Pengaruh Pelatihan “Meditasi Sadar Diri” Terhadap...
Transcript of Pengaruh Pelatihan “Meditasi Sadar Diri” Terhadap...
1
Pengaruh Pelatihan “Meditasi Sadar Diri” Terhadap Penurunan
Tingkat Distres Remaja yang Mengalami Kehamilan Pranikah
Abstrak
Remaja dengan kehamilan pranikah berisiko mengalami distres yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan ibu dan janin. Mindfulness sebagai salah satu strategi emotional coping merupakan alternatif intervensi yang dapat membantu remaja mengatasi kondisi distres yang dialaminya. Pelatihan “Meditasi Sadar Diri” (MSD) yang digunakan sebagai intervensi distres ini menggunakan konsep Mindfulness Based Stress Reduction dan Mindfulness Based Cognitive Therapy. Melalui pelatihan MSD ini diharapkan remaja dapat meningkatkan mindfulness sebagai sumber daya koping sehingga pada akhirnya mampu menurunkan distres kehamilan. Hipotesis yang diajukan adalah: (1) Ada perbedaan tingkat distres remaja yang mengalami kehamilan pranikah sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan, tingkat distres remaja setelah mengikuti pelatihan lebih rendah daripada sebelum mengikuti pelatihan. (2) Ada perbedaan tingkat mindfulness remaja sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan, tingkat mindfulness setelah pelatihan lebih tinggi daripada sebelum mengikuti pelatihan. Partisipan dalam pelatihan adalah remaja usia 15-22 tahun yang mengalami kehamilan pranikah. Metode penelitian yang digunakan adalah action research, dengan model kuasi eksperimen the one group pretest-posttest design. Pelatihan MSD dilaksanakan selama 2 minggu, dengan 9 sesi dalam 4 pertemuan berdurasi 150-180 menit per pertemuan. Hasil analisis kuantitatif menunjukkan pelatihan MSD mampu menurunkan tingkat distres kehamilan remaja dengan nilai z= -1,841 dan p=0,033 (p<0,05) dan meningkatkan tingkat mindfulness dengan nilai z= 1,841 dan p= 0,033 (p<0,05). Hasil analisis kualitatif menunjukkan partisipan mengalami penurunan pada aspek-aspek distres kehamilan dan mampu meningkatkan kemampuan mindfulness yang ditandai dengan adanya
kesadaran, fokus pada saat ini, dan sikap responsif.
Kata kunci: Kehamilan pranikah, distres, mindfulness, Meditasi Sadar Diri
PENGANTAR
Kehamilan Pranikah
Kehamilan merupakan salah satu fase perkembangan yang melibatkan
adanya perubahan baik secara fisik maupun psikologis bagi calon ibu dan
pasangan (Duncan & Bardacke, 2010). Kehamilan biasanya dipersepsi sebagai
peristiwa positif dalam hidup, namun proses transisi menjadi seorang ibu ini
dapat juga dipersepsi sebagai situasi penuh tekanan karena ada perubahan
hormon dan fisik yang turut berperan, ditandai oleh adanya kesedihan, merasa
sendiri, dan tidak berdaya (Hart & McMahon, 2006). Berbagai perubahan
tersebut kemudian dapat memicu timbulnya distres pada ibu hamil. Pada kasus
kehamilan pranikah, karena proses yang tidak terencana tersebut dapat
membuat ibu melihatnya sebagai peristiwa yang mengancam, sehingga
Pengaruh Pelatihan “Meditasi Sadar Diri―Terhadap Penurunan Tingkat Distres Remaja yang MengalamiKehamilan PranikahEga Asnatasia MaharaniUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
2
mengarah pada timbulnya distres (Kaye, 2008). Distres pada masa kehamilan
dapat berdampak pada kesehatan bayi (DiPietro, Costigan, & Gurewitsch, 2003),
kedekatan emosi ibu dengan anak (Figueiredo & Costa, 2009), perkembangan
anak di tahap selanjutnya (Vieten & Astin, 2008) dan simtom depresi pada ibu
(dalam Masih, Spence, & Oei, 2007).
Hasil wawancara dengan ibu yang kehamilannya terjadi saat ia remaja
dan tidak dalam ikatan pernikahan menunjukkan adanya gangguan emosi yang
ditandai dengan seringnya menangis, menarik diri dari lingkungan, merasa tidak
berdaya, cemas, kehilangan konsentrasi, emosi mudah berubah-ubah dan sulit
merasakan kebahagiaan atas kehamilannya. Adapun beberapa kutipan dari
wawancara dengan salah satu narasumber yang pernah mengalami kehamilan di
usia remaja (A, 22 tahun) adalah sebagai berikut:
“ Kalo aku sih karena ngerasa stres banget ya waktu itu… jadi ngapa-
ngapain suka ga konsen… nonton tv ya bengong, diajak ngomong
sering ga nyambung. Apa sih, kaya‟ linglung gitu rasanya. Banyak
banget beban pikiran……”
Pernyataan ini menunjukkan subjek merasa kehilangan konsentrasi
dalam aktivitas kesehariannya karena merasa tertekan secara psikologis
“…. Aku kan selama hamil itu gampang banget mood naik turun..nangis
terus berbulan-bulan tapi kalo inget mau punya bayi ya seneng lagi.
Paling kubawa jalan-jalan……”
Pernyataan ini menunjukkan ketidakstabilan kondisi emosi subjek yang
sulit ia kendalikan. Di satu sisi ia merasa bahagia karena akan memiliki anak,
namun situasi kehamilan yang terjadi sebelum pernikahan menyebabkan subjek
sulit merasa bahagia seutuhnya.
“Sampe lahiranku prematur trus pendarahan ya karena kondisiku
memang ga bagus. “
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa subjek menyadari kondisi
psikologisnya selama mengandung akhirnya berakibat pada proses kelahiran
yang tidak normal. Data wawancara dari remaja lain yang pernah mengalami
kehamilan pranikah (M, 22 tahun) menunjukkan adanya perasaan tertekan dari
Pengaruh Pelatihan “Meditasi Sadar Diri―Terhadap Penurunan Tingkat Distres Remaja yang MengalamiKehamilan PranikahEga Asnatasia MaharaniUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
3
sejak fase mengandung, melahirkan, hingga mengurus anak. Perasaan tertekan
ini muncul karena dalam tiap fase tersebut subjek harus menghadapi masalah
yang berbeda-beda tanpa persiapan yang mencukupi. Data ini ditunjukkan
melalui kutipan pernyataan sebagai berikut:
“Sampai usia (kandungan) empat bulan itu tertekan banget. Aku
hadepin semua sendiri tanpa ada satu orangpun yang bantu. Ga mau
ketemu orang-orang… dah sampai habis airmata rasanya yang ngga
karuan……….. Setelah nikahpun ya masih kaya‟ gitu rasanya,
meskipun lebih enteng karena ga harus bohong lagi”
“Sebenernya ya…. Sampe anakku lahir pun aku ga merasakan
bahagia..masalah tu rasanya banyak banget dari sejak awal.. sampe
terakhiran pun, ga tau harus ngapain.. ngurus anak sendiri karena
suami kan jauh tinggalnya. Baru bisa yah..lebih happy lah setelah udah
bisa kuliah lagi, kerja lagi, sosialisasi lagi sama temen-temen”
Subjek remaja lain yang saat dilakukannya wawancara sedang
mengalami kehamilan pranikah (D, 18 tahun) mengatakan ketidaksiapannya
menjadi ibu dalam waktu dekat. Kehamilan yang saat ini menginjak usia 7 bulan
dilalui subjek dengan penuh kekhawatiran akan masa depan bayinya kelak.
Kekhawatiran ini lebih disebabkan masalah finansial, ketiadaan dukungan dari
teman-teman, dan pemikiran bahwa dirinya tidak akan dapat bersekolah lagi.
Adapun kutipan wawancara dengan subjek D adalah sebagai berikut:
“Ya mbak…malu, saya banyak di rumah, teman-teman ya ga ada
yang jenguk.Cuma satu yang masih sering nanyain. Kayaknya susah
jg mbak kalo mau ketemu mereka trus sekolah lagi, padahal saya nya
juga ingin..tapi uangnya dari mana? Wong mas I (suami subjek) juga
baru kerja jadi buruh. Serabutan mbak apa aja yg penting dapet
(uang). Pusing saya mbak, mau gimana hidup saya besok-besok…”
Hasil wawancara dengan tiga remaja yang mengalami kehamilan
pranikah menunjukkan bahwa peristiwa kehamilan yang tidak direncanakan
mengakibatkan remaja sulit merasa bahagia atas kehamilannya dan kesulitan
menyesuaikan diri dengan peran barunya. Meskipun dalam salah satu
wawancara subjek A dapat mengungkapkan perasaan bahagianya, namun
kemudian diketahui ia sebenarnya menginginkan kehamilan tersebut datang
Pengaruh Pelatihan “Meditasi Sadar Diri―Terhadap Penurunan Tingkat Distres Remaja yang MengalamiKehamilan PranikahEga Asnatasia MaharaniUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
4
lebih lambat dan kerap menyesali kehamilannya saat itu. Kondisi yang sama
ditunjukkan oleh subjek M dimana sejak awal kehamilan hingga melahirkan ia
sulit merasa bahagia dan tidak dapat menerima peran baru sebagai orangtua
dengan tanggung jawab yang berat. Pada subjek D, ditemukan kondisi menyesali
kehamilannya dan sempat berkeinginan menggugurkan kandungannya. Baik
subjek A maupun M mengalami ketidakstabilan emosi akibat beban pikiran yang
terlalu banyak, dan ditandai dengan sering menangis, merasa tidak berdaya,
kecemasan, menarik diri, dan sulit konsentrasi. Perasaan ini muncul sebagai
akibat perasaan tertekan karena melihat kehamilan yang terjadi tanpa
direncanakan sebagai peristiwa yang mengancam.
Fenomena kehamilan pranikah ini merupakan salah satu masalah sosial
yang cukup krusial di masyarakat saat ini. Beberapa Puskesmas di wilayah
Sleman Yogyakarta mencatat angka calon pengantin (caten) plus yang cukup
tinggi. Caten plus sendiri adalah calon pengantin yang tercatat positif hamil
sebelum menikah. Data yang dikumpulkan di beberapa Puskesmas tersebut
menunjukkan bahwa di Kabupaten Sleman, setiap tahun terjadi peningkatan
kasus pernikahan dini yang disebabkan karena sudah hamil terlebih dahulu.
Pada tahun 2010 jumlah pernikahan dini mencapai 48 pasangan. Kemudian
pada tahun 2011 meningkat menjadi 79 pasangan. Sedangkan pada tahun 2012
hingga akhir April sudah 19 pasangan yang dinikahkan dalam usia yang masih
muda. Pada tahun 2012, pernikahan dini terbanyak tercatat di Kecamatan
Godean dan Kalasan (Koran Tribun Jogja, 2012). Di Yogyakarta sendiri menurut
Data BKKBN tahun 2010 dari penelitian terhadap 1.160 mahasiswa, 37% di
antaranya mengalami kehamilan di luar nikah (Kertapati, 2011). Data yang
didapat Departement of Making Pregnancy Safer WHO (Manglaterra, Pendse,
McClure, & Rosen, 2008) menunjukkan setiap tahunnya 16 juta remaja di dunia
antara usia 15-19 tahun telah melahirkan, jumlah ini mewakili 11% dari seluruh
kelahiran di dunia.
Kehamilan pranikah pada akhirnya akan mengarah kepada konsekuensi
meneruskan kehamilan atau menghentikan kehamilan dengan cara aborsi baik
karena tekanan pihak lain maupun keinginan sendiri (Coleman, 2006). Kedua
pilihan tersebut memiliki korelasi yang cukup besar terhadap kesejahteraan
psikologis ibu selanjutnya. Menurut survey kasus aborsi di Indonesia sepanjang
2006 terdapat 2 juta kasus dan bertambah setiap tahunnya hingga pada tahun
Pengaruh Pelatihan “Meditasi Sadar Diri―Terhadap Penurunan Tingkat Distres Remaja yang MengalamiKehamilan PranikahEga Asnatasia MaharaniUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
5
2008 tercatat 2,6 juta kasus aborsi. 700.000 pelaku aborsi di antaranya berusia di
bawah 20 tahun (www.ceria.bkkbn.go.id). Data dari BKKBN juga menunjukkan
estimasi terjadinya aborsi di Indonesia adalah 2,4 juta per tahun, dengan 800.000
di antaranya terjadi di kalangan remaja (Kertapati, 2010). Hasil studi
menunjukkan remaja yang memilih melakukan aborsi ditemukan berisiko
menghadapi masalah kecemasan, gangguan tidur, penyalahgunaan obat, (dalam
Coleman, 2006), depresi, perasaan bersalah, dan distres (Ely, Flaherty, &
Cuddeback, 2010). Di sisi lain mereka yang memutuskan meneruskan kehamilan
akan dihadapkan pada berbagai risiko, di antaranya stigma masyarakat,
kekerasan dari orangtua (Atuyambe et al., 2008) ; kesehatan ibu dan bayi,
depresi, distres (Ispa, 2007); kecemasan, masalah kepercayaan diri, tidak
mendapat dukungan keluarga dan stigma masyarakat (Kaye, 2008); putus
sekolah dan kemiskinan (Medoff, 2009); serta pernikahan dini dan
ketidakstabilan pernikahan (Wei, Chen, Su, & Williams, 2010). Berbagai risiko
tersebut tidak hanya dialami ibu remaja selama masa kehamilannya namun
dapat berakibat jangka panjang hingga pada anak hasil kehamilan pranikah
tersebut. Anak yang lahir dari ibu remaja berisiko lahir secara prematur dan
berisiko tinggi mengalami kematian (Wei, Chen, Su, & Williams, 2010).
Keputusan meneruskan kehamilan dan mengikatkan diri dalam
pernikahan juga belum menjadi jaminan munculnya penyesuaian diri yang baik
terhadap peran baru remaja sebagai orangtua. Hal ini dikarenakan kondisi yang
menyertai kehamilan dan pernikahan tersebut biasanya terjadi secara mendadak
tanpa perencanaan sebelumnya. Individu pada usia remaja memiliki tugas
perkembangan yang harus dipenuhi antara lain: menerima dan memahami peran
seks usia remaja, kemandirian emosional dan ekonomi, mengembangkan
perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa,
memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga,
serta mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat
diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat (Hurlock, 1973).
Tugas-tugas ini akan sulit dipenuhi ketika remaja di saat bersamaan harus
mengalami kehamilan di luar pernikahan karena belum siap secara emosi,
kognitif, dan finansial dalam memasuki peran barunya sebagai orangtua.
Karakteristik remaja yang self-oriented, ambivalensi antara ingin merdeka namun
membutuhkan orang lain, serta ketidakstabilan emosi juga dapat menjadi
Pengaruh Pelatihan “Meditasi Sadar Diri―Terhadap Penurunan Tingkat Distres Remaja yang MengalamiKehamilan PranikahEga Asnatasia MaharaniUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
6
penghalang bagi proses transisi peran baru tersebut (Wei, Chen, Su, & Williams,
2010).
Remaja yang mengetahui dirinya hamil, dalam proses selanjutnya akan
merasakan bahwa dirinya harus mengorbankan banyak hal akibat situasi yang
tidak terencana sebelumnya, seperti masa bersosialisasi dengan teman,
pekerjaan, dan pendidikan (Duncan, Coatsworth, & Greenberg, 2009). Remaja
yang mengalami kehamilan juga akan menghadapi issue penting terkait
pendidikan, keuangan, pernikahan, dan pengasuhan anak (Wei, Chen, Su, &
Williams, 2010) ; kecemasan, hilangnya kepercayaan diri, kurangnya support
finansial, moral, dan material baik dari orangtua maupun pasangan, serta risiko
stigma negatif dari masyarakat dan pekerja kesehatan sebagai konsekuensi
meneruskan kehamilannya (Kaye, 2008) . Kondisi ini menyebabkan remaja
semakin sulit menerima kehamilannya dengan bahagia dan menyebabkan
munculnya berbagai keluhan psikologis. Keluhan-keluhan psikologis tersebut
merupakan indikator adanya distres pada remaja yang mengalami kehamilan
pranikah.
Distres
Stres adalah kondisi ketika sebuah peristiwa yang dialami individu
menyebabkan ketegangan fisik, mental,ataupun emosional (Penedo, Antoni, &
Scneiderman, 2008). Menurut Lazarus (Davis, 1999) secara umum stres dapat
diartikan sebagai suatu gejala umum yang dialami individu, bercirikan adanya
pengalaman mencemaskan atau menegangkan yang bersifat intensif dan relatif
menekan. Kondisi ini muncul karena keadaan atau situasi eksternal yang terus
memaksa individu memenuhi tuntutan yang tidak biasa pada dirinya. Lazarus
(dalam Rice, 1999; dan Taylor, 1995) menegaskan bahwa stres terjadi ketika
kemampuan atau sumber daya yang dimiliki seseorang dinilai tidak mencukupi
untuk mengatasi tuntutan situasi.
Baum (Taylor, 1995) mengatakan bahwa stres adalah pengalaman
emosi negatif, dan tekanan untuk beradaptasi dengan kondisi serta norma sosial
(Rice, 1999; Lazarus & Folkman, 1984 dalam Taylor, 1995) yang diikuti oleh
perubahan-perubahan fisiologis, kognitif, dan perilaku secara langsung terhadap
munculnya kejadian yang dianggap menekan, tidak terkontrol, dan diluar
kemampuan individu untuk mengatasinya (Lazarus dalam Taylor, 1995). Stres
Pengaruh Pelatihan “Meditasi Sadar Diri―Terhadap Penurunan Tingkat Distres Remaja yang MengalamiKehamilan PranikahEga Asnatasia MaharaniUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
7
memiliki makna positif dan negatif. Ketika tekanan atau stresor mendorong
individu lebih produktif maka ia mengalami eustres yang memberi dampak positif.
Sebaliknya jika stresor justru menimbulkan masalah fisik dan psikologis, maka
stres yang dialami individu disebut distres (stres yang berdampak negatif).
Berdasarkan definisi di atas peneliti menyimpulkan bahwa distres adalah
kondisi ketika tekanan atau stresor dipersepsi negatif karena individu tidak
memiliki sumber daya yang memadai untuk mengatasinya sehingga
menimbulkan masalah pada aspek fisik, kognitif, emosi, dan perilaku.
Selanjutnya peneliti menurunkan definisi distres kehamilan tersebut ke dalam
beberapa aspek dan indikator,yaitu:
1. Aspek fisik
Aspek ini ditandai adanya gangguan fisik, kelelahan, dan rentan terhadap
penyakit;
2. Aspek emosi
Aspek ini ditandai adanya labilitas perasaan, kecemasan, dan penurunan
minat terhadap aktivitas
3. Aspek kognitif
Aspek ini ditandai adanya persepsi negatif terhadap perubahan fisik yang
terjadi selama kehamilan, persepsi negatif terhadap perubahan peran
yang mendadak, persepsi negatif terhadap kemampuan untuk
menghadapi tekanan yang muncul selama kehamilan
4. Aspek perilaku
Aspek ini ditandai dengan menarik diri dari lingkungan sosial, adanya
upaya untuk menutupi kehamilan, melakukan tindakan yang mengabaikan
kesehatan janin, nafsu makan berubah drastis, dan gangguan tidur.
Sumber distres menurut Sarafino (1998) dibedakan menjadi: (a) distres
yang bersumber dari dalam diri individu, (b) distres yang bersumber dari
keluarga, dan (c) distres yang bersumber dari masyarakat/lingkungan. Remaja
yang mengalami kehamilan pranikah harus berhadapan dengan ketiga sumber
ini secara simultan, bahkan tidak jarang secara bersamaan. Kondisi tersebut
menyebabkan tingkat distres mereka cenderung lebih sulit diatasi dibandingkan
pada kehamilan biasa. Hal ini didukung pendapat Logsdon, Birkimer, Ratterman,
Cahill, & Cahill (2002) yang mengatakan remaja yang harus menghadapi tugas
Pengaruh Pelatihan “Meditasi Sadar Diri―Terhadap Penurunan Tingkat Distres Remaja yang MengalamiKehamilan PranikahEga Asnatasia MaharaniUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
8
perkembangan dan tantangan kehamilan secara bersamaan biasanya akan
merasa tidak siap dan kurang memiliki sumber informasi sehingga menyebabkan
timbulnya distres.
Hasil asesmen awal yang dilakukan peneliti menunjukkan remaja caten
plus yang melakukan konseling pra pernikahan menunjukkan sumber distres
yang berbeda-beda selama masa kehamilan. Stresor di awal masa kehamilan
biasanya terkait perubahan fisik, resolusi kehamilan (diteruskan atau
digugurkan), dan masalah penerimaan dari pasangan, keluarga, dan sosial. Saat
keputusan menikah sudah diambil, hal-hal yang kemudian menjadi stresor
hingga akhir kehamilan biasanya terkait finansial, penyesuaian peran, serta
informasi seputar perawatan kehamilan dan bayi yang masih belum dimiliki
remaja. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan Aryani (2012) dan Aristianie
(2012) juga menyebutkan bahwa stresor wanita yang mengalami kehamilan
pranikah lebih beragam dan akan terus berubah dari sejak pertama diketahui
hamil, memutuskan menikah, hingga menjelang persalinan. Informasi ini
menunjukkan bahwa sepanjang masa kehamilan hingga melahirkan, ibu remaja
yang mengalami kehamilan pranikah memiliki risiko yang lebih besar untuk
mengalami distres dibanding pada kehamilan normal. Berdasarkan uraian di
atas, intervensi untuk membantu remaja yang mengalami kehamilan pranikah
agar beradaptasi terhadap peran barunya dan mengatasi distres yang timbul
akibat kehamilan tersebut amatlah dibutuhkan.
Distres dan Mindfulness
Remaja yang mengalami kehamilan pranikah mengalami kondisi penuh
tekanan (stressful event). Hasil wawancara dengan subjek M (22 th)
menunjukkan bahwa perasaan tertekan yang dialaminya tidak terselesaikan
hanya dengan jalan menikah. Subjek M dan subjek A (22 th) menyatakan
perasaan tertekan ini terus muncul selama masa kehamilannya. Mereka menjadi
mudah terseret pada arus pikiran yang menghakimi keberadaannya saat ini
menyesali peristiwa masa lalu, dan mengkhawatirkan masa depannya. Kondisi
inilah yang disebut dengan mindlessness yang didefinisikan Langer (Synder &
Lopez, 2006) sebagai saat dimana pikiran individu terperangkap dalam pola yang
dangkal sehingga tidak mampu memahami konteks suatu peristiwa secara utuh.
Pengaruh Pelatihan “Meditasi Sadar Diri―Terhadap Penurunan Tingkat Distres Remaja yang MengalamiKehamilan PranikahEga Asnatasia MaharaniUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
9
Hal ini menyebabkan remaja kurang mampu memaknai peristiwa yang
dialaminya dan terfokus pada penilaian baik-buruk terhadap peristiwa tersebut.
Kondisi mindlessness yang dialami remaja tersebut selanjutnya
mempengaruhi kemampuan remaja merespon kebutuhan diri,terutama terkait
kebutuhan tubuhnya selama kehamilan. Langer (Synder & Lopez,2006)
menjelaskan bahwa ketika kondisi mindlessness terjadi, individu dapat
kehilangan kontrol terhadap dirinya sendiri karena tidak mampu menyadari
reaksi-reaksi fisik yang menjadi alarm penyesuaian diri. Dalam kasus kehamilan
pranikah, reaksi fisik yang sebenarnya normal terjadi pada kehamilan pada
umumnya menjadi lebih meningkat intensitasnya dikarenakan remaja tidak
mampu menyadari dan merespon reaksi fisik tersebut.
Lazarus (dalam Taylor, 1995) menyebutkan bahwa ketika individu
menghadapi situasi tertentu, ia akan masuk ke dalam primary appraisal dan
mempersepsi apakah situasi tersebut dianggap mengancam, netral, atau
menyenangkan. Apabila persepsi individu melihat situasi tersebut sebagai
ancaman, dalam proses secondary appraisal ia kemudian akan mengukur
apakah memiliki sumber daya yang cukup untuk mengatasi situasi tersebut atau
tidak. Dalam kasus kehamilan pranikah, di tahap primary appraisal remaja
menilai peristiwa tersebut sebagai situasi yang mengancam karena
ketidakmampuannya melihat konteks masalah secara utuh. Kondisi
mindlessness yang dialami remaja juga membuatnya merasa kehilangan kontrol
terhadap situasi di sekitarnya. Reaksi distres kemudian muncul sebagai hasil
proses secondary appraisal dimana remaja merasa tidak memiliki sumber daya
yang memadai untuk menghadapi situasi menekan tersebut.
Pada prakteknya, mindfulness akan membantu individu memperkuat
sumber daya internalnya dan meningkatkan kemampuan individu mengakses
sumber daya tersebut (Kabat-Zinn, 1990). Saat kondisi mindful tercapai,
perhatian tidak akan terfokus pada masa lalu ataupun masa depan, dan individu
tidak akan memberikan penilaian atau menolak apa yang sedang terjadi saat ini.
Kesadaran yang muncul akan membantu individu melihat situasi ini secara lebih
jelas, sehingga muncul sudut pandang baru dalam melihat permasalahan
maupun alternatif pemecahannya (Kabat-Zinn, 1990). Jenis perhatian semacam
ini akan membentuk energi, pikiran yang jernih, dan kebahagiaan (Germer,
Siegel, & Fulton, 2005). Hal ini dapat tercapai karena mindfulness memiliki
Pengaruh Pelatihan “Meditasi Sadar Diri―Terhadap Penurunan Tingkat Distres Remaja yang MengalamiKehamilan PranikahEga Asnatasia MaharaniUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
10
beberapa kualitas positif yang muncul secara sadar antara lain: tanpa penilaian,
tanpa pemaksaan, penerimaan, kesabaran, kepercayaan, keterbukaan,
pelepasan, kelembutan, empati, rasa syukur, dan kasih sayang. (Shapiro dalam
Synder dan Lopez, 2006). Kondisi mindful juga akan memberikan kesadaran
pada individu bahwa ia memiliki kontrol terhadap pilihan-pilihannya sehingga
mendorong munculnya responsif, bukannya reaktif terhadap situasi di sekitarnya
(Kabat-Zinn, 1990).
Mindfulness memiliki definisi operasional yang bervariasi (Fielding, 2009).
Pendekatan ini berakar dari filosofi Buddha dan merupakan bentuk ketrampilan
yang dapat membantu individu agar memiliki kesadaran dan tidak bersikap
reaktif akan apa yang terjadi saat ini, sebuah cara untuk memaknai peristiwa baik
positif, negatif, maupun netral sehingga mampu mengatasi perasaan tertekan
dan menimbulkan kesejahteraan diri (Germer, Siegel, & Fulton, 2005). Kabat-
Zinn (2003) mendefinisikan mindfulness sebagai kesadaran yang muncul akibat
memberi perhatian terhadap sebuah pengalaman saat ini secara disengaja dan
tanpa penilaian agar mampu merespon dengan penerimaan, dan bukannya
bereaksi, terhadap pengalaman yang dialami sehari-hari. Mindfulness terfokus
pada peningkatan kemampuan mengobservasi atau mengamati perubahan
kondisi psikologis tanpa bertujuan secara sengaja mencapai tingkatan tersebut
(Brown & Ryan, 2003)
Berdasarkan defnisi yang telah dijelaskan para ahli, komponen utama
dalam mindfulness adalah: kesadaran (awareness), pengalaman saat ini (present
experience), dan penerimaan (acceptance). Baer et al (2006 dalam Duncan,
Coatsworth, & Greenberg, 2009) menyebutkan lima kemampuan dalam
mindfulness adalah: Bertindak dengan kesadaran (acting with awareness),
kemampuan mengobservasi (observing), kemampuan mendeskripsikan
(describing), sikap non-reaktif terhadap pengalaman, dan sikap tanpa penilaian
terhadap pengalaman. Brown & Ryan (2003) menyatakan aspek-aspek dalam
mindfulness yaitu: (1) Acting with Awareness, (2) Present Focus, (3)
Responsiveness, (4) Social Awareness.
Kata mindfulness sendiri dapat diartikan sebagai konstruk psikologis,
proses psikologis (being mindful), bentuk psikoterapi, atau bentuk latihan yang
dapat membentuk mindfulness (seperti meditasi). Mindfulness baik secara
konstruk psikologis maupun dasar psikoterapi telah terbukti secara efektif
Pengaruh Pelatihan “Meditasi Sadar Diri―Terhadap Penurunan Tingkat Distres Remaja yang MengalamiKehamilan PranikahEga Asnatasia MaharaniUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
11
mempengaruhi penerimaan diri (Thompson & Waltz, 2007; Carson & Langer,
2006), komunikasi orangtua-anak (Duncan, Coatsworth, & Greenberg, 2009),
regulasi emosi, kesejahteraan diri, dan problem solving (Feldman, Hayes, Kumar,
Greeson, & Laurenceau, 2007; Brown & Ryan, 2003), distres, depresi,
kecemasan (Feldman et al, 2006; Vieten & Astin, 2007) baik pada populasi klinis
maupun non-klinis. Mindfulness mengajak individu untuk mampu melalui
pengalaman yang sulit atau tidak menyenangkan tanpa menghindarinya
(Fielding, 2009). Pada prakteknya mindfulness dapat membentuk terciptanya
perasaan relaks, namun demikian mindfulness bukanlah salah satu teknik
relaksasi, karena fokus mindfulness adalah mengembangkan kapasitas individu
untuk mengamati perubahan fisiologis dan mental tanpa dengan sengaja
bertujuan untuk mencapai perasaan relaks tersebut (Vieten & Astin, 2008).
Penelitian ini akan menggunakan tiga aspek utama mindfulness yaitu: 1).
Acting with awareness, 2) Present moment , 3) Responsiveness. Acting with
awareness merepresentasikan kondisi dimana individu mampu menyadari
sensasi fisik dan psikologis baik saat kondisi menyenangkan maupun tidak
menyenangkan. Secara bersamaan hal ini akan membawa individu pada present
moment, yaitu kondisi disini dan saat ini. Keterbukaan pada present moment
akan membantu individu melihat situasi dalam konteks yang lebih menyeluruh
dan membuka sudut pandang baru dalam melihat situasi tersebut. Pada
akhirnya, kualitas ini akan membantu individu bersikap aktif terhadap stimulus
dan bukannya reaktif yang ditandai dengan sikap responsiveness. Lebih lanjut
hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Kerangka model mindfulness
Acting with
awareness
Stimulus Responsiveness
Present
moment
Pengaruh Pelatihan “Meditasi Sadar Diri―Terhadap Penurunan Tingkat Distres Remaja yang MengalamiKehamilan PranikahEga Asnatasia MaharaniUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
12
Intervensi Berbasis Mindfulness
Penanganan terhadap distres dalam berbagai setting klinis telah
dilakukan melalui berbagai upaya pendekatan, di antaranya menggunakan
program Pendampingan psikologis melalui telepon (Wei, Chen, Su, & Williams,
2010), Program berbasis komunitas: Multi-Family Group (MFG; McDonald et al,
2008) dan intervensi berbasis mindfulness (Gold et al., 2009; Viesten & Astin,
2007; Cordon, Brown, & Gibson, 2009).
Pendampingan psikologis bagi remaja yang mengalami kehamilan
pranikah melalui telepon (Wei, Chen, Su, & Williams, 2010) merupakan alernatif
intervensi yang memiliki jangkauan layanan yang cukup luas. Intervensi ini dapat
menangani subjek yang lebih banyak dibanding intervensi jenis lain. Namun
luasnya jangkauan layanan tersebut sekaligus menjadi keterbatasan karena
dapat terhambat oleh jaringan telepon yang belum memadai. Selain itu
diperlukan pula kompetensi dari staff yang cukup baik untuk mendampingi
remaja tanpa bertatap muka secara langsung. Dengan metode ini, pengukuran
efektivitas intervensi juga akan sulit dilakukan sebab subjek tidak dapat diberikan
pretest dan posttest.
Intervensi Multi-Family Group (MFG) (McDonald, et al., 2008)
merupakan program berbasis komunitas yang bertujuan membantu remaja
beradaptasi dengan peran barunya sebagai ibu, menghadapi stigma negatif dari
masyarakat, menurunkan distres, dan mengatasi internal konflik dari keluarga
yang kurang suportif. Hasil studi ini menunjukkan pengaruh yang signifikan pada
kualitas hubungan ibu-bayi, self-efficacy, kemampuan manajemen konflik remaja
dalam mengatasi konflik dengan lingkungannya, social support, dan pada tingkat
distres secara keseluruhan. Keterbatasan penelitian ini terdapat pada jumlah
partisipan yang harus melibatkan beberapa anggota keluarga dan institusi
sekolah. Karakteristik subjek remaja yang mengalami kehamilan pranikah
cenderung ingin menyembunyikan kehamilannya karena rasa malu, sehingga
keterlibatan banyak pihak dalam model intervensi ini dapat menyulitkan pada
proses penjaringan subjek.
Terapi mindfulness terbukti efektif untuk meningkatkan afek positif,
menurunkan distres (Vieten & Astin, 2008), kecemasan, depresi, dan afek negatif
pada wanita hamil (Duncan & Bardacke, 2010) maupun pada karakteristik subjek
Pengaruh Pelatihan “Meditasi Sadar Diri―Terhadap Penurunan Tingkat Distres Remaja yang MengalamiKehamilan PranikahEga Asnatasia MaharaniUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
13
lainnya (Cordon, Brown, & Gibson, 2009; Gold, Smith, Hopper, Herney, Tansey,
& Hulland, 2010). Di Indonesia, terapi berbasis mindfulness telah terbukti
meningkatkan kesejahteraan psikologis pada orangtua yang memiliki anak
remaja (Tegawati, 2011) dan pada orang dengan HIV AIDS (Dewi, 2012). Teknik
mindfulness lebih berfokus untuk membantu individu merasakan pengalaman
subjektif melalui latihan-latihan sehingga manfaatnya dapat langsung dirasakan
oleh subjek intervensi. Peserta tidak dibebani dengan materi psikoedukasi yang
cukup padat, waktu pelaksanaan yang panjang, serta latihan di rumah yang
beragam sehingga limitasi intervensi penanganan distres dengan pendekatan
lain dapat diatasi dengan teknik ini.
Berdasarkan hasil-hasil asesmen dan penelitian sebelumnya tersebut
maka peneliti memilih fokus pada intervensi berbasis mindfulness untuk
mengatasi distres pada remaja yang mengalami kehamilan pranikah.
Berdasarkan definisi dan bukti efektivitas mindfulness berdasar penelitian
sebelumnya, maka peneliti membangun asumsi dasar bahwa mindfulness
sebagai sebuah bentuk psikoterapi dapat memberikan pengaruh bagi penurunan
tingkat distres remaja yang mengalami kehamilan pranikah. Beberapa penelitian
tentang kehamilan pranikah sebelumnya lebih banyak mendiskusikan tentang
efek kehamilan pranikah tersebut dan program-program pencegahan perilaku
seks bebas sebagai pendahulu fenomena kehamilan pranikah. Masih sedikit
studi yang memfokuskan pada peningkatan kualitas kehidupan remaja yang telah
mengalami kehamilan pranikah. Studi pendahuluan yang dilakukan Aryani (2012)
dan Ariestiani (2012) memberikan informasi bahwa intervensi sekunder
merupakan jenis intervensi yang dibutuhkan pada subjek yang mengalami
kehamilan pranikah. Hasil studi tersebut menyatakan bahwa tingkat distres
subjek yang tinggi di awal kehamilannya akan menurun ketika keputusan
menikah sudah diambil, dan akan meningkat kembali menjelang persalinan.
Fluktuasi tingkat distres ini menunjukkan bahwa remaja dengan kehamilan
pranikah perlu diberikan pelatihan yang dapat meningkatkan kemampuan
mereka dalam menghadapi distres dalam setiap periode kehamilannya. Pelatihan
dukungan sosial yang dilakukan Aryani (2012) dan Aristianie (2012) merupakan
bentuk pelatiahan pemberdayaan sumber daya eksternal untuk penanganan
distres, sementara fokus dalam penelitian ini adalah pemberdayaan sumber daya
internal individu.
Pengaruh Pelatihan “Meditasi Sadar Diri―Terhadap Penurunan Tingkat Distres Remaja yang MengalamiKehamilan PranikahEga Asnatasia MaharaniUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
14
Hasil temuan penelitian yang dilakukan Aryani (2012) dan Aristianie
(2012) tersebut menjadi salah satu dasar bagi pengembangan intervensi yang
dilakukan dalam pelatihan ini. Perubahan yang dilakukan dari penelitian
sebelumnya ada pada modifikasi aitem-aitem alat ukur distres yang lebih
disesuaikan dengan jenis stresor setelah subjek menikah dan karakteristik
inklusi subjek yang lebih spesifik, sementara repetisi yang dilakukan berupa
metode penjaringan subjek dan pengambilan data.
Praktik mindfulness meliputi mengembangkan kesadaran tanpa
penilaian akan seluruh aspek dari sebuah pengalaman di saat ini (present
moment) dan merespon pengalaman tersebut dengan penerimaan. Para klinisi
menemukan kendala dalam mengintegrasikan pendekatan mindfulness dengan
praktik klinis (Fielding, 2009). Oleh karena itu, Daleiden dan Chorpita (dalam
Fielding 2009) menyatakan bahwa saat ini, klinisi yang ingin melakukan
intervensi dengan pendekatan mindfulness dapat menempuh dua cara, yaitu
harus mengadaptasi sebuah manual intervensi yang berprotokol atau
menentukan berdasarkan teori mengenai elemen mana dari mindfulness yang
dapat diintegrasikan ke dalam praktik klinis.
Baer dan Huss (dalam Fielding, 2009) menyatakan bahwa saat ini
terdapat beberapa intervensi berbasis mindfulness yang dianggap memiliki
dukungan empirik terbaik, dan dua diantaranya adalah Mindfulness Based Stres
Reduction (MBSR) dan Mindfulness Based Cognitive Therapy (MBCT).
Mindfulness Based Stres Reduction (MBSR) merupakan salah satu jenis terapi
berbasis mindfulness yang fokus melatih kesadaran melalui teknik meditasi.
Dengan berlatih mengobservasi sensasi tubuh (body scan meditation), individu
dapat mencapai kondisi mindful dalam kehidupan sehari-harinya, termasuk ketika
melakukan aktivitas rutin seperti berjalan, makan, berdiri, dll (Germer, Siegel,
Fulton, 2005). MBSR bertujuan mengubah hubungan individu dengan situasi dan
pikiran yang penuh distres. Hal ini dicapai dengan cara menurunkan reaksi
emosional dan meningkatkan penilaian kognitif secara positif. Mindful
Motherhood (Vieten & Astin, 2007) merupakan salah satu terapi mindfulness
yang dikembangkan dari MBSR dan telah terbukti mampu mengatasi distres,
depresi, dan kecemasan pada subjek ibu hamil.
Mindfulness-Based Cognitive Therapy (MBCT) adalah intervensi
berbasis mindfulness yang mengintegrasikan aspek Cognitive Behavioral
Pengaruh Pelatihan “Meditasi Sadar Diri―Terhadap Penurunan Tingkat Distres Remaja yang MengalamiKehamilan PranikahEga Asnatasia MaharaniUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
15
Therapy (CBT) ke dalam format MBSR dalam sesi yang berdurasi lebih singkat.
Awalnya intervensi ini digunakan terhadap pasien yang mengalami depresi berat
yang kronis. Intervensi ini menambahkan elemen tradisional seperti psikoedukasi
dan latihan untuk membedakan pikiran dan fakta. Namun MBCT lebih fokus
untuk mengajak pasien menggunakan pendekatan decentered terhadap
pengalaman internal daripada mengajarkan klien untuk merubah pikiran
(Fielding, 2009)
Intervensi berbasis Mindfulness pada studi ini selanjutnya akan disebut
dengan Pelatihan “Meditasi Sadar Diri” (MSD) yang dikembangkan berdasar
konsep Mindfulness Based Stres Reduction dan Mindfulness Based Cognitive
Therapy. Pelatihan MSD bertujuan untuk meningkatkan keterampilan
mindfulness sebagai salah satu strategi koping terhadap distres sehingga
peningkatan pada variabel ini dapat diasosiasikan dengan penurunan tingkat
distres remaja yang mengalami kehamilan pranikah. Fokus pelatihan MSD
adalah kemampuan individu untuk menyadari segala reaksi fisik dan psikologis
yang dialami dari waktu ke waktu. Diharapkan hasil penelitian ini selanjutnya
dapat menjadi alternatif intervensi sekunder bagi penanganan kasus kehamilan
pranikah di Indonesia .
Berdasarkan uraian tersebut, maka tujuan penelitian adalah menguji
pengaruh pelatihan “Meditasi Sadar Diri” terhadap penurunan distres pada
remaja yang mengalami kehamilan di luar pernikahan. Hipotesis yang akan
diajukan dalam penelitian ini adalah: (1) Ada perbedaan tingkat distres remaja
yang mengalami kehamilan pranikah sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan
MSD, tingkat distres remaja setelah mengikuti pelatihan lebih rendah daripada
sebelum mengikuti pelatihan. (2) Ada perbedaan tingkat mindfulness remaja
yang mengalami kehamilan pranikah sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan
MSD, tingkat mindfulness remaja setelah mengikuti pelatihan lebih tinggi
daripada sebelum mengikuti pelatihan. Adapun kerangka berpikir penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Pengaruh Pelatihan “Meditasi Sadar Diri―Terhadap Penurunan Tingkat Distres Remaja yang MengalamiKehamilan PranikahEga Asnatasia MaharaniUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
16
Gambar 2. Kerangka konsep penelitian
: Mempengaruhi : Intervensi
: Interaksi : Efek Intervensi
POTENTIAL STRESSOR REMAJA:
Kehamilan Pranikah
PRIMARY APPRAISAL:
Individu terjebak pada pikiran yang
menghakimi dirinya sendiri, merenungi
masa lalu, mengkhawatirkan masa depan
sehingga tidak terfokus pada present
moment. Kehamilan dipersepsi
mengancam dan tidak menyenangkan.
Individu berada pada kondisi
mindlessness
SECONDARY APPRAISAL:
Individu menilai sumberdaya internal
dalam dirinya tidak mencukupi untuk
menghadapi stressor event dan
merasa kehilangan kontrol terhadap
situasi tersebut
DISTRES
(Fisiologis, Kognitif,
Emosi, Perilaku)
Kemungkinan adanya
perasaan tertekan tetap
ada, namun juga
diimbangi dengan
kesadaran akan sensasi
tubuh: pernapasan,
tekanan otot, aliran
darah, denyut jantung
Kesadaran mengenai
situasi dalam konteks
menyeluruh
Strategi emotion-focused
Strategi problem-focused
Melihat alternatif pilihan
lain
Ketenangan dan
kejernihan pikiran
Perasaan mampu
mengatasi masalah
PELATIHAN MINDFULNESS
Prinsip:
Kesadaran tanpa proses
pemikiran
Fokus pada present moment
Responsiveness
Tujuan:
Menyadari pikiran,
perasaan, dan sensasi
tubuh
Menerima pengalaman saat
ini tanpa penilaian
Mampu bersikap responsif,
bukannya reaktif terhadap
peristiwa.
Keterbukaan terhadap
pengalaman saat ini
Menyadari Automatic
Reaction
Mindfulness sebagai
coping distres yang lebih
adaptif dan adekuat
meningkat
DISTRES MENURUN
Breakdown: penurunan
ketegangan mental dan fisik
Pengaruh Pelatihan “Meditasi Sadar Diri―Terhadap Penurunan Tingkat Distres Remaja yang MengalamiKehamilan PranikahEga Asnatasia MaharaniUniversitas Gadjah Mada, 2013 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/