PENGARUH PENERAPAN STRATEGI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1104/...tes...
-
Upload
truongnguyet -
Category
Documents
-
view
220 -
download
0
Transcript of PENGARUH PENERAPAN STRATEGI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1104/...tes...
PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMECAHAN
MASALAH DRAW A PICTURE TERHADAP KEMAMPUAN
MENYELESAIKAN SOAL CERITA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan Pada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh
SAWATI
106017000490
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010
ABSTRAK
SAWATI (106017000490), ”Pengaruh Penerapan Strategi Pemecahan Masalah Draw A Picture Terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Januari 2010.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh strategi pemecahan draw a picture terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa. Penelitian ini dilakukan di SD Islam Ruhama,Cirendeu- Tangerang Selatan Tahun Ajaran 2010/2011. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan desain penelitian Randomized Subjects Post-test Only Control Group Design. Subyek penelitian ini adalah 50 siswa yang terdiri dari 24 siswa untuk kelas eksperimen dan 26 siswa untuk kelas kontrol yang diperoleh dengan teknik cluster random sampling pada siswa kelas V. Pengumpulan data setelah diberikan perlakuan diperoleh dari nilai tes kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa pada pokok bahasan bilangan bulat. Tes yang diberikan terdiri dari 11 soal bentuk uraian. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa strategi pemecahan masalah draw a picture berpengaruh terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa. Rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa yang diajarkan dengan strategi pemecahan masalah draw a picture lebih tinggi dari rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa yang diajarkan dengan strategi konvensional.
i
ABSTRACT
SAWATI (106017000490), “The Effect of Draw A Picture Problem Solving Strategy to The Ability to Finish The Story’s Question”. Thesis for Math Education, Faculty of Tarbiya and Teaching Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, January 2010.
The purpose of this research is to determine the effect of draw a picture problem solving strategy to the ability to finish the story’s question. The research was conducted at SD Islam Ruhama, Cirendeu-South Tangerang City for academic year 2010/2011. The method used in this research is quasi experimental method with Randomized Subjects Post-test Only Control Group Design. Subject for this research are 50 students consist of 24 students for of experimental group and 26 students for of control group which selected in cluster random sampling technique. The data collection after being given treatment obtained from the test scores of the ability to finish the story’s question at the subject of spherical number. Tests consisted of 11 questions in essay. The result of research revealed that there is effect of draw a picture problem solving strategy to the ability to finish the story’s question. The students who taught with draw a picture problem solving strategy have mean score of the ability to finish the story’s question higher than who taught with convensional strategy.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini
merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika
pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Disadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat
terbatas, maka adanya bimbingan, pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak
sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya, kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, M.A, sebagai Dekan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan.
2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd, sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Matematika.
3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, sebagai Sekretaris Jurusan Pendidikan
Matematika.
4. Bapak Dr. Kadir, M.Pd, sebagai pembimbing I dan Ibu Lia Kurniawati, M.Pd,
sebagai pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan
dalam penulisan skripsi ini.
5. Bapak Firdausi, M.Pd, sebagai penasihat akademik yang selalu memberikan
bimbingan dan nasihat kepada penulis selama proses perkuliahan.
6. Seluruh Dosen dan Staff Jurusan Pendidikan Matematika.
7. Bapak Hamidi, S.Pd.I, sebagai kepala SD Islam Ruhama, Cirendeu-Tangerang
Selatan yang telah banyak membantu penulis selama penelitian berlangsung.
8. Bapak Fiqi Ramansyah, S.Pd, dan Ibu Dra.Aan, sebagai guru pamong tempat
penulis mengadakan penelitian.
9. Suamiku tercinta, Agustina Setiawan, S.E, yang senantiasa membantu,
memotivasi, dan memberikan dukungan baik moril maupun materil.
10. Ayahanda dan Ibunda tercinta, Bapak Madsari dan Ibu Murti juga Bapak
Madtolib Yusuf dan Ibu Enat Muhpaeni yang senantiasa memberikan
dukungan moril dan materil kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
iii
11. Kakak dan adikku tercinta yang senantiasa memberikan motivasi, dukungan
dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Siswa dan siswi kelas V SD Islam Ruhama, Cirendeu-Tangerang Selatan,
khususnya kelas V.A dan V.B yang telah bersikap kooperatif selama penulis
mengadakan penelitian.
13. Teman-temanku tercinta, Adlin Palina, Siti Mariam Juwaeni Ulfah, Rida,dan
seluruh mahasiswa/mahasiswi jurusan pendidikan matematika angkatan 2006,
semoga kebersamaan kita menjadi kenangan terindah untuk menggapai
kesuksesan dimasa mendatang.
14. Teman-teman seperjuanganku, Dwi Ratna Wulandari, Mahmudah, Resti
Restuati Fatimah, Ka Mimin, Ka Mas’udah, Mia Usniati, Nia Kurnia, Siti
Chairunnisa, dan Lidya Ekawati yang selalu memberikan motivasi dan saling
bertukar informasi selama penulisan skripsi ini. Semoga kita bisa wisuda
bersama-sama.
15. Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan dan informasi
serta pendapat yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Semoga Allah SWT dapat menerima sebagai amal kebaikan atas jasa baik
yang diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan-
kekurangan karena terbatasnya kemampuan penulis. Untuk itu kritik dan saran
yang membangun sangat penulis harapkan. Mudah-mudahan skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi khazanah ilmu
pengetahuan. Amin.
Jakarta, Oktober 2010
Penulis,
SAWATI
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT ..................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah.............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah.................................................................... 6
C. Pembatasan Masalah ................................................................... 6
D. Perumusan Masalah .................................................................... 6
E. Tujuan Penelitian ........................................................................ 7
F. Manfaat Penelitian ...................................................................... 7
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN............. 8
A. Kajian Teoritis............................................................................. 8
1. Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika .......... 8
a. Pengertian Matematika.................................................... 8
b. Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika .... 15
2. Strategi Pemecahan Masalah Matematika ............................ 18
a. Masalah Matematika ....................................................... 18
b. Strategi Pemecahan Masalah........................................... 21
3. Strategi Pemecahan Masalah Draw A Picture ...................... 26
4. Strategi Pembelajaran Konvensional .................................... 34
5. Hasil Penelitian yang Relevan .............................................. 39
B. Kerangka Berpikir....................................................................... 40
C. Hipotesis Penelitian..................................................................... 42
v
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 43
A. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 43
B. Metode dan Desain Penelitian..................................................... 43
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ................................. 44
D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ........................................... 45
1. Variabel yang Diteliti............................................................ 45
2. Sumber Data.......................................................................... 45
3. Instrumen Penelitian ............................................................. 45
4. Kisi-kisi Instrumen Tes..................................................... .... 46
5. Uji Instrumen Tes Penelitian................................................. 47
a. Uji Validitas .................................................................... 50
b. Uji Reliabilitas ................................................................ 48
c. Taraf Kesukaran Butir Soal............................................. 49
d. Daya Pembeda Butir Soal ............................................... 50
E. Teknik Analisis Data................................................................... 51
1. Uji Normalitas....................................................................... 51
2. Uji Homogenitas ................................................................... 52
3. Uji Hipotesis ......................................................................... 53
F. Hipotesis Statistik ....................................................................... 54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 55
A. Deskripsi Data............................................................................. 55
1. Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Kelompok
Eksperimen............................................................................ 55
2. Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Kelompok Kontrol 57
B. Pengujian Persyaratan Analisis ................................................... 61
1. Uji Normalitas....................................................................... 61
a. Uji Normalitas Kelompok Eksperimen........................... 61
b. Uji Normalitas Kelompok Kontrol.................................. 61
2. Uji Homogenitas ................................................................... 62
C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan......................................... 63
1. Pengujian Hipotesis................................................................ 63
vi
2. Pembahsan ............................................................................ 64
D. Keterbatasan Penelitian............................................................... 70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 71
A. Kesimpulan ................................................................................. 71
B. Saran............................................................................................ 71
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 73
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................ 76
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Perbedaan Strategi Pemecahan Masalah Draw A Picture Dengan
Strategi Konvensional.................................................................... 38
Tabel 3.1. Kisi-kisi Instrumen Tes................................................................... 46
Tabel 3.2. Klasifikasi Interpretasi Taraf Kesukaran ........................................ 49
Tabel 3.3. Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda ........................................... 50
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita
Kelompok Eksperimen .................................................................. 56
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita
Kelompok Kontrol ........................................................................ 58
Tabel 4.3. Perbandingan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Kelompok
Eksperimen dan Kelompok Kontrol.............................................. 60
Tabel 4.4. Hasil Perhitungan Uji Normalitas ................................................... 62
Tabel 4.5. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ............................................... 62
Tabel 4.4. Hasil Uji Perbedaan dengan Statistik Uji t ..................................... 64
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Teori Belajar Matematika Menurut M. Gagne............................ 11
Gambar 2.2. Tahapan Pemecahan Masalah Menurut G. Polya........................ 23
Gambar 2.3. Kerangka Berpikir ....................................................................... 41
Gambar 4.1. Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Kemampuan
Menyelesaikan Soal Cerita Kelompok Eksperimen ................... 57
Gambar 4.2. Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Kemampuan
Menyelesaikan Soal Cerita Kelompok Kontrol .......................... 59
Gambar 4.3. Suasana Kegiatan Belajar Mengajar di Kelas Dengan Strategi
Pemecahan Masalah Draw A Picture ......................................... 65
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen 75
Lampiran 2. Lembar Kerja Siswa (LKS)...................................................... 93
Lampiran 3. Melakukan Operasi Hitung Bilangan Bulat Termasuk
Penggunaan Sifat-sifatnya, Pembulatan, dan
Penaksiran................................................................................. 123
Lampiran 4. Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Menyelesaikan Soal
Cerita Matematika .................................................................... 131
Lampiran 5. Kunci Jawaban Uji Coba Instrumen Tes.................................. 133
Lampiran 6. Instrumen Penelitian ................................................................ 138
Lampiran 7. Kunci Jawaban Instrumen Penelitian ....................................... 140
Lampiran 8. Perhitungan Validitas ............................................................... 144
Lampiran 9. Perhitungan Reliabilitas ........................................................... 146
Lampiran 10. Uji Tarap Kesukaran ................................................................ 147
Lampiran 11. Uji Daya Pembeda Butir Soal .................................................. 149
Lampiran 12. Perhitungan Uji Validitas, Reliabilitas, Taraf Kesukaran dan
Daya Pembeda.......................................................................... 151
Lampiran 13. Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika
Kelompok Eksperimen Dan Kelompok Kontrol...................... 153
Lampiran 14. Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Median,
Modus, Quartil, Presentil, Varians, Simpangan Baku,
Kemiringan, dan Kurtosis Kelompok Eksperimen .................. 154
Lampiran 15. Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Median,
Modus, Quartil, Presentil, Varians, Simpangan Baku,
Kemiringan, dan Kurtosis Kelompok Kelompok Kontrol ...... 158
Lampiran 16. Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Eksperimen................ 162
Lampiran 17. Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Kontrol ...................... 164
Lampiran 18. Perhitungan Uji Homogenitas .................................................. 166
Lampiran 19. Perhitungan Uji Hipotesis Statistik .......................................... 167
Lampiran 20. Pedoman Wawancara Siswa .................................................... 169
x
xi
Lampiran 21. Hasil Wawancara Siswa........................................................... 170
Lampiran 22. Hasil Pengerjaan LKS Siswa............................................ ......... 173
Lampiran 23. Nilai Koefisien Korelasi ”r” Product Moment......................... 202
Lampiran 24. Luas Kurva Di Bawah Normal................................................. 204
Lampiran 25. Nilai Kritis Distribusi Kai Kuadrat (Chi Square) .................... 205
Lampiran 26. Nilai Kritis Distribusi F............................................................ 207
Lampiran 27. Nilai Kritis Distribusi t............................................................. 209
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat
dewasa ini menuntut umat manusia untuk terus mengembangkan wawasan
dan kemampuan diberbagai bidang, terutama dibidang sains dan teknologi.
Oleh karena itu, maka pendidikan menjadi suatu hal penting untuk
dikembangkan. Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka
panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban
manusia di dunia. Oleh sebab itu, hampir semua Negara menempatkan
variabel pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama dalam konteks
pembangunan bangsa dan Negara. Begitu juga Indonesia menempatkan
pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama. Hal ini dapat dilihat dari
isi pembukaan UUD 1945 alinea IV yang menegaskan bahwa salahsatu
tujuan nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Fungsi dan tujuan pendidikan di Indonesia salah satunya adalah untuk
menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, yang cerdas
intelektualnya, dan mempunyai iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Sebagaimana tertera dalam undang-undang RI No.20 Tahun 2003
tentang pendidikan nasional menjelaskan:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembanganya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1 Mutu pendidikan yang baik akan menciptakan output yang baik pula
serta dapat memberikan kompetensi yang bermanfaat. Salah satu upaya untuk
1 Badrudin dkk, Media Pendidikan, Jurnal Pendidikan Keagamaan, Vol.XXIV, No.1, (Bandung: Redaksi Media Pendidikan, 2009), h.10
1
2
meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan mengoptimalkan proses
pembelajaran di kelas. Para ahli pendidikan dan pemerintah tak henti-
hentinya berusaha menyempurnakan sistem pembelajaran melalui
pemutakhiran kurikulum dan pendekatan pembelajaran. Peran pemerintah
sangat besar dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Pemerintah secara
terus-menerus melakukan upaya-upaya strategis agar mutu pendidikan tiap
tahunnya meningkat. Hal ini ditandai dengan beberapa kali perubahan
kurikulum, tujuan perubahan tersebut tidak lain agar terwujud pendidikan
yang bermutu.
Upaya mewujudkan tujuan pendidikan tersebut diatas, banyak terdapat
permasalahan, salah satunya adalah rendahnya prestasi belajar siswa dalam
bidang studi tertentu termasuk didalamnya bidang studi matematika yang
dirasa sangat sulit, banyak siswa merasa takut, enggan dan kurang tertarik
terhadap mata pelajaran matematika. Banyak siswa yang kurang tertantang
untuk mempelajari dan menyelesaikan soal-soal matematika, terutama soal-
soal cerita. Padahal matematika sangat diperlukan siswa dalam mempelajari
dan memahami mata pelajaran lain.
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern. Selain itu, matematika juga berperan penting dalam
mengembangkan berbagai disiplin ilmu dan dan memajukan daya pikir
manusia. Hal ini terlihat jelas dengan diterapkannya beragam ilmu
matematika seperti teori bilangan, aljabar, teori peluang, dan matematika
diskrit sebagai penunjang utama dalam mengembangkan bidang teknologi
informasi dan komunikasi dewasa ini. Untuk menguasai dan mencipta
teknologi ini tentu saja diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak
dini.
Matematika diajarkan sejak dibangku sekolah dasar sangatlah tepat,
sebab paling tidak jika seseorang belajar matematika maka orang tersebut
mampu melakukan perhitungan-perhitungan sederhana, memiliki persyaratan
untuk belajar ilmu-ilmu yang lain, mampu melakukan perhitungan secara
3
mudah dan praktis serta diharapkan pula orang mempelajari matematika dapat
menjadi orang yang tekun, kritis, berpikir logis, bertanggung jawab dan
mampu menyelesaikan masalah. Kemampuan dasar berhitung ditingkat
sekolah dasar merupakan kemampuan matematis yang didalamnya termuat
kemampuan melakukan pengerjaan-pengerjaan hitung seperti menjumlah,
mengurang, mengalikan, membagi, memangkatkan, menarik logaritma,
memanipulasi bilangan-bilangan dan lambang-lambang matematika, serta
kemampuan untuk mengubah bahasa verbal kedalam model matematika
(kemampuan menyelesaikan soal cerita). Kemampuan tersebut hingga saat ini
masih belum seperti yang diharapkan.
Swafford dan Langrall sebagaimana yang dikutip oleh Lia Kurniawati
dalam pendekatan baru dalam proses pembelajaran matematika dan sains
dasar menyatakan bahwa “dari hasil penelitian terhadap siswa kelas 6 yang
diberikan soal-soal cerita/word problem dengan berbagai macam/tingkatan
soal cerita tersebut, hanya 20% siswa yang dapat menginterpretasikan soal
cerita kedalam bentuk symbol. Akibatnya hanya sedikit sekali yang mampu
menggunakan persamaan untuk memecahkan soal-soal yang berkaitan”.2 Hal
ini selaras dengan hasil penelitian Soedjadi menyatakan bahwa daya serap
rata-rata siswa SD untuk mata pelajaran matematika hanya sebesar 42%.
