PENGARUH MEDIA PENDINGIN (COOLANT) DAN GEOMETRI …lib.unnes.ac.id/31615/1/5201412009.pdf ·...

54
PENGARUH MEDIA PENDINGIN (COOLANT) DAN GEOMETRI PAHAT POTONG TERHADAP TINGKAT KEKASARAN DAN MAKROSTRUKTUR PADA PEMBUBUTAN RATA MEMANJANG BAHAN BAJA EMS-45 SKRIPSI Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Teknik Mesin Oleh Nurahmad Aprianto Jauhari 5201412009 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2017

Transcript of PENGARUH MEDIA PENDINGIN (COOLANT) DAN GEOMETRI …lib.unnes.ac.id/31615/1/5201412009.pdf ·...

PENGARUH MEDIA PENDINGIN (COOLANT)DAN GEOMETRI PAHAT POTONG TERHADAP

TINGKAT KEKASARAN DAN MAKROSTRUKTUR PADA PEMBUBUTAN RATA

MEMANJANG BAHAN BAJA EMS-45

SKRIPSI

Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Teknik Mesin

Oleh Nurahmad Aprianto Jauhari

5201412009

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2017

ii

PERNYATAAN KEASLIAN

yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Mahasiswa : Nurahmad Aprianto Jauhari

NIM : 5201412009

Program Studi : Pendidikan Teknik Mesin S1

Fakultas : Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi dengan judul “pengaruh media pendingin

(coolant) dan geometri pahat potong terhadap tingkat kekasaran dan

makrostruktur pada pembubutan rata memanjang bahan baja ems-45” ini

merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh

gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun, dan sepanjang pengetahuan

saya dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau

diterbitkan oleh orang lain, keculai yang tertulis diacu dalam naskah ini dan

disebutkan dalam daftar pustaka.

Semarang, 24 Febuari 2017

Yang membuat pernyataan

Nurahmad Aprianto Jauhari

5201412009

iii

PERNYATAAN KEASLIAN

yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Mahasiswa : Nurahmad Aprianto Jauhari

NIM : 5201412009

Program Studi : Pendidikan Teknik Mesin S1

Fakultas : Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi dengan judul “pengaruh media pendingin

(coolant) dan geometri pahat potong terhadap tingkat kekasaran dan

makrostruktur pada pembubutan rata memanjang bahan baja ems-45” ini

merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh

gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun, dan sepanjang pengetahuan

saya dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau

diterbitkan oleh orang lain, keculai yang tertulis diacu dalam naskah ini dan

disebutkan dalam daftar pustaka.

Semarang, 24 Febuari 2017

Yang membuat pernyataan

Nurahmad Aprianto Jauhari

5201412009

iv

ABSTRAK

Jauhari, Nurahmad Aprianto. 2017. Pengaruh media pendingin (coolant) dan

geometri pahat potong terhadap tingkat kekasaran dan makrostruktur pada

pembubutan rata memanjang bahan baja ems-45. Skripsi. Jurusan Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang. Dr. Rahmat Doni W.,S.T., M.T.

dan Drs. Masugino M.Pd.

Baja EMS-45 merupakan jenis baja yang dapat dikategorikan sebagai baja

dengan tingkat karbon sedang, yang sering diaplikasikan dalam bidang industri

dalam berbagai bidang industri. Pembubutan merupakan suatu proses

pembentukan sebuah benda kerja baik metal maupun non metal dengan cara

mengurangi ukuran sebelumnya hingga menjadi ukuran yang ditentukan. Tujuan

dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh penggunaan media pendingin

dan geometri pahat pada proses pembubutan konvensional dan foto makro

struktur.

Metode yang digunakan adalah metode eksperimen. Variasi yang

digunakan yaitu tanpa diberikan media pendingin, oli sae 20w50, oli dromus

murni tanpa campuran air dan air dari keran, sedangkan variasi geometri pahatnya

yaitu pahat A: sudut potong 10°, sudut bebas 8°, sudut buang 12°, pahat B: sudut

potong 12°, sudut bebas 9°, sudut buang 15°, dan pahat C: sudut potong 13°,

sudut bebas 10° dan sudut buang 20°. Setelah diberi perlakuan variasi pada proses

pembubutan, selanjutnya dilakukan uji tingkat kekasaran permukaan dan foto

makro struktur pada setiap spesimen. Analisis yang digunakan adalah statistik

deskriptif.

Hasil pengujian menghasilkan nilai kekasaran dan foto makro struktur.

Nilai kekasaran paling rendah didapat pada spesimen ke 5 sebesar 3,18 μm

dengan tingkat kekasaran N7 dan nilai kekasaran paling tinggi didapat pada

spesimen ke 11 sebesar 6,08 μm dengan tingkat kekasaran N8. Foto makro

struktur terlihat paling rapat yaitu pada spesimen ke 5 dan terlihat paling renggang

yaitu pada spesimen 11. Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkat kekasaran

maksimal yang dapat diperoleh dari angka toleransi geometri pahat yaitu pada

nilai tengahnya dan tanpa menggunakan media pendingin.

Kata kunci : elektroplating, konsentrasi larutan, waktu, ketebalan lapisan,

kekerasan permukaan.

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

1. 10+1 “Dalam kehidupan kita raih kesuksesan (10), ditandai dengan jatuh-

terpuruk-bahkan hingga sakit, namun tambahkan (1) mimpi, (1) harapan

dan (1) semangat serta (1) do’a untuk bangkit menyelesaikan UJIAN,

kemudian BANGKIT lagi raih keberhasilan dan kesuksesan kembali.

2. “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib(keadaan) suatu kaum

kecuali mereka merubah keadaan mereka sendiri” (Q.S. Ar-Ra’d:11).

3. “Teruntuk kamu, do’a terbaikku menyertaimu selalu, baik-baik disana jaga

dirimu, aku disini pun sama menjaga hatiku, diriku untuk nantinya siap

dipersunting olehmu” (Puspita Handayani. 2016)

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk :

1. Allah Swt, sebagai tempat keluh kesah, curhat,

meminta sesuatu dan membantu saya selama ini

hingga nanti.

2. Ibu Riwayati, bapak Sarlan, dedek Sahid dan

mbak Ayu, yang selalu memberi semangat dan

motivasi tanpa henti selama ini.

3. Romario, Ardiyanto, Heru Cahyono, Fida dan

Fatah yang menjadi motivator, sahabat, keluarga

selama masa studi dan perjuangan skripsi ini.

4. Teman-teman TEKNIK MESIN angkatan 2012

dan keluarga RISTEK fakultas teknik UNNES.

vi

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan karunia dan

petunjuknya, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan skripsi dengan

judul ”Pengaruh media pendingin (coolant) dan geometri pahat potong

terhadap tingkat kekasaran dan makrostruktur pada pembubutan rata

memanjang bahan baja ems-45)”. Skripsi ini dapat terselesaikan tidak lepas dari

bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Rusiyanto S.Pd., M.T., Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas

Negeri Semarang.

2. Bapak Dr. Rahmat Doni Widodo S.T., M.T., sebagai dosen

pembimbing I yang dengan penuh kesabaran membimbing dan

mengarahkan hingga selesainya proposal skripsi ini.

3. Bapak Drs. Masugino, M.Pd., sebagai dosen pembimbing II yang

memberikan bimbingan dan dorongan hingga selesainya proposal

skripsi ini.

4. Bapak Dr. Wirawan Sumbodo M.T., sebagai dosen penguji yang telah

memberikan pengarahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu dan Bapak tersayang yang telah dengan ikhlas mengorbankan

seluruh hidupnya dengan diiringi doa untuk keberhasilan cita-cita

anak-anaknya.

6. Seseorang yang telah setia menunggu dan selalu menyemangati ketika

sedang dipertemukan dengan kesulitan, rasa malas, permasalahan dan

semua yang menghambat “entah siapapun itu, kamu masa depanku”.

7. Rekan-rekan mahasiswa teknik mesin angkatan 2012 dan semua pihak

yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

vii

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh

karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran

yang membangun untuk perbaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan

pahala yang berlipat atas semua bantuan dan kebaikannya,Amin.

Semarang, 24 Februari 2017

Penulis

viii

DAFRAT ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ......................................................................... iii

ABSTRAK ....................................................................................................... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. v

PRAKATA ....................................................................................................... vi

DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii

ARTI SIMBOL DAN SINGKATAN ............................................................. xi

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiii

DAFTAR EQUATION (PERSAMAAN) ....................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

A. Latar Belakang ................................................................................ 1

B. Identifikasi Masalah ........................................................................ 5

C. Pembatasan Masalah ....................................................................... 5

D. Rumusan Masalah ........................................................................... 7

E. Tujuan Penelitian ............................................................................ 7

F. Manfaat Penelitian .......................................................................... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................... 9

A. Kajian Teori .................................................................................... 9

1. Coolant (Cairan Pendingin) ...................................................... 9

2. Geometri Pahat ........................................................................ 16

3. Parameter Pemotongan ............................................................ 17

4. Pembubutan ............................................................................. 19

5. Kekasaran Permukaan ............................................................. 22

6. Makro Struktur ........................................................................ 28

7. Baja EMS-45 ........................................................................... 29

ix

B. Kajian Penelitian yang Relevan .................................................... 31

C. Kerangka Pikir Penelitian .............................................................. 32

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 34

A. Jenis Penelitian .............................................................................. 34

B. Alat dan Bahan Penelitian ............................................................. 34

C. Alat dan Skema Peralatan Penelitian ............................................ 37

D. Prosedur Penelitian ....................................................................... 41

1. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian ..................................... 41

2. Perhitungan Sebelum Membubut ........................................... 41

3. Proses Penelitian ..................................................................... 42

4. Data Penelitian ........................................................................ 48

5. Analisis Data ........................................................................... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN .................................................................... 51

A. Hasil Penelitian ............................................................................. 51

B. Pembahasan .................................................................................. 68

C. Keterbatasan Penelitian ................................................................ 71

BAB V PENUTUP ........................................................................................ 73

A. Simpulan ....................................................................................... 73

B. Saran Pemanfaatan Hasil Penelitian ............................................. 75

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 77

LAMPIRAN ................................................................................................... 78

x

ARTI SIMBOL DAN SINGKATAN

Simbol Arti

mm Milimeter

m Meter

rev Revolve

rpm Rotation per minute

kg Kilogram

S Sulfur

CCI4 Carbon tetraClorida

Fe Besi

Cs Cutting speed

π Pi (nilai konstanta)

d atau “Ø” Diameter

n Putaran mesin

F Kecepatan pemakanan (feed)

f Besar pemakanan atau bergesernya pahat

Ra Nilai kekasaran

Lambang kekasaran permukaan

Singkatan Arti

EMS-45 Engineering Machinery Steels 45

HSS High Speed Steel

SAE Society Automotive Engineers

W Winter

ISO International Standart Organitation

SLR Single Lens Reflex

DSLR Digital Single Lens Reflex

St 60 Steel dengan kekuatan tarik 60 N/mm²

CNC TU-2A Computer Numerical Control Training Unit – 2 Absolute

xi

K3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Cairan pendingin direkomendasikan untuk beberapa material ....... 13

Tabel 2.2 Tabel kecepatan potong berdasarkan bahan ..................................... 18

Tabel 2.3 Tingkat kekasaran rata-rata permukaan menurut proses pengerjaan ........ 26

Tabel 2.4 Angka kekasaran permukaan menurut standar ISO 1302: 1992 ...... 27

Tabel 2.5 Angka tingkat kekasaran .................................................................. 27

Tabel 3.1 Tabel pengujian kekasaran keseluruhan spesimen ........................... 48

Tabel 3.2 Tabel pengujian kekasaran masing-masing spesimen ...................... 48

Tabel 3.3 Tabel foto makro struktur ................................................................. 49

Tabel 4.1 Tabel hasil uji kekasaran spesimen 1 ............................................... 51

Tabel 4.2 Tabel hasil uji kekasaran spesimen 2 ............................................... 42

Tabel 4.3 Tabel hasil uji kekasaran spesimen 3 ............................................... 53

Tabel 4.4 Tabel hasil uji kekasaran spesimen 4 ............................................... 53

Tabel 4.5 Tabel hasil uji kekasaran spesimen 1 sampai spesimen 4 ............... 54

Tabel 4.6 Tabel hasil uji kekasaran spesimen 5 ............................................... 55

Tabel 4.7 Tabel hasil uji kekasaran spesimen 6 ............................................... 56

Tabel 4.8 Tabel hasil uji kekasaran spesimen 7 ............................................... 56

Tabel 4.9 Tabel hasil uji kekasaran spesimen 8 ............................................... 57

Tabel 4.10 Tabel hasil uji kekasaran spesimen 5 sampai spesimen 8 .............. 58

Tabel 4.11 Tabel hasil uji kekasaran spesimen 9 .............................................. 59

Tabel 4.12 Tabel hasil uji kekasaran spesimen 10 ............................................ 60

Tabel 4.13 Tabel hasil uji kekasaran spesimen 11 ............................................ 60

Tabel 4.14 Tabel hasil uji kekasaran spesimen 12 ............................................ 61

Tabel 4.15 Tabel hasil uji kekasaran spesimen 9 sampai spesimen 12 ............. 61

Tabel 4.16 Tabel rangkuman data hasil penelitian permukaan kekasaran ........ 63

Tabel 4.17 Tabel keterangan gambar hasil foto makrotruktur .......................... 66

Tabel 4.18 Tabel hasil uji kekasaran spesimen 1 sampai spesimen 12 ............. 68

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pemberian coolant untuk meredam panas ................................... 15

Gambar 2.2 Geometri pahat bubut HSS .......................................................... 16

Gambar 2.3 Proses bubut rata, bubut permukaan, dan bubut tirus ................. 20

Gambar 2.4 Kekasaran, gelombang, dan kesalahan bentuk dari suatu permukaan . 23

Gambar 2.5 Tingkat pertama ........................................................................... 24

Gambar 2.6 Tingkat kedua .............................................................................. 24

Gambar 2.7 Tingkat ketiga .............................................................................. 24

Gambar 2.8 Tingkat keempat .......................................................................... 24

Gambar 2.9 Kedalaman total dan kedalaman permukaan ............................... 25

Gambar 2.10 Menentukan kekasaran rata-rata Ra .......................................... 25

Gambar 2.11 Lambang kekasaran permukaan ................................................ 26

Gambar 2.12 Kerangka pikir penelitian .......................................................... 33

Gambar 3.1 Spesimen sebelum diberi perlakuan pembubutan (3 dimensi) .... 35

Gambar 3.2 Spesimen sebelum diberi perlakuan pembubutan (2 dimensi) .... 35

Gambar 3.3 Spesimen sesudah diberi perlakuan pembubutan (3 dimensi) ..... 36

Gambar 3.4 Spesimen sesudah diberi perlakuan pembubutan (2 dimensi) ..... 36

Gambar 3.5 Mesin bubut konvensional ........................................................... 37

Gambar 3.6 Toolset mesin bubut ..................................................................... 37

Gambar 3.7 Mesin gerinda duduk .................................................................... 38

Gambar 3.8 Mesin gergaji ................................................................................ 38

Gambar 3.9 Jangka sorong (vernier caliper) .................................................... 39

Gambar 3.10 Bevel protector (busur derajat) ................................................... 39

Gambar 3.11 Makro optik (Infinity 2) .............................................................. 39

Gambar 3.12 Surfcorder SE300 surface roughness measuring instrument ..... 40

Gambar 3.13 Skema peralatan penelitian ......................................................... 40

Gambar 3.14 Diagram alur penelitian .............................................................. 41

Gambar 3.15 Cara pengujian kekasaran menggunakan surfcorder SE300 ...... 49

Gambar 4.1 Grafik rata-rata kekasaran 4 spesimen menggunakan pahat A .... 54

xiii

Gambar 4.2 Grafik rata-rata kekasaran 4 spesimen menggunakan pahat B .... 58

Gambar 4.3 Grafik rata-rata kekasaran 4 spesimen menggunakan pahat C .... 62

Gambar 4.4 Rangkuman data dalam grafik batang ......................................... 63

Gambar 4.5 Foto makro struktur setiap pendingin mengguakan pahat A ....... 64

Gambar 4.6 Foto makro struktur setiap pendingin mengguakan pahat B ....... 65

Gambar 4.7 Foto makro struktur setiap pendingin mengguakan pahat C ....... 65

Gambar 4.8 Hubungan hasil nilai kekasaran dan foto makrostruktur A ......... 67

Gambar 4.9 Hubungan hasil nilai kekasaran dan foto makrostruktur B ......... 67

Gambar 4.10 Hubungan hasil nilai kekasaran dan foto makrostruktur C ......... 67

xiv

DAFTAR EQUATION (PERSAMAAN)

Equation 2.1 Kecepatan potong (Cs) “m/min” ............................................... 19

Equation 2.2 Kecepatan potong (Cs) “mm/min” ............................................ 19

Equation 2.3 Kecepatan putaran mesin (n) “rpm” .......................................... 19

Equation 2.4 Kecepatan pemakanan (F) “mm/min” ....................................... 19

Equation 2.5 Kekasaran rata-rata (Ra) “µm” .................................................. 25

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat permohonan peminjaman mesin dan alat untuk penelitian di UNNES ....... 78

Lampiran 2. Surat permohonan peminjaman alat uji untuk pengujian di UNDIP .................... 79

Lampiran 3. Hasil pengujian nilai kekasaran dengan surface roughnes tester di UNDIP ........ 80

Lampiran 4. Surat permohonan ijin peminjaman alat uji untuk pengujian di UNNES ............ 82

Lampiran 5. Surat keterangan selesai penujian foto makro di lab. Pengujian bahan UNNES .. 83

Lampiran 6. Sertifikat uji komposisi dari PT. BHINEKA BAJANAS (Bahan EMS-45) ......... 84

Lampiran 7. Foto-foto kegiatan penelitian dan pengujian ........................................................ 85

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, bahan baja

mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari hari terutama

pada bidang industri yang mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini

sangatlah berpengaruh terhadap industri-industri yang menggunakan bahan besi

baja atau logam sebagai bahan utama operasional maupun sebagai bahan baku

produksinya. Setiap logam mempunyai karakteristik yang berbeda-beda sesuai

dengan kegunaannya, maka diperlukan suatu penanganan yang berbeda pada

setiap logam agar setiap elemen-elemen logam tersebut dapat digunakan sesuai

yang diinginkan. Logam banyak digunakan terutama untuk membuat alat-alat

perkakas, alat-alat pertanian, komponen-komponen otomotif, alat dan komponen

pemesinan, hingga kebutuhan rumah tangga. Dalam pengaplikasiannya semua

struktur logam akan terkena pengaruh gaya dari luar sehingga beberapa

diantaranya dapat menimbulkan deformasi atau perubahan bentuk. Dalam

beberapa kasus bahan logam juga sering digunakan pada dunia industri,

khususnya industri yang bergerak dalam bidang teknik pemesinan.

Dalam teknik pemesinan, tidak sedikit bahan yang digunakan untuk

pengaplikasian adalah logam baja, karena sudah terkenal dengan sifatnya yang

mempunyai kekuatan tinggi, ketahanan aus yang baik dan tangguh, salah satu

bahan yang sering digunakan dalam teknik pemesinan yaitu “baja karbon sedang

(medium carbon steel) yang memiliki kadar karbon 0,3-0,6%” (Bayuseno dan

2

Handoko. 2014:4) yang cukup keras dan tangguh. Salah satu contoh dari baja

kategori medium carbon steel yang banyak digunakan dalam teknik pemesinan

adalah “baja EMS-45 yang memiliki tingkat kandungan karbon sebesar 0,48%”

(Wibowo. 2010:13) yang hampir mencapai 0,5% kandungan karbonnya atau

kandungan karbon maksimal pada kategori medium carbon steel dan memiliki

tegangan tarik tingkat medium. Jenis baja ini dalam penggunaan dan

pengaplikasiannya terdapat pada komponen-komponen yang memerlukan

ketahanan yang bagus, beberapa contohnya yaitu untuk komponen-komponen

mesin, roda gigi (gear), poros engkol (crankshaft) dan poros roda gigi (as gear).

Roda gigi dan porosnya serta poros engkol dalam penggunaannya dibutuhkan

tingkat kepresisian tinggi karena fungsinya sebagai komponen penggerak utama

pada mesin, dalam proses penggunaannya tidak terlepas dari gesekan yang terjadi

akibat saling menggerakkan satu komponen dengan komponen lain agar dapat

bekerja dengan baik, maka dari itu selain kepresisian tinggi diperlukan juga

kehalusan yang tinggi (nilai kekasaran terrendah) agar tidak terjadi gesekan yang

besar, sehingga dapat memperpanjang umur (life time) komponen yang ada pada

mesin tersebut.

Dalam teknik pemesinan nilai kekasaran menjadi salah satu faktor penting,

dalam pengolahan bahan logam hingga menjadi sebuah produk yang siap

digunakan, hal ini karena dapat mempengaruhi pada lamanya masa pakai atau

umur dari komponen yang telah dihasilkan ketika sudah digunakan nantinya,

karena komponen yang tidak halus lebih mudah terjadi perubahan struktur ketika

terdapat sebuah perlakuan secara langsung. “Kekasaran Permukaan (surface

3

roughness) suatu produk pemesinan dapat mempengaruhi beberapa fungsi produk

tersebut seperti, gesekan permukaan (surface friction), perpindahan panas,

kemampuan penyebaran pelumasan, pelapisan, dan lain-lain. Dimana semakin

rendah tingkat kekasaran permukaan, semakin kecil gesekan yang terjadi,

sedangkan semakin rendah tingkst kekasaran permukaan maka semakin merata

pula penyebaran perpindahan panasnya begitu juga halnya dengan penyebaran

pelumasan. Oleh karena itu, kekasaran permukaan menjadi tolak ukur keakuratan

dan kualitas permukaan suatu produk industri manufaktur” (Asmed dan Yusri

Mura. 2010:1).

Dalam memperoleh tingkat kekasaran permukaan terbaik tidak terlepas

dari beberapa faktor dan faktor utama yang mempengaruhi tingkat kekasaran yaitu

dengan adanya perlakuan mesin terhadap benda yang akan dicapai tingkat

kekasaran terbaiknya. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kekasaran

yaitu dari kecepatan putaran mesin, ketebalan pemakanan, kecepatan pemakanan,

jenis material pahat, geometri pahat dan media pendingin yang digunakan.

“Proses permesinan secara umum berguna untuk menghilangkan material yang

tidak diinginkan dari benda kerja. Salah satu mesin yang sering digunakan yaitu

mesin bubut konvensional. Mesin bubut adalah suatu mesin perkakas yang

mempunyai gerakan utama berputar yang berfungsi untuk mengubah bentuk dan

ukuran benda kerja dengan cara menyayat benda kerja dengan pahat penyayat,

posisi benda kerja berputar sesuai dengan sumbu mesin dan pahat bergerak ke

kanan atau ke kiri searah sumbu mesin bubut untuk melakukan penyayatan atau

pemakanan” (Oerbandono Tjuk, Satrio Muktiwibowo, Endi Sutikno. 2014:1).

4

Penyayatan dan pemakanan merupakan proses pengurangan volume

sebuah benda dengan cara disayat untuk mencapai ukuran yang dibutuhkan, bisa

dari bahan mentah kemudian dibentuk menjadi barang jadi, maupun dari benda

jadi yang mengalami perubahan bentuk dan dinormalkan kembali dengan

mengurangi sedikit ukuran, dari ukuran sebelum terjadi perubahan bentuk. Dalam

penyayatan dan pemakanan salah satu tujuannya yaitu untuk mencapai nilai

kekasaran terrendah sehingga dapat mencapai tingkat kehalusan terbaik. Dalam

mencapai nilai kekasaran terrendah terdapat berbagai macam faktor yang

mempengaruhi, salah satunya pemilihan media pendingin yang tepat sehingga

dapat meredam atau mengurangi panas akibat gesekan antara alat potong dengan

benda kerja yang akan dibuat.

“Cairan pendingin mempunyai kegunaan khusus dalam proses bubut”

(Aditya S. Bima dan Arya Mahendra. 2015:3). Selain memperpanjang umur

pahat, media pendingin dalam beberapa kasus, mampu menurunkan gaya dan

memperhalus permukaan produk hasil pemesinan. Secara umum dapat dikatakan

bahwa peran utama media pendingin adalah untuk mendinginkan dan melumasi.

Dengan media pendingin temperatur yang tinggi yang terjadi dilapisan luar benda

kerja bisa dikurangi, sehingga tidak merubah struktur metalurgi benda kerja.

Dari penjelasan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Media Pendingin (coolant) Dan

Geometri Pahat Potong Terhadap Tingkat Kekasaran Dan Makrostruktur Pada

Pembubutan Rata Memanjang Bahan Baja EMS-45” dikarenakan masih

sedikitnya penelitian yang meneliti mengenai hal tersebut.

5

B. Identifikasi Masalah

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil kekasaran pada benda kerja pada

pembubutan diantaranya yaitu:

1. Kecepatan putaran mesin.

2. Kecepatan pemakanan.

3. Kedalaman pemakanan.

4. Jenis pahat yang digunakan.

5. Geometri pahat.

6. Setting pahat pada toolpost mesin bubut.

7. Media pendingin yang digunakan.

8. Jenis bahan benda kerja atau spesimen yang akan dibubut.

Dari beberapa faktor yang terdapat dalam identifikasi masalah mengenai

pengaruh hasil pembubutan terhadap kekasaran, maka faktor-faktor tersebut

haruslah diberi batasan-batasan supaya didapatkan hasil penelitian yang baik.

C. Pembatasan Masalah

Masalah-masalah yang terdapat dalam penelitian ini diantaranya dibatasi

oleh:

1. Variasi media pendingin:

a) Oli syntetic SAE 20W50

b) Oli dromus murni tanpa campuran air

c) Air dari keran

d) Tidak diberikan pendinginan

6

2. Variasi geometri pahat:

a) Pahat A: sudut potong 10°, sudut bebas 8° dan sudut buang 12°

b) Pahat B: sudut potong 12°, sudut bebas 9° dan sudut buang 15°

c) Pahat C: sudut potong 13°, sudut bebas 10° dan sudut buang 20°

Sedangkan sebagai variabel kontrolnya yaitu:

1. Bahan baja EMS-45 dengan kategori medium carbon steel yang

memiliki kadar karbon 0,48%.

2. Setiap specimen diberi perlakuan pembubutan rata memanjang.

3. Kedalaman pemakanan 0,5 mm.

4. Kecepatan pemakanan 0,02 mm/rev.

5. Kecepatan putaran mesin 1400 rpm (pembubutan rata berorientasi

pada pembubutan finishing).

6. Alat potong pahat HSS bohler ukuran 3/8 x 4.

7. Setting pahat disamakan:

a. Posisi pahat tegak lurus dengan toolpost.

b. Ujung pahat berada pada center atau titik pusat benda kerja.

c. Panjang pahat yang dikeluarkan dari toolpost sepanjang 2 dikali

lebar pahat terhitung dari sisi luar toolpost.

8. Setiap spesimen diuji tingkat kekasarannya dan foto makrostruktur.

9. Alat uji tingkat kekasaran menggunakn alat uji surfcorder SE300.

10. Alat uji foto makrostruktur menggunakan makro optik (Infinity 2)

dengan pembesaran 200 kali.

7

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka permasalahan yang akan

dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh variasi media pendingin terhadap tingkat

kekasaran permukaan baja EMS-45 pada proses pembubutan

konvensional?

2. Bagaimana pengaruh variasi geometri pahat terhadap tingkat

kekasaran permukaan baja EMS-45 pada proses pembubutan

konvensional?

3. Bagaimana pengaruh variasi media pendingin terhadap makrostruktur

baja EMS-45 pada proses pembubutan konvensional?

4. Bagaimana pengaruh variasi geometri pahat terhadap makrostruktur

baja EMS-45 pada proses pembubutan konvensional?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh variasi media pendingin terhadap tingkat

kekasaran permukaan baja EMS-45 pada proses pembubutan

konvensional.

2. Mengetahui pengaruh variasi geometri pahat terhadap tingkat

kekasaran permukaan baja EMS-45 pada proses pembubutan

konvensional.

8

3. Mengetahui pengaruh variasi media pendingin terhadap makrostruktur

baja EMS-45 pada proses pembubutan konvensional.

4. Mengetahui pengaruh variasi geometri pahat terhadap makrostruktur

baja EMS-45 pada proses pembubutan konvensional.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi para teknisi mesin bubut (turning machine) dapat menentukan

penggunaan media pendingin dan geometri pahat yang terbaik untuk

mencapai tingkat kekasaran yang dibutuhkan.

2. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi dunia pendidikan,

khususnya pendidikan teknik mesin tentang proses pembubutan.

3. Dapat diimplementasikan atau diterapkan pada proses pembelajaran

saat di bengkel mesin sekolah maupun didunia industri.

4. Sebagai bahan rujukan atau refrensi bagi penelitian sejenis yang

selanjutnya.

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Coolant (Cairan Pendingin)

Cutting fluid merupakan campuran antara pelumas, bahan-bahan kimia, dan

air dengan komposisi tertentu yang diformulasikan untuk memenuhi kebutuhan

industri manufaktur, Cutting fluid yang umumnya dipakai saat ini berbahan dasar

(oil based fluid) minyak bumi dan (chemical based fluid) bahan kimia. “Dalam

suatu proses pembubutan, cutting fluid berfungsi untuk memperpanjang umur

pahat, mengurangi deformasi benda kerja karena panas, meningkatkan kualitas

permukaan hasil pemotongan, dan melarutkan chip hasil pemotongan. Salah satu

peran penting cutting fluid ini adalah mengurangi kekasaran peermukaan hasil

pemotongan” (Oerbandono Tjuxk, Satrio Muktiwibowo, Endi Sutikno. 2014:2 ).

Cairan pendingin mempunyai kegunaan khusus dalam proses bubut, selain

memperpanjang umur pahat, cairan pendingin dalam beberapa kasus mampu

menurunkan gaya dan memperhalus permukaan produk hasil pemesinan. Secara

umum dapat dikatakan bahwa peran utama cairan pendingin adalah untuk

mendinginkan dan melumasi. “Dengan cairan pendingin temperatur yang tinggi

yang terjadi dilapisan luar benda kerja bisa dikurangi, sehingga tidak merubah

stuktur metalografi benda kerja” (Aditya S. Bima dan Arya Mahendra. 2015:2).

Proses kimiawi diperkirakan juga terjadi dalam proses bubut. “Cairan pendingin

mempunyai kegunaan yang khusus dalam proses bubut. Pendingin ini berupa

cairan yang disemprotkan pada pahat, pendinginan ini bertujuan untuk

10

mengurangi panas yang timbul pada benda kerja dan mata pahat yang berupa bola

baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut”

(Aditya S. Bima dan Arya Mahendra. 2015:3).

“Pada mekanisme pembentukan beram, beberapa jenis cairan pendingin

mampu menurunkan rasio penempatan tebal beram yang mengakibatkan

penurunan gaya potong” (Widarto, dkk. 2008:315). Pada daerah kontak antara

beram dan bidang pahat terjadi gesekan yang cukup besar, sehingga adanya cairan

pendingin dengan gaya lumas tertentu akan mampu menurunkan gaya potong.

Pada proses penyayatan, kecepatan potong yang rendah memerlukan cairan

pendingin dengan daya lumas tinggi sementara pada kecepatan potong tinggi

memerlukan cairan pendingin dengan daya pendingin yang besar (high heat

absorptivity). “Pada beberapa kasus, penambahan unsur tertentu dalam cairan

pendingin akan menurunkan gaya potong, karena bisa menyebabkan terjadinya

reaksi kimiawi yang berpengaruh dalam bidang geser (share plane) sewaktu

beram terbentuk. Beberapa peneliti menganggap bahwa sulfur (S) atau karbon

tetraklorida (CCI4) pada daerah kontak (di daerah kontak mikro) dengan

temperatur dan tekanan tinggi akan bereaksi dengan besi (benda kerja)

membentuk FeS atau FeCI3 pada batas butir sehingga mempermudah proses

penggeseran metal menjadi beram” (Widarto, dkk. 2008:315).

Cairan pendingin yang biasa dipakai dalam proses pemesinan dapat

dikategorikan dalam empat jenis utama yaitu :

1. Straight oils (minyak murni)

2. Soluble oils

11

3. Semisynthetic fluids (cairan semi sintetis)

4. Synthetic fluids (cairan sintetis).

Minyak murni (straight oils) adalah minyak yang tidak dapat diemulsikan dan

digunakan pada proses pemesinan dalam bentuk sudah diencerkan. Minyak ini

terdiri dari bahan minyak mineral dasar atau minyak bumi, dan kadang

mengandung pelumas yang lain seperti lemak, minyak tumbuhan, dan ester. Selain

itu bisa juga ditambahkan aditif tekanan tinggi seperti Chlorine, Sulphur dan

Phosporus, minyak murni ini berasal salah satu atau kombinasi dari minyak bumi

(naphthenic, paraffinic), minyak binatang, minyak ikan atau minyak nabati,

viskositasnya dapat bermacam-macam dari yang encer sampai yang kental

tergantung dari pemakaian. “Pencampuran antara minyak bumi dengan minyak

hewani atau nabati menaikkan daya pembasahan (wetting action) sehingga

memperbaiki daya lumas, penambahan unsur lain seperti sulfur, klor atau fosfor (EP

additives) menaikkan daya lumas pada temperatur dan tekanan tinggi” (Widarto, dkk.

2008:316). Minyak murni menghasilkan pelumasan terbaik, akan tetapi sifat

pendinginannya paling jelek di antara cairan pendingin yang lain.

Soluble Oil akan membentuk emulsi ketika dicampur dengan air.

“Konsentrat mengandung minyak mineral dasar dan pengemulsi untuk

menstabilkan emulsi, minyak ini digunakan dalam bentuk sudah diencerkan

(biasanya konsentrasinya = 3 sampai 10%) dan untuk kerja pelumasan dan

penghantaran panasnya bagus” (Widarto, dkk. 2008:317). Minyak ini digunakan

luas oleh industri pemesinan dan harganya lebih murah di antara cairan pendingin

yang lain.

12

Cairan semi sintetik (semi-synthetic fluids) adalah kombinasi antara

minyak sintetik (A) dan soluble oil (B) dan memiliki karakteristik ke dua minyak

pembentuknya. Harga dan unjuk kerja penghantaran panasnya terletak antara dua

buah cairan pembentuknya tersebut. Jenis cairan ini mempunyai karakteristik

sebagai berikut :

1. Kandungan minyaknya lebih sedikit (10% s.d 45% dari tipe B).

2. Kandungan pengemulsinya (molekul penurun tegangan permukaan)

lebih banyak dari tipe A.

3. Partikel minyaknya lebih kecil dan lebih tersebar. Dapat berupa jenis

dengan minyak yang sangat jenuh “super-fatted” atau jenis EP

(Extreme Pressure).

“Minyak sintetik (synthetic fluids) tidak mengandung minyak bumi atau

minyak mineral dan sebagai gantinya dibuat dari campuran organik dan anorganik

alkaline bersama-sama dengan bahan penambah (additive) untuk penangkal

korosi, minyak ini biasanya digunakan dalam bentuk sudah diencerkan (biasanya

dengan rasio 3 sampai 10%)” (Widarto, dkk. 2008:316). Minyak sintetik

menghasilkan unjuk kerja pendinginan terbaik di antara semua cairan pendingin,

cairan ini merupakan larutan murni (true solutions) atau larutan permukaan aktif

(surface active). Pada larutan murni, unsur yang dilarutkan terbesar di antara

molekul air dan tegangan permukaan (surface tension) hampir tidak berubah.

Larutan murni ini tidak bersifat melumasi dan biasanya dipakai untuk sifat

penyerapan panas yang tinggi dan melindungi terhadap korosi, sementara itu dengan

penambahan unsur lain yang mampu membentuk kumpulan molekul akan

13

mengurangi tegangan permukaan menjadi jenis cairan permukaan aktif sehingga

mudah membasahi dan daya lumasnya baik.

Tabel 2.1, Cairan pendingin yang direkomendasikan untuk beberapa material benda kerja

(Widarto. 2008:322-323)

Minyak sintetik ini sering dijumpai dalam penggunaannya pada kendaraan

bermotor mulai dari sepeda motor, mobil bermesin bensin dan diesel, genset, mesin

bubut, mesin frais, mesin-mesin industri, hingga alat-alat berat, dan sudah terbukti

dapat melindungi komponen-komponen besi yang berputar sangat cepat dan

bergesekan antara satu komponen dengan komponen yang lain walaupun dengan

14

masa pemakaian tertentu yang sudah ditentukan. Dalam pengaplikasiannya pun

berbeda-beda tergantung suhu lingkungan, peruntukannya, medan yang ditempuh dan

masih banyak faktor lainnya, sehingga terdapat klasifikasi tingkat kekentalan dari

mulai yang cair SAE 5W15 dan SAE 5W30, tingkat kekentalan sedang SAE 10W30,

SAE 10W40, SAE 15W40, SAE 15W50 sampai tingkat kekentalan tinggi SAE

20W30, SAE 20W40, SAE 20W50 seperti yang banyak digunakan di Indonesia

dengan lingkungan bersuhu panas. Arti dari SAE 20W50 yaitu SAE “Society

Automotive Engineers” suatu asosiasi yang mengatur standarisasi di berbagai bidang

seperti bidang rancang desain teknik, manufaktur, pelumasan, dll, angka disebelah

kiri huruf W menunjukkan batas kemampuan oli bertahan saat kondisi mesin dan

lingkungan dingin, huruf W sendiri berarti “Winter” atau berarti cuaca, dan angka

disebelah kanan huruf W menunjukkan batas kemampuan oli bertahan pada kondisi

mesin dan suhu lingkungan panas.

Cairan pendingin pada proses pemesinan memiliki beberapa fungsi, yaitu

fungsi utama dan fungsi kedua, fungsi utama adalah fungsi yang dikehendaki oleh

perencana proses pemesinan dan operator mesin perkakas, fungsi kedua adalah

fungsi tak langsung yang menguntungkan dengan adanya penerapan cairan

pendingin tersebut. Fungsi cairan pendingin tersebut adalah :

1. Fungsi utama dari cairan pendingin pada proses pemesinan adalah :

a. Melumasi proses pemotongan khususnya pada kecepatan potong rendah.

b. Mendinginkan benda kerja khususnya pada kecepatan potong tinggi.

c. Membuang beram dari daerah pemotongan.

15

2. Fungsi kedua cairan pendingin adalah :

a. Melindungi permukaan yang disayat dari korosi

b. Memudahkan pengambilan benda kerja, karena bagian yang panas telah

didinginkan.

Penggunaan cairan pendingin pada proses pemesinan ternyata memberikan

efek terhadap pahat dan benda kerja yang sedang dikerjakan. “Pengaruh proses

pemesinan menggunakan cairan pendingin yaitu dapat memperpanjang umur

pahat, mengurangi deformasi benda kerja karena panas, permukaan benda kerja

menjadi lebih baik (halus) pada beberapa kasus, membantu membuang atau

membersihakn beram dari hasil penyayatan pada benda kerja” (Widarto, dkk.

2008:320).

Gambar 2.1. Pemberian coolant untuk

meredam panas (Widarto, dkk. 2008:321).

Selain media pendingin dalam pembubutan untuk menghasilkan tingkat

kekasaran yang baik diperlukan juga geometri pahat yang sesuai standar ukuran,

karena dalam prosesnya media pendingin juga tidak akan bekerja secara

maksimal jika dalam penggunaan geometri pahat tidak sesuai.

16

2. Geometri Pahat Bubut

Geometri/bentuk pahat bubut terutama tergantung pada material benda

kerja dan material pahat. “Untuk pahat bubut bermata potong tunggal, sudut

pahat yang paling pokok adalah sudut beram (rake angle), sudut bebas (clearance

angle), dan sudut sisi potong (cutting edge angle)” (Widarto, dkk. 2008:155).

Sudut- sudut pahat HSS dibentuk dengan cara diasah menggunakan mesin

gerinda pahat (Tool Grinder Machine). Sedangkan bila pahat tersebut adalah

pahat sisipan (insert) yang dipasang pada tempat pahatnya, geometri pahat dapat

dilihat pada Gambar 2.2. “Selain geometri pahat tersebut pahat bubut bisa juga

diidentifikasikan berdasarkan letak sisi potong (cutting edge) yaitu pahat tangan

kanan (Right-hand tools) dan pahat tangan kiri (Left-hand tools)” (Widarto, dkk.

2008:156), lihat Gambar 2.3.

Gambar 2.2. Geometri pahat bubut HSS, pahat

diasah dengan mesin gerinda pahat (Widarto, dkk.

2008:156).

Geometri pahat juga dibedakan menurut jenis pemakaiannya mulai

dari pahat rata kanan, pahat rata kiri, pahat muka, pahat alur, pahat ulir,

pahat dalam rata kanan, pahat dalam rata kiri, pahat dalam alur, pahat

dalam ulir. Namun dalam kesehariannya secara umum jenis pahat rata

12°-20°

8°-10°

10°-13°

17

kanan lebih sering dan banyak dipakai, dikarenakan pekerjaan yang paling

mendasar dalam pembubutan yaitu pembubutan rata permukaan, maka

dari itu penelitian ini sebagai alat potongnya menggunakan jenis pahat rata

kanan. Pahat rata kanan merupakan jenis pahat yang umum digunakan

yang memiliki tiga sudut yaitu sudut potong 10°-13°, sudut bebas 8°-10°

dan sudut buang 12°-20°, maka dari itu dalam penelitian ini menggunakan

geometri pahat rata kanan dengan rentan selisih nilai sudut minimal, nilai

sudut tengah-tengah dan nilai sudut maksimal dan untuk setting pahat

disamakan yaitu posisi pahat tegak lurus dengan toolpost, ujung pahat

berada pada center atau titik pusat benda kerja dan panjang pahat yang

dikeluarkan dari toolpost hanya ¼ dari panjang pahat itu sendiri.

Tidak hanya geometri pahat dan media pendingin yang dapat

mempengaruhi tingkat kekasaran permukaan logam yang mengalami

proses pembubutan, namun parameter pemotongan juga mempengaruhi

tingkat kekasaran, mulai dari kecepatan putaran mesin, kecepatan

pemotongan, diameter benda kerja dan besar pemakanan.

3. Parameter Pemotongan

Yang dimaksud dengan parameter pemotongan pada mesin bubut

adalah, informasi berupa dasar-dasar perhitungan, rumus dan tabel-

tabel yang mendasari teknologi proses pemotongan atau penyayatan

pada mesin bubut diantaranya.

18

Tabel 2.2, Tabel kecepatan potong berdasarkan bahan

(Direktorat pembinaan sekolah menengah kejuruan 2013:119)

“Parameter pemotongan pada mesin bubut meliputi: kecepatan

potong (Cutting speed - Cs), kecepatan putaran mesin (Rotation Permenit atau

Rpm), kecepatan pemakanan (Feed – F) dan waktu proses pemesinannya”

(Direktorat pembinaan sekolah menengah kejuruan 2013:118).

a. Kecepatan Potong (Cutting Speed)

Cs = π.d.n ...............................”m/min”...........................................(2.1)

........................... “mm/min”........................................(2.2)

Cs: kecepatan potong (m/min)

d: diameter benda kerja (mm)

n: putaran mesin / benda kerja (rpm)

π: nilai konstanta = 3,14

b. Kecepatan Putaran Mesin (Revolution per menit “Rpm”)

.............................. “rpm”.............................................. (2.3)

d: diameter benda kerja (mm)

n: kecepatan putaran mesin (rpm)

Cs: kecepatan potong (m/min), x 1000 (mm/min)

19

π: nilai konstanta = 3,14

c. Kecepatan Pemakanan (Feed)

F = f.n ................................................................. “mm/min”...........(2.4)

F: kecepatan pemakanan ( mm/min)

f: besar pemakanan / bergesernya pahat (mm/rev)

n: putaran mesin (rev/min)

Dengan memperhatikan media pendingin, geometri pahat dan

parameter pemotongan maka akan didapatkan tingkat kekasaran yang

baik. Begitu juga dengan mesin bubut yang digunakan, jika mesin bubut

yang digunakan dalam kondisi baik dan dioperasikan dengan baik pula,

maka hasil pembubutan yang diperoleh juga akan baik.

4. Pembubutan

Proses bubut adalah proses pemesinan untuk menghasilkan bagian-

bagian mesin berbentuk silindris yang dikerjakan dengan menggunakan

mesin bubut. Prinsip dasarnya dapat didefinisikan sebagai proses

pemesinan permukaan luar benda silindris atau bubut rata :

1. Dengan benda kerja yang berputar.

2. Dengan satu pahat bermata potong tunggal (with a single-point cutting

tool).

3. Dengan gerakan pahat sejajar terhadap sumbu benda kerja pada jarak

tertentu sehingga akan membuang permukaan luar benda kerja (lihat

Gambar 2.4. no. 1).

20

“Proses bubut permukaan (surface turning, Gambar 2.4. no. 2)

adalah proses bubut yang identik dengan proses bubut rata, tetapi arah

gerakan pemakanan tegak lurus terhadap sumbu benda kerja. Proses bubut

tirus (taper turning, Gambar 2.4. no. 3) sebenarnya identik dengan proses

bubut rata di atas, hanya jalannya pahat membentuk sudut tertentu

terhadap sumbu benda kerja. Demikian juga proses bubut kontur,

dilakukan dengan cara memvariasi kedalaman potong, sehingga

menghasilkan bentuk yang diinginkan. Walaupun proses bubut secara

khusus menggunakan pahat bermata potong tunggal, tetapi proses bubut

bermata potong jamak tetap termasuk proses bubut juga, karena pada

dasarnya setiap pahat bekerja sendiri-sendiri. Selain itu proses

pengaturan (setting) pahatnya tetap dilakukan satu persatu” (Widarto.

2008:152). Gambar skematis Mesin Bubut dan bagian-bagiannya

dijelaskan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.3 (1) Proses bubut rata, (2) bubut permukaan, dan (3) bubut tirus (Widarto. 2008:152)

Secara teori dan konsepnya, pembubutan dikategorikan menjadi dua

proses, yaitu pembubutan kasar dan pembubutan finishing. Pembubutan kasar

adalah pembubutan yang bertujuan untuk mempersingkat waktu pembubutan

(meningkatkan efisiensi waktu pembubutan) pada suatu pekerjaan

menggunakan mesin bubut. Pembubutan kasar sendiri dilakukan dengan cara

21

memperlambat putaran mesin, menggunakan kecepatan pemakanan (feeding)

yang cepat dan menggunakan kedalaman pemakanan paling maksimal dari

kemampuan alat potong atau pahat dari ukuran yang awal sebelum proses

pembubutan hingga mendekati ukuran yang telah ditentukan, setelah

mendekati ukuran yang ditentukan maka selajutnya menggunakan proses

pembubutan finishing. Pembubutan finishing adalah pembubutan yang

berorientasi pada ketelitian hasil akhir pada proses pembubutan dan tampilan

yang dihasilkan dari proses pembubutan finishing dan biasanya menggunakan

sistem pembubutan otomatis. Pembubutan finishing sendiri dilakukan dengan

cara merubah settingan mesin dari pembubutan kasar menjadi pembubutan

finishing, mulai dari kecepatan putaran mesin dirubah menjadi lebih cepat

(bisa menggunakan kecepatan tercepat nomor dua atau nomor tiga dari

kecepatan maksimal pada mesin bubut), kecepatan pemakanan (feeding)

dirubah menjadi lebih lambat (bisa menggunakan kecepatan pemakanan

terlambat nomor dua atau nomor tiga dari kecepatan paling lambat pada

settingan feeding mesin bubut) dan menggunakan kedalaman paling minimal

dari kemampuan alat potong atau pahat (0,2 mm atau 0,3 mm).

Setelah dilakukannya pembubutan dengan menggunakan media

pendingin, geometri pahat dan parameter pembubutan, maka hasil yang ingin

diperoleh selain ukuran yang diinginkan yaitu tingkat kekasaran permukaan

yang baik (halus). Selain agar tampilan luar terlihat bagus dengan memiliki

tingkat kekasaran yang baik maka komponen tersebut juga akan lebih bertahan

lama jika nantinya dipasangkan dengan komponen lainnya.

22

5. Kekasaran Permukaan

Kekasaran permukaan suatu produk permesinan dapat

mempengaruhi beberapa fungsi dari produk tersebut seperti tingkat

kepresisian kemampuan penyebaran pelumas, pelapisan, dan sebagainya.

“Untuk memperoleh karakteristik geometrik yang baik meliputi kekasaran

permukaan dapat dicapai dengan langkah-langkah pengerjaan yang tepat,

mesin perkakas yang digunakan, jenis pahat (cutting tool), kondisi

pemotongan, dan cairan pendingin (cutting fluid)” (Oerbandono Tjuxk, Satrio

Muktiwibowo, Endi Sutikno. 2014:2). Setiap proses permesinan mempunyai

ciri tertentu atas kekasaran permukaan benda kerja yang dihasilkan.

“Karakteristik geometri memegang peranan penting dalam perencanaan

mesin, yaitu berhubungan dengan gesekan, keausan, pelumasan, dan tahanan

kelelahan” (Oerbandono Tjuxk, Satrio Muktiwibowo, Endi Sutikno. 2014:2).

Dalam mengukur tingkat kekasaran permukaan benda kerja

terdapat beberapa metode yang digunakan, yaitu :

1. Inspection by touch comparation, permukaan benda kerja dibandingkan

dengan standar kekasaran permukaan yang mempunyai ukuran mikro inchi.

2. Magnifer with illuminator, permukaan benda kerja disinari dan diperbesar

kemudian dilaksanakan pemeriksaan.

3. The Interference Microscope, disini menggunakan cermin datar dan lampu

satu warna, tinggi kekasaran diperiksa dengan refleksi cahaya lampu antara

mikroskop objektif dengan permukaan benda kerja. Metode ini digunakan

dalam prosedur laboratorium dan jarang digunakan dalam bengkel.

23

4. With Profilometer, alat ini digunakan untuk mengetahui dan memeriksa

bentuk profil kekasaran permukaan benda kerja.

Komponen dapat dikatakan mempunyai geometris yang ideal apabila

memiliki karakteristik permukaan yang halus. Pada komponen-komponen

mesin tertentu tingkat kehalusan menjadi sangat penting karena menyangkut

gesekan, keausan, dan ketahanan terhadap faktor lainnya. Seperti yang

dikatakan oleh Sudji Munadi (1988:303) “walaupun hingga saat ini sudah

banyak parameter yang digunakan dalam pembahasan karakteristik

permukaan, namun belum ada suatu parameter yang bisa menjelaskan secara

sempurna mengernai keadaan sesungguhnya dari permukaan”.

Bentuk dari suatu permukaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

permukaan yang kasar (roughness) dan permukaan yang bergelombang

(waviness). “Berdasarkan kekasaran (roughness) dan gelombang (waviness)

inilah maka kemudian timbul yang namanya kesalahan bentuk” (Munadi, 1988:

305).

Gambar 2.4 Kekasaran, gelombang, dan kesalahan bentuk dari suatu

permukaan (Munadi, 1988: 305).

Menurut Munadi (1988: 306) ketidakteraturan permukaan dibedakan menjadi

empat tingkat, yaitu:

24

a. Tingkat pertama menunjukkan adanya kesalahan bentuk seperti

gambar di atas. Faktor yang menjadi penyebabnya antara lain karena

adanya lenturan dari mesin perkakas dan benda kerja, kesalahan pada

pencekaman benda kerja serta proses pengerasan juga mempengaruhi.

Gambar 2.5 Tingkat pertama

b. Tingkat kedua memiliki profil pemukaan yang berbentuk gelombang.

Penyebabnya adalah karena ada kesalahan bentuk dari pisau atau

pahat potong, posisi senter yang kurang tepat, adanya getaran pada

waktu proses pemotongan.

Gambar 2.6 Tingkat kedua

c. Tingkat ketiga permukaan benda berbentuk alur (grooves) ini

disebabkan antara lain karena adanya bekas-bekas proses pemotongan

akibat bentuk pisau atau pahat yang salah dan gerak makan yang

kurang tepat.

Gambar 2.7 Tingkat ketiga

d. Tingkat keempat permukaan yang berbentuk serpihan (flakes) ini

penyebabnya antara lain karena adanya tatal (geram) pada proses

pengerjaannya.

Gambar 2.8 Tingkat Keempat

Adapun parameter-parameter untuk mengukur permukaan sebagai berikut:

25

a. Kedalaman Total (Rt)

Kedalaman total adalah besarnya jarak dari profil referensi sampai

dengan profil dasar (μm).

b. Kedalaman Perataan (Rp)

Kedalaman perataan merupakan jarak rata-rata dari profil referensi

sampai dengan profil terukur.

Gambar 2.9 Kedalaman total dan kedalaman permukaan (munadi,

1988:308)

c. Kekasaran Rata-rata aritmatik (Ra)

Kekasaran rata-rata merupakan harga rata-rata secara aritmatis antara

profil terukur dan profil tengah. Adapun cara mencari Ra salah satunya

sebagai berikut :

............ (2.5)

Dimana:

Vv = Perbesaran vertikal luas P dan Q (mm)

L = Panjang sampel (mm)

Gambar 2.10 Menentukan Kekasaran Rata-rata Ra (Munadi, 1988:310)

.

26

Proses pemesinan kualitas kekasaran permukaan yang paling

umum adalah harga kekasaran rata-rata aritmatik (Ra) yaitu, sebagai

standar kualitas permukaan dari hasil pemotongan maksimum yang

diijinkan.

Kekasaran permukaan biasanya dilambangkan dengan simbol yang berupa

segitiga sama sisi dengan salah satu ujungnya menempel pada permukaan

seperti gambar di bawah ini:

Gambar 2.11 Lambang kekasaran permukaan

Tabel 2.3 Tingkat kekasaran rata-rata permukaan menurut proses pengerjaan

(Munadi, 1988:312) Proses pengerjaan Rentang (N) Nilai Ra

Flat and cylindrical lappingSuperfinishing Diamond turning

N1-N4

N1-N6

0,025-0,2

0,025-0,8

Flat cylindrical grindingFinishing

N1-N8

N4-N8

0,025-3,2

0,1-3,2

Face and cylindrical turning, milling and reamingDrilling

N5-N12

N7-N10

0,4-50,0

1,6-12,5

Shapping, planning, horizontal millingSandcassting and forging

N6-N12

N10-N11

0,8-50,0

12,5-25,0

Extruding, cold rolling, drawingdie casting

N6-N8

N6-N7

0,8-3,2

0,8-1,6

Sedangkan angka kekasaran permukaan menurut standar ISO 1302:1992

diklasifikasikan menjadi 12 angka kelas sesuai tabel di bawah ini:

A

DE

B

C (F)

Keterangan:

A: Nilai kekasaran permukaan (Ra)

B: Cara pengerjaan produksi

C: Panjang sample

D: Arah pengerjaan

E: Kelebihan ukuran yang dikehendaki

F: Nilai kekasaran lain jika diperlukan

27

Tabel 2.4 Angka kekasaran permukaan menurtu standar ISO 1302: 1992

Berdasarkan metode pengerjaannya, angka tingkat kekasaran

dapat digolongkan sebagai berikut:

Tabel 2.5. Angka tingkat kekasaran (PEDC Bandung dalam Hasrin, 2013:5)

Untuk mengetahui lebih lanjut tingkat kekasaran yang telah

didapatkan bisa dilihat dengan menggunakan pengujian makrostruktur,

Roughness Value Ra Roughness Grade Numbers(given in th previous edition of ISO 1302)µm µin

50

25

12,5

6,3

3,2

1,6

0,8

0,4

0,2

0,1

0,05

0,025

2000

1000

500

250

125

63

32

16

8

4

2

1

N 12

N 11

N 10

N 9

N 8

N 7

N 6

N 5

N 4

N 3

N 2

N 1

28

karena dengan menggunakan pengujian makro struktur dapat dilihat

permukaan logam yang telah dikerjakan terlihat seperti apa, dengan

menggunakan metode pembesaran hingga sepuluh kali, maka dari itu tidak

diperlukan hingga pembesaran mikrostruktur.

6. Makro Struktur

Menurut Bradbury E. J. (1991:64) “ Struktur makro adalah ciri

bahan yang dapat dilihat mata, meskipun dalam praktek kerap kali

digunakan pembesaran hingga sepuluh kali. Tujuan utama pemeriksaan

makro adalah untuk menampilkan rongga, inklusi, segregasi komposisi,

struktur serat, deformasi, dan efek perlakuan panas setempat, yang

semuanya mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat teknik bahan

atau benda.”

a. Rongga: ada dua penyebab terjadinya rongga, pertama karena

glembung udara, kedua karena rongga susut. Rongga dalam

coran akan mengurangi penampang efektif benda dan

melemahkannya, dan akan mudah menyerap gas atau cairan.

b. Inklusi: terjadi ketika logam membeku, kotoran bukan logam

yang terdapat didalamnya akan terperangkap.

c. Segresi: adalah perubahan komposisi kimia secara bertahap

pada penampang logam dan biasanya dijumpai pada coran.

Pada skala makro, variasi komposisi meliputi jarak beberapa

sentimeter bahkan milimeter.

29

d. Struktur serat: bila logam yang terdapat rongga, inklusi, dan

segregasi diubah bentuk melalui pengerjaan panas atau dingin,

diskontinuitas atau cacat tersebut akan ikut tertarik dalam arah

pembentukan dan terjadilah struktur serat mirip serat kayu.

e. Pengaruh pemanasan: karburisasi akan meningkatkan kadar

karbon pada lapisan permukaan baja, tetapi proses

dekarburisasi (pengurangan kadar karbon) dapat terjadi bila

baja dipanaskan dalam lingkungan oksidasi. Kehilangan karbon

pada permukaan baja dapat melemahkan daerah permukaan dan

sifat bahan secara keseluruhan mengalami

kemunduran/melemah.

Dalam pengujian makro struktur dapat menggunakan metode

pengambilan gambar dengan foto kamera handphone yang memiliki

kualitas kamera dengan resolusi tinggi atau dengan ukuran megapixel

tinggi, kamera digital dengan resolusi tinggi atau dengan ukuran

megapixel tinggi, kamera SLR atau DSLR, kamera khusus untuk

pengujian makro struktur.

7. Baja EMS-45 (Engineering Machinery Steels dengan tingkat

kekerasan 45)

“Baja karbon adalah baja yang mengandung karbon

maksimal 1,7%” (Wibowo Aji. 2010:14). Berdasarkan tingkatan

banyaknya karbon dalam baja, digolongkan menjadi tiga tingkatan, yaitu:

30

a. Baja karbon rendah

Baja yang mengandung kadar karbon antara 0,10 – 0,30%. Baja

karbon rendah dalam perdagangan dibuat dalam bentuk plat, profil,

batangan untuk keperluan tempa, pekerjaan mesin, dan lain-lain.

b. Baja karbon sedang

Baja ini mengandung karbon antara 0,30 – 0, 60%. Dalam

perdagangan biasanya digunakan sebagai alat-alat perkakas, baut,

poros engkol, roda gigi, ragam, pegas, dan lain-lain.

c. Baja karbon tinggi

Baja karbon tinggi mengandung karbon antara 0,70 –

1,5%. Baja ini banyak digunakan untuk keperluan pembuatan alat-

alat konstruksi yang berhubungan dengan panas yang tinggi atau

dalam penggunaannya akan menerima dan mengalami panas,

misalnya landasan, palu, gergaji, pahat, kikir, bor, bantalan peluru, dan

sebagainya.

Dari klarifikasi yang dijelaskan diatas maka baja EMS-45 dapat

dikategorikan masuk baja karbon sedang. “Baja EMS-45 adalah baja yang

mengandung kandungan karbon 0,48%, untuk kandungan silicon 0,30%,

kadar mangan 0,70%, untuk suhu dari proses anealling (anealling

temperature) sekitar 680° – 710°, untuk kekerasan setelah proses anealling

(hardness after anealling) sekitar 910°, kemudian untuk suhu

kekerasan (hardness temperature) sekitar 800° – 830°” (Wibowo Aji.

2010:15).

31

Dilihat dari kegunaan dari baja EMS-45 yang dijelaskan di

atas yaitu sebagai alat-alat perkakas, baut, poros, engkol, roda gigi,

ragum, pegas dan lain-lain, maka dalam penegrjaan permesinan

memerlukan kualitas permukaan yang baik. Sehingga dalam penelitian ini

dipilih bahan baja EMS-45.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang variasi media pendingin (coolant) dan geometri

pahat terhadap tingkat kekasaran permukaan dan makrostruktur telah

banyak dibuat dalam penelitian terdahulu. Adapun penelitian tersebut

adalah:

Bima dan Mahendra. (2015) melakukan penelitian mengenai pengaruh

kedalaman dan cairan pendingin terhadap kekasaran dan kekerasan

permukaan pada proses bubut konvensional. Spesimen yang digunakan yaitu

baja silindris ST60 sebanyak 9 buah. Hasil dari penelitian ini yaitu diperoleh

nilai kekasaran permukaan benda kerja paling tinggi yaitu 16,09 µm, dan nilai

kekerasan permukaan benda kerja paling tinggi yaitu 61 kg/mm, diperoleh

dengan menggunakan jenis cairan pendingin (Cutting APX) dan kedalaman

pemakanan 0,2 mm. Sedangkan nilai kekasaran permukaan benda kerja

paling rendah yaitu 15,94 µm, dan nilai kekerasan permukaan benda kerja

paling rendah yaitu 59,4 kg/mm², diperoleh dengan menggunakan jenis cairan

pendingin (Drumus) dan kedalaman pemakanan 0,2 mm.

Yusri dan Asmed (2010), melakukan penelitian mengenai pengaruh

parameter pemotongan terhadap kekasaran permukaan proses bubut untuk

32

material ST37. Spesimen yang digunakan yaitu baja silindris ST37.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah hanya tingkat pemakanan yang

secara signifikan mempengaruhi kekasaran permukaan.

Muktiwibowo, Sutikno dan Oerbandono (2014), melakukan penelitian

mengenai pengaruh depth of cut dan variasi cutting fluid terhadap surface

roughness alumunium 6061 hasil proses turning. Spesimen yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu benda kerja silindris alumunium 6061

dengan panjang 100mm dan diameter 25 mm. Hasil dan kesimpulan yang

didapat yaitu semakin besar depth of cut maka semakin besar nilai

kekasaran yang didapat, namun penggunaan cuting fluid akan membantu

menurunkan nilai kekasaran tersebut.

Wibowo (2010), melakukan penelitian mengenai pengaruh variasi

kecepatan putar spindel dan bahan pahat terhadap kehalusan permukaan

baja EMS 45 pada mesin CNC TU-2A dengan program absolut. Spesimen

yang digunakan dalam penelitian ini yaitu baja EMS 45 dengan diameter

25,4 mm dan panjang 80 mm sebanyak 12 buah. Hasil kesimpulan dari

penelitian ini yaitu semakin tinggi kecepatan putar spindel kehalusan

semakin meningkat.

C. Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir adalah penjelasan keterkaitan antar variabel yang

akan diteliti, dalam penelitian ini pengaruh variasi media pendingin (oli

syntetic SAE 20W50, oli dromus murni tanpa campuran air, air dari keran

33

Y1

dan tidak diberikan perlakuan pendinginan) dan variasi geometri (pahat A:

sudut potong 10°, sudut bebas 8° dan sudut buang 12°, pahat B: sudut

potong 12°, sudut bebas 9° dan sudut buang 15°, pahat C: sudut potong

13°, sudut bebas 10° dan sudut buang 20°) pahat terhadap tingkat

kekasaran dan makrostruktur akan dijelaskan pada gambar berikut.

X1 X1.1

X2 X1.1

X3 X1.1

X4 X1.1

X1 X1.2

X2 X1.2

X3 X1.2

X4 X1.2

X1 X1.3

X2 X1.3

X3 X1.3

X4 X1.3

X: Variabel bebas penelitian

X1: Tidak diberikan perlakuan pendinginan

X2: Oli syntetic SAE 20W50

X3: Oli dromus murni tanpa campuran air

X4: Air dari keran

X1.1 pahat A: Sudut potong 10°, sudut bebas 8° dan sudut buang 12°

X1.2 pahat B: Sudut potong 12°, sudut bebas 9° dan sudut buang 15°

X1.3 pahat C: Sudut potong 13°, sudut bebas 10° dan sudut buang 20°

Y2YX

Gambar 2.12. Kerangka pikir penelitian

34

Y: Variabel terikat penelitian

Y1: Pengujian tingkat kekasaran terhadap spesimen bubut

Y2: Foto makro struktur terhadap spesimen bubut

77

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Media pendingin yang dipakai dalam proses pembubutan permukaan

yang berorientasi pada pembubutan yang berorientasi pada finishing

berpengaruh terhadap hasil kekasaran rata-rata yang diperoleh pada

baja karbon sedang EMS-45. Hasil nilai kekasaran rata-rata terbaik

pada penggunaan media pendingin yaitu pada penggunaan media

pendingin oli SAE 20W50 dengan nilai rata-rata kekasaran 3,59 μm,

namun jika di bandingkan dengan tanpa menggunakan media

pendingin justru tanpa diberikan media pendinginanlah yang terbaik

yaitu dengan nilai kekasaran rata-rata 3,18 μm.

2. Besar geometri pahat yang dipakai dalam proses pembubutan

permukaan berorientasi pada pembubutan finishing berpengaruh

terhadap hasil kekasaran rata-rata yang diperoleh pada baja karbon

sedang EMS-45. Hasil nilai kekasaran rata-rata terbaik pada

penggunaan geometri pahat yang diberikan perlakuan variasi media

pendingin yaitu pada penggunaan geometri pahat A (sudut potong 10°,

sudut bebas 8°, sudut buang 12°) dengan nilai rata-rata kekasaran 3,59

μm, namun jika di bandingkan dengan geometri pahat yang tanpa

menggunakan media pendingin justru geometri pahat B (sudut potong

78

12°, sudut bebas 9°, sudut buang 15°) lah yang terbaik yaitu dengan

nilai kekasaran rata-rata 3,18 μm.

3. Media pendingin yang divariasikan ternyata berpengaruh terhadap

makrostruktur pada baja EMS-45 yang diberikan perlakuan

pembubutan rata. Hasil foto makrostruktur terbaik pada penggunaan

media pendingin yaitu pada penggunaan media pendingin oli SAE

20W50 dengan ditunjukkannya guratan-guratan atau garis-garis

dengan celah kerapatan antara satu guratan atau goresan dengan

guratan atau goresan yang lainnya terlihat sedikit, namun jika di

bandingkan dengan tanpa menggunakan media pendingin justru tanpa

diberikan media pendinginanlah yang terbaik yaitu ditunjukkannya

guratan-guratan atau garis-garis dengan celah kerapatan antara satu

guratan atau goresan dengan guratan atau goresan yang lainnya terlihat

lebih rapat dari pada yang menggunakan media pendingin.

4. Geometri pahat yang divariasikan dalam hal ini pun berpengaruh

terhadap makrostruktur pada baja EMS-45 yang diberikan perlakuan

pembubutan rata berorientasi pada pembubutan finishing. Hasil foto

makrostruktur terbaik pada penggunaan geometri pahat yang diberikan

perlakuan variasi media pendingin yaitu pada penggunaan geometri

pahat A (sudut potong 10°, sudut bebas 8°, sudut buang 12°) dengan

ditunjukkannya guratan-guratan atau garis-garis dengan celah

kerapatan antara satu guratan atau goresan dengan guratan atau

goresan yang lainnya terlihat sedikit, namun jika di bandingkan dengan

79

geometri pahat yang tanpa menggunakan variasi media pendingin

justru tanpa diberikan variasi media pendinginanlah yang terbaik yaitu

ditunjukkannya guratan-guratan atau garis-garis dengan celah

kerapatan antara satu guratan atau goresan dengan guratan atau

goresan yang lainnya terlihat lebih rapat dari pada yang menggunakan

media pendingin.

B. Saran Pemanfaatan Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka beberapa saran

dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya agar penelitian selanjutnya

lebih maksimal dalam mendapatkan hasil penelitian yang sama:

1. Pada penelitian tingkat kekasaran selanjutnya untuk penggerindaan

pahat HSS dapat menggunakan mal sudut yang sudah include pada

mesin grinda, agar dalam pengasahan pahat, pahat yang digunakan

semua sama dari mulai sudut, kerataan bidang asahan pahat dan

panjang asahan pahat.

2. Dalam penelitian tingkat kekasaran selanjutnya untuk penggunaan

media pendingin pada proses pembubutan dapat dibuatkan suatu alat

yang ketika proese pembubutan berjalan, media pendingin ikut

mengalirkan pendingin pada pahat dan sela antara pahat dan spesimen

atau benda kerja secara terus-menerus mengalir tidak terputus, agar

didapatkan hasil yang maksimal.

80

3. Pada penelitian tingkat kekasaran selanjutnya lebih baik bila dilakukan

penambahan pengujian terhadap tingkat kekasaran tersebut, tidak

hanya menggunakan uji makro struktur namun juga dapat ditambahkan

uji mikro struktur.

81

Daftar Pustaka

Aditya S., Bima dan Arya, Mahendra S. S.T, M.T. 2015. Pengaruh Kedalaman dan Cairan Pendingin Terhadap Kekasaran dan Kekerasan Permukaan Pada Proses Bubut Konvensional. Universitas Negeri Surabaya.

Atedi, Bimbing dan Djoko Agustono. 2005. Standar Kekasaran Bidang Pada

Yoke Flange Menurut Iso R.1302 Dan Din 4768 Dengan Memperhatikan

Nilai Ketidakpastiannya. Media Mesin. 6 (2): 63-69.

Bayuseno, A.P. dan Handoko, Erizal Dwi. 2014. Analisa Korosi Erosi Pada Baja Karbon Rendah dan Baja Karbon Sedang Akibat Aliran Air Laut.Universitas Diponegoro.

Bradbury E.J.1990. Dasar Metalurgi Untuk Rekayasawan. Jakarta. PT. Gramedia

Pustaka Utama

Direktorat jenderal pendidikan menengah. 2013. Teknik Pemesinan Bubut I.Cimahi. Direktorat jendral pendidikan menengah.

Hasrin. (2013). Pengaruh Tebal Pemakanan dan Kecepatan Potong Pada Pembubutan Kering Menggunakan Pahat Karbida Terhadap Kekasaran Permukaan Material ST-60. Politeknik Negeri Lhoksumawe.

Munadi, Sudji. 1988. Dasar-Dasar Metrologi Indostri. Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

Mura Yusri dan Asmed. 2010. Pengaruh Parameter Pemotongan Terhadap Kekasaran Permukaan Proses Bubut Untuk Material ST37. Politeknik

Negeri Padang.

Oerbandono Tjuk, Satrio Muktiwibowo dan Endi Sutikno. 2014. Pengaruh Depth Of Cut dan Variasi Cutting Fluid Terhadap Surface Roughness Alumunium 6061 Hasil Proses Turning. Universitas Brawijaya Malang.

Widarto, B. Sentot Wijanarka, Sutopo dan Paryanto. 2008. Teknik Permesinan. Jakarta. Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Wibowo Aji. 2010. Pengaruh Variasi Kecepatan Putar Spindel Dan Bahan Pahat Terhadap Kehalusan Permukaan Baja Ems 45 Pada Mesin Cnc Tu-2a Dengan Program Absolut. Surakarta. USMS.