PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGA TERHADAP...
Transcript of PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGA TERHADAP...
PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGA TERHADAP PEMBENTUKAN KONSEP DIRI ANAK
DI KELUARGA PEMULUNG JURANG MANGU BARAT
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos I)
RHAVIQAH 107052002762
JURUSAN BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2 0 1 3
PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA DALAM KELUARGA TERHADAP PEMBENTUKAN KONSEP DIRI ANAK DI KELUARGA PEMULUNG JURANG MANGU BARAT
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos I)
Oleh
Rhaviqah NIM 107052002762
Pembimbing
Dra. Rini Laili Prihatini M. Si NIP 19690607 199503 2 003
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2 0 1 3
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul Pengaruh pendidikan Agama keluarga terhadap
Pembentukan Konsep Diri Anak di Komunitas Pemulung jurang Mangu
telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Kamis, 16 Mei 2013.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Sosial Islam (S.Sos.I) pada Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
Ciputat,16 Mei 2013
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota
Drs. Wahidin Saputra, MA Drs.Sugiharto, M.A NIP. 19700903 199603 1 001 NIP. 19660806 199603 1 001
Anggota
Penguji I Penguji II
Ir. Noor Bekti Negoro, SE, M.Si Ade Rina Farida, M.Si NIP. 19650301 199903 1 001 NIP. 19770513 200701 2 018
Pembimbing
Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si NIP. 19690607 199503 2 003
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I) di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, Mei 2013
R h a v i q a h
ANAK BELAJAR DARI KEHIDUPANNYA ( By : Dorothy Law Nolte)
Jika anak dibesarkan dengan celaan Ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan Ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan Ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan Ia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi Ia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan dorongan Ia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian Ia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan Ia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman Ia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan dukungan Ia belajar menyenangi dirinya
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan
Ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
i
ABSTRAK
Rhaviqah, 107052002762, Pengaruh Pendidikan Agama Keluarga Terhadap Pembentukan Konsep Diri Anak Di Keluarga Pemulung Jurang Mangu Barat Bintaro Tangerang Selatan, di bawah bimbingan Rini Laili Prihatini, M.Si
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal bersama di satu atap atau tempat dan dalam keadaan saling ketergantungan. Dalam satu keluarga terdapat orang tua yang menjadi pendidik pertama bagi anak-anaknya. Orang tua mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mendidik anak yang berkualitas, cerdas, dan tanggung jawab atas diri dan masyarakat, bangsa dan negara. Salah satunya bertanggung jawab dalam hal spiritual agar anak dapat menjalankan ajaran agamanya dengan baik. Tanggung jawab yang besar tersebut merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Pendidikan agama dirasa sangat penting diberikan kepada anak-anak, karena agama dapat menjadi sarana untuk membentengi diri anak-anak dari perbuatan yang menyimpang dan negatif, seperti kasus narkoba, seks bebas, tindak kriminal, rendah diri, tertutup dan lain sebagainya. Dengan pendidikan agama yang baik maka akan terbentuklah konsep diri yang positif pada diri anak-anak.
Konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan perilaku individu. Seluruh sikap, pandangan, serta keyakinan seseorang terhadap dirinya akan berpengaruh terhadap seluruh perilakunya. Apabila individu memandang dirinya sebagai orang yang tidak mempunyai cukup kemampuan untuk melaksanakan tugas, maka perilakunya akan menunjukan ketidak mampuannya tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan mengetahui adakah pengaruh pendidikan agama keluarga terhadap pembentukan konsep diri anak di keluarga pemulung Jurang Mangu Barat.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian survei yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengukuran data pokok. Sampel pada penelitian ini yaitu orang tua di komunitas pemulung Jurang Mangu, sebanyak 30 responden.
Hasil penelitian ini memperoleh hasil t-test (parsial) nilai Sig = 0,000 korelasi parsial pendidikan agama keluarga terhadap pembentukan konsep diri anak pada keluarga di komunitas pemulung Jurang Mangu Barat adalah sebesar 0.815 atau 81.5%. Dari hasil perhitungan tersebut ternyata bahwa nilai t hitung lebih besar dari t tabel dimana nilai signifikansinya 0.000 < 0.01. Sehingga hipotesis yang berbunyi yaitu terhadap pengaruh pendidikan agama dalam keluarga terhadap pembentukan konsep diri anak di keluarga pemulung Jurang Mangu Barat. Dan tingkat pembentukan konsep diri anak berada pada tingkatan sedang dengan kisaran skor antara 119.28794 – 103.24546 dan skor mean sebesar 111.2667. Kata Kunci: Pendidikan Agama Keluarga, Konsep Diri.
ii
KATA PENGANTAR
ijk ijk ijk ijk Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahirrabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT, atas
segala nikmat dan hidayah yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA
DALAM KELUARGA TERHADAP PEMBENTUKAN KONSEP DIRI
ANAK DI KELUARGA PEMULUNG JURANG MANGU BARAT”.
Shalawat beriring salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya, serta ummatnya yang selalu
istiqomah menjalankan ajarannya.
Dengan segala kerendahan hati perkenankanlah penulis memberikan
untaian terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu
penulis menyelesaikan skripsi ini. Teristimewa kepada orang tua penulis,
ayahanda tercinta (Alm) Jufri dan ibunda tersayang Hj. Yusneti yang telah
menghantar penulis hingga seperti sekarang dengan penuh kasih sayang, doa,
kesabaran, keikhlasan dan perjuangan hidup demi kelangsungan pendidikan putra-
putrinya, terima kasih untuk semuanya. Penulis menghaturkan terima kasih yang
tulus kepada:
1. Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Drs. Wahidin Saputra, MA selaku Wakil Dekan Bidang
Akademik, Drs. H. Mahmud Jalal, MA Selaku Wakil Dekan Bidang
Administrasi, Drs. Study Rizal LK, Ma selaku Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan.
iii
2. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si selaku Ketua Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan Islam sekaligus sebagai dosen pembimbing. Terima kasih atas
kesabaran dan keiklasan ibu yang telah banyak memberikan arahan serta
waktunya dalam membimbing penulis hingga terselesaikan skripsi ini.
3. Drs. Sugiharto, MA selaku Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
Islam. Terima kasih atas dukungan dan bimbingannya selama ini.
4. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
memberikan banyak ilmunya kepada penulis.
5. Terima kasih untuk seluruh Staf Karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi atas kerjasama dan bantuannya selama penulis
menyelasaikan skripsi ini.
6. Pimpinan dan Karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah
dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
menyediakan buku dan fasilitas Wi-Fi untuk mendapatkan referensi dan
memperkaya isi skripsi ini.
7. Terima kasih kepada kakak-kakak tersayang kak Nita, kak Vira, Abang
Hendra, dan adik tercinta Isan yang telah memberikan semangat kepada
penulis.
8. Terima kasih kepada keponakan-keponakan tercinta Rasyid, Faiq, Nawat,
Keysha dan Fatih. Kehadiran kalian memberi warna disetiap hari-hari
penulis. Semoga kalian menjadi anak yang berbakti pada Orang tua,
berguna bagi Nusa dan senantiasa Ta’at dan Patuh pada ajaran Agama.
iv
9. Special thanks to “uri chingu” indah, ilah dan oz yang selalu ada dikala
penulis sedang membutuhkan suntikan semangat, Gamsahamnida
Chingudeul.
10. Terima kasih untuk eka, wiwin, keke, aida, ndin, yudi, eno, lia, dita, dan
semua teman-teman seperjuangan di Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam
khususnya angkatan 2007, terima kasih atas pertemanan dan
kebersamaannya selama ini, semoga kita semua sukses selalu, dan tetaplah
menjadi teman-teman tebaik bagi penulis.
11. Teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu, penulis ucapkan
terima kasih yang sebanyak-banyaknya.
Akhirnya penulis berharap semoga apa yang telah diberikan mendapatkan
balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT dan penulis berharap semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi yang membaca pada umumnya dan bagi keluarga besar
Bimbingan dan Penyuluhan Islam pada khususnya.
Billahitaufiqwalhidayah
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, Mei 2013
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. v
DAFTAR TABEL ...................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................... 6
1. Pembatasan Masalah ....................................................... 6
2. Perumusan Masalah ........................................................ 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 7
D. Tinjauan Pustaka ................................................................... 8
E. Sistematika Penulisan ........................................................... 10
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pendidikan Agama ................................................................ 12
1. Pengertian Pendidikan ..................................................... 12
2. Pengertian Agama ........................................................... 15
3. Pengertian Keluarga ........................................................ 18
4. Fungsi Keluarga .............................................................. 19
5. Pendidikan Agama dalam Keluarga ................................. 20
B. Konsep Diri .......................................................................... 21
1. Pengertian Konsep diri .................................................... 21
2. Konsep Diri Positif dan Konsep Diri Negatif ................... 23
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ............. 25
vi
4. Dimensi-dimensi dalam Konsep Diri ............................... 28
5. Proses Pembentukan dan Perkembangan Konsep Diri ..... 30
C. Anak ..................................................................................... 32
1. Pengertian Anak .............................................................. 32
2. Tugas Perkembangan Anak Usia 7 – 12 tahun ................. 32
3. Perkembangan dan Pemahaman Agama pada Anak-anak . 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Desain Penelitian ......................................... 35
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 35
C. Populasi dan Sampel ............................................................. 36
D. Variabel Penelitian ................................................................ 37
E. Definisi Operasional dan Indikator Penelitian ....................... 38
F. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 40
G. Uji Validitas ......................................................................... 41
H. Uji Reliabilitas ...................................................................... 42
I. Hasil Uji Validitas dan Realibilitas ....................................... 43
J. Regresi Linier Sederhana ...................................................... 44
K. Uji Koefisien Determinasi ..................................................... 44
L. Uji t-test (parsial) .................................................................. 45
M. Hipotesis ............................................................................... 45
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Gambaran Umum dan Lokasi Peneliti ................................... 46
B. Data-data Hasil Penelitian Lapangan ..................................... 47
1. Klasifikasi Responden ..................................................... 47
2. Analisis Data Lapangan .................................................. 49
vii
C. Uji Regresi ............................................................................ 59
1. Regresi Linier Sederhana ................................................ 59
2. Uji Koefisien Regresi sederhana (Uji-T) ......................... 60
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 64
B. Saran .................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ................................... 47
Tabel 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ..................... 48
Tabel 3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ........... 48
Tabel 4 Respon orang tua terhadap Variabel Keimanan .............................. 49
Tabel 5 Respon responden terhadap Variabel Ibadah .................................. 51
Tabel 6 Respon responden terhadap Variabel Akhlak ................................. 52
Tabel 7 Respon responden terhadap Variabel Etika dalam Pergaulan ......... 54
Tabel 8 Respon Orang tua terhadap Variabel konsep diri positif ................. 55
Tabel 9 Respon Orang tua terhadap konsep diri negatif .............................. 57
Tabel 10 Koefisien Regresi Linier Sederhana Coefficients ........................... 59
Tabel 11 Koefisien Determinasi Model Summary ........................................ 60
Tabel 12 Descriptive Statistics ..................................................................... 61
Tabel 13 Klasifikasi Skor Skala Pendidikan Agama ..................................... 61
Tabel 14 Descriptive Statistics Konsep Diri ................................................. 62
Tabel 15 Klasifikasi Skor Skala Pembentukan Konsep Diri .......................... 63
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga adalah lembaga sosial resmi yang terbentuk setelah adanya
perkawinan. Menurut pasal 1 Undang–undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974,
menjelaskan bahwa “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang
bahagia dan sejahtera berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.1
Menurut Gunarsa dalam keluarga yang ideal (lengkap) maka ada dua
individu yang memainkan peran penting yaitu peran ayah dan peran ibu. Secara
umum peran ibu adalah memenuhi kebutuhan biologis dan fisik, merawat dan
mengasuh keluarga dengan sabar, mendidik, mengatur, dan membimbing anak,
serta menjadi contoh dan teladan bagi anak. Secara umum peran ayah adalah
sebagai pencari nafkah, menjadi suami yang penuh perhatian, memberi rasa aman,
berpartisipasi dalam pendidikan anak, sebagai pelindung atau tokoh yang tegas,
bijaksana, dan mengasihi keluarga, karenanya orang tua berkewajiban mendidik
dan membimbing anak.2
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah
satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Didalam suatu keluarga terdapat
anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang menjadi
tanggung jawab orang tua.
1 Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 21 2 Singgih D.Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2002), h. 27
2
Orang tua menjadi pendidik pertama bagi anak-anaknya. Setiap orang tua
memiliki harapan dan keinginan yang baik terhadap anak, sehingga segala cara
diusahakan untuk mencapai hal tersebut. Taraf pertumbuhan dan perkembangan
telah menjadikan perubahan pada diri anak. Perubahan perilaku tidak akan
menjadi masalah bagi orang tua apabila anak tidak menunjukkan tanda
penyimpangan. Akan tetapi, apabila anak telah menunjukkan tanda yang
mengarah ke hal negatif akan membuat cemas orang tua seperti anak-anak mulai
sering berkata tidak jujur, tidak mau mendengarkan perkataan orang tua dan lain-
lain.
Orang tua mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mendidik anak
yang berkualitas, cerdas, dan bertanggung jawab atas diri dan masyarakat, bangsa
dan Negara. Salah satunya bertanggung jawab dalam hal spiritual agar anak dapat
menjalankan ajaran agamanya dengan baik. Tanggung jawab yang besar tersebut
merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Pendidikan agama dalam arti pembinaan kepribadian, sebenarnya telah
dimulai sejak si anak lahir, bahkan sejak dalam kandungan. Keadaan orang tua,
ketika si anak dalam kandungan, mempengaruhi jiwa anak yang akan lahir nanti,
hal ini banyak terbukti dalam perawatan jiwa. Memang diakui bahwa penelitian
terhadap mental janin yang dalam kandungan, mempengaruhi jiwa anak yang
akan lahir nanti, hal ini banyak terbukti dalam perawatan jiwa.3
Anak tumbuh dan berkembang di bawah bimbingan orang tua. Melalui
orang tua, anak beradaptasi dan mengenal dunia sekitarnya serta pola pergaulan
3 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), h. 126
3
hidup yang berlaku di lingkungannya. Orang tua merupakan dasar pertama bagi
pembentukan pribadi anak, dan membentuk baik buruknya perilaku anak.