Kenyataan ini juga didukung oleh Jailani yang menyatakan bahwa
kemampuan siswa untuk membuat model matematika dan menyelesaikan soal
cerita masih sangat rendah. Rendahnya penguasaan siswa akan soal cerita ini
disebabkan oleh kurangnya penguasaan materi pengait dan prosedur
penyelesaian.3
Kenyataan itu menunjukkan bahwa dalam pembelajaran matematika
soal-soal yang berbentuk cerita perlu dikembangkan. Soal cerita merupakan
penerapan keterampilan berhitung dalam kehidupan sehari-hari. Disamping
itu juga soal cerita dapat melatih siswa untuk berpikir secara deduktif,
2 Gelar Dwirahayu dkk, pendekatan Baru Dalam Pembelajaran Sains dan Matematika Dasar: Sebuah Antologi, Cet.I, (Jakarta: PIC UIN Jakarta, 2007), h. 46
3 Winihasih dkk, Sekolah Dasar (Kajian Teori dan Praktik Pendidikan), (Malang: Unit Pelaksana Program Guru Kelas Sekolah Dasar, 2000), h. 55
4
membiasakan siswa untuk melihat hubungan antara kehidupan sehari-hari
dengan pengetahuan matematika yang telah mereka peroleh di sekolah, dan
memperkuat pemahaman terhadap konsep matematika tertentu.
Menurut Bahri, rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan
soal cerita matematika disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:4
1. Metode belajar yang dipilih guru dinilai kurang tepat karena masih
menggunakan metode konvensional yang masih belum dapat
mengakomodasi peningkatan kemampuan siswa dalam memahami soal
cerita.
2. Kurangnya interaksi antar siswa dalam kelompok dan
3. Rendahnya motivasi siswa dalam menyelesaikan soal cerita.
Berdasarkan pada beberapa penyebab permasalahan di atas, maka
dapat diketahui bahwa sebenarnya daya analisis siswalah yang menjadi letak
permasalahan tersebut. Siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami
masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, serta
menafsirkan masalah untuk menentukan solusinya. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, pemecahan masalah (problem solving) merupakan
salah satu strategi pembelajaran yang dianggap efisien dalam usaha untuk
mencapai tujuan pengajaran.
Menurut Darwis, pembelajaran pemecahan masalah merupakan salah
satu strategi belajar yang dapat menolong siswa dalam meningkatkan daya
analisisnya.5 Sedangkan Gagne dalam Suwangsih, menyatakan bahwa
“keterampilan intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui
pemecahan masalah”. Hal ini dapat dipahami sebab pemecahan masalah
4 Saeful Bahri, Peningkatan Kemampuan Menyelesaikan Soal cerita Sistem Persamaan
Linear Dua Variabel Melalui Strategi Problem Solving, Jurnal Pendidikan Inovatif, Jilid 4, Nomor 2, (Balik Papan: YSN-KPS, 2009), h. 78 Dari http://www.saskschool.ca/curr_content/mathcatch/problem_solve/pdf. 18 Agustus 2010, 19.27 WIB.
5 Ibid, h. 79
5
merupakan tipe belajar yang paling tinggi dari tipe-tipe belajar yang
dikemukakan Gagne, yaitu : belajar isyarat, stimulus respon, rangkaian gerak,
rangkaian verbal, membedakan, pembentukan konsep, pembentukan aturan
dan pemecahan masalah.
Lebih spesifik lagi, bahwa strategi pembelajaran pemecahan masalah
yang diberikan adalah dengan membuat gambar (draw a picture). Strategi ini
berkait dengan pembuatan sket atau gambar, sehingga dengan strategi ini,
hal-hal yang diketahui tidak hanya dibayangkan di dalam otak saja namun
bisa dituangkan ke atas kertas. Penggunaan gambar dalam pembelajaran
matematika juga memungkinkan siswa secara visual mengkonstruksi
masalahnya. Beberapa masalah dapat diselesaikan lebih mudah setelah ada
gambarnya. Penggunaan gambar membantu siswa menemukan hubungan.
Antar komponen dalam masalah serta dengan menggunakan gambar pula,
siswa terbantu belajar menemukan informasi kunci di dalam suatu masalah
serta mengabaikan informasi yang tidak perlu.
Strategi ini dapat membantu siswa untuk mengungkapkan informasi
yang terkandung dalam masalah sehingga hubungan antar komponen dalam
masalah tersebut dapat telihar dengan lebih jelas. Hal yang perlu digambar
adalah bagian-bagian terpenting yang diperkirakan mampu memperjelas
permasalahan yang dihadapi. Menurut Krismanto, Strategi pemecahan
masalah dengan membuat gambar dapat mempermudah memahami
masalahnya dan mempermudah mendapatkan gambaran umum
penyelesaiannya.6
Menurut teori belajar Peaget seorang ahli psikologi berkebangsaan
Swiss, anak SD (usia 7 – 11 tahun) termasuk kepada tahap perkembangan
operasi Konkrit. Umumnya anak-anak pada tahap ini belum mampu berpikir
secara abstrak tetapi mampu memahami operasi logis dengan bantuan benda-
6Krismanto, Beberapa Teknik, Model, Dan Strategi Pembelajaran Matematika,( Yogyakarta:
DEPDIKNAS, 2003), Dari http://matemarso.files.wordpress.com/2008/04/strategi pembelajaran-matematika.pdf, h. 6. 5 Agustus 2010 16.00 WIB
6
benda konkrit. Berdasarkan hal ini Adjie dan Maulana dalam bukunya
Pemecahan Masalah Matematika mengatakan, bahwa bagi siswa yang belum
dapat berpikir abstrak pendekatan pembelajaran dengan membuat gambar
terlebih dahulu akan sangat membantu. Hal tersebut dapat dilakukan secara
konkrit atau dengan gambaran obyek yang dimaksud.
Dengan adanya penerapan straegi pembelajaran pemecahan masalah
draw a picture diharapkan dapat membantu siswa sekolah dasar dalam
memahami konsep matematika dan menganalisis setiap soal yang diberikan
serta dapat terlibat lebih jauh dalam proses belajar mengajar secara efektif
sehingga siswa terdorong untuk memahami setiap materi yang diajarkan guru.
Berdasarkan uraian-uraian yang dipaparkan, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang pembelajaran matematika dengan judul
“Pengaruh Penerapan Strategi Pemecahan Masalah Draw A Picture
Terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan
dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Hasil belajar Matematika rendah.
2. Siswa beranggapan bahwa matematika adalah pelajaran yang menakutkan.
3. Proses pembelajaran matematika di kelas masih monoton.
4. Rendahnya motivasi dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal
cerita.
C. Pembatasan Masalah
Brdasarkan identifikasi masalah diatas, maka pada penelitian ini
dibatasi pada poin kelima yaitu pada masalah perbandingan kemampuan
7
siswa dalam menyelesaikan soal cerita yang diajar menggunakan strategi
pemecahan masalah draw a picture dengan siswa yang diajar menggunakan
pembelajaran konvensional di kelas V SD Islam Ruhama.
D. Perumusan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada rumusan masalah yaitu, (1) Apakah terdapat
pengaruh penerapan strategi pemecahan masalah draw a picture dalam
pembelajaran di kelas terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal
cerita, dan (2) Bagaimana kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita
dengan strategi pemecahan masalah draw a picture.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memperoleh strategi
pembelajaran yang cocok bagi siswa SD/MI kelas V yang dapat
meningkatkan kemampuan matematika siswa, serta untuk mengetahui apakah
strategi pemecahan masalah draw a picture dapat meningkatkan kemampuan
siswa dalam menyelesaikan soal cerita?
F. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan:
1. Siswa merasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran matematika
sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan minat belajarnya terhadap
matematika.
2. Siswa aktif dalam kelas sehingga hasil belajarnya akan meningkat.
8
3. Memberikan alternatif kepada guru untuk menentukan strategi yang
sesuai dalam pembelajaran matematika di kelas.
4. Memberikan kontribusi penerapan pembelajaran dengan strategi
pemecahan masalah draw a picture terhadap peningkatan kemampuan
siswa dalam menyelesaikan soal cerita.
5. Dapat memberikan motivasi untuk memahami bahan materi yang
diajarkan.
6. Dapat memberikan alternatif pembelajaran untuk diterapkan dan
dikembangkan di sekolah serta dapat menjadi informasi untuk
mengenalkan lebih dalam tentang penerapan strategi pembelajaran
pemecahan masalah dengan membuat gambar (draw a picture).
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kajian Teoritis
1. Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika
a. Pengertian Matematika
Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan erat
dengan fenomena kehidupan, mulai dari fenomena yang sederhana sampai
fenomena yang kompleks. Penguasaan matematika sangat diperlukan dalam
kehidupan, hal ini karena ilmu matematika memberikan sumbangan yang
cukup besar dalam pembentukan manusia unggul dimana salah satu kriteria
manusia unggul adalah manusia yang dapat menggunakan nalarnya untuk
kemajuan umatnya, berfikir kreatif dan produktif, mampu mengambil
keputusan, mampu memcahkan masalah, dan mampu
mengelola/mengendalikan diri.
Soedjadi memberikan enam definisi atau pengertian tentang
matematika, yaitu: (1) matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak
dan terorganisir dengan baik, (2) matematika adalah pengetahuan tntang
bilangan dan kalkulasi, (3) matematika adalah pengetahuan tentang
penalaran logika dan berhubungan dengan bilangan, (4) matematika adalah
pengetahuan tetang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan
bentuk, (5) matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang
logik, dan (6) matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang
ketat.1
Reys dkk berpendapat bahwa matematika adalah telaahan tentang
pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berfikir, suatu seni, suatu bahasa
dan suatu alat. Hal ini selaras dengan pendapatnya Johnson dan Rising yang
mengemukakan bahwa matematika adalah pola berfikir, pola
1 Nahrowi Adjie dan Maulana, Pemecahan Masalah Matematika, Ed.I. Cet.I, (Bandung :
UPI PRESS, 2006), h. 34
8
9
mengorganisasikan, pembuktian yang logis, matematika itu adalah bahasa
yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan
akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol
mengenai ide daripada mengenai bunyi. Matematika adalah pengetahuan
struktur yang terorganisasi, sifat-sifat dalam teori-teori dibuat secara
deduktif berdasarkan kepada unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat
atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya. Matematika adalah ilmu
tentang keteraturan pola atau ide, dan matematika itu adalah suatu seni,
keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisannya.2
Dari beberapa definisi matematika yang dikemukakan oleh para ahli
diatas, maka jelas sekali bahwa matematika merupakan salah satu bagian
yang terpenting dalam bidang ilmu pengetahuan. Apabila dilihat dari sudut
pengklasifikasian bidang ilmu pengetahuan, matematika termasuk ke dalam
kelompok ilmu-ilmu eksakta, yang lebih banyak memerlukan pemahaman
daripada hapalan. Untuk dapat memahami suatu pokok bahasan dalam
matematika, siswa harus mampu menguasai konsep-konsep matematika dan
keterkaitannya serta mampu menerapkan konsep-konsep tersebut untuk
memecahkan masalah yang dihadapinya.
Dalam kurikulum SD 2004, matematika berfungsi mengembangkan
kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus
matematika sederhana yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui
materi bilangan, pengukuran dan geometri. Matematika juga berfunsi
mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa
melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan
matematika, diagram, grafik, atau tabel. Dan tujuan pembelajaran
matematika adalah :3
1) Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya
melalui kegiatan penyalidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukan
kesamaan, perbedaan, konsisten, dan inkonsisten.
2 Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, Cet.I, (Bandung: UPI PRESS, 2006) , h.4
3 Nahrowi Adji dan Maulana, Op.Cit, h. 34-35
10
2) Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan
penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa
ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta mencoba-coba.
3) Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
4) Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau
mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan,
catatan, grafik, peta, dan diagram dalam menjelaskan gagasan.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan, bahwa
matematika adalah suatu ilmu pengetahuan tentang bilangan, logika
mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang
direpresentasikan menggunakan simbol-simbol, yang dipandang dapat
menstrukturkan pola berpikir yang sistematis, kritis, logis, cermat dan
konsisten dalam menyelesaikan suatu masalah.
Menurut Gagne dalam Suwangsih, mengemukakan bahwa dalam
belajar matematika ada dua objek yang dapat diperoleh siswa, yaitu objek
langsung dan objek tidak langsing. Objek tidak langsung antara lain
kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri,
bersikap positif terhadap matematika, dan tahu bagaimana semestinya
belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta, keterampilan, konsep, dan
aturan.
1) Fakta
Fakta adalah objek matematika yang tinggal menerimanya, seperti
lambang bilangan, sudut, dan notasi-notasi matematika liannya.
2) Keterampilan
Keterampilan yaitu berupa kemampuan memberikan jawaban dengan
cepat dan tepat.
3) Konsep
Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan kita dapat
megelompokkan objek kedalam contoh dan non contoh.
4) Aturan
Aturan adalah objek paling abstrak yang berupa sifat atau teorema.
11
Gagne yakin bahwa belajar dapat ditingkatkan jika subtugas-
subtugas yang dibutuhkan untuk menuntaskan tugas-tugas yang lebih luas
sudah secara jelas diidentifikasi dan diurutkan. Agar lebih jelas, perhatikan
diagram berikut :
Sumber: Suwangsih dan Tiurlina (2006: 80)
Gambar 2.1 Teori belajar matematika menurut M. Gagne
Kemampuan
Dalam hal ini a dan b merupakan sub tugas, sedangkan c, d, e, f, dan g
merupakan subtugas yang lebih kecil dari subtugas a dan b. Sebagai contoh,
untuk menjelaskan konsep atau tugas utama tentang perpangkatan, kita
membutuhkan subtugas konsep perkalian. Sedangkan konsep perkalian
membutuhkan konsep penambahan. Misalnya
Adjie dan Maulana dalam bukunya yang berjudul pemecahan
masalah matematika mengatakan bahwa:
Belajar matematika tidaklah bermakna jika tidak dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena dalam kegiatan kehidupan sehari-hari manusia sering membutuhkan bantuan ilmu matematika, misalnya dalam jual beli, bertani dan lain-lain. Karena memang matematika tumbuh dan berkembang dari kehidupan sehari-hari manusia dengan segala aktivitasnya. Misalnya saja dalam perkembangan bilangan, yang dimulai dari bilangan asli, bilangan cacah, bilangan bulat, bilangan rasional/irrasional, bilangan khayal, dan bilangan kompleks muncul secara bertahap sesuai dengan kebutuhan manusia terhadap bilangan.4
4 Ibid, h. 45
a
c
b
f g d e
12
Hal ini tercermin bahwa belajar matematika pada hakikatnya adalah
belajar tentang kehidupan manusia sehari-hari, karena dalam kehidupan
sehari-hari manusia sering melakukan aktivitas-aktivitas yang brhubungan
dengan kegiatan yang membutuhkan suatu cara untuk melakukannya dengan
penalaran yang melibatkan ilmu matematika. Dengan demikian, belajar
matematika memberikan sumbangan yang cukup besar dalam membantu
manusia untuk mampu berkompetisi dalam memenuhi segala kebutuhan
hidupnya.
Menurut Suwangsih dan Tiurlina, Sifat-sifat proses belajar
matematika adalah:
1) Belajar matematika merupakan suatu interaksi antara anak dengan
lingkungan. Dari lingkungannya si anak memilih apa yang ia butuhkan
dan apa yang dapat ia pergunakan untuk pertumbuhan dan
perkembangannya.
2) Belajar berarti berbuat
Belajar matematika adalah suatu kegiatan, dengan bermain, berbuat,
bekerja dengan alat-alat. Dengan berbuat anak menghayati sesuatu
dengan seluruh indera dan jiwanya. Konsep-konsep matematika menjadi
lebih jelas dan mudah dipahami oleh anak sehingga konsep itu benar-
benar tahan lama didalam ingatan siswa.
3) Belajar matematika berarti mengalami
Mengalami berarti menghayati sesuatu aktual penghayatan. Dengan
mengalami berulang-ulang perbuatan maka belajar matematika akan
menjadi efektif, teknik akan menjadi lancar, konsep makin lama makin
jelas dan generalisasi makin mudah disimpulkan. Belajar matematika
adalah suatu aktivitas yang bertujuan supaya tujuan matematika yang
dirumuskan tercapai, maka pembelajaran harus menimbulkan aktivitas
pada anak didik. Dengan meningkatnya aktivitas anak maka semakin
meningkat pula pengalaman anak.
