PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN...

52
PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN EKSTERNAL TERHADAP KINERJA PEMERINTAHAN KOTA BANDUNG Oleh AGUSTINUS WIDANARTO JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2009

Transcript of PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN...

Page 1: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL

DAN PENGAWASAN EKSTERNAL

TERHADAP KINERJA PEMERINTAHAN KOTA BANDUNG

Oleh

AGUSTINUS WIDANARTO

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2009

Page 2: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemerintah Kota Bandung telah melakukan berbagai perubahan untuk

mengarah ke perbaikan penyelenggaraan pemerintahan dengan harapan pelayanan kepada

masyarakat dapat lebih ditingkatkan. Namun dalam kenyataannya banyak pelayanan kepada

masyarakat belum optimal.

Dari penelitian pendahuluan, diperoleh informasi tentang adanya temuan-temuan

terhadap kinerja Pemerintah Kota Bandung yang belum sesuai dengan tolok ukur yang

telah ditetapkan. Temuan selama lima tahun anggaran melalui Laporan

Pertanggangjawaban (LPJ) Wali Kota Bandung dan Laporan Akuntabilitas

Kineja Pemerintah (LAKIP) Badan Pengawasan Daerah Kota Bandung yaitu sebagai

berikut:

1. Tahun Anggaran 2003.

a. Temuan dari Fraksi Persatuan Pembangunan, yaitu belum adanya kejelasan

tentang penggunaan pos bantuan keuangan organisasi kemasyarakatan

(ormas) pada Bagian Pembangunan, pos bantuan pada Bagian Kesejahteraan

Rakyat (Kesra), dan pos bantuan keuangan ormas.

b. Fraksi Persatuan Pembangunan melihat adanya pengucuran dana bantuan

keuangan tersebut juga tidak menyentuh rasa keadilan masyarakat.

c. Temuan dari Fraksi Keadilan Bulan Bintang (FKBB) yaitu masalah

penggunaan dana pada pos dana bagi hasil dan bantuan keuangan yang belum

transparan.

d. Temuan Pansus DPRD Kota Bandung, yaitu menyoroti adanya 169 Sekolah

Dasar di Kota Bandung yang kondisinya sangat memprihatinkan dan setiap

tahun anggaran yang disediakan baru terealisasi Rp. 3 milyar dari kebutuhan

sebesar Rp. 30 milyar.

e. Temuan dari Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) Kota Bandung, bahwa di

bidang pemerintahan kota, pelanggaran administrasi yang dilakukan aparatur

Pemerintah Kota Bandung masih tinggi, yaitu 440 temuan. Selain itu, di bidang

ekonomi, dari 3 Perusahaan Daerah yang dimiliki Kota Bandung, yaitu

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), PD Badan Perkreditan Rakyat (PD

BPR), dan PD Kebersihan, ternyata baru PDAM yang dapat memberikan

kontribusi kepada pendapatan asli daerah, akan tetapi dari segi cakupan

pelayanan masih belum memenuhi standar yang ada. Apalagi kondisi PD BPR

walaupun beberapa kali dibantu APBD, tetapi tidak ada peningkatan kinerja,

malah beban hutang perusahaan terus bertambah sehingga saat ini hampir tidak

ada pelayanan perbankan di PD BPR.

2. Tahun Anggaran 2004.

Pada Tahun Anggaran 2004, Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) Kota

Bandung menemukan adanya ketidak sesuaian dalam kinerja sebanyak 445

buah, terdiri dari aspek pemeriksaan di bidang Tugas Pokok dan Fungsi

(Tupoksi) 150 temuan, SDM 70 temuan, Keuangan 84 temuan, Sarana-

prasarana 105 temuan, dan Metode kerja sebanyak 36 temuan.

3. Tahun Anggaran 2005.

Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) Kota Bandung menemukan berbagai

pelanggaran. Pelanggaran tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan lima sasaran.

Page 3: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

Secara kuantitatif jumlah pelanggaran itu menurun dibanding tahun 2004 yang

mencapai 445 kasus pelanggaran. Pelanggaran itu meliputi tugas pokok dan

fungsi (Tupoksi) sebanyak 38 temuan, SDM aparat sebanyak 79 temuan,

masalah keuangan sebanyak 153 temuan, sarana dan prasarana 127 temuan, dan

metode kerja sebanyak 8 temuan.

4. Tabun Anggaran 2006

Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) Kota Bandung menemukan sebanyak 377

kasus temuan/pelanggaran. Temuan ini jauh lebih sedikit bila

dibandingkan dengan temuan pada Tahun Anggaran 2005. Pelanggaran ini

meliputi aspek Tupoksi 57 temuan, SDM aparat sebanyak 48 temuan, aspek

Keuangan sebanyak 126 temuan, aspek Sarana-prasarana sebanyak 132

temuan, dan Metode kerja sebanyak 14 temuan.

5. Tabun Anggaran 2007.

Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) Kota Bandung melakukan pemeriksaan

kinerja Pemerintah Kota Bandung terhadap 81 (delapan puluh satu) Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota Bandung pada Semester I dan Semester II,

dengan mendapatkan temuan pelanggaran seluruhnya sebanyak 681, terdiri dari 368

temuan pada Semester I dan 313 temuan pada Semester II. Jumlah temuan tersebut

justru jauh lebih banyak dibandingkan pada Tabun Anggaran 2006, dengan jumlah

SKPD sebanyak 76. Temuan pada Tabun Anggaran 2007 ini terdiri dari aspek

Tupoksi 110, aspek SDM aparat sebanyak 67, aspek Keuangan 274, aspek

Sarana-prasarana 199, dan aspek Metode kerja sebanyak 31 temuan.

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa dalam penyelenggaraan

pemerintahan daerah di Kota Bandung, pada Tahun Anggaran 2003 dan 2004 (berdasarkan

Undang-undang Nomor 22 tahun 1999) dan pada Tahun Anggaran 2005, 2006 dan 2007

(berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004) masih diketemukan berbagai masalah.

Padahal di dalam kedua undang-undang tentang Pemerintahan Daerah tersebut, dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan pembinaan dan pengawasan

berdasarkan ketentuan Pasal 218 Undangundang Nomor 32 Tahun 2004. Bahkan pada

Tahun Anggaran 2007 dengan dilakukan pemeriksaan sebanyak dua kali, jumlah

temuan yang diperoleh menunjukkan peningkatan bila dibandingkan dengan tahun

anggaran sebelumnya.

Secara empirik belum optimalnya kinerja Pemerintah Kota Bandung

berkaitan erat dengan pelaksanaan pengawasan internal yang dilakukan oleh

Inspektorat dan pengawasan eksternal oleh DPRD Kota Bandung juga belum optimal.

Apabila tidak segera ditanggulangi maka efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan Kota

Bandung dapat terganggu, sehingga visi dan misi pembangunan Kota Bandung

tidak akan tercapai. Penelitian tentang pengaruh pengawasan internal dan pengawasan

eksternal terhadap kinerja Pemerintah Kota Bandung ini penting dilakukan, agar dapat

direkomendasikan solusi peningkatan kinerja melalui perbaikan pengawasan, baik

pengawasan internal maupun pengawasan eksternal.

Berdasarkan Tatar belakang di atas, problem statement penelitian ini sebagai

berikut: Pengawasan internal oleh Inspektorat dan pengawasan eksternal oleh DPRD belum

efektif, sehingga kinerja Pemerintah Kota Bandung belum optimal. Dalam kajian ini,

kinerja pemerintah Kota Bandung difokuskan pada kinerja organisasi dari Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintahan Kota Bandung dalam

menjalankan fungsi pelayanan publik. Pengawasan internal dibatasi pada

pengawasan internal yang dilakukan pada SKPD oleh Inspektorat. Sedangkan

pengawasan eksternal dibatasi pada pengawasan eksternal yang dilakukan pada

Page 4: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

SKPD oleh DPRD melalui Komisi DPRD. Sebagaimana Undang-undang No. 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD

sesuai fungsi pengawasan DPRD berkaitan dengan semua program/kegiatan yang

berhubungan dengan penggunaan APBD, termasuk kinerjanya. Adapun rumusan

masalah (Research Question) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Seberapa besar

pengawasan internal dan pengawasan eksternal berpengaruh terhadap kinerja

Pemerintah Kota Bandung?

1.2. Rumusan Masalah

Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa perubahan untuk mengarah ke perbaikan

penyelenggaraan Pemerintahan Daerah telah dilakukan, dengan harapan untuk lebih

meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Namun dalam kenyataannya

banyak pelayanan kepada masyarakat oleh pemerintah Kota Bandung belum optimal

yang ditandai oleh akuntabilitas yang rendah, kualitas layanan yang kurang, Berta

rendahnya produktivitas kerja.

Secara empirik belum optimalnya kinerja Pemerintah Kota Bandung berkaitan erat

dengan pelaksanaan pengawasan internal yang dilakukan oleh Bawasda dan

pengawasan eksternal oleh DPRD dan masyarakat Kota Bandung juga belum optimal.

Apabila tidak segera ditanggulangi maka efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan

Kota Bandung dapat terganggu, sehingga visi dan misi pembangunan Kota Bandung tidak

akan tercapai. Penelitian tentang seberapa besar pengaruh pengawasan internal dan

pengawasan eksternal terhadap kinerja Pemerintah Kota Bandung ini penting dilakukan,

agar dapat direkomendasikan solusi peningkatan kinerja melalui perbaikan

pengawasan, baik pengawasan internal maupun pengawasan eksternal.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan problem statement

penelitian ini sebagai berikut: Pengawasan internal oleh Bawasda dan pengawasan

eksternal oleh DPRD dan masyarakat belum efektif, sehingga, kinerja Pemerintah Kota

Bandung belum optimal. Dalam kajian ini, kinerja pemerintah Kota Bandung difokuskan

pada kinerja organisasi dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan

Pemerintahan Kota Bandung dalam menjalankan fungsi pelayanan publik.

Pengawasan internal dibatasi pada pengawasan internal yang dilakukan pada SKPD

oleh Bawasda. Sedangkan pengawasan eksternal dibatasi pada pengawasan eksternal

yang dilakukan pada SKPD oleh DPRD melalui Komisi DPRD dan masyarakat.

Sebagaimana Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa

pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan DPRD

berkaitan dengan semua program/kegiatan yang berhubungan dengan

penggunaan APBD, termasuk kinerjanya.

Sebagai rumusan masalah (Research Question) dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut: Seberapa besar pengawasan internal dan pengawasan eksternal berpengaruh terhadap

kinerja Pemerintah Kota Bandung?

Selanjutnya secara lebih terperinci, rumusan masalah tersebut dapat

dijabarkan sebagai berikut:

1. Seberapa besar pengaruh pengawasan internal terhadap kinerja Pemerintah Kota

Bandung?

2. Seberapa besar pengaruh pengawasan eksternal terhadap kinerja Pemerintah

Kota Bandung?

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

Page 5: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh konsep pengawasan, yang dapat

dijadikan model pengawasan internal dan pengawasan eksternal yang tepat dalam mendorong

peningkatan kinerja Pemerintah Kota Bandung. Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengkaji dan menganalisis besarnya pengaruh pengawasan internal

terhadap kinerja Pemerintah Kota Bandung.

2. Untuk mengkaji dan menganalisis besarnya pengaruh pengawasan eksternal terhadap

kinerja Pemerintah Kota Bandung.

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberi kegunaan pada dua aspek, yaitu kegunaan

akademi (pengembangan ilmu), dan kegunaan praktis (guna laksana). Adapun kegunaan pada

dua aspek tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

1.4.1. Kegunaan Akademis

Temuan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam

pengembangan Ilmu Administrasi, khususnya yang berhubungan dengan konsep

pengawasan dan pengaruhnya terhadap kinerja Pemerintah Daerah.

1.4.2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan perumusan kebijakan publik bagi

Pemerintahan Kota Bandung, khususnya Badan Pengawasan Daerah dalam pelaksanaan

pengawasan internal, dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan masyarakat

Kota Bandung dalam pelaksanaan pengawasan eksternal, guna meningkatkan kinerja

Pemerintah Kota Bandung dalam mensejahterakan masyarakat.

1.5. Kerangka Pemikiran

Konsep pengawasan internal dalam penelitian ini merujuk kepada Terry (1960:

530) yang berpendapat bahwa pengawasan internal merupakan proses menentukan

s tandar untuk pengawasan, mengukur hasi l pekerjaan, membandingkan hasil

pekerjaan dengan standar dan memastikan perbedaan bila ada perbedaan, serta mengoreksi

penyimpangan yang tidak dikehendaki melalui tindakan. perbaikan. Sedangkan konsep

pengawasan eksternal merujuk pada Lembaga Administrasi Negara (1997: 161) yang

menyatakan bahwa pengawasan eksternal terdiri dari pengawasan legislatif dan pengawasan

masyarakat. Adapun konsep kinerja pemerintah menggunakan pendapat dari Dwiyanto

(2006: 49-51) yang menyatakan bahwa kinerja pemerintah meliputi produktivitas,

kualitas layanan, responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas.

Adanya pengawasan memungkinkan pelaksanaan pekerjaan dapat diamati dan

dikelola kesesuaiannya dengan rencana dalam rangka pencapaian tujuan (Terry, 1960:

395). Fungsi pengawasan yang diarahkan pada: peningkatan kinerja organisasi; pemberian

opini atas kinerja organisasi; dan pemberian rekomendasi kepada manajemen untuk

melakukan koreksi atas masalah pencapaian kinerja yang ada akan memberikan nilai

tambah bagi peningkatan kinerja penyelenggara, baik secara intemal maupun eksternal

(Ndraha, 2003: 197). Dibandingkan pengawasan eksternal, pengawasan internal

memiliki tingkat integrasi yang lebih tinggi dengan manajemen yang diawasinya (G.R.

Terry dan Leslie W. Rue, 2001:10). Sedangkan peran DPRD dalam melakukan fungsi

pengawasan sangat penting dalam rangka mencegah terjadinya penyalahgunaan,

Page 6: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

penyelewengan dan kebocoran dalam penyelenggaraan pemerintahan. Posisi DPRD

yang tidak memiliki hubungan kedinasan dengan pemerintah diharapkan

menjamin objektivitas pengawasan (Budiardjo dan Ambong, 1995:180).

Adanya pengawasan memungkinkan pelaksanaan pekerjaan dapat diamati dan

dikelola pengendaliannya. Dengan demikian kesesuaian pekerjaan dengan rencana

selalu dapat dievaluasi dalam rangka menjamin tercapainya, kinerja yang diharapkan.

Semakin baik pelaksanaan fungsi pengawasan internal oleh Bawasda akan mendorong

manajemen untuk lebih mampu melakukan t indakan pengendalian yang diperlukan

dalam usaha mencapai kinerja yang direncanakan. Demikian pula semakin baik

pengawasan eksternal oleh Komisi DPRD dan masyarakat, semakin rendah

kemungkinan terjadinya penyalahgunaan, penyelewengan dan kebocoran dalam

penyelenggaraan pemerintahan sehingga pencapian kinerja lebih dapat dicapai. Paradigm

dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1:

Paradigma Penelitian

Page 7: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pengawasan Internal dan Pengawasan Eksternal

Winardi (1990:587) menyatakan bahwa: "Pengawasan dapat ditujukan ke bidang

interns mmaupun ke bidang ekstem". Pengawasan internal dari sisi pemerintah,

adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan yang berasal dari

lingkungan internal organisasi pemerintah. Bila dirinci lebih lanjut, pengawasan internal

dapat dipilah menjadi pengawasan internal dalam arti dan pengawasan internal dalam arti

luas. Pengawasan internal dalam arti sempit adalah pengawasan internal yang dilakukan

oleh aparat pengawas yang berasal dari lingkungan internal organisasi atau lembaga negara

yang diawasi. Sedangkan pengawasan internal dalam arti luas adalah pengawasan internal

yang dilakukan oleh aparat pengawasan yang berasal dari lembaga khusus pengawas,

yang dibentuk secara khusus oleh pemerintah atau lembaga eksekutif.

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia (1996:161) membagi pengawasan

internal ke dalam beberapa jenis, yaitu:

a. Pengawasan Melekat, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh setiap pimpinan

terhadap bawahan dan satuan kerja yang dipimpinnya.

b. Pengawasan Fungsional, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh aparat yang tugas

pokoknya melakukan pengawasan, seperti Itjen, Itwilprop. BPKP dan Bapeka.

Pengawasan ekstemal adalah suatu bentuk pengawasan yang dilakukan oleh suatu

unit pengawasan yang sama sekali berasal dari luar lingkungan organisasi eksekutif.

Dengan demikian, dalam pengawasan ekstemal antara pengawas dengan pihak yang diawasi

tidak lagi terdapat hubungan kedinasan. Bentuk pengawasan ini dapat dilaksanakan oleh

legislatif (DPRD) mmaupun masyarakat.

Pengawasan eksternal, menurut Lembaga Administrasi Negara Republik

Indonesia (1997:160-161), dapat dibedakan menjadi:

a. Pengawasan Legislatif (Wasleg) yaitu pengawasan yang dilakukan oleh Lembaga

Perwakilan Rakyat baik di pusat (DPR) mmaupun di daerah (DPRD).

Pengawasan ini merupakan pengawasan politik (Waspol).

b. Pengawasan Masyarakat (Wasmas), ialah pengawasan yang dilakukan oleh

masyarakat, seperti yang termuat dalam media massa.

Sejalan dengan pendapat tersebut di atas, Umar (2006:90) menjelaskan adanya tiga

jenis pengawasan, yakni: pengawasan melekat, pengawasan fungsional, dan

pengawasan masyarakat.

a. Pengawasan melekat.

Istilah pengawasan melekat secara formal diadopsi dari Instruksi Presiders

No. 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan dimana pada salah

satu pasal yakni pasal 3 menjelaskan bahwa: "setiap pimpinan di semua tingkatan

meningkatkan pengawasan melekat dan meningkatkan mutu di lingkungan tugas

masing-masing.

b. Pengawasan fungsional

Pengawasan fungsional digunakan dengan mengacu pada Inpres No. 15 tahun 1983.

Dalam pengawasan ini adalah setiap upaya yang dilakukan oleh aparat yang ditunjuk

khusus (exclusively assigned) yang bertugas untuk melakukan audit secara independen

Page 8: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

terhadap obyek yang diawasinya, dalam praktiknya aparat pengawas ini melakukan

pemeriksaan dan melakukan tugas lainnya seperti melakukan verifikasi, konfirmasi,

survei, assessment dan melakukan pemantauan (monitoring) atas sesuatu yang

sedang dalam pengawasan.

c. Pengawasan masyarakat

Pengawasan ini dapat dikategorikan sebagai social control, yakni

pengawasan yang tercipta karena adanya pengakuan dan kepatuhan pada norma

kelompok yang ada dalam suatu kelompok masyarakat atau organisasi.

Social control adalah pengawasan yang dilakukan secara non-formal oleh publik

atau masyarakat secara lebih luas misalnya kelompok penekan (pressure) organisasi asosiasi,

LSM dan kelompok yang berkepentingan (stakeholders).

Secara umum, menurut Sarundajang (2006:240) fungsi pengawasan adalah

untuk membantu manajemen dalam tiga hal, yaitu:

1. Meningkatkan kinerja organisasi;

2. Memberikan opini atas kinerja organisasi, dan

3. Mengarahkan manajemen untuk melakukan koreksi atas masalah-masalah pencapaian

kinerja yang ada.

Ada kalanya bahwa pengawasan itu perlu dilakukan oleh Pimpinan. Tujuan dari

pengawasan oleh pimpinan adalah untuk meyakinkan apakah usaha-usaha atau kegiatan-

kegiatan dalam manajemen ini sudah baik atau belum. Lagi pula pengawasan ini bukan

sesuatu yang sekali dilakukan itu sudah selesai, akan tetapi secara terus menerus dilakukan

dan pengawasan ini merupakan sesuatu yang mempunyai hubungan satu dengan

yang lain. Dengan kata lain bahwa pengawasan merupakan bagian yang terintegrasi

dengan manajemen, sekalipun aparat dari pengawasan itu diusahakan sekecil mungkin.

Selanjutnya dalam prosedur, pelaksanaan dan kegiatan-kegiatan lain yang tidak

sempurna, metode pengawasan tersebut harus diterapkan. Apabila teriadi ketidak-

sempumaan, hal ini berarti bahwa orang-orang yang bekerja di tempat itulah yang tidak

efektif dalam melakukan pekerjaan atau kegiatan tersebut. Oleh karena itu, maka pimpinan

harus menaruh perhatian dengan menggunakan metode dan prosedur pengawasan yang

bermanfaat, jika apabila pengawasan di sini tidak dilakukan secara efektif. Dengan

demikian, maka pimpinan harus menentukan rencana, dan prosedur pengawasan yang

dapat mencapai pada hasil tujuan yang diharapkan. Dengan demikian, bahwa tujuan dari

pengawasan adalah untuk mencapai hasil yang diinginkan, bukan untuk mencari kesalahan

dari orang-orang yang melakukan kegiatan-kegiatan tersebut.

Kaho (1982:143-144) menyatakan bahwa tujuan pengawasan adalah:

1. Untuk menjaga agar standar minimal dalam memberikan pelayanan

kepada masyarakat tetap dipertahankan oleh pejabat-pejabat daerah;

2. Untuk mempertahankan atau menjaga mutu standar administrasi dengan

cara menjalankan koordinasi antara pelbagai macam tingkatan pemerintah yang

ada;

3. Untuk melindungi warga negara dari penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan

oleh pejabat-pejabat daerah;

4. Untuk mengawasi pengeluaran atau penggunaan uang yang dilakukan oleh

Pemeridtah Daerah, sebagai bagian dari manajemen dan perencanaan

ekonomi nasional;

5. Untuk mengikat rakyat dan mempersatukan rakyat yang berbeda-beda menjadi satu

bangsa.

Page 9: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

Dari uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan dari pengawasan

adalah agar dalam pelaksanaan pekerjaan diperoleh hasil yang berdaya guna (efisien)

dan berhasil guna (efektif), sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

Selain mempunyai tujuan sebagaimana tersebut di atas, pengawasan juga

mempunyai fungsi-fungsi yang dapat dirinci paling sedikit menjadi empat macam. Keempat

fungsi pengawasan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Untuk mempertebal rasa tanggung jawab terhadap pejabat yang diserahi tugas dan

wewenang dalam melaksanakan pekerjaan.

2. Untuk mendidik para pejabat agar mereka melaksanakan pekerjaan sesuai dengan

prosedur yang telah ditentukan;

3. Untuk mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan, kelalaian dan kelemahan,

agar tidak terjadi kerugian yang tidak diinginkan;

4. Untuk memperbaiki kesalahan dan penyelewengan, agar pelaksanaan pekerjaan tidak

mengalami hambatan dan pemborosan-pemborosan.

Keempat fungsi pengawasan tersebut selalu terdapat di dalam setiap bentuk

pengawasan, baik yang berskala besar mmaupun kecil. Agar suatu pengawasan

dapat melakukan fungsinya dengan sebaik-baiknya, maka peranan pimpinan pun perlu

mendapat perhatian dalam setiap proses pengawasan.

Luther Gulick dan L. Urwick (dalam Ndraha, 2003:197) berbicara tentang control

sebagai proses sebagai berikut:

Proses tersebut berlangsung di bawah empat prinsip kontrol yang juga adalah

prinsip organisasi. Keempat prinsip itu adalah (1) koordinasi sebagai

hubungan timbal balik semua faktor di dalam suatu. situasi, (2) koordinasi dengan

kontak langsung antar manusia yang berkepentingan, (3) koordinasi pada tahap

awal setiap kegiatan, dan (4) koordinasi sebagai sebuah proses yang berjalan terus

menerus. Jadi antara kontrol dengan koordinasi terdapat kaitan yang erat sekali.

Pengawasan dapat dilakukan oleh siapa saja yang berkepentingan terhadap suatu

organisasi atau kelompok masyarakat, baik internal mmaupun eksternal. Dilihat dari sudut

ini, menurut Ndraha (2003:197) bahwa pengawasan dapat dilakukan misalnya oleh:

1. Atasan terhadap bawahan.

2. Unit kerja kontrol, baik internal mmaupun ekstemal terhadap organisasi yang

berada di dalam lingkungan kompetensinya.

3. Konsumer atau pelanggan terhadap produser atau penjual.

4. Mekanisme built-in-control terhadap organisasi yang bersangkutan.

Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan daerah, pengawasan daerah

dapat diartikan secara luas sebagai salah satu aktivitas fungsi manajemen untuk

menemukan, menilai dan mengoreksi penyimpangan yang mungkin terjadi atau yang

sudah terjadi berdasarkan standar yang telah disepakati dalam hal ini peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Dengan demikian, pengawasan akan memberikan nilai

tambah bagi peningkatan kinerja penyelenggara pemerintahan daerah.

Menurut Bellone (1980:268-270) bahwa dalam sebuah organisasi

(pemerintah), pengawasan merupakan masalah yang sangat penting untuk

mendapatkan perhatian, karena pengawasan merupakan upaya untuk mencapai tujuan

organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.

Dalam sektor organisasi pemerintahan, pengawasan akan dapat menumbuhkan

Page 10: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

kepercayaan publik dari pihak-pihak yang terkait dalam organisasi. Dalam sektor organisasi

pemerintahan, terdapat 3 pilar utama, yakni: rakyat, wakil rakyat dan pemerintah. Dalam

menjalankan pemerintahan, pemerintah diawasi oleh rakyat melalui wakil rakyat. Bahkan

rakyat melalui LSM ikut mengawasi kinerja pemerintah agar supaya berjalan sesuai

dengan tujuan pemerintah.

Memperhatikan adanya berbagai konsep pengawasan di atas, jelaslah bahwa

pengawasan merupakan hal yang sangat penting dalam suatu organisasi termasuk

diantaranya organisasi pemerintah, karena pengawasan dilakukan dalam upaya untuk

meyakinkan bahwa implementasi suatu aturan/kebijakan telah sesuai dengan yang

diharapkan. Pengawasan juga bermanfaat dalam penentuan keputusan selanjutnya

dalam upaya untuk menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan,

penyelewengan, pemborosan, hambatan dan ketidakadilan, dan mencegah berulangnya

kesalahan, penyimpangan.

2.2. Konsep Kinerja

Salah satu cara untuk mengetahui keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai

tujuannya adalah dengan mengukur kinerjanya. Callahan (2003:911) menyatakan bahwa

kinerja menggambarkan sampai seberapa jauh organisasi tersebut mencapai hasil

ketika dibandingkan dengan kinerjanya terdahulu previous performance),

dibandingkan organisasi lain (benchmarking), dan sampai seberapa jauh pencapaian

tujuan dan target yang telah ditetapkan.

Kinerja atau performance dalam arti yang sederhana adalah prestasi kerja. Rue dan

Byars (1981:375) mendefinisikan bahwa: “Kinerja sebagai tingkat pencapaian hasil

atau degree of accomplishment”. Ini berarti kinerja merupakan tingkat pencapaian

tujuan organisasi. Stolovitch (dalam Rivai, 2005:14) mengatakan bahwa: kinerja

merupakan seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian serta

pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang diminta". Sedangkan menurut Sedarmayanti

(2001:50), bahwa performance yang diterjemahkan menjadi kinerja, juga berarti "prestasi

kerja, pelaksanaan kerja, hasil kerja/tindakan, unjuk kerja, dan penampilan kerja".

Ndraha (2003:196) menjelaskan bahwa kerja dalam bahasa Inggris perform

berarti to act, to carry out, to execute. Kata performance mengandung arti luas. Beberapa

artinya adalah entertaiment, the act of performing, the xecution or accomplishment of work

act, etc.". Jadi performance bisa diartikan sebagai produk, dan dapat diartikan sebagai

proses.

Menurut Mangkunegara (2000:67), bahwa: “pengertian kinerja (prestasi kerja)

adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam

melaksanakan tugasnya dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.

Berdasarkan definisi kinerja yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas,

maka yang dimaksud dengan kinerja adalah hasil kerja atau prestasi kerja yang dicapai

oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi berdasarkan tugas dan

kewajibannya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Swanson (1999:73) membagi

kinerja atas tiga tingkatan, yaitu kinerja organisasi, kinerja proses, dan kinerja individu.

Kinerja organisasi di sini mempertanyakan apakah tujuan atau misi suatu ogmisasi

telah sesuai dengan kenyataan kondisi atau faktor ekonomi, politik, dan budaya yang ada;

apakah struktur dan kebijakannya mendukung kinerja yang diinginkannya, apakah memiliki

kepemimpinan, modal, dan infrastruktur dalam mencapai misinya; apakah kebijakan, budaya,

dan sistem insentifnya mendukung pencapaian kinerja yang diinginkan; dan apakah

organisasi tersebut menciptakan dan memelihara kebijakan-kebijakan seleksi dan pelatihan,

serta sumberdayanya.

Page 11: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

Kinerja proses menunjukkan apakah suatu proses yang dirancang dalam organisasi

memungkinkan organisasi tersebut mencapai misinya dan tujuan para individu, didesain

sebagai suatu sistem, kemampuan untuk menghasilkan, baik secara kuantitas, kualitas,

dan tepat waktu, memberikan informasi dan factor-faktor manusia yang dibutuhkan

untuk memelihara sistem tersebut, dan apakah proses pengembangan keahlian telah sesuai

dengan tuntutan yang ada.

Kinerja individu berkaitan dengan apakah tujuan atau misi individu sesuai dengan

misi organisasi, apakah individu menghadapi hambatan dalam bekerja dan mencapai hasil,

apakah para individu memiliki kemampuan mental, fisik, dan emosi dalam bekerja, dan

apakah mereka memiliki motivasi tinggi, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman dalam

bekerja.

Selanjutnya apabila dikaitkan dengan manajemen kinerja, Surya Dharma (2005:25)

mengemukakan bahwa:

Manajemen Kinerja adalah suatu cara untuk mendapatkan hasil yang lebih baik bagi

organisasi, kelompok dan individu dengan memahami dan mengelola kinerja

sesuai dengan target yang telah direncanakan, standar dan persyaratan kompetansi

yang telah ditentukan..

Dengan demikian manajemen kinerja adalah sebuah proses untuk menetapkan apa yang

harus dicapai, dan pendekatannya untuk mengelola dan pengembangan manusia

melalui suatu cara yang dapat meningkatkan kemungkinan bahwa sarana akan dapat

dicapai dalam suatu jangka waktu tertentu baik pendek maupun panjang.

Bacal (2005:3) menjelaskan mengenai manajemen kinerja adalah: “Proses

komunikasi yang berlangsung terus-menerus, yang dilaksanakan berdasarkan

kemitraan, antara seorang karyawan dengan penyelia langsungnya”.

Lebih lanjut Bacal (2005:3-4) menyatakan bahwa manajemen kinerja meliputi

upaya membangun harapan yang jelas serta pemahaman tentang: a) fungsi kerja

esensial yang diharapkan dari karyawan; b) seberapa besar kontribusi pekerjaan karyawan

bagi pencapaian tujuan organisasi; c) apa arti konkretnya “melakukan pekerjaan dengan

baik”; d) bagaimana karyawan dan penyelianya bekerja sama untuk mempertahankan,

memperbaiki, maupun mengembangkan kinerja karyawan yang sudah ada sekarang; e)

bagaimana prestasi kerja akan diukur; dan f) mengenali berbagai hambatan kinerja dan

menyingkirkannya.

Sistem manajemen kinerja terdiri dari beberapa komponen (Bacal, 2005:34), yaitu:

1. Perencanaan Kinerja

Titik awal manajemen kinerja: karyawan dan manajer bekerja sama untuk

mengidentifikasikan, memahami, dan menyepakati apa yang seharusnya dikerjakan

oleh karyawan, seberapa baiknya hal itu perlu dilaksanakan, mengapa, bilamana,

dan seterusnya.

2. Komunikasi Kinerja yang Berlangsung Terus-menerus

Sebuah proses dua arah yang bekerja sepanjang tahun untuk memastikan bahwa

pelaksanaan tugas kerja berjalan sebagaimana mestinya, bahwa masalah dapat

dikenali sebelum berkembang, dan bahwa baik manajer mmaupun karyawan

selalu memperoleh informasi yang segar.

3. Pengumpulan Data, Pengamatan dan Dokumentasi

Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang kinerja

organisasi atau perseorangan dengan tujuan meningkatkan kinerja.

Pengamatan merupakan cara bagi manajer untuk mengumpulkan data. Dokumentasi

adalah mencatat informasi yang dikumpulkan.

Page 12: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

4. Pertemuan Evaluasi Kinerja

Suatu proses di mana manajer dan karyawan bekerja sama dalam menilai sampai

sejauh mana karyawan telah mencapai sasaran yang telah disepakati dan bekerja

sama untuk mengatasi berbagai kesulitan yang ditemui. Biasanya merupakan

suatu pertemuan tahunan.

5. Diagnosis Kinerja dan Bimbingan

Diagnosis Kinerja adalah proses pemecahan masalah dan komunikasi, yang

digunakan untuk mengidentifikasikan penyebab dasar yang sebenarnya dari

permasalahan atau kegagalan kinerja, bagi perseorangan, suatu bagian, atau

bahkan keseluruhan organisasi. Sedangkan bimbingan merupakan suatu proses di

mana seseorang yang lebih berpengetahuan mengenai suatu hal, bekerja dengan

seorang karyawan untuk membantunya mengembangkan pengetahuan dan

keahlian dalam rangka meningkatkan kinerja.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan, pada Pasal 1 ayat (2) Peraturan

Pemerintah No. 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi

Pemerintah, disebutkan bahwa: “Kinerja adalah keluaran/hasil dari

kegiatan/program yang hendak atau telah dicapai sehubungan dengan

penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur”. Selanjutnya dikemukakan

pada Pasal 1 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006, bahwa: “Laporan

Kinerja adalah ikhtisar yang menjelaskan secara ringkas dan lengkap tentang capaian

Kinerja yang disusun berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan dalam rangka

pelaksanaan APBN/APBD.

Kinerja suatu organisasi, baik organisasi pemerintahan, organisasi sosial ataupun

organisasi perusahaan bergantung pada kinerja subyek pelaksananya. Menurut Weston

(dalam Prawirosentono, 2008:140-142), bahwa di dalam suatu organisasi dikenal 3 jenis

kinerja, yakni:

1. Kinerja Administratif (administrative performance)

Kinerja administratif berkaitan dengan kinerja administrasi organisasi. Termasuk

didalamnya tentang struktur administratif yang mengatur hubungan otoritas

(wewenang) dan tanggung-jawab dari orang yang menduduki jabatan atau bekerja

pada unit-unit kerja yang terdapat dalam organisasi. Di samping itu, kinerja

administratif berkaitan dengan kinerja dari mekanisme aliran informasi antar unit

kerja dalam organisasi, agar tercapai sinkronisasi kerja antar unit kerja.

2. Kinerja Operasional (operational performance)

Kinerja operational berkaitan dengan efektivitas penggunaan setiap sumber daya

yang digunakan perusahaan. Kemampuan mencapai efektivitas penggunaan

sumber daya (modal, bahan baku, teknologi, d1l) bergantung kepada sumberdaya

manusia yang mengerjakannya.

3. Kinerja Strategik (strategic performance)

Kinerja strategik suatu perusahaan dievaluasi atas ketepatan perusahaan dalam

memilih lingkungannya dan kemampuan adaptasi (penyesuaian) perusahaan

bersangkutan atas lingkungan hidupnya dimana dia beroperasi.

Berdasarkan hal tersebut, maka kinerja suatu organisasi pemerintah dapat dinilai

secara administratif, operasional dan strategik. Kinerja unit-unit organisasi dimana

seseorang atau sekelompok orang berada didalamnya merupakan pencerminan dari

kinerja sumber daya manusia bersangkutan. Kaitannya dengan organisasi pemerintah,

maka kinerja yang dicapai oleh organisasi tersebut merupakan pencerminan dari

kinerja aparaturnya sebagai pelaksana dan penggerak dalam mekanisme pemerintahan.

Page 13: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

Menurut Ndraha (2003:196) bahwa berdasarkan teori tentang

pertanggungjawaban pemerintahan, dapat dikonstruksi pengertian kinerja

pemerintahan, bahwa:

Dari sudut accountability, kinerja adalah pelaksanaan tugas atau perintah (task

accoplishment), dari segi obligation, kinerja adalah kewajiban untuk menepati janji

(penetapan janji), dan dari segi cause, kinerja adalah proses tindakan (prakarsa)

yang diambil menurut keputusan batin berdasarkan pilihan bebas pelaku pemerintahan

yang bersangkutan dan kesiapan memikul segala resiko (konsekuensi) nya.

Salah satu cara untuk mengetahui keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai

tujuannya adalah dengan mengukur kinerjanya. Pengukuran kinerja merupakan tahapan

yang amat penting dalam sistem manajemen organisasi. Pengukuran kinerja ini

dimaksudkan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan sebuah aktivitas yang dilakukan

oleh organisasi. Callahan (2003:911) menyatakan bahwa pengukuran kinerja

menggambarkan sampai seberapa jauh organisasi tersebut mencapai hasil ketika

dibandingkan dengan kinerjanya terdahulu (previous performance), dibandingkan

organisasi lain, dan sampai seberapa jauh pencapaian tujuan dan target yang telah ditetapkan.

Sementara. Simon (2000:196) berpendapat bahwa: “Setiap alat pengukuran kinerja mampu

menjelaskan bentuk priontas yang berbeda, memungkinkan setiap pegawai untuk memasuki

arah dan tujuan strategi dan mewujudkan strategi tersebut kemudian mengkomunikasikan

arah dan tujuan bisnis mereka”.

Bagi setiap organisasi, pengukuran dan evaluasi kinerja merupakan suatu kegiatan

yang sangat penting. Melalui pengukuran dan evaluasi kerja dapat ditentukan

tingkat keberhasilan dan kegagalan organisasi dalam mencapai misinya. Kinerja

organisasi di sini mempertanyakan apakah tujuan atau misi suatu organisasi telah sesuai

dengan kenyataan kondisi atau faktor ekonomi, politik, dan budaya yang ada; apakah struktur

dan kebijakannya mendukung kinerja. yang diinginkannya, apakah memiliki kepemimpinan,

modal dan infrastruktur dalam mencapai misinya; apakah kebijakan, budaya, dan sistem

insentifnya mendukung pencapaian kinerja yang diinginkan; dan apakah organisasi

tersebut menciptakan dan memelihara kebijakan-kebijakan seleksi dan pelatihan, serta

sumberdayanya.

Untuk organisasi pelayanan publik, informasi mengenai kinerja tentu sangat

berguna untuk menilai seberapa jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi itu memenuhi

harapan dan memuaskan penguna jasa. Dengan melakukan penilaian terhadap kinerja, maka

upaya untuk memperbaiki kinerja bisa dilakukan secara lebih terarah dan sistematis.

Informasi mengenai kinerja juga penting untuk menciptakan tekanan bagi para.

pejabat penyelenggara pelayanan untuk melakukan perubahan-perubahan dalam

organisasi. Adanya akuntabilitas akan mendorong organisasi pemerintah untuk lebih

memperhatikan kebutuhan masyarakat yang dilayani dan menuntut perbaikan dalam

pelayanan publik. Efektivitas pengukuran kinerja pemerintahan hanya dapat menjadi

kenyataan, jika dapat dirumuskan dan ditetapkan indicator yang dapat menggambarkan

tingkat pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran organisasi.

Organisasi publik adalah organisasi yang didirikan dengan tujuan memberikan

pelayanan kepada masyarakat. Hal ini menyebabkan organisasi publik diukur

keberhasilannya melalui ekonomi, efisiensi, dan efektivitas dalam memberikan pelayanan

kepada masyarakat. Untuk itu organisasi publik harus menetapkan indicator-indikator

dantarget pengukuran kinerja yang berorientasi kepada masyarakat. Pengukuran kinerja pada

organisasi publik dapat meningkatkan pertanggungjawaban dan memperbaiki proses

pengambilan keputusan. Bagi pemerintah daerah, sebagai organisasi yang mengemban fungsi

utama pemerintahan yaitu pelayanan publik, penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang

sangat penting terutama untuk mengukur pelayanan yang telah diberikan kepaa masyarakat,

Page 14: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

dan sebagai upaya untuk melakukan perbaikan-perbaikan di tahun berikutnya.

Dwiyanto (2006:47) mengemukakan bahwa:

Mengukur kinerja organisasi pelayanan publik sangat berguna untuk menilai seberapa

jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi itu memenuhi harapan dan memuaskan

pengguna jasa. Dengan melakukan penilaian terhadap kinerja maka upaya untuk

memperbaiki kinerja bisa dilakukan secara lebih terarah dan sistematis.

Informasi mengenai kinerja juga penting untuk menciptakan tekanan bagi para pejabat

penyelenggara pelayanan untuk melakukan perubahan-perubahan dalam organisasi. Dengan

adanya informasi mengenai kinerja, maka penilaian dengan mudah dapat dilakukan dan

dorongan untuk memperbaiki kinerja bisa diciptakan.

Ada berbagai perspektif dalam menyusun kinerja publik. Secara garis besar, berbagai

parameter yang dipergunakan untuk melihat kinerja pelayanan publik dapat dikelompokkan

menjadi dua pendekatan. Pendekatan pertama, melihat kinerja pelayanan publik dari

perspektif pemberi pelayanan, dan pendekatan kedua, melihat kinerja pelayanan publik dari

perspektif pengguna jasa.

Gerakan Reinventing Government menuntut agar kinerja tidak lagi diukur dengan

besarnya input dan bagaimana prosedur yang ditempuh untuk mencapai output, tetapi dengan

mengutamakan hasil akhir yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat atau pelanggannya

(Osborne dan Gaebler, 1993; Barzesley, 1992; Osborne dan Plastrik, 1997.

Menurut Keban (2004: 1994-195), penilaian suatu kinerja selalu didasarkan pada

kriteria atau indikator yang diilhami oleh suatu paradigm yang dianut. Apabila paradigm

yang dianut lebih didasarkan pada manajemen klasik, maka kriteria karakter pegawai, sikap,

dan tingkah laku pegawai akan menjadi penting. Bila paradigm yang dianut lebih

berpengaruh pada manajemen sumber daya manusia, maka hasil dan partisipasi, inisiatif, dan

perkembangan pegawai akan menjadi pusat perhatian. Sedangkan apabila organisasi

menganut paradigm good governance, maka kedua-duanya akan menjadi sama pentingnya,

karena selain harus bekerja professional dan akuntabel terhadap apa yang telah dijanjikan

kepada publik, aspek transparansi, responsivitas, kepatuhan terhadap hokum, dan sebagainya,

juga harus diperhatikan.

Pengukuran kinerja dengan demikian merupakan suatu proses penilaian kemajuan

pekerjaan terhadap pencapaian tujuan dansasaran yang telah ditentukan, termasuk informasi

mengenai efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa, kualitas

barang dan jasa, perbandingan hasil kegiatan dengan target, dan efektivitas tindakan dalam

mencapai tujuan. Pengungkapan dan pengukuran kinerja organisasi publik (pemerintah) pada

saat ini menjadi sangat penting, karena dipergunakan sebagai salah satu cara untuk

menunjukkan akuntabilitas organisasi pemerintah dalam melaksanakan tugas dan

tanggungjawabnya kepada publik.

Berdasarkan kepentingan untuk membangun good governance, banyak organisasi

pemerintah berusaha untuk memperbaiki kinerjanya dengan membangun dan

mengembangkan sistem manajemen pemerintahan berbasis kinerja.

Focus manajemen berbasis kinerja adalah pengukuran kinerja sector publik yang

berorientasi pada pengukuran hasil (outcome), tidak sekedar input dan output. Dalam istilah

Osborne dan Gaebler (1992) disebut sebagai result-oriented government, yaitu pemerintahan

yang membiayai outcomes bukan input. Konsep tersebut lahir sebagai reaksi dan

ketidakpercayaan publik kepada kinerja pemerintah dan kebangkrutan birokrasi Amerika

Serikat, sehingga memunculkan konsep reinventing government.

Prawirosentono (2008:27-32) dalam melakukan penilaian kinerja organisasi

melakukan pendekatan dari perspektif pemberi layanan. Adapun indikator yang digunakan

untuk mengukur kinerja suatu organisasi adalah:

1. Efektivitas dan Efisiensi

Page 15: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

Efektivitas adalah bila tujuan organisasi tersebut dapat dicapai sesuai dengan

kebutuhan yang direncanakan. Efisiensi berkaitan dengan jumlah pengorbanan yang

dikeluarkan dalam upaya mencapai tujuan

2. Otoritas dan Tanggungjawab.

Otoritas adalah wewenang yang dimiliki seseorang untuk memerintah pada

orang lain agar melaksanakan tugas yang dibebankan padanya dalam suatu

organisasi. Wewenang tersebut mempunyai batas-batas tentang apa yang boleh

dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Tanggung jawab adalah bagian yang

tidak terpisahkan atau sebagai akibat dari kepemilikan wewenang tersebut.

Bila ada wewenang berarti dengan sendirinya muncul tanggung jawab.

3. Disiplin.

Disiplin adalah taat terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.

4. Inislatif.

Inisiatif berkaitan dengan daya pikir, kreativitas dalam bentuk ide untuk

merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi.

Indikator kinerja penyelenggaraan pemerintahan menurut Mc. Donald dan

Lawton (dalam Sadu Wasistiono dkk, 2002:47), adalah “output, oriented

measures, throughout, efficiency and effectiveness”. Masih dalam buku yang sama,

Sadu Wasistiono dkk. (2002:48) mengutip pendapat Lenvile mengenai tiga konsep yang biasa

digunakan sebagai indikator kinerja untuk mengukur kinerja organisasi pemerintah,

antara lain: responsiveness, responsibili ty, and accountability.

Dalam kaitan ini, Sadu Wasistiono dkk. ( 2002: 48-50) menjelaskan beberapa

indikator yang kiranya dapat dijadikan ukuran yang menggambarkan dan menjelaskan

tingkat pencapaian misi dan tujuan organisasi pemerintah sebagai berikut:

a) Indikator Produktivitas.

Produktivitas dapat dijadikan indikator kinerja organisasi pemerintah. Namun

produktivitas bukan satu-satunya indikator kinerja organisasi pemerintah karena produktivitas

tidak akan mampu menggambarkan secara keseluruhan tingkat kemampuan pencapaian misi

dan tujuan organisasi pemerintah. Namun ini bukan berarti bahwa produktivitas tidak lagi

penting untuk menilai kinerja organisasi pemerintah. Produktivitas tetap merupakan salah

satu indikator kinerja organisasi pemerintah yang penting (Perry, 1990). Produktivitas

pada umumnya dipahami sebagai konsep efisiensi atau rasio antara output dan input.

Konsep ini terasa terlalu sempit jika dikaitkan dengan misi dan tujuan organisasi

pemerintah. Hatri (1990) mengusulkan bahwa konsep produktivitas tidak hanya mengukur

efisiensi, tetapi diperluas sehingga mencakup efektivitas pelayanan.

b) Indikator Kualitas Layanan

Quality of services atau kualitas layanan kini menjadi isu yang semakin penting

dalam menjelaskan kinerja organisasi pemerintah. Kualitas layanan seringkali membentuk

image masyarakat terhadap organisasi pemerintah. Banyak image negatif yang terbentuk

mengenai organisasi pemerintah muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap

kualitas layanan yang diterima dari organisasi pemerintah. Dengan demikian kepuasan

masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik.

Keuntungan utama menggunakan kepuasan masyarakat sebagai indikator kinerja

adalah informasi mengenai kepuasan masyarakat seringkali tersedia secara mudah dan

murah. Informasi mengenai kepuasan terhadap kualitas layanan seringkali dapat

diperoleh dari media masa atau diskusi publik. Karena akses terhadap mformasi

mengenai kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan relatif sangat tinggi maka bisa

Page 16: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

menjadi satu indikator kinerja organisasi pemerintah yang murah dan mudah

dipergunakan. Kepuasan masyarakat dapat menjadi decibel meters untuk menilai

kinerja organisasi pemerintah.

c) Responsivitas.

Lenvile (1990) menyatakan bahwa responsivitas adalah kemampuan organisasi

untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas

pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan

kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat responsivitas dalam konteks ini

adalah menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan

kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Responsivitas perlu dimasukkan sebagai salah satu indikator kinerja karena,

menggambarkan secara langsung kemampuan organisasi pemerintah dalam

menjalankan misi dan tujuannya. Responsivitas yang rendah, seperti ditunjukkan dengan

ketidakselarasan antara pelayanan dengan kebutuhan masyarakat, jelas menunjukkan

kegagalan organisasi pemerintah dalam mewujudkan misi dan tujuannya. Organisasi

yang memiliki responsivitas yang rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek pula.

d) Responsibilitas.

Lenvile (1990) menyatakan pula bahwa responsibilitas adalah apakah pelaksanaan

kegiatan organisasi pemerintah itu dilakukan sesuai dengan prinsip -prinsip

administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi baik yang implisit

atau eksplisit. Karena itu responsibilitas bisa saja suatu ketika berbenturan dengan

responsivitas. Keinginan seorang pejabat organisasi pemerintah untuk meningkatkan

responsivitas bisa saja mengorbankan responsibilitas, manakala kebijakan dan prosedur

administrasi yang ada dalam organisasinya ternyata tidak lagi memadai untuk menjawab

dinamika yang terjadi dalam masyarakat. Ini terjadi disebabkan dinamika

masyarakat selalu lebih cepat dari perubahan organisasi.

Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Dwiyanto, dkk. (2006: 49-51)

bahwa ada beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk mengukur kinerja

birokrasi publik, yaitu sebagai berikut:

1. Produktivitas.

Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga

efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio

antara input dengan output. Konsep produktivitas dirasa terlalu sempit dan

kemudian General Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan satu

ukuran produktivitas yang lebih luas dengan memasukkan seberapa besar

pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu

indikator kinerja yang penting.

2. Kualitas Layanan

Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam

menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak pandangan negatif yang

terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena, ketidakpuasan masyarakat

terhadap kualitas layanan yang diterima dari organisasi publik. Dengan

demikian, kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan

indikator kinerja organisasi pulik.

Keuntungan utama menggunakan kepuasan masyarakat sebagai indikator

kinerja adalah informasi mengenai kepuasan masyarakat sering kali tersedia

secara mudah dan murah. Informasi mengenai kepuasan terhadap kualitas

pelayanan sering kali dapat diperoleh dari media massa atau diskusi publik.

Page 17: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

Akibat akses terhadap infonnasi mengenai kepuasan masyarakat terhadap kualitas

layanan relatif sangat tinggi, maka bisa menjadi satu ukuran kinerja organisasi publik

yang mudah dan murah dipergunakan. Kepuasan masyarakat bisa menjadi parameter

untuk menilai kinerja organisasi publik.

3. Responsivitas

Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan

masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan

program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Secara singkat responsivitas di sini menunjuk pada keselarasan antara program

dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas

dimasukkan sebagai salah satu indikator kinerja karena responsivitas secara

langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan

misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Responsivitas yang rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan antara

pelayanan dengan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas menunjukkan kegagalan

organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan organisasi publik. Organisasi

yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang

jelek pula.

4. Responsibilitas

Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu

dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai

dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implicit

(Lenvine,1990). Oleh sebab itu, responsibilitas bisa saja pada suatu ketika

berbenturan dengan responsivitas.

5. Akuntabilitas

Akuntabilitas publik menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan

organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat.

Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh rakyat,

dengan sendirinya akan selalu merepresentasikan kepentingan rakyat. Dalam konteks

ini, konsep akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa besar

kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan kehendak

masyarakat banyak. Kinerja sebaiknya harus dinilai dari ukuran eksternal, seperti

nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan organisasi

publik memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan

sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.

Organisasi itu sendiri menurut Gibson (1992:8), pada dasarnya merupakan suatu

bentuk kerjasama antara individu dan proses penggabungan aktivitas untuk mencapai tujuan

yang telah ditentukan bersama. Pada hakekataya organisasi itu tidak berdiri sendiri, akan

tetapi merupakan bagian dari sistem yang lebih besar dengan memuat banyak unsur lain

seperti keluarga, pendidikan, pemerintahan dan organisasi lain.

Page 18: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah pengawasan internal yang dilakukan oleh Badan

Pengawasan Daerah Kota Bandung dan pengawasan eksternal yang dilakukan oleh

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan masyarakat Kota Bandung, serta kinerja Pemerintah

Kota Bandung.

3.2. Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan teknik eksplanatori

(explanatory research), yaitu suatu penelitian yang bermaksud untuk menguji hipotesis dan

menjelaskan hubungan sebab-akibat (Singarimbun dan Sofian Efendi, 1995:2).

3.3. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah

(SKPD) Kota Bandung, yaitu seluruh Perusahaan Daerah, Dinas Daerah, Sekretariat

Daerah dan Lembaga Teknis Daerah, Sekretariat DPRD, serta kecamatan di

lingkungan Pemerintah Kota Bandung yang berjumlah 84 SKPD. Berdasarkan keadaan

populasi yang kurang dari 100, maka penelitian ini ditetapkan sebagai penelitian

sensus, dimana seluruh anggota populasi diteliti.

3.4. Rancangan Analisis Data

Analisis data kuantitatif dilakukan dengan dua cara yaitu : (1) analisis

deskriptif dengan menggunakan Label frekuensi untuk mendeskripsikan

karakteristik variabel-variabel penelitian ; (2) analisis uji hipotesis dengan menggunakan

statistik deskriptif (untuk kasus sensus) yang dilakukan untuk mengetahui hubungan

korelasional dan hubungan kausal melalui analisis jalur (path analysis). Kelebihan dari

analisis jalur adalah dapat menjelaskan pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung,

demikian pula besar pengaruhnya, dari variabel eksogenus (penyebab). Analisis jalur

wring disebut pula sebagai causal modelling (Chun Li, 1981).

Dalam penelitian sensus seperti penelitian ini, hipotesis penelitian tidak diuji

melalui hipotesis statistik, taraf signifikansi alpha (α) maupun statistik uji, seperti uji F

dan uji t (Sugiyono, 2003: 112). Hal ini disebabkan hal-hal ini hanya digunakan pada

penelitian sampling yang dimaksudkan untuk menggeneralisasi hasil uji kepada

populasinya. Hipotesis penelitian mengenai adanya pengaruh secara bersama-sama diuji

dengan menggunakan Koefisien Korelasi Multipel atau Ry.x1x2. Jika nilai Ry.x1x2 > 0,20

maka hipotesis penelitian diterima. Hipotesis penelitian mengenai adanya pengaruh

secara individual atau parsial diuji dengan menggunakan Koefisien Jalur atau Py.xi. Jika

nilai Py.xi > 0,20 maka hipotesis penelitian diterima. Nilai 0,20 adalah nilai batas kelas

kategori kekuatan pengaruh lemah, sebagaimana merujuk kepada Guilford (1956: 145).

Page 19: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL PENELITIAN

Hubungan antara Pengawasan Internal dengan Pengawasan Eksternal

Hubungan antara Pengawasan Internal dengan Pengawasan Eksternal dianalisis melalui

koefisien korelasi rx2x1 sebagaimana tampak dari hasil analisis jalur pada gambar berikut ini:

X1

Rx2x1 = 0,2239

X2

Gambar 2. Hubungan Pengawasan Internal dengan Eksternal

Dimana : X2 = Pengawasan Internal

X2 = Pengawasan Ekstemal

Hubungan korelasional antara Pengawasan Internal (XI) dengan Pengawasan Eksternal

(X2) ditunjukkan oleh koefisien korelasi rx2x1 = 0,2239. Merujuk kepada nilai mutlak dari

koefisien korelasi di atas menunjukkan bahwa keeratan hubungan diantara kedua variabel

tergolong rendah, yaitu antara 0,20 — 0,40. Tampak bahwa arah hubungan antar variabel adalah

positif yang menunjukkan bahwa SKPD dengan derajat Pengawasan Internal yang lebih tinggi

berkecenderungan mempunyai derajat Pengawasan Eksternal yang lebih tinggi pula, demikian

juga sebaliknya. Walaupun demikian, derajat kecenderungan tersebut relatif lemah. Hasil uji

menunjukkan adanya hubungan antara Pengawasan Internal (X1) dengan Pengawasan Eksternal

(X2) antar SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Bandung. Tampak nilai korelasi = 0,2239 lebih

besar daripada rbatas = 0,20.

Pengaruh Pengawasan Internal dan Pengawasan Eksternal terhadap Kinerja Pemerintah Kota

Bandung

Hasil analisis mengenai pengaruh Pengawasan Internal dan Pengawasan Eksternal dapat

dilihat pada diagram jalur di bawah ini.

Gambar 3.

Pengaruh Pengawasan Internal dan Pengawasan Eksternal terhadap Kinerja Pemerintah Kota

Bandung

Page 20: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

Persamaan struktural

Y = PYXI*X

l + PYX2*X

2 + 6

Y = 0,4807% + 0,2122*X2 6

(R2 = 0,3217 atau 32,17% dan R = 0,5672)

dimana : Y = Kinerja Pemerintah Kota Bandung

X1 = Pengawasan Internal

X2 = Pengawasan Eksternal

Besarnya pengaruh Pengawasan Internal (X1) dan Pengawasan Eksternal (X2) terhadap

Kinerja Pemerintah Kota Bandung (Y) secara simultan adalah sebesar R2 = 0,3217 = 32,17%.

Merujuk kepada nilai koefisien korelasi multipel (VR2) yaitu sebesar R = 0,5672 menunjukkan

bahwa pengaruh secara bersama-sama atau secara simultan dari kedua variabel penyebab

tersebut terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung tergolong moderat atau cukup kuat, yaitu

0,40 – 0,70. Dari hasil uji diperoleh bahwa Rhitung lebih besar daripada Rbatas = 0,20 (nilai batas

bawah kelas kategori kekuatan pengaruh yang lemah; Guilford; 1956:145) yang menunjukkan

bahwa Pengawasan Internal (X1) dan Pengawasan Eksternal (X2) berpengaruh secara simultan

terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung (Y). Dengan demikian, hipotesis penelitian

mengenai adanya pengaruh secara bersama-sama diterima. Besarnya pengaruh, dengan kata lain

juga menunjukkan besarnya variasi Kinerja Pemerintah Kota Bandung yang dapat dijelaskan

oleh kedua variabel penyebab di atas secara simultan, yaitu sebesar 32,17%. Sisa variasi, sebesar

p2yε = 0,6783 atau 67,83% atau 1–R

2, dijelaskan oleh faktorfaktor lain yang tidak diteliti.

Pengaruh langsung dan tidak langsung yang mengurai besar pengaruh total kedua variabel di atas

dapat dilihat selengkapnya pada tabel berikut:

Tabel 1.

Distribusi Kontribusi Pengaruh Pengawasan Internal dan Pengawasan

Eksternal terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung

dimana :

Y = Kinerja Pemerintah Kota Bandung

X1= Pengawasan Internal

X2 = Pengawasan Eksternal

Tabel di atas menunjukkan bahwa kontribusi pengaruh terbesar terletak pada pengaruh

langsung dari Pengawasan Internal, yaitu. sebesar 23,10%; sementara kontribusi pengaruh

terkecil pada pengaruh tidak langsung, baik dari Pengawasan Internal melalui Pengawasan

Eksternal maupun dari Pengawasan Eksternal melalui Pengawasan Internal (2,28%). Adanya

korelasi yang positif, walaupun relatif rendah, antara Pengawasan Internal dan Pengawasan

Eksternal membuat kontribusi pengaruh tidak langsung bernilai positif dan sama besar. Secara

total, pengaruh Pengawasan Internal (25,39%) relatif lebih tinggi daripada. pengaruh

Pengawasan Eksternal (6,79%).

Pengaruh Pengawasan Internal (X1) secara parsial terhadap Kinerja Pemerintah Kota

Bandung (Y) ditunjukkan oleh koefisien jalur pyxl= 0,4807 dengan pengaruh langsung sebesar

Page 21: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

P2YXI = (0,4807)2 x 100% = 23,10%. Dari hasil uji diperoleh bahwa pyxl lebih besar daripada

Pbatas = 0,20 (nilai pbatas adalah batas kelas kategori kekuatan pengaruh lemah) yang menunjukkan

bahwa Pengawasan Internal (X1) berpengaruh secara individual atau parsial terhadap Kinerja

Pemerintah Kota Bandung (Y). Dengan demikian, hipotesis penelitian mengenai adanya

pengaruh dari Pengawasan Internal (X1) secara parsial diterima. Merujuk kepada nilai koefisien

jalur yaitu sebesar |pyxI| = 0,4807 menunjukkan bahwa pengaruh Pengawasan Internal (X1)

secara parsial tergolong cukup kuat; yaitu. antara 0,40 — 0,70. Arah pengaruh Pengawasan

Internal yang positif secara parsial menunjukkan bahwa pengawasan internal yang lebih baik

pada suatu SKPD, pada derajat pengawasan eksternal yang sama, cenderung mampu

menghasilkan kinerja yang lebih tinggi, demikian pula sebaliknya. Pengaruh Pengawasan

Internal (X1) dan Pengawasan Eksternal (X2) terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung (Y)

disajikan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2.

Hasil Uji Kontribusi Pengaruh Pengawasan Internal dan Pengawasan

Eksternal terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung

Pengaruh

Simultan

RY.X1X2 R2

Y.X1X2 Kategori Kep. Kesimpulan

Pengawasan

Internal (X)

dan

Pengawasan

Eksternal (X

0,5672 32,17% Cukup Kuat R>0,20 Hipotesis

diterima

Pengaruh

Parsial

pyx1 P2

YX1 Kategori t Keputusan

Pengawasan

Internal (X1)

0,4807 23,10% Cukup Kuat pyx1 > 0,20 Hipotesis

diterima

Pengawasan

Eksternal (X2)

0,2122 4,50% Lemah pyx1 > 0,20 Hipotesis

diterima

pyx1 = koefisien jalur, p2

yx1 = besar pengaruh langsung

Tabel di atas menunjukkan bahwa Pengawasan Internal (X1) berpengaruh cukup erat

secara parsial, sedangkan Pengawasan Eksternal (X2) berpengaruh secara parsial terhadap

Kinerja Pemerintah Kota Bandung (Y) walaupun relatif lemah. Keberpengaruhan Pengawasan

Eksternal (X2) yang lemah ini menggambarkan bahwa derajat pengawasan eksternal yang lebih

tinggi, pada derajat pengawasan internal yang sama, relatif belum cukup menjamin pencapaian

kinerja SKPD yang lebih baik. Walaupun demikian, tampak bahwa secara deskriptif, arah

pengaruh Pengawasan Eksternal sesuai secara teoritis. Hal ini menggambarkan bahwa

Pengawasan Eksternal belum efektif dalam meningkatkan Kinerja Pemerintah Kota Bandung.

Berdasarkan hasil model secara keseluruhan dan hasil analisis sebagaimana telah

diuraikan di atas, variabel dominan dalam model adalah: Pengawasan Internal. Tampak dari

perbandingan koefisien jalur maupun besarnya pengaruh langsung dan pengaruh total, pengaruh

Pengawasan Internal terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung lebih dominan daripada

Pengawasan Eksternal.

Page 22: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

4.2. Pembahasan

4.2.1. Pengaruh Pengawasan Internal dan Pengawasan Eksternal terhadap Kinerja Pemerintah

Kota Bandung

Sebagai temuan dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model pengaruh

Pengawasan Internal dan Pengawasan Eksternal terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung,

pada lingkungan SKPD-SKPD Pemerintah Kota Bandung mempunyai tingkat kesesuaian yang

cukup tinggi dan relevan dengan fakta penelitian yang ada. Hal ini tercermin dari nilai koefisien

determinasi pada model, yaitu sebesar R2 = 32,17%. Artinya, besarnya pengaruh secara bersama-

sama dari Pengawasan Internal dan Pengawasan Eksternal terhadap Kinerja Pemerintah Kota

Bandung adalah sebesar 32,17%. Dengan kata lain, dari sekian faktor yang secara teoritis

mempengaruhi Kinerja Pemerintah Kota Bandung; 32,17% variasi Kinerja Pemerintah Kota

Bandung dapat dijelaskan oleh Pengawasan Internal dan Pengawasan Eksternal. Besarnya

pengaruh faktor-faktor lain yang tidak diteliti di luar Pengawasan Internal dan Pengawasan

Eksternal terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung adalah sebesar 67,83%. Relatif besarnya

pengaruh faktor luar menunjukkan bahwa hasil pemodelan ini masih membuka peluang

dilakukannya penelitian lanjutan untuk menyertakan faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam

analisis pengaruhnya terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung.

Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Heryati (2007:185) yang

menyimpulkan bahwa pengawasan berpengaruh terhadap kinerja sebesar 63%, ini berarti kinerja

pegawai dipengaruhi sangat signifikan oleh pengawasan, walaupun masih ada variabel lain yang

juga mempengaruhi, yakni sebesar 37%.

Hasil penelitian mengenai adanya pengaruh pengawasan, baik pengawasan internal

maupun eksternal, secara simultan terhadap kinerja sesuai dengan pendapat Terry (1960:395)

yang menyatakan bahwa dengan adanya pengawasan dapat diamati apakah pelaksanaan suatu

pekerjaan sesuai dengan yang telah direncanakan atau sebaliknya, dan bila terjadi penyimpangan

dari rencana yang telah ditetapkan, akan dapat dengan cepat ditanggulangi guna pencapaian

tujuan yang direncanakan. Fungsi pengawasan dalam membantu manajemen meliputi tiga hal,

yaitu: (1) meningkatkan kinerja organisasi, (2) memberikan opini atas kinerja organisasi dan (3)

mengarahkan manajemen untuk melakukan koreksi atas masalah pencapaian kinerja yang ada.

Fungsi ini dilakukan dengan cara memberikan informasi yang dibutuhkan manajemen secara

cepat dan memberikan nilai tambah bagi peningkatan kinerja penyelenggara, baik secara internal

maupun eksternal (Ndraha, 2003: 197).

Faktor-faktor lain di luar pengawasan internal dan pengawasan eksternal yang diduga

ikut mempengaruhi Kinerja Pemerintah Kota Bandung terutama adalah kinerja aparatur.

Sebagaimana merujuk kepada Weston (dalam Prawirosentono, 1999:140-142), bahwa kineda

suatu organisasi, baik organisasi pemerintahan, organisasi sosial ataupun organisasi perusahaan

bergantung pada kinerja subyek pelaksananya, baik dalam kegiatan strategik, operational,

maupun administratif. Kinerja unit-unit organisasi dimana seseorang atau sekelompok orang

berada di dalamnya merupakan pencerminan dari kinerja somber daya manusianya. Selain

dipengaruhi oleh kinerja aparatur, kinerja pemerintah Kota Bandung sebagaimana merujuk

kepada Swanson (1999:73) diduga juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi, politik dan budaya.

Demikian pula struktur organisasi, kebijakan organisasi dan kepemimpman atasan, ketersediaan

anggaran dan infrastruktur, serta sistem insentif

Sebagai model solusi peningkatan kinerja Pemerintah Kota Bandung, dalam hal im

Page 23: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

SKPD, adanya pengaruh secara bersama-sama dari Pengawasan Internal dan Pengawasan

Eksternal menunjukkan bahwa upaya peningkatan Kinerja Pemerintah Kota Bandung dapat

dilakukan melalui usaha-usaha perbaikan Pengawasan Internal dan penyelarasan Pengawasan

Eksternal sesuai tujuan pencapaian kinerja. Upaya perbaikan dan penyelarasan seyogyanya

dilakukan dengan mengacu pada hasil analisis deskriptif mengenai kesenjangan-kesenjangan

yang masih ada, baik yang berkaitan dengan teknik pengawasan internal maupun pengawasan

eksternal, selaras dengan pencapaian kinerja yang diharapkan.

Hasil analisis yang menunjukkan adanya hubungan yang rendah antara Pengawasan

Internal dengan Pengawasan Eksternal menunjukkan masih adanya kesenjangan atau disparitas

di antara faktor-faktor pembentuk kinerja pemerintah. Pengawasan internal yang lebih intensif

tidak cenderung seiring sejalan dengan pengawasan eksternal yang lebih intensif, demikian pula

sebaliknya. Hal ini menandakan perlunya perbaikan mekanisme pengawasan secara strategik

yang memadukan pengawasan internal dan pengawasan eksternal secara sinergis dalam upaya

peningkatan kinerja di lingkungan Pemerintah Kota Bandung.

Tidak adanya hubungan kedinasan antara Bawasda selaku pengawas internal dengan

DPRD dan masyarakat selaku pengawas eksternal semestinya tidak menjadi hambatan bagi

upaya pengawasan secara sinergis di antara keduanya. Sebagaimana merujuk kepada pendapat

Budiardjo dan Ambong (1995:180), dalam bidang fungsi pengawasan, DPRD diberikan

kekuasaan untuk memberikan penilaian terhadap kebijakan dan tingkah laku pihak eksekutif

dalam menjalankan pemerintahan. Peran DPRD dan masyarakat dalam melakukan fungsi

pengawasan ini sangat penting untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan, penyelewengan dan

kebocoran yang dilakukan oleh pihak eksekutif dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran DPRD dan masyarakat dalam pengawasan

eksternal ini cenderung kurang sinergis dengan pengawasan internal yang dilakukan oleh

Bawasda. Dimungkinkan bahwa hal ini dalam rangka menjaga objektivitas masing-masing

pelaku pengawasan. Akan tetapi jika tujuan pengawasan menjadi tujuan bersama, sesungguhnya

sangat memungkinkan bagi Bawasda dan DPRD dan masyarakat menjalankan fungsi

pengawasannya secara sinergis, baik melalui interaksi komunikasi maupun koordinasi dengan

tetap menjaga kemandiriannya masing-masing. Dengan demikian diharapkan kombinasi

pengawasan internal dan pengawasan eksternal secara terpadu dari Bawasda dan DPRD Serta

masyarakat, dapat mendorong penyelenggaraan pemerintahan daerah secara lebih baik yang pada

gilirannya dapat meningkatkan kinerja pemerintah daerah.

Dalam rangka meningkatkan efektivitas perbaikan pengawasan internal dan pengawasan

ekstemal, maka upaya yang dilakukan seyogyanya lebih diarahkan pada optimalisasi komponen-

komponen kinerja yang relatif paling senjang. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa

terdapat tujuh (7) indikator kinerja yang dinilai belum optimal relatif dibandingkan dengan dua

belas (12) indikator lainnya. Indikator-indikator tersebut adalah:

Tabel 3

Prioritas Peningkatan Kinerja Pemerintah Kota Bandung

Dimensi/Indikator Bobot Prioritas

Produktivitas 63,4% I

Kesesuaian penghasilan dengan pelayanan 57,1% 5

Kecukupan SDM dari segi kuantitas dan kualitas 55,1% 4

Kecukupan sarana dan prasarana dari segi kuantitas 53,9% 3

Page 24: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

dan kualitas

Adanya alokasi anggaran dalam menunjang

pelayanan

51,5% 1

Adanya pilihan dalam upaya menemukan strategi

yang tepat untuk meningkatkan kinerja

74,4% 7

Kualitas Layanan 68,3% II

Menggunakan keterampilan dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakat

73,8% 6

Tidak adanya keluhan dari masyarakat atas

pelayanan

51,5% 2

Dari tabel di atas, urut-urutan prioritas optimalisasi kinerja adalah:

1) Meningkatkan kapasitas alokasi anggaran dalam menunjang pelayanan;

2) Meningkatkan kepuasan pelayanan dengan meminimalisasi tingkat keluhan;

3) Meningkatkan kapasitas dan kualitas sarana dan prasarana pelayanan;

4) Meningkatkan kapasitas dan kualitas SDM;

5) Memperbaiki sistem penentuan tarif retribusi pelayanan dan menekan kebocoran penerimaan

retribusi atas pelayanan;

6) Meningkatkan keterampilan SDM dalam memberikan pelayanan melalui pelatihan

pelayanan; dan

7) Memperbaiki kemampuan jajaran manajemen dalam perencanaan strategic terutama dalam

menyusun berbagai skenario cara pencapaian kinerja yang diharapkan.

Alokasi anggaran untuk memberikan pelayanan kepada masing-masing SKPD belum

semuanya terpenuhi. Ketersediaan anggaran penting agar SKPD dapat memberikan pelayanan

sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Terlebih sistem anggaran yang digunakan adalah

sistem anggaran berbasis kinerja dimana anggaran digunakan untuk menunjang kinerja yang

mengedepankan efisiensi dan efektivitas. Kurang tersedianya alokasi anggaran yang diperlukan

akan berekses kepada tidak optimalnya pelayanan kepada masyarakat, baik dalam wujud

keterbatasan sarana dan prasarana serta tidak berjalannya program pelayanan sebagaimana yang

diharapkan.

Dari hasil pengamatan terungkap adanya keluhan ketidakpuasan dari masyarakat

terhadap pelayanan yang diberikan SKPD. Keluhan masyarakat lebih banyak terarah pada

kurang terpeliharanya infrastruktur yang ada, seperti misalnya jalan yang rusak dan buruknya

saluran drainase. Demikian juga keluhan atas lambatnya perbaikan infrastruktur yang rusak.

Berkaitan dengan kecukupan sarana dan prasarana di masing-masing SKPD, penelitian

ini mengungkap bahwa sarana prasarana di lingkungan SKPD cukup memadai, khususnya

ketersediaan alat komunikasi. Walaupun demikian, kecukupan sarana dan prasarana tersebut

seyogyanya tidak hanya disesuaikan dengan standarisasi sarana dan prasarana sesuai dengan

peraturan yang ada, namun juga menyesuaikan dengan penyediaan sarana dan prasarana sesuai

penyelenggaraan pelayanan prima yang diharapkan oleh masyarakat.

Perihal kuantitas dan kualitas SDM, masih banyak SKPD yang menilai bahwa SDM yang

tersedia kurang memadai. Pola rekruitmen dan penempatan pegawai di masing-masing SKPD

masih berdasarkan pada pemenuhan kuantitas dan belum sepenuhnya berdasarkan tingkat

kualitas yang dibutuhkan. Untuk itu, semestinya Pemerintah Kota Bandung secara sertahap dan

berkesinambungan dapat memperbanyak berbagai program pendidikan dan pelatihan dalam

Page 25: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

rangka peningkatan kualitas SDM yang dapat menunjang pelayanan prima.

Berkaitan dengan penghasilan, telah ada kesesuaian antara penghasilan dengan pelayanan

yang diberikan oleh SKPD. Walaupun demikian kesesuaian ini relatif terjadi pada beberapa

SKPD saja atau masih belum merata. pada SKPD-SKPD yang memang berpotensi menerima

penghasilan atas pelayanannya. Adapun untuk SKPD-SKPD yang kurang berorientasi

penghasilan, maka seyogyanya diarahkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas

pelayanannya.

Selanjutnya, dari hasil penelitian terungkap ada kecenderungan bahwa masing-masing

SKPD memang menggunakan keterampilan yang sesuai dengan profesinya dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakat. Hal ini mengingat dalam kebijakan pengembangan pegawainya,

Pemerintah Kota Bandung sudah mengarahkannya pada pengembangan jabatan fungsional yang

sejalan dengan optimalisasi pelayanan. Peningkatan keterampilan aparatur dalam memberikan

pelayanan sesuai profesinya perlu didorong terus-menerus. Hal ini karena keterampilan

merupakan faktor penunjang lancarnya pelaksanaan tugas pokok dan fungsi SKPD dalam

memberikan pelayanan.

Dalam penentuan strategi peningkatan kinerja, adanya beberapa pilihan bagi SKPD untuk

menemukan strategi yang tepat relatif cukup tersedia. Walaupun demikian, agar strategi yang

dipilih benar-benar dapat meningkatkan kinerja, hal ini harus ditunjang dengan ketersediaan

sarana, dan prasarana serta adanya sistem penilaian kinerja yang jelas dan adil.

Berdasarkan Misi Kota Bandung yang dituangkan ke dalam Rencana Stratejik

(RENSTRA) Kota Bandung Tahun 2004-2008, misi yang bersesuaian dengan upaya peningkatan

kinerja pemerintah Kota Bandung adalah misi ke-5 dan ke-6.

Misi ke-5 adalah meningkatkan kinerja pemerintah kota secara profesional, efektif,

efisien, akuntabel dan transparan, yang mencakup pemberdayaan aparatur pemerintah dan

masyarakat. Pemberdayaan aparatur pemerintah dikembangkan dalam rangka peningkatan

kompetensi dan profesionalisme sebagai pelayan masyarakat. Misi ini didasarkan atas kondisi

obyektif bahwa kualitas pelayanan yang diberikan aparatur pemerintah kepada masyarakat belum

optimal, sehingga menyebabkan peran serta masyarakat dalam pembangunan kota belum

memenuhi harapan. Dari dasar misi ke-5 ini tersirat bahwa kualitas pelayanan dari aparatur

pemerintah merupakan faktor penentu bagi pemberdayaan masyarakat.

Berdasarkan Laporan Keterangan Pertanggung-jawaban Walikota Bandung Tahun 2006,

pelaksanan misi ke-5 ini pada tahun anggaran 2006 mendapat alokasi anggaran sebesar Rp

98.522.242.765,- yang meningkat sebesar 40,98% dari tahun 2005 Rp 69.882.871.664,-.

Peningkatan alokasi anggaran ini diikuti dengan meningkatnya jumlah kegiatan yang dilakukan,

yaitu dari 207 kegiatan pada tahun 2005 menjadi 255 kegiatan pada tahun 2006 atau meningkat

sebesar 23,19%. Dibatasi pada program pelayanan prima, jumlah alokasi anggaran dan jumlah

kegiatan yang dilakukan juga meningkat dari 81 kegiatan di tahun 2005 (alokasi anggaran

sebesar Rp 13.939.299.613,-) menjadi 150 kegiatan di tahun 2006 (alokasi anggaran sebesar Rp

24.876.775.700,-) atau meningkat 85,19% untuk jumlah kegiatan dan meningkat 78,47% untuk

alokasi anggaran. Dibandingkan dengan program lainna, jumlah kegiatan untuk program

pelayanan prima lebih dominan, yaitu 81 kegiatan dari 207 kegiatan (39,13%) pada tahun 2005

yang meningkat menjadi 150 kegiatan dari 255 kegiatan (58,82%) pada tahun 2005 (proporsinya

meningkat sebesar 50,33%). Walau demikian, pencapaian misi kinerja pemerintahan yang

berkaitan dengan peningkatan pelayanan kepada masyarakat terbatas pada meningkatnya jumlah

pegawai yang mengikuti diklat, yaitu dari 807 orang pada tahun 2005 menjadi 922 orang pada

tahun 2006 (meningkat sebsar 14,25%). Diklat tersebut terdiri dari diklat pelayanan prima, diklat

Page 26: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

manajemen kepala sekolah, diklat manajemen pemerintahan, serta diklat manajemen pengawas

TK dan SD.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa upaya pemerintah dalam meningkatkan

kinerjanya masih terbatas pada pemberdayaan aparatur pemerintah melalui usaha-usaha untuk

meningkatkan keterampilan aparatur dalam memberikan pelayanan. Pemerintah tampaknya

belum mampu membangun sistem pelayanan yang efektif dan efisien bagi masyarakat akibat

terbatasnya alokasi anggaran. Keterbatasan ini juga berekses pada kurang tersedianya sarana-

prasarana dan SDM. Relatif masih rendahnya kesesuaian antara penghasilan dengan pelayanan

yang diberikan mengkondisikan pemerintah untuk bergantung pada sumber pembiayaan di luar

penghasilan atas pelayanan. Relatif masih tingginya keluhan masyarakat atas pelayanan

pemerintah menjadi tanda bahwa meningkatnya keterampilan aparatur pemerintah dalam

memberikan pelayanan dinilai belumlah memadai. Sementara upaya membangun sistem

pelayanan yang lebih baik terbentur kepada keterbatasan anggaran. Dapat dikemukakan bahwa

dalam upayanya untuk meningkatkan kinerja, pemerintah masih cenderung mempertahankan

sistem pelayanan yang ada. Seyogyanya pemerintah dapat berinisiatif untuk melakukan

perubahan atas sistem pelayanan jika dinilai membatasi terjaminnya kualitas pelayanan yang

lebih baik.

Misi ke-6 Pemerintah Kota Bandung adalah mengembangkan sistem keuangan kota, yang

mencakup sistem pembiayaan pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, swasta, dan

masyarakat. Sistem pembiayaan terdiri atas: Pertama, pembiayaan yang bersumber dari

pemerintah sebagai kebijakan fiskal daerah dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APED). Kedua, pembiayaan yang bersumber dari swasta dan dunia usaha dalam bentuk

investasi, dan Ketiga, pembiayaan yang bersumber dari masyarakat dalam bentuk swadaya

masyarakat.

Hasil penelitian yang mengungkapkan adanya keterbatasan alokasi anggaran dalam

menunjang pelayanan menunjukkan bahwa pemerintah belum sepenuhnya berhasil

memberdayakan sumber-sumber pembiayaan dalam rangka peningkatan pelayanan. Pemerintah

Kota Bandung masih mengandalkan sumber pembiayaan sendiri yang terbatas untuk membiayai

program-program peningkatan pelayanan. Pemerintah belum memiliki kemampuan untuk

melibatkan investasi swasta dan swadaya masyarakat sebagai sumber pembiayaan lainnya dalam

rangka peningkatan pelayanan. Kebijakan pembangunan yang menjadi dasar strategi

pembangunan belum dapat menjadi arah penentu peningkatan pelayanan pemerintah kepada

masyarakat. Sebagaimana tercantum dalam Kebijakan Rencana Stratejik (RENSTRA) Kota

Bandung Tahun 2004-2008, kebijakan pemerintah dalam peningkatan pelayanan terbatas pada

mengupayakan terjadinya peningkatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Demikian pula

dalam bidang pembiayaan kota, kebijakan pemerintah lebih dibatasi pada mendorong

petumbuhan dan pengembahgan potensi pembangunan kota.

Dari temuan ini, dapat disusun model pengembangan kinerja Pemerintah Kota Bandung

atas komponen-komponen yang menyusunnya sebagai berikut:

1. Merancang sistem pelayanan yang lebih efektif, efisien, profesional, akuntabel dan

transparan dengan menyertakan investasi swasta dan swadaya masyarakat.

2. Memperbesar alokasi anggaran dalam menunjang pelayanan dengan mendorong peningkatan

penghasilan atas pelayanan.

3. Menyesuaikan kapasitas serta kualitas SDM dan sarana-prasarana yang diperlukan sesuai

kebutuhan sistem.

4. Menyertakan partisipasi masyarakat dalam sistem pelayanan.

Page 27: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

Dalam kaitannya dengan penyertaan pengawasan baik internal maupun eksternal, model

pengembangan kinerja Pemerintah Kota Bandung di atas menjadi arah upaya peningkatan

pengawasan yang dilakukan.

4.2.2 Pengaruh Pengawasan Internal terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengawasan Internal memiliki pengaruh secara

individual atau parsial terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung. Besarnya pengaruh langsung

Pengawasan Internal adalah sebesar P2

YX1 = 23,10%. Adanya pengaruh yang positif dan cukup

kuat dari Pengawasan Internal menunjukkan bahwa Pengawasan Internal cukup efektif dalam

peningkatan Kinerja Pemerintah Kota Bandung. Pengaruh total Pengawasan Internal terhadap

Kinerja Pemerintah Kota Bandung adalah sebesar 25,39% yang merupakan hasil juinlah

pengaruh langsung dan ticlak langsung (sebesar 2,28%). Tampak bahwa sumbangan pengaruh

Pengawasan Internal melalui Pengawasan Ekstemal relatif lebih kecil daripada pengaruh

langsungnya. Hal ini disebabkan rendahnya keeratan hubungan antara Pengawasan Internal dan

Pengawasan Eksternal.

Di antara Pengawasan Internal dan Pengawasan Eksternal, dan perbandingan pengaruh,

Teknik Pengawasan Internal merupakan variabel dominan. Tampak bahwa pengaruh langsung

Pengawasan Internal (23,10%) lebih besar daripada Pengawasan Eksternal (4,50%). Demikian

pula pengaruh total Pengawasan Internal (25,39%) lebih besar daripada Pengawasan Eksternal

(6,79%). Hasil ini menggambarkan bahwa peningkatan Pengawasan Internal mempunyai efek

yang lebih kuat dalam pencapaian kinerja pemerintah yang lebih baik dibandingkan dengan

peningkatan Pengawasan Eksternal.

Dalam penelitian ini, pengawasan internal merupakan pengawasan ftirigsional yang

dijalankan oleh Bawasda. Sebagaimana mengacu pada Inpres No. 15 tahun 1983, dalam

pengawasan ini setiap upaya yang dilakukan oleh Bawasda sebagai aparatur yang ditunjuk

khusus (exclusively assigned) berkaitan dengan kegiatan audit secara independen terhadap obyek

yang diawasinya. Dalam praktiknya, fungsi pengawasan internal ini dijalankan melalui

pemeriksaan dan tugas lainnya seperti: verifikasi, konfmnasi, survei, assessment dan pemantauan

(monitoring) atas sesuatu yang sedang dalam pengawasan.

Relatif dibandingkan pengawasan ekstemal, pengawasan internal memiliki keunggulan

dalam hal tingkat integrasinya dengan manajemen yang diawasinya. Dengan demikian,

pengawasan internal lebih memungkinkan manajemen melakukan tindakan pengendalian.

Sebagaimana merujuk kepada G.R. Terry dan Leslie W. Rue (2001:10), pengendalian yang

dimaksud adalah pengukuran pelaksanaan dengan tujuan-tujuan, penentuan sebab-sebab

penyimpanganpenyimpangan dan pengambilan keputusan tentang tindakan-tindakan korektif

yang diperlukan. Dari sisi ini, tampak bahwa pengawasan internal lebih memberikan kontribusi

kepada pencapaian kinerja sesuai rencana relatif dibandingkan pengawasan eksternal. Hasil-hasil

pengawasan internal dapat secara langsung diikuti dengan pengambilan tindakan-tindakan

korektif yang diperlukan.

Sebagaimana hasil analisis deskriptif, prioritas peningkatan pengawasan internal

seyogyanya dilakukan untuk dimensi dan indikator-indikator sebagai berikut:

Tabel 4. 4

Prioritas Peningkatan Pengawasan Internal di Kota Bandung

Page 28: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

Dimensi/Indikator Bobot Prioritas

Penentuan Standar Pengawasan

Penentuan Standar Pengawasan

Kejelasan aturan dalam pelaksanaan

pengawasan

Adanya pegawai yang profesional

Pengukuran Hasil Pekerjaan

Bawasda menanyakan kegiatan SKPD

Bawasda mengetahui hasil kegiatan

SKPD

Perbandingan Hasil dengan Standar

Evaluasi dari Bawasda atas hasil

kegiatan SKPD

Penilaian hasil oleh Bawasda sesuai

target yang ditentukan

Koreksi Penyimpangan

Adanya tindakan atas penyimpangan

yang terjadi

Penyerahan tanggung jawab dari

Bawasda kepada

SKPD untuk melakukan perbaikaniika

terdapat penyimpangan

Dari delapan (8) indikator teknik pengawasan internal yang dikaji, tampak bahwa

komposisi prioritas perbaikan yang seyogyanya dilakukan menjangkau seluruh dimensi

pengawasan internal. Perbaikan pengawasan internal perlu dilakukan mulai dari penentuan

standar pengawasan, pengukuran hasil pekerjaan, perbandingan hasil dengan standar dan koreksi

atas penyimpangan. Berkaitan dengan penentuan standar pengawasan, perbaikan terletak pada

peningkatan profesionalitas aparatur Bawasda dalam menjalankan fungsi pengawasan. Berkaitan

dengan pengukuran hasil pekerjaan, perbaikan terletak pada peningkatan kemampuan Bawasda

dalam melakukan pengukuran hasil kegiatan SKPD. Berkaitan dengan perbandingan hasil

dengan standar, perbaikan terletak pada peningkatan kemainpuan Bawasda dalam melakukan

penilaian atas kinerja SKPD sesuai dengan ketentuan. Berkaitan dengan koreksi penyimpangan,

perbaikan terletak pada peningkatan peran Bawasda dalam memantau dan mendorong

pelaksanaan tindak lanjut atas temuan-temuan penyimpangan.

Hasil penelitian mengungkap bahwa dalam melaksanakan tugas pengawasan, hampir

semua aparat Bawasda telah melakukan secara profesional. Sebagian kecil aparat Bawasda yang

kurang profesional umumnya karena belum memiliki pengalaman yang cukup dan masih belajar.

Untuk menjaga profesionalitas aparat Bawasda, setiap aparat Bawasda yang bertugas semestinya

menunjukkan ketaatan yang tinggi, baik terhadap profesi dan/atau spesialisasinya.

Bawasda dinilai telah memberikan penilaian atas hasil pekerjaan yang dilakukan oleh

SKPD. Dalam pelaksanaan penilaian tersebut, Bawasda juga telah menyesuaikannya dengan

Rencana Kerja Pengawasan Tahunan. Walaupun demikian, kemungkinan adanya beberapa

rencana penilaian yang tidak dapat dilaksanakan semestinya dapat diantisipasi dengan

pengelolaan alokasi SDM dan waktu yang lebih baik.

Page 29: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

Ada penilaian bahwa Bawasda memang mengetahui hasil kegiatan yang dilakukan oleh

seluruh SKPD, yaitu melalui pemeriksaan reguler, evaluasi LAKIP dan laporan tiga bulanan. Hal

ini mengingat sesuai dengan fungsinya maka seluruh bidang/sub bidang di Bawasda harus

melaksanakan penyusunan dan penyampaian laporan hasil pemeriksaan dan saran tindak sesuai

dengan bidangnya.

Atas hasil yang tidak sesuai dengan rencana pada suatu SKPD, Bawasda umumnya

memberikan tindakan melalui koreksi atas berbagai hal yang tidak sesuai dengan rencana hingga

tujuan dapat tercapai. Dalam melakukan pemeriksaan, Bawasda semestinya harus selalu

membuat Naskah Hasil Pemeriksaan (NHP) yang dipaparkan secara terbuka antara Bawasda

dengan SKPD yang diawasinya agar SKPD dapat memperbaikinya sesuai tenggang waktu yang

diberikan menurut aturan.

Berdasarkan kerangka pemikiran teori sistem tiga tahap, implementasi upaya peningkatan

Kinerja Pemerintah Kota Bandung dalam Tahap II (Die Ubergang / Tahap Transformasi) melalui

perbaikan Pengawasan Internal dapat diskemakan pada gambar 4.6. berikut ini.

- Kurangnya kapasitas alokasi anggaran dalam menunjang

pelayanan

- Masih adanya keluhan dari masyarakat atas pelayanan

- Belum mencukupinya sarana dan prasarana dari segi

kuantitas dan kualitas

- Belum mencukupinya SDM dari segi kuantitas dan

kualitas

- Belum sesuainya penghasilan dengan pelayanan

- Kurangnya keterampilan SDM dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakat

- Kurangnya pilihan dalam upaya menemukan strategi

yang tepat untuk meningkatkan kinerja

- Peningkatan profesionalitas aparatur Bawasda dalam

meningkatkan standar pengawasan internal

- Peningkatan kemampuan Bawasda dalam pengukuran

hasil kegiatan SKPD

- Peningkatan kemampuan Bawasda dalam penilaian hasil

sesuai target yang ditentukan

- Peningkatan peran Bawasda dalam memantau dan

mendorong pelaksanaan tindak lanjut atas temuan-

temuan penyimpangan yang telah dilaporkan

Page 30: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

Gambar 4.4 Implementasi Upaya Peningkatan Kinerja Pemerintah Kota Bandung melalui

Perbaikan Pengawasan Internal

Proses perbaikan pengawasan internal seyogyanya sesuai dengan arah pengembangan

kinerja Pemerintah Kota Bandung sebagaimana telah diuraikan di atas. Bawasda sebagai

pelaksana pengawasan internal diharapkan mampu mendorong terciptanya sistem pelayanan

yang efektif, efisien, profesional, akuntabel dan transparan. Hal ini selaras dengan salah satu

tujuan Bawasda, yaitu: meningkatkan kinerja dan terwujudnya pelayanan yang prima dari

instansi/unit kerja di lingkungan pemerintah, khususnya unit-unit kerja yang berhubungan

dengan masyarakat. Agar dapat mencapai tujuan tersebut, Bawasda perlu melengkapi standard

kinerja tiap-tiap instansi dengan standard pelayanan yang seharusnya diberikan tiap-tiap instansi

tersebut kepada masyarakat, termasuk standard biaya pelayanan dan penghasilan atas pelayanan.

Demikian pula secara terus-menerus meningkatkan kemampuan pegawainya dalam melakukan

pengawasan untuk mencegah terjadinya kebocoran anggaran dan penerimaan penghasilan Serta

untuk menjamin agar kinerja yang dihasilkan sesuai standardnya. Demikian pula dalam

memberikan rekomendasi yang berkaitan dengan perbaikan pelayanan dan mendorong tindak-

lanjutnya.

4.2.3. Pengaruh Pengawasan Eksternal terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengawasan Eksternal memiliki pengaruh secara

individual atau parsial terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung. Besarnya pengaruh langsung

Pengawasan Eksternal adalah sebesar p2

yx2 = 4,50%. Adanya pengaruh yang positif, walaupun

relatif lemah, dari Pengawasan Eksternal menunjukkan bahwa efektivitas Pengawasan Eksternal

dalam peningkatan Kinerja Pemerintah Kota Bandung relatif masih rendah. Pengaruh total

Pengawasan Eksternal terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung adalah sebesar 6,79% yang

merupakan hasil jumlah pengaruh langsung dan tidak langsung (sebesar 2,28%). Tampak bahwa

sumbangan pengaruh Pengawasan Eksternal melalui Pengawasan Internal relatif lebih kecil

- Kapasitas alokasi anggaran dalam menunjang pelayanan

makin tersedia

- Keluhan dari masyarakat atas pelayanan menurun

- Sarana dan prasarana dari segi kuantitas dan kualitas

makin sesuai dengan kebutuhan

- SDM dari segi kuantitas dan kualitas makin sesuai

dengan kebutuhan

- Penghasilan dengan pelayanan makin sesuai

- Keterampilan SDM dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat makin meningkat

- Pilihan dalam upaya menemukan strategi yang tepat

untuk meningkatkan kinerja makin banyak

Page 31: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

daripada pengaruh langsungnya sebagai akibat rendahnya hubungan antara Pengawasan Internal

dan Pengawasan Eksternal.

Dibandingkan Pengawasan Internal, Pengawasan. Eksternal memiliki pengaruh yang

resesif atau tidak dominan. Hasil ini menggambarkan bahwa peningkatan Pengawasan Eksternal

mempunyai efek yang lebih lemah dalam pencapaian kinerja pemerintah yang lebih baik

dibandingkan dengan peningkatan Pengawasan Internal. Hasil ini menandakan perlunya upaya

penyelarasan agar pengawasan eksternal dari SKPD dapat sejalan dengan tujuan peningkatan

kinerja pemerintah daerah. Relatif lemahnya pengaruh dari Teknik Pengawasan Eksternal secara

individual terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung juga menunjukkan kurang berfungsinya

Komisi DPRD dan masyarakat dalam menjalankan tugas pengawasannya dan relatif lebih

menggantungkan pada pengawasan internal oleh Bawasda. Untuk itu amat diperlukan peran serta

seluruh anggota DPRD dan keterlibatan masyarakat dalam memberdayakan DPRD sebagai

lembaga yang secara formal melaksanakan pengawasan, baik dalam mendorong efektivitas

pencapaian kinerja pemerintah yang diharapkan maupun merancang dan menetapkan model

pengawasan yang lebih menjamin pencapaian kinerja.

Menurut Budiardjo dan Ambong (1995:180), peran DPRD dalam melakukan fungsi

pengawasan sangat penting untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dalam rangka mencegah

terjadinya penyalahgunaan, penyelewengan dan kebocoran yang dilakukan oleh pihak eksekutif

dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Posisi DPRD yang tidak memiliki hubungan

kedinasan dengan pemerintah diharapkan menjamin objektivitas pengawasan yang dilakukan

dalam memberikan penilaian terhadap kebijakan dan tingkah laku pihak eksekutif dalam

menjalankan pemerintahan. Dalam rangka meningkatkan peran DPRD untuk menjalankan

pengawasan eksternal, perbaikan fungsi pengawasan seharusnya dilakukan baik untuk

pengawasan langsung maupun pengawasan tidak langsung. Siagian (2003:115) berpendapat

bahwa dimensi-dimensi dari pengawasan meliputi: (1) Pengawasan langsung (direct control),

dan (2) Pengawasan tidak langsung (indirect control).

Sebagaimana hasil analisis deskriptif, prioritas peningkatan pengawasan eksternal

seyogyanya dilakukan untuk dimensi dan indikator sebagai berikut:

Tabel 4.5.

Prioritas Peningkatan Pengawasan Eksternal di Kota Bandung

Dimensi/Indikator Bobot Prioritas

Kunjungan ker a oleh Komisi DPRD

Dengar Pendapat oleh Komisi DPRD

Pembentukan Panitia Khusus DPRD

Melakukan Rapat Paripuma

Pengawasan Masyarakat

Menyampaikan pendapat lewat Media Massa

Menyampaikan pendapat lewat Selebaran

Melakukan Unjukrasa

Dari tujuh (7) indikator pengawasan eksternal yang dikaji, tampak bahwa komposisi

prioritas perbaikan yang seyogyanya dilakukan meliputi kedua dimensi, baik dimensi

pengawasan legislatif maupun pengawasan masyarakat. Tampak pula bahwa titik berat perbaikan

pengawasan eksternal terkonsentrasi pada perbaikan pelaksanaan pengawasan langsung oleh

Page 32: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

DPRD. Perbaikan dalam pengawasan langsung terletak pada kunjungan kerja Komisi DPRD ke

setiap SKPD. Sedangkan dalam pengawasan masyarakat, perbaikan yang tidak kalah pentingnya

untuk dilakukan adalah mengoptimalkan hasil evaluasi dari Bawasda mengenai SKPD yang

diawasinya dalam bentuk selebaran sebagai masukan penting dalam melakukan evaluasi,

sehingga anggota Komisi DPRD dalam melaksanakan pengawasan tidak hanya mengandalkan

pengaduan/masukan dari masyarakat saja. Hal ini sesuai dengan fungsi DPRD dalam

pelaksanaan pengawasan, yaitu diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan

Undang-undang, Peraturan Daerah, Keputusan Walikota dan kebijakan yang ditetapkan

oleh Pemerintah Daerah, seperti yang tertuang di dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Kota Bandung Nomor 05 Tahun 2006 tentang Peraturan Tata Tertib DPRD Kota

Bandung.

Berdasarkan urutan prioritas optimalisasi kinerja sebagaimana telah diuraikan

sebelumnya dan sesuai dengan kerangka pemikiran teori sistem tiga tahap, implementasi upaya

peningkatan Kinerja Pemerintah Kota Bandung dalam Tahap II (Die Ubergang/Tahap

Transformasi) melalui perbaikan Pengawasan Eksternal diskemakan pada gambar 4.7 berikut ini.

Gambar

Gambar 4.5. Implementasi Upaya Peningkatan Kinerja Pemerintah Kota Bandung melalui

Perbaikan Teknik Pengawasan Eksternal

Sebagaimana proses perbaikan pengawasan internal, proses perbaikan untuk pengawasan

eksternal seyogyanya juga relevan dengan arah pengembangan kinerja Pemerintah Kota

Bandung. DPRD sebagai pelaksana pengawasan eksternal, bersama-sama masyarakat dan

Bawasda, diharapkan mampu mendorong berkembangnya sistem pelayanan yang efektif, efisien,

profesional, akuntabel dan transparan. Hal ini dapat dilakukan DPRD; baik melalui pembentukan

berbagai aturan, penyesuaian alokasi anggaran, dan tindakan pengawasan; yang mendukung

terciptanya sistem pelayanan yang lebih baik. Agar dapat menjalankan fungsinya tersebut,

DPRD perlu meningkatkan frekuensi dan kualitas kunjungan kerjake tiap-tiap SKPD dalam

rangka mengevaluasi secara langsung kinerja SKPD dan kualitas pelayanan yang dibutuhkan

masyarakat. Demikian pula mengoptimalkan hasil evaluasi dari Bawasda sebagai masukan

tambahan dalam melakukan evaluasi serta memberikan pertimbangan dan arahan kepada

pemerintah daerah berkaitan dengan upaya peningkatan kinerja dan pelayanan kepada

masyarakat. Dalamlegislatif, DPRD dapat melakukan kunjungan kerja baik secara individu

maupun komisi. Dalam pendekatan individu, anggota Komisi DPRD yang melakukan

pengamatan dapat bertindak sebagai ghost shopper (mengambil istilah dari manajemen

pemasaran, yang berarti melakukan observasi untuk mengevaluasi bagaimana produk barang/jasa

disampaikan, dengan bertindak seolah-olah sebagai pembeli). Melalui pendekatan ini, anggota

Komisi DPRD sebagai pengawas dapat melakukan evaluasi secara lebih objektif.

4.2.4. Hubungan antara Pengawasan Internal dengan Pengawasan Eksternal dalam Rangka

Pencapaian Kinerja Pemerintah Kota Bandung

Hubungan antara Pengawasan Internal dengan Pengawasan Eksternal merupakan bentuk

jalinan atau keterkaitan antara pengawasan internal oleh Bawasda dengan pengawasan eksternal

Page 33: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

oleh DPRD dan masyarakat dalam rangka menyelaraskan pelaksanaan fungsi pengawasan

masing-masingnya terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung. Derajat keterkaitan antara

pengawasan internal dengan pengawasan eksternal menunjukkan sejauh mana tingkat

komunikasi dan koordinasi antara Bawasda dan DPRD serta masyarakat, baik antara Komisi

DPRD dengan Tim Pengawas maupun antara DPRD dengan Kepala Bawasda dalam mekanisme

rapat paripurna DPRD.

Keeratan hubungan antara Pengawasan Internal dan Pengawasan Eksternal ditunjukkan

oleh koefisien korelasi antara Pengawasan Internal dan Pengawasan Eksternal atau rx2x1 =

0,2239. Berdasarkan kategori tinggi-rendahnya keeratan hubungan, derajat keeratan hubungan

antara Pengawasan Internal dengan Pengawasan Eksternal tergolong rendah. Sebagaimana hasil

uji eksistensi hubungan ini dapat diterima. Keeratan hubungan im sebanding dengan besarnya

variasi Pengawasan Eksternal yang dapat dijelaskan oleh proporsi/bagian variasi Pengawasan

Internal atau sebaliknya (dari total variasi 100%) yang ditunjukkan oleh nilai kuadrat dari

koefisien korelasi antara Pengawasan Internal dan Pengawasan Eksternal atau (rx2x1)2

x 100% =

(0,2239))2

x 100% = 5,01%.

Dalam bentuk gambar, hubungan antara Pengawasan Internal Bawasda dan Pengawasan

Ekstemal DPRD dan masyarakat Kota Bandung dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar

Gambar 4.6.

Hubungan antara Pengawasan Internal Bawasda dengan Pengawasan Ekstemal DPRD Kota

Bandung

Keeratan hubungan antara Pengawasan Internal dan Pengawasan Eksternal yang lemah

mengindikasikan masih rendahnya tingkat komunikasi dan koordinasi antara Bawasda dan

DPRD serta masyarakat, khususnya dalam melaksanakan ftingsi pengawasan masing-masing.

Dengan kata lain, hal ini menunjukkan bahwa pengawasan internal yang dilakukan oleh

Bawasda, baik secara keseluruhan maupun per masing-masing Tim Pengawas, memiliki tingkat

keterkaitan yang masih rendah dengan DPRD dan masyarakat, baik secara keseluruhan maupun

per masing-masing Komisi. Khususnya dalam rangka peningkatan kinerja SKPDSKPD yang

menjadi objek tugasnya.

Temuan fenomena ini dimungkinkan akibat masih rendahnya frekuensi pertemuan antara

Bawasda dengan DPRD dalam mengkomunikasikan maupun mengkoordinasikan pelaksanaan

pengawasannya dan hasil pengawasannya masing-masing. Demikian juga masih kurangnya

pemanfaatan berbagai bentuk informasi yang dapat digunakan dalam pengawasan, baik dalam

pengawasan eksternal oleh DPRD dan masyarakat dari Bawasda maupun dalam pengawasan

internal oleh Bawasda dari DPRD. Kondisi ini dipicu oleh lemahnya otoritas Bawasda dan

DPRD dalam mendorong peningkatan kerjasama pengawasan. Semestinya walaupun antara

Bawasda dan DPRD serta masyarakat tidak ada hubungan kedinasan, perlu ada mekanisme yang

memungkinkan kedua lembaga pengawas ini dapat menyelaraskan pengawasannya masing-

masing dalam rangka membentuk pengawasan yang sinergis untuk mencapai kinerja yang

diharapkan.

Temuan ini membawa konsekuensi perlunya peningkatan kerjasama antar kedua lembaga

melalui aktivitas komunikasi dan koordinasi secara terus-menerus dalam mendorong pencapaian

Page 34: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

kinerja SKPD.

4.2.5 Pengaruh Langsung dari Pengawasan Internal terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung

Pengaruh langsung dari Pengawasan Internal merupakan bentuk pengaruh dari

pengawasan oleh Bawasda terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung dalam tahapan

pengawasan sebagai berikut: penentuan standar untuk pengawasan, pengukuran hasil pekerjaan,

pembandingan hasil pekerjaan dengan standar, dan koreksi terhadap penyimpangan. Dalam hal

ini dilakukan oleh Bawasda secara internal dalam lingkungan organisasi Pemerintah Kota

Bandung. Sebagaimana DPRD melalui Komisi-komisinya, Bawasda juga mengelompokkan

aparat pengawasnya dalam tim pengawas sesuai dengan SKPD yang berada dalam cakupan tugas

pengawasannya.

Besarnya pengaruh langsung dari Pengawasan Internal terhadap Kinerja Pemerintah Kota

Bandung adalah sebesar 23,10%. Besarnya pengaruh langsung ini ditunjukkan oleh nilai kuadrat

dari koefisien jalur Pengawasan Internal terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung atau

sebesar (pyx1)2

x 100% = (0,4807)2 x 100%. Nilai ini menunjukkan besarnya proporsi/bagian dari

variasi Kinerja Pemerintah Kota Bandung (dari total variasi 100%) yang dapat dijelaskan secara

langsung oleh variasi Pengawasan Internal pada kondisi tingkat Pengawasan Eksternal yang

sama. Besarnya pengaruh langsung dari Pengawasan Internal ini sebanding dengan kuatnya

pengaruh Pengawasan Internal secara langsung terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung yang

ditunjukkan oleh koefisien jalur Pengawasan Internal terhadap Kinerja Pemerintah Kota

Bandung atau pyx1 = 0,4807. Berdasarkan kategori kuat-lemahnya pengaruh, derajat pengaruh

langsung dari Pengawasan Internal terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung tergolong cukup

kuat. Sebagaimana hasil uji eksistensi pengaruh langsung ini dapat diterima atau ada

pengaruhnya terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung.

Dalam bentuk gambar, pengaruh langsung dari Pengawasan Internal terhadap Kinerja

Pemerintah Kota Bandung dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar

Gambar 4.7. Pengaruh Langsung Pengawasan Internal terhadap Kinerja Pemerintah Kota

Bandung

Pengaruh langsung dari Pengawasan Internal yang cukup kuat terhadap Kinerja

Pemerintah Kota Bandung mengindikasikan cukup efektifnya pengawasan internal yang

dilakukan Bawasda dalam pencapaian Kinerja Pemerintah Kota Bandung. Dengan kata lain, hal

ini menunjukkan bahwa proses pengawasan dalam bentuk penentuan standar untuk pengawasan,

pengukuran hasil pekerjaan, pembandingan hasil pekerjaan dengan standar, dan koreksi terhadap

penyimpangan memiliki tingkat efektivitas yang cukup tinggi dalam meningkatkan kinerja

SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Bandung.

Temuan fenomena ini dimungkinkan karena Bawasda memiliki hubungan kedinasan

dengan SKPD yang diawasinya sehingga memungkinkan Bawasda untuk berinteraksi secara

intensif dalam melakukan kegiatan pengawasan. Walaupun tingkat efektivitas dari pengawasan

internal dari Bawasda ini cukup tinggi, namun dinilai masih dapat ditingkatkan atau

Page 35: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

dioptimalkan. Dari hasil penelitian terungkap beberapa kendala yang melemahkan efektivitas

pengawasan internal oleh Bawasda, diantaranya terbatasnya kapasitas SDM pengawas Bawasda

relatif dibandingkan ruang lingkup tugas pokok dan fungsinya serta dibandingkan dengan.

jumlah SKPD yang diawasinya. Keterbatasan kapasitas ini baik berkaitan dengan kualitas dan

terlebih lagi dengan kuantitasnya. Demikian juga masih tingginya toleransi pengawasan yang

diberikan oleh Bawasda kepada SKPD yang diawasinya, baik dalam hal pelaporan rencana dan

hasil kegiatan, penilaian hasil dan evaluasinya, maupun koreksi atas dugaan penyimpangan.

Adanya toleransi ini tampaknya merupakan salah satu kelemahan pelaksanaan pengawasan

internal di Bawasda Kota Bandung yang dimungkinkan karena kurang dapat ditegakkannya

independensi Bawasda untuk melaksanakan fungsi pengawasan dalam bentuk hubungan

kedinasan antara pengawas dengan yang diawasi. Terlebih apabila Kepala Daerah selaku

pimpinan lembaga kedinasan kurang memiliki komitmen yang tinggi untuk mendorong tegaknya

fungsi pengawasan di lingkungannya.

Temuan ini membawa konsekuensi perlunya peningkatan pelaksanaan fungsi

pengawasan internal dari Bawasda dalam mendorong pencapaian kinerja SKPD. Model

perbaikan fungsi pengawasan internal yang dapat diajukan adalah sebagai berikut:

Gambar

Pengawasan Manajerial

(Penentuan standar pengawasan,

pengukuran dan pembandingan hasil

pekerjaan, dan koreksi) sesuai tahapan

kinerja yang direncanakan

Gambar 4..8. Model Perbaikan Fungsi Pengawasan Internal dalam Pencapaian Kinerja

Pemerintah Daerah Kota Bandung

Model perbaikan fungsi pengawasan internal di atas menggambarkan bahwa Tim

Pengawas Bawasda perlu melakukan kegiatan pengawasan, baik dalam bentuk penentuan standar

untuk pengawasan, pengukuran hasil pekerjaan, pembandingan hasil pekerjaan dengan standar,

dan koreksi terhadap penyimpangan, secara periodik sesuai tahapan pencapaian kinerja yang

direncanakan bersama SKPD yang diawasinya. Agar pengawasan yang dilakukan dapat

meningkatkan efektivitasnya dalam pencapaian kinerja SKPD, maka antara Tim Pengawas dan

SKPD selalu melakukan komunikasi kinerja terus-menerus, yang dimulai dari proses

perencanaan kinerja, pengukuran kinerja, evaluasi kinerja dan koreksi kinerja. Pengawasan yang

dilakukan oleh Tim Pengawas kepada SKPD ini diletakkan sebagai pengawasan manajerial

(managerial control). Selanjutnya dalam pencapaian Kinerja Pemerintah Kota Bandung, perlu

dilakukan proses integrasi seluruh pengawasan manajerial yang akan dan yang telah dilakukan

sebagai bentuk pengawasan administratif (administrative control) yang dilakukan melalui

mekanisme koordinasi antara Kepala Bawasda dengan Sekretaris Daerah. Proses ini juga

semestinya dilakukan sesuai tahapan pencapaian Kinerja Pemerintah Kota Bandung yang

direncanakan.

Page 36: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

4.2.6 Pengaruh Langsung dari Pengawasan Eksternal terhadap Kinerja Pemerintah Kota

Bandung

Pengaruh langsung dari Pengawasan Eksternal merupakan bentuk pengaruh dari

pengawasan legislatif dan pengawasan masyarakat terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung.

Dalam hal ini adalah pengawasan DPRD melalui Komisi-komisinya terhadap SKPD-SKPD yang

berada dalam cakupan tugas pengawasannya.

Besarnya pengaruh langsung dari Pengawasan Eksternal terhadap Kinerja Pemerintah

Kota Bandung adalah sebesar 4,50%. Besarnya pengaruh langsung ini ditunjukkan oleh nilai,

kuadrat dari koefisien jalur Teknik Pengawasan Eksternal terhadap Kinerja Pemerintah Kota

Bandung atau sebesar (pyx2)2 x 100% (0,2122)

2 x 100%. Nilai ini menunjukkan besarnya

proporsi/bagian dari variasi Kinerja Pemerintah Kota Bandung (dari total variasi 100%) yang

dapat dijelaskan secara langsung oleh variasi Pengawasan Eksternal pada kondisi tingkat

Pengawasan Internal yang sama. Besarnya pengaruh langsung dari Teknik Pengawasan Eksternal

ini sebanding dengan kuatnya pengaruh Pengawasan Eksternal secara langsung terhadap Kinerja

Pemerintah Kota Bandung yang ditunjukkan oleh koefisien jalur Teknik Pengawasan Ekstemal

terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung atau pyx2 = 0,2122. Berdasarkan kategori kuat-

lemahnya pengaruh, derajat pengaruh langsung dari Teknik Pengawasan Ekstemal terhadap

Kinerja Pemerintah Kota Bandung tergolong lemah. Walaupun demikian, sebagaimana hasil uji,

eksistensi pengaruh langsung ini dapat diterima atau ada pengaruhnya terhadap Kinerja

Pemerintah Kota Bandung.

Dalam bentuk gambar, pengaruh langsung dari Pengawasan Ekstemal terhadap Kinerja

Pemerintah Kota Bandung dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar

Gambar 4.9. Pengaruh Langsung Pengawasan Ekstemal terhadap Kinerja Pemerintah Kota

Bandung

Lemahnya pengaruh langsung dari Pengawasan Ekstemal terhadap Kinerja Pemerintah

Kota Bandung mengindikasikan belum efektifnya pengawasan ekstemal dalam pencapaian

Kinerja Pemerintah Kota Bandung. Dengan kata lain, hal ini menunjukkan bahwa pengawasan

langsung dan tidak langsung yang dilakukan oleh Komisi-komisi DPRD Kota Bandung memiliki

tingkat efektivitas yang masih rendah dalam rangka peningkatan kinerja SKPD-SKPD yang

menjadi objek tugasnya.

Temuan fenomena ini dimungkinkan akibat masih rendahnya frekuensi pembentukan

panitia khusus yang dilakukan DPRD pada SKPD-SKPD yang diawasinya. Demikian juga masih

kurangnya pemanfaatan berbagai bentuk informasi yang dapat digunakan dalam pengawasan,

baik dari SKPD yang diawasinya, dari Bawasda dan perangkat pemeriksa lainnya, maupun dari

media massa dan masyarakat. Hal ini juga diperlemah dengan masih lambannya proses

pengungkapan temuan pengawasan oleh Komisi, proses evaluasi temuan antara Komisi dan

SKPD, dan proses tindak-lanjutnya sesuai langkah koreksi yang disepakati bersama. Kondisi ini

dipicu oleh lemahnya otoritas Komisi DPRD dalam mendorong perbaikan segera (instantly)

setelah proses pengawasan yang disebabkan tidak adanya hubungan kedinasan secara hirarkis

Page 37: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

antara Komisi DPRD dan SKPD yang diawasinya. Semestinya walaupun antara Komisi DPRD

dan SKPD tidak ada hubungan kedinasan, perlu ada mekanisme yang memunodnkan langkah

koreksi pencapaian kinerja yang diharapkan dapat segera ditindak-lanjuti.

Temuan ini membawa konsekuensi perlunya perbaikan pelaksanaan fungsi pengawasan

ekstemal dari Komisi-komisi DPRD dalam mendorong pencapaian kinerja SKPD. Model

perbaikan ftingsi teknik pengawasan eksternal yang dapat diajukan adalah sebagai berikut:

Pengawasan Manajedal

(Langsung dan Tidak

Langsung sesuai tahapan

pencapaian kinerja yang

direncanakan)

Gambar 4. 10 Model Perbaikan Fungsi Pengawasan Eksternal dalam Pencapaian Kinerja

Pemerintah Daerah Kota Bandung

Model perbaikan fungsi pengawasan eksternal di atas menggambarkan bahwa Komisi

DPRD perlu melakukan kegiatan pengawasan, baik dalam bentuk kunjungan kerja maupun

dengan pendapat, secara periodik sesuai tahapan pencapaian kinerja yang direncanakan bersama

SKPD yang diawasinya. Agar pengawasan yang dilakukan dapat meningkat efektivitasnya dalam

pencapaian kinerja SKPD, maka antara Komisi DPRD dan SKPD selalu melakukan komunikasi

kinerja terus-menerus, yang dimulai dari proses perencanaan kinerja, pengukuran kinerja,

evaluasi kinerja dan koreksi kinerja. Pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD kepada

SKPD ini diletakkan sebagai pengawasan manajerial (managerial control). Selanjutnya dalam

pencapaian Kinerja Pemerintah Daerah Kota Bandung, perlu dilakukan proses integrasi seluruh

pengawasan manajerial yang akan dan yang telah dilakukan sebagai bentuk pengawasan

administratif (administrative control) yang dilakukan melalui mekanisme rapat paripurna DPRD

bersama Sekretaris Daerah. Proses ini juga semestinya dilakukan sesuai tahapan pencapaian

Kinerja pemerintah Kota Bandung yang direncanakan.

4.2.7 Pengaruh tidak Langsung dari Pengawasan Internal terhadap Kinerja Pemerintah Kota

Bandung melalui Pengawasan Eksternal

Pengaruh tidak langsung dari Pengawasan Internal melalui Pengawasan Eksternal

merupakan bentuk pengaruh dari pengawasan oleh Bawasda terhadap Kinerja Pemerintah Kota

Bandung melalui komunikasi dan koordinasi pengawasan tindak lanjut oleh DPRD dan

masyarakat.

Besarnya pengaruh tidak langsung dari Pengawasan Internal terhadap Kinerja Pemerintah

Kota Bandung melalui Pengawasan Eksternal adalah sebesar 2,28%. Besarnya pengaruh tidak

langsung ini ditunjukkan oleh nilai dari hasil kali antara koefisien jalur Pengawasan Internal,

koefisien korelasi Pengawasan Internal dan Pengawasan Eksternal, dan koefisien jalur

Pengawasan. Eksternal atau. sebesar (pyx1) (rx2x1) (pyx2) x 100% = (0,4807) (0,2239) (0,2122) x

100%. Nilai ini menunjukkan besarnya proporsi/bagian dari variasi Kinerja Pemerintah Kota

Bandung (dari total variasi 100%) yang dapat dijelaskan secara tidak langsung oleh variasi

Pengawasan Eksternal yang beratal dari variasi Pengawasan Internal. Adapun kuatnya pengaruh

Pengawasan Internal secara tidak langsung terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung melalui

Page 38: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

Pengawasan Eksternal ditunjukkan oleh nilai akar dari (pyx1) (rx2x1) (pyx2) sebesar 0,1511.

Berdasarkan kategori kuat-lemahnya pengaruh, derajat pengaruh tidak langsung dari Teknik

Pengawasan Internal terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung tergolong sangat lemah.

Dalam bentuk gambar, pengaruh tidak langsung dari Pengawasan Internal melalui

Pengawasan Eksternal terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung dapat digambarkan sebagai

berikut:

Gambar

Gambar 4.11 Pengaruh tidak Langsung Pengawasan Internal terhadap Kinerja

Pemerintah Kota Bandung melalui Pengawasan Eksternal

Pengaruh tidak langsung dari Pengawasan Internal yang sangat lemah terhadap Kinerja

Pemerintah Kota Bandung melalui Pengawasan Eksternal mengindikasikan belum efektifnya

pengawasan internal yang dilakukan Bawasda untuk digunakan. oleh DPRD dan masyarakat

dalam melakukan pengawasan eksternal. Dengan kata lain, hal ini menunjukkan bahwa proses

pengawasan dalam bentuk penentuan standar untuk pengawasan, pengukuran hasil pekerjaan,

pembandingan hasil pekerjaan dengan standar, dan koreksi terhadap penyimpangan memiliki

tingkat efektivitas yang sangat rendah dalam mendukung pengawasan eksternal oleh DPRD dan

masyarakat. Temuan fenomena ini dimungkinkan karena Bawasda kurang melakukan

komunikasi dan koordinasi dengan DPRD dalam rangka menyelaraskan kedua bentuk

pengawasan pada kinerja pemerintah daerah. Hal ini membawa konsekuensi perlunya

peningkatan komunikasi dan koordinasi pelaksanaan fungsi pengawasan internal dari Bawasda

dan hasil-hasilnya yang dapat digunakan DPRD sebagai masukan dalam melakukan pengawasan

ekstemal untuk mendorong pencapaian kinerja SKPD. Berkaitan dengan hal ini, model

peningkatan efektivitas pengawasan internal melalui pengawasan ekstemal dalam pencapaian

kinerja Pemerintah Kota Bandung yang dapat diajukan adalah sebagai berikut:

Gambar

Gambar 4.12 Model Peningkatan Efektivitas Pengawasan Internal melalui Pengawasan Eksternal

Model peningkatan efektivitas pengawasan internal melalui pengawasan ekstemal di atas

menggambarkan bahwa Bawasda perlu selalu menjalin komunikasi dan koordinasi secara terus-

menerus dengan DPRD, baik berkaitan dengan pelaporan pelaksanaan pengawasan internal dan

hasil-hasil pengawasannya. Komunikasi dan koordinasi dari Bawasda ke DPRD ini, baik antara

Tim Pengawas dengan Komisi DPRD maupun antara Kepala Bawasda dengan DPRD dalam

mekanisme rapat paripurna DPRD, perlu dilakukan secara periodik sesuai tahapan pencapaian

kinerja SKPD.

4.2.8 Pengaruh tidak Langsung dari Pengawasan Eksternal terhadap Kinerja Pemerintah Kota

Bandung melalui Pengawasan Internal

Page 39: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

Pengaruh tidak langsung dari Pengawasan Eksternal melalui Pengawasan Internal

merupakan bentuk pengaruh dari pengawasan oleh DPRD dan masyarakat terhadap Kinerja

Pemerintah Kota Bandung melalui komunikasi dan koordinasi pengawasan tindak lanjut oleh

Bawasda.

Besarnya pengaruh tidak langsung dari Pengawasan Eksternal terhadap Kinerja

Pemerintah Kota Bandung melalui Pengawasan Internal adalah sama dengan besarnya pengaruh

tidak langsung dari Pengawasan Internal melalui Pengawasan Eksternal, yaitu sebesar 2,28%.

Besarnya pengaruh tidak langsung ini ditunjukkan oleh nilai dari hasil kali antara koefisien jalur

Pengawasan Eksternal, koefisien korelasi Pengawasan Internal dan Pengawasan Eksternal, dan

koefisien jalur Pengawasan Internal atau sebesar (pyx2) (rx2x1) (pyx1) x 100% = (0,2122)

(0,4807)(0,2239) x 100%. Nilai ini menunjukkan besarnya proporsi/bagian dari variasi Kinerja

Pemerintah Kota Bandung (dari total variasi 100%) yang dapat dijelaskan secara tidak langsung

oleh variasi Pengawasan Internal yang beratal dari variasi Pengawasan Eksternal. Demikian pula

halnya mengenai kuatnya pengaruh Pengawasan Eksternal secara tidak langsung terhadap

Kinerja Pemerintah Kota Bandung melalui Pengawasan Internal yang ditunjukkan oleh nilai akar

dari (pyx2) (rx2x1) (pyx1) sebesar 0,1511. Berdasarkan kategori kuat-lemahnya pengaruh, derajat

pengaruh tidak langsung dari Pengawasan Eksternal terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung

tergolong sangat lemah.

Dalam bentuk gambar, pengaruh tidak langsung dari Pengawasan Eksternal melalui

Pengawasan Internal terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung dapat digambarkan sebagai

berikut:

Gambar

Gambar 4.13 Pengaruh tidak Langsung Pengawasan Eksternal terhadap

Kinerja Pemerintah Kota Bandung melalui Pengawasan Internal

Pengaruh tidak langsung dari Pengawasan. Eksternal yang sangat lemah terhadap Kineria

Pemerintah Kota Bandung melalui Pengawasan Internal mengindikasikan belum efektifnya

pengawasan eksternal yang dilakukan DPRD untuk digunakan oleh Bawasda dalam melakukan

pengawasan internal. Dengan kata lain, hal ini menunjukkan bahwa proses pengawasan dalam

bentuk pengawasan legislatif dan pengawasan masyarakat memiliki tingkat efektivitas yang

sangat rendah dalam mendukung pengawasan internal oleh Bawasda.

Temuan fenomena ini dimungkinkan karena DPRD dan masyarakat kurang melakukan

komunikasi dan koordinasi dengan. Bawasda dalam rangka menyelaraskan kedua bentuk

pengawasan pada kinerja pemerintah daerah. Hal ini membawa konsekuensi perlunya

peningkatan komunikasi dan koordinasi pelaksanaan fungsi pengawasan internal dari DPRD dan

hasil-hasilnya yang dapat digunakan Bawasda sebagai masukan dalam melakukan pengawasan

internal untuk mendorong pencapaian kinerja SKPD. Berkaitan dengan hal ini, model

peningkatan efektivitas pengawasan eksternal melalui pengawasan internal dalam pencapaian

kinerja Pemerintah Kota Bandung yang dapat diajukan adalah sebagai berikut:

Page 40: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

Gambar

Gambar 4.14 Model Peningkatan Efektivitas Pengawasan Eksternal Melalui Pengawasan Internal

Model peningkatan efektivitas pengawasan internal melalui pengawasan eksternal di atas

menggambarkan bahwa DPRD perlu selalu menjalin komunikasi dan koordinasi secara terus-

menerus dengan Bawasda, baik berkaitan dengan pelaporan pelaksanaan pengawasan eksternal

dan hash-hash pengawasannya. Komunikasi dan koordinasi dari DPRD ke Bawasda ini, baik

antara Komisi DPRD dengan Tim Pengawas maupun antara DPRD dengan Kepala Bawasda

dalam mekanisme rapat paripurna DPRD, perlu dilakukan secara periodik sesuai tahapan

pencapaian kinerja SKPD.

4.2.9 Pengaruh Faktor-faktor Lain di Luar Pengawasan Internal dan Pengawasan Eksternal yang

Mempengaruhi Kinerja Pemerintah Kota Bandung

Pengaruh faktor-faktor lain terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung selain dari

Pengawasan Internal dan Pengawasan Eksternal merupakan bentuk pengaruh dari berbagai

macam faktor yang secara situasional maupun kondisional ikut memberikan pengaruh terhadap

pencapaian kinerja pemerintah daerah. Faktor-faktor tersebut dapat berupa faktor-faktor internal

seperti: kinerja aparatur, baik yang memiliki tanggung jawab strategik, operational, maupun

administratif, struktur dan kebijakan organisasi; gaya kepemimpinan, ketersediaan anggaran dan

infrastruktur, serta sistem insentif. Dapat pula berupa faktor-faktor ekstemal seperti: partisipasi

masyarakat dan dukungan pemerintah pusat.

Besarnya pengaruh dari faktor-faktor luar terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung

adalah sebesar 67,83%. Besarnya pengaruh faktor-faktor luar ini ditunjukkan oleh nilai kuadrat

dari koefisien jalur faktor-faktor luar terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung atau sebesar

pyε)2 x 100% = (0,8236)

2 x 100%. Nilai ini menunjukkan besarnya proporsi/bagian dari variasi

Kinerja Pemerintah Kota Bandung (dari total variasi 100%) yang dijelaskan oleh variasi faktor-

faktor luar pada kondisi tingkat Teknik Pengawasan Internal dan Pengawasan. Eksternal yang

sama. Besarnya pengaruh dari faktor-faktor luar ini sebanding dengan kuatnya pengaruh faktor-

faktor luar terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung yang ditunjukkan oleh koefisien jalur

faktor-faktor luar terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung atau pyε = 0,8236. Berdasarkan

kategori kuat-lemahnya pengaruh, derajat pengaruh langsung dari faktor-faktor luar terhadap

Kinerja Pemerintah Kota Bandung tergolong kuat. Sebagaimana hasil uji, eksistensi pengaruh

faktor-faktor luar ini dapat diterima atau ada pengaruhnya terhadap Kinerja Pemerintah Kota

Bandung.

Dalam bentuk gambar, pengaruh dari faktor-faktor luar terhadap Kinerja Pemerintah

Kota Bandung dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar

Gambar 4.15 Pengaruh Faktor-faktor Luar terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung

Pengaruh dari faktor-faktor luar yang kuat terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung

Page 41: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

mengindikasikan tingginya efek faktor-faktor luar terhadap pencapaian Kinerja Pemerintah Kota

Bandung. Temuan fenomena ini dimungkinkan karena Kinerja Pemerintah Kota Bandung

sebagai output lebih dihasilkan dari ketersediaan input-input langsung (direct input) dan tingkat

pemanfaatannya dibandingkan input-input tidak langsung (indirect input) seperti pengawasan

internal dan pengawasan eksternal. Dengan demikian, fungsi pengawasan, baik internal maupun

eksternal, adalah dalam rangka mendorong penyediaan input yang lebih efisien dan

pemanfaatannya yang lebih produktif bagi pencapaian kinerja. Oleh sebab itu, agar kinerja

Pemerintah Kota Bandung dapat lebih terjamin, seyogyanya Pemerintah Daerah perlu

memperhatikan dan meningkatkan kinerja aparaturnya, menyesuaikan struktur dan kebijakan

organisasi yang dapat menunjang kinerja organisasi, menerapkan gaya kepemimpinan yang

tepat, kecukupan anggaran, ketersediaan infrastruktur atau sarana, dan prasarana yang memadai,

serta sistem insentif yang mampu memotivasi aparatur bekerja lebih baik. Pemerintah Daerah

juga perlu mendorong partisipasi masyarakat dalam pencapaian kinerjanya. Demikian juga

diperlukan dukungan pemerintah pusat, baik melalui alokasi bantuan keuangan maupun

dukungan kebijakan yang sesuai.

Temuan ini membawa konsekuensi perlunya peningkatan daya dukung faktor-faktor luar

tersebut di atas yang mengmngi peningkatan pelaksanaan fungsi pengawasan internal dari

Bawasda dan pengawasan eksternal oleh DPRD dan masyarakat dalam mendorong pencapaian

kinerja SKPD.

4.2.10 Temuan Penelitian dalam Pengembangan Teori

Temuan penelitian mengenai adanya pengaruh teknik pengawasan internal dan

pengawasan eksternal secara simultan terhadap kinerja mendukung teori Terry (1960:395) dan

(Ndraha, 2003: 197). Adanya pengawasan memungkinkan pelaksanaan pekerjaan dapat diamati

dan dikelola kesesuaiannya dengan rencana dalam rangka pencapaian tujuan (Terry, 1960:395).

Fungsi pengawasan yang diarahkan pada: peningkatan kinerja organisasi; pemberian opini atas

kinerja organisasi; dan pemberian rekomendasi kepada manajemen untuk melakukan koreksi atas

masalah pencapaian kinerja yang ada akan memberikan nilai tambah bagi peningkatan kinerja

penyelenggara, baik secara internal maupun eksternal (Ndraha, 2003: 197). Adanya faktor luar

yang secara dominan mempengaruhi kinerja mengisyaratkan pentingnya menyertakan teori

Weston (dalam Prawirosentono, 1999:140-142) dan Swanson (1999:73) dalam pengembangan

model teori peningkatan kinerja. Weston menyatakan bahwa, kinerja suatu organisasi bergantung

kepada kinerja subyek pelaksananya, baik dalam kegiatan strategik, operational, maupun

administratif. Sementara Swanson (1999:73) berpendapat bahwa kinerja organisasi dipengaruhi

pula oleh faktor ekonomi, politik dan budaya, struktur organisasi, kebijakan organisasi dan

kepemimpinan atasan, ketersediaan anggaran dan infrastruktur, serta sistem insentif.

Keberpengaruhan teknik pengawasan internal terhadap kinerja dan lebih dominannya

pengaruh pengawasan internal dibandingkan pengawasan eksternal mendukung teori G.R. Terry

dan Leslie W. Rue (2001:10). Teknik Pengawasan internal memiliki keunggulan dibandingkan

pengawasan eksternal dalam hal tingkat integrasinya dengan manajemen yang diawasinya yang

lebih memungkinkan manajemen melakukan tindakan pengendalian.

Keberpengaruban teknik pengawasan eksternal terhadap kinerja mendukung teori

Budiardjo dan Ambong (1995:180). Serta Lembaga Administrasi Negara (1977:161) Peran

DPRD dan masyarakat dalam melakukan fungsi pengawasan sangat penting dalam rangka

mencegah terjadinya penyalahgunaan, penyelewengan dan kebocoran dalam penyelenggaraan

Page 42: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

pemerintahan. Posisi DPRD yang tidak memiliki hubungan kedinasan dengan pemerintah

diharapkan menjamin objektivitas pengawasan.

Secara ringkas, posisi temuan penelitian dalam pengembangan teori dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 4.6

Posisi Temuan Penelitian dalam Pengembangan Teori

Temuan Penelitian Posisi

Pengawasan internal dan pengawasan ekstemal

berpengaruh terhadap kinejra pemerintah

Mendukting teori dengan catatan bahwa

pengaruh keduanya masih lebih rendah

daripada faktor-faktor luar

Pengawasan internal berpengaruh terhadap

kineja pemerintah

Mendukung teori dengan vatatan bahwa

pengaruh pengawasan internal bergantung pula

kepada sejauh mana pengawas internal mampu

menjaga fungsi pengawasannya tetap

independen.

Pengawasan eksternal berpengaruh terhadap

kerja

Mendukung teori dengan catatan dengan

catatan bahwa pengaruh pengawasan eksternal

bergantung kepada tingkat pemanfaatan

informasi yang dapat digunakan dalam

pengawasan dan kecepatan proses tindak lanjut

hasil pengawasan

Tampak pada tabel di atas, proposisi temuan penelitian mendukung teori (dengan catatan)

sebagaimana telah diuraikan dalam, kerangka pemikiran dan pembahasan. Pelibatan teknik

pengawasan, baik internal maupun eksternal, dalam model kinerja atau model pencapaian tujuan

organisasi diharapkan untuk tetap dapat dipertahankan sebagai pengukuran atas proses kegiatan

pengawasan yang penting dalam menjamin terselenggaranya tata pemerintahan yang baik (good

governance). Terry (1960:530) serta O'Donnell dan Weinrich (1980:722) berpendapat bahwa

jiwa pengawasan terletak pada proses kegiatan untuk menjamin bahwa semua pelaksanaan

beralan sesuai dengan yang diharapkan.

Dalam pengembangan model peningkatan kinerja untuk penelitian selanjutnya, model

pengaruh teknik pengawasan internal dan pengawasan ekternal terhadap kinerja pada penelitian

ini dapat dikembangkan dengan melibatkan kinerja SDM, struktur organisasi, kebijakan

organisasi, kepemimpinan, ketersediaan anggaran, ketersediaan infrastruktur, serta sistem

insentif.

Pelibatan faktor-faktor luar selain teknik pengawasan internal dan pengawasan eksternal

merupakan aplikasi konsepsi dari functional theories. Dalam kerangka middle range theories di

bidang Manajemen Pemerintahan, penelitian lanjutan diharapkan tetap dititik-beratkan pada

evaluasi kinerja dalam arti outcomes sebagaimana disarankan oleh Ndraha (2003:208).

Dalam perspektif manajemen kinerja, sebagaimana merujuk kepada Bacal (2005: 30-45),

sistem pengawasan, baik internal dan eksternal, semestinya merupakan subsistem dari sistem

manajemen kinerja. Dalam manajemen kinerja, pengawasan internal dan eksternal dilakukan

secara terus-menerus berdasarkan prinsip kemitraan antara pengawas dengan yang diawasi dalam

Page 43: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

rangka pencapaian kinerja yang diharapkan bersama. Pengawasan juga dilakukan pada setiap

tahapan menajemen kinerja, mulai dari perencanaan kinerja, komunikasi kinerja, pengumpulan

data, pengamatan dan dokumentasi, pertemuan evaluasi kinerja, serta proses diagnosis kinerja

dan konsultasi.

Dalam perspektif manajemen kinerja, model teknik pengawasan internal dan eksternal

dalam pencapaian kinerja pemerintah daerah dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar

Gambar

Gambar 4.16 Model Pengawasan Internal dan Eksternal dalam Sistem Manajemen Kinerja

Pemerintah Daerah

Model di atas menggambarkan adanya keterkaitan antara pengawasan intemal dan

pengawasan eksternal dalam rangka menghasilkan keselarasan dalam kegiatan pengawasan.

Keterkaitan ini disimbolkan sebagai jalur input-output antara pengawasan internal dengan

pengawasan eksternal. Adanya keselarasan menuntut koordinasi yang baik atau sinergitas antara

proses pengawasan internal dan proses pengawasan eksternal. Selanjutnya dalam mencapai

kinerja pemerintah daerah yang diharapkan, koridor pengawasan internal dan pengawasan

eksternal diperluas dari hanya terlibat dalam evaluasi kinerja menjadi terlibat pada seluruh proses

pengelolaan kinerja, yaitu mulai dari perencanaan kinerja, komunikasi kinerja, pengukuran

kinerja, evaluasi kinerja, serta diagnosis kerja dan konsultasi. Dengan demikian, model

pengawasan yang diajukan lebih merupakan sebagai pendekatan kinerja (performance approach)

dibandingkan pendekatan akuntansi (accounting approach). Dalam model ini, pengawasan tidak

sekedar diletakkan sebagai preemptive control yang dimulai pada awal kegiatan perencanaan

namun menjangkau seluruh proses dalam perencanaan kinerja sampai diagnosis kinerja dan

konsultasi.

Dalam pelaksanaannya, fungsi pengawasan diarahkan pada indikator-indikator kinerja

yang menjadi objek pengawasan, yaitu melingkupi: Produktivitas, Kualitas Layanan,

Responsivitas, Responsibilitas, dan Akuntabilitas.

Proses pengawasan internal melingkupi: standardisasi prosedur pengawasan dan

kompetensi pengawas, pengukuran hasil pekerjaan, perbandingan hasil pekerjaan dengan

rencana, serta koreksi atas penyimpangan. Teknik pengawasan eksternal melingkupi:

pengawasan langsung melaui peninjauan dan pengamatan langsung, serta pengawasan tidak

langsung melalui pendayagunaan laporan tertulis dan lisan, hasil pengawasan Bawasda atau

lembaga lain dan media.

Page 44: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Pengawasan Internal dan Pengawasan Ekstemal berpengaruh cukup kuat secara

bersama-sama (simultan) terhadap Kinerja Pemerintah Kota Bandung. Pengaruh

pengawasan internal dan ekstemal lebih banyak berupa pengaruh langsung dari

masing-masing jenis pengawasan daripada pengaruh tidak langsung melalui jenis

pengawasan lainnya.

2. Pengawasan Internal dalam bentuk penentuan standar untuk pengawasan,

pengukuran hasil pekedaan, pembandingan hasil perbedaan dengan standar, dan

koreksi terhadap penyimpangan berpengaruh positif cukup kuat secara individual.

Hal ini karena Bawasda memiliki hubungan kedinasan dengan SKPD yang

diawasinya sehingga memungkinkan Bawasda untuk berinteraksi secara intensif

dalam melakukan kegiatan pengawasan.

3. Pengawasan Eksternal dalam bentuk pengawasan legialatif dan masyarakat

berpengaruh positif lemah secara individual. Hal ini akibat masih rendahnya

frekuensi peninjauan dan pengamatan langsung yang dilakukan, kurangnya

pemanfaatan berbagai bentuk informasi, dan masih lambannya proses tindak lanjut

pengawasan.

4. Konsep pengawasan yang diperoleh adalah sinergitas antara pengawasan internal

dan ekstemal dalam sistem manajemen kinerja. Keselarasan pelaksanaan

pengawasan internal dan ekstemal, melalui peningkatan komunikasi dan koordinasi

pengawasan antara Bawasda dengan DPRD, akan meningkatkan efektivitas

pengawasan terhadap pencapaian kinerja. Pengawasan internal dan ekstemal yang

diperlakukan sebagai subsistem dari sistem manajemen kinerja, melalui proses

komunikasi yang terus-menerus antara Bawasda dan DPRD dengan SKPD dan

Sekretaris Daerah, akan meningkatkan kemampuan Pemerintah Kota Bandung

dalam pencapaian kinerja.

5.2. Saran

1. Meneliti lebih lanjut faktor-faktor lain yang mempengaruhi kinerja pemerintah

Page 45: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

daerah, baik faktor-faktor internal maupun eksternal.

2. Meneliti variabel-variabel pendahulu (antecedent variables) yang secara teoritis

mempengaruhi pengawasan internal dan pengawasan eksternal.

3. Mengembangkan model pengukuran pengawasan berdasarkan pendekatan teori

lainnya.

4. Meningkatkan efektivitas pengawasan dan sinergitas pengawasan antara Bawasda

dengan DPRD dengan membangun sistem pengendalian efektivitas pengawasan

dalam kerangka manajemen kinerja, baik di Bawasda maupun DPRD.

5. Meningkatkan profesionalitas aparatur Bawasda dalam pelaksanaan pengawasan

serta kemampuan. Bawasda dalam pengukuran dan penilaian hasil kegiatan SKPD.

Disarankan pula agar Bawasda menjadi organisasi fungsional. Pengawasan reguler

paling tidak dilakukan setahun dua kali dan jumlah auditor di Bawasda sebaiknya

ditambah, minimal menjadi 79 orang yang disesuaikan dengan jumlah SKPD.

Meningkatkan fungsi pengawasan langsung dari DPRD. Disarankan untuk

meningkatkan frekuensi dan kualitas peninjauan dan pengamatan langsung Komisi DPRD ke

SKPD.

Page 46: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

DAFTAR PUSTAKA

I. BUKU-BUKU

Abdulrahman, Arifin. 1979. Teori Pengembangan dan Filosofi Kepemimpinan Kerja. Jakarta:

Bharata.

Albert, Lepawsky. 1960. Administration: The Art and Science of Organizational and

Management. New York: Alfred A. Knoph.

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka

Cipta.

Bacal, Robert. 2005. Performance Management. Alih Bahasa: Surya Dharma dan Yanuar

Irawan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Bamard, Chester I. 1938. The Function of The Executive. Cambridge: Harvard University Press.

Bellone, J Carl. 1980. Organizational Theory and The New Public Administration.

Bryant, Coralie and Louise G. White. 1987. Manajemen Pembangunan: Untuk Negara

Berkembang. Penerjemah: Rusyanto L. Simatupang. Jakarta: LP3ES.

Budiardjo, Miriam dan Ibrahim Ambong. 1993. Fungsi Legislatif dalam Sistem Politik

Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.

Chun Li, Ching. 1975. Path Analysis A Primer. Pittsburk: The Bookwood Press. Cikmat,

Sofyan. 1988. Kinerja. Jakarta: Gramedia.

Creswell, John W. 1994. Research Design: Qualitative and Quantitative Approach. London:

Sage Publication.

Davis, Keith and John W. Newston. 1989. Organizational Behavior. Seventh Edition. Alih

Bahasa: Agus Dharma. Jakarta: Erlangga.

Donnelly, James H. Gibson, James L. Ivancevich, John M. 1981. Fundamentals of Management.

Texas: Business Publ. Inc.Plano.

Dossier, Garry. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jilid 1. Alih Bahasa: Benyamin

Molan. Jakarta: Prenhallindo.

Dunn, William, N. 1995. Analisis Kebijaksanaan Publik; Alih Bahasa: Muhadjir Darwin.

Yogyakarta: Hamindita Offset.

Dwiyanto, Agus. 2005. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta:

Page 47: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

Gadjah Mada University Press.

Dwiyanto, Agus. dkk. 2006. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

Edstrom, Judith dan Hans Antlov. 2009. Pengawasan DPRD Terhadap Pelayanan Publik.

Jakarta: Local Governance Support Program.

Frederickson, II. George. 1980. New Public Administration. Alabama USA: The University

Alabama Press.

Frederick, Carl.J. 1963. Man and His Government. New York: Mc. Graw-Hill.

Gannon, Martin J. 1979. Organizational Behaviour: A Managerial and Organizational

Perspective. Boston Toronto: Little Brown and Co.

Gibson, James. L. John M. Ivancevich, James H. Donelly. Jr. 1985. Organizations. Fifth

Edition. Piano Texas: Business Publication, Inc.

__________, 1997. Organisasi. Alih Bahasa: Nunuk Adriani. Jakarta: Bina Rupa Aksara.

Griffin. 1977. Management. USA: Houghton Miffin Company.

Guilford. 1956. Fundamental Statistic in Psychology and Education. Tokyo: McGraw-Hill.

Handoko, Hani. 1997. Manajemen. Yogyakarta: BPIF.

Henry, Nicolas. 1998. Administrasi Negara dan Masalah-Masalah Kenegaraan. Alih Bahasa:

Luciana D. Jakarta: Rajawali.

Keban, Yeremias T. 2004. Enam Dimensi Strategic Administrasi Publik: Konsep, Teori, dan

Isu. Yogyakarta: Gaya Media.

Kerlinger, Fred, N. 1990. Asas-Asas Penelitian Behavioural. (Penerjemah: Landung R.

Simatupang). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Koontz, Harold Cyril O'Donnell, and Heinz Weihrich. 1980. Management (Seven Edition).

Kogakhusa: Mc. Graw-Hill International Book Company.

Lembaga Administrasi Negara. 1992. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia. Jilid I

dan 2. Jakarta: Haji Masagung.

Lenvine, Charles H.,et.al. 1990. Public Administration Challenges, Choices, Consequences.

Illinois : Scott, Inc.

Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu.2008. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan.

Page 48: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Marbun, B.N. 1993. DPRD: Pertumbuhan, Masalah dan Masa Depannya. Jakarta: Erlangga.

Mintzberg, Henry. 1994. Structure in Fives: Designing Effective Organizations. New Jersey:

Prentive Hall-Engelwood Cliffs.

Morthin, J. Gannon. 1979. Organizational Behavior A Managerial Presfektive. Boston Toronto:

Little Brown & Co.

Mwita, J. L. 2000. Performance Management Model: A System-Based Approach to Public

Service Quality. The International Journal of Public Sector Management. Vol.13.pp 19-

32.

Ndraha, Taliziduhu. 1988. Metodologi Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Bina Aksara.

__________, 1989. Konsep Administrasi dan Administrasi di Indonesia. Jakarta: Bina Aksara.

__________, 2003. Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru) 1. Jakarta: Rineka Cipta.

__________, 2005. Kybernology, Sebuah Rekonstruksi Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Rineka

Cipta.

Nisjar, Karhi dan Winardi. 1997. Teori Sistem dan Pendekatan Sistem dalam Bidang

Manajemen. Bandung: Mandar Maju.

Osborn, David and Ted Geabler. 1993. Reinventing Government. How The Enterpreneurial

Spirit is Transforming The Public Sector. Toronto: Plume Book.

Osborn, David and Peter Plastrik. 1996. Banishing Bureaucracy: The Five Strategy For

Reinventing Government. New York: Addison Wesley Publishing Company, Inc.

O'Donnell, Koontz and Weinrich. 1980. Management (Seventh Edition). Kogakusha: Mc.

Grave-Hill International Book Company.

Pamudji, S. 1995. Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia. Jakarta: Burni Aksara.

__________, 1985. Perbandingan Pemerintahan. Jakarta: PT. Bina Aksara.

Poelje, Van G.A. 1959. Pengantar Umum Ilmu Pemerintahan (Penter emah: Mang Reng Say).

Jakarta: N.V. Soeroengan.

Prawirosentono, Suryadi. 2008. Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta: BPFE.

Rivai, Veithzal dan M. Basri Ahmad Fauzi. 2005. Performance Appraisal. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Page 49: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

Robbins, P. Stephen. 1995. Teori Organisasi: Struktur, Desain, dan Aplikasi. Alih Bahasa:

Yusup Udaya. Jakarta: Arean.

__________, 1996. Perilaku Organisasi: Konsep-Kontraversi-Aplikasi Jilid 1. Alih Bahasa:

Hadyana Pujaatmmaka. Jakarta: Prehallindo.

Robbins, P. Stephen dan Mary Coulter. 2004. Manajemen. (Alih Bahasa: T. Hermaya dan Harry

Slamet). Jakarta: PT. Indeks.

Sarundajang, S.H. 2006. Babak Baru Sistem Pemerintahan Daerah. Jakarta: Kata Hasta Pustaka.

Sedarmayanti. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung:

Mandar Maju.

__________,, 2003. Good Governance (Kepemerintahan yang Baik) Dalam Kerangka Otonomi

Daerah. Bandung: Mandar Maju.

Siagian, Sondang, P. 2003. (a). FilsafatAdministrasi. (Edisi Revisi) Jakarta: PT. Bumi Aksara.

__________, 1994. (b). Administrasi Pembangunan. Jakarta: Haji Masagung.

Simon, Herbert, A. 1984. Administrative Behavior: Perilaku Organisasi. Suatu Studi Tentang

Proses Pengambilan Keputusan Dalam Organisasi Administrasi. Penerjemah: St.

Dianjung. Jakarta: Bina Aksara.

Simon, Robert. 2000. Performance Measurement and Control System for Implementing

Strategy: Text and Cases. Upper Sadle River, Prentice Hall.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi (Editor) 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta:

LP3ES.

Stilman II. Richard S. 1992. Administration Concep and Cases. Boston:Houngton Miffln

Company.

Stoner, James. A.F. & Wankel, Charles. 1986. Management. Prentice-Hall Int. Edition London.

Stoner, James. A.F. & R. Edward Freeman. 1992. Management. Prentice-Hall Internasional, Inc.

Stoner, James. A.F. 1996. Manajemen. Alih Bahasa: Alfonsus Strait. Jakarta:Erlangga.

Sugiyono. 2003. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

__________, 2004. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Sutherland, John W. 1978. Management Handbook For Public Administators. Van Nostrand

Page 50: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

Renhold Company.

Terry, George. 1960. Principles of Management (Third Edition). Illinois: Richard D. Irwin Inc.

Homewood.

__________, 1986. Asas-Asas Managemen. Alih Bahasa: Winardi. Bandung: Alumni.

__________, & Rue, Leslie W. 2 00 1. Dasar-Dasar Manajemen. Alih Bahasa: G.A. Ticoalu.

Jakarta: Bumi Aksara.

Timpe, D.A. 1993. Kinerja. Jakarta: Gramedia.

Tjokroamidjojo, Bintoro. 1988. Kebijaksanaan dan Administrasi Pembangunan. Jakarta: LP3ES.

Wasistiono, Sadu. 2002a. Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Bandung:

Fokusmedia.

__________, 2002b. Manajemen Sumber daya Aparatur Pemeintah Daerah. Bandung.

Fokusmedia.

Widodo, Joko. 2001. Good Governance: Telaah dari Dimensi Akuntabilitas dan Control

Birokrasi pada Era Otonomi Daerah. Surabaya: Insan Cendekia.

Winardi, J. 1981. Organisasi dan Pengorganisasian dalam Manajemen. Bandung: Alumni.

__________, 1989. Perdaku Organisasi. Bandung: Tarsito.

__________, 1990. Asas-asas Manajemen. Bandung: Mandar Maju.

__________, 1999. Pengantar Tentang Teori Sistem dan Analisis Sistem. Bandung: Mandar

Maju.

Yudhoyono, S. 2001. Otonomi Daerah: Desentralisasi dan Pengembangan Sumber Daya

Manusia Aparatur Pemerintah Daerah dan Anggota DPRD. Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan.

II. DOKUMEN

Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945 dan Amandemennya. Bandung: Fokusmedia.

Republik Indonesia. Undang-Undang RI Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Bandung: Fokusmedia.

Republik Indonesia. Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan Negara.

Bandung: Fokusmedia.

Page 51: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

Republik Indonesia. Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeiksaan

Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara. Bandung: Fokusmedia.

Republik Indonesia. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Jakarta: Departemen Komunikasi dan Informatika.

Republik Indonesia. Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa

Keuangan. Eksemplar Lepas.

Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan

dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Eksemplar Lepas.

Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan

Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah. Bandung: Fokusmedia.

Republik Indonesia. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedoman

Pelaksanaan Revie Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Eksemplar Lepas.

Pemerintah Kota Bandung. Laporan Keterangan Pertanggungiawaban Walikota Bandung Tahun

2005.

__________. Laporan Keterangan Pertanggungiawaban Walikota Bandung Tahun 2006.

__________. Bagan Struktur Organisasi Pemerintah Kota Bandung (TV No. 22 Tahun 1999 &

PP No. 84 Tahun 2000).

__________. Bagan Struktur Organisasi Pemerintah Kota Bandung (UU No. 32 Tahun 2004

dan PP No. 41 Tahun 2007)

__________. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 08 Tahun 2007 tentang Urusan

Pemerintahan Daerah Kota Bandung. Eksemplar Lepas.

__________. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 10 Tahun 2007 tentang Pembentukan dan

Susunan Organisasi Sekretariat Daerah Kota Bandung dan Sekretariat Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bandung. Eksemplar Lepas,

__________. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan dan

Susunan Organisasi Lembaga Teknis Daerah Kota Bandung. Eksemplar Lepas.

Busri, Hisyam. 1992. Manajemen Perilaku Organisasi Pemerintahan sebagai Determinan

Penting bagi Peningkatan Kualitas Aparatur Pemerintah dalam Pelayanan Masyarakat.

(Disertasi) Bandung: PPs-UNPAD.

Heryati, Ade.2007. Pengaruh Pengawasan Terhadap Kinerja Pegawai dan Aplikasinya Pada

Kualitas Pelayanan Publik Air Bersih di PDAM Kabupaten dan Kota Bogor. (Disertasi)

Page 52: PENGARUH PENGAWASAN INTERNAL DAN PENGAWASAN …pustaka.unpad.ac.id/.../2015/05/8-pengaruh-pengawasan-internal.pdf · pengawasan yang dilakukan oleh Komisi DPRD sesuai fungsi pengawasan

Bandung: PPs-UNPAD.

Samid, Suripto. 1996. Pengaruh Satuan Pengawasan Intern dan Gaya Kepemimpinan Serta

Persepsi Bawahan Mengenai Perilaku Atasan Terhadap Upaya Manajemen dalam

Meningkatkan Profitabilitas Perusahaan (Survei Pada P. T. Perkebunan Persero di

Sumatera dll). (Disertasi), Bandung:PPs-UNPAD.

Sitepu, S.k. Nirvana. 1994. Analisis Jalur (Path Analysis). Bandung: Unit Pelayanan Statistika

Jurusan Statistik Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran.

Soejadi. 1995. Hubungan Antara Pengawasan Internal dengan Kualitas Pelayanan Medis,

Efisiensi, dan Kepuasan Pasien Rawat Inap pada kasus Manajemen Rumah Sakit Umum

Swasta yang Setingkat (Disertasi). Yogyakarta: PPs-UGM.

Tuasikal, Askam. 2006. Pengaruh Pengawasan Internal dan Eksternal, dan Pemahaman

Mengenai Sistem Akuntansi Keuangan Terhadap Pengelolaan Keuangan dan

Implikasinya Terhadap Kinerja Unit Satuan Kerja Pemerintah Daerah (Studi pada

Provinsi dan Kabupaten/Kota di Maluku). (Disertasi). Bandung: PPs-UNPAD.