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia dalam upaya pengajaran
dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik.4
Selanjutnya pendidikan juga di atur dalam ketentuan Negara yang tertuang
dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Nomor: IV/MPR/1978) dinyatakan: Pendidikan
berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga,
sekolah, dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama
antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.5
Setelah kita memahami konsep pendidikan yang tertuang dalam aturan
Negara melalui GBHN. Maka kita dapat mengetahui masalah pendidikan anak
yang ada pada masyarakat marjinal. Misalnya yang terjadi pada anak-anak di
komunitas pemulung Jurang Mangu adalah perasaan minder pada orang lain
diluar dari komunitas mereka. Ini dijumpai pada saat peneliti melakukan observasi
pada praktikum di komunitas pemulung tersebut. Rasa minder yang timbul
disebabkan oleh pandangan dari orang diluar komunitas pemulung kepada
mereka. Kebanyakan orang-orang memandang bahwa pemulung itu adalah
pekerjaan yang kotor, karena pekerjaan mereka adalah memunguti barang-barang
bekas ataupun sisa-sisa dari orang lain, dan tak jarang pula masyarakat
memandang pemulung sebagai orang yang selalu dikaitkan dengan pelaku
kriminal seperti pencuri dan lain sebagainya. Hal ini menyebabkan anak
komunitas pemulung menjadi kurang percaya diri dengan lingkungan diluar
4 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005) h. 263
5 Zahara Idris, Dasar Dasar Kependidikan, (Bandung: ANGKASA, 1981), h. 57
4
komunitas mereka. Ditambah lagi anak-anak di komunitas pemulung Jurang
Mangu mengalami putus sekolah dikarenakan faktor ekonomi dan akhirnya
mengikuti jejak orang tua mereka menjadi pemulung. Karena kurangnya
pendidikan mengakibatkan anak-anak berada dijalanan dan keadaan tersebut
membuat mereka sangat mudah terpengaruh oleh hal-hal baru yang terjadi di
jalanan, dan hal ini menyebabkan mereka menjadi anak jalanan yang dianggap
meresahkan masyarakat. Hal ini penulis ketahui ketika penulis melakukan
konseling kelompok di komunitas pemulung Jurang Mangu. Dan karena masalah
tersebut penulis menjadi tertarik untuk melakukan penelitian di komunitas
tersebut.6
Pendidikan agama sangat penting diberikan kepada anak. Karena agama
dapat menjadi sarana untuk membentengi diri anak dari perbuatan yang
menyimpang dan negatif, seperti kasus narkoba, seks bebas, tindak kriminal,
rendah diri, tertutup dan lain sebagainya, dan terbentuklah konsep diri yang positif
pada diri anak, khususnya bagi anak-anak pemulung di Jurang Mangu. Sehingga
mereka lebih dapat menerima diri dan lingkungannya.
Setiap individu memiliki gambaran tentang dirinya sendiri. Gambaran diri
tersebut biasanya disebut dengan konsep diri (self concept). Gambaran itu
meliputi keadaan fisik, psikologis, dan kehidupan sosialnya dengan orang lain.
Jadi konsep diri meliputi apa yang individu pikirkan dan apa yang individu
rasakan tentang dirinya.
Lindgren menyatakan konsep diri terbentuk karena adanya interaksi
individu dengan orang-orang sekitarnya. Apa yang dipersepsikan oleh orang lain
mengenai diri individu, tidak terlepas dari struktur, peran dan status sosial yang
disandang seorang individu. Struktur, peran dan status sosial merupakan gejala
6 Hasil praktikum makro di komunitas Pemulung Jurang Mangu Barat. 2011
5
yang dihasilkan dari adanya interaksi antara individu satu dan individu yang lain,
antara individu dan kelompok, atau kelompok dan kelompok.7
Apabila anak-anak memiliki konsep diri yang positif maka akan mencetak
anak-anak yang lebih optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif
terhadap segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialaminya, tapi sebaliknya
apabila anak-anak memiliki konsep diri yang negatif, maka ia akan meyakini dan
memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa,
tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya
tarik terhadap hidup.
Pembentukan konsep diri anak yang positif ini bukan hanya tanggung
jawab keluarga saja, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama untuk ikut
memikirkan bagaimana caranya agar bangsa kita dapat mencetak generasi-
generasi penerus yang tidak hanya sebatas canggih dalam ilmu pengetahuan tetapi
juga mempunyai kepribadian yang bertakwa dan mampu bertanggung jawab
terhadap dirinya sendiri. Hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam ajaran Islam
bahwa manusia itu sebagai khalifah dimuka bumi ini yang tertuang dalam Surat
al-Baqarah/2:30 berikut:
�)r A$% �/� p3´»=J=9 �T) @ã%` �û Ú�{# pÿ�=z ( #q9$% @ègB& $k�ù `B �¡ÿ� $k�ù
7ÿ¡�r ä$B$!# `tUr x7¡R 8�Jt2 ¨�)Rr 79 ( A$% �T) N=ã& $B w bqJ=è? ÇÌÉÈ
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi." mereka berkata, "Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah disana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”8
7 Alex Sobur. Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah (Bandung: CV Pustaka Setia;
2003) 8 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta;Departemen Agama RI,
2008), h. 6
6
Pendidikan dalam keluarga dilaksanakan atas dasar cinta kasih sayang
yang kodrati, rasa kasih murni, yaitu rasa cinta kasih sayang seorang tua terhadap
anaknya. Rasa kasih sayang inilah yang menjadi sumber kekuatan yang menjadi
pendorong orang tua untuk tidak jemu-jemunya membimbing dan memberikan
pertolongan yang dibutuhkan anak-anaknya.9
Diantara pendidikan dalam keluarga Pendidikan agama dalam keluarga
merupakan pendidikan non formal, sejak anak baru lahir hingga anak memasuki
usia untuk memperoleh pendidikan pada jalur formal (sekolah). Dengan adanya
dasar pendidikan agama dari rumah diharapkan kelak anak akan menerapkan
ajaran agama dalam kehidupannya sehari-hari.
Berdasarkan fenomena dan berpijak pada latar belakang masalah di atas,
maka dilakukan penelitian terhadap masalah tersebut dan mendapatkan deskripsi
yang dituangkan dalam skripsi ini dengan judul “PENGARUH PENDIDIKAN
AGAMA DALAM KELUARGA TERHADAP PEMBENTUKAN KONSEP
DIRI ANAK DI KELUARGA PEMULUNG JURANG MANGU BARAT”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk memfokuskan pembatasan dalam penelitian ini, sehingga sampai
pada tujuannya, maka penulis membatasi penelitian ini pada:
1) Pendidikan agama keluarga dalam penelitian ini yaitu pendidikan agama
yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya baik pendidikan secara
lisan maupun secara tindakan. Dalam penelitian ini yang di ukur adalah
bagaimana anak mendapatkan pendidikan agama dalam keluarganya.
9 Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 21-22
7
2) Keluarga dalam penelitian ini adalah keluarga-keluarga pemulung yang
tinggal di komunitas pemulung Jurang Mangu Barat.
3) Pembentukan konsep diri anak dalam penelitian ini yaitu semua hal yang
dilakukan oleh orang tua dalam memberikan keteladanan dan pembiasaan
kepada anak berdasarkan ajaran-ajaran agama yang berlangsung secara
terus menerus dan membentuk konsep diri pada anak. Konsep diri ini
terbentuk baik menjadi konsep diri yang positif ataupun menjadi konsep
diri yang negatif.
2. Perumusan Masalah
Agar perumusan masalah lebih terarah dan terfokus, maka dalam
penulisan penelitian ini dirumuskan dalam rangka menjawab permasalahan
sebagai berikut:
a. Bagaimana pendidikan agama anak di keluarga pemulung Jurang Mangu ?
b. Bagaimana pembentukan konsep diri anak di keluarga pemulung Jurang
Mangu ?
c. Bagaimana pengaruh pendidikan agama terhadap pembentukan konsep diri
anak di keluarga pemulung Jurang Mangu ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pembatasan dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan
dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang:
a. Untuk mengetahui dan menganalisis pembentukan konsep diri anak di
keluarga pemulung Jurang Mangu.
8
b. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pendidikan agama keluarga
terhadap pembentukan konsep diri anak di keluarga pemulung Jurang
Mangu.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu:
a. Ilmu Pengetahuan, diharapkan penelitian ini dapat menambah
pengetahuan baru pada mata kuliah Bimbingan dan Penyuluhan Islam,
Ilmu Dakwah, dan Psikologi Perkembangan.
b. Akademis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan
pemikiran yang dapat dijadikan bahan acuan tentang pendidikan
agama keluarga dalam pembentukan konsep diri anak bagi universitas
dan khususnya jurusan BPI.
c. Masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
masyarakat, khususnya para orang tua mengenai pendidikan agama
keluarga untuk pembentukan konsep diri anak.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam melakukan penelitian ini diadakan tinjauan pustaka terhadap
beberapa skripsi yang memiliki kemiripan judul untuk menghindari bentuk
plagiat, diantaranya:
1. “Pengaruh Pendidikan Agama dalam Keluarga Terhadap Kenakalan
Remaja di SMA 10 Tangerang Selatan”
(Disusun oleh: Tri Sutarti, NIM: 105011000121, Jurusan: Pendidikan
Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta). Metode yang digunakan pada
9
penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yaitu penelitian yang
bertujuan menggambarkan keadaan sebenarnya. Hasil penelitian ini
adalah, dapat disimpulkan bahwa pendidikan dalam keluarga yang
diberikan orang tua siswa-siswi SMA Negeri 10 Tangerang Selatan,
berupa pembinaan keimanan, pembinaan ibadah, dan pembinaan akhlak.
Dari kenakalan remaja dapat dilihat bahwa tingkat kenakalan remaja SMA
Negeri 10 Tangerang Selatan, berada pada tingkat cukup. Dari hasil
tersebut dapat dilihat bahwa tingkat kenakalan remaja di SMA Negeri 10
Tangerang Selatan berada pada tingkat sedang.
2. “Pengaruh Pendidikan Agama (Islam) dalam Keluarga Terhadap Konsep
Diri Pada Remaja”.
(Disusun oleh: Zakiah, NIM: 102070026075, Jurusan: Psikologi, Fakultas
Psikologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta). Metode
yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian korelasional,
dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Hasil dari penelitian ini
adalah terdapat pengaruh positif yang signifikan antara pendidikan agama
(Islam) dalam keluarga terhadap konsep diri remaja. Artinya semakin
tinggi pendidikan agama sesorang yang didapatkan dalam keluarga maka
akan semakin positif konsep diri seseorang itu, sebaliknya semakin
kurangnya pendidikan agama (Islam) yang didapatkan seseorang dalam
keluarganya maka akan konsep dirinya akan cenderung menjadi negatif.
Perbedaan dari dua penelitian di atas dengan penelitian ini yaitu masalah
yang diteliti disini adalah bagaimana pengaruh pendidikan agama keluarga
terhadap pembentukan konsep diri anak. Adapun lokasi penelitian ini bertempat di
10
komunitas pemulung Jurang Mangu, peneliti mengambil lokasi tersebut
dikarenakan peneliti merasa tertarik dengan konsep diri anak-anak di komunitas
pemulung tersebut. Dan yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah
keluarga pemulung dan yang menjadi masalah pada penelitian ini adalah
bagaimana pengaruh pendidikan agama keluarga terhadap pembentukan konsep
diri anak di komunitas pemulung Jurang Mangu.
E. Sistematika Penulisan
Penyusunan skripsi ini, peneliti membagi dalam lima bab dengan
sistematika pembahasan sebagai berikut:
BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. Bab ini menguraikan tentang
latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penelitian.
BAB II TINJAUAN TEORITIS. Bab ini menguraikan tentang pengertian
konsep diri, pengertian pemahaman agama, pengertian remaja
BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Adapun yang akan dibahas dalam
bab ini adalah mengenai lokasi penelitian, waktu penelitian, jenis
penelitian, teknik pemilihan, subjek penelitian, teknik pengumpulan
data, teknik pencatatan data, sumber data, fokus penelitian, analisis
data dan keabsahan data.
BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA. Bab ini
menguraikan gambaran umum komunitas pemulung, hasil dan
pembahasan penelitian.
11
BAB V PENUTUP. Bab ini membahas secara singkat mengenai kesimpulan
berdasarkan hasil pelaksaan penelitian dan saran-saran yang menjadi
penutup di pembahasan skripsi ini.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pendidikan Agama
1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia dalam upaya pengajaran
dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.1
Secara etimologi, pendidikan berasal dari bahasa Yunani, Paedagogiek.
Paes berarti anak; agogos artinya membimbing atau tuntunan; dan iek artinya
ilmu. Jadi secara etiologi paedagogiek adalah ilmu yang membicarakan
bagaimana memberikan bimbingan kepada anak. Dalam bahasa Inggris
pendidikan diterjemahkan menjadi education. Education berasal dari bahasa
Yunani educare yang berarti membawa keluar yang tersimpan dalam jiwa anak,
untuk dituntun agar tumbuh dan berkembang.2
Menurut Dictionary Of Education, yang dikutip oleh Alisuf Sabri dalam
bukunya Pengantar Ilmu Pendidikan, bahwa pendidikan diartikan sebagai
berikut:3
a. Serangkaian proses dengannya seseorang atau anak mengembangkan
kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya yang bernilai
atau berguna di masyarakat.
b. Proses sosial dimana orang-orang atau anak-anak dipengaruhi dengan
lingkungan yang (sengaja) dipilih dan dikendalikan (misalnya oleh guru di
1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia ,(Jakarta: Balai
Pustaka, 2005) h. 263 2 Madyo Ekosusilo, Dasar-Dasar Pendidikan, (Semarang: Effhar, 1990) h. 12 3Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Perrs, 2005), h. 5
13
sekolah) sehingga mereka memperoleh kemampuan-kemampuan sosial
dan perkembangan individual yang optimal.
Ahmad D. Marimba mendefinisikan pendidikan sebagai “bimbingan atau
pimpinan secara sadar oleh si pendidik tehadap perkembangan jasmani dan rohani
si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama”.4
Sedangkan beberapa ahli yang lain mengartikan pendidikan sebagai
berikut:5
a. Lengeveld: Mendidik adalah mempengaruhi anak dalam upaya
membimbingnya agar menjadi dewasa. Usaha membimbing haruslah
usaha yang disadari dan dilaksanakan dengan sengaja. Oleh karena itu
pendidikan hanya terdapat dalam pergaulan yang disengaja antara orang
dewasa dengan anak yang diarahkan kepada tujuan pendidikan.
b. Hoogveld: Mendidik membantu anak supaya ia cukup cakap
menyelenggarakan tugas hidupnya atas tanggung jawabnya sendiri.
c. SA. Branata, dkk: Pendidikan ialah usaha yang sengaja diadakan, baik
langsung maupun dengan cara yang tidak langsung, untuk membantu anak
dalam perkembangannya mencapai kedewasaan.
d. Ki Hajar Dewantara: Mendidik ialah menuntut segala kekuatan kodrat
yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai
anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya.
Selanjutnya menurut GBHN (Ketetapan MPR RI No. IV / MPR / 1973)
dikatakan bahwa: “Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk
4 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Al-Ma’arif, 1980), h. 19
5 Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 6
14
mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan diluar sekolah dan
berlangsung seumur hidup”.6
Kemudian menurut ketentuan umum Bab I Pasal 1 Undang-undangSistem
Pendidikan Nasional No.2 Tahun 1989, menjelaskan bahwa: “Pendidikan adalah
usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan latihan bagi peranannya di masa yang akan datang”.7
Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia;
aspek rohaniah dan jasmaniah, juga harus berlangsung secara bertahap. Akan
tetapi, suatu proses yang diinginkan dalam usaha kependidikan adalah proses
yang terarah dan bertujuan, yaitu mengarahkan anak didik (manusia) kepada titk
optimal kemampuannya. Berdasarkan pernyataan tersebut banyak ahli filsafat
pendidikan yang mengartikan pendidikan sebagai suatu proses bukan suatu seni
atau teknik.8
Pendidikan diartikan sebagai bimbingan atau pertolongan yang diberikan
dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa. Dalam perkembangan
berikutnya pendidikan diartikan sebagai “usaha yang dilakukan oleh seorang atau
sekelompok orang untuk mempengaruhi seseorang untuk mempengaruhi
sekelompok orang agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan
penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental”.9
6 Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan,(Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 7 7Ibid. h. 7 8Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h.12-13 9 Tholib Hasan, Dasar-dasar Pendidikan (Jakarta: Studia Press, 2005), h. 1
15
Menurut Arifin, pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk
membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak
didik baik dalam bentuk pendidikan formal maupun informal.10
Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar untuk melatih, membimbing, dan
mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri seseorang melalui suatu
proses dengan menggunakan metode-metode tertentu, baik secara formal maupun
nonformal, sehingga orang tersebut memperoleh pengetahuan dan pemahaman,
membentuk pola tingkah laku tertentu untuk menciptakan kepribadian yang
mandiri agar sampai pada kesempurnanan yang mungkin dicapai.
2. Pengertian Agama
Definisi agama adalah ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan yang Maha kuasa serta tata kaidah
yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungan.11
Agama adalah kepercayaan dan pola perilaku, yang diusahakan oleh
manusia untuk menangani masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan
menggunakan teknologi dan teknik organisasi yang diketahuinya. Untuk
mengatasi keterbatasan itu orang berpaling kepada manipulasi makhluk dan
kekuatan supernatural.12
Pengertian agama menurut Frezer dalam Aslam Hadi yaitu: “menyembah
atau menghormati kekuatan yang lebih agung dari manusia yang dianggap
10 M. Arifin, Hubungn Timbal Balik Pendidikan Agama Islam di Lingkungan Keluarga
(Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 4 11 Departemen Pendidikan Nasional “Kamus Besar Bahasa Indonesia” (Jakarta: Balai
Pustaka). Edisi 3. Cet.3 h. 12 12 William A. Haviland, Antropologi, (Jakarta: Erlangga 1985), h. 193
16
mengantur dan menguasai jalannya alam semesta dan jalannya peri kehidupan
manusia.”13
Agama menurut Prof. KHM. Taib Abdul Mu’in, agama adalah suatu
peraturan yang mendorong jiwa sesorang yang mempunyai akal, memegang
peraturan Tuhan dengan kehendaknya sendiri, untuk mencapai kebaikan hidup di
dunia dan kelak di akhirat.14
Agama menurut Harun Nasution, ada beberapa pengertian atau definisi
tentang agama, yaitu:
a. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib
yang harus dipatuhi.
b. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.
c. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung
pengakuan pada suatu sumber yang berada pada diri manusia dan yang
mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.
d. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan hidup
tertentu.
e. Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari kekuatan gaib.
f. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini
bersumber pada kekuatan gaib.
g. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan
perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam
sekitar manusia.
13 Aslam Hadi, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: Rajawali, 1986), cet. Ke-1, h. 6 14 Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,
1996) cet. Ke-2, h. 4
17
h. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui
seorang rasul.15
Sedangkan menurut H. Syahrial Sain, seperti yang dikutip oleh TB. Aat
Syafaat, dalam buku Peranan Pendidikan Agama Islam, agama adalah aturan
perilaku bagi umat manusia yang sudah ditentukan dan dikomunikasikan oleh
Allah Swt. Melalui orang-orang pilihan-Nya yang dikenal sebagai utusan-utusan,
rasul-rasul, atau nabi-nabi. Agama mengajarkan manusia untuk beriman kepada
adanya keEsaan, dan Supremasi Allah yang Maha Tinggi dan berserah diri secara
spiritual, mental, dan fisikal kepada kehendak Allah, yakni pesan Nabi yang
membimbing kepada kehidupan dengan cara yang dijelaskan Allah.16
Agama menurut Hadijah Salim adalah peraturan Allah SWT yang
diturunkan-Nya kepada rasul-rasul-Nya yang telah lalu yang berisi suruhan,
larangan dan sebagainya yang wajib ditaati oleh umat manusia dan menjadi
pedoman serta pegangan hidup agar selamat dunia dan akhirat. Agama adalah
kendali hidup, dan barang siapa hidupnya tak terkendalikan niscaya manusia itu
akan terjerumus dan tak akan menentu arah tujuannya, maka membahayakan
kepada diri mereka sendiri.17
Menurut Psikologi Agama, agama adalah pengakuan pribadi terhadap
yang dihayati sebagai “yang Adi Insani/Super Human” yang menggejala dalam
penghayatan dan tingkah laku orang yang bersangkutan lebih-lebih kalau
15 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Beberapa Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1985), cet.
Ke-4, h. 10 16 TB. Aat Syafaat, dkk. Peranan Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada,2008), h. 14-15 17 Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
1996), h. 4
18
usahanya untuk menyelaraskan dengan yang Adi Insani itu.18 Agama adalah relasi
dengan Tuhan sebagaimana dihayati oleh manusia.19
Agama dapat menjadi sarana bagi manusia untuk mengangkat diri dari
kehidupan duniawi, yang penuh penderitaan, dan mencapai kemandirian spiritual,
meskipun hanya untuk sementara.20
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
agama adalah usaha sadar untuk mengarahkan, mengajarkan, membimbing anak
secara berangsur-angsur dan membantu membentuk kepribadian anak dan
membantu perkembangan jasmani dan rohaninya agar sesuai dengan ajaran-ajaran
agama dan dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Pengertian Keluarga
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia Keluarga adalah suatu keluarga
yang paling mendasar dalam masyarakat yang terdiri dari ibu dan bapak dengan
anak-anaknya.21
Keluarga adalah lembaga sosial resmi yang terbentuk setelah adanya
perkawinan. Menurut pasal 1 Undang–undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974,
menjelaskan bahwa “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang
bahagia dan sejahtera berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.22
Anggota keluarga terdiri dari suami, istri atau orang tua (ayah dan ibu)
serta anak. Ikatan dalam keluarga tersebut didasarkan kepada cinta kasih sayang
18Mudjahid Abdil Manaf, Sejarah Agama-Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
1996), h. 6 19Nico Syukur Dister, Pengalaman dan Motivasi Beragama Pengantar Psikologi Agama,
(Jakarta:LEPPEHAS, 1982) h, 14 20 William A. Haviland, Antropologi, (Jakarta: Erlangga 1985), h. 195 21Departemen Pendidkan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2007), h. 536 22 Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 21
19
antara suami istri yang melahirkan anak-anak. Oleh karena itu hubungan
pendidikan dalam keluarga adalah didasarkan atas adanya hubungan kodrati
antara orang tua dan anak.23
4. Fungsi Keluarga
Keluarga sebagai kesatuan hidup bersama, menurut ST. Vembriarto,
mempunyai 7 fungsi yang ada hubungannya dengan kehidupan si anak; yaitu:24
a. Fungsi biologik, yaitu keluarga merupakan tempat lahirnya anak-anak
secara bilogis anak berasal dari orang tua.
b. Fungsi afeksi, yaitu keluarga merupakan tempat terjadinya hubungan
sosial yang penuh dengan kemesraan dan afeksi (penuh kasih sayang
dan rasa aman).
c. Fungsi sosialisasi, yaitu fungsi keluarga dalam membentuk
kepribadian anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga anak
mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinaan, cita-cita, dan
nilai-nilai dalam masyarakat dalam rangka perkembangan kepribadian.
d. Fungsi pendidikan, yaitu keluarga sejak dahulu merupakan institusi
pendidikan. Dahulu keluarga merupakan satu-satunya institusi untuk
mempersiapkan anak agar dapat hidup secara sosial dan ekonomi di
masyarakat. Sekarangpun keluarga dikenal sebagai lingkungan
pendidikan yang pertama dan utama dalam mengembangkan dasar
kepribadian anak.
e. Fungsi rekreasi, yaitu keluarga merupakan tempat atau medan rekreasi
bagi anggota untuk memperoleh afeksi, ketenangan dan kegembiraan.
23Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 21 24Ibid, h. 23
20
f. Fungsi keagamaan, yaitu keluarga merupakan pusat pendidikan,
upacara dan ibadah agama bagi para anggotanya, di samping peran
yang dilakukan institusi agama. Fungsi ini penting artinya bagi
penanaman jiwa agama pada anak.
g. Fungsi perlindungan, yaitu keluarga berfungsi memelihara, merawat
dan melindungi anak, baik fisik maupun sosialnya. Fungsi ini banyak
dilakukan oleh badan-badan sosial, seperti anak yatim piatu, anak
nakal, perusahan asuransi, dan lain-lain.
5. Pendidikan Agama dalam Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang primer dan fundamental
sifatnya. Disitulah anak dibesarkan, memperoleh penemuan-penemuan dan belajar
yang memungkinkan dirinya untuk perkembangan lebih lanjut. Disitu pulalah
anak pertama-tama akan mendapat kesempatan menghayati pertemuan-pertemuan
dengan sesama manusia bahkan memperoleh perlindungan yang pertama.25
Agama dan pendidikan bisa mempengaruhi kelakuan sesorang yang pada
hakikatnya ditimbulkan oleh norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam keluarga,
yang diturunkan melalui pendidikan orang tua terhadap anak mereka. Tidak
mengherankan jika nilai-nilai yang dianut oleh orang tua akhirnya dianut oleh
anaknya. Tidak mengherankan kalau ada pendapat segala sifat negatif yang ada
pada anak sebenarnya ada pula pada orang tuanya, bukan semata-mata karena
faktor bawaan atau keturunan, akan tetapi karena proses pendidikan.26
25 Ary H. Gunawan, Kebijakan-kebijakan Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: BINA
AKSARA, 1986), h. 101 26 Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004),
h. 114
21
Banyak alasan mengapa pendidikan agama di rumah tangga adalah paling
penting. Alasan pertama, pendidikan ditiga tempat pendidikan lainnya
(masyarakat, rumah ibadah, sekolah) frekuensinya rendah. Pendidikan di
masyarakat hanya berlangsung beberapa jam saja setiap minggu, di rumah ibadah
seperti masjid, juga sebentar, di sekolah hanya dua jam pelajaran setipa minggu.27
Alasan kedua, dan ini paling penting, inti pendidikan agama (Islam) ialah
penanaman iman. Penanaman iman itu hanya mungkin dilaksanakan secara
maksimal dalam kehidupan sehari-hari dan itu hanya mungkin dilakukan di
rumah.28
Sering kali orang menyangka bahwa pendidikan agama dalam keluarga,
adalah pemberian pelajaran agama kepada anak. Namun anggapan seperti itu
kurang tepat, karena yang dimaksud adalah pembinaan jiwa agama pada anak,
atau dengan kata lain pembinaan pribadi anak sedemikian rupa, sehingga segala
tindak tanduknya dalam hidup, sesuai dengan ajaran agama.29
B. Konsep Diri
1. Pengertian Konsep diri
Self concept atau konsep diri adalah evaluasi individu mengenai diri
sendiri, penilaian atau penaksiran mengenai diri sendiri oleh individu yang
bersangkutan.30
William D. Brooks mendefinisikan konsep diri sebagai “those physical,
social, and psychological perceptions of ourselves that we have derived from
27 Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007),
h. 134 28 Ibid, h. 134 29 Zakiah Daradjat, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang,
1977), h. 86 30 Chaplin James P. Kamus Lengkap Psikologi. (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001).
Cet. 7 h. 450
22
experiences and our interaction with others” (1974:40). Jadi, konsep diri adalah
pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh
bersifat psikologi, sosial, dan fisis.31
Konsep diri sebagai gambaran seseorang tentang dirinya. Gambaran ini
merupakan gabungan kepercayaan seseorang tersebut mengenai diri sendiri yang
meliputi karakteristik fisik, psikologis, sosial, emosi, aspirasi dan prestasi.
Menurutnya pandangan sesorang mengenai dirinya sendiri secara keseluruhan
sebagai hasil observasi terhadap dirinya dimasa lalu dan pada saat sekarang ini.
Setiap individu mempunyai konsep diri yang sesungguhnya dan konsep diri yang
ideal. Konsep diri yang sesungguhnya adalah konsep seseorang dari siapa dan apa
dia itu.32
Konsep diri menurut Roger adalah bagian sadar dari ruang fenomenal
yang disadari dan disimbolisasikan, yaitu “aku” merupakan pusat referensi setiap
pengalaman. Konsep diri ini merupakan bagian inti dari pengalaman individu
yang secara perlahan-lahan dibedakan dan disimbolisasikan sebagai bayangan
tentang diri yang mengatakan “apa dan siapa aku sebenarnya” dan “apa
sebenarnya yang harus aku perbuat”.33
R. B Burns, mengartikan konsep diri sebagai gambaran dari apa yang kita
pikirkan, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan menurut konsep diri awalnya
disebut dengan self reference sebagai cara yang menjelaskan berbagai macam
tingkah laku individu.34
31 Jalaluddin Rakhmat. Psikologi Komunikasi. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2008).
Cet. 26 h. 99-100 32Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Penerbit Erlangga 1980), h. 233 33Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), cet. 3, h. 507 34R. B. Burn, Konsep Diri: Teori Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku, (Jakarta:
Arcan, 1993)
23
Definisi lain seperti yang dikemukakan oleh Goss dan O’Hair, mengatakan
konsep diri mengacu kepada cara individu menilai diri individu sendiri, seberapa
besar individu berpikir bahwa individu berharga sebagai seseorang.35
Berdasarkan uraian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa definisi
konsep diri adalah pikiran dan perasaan individu berdasarkan keyakinan dan
pandangan atau persepsi individu mengenai dirinya sendiri dan penilaian orang
lain, secara keseluruhan baik secara psikologis, sosial dan fisik.
2. Konsep Diri Positif dan Konsep Diri Negatif
Jalaluddin Rakhmat menyatakan dalam bukunya Psikologi Komunikasi,
bahwa seseorang yang memiliki konsep diri yang positif ditandai dengan lima hal
yaitu:36
a. Kemampuan mengatasi masalah
b. Merasa setara dengan orang lain
c. Menerima pujian tanpa rasa malu
d. Ia menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan,
keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat
e. Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-
aspek kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha mengubahnya.
Sebaliknya menurut William D. Brooks dan Philip Emmert ada empat
tanda orang yang memiliki konsep diri negatif, yaitu:37
a. Peka pada kritik. Orang seperti ini sangat tidak tahan dengan kritikan yang
diterimanya, dan mudah marah atau naik pitam.
35Alex Sobur, Psikologi Umum, h. 507 36Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), h.
105 37Ibid, h. 105
24
b. Sangat responsif terhadap pujian. Orang seperti ini akan berpura-pura
menghindari menerima pujian, akan tetapi ia tidak dapat menyembunyikan
antusismenya saat menerima pujian.
c. Sikap hiperkritis, orang seperti ini akan sering mengeluh, mencela, atau
meremehkan apa pun dan siapa pun. Mereka tidak pandai dan tidak
sanggup untuk mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada
kelebihan orang lain.
d. Cenderung merasa tidak disenangi orang lain. Ia merasa tidak diperhatikan
karena itulah ia bereaksi pada orang lain sebagai musuh, sehingga tidak
dapat melahirkan kehangatan dan keakraban persahabatan.
e. Bersikap pesimis terhadap kompetisi seperti terungkap dalam
keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa konsep diri mempunyai peranan
penting dalam menentukan perilaku individu. Seluruh sikap, pandangan, serta
keyakinan seseorang terhadap dirinya akan berpengaruh terhadap seluruh
perilakunya. Apabila individu memandang dirinya sebagai orang yang tidak
mempunyai cukup kemampuan untuk melaksanakan tugas, maka perilakunya
akan menunjukan ketidakmampuannya tersebut. Konsep diri menentukan
pengharapan individu. Sikap dan pandangan negatif terhadap kemampuan diri
akan menyebabkan individu menaruh patokan harapan yang rendah. Patokan yang
rendah tersebut akan menyebabkan individu tidak mempunyai motivasi untuk
mencapai harapan atau tujuan yang diinginkannya.38
38 Dwi Restu, Hubungan Konsep Diri dengan Motifasi Menabung pada Pegawai UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, (Skripsi S1 Fakultas Psikologi, 2006), h. 28
25
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Terdapat berbagai hal yang dapat mempengaruhi perkembangan konsep
diri seseorang baik yang berasal dari dalam diri individu maupun yang berasal
dari luar individu. Verder menyebutkan tiga faktor yakni (Self Appraisal,
Reactions and response of other dan Roles you play) yang mempengaruhi
perkembangan konsep diri seseorang dan satu faktor ditambahkan Brooks, yaitu
reference group.3 9
a) Self Appraisal-Viewing Self as an Object
Istilah ini menunjukan suatu pandangan yang menjadikan diri sendiri
sebagai objek dalam komunikasi, atau dengan kata lain adalah kesan kita
terhadap diri sendiri.
b) Reaction and Response of Others
Konsep diri itu tidak saja berkembang melalui pandangan kita terhadap
diri sendiri, namun juga berkembang dalam rangka interaksi kita dengan
masyarakat. Menurut Brooks, “self concept is the direct result of how
significant others react to the individual”. Jadi self concept atau konsep
diri adalah hasil langsung dari cara orang lain bereaksi secara berarti
kepada individu.
c) Roles you Play-Role Taking
Dalam hubungan pengaruh terhadap konsep diri, adanya aspek peran yang
kita mainkan sedikit banyak akan mempengaruhi konsep diri kita. Yang
dimaksud dengan peran disini adalah:
39Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 518
26
1) Sekelompok norma dan harapan mengenai tingkah laku seseorang.
2) Norma-norma dan harapan yang dimiliki oleh orang-orang di
lingkungan dekat dengan individu itu.
3) Norma-norma dan harapan tersebut memang diketahui dan disadari
oleh individu yang bersangkutan.
d) Reference Groups
Yang dimaksud dengan reference groups atau kelompok rujukan adalah
kelompok yang kita menjadi anggota di dalamnya. Jika kelompok ini kita
anggap penting, dalam arti mereka dapat menilai dan bereaksi pada kita,
hal ini menjadi kekuatan untuk menentukan konsep diri kita. Dalam
hubungan ini menurut William Brooks, “Research shows that how we
evaluet ourselves is in part a function of how we are evaluated by
reference group”. Jadi penelitian menunjukkan bahwa cara kita menilai
diri kita merupakan bagian dari fungsi kita dievaluasi oleh sekelompok
rujukan.
Menurut Alex Sobur, konsep diri terbentuk dalam waktu yang relatif
lama, dan pembentukan ini tidak bias diartikan bahwa reaksi yang tidak biasa dari
seseorang dapat mengubah konsep diri. Namun, apabila tipe reaksi seperti ini
sangat penting terjadi, atau jika reaksi ini muncul karena orang lain yang memiliki
arti (significant others), yaitu orang-orang yang dinilai, umpamanya orang tua,
teman, dan lain-lain. Reaksi ini mungkin berpengaruh terhadap konsep diri.40
40Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 510
27
Jacinta dalam Zakiah mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi
konsep diri, yaitu:41
1) Pola asuh orang tua
Pola asuh orang tua turut menjadi faktor yang signifikan dalam
mempengaruhi konsep diri yang terbentuk. Sikap positif yang terbaca oleh
anak, akan menumbuhkan konsep diri dan pemikiran yang positif serta
sikap menghargai diri sendiri. Sikap negatif orang tua akan mengundang
pertanyaan pada anak dan menimbulkan asumsi bahwa dirinya tidak cukup
berharga untuk dikasihi, disayangi dan dihargai.
2) Kegagalan
Kegagalan yang terus menerus dialami sering kali menimbulkan
pertanyaan pada diri sendiri dan berakhir dengan kesimpulan bahwa semua
penyebabnya terletak pada kelemahan diri. Kegagalan membuat orang
merasa dirinya tidak berguna.
3) Depresi
Orang yang sedang mengalami depresi akan mempunyai pemikiran yang
cenderung negatif dalam memandang dan merespon segala sesuatunya,
termasuk menilai diri sendiri.
4) Kritik internal
Terkadang mengkritik diri sendiri memang dibutuhkan untuk
menyadarkan seseorang akan perbuatan yang telah dilakukan. Kritik
terhadap diri sendiri sering berfungsi menjadi rambu-rambu dalam
bertindak dan berperilaku agar keberadaan kita diterima oleh masyarakat
dan dapat beradaptasi dengan baik.
41 Zakiah, Pengaruh Pendidikan Agama (Islam) dalam Keluarga Terhadap Konsep Diri Pada Remaja , (Skripsi S1 Fakultas Psikologi, 2007)
28
4. Dimensi-dimensi dalam Konsep Diri
Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya,
yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi
dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan
berkembang dari pengalaman yang terus menerus dan terdiferensiasi. Dasar dari
konsep diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi
dasar yang mempengaruhi tingkah lakunya dikemudian hari.42
Konsep diri menjadi hal yang penting dalam kepribadian individu, tidak
merupakan hal yang tunggal yang hanya terdiri dari unsur-unsur melainkan terdiri
dari beberapa komponen yang masing-masing berdiri sendiri namun saling
melengkapi satu sama lain.
Menurut William H. Fitts, seperti yang dikutip oleh DR. Hendrianti
Agustian dalam buku Psikologi Perkembangan, konsep diri merupakan aspek
penting dalam diri seseorang, karena konsep diri seseorang merupakan kerangka
acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan.43
Menurut Fits dalam Hendriati Agustin, membagi konsep diri dalam dua
dimensi pokok, yaitu sebagai berikut:44
1) Dimensi Internal
Dimensi internal atau yang disebut juga kerangka acuan internal
(internal frame of references) adalah penilaian yang dilakukan individu
yakni penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri
berdasarkan dunia didalam dirinya. Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk:
42 Dwi Restu, Hubungan Konsep Diri dengan Motifasi Menabung pada Pegawai UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, (Skripsi S1 Fakultas Psikologi, 2006), h, 33 43 Hendriati Agustiani. Psikologi Perkembangan. (Bandung: PT Refika Aditama 2006).
Cet. 1 h. 138 44Ibid. h 139-142
29
a. Diri Identitas (identity self), merupakan aspek yang paling dasar dari
diri dimana terkumpul seluruh simbol yang digunakan oleh individu
untuk mengamati dan menilai serta menggambarkan dirinya. Diri
identitas dapat mempengaruhi cara seseorang berinteraksi dengan
lingkungan dan diri sendiri.
b. Diri Pelaku (behavioral self), merupakan persepsi terhadap tingkah
laku atau cara bertindak individu. Apakah tingkah laku dipengaruhi
faktor internal atau eksternal dan apakah tingkah laku itu perlu
dipertahankan atau tidak, hal ini tergantung konsekuensi yang
diperoleh, apabila tingkah laku menyenangkan maka akan cenderung
dipertahankan atau di ulangi.
c. Diri Penerimaan/Penilai (judging self), merupakan bagian dari diri
yang menjalankan fungsi sebagai pengamat, pemberi nilai standar,
perbandingan dan yang paling utama sekali sebagian penilai diri
sendiri.
2) Dimensi Eksternal
Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan
dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain diluar
dirinya. Dimensi ini dibagi menjadi lima bentuk yaitu:
a. Diri fisik (physical self), menampilkan pandangan atau persepsi
individu terhadap keadaan fisik, kesehatan, penampilan diri dan gerak
motoriknya.
b. Diri etik-moral (moral-ethical self), merupakan persepsi individu
tentang dirinya ditinjau dari standar pertimbangan moral atau etika.
30
c. Diri peribadi (personal self), merupakan persepsi individu terhadap
nilai-nilai pribadi. Terlepas dari keadaan fisik dan hubungan dengan
orang lain, yaitu seberapa besar individu merasa sebagai orang yang
gembira, riang, serius, santai atau seorang pemarah.
d. Diri keluarga (family self), merupakan pandangan, perasaan dan harga
diri individu sebagai anggota keluarga dan teman-teman dekatnya.
e. Diri Sosial (social self), merupakan persepsi individu dalam kaitannya
dengan peran sosial atau interaksi social dengan orang lain secara
umum dan dalam lingkungan yang lebih luas.
Seluruh bagian dari ini, baik internal maupun eksternal, saling berinteraksi
dan membentuk suatu kesatuan yang utuh untuk menjelaskan hubungan antara
dimensi internal dan dimensi eksternal.45
5. Proses Pembentukan dan Perkembangan Konsep Diri
Konsep diri terbentuk dari proses belajar sejak masa pertumbuhan seorang
manusia dari kecil hingga dewasa. Lingkungan, pengalaman dan pola asuh orang
tua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri yang
terbentuk. Oleh sebab itu seringkali anak-anak yang tumbuh dan dibesarkan dalam
pola asuh yang keliru dan negatif ataupun lingkungan yang kurang mendukung
cenderung memiliki konsep diri negatif. Jika lingkungan memberikan sikap yang
baik dan positif maka anak akan merasa dirinya cukup berharga sehingga
tumbuhlah konsep diri yang positif.46
45 Hendriati Agustina, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT Refika Aditama 2006),
h. 142 46 Zakiah, Pengaruh Pendidikan Agama (Islam) dalam Keluarga Terhadap Konsep Diri
pada Remaja,(Skripsi S1 Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Jakarta), h. 25
31
Konsep diri pada dasarnya tersusun atas berbagai tahapan. Halyang paling
dasar adalah konsep diri primer, yaitu konsep yang terbentuk atas dasar
pengalamannya terhadap lingkungan terdekatnya, yaitu lingkungan rumahnya
sendiri. Konsep diri sekunder terbentuk saat interaksi dengan lingkungan di luar
keluarga seperti teman-temannya. Konsep diri yang konsisten yaitu konsep diri
yang terbentuk karena adanya hubungan yang erat dengan pengalaman-
pengalaman sebelumnya.47
Menurut Clara R. Pudjijogyanti (1988), konsep diri terbentuk atas dua
komponen, yaitu komponen kognitif dan komponen afektif. Komponen kognitif
merupakan pengetahuan individu tentang keadaan dirinya. Komponen afeksi
merupakan penilaian individu terhadap diri. 48
Konsep diri terbentuk dan berkembang dipengaruhi oleh pengalaman atau
kontak eksternal dengan lingkungan dan juga pengalaman internal tentang dirinya.
Pengalaman internal ini akan mempengaruhi respon terhadap pengalaman
eksternalnya. Dari dua faktor ini terbentuklah konsep diri. Tidak jauh berbeda
dengan pendapat thalib tersebut, Sam dan Ancok berpendapat bahwa konsep diri
berkembang karena ada proses interaksi dirinya dengan individu atau kelompok
lainnya.49
Perkembangan konsep diri merupakan proses yang terus menerus berlanjut
di sepanjang kehidupan manusia. Symond dalam Fitts (1971) mengatakan bahwa
persepsi tentang diri tidak langsung muncul pada saat kelahiran, tetapi mulai
berkembang secara bertahap dengan munculnya kemampuan perseptif. Diri (self)
47 Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka setia, 2010), h. 511 48 Ibid, h. 511-512 49 Ahsit Santoso, Hubungan antara Konsep Diri dengan Gaya Hidup Konsumtif Siswa SMA
Islam, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan), h. 16
32
berkembang ketika individu merasakan bahwa dirinya terpisah dan berbeda dari
orang lain ketika itu dikenali sebagai orang lain, seorang bayi membentuk
pandangan yang masih kabur tentang dirinya sebagai seorang individu.50
C. Anak
1. Pengertian Anak
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, anak adalah manusia yang masi
kecil, orang yang berasal dari atau dilahirkan di suatu negeri, daerah dan
sebagainya, atau manusia yang lebih kecil dibandingkan orang dewasa, bisa juga
dikatakan keturunan adam.51
Menurut singgih anak adalah suatu masa peralihan yang mana ditandai
dengan adanya perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat, baik secara
fisik maupun secara psikisnya.52
2. Tugas Perkembangan Anak Usia 7 – 12 tahun
Usia 7 sampai 12 tahun adalah tahapan perpindahan dari berpikir pra
operasional menjadi operasional konkret, dengan demikian itu berpikiran
operasional konkret, anak belajar membentuk sistem logika, kemampuan
kognitifnya meningkat beriringan dengan situasi-situasi konkret yang terjadi
disekitarnya.53
Tugas perkembangan anak usia 7 sampai 12 tahun (masa kanak-kanak
akhir) menurut Havinghurst, antara lain:54
50 Ahsit Santoso, Hubungan antara Konsep Diri dengan Gaya Hidup Konsumtif Siswa SMA
Islam Panglima Besar Sudirman Cijantung Jakarta Timur, h. 15 51 Departemen Pendidikan Nasional “Kamus Besar Bahasa Indonesia” (Jakarta: Balai
Pustaka). Edisi 3. Cet.3 h. 41 52 Singgih D. Gunarsa, Dasar-dasar Teori Perkembangan Anak (Jakarta: PT BPK Gunung
Mulia, 1997), h. 25 53 Abu Bakar Braja, Psikologi Perkembangan Tahapan dan Aspeknya, (Jakarta: Studi Press
2005), cet ke-1, h. 43 54 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan (Jakarta: Erlangga, 1994) h. 10
33
a. Membangun sikap dan perilaku yang sehat mengenai diri sendiri, sebagai
makhluk yang sedang tumbuh.
b. Mengembangkan hari nurani, memahami moral, tata tertib dan tingkah
laku
c. Belajar menyesuaikan diri dengan teman-temannya.
d. Mencapai kebebasan pribadi.
e. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan
sehari-hari.
f. Mulai mengembangkan peran sosial wanita atau pria yang tepat.
3. Perkembangan dan Pemahaman Agama pada Anak-anak
Menurut penelitian Ernest Harms perkembangan agama anak-anak itu
melalui beberapa fase (tingkatan). Ia mengatakan bahwa perkembangan agama
pada anak-anak itu melalui tiga tingkatan, yaitu:55
a. The Fairy Tale Stage (Tingkat Dongeng).
Pada tingkat perkembangan ini anak menghayati konsep ke-Tuhanan sesuai
dengan tingkatan perkembangan intelektualnya.
b. The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan).
Pada masa ini, ide ke-Tuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang
berdasarkan kepada kenyataan (realitas).
c. The Individual Stage (Tingkat Individu).
Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan
dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang individualistis ini
terbagi atas tiga golongan, yaitu:
55 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), h. 66
34
1. Konsep ke-Tuhanan yang konfensional dan konservatif dengan dipengaruhi
sebagian kecil fantasi. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh luar.
2. Konsep ke-Tuhanan yang lebih murni yang dinyatakan dalam pandangan
yang bersifat personal (perorangan).
3. Konsep ke-Tuhanan yang bersifat humanistik. Agama telah menjadi etos
humanis pada diri mereka dalam menghayati ajaran agama. Perubahan ini
setiap tingkatan dipengaruhi oleh faktor intern, yaitu perkembangan usia dan
faktor ekstrem berupa pengaruh luar yang dialaminya.
Anak mulai mengenal Tuhan melalui orang tua dan lingkungan
keluarganya. Kata, sikap, tindakan dan perbuatan orang tua, sangat mempengaruhi
perkembangan agama pada kata anak sebelum anak dapat bicara, dia telah dapat
melihat dan mendengar kata-kata, yang barangkali belum mempunyai arti apa-apa
baginya. Namun perkembangan agama telah mulai ketika itu.56
Anak menerima saja apa yang dikatakan oleh orang tua kepadanya. Dia
belum mempunyai kemampuan untuk memikirkan kata itu. Bagi anak orang
tuanya adalah benar, berkuasa, pandai, dan menentukan. Oleh karena itu maka
pertumbuhan agama pada anak tidak sama antara satu dengan yang lain, karena
tergantung kepada orang tuanya sendiri.57
56 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), h. 70 57 Ibid, h. 70
35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Desain Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif. Kuantitatif merupakan suatu pendekatan yang didasarkan atas
perhitungan persentase, rata-rata, dan perhitungan statistik lainnya.1
Sedangkan jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
survey. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sample dari satu
populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok.2
Adapun format yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan,
meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variabel yang
timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu berdasarkan apa yang
terjadi. Kemudian mengangkat kepermukaan karakter atau gambaran tentang
kondisi, situasi, ataupun variabel tersebut.3
Dengan demikian penelitian ini akan mengujui dan menganalisis tentang
pengaruh pendidikan agama dan pembentukan konsep diri anak.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Komunitas Pemulung yang beralokasi di
kelurahan Pondok Aren, Jurang Mangu Barat. Beralamat di Jurang Mangu Barat
Rt 003 Rw 01 Pondak Aren, Tangerang Selatan. Dan yang menjadi subjek
1 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 3.
2 Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survey, (Jakarta: LP3ES, 1989), h. 3. 3 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana, 2005), cet. Ke-2,
h. 36
36
penelitian disini adalah keluarga pemulung di komunitas pemulung Jurang
Mangu.
Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian ini didasari oleh pertimbangan-
pertimbangan sebagai berikut:
1. Lokasi penelitian tersebut cukup strategis, mudah dijangkau, dan
keterbatasan biaya dalam penelitian.
2. Peneliti mudah diterima karena sebelumnya pernah melakukan praktikum
makro dilokasi pemulung tersebut.
3. Peneliti mudah dalam memperoleh data-data dan izin dari pihak yang
terkait.
Adapun waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Februari tahun 2012
sampai dengan bulan Februari tahun 2013.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah serumpun atau sekelompok objek yang menjadi sasaran
penelitian. Oleh karenanya, populasi penelitian merupakan keseluruhan dari objek
penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, gejala,
nilai, peristiwa, sikap hidup, dan sebagainya, sehingga objek-objek ini dapat
menjadi sumber data penelitian.4 Adapun populasi dalam penelitian ini adalah
orang tua pada keluarga pemulung di Rt 003 Rw 01 Jurang Mangu Barat yang
berjumlah 40 kepala keluarga dan penulis mengambil sampel sebanyak 30
responden. Dalam buku Metode Penelitian Sosial Bailey berpendapat bahwa
untuk penelitian sosial minimum sampel yang digunakan sebesar 30, walaupun
4 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Jakarta; Kencana, 2006), h. 99
37
Bailey mengakui bahwa banyak penelitian lain menganggap bahwa sampel
sebesar 100 merupakan jumlah yang minimum dalam penelitian sosial.5
2. Sampel
Penetapan sampel dilakukan dengan cara sampel random sederhana
(simple random sampling), teknik pengambilan sampel yang memberikan
kesempatan yang sama kepada setiap anggota yang ada dalam suatu populasi
untuk dijadikan sampel.6
Syarat untuk dapat dilakukan teknik simple random sampling adalah:7
a) Anggota populasi tidak memiliki strata sehingga relatif homogen
b) Adanya kerangka sampel yaitu merupakan daftar elemen-elemen populasi
yang dijadikan dasar untuk pengambilan sampel
Adapun yang menjadi kriteria sample dalam penelitian ini adalah:
a) Bekerja sebagai pemulung
b) Bertempat tinggal di lokasi pemulung
c) Sudah memiliki anak
D. Variabel Penelitian
Variable penelitian dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu variable
independen (variabel bebas) dan varibel dependen (variabel terikat).
1. Variabel independen (variabel bebas): Pendidikan Agama yang meliputi:
a. Keimanan
b. Ibadah
5Irawan Soehartono, Metodologi Penelitian Sosial, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2011), cet-11, h. 58 6Syofian Siregar, Statistika Deskriptif Untuk Penelitian, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011),
edisi 1-2, h. 145. 7 Ibid., h. 146.
38
c. Akhlak
d. Etika dalam pergaulan
2. Variabel dependen (variabel terikat): Pembentukan Konsep Diri yang
meliputi:
a. Positif
b. Negatif
E. Definisi Operasional dan Indikator Penelitian
Definisi operasional adalah semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana
caranya mengukur suatu variabel.8
1. Variabel Bebas
a. Keimanan
1) Definisi Operasional : mengingatkan untuk mengerjakan ajaran agama
2) Indikator :
1. Orang tua mengingatkan anak untuk percaya kepada Allah
2. Orang tua mengingatkan anak untuk percaya kepada malaikat
3. Orang tua mengingatkan anak untuk percaya kepada rasulNya
4. Orang tua mengingatkan anak untuk percaya kepada kitabNya
5. Orang tua mengingatkan anak untuk percaya kepada hari kiamat
b. Ibadah
1) Definisi Operasional : melakukan kegiatan keagamaan
2) Indikator :
1. Orang tua memberi contoh dan membimbing anak untuk sholat
lima waktu
8 Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, Metode Penelitian Survei,(Jakarta: LP3ES, 1989), edisi revisi, h.46
39
2. Orang tua memberikan contoh untuk wajib berpuasa di bulan
Ramadhan
3. Orang tua menberikan contoh dan membimbing anak untuk
membaca Al-Quran
c. Akhlak
1) Definisi Operasional : mengajarkan tentang tata cara pergaulan hidup
manusia
2) Indikator :
1. Orang tua mengajarkan anak untuk saling berbagi dengan sesama
2. Orang tua mengenalkan anak akan kalimat toyibah
3. Orang tua mengajarkan anak untuk saling tolong menolong
d. Etika dalam pergaulan
1) Definisi Operasional : bersosialisasi yang baik dengan sesama
2) Indikator :
1. Orang tua menerapkan tata cara bergaul kepada anak
2. Orang tua mengajarkan anak untuk tidak memilih-milih teman
2. Variabel Terikat
a. Positif
1) Definisi Operasional: perasaan percaya diri dan dapat menempatkan
dirinya dalam lingkungan sosial
2) Indikator :
a) Kemampuan mengatasi masalah
b) Merasa setara dengan orang lain
c) Menerima pujian tanpa rasa malu
d) Menyadari norma yang berlaku di masyarakat
e) Mampu memperbaiki dirinya
40
b. Negatif
1) Definisi Operasional: perasaan terancam dan tidak nyaman yang
dirasakan individu terhadap lingkungannya.
2) Indikator :
a) Peka pada kritik
b) Sangat responsive terhadap pujian
c) Sikap hiperkritis
d) Cenderung merasa tidak disenangi orang lain
e) Sikap pesimis dalam kompetisi
F. Teknik Pengumpulan Data
Dilihat dari sumber data yang diperoleh, penulis menggunakan data primer
dan data sekunder, yaitu:
1. Data primer, adalah data yang diperoleh langsung dari narasumber melalui
penelitian lapangan, yakni melalui:
a. Observasi
Observasi yaitu suatu cara untuk mengumpulkan data yang diinginkan
dengan jalan mengadakan pengamatan secara langsung. Dalam hal ini
melaksanakan penyelidikannya dengan pancaindera secara aktif, terutama
penglihatan dan pendengarannya. penyelidik langsung mendatangi
sasaran-sasaran penyelidikan, melihat, mendengarkan, serta membuat
catatan untuk dianalisis.9
9 H. M. Umar dan Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan, (Bandung: CV Pustaka Setia,
1998), h. 123.
41
b. Angket (Questionnaire)
Kuesioner merupakan suatu daftar yang berisi pertanyaan-pertanyaan
tertulis yang telah dirumuskan sebelumnya yang harus dijawab atau
dikerjakan oleh orang (responden) yang menjadi sasaran questionnaire
tersebut. pertanyaan dalam questionnaire bergantung pada maksud serta
tujuan yang ingin dicapai.10
c. Wawancara (interview)
Wawancara digunakan apabila peneliti ingin melakukan studi
pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi
juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih
mendalam yang mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau
self-report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan
pribadi.11
2. Data sekunder, adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari
narasumber. Data ini diperoleh dari berbagai macam sumber seperti buku,
internet, jurnal, majalah, dan literatur lainnya yang dapat memberikan
informasi berkaitan dengan masalah yang diteliti.
G. Uji Validitas
Uji validitas berguna untuk mengukur ketepatan instrument penelitian.
Suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen tersebut dapat mengukur apa yang
seharusnya diukur. Pendekatan yang digunakan untuk uji validitas dalam
penelitian ini adalah construct validity yaitu untuk mengukur construct tertentu,
yang artinya apakah suatu instrument mengukur construct sesuai dengan yang
10 Puguh Suharso, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: PT Indeks, 2009), h. 89. 11 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: ALFABETA, 2008), h. 72.
42
diharapkan.12 Rumus yang digunakan untuk mengukur validitas instrumen
penelitian ini adalah rumus korelasi Pearson Product Moment. Pada uji validitas
ini, penulis menggunakan SPSS 19.0 for Windows.
Berdasarkan hasil uji validitas yang telah dilakukan pada 30 responden,
maka diperoleh skor sebesar 0.361 pada taraf signifikan sebesar 5%. Dengan
demikian kuesioner ini layak untuk disebarkan.
H. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas berguna untuk mengukur konsistensi instrumen penelitian.
Instrumen yang reliable adalah instrumen yang dapat digunakan berulang kali
untuk mengukur objek yang sama dan akan menghasilkan data yang sama.13
Peneliti menggunakan teknik Internal Consistency yang dilakukan dengan cara
mengukur instrumen sekali saja, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan
teknik tertentu. Hasil analisis dapat digunakan untuk memprediksi reliabilitas
instrumen.14 Dalam uji reliabilitas ini penulis menggunakan Reliability Analysis
dengan metode Cronbach’s Alpha dengan bantuan computer SPSS 19. 0 for
Windows. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :15
= ( ). (1- )
Keterangan :
12 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung : CV. Alfabeta,
2009), cet. Ke-6, h. 121. 13 Ibid, h. 121 14 Ibid, h. 131 15 Riduwan, Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Pemula,
(Bandung: Alfabeta, 2010), h.115
43
r11 = Nilai Reliabilitas
∑Si = Jumlah variasi skor tiap-tiap item
St = Variasi total
k = Jumlah item I. Hasil Uji Validitas dan Realibilitas
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Cases
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.895 55
Hasil dari uji validitas dan reliabilitas menghasilkan nilai uji instrument
sebesar 0,895. Nilai tersebut menunjukan tingkat keadaan alat ukur yang baik.
Dengan kata lain uji instrument terhadap 30 responden dengan memberikan 55
butir pernyataan secara keseluruhan dianggap valid dan reliabel. Seperti yang
telah dijelaskan dalam buku Metode Penelitian Survei bahwa untuk
tarafsignifikansi 5% angka kritik reabilitas adalah 0.632.16
16Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES, 2011), h. 139
44
J. Regresi Linier Sederhana
Regresi sederhana didasarkan pada hubungan fungsional ataupun kausal
satu variabel independen dengan satu variabel dependen. Persamaan umum
regresi linier sederhana adalah:17
Y=
Keterangan
Y = Variabel dependen (pembentukan akhlak)
α = Konstanta
b = Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka
peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang
didasarkan pada perubahan variabel independen. Bila (+) arah
garis naik, dan bila (-) maka arah garis turun.
X = Subyek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu.
K. Uji Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
kemampuan variabel bebas (X) menjelaskan variabel terikat (Y). Dalam output
SPSS, koefisien determinasi terletak pada tabel Model Summary dan tertulis R
Square. Namun untuk regresi linear berganda sebaiknya menggunakan R Square
yang telah disesuaikan (Adjusted R Square), karena disesuaikan dengan jumlah
variabel bebas yang digunakan dalam penelitian.
Nilai R Square dikatakan baik jika di atas 0,5 karena nilai R Square
berkisar antara 0 sampai 1. Pada umumnya sampel dengan data deret waktu (time
17 Sugiyono, Statistika untuk Penelitian,(Bandung : CV.ALFABETA, 2008), h. 261
45
series) memiliki R Square maupun Adjusted R Square dikatakan cukup tinggi
dengan nilai di atas 0,5.18
L. Uji t-test Sederhana
Uji parsial dengan t-test ini berfungsi untuk mengetahui besarnya
pengaruh masing-masing variabel bebas (X) secara individual (parsial) terhadap
variabel terikat (Y). Adapun nilai taraf signifikansinya sebesar α = 5%
Hipotesis untuk hasil uji t ini adalah :
a. Ha : ρ ≠ 0 Terdapat pengaruh yang signifikan antara Pendidikan
Agama keluarga dengan pembentukan konsep diri anak di
keluarga pemulung.
b. Ho : ρ = 0 Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Pendidikan
Agama dengan pembentukan konsep diri anak di keluarga
pemulung.
18 Sugiyono, Statistika untuk Penelitian, (Bandung : CV.AlFABETA, 2008), h. 50-51
46
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Gambaran Umum dan Lokasi Peneliti
Perkampungan lapak pemulung di daerah Jurang Mangu Barat RT 003
sudah terbentuk sejak lama sekali. Tidak ditemukan waktu yang tepat kapan
pastinya mereka pertama kali datang ke Jurang Mangu. Warga mengatakan sudah
terlalu lama sehingga mereka lupa kapan tepatnya mereka menghuni lapak
tersebut. Diperkirakan sudah lebih dari 13 atau 14 tahun yang lalu. Mereka datang
sekitar tahun 1999 atau 2000. Pertama kali datang hanya beberapa orang
pemulung saja, lalu seiring berjalannya waktu pemulung lain pun datang silih
berganti. Bermula dari hanya 1 lapak, bertambah menjadi 5 lapak, hingga
akhirnya menyusut kembali menjadi 3 lapak. Dan jumlah kepala keluarga tiap
lapaknya memiliki jumlah yang berbeda-beda. Lokasi pemulung di RT 003 ada
tiga lapak yaitu : lapak Kembar Jaya, lapak Windi Jaya dan lapak Sanjaya.
Setiap lapak memiliki sosok pemimpin yang biasa dipanggil dengan
sebutan “Bos”. Selain menjadi pemimpin seorang “Bos” juga bertidak sebagai
penadah barang-barang bekas atau disebut juga dengan pembeli. Setiap harinya
para pemulung akan berkeliling untuk mencari barang-barang pulungan, dan
setelah terkumpul barang-barang tersebut akan disetorkan kapada bos masing-
masing lapak.1
Adapun batasan-batasan wilayah Kelurahan Jurang Mangu Barat terdapat
4 bagian yaitu :
1 Hasil Observasi peneliti, 2011
47
a. Sebelah Utara berbatasan dengan : Kelurahan Peninggilan
b. Sebelah Timur berbatasan dengan : Kelurahan Jurang Mangu Timur
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan : Kelurahan Pondok Ranji
d. Sebelah Barat berbatasan dengan : Kelurahan Pondok Aren dan Kelurahan
Pondok Jaya
B. Data-data Hasil Penelitian Lapangan
1. Klasifikasi Responden
Dari hasil analisis mengenai profil responden diperoleh data mengenai
responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini, antara lain: karakteristik
responden berdasarkan usia responden, jenis kelamin, dan pendidikan terakhir.
Selanjutnya akan dijelaskan dalam bentuk tabel beserta uraiannya.
a. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Tabel 1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
No. Usia Frekuensi Persentase
1 21 – 25 tahun 1 Responden 3,3 %
2 26 – 30 tahun 3 Responden 10 %
3 31 – 35 tahun 4 Responden 13,3 %
4 36 – 40 tahun 7 Responden 23,3 %
5 41 – 45 tahun 6 Responden 20 %
6 46 – 50 tahun 4 Responden 13,3 %
7 51 – 55 tahun 5 Responden 16,6 %
Berdasarkan tabel 1, diketahui bahwa karakteristik responden berdasarkan
usia adalah sebanyak 1 responden berusia 21 – 25 tahun, kemudian sebanyak 3
responden berusia 26 – 30 tahun, kemudian sebanyak 4 responden berusia 31 – 35
48
tahun, kemudian 7 responden berusia 36 – 40 tahun, selanjutnya sebanyak 6
responden berusia 41 – 45 tahun, lalu sebanyak 4 responden berusia 46 – 50
tahun, dan sebanyak 5 responden berusia 51 – 55 tahun. Dengan demikian
responden dalam penelitian ini berdasarkan tabel diatas berada dalam usia
produktif.
b. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
1 Laki-laki 15 Responden 50 %
2 Perempuan 15 Responden 50 %
Berdasarkan tabel 2, diketahui bahwa karakteristik responden berdasarkan
jenis kelamin adalah sebanyak 15 responden berjenis kelamin laki-laki, dan 15
orang berjenis kelamin perempuan.
c. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Tabel 3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
No. Jenjang Pendidikan Frekuensi Persentase
1 SD 15 Responden 50 %
2 SMP 9 Responden 30 %
3 SMA 4 Responden 13,3 %
4 Tidak Sekolah 2 Responden 6,6 %
Berdasarkan tabel 3, diketahui bahwa karakteristik responden berdasarkan
pendidikan terakhir adalah sebanyak 15 responden berpendidikan terakhir SD,
kemudian sebanyak 9 responden berpendidikan terakhir SMP, lalu sebanyak 4
49
responden berpendidikan SMA, dan 2 responden tidak pernah mengenyam
pendidikan di bangku sekolah.
Berdasarkan tabel diatas, sebagian besar responden dalam penelitian
mengenyam pendidikan menengah kebawah. Dari data di atas jumlah responden
sebagian berpendidikan rendah (SD berjumlah 50%).
2. Analisis Data Lapangan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diolah maka diperoleh data
responden sebagai berikut:
a. Pendidikan Agama
1. Keimanan
Tabel 4 Respon orang tua terhadap Variabel Keimanan
No. Pernyataan SS S TS STS Skor Ranking
1 Saya mengadzankan anak-anak saya ketika mereka lahir
15 15 - - 135 4
2 Saya sering mengatakan kepada anak-anak bahwa Allah mengawasi kita
23 7 - - 143 1
3 Saya tidak pernah mengenalkan Allah kepada anak-anak
1 - 13 16 130 6
4 Saya mengajarkan kepada anak-anak tentang malaikat yang harus di imani
18 9 1 2 129 7
5 Saya belum pernah memberi tahu anak-anak tentang malaikat
- - 24 6 126 8
6 Saya tidak mengetahui tentang Rasul Allah
1 1 20 8 123 9
7 Saya suka menceritakan 18 12 - - 138 3
50
perilaku Nabi Muhammad
8 Saya mengajarkan anak-anak untuk memahami isi Al-Quran
21 9 - - 141 2
9 Anak-anak saya belum pernah diberi tahu tentang isi Al-Quran
1 1 9 19 133 5
10 Saya memberitahu anak-anak tentang hari kiamat
3 23 3 1 114 11
11 Saya belum pernah menceritakan tentang hari kiamat
1 3 21 5 116 10
Analisis dari tabel 4 adalah tentang dasar-dasar dari keimanan, dan tentang
bagaimana responden mengajarkan tentang keimanan tersebut kepada anak-anak
dari sedini mungkin.
Peneliti menduga tingginya skor pada butir pernyataan tentang responden
sering mengatakan kepada anak-anak bahwa Allah mengawasi kita dengan hasil
skor 143 dengan dugaan hasil di lapangan bahwa para orang tua mengajarkan
kepada anak-anak mereka bahwa tuhan yang harus ditaati adalah Allah dan kita
senantiasa harus taat dan patuh kepada Allah karena Allah selalu mengawasi
segala tingkah laku umatnya. Seperti untuk tidak berbohong, selalu berbuat baik
kepada orang tua dan teman dan sebagainya.
Hal ini sejalan dengan tuntunan Alquran yang memuat pesan Luqman al-
Hakim kepada anaknya: Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah merupakan kezaliman yang amat
besar. (QS 31: 12). Dalam informasi Alquran ini terungkap bagaimana seharusnya
seorang bapak menuntun dan membimbing anak-anak mereka mengenai
Tuhannya. Anak mengenal Tuhan melalui bimbingan orang tua mereka.
51
Kemudian upaya membimbing pengenalan terhadap Tuhan dan agama hendaknya
dilakukan dengan penuh kasih sayang. Tidak dengan perintah, melainkan melalui
teladan orang tua.2
Dengan demikian orang tua dapat mengajarkan tentang keimanan kepada
anak degan cara memberi bahwa Allah adalah tuhan yang patut disembah dan
Allah selalu mengawasi umatnya.
2. Ibadah
Tabel 5 Respon responden terhadap Variabel Ibadah
No. Pernyataan SS S TS STS Skor Ranking 1 Saya selalu
melaksanakan shalat berjamaah dengan anak-anak
22 6 2 - 138 4
2 Saya selalu mengingatkan anak-anak untuk shalat 5 waktu
23 6 1 - 141 3
3 Saya tidak tahu anak-anak shalat atau tidak
1 1 11 17 132 6
4 Saya mengajarkan anak-anak untuk berpuasa wajib dibulan Ramadhan
26 4 - - 146 1
5 Saya tidak mengajarkan anak-anak untuk berpuasa wajib dibulan Ramadhan
4 - 10 16 125 7
6 Saya mengajarkan anak-anak saya untuk membaca Al-Quran
22 8 - - 143 2
7 Saya tidak pernah mengajarkan anak-anak saya untuk membaca Al-Quran
1 - 11 18 136 5
Peneliti menduga tingginya skor pada butir pernyataan responden
mengajarkan anak-anak untuk berpuasa wajib dibulan ramadhan dengan hasil skor
2 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), h, 22
52
146 dengan dugaan hasil di lapangan bahwa responden mengajarkan anak-
anaknya untuk melaksanakan ibadah puasa wajib di bulan Ramadhan dengan
mendapatkan contoh dari orang tua mereka. Hal ini peneliti duga karena
pemahaman agama yang orang tua miliki berada pada taraf pemahaman dasar
yang sederhana.
Hasil dugaan diatas sesuai dengan teori dari Zakiah Daradjat yang
mengungkapkan bahwa pendidikan agama dalam keluarga terjadi sebelum anak
masuk sekolah, terjadi dengan cara tidak formal. Pendidikan agama dalam
keluarga ini melalui semua pengalaman anak, baik melalui ucapan yang
didengarnya, tindakan, perbuatan dan sikap yang dilihatnya maupun perlakuan
yang dirasakannya. Oleh karena itu, keadaan orang tua dala kehidupan anak
sehari-hari mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam membina kepribadian
anak.3
Dengan demikian orang tua dapat mengajarkan anaknya tentang ibadah
dengan salah satu cara yaitu mengajarkan anak tentang berpuasa wajib dibulan
Ramadhan.
3. Akhlak
Tabel 6 Respon responden terhadap Variabel Akhlak
No. Pernyataan SS S TS STS Skor Ranking
1 Saya mengajarkan anak-anak untuk berbagi dengan temannya
18 12 - - 138 4
2 Saya tidak mengajarkan anak-anak saya untuk berbagi
- - 25 5 126 6
3 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), h. 1261
53
3 Saya membiasakan mengucap salam setiap masuk rumah
21 9 - - 141 1
4 Saya tidak pernah membaca salam sebelum masuk rumah
1 - 12 17 134 5
5 Saya mengajarkan anak-anak untuk saling tolong menolong dengan temannya
21 9 - - 141 2
6 Saya tidak mengajarkan anak-anak untuk saling tolong menolong
- - 12 18 139 3
Peneliti menduga tingginya skor pada pernyataan responden membiasakan
mengucap salam setiap masuk rumah dan pada pernyataan responden
mengajarkan anak-anak untuk saling tolong menolong dengan temannya dengan
skor 141 dengan dugaan orang tua mengajarkan anak-anak untuk selalu
mengucapkan salam ketika anak hendak masuk maupun pergi meninggalkan
rumah. Dan juga orang tua mengajarkan anak-anak untuk berperilaku yang baik
dan saling tolong menolong dengan orang lain.
Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Tim Dosen IKIP Malang,
dalam buku pengantar ilmu pendidikan, bahwa pendidikan keluarga dilaksanakan
atas dasar cinta kasih sayang yang kodrati, rasa kasih sayang murni, yaitu rasa
cinta kasih sayang seorang orang tua terhadap anaknya. Rasa kasih sayang inilah
yang menjadi sumber kekuatan yang menjadi pendorong orang tua untuk tidak
jemu-jemunya membimbing dan memberikan pertolongan yang dibutuhkan anak-
anak.4
4 Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h, 21-22
54
Dengan demikian salah satu cara orangtua untuk mengajarkan tentang
akhlak kepada anak dengan cara membiasakan anak-anak untuk mengucap salam
setiap masuk rumah dan saling tolong menolong dengan temannya.
4. Etika dalam Pergaulan
Tabel 7 Respon responden terhadap Variabel Etika dalam Pergaulan
No. Pernyataan SS S TS STS Skor Ranking
1 Saya suka tersenyum jika bertemu dengan orang
15 15 - - 135 1
2 Saya biasa bicara dengan nada yang keras kepada anak-anak
1 3 21 5 116 3
3 Saya membiarkan anak untuk bermain dengan siapa saja
2 21 7 - 108 4
4 Saya meminta kepada anak-anak saya untuk tidak bermain dengan anak daerah lain
- - 28 2 119 2
Peneliti menduga tingginya skor pada butir pernyataan tentang responden
suka tersenyum jika bertemu dengan orang lain dengan skor 135 dengan dugaan
hasil di lapangan bahwa orang tua memberikan contoh kepada anak untuk
bersikap ramah terhadap orang lain, dan agar anak dapat bersosialisasi yang baik
dengan lingkungan sekitarnya.
Hal ini sejalan dengan teori dari Elisabeth B. Hurlock yang mengatakan
pada masa anak (2-11 tahun). Anak masih immature (belum matang) dengan
tanda-tanda khas: usaha menyesuaikan diri dengan lingkungan, sehingga ia
55
merasa bahwa bahwa dirinya merupakan sebagian dari lingkungan yang ada.
Penyesuaian sosial dilaksanakan dengan pergaulan dan berbagai pertanyaan.
Segala hal mulai ditanyakan, diragukan. Ketika usia anak mencapai 3 tahun, masa
ini dikenal sebagai masa Sturm um Drang dan periode haus nama. Usia 6 tahun
merupakan masa penting untuk proses sosialisasi.5
Dengan demikian salah satu cara orang tua untuk mengajarkan tentang
etika dalam pergaulan adalah dengan cara orang tua suka tersenyum jika bertemu
dengan orang lain.
b. Pembentukan Konsep Diri
1. Konsep Diri Positif
Tabel 8 Respon Orang tua terhadap Variabel konsep diri positif
No. Pernyataan SS S TS STS Skor Ranking
1 Saya membantu anak-anak untuk menyelesaikan masalah mereka
12 17 1 - 130 3
2 Saya selalu mendiskusikan permasalahan yang sedang dihadapi oleh anak-anak
3 26 1 - 123 11
3 Saya mengajarkan anak-anak saya untuk tidak merasa minder terhadap anak lain
8 21 1 - 126 9
4 Anak saya minder terhadap anak lain
1 1 26 2 117 13
5 Pujian dan reward saya berikan didepan anak
2 14 3 11 83 15
5 Alex Sobur, Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h, 134
56
saya
6 Setiap anak saya melakukan kebaikan saya selalu memujinya
7 23 - - 127 7
7 Saya tidak pernah memuji anak saya
2 - 15 13 127 8
8 Saya memberitahukan anak-anak mengenai perilaku apa saja yang tidak di setujui masyarakat
14 14 1 1 129 4
9 Saya membiarkan anak berperilaku apa saja
1 2 11 16 129 5
10 Saya mau mendengarkan anak saya ketika menceritakan kesusahan hidupnya
16 13 1 - 134 2
11 Anak-anak tidak dibiarkan untuk berkeluh kesah
4 21 4 1 113 14
12 Saya membiasakan anak-anak untuk bertanggung jawab
8 22 - - 128 6
13 Saya tidak membiasakan anak untuk bertanggung jawab
1 1 22 6 121 12
14 Jika mengalami kegagalan saya akan menyemangati anak untuk memperbaikinya
20 10 - - 140 1
15 Saya membiarkan anak saya ketika ia mengalami kegagalan
- 1 23 6 124 10
Peneliti menduga tingginya skor pada butir pernyataan tentang jika
mengalami kegagalan saya akan menyemangati anak untuk memperbaikinya
dengan skor 140 dengan dugaan hasil dilapangan bahwa responden atau orang tua
57
memberikan motivasi terhadap anak untuk tidak mudah putus asa dan mau terus
berusaha. Dalam buku Psikologi Perkembangan telah dijelaskan motivasi terdiri
dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu mempengaruhi
dalam diri seseorang yang menyebabkan seseorang bertindak atau berbuat untuk
memenuhi kebutuhannya atau mencapai tujuan tertentu. Adapun yang bersifat
eksternal yaitu terkait dengan pengaruh atau eksistensi orang lain diluar diri
individu, misalnya pengaruh dari orang tua, guru, teman yang dapat mendorong
seseorang untuk berbuat sesuatu.6
Dengan demikian salah satu cara orang tua dalam menanamkan konsep
diri yang positif terhadap anak adalah dengan cara orang tua selalu memberikan
semangat kepada anak untuk memperbaiki kekurangnnya.
2. Konsep Diri Negatif
Tabel 9 Respon Orang tua terhadap konsep diri negatif
No. Pernyataan SS S TS STS Skor Ranking 1 Saya biasa menyebutkan
kekurangan yang dimiliki oleh anak saya secara terus terang
2 27 1 - 107 12
2 Kekurangan anak saya tidak pernah saya ceritakan kepada orang lain
21 6 2 2 123 6
3 Pujian pada anak, saya berikan secara berlebihan
1 - 27 2 119 9
4 Pujian yang saya berikan dalam batas wajar
4 26 - - 123 7
5 Saya selalu mengeluh mengenai hidup saya di depan anak-anak
- 2 8 20 135 2
6 Saya tidak pernah mengeluh di depan anak-anak
14 10 3 3 123 8
7 Saya membiarkan anak-anak saya mencela orang lain
- - 13 17 138 1
6 Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 64-65
58
8 Saya menasihati anak saya jika ia mencela orang lain
17 11 1 1 132 4
9 Anak saya memiliki banyak teman dari golongan apa saja
3 23 3 1 114 10
10 Anak saya hanya bergaul dengan anak-anak lapak saja
2 3 23 2 110 11
11 Anak saya sering mengikuti perlombaan
12 16 2 - 128 5
12 Anak saya tidak boleh mengikuti perlombaan apapun
1 - 11 18 135 3
Peneliti menduga tingginya skor pada butir pernyataan tentang responden
membiarkan anak-anak untuk mencela orang lain hasil perolehan skor 138 dengan
dugaan hasil di lapangan bahwa orang tua tidak mengajarkan kepada anak-
anaknya untuk tidak mencela orang lain. Hal ini terlihat dari skor dari sangat tidak
setuju yang mendapat 17 poin. Mengindikasikan orang tua sangat tidak setuju
apabila anak-anak mereka mencela orang lain, karena perbuatan mencela orang
lain adalah perbuatan yang tidak terpuji.
Dugaan tersebut sesuai dengan teori Pavlov tentang teori belajar asosiatif,
Pavlov menyimpulkan bahwa perilaku itu dapat dibentuk melalui kondisioning
atau kebiasaan. Misalnya anak dibiasakan mencuci kaki sebelum tidur, atau
membiasakan menggunakan tangan kanan untuk menerima sesuatu pemberian
dari orang lain. Dalam eksperimen Pavlov, anjing yang semula tidak
mengeluarkan air liur ketika mendengar bunyi bel, sekalipun tidak ada makanan.
Hal tersebut dapat terjadi karena adanya kondisioning, dengan mengaitkan suatu
stimulus dengan responnya.7
7 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi Offset, 2004), h. 171
59
C. Uji Regresi
1. Regresi Linier Sederhana
Berdasarkan hasil penelitian yang telah di olah dengan menggunakan
bantuan software SPSS 19.0 for windows release, maka didapatkan hasil sebagai
berikut :
Tabel 10 Koefisien Regresi Linier Sederhana
Coefficientsa
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
Model B Std.
Error Beta
T Sig.
(Constant) 35.403 10.769 3.288 .003 1
pemahaman_agama .671 .090 .815 7.437 .000
a. Dependent Variable: konsep_diri
Berdasarkan tabel 11 dapat dilihat bahwa pendidikan agama keluarga
berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri anak, dapat dilihat dengan nilai
Sig <0,05 (Sig = 0,000) maka dengan kata lain Ho ditolak. Artinya pendidikan
agama keluarga berpengaruh positif terhadap pembentukan konsep diri anak
secara signifikan.
Berdasarkan model persamaan regresi dapat diperoleh sebagai berikut:
Y = 35.403 + 0,671X
Dari persamaan diatas dapat disimpulkan bahwa dari setiap
pendidikan agama yang diberikan oleh keluarga maka akan diikuti kenaikan nilai
konsep diri sebesar 0.671.
60
Tabel 11 Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate
1 .815a .664 .652 5.715
a. Predictors: (Constant), konsep_diri
b. Dependent Variable: pemahaman_agama
Berdasarkan tabel 10, terlihat bahwa menunjukan nilai R yang merupakan
simbol nilai dari koefisien korelasi. Nilai korelasi diatas adalah 0,815. Nilai ini
dapat di interpretasikan bahwa hubungan penelitian ada di kategori
Melalui tabel ini pula diperoleh nilai R Square atau koefisien determinasi
yang menunjukan seberapa bagus madel regresi yang dibentuk oleh interaksi
variable bebas dan terikat. Nilai koefisien determinasi yang diperoleh adalah
0,664%. Yang dapat di tafsirkan bahwa variabel X memiliki pengaruh 66,4%
terhadap variable Y dan 33.6% dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang
menyebabkan hal tersebut adalah orang tua yang mengajarkan anaknya tentang
keimanan bagaimana orang tua mengenalkan Allah sebagai tuhan yang patut
disembah, orang tua mengajarkan anak untuk senantiasa beribadah kepada Tuhan-
Nya salah satunya dengan melaksanakan shalat lima waktu dan puasa wajib di
bulan Ramadhan, orang tua mengajarkan anak tentang akhlak dan bagaimana
etika dalam pergaulan dengan cara mengajarkan anak untuk saling tolong
menolong dengan sesame dan snantiasa bersikap ramah terhadap orang lain.
2. Uji Koefisien Regresi sederhana (Uji-T)
Berdasarkan hasil uji T-test dilihat pada tabel 11 dapat dijelaskan bahwa
nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel, dimana nilai signifikannya a<1%, maka Ho
61
ditolak. Sehingga hipotesis yang berbunyi, terhadap variable pengaruh yang
positif dan signifikan antara variabel pendidikan agama keluarga terhadap
pembentukan konsep diri anak di keluarga komunitas pemulung Jurang Mangu
Barat.
Tabel 12
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
VAR00001 30 98.00 138.00 122.8667 9.65878
Valid N (listwise) 30
Rentangan penyebaran skor skala pendidikan agama anak adalah 28 – 140,
karena dalam penelitian ini penulis menggunakan empat pilihan jawaban, yaitu
skor terendah 1 x 28 = 28 dan skor tertinggi 5 x 28 = 140. Dari 28 butir angket
tentang pendidikan agama yang telah disebar mendapatkan hasil mean sebesar
122.87 dengan nilai minimum sebesar 98.00 dan nilai maximum sebesar 138.00
dan dengan nilai standar deviasi sebesar 9.66.
Untuk mengetahui tingkat pendidikan agama, peneliti menggunakan
kategori tingkat tersebut ke dalam tingkatan tersebut ke dalam tiga kategori
pendidikan, yaitu pendidikan agama tinggi, pendidikan agama sedang, pendidikan
agama kurang. Skala ini terdiri dari 28 item. Setiap itemnya diberi skor 5 untuk
sangat setuju, 4 untuk jawaban setuju, 2 untuk jawaban tidak setuju, dan 1 untuk
jawaban sangat tidak setuju. Dengan luas jarak 140 – 28 = 112.
Tabel 13
Klasifikasi Skor Skala Pendidikan Agama
Kategori Nilai Angka
Tinggi X ≥ (M + SD) X ≥ 132.53
Sedang (M + SD) ≤ X ≤ (M + SD) 113.21 ≤ X ≤ 132.53
Rendah X ≤ (M – 1 SD) X ≤ 113.21
62
Pada halaman sebelumnya telah dinyatakan bahwa pendidikan agama
berada pada kategori tinggi, dengan skor perolehan 132.53. dengan demikian jika
dikaitkan dengan tabel 12 dengan skor mean sebesar 122.87 maka dapat
dinyatakan pendidikan agama ada pada tingkat tinggi.
Mengkategorikan hasil yang didapat
a. Dikatakan Pendidikan Agama tinggi jika X + SD hasilnya lebih tinggi atau
sama dengan standar deviasi.
b. Dikatakan Pendidikan Agama sedang jika X hasilnya berada diantara nilai
tinggi dan rendah dari standar deviasi.
c. Dikatakan Pendidikan Agama kurang jika X – SD hasilnya lebih rendah
dari standar deviasi.
Tabel 14
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
VAR00001 30 92.00 123.00 111.2667 8.02124
Valid N (listwise) 30
Rentangan penyebaran skor skala pembentukan konsep diri anak adalah 27
– 135, karena dalam penelitian ini penulis menggunakan empat pilihan jawaban,
yaitu skor terendah 1 x 27 = 27 dan skor tertinggi 5 x 27 = 135. Dari 27 butir
angket tentang pembentukan konsep diri yang telah disebar mendapatkan hasil
Mean sebesar 111.27 dengan nilai minimum sebesar 92.00 dan nilai maximum
sebesar 123.00 dan dengan nilai standar deviasi sebesar 8.02.
Untuk mengetahui tingkat pembentukan konsep diri, peneliti
menggunakan kategori tingkatan tersebut ke dalam tiga kategori konsep diri, yaitu
konsep diri tinggi, konsep diri sedang, dan konsep diri kurang. Skala ini terdiri
63
dari 27 item. Setiap itemnya diberi skor 5 untuk sangat setuju, 4 untuk jawaban
setuju, 2 untuk jawaban tidak setuju, dan 1 untuk jawaban sangat tidak setuju.
Dengan luas jarak 135 – 27 = 108.
Tabel 15 Klasifikasi Skor Skala Pembentukan Konsep Diri
Kategori Nilai Angka
Tinggi X ≥ (M + SD) X ≥ 119.28794
Sedang (M + SD) ≤ X ≤ (M + SD)
103.24546 ≤ X ≤ 119.28794
Rendah X ≤ (M – 1 SD) X ≤ 103.24546
Pada halaman sebelumnya telah dinyatakan bahwa pembentukan konsep
diri berada pada kategori sedang, karena skor peroleh berada pada kisaran skor
antara 119.28794 – 103.24546. dengan demikian jika dikaitkan dengan table 14
dengan skor mean sebesar 111.2667 maka dapat dikatakan pembentukan konsep
diri anak ada pada tingkatan sedang.
Mengkategorikan hasil yang didapat
a. Dikatakan Pembentukan Konsep Diri tinggi jika X + SD hasilnya lebih
tinggi atau sama dengan standar deviasi.
b. Dikatakan Pembentukan Konsep Diri sedang jika X hasilnya berada
diantara nilai tinggi dan rendah dari standar deviasi.
c. Dikatakan Pembentukan Konsep Diri kurang jika X – SD hasilnya lebih
rendah dari standar deviasi.
64
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan di Komunitas Pemulung Jurang
Mangu Pondok Aren tentang pengaruh pendidikan agama keluarga terhadap
pembentukan konsep diri anak, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa:
1. Tingkat pendidikan agama pada komunitas pemulung Jurang Mangu
tergolong pada kategori tinggi dengan skor perolehan berada pada kisaran
skor anatara 113.21 – 132.53 dan dengan skor mean 122.87.
2. Tingkat pembentukan konsep diri anak pada komunitas pemulung Jurang
Mangu tergolong pada kategori sedang dengan skor perolehan berada pada
kisaran skor antara 1119.28794 – 103.24546 dan dengan skor mean
111.2667. hal ini dipengaruhi oleh adanya pendidikan agama yang cukup
yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anak.
3. Pendidikan agama keluarga berpengaruh positif terhadap pembentukan
konsep diri anak pada keluarga pemulung di komunitas pemulung Jurang
Mangu. Hal ini dapat dilihat pada hasil t-test (parsial) nilai sig = 0,000
korelasi parsial pendidikan agama keluarga terhadap pembentukan konsep
diri anak pada keluarga di komunitas pemulung Jurang Mangu Barat
adalah sebesar 0.815 atau 81.5%. Dari hasil perhitungan tersebut ternyata
bahwa nilai t hitung lebih besar dari t tabel dimana nilai signifikansinya
0.000 < 0.05. Sehingga hipotesis yang berbunyi yaitu terhadap pengaruh
pendidikan agama dalam keluarga terhadap pembentukan konsep diri anak
di keluarga pemulung Jurang Mangu Barat.
65
B. Saran
Berdasarkan hasil temuan dari penelitian, ada beberapa saran dan masukan
yang penulis pendang sebagai hal yang positif. Saran-saran tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dapat lebih berperan aktif
dalam memperhatikan kesejahteraan pemulung, karena pemerintah sebagai
pemegang kebijakan memiliki tugas-tugas yang salah satunya adalah
memberantas kemiskinan yang di alami oleh rakatnnya.
2. Orang tua dapat lebih berperan aktif dalam pendidikan agama dalam
keluarga, jangan sampai orang tua lengah dan menyebabkan
penyimpangan perilaku terhadap anak-anak. Penerapan pendidikan agama
dalam keluarga dapat mengurangi permasalahan penyimpangan perilaku
pada anak-anak.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Agustiani, Hendriati, Psikologi Perkembangan. (Bandung: PT Refika Aditama 2006)
Arifin, Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009)
Arifin, M. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama Islam di Lingkungan Keluarga (Jakarta: Bulan Bintang, 1984)
Braja, Abu Bakar, Psikologi Perkembangan Tahapan dan Aspeknya, (Jakarta: Studi Press 2005)
Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana, 2005)
Burn, R. B. Konsep Diri: Teori Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku, (Jakarta: Arcan, 1993)
Daradjat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005)
_______, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977)
Dister, Nico Syukur, Pengalaman dan Motivasi Beragama Pengantar Psikologi Agama, (Jakarta: LEPPEHAS, 1982)
Ekosusilo, Madyo, Dasar-Dasar Pendidikan, (Semarang: Effhar, 1990)
Gunarsa, Singgih D. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002)
Gunawan, Ary H, Kebijakan-kebijakan Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: BINA AKSARA, 1986)
Hadi, Aslam, Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta: Rajawali, 1986)
Hasan, Tholib, Dasar-dasar Pendidikan (Jakarta: Studia Press, 2005)
Hurlock, Elizabeth B, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Penerbit Erlangga 1980)
Idris, Zahara, Dasar Dasar Kependidikan, (Bandung: ANGKASA, 1981)
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005)
Jahja, Yudrik, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Kencana, 2011)
Manaf, Mudjahid Abdul, Sejarah Agama-Agama, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 1996)
Marimba, Ahmad D, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Al- Ma’arif, 1980)
Moleong, Lexy J, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006)
Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Beberapa Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1985)
Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2008)
Riduwan, Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Pemula, (Bandung: Alfabeta, 2010)
Sabri, Alisuf, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005)
Sarwono, Sarlito Wirawan, Psikologi Remaja, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004)
Singarimbun, Masri, Metode Penelitian Survey, (Jakarta: LP3ES, 1989)
Siregar, Syofian, Statistika Deskriptif Untuk Penelitian, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011)
Sobur, Alex, Psikologi Umum Dalam Lintas Sejarah, (Bandung: CV Pusaka Setua, 2010)
Soehartono, Irawan, Metodologi Penelitian Sosial, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011)
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung : CV. Alfabeta, 2009)
_______, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: ALFABETA, 2008)
_______, Statistika untuk Penelitian,(Bandung : CV.ALFABETA, 2008)
Suharso, Puguh, Metodologi Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: PT Indeks, 2009)
Syafaat, TB. Aat, dkk. Peranan Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2008)
Tafsir, Ahmad, Metodologi Pengajaran Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007)
Umar, M. dan Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998)
Walgito, Bimo, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi Offset, 2004)
William A. Haviland, Antropologi, (Jakarta: Erlangga 1985)
B. Kamus
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005)
Chaplin James P. Kamus Lengkap Psikologi. (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001)
C. Skripsi
Andayani, Dwi Restu, Hubungan Konsep Diri dengan Motifasi Menabung pada Pegawai UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Skripsi S1 Fakultas Psikologi, 2006)
Zakiah, Pengaruh Pendidikan Agama (Islam) dalam Keluarga Terhadap Konsep Diri Pada Remaja , (Skripsi S1 Fakultas Psikologi)
Santoso, Ahsit, Hubungan antara Konsep Diri dengan Gaya Hidup Konsumtif Siswa SMA Islam, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan)
LAMPIRAN
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 104 4 4 4 4 1 4 4 1 5 4 2 4 4 4 4 4 1 4 4 5 1 4 1 4 5 4 5 95 5 4 4 4 1 4 5 5 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 5 5 5 5 4 4 5 5 118 5 4 4 4 1 4 5 5 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 5 5 5 5 4 4 5 5 118 5 4 4 4 1 4 5 5 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 5 5 5 5 4 4 5 5 118 5 4 4 4 1 4 5 5 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 5 5 5 5 4 4 5 5 118 5 4 4 4 1 4 5 5 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 5 5 5 5 4 4 5 5 118 5 4 4 4 1 4 5 5 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 5 5 5 5 4 4 5 5 118 5 4 4 4 1 4 5 5 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 5 5 5 5 4 4 5 5 118 5 4 4 4 1 4 5 5 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 5 5 5 5 4 4 5 5 118 5 4 4 4 1 4 5 5 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 5 5 5 5 4 4 5 5 118 5 4 4 4 1 4 5 5 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4 5 5 5 5 4 4 5 5 118 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 108 4 4 4 4 4 5 4 4 2 4 2 4 4 4 4 2 4 4 4 2 2 4 4 4 2 2 4 95 2 5 5 1 2 5 1 2 1 4 5 4 1 5 4 5 4 4 4 4 2 4 4 4 4 2 4 92 4 4 5 4 4 5 4 5 4 5 2 5 5 5 4 4 5 4 5 5 1 4 5 1 1 5 5 110 4 4 5 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 2 4 5 5 4 4 4 4 105 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 106 4 4 5 4 4 4 4 4 5 5 4 4 5 5 5 1 4 4 4 5 4 5 4 2 4 4 5 112 4 4 5 4 4 4 4 4 5 5 4 4 5 5 5 1 4 4 4 5 4 5 4 2 4 4 5 112 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 104 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 5 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 109 4 4 4 4 4 5 4 4 4 2 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 5 4 2 5 4 4 1 106 5 5 5 4 4 5 4 5 5 5 1 5 5 5 5 4 2 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 123 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 109
4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 5 5 5 5 4 1 4 5 123 4 4 4 2 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 2 4 5 4 5 4 5 5 4 4 4 5 111 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 109 4 5 5 5 5 5 5 4 5 5 2 5 2 5 5 2 1 5 4 5 5 5 5 2 2 4 4 111 5 4 4 4 4 4 1 5 2 4 5 5 5 5 5 5 5 1 5 5 5 5 5 5 2 4 5 114
130 123 126 117 83 127 127 129 129 134 113 128 121 140 124 107 123 119 123 135 123 138 132 114 110 128 135 3338
4 4 4 4 5 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 111 5 4 4 5 4 5 4 5 4 5 4 5 4 5 4 5 4 4 124 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 4 4 4 131 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 4 4 4 131 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 4 4 132 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 4 4 4 131 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 4 4 4 131 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 4 4 4 131 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 4 4 4 131 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 4 4 4 131 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 4 4 4 131 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 4 4 4 131 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 111 2 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 2 4 4 108 1 2 2 1 5 1 5 4 5 4 5 1 5 4 5 1 5 4 98 4 5 5 4 5 5 5 4 5 4 4 5 5 5 5 5 4 4 131 5 5 4 4 5 5 5 5 4 4 5 4 5 4 4 4 2 4 118 4 5 5 4 5 4 5 4 4 4 5 4 5 4 4 4 2 4 118 2 5 5 5 5 1 5 5 4 4 5 5 4 5 4 4 2 4 114 2 5 5 5 5 1 5 5 4 4 5 5 4 5 4 4 2 4 114 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 112 4 5 5 4 5 4 5 5 5 5 4 4 5 5 4 4 5 4 122 4 5 5 5 5 1 5 1 5 5 5 4 5 4 4 4 4 4 113 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 4 5 138
4 5 5 4 5 4 5 4 5 4 5 4 5 4 4 4 4 4 124 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 2 2 133 4 2 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 118 4 5 5 4 5 4 5 4 5 4 5 4 5 4 4 4 4 4 123 5 4 5 5 5 5 4 5 4 5 5 5 5 5 4 5 2 4 128 4 5 5 2 5 5 4 4 4 4 4 4 4 5 4 2 4 4 117
116 138 141 132 146 125 143 136 138 126 141 134 141 139 135 116 108 119 3686
Lampiran
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Valid 30 100.0
Excludeda 0 .0
Cases
Total 30 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.895 55
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
VAR00001 4.5000 .50855 30
VAR00002 4.7667 .43018 30
VAR00003 4.3333 1.02833 30
VAR00004 4.3000 1.11880 30
VAR00005 4.2000 .40684 30
VAR00006 4.1000 .84486 30
VAR00007 4.6000 .49827 30
VAR00008 4.7000 .46609 30
VAR00009 4.4333 .93526 30
VAR00010 3.8000 .88668 30
VAR00011 3.8667 .93710 30
VAR00012 4.6000 .81368 30
VAR00013 4.7000 .65126 30
VAR00014 4.4000 .93218 30
VAR00015 4.8667 .34575 30
VAR00016 4.1667 1.34121 30
VAR00017 4.7667 .43018 30
VAR00018 4.5333 .81931 30
VAR00019 4.6000 .49827 30
Mean Std. Deviation N
VAR00020 4.2000 .40684 30
VAR00021 4.7000 .46609 30
VAR00022 4.4667 .81931 30
VAR00023 4.7000 .46609 30
VAR00024 4.6333 .49013 30
VAR00025 4.5000 .50855 30
VAR00026 3.8667 .93710 30
VAR00027 3.6000 .93218 30
VAR00028 3.9667 .41384 30
VAR00029 4.3333 .66089 30
VAR00030 4.1000 .30513 30
VAR00031 4.2000 .61026 30
VAR00032 3.9000 .71197 30
VAR00033 2.7667 1.52414 30
VAR00034 4.2333 .43018 30
VAR00035 4.2333 1.00630 30
VAR00036 4.3000 .91539 30
VAR00037 4.3000 1.02217 30
VAR00038 4.4667 .68145 30
VAR00039 3.7667 .97143 30
VAR00040 4.2667 .44978 30
VAR00041 4.0333 .80872 30
VAR00042 4.6667 .47946 30
VAR00043 4.1333 .57135 30
VAR00044 3.5667 1.10433 30
VAR00045 4.1000 1.15520 30
VAR00046 3.9667 .61495 30
VAR00047 4.1000 .30513 30
VAR00048 4.5000 .82001 30
VAR00049 4.1000 1.24152 30
VAR00050 4.6000 .49827 30
VAR00051 4.4000 .93218 30
VAR00052 3.8000 .88668 30
VAR00053 3.6667 .99424 30
VAR00054 4.2667 .78492 30
VAR00055 4.5000 .82001 30
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
VAR00001 229.6333 289.757 -.376 .899
VAR00002 229.3667 278.447 .339 .894
VAR00003 229.8000 269.200 .392 .893
VAR00004 229.8333 265.799 .451 .892
VAR00005 229.9333 280.892 .179 .895
VAR00006 230.0333 269.826 .467 .892
VAR00007 229.5333 270.602 .772 .890
VAR00008 229.4333 274.737 .553 .892
VAR00009 229.7000 261.872 .686 .889
VAR00010 230.3333 274.299 .286 .894
VAR00011 230.2667 266.823 .516 .891
VAR00012 229.5333 267.499 .576 .891
VAR00013 229.4333 267.220 .745 .889
VAR00014 229.7333 263.995 .615 .890
VAR00015 229.2667 278.133 .455 .893
VAR00016 229.9667 257.206 .569 .890
VAR00017 229.3667 277.964 .373 .894
VAR00018 229.6000 271.490 .420 .892
VAR00019 229.5333 278.120 .309 .894
VAR00020 229.9333 282.271 .078 .895
VAR00021 229.4333 276.599 .431 .893
VAR00022 229.6667 262.713 .757 .888
VAR00023 229.4333 275.220 .521 .892
VAR00024 229.5000 271.845 .706 .891
VAR00025 229.6333 274.792 .501 .892
VAR00026 230.2667 265.168 .572 .890
VAR00027 230.5333 283.499 -.028 .899
VAR00028 230.1667 284.833 -.108 .897
VAR00029 229.8000 265.890 .797 .889
VAR00030 230.0333 284.447 -.101 .896
VAR00031 229.9333 282.133 .048 .896
VAR00032 230.2333 272.323 .454 .892
VAR00033 231.3667 303.757 -.425 .911
VAR00034 229.9000 285.748 -.167 .897
VAR00035 229.9000 262.921 .600 .890
VAR00036 229.8333 261.178 .726 .888
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance
if Item Deleted
Corrected Item-
Total
Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
VAR00037 229.8333 258.833 .718 .888
VAR00038 229.6667 268.506 .651 .890
VAR00039 230.3667 287.206 -.141 .900
VAR00040 229.8667 280.189 .206 .895
VAR00041 230.1000 273.197 .361 .893
VAR00042 229.4667 274.189 .572 .892
VAR00043 230.0000 278.966 .220 .895
VAR00044 230.5667 278.392 .105 .898
VAR00045 230.0333 274.240 .207 .896
VAR00046 230.1667 283.247 -.006 .897
VAR00047 230.0333 281.482 .188 .895
VAR00048 229.6333 266.585 .607 .890
VAR00049 230.0333 257.551 .612 .889
VAR00050 229.5333 272.189 .673 .891
VAR00051 229.7333 265.995 .547 .891
VAR00052 230.3333 283.540 -.028 .898
VAR00053 230.4667 285.568 -.091 .900
VAR00054 229.8667 261.085 .859 .887
VAR00055 229.6333 269.620 .490 .892
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
234.1333 283.499 16.83742 55
Standar Deviasi Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
VAR00001 30 92.00 123.00 111.2667 8.02124
Valid N (listwise) 30
Identitas Responden
Nama : ………………………… Tempat, Tanggal Lahir : ………………………… Agama : ………………………… Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan Pendidikan terakhir : a. SD b. SMP c. SMA d. Tidak Sekolah
Keterangan
Ø SS (Sangat Setuju) S (Setuju) TS (Tidak Setuju) STS (Sangat Tidak Setuju)
Ø Tandai pernyataan anda dengan memberi tanda ceklist ( Ö ) pada pilihan jawaban yang tersedia!
Ø Kerahasiaan identitas anda dijamin Ø Saya ucapkan terima kasih atas kesediaan dan bantuannya. Semoga Allah
SWT membalasnya, Amin…
No Pernyataan SS S TS STS
1 Saya mengadzankan anak-anak saya ketika mereka lahir
2 Saya sering mengatakan kepada anak-anak bahwa Allah mengawasi kita
3 Saya tidak pernah mengenalkan Allah kepada anak-anak
4 Saya mengajarkan kepada anak-anak tentang malaikat yang harus di imani
5 Saya belum pernah memberi tahu anak-anak tentang malaikat
6 Saya tidak mengetahui tentang Rasul Allah
7 Saya suka menceritakan perilaku Nabi Muhammad
8 Saya mengajarkan anak-anak untuk memahami isi Al-Quran
9 Anak-anak saya belum pernah diberi tahu tentang isi Al-Quran
10 Saya memberi tahu anak-anak tentang hari kiamat
11 Saya belum pernah menceritakan tentang hari kiamat
12 Saya selalu melaksanakan shalat berjamaah dengan anak-anak
13 Saya selalu mengingatkan anak-anak untuk shalat 5 waktu
No Pernyataan SS S TS STS
14 Saya tidak tahu anak-anak shalat atau tidak
15 Saya mengajarkan anak-anak untuk berpuasa wajib dibulan Ramadhan
16 Saya tidak mengajarkan anak-anak untuk berpuasa wajib dibulan Ramadhan
17 Saya mengajarkan anak-anak saya untuk membaca Al-Quran
18 Saya tidak pernah mengajarkan anak-anak saya untuk membaca Al-Quran
19 Saya mengajarkan anak-anak untuk berbagi dengan temannya
20 Saya tidak mengajarkan anak-anak saya untuk berbagi
21 Saya membiasakan mengucap salam setiap masuk rumah
22 Saya tidak pernah membaca salam sebelum masuk rumah
23 Saya mengajarkan anak-anak untuk saling tolong menolong dengan temannya
24 Saya tidak mengajarkan anak-anak untuk saling tolong menolong
25 Saya suka tersenyum jika bertemu dengan orang
26 Saya biasa bicara dengan nada yang keras kepada anak-anak
27 Saya membiarkan anak untuk bermain dengan siapa saja
28 Saya meminta kepada anak-anak saya untuk tidak bermain dengan anak daerah lain
29 Saya membantu anak-anak untuk menyelesaikan masalah mereka
30 Saya selalu mendiskusikan permasalahan yang sedang dihadapi oleh anak-anak
31 Saya mengajarkan anak-anak saya untuk tidak merasa minder terhadap anak lain
32 Anak saya minder terhadap anak lain
33 Pujian dan reward saya berikan didepan anak saya
34 Setiap anak saya melakukan kebaikan saya selalu memujinya
35 Saya tidak pernah memuji anak saya
36 Saya memberitahukan anak-anak mengenai perilaku apa saja yang tidak di setujui masyarakat
37 Saya membiarkan anak berperilaku apa saja
38 Saya mau mendengarkan anak saya ketika menceritakan kesusahan hidupnya
No Pernyataan SS S TS STS
39 Anak-anak tidak dibiarkan untuk berkeluh kesah
40 Saya membiasakan anak-anak untuk bertanggung jawab
41 Saya tidak membiasakan anak untuk bertanggung jawab
42 Jika mengalami kegagalan saya akan menyemangati anak untuk memperbaikinya
43 Saya membiarkan anak saya ketika ia mengalami kegagalan
44 Saya biasa menyebutkan kekurangan yang dimiliki oleh anak saya secara terus terang
45 Kekurangan anak saya tidak pernah saya ceritakan kepada orang lain
46 Pujian pada anak, saya berikan secara berlebihan
47 Pujian yang saya berikan dalam batas wajar
48 Saya selalu mengeluh mengenai hidup saya di depan anak-anak
49 Saya tidak pernah mengeluh di depan anak-anak
50 Saya membiarkan anak-anak saya mencela orang lain
51 Saya menasihati anak saya jika ia mencela orang lain
52 Anak saya memiliki banyak teman dari golongan apa saja
53 Anak saya hanya bergaul dengan anak-anak lapak saja
54 Anak saya sering mengikuti perlombaan
55 Anak saya tidak boleh mengikuti perlombaan apapun *Terimakasih atas waktu dan partisipasinya ^_^
Hasil Uji Validitas
Nomor Butir R- Hitung Keterangan
P1 0.350 Tidak Valid
P2 0.361 Valid
P3 0.443 Valid
P4 0.503 Valid
P5 0.202 Tidak Valid
P6 0.506 Valid
P7 0.783 Valid
P8 0.572 Valid
P9 0.714 Valid
P10 0.334 Tidak Valid
P11 0.556 Valid
P12 0.608 Valid
P13 0.762 Valid
P14 0.649 Valid
P15 0.471 Valid
P16 0.622 Valid
P17 0.395 Valid
P18 0.460 Valid
P19 0.335 Tidak Valid
P20 0.102 Tidak Valid
P21 0.453 Valid
P22 0.778 Valid
P23 0.541 Valid
P24 0.721 Valid
P25 0.524 Valid
P26 0.609 Valid
P27 0.028 Tidak Valid
P28 0.083 Tidak Valid
P29 0.811 Valid
P30 0.083 Tidak Valid
P31 0.085 Tidak Valid
P32 0.487 Valid
P33 0.349 Tidak Valid
P34 0.143 Tidak Valid
P35 0.637 Valid
P36 0.751 Valid
P37 0.747 Valid
P38 0.674 Valid
P39 0.084 Tidak Valid
P40 0.232 Tidak Valid
P41 0.402 Valid
P42 0.591 Valid
P43 0.253 Tidak Valid
P44 0.170 Tidak Valid
P45 0.272 Tidak Valid
P46 0.030 Tidak Valid
P47 0.205 Tidak Valid
P48 0.637 Valid
P49 0.658 Valid
P50 0.689 Valid
P51 0.585 Valid
P52 0.025 Tidak Valid
P53 0.032 Tidak Valid
P54 0.871 Valid
P55 0.527 Valid