13
4) Belajar matematika memerlukan motivasi
Anak didik adalah manusia yang membutuhkan bantuan dari sekitarnya
sehingga dapat berkembang secara harmonis. Anak didik membutuhkan
kemampuan untuk berkembang, misalnya kebutuha untuk mengetahui
dan menyelidiki , memperbaiki prestasi dan mendapatkan kepuasan atas
hasil pekerjaannya. Dengan memenuhi kebutuhan anak akan merupakan
motivasi untuk mendorong atau melakukan suatu kegiatan. Motivasi itu
dapat dirangsang melalui:
a) Merencanakan kegiatan belajar matematika dengan memperhitungkan
kebutuhan minat dan kesanggupan anak didik.
b) Menggunakan perencanaan pembelajaran matematika bersama dengan
anak didik.
5) Belajar matematika memerlukan kesiapan anak didik
Kesiapan artinya bahwa anak sudah matang dan sudah menguasai apa
yang diperlukan. Anak yang belum siap tidak bolah dipaksa untuk belajar
matematika karena akan membuat anak itu malas belajar dan merasa
tidak mampu belajar.
6) Belajar matematika harus menggunakan daya pikir
Berpikir konkrit pada prinsipnya hanya pada jenjang SD dan setelah itu
akan beralih ke taraf berpikir abstrak. Hal ini disebabkan matematika
merupakan ilmu yang abstrak. Untuk membantu anak berpikir abstrak,
harus banyak dinerikan pengalaman-pengalaman dengan berbagai alat
peraga. Pengalaman-pengalamn berpikir akan memberikan kesanggupan
kepada anak untuk memecahkan persoalan dalam kehidupan sehari-hari.
7) Belajar matematika melalui latihan (drill)
Untuk memperoleh keterampilan dalam matematika dipeoleh latihan
berkali-kali atau terus menerus.
Belajar matematika menurut paham konstruktivisme yaitu ketika
siswa mencoba menyelesaikan tugas-tugas di kelas, maka pengetahuan
matematika dikonstruksi secara aktif. Para ahli konstruktivisme yang lain
mengatakan bahwa dari perspektifnya konstruktivis, belajar matematika
14
bukanlah suatu proses ’pengepakan’ pengetahuan secara hati-hati,
melainkan hal mengorganisir aktivitas, dimana kegiatan ini diinterpretasikan
secara luas termasuk aktivitas dan berfikir konseptual. Selanjutnya
didefinisikan oleh Cobb bahwa belajar matematika merupakan proses
dimana siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika.5
Hal ini nampak bahwa para ahli konstruktivis setuju bahwa belajar
matematika melibatkan manipulasi aktif dari pemaknaan bukan hanya
bilangan dan rumus-rumus saja. Setiap tahap dari pembelajaran harus
melibatkan suatu proses penelitian terhadap makna dan penyampaian
keterampilan hafalan dengan cara yang tidak ada jaminan bahwa siswa akan
menggunakan keterampilan intellegennya dalam setting matematika.
Dalam pembelajaran matematika ini beberapa ahli konstruktivisme
telah menguraikan indikator belajar mengajar berdasarkan konstruktivisme.
Confrey menyatakan :
...sebagai seorang konstruktivisme ketika saya mengajarkan matematika, saya tidak mengajarkan tentang struktur matematika yang objeknya ada di dunia ini. Saya mengajar mereka, bagaimana mengembangkan kognisi mereka, bagaimana melihat dunia melalui sekumpulan lensa kuantitatif yang saya percaya akan menyediakan suatu cara yang powerful untuk memahami dunia, bagaimana mereflesikan lensa-lensa itu untuk menciptakan lensa-lensa yang lebih kuat, dan bagaimana mengapresiasi peranan dari lensa dalam memainkan pengembangan kultur mereka. Saya mencoba untuk mengajarkan untuk mengembangkan satu alat intelektual yaitu matematika.6
Hal ini tercermin bahwa matematika hanyalah sebagai alat untuk berfikir,
fokus utama mengajar matematika adalah memberdayakan siswa untuk
berfikir mengkonstruksi pengetahuan matematika yang pernah ditemukan
oleh ahli-ahli sebelumnya.
Dari uraian diatas, maka dapat dikatan bahwa belajar matematika
merupakan suatu interaksi antara anak dengan lingkungan, belajar
menggunakan daya pikir, dan belajar matematika merupakan belajar yang
5 Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, Cet.I, (Bandung: UPI
PRESS, (2006),h.114 6 Ibid, h.116
15
cenderung melatih dan membimbing siswa yang mengarah pada
kemampuan kognitif, yaitu berkenaan dengan kemampuan berpikir,
mengetahui, memahami, bernalar, dan memecahkan masalah.
b. Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata ‘mampu’ mempunyai
arti “kuasa, bisa, dapat, dan sanggup untuk melakukan sesuatu”. Sedangkan
‘kemampuan’ yaitu “kesanggupan, kekuatan, dan kecakapan seseorang
dalam melakukan sesuatu”.7
Jadi, kemampuan adalah kesanggupan seseorang untuk dapat
melakukan sesuatu dengan baik dan terampil. Kesanggupan dan kecakapan
sangat dibutuhkan untuk menemukan ide-ide baru dalam menghadapi suatu
permasalahan. Kemampuan merupakan perwujudan dari bakat yang telah
dilatih melalui pembelajaran berupa tindakan yang terencana dan dapat
dilakukan pada saat diperlukan. Kemampuan juga dapat diartikan sebagai
kesanggupan seseorang dalam melakukan sesuatu usaha atau tindakan
sebagai hasil dari pembawaan dan latihan. Kemampuan yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam mengerjakan soal
cerita matematika.
Salah satu tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa
dalam pelajaran matematika adalah tes yang berbentuk uraian, tes ini dapat
berupa soal cerita yang dapat berfungsi untuk memperlancar daya pikir atau
nalar siswa dalam menginterpretasikan pengertian-pengertian yang dimiliki
siswa. Hal itu penting sekali diberikan dalam pembelajaran matematika,
karena pada umumnya soal cerita dapat digunakan untuk melatih siswa
dalam menyelesaikan masalah. Masalah timbul ketika siswa berhadapan
dengan kesulitan yang tidak dapat menemui jawaban atau pemecahan secara
langsung.
7 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed. 3 – cet.2,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 707
16
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, ‘soal’ mempunyai arti
“suatu pertanyaan yang menuntut jawaban atau sesuatu hal atau masalah
yang harus dipecahkan”.8 Sedangkan ‘cerita’ adalah “tuturan yang
membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal, peristiwa, atau kejadian”.9
Dari pengertian mengenai ‘soal’ dan ‘cerita’ diatas, maka dapatlah
diartikan bahwa soal cerita matematika adalah soal matematika yang
diungkapkan melalui kalimat yang bermakna. Kebermaknaan berarti soal
tersebut mengandung masalah yang menuntut pemecahan. Bobot masalah
yang diungkapkan akan mempengaruhi panjang pendeknya cerita tersebut.10
Selain itu, dapat diartikan pula bahwa soal cerita dalam matematika adalah
soal yang disajikan dalam bentuk kalimat sehari-hari dan umumnya
merupakan aplikasi dari konsep matematika yang dipelajari.11
Selaras dengan hal diatas, Schwarzkopf menyatakan bahwa “soal
cerita sebagai kebutuhan terjemahan antara dunia nyata (real world) dan
matematika, dua bingkai tentang pemecahan soal cerita : disatu sisi ada ‘real
world’ tersusun, memberi suatu pemahaman sehari-hari tentang soal cerita.
Pada sisi yang lain adalah ‘matematika’ tersusun, mungkin dalam bentuk
pertanyaan atau konteks dari pelajaran matematika. untuk memecahkan
suatu soal cerita, para siswa akan menghubungkan pengetahuan yang
terbentuk dari dua hal tadi”.12
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa soal cerita adalah
uraian kalimat yang dituangkan dalam bahasa verbal yang menguraikan
suatu masalah yang mengandung suatu pertanyaan yang harus dipecahkan,
serta merupakan suatu bentuk masalah yang memiliki prosedur yang
terpola. Bahasa verbal dalam matematika adalah suatu bentuk kalimat
dimana kalimat terakhirnya merupakan kalimat pertanyaan yang
8 Ibid, h. 1080 9 Ibid, h. 210 10 Winihasih dkk, Sekolah Dasar (Kajian Teori dan Praktik Pendidikan), (Malang: Unit
Pelaksana Program Guru Kelas Sekolah Dasar, 2000), h. 55 11 Gelar Dwirahayu dkk, Pendekatan Baru Dalam Pembelajaran Sains dan Matematika
Dasar: Sebuah Antologi, Cet.I, (Jakarta: PIC UIN Jakarta, 2007), h. 48 12 Ibid, h. 49
17
memerlukan jawaban. Sedangkan yang dimaksud memiliki prosedur terpola
adalah menyelesaikan masalah sesuai dengan konsep-konsep atau stuktur-
struktur matematika yang telah didapat dan dipelajari.
Jadi, kemampuan menyelesaikan soal cerita adalah kesanggupan
seseorang dalam menyelesaikan soal matematika yang disajikan dengan
kalimat yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari serta memuat masalah
yang menuntut pemecahan dengan baik dan terampil sebagai hasil dari
latihan selama proses pembelajaran.
Karakteristik soal cerita adalah sebagai berikut:13
1) Soal dalam bentuk ini merupakan suatu uraian yang memusat
satu/beberapa konsep matematika sehingga siswa ditugaskan untuk
merinci konsep-konsep yang terkandung dalam soal tersebut.
2) Umumnya uraian soal merupakan aplikasi konsep matematika dalam
kehidupan sehari-hari /keadaan nyata/real world, sehingga siswa seakan-
akan menghadapi kenyataan sebenarnya.
3) Siswa dituntut menguasai materi test dan bisa mengungkapkannya
dalam bahasa tulisan yang baik dan benar.
4) Baik untuk menarik hubungan antara pengetahuan yang telah dimiliki
siswa dengan materi yang sedang dipikirkannya.
Penyelesaian soal cerita memerlukan keterampilan memilah apa
yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan pengerjaan apa yang diperlukan.14
Keterampilan memilah apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan
merupakan keterampilan dalam memahami persoalan. Untuk memahami
persoalan siswa diminta untuk membaca soal, menyatakan kembali dengan
kata-kata sendiri, mengungkap makna dari setiap kalimat, apa yang
diketahui, dan apa yang ditanyakan. Sedangkan melakukan pengerjaan apa
yang diperlukan merupakan keterampilan siswa dalam membuat model atau
kalimat matematika dan menghubungkan jenis operasi bilangan yang
diperlukan dari soal cerita dan menyelesaikan kalimat matematika tersebut
13 Ibid, h. 48 14 Winihasih dkk, Sekolah Dasar (Kajian Teori dan Praktik Pendidikan), (Malang: Unit
Pelaksana Program Guru Kelas Sekolah Dasar, 2000), h. 57
18
serta melihat kembali jawabannya untuk mengetahui benar atau salah hasil
pengerjaannya itu.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa untuk dapat
menyelesaikan soal cerita matematika diperlukan kemampuan menetukan
kalimat yang diketahui dalam soal, kemampuan menentukan kalimat yang
ditanyakan dalam soal, kemampuan membuat model matematika,
kemampuan melakukan komputasi, dan kemampuan menginterpretasi
jawaban model pada permasalahan semula.
Terkait dengan hal di atas, Marsudi Raharjo dalam Pembelajaran
Soal Cerita Berkait Penjumlahan Dan Pengurangan di SD mengemukakan,
bahwa penyelesaian soal cerita dengan membuat gambar dari materi yang
sedang diceritakan itu jelas akan menurunkan tingkat kesulitan soal dari
gambaran semula yang terasa gelap menjadi terang, yakni dari sulit menjadi
mudah dan menarik.15 Dengan demikian, penggunaan strategi pemecahan
masalah draw a picture (dengan membuat gambar) merupakan suatu cara
belajar yang dianggap efisien dalam usaha untuk membantu siswa dalam
memahami maksud dan isi dalam soal cerita di sekolah dasar (SD) yang
belum dapat berpikir abstrak.
2. Strategi Pemecahan Masalah Matematika
a. Masalah Matematika Dalam kehidupan sehari-hari kita sering dihadapkan kepada
masalah-masalah yang menuntut kita untuk menyelesaikannya. Kata
”masalah” mengandung arti yang komprehensif. Oleh karenanya akan
terjadi berbagai tanggapan yang berbeda dalam menghadapi masalah
tertentu. Dalam hal ini terjadi perbedaan sikap terhadap sesuatu kejadian
15 Marsudi Raharjo, Pembelajaran Soal Cerita Berkait Penjumlahan Dan Pengurangan di SD, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan, (Yogyakarta: Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Matematika, 2008), Dari http://www.saskschool.ca/curr_content/mathcatch/PAKEM/str.pdf h.10. 25 Juli 2010 WIB
19
atau kondisi tertentu. Misalnya, sesuatu akan menjadi masalah bagi anak-
anak, tetapi belum tentu menjadi masalah bagi orang dewasa.
Biasanya masalah muncul pada saat /situasi yang tidak diharapakan
atau muncul karena akibat kita melakukan suatu pekerjaan, atau jika
merencanakan suatu kegiatan (proyek) kita akan menemukan berbagai
permasalahan yang muncul. Munculnya masalah tersebut dapat dikatakan
/dijadikan sebagai masalah jika kita mau menerimanya sebagai tantangan
unutuk diselesaikan, tetapi jika kita tidak mau menerimanya sebagai
tantangan berarti masalah tersebut menjadi bukan masalah yang
terselesaikan.
Masalah atau problem menurut Heys adalah suatu kesenjangan (gap)
antara diamana anda berada sekarang dengan tujuan yang anda inginkan,
sedangkan anda tidak tahu proses apa yang akan dikerjakan.16 Webster
mendefinisikan masalah sebagai berikut:17
Definition 1: "In mathematics, anything required to be done, or requiring
the doing of something."
Definition 2: "A question... that is perplexing or difficult."
Dari definisi pertama dapat dikatakan bahwa masalah dalam matematika
adalah segala sesuatu yang memerlukan pengerjaan atau dengan kata lain
segala sesuatu yang memerlukan pemecahan. Sedangkan dari definisi kedua,
masalah merupakan pertanyaan yang membingungkan atau sulit.
Menurut Shadiq, Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika
pertanyaan itu menunjukan adanya suatu tantangan (challenge) yang tidak
dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin (routine procedure) yang sudah
diketahui si pelaku, seperti yang dinyatakan Cooney, et al. (1975: 242)
berikut: ”... for a question to be a problem, it must present a challenge that
16Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, Cet.I, (Bandung: UPI
PRESS, (2006),h.126 17 Alan H. Schoenfeld, “learning to think mathematically: problem solving, metacognition,
and sense-making in mathematics”,dari http://gse.berkeley.edu/faculty/ahschoenfeld/schoenfeld_MathThinking.pdf, h. 10. 15 Agustus 2010 18.25 WIB
20
cannot be resolved by some routine procedure known to the student”.18 Hal
ini sejalan dengan pendapatnya Nahrowi dan Maulana yang mengemukakan
bahwa Permasalahan yang kita hadapi dapat dikatan masalah jika masalah
tersebut tidak bisa dijawab secara langsung, karena harus menyeleksi
informasi (data) yang diperoleh. Dan tentunya jawaban yang diperoleh
bukanlah kategori masalah yang rutin (tidak sekedar memindahkan/
mentransformasi dari bentuk kalimat biasa kepada kalimat matematika).19
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa masalah
matematika adalah sesuatu persoalan matematika yang memerlukan
pemecahan. Suatu masalah dapat dipandang sebagai ”masalah”, merupakan
hal yang sangat relatif. Suatu soal yang dianggap masalah bagi seseorang,
bagi orang lain mungkin hanya merupakan hal yang rutin belaka.
Menurut Nahrowi dan Maulana, permasalahan dalam matematika
dapat dibedakan menjadi masalah yang berhubungan dengan masalah
translasi, masalah aplikasi, masalah proses, dan masalah teka-teki.
1) Masalah Translasi
Masalah translasi merupakan masalah kehidupan sehari-hari yang untuk
menyelesaikannya perlu adanya translasi (perpindahan) dari bentuk
verbal ke bentuk matematika. Dalam memindahkan bentuk verbal
(kalimat/kata) ke bentuk /model matematika membutuhkan kemampuan
menafsirkan atau menterjemahkan kata atau kalimat biasa kedalam
simbol-simbol matematika yang selanjutnya dicari cara penyelesaiannya
berdasarkan aturan yang berlaku.
2) Masalah Aplikasi
Masalah aplikasi merupakan penerapan berbagai teori /konsep yang
dipelajari pada matematika. Sebagai guru perlu memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menyelesaikan masalah dengan menggunakan
18Fadjar Shadiq, Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi, (Yogyakarta : Pusat
Pengembangan penataran guru (PPPG) Matematika, 2004), Dari www.fadjarp3g.files.wordpress.com. h.10. 25 Juli 2010 13.40 WIB
19 Nahrowi dan Maulana, Pemecahan Masalah Matematika, Ed.I. Cet.I. (Bandung : UPI PRESS, 2006), h. 4
21
bermacam-macam keterampilan dan prosedur matematika. Dengan
menyelesaikan masalah semacam itu siswa dapat menyadari kegunaan
matematika dalam kehidupan sehari-hari.
3) Masalah Proses
Masalah proses biasanya untuk menyusun langkah-langkah merumuskan
pola dan strategi khusus dalam menyelesaikan masalah. Masalah
semacam ini memberikan kesempatan siswa sehingga dalam diri siswa
terbentuk keterampilan menyelesaikan masalah sehingga dapat
membantu siswa menjadi terbiasa menyeleksi masalah dalam berbagai
situasi. Dengan demikian siswa terbiasa dengan strategi penyelesaian
masalah khusus, misalnya menyusun tabel, dan akan menggunakan
waktu beberapa saat dalam menyelidiki suatu permasalahn sehingga
strategi tersebut dapat digunakan untuk mengembangkan penyelesaian
terhadap permasalahan yang dihadapi.
4) Masalah Teka-teki
Masalah ini dimaksudkan untuk rekreasi dan kesenangan serta sebagai
alat yang bermanfaat untuk mencapai tujuan efektif dalam pengajaran
matematika. Masalah teka-teki dapat digunakan untuk pengantar suatu
pembelajaran, seperti untuk memusatkan perhatian, untuk memberikan
ganjaran (penguatan ) atau mengisi waktu kelas yang sedang tidak ada
pelajaran (waktu luang). Dalam masalah teka-teki biasanya buka rumus
atau cara khusus yang digunakan, akan tetapi apakah teka-teki masuk
akal atau tidak.
b. Strategi Pemecahan Masalah Berbicara tentang pemecahan masalah tidak bisa dilepaskan dari
tokoh utamanya, yaitu Polya. Menurut Polya, dalam pemecahan suatu
masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu : (1) memahami
masalah, (2) merencanakan pemecahannya, (3) menyelesaikan masalah
22
sesuai rencana langkah kedua, dan (4) memeriksa kembali hasil yang
diperoleh (looking back). 20
1) Memahami Masalah
Pada langkah ini, para pemecah masalah (siswa atau guru) harus dapat
menentukan dengan jeli apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan.
Namun yang perlu diingat, kemampuan otak manusia sangatlah terbatas,
sehingga hal-hal penting hendaknya dicatat, dibuat tabelnya, ataupun
dibuat sket atau grafiknya.
2) Merencanakan Pemecahannya
Pada langkah ini, para pemecah masalah (siswa atau guru) harus dapat
mengaitkan masalah yang ada menjadi masalah matematika. Pada tahap
ini para siswa akan belajar untuk dapat mengaitkan masalah yang ada
dengan konsep atau pengetahuan matematika dan mengubah masalah
tersebut menjadi masalah matematika. Istilah lain yang digunakan untuk
langkah ini adalah pemodelan (modelling), membuat alternatif
pemecahan, dan menyusun prosedur kerja untuk dipergunakan dalam
pemecahan masalah. Ada banyak cara atau strategi untuk menyelesaikan
suatu masalah. Jika seseorang telah menguasai berbagai cara untuk
menyelesaikan suatu masalah maka ia akan semakin terampil dalam
menentukan strategi yang tepat dan cepat untuk menyelesaikan masalah
tersebut.
3) Menyelesaikan Masalah Sesuai Rencana Langkah Kedua
Pada langkah ini, para pemecah masalah (siswa atau guru) harus dapat
memecahkan masalah yang sudah diubah menjadi masalah murni
matematika. Setelah menentukan strategi apa yang cocok untuk
peyelesaian suatu masalah, langkah selanjutnya adalah mencari solusi
dari permasalahn tersebut sesuai dengan strategi yang direncanakan.
20 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung:
JICA-UPI, 2001), h. 91
23
4) Memeriksa Kembali Hasil yang Diperoleh (Looking Back)
Pada tahap ini dilakukan interpretasi jawaban melalui perwujudan
kembali, memeriksa jawaban dan permasalahannya, serta mengevaluasi
langkah-langkah pengerjaan secara keseluruhan.
Empat langkah pemecahan masalah menurut Polya diatas lebih jelasnya
seperti terlihat pada diagram berikut:
1. Apa yang diketahui dan data apa yang diberikan? 2. Bagaimana kondisi soal, dapatkah soal dinyatakan kedalam
benuk persamaan atau hubungan lainnya? 3. Apakah kondisi yang diberikan cukup atau kondisi
berlebihan untuk mencari jawaban atau saling bertentangan?
Tahap memahami
masalah
Tahap melakukan
perhitungan
1. Penahkah sebelumnya kamu menjumpai soal seperti ini, yang sama atau serupa dalam bentuk lain?
2. Tahukah kamu soal yang mirip dengan soal ini, dan teori mana yang dapat digunakan untuk dapat menjawab masalah ini?
3. Perhatikan apa yang ditanyakan. Coba pikirkan soal yang pernah dikenal dengan pertanyaan sama atau serupa. Misalkan ada soal yang mirip pernah diselesaikan, dapatkah pengalaman itu digunakan kembali dalam masalah sekarang atau dapatkah hasil dan metode yang lalui digunakan disini?
4. Apakah harus dicari unsure lain agar dapat memanfaatkan soal semula?, Dapatkah mengulang soal tadi?, dapatkah kamu menyatakan dalam bentuk yang lain?, dan kembali
Tahap
merencanakan
penyelesaian
pada definisi.
1. Melakukan rencana penyelesaian dan memeriksa setiap
langkah apakah sudah benar, bagaimana membuktikan
bahwa langkah yang dipilih sudah benar?
Tahap memeriksa
kembali proses dan
1. Bagaimana cara memeriksa kebenaran hasil yang diperoleh?
2. Dapatkah diperiksa bantahannya, dapatkah diseleaikan
dengan cara yang lain?
3. Dapatkah kamu melihatnya secara sekilas dan dapatkah cara
tersebut digunakan untuk soal-soal yang lain?
Gambar 2.2 Tahapan Pemecahan Masalah Menurut Polya
hasil
Sumber : ALGORITMA jurnal matematika dan pend. Matematika (2006: 84)
24
Empat tahap pemecahan masalah dari Polya tersebut merupakan satu
kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Pada pelaksanaan keempat langkah
tersebut , tugas utama guru adalah membantu dan memfasilitasi siswa untuk
dapat mengoptimalkan kemampuannya mencapai terselesaikannya masalah
yang dihadapi secara logis, trstruktur, cermat, dan tepat.
Beberapa strategi pemecahan masalah yang mungkin diperkenalkan
pada anak sekolah antara lain:
a) Strategi Act It Out
Strategi ini dapat membantu siswa dalam proses visualisasi masalah yang
tercakup dalam soal yang dihadapi. Dalam pelaksanaanya. Strategi ini
dilakukan dengan melakukan gerakan-gerakan fisik atau dengan
menggerakan benda-benda konkrit. Gerakan bersifat fisik ini dapat
membentu atau mempermudah siswa dalam menemukan hubunagn
antara komponen-komponen yang tercakup dalam sebuah masalah.
b) Membuat Gambar (draw a picture)
Strategi ini dapat membantu siswa untuk mengungkapkan informasi yang
terkandung dalam masalah sehingga hubungan antar komponen dalam
masalah tersebut dapat terlihat dengan lebih jelas.
c) Menemukan pola
Kegiatan matematika yang terkait dengan proses menemukan suatu pola
dari sejumlah data yang diberikan, dapat mulai dilakukan melalui
sekumpulan gambar tau bilangan. Kegiatan yang mungkin dilakukan
antara lain dengan mengobservasi sifat-sifat yang dimiliki bersama oleh
sekumpulan gambar atau bilangan yang tersedia. Sebagai suatu strategi
untuk pemecahan maslah, pencarian pola yang pada awalnya hanya
dilakukan secara pasif malalui klu yang diberikan guru, pada suatu saat
ketermapilan itu akan terbentuk dengan sendirinya sehingga pada saat
menghadapi permasalahan tertentu, salah satu pertanyaan yang mungkin
muncul pada benak seseorangantara lain adalah : ”adakah pola atau
keteraturan tertentu yang mengaitkan tiap data yang diberikan?”. tanpa
25
melalui latihan, sangat sulit bagi seseoarang untuk menyadari bahwa
dalam permasalahan yang dihadapinya terdapat pola yang bisa diungkap.
d) Membuat tabel
Mengorganisasi data kedalam sebuah tabel dapat membantu kia dalam
mengungkapkan suatu pola tertentu serta dalam mengidentifikasi
informasi yang tidak lengkap. Penggunaan tabel merupakan langkah
yang snagt efisien untuk melakukan klasifikasi serta menyusun sejumlah
besar data sehingga apabila muncul pertanyaan baru berkenaan dengan
data tersebut, maka kita akan dengan mudah menggunakan data tersebut,
sehingga jawaban pertanyaan tadi dapat diselesaikan dengan baik.
e) Memperhatika semua kemungkinan secara sistematik
Strategi ini biasanya digunakan bersamaan dengan strategi mencari pola
dan menggambar tabel. Dalam menggunakan strategi ini kita mungkin
tidak perlu memperhatikan keseluruhan kemungkinan yang bisa terjadi.
Yang kita perhatikan adalah semua kemungkinan yang diperoleh dengan
cara yang sistematik. Yang dimaksud sistematik disini misalnya dengan
mengorganisasikan data berdasarkan kategori tertentu. Namun demikian,
untuk masalah-masalah tertentu, mungkin kita harus memperhatikan
semua kemungkinan yang bisa terjadi.
f) Tebak Periksa (Guess and Chek)
Strategi menebak yang dimaksudkan disini adalh menebak yang
didasrkan pada alasan tertentu serta kehati-hatian. Selain itu, untuk dapat
melakukan tebakan dengan baik seseorang perlu memiliki pengalaman
cukup yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi.
g) Strategi Kerja Mundur
Suatu masalah kadang-kadang disajikan dalam suatu cara sehingga yang
diketahui itu sebenarnya merupakan hasil dari proses tertentu, sedangkan
komponen yang ditanyakan merupakan komponen yang seharusnya
muncul lebih awal. Penyelesaian masalah seperti biasanya dapat
dilakukan dengan strategi mundur.
26
h) Menentukan yang diketahui, yang ditanyakan, dan informasi yang
diperlukan
Strategi ini merupakan cara penyelesaian yang sangat terkenal sehingga
seringkali muncul dalam buku-buku matematika sekolah. Tugas-tugas
dan masalah matematika yang diberikan kepada matematika sehingga
mereka harus bekerja dengan bilanganbilangan yang ada pada soal
tersebut. Akan tetapi, di dalam dunia di luar sekolah kejadian semacam
itu sangat jarang terjadi, sehingga diperlukan kemampuan untuk
mengidentifikasi informasi mana yang penting dan mana yang tidak.
i) Menggunakan Kalimat Terbuka
Strategi ini juga sering diberikan dalam buku-buku matematika sekolah
dasar. Walaupun strategi ini termasuk sering digunakan, akan tetapi pada
langkah awal anak seringkali mendapat kesulitan untuk menentukan
kalimat terbuka yang sesuai. Untuk sampai pada kalimat yang dicari,
seringkali harus melalui penggunaan strategi lain, dengan maksud agar
hubungan antar unsur yang terkandung didalam masalah dapt dillihat
secara jelas. Setelah itu bar dibuat kalimat terbukanya.
j) Mengubah Sudut Pandang
Strategi ini seringkali digunakan setelah kita gagal menyelesaikan
masalah dengan menggunakan strategi lainnya. Waktu kita mencoba
menyelesaikan masalah, sebenarnya kita mulai dengan suatu sudut
pandang tertentu atau mencoba menggunakan asumsi-asumsi tertentu.
Pada penelitian ini peneliti akan mengambil fokus pada strategi
pemecahan masalah dengan menggunakan gambar (Draw a Picture).
3. Strategi Draw A Picture Ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung, tidak semua anak didik
mampu berkonsentrasi dalam waktu yang relatif lama. Daya serap anak didik
terhadap bahan pelajaran juga bermacam-macam. Hal ini menuntut guru
untuk cakap memilih dan menerapkan strategi pengajaran yang bervariasi dan
tepat sesuai dengan materi yang sedang diajarkan.
27
Secara harfiah, kata strategi dapat diartikan sebagi seni (art),
melaksanakn, stragem, yakni siasat atau rencana. Banyak padanan kata
strategi dalam bahasa inggris, dan yang dianggap relevan dalam pembahasan
ini ialah kata approach (pendekatan) dan kata procedure (tahapan
kegia
angkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan
pendi
er belajar sampai kepada menetapkan
peran
kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah
diteta
tan).21
Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai a plan, method, or
series of activities designed to achieves a particular educational goal.22 Jadi,
dengan demikian strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan
yang berisi tentang r
dikan tertentu.
Strategi pembelajaran menurut Kemp adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran
dapat dicapai secara efektif dan efisien. Dick and Carey menyebutnya suatu
set materi dan prosedur pembelajaran yang dipergunakan secara bersama-
sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa. Sedangkan Garlach dan
Ely menyebutnya sebagai suatu pendekatan guru terhadap penggunaan
informasi, mulai dari pemilihan sumb
an siswa dalam pembelajaran.23
Jadi, secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis
besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah
ditentukan. Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi bisa diartikan
sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan anak didik dalam rangka
mewujudkan
pkan.
Kita mungkin pernah mendengar pepatah mengatakan "Satu gambar
bernilai seribu kata ". Makna kata tersebut senada dengan "Satu televisi
bernilai ribuan radio "Hari ini. kita mengakui bahwa televisi memberikan
21 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Cet. XI, (Bandung : PT.
Remaja Rosdakarya, 2008), h. 214 22Wina Sanjaya, Perencanaan Dan Desain System Pembelajaran, Ed.I. Cet.I, (Jakarta:
Kencana, 2008),h. 126 23 Dewi dan Eveline, Mozaik Teknologi Pendidikan, Ed.I. Cet.II, (Jakarta: Kencana, 2007),
h.67
28
gambar yang lebih jelas dan jauh lebih memberikan informasi dari deskripsi
verbal sebuah radio. Untuk itu jelaslah bahwa gambar atau diagram dapat
digunakan untuk memecahkan masalah yang lebih baik dan untuk
berkomunikasi yang lebih efektif.
Setiap gagasan yang dapat diwakili dengan gambar dapat
dikomunikasikan lebih efektif dengan gambar itu, oleh karena itu gambar atau
diagram menjadi salah atu strategi pemecahan masalah. Sebuah gambar atau
diagram menjelaskan ide-ide dan mengkomunikasikan ide-ide. Banyak orang
menggunakan diagram sebagai bagian dari pekerjaan mereka, terutama yang
membutuhkan tahap perencanaan untuk menyelesaikan proyek, Seperti
grafik proyek aliran, dan representasi visual konsep. Diagram sering
digunakan untuk menunjukkan posisi dan arah karena konsep ini dapat
dikomunikasikan dengan lebih mudah dan jelas dengan diagram daripada
dengan kata-kata.
Draw A Picture atau Membuat gambar merupakan salah satu strategi
dalam pemecahan masalah yang terkait dengan pembuatan sket atau gambar
corat-coret untuk mempermudah memahami masalahnya dan mempermudah
mendapatkan gambaran umum penyelesaiannya. Menurut Andri, pembuatan
sket gambar merupak salah satu strategi heuristik yang bertujuan untuk
membantu siswa dalam memahami suatu masalah. Membuat sket gambar
merupakan hal yang sangat penting untuk membantu siswa dalam memahami
masalah sebenarnya, dan mampu merencanakan suatu pemecahan masalah
yang ada. Heuristik yang diberikan guru seperti: buatlah sketsa gambar dari
soal (bagaimana membuat sketsa gambarnya? Objek mana yang pertama di
gamb
sehingga kita dapat merumuskan rencana untuk memecahkan masalah
ar?).24
Musser dkk berpendapat, bahwa masalah matematika Sering
melibatkan kondisi fisik, gambar dapat membantu lebih memahami masalah
24Andri, “Strategi Heuristik Pada Pendekatan Pemecahan Masalah Dalam Pembelajaran
Matematika”, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Jakarta, 2008), h. 19. t.d.
29
tersebut.25 Hal serupa dikemukakan oleh Suwangsih dan Tiurlina, bahwa
Strategi membuat gambar ini dapat membantu siswa untuk mengungkapkan
informasi yang terkandung dalam masalah sehingga hubungan antar
komponen dalam masalah tersebut dapat terlihat dengan lebih jelas. Pada saat
guru mencoba mengajarkan strategi ini, penekanan perlu dilakukan bahwa
gambar yang dibuat tidak perlu sempurna, terlalu bagus atau terlalu detail.
Hal ini perlu digambar atau dibuat diagramnya adalah bagian-bagian
terpenting yang diperkirakan mampu memperjelas pemasalahan yang di
hadapi.
Pendapat yang sama juga diungkapkan dalam program MBE–USAID,
bahwa Penggunaan strategi pemecahan masalah dengan membuat gambar
juga memungkinkan siswa secara visual mengkonstruksi masalahnya.
Beberapa masalah dapat diselesaikan lebih mudah setelah ada gambarnya.
Penggunaan gambar membantu siswa menemukan hubungan antar komponen
dalam suatu masalah. Dengan menggunakan gambar, siswa terbantu belajar
menemukan informasi kunci di dalam suatu masalah serta mengabaikan
informasi yang tidak perlu. Adapun Yang perlu diperhatikan oleh guru dalam
menerapkan strategi pemecahan masalah dengan membuat gambar ini adalah: 26 a. Ketika menggunakan strategi ini, perlu ditekankan kepada siswa bahwa
mereka tidak boleh menghabiskan waktu untuk membuat gambar detil.
b. Mereka hanya perlu menyediakan informasi yang secukupnya agar bisa
tergambarkan kondisi masalahnya.
Berkaitan dengan strategi pemecahan masalah dengan penggunaan
gambar, Shadiq berpendapat, bahwa dalam memecahkan masalah khususnya
dalam memahami suatu masalah kemampuan manusia sangatlah terbatas,
sehingga hal-hal penting hendaklah dicatat, dibuat tabelnya, ataupun dibuat
sket atau grafiknya. Tabel serta gambar ini dimaksudkan untuk
25Garry L. Musser dkk, Essentials of Mathematics for Elementary Teachers, (America :
WILEY, 2004), h.10 26Managing Basic education-USAID, Asyik Belajar dengan PAKEM: MATEMATIKA,
(Jakarta : Program MBE, 2006), Dari www.uoregon.edu/~moursund/Books/ElMath/K8-Math.pdf. h.58. 20 Juli 2010 15.00 WIB
30
mempermudah memahami masalah dan mempermudah mendapatkan
gambaran umum penyelesaiannya. Dengan membuat gambar,diagram, atau
table, hal-hal yang diketahui tidak hanya dibayangkan didalam otak yang
sangat terbatas kemampuannya, namun dapat diruangkan ke atas kertas.
Keunggulan strategi pemecahan masalah dengan membuat gambar
(darw a picture) ini dikemukakan pula oleh Danie, menurutnya gambar
selalu lebih memiliki kekuatan daripada kata, Danie mengatakan:
“Sebuah ‘gambar’ memiliki kemampuan untuk menyampaikan banyak informasi dengan ringkas dan dapat lebih mudah diingat daripada penjelasan yang panjang. Itulah sebabnya para politisi dan para pembuat iklan menggali seni penciptaan ‘gambar’ yang dapat meyakinkan calon pemilih atau para konsumen. Ada pepatah mengatakan ‘sebuah gambar bermakna ribuan kata’. Hal itupun berlaku bagi anak-anak dan remaja. Bagi mereka ‘gambar’ mampu berbicara, meringkas, sekaligus mengingatkan mereka kembali pada inti sebuah informasi baru. Semakin cepat sebuah gambar bisa dipakai untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapi oleh seorang anak, maka semakin dalam kesadaran barunya akan makna gambar tersebut, dan akan semakin mudah baginya untuk mengubah perilakunya”.27
Dengan demikian, jelas bahwa dengan membuat gambar dalam
memcahkan suatu masalah sangat memungkinkan siswa secara visual
mengkonstruksi masalahnya. Heinich, et al mengemukakan, bahwa peran
visual sangat penting dalam proses belajar mengajar, yaitu sebagai acuan
pemikiran. Peran penyajian secara visual dapat menyederhanakan informasi,
serta “mengulang” informasi untuk mendukung penjelasan verbal. Gardner
merumuskan kecerdasan terkait dengan persepsi visual sebagai visual-seatial
intelligence. Kemampuan ini tercermin dalam menggambar (gambar biasa
dan bagan, seperti struktur organisasi), membaca peta, grafik, menyusun
komposisi warna, dan sebagainya.28
Menurut Musser dkk, strategi pemecahan masalah Draw a picture ini
cocok digunakan dalam pembelajaran apabila:
a. Melibatkan Situasi fisik.
27 Danie beaulieu, teknik-teknik yang berpengaruh di ruang kelas, Cet.I, (Jakarta : Indeks, 2008), h.17
28 Dewi dan Eveline, Mzaik Teknologi Pendidikan, Ed.I. Cet.II, (Jakarta: Kencana, 2007), h.133
31
Saat suatu masalah melibatkan situasi fisik, strategi membuat gambar atau
diagram dapat membantu untuk memvisualisasikan hubungan yang
terkandung dalam masalah tersebut.
b. Melibatkan Geometri, angka atau pengukuran.
Selain itu, Ketika melakukan pengukuran terhadap suatu benda akan lebih
baik jika dilakukan dengan membuat gambaranya. Dengan melakukan
pengukuran secara visual, siswa dapat mulai memikirkan masalah
matematis. Membuat Gambar atau diagram juga baik untuk
menggambarkan solusi dari suatu masalah, karena itu membuat gambar
merupakan bagian penting dari komunikasi matematika.
c. Ketika menginginkan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dari
suatu masalah.
Dalam sebuah penelitian disebutkan Training children in the process of
using pictures to solve problems results in more improved problem-solving
performance than training students in any other strategy (yancey,
Thompson, & yancey ,1989).29 Pelatihan anak-anak dengan proses
menggunakan gambar untuk memecahkan masalah mendapatkan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan pemecahan masalah dengan
menggunakan strategi lain.
d. Memungkinkan adanya sebuah representasi visual dari suatu masalah
Strategi membuat gambar adalah teknik pemecahan masalah di mana
siswa membuat representasi visual dari masalah. Menggambar sebuah
diagram atau jenis representasi visual seringkali merupakan titik awal yang
baik untuk menyelesaikan segala macam masalah.
Langkah-langakah penyelesaian masalah dengan strategi draw a picture
(membuat gambar), yitu:30
29 Garry L. Musser dkk, Essentials of Mathematics for Elementary Teachers, (America :
WILEY, 2004), h.10 30Monica Yuskaitis, Problem Solving Draw a Picture, dari
http://gse.berkeley.edu/faculty/ahyuskaitis/yuskaitis_MathThinking.ppt. 28 Juli 2010 19.20 WIB
32
a. Memahami masalah, meliputi:
1) Bacalah masalah dengan hati-hati atau teliti.
2) Temukan atau cari informasi penting.
3) Tuliskan informasi penting tersebut.
4) Identifikasi masalah apa yang ingin di selesaikan.
b. Merencanakan pemecahan masalah
1) Temukan dan tuliskan kata kunci dari soal untuk dipergunakan dalam
menyelesaikan masalah.
2) Pilih strategi membuat gambar (draw a picture) sebagai alat untuk
menyelesaikan masalah.
c. Menyelesaikan masalah
1) Buatlah sketsa gambar dari soal untuk memecahkan masalah sesuai
dengan informasi yang diperoleh pada langkah pertama.
d. Memeriksa kembali jawaban
1) Periksalah jawaban atau baca kembali jawaban dari langkah awal
hingga langkah terakhir.
2) Periksa apakah jawaban telah sesuai dengan masalah yang ingin
diselesaikan.
Langkah-langkah pembelajaran matematika dengan strategi Draw a
picture yang akan diterapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok yang masing-masing kelompok
terdiri dari 4-5 orang siswa.
b. Siswa diberikan LKS yang telah disusun berdasarkan langkah-langkah
dalam penyelesaian masalah menurut Polya dan soal-soal yang diberikan
menuntut pengerjaannya menggunakan strategi draw a picture.
c. Siswa mengerjakan LKS yang diberikan secara berkelompok dan guru
memantau jalannya diskusi serta memberikan bantua kepada kelompok
yang mengalami kesulitan.
d. Perwakilan siswa dari masing-masing kelompok mempresentasikan hasil
diskusi kelompoknya.
33
e. Diskusi kelas, dimana anggota kelompok lain menaggapi hasil presentasi
temannya. Dalam hal ini guru mengoreksi apabila ada jawaban siswa yang
salah atau kurang tepat.
Berikut adalah contoh permasalahan yang berkaitan dengan bilangan
bulat yang penyelesaiannya menggunakan strategi draw a picture.
“Di kelas lima ada 20 meja yang disusun secara teratur, barisan terdepan ada
4 meja. Ada berapa meja setiap baris ke belakang?”.
Penyelesaian:
Memahami Masalah
Apakah yang diketahui dari soal diatas?
Di kelas lima ada 20 meja.
Barisan terdepan ada 4 meja.
Apakah yang ingin dicari (tujuan) dari soal diatas?
Mencari jumlah meja setiap baris ke belakang.
Merencanakan penyelesaian masalah
Apakah yang menjadi kata kunci untuk menyelesaikan soal tersebut?
Barisan terdepan ada 4 meja. Selanjutnya akan dibuat gambar sesuai dengan
informasi yang diperoleh pada langkah memahami masalah.
Menyelesaikan Masalah
Membuat gambar meja barisan terdepan sebanyak 4 meja, kemudian
membuat gambar meja ke belakang sambil menghitung sampai 20 meja.
Sehingga gambar akan tampak seperti di bawah ini:
Barisan terdepan
34
Meja sebanyak 5 ke belakang merupakan jawaban dari soal di atas.
Pemeriksaan kebanaran jawaban
Periksa kembali langkah pengerjaan dari awal sampai akhir. Dengan melihat
gambar, hitung jumlah meja pada barisan ke belakang, ternyata ada 5 meja.
Jadi, benar bahwa setiap baris meja ke belakang ada 5 meja.
4. Pembelajaran Konvensional Pembelajaran konvensional merupakan salah satu model pembelajaran
yang selama ini masih banyak digunakan oleh guru di sekolah dimana ia
mengajar. Menurut Roestiyah, cara mengajar yang paling tradisional dan
telah lama dijalankan dalam sejarah Pendidikan ialah cara mengajar dengan
ceramah.31 Pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah pembelajaran
yang biasa dilakukan oleh para guru. Bahwa, pembelajaran konvensional
(tradisional) pada umumnya memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih
mengutamakan hapalan daripada pengertian, menekankan kepada
keterampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada proses, dan pengajaran
berpusat pada guru. Guru biasanya mengajar hanya menggunakan buku teks
atau LKS, dengan mengutamakan metode ceramah dan kadang-kadang tanya
jawab. Tes atau evaluasi yang bersifat sumatif dengan maksud untuk
mengetahui perkembangan jarang dilakukan. Siswa harus mengikuti cara
31Sambas Salim, Model Pembelajaran Konvensional dari http://www.pgsd.co.cc/2010/04/model-pembelajaran konvensional.html 14 September 2010 16.17 WIB
35
belajar yang dipilih oleh guru, dengan patuh mempelajari urutan yang
ditetapkan guru, dan kurang sekali mendapat kesempatan untuk menyatakan
pendapat.
Dalam penelitian ini strategi yang digunakan dalam model
pembelajaran konvensional adalah strategi pembelajaran Eksposirtori.
Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang
menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang
guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai
materi pelajaran secara optimal. Dalam strategi ini materi pelajaran
disampaikan lansung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk menemukan
materi itu. Materi pelajaran seakan-akan sudah jadi. Oleh karena strategi
ekspositori lebih menekankan kepada proses bertutur, maka sering juga
dinamakan istilah strategi “chalk and talk”.32
Terdapat beberapa karakteristik strategi ekspositori diantaranya:33
a. Strategi ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran
secara verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam
melakukan strategi ini, oleh karena itu sering orang mengidentikannya
dengan ceramah.
b. Biasanya materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang
sudah jadi, seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus
dihafal sehingga tidak menuntut siswa untuk berfikir ulang.
c. Tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pembelajaran itu
sendiri. Artinya setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan
dapat memahaminya dengan benmar dengan cara dapat mengungkapkan
kembali materi yang telah diuraikan.
Strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan
pembelajaran yang berorientasi pada guru (teacher centered approach).
Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini guru memegang peran yang
sangat dominan. Melalui strategi ini guru menyampaikan materi pembelajaran
32 Asep Herry Hernawan dkk, Belajar dan Pembelajaran Sekolah Dasar, Ed.I. Cet.I, (Bandung: UPI PRESS, 2007), h. 105
33 Ibid, h. 106
36
secara terstruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu
dapat dikuasai siswa dengan baik. Fokus utama strategi ini adalah
kemampuan akademik (academic achievement) siswa. Metode pembelajaran
dengan kuliah (ceramah) merupakan bentuk strategi ekspositori.
Metode ceramah merupakan cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan strategi pembelajaran ekspositori. Metode
pembelajaran ini merupakan penuturan bahan pelajaran secara lisan, yaitu
guru menerangkan pelajaran didepan kelas dan biasanya mengajar hanya
menggunakan buku teks atau LKS dan siswa harus mengikuti cara belajar
yang dipilih oleh guru, dengan patuh mempelajari urutan yang ditetapkan
guru, dan kurang sekali mendapat kesempatan untuk menyatakan pendapat.
Metode ceramah senantiasa bagus bila penggunaannya betul-betul disiapkan
dengan baik, didukung alat dan media serta memperhatikan batas-batas
kemungkinan penggunaannya.
Metode ceramah merupakan metode yang sampai saat ini sering
digunakan oleh setiap guru atau instruktur. Hal ini selain disebabkan oleh
beberapa pertimbangan tertentu, juga adanya faktor kebiasaan baik dari guru
atupun siswa. Guru biasanya belum merasa puas manakala dalam proses
pengelolaan pembelajaran tidak melakukan ceramah. Demikian juga dengan
siswa mereka akan belajar manakala ada guru yang memberikan materi
pelajaran melalui ceramah, sehingga ada guru yang berceramah berarti ada
proses belajar dan tidak ada guru berarti tidak belajar.
Menurut Zulfiani dkk, metode ceramah sebaiknya digunakan apabila:34
a. Bahan ajar yang akan disampaikan banyak, sedangkan waktu yang tersedia
relatif singkat.
b. Bahan ajar berupa instruksi.
c. Peserta didik yang akan diajar jumlahnya juga banyak.
d. Guru memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik (metode ini sangat
menuntut kemampuan berbicara).
34 Zulfiani dkk, Strategi Pembelajaran Sains, Cet.I, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN
Jakarta, 2009), h.97
37
Secara garis besar, prosedur pembelajaran dengan strategi ekspositori
adalah sebagai berikut:35
a. Persiapan (Preparation)
Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima
pelajaran. Dalam strategi ekspositori, langkah persiapan merupakan
langkah yang sangat penting. Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran
dengan menggunakan strategi ekspositori sangat tergantung pada langkah
persiapan.
b. Penyajian (Presentation)
Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajaran sesuai
dengan persiapan yang telah dilakukan. Yang harus dipikirkan oleh setiap
guru dalam penyajian ini adalah bagaimana agar materi pelajaran dapat
dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa.
c. Korelasi (Correlation)
Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran dengan
pengalaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa
dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur pengetahuan yang telah
dimilikinya. Langkah korelasi dilakukan tiada lain untuk memberikan
makna terhadap materi pelajaran, baik makna untuk memperbaiki struktur
pengetahuan yang telah dimilikinya maupun makna untuk meningkatkan
kualitas kemampuan berpikir dan kemampuan motorik siswa.
d. Menyimpulkan (Generalization)
Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti (core) dari materi
pelajaran yang telah disajikan. Langkah menyimpulkan merupakan
langkah yang sangat penting dalam strategi ekspositori. Sebab melalui
langkah menyimpulkan siswa akan dapat mengambil inti sari dari proses
penyajian.
e. Mengaplikasikan (Application)
Langkah aplikasi adalah langkah untuk kemampuan siswa setelah mereka
menyimak penjelasan guru. Lankah ini merupakan langkah yang sangat
35 Asep Herry Hernawan dkk, Loc.Cit.
38
penting dalam proses pembelajaran ekspositori, sebab melalui langkah ini
guru akan dapat mengumpulkan informasi tentang penguasaan dan
pemahaman materi pelajaran oleh siswa. Teknik yang bisa dilakukan pada
langkah ini diantaranya, pertama, dengan membuat tugas yang relevan
dengan materi yang telah disajikan. Kedua, dengan memberikan tes yang
sesuai dengan materi pelajaran yang telah disajikan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dibuat beberapa perbedaan
antara pembelajaran yang menggunakan strategi pemecahan masalah draw a
picture dengan pembelajaran yang menggunakan strategi ekspositori dengan
metode ceramah, diantaranya :
Tabel 2.1 Perbedaan strategi pemecahan masalah darw a picture dengan
strategi konvensional
Strategi pemecahan masalah draw
a picture Strategi Konvensional
Berpusat pada siswa Berpusat pada guru
Siswa lebih aktif Siswa umumnya bersifat pasif
Penekanan siswa pada menyelidik
dan menemukan pengetahuan
Penekanan siswa menerima
pengetahuan
Melatih dan mengembangkan
kemampuan berpikir dan penalaran
siswa
Kurang melatih penalaran siswa
karena siswa hanya menerima
informasi yang diberikan guru
Dapat memberdayakan semua siswa Kurang memberdayakan semua siswa
Siswa diposisikan memiliki
kemampuan berbeda dan dapat
melakukan sharing pada diskusi
kelompok
Seluruh siswa diposisikan memiliki
kemampuan dan kecepatan belajar
yang sama
Aktivitas kelas lebih interaktif Aktivitas kelas cenderung pasif dan
monoton
Dapat memicu adanya semangat, Siswa cenderung merasa bosan
39
minat dan motivasi siswa dalam
belajar mengingat selalu
digunakannya gambar-gambar dalam
proses pembelajaran
mengingat hanya mendengarkan
ceramah yang diberikan guru saat
proses pembelajaran di kelas
berlangsung
5. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang dilakukan didukung oleh beberapa hasil penelitian
sebelumnya. Penelitian Yudaningsih yang berjudul “Upaya Meningkatkan
Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD Melalui Pendekatan Pemecahan
Masalah Matematika”, dalam temuan penelitiannya didapat bahwa penggunaan
lembar soal pemecahan masalah yang brgambar lebih disukai siswa
dibandingkan soal biasa (tanpa gambar). Penerapan pendekatan pemecahan
masalah matematika di kelas IV SD Negeri Ciputat VI dapat meningkatkan
hasil belajar matematika siswa. Hal ini terlihat dari peningkatan hasil belajar
matematika siswa yang ditunjukan dengan nilai rata-rata siswa dari 46,34 pada
kegiatan pendahuluan, 55,30 pada siklus I dan 68,60 pada siklus II meningkat
menjadi 70,15 pada tes keseluruhan siklus.36
Penelitian Bahri yang berjudul “Peningkatan Kemampuan
Menyelesaikan Soal Cerita Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV)
Melalui Strategi Problem Solving”. menunjukan bahwa aktivitas siswa yang
terbentuk melalui pembelajaran problem solving mampu meningkatkan
pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal-soal aplikasi berbentuk cerita
atau soal-soal pemecahan masalah Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.37
Hal ini terlihat dari peningkatan kemampuan menyelesaikan soal cerita
matematika siswa yang ditunjukan dengan nilai rata-rata siswa dari 59,13 pada
36 Rosy Yudaningsih, “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD
Melalui Pendekatan Pemecahan Masalah Matematika”, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Jakarta, 2007), h.76. t.d.
37 Saeful Bahri, Peningkatan Kemampuan Menyelesaikan Soal cerita Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Melalui Strategi Problem Solving, Jurnal Pendidikan Inovatif, Jilid 4, Nomor 2, (Balik Papan: YSN-KPS, 2009), h.82. http://www.saskschool.ca/curr_content/mathcatch/problem_solve/pdf. 18 Agustus 2010, 19.27 WIB.
40
kegiatan pendahuluan, 63,75 pada siklus I dan 65,75 pada siklus II meningkat
menjadi 69,88 pada tes keseluruhan siklus.
B. Kerangka Berfikir Kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika memerlukan
keterampilan dalam menentukan kalimat yang diketahui dalam soal,
menentukan kalimat yang ditanyakan, membuat model matematika,
kemampuan melakukan komputasi, dan kemampuan menginterpretasi jawaban
pada permasalahan semula. Hal ini sangat sesuai dengan tahapan pemecahan
masalah menurut Polya, sehingga kemampuan seperti itu dapat diperoleh
dengan menerapkan strategi pemecahan masalah dalam pembelajaran di kelas.
Strategi draw a picture merupakan salah satu satrategi pemecahan masalah
yang dapat membantu untuk meningkatkan pemahaman siswa SD yang belum
dapat berpikir abstrak terhadap suatu masalah dalam upaya meningkatkan
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita.
Strategi draw a picture memuat beberapa langkah penyelesaian yang
pada hakikatnya sama dengan langkah penyelesaian masalah menurut Polya.
Langkah yang pertama, memahami masalah. Pada langkah ini siswa dilatih
untuk dapat menemukan sendiri informasi yang diberikan, termasuk
menemukan kata kunci dari soal tersebut serta hal yang ditanyakan dalam soal.
Langkah kedua, merencanakan penyelesaian masalah. Pada langkah ini siswa
dilatih untuk menggunakan/memanfaatkan kata kunci yang diperoleh pada
langkah pertama yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal serta
bagaimana cara menyelesaikannya, sehingga siswa tidak harus menghafal
rumus-rumus untuk menyelesakan. Langkah ini sangat membantu siswa dalam
meningkatkan kemampuan penalarannya. Langkah ketiga, menyelesaikan
masalah sesuai dengan rencana. Pada langkah ini siswa dilatih unutuk
menggunakan kemampuan spatial dan perhitungannya serta menerapkan
konsep dasar yang telah diajarkan hingga memperoleh solusi dari soal yang
diberikan. Langkah terakhir, solusi yang telah diperoleh dari langkah ketiga
41
diperiksa kembali kebenarannya dengan bergerak maju dari hal-hal yang
diketahui di awal.
Tiap-tiap langkah pada strategi draw a picture ini dapat meningkatkan
pemahaman siswa, meningkatkan kemampuan penalaran siswa, serta
meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Sehubungan
dengan itu dan didukung oleh beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan,
maka dapat diasumsikan bahwa pembelajaran matematika dengan strategi draw
a picture dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal
cerita. Uraian tersebut dapat direpresentasikan melalui bagan berikut:
Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita
Prinsip Polya
Strategi pemecahan Masalah
Memahami Merencanakan Menyelesaikan Memeriksa kembali
Pemahaman konsep
Pemecahan Masalah
Penalaran
42
C. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka hipotesis penelitian yang
diajukan peneliti adalah “Kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita
matematika yang dalam pembelajarannya menggunakan strategi pemecahan
masalah draw a picture lebih tinggi daripada kemampuan siswa yang dalam
pembelajarannya menggunakan strategi konvensional”.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempa dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SD Islam Ruhama yang beralamat di Jl.
Tarumanegara No.67 Cirendeu, Tangerang Selatan.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2010/2011 pada
bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2010.
B. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian quasi
eksperimen. Metode ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat
berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang
mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Tujuan penelitian quasi eksperimen
adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi
informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam
keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan/atau
memanipulasikan semua variabel yang relevan.1
Penelitian akan menguji coba strategi pemecahan masalah draw a
picture untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita
matematika siswa, kemudian membandingkan kemampuan menyelesaikan
soal cerita matematika siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan
strategi pemecahan masalah draw a picture (kelompok eksperimen) dengan
1Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Cet.XVIII, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h.92
43
44
siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan strategi konvensional
(kelompok kontrol).
Desain penelitian yang digunakan adalah randomized subjects postest
only control group design.2
Group Variabel Terikat Postes
(R) Eksperimen X (R) Kontrol -
Keterangan:
R : Random
X : Perlakuan
: Hasil Post-test kelompok eksperimen
: Hasil Post-test kelompok kontrol
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi Target
Seluruh siswa SD Islam Ruhama
2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah siswa kelas V semester
ganjil tahun ajaran 2010/2011 yang terbagi ke dalam tiga kelas.
3. Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan cluster
random sampling yaitu pengambilan sampel secara berkelompok dengan
2 Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Cet.I, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 185
45
cara merandom ketiga kelas tersebut yang selanjutnya satu kelas akan
dijadikan sebagai kelas eksperimen dan satu kelas lagi sebagai kelas
kontrol. Setelah dilakukan sampling terhadap tiga kelas yang ada,
diperoleh sampel adalah kelas V-A (Al-Khalik) sebagai kelompok kontrol
(yang dalam pembelajarannya menggunakan strategi konvensional) dan
kelas V-B (Al-Adlu) sebagai kelompok eksperimen (yang dalam
pembelajarannya menggunakan strategi pemecahan masalah draw a
picture).
D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Data diperoleh dari tes kemampuan menyelesaikan soal cerita
matematika siswa pada kedua kelompok sampel dengan pemberian tes yang
sama.
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengumpulan data tersebut
sebagai berikut:
1. Variabel yang Diteliti
Variabel bebas : Strategi pemecahan masalah draw a picture
Varibel terikat : Kemampuan menyelesaikan soal cerita pmatematika siswa
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa yang menjadi sampel
penelitian, guru, dan peneliti.
3. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes berbentuk
uraian soal cerita sebanyak 14 butir soal untuk mengukur kemampuan
siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika pada pokok bahasan
operasi hitung bilangan bulat.
Sebelum digunakan, instrumen penelitian tersebut telah diujicobakan
terlebih dahulu setelah mendapat arahan dan persetujuan pembimbing
46
berkenaan dengan validitas isi. Instrumen penelitian yang diujicobakan
terdiri dari 14 butir soal berbentuk uraian. Uji coba dilakukan pada siswa
kelas VI.A (Al-Latief) yang terdiri dari 30 siswa . Kemudian data hasil uji
coba tersebut dianalisis untuk mengetahui karakteristik setiap butir soal,
meliputi validitas, reliabilitas, taraf kesukaran butir soal, dan daya
pembeda butir soal.
Kisi-Kisi Instrumen Tes
Kelas/Semester : V/Ganjil
Mata Diktat : Matematika
Materi Pokok : Operasi Hitung Bilangan Bulat
Standar Kompetensi :Melakukan operasi hitung bilangan bulat dan
menggunakannya dalam pemecahan masalah.
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen Tes
Kompetensi Dasar Indikator Soal No. Soal
1.1. Melakukan
operasi hitung
bilangan bulat
termasuk
penggunaan sifat-
sifatnya,
pembulatan dan
1. Melakukan
operasi penjumlahan dan pengurangan
bilangan bulat.
2. Melakukan
operasi perkalian dan pembagian
bilangan bulat.
3. Melakukan
1 dan 3
2 dan 6
5 dan 8
47
penaksiran.
operasi hitung campuran bilangan
bulat.
4. Menggunakan
sifat komutatif (pertukaran), asosiatif
(pengelompokkan) dan distributif
(penyebaran) untuk melakukan
perhitungan secara efisien.
5. Membulatkan
bilangan dalam puluhan, ratusan, dan
ribuan terdekat serta menaksir hasil
operasi hitung dua bilangan.
6. Memecahkan
masalah sehari-hari yang melibatkan
bilangan bulat.
4, 10, dan
12
9, 11 dan
13
7 dan 14
Jumlah 14
Untuk memenuhi persyaratan tes yang baik, sebelum digunakan,
instrumen penelitian tersebut harus diujicobakan terlebih dahulu.
Kemudian data hasil uji coba tersebut dianalisis untuk mengetahui
karakteristik setiap butir soal, meliputi validitas, reliabilitas, taraf
kesukaran butir soal, dan daya pembeda butir soal.
4. Uji instrumen tes penelitian
a. Uji Validitas
Validitas suatu instrumen penelitian adalah derajat yang
menunjukan dimana suatu tes mengukur apa yang hendak diukur.
48
Prinsip suatu tes adalah valid, tidak universal.3 Tes yang digunakan
dalam penelitian perlu dilakukan uji validitas agar ketepatan alat
penilaian terhadap konsep yang dinilai sesuai, sehingga betul-betul
menilai apa yang seharusnya dinilai.
Untuk mengukur validitas butir soal atau validitas item pada tes
kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika digunakan korelasi
product moment pearson sebagai berikut:4
Keterangan:
Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
Banyaknya subjek
Skor item
Skor total
Setelah diperoleh harga rxy, kita lakukan pengujian validitas
dengan membandingkan harga rxy dan rtabel product moment, dengan
terlebih dahulu menetapkan degrees of freedomnya atau derajat
kebebasannya, dengan rumus dk = n – 2. Dengan diperolehnya dk,
maka dapat dicari harga rtabel product moment pada taraf signifikansi
5%. Kriteria pengujiannya adalah jika rxy ≥ rtabel, maka soal tersebut
valid dan jika rxy < rtabel maka soal tersebut tidak valid.
Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas instrumen penelitian,
dari 14 Soal yang diujicobakan diperoleh 11 butir soal yang valid,
3 Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Cet.I, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 122
4 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Cet. VI, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h. 72
49
sehingga kesebelas soal yang valid tersebutlah yang digunakan sebagai
instrumen penelitian.
b. Uji reliabilitas
Suatu alat ukur mememiliki reliabilitas yang baik jika alat ukur
itu memiliki konsistensi yang handal walau dikerjakan oleh siapapun
(dalam level yang sama), dimanapun dan kapanpun. Untuk mengukur
koefisien reliabilitas instrumen tes hasil belajar matematika digunakan
rumus alpha cronbach sebagai berikut:5
Keterangan:
= koefisien reliabilitas instrumen
K = banyaknya butir soal yang valid
= jumlah varians skor tiap-tiap item
= varians skor total
Berdasarkan hasil perhitungan uji reliabilitas instrumen
penelitian, diperoleh skor reliabilitas sebesar 0,82. Dengan skor
reliabilitas demikian, maka instrumen penelitian tersebut dapat
dikatakan memiliki konsistensi yang handal dan memenuhi persyaratan
instrumen tes yang baik.
c. Taraf kesukaran butir soal
5 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Cet. VI, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2006), h. 109
50
Tingkat kesukaran untuk setiap item soal menunjukan apakah
butir soal itu tergolong sukar, sedang, atau rendah. Untuk menghitung
tingkat kesukaran tiap butir soal berbentuk uraian digunakan rumus:6
Keterangan:
P = indeks kesukaran
B = banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar
JS = jumlah seluruh siswa
Tolak ukur untuk menginterpretasikan taraf kesukaran tiap butir
soal digunakan kriteria sebagai berikut:7
Tabel 3.2 Klasifikasi Interpretasi Taraf Kesukaran
Nilai P Interpretasi
P = 0,00
0,00
0,30
0,70
P = 1,00
Sangat sukar
Sukar
Sedang
Mudah
Sangat mudah
Berdasarkan hasil perhitungan taraf kesukaran butir soal,
diperoleh 1 butir soal termasuk dalam kriteria mudah, 6 butir soal
termasuk dalam kriteria sedang, dan 4 butir soal termasuk dalam
kriteria sukar.
6 Ibid, h. 208 7M. Subana dan Sudrajat, Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah, Cet.II, (Bandung: Pustaka
Setia, 2005), h. 134
51
d. Daya pembeda butir soal
Daya pembeda soal adalah kemampuan sebuah soal untuk
membedakan antara siswa yang menjawab dengan benar
(berkemampuan tinggi) dengan siswa yang menjawab salah
(berkemampuan rendah). Untuk mengetahui daya pembeda tiap butir
soal digunakan rumus:8
Keterangan:
indeks daya pembeda suatu butir soal
= banyaknya siswa kelompok atas yang menjawab benar
= banyaknya siswa kelompok bawah yang menjawab benar
banyaknya siswa pada kelompok atas
banyaknya siswa pada kelompok bawah
Tolak ukur untuk menginterpretasikan daya pembeda tiap butir
soal digunakan kriteria sebgai berikut:9
Tabel 3.3 Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda
Nilai Interpretasi
0,00
0,20
0,40
0,70
Sangat jelek
Jelek
Cukup
Baik
Sangat baik
8 Suharsimi arikunto, Op.Cit, h.213 9 M. Subana dan sudrajat, Op.Cit, h. 135
52
Berdasarkan hasil perhitungan daya pembeda butir soal,
diperoleh 2 butir soal termasuk dalam kriteria baik, 7 butir soal
termasuk dalam kriteria cukup, dan 2 butir soal termasuk dalam kriteria
jelek.
E. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif, yaitu suatu teknik
analisis yang penganalisisannya dilakukan dengan perhitungan, karena
berhubungan dengan angka, yaitu kemampuan menyelesaikan soal cerita
matematika yang diberikan. Penganalisisan dilakukan dengan
membandingkan hasil tes kelompok kontrol yang dalam pembelajarannya
menggunakan strategi konvensional dan kelompok eksperimen yang dalam
pembelajarannya menggunakan strategi pemecahan masalah draw a picture.
Data yang sudah diperoleh, kemudian dilakukan perhitungan statistik
dan melakukan perbandingan terhadap dua kelompok tersebut untuk
mengetahui kontribusi strategi pemecahan masalah draw a picture terhadap
kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa. Perhitungan
statistik yang digunakan, yitu:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data pada dua
kelompok sampel yang diteliti berasal dari populasi yang berdistribusi
normal atau tidak. Dalam penelitian ini, pengujian normalitas
53
menggunakan uji kai kuadrat (chi square). Adapun prosedur pengujiannya
adalah sebgai berikut:10
a. Perumusan hipotesis
: Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
: Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
b. Data dikelompokkan ke dalam distribusi frekuensi.
c. Menentukan proporsi ke-j (Pj)
d. Menentukan 100 Pj yaitu prosentase luas interval ke-j dari suatu
distribusi normal melalui transformasi ke skor baku:
e. Mencari nilai dengan rumus:
f. Menentukan dengan derajat kebebasan (dk) = K – 3, dimana
K banyaknya kelompok dan taraf kepercayaan 95% atau taraf
signifikansi = 5%.
g. Kriteri pengujian:
Jika , maka diterima
Jika , maka ditolak
h. Kesimpulan
10 Kadir, Statistika Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Cet.I, (Jakarta: Rosemata
Sampurna, 2010), h. 111
54
: Sampel berasal dari populasi berdistribusi
normal
: Sampel berasal dari populasi berdistribusi
tidak normal
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah kedua
kelompok sampel berasal dari populasi yang sama (homogen) atau tidak.
Dalam penelitian ini, pengujian homogenitas menggunakan uji Fisher (F).
Adapun prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut:11
a. Menentukan hipotesis
b. Cari dengan rumus
c. Tetapkan taraf signifikansi
d. Hitung dengan rumus:
=
e. Tentunkan kriteria pengujian , yaitu:
Jika , maka diterima dan H1 ditolak
11 Sudjana, Metode Statistika, Cet.III, (Bandung: Tarsito, 2005), h. 249
55
Jika , maka ditolak H1 diterima
Adapun pasangan hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut:
Kedua kelompok sampel berasal dari populasi yang sama
Kedua kelompok sampel berasal dari populasi yang berbeda
3. Uji hipotesis
Untuk uji hipotesis, peneliti menggunakan rumus uji t. Rumus yang
digunakan, yaitu:12
Dengan dan
Sedangkan
Keterangan:
: harga t hitung
: nilai rata-rata hitung data kelompok eksperimen
: nilai rata-rata hitung data kelompokkontrol
: Varians data kelompok eksperimen
: Varians data kelompok kontrol
: simpangan baku kedua kelompok
: jumlah siswa pada kelompok eksperimen
12 Ibid, h. 239
56
: jumlah siswa pada kelompok kontrol
Setelah harga t hitung diperoleh, kita lakukan pengujian kebenaran
kedua hipotesis dengan membandingkan besarnya thitung dengan ttabel, dengan terlebih dahulu menetapkan degrees of freedomnya atau derajat
kebebasannya, dengan rumus:
dk = (n1 + n2) – 2
Dengan diperolehnya dk, maka dapat dicari harga ttabel pada taraf
kepercayaan 95 % atau taraf signifikansi (α) 5%. Kriteria pengujiannya
adalah sebagai berikut: 13
Jika maka diterima
Jika maka ditolak
Adapun hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut:
: Rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa
pada kelompok eksperimen sama dengan rata-rata hasil belajar
matematika siswa pada kelompok kontrol
: Rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa
pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari rata-rata hasil belajar
matematika siswa pada kelompok kontrol.
F. Hipotesis Statistik
Perumusan hipotesis statistik adalah sebagai berikut:
:
:
13 Anas Sudijono,pengantar Statistik Pendidikan, Cet.XVI, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2006), h.308.
57
Keterangan:
: rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa pada
kelompok eksperimen
: rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa pada
kelompok kontrol
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes
kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika yang terdiri dari 11 butir
soal cerita berbentuk uraian. Instrumen tersebut telah diujicobakan dan telah
dianalisis karakteristiknya, meliputi validitas, reliabilitas, taraf kesukaran butir
soal, dan daya pembeda butir soal. Tes kemampuan menyelesaikan soal cerita
tersebut diberikan setelah kedua kelompok sampel menyelesaikan pokok
bahasan operasi hitung bilangan bulat, dimana dalam proses pembelajarannya
kedua kelompok sampel diberikan perlakuan yang berbeda, yaitu kelompok
kontrol diajarkan dengan strategi konvensional dan kelompok eksperimen
diajarkan dengan strategi pemecahan masalah draw a picture.
Setelah diberikan tes, maka diperoleh kemampuan menyelesaikan soal
cerita matematika dari kedua kelompok sampel tersebut untuk kemudian
dilakukan perhitungan pengujian persyaratan analisis dan pengujian hipotesis.
Kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika yang diperoleh oleh kedua
kelompok tersebut adalah sebagai berikut.
1. Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Kelompok
Eksperimen Dari hasil tes yang diberikan kepada kelompok eksperimen yang dalam
pembelajarannya menggunakan strategi pemecahan masalah draw a picture ,
diperoleh nilai terendah adalah 36 dan nilai tertinggi adalah 100. Untuk lebih
jelasnya, data kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa
kelompok eksperimen disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi
berikut:
55
56
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita
Kelompok Eksperimen
Frekeunsi
Nilai Titik
Tengah Absolut Relatif
(%) Kumulatif
35 - 45 40 2 8,33 2
46 - 56 51 5 20,83 7
57 - 67 62 6 25,00 13
68 - 78 73 3 12,50 16
79 - 89 84 4 16,67 20
90 - 100 95 4 16,17 24
Tabel 4.1 menunjukan bahwa banyak kelas interval adalah 6 kelas
dengan panjang tiap interval kelas adalah 11. Nilai yang paling banyak
diperoleh oleh siswa kelompok eksperimen terletak pada interval 57 – 67 yaitu
sebesar 25% (6 orang siswa dari 24 siwa). Sedangkan nilai yang paling sedikit
diperoleh terletak pada interval 35 – 45 yaitu sebesar 8,33% (2 orang siswa
dari 24 siwa). Untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran
13. Distribusi frekuensi kemampuan menyelesaikan soal cerita kelompok
eksperimen tersebut dapat disajikan dalam grafik histogram dan poligon
berikut:
57
Gambar 4.1 Grafik Histogram dan Poligon
Distribusi Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Kelompok
Eksperimen
2. Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Kelompok Kontrol Dari hasil tes yang diberikan kepada kelompok kontrol yang dalam
pembelajarannya menggunakan strategi konvensional, diperoleh nilai terendah
adalah 32 dan nilai tertinggi adalah 100. Untuk lebih jelasnya, data
kemampuan menyelesaikan soal cerita kelompok kontrol disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekuensi berikut:
3
45,5 56,5 67,5 78,5 89,5 100,5
2
4
5
6
Frekuensi
Nilai 34,5
58
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Hasil belajar Matematika
Kelompok Kontrol
Frekeunsi
Nilai
Titik
Tengah
Absolut Relatif f
(%) Kumulatif
29 - 40 34,5 6 23,08 6
41 - 52 46,5 6 23,08 12
53 - 64 58,5 7 26,92 19
65 - 76 70,5 2 7,69 21
77 - 88 82,5 3 11,54 24
89 - 100 100,5 2 7,69 26
Tabel 4.2 menunjukan bahwa banyak kelas interval adalah 6 kelas
dengan panjang tiap interval kelas adalah 12. Nilai yang paling banyak
diperoleh oleh siswa kelompok kontrol terletak pada interval 53-64 yaitu
sebesar 26,92% (7 orang siswa dari 26 siwa). Sedangkan nilai yang paling
sedikit diperoleh terletak pada interval 65-76 dan 89-100 yaitu masing-masing
sebesar 7,69% (2 orang siswa dari 26 siwa). Untuk perhitungan selengkapnya
dapat dilihat pada lampiran 14. Distribusi frekuensi kemampuan
menyelesaikan soal cerita kelompok kontrol tersebut dapat disajikan dalam
grafik histogram dan poligon berikut:
59
7
3
40,5 52,5 64,5 76,5 88,5 100,5
Nilai
2
6
Frekuensi
28,5
Gambar 4.2 Grafik Histogram dan Poligon
Distribusi Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Kelompok
Kontrol
Perbandingan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika
antara kelompok eksperimen (kelompok yang dalam pembelajarannya
menggunakan strategi draw a picture) dengan kelompok kontrol (kelompok
yang dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional),
dapat dilihat pada tabel berikut:
60
Tabel 4.3 Perbandingan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita
Matematika Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Statistik Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol
Banyak sampel 24 26
Mean 68,42 56,65
Median 65,67 54,21
Modus 59,25 54,20
Varians 314,78 353,58
Simpangan Baku 17,74 18,80
Kemiringan 0,52 0,11
Ketajaman/Kurtosis 0,312 0,248
Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa, pada kelompok eksperimen
diperoleh nilai rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika
sebesar 68,42 median sebesar 65,67, modus sebesar 59,25, simpangan baku
sebesar 17,74, varians sebesar 314,78, kemiringan sebesar 0,52 (kurva model
positif atau kurva menceng ke kanan) dengan kata lain kecenderungan data
mengumppul dibawah rata-rata, dan ketajaman atau kurtosis sebesar 0,312
(model kurvanya runcing atau leptokurtis).
Dari tabel tersebut dapat pula dilihat pada kelompok kontrol diperoleh
nilai rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika sebesar
56,65, median sebesar 54,21, modus sebesar 54,50, simpangan baku sebesar
18,80, varians sebesar 353,58, kemiringan sebesar 0,11 (kurva model positif
atau kurva menceng ke kanan) dengan kata lain kecenderungan data
mengumppul dibawah rata-rata, dan ketajaman atau kurtosis sebesar 0,248
(distribusi platikurtis atau bentuk kurvanya mendatar).
Berdasarkan uraian mengenai kemampuan menyelesaikan soal cerita
matematika siswa kelompok eksperimen dan kemampuan menyelesaikan soal
61
cerita matematika siswa kelompok kontrol di atas, terlihat adanya perbedaan.
Perbedaan yang paling nyata terletak pada nilai rata-rata kelas. Pada kelas
eksperimen nilai rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika
lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata kemampuan menyelesaikan
soal cerita matematika pada kelas kontrol.
B. Pengujian Persyaratan Analisis
1. Uji Normalitas Dalam penelitian ini, uji normalitas yang digunakan adalah uji kai
kuadrat (chi square). Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah
data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak, dengan
ketentuan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi normal jika
memenuhi kriteria χ2hitung < χ2
tabel diukur pada taraf signifikansi dan tingkat
kepercayaan tertentu.
a. Uji Normalitas Kelompok Eksperimen
Dari hasil perhitungan uji normalitas kemampuan
menyelesaikan soal cerita matematika kelompok eksperimen, diperoleh
harga χ2hitung = 4,23 (lampiran 15), sedangkan dari tabel harga kritis uji
kai kuadrat (chi square) diperoleh χ2tabel untuk jumlah sampel 24 pada
taraf signifikansi α = 5% dengan derajat kebebasan dk = 3 adalah 7,82.
Karena χ2hitung kurang dari sama dengan χ2
tabel (4,23 ≤ 7,82), maka H0
diterima, artinya data pada kelompok eksperimen berasal dari populasi
yang berdistribusi normal.
b. Uji Normalitas Kelompok Kontrol
Dari hasil perhitungan uji normalitas hasil belajar matematika
kelompok Kontrol, diperoleh harga χ2hitung = 5,35 (lampiran 16),
sedangkan dari tabel harga kritis uji kai kuadrat (chi square) diperoleh
χ2tabel untuk jumlah sampel 26 pada taraf signifikansi α = 5% dengan
derajat kebebasan dk = 3 adalah 7,82. Karena χ2hitung kurang dari sama
62
dengan χ2tabel (5,35 ≤ 7,82), maka H0 diterima, artinya data pada
kelompok kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Untuk lebih jelasnya, hasil perhitungan uji normalitas antara
kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Uji Normalitas
Kelompok N χ2hitung
χ2tabel
(α = 5%)Kesimpulan
Eksperimen 24 4,23 7,82
Kontrol 26 5,35 7,82
Data berasal dari populasi
yang berdistribusi normal
2. Uji Homogenitas Uji homogenitas atau uji kesamaan dua varians digunakan untuk
mengetahui apakah kedua kelompok sampel berasal dari populasi yang
sama (homogen) atau tidak. Dalam penelitian ini, uji homogenitas yang
digunakan adalah uji Fisher. Kriteria pengujian yang digunakan yaitu,
kedua kelompok dikatakan homogen apabila Fhitung ≤ Ftabel diukur pada
taraf signifikansi dan tingkat kepercayaan tertentu.
Dari hasil perhitungan uji homogenitas diperoleh harga Fhitung =
1,12 (lampiran 17), sedangkan Ftabel = 1,97 pada taraf signifikasi α = 5%
dengan derajat kebebasan pembilang 25 dan derajat kebebasan penyebut
23. Lebih jelasnya, hasil perhitungan uji homogenitas dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas
Kelompok n Fhitung Ftabel Kesimpulan
Eksperimen 24
Kontrol 26 1,12 1,97
Sampel berasal dari populasi
yang sama atau homogen
Karena Fhitung Ftabel maka H0 diterima, artinya kedua kelompok sampel
berasal dari populasi yang sama atau homogen.
<
63
C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan
1. Pengujian Hipotesis Setelah dilakukan uji persyaratan analisis, selanjutnya dilakukan
pengujian hipotesis. Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah rata-
rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa pada
kelompok eksperimen yang dalam pembelajarannya menggunakan strategi
pemecahan masalah draw a picture lebih tinggi dibandingkan dengan
rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa pada
kelompok kontrol yang dalam pembelajarannya menggunakan strategi
konvensional. Untuk pengujian tersebut diajukan hipotesis sebagai berikut:
H0 : 21 μμ ≤
H1 : 21 μμ >
Keterangan:
1μ : rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa
pada kelompok eksperimen
2μ : rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa
pada kelompok kontrol
Pengujian hipotesis tersebut diuji dengan uji t, dengan kriteria
pengujian yaitu, jika thitung < ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.
Sedangkan, jika thitung ≥ ttabel maka H1 diterima dan H0 ditolak, pada taraf
kepercayaan 95% atau taraf signifikansi α = 5%. Berdasarkan hasil
perhitungan, diperoleh thitung sebesar 2,24 dan ttabel sebesar 2,01 (lampiran
18). Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa thitung ≥ ttabel (2,24 ≥
2,01). Dengan demikian, H0 ditolak dan H1 diterima, atau dengan kata lain
rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa pada
kelompok eksperimen lebih tinggi dari rata-rata kemampuan
menyelesaikan soal cerita matematika siswa pada kelompok kontrol.
Secara ringkas, hasil perhitungan uji t tersebut dapat dilihat pada tabel
berikut:
64
Tabel 4.6 Hasil Uji Perbedaan Dengan Statistik Uji t
thitung ttabel Kesimpulan
2,24 2,01 Tolak H0 dan Terima H1
2. Pembahasan Dari hasil wawancara terhadap beberapa orang siswa yang diambil
secara acak dan hasil pengamatan selama berlangsungnya proses
pembelajaran diperoleh kesimpulan bahwa terdapat respon positif terhadap
diterapkannya strategi pemecahan masalah draw a picture dalam
pembelajaran matematika. Dari hasil wawancara ini diperoleh pula
informasi, bahwa sebelum dilakukan pembelajaran dengan strategi
pemecahan masalah draw a picture, kegiatan pembelajaran berpusat pada
guru (teacher centered).
Setelah diterapkan strategi pemecahan masalah draw a picture
pada kelompok eksperimen, siswa dapat berpikir secara sistematis, siswa
juga terlatih untuk memahami sendiri dan menggunakan penalaran mereka
dalam menyelesaikan soal-soal matematika yang diberikan, terutama soal-
soal yang berbentuk cerita dengan terlebih dahulu dibuat sketsa gambar
dari soal tersebut untuk mempermudah pemahaman siswa dalam
menyelesaikan soal. Hasil wawancara dapat dilihat pada lampiran 20.
Dalam pembelajaran pemecahan masalah draw a picture ini siswa
juga terlihat lebih semangat belajar, berani mengemukakan pendapat dan
mau mengerjakan soal yang diberikan serta belajar secara sama-sama
dengan adanya diskusi kelompok. Berikut adalah suasana kegiatan belajar
mengajar di kelas dengan strategi pemecahan masalah draw a picture:
65
Gambar Gambar
Gambar Gambar
Gambar 4.3 Suasana Kegiatan Belajar Mengajar di Kelas
Dengan Strategi Pemecahan Masalah Draw A Picture
Gambar a menunjukkan kegiatan belajar siswa setelah diberikan
LKS, ketua kelompok langsung membagi soal-soal yang ada dalam LKS
kepada anggota kelompoknya masing-masing untuk selanjutnya
dikerjakan secara individu. Gambar b, setelah soal-soal dalam LKS
dikerjakan secara individu selanjutnya didiskusikan kembali dalam
kelompok masing-masing untuk mencapai kesepakatan seluruh jawaban
soal dalam LKS. Gambar c, jika ada soal yang dianggap sulit dan tidak
dapat dipecahkan dalam diskusi kelompok maka siswa langsung bertanya
kepada guru. Gambar d, setelah diskusi kelompok selesai selanjutnya
terjadilah diskusi kelas dimana perwakilan masing-masing kelompok maju
kedepan kelas mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya sedangkan
kelompok lain menanggapi. Berikut ini adalah contoh hasil pengerjaan
siswa pada LKS pertemuan ke-5.
66
Jika pembelajaran dengan strategi konvensional berpusat pada guru
(teacher centered) maka dengan strategi pemecahan masalah draw a
picture pembelajaran menjadi berpusat pada siswa (student centered), guru
menjadi fasilitator yang berperan sebagai pembimbing dalam kegiatan
belajar mengajar di kelas. Penggunaan strategi pemecahan masalah draw a
picture ini lebih berhasil dibandingkan dengan strategi konvensional, hal
ini dapat terlihat dari hasil perhitungan mengenai rata-rata kemampuan
menyelesaikan soal cerita matematika siswa yang diajar dengan
menggunakan strategi pemecahan masalah draw a picture jauh lebih tinggi
daripada siswa yang diajar dengan strategi konvensional.
Perbedaan rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita
matematika siswa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran matematika dengan strategi
pemecahan masalah draw a picture lebih baik dari pada pembelajaran
dengan strategi konvensional. Hal ini dikarenakan strategi pemecahan
masalah draw a picture memuat beberapa langkah penyelesaian yang pada
prinsipnya sama dengan langkah pemecahan masalah menurut Polya.
Langkah yang pertama, memahami masalah. Pada langkah ini
siswa dilatih untuk dapat menemukan sendiri informasi yang diberikan
serta hal yang ditanyakan dalam soal, sehingga pada langkah ini siswa
semakin terlatih untuk membaca dan memahami sendiri soal yang
diberikan serta memahami apa yang mereka tulis. Langkah kedua,
merencakan penyelesaian masalah. Pada langkah ini siswa dilatih untuk
menemukan sendiri kata kunci yang dapat digunakan untuk menyelesaikan
soal, membuat sketsa gambar untuk mempermudah memahami soal serta
membuat model matematika dari soal yang diberikan untuk selanjutnya
memikirkan bagaimana cara menyelesaikannya, sehingga siswa tidak
harus menghafal rumus-rumus untuk menyelesaikannya. Langkah ini
sangat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan penalarannya.
Langkah ketiga, menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana. Pada
langkah ini siswa dilatih untuk menggunakan kemampuan berhitungnya
67
serta menerapkan konsep dasar yang telah diajarkan sehingga memperoleh
solusi dari soal yang diberikan. Langkah terakhir, solusi yang telah
diperoleh pada langkah ketiga diperiksa kembali kebenarannya dengan
bergerak maju dari hal-hal yang diketahui di awal. Langkah ini melatih
ketelitian siswa dalam melakukan perhitungan pada proses penyelesaian
soal. Pada langkah ini siswa juga dilatih untuk menerjemahkan kembali
hasil perhitungan yang diperoleh ke dalam konteks yang sebenarnya
(konteks asli).
Tiap-tiap langkah dalam strategi pemecahan masalah draw a
picture tersebut dapat meningkatkan pemahaman siswa, meningkatkan
kemampuan penalaran, meningkatkan aktivitas belajar dan komunikasi
siswa, serta meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-
soal aplikasi (cerita) atau soal-soal pemecahan masalah. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Saeful Bahri (2008) yang menyebutkan bahwa
aktivitas siswa yang terbentuk melalui pembelajaran problem solving
mampu meningkatkan pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal-soal
aplikasi berbentuk cerita atau soal-soal pemecahan masalah.
Karena penelitian dilakukan di sekolah yang tidak ada
pengklasifikasian kelas (pembedaan kelas antara siswa pintar dengan
siswa kurang pintar), maka hanya siswa yang memiliki kemampuan lebih
cepat yang dapat langsung mengikuti proses pembelajaran, sedangkan
siswa yang lain masih merasa tegang dan lebih banyak diam saat
pembelajaran dengan strategi draw a picture, sehingga pada pertemuan
pertama aktivitas belajar belum bisa dikondisikan dan belum tercapai
secara optimal, bahkan pembagian kelompok diskusipun masih sulit
dilakukan.
Pada diskusi kelompok yang pertama, siswa masih bingung dalam
mengerjakan lembar kerja siswa (LKS) yang diberikan karena mereka
tidak terbiasa mencari sendiri informasi yang diberikan dalam soal.
Mereka kesulitan dalam menentukan apa saja yang diketahui, apa yang
ditanyakan dalam soal, enggan membuat sketsa gambar serta kesulitan
68
bagaimana cara menyelesaikannya. Bagi siswa yang senang menggambar
maka yang dikerjakan dalam LKS hanya gambarnya saja. Bahkan siswa
yang pintar pun lebih senang mengerjakan sendiri dan tidak mau bekerja
sama dengan anggota lainnya.
Pada saat perwakilan kelompok diminta untuk mempresentasikan
hasil diskusinya di depan kelas, siswa terlihat masih malu-malu, takut
salah dan masih sulit untuk menyampaikan kepada siswa lainnya
mengenai hasil diskusi kelompoknya, sehingga siswa lain lebih banyak
mengobrol dan enggan menanggapi presentasi temannya. Hal ini
disebabkan kebiasaan siswa pada pembelajaran sebelumnya yang berpusat
pada guru, siswa hanya mendengarkan dan mencatat apa yang ditulis guru
di depan kelas, mengerjakan soal yang mirip dengan contoh dan kurang
adanya interaksi antar siswa sehingga mereka belum terbiasa untuk
menyampaikan pendapat ataupun bertanya jika ada penjelasan yang belum
di pahami. Dari hasil diskusi siswa belum terlihat adanya peningkatan
pada kemampuan menyelesaikan soal cerita dan dari presentasi kelompok
beberapa kelompok masih kurang rasa percaya diri dalam menyampaikan
pendapatnya.
Pada pertemuan selanjutnya sedikit demi sedikit ada perubahan
yang baik pada kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita, hal ini
terlihat dari hasil diskusi siswa dan hasil latihan soal cerita setiap kali
pertemuan pada LKS yang diberikan guru.
Akhirnya, dari tes kemampuan menyelesaikan soal cerita dapat
dilihat bahwa siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan strategi
pemecahan masalah draw a picture 70,83% mendapatkan nilai lebih dari
atau sama dengan nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang
ditetapkan oleh sekolah dimana dilakukan penelitian (17 siswa dari 24
siswa mendapat nilai ≥ 60). Ini berarti bahwa lebih dari 60% tujuan
pembelajaran yang direncanakan pada standar kompetensi dan kompetensi
dasar telah tercapai (termasuk dalam kategori baik/minimal). Sedangkan,
siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan strategi konvensional
69
hanya 50% yang mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan nilai
Kriteria Ketuntasan Minimal (13 siswa dari 26 siswa mendapat nilai ≥ 60),
artinya tujuan pembelajaran yang direncanakan pada standar kompetensi
dan kompetensi dasar belum tercapai (termasuk dalam kategori kurang).
Selain itu, terbukti pula bahwa nilai rata-rata kemampuan menyelesaikan
soal cerita matematika siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan
strategi pemecahan masalah draw a picture lebih tinggi dari rata-rata
kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa yang dalam
pembelajarannya menggunakan strategi konvensional.
D. Keterbatasan Penelitian Penulis menyadari penelitian ini belum sempurna. Berbagai upaya
telah dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini agar diperoleh hasil yang
optimal. Kendati demikian, masih ada beberapa faktor yang sulit dikendalikan
sehingga membuat penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan
diantaranya.:
1. Penelitian ini hanya dilakukan pada pokok bahasan operasi hitung
bilangan bulat saja, sehingga belum bisa digeneralisasikan pada pokok
bahasan lain.
2. Kondisi siswa yang merasa tegang pada awal proses pembelajaran dengan
strategi pemecahan masalah draw a picture, karena siswa belum terbiasa.
3. Alokasi waktu yang kurang sehingga diperlukan persiapan dan pengaturan
kelompok yang baik.
4. Kemampuan berhitung siswa, seperti penjumlahan, pengurangan,
perkalian dan pembagian masih rendah sehingga cukup menghambat
jalannya proses pembelajaran selama penelitian.
5. Kontrol terhadap kemampuan subjek penelitian hanya meliputi variabel
strategi pemecahan masalah draw a picture, kemampuan pemecahan
masalah soal cerita, dan hasil belajar matematika siswa. Variabel lain
seperti minat, motivasi, inteligensi, lingkungan belajar, dan lain-lain tidak
terkontrol. Karena hasil penelitian dapat saja dipengaruhi variabel lain di
luar variabel yang ditetapkan dalam penelitian ini.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa pada kelompok
eksperimen (yang dalam pembelajarannya menggunakan strategi pemecahan
masalah draw a picture) lebih tinggi dari rata-rata kemampuan
menyelesaikan soal cerita matematika siswa pada kelompok kontrol (yang
dalam pembelajarannya menggunakan strategi konvensional). Perolehan
nilai rata-rata kelompok eksperimen adalah sebesar 68,42 dengan ketuntasan
belajar 70,83% (termasuk dalam kategori baik/minimal). Sedangkan, nilai
rata-rata kelompok kontrol adalah sebesar 56,65 dengan ketuntasan belajar
50% (termasuk dalam kategori kurang). Dengan demikian, “strategi
pemecahan masalah draw a picture berpengaruh nyata terhadap kemampuan
menyelesaikan soal cerita matematika siswa”.
2. Terdapat respon positif terhadap diterapkannya strategi pemecahan masalah
draw a picture dalam pembelajaran matematika. Siswa dapat berpikir secara
sistematis, terlatih untuk memahami sendiri dan menggunakan penalaran
mereka dalam menyelesaikan soal-soal cerita matematika yang diberikan.
Dengan demikian, strategi pemecahan masalah draw a picture dapat
digunakan sebagai salah satu alternatif strategi pembelajaran yang dapat
diterapkan dalam pembelajaran matematika di kelas tentunya dengan
memperhatikan kekurangan-kekurangan yang terdapat pada penelitian.
B. Saran Terdapat beberapa saran peneliti terkait hasil penelitian pada skripsi ini,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Guru yang hendak menggunakan strategi pemecahan masalah draw a
picture dalam pembelajaran matematika di kelas diharapkan dapat
71
72
menyajikan soal-soal matematika yang akan diberikan dalam bentuk
permainan, karena berdasarkan pengamatan penulis selama proses
pembelajaran berlangsung, siswa lebih antusias dan lebih mudah memahami
soal ketika soal yang diberikan disajikan dalam bentuk permainan.
2. Strategi pemecahan masalah draw a picture sebaiknya lebih sering
digunakan dalam proses pembelajaran matematika terutama materi soal
cerita agar siswa dapat terbiasa menggunakan penalaran mereka dan
berpikir secara sistematis.
3. Dengan adanya beberapa keterbatasan dalam melaksanakan penelitian ini,
maka disarankan ada penelitian lanjut yang meneliti tentang pembelajaran
dengan strategi pemecahan masalah draw a picture pada pokok bahasan
lain atau mengukur aspek yang lain, seperti meneliti secara lebih mendalam
tentang “Bagaimana pengaruh strategi pemecahan masalah draw a picture
terhadap kemampuan penalaran siswa?”
73
DAFTAR PUSTAKA
Adjie, Nahrowi dan Maulana. 2006. Pemecahan Masalah Matematika. Ed.I. Cet.I. Bandung: UPI PRESS
Andri. 2008. “Strategi Heuristik Pada Pendekatan Pemecahan Masalah Dalam Pembelajaran Matematika”. Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Jakarta
Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Cet.VI. Jakarta: Bumi Aksara
Badrudin dkk. 2009. Media Pendidikan. Jurnal Pendidikan Keagamaan. Vol.XXIV, No.1. Bandung: Redaksi Media Pendidikan
Bahri, Saeful. 2009. Peningkatan Kemampuan Menyelesaikan Soal cerita Sistem Persamaan Linear Dua Variabel Melalui Strategi Problem Solving. Jurnal Pendidikan Inovatif. Jilid 4. Nomor 2. Balik Papan: YSN-KPS. Dari http://www.saskschool.ca/curr_content/mathcatch/problem_solve/pdf. 18 Agustus 2010, 19.27 WIB.
Beaulieu, Danie. 2008. Teknik-Teknik yang Berpengaruh di Ruang Kelas. Cet.I. Jakarta: Indeks
Dewi dan Eveline. 2007. Mozaik Teknologi Pendidikan. Ed.I. Cet.II. Jakarta: Kencana
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Cet. III. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Dwirahayu, Gelar dkk. 2007. Pendekatan Baru Dalam Pembelajaran Sains dan Matematika Dasar: Sebuah Antologi. Cet.I. Jakarta: PIC UIN Jakarta
Hernawan, Asep Herry dkk. 2007. Belajar dan Pembelajaran Sekolah Dasar. Ed.I. Cet.I. Bandung: UPI PRESS
Kadir. 2010. Statistika Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Cet.I. Jakarta: Rosemata Sampurna
Kadir dkk. 2006. ALGORITMA. Jurnal Matematika Dan Pendidikan Matematika. Vol.1. No.1. Jakarta : CeMED UIN Jakarta
74
Krismanto. 2003. Beberapa Teknik, Model, dan Strategi Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: DEPDIKNAS. Dari http://matemarso.files.wordpress.com/2008/04/strategi pembelajaran-matematika.pdf.
Managing Basic Education-USAID. 2006. Asyik Belajar dengan PAKEM: MATEMATIKA. Jakarta: Program MBE. Dari www.uoregon.edu/~moursund/Books/ElMath/K8-Math.pdf.
Musser, Garry L. dkk. 2004. Essentials of Mathematics for Elementary Teachers. America : WILEY
Polya, G. 1973. How To Solve It. A New Aspect of Mathematical Method. Second Edition. America: Princeton University Press
Raharjo, Marsudi. 2008. Pembelajaran Soal Cerita Berkait Penjumlahan dan Pengurangan di SD. Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika. Dari http://www.saskschool.ca/curr_content/mathcatch/PAKEM/str.pdf.
Salim, Sambas. Model Pembelajaran Konvensional. dari http://www.pgsd.co.cc/2010/04/model-pembelajaran konvensional.html
Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Ed.I. Cet.I. Jakarta: Kencana.
Schoenfeld, Alan H. “learning to think mathematically: problem solving, metacognition, and sense-making in mathematics”. dari http://gse.berkeley.edu/faculty/ahschoenfeld/schoenfeld_MathThinking.pdf.
Shadiq, Fadjar. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Yogyakarta: Pusat Pengembangan penataran guru (PPPG) Matematika. Dari www.fadjarp3g.files.wordpress.com.
Subana, M. dan Sudrajat. 2005. Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Cet.II. Bandung: Pustaka Setia
Sudijono, Anas. 2006. Pengantar Statistik Pendidikan. Cet.XVI. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Sudjana. 2005. Metode Statistika. cet.III. Bandung: Tarsito
Suherman, Erman dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-UPI
75
Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Cet.I. Jakarta: Bumi Aksara
Suryabrata, Sumadi. 2006. Metodologi Penelitian. Cet.XVIII. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Suwangsih, Erna dan Tiurlina. 2006. Model Pembelajaran Matematika. Cet.I. Bandung: UPI PRESS
Syah, Muhibbin. 2008. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Cet. XI. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi.3. Cet.2. Jakarta: Balai Pustaka
Winihasih dkk. 2000. Sekolah Dasar (Kajian Teori dan Praktik Pendidikan). Malang: Unit Pelaksana Program Guru Kelas Sekolah Dasar
Yudaningsih, Rosy. 2007. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD Melalui Pendekatan Pemecahan Masalah Matematika. Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta: Perpustakaan Utama UIN Jakarta
Yuskaitis, Monica. Problem Solving Draw a Picture. Dari http://gse.berkeley.edu/faculty/ahyuskaitis/yuskaitis_MathThinking.ppt.
Zulfiani dkk. 2009. Strategi Pembelajaran Sains. Cet.I. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta