PENGARUH KONSEP DIRI, KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DAN...

163
i PENGARUH KONSEP DIRI, KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP PERILAKU BULLYING SISWA SD AN-NISAA’ TANGERANG SELATAN Tesis Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Sains (M.Si) Bidang Psikologi Pendidikan Universitas Islam Negeri SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Knowledge, Piety, Integrity Oleh : Rina Fajarwati NIM: 2112070000012 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2015 M

Transcript of PENGARUH KONSEP DIRI, KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DAN...

  • i

    PENGARUH KONSEP DIRI, KONFORMITAS TEMAN

    SEBAYA DAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP

    PERILAKU BULLYING SISWA SD AN-NISAA’

    TANGERANG SELATAN

    Tesis

    Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

    Gelar Magister Sains (M.Si) Bidang Psikologi Pendidikan

    Universitas Islam Negeri SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    Knowledge, Piety, Integrity

    Oleh :

    Rina Fajarwati

    NIM: 2112070000012

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    1436 H / 2015 M

  • ii

    PENGARUH KONSEP DIRI, KONFORMITAS TEMAN

    SEBAYA DAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP

    PERILAKU BULLYING SISWA SD AN-NISAA’

    TANGERANG SELATAN

    Tesis

    Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

    Gelar Magister Sains (M.Si) Bidang Psikologi Pendidikan

    Oleh :

    Rina Fajarwati

    NIM: 2112070000012

    Pembimbing :

    __Bambang Suryadi, Ph.D__

    NIP. 19700529 200312 1 002

    FAKULTAS PSIKOLOGI

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    1436 H / 2015 M

  • iii

    LEMBAR PENGESAHAN

    Tesis yang berjudul “Pengaruh Konsep Diri, Konformitas Teman Sebaya Dan

    Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku Bullying Siswa SD An-Nisaa’

    Tangerang Selatan”, telah diajukan dalam sidang munaqosyah Magister Sains

    Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal

    8 Juli 2015. Tesis ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

    gelar Magister Sains (M.Si).

    Jakarta, 28 Juli 2015

    Sidang Munaqosyah

    Dekan Wakil Dekan

    Bidang Akademik/Ketua

    Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag.M.Si. Dr. Abdul Rahman Shaleh, M.Si.

    NIP. 19680614 199704 1 001 NIP. 19720823 199903 1 002

    Anggota

    Dr. Fadhilah Suralaga, M.Si. Dr. Risatianti Kolopaking, M.Si, Psi

    NIP. 19561223 198303 2 001 NIP. 20120401 0901

    Bambang Suryadi, Ph.D.

    NIP. 19700529 200312 1 002

  • iv

    PERNYATAAN

    Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

    Nama : Rina Fajarwati

    NIM : 2112070000012

    Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Pengaruh Konsep Diri,

    Konformitas Teman Sebaya Dan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku

    Bullying Siswa SD An-Nisaa’ Tangerang Selatan” adalah benar merupakan

    karya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam menyusun tesis

    tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan tesis ini telah

    dicantumkan sumber pengutipannya. Saya bersedia untuk melakukan proses yang

    semestinya sesuai dengan Undang-Undang jika ternyata tesis ini secara prinsip

    merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

    Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

    Jakarta, 20 Juni 2015

    Yang menyatakan,

    Rina Fajarwati

  • v

    MOTTO

    “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan

    berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan

    Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran dan

    permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu

    dapat mengambil pelajaran”

    (Qs. An-Nahl: 90)

  • vi

    PERSEMBAHAN

    Tesis ini penulis persembahkan untuk

    keluarga tercinta. Bapak, Ibu, Mba Yeni, Tyo, Bayu dan Nopi

    Serta para guru, siswa dan orang tua

    Smoga menjadi amalan sholeh

  • vii

    ABSTRAK

    (A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

    (B) Juni 2015

    (C) Rina Fajarwati

    (D) Pengaruh Konsep Diri, Konformitas Teman Sebaya dan Pola Asuh Orang

    Tua Terhadap Perilaku Bullying Siswa SD An-Nisaa’ Tangerang Selatan

    (E) Halaman: xvi + 120 halaman + 5 Lampiran

    (F) Berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tahun

    2010-2014, tercatat tindakan kekerasan pada anak terus meningkat.

    Diantaranya adalah perilaku bullying yang banyak terjadi di lembaga

    pendidikan mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak sampai dengan Perguruan

    Tinggi. Maraknya kasus bullying membawa keprihatinan dalam masyarakat

    dan kekhawatiran para orang tua, karena bullying berdampak buruk terhadap

    korban, pelaku dan saksi. Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh

    konsep diri, konformitas teman sebaya dan pola asuh orang tua terhadap

    perilaku bullying siswa SD An-Nisaa’ Tangerang Selatan. Jumlah responden

    236 siswa terdiri atas kelas 4, 5 dan 6, yang diambil dengan teknik sampling

    jenuh atau sensus. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif.

    Instrumen dalam penelitian ini menggunakan skala perilaku bullying yang

    peneliti adaptasi dari Revised Olweus Bully/Victim Questionnaire (R-OBVQ),

    alat ukur konsep diri menggunakan alat ukur Self Description Questionnaire

    II (SDQ II), konformitas teman sebaya memakai alat ukur dari Wiggins

    (1994), yaitu acceptance dan compliance dan pola asuh orang tua memakai

    alat ukur dari Parental Authorithory Questionnaire (PAQ). Adapun analisis

    data penelitian ini menggunakan teknik regresi berganda dengan

    menggunakan software LISREL dan SPSS versi 20. Hasil penelitian

    menunjukkan variabel konsep diri, konformitas dan pola asuh orang tua

    berpengaruh signifikan terhadap perilaku bullying sebesar 32%. Hasil uji F

    menunjukkan dari delapan variabel Independen, yang berpengaruh signifikan

    terhadap perilaku bullying adalah konsep diri self image dan ideal self dengan

    arah hubungan negatif. Ditemukan pula perbedaan yang signifikan antara

    pola asuh authorithative dengan pola asuh permissive, dimana perilaku

    bullying lebih tinggi terjadi pada pola asuh permissive. Keluarga dan sekolah

    sebagai lingkungan terdekat anak harus menciptakan kondisi yang dapat

    mencegah terjadinya perilaku bullying.

    (G) Kata kunci: Perilaku Bullying, konsep diri, konformitas teman sebaya dan

    pola asuh orang tua.

    (H) Bahan bacaan: 24 buku + 13 jurnal + 13 laporan penelitian + 1 skripsi + 2

    tesis + 4 artikel

  • viii

    ABSTRACT

    A) Faculty of psychology Islamic State University Syarif Hidayatullah Jakarta

    B) June 2015

    C) Rina Fajarwati

    D) The effect of Self-Concept, Peer Conformity, and Parenting Toward Bullying

    Behavior of Elementary Students of SD An-Nisaa’ Tangerang Selatan

    E) Page: xvi + 120 pages + 5 appendices

    F) Based on the data from Indonesia Protection on Child Commission (KPAI)

    from 2010 to 2014, recorded that Act of Violence on Children is increasing.

    One of them is Bullying Behavior that happens commonly in educational

    institutions starting from kindergarten level to university. The widespread of

    bullying case brings concern in society, and parents are worried, because

    bullying gives disadvantageous impact toward victim, subject, and witness.

    This research is aimed to test the effect of self-concept, peer conformity, and

    parenting toward bullying behavior of elementary students of SD An-Nisaa’

    Tangerang Selatan. The number of respondents consist of 236 students of year

    4, 5 and 6, which using saturation sampling or census techniques. This research

    is in quantitative method. The research instrument is using bullying behavior

    scale which adapted from Revised Olweus Bully/Victim Questionnaire

    (R-OBVQ), measuring instrument of Self Concept using Self Description

    Questionnaire II (SDQ II), Peer Conformity using Wiggins (1994), which are

    acceptance and compliance. And Parenting is using Parental Authority

    Questionnaire (PAQ). Data Analysis of this research is using multiple

    regression analysis with LISREL and SPSS 20 version software. The result

    shows that the Self-Concept, Conformity, and Parenting to have significant

    effect towards bullying behavior, which is 32%. F-Test result shows from 8

    independent variables, those which significantly affect toward bullying

    behavior, are Self-Concept Self-Image and Ideal Self in negative way relation.

    Furthermore, discovered significant difference between authoritative parenting

    and permissive parenting, which bullying behavior most likely happens to

    permissive parenting. Family and school as children’s the closest surroundings

    have to make an environment to prevent the bullying behavior to happen.

    G) Keywords: Bullying behavior, self concept, peer conformity, and parenting

    H) References: 24 books + 13 journals + 13 research report + 1 scripts + 2 theses

    + 4 articles.

  • ix

    KATA PENGANTAR

    Bismillahirrohmanirrohiim

    Alhamdulillahirobilalamin Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT

    Sang Maha Pengasih dan Pemilk Kemuliaan. Shalawat dan salam senantiasa

    tercurah kepada suri tauladan Nabi besar Muhammad SAW hingga akhir jaman.

    Dalam kesempatan ini, tak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang tak

    terhingga kepada pihak-pihak yang telah berkontribusi dalam penulisan tesis ini,

    untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :

    1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Si. Dekan Fakultas Psikologi dan staf Fakultas

    Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memfasilitasi pendidikan

    mahasiswa dalam rangka menciptakan lulusan berkualitas.

    2. Pak Bambang Suryadi, Ph.D., pembimbing yang telah meluangkan banyak

    waktu untuk membimbing dengan penuh kesabaran dan ketelitiannya serta

    memberikan sumbangan pemikiran dalam penyusunan dan penyelesaian tesis

    ini. Terima kasih atas dukungan dan bimbingannya sehingga penulis mampu

    menuntaskan tesis ini.

    3. Ibu Dr. Fadhilah Suralaga, M.Si., dan Ibu Dr.Risatianti Kolopaking, M.Si., Psi

    sebagai dosen penguji sidang tesis serta seluruh Dosen Fakultas Psikologi UIN

    Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya

    dengan kesabaran dan keikhlasan. Semoga ilmu yang telah diberikan dapat

    berguna dalam kehidupan penulis.

  • x

    4. Jajaran Yayasan Pendidikan Islam Ibuku, dewan guru dan siswa-siswi SD An-

    Nisaa’ yang telah bekerjasama dengan baik dalam penelitian ini. khususnya

    Ibu Hj. Rasyid Izada yang selalu memberikan dukungan moril dan Kepala

    Sekolah SD An-Nisaa’, Bapak Mohamad Romli, MPd, yang telah memberikan

    kelonggaran waktu kepada penulis, sehingga dapat menuntaskan tesis ini.

