrase. Selain dari permohonan pembatalan putusan
arbitrase, Undang-Undang juga menentukan bahwa tuntutan
ingkar terhadap Arbiter yang diangkat oleh ketua Pengadilan
Negeri sebagaimana dimaksud oleh Pasal 23 ayat (1) dan
dalam hal yang seperti tertera dalam pasal 25 ayat (1) harus
diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dan upaya ini
dilakukan sebelum adanya putusan arbitrase.
Ketentuan dalam Undang-Undang Arbitrase tersebut
jelas, tetapi masih saja ada Hakim yang dalam memeriksa
gugatan perbuatan melawan hukum antara para pihak dalam
putusan arbitrase mengabulkan tuntutan provisi dengan
"Menangguhkan berlakunya putusan arbitrase". Bahkan
Arbiter Tunggal yang memutus arbitrase juga digugat telah
melakukan perbuatan melawan hukum. Pasal 21 Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 1999 menyatakan bahwa arbiter
atau majelis arbitrase tidak dapat dikenakan tanggung jawab
hukum apapun atas segala tindakan yang diambil selama
proses persidangan berlangsung untuk menjalankan fungsinya
sebagai arbiter atau majelis arbitrase, kecuali dapat dibuktikan
adanya iktikad tidak baik dari tindakan tersebut.
3) Penyelesaian melalui Badan Peradilan Agama.
Perbedaan yang sangat mendasar pada kedudukan Peradilan
Agama sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006, adalah terletak pada kewenangan absolutnya. Ketika
masih diberlakukannya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989
sebagai payung hukum terakhir bagi tugas-tugas Peradilan
Agama, kewenangan Pengadilan Agama hanya sebatas
m e n y e l e s a i a n p e r k a r a - p e r k a r a s e b a g a i b e r i k u t :
a. Perkara di bidang perkawinan; yang meliputi : 1). Izin
beristeri lebih dari seorang; 2). Izin melangsungkan
perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua
puluh satu) tahun, dalam hal orang tua wali atau
keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat; 3).
Dispensasi kawin; 4). Pencegahan perkawinan; 5).
Penolakan Perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah; 6).
Pembatalan perkawinan; 7). Gugatan kelalaian atas
kewajiban suami atau isteri; 8). Perceraian karena talak;
9). Gugatan perceraian; 10). Penyelesaian harta
bersama; 11). Mengenai penguasaan anak-anak; 12). Ibu
dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak
bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab
tidak memenuhinya; 13). Penentuan kewajiban memberi
biaya penghidupan oleh suami kepada bekas isteri atau
penentuan suatu kewajiban bagi bekas isteri; 14).
Putusan tentang sah atau tidaknya seorang anak; 15).
Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua; 16).
Pencabutan kekuasaan wali; 17). Penunjukan orang lain
sebagai wali oleh Pengadilan dalam hal kekuasaan
seorang wali dicabut; 18). Menunjuk seorang wali dalam
hal seorang anak yang belum cukup umur 18 (delapan
delas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya padahal
tidak adanya penunjukan wali oleh orang tuanya; 19).
Pembebanan kewajiban ganti kerugian terhadap wali
yang telah menyebabkan kerugian atas harta benda anak
yang ada dibawah kekuasaannya; 20). Penetapan asal
usul seorang anak; 21). Putusan tentang hal penolakan
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B17
pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan
campuran; 22). Pernyataan tentang sahnya perkawinan
yang terjadi sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut
peraturan yang lain.
b. Perkara di bidang kewarisan, wasiat dan hibah,
berdasarkan hukum Islam. Sebagaimana dimaksud
dalam pasal 49 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989, yang dimaksud dengan perkara dibidang
kewarisan adalah meliputi penentuan siapa-siapa yang
menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta
peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli
waris, dan melakanakan pembagian harta peninggalan
tersebut.
B. Pembahasan
1) Kewenangan PA dalam Menyelesaikan Sengketa
Syari’ah: Kewenangan Pengadilan Agama untuk
menyelesaikan perkara ekonomi syari’ah didasarkan atas
ketentuan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
yang menyatakan bahwa: “Pengadilan Agama bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara
di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam
di bidang: Perkawinan; dst”. Berdasarkan ketentuan Pasal 49
tersebut, Pengadilan Agama bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara
perkawinan, waris, wasiat, hibah, waqaf, zakat, infaq,
shadaqah, dan ekonomi syari’ah. Oleh karena itu, terhitung
mulai tanggal 20 Maret 2006 penyelesaian perkara ekonomi
syari’ah menjadi kewenangan absolut Pengadilan Agama.
Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006 tersebut memang belum pernah ada peraturan
Perundang-undangan yang secara khusus melimpahkan
kewenangan kepada pengadilan tertentu untuk memeriksa dan
mengadili perkara ekonomi syari’ah.
Namun demikian, meskipun Pengadilan Agama telah
diberi kewenangan untuk memeriksa, mengadili, dan
menyelesaikan perkara ekonomi syari’ah, ternyata hal
tersebut tidak dibarengi pula dengan perangkat hukum yang
mengaturnya lebih lamjut, baik perangkat hukum materiil
maupun perangkat hukum formil. Oleh sebab itu dalam
rangka pelayanan kepada masyarakat dan supaya Pengadilan
Agama dapat segera melakukan tugas-tugas barunya, maka
harus dilakukan terobosan hukum guna memenuhi
perkembangan kebutuhan hukum masyarakat. Di antara
terobosan-terobosan tersebut adalah :
1) Melakukan penafsiran argumentum per-analogian,
yaitu; dengan memperluas berlakunya peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang
kegiatan ekonomi pada umumnya terhadap kegiatan
ekonomi syari’ah karena adanya persamaan-
persamaan antara keduanya.
2. Menerapkan asas lex posterior derogat legi apriori,
yakni bahwa hukum yang baru mengalahkan hukum
yang lama. Dengan demikian, maka ketentuan-
ketentuan hukum yang lama yang dahulu tidak
berlaku pada Pengadilan Agama menjadi berlaku
karena adanya kesamaan-kesamaan antara keduanya
dan atauran-aturan yang berkaitan dengan ekonomi
syari’ah yang dahulu bukan menjadi kewenangan
Pengadilan Agama maka sekarang menjadi
kewenangan Pengadilan Agama dengan adanya
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, sepanjang
berkenaan dengan ekonomi syari’ah.
Di antara peraturan Perundang-undangan yang mengatur
kegiatan ekonomi adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa (ADR) dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998
Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Tentang Kepailitan Menjadi Undang-
Undang. Melalui penafsiran argumentum per analogian
(analogi), maka ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tersebut
diberlakukaan pada Pengadilan Agama.
Kata-kata “Pengadilan Negeri” atau “Pengadilan Umum”
dalam Undang-Undang tersebut dapat diberlakukan pada
“Pengadilan Agama” atau “Peradilan Agama” sepanjang
menyangkut ekonomi syari’ah. Berbagai ketentuan tentang
badan arbitrase dalam Undang-Undang tersebut secara
mutatis mutandis diterapkan pada Badan Arbitrase Syari’ah
Nasional (BASYARNAS) sebagai satu-satunya badan
arbitrase dalam ekonomi syari’ah yang ada di Indonesia.
Demikian juga halnya tentang kepailitaan. Dengan
mengadopsi dua Undang-Undang tersebut maka dapat
dipakai sebagai pedoman dalam menyelesaikan perkara yang
berkaitaaan dengan alternatif penyalesaian sengketa, arbitrase,
dan kepailitan di bidang ekonomi syari’ah pada Pengadilan
Agama.
Berdasarkan ketentuan Pasal 49 Undang-Undang Nomor
3 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998,
maka kewenangan Pengadilaan Agama dalam menangani
perkara ekonomi syari’ah ini meliputi:
1. Menunjuk arbiter dalam hal para pihak tidak dapat
mencapai kesepakatan mengenai pemilihan arbiter
atau tidak ada ketentuaan yang dibuat mengenai
pengangkatan arbiter (Pasal 13-14 Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999).
2. Memutus hak ingkar yang diajukan oleh para pihak
atau salah satu dari mereka terhadap arbiter yang
diangkat oleh Ketua Pengadilan Agama (Pasal 22-25
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999).
3. Membatalkan keputusan BASYARNAS manakala
dalam putusan BASYARNAS terdapat hal-hal yang
menjadikan keputusan itu tidak valid lagi karena:
(1). Adanya surat (dokumen) palsu yang menjadi
dasar keputusan, (2). Ada dokumen yang ternyata
disembunyikan oleh pihak lawan sehinggaa
merugikan pihak lain, atau (3) Karena keputusaan
didasarkan atas tipu muslihat dari pihak lawan
sehingga merugikan pihak lainnya (Pasal 70
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999);
4. Melaksanakan keputusan badan alternatif
penyelesaian sengketa (ADR) dan keeputusan
BASYARNAS melalui eksekussi paksa manakala
diperlukan (Pasal 59-63 Undang-Undang Nomor30
Tahun 1999). Keputusan tersebut dapat dieksekusi
oleh Pengadilan Agama selambat-lambatnyaa 30
hari setelaah penandatanganan keputusan tersebut
(Pasal 6 ayat (7) Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999). Apabila ketentuan ini tidak diindahkan maka
keputusan tersebut tidak dapat dieksekusi (Pasal 59
ayat (4) Undang-Undang Nomor30 Tahun 1999);
5. Menyatakan pailit debitur yang mempunyai dua atau
lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B18
utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih
(Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor4 Tahun
1998);
6. Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa
ekonomi syari’ah (Pasal 49 Undang-Undang
Nomor3 Tahun 2006), dalam [9]
Uraian di atas telah menjelaskan tentang hal ihwal yang
terkait dengan kewenangan absolut Pengadilan Agama dalam
menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah. Sedangkan
mengenai Pengadilan Agama mana yang paling berwenang
menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah apabila ternyata
antara pihak penggugat dan pihak tergugat berbeda alamat
tempat tinggal bahkan obyek sengketa juga berada di tempat
yang berlainan dengan kedua belah pihak yang berperkara.
Mengenai hal ini berdasarkan ketentuan pasal 118 ayat (1)
HIR/Pasal 142 ayat (1) RBg., Pengadilan Agama yang
berwenang menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah adalah
Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya meliputi tempat
tinggal tergugat, sesuai asas actor sequitur forum rei.
Sedangkan apabila obyek gugatannya itu mengenai
benda tetap berlaku aturan sebagaimana diatur dalam pasal
118 ayat (3) HIR/pasal 142 ayat (5) RBg., yakni gugatan
dapat diajukan ke Pengadilan Agama dimana letak atau lokasi
obyek sengketa tersebut berada di wilayah hukumnya, sesuai
dengan asas forum rei sitae. Atau dapat juga diajukan gugatan
ke Pengadilan Agama tertentu yang telah menjadi
kesepakatan kedua belah pihak yang tertuang didalam akta
perjanjian yang telah dibuat sebelumnya ( Pasal 118 ayat (4)
HIR/pasal 142 ayat (4) RBg.). Apabila ternyata para tergugat
berada pada tempat tinggal yang berlain-lainan, maka
gugatan bisa diajukan ke Pengadilan Agama yang wilayah
hukumnya meliputi tempat tinggal salah seorang tergugat
yang ada (Pasal 118 ayat (2) HIR/Pasal 142 ayat (3) RBg.).
1) Tatacara Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah
pada PA:Dalam referensi 10, dinyatakan bahwa apabila
perkara ekonomi syari’ah diajukan ke Pengadilan Agama,
maka Pengadilan Agama wajib memeriksa, memutus dan
menyelesaikannya secara profesional, yakni pertama: dengan
proses yang sederhana, cepat, dan biaya ringan; kedua:
dengan pelayanan yang prima, yaitu pelayanan secara resmi,
adil, ramah, rapi, akomodatif, manusiawi, dan tertib; dan
ketiga: dengan hasil (keputusan) yang tuntas, final dan
memuaskan.
Dalam menyelesaikan perkara ekonomi syari’ah,
maka Pengadilan Agama harus menjalankan fungsi holistik
pengadilan, yaitu sebagai pelayaan hukum dan keadilan
kepada para pencari keadilan, sebagai penegak hukum dan
keadilan terhadap perkara yang dihadapi, dan sebagai pemulih
kedamaian antara pihak-pihak yang bersengketa.Tugas pokok
hakim adalah menegakkan hukum dan keadilan serta
memulihkan hubungan sosial antara pihak-pihak yang
bersengketa melalui proses peradilan.
Sebagai penegak hukum, hakim berkewajiban untuk
memeriksa (mengkonstatir) apakah akad (perjanjian) antara
para pihak telah dilakukan sesuai dengan ketentuan syari’ah
Islam, yakni memenuhi syarat dan rukun sahnya suatu
perjanjian yang berupa: 1).asas kebebasan berkontrak; 2).
asas persamaan dan kesetaraan, 3). asas keadilan, 4). asas
kejujuran dan kebenaran, 5). asas tidak mengandung unsur
riba dengan segala bentuknya, 6). asas tidak ada unsur gharar
atau tipu daya, 7). asas tidak ada unsur maisir atau spekulasi,
8). asas tidak ada unsur dhulm atau ketidak-adilan, 9). asas
tertulis,dan lain sebagainya sesuai dengan obyek (jenis)
kegiatan ekonomi syari’ah tertentu.
Apabila perjanjian (akad) tersebut telah memenuhi
syarat dan rukunnya maka perjanjian (akad) tersebut adalah
syah dan mempunyai kekuataan hukum. Namun jika ternyata
tidak memenuhi syarat dan rukunnya, maka akad tersebut
tidak sah dan karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum
sehingga tidak mengikat kedua belah pihak. Dalam hal ini,
maka hakim karena jabatannya berwenang untuk
mengesampingkan bagian-bagian yang tidak sesuai
(menyimpang) dari syarat rukunnya tersebut untuk kemudian
mengambil langkah-langkah yang sejalan dengan ketentuan
syari’ah Islam dan mengembalikan kepada asas-asas tersebut.
Asas-asas yang bersifat dwangen recht ditegakkan secara
imperatif, sedangkan asas-asas yang bersifat anvullen recht
ditegakkan secara fakultatif.
Sebagai penegak keadilan, hakim wajib memeriksa
pokok gugatan dengan membuktikan (mengkonstatir) dalil-
dalil gugatan yang dijadikan dasar tuntutan (petitum). Hakim
harus membuktikan fakta-fakta yang dijadikan dasar gugatan,
menetapkan siapa-siapa yang terbukti melakukan wanprestasi
untuk kemudian menghukum yang bersangkutan untuk
memenuhi prestasi yang seharusnya ia lakukan agar pihak
lain tidak dirugikan dan terciptalah rasa keadilan antara kedua
belah pihak. Sebagai pemulih hubungan sosial (kedamaian),
maka hakim wajib menemukan apa yang menjadi penyebab
timbulnya sengketa antara kedua belah pihak.
Suatu sengketa dapat saja timbul karena: kesahpahaman,
perbedaan penafsiran, ketidakjelasan perjanjian (akad),
kecurangan, ketidakjujuran, ketidakpatutan, ketersinggungan,
kesewenang-wenangan atau ketidakadilan, ketidakpuasan,
kejadian tak terduga, prestasi tidak sesuai dengan penawaran,
prestasi tidak sesuai dengan spesifikasinya, prestasi tidak
sesuai dengan waktunya, prestasi tidak sesuai dengan aturan
main yang diperjanjikan, prestasi tidak sesuai dengan layanan
atau birokrasi yang tidak masuk dalam akad, lambatnya
proses kerja, atau wanprestasi sepenuhnya, dan lain
sebagainya. Dengan mengetahui apa penyebab timbulnya
sengketa maka hakim akan apat memilih dan menemukan
cara yang tepat untuk menyelesaikan sengketa antara kedua
belah pihak.
Tugas Pengadilan Agama bukan sekedar memutus
perkara melainkan menyelesaikan sengketa sehingga terwujud
pulihnya kedamaian antara pihak-pihak yang bersengketa,
tercipta adanya rasa keadilan pada masing-masing pihak yang
berperkara dan terwujud pula tegaknya hukum pada perkara
yang diperiksa dan diputus tersebut.
Dengan berpegang pada asas-asas proses penyelesaian
perkara yang baik, hakim menyelesaikan perkara dengan
berpedoman pada hukum acara perdata yang ada dengan
penyesuaian pada karakteristik sengketa ekonomi syari’ah.
Proses peradilannya dilakukan sesuai dengan hukum acara
perdata yang berlaku pada Pengadilan Agama.
Proses penyelesaian perkara sengketa ekonomi syari’ah
dilakukan hakim dengan tata urutan sebagai berikut :
1. Hakim memeriksa apakah syarat administrasi telah
tercukupi atau belum. Administrasi perkara ini
meliputi berkas perkara yang didalamnya telah
dilengkapi dengan kuitansi panjar biaya perkara,
nomor perkara, penetapan majelis hakim, dan
penunjukan panitera sidang;
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B19
2. Hakim memeriksa syarat formil perkara yang
meliputi kompetensi dan kecakapan penggugat,
kompetensi Pengadilan Agama baik secara absolut
maupun relatif. Apabila ternyata para pihak telah
terikat dengan perjanjian arbitrase, maka PA tidak
berwenang memeriksa dan mengadilinya (Pasal 3
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999):
3. Apabila syarat formil telah terpenuhi berarti hakim
dapat melanjutkan untuk memeriksa pokok perkara.
Dalam persidangan ini, tugas pertama dan utama
hakim adalah berusaha mendamaikan kedua belah
pihak sesuai dengan PERMA Nomor 2 Tahun 2003
dan PERMA Nomor 1 Tahun 2002.Apabila tercapai
perdamaian, maka hakim membuat akta perdamaian.
Apabila tidak dapat dicapai perdamaian maka
pemeriksaan dilanjutkan ke tahap berikutnya.
4. Hakim melakukan konstatiring terhadap dalil-dalil
gugat dan bantahannya melalui tahap-tahap
pembacaan surat gugatan, jawaban tergugat, replik,
duplik, dan pembuktian.
5. Hakim melakukan kualifisiring melalui kesimpulan
para pihak dan musyawarah hakim.
6. Hakim melakukan konstituiring yang dituangkan
dalam surat putusan.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan data dan hasil analisa di atas dapat diambil
beberapa kesimpulan, di antaranya sebagai berikut :
1. Pengadilan Agama berwenang memeriksa, mengadili
dan menyelesaian perkara sengketa ekonomi
syari’ah karena sesuai dengan amanat Undang-
Undang Dasar 1945 pasal 24 ayat (2) joncto pasal 2
dan pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 tentang Peradilan agama.
2. Hukum acara yang berlaku bagi Peradilan Agama
didalam menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah
sebelum diberlakukannya atau diundangkannya
peraturan perundangan yang khusus untuk itu adalah
hukum acara perdata yang berlaku bagi Peradilan
Umum.
3. Tugas Pengadilan Agama bukan sekedar memutus
perkara melainkan menyelesaikan sengketa sehingga
terwujud pulihnya kedamaian antara pihak-pihak
yang bersengketa, tercipta adanya rasa keadilan pada
masing-masing pihak yang berperkara
REFERENSI
[1] Rifyal Ka'bah, “Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari'ah Sebagai
Sebuah Kewenangan Baru Peradilan Agama,” dalam Varia Peradilan.tahun ke XXI, NOMOR.245 April, 2006.
[2] pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman.
[3] Gita Danupranata, Ekonomi Islam, cetakan pertama,Yogyakarta :
UPFE-UMY,2006. [4] Karnaen A. Perwatmadja, “Membumikan Ekonomi Islam di
Indonesia,” dalam Sofiniyah Ghufron (Penyunting) Briefcase Book
Edukasi Profesional Syari’ah, Konsep dan Implementasi Bank Syari’ah, cetakan Pertama, Jakarta: Renaisan, 2005.
[5] M. Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan
dan Penyelesaian Sengketa, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997. [6] Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar
Pengadilan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003.
[7] Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah,terj. Mudzakir AS, jilid XIV,Bandung: Alma’arif,1993.
[8] M. Yahya Harahap, Arbitrase, Jakarta: Pustaka Kartini, 1991.
[9] Abdullah Dhia, dkk, “Sengketa Ekonomi Syari’ah pada Pengadilan
Agama,”Makalah,Yogyakarta: PPSMSI-UII, 2006.
[10] Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam, Jakarta:
RajaGrapindo Persada, 2009 [11] Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi
Islam,Jakarta: RajaGrapindo Persada, 2006.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B20
Pengaruh Variabel Makro Ekonomi terhadap Kinerja Perusahaan pada Emiten Industri Barang
Konsumsi di Bursa Efek Indonesia
Safaruddin1, Nurmila Dewi2, Rahmi Raihan3, dan Anwar4
1,2,3,4Jurusan Tata Niaga Politeknik Negeri Lhokseumawe
Jln. B.Aceh Medan Km.280 Buketrata 24301 [email protected]
Abstrak — Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel makro ekonomi yang terdiri dari inflasi, suku bunga, kurs, dan
pertumbuhan ekonomi terhadap kinerja perusahaan pada emiten industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia. Populasi dalam
penelitian ini adalah emiten industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia selama periode 1 Januari 2014 – 31 Desember 2014 yaitu
sebanyak 50 emiten. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dan diperoleh sampel sebanyak 33
emiten. Penelitian ini menggunakan Model Regresi Linear Berganda. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa variabel makro ekonomi
yang terdiri dari inflasi, suku bunga, kurs, dan pertumbuhan ekonomi secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kinerja
perusahaan. Adapun, secara parsial inflasi, suku bunga, dan kurs berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja perusahaan pada
emiten industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia, sedangkan pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif signifikan.
Kata kunci— makro, ekonomi, kinerja, perusahaan
Abstract— This research aims to determine effect of macroeconomic variables consisting of inflation, interest rates, exchange rates, and
economic growth on the performance of companies in the consumer goods industry issuers on the Indonesia Stock Exchange. The population
in this research is the issuers of the consumer goods industry on the Indonesia Stock Exchange during the period January 1, 2014 - December
31, 2014 that is as many as 50 issuers. The sample selection is done by using purposive sampling method and obtained a sample of 33 issuers.
This research uses Multiple Linear Regression Model. The results of the research concluded that macroeconomic variables consisting of
inflation, interest rates, exchange rates, and economic growth together had a significant effect on company performance. Meanwhile, partially,
inflation, interest rates and exchange rates have a significant negative effect on the performance of companies in the consumer goods industry
issuers on the Indonesia Stock Exchange, while economic growth has a significant positive effect.
Key words— macro,economic,company, performance
I. PENDAHULUAN
Perkembangan pasar modal Indonesia hingga 31 Desember
2018 menunjukkan trend yang positif. Hal ini tidak terlepas dari
beberapa inisiatif yang dilakukan oleh PT Bursa Efek Indonesia
(BEI) untuk terus meningkatkan kontribusi pasar modal
terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Inisiatif yang
dilakukan antara lain adalah melalui perubahan satuan
perdagangan (lot size) dan perubahan fraksi harga untuk efek
ekuitas yang diberlakukan sejak 6 Januari 2014. Hal ini
dilakukan sebagai upaya untuk pendalaman pasar, memperluas
inklusivitas investasi di pasar modal sehingga dapat diakses oleh
sebagian besar masyarakat Indonesia, serta untuk menurunkan
volatilitas perdagangan saham. Kegiatan lainnya adalah Gerakan
Nasional Cinta Pasar Modal dan beberapa program sosialisasi
untuk meningkatkan porsi kepemilikan investor domestik di
pasar modal Indonesia.
Perkembangan Pasar Modal Indonesia salah satunya dapat
dilihat dari jumlah emiten yang terdaftar di BEI. Perkembangan
jumlah emiten selama beberapa tahun terakhir dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
Tabel I
Perkembangan Jumlah Emiten di BEI
Akhir
Tahun
Jumlah Emiten
Perubahan
Jumlah %
2013
2014 2015
494
511 528
-
17 17
-
3,44 3,33
2016 2017
2018
541 570
622
13 29
52
2,46 5,36
9,12
Rata-rata 19 4,74
Sumber : BEI (2019, diolah)
Meskipun pasar modal menunjukkan tren yang positif, namun
investor perlu mengetahui bahwa investasi di pasar modal
terutama pada saham merupakan investasi yang memiliki risiko
tinggi disamping menjanjikan keuntungan yang tinggi pula.
Investasi pada saham sangat peka terhadap perubahan-
perubahan yang terjadi pada berbagai faktor. Perubahan-
perubahan tersebut berpotensi untuk meningkatkan atau
menurunkan kinerja perusahaan. Untuk itu, para investor dan
calon investor seharusnya memahami tentang kinerja
perusahaan.
Kinerja perusahaan, secara konseptual dipengaruhi oleh
banyak faktor, baik yang bersifat fundamental maupun teknikal.
Faktor fundamental memiliki ruang lingkup yang sangat luas
yang terdiri dari faktor makro dan mikro. Faktor makro bersifat
uncontrollable yang terdiri dari ekonomi, politik, hukum,
sosial, budaya, demografi, lingkungan, teknologi, dan
persaingan. Setiap faktor makro memiliki beberapa indikatornya
masing-masing. Penelitian ini dibatasi pada faktor makro
ekonomi dengan indikator inflasi, suku bunga, kurs dan
pertumbuhan ekonomi. Pemilihan faktor makro ekonomi ini
dilakukan dengan alasan karena lebih terukur. Di samping itu,
variabel makro ekonomi menjadi perhatian utama dari pelaku
pasar modal dan cenderung mempengaruhi kinerja perusahaan,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B21
Kondisi makro ekonomi yang antara lain terdiri dari inflasi,
suku bunga, kurs, dan pertumbuhan ekonomi menjadi perhatian
utama dari para analis maupun pelaku pasar modal lainnya
termasuk investor. Investor dalam membuat keputusan investasi
terlebih dulu akan mempertimbangkan pergerakan dari inflasi,
suku bunga, kurs, dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini
disebabkan karena tumbuh dan kembangnya investasi sangat
ditentukan oleh volatilitas yang terjadi pada inflasi, suku bunga,
dan kurs serta prospek pertumbuhan ekonomi di masa yang akan
datang. Volatilitas ini berpotensi untuk meningkatkan ataupun
menurunkan risiko investasi pada surat berharga (sekuritas)
terutama pada saham.
Inflasi merupakan indikator ekonomi yang ditandai dengan
meningkatnya harga barang-barang kebutuhan di pasar.
Meningkatnya inflasi dapat menurunkan daya beli masyarakat
terutama yang berpenghasilan tetap, karena harga-harga barang
kebutuhan menjadi meningkat. Inflasi dapat berdampak negatif
bagi masyarakat jika pemerintah tidak berhasil
mengendalikannya. Inflasi juga akan mempengaruhi kinerja
perusahaan karena harga pokok produksinya menjadi meningkat
sehingga perusahaan dihadapkan pada pilihan yang dilematis.
Apabila perusahaan mempertahankan harga jual produknya
maka laba yang diperoleh cenderung menurun atau bahkan
perusahaan mengalami kerugian. Sebaliknya, jika perusahaan
menaikkan harga jual produknya, maka kemungkinan yang
terjadi adalah jumlah unit penjualan produknya akan
mengalami penurunan. Hal ini juga berpotensi mempengaruhi
kinerja perusahaan.
Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi merupakan masalah
makro ekonomi jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi ini
terjadi karena setiap periode waktu masyarakat akan menambah
kemampuannya untuk memproduksikan barang dan jasa dengan
menggunakan faktor-faktor produksi yang tersedia. Faktor-
faktor produksi tersebut meliputi faktor produksi alam yang
menyediakan bahan-bahan dan faktor produksi tenaga kerja
yang setiap periode akan bertambah karena golongan penduduk
yang memasuki angkatan kerja. Perkembangan teknologi alat-
alat produksi akan mempercepat pertambahan kemampuan
untuk memproduksi barang dan jasa, sehingga akan memacu
pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat.
Perubahan yang terjadi pada tingkat inflasi, suku bunga, kurs,
dan pertumbuhan ekonomi berpotensi mempengaruhi kegiatan
investasi yang dilakukan oleh para investor terutama di pasar
modal. Hal ini menjadi tantangan dan tugas berat yang diemban
oleh para manajer perusahaan melalui kebijakan-kebijakan yang
dapat mempertahankan atau bahkan meningkatkan kinerja.
Dampak dari perubahan kondisi makro ekonomi bagi
perusahaan tergantung pada kondisi internal/fundamentalnya.
Perusahaan yang kondisinya baik kemungkinan dampaknya
tidak tertalu besar, tetapi bagi perusahaan yang kondisi
keuangannya kurang baik maka dapat terjadi sebaliknya.
Perusahaan menjadi sulit untuk mengembangkan usahanya,
sehingga kinerjanya akan menurun.
Kinerja perusahaan yang baik dicerminkan oleh rasio
profitabilitas yang tinggi. Rasio profitabilitas yang digunakan
untuk mengukur kinerja manajemen perusahaan dalam
mengelola seluruh aset perusahaan adalah Return on Assets
(ROA ). ROA sebagai indikator dari ukuran kinerja perusahaan
berpotensi untuk mempengaruhi harga pasar saham yang
merupakan salah satu refleksi dari nilai perusahaan.
Penelitian yang terkait dengan hal ini sebelumnya pernah
dilakukan baik di dalam maupun di luar negeri. Penelitian yang
dimaksud antara lain dilakukan oleh: Gupta, et.al. (2000),
Gallardo, et.al (2001), Charitou, et.al. (2004), Hooker (2004),
Kurihara (2006), Demir (2007), Darminto (2010), Pareira
(2010), dan Salman (2011). Mardiyati, dan Rosalina (2013),
Mulyani (2014), Suyati (2015) dan beberapa penelitian lainnya.
Hasil dari beberapa penelitian ini menunjukkan kesimpulan
yang tidak seragam sehingga perlu untuk diteliti lebih lanjut.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada variabel makro
ekonomi yang terdiri dari inflasi, suku bunga, kurs dan
pertumbuhan ekonomi secara teoritis akan berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan. Akan tetapi, besarnya pengaruh serta arah
dan jenis hubungan masing-masing variabel terhadap kinerja
perusahaan tidak dapat diketahui secara pasti. Hal ini dapat
diketahui dari berbagai teori yang saling berentangan satu
dengan lainnya. Begitu pula dengan beberapa hasil penelitian
sebelumnya juga menunjukkan hasil yang tidak seragam
sehingga tidak bersifat universal.
Penelitian ini akan dilakukan pada Emiten Industri Barang
Konsumsi di BEI. Industri barang konsumsi dipilih dengan
alasan bahwa emiten (perusahaan) yang berada dalam industri
ini produknya digunakan untuk memenuhi kebutuhan atau
keinginan masyarakat sehari-hari, sehingga bersentuhan erat
dengan kehidupan masyarakat pada umumnya. Berdasarkan
fenomena yang telah dikemukakan maka penulis, tertarik untuk
meneliti hal tersebut lebih lanjut dengan judul, ”Pengaruh
Variabel Makro Ekonomi terhadap Kinerja Perusahaan pada
Emiten Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia”.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Apakah
variabel makro ekonomi yang terdiri dari inflasi, suku bunga,
kurs, pertumbuhan ekonomi secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap kinerja perusahaan. 2) Apakah variabel
makro ekonomi yang terdiri dari inflasi, suku bunga, kurs,
pertumbuhan ekonomi secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap kinerja perusahaan. Sesuai dengan rumusan masalah
yang ditetapkan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh variabel makro ekonomi yang terdiri dari
inflasi, suku bunga, kurs, pertumbuhan ekonomi secara secara
bersama-sama maupun parsial terhadap kinerja perusahaan.
II. METODE PENELITIAN
A.Operasionalisasi Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel
terikat (dependent variable) dan variabel bebas (independent
variable).
1. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kinerja
perusahaan. Indikator kinerja perusahaan diproksikan dengan
Return on Assets (ROA). Kinerja perusahaan (firm
performance) berorientasi pada hasil akhir dari suatu proses
kegiatan operasi perusahaan selama satu periode tertentu,
biasanya satu tahun. Kinerja perusahaan merupakan evaluasi
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B22
terhadap implementasi kebijakan perusahaan sehingga
seharusnya menghasilkan informasi yang berguna antara lain
sebagai umpan balik bagi formulasi strategi perusahaan. Hasil
evaluasi ini seharusnya dapat memberikan gambaran ril
terhadap kondisi perusahaan saat ini dan prospeknya di masa
yang akan datang.
Kinerja keuangan perusahaan merupakan salah satu faktor
yang dipertimbangkan oleh para investor dalam berinvestasi.
Salah satu rasio keuangan yang dapat digunakan sebagai
indikator dalam mengukur kinerja keuangan perusahaan adalah
rasio profitabilitas. Bagi investor, kinerja perusahaan akan
dilihat dari segi profitabilitas karena kestabilan harga saham
sangat tergantung pada tingkat keuntungan yang diperoleh dan
dividen di masa depan [1].
Menurut Sutrisno, Kinerja keuangan adalah prestasi yang
dicapai perusahaan dalam suatu periode tertentu yang
mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan tersebut.
Stakeholders sangat memerlukan hasil dari pengukuran kinerja
keuangan suatu perusahaan untuk mengetahui keberhasilan
perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya [2].
Kinerja keuangan perusahaan dikatakan baik jika besarnya
rasio keuangan perusahaan bernilai sama dengan atau di atas
standar rasio keuangan [3].
Investor dan calon investor sangat berkepentingan untuk
mengetahui kinerja perusahaan karena terkait dengan investasi
yang mereka lakukan serta prospeknya di masa yang akan
datang. Apabila kinerja perusahaan baik, maka akan mendorong
harga sahamnya naik, karena banyak investor yang tertarik
untuk menanamkan dananya pada perusahaan tersebut.
Penilaian terhadap kinerja perusahaan pada prinsipnya
dilakukan untuk menilai dan mengevaluasi tujuan perusahaan,
yaitu meningkatkan kemakmuran para pemegang saham atau
nilai perusahaan. Oleh karena itu, jika kinerja perusahaan baik,
maka berarti bahwa perusahaan telah menjalankan kegiatan
operasinya secara efektif dan efisien, sehingga tingkat
keuntungan yang dicapai relatif sesuai dengan harapan.
Pengukuran kinerja perusahaan dapat dilakukan dengan
menggunakan berbagai indikator dan salah satunya adalah
dengan menghitung Return on Assets (ROA) dari perusahaan
tersebut. Penelitian ini menggunakan ROA untuk mengukur
kinerja perusahaan, karena konsep ini mengakomodasi berbagai
pihak yang berkepentingan dengan perusahaan, antara lain
adalah manajer, kreditur dan investor dimana ROA memberikan
gambaran kepada investor akan harapan dari investasinya.
Semakin besar ROA menunjukkan kinerja perusahaan yang
semakin baik karena tingkat pengembalian investasi semakin
besar. Nilai ini mencerminkan return dari seluruh aktiva
(pendanaan) yang ada pada perusahaan [4].
ROA merupakan rasio profitabilitas yang mengukur
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva
yang digunakannya. ROA mampu mengukur kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan keuntungan pada masa lampau
untuk kemudian diproyeksikan di masa yang akan datang. Hal
ini sesuai dengan beberapa referensi yang dikemukakan pada
berbagai literatur.
ROA juga mengukur efektivitas keseluruhan yang dicapai
perusahaan dalam menghasilkan laba melalui aktiva yang
tersedia untuk menghasilkan laba dari modal yang
diinvestasikan [5].
Selanjutnya, menurut Tandelilin (2010:372), ROA
menggambarkan sejauh mana kemampuan aset-aset yang
dimiliki perusahaan bisa menghasilkan laba . Adapun, Kasmir
menyatakan bahwa ROA merupakan rasio yang menunjukkan
hasil atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan [7].
Return on Assets (ROA) dapat dihitung dengan menggunakan
rumus [6] sebagai berikut:
ROA = Laba Bersih Setelah Pajak
Total Aktiva x 100% (1)
2. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variabel makro
ekonomi,yang terdiri dari inflasi, suku bunga , kurs, dan
pertumbuhan ekonomi. Uraian singkat dari variabel bebas dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Inflasi
Stabilitas harga barang dan jasa dapat terjadi jika suatu negara
dapat mengendalikan inflasinya. Kestabilan harga barang dan
jasa diperlukan agar perekonomian dapat tumbuh secara
berkesinambungan. Sedangkan, kegagalan dalam pengendalian
harga barang dan jasa dapat berdampak negatif bagi
masyarakat. Inflasi merupakan ukuran aktivitas ekonomi yang
sering digunakan untuk menggambarkan kondisi ekonomi suatu
negara. Inflasi adalah suatu kondisi terjadinya kecenderungan
kenaikan harga barang dan jasa secara umum serta berlangsung
secara terus-menerus yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan
arus barang/jasa dan uang dalam suatu perekonomian.
Menurut Sukirno (2004:333), inflasi adalah kenaikan dalam
harga barang dan jasa yang terjadi karena permintaan bertambah
lebih besar dibandingkan dengan penawaran barang di
pasar”[8].
Inflasi merupakan kenaikan harga secara umum dan terus
menerus dalam jangka waktu tertentu. Kenaikan harga dari satu
atau dua barang saja tidak dapat disebut sebagai inflasi kecuali
bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga)
pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi.
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi
adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari
waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket
barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Penentuan barang
dan jasa dalam IHK dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup
(SBH) yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Selanjutnya, BPS akan memonitor perkembangan harga dari
barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di
pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis
barang/jasa di setiap kota (www.bi.go.id, diakses 3 Maret 2019).
Dampak yang ditimbulkan dari adanya inflasi adalah sebagai
berikut:
1. Inflasi akan menurunkan pendapatan riil yang diterima
masyarakat sehingga merugikan orang-orang yang
berpenghasilan tetap.
2. Inflasi berdampak buruk pula pada neraca pembayaran,
karena menurunnya ekspor dan meningkatnya impor
menyebabkan ketidakseimbangan terhadap aliran masuk dana
ke luar negeri.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B23
3. Pada saat keadaan yang tidak menentu (inflasi), investor
cenderung menanamkan dananya dalam bentuk pembelian
tanah, rumah dan bangunan. Pengalihan investasi ini
menyebabkan kegiatan investasi produktif berkurang dan
kegiatan ekonomi menurun.
4. Biaya produksi dapat naik akibat inflasi sehingga sangat
merugikan pengusaha dan ini menyebabkan kegiatan investasi
beralih pada kegiatan yang kurang untuk mendorong produk
nasional.
5. Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan berbentuk uang
seperti tabungan masyarakat di bank nilai rilnya akan
menurun [9].
Inflasi merupakan proses dari kenaikan harga-harga umum
barang-barang secara terus menerus. Inflasi yang tinggi
berpengaruh terhadap kenaikan biaya produksi sehingga harga
jual produk juga akan naik. Hal ini mengakibatkan menurunnya
penjualan produk perusahaan, dan cenderung menurunkan
keuntungan sehingga kinerja perusahaan bisa menurun.
Variabel inflasi dalam penelitian ini akan dikaitkan terhadap
masing-masing perusahaan dengan menggunakan pendekatan
sensitivitas. Nilai sensitivitas setiap perusahaan terhadap inflasi
diperoleh dengan melakukan regresi antara inflasi dengan
return saham setiap perusahaan selama periode penelitian
sehingga diperoleh nilai Beta (b) nya. Inflasi diperkirakan dapat
mempengaruhi kinerja perusahaan dan nilai perusahaan.
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan inflasi di
pasar modal pernah dilakukan sebelumnya, namun hasilnya
beragam. Hasil penelitian Utami dan Rahayu menyimpulkan
bahwa inflasi berpengaruh negatif namun tidak signifikan
terhadap kinerja perusahaan [10]. Hooker menyimpulkan tingkat
inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
perusahaan [11]. Sedangkan penelitian Demir, menunjukkan
bahwa inflasi memiliki pengaruh yang negatif signifikan
terhadap profitabilitas perusahaan [12]. Kandir, menemukan
inflasi berpengaruh positif signifikan terhadap tiga dari dua
belas portofolio yang diteliti [13]. Penelitian Pareira
menghasilkan bahwa terdapat hubungan negatif antara inflasi
dengan kinerja perusahaan [14]. Mulyani menemukan inflasi
berpengaruh positif signifikan terhadap Jakarta Islamic Index
[15].
b. Suku bunga
Suku bunga diatur dan ditetapkan oleh pemerintah agar dapat
menjaga kelangsungan perekonomian suatu negara. Di
Indonesia, penetapan suku bunga menjadi kewenangan bank
sentral yaitu Bank Indonesia. Suku bunga digunakan untuk
mengontrol perekonomian. Suku bunga pada dasarnya
merupakan nilai, tingkat, harga atau keuntungan yang diberikan
kepada investor dari penggunaan dana investasi atas dasar
perhitungan nilai ekonomis dalam periode waktu tertentu. Suku
bunga penting untuk menjadi pertimbangan dalam berinvestasi
karena umumnya para investor mengharapkan hasil investasi
yang lebih besar dari suku bunga tertentu.
Suku bunga merupakan biaya pinjaman yang dibayarkan oleh
debitur untuk dana pinjamannya dan biasanya dinyatakan dalam
satuan persentase per tahun. Suku bunga juga merupakan harga
dari pinjaman. Suku bunga dinyatakan sebagai persentase uang
pokok per unit waktu. Bunga merupakan suatu ukuran harga
sumber daya yang digunakan oleh debitur yang harus
dibayarkan kepada kreditur [16]. Adapun menurut pendapat
lainnya suku bunga adalah harga dari penggunaan dana investasi
(loanable funds). Tingkat suku bunga merupakan salah satu
indikator dalam menentukan apakah seseorang akan melakukan
investasi atau menabung [17].
Suku bunga yang tinggi cenderung mendorong masyarakat
untuk menabung, dan enggan untuk berinvestasi. Kenaikkan
suku bunga juga akan ditanggung oleh investor berupa kenaikan
biaya bunga bagi perusahaan sehingga risiko investasi menjadi
tinggi dan perusahaan sulit untuk berkembang. Perusahaan
banyak mengalami kesulitan untuk mempertahankan hidupnya,
sehingga kinerja perusahaan menurun.
Tingkat suku bunga dalam penelitian ini merupakan tingkat
suku bunga ril atau tingkat suku bunga bebas risiko. Di
Indonesia proksi dari suku bebas risiko adalah suku bunga
Indonesia (BI rate). Suku bunga BI menjadi acuan dari tingkat
suku bunga umum baik deposito maupun kredit. Variabel suku
bunga dalam penelitian ini akan dikaitkan untuk masing-masing
perusahaan dengan pendekatan sensitivitas. Nilai sensitivitas
setiap perusahaan terhadap suku bunga diperoleh dengan
melakukan regresi antara suku bunga BI dengan return saham
setiap perusahaan selama periode penelitian sehingga diperoleh
nilai Beta (b) nya. Suku bunga diperkirakan dapat
mempengaruhi kinerja.
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan suku bunga di
pasar modal pernah dilakukan sebelumnya, namun hasilnya
beragam. Gupta, et al., menemukan bahwa suku bunga
berpengaruh negatif signifikan terhadap harga saham [18].
Gallardo et. al., menemukan bahwa suku bunga berpengaruh
positif terhadap profitabilitas [19]. Wongbangpo dan Sharma
menemukan bahwa terdapat hubungan negatif antara tingkat
bunga dengan harga saham di Filipina, Singapura, dan Thailand,
sedangkan di Indonesia dan Malaysia hubungannya positif [20].
Utami dan Rahayu menyimpulkan bahwa suku bunga
berpengaruh negatif signifikan terhadap harga saham [10].
Hooker [11] serta Chiarella dan Gao menemukan tingkat bunga
berpengaruh negatif terhadap return pasar [21]. Kurihara
menemukan bahwa tingkat suku bunga domestik tidak
signifikan mempengaruhi perubahan harga saham di Jepang
[22]. Mardiyati dan Rosalina menyimpulkan bahwa tingkat
bunga tidak signifikan berpengaruh terhadap sektor properti
[23]. Mulyani menemukan suku berpengaruh negatif signifikan
terhadap Jakarta Islamic Index [15]. Suyati, menemukan tingkat
bunga berpengaruh negatif signifikan terhadap return saham
properti di BEI [24].
c. Kurs valuta asing
Kurs menggambarkan harga dari suatu mata uang terhadap
mata uang negara lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Samuelson yang menyatakan bahwa kurs mata uang asing atau
valas adalah harga mata uang asing dalam satuan mata uang
domestik. Kurs merupakan salah satu hal yang penting dalam
perekonomian terbuka, karena memiliki pengaruh yang sangat
besar bagi neraca transaksi berjalan maupun variabel-variabel
makro ekonomi lainnya [25]. Pugel menjelaskan nilai tukar
(exchange rate) adalah harga dari satu mata uang dipandang dari
segi mata uang lain. Dalam perdagangan luar negeri, orang dari
negara berbeda menggunakan mata uang yang berbeda pula,
seperti pada bahasa, perlu adanya penerjemah. Penerjemah
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B24
antara mata uang yang berbeda inilah yang disebut nilai tukar
[26].
Ada beberapa sistem kurs mata uang yang berlaku dalam
perekonomian internasional, yaitu sebagai berikut:
a. Sistem kurs mengambang (floating exchange rate), dalam
sistem ini kurs ditentukan oleh mekanisme pasar tanpa ada
upaya stabilisasi oleh otoritas moneter. Sistem kurs
mengambang dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Mengambang bebas/murni (clean floating exchange rate),
kurs ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa
ada campur tangan pemerintah. Dalam sistem ini cadangan
devisa tidak diperlukan karena otoritas moneter tidak
berupaya untuk menetapkan atau memanipulasi kurs.
2. Mengambang terkendali (managed or dirty floating
exchange rate) dimana otoritas moneter berperan aktif
dalam menstabilkan kurs pada tingkat tertentu. Oleh
karena itu, cadangan devisa biasanya dibutuhkan karena
otoritas moneter perlu membeli atau menjual valas untuk
mempengaruhi pergerakan kurs.
b. Sistem kurs tertambat (peged exchange rate), pada sistem ini
suatu negara mengaitkan nilai mata uangnya dengan suatu
atau sekelompok mata uang negara lain, yang biasanya
merupakan mata uang negara partner dagang. Nilai mata
uang tersebut bergerak mengikuti mata uang yang menjadi
tambatannya. Jadi sebenarnya mata uang yang ditambatkan
tidak mengalami fluktuasi tetapi hanya berfluktuasi terhadap
mata uang lain mengikuti mata uang yang menjadi
tambatannya.
c. Sistem kurs tertambat merangkak (crawling pegs), dalam
sistem ini suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam
nilai mata uangnya secara periodik dengan tujuan untuk
bergerak menuju nilai tertentu pada rentang waktu tertentu.
d. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies), seleksi
mata uang yang dimasukkan dalam keranjang umumnya
ditentukan oleh peranannya dalam membiayai perdagangan
negara tertentu.
e. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate), kurs biasanya tetap
atau diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sangat
sempit [27].
Menurut teori Purchasing Power Parity, kurs valas akan
cenderung menurun dalam proporsi yang sama dengan laju
kenaikkan harga. Menurunya kurs karena laju kenaikan harga
membuat biaya produksi naik, terutama yang menggunakan
bahan baku impor sehingga daya saingnya menurun, karena
harus menjual produk dengan harga yang lebih tinggi.
Selanjutnya teori IRP (Interest Rate Parity), menyatakan kurs
forward suatu mata uang yang mengandung premi/diskon
ditentukan oleh perbedaan suku bunga antara dua negara.
Akibatnya, arbitrase suku bunga yang ditutup (covered interest
arbitrage) akan jauh lebih menguntungkan dibanding suku
bunga domestik. Demikian juga menurut teori IFE
(International Fisher Parity), kurs spot mata uang akan berubah
sesuai dengan perbedaan suku bunga antara dua negara.
Akibatnya, rata-rata keuntungan dari sekuritas pasar uang
internasional yang tidak ditutup tidak melebihi keuntungan yang
diperoleh dari sekuritas pasar uang domestik, terutama dari
sudut pandang investor di negera asal [27].
Ketiga teori tersebut di atas menjelaskan hubungan antara
inflasi, suku bunga dan kurs. Perbedaan inflasi dan tingkat suku
bunga antara dua negara akan mempengaruhi perubahan kurs.
Perubahan kurs akan searah dengan risiko sistematis dan
berlawanan dengan kinerja perusahaan.
Nilai tukar merupakan sejumlah uang dari suatu mata uang
tertentu yang dapat dipertukarkan dengan satuan unit mata uang
negara lain. Nilai tukar rupiah memiliki pengaruh utama
terhadap perusahaan yang mengandalkan bahan baku impor.
Depresiasi rupiah akan menyebabkan kenaikan biaya produksi,
sehingga berdampak pada penurunan profitabilitas perusahaan
[28].
Variabel kurs valas yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kurs Rupiah terhadap US$ yang dikaitkan untuk masing-
masing perusahaan dengan pendekatan sensitivitas. Nilai
sensitivitas setiap perusahaan terhadap kurs valas diperoleh
dengan melakukan regresi antara kurs valas dengan return
saham setiap perusahaan selama periode penelitian sehingga
diperoleh nilai Beta (b) nya. Kurs valas diperkirakan dapat
mempengaruhi kinerja perusahaan.
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan kurs di pasar
modal pernah dilakukan sebelumnya, namun hasilnya beragam.
Gupta et. al. menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang kuat antara harga saham dengan nilai tukar [18].
Wongbangpo dan Sharma menemukan bahwa kurs memiliki
hubungan positif dengan harga saham di negara Indonesia,
Malaysia dan Filipina, sebaliknya berhubungan negatif di
Singapura dan Thailand [20]. Utami dan Rahayu,
menyimpulkan bahwa kurs valas berpengaruh positif signifikan
terhadap harga saham [10]. Kurihara menemukan bahwa kurs
berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham di Jepang
[22]. Demir, menemukan bahwa nilai tukar memiliki pengaruh
negatif signifikan terhadap profitabilitas perusahaan manufaktur
[12]. Kandir menemukan bahwa kurs valas berpengaruh secara
positif terhadap return dari semua portofolio yang diteliti [13].
Mardiyati dan Rosalina menyimpulkan bahwa nilai tukar
berpengaruh negatif signifikan terhadap indeks sektor properti
[23]. Mulyani menemukan kurs Rupiah terhadap US$
berpengaruh negatif signifikan terhadap Jakarta Islamic Index
[15]. Suyati (2015), menemukan nilai tukar rupiah terhadap US
Dollar berpengaruh signifikan terhadap return saham properti di
BEI [24].
d. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi menggambarkan standar materi
kehidupan yang meningkat sepanjang waktu bagi kehidupan
penduduk dalam suatu negara yang berasal dari peningkatan
pendapatan, sehingga memungkinkan mereka mengkonsumsi
jumlah barang dan jasa yang lebih banyak dan beragam..
Sementara itu, menurut pertumbuhan ekonomi (economic
growth) secara paling sederhana dapat diartikan sebagai
pertambahan output atau pertambahan pendapatan nasional
agregat dalam kurun waktu tertentu, misalkan satu tahun [29].
Untuk mengukur pertumbuhan ekonomi, para ekonom
menggunakan data Gross Domestic Product (GDP) atau Produk
Domestik Bruto (PDB). PDB mengukur pendapatan total setiap
orang dalam perekonomian. PDB sering dianggap sebagai
ukuran yang paling baik dari kinerja perekonomian. Semakin
tinggi PDB suatu negara maka semakin baik pula kinerja
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B25
ekonomi negara tersebut. Gross Domestic Product (GDP)
merupakan nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang
diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu
tertentu (biasanya per tahun). PDB menghitung hasil produksi
suatu perekonomian tanpa memperhatikan siapa pemilik faktor
produksi tersebut. Perhitungan pertumbuhan ekonomi dapat
dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut [8]:
Pertumbuhan Ekonomi = PDBt−PDBt−1
PDBt−1 x 100% (2)
Pertumbuhan ekonomi dan investasi mempunyai hubungan
yang positif. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, semakin
tinggi bagian dari pendapatan yang bisa ditabung, sehingga
investasi yang tercipta akan semakin besar, akibatnya akan
semakin besar pula tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai.
Pertumbuhan ekonomi yang meningkat memberikan harapan
bagi investor tentang prospek investasi yang lebih baik.
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan pertumbuhan
ekonomi terhadap kinerja di pasar modal pernah dilakukan
sebelumnya, namun hasilnya beragam. Hooker (2004)
menemukan bukti bahwa pertumbuhan GDP berpengaruh positif
signifikan terhadap return pasar. Hal yang sama juga ditemukan
oleh Chiarella dan Gao [21]. Mulyani menemukan PDB
berpengaruh positif signifikan terhadap Jakarta Islamic Index
[15].
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Penelitian ini dilakukan terhadap perusahaan publik yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Data yang digunakan
merupakan data sekunder yang diperoleh dari BEI, Bank
Indonesia, serta Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014 s.d.
2018. Data yang diperoleh BEI meliputi: (1) IHSG, (2) harga
saham, (3) laba bersih sesudah pajak, (4) ROA, dan (5) total
aktiva. Adapun data yang diperoleh melalui BI dan BPS
meliputi: (1) inflasi, (2) suku bunga, (3) kurs, dan (4)
pertumbuhan ekonomi.
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti dan
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007). Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh emiten industri barang
konsumsi yang pernah terdaftar di BEI sejak 1 Januari 2014 s.d.
31 Desember 2018. Berdasarkan data dari BEI diperoleh jumlah
populasi sebanyak 50 perusahaaan (emiten).
Setelah mengetahui jumlah populasi, langkah selanjutnya
adalah menentukan jumlah sampel penelitian. Sampel adalah
bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh suatu
populasi (Sugiyono, 2007). Penarikan sampel dalam penelitian
ini dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling.
Dalam metode ini, pemilihan sampel dilakukan dengan
menggunakan kriteria tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
berdasarkan pertimbangan yang sesuai dan rasional. Adapun
kriteria penentuan sampel yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1. Emiten di BEI yang secara terus menerus berada dalam
industri barang konsumsi sejak 1 Januari 2014 s.d. 31
Desember 2018.
2. Emiten tersebut mempublikasikan laporan keuangan secara
berturut-turut selama periode penelitian ini.
3. Emiten tersebut tidak masuk dalam black list BEI selama
periode penelitian.
4. Emiten tersebut sahamnya aktif diperdagangkan di BEI
selama periode penelitian.
Untuk memperoleh jumlah sampel sesuai kriteria di atas maka
dapat diketahui melalui proses tabulasi berikut ini.
Tabel II
Penentuan Sampel
No.
Keterangan/Kriteria Jumlah Emiten
1
2
3
4
5
Populasi
Emiten yang tidak terus menerus berada dalam Industri
Barang Konsumsi di BEI selama periode penelitian
Emiten tidak mempublikasikan laporan keuangan
secara berturut-turut selama periode penelitian ini.
Emiten masuk dalam black list BEI selama periode penelitian
Emiten tersebut sahamnya aktif diperdagangkan di BEI
selama periode penelitian
50
12
2
0
3
Jumlah emiten yang terpilih menjadi sampel 33
Sumber : BEI (2019, diolah)
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa ada 33
emiten yang terpilih menjadi sampel. Penelitian ini dilakukan
untuk waktu 5 tahun, sehingga total observasi keseluruhan
adalah 33 dikalikan 5 dan hasilnya adalah sebanyak 165
observasi.
C. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan model Regresi Linear Berganda.
Model ini digunakan untuk menguji pengaruh dari variabel
makro ekonomi yang terdiri dari inflasi, suku bunga, kurs dan
pertumbuhan ekonomi terhadap kinerja perusahaan. Adapun
bentuk persamaan regresinya adalah:
ROA = b0 + b1 INF + b2 SB + b3 KURS + b4 PE
Untuk memperoleh intersep dan koefisien regresi setiap
variabel serta perhitungan lainnya maka digunakan perangkat
lunak statistik yaitu SPSS (Statistical Package for Social
Science).
Angka intersep dan koefisien dari model regresi digunakan
setelah memenuhi ketentuan asumsi klasik yang terdiri dari uji
normalitas, multikolinieritas, heterokedastisitas dan
autokorelasi. Pengujian ini dilakukan agar parameter atau
koefisien regresi tidak bias dan dapat mendeteksi keadaan yang
sesungguhnya (Best Linear Unbiases Estimator atau BLUE).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Uji Hipotesis
Model regresi linear berganda mensyaratkan model
memenuhi asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas,
multikolinearitas, heterokedastisitas dan autokorelasi agar
model yang digunakan bersifat BLUE (Best Linear Unbias
Estimator).
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B26
Pengujian normalitas data dalam penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan grafik normal probability plot dan
hasilnya sebagaimana yang terlihat pada Gambar I.
Gambar I
Grafik Normal Probability Plot dari Initial Return
Dari Gambar I dapat diketahui bahwa penyebaran data pada
sumbu diagonal dari grafik tersebut berada di sekitar garis
diagonal. Dengan demikian dapat disimpulkan asumsi
normalitas model penelitian ini terpenuhi dengan kata lain data
yang digunakan berdistribusi normal.
Selanjutnya, multikolinieritas menunjukkan adanya hubungan
yang kuat di antara beberapa atau semua variabel bebas dalam
model regresi. Gejala multikolinieritas dideteksi dengan
menghitung Variance Inflation Factor (VIF) dan tolerancevalue
dari masing-masing variabel bebas. Hasil perhitungan VIF
tertera pada Tabel VIII.
Tabel III
Hasil Perhitungan Variance Inflation Factor
Variabel Tolerance VIF
INF
SB KURS
PE
0,911
0,972 0,686
0,741
1,098
1,029 1,457
1,350
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2019)
Dari tabel di atas VIF dari semua variabel bebas nilainya <10
dan tolerance value nilainya > 0,10. sehingga model regresi
linear penelitian ini tidak mengalami gejala multikolinieritas.
Berikutnya, heterokedastisitas terjadi apabila varian residual
tidak bersifat konstan sehingga jika model diestimasi dengan
OLS maka varian estimatornya menjadi tidak minimum. Gejala
heteroskedastisitas dalam penelitian ini dideteksi dengan
menggunakan grafik.
Gambar II
Grafik Scatter Plot untuk Uji Heterokedastisitas
Dari Gambar II dapat diketahui bahwa titik-titik yang terdapat
pada scatter plot tidak membentuk pola yang beraturan sehingga
dapat dinyatakan bahwa model regresi dalam penelitian ini lolos
dari gejala heterokedastisitas.
Selanjutnya, uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui ada
atau tidaknya korelasi berurutan antara faktor error dalam
model regresi. Pengujian autokorelasi dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan Uji Durbin-Watson (d).
Penelitian ini menggunakan observasi sebanyak 165 dan
variabel bebas sebanyak 4 pada tingkat keyakinan 95%.
Berdasarkan Tabel Durbin-Watson diperoleh nilai batas bawah
(dL) sebesar 1,696 dan nilai batas atas (dU) sebesar 1,795.
Sedangkan hasil pengolahan data diperoleh bahwa nilai
statitistik Durbin-Watson sebesar 1,893. Hal ini menunjukkan
bahwa model regresi dalam penelitian ini terbebas dari gejala
autokorelasi karena nilai statistik Durbin-Watsonnya berada di
antara dU s.d. 4-dU (1,795 < 1,893 < 2,205).
Setelah dilakukan pengujian asumsi klasik yang terdiri dari uji
normalitas, multikolinieritas, heterokedastisitas dan
autokorelasi, maka tidak terjadi pelanggaran terhadap asumsi-
asumsi klasik dalam model regresi penelitian ini. Oleh karena
itu, maka model penelitian ini dinyatakan BLUE.
Hasil perhitungan dengan menggunakan program SPSS
diperoleh nilai koefisien regresi untuk masing-masing variabel
bebas tertera pada Tabel IV.
Tabel IV.
Hasil Perhitungan Koefisien Regresi
Variabel Koefisien T-hitung Sig.t
Konstanta
INF
SB KURS
PE
9,536
-0,125
-0,211 -100,178
0,541
10,043
-2,213
-6,956 -2,076
2,411
0,000
0,028
0,000 0,039
0,017
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2019)
Berdasarkan Tabel IV dapat ditulis model taksiran persamaan
regresi untuk penelitian ini sebagai berikut :
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B27
ROA = 9,536 - 0,125 INF - 0,211 SB - 100,178 KURS - 0,541
PE
c. Pengujian Hipotesis secara Bersama-sama
Pengaruh INF, SB, KURS, dan PE secara bersama-sama
terhadap ROA (kinerja perusahaan) pada Industri Barang
Konsumsi di BEI periode 2014 s.d. 2018 dapat diketahui
dengan melakukan uji F dengan hipotesis sebagai berikut:
H0: INF, SB, KURS, dan PE secara bersama-sama tidak
berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan pada
Industri Barang Konsumsi di BEI (H0: b1, b2, b3, b4 = 0)
Ha: INF, SB, KURS, dan PE secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan pada
Industri Barang Konsumsi di BEI (H0: b1, b2, b3, b4 ≠ 0)
Hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS diperoleh nilai
F-hitung 17,219. Nilai ini dibandingkan dengan nilai F-tabel
dengan α = 0,05. Dari tabel distribusi F untuk α = 0,05 dengan
derajat bebas (4;160) diperoleh nilai F-tabel sebesar 2,27. Nilai
F-hitung > F-tabel dan p-value (0,00) < α (0,05), sehingga H0
ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada
tingkat keyakinan 95%, INF, SB, KURS, dan PE secara
bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kinerja
perusahaan pada Industri Barang Konsumsi di BEI.
Selanjutnya untuk mengetahui kemampuan model dalam
menerangkan variasi dari kinerja perusahaan pada Industri
Barang Konsumsi di BEI yang dapat dijelaskan oleh variabel
bebas yang terdiri dari INF, SB, KURS, dan PE dapat diketahui
dengan melihat nilai koefisien determinasi. Hasil komputasi
memperlihatkan nilai koefisien determinasi (R2) untuk
penelitian ini adalah sebesar 30,10%. Angka ini menunjukkan
bahwa 30,10% perubahan (variasi) kinerja perusahaan mampu
dijelaskan oleh perubahan himpunan variabel makro ekonomi
yang terdiri dari INF, SB, KURS, dan PE. Sedangkan sisanya
sebesar 59,90% dijelaskan oleh variabel lain di luar model yang
tidak diamati dalam penelitian ini.
Keeratan hubungan dari variabel makro ekonomi yang terdiri
dari INF, SB, KURS, dan PE terhadap kinerja perusahaan
ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasinya (R) yaitu sebesar
54,90% menunjukkan hubungan yang sedang.
d. Pengujian Hipotesis Parsial
Untuk mengetahui variabel bebas yang berpengaruh
signifikan terhadap variabel terikat maka perlu dilakukan
pengujian koefisien regresi secara parsial. Pengujian ini
dilakukan dengan menggunakan uji t.
d.1. Pengaruh inflasi terhadap kinerja perusahaan
Merujuk pada bahagian sebelumnya, maka hipotesis yang
akan diuji dari pengaruh inflasi terhadap kinerja perusahaan
adalah sebagai berikut :
H01 : b1 = 0, inflasi secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap kinerja perusahaan pada Industri Barang
Konsumsi di BEI
Ha1 : b1 ≠ 0, inflasi secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap kinerja perusahaan pada Industri Barang
Konsumsi di BEI.
Hasil perhitungan nilai absolut t-hitung untuk koefisien
regresi dari inflasi yang tertera pada Tabel IX adalah sebesar
2,213 dan p-value sebesar 0,028. Sedangkan nilai t-tabel untuk
α=0,05 dengan derajat bebas 160 adalah 1,974. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai absolut t-hitung (2,213) lebih besar
daripada t-tabel (1,974) dan p-value (0,028) lebih kecil daripada
α (0,05), sehingga pada tingkat signifikansi 5%, H01 dinyatakan
ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada
tingkat keyakinan 95%, kinerja perusahaan pada Industri Barang
Konsumsi di BEI .
Koefisien regresi dari inflasi untuk penelitian ini adalah
-0,125, artinya bahwa inflasi memiliki pengaruh yang negatif
terhadap kinerja perusahaan pada Industri Barang Konsumsi di
BEI. Apabila inflasi naik sebesar 1%, maka secara rata-rata
kinerja perusahaan pada Industri Barang Konsumsi di BEI
akan turun sebesar 0,125% dengan asumsi variabel suku bunga,
kurs, dan pertumbuhan ekonomi konstan. Sebaliknya, apabila
inflasi turun sebesar 1%, maka secara rata-rata kinerja
perusahaan pada Industri Barang Konsumsi di BEI akan naik
sebesar 0,125% dengan asumsi variabel suku bunga, kurs, dan
pertumbuhan ekonomi konstan.
d.2 Pengaruh suku bunga terhadap kinerja perusahaan
Hipotesis yang diuji dari pengaruh kurs terhadap kinerja
perusahaan adalah sebagai berikut:
H02 : b2 = 0, suku bunga secara parsial tidak berpengaruh
signifikan terhadap kinerja perusahaan pada Industri
Barang Konsumsi di BEI
Ha2 : b2 ≠ 0, suku bunga secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap kinerja perusahaan pada Industri Barang
Konsumsi di BEI.
Hasil perhitungan nilai absolut t-hitung untuk koefisien
regresi dari suku bunga yang tertera pada Tabel IV adalah
6,956 dan p-value sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa
nilai absolut t-hitung (6,956) lebih besar daripada t-tabel
(1,974) dan p-value (0,000) lebih kecil daripada α (0,05),
sehingga pada tingkat signifikansi 5%, H02 dinyatakan ditolak.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada tingkat
keyakinan 95%, suku bunga berpengaruh signifikan terhadap
terhadap kinerja perusahaan pada Industri Barang Konsumsi di
BEI.
Koefisien regresi suku bunga dari model penelitian ini adalah
-0,211, artinya bahwa suku bunga berpengaruh positif terhadap
kinerja perusahaan pada Industri Barang Konsumsi di BEI.
Apabila suku bunga naik sebesar 1%, maka secara rata-rata
kinerja perusahaan akan turun sebesar 0,211% dengan asumsi
variabel inflasi, kurs, dan pertumbuhan ekonomi konstan..
Sebaliknya, suku bunga turun sebesar 1%, maka secara rata-rata
kinerja perusahaan akan naik sebesar 0,211% dengan asumsi
variabel inflasi, kurs, dan pertumbuhan ekonomi konstan.
d.3 Pengaruh kurs terhadap kinerja perusahaan
Hipotesis yang diuji dari pengaruh kurs terhadap kinerja
perusahaan adalah sebagai berikut :
H03 : b3 = 0, kurs secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap kinerja perusahaan pada Industri Barang
Konsumsi di BEI
Ha3 : b3 ≠ 0, kurs secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
kinerja perusahaan pada Industri Barang Konsumsi di
BEI.
Hasil perhitungan nilai absolut t-hitung untuk koefisien
regresi dari kurs yang tertera pada Tabel IX adalah 2,076 dan
p-value sebesar 0,039. Hal ini menunjukkan bahwa nilai absolut
t-hitung (2,076) lebih besar daripada t-tabel (1,974) dan p-value
(0,039) lebih kecil daripada α (0,05), sehingga pada tingkat
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B28
signifikansi 5%, H03 dinyatakan ditolak. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa pada tingkat keyakinan 95%, kurs
berpengaruh signifikan terhadap terhadap kinerja perusahaan
pada Industri Barang Konsumsi di BEI.
Koefisien regresi suku bunga dari model penelitian ini adalah
-100,178, artinya bahwa kurs berpengaruh positif terhadap
kinerja perusahaan pada Industri Barang Konsumsi di BEI.
Apabila kurs naik sebesar 1%, maka secara rata-rata kinerja
perusahaan akan turun sebesar 100,178% dengan asumsi
variabel inflasi, suku bunga, dan pertumbuhan ekonomi
konstan.. Sebaliknya, jika kurs turun sebesar 1%, maka secara
rata-rata kinerja perusahaan akan naik sebesar 100,178% dengan
asumsi variabel inflasi, suku bunga, dan pertumbuhan ekonomi
konstan.
d.4 Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap kinerja
perusahaan
Hipotesis yang diuji dari pengaruh pertumbuhan ekonomi
terhadap kinerja perusahaan adalah sebagai berikut :
H04 : b4 = 0, pertumbuhan ekonomi secara parsial tidak
berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan pada
Industri Barang Konsumsi di BEI
Ha4 : b4 ≠ 0, pertumbuhan ekonomi secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap kinerja perusahaan pada Industri
Barang Konsumsi di BEI.
Hasil perhitungan nilai absolut t-hitung untuk koefisien
regresi dari pertumbuhan ekonomi yang tertera pada Tabel IX
adalah 2,411 dan p-value sebesar 0,017. Hal ini menunjukkan
bahwa nilai absolut t-hitung (2,411) lebih besar daripada t-
tabel (1,974) dan p-value (0,017) lebih kecil daripada α (0,05),
sehingga pada tingkat signifikansi 5%, H04 dinyatakan ditolak.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada tingkat
keyakinan 95%, pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan
terhadap terhadap kinerja perusahaan pada Industri Barang
Konsumsi di BEI.
Koefisien regresi suku bunga dari model penelitian ini adalah
0,541, artinya bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif
terhadap kinerja perusahaan pada Industri Barang Konsumsi di
BEI. Apabila kurs naik sebesar 1%, maka secara rata-rata
kinerja perusahaan akan naik pula sebesar 0,541% dengan
asumsi variabel inflasi, suku bunga, dan kurs konstan..
Sebaliknya, jika kurs turun sebesar 1%, maka secara rata-rata
kinerja perusahaan akan turun sebesar 0,541% dengan asumsi
variabel inflasi, suku bunga, dan kurs konstan.
IV. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Variabel makro ekonomi yang terdiri dari inflasi, suku bunga,
kurs, dan pertumbuhan ekonomi secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan pada
Industri Barang Konsumsi di BEI
2. Inflasi, suku bunga, dan kurs, secara parsial berpengaruh
negatif signifikan terhadap kinerja perusahaan pada Industri
Barang Konsumsi di BEI.
3. Pertumbuhan ekonomi secara parsial berpengaruh positif
signifikan terhadap kinerja perusahaan pada Industri Barang
Konsumsi di BEI
REFERENSI
[1] Sartono, Agus, 2001, Manajemen Keuangan : Teori dan Aplikasi, Edisi
Keempat, Yokyakarta : BPFE-UGM.
[2] Sutrisno, 2009, Manajemen Keuangan: Teori, Konsep dan Aplikasi, Edisi
Pertama, Cetakan Ketujuh, Yogyakarta: Ekonisia.
[3] Munawir, S. 2010, Analisis Laporan Keuangan, Edisi Keempat. Cetakan Kelima. Belas. Yogyakarta: Liberty.
[4] Wild, John, K.R. Subramanyam, dan Robert F. Halsey, 2005, Analisis
Laporan Keuangan. Edisi ke-8, Alih Bahasa: Yanivi dan Nurwahyu. Jakarta: Salemba Empat.
[5] Horne, James C Van and John M. Wachowicz, 2005, Fundamentals of
Financial Management, Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan, Penerjemah: Dewi Fitriasari dan Deny Arnos Kwary. Jakarta: Salemba
Empat.
[6] Tandelilin, Eduardus, 2010, Portofolio dan Investasi: Teori dan Aplikasi, Edisi Pertama. Yogyakarta: Kanisius.
[7] Kasmir, 2014, Analisis Laporan Keuangan, Edisi Kesatu, Cetakan
Ketujuh, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
[8] Sukirno
[9] Murni, Asfia, 2006, Ekonomi Makro, Jakarta: Refika Aditama.
[10] Utami, Mudji dan Mudjilah Rahayu, 2003, Peranan Profitabilitas, Suku Bunga, Inflasi dan Nilai Tukar dalam Mempengaruhi Pasar Modal
Indonesia Selama Krisis Ekonomi, Jurnal Manajemen dan
Kewirausahaan, Universitas Petra, Vol. 5. No. 2. [11] Hooker, Mark A, 2004, Macroeconomic Factors and Emerging Market
Equity Returns: A Bayesian Model Selection Approach, Emerging Markets Review. 5:378-379.
[12] Demir, Firat, 2007, Determinants of Manufacturing Firm Profitability
under Uncertainty and Macroeconomic Volatility: Evidence from an Emerging Market, White paper of Department of Economics, University
of Oklahoma.
[13] Kandir, Serkan Yilmaz, 2008, Macroeconomic Variables, Firm Characteristic and Stock Returns: Evidence from Turkey, International
Journal of Finance and Economics, ISSN: 1450-2887, Issue 16.
[14] Pareira, Diego, 2010, Inflation, Real Stock Prices and Earnings: Friedman was Right, Garmendia.
[15] Mulyani, Neny, (2014), Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Nilai
Tukar Rupiah, dan Produk Domestik Bruto terhadap Jakarta Islamic Index, Jurnal Bisnis dan Manajemen Eksekutif, Vol. 1 No. 1.
[16] Sunariyah, 2013, Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Yogyakarta:
UPP-STIM YKPN. [17] Boediono, 2014, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu - No. 5 Ekonomi Makro,
Yogyakarta: BPFE.
[18] Gupta, J.P, Alain Chevalier, dan Fran Sayekt, 2000, “The Causality between Interest Rate, Exchange Rate and Stock Price in Emerging
Markets: The Case of Jakarta Stock Exchange, European Financial
Management Journal Graduate School of Bussiness. [19] Gallardo, Julio Lopez, Anyul, Martin Puchet, Hernandez, Joel Sanchez,
2001, Profit Margins in Mexico’s Manufacturing Industry: An
Econometric Study, Metroeconomica, Vol.51, Issue 1. [20] Wongbangpo, Praphan dan Subhash C. Sharma, 2002, Stock Market and
Macroeconomic Fundamental Dynamic Interaction: ASEAN‐5 Countries,
Journal of Asian Economics 13:27‐51.
[21] Chiarella C. and Gao S., 2004, The Value of The S&P 500 – A Macro View of The Stock Market Adjustment Process, Global Finance Journal,
15; 171‐196.
[22] Kurihara, Yutaka , 2006, The Relationship between Exchange Rate and
Stock Price during the Quantitative Easing Policy in Japan, International
Journal of Bussniness, Vol 11, No.4. [23] Mardiyati, Umi, dan Ayi Rosalina, 2013, Analisis Pengaruh Nilai Tukar
Rupiah, Tingkat Suku Bunga dan Inflasi terhadap Indeks Harga Saham,
Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia, Vol. 4, No. 1 [24] Suyati, Sri, 2015, Pengaruh Inflasi, Tingkat Suku Bunga dan Nilai Tukar
Rupiah/US Dollar terhadap Return Saham Properti yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia, Jurnal Ilmiah UNTAG Semarang, Vol. 4. No. 3. [25] Samuelson, Paul A. & Nordhaus, William D., 2001, Ekonomi, Edisi 12,
Jakarta: Erlangga.
[26] Pugel, Thomas A, 2016, International Economics, 16th Edition, New York: McGraw-Hill.
[27] Kuncoro, Mudrajad, 2001, Metode Kuantitatif: Teori dan Aplikasi untuk
Bisnis dan Ekonomi, Edisi Pertama,Yogyakarta: UPP AMP YPKN.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B29
[28] Darminto, 2010, Pengaruh Faktor Eksternal dan Berbagai Keputusan
Keuangan rerhadap Nilai Perusahaan, Jurnal Aplikasi Manajemen, Vol.8,
No.1.
[29] Prasetyo, P. Eko, 2009, Fundamental Makro Ekonomi: Sebuah
Pengetahuan Tingkat Dasar dan Menengah Serta Advanced Untuk Ilmu
Ekonomi Makro. Yogyakarta: Beta Offset.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B30
Rumah Adat Sopo Godang Mandailing dalam Kajian Estetika Timur
Anni Kholilah1, Niko Andeska2, Muhammad Ghifari3
Jurusan Seni Rupa dan Desain Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh
Jln. Nuri, Gampong Jantho Makmur Aceh Besar 23911 INDONESIA [email protected] [email protected]
Abstrak-Sopo Godang merupakan balai sidang adat di daerah Mandailing Natal. Bangunannya menggunakan tiang-tiang besar yang
berjumlah ganjil termasuk anak tangganya. Sopo Godang adalah sebuah bangunan yang terbentuk empat persegi panjang, terbuka
dan tidak memiliki dinding. Ukurannya juga lebih kecil dari bagas godang. SopoGodang dianggap sebagai tempat yang sacral karena
adat dan hukum adat dijiwai oleh sopogodang. Dari gedung inilah turun keputusan-keputusan yang mengatur tata tertib seperti patik,
uhum, ugari, dan hapantunon. Sopo Godang ini disebut juga sopo siorancang magodang karena gedung ini adalah tempat orang
memperoleh perlindungan yang aman. Sopo Godang sengaja dibuat tidak berdinding agar rakyat secara langsung dapat melihat dan
mendengar segala hal yang dibicarakan oleh raja dan namora natoras sebagai pemimpin mereka. Tidak ada yang tertutup tapi semua
berlangsung secara transparan.Sopo godang ini sangatlah unik, sirih bersusun yang di sodorkan, merupakan tutur kata dan sopan
santun yang tidak ternilai harganya. Dengan sirih orang akan mudah memberi sesuatu, mudah memaafkan, mudah berbuat, mudah
menolong dan sebagainya. Perlengkapan sirih yang terdiri dari sirih, gambir, kapur sirih, pinang, dan tembakau mempunyai arti
tersendiri di dalam upacara.Penelitian ini akan menggunakan metode deskriptif kualitatif untuk mendapatkan suatu gambaran yang
menyeluruh dan mendalam mengenai pokok bahasan. Dalam hal ini, menampilkan analisis terhadap Estetika yang terdapat pada
Rumah Adat Sopo GodangMandailing khususnya dilihat dari estetika timur. Target luaran pada penelitian ini yaitu publikasi artikel
ilmiah pada Jurnal Nasional Tidak Terakreditasi dan publikasi pada prosiding lokal.
Kata Kunci: Rumah Adat, Sopo Godang Mandailing, Estetika Timur
Abstract- Sopo Godang is a custom court for people around there, in Bahasa we called it “Balai Sidang”. Sopo Godang is located in
Mandailing Natal. The architecture is built from big poles in odd quantity, also its stairs. Sopo Gadang is a rectangle building, one of open
space building with no walls around it. The size is smaller than bagas godang. Sopo godang considered to be a holy place because of custom
and customary law which imbued by Sopo godang. In this building, the decision which set the order of patik, uhum, ugari, dan hapantunon.
Sopo Godang is also called sopo siorancang magodang because this building is a place where people look for safety place. Sopo Godang is
deliberately built without wall in order to give the opportunity for society seiing and hearing directly every words of their king and namora
natoras as their leader. Thus, there were transparancy between them. Sopo godang is very unique, such as sirih bersusun, it is simbolize a
good things in speaking and polite manner which is priceless. People believed that sirih brings a good attitude, such as generous, forgiving,
being kind, helping each other easily, and the others. The equipment of sirih : sirih, gambir, kapur sirih, pinang, and tobacco have its own
meaning in the ceremony. This research used descriptive qualitative approach to obtain a comprehensive and analitical description about
this topic. This research used East Aesthetic theory for analizing the findings. The output of this research are publication in Non-Acredited
National Journal and publication in local proceeding.
Key words : Rumah Adat, Sopo Godang Mandailing, East Aesthetic
I. PENDAHULUAN
Sopo Godang adalah sebuah bangunan yang terbentuk
empat persegi panjang, terbuka dan tidak memiliki dinding.
Ukurannya juga lebih kecil dari bagas godang. Apabila huta
atau kampung telah diresmikan sesuai dengan ketentuan adat,
maka huta itu disebut bona bulu. ciri-ciri huta yang menjadi
bona bulu adalah jika disekeliling kampung itu telah ditanam
dengan bambu, beringin, yang disamping sebagai pembatas
juga merupakan benteng untuk menangkal serangan musuh
baik yang nyata maupun yang tidak nyata. Huta yang sudah
merupakan bona bulu mempunyai bagas godang sebagai
tempat kediaman raja dan sopo godang sebagai tempat (balai)
pertemuan.
Gambar 1. Rumah Adat Sopo Godang tampak depan
Sopo Godang merupakan tempat bermusyawarah dan
bermufakat dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi di
masyarakat, disamping itu Sopo Godang juga merupakan
simbol daerah Kabupaten Mandailing Natal. Bangunannya
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B31
mempergunakan tiang-tiang besar yang berjumlah ganjil
sebagaimana juga jumlah anak tangganya.
Gambar 2. Tangga untuk menaiki Rumah Adat Sopo Godang
Sopo Godang dianggap sebagai tempat yang sakral
karena adat dan hukum adat dijiwai oleh sopo godang. Dari
gedung inilah turun keputusan-keputusan yang mengatur tata
tertib seperti patik, uhum, ugari, dan hapantunon. Sopo Godang
ini disebut juga sopo dirancang magodang karena gedung ini
adalah tempat orang memperoleh perlindungan yang aman.
Sopo Godang sengaja dibuat tidak berdinding agar rakyat
secara langsung dapat melihat dan mendengar segala hal yang
dibicarakan oleh raja dan namora natoras sebagai pemimpin
mereka. Tidak ada yang tertutup tapi semua berlangsung secara
transparan.
Gambar 3. Rumah Adat Sopo Godang tampak samping, terlihat jelas tidak
memiliki dinding.
Sopo godang ini sangatlah unik dan terdapat berbagai
macam bentuk ornamen hiasan tradisional dan ditemukan pada
bagian tutup ari dari Sopo Godang (Balai Sidang Adat).
Ornamen sopo godang ini dalam bahasa mandailing disebut
bolang yang juga berfungsi sebagai simbol atau lambang yang
memiliki makna-makna yang sangat mendalam bagi
masyarakat Mandailing. Di dalamnya terkandung nilai-nilai,
gagasan-gagasan, konsep-konsep, norma-norma, kaidah-
kaidah, hukum dan ketentuan adat-istiadat yang menjadi
landasan dan pegangan dalam mengharungi bahtera kehidupan.
Bolang atau ornament tradisional Mandailing yang
digunakan sebagai Tutup Ari itu terbuat dari tiga jenis material:
(1) Tumbuh-tumbuhan,
Seperti batang bambu yang melambangkan huta
atau bona bulu burangir atau aropik
melambangkan Raja dan Namora Natoras
sebagai tempat meminta pertolongan, pusuk
nirobung yang disebut bindu melambangkan adat
Dalian Na Tolu atau adat Markoum-Sisolkot
(2) Hewan atau binatang,
Seperti hala dan lipan melambangkan “bisa”
yang mempunyaikekuatan hukum, ulok
melambangkan kebesaran dan kemuliaan;
parapoti melambangkan kegiatan mencari nafkah
untuk menghidupi keluarga, tanduk ni orbo
melambangkan bangsawanan
(3) Peralatan hidup sehari-hari,
Seperti timbangan dan podang melambangkan
keadilan; takar melambangkan pertolongan bagi
yang membutuhkan; loting melambangkan
usaha-usaha dalam mencari nafkah, dan lain
sebagainya.
Gambar 4. Bolang atau ornament yang terdapat pada Tutup Ari Rumah adat
Sopo Godang Mandailing
Setiap kelompok masyarakat mempunyai ketentuan
yang harus di ikuti dan dipatuhioleh warganya untuk
kesejahteraan masyarakat itu sendiri. Dan ketentuan itu harus
di dasarioleh falsafah hidup yang merupakan nilai luhurnya.
Nilai-nilai luhur itu sudah terpatri dalamjiwa yaitu holong dan
domu. Holong dan domu ini merupakan perasaan satu kesatuan
yangharus tertanam di dirinya. Bila sopo godang berdiri, raja
wajib memotong kerbau untuk meresmikannya. Selama sopo
godang berdiri kokoh semua keputusan-keputusan dipatuhi
rakyat, masyarakat tentram dan sejahtera. Jika sopo godang
roboh maupun fungsinya, sejak itulah masyarakat mandailing
mulai tidak teratur aturan-aturan bermasyarakat.
Berikut adalah tinjauan pustaka yaang telah dilakukan peneliti
untuk mengkaji penelitian sebelumnya dengan topik ini.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B32
A. State Of The Art
Pada penelitian yang akan dilaksanakan terlebih
dahulu dilakukan tinjauan pustaka tentang Rumah Adat Sopo
Godang Mandailing dengan kajian estetika timur. Hal ini
dilakukan guna memperkaya pembahasan pada penelitian yang
akan dilakukan. Tinjauan pustaka pada penelitian ini terdiri
atas buku dan jurnal penelitian, antara lain:
1. Adat Budaya Mandailing dalam Tantangan Zaman, oleh
H. Pandapotan Nasution,SH. 2005. Pada buku ini membahas
tentang budaya masyarakat mandailing yang dimana di
dalamnya menceritakan tentang perkembangan budanya
mulai dari wilayahnya sampai kepengaruh modernisasi.
Disamping huta sebagai wadah tempat tinggal kelompok
masyarakat adat mandailing, dikenal kelompok-kelompok
masyarakat lainnya yaitu: banjar, lumban, pagaran, janjian.
2. Adat Hangoluan Mandailing, Tapanuli Selatan oleh Drs.H
Syahmerdan Lubis Gelar Baginda Raja Muda. Dimana dalam
buku tentang adat patujolona, perlengkapan untuk adat
pernikahan sampai penyelesaian adat kematian dan
pemikiran untuk pelestarian adat kedepannya. Di dalamnya
terkandung nilai-nilai, gagasan-gagasan, konsep-konsep,
normanorma, kaidah-kaidah, hukum dan ketentuan adat-
istiadat yang menjadi landasan dan pegangan dalam
mengharungi bahtera kehidupan. Bolang atau ornament
tradisional Mandailing yang digunakan sebagai Tutup Ari
perlambang itu terbuat dari tiga jenis material. Pembuatan
ornamen pada Sopo Godang dan Bagas Godang ini dilakukan
dengan cara menganyam atau menjalin dan ada pula yang
diukir. Bahan yang dipakai sebagai bahan anyaman adalah
lembaran-lembaran bambu yang telah diarit dengan bentuk-
bentuk terentu dan kemudian dipasang pada bagian tutup ari.
Ornamen-ornamen itu sebagian besar diberi warna merah, na
hitam dan na putih yang erat kaitannya dengan kosmologi
Mandailing. Dalam hal ini, merah melambangkan kekuatan,
keberanian dan kepahlawanan; Putih melambangkan
kesucian, kejujuran dan kebaikan; Hitam melambangkan
kegaiban (alam gaib) dalam sistem kepercayaan animisme
yang disebut Sipelebegu.
3. Bentuk Dan Fungsi Rumah Adat Raja Pamusuk
Mandailing, oleh Anni Kholilah. Rosta Minawati dan
Zulhelm Raja Pamusuk adalah raja yang berada di bawah
Raja Ihutan, yang memimpin satu huta. Dalam masyarakat
Mandailing sejarah lahirnya raja tidak dapat dipisahkan
dengan sejarah terbentuknya huta. Raja telah mengubah
suatu huta menjadi suatu tempat yang lebih cocok dan lebih
enak ditinggali. Pengertian raja di Mandailing bukanlah raja
yang absolute, tapi raja sebagai sesepuh yang di dahulukan
selangkah, di tinggikan seranting. Itulah sebabnya pada
waktu terjadi repolusi 45 raja- raja di Mandailing tidak di
musuhi rakyat seperti di daerah lain, malah mereka menyatu
dengan rakyat untuk bersama - sama untuk membebaskan
Indonesia dari penjajahan Belanda. Hal ini menunjukkan
adanya batasan yang jelas antara tata pemerintahan dengan
adat - istiadat, meskipun terjadi perubahan dalam
kelembagaan pemerintahan, namun adat dan tradisi akan
tetap lestari sebagai khazanah budaya Mandailing (Nasution,
Pandapotan, H, SH, 2005: 31). Dari uraian diatas dapat
disimpulkan, bahwa penyelenggaraan kekuasaan
pemerintahan oleh raja-raja dalam kesatuan masyarakat adat
mandailing, ternyata adalah menerapkan system
pemerintahan dan ketatanegaraan seperti saat ini. Struktur
pemerintahan raja-raja mandailing telah memilik ialat-alat
kelengkapan Negara, seperti majelis rakyat(kerapatan adat/
kerapatan sopo godang) , legislatif (namora natoras), kabinet
(pembantu-pembantu raja dalam pelaksanaan pemerintahan)
dan adanya sumber penghasilan dengan system
pemungutanpemungutan dari hasil-hasil di daerah itu.
Rumah adat Mandailing merupakan arsitektur yang khas.
Bagas godang berfungsi sebagai tempat tinggal raja
panusunan maupun raja pamusuk sebagai pemimpin huta.
Biasanya bagas godang raja panusunan lebih besar dari raja
pamusuk. Secara adat bagas godang melambangkan bona
bulu yang berarti bahwa hutan tersebut telah memiliki satu
perangkat adat yang lengkap seperti dalihan natolu, namora
natoras, datu, sibaso, ulu balang, panggora, dan raja
pamusuk sebagai raja adat.
Selain tempat penyelenggaraan upacara adat, bagas godang
juga berfungsi sebagai tempat perlindungan bagi anggota
masyarakat yang dijamin keamanannya oleh raja. Penutup
sisi atap diatas tangga depan yang berbentuk segitiga disebut
juga alo angin (tamparan angin) atau tutup ari
melambangkan bindu matogu sebagai perlambang dalihan
na tolu.
4. Bentuk Dan Fungsi Sopo Godang Tapanuli Selatan
Mandailing Natal. Oleh Anni Kholilah. Pada penelitian ini
membahas bentuk dan fungsi Sopo Godang Mandailing Natal
dalam hal kehidupan masyarakat Mandailing meliputi rumah
adat, dan kekeluargaan. Pembahasan lebih bersifat deskriptif
yang diharapkan paling tidak dapat memberi gambaran
tentang keberadaan Sopo Godang Mandailing Natal. Sopo
Godang dapat diartikan sebagai rumah besar, berasal dari
bahasa Batak yang biasanya digunakan sebagai tempat pesta
atau acara besar mulai dari pesta perkawinan, Ulang Tahun
atau pertemuan-pertemuan besar yang melibatkan banyak
orang. Unik Sopo Godang adalah milik umum, dan dipakai
oleh umum. Tidak seperti terjamahan bebasnya "Rumah
Besar" Sopo Godang adalah seni dari Rumah biasa yang
ditempati oleh manusia. Sopo Godang biasanya terdiri dari
ruang besar yang bisa menampung banyak orang. Rumah
adat juga sebagai tempat untuk bersilaturrahmi dengan para
pemerintahan dan kerabat setempat. Dalam rumah adat ini
selalu terpajang seperangkat alat kesenian khas Mandailing
yang disebut dengan gordang sembilan. Rumah adat adalah
salah satu tempat adat dan budaya yang sangat khas. Dilihat
dari fungsi, rumah adat Mandailing mencerminkan
keagungan Huta sebagai sebuah masyarakat yang mampu
berdiri sendiri, salah stunya yaitu dengan membentuk dan
menjalankan pemerintahannya sendiri dan serta
mempertahankan budayanya sendiri.
II. METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif
kualitatif untuk mendapatkan suatu gambaran yang
menyeluruh dan mendalam mengenai pokok bahasan. Dalam
hal ini, menampilkan analisis terhadap Estetika yang terdapat
pada Rumah Adat SopoGodang Mandailing khususnya dilihat
dari estetika timur.
B. Lokasi
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B33
Lokasi dalam penelitian ini adalah di Desa Huta Godang,
Kecamatan Ulu Pungkut, Kabupaten Mandailing Natal,
Provinsi Sumatera Utara.
C. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan dan
memperoleh informasi terkait objek yang akan diteliti untuk
mencapai tujuan penelitian. Adapun teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data
melalui pengamatan langsung atau peninjauan
secara cermat dan langsung di lapangan atau
lokasi penelitian. Dalam hal ini observasi
dilakukan dengan mengunjungi lokasi-lokasi
penelitian seperti di Desa Huta Godang sebagai
tempat yang masih banyak terdapat rumah adat
sopo godang.
2. Wawancara
Metode wawancara dilakukan untuk
mendapatkan data secara lisan tentang Rumah
Adat Sopo Godang di Desa Huta Godang.
Adapun tokoh masyarakat yang
akandiwawancarai adalah pemuka adat yang
mengetahui tentang seluk beluk rumah adatsopo
godang.
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi dilakukan untuk
mengumpulkan data di lapangan berupa
buktifisik bentuk rumah adat sopo godang.
Adapun dokumen-dokumen yang
akandikumpulkan yaitu berupa video ataupun
foto-foto rumah adat sopo godang.
4. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk menjadi bahan
acuan ataupun perbandingan terhadapestetika
rumah adat sopo godang. Studi pustaka
diperlukan sebagai referensi untukmemperoleh
informasi dari penelitian terdahulu mengenai
objek material ataupunobjek formal rumah adat
sopo godang.
D. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian selanjutnya
akan dianalisis secara kualitatif. Penelitian ini adalah deskriptif
yaitu memberikan dan menggambarkan fakta suatu keadaan
mengenai objek penelitian tanpa ada rekayasa pada data-data
yang telah diperoleh.
1. Reduksi
Pada tahap reduksi ini, dilakukan pemusatan dan
pemilihan data-data yang munculdilapangan.
Proses reduksi dilakukan selama penelitian
berlangsung hingga prosespenyusunan laporan.
2. Penyajian Data
Penyajian data merupakan tahap kedua dalam
teknik analis data. Penyajian datadilakukan saat
data-data dan informasi yang didapatkan di
lapangan telahdikumpulkan. Kemudian, data-
data tersebut disusun dan dilakukan analisis
sehinggamemungkinkan adanya penarikan
kesimpulan yang berhubungan dengan
latarbelakang penelitian.
3. Verifikasi dan Kesimpulan
Tahap terakhir dari teknik analisis data adalah
verifikasi dan kesimpulan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kajian Estetika Timur Rumah Adat Sopo Godang
Dari hasil penelitian yang dilaksakan pada bangunan
Rumah Adat Sopo Godang Mandailing dalam kajian estetika
timur, dapat disimpulkan bahwa sopo godang memiliki tiga
bagian yang akan dibahas yaitu tentang roh dan kepercayaan,
bentuk, komposisi, dan warna yang kan menyangkut dengan
kajian estetika timur pada sopo godang.
Sopo godang adalah rumah adat orang Mandailing
Natal, tempat musyawarah, tempat berkesenian dan lain-lain.
Sopo Godang adalah tempat memusyawarahkan peraturan
adat. Selain itu, tempat ini juga dijadikan untuk pertunjukan
kesenian, tempat belajar adat dan kerajinan, bahkan juga
tempat musyafir bermalam. Berbagai patik, uhum, ugari dan
hapantunan lahir dari tempat ini. Juga disiapkan untuk
menerima tamu-tamu terhormat. Dirancang berkolong dan
tidak berdinding agar penduduk dapat mengikuti berbagai
kegiatan di dalamnya. Karenanya Sopo Godang juga disebut
Sopo Sio Rangcang Magodang, inganan ni partahian
paradatan, parosu-rosuan ni hula dohot dongan. Artinya, Balai
Sidang Agung, tempat bermusyawarah melakukan sidang adat,
menjalin keakraban para tokoh terhormat dan para kerabat.
Gambar 5. Isi dalam Rumah Adat Sopo Godang,
dipergunakan sebagai tempat sidang adat dan balai kesenian.
Bagian dari ornamen yang berbentuk segi tiga yang
disebut dengan tutup ari, bindu atau pusuk robung,
melambangkan sistem sosial Dalian Natolu yang dianut oleh
masyarakat setempat. Bangunan sopo godang (balai sidang
adat) tidak berdinding. Keadaannya yang demikian itu
melambangkan pemerintahan yang harus dijalankan secara
demokratis. Garis-garis geometris (garis lurus) kecuali yang
menggambarkan benda-benda alam seperti matahari, bulan dan
bintang serta bunga.Fungsi utama dari ornamen tersebut bukan
sekadar sebagai hiasan, tetapi berfungsi simbolik untuk
menunjukkan banyak hal yang berkaitan dengan nilai budaya
dan pandangan hidup masyarakat Mandailing. Bagian-bagian
dari bangunan bagas godang diberi nama juga mengandung
makna simbolik.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B34
Gambar 6. Ornamen yang ada pada tutup ari Rumah Adat Sopo Godang.
Sopo godang bukanlah sopo yang biasa, melainkan
sopo yang mempunyai nilai luhur dari nenek moyang
masyarakat itu sendiri. Kalau dikaji dalam estetika timur disini
kita akan melihat sesuatu kepercayaan bagi masyarakat, dalam
suatu pembangunan bersipat kepercayaan terhadap alam gaip
maupun roh-roh. Dalam pembangunan sopo godang seperti
bahan yang digunakan termasuk kayu, kayu yang digunakan
tidak sembarangan kayu, melainkan harus betul-betul kayu
yang kokoh dan kuat. Kayu yang digunakan adalah kayu yang
berada ditengah-tengah hutan, dalam pencarian kayu ada
sebuah unsur kepercayaan masyarakat yaitu memanggil si baso
(mahluk gaib). Pemanggilan sibaso dilakukan oleh orang yang
dipercaya masyarakat mempunyai ilmu terhadap hal-hal yang
kasat mata. Mendirikan sebuah bangunan tradisional harus
melewati suatu ketentuan-ketentuan yang sudah menjadi
kebiasaan atau tradisi yang di atur masyarakat, seperti
pemilihan kayu untuk pembangunan rumah adat akan dipilih
oleh si baso (mahluk gaib).
Dalam pendirian bangunan sopo godang akan di
musyawarahkan dan ditentukan oleh ketua adat dan pimpinan
(raja) daerah. Musyawarah tersebut akan ditetapkan semua
persyaratan yaitu cara mendirikan bangunan, penetuan hari,
bulan dan jam, pemilihan bahan bangunan berupa tiang-tiang,
dindin, atap, pertapakan tanah, arah bangunan, pola hiasan atau
ornamen yang melambangkan adat istiada, dan warna-warna
yang sesuai dengan hiasan upacara ritual. Bangunan adat
adalah lambang kepribadian serta prilaku masyarakatyang
memiliki bangunan tersebut, bangunan adat yang
melambangkan kepribadian suatu suku atau marga di
suatudaerah.
Gambar 7. Tempat Duduk Raja
Dalam kajian estetika timur Bentuk bangunan sopo
godang di huta godang bentuk tiang sebagai penyangga
bangunan umumnya sebuah kayu balok bulat. Sebagai
penyangga bangunan rumah adat, memiliki makna simbol adat,
demikian pula halnya bagi tiang bangunan sopo godang. Tiang
banguna sopo godang huta godang memiliki 10 buah tiang
bangunan, 5 buah berada di samping kiri dan 5 buah berada
disamping kanan. Sopo godang memiliki tangga ganjil yaitu 3
buah, letak dan tangga ini tergantung dengan kebutuhan. Letak
tangga yang terdapat di rumah adat sopo godang Mandailing
memiliki arti yang sangat penting, letak tangga dan jumlah
anak tangga mentukan status atau kedudukan dalam prilaku
adat. Tangga yang memiliki bangunan rumah dengan genap
biasanya merupakan dari penguasa raja.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B35
Gambar 8. Rumah Adat Sopo Godang tampak secara keseluruhan
Komposisi Sopo Godang mengarah ke Bagas godang.
Karena itu, kedua bangunan tersebut dimuliakan dalam
kehidupan masyarakat. Adat istiadat Mandailing menjadikan
kedua bangunan adat tersebut sebagai milik masyarakat Huta
tanpa mengurangi kemulian Raja dan keluarganya yang berhak
penuh menempati Bagas Godang. Oleh kerana itu, pada masa
lampau Bagas Godang dan Sopo Godang maupun Alaman
Bolak Silangse Utang dengan sengaja tidak berpagar atau
bertembok memisahkannya dari rumah-rumah penduduk Huta.
Sopo Godang harus mempunyai sebidang halaman yang cukup
luas. Oleh kerana itulah maka kedua bangunan tersebut
ditempatkan pada satu lokasi yang cukup luas dan datar dalam
Huta. Halaman Bagas Godang dinamakan Alaman Bolak
Silangse Utang (Halaman Luas Pelunas Hutang). Sesiapa yang
mencari perlindungan dari ancaman yang membahayakan
dirinya boleh mendapat keselamatan dalam halaman ini.
Menurut adat Mandailing, pada saat orang yang sedang dalam
bahaya memasuki halaman ini, ia dilindungi Raja, dan tidak
boleh diganggu-gugat.
Dalam kajian ini terdapat juga warna khas dalam adat
sopo godang Mandailing, warna ini tidak lepas dari adat.
Dalam bindu segi tiga atau tutup ari selalu menonjolkan warna
khas yaitu merah, hitam dan putih. Ornamen-ornamen itu
sebagian besar diberi warna na rara (merah), na lomlom (hitam)
dan na bontar (putih) yang erat kaitannya dengan kosmologi
Mandailing. Dalam hal ini, na rara melambangkan kekuatan,
keberanian dan kepahlawanan; na bontar melambangkan
kesucian, kejujuran dan kebaikan; na lomlom melambangkan
kegaiban (alam gaib) dalam sistem kepercayaan animisme
yang disebut Sipelebegu. Warna pasti tidak datang dengan
sendirinya melainkan akan tetap dimusyawarahkan oleh
masyaraka daerah, dan akan disepakati dalam rumah adat sopo
godang disetujui oleh raja. Dalam dunia timur, aspek, rasa, luar
akal, misteri, teka teki, kekacauan fantasi diterima sebagai
suatu dunia yang berada diatas yang bersifat rasional.
Masyarakat timur adalah masyarakat yang hidup dalam
kebudayaan yang senantiasa dengan menggukan bahasa alam.
Begitu juga dengan masyarakat mandailing dalam menentukan
warna-warna alam pada rumah adat sopo godang mandailing,
karna bagi mereka alam merupakan bahasa tubuh bagi
masyarakat daerah.
IV. SIMPULAN
Rumah adat Mandailing mencerminkan keagungan
Huta sebagai sebuah masyarakat yang mampu berdiri sendiri,
salah stunya yaitu dengan membentuk dan menjalankan
pemerintahannya sendiri dan serta mempertahankan
budayanya sendiri. Sopo Godang adalah rumah adat
Mandailing Natal, Sopo Godang merupakan balai adat, dan
tempat berkesenian bagi masyarakat Mandailing Natal. Sopo
godang ini terletak persis didepan rumah Bagas Godang,
dengan ukuran lebih kecil di bandingkan dengan Bagas
Godang, dan arahnya menghadap ke bagas godang. Sopo
Godang ini sudah lama berdiri dimana waktu itu di bawah
pimpinan raja junjungan. Sampai sekaran Sopo Godang Ini
masih utuh dan letaknya di huta godang ulu pungkut. Sopo
Godang ini sangatlah berarti buat masyarakat mandailing,
karena di dalam Sopo Godang ini sangat tegak hukum dan adat.
Sopo Godang menegakkan keadilan seadil-adilnya,
jika ada seseorang yang bersalah akan di adili di dalam sopo
godang ini baik itu anak raja maupun masyarakat dan
disaksikan oleh masyarakat itu sendiri, supaya masyarakat tau
akan perkara yang akan di adili oleh raja. dan di dalamnya
terdapat juga alat berkesenian seperti gordang sembilan.
Gordang sembilan ini gunanya untuk memaiinkan alat musik
dengan sembilan irama, diantaranya untuk memanggil si baso
( makhluk gaib ) untuk mendatangkan hujan.
Tiangnya yang kokoh dan kuat yang terdapat ganjil,
anak tangga yang ganjil. Itu semua mereka buat dengan angka
ganjil, begitu juga dengan alat kesenian yang ganjil. Karna bagi
mereka angka ganjil merupakan angka yang paling tinggi.
bangunan adat tersebut melambangkan keagungan masyarakat
Huta sebagai suatu masyarakat yang diakui sah
kemandiriannya dalam menjalankan pemerintahan dan adat
dalam masyarakat Mandailing.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B36
REFERENSI
[1] Kartika, Sony Dharsono, 2007, Estetika, Rekaya Sains, Bandung.
[2] Kholilah, Anni, 2014, Bentuk Dan Fungsi Rumah Adat Raja Pamusuk
Mandailing, Padangpanjang, Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia Padangpanjang.
[3] Kholilah, Anni, 2018, Bentuk Dan Fungsi Sopo Godang Tapanuli Selatan
MandailingNatal, Cilacap, Institut Agama Islam Imam Ghozali. [4] Lubis, Syahmerdan, 1997, Adat Hangoluan Mandailing, Tapanuli
Selatan.
[5] Nasution, Pandapotan, 2005, Adat Budaya Mandailing dalam
Tantangan Zaman, Sumatera Utara, FORKALA.
[6] Sachari, Agus, 2002, Estetika Makna Simbol dan Daya, Bandung,
ITB.
[7] Situmorang, Oloan, 1979, CV Angkasa Wira Usaha. Arti
Perlambangan Dalam Seni Ornamen Pada Rumah Adat Mandailing. [8] Situmorang, Oloan, 1979, CV Angkasa Wira Usaha. Mengenali
Bangunan Serta Ornamen Rumah Adat Daerah Mandailing Dan
Hubungannya Dengan Perlambangan Adat.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B37
Intelektual Kapital dan Sosial Kapital Serta Dampaknya Terhadap Kemiskinan Masyarakat
Pesisir Aceh Utara
Yuli Anisah1, Busra2, Halimatus sa’diah3, Kheriah4, Syarifuddin5
1,2,3,4Staf pengajar Jurusan Tata Niaga politeknik Negeri Lhokseumawe, 5Staf pengajar Universitas Gajah Putih
Abstrak–- Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor –faktor yang mempengaruhi keberdayaan masyarakat miskin dipesisir
Aceh Utara, yang dapat dikembangkan sehingga masyarakat miskin pesisir dapat diberdayakan. Masyarakat pesisir pada umumnya
merupakan penduduk dengan tingkat ekonomi yang rendah, yang disebabkan oleh banyak faktor yang saling kait mengkait. Dari
sisi anggaran pemerintah, Aceh Utara mendapatkan limpahan fiskal yang besar karena otonomi khusus, tetapi angka kemiskinan
masih tetap tinggi, bahkan termasuk kedalam beberapa kabupaten di Aceh dengan angka kemiskinan tertinggi. Hal ini tentu
bertolak belakang dengan banyaknya anggaran pembangunan yang diterima. Disisi lain, masyarakat juga memiliki potensi besar
yang dapat dikembangkan untuk mengatasi kemiskinan berupa kearipan lokal. Penelitian ini dilakukan kabupaten Aceh Utara
terutama daerah pesisir di dua kecamatan Yaitu kecamatan Bayu dan Kecamatan Lapang., selanjutnya dipilih dua desa dari masing-
masing kecamatan. Pemilihan sample secara stratified random sampling. Responden dalam penelitian ini adalah rumah tangga
miskin sejumlah 150 responden yang ada didesa pada kecamatan yang dipilih. Dengan menggunakan AnalisisStruktural Equation
Modelling (SEM) ditemukan bahwa konstruk modal intelektual dan modal sosial memberikan dampak yang besar bagi peningkatan
keberdayaan. Dilihat dari indikator kontruk intelektual kapital, indikator pendidikan, pengalaman dan kapasitas individu
memberikan dampak paling tinggi dalam pembentukan konstruk tersebut. Sementara indikator yang paling menonjol dalam
konstruk modal sosial adalah indikator jaringan sosial, solidaritas soaial, dan inklusi sosial.
Kata Kunci: Modal sosial, Modal intelektual, Konstruk, Indikator, kemiskinan.
Abstract— This study aims to analyze the factors that influence the empowerment of the poor on the coast of North Aceh, which can
be developed so that the coastal poor can be empowered. Coastal communities, in general, are residents with a low economic level,
which is caused by many interrelated factors. In terms of government budgets, Aceh Utara receives a large fiscal overflow due to
special autonomy, but poverty rates remain high, even including some of the districts in Aceh with the highest poverty rates. This is
certainly contrary to the amount of development budget received. On the other hand, the community also has great potential that can
be developed to overcome poverty in the form of local irregularities. The research was carried out in North Aceh regency, especially
in the coastal areas in two sub-districts, namely Bayu sub-district and Lapang sub-district, then two villages from each sub-district
were chosen. The sample selection is stratified random sampling. Respondents in this study were 150 poor households in the village in
the selected sub-district. By using Structural Equation Modeling Analysis (SEM), it was found that the construct of intellectual capital
and social capital had a great impact on increasing empowerment. Judging from the indicators of intellectual capital construction,
indicators of education, experience, and capacity of individuals provide the highest impact in the formation of these constructs. While
the most prominent indicators of social capital constructs are social network indicators, social solidarity, and social inclusion.
Keywords: Social capital, intellectual capital, Constructions, Indicators, poverty.
I. PENDAHULUAN
Persoalan kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat
bukanlah persoalan yang berdiri sendiri. Kemiskinan
disebabkan oleh banyak faktor seperti faktor ekonomi, sosial
budaya dan politik, keamanan dan alam. Ketidakberdayaan
yang terjadi didalam masyarakat tidak bisa hanya dianalisis
dengan masalah ekonomi saja, [1]. Ketidakmampuan dalam
ekonomi terkait dengan banyak variabel penyebab. Secara
umum kemiskinan disebabkan oleh beberapa hal. Pertama,
ketidaksamaan kepemilikan sumberdaya. Kedua, kualitas
sumberdaya yang dimiliki berbeda. Ketiga, perbedaan dalam
akses terhadap modal, [2]; [3]
Upaya pengentasan kemiskinan dengan berbagai program
untuk peningkatan keberdayaan masyarakat miskin baik
program regional maupun sektoral telah banyak dilakukan.
Program pengentasan kemiskinan yang di canangkan oleh
pemerintah pusat merupakan program nasional yang
dilaksanakan secara serentak diseluruh kabupaten kota yang
ada di Indonesia, termasuk Aceh Utara. Meskipun demikian,
angka kemiskinan masih saja tinggi di Aceh dan menyebar
disemua kabupaten kota yang ada di Aceh.
Saat ini, persoalan kemiskinan telah menarik perhatian
banyak pihak, baik akademisi, ilmuan, lembaga swadaya
masyarakat, terutama pemerintah.[4] Perhatian yang
mendalam ditujukan pada pertanyaan pokok mengapa
masyarakat tetap miskin, sementara ekonomi tumbuh,
pembiayaan pembangunan bertambah, seharusnya
pertumbuhan ekonomi akan mengurangi kemiskinan disuatu
negara. [5] ;[6]
Penyebab munculnya kemiskinan sangatlah komplek dan
beragam, kemiskinan dapat disebabkan oleh faktor alam,
ekonomi, politik, dan juga budaya. Berbagai faktor
kemiskinan membentuk lingkaran yang sulit diputus, sehingga
rumah tangga miskin tetap miskin. [7] Definisi kemiskinan
pun saat ini tidak hanya terbatas pada masalah moneter saja,
Permasalahan kemiskinan diterima di seluruh dunia,
tidakhanya kekurangan ekonomi, tetapi juga pengucilan
sosial, kurangnya kesempatanatau pelayanan publik, dan
kerentanan atau paparan risiko, [8]; [9]; [10]
Rumah tangga miskin sulit untuk melepas diri dari
kemiskinan, sehingga diperlukan perubahan sosial yang
memadai, baik perubahan budaya, sikap maupun pola pikir.
Untuk keluar dari kemiskinan diperlukan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, modal yang cukup, [11] juga diperlukan
sumberdaya manusia yang cukup, nilai-nilai yang
mendukung serta attitud, [10]; [12]: [13]
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B38
Kemiskinan merupakan masalah yang multidimensi.
Program penanganan kemiskinan yang dilaksanakan oleh
pemerintah selama ini masih menempatkan penduduk miskin
sebagai objek, yang tidak perlu dilibatkan dalam setiap
pengambilan keputusan publik. Pada dasarnya, penduduk
miskin memiliki potensi yang besar untuk keluar dari
kemiskinan. Memberdayakan penduduk diperlukan langkah
dan kebijakan yang menyentuh akar persoalan kemiskinan.
Konstruksi hubungan antar berbagai permasalahan
kemiskinan juga perlu dipahami secara mendalam guna
memudahkan perumusan penyelesaian masalah kemiskinan
dan merancang strategi yang tepat. Untuk itu perlu diketahui
apa yang dapat meningkatkan keberdayaan masyarakat miskin
sehingga pemerintah dapat menyusun konsep kebijakan yang
sesuai dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian
program peningkatan keberdayaan masyarakat miskin dapat
tepat sasaran dan berdaya guna.
II. METODELOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode campuran, dimana
data diolah secara kualitatif dan quantitatif. Metode Kualitatif
dalam penelitian ini digunakan untuk menjelaskan
karakteristik kemiskinan yang terjadi di Aceh. Metode
Kuantitatif, dengan menggunakan statistik inferensi untuk
menjelaskan dampak beberapa variabel penelitian. Alat
statistik yang digunakan adalah Regresi Logistik dan
Structural Equation Modelling (SEM). Populasi dalam
penelitian ini adalah penduduk Aceh Utara yang berada di
dua kecamatan yang dipilih yaitu kecamatan syamtalira bayu
dan kecamatan tanah pasir tahun 2018. Pemilihan sampel
dilakukan secara bertahap dimulai dari memilih dua
kecamatan dari masing-masing kabupaten, selanjunya dipilih
3 gampong yang berada di daerah pesisir dari masing-masing
kecamatan. Pemilihan sampel dilakukan dengan Purvosive
sampling.
Analisis SEM dilakukan dengan beberapa tahap yaitu: (1)
Model specification, (2) Identification, (3) Estimation, (4)
Testing fit, (5) Respecification. Pada penilitian ini pengolahan
dilakukan dengan bantuan program komputer yaitu AMOS,
yang merupakan salah satu program yang handal untuk
analisis model kausalitas. Teknik analisis yang dipilih adalah
Maximum Likelihood Estimation (ML). Persamaan disusun
sebagaimana hubungan kausalitas yang dijelaskan secara
teori dalam kerangka pemikiran penelitian ini.
𝑌1 = 𝛼1𝑋1 + 𝛼2𝑋2 + 𝜀1 … . . (1)
Dimana
𝑋1 adalah Intelektual Capital
𝑋2 adalah Social Capital
𝑌1 adalah Keberdayaan
𝛼1, 𝛼1 adalah besarnya koefisien variabel
𝜀1 adalah error term
Persamaan konstruk intelektual kapital adalah
𝑋1.1 = 𝛽1𝑋1 + 𝑒1.1........(2)
𝑋1.2 = 𝛽1𝑋1 + 𝑒1.2........(3)
𝑋1.3 = 𝛽1𝑋1 + 𝑒1.3........(4)
𝑋1.4 = 𝛽1𝑋1 + 𝑒1.4........(5)
𝑋1.5 = 𝛽1𝑋1 + 𝑒1.5.........(6)
a. Persamaan dan model konstruk untuk variabel social
capital.
𝑋21 = 𝛽1𝑋2 + 𝑒2.1........(7)
𝑋2.2 = 𝛽1𝑋2 + 𝑒2.2......(8) 𝑋2.3 = 𝛽1𝑋2 + 𝑒2.3.......(9) 𝑋2.4 = 𝛽1𝑋2 + 𝑒2.4......(10) 𝑋2.5 = 𝛽1𝑋2 + 𝑒2.5......(11) C. Model persamaan untuk konstruk Keberdayaan.
𝑌1.1 = 𝛽1𝑌1 + 𝑒3.1........(12) 𝑌1.2 = 𝛽1𝑌1 + 𝑒3.2.......(13) 𝑌1.3 = 𝛽1𝑌1 + 𝑒3.3........(14) 𝑌1.4 = 𝛽1𝑌1 + 𝑒3.4........(15) 𝑌1.5 = 𝛽1𝑌1 + 𝑒3.5........(26)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Bagian ini akan menjelaskan temuan empiris penelitian
berdasarkan uji model yeng digunakan dalam penelitian ini.
Model dianalisis dengan menggunakan analisis structural
equation modeling (SEM). Dalam analisis Struktural equation
modelling sebuah model diharuskan memenuhi uji goodness
of fit, untuk menentukan model yang baik. Jika model
memenuhi kelayakan uji goodness of fit barulah dikatakan
model yang digunakan model yang baik, tidak ada perbedaan
antara matrik kovarian sampel dengan matrik kovarian
populasi. Pada Tabel 1 dibawah, semua kriteria uji goodness
of fit menunjukan bahwa model yang digunakan memenuhi
kriteria uji. TABEL I
HASIL GOODNESS OF FIT MODEL
Kriteria Nilai Cut-off
Value
Evaluasi
Model
CMIN/DF 1,649 ≤ 2,00 Good Fit
RMSEA 0,066 ≤ 0,08 Good Fit
GFI 0,905 ≥ 0,90 Good Fit
AGFI 0,854 ≥ 0,90 Marginal
Fit
TLI 0,933 ≥ 0,90 Good Fit
CFI 0,950 ≥ 0,90 Good Fit
Pengaruh dari masing-masing variabel seperti pada tabel 2.
Variabel bebas memiliki pengaruh signifikan, hasil ini
mendukung hipotesis awal bahwa variabel bebas memiliki
pengaruh yang positif dan dignifikan terhadap kemiskinan di
Aceh, ditunjukan oleh nilai probabilitas p≤ 0,05 serta nilai
critical ratio ≥ 2, [14]
TABELII.
KOEFISIEN HUBUNGAN ANTAR VARIABEL BEBAS TERHADAP KEMISKINAN DI ACEH
Variabel
Independen
Keteranga
n Estimate C.R. P
Intelektua Capital → Keberdayaan
Signifikan 0,291
4,356 0,000
SosialKapital→
Keberdayaan signifikan
0,203 2,521 0,012
Setelah model memenuhi kriteria kelayakan model,
selanjutnnya dilakukan uji struktural model untuk melihat
bagaimana pengaruh dari masing- masing variabel terhadap
kemiskinan. Disamping itu, uji ini juga untuk melihat
seberapa besar kontribusi masing-masing indikator
terhadap konstruk atau variabel. Indikator dikatakan
memiliki konstribusi yang besar dalam menjelaskan
konstruk jika nilai loading indikator berada diatas 0,5. [15]
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B39
TABEL III.
LOADING INDICATOR CONSTRUCT
Indikator Konstru
k
Estim
ate S.E. C.R. Prob
Kapasitas
Individu
Intelektu
an
Kapita
,850
Pendapatan ,613 ,154 7,351 ***
Pengalaman ,570 ,101 6,664 ***
keahlian ,530 ,125 6,540 ***
Pendidikan ,632 ,163 7,516 ***
Inklusi dan
Kohesi
Sosial Kapita
,689
Komunikasi ,737 ,174 7,466 ***
Kerjasama ,547 ,096 5,898 ***
Solidaritas ,661 ,084 7,001 ***
Jaringan ,721 ,114 7,886 ***
Peningkatan
Keterampilan
Keberda
yaan
,745
Peningkatan
kapasitas ,704 ,120 9,564 ***
Peningkatan
partisipasi ,718 ,177 9,683 ***
Kualitas
konsumsi ,599 ,119 7,956 ***
Kepemilikan Aset
,998 ,211 12,553 ***
Note: ***) significant pada satu persen
Indikator Variabel yang tinggi menunjukan
besarnya kontribusi indikator terhadap pembentukan
variabel. indikator yang signifikan memberntuk intelektual
kapital adalah pendidikan, kapasitas individu dan
pendapatan keluarga. Sementara sosial kapital ditentukan
oleh jaringan yang dimiliki oleh setiap individu,
komunikasi yang baik antar anggota masyarakat, serta
kohesi dan inklusi sosial dalam komunitas. Indikator yang
memiliki nilai yang tinggi merupakan variabel keputusan
yang dapat digunakan untuk meningkatkan keberdayaan
masyarakat miskin.
IV. KESIMPULAN
Penelitian ini menganalisis pengaruhIntelektual
kapital dan Sosial Kapital terhadap Keberdayaan
masyarakat miskin di Aceh Utara. Berdasarkan hasil uji
yang dilakukan dengan pendekatan analisis structural
equation modelling (SEM) didapat bahwa seluruh variabel
secara signifikan mempengaruhi tingkat keberdayaan di
Aceh Utara Dengan demikian semua konstruk
memberikan kontribusi pada keberdayaan, meskipun
besarnya konstribusi sangat bervariasi.
Dilihat dari konstruk Intelektual kapital, terdapat
tiga indikator yang memberikan kontribusi yang relatif
lebih besar pada pengurangan kemiskinan yaitu
peningkatan pendidikan dan kapasitas indiividu dan
pendapatan. Rumah tangga yang memilikipendidikan dan
keahlian yang memadai akan lebih mudah dalam
melakukan diversifikasi pendapatan. Dari konstruk sosial
kapital, indikator jaringan yang dimiliki dan
Solidaritasserta inklusi sosial memberikan konstribusi pada
keberdayaan Diperlukan upaya pemberdayaan secara
berkesinambungan untuk memberdayaakan masyarakat
miskin melalui proses penyadaran, peningkatan kapasitas
dan pendayaan.
Meskipun penelitian ini telah menjawab
sebehagian permasalahan kemiskinan di Aceh, namun
penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, pertama:
variabel dan indikator dalam penelitian ini masih terbatas,
selanjutnya, penggunaan variabel intervensi belum
digunakan dalam model, hal ini dapat menjadi penelitian
lanjutan bagi peneliti yang concern dengan kemiskinan.
REFERENSI
[1] Huafeng, Zhang. (2014). The Poverty Trap Of Education:
Education–Poverty Connections In Western China.
International Journal Of Educational Development , pp. 1-12.
[2] Bourguignon, Francois. and Satya, R. Chakraparty. (2003). The Measurement Of Multidimensional Poverty. Jounal
Economic Inequality. vol 1.pp. 25-49.
[3] Trommlerova, Sofia. Karina .et al. (2015). Determinants Of Empowerment In A Capability-Based Poverty Approach:
Eviden From Gambia. World Development, vol. 66, pp. 1-15.
[4] Alkire Sabina and Santos, M. Emma. (2014). Measuring Acute Poverty in the Developing World: Robustness and Scope of
the Multidimensional Poverty Index. World Development .vol
59, pp. 251-274. [5] Daher, M., & Haz, A. M. (2011). Changing meanings through
art: A systematization of a psychosocial intervention with
Chilean women in urban poverty situation. American Journal of Community Psychology, 47(3-4), 322-334.
[6] Garavan, T. N., Morley, M., Gunnigle, P., & Collins, E.
(2001). Human capital accumulation: the role of human resource development. Journal of European Industrial
Training, 25(2/3/4), 48-68.
[7] Rohima, Siti, at al. (2013) . Vicious Circle Analysis Of Poverty And Interpresunership. Journal Of Bussiness And
Manajement. vol 7 (1) pp. 33-46
[8] Orbeta Jr, Aniceto C. (2005). Poverty, Vulnerability and Family Size:Evidence from the Philippines. ADB Institute
Research Paper .
[9] Bayudan-Dacuycuy, C., & Lim, J. A. (2013). Family size, household shocks and chronic and transient poverty in the
Philippines. Journal of Asian Economics, 29, 101-112.
[10] Mihai, Meheila, et. al. (2015). Education And Poverty. Procedia Economics And Finance, vol,32, pp. 855-860.
[11] Rodriguez, J., Loomis, S., & Weeres, J. (2007). The cost of
institutions: Information and freedom in expanding economies. Springer.
[12] Lewis, Oscar. (1966). The Culture of Poverty. American. Vol,
215 Number 4. pp 19-25 [13] Lamont, Michele and Small, L. Mario. (2010). Cultural
Diversity And Anti-Poverty Policy. Published by Blackwell
Publishing Ltd., 9600 Garsington Road, Oxford,
[14] Cline, B. Rex. (2011). Principle And Practice of Structural
Equation Modelling. New York, The Guilford Press
[15] Haryono, Siswoyo. (2017). Metode SEM Untuk Penelitian Manajemen , Amos, Lisrel, PLS: Jakarta, Luxima
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B40
Intelectual Capital Industri Perbankan
Edy Zulfiar1, Zusma Widawati2, Hamdani3, Abdul Halim3
1,3 Jurusan Tata Niaga Politeknik Negeri Lhokseumawe
Jln. B.Aceh Medan Km.280 Buketrata 24301 INDONESIA [email protected]
Abstrak— Intelectual capital (IC) merupakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam penilaian dan pengukuran intangible
assest. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh tentang gambaran intellectual capital pada perusahaan perbankan di Indonesia.
Penelitian ini dilakukan pada bank umum devisa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2016 – 2018. Populasi penelitian ini
adalah seluruh bank umum devisa yang sudah go public dan beroperasi di Indonesia dalam kurun waktu tahun 2016 sampai dengan
tahun 2018. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah bank umum devisa di Indonesia per Desember 2018 adalah 37
bank. Penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive/judgment sampling. Besar sampel yang digunakan dalam
penelitian ini sebanyak 36 Bank Umum Devisa di Indonesia. Intellectual Capital yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kinerja
IC yang diukur berdasarkan value added yang diciptakan oleh physical capital (VACA), human capital (VAHU), dan structural capital
(STVA). Kombinasi dari ketiga value added tersebut disimbolkan dengan nama VAICTM
Kata kunci— Intelectual capital, physical capital, human capital, structural capital.
Abstract— Intellectual capital (IC) is one of the approaches used in the assessment and measurement of intangible assests. This study
aims to obtain an overview of intellectual capital in banking companies in Indonesia. This research was conducted at foreign exchange
commercial banks listed on the Indonesia Stock Exchange in 2016 - 2018. The study population was all foreign exchange commercial
banks that had gone public and operated in Indonesia in the period of 2016 to 2018. Based on data from the Financial Services Authority
( OJK), the number of foreign exchange commercial banks in Indonesia as of December 2018 is 37 banks. Sampling is done by using
purposive / judgment sampling method. The sample size used in this study were 36 foreign exchange commercial banks in Indonesia.
Intellectual Capital referred to in this study is IC performance measured based on value added created by physical capital (VACA),
human capital (VAHU), and structural capital (STVA). The combination of the three value added is symbolized by the name VAICTM
Keywords— Intelectual capital, physical capital, human capital, structural capital.
I. PENDAHULUAN
Dewasa ini, perhatian terhadap praktik pengelolaan aset
tidak berwujud (intangible assest) telah meningkat1. Salah satu
pendekatan yang digunakan dalam penilaian dan pengukuran
intangible assest tersebut adalah intellectual capital (IC) yang
telah menjadi fokus perhatian dalam berbagai bidang, baik
manajemen, teknologi informasi, sosiologi, maupun
akuntansi.2,1
Munculnya “new economy”, yang secara prinsip didorong
oleh perkembangan teknologi informasi dan ilmu pengetahuan,
juga telah memicu tumbuhnya minat dalam intellectual
capital.2,3 Salah satu area yang menarik perhatian baik
akademisi maupun praktisi adalah yang terkait dengan
kegunaan IC sebagai salah satu instrument untuk menentukan
nilai perusahaan.4,5 Hal ini telah menjadi isu yang
berkepanjangan, dimana beberapa penulis menyatakan bahwa
manajemen dan sistem pelaporan yang telah mapan selama ini
secara berkelanjutan kehilangan relevansinya karena tidak
mampu menyajikan informasi yang esensial bagi eksekutif
untuk mengelola proses yang berbasis pengetahuan
(knowledge-based processes) dan intangible resources.6
Selama ini, pembedaan antara intangible assets dan IC
telah disamarkan ke dalam pengertian intangible yang
keduanya dirujuk pada istilah goodwill. Hal ini dapat
ditelusuri pada awal tahun 1980-an ketika catatan dan
pemahaman umum tentang nilai intangible, biasanya diberi
nama goodwill, mulai tampak dalam praktek bisnis dan
akuntansi.7
Dalam penelusuran praktek pencatatan intangible tersebut,
Akuntansi tradisional tidak dapat menyajikan informasi
tentang identifikasi dan pengukuran intangibles dalam
organisasi, khususnya organisasi yang berbasis pengetahuan.7,8
Jenis intangible baru seperti kompetensi karyawan, hubungan
dengan pelanggan, model-model simulasi, sistem administrasi
dan komputer tidak diakui dalam model pelaporan manajemen
dan keuangan tradisional. Bahkan dalam prakteknya, beberapa
intangible tradisional, seperti pemilikan merek, paten dan
goodwill, masih jarang dilaporkan di dalam laporan
keuangan.7,9 Kenyataannya, IAS 38 tentang Intangibles assets
melarang pengakuan merk yang diciptakan secara internal,
logo (mastheads), judul publikasi, dan daftar pelanggan.9
Di Indonesia, fenomena IC mulai berkembang terutama
setelah munculnya PSAK No. 19 (revisi 2000) tentang aset
tidak berwujud. Meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit
sebagai IC, namun lebih kurang IC telah mendapat perhatian.
Menurut PSAK No. 19, aset tidak berwujud adalah aset non-
moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud
fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau
menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak
lainnya, atau untuk tujuan administratif.10
Paragraph 09 dari pernyataan tersebut menyebutkan
beberapa contoh dari aktiva tidak berwujud antara lain ilmu
pengetahuan dan teknologi, desain dan implementasi sistem
atau proses baru, lisensi, hak kekayaan intelektual,
pengetahuan mengenai pasar dan merek dagang (termasuk
merek produk/brand names). Selain itu juga ditambahkan
piranti lunak komputer, hak paten, hak cipta, film gambar
hidup, daftar pelanggan, hak pengusahaan hutan, kuota impor,
waralaba, hubungan dengan pemasok atau pelanggan,
kesetiaan pelanggan, hak pemasaran, dan pangsa pasar.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B41
Meskipun PSAK 19 yang di dalamnya secara implisit
menyinggung tentang IC telah mulai diperkenalkan sejak
tahun 2000, namun dalam dunia praktek IC masih belum
dikenal secara luas di Indonesia.11 Perusahaan-perusahaan di
Indonesia cenderung menggunakan conventional based dalam
membangun bisnisnya, sehingga produk yang dihasilkannya
masih miskin kandungan teknologi.11 Di samping itu
perusahaan-perusahaan tersebut belum memberikan perhatian
lebih terhadap human capital, structural capital, dan customer
capital. Padahal semua ini merupakan elemen pembangun IC
perusahaan.12
Bertolakbelakang dengan meningkatnya pengakuan IC
dalam mendorong nilai dan keunggulan kompetitif perusahaan,
pengukuran yang tepat terhadap IC perusahaan belum dapat
ditetapkan. Misalnya, Pulic tidak mengukur secara langsung
IC perusahaan, tetapi mengajukan suatu ukuran untuk menilai
efisiensi dari nilai tambah sebagai hasil dari kemampuan
intelektual perusahaan (Value Added Intellectual Coefficient -
VAIC™). Komponen utama dari VAIC™ dapat dilihat dari
sumber daya perusahaan, yaitu physical capital (VACA -
value added capital employed), human capital (VAHU - value
added human capital), dan structural capital (STVA -
structural capital value added).13,14,15
Tujuan utama dalam ekonomi yang berbasis pengetahuan
adalah untuk menciptakan value added. Sedangkan untuk
dapat menciptakan value added dibutuhkan ukuran yang tepat
tentang physical capital (yaitu dana-dana keuangan) dan
intellectual potential (direpresentasikan oleh karyawan dengan
segala potensi dan kemapuan yang melekat).13 Intellectual
ability (yang kemudian disebut dengan VAIC™) menunjukkan
bagaimana kedua sumber daya tersebut (physical capital dan
intellectual potential) telah secara efisiensi dimanfaatkan
oleh perusahaan.13
Hubungan antara VAIC™ dengan kinerja keuangan telah
dibuktikan secara empiris oleh Firer dan Williams di Afrika
Selatan. Hasilnya mengindikasikan bahwa hubungan antara
efisiensi dari value added IC (VAIC™) dan tiga dasar ukuran
kinerja perusahaan (yaitu profitabilitas ROA, produktivitas
ATO, dan MB - market to book value) secara umum adalah
terbatas dan tidak konsisten. Secara keseluruhan, hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa physical capital
merupakan faktor yang paling signifikan berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan di Afrika Selatan.16
Chen et al. menggunakan model Pulic (VAIC™) untuk
menguji hubungan antara IC dengan nilai pasar dan kinerja
keuangan perusahaan dengan menggunakan sampel perusahaan
publik di Taiwan. Hasilnya menunjukkan bahwa IC (VAIC™)
berpengaruh secara positif terhadap nilai pasar dan kinerja
keuangan perusahaan. Bahkan, Chen juga membuktikan bahwa
IC (VAIC™) dapat menjadi salah satu indikator untuk
memprediksi kinerja perusahaan di masa mendatang. Selain itu,
penelitian ini juga membuktikan bahwa investor mungkin
memberikan penilaian yang berbeda terhadap tiga komponen
VAIC™ (yaitu physical capital, human capital, dan structural
capital).17
Mavridis dan Kamath memilih khusus sektor perbankan
sebagai sampel penelitian. Hasil kedua penelitian ini
menunjukkan bahwa VAIC™ dapat dijadikan sebagai
instrument untuk melakukan pemeringkatan terhadap sektor
perbankan di Jepang dan India berdasarkan kinerja IC-nya.
Mavridis dan Kamath mengelompokkan bank (berdasarkan
kinerja IC) dalam empat kategori, yaitu (1) top performers,
(2) good performers, (3) common performers, dan (4) bad
performers.18
Selanjutnya, Tan et al. menggunakan 150 perusahaan yang
terdaftar di bursa efek Singapore sebagai sampel penelitian.
Hasilnya konsisten dengan penelitian Chen et al. (2005)
bahwa IC (VAIC™) berhubungan secara positif dengan
kinerja perusahaan; IC (VAIC™) juga berhubungan positif
dengan kinerja perusahaan di masa mendatang. Penelitian ini
juga membuktikan bahwa rata-rata pertumbuhan IC (VAIC™)
suatu perusahaan berhubungan positif dengan kinerja
perusahaan di masa mendatang. Selain itu, penelitian ini
mengindikasikan bahwa kontribusi IC (VAIC™) terhadap
kinerja perusahaan berbeda berdasarkan jenis industrinya.19
Metode VAIC™, dikembangkan oleh Pulic, didesain untuk
menyajikan informasi tentang value creation efficiency dari
aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud
(intangible assets) yang dimiliki perusahaan. Model ini
dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan
value added (VA). Value added adalah indikator paling
objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai (value
creation).13 VA dihitung sebagai selisih antara output dan
input.14
Tan et al. menyatakan bahwa output (OUT)
merepresentasikan revenue dan mencakup seluruh produk dan
jasa yang dijual di pasar, sedangkan input (IN) mencakup
seluruh beban yang digunakan dalam memperoleh revenue.
Hal penting dalam model ini adalah bahwa beban karyawan
(labour expenses) tidak termasuk dalam IN.19 Karena peran
aktifnya dalam proses value creation, intellectual potential
(yang direpresentasikan dengan labour expenses) tidak
dihitung sebagai biaya (cost) dan tidak masuk dalam
komponen IN.14 Karena itu, aspek kunci dalam model Pulic
adalah memperlakukan tenaga kerja sebagai entitas penciptaan
nilai (value creating entity).19
VA dipengaruhi oleh efisiensi dari Human Capital (HC)
dan Structural Capital (SC). Hubungan lainnya dari VA adalah
capital employed (CE), yang dalam hal ini dilabeli dengan
VACA. VACA adalah indikator untuk VA yang diciptakan
oleh satu unit dari physical capital.
Pulic mengasumsikan bahwa jika 1 unit dari CE
menghasilkan return yang lebih besar daripada perusahaan
yang lain, maka berarti perusahaan tersebut lebih baik dalam
memanfaatkan CE-nya.14 Dengan demikian, pemanfaatan CE
yang lebih baik merupakan bagian dari IC perusahaan.19
Hubungan selanjutnya adalah VA dan HC. ‘Value Added
Human Capital’ (VAHU) menunjukkan berapa banyak VA
dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga
kerja. Hubungan antara VA dan HC mengindikasikan
kemampuan dari HC untuk menciptakan nilai di dalam
perusahaan.19 Konsisten dengan pandangan para penulis IC
lainnya, Pulic berargumen bahwa total salary and wage
costs adalah indikator dari HC perusahaan.14
Hubungan ketiga adalah “structural capital coefficient”
(STVA), yang menunjukkan kontribusi structural capital (SC)
dalam penciptaan nilai. STVA mengukur jumlah SC yang
dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari VA dan
merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC dalam
penciptaan nilai.19 SC bukanlah ukuran yang independent
sebagaimana HC, SC dependent terhadap value creation.14
Artinya, menurut Pulic, semakin besar kontribusi HC dalam
value creation, maka akan semakin kecil kontribusi SC dalam
hal tersebut. SC adalah VA dikurangi HC, yang hal ini telah
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B42
diverifikasi melalui penelitian empiris pada sektor industri
tradisional.14
Rasio terakhir adalah menghitung kemampuan intelektual
perusahaan dengan menjumlahkan coefisien-coefisien yang
telah dihitung sebelumnya. Hasil penjumlahan tersebut
diformulasikan dalam indikator baru yang unik, yaitu
VAIC™.19
Keunggulan metode VAIC™ adalah karena data yang
dibutuhkan relatif mudah diperoleh dari berbagai sumber dan
jenis perusahaan. Data yang dibutuhkan untuk menghitung
berbagai rasio tersebut adalah angka-angka keuangan yang
standar yang umumnya tersedia dari laporan keuangan
perusahaan. Alternatif pengukuran IC lainnya terbatas hanya
menghasilkan indikator keuangan dan non-keuangan yang
unik yang hanya untuk melengkapi profil suatu perusahaan
secara individu. Indikator-indikator tersebut, khususnya
indikator non-keuangan, tidak tersedia atau tidak tercatat oleh
perusahaan yang lain.19 Konsekuensinya, kemampuan untuk
menerapkan pengukuran IC alternatif tersebut secara konsisten
terhadap sample yang besar dan terdiversifikasi menjadi
terbatas.16
II. METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan terhadap perusahaan sektor
perbankan di Indonesia. Pengamatan dilakukan selama 3
tahun berturut-turut, yaitu 2016, 2017, dan 2018.
B. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi empiris yang dilakukan
untuk mengetahui intellectual capital (yang diukur dengan
VAIC™) pada bank devisa di Indonesia.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh bank umum devisa
yang sudah go public dan beroperasi di Indonesia dalam kurun
waktu tahun 2016 sampai dengan tahun 2018. Berdasarkan
data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah bank umum devisa
di Indonesia per Desember 2018 adalah 37 bank.
Penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan metode
purposive/judgment sampling. Besar sampel yang digunakan
dalam penelitian ini sebanyak 36 Bank Umum Devisa di
Indonesia
D. Variabel penelitian
Intellectual Capital yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah kinerja IC yang diukur berdasarkan value added yang
diciptakan oleh physical capital (VACA), human capital
(VAHU), dan structural capital (STVA). Kombinasi dari
ketiga value added tersebut disimbolkan dengan nama VAICTM
yang dikembangkan oleh Pulic (1998; 1999; 2000).
Formulasi dan tahapan perhitungan VAIC™ adalah sebagai
berikut:
Tahap I : Menghitung Value Added (VA). VA dihitung sebagai
selisih antara output dan input (Pulic, 1999).
VA = OUT - IN
Dimana:
OUT (Output) : Total penjualan dan pendapatan lain.
IN (Input) : Beban penjualan dan biaya-biaya lain (selain
beban karyawan).
Tahap II: Menghitung Value Added Capital Employed (VACA).
VACA adalah indikator untuk VA yang diciptakan oleh satu
unit dari physical capital. Rasio ini menunjukkan kontribusi
yang dibuat oleh setiap unit dari CE terhadap value added
organisasi.
VACA = VA/CE
Dimana: VA : Value added.
CE : Capital Employed: dana yang tersedia (ekuitas,
laba bersih)
Tahap III: Menghitung Value Added Human Capital (VAHU).
VAHU menunjukkan berapa banyak VA dapat dihasilkan
dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Rasio ini
menunjukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap rupiah yang
diinvestasikan dalam HC terhadap value added organisasi.
VAHU = VA/HC
Dimana: VA : Value added HC : Human Capital: beban karyawan.
Tahap IV: Menghitung Structural capital Value Added
(STVA). Rasio ini mengukur jumlah SC yang dibutuhkan
untuk menghasilkan 1 rupiah dari VA dan merupakan indikasi
bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai.
STVA = SC/VA
Dimana:
SC : Structural Capital: VA – HC
VA : Value added
Tahap V: Menghitung Value Added Intellectual Coefficient
(VAIC™). VAIC™ mengindikasikan kemampuan intelektual
organisasi yang dapat juga dianggap sebagai BPI (Business
Performance Indicator). VAIC™ merupakan penjumlahan
dari 3 komponen sebelumnya, yaitu: VACA, VAHU, dan
STVA.
VAICTM = VACA + VAHU +STVA
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Intelectual Capital Bank Devisa
Tabel 1 di bawah ini menunjukkan statistik descriptif atas
variabel dependen VAICTM dan komponen-komponen yang
membentuknya, yaitu: VACA, VAHU dan STVA untuk
periode tahun 2016 sampai dengan tahun 2018. Tabel 1 Rata-rata intellectual capital bank devisa
Tahun Intelectual Capital
VACA VAHU STVA VAICTM
2016 0,293 2,221 3,388 5,902
2017 0,287 2,095 0,597 2,978
2018 0,291 2,271 -1,604 0,958
Tabel 1 di atas menjelaskan bahwa nilai rata-rata (mean)
VAICTM industri perbankan di Indonesia untuk tahun 2016
adalah sebesar 5.902 dengan standard deviation 6.028.
Sedangkan untuk tahun 2016 dan 2018, nilai mean VAICTM
turun menjadi 2.978 dan 0.958 dengan standard deviation
2.124 dan 6.665. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tahun
2016 dan 2018, sebaran data VAICTM memiliki variasi yang
relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2005.
Nilai rata-rata VAICTM tahun 2016 ini sedikit lebih besar
daripada nilai mean semua jenis industri di Taiwan yang
menunjukkan angka 5.494,17 juga lebih besar dibandingkan
dengan industri perbankan di Jepang yang mean VAIC-nya
hanya 1.07 dan India yang sebesar 4.112.18 Hal yang sama
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B43
ditunjukkan oleh nilai mean STVA sebesar 3.388, jauh lebih
besar dari Taiwan (0.788) dan Afrika Selatan (-0.313).
Komposisi yang fluktuatif tampak dari nilai mean VACA
yang menunjukkan angka 0.293, sedikit lebih besar daripada
keseluruhan jenis industri di Taiwan (0.080) dan Jepang (0.16),
tetapi lebih kecil dari Afrika Selatan (0.468) dan India (0.615).
Demikian juga dengan nilai mean VAHU yang sebesar 2.221,
lebih kecil dari Taiwan (4.627) dan India (3.497), namun lebih
besar dari Afrika Selatan (2.078) dan Jepang (0.91).
Secara umum, kinerja IC perusahaan perbankan di
Indonesia tahun 2004 masuk dalam kategori “top performers”
berdasarkan klasifikasi yang dibuat oleh Mavridis (2005) dan
Kamath (2007). Suatu bank akan masuk dalam kelompok “top
performers” bila memiliki skor VAICTM di atas 5.00. Jika
skornya antara 4.00 sampai dengan 5.00, maka masuk kategori
“good performers”, dan kategori “common performers” untuk
yang memiliki skor antara 2.5 sampai 4.00. Sedangkan
perusahaan dengan skor VAICTM di bawah 2.5 masuk dalam
kategori “bad performers”.
Sedangkan Mavridis (2005) ketika mengelompokkan
bank-bank di Jepang berdasarkan kinerja IC-nya menyatakan
bahwa skor VAICTM minimal untuk masuk dalam kategori
“top performers” adalah 2.02. Kategori “good performers”
untuk skor antara 1.04 sampai 1.97. Perusahaan dengan skor
antara 0.03 sampai 0.97 masuk dalam kelompok “common
performers”, dan kategori “bad performers” untuk perusahaan
yang memiliki skor di bawah 0.03.
Berdasarkan pengklasifikasian tersebut, kategori
perusahaan perbankan di Indonesia berdasarkan kinerja IC-
nya selama 3 tahun pengamatan dapat disajikan sebagai
berikut:
Tabel 2. Kategori Kinerja Intelectual Capital (IC) Bank
Devisa
Tahun Kategori Kinerja IC
Versi Kamath Versi Mavridis
2016 Top Performers Top Performers
2017 Common Performers Top Performers
2018 Bad Performers Common Performers
Secara umum dalam tiga tahun pengamatan, value added
terbesar yang dimiliki perusahaan dihasilkan oleh efisiensi dari
human capital. Artinya, perusahaan perbankan di Indonesia
telah berhasil “memanfaatkan” dan memaksimalkan keahlian,
pengetahuan, jaringan, dan olah pikir karyawannya untuk
menciptakan nilai bagi perusahaan. Dari sisi shareholder,
kondisi ini jelas menguntungkan karena menunjukkan
kemampuan manajemen dalam mengelola organisasi untuk
kepentingan pemegang saham (pemilik). Menurt Firer dan
Williams (2003), hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan
memberikan perhatian yang lebih terfokus terhadap upaya
untuk memaksimalkan pemanfaatan tangible assets daripada
pengembangan human capital.
Dalam pandangan teori stakeholder, perusahaan memiliki
stakeholders, bukan sekedar shareholder. Kelompok-
kelompok ‘stake’ tersebut meliputi pemegang saham,
karyawan, pelanggan, pemasok, kreditor, pemerintah, dan
masyarakat (Riahi-Belkaoui, 2003). Dalam konteks ini,
karyawan telah berhasil ditempatkan dan menempatkan diri
dalam posisi sebagai stakeholders perusahaan, sehingga
karyawan tersebut memaksimalkan intellectual abilitynya
untuk menciptakan nilai bagi perusahaan. Hal ini dibuktikan
dengan adanya value creation yang dilakukan oleh karyawan
meskipun dengan penerimaan (gaji, biaya pelatihan, dsb.)
yang tidak maksimal dari perusahaan.
Hasil pengujian untuk data tahun 2016 menunjukkan
bahwa VACA dan VAHU memiliki nilai t-statistik signifikan
untuk menjelaskan konstruk VAIC. Hasil penelitian ini
konsisten dengan temuan Mavridis (2005) dan Kamath (2007)
yang menyatakan bahwa untuk kasus industri perbankan,
komponen VAICTM yang relevan adalah VACA dan VAHU.
Hal ini juga mendukung pernyataan Pulic (1998) ketika kali
pertama memperkenalkan metode VAICTM yang menyatakan
bahwa intellectual ability suatu perusahaan dibangun oleh
physical capital (VACA) dan intellectual potential (VAHU).
Jika dilihat perspektif yang pesimis, temuan penelitian ini
mendukung sinyalemen beberapa kelompok buruh (misalnya
Serikat Pekerja Nasional - SPN, Serikat Pekerja Seluruh
Indonesia - SPSI, dsb.) bahwa telah terjadi eksploitasi terhadap
tenaga kerja di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan
rendahnya gaji tenaga kerja Indonesia dibandingkan dengan
tenaga kerja di negara lain. Bahkan, gaji tenaga kerja Indonesia
dihargai jauh lebih rendah dibandingkan dengan tenaga kerja
asing yang bekerja di Indonesia.
Berdasarkan data-data empiris, sistem upah yang
umumnya diberlakukan di perusahaan-perusahaan
menempatkan pekerja pada posisi yang kurang
menguntungkan (Antoni, 2007). Dalam pembagian
keuntungan misalnya, kelompok kerja menempati posisi yang
marginal. Penetapan upah kerja didasarkan pada prinsip
keuntungan yang sebesar-besarnya bagi perusahaan, dan
dinamika upah kerja tidak berkaitan langsung dengan
produktivitas. Artinya tinggi rendahnya upah riil banyak
tergantung pada manajer perusahaan, atau bahkan pada
pemilik perusahaan (Hikam, 1996; Wiranta, 1998). Dalam
penetapan upah, pekerja merupakan kelompok yang tidak
perlu dilibatkan dan mereka kurang menikmati keuntungan
perusahaan yang seharusnya mereka peroleh. Kondisi inilah
yang antara lain mendorong pemerintah untuk ikut campur
tangan dan memberlakukan sistem upah minimum regional
(UMR) (Masduqi, 1996; Hikam, 1998).
IV. KESIMPULAN
Secara umum dalam tiga tahun pengamatan, value added
terbesar yang dimiliki perusahaan dihasilkan oleh efisiensi dari
human capital. Hasil pengujian untuk data tahun 2016
menunjukkan bahwa VACA dan VAHU memiliki nilai t-
statistik signifikan untuk menjelaskan konstruk VAIC.
REFERENSI
[1] Harrison, S., and P.H. Sullivan. 2010. “Profitting form intellectual
capital; Learning from leading companies”. Journal of Intellectual
Capital. Vol. 1 No. 1. pp. 33- 46. [2] Petty, P. and J. Guthrie. 2010. “Intellectual capital literature review:
measurement, reporting and management”. Journal of Intellectual Capital. Vol. 1 No. 2. pp. 155-75.
[3] Bontis, N. 2011. “Intellectual capital questionnaire”. vailable online at:
www.bontis.com.. [4] Edvinsson, L. and M. Malone. 2007. Intellectual Capital: Realizing
Your Company’s True Value by Finding Its Hidden Brainpower.
HarperCollins, New York, NY. [5] Sveiby, K.E. 2011. “Method for measuring intangible assets”.
Available online at: www.sveiby.com/articles.
[6] Bornemann, M., and K.H. Leitner. 2012. “Measuring and reporting intellectual capital: the case of a research technology organisation”,
Singapore Management Review. Vol. 24 No. 3. pp. 7-19.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B44
[7] International Federation of Accountants. 1998. “The Measurement
and Management of Intellectual Capital”. available online at:
www.ifac.org.
[8] Guthrie, J., R. Petty, F. Ferrier, and R. Well. 2009. “There is no
accounting for intellectual capital in Australia: review of annual
reporting practices and the internal measurement of intangibles within Australian organisations”. Paper presented at the International
Symposium Measuring and Reporting Intellectual Capital: Experiences,
Issues and Prospects, OECD, June. Amsterdam. [9] International Accounting Standards Board. 2004. “Summary of IAS
38”. available online at: www.iasplus.com.
[10] Ikatan Akuntan Indonesia. 2015. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 19. Salemba Empat. Jakarta
[11] Abidin. 2010. “Upaya Mengembangkan Ukuran-ukuran Baru”. Media
Akuntansi. Edisi 7. Thn. VIII. pp. 46-47. [12] Sawarjuwono, T. 2013. “Intellectual capital: perlakuan, pengukuran,
dan pelaporan (sebuah library research)”. Jurnal Akuntansi dan
Keuangan. Vol. 5 No. 1. pp. 35-57. [13] Pulic, A. 1998. “Measuring the performance of intellectual potential in
knowledge economy”. Paper presented at the 2nd McMaster Word
Congress on Measuring and Managing Intellectual Capital by the
Austrian Team for Intellectual Potential.
[14] . 1999. “Basic information on VAIC™”. Available
online at: www.vaic-on.net.
[15] . 2000. “VAICTM - An accounting tool for IC
management”. Available online at: www.measuring-ip.at/Papers/ham99txt.htm.
[16] Firer, S., and S.M. Williams. 2013. “Intellectual capital and traditional
measures of corporate performance”. Journal of Intellectual Capital. Vol. 4 No. 3. pp. 348- 360.
[17] Chen, M.C., S.J. Cheng, Y. Hwang. 2015. “An empirical investigation
of the relationship between intellectual capital and firms’ market value and financial performance”. Journal of Intellectual Capital. Vol. 6 N0.
2. pp. 159-176
[18] Mavridis, D.G. 2014. “The intellectual capital performance of the Japanese banking sector”. Journal of Intellectual Capital. Vol. 5 No.
3. pp. 92-115.
[19] Tan, H.P., D. Plowman, P. Hancock. 2017. “Intellectual capital and financial returns of companies. Journal of Intellectual Capital. Vol. 8
No. 1. pp. 76-95.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B45
Kajian Hubungan Pembiayaan Murabahah, Biaya Operasional dan Profitabilitas PT Bank
Muamalat Indonesia
Fakriah1, Mukhlis2, Noviana Isra Yolanda3*
1,2,3 Jurusan Tata Niaga Politeknik Negeri Lhokseumawe
Jln. B.Aceh Medan Km.280 Buketrata 24301 Indonesia [email protected]
Abstrak— Studi ini mengkaji mengenai hubungan pembiayaan murabahah, biaya operasional dan profitabilitas. Objek penelitian yaitu
PT Bank Muamalat Indonesia. Pendekatan metode untuk penelitian ini dipilih dengan metode asosiatif kausal. Jenis penelitian dipilih
dengan pendekatan kuantitatif. Data sekunder yang digunakan berupa data dengan deret waktu, yang merupakan data secara triwulan
selama sepuluh tahun, dimulai dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2018. Sumber data yaitu laporan keuangan triwulanan PT Bank
Muamalat Indonesia. Analisis yang dilakukan dengan menggunakan metode analisis regresi linier berganda. Pengujian terhadap data
dengan menggunakan pengujian statistik dan pengujian asumsi klasik. Uji asumsi klasik yang digunakan adalah uji normalitas, uji
heteroskedastisitas, uji multikolinearitas, dan uji autokorelasi. Hipotesis yang diajukan bahwa diduga pembiayaan murabahah, biaya
operasional dan profitabilitas memiliki pengaruh signifikan baik secara parsial dan simultan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
kajian ini secara simultan memberikan hubungan positif atau pengaruh positif dan signifikan dari variabel pembiayaan murabahah,
biaya operasional dan profitabilitas. Akan tetapi bila dikaji secara parsial hasil pengujian menunjukkan bahwa pembiayaan
murabahah dan profitabilitas memiliki hubungan negatif dan signifikan, untuk variabel biaya operasional dan profitabilitas hubungan
negatif dan signifikan.
Kata kunci— Muamalat, Pembiayaan, Murabahah, biaya, Operasional, Profitabilitas.
Abstract— This study examines the relationship between murabaha financing, operating expenses and profitability. The object of research
is PT Bank Muamalat Indonesia. The method approach for this research was chosen by a causal associative method. This type of research
was chosen with a quantitative approach. The secondary data used in this study is in the form of time series data, which is quarterly data
for ten years, starting from 2009 until 2018. The data source is quarterly financial statements of PT Bank Muamalat Indonesia's. The
analysis was performed using the method of multiple linear regression analysis. Testing of the data using statistical testing and testing classic
assumptions. The classic assumption tests used are normality test, heteroscedasticity test, multicollinearity test, and autocorrelation test. The
hypothesis is proposed that murabaha financing, operational expenses and profitability are suspected to have a significant effect both
partially and simultaneously. The results of testing the data indicate that this study simultaneously provides a positive relationship or positive
and significant influence of murabaha financing variables, operating expenses and profitability. However, if it is examined partially the test
results show that murabaha financing and profitability have a negative relationship and significant effect, for the variable operational
expenses and profitability a negative and significant relationship.
Keywords— Muamalat, Financing, Murabaha, expenses, Operations, Profitability
I. PENDAHULUAN
Indonesia telah menerapkan juga sistem perbankan dengan
prinsip syariah. Definisi dari bank menurut undang-undang
nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan, bank merupakan
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Untuk bank
syariah menurut undang-undang nomor 21 tahun 2008
ddDefinisikan sebagai bank syariah sebagai bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah,
lebih lanjut dalam undang-undang ini disebutkan bahwa
menurut jenisnya bank syariah terdiri dari bank umum syariah
dan bank pembiayaan rakyat syariah.
Salah satu tolak ukur eksistensi dari perkembangan ekonomi
syariah di Indonesia dapat dikaji dari perkembangan perbankan
syariah. Bank Muamalat merupakan bank yang pertama kali
menerapkan sistem syariah dalam operasionalnya di Indonesia,
oleh karenanya Bank Muamalat juga menjadi pioneer bagi bank
lainnya untuk menerapkan sistem syariah. Konsep bank umum
dengan sistem bunga telah lebih dahulu diterapkan oleh
perbankan di Indonesia mengalami berbagai goncangan akibat
krisis moneter, salah satunya goncangan yang dialami bank
umum tersebut ditandai dengan likuidasi dan merger ataupun
akuisisi dari beberapa bank umum. Krisis moneter pada tahun
1998 telah menjadi titik balik dari bank umum untuk mulai
melirik sistem syariah. Hal tersebut kembali diperkuat dengan
disahkannya Aturan tentang perbankan syariah ini melalui
Undang-Undang nomor 21 tahun 2008. Undang-undang
tersebut didasari dengan pengaturan sebelumnya melalui
Undang-undang nomor 7 tahun 1992, yang kemudian diubah
dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998.
Dengan peranan yang cukup penting yang dalam
perekonomian, khususnya dalam kegiatan moneter ini, bank
syariah dituntut untuk senantiasa meningkatkan kinerjanya.
Kinerja bank dapat diukur dengan profitabilitas yang dicapai,
dikarenakan kinerja perbankan bersumber pada keuntungan
bank yang utama berasal dari keputusan pembiayaan (Sutrisno,
2016, dalam Agza dan Darawanto). Profitabilitas digunakan
oleh perusahaan dan juga pihak luar, hal ini memiliki beberapa
bertujuan (Asriyanti dan Syafruddin, 2017:37) yaitu sebagai
berikut:
1. untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh
perusahaan dalam suatu periode tertentu.
2. data profitabilitas digunakan untuk menilai laba
perusahaan sebelumnya dengan tahun sekarang.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B46
3. untuk menilai bagaimana perkembangan laba dari
waktu ke waktu, dan
4. tujuannya adalah mengukur produktifitas dari seluruh
dana perusahaan yang digunakan baik modal
pinjaman maupun modal sendiri.
Bagi Industri perbankan, profitabilitas digunakan sebagai
suatu rasio yang mengukur kemampuan bank dalam
menghasilkan laba. Rasio ini dijelaskan melalui beberapa rasio
yaitu rasio Return on Assets (ROA), rasio Return on Equity
(ROE), rasio Return on Sales (ROS), rasio Return on Capital
Employed (ROCE), rasio Return on Investment (ROI), Earning
Per Share (EPS), Margin Laba Kotor (GPM) dan Margin Laba
Bersih (NPM). Untuk kebutuhan kajian ini hanya mengkaji dari
rasio Return on Assets (ROA).
Rasio Return on Assets (ROA) merupakan suatu ratio yang
digunakan untuk menilai persentase keuntungan (laba) yang
diperoleh perusahaan terkait sumber daya atau total harta,
sehingga efisiensi suatu perusahan dalam mengelola asetnya
dapat terlihat dari persentase ratio ini. Ratio ini diperoleh
dengan membagikan total laba bersih dengan total aset/harta.
(Kusuma, 2017). Penggunaan variabel ROA juga dilakukan
oleh Ardansyah (2016), hasil kajiannya menunjukkan bahwa
variabel ROA memberikan pengaruh pada profitabilitas pada
PT Fika Abadi Mandiri.
Pembiayaan merupakan suatu fungsi yang dijalankan oleh
bank syariah dalam rangka untuk menghasilkan laba
operasionalnya. Terdapat beberapa bentuk pembiayaan dalam
bank syariah seperti dijelaskan oleh Karim (2014:97) yaitu
pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah dan
musyarakah), pembiayaan dengan bentuk jual beli (murabahah,
salam dan istishna’) dan juga pembiayaan dengan prinsip
ujroh/sewa. Untuk kajian ini hanya digunakan pembiayaan
dengan bentuk jual beli yaitu murabahah. Tingginya
pertumbuhan pembiayaan murabahah mendorong profitabilitas
bank (Haq, 2015). Hasil pengujian pembiayaan murabahah
memberikan pengaruh positif dan signifikan dilakukan pada
bank Mega syariah (Sastrawan, 2015). Pembiayaan murabahah
mempengaruhi profitabilitas juga telah disimpulkan oleh
Ferdian (2013) yang mengkaji data di bank Muamalat dengan
periode data 1997 sampai dengan 2006. Penelitian tersebut
menyebutkan bahwa koefisien pembiayaan murabahah
mencapai 1,090.
Hasil penelitian mengenai hal lain yang turut mempengaruhi
profitabilitas (ROA) adalah pengaruh dari pengaruh biaya
operasional terhadap profitabilitas, ini dapat dikaji dari hasil
yang diperoleh oleh Adnyana (2016) yang disimpulkan bahwa
biaya operasional memberikan pengaruh terhadap profitabilitas.
Nafarin dalam Marliana (2016) memberikan batasan mengenai
biaya operasional merupakan biaya usaha pokok perusahaan
selain harga pokok penjualan. Biaya usaha terdiri dari biaya
penjualan, biaya administrasi dan umum. Ongkos atau beban
(expense) adalah jumlah aktiva yang terpakai atau jasa yang
digunakan dalam proses menghasilkan laba, sedangkan biaya
adalah pengeluaran kas (komitmen membayar kas dimasa
depan) dengan tujuan menghasilkan laba (Warren, 2005).
Konsep biaya dan beban berbeda dari tujuan yang dicapai
setelah pembayaran dilakukan. Untuk penelitian ini digunakan
terminologi biaya operasional. Biaya Operasional memberikan
pengaruh negatif terhadap profitabilitas sebagaimana
disimpulkan dalam penelitian (Winarso, 2014).
Berangkat dari beberapa kajian sebelumnya di atas maka,
kajian ini bermaksud dan bertujuan adalah untuk menganalisis
hubungan dari pembiayaan murabahah dan biaya operasional
dengan profitabilitas, baik secara bersamaan (simultan)
maupun secara terpisah (parsial) pada Bank Muamalat di
Indonesia.
Hipoesis yang diangkat dalam kajian ini sebagai jawaban
sementara dalam suatu penelitian dapat dijelaskan sebagai
berikut:
H01 = diduga bahwa secara simultan pembiayaan murabahah,
biaya operasional tidak berpengaruh dan signifikan pada
profitabilitas PT Bank Muamalat Indonesia
H02 = diduga bahwa secara parsial pembiayaan murabahah,
biaya operasional tidak berpengaruh dan signifikan pada
profitabilitas PT Bank Muamalat Indonesia
Ha1 = diduga bahwa secara simultan pembiayaan murabahah,
biaya operasional berpengaruh dan signifikan pada
profitabilitas PT Bank Muamalat Indonesia
Ha2 = diduga bahwa secara parsial pembiayaan murabahah,
biaya operasional berpengaruh dan signifikan pada
profitabilitas PT Bank Muamalat Indonesia
II. METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian yang dipilih dalam kajian ini dengan
pendekatan kuantitatif dengan metode asosiatif kausal. metode
asosiatif kausal ini digunakan untuk mengetahui hubungan
antara dua variabel atau lebih. Variabel dalam kajian ini adalah
pembiayaan murabahah dan biaya operasional sebagai variabel
bebas dan ratio profitabilitas sebagai variabel terikat. Untuk
ratio profitabilitas menggunakan ratio Return on Assets (ROA).
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui
bagaimana hubungan atau pengaruh pembiayaan murabahah
dan biaya operasional terhadap profitabilitas dari PT Bank
Mualamat Indonesia. Data sekunder yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan data kuantitatif meliputi laporan
keuangan. Kajian ini memilih data dengan jenis data deret
waktu atau time series dari lapran keuangan sejak tahun 2009
sampai dengan tahun 2018. Data sekunder ini merupakan
publikasi dari lembaga Otoritas Jasa Keuangan melalui website
resminya. Penelitian ini menggunakan observasi tidak langsung
yaitu dengan membuka website resmi lembaga yang
bersangkutan dengan mengunduh objek yang diteliti sehingga
diperoleh data dan laporan keuangan.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis regresi
linear berganda. Analisis ini digunakan untuk mengetahui
hubungan dari variabel-variabel yang diteliti. Pengolahan data
dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS.
Persamaan regresi yang akan diuji adalah sebagai berikut:
ROA = ɑ + ß1LnM + ß2LnO + ei
Keterangan :
ROA = Profitabilitas
M = Pembiayaan Murabahah
O = Biaya Operasional
ɑ, ß1 = Parameter
ei = error term
Uji asumsi klasik yang digunakan untuk menguji kajian ini
dengan tujuan agar mengetahui nilai dari koefisiennya. hal ini
dilakukan untuk menghindari terjadinya bias dan efisien.
Pengujian ini dilakukan sebelum menganalisis regresi berganda.
Pengujian klasik yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi
empat pengujian yaitu uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji
multikolinearitas dan uji outokorelasi.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B47
Uji normalitas bertujuan untuk menguji regresi yang dipakai
memiliki distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik
adalah memiliki distribusi normal atau mendekati normal. Ada
beberapa cara untuk mengetahui normalitas data diantaranya,
dengan menggunakan grafik normal P-Plot dan asumsi yang
digunakan pada grafik yaitu jika nilai residual yang terdistribusi
normal akan terletak di sekitar garis horizontal dan tidak jauh
dari garis diagonal. Selain dengan meggunakan grafik cara lain
untuk melihat data berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan
cara uji statistik One-Sample Kolmogorov Smirnov Test. Jika
nilai sig (2-tailed) lebih besar dari tingkat signifikan (0,05),
maka mengindikasikan variabel terdistribusi normal.
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual
satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari
residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka
disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut
heterokedastisitas.
Untuk mengetahui adanya heteroskedastisitas yaitu dengan
melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara
variabel dependen dengan residualnya. Apabila titik-titik pada
grafik membentuk suatu pola tertentu maka terjadi
heteroskedastisitas, dan apabila tidak berbentuk pocla tertentu
atau titik menyebar seara acak maka tidak terjadi
heteroskedastisitas.
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi yang digunakan ditemukan ada atau tidaknya
korelasi (hubungan) antar variabel independen. Model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara variabel
independen. Untuk mengidentifikasi ada atau tidaknya terjadi
korelasi antar varibel independen ini dapat dilihat dari besarnya
nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Batas nilai
tolerance dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Jika nilai tolerance < 0,10 dan VIF > 10, maka terdapat
korelasi antara salah satu variabel independen dengan
variabel-variabel independen lainnya atau terjadi
multikolinearitas.
2. Jika nilai tolerance > 0,10 dan VIF < 10, maka tidak
terjadi korelasi antara salah satu variabel independen
dengan variabel-variabel independen lainnya atau tidak
terjadi multikolinearitas.
3. Uji multikolinearitas juga dapat dilihat dari nilai korelasi
antar variabel indepeden, jik nilai korelasi antar variabel
di bawah 95% maka dapat disimpulkan tidak terjadi
multikolinearitas.
Uji autokorelasi digunakan untuk menguji apakah dalam
model regresi ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada
periode sebelumnya (t-1). Jika terjadi korelasi maka dinamakan
autokorelasi. Autokorelasi ini muncul karena observasi yang
berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya.
Salah satu ukuran dalam menentukan ada tidaknya masalah
autokorelasi dengan uji Durbin-Watson (DW) dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. terjadi autokorelasi positif, jika nilai DW di bawah -2 (
DW <-2)
b. tidak terjadi autokorelasi positif, jika nilai DW berada di
antara -2 dan +2 atau (-2 ≤DW≤ +2 )
c. terjadi autokorelasi negatif, jika nilai DW di atas +2 ( DW
> +2)
Pengujian Hipotesis Uji Simultan (Uji F) pengujian ini
bertujuan untuk mengetahui apakah variabel independen secara
simultan atau bersama-sama mempengaruhi variabel dependen
secara signifikan. Pengujian ini menggunaka uji F yaitu dengan
membandingkan F hitung dengan F tabel. Uji ini dilakukan
dengan syarat:
1. Bila F hitung < F tabel maka H0 diterima dan Ha
ditolak, ini berarti bahwa secara bersama-sama
variabel independen tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen.
2. Bila F hitung > F tabel maka H0 ditolak dan Ha
diterima, ini berarti bahwa secara bersama-sama
variabel independen berpengaruh terhadap variabel
dependen.
Pengujian ini juga dapat menggunakan pengamatan nilai
signifikan F pada tingkat ɑ yang digunakan. Untuk penelitian
ini tingkat ɑ yang digunakan adalah 0,05 atau 5%. Analisis ini
didasarkan pada perbandingan antara nilai signifikansi F
dengan nilai signifikansi 0,05 sebagai berikut:
1. Jika signifikansi F < 0,05 maka H0 ditolak yang berarti
bahwa variabel-variabel independen secara simultan
berpengaruh terhadap variabel dependen.
2. Jika signifikansi F > 0,05 maka H0 diterima yang
berarti bahwa variabel-variabel independen secara
simultan tidak berpengaruh terhadap variabel
dependen.
Pada dasarnya uji t (uji parsial) digunakan untuk mengukur
seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara
individual dalam menjelaskan variasi variabel dependen. Uji ini
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Bila t hitung < t tabel maka H0 diterima dan Ha ditolak
yang berarti bahwa variabel-variabel independen
secara parsial tidak berpengaruh terhadap variabel
dependen.
2. Bila t hitung > t tabel maka H0 ditolak dan Ha diterima
yang berarti bahwa variabel-variabel independen
secara parsial berpengaruh terhadap variabel
dependen.
Pengujian ini juga dapat menggunakan pengamatan nilai
signifikan t pada tingkat ɑ yang digunakan. Untuk penelitian ini
tingkat ɑ yang digunakan adalah 0,05 atau 5%. Penerimaan atau
penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria:
a. Jika signifikansi t < 0,05 maka H0 ditolak yang berarti
bahwa variabel-variabel independen secara simultan
berpengaruh terhadap variabel dependen.
b. Jika signifikansi t > 0,05 maka H0 diterima yang
berarti bahwa variabel-variabel independen secara
simultan tidak berpengaruh terhadap variabel
dependen.
Koefisien Determinasi (R2) dimaksudkan untuk mengetahui
seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi
variabel dependen. Nilai koefisien determinasi berkisar antara
0 (nol) dan 1 (satu). Nilai R2 yang mendekati satu berarti
variabel-variabel independen memberikan hampir semua
informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel
dependen. Kelemahan mendasar pada penggunaan koefisien
determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen
yang ada dalam model. Setiap tambahan satu variabel
independen maka nilai R2 pasti akan meningkat tanpa melihat
apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B48
terhadap variabel dependen. Oleh karena itu banyak peneliti
menganjurkan untuk menggunakan adjusted untuk
mengevaluasi model regresi.
Operasional variabel dalam penelitian merupakan hal yang
sangar penting guna menghindar pemyimpangan atau
kesalahan pada saat pengumpulan data. Penyimpangan muncul
dalam nentuk bias. Definisi dari operasional variabel yang akan
diukur dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Profitabilitas (Variabel ROA atau Y) : Variabel
profitabilitas dalam penelitian ini diproksikan dengan
rasio Return on Assets (ROA). ROA digunakan untuk
mengukur kemampuan dari manajemen bank
Muamalat dalam memperoleh laba (keuntungan)
secara keseluruhan. Semakin besar rasio ROA suatu
bank, maka menunjukkan semakin besar tingkat
keuntungan yang dicapai oleh bank tersebut, dengan
demikikian akan mencerminkan bahwa semakin baik
pula penggunaan aset oleh bank tersebut. Variabel ini
diukur dengan Rasio.
2. Pembiayaan Murabahah (Variabel M atau X1) :
Variabel ini dimaksudkan sebagai suatu pembiayaan
dengan bentuk jual beli dengan sayarat tertentu yaitu
penjual menyatakan biaya perolehan barang, tingkat
keuntungan (margin yang diinginkan penjual).
Pengukuran variabel ini adalah sejumlah satuan mata
uang (rupiah) yang kemudian dijadikan dalam bentuk
logarithma alam (ln).
3. Biaya Operasional ( Variabel O atau X1) : yaitu
variabel yang dimaksudkan sebagai sejumlah biaya
yang dikeluarkan atau yang terjadi dalam kaitannya
dengan operasi yang dilakukan perusahaan. Varibel
ini diukur dengan satuan mata uang (rupiah) yang
kemudian dijadikan dalam bentuk logarithma alam
(ln).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
PT Bank Muamalat Indonesia merupakan bank syariah
pertama yang didirikan di Indonesia pada tahun 1991, yaitu
pada tanggal 1November 1991. Pendirian bank ini digagasi
oleh Majelis Ulama Indonesia dan beberapa cendekiawan
muslim yang tergabung dalam organisasi ICMI (Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia). Selain itu juga didukung oleh
beberapa pengusaha muslim yang kemudian mendapat
dukungan dari pemerintah dan masyarakat. Bentuk dukungan
ini berupa komitmen pembelian saham senilai 84 milyar rupiah
pada saat penandatanganan Akta pendirian perseroan.
Selanjutnya dalam acara silaturrahmi pendirian di Istana Bogor,
diperoleh tambahan modal dari masyarakat Jawa Barat
sejumlah 22 milyar rupiah, sehingga berjumlah 106 milyar,
dukungan pemerintah secara langsung dari Presiden Republik
Indonesia Bapak Soeharto, dan mulai menjalankan bisnisnya
pada 1 Mei 1992.
Dua tahun sejak beroperasi, bank ini mendapatkan izin
sebagai bank devisa dan merupakan lembaga perbankan
pertama di Indonesia yang mengeluarkan sukuk subordinasi
mudharabah. Sejak tahun 2015 bank Muamalat telah menjadi
entitas yang semakin baik dan meraih pertumbuhan jangka
panjang.
Analisis Statistik
Analisis statistik yang dilakukan pada penelitian ini yaitu
analisis statistik deskriptif. Statistik deskriptif dilakukan untuk
memberikan gambaran mengenai nilai rata-rata (mean),
maksimum dan minimun, serta standar deviasi pada seluruh
variabel yang digunakan. Variabel penelitan yang dimaksud
adalah variabel ROA sebagai variabel profitabilitas atau varibel
terikat atau dependen (ROA). Sementara untuk variabel bebas
adalah pembiayaan murabahah (M) dan biaya operasional (O).
Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakuan dengan SPSS
versi 18, maka hasil perhitungan adalah sebagai berikut: Tabel III.1
Analisis Statistik Deskriptif
N Min Max Mean Std. Dev
ROA 40 ,08 2,76 ,89 ,707
Pembiayaan Murabahah 40 15,31 17,13 16,483 ,625 Biaya Operasional 40 12,00 14,68 13,56 ,681
Valid N (listwise) 40
Dari tabel di atas digambarkan bahwa n (jumlah data) yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 40 data yang bersumber
dari laporan keuangan triwulan dari PT Bank Muamalat.
Periode data sejak tahun 2009 sampai dengan 2018. Data hasil
analisis statistik dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Return on Assets (ROA)
Berdasarkan hasil yang disajikan pada tabel variabel
ROA memiliki nilai rata-rata sebesar 0,89%. Nilai
tertinggi sebesar 2,76% terjadi pada triwulan I tahun
2009 dan memiliki nilai terendah 0,08 % yang terjadi
pada triwulan IV tahun 2018. Untuk nilai standar
deviasi sebesar 0,70%.
2. Pembiayaan Murabahah
Pada tabel disajikan tersebut menggambarkan
pembiayaan murabahah memiliki nilai rata-rata
sebesar 16,48%. Nilai tertinggi sebesar 17,13%
dicapai pada triwulan I tahun 2018, dan nilai terendah
dialami pada triwulan III tahun 2009 sebesar 15,31.
Untuk nilai standar deviasi sebesar 0,62%.
3. Biaya Operasional
Pada tabel disajikan tersebut menggambarkan biaya
operasional memiliki nilai rata-rata sebesar 13,56%.
Nilai tertinggi sebesar 14,68% yang dicapai pada
triwulan IV tahun 2015, dan nilai terendah dialami
pada triwulan I tahun 2009 sebesar 12,00. Untuk nilai
standar deviasi sebesar 0,68%.
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel
dependen dan variabel independen dalam sebuah model regresi
berdistribusi normal atau tidak. Untuk model regresi yang baik,
variabel dependen dan variabel independen berdistribusi
normal atau mendekati normal. Pengujian yang dapat dilakukan
untuk tujuan ini adalah dengan menggunakan analisa One
Sample Kolmogrov Smirnov, grafik histogram dan grafik
normal P-Plot. Ketiga hal tersebut dijelaskan berikut ini:
1. Uji One Sample Kolmogrov Smirnov
Uji One Sample Kolmogrov Smirnov merupakan metode
yang umum yang digunakan untuk menguji normalitas data.
Jika nila KS test signifikan (variabel memiliki tingkat
signifikansi di atas 0,05) maka data terdistribusi normal.
Hasil pengujian One Sample Kolmogrov Smirnov dalam
penelitian ini dapat dilihat di tabel berikut:
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B49
Tabel III.1
Analisis Statistik Deskriptif
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 40
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation
,54413810
Most Extreme
Differences
Absolute ,137
Positive ,137 Negative -,095
Kolmogorov-Smirnov Z ,869 Asymp. Sig. (2-tailed) ,437
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Dari tabel di atas digambarkan bahwa nilai asymp. sig (2-
tailed) yang diperoleh dari uji Kolmogrov Smirnov yaitu
sebesar 0,437 lebih besar dari tingkat kekeliruan yaitu 0,05 atau
(0,43 > 0,05), dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa
model regresi telah memenuhi asumsi normalitas atau telah
terdistribusi normal.
2. Grafik histogram
Pengujian normalitas juga dapat dibuktikan dengan
menggunakan grafik histogram. Hasil yang diperoleh untuk
penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 1. Bentuk kurva Histogram
Berdasarkan gambar tersebut digambarkan bahwa bentuk
kurva lonceng dari angka nol, kurva tidak menceng ke kiri
ataupun menceng ke kanan. dengan demikian maka dapat
disimpulkan bahwa model berdistribusi normal.
3. Grafik normal P-Plot
Untuk grafik P-Plot dapat disimak pada gambar. 2 berikut
ini:
Gambar 2. Bentuk grafik P-Plot
Dari gambar grafik normal tersebut terlihat bahwa titik-titik
menyebar di sekitar garis dan mengikuti garis diagonal, maka
hal ini menunjukkan bahwa residual tersebut normal.
Uji Heteroskedastisitas
Pada penelitian ini heteroskedastisitas dideteksi dengan cara
melihat grafik plot. Hasil pengujian dapat disimak pada gambar
berikut:
Gambar 3. Bentuk grafik Plot
Hasil uji heteroskedastisitas pada gambar. 3 di atas
menunjukkan bahwa titik menyebar secara acak, ini berarti data
yang digunakan bebas uji heteroskedastisitas sehingga data
layak digunakan untuk model regresi.
Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dalam penelitian ini digunakan nilai
tolerance dan nilai VIF sebagai indikatornya. Apabila nilai
tolerance lebih besar dari 0,10 dan nilai VIF lebih kecil dari 10
maka tidak terjadi multikolinearitas. Untuk uji
multikolinearitas ditunjukkan oleh hasil olahan SPSS sebagai
berikut: Tabel III.3
Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model Collinearity Statistics
Toleran
ce
VIF
1 (Constant) Pembiayaan
Murabahah
,648 1,543
Biaya Operasional ,648 1,543
Berdasarkan tabel III.3 di atas ditunjukkan bahwa variabel
yang memiliki nilai tolerance lebih besar dari 0,10 dan juga
variabel yang memiliki nilai VIF lebih kecil dari 10. Dengan
demikian maka disimpulkan tidak ada multikolinearitas antar
variabel bebas dalam penelitian ini.
Uji Autokorelasi
Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi pada
penelitian ini dapat disimak pada tabel berikut ini:
Tabel III.4
Uji Multikolinearitas
Model Summaryb
Model R R2 Ad
j.
R2
Std. Error
of the
Estimate
D-W
1 ,64a ,41 ,38 ,56 1,17
a. Predictors: (Constant), Biaya Operasional, Pembiayaan
Murabahah b. Dependent Variable: ROA
Berdasarkan tabel III.4 di atas ditunjukkan bahwa hail uji
autokorelasi dalam penelitian ini nilai Durbin-Watson (DW)
sebesar 1,17 artinya tidak terdapat autokorelasi dalam
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B50
penelitian ini, karena nilai DW yang diperoleh berada diantara
batas -2 sampai dengan +2.
Analisis Regresi Linear Berganda
Hasil pengolahan data penelitian menunjukkan regresi
berganda untuk variabel penelitian ini seperti disajikan dalam
tabel berikut: Tabel III.5
Koefisien Persamaan Regresi
Coefficientsa
Model Unstdd Coef. Std
Coef. t
Sig
. B Std E
Beta
1 (Constant) 12,6 2,4 5,2 ,00
P. Murabahah -,4 ,18 -,36 -2,3 ,03 B.Operasional -,38 ,16 -,36 2,3 ,03
a. Dependent Variable: ROA
Berdasarkan informasi dalam tabel III.5 di atas hasil
pengolahan data memberikan model persamaan regresi linear
berganda sebagai berikut:
ROA = 12,6 – 0,4 M – 0,38 O
Berdasarkan persamaan regresi tersebut, dapat
diinterpretasikan bahwa:
1. Nilai konstanta sebesar 12,6
Bila variabel pembiayaan murabahah dan biaya operasional
bernilai nol maka ROA memiliki nilai sebesar konstanta
12,6.
2. Nilai koefisien (ß1) sebesar -0,4
Memberikan arti bahwa variabel pembiayaan murabahah
terdapat hubungan negatif dan signifikan terhadap ROA
sebesar -0,4. artinya pembiayaan murabahah tidak
memberikan pengaruh yang positif untuk kinerja (ROA).
3. Nilai koefisien (ß2) sebesar -0,38
Memberikan arti bahwa variabel biaya operasional terdapat
hubungan negatif dan signifikan terhadap ROA sebesar -
0,378. Hal ini berarti kenaikan biaya operasional akan
menurunkan nilai ROA.
Uji Simultan (Uji F)
Hasil uji F untuk penelitian ini ditunjukkan dalam tabel
berikut: Tabel III.6
Uji F
ANOVAb
Model
Sum of
Squa
res
Df
Mean
Square
F Sig.
1 Regress
ion
7,98 2 3,99 12,79 ,000a
Residual
11,54 37 ,312
Total 19,53 39
a. Predictors: (Constant), Biaya Operasional, Pembiayaan Murabahah
b. Dependent Variable: ROA
Hasil pengujian F yang disajikan di tabel di atas
menunjukkan bahwa Fhitung > Ftabel (12,79 > 3,25), dengan
demikian berarti secara simultan variabel independen
(pembiayaan murabahan dan biaya operasional) berpengaruh
terhadap variabel dependen.
Uji Parsial (Uji t)
Hasil uji t untuk penelitian ini ditunjukkan dalam tabel III. 5.
Berdasarkan tabel III.5 tersebut dapat dijelaskan untuk masing-
masing variabel sebagai berikut:
1. Untuk variabel pembiayaan murabahan (M)
Hasil uji t menunjukkan nilai thitung < ttabel (-2,3 < 2,02),
maka H0 diterima dan Ha ditolak yang berarti bahwa
variabel independen (pembiayaan murabahah) secara
parsial tidak berpengaruh terhadap variabel dependen
(ROA). Hal ini ditunjukkan oleh koefisien negatif. Dengan
demikian dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
hubungan pembiayaan murabahah terhadap ROA negatif
pada bank Muamalat Indonesia.
2. Untuk variabel biaya operasional (O)
Hasil uji t menunjukkan nilai thitung > ttabel (2,3 > 2,02),
maka H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa
variabel independen (biaya operasional) secara parsial
berpengaruh terhadap variabel dependen (ROA). Hal ini
ditunjukkan oleh koefisien negatif. Dengan demikian dari
hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan biaya
operasional terhadap ROA memiliki hubungan negatif pada
bank Muamalat Indonesia.
Uji Koefisien Determinasi
Uji koefisien determinasi menginformasikan baik atau
tidaknya model regresi terestimasi. Hasil pengujian koefisien
determinasi dalam penelitian ini ditunjukkan dalam tabel III.4.
Berdasarkan tabel III.4 tersebut nilai R square (R2= 0,40) hal
ini berarti variabel bebas (pembiayaan murabahah dan biaya
operasional) memberikan pengaruh sebesar 40% terhadap
variabel terikat (ROA) dalam penelitian ini. Sedangkan nilai R
yang dihasilkan adalah 0,64 artinya variabel bebas
(pembiayaan murabahah dan biaya operasional) mampu
mempengaruhi variabel terikat (ROA) sebesar 64%.
IV. KESIMPULAN
Hasil yang diperoleh dalam penelitian atau kajian ini bahwa
secara simultan pembiayaan murabahah dan biaya operasional
berpengaruh dan signifikan terhadap profitabilitas (ROA) pada
PT Bank Muamalat Indonesia. Namun pengujian secara parsial
menunjukkan bahwa pembiayaan murabahah menunjukkah
hubungan negatif atau pengaruh negatif dan signifikan
terhadap profitabilitas (ROA) pada PT Bank Muamalat
Indonesia. Sementara untuk biaya operasional menunjukkan
hubungan negatif atau pengaruh negatif dan signifikan terhadap
profitabilitas (ROA) pada PT Bank Muamalat Indonesia.
REFERENSI
[1] Adnyana, Candra Sudha. “Pengaruh Biaya Operasional-Pendapatan Operasional, Pertumbuhan Aset dan Non Performing
Loan Terhadap Return on Asset” E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana. Vol.13 No. 3. 2016 [2] Agza. Yunita, Darwanto, “Pengaruh Pembiayaan Murabahah,
Musyarakah, dan Biaya Transaksi terhadap Profitabilitas Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah” Jurnal Iqtishadia Vol. 10 No. 1, 2017 [3] Ardansyah, “Pengaruh Biaya Operasional dan Modal Kerja
Terhadap Profitabilitas Pada PP Fika Abadi Mandiri” Jurnal Manajemen dan Bisnis Vol. 5 No. 2 2015 Hal. 150-171. 2015
[4] Asriyanti, Elsa. Syafruddin, “ Pengaruh Harga Jual, Volume
Penjualan dan Biaya Operasional Terhadap Profitabilitas Perusahaan Pada PT Prisma Danta Abadi (tahun 2014-2016)”,
Measurement, Vol 11 No. 1, Hal. 33-50, 2017
[5] Fees, Reeve & Warren, 2005. Pengantar Akuntansi Edisi 21 Jakarta. Salemba Empat
[6] Ferdian. Arie Bowo. “Pengaruh Pembiayaan Murabahan terhadap
Profitabilitas” Jurnal Studia Akuntansi dan Bisnis. Vol. 1 No. 1. hal. 67-72, 2013-2014
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B51
[7] Haq. Rr. Nadia Arini, “Pengaruh Pembiayaan dan Efisiensi
Terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah” Perbanas Review,
Vol. 1 No. 1, pp 107-124, November 2015
[8] Karim. A, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta:
Rajawali Press, 2014.
[9] Munawir, Analisis Laporan Keuangan, Yogyakarta, Liberty, 2010. (2017) Dosen Akuntansi. Com Kusuma, Retno Ayu
https://dosenakuntansi.com/rasio-profitabilitas
[10] Sastrawan. Erwan, “Pengaruh Pembiayaan Murabahah, Biaya Operasional dan Cost of Credit terhadap Laba pada Bank Mega
Syariah Area Sulawesi” e-jurnal Katalogis, vol. 3 no. 11, hlm 39-
50, Nopember 2015
[11] Winarso. Widi, “Pengaruh Biaya Opersional Terhadap
Profitabilitas (ROA) PT Industri Telekomunikasi Indonesia
(Persero)”. Jurnal Ecodemica Vol. III No. 2 Hal. 258-272 2014
[12] UU Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 https://www.ojk.go. id/id/kanal/perbankan/regulasi/undang-
undang/Documents/504.pdf
[13] UU Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_10_98.htm
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B52
Pengaruh Sistem Akutansi Keuangan Daerah dan Aktivitas Pengendalian Terhadap
Akuntabilitas Keuangan
pada SKPD Kabupaten Aceh Utara
Mukhlisul Muzahid1, M. Yazid AR2, Rusdy3, Dasmi Husin4
1,2,3,4Jurusan Tata Niaga, Politeknik Negeri Lhokseumawe
Jln. Banda Aceh Medan Km. 280 Buketrata 24301INDONESIA [email protected]
Abstrak–Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empirik pengaruh penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah dan
Aktivitas Pengendalian terhadap Akuntabilitas Keuangan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Aceh Utara. Alat
analisis yang digunakan adalah teknik analisa jalur (path analysis) dengan pertimbangan bahwa pola hubungan antar variabel dalam
penelitian adalah bersifat korelatif dan kausalitas. Model ini akan mampu menjawab bentuk permasalahan yang selama ini terjadi
sehingga tujuan dapat tercapai yaitu mengukur seberapa besar pengaruh Sistem Akuntansi Keuangan Daerah dan Aktivitas
Pengendalian terhadap Akuntabilitas Keuangan secara simultan maupun secara parsial pada SKPD Kabupaten Aceh Utara.
Responden yang dituju adalah setiap kepala SKPD di Kabupaten Aceh Utara yang berjumlah 40 responden, karena diyakini bahwa
mereka memiliki kemampuan dan tanggung jawab atas akuntabilitas keuangan SKPD yang mereka pimpin. Adapun sumber data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Sumber data primer berasal dari responden yang diperoleh
dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui penyebaran kuesioner dan wawancara. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa secara simultan sistem akuntansi keuangan daerah dan aktivitas pengendalian berpengaruh terhadap akuntabilitas keuangan,
dan secara parsial sistem akuntansi keuangan daerah dan aktivitas pengendalian berpengaruh positif terhadap akuntabilitas
keuangan satuan kerja perangkat daerah kabupaten Aceh Utara. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi acuan dan pertimbangan
bagi pemerintah daerah khususnya aparatur pemerintah kabupaten Aceh Utara agar meningkatkan kompetensi dalam pelaksanaan
akuntabilitas keuangan.
Kata kunci : SAKD, Aktivitas Pengendalian dan Akuntabilitas Keuangan.
Abstract–This study aims to empirically examine the effect of the application of the Regional Financial Accounting System and
Control Activities to Financial Accountability in the Regional Work Unit of North Aceh Regency. The analytical tool used is a path
analysis technique with the consideration that the pattern of relationships between variables in the study is correlative and causality.
This model will be able to answer the form of problems that have occurred so that the goal can be achieved, namely to measure how
much influence the Regional Financial Accounting System and Control Activities on Financial Accountability simultaneously or
partially on the North Aceh Regency SKPD. The intended respondents were each head of SKPD in North Aceh District, which totaled
40 respondents, because it was believed that they had the ability and responsibility for the financial accountability of the SKPD they
led. The data sources used in this study are primary and secondary data. Primary data sources come from respondents obtained using
data collection techniques through questionnaires and interviews. The results of this study indicate that simultaneous regional
financial accounting systems and control activities affect financial accountability, and partially regional financial accounting systems
and control activities have a positive effect on the financial accountability of North Aceh district work units. The results of this study
are expected to be a reference and consideration for local governments, especially the North Aceh district government apparatus in
order to increase competence in the implementation of financial accountability.
Keywords : SAKD, Financial Control and Accountability Activities.
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Perubahan paradigma pengelolaan keuangan
daerah merupakan suatu tuntutan yang perlu direspon
oleh pemerintah, karena perubahan tersebut mengakibatkan
manajemen keuangan semakin kompleks. Terkait
reformasi pengelolaan keuangan daerah adalah adanya
penggunaan akuntansi dalam pengelolaan keuangan daerah
(Abdul Halim, 2012). Pelaksanaan otonomi daerah tidak
hanya dapat dilihat dari seberapa besar daerah akan
memperoleh sumber-sumber penerimaan daerah dalam
membiayai penyelenggaraan pemerintahannya, tetapi hal
tersebut harus diimbangi dengan sejauh mana instrumen
atau sistem pengelolaan keuangan daerah mampu
memberikan nuansa keuangan yang lebih adil, transparan,
partisipatif dan bertanggun g jawab.
Membangun sistem akuntansi keuangan daerah di
Pemerintahan Daerah merupakan salah satu solusi
pemerintah daerah untuk mengelola keuangan, baik
transaksi yang berkaitan dengan anggaran, operasi
maupun aset, kewajiban dan ekuitas, sehingga pada akhir
periode dapat dihasilkan laporan keuangan. Sistem
akuntansi keuangan ini juga diperlukan untuk
menghasilkan laporan keuangan yang dapat diaudit
(auditable) sehingga memudahkan pengawasan terhadap
penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam hal
transparansi pengelolaan keuangan.
Reformasi pengelolaan sektor publik dengan
meninggalkan administrasi tradisional dan beralih ke New
Public Management (NPM), yang memberi perhatian lebih
besar terhadap pencapaian kinerja dan akuntabilitas,
dengan mengadopsi teknik pengelolaan sektor swasta ke
dalam sektor publik yakni pemerintahan. Penerapan NPM
dipandang sebagai suatu bentuk reformasi manajemen,
depolitisasi kekuasaan, atau desentralisasi wewenang yang
mendorong demokrasi.
Menurut BPK (2010), masih banyaknya opini TMP
dan TW yang diberikan oleh BPK menunjukkan efektivitas
SPI pemerintah daerah belum optimal. Kelemahan
pengendalian intern atas pemerintah daerah sebagian
besar karena belum memadainya unsur lingkungan
pengendalian dan aktivitas pengendalian. Lingkungan
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B53
pengendalian yang diciptakan seharusnya menimbulkan
perilaku positif dan kondusif untuk menerapkan SPI.
Namun, masih terdapat kelemahan dalam lingkungan
pengendalian terlihat dari kurang dipahaminya tugas pokok
dan fungsi pada satuan kerja serta kurang tertibnya
penyusunan dan penerapan kebijakan. Sedangkan,
kelemahan atas aktivitas pengendalian tercermin dari
belum memadainya pengendalian fisik atas aset, pencatatan
transaksi yang akurat dan tepat waktu, pengendalian atas
pengelolaan sistem informasi, dan pendokumentasian yang
baik atas sistem pengendalian intern, transaksi, dan
kejadian penting.
Menurut Indra Bastian (2010:259), Permendagri
No. 13/2006 lebih memunculkan birokrasi administrasi
yang terlalu rumit. Contohnya, verifikasi Surat Permintaan
Pembayaran (SPP) dan Surat Perintah Membayar (SPM)
dikaitkan dengan Penerbitan SPD maupun SP2D.
Menurutnya, fungsi verifikasi sudah ditangan oleh
pegawai subbagian verifikasi, dan diperkuat oleh audit
Inspektorat maupun auditor eksternal.
Perubahan dalam pengelolaan keuangan negara
yang terkandung dalam undang-undang tersebut adalah
dalam hubungannya dengan tuntutan akuntabilitas dan
transparansi. Oleh karena itu, hakekat otonomi daerah harus
tercermin dalam pengelolaan keuangan daerah yang
dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan
daerah. Akuntabilitas dapat dikaitkan dengan reformasi saat
ini yang menghendaki pemberantasan KKN, khususnya
korupsi (Abdul Halim, 2008:255). Hal senada dikatakan
oleh Agus Dwiyanto, dkk (2003) bahwa keberadaan praktik
KKN dapat menjadi indikator dari rendahnya akuntabilitas
pemerintah kabupaten dan kota yang menjadi salah satu ciri
penting dari tata pemerintahan yang baik. Kegagalan dalam
mengurangi praktik KKN menunjukkan bahwa pemerintah
daerah gagal mewujudkan tata pemerintahan yang baik.
Fenomena terkini di sektor publik dan pemerintahan
masih rendahnya kualitas laporan keuangan dan juga masih
rendah kualitas hasil audit oleh auditor pemerintah
(inspektorat) atas laporan keuangan, hal ini dapat dilihat dari
masih banyaknya temuan audit yang tidak ditemukan
atau dideteksi oleh auditor inspektorat, akan tetapi
ditemukan oleh auditor eksternal lainnya yaitu Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) melalui pemeriksaan laporan
keuangan pemerintah daerah. Hal ini dikarenakan bahwa
penerapan sistem akuntansi keuangan daerah belum
diterapkan secara sempurna di pemerintah daeah sehingga
mengakibatkan kurangnya akuntabilitas keuangan disektor
pemerintah.
Dari beberapa hasil penelitian dan fenomena yang telah
dipaparkan tersebut maka penelitian ini difokuskan pada
pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan
akuntabilitas keuangan dengan objek penelitian pada
sistem informasi akuntansi dan aktivitas pengendalian.
Peneliti tertarik dengan sistem informasi akuntansi dan
aktivitas pengendalian dikarenakan variabel tersebut
merupakan reformasi pengelolaan keuangan daerah dalam
rangka meningkatkan akuntabilitas keuangan.
Perumusan Masalah
Berdasarkan fenomena tersebut, dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut:
1. Seberapa besar Pengaruh Sistem Akuntansi Keuangan
Daerah dan Aktivitas Pengendalian secara Simultan
terhadap Akuntabilitas Keuangan pada SKPD Kabupaten
Aceh Utara.
2. Seberapa besar Pengaruh Sistem Akuntansi Keuangan
Daerah dan Aktivitas Pengendalian secara Parsial
terhadap Akuntabilitas Keuangan pada SKPD Kabupaten
Aceh Utara.
Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan maksud tersebut diatas, maka
tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui :
1. Besarnya Pengaruh Sistem Akuntansi Keuangan
Daerah dan Aktivitas Pengendalian secara Simultan
terhadap Akuntabilitas Keuangan pada SKPD
Kabupaten Aceh Utara.
2. Besarnya Pengaruh Sistem Akuntansi Keuangan
Daerah dan Aktivitas Pengendalian secara Parsial
terhadap Akuntabilitas Keuangan pada SKPD
Kabupaten Aceh Utara.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran dalam bidang ilmu ekonomi akuntansi
khususnya pada bidang keuangan daerah, selain itu penelitian
dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
a. Diharapkan dapat menjadi masukan bagi aparatur
pemerintah di kabupaten Aceh Utara, dalam
meningkatkan kualitas akuntabilitas keuangan.
b. Bagi pemerintah daerah diharapkan menjadi rujukan
dalam penyusunan kebijakan.
II. Tinjauan Kepustakaan
Sistem Akuntansi Keuangan Daerah
Sistem Akuntansi Keuangan Daerah berdasarkan
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 merupakan suatu sistem
yang secara komprehensif mengatur prosedur -prosedur
akuntansi penerimaan dan pengeluaran kas, prosedur
akuntansi selain kas, dan prosedur akuntansi aset.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam setiap
prosedur tersebut adalah fungsi yang terkait, dokumen
yang digunakan, laporan yang dihasilkan, dan uraian teknis
prosedur.
Berdasarkan Permendagri No. 13 Tahun 2006
diganti Permendagri No. 59 Tahun 2007 Sistem Akuntansi
Keuangan Daerah (SAKD) adalah: “Serangkaian prosedur
mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan,
pengikhtisaran, sampai dengan pelaporann keuangan
dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN/APBD yang dapat dilakukan secara manual atau
menggunakan aplikasi komputer”.
Tujuan utama dari sistem akuntansi merupakan
pemberian serangkaian informasi yang bersifat keuangan
yang akan dipakai oleh pihak pemakai. Abdul Halim (2012)
menyatakan bahwa tujuan akuntansi pada sektor publik
adalah untuk:
1. Memberikan informasi yang diperlukan untuk
mengelola secara tepat, efisien, dan ekonomis atas
suatu operasi dan alokasi sumber daya yang
dipercayakan kepada organisasi. Tujuan ini terkait
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B54
dengan pengendalian manajemen (management
control).
2. Memberikan informasi yang memungkinkan bagi
manajer untuk melaporkan pelaksanaan tanggungjawab
mengelola secara tepat dan efektif program dan
penggunaan sumber daya yang menjadi
wewenangnya; dan memungkinkan bagi pegawai
pemerintah untuk melaporkan kepada publik atas hasil
operasi pemerintah dan penggunaan dana publik.
Tujuan ini terkait dengan akuntabilitas (accountability).
Tujuan laporan keuangan pemerintahan
berdasarkan Governmental Accounting Standars Board
(GASB) dalam Dadang Suwanda (2015), Concept Statement
No.1 adalah sebagai berikut:
“Financial reporting is used in making economic, social,
and political decision, and in assessing accountability
primarily by; (a) comparing actual result with the legally
adopted budget, (b) assessing financial condition and
result of operation, assisting in determi ning compliance
with finance-related laws, rules and regulations and (c)
assisting in evaluating efficiency and effectiveness”.
Bahtiar Arif, dkk (2009) menyatakan bahwa
tujuan akuntansi pemerintahan adalah memberikan
informasi keuangan kepada para penggunannya dalam
rangka pengambilan keputusannya. Selain itu, tujuan
akuntansi pemerintahan adalah untuk akuntanbilitas,
manajerial, pengawasan dan pemeriksaan.
Aktivitas Pengendalian
Pengendalian merupakan salah satu fungsi
manajemen untuk menjamin pelaksanaan kegiatan sesuai
dengan kebijakan dan rencana yang telah ditetapkan serta
memastikan tujuan dapat tercapai secara efektif dan
efesien. Manajemen adalah mengenai motivasi, organisasi
dan memim pin suatu tim yang terdiri dari orang-orang
dengan aktivitas untuk mencapai tujuan perusahaan yang
telah ditetapkan.
Aktivitas Pengendalian merupakan suatu kebijakan
dan prosedur untuk melakukan kegiatan, mengidentifikasi
risiko dan pengambilan keputusan. Sedangkan menurut
Arens et. al (2015) adalah kebijakan dan prosedur yang
membantu memastikan bahwa tindakan yang perlu telah
diambil untuk mengatasi resiko dalam pencapaian sasaran.
Aktivitas Pengendalian menurut COSO adalah sebagai
berikut:
“Control activities are the policies and procedures that
help ensure management directives are carried out. They
help ensure that necessary actions are taken to address risks
to achievement of the entity's objectives. Control activities
occur throughout the organization, at all levels and in all
functions.”
Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan
prosedur untuk membantu memastikan perintah
manajemen telah dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan
rencana yang telah ditetapkan, serta memastikan
tindakan-tindakan yang perlu telah dilakukan untuk
mengatasi resiko dalam pencapaian tujuan entitas. Aktivitas
pengendalian terdapat pada seluruh tingkatan dan seluruh
fungsi organisasi
Akuntabilitas Keuangan
Akuntabilitas didefinisikan sebagai suatu
perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan
keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi
dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan
melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan
secara periodik. (Abdul Halim, dkk, 2007:81).
Dalam konteks organisasi pemerintah
akuntabilitas publik adalah pemberian informasi dan
disclosure atas aktivitas dan kinerja finansial pemerintah
kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan
tersebut. Pemerintah baik pusat maupun daerah, harus
bisa menjadi subjek pemberi informasi dalam rangka
pemenuhan hak-hak publik.
Akuntabilitas keuangan menurut Abdul Halim
(2012) merupakan pertanggungjawaban mengenai integritas
keuangan, pengungkapan, dan ketaatan terhadap peraturan
perundangan. Sasaran pertanggungjawaban ini adalah laporan
keuangan yang disajikan dan peraturan perundangan yang
berlaku yang mencangkup penerimaan, penyimpanan, dan
pengeluaran uang oleh instansi pemerintah.
Akuntabilitas keuangan menekankan pada pelaporan
yang akurat dan tepat waktu tentang penggunaan dana
publik, biasanya dilakukan melalui laporan yang telah
diaudit secara profesional. Tujuan utamanya adalah untuk
memastikan bahwa dana publik telah digunakan dan
dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang telah ditetapkan
secara efektif, efisien dan transparan.
Laporan keuangan yang dibuat oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten dan Kota yang menunjukkan
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan untuk
melaksanakan program dan kegiatan pemerintah adalah
Laporan Realisasi Anggaran. Dengan demikian
akuntabilitas keuangan harus berisi pengungkapan
penilaian kinerja keuangan dari aspek ekonomis, efisiensi
dan efektifitas serta pengungkapan penilaian pencapaian
tujuan (output) yang telah dibiayai, dengan manfaat yang
dirasakan atas pencapaian tujuan tersebut (outcome).
Kerangka Pemikiran
Penerapan sistem akuntansi keuangan daerah
merupakan paradigma baru dalam reformasi manajemen
sektor publik guna mewujudkan pemerintahan yang bersih.
Dalam berbagai teori, pemerintahan yang baik harus
dibangun mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah, maka
paradigma dengan mengubah sistem anggaran, mengubah
sistem akuntansi, membentuk pemerintah regional, dan
memperbaharui sistem pemilihan dengan tujuan
pemerintahan yang lebih baik merupakan hal yang penting
untuk dilakukan oleh perangkat pemerintah.
Untuk mewujudkan good governance diperlukan
reformasi kelembagaan (institusional reform) dan
reformasi manajemen publik (public management reform)
reformasi kelembagaan menyangkut pembenahan seluruh
alat-alat pemerintahan di daerah baik struktur dan
infrastrukturnya.
Reformasi akuntansi keuangan pemerintah daerah
adalah dilakukan perubahan pelaksanaan akuntansi
keuangan pemerintah dari single entry menjadi double
entry bookkeeping dan perubahan teknik atau sistem
akuntansi berbasis kas menjadi berbasis accrual. Single
entry pada awalnya digunakan sebagai dasar pembukuan
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B55
dengan alasan utama demi kemudahan dan kepraktisan.
Seiring dengan semakin tingginya tuntutan perwujudan good
public governance, perubahan tersebut dipandang sebagai
solusi untuk diterapkan karena pengaplikasian double entry
dapat menghasilkan laporan keuangan yang auditable
sehingga memudahkan untuk pengawasan dan
pengendalian.
Hipotesis
Berdasarkan struktur penelitian diatas maka dapat
diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut :
Hipotesis 1 :
Sistem Akuntansi Keuangan Daerah dan Aktivitas
Pengendalian secara simultan berpengaruh positif terhadap
Akuntabilitas Keuangan SKPD Kabupaten Aceh Utara.
Hipotesis 2 :
Sistem Akuntansi Keuangan Daerah dan Aktivitas
Pengendalian secara parsial berpengaruh positif terhadap
Akuntabilitas Keuangan SKPD Kabupaten Aceh Utara.
Gambar 1
Model Penelitian
III. METODE PENELITIAN
Disain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriftif analisis
melalui populasi target yang datanya dikumpulkan dengan
menggunakan kuesioner. Terkait hipotesis yang diajukan,
penelitian ini menggunakan olahan statistik untuk
menjelaskan hubungan antar variabel independen (SAKD dan
Aktivitas Pengendalian) serta pengaruhnya baik secara parsial
maupun secara simultan terhadap variabel dependen
(Akuntabilitas Keuangan) guna memperoleh bukti empiris
dengan menggunakan model analisis path (path analysis).
Unit analisis penelitian ini adalah setiap kantor
SKPD Kabupaten Aceh Utara dengan respondennya adalah
setiap kepala SKPD Kabupaten Aceh Utara. Dilihat dari
periode waktu, penelitian ini bersifat cross-sectional studies.
Populasi dan Sensus
Populasi dari penelitian ini yang sekaligus sebagai
unit analisis adalah kepala SKPD yang menjadi
penanggungjawab dari laporan keuangan SKPD Kabupaten
Aceh Utara yang berjumlah 40 orang. Penelitian ini akan
dilakukan dengan metode sensus.
Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan dua metode dalam
pengumpulan data yaitu, penelitian kepustakaan dan
penelitian lapangan. Metode penelitian kepustakaan
dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder dengan cara
membaca dan menelaah hasil-hasil penelitian terdahulu dan
literatur yang berhubungan dengan penelitian ini. Sedangkan
metode penelitian lapangan dilakukan untuk mengumpulkan
data primer dengan kuesioner dan interview.
Metode Pengujian Data
Keandalan (reliability) atau kesahihan (validity)
suatu penelitian sangat ditentukan oleh alat ukur yang
digunakan. Apabila alat ukur yang dipakai tidak valid dan
atau tidak dapat dipercaya, maka hasil penelitian yang
dilakukan tidak akan menggambarkan keadaan yang
sesungguhnya. Kejujuran responden dalam menjawab
pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner merupakan hal
yang penting, untuk itu diperlukan dua macam pengujian
yaitu uji kesahihan (test of validity) dan uji keandalan (test of
reliability).
Nilai Cutt Off (nilai baku minimal) koefisien
korelasi (r) yaitu 0,3. yang artinya bahwa jika koefisien
korelasi spearman rho suatu data dalam sebuah pertanyaan
kuesioner sama atau lebih besar dari 0,3 maka data kuesioner
tersebut dinyatakan memenuhi syarat kriteria atau disebut
valid. Uji reliabilitas data penelitian ini menggunakan metode
(rumusan) koefisien Alpha Cronbach’s. koefisien Alpha
Cronbach’s merupakan koefisien reliabilitas yang paling
sering digunakan dengan alasan koefisien ini
menggambarkan varians dari item-item sekaligus untuk
mengevaluasi internal consistency, adapun ukuran yang
disarankan sebagai dasar secara keseluruhan pernyataan
dinyatakan andal (reliabel) adalah apabila koefisien
reliabilitas lebih besar dari 0.70.
Metode Analisis Data
Untuk mengukur seberapa besar pengaruh sistem
akuntansi keuangan daerah aparatur, penerapan
penganggaran berbasis kinerja dan pengawasan fungsional
terhadap laporan akuntabilitas kinerja, maka dilakukan
pengujian dengan teknik analisis jalur (path analysis). Alasan
penggunaan analisis regresi berganda dalam penelitian ini
karena variabel independen berjumlah lebih dari satu
variabel.
Berdasarkan paradigma penelitian yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka model persamaan regresi
berganda untuk penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
.
Akuntabilitas Keuangan (Y)
Penerapan SAKD (X1)
Penerapan Aktivitas
Pengedalian (X2)
Y = 0 + 1X1 + 2X2 +
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B56
Keterangan :
Y = Akuntabilitas Keuangan
0 = Koefisien intercept (konstanta) nilai Y jika yang lain
adalah nol
1 = Koefisien regresi variabel X1
2 = Koefisien regresi variabel X2
X1 = Sistem akuntansi keuangan daerah
X2 = Aktivitas pengendalian
= Error term dari variabel-variabel lain
Dengan demikian, dalam penelitian ini asumsi
model regresi yang akan diuji adalah pengujian disturbance
error (normalitas), heteroskedastisitas dan multikolinieritas.
Berikut ini akan diuraikan tentang asumsi model regresi yang
akan diuji:
Pengujian Hipotesis
Berdasarkan hipotesis penelitian yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis
statistik sebagai berikut :
➢ Hipotesis Pertama:
Ho1 : i = 0, (i = 1,2,)
Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (X1),
Aktivitas pengendalian (X2) (X3) secara
bersama-sama tidak berpengaruh positif
terhadap Akuntabilitas Keuangan (Y).
HA1 : Sekurang-kurangnya ada satu i 0, (i = 1,2,)
Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (X1),
Aktivitas pengendalian (X2) (X3) secara
bersama-sama berpengaruh positif terhadap
Akuntabilitas Keuangan (Y).
➢ Hipotesis tersebut diuji dengan menggunakan Uji
Statistik F, dengan prosedur perhitungan sebagai
berikut :
JK sisa = ( )2
− ˆY Y
JK total = ( )2
− Y Y
JK regresi = JK total - JK sisa
RJK = JK/db
F-hitung = RJK regresi / RJK sisa
Keterangan:
JK= Jumlah kuadrat, RJK = Rata-rata jumlah kuadrat,
k = jumlah variabel bebas, n = jumlah sampel dan
db = derajad bebas.
Selanjutnya untuk pengujian hipotesis digunakan alat
analisis varian, untuk lebih jelas dapat kita lihat melalui tabel
Analisis Varians (ANOVA) sebagai berikut :
Tabel I
Analisis Varians (ANOVA)
Sumber Varians Derajat bebas (db)
JK RJK Fhitung
Regresi K JK regresi RJK regresi (*)
Residu n –k –1 JK sisa RJK sisa
Total n –1 JK total RJK total
➢ Hasil perhitungan (Fhitung) kemudian dibandingkan
dengan nilai (Ftabel) dengan tingkat keyakinan 95% (
= 0,05) dengan kriteria keputusan:
• Jika F hitung F tabel : H0 diterima atau H1 ditolak
• Jika F hitung > F tabel : H1 diterima atau H0 ditolak
❑ Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi menunjukkan besarnya
pengaruh variabel independen secara bersama-sama atau
simultan terhadap variabel dependen. Koefisien determinasi
diperoleh dari tabel ANOVA dengan menggunakan rumus;
JK : Jumlah Kuadrat
➢ Hipotesis Kedua :
Ho2 : i 0, (i = 1,2)
Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (X1),
Aktivitas pengendalian (X2) (X3) secara
parsial tidak berpengaruh positif terhadap
Akuntabilitas Keuangan (Y).
HA2 : i > 0, (i = 1,2)
Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (X1),
Aktivitas pengendalian (X2) (X3) secara parsial
berpengaruh positif terhadap Akuntabilitas
Keuangan (Y).
➢ Hipotesis tersebut diuji dengan menggunakan Uji
Statistik t, yaitu dengan membandingkan t hitung dengan
t tabel pada tingkat keyakinan 95% ( = 0,05), dengan
kriteria keputusan:
• Jika t hitung t tabel : H02 diterima atau HA2 ditolak
• Jika t hitung > t tabel : HA2 diterima atau H02 ditolak
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Responden
Penelitian ini memilih responden yaitu kepala Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau yang menjadi
penanggungjawab dari laporan keuangan SKPD di
Pemerintahan Kabupaten Aceh Utara. Kuesioner yang
disebarkan kepada responden sebanyak 40 eksemplar dengan
tingkat pengembalian sebanyak 38 eksemplar atau 95 persen.
Berdasarkan data hasil pengolahan kuesioner tabel 2 dapat
dijelaskan sebagai berikut.
Penanggungjawab akuntabilitas keuangan pada
Satuan kerja perangkat daerah Inspektorat Kabupaten Aceh
Utara didominasi oleh laki-laki dari pada perempuan, yaitu 32
laki-laki atau 84% dan 6 responden perempuan atau 16%.
Dari latar belakang pendidikan responden menunjukkan
bahwa responden berlatar belakang pendidikan ekonomi/
keuangan sebanyak 22 responden atau 58%, hukum 5 orang
atau 13%, teknik 2 orang atau 5% dan selebihnya berlatar
belakang pendidikan sosial dan lainnya 9 orang atau 24%, ini
menunjukkan bahwa penanggungjawab akuntabilitas
keuangan didominasi berpendidikan ekonomi dan keuangan.
regresi2
total
JKR
JK=
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B57
Tabel II
Karakteristik Responden
No Jumlah Responden Frekuensi Persentase
1 Jenis kelamin
Laki-laki 32 84%
Perempuan 06 16%
Jumlah 38 100%
2 Latar Belakang Pendidikan
Ekonomi / Keuangan 22 58%
Hukum 5 13%
Teknik 2 05%
Sosial / Lainnya 9 24%
Jumlah 38 100%
3 Pendidikan Terakhir
Diploma 6 16%
Strata 1 21 55%
Strata 2 11 29%
Jumlah 38 100%
4 Jabatan
Kepala/ Sekretaris Instansi 17 45%
Kabid/ Kabag 11 29%
Jabatan lain 10 26%
Jumlah 38 100%
5 Lama bekerja
01-05 tahun 0 0%
06-10 tahun 3 08%
11-15 tahun 8 21%
>16 tahun 27 71%
Jumlah 38 100%
Sumber : Hasil Penelitian, 2019
Data responden dari segi pendidikan terakhir
menunjukkan bahwa jumlah renponden yang berpendidikan
diploma ada sebanyak 6 orang atau 16%, berpendidikan
strata-1 ada 21 orang atau 55%, berpendidikan strata-2 ada 11
atau 29%, ini menunjukkan bahwa penanggungjawab
keuangan pada SKPD sudah berkualifikasi pendidikan
sarjana yang dapat diandalkan untuk menunjang tanggung
jawab yang diberikan.
Data responden dari posisi jabatan dapat dilihat
bahwa, jabatan sebagai kepala/ sekretaris instansi berjumlah
17 orang atau 45%, jabatan sebagai kepala bidang/ kepala
bagian ada 11 orang atau 29%, sementara untuk jabatan lain
yang bertanggungjawab atas akuntabilitas keuangan sebanyak
10 orang atau 26%. Data responden dilihat dari lama bekerja
yaitu sudah bekerja 1 s/d 5 tahun dibidang keuangan tidak
ada atau 0%, ada 3 orang atau 8% sudah bekerja 6 s/d 10
tahun, 8 orang atau 21% sudah bekerja 11 s/d 15 tahun, dan
ada sebanyak 27 orang responden atau 71% sudah bekerja
diatas 16 tahun, ini menunjukkan bahwa rata-rata responden
sudah bekerja diatas 10 tahun dan memiliki pengalaman yang
cukup dibidang keuangan instansi pemerintah.
Hasil Uji Instrumen Penelitian
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini untuk
memperoleh data adalah kuesioner. Untuk mengetahui
apakah alat ukur (instrumen) yang digunakan berupa butir
item pernyataan kuesioner telah mengukur secara cermat dan
tepat apa yang diukur pada penelitian ini, data penelitian
terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitasnya sebelum
digunakan dalam analisis data. Instrumen penelitian
dikatakan baik jika memenuhi ketiga persyaratan utama yaitu
:1) valid atau sahih; 2) reliabel atau handal; 3) praktis,
Cooper dan Schindler (2006).
Hasil Pengujian Validitas
Uji validitas alat ukur penelitian dilakukan
mengunakan pendekatan statistika, yaitu melalui nilai
koefisien korelasi skor butir pernyataan dengan skor total
variabel. Ukuran yang digunakan untuk menyatakan
pernyataan valid apabila nilai korelasi skor butir pernyataan
dengan skor total variabelnya > 0,30.
Kuesioner penelitian variabel Sistem Akuntansi
Keuangan Daerah (X1) terdiri atas 10 item. Berdasarkan hasil
perhitungan menggunakan korelasi rank spearman (rs),
diperoleh hasil uji validitas variabel Sistem Akuntansi
Keuangan Daerah (X1) Hasil pengujian validitas item
kuesioner menunjukkan bahwa seluruh item pernyataan
dalam setiap variabel Sistem Akuntansi Keuangan Daerah
(X1) memiliki nilai korelasi di atas 0,3 sebagai nilai batas
suatu item kuesioner penelitian dikatakan dapat digunakan
(dapat diterima). Sehingga dapat dikatakan bahwa item
kuesioner variabel SAKD (X1) valid dan dapat digunakan
untuk mengukur variabel yang diteliti.
Kuesioner penelitian variabel Aktivitas
Pengendalian (X2) terdiri atas 12 item. Hasil perhitungan
korelasi untuk skor setiap butir pernyataan dengan total skor
variabel aktivitas pengendalian (X2) dapat dilihat dalam tabel
berikut. Hasil pengujian validitas item kuesioner pada tabel
5.3 menunjukkan bahwa seluruh item pernyataan dalam
setiap variabel aktivitas pengendalian (X2) memiliki nilai
korelasi di atas 0,3 sebagai nilai batas suatu item kuesioner
penelitian dikatakan dapat digunakan (dapat diterima).
Sehingga dapat dikatakan bahwa item kuesioner variabel
aktivitas pengendalian (X2) valid dan dapat digunakan untuk
mengukur variabel yang diteliti.
Kuesioner penelitian variabel akuntabilitas keuangan
(Y) terdiri atas 10 item. Hasil perhitungan korelasi untuk skor
setiap butir pernyataan dengan total skor variabel
akuntabilitas keuangan (Y). Hasil pengujian validitas item
kuesioner pada tabel 5.5 menunjukkan bahwa seluruh item
pernyataan dalam setiap variabel akuntabilitas keuangan (Y)
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B58
memiliki nilai korelasi di atas 0,3 sebagai nilai batas suatu
item kuesioner penelitian dikatakan dapat digunakan (dapat
diterima). Sehingga dapat dikatakan bahwa item kuesioner
variabel akuntabilitas keuangan (Y) valid dan dapat
digunakan untuk mengukur variabel yang diteliti.
Hasil Pengujian Reliabilitas
Setelah diperoleh butir item kuesioner yang valid,
ukuran lain yang harus dipenuhi suatu alat ukur adalah
memiliki tingkat keandalan atau reliabilitas yang baik
(tinggi). Suatu alat ukur dikatakan andal bila alat ukur
tersebut digunakan berulangkali akan memberikan hasil yang
relatif sama (tidak berbeda jauh). Pendekatan secara statistika
yang dapat digunakan untuk melihat andal tidaknya suatu alat
ukur adalah koefisien reliabilitas. Adapun ukuran yang
disarankan sebagai dasar secara keseluruhan pernyataan
dinyatakan andal (reliabel) adalah apabila koefisien
reliabilitas lebih besar dari 0.70.
Berdasarkan hasil pengolahan menggunakan metode
Cronbach's Alpha diperoleh hasil uji reliabilitas data
penelitian yang digunakan sebagai berikut:
Tabel III
Hasil Pengujian Reliabilitas
No Variabel Koefisien
Reliabilitas Keterangan
1 Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (X1) 0,798 Reliabel
2 Aktivitas Pengendalian (X2) 0,782 Reliabel
3 Akuntabilitas Keuangan (Y) 0,810 Reliabel
Sumber : Hasil Data Penelitian 2019
Dari tabel 3 diatas diperoleh kesimpulan bahwa alat
ukur yang digunakan dalam penelitian ini memiliki tingkat
keandalan yang baik (r > 0.70) sehingga dapat digunakan
dalam melakukan analisis guna menjawab permasalahan
penelitian.
Hasil uji validitas semua pernyataan valid dan
reliabel, yang berarti bahwa data penelitian yang diperoleh
dari instrumen yang digunakan layak digunakan mengetahui
dan menguji permasalahan yang diteliti.
Hasil Pengujian Hipotesis Statistik
Sebelum digunakan sebagai dasar kesimpulan,
persamaan regresi yang diperoleh dan telah memenuhi asumsi
regresi melalui pengujian di atas perlu di uji koefisien
regresinya baik secara keseluruhan (simultan) dan secara
individu (parsial) untuk melihat apakah model yang diperoleh
dan koefisien regresinya dapat dikatakan bermakna secara
statistik agar dapat diambil simpulan secara umum mengenai
pengaruh kompetensi dan skeptisme profesional auditor
terhadap kualitas audit.
Pengujian Hipotesis Secara Simultan (Uji F-Statistik)
Uji F-statistik pada dasarnya menunjukkan apakah
semua variabel independen yang dimasukan dalam model
secara bersama-sama (simultan) memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependen. Nilai F diturunkan
dari tabel ANOVA (analysis of variance).
Hasil perhitungan nilai F-hitung untuk model
regresi yang diteliti dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel IV
Hasil Uji-F
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 30262.215 3 10087.405 38.442 .000a
Residual 8180.207 37 221.086
Total 38442.422 40
a. Predictors: (Constant), (X1) SAKD, (X2) Aktivitas pengendalian.
b. Dependent Variable: (Y) Akuntanbilitas keuangan
Sumber : Hasil output SPSS 20.0
Dari hasil pengolahan data yang ditunjukkan pada
tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai F-hitung sebesar 38,442
dengan p-value sebesar 0,000. Oleh karena p-value (0,000)
lebih kecil dari nilai α yang telah ditetapkan (0,05), maka
dapat disimpulkan bahwa variabel bebas (sistem akuntansi
keuangan daerah) secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap variabel tidak bebas (akuntabilitas keuangan) pada
tingkat kepercayaan 95%.
Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t-Statistik)
Untuk mengetahui signifikan atau tidaknya suatu
pengaruh dari variabel-variabel bebas secara parsial atas
suatu variabel tidak bebas digunakan uji t-statistik.
Pengujian hipotesis secara parsial dilakukan dengan cara
membandingkan nilai t-hitung dengan nilai t-tabel. Nilai t-
tabel untuk tingkat kekeliruan 5% dan derajat bebas (db) =
n-k-1= 37-2-1 = 34 adalah 1,512.
Hasil perhitungan nilai t-hitung untuk masing-
masing variabel bebas dalam model regresi yang diteliti
dan hasil keputusan uji parsial disajikan pada tabel berikut:
:
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B59
Tabel V
Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji-t)
Variabel t-hitung t-tabel P-value
(Sig)
Keputusan Uji Keterangan
(SAKD) 2,412
1,2131 0,018 H0 ditolak signifikan pada α =
0,05
(Aktivitas Pengendalian) 2,412 1,2131 0,012 H0 ditolak
signifikan pada α =
0,05
Keterangan : Jika thitung ≤ ttabel : H0 diterima atau Ha ditolak
Jika thitung > ttabel : Ha diterima atau H0 ditolak
a. Pengaruh SAKD terhadap Akuntabilitas Keuangan.
Dari hasil perhitungan, diperoleh nilai hitung untuk
variabel SAKD (X1) sebesar 2,412 dengan p-value sebesar
0,018. Oleh karena p-value (0,021) lebih kecil dari α yang
telah ditetapkan (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa
secara parsial SAKD berpengaruh positif dan signifikan
terhadap akuntabilitas keuangan pada tingkat kepercayaan 95
%. Artinya bahwa hasil penelitian ini berhasil menolak H0.
b. Pengaruh Aktivitas Pengendalian terhadap Akuntabilitas
Keuangan
Dari hasil perhitungan, diperoleh nilai hitung untuk
variabel aktivitas pengendalian (X2) sebesar 2,412 dengan p-
value sebesar 0,012. Oleh karena p-value (0,012) lebih kecil
dari α yang telah ditetapkan (0,05), maka dapat disimpulkan
bahwa secara parsial aktivitas pengendalian berpengaruh
positif dan signifikan terhadap akuntabilitas keuangan pada
tingkat kepercayaan 95 %. Artinya bahwa hasil penelitian ini
berhasil menolak H0.
c. Model Persamaan Regresi
Untuk melihat pengaruh sistem akuntansi
keuangan daerah (X1) aktivitas pengendalian (X2) terhadap
akuntabilitas keuangan (Y), maka digunakan analisis
regresi linier berganda. Perhitungan koefisien regresi
dilakukan dengan menggunakan software SPSS 20.0 untuk
analisis regresi berganda disajikan pada tabel 6 berikut ini
:
Tabel VI
Hasil Perhitungan Koefisien Regresi Berganda
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 6 di atas, diperoleh
bentuk persamaan regresi linier berganda sebagai berikut :
Y = 5,321+ 1,456 X1 + 1,417 X2 + ε
Dari persamaan regresi linier berganda di atas
diperoleh nilai konstanta sebesar 5,321 berarti bahwa
dengan asumsi variabel sistem akuntansi keuangan daerah
dan skeptisme profesional, maka besarnya rata-rata indeks
akuntabilitas keuangan bernilai 5,321. Koefisien regresi
untuk variabel X1 positif, menunjukkan adanya hubungan
yang searah antara sistem akuntansi keuangan daerah (X1)
dengan akuntabilitas keuangan (Y). Koefisien regresi
variabel X1 yang positif mengandung arti bahwa penerapan
sistem akuntansi keuangan daerah akan meningkatkan
akuntabilitas keuangan (Y).
Koefisien regresi untuk variabel X2 positif,
menunjukkan adanya hubungan yang searah antara Aktivitas
keuangan (X2) dengan akuntabilitas keuangan (Y). Koefisien
regresi variabel X2 mengandung arti bahwa aktivitas
keuangan yang dilakukan oleh auditor akan meningkatkan
akuntabilitas keuangan.
Koefisien Determinan (R2)
Besarnya pengaruh sistem akuntansi keuangan
daerah, aktivitas pengendalian terhadap akuntabilitas
keuangan ditunjukkan oleh nilai koefisien determinasi untuk
model regresi yang diperoleh. Hasil perhitungan koefisien
determinasi (R2) dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini :
Tabel VII
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1
corelation
(Constant) 5,321 9.531 .410 .352
(X1) SAKD 1.456 .468 .482 3.184 .002
(X3) AP 1.417 .468 .482 3.184 .002
a. Dependent Variable: (Y) Akuntabilitas Keuangan Sumber : Hasil output SPSS 20.0
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B60
Hasil Koefisien Determinasi (R2)
Model Summaryb
Model
R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
dimension 1 ,869a ,756 ,5715 12,3234043
a. Predictors: (Constant), (X2) Akitivitas pengendalian (X1) SAKD.
b. Dependent Variable: (Y) Akuntabilitas keuangan
Sumber : Hasil output SPSS 20.0
Pada tabel di atas terlihat nilai koefisien determinasi
(R Square) sebesar 0,756, artinya 75,6 % akuntabilitas
keuangan dapat dipengaruhi oleh sistem akuntansi keuangan
daerah dan aktivitas keuangan. Sedangkan sisanya sebesar
(100% - 75,6%) = 24,4 % dapat dipengaruhi oleh variabel-
variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Pembahasan
Dari hasil penelitian diperoleh koefisien determinasi
(R-Square) sebesar 75.6%, sedangkan faktor lain yang belum
diteliti mempengaruhi penelitian ini adalah sebesar 24.4%. Ini
berarti bahwa variabel sistem akuntansi keuangan daerah dan
aktivitas pengendalian secara simultan berpengaruh terhadap
akuntabilitas keuangan. Sementara pengaruh variabel lain
yang tidak diteliti sebesar 21.5% seperti kompetensi dan
pengalaman kerja pegawai.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem
akuntansi keuangan daerah dan aktivitas pengendalian
berpengaruh terhadap akuntabilitas keuangan yang dilakukan
oleh aparatur pemerintah kabupaten Aceh Utara. Besarnya
koefisien determinasi sistem akuntansi keuangan daerah dan
aktivitas pengendalian menunjukkan bersarnya pengaruh
terhadap akuntabilitas keuangan. Artinya semakin baik
penerapan sistem akuntansi keuangan daerah, maka akan
meningkatkan akuntabilitas keuangan dan semakin tinggi
tinggi aktivitas pengendalian maka semakin tinggi
akuntabilitas keuangan.
Hasil penelitian ini juga menggambarkan bahwa
dalam penerapan sistem akuntansi keuangan daerah dan
aktivitas pengendalian harus dilakukan dengan secara
menyeluruh dan lengkap, agar semua SKPD yang berada
dibawah pemerintahan kabupaten Aceh Utara dapat
menghasilkan laporan akuntabilitas keuangan sesuai dengan
standar dapat bermanfaat bagi para pengguna informasi
keuangan dan stakeholder. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Nurhayati S (2011).
V. PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan serta
temuan hasil penelitian, maka dapat dikemukakan beberapa
kesimpulan penelitian sebagai berikut:
1. Secara simultan sistem akuntansi keuangan daerah dan
aktivitas pengendalian berpengaruh positif terhadap
akuntabilitas keuangan pada SKPD pemerintah di
Kabupaten Aceh Utara.
2. Secara parsial sistem akuntansi keuangan daerah dan
aktivitas pengendalian berpengaruh positif terhadap
akuntabilitas keuangan pada SKPD pemerintah di
Kabupaten Aceh Utara. Hal ini dapat diartikan bahwa
baik sistem akuntansi keuangan daerah dan aktivitas
pengendalian maka akan semakin baik kualitas
akuntabilitas keuangan pemerintah daerah.
Saran
1. Aparatur pemerintah harus selalu meningkatkan sumber
daya manusia, baik melalui pendidikan formal maupun
pelatihan (training), agar akuntabilitas keuagan
pemerintah daerah dapat lebih baik.
2. Bagi peneliti dan pihak lain yang tertarik melakukan
penelitian tentang akuntabilitas keuangan, disarankan
untuk dapat menggali faktor-faktor lainnya yang
mempengaruhi terhadap akuntabilitas keuangan misalnya
kompetensi, pendidikan dan pengalaman kerja.
REFERENSI
[1] Arens, Alvin A., Elder, Randal J and Beasley, Mark S, 2015, “Auditing and Assurance Services – An Integrated Approach”,
Eleventh Edition, Pearson Education.
[2] Abdul Halim, 2012, “Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah”, Salemba Empat’
[3] Abdul Halim dan Theresia Damayanti, 2017, “Seri Bunga Rampai
Manajemen Keuangan Daerah”, UPP STIM YKPN. [4] Agus Dwiyanto, Arfani, Hadna, dkk, 2013, “Governance Practices and
Regional Autonomy: Evidences from Governance and Decentralization
Survey (GDS) 2002”, Yogyakarta: Partership for Governance Reform in Indonesia and World Bank.
[5] Azhar Susanto, 2013. Sistem Informasi Akuntansi. Penerbit Linggar
Jaya. [6] Dadang Suwanda, 2015. Sistem Akuntansi Akrual Pemerintah Daerah:
Berpedoman SAP Berbasis Akrual. Penerbit PPM Indonesia. [7] Harahap Syafri Sofyan, 2014, “Sistem pengawasan manajemen
(management Control System)”. Cetakan kedua. Jakarta. Pustaka
Quantum. [8] Husein Umar, 2013, “Metode Riset Akuntansi Terapan”, Ghalia
Indonesia
[9] Indra Bastian, 2007, “Sistem Akuntansi Sektor Publik”, Edisi 2, Jakarta, Salemba Empat.
[10] Indra Bastian, 2010, “Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar”,
Erlangga [11] Ismail Mohamad, dkk, 2014, “Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah”, Edisi kedua. http:www.lan.go.id
[12] Mardiasmo, 2009, “Akuntansi Sektor Publik”, Andi Yogyakarta [13] Nunuy Nur Afiah, 2013, “Akuntansi Pemerintahan: Implementasi
Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah”, Kencana.
[14] Nurhayati Soleha, (2011), Pengaruh Sistem Akutansi Keuangan Daerah dan Aktivitas Pengendalian terhadap akuntabilitas keuangan. Tesis
Unpad, Bandung.
[15] Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006. Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Negara.
[16] _____, Nomor 59 Tahun 2007. Tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Negara. [17] Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000. Tentang Tata Cara
Pertanggungjawaban Kepala Daerah.
[18] ______, Nomor 24 Tahun 2005. Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
[19] Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B61
Estimasi Inflasi Di Kota Lhokseumawe Dengan Metode Box-Jenkins Menggunakan Model
Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)
Mukhlis1, Syahrial2, M. Nasir3, Elvina4
1,2,3,4Jurusan Tata Niaga Politeknik Negeri Lhokseumawe
Jalan Banda Aceh-Medan Km. 280 Buketrata 24301 INDONESIA [email protected]
Abstrak— Inflasi merupakan suatu masalah perekonomian pada setiap daerah. Perkembangannya yang terus-menerus mengalami
peningkatan menjadi hambatan pada pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih baik. Perubahan laju inflasi cenderung terjadi pada
setiap daerah seperti halnya Kota Lhokseumawe yang merupakan daerah agraris. Untuk menanggulangi terjadinya ketidakstabilan
laju inflasi, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan meramalkan data time series. Metode Box-Jenkins dengan model
Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) memiliki kemampuan untuk menangkap informasi-informasi yang diperlukan
mengenai laju inflasi serta mampu menanggulangi ketidakstabilan dari laju inflasi. Hal ini dikarenakan ARIMA merupakan suatu
model peramalan time series yang cocok digunakan untuk meramal sejumlah variabel secara cepat, sederhana, murah, dan akurat
serta hanya membutuhkan data variabel yang akan diramal.
Kata kunci— inflasi, agraris, time series, ARIMA, peramalan
Abstract— Inflation is an economic problem in each region. Its continuous development has become an obstacle to economic growth for
the better. Changes in the inflation rate tend to occur in each region such as the City of Lhokseumawe which is an agricultural area. To
overcome the instability of the inflation rate, one way that can be done is to predict time series data. The Box-Jenkins method with the
Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) model has the ability to capture the information needed about the inflation rate
and is able to cope with the instability of the inflation rate. This is because ARIMA is a time series forecasting model suitable for
predicting a number of variables quickly, simply, cheaply, and accurately and only requires variable data to be predicted.
Keywords— Inflation, agricultural area, time series, ARIMA, forcasting
I. PENDAHULUAN
Tingkat pertumbuhan ekonomi dari waktu ke waktu
merupakan salah satu variabel yang dominan digunakan untuk
mengetahui keberhasilan perekonomian pada suatu daerah.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada suatu daerah dapat
diamati dengan keberhasilan pembangunan ekonomi suatu
daerah.
Pertumbuhan ekonomi merupakan deskripsi dari suatu
keadaan perekonomian suatu daerah dapat dikatakan tumbuh
apabila terjadi peningkatan produk domestik regional bruto
(PDRB) suatu daerah tersebut. Salah satu indikator penting
untuk menganalisis perekonomian suatu daerah adalah inflasi,
terutama berkaitan dengan dampak yang luas terhadap variabel
makroekonomi agregat (Endri, 2008).
Fenomena inflasi merupakan suatu gejala atau kejadian yang
dapat diamati dimana tingkat harga umum mengalami kenaikan
secara terus menerus. Fenomena inflasi pasti dialami oleh
setiap daerah sehingga setiap daerah selalu berusaha
menciptakan tingkat inflasi agar terkendali dan stabil.
Prastowo (2008) mengemukakan bahwa inflasi merupakan
suatu faktor yang sangat berpengaruh dalam perekonomian
suatu daerah. Inflasi month to month merupakan inflasi bulanan
yang menggunakan perbandingan dengan bulan sebelumnya.
Bank Indonesia merupakan suatu institusi pemerintah yang
memiliki amanah dalam menjaga stabilitas perekonomian,
termasuklah inflasi. Saat ini pemerintah melalui Kantor
Perwakilan Bank Indonesia di Kota Lhokseumawe mempunyai
kewenangan dalam memantau pergerakan inflasi. Stabilitas
harga sangat bergantung pada besar kecilnya nilai inflasi.
Semakin besar nilai inflasi, maka semakin tinggi pula harga.
Pada triwulan-I 2016, pergerakan laju inflasi Aceh secara
triwulanan maupun bulanan tercatat mengalami penurunan
dibandingkan triwulan sebelumnya, namun secara tahunan
relatif meningkat. Inflasi yang dihitung berdasarkan kenaikan
Indeks Harga Konsumen (IHK) di tiga kota pantauan inflasi,
yaitu Banda Aceh, Lhokseumawe, dan Meulaboh pada
triwulan-I 2016 tercatat sebesar 3,55%(year on year) dan
0,50% (month to month). Perkembangan inflasi tersebut lebih
rendah bila dibandingkan dengan inflasi tahunan pada triwulan
I tahun 2015 yang tercatat sebesar 5,45% (yoy). Secara year on
year (yoy), Inflasi Aceh triwulan-I 2016 (yoy) yang tercatat
sebesar 3,55% jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi
tahunan pada triwulan I dalam tiga tahun terakhir (2013-2015)
yaitu sebesar 4,47% (Bank Indonesia, 2016).
Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Lhokseumawe menyebutkan
bahwa kelompok bahan makanan yang terbesar menyumbang
inflasi pada September 2016, yakni cabe merah, cabe hijau,
cabe rawit, kacang panjang dan tongkol serta beberapa
komunitas lainnya (www.lhokseumawekota.bps.go.id).
Inflasi tidak terjadi begitu saja, terdapat beberapa sebab
yang mengakibatkan terjadinya inflasi. Beberapa sebab yang
dapat menimbulkan inflasi antara lain pemerintah terlalu
berambisi untuk menyerap sumber-sumber ekonomi lebih
besar daripada sumber-sumber ekonomi yang dapat dilepaskan
oleh pihak bukan pemerintah pada tingkat harga yang berlaku
berbagai golongan dalam masyarakat berusaha memperoleh
tambahan pendapatan relatif lebih besar daripada kenaikan
produktifitas mereka, adanya harapan yang berlebihan dari
masyarakat sehingga permintaan barang-barang dan jasa naik
lebih cepat daripada tambahan keluarnya yang mungkin dicapai
oleh perekonomian yang bersangkutan, adanya kebijakan
pemerintah baik yang bersifat ekonomi atau non ekonomi yang
mendorong kenaikan harga, pengaruh alam yang dapat
mempengaruhi produksi dan kenaikan harga, pengaruh inflasi
luar negeri, khususnya bila negara yang bersangkutan
mempunyai sistem perekonomian terbuka. Pengaruh inflasi
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B62
luar negeri ini akan terlihat melalui pengaruh terhadap harga-
harga barang impor (Waluyo, 2009).
Dalam penelitian ini, estimasi tingkat inflasi diukur dengan
menggunakan metode Box-Jenkins melalui model
Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA).
Prediksi inflasi month to month merupakan suatu langkah
antisipasi dalam menjaga stabilitas perekonomian. Hal ini
disebabkan inflasi month to month merupakan data yang
memiliki keterkaitan deret waktu. Menurut Gujarati (2004)
metode ini merupakan salah satu metode yang sekarang populer
digunakan untuk mengestimasikan variabel ekonomi.
Astutik et. al. (2018) menyatakan bahwa metode Box-Jenkins
(ARIMA) adalah salah satu metode estimasi dimana dalam
melakukan analisis ARIMA digunakan prosedur Box-Jenkins,
dimana tahap awal perlu dilakukan identifikasi data untuk
mengetahui stasioneritas data sebagai asumsi awal yang harus
dipenuhi sebelum melakukan uji lanjut.
Sebelumnya penelitian yang pernah dilakukan mengenai
estimasi inflasi dengan penggunaan metode Box-Jenkins
dengan model ARIMA, diantaranya Subandi (2005), Tripena
(2011), Febritasari, et. al. (2016), Hartati (2017).
Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan suatu model estmasi
yang dapat digunakan untuk suatu pengukuran yang didasarkan
pada hasil kuantitatif dari nilai inflasi di masa mendatang
secara cepat, mudah, dan akurat. Oleh karena itu, Kantor
Perwakilan Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik maupun
Pemerintah Kota Lhokseumawe dapat menggunakannya
sebagai rujukan dalam menentukan arah kebijakan pada masa
yang akan datang.
II. METODOLOGI PENELITIAN
Adapun objek dan lokasi penelitian lebih diutamakan
pada tingkat inflasi yang mengambil lokasi di daerah Kota
Lhokseumawe. Berdasarkan variabel yang dibentuk, maka
jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
kuantitatif menurut deret waktu. Data deret waktu yang
digunakan berupa data bulanan yang terhitung mulai bulan
Desember tahun 2014 sampai dengan bulan Juli tahun 2019.
Sumber data yang diperoleh berupa data sekunder yang
dipublikasikan melalui situs resmi BPS Kota Lhokseumawe
dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kota Lhokseumawe
serta Kantor Bappeda Kota Lhokseumawe.
Metode Box-Jenkins digunakan dalam penelitian ini
sebagai salah satu metode yang diterapkan untuk menganalisis
deret waktu, peramalan dan pengendalian. Model
Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) yang
dipilih dalam penelitian ini karena dapat diterapkan untuk data
deret waktu yang stasioner. Stasioner data merupakan kondisi
yang diperlukan dalam analisis regresi deret waktu karena
dapat memperkecil kekeliruan model, sehingga jika data tidak
stasioner, maka harus dilakukan transformasi stasioneritas
melalui proses diferensiasi, jika trendnya linier. Sedangkan jika
tidak linier, maka transformasi linieritas trend melalui proses
logaritma natural jika trend-nya eksponensial, dan proses
pembobotan jika bentuknya yang lain selanjutnya dilakukan
proses diferensiasi pada data hasil proses linieritas.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam menghasilkan
model ARIMA dengan menggunakan sebuah metode Box-
Jenkins yang diawali dengan mengindentifikasi model,
estimasi parameter model, diagnostik model, dan prediksi
model.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Uji Stasioneritas Data
Tahap pertama dalam estimasi adalah uji stasioner data
dengan menggunakan uji akar unit (unit root test) yang
berdasarkan hasil pengujian Augmented Dickey-Fuller (ADF)
pada tingkat Level (0).
TABEL 1
UJI AKAR UNIT (UNIT ROOT TEST)
Null Hypothesis: INFLASI has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=10) t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -7.260211 0.0000
Test critical values: 1% level -3.534868
5% level -2.906923
10% level -2.591006
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Sumber : Hasil Penelitian (diolah), 2019
Pada Tabel 1 di atas dapat dillihat perilaku data dari variable
inflasi. Berdasarkan hasil pengujian Augmented Dickey-Fuller
(ADF) pada tingkat level (0) yang mencangkup intercept, dapat
dilihat bahwa variabel inflasi pada tingkat ini nilai absolut uji
statistik ADFnya lebih besar yaitu -7,260211 dari nilai kritis
McKinnon sebesar -2,906923 dengan derajat keyakinan (𝛼)
5%. Artinya variabel tersebut sudah tidak mengandung masalah
akar unit dan mempunyai kondisi data stasioner pada tingkat
level (0).
Hasil uji akar unit diperoleh bahwa nilai kritis pada 𝛼 = 5%
adalah-2,906923 yang lebih kecil daripada nilai uji statistik t
sebesar -7,260211. Artinya data sudah stasioner. Setelah data
stasioner, tahap selanjutnya yang dilakukan adalah identifikasi
ACF dan PACF. Untuk mengidentifikasi ACF dan PACF dapat
dilakukan dengan melihat correlogram berikut: GAMBAR 1
CORRELOGRAM
Sumber : Hasil Penelitian (diolah), 2019.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B63
Berdasarkan Gambar 1, data pada kolom PACF (Partial
Correlation) digunakan untuk menentukan ordo maksimal
AR(p). Dari PACF (Partial Correlation) tersebut ternyata
periode time lag pertama keluar dari garis batas (mulai
menurun nilainya mendekati nol setelah lag pertama).
Sedangkan pada kolom ACF (Auto Correlation) digunakan
untuk menentukan MA(q). Dari ACF (Auto Correlation)
ternyata periode time lag pertama juga yang keluar dari garis
batas (mulai menurun nilainya mendekati nol setelah lag
pertama). Artinya ARIMA yang mungkin adalah ARIMA
(1,1,1). Oleh karena itu gambar berikut ini menunjukkan
fluktuasi tingkat inflasi dari bulanan ke bulanan yang terjadi di
Kota Lhokseumawe. GAMBAR 2
GRAFIK DATA AKTUAL
Sumber : Hasil Penelitian (diolah), 2019.
Tahapan selanjutnya adalah pemilihan Model ARIMA terbaik.
Oleh karena ARIMA yang mungkin dari data inflasi adalah
ARIMA(1,1,1), maka ARIMA(1,1,1) langsung dipilih sebagai
model ARIMA yang terbaik.
TABEL 2
ESTIMASI ARIMA (1,1,1)
Dependent Variable: INFLASI
Method: Least Squares
Date: 08/20/19 Time: 00:58
Sample (adjusted): 2 67
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.304193 0.116598 2.608907 0.0113
AR(1) -0.194855 0.195277 -0.997838 0.3222
MA(1) 0.583940 0.172175 3.391561 0.0012
R-squared 0.160471 Mean dependent var 0.299242
Adjusted R-squared 0.133819 S.D. dependent var 0.768954
S.E. of regression 0.715656 Akaike info criterion 2.213156
Sum squared resid 32.26634 Schwarz criterion 2.312686
Log likelihood -70.03415 Hannan-Quinn criter. 2.252485
F-statistic 6.021037 Durbin-Watson stat 1.994701
Prob(F-statistic) 0.004047
Inverted AR Roots -.19
Inverted MA Roots -.58
Sumber : Hasil Penelitian (diolah), 2019.
Setelah model terbaik yang dipilih, maka tahap selanjutnya
adalah melakukan Diagnostic Checking. Berdasarkan Tabel 2
Diagnostic Checking yang dilakukan dengan menggunakan uji
normalitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa data berdistribusi
normal. Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas AR sebesar
0.3222 lebih besar dari derajat keyakinan (𝛼) sama dengan 5%.
Begitu juga uji heteroskedastisitas dapat terlihat dari nilai
probabilitas sebesar 0.004047, lebih kecil dari nilai 𝛼 = 5%
sehingga dapat disimpulkan bahwa data tersebut bersifat
heteroskedastisitas. Terakhir adalah uji autokorelasi terlihat
bahwa nilai Durbin-Watson sebesar 1.994701 lebih besar dari
nilai 𝛼 = 5%. Hal ini mengindikasikan bahwa data tidak
mengandung masalah autokorelasi. Setelah tahap diagnostic
checking dilakukan, maka tahap terakhir yang dilakukan
adalah peramalan (estimasi). Gambar 3
Grafik Perbandingan Data Aktual dan Data Estimasi
Sumber : Hasil Penelitian (diolah), 2019.
Berdasarkan Pada Gambar 3 merupakan grafik
perbandingan antara data aktual dari inflasi dan hasil
peramalan. Adapun hasil peramalan dari model ARIMA(1,1,1)
menunjukkan bahwa data pergerakan inflasi untuk satu periode
ke depan. Selanjutnya disajikan grafik perbandingan antara
data aktual, ARIMA(1,1,1), AR(1) dan MA(1).
Metode ARIMA dan AR yang mampu mengikuti data
aktual, sedangkan metode MA tidak mampu mengikuti data
aktual laju inflasi. Saat metode-metode tersebut diestimasi
maka nilai Sum Squared Error (SSE) memberikan hasil yang
berbeda-beda. Untuk metode ARIMA SSEnya adalah
32,26634. Hal ini berarti metode yang terbaik untuk meramal
laju inflasi adalah metode ARIMA (1,1,1). Artinya, salah satu
metode peramalan yang baik digunakan untuk meramalkan laju
inflasi adalah menggunakan ARIMA. Hal ini terlihat dari hasil
estimasi yang diberikan. Hal ini juga sesuai dengan hasil
penelitian terdahulu (Tripena, A, 2011) yang menyatakan
bahwa metode ARIMA Box-Jenkins adalah metode deret
waktu linear terbaik untuk meramalkan indeks harga konsumen
dan inflasi.
IV. KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa model estimasi yang
tepat dengan menggunakan Auto Regressive Integrated
Moving Average atau ARIMA untuk data laju inflasi Kota
Lhokseumawe. Berdasarkan grafik data terlihat bahwa hasil
peramalan menggunakan metode ARIMA mampu mengikuti
pergerakkan data aktual dari laju inflasi. Selain itu, berdasarkan
-3
-2
-1
0
1
2
3
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017 2018 2019
INFLASI
-3
-2
-1
0
1
2
-3
-2
-1
0
1
2
3
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2014 2015 2016 2017 2018 2019
Residual Actual Fitted
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B64
hasil estimasi diperoleh nilai Sum Squared Error sebesar
32,26634. Selanjutnya berdasarkan hasil diagnostic checking
yakni dengan uji normalitas diperoleh data dapat berdistribusi
normal. Namun untuk uji heteroskedastisitas memberikan hasil
bahwa data bersifat heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi
menunjukkan bahwa data tidak mengandung masalah
autokorelasi.
REFERENSI
[1] Endri. 2008. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi di
Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol. 13, No. 1, Hal 1-3. [2] Prastowo, N J. 2008. Dampak BI Rate terhadap Pasar Keuangan. Bank
Indonesia: Working Paper No. 21.
[3] Bank Indonesia. 2016. Kajian Ekonomi Keuangan Regional Provinsi Aceh Triwulan I. https://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-
regional/aceh/
[4] www.lhokseumawekota.bps.go.id [5] Waluyo, D. Eko. 2009. Teori Ekonomi Makro. Penerbit UMM, Malang.
[6] Gujarati, D. N. 2004. Basic Econometrics. 4th Edition. New York:
McGraw Hill.
[7] Astutik, P. S. Rahayu, Sukestiyarno, Hendikawati, Putriaji. 2018.
Peramalan Inflasi di Demak Menggunakan Metode ARIMA Berbantuan
Software R dan MINITAB. Prosiding Seminar Nasional Matematika
(PRISMA1),hal. 745-754. https://journal.unnes.ac.id/ sju/index.php/prism/
[8] Subandi. 2005. Analisis Peramalan Inflasi Di Indonesia dengan
Menggunakan Metode ARIMA dan Vector Autoregressive. Pustaka FE UNPAD, Bandung.
[9] Febritasari, P., Apriliani, E., Wahyuningsih, N. 2016. Estimasi Inflasi
Wilayah Kerja KPwBI Malang Menggunakan ARIMA-Filter Kalman dan VAR-Filter Kalman. JURNAL SAINS DAN SENI ITS. Vol. 5, No.1,
2337-3520.
[10] Hartati. 2017. Penggunaan Metode Arima Dalam Meramal Pergerakan Inflasi. Jurnal Matematika, Saint, dan Teknologi.. Vol. 18, No. 1, hal. 1-
10.
[11] Tripena, Agustini. 2011. Peramalan Indeks Harga Konsumen Dan Inflasi Indonesia Dengan Metode Arima Box-Jenkins. Magistra No. 75 Th.
XXIII Maret 2011.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B65
Solusi Konflik Perekonomian Syari`ah Melalui Pemberdayaan Badan Albitrase dan
Peradilan Agama Islam
Al Mawardi.MS1, Nurdan2, M.Suib3, Maulidin Iqbal4
1,2 Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Lhokseumawe
Jln. B.Aceh Medan Km.280 Buketrata 24301 INDONESIA [email protected]
3,4 Jurusan Tata Niaga Politeknik Negeri Lhokseumawe
Jln. B.Aceh Medan Km.280 Buketrata 24301 INDONESIA [email protected]
Abstrak— Hukum Islam sebagai sebuah hukum yang hidup di Indonesia menghalami perkembangan yang cukup berarti.
Perkembangan tersebut antara lain dapat dilihat dari kewenangan yang dimiliki oleh Peradilan Agama. Persoalannya sampai saat ini
belum ada aturan hukum positif yang secara terperinci mengatur tentang acara penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah, namun
demikian bukan berarti tidak ada aturan hukumnya atau dengan kata lain telah terjadi “kekosongan hukum” dalam persoalan
ini.pendekatan yang dipakai dalam menjawab persoalan yang telah dirumuskan adalah menggunakan pendekatan perundang-
undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach) dan sekiranya dalam proses penulisan tesis ini muncul
kasus tentang sengketa ekonomi syari’ah di Pengadilan Agama, maka tidak menutup kemungkinan juga akan dipergunakan
pendekatan kasus (case approach). Berdasarkan hasil kajian diketahui bahwa Pengadilan Agama berwenang memeriksa, mengadili
dan menyelesaian perkara sengketa ekonomi syari’ah karena sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 24 ayat (2)
joncto pasal 2 dan pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
tentang Peradilan agama. Hukum acara yang berlaku bagi Peradilan Agama di dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah
sebelum diberlakukannya atau diundangkannya peraturan perundangan yang khusus untuk itu adalah hukum acara perdata yang
berlaku bagi Peradilan Umum.
Kata kunci— Ekonomi Syari’ah, Pembedayaan Badan Albitrase dan Peradilan Agama
Abstract— Islamic law as a law that lives in Indonesia has experienced significant developments. These developments can be seen in part
from the authority possessed by the Religious Courts. The problem is that until now there has not been a positive legal rule that
specifically regulates the Sharia economic dispute resolution; however that does not mean that there is no legal rule or in other words
there has been a "legal vacuum" in this issue. Which has been formulated is to use the statute approach and conceptual approach and
if a thesis writing process arises, a case concerning syariah economic disputes in the Religious Court will not rule out the case approach
will also be used. Based on the results of the study, it is known that the Religious Court has the authority to examine, try and settle
Sharia economic dispute cases because it is in accordance with the mandate of the 1945 Constitution article 24 paragraph (2) joncto
article 2 and article 49 of Law Number 3 of 2006 concerning Amendments to Law Number 7 of 1989 concerning Religious Courts. The
procedural law applicable to the Religious Courts in resolving Shari'ah economic disputes prior to the enactment or enactment of
specific laws and regulations for this is the civil procedural law that applies to General Courts.
Keywords— Shariah Economy, Empowerment of Albitracy Bodies and Religious Courts
I. PENDAHULUAN
Hukum Islam sebagai sebuah hukum yang hidup di
Indonesia mengalami perkembangan yang cukup berarti.
Perkembangan tersebut terlihat dari kewenangan yang dimiliki
oleh Peradilan Agama (PA) sebagai peradilan Islam di
Indonesia. Dulunya, putusan PA murni berdasarkan fiqh para
fuqaha', yang eksekusinya harus dikuatkan oleh Peradilan
Umum (PU), para hakimnya hanya berpendidikan syari'ah
tradisional dan tidak berpendidikan hukum, dan struktur
organisasinya tidak berpuncak ke Mahkamah Agung.
Sekarang keadaan sudah berubah. Menurut referensi [1] salah
satu perubahan mendasar akhir-akhir ini adalah penambahan
kewenangan PA dalam Undang-Undang Peradilan Agama
yang baru, yaitu; bidang ekonomi syari'ah.
Persoalannya sampai saat ini belum ada aturan hukum
positif yang secara terperinci mengatur tentang acara
penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah, namun demikian
bukan berarti tidak ada aturan hukumnya atau dengan kata lain
telah terjadi “kekosongan hukum” dalam persoalan ini.
Menurut referensi [2] karena pada asasnya pengadilan tidak
boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus
suatu perkara yang diajukan kepadanya dengan dalih bahwa
hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk
memeriksa dan mengadili. Oleh karena itu walaupun aturan
formal yang berkenaan dengan penyelesaian sengketa
ekonomi syari’ah belum ada, pengadilan agama sebagai
lembaga yang diberi wewenang oleh negara untuk memeriksa,
mengadili dan menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah
sudah seharusnya mengerahkan segenap potensinya untuk
menjawab tantangan tersebut.
Untuk menjawab persoalan-persoalan yang berkaitan
dengan proses penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah ini
kiranya pengadilan agama harus berani dan mampu menggali
nilai-nilai maupun norma-norma hukum Islam, baik yang
terdapat dalam kitab Al-Qur’an, al-Sunnah maupun kitab-kitab
fiqh/ushul fiqh serta fatwa-fatwa Majelis Ulama, yang
berkaitan dengan persoalan di seputar ekonomi syari’ah.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B66
Berdasarkan latar belakang masalah di atas terdapat dua pokok
masalah dari penelitian ini, yaitu:
1) Mengapa sengketa ekonomi syari’ah mesti diselesaikan
melalui Badan Peradilan Agama?
2) Bagaimana proses penyelesaian sengketa ekonomi
syari’ah di Pengadilan Agama?
Berdasarkan pokok rumusan di atas, maka tujuan dari
kajian ini adalah:
1) mengetahui lebih mendalam mengapa PA lebih
berwenang dalam meyelesaikan sengketa ekonomi
syari’ah; dan
2) menganalis lebih jelas tentang proses penyelesaian
sengketa ekonomi syari’ah di Pengadilan Agama.
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Memberi gambaran atau pedoman awal bagi lembaga
Peradilan Agama tentang bagaimana cara-cara dan
proses penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah.
b. Memberi informasi kepada masyarakat muslim
Indonesia pada umumnya, khususnya para pelaku
bisnis syari’ah tentang cara-cara menyelesaikan
sengketa ekonomi syari’ah melalui pengadilan agama.
c. Memberi pedoman praktis kepada para praktisi hukum
khususnya dalam hal-hal yang berkaitan dengan proses
penyelesaian sengketa ekonomi syariah.
d. Menambah khazanah keilmuan dalam bidang
penyelesaian sengkerta ekonomi syari’ah.
II. METODOLOGI PENELITIAN
Oleh karena penelitian ini bersifat penelitian pustaka
(library research), maka metode yang dipakai untuk
memperoleh data yang dikehendaki adalah dengan jalan
mengeksplorasi nilai-nilai maupun norma-norma hukum Islam
yang berkaitan dengan persoalan yang sedang diteliti, baik
yang terdapat di dalam Al-Qur’an, kitab-kitab hadis, kitab-
kitab fiqh/ushul fiqh, peraturan perundang-undangan, fatwa
MUI maupun sumber-sumber lain yang berkaitan.
Dari segi kegunaan atau manfaatnya, penelitian ini lebih
tepat dikategorikan sebagai jenis penelitian terapan, yakni
jenis penelitian yang dilakukan dalam rangka menjawab
kebutuhan dan memecahkan masalah-masalah praktis,
sehingga jenis penelitian ini dapat juga disebut dengan
operational research atau action research (penelitian kerja),
seperti dalam [3]. Sedangkan pendekatan yang dipakai dalam
menjawab persoalan yang telah dirumuskan adalah
menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute
approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).
Sekiranya dalam proses penulisan ini muncul kasus tentang
sengketa ekonomi syari’ah di Pengadilan Agama, maka tidak
menutup kemungkinan juga akan dipergunakan pendekatan
kasus (case approach). Pendekatan perundang-undangan
(statute approach) dilakukan dengan menelaah semua
Undang-Undang dan regulasi yang bersangkutan dengan isu
hukum yang sedang ditangani. Bagi penelitian untuk kegiatan
praktis, pendekatan Undang-Undang ini akan membuka
kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah
konsistensi dan kesesuaian antara suatu Undang-Undang
dengan Undang-Undang lainnya atau antara Undang-Undang
dengan Undang-Undang Dasar atau antara regulasi dan
Undang-Undang. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu
argumen untuk memecahkan suatu isu yang dihadapi, seperti
dalam [4].
Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-
pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam
suatu ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan-
pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti
akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-
pengertian hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas
hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. Pemahaman
akan pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut
merupakan sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu
argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi.
Sedangkan pendekatan kasus dilakukan dengan cara
melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan
isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Kasus bisa
berupa kasus yang terjadi di Indonesia maupun di negara lain.
Kajian pokok dalam pendekatan kasus adalah ratio decidendi
atau reasoning, yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai
kepada suatu putusan, baik untuk keperluan praktik, maupun
kajian akademis. Ractio decidendi atau reasoning tersebut
merupakan referensi bagi penyusunan argumentasi dalam
pemecahan isu hukum. Perlu dikekmukakan di sini bahwa
pendekatan kasus tidak sama dengan studi kasus). Di dalam
pendekatan kasus, beberapa kasus ditelaah untuk referensi bagi
suatu isu hukum. Studi kasus merupakan suatu studi terhadap
kasus tertentu dari berbagi aspek hukum.
Lebih lanjut untuk menganalisis data yang diperoleh,
dengan menggunakan metode induktif, yakni berusaha
mencari aturan-aturan, nilai-nilai maupun norma-norma
hukum yang terdapat dalam pustaka yang terkait untuk
dirumuskan sebagai suatu kaidah hukum tertentu yang bisa
diberlakukan untuk menyelesaikan kasus sengketa ekonomi
syari’ah di Pengadilan Agama.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah
Penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui 2 proses.
Proses penyelesaian sengketa tertua melalui proses litigasi di
dalam pengadilan, kemudian berkembang proses penyelesaian
sengketa melalui kerja sama (kooperatif) di luar pengadilan.
Proses litigasi menghasilkan kesepakatan yang bersifat
adversarial yang belum mampu merangkul kepentingan
bersama, cenderung menimbulkan masalah baru, lambat dalam
penyelesaiannya, membutuhkan biaya yang mahal, tidak
responsif, dan menimbulkan permusuhan di antara pihak yang
bersengketa. Sebaliknya, melalui proses di luar pengadilan
menghasilkan kesepakatan yang bersifat “ win-win solution”,
dijamin kerahasiaan sengketa para pihak, dihindari kelambatan
yang diakibatkan karena hal prosedur dan administratif,
menyelesaikan masalah secara komprehensif dalam
kebersamaan dan tetap menjaga hubungan baik.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini umumnya
dinamakan Alternative Dispute Resolution (ADR). Ada yang
mengatakan kalau Alternative Dispute Resolution (ADR) ini
merupakan siklus gelombang ketiga penyelesaian sengketa
bisnis. Penyelesaian sengketa bisnis pada era globalisasi
dengan ciri “moving quickly”, menuntut cara-cara yang
“informal procedure and be put in motion quickly”. Sejak
tahun 1980, di berbagai negara Alternative Dispute Resolution
(ADR) ini dikembangkan sebagai jalan terobosan alternatif
atas kelemahan penyelesaian litigasi dan arbitrase,
mengakibatkan terkuras sumberdaya, dana, waktu dan pikiran
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B67
dan tenaga eksekutif, malahan menjerumuskan usaha ke arah
kehancuran, seperti dalam [5] Atas dasar itulah dicarikan
pilihan lainnya dalam menyelesaiakan sengketa di luar proses
litigasi, dalam [6].
Sengketa berarti terjadinya perbedaan kepentingan antara
dua pihak atau lebih yang saling terkait. Baik antara pihak
Bank dengan Nasabah atau antara mudharib dengan baitul mal
maupun antara rahin dengan murtahin. Hal ini dikarenakan
tidak terpenuhinya hak dan kewajiban secara wajar dan
semestinya oleh pihak-pihak yang terkait. Sungguh pun
aktivitas ekonomi syari’ah telah dilaksanakan dengan
mempertimbangkan prinsip-prinsip syari’ah, namun dalam
proses perjalanannya tidak menutup kemungkinan terjadinya
sengketa antara pihak-pihak yang bersangkutan. Jadi yang
dimaksudkan dengan sengketa dalam bidang ekonomi syari’ah
adalah sengketa di dalam pemenuhan hak dan kewajiban bagi
pihak-pihak yang terikat dalam ‘akad aktivitas ekonomi
syari’ah.
Menurut Hakim Agung Habiburrahman, yang menjadi
kewenangan Pengadilan Agama pada sengketa ekonomi
syariah adalah meliputi :
1. Sengketa di bidang ekonomi syariah antara
lembaga keuangan dan lembaga pembiayaan
syariah dengan nasabahnya;
2. Sengketa di bidang ekonomi syari’ah antara
sesama lembaga keuangan dan lembaga
pembiayaan syariah;
3. Sengketa di bidang ekonomi syariah antara orang-
orang yang beragama Islam, yang dalam akad
perjanjiannya disebutkan dengan tegas bahwa
perbuatan/kegiatan usaha yang dilakukan adalah
berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah.
1). Penyelesaian Melalui Musyawarah. Musyawarah
adalah jalan yang paling aman, tanpa resiko di dalam
menyelesaian setiap persoalan sengketa ekonomi syari'ah.
Walaupun akad atau kontrak bisnis telah dibuat atau
dirumuskan sedemikian rupa, lengkap, cermat dan sempurna,
namun dalam perjalanannya sering mengalami kendala atau
hambatan yang pada akhirnya akan membawa kerugian bagi
salah satu atau bahkan kedua pihak yang terikat dalam akad
tersebut. Penyelesaian sengketa dengan jalan musyawarah
merupakan jalan yang terbaik dan pasti menguntungkan bagi
semua pihak, sehingga boleh dikatakan jalan musyawarah
merupakan "mahkota" bagi setiap penyelesaian sengketa.
Al-Qur'an telah mengisyaratkan supaya menempuh jalan
musyawarah untuk menyelesaikan setiap persoalan yang ada.
Sebagaimana tercantum dalam beberapa ayat al Qur’an,
artinya: “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang
beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara
keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian
terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu
kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah.
kalau dia Telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut
keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya
Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Orang-orang
beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan
takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat
rahmat.”(Q.S. Al-Hujurat ayat :9-10)
Dari ayat-ayat tersebut di atas dapat dipahami, bahwa
penyelesaian sengketa melalui jalan musyawarah dan
perdamaian adalah merupakan cara-cara yang terbaik yang
dikehendaki oleh Allah SWT. Karena cara-cara/jalan tersebut
lebih mendatangkan manfaat dan ketenangan bagi pihak-phak
yang bersengketa. Bahkan Kholifah Umar ibn Khottob telah
memberikan pengarahan dalam persoalan ini dengan
menyatakan bahwa: Perdamaian itu diperbolehkan di antara
orang-orang Muslim, kecuali perdamaian yang menghalalkan
yang haram atau mengharamkan yang halal, dalam [7]
Penyelesaian sengketa melalui jalan musyawarah dan
perdamaian ini dalam dunia hukum positif sering disebut
dengan istilah “mediasi”. Trend dunia masa kini adalah
"effective judiciary" atau badan peradilan yang efektif.
Maksudnya adalah bagaimana kita menjadikan pengadilan
efektif. Hanya sengketa perdata yang benar-benar memerlukan
suatu putusan pengadilan saja yang diajukan ke pengadilan,
sedangkan sengketa lainnya diupayakan perdamaian, sehingga
pengadilan lebih fokus kepada sengketa tertentu tersebut.
2) Penyelesaian melalui Badan Arbitrase. Menurut
referensi [8], arbitrase merupakan salah satu metode
penyelesaian sengketa. Sengketa yang harus diselesaikan
tersebut berasal dari sengketa atau sebuah kontrak dalam
bentuk berikut, yaitu:
a) perbedaan penafsiran (disputes) mengenai
pelaksanaan perjanjian, berupa:
1) kontraversi pendapat (controversy);
2) kesalahan pengertian (misunderstanding);
3) ketidaksepakatan (disagreement);
b) Pelanggaran perjanjian (breach of contract), termasuk
di dalamnya adalah :
1) Sah atau tidaknya kontrak;
2) berlaku atau tidaknya kontrak;
c) pengakhiran kontrak (termination of contract);
d) klaim mengenai ganti rugi atas wanprestasi atau
perbuatan melawan hukum.
Sebagai badan penyelesaian sengketa, arbitrase memiliki
beberapa prinsip, yaitu sebagai berikut:
a) Efisien, bahwa penyelesaian sengketa lewat arbitrase
lebih efisien, yakni efisien dalam hubungannya dengan
waktu dan biaya;
b) Accessibilitas, arbitrase harus terjangkau dalam arti
biaya, waktu dan tempat;
c) Proteksi Hak Para Pihak, terutama pihak yang tidak
mampu, misalnya untuk mendatangkan saksi ahli atau
untuk menyewa pengacara terkenal, harus
mendapatkan perlindungan yang wajar;
d) Final and Binding, keputusan arbitrase haruslah final
and binding, kecuali memang para pihak tidak
menghendaki demikian atau jika ada alasan-alasan
yang berhubungan dengan “due proses”.
e) Fair and Just, tepat dan adil untuk pihak bersengketa,
sifat sengketa dan sebagainya;
f) Sesuai dengan Sence Of Justice dari masyarakat;
g) Kredibilitas. Para arbiter dan badan arbitrase yang
bersangkutan haruslah orang-orang yang diakui
kredibilitasnya, sehingga keputusan yang diambil akan
lebih dihormati.
Dibandingkan dengan pengadilan konvensional, maka
arbitrase mempunyai kelebihan atau keuntungan, antara lain :
a. Prosedural tidak berbelit-belit dan keputusan-
keputusan dapat dicapai dalam waktu relatif singkat;
b. Biaya lebih murah;
c. Dapat dihindari expose dari keputusan di depan umum;
d. Hukum terhadap prosedur dan pembuktian lebih relaks;
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B68
e. Para pihak dapat memilih hukum mana yang akan
diberlakukan oleh arbitrase;
f. Para pihak bisa memilih sendiri para arbiter;
g. Dapat memilih para arbiter dari kalangan ahli dalam
bidangnya;
h. Keputusan dapat lebih terkait dengan situasi dan
kondisi;
i. Keputusannya umumnya final dan binding (tanpa harus
naik banding atau kasasi);
j. Keputusan arbitrase pada umumnya dapat
diberlakukan dan dieksekusi oleh pengadilan dengan
sedikit atau tanpa review sama sekali;
k. Proses arbitrase lebih mudah dimengerti oleh
masyarakat luas;
l. Menutup kemungkinan untuk dilakukan “Forum
Shopping”.
Apabila dibandingkan dengan pengadilan konvensional
kelebihan, kelemahan dan kritikan terhadap arbitrase sering
diajukan, di antara kelemahan tersebut adalah: terlalu dekat
dengan perusahaan-perusahaan bonafide, Due prosess kurang
terpenuhi, kurangnya unsur finality. kurangnya power untuk
menggiring para pihak ke settlement, kurangnya power untuk
menghadirkan barang bukti, saksi dan lain-lain, kurangnya
power untuk hak law enforcement dan eksekusi keputusan,
dapat menyembunyikan dispute dari “Public Scrutiny”, tidak
dapat menghasikan solusi yang bersifat preventif,
kemungkinan timbulnya keputusan yang saling bertentangan
satu sama lain karena tidak ada sistem “presedent” terhadap
keputusan sebelumnya, dan juga karena unsur fleksibelitas dari
arbiter. Karena itu keputusan arbitrase tidak predektif, kualitas
keputusannya sangat bergantung pada kualitas para arbiter itu
sendiri, tanpa ada norma yang cukup untuk menjaga standar
mutu keputusan arbitrase. Oleh karena itu sering dikatakan
“An arbitration is as good as arbitrators”, [9] sehingga
berakibat kurangnya upaya untuk mengubah sistem pengadilan
konvensional yang ada, berakibat semakin tinggi rasa
permusuhan kepada pengadilan.
Penyelesaian sengketa melalui Badan Arbitrase
sesungguhnya telah diatur berdasarkan Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase, dimana dalam
Undang-Undang tersebut dijelaskan kemungkinan
diselesaikannya suatu sengketa melalui badan arbitrase.
Meskipun Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa telah
diundangkan dan karenanya mulai berlaku mulai pada tanggal
12 Agustus 1999, namun dibeberapa Pengadilan Negeri masih
saja ada Hakim yang kurang memahaminya. Pasal 3 Undang-
Undang tersebut dengan tegas menyatakan bahwa Pengadilan
Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak
yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase. Bahkan menurut
pasal 11 Undang-Undang tersebut, adanya suatu perjanjian
arbitrase tertulis meniadakan hak para pihak untuk
mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang
termuat dalam perjanjiannya ke Pengadilan Negeri dan
Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur
tangan di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah
ditetapkan melalui arbitrase, kecuali dalam hal-hal tertentu
yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999.
Terhadap suatu putusan arbitrase, para pihak dapat
mengajukan permohonan pembatalan apabila putusan tersebut
mengandung unsur-unsur sebagaimana yang tertera pada pasal
70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. Meskipun dalam
paal 70 tersebut tertera permohonan pembatalan, namun oleh
karena suatu putusan arbitrase mengikat baik Pemohon
maupun Termohon Arbitrase, maka permohonan pembatalan
putusan tersebut harus dalam bentuk gugatan yang pihak-
pihaknya adalah pihak-pihak dalam putusan arbitrase. Selain
dari permohonan pembatalan putusan arbitrase, Undang-
Undang juga menentukan bahwa tuntutan ingkar terhadap
Arbiter yang diangkat oleh ketua Pengadilan Negeri
sebagaimana dimaksud oleh Pasal 23 ayat (1) dan dalam hal
yang seperti tertera dalam pasal 25 ayat (1) harus diajukan
kepada Ketua Pengadilan Negeri dan upaya ini dilakukan
sebelum adanya putusan arbitrase.
Ketentuan dalam Undang-Undang Arbitrase tersebut jelas,
tetapi masih saja ada Hakim yang dalam memeriksa gugatan
perbuatan melawan hukum antara para pihak dalam putusan
arbitrase mengabulkan tuntutan provisi dengan
"Menangguhkan berlakunya putusan arbitrase". Bahkan
Arbiter Tunggal yang memutus arbitrase juga digugat telah
melakukan perbuatan melawan hukum. Pasal 21 Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 1999 menyatakan bahwa arbiter atau
majelis arbitrase tidak dapat dikenakan tanggung jawab hukum
apapun atas segala tindakan yang diambil selama proses
persidangan berlangsung untuk menjalankan fungsinya
sebagai arbiter atau majelis arbitrase, kecuali dapat dibuktikan
adanya iktikad tidak baik dari tindakan tersebut.
3) Penyelesaian melalui Badan Peradilan Agama.
Perbedaan yang sangat mendasar pada kedudukan Peradilan
Agama sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006, adalah terletak pada kewenangan absolutnya. Ketika
masih diberlakukannya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989
sebagai payung hukum terakhir bagi tugas-tugas Peradilan
Agama, kewenangan Pengadilan Agama hanya sebatas
menyelesaian perkara-perkara sebagai berikut:
a. Perkara di bidang perkawinan; yang meliputi :
1) Izin beristeri lebih dari seorang;
2) Izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang
belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun, dalam
hal orang tua wali atau keluarga dalam garis lurus
ada perbedaan pendapat;
3) Dispensasi kawin;
4) Pencegahan perkawinan;
5) Penolakan Perkawinan oleh Pegawai Pencatat
Nikah;
6) Pembatalan perkawinan;
7) Gugatan kelalaian atas kewajiban suami atau
isteri;
8) Perceraian karena talak;
9) Gugatan perceraian;
10) Penyelesaian harta bersama;
11) Mengenai penguasaan anak-anak;
12) Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan
pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya
bertanggung jawab tidak memenuhinya;
13) Penentuan kewajiban memberi biaya
penghidupan oleh suami kepada bekas isteri atau
penentuan suatu kewajiban bagi bekas isteri;
14) Putusan tentang sah atau tidaknya seorang anak;
15) Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua;
16) Pencabutan kekuasaan wali;
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B69
17) Penunjukan orang lain sebagai wali oleh
Pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali
dicabut;
18) Menunjuk seorang wali dalam hal seorang anak
yang belum cukup umur 18 (delapan delas) tahun
yang ditinggal kedua orang tuanya padahal tidak
adanya penunjukan wali oleh orang tuanya;
19) Pembebanan kewajiban ganti kerugian terhadap
wali yang telah menyebabkan kerugian atas harta
benda anak yang ada dibawah kekuasaannya;
20) Penetapan asal usul seorang anak;
21) Putusan tentang hal penolakan pemberian
keterangan untuk melakukan perkawinan
campuran;
22) Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang
terjadi sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut
peraturan yang lain.
b. Perkara di bidang kewarisan, wasiat dan hibah,
berdasarkan hukum Islam. Sebagaimana dimaksud dalam
pasal 49 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989,
yang dimaksud dengan perkara dibidang kewarisan
adalah meliputi penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli
waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan
bagian masing-masing ahli waris, dan melakanakan
pembagian harta peninggalan tersebut.
B. Pembahasan
1) Kewenangan PA dalam Menyelesaikan Sengketa
Syari’ah: Kewenangan Pengadilan Agama untuk
menyelesaikan perkara ekonomi syari’ah didasarkan atas
ketentuan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
yang menyatakan bahwa: “Pengadilan Agama bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara
di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam
di bidang: Perkawinan; dst”. Berdasarkan ketentuan Pasal 49
tersebut, Pengadilan Agama bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara perkawinan,
waris, wasiat, hibah, waqaf, zakat, infaq, shadaqah, dan
ekonomi syari’ah. Oleh karena itu, terhitung mulai tanggal 20
Maret 2006 penyelesaian perkara ekonomi syari’ah menjadi
kewenangan absolut Pengadilan Agama. Sebelum
diundangkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
tersebut memang belum pernah ada peraturan Perundang-
undangan yang secara khusus melimpahkan kewenangan
kepada pengadilan tertentu untuk memeriksa dan mengadili
perkara ekonomi syari’ah.
Namun demikian, meskipun Pengadilan Agama telah
diberi kewenangan untuk memeriksa, mengadili, dan
menyelesaikan perkara ekonomi syari’ah, ternyata hal tersebut
tidak dibarengi pula dengan perangkat hukum yang
mengaturnya lebih lamjut, baik perangkat hukum materiil
maupun perangkat hukum formil. Oleh sebab itu dalam
rangka pelayanan kepada masyarakat dan supaya Pengadilan
Agama dapat segera melakukan tugas-tugas barunya, maka
harus dilakukan terobosan hukum guna memenuhi
perkembangan kebutuhan hukum masyarakat. Di antara
terobosan-terobosan tersebut adalah :
1) Melakukan penafsiran argumentum per-analogian,
yaitu; dengan memperluas berlakunya peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang kegiatan
ekonomi pada umumnya terhadap kegiatan ekonomi
syari’ah karena adanya persamaan-persamaan antara
keduanya.
2. Menerapkan asas lex posterior derogat legi apriori,
yakni bahwa hukum yang baru mengalahkan hukum
yang lama. Dengan demikian, maka ketentuan-
ketentuan hukum yang lama yang dahulu tidak berlaku
pada Pengadilan Agama menjadi berlaku karena
adanya kesamaan-kesamaan antara keduanya dan
atauran-aturan yang berkaitan dengan ekonomi syari’ah
yang dahulu bukan menjadi kewenangan Pengadilan
Agama maka sekarang menjadi kewenangan
Pengadilan Agama dengan adanya Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006, sepanjang berkenaan dengan
ekonomi syari’ah.
Di antara peraturan Perundang-undangan yang mengatur
kegiatan ekonomi adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
(ADR) dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 Tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang.
Melalui penafsiran argumentum per analogian (analogi), maka
ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 dan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tersebut diberlakukaan
pada Pengadilan Agama.
Kata-kata “Pengadilan Negeri” atau “Pengadilan Umum”
dalam Undang-Undang tersebut dapat diberlakukan pada
“Pengadilan Agama” atau “Peradilan Agama” sepanjang
menyangkut ekonomi syari’ah. Berbagai ketentuan tentang
badan arbitrase dalam Undang-Undang tersebut secara mutatis
mutandis diterapkan pada Badan Arbitrase Syari’ah Nasional
(BASYARNAS) sebagai satu-satunya badan arbitrase dalam
ekonomi syari’ah yang ada di Indonesia. Demikian juga
halnya tentang kepailitaan. Dengan mengadopsi dua Undang-
Undang tersebut maka dapat dipakai sebagai pedoman dalam
menyelesaikan perkara yang berkaitaaan dengan alternatif
penyalesaian sengketa, arbitrase, dan kepailitan di bidang
ekonomi syari’ah pada Pengadilan Agama.
Berdasarkan ketentuan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, maka
kewenangan Pengadilaan Agama dalam menangani perkara
ekonomi syari’ah ini meliputi:
1. Menunjuk arbiter dalam hal para pihak tidak dapat
mencapai kesepakatan mengenai pemilihan arbiter atau
tidak ada ketentuaan yang dibuat mengenai
pengangkatan arbiter (Pasal 13-14 Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999).
2. Memutus hak ingkar yang diajukan oleh para pihak atau
salah satu dari mereka terhadap arbiter yang diangkat
oleh Ketua Pengadilan Agama (Pasal 22-25 Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 1999).
3. Membatalkan keputusan BASYARNAS manakala
dalam putusan BASYARNAS terdapat hal-hal yang
menjadikan keputusan itu tidak valid lagi karena: (1).
Adanya surat (dokumen) palsu yang menjadi dasar
keputusan, (2). Ada dokumen yang ternyata
disembunyikan oleh pihak lawan sehinggaa merugikan
pihak lain, atau (3) Karena keputusaan didasarkan atas
tipu muslihat dari pihak lawan sehingga merugikan
pihak lainnya (Pasal 70 Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1999);
4. Melaksanakan keputusan badan alternatif penyelesaian
sengketa (ADR) dan keeputusan BASYARNAS
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B70
melalui eksekussi paksa manakala diperlukan (Pasal
59-63 Undang-Undang Nomor30 Tahun 1999).
Keputusan tersebut dapat dieksekusi oleh Pengadilan
Agama selambat-lambatnyaa 30 hari setelaah
penandatanganan keputusan tersebut (Pasal 6 ayat (7)
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999). Apabila
ketentuan ini tidak diindahkan maka keputusan tersebut
tidak dapat dieksekusi (Pasal 59 ayat (4) Undang-
Undang Nomor30 Tahun 1999);
5. Menyatakan pailit debitur yang mempunyai dua atau
lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu
utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih (Pasal 1
ayat (1) Undang-Undang Nomor4 Tahun 1998);
6. Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa
ekonomi syari’ah (Pasal 49 Undang-Undang Nomor3
Tahun 2006), dalam [9]
Uraian di atas telah menjelaskan tentang hal ihwal yang
terkait dengan kewenangan absolut Pengadilan Agama dalam
menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah. Sedangkan
mengenai Pengadilan Agama mana yang paling berwenang
menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah apabila ternyata
antara pihak penggugat dan pihak tergugat berbeda alamat
tempat tinggal bahkan obyek sengketa juga berada di tempat
yang berlainan dengan kedua belah pihak yang berperkara.
Mengenai hal ini berdasarkan ketentuan pasal 118 ayat (1)
HIR/Pasal 142 ayat (1) RBg., Pengadilan Agama yang
berwenang menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah adalah
Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya meliputi tempat
tinggal tergugat, sesuai asas actor sequitur forum rei.
Sedangkan apabila obyek gugatannya itu mengenai benda
tetap berlaku aturan sebagaimana diatur dalam pasal 118 ayat
(3) HIR/pasal 142 ayat (5) RBg., yakni gugatan dapat diajukan
ke Pengadilan Agama di mana letak atau lokasi obyek sengketa
tersebut berada di wilayah hukumnya, sesuai dengan asas
forum rei sitae. Atau dapat juga diajukan gugatan ke
Pengadilan Agama tertentu yang telah menjadi kesepakatan
kedua belah pihak yang tertuang di dalam akta perjanjian yang
telah dibuat sebelumnya ( Pasal 118 ayat (4) HIR/pasal 142
ayat (4) RBg.). Apabila ternyata para tergugat berada pada
tempat tinggal yang berlain-lainan, maka gugatan bisa
diajukan ke Pengadilan Agama yang wilayah hukumnya
meliputi tempat tinggal salah seorang tergugat yang ada (Pasal
118 ayat (2) HIR/Pasal 142 ayat (3) RBg.).
1) Tatacara Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah
pada PA:Dalam referensi 10, dinyatakan bahwa apabila
perkara ekonomi syari’ah diajukan ke Pengadilan Agama,
maka Pengadilan Agama wajib memeriksa, memutus dan
menyelesaikannya secara profesional, yakni pertama: dengan
proses yang sederhana, cepat, dan biaya ringan; kedua: dengan
pelayanan yang prima, yaitu pelayanan secara resmi, adil,
ramah, rapi, akomodatif, manusiawi, dan tertib; dan ketiga:
dengan hasil (keputusan) yang tuntas, final dan memuaskan.
Dalam menyelesaikan perkara ekonomi syari’ah, maka
Pengadilan Agama harus menjalankan fungsi holistik
pengadilan, yaitu sebagai pelayaan hukum dan keadilan
kepada para pencari keadilan, sebagai penegak hukum dan
keadilan terhadap perkara yang dihadapi, dan sebagai pemulih
kedamaian antara pihak-pihak yang bersengketa.Tugas pokok
hakim adalah menegakkan hukum dan keadilan serta
memulihkan hubungan sosial antara pihak-pihak yang
bersengketa melalui proses peradilan.
Sebagai penegak hukum, hakim berkewajiban untuk
memeriksa (mengkonstatir) apakah akad (perjanjian) antara
para pihak telah dilakukan sesuai dengan ketentuan syari’ah
Islam, yakni memenuhi syarat dan rukun sahnya suatu
perjanjian yang berupa: 1).asas kebebasan berkontrak; 2). asas
persamaan dan kesetaraan, 3). asas keadilan, 4). asas kejujuran
dan kebenaran, 5). asas tidak mengandung unsur riba dengan
segala bentuknya, 6). asas tidak ada unsur gharar atau tipu
daya, 7). asas tidak ada unsur maisir atau spekulasi, 8). asas
tidak ada unsur dhulm atau ketidak-adilan, 9). asas tertulis,dan
lain sebagainya sesuai dengan obyek (jenis) kegiatan ekonomi
syari’ah tertentu.
Apabila perjanjian (akad) tersebut telah memenuhi syarat
dan rukunnya maka perjanjian (akad) tersebut adalah syah dan
mempunyai kekuataan hukum. Namun jika ternyata tidak
memenuhi syarat dan rukunnya, maka akad tersebut tidak sah
dan karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum sehingga
tidak mengikat kedua belah pihak. Dalam hal ini, maka hakim
karena jabatannya berwenang untuk mengesampingkan
bagian-bagian yang tidak sesuai (menyimpang) dari syarat
rukunnya tersebut untuk kemudian mengambil langkah-
langkah yang sejalan dengan ketentuan syari’ah Islam dan
mengembalikan kepada asas-asas tersebut. Asas-asas yang
bersifat dwangen recht ditegakkan secara imperatif,
sedangkan asas-asas yang bersifat anvullen recht ditegakkan
secara fakultatif.
Sebagai penegak keadilan, hakim wajib memeriksa pokok
gugatan dengan membuktikan (mengkonstatir) dalil-dalil
gugatan yang dijadikan dasar tuntutan (petitum). Hakim harus
membuktikan fakta-fakta yang dijadikan dasar gugatan,
menetapkan siapa-siapa yang terbukti melakukan wanprestasi
untuk kemudian menghukum yang bersangkutan untuk
memenuhi prestasi yang seharusnya ia lakukan agar pihak lain
tidak dirugikan dan terciptalah rasa keadilan antara kedua
belah pihak. Sebagai pemulih hubungan sosial (kedamaian),
maka hakim wajib menemukan apa yang menjadi penyebab
timbulnya sengketa antara kedua belah pihak.
Suatu sengketa dapat saja timbul karena: kesahpahaman,
perbedaan penafsiran, ketidakjelasan perjanjian (akad),
kecurangan, ketidakjujuran, ketidakpatutan, ketersinggungan,
kesewenang-wenangan atau ketidakadilan, ketidakpuasan,
kejadian tak terduga, prestasi tidak sesuai dengan penawaran,
prestasi tidak sesuai dengan spesifikasinya, prestasi tidak
sesuai dengan waktunya, prestasi tidak sesuai dengan aturan
main yang diperjanjikan, prestasi tidak sesuai dengan layanan
atau birokrasi yang tidak masuk dalam akad, lambatnya proses
kerja, atau wanprestasi sepenuhnya, dan lain sebagainya.
Dengan mengetahui apa penyebab timbulnya sengketa maka
hakim akan apat memilih dan menemukan cara yang tepat
untuk menyelesaikan sengketa antara kedua belah pihak.
Tugas Pengadilan Agama bukan sekedar memutus perkara
melainkan menyelesaikan sengketa sehingga terwujud
pulihnya kedamaian antara pihak-pihak yang bersengketa,
tercipta adanya rasa keadilan pada masing-masing pihak yang
berperkara dan terwujud pula tegaknya hukum pada perkara
yang diperiksa dan diputus tersebut.
Dengan berpegang pada asas-asas proses penyelesaian
perkara yang baik, hakim menyelesaikan perkara dengan
berpedoman pada hukum acara perdata yang ada dengan
penyesuaian pada karakteristik sengketa ekonomi syari’ah.
Proses peradilannya dilakukan sesuai dengan hukum acara
perdata yang berlaku pada Pengadilan Agama.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B71
Proses penyelesaian perkara sengketa ekonomi syari’ah
dilakukan hakim dengan tata urutan sebagai berikut :
1. Hakim memeriksa apakah syarat administrasi telah
tercukupi atau belum. Administrasi perkara ini
meliputi berkas perkara yang didalamnya telah
dilengkapi dengan kuitansi panjar biaya perkara,
nomor perkara, penetapan majelis hakim, dan
penunjukan panitera sidang;
2. Hakim memeriksa syarat formil perkara yang
meliputi kompetensi dan kecakapan penggugat,
kompetensi Pengadilan Agama baik secara absolut
maupun relatif. Apabila ternyata para pihak telah
terikat dengan perjanjian arbitrase, maka PA tidak
berwenang memeriksa dan mengadilinya (Pasal 3
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999):
3. Apabila syarat formil telah terpenuhi berarti hakim
dapat melanjutkan untuk memeriksa pokok perkara.
Dalam persidangan ini, tugas pertama dan utama
hakim adalah berusaha mendamaikan kedua belah
pihak sesuai dengan PERMA Nomor 2 Tahun 2003
dan PERMA Nomor 1 Tahun 2002.Apabila tercapai
perdamaian, maka hakim membuat akta perdamaian.
Apabila tidak dapat dicapai perdamaian maka
pemeriksaan dilanjutkan ke tahap berikutnya.
4. Hakim melakukan konstatiring terhadap dalil-dalil
gugat dan bantahannya melalui tahap-tahap
pembacaan surat gugatan, jawaban tergugat, replik,
duplik, dan pembuktian.
5. Hakim melakukan kualifisiring melalui kesimpulan
para pihak dan musyawarah hakim.
6. Hakim melakukan konstituiring yang dituangkan
dalam surat putusan.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan data dan hasil analisa di atas dapat diambil
beberapa kesimpulan, di antaranya sebagai berikut :
1. Pengadilan Agama berwenang memeriksa, mengadili
dan menyelesaian perkara sengketa ekonomi syari’ah
karena sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar
1945 pasal 24 ayat (2) joncto pasal 2 dan pasal 49
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 tentang Peradilan agama.
2. Hukum acara yang berlaku bagi Peradilan Agama
didalam menyelesaikan sengketa ekonomi syari’ah
sebelum diberlakukannya atau diundangkannya
peraturan perundangan yang khusus untuk itu adalah
hukum acara perdata yang berlaku bagi Peradilan
Umum.
3. Tugas Pengadilan Agama bukan sekedar memutus
perkara melainkan menyelesaikan sengketa sehingga
terwujud pulihnya kedamaian antara pihak-pihak
yang bersengketa, tercipta adanya rasa keadilan pada
masing-masing pihak yang berperkara
REFERENSI
[1] Rifyal Ka'bah, “Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari'ah Sebagai
Sebuah Kewenangan Baru Peradilan Agama,” dalam Varia
Peradilan.tahun ke XXI, NOMOR.245 April, 2006. [2] pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman.
[3] Gita Danupranata, Ekonomi Islam, cetakan pertama,Yogyakarta : UPFE-UMY,2006.
[4] Karnaen A. Perwatmadja, “Membumikan Ekonomi Islam di
Indonesia,” dalam Sofiniyah Ghufron (Penyunting) Briefcase Book Edukasi Profesional Syari’ah, Konsep dan Implementasi Bank
Syari’ah, cetakan Pertama, Jakarta: Renaisan, 2005.
[5] M. Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997.
[6] Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan,
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003.
[7] Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah,terj. Mudzakir AS, jilid XIV,Bandung:
Alma’arif,1993. [8] M. Yahya Harahap, Arbitrase, Jakarta: Pustaka Kartini, 1991.
[9] Abdullah Dhia, dkk, “Sengketa Ekonomi Syari’ah pada Pengadilan
Agama,”Makalah,Yogyakarta: PPSMSI-UII, 2006. [10] Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam, Jakarta:
RajaGrapindo Persada, 2009
[11] Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam,Jakarta: RajaGrapindo Persada, 2006
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B72
Pengaruh BOPO, CAR, SBIS Dan Kurs Terhadap Profitabilitas Pada Bank Umum Syariah
Di Indonesia
Faisal Maulana1, Yeni Irawan2, Muhammad Suip3
1,2,3 Jurusan Tata Niaga Politeknik Negeri Lhokseumawe
Jln. B.Aceh Medan Km.280 Buketrata 24301 INDONESIA [email protected]
Abstrak— Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Biaya Operasional pada Pendapatan Operasional (BOPO), Capital
Adequacy Ratio (CAR), Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan Kurs terhadap Return on Assets (ROA) pada Bank Umum
Syariah di Indonesia Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bulanan yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia (BI)
serta data Statistik Perbankan Syariah yang dipublikasikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2015 sampai 2018. Metode
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa secara simultan (Uji F) variabel BOPO, CAR, SBIS dan Kurs berpengaruh signifikan terhadap ROA. Selanjutnya, secara
parsial (Uji t) variabel BOPO dan Kurs berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA. CAR berpengaruh Positif dan signifikan
terhadap ROA. Sedangkan variabel SBIS berpengaruh Positif namun tidak signifikan terhadap ROA. Hasil dari Koefisien
determinasi dalam penelitian ini adalah 0,735 atau 73,5% artinya bahwa variabel dependent yaitu ROA dipengaruhi oleh variabel
independent yaitu BOPO, CAR, SBIS dan Kurs adalah sebesar 0,735 atau 73,5%, dan sisanya yaitu 0,265 atau 26,5% variabel
dependent yaitu ROA dipengaruhi oleh variabel independent lainnya di luar penelitian ini.
Kata kunci— Return on Assets (ROA), Biaya Operasional pada Pendapatan Operasional (BOPO), Capital Adequacy Ratio (CAR), Sertifikat
Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan Kurs.
Abstract— This study aims to determine the effect of Operational Costs on Operating Income (BOPO), Capital Adequacy Ratio (CAR),
Sharia Bank Indonesia Certificates (SBIS) and Exchange Rates on Return on Assets (ROA) in Islamic Commercial Banks in Indonesia
Data used in this study is monthly data published by Bank Indonesia (BI) and Sharia Banking Statistics data published by the Financial
Services Authority (OJK) for the period 2015 to 2018. The data analysis method used in this study is multiple linear regression analysis.
The results of this study indicate that simultaneously (Test F) variables BOPO, CAR, SBIS and Exchange Rate have a significant effect
on ROA. Furthermore, partially (t test) variable BOPO and Exchange have a negative and significant effect on ROA. CAR has a positive
and significant effect on ROA. Then the SBIS variable has a positive but not significant effect on ROA. The results of determination
coefficient in this study are 0.735 or 73.5%, which means that the dependent variable, ROA is influenced by independent variables, namely
BOPO, CAR, SBIS and Exchange Rate is 0.735 or 73.5%, and the remaining 0.265 or 26.5% dependent variable influenced by other
independent variables outside of this study.
Keywords— Return on Assets (ROA), Operational costs on Operating Income (BOPO), Capital Adequacy Ratio (CAR), Indonesian Sharia
Bank Certificate (SBIS) and Exchange Rates.
I. PENDAHULUAN
Indonesia memiliki penduduk yang dominannya adalah
muslim sehingga, aktivitas perekonomian penduduknya juga
tidak lepas dari nilai-nilai islam yang terkandung di dalamnya.
Saat menjalankan aktivitas ekonomi, pastinya masyarakat
tidak terlepas dari transaksi keuangan, maka oleh itu,
diperlukan adanya suatu lembaga keungan yang terkandung
didalamnya nilai-nilai islami guna untuk menjamin transaksi
masyarakatnya agar benar dan sesuai dengan ajaran islam.
Zaman yang semakin modern ini, menuntut masyarakat untuk
berbuat yang serba praktis tidak terkecuali dalam hal
menabung. Perbankan merupakan lembaga keuangan yang
bertugas menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan
kembali ke masyarakat guna memenuhi kebutuhan dana bagi
pihak yang membutuhkan. Lembaga perbankan di Indonesia
telah terbagi menjadi dua jenis yaitu, bank yang bersifat
konvensional dan bank yang bersifat syariah.
Dewasa ini, bank syariah di Indonesia mengalami
perkembangan yang sangat pesat dan perkembangan ini dapat
dilihat pada semakin meluasnya jumlah bank syariah di
Indonesia. Pada tahun 2017, perbankan syariah telah memiliki
jaringan bank sebanyak 12 Bank Umum Syariah (BUS), 21
Unit Usaha Syariah (UUS) dan 167 Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS) dengan total jaringan kantor mencapai 2.610
yang tersebar hampir di seluruh Indonesia
(http//www.ojk.go.id).
Dengan perkembangan bank syariah yang sangat
pesat ini, maka pihak bank syariah haruslah dapat
meningkatkan kinerja perbankannya terutama di bidang
keuangan.
Profitabilitas merupakan suatu indikator yang paling
tepat dalam mengukur kinerja keuangan suatu perbankan.
Pada Perbankan, untuk mengukur profitabilitas umumnya
menggunakan Return on Asset (ROA) dan Return on Equity
(ROE). Namun, pada penelitian ini hanya menggunakan ROA
sebagai indikator mengukur kinerja keuangan pada perbankan.
Profitabilitas bank merupakan fungsi dari faktor
internal dan eksternal dari sebuah bank. Faktor internal
merupakan faktor spesifik bank yang akan menentukan
profitabilitas sedangkan faktor eksternal merupakan variabel
yang tidak memiliki hubungan langsung dengan kinerja
manajemen bank, tetapi secara tidak langsung faktor ini
mempengaruhi faktor perekonomian negara yang berdampak
pada kinerja keuangan terutama pada perbankan. Menurut
Widyaningrum : 2015, pada faktor internal perusahaan,
terdapat beberapa rasio keuangan yang dapat mempengaruhi
ROA, antara lain BOPO dan CAR. Sedangkan variabel
eksternal yang digunakan pada penelitian ini adalah SBIS dan
Kurs.
Jadi, dengan menggunakan beberapa variabel dari
faktor internal dan eksternal diatas, maka pihak perbankan
syariah dapat meningkatkan kinerja perbankannya di bidang
keuangan untuk menjadi bank yang terus berkembang dan
efisien.
Mengacu pada latar belakang diatas, maka rumusan
masalah yang muncul pada penelitian ini adalah apakah
BOPO, CAR , SBIS dan Kurs secara simultan dan parsial
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B73
berpengaruh signifikan terhadap Profitabilitas pada Perbankan
Syariah di Indonesia dan dengan ditemukannya rumusan
masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh BOPO, CAR, SBIS dan Kurs secara
simultan dan parsial terhadap Profitabilitas pada Perbankan
Syariah di Indonesia.
II. METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
pertumbuhan profitabilitas dan juga mengetahui apakah Biaya
Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO), Capital
Adequacy Ratio (CAR), Sertifikat Bank Indonesia Syariah
(SBIS) dan Kurs apakah berpengaruh terhadap Profitabilitas
pada Perbankan Syariah di Indonesia periode 2015-2018. Pada
penelitian ini, data yang digunakan adalah data sekunder yang
bersifat Time Series (deret waktu).
Dalam penelitian ini, data pada setiap variabel
diperoleh dari website resmi Bank Indonesia melalui situs
www.bi.go.id dan juga pada website resmi Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) melalui www.ojk.go.id.
B. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode regresi linier
berganda untuk menglihat pengaruh variabel bebas yaitu
BOPO, CAR, SBIS dan Kurs terhadap variabel terikat yaitu
ROA pada Bank Umum Syariah di Indonesia. Adapun
persamaan regresi linier berganda yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4LnX4 + Ɛ
Dimana :
Y = Profitabilitas (ROA)
a = Konstanta
b1. . .b2 = Koefisien Determinasi
X1 = Biaya Operasional terhadap Pendapatan
Operasional
X2 = Capital Adequacy Ratio
X3 = Sertifikat Bank Indonesia Syariah
X4 = Kurs
LN = Logaritma Natural
Ɛ = Error Term
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Hasil dari uji normalitas digunakan untuk melihat
tingkat kenormalan dari sebuah data. Untuk mengetahui
bentuk distribusi data yang normal, dapat menggunakan uji
one sample kolmogorov-smirnov dengan tingkat signifikansi
0,05.
Tabel. 1
Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Asymp. Sig. (2-tailed) 0.222
Sumber: Data Hasil Penelitian (diolah)
Nilai signifikansi yang diperoleh adalah sebesar 0,222.
Berdasarkan hasil dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa
nilai signifikansi lebih besar dari pada nilai probalitias nya,
yaitu 0,222 > 0,05 sehingga dapat dinyatakan bahwa
penelitian ini sudah memenuhi syarat uji normalitas.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan menglihat apakah ada
atau tidaknya sebuah variabel independen yang memiliki
kemiripan dengan variabel independen lainnya dalam satu
model. Untuk mengetahui adanya multikolinearitas pada suatu
model dapat menggunakan beberapa cara, antara lain
menggunakan nilai Variance Inflation Factor (VIP) dan nilai
Tolerance. Nilai VIF dan Tolerance dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel. 2
Hasil uji multikolinearitas
Variabel Tolerance VIF
BOPO ,543 1,840
CAR ,287 3,489
SBIS ,673 1,485
Kurs ,338 2,961
Sumber: Data Hasil Penelitian (diolah)
Berdasarkan Tabel 1 di atas, melihat pada nilai
Tolerance dan VIF menunjukkan bahwa tidak ada variabel
yang memiliki nilai Tolerance lebih dari 0,10 dan tidak ada
nilai VIF yang kurang dari 10 sehingga dapat disimpulkan
bahwa tidak terjadi korelasi antara variabel independen juga
tidak terjadinya multikolinearitas pada model regresi.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji
apakah dalam model regresi linier terjadi ketidaksamaan
varian dari residual satu pengamatan ke lainnya. Cara
memprediksi ada tidaknya heteroskedastisitas pada suatu
model dapat dilihat dari pola gambar Scatterplot model
penelitian dengan dasar pengambilan keputusan, yaitu:
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk
suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar
kemudian menyempit), maka terjadi heteroskedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, seperti titik-titik menyebar
di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak
terjadi heteroskedastisitas.
Gambar.1 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Dari hasil pengujian diatas , maka dapat disimpulkan
bahwa model regresi linier berganda terbebas dari asumsi
klasik heteroskedastisitas dan layak digunakan dalam
penelitian.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B74
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk menguji apakah
dalam sebuah model regresi linear adanya korelasi antara
residual pada periode t dengan residual pada periode t-1
(sebelumnya). Adanya autokorelasi atau tidak dalam sebuah
penelitian dapat dilihat dengan cara menggunakan uji Durbin-
Watson (DW test). Berikut ini adalah aturan pengujiannya:
a. 1,65 < DW < 2,35: tidak terjadi autokorelasi.
b. 1,21 < DW < 1,65 atau 2,35 < DW < 2,79: tidak dapat
disimpulkan.
c. DW < 1,21 atau DW > 2,79: terjadi autokorelasi.
Tabel. 3
Hasil uji Autokorelasi
Model Durbin-Watson
Regression 1,914
Sumber: Data Hasil Penelitian (diolah)
Berdasarkan hasil pengolahan data tersebut dapat
dijelaskan bahwa nilai Durbin-Watson sebesar 1,914.
Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan DW hitung yang
diperoleh adalah 1,65 < 1,914 < 2,35 maka dapat disimpulkan
bahwa tidak terdapat masalah autokorelasi pada penelitian ini.
Analisis Regresi Berganda
Hasil analisis regresi linier berganda dilakukan untuk
mengetahui pengaruh variabel bebas secara keseluruhan
terhadap variabel terikat. Berdasarkan hasil analisis regresi
berganda, maka dapat dilihat sebagai berikut:.
ROA = 32,174 - 0,050 BOPO + 0,122 CAR + 0,026 SBIS -
2,597 LN_Kurs
Uji Hipotesis
a. Uji Statistik F
Uji signifikansi simultan atau disebut juga Uji F
digunakan dalam penelitian untuk menguji hipotesis yang
menjelaskan tentang adakah pengaruh pada variabel
independent terhadap variabel dependent yang di uji secara
bersama-sama (simultan). Hasil pengujian signifikansi
simultan ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4
Hasil Uji F
Model F Sig.
Regression 30,563 ,000a
Sumber : Data Hasil Penelitian (diolah)
Berdasarkan Tabel 4 di atas, didapati nilai Fhitung
sebesar 30,563 dengan tingkat signifikan sebesar 0,000
dengan demikian maka Fhitung lebih besar dari Ftabel sebesar
3,245 oleh karena itu hipotesis H0 ditolak dan Ha diterima
yang artinya bahwa variabel independen secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen .
b. Uji Statistik t
Uji signifikansi parsial atau disebut juga Uji t
digunakan dalam penelitian ini untuk menguji hipotesis yang
menjelaskan tentang apakah ada pengaruh pada variabel
independent terhadap variabel dependent yang di uji secara
satu per satu (parsial).
Hasil uji t dapat dilihat pada tabel coefficient pada
kolom sig (significance), jika probabilitas nilai t atau
signifikansi < (α = 0,05) maka dapat dikatakan bahwa terdapat
pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat
secara parsial. Berikut adalah hasil uji statistik t.
Tabel 5
Hasil Uji t
Model t Sig.
(Constant)
BOPO
CAR
SBIS
LN_Kurs
3,123
-4,404
5,124
0,519
-2,759
0,003
0,000
0,000
0,606
0,008
Sumber : Data Hasil Penelitian (diolah)
1. BOPO
Uji t dua sisi dengan (α = 0,025) ditemukan bahwa
nilai dari ttabel adalah -2,017 dan dapat dijelaskan bahwa
variabel BOPO memiliki nilai thitung < ttabel, yaitu -4,404 < -
2,017 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 < 0,025 yang
artinya bahwa H0 diterima dan Ha ditolak sehingga dapat
disimpulkan bahwa variabel BOPO berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap variabel ROA.
2. CAR
Selanjutnya pada variabel CAR, nilai thitung > ttabel
yaitu 5,124 > -2,017 dengan tingkat signifikansi 0,000 <
0,025 yang artinya H0 ditolak dan Ha diterima, sehingga
dapat dikatakan bahwa variabel CAR berpengaruh
signifikan terhadap variabel ROA.
3. SBIS
Lalu pada variabel SBIS memiliki nilai thitung > ttabel ,
yaitu 0,519 > -2,017 dengan tingkat signifikansi sebsar
0,606 > 0,025 yang artinya Ha diterima dan H0 ditolak dan
dapat disimpulkan bahwa variabel SBIS berpengaruh
positif namun tidak signifikan terhadap ROA.
4. Kurs
Variabel Kurs memiliki nilai thitung < ttabel yaitu -2,759
< -2,017 dengan tingkat signifikansi 0,008 < 0,025 yang
artinya H0 diterima dan Ha ditolak dan dapat disimpulkan
bahwa variabel Kurs tidak berpengaruh signifikan
terhadap variabel ROA.
Koefisien Determinasi
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan SPSS 18
maka, diperoleh nilai R Square (R2) adalah sebagai berikut
Model R. Square
Regression .735
Sumber : Data Hasil Penelitian (diolah)
Dari hasil pengolahan data di atas, maka nilai R2 adalah
sebesar 0,735 atau 73,5% yang dapat di artikan bahwa
variabel dependent yaitu ROA dipengaruhi oleh variabel
independent yaitu BOPO, CAR, SBIS dan Kurs adalah
sebesar 0,735 atau 73,5%, sedangkan sisanya yaitu 0,265 atau
26,5%, variabel dependent yaitu ROA dipengaruhi oleh
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B75
variabel independent lainnya yang tidak diketahui dan tidak
ditemukan dalam penelitian ini.
Pembahasan
1. Pengaruh BOPO, CAR, SBIS dan Kurs terhadap ROA
pada Bank Umum Syariah di Indonesia
Dalam memprediksi pengaruh variabel independent
terhadap variabel dependent untuk memperoleh keyakinan
pada suatu model regresi, diperlukanlah uji signifikansi secara
simultan (Uji F). Uji ini dilakukan untuk melihat pengaruh
variabel independent yang di uji secara simultan(bersama-
sama) terhadap variabel dependent.
Berdasarkan hasil dari pengujian signifikansi secara
simultan (Uji F) pada tabel 4.6, diketahui nilai Fhitung
berjumlah 30,563 lebih besar dari pada Ftabel yaitu sebesar
2,589 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 yang
artinya bahwa H0 ditolak dan Ha diterima, dengan kata lain,
secara bersama-sama (simultan) variabel independent yaitu
BOPO, CAR, SBIS dan Kurs berpengaruh positif dan
signifikan terhadap variabel dependent yaitu ROA pada Bank
Umum Syariah di Indonesia.
Berdasarkan hasil pengujian pada tabel 4.6,
menujukkan bahwa adanya pengaruh yang signifikan antara
variabel independent yaitu BOPO, CAR, SBIS dan Kurs
terhadap ROA sehingga pihak perbankan dapat meningkatkan
pendatapatannya melalui aktiva yang produktif yang dimiliko
oleh pihak bank misalnya Pembiayaan. Tingginya aktiva akan
meningkatkan pendapatan bank yang tinggi pula, dengan kata
lain tingginya sebuah aktiva produktif akan berpengaruh
dalam meningkatkan profit sebuah bank.
2. Pengaruh BOPO terhadap ROA pada Bank Umum
Syariah di Indonesia
Hasil yang didapatkan pada tabel 4.7 , uji signifikansi
parsial (Uji t) pada Variabel BOPO diketahui bahwa nilai
thitung < ttabel, yaitu -4,404 < -2,017 dengan tingkat signifikansi
sebesar 0,000 < 0,025. Maka H0 diterima dan Ha ditolak
sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel BOPO
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap variabel ROA
pada Bank Umum Syariah di Indonesia.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori BOPO yang
dikemukakan oleh Mansur (2015:24) yaitu semakin rendah
rasio BOPO berarti semakin efisien pula bank tersebut dalam
mengendalikan biaya perasionalnya, dengan adanya efisiensi
biaya maka, keuntungan yang diperoleh bank dari
operasionalnya akan semakin besar.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian
Wibowo dan Syaichu (2013) yang judul penelitiannya adalah
Analisis Pengaruh Suku Bunga, Inflasi, CAR, BOPO dan NPF
Terhadap Profitabilitas Bank Syariah serta penelitian Hakiim
dan Rafsanjani (2016) yang berjudul Pengaruh Internal CAR,
FDR dan BOPO dalam Peningkatan Profitabilitas Industri
Perbankan Syariah di Indonesia yang hasil dari penelitian
keduanya menunjukkan variabel BOPO berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap ROA
.
3. Pengaruh CAR terhadap ROA pada Bank Umum
Syariah di Indonesia
Hasil yang didapatkan pada tabel 4.7 , uji signifikansi
parsial (Uji t) pada Variabel CAR diketahui bahwa nilai thitung
> ttabel, yaitu 5,124 > -2,017 dengan tingkat signifikansi 0,000
< 0,025 yang artinya H0 ditolak dan Ha diterima, sehingga
variabel CAR dapat dikatakan bahwa berpengaruh positif dan
signifikan terhadap variabel ROA pada Bank Umum Syariah
di Indonesia.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sesuai
dengan teori Werdaningtyas dalam penelitian Wibowo dan
Syaichu (2013) yang menjelaskan bahwa variabel CAR dapat
mempengaruhi tingkat profitabilitas pada bank syariah.
Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank
tersebut untuk menanggung risiko dari setiap aktiva produktif
yang berisiko. Jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut
mampu membiayai kegiatan operasional dan memberikan
kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas. Tingginya
rasio modal dapat melindungi deposan dan meningkatkan
kepercayaan masyarakat kepada bank, dan pada akhirnya
dapat meningkatkan mendapatan suatu bank.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Setiawan
dan Indriani (2016) yang menemukakan bahwa variabel CAR
berpengaruh positif terhadap profitabilitas. Namun, penelitian
ini bertentangan dengan hasil penelitian yang diteliti oleh
Wibowo dan Syaichu (2013), yang hasil penelitiannya
menjelaskan bahwa CAR tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap ROA.
4. Pengaruh SBIS terhadap ROA pada Bank Umum
Syariah di Indonesia
Hasil yang didapatkan pada tabel 4.7 , uji signifikansi
parsial (Uji t) pada Variabel SBIS diketahui bahwa nilai thitung
> ttabel, yaitu yaitu 0,519 > -2,017 dengan tingkat signifikansi
sebsar 0,606 > 0,025 yang artinya Ha diterima dan H0 ditolak
dan dapat disimpulkan bahwa variabel SBIS berpengaruh
positif namun tidak signifikan terhadap ROA pada Bank
Umum Syariah di Indonesia.
Hal ini berarti SBIS secara tidak langsung
mempengaruhi Profitabilitas namun tidak signifikan. Berarti ,
dapat dikatakan bahwa tidak sepenuhnya variabel SBIS dapat
mempengaruhi besar nya Profitabilitas pada Bank Umum
Syariah di Indonesia. Hasil penelitian ini juga bertentangan
dengan penelitian yang ditemukan oleh Ubaidillah (2016)
yang dalam penelitiannya menemukan bahwa variabel SBIS
berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas.
5. Pengaruh Kurs terhadap ROA pada Bank Umum
Syariah di Indonesia
Hasil yang didapatkan pada tabel 4.7 , uji signifikansi
parsial (Uji t) pada variabel Kurs diketahui bahwa nilai thitung
< ttabel yaitu -2,759 < -2,017 dengan tingkat signifikansi
0,008 > 0,025 yang artinya H0 diterima dan Ha ditolak dan
dapat disimpulkan bahwa variabel Kurs berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap variabel ROA pada Bank Umum
Syariah di Indonesia.
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini menjelaskan
bahwa jika melemahnya nilai tukar mata uang Rupiah
terhadap Dollar Amerika serikat, maka tidak mempengaruhi
tingkat Profitabilitas (ROA) yang diterima oleh pihak Bank
Umum Syariah di Indonesia. Padahal, jika nilai tukar rupiah
melemah, banyak masyarakat yang akan membutuhkan uang
untuk dipegang dibandingkan dijadikan sebagai simpanan.
Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian
Welta dan Lamiyana (2017) yang judul penelitiannya adalah
Pengaruh CAR, Inflasi dan Nilai Tukar (Kurs) terhadap
Profitabilitas pada Bank Umum Syariah yang menemukan
variabel Nilai tukar (Kurs) berpengaruh postitif dan signifikan
terhadap Profitabilitas.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B76
IV. KESIMPULAN
1. Dari hasil uji signifikansi Simultan (Uji F) dapat
dikatakan bahwa variabel BOPO, CAR, SBIS dan Kurs
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Profitabilitas
(ROA) pada Bank Umum Syariah di Indonesia 2. Dari hasil uji signifikansi Parsial (Uji T) variabel CAR
berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA,
sedangkan variabel BOPO dan Kurs berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap ROA serta variabel SBIS
berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap
ROA.
3. Hasil dari koefisien determinasi (R2) menunjukkan
bahwa variabel ROA mampu menjelaskan variabel
BOPO, CAR, SBIS dan Kurs sebesar 0,735 atau 73,5%.
REFERENSI
[1] Andri, Soemitra. (2009). Bank dan Lembaga Keuangan Syariah.
Prenada Media. Jakarta.
[2] Antonio, Muhammad Syafi’i. (2011). Bank Syari’ah: Dari Teori ke Praktik. Gema Insani. Jakarta.
[3] Ascarya. (2011). Akad & Produk Bank Syari’ah. Rajawali Pers. Jakarta.
[4] Bank Indonesia. (1998). Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Jakarta: Bank Indonesia.
[5] Bank Indonesia. (2008). Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008.
Jakarta: Bank Indonesia. [6] Dwidingga, Yoga. (2015). Analisis Inflasi, GDP, NPF, BOPO, dan NM
terhadap ROA Perbankan Syari’ah di Indonesia Periode 2010-2013.
Skripsi. Jakarta. [7] Husin, Dasmi. (2015). Analisa Laporan Keuangan. Politeknik Negeri
Lhokseumawe. Aceh.
[8] Iska, (2012). Sistem Perbankan Syariah di Indonesia. Perum Griya Wirokerten Indah, Yogyakarta.
[9] Machmud, Amir dan Rukmana. (2010). Bank Syari’ah. Erlangga.
Jakarta.
[10] Mansur, Muhammad Tolkhah. (2015). Pengaruh FDR, BOPO, dan NPF terhadap Profitabilitas Bank Umum Syari’ah Periode 2013-2014.
Skripsi. Semarang
[11] McClave, James T, P. George Bendon and Terry Sincich. (2011). Statistik untuk Bisnis dan Ekonomi. Dialihbahasakan Bob Sabran,
M.M, Erlangga. Jakarta.
[12] Mubarok, E. Saefuddin. (2015). Ekonomi Islam. In Media. Bogor. [13] Murni, Asfia. (2016). Ekonomika Makro. Refika Aditama. Bandung.
[14] Prasanjaya, A.A. Yogi dan I Wayan Ramantha. (2013). Analisis
Pengaruh Rasio CAR, BOPO, LDR dan Ukuran Perusahaan Terhadap Profitabilitas Bank yang Terdaftar di BEI. E-Jurnal Akuntansi
Universitas Udayana. Vol.4 No.1.
[15] Priyanto, Duwi. (2012). Cara Kilat Belajar Analisis Data dengan SPSS 20. Andi. Yogyakarta.
[16] Purnomo, R. Serfianto D., Cita Y. Serfiyani dan Iswi Hariyani. (2013).
Pasar Uang & Pasar Valas. Gramedia. Jakarta. [17] Republik Indonesia. (2008). Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008
Tentang Perbankan Syari’ah. Depkeu. Jakarta.
[18] Safaruddin. (2010). Manajemen Keuangan. Politeknik Negeri Lhokseumawe. Aceh.
[19] Setiawan, U. N. Aji dan Astiwi Indriani. (2016). Pengaruh DPK, CAR,
dan NPF terhadap Profitabilitas Bank Syari’ah dengan Pembiayaan sebagai Variabel Intervening. Jurnal Manajemen Diponegoro Vol.5
No.4.
[20] Sudarsono, Heri. (2012). Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah. Edisi Keempat. Ekonisia. Yogyakarta.
[21] Suprianto, Eko. (2017). Pengaruh Inflasi, SBIS dan Kurs terhadap
Profitabilitas Bank Syari’ah di Indonesia. Tugas Akhir. Aceh. [22] Ubaidillah. (2016). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Profitabilitas Bank Syari’ah di Indonesia. Jurnal Ekonomi Islam Vol.4
No.1. [23] Yaya, Rizal,. Aji E. Martawireja dan Ahim Abdurahim. (2009).
Akuntansi Perbankan Syari’ah. Salemba Empat. Jakarta.
[24] http://www.ojk.go.id. [25] http://www.bi.go.id.
[26]
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B77
Akumulasi Utang Pemerintah, Subsidi Dan Keberlanjutan Fiskal Di Indonesia
Yusri Hazmi1, Faisal2, Intan Cahyani3, Yetty Tri Putri4
Jurusan Tata Niaga Politeknik Negeri Lhokseumawe
Jln. B. Aceh Medan KM 280 Buket Rata 24301 Indonesia [email protected]
Abstrak— Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh utang pemerintah, subsidi terhadap keberlanjutan fiskal di
Indonesia, melalui jalur variabel makro ekonomi yang terdiri: inflasi, nilai tukar, dan suku bunga Bank Indonesia. Pengukuran
keberlanjutan fiskal dengan menggunakan rasio defisit fiskal terhadap PDB. Rasio ini diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara, yakni batas maksimum defisit fiskal terhadap PDB sebesar 3 persen. Penelitian ini menggunakan data
runtun waktu mulai tahun 1975-2017, yang bersumber dari: Bank Indonesia, BPS RI, Kementerian Keuangan RI, dan Badan Fiskal
Nasional. Model ekonometrik ARDL digunakan untuk mengindentifikasi pengaruh jangka pendek antara utang pemerintah dan
belanja subsidi terhadap keberlanjutan fiscal. Sedangkan untuk pengaruh jangka panjang dilakukan dengan kointegrasi Long Run
Bounds Test. Dari hasil pengujian ARDL diperoleh, utang pemerintah, belanja subsidi dan variabel makro ekonomi memiliki pengaruh
signifikan terhadap keberlanjutan fiscal. Utang pemerintah sekarang berpengaruh negative dan signifikan terhadap kebelanjutan
fiskal. Belanja subsidi pengaruh negative dan signifikan terhadap keberlanjutan fiskal pada lag -2 dan lag -3. Inflasi dan suku bunga
Bank Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap keberlanjutan fiscal. Sedangkan kurs berpengaruh negative dan signifikan
terhadap keberlanjutan fiscal pada lag -3 hingga sekarang. Hasil pengujian kointegrasi Long Run Bounds Test menunjukkan utang
pemerintah berpengaruh negative dan tidak signifikan terhadap keberlanjutan fiscal. Belanja subsidi bepengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap keberlanjutan fiskal. Inflasi dan kurs berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap keberlanjutan fiscal.
Sedangkan suku bunga bank Indonesia berpengaruh positif dan signifikan terhadap keberlanjutan fiscal.
Kata kunci— Akumulasi utang, Subsidi, Variabel Makro dan Keberlanjutan Fiskal.
I. PENDAHULUAN
Penelitian ini bertujuan mengindentifikasi pengaruh
jangka pendek dan jangka panjang akumulasi utang pemerintah
dan subsidi terhadap keberlanjutan fiscal di Indonesia. Utang
pemerintah dalam 5 tahun terakhir mengalami peningkatan
tajam seiring dengan peningkatan defisit fiskal (APBN).
Peningkatan utang erat kaitannya dengan meningkatnya
pengeluaran pemerintah untuk membiayai pembangunan
(Hazmi, at al, 2019). Saat ini Indonesia sedang menghadapi
tantangan berat dalam mewujudkan fiskal yang stabil dan
berkelanjutan. Kebijakan fiskal ekspansif sebagai instrument
pemerintah dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi, justru
memberi pengaruh buruk terhadap peningkatan defisit fiskal
dan utang pemerintah. Defisit fiskal menunjukkan pada
rendahnya kemampuan fiskal dalam membiayai seluruh
belanja termasuk pembayaran utang.
Keberlanjutan fiskal menunjukkan pada kondisi fiskal
yang dapat memenuhi belanja (Adams, et al., 2011).
Keberlanjutan fiscal mengindikasikan kondisi fiscal dapat
untuk membiayai seluruh belanjanya selama jangka waktu
yang tidak terbatas (Langenus, 2006) Konsekuensinya,
keberlanjutan fiskal harus mampu memperhitungkan
kerentanan fiskal (fiscal vulnerability). Kerentanan yang
muncul dari kewajiban langsung (direct liabilities) yang dapat
diperkirakan sebelumnya dan kewajiban kontingensi
(contingent liabilities) akibat suatu peristiwa di luar kendali
(Brixi dan Mody, 2002). Keberlanjutan fiskal erat kaitan
dengan kapasitas fiskal, yang ditunjukkan dari keseimbangan
primer. Keseimbangan primer sejak 2008 hingga sekarang
menunjukkan angka negative. Ini mengindikasikan
ketidakmampuan fiscal dalam membiayai seluruh pengeluaran
yang bersumber dari penerimaan sendiri, dan tidak termasuk
pembayaran utang. Gambar 1.1 menunjukkan pergerakan
keseimbangan primer dan utang pemerintah yang semakin
melebar.
Sumber: Bank Indonesia, 2019
Gambar 1.1
Pergerakan Keseimbangan Primer dan Utang Pemerintah 2008-2017
Peningkatan utang dalam kondisi keseimbangan primer
negative akan berpotensi terbentuk akumulasi utang.
Akamulasi yang disebabkan dari penarikan utang baru, guna
memenuhi kewajiban utang yang telah jatuh tempo. Kondisi
ini akan memberi pengaruh buruk terhadap upaya peningkatan
pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan
masyarakat. Sebagai akibat sebagian pengeluaran
diperuntukkan untuk membayaran cicilan utang dan bunga.
Peningkatan utang dalam beberapa waktu lalu, sebagai akibat
dari peningkatan belanja dan pembayaran cicilan utang.
Dalan beberapa kajian menyebutkan utang berlebihan
menjadi fokus dari kebijakan fiskal di sejumlah
negara. Terutama sebagai akibat kegagalan melakukan
pembayaran utang. Dalam kondisi utang tinggi, jika terjadi
peningkatan utang sedikit saja, akan sangat merusak
kemampuan membayar utang. Pertumbuhan utang erat
kaitannya peningkatan pengeluaran pemerintah, termasuk
belanja subsidi. Rata-rata setiap tahun belanja subsidi mencapai
sekitar 3,1 persen dari PDB. Realisasi belanja subsidi kerap
sekali melampaui batas anggaran, sehingga memberi pengaruh
terhadap peningkatan pengeluaran. Sejumlah kajian
menyebutkan, kebijakan subsidi tidak tepat sasaran telah
84.30 5.20 41.50 8.70 (52.80) (98.60) (93.20) (142.50)(125.60)(178.00)
1,636.70 1,590.70 1,681.70 1,809.00 1,977.70
2,375.50 2,608.80
3,089.00
3,515.40
3,938.70
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
KP Utang
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B78
mengakibat sebagian besar belanja subsidi (energy) dinikmati
oleh masyarakat berpenghasilan tinggi. Ditengah defisit fiskal
dan pertumbuhan utang pemerintah, diperlukan upaya
pembatasan belanja subsidi. Pembatasan belanja subsidi
dimaksudkan untuk mengurangi defsit fiskal dan laju
pertumbuhan utang, serta mewujudkan keberlanjutan fiskal
(Wangke, 2012; Dartanto, 2013; Hidayat, 2014). Gambar 1.2
menunjukkan tren defisit Fiskal, Utang Pemerintah, Belanja
Subsidi dan Makro Ekonomi 2008-2018.
Sumber: Bank Indonesia, data diolah 2019
Gambar 1.2
Tren Defisit Fiskal, Utang Pemerintah, Belanja Subsidi dan
Makro Ekonomi 2008-2017
Gambar 1.2 menunjukkan tren defisit fiscal, belanja
subsidi dan variable makro ekonomi. Peningkatan defisit
seiring dengan peningkatan pengeluaran pemerintah, termasuk
pengeluaran subsidi. Fluktuasi belanja subsidi relative stabil
mulai tahun 2008 hingga 2017 pada kisaran 12 persen.
Perubahan (tren menurun) terjadi pada tahun 2018, dan berada
pada angka 5,38 persen. Sedangkan tren (naik/turun) defisit
fiskal searah dengan tren belanja subsidi. Walaupun pada tahun
2018 terjadi penurunan belanja subsidi, namun tidak memberi
pengaruh terhadap penurunan defisit fiskal.
1.1 Interaksi Defisit fiscal terhadap Utang pemerintah
Peningkatan utang pemerintah seiring dengan
peningkatan pengeluaran, terutama pengeluaran untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi maupun pembayaran utang
yang telah jatuh tempo. Kebijakan fiskal ekspansif telah
memberi pengaruh buruk terhadap peningkatan deficit dan
utang, yang disebabkan belanja lebih besar dari pendapatan
Negara. Dalam upaya mengatasi defisit dapat dilakukan
melalui penyesuaian fiskal (penerimaan dan belanja), atau
melalui penarikan utang. Jika penarikan utang diartikan sebagai
upaya pengurangan defisit, maka upaya ini akan berakibat
terjadi peningkatan resiko fiscal. Resiko fiskal yang terjadi
sebagai akibat kegagalan fiskal dalam melakukan pembayaran
kemabali utang yang telah jatuh tempo. Sedangkan
penyesuaian fiscal akan memberi pengaruh buruk terhadap
upaya pertumbuhan ekonomi, sebagai akibat penurunan output
dan permintaan agregat. Kedua tindakan ini erat kaitannya
upaya dengan menjaga keberlanjutan fiskal ditengah defisit
mendera APBN. Keberlanjutan fiscal erat kaitannya dengan
pengaturan utang public. Keberlanjutan fiskal diperlukan agar
pertumbuhan ekonomi dapat terjadi dalam jangak pendek dan
jangka panjang (Aldama, at al 2018). Terjadinya
peningkatan utang pemerintah pada tingkat yang
mengkhawatirkan sebagai akibat dari krisis keuangan
global tahun 2008, berakibat memburuk fiskal secara
signifikan. Adanya kekhawatiran besar dalam mengatasi
masalah keberlanjutan fiskal. Rasio utang terhadap PDB
berfungsi sebagai ukuran kekuatan fiskal. Risiko fiskal
yang berasal dari utang yang berlebihan telah menjadi fokus
kepentingan kebijakan di seluruh dunia termasuk di
Indonesia. Adanya titik ambang utang tertentu yang
seharusnya berfungsi sebagai sinyal mengenai tingkat risiko
keberlanjutan. Dengan demikian kebutuhan untuk
melakukan konsolidasi fiskal dan stabilisasi hutang yang
lebih kuat (Belhocine dan Dell'Erba, 2013).
Ratio utang pemerintah terhadap PDB menjadi variabel
penting dalam keberlanjutan fiscal. Peningkatan tajam
utang dan proses konsolidasi fiskal yang panjang tidak
selalu mengarah pada pengurangan rasio utang terhadap
PDB. Ini menunjukkan bahwa keseimbangan primer dapat
berhenti menyesuaikan setelah utang telah mencapai batas
tertentu (Icaza, 2018). Kajian menyatakan lain dengan
menggunakan keseimbangan primer bersama-sama dengan
rasio utang terhadap PDB dan IRGD untuk menemukan laju
utang publik suatu negara. Secara umum, terdapat pengaruh
antara keseimbangan primer dengan rasio utang terhadap
PDB (Zeng, 2014). Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara menyebutkan bahwa defisit
anggaran dibatasi maksimal sebesar 3 persen dan utang
maksimal 60 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Menurut Musgrave (1980) surplus atau defisit fiscal
dapat diformulasikan dalam bentuk:
GB = (R + G) – [E + (L – Re)]
1.2 Interaksi Subsidi terhadap Efisiensi Belanja
Subsidi sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan
konsumen dalam mengkonsumsi barang/jasa public. Moor
(2001) menyebutkan, subsidi merupakan kebijakan untuk
meringankan konsumen tertentu agar dapat memperoleh
produk dibawah harga pasar, atau berupa kebijakan untuk
membantu produsen agar memperoleh pendapatan di atas harga
yang dibayar konsumen, dengan memberikan bantuan secara
langsung maupun tidak langsung. Kegagalan pasar yang kerap
terjadi di negara berkembang seperti distorsi pasar, dimana
pembeli tidak memperoleh informasi lengkap, jumlah
perusahan terbatas, lemahnya perlindungan terhadap hak cipta
suatu barang dalam perekonomian. Untuk menanggulangi
kondisi ini, diperlukan kebijakan subsidi guna mereduksi
inefisiensi pasar. Penelitian Dartanto (2013) menyebutkan,
dibutuhkan tindakan mendesak untuk menghentikan subsidi
energi di Indonesia. Subsidi telah menyebabkan peningkatan
defisit dan memburuknya distribusi pendapatan masyarakat.
Dimana subsidi energy (BBM) dinikmati oleh kelompok
pendapatan berpenghasilan baik. Dengan mengkonsumsi rata-
rata 63,8 persen dari total subsidi antara tahun 1998-2013.
Ditengah peningkatan defisit dan memburuknya kinerja fiskal,
diperlukan upaya untuk mengefisiensi belanja subsidi. Langkah
ini sebagai upaya untuk mengurangi peningkatan utang dan
menciptakan ruang fiskal dalam melakukan akselerasi
infrastruktur dan belanja phisik di daerah.
1.3 Interaksi Makro Ekonomi terhadap Defisit Fiskal
(4.00)
(2.00)
-
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Defisit
Utang
Subsidi
Inf
Log Kurs
SBI
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B79
Teori fiskal tingkat harga (Fiscal Theory of the Price
Level – FTPL) menjelaskan, inflasi disebabkan oleh utang
pemerintah (government debt), pajak saat ini dan akan datang,
belanja pemerintah, dan tidak berpengaruh langsung dengan
kebijakan moneter. Efek utang pemerintah merupakan jalur
fiskal mempengaruhi inflasi. Namun teori FTPL mendapat
kritikan, yang menyatakan bahwa kebijakan fiskal
memegang peranan penting dalam penentuan harga melalui
budget constraint terkait kebijakan utang, belanja dan
perpajakan. Keterkaitan kebijakan fiskal dengan moneter
dijelaskan melalui mekanisme tingkat harga. Menurut teori
inflasi klasik, tingkat harga ditentukan oleh uang beredar, yang
jelaskan melalui pengaruh antara nilai uang dengan jumlah
uang, serta riil uang dan harga. Inflasi suatu negara lebih tinggi
dibandingkan dengan negara lain, ini menunjukkan harga
barang-barang di negara tersebut lebih cepat naik
dibandingakan negara lain. Hal ini mempengaruhi terhadap
penurunan ekspor dan peningkatan impor. Ini dikarenakan
harga barang-barang negara bersangkutan lebih mahal
dibandingkan dengan negara lain (Depari, 2009).
Kurs merupakan tingkat harga yang disepakati antar
negara dalam transaksi perdagangan internasional (Mankiw,
2009). Menurut Krugman, at al (2000) nilai tukar dipengaruhi
oleh laju inflasi relatif, tingkat pendapatan relatif, suku bunga
relatif ekspektasi, jumlah uang beredar (M2) dan neraca
pembayaran mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing.
Lebih lanjut Pareshkumar, at al (2014) menyebutkan, faktor
yang mempengaruhi tingkat harga adalah: inflasi, saldo
rekening modal, peran spekulator, biaya industri, utang negara,
produk domestik bruto, stabilitas politik dan kinerja ekonomi,
kekuatan relatif mata uang lainnya, makro ekonomi dan
peristiwa geopolitik. Hazmi (2018) kebijakan moneter dapat
mempengaruhi kebijakan fiskal melalui empat jalur transmisi
kebijakan moneter, yaitu: jalur nilai tukar, jalur suku bunga,
jalur harga set dan jalur kredit perbankan
Menurut Keynes tingkat bunga merupakan suatu
fenomena moneter. Tingkat bunga ditentukan oleh penawaran
dan permintaan uang (pasar uang). Uang mempengaruhi tingkat
ekonomi (PDB), sepanjang uang mempengaruhi tingkat bunga.
Perubahan tingkat bunga selanjutnya mempengaruhi terhadap
keinginan berinvestasi. Penawaran uang (money supply)
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan output dan
ekonomi. Kondisi ini berdampak terhadap peningkatan
investasi, yang pada akhirnya akan menciptakan kenaikan
output dan pertumbuhan ekonomi (Nopirin, 1992). Suku bunga
diekspresikan dari beban atas uang yang dipinjam. Tingkat
bunga pada hakikatnya adalah harga. Kestabilan suku bunga
dimaksudkan untuk menjaga investasi dalam negeri, stabilitas
nilai tukar dan pertumbuhan ekonomi. Suku bunga menjadi
instrument dalam mengontrol jumlah uang beredar. Dengan
demikian pemerintah dapat mengatur sirkulasi uang dalam
suatu perekonomian. Menaikkan suku bunga adalah alat bank
sentral dalam menaikan tingkat inflasi, malalui pembatasan
uang beredar dalam masyarakat. Suku bunga tinggi membuat
biaya pinjaman semakin mahal dan aktivitas perekonomian
menurun. Suku bunga tinggi menyebabkan cost of money
menjadi mahal dan memperlemah daya saing sehingga tidak
bergairah dalam investasi, produksi akan turun dan
pertumbuhan ekonomi menjadi stagnan.
Penelitian Mackiewicz, at al (2019) menyatakan bahwa
suku bunga riill dalam jangka panjang akan mempengaruhi
peningkatan utang. Penelitian yang dilakukan pada 27 negara
uni eropa telah memberi kontribusi terhadap penilaian
keberlanjutan kebijakan fiskal antar waktu, terutama selama
krisis keuangan global dan krisis utang kawasan euro.
II. METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Model dan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan data skunder dalam bentuk
data runtun waktu, mulai tahun 1975 hingga 2018. Data
diperoleh dari instansi resmi pemerintah, yang bersumber dari:
Bank Indonesia, BPS RI, Kementrian Keuangan, Badan Fiskal
Nasional. Untuk mengetahui adanya pengaruh jangka panjang
antara utang pemerintah dan subsidi terhadap keberlanjutan
fiskal dilakukan dengan uji kointegrasi Long Run Bounds Test.
Sedangkan model estimasi ARDL digunakan untuk
mengetahui ada pengaruh jangka pendek. Data time series
memiliki kecendrungan tidak stasioner. Data tidak stasioner
akan menghasilkan model regresi semu, yakni hasil pengolahan
statistik menunjukkan R Square tinggi dan t-statristik
signifikan. Akan tapi hasilnya tidak memiliki arti secara
keilmuan. Uji stasioner data dilakukan dengan uji unit root
untuk masing-masing variabel.
Data yang tidak stasioner tidak memenuhi syarat, atau
dengan kata lain data memiliki rata-rata dan variannya berubah-
ubah sepanjang waktu, Pengujian unit roots yang dipakai
dengan menggunakan ADF (Augmented Dicky Fuller). Konsep
pengujian ADF- test adalah jika suatu data time series tidak
stasioner pada ordo nol, I(0), maka stasioneritas data tersebut
bisa dicari melalui ordo berikutnya sehingga diperoleh tingkat
stasioneritas pada ordo ke-n (first difference) atau I(1), atau
second difference atau I(2), dan seterusnya. Uji ini memiliki
persamaan:
Yt = β0 + β1 X1t + β2 X2t +…+ βP XPt
∆Yt = β0 + β1 X1t - X1 t-1+ β2 X2t – X2t-2 +…+ βP XPt – XPt-1
Penetapan lag optimum pada model untuk mengatahui
kombinasi lag pada model ARDL (p, q). Lag optimal dipilih
berdasarkan nilai basis Akaike Information Criterion (AIC),
Schwarz Bayesian Criterion (SC), serta Hanna Quinn Criterion
(HQ). Menurut Pesaran dan Shin (1997) ARDL-AIC dan ARDL-
SC menunjukkan kemampuan yang lebih baik dalam mayoritas
eksperimen yang dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa
Schwarz Bayesian Criterion (SC) merupakan kriteria pemilihan
model yang konsisten ketika Akaike Information Criterion
(AIC) tidak konsisten. Penetuan lag optimum dilakukan dengan
memilih nilai kriteria yang paling kecil. Selanjutnya dilakukan
uji kointegrasi antar variabel. Kointegrasi ini terbentuk apabila
kombinasi antara variabel-variabel yang tidak stasioner
menghasilkan variabel yang stasioner. Uji kointegrasi memiliki
persamaan:
yt = β0 + β1X1 + εt
maka, varian dari persamaan tersebut menjadi:
εt = yt - β0 - β1X1
Dengan catatan bahwa εt merupakan kombinasi linear
dari X1 dan X2. Konsep kointegrasi yang diperkenalkan oleh
Engle dan Granger (1987) mensyaratkan bahwa εt haruslah
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B80
stasioner pada I (0) untuk dapat menghasilkan keseimbangan
pada jangka panjang.
2.2 Model Estimasi Autoregressive Distributed Lag
(ARDL)
Model estimasi ARDL merupakan salah model
ekonometrika yang diperkenalkan oleh Pesaran dan Shin
(1997). ARDL merupakan gabungan antara model
Autoregressive dengan Distributed Lag. Lag mempunyai arti
suatu nilai masa lalu yang akan digunakan untuk melihat nilai
masa akan datang. Model Autoregressive (AR) adalah model
yang menggunakan satu atau lebih data masa lampau dari
variabel 𝑌. Sedangkan Distributed Lag (DL) adalah model
regresi yang melibatkan data pada waktu sekarang dan waktu
masa lampau dari variabel 𝑋. Model Augmented Autoregressive
Distributed Lag (ARDL) adalah:
𝑦𝑡 = 𝛼0 + 𝛼1𝑡 + ∑ ∅𝑝𝑖=1 𝑖 𝑦𝑡−1 + 𝛽′𝑥𝑡 + ∑ 𝛽𝑗
𝑞−1𝑖=0 ′∆𝑥𝑡−𝑗 + 𝑢𝑡
∆𝑥𝑡 = 𝑃1∆𝑥𝑡−1 + 𝑃2∆𝑥𝑡−2 + ⋯+ 𝑃𝑠∆𝑥𝑡−𝑆 + Ɛ𝑡
Dimana: 𝑥𝑡 merupakan variabel berdemensi k pada integrasi
satu 1(1) yang tidak terkointegrasi diantara mareka.
dan Ɛt merupakan error dengan rataan nol, varian dan
kovarian konstan serta tidak berkorelasi serial. Pt
merupakan matrik koefisien k x k proses vector
autoregressive pada xt stabil.
Menurut Gujarati dan Porter (2012), model ARDL tidak
mempermasalahkan jumlah sampel atau observasi sedikit.
Model ini dapat menjelaskan pengaruh keseimbangan dalam
jangka pendek maupun jangka panjang. Pendekatan model
ARDL mensyaratkan adanya lag (beda waktu). Lag
menunjukkan waktu yang diperlukan untuk merespon (Y),
akibat suatu pengaruh (tindakan atau keputusan). Pemilihan lag
dilakukan dengan menggunakan basis Schawrtz-Bayesian
Criteria (SBC), Akaike Information Criteria (AIC) atau dengan
menggunakan informasi kriteria yang lain. Model ARDl
mensyaratkan error correction term (ECT) memiliki nilai
negative dan signifikan. Model ARDL menyaratkan adanya
kestabilan parameter dalam jangka panjang, yang dilakukan
dengan uji The Cumulative Sum of Recursive Residual
(CUSUM). Hasil uji CUSUM akan berupa plot garis dengan
tingkat nyata 5 persen. Apabila cumulative sum berada diluar
garis, maka parameter yang diestimasi tidak stabil. Penelitian
dengan menggunakan model ARDL, mensyaratkan semua
variabel harus bebas dari pelanggaran asumsi klasik.
2.3 Formulasi Penelitian
Persamaan formulasi penelitian dalam model ARDL
adalah sebagai berikut:
KFt = α0 + α1KFt-1 + … + αpKFt-p + β1LogUPt + β2LogUPt-1 + …
+ βqLogUPt-q + κ1LogSubst + κ2LogSubst-1 + … +
κqLogSubst-q + γ1Inft + γ2Inft-1 + … + γrInft-r +
ρ1LogKurst + ρ2LogKurst-1 + … + ρsLogKurst-s + 𝜇1SBIt
+ 𝜇2SBIt-1 + … + 𝜇t SBIt-t + εt
Dimana:
KFt : Keberlanjutan Fiskal (Persen) pada saat t
KFt-1 : Keberlanjutan Fiskal (Persen) pada saat t-1
LogUP : Log Utang Pemerintah (Rupiah) pada saat t-1
LogSubst-1 : Log Subsidi (Rupiah) pada saat t-1
Inflt-1 : Inflasi (Persen) pada saat t-1
LogKurst-1 : Log Nilai Tukar (Rupiah) pada saat t-1
SBIt-1 : Suku Bunga Bank Indonesia (Persen) pada
saat t-1
εt : Error Term
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Uji Stasioneritas dan Stabilitas Model
Dari hasil pengujian akar unit dengan menggunakan uji
Augmented Dickey-Fuller (ADF-test), diperoleh hasil dengan
tingkat keyakinan α sama dengan 5 persen sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1
Hasil Uji Akar Unit
Variabel
t-
Statistik
Mackinnon
Critical Keterangan
ADF Value
(5%)
DF -
4,577397 -4,443649
stasioner pada I
(0)
LUtang -
5,868243 -4,443649
stasioner pada I
(1)
LSubsidi -
7,324559 -4,443649
stasioner pada I
(1)
Inflasi -
1,206308 -4,443649
stasioner pada I
(0)
LKurs -
1,327408 -4,443649
stasioner pada I
(1)
SBI -
4,563001 -4,443649
stasioner pada I
(0)
Sumber: Data diolah, 2019
3.2 Uji Cusum dan CusumQ
Pengujian stabilitas model merujuk Brown et al (1975),
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.2a dan Gambar 4.2b.
Dari hasil ini uji cusum dan CusumQ menunjukkan bahwa
model dalam keadaan stabil, karena garis cusum SQ berada di
bawah nilai kritis signifikan 5 persen (garis berwarna merah).
Sumber: Data diolah, 2019
Gambar 4.2a Gambar 4.2b
Hasil Uji CUSUM Hasil Uji CUSUM of
Squares
3.3 Hasil Uji Kointegrasi
-20
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015
CUSUM 5% Significance
-0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015
CUSUM of Squares 5% Significance
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B81
Dari uji kointegrasi long run bounds test untuk
mengindentifikasi terjadinya pengaruh jangka panjang utang
pemerintah dan subsidi melalui variabel makro ekonomi
terhadap kenberlanjutan fiskal, sebagaimana ditunjukkan pada
Tabel 3.2.
Tabel 3.2
Hasil Kointegrasi Long Run Bounds Test
Test
Statistic Value
Sign
if. I(0) I(1)
F-
statistic
7,027
245
10%
2.0
8 3
K 5 5% 2,3
9
3,3
8
2,5
% 2,7
3,7
3
1% 3,0
6
4,1
5
Sumber: Data diolah, 2019
Dari hasil long run bound test menunjukkan nilai F statistic
sama dengan 7,027245 lebih besar dari critical value pada
tingkat signifikan 5 persen, yaitu 3,38. Dari hasil pengujian ini
menunjukkan utang pemerintah, subsidi dan variabel makro
ekonomi memiliki pengaruh kointergrasi.
3.4 Estimasi ARDL - Keseimbangan Jangka Pendek
Dari hasil estimasi ARDL sebagaimana ditunjukkan
pada table 3.3, bahwa utang pemerintah dan subsidi memiliki
pengaruh jangka pendek dengan keberlanjutan fiskal, melalui
jalur variabel makro. Hasil estimasi ARDL sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 3.3 berikut ini.
Tabel 3.3
Hasil Estimasi ARDL – Pengaruh Jangka Pendek
Variable Coeffici
ent
Std.
Error
t-
Statisti
c
Prob
.
C -
6.40558
8.175
49
-
0.7835
1
0.44
48
LUP -
1.88484
0.712
89
-
2.6439
5
0.01
77
LSUBS
(-2)
-
1.17885
0.234
6
-
5.0249
2
0.00
01
LSUBS
(-3)
-
0.34926
0.147
29
-
2.3712
9
0.03
06
INF (-2) 0.07312
7
0.020
88
3.5018
97
0.00
3
LKURS -
3.61984
1.299
16
-
2.7862
9
0.01
32
LKURS
(-1)
-
3.23098
1.338
73
-
2.4134
7
0.02
82
LKURS
(-2)
-
1.66888
0.886
14
-
1.8833
1
0.07
8
LKURS
(-3)
-
2.54683
0.863
4
-
2.9497
7
0.00
94
SBI 0.18676
6
0.049
94
3.7397
21
0.00
18
SBI (-1) 0.1195 0.036
22
3.2989
03
0.00
45
Sumber: Data diolah, tahun 2019
Dari hasil pengujian ARDL menunjukkan jika utang
pemerintah sekarang naik 1 persen, maka akan menyebabkan
defisit turun sebesar 1,88484. Belanja subsidi pada lag -3 dan
lag -2, jika belanja subsidi meningkat sebesar 1 persen, maka
akan menyebabkan penurunan defisit masing-masing 0,34926
dan 1,17885. Inflasi pada lag -2, jika inflasi meningkat 1
persen, maka akan menyebabkan peningkatan defisit sebesar
0,073127. Kurs pada lag -3, lag -2, lag -1 dan sekarang, jika
kurs menguat (apresiasi) 1 persen, maka akan menyebabkan
defisit menurun, masing-masing 2,54683, 1,66888, 3,23098
dan 3,61984. Suku bunga Bank Inodonesia pada lag -1 dan
sekarang, jika suku bunga Bank Inodonesia naik, maka akan
menyebabkan defisit meningkat.
3.5 Hasil Uji Jangka Panjang
Tabel 3.4
Hasil Estimasi Long Run Bounds Test – Pengaruh
Jangka Panjang
Variabl
e
Coeffici
ent
Std.
Error
t-
Statisti
c
Prob.
C
-
16.0862
4
20.852
01
-
0.7714
5
0.451
7
LUP
-
2.23193
5
2.3486
41
-
0.9503
1
0.356
1
LSUBS 0.34072 0.5201
14
0.6550
88
0.521
7
INF 0.18342
7
0.1324
99
1.3843
63
0.185
3
LKURS 2.74467
2
4.3421
57
0.6320
99
0.536
3
SBI 0.30009
8
0.1398
95
2.1451
64
0.047
6
Sumber: Data diolah, tahun 2019
Dari hasil estimasi Long Run Bounds Test sebagaimana
ditunjukkan pada table 3.4, perubahan peningkatan/penurunan
utang pemerintah, subsidi, inflasi dan kurs tidak signifikan
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B82
terhadap peningkatan /penurunan defisit. Perubahan signifikan
hanya terjadi pada suku bunga Bank Inodonesia.
IV. KESIMPULAN
Penelitian ini mengindentifikasi utang pemerintah dan
subsidi memiliki pengaruh dengan keberlanjutan fiskal, melalui
jalur variabel makro ekonomi. Penambahan utang sebagai
upaya mengurangi deficit hanya dilakukan bersifat jangka
pendek. Ini sebagai konsekwensi dari keseimbangan primer
negative. Penarikan utang dalam jangka panjang akan
berpotensi terjadi akumulasi utang dan resiko fiskal.
Pengurangan defisit juga dapat dilakukan melalui pengurangan
belanja subsidi. Pengurangan belanja subsidi dilakukan dalam
jangka panjang dan dilakukan secara bertahap. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindari dampak negative dari
pengurangan belanja subsidi. Di sisi lain, pilihan subsidi
tergantung pada preferensi pemerintah. Untuk
mempertahankan surplus konsumen, pemerintah dapat
melakukan target subsidi dan tidak melakukan subsidi output.
Hal ini sebagai akibat dari kegagalan subsidi yang telah
mengakibatkan kerugian keuangan negara.
REFERENSI
[1] S. M. Metev and V. P. Veiko, Laser Assisted Microtechnology, 2nd ed.,
R. M. Osgood, Jr., Ed. Berlin, Germany: Springer-Verlag, 1998.
[2] Adams, Ket, Government debt and optimal monetary and fiscal policy.
European Economic Review Volume 55, Issue 1, January 2011, Pages
57-74.https://doi.org/10.1016/j.euroecorev.2010.11.003
[3] Aldama, Pierre and Jérôme, Fiscal policy in the US: Sustainable after
all? Economic Modelling, 2 April2018. https://doi.org/10.1016/
j.econmod. 2018.03.017.
[4] Belhocine and Dell'Erba, The impact of Debt Sustainability and the
Level of Debt on Emerging Market Spread. IMF Working Paper. Fiscal
Affairs Department, 2013. https://books.google.co.id
[5] Brixi and Mody, Government at Risk: Contigent Liability and Fiscal
Risk. Elibrary. ISBN: 978-0-8213-4835-2. https://doi.org/ 10.1596/
978-0-8213-4835-2.
[6] Dartanto, T., Reducing Fuel Subsidies and the Implication on Fiscal
Balance and Poverty in Indonesia: A Simulation Analysis. Journal
Energy Policy, Volume. 58, July 2013, Pages: 117-134.
https://doi.org/10.1016/ j.enpol.2013. 02.040.
[7] Depari M., Analisis Keterbukaan Ekonomi terhadap Nilai Tukar
Rupiah Indonesia. Tesis. Penerbit: Universitas Sumatera Utara, 2009.
[8] Gujarati, D., Basic Econometrics, 4th Edition. Mc Graw-Hill, 2012.
[9] Hazmi, Y., Masbar, Nazamuddin and Syukriy., Analysis of Subsidies,
Inflation, Exchange Rates, BI Rates on Fiscal Sustainability in
Indonesia, International Journal of Social Science Economic Research,
Vol. 4, 2019. ISSN: 2455-8834. http://ijsser.org/more2019.
php?id=151
[10] Hazmi, Y., Analisis Kredit, GDP, Inflasi dan Suku Bunga terhadap
Pertumbuhan Ekonomi, Jurnal: Ekonomi dan Bisnis, Tahun: 2018, Vol.
20, ISSN: p-ISSN 1693-8852 e-ISSN 2549-5003URL: http://e-
jurnal.pnl.ac.id.
[11] Hazmi, Y., Analisis Transfer Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi di
Provinsi Aceh. Jurnal ekonomika, Tahun: 2018, Vol. IX, ISSN: 2086-
6011 URL: http://jurnal.umuslim.ac.id
[12] Hidayat, Asrul., Analisis Ketahanan Fiskal Indonesia. Pemerhati
Kebijakan Perpajakan, Jurnal Bisnis Indonesia. Vol. 5, No.2, 2014.
[13] Icaza, V.E., Fiscal fatigue and debt sustainability: Empirical evidence
from the Eurozone 1980–2013 Fatiga fiscaly sostenibilidad de la
deuda: evidencia empírica de la Eurozona de 1980 a 2013. Cuadernos
de Economía. Volume 41, Issue 115, January-April 2018, Pages 69-78.
https://doi.org/ 10.1016/j.cesjef.2017.03.002.
[14] Kementrian Keuangan RI. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003,
tentang Keuangan Negara.
[15] Krugman, Paul, R and Obstfeld, Maurice., Ekonomi Internasional
Teori dan Kebijakan. Jakarta: Rajawali Press, 2000.
[16] Langenus, G., Fiscal Sustainability Indicators and Policy Design in the
Face Ageing. Working Paper, National Bank of Belgium, 2006 https://
dx.doi.org/ 10.2139/ssrn.1687700.
[17] Mackiewicz, Joanna, and Tomasz Tyziak., A new test for fiscal
sustainability with endogenous sovereign bond yields: Evidence for EU
economies. Economic Modelling, 9 January 2019 In Press, Corrected
Proof What are Corrected Proof articles?. https://doi.org
10.1016/j.econmod. 2019.01.001
[18] Mankiw, N. Gregory., Makro Ekonomi. Edisi Kelima, Penerbit:
Erlangga Jakarta, 2009.
[19] Moor, Towards a Grand Deal on Subsidies and Climate Change.
Natural Resources Forum. JNRF: 25(2), 2001 https://doi.org/10.1111/
j.1477-8947.2001.tb00758.
[20] Nopirin, Ekonomi Moneter, Yogyakarta: BPFE, 1992
[21] Pareshkumar J.Patel, Narendra J. Patel and Ashok R. Patel., Factor
Affecting Cureency Exchange Rate, Economical Formulas and
Prediction Model. International Journal of Application or Innovation in
Engineering and Mangement, Volume: 3 Issue 3, March 2014 ISSN
2319-4847.
[22] Pesaran, and Shin., Bounds testing approaches to the analysis of level
relationships. Journal of applied Econometris, 1997. https://doi.org/
10.1002/jae.616.
[23] Sarwono dan Warjiyo., Mencari Paradigma Baru Manajemen Moneter
Dalam SIstem Nilai Tukar Fleksibel: Suatu Pemikiran untuk
Penerapannya di Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan.
Vol. 1, No. 1, 1998. https://doi.org/ 10.21098/bemp.v1i1.158.
[24] Wangke, Freddy., Dampak Kebijakan Subsidi Harga Bahan Bakar
Minyak terhadap Kinerja Fiskal dan Pendapatan Nasional. Disertasi.
Penerbit: Program Pascasarjana IPB, 2012.
[25] Zeng, L., Determinants of the primary fiscal balance: evidence from a
panel of countries. Post Crises Fiscal Policy. The Met Press Cambridge
Massachusetts. London Englan, 2014. https:// www.
example.edu/paper.pdf.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B83
Pengaruh Zakat Produktif Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Kota
Lhokseumawe
Raisa Arifah1, Hamdani2, Haris Al Amin3
1,2,3Jurusan Tata Niaga Politeknik Negeri Lhokseumawe
Jln. B.Aceh Medan Km.280 Buketrata 24301 INDONESIA [email protected],
Abstrak— Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bantuan zakat produktif terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat
atau mustahik di Kota Lhokseumawe tahun 2017. Data yang digunakan adalah data kuantitatif yang bersumber dri kuesioner.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mustahik pada tahun 2017 yang berjumlah 100 mustahik. Penarikan sampel dengan
menggunakan metode sampling jenuh, yaitu penentuan sampel apabila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel atau yang
disebut juga dengan sensus. Maka jumlah sampel dalam penelitian ini juga berjumlah 100 orang. Teknik analisis data yang
digunakan adalah regresi sederhana dengan program komputer SPSS 18. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyaluran dana
zakat berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan hasil uji t dapat diketahui bahwa
variabel zakat produktif diperoleh nilai thitung > ttabel (9,268 > 1,660) dan nilai Sig. 0,000 < 0,05. Namun secara simultan
berpengaruh signifikan variabel independen zakat produktif terhadap kesejahteraan dengan pembuktian nilai Fhitung > Ftabel
(85,894 > 3,94), sedangkan nilai Sig, sebesar 0,000 < 0,05. Hasil uji koefisien determinasi (R2) dalam penelitian ini adalah sebesar
0,462 atau 46,2% yang artinya bahwa kesejahteraan dipengaruhi oleh zakat produktif sebesar 46,2%. Sedangkan sisanya 53,8%
dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Kata kunci— Zakat Produktif, Kesejahteraan Masyarakat
Abstract— This study aims to determine the effect of productive zakat assistance on the level of welfare of the community or mustahik
in the city of Lhokseumawe in 2017. The data used is quantitative data originating from the questionnaire. The population in this
study was all mustahik in 2017 which amounted to 100 mustahik. Sampling uses a saturated sampling method, which is the
determination of samples if all members of the population are used as samples or also called censuses. Then the number of samples in
this study also amounted to 100 people. The data analysis technique used is a simple regression with the SPSS 18 computer program.
The results of this study indicate that the distribution of zakat funds has a positive and significant effect on people's welfare. Based on
the results of the t test it can be seen that the productive zakat variable is obtained by the value of tcount> ttable (9.268> 1.660) and
the value of Sig. 0,000 <0,05. But simultaneously it has a significant effect on the independent variable of productive zakat on welfare
by proving the value of Fcount> Ftable (85.8894> 3.94), while the Sig value is 0.000 <0.05. The test results of the coefficient of
determination (R2) in this study amounted to 0.462 or 46.2%, which means that welfare is affected by productive zakat by 46.2%.
While the remaining 53.8% is influenced by other variables not examined in this study.
Keywords— Productive Zakat, Public Welfare
.
I. PENDAHULUAN
Kemiskinan merupakan masalah besar dan sejak lama
telah ada, dan hal ini menjadi kenyataan di dalam kehidupan.
Islam memandang bahwa masalah kemiskinan adalah masalah
tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan primer secara
menyeluruh. Syariat Islam telah menentukan kebutuhan
primer itu berupa tiga hal yaitu sandang, pangan, dan papan
(Amalia & Mahalli, 2012: 70-87).
Menurut hasil survei Badan Pusat Statistik tercatat
jumlah penduduk Lhokseumawe pada tahun 2017 mencapai
198,980 jiwa (BPS,2017).Hal tersebut menunjukkan bahwa
Lhokseumawe sebagai Kota dengan jumlah penduduk terbesar
kedua di Aceh dengan kategori Kota. Dengan posisi yang
sedemikian itu, mengharuskan pemerintah untuk
mengoptimalkan semua sumber daya yang dimiliki demi
kemakmuran seluruh masyarakat Kota Lhokseumwe. Pada
tahun 2017 angka kemiskinan mencapai 24,4 juta jiwa dengan
persentase 12,32%. Hal ini tetap menjadi tugas yang sangat
berat bagi pemerintah Kota Lhokseumawe untuk terus
meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat Kota
Lhokseumwe. Tentunya kesejahteraan tersebut dapat dicapai
dengan dukungan masyarakat Kota Lhokseumawe itu sendiri
untuk terus bekerja keras mencapai kesejahteraan bersama.
Baitul Mal Kota Lhokseumawe memiliki fungsi
sebagai suatu lembaga yang menerima zakat dari muzzaki dan
menyalurkan zakat tersebut kepada mustahik di Kota
Lhokseumawe dengan harapan dapat menambah pendapatan
sehingga membuat mustahik tersebut sejahtera.
Berikut ini merupakan data zakat dari tahun 2015-2017
pada Baitul Mal Kota Lhokseumawe:
Tabel 1.2
Penerimaan dan Penyaluran Zakat
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B84
Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa pada tahun 2015 jumlah
penerimaan zakat sangat besar dibandingkan dengan tahun
2016 dan 2017. Dengan adanya penerimaan zakat yang besar
juga mempengaruhi penyaluran zakat terutama penyaluran
terhadap bantuan dana zakat produktif, yang mana jika
penerimaan zakatnya besar maka penyaluran zakatnya juga
besar sehingga dapat di salurkan untuk zakat produktif.
Demikian juga sebaliknya, jika penerimaan zakatnya kecil
maka sedikit pula penyaluran zakatnya sehingga untuk
bantuan dana zakat produktif memiliki peluang yang kecil
bagi mustahik untuk menerima bantuan dana zakat produktif.
Diharakan zakat produktif ini dapat menambah pendapatan
mustahik sehingga meningkatkan kesejahteraan mustahik.
Zakat produktif merupakan dana zakat yang diberikan
kepada orang yang berhak menerimanya tidak untuk
dihabiskan melainkan untuk dikembangkan serta digunakan
untuk membantu usaha mereka, sehingga dengan adanya
usaha tersebut dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara
terus-menerus.
Fenomena yang terjadi pada tahun 2017 masi banyak
masyarakat yang belum mengetahui tentang zakat produktif,
kepada siapa zakat produktif itu di salurkan dan apa tujuan
dari zakat produktif tersebut. Sehingga pada tahun 2017 dari
sekian banyak masyarakat Kota Lhokseumawe hanya 100
mustahik yang mendapatkan zakat produktif yang digunakan
untuk modal usaha serta perkembangan dari usaha tersebut.
STUDI PUSTAKA
Pengertian Zakat
Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh
seseorang muslim atau badan usaha yang dimiliki oleh orang
muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan
kepada yang berhak menerimanya. Hubungan antara
pengertian pengertian zakat menurut bahasa dan dengan
pengertian istilah, sangat nyata dan erat sekali, yaitu bahwa
harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah,
tumbuh, berkembang, bertambah, suci dan bersih (baik).
Pengertian Mustahiq (Penerima Zakat)
Mustahiq adalah orang-orang yang berhak menerima
zakat. Ketentuan tentang siapa saja yang berhak menerima
zakat telah diatur dengan jelas dalam Q.S At-Taubah 60.
Orang yang berhak menerima zakat terbagi delapan
golongan yaitu: fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharimin,
fi sabilillah, ibnu sabil sebagaimana yang dijelaskan dalam
surah At-Taubah ayat 60. Oleh karena itu yang berhak
menerima zakat adalah 8 golongan terebut, selebihnya tidak
berhak menerima zakat.
Pengertian Muzakki
Muzakki adalah orang atau badan usaha yang
berkewajiban menunaikan zakai (UU NO. 23 Tahun 2011,
2011).
Muzakki adalah seorang Muslim yang dibebani
kewajiban mengeluarkan zakat disebabkan terdapat
kemampuan harta setelah sampai nisab dan haulnya. Syarat
wajib muzakki: Muslim, berakal, baligh, milik sempurna,
cukup nisab, cukup haul. Harta yang dikenai zakat harus
memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan syariat Islam.
Pengertian Zakat Produktif
Zakat produktif sebagai zakat dalam bentuk dana yang
diberikan kepada para mustahiq yang tidak dihabiskan secara
langsung untuk konsumsi keperluan tertentu, akan tetapi
dikembangkan dan digunakan untuk membantu usaha mereka,
sehingga dengan usaha tersebut mereka dapat memenuhi
kebutuhan hidup secara terus menerus. Jadi zakat yang dapat
membuat para penerimanya menghasilkan sesuatu secara terus
menerus dengan harta zakat yang diterimanya (Firmansyah,
2013: 179-190).
Kelemahan utama orang miskin serta usaha kecil yang
dikerjakannya sesungguhnya tidak semata-mata pada
kurangnya permodalan, tetapi lebih pada sikap mental dan
kesiapan manajemen usaha. Untuk itu, zakat usaha produktif
pada tahap awal harus mampu mendidik mustahiq sehingga
benar-benar siap untuk berubah. Karena tidak mungkin
kemiskinan itu dapat berubah kecuali dimulai dari perubahan
mental si miskin itu sendiri (SAPUTRO, 2017).
Pengertian Amil Zakat
Pengurus zakat lebih sering disebut sebagai amil zakat
atau panitiaan zakat karena mereka adalah orang-orang yang
bekerja memungut zakat. Menurut Farida (2005:79) Amil
zakat bukanlah merupakan satu pekerjaan yang sepenuhnya
diserahkan kepada tiap individu tetapi juga ada campuran
tangan dari pemerintah atau lembaga. Dalam Al-Qur’an Amil
zakat disebut sebagai sebuah profesi yang berkuajiban untuk
mengambil zakat dari kaum muslim, bukan menunggu
datangnya zakat.
Hasan Ali (1993), Para Amil zakat juga berhak
mendapatkan bagian dari zakat yang terkumpul atas kerja
yang telah mereka lakukan, meskipun mereka adalah orang
kaya. Upah tersebut haruslah yang wajar dan panyas, tidak
terlalu besar dan tidak terlalu kecil, ukuran yang wajar adalah
ukuran yang logis (Dapat diterima oleh akal sehat) atas
kesepakatan bersama dan tidak ditentukan oleh amil itu
sendiri.
Peran Lemabaga Amil Zakat
Peran Lembaga Amil Zakat merupakan sebuah solusi
dalam mengadakan penghimpunan dan penyaluran dana zakat.
Hafidhuddin (2002:98) menyatakan bahwa dalam QS At-
Taibah: 60 tersebut di kemukakan bahwasalah satu golongan
yang berhak menerima zakat (mustahiq) adalah orang-orang
yang bertugas mengurus urusan zakat. Sedangkan dalam At-
Taubah: 103 dijelaskan bahwa zakat itu diambil (dijemput)
dari orang-orang yang berkewajiaban untuk berzakat untuk
kemudian diberikan kepada mereka yang berhak
menerimanya.
Pengertian Kesejahteraan
Kesejahteraan dalam pandangan Islam bukan hanya
dinilai dengan ukuran material saja tetapi juga dinilai dengan
ukuran non-material seperti terpenuhinya kebutuhan spiritual,
terpeliharanya nilai-nilai moral, dan terwujudnya
keharmonisan sosial.
Dalam pandangan Islam, masyarakat dikatakan
sejahtera bila terpenuhi dua kriteria: Pertama, terpenuhinya
kebutuhan pokok setiap individu rakyat; baik pangan,
sandang, papan, pendidikan, maupun kesehatannya. Kedua,
terjaga dan terlindunginya agama, harta, jiwa, akal, dan
kehormatan manusia. Dengan demikian, kesejahteraan tidak
hanya buah sistem ekonomi semata; melainkan juga buah
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B85
sistem hukum, sistem politik, sistem budaya, dan sistem sosial
(Alimuddin, 2012).
Kerangka Konsetual
Kerangka berfikir yang digunakan untuk memperjelas
apakah terdapat pengaruh zakat terhadap tingkat kesejahteraan
masyarakat Kota Lhokseumawe.
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
Hipotesis
Untuk dapat mengarahkan hasil penelitian,
disampaikan suatu hipotesis penelitian. Hipotesis ini akan
diuji kebenarannya dan hasil uji ini akan dapat dipakai sebagai
masukan.
Ho = Bantuan Zakat tidak berpengaruh terhadap
kesejahteraan masyarakat di Kota Lhokseumawe.
Ha = Bantuan Zakat berpengaruh terhadap kesejahteraan
masyarakat di Kota Lhokseumawe.
II. METODOLOGI PENELITIAN
Populasi dan Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mustahiq
yang ada di Baitul Mal Kota Lhokseumawe pada tahun 2017
yang berjumlah 100 Mustahiq. Penentuan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode sampel jenuh.
Metode sampel jenuh adalah teknik penentuan sampel bila
semua anggota populasi digunakan menjadi sempel.
Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik
pengumpulan data, berikut :
1. Data Primer, merupakan data yang diperoleh langsung
dari responden melalui kuesioner dan wawancara dengan
mustahiq Baitul Mal Kota Lhokseumawe yang berkaitan
dengan judul tugas akhir ini.
2. Data Sekunder, adalah sumber data pendukung dan
pelengkap data penelitian.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Validitas dan Reliabilitas
a. Uji Validitas
Validitas juga merupkan suatu ukuran yang digunakan
dalam mengukur tingkat kepercayaan pada instrumen
penelitian. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu
mengukur apa yang seharusnya diukur serta menggunakan
data yang sebenarnya dari variabel yang diteliti.
Tabel 4.4
Uji Validitas
Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat disimpulkan
bahwasanya antara variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y)
dengan masing-masing item menunjukkan bahwa variabel
bebas yaitu zakat produktif dan variabel terikat yaitu
kesejahteraan masyarakat terhadap skor total variabel-variabel
tersebut dinyatakan vailid karena memenuhi syarat lebih besar
dari 0,30.
b. Uji Reliabilitas
Menurut (Ghozali, 2016: 133) suatu data instrumen
penelitian dikatakan reliabel apabila memiliki nilai cronbach’s
alpha> 0,60. Adapun hasil olahan data mengenai reliabilitas
dan instrument penelitian untuk variabel bebas dan terikat
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5
Uji Reliabilitas
Dari tabel diatas diketahui bahwa masing-masing
variabel memiliki nilai Cronbach’s Alpha lebih besar dari
0,60 (ɑ > 0,60), sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel X
dan Y adalah reliabel.
Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi variabel terikat dan variabel bebas keduanya
mempunyai distribusi data normal atau tidak. Uji normalitas
juga dimaksudkan untuk melihat apakah nilai residual pada
model regresi sederhana berdistribusi normal atau tidak.
Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan one
sample Kolmogorov-smirnov test. Adapun hasil olahan SPSS
mengenai uji normalitas adalah sebagai berikut:
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B86
Tabel 4.6
Uji Normalitas
Bersarkan tabel 4.6 di atas, hasil uji normalitas one
sampel Kolmogorov-smirnov menunjukkan nilai Asymp. Sig
(2-tailed) pada Standardized Residual sebesar 0,569 atau
569% lebih besar dari tingkat kekeliruan 5% (0,05). Maka
dapat disimpulkan bahwa model regresi memenuhi asumsi
normalitas.
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas merupakan uji yang dilakukan
untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan yang
lain. Jika varians dari residual-residual suatu pengamatan ke
pengamatan yang lain tetap maka disebut homokedastisitas,
dan jika varians berbeda disebut dengan heteroskedastisitas.
Pada uji ini dilakukan dengan jumlah menggunakan metoode
scatterplot sebagai berikut:
Gambar 4.1
Uji Heteroskedastisitas
Adapun grafik Scatterplots terlihat bahwa titik-titik
data menyebar secara acak serta tersebut baik di atas maupun
di bawah angka nol pada sumbu Y dan tidak membentuk suatu
pola tertentu. Hal ini dapat disimpulkn bahwa tidak terjadi
heteroskedastisitas pada modal regresi layak digunakan.
Pengujian Hipotesis
a. Uji Simultan (Uji F)
Uji F adalah suatu sarana pengujiaan untuk mengetahui
apakah variabel independen secara bersama-sama (simultan)
berpengaruh terhadap variabel dependen. Hasil Uji F dalam
penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.9
Uji Simultan (Uji F)
Dan hasil perhitungn didapat nilai Fhitung 85,894
dengan tingkat signifikan 0,000. Sedangkan nilai Ftabel
sebesar 3,94, hal ini berarti nilai Fhitung (85,894) > (3,94)
Ftabel. Selain itu nilai alpha atau signifikan juga menunjukkan
bahwa angka dibawah 0,05 yaitu bernilai 0,000. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima artinya
ada pengaruh secara bersama-sama (simultan) variabel
pengetahuan zakat produktif terhadap tingkat kesejahteraan
masyarakat Kota Lhokseumawe.
Uji Parsial (Uji t)
Uji t bertujuan untuk menguji pengaruh variabel
independen yaitu Zakat Produktif terhadap variabel dependen
Kesejahteraan Masyarakat. Untuk menguji pengaruh parsial
tersebut dapat dilihat berdasarkan nilai probabilitas. Jika nilai
signifikan lebih kecil dari 0,05 atau 5% maka hipotesis yang
diajukan diterima atau dikatakan signifikan.
Jika nilai signifikan lebih besar dari 0,05 atau 5% maka
hipotesis yang diajukan ditolak atau dikatakan tidak
signifikan. Untuk mengetahui hasil uji t dari koefisien variabel
Zakat Produktif Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat.
Tabel 4.10
Uji Parsial (Uji t)
Berdasarkan hasil analsis regresi diperoleh hasil
perhitungan nilai thitung untuk koefisien dari Zakat Produktif
adalah sebesar 9,268 dan signifikan 0,000 dengan arah
koefisien regresi positif. Hasil uji t menunjukkan bahwa
thitung untuk variabel pengetahuan tentang produk lebih besar
dari nilai ttabel (9,268 > 1,660) dan nilai signifikan (0,000)
lebih kecil dari pada ɑ (0,05) maka H0 ditolak dan Ha
diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Zakat
Produktif (X) berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Tingkat Kesejahteraan Masyarakat (Y) pada Baitul Mal Kota
Lhokseumawe.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B87
Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji determinasi atau uji R2 bertujuan untuk mengetahui
seberapa besar kemampuan variabel bebas menjelaskan
variabel terikat. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol
dan satu. Nilai R2 pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel
4.11 berikut:
Tabel 4.11
Koefisien Dterminasi
Dari tabel diatas diketahui bahwa R adalah sebesar
68,3%, hal ini menunjukkah bahwa terdapat hubungan yang
kuat karena nilai kolerasinya tinggi. Besar koefisien
determinasi (Adjusted R Square) atau kemampuan variabel
zakat produktif dalam menjelaskan variabel kesejahteraan
masyarakat Kota Lhokseumawe sebesar 0,462 atau 46,2%.
Dan sisanya sebesar 53,8% dijelaskan oleh variabel lain diluar
variabel tersebut. Hal ini berarti menunjukkan bahwa tingkat
hubungan antara variabel independen terhadap variabel
dependennya sebesar 46,2%. Kesejahteraan masyarakat dapat
dijelaskan oleh variabel zakat produktif. Sedangkan sisanya
53,8% dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak
diteliti dalam penelitian ini.
Analisis Regresi Sederhana
Hasil uji analisis regresi linear sederhana dapat
dilihat dari tabel hasil coefficients berdasarkan output SPSS
pada variabel independen Zakat Produktif terhadap Tingkat
kesejahteraan masyarakat ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 4.12
Uji Regresi Linear Sederhana
Berdasarkan tabel di atas, terdapat nilai koefisien arah
regresi dengan melihat hasil tabel coefficients. Pada kolom
unstandardized coefficients dalam sub kolom B, terdapat nilai
constan (konstanta) sebesar 0,116. Sedangkan nilai koefisien
arah regresi 0,935. Maka diperoleh persamaan regresi dengan
rumus sebagai berikut:
Y = 0,116 + 0,935 X
Sehingga dari persamaan tersebut dapat ditafsirkan:
a. Konstanta sebesar 0,116 menyatakan bahwa jika variabel
zakat produktif (X) Kota Lhokseumawe nilainya adalah
konstan, maka variabel kesejahteraan (Y) adalah 0,116.
b. Kenaikan dalam persen zakat produktif Kota
Lhokseumawe juga mempengaruhi kenaikan tingkat
kesejahteraan mustahik. Koefisien regresi variabel zakat
produktif (X) sebesar 0,935 menyatakan bahwa setiap
kenaikan 1% zakat produktif (X), maka variabel
kesejahteraan (Y) akan mengalami peningkatan sebesar
0,935. Koefisien bernilai positif artinya terjadi pengaruh
positif antara zakat produktif terhadap tingkat
kesejahteraan masyarakat Kota Lhokseumawe. Semakin
besar dana zakat produktif yang diberikan maka tingkat
pendapatan mustahik akan semakin meningkat.
Pembahasan
Pada analisis data yang telah dihitung dapat kita
ketahui bahwa variabel zakat produktif berpengaruh positif
dan signifikan terhadap variabel kesejahteraan masyarakat, hal
ini ditunjukkan pada perhitungan uji statistik t dengan nilai
thitung 9,268 dari ttabel 1,660 serta nilai signfikansi sebesar
0,000. Ini berarti variabel zakat produktif berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat karena nilai
signifikan lebih besar dari 0,05.
Zakat produktif yang diterapkan oleh Baitul Mal Kota
Lhokseumawe memberikan dampak positif terhadap
ksejahteraan mustahik. Hal ini menunjukkan bahwa program-
program yang diterapkan oleh Baitul Mal Kota Lhokseumawe
sudah membantu dan memperbaiki perekonomian mustahik di
Baitul Mal Kota Lhokseumawe. Adapun program-program
yang diterapkan oleh Baitul Mal Kota Lhokseumawe dalam
bentuk modal usaha. Artinya program modal usahah yang
telah diterapkan Baitul Mal Kota Lhokseumawe telah
mensejahterakan mustahik.
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwasanya variabel
zakat produktif berpengaruh secara parsial dan signifikan
terhadap kesejahteraan masyarakat. Dengan ketentuan
hipotesis yang telah diungkapkan di bab sebelumnya maka
hipotesis nya dirumuskan dengan H0 ditolak dan Ha diterima.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dan hasil analisis data yang
telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada 100
mustahiq yang dilakukan dengan cara memberikan
kuesioner dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara variabel independen yaitu Zakat
Produktif terhadap variabel dependen yaitu Kesejahteraan
Masyarakat Kota Lhokseumawe.
2. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel
independen yaitu Zakat Produktif secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap Kesejahteraan
Masyarakat. Hal ini dibuktikan oleh nilai Fhitung dengan
tingkat singnifikan 0,000. Selain itu nilai alpha atau
signifikan juga menunjukkan angka dibawah 0,05 yaitu
bernilai 0,000, nilai signifikan tersebut lebih kecil dari
pada Alpha 0,05.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B88
3. Besarnya pengetahuan Zakat Produktif adalah sebesar
46,2% yang diperoleh dari nilai koefisien determinasi yang
telah disesuaikan (adjustted R2). Hal ini menunjukkan
bahwa sebesar 46,2% Kesejahteraan Masyarakat dapat
dijelaskan oleh Zakat Produktif, sedangkan sisanya 53,8%
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam
model persamaan regresi pada penelitian
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah
diambil maka saran yang penulis ajukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagi pihak Baitul Mal Kota Lhokseumawe diharapkan
mampu meningkatkan dana zakat produktif untuk dapat
membantu meningkatkan pendapatan mustahiq.
2. Bagi pihak Baitul Mal Kota Lhokseumawe dapat
melakukan pelatihan-pelatihan tentang wirausaha kepada
mustahiq agar mereka lebih paham dan tidak salah
menggunakan dana zakat produktif.
3. Untuk mustahiq Baitul Mal Kota Lhokseumawe
diharapkan mengelola dan memanfaatkan dana zakat yang
diberikan Baitul Mal Kota Lhokseumawe dengan sebaik-
baiknya demi mencapai masyarakat Kota Lhokseumawe
yang makmur dan Sejahtera.
4. Bagi penelitian selanjutnya dapat menjadi rujukan untuk
penelitian lebih lanjut dengan menambahkan beberapa
variabel dan dapat mengkaji kembali sebab-sebab variabel
tertentu yang berpengaruh terhadap kesejahteraan
masyarakat Kota Lhokseumawe.
REFERENSI
[1] Alimuddin, Ilyas. (2012). Konsep Kesejahteraan Dalam Islam. Diunduh melalui http://makassar.tribunnews.com/2012/12/14/konsep-
kesejahteraan-dalam-islam. pada tanggal 30 November 2018 pukul
15.15 [2] Amalia, & Mahalli, K. (2012). Potensi Peran Zakat Dalam
Mengentaskan Kemiskinan di Kota Medan. Jurnal Ekonomi dan
Keuangan, Vol. 1, No. 1. 70-87. [3] Amin, Haris. Al. (2015). Pengelolaan Zakat Konsumtif dan Zakat
Produktif (Suatu Kajian Peningkatan Sektor Ekonomi Mikro dalam Islam) Oleh: Haris al Amin. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis (EKONIS).
[4] Baitul Mal, K. L. (2018). Rapat Pembahasan dan Penetapan
Mekanisme Pendataan Mustahiq dan Verifikasi Mustahiq pada
Pendistribusian Belanja Bantuan Sosial Belanja Zakat Tahap I Tahun Anggaran 2018. Lhokseumawe.
[5] Farida Prihatini, et, al. Hukum islam zakat dan wakat teori dan
prakteknya di indonesia. Jakarta: paps sinar sinanti, 2005. [6] Firmansyah. (2013). Zakat Sebagai I nstrumenPengentasan Kemiskinan
dan Kesenjangan Pendapatan. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, Vol.
21, No. 2. 179-190 [6] Hafidhuddin, Didin (2002). Zakat Dalam Perekonomian
Modern. Jakarta: Gema Insani Press.
[7] https://lhokseumawekota.bps.go.id/publication/2018/08/16/b480193c5
968c39699968d41/kota-lhokseumawe-dalam-angka-2018.html. pada
tanggal 29 juni 2019 pukul 20.15 [8] M. Ali Hasan, Zakat dan Infak Salah Satu Solusi Mengatasi Problem
Sosial di Indonesia. Jakarta: kencana. 2006. Hlm 96-97
[9] Republik Indonesi (2011). Undang-undang Nomor No.23 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat Depkeu. Jakarta
[10] Saputro, Musli Adi. (2017). Peran Zakat Produktif Terhadap
Pemberdayaan Ekonomi Mustahiq. Skripsi. Surakarta: Institut Agama Islam Negeri.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B89
Analisis Pengaruh Penerapan Ekonomi Kreatif Terhadap Tingkat Kemandirian Daerah
Dengan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Moderating
Zulkarnaini1, Diana2, Yeni Irawan3, Hilmi4
1,2,3,4 Jurusan Tata Niaga Politeknik Negeri Lhokseumawe
Jln. B.Aceh Medan Km.280 Buketrata 24301 INDONESIA [email protected]
Abstrak— Perkembangan daerah menjadi satu indikator yang sangat berpengaruh untuk menentukan tingkat keberhasilan sebuah
daerah. Berbagai upaya pemerintah daerah harus dilakukan dalam rangka mencapai tingkat keberhasilan yang ditandai dengan
semakin mandirinya daerah. Saat ini, perkembangan ekonomi kreatif menjadi salah satu alternatif yang harus dituangkan dalam
program pengembangan daerah dalam rangka mencapai tingkat kemandirian. Namun disisi lain kekuatan terhadap komitmen
pemerintah daerah juga menjadi satu permasalahan yang sangat mendasar dalam mendukung sinergitas keberhasilan daerah. Oleh
karena itu ketiga faktor tersebut merupakan kombinasi yang sangat relevan untuk dijadikan indikator bagi pengembangan daerah
secara komprehensif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penerapan ekonomi kreatif terhadap tingkat
kemandirian daerah melalui komitmen organisasi yang mampu menjadi moderator bagi tercapainya tujuan pemerintah daerah Kota
Lhokseumawe. Penelitian ini mengambil sampel aparatur Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) melalui metode purposive
sampling. Metode analisis data yang digunakan adalah Moderated Regression Analysis (MRA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penerapan ekonomi kreatif memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kemandirian daerah melalui komitmen organisasi
yang kuat. Hal ini membuktikan bahwa betapa pentingnya pemerintah daerah untuk menciptakan berbagai inovasi dalam
menciptakan program daerah yang mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat khususnya ekonomi kreatif. Disamping itu,
komitmen aparatur pemerintahan menjadi dasar yang kuat dan harus dibangun secara berkesinambungan dalam melaksanakan
program daerah, sehingga pada akhirnya mampu mencapai tingkat kemandirian daerah yang maksimal.
Kata kunci— Penerapan ekonomi kreatif, komitmen organisasi, tingkat kemandirian daerah.
I. PENDAHULUAN
Keberhasilan pemerintah daerah dalam
mengendalikan dan memajukan daerah sangat ditentukan oleh
kemampuan pemerintah daerah dalam menciptakan program
kerja yang mampu melahirkan sustainability outcome.
Program-program tersebut harus memiliki korelasi dan
kesinambungan antar program, sehingga dapat menghasilkan
tujuan yang terintegrasi serta terukur menurut kapasitas dan
kebutuhan. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus mampu
untuk memahami dengan baik bagaimana memformulasi
program kerja yang tepat serta pengaruhnya terhadap
pengembangan daerah. Disamping itu pemerintah juga harus
menyadari sepenuhnya bahwa hak otonomi yang dimiliki
merupakan modal terbesar dalam mewujudkan daerah yang
maju. Hak serta kewajiban tersebut jelas diatur dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, dimana setiap pemerintah
daerah wajib untuk memahami dan menjalankan
pemerintahannya sesuai dengan “kemampuan” yang dimiliki.
Menyinggung kemampuan pemerintah daerah tidak
terlepas dari bagaimana mekanisme yang harus dipenuhi
untuk melaksanakan tanggungjawab maupun mengatur serta
mengurusi sendiri urusan pemerintahan. Pemerintah daerah
juga tidak akan terlepas dengan regulasi yang telah ditetapkan
oleh pemerintah pusat, namun sepanjang tidak bertentangan
dengan tujuan yang ingin dicapai, maka pemerintah daerah
tetap dapat mengendalikan urusan daerah demi mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Pada dasarnya pemerintah pusat
sangat mengharapkan bahwa pemerintah daerah melalui hak
otonomi yang dimiliki akan dapat mencapai tingkat
kemandirian yang maksimal, sehingga akan menambah nilai
daerah melalui hasil yang diperoleh dan dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan masyarakat.
Tingkat kemandirian yang diinginkan oleh
pemerintah pusat harus memenuhi standar maupun indikator
yang sesuai dengan aturan berlaku, artinya pemerintah daerah
harus memiliki visi dan misi yang diturunkan dalam bentuk
program kerja atau kegiatan yang tepat. Kemampuan untuk
menciptakan program kerja atau kegiatan daerah menjadi
tuntutan pokok bagi pemerintah daerah dalam mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, melalui ide atau
gagasan yang memiliki berkelanjutan harus digali dan dapat
diimplementasikan secara nyata serta mampu mendorong
lahirnya berbagai program atau kegiatan lainnya yang saling
melengkapi. Dengan demikian langkah untuk mencapai
tingkat kemandirian daerah akan mudah direfleksikan dalam
semua aspek pembangunan baik yang bersifat sosial, budaya,
ekonomi, hukum maupun politik.
Untuk mewujudkan dan menyelaraskan keseluruhan
aspek tersebut, maka pemerintah daerah harus memiliki
program yang mampu mengakselerasi pertumbuhan ekonomi
daerah melalui program atau kegiatan yang langsung
menyentuh masyarakat. Salah satu aspek yang sangat
menonjol untuk mengangkat ekonomi daerah yaitu melalui
penerapan ekonomi kreatif. Menurut Suryana (2013:35)
bahwa “pada hakikatnya ekonomi kreatif merupakan kegiatan
ekonomi yang mengutamakan pada kreativitas berfikir untuk
menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda yang memiliki
nilai dan bersifat komersial”. Program atau kegiatan ekonomi
kreatif telah menjadi program kerja pemerintah melalui Inpres
Nomor 6 Tahun 2009 yang pada dasarnya ditujukan untuk
membantu daerah-daerah agar dapat menggali potensi daerah
melalui kreativitas yang mampu menciptakan daya saing dan
daya cipta agar menjadi lebih berkembang dan bernilai guna
bagi pertumbuhan daerah. Tidak dapat dipungkiri bahwa
program pemerintah tersebut belum maksimal menyentuh
daerah dan bahkan sebagian besar daerah di Indonesia masih
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B90
belum memahami dengan baik bagaimana serta apa dampak
yang ditimbulkan akibat dari penerapan tersebut. Padahal
apabila ditinjau lebih mendalam, industri kreatif atau ekonomi
kreatif mampu menjadi sektor penggerak yang dapat
menciptakan daya saing bagi sektor lainnya maupun daya
saing daerah (Muzakar Isa: 2016). Oleh karena itu sudah
selayaknya pemerintah daerah berfikir kembali untuk dapat
memanfaatkan wewenangnya melalui otonomi daerah dalam
rangka menciptakan program yang berkelanjutan dan mampu
meningkatkan kemandirian daerah.
Penerapan ekonomi kreatif dapat dilakukan melalui
kerjasama yang baik antara masyarakat dan pemerintah
daerah. Oleh sebab itu, pemerintah daerah harus mencari
segmen yang lebih sesuai dengan pola hidup masyarakat agar
usaha yang dilakukan dapat terus dikembangkan. Persoalan
ekonomi kreatif telah menjadi agenda nasional dimana
pemerintah pusat sangat mengharapkan setiap daerah
memiliki keunggulannya masing-masing yang dapat diwakili
oleh produk atau jasa yang dihasilkan. Melalui output
tersebut, suatu daerah akan memiliki nilai tambah yang luar
biasa dalam jangka panjang, disamping pendapatan daerah
sebagai ukuran kinerja menjadi lebih baik.
Menyinggung dua hal di atas, baik menyangkut
penerapan ekonomi kreatif ataupun tingkat kemandirian
daerah, tidak akan pernah tercapai apabila pemerintah daerah
tidak memiliki komitmen yang kuat dalam menjalankan
pemerintahan dengan baik. Setiap pemerintah daerah dituntut
untuk lebih mengedepankan loyalitas dalam memimpin daerah
atau dengan kata lain bahwa pemerintah daerah harus
memiliki integritas yang benar-benar kuat dan sehat. Hal ini
sangat ditekankan oleh pemerintah pusat agar daerah dapat
menjaga dan mengembangkan daerahnya seperti “rumah
sendiri”. Pemerintah daerah yang telah memiliki komitmen
yang kuat, akan lebih mudah mengembangkan daerahnya
melalui berbagai program karena pada dasarnya kemauan
keras tersebut tidak melihat materi, sehingga apapun yang
dilakukan atas dasar tanggungjawab dan kebutuhan untuk
terus berkembang.
Komitmen yang kuat dalam susunan atau struktur
sebuah pemerintahan akan mampu menciptakan keyakinan
dan dukungan serta loyalitas seseorang terhadap nilai dan
sasaran yang ingin dicapai organisasi (Mowday et.al., 1979).
Komitmen yang kuat akan menyebabkan individu berusaha
mencapai tujuan organisasi, berfikiran positif dan berusaha
berbuat yang terbaik bagi organisasinya. Sebaliknya, bagi
individu dengan komitmen yang lemah akan cenderung untuk
mementingkan diri dan kelompoknya sehingga akan
melemahkan daerah dan pada akhirnya menciptakan daerah
yang tidak mandiri.
Demikian pula halnya dengan pemerintah daerah
Aceh, walaupun dinilai belum maksimal dalam
mengembangkan ekonomi kreatif, namun Aceh tetap memiliki
kekuatan yang sudah ada sejak masa pemerintahan Sultan
Iskandar Muda dengan berbagai potensi yang dimiliki seperti
berbagai kuliner khas daerah sampai hasil rempah-rempah
yang mampu diekspor ke luar negeri (Bakri:2018). Oleh
karena itu sangatlah tepat apabila penerapan ekonomi kreatif
menjadi program unggulan pemerintah Kabupaten maupun
Kota, agar setiap daerah pada akhirnya dapat melahirkan
produk maupun jasa unggulan dan dapat menjadi daerah yang
mandiri.
Pemerintah Kota Lhokseumawe sebagai salah satu
daerah yang sangat terkenal dengan sumber daya alam minyak
dan gas bumi, ternyata masih “belum” memiliki produk
unggulan yang dapat dijadikan ikon atau ciri khas daerah.
Sangat disayangkan apabila potensi daerah yang sudah
memiliki nama tersebut, tidak didukung oleh potensi lainnya
yang memiliki ciri khas daerah yang dapat dibawa atau diingat
oleh masyarakat lainnya saat berkunjung ke Lhokseumawe.
Padahal apabila dilihat dari jumlah penduduk usia produktif
adalah berkisar 65,7% atau sekitar 125.810 penduduk dari
jumlah 191.407 penduduk (Badan Pusat Statistik Kota
Lhokseumawe: 2016). Jumlah tersebut seharusnya menjadi
indicator bagi Kota Lhokseumawe bahwasanya begitu besar
potensi masyarakat yang dapat didorong untuk mendukung
pengembangan potensi daerah, khususnya ekonomi kreatif.
Dilain sisi seharusnya pemerintah daerah intens
memperhatikan permasalahan tersebut untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi daerah.
Apabila dibandingkan dengan daerah-daerah lain di
Aceh seperti Pidie Jaya dengan kue khasnya “Ade”,
Kabupaten Bireuen dengan Keripik Pisang dan kue Nagasari,
Aceh Selatan dengan manisan Pala, sampai dengan Takengon
dengan Kopi Arabica, maka Lhokseumawe masih sangat
“tertinggal” untuk dikategorikan sebagai daerah yang
memiliki ciri khas daerah. Walaupun deretan daerah tersebut
belum dapat dikatakan cukup untuk meningkatkan
kemandirian daerah melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD),
namun paling tidak pemerintah daerah telah berbuat dan
hasilnya dapat dinikmati oleh masyarakat. Barangkali untuk
lebih meningkatkan pola pengembangan ekonomi kreatif Kota
Lhokseumawe khususnya menjadi lebih berkembang, maka
pemerintah daerah harus banyak belajar ke daerah-daerah lain
yang sudah lebih maju seperti Malang, Bandung, Medan dan
sebagainya.
Penelitian ini merupakan replikasi yang pernah
dilakukan oleh beberapa penelitian terdahulu di Indonesia,
menyangkut bagaimana daerah dapat mengembangkan potensi
daerahnya melalui penerapan ekonomi kreatif yang dapat
dijadikan program unggulan bagi pemerintah daerah untuk
meningkatkan kemandirian daerah. Reiza Miftah Wirakusuma
(2014) telah menyimpulkan bahwa Pulau Tidung yang
merupakan daerah pantai dan terletak di Jakarta mampu
menghasilkan kerajinan yang dibuat dari kerang serta menjadi
daya tarik wisatawan dan mampu meningkatkan nilai PAD
pemerintah Kota Jakarta. Disampaing itu Muzakar Isa (2016)
juga telah menemukan suatu nilai tambah bagi pemerintah
Kota Surakarta, dimana ekonomi kreatif sektor kuliner yang
telah membantu masyarakat, mendapat dukungan penuh dan
peran sangat signifikan oleh berbagai stakeholder yang terdiri
dari pemerintah daerah, lembaga keuangan, asosiasi, mass
media, agen wisata atau event organizer, serta lembaga
pendidikan dan pelatihan. Dari dua penelitian terdahulu
tersebut, jelas terlihat bahwa pengembangan ekonomi kreatif
sangat bernilai positif dan langsung berdampak pada
masyarakat, disamping mengangkat nilai ekonomi daerah
secara keseluruhan.
Zulkarnaini et.al. (2018) juga telah menemukan
bahwa hasil survei terhadap penerapan ekonomi kreatif di
Kabupaten Aceh Utara berpengaruh signifikan terhadap nilai
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hasil penelitian ini juga
menemukan bahwa pemerintah daerah perlu untuk melakukan
sinergisitas antara penerapan ekonomi kreatif disatu sisi
dengan pengembangan potensi wisata daerah, sehingga
maksimalisasi PAD dapat terwujud untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu sangatlah beralasan
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B91
apabila langkah awal yang harus dilakukan oleh penulis dalam
penelitian ini adalah survei untuk mengumpulkan bukti atau
fakta secara empiris bahwa pada dasarnya pemerintah daerah
sangat perlu untuk memperhatikan pengembangan Kota
Lhokseumawe menjadi salah satu tujuan wisata dengan
memiliki keunggulan atau ciri khas yang dapat dijadikan
modal dasar untuk pengembangan daerah secara
berkelanjutan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan rekomendasi positif bagi pemerintah daerah
untuk kemudian ditindaklanjuti dalam bentuk program
ataupun kegiatan daerah.
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di
atas, maka identifikasi masalah yang diangkat dalam
penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat pengaruh penerapan ekonomi kreatif
terhadap tingkat kemandirian daerah pada pemerintah
Kota Lhokseumawe.
2. Apakah terdapat interaksi penerapan ekonomi kreatif dan
komitmen organisasi terhadap tingkat kemandirian
daerah pada pemerintah Kota Lhokseumawe.
Ekonomi Kreatif
Persoalan ekonomi kreatif masih merupakan hal baru
yang saat ini sedang diterapkan oleh pemerintah kepada
seluruh daerah yang ada di Indonesia. Menurut Inpres Nomor
6 Tahun 2009, ekonomi kreatif didefinisikan sebagai kegiatan
ekonomi berdasarkan kreativitas, keterampilan dan bakat
individu untuk menciptakan daya kreasi dan daya cipta
individu yang bernilai ekonomis dan berpengaruh pada
kesejahteraan masyarakat. Disamping itu Departemen
Perdagangan Republik Indonesia (2008) merumuskan
ekonomi kreatif sebagai upaya pembangunan ekonomi secara
berkelanjutan melalui kreativitas dengan iklim perekonomian
yang berdaya saing dan memiliki cadangan sumber daya yang
terbarukan. Definisi yang lebih jelas disampaikan oleh UNDP
(2008) yang merumuskan bahwa ekonomi kreatif merupakan
bagian integratif dari pengetahuan yang bersifat inovatif,
pemanfaatan teknologi secara kreatif, dan budaya.
Menyinggung potensi wisata, maka kesempatan
terhadap pengembangan ekonomi kreatif merupakan nilai
lebih yang mampu dicapai oleh pemerintah daerah. Dalam
rangka pengembangan potensi wisata, ekonomi kreatif tidak
hanya melibatkan masyarakat atau komunitas sebagai sumber
daya yang berkualitas, tetapi juga keterlibatan unsur birokrasi
dengan pola entrepreneurship (kewirausahaan). Konsep
keterlibatan birokrasi dalam ekonomi kreatif adalah bahwa
birokrasi tidak hanya membelanjakan tetapi juga
menghasilkan (income generating) dalam arti positif (Osborne
dan Gaebler, 1992).
Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi merupakan tingkat sejauh mana
seorang karyawan atau staf memihak pada suatu organisasi
tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat untuk
mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi tersebut
(Arfan Ikhsan dkk.; 2000).
Mowday et.al. (1979), menyatakan bahwa komitmen
adalah:
”The strength of an individual’s identification with
and involvement in a particular organization.”
Komitmen organisasi merupakan nilai personal yang
mengacu pada sikap loyal pada suatu organisasi. Komitmen
organisasi terbangun apabila masing-masing individu
mengembangkan tiga sikap yang saling berhubungan terhadap
organisasi dan atau profesi, yang antara lain adalah:
1. Identifikasi (identification), yaitu pemahaman atau
penghayatan terhadap tujuan organisasi.
2. Keterlibatan (involvement), yaitu perasaan terlibat dalam
suatu pekerjaan atau perasaan bahwa pekerjaan tersebut
adalah menyenangkan.
3. Loyalitas (loyality), yaitu persaaan bahwa organisasi
adalah tempatnya bekerja dan tinggal.
Mowday et.al. (1979) melihat berbagai situasi variasi
antecedent dari affective commitment meliputi, karakteristik
personal, karakteristik structural, karakteristik yang
berhubungan dengan pekerjaan serta pengalaman kerja. Dari
uraian tersebut Mowday memberikan pengertian komitmen
organisasi sebagai seorang yang memiliki nilai dan keinginan
untuk tetap tinggal menjadi anggota organisasi. Anggota
organisasi seharusnya memiliki kerelaan untuk
mempertimbangkan kekuasaannya demi organisasi.
Selanjutnya tiga karakteristik yang berhubungan
dengan komitmen organisasi menurut Cherrington (1996)
adalah:
1. Keyakinan dan penerimaan yang kuat terhadap
nilai dan tujuan organisasi.
2. Kemauan untuk sekuat tenaga melakukan yang
diperlukan untuk kepentingan organisasi.
3. Keinginan yang kuat untuk menjaga
keanggotaan dalam organisasi.
Meyer dan Allen (1997) mengemukakan tiga
komponen mengenai komitmen organisasi, yang antara lain
adalah:
1. Komitmen afektif (affective commitment), terjadi apabila
karyawan ingin menjdi bagian dari organisasi karena
adanya ikatan emosional (emotional attachment) atau
psikologis terhadap organisasi.
2. Komitmen kontinu (continuance commitment), muncul
apabila karyawan tetap bertahan pada suatu organisasi
karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan
lain, atau karena karyawan tersebut tidak menemukan
pekerjaan lain. Dengan kata lain, karyawan tersebut
tinggal di organisasi karena membutuhkan organisasi
tersebut.
3. Komitmen normatif (normative commitment), timbul dari
nilai-nilai diri karyawan. Karyawan bertahan menjadi
anggota organisasi karena memiliki kesadaran bahwa
komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang
seharusnya dilakukan. Karyawan tersebut tinggal dalam
organisasi karena merasa berkewajiban untuk hal
tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, batasan komitmen
organisasi secara eksplisit baru mencakup satu sisi, yaitu
komitmen anggota terhadap organisasi (Employee’s
Commitment to Organization / ECO). Lebih lanjut Reichers
memberikan pemahaman komitmen organisasi sebagai ”a
monolithic, undifferentiated entity that elicits an identification
and attachment on the part of individual”. Dia mempertegas
mengapa seseorang berkeinginan untuk tetap tinggal ataupun
meninggalkan organisasi. Untuk memahami dan memprediksi
sikap dan tindakan seseorang terhadap organisasi tempat
mereka bekerja, diperlukan melihat kecocokan antara
individual dan organisasi yang bersangkutan.
Tingkat Kemandirian Daerah
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B92
Pada prinsipnya kemandirian daerah merupakan
wujud dari keberhasilan pemerintah daerah dalam
melaksanakan tugasnya sebagai wakil rakyat atau masyarakat
yang wajib bertanggungjawab atas seluruh penggunaan
anggaran. Pemerintah yang dikatakan berhasil dan berkinerja
baik adalah pemerintah yang siap dan tidak tergantung kepada
pihak manapun, termasuk kepada pemerintah pusat.
Fenomena dewasa ini pemerintah daerah sangat tertolong
dengan bantuan dari pemerintah pusat. Program-program yang
dirumuskan dalam anggaran untuk dijalankan dalam satu
periode seharusnya mampu untuk menciptakan
kesinambungan yang makin meningkat dari waktu ke waktu.
Namun sebagian besar pemerintah daerah belum menyadari
permasalahan ini sehingga perlu memahami lebih jauh hal-hal
yang harus dilakukan untuk mencapai sebuah tingkat
kemandirian tersebut.
Tingkat kemandirian daerah seharusnya merupakan
implementasi dari Undang-undang otonomi daerah yang dapat
diukur melalui “hubungan situasional” dengan pemerintah
pusat. Terdapat emapat hubungan antara pemerintah daerah
dengan pemerintah pusat menurut Paul Hersey dan Kenneth
Blanchard dalam Abdul Halim (2004:188) sebagai berikut:
1. Pola hubungan instruktif, peranan pemerintah pusat lebih
dominan daripada kemandirian pemerintah daerah (daerah
yang tidak mampu melaksanakan otonomi daerah).
2. Pola hubungan konsultatif, campur tangan pemerintah
pusat sudah mulai berkurang, karena daerah dianggap
sedikit lebih mampu, melaksanakan otonomi.
3. Pola hubungan partisipatif, peranan pemerintah pusat
semakin berkurang, mengingat daerah yang bersangkutan
tingkat kemandiriannya mendekati mampu melaksanakan
urusan otonomi.
4. Pola hubungan delegatif, campur tangan pemerintah pusat
sudah tidak ada karena daerah telah benar-benar mampu
dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah.
Dari pola hubungan yang dipaparkan di atas jelas
terlihat bahwa terdapat empat situasi yang dapat dihubungkan
dengan tingkat kemandirian suatu daerah. Dalam hal ini,
sebuah daerah yang sudah mampu melaksanakan otonomi
dengan baik, berarti tingkat ketergantungannya kepada
pemerintah pusat sudah berkurang, malah mungkin tidak ada
sama sekali. Kondisi ini jelas menunjukkan tingkat
kemandirian daerah yang dapat diukur dari kondisi anggaran
ataupun realisasi anggaran yang diperoleh oleh pemerintah
daerah setiap periode.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka
hipotesis penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Penerapan ekonomi kreatif berpengaruh terhadap tingkat
kemandirian daerah pada pemerintah Kota
Lhokseumawe.
2. Komitmen organisasi mempengaruhi hubungan interaksi
penerapan ekonomi kreatif terhadap tingkat kemandirian
daerah pada pemerintah Kota Lhokseumawe.
II. METODOLOGI PENELITIAN
Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah penerapan
ekonomi kreatif, komitmen organisasi, dan tingkat
kemandirian daerah.
Definisi dari masing-masing variabel penelitian
adalah sebagai berikut :
1) Penerapan Ekonomi Kreatif (X1) merupakan kegiatan
ekonomi berdasarkan kreativitas, keterampilan dan bakat
individu untuk menciptakan daya kreasi dan daya cipta
yang bernilai ekonomis dan berpengaruh pada
kesejahteraan masyarakat (Inpres Nomor 6 Tahun 2009).
2) Komitmen Organisasi (X2) didefinisikan sebagai
tingkat sampai sejauh mana seseorang memihak pada
organisasi dan tujuan-tujuannya, serta bersikap dan
berprilaku sesuai sistem nilai organisasi, yang
menguntungkan bagi perkembangan dan kesejahteraan
dua belah pihak dalam rangka mewujudkan tujuan
organisasi. Variabel ini diukur dari dua dimensi yaitu
komitmen anggota terhadap organisasi (Mowday et.al.:
1979) dan dimensi komitmen organisasi terhadap
anggota (Wiener, 1982).
3) Tingkat Kemandirian Daerah (Y), diukur melalui
ukuran kemampuan pemerintah daerah dalam menggali
kemampuan PAD serta penerimaan daerah lainnya
dibandingkan dengan total penerimaan daerah yang
diperoleh dari pemerintah pusat (Sukanto
Reksohadiprojo dalam Abdul Halim, 2004:350).
Jenis penelitian ini adalah survei dengan
menggunakan deskriptif verifikatif dengan tujuan untuk
menyajikan gambaran secara terstruktur, faktual dan akurat
serta meneliti hubungan antar variabel dengan uji statistik.
Penelitian deskriptif merupakan penelitian terhadap masalah-
maslah berupa fakta-fakta saat ini dari suatu populasi dan
bertujuan untuk menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan
yang berkaitan dengan current status dari subjek yang diteliti
(Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, 2002). Sedangkan
penelitian verifikatif bertujuan untuk mengetahui kejelasan
hubungan suatu variabel (menguji hipotesis) melalui
pengumpulan data di lapangan.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh
SKPD Pemerintahan Kota Lhokseumawe. Jumlah SKPD
Pemerintah Kota Lhokseumawe saat ini adalah 35 SKPD.
Alasan pemilihan populasi sasaran karena berkaitan dengan
elemen-elemen populasi spesifik yang relevan dengan tujuan
atau masalah penelitian (Nur Indriantoro dan Bambang
Supomo, 2002:119).
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh aparatur
yang menduduki jabatan manajerial di lingkungan Pemerintah
Kota Lhokseumawe. Metode yang dipakai dalam penentuan
sampel adalah purposive sampling, yaitu memilih subjek
yang berada pada posisi terbaik untuk memberikan informasi
yang diperlukan (Sekaran; 2003:277). Alasan pemilihan
aparatur yang memiliki jabatan manajerial adalah agar
memperoleh kondisi yang lebih jelas dan tepat sesuai dengan
kinerja yang telah dilaksanakan.
Mengacu pada metode penentuan sampel di atas,
maka sampel terpilih dibatasi pada kriteria sebagai berikut:
1. Memahami dengan baik operasional pelaksanaan anggaran
pemerintahan.
2. Menduduki jabatan eselon II dan eselon III.
3. Berpengalaman minimal 2 tahun pada posisi jabatan
pemerintahan.
Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan di atas maka
jumlah responden yang terpilih berjumlah 130 responden.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B93
Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data adalah suatu usaha
sadar untuk mengumpulkan data yang dilakukan secara
sistematis dengan prosedur yang telah ditetapkan (Suharsimi
Arikunto, 2002:123).
Sumber data yang akan digunakan dan dianalisis
dalam penelitian ini adalah jenis data primer (primary data).
Data primer merupakan sumber data penelitian yang
diperoleh secara langsung dari sumber asli tanpa melalui
perantara (Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, 2002:147).
Metode Transformasi Data
Data pada penelitian ini diperoleh dari jawaban
kuesioner para responden yang menggunakan skala ordinal.
Agar dapat dianalisis secara statistik maka data tersebut harus
dinaikkan menjadi skala interval dengan menggunakan
Methods of Successive Interval (MSI) dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
1) Menentukan frekuensi (f) responden yang
menjawab skor
1,2,3,4,5,6,7 untuk setiap item pertanyaan
2) Selanjutnya menentukan proporsi (p) dengan cara
setiap frekuensi
dibagi dengan banyaknya responden
3) Menghitung proporsi kumulatif (PK)
4) Menentukan nilai z untuk setiap PK yang
diperoleh dengan
menggunakan tabel distribusi normal
5) Menentukan nilai skala (scale value = SV) untuk
setiap skor jawaban.
Sesuai dengan nilai skala ordinal ke interval, yaitu
scale value (SV) yang nilainya terkecil (harga negatif yang
terbesar) diubah menjadi dengan 1 (satu):
Transformed Scale Value - Y = SV + I SV min I +1
Setelah ditrasnformasikan dari skala ordinal
menjadi skala interval maka dapat dianalisis lebih lanjut
dengan menggunakan program SPSS.
Metode Analisis Data
Dalam suatu penelitian kesahihan (validitas) dan
kehandalan (realibility) suatu hasil penelitian tergantung pada
alat pengukur (instrument) yang digunakan dan data yang
diperoleh. Jika alat ukur yang digunakan tersebut tidak sahih
dan tidak handal maka hasilnya tidak menggambarkan
keadaaan yang sesungguhnya. Untuk itu diperlukan dua
macam pengujian yaitu tes kesahihan (test validity) dan tes
kehandalan (test of realibility).
Untuk dapat menganalisis data dalam penelitian ini
maka digunakan analisis regresi linear sederhana (simple
linier regression) untuk mengetahui pengaruh penerapan
ekonomi kreatif terhadap tingkat kemandirian daerah
(Persamaan 1) dan Moderated Regression Analysis (MRA)
untuk melihat interaksi pengaruh desentralisasi sebagai
variable moderating (Persamaan 2).
Dari variabel yang telah dibahas sebelumnya, maka
dapat diturunkan model penelitian sebagai berikut:
Y = β0+β1X1+ε1 ………………………………………………(1)
Y = β0+β1X1+β2X1X2+ε2 ………………………………...(2)
dimana:
Y = Tingkat Kemandirian Daerah
β0 = Konstanta, yaitu nilai Y jika nilai seluruh
variable lain nol
β1 = Koefisien regresi dari X1
β2 = Koefisien regresi dari X2
X1 = Penerapan Ekonomi Kreatif
X2 = Komitmen Organisasi
X1X2 = Interaksi Penerapan Ekonomi Kreatif
dan Komitmen Organisasi
ε = Error term dari variabel lain
Untuk menguji regresi dengan variabel moderator
dapat dilakukan dengan cara menguji interaksi atau dikenal
dengan sebutan Moderated Regression Analysis (MRA).
Metode tersebut merupakan aplikasi khusus dari regresi linear
berganda dimana dalam persamaan regresinya mengandung
unsur interaksi (perkalian dua atau lebih variabel independen),
sehingga apabila diturunkan persamaannya untuk
membuktikan nilai interaksi variable yang memoderasi
hubungan antara variable X dan Y, maka dapat dilakukan
dengan menghitung derivatif pertama (Imam Ghozali, 2002:
94).
Dari persamaan (2) di atas, maka dapat dihitung
derivasi pertama dari X1 untuk membuktikan adanya interaksi
variabel moderating yaitu X2 sebagai berikut:
dY/dX1 = β1+β2X2 ……………………… (3)
Apabila variable X merupakan moderating variable,
maka koefisien β2 harus signifikan pada 0.05 atau 0.10. Efek
moderasi yang signifikan atau tidak, didasari oleh peningkatan
R2 yang signifikan pada persamaan tersebut. Fokus utama
yang diperhatikan dalam penelitian ini adalah signifikansi
indeks koefisien dan sifat pengaruh interaksi satu variabel
moderating yaitu Komitmen Organisasi terhadap hubungan
antara Penerapan Ekonomi Kreatif dengan Tingkat
Kemandirian Daerah.
Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis akan diuji
asumsi klasik yang mendasari penggunaan persamaan model
regresi berganda sehingga data-data yang akan digunakan
dalam pengujian hipotesis bebas dari kemungkinan
penyimpangan asumsi klasik, yaitu tidak bias dan memiliki
varians yang minimum.
Asumsi klasik yang utama menurut Gujarati
(2003:339) terdiri dari :
1) Normalitas variabel gangguan (disturbance error)
Dalam regresi linear diasumsikan bahwa residual εi
merupakan variabel acak yang mengikuti distribusi
normal dengan Σ(εi) = 0 dan Var (εi) atau Σ(εi) = σ2.
Bentuk gangguan εi diintroduksikan ke dalam model agar
dapat menampung berbagai hal yang diakibatkan oleh
pengaruh galat (error), seperti error dari variabel yang
tidak dimasukkan ke dalam model dan kesalahan elemen-
elemen yang melekat pada perilaku manusia.
2) Tidak terdapat multikolinearitas
Multikolinearitas adalah suatu keadaan dimana satu atau
lebih variabel independen berkorelasi dengan variabel
independen lainnya, suatu variabel independen
merupakan fungsi linear dari variabel independen lainnya.
3) Tidak terdapat heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi karena perubahan situasi yang
tidak tergambar dalam model regresi secara spesifik atau
jika residual tidak memiliki varians yang konstan. Ini
biasanya terjadi pada data cross section.
4) Tidak terdapat autokorelasi
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B94
Autokorelasi dapat diartikan sebagai korelasi yang terjadi
di antara anggota-anggota dari serangkaian observasi
yang berdekatan waktunya (data time series) atau
berdekatan tempatnya (data cross section).
Dalam penelitian ini tidak semua asumsi model
regresi tersebut akan diuji. Asumsi yang tidak akan diuji
adalah autokorelasi. Autokorelasi tidak diuji dengan alasan
karena data yang akan dikumpulkan dan diolah merupakan
data cross section bukan data time series yang merupakan
penyebab terjadinya autokorelasi. Dalam penelitian ini
pengamatan hanya dilakukan pada satu periode yang sama
karena tidak ada bentuk gangguan antara periode pengamatan.
Pengujian Hipotesis
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini
berdasarkan pada hipotesis penelitian, dimana hipotesis
tersebut akan dijabarkan dalam bentuk hipotesis statistik
sebagai berikut:
Hipotesis pertama
H01 : β1,2=0 Penerapan ekonomi kreatif tidak berpengaruh
terhadap tingkat kemandirian daerah.
Ha1 : β1,2 0 Penerapan ekonomi kreatif berpengaruh
terhadap tingkat kemandirian daerah.
Hipotesis kedua
H02 : β1,2 0 Komitmen organisasi tidak mempengaruhi
hubungan penerapan ekonomi kreatif terhadap
tingkat kemandirian daerah.
Ha2 : β1,2 > 0 Komitmen organisasi mempengaruhi
hubungan penerapan ekonomi kreatif terhadap
tingkat kemandirian daerah.
Pengujian hipotesis dan perhitungan yang dilakukan
diuraikan sebagai berikut:
1) Uji Statistik F
Uji ini dilakukan untuk mengetahui signifikansi
pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen secara bersama-sama atau secara keseluruhan
(uji hipotesis pertama). Untuk menghitung nilai F
hitung digunakan rumus : (Gujarati, 2003:258)
F = ( )/()1
1/2
2
knR
kR
−−
−
dimana:
R2 adalah Koefisien determinasi
k adalah Jumlah variabel independen
n adalah Ukuran sampel
Hasil perhitungan Fhitung yang selanjutnya dibandingkan
dengan Ftabel dengan tingkat keyakinan 95% (α = 0,05)
dengan kriteria keputusan sebagai berikut:
❖ Jika F hitung ≤ F table : Ho diterima atau Ha ditolak
❖ Jika F hitung > F tabel : H0 ditolak atau Ha diterima
2) Uji Koefisien determinasi (R2)
Uji Koefisien Determinasi (R2) dilakukan untuk melihat
besar variasi dari variabel independen secara bersama-
sama dalam mempengaruhi variabel dependen dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
R2 =
Y
R
JK
JK
dimana :
JKR : jumlah kuadrat regresi (explained sum of
Square)
JKY : jumlah total kuadrat (total sum of square)
Nilai R2 berada antara 0 dan 1. Semakin mendekati
nilai 1 atau 100%, maka semakin besar pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen.
3) Uji Statistik t
Uji Parsial atau disebut dengan uji t, yaitu menguji
signifikan konstansta dan variabel independen yang
terdapat dalam persamaan tersebut secara individu
apakah berpengaruh terhadap nilai variabel independen
(Gujarati, 2003:259). Rumusnya :
t =
i
i
S
dimana :
βi adalah koefisien regresi untuk masing-masing
variabel bebas
Sβi adalah standard error dari βi
Dari perhitungan tersebut maka selanjutnya
membandingkan antara nilai thitung dengan nilai ttabel
pada tingkat keyakinan 95% (α = 0,05), dengan kriteria
keputusan :
❖ Jika t hitung t tabel : H0 diterima atau Ha ditolak
❖ Jika t hitung t tabel : Ha diterima atau H0 ditolak
Menghitung Koefisien Determinasi Parsial
Koefisien determinasi parsial dihitung untuk
menentukan besarnya pengaruh variabel independen secara
parsial terhadap variabel dependen. Koefisien determinasi
parsial diperoleh dengan cara mengkuadratkan koefisien
korelasi parsial untuk masing-masing variabel independen.
Untuk mengetahui keeratan hubungan antar variabel
independen terhadap variabel dependen, digunakan kriteria
koefisien korelasi sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 4.2
berikut :
Tabel 1
Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi
Frekuensi Interprestasi
0,00 – 0,199 Sangat rendah
0,20 – 0,399 Rendah
0,40 – 0,599 Sedang / Cukup
0,60 – 0,799 Kuat
0,80 – 1,000 Sangat kuat
Sumber : Sugiyono (2011:214)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Bagian ini akan diuraikan hasil penelitian berkaitan
dengan pengaruh penerapan ekonomi kreatif terhadap tingkat
kemandirian daerah yang dimoderasi oleh komitmen
organisasi. Sumber data utama yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuesioner yang disebar kepada SKPD
Pemerintahan Kota Lhokseumawe. Rekap jumlah kuesioner
yang disebarkan kepada responden dirangkum pada tabel
berikut:
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B95
Tabel 2 Rincian Pengembalian Kuesioner (Respond Rate)
Responden Kuesioner
Disebar
Kuesioner
Kembali
Respond
Rate Keterangan
Sebanyak 35
SKPD di
lingkungan
Pemerintah
Kota
Lhokseumawe
130
Lembar
Kuesioner
123
Lembar
Kuesioner
95%
- 2 Kueioner
tidak kembali
- 5 Kuesioner
tidak terisi
lengkap
Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
Pada sub bab ini, hipotesis konseptual yang diajukan
sebelumnya akan diuji dandibuktikan dengan menggunakan
pengujian statistik. Hipotesis konseptual yang diajukan adalah
diduga adanya pengaruh dari penerapan ekonomi kreatif
terhadap tingkat kemandirian daerah yang di moderasi oleh
komitmen organisasi. Adapun metode statistik yang
digunakan untuk menguji hipotesis tersebut adalah moderated
regression analysis (MRA) dengan model sebagai berikut:
1) Y = a + b1X1 + ei
2) Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X1*X2 + ei
Dimana:
Y = Tingkat Kemandirian Daerah
a = Konstanta
bi = Koefisien Regresi
X1 = Penerapan Ekonomi Kreatif
X2 = Komitmen Organisasi
X1*X2 = Interaksi antara X1 dengan X2
ei = Residual
Dikarenakan regresi ini mensyaratkan menggunakan
data interval dan skala likert yang digunakan diasumsikan
ordinal, maka terlebih dahulu perlu dilakukan transformasi
kedalam bentuk interval. Transformasi data dilakukan
menggunakan methode of successive interval atau MSI yang
dihitung menggunakan program STAT97.
Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Pengujian asumsi normalitas bertujuan untuk
menguji apakah nilai residual (ei) dalam model regresi
berdistribusi secara normal atau tidak. Model regresi yang
baik seharusnya memiliki residual yang terdistribusi secara
normal. Salah satu cara untuk mendeteksi masalah normalitas
ini dapat dilihat dari sebaran data residu pada grafik p-p plot.
Hasil pengujian dapat dilihat pada gambar grafik berikut:
Gambar 1. Grafik P-P Plot Normalitas
b. Uji Multikolinearitas
Multikolineritas menunjukkan adanya korelasi
diantara atau semua variabel bebas yang dilibatkan kedalam
model regresi. Pengujian masalah multikolinearitas dapat
dideteksi dari nilai tolerance dan VIF (Variance Inflation
Factor). Jika nilai Tol lebih besar 0,1 dan VIF kurang dari 10
dapat diputuskan bahwa tidak terdapat masalah
multukolineritas dalam model regresi yang akan dibentuk.
Tabel 3
Hasil Pengujian Asumsi Multikolineritas
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 Penerapan Ekonomi Kreatif
(X1) 0,910 1,099
Komitmen Organisasi (X2) 0,907 1,103
X1*X2 0,918 1,089
a. Dependent Variable: Tingkat Kemandirian Daerah (Y)
c. Uji Heterokedastisitas
Uji heteroskedastisitas ini digunakan untuk menguji
homogenitas varians residu dalam model regresi, dimana
model regresi yang baik mensyaratkan terbebas dari masalah
heteroskedastisitas. Salah satu cara mendeteksi
heteroskedastisitas ini dapat dilihat dari grafik scatterplot
antara nilai prediksi variabel bebas yaitu ZPRED dengan
residualnya yaitu SRESID. Jika titik-titik tersebar secara acak
dan tidak membentuk sebuah pola, dapat disimpulkan bahwa
model regresi telah terbebas dari masalah heteroskedastisitas.
Hasil pengujian dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2. Grafik Scatterplot Heteroskedastisitas
Pengaruh Penerapan Ekonomi Kreatif terhadap Tingkat
Kemandirian Daerah yang Dimoderasi Oleh Komitmen
Organisasi
Persamaan regresi yang akan dibentuk adalah sebagai
berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X1*X2 + ei
Dimana:
Y = Tingkat Kemandirian Daerah
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B96
a = Konstanta
bi = Koefisien Regresi
X1 = Penerapan Ekonomi Kreatif
X2 = Komitmen Organisasi
X1*X2 = Interaksi antara X1 dengan X2
ei = Residual
a. Regresi Moderasi (MRA)
Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 4 berikut:
Tabel 4
Hasil Reegresi Moderasi (MRA)
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Correlatio
ns
B
Std.
Error Beta
Zero-
order
1 (Constant) -12,621 3,034 -4,160 0,000
Penerapan
Ekonomi
Kreatif (X1)
0,248 0,042 0,388 5,952 0,000 0,536
Komitmen
Organisasi
(X2)
0,336 0,046 0,477 7,307 0,000 0,604
X1*X2 0,729 0,351 0,135 2,078 0,040 0,330
a. Dependent Variable: Tingkat Kemandirian Daerah (Y)
Persamaan regeresi yang menjelaskan pengaruh
penerapan ekonomi kreatif terhadap tingkat kemandirian
daerah yang dimoderasi oleh komitmen organisasi adalah
sebagai berikut:
Y = -12,621 + 0,248 X1 + 0,336 X2 + 0,729 X1*X2
Secara statistik, nilai-nilai dalam persamaan regresi
di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Konstanta sebesar -12,621 menunjukan nilai prediksi
untuk persentase skor tingkat kemandirian daerah jika
penerapan ekonomi kreatif, komitmen organisasi dan
interaksi antara keduanya sangat buruk atau bernilai 0
(nol).
2) Koefisien regresi untuk penerapan ekonomi kreatif
adalah sebesar 0,248 dengan koefisien bernilai positif
yang menujukan bahwa setiap terjadinya peningkatan
skor penerapan ekonomi kreatif dan variabel bebas
lainnya diasumsikan konstan, diprediksikan akan
meningkatan persentase skor tingkat kemandirian daerah
sebesar 0,248%.
3) Koefisien regresi untuk komitmen organisasi adalah
sebesar 0,336 dengan koefisien bernilai positif yang
menujukan setiap terjadinya peningkatan skor komitmen
organisasi dan variabel bebas lainnya diasumsikan
konstan, diprediksikan akan meningkatan persentase skor
tingkat kemandirian daerah sebesar 0,336%.
b. Pengujian Hipotesis Simultan (Uji F)
Uji statistika yang digunakan untuk menguji
hipotesis simultan ini adalah uji F. Nilai Ftabel yang digunakan
sebagai nilai kritis dalam uji simultan ini adalah sebesar 2,681
yang diperoleh dari lampiran tabel distribusi F dengan α = 5%,
df1 (k) = 2 dan df2 (n - (k+1)) 119.
Kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai
berikut:
1) Tolak Ho dan terima Ha jika nilai Fhitung > Ftabel
2) Terima Ho dan tolak Ha jika nilai Fhitung < Ftabel
Rumusan hipotesis simultan yang akan diuji adalah
sebagai berikut:
Ho : βi = 0 Penerapan ekonomi kreatif, komitmen organisasi
dan interaksi antara keduanya (penerapan
ekonomi kreatif dengan komitmen organisasi)
secara simultan tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap tingkat kemandirian daerah.
Ha : βi ≠ 0 Penerapan ekonomi kreatif, komitmen organisasi
dan interaksi antara keduanya (penerapan
ekonomi kreatif dengan komitmen organisasi)
secara simultan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap tingkat kemandirian daerah.
Taraf signifikansi (α) yang digunakan adalah sebesar 0,05 (5%)
dengan hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai Fhitung
sebesar 46,636 jatuh di daerah penolakan Ho, maka dengan
taraf kepercayaan sebesar 95% dapat diputuskan untuk
menolak Ho dan menerima Ha yang berarti penerapan
ekonomi kreatif, komitmen organisasi dan interaksi antara
keduanya (penerapan ekonomi kreatif dengan komitmen
organisasi) secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap tingkat kemandirian daerah.
c. Pengujian Hipotesis Parsial (Uji t)
Nilai ttabel yang digunakan sebagai nilai kritis dalam
pengujian hipotesis parsial ini adalah sebesar 1,980 yang
diperoleh dari tabel distribusi t dengan α sebesar 5% dan df (n
- (k+1)) 119 untuk uji dua pihak (two tailed).
Kriteria pengambilan keputusan dalam uji t ini adalah sebagai
berikut:
1) Tolak Ho dan terima Ha jika nilai thitung > ttabel
2) Terima Ho dan tolak Ha jika nilai thitung < ttabel
Rumusan hipotesis parsial yang akan diuji adalah
sebagai berikut:
Hipotesis I
Ho2 : β2 = 0 Komitmen organisasi tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap tingkat kemandirian
daerah.
Ha2 : β2 ≠ 0 Komitmen organisasi memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap tingkat kemandirian
daerah.
Taraf signifikansi (α) yang digunakan adalah sebesar
0,05 (5%), yang menunjukkan bahwa nilai thitung sebesar 7,307
jatuh di daerah penolakan Ho, maka dengan taraf kepercayaan
sebesar 95% dapat diputuskan untuk menolak Ho dan
menerima Ha yang berarti bahwa komitmen organisasi
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat
kemandirian daerah, dimana semakin baiknya komitmen
organisasi dipastikan akan mampu meningkatkan kemandirian
daerah.
X2 Y
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B97
Hipotesis II
Ho3 : β3 = 0 Penerapan ekonomi kreatif yang dimoderasi
oleh komitmen organisasi tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap tingkat
kemandirian daerah.
Ha3 : β3 ≠ 0 Penerapan ekonomi kreatif yang dimoderasi
oleh komitmen organisasi memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap tingkat kemandirian
daerah.
Taraf signifikansi (α) yang digunakan adalah sebesar
0,05 (5%) menunjukkan nilai thitung sebesar 2,078 jatuh di
daerah penolakan Ho, maka dengan taraf kepercayaan sebesar
95% dapat diputuskan untuk menolak Ho dan menerima Ha
yang berarti bahwa penerapan ekonomi keatif yang
dimoderasi oleh komitmen organisasi memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap tingkat kemandirian daerah, dimana
semakin baiknya penerapan ekonomi kreatif dan didukung
komitmen organisasi yang kuat dipastikan akan mampu meningkatkan kemandirian daerah. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa komitmen organisasi ini merupakan
variabel moderasi yang mampu memperkuat pengaruh dari
penerapan ekonomi kreatif terhadap tingkat kemandirian
daerah.
d. Koefisien Determinasi
Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5
Koefisien Determinasi Simultan
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std.
Error of
the
Estimate
1 0,735a 0,540 0,529 2,89957
a. Predictors: (Constant), X1*X2, Penerapan Ekonomi
Kreatif (X1), Komitmen Organisasi (X2)
b. Dependent Variable: Tingkat Kemandirian Daerah
(Y)
Dari Tabel 5. di atas, diperoleh koefisien determinasi
sebesar 0,540 atau dengan kata lain penerapan ekonomi kreatif
yang dimoderasi oleh komitmen organisasi memberikan
kontribusi pengaruh sebesar 54,0% terhadap tingkat
kemandirian daerah, sedangkan sebanyak (1-R2) 46% sisanya
merupakan besarnya kontribusi yang diberikan oleh faktor
lainnya yang tidak diteliti.
Untuk mengetahui kontribusi pengaruh secara parsial,
dapat diketahui dari hasil perkalian antara nilai beta yang
merupakan koefisien regresi terstandarkan (standardized
coefficients) dengan zero-order (ryx) yang merupakan nilai
korelasi parsial. Hasil perhitungan koefisien determinasi
parsial disajikan pada Tabel 6 berikut:
Tabel 6
Koefisien Determinasi Parsial
Model
Standardized
Coefficients Correlations
Partial
Coefficient
of
Determinat
ion
Beta Zero-order
Komitmen
Organisai (X2) 0,477 0,604 0,288
Interaksi
X1*X2 0,135 0,330 0,045
Dari Tabel 6 di atas, diketahui komitmen organisasi
secara parsial memberikan kontribusi pengaruh sebesar 28,8%
terhadap tingkat kemandirian daerah, adapun interaksi (X1*X2)
antara penerapan ekonomi kreatif dengan komitmen
organisasi memberikan kontribusi pengaruh sebesar 4,5%
terhadap tingkat kemandirian daerah. Rekapitulasi besar
kontribusi pengaruh penerapan ekonomi kreatif terhadap
tingkat kemandirian daerah sebelum dan setelah dimoderasi
oleh komitmen organisasi disajikan dalam Tabel 7 berikut:
Tabel 7
Rekapitulasi Besar Kontribusi Pengaruh Sebelum dan Setelah
Dimoderasi
Model R2
R2
dalam
%
Pengaruh Faktor Lain 1-R2
X1 - Y 0,287 28,7% 71,3%
X1
Moderasi
X2 - Y
0,540 54,0% 46,0%
Berdasarkan hasil yang tersaji pada Tabel 5.18 di atas,
dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kontribusi
pengaruh yang semula 28,7% menjadi 54%, hal ini
menunjukan bahwa komitmen organisasi mampu memperkuat
pengaruh penerapan ekonomi kreatif terhadap tingkat
kemandirian daerah atau dengan kata lain variabel komitemn
organisasi ini sukses menjalankan fungsinya sebagai variabel
moderasi.
Prospek Pengembangan Ekonomi Kreatif
Melihat hasil uji hipotesis terhadap tiga variabel
yang saling mempengaruhi tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa peningkatan nilai kontribusi akhir pada model
moderasi yang meningkat dari 28,7% menjadi sebesar 54%
atau terjadi peningkatan sebesar 46,9% menunjukkan bahwa
terdapat prospek yang sangat besar bagi pemerintah daerah
Kota Lhokseumawe untuk dapat mengembangkan ekonomi
kreatif menjadi salah satu keunggulan daerah. Melalui
komitmen yang tinggi bagi seluruh aparatur pemerintah
daerah, akan mampu melahirkan berbagai program dan
konsep baru terhadap pola pengembangan ekonomi kreatif.
Ekonomi kreatif tidak hanya sekedar meningkatkan
pendapatan daerah atau masyarakat, namun ekonomi kreatif
harus menunjukkan ciri khas atau keunggulan daerah yang
pada akhirnya dapat menjadi “icon” daerah.
X1 Y
X2
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B98
Pemerintah Kota Lhokseumawe khususnya harus
mampu melihat potensi daerah dalam mengembangkan
potensi ekonomi kreatif pada berbagai sub sektor dan mampu
membedakan dengan daerah lain di Provinsi Aceh.
Pemerintah dapat melakukan kembali riset yang lebih tajam
terhadap potensi daerah yang memungkinkan untuk
dikembangkan dan dapat dilakukan masyarakat, sehingga
relevansi kepentingan pemerintah daerah dengan masyarakat
akan menjadi satu kolaborasi yang tepat. Namun harus
disadari bahwa pengembangan ekonomi kreatif tidak akan
berkembang apabila tidak didukung oleh pengembangan
potensi wisata yang saat ini telah menjadi primadona dalam
menghasilkan nilai Pendapatan Asli Daerah (PAD). Melalui
pengembangan ekonomi kreatif, seharusnya pemerintah
daerah sudah harus memilikirkan juga bagaimana pariwisata
dikembangkan. Kedua hal tersebut merupakan kombinasi
yang sangat sesuai dalam menghasilkan PAD.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang
telah dilakukan pada bab sebelumnya, peneliti memperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Masyarakat sangat setuju dengan penerapan ekonomi
kreatif di wilayah Pemerintahan Kota Lhokseumawe
yang nantinya diharapkan akan mampu mendorong
tumbuhnya ekonomi masyarakat.
2. Seluruh SKPD pada pemerintaan Kota Lhokseumawe
memiliki komitmen organisasi yang hampir baik.
3. Tingkat kemandirian Pemerintah Daerah Kota
Lhoksmawe tergolong cukup baik.
4. Penerapan ekonomi kreatif memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap tingkat kemandirian daerah pada
pemerintah Kota Lhokseumawe dengan kontribusi
pengaruh yang diberikan sebesar yaitu sebesar 28,7%
sedangkan sebanyak 71,3% sisanya merupakan
kontribusi pengaruh dari faktor lainnya yang tidak
diteliti.
5. Penerapan ekonomi kreatif yang dimoderasi oleh
komitmen organisasi memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap tingkat kemandirian daerah, dimana interaksi
yang terjadi menunjukkan bahwa komitmen organisasi
ini mampu memperkuat pengaruh penerapan ekonomi
kreatif terhadap tingkat kemandirian daerah dengan
kontribusi pengaruh yang diberikan sebesar 54,0%,
sedangkan sebanyak 46% sisanya merupakan besarnya
kontribusi yang diberikan oleh faktor lainnya yang tidak
diteliti.
6. Pemerintah Kota Lhokseumawe memiliki prospek
pengembangan ekonomi kreatif yang tinggi untuk
meningkatkan PAD. Hal ini dikarenakan bahwa
komitmen pemerintah daerah serta dukungan masyarakat
memiliki relevansi yang kuat.
REFERENSI
[1] Abdul Halim. (2004). Bunga Rampai: Manajemen Keuangan Daerah.
Edisi Revisi. Penerbit UPP AMP YKPN. Yogyakarta.
[2] Arfan Ikhsan dan Ishak. (2005). Akuntansi Keprilakuan. Jakarta: Salemba Empat.
[3] Badan Pusat Statistik (BPS). (2016). Kota Lhokseumawe Dalam Angka
Tahun 2016. Pemerintah Kota Lhokseumawe. [4] Bakri. (2018). Ekonomi Kreatif Aceh Belum Maksimal.
http://aceh.tribunnews.com/2018/10/26/ekonomi-kreatif-aceh-belum-
maksimal. Diakses tanggal 1 Maret 2019. [5] Cherrington. (1996). Accounting Information System and Business
Organization. Addison-Wesley.
[6] Gujarati, Damodar N. (2003). Basic Econometrics. 4th Edition, New York, McGraw Hill. New York.
[7] Gunawan Sudarmanto. (2005). Statistik terapan Berbasis Komputer
Dengan Program IBM SPSS Statistik 19. PT. Penerbit: Citra Wacana Media. Jakarta
[8] Imam Ghozali. (2002). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program
SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
[9] Meyer, John P. and Allen, Natalie J. (1997). Commitment in the
Workplace: Theory, Research, and Application. Publisher: SAGE
Publications Inc. [10] Mowday, Steers and Porter’s. (1979). Organizational Behavior;
Concept, Controversies, Aplication. International Edition. Eigth
Edition. Pretice Hall, pp. 478-487. [11] Muzakar Isa. (2016). Model Penguatan Kelembagaan Industri Kreatif
Kuliner Sebagai Upaya Pengembangan Ekonomi Daerah. Prosiding
Seminar Nasional Ekonomi dan Bisnis dan Call For Paper FEB UMSIDA 2016.
[12] Nur Indriantoro dan Bambang Supomo. (2002). Metodologi Penelitian
Bisnis untuk Manajemen dan Akuntansi. BPFE-UGM. Yogyakarta. [13] Osborne, David and Gaebler, Ted. (1992). Reinventing Government.
NY Penguin Press: New York.
[14] Reiza Miftah Wirakusuma. (2014). Analisis Kegiatan Ekonomi Kreatif Di Kawasan Wisata Bahari Pulau Tidung Kepulauan Seribu. Jurnal
Manajemen Resort & Leisure. Volume 11 Nomor 1, April 2014.
[15] Sekaran, Uma. (2003). Research Methods for Business, A Skill building Approach. Fourth Edition.Wiley. Pp. 87.
[16] Sugiono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Alfabeta: Bandung. [17] Suharsimi Arikunto. (2002). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan
Praktek. Rineke Cipta, Jakarta.
[18] Suryana. (2013). Ekonomi Kreatif, Ekonomi Baru: Mengubah Ide dan Menciptakan Peluang. Penerbit: Salemba Empat. Jakarta.
[19] Wiener. (1982). Management : A Global Prespective. McGraw-Hill
Education (Asia). [20] Zulkarnaini, Zuarni and Muhammad Arifai. (2018). How Does
Reinforce The Local Original Revenue? Developing of Sharia Based-
Tourism. International Journal of Social Science and Economic Research. Volume: 03, Issue:12, December 2018. www.ijsser.com.
pp.6776-6795
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B99
Analisa Independensi Dan Skeptisme Profesional Auditor Pada Auditor Pemerintah Di
Kabupaten Aceh Utara
Mukhlisul Muzahid1, Lukman2, M. Yazid3
Politeknik Negeri Lhokseumawe
Jln. B.Aceh Medan Km.280 Buketrata 24301 Indonesia
Abstrak— Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empirik pengaruh kompetensi, independensi dan skeptisme profesional
auditor terhadap kualitas audit pada auditor pemerintah di kabupaten Aceh Utara. Alat analisis yang digunakan adalah teknik
regresi berganda (multiple regression analysis) dengan pertimbangan bahwa pola hubungan antar variabel dalam penelitian adalah
bersifat korelatif dan kausalitas. Model ini akan mampu menjawab bentuk permasalahan yang selama ini terjadi sehingga tujuan
dapat tercapai yaitu mengukur seberapa besar pengaruh pengaruh kompetensi, independensi dan skeptisme profesional auditor
terhadap kualitas audit secara simultan maupun secara parsial pada auditor pemerintah di kabupaten Aceh Utara. Responden yang
dituju adalah auditor pemerintah yang berkerja pada kantor Inspektorat kabupaten Aceh Utara yang berjumlah 21 responden,
karena diyakini bahwa mereka memiliki kemampuan dalam mengaudit lembaga/ kantor pemerintah. Adapun sumber data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Sumber data primer berasal dari responden yang diperoleh
dengan menggunakan teknik pengumpulan data melalui penyebaran kuesioner dan wawancara. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa secara simultan kompetensi, independensi dan skeptisme profesional auditor berpengaruh terhadap kualitas audit, dan secara
parsial kompetensi dan skeptisme profesional auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit laporan keuangan satuan kerja
perangkat daerah kabupaten Aceh Utara. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi acuan dan pertimbangan bagi pemerintah daerah
khususnya auditor pemerintah kabupaten Aceh Utara agar dalam pelaksanaan audit lebih mengedepankan sikap
profesionalismenya.
Kata kunci— Kompetensi, Independensi, Skeptisme Profesional Auditor dan Kualitas Audit.
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian
Laporan keuangan menyediakan berbagai informasi
keuangan yang bersifat kuantitatif dan diperlukan sebagai
sarana pengambilan keputusan baik oleh pihak internal
maupun pihak eksternal perusahaan. Menurut FASB, ada dua
karakteristik terpenting yang harus ada dalam laporan
keuangan yakni relevan (relevance) dan dapat diandalkan
(reliable). Kedua karakteristik tersebut sangatlah sulit untuk
diukur, sehingga para pemakai informasi membutuhkan jasa
pihak ketiga untuk memberi jaminan bahwa laporan keuangan
tersebut memang relevan dan dapat diandalkan serta dapat
meningkatkan kepercayaan semua pihak yang berkepentingan.
Penyelenggaraan pemerintah yang baik diperlukan
komitmen dari semua pihak, baik itu pemerintah pusat,
pemerintah daerah maupun masyarakat. Mewujudkan
pemerintahan yang baik (good governance) adalah
penyelenggaraan negara/ daerah yang solid, bertanggung
jawab, efektif dan efisien dengan mensinergikan interaksi
yang konstruktif diantara penyelenggara pemerintah.
Pemerintahan yang baik harus didukung dengan tiga faktor,
yaitu pengawasan, pengendalian, dan pemeriksaan.
Statement on Auditing Standards (SAS) Nomor 82
atau Pernyataan Standar Auditing (PSA) Nomor 70
menyatakan bahwa audit dilakukan untuk memberikan
keyakinan yang memadai (reasonable assurance) mengenai
masalah salah saji material (material misstatement) dalam
laporan keuangan, baik itu berupa errors (kekeliruan)
ataupun fraud (kecurangan). Kekeliruan (errors) merupakan
salah saji dalam laporan keuangan yang tidak disengaja,
sedangkan kecurangan (fraud) merupakan salah saji dalam
laporan keuangan yang disengaja. Dampak dari penggunaan
ISA (International Standard on Auditing) yang resmi
diterapkan di Indonesia saat ini menjadikan akuntan
publik tak bisa lagi lepas tangan bila masih terdapat fraud
pada hasil auditnya. Auditor dalam memberikan jasa
assurance harus bisa memastikan laporan keuangan bebas
dari salah saji, baik salah saji berdasarkan standar
akuntansi maupun salah saji dari fraud pada hasil audit, maka
dalam memberikan jasa assurance dan menunjang
profesionalismenya sebagai akuntan publik, auditor dalam
melaksanakan tugas auditnya harus berpedoman pada standar
audit yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Pada pernyataan standar umum pertama dalam
SPAP, menyatakan bahwa audit harus dilaksanakan oleh
seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan
teknis yang cukup sebagai auditor, oleh karena itu auditor
malaksanakan tugasnya harus memiliki kompetensi sebagai
auditor. Kompetensi dapat diperoleh melalui pendidikan,
pengalaman, serta pelatihan teknis yang cukup, sehingga
auditor diharapkan dapat menjalankan tugasnya dengan
lebih baik. (Kusharyanti, 2013).
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN)
dalam pernyataan standar umum pertama adalah: “Pemeriksa
secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang
memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan”. Dengan
Pernyataan Standar Pemeriksaan ini semua organisasi
pemeriksa bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap
pemeriksaan dilaksanakan oleh para pemeriksa yang secara
kolektif memiliki pengetahuan, keahlian, dan pengalaman
yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas tersebut.
Pernyataan standar umum kedua SPKN adalah: “Dalam
semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan,
organisasi pemeriksa harus bebas dalam sikap mental dan
penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi
yang dapat mempengaruhi independensinya”.
Audit merupakan suatu proses sistematik yang
dilakukan untuk mengevaluasi bukti secara objektif atas
pernyataan-pernyataan dari kejadian ekonomi. Salah satu
tujuan audit adalah untuk menentukan tingkat kesesuaian
antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang
telah ditetapkan (Mulyadi 2012:9). Audit terhadap setiap
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B100
organisasi termasuk organisasi pemerintah (sektor publik)
pada dasarnya dapat berupa audit eksternal atau audit internal.
Dalam pelaksanaan audit internal, fungsi auditor adalah
melaksanakan penilaian yang independen, menguji dan
mengevaluasi kegiatan organisasi (Boyton et.al 2001).
Salah satu standar kualitas audit merupakan ketaatan
terhadap standar profesi, artinya audit dikatakan berkualitas
jika memenuhi standar auditing dan standar pengendalian
mutu, seperti yang dikemukakan oleh Pramono dalam Effendy
(2010), dikatakan bahwa produk audit yang berkualitas hanya
dapat dihasilkan oleh suatu proses audit yang sudah
ditetapkan standarnya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
proses audit dapat dikatakan telah memenuhi syarat quality
assurance apabila proses yang dijalani tersebut telah sesuai
dengan standar, antara lain: standar for the professional
practice, internal audit charter, kode etik internal audit,
kebijakan, tujuan, dan prosedur audit, serta rencana kerja
audit.
Laporan keuangan pemerintah pada kondisi sekarang
masih belum menunjukkan hasil yang berkualitas tinggi sesuai
dengan standar, ini terlihat dari masih rendahnya kualitas
laporan keuangan dan juga masih rendah kualitas hasil audit
oleh auditor pemerintah (inspektorat) atas laporan keuangan,
hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya temuan audit
yang tidak ditemukan atau dideteksi oleh auditor
inspektorat, akan tetapi ditemukan oleh auditor eksternal
lainnya yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melalui
pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah. Hal ini
dikarenakan bahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor
BPK pada saat tahun kualitas auditbarakhir (post audit),
sementara pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor
inspektorat dilaksanakan saat kegiatan berlangsung sehingga
belum bisa memprediksi potensi-potensi kerugian akibat
penyimpangan.
Dengan jumlah auditor pemerintah belum sebanding
dengan luas daerah dan jumlah dana yang disalurkan,
ditambah lagi dengan kemampuan dan pengalaman auditor
pemerintah di Inspektorat daerah masih belum memberikan
andil yang maksimal dalam mendeteksi adanya penyimpangan
keuangan daerah sehingga sangat berpengaruh terhadap
kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor. Fenomena yang
sama juga terjadi di pemerintah kabupaten Aceh Utara
berhubungan dengan kualitas hasil audit yang dilakukan oleh
Inspektorat, hasil pemeriksaan Inspektorat jarang sekali
ditemukan adanya penyimpangan maupun kekeliruan atas
pelaksanaan kualitas auditdan pengendalian mutu, sehingga
masyarakat (publik) manaruh perhatian besar terhadap
kualitas hasil audit yang dilaksanakan oleh Inspektorat. Dalam
laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
juga terungkap bahwa masih lemahnya sistem pengendalian
internal pemerintah di sejumlah pemerintah daerah yang
mengakibatkan kurangya kualitas laporan keuangan
pemerintah daerah (BPK RI).
Perumusan Masalah
Berdasarkan fenomena tersebut, dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut:
1. Seberapa besar pengaruh kompetensi, independensi dan
skeptisisme profesional auditor secara simultan terhadap
kualitas audit pada auditor pemerintah di Kabupaten Aceh
Utara.
2. Seberapa besar pengaruh kompetensi, independensi dan
skeptisisme profesional auditor secara parsial terhadap
kualitas audit pada auditor pemerintah di Kabupaten Aceh
Utara.
Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan maksud tersebut diatas, maka
tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui :
1. Besarnya pengaruh kompetensi, independensi dan
skeptisme profesional auditor secara simultan
terhadap kualitas audit pada auditor pemerintah di
Kabupaten Aceh Utara.
2. Besarnya pengaruh kompetensi, independensi dan
skeptisme profesional auditor secara parsial terhadap
kualitas audit pada auditor pemerintah di Kabupaten
Aceh Utara.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran dalam bidang ilmu ekonomi akuntansi
khususnya pada bidang auditing dan akuntansi sektor publik,
selain itu penelitian dapat memberikan manfaat sebagai
berikut :
a. Diharapkan dapat menjadi masukan bagi auditor
pemerintah di Kabupaten Aceh Utara, dalam
meningkatkan kualitas laporan hasil audit.
b. Bagi pemerintah daerah diharapkan menjadi rujukan
dalam penyusunan kebijakan (qanun)
II. TINJAUAN PUSTAKA
Audit
Menurut Arens et al (2013:4) audit adalah :
“Auditing is the accumulation and evaluation of evidence
about information to determine and report on the degree of
correspondence between the information and established
criteria. Auditing should be done by a competent, independent
person.”
Sedangkan dalam The American Accounting
Association’s Committee on Basic Auditing Concepts (2011:1-
2) mendefenisikan audit adalah : “suatu proses yang sistematis
untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif
mengenai pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi
dengan tujuan umtuk menetapkan tingkat kesesuaian antara
pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah
ditetapkan serta menyampaikan hasilnya kepada pemakai
yang berkepentingan”.
Dalam undang-undang No. 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan
Negara, audit didefenisikan “proses identifikasi masalah,
analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen,
objektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan,
untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan
keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara”
Secara umum pengertian di atas dapat diartikan
bahwa audit adalah proses sistematis yang dilakukan oleh
orang yang kompeten dan independen dengan mengumpulkan
dan mengevaluasi bahan bukti berdasarkan standar dan
bertujuan memberikan pendapat untuk disampaikan kepada
pihak pemakai.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B101
Kompetensi
Kompetensi berkaitan dengan pendidikan dan
pengalaman memadai yang dimiliki akuntan publik dalam
bidang auditing dan akuntansi. Dalam melaksanakan audit,
akuntan publik harus bertindak sebagai seorang yang ahli di
bidang akuntansi dan auditing. Pencapaian keahlian
dimulai dengan pendidikan formal, yang selanjutnya
diperluas melalui pengalaman dalam praktik audit. Selain
itu, akuntan publik harus menjalani pelatihan teknis yang
cukup yang mencakup aspek teknis maupun pendidikan
umum, Cristiawan (2002:83).
Menurut Trotter (1986) dalam Agusti dan Pertiwi
(2013) mendefinisikan bahwa seorang yang berkompeten
adalah orang yang dengan ketrampilannya mengerjakan
pekerjaan dengan mudah, cepat, intuitif dan sangat
jarang atau tidak pernah membuat kesalahan. Menurut
Rai (2008: 63) seorang auditor kinerja untuk
melakukan kinerja audit dengan baik atau berhasil maka harus
memiliki: 1) Mutu Personal, 2) Pengetahuan Umum, 3)
Keahlian Khusus.
Auditor yang berkompeten adalah auditor yang
dengan pengetahuan dan pengalamanya yang cukup dan
eksplisit dapat melakukan audit secara objektif, cermat
dan seksama. Pengalaman merupakan proses pembelajaran
dan pertambahan perkembangan potensi bertingkah laku,
yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non
formal, yang pada akhirnya dapat diartikan sebagai proses
yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku
yang lebih tinggi.
Independensi
Independensi bermakna ”tidak tergantung atau
dikendalikan oleh (orang lain atau benda), tidak mendasarkan
pada diri pada orang lain, bertindak atau berpikir sesuai
dengan kehendak hati, bebas dari pengendalian orang lain,
tidak dipengaruhi oleh orang lain. Menurut Arens et al
(2008:111), independensi dalam audit berarti mengambil
sudut pandang yang tidak bias. Independensi sangat penting
bagi auditor untuk dijaga dalam melaksanakan tanggung
jawabnya.
Menurut Halim (2008:46), independensi merupakan
suatu cerminan sikap dari seorang auditor untuk tidak memilih
pihak siapapun dalam melakukan audit. Independensi adalah
sikap mental seorang auditor dimana ia dituntut untuk
bersikap jujur dan tidak memihak sepanjang pelaksaan audit
dan dalam memposisikan dirinya dengan auditee-nya.
Independensi menurut Wirakusumah dan Agoes (2003 : 8)
merupakan pandangan yang tidak berprasangka dan tidak
memihak dalam melakukan test-test audit, evaluasi dan hasil-
hasilnya, dan penerbitan laporan, dan merupakan alasan utama
kepercayaan masyarakat.
Independensi auditor pemerintah adalah sikap tidak
memihak kepada kepentingan siapa pun dalam melakukan
pemeriksaan laporan keuangan yang dibuat oleh pihak
manajemen. Auditor pemerintah berkewajiban untuk jujur
tidak hanya kepada pemerintah, namun juga kepada lembaga
perwakilan dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas
pekerjaan auditor pemerintah.
Skeptisme Profesional
Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP,
2012), Standar Audit (SA) paragraf 13 huruf l, Skeptisme
professional adalah suatu sikap yang mencakup suatu
pikiran yang selalu mempertanyakan, waspada terhadap
kondisi yang dapat mengindikasikan kemungkinan kesalahan
penyajian, baik yang disebabkan oleh kecurangan maupun
kesalahan, dan suatu penilaian penting atas bukti audit.
Skeptisisme profesional mencakup kewaspadaan terhadap hal-
hal berikut ini:
1. Bukti audit yang bertentangan dengan bukti audit lain
yang diperoleh.
2. Keadaan yang mengindikasikan adanya kemungkinan
kecurangan.
3. Kondisi yang menyarankan perlunya prosedur yang
disyaratkan oleh SA (Standar Audit).
4. Informasi yang menimbulkan pertanyaan tentang
keandalan dokumen dan tanggapan terhadap permintaan
keterangan yang digunakan sebagai bukti audit.
Secara khusus dalam audit, Standar Profesional
Akuntan Publik (IAPI, 2011) menjelaskan bahwa skeptisisme
profesional adalah sikap yang selalu mempertanyakan dan
melakukan evaluasi bukti audit secara kritis. Pengertian
serupa dipaparkan dalam International Standards on Auditing
(IASB, 2009), skeptisisme profesional adalah sikap yang
meliputi pikiran yang selalu bertanya tanya (questioning
mind), waspada (alert) terhadap kondisi dan keadaan yang
mengindikasikan adanya kemungkinan salah saji material
yang disebabkan oleh kesalahan atau kesengajaan (fraud), dan
penilaian (assessment) bukti-bukti audit secara kritis.
Konsep skeptisisme profesional yang tercermin dalam
standar tersebut adalah sikap selalu bertanya-tanya,
waspada, dan kritis dalam melaksanakan seluruh proses
audit.
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan latar belakang dan kajian teori diatas
yang dapat dijelaskan bahwa kompetensi, independensi dan
skeptisme profesional, berpengaruh terhadap kualitas audit.
Kualitas audit merupakan sebagai ketaatan terhadap
standar profesi dan ikatan kontrak selama melaksanakan
audit. Kompetensi merupakan suatu keahlian secara eksplisit
dapat digunakan untuk melakukan audit secara objektif dan
efektif dengan segala pengetahuan, kemampuan dan
pengalaman yang dimiliki oleh auditor. Dengan adanya
kompentensi yang tinggi maka auditor dapat melaksanakan
auditnya dengan penuh rasa tanggung jawab, cermat dan
seksama.
Skeptisme profesional merupakan sikap auditor
yang selalu meragukan dan mempertanyakan segala
sesuatu, dan menilai secara kritis bukti audit serta
mengambil keputusan audit berlandaskan keahlian auditing
yang dimilikinya. Tanpa menerapkan skeptisme profesional
auditor tidak akan menemukan salah saji yang diakibatkan
kecurangan. Rendahnya tingkat skeptisme profesional dapat
menyebabkan kegagalan dalam mendeteksi kecurangan dalam
pelaksanaan audit.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B102
Hipotesis
Berdasarkan struktur penelitian diatas maka dapat
diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut :
Hipotesis 1 : Kompetensi, Independensi dan Skeptisme
Professional Auditor secara simultan
berpengaruh positif terhadap Kualitas
Audit pada Auditor Pemerintah di
Kabupaten Aceh Utara.
Hipotesis 2 : Kompetensi, Independensi dan Skeptisme
Professional Auditor secara parsial
berpengaruh positif terhadap Kualitas
Audit pada Auditor Pemerintah di
Kabupaten Aceh Utara.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Disain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriftif analisis
melalui populasi target yang datanya dikumpulkan dengan
menggunakan kuesioner. Terkait hipotesis yang diajukan,
penelitian ini menggunakan olahan statistik untuk
menjelaskan hubungan antar variabel eksogen (Kompetensi
dan Skeptisme Profesional Auditor) serta pengaruhnya baik
secara parsial maupun secara simultan terhadap variabel
endogen (Kualitas Audit) guna memperoleh bukti empiris
dengan menggunakan model analisis regresi berganda
(multiple regression analysis).
Unit analisis penelitian ini adalah Kantor Inspektorat
Kabupaten Aceh Utara dengan respondennya adalah Auditor
Pemerintah yang bekerja di Inspektorat Kabupaten Aceh
Utara. Dilihat dari horizon waktu, penelitian ini bersifat cross-
sectional studies.
Operasionalisasi Variabel
Untuk memperjelas pengujian hipotesis yang
dikemukakan maka variabel-variabel yang diidentifikasi perlu
didefinisikan sehingga variabel tersebut dapat
dioperasionalisasikan. Tabel 1. berikut ini menjelaskan secara
rinci variabel, dimensi, indikator dan skala yang digunakan
dalam penelitian.
\Tabel : 1
Matriks Operasionalisasi Variabel
VARIABEL DIMENSI INDIKATOR SKALA
Variabel Eksogen
Kompetensi (Variabel X1)
Pengetahuan
▪ Pengetahuan prinsip akutansi dan
standar audit.
▪ Pengetahuan tentang lembaga
pemerintah.
▪ Pengetahuan tentang lembaga
pemerintah.
▪ Pendidikan formal yang ditempuh.
▪ Pelatihan dan keahlian khusus.
▪ Keahlian khusus membantu proses
audit.
Ordinal
Pengalaman ▪ Jumlah lembaga/ kantor
pemerintah yang di audit.
▪ Jenis kantor pemerintah yang
pernah diaudit.
▪ Lama melakukan audit.
▪ Level atau jabatan dalam
mengaudit.
Ordinal
Independensi (Variabel X2)
Independensi in Fact
▪ Kepentingan keuangan.
▪ Jasa lain selain audit.
▪ Hubungan dalam penugasan
▪ Persaingan antar kantor
Ordinal
Independensi in Appearance
▪ Audit fee.
▪ Tekanan dalam peran
▪ Confarmity Pressure
▪ Audit Delay
Ordinal
Skeptisme Profesional
(Variabel X3)
Aspek Struktural
▪ Keahlian melaksanakan tugas
sesuai dengan bidang.
▪ Profesi atau tugas dengan
menetapkan standar baku untuk
Ordinal
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B103
profesinya.
Aspek Sikap
▪ Sikap skeptisme.
▪ Profesional mampu membuat
keputusan.
▪ Profesional terhada profesinya.
Ordinal
Variabel Endogen
Kualitas Audit (Variabel Y)
Efektif
▪ Efektivitas dalam peloran
▪ Tercapai tujuan organisasi
▪ Tercapai target
▪ Kesesuaian dengan anggaran
▪ Kualitas rekan dan staff audit.
▪ Melaporkan semua temuan audit.
▪ Pemahaman terhadap SIA
Ordinal
Efesiensi
▪ Kesesuaian dengan waktu dan
biaya.
▪ Komitmen dalam menyelesaikan
audit.
▪ Pimpinan yang kooperatif
▪ Pengambila keputusan sesuai
dengan standar.
Ordinal
Variabel-variabel yang akan diukur dalam penelitian
ini terkait dengan sikap, pendapat dan persepsi maka tipe
skala yang digunakan adalah skala likert. Menurut Riduwan
(2008:20) skala likert digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang
tentang kejadian (sosial).
Populasi dan Sensus
Menurut Sekaran (2013:256) populasi adalah the
entire group of people, events, or things of interest that the
researcher wishis to investigate. Populasi dari penelitian ini
yang sekaligus sebagai unit analisis adalah Auditor
pemerintah yang bekerja di kantor Inspektorat Kabupaten
Aceh Utara yang berjumlah 21 orang. Penelitian ini akan
dilakukan dengan metode sensus.
Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan dua metode dalam
pengumpulan data yaitu, penelitian kepustakaan dan
penelitian lapangan. Metode penelitian kepustakaan dilakukan
untuk mengumpulkan data sekunder dengan cara membaca
dan menelaah hasil-hasil penelitian terdahulu dan literatur-
literatur yang berhubungan dengan penelitian ini. Sedangkan
metode penelitian lapangan dilakukan untuk mengumpulkan
data primer dengan menggunakan kuesioner dan interview.
Metode Pengujian Data
Keandalan (reliability) atau kesahihan (validity)
suatu penelitian sangat ditentukan oleh alat ukur yang
digunakan. Apabila alat ukur yang dipakai tidak valid dan atau
tidak dapat dipercaya, maka hasil penelitian yang dilakukan
tidak akan menggambarkan keadaan yang sesungguhnya.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka kejujuran responden
dalam menjawab pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner
merupakan hal yang penting. Untuk itu diperlukan dua macam
pengujian yaitu uji kesahihan (test of validity) dan uji
keandalan (test of reliability).
Nilai Cutt Off (nilai baku minimal) koefisien korelasi
(r) yaitu 0,3. yang artinya bahwa jika koefisien korelasi
spearman rho suatu data dalam sebuah pertanyaan kuesioner
sama atau lebih besar dari 0,3 maka data kuesioner tersebut
dinyatakan memenuhi syarat kriteria atau disebut valid.
Uji reliabilitas data penelitian ini menggunakan
metode (rumusan) koefisien Alpha Cronbach’s. koefisien
Alpha Cronbach’s merupakan koefisien reliabilitas yang
paling sering digunakan dengan alasan koefisien ini
menggambarkan varians dari item-item sekaligus untuk
mengevaluasi internal consistency, adapun ukuran yang
disarankan sebagai dasar secara keseluruhan pernyataan
dinyatakan andal (reliabel) adalah apabila koefisien reliabilitas
lebih besar dari 0.70.
Metode Analisis Data
Untuk mengukur seberapa besar pengaruh kompetensi
dan skeptisme profesional auditor terhadap kualitas audit,
pengujian dilakukan teknik analisis regresi berganda (multiple
regression analysis). Alasan penggunaan analisis regresi
berganda dalam penelitian ini karena variabel independen
berjumlah lebih dari satu yaitu ada dua variabel.
Berdasarkan paradigma penelitian yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka model persamaan regresi
berganda untuk penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
.
Keterangan :
Y = Kualitas Audit
0 = Koefisien intercept (konstanta) nilai Y jika
yang lain adalah nol
1 = Koefisien regresi variabel X1
2 = Koefisien regresi variabel X2
X1 = Kompetensi auditor
X2 = Skeptisme profesional auditor
= Error term dari variabel-variabel lain
Dengan demikian, dalam penelitian ini asumsi model
regresi yang akan diuji adalah pengujian disturbance error
(normalitas), heteroskedastisitas dan multikolinieritas.
Y = 0 + 1X1 + 2X2 +
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B104
Pengujian Hipotesis
Berdasarkan hipotesis penelitian yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis
statistik sebagai berikut :
➢ Hipotesis Pertama:
Ho1 : i = 0, (i = 1,2)
Kompetensi (X1), Independensi (X2) dan
Skeptisme Profesional (X3) secara bersama-
sama tidak berpengaruh positif terhadap
Kualitas Audit (Y).
HA1 : Sekurang-kurangnya ada satu i 0, (i = 1,2)
➢ Kompetensi (X1), Independensi (X2) dan
Skeptisme Profesional (X2) secara bersama-
sama berpengaruh positif terhadap Kualitas
Audit (Y).
➢ Hipotesis tersebut diuji dengan menggunakan Uji Statistik
F, dengan prosedur perhitungan sebagai berikut :
JK sisa = ( )2
− ˆY Y
JK total = ( )2
− Y Y
JK regresi = JK total - JK sisa
RJK = JK/db
F-hitung = RJK regresi / RJK sisa ….(*)
Keterangan: JK = Jumlah kuadrat, RJK = Rata-rata
jumlah kuadrat,
k = jumlah variabel bebas, n =
jumlah sampel dan
db = derajad bebas.
Selanjutnya untuk pengujian hipotesis digunakan alat
analisis varian, untuk lebih jelas dapat kita lihat melalui tabel
Analisis Varians (ANOVA) sebagai berikut :
Tabel : 2
Analisis Varians (ANOVA)
Sumber
Varians
Derajat
bebas
(db)
JK RJK Fhitung
Regresi K JK
regresi
RJK
regresi
(*)
Residu n –k –1 JK sisa RJK sisa
Total n –1 JK total RJK total
➢ Hasil perhitungan (Fhitung) kemudian dibandingkan dengan
nilai (Ftabel) dengan tingkat keyakinan 95% ( = 0,05)
dengan kriteria keputusan:
• Jika F hitung F tabel : H0 diterima atau H1 ditolak
• Jika F hitung > F tabel : H1 diterima atau H0 ditolak
Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi menunjukkan besarnya pengaruh
variabel independen secara bersama-sama atau simultan
terhadap variabel dependen. Koefisien determinasi diperoleh
dari tabel ANOVA dengan menggunakan rumus;
dimana JK= Jumlah Kuadrat
➢ Hipotesis Kedua :
Ho2 : i 0, (i = 1,2)
Kompetensi (X1) Independensi (X2) dan
Skeptisme Profesional (X2) secara parsial tidak
berpengaruh positif terhadap Kualitas Audit
(Y).
HA2 : i > 0, (i = 1,2)
➢ Kompetensi (X1) Independensi (X2) dan
Skeptisme Profesional (X2) secara parsial
berpengaruh positif terhadap Kualitas Audit
(Y).
➢ Hipotesis tersebut diuji dengan menggunakan Uji Statistik
t, yaitu dengan membandingkan t hitung dengan t tabel pada
tingkat keyakinan 95% ( = 0,05), dengan kriteria
keputusan:
• Jika t hitung t tabel : H02 diterima atau HA2 ditolak
• Jika t hitung > t tabel : HA2 diterima atau H02 ditolak
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Responden
Responden dalam penelitian ini yaitu auditor
pemerintah yang bekerja sebagai pemeriksa laporan keuangan/
operasional Satker dan SKPK yang ada di kantor Inspektorat
Kabupaten Aceh Utara. Kuesioner yang disebarkan kepada
responden sebanyak 21 eksemplar dengan tingkat
pengembalian sebanyak 21 eksemplar atau 100 persen.
Berdasarkan data hasil pengolahan kuesioner, dapat di uraian
berikut ini:
Tabel : 3
Karakteristik Responden
No Jumlah Responden Frekuensi Persentase
1 Jenis kelamin
Laki-laki 09 43%
Perempuan 12 57%
Jumlah 21 100%
2
Latar Belakang
Pendidikan
Ekonomi
/akuntansi 11 52%
Hukum 2 9,5%
Teknik 2 9,5%
Sosial / Lainnya 6 29%
Jumlah 21 100%
3
Pendidikan
Terakhir
Diploma 2 9,5%
Strata 1 15 71,5%
regresi2
total
JKR
JK=
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B105
Strata 2 4 19%
Jumlah 21 100%
4 Jabatan
Kepala Instansi/
Kantor 0 0%
Sekretaris/ Kabid/
Kabag 2 10%
Auditor/Jabatan
lain 19 90%
Jumlah 21 100%
5 Lama bekerja
01-05 tahun 0 0%
06-10 tahun 4 19%
11-15 tahun 9 43%
>16 tahun 8 38%
Jumlah 21 100%
Sumber : Hasil Penelitian, 2018
Berdasarkan tabel 3, dapat dilihat bahwa pegawai
yang bekerja di Inspektorat Kabupaten Aceh Utara dan
berstatus sebagai auditor pemerintah didominasi oleh laki-laki
dari pada perempuan, yaitu 09 laki-laki atau 43% dan 12
responden perempuan atau 57%.
. Dari latar belakang pendidikan responden
menunjukkan bahwa responden berlatar belakang pendidikan
ekonomi/ akuntansi sebanyak 11 responden atau 52%, hukum
2 orang atau 9,5%, teknik 2 orang atau 9,5% dan selebihnya
berlatar belakang pendidikan sosial dan lainnya 6 orang atau
29%, ini menunjukkan bahwa pegawai yang berhubungan
dengan pemeriksaan akuntansi sudah sesuai dengan tupoksi.
Data responden dari segi pendidikan terakhir
menunjukkan bahwa jumlah renponden yang berpendidikan
diploma ada sebanyak 2 orang atau 9,5%, berpendidikan
strata-1 ada 15 orang atau 71,5%, berpendidikan strata-2 ada 4
atau 19%, ini menunjukkan bahwa pegawai yang berprofesi
sebagai auditor sudah berkualifikasi pendidikan sarjana yang
dapat diandalkan untuk menunjang tanggung jawab yang
diberikan.
Sementara data responden dari posisi jabatan jenjang
auditor dapat dilihat bahwa Auditor senior berjumlah 9 orang
atau 43%, auditor madya berjumlah 5 orang atau 23% dan
auditor yunior berjumlah 7 orang atau 34%.
Hasil Uji Instrumen Penelitian
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini untuk
memperoleh data adalah kuesioner. Untuk mengetahui apakah
alat ukur (instrumen) yang digunakan berupa butir item
pernyataan kuesioner telah mengukur secara cermat dan tepat
apa yang diukur pada penelitian ini, data penelitian terlebih
dahulu diuji validitas dan reliabilitasnya sebelum digunakan
dalam analisis data. Instrumen penelitian dikatakan baik jika
memenuhi ketiga persyaratan utama yaitu :1) valid atau sahih;
2) reliabel atau handal; 3) praktis, Cooper dan Schindler
(2006).
Hasil Pengujian Validitas
Uji validitas alat ukur penelitian dilakukan
mengunakan pendekatan statistika, yaitu melalui nilai
koefisien korelasi skor butir pernyataan dengan skor total
variabel. Ukuran yang digunakan untuk menyatakan
pernyataan valid apabila nilai korelasi skor butir pernyataan
dengan skor total variabelnya > 0,30. Hasil pengujian validitas
untuk semua pertanyaan variabel X1, X2, dan Y adalah valid,
dimana nilai korelasi butir pertanyaan lebih besar 0,30.
Hasil Pengujian Reliabilitas
Setelah diperoleh butir item kuesioner yang valid,
ukuran lain yang harus dipenuhi suatu alat ukur adalah
memiliki tingkat keandalan atau reliabilitas yang baik (tinggi).
Suatu alat ukur dikatakan andal bila alat ukur tersebut
digunakan berulangkali akan memberikan hasil yang relatif
sama (tidak berbeda jauh). Pendekatan secara statistika yang
dapat digunakan untuk melihat andal tidaknya suatu alat ukur
adalah koefisien reliabilitas. Adapun ukuran yang disarankan
sebagai dasar secara keseluruhan pernyataan dinyatakan andal
(reliabel) adalah apabila koefisien reliabilitas lebih besar dari
0.70.
Berdasarkan hasil pengolahan menggunakan metode
Cronbach's Alpha diperoleh hasil uji reliabilitas untuk data
penelitian yang digunakan sebagai berikut:
Tabel : 4
Hasil Pengujian Reliabilitas
No Variabel Koefisien
Reliabilitas Keterangan
1 Kompetensi (X1) 0,811 Reliabel
2 Independensi (X2) 0,773 Reliabel
3 Skeptisme Profesioanal
(X3)
0,755 Reliabel
4 Kualitas Audit (Y) 0,821 Reliabel
Sumber : Hasil Data Penelitian 2018
Dari tabel 4 diatas diperoleh kesimpulan bahwa alat
ukur yang digunakan dalam penelitian ini memiliki tingkat
keandalan yang baik (r > 0.70) sehingga dapat digunakan
dalam melakukan analisis guna menjawab permasalahan
penelitian.
Hasil Pengujian Hipotesis Statistik
Sebelum digunakan sebagai dasar kesimpulan,
persamaan regresi yang diperoleh dan telah memenuhi asumsi
regresi melalui pengujian di atas perlu di uji koefisien
regresinya baik secara keseluruhan (simultan) dan secara
individu (parsial) untuk melihat apakah model yang diperoleh
dan koefisien regresinya dapat dikatakan bermakna secara
statistik agar dapat diambil simpulan secara umum mengenai
pengaruh kompetensi dan skeptisme profesional auditor
terhadap kualitas audit.
Pengujian Hipotesis Secara Simultan (Uji F-Statistik)
Uji F-statistik pada dasarnya menunjukkan apakah
semua variabel independen yang dimasukan dalam model
secara bersama-sama (simultan) memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependen. Nilai F diturunkan dari
tabel ANOVA (analysis of variance).
Hasil perhitungan nilai F-hitung untuk model
regresi yang diteliti dapat dilihat pada tabel berikut :
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B106
Tabel 5 : Hasil Uji-F
ANOVAb
Model
Sum of
Squares Df
Mean
Square F Sig.
1 Regressi
on
34873.40
9
3 11624.47
0
41.23
0
.000a
Residual 12180.20
7
51 238.828
Total 47053.61
6
54
a. Predictors: (Constant), (X3) Skeptisme Profesional,
(X2) Independensi
(X1) Kompetensi
b. Dependent Variable: (Y) Kualitas Audit.
Sumber : Hasil output SPSS 20.0
Dari hasil pengolahan data yang ditunjukkan pada
tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai F-hitung sebesar 41,230
dengan p-value sebesar 0,000. Oleh karena p-value (0,000)
lebih kecil dari nilai α yang telah ditetapkan (0,05), maka
dapat disimpulkan bahwa variabel bebas (Kompetensi,
Independensi dan Skeptisme Profesional) secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas (Kualitas
Audit) pada tingkat kepercayaan 95%.
Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji t-Statistik)
Untuk mengetahui signifikan atau tidaknya suatu
pengaruh dari variabel-variabel bebas secara parsial atas suatu
variabel tidak bebas digunakan uji t-statistik. Pengujian
hpotesis secara parsial dilakukan dengan cara membandingkan
nilai t-hitung dengan nilai t-tabel. Nilai t-tabel untuk tingkat
kekeliruan 5% dan derajat bebas (db) = n-k-1= 21-2-1 = 18
adalah 1,4230.
Hasil perhitungan nilai t-hitung untuk masing-masing
variabel bebas dalam model regresi yang diteliti dan hasil
keputusan uji parsial disajikan pada tabel berikut :
Tabel 6 :
Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji-t)
Variabel t-
hitun
g
t-
tabel
P-
valu
e
(Sig
)
Keputus
an Uji
Keterang
an
X1
(Kompetens
i)
3,021
1,423
0
0,02
1
H0
ditolak
signifikan
pada α =
0,05
X2
(Independen
si)
3,017 1,423
0
0,01
4
H0
ditolak
signifikan
pada α =
0,05
X3
(Skeptisme
Profesional)
3,014 1,423
0
0,01
1
H0
ditolak
signifikan
pada α =
0,05
Keterangan : Jika thitung ≤ ttabel : H0 diterima atau Ha ditolak
Jika thitung > ttabel : Ha diterima atau H0 ditolak
Sumber : Data diolah
a. Pengaruh kompetensi terhadap kualitas audit.
Dari hasil perhitungan, diperoleh nilai hitung untuk
variabel kompetensi (X1) sebesar 3,021 dengan p-value
sebesar 0,021. Oleh karena p-value (0,021) lebih kecil dari α
yang telah ditetapkan (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa
secara parsial kompetensi auditor berpengaruh positif
signifikan terhadap kualitas audit pada tingkat kepercayaan 95
%. Artinya bahwa hasil penelitian ini berhasil menolak H0.
b. Pengaruh independensi terhadap kualitas audit
Dari hasil perhitungan, diperoleh nilai hitung untuk
variabel independensi (X2) sebesar 3,017 dengan p-value
sebesar 0,014. Oleh karena p-value (0,014) lebih kecil dari α
yang telah ditetapkan (0,05), maka dapat disimpulkan bahwa
secara parsial independensi auditor berpengaruh positif
signifikan terhadap kualitas audit pada tingkat kepercayaan 95
%. Artinya bahwa hasil penelitian ini berhasil menolak H0.
c. Pengaruh skeptisme profesional terhadap kualitas audit.
Dari hasil perhitungan, diperoleh nilai hitung untuk
variabel skeptisme profesional (X2) sebesar 3,014 dengan p-
value sebesar 0,011. Oleh karena p-value (0,011) lebih kecil
dari α yang telah ditetapkan (0,05), maka dapat disimpulkan
bahwa secara parsial skeptisme profesional juga berpengaruh
signifikan terhadap kualitas audit pada tingkat kepercayaan 95
%. Artinya bahwa hasil penelitian ini berhasil menolak H0.
d. Model Persamaan Regresi
Untuk melihat pengaruh kompetensi (X1)
independensi (X3) dan skeptisme profesional (X2), terhadap
Kualitas Audit (Y), maka digunakan analisis regresi linier
berganda.
Perhitungan koefisien regresi dilakukan dengan
menggunakan software SPSS 20.0 untuk analisis regresi
berganda disajikan pada tabel 7 berikut ini :
Tabel 7 :
Hasil Perhitungan Koefisien Regresi Berganda
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardi
zed
Coefficie
nts
t Sig. B
Std.
Error Beta
1 (Constant) 8,670 11.531
.620 .486
(X1) KA 1.530 .568 .582 3.284 .002
(X2) IA 1.512 .568 .582 3.284 .002
(X3) SPA 1.451 .680 .284 3.162 .015
a. Dependent Variable: (Y) Kualitas Audit
Sumber : Hasil output SPSS 20.0
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B107
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 7 di atas,
diperoleh bentuk persamaan regresi linier berganda sebagai
berikut :
Y = 8,670+ 1,530 X1 + 1,512 X2 + 1,451 X3+ ε
Nilai koefisien regresi pada variabel-variabel
bebasnya menggambarkan apabila diperkirakan variabel
bebasnya naik sebesar satu satuan dan nilai variabel bebas
lainnya diperkirakan konstan atau sama dengan nol, maka
nilai variabel terikat diperkirakan bisa naik atau bisa turun
sesuai dengan tanda koefisien regresi variabel bebasnya.
Dari persamaan regresi linier berganda di atas
diperoleh nilai konstanta sebesar 8,670 berarti bahwa dengan
asumsi variabel kompetensi dan skeptisme profesional, maka
besarnya rata-rata indeks kualitas audit bernilai 8,670.
Koefisien regresi untuk variabel X1 positif,
menunjukkan adanya hubungan yang searah antara
kompetensi (X1) dengan kualitas audit (Y). Koefisien regresi
variabel X1 yang positif mengandung arti bahwa penerapan
kompetensi akan meningkatkan kualitas audit (Y).
Koefisien regresi untuk variabel X2 positif,
menunjukkan adanya hubungan yang searah antara
Independensi (X2) dengan kualitas audit (Y). Koefisien regresi
variabel X2 mengandung arti bahwa Independensi yang
dilakukan oleh auditor akan meningkatkan kualitas audit.
Koefisien regresi untuk variabel X3 positif,
menunjukkan adanya hubungan yang searah antara skeptisme
profesional (X3) dengan kualitas audit (Y). Koefisien regresi
variabel X2 mengandung arti bahwa skeptisme profesional
yang dilakukan oleh auditor akan meningkatkan kualitas audit.
Koefisien Determinan (R2)
Besarnya kompetensi dan skeptisme profesional
terhadap kualitas audit ditunjukkan oleh nilai koefisien
determinasi untuk model regresi yang diperoleh. Hasil
perhitungan koefisien determinasi (R2) dapat dilihat pada tabel
8 berikut ini :
Tabel 8 : Hasil Koefisien Determinasi (R2)
Model Summaryb
Model
R
R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error
of the
Estimate
dimension 1 ,886a ,785 ,626 15,45404
8
a. Predictors: (Constant), (X3) skeptisme profesional, (X2)
Independensi (X1) kompetensi.
b. Dependent Variable: (Y) kualitas audit
Sumber : Hasil output SPSS 20.0
Pada tabel di atas terlihat nilai koefisien determinasi
(R Square) sebesar 0,785, artinya 78,5 % kualitas audit dapat
dipengaruhi oleh kompetensi, independensi dan skeptisme
profesional auditor. Sedangkan sisanya sebesar (100% -
78,5%) = 21,5 % dapat dipengaruhi oleh variabel-variabel lain
yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Pembahasan
Dari hasil penelitian diperoleh koefisien determinasi
(R-Square) sebesar 78.5%, sedangkan faktor lain yang belum
diteliti mempengaruhi penelitian ini adalah sebesar 21.5%. Ini
berarti bahwa variabel kompetensi auditor, independensi
auditor dan skeptisme profesional auditor secara simultan
berpengaruh terhadap kualitas audit. Sementara pengaruh
variabel lain yang tidak diteliti sebesar 21.5% seperti
pendidikan dan pengalaman kerja sebagai auditor.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi,
independensi dan skeptisme profesional auditor berpengaruh
terhadap kualitas audit atas laporan keuangan yang dilakukan
oleh auditor pemerintah kabupaten Aceh Utara. Besarnya
koefisien determinasi kompetensi, independensi dan
skeptisme profesional menunjukkan bersarnya pengaruh
terhadap kualitas audit. Artinya semakin tinggi kompetensi
auditor, maka akan meningkatkan kualitas audit dan semakin
tinggi tinggi independensi auditor maka semakin tinggi
kualitas audit, begitu juga dengan semakin bagus sikap
skeptisme profesional diterapkan dan diimplementasikan
maka akan meningkatkan kualitas laporan hasil audit.
Hasil penelitian ini juga menggambarkan bahwa
dalam pelaksanaan audit oleh auditor pemerintah, auditor
harus selalu mengedepankan sikap profesionalismenya dan
berpedoman pada standar-standar pemeriksaan. Hal ini juga
akan menghasilkan kualitas hasil pemeriksaan akan dapat
diandalkan dan dapat dipercaya oleh segenap stakeholder.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Agusti dkk
(2013) yang menyatakan bahwa Kompetensi, Independensi
dan Profesionalisme berpengaruh terhadap Kualitas Audit.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan serta
temuan hasil penelitian, maka dapat dikemukakan beberapa
kesimpulan penelitian sebagai berikut:
1. Secara simultan kompetensi, independensi dan skeptisme
profesional auditor berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kualitas audit yang dilakukan oleh auditor
pemerintah di Kabupaten Aceh Utara.
2. Secara parsial kompetensi, independensi dan skeptisme
profesional auditor berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kualitas audit. Hal ini dapat diartikan bahwa
semakin kompeten dan profesional auditor maka akan
semakin baik kualitas laporan hasil audit.
Saran
1. Auditor pemerintah harus selalu meningkatkan sumber
daya manusia, baik melalui pendidikan formal maupun
pelatihan (training)
2. Bagi peneliti dan pihak lain yang tertarik melakukan
penelitian tentang kualitas audit, disarankan untuk dapat
menggali faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi
terhadap kualitas audit misalnya independensi,
pendidikan dan pengalaman auditor.
REFERENSI
[1] Agusti, Restu dan Pertiwi, Nastia Putri. 2013. Pengaruh
Kompetensi, Independensi Dan Profesionalisme Terhadap Kualitas
Audit (Studi Empiris Kantor Akuntan Publik SeSumatra). Vol 21. No.03.
[2] American Accounting Association’s Committee on Basic Auditing
Concepts. (2011). Auditing: Theory And Practice, edisi 9. [3] Arens, Alvin. A., Randal J. Elder, and Mark S. Beasley. (2013).
Auditing and assurance services: An Integrated approach (9th edition).
Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education, Inc. [4] Boyton, W.C., R.J.Johnson and W.G. Kell,. (2001). Modern Auditing
(7th edition). New York : John Wiley & Sons,Inc.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B108
[5] Christiawan, Yulius Jogi. 2002. Kompetensi dan Independensi
Akuntan Publik: Refleksi Hasil Penelitian Empiris. Jurnal Akuntansi
Dan Keuangan Vol 4 No 2 [6] Effendi, Muhammad Taufik, 2010. Pengaruh Kompetensi,
Independensi, dan Motivasi Terhadap Kualitas Audit Aparat
Inspektorat Dalam Pengawasan Keuangan Daerah (Studi Empiris Pada Pemerintah Kota Gorontalo), Tesis. Universitas Diponegoro.
[7] Kharismatuti, Norma, 2012, Pengaruh Kompetensi Dan
Independensi Terhadap Kualitas Audit Dengan Etika Auditor Sebagai Variabel Moderasi (Studi Empiris Pada Internal Auditor
BPKP DKI Jakarta), Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro,
Semarang. [8] Kusharyanti. 2013. Temuan penelitian mengenai kualitas audit dan
kemungkinan topik penelitian di masa datang. Jurnal Akuntansi dan
Manajemen (Desember). Hal.25-60 [9] Mulyadi. 2012. Auditing. PT. Salemba Empat. Jakarta.
[10] Peraturan Pemerintah Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2007, Tentang
Pedoman Teknis Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/Kota
[11] Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor.
01 Tahun 2007. Standar Pemeriksa Keuangan Negara (SPKN)
[12] Peraturan Men-PAN Nomor : PER/05/M.PAN/03/2008 Tanggal : 31 Maret 2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawas Internal
Pemerintah.
[13] Restiyani, Resti, 2014, Pengaruh Pengalaman Auditor Dan Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit (Penelitian Pada
Kantor Akuntan Publik Kota Bandung), Skripsi, Fakultas Ekonomi
Universitas Widyatama, Bandung. [14] SPAP SA 200. 2012. Tujuan Keseluruhan Auditor Independen dan
Pelaksanaan Audit Berdasarkan Standar Audit. Ikatan Akuntan Publik
Indonesia. [15] Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B109
Membangun Sistem Kendali Dana Desa Berbasis Komunitas Masyarakat
Dasmi Husin1, M. Jafar2, M. Suib3
1,2,3,Jurusan Tata Niaga Politeknik Negeri Lhokseumawe
Jln. B.Aceh Medan Km.280 Buketrata 24301 Lhokseumawe [email protected],
Abstrak— Penelitian ini bertujuan untuk merancang sistem pendalian dana desa berbasis masyarakat desa. Selama ini Tuha Peut
(DPR-nya desa) kurang diberdayakan. Padahal fungsi Tuha Peut dapat melakukan pengendalian dana desa agar dana tersebut tidak
disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak berkepentingan. Tim pendamping desa dari Kemendes tidak berkewajiban melakukan
pengawasan penggunakaan dana desa di lapangan.Sementara aparatur desa dan tuha peut gampong (DPR desa) juga tidak sampai
cakupan pengendaliannya atas pekerjaan yang dialaksanakan oleh tim pelaksana kegiatan (TPK) bentukan aparatur desa. Studi
empiris penelitian ini dilakukan pada 6 desa dalam wilayah Pemerintahan Kota Lhokseumawe. Metode penelitian menggunakan
metode deskriptif dengan merumuskan fungsi-fungsi terkait, dan pembentukan struktur pengendalian intern. Hasil penelitian
menunjukan ada dua variabel pemisah yang perlu dicermati yaitu variabel komitmen komunikasi dan variabel aktivitas
pengendalian. Kedua variabel ini diduga sangat mempengaruhi aksi pengamanan dana desa di lapangan. Sealain itu indikator
outcome, benefit, dan impact diyakini lebih terasa bagi masyarakat.
Kata kunci— Pengendalian, dana, desa, masyarakat
Abstract— This study aims to design village-based village fundraising systems. So far, Tuha Peut (the legislator of the village) has not
been empowered. Whereas the Tuha Peut function can control village funds so that the funds are not misused by unauthorized
parties. The village advisory team from the Ministry of Education is not obliged to supervise the use of village funds in the field.
While the village apparatus and the tuha peut gampong (village legislators) are also not up to the scope of control over the work
carried out by the activity implementing team formed by the village apparatus. The empirical study of this study was conducted in 6
villages in the Lhokseumawe City Government area. The research method uses descriptive method by formulating related functions,
and the formation of internal control structures. The results of the study show that there are two separation variables that need to be
observed, namely communication commitment variables and controlling activity variables. Both of these variables are thought to
strongly influence the actions of securing village funds in the field. It is believed that the outcome, benefit and impact indicators are
believed to be more pronounced for the community.
Keywords— Control, funds, village, community
I. PENDAHULUAN
Sejak tahun 2015 sanpai dengan 2018 pemerintah telah
mengucurkan dana desa ke seluruh desa di Indonesia.
Program ini memunculkan harapan baru bagi kemajuan
pembangunan di pedesaan. Disatu sisi implementasi Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 [13] tentang Desa sangat yang
penting, namun disisi lain selama tiga tahun implementasi
program telah berjalan pengelolaan dana desa masih
menimbulkan masalah. Masalahnya adalah rendahnya
kualitas sumber daya aparatur desa dan kurangnya
kepedulian masyarakat dalam mengendali dana desa.
Masyarakat dan aparatur desa sama-sama memiliki
keterbatasan pengetahuan akuntansi.
Dari hasil kajian regulasi pemerintah dan fenomena di
lapangan menunjukan bahwa struktur pengendalian intern
dana desa masih lemah. Sampai saat ini tidak ada pihak yang
ditunjuk secara khusus untuk mengawasi penggunaan dana di
desa. Baik dana yang bersumber dari pemerintah maupun
dana yang bersumber dari desa sendiri. Pengawasan yang
terbatas sangat beresiko terjadinya penyelewengan. Apabila
kondisi ini terus berlangsung, dipastikan akan
menyebabkan kerugian bagi negara. Kas negara terkuras
untuk kegiatan yang tidak produktif dan tidak efesien.
Banyak kasus penyalahgunaan dana desa disebabkan
karena tidak mengikuti prosedur akuntansi. Untuk
mengurangi resiko permasalahan keuangan, perlu dibentuk
sistem kendali di tingkat desa. Sistem tersebut perlu
melibatkan masyarakat desa. Masyarakat dapat dijadikan
tim kendali yang independent dan kuat. Kontrol kendali
dari masyarakat disamping sangat efektif dalam
mengendalikan alokasi dana desa, aktivitas
pengendaliannya juga berbiaya murah. Oleh karena itu
masyarakat perlu dibiasakan untuk terlibat dalam
monitoring dan evaluasi penggunaan keuangan dana desa.
Pada dasarnya pengelolaan dana desa perlu diketahui
bersama. Keterlibatan pengendalian dari pihak internal dan
eksternal sangat diperlukan. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 14 tahun 2008 tentang transparansi informasi publik
dijelaskan bahwa pemerintah harus memberikan informasi
kepada pihak-pihak (publik) yang membutuhkan.
Selanjutnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20
Tahun 2018 [11] tentang perubahan pengelolaan keuangan
desa juga menyebutkan bahwa keuangan desa dikelola
berdasarkan azas azas transparan, akuntabel, partisipatif
serta dilakukan dengan tertip dan disiplin anggaran.
Anggran Pendapatan dan Belanja Desa merupakan dasar
pengelolaan keuangan desa dalam masa satu tahun
anggaran. Untuk menjaga penyelenggaraan tata
pemerintahan desa yang bersih dan berwibawa, maka desa
harus memperhatikan prinsip akuntabilitas, transparansi,
dan partisipasi publik terhadap perencanaan dan
penggunaan anggaran tersebut.
Mekanisme pengusulan dan penggunaan dana desa harus
melalui proses yang panjang. Di tingkat desa mekanisme
tersebut dimulai dari musyawarah desa, menyusun
anggaran sampai pelakasanaan kegiatan. Agar
pengawasannya tetap terjaga perlu melibatkan publik.
Setidaknya melibatkan tuha peut gampong. Tuha peut
merupakan forum desa manifestasi dari perwakilan
masyarakat. Fungsinya berperan sebagai pengendali
aktivitas pemerintahan desa, merumuskan regulasi, dan
terlibat dalam penyusunan anggaran. Pengendalian
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B110
bukanlah berarti menguasai, tetapi pengendalian merupakan
upaya mengarahkan lajunya pelaksanaan pembangunan
desa agar lebih berkualitas dan tepat sasaran.Tuha peut juga
dapat mereview pertanggungjawaban dana yang dilaporkan
oleh aparatur desa.
Sebenarnya fungsi tuha peut sangat berperan dalam sistem
kendali dana desa. Sayangnya eksistensi tuha peut sebagai
anggota parlemen ditingkat desa belum terlalu nampak.
Selama ini tidak ada perhatian khusus untuk penguatan tokoh
masyarakat itu. Jika kapabelitas dan aksesibilitas tuha peut
gampong terbatas, maka potensi penyelewengan dana desa
sangat terbuka. Mengelola kas negara memang harus
mengikuti prosedur keuangan yang ketat. Harapannya
perangkat tuha peut lah yang dapat dijadikan pilar pengendali
keuangan di tingkat desa.
Jalinan komunikasi yang baik antara tuha peut dan
aparatur desa akan menumbuhkan tingkat kepercayaan.
Harmonisasi dan sinergisitas pekerjaan kedua figur ini
merupakan kunci keberhasilan pembangunan desa. Oleh
karena itu diperlukan aturan-aturan tertulis agar satu sama
lain tidak saling menyerang. Di dalam pengelolaan dana desa
yang paling penting dipersiapkan adalah pembentukan
struktur pengendalian intern, sistem dan prosedur akuntansi,
flowchart, dan formulir-formulir kendali keuangan. Untuk
saat ini regulasi yang mengatur tata tertib pengelolaan
keuangan telah banyak diberikan kepada aparatur desa,
namun untuk pihak tuha peut gampong tidak ada sama sekali.
Selain berperan sebagai pengarah lajunya pemerintahan
desa, peran tuha peut sangat penting dalam mengidentifikasi
dan mencegah terjadinya kecurangan. Misalnya
mengingatkan aparatur desa agar selalu menggunakan dana
desa sesuai prosedur keuangan. Kemudian mencegah
aparatur desa atau tim pelaksana kegiatan (TPK) melakukan
kegiatan-kegiatan bersifat manipulatif. Berniat melakukan
kesalahan namun tidak mempertimbangkan konsekwensi
yang akan dihadapi.
Seperti diketahui bahwa pekerjaan yang terburu-buru dan
dikerjakan seadanya menjadikan mutu perkerjaan kurang
berkualitas. Kegiatan atau volume dan material bangunan
sering kali dikurangi sehingga mengurangi kualitas fisik
bangunan. Hampir setiap desa memunculkan permasalahan
yang sama. Seandainya fungsi dan peran tuha peut lebih kuat,
maka resiko kecurangan seperti itu akan tereduksi.
Fungsi dan peranan tuha peut masih lemah di Aceh.
Lembaga masyarakat desa ini sering tidak terlibat dalam
perumusan dan penanganan masalah keuangan gampong.
Kontrol kendali anggaran tidak dapat dijalankan karena
keterbatasan pengetahuannya. Padahal sejak penyusunan
rencana kegiatan, anggaran pendapatan dan belanja desa
(APBDes) sampai laporan pertanggungjawaban, perlu
mendapatkan persetujuan dari tuha peut. Ini membuktikan
bahwa sistem kendali keuangan belum memadai. Aktivitas
pengendalian tuha peut sangat terbatas karena tidak
tersedianya rumusan struktur pengendalian intern sehingga
aktivitas pengendaliannya lemah.
Penelitian ini merupakan penelitian baru dan sangat aktual
permasalahannya sejak dimulai program alokasi dana desa.
Hasil penelitiannya dapat memperkaya khazanah
pengetahuan publik untuk meningkatkan partisipasi dan
fungsi kendali masyarakat desa dalam menjaga efektivitas
pengelolaan dana desa. Saat ini masyarakat desa sangat
memerlukan rumusan atau panduan sistem dan prosedur
akuntansi untuk aktivitas pengendalian dana desa. Penelitian
ini membangun kesadaran dan kepedulian bersama
masyarakat untuk membantu pembangunan desa. Penelitian
ini memberikan kontribusi positif bagi pemerintah daerah dan
pemerintah desa dari upaya-upaya penyelewengan dana desa.
II. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di dalam wilayah pemerintahan
kota Lhokseumawe. Jumlah keseluruhan desa dalam
wilayah Lhokseumawe sebanyak 64 desa. Sebanyak 6 desa
(10%) dipilih sebagai sampel penelitian. Sampel desa
dipilih secara simple random sampling. Enam desa tersebut
adalah: Desa Jambo Timu, Alue Lim, Mesjid Peunteut,
Tumpok Tengoh, Paya Peunteut, dan desa Meunasah
Mesjid.
• Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara
wawancara, dan observasi/supervisi :
• Melakukan konsultasi dan koordinasi dengan tuha peut
(Badan Permusyawaratan Desa)
• Melakukan kajian atas peraturan pemerintah
menyangkut penyelenggaraan pemerintahan desa dan
pengelolaan dana desa.
Analisis data penelitian ini menggunakan metode
deskriptif. Peneliti merumuskan struktur pengendalian
intern penggunaan dana desa yang digunakan oleh tuha
peut gampong dalam mengendalikan dana desa
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelaksanaan pembangunan yang bersumber dari Alokasi
Dana Gampong (ADG) sering menimbulkan gejolak,
terutama di dalam komunitas masyarakat desa. Riak
masalah memunculkan embrio kecurigaan dan permusuhan
yang siap meluap kapan saja. Hal ini disebabkan karena
tidak cukup transparannya aparatur desa. Kendala
pencatatan dan pelaporan keuangan, kurang harmonisnya
hubungan aparatur desa dengan Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) sebagai forum desa. Peliknya berbagai masalah
memunculkan solusi lain dengan mengikutsertakan aparatur
hukum terlibat dalam pengawalan pengelolaan dana desa.
Dana desa diibaratkan sebagai manisan yang dikerumuti
semut. Semua pihak berusaha untuk mencicipinya. Entah
secara santun atau secara liar, namun tendensi tersebut
lambat laun mulai berkurang. Perbaikan-perbaikan
pengendalian terus dilakukan oleh pemerintah.
Akuntabilitas dan transparansi perlahan mulai terlihat
dalam pengelolaan dana desa. Saat ini setiap desa harus
mempertanggungjawabkan penggunaan dana tidak hanya
kepada publik, tetapi juga kepada inspektorat daerah.
Bahkan pencairan dana desa baru dapat disalurkan apabila
telah mendapat rekomendasi dari institusi tersebut.
Keharusan seperti ini dinilai sangat positif meskipun
peluang praktik kecurangan masih tetap terbuka.
A. Pentingnya Pengendaalian Internal
Apabila proses pengendalian dana desa lemah, maka
dikuatirkan akan terjadi tindak kecuanrangan yang masif.
Jika dilihat dari klasifikasi pelanggaran, maka pelanggaran
yang paling sering dilakukan oleh aparatur desa adalah
pelanggaran administrasi dan pelanggaran pidana. Banyak
desa melanggar ketentuan administrasi, misalnya aparatur
desa mendanai kegiatan yang sudah dilarang secara tertulis
oleh pemerintah. Selain itu, aparatur dengan beraninya
mendanai kegiatan di luar yang tercantum dalam Anggaran
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B111
Pendapatan Belanja Desa (APBDes) atau kegiatan-kegiatan
yang tidak sesuai dengan rencana strategis (renstra) desa.
Selain itu juga berkaitan dengan pelanggaran pidana.
Msalnya mengurangi volume pekerjaan, menggantikan
spesifikasi material, kegiatan fiktif, pungutan liar (pungli),
dan penyelewengan dana. Penyebabnya adalah faktor
integritas dan lemahnya pengawasan. Bisa jadi pelanggaran
ini dikarenakan ketidaktahuan aparatur desa terhadap regulasi
yang ada. Bisa juga disebabkan karena unsur kesengajaan.
Lemahnya sistem dan prosedur keuangan, menimbulkan niat
jahat untuk melakukan kecurangan (fraud).
Baik dana yang bersumber dari pemerintah maupun dana
yang bersumber dari desa perlu pengawasan yang ketat.
Pengawasan yang terbatas sangat berisiko terjadinya
penyelewengan. Apabila kondisi ini terus berlangsung,
dipastikan akan menyebabkan kerugian negara. Kas negara
terkuras untuk kegiatan yang tidak produktif dan tidak
efesien. Oleh karena itu, dana desa yang melimpah sudah
seharusnya dibentuk lingkungan pengendalian yang efektif.
Sebenarnya tanggung jawab penggunaan dana desa
sepenuhnya berada pada Pengguna Anggaran (PA) yakni
kepala desa. Artinya, kepala desa bertanggungjawab penuh
terhadap penggunaan dana desa. Untuk menjalankan program
pembangunan desa, Kepala desa membentuk Tim Pelaksana
Kegiatan (TPK) sekretaris, dan bendahara desa. Tim
pelaksana kegiatan merupakan pihak yang mengeksekusi
semua kegiatan pembangunan desa terutama kegiatan yang
berkaitan dengan belanja modal (fisik). Pelaksanaan ini
tentunya harus sesuai dengan mata anggaran yang telah
tercantum dalam anggaran pendapatan dan belanja desa
(APBDes).
Dalam realitasnya pekerjaan ini sangat berkaitan dengan
kepala desa dan bendahara desa. Pencairan dana dilakukan
secara bertahap. Sesuai dengan ketentuan, ketua TPK harus
mempertanggungjawakan terlebih dahulu penggunaan dana
tahap pertama untuk dapat mengamprah kembali dana tahap
kedua. Pada titik ini perlu dicermati peran ganda bendahara
desa. Oleh karena keterbatasan waktu, keterbatasan
kemampuan, ataupun alasan lain, TPK dapat saja
menyerahkan tugas admnisitrasi dan pertanggungjawabannya
kepada bendahara. Tugas penyiapan dokumen, administrasi
dan pelaporan dari TPK ditangani sendiri oleh bendahara
desa. Secara konseptual akuntansi apabila yang menerima,
membayar, dan yang mencatat dilakukan oleh satu pihak,
maka cara seperti ini sangat potensi terjadinya tindakan
kecurangan. Sistem akuntansi yang lemah menyebabkan
prosedur pengendalian juga lemah.
Jadi permasalahannya terindentifikasi pada saat
pengusulan dan pertanggungjawaban dana desa. Pada tahap
ini memunculkan pertanyaan: Apakah pertanggungjawaban
yang dilakukan oleh pihak pelaksana telah memenuhi
prinsip-prinsip akuntansi? Apakah bukti-bukti pengeluaran
yang diajukan diyakini mengandung informasi yang valid
dan realibel? Selanjutnya, Apakah kegiatan di lapangan telah
terverifikasi antara bukti-bukti akuntansi dengan bukti
material / fisik yang ril di lapangan?. Apakah ada dibentuk
tim pengadaan untuk melakukan studi harga pasar yang
pantas atas pembelian sejumlah material-material yang
diperlukan? Ideal jawabannya adalah ya/ada.
Aparatur desa lebih fokus pada penyelenggaraan
pemerintahan desa, administrasi keuangan, dan
pertanggungjawaban dana. Sedangkan untuk pekerjaan fisik
desa tidak boleh dilakukannya sendiri karena
pelaksanaannya memang harus diserahkan kepada TPK
desa dibawah kendali Kepala urusan pembangunan desa.
Kewenangan TPK seakan lebih luas dari kewenangan
apartur desa. Melihat kendala kepala desa, mestinya fungsi
tuha peut lebih berperan melakukan monitoring lapangan.
Kenyataannya DPR desa (tuha peut) tersebut juga tidak
memiliki kapasistas atau akses lebih luas untuk melakukan
pengawasan terhadap kegiatan yang dilaksanakan oleh
TPK. Dua subjek ini memiliki keterbatasan ruang dalam
menjaga kualitas pekerjaan pisik di lapangan. Padahal
kedua pihak ini memiliki tanggung jawab penuh atas
kualitas pekerjaan yang dilakukan oleh TPK.
Ruang ini membuat jarak pemisah (gap) antara aparatur
desa dengan tuha peut dalam hal pengawasan dan
pengendalian. Keduanya tidak cukup kuat untuk menyentuh
area pekerjaan milik TPK. Meskipun hal itu sangat
memungkinkan dilakukan. Jika pengelolaan dana desa
sudah memadai, aparatur desa pun telah bekerja maksimal,
namun kualitas hasil pekerjaan fisik di lapangan tidak
terkendali tentu akan menyebabkan outcome dan impact
anggaran menjadi negatif. Hasilnya warga desa kurang
merasakan kebermanfaatan dari pembangunan infrasturktur
yang dibangun. Apakah dana desa tersebut betul-betul
berpengaruh signifikan bagi kelancaran dan kesejahteraan
warga atau malah menjadi biang masalah yang
memunculkan tudingan - tudingan dan keributan baru.
Dari kajian permasalahan diatas, jelas timbul gab
pengendalian yang luas antara aparatur desa dengan TPK.
Ketika TPK dalam menggunakan belanja modal, fungsi
pengendalian aparatur desa terbatas atau tidak cukup
sampai pada hal-hal teknis operasional TPK. Misalnya
apakah ketebalan jalan rabat beton, talud, atau campuran
semen dengan pasir koral telah sesuai dengan RAB. Banyak
kegiatan infrastruktur dikerjakan bersama antara
masyarakat desa. Lemahnya pengetahuan sipil dan
pengawasan teknis dilapangan menjadikan kualitas
pekerjaan pisik rendah. Ironisnya tidak ada upaya untuk
menutupi kendala tersebut. Dana yang dikucurkan terkesan
kurang efektif terhadap kualitas output yang dihasilkan.
Untuk mengoptimalisasi penggunaan dana desa sangat
diperlukan variabel aktivitas pengendalian dalam area gap
ini. Harus ada pihak lain yang ikut menjaga dan menjamin
terlaksana fungsi struktur pengendalian intern pengelolaan
dana di desa.
Sejatinya membangun desa baik dari sisi pisik maupun
sosial ekonomi dan budaya dikerjakan bersama antara
elemen masyarakat. Disana ada pihak badan perwakilan
masyarakat desa dan aparatur desa. Tidak terkecuali TPK,
pemuda, dan tokoh-tokoh masyarakat. Untuk mewujudkan
sinergisitas perlu dibentuk saluran komunikasi yang verbal.
Disini diperlukan komitmen komunikasi antar aparatur desa
dan legislator desa (tuha peut) untuk mewujudkan prinsip
akuntabilitas, transparansi, dan keterlibatan publik dalam
setiap penggunaan dan pertanggungjawaban dana desa.
Selama ini variabel komitmen komunikasi belum berjalan
maksimal. Hasilnya pengawasan dana desa pun berjalan
secara farsial. Faktor / variabel komitmen komunikasi
selalu ditemukan dalam penelitian ini. Pihak-pihak di desa
satu sama lain saling melepaskan perannya dalam upaya
penyelamatan dana desa. Celah inilah yang menjadi
penyebab utama terjadinya peluang praktik kecurangan.
Jika apartur desa dan tuha peut menemui masalah yang
menimbulkan keragu-raguan hukum, sudah sepatutnya dua
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B112
pihak tersebut meminta pendapat hukum dari kejaksaan atau
mengajukan permohonan untuk mendapatkan pendampingan
hukum secara berkelanjutan agar permasalahan desa teratasi
kemudian kembali fokus untuk membangun desa. Aparat
hukum tersebut senantiasa melakukan pengawalan atas
implementasi dana desa agar tetap sesuai prosedur atau
aturan hukum yang berlaku.
B. Optimalisasi Pengendalian dari Tuha Peut
Dana desa tidak hanya digunakan untuk belanja modal
yang membiayai segala keperluan infrstruktur desa. Dalam
jumlah yang besar lainnya dana desa juga digunakan untuk
belanja rutin dan belanja barang dan jasa desa. Aparatur desa
memerlukan dana untuk keperluan belanja barang habis
pakai, transportasi, gaji, honorarium, panggandaan dan
pelaporan, dan sebagainya. Penggunaan dana ini juga perlu
dilakukan pengendalian melekat.
Pada dasarnya masyarakat dapat dijadikan tim kendali
keuangan yang independen dan kuat. Kontrol kendali dari
masyarakat, di samping sangat efektif dalam mengendalikan
alokasi dana desa, aktivitas pengendaliannya juga berbiaya
murah. Oleh karena itu masyarakat perlu diberdayakan
dengan memberi pengetahuan teknis monitoring dan evaluasi
[12].
Dalam hal ini solusinya adalah memberdayakan peran tuha
peut gampong. Tuha peut gampong merupakan DPR-nya
desa. Tim ini merupakan perwakilan masyarakat yang
berfungsi sebagai penyusun anggaran, merumuskan qanun
desa, dan melakukan fungsi pengawasan. Agar masyarakat
dapat melakukan monitoring dan evaluasi keuangan desa
untuk mengurangi praktik kecurangan, maka fungsi tuha peut
ini perlu diberdayakan.
Tuha peut gampong atau Badan Permusyawaratan Desa
(BPD) berperan sebagai lembaga yang mengawasai proses
setiap kegiatan pemerintahan desa mulai dari tahap
sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan sampai dengan
pelestarian aset hasil kegiatan desa dan melegalisasikan
peraturan desa yang berkaitan dengan proses kegiatan alokasi
dana desa. Tugas dan tanggung jawab BPD adalah:
• Berkomunikasi dan bekerja sama untuk mencapai
sinergi pekerjaan guna mendukung kegiatan
pemerintahan desa.
• Mendorong peran aktif masyarakat dalam
mendukung pemerintah desa melalui partisipasi.
• Memberikan pengawasan langsung maupun tidak
langsung pada pelaksanaan pemerintahan desa.
• Mengusulkan, membahas dan menyetujui rancangan
peraturan desa (Aceh: Qanun gampong/reusam)
yang mendukung pembangunan partisipatif.
• Mengusulkan pembentukan tim pemantau dari
warga masyarakat yang secara sukarela
menjalankan fungsi pemantauan terhadap
pelaksanaan kegiatan program alokasi dana desa.
Tim Pemantau dikelompokan menjadi 2 yaitu tim
pemantau pelaksanaan kegiatan dan Tim Pemantau
dana bergulir.
Meskipun sudah jelas tugas dan tanggung jawab BPD,
namun selama ini peran tuha peut itu sering termarginalkan.
Fungsi monitoring dan evaluasi dari tuha peut dalam
kegiatan desa sangat diperlukan. Jika kapabilitas dan
aksesibilitas tuha peut gampong terbatas, maka sistem
kendali dana desa berbasis komunitas sulit dilakukan.
C. Membangun Pengendalian Dana Desa
Tuha peut gampong merupakan “DPR-nya” desa. Tim ini
merupakan perwakilan masyarakat yang berfungsi sebagai
penyusun anggaran, merumuskan peraturan (qanun) desa,
dan melakukan fungsi pengawasan. Agar masyarakat dapat
melakukan monitoring dan evaluasi keuangan desa untuk
mengurangi praktik kecurangan, maka fungsi tuha peut ini
perlu diberdayakan.
Tuha peut gampong atau Badan Permusyawaratan Desa
(BPD) berperan sebagai lembaga yang mengawasai proses
setiap kegiatan pemerintahan desa mulai dari tahap
sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan sampai dengan
pelestarian aset hasil kegiatan desa dan melegalisasikan
peraturan desa yang berkaitan dengan proses kegiatan
alokasi dana desa. Pengendalian dana desa berbasis
masyarakat ujung tombaknya adalah Tuha Peut atau forum
Desa. Hal ini dikarenakan tuha peut memiliki kewenangan
dalam melakukan fungsi kontrol selain fungsi legislasi dan
fungsi anggaran. Oleh karena itu perlu dirancang formulir
pengendalian untuk membantu tuha peut gampong dalam
melakukan aktivitas pengendalian di lapangan.
Terdapat dua model perancangan pengendalian yakni
perancangan untuk persiapan awal dan perancangan untuk
penjaminan kualitas bangunan fisik. Perancangan untuk
persiapan awal lebih bersifat administratif. Perancangan ini
mencakup uraian tugas tuha peut, pekerjaan persiapan,
teknis pengawasan lapangan, konsultasi, dan pelaporan.
Operasionalisasi legislator desa dalam menjalankan fungsi
pengawasan perlu membuat uraian kegiatan secara terinci
yang sesuai dengan setiap bagian pekerjaan pengawasan
pelaksanaan yang dihadapi di lapangan
IV. KESIMPULAN
Mengelola kas negara memang harus memenuhi prosedur
keuangan yang ketat. Selain peran masyarakat, perangkat
tuha peut-lah yang dapat membantu pilar pengendali
keuangan di desa. Jika diberdayakan tim ini dapat berperan
sebagai pengarah lajunya pemerintahan desa, peran tuha
peut juga sangat penting dalam mengidentifikasi dan
mencegah terjadinya kecurangan. Misalnya mengingatkan
aparatur desa agar menggunakan dana desa sesuai prosedur
keuangan. Menyarankan aparatur desa atau tim pelaksana
kegiatan (TPK) desa agar menghindari melakukan kegiatan-
kegiatan bersifat manipulatif.
Dana desa yang melimpah sangat memungkinkan
dialokasikan lebih untuk pembiayaan pekerjaan tuha peut.
Harapannya agar tugas dan tanggung jawab DPR desa
tersebut lebih maksimal. Variabel aktivitas pengendalian
dan komitmen komunikasi menjadi hal penting dalam
penelitian ini. Jika sudah jelas tugas pokok dan fungsinya,
tim tuha peut dapat bersinergi dengan aparatur desa.
Ada baiknya pemerintah memberdayakan peran tuha peut
gampong. Ajari tokoh-tokoh masyarakat itu dengan ilmu
pengauditan dana desa dan pengetahuan teknik sipil.
Sediakan pula saluran informasi untuk menampung saran
dan keluhan warga. Kuatkan mereka dengan pengetahuan
sistem dan prosedur akuntansi, cara menilai kinerja
keterserapan anggaran, dan mekanisme pertanggungjawaban
dana desa yang benar.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B113
REFERENSI
[1] Augustinus P. G. Bramantio Liwun, 2013. Implementation of the
Village Fund Allocation Program in the administration of government
in the village of Ile Ape Subdistrict Muruona the district of East Nusa Tenggara Province. Institute of Public Administration. Journal of
Regional Finance. www.academia.edu5218236 / Jurnal_Keuanga_Daerah.
[2] Bukit Buchori Siagian, Maryunani Maryunani, Rahmad Krishna Sakti, Dwi Budi Santoso, 2016. Efficiency and Effectiveness Analysis
of Village Financial Management (VFM) (Case Study Asahan
Regency). International Journal of Sosial and local Economic Governance Vol 2, No 2 (2016) pages 136-151. e-ISSN : 2477 –
1929 http://ijleg.ub.ac.id
[3] Dasmi Husin, 2016. Flexibility of Budget Accountability Using Modification of flow in the Design of Village Financial
Accounting. Asia Pacific Fraud Journal. Volume 1. No. 1 st Edition
(January-June 2016). ISSN: 2502-8731; E-ISSN: 2502-695X Page:
19-35.
http://www.apfjournal.or.id
[4] Dasmi Husin, 2015. Simplifying Financial Accounting for Villages
Fund Control-Lessons from Villages in Aceh. Proceding. Pages 221 –
228. Annual International Conference CheSA 8th, September 9-11,
2015. ISSN 2089-208X. Banda Aceh : Syiah Kuala University. [5] Direktorat Riset dan Pengabdian kepada Masyarakat, 2017.
Panduan Pelaksanaan Penelitian & Pengabdian Kepada
Masyarakat Di Perguruan Tinggi. Edisi XI. Jakarta: Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristek Dikti
[6] Dwi Ratmono dan Mahfud Sholihin, 2015. Akuntansi Keuangan
Daerah Berbasis Akrual. Jogjakarta: UPP STIM YKPN. [7] Misbahul Anwar, Bammbang Jatmiko, 2014. Kontribusi dan Peran
Pengelolaan Keuangan Desa untuk Mewujudkan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa yang Transparan dan Akuntabel (Survey pada perangkat desa di Kecamatan Ngaklik, Sleman,
Yogyakarta). Jurnal Ilmiah. Halaman 387-409. Universitas
Muhammadyah Yogyakarta. [8] Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Struktur
Pengendalian Intern Pemerintahan.
[9] Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 106/PMK.02/2016 tentang Standar Biaya Keluaran Tahun 2017.
[10] Peraturan Menteri Desa Nomor 21 Tahun 2015 tentang Penetapan
Perioritas Penggunaan Dana Desa [11] Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang
Perubahan Pengelolaan Keuangan Desa.
[12] Dasmi Husin, 2017. Kendali Dana Desa. Opini Harian Serambi
Indonesia. Edisi Rabu 9 Agustus 2017.
http://aceh.tribunnews.com/2017/08/09/kendali-dana-desa
[13] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014. Tentang
Desa.
[14] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006
tentang
Pemerintahan Aceh. [15] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008
tentang
Transparansi Informasi Publik
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B114
Administrasi Kepelabuhanan Pada Pelabuhana Khusus Pt Pertamina Trans Kontinental
Cabang Arun Lhokseumawe
Muhammad Risky1, Halimatus Sa’diyah2, Faisal3*
1,3Jurusan Tata Niaga Politeknik Negeri Lhokseumawe
Jln. Medan-B. Aceh Km.280 Buketrata 24301 INDONESIA [email protected]
Abstrak— Administrasi kepalabuhanan ini yaitu untuk mempermudah dan mempersingkat proses pengurusan berkas dan dokumen
yang diperlukan pada saat kedatangan kapal dan keberangkatan kapal, sehingga lebih efektif dan efesien. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui proses administrasi kedatangan kapal yaitu menerima kedatangan kapal dan keberangkatan kapal, Loading
Order, mempersiapkan dokumen, mempersiapkan sarana bantu, dan memonitor yaitu Menerima kelengkapan data-data,
Pengurusan Cargo Dokumen ke Bea Cukai, Menyerahkan copy Certifikat of Original (COO), Jenis penelitian yang digunakan yaitu
metode penelitian deksriptif kualitatif dan teknik pengumpulan data melalui observasi dan wawancara. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa dalam pelaksanaan Administrasi Kepalabuhan pada PT Pertamina Trans Kontinental Cabang-Arun
Lhokseumawe sudah efektif.
Kata kunci— Administrasi, Kepelabuhanan
Abstract— The administration of this customs is to facilitate and shorten the process of handling the documents and documents
required at the time of the arrival of the ship and need the ship, so that it is more effective and efficient. The purpose of this research
is to know the administration process of ship arrival and receiving ship departing, Loading Orders, preparing documents, preparing
supporting facilities, and encouraging the receipt of completeness of data, Handling of Cargo Documents to Customs, Submitting a
copy of Certificate of Original (COO) ), The type of research used is qualitative research methods and data collection techniques
through observation and interviews. The results of this study indicate that in the implementation of the Administration of the Port at
PT Pertamina Trans Continental Branch-Arun Lhokseumawe has been effective.
Keywords— Administration, Ports
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan
perairan yang merupakan tempat kegiatan pemerintah dan
ekonomi yang sekaligus sebagai tempat kapal-kapal yang
berlabuh, bersandar, membongkar, dan memuat barang,
menurunkan dan menaikan penumpang dan sebagainya.
Pelabuhan mempunyai peranan vital untuk menunjang
kelancaran sektor ekonomi dan pembangunan. Sebagai unsur
penunjang kegiatan pelabuhan sangat menentukan kelancaran
angkutan laut. Kegiatan pelabuhan dilaksanakan dengan tata
kerja kepelabuhanan yang dikukung oleh berbagai kegiatan
yang diperlukan baik oleh intansi pemerintah maupun swasta.
Setiap terjadinya aktivitas di pelabuhan akan timbul sistem
administrasi didalam pengurusannya.
Pada dasarnya semua pelabuhan, baik umum maupun
pelabuhan khusus, dikuasai, dikelola, dan diusahakan oleh
pemerintah di bawah pengawasan Direktorat Jenderal
Perhubungan Laut Departermen Perhubungan. Didalam
pengelolaan pelabuhan khusus pihak pertamina mempunyai
hak dan kewajiban yang diberikan oleh pemerintah dalam
mengatur administrasi perkapalan bagi kapal-kapal yang
masuk maupun yang keluar dari pelabuhan khusus PT
Pertamina Trans Kontinental.
Pelabuhan PT Pertamina Trans Kontinental dapat
dikategorikan sebagai pelabuhan khusus. Pelabuhan Khusus
(PELSUS) merupakan pelabuhan yang penggunaannya khusus
untuk kegiatan sektor perindustrian, pertambangan, atau
pertanian untuk kepentingan sendiri. Penggunaan dan
pengoperasiannya di lakukan oleh instansi yang bersangkutan
untuk kegiatan bongkar muat bahan baku dan hasil produksi.
Mengenai pembangunannya telah mendapat persetujuan dari
Departemen Perhubungan.
Setiap seorang yang bertugas sebagai administarsi
pelabuhan yang ditetapkan berdasarkan kepada Kementrian
Perhubungan No.KM.89/OT.002/Ph-85 yang merupakan
penanggung jawab dan pimpinan umum di pelabuhan.
Administrasi mempunyai tugas untuk mengendalikan tugas
pelayanan didalam daerah lingkungan kerja pelabuhan untuk
memperlancar angkutan laut. Administrasi pelabuhan
mempunyai fungsi untuk menyusun rencana kerja operasional
kegiatan pelayanan ke pelabuhanan bersama-sama dengan
Instansi Pemerintah. Juga melaksanakan pemilikan
kebandaran, keselamatan kapal, pengukuran dan pendaftaran
kapal, serta kegiatan jasa maritim. Melaksanakan
pengamanan dan penerbitan di daerah lingkungan kerja
pelabuhan Bandar, perairan laut dan pantai serta memberikan
bantuan SAR (Search and rescue). Selain fungsinya diatas
administrasi pelabuhanan juga melakukan urusan tata usaha
dan rumah tangga kantor administrasi pelabuhan.
Masing-masing badan administrasi mempunyai relasi dan
saling bantu-membantu, kalau tidak badan administrasi
tersebut tidak akan berjalan untuk waktu yang lebih lama.
Jadi didalam kegiatan administrasi perkapalan Khususnya
pada PT Pertamina Trans Kontinental terdapat Kapal-kapal
LNG, PT Pertamina Trans Kontinental telah menjalin
kerjasama dengan pihak-pihak terkait seperti pihak Instansi
Perdagangan, pihak Imgrasi, pihak Bea Cukai, pihak
Syahbandar, pihak Kesehatan Pelabuhan (Karantina) dan
Pihak Perum Pelabuhan. Kesemua pihak-pihak tersebut
mempunyai tugas masing-masing dalam pengurusan
administrasi perkapalan.
Secara umum kegiatan administrasi yang terjadi di
pelabuhan khusus PT Pertamina Trans Kontinental yaitu di
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B115
awali ketika ada kapal yang mau bersandar dan kapal yang
ingin berangkat. Pihak kapal memberitahukan terlebih dahulu
kepada Bagian Agency Cargo Document yang berada di
Marine Section dengan mengirimkan surat pemberitahuan
jadwal akan bersandar maupun yang ingin berangkat melalui
telepon dan email, pihak marine akan mengurus semua
dokumen-dokumen yang di perlukan oleh pihak kapal. Dan
dilanjutkan kepada Instansi Perdagangan untuk di proses,
kemudian dokumen tersebut di teruskan kepihak imgrasi,
pihak Bea Cukai, pihak Syahbandar, pihak Kesehatan
Pelabuhan dan pihak Perusahan umum Pelabuhan untuk
diproses.
Berdasarkan uraian diatas penulis merasa tertarik untuk
menganalisa dan membahas masalah Administrasi Perkapalan
dalam bentuk TGA dengan mengangat judul “ Administrasi
Kepelabuhanan Pada Pelabuhan Khusus PT Pertamina
Trans Kontinental Arun Lhokseumawe ”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan Latar belakang diatas, maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Administrasi Kepelabuhanan di pelabuhan
Khusus PT pertamina Trans Kontinental.
2 Apa saja hambatan yang dihadapi dalam Penerapan
Administrasi Kepelabuhanan pada Pelabuhan Khusus PT
Pertamina Trans Kontinental
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan Identifikasi Masalah yang telah dikemukakan
diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui Administrasi Pelabuhanan di
pelabuhan Khusus.
2. Untuk dapat mengetahui Hambatan-hambatan yang
dihadapi dalam penerapan administrasi kepelabuhanan
pada Pelabuhan Khusus PT Pertamina Trans Kontinental.
D. Manfaat Penelitian
E. Penelitian
Penulisan ini bersifat deskriptif, yaitu menguraikan data-
data yang di peroleh di lapangan sehingga menggambarkan
permasalahan yang dibahas, adapaun teknik pengumpulan
data dilakukan dengan dua cara yaitu, Telaah Kepustakaan
dan Penelitian Lapangan.
1. Telaah Kepustakaan (Library Review)
Telaah kepustakaan merupakan pengumpulan data
melalui pemanfaatan sumber bacaan untuk memperoleh
pernyataan para ahli dan kemudian merumuskan suatu
pendapat baru untuk memperkuat uraian yang dibahas.
2. Penelitian Lapangan (Field Research)
Penelitian lapangan merupakan penelitian yang
dilakukan secara langsung untuk mendapatkan data dan
keterangan dilapangan, dilakukan untuk mendapatkan
data primer. Pada penelitian ini, Penulis menggunakan 2
(dua) cara pengumpulan data yaitu:
a. Pengamatan (Observation) yaitu mengadakan
pengamatan fisik dan meninjau kegiatan
Perusahaan secara langsung untuk memperoleh
gambaran nyata yang berhubungan dengan
permasalahn yang diteliti.
b. Wawancara (Interview) yaitu mengadakan tanya
jawab secara langsung kepada pihak yang
berwewengan yang mengetahui tentang objek
permasalahan yang dibahas oleh Penulis guna
memperoleh informasi yang lebih jelas dan akurat.
F. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan Tugas Akhir ini adalah
sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang Latar Belakang Penelitian,
Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat
Penelitian, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan,
serta Lokasi dan Waktu Penelitian.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
Bab ini merupakan penguraian dan tinjauan teoritis
mengenai pokok-pokok permasalahan yang akan Penulis
bahas yaitu Pengertian PHK, Jenis-jenis PHK, Alasan-
Alasan dilakukannya PHK, Dampak-dampak
dilakukannya PHK, Proses PHK, kewajiban dan hak-hak
setelah dilakukan PHK, Pengertian Sumber Daya
Manusia (Karyawan/Pekerja), Pengertian Karyawan
PKWT dan PKWTT.
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang Pembahasan yang terdiri dari
Gambaran Umum PT Pupuk Iskandar Muda, Krueng
Geukuh, Aceh Utara, yang terdiri dari Sejarah Singkat,
Struktur Organisasi, Aktivitas Kantor, dan sub berikutnya
akan membahas judul dari Tugas Akhir ini, yaitu Proses
Pemutusan Hubungan Kerja Karyawan PT Pupuk
Iskandar Muda Krueng Geukuh, Aceh Utara, serta
Hambatan-hambatan yang Terjadi dalam Proses
Pemutusan Hubungan Kerja Karyawan PT Pupuk
Iskandar Muda Krueng Geukuh, Aceh Utara.
BAB IV PENUTUP
Bab ini merupakan bagian penutup dari Tugas Akhir
yang berisikan Kesimpulan dan saran.
G. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini mengambil objek pada PT Pupuk Iskandar
Muda yang berlokasi di Jalan Medan – Banda Aceh, Krueng
Geukuh, Dewantara, Aceh Utara, Indonesia yang dimulai
sejak bulan Oktober 2017 hingga Mei 2018.
II. METODOLOGI PENELITIAN
A. Administrasi
Pengertian, Administrasi adalah Praktek teknik tertentu,
sebagai suatu tatacara melakukan suatu, yang memerlukan
kemampuan dan keterampilan. Yaitu Administrasi
merupakan sistem, yang memerlukan input, transportasi,
pengolahan, dan output tertentu”.
B Unsur-unsur Administrasi adalah sebagai berikut :
1. Adanya tujuan atau sasran yang ditentukan sebelum
melaksanakan perkerjaan.
2. Adanya kerjasama baik sekelompok orang atau lembaga
pemerintah maupun swasta.
3. Adanya sarana yang digunakan oleh sekelompok atau
lembaga dalam melaksankan tujuan hendak dicapai.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B116
C. Ciri-ciri kegiatan administarasi antara lain:
1. Adanya kelompok manusia, kelompok yang terdiri
atas dua orang
2. Adanya kerja sama dari kelompok tersebut
3. Adanya kegiatan atau proses atau usaha
4. Adanya kepemimpinan, bimbingan atau pengarahan
dan pengawasan
5. Adanya tujuan yang hendak dicapai yang ditentukan
sebelumnya
D. Sarana dan Prasana Administrasi diperlukan dalam suatu
proses administrasi tergantung dari berbagai faktor seperti:
1. Jumlah orang yang terlibat dalam proses itu
2. Sifat dan tujuan yang hendak di capai
3. Ruang lingkup serta aneka ragaman tugas yang
hendak dijalankan
4. Sifat kerja sama yang diciptakan dan dikembangkan.
E. Fungsi-fungsi Administrasi adalah sebagai berikut :
1. Adanya tujuan atau sasaran yang ditentukan
sebelummelaksanakan pekerjaan.
2. Adanya kerjasama baik sekelompok orang atau
lembaga pemerintah maupun swasta.
3. Adanya sarana yang digunakan oleh sekelompok atau
lembaga bagi sekelompok orang atau organisasi yang
melaksanakan suatu pekerjaan dalam tujuan yang
hendk dicapai.
F. Kegiatan Administrasi
Kegiatan Administrasi"adalah sebagai berikut :
1. Menghimpun
yaitu kegiatan-kegiatan mencari dan
mengusahakan tersedia segala keterangan yang
terjadi belum ada satu atau berserahkan dimana-mana
sehingga siap untuk dipergunakan bilamana
diperlukan.
2. Mencatat
yaitu kegiatan yang mebutuhkan dengan peralatan
tulis keterangan- keteranga yang di perlukan
sehingga berwujud tulisan yang dapat dibaca, dikirim
dan disimpan.
3. Mengelola
yaitu bermacam-macam kegiatan mengerjakan
keterangan-keterangan dengan maksud menyajikan
dalam bentuk yang berguna.
4. Mengirim
yaitu kegiatan yang menyimpan dengan berbagai
cara dan alat dari sau pihak kepihak lain.
5. Menyimpan
yaitu kegiatan meletakan ditempat tertentu
dengan maksud mudah untuk ditemukan kembali.
G. Prinsip-prinsip Administrasi adalah tenaga kerja yang
efisien, disiplin, kesatuankomando, satu rencana, pemberian
upah, tata tertib, keadilan, stabilitas pada jabatan personal,
inisiatif,dan rasa persatuan dan lain-lainya.
H. Karakteristik Administrasi sebagai berikut:
1. Bersifat pelayanan (Service) pada semua pihak atau
orang Hal ini bermakna bahwa pekerjaan kantor
umumnya merupakan dari pelayanan dan support
untuk kegiatan organisasi.
2. merembes dan dilakukan oleh semua pihakhal
ini bermakna bahwa perkerjaan kantor
berdampak pada unit-uunit lain.
3. hasil akhirnya berupalah formasi informasi bersi
keterangan - keterangan yang berisi data yang dapat
diipercaya dalam berkepentingan pihak tertentu
terhadap informasi yang berada di kantor lain;
pimpinan, pemegang saham, pemerintah,
masyarakat, dan karyawan organisasi dsb.
4. Bersifat memudahkan pekerjaan
kantormerupakan alat katalisator yang memiliki
bermacam-macam kegiatan dari setiap perusahaan
dipersatukan.
5. Bersifat pengetikan dan penghitungan susuna
perkerjaan kantor lebih
banyak yang terdiri dari pekerjaan mengetik
6. Dilakukan oleh semua pihak Pekerjaan kantor
tidak selalu dikerjakan dalam satu bagian yang
beberapa kantor dikerjakan dalam tiap bagian
perusahaan.
I. Pengertian Pelabuhanan adalah daerah tempat berlabuh dan
atau tempat bertambah kapal laut serta kendaraan lainnya
untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, bongkar/muat
barang dan hewan serta merupakan daerah lingkungan kerja
kegiatan ekonomi.
J. Kegiatan Pelabuhanan
1. Kegiatan Usaha Pelabuhan
Kegiatan pelabuhanan itu sendiri meliputi berbagai usaha
sebagai berikut :
a. Penyediaan kedalaman alur dan kolam pelabuhan
untuk menjamin keselamatan kapal yang
mengunjungi.
b. Penyediaan sarana pelabuhan berupa sarana tambat
seperti Dermaga, dolphin, mooring bout ( CBM,
MBM, SBM ).
c. Penyediaan sarana bantu novigasi seperti pelampung
saur, menara untuk menunjang keselamatan
pelayaran kapal.
d. Penyediaan jasa pemanduan untuk menberi pelayana
bagi kapal yang keluar masuk pelabuhan.
e. Penyediaan kapal tunda (penundaan) bagi
keselamatan kapal yang keluar masuk dan bersandar
di dermaga / sarana tambah.
f. Penyediaan sarana kepil (Mooring Un Mooring /
Pengepilan) dan ragu kepil untuk membantu
penyandaran dan pelepasan kapal.
g. Penyediaan air tawar dan banker bagi kapal-kapal
yang membutuhkan
h. Penyediaan fasilitas pelabuhan untuk menunjang
kegiatan bongkar muat, dan keselamatan kapal di
terminal seperti alat-alat berat, alat-alat keselamatan,
alat-alat lindungan lingkungan.
2. Kegiatan Instansi Pemerintah dan Swasta keberhasilan
peranan pelabuhan didukung pula oleh kegiatan instansi
pemerintah maupun Swasta, yaitu :
a. ADPEL : adalah unsur Dit.Jen. Pelabuhan laut dan
berfungsi sebagai koordinator unit pelaksana badan
usaha pelabuhan instansi pemerintah bidang hubla
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B117
dan lainnya untuk kelancaran tugas kepelabuhan
yang diusahakan badan usaha pelabuhan.
b. SYAHBANDAR : adalah unsur pemerintahan (
Ditjenia) bertanggung jawab menyelenggarakan
keselamatan bandar, kapal, ABK dan penumpang.
c. BEA CUKAI : adalah unsur Departemen
Keuangan bertanggung jawab atas menyenggarakan
legalitas barang dan ketentuan barang yang
dikenakan bead an cukai.
d. IMIGRASI : adalah unsur Departemen Kehakiman
beretanggung jawab atas leagalitas orang yang
diperkenakan masuk ke Wilayah Republik
Indonesia atau yang berpegian ke luar negeri.
e. PORT HEALTH OFFICE (PHO) : adalah unsur
Departemen kesehatan yang bertanggung jawab
atas penyakit yang dibawa orang, hewan atau
tumbuh-tumbuhan yang akan masuk/keluar dari
daerah pelabuhan.
f. POLRI dan ALRI : adalah unsur pertahanan dan
keamanan yang bertanggung jawab terhadap
keamanan dan kertertiban di lingkungan kerja
pelabuhan dan sekitarnya.
g. BIRO KLASIFIKASI INDONESIA (BKI) : adalah
unsur Departemen perhubungan yang bertugas
memeriksa kapal untuk menetukan laik laut
mengeluarkan Sertifikat (Ship Registar).
K. Pengertian Pelabuhan Khusus merupakan pelabuhan yang
digunakan untuk kepentingan sendiri guna menunjang suatau
kegiatan tertentu dan hanya digunakan untuk kepentingan
umum dengan keadaan tertentu dan dengan ijin khusus dari
pemerintah. Pelabuhan ini dibangun oleh suatu perusahaan
baik pemerintah ataupun swasta yang digunakan untuk
mengirim hasil produksi perusahaan tersebut , salah satu
contoh adalah pelabuhan LNG Arun di aceh, yang digunakan
untuk mengirim gas alam cair ke daerah/Negara lain,
pelabuhan pabrik Aluminium di samudra Utara (Kuala
Tanjung), yang melayani import bahan baku bouksit dan
ekport aliminium ke daerah/negara lan.
L. Kewenangan Pelabuhan Khusus
Kewenanangan Pelabuhan Khusus yang diberikan oleh
Pemerintah Pada PT Pertamina (persero) berdasarkan SPB 15
Maret 1992 Pasal 13 bahwa PERTAMINA sebagai pengelola
tunggal untuk mengerjakan semua kegiata usaha pelayanan,
per Veeman dan Expendisi muatan kapal dengan mengingat
procedure yang berlaku. Sesuai peraturan pemerintah PP
Nomor 69 Tahun 2001 tentang kepelaguhanan BAB XI pasal
51 disebutkan bahwa : Pengelolaan Pelabuhan Khusus dapat
dilakukan oleh Pemerintah atau Badan Hukum Indonesia
untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu.
M. Tugas dan Kewajiban Pelabuhan Khusus. Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM
51 Tahun (2015) pasal 11 menyebutkan bahwa tugas dan
kewajiban pelabuhan khusus yaitu :
1. Penyediaan lahan di daratan dalam pelabuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (2) huruf a
dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan., Syahbandaran Dan
Otoritas pelabuhan, atau Unit Penyelenggara
Pelabuhan.
2. Lahan sebagaimana dimaksu pada ayat (11) dikuasai
oleh otoritas Pelabuhan atau Unit Penyelenggara
pelabuhan dalan bentuk Hak Penggelolaan Lahan
(HPL).
3. Dalam hal di atas lahan yang diperlukan untuk
pelabuha terdapat hak atas tanah,
penyediaanyadilakukan dengan cara pengadaan tanah.
4. Dalam hal penyediaanlahan dilakukan oleh badan
usaha pelabuhan maka hak atas tanah merupakan Hak
penggelolaan lahan penyelenggara pelabuhan yang
nilainya diperhitungkan dalam perjanjian konsesi.
5. Hak pengelolaan lahan sebagaimana dimaksud pasa
ayat (4), diatanya dapat diberikan Hak Guna Bangunan
atau Hak Guna Usaha.
Pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-
undangan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum PT Pertamina Trans Kontinentang
Cabang - Arun Lhokseumawe
1. Sejarah Perusahaan PT Pertamina Trans Kontinental
(PTK) atau dulu dikenal denan nama PT Pertamina Tongkang
didirikan pada tanggal 9 September 1969 di Jakarta, dengan
statusnya sebagai anak perusahaan dari PT Pertamina dengan
kepemilikan saham awal yaitu PT Pertamina sebesar 99,99%
dan PT Patra Dok Dumai 0,01%.
Sejak awal tujuan dan perhatiannya PT Pertamina Trans
Kontinental adalah sebagai perusahaan yang bergerak di
bidang Industri Jasa Maritim yang berfungsi untuk
memberikan dukungan secara total terhadap aktivitas PT
Pertamina Trans Kontinental, seperti:
1. Pengadaan distribusi bahan bakar ke semua pelabuhan di
seluruh wilayah Indonesia yang tidak dapat terjangkau
oleh kapal tanker.
2. Pengadaan transportasi maritim bagi Pertamina Logistik
untuk pengembangan proyek yang tersebar di seluruh
wilayah Indonesia.
3. Bertindak sebagai General Agent dan Handling Agent
bagi kapal-kapal tanker milik PT Pertamina, charjer
Pertamina dan Pihak ketiga.
PT Pertamina Trans Kontinental diperbantukan pada
aktivitas pengembangan Pertamina pada tahun 1974, di mana
PT Pertamina Trans Kontinental memperoleh tambahan
armada kapal sejenis ''supply vessel'' yang disepakati untuk
melayani dan memenuhi eksplorasi pengeboran minyak dan
gas bumi lepas pantai dan juga keperluan produksi.
Dengan selesainya program konstruksi untuk depot
bahan bakar yang baru
Dibelahan timur dan tengah wilayah Indonesia, Pertamina
menarik penugasan
pendistribusian bahan bakar, meliputi kapal-kapal dan crew.
Oleh sebab itu pada tahun 1978, PT Pertamina Trans
Kontinental cabang arun-lhokseumawe tidak lagi hanya
melayani Pertamina akan tetapi juga melayani perusahaan
lainnya dan mengubah model bisnisnya menjadi perusahaan
yang mencari keuntungan atau ''profit oriented''.
Selanjutnya, PT Pertamina Trans kontinental fokus kepada
aktivitas lepas pantai yang menyediakan beberapa hal sebagai
berikut :
1. Membantu eksplorasi minyak dan gas bumi di lepas pantai.
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B118
2. Menjadi Handling Agent dari penyewa kapal milik PT
Pertamina dan kapal pihak ketiga
Pada tahun 1988, perusahaan mensepadankan perizinan
dari izin bisnis yang berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 17
tahun 1988 (Penataan Ulang dan Pengusaha dari Transportasi
Laut) dari perusahaan Pelayaran yang spesifik di bidang
Lepas Pantai menjadi Perusahaan Pelayaran dengan SIUPP
No.3.XXX-256/AL.58. Direktorat Umum Komunikasi
Kelautan dengan peraturan barunya telah mengeluarkan
SIUPAL B.XV-1203/AL.58 pada tanggal 26 Maret 2002
untuk PTK.
Mulai tanggal 29 November 2011, setelah disetujuai oleh
Daftar Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia|Menteri Hukum
dan HAM Republik Indonesia, PT Pertamina Tongkang
berubah menjadi PT Pertamina Trans Kontinental.
PT. Pertamina Trans Kontinental sebelum menempati
gedung yang beralamatdi jalan kramat Raya No. 29 Jakarta
Pusat, pernah 2 (dua) kali menempati gedung lain yaitu
Gedung Granada tahun 1969 dan kemudian pada tahun 1975
menempati Gedung PT Pertamina Trans Kontinental Cabang
Tanjung Priok dan pada tahub 1980 menempati Gedung Patra
Jasa di jalan Gatoto Subroto Sampai mempunyai Gedung
milik sendiri pada tahun 1988 di kramat Raya Jakarta Pusat.
Sejak didirikan pada tahun 1996 PT Pertamina Trans
Kontinental sebelumnya bernama PT Pertamina Tonkang dan
pada awalnya tahun 2012 mengalami perubahan nama dan
logo perusahaan yakni menjadi PT Pertamina Trans
Kontinental dengan logo disamakan seperti PT Pertamina
(persero) diman logo sebelumnya adalah gambaran kemudi
kapal dengan lambing kuda laut ditengah kemudi kapal. PT
Pertamina Trans Kontinental memiliki 15 (lima belas) cabang
perusahaan yang tersebar diwilayah Indonesia yakni sebagai
berikut :
1. PT Pertamina Trans Kontinental Cabang Belawan,
Medan
2. PT Pertamina Trans Kontinental Cabang Arun,
Lhokseumawe
3. PT Pertamina Trans Kontinental Cabang Bitung,
Sulawesi Utara
4. PT Pertamian Trans Kontinental Cabang Dumai
5. PT Pertamina Trans Kontinental Cabang Batam
6. PT Pertamina Trans Kontinental Cabang Jambi
7. PT Pertamina Trans Kontinental Cabang Plaju,
Palembang
8. PT Pertamina Trans Kontinental Cabang Tanjung
Priok, Jakarta
9. PT Pertamina Trans Kontinental Cabang Balongan,
Cirebon
10.PT Pertamina Trans Kontinental Cabang Cilacap, Jawa
Tengah
11.PT Pertamina Trans Kontinental Cabang Balikpapan,
Kalimantan Timur
12. PT Pertamina Trans Kontinental Cabang Kota Baru
13 PT Pertamina Trans Kontinental Cabang Surabaya,
Jawa Timur
14 PT Pertamina Trans Kontinental Cabang bontang,
Kalimantan Timur
15. PT Pertamina Trans Kontinental Cabang Sorong,
Papua
Seluruh cabang perusahaan masing-masing dipimpin oleh
seorang manager cabang dan berkoordinasi dengan kantor
pusat yang dipimpin oleh GM. Marketing & Branch
Coordinator. Selain memiliki cabang PT Pertamina Trans
Kontinental Juga Memiliki 4 (empat) anak perusahaan yang
bergerak di bidang yang berbeda untuk menunjang
operasional dan keuangan kantor pusat, Keempat anak
perusahaan tersebut yaitu sebagai berikut :
1. PT Petaka Karya Samudra, Berlokasi di wilayah Batam
2. PT Petaka Karya Gapura, Berlokasi di wilayah tg. Priok,
Jakarta Utara
3. PT Petaka Karya Tirta, Berlokasi di wilayah Cilegon,
Banten
4. PT Petaka Karya Jala, Berlokasi di wilayah Utan Kayu,
Jakarta Timur
PT Pertamina Trans Kontinental dalam menjalankan
usahanya baik di kantor pusat, kantor cabang maupun anak
perusahaan selalu bertumpu pada tata nilai perusahaan yaitu :
integritas, tanggung jawab, kerja sama, dan displin , sejalan
dengan perperkembangan usaha di bidang jasa maritime, PT
Pertamina Trans Kontinental dapat membuktikan tata nilai
perusahaan yakni sebagai berikut:
a. Sertifikat kompetensi dan Kualifikasi Perusahaan Jasa
Bidang Perhubungan Akreditasi Gafeksi (INFA) No.
03.002.160106
b. Persatuan Pelayaran Niaga Indonesia atau Ekspedisi
Indonesia) atau Indonesia Nasional ship Owners
Association (INSA)
c. GAFEKSI (Gabungan Forrwarder dan Ekspedisi
Indonesia) atau Indonesia
Forwarders Association Certifikat of Membership
d. Badan Setifikat Kamar Dagang dan Industri Provinsi DKI
Jakarta
e. Sertifikat KADIM (Kamar Dagang dan Industri) Provinsi
DKI Jakarta Dengan
2.) Struktur organisas: Struktur organisasi yang baik bagi
suatu perusahaan adanya suatu sistem atau struktur yang
mencerminkan pembagian tugas yang jelas dan efektif. Semua
unsur organisasi Perusahaan dalam pelaksanaan kegiatan
menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan singkronisasi
baik intern maupun ekstern untuk mencapai kesatuan gerak
secara sinergi yang disesuaikan dengan tugas pokok masing-
masing.
PT Pertamina Trans Kontinental merupakan perusahaan
yang menggunakan jenis struktur organisasi fungsional yang
pembidangan tugasnya dapat digariskan secara tegas dan jelas
pada struktur organisasinya, seperti: Kompartemen yang
dipimpin oleh General Manager (Grade-1) dan unit kerja
dibawah Kompartemen disebut Departemen dipimpin oleh
Manager (Grade-2).
3. Aktivitas Perusahaan/Instansi Sesuai dengan Anggaran
Dasar Perusahaan no. 7 tanggal 3 Juli 2013 pasal 3,
Perseroan menyelenggarakan kegiatan usaha di bidang
Jasa Pelayaran, Jasa Maritim dan Jasa Logistik baik di dalam
maupun di Luar Negeri serta kegiatan usaha lain yang terkait
atau menunjang kegiatan usaha di bidang Jasa Pelayaran, Jasa
Maritim dan Jasa Logistik tersebut. Selanjutnya, PT Pertamina
Trans Kontinental fokus kepada aktifitas lepas pantai yang
menyediakan beberapa hal sebagai berikut :
1. Membantu eksplorasi minyak dan gas bumi di lepas pantai.
2. Menjadi Handling Agent dari penyewa kapal milik PT
Pertamina (Persero) dan kapal pihak ketiga.
Pada tahun 1988 perusahaan mensepadankan perizinan dari
izin bisnis yang berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 17
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B119
tahun 1988 (Penataan Ulang dan Pengusaha dari Transportasi
Laut) dari perusahaan Pelayaran yang spesifik di bidang
Lepas Pantai menjadi Perusahaan Pelayaran dengan SIUPP
No.3.XXX-256/AL.58
Direktorat Umum Komunikasi Kelautan dengan peraturan
barunya telah mengeluarkan SIUPAL B.XV-1203/AL.58 pada
tanggal 26 Maret 2002 untuk PTK. Mulai tanggal 29
Nopember 2011 sesuai dengan Akta No. 012 tanggal 26
Oktober 2011 Notaris Dewantari Handayani, MPA yang
disetujui dengan Keputusan Menteri Hukum dan HAM
Republik Indonesia No : AHU-58581.AH.01.02 Tahun 2011
tanggal 29 Nopember 2011, nama PT Pertamina Tongkang
berubah menjadi PT Pertamina Trans Kontinental
PT Pertamina Trans Kontinental memiliki Core
Business sebagai penyedia kapal sebagai armada operasional,
yang digunakan dalam memenuhi kebutuhan penyewa guna
mendukung kegiatan explorasi minyak di lepas pantai dan
darat seperti PT Pertamina (Persero), KKKS, dan lainnya. PT
Pertamina Trans Kontinental juga sebagai Handling Agent di
seluruh pelabuhan di indonesia baik sebagai pelabuhan umum
ataupun pelabuhan khusus. Aktivitas dari PT Pertaminna
Trans Kontinental juga meliputi crew supply, bunker handling
dan water supply serta aktivitas lain yang berhubungan
dengan handling agent. Tipe-tipe fasilitas armada kapal,
meliputi:
1. Oil Tanker
2. LPG Carrier
3. Anchor Handling and Tug Supply
4. Multi Purpose Vessel
5. Harbour Tug
6. Tug Boat & Oil Barge
7. Straight Supply Vessel
8. Rigid Inflatable Boat
9. SPOB (Self Propeller Oil Barge)
Dalam bidang usaha ini, Perseroan bertindak
sebagai Manajer Administrasi Pelabuhan
atau Production Sharing Contractors (PSC)/ Join Basis
Operasi (JOB). Ruang lingkup tugas dan tanggung jawab
Perseroan di bidang ini, meliputi:
1. Pelaksanaan Administrasi pada Layanan Pelabuhan
yang meliputi: labuh, tambat, pandu, tunda (di luar
wilayah kerja PT Pelindo) sebagai delegasi PT
Pertamina (Persero), dimana pekerjaan Perseroan
atas nama PT Pertamina (Persero).
2. Membuat Laporan secara periodik
terkait penyelesaian pekerjaannya,
Perseroan bertanggung jawab kepada PT
Pertamina (Persero).
3. Mengurus perizinan.
4. Mengelola administrasi Pelabuhan khusus.
Dalam hal ini Perseroan hanya mengelola
pelabuhan khusus KKKS dan JOB.
5. Melakukan penagihan jasa pelabuhan kepada Agen.
6. Melakukan penyetoran Jasa Pelabuhan kepada PT
Pertamina (Persero) dan Pemerintah
7. Membuat laporan kegiatan kepelabuhanan kepada
PT Pertamina (Persero), BP Migas,
Kantor Pelabuhan/Administrasi Pelabuhan.
8. Membantu pengurusan yang berkaitan
dengan administrasi kepelabuhanan di
Pelabuhan Khusus KKKS dan JOB.
B Administrsi Kepelabuhanan Pada Pelabuhan Khusus PT
Pertamina Trans Kontinental (PTK)
1. Administrasi Pelayanan Kepelabuhanan
Pada dasarnya administrasi Pelayanan Kepelabuhan
sangat mendukung kelancaran di dalam kegiatan
kepelabuhanan, kerena pelabuhan merupakan mata rantai
penghubung transportasi laut. Tanpa terintegrasinya moda
transportasi ini maka kelancaran proses distribusi suatu
komoditas tertentu akan sangat terganggu. Sehingga secara
tidak langsung pelabuhan juga merupakan salah satu faktor
penyebab kelangkaan komoditas tertentu di pasaran. Untuk
itu pelabuhan dituntut memberikan pelayanan yang baik
sehingga tidak terjadi hambatan dalam proses kegiatan
kepelabuhanan.
Aktivitas kapal selama di Pelabuhan Khusus Blang
Lancang adalah kedatangan dan keberangkatan kapal. Jenis
kepemilikan kapal yang ada di pelabuhan khusus Blang
Lancang dapat digolongkan menjadi kapal keagenan yaitu
kapal asing yang diageni atau diurus oleh perusahaan-
perusahaan di Indonesia. Sedangkan kapal-kapal charter /
kapal asing yang di sewa oleh pihak Indonesia.
Administrasi Pelayanan Kapal Salah satu kegiatan yang
merupakan penting didalam proses untuk medapatkan hasil
income bagi PT Pertamina (Persero) maka yang terdiri dari
beberapa variabel jasa sebagai berikut :
Jasa Labuh Adalah jasa yang diberikan terhadap kapal dapat
berlabuh dengan menunggu menunggu pelayanan seperti
tambat, bongkar muat atau menunggu aman Pelayanan
Lainnya. Menghindari kemungkinan bertabrakan dengan
kapal lain yang sedang berlabuh. Memastikan kedalaman air
agar kapal tidak kandas.
Jasa Pandu Adalah kegiatan membantu memberikan saran
dan informasi kepada Nakhoda tentang keadaan perairan
setempat yang penting, agar navigasi pelayaran dapat
dilaksanakan dengan selamat, tertib, dan lancar demi
keselamatan kapal dan lingkungan.
Jasa Tunda Adalah jasa penundaan kapal yang diberikan
kepada kapal berupa penyediaan kapal tunda untuk membantu
oleh gerak kapal seperti menarik dan mendorong diperairan
pelabuhan yang merupakan sebagai sarana bantu pemanduan.
Jasa Tambat Adalah jasa yang diberikan untuk kapal
bertambat pada tambatan dan secara teknis dalam kondisi
yang aman, untuk dapat melakukan bongkar muat dengan
lancar dan aman.Untuk menghindari inefisiensi karena
penggunaan tambatan tidak optimal.
C. Administrasi Kedatangan Kapal Persiapan Sebelum Kapal
Tiba Operasional kedatangan kapal pada Marine Section, ada
dua (2) kriteria persiapan sebelum kapal tiba, antara lain ada
Kapal Keagenan dan Kapal Charter/Milik. Kapal Keagenan
adalah kapal pihak ke tiga (3) yang masuk dan besandar di
Pelabuhan Khusus Blang Lancang, Cabang Arun
Lhokseumawe. Kapal Charter adalah kapal yang di
Charter Pertamina atau kapal yang dimiliki Pertamina yang
masuk ke Pelabuhan Khusus Blang Lancang, Arun
Lhokseumawe. Berikut ini merupakan contoh alur yang
menjelaskan langkah-langkah dari alur persiapan sebelum
kapal tiba untuk kapal keagenan dan kapal Charter/milik
sebagai berikut :
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B120
Gambar 3.2
Flow Chart Administrasi kapal tiba untuk kapal keagenan
dan kapal charter/milik (1)
Sumber : PT Pertamina Trans Kontinental cabang Arun-
Lhokseumawe (2019)
Dari alur diatas dapat diketahui bahwa administasi kedatangan
kapal untuk kapal Keagenan dan milik maka dokumen-
dokumen yang di perlukan, dapat di kategorikan sebagai
dokumen yang sangat penting yaitu :
1. Menerima berita kedatangan kapal dari pihak :
a. Pertamina LNG / JMG Jakarta ( Joint Managent Group)
adalah
b. Pertamina LGP / JMG Jakarta
c. Pertamina Perkapalan Jakarta
2. Menerima Loading Order/Loading Advice dari pihak :
Yang dimaksud Loading Order/Loading Advice adalah
surat yang dikeluarkan untuk memuat barang :
a. Technical Production Planning PT Perta Arun Gas dan
konfirmasi mengenai rencana sandar (kapal LNG, LPG).
3. Mempersiapkan dokumen-dokumen antara lain ke intansi
pemerintah terkait seperti :
a. Form IA (Permintaan Pandu).
b. Pemberitahuan import barang (PEB) ke Bea Cukai.
c. Pembuatan visitor badge untuk cargo surveyor.
4. Mempersiapkan dokumen-dokumen sarana bantu
pelabuhan (Tag boat dan lain-lain) sampai kapal tiba di
pelabuhan.
5. Memonitor setiap perubahan kedatangan kapal.
Faktor-faktor biaya yang dikeluarkan oleh pihak Keagenan
PT Pertamina Trans Kontinental dalam pengurusan
administrasi kapal tiba untuk kapal keagenan yaitu biaya
labuh , biaya tambat, biaya tunda kapal masuk(biaya kapal
kecil), biaya pandu kapal masuk ( orang yang memandu
kapal) dan biaya saranan bantu navsikasi pelayaran.
D. Administrasi Keberangkat Kapal.
Kegiatan setelah kapal berangkat di Pelabuhan Khusus
(PELSUS) Blang Lancang, yaitu Kapal Keagenan dan kapal
milik. Berikut ini merupakan contoh alur yang menjelaskan
langkah-langkah dari proses kegiatan setelah kapal berangkat
untuk kapal keagenan sebagai berikut :
Gambar 3.3
Flow Chart Administrasi berangkatan untuk Kapal keagenan
(1)
Setelah
Pertamina Tran
Sumber : PT Pertamina Trans Kontinental Cabang Arun-
Lhokseumawe (2019)
Dari alur diatas dapat diketahui bahwa kegiatan setelah
kapal berangkat untuk kapal Keagenan terlebih dahulu harus
mempersiapan berkas-berkas yang di perlukan untuk kapal
Keagenan (LGN Tangguh batur) yang berbendera Asing,
dokumen-dokumen yang diperlukan dan juga dapat di
kategorikan sangat penting yaitu :
1. Menerima kelengkapan dokumen dari kapal.
2. Menyerahkan copy Certificate Of Origin (COO) dari kantor
dinas Perdangangan berserta :
a. Bill of Lading (Pernyataan Jumlah muatan)
yang dimaksud Bill of Lading yaitu surat muatan yang
dibuat untuk pengapalan muatan sebagai bukti untuk
menerangkan kepemilikan barang/muat
b. Pemberitahuan Export Barang
c. Copy Permohonan SKA + Asli
3. Pengurusan Cargo Dokumen ke Bea Cukai antar lain :
a. Bill of Lading
yang dimaksud Bill of Lading yaitu surat muatan
yang dibuat untuk
pengapalan muatan sebagai buki untuk menerangkan
kepemilikan barang/muat
b. Cargo Manifes
Yang dimaksud Cargo Manifes yaitu daftar muatan yang
diangkut oleh kapal dibuat oleh perusahaan pelayanan
(agen) untuk diserahkan kepada seluruh pihak yang
terikat dengan muatan
c. Delivery Tickets
Yang dimaksud Delivery Tickets yaitu surat yang dibuat
untuk menyatakan jumlah barang yang dikeluarkan
4. mendistribusi Corgo dokumen pihak yang terkait kepada :
a. Consignee (Penerima)
b. Buyer (Pembeli)
d. Transportier (Pengangkut)
f. Pertamina LNG/JMG (Joint Manajement Croup) yaitu
perusahaan yang menggurus barang (LNG)
j. Technical Production Planning, Fanancial and Account
data, Loading
PERSIAPAN SEBELUM KAPAL TIBA
Menerima berita kedatangan kapal
Menerima Loading Order/Loading Advice
Mempersiapkan dokumen-dokumen
Mempersiapkan sarana bantu pelabuhan
Memonitor setiap perubahan kedatangan kapal.
ADMINISTRASI KEBERANGKATAN KAPAL
Menerima kelengkapan data-data
time sheet dari kapal yang dikirim
melalui email
mendistribusi Corgo
dokumen kepada pihak yang
terkait
Menyerahkan copy
Certificate Of Origin
(COO) dari dinas
Perdangangan
Pengurusan Cargo
Dokumen ke Bea
Cukai
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B121
PT Perta Arun Gas.
Yang dimaksud Technical Production Planning yaitu
bagian yang merencanakan produksi dan pengangkatan
barang ke kapal.
h. File
Faktor-faktor biaya yang dikeluarkan oleh pihak agen PT
Pertamina Trans Kontinental cabang Arun-Lhokseumawe
dalam pengurusan administrasi Keberangkatan kapal untuk
kapal Keagenan yaitu biaya tunda kapal keluar (biaya kapal
kecil), dan biaya pandu kapal keluar ( orang yang memandu
kapal).
Berikut ini merupakan contoh alur yang menjelaskan
langkah-langkah dari proses kegiatan setelah kapal
berangkat untuk kapal milik sebagai berikut :
Gambar 3.4 Flow Chart Administrasi berangkatan untuk
Kapal charter/milik (2)
Sumber : PT Pertamina Trans Kontinental Arun-
Lhokseumawe(2019)
Dari alur diatas dapat diketahui bahwa kegiatan setelah
kapal berangkat untuk kapal charter/milik terlebih dahulu
harus mempersiapan berkas-berkas yang di perlukan untuk
kapal Charter/Milik (Condensate) yang berbendera
Indonesia, dokumen-dokumen yang diperlukan dan juga
dapat di kategorikan sangat penting yaitu :
1. Menerima kelengkapan dokumen dari kapal.
2. Menyiapkan/menyelesaikan :
a. Laporan kedatangan dan keberangkatan kapal
b. Cargo dokumen keberangkatan kapal
3. Menyerahkan :
a.`Laporan kedatangan dan keberangakatan kapal ke
Administrasi Pelabuhan (Adpel) dengan 1 copy
cargo manifest.
b.`Cargo manifest serahkan ke pihak Bea dan Cukai
antara lain :
1. bill of lading
Yang dimaksud Bill of lading yaitu surat muatan
yang dibuat untuk pengapalan muatan sebagai
buki untuk menerangkan kepemilikan
barang/muat
2. cargo manifest
3. delivery tickets.
4. Mendistribusikan cargo dokumen kepada pihak yang
terkait kepada :
a. Consignee
b. Pertamina Perkapalan Jakarta
c. Pertamina BPPKA Jakarta
d. Storage dan Loading, Financial dan Account,
Technical Production Planning PT Perta Arun
Gas.
e. File
Faktor-faktor biaya yang dikeluarkan oleh pihak
agen PT Pertamina Trans Kontinental Cabang Arun
Lhokseumawe dalam pengurusan administrasi
Keberangkatan kapal untuk kapal Keagenan yaitu
biaya tunda kapal keluar (biaya kapal kecil), dan biaya
pandu kapal keluar ( orang yang memandu kapal).
E. Hambatan-hambatan yang Dihadapi Dalam Penerapan
Administrasi Kepelabuhan.
Didalam pengurusan Administrasi Kepelabuhan, pihak
kapal meminta kepada pihak keagenan (Marine Section)
untuk mengurus semua cargo dokumen yang diperlukannya.
Pihak keagenan membuat semua cargo-cargo dokumen
yangkemudian dikirimkan kepada instansi-instansi seperti :
1. Kemajuan teknologi informasi kurang mendapat
sosialisasi di instansi terkait sehingga menghambat
pengurusan administrasi.
2. Tidak semua pegawai instansi terkait menguasai alur
pengurusan Administrasi Pelabuhanan sehingga
menimbulkan penambahan waktu percuma.
3. Sering dialami dalam penyelesaian jasa pelabuhan yang
meliputi tahapan proses pembuatan Nota Penjualan,
Penagihan dan Pembayaran, antara lain sebagai berikut :
a. Kelengkapan dokumen penunjang tidak lengkap.
b. Kekeliruan pengisian data.
c. Kesalahan perhitungan.
e. Kurangnya disiplinnya pemakai jasa ( Pembayaran
tagihan, alamat sulit, melebihi batas waktu dan lain-
lain.
f. Perubahan sistem dan prosedur keuangan.
g. Belum adanya kesepakatan pendapat, penafsiran
peraturan dan ketentuan yang berlaku.
4. Komunikasi bahasa inggris yang kurang dikuasai oleh
pihak Keagenan Kapal dapat menghambat pengurusan
Administrasi Kepelabuhanan.
ADMINISTRASI KEBERANGKATAN KAPAL
Menerima kelengkapan dokumen dari kapal.
Menyiapkan Laporan kedatangan dan keberangkatan
kapal
Menyerahkan Laporan kedatangan dan Kekeberangkatan
mendistribusikan cargo dokumen kepada pihak yang
terkait
Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.3 No.1 Oktober 2019 | ISSN: 2598-3954
B122
IV. PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan uraian-uraian dan pembahasan
diatas, maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. PT Pertamina Trans Kontinental Cabang Arun-
Lhokseumawe adalah perusahaan pelayanan nasional
yang berstatus BUMN di bawah Departermen
Pertambangan dan Energi, PT Pertamina Trans
Kontinental bergerak badang keagenan dan jasa maritin.
2. Struktur Organisasi PT Pertamina Trans Kontinental
berbentuk Struktur Organisasi Divisional.
3. Marine Section adalah merupakan salah satu seksi dari
Departermen PKK (Perkapalan Kebendaran dan
Komunikasi) yang bertugas mengatur masalah
pemanduan kapal yang akan berlabuh di pelabuhan
Khusus PT Pertamina Trans Kontinental Cabang Arun-
Lhokseumawe.
4. Administrasi Pelabuhan pada PT Pertamina Trans
Kontinental yaitu diawali dengan administrasi kapal tiba
dan administrasi keberangkatan.
5. Administrasi kapal tiba untuk kapal keagenan dan kapal
charter/milik proses penggurusan dokumen yaitu:
menerima Loading Order/Loading Advice dari pihak
terminal, mempersiapkan dokumen-dokumen antara lain
intansi pemerintah terkait, mempersiapkan sarana bantu
pelabuhan ( Tag Boat dan lain-lain) dan memonitor
setiap perubahan kedatangan kapal.
6. Administrasi keberangkatan kapal untuk kapal keagenan
proses pengurusan dokumen yang dilakukan yaitu:
Menerima kelengkapal dokumen dari kapal, menyerahkan
copy Certificate Of Origin (COO) dari kantor dinas
perdangan, pengurusan cargo dokumen ke bae cukai, dan
mendistribusi cargo dokumen kepada pihak yang terkait.
Dan begi juga administrsi keberangatan kapal
charter/milik proses pengurusan yang dilakukan seperti:
Menerima kelengkapal dokumen dari kapal, menyiapkan,
menyerahkan, mendistribusi cargo dokumen kepada pihak
yang terkait
B Saran-saran
Kesimpulan yang telah disebutkan diatas maka dalam
penulisan ini dikemukakan beberapa saran yang dapat
dipergunakan untuk kelancaran didalam pengurusan
Administrasi Kepelabuhan Pada PT Pertamina Trans
Kontinental Cabang Arun-Lhokseumawe sebagai berikut :
1. Pihak PT Pertamina Trans Kontinental Cabang-Arun
Lhokseumawe seharusnya karyawan harus di tingkatkan
potensi dalam berbahasa Inggris agar lancar dalam
pengurusan administrasi kepelabuhanan.
2. Seharusnya Pihak PT Pertamina Trans Kontinental Cabang
Arun- Lhokseumawe Perlu keteliatian dalam pembuatan
nota penjualan dan penagihan pembayaran sehingga tidak
ada kekeliruan dalam pengisiannya.
3. karyawan PT Pertamina Trans Kontinental Cabang-Arun
Lhokseumawe hendaknya bertanggung tugas dan
tanggung jawabnya, sehingga tidak lalai dalam
menjalankan aktivitas dan tujuan yang
telah di terapkan dalam PT Pertamina Trans
Kontinental Cabang
Arun- Lhokseumawe.
4. Sebaiknya alat-alat kantor lebih sering diservis agar
tidak menghambat dalam pengurusan administrasi
kepelabuhanan seperti printer yang digunakan untuk
mengeprint dokumen-dokumen kapal seperti :
penyampaian laporan rencana kedatangan kapal,
permohonan izib bersandar, permohonan izin gerak
dan dokumen-dokumen lainnya.
5. Diharapkan PT Pertamina Trans Kontinental Cabang
Arun-Lhokseumawe mampu terus meningkatkan
partisipasi dalam program tanggung jawab social
terhadap lingkungan agar lingkungan sekitar
perusahaan juga dapat terus merasakan kenyamanan
yang diberikan perusahaan kepada masyarakat.
REFERENSI
[1] S. M. Metev and V. P. Veiko, Laser Assisted Microtechnology, 2nd ed.,
R. M. Osgood, Jr., Ed. Berlin, Germany: Springer-Verlag, 1998.\ [2] Aip, Saripudin, dkk. (2009). Praktis BelajarFisika Program Ilmu
Pengetahuan Alam. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen
Pendidikan Nasional [3] Hamzah, Nawir . 2006. Manajemen Pelabuhanan. Medan
[4] Massofa. 2008 .Sistem Informasi Manajemen Jakarta :Bumi Aksara.
[5] Moenir. 2005. Manajemen Pelayanan Umum di indonesia. Jakarta: PT Bumi Aksara
[6] Mustadjar. 2007. Filsafat Administrasi. Jakarta :Rineka Cipta
[7] Pasolong, Edwin. 2010. Teori Administrasi Publik. Cetekan Kedua : Bandung.
[8] Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun (2015) Tentang
Penyelenggaraan Kepelabuhanan Laut.. [9] Syafie, KencanaInu. 2006. Ilmu Administrasi Publik, EdisiRevisi,
Yogyakarta: Andi
[10] Terry, Goerge, R 2007. Filsafat Administrasi. Jakarta: PT Bumi Aksara.
[11] Triatmojo, Bambang. 1992 ,Pelabuhanan, Beta Offset, Yogyakarta.