    5. Keluarga tercinta: Bapak Soepardjo (alm), Ibu Wartini (almh), terimakasih

    yang tiada terhingga atas doa dan didikannya, semoga karya ini dapat menjadi

    tambahan amal di akhirat kelak. Mba Yeni, Tyo, Bayu dan Nopi serta Tante

    Yuniarti, Tante Sugiyati & Sari, do’a serta motivasinya menjadi penyemangat

    dalam menyelesaikan study S-2.

    6. Sahabat-sahabatku Anita, Candra, Mba Tyas, Devy, Pak Suparno, terima kasih

    atas segala perhatian dan bantuan yang telah diberikan, selalu mengingatkan

    penulis untuk tetap fokus dan berjuang menyelesaikan setiap tantangan.

    7. Sahabat-sahabat Magister Sains Psikologi angkatan 2012 yang tidak bisa

    penulis sebutkan satu persatu, khususnya: Teteh Nur’aeni, Bunda Linda, Mba

    Mila, Mba Alfun, Bu Nurul, Umi, Rasti, Rika, serta mba Puti, atas

    kebersamaan dan kehangatannya yang saling memotivasi sehingga penulis

    tetap bersemangat menyelesaikan tesis ini.

    Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak terdapat

    keterbatasan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang bersifat

    membangun dan konstruktif demi menyempurnakan tesis ini.

    Jakarta, Juni 2015

    Penulis

  • xi

    DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

    HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................... ii

    LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii

    PERNYATAAN ............................................................................................ iv

    MOTTO ......................................................................................................... v

    PERSEMBAHAN .......................................................................................... vi

    ABSTRAK .................................................................................................... vii

    ABSTRACT ................................................................................................... viii

    KATA PENGANTAR ................................................................................... ix

    DAFTAR ISI .................................................................................................. xi

    DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii

    DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xv

    DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi

    BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................... 1-13

    1.1. Latar belakang masalah ........................................................... 1

    1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...................................... 9

    1.2.1.Pembatasan Masalah ....................................................... 9

    1.2.2. Perumusan Masalah ....................................................... 10

    1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 11

    1.3.1. Tujuan Penelitian ............................................................ 11

    1.3.2. Manfaat Penelitian .......................................................... 12

    1.4. Sistematika Penulisan .............................................................. 12

    BAB 2. LANDASAN TEORI ....................................................................... 14-43

    2.1. Perilaku Bullying...................................................................... 14

    2.1.1. Definisi perilaku bullying .............................................. 14

    2.1.2. Bentuk-bentuk perilaku bullying ................................... 19

    2.1.3. Faktor-faktor penyebab terjadinya perilaku bullying. ... 21

    2.1.4. Pengukuran perilaku bullying......................................... 22

    2.2. Konsep Diri .............................................................................. 23

    2.2.1. Definisi konsep diri........................................................ 23

    2.2.2. Dimensi konsep diri ....................................................... 24

    2.2.3. Pengukuran konsep diri ................................................. 28

    2.3. Konformitas Teman Sebaya………………………………….. 29

    2.3.1. Definisi konformitas teman sebaya ............................... 29

    2.3.2. Dimensi-dimensi konformitas teman sebaya ................. 30

    2.3.3. Pengukuran konformitas teman sebaya ......................... 31

    2.4. Pola Asuh Orang Tua .............................................................. 32

    2.4.1. Definis pola asuh orang tua ........................................... 32

    2.4.2.Jenis-Jenis pola asuh orang tua………………………… 33

    2.4.3. Pengukuran pola asuh orang tua ................................... 35

  • xii

    2.5. Kerangka Berpikir……………………………………………… 36

    2.5.1. Pengaruh konsep diri terhadap perilaku bullying .......... 36

    2.5.2. Pengaruh konformitas teman sebaya terhadap perilaku

    bullying…………………………………………………… 38

    2.5.3. Pengaruh pola asuh orang tua terhadap perilaku bullying 39

    2.6. Hipotesis Penelitian ................................................................. 42

    2.6.1. Hipotesis mayor ............................................................. 42

    2.6.2. Hipotesis minor .............................................................. 42

    BAB 3. METODE PENELITIAN ............................................................... 44-96

    3.1. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ............... 44

    3.1.1. Populasi dan sampel....................................................... 44

    3.1.2. Teknik pengambilan sampel .......................................... 44

    3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ........... 45

    3.2.1. Variabel penelitian ....................................................... 45

    3.2.2. Definisi operasional variabel penelitian ...................... 46

    3.3. Instrumen Pengumpulan Data .................................................. 48

    3.3.1. Alat ukur perilaku bullying ............................................ 49

    3.3.2. Alat ukur konsep diri ..................................................... 51

    3.3.3. Alat ukur konformitas teman sebaya ............................. 52

    3.3.4. Alat ukur pola asuh orang tua ........................................ 52

    3.4. Uji Validitas Konstruk ............................................................. 54

    3.4.1. Uji validitas konstruk perilaku bullying......................... 56

    3.4.2. Uji validitas konstruk konsep diri .................................. 68

    3.4.3. Uji validitas konstruk konformitas teman sebaya .......... 79

    3.4.4. Uji validitas konstruk pola asuh orang tua..................... 84

    3.5. Teknik Analisis Data ............................................................... 92

    3.6. Prosedur Penelitian .................................................................. 95

    BAB 4. HASIL PENELITIAN .................................................................... 97-109

    4.1. Gambaran Umum Subyek Penelitian ...................................... 97

    4.2. Deskripsi Data Penelitan .......................................................... 98

    4.3. Kategorisasi Skor Variabel Penelitian .................................... 99

    4.4. Hasil Uji Hipotesis Penelitian .................................................. 102

    4.4.1. Analisis regresi berganda ............................................... 102

    4.4.2. Pengujian proporsi varians independent variable .......... 107

    BAB 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN .................................... 110-115

    5.1. Kesimpulan ............................................................................. 110

    5.2. Diskusi ..................................................................................... 110

    5.3. Saran ....................................................................................... 114

    5.3.1. Saran teoritis .................................................................. 114

    5.3.2. Saran praktis .................................................................. 114

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 115-120

    DAFTAR LAMPIRAN

  • xiii

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 3.1. Skor skala variabel perilaku bullying, konsep diri, konformitas ..

    Teman Sebaya dan Pola Asuh Orang Tua .................................... 49

    Tabel 3.2. Blue Print Skala Perilaku Bullying ............................................... 50

    Tabel 3.3. Blue Print Skala Konsep Diri ....................................................... 51

    Tabel 3.4. Blue Print Skala Konformitas Teman Sebaya ............................. 52

    Tabel 3.5. Blue Print Skala Pola Asuh Orang Tua ....................................... 53

    Tabel 3.6. Muatan Faktor Perilaku Bullying Fisik Langsung ....................... 57

    Tabel 3.7. Matrik Korelasi Kesalahan Pengukuran Antar Item Perilaku ......

    Bullying Fisik Langsung ............................................................... 58

    Tabel 3.8. Muatan Faktor Perilaku Bullying Verbal Langsung .................... 60

    Tabel 3.9. Matrik Korelasi Kesalahan Pengukuran Antar Item Perilaku ......

    Bullying Verbal Langsung ............................................................ 60

    Tabel 3.10. Muatan Faktor Perilaku Bullying Non Verbal Langsung ............ 62

    Tabel 3.11. Matrik Korelasi Kesalahan Pengukuran Antar Item Perilaku ......

    Bullying Non Verbal Langsung .................................................... 63

    Tabel 3.12. Muatan Faktor Perilaku Bullying Non Verbal Tidak Langsung .. 65

    Tabel 3.13. Matrik Korelasi Kesalahan Pengukuran Antar Item Perilaku ......

    Bullying Non Verbal Tidak Langsung .......................................... 66

    Tabel 3.14. Muatan Faktor Perilaku Bullying ................................................ 67

    Tabel 3.15. Matrik Korelasi Kesalahan Pengukuran Antar Dimensi Variabel

    Perilaku Bullying ........................................................................... 68

    Tabel 3.16. Muatan Faktor Konsep Diri - Self Image ...................................... 70

    Tabel 3.17. Matrik Korelasi Kesalahan Pengukuran Antar Item Konsep Diri-

    Self Image ...................................................................................... 70

    Tabel 3.18. Muatan Faktor Konsep Diri - Ideal Image .................................... 72

    Tabel 3.19. Matrik Korelasi Kesalahan Pengukuran Antar Item Konsep Diri-

    Ideal Self ....................................................................................... 73

    Tabel 3.20. Muatan Faktor Konsep Diri - Social Self ..................................... 75

    Tabel 3.21. Matrik Korelasi Kesalahan Pengukuran Antar Item Konsep Diri-

    Social Self ..................................................................................... 75

    Tabel 3.22. Muatan Faktor Konsep Diri - Self Evaluation ............................. 77

    Tabel 3.23. Matrik Korelasi Kesalahan Pengukuran Antar Item Konsep Diri-

    Self Evaluation .............................................................................. 78

    Tabel 3.24. Muatan Faktor Konformitas teman Sebaya - Acceptance ............ 80

    Tabel 3.25. Matrik Korelasi Kesalahan Pengukuran Antar Item Konformitas

    Teman Sebaya - Acceptance ......................................................... 81

    Tabel 3.26. Muatan Faktor Konformitas Teman Sebaya - Compliance ......... 83

    Tabel 3.27. Matrik Korelasi Kesalahan Pengukuran Antar Item Konformitas

    Teman Sebaya - Compliance ........................................................ 83

  • xiv

    Tabel 3.28. Muatan Faktor Pola Asuh - Authoritarian ................................... 85

    Tabel 3.29. Matrik Korelasi Kesalahan Pengukuran Antar Item Pola Asuh -

    Authoritarian ................................................................................. 86

    Tabel 3.30. Muatan Faktor Pola Asuh - Authoritative .................................... 88

    Tabel 3.31. Matrik Korelasi Kesalahan Pengukuran Antar Item Pola Asuh -

    Authoritative .................................................................................. 88

    Tabel 3.32. Muatan Faktor Pola Asuh - Permissive ....................................... 90

    Tabel 3.33. Matrik Korelasi Kesalahan Pengukuran Antar Item Pola Asuh -

    Permissive ..................................................................................... 91

    Tabel 4.1. Karakteristik Responden Penelitian ............................................. 97

    Tabel 4.2. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ........................................ 99

    Tabel 4.3. Rentangan Nilai Tiap Kategori .................................................... 100

    Tabel 4.4. Kategorisasi Skor Variabel ........................................................... 100

    Tabel 4.5. Kategori Pola Asuh Orang Tua ..................................................... 101

    Tabel 4.6. R Square Perilaku Bullying ........................................................... 102

    Tabel 4.7. ANOVA Pengaruh keseluruhan IV terhadap DV ........................ 103

    Tabel 4.8. Koefisien Regresi Masing-Masing IV .......................................... 104

    Tabel 4.9. Urutan IV yang memiliki Pengaruh Terhadap DV Dari Terbesar

    Ke Terkecil .................................................................................... 107

    Tabel 4.10. Proporsi Varian Masing-Masing Independent Variable ............... 108

  • xv

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 2.1. Bagan kerangka Berpikir Pengaruh Konsep Diri, Konformitas

    Teman Sebaya dan Pola Asuh orang Tua Terhadap prilaku

    Bullying ..................................................................................... 41

    Gambar 3.1. Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Perilaku Bullying Fisik

    Langsung .................................................................................. 57

    Gambar 3.2. Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Perilaku Bullying Verbal

    Langsung .................................................................................. 59

    Gambar 3.3. Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Perilaku Bullying Non

    Verbal Langsung ....................................................................... 62

    Gambar 3.4. Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Perilaku Bullying Non

    Verbal Tidak Langsung ............................................................ 64

    Gambar 3.5. Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Perilaku Bullying .......... 67

    Gambar 3.6. Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Konsep Diri - Self Image 69

    Gambar 3.7. Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Konsep Diri - Ideal Self 72

    Gambar 3.8. Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Konsep Diri - Social Self 74

    Gambar 3.9. Hasil Analisis Faktor Konfirmatorik Konsep Diri - Self ...........

    Evaluation. ............................................................................... 77

    Gambar 3.10. Hasil Analisis Faktor Konfirnatorik Konformitas teman Sebaya -

    Acceptance ............................................................................... 79

    Gambar 3.11. Hasil Analisis Faktor Konfirnatorik Konformitas teman Sebaya -

    Complience .............................................................................. 82

    Gambar 3.12. Hasil Analisis Faktor Konfirnatorik Pola Asuh Authoritarian . 85

    Gambar 3.13. Hasil Analisis Faktor Konfirnatorik Pola Asuh Authoritative .. 87

    Gambar 3.14. Hasil Analisis Faktor Konfirnatorik Pola Asuh Permissive ...... 90

  • xvi

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Instrumen Penelitian

    Lampiran 2. Contoh Uji Confirmatory factor Analysis (CFA)

    Lampiran 3. Output Analysis Regresi

    Lampiran 4. Surat Izin Penelitian

    Lampiran 5. Surat Keterangan Penelitian

  • 1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    Bab Pendahuluan ini menguraikan tentang latar belakang masalah perlunya

    dilakukan penelitian mengenai perilaku bullying, pembatasan dan perumusan

    masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

    1.1 Latar Belakang Masalah

    Fenomena kekerasan di sekolah akhir-akhir ini semakin sering ditemui

    baik melalui informasi di media cetak maupun yang kita saksikan di layar televisi.

    Selain tawuran antar pelajar sebenarnya ada bentuk perilaku agresif atau

    kekerasan yang mungkin sudah lama terjadi di sekolah-sekolah, namun

    tidak mendapat perhatian, bahkan mungkin tidak dianggap sesuatu hal yang

    serius.

    Berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)

    sepanjang tahun 2010 sampai dengan tahun 2014, tercatat tindakan kekerasan

    pada anak yang terus meningkat. Tahun 2010 mencapai 2.046 kasus, tahun 2011

    naik menjadi 2.178 kasus, tahun 2012 kembali naik menjadi 3.512 kasus, tahun

    2013 melonjak menjadi 4.311 kasus. Sedangkan tahun 2014 kasus kekerasan pada

    anak mencapai 5.066 kasus. Tingginya angka kekerasan pada anak pada tahun

    2014 ini membuat KPAI mengingatkan bahwa pada saat ini Indonesia

    mengalami darurat kekerasan pada anak. KPAI juga mencatat lokasi kekerasan

    paling banyak terjadi di rumah dan di sekolah, dimana seharusnya menjadi lokasi

    yang paling aman bagi anak-anak (KPAI, 2014).

  • 2

    Salah satu kasus kekerasan yang banyak terjadi di sekolah adalah perilaku

    bullying. Menurut Salmivalli (2009), bullying adalah subtipe dari perilaku agresif,

    dimana seorang individu atau sekelompok individu berulang kali melakukan

    serangan dan menghina kepada seseorang yang tidak berdaya. Tindakan bullying

    di sekolah dapat berupa berbagai perilaku anti-sosial seperti nama panggilan,

    pemerasan, kekerasan fisik, rumor jahat, pengucilan dari kelompok, pengrusakan

    property dan ancaman (Parada R.H, Marsh H. W, & Yeung A. S., 1999). Bullying

    terjadi ketika satu atau lebih banyak siswa berusaha untuk memiliki kekuasaan

    atas siswa lain dengan cara verbal, pelecehan fisik atau emosional, intimidasi atau

    bahkan isolasi. (Zirpoly, 2009 dalam Efobi. A. dan Nwokolo. C. 2014).

    Olweus (2015) mendefinisikan bullying adalah seseorang yang diganggu

    atau mendapat tindakan agresif negatif dari satu atau lebih orang lain secara

    berulang kali dan ia memiliki kesulitan membela dirinya sendiri. Bedasarkan

    definisi ini perilaku bullying mencakup tiga komponen, yaitu (1) Perilaku agresif

    negatif yang tidak diinginkan, (2) Melibatkan pola perilaku berulang dari waktu

    ke waktu. (3) Melibatkan ketidak seimbangan kekuasaan atau kekuatan.

    Bullying bukanlah hal yang bisa dianggap biasa saja, karena dari tahun ke

    tahun jumlah korbannya terus meningkat. Komisi Perlindungan Anak di Indonesia

    mencatat perilaku bullying pada anak Indonesia meningkat dari tahun ke tahun,

    seiring dengan meningkatnya tindakan kekerasan pada anak. Data yang tercatat

    oleh World Vision Indonesia, pada tahun 2008, terjadi 1.626 kasus, tahun 2009

    meningkat hingga 1.891 kasus, 891 diantaranya kasus di sekolah. Peningkatan

    jumlah kejadian terjadi karena kesadaran masyarakat lebih tinggi dengan semakin

  • 3

    banyaknya liputan media, atau bisa jadi karena kondisinya memang lebih parah

    (www.anakbersinar.com).

    Kasus bullying dapat terjadi pada tingkat Sekolah Dasar sampai dengan

    Perguruan Tinggi. Beberapa kasus bullying yang terjadi dalam dunia pendidikan

    adalah sebagai berikut (KPAI, 2014):

    a. Pada tingkat Sekolah Dasar (SD). Seorang siswa di Jakarta meninggal karena

    dianiaya beberapa kakak kelasnya dan peristiwa di Bukit Tinggi korbannya

    adalah seorang siswi yang dikeroyok oleh empat rekan sekelasnya.

    b. Pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP)

    Seorang siswa di Sukabumi meninggal karena ditendang gurunya yang

    mengalami depresi, siswi di Jember dan Mataram dipukul gurunya karena tidak

    mengerjakan PR, dan di Garut terjadi penganiayaan siswa yang dilakukan oleh

    gurunya kerena belum membayar uang SPP.

    c. Pada tingkat Sekolah Lanjutan Atas (SLTA) atau Sekolah Tinggi. Beberapa

    SMA di Jakarta telah terjadi kasus penganiayaan yang dilakukan senior

    terhadap yuniornya dengan latar belakang kegiatan orentasi siswa baru. Di

    Bandung dan Purwakarta siswa SMAK yang dianiaya oleh siswa lain.

    d. Pada tingkat Perguruan Tinggi

    Di Bandung mahasiswa STPDN meninggal akibat dianiaya oleh seniornya

    karena tidak taat pada saat pelatihan.

    Beberapa contoh kasus bullying diatas adalah sebagian kecil kasus bullying yang

    sudah dilaporkan dan diberitakan oleh media massa. Namun faktanya banyak

    sekali kasus-kasus bullying yang terjadi tidak diketahui oleh masyarakat karena

    http://www.anakbersinar.com/

  • 4

    korban yang tidak mau melapor atau dikarenakan masih banyak orang yang

    beranggapan bahwa bullying adalah perilaku yang dianggap suatu hal yang wajar

    dalam pergaulan.

    Perilaku bullying pada kenyataannya berdampak buruk bagi fisik maupun

    psikis bagi para korban maupun pelakunya. Untuk korban, intimidasi berulang

    dapat menyebabkan tekanan psikologis dan bahkan bunuh diri. Sedangkan

    pengganggu (pelaku), perilaku agresi dapat bertahan sampai dewasa dalam bentuk

    kriminalitas, kekerasan perkawinan dan anak serta pelecehan seksual (Parada R.H,

    Marsh H. W, dan Yeung A. S., 1999). Bullying adalah masalah dengan

    konsekuensi serius. Salah satu konsekuensi adalah konsep diri yang berubah

    (Roeleved. W, 2011).

    Melihat dampak negatif dari bullying diatas, selayaknya perilaku bullying

    secepatnya dapat ditangani. Pencegahan dan penanganan bullying hendaknya

    dilakukan oleh sekolah dan orang tua. Beberapa program yang dapat diterapkan

    sekolah untuk mencegah bullying diantaranya adalah program anti bullying,

    memperketat pengawasan di tempat-tempat yang rawan terjadinya bullying,

    menciptakan suasana kelas yang hangat dan inklusif dan membuat aturan baku

    tentang bullying untuk semua siswa dengan sanksi yang tegas. Sedangkan orang

    tua dapat melakukan pencegahan dengan memberikan pola pengasuhan yang tepat

    untuk anak. Pola pengasuhan anak semasa berusia dini yang baik dan benar akan

    memberi rasa percaya diri yang kuat (Priyatna, 2010).

    Telah banyak penelitian tentang bullying yang dilakukan, diantaranya

    adalah studi yang dilakukan oleh Amy pada tahun 2006, mengungkapkan

  • 5

    diperkirakan 10%-16% pelajar Sekolah Dasar (SD) kelas IV-VI di Indonesia

    mengalami bullying sebanyak satu kali per minggu. Bullying pada anak paling

    sering terjadi di sekolah, tetapi belum banyak guru di Indonesia yang menganggap

    bullying sebagai masalah serius. Survei di berbagai belahan dunia menyatakan

    bahwa bullying paling banyak terjadi pada usia 7 tahun (kelas II SD), dan

    selanjutnya menurun hingga usia 15 tahun. Studi lain menyatakan prevalensi

    bullying tertinggi pada usia 7 tahun dan 10-12 tahun. Anak laki-laki lebih sering

    terlibat dalam bullying dibandingkan anak perempuan (Soedjatmiko dkk, 2013)

    Penelitian Hertinjung (2013), menunjukkan bentuk-bentuk perilaku

    bullying di Sekolah Dasar yang paling sering dilakukan adalah bentuk bullying

    verbal, fisik dan selanjutnya relasional. Bentuk bullying verbal berupa memanggil

    dengan panggilan yang buruk, membentak, mengancam. Bentuk bullying fisik

    berupa mendorong, memukul, berkelahi, mengambil barang, mengunci di kamar

    mandi. Sementara bentuk bullying relasional adalah mengucilkan dan memfitnah.

    Sedangkan hasil studi dari Hassan N.C dan Ee. S.H (2015) tentang

    perilaku bullying pada 270 siswa sekolah dasar yang berusia 11 tahun di Malaysia

    menunjukkan bahwa anak laki-laki dan perempuan cenderung melakukan agresi

    verbal. Laki-laki lebih agresif dibanding perempun dalam tiga bentuk bullying,

    yaitu verbal, fisik dan tidak langsung.

    Erikson (dalam Santrock, 2009) menjelaskan anak usia Sekolah Dasar

    berada pada tahap industry vs inferiority yang pada tahap ini anak sudah

    memasuki dunia sekolah. Pada tahap ini dapat dikatakan anak memiliki jiwa

    kompetitif yang tinggi dan berfokus pada pencapaian prestasi dan anak akan

  • 6

    berusaha semaksimal mungkin agar dapat lebih unggul dibanding teman-

    temannya. Jiwa kompetitif pada anak menurut Rigby (2002) dapat menimbulkan

    adanya tindakan bullying. Pemenang dalam suatu kegiatan kompetitif sering kali

    memunculkan sikap arogansinya dengan menindas temannya yang kurang

    mampu.

    Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku bullying, baik dari

    faktor internal maupun eksternal. Menurut Levianti (2008), faktor yang dapat

    memicu terjadinya bullying, antara lain: temperamen dan kepribadian dengan

    kontrol yang rendah. Ketidakpedulian serta rendahnya self esteem dan kurangnya

    assertion (ketegasan). Faktor media massa juga bisa menjadi penyebab terjadinya

    bullying. Kekerasan melalui televisi atau film, serta video game menjadi bukti

    konkrit sebagai pemicu terjadinya bullying baik dalam kurun waktu yang cepat

    ataupun lama. Efeknya juga akan terlihat berupa bentuk perilaku bullying mulai

    dari yang sifatnya ringan sampai dengan yang dapat menelan korban jiwa.

    Studi sosiologis yang dilakukan oleh Imtiaz (2010) terhadap mahasiswa di

    Universitas Bahauddin Zakariya Multan Pakistan, menunjukkan bahwa penyebab

    utama dari perilaku agresif berasal dari lingkungan keluarga yang kurang baik,

    kelompok sebaya yang tidak sehat, sikap kekecewaan terhadap lembaga

    pendidikan, dan perilaku kaku mengenai mazhab agama. Namun, ketika diuji

    secara lebih detil ditemukan bahwa kekecewaan atau hubungan yang tidak

    memuaskan dengan peer group dimana terjadi penolakan dari teman sebaya

    merupakan faktor yang signifikan dalam menyebabkan agresi di kalangan

    pemuda.

  • 7

    Hasil penelitian Latip (2013), menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh

    terhadap bullying di Madarasah Ibtidaiyah dan Sekolah Dasar adalah temperamen,

    pola asuh orang tua, konformitas, media dan iklim sekolah. Namun faktor-faktor

    yang paling besar signifikansi pengaruhnya terhadap terjadinya bullying adalah

    faktor temperamen dan faktor media.

    Faktor lain yang ingin diteliti adalah pola asuh orang tua. Beberapa studi

    yang mengkaji pengaruh pola asuh terhadap perilaku bullying, seperti studi yang

    dilakukan oleh Korua, S.F., Kanine, E., dan Bidjuni, H. (2014), menunjukkan

    adanya hubungan antara pola asuh orang tua dengan perilaku bullying pada

    remaja SMK Negeri 1 Manado. Sedangkan penelitian sebelumnya dari Utami dan

    Mulyati (2009), di tingkat sekolah menengah di daerah Yogyakarta menunjukkan

    bahwa semakin tinggi pola asuh otoriter maka semakin tinggi perilaku bullying.

    Berdasarkan beberapa hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa

    perilaku bullying dapat disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal.

    Faktor internal meliputi temperamen dan konsep diri. Sedangkan faktor eksternal

    meliputi pola asuh orang tua, konformitas, media massa dan iklim sekolah.

    Tindakan bullying yang terjadi di sekolah dilakukan dengan berbagai

    bentuk. Hasil observasi yang peneliti lakukan di SD An-Nisaa’, menemukan

    seorang siswi yang diejek oleh kakak kelasnya melalui salah satu sosial media.

    Hal ini menyebabkan korban mengalami depresi dengan melukai dirinya sendiri

    (cutting). Kasus lain yang terjadi, seorang siswa yang suka menyendiri dan

    merasa diasingkan oleh kawan-kawannya karena sering diejek dengan nama

    panggilan yang dikonotasikan buruk. Kondisi ini berakibat siswa menjadi tidak

  • 8

    konsentrasi saat belajar dan malas pergi ke sekolah. Disamping itu ditemukan

    siswa laki-laki yang bermain dengan agresif seperti, mengejek, menendang dan

    memukul sehingga mengakibatkan jatuhnya korban yang tersakiti. Sedangkan

    pada siswa perempuan ditemui bullying dalam bentuk relasional, pelaku mem-

    bully seorang teman yang tidak disukainya dengan melakukan pengucilan dan

    penghindaran. Bersikap menyakiti korban dengan sikap-sikap yang tersembunyi

    seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, cibiran, tawa mengejek dan bahasa

    tubuh yang kasar. Sehingga menyebabkan korban merasa tidak nyaman, tidak

    mau belajar dan berakibat pada penurunan prestasi belajar.

    Fenomena-fenomena di atas memberikan gambaran empiris bahwa dunia

    anak-anak dan sekolah yang seharusnya menjadi masa yang menyenangkan

    berubah menjadi dunia yang menakutkan. Lingkungan sekolah, keluarga dan

    pergaulan yang tidak ramah dan aman akan menjadi penghambat perkembangan

    dirinya, baik secara fisik, mental maupun psikologinya, bahkan dapat berpengaruh

    terhadap perkembangan kepribadian di masa mendatang. Oleh sebab itu, maka

    masalah bullying ini perlu mendapatkan perhatian dan upaya penanganan yang

    serius dari sekolah, guru, orang tua, masyarakat, aparat keamanan serta

    pemerintah, guna mencegah dan memperkecil kemungkinan terjadinya perilaku

    bullying.

    Berangkat dari permasalahan-permasalahan yang telah dipaparkan di atas,

    maka penulis melakukan penelitian tentang pengaruh konsep diri, konformitas

    teman sebaya dan pola asuh orang tua terhadap perilaku bullying pada siswa

    Sekolah Dasar.

  • 9

    1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah

    1.2.1 Pembatasan Masalah

    Banyak faktor yang mempengaruhi perilaku bullying, baik yang bersifat internal

    maupun eksternal. Agar penelitian yang dilakukan dapat lebih terarah dan fokus

    pada variabel yang akan diukur saja, maka masalah dalam penelitian ini dibatasi

    pada hal-hal yang berkaitan pada perilaku bullying dan faktor-faktor yang

    mempengaruhi yaitu faktor internal konsep diri. Sedangkan faktor eksternal

    dibatasi pada variabel konformitas teman sebaya dan pola asuh orang tua.

    Adapun pengertian-pengertiannya adalah sebagai berikut:

    1. Perilaku bullying adalah perilaku agresif dan negatif yang dilakukan secara

    berulang-ulang oleh seorang atau kelompok siswa terhadap siswa atau

    kelompok yang lemah dengan tujuan menyakiti korban dalam bentuk fisik,

    verbal dan non verbal (langsung dan tidak langsung). Dalam bentuk fisik

    misalnya memukul, menendang dan mendorong. Dalam bentuk verbal seperti

    mengejek, memalak dan penyebutan nama yang jelek. Sedangkan non verbal

    berupa menyebarkan rumor dan pengucilan (Coloraso, 2006).

    2. Konsep diri adalah penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri secara

    keseluruhan yang diperoleh melalui interaksinya dengan orang lain, meliputi

    pengetahuan tentang diri (self image), diri ideal (ideal self), penilaian diri (self

    evaluation), dan diri sosial ( social self) (Calhoun & Acocella, 1990) .

    3. Konformitas teman sebaya adalah perilaku individu yang ingin mengikuti

    pendapat kelompok yang memiliki kesamaan usia, atas keinginan sendiri atau

  • 10

    paksaan orang lain dengan tujuan untuk bisa diterima dalam kelompok yang

    diinginkan. Dalam penelitian ini dibatasi pada konformitas acceptance dan

    konformitas compliance (Myers, 2005).

    4. Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua (ayah dan

    ibu) selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Dalam penelitian ini dibatasi

    pada pola asuh authoritarian, authoritative dan permissive (Santrock, 2009).

    5. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi Sekolah Dasar kelas 4,5 dan 6

    yang berusia 9 – 13 tahun di SD An-Nisaa’ Pondok Aren Tangerang Selatan.

    1.2.2 Perumusan Masalah

    Berdasarkan pembatasan masalah tersebut di atas, maka perumusan masalah

    dalam penelitian ini adalah: Apakah ada pengaruh yang signifikan secara

    bersama-sama konsep diri, konformitas teman sebaya dan pola asuh orang tua

    terhadap perilaku bullying pada siswa SD An-Nisaa’ Tangerang Selatan.

    Selanjutnya dijabarkan dalam rumusan masalah:

    a. Apakah ada pengaruh signifikan dimensi self image dari variabel konsep diri

    terhadap perilaku bullying pada siswa SD An-Nisaa’ Tangerang Selatan ?

    b. Apakah ada pengaruh signifikan dimensi ideal self dari variabel konsep diri

    terhadap perilaku bullying pada siswa SD An-Nisaa’ Tangerang Selatan?

    c. Apakah ada pengaruh signifikan dimensi self evaluation dari variabel konsep

    diri terhadap perilaku bullying pada siswa SD An-Nisaa’ Tangerang Selatan?

    d. Apakah ada pengaruh signifikan dimensi social self dari variabel konsep diri

    terhadap perilaku bullying pada siswa SD An-Nisaa’ Tangerang Selatan?

  • 11

    e. Apakah ada pengaruh signifikan dimensi acceptance dari variabel konformitas

    teman sebaya, terhadap perilaku bullying pada siswa SD An-Nisaa’ Tangerang

    Selatan?

    f. Apakah ada pengaruh signifikan dimensi compliance dari variabel konformitas

    teman sebaya terhadap perilaku bullying pada siswa SD An-Nisaa’ Tangerang

    Selatan?

    g. Apakah ada pengaruh signifikan tipe authoritarian dari variabel pola asuh

    orang tua terhadap perilaku bullying pada siswa SD An-Nisaa’ Tangerang

    Selatan?

    h. Apakah ada pengaruh signifikan tipe authoritative dari variabel pola asuh

    orang tua terhadap perilaku bullying pada siswa SD An-Nisaa’ Tangerang

    Selatan?

    i. Apakah ada pengaruh signifikan tipe permissive dari variabel pola asuh orang

    tua terhadap perilaku bullying pada siswa SD An-Nisaa’ Tangerang Selatan?

    1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

    1.3.1 Tujuan Penelitian

    Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menguji signifikansi pengaruh

    konsep diri, konformitas teman sebaya dan pola asuh orang tua terhadap perilaku

    bullying siswa SD An-Nisaa’ Tangerang Selatan.

  • 12

    1.3.2 Manfaat Penelitian

    Sedangkan manfaat dari penelitian ini dapat ditinjau dari dua sisi yaitu:

    1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu

    pengetahuan pada umumnya dan psikologi pendidikan pada khususnya

    berupa data empiris yang mengungkapkan variabel-variabel penyebab

    perilaku bullying siswa di Sekolah Dasar.

    2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para

    pemangku kepentingan (Stakeholders) pendidikan, seperti orang tua,

    masyarakat, pemerintah dan pelaku pendidikan untuk bisa mengambil

    langkah-langkah preventif sebelum terjadinya perilaku bullying.

    1.4 Sistematika Penulisan

    Untuk mempermudah pembahasan tema yang diteliti, peneliti membagi tulisan

    tesis ini dalam 5 (lima) bab dan 1 (satu) bagian akhir, dengan sistematika sebagai

    berikut:

    Bab I. Pendahuluan, berisi latar belakang mengapa perlu dilakukan

    penelitian mengenai bullying, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan

    manfaat penelitian serta sistematika penulisan tesis.

    Bab II. Landasan Teori, berisi mengenai definisi, teori, dimensi dan faktor-

    faktor yang mempengaruhi serta pengukuran dari keempat variabel penelitian,

    yaitu variabel konsep diri, variabel konformitas teman sebaya, variabel pola asuh

    orang tua dan variabel perilaku bullying. Penelitian ini dilandasi suatu kerangka

  • 13

    berfikir yang akan digambarkan dalam suatu model penelitian beserta hipotesis

    yang ingin penulis buktikan.

    Ban III. Metode Penelitian, membahas tentang populasi dan sampel,

    variabel penelitian, definisi operasional variabel, kisi-kisi skala instrumen dari

    setiap variabel, instrumen penumpulan data, uji validitas konstruk, teknik analisis

    data dan prosedur pengumpulan data.

    Bab IV. Hasil Penelitian, membahas mengenai hasil penelitian yang telah

    dilakukan. Pembahasan tersebut meliputi gambaran subjek penelitian, pengujian

    hipotesis penelitian dan proporsi varians.

    Bab V. Kesimpulan, diskusi dan saran, yang merupakan rangkuman dari

    semua pembahasan yang telah disampaikan dalam bab-bab sebelumnya.

    Kemudian berdasarkan kesimpulan akan diajukan saran teoritis dan praktis.

  • 14

    BAB 2

    LANDASAN TEORI

    Dalam bab ini dibahas mengenai definisi dan teori dari keempat variabel

    penelitian yaitu variabel perilaku bullying, konsep diri, konformitas teman sebaya

    dan pola asuh orang tua serta kerangka berfikir yang akan digambarkan dalam

    suatu model penelitian beserta hipotesis yang ingin penulis buktikan.

    2.1 Perilaku Bullying

    2.1.1 Definisi perilaku bullying

    Bullying dalam kamus American Psychological Association (APA), diartikan

    “persistent threatening and aggressive behavior directed toward other people,

    especially those who are smaller or worker”, yaitu perilaku agresif dan

    mengancam yang sering dilakukan terhadap orang lain khususnya terhadap orang-

    orang yang lebih kecil atau lebih lemah (VandenBos, 2007). Dalam Collins

    English Dictionary, bullying diartikan “to hurt, intimídate or persecute”

    (menyakiti, intimidasi atau menganiaya). (Field, 1999). Sedangkan arti intimidasi

    dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tindakan menakut-nakuti (terutama

    untuk memaksa orang atau pihak lain berbuat sesuatu); gertakan; ancaman.

    Definisi bullying oleh para ahli di beberapa negara dikemukakan sebagai

    berikut (O’Moore and Minton, 2004):

    a. Olweus (Amerika Serikat): A person is being bullied when he or she exposed,

    repeatedly and over time to negative actions on the part of one or other

    persons.

  • 15

    b. Peter Smith and Sonia Sharp (Inggris): Bullying is the systematic abuse of

    power

    c. Scotlandia : Bullying is long-standing violence, mental or physical, conducted

    by an individual or a group against an individual who is not able to defend

    himself in that actual situation.

    d. Irlandia: Bullying is repeated aggression, verbal, psychological or physical,

    conducted by an individual or group against others.

    Dari ke empat definisi di atas, definsi bullying yang paling sering

    digunakan adalah definisi bullying dari Irlandia, yaitu agresi yang dilakukan

    berulang-ulang secara verbal, psikologis atau fisik yang dilakukan oleh seseorang

    atau sekelompok melawan orang atau kelompok lain.

    Coloroso (2006) mengemukakan bahwa bullying akan selalu melibatkan

    keempat unsur berikut : (a) Ketidakseimbangan kekuatan (imbalance power), (b)

    keinginan untuk mencederai (desire to hurt). Dalam bullying tidak ada kecelakaan

    atau kekeliruan, tidak ada ketidaksengajaan dalam pengucilan korban. Bullying

    berarti menyebabkan kepedihan emosional atau luka fisik, melibatkan tindakan

    yang dapat melukai, dan menimbulkan rasa senang di hati sang pelaku saat

    menyaksikan penderitaan korbannya, (c) ancaman agresi lebih lanjut. Bullying

    tidak dimaksudkan sebagai peristiwa yang hanya terjadi sekali saja, tapi juga

    repetitif atau cenderung diulangi, (d) teror. Pengertian senada dikemukakan oleh

    Rigby (2002), menguraikan unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian

    bullying yakni antara lain keinginan untuk menyakiti, tindakan negatif,

    ketidakseimbangan kekuatan, pengulangan atau repetisi, bukan sekedar

  • 16

    penggunaan kekuatan, kesenangan yang dirasakan oleh pelaku dan rasa tertekan

    di pihak korban. Dari unsur-unsur yang terkandung dalam bullying, suatu hal yang

    alamiah bila masyarakat memandang bullying sebagai suatu tindakan kejahatan

    Sedangkan Priyatna (2010) mendefinisikan bullying sebagai tindakan yang

    disengaja oleh si pelaku pada korbannya, bukan sebuah kelalaian, dimana

    tindakannya dilakukan secara berulang dan didasari atas perbedaan power yang

    mencolok.

    Bullying disebut sebagai sub bagian dari perilaku agresif karena di

    dalamnya melibatkan agresi atau serangan. Rivers dan Smith (1994, dalam

    Sanders, 2004) mengidentifikasi tiga tipe agresi yang termasuk dalam bullying,

    yaitu agresi fisik langsung, agresi verbal langsung, dan agresi tidak langsung.

    Agresi langsung mencakup perilaku-perilaku yang jelas seperti memukul,

    mendorong, dan menendang. Agresi verbal langsung mencakup penyebutan nama

    dan ancaman. Agresi tidak langsung melibatkan perilaku-perilaku seperti

    menyebarkan rumor dan cerita-cerita yang tidak benar. Agresi langsung itu secara

    eksplisit diperlihatkan dari agresor ke korban sedangkan agresi tidak langsung

    melibatkan pihak ketiga (Anesty, 2014).

    Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dikemukakan dapat dilihat

    bahwa pada dasarnya bullying adalah suatu perilaku agresif yang sengaja dan

    berulang secara verbal, psikologis atau fisik, yang dilakukan oleh individu atau

    kelompok. Suatu perilaku agresif dikategorikan sebagai bullying ketika perilaku

    tersebut telah menyentuh aspek psikologis korban.

  • 17

    Dari penjelasan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

    perilaku bullying adalah perilaku agresif dan negatif yang dilakukan secara

    berulang-ulang oleh seorang atau kelompok siswa terhadap siswa atau kelompok

    yang lemah dengan tujuan menyakiti korban dalam bentuk fisik, verbal dan non

    verbal (langsung dan tidak langsung). Dalam bentuk fisik misalnya memukul,

    menendang dan mendorong. Dalam bentuk verbal seperti mengejek, memalak dan

    penyebutan nama yang jelek. Sedangkan non verbal berupa menyebarkan rumor

    dan pengucilan.

    Tindakan bullying berakibat buruk bagi korban, pelaku dan saksi. Dampak

    buruk yang dapat terjadi pada anak yang menjadi korban tindakan bullying, antara

    lain: kecemasan, keluhan pada kesehatan fisik, rendah diri, depresi, symptom

    psikosomatik, penarikan sosial, penggunaan alkohol dan obat, bunuh diri dan

    penurunan performansi akademik. Bagi pelaku bullying pun tidak akan terlepas

    dari resiko berikut ini: sering terlibat perkelahian, resiko cedera akibat

    perkelahian, melakukan pencurian, minum alkohol, merokok, minggat dari

    sekolah, gemar membawa senjata tajam, dan yang terparah menjadi pelaku tindak

    kriminal pada usia dewasa. Sementara untuk mereka yang biasa menyaksikan

    tindakan bullying pada kawan-kawannya berada pada risiko: menjadi penakut dan

    rapuh, kecemasan dan rasa keamanan diri yang rendah (Priyatna, 2010).

    Menurut Coloroso (2006) bahaya jika bullying menimpa korban secara

    berulang-ulang yaitu korban akan merasa depresi dan marah, baik terhadap

    dirinya sendiri, maupun pelaku bullying; terhadap orang-orang di sekitarnya dan

  • 18

    terhadap orang dewasa yang tidak dapat atau tidak mau menolongnya. Hal

    tersebut kemudian dapat mempengaruhi prestasi akademiknya.

    Terdapat banyak bukti tentang efek-efek negatif jangka panjang dari

    tindak bullying pada para korban dan pelakunya. Pelibatan dalam bullying sekolah

    secara empiris teridentifikasi sebagai sebuah faktor yang berkontribusi pada

    penolakan teman sebaya, perilaku menyimpang, kenakalan remaja, kriminalitas,

    gangguan psikologis, kekerasan lebih lanjut di sekolah, depresi, dan ideasi bunuh

    diri. Efek-efek ini telah ditemukan berlanjut pada masa dewasa baik untuk pelaku

    maupun korbannya (Marsh, dalam Sanders dan Gary, 2004). Hal ini sesuai dengan

    yang dikemukakan oleh Coloroso (2006), bahwa siswa akan terperangkap dalam

    peran pelaku bullying, tidak dapat mengembangkan hubungan yang sehat, kurang

    cakap untuk memandang dari perspektif lain, tidak memiliki empati, serta

    menganggap bahwa dirinya kuat dan disukai sehingga dapat mempengaruhi pola

    hubungan sosialnya di masa yang akan datang.

    Bullying juga berdampak bagi siswa lain yang menyaksikan bullying

    (bystanders). Jika bullying dibiarkan tanpa tindak lanjut, maka para siswa lain

    yang menjadi penonton dapat berasumsi bahwa bullying adalah perilaku yang

    diterima secara sosial. Dalam kondisi ini, beberapa siswa mungkin akan

    bergabung dengan penindas karena takut menjadi sasaran berikutnya dan

    beberapa lainnya mungkin hanya akan diam saja tanpa melakukan apapun dan

    yang paling parah mereka merasa tidak perlu menghentikannya.

    Berdasarkan paparan di atas terlihat perilaku bullying berdampak terhadap

    korban, pelaku dan siswa yang menyaksikan. Dampak terhadap korban bullying

  • 19

    dirasakan secara fisik dan psikologis. Dampak terhadap pelaku bullying, dapat

    mempengaruhi hubungan sosial dan terbentuknya perilaku kekerasan atau

    tindakan kriminal lainnya. Sedangkan dampak terhadap siswa yang menyaksikan

    menjadi penakut, rasa keamanan diri yang rendah dan menjadi pengikut pelaku

    bullying.

    2.1.2 Bentuk-bentuk perilaku bullying

    Coloroso (2006) merangkum berbagai pendapat ahli dan membagi bullying ke

    dalam empat bentuk, yaitu:

    a. Bullying secara verbal, berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritik kejam,

    penghinaan (baik yang bersifat pribadi maupun rasial), pernyataan-pernyataan

    bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual, teror, surat-surat yang

    mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak benar, kasak-kusuk yang keji dan

    keliru, gosip dan lain sebagainya.

    b. Bullying secara fisik, yang termasuk jenis ini ialah memukuli, mencekik,

    menyikut, meninju, menendang, menggigit, memiting, mencakar, serta

    meludahi anak yang ditindas hingga ke posisi yang menyakitkan, merusak serta

    menghancurkan barang-barang milik anak yang tertindas.

    c. Bullying secara relasional (pengabaian), adalah pelemahan harga diri si korban

    secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan, pengecualian atau

    penghindaran. Perilaku ini dapat mencakup sikap-sikap yang tersembunyi

    seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan nafas, bahu yang bergidik,

    cibiran, tawa mengejek dan bahasa tubuh yang kasar.

  • 20

    d. Bullying elektronik, merupakan bentuk perilaku bullying yang dilakukan

    pelakunya melalui sarana elektronik seperti komputer, handphone, internet,

    website, chatting room, e-mail, SMS dan sebagainya.

    Priyatna (2010) menyampaikan hal yang sama dengan Coloroso, bahwa

    bentuk-bentuk bullying terdiri atas empat bentuk, yaitu fisikal, verbal, sosial dan

    cyber atau elektronik. Priyatna juga mengungkap pada umumnya, anak laki-laki

    cenderung melakukan bullying dalam bentuk-bentuk agresi fisik. Sedangkan anak

    perempuan cenderung melakukan bullying secara tidak langsung, seperti meyebar

    isu, gossip atau fitnah. Anak perempuan juga sering kali mengalami bullying

    dalam bentuk pelecehan seksual, seperti menerima komentar seksual karena

    penampilan fisiknya.

    Berdasarkan bentuk-bentuk perilaku bullying yang tersebut di atas maka

    penulis mengambil kesimpulan bahwa bentuk-bentuk bullying meliputi:

    (1) Bullying fisik, dilakukan dengan cara menyakiti langsung ke tubuh korban,

    seperti dalam bentuk memukul, menendang, mendorong, menampar,

    mencubit dan melukai.

    (2) Bullying verbal, dilakukan dengan kata-kata, berupa mengolok-ngolok,

    melabrak, mempermalukan, memanggil dengan nama panggilan yang jelek,

    memalak dan mengejek.

    (3) Bullying non verbal langsung dilakukan dengan cara menatap dengan sinis,

    menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengancam, memalingkan

    muka dan menjulurkan lidah.

  • 21

    (4) Bullying non verbal tidak langsung, dilakukan dengan cara mendiamkan

    seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja

    mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng dan Cyberbullying

    (via web pages, e-mail, text messages).

    2.1.3 Faktor-faktor penyebab terjadinya perilaku bullying

    Banyak faktor dalam lingkungan anak yang menyebabkan seseorang melakukan

    perilaku bullying, diantaranya adalah keluarga, kelompok sebaya, kelas, sekolah,

    lingkungan dan masyarakat. Siswa yang melakukan bully ada kemungkinan untuk

    menyaksikan kekerasan dalam rumah mereka, pengawasan orang tua kurang,

    tidak memiliki kehangatan dan keterlibatan dari orang tua mereka (Olweus, 1993).

    Pada umumnya orang melakukan bullying karena merasa tertekan,

    terancam, terhina, dendam dan sebagainya. Bullying disebabkan oleh korban dari

    keadaan lingkungan yang membentuk kepribadiannya menjadi agresif dan kurang

    mampu mengendalikan emosi misalnya lingkungan rumah/keluarga yang tidak

    harmonis yaitu sering terjadi pertengkaran antara suami istri yang dilakukan di

    depan anak-anak, atau sering terjadi tindak kekerasan yang dilakukan orang tua

    terhadap anaknya. Anak yang terlalu dikekang atau serba dilarang atau anak yang

    diperlakukan permisif (Ehan, 2014). Hal yang sama diungkap oleh Roeleveld. W

    (2011), bahwa perselisihan antar orang tua dapat mempengaruhi bullying.

    Disamping itu konsep diri negatif pelaku dan korban terkait dengan bullying.

    Berdasarkan social learning theory dari Bandura (dalam Sobur, 2003),

    dikatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, perilaku agresi dipelajari dari

    model yang dilihat dalam keluarga setempat, dalam lingkungan setempat, atau

  • 22

    melalui media massa. Hal ini seperti yang diungkap oleh Orpinas P. dan Horne

    A.M (2000), bahwa perilaku bullying dan agresi pada siswa dapat dipengaruhi

    oleh faktor keluarga, lingkungan sekolah, masyarakat, budaya dan media.

    DeMaray dan Malecki (2003) mengungkapkan dalam hal karakteristik sekolah,

    salah satu faktor yang paling menonjol dalam perilaku bullying adalah dukungan

    sosial individu yang diterima dari kedua orang tua dan teman sebaya.

    Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan mengenai penyebab

    terjadinya bullying, antara lain adalah: konsep diri, hubungan keluarga,

    konformitas teman sebaya dan media.

    2.1.4 Pengukuran perilaku bullying

    Dalam beberapa penelitian, peneliti menemukan beberapa instrumen untuk

    mengukur perilaku bullying, yaitu:

    1. The Multidimensional Peer Victimization (MPV) yang dikembangkan oleh

    Mynard dan Joseph (2000). MPV mengukur 4 tipe peer victimization yang

    mencakup penyerangan secara fisik, penyerangan secara verbal, manipulasi

    perilaku social, dan pengrusakan barang-barang milik korban. Terdiri dari 16

    item dan digunakan pada siswa usia 11 – 16 tahun. (Mynard dan Joseph, 2000)

    2. The Illinois Bully Scale (IBS) yang dikembangkan oleh Espelage dan Holt,

    (2001). Terdiri atas 18 item dan 3 sub area, yang mencakup: asses physical

    fighting, victimization, bully behavior . (Espelage dan Holt, 2001).

    3. Revised Olweus Bully/Victim Questionnaire (R-OBVQ) yang dikembangkan

    oleh Olweus (1996). Terdiri dari 36 pernyataan, yang mencakup: niat untuk

  • 23

    menyakiti korban, perilaku bullying yang berulang, dan ketidakseimbangan

    kekuatan antara pelaku dan korban. (Espelage, Swearter, dan Jimmerson, 2010)

    Dalam penelitian ini, peneliti mengukur perilaku bullying berdasarkan adaptasi

    dari alat ukur Revised Olweus Bully/Victim Questionnaire (R-OBVQ). Dengan

    menggunakan teori Olweus yaitu skala perilaku bullying dalam aspek kontak fisik

    secara langsung, perilaku verbal langsung, perilaku non verbal langsung, dan

    perilaku non verbal tidak langsung. Pengukuran menggunakan tipe skala model

    Likert dengan 4 pilihan jawaban.

    2.2 Konsep Diri

    2.2.1 Definisi konsep diri

    Konsep diri menurut Fitts. W.H. (1971) adalah sebagaimana diri dipersepsikan,

    diamati, serta dialami oleh individu. Konsep diri merupakan susunan pola persepsi

    yang terorganisir. Konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang,

    karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam

    berinteraksi dengan lingkungan. Jika individu mempersepsikan diri, bereaksi

    terhadap dirinya, maka hal ini menunjukkan suatu kesadaran diri dan kemampuan

    untuk keluar dari diri sendiri.

    Atwater (1987) menyebutkan bahwa konsep diri adalah keseluruhan

    gambaran diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang diri, perasaan, keyakinan,

    dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya. Konsep diri diidentifikasikan

    menjadi empat bentuk. Pertama, body image, kesadaran tentang tubuhnya, yaitu

    bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri. Kedua, ideal self, yaitu bagaimana

  • 24

    cita-cita dan harapan-harapan seseorang mengenai dirinya. Ketiga, Subjectif Self,

    yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya. Keempat, social self, yaitu

    bagaimana orang lain melihat dirinya.

    Calhoun dan Acocella (1990) berpendapat bahwa konsep diri merupakan

    penilaian seseorang terhadap diri individu secara keseluruhan baik fisik, psikis,

    dan sosial yang diperoleh melalui interaksinya dengan orang lain. Sedangkan

    menurut Santrock (2007), konsep diri adalah evaluasi diri yang bersifat spesifik

    domain.

    Berdasarkan beberapa pengertian tentang konsep diri di atas, maka peneliti

    mendefinisikan konsep diri merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya

    sendiri secara keseluruhan yang diperoleh melalui interaksinya dengan orang

    lain, meliputi pengetahuan tentang diri (self image), diri ideal (ideal self),

    penilaian diri (self evaluation), dan diri sosial ( social self).

    2.2.2 Dimensi konsep diri

    Fitts (1971) membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok, yaitu sebagai berikut:

    1. Dimensi Internal

    Dimensi internal adalah keseluruhan penghayatan pribadi sebagai kesatuan

    yang unik. Penilaian diri berdasarkan dimensi internal ini neliputi penilaian

    seseorang terhadap identitas dirinya, kepuasan diri dan tingkah lakunya. Dimensi

    ini terdiri atas 3 bentuk:

    a. Diri identitas (identity self)

    Diri sebagai identitas merupakan aspek dasar dari konsep diri. Dalam diri

    identitas terkumpulah seluruh label dan symbol yang dipergunakan seseorang

  • 25

    untuk menggambarkan dirinya yang didasarkan pada pertanyaan, “Siapakah

    saya?”. Label yang melekat pada diri seseorang dapat berasal dari orang lain

    atau orang itu sendiri. Semakin banyak label yang dimilikiseseorang, maka

    semakin terbentuklah orang itu untuk mencari jawaban tentang identitas

    dirinya.

    b. Diri perilaku (behavioral self)

    Diri pelaku merupakan persepsi seseorang terhadap tingkah lakunya atau

    caranya bertindak, yang terbentuk dari suatu tingkah laku biasanya diikuti oleh

    konsekuensi-konsekuensi dari luar diri, dari dalam diri sendiri atau dari

    keduanya.

    c. Diri penerimaan atau penilai (judging self)

    Penilaian diberikan terhadap label-label yang ada dalam identitas diri pelaku

    secara terpisah, contohnya seseorang menggambarkan dirinya tinggi dan kuat

    (identitas diri); selain itu gambaran diri juga disertai perasaan suka atau tidak

    suka terhadap bentuk tubuhnya. Penilaian juga dapat diberikan kepada kedua

    macam bagian diri sekaligus

    2. Dimensi Eksternal

    Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan

    aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di luar dirinya.

    Dimensi ini merupakan suatu hal yang luas, misalnya diri yang berkaitan

    dengan sekolah, organisasi, agama, dan sebagainya. Dimensi ini dibedakan atas

    5 bentuk, yaitu:

  • 26

    a. Diri Fisik (physical self), merupakan persepsi seseorang terhadap keadaan fisik,

    kesehatan, penampilan diri dan gerak motoriknya.

    b. Diri Moral-Etik (moral-ethic self), merupakan persepsi seseorang tentang

    dirinya ditinjau dari standar pertimbangan nilai-nilai moral dan etika.

    c. Diri Personal (personal self), merupakan persepsi individu terhadap nilai-nilai

    pribadi, terlepas dari keadaan fisik dan hubungannya dengan orang lain dan

    sejauh mana ia merasa adekuat sebagai pribadi.

    d. Diri keluarga (family self), merupakan perasaan dan harga diri seseorang

    sebagai anggota keluarga dan teman-teman dekatnya.

    e. Diri Sosial (social self), merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya dalam

    berinteraksi dengan orang dalam lingkungan yang lebih luas.

    Sedangkan Calhoun & Acocella (1990) mengungkapkan dimensi konsep

    diri terdiri atas empat dimensi, yaitu:

    a. Pengetahuan tentang diri (self image), merupakan informasi yang dimiliki

    individu tentang dirinya. Pengetahuan itu seperti umur, jenis kelamin,

    penampilan, dan identitas diri lainnya seperti karakteristik diri yang diketahui

    orang lain.

    b. Harapan diri (Ideal self), pada saat individu mempunyai suatu pandangan

    tentang siapa dirinya, individu juga mempunyai suatu pandangan lain yaitu

    tentang kemungkinan dirinya menjadi apa di masa mendatang.

    c. Penilaian tentang diri sendiri (self evaluation), merupakan pandangan

    seseorang tentang harga atau kewajaran diri sebagai pribadi. Rasa suka atau

    tidak dengan pribadi yang individu pikir sebagai pribadinya. Individu berpikir

  • 27

    sebagai penilai tentang dirinya sendiri setiap hari, mengukur apakah dirinya

    bertentangan dengan penghargaan diri dan standar dirinya.

    d. Diri Sosial (social self), suatu identitas kolektif yang meliputi hubungan

    interpersonal dan aspek-aspek identitas yang datang dari kelompok-kelompok

    sosial yang tidak personal. Konsep diri sosial ini terdiri dari dua komponen:

    pertama, berasal dari hubungan interpersonal dan selanjutnya, berasal dari

    keanggotaan pada kelompok yang lebih besar seperti ras, etnis, atau budaya.

    Dalam perkembangannya konsep diri terbagi menjadi dua, yaitu konsep

    diri positif dan konsep diri negatif (Calhoun dan Acocella, 1990).

    1. Konsep diri positif

    Konsep diri positif lebih kepada penerimaan diri bukan sebagai suatu

    kebanggaan yang besar tentang diri. Konsep diri ini bersifat stabil dan

    berfariasi. Individu yang memiliki konsep diri positif adalah individu yang tahu

    betul dirinya, dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang sangat

    bermacam-macam tentang dirinya, evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi

    positif dan dapat menerima keberadaan orang lain.

    2. Konsep diri negatif, dibagi dalam dua tipe, yaitu

    a. Pandangan individu tentang dirinya sendiri, tidak teratur , tidak memiliki

    kestabilan dan keutuhan diri. Individu tersebut benar-benar tidak tahu siapa

    dirinya, kekuatan atau kelemahannya atau yang dihargai dalam

    kehidupannya.

    b. Pandangan terhadap dirinya sendiri terlalu stabil dan teratur. Hal ini bisa

    terjadi karena individu dididik terlalu keras, sehingga menciptakan citra diri

  • 28

    yang tidak mengizinkan adanya penyimpangan dari seperangkat hukum

    yang dalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat

    Berdasarkan penjelasan diatas penulis menyimpulkan bahwa konsep diri

    terdiri atas empat dimensi, yaitu self image, ideal self, self evaluation dan social

    self.

    2.2.3 Pengukuran konsep diri

    Ada beberapa teknik yang digunakan untuk mengukur konsep diri, diantaranya

    yaitu:

    1. The academic Self Concep Questionnaire (ASCQ) yang dikembangkan oleh

    Liu & Wang (2005) dengan merujuk kepada skala Academik Self Esteem

    (Battle, 1981), The School subjects Self Concept (Marsh, Relich & Smith,

    1983) dan the General and Academic Status (Piesrs & Harris, 1964),

    sebagaimana dikutip oleh Joyce, Tan Bei Yu; Yates, Shirley M. (2007). ASCQ

    terdiri atas 20 item pernyataan.

    2. Self Perception Profile for Adolescents (SPPA), yang dikembangkan oleh

    Harter (1988). Instrumen ini terdiri atas 45 item yang mengukur delapan

    dimensi, yaitu scholastic competence, athletic competence, psycal appearance,

    pear acceptance, close friendships, romantic relationships, job copetence and

    conduct (morality).(SE Maxwell, JM Martin, LG Peeke, dkk, 2001).

    3. Self Description Questionnaire II (SDQ II), dikembangkan oleh Marsh (1992).

    Terdiri dari 102 instrumen lapor diri, yang dirancang untuk mengukur multiple

    dimensi dari konsep diri. Ada 7 sub skala yang mengukur bidang non

    akademik dan persepsi umum dari diri. Bidang non akademik mencakup:

  • 29

    kemampuan fisik, daya tarik fisik, hubungan teman sebaya dengan jenis

    kelamin sama, hubungan teman sebaya dengan lawan jenis, hubungan dengan

    orang tua, dan sifat yang dapat dipercaya. Bidang akademik mencakup:

    membaca, matematika dan sekolah umumnya. Beberapa sub skala dibuat 8

    item dan sub skala lainnya dibuat 10 item.

    Dalam penelitian ini, peneliti mengukur konsep diri berdasarkan alat ukur

    Self Description Questionnaire II (SDQ II). Dengan menggunakan teori Calhoun

    & Acocella yaitu pengetahuan diri (self image), harapan diri ((Ideal self),

    penilaian tentang diri sendiri (self evaluation) dan diri sosial (social self). Penulis

    mengadaptasi dari Suci, (2013), karena skala ini disusun berdasarkan ke empat

    dimensi konsep diri yang akan diteliti. Pengukuran menggunakan tipe skala model

    Likert dengan 4 pilihan jawaban.

    2.3 Konformitas Teman Sebaya

    2.3.1 Definisi konformitas teman sebaya

    Konformitas, dalam kamus psikologi, diartikan sebagai kecenderungan individu

    untuk memperbolehkan sikap dan tingkah lakunya dikuasai oleh sikap dan tingkah

    laku yang sudah berlaku atau dianut oleh lingkungan sekitarnya (Chaplin, 2002).

    Baron dan Byrne (2005) mendefinisikan konformitas sebagai suatu jenis pengaruh

    sosial dimana individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai

    dengan norma sosial yang ada.

    Konformitas adalah bentuk tingkah laku menyesuaikan diri dengan orang

    lain sehingga menjadi kurang lebih sama atau identik guna mencapai tujuan

  • 30

    tertentu (Sears, Feedman, dan Peplau, 1994). Sedangkan Myers (2005)

    menyatakan konformitas merupakan perubahan sikap percaya sebagai akibat

    adanya tekanan kelompok. Konformitas dapat terlihat dari kecanderungan

    individu untuk selalu menyamakan perilakunya terhadap kelompok, sehingga

    terhindar dari celaan, keterasingan maupun hinaan.

    Teman sebaya adalah anak-anak dengan usia atau tingkat kedewasaan

    yang kurang lebih sama. (Santrock, 2009).

    Dari uraian di atas penulis mendefinisikan konformitas teman sebaya

    sebagai perilaku individu yang ingin mengikuti pendapat kelompok yang

    memiliki kesamaan usia, atas keinginan sendiri atau paksaan orang lain dengan

    tujuan untuk bisa diterima dalam kelompok yang diinginkan.

    2.3.2 Dimensi-dimensi konformitas teman sebaya

    Menurut Wiggins, dkk ada dua macam konformitas, yaitu acceptance dan

    compliance (Myers, 2005):

    1. Acceptance: merupakan bentuk konformitas yang dilakukan individu dengan

    cara menyamakan sikap, keyakinan pribadi maupun perilakunya didepan

    publik dengan norma atau tekanan kelompok, karena percaya dan setuju pada

    putusan kelompok. Perubahan keyakinan maupun perilaku individu terjadi

    apabila dirinya sungguh-sungguh percaya bahwa kelompok memiliki opini

    atau perilaku yang benar.

    2. Compliance: bentuk konformitas yang dilakukan individu dengan cara merubah

    perilakunya didepan publik agar sesuai dengan tekanan kelompok, tetapi secara

    diam-diam tidak mengubah pendapat pribadinya. Keseragaman perilaku yang

  • 31

    ditunjukkan pada konformitas compliance dilakukan individu untuk mendapat

    hadiah, pujian, rasa penerimaan serta menghindari hukuman dari kelompok.

    Perilaku individu yang melakukan konformitas menunjukkan ciri-ciri

    berikut: (1). Kekompakan: Kekompakan dimulai dari rasa ketertarikan individu

    pada kelompok tertentu, yang mendorongnya untuk terus menjadi anggota

    kelompok tersebut, antar lain dengan bertemu secara intens dan berperilaku

    selaras dengan anggota kelompok yang lain. (2) Kesepakatan: Kesepakatan

    ditunjukkan dengan memiliki pendapat yang sama, baik karena percaya pada

    kelompok, ataupun karena takut mendapatkan tekanan dari kelompok jika

    memiliki pendapat yang berbeda. (3) Ketaatan: Ketaatan adalah perilaku patuh

    mengikuti putusan kelompok, meskipun individu sebenarnya tidak

    menyetujuinya. (Sears, dkk, 1994)

    2.3.3 Pengukuran konformitas teman sebaya

    Dari beberapa penelitian yang dibaca, peneliti menemukan dua instrumen untuk

    mengukur konformitas teman sebaya, yaitu:

    1. Pengukuran konformitas teman sebaya berdasarkan indikator konformitas yang

    diungkap oleh O’Sears (1985). Skala ini terdiri atas 60 item yang mengukur

    tiga dimensi yaitu dimensi kekompakan, dimensi kesepakatan dan dimensi

    ketaatan.

    2. Pengukuran konformitas teman sebaya berdasarkan dimensi-dimensi

    konformitas yang diungkapkan oleh Wiggins (1994), meliputi compliance dan

    acceptance.

  • 32

    Dalam penelitian ini, penulis menggunakan skala pengukuran berdasarkan

    dimensi yang diungkap oleh Wiggins (1994), yaitu meliputi compliance dan

    acceptance. Penulis mengadaptasi skala ini, karena konsep teori ini berkaitan

    dengan faktor pendukung perilaku menyimpang dan agresi. Alat ukur ini disusun

    dengan total item sebanyak 19 butir, disertai dengan 4 pilihan jawaban.

    2.4 Pola Asuh Orang Tua

    2.4.1 Definisi pola asuh orang tua

    Pola asuh (parenting style) diartikan sebagai pola perilaku umum yang digunakan

    orang tua dalam mengasuh anak-anaknya. Para orang tua dapat mempengaruhi

    kepribadian anak-anak mereka secara signifikan melalui berbagai macam hal yang

    mereka lakukan dan yang tidak mereka lakukan (Ormrod, 2008). Selanjutnya

    Menurut Elizabeth B. Hurlock, pola asuh orangtua adalah cara orangtua dalam

    mendidik anak. Sedangkan menurut Chabib Thoha, pola asuh orangtua berarti

    cara yang dilakukan orangtua dalam mendidik anaknya sebagai bentuk tanggung

    jawabnya kepada anak.(Hidayat. F.N, 2014).

    Pola asuhan merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-

    anaknya. Sikap orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan,

    hadiah maupun hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritasnya, dan cara orang

    tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya. Dalam mengasuh

    anaknya orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada di lingkungannya.

    Di samping itu, orang tua juga diwarnai oleh sikap-sikap tertentu dalam

    memelihara, membimbing, dan mengarahkan putra-putrinya. Sikap tersebut

  • 33

    tercermin dalam pola pengasuhan kepada anaknya yang berbeda-beda, karena

    orang tua mempunyai pola pengasuhan tertentu. Penggunaan pola asuh tertentu ini

    memberikan sumbangan dalam mewarnai perkembangan terhadap bentuk-bentuk

    perilaku tertentu pada anaknya. Salah satu perilaku yang muncul dapat berupa

    perilaku agresif (Aisyah, 2010).

    Berdasarkan beberapa definisi diatas peneliti menyimpulkan pola asuh

    orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua (ayah dan ibu) selama

    mengadakan kegiatan pengasuhan. Pola asuh yang digunakan orang tua terhadap

    anak akan mempengaruhi sikap dan perilaku kesehariannya.

    2.4.2 Jenis-jenis pola asuh orang tua

    Diana Baumrind,1996 (dalam Santrock, 2009) mengatakan terdapat empat jenis

    bentuk utama gaya pengasuhan, yaitu:

    a. Pola asuh otoriter (authoritarian parenting), adalah gaya pengasuhan yang

    bersifat membatasi dan menghukum, dimana hanya ada sedikit komunikasi

    verbal antara orang tua dan anak-anak. Orang tua yang otoriter mendesak anak-

    anak untuk mengikuti perintah dan menghormati mereka. Mereka

    menempatkan batas dan kendali yang tegas terhadap anak-anak dan

    mengizinkan sedikit komunikasi verbal. Anak-anak dari orang tua otoriter

    sering berperilaku dalam cara yang kurang kompeten secara sosial. Mereka

    cenderung khawatir tentang perbandingan social, gagal untuk memulai

    aktivitas, dan mempunyai ketrampilan komunikasi yang buruk

    b. Pola asuh otoritatif (othoritative parenting), adalah gaya pengasuhan yang

    positif, mendorong anak-anak untuk mandiri, tetapi masih menempatkan batas-

  • 34

    batas dan kendali atas tindakan mereka. Pemberian dan penerimaan verbal

    yang ekstensif dimungkinkan dan rsikap mengasuh dan orang tua bersikap

    mengasuh dan mendukung. Anak-anak yang memiliki orang tua otoritatif

    sering berperilaku dalam cara yang kompeten secara sosial. Mereka

    cenderung percaya diri, dapat menunda keinginan, akrab dengan teman-teman

    sebayanya, dan menunjukkan harga diri yang tinggi. Pola asuh ini

    menghasilkan hal-hal yang positif, sehingga Baumrind mendukung pola asuh

    otoritatif.

    c. Pola asuh yang mengabaikan (neglecting parenting), adalah gaya pengasuhan

    dimana orang tua tidak terlibat di dalam kehidupan anak-anak mereka. Anak-

    anak hasil pengasuhan mengabaikan seringkali berperilaku dalam cara yang

    kurang cakap secara sosial. Mereka cenderung memiliki pengendalian diri

    yang buruk, tidak memiliki kemandirian yang baik dan tidak termotivasi untuk

    berprestasi.

    d. Pola asuh yang memanjakan (indulgent parenting), adalah gaya pengasuhan di

    mana orng tua sangat terlibat dengan anak-anak mereka, tetapi hanya

    menempatkan sedikit batasan atau larangan atas perilaku mereka. Orang tua ini

    membiarkan anak-anak mereka melakukan apa yang mereka inginkan dan

    mendapatkan keinginan mereka. Hasilnya adalah anak-anak yang ini biasanya

    tidak belajar untuk mengendalikan perilaku mereka sendiri. Orang tua dengan

    pola asuh memanjakan tidak mempertimbangkan perkembangan diri anak

    secara menyeluruh.

  • 35

    Santrock (2007) berpendapat, pola asuh melibatkan kombinasi antara

    dimensi penerimaan dan kemauan mendengar pada satu sisi, serta dimensi

    menuntut dan mengendalikan pada sisi lainnya. Kombinasi dari dimensi-dimensi

    tersebut kemudian digunakan untuk mengkategorikan menjadi pola asuh

    authoritarian, authoritative, dan permissive.

    2.4.3 Pengukuran pola asuh orang tua

    Ada beberapa jenis instrumen yang digunakan untuk mengukur pola asuh orang

    tua, diantaranya yaitu:

    1. The Parenting Style Questionnaire yang dikembangkan oleh Lamborn, Mounts,

    Steinberg, & Dombusch (1991). Skala pengukuran ini disusun berdasarkan dua

    dimensi gaya pengasuhan yaitu: Acceptance/Involvement, dan

    Strictness/Supervision. Skala ini berisi 24 item, dimana 15 item mewakili

    dimensi acceptance, dan 9 item mewakili strictness. Skinner, E., Johnson, E. &

    Snyder, I. (2005).

    2. The Parental Authority Questionnaire (PAQ) yang dikembangkan oleh Buri’s

    (1991). PAQ ini dirancang sebagai instrument pengukuran terhadap pola asuh

    oleh Baumrind, yang terdiri dari tiga tipe pola asuh yaitu, authoritative,

    authoritarian, dan permissive. Skala ini berisi 30 item yang mewakili ketiga

    pola pengasuhan tersebut, dimana masing-masing pola pengasuhan terdiri dari

    10 item. (Alkharusi. H, Kazem A.M., Alzubiadi. A, dan Aldhafri, 2011)

    3. The Parenting Style Inventory II (PSI-II) yang dikembangkan oleh Darling &

    Toyokawa (1997). Skala pengukuran ini disusun berdasarkan tiga dimensi

  • 36

    pengasuhan yaitu: Responsiveness, Authonomy-granting, dan Demandingness.

    Skala ini berisi 15 item yang mewakili ketiga dimensi tersebut.

    4. Parent as Social Context Questionnaire Adolescent Report yang dikembangkan

    oleh Skinner, Johnson & Snyder (2005). Skala pengukuran ini disusun

    berdasarkan enam dimensi gaya pengasuhan yaitu: Warmth, Rejection,

    Structure, Chaos, Autonomy support, dan Coercion. Skala ini berisi 48 item

    yang mewakili dimensi-dimensi tersebut.

    Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Parental Authority

    Questionnaire (PAQ) yang dikembangkan oleh Buri (1991) untuk mengukur pola

    asuh orang tua, karena skala ini disusun berdasarkan ke tiga jenis pola asuh yang

    akan diteliti.

    2.5 Kerangka Berpikir

    2.5.1 Pengaruh konsep diri terhadap perilaku bullying

    Setiap individu pada usia menjelang puber atau akhir masa kanak-anak, memiliki

    konsep diri yang sudah mulai berkembang. Agustiani (2009) menjelaskan bahwa

    konsep diri berkembang dari pengalaman yang terus-menerus dan terdiferensiasi.

    Menurut Calhoun dan Acocella (1990), dalam perkembangannya konsep diri

    terbagi menjadi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Individu

    yang memiliki konsep diri positif akan cenderung bersikap positif. Dan sebaliknya

    individu yang memiliki konsep diri negatif akan membentuk sikap negatif